BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program strategis Kementerian Pertanian dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan, difokuskan untuk mempercepat pengembangan usaha ekonomi produktif yang diusahakan para petani di perdesaan. Dalam Pedoman Umum PUAP tahun 2011 disebutkan bahwa komponen utama pola dasar pengembangan PUAP terdiri dari gapoktan, pendamping gapoktan (penyuluh pendamping dan mitra tani), serta pelatihan bagi petani/pengurus gapoktan dan penyaluran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian. Adapun strategi operasional PUAP terdiri dari pemberdayaan masyarakat, optimalisasi potensi agribisnis, fasilitasi usaha bagi petani kecil, dan penguatan kelembagaan gapoktan. Organisasi pelaksanaan PUAP dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat desa sampai dengan pusat. Pada tingkat desa terdapat penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani (PMT) yang berhubungan dengan gapoktan secara langsung untuk melakukan pembinaan. Selain itu, pada tingkat desa pun dibentuk komite pengarah yang ditetapkan oleh kepala desa yang terdiri dari tokoh masyarakat, penyuluh pendamping, PMT, dan perwakilan gapoktan (Kementan, 2011). Dalam pelaksanaan penyaluran dan pemanfaatan dana BLM-PUAP, berdasarkan Pedoman Teknis Verifikasi dan Penyaluran Dana BLM-PUAP tahun 2011 (Kementan, 2011), ditetapkan beberapa jenis laporan yang harus dibuat baik oleh kelompok tani, gapoktan, maupun tim teknis. Laporan-laporan tersebut berupa laporan penyaluran dana ke kelompok tani, laporan penyaluran dana ke petani anggota, laporan perkembangan usaha gapoktan, laporan perkembangan usaha kelompok tani, laporan tahunan gapoktan, serta laporan rekapitulasi Rencana Usaha Bersama gapoktan tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Format laporan-laporan tersebut disajikan pada Lampiran 1 sampai 6. Laporan penyaluran dana ke kelompok tani disampaikan secara bulanan yang mencakup penyaluran dana BLM-PUAP dan jenis usaha produktif yang dilaksanakan oleh kelompok yang dibiayai dengan dana BLM-PUAP. Laporan tersebut dikirimkan oleh gapoktan ke penyuluh pendamping untuk selanjutnya dikompilasi oleh PMT menjadi formulir elektronik untuk dikirim ke operation room Kementan dan menjadi bahan laporan tim teknis kabupaten/kota (Kementan, 2011). Laporan penyaluran dana ke petani anggota disampaikan secara bulanan yang mencakup penyaluran dana BLM-PUAP dan jenis usaha yang dilakukan oleh petani anggota yang dibiayai melalui dana BLM-PUAP. Laporan tersebut dikirim oleh ketua kelompok tani kepada gapoktan untuk selanjutnya dikompilasi menjadi laporan gapoktan (Kementan, 2011). Dalam Petunjuk Teknis Verifikasi dan Penyaluran Dana PUAP 2011, laporan perkembangan usaha gapoktan disampaikan secara bulanan mencakup modal usaha awal, nilai usaha akhir, dan pendapatan. Laporan tersebut
7
disampaikan ke PMT melalui penyuluh pendamping. Laporan perkembangan usaha kelompok tani disampaikan secara bulanan dan merupakan dasar penyusunan laporan perkembangan usaha gapoktan. Laporan tahunan gapoktan meliputi realisasi penyaluran dana BLM-PUAP, jenis-jenis usaha produktif, perkembangan usaha agribisnis gapoktan, permasalahan yang dihadapi, dan saran tindak lanjut. Laporan tersebut disampaikan kepada tim teknis kabupaten/kota setelah disahkan oleh rapat anggota (Kementan, 2011). Dalam pelaksanaan PUAP, penyaluran dana kepada anggota kelompok tani dilakukan melalui pola pinjaman dengan tingkat bunga tertentu. Jangka waktu pinjaman berkisar antara 4, 6, sampai dengan 12 bulan, disesuaikan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh petani. Pengembalian dari anggota pada umumnya dengan cara pengembalian pokok dan bunga seluruhnya pada akhir masa pinjaman atau membayar bunga pinjaman pada setiap akhir periode dan membayar pokok pada akhir masa pinjaman.
B. Sistem Penunjang Keputusan serta Pendekatan Sistem dan Tahapannya Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari sistem yang meliputi kerja sama antar bagian yang interdependen satu sama lain, berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai tujuan (Marimin, 2009). Dalam Marimin (2009), sifat-sifat dasar dari suatu sistem antara lain pencapaian tujuan, kesatuan usaha, keterbukaan terhadap lingkungan, transformasi, hubungan antar bagian, sistem, dan mekanisme pengendalian. Adapun bila ditinjau dari komponen input, proses, dan output, suatu sistem dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu, sistem analis, sistem desain, dan sistem kontrol. Sistem informasi manajemen adalah suatu sistem berbasis komputer yang mendukung fungsi-fungsi manajemen melalui penyediaan informasi yang efektif dan efisien sesuai yang dibutuhkan (Marimin, 2008). Sistem informasi manajemen merupakan bagian dari sistem informasi pada tataran operasional, taktik, sampai dengan tataran strategis. Menurut O’Brien dalam Kornkaew (2012), terdapat lima langkah proses yang disebut dengan siklus pengembangan sistem informasi, yang terdiri dari investigasi, analisa, desain, implementasi, dan pemeliharaan. Langkah pertama investigasi sitem atau konsepsi sistem yang bertujuan untuk menentukan bagaimana mengembangkan perencanaan manajemen proyek dan memperoleh persetujuan manajemen. Analisa berfokus pada identifikasi kebutuhan informasi dan pengembangan kebutuhan fungsional dari sebuah sistem. Desain merupakan perencanaan teknis, pengembangan spesifikasi untuk hardware, software, data, personal, dan jaringan. Implementasi terdiri dari pendistribusian sistem, pengujian sistem, pelatihan personil pengguna sistem, dan penerapan pada sistem bisnis baru. Pemeliharaan merupakan proses pembuatan perubahan yang dibutuhkan untuk fungsi sistem informasi.
8
Sistem Penunjang Keputusan (SPK) atau Decision Support System (DSS) merupakan sistem berbasis komputer yang mendukung pengambilan keputusan dengan cara membantu pengambil keputusan dalam organisasi melalui informasi dan pemodelan hasil (Sauter, 2010). SPK mengelola dan memproses permasalahan tidak-terstruktur atau semi-terstruktur dalam rangka mendukung proses pengambilan keputusan (Mohemad et al., 2010). Adapun menurut McLeod (2005), DSS bertujuan untuk membantu manajer membuat keputusan memcahkan masalah semi terstruktur, mendukung penilaian manajer bukan mencoba menggantikannya, dan meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan daripada efsiensi. Menurut Levin et al. (2002), konfigurasi SPK terdiri dari sumber-sumber data internal; sumber-sumber data eksternal; landasan data bagi SPK; analisis data; pembaharuan, sintesis, dan revisi ilmu manajemen; model dasar ilmu manajemen untuk menunjang keputusan; evaluasi model; penggambaran dukungan keputusan dan kontrolnya; serta pembuat keputusan. Secara grafis, konfigurasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber-sumber data eksternal
Sumber-sumber data internal Akuntansi Perilaku Keuangan Pemasaran Operasi produksi
Pembaharuan, sintesis, dan revisi IM/OR
Model dasar IM/OR untuk menunjang keputusan
Landasan data bagi SPK
Analisis data
Evaluasi model
Penggambaran dukungan keputusan dan kontrolnya
Pembuat keputusan
Gambar 2. Konfigurasi sistem penunjang keputusan Sauter (2010) menyatakan SPK memberikan kesempatan untuk meningkatkan pengumpulan data dan analisis proses yang terkait dengan pengambilan keputusan. Mengambil logika satu langkah lebih maju, SPK memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan daya tanggap pengambilan keputusan dan meningkatkan kesempatan untuk pengelolaan perusahaan. Dengan kata lain, SPK memberi kemampuan kepada pembuat keputusan untuk mengeksplorasi bisnis intelijen dengan cara yang efektif dan tepat waktu.
9
Terdapat tiga karakteristik dari SPK, yaitu mengakses data dari berbagai sumber; memfasilitasi pengembangan dan evaluasi model dalam proses pemilihan alternatif, dalam arti memungkinkan pengguna mengubah besar jumlah data menjadi informasi yang membantu pengguna membuat keputusan yang baik; serta menyediakan pengguna suatu interface yang baik dimana pengguna dapat dengan mudah bernavigasi dan berinteraksi (Sauter, 2010). Desain dasar SPK terdiri dari sistem dialog (user interface), manajemen data, dan manajemen berbasis model (Mohemad et al., 2010). Menurut Shim et al. dalam Mohemad et al. (2010) ketiga komponen tersebut mempunyai fungsi berikut. 1. Subsistem dialog, berfungsi untuk mendukung komunikasi langsung antara pembuat keputusan dengan sistem. 2. Manajemen data, termasuk didalamnya yaitu database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem dan pada umumnya diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem manajemen basis data. Manajemen data pun berfungsi untuk menyimpan dan mengakses data internal dan eksternal. 3. Manajemen model, berfungsi untuk mendukung sistem dengan kemampuan analisis data melalu formulasi data. Sistem manajemen basis data (SMBD) melakukan tiga fungsi dasar, yaitu penyimpanan data dalam basis data, menerima data dari basis data, dan pengendali basis data. SMBD harus bersifat interaktif dan luwes dalam arti mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data (Marimin, 2008). Sistem manajemen basis model (SMBM) merupakan perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi. Fungsi tersebut yaitu perancang model, perancang format keluaran model (laporan-laporan), memperbaharui dan merubah model, serta memanipulasi data (Marimin, 2008). Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas sistem ini yaitu untuk menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna (Marimin, 2008). Menurut Marimin (2008), selain ketiga sistem tersebut, terdapat sistem pengolah problematika yang berfungsi sebagai koordinator dan pengendali. Sistem ini menerima input dari ketiga sistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya kerterkaitan antara sistem. Secara grafis hubungan keempat sistem tersebut dalam membentuk struktur dasar SPK tersaji pada Gambar 3. Pendekatan sistem yaitu metode pemecahan masalah yang tahapannya dimulai dengan identifikasi kebutuhan dan diakhiri dengan suatu hasil sistem operasi yang efektif dan efisien. Tahapan pendekatan sistem meliputi analisa, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi, dan operasi sistem tersebut (Marimin, 2009). Menurut Marimin (2009), metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisa yang meliputi analisa kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, pembentukan alternative sistem, determinasi dari realisasi fisik, sosial politik, serta penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Secara ringkas, tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
10
Data
Model
Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)
Sistem Manajemen Basis Model (SMBM)
Sistem Pengolahan Problematik
Sistem Pengolahan Dialog
Pengguna
Gambar 3. Struktur dasar SPK
MULAI ANALISA KEBUTUHAN FORMULASI PERMASALAHAN IDENTIFIKASI SISTEM PERMODELAN SISTEM PEMBUATAN PROGRAM KOMPUTER VERIFIKASI MODEL
SESUAI
IMPLEMENTASI EVALUASI PERIODIK
SESUAI
SELESAI
Gambar 4.
Tahapan pendekatan sistem (Manetsch dan Park dalam Febriani, 2003)
11
Pada Gambar 4 terlihat bahwa analisa kebutuhan merupakan langkah awal pengkajian dari suatu sistem. Analisa ini akan dinyatakan dalam kebutuhankebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisa kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem (Marimin, 2009).
C. Model Penilaian Menurut Marimin (2008), terdapat empat model penilaian, yaitu menggunakan nilai numerik, menggunakan skala ordinal, menggunakan nilai perbandingan berpasangan, dan menggunakan preferensi fuzzy. 1. Penilaian dengan skala ordinal Skala ordinal digunakan untuk penilaian dengan kriteria kompleks dan melibatkan persepsi, misalnya untuk kemudahan operasional, rasa kopi, dan suasana kerja. 2. Perbandingan berpasangan menggunakan Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik atau Analytic Hierarchy Process (AHP), merupakan penilaian dengan perbandingan berpasangan. AHP membandingkan suatu kondisi tertentu dengan kondisi lainnya (Marimin, 2008). Menurut Triantaphyllou dan Mann (1995), AHP merupakan pendekatan pengambilan keputusan multi kriteria yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan pengambilan keputusan yang kompleks. AHP menggunakan multi-level struktur hirarki dari tujuan, kriteria, sub-kriteria, dan alternatifalternatif. Data diperoleh melalui perbandingan berpasangan. Perbandingan ini digunakan untuk memperoleh bobot kepentingan dari kriteria keputusan dan mengukur kinerja relatif dari alternatif-alternatif berkaitan dengan masing-maing kriteria keputusan. Dalam Marimin (2008), ide dasar prinsip kerja AHP, yaitu. a. Penyusunan hirarki Hirarki merupakan struktur yang terdiri dari tujuan, kriteria, dan alternatif. Persoalan yang akan diselesaikan (tujuan) diuraikan menjadi unsurunsurnya, yaitu kriteria dan alternatifnya. Selanjutnya ketiga hal tersebut disusun menjadi struktur hierarki. b. Penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty dalam Marimin (2008) untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 merupakan skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty, disajikan dalam Tabel 1. c. Penentuan prioritas Peringkat relatif dari seluruh alternatif ditetntukan berdasarkan hasil pengolahan nilai-nilai perbandingan relatif. d. Konsistensi logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
12
Tabel 1. Skala perbandingan Saaty Nilai 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Keterangan Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B A sedikit lebih penting dari B A jelas lebih penting dari B A sangat jelas lebih penting dari B A mutlak lebih penting dari B Apabila ragu-ragu antara dua nilai berdekatan
D. Pengambilan Keputusan Pada prinsipnya terdapat dua basis dalam pengambilan keputusan, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan intuisi dan pengambilan keputusan rasional, berdasarkan hasil analisis keputusan (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985 dalam Marimin, 2008). Skema pengambilan dengan intuisi dan analisis disajikan pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Skema pengambilan keputusan dengan intuisi
Gambar 6. Skema pengambilan keputusan dengan analisis
13
Pengambilan keputusan dengan intuisi sangat dipengaruhi oleh intuisi seseorang atau dengan kata lain, intuisi seseorang mengambil peran yang besar. Dalam pengambilan keputusan secara intuisi, logika bahwa suatu keputusan telah diambil, tidak dapat diperiksa secara logis. Pengambilan keputusan dengan analisis dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain dengan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index, CPI), Metoda Bayes, dan Metoda Perbandingan Eksponensial (Marimin, 2008). Dalam Marimin (2008) disebutkan bahwa CPI merupakan indeks gabungan yang dapat digunakan untuk menentukan atas peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa criteria (j). Formula yang digunakan dalam teknik CPI, yaitu
dimana
Prosedur penyelesaian CPI dimulai dari identifikasi kriteria tren positif (semakin tinggi nilaianya semakin baik) dan tren negatif (semakin rendah nilainya semakin baik). Untuk kriteria tren positif, nilai minimum pada setiap kriteria ditransformasi ke seratus, sedangkan nilai lainnya ditransformasi secara proporsional lebih tinggi. Adapun untuk kriteria tren negatif, nilai minimum pada setiap kriteria ditransformasi ke seratus, sedangkan nilai lainnya ditransformasi secara proporsional lebih rendah. Perhitungan selanjutnya mengikuti prosedur Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknis yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif
14
dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pembuatan keputusan dengan Metode Bayes dilakukan melalui upaya pengkuantifikasian kemungkinan terjadinya suatu kejadian dan dinyatakan dengan suatu bilangan antara 0 dan 1. Persamaan Bayes sebagai berikut (Marimin, 2008).
dimana:
Dalam Marimin (2008) disebutkan bahwa metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatiuf keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Formula yang digunakan untk perhitungan skor, sebagai berikut
dimana
15
E. Analisa Kelayakan Usaha Analisa kelayakan usaha dilakukan melalui analisa finansial dan analisa kepekaan. Analisa finansial meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C). 1. Net Present Value (NPV) NPV merupakan metode yang dengan cara membandingkan nilai sekarang dari arus kas masuk bersih dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (Suliyanto, 2010) atau dengan kata lain merupakan selisih antara present value dari penerimaan dengan present value dari pengeluaran (Shinta dan Ainiyah, 2010). Suatu usaha dikatakan beruntung apabila nilai NPV positif. NPV dihitung dengan menggunakan persamaan (Shinta dan Ainiyah, 2010). NPV =
Bt - Ct (1 i) t
di mana Bt Ct i t 2.
: : : :
penerimaan usahatani pada tahun ke-t biaya usahatani pada tahun ke-t tingkat suku bunga yang berlaku tahun ke-t (0,1,2,3, dst)
Internal Rate of Return (IRR) Analisa ini digunakan untuk mengetahui tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol (Shinta dan Ainiyah, 2010). Persamaan yang digunakan untuk menghitung IRR, yaitu n
t 1
Bt Ct =0 (1 IRR ) t
di mana Bt : penerimaan usahatani pada tahun ke-t Ct : biaya usahatani pada tahun ke-t t : tahun ke-t (1,2,3, dst) 3.
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Analisa ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat perbandingan penerimaan dengan tingkat biaya yang digunakan (Shinta, A dan Ainiyah, R., 2010). Persamaan yang digunakan untuk menghitung Net B/C), yaitu
Bt C t (Untuk semua NPVB-C positif) (1 i ) t
(n
Bt C t (Untuk semua NPVB-C negatif) (1 i ) t
n
Net B/C =
t 1
t 1
16
di mana Bt Ct i t
: : : :
penerimaan usahatani pada tahun ke-t biaya usahatani pada tahun ke-t tingkat suku bunga yang berlaku tahun ke-t (0,1,2,3, dst)
F. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam atau dikenal juga sebagai wawancara tidak terstruktur, yaitu jenis wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dalam rangka mendapatkan pengertian atau pemahaman yang lengkap dari sudut pandang responden, wawancara ini pun dapat digunakan untuk menelusuri area-area yang menarik untuk penelitian lebih lanjut. Jenis wawancara ini, menggunakan pertanyaan terbuka kepada responden, dan menelurusi lebih jauh apabila diperlukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh peneliti. Wawancara ini sering menggunakan data kualitatif, sehingga disebut juga sebagai wawancara kualitatif (Berry, 1999). Wawancara mendalam berguna ketika diperlukan informasi rinci tentang pikiran seseorang dan perilaku atau diinginkan untuk mengekplorasi isu-isu baru secara mendalam. Wawancara ini seringkali digunakan untuk menyediakan konteks bagi data lain (seperti data hasil/outcome) dan memberikan gambaran lebih lengkap tentang apa dan kenapa sesuatu terjadi dalam suatu program (Boyce dan Neale, 2006). Proses dalam melaksanakan wawancara mendalam mengikuti proses umum yang sama dengan penelitian lainnya, yaitu perencanaan, penyiapan instrumen, pengumpulan data, analisa data, dan penyebaran temuan. Perencanaan dimulai dari identifikasi stakeholder yang akan terlibat, identifikasi informasi yang dibutuhkan dan dari siapa informasi tersebut diperoleh, serta menyusun daftar stakeholder yang akan diwawancarai. Penyiapan instrument berupa instruksi yang diikuti pada setiap wawancara, untuk memastikan konsistensi antar wawancara, sehingga meningkatkan kehandalan dari temuan yang diperoleh (Boyce dan Neale, 2006).