ANALISIS PEMBIAYAAN SYARIAH BAGI SEKTOR PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN AKAD BAI’ SALAM (STUDI KASUS PADA PETANI DI KABUPATEN BOGOR)* Oleh: Fajar Adi *Skripsi pada Departemen Manajemen FEUI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi akad Bai’ Salam dapat digunakan sebagai pembiayaan syariah bagi sektor pertanian, untuk mengukur profitabilitas usaha pertanian di Kabupaten Bogor, dan menganalisis pengaruh Sikap (Attitudes), Norma Subjektif (Subjective Norm) dan Harga dari Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal serta Harga dari Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon terhadap Penerimaan (Acceptance) untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Penelitian menggunakan desain riset deskriptif dengan metode survei. Metode pengambilan sampel yaitu nonprobability sampling dengan teknik convenience sampling dengan 100 responden. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi logistik. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa 70% petani membutuhkan pembiayaan untuk pengadaan input pertanian, 43% petani menyatakan bahwa tengkulak adalah pembeli yang paling sering membeli hasil panen, 60% petani mendapatkan modal dari sumber informal, dan 59% menyatakan cara jual beli Salam bagus serta hampir 50% petani bersedia memberikan harga jual dengan persentase margin untuk pembeli yaitu lebih dari 10%. Rata-rata pendapatan bersih petani (net farm income) adalah Rp 3.055.500,dengan Net Return on Investment (Net ROI) yang diperoleh yaitu 39%. Dari hasil analisis regresi logistik diperoleh hasil bahwa Sikap, Norma Subjektif dan Harga dari Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon berpengaruh signifikan positif terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, sedangkan Harga dari Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal tidak berpengaruh terhadap Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Kata Kunci : Sikap; Norma Subjektif; Harga; Akad Bai’ Salam. ABSTRACT The purpose of this study is to explore Bai’ Salam contract can be used as financing for agricultural sector, to assess the profitability of agricultural production enterprises in Bogor Regency and to examine variables “Attitude”, “Norm Subjective”, “Price of Bai’ Salam relative towards debt” and “Price of Bai’ Salam relative towards ijon system” as factors that determine Bai’ Salam acceptance. This research use descriptive research design with survey method. Non probability sampling with convenience sampling were used to collect 100 samples. Descriptive Analysis and Logistic Regression technique applied to achieve the objective of this research. Empirical findings conclude that 70% of the farmer need financing for purchase agricultural input, 43% of the farmer declare that middlemen are the larger buyers of crops in the rural economy, 60% of the farmer participate in the informal credit market, 59% of the farmer declare that Bai’ Salam contract is good, and almost 50% of the farmer willing to sell crops with selling price with margin percentage for buyers is more than 10% using Bai’ Salam contract. Result of the farmer’s profitability show that average of net farm income is IDR 3,055,500 with Net Return on Investment is 39%. Result from Regression Logistic analysis found that “Attitude”, “Norm Subjective” and “Price of Bai’ Salam relative towards ijon system” were important determinant to influence farmer’s perception of accepting Bai’ Salam financing, whereas “Price of Bai’ Salam relative towards debt” factors does not influence farmer’s perception of accepting Bai’ Salam financing. Keywords : Attitude; Norm Subjective; Price; Bai’ Salam Contract. 1
PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi ekonomi dari bidang pertanian yang sangat besar. Hal ini karena Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan kondisi biofisik lahan (fisiografi, bentuk wilayah, lereng dan iklim), luas potensi lahan basah yang belum digarap adalah 16,7 juta hektar. Sedangkan untuk lahan kering masih tersisa lahan potensial seluas 22,3 juta hektar (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Namun, potensi yang besar tersebut tidak dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Sebagai negara agraris, Indonesia mengimport beras, sayur-sayuran dan buah-buahan dalam jumlah yang sangat besar. Pada tahun 2011, Indonesia mengimpor beras sebanyak 800.000 ton, dari Vietnam sebanyak 500.000 ton dan dari Thailand sebanyak 300.000 ton (bisniskeuangan.kompas.com, 2012). Hal ini adalah tantangan bagi semua pihak untuk dapat memanfaatkan potensi ketersediaan lahan yang sangat luas tersebut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Balitbang Pertanian dalam Bachrein (2006) mengatakan bahwa usaha tani haruslah dipandang sebagai suatu komersial yang otonom, berorientasi pasar dan bertujuan untuk meraih hasil usaha (laba). Oleh karena itu, petani adalah manajer yang bebas mengelola usaha taninya. Pada kenyataannya, petani saat ini hanyalah menjadi objek dari bisnis pertanian tersebut. Hal ini disebabkan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki petani dan semakin meningkatnya sistem kapitalisme di bidang pertanian (Sitepu, 2008). Menurut Muhammad (2009), menempatkan bisnis dan nilai etika serta moralitas agama sebagai dua kutub yang binary opposition tidak lain adalah cara pandang sistem kapitalisme. Hal ini diperparah oleh mitos masyarakat modern yang mengamini bahwa ekonomi dan bisnis adalah kegiatan yang harus dijauhkan dari nilai etika atau moral. Padahal Syariah Islam telah mengatur cara pemenuhan kebutuhan manusia (usaha bisnis) sesuai dengan tuntutan garis-garis maqâshid asy syariah. Menurut Beik dan Hafiduddin (2008) salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh sektor pertanian di Indonesia adalah ketersediaan kredit (pembiayaan). Marsden et al. dalam Kaleem (2008) mengatakan bahwa sektor pertanian memiliki permintaan yang meningkat untuk kredit selama periode waktu tertentu karena meningkatnya penggunaan pupuk, pestisida, benih unggul dan mekanisasi. Menurut Syukur dalam Kurnia (2009) segementasi pelaku usaha agribisnis ditinjau dari sisi perbankan ada empat segmentasi yaitu, pertama kelompok usaha agribisnis yang feasible dan bankable, kedua kelompok usaha agribisnis yang feasible tapi tidak bankable, ketiga kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible tapi bankable dan keempat kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible dan tidak bankable. Sehingga pembiayaan perbankan bagi sektor pertanian sangat terbatas. Hal ini diperparah dengan adanya bunga pada pembiayaan konvensional (non-syariah), dimana pendanaan kegiatan agribisnis di Indonesia masih memberlakukan tingkat bunga yang sangat tinggi yang hampir sama dengan tingkat bunga komersial (Wulandari dan Suroso, 2004). Salah satu pembiayaan syariah yang dapat digunakan untuk sektor pertanian adalah akad Bai’ Salam. Menurut Kaleem (2008) kontrak Bai’ Salam sepenuhnya telah dapat diterima oleh perbankan modern. Masalah dapat diselesaikan melalui kontrak Salam paralel dimana bank masuk ke dalam dua kontrak yang terpisah - pertama dengan penjual (produsen) dan kedua dengan pembeli komoditas. Kerjanya sebagai penengah antara kedua pihak. Satusatunya syarat adalah bahwa kontrak-kontrak dengan kedua pihak harus sepenuhnya independen satu sama lain. Namun, aplikasi akad Bai’ Salam sangat ditentukan oleh penerimaan dari para petani. Sehingga diperlukan suatu penelitian terhadap penerimaan akad Bai’ Salam di kalangan para petani. Menurut Amin, et al. (2010) yang melakukan riset terhadap penerimaan pembiayaan syariah dengan menggunakan akad Qardhul Hassan menemukan bahwa penerimaan akad Qardhul Hassan dipengaruhi oleh Sikap, Norma 2
Subjektif dan Harga. Dengan analogi penerimaan pembiayaan Qardhul Hasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan variabel Sikap, Norma Subjektif dan Harga sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan petani terhadap akad Bai’ Salam. Tujuan penelitian ini adalah : untuk mengidentifikasi masalah (pembiayaan dan pemasaran serta produktivitas) yang dihadapi oleh petani di Kabupaten Bogor pada saat penanaman dan pemanenan, untuk mengetahui kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal pada sektor pertanian di Kabupaten Bogor, untuk mengetahui metode pembiayaan syariah dengan akad Bai’ Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian di Kabupaten Bogor, untuk mengukur profitabilitas yang dihasilkan dari usaha pertanian di Kabupaten Bogor, dan untuk menganalisis pengaruh ”Sikap”, ”Norma Subjektif”, ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” dan ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” terhadap Penerimaan (Acceptance) untuk menggunakan akad Bai’ Salam sebagai metode pembiayaan syariah bagi sektor pertanian. TINJAUAN TEORITIS Konsep pembiayaan syariah pada dasarnya menerapkan konsep berdasarkan perjanjian bagi hasil, yaitu kedua belah pihak sama-sama menanggung resiko proyek yang dijalankan, jika untung mereka sama-sama memperoleh keuntungan dengan cara pembagian yang disetujui dan jika rugi sama-sama menanggung kerugian (Wulandari dan Suroso, 2004). Perbedaan antara prinsip bank syariah dengan bank umum (konvensional) adalah terletak pada pola pembiayaan dan pemberian balas jasa, baik yang diterima oleh bank maupun investor. Jika dilihat pada bank umum (konvensional), pembiayaan disebut loan atau pinjaman, sementara di bank syariah disebut financing atau pembiayaan (Nasution dalam Fajarningtyas, 2008). Akad pada pembiayaan syariah adalah sangat penting, menurut Basri dalam Santoso (2005), menurut bahasa akad adalah ikatan (al-rabthu), kaitan (al-‘akadah) atau janji (al-‘ahdu). Sedangkan Pasaribu dan Lubis dalam Santoso (2005) mengatakan bahwa akad atau perjanjian adalah janji setia kepada Allah SWT dan juga meliputi perjanjian yang dibuat oleh manusia dengan sesama manusia dalam pergaulan hidupnya sehari-hari. Akad Bai’ Salam merupakan akad jual beli antara bank dengan nasabahnya atas suatu barang, dimana harganya dibayar oleh bank dengan segera, sedangkan barangnya akan diserahkan kemudian oleh nasabah (produsen) kepada bank dalam jangka waktu yang telah disepakati. Selanjutnya, bank dapat menjual kembali barang tersebut kepada nasabah/pihak lain (pembeli). Syarat utama dari Bai’Salam adalah jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah barang yang dijual harus jelas dan menguntungkan. Keuntungan diperoleh oleh bank dari selisih harga jual barang antara bank kepada pihak lain (pembeli) dan nasabah (produsen) kepada bank. Pada umumnya banyak dilakukan untuk pembiayaan sektor pertanian (Kristiyanto, 2008). Akad Bai’ Salam merupakan bentuk jual beli sesuatu dalam tanggungan yang dijelaskan dengan harga yang dibayar dimuka. Ulama fiqh menyebutnya dengan istilah bai’u al-maḫâwij, karena Bai’ Salam termasuk jenis jual beli yang tidak nyata dan atas dasar tuntutan kebutuhan orang yang bertransaksi. Bagi yang memiliki uang, dia membutuhkan pembelian barang. Sementara orang yang memiliki barang, dia membutuhkan uang sebelum barang tersebut ada ditangannya, untuk dibelanjakannya baik untuk dirinya sendiri dan bagi tanamannya sampai panen. Untuk orang yang membeli disebut muslim atau rabbu as-silm. Sementara pembeli disebut muslam ilaih. Barang yang dijual dinamakan muslam fûh. Dan, alat penukarnya disebut dengan ra’su as-salam (Sabiq, 2009). Fishbein dan Ajzen dalam Blue (1995), menyatakan bahwa menurut Theory of Reasoned Action (TRA), Niat berperilaku (Behavioral Intention), adalah prediktor tunggal terbaik dari Perilaku (Behavioral) seseorang. Niat perilaku merupakan fungsi dari sikap terhadap perilaku (Atttitude toward Behavior) dan Norma Subjektif (Subjective Norm). Dalam diagram dapat dilihat pada Gambar 1. Berikut ini. 3
Behavioral Beliefs and Outcomes Evaluations
Attitude Toward Behavior Behavioral Intention
Normative Beliefs and Motivation to Comply
Actual Behavioral
Subjective Norm
Gambar 1. Theory of Reasoned Action (Sumber: Fishbein dan Ajzen dalam Amin et al, 2010. p. 3). Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen yang saling menunjang (tricomponent attitude models). Tiga komponen sikap tersebut yaitu: 1. Komponen kognitif, yaitu pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan pengalaman langsung dengan objek sikap. 2. Komponen afektif mengacu pada emosi atau perasaan terhadap suatu objek. Seperti perasaan suka terhadap suatu iklan. 3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yaang dimiliki subyek. Fishbein dan Ajzen dalam Wijaya (2008) menyatakan bahwa Norma subjektif, yaitu keyakinan individu akan norma, orang sekitarnya dan motivasi individu untuk mengikuti norma tersebut. Di dalam norma subjektif terdapat dua aspek pokok yaitu : keyakinan akan harapan, harapan norma referensi, merupakan pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu serta motivasi kesediaan individu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan pendapat atau pikiran pihak lain yang dianggap penting bahwa individu harus atau tidak harus berperilaku. Menurut Wulandari dan Suroso (2004), Alternatif pendanaan sebagai pemecahan masalah dalam sistem agribisnis pada kegiatan pemasaran adalah dengan Bai’ Salam bertujuan untuk mengatasi kendala kepastian harga. Menurut Mujahidin (2010), biasanya harga pada pembiayaan dengan akad Bai’ Salam yang disepakati lebih rendah dari harga pasar. Hal tersebut dimaksudkan agar kepentingan pembeli tidak terabaikan dan petani juga dapat terpenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan modal untuk berproduksi (penanaman kembali), maupun kebutuhan untuk kehidupan keluarganya sehari-hari. Sesungguhnya, ajaran Islam sangat memperhatikan masalah pertanian. Amin, et al. (2010), menyimpulkan variabel ”Sikap” dan ”Norma Subjektif” berpengaruh positif terhadap penerimaan pembiayaan Qardhul Hassan, artinya semakin tinggi ”Sikap” dan ”Norma Subjektif” nasabah maka semakin tinggi penerimaan nasabah terhadap pembiayaan Qardhul Hassan. Variabel ”Harga dari pembiayaan Qardhul Hassan” berpengaruh negatif terhadap penerimaan pembiayaan Qardhul Hassan, yang artinya semakin rendah harga dari pembiayaan Qardhul Hassan maka semakin tinggi penerimaan nasabah terhadap pembiayaan Qardhul Hassan. Senada dengan Amin et al. (2010), dalam penelitiannya Lada et al. (2009) menyimpulkan bahwa Niat untuk menggunakan produk halal dipengaruhi oleh Sikap dan Norma Subjektif. Rahim dan Amin (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor-faktor penentu yang mempengaruhi penerimaan penggunaan asuransi syariah (takaful) adalah Sikap, Norma Subjektif dan Jumlah Informasi. Amin dan Chong (2011), menyimpulkan bahwa Sikap dan Norma Subjektif berhubungan secara positif terhadap Niat untuk menggunakan Gadai Syariah (Ar-Rahnu). 4
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan satu kali dalam satu periode (single cross sectional design). Penelitian deskriptif merupakan tipe riset konklusif (Cooper dan Schindler, 2008). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara membuat kuisioner yang akan dibagikan kepada responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil riset kepustakaan (library research) berupa penelitian terdahulu, buku-buku yang terkait, jurnal dan informasi valid yang diperoleh dari internet. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Kabupaten Bogor, sedangkan sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah petani dari Kecamatan Tenjo, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 responden. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik convinience sampling. Untuk mengetahui masalah (pembiayaan dan pemasaran serta produktivitas) yang dihadapi oleh petani pada saat penanaman dan pemanenan, kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal pada sektor pertanian dan metode pembiayaan syariah dengan akad Bai’ Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian di Kabupaten Bogor, serta profitabilitas yang dihasilkan dari usaha pertanian di Kabupaten Bogor, maka peneliti menggunakan Analisis Deskriptif. Digunakan Microsoft Office Excel 2003 untuk menguji Analisis Deskriptif. Untuk menganalisis pengaruh “Sikap” (Attitudes), “Norma Subjektif” (Subjective Norm), ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” dan ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” terhadap Penerimaan (Acceptance) untuk menggunakan akad Bai’ Salam sebagai metode pembiayaan syariah bagi sektor pertanian digunakan Regresi Logistik, karena variabel terikat bersifat dikotomi (bersedia atau tidak bersedia untuk menggunakan akad Bai’ Salam). Menurut Ghozali (2011) Regresi Logistik bertujuan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Untuk melakukan analisis Regresi Logistik digunakan software SPSS 15.0 for Windows. Dalam diagram, Model Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Variabel Bebas
Variabel Terikat
SIKAP NORMA SUBJEKTIF PENERIMAAN UNTUK MENGGUNAKAN AKAD BAI’ SALAM
HARGA DARI AKAD BAI’ SALAM RELATIF TERHADAP PINJAM MODAL HARGA DARI AKAD BAI’ SALAM RELATIF TERHADAP SISTEM IJON
Gambar 2. Model Penelitian (Sumber : Amin et al., 2010) Ghozali (2011) menyatakan bahwa, tahapan dalam pengujian dengan menggunakan uji Rergresi Logistik dapat dijelaskan sebagai berikut: 5
1. Langkah pertama adalah menilai overall fit model terhadap data. Beberapa test statistik diberikan untuk menilai hal ini. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood. Penurunan likelihood (-2LogL) menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data. 2. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square). Merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression. 3. Kelayakan Model Regresi, dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, berarti model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. 4. Matriks Klasifikasi, Tabel Klasifikasi 2X2 menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect) . Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan peramalam 100%. 5. Estimasi Parameter dan Interpretasinya, Estimasi maksimum likelihood parameter dari model dapat dilihat pada tampilan output variable in the equation. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui masalah pembiayaan dan pemasaran yang dihadapi oleh petani di Kabupaten Bogor pada saat penanaman dan pemanenan, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Metode Pengadaan Input Pertanian dan Penjualan Hasil Pertanian Pengadaan Input Penjualan Hasil Sumber Sumber Pertanian (%) Pertanian (%) Tunai (setelah panen) 62 Tunai 30 Tunai (sebelum panen) 1 Kredit 4 Kredit 9 Keduanya 66 Keduanya 28 Total 100 Total 100 (Sumber : Data Primer, 2012) Hasil yang diperoleh memberikan informasi bahwa mayoritas petani atau sebanyak 70% responden membutuhkan pembiayaan untuk pengadaan input pertanian, hal ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki petani. Hasil ini senada dengan pendapat Beik dan Hafiduddin (2008) yang menyatakan bahwa salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh sektor pertanian di Indonesia yaitu ketersediaan kredit (pembiayaan). Aburaida (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa permintaan kredit (pada sektor pertanian) muncul untuk modal kerja jangka pendek. Sedangkan untuk pemasaran hasil pertanian, memberikan informasi bahwa petani memiliki daya tawar yang baik dalam hal penjualan, karena mayoritas pembeli membayar secara tunai. Menurut Ashari dan Saptana dalam Rahmita (2011), pemerintah telah berusaha mengatasi permasalahan lemahnya permodalan petani dengan meluncurkan berbagai program kredit untuk sektor pertanian. Kredit untuk petani tersebut memakai sistem bunga yang menunjukkan hasil kurang memuaskan, bahkan menimbulkan permasalahan baru yaitu membengkaknya hutang petani dan kredit macet. Berdasarkan hal tersebut model pembiayaan dengan skema sesuai syariah merupakan model pembiayaan alternatif untuk sektor pertanian. Untuk mengetahui masalah produktivitas petani di Kabupaten Bogor pada saat pemanenan, maka responden ditanyakan tentang masalah utama yang dapat menyebabkan 6
hasil panen rendah (Tabel 2), masalah utama yang yang dihadapi ketika menjual hasil panen (Tabel 3), dan siapa pembeli yang paling sering membeli hasil panen. Tabel 2. Masalah Utama yang Menyebabkan Hasil Panen Rendah Masalah Utama (%) Ranking Kualitas benih, pupuk dan pestisida yang tidak bagus 46 1 Tidak tersedia pengairan yang cukup untuk lahan pertanian 29 2 Hama dan Penyakit tanaman 20 3 Tidak tersedia mesin dan alat pertanian yang dibutuhkan 3 4 Tidak tersedia kendaraan untuk transportasi 2 5 Rendahnya penyuluhan tentang tata cara pertanian yang baik 0 6 Total 100 (Sumber : Data Primer, 2012) Menurut pengamatan peneliti di lapangan, menemukan bahwa sebagian besar petani menggunakan benih dari menyisihkan sebagian dari hasil panen sebelumnya, hal ini mengindikasikan ketiadaan modal petani untuk membeli benih kualitas unggul hasil penelitian terkini. Selain itu, pemupukan dengan jenis, dosis dan waktu yang tepat merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan produktivitas, karena keterbatasan modal petani, menyebabkan petani seringkali memberikan pemupukan dengan dosis yang kurang dan jadwal yang seringkali terlambat. Tabel 3. Masalah Utama yang Dihadapi Ketika Menjual Hasil Panen Masalah Utama (%) Ranking Terpaksa menjual ke tengkulak dengan harga yang rendah, karena 44 1 harus segera bayar hutang Hasil panen rusak karena banjir dan cuaca buruk (kekeringan) 27 2 Tidak ada kendaraan untuk menjualnya ke kota atau ke pasar 12 3 Tidak menerima uang tunai pada waktu penjualan hasil panen 7 4 Pemerintah tidak perduli terhadap hasil panen petani karena 7 5 membeli dengan harga yang rendah Tertipu oleh pembeli 3 6 Total 100 (Sumber : Data Primer, 2012) Senada dengan temuan yang ditunjukkan pada Tabel 3. diatas, ketika responden ditanyakan tentang siapa yang paling sering membeli hasil panen, sebanyak 43% responden menyatakan bahwa tengkulak adalah pembeli yang paling sering membeli hasil panen dan juga sebesar 43% responden menyatakan pemilik penggilingan padi atau pemilik pengolahan hasil panen merupakan pembeli yang paling sering membeli hasil panen. Dan hanya 14% responden yang menyatakan bahwa pembeli besar dari pasar di kota yang merupakan pembeli hasil panen. Untuk mengetahui kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal pada sektor pertanian di Kabupaten Bogor, responden ditanyakan mengenai bagaimana mereka mendapatkan modal untuk membiayai penanaman dalam satu musim. Sebesar 29% responden menyatakan memakai tabungan sendiri, 24% responden menyatakan bahwa mereka meminjam ke tengkulak, 19% responden meminjam ke teman/tetangga, 17% pinjam ke toko pertanian, 6% responden menjual hasil pertanian sebelum panen, dan hanya 5% pinjam ke 7
Bank atau Koperasi. Dari hasil tersebut diperoleh informasi bahwa 60% petani mendapatkan modal dari sumber informal. Hasil ini sejalan dengan temuan dari Aburaida (2011) yang menyatakan bahwa di area pedesaan Sudan, petani kecil lebih senang dengan institusi keuangan informal dengan alasan: hubungan yang lebih erat dengan pemberi pinjaman, elastisitas waktu pembayaran dan kondisi sosial petani. Selain itu, adanya keterbatasan petani untuk mengakses sumber keuangan formal. Tingginya margin keuntungan yang diinginkan oleh perbankan dan tidak adanya jaminan serta batas waktu yang singkat adalah beberapa alasan petani tidak menggunakan sumber pembiayaan formal (Aburaida, 2011). Untuk mendapatkan pembiayaan dari sumber formal, seperti Perbankan atau Koperasi, biasanya diperlukan jaminan (collateral). Ketika responden ditanyakan mengenai jaminan apa yang akan diserahkan untuk meminjam uang, sebesar 52% responden menyatakan tidak ada jaminan sama sekali, sedangkan 43% responden menawarkan jaminan diri pribadi/nama baik dan hanya 5% responden yang menyatakan memberikan jaminan barang berharga. Hal ini senada dengan penelitian Aburaida (2011) dan Kaleem (2008) yang menemukan bahwa tipe jaminan yang diserahkan sebagian besar petani adalah jaminan diri pribadi. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa 56% responden membayar pinjaman mereka setelah panen, sedangkan 17% dan 27% responden membayar pinjaman mereka setelah mendapatkan uang dari hasil usaha selain pertanian dan sesuai perjanjian kapan akan dilunasi. Menurut Aburaida (2011), Petani biasanya meminjam kepada toko tani, toko hasil pertanian, petani yang lebih mampu, pemilik traktor, dan lain sebagainya, dimana petani berjanji akan membayarnya setelah panen. Untuk mengetahui apakah metode pembiayaan syariah dengan akad Bai’ Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian di Kabupaten Bogor, maka responden diminta menyatakan pendapatnya tentang cara jual beli Salam. Tabel 4. Pendapat Petani terhadap Cara Jual Beli Salam Pendapat terhadap cara jual beli Salam (%) Bagus 59 Tidak Bagus 12 Tidak Tahu 29 Total 100 (Sumber : Data Primer, 2012) Tabel 4. diatas memberikan informasi bahwa, sesuai dengan kebutuhan petani akan modal awal untuk penanaman, maka opini responden terhadap cara jual beli Salam menunjukkan sebanyak 59% responden menyatakan bagus, sisanya sebanyak 29% tidak tahu dan 12% tidak bagus. Ada berbagai alasan yang diperoleh oleh peneliti yang menyebutkan cara jual beli Salam bagus, diantaranya petani telah memiliki kepastian pembeli dan kepastian harga yang telah ditetapkan diawal, serta adanya kepastian modal diawal penanaman. Argumentasi petani tersebut dikuatkan dengan pernyataan Wulandari dan Suroso (2004) bahwa untuk aktivitas pemasaran hasil pertanian, Bai’ Salam merupakan solusi pembiayaan secara syariah untuk mengatasi kendala kepastian harga bagi petani. Argumentasi yang menyebutkan cara jual beli Salam tidak bagus dan tidak tahu, diantaranya yaitu ketidakpastian kuantitas dan kualitas hasil panen yang disebabkan ketidakpastian kondisi cuaca dan iklim, hasil panen yang terlalu sedikit, tidak ingin menjual hasil panen karena untuk digunakan sebagai keperluan sehari-hari dan telah terbiasa dengan cara pinjam modal ke tengkulak dan menjual hasil panen kepada tengkulak serta penawaran harga jual hasil panen yang dianggap reponden dapat memangkas keuntungan mereka.
8
Penelitian ini mengungkapkan persentase margin untuk pembeli hasil panen dengan cara jual beli Salam. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini. Tabel 5. Persentase Margin untuk Pembeli dengan Cara Jual Beli Salam Persentase Margin (%) 0% - 3% 23 4% - 6% 13 7% - 9% 16 10% - 12% 21 13% - 15% 22 >15% 5 Total 100 (Sumber : Data Primer, 2012) Tabel 5. diatas menunjukkan bahwa sebagian besar petani yaitu hampir 50% responden bersedia memberikan harga jual dengan persentase margin untuk pembeli sebesar lebih dari 10%. Hal ini senada dengan pendapat Mujahidin (2010) yang menyebutkan, biasanya harga pada pembiayaan dengan akad Bai’ Salam yang disepakati lebih rendah dari harga pasar. Namun, dalam penentuan harga Salam, tidak diperbolehkan menggunakan harga pasar di masa yang akan datang (Al Zaabi, 2010). Hal tersebut dimaksudkan agar kepentingan pembeli tidak terabaikan dan petani juga dapat terpenuhi kebutuhannya. Demi terwujudnya pemenuhan kebutuhan pokok (hâjat al dhâruriyat) manusia dalam perspektif maqâshid asy syariah, maka cara jual beli Salam dapat digunakan sebagai pembiayaan syariah pada sektor pertanian. Menurut Uthman dalam Putri dan Dewi (2011) mengatakan bahwa, Salam adalah kombinasi dari pembiayaan, produksi dan penjualan. Oleh karena itu, untuk mendorong terpenuhinya cita-cita luhur untuk mensejahterakan petani dan meningkatkan produksi hasil pertanian, maka Perbankan Syariah sebagai lembaga intermediary dapat menyalurkan pembiayaan dengan cara jual beli Salam dengan kisaran persentase margin antara 10-15%. Peneliti menyadari, bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan memberikan keuntungan bagi Perbankan Syariah sebagai pembeli dalam akad Bai’ Salam, maka persentase margin yang disarankan adalah sebesar 12,5% dengan maksimal jangka waktu pembiayaan adalah 6 (enam) bulan. Namun, bila jangka waktu pembiayaan untuk hasil pertanian lebih dari 6 (enam) bulan, maka disarankan dilakukan negosiasi dengan kenaikan persentase margin sebesar 0,5% setiap bulan. Misalkan, untuk panen hasil pertanian yang memerlukan waktu 7 (tujuh) bulan, maka persentase margin yang digunakan adalah sebesar 13%. Walaupun, persentase margin sebesar 12,5% tersebut lebih rendah 1,5% dibanding persentase margin yang mengacu pada Margin program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Syariah Mandiri (BSM) untuk Segmen Ritel yaitu sebesar 14% (syariahmandiri.co.id., 2012). Namun, persentase margin sebesar 12,5% dengan maksimal jangka waktu pembiayaan adalah 6 (enam) bulan, secara kumulatif diharapkan akan memberikan keuntungan bagi pihak Perbankan Syariah. Hal ini tentunya masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk menghitung profitabilitas Perbankan Syariah. Dibawah ini disajikan simulasi cara jual beli Salam dengan persentase margin untuk pembeli sebesar 12,5% untuk komoditi Gabah Kering: Harga pasar Gabah Kering pada saat akad : Rp 4,000,000/ton Persentase Margin untuk pembeli sebesar 12,5% : Rp 500,000/ton Harga beli Salam dengan margin sebesar 12,5% : Rp 3,500,000/ton Dari simulasi diatas, Perbankan Syariah (sebagai pembeli) akan membayar harga beli gabah kering dari petani sebesar Rp 3.500.000,- per ton atau lebih rendah 12,5% dari harga 9
pasar gabah kering pada saat akad. Hal ini dimaksudkan agar kepentingan pihak Perbankan Syariah sebagai pembeli tidak terabaikan. Pada kondisi ini Perbankan Syariah melakukan pembayaran kepada petani secara tunai dan penyerahan gabah kering oleh petani akan dilakukan 4 (empat) bulan kemudian. Perbankan Syariah sebagai pembeli akan menanggung resiko gagal serah hasil pertanian dari petani sebagai pihak penjual. Terdapat 3 (tiga) solusi yang ditawarkan untuk meminimalkan resiko tersebut. Pertama, apabila petani hanya mampu menyerahkan setengah (1/2) dari perjanjian quantity transaksi jual beli Salam, maka petani diharuskan mengembalikan uang kepada pembeli sejumlah dari setengah quantity hasil panen yang tidak dapat diserahkan. Misalnya perjanjian quanitity adalah 4 ton dengan harga Rp 3.500.000,- per ton, pada saat penyerahan hasil panen 4 (empat) bulan kemudian, Petani hanya menyerahkan sebanyak 2 (dua) ton, maka petani berkewajiban mengembalikannya dalam bentuk uang sebesar 2 (dua) ton dikali Rp 3.500.000,- per ton adalah Rp 7.000.000,-. Kedua, petani dapat meminta kepada Perbankan Syariah sebagai pembeli untuk ditunda penyerahan setengah quantity yang gagal serah tersebut hingga saat panen berikutnya, dengan syarat bahwa gagal serah disebabkan gagal panen karena kondisi cuaca (kekeringan atau banjir) bukan disebabkan karena kelalaian petani dalam melakukan pemeliharaan tanaman. Ketiga, petani sebagai penjual dapat membeli kekurangan setengah quantity dari petani lain yang kemudian diserahkan kepada Perbankan Syariah sebagai pembeli. Selanjutnya dengan skema akad Bai’ Salam Paralel, Perbankan Syariah dapat menjualnya kembali kepada pemilik penggilingan padi dengan harga jual adalah harga pokok ditambah margin penjualan. Pemilik penggilingan padi juga akan diuntungkan oleh akad Bai’ Salam Paralel, karena pemilik penggilingan padi akan mendapatkan jaminan kontinuitas ketersediaan bahan baku gabah kering. Dalam grafik, Model skema pembiayaan syariah bagi sektor pertanian dengan menggunakan akad Bai’ Salam Paralel dapat dilihat pada Gambar 3. berikut ini. Penjual Salam (Petani)
Pembeli (Penggilingan Padi) Penyerahan Komoditas Jual Beli Komoditas
Jual Beli Salam Bank Syariah (Pembeli / Penjual) Gambar 3. Skema Akad Bai’ Salam Paralel
Terdapat perbedaan mendasar antara sistem ijon dengan Bai’ Salam ditinjau dari perhitungan margin. Dibawah ini disajikan simulasi perhitungan margin yang diperoleh oleh petani (penjual) dan perbankan syariah (pembeli). Tabel 6. Simulasi Perhitungan Perbandingan Margin Antara Sistem Ijon Dengan Bai’ Salam Petani (Penjual) Penyedia pembiayaan (Pembeli) Perhitungan Margin Sistem Ijon Bai' Salam Perhitungan Margin Sistem Ijon Bai' Salam Revenue 2.000.000 15.000.000 Revenue 20.000.000 20.000.000 Cost 0 11.000.000 Cost 13.000.000 15.000.000 Margin 2.000.000 4.000.000 Margin 7.000.000 5.000.000
10
Berdasarkan simulasi pada Tabel 6. diatas, dapat diketahui bahwa di sisi Petani (penjual), pada sistem jual beli ijon, diperoleh margin hanya Rp 2.000.000,- yang diperoleh dari harga penawaran pada sistem jual beli ijon, dimana pembeli dengan leluasa membeli hasil panen petani dengan harga yang sangat rendah karena posisi tawar pembeli yang sangat kuat dihadapan petani. Sedangkan pada sistem jual beli Salam, petani memperoleh margin sebesar Rp 4.000.000,-. Hasil ini diperoleh dari selisih antara pendapatan yaitu Rp 15.000.000,- (harga penawaran dengan jual beli Salam sebesar Rp 3000,- per kilogram dikali 5 ton atau 5000 kilogram gabah kering) dengan biaya yang harus dikeluarkan yaitu Rp 11.000.000,- (biaya produksi sekitar Rp 2200 per kilogram dikali hasil panen sebesar 5 ton). Di sisi penyedia pembiayaan (pembeli), pada sistem jual beli ijon, diperoleh margin sebesar Rp 7.000.000,- diperoleh dari selisih pendapatan yaitu Rp 20.000.000,- (Rp 4000 per kilogram dikali 5 ton gabah kering) dengan biaya Rp 13.000.000,- (untuk membayar petani sebesar Rp 2.000.000,- dan pemeliharaan tanaman sebesar Rp 11.000.000,-). Sedangkan dengan sistem jual beli Salam, penyedia pembiayaan (pembeli) mendapatkan margin sebesar Rp 5.000.000,- diperoleh dari selisih pendapatan Rp 20.000.000,- (Harga pasar gabah kering Rp 4000,- per kilogram dikali hasil panen gabah kering sebanyak 5 ton) dengan biaya sebesar Rp 15.000.000,- (Harga penawaran jual beli Salam Rp 3000 per kilogram dikali 5 ton gabah kering). Berdasarkan Simulasi pada Tabel 6. diatas, maka dapat diketahui bahwa manfaat dengan menggunakan akad Bai’ Salam bagi petani adalah petani memperoleh margin yang lebih besar yaitu Rp 4.000.000,- dibandingkan dengan menggunakan sistem ijon yaitu Rp 2.000.000,-. Oleh karena itu, diharapkan dengan menggunakan akad Bai’ Salam dapat meningkatkan kesejateraan petani. Kemudian secara makro akan meningkatkan daya beli petani. Di lain sisi, pihak penyedia pembiayaan dengan menggunakan akad Bai’ Salam juga memperoleh margin yang menarik yaitu Rp 5.000.000,-, secara kumulatif akan memberikan keuntungan bagi penyedia pembiayaan. Keseimbangan (equilibrium) margin antara sistem jual beli ijon dengan jual beli Salam dapat diperoleh bila penyedia pembiayaan (pembeli) menaikkan harga penawaran pada sistem jual beli ijon sebesar Rp 4.000.000,-. Simulasi perhitungan perbandingan margin dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Equilibrium Margin Sistem Ijon dengan Bai' Salam bagi Petani (Penjual) dan Penyedia Pembiayaan (Pembeli) Petani (Penjual) Penyedia pembiayaan (Pembeli) Perhitungan Margin Sistem Ijon Bai' Salam Perhitungan Margin Sistem Ijon Bai' Salam Revenue 4.000.000 15,000.000 Revenue 20.000.000 20.000.000 Cost 0 11.000.000 Cost 15.000.000 15.000.000 Margin 4.000.000 4.000.000 Margin 5.000.000 5.000.000 Dengan demikian, juga dapat diketahui perbedaan perhitungan margin bagi petani dan penyedia pembiayaan antara pembiayaan dengan cara pinjam modal dan pembiayaan dengan akad Bai’ Salam. Dibawah ini disajikan simulasi perhitungan margin antara pembiayaan dengan pinjam modal dan pembiayaan dengan akad Bai’ Salam bagi petani dan penyedia pembiayaan. Tabel 8. Simulasi Perhitungan Perbandingan Margin Antara Pinjam Modal Dengan Bai’ Salam Petani (Penjual) Penyedia pembiayaan (Pembeli) Perhitungan Margin Pinjam Modal Bai' Salam Perhitungan Margin Pinjam Modal Bai' Salam Revenue 20.000.000 15.000.000 Revenue 2.800.000 20.000.000 11
Cost Margin
13.800.000 11.000.000 Cost 6.200.000 4.000.000 Margin
500.000 15.000.000 2.300.000 5.000.000
Berdasarkan Tabel 8 diatas, diketahui bahwa pada pembiayaan pinjam modal, petani memperoleh margin sebesar Rp 6.200.000,- diperoleh dari selisih antara pendapatan dari hasil menjual hasil panen sebesar Rp 20.000.000,- (Rp 4000 per kilogram dikali 5 ton gabah kering) dengan biaya penanaman dan membayar bunga sebesar Rp 13.800.000,- (biaya penanaman Rp 11.000.000,- ditambah membayar bunga dengan persentase 14% sebesar Rp 2.800.000,-). Sedangkan pada pembiayaan akad Bai’ Salam, petani mendapatkan margin sebesar Rp 4,000.000,-. Sehingga dapat dikatakan bahwa di sisi petani, margin pada pembiayaan dengan akad Bai’ Salam lebih kecil dibandingkan dengan margin pada pembiayaan dengan pinjam modal. Oleh karena itu, sebagian besar petani tentunya akan lebih memilih pinjam modal atau berbasis hutang sebagai sumber pembiayaan usaha pertanian mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Akerlof dalam Ross et al. (2002) dalam Teori Ketidaksimetrisan Informasi, menyatakan bahwa sebuah usaha yang ”sehat” akan lebih memilih instrumen berbasis hutang, karena pemilik usaha tidak akan pernah mau berbagi keuntungan dengan orang lain dan memilih membayar biaya modal. Menguatkan pendapat Akerlof diatas, Harris dan Raviv dalam Ross et al. (2002) dalam Teori Signaling menyatakan bahwa, sebuah usaha akan lebih memilih untuk mengoptimalkan sumber pendanaan berbasis hutang, dibandingkan dengan menggunakan dana internal atau ekuitas. Lebih lanjut Harris dan Raviv dalam Ross et al. (2002) menyatakan bahwa sebuah usaha menggunakan instrumen berbasis hutang untuk membiayai ekspansi bisnis atau investasi produktif lainnya. Teori ini sesuai untuk usaha yang diekspektasikan dalam fase tumbuh. Senada dengan pernyataan Akerlof dan Harris dan Raviv diatas, Myers dalam Ross et al. (2002) dalam Teori Pecking Order, menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara arus kas saat ini dan utilisasi instrumen berbasis hutang, artinya dengan menggunakan instrumen berbasis hutang maka arus kas usaha saat ini akan semakin meningkat. Lebih lanjut Myers dalam Ross et al. (2002) berpendapat bahwa, suatu usaha memiliki preferensi pemilihan sumber pembiayaan berasal dari dana eksternal yaitu hutang dan ekuitas. Suatu usaha yang membutuhkan dana eksternal mengindikasikan adanya masalah kesulitan keuangan. Dalam kondisi ini, posisi tawar (bargaining position) perusahaan menjadi kurang menguntungkan. Penelitian ini juga melakukan pengukuran terhadap profitabilitas dari usaha pertanian di Kabupaten Bogor. Menurut Hyuha et al. (2011), untuk mengukur profitability petani, diperlukan informasi struktur biaya (cost structure) yang digunakan. Tabel 9. menunjukkan informasi rata-rata biaya produksi pertanian. Tabel 9. Rata-rata Biaya Produksi untuk Penanaman dalam Satu Musim Tipe Biaya (Cost Type) Rata-rata Biaya (Rupiah) Persentase (%) Beli Benih, pupuk dan pestisida 1,219,500 16% Bayar sewa mesin dan alat pertanian 689,000 9% Bayar buruh tani (bagi hasil) / buruh angkut 3,138,000 40% Total Variable Costs (TVC) 5,046,500 64% Total Fixed Costs (TFC) 2,780,500 36% Total Costs (TVC+TFC) 7,827,000 (Sumber : Data Primer, 2012)
12
Berdasarkan Tabel 9. diatas, rata-rata biaya yang dibutuhkan oleh petani untuk penanaman dalam satu musim yaitu sekitar Rp 7.827.000,-. Dengan komposisi struktur biaya untuk variable costs sebesar 64% dan untuk fixed costs sebesar 36%. Tingginya komponen fixed costs disebabkan karena mayoritas petani tidak memiliki lahan sendiri atau mengelola lahan milik orang lain. Dari hasil perhitungan total biaya, maka selanjutnya dapat dilakukan pengukuran profitability. Menurut Langemeier (1996), pengukuran profitability dapat menjelaskan efisiensi antara sumberdaya yang digunakan oleh petani untuk menghasilkan keuntungan (profit). Tabel 10. berikut ini akan menyajikan informasi profitability petani untuk satu siklus atau satu musim penanaman, khususnya petani di Kabupaten Bogor yang menjadi objek pada penelitian ini. Tabel 10. Hasil Perhitungan Profitabilitas Petani di Kabupaten Bogor Variabel Rupiah Total Cost (TVC+TFC) 7,827,000 Total Revenue (TR) 10,882,500 Gross Margin (TR-TVC) 5,836,000 Net Farm Income (TR-TC) 3,055,500 Net Return on Investment atau Net Farm Income/Total Cost (%) 39% Profit Margin Ratio atau Net Farm Income/Total Revenue (%) 28% (Sumber : Data Primer, 2012) Hasil perhitungan profitabilitas petani yang disajikan dalam Tabel 10. diatas mengindikasikan bahwa rata-rata pendapatan kotor (gross margin) yang dapat dihasilkan petani di Kabupaten Bogor adalah Rp 5.836.000,- dan rata-rata pendapatan bersih (net farm income) adalah Rp 3.055.500,-. Nilai positif pada net farm income berarti usaha pertanian menguntungkan (profitable) dan layak untuk dijalankan. Hasil ini menunjukkan usaha pertanian yang dijalankan oleh petani di Kabupaten Bogor adalah usaha yang dapat terus hidup (viable enterprises). Net return on investment yang diperoleh yaitu 39% atau 0,39, mengindikasikan bahwa setiap Rp 1.000.000,- yang diinvestasikan dalam usaha pertanian dapat menghasilkan imbal hasil (return) sebesar Rp 390.000,-. Nilai net return on investment yang dihasilkan ini menunjukkan nilai yang sangat menarik bagi investor potensial, khususnya perbankan syariah. Sejalan dengan hasil net return on investment, nilai profit margin ratio juga menunjukkan nilai yang sangat menarik bagi investor potensial dengan nilai 28%. Sehingga dapat dikatakan usaha pertanian adalah usaha yang menguntungkan, baik bagi petani yang menjalankan maupun bagi investor. Regresi Logistik Dari hasil Regresi Logistik, diketahui bahwa terjadi penurunan likelihood (-2LogL), hasil tersebut menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data. Selisih nilai -2LogL dapat dilihat pada Tabel 11. berikut ini. Tabel 11. Selisih Nilai -2LogL dari Model Selisih nilai -2LogL Selisih Degree of Freedom (df) 63,186 3 (Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012)
13
Sig. .000
Output SPSS diatas menunjukkan selisih nilai -2LogL sebesar 63,186 dengan df = 2 dan angka signifikansi <.005, yang berarti penambahan variabel bebas memberikan pengaruh nyata terhadap model, atau dengan kata lain model dinyatakan fit. Menurut Ghozali (2011), Nilai Nagelkerke’s R2 dapat diinterpretasikan seperti nilai R2 pada linier multiple regression. Dibawah ini disajikan hasil output SPSS untuk nilai Nagelkerke’s R2. Tabel 12. Nilai Nagelkerke’s R2 Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square 0,468 0,632 (Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012) Dari Tabel 12. diatas dapat diketahui bahwa nilai Nagelkerke’s R2 sebesar 0,632 yang berarti variabilitas variabel dependent yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independent sebesar 63,2% dan sisanya sebesar 36,8% dijelaskan oleh faktor lain. Ghozali (2011) menyatakan bahwa, kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Dibawah ini disajikan nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Tabel 13. Nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Nilai test Sig. 8,977 .344 (Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012) Menurut Ghozali (2011), jika nilai Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test Statistic lebih besar 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Pada Tabel 13. diatas dapat dilihat bahwa nilai Hosmer dan Lemenshow’s Goodness of Fit Test Statistic sebesar 8,977 dengan probabilitas signifikansi 0,344 yang nilainya jauh diatas 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya dan pengujian hipotesis dapat dilakukan. Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan (acceptance) petani untuk menggunakan akad Bai’ Salam sebagai metode pembiayaan syariah untuk usaha pertanian mereka. Menurut Ghozali (2011) Untuk menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect) dapat dilihat dari Tabel Klasifikasi dari output SPSS. Tabel Klasifikasi dapat dilihat Pada Tabel 14.
Observed
Tabel 14. Tabel Klasifikasi Predicted Acceptance 0 (tidak) 1 (ya) 47 12 2 39
Percentage Correct
Acceptance 0 (tidak) 79,7 1 (ya) 95,1 Overall Percentage 86,0 (Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012) Dengan demikian tabel di atas memberikan nilai overall percentage sebesar (47+39)/100 = 86%, yang berarti ketepatan model penelitian ini adalah sebesar 86%. Pada 14
model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Output SPSS hasil analisis regresi logistik, dapat dilihat pada Tabel 15. berikut ini. Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Logistik Variabel Sikap Norma Subjektif Harga dari akad Bai’ Salam Relatif terhadap Pinjam Modal Harga dari akad Bai’ Salam Relatif terhadap Sistem Ijon Konstanta (Sumber : Output SPSS hasil olahan peneliti, 2012)
Koefisien 0,765 0,643 0,631 1,359 -9,949
Sig. 0,038 0,018 0,230 0,007 0,000
Dari hasil output SPSS diatas diperoleh hasil bahwa, variabel bebas ”Sikap” memiliki nilai signifikansi 0,038, variabel bebas ”Norma Subjektif” memiliki nilai signifikansi 0,018 dan variabel bebas ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” memiliki nilai signifikansi 0,007, menunjukkan nilai yang lebih kecil dari 0,050. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas ”Sikap” dan ”Norma Subjektif” serta ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” memiliki pengaruh terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Dari nilai positif pada koefisien variabel ”Sikap” dan ”Norma Subjektif” serta ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon”, dapat dikatakan bahwa pengaruh yang terjadi adalah pengaruh yang positif. Dengan demikian, interpretasi dapat dilakukan dengan menyatakan bahwa semakin tinggi nilai ”Sikap” dan ”Norma Subjektif” serta ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” dari seorang responden, maka probabilitas responden tersebut untuk menerima akad Bai’ Salam juga semakin tinggi. Sedangkan nilai signifikansi dari variabel bebas ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” menunjukkan nilai jauh diatas 0,050 yaitu 0,230, sehingga dapat disimpulkan bahwa ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” tidak mempengaruhi penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam atau dengan kata lain variabel ”Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” tidak dimasukkan kedalam model hasil penelitian. Berdasarkan Tabel 15. diatas, maka model regresi logistik yang terbentuk dari hasil penelitian ini, dinyatakan dalam persamaan berikut ini: p p Ln = -9,949 + 0,765X1 + 0,643X2 + 1,359X3 atau = e (-9,949 + 0,765X1 + 0,643X2 + 1,359X3) 1 p 1 p Keterangan : p = odds Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam 1 p p = Probabilitas Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam X1 = Sikap X2 = Norma Subjektif X3 = Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon e = Eksponensial Dari persamaan logistik diatas dapat dilihat bahwa log of odds penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam secara positif berhubungan dengan Sikap dan Norma Subjektif serta Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon. Jika nilai Sikap dan Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon dianggap konstan, maka (odds) penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam naik dengan faktor sebesar e0,643 atau sebesar 1,90 untuk 15
setiap unit kenaikan Norma Subjektif. Sedangkan jika variabel Norma Subjektif dan Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon dianggap konstan, maka (odds) penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam naik dengan faktor sebesar e0,765 atau sebesar 2,15 untuk setiap unit perubahan dari Sikap. Dan bila variabel Sikap dan Norma Subjektif serta Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon dianggap konsta, maka (odds) penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam adalah 0,00 (e-9,949). Dalam diagram, dapat dilihat pada Gambar 4. berikut ini. Variabel Bebas
Variabel Terikat
SIKAP* NORMA SUBJEKTIF* HARGA DARI AKAD BAI’ SALAM RELATIF TERHADAP SISTEM IJON*
PENERIMAAN UNTUK MENGGUNAKAN AKAD BAI’ SALAM (R2 = 63,2%)
HARGA DARI AKAD BAI’ SALAM RELATIF TERHADAP PINJAM MODAL Gambar 4. Model Penelitian Hasil Analisis Regresi Logistik Keterangan: * Signifikan positif Hasil tidak signifikan Menurut Ajzen (1991), bahwa sikap berkembang dari kepercayaan seseorang memegang keyakinan tentang obyek sikap. Dalam hal ini, petani memiliki keyakinan bahwa dengan menggunakan akad Bai’ Salam, mereka memiliki kepastian akan modal, pembeli dan harga diawal. Maka sesuai dengan pendapat Ajzen (1991), hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara sikap para petani terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Adanya pengaruh sikap terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, sejalan dengan temuan Lada et al. (2009), bahwa sikap secara signifikan berpengaruh terhadap penerimaan untuk mengkonsumsi produk halal. Begitu juga Taib et al. dalam Amin et al. (2010) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan penerimaan untuk menggunakan akad musharakah mutanaqisah untuk pembiayaan perumahan. Sedangkan Tarkiainen dan Sundqvist dalam Amin et al. (2010), menemukan bahwa niat konsumen untuk membeli makanan organik dapat diprediksi dengan sikap mereka. Selain variabel Sikap, variabel Norma Subjektif diketahui memiliki pengaruh yang positif terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Menurut Ajzen (1991), keyakinan normatif concern dengan kemungkinan bahwa penting rujukan individu atau kelompok menyetujui atau menolak melakukan suatu perilaku yang diberikan. Kekuatan dari setiap keyakinan normatif (n) dikalikan dengan motivasi seseorang untuk mematuhi (m) dengan rujukan yang bersangkutan, dan norma subyektif (SN) berbanding lurus dengan jumlah yang dihasilkan produk di seluruh rujukan penting n. Dalam persamaan dapat dilihat pada persamaan berikut ini: SN = ∑ n m Sejalan dengan temuan ini, Ramayah et al. dalam Amin et al. (2010) menemukan bahwa Norma Subjektif adalah faktor yang signifikan berpengaruh terhadap penerimaan untuk menggunakan internet banking, atau dengan kata lain, semakin besar tekanan norma subjektif maka semakin tinggi niat untuk menerima internet banking. Tarkiainen dan
16
Sundqvist dalam Amin et al. (2010), menegaskan bahwa norma subjektif dapat memprediksi niat konsumen untuk membeli makanan organik. Berdasarkan Gambar 4. Diatas, temuan pada penelitian ini menyatakan bahwa, variabel “harga dari Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” berpengaruh signifikan positif terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, yang artinya semakin tinggi harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon maka semakin tinggi penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Hasil ini menunjukkan bahwa petani di Kabupaten Bogor beranggapan bila menggunakan akad Bai’ Salam, maka akan lebih menguntungkan bagi usaha pertanian mereka, dibandingkan dengan harga pada transaksi dengan sistem ijon. Senada dengan temuan diatas, menurut Anugrah (2009) dalam penelitiannya tentang sistem agribisnis komoditas buah Mangga, menyatakan bahwa pada sistem ijon komoditas buah Mangga, transaksi pembelian buah Mangga dilakukan pada saat pohon Mangga masih berbunga, dimana cara perhitungan dan penaksiran dilakukan pada satuan pohon Mangga. Kemudian pada saat itu juga terjadi transaksi. Oleh karena itu, harga penawaran dari pembeli sangat rendah, yang menyebabkan keuntungan bagi petani akan tergerus oleh pembeli. Sehingga petani tentunya akan lebih memilih cara jual beli Salam dibandingkan jual beli sistem ijon. Temuan lain dari penelitian ini yaitu, Variabel “harga dari Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” diketahui tidak berpengaruh terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, yang artinya bahwa harga pada akad Bai’ Salam tidak lebih menguntungkan daripada harga dengan cara jual beli pada umumnya dengan kondisi petani meminjam modal untuk penanaman. Walaupun petani akan dihadapkan pada konsekuensi harus membayar bunga yang cukup besar pada pinjam modal, namum pinjam modal menjadi pilihan petani. Hal ini senada dengan Teori Ketidaksimetrisan Informasi (Akerlof dalam Ross et al, 2002), Teori Signaling (Harris dan Raviv dalam Ross et al., 2002), dan Teori Pecking Order (Myers dalam Ross et al., 2002), yang memiliki kesamaan teori bahwa suatu usaha akan lebih memilih instrumen berbasis hutang (pinjam modal) untuk membiayai aktivitas operasional usaha. KESIMPULAN 1.
2.
3.
4.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Untuk tujuan identifikasi masalah pembiayaan dan pemasaran yang dihadapi oleh petani di Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa mayoritas petani atau 70% responden membutuhkan pembiayaan untuk pengadaan input pertanian. Sedangkan untuk pemasaran hasil pertanian, 43% responden menyatakan bahwa tengkulak adalah pembeli yang paling sering membeli hasil panen. Untuk tujuan identifikasi masalah produktivitas petani di Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa kualitas benih, pupuk dan pestisida yang tidak bagus merupakan masalah utama (rangking pertama) yang menyebabkan hasil panen rendah. Untuk tujuan mengetahui kontribusi lembaga pembiayaan formal dan informal pada sektor pertanian di Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 60% petani mendapatkan modal dari sumber informal. Mayoritas petani (59% responden) menyatakan cara jual beli Salam bagus. Sehingga disimpulkan bahwa metode pembiayaan syariah dengan akad Bai’ Salam dapat digunakan sebagai alternatif untuk pembiayaan sektor pertanian di Kabupaten Bogor. Untuk tujuan pengukuran profitabilitas usaha pertanian di Kabupaten Bogor. Dapat disimpulkan bahwa, rata-rata pendapatan bersih petani (net farm income) adalah Rp 3.055.500,-. Dengan nilai Net Return on Investment (Net ROI) yang diperoleh yaitu 39%, ini menunjukkan nilai yang sangat menarik bagi investor potensial, khususnya perbankan syariah sebagai penyedia pembiayaan syariah. 17
5. Dari hasil analisis regresi dapat disimpulkan bahwa Sikap, Norma Subjektif dan Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon berpengaruh signifikan positif terhadap Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. Sedangkan Harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal tidak berpengaruh terhadap Penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam. 6. Nilai Koefisien Determinasi (nilai Nagelkerke’s R2) sebesar 0,632 yang berarti variabilitas variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel bebas adalah sebesar 63,2% dan sisanya sebesar 36,8% dijelaskan oleh faktor lain. Dengan melihat matriks klasifikasi, maka dapat dikatakan persamaan pada model ini memiliki tingkat ketepatan peramalan sebesar 86%. SARAN Berdasarkan analisis dan pembahasan serta kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka saran atau rekomendasi dari penelitian ini yang mungkin dapat ditindaklanjuti adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas petani memerlukan pembiayaan untuk usaha pertanian mereka, dapat menjadi perhatian dan pertimbangan dari perbankan syariah atau pemerintah melalui berbagai program pembiayaan. Hal ini tentunya sudah banyak dilakukan, namun demi peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani, disarankan agar program pembiayaan adalah program yang pro kepada petani, salah satunya pembiayaan dengan akad Bai’ Salam. 2. Hasil penelitian ini menemukan bahwa mayoritas petani menyatakan akad Bai’ Salam bagus. Walaupun demikian, diperlukan adanya sosialisasi kepada petani bahwa pembiayaan dengan cara jual beli Salam memberikan konsekuensi pelunasan hasil komoditas pertanian yang harus diserahkan sesuai dengan jumlah dan kualitas yang telah disepakati diawal kontrak dan penyerahan hasil agar sesuai dengan tempo penyerahan yang telah disepakati. 3. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa profitabilitas yang dihasilkan dari usaha pertanian di Kabupaten Bogor sudah layak dan menguntungkan (profitable), peneliti menyarankan agar dapat dipertahankan oleh petani. Walaupun demikian, peningkatan kuantitas dan kualitas masih sangat diperlukan untuk tujuan yang lebih luas, misalnya untuk tujuan ketahanan pangan nasional. 4. Berdasarkan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa hampir 50% petani bersedia memberikan harga jual dengan persentase margin untuk pembeli yaitu lebih dari 10%, dapat menjadi perhatian perbankan syariah. Oleh karena itu, disarankan kisaran persentase margin yaitu antara 10% - 15%. Namun, untuk mencapai tujuan bersama, peneliti menyarankan pada persentase sebesar 12,5% dengan maksimal jangka waktu pembiayaan adalah 6 (enam) bulan. 5. Sikap dan Norma Subjektif merupakan faktor utama yang mempengaruhi penerimaan petani untuk menggunakan akad Bai’ Salam, hasil ini menunjukkan bahwa penelitian ini mengaplikasikan model klasik Theory of Reasoned Action (TRA). Sehingga dapat disarankan penggunaan model TRA untuk riset-riset akad keuangan syariah lainnya. 6. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, variabel “harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap sistem ijon” berpengaruh signifikan positif terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, dan variabel “harga dari akad Bai’ Salam relatif terhadap pinjam modal” tidak berpengaruh terhadap penerimaan untuk menggunakan akad Bai’ Salam, sehingga disarankan agar petani lebih memilih akad Bai’ Salam sebagai pembiayaan bagi usaha pertanian mereka, karena lebih menguntungkan daripada dengan sistem ijon dan tidak akan terjerat oleh sistem bunga pada pinjam modal. 18
KEPUSTAKAAN Aburaida, Khalid. M. Mustafa. 2011. Rural Finance As a Mechanism For Poverty Alleviation in Sudan, With an Emphasis on “Salam” Mode. European Scientific Journal. December Edition Vol. 7 No.26. Ajzen, Icek. 1991. The Theory of Planned Behavior. University of Massachusets. Academic Press, Inc. Amin, Hanudin et al. 2010. Determinants of Qardhul Hassan Financing Acceptance Among Malaysian Bank Customers: An Empirical Analysis. International Journal of Business and Society Vol 11. No. 1 2010 p. 1-16. Amin, Hanudin dan Rosita Chong. 2011. Determinants for Ar-Rahnu Usage Intentions : An Empirical Investigation. African Journal of Business Management Vol. 5 (20), pp. 8181-8191. Anugrah, Iwan S. 2009. Mendudukkan Komoditas Mangga Sebagai Unggulan Daerah Dalam Suatu Kebijakan Sistem Agribisnis. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 7 No. 2. Juni 2009: 189-211. Bachrein, Saeful. 2006. Penelitian Sistem Usaha Pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 2 : 109-130. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis : Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Beik, Irfan Syauqi dan Didin Hafiduddin. 2008. Enhancing The Role of Sukuk on Agriculture Sector Financing in Indonesia : Proposed Model. Islamic Research and Training Institute- Islamic Development Bank. Saudi Arabia. Bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/07/17260926/Beras.Impor.Thailand.akan.Masuk. Oktober. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012. Bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/08/17023953/Impor.Sayuran.Meningkat. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012. Blue, C.L. 1995. The Predictive Capacity Of The Theory Of Reasoned Action and The Theory Of Planned Behavior In Exercise Behavior: An Integrated Literature Review. Research in Nursing & Health, 18, 105 - 121. Cooper, Donald R dan Pamela S. Schindler. 2008. Business Research Methods. Tenth Edition. Mc Graw Hill. Fajarningtyas, Liza et al. 2008. Pemodelan Sistem Pembiayaan Syariah di Bank Syariah dengan Pendekatan Metodologi Sistem Dinamik. Departemen Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Aplikasi IBM SPSS versi 19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hyuha, T., James O. B., Julius T., dan Joseph. M. 2011. Profitability Analysis of Small Scale Aquaculture Enterprises in Central Uganda. International Journal of Fisheries and Aquculture. Vol. 2 (15). pp. 271-278. Kaleem, Ahmad. 2008. Application of Islamic Banking Instrument (Bay’ Salam) For Agriculture Financing in Pakistan. British Food Journal, Vol. 111 Issue : 3, pp.275 292. 19
Kristiyanto, Rahadi. 2008. Konsep Pembiayaan Dengan Prinsip Syariah dan Aspek Hukum dalam Pemberian Pembiayaan Pada PT BRI, Tbk. Kantor Cabang Semarang. Tesis. Univeritas Dipenogoro. Semarang. Kurnia, Fahmi. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lada, S., Tanakinjal, H. G. dan Amin, H. 2009. Predicting Intention to Choose Ha1al Products Using Theory Of Reasoned Action. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol 2 Issue 1, p. 66-76. Langemeier, M. R. 1996. Financial Performance Measures For Kansan Beef Cow Farms. Cattlemen’s Day. 1996. Muhammad. 2009. Label Halal dan Spiritualitas Bisnis : Interpretasi atas Bisnis Home Industry. Jurnal Salam Volume 12 No. 2. Mujahidin, Akhmad. 2010. Penguatan Usaha Ekonomi Umat Melalui Perbankan Syariah. Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-10. 1-4 November 2010. Putri, M. Andhita dan Miranti Kartika Dewi. 2011. Developing Salam Based Financing Product : Indonesian Islamic Rural Bank. Business and Management Quarterly Review. 2(4). 103-112. 2011. Rahim, Fitriah AB dan Hanudin Amin. 2011. Determinants of Islamic Insurance Acceptance : An Empirical Analysis. International Journal of Business and Society, Vol 12 No. 2 2011 p. 37-54. Rahmita, Reizha. 2011. Analisis Profitabilitas dan Keunggulan Komparatif untuk Menentukan Pola Aplikasi Pembiayaan Bai’ Salam Pada Usahatani Hutan Rakyat. Skripsi. Fakultas Ekonomi Program Ekstensi Manajemen. Universitas Indonesia. Depok. Ross, S.A., R.W. Westerfield dan J. Jaffe. 2002. Corporate Finance. 7th Edition. Irwin Mc. Graw Hill. Sabiq, Sayyid. 2009. Fiqih Sunnah Jilid 5. Cakrawala Publishing. Jakarta. Santoso, Andita Yuni. 2005. Pelaksanaan Akad Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro. Semarang. Syariahmandiri.co.id/category/small-micro-business/fasilitas-pembiayaan-small-business/. Diakses pada tanggal 27 September 2012. Sitepu, Sopian. 2008. Respon Petani Terhadap Neoliberalisme : Studi Kasus Gerakan Petani Serikat Petani Sumatra Utara. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan. Wijaya, Tony. 2008. Kajian Model Empiris Perilaku Berwiarusaha UKM DIY dan Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 10 No. 02: 93-104. Wulandari, Suci dan Imam Arif Suroso. 2004. Lembaga Keuangan Syariah Alternatif Strategis Memajukan Sektor Agribisnis. Agrimedia Vol. 9 No.1.
20