Agribisnis Edamame untuk Ekspor Hani Soewanto1, Adi Prasongko2, dan Sumarno3 1 PT Mitra Tani Dua Tujuh, Jember 2 PTPN X (Persero), Surabaya 3 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max Merr) bukan tanaman baru bagi masyarakat Indonesia, walaupun budi daya kedelai pertama dilakukan di Cina sejak tahun 2800 SM, atau 4800 tahun yang lalu. Pada zaman penjajahan, Rhumphius pada tahun 1750 melaporkan bahwa kedelai sudah mulai dikenal di Indonesia sebagai tanaman bahan makanan dan pupuk hijau (Romburgh 1892). Hingga sekarang kedelai merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, baik sebagai bahan pangan yang diolah secara sederhana seperti direbus, digoreng, dan disayur untuk dimakan sehari-hari, maupun sebagai bahan baku industri pangan, susu, kecap, pakan ternak, dan lain-lain. Penggunaan kedelai terbesar di Indonesia adalah untuk industri pangan: (tahu, tempe, kecap, tauco) dan pakan ternak (Sudaryanto 1996). Peng-gunaan kedelai segar sebagai sayuran dan kudapan kurang 5% dari total hasil panen. Berdasarkan ukuran bijinya, kedelai dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Chen et al. 1991): a. Berbiji kecil, bobot biji 6-15 g/100 biji, umumnya dipanen dalam bentuk biji (grain soybean), pada saat tanaman berumur tiga bulan. b. Berbiji besar, dengan bobot biji diatas 15-29 g/100 biji, ditanam di daerah subtropik maupun tropik, dipanen dalam bentuk biji (grain soybean). Hasil biji umumnya digunakan sebagai bahan baku minyak, susu, dan makanan lain. c. Berbiji sangat besar, bobot 30-50 g/100 biji, biasanya ditanam di daerah subtropik, seperti Jepang, Taiwan, dan Cina, dipanen dalam bentuk segar, polong masih hijau, disebut juga kedelai sayur (vegetable soybean), berumur dua bulan. Kelompok kedelai ini di Jepang disebut edamame. Persyaratan kedelai edamame lebih ditekankan kepada ukuran polong muda, dengan lebar 1,4-1,6 cm, dan panjang 5,5-6,5 cm (Shanmugasundaram et al. 1991). Di Indonesia, kedelai sayur atau edamame telah dikembangkan sejak tahun 1995. Di Jember, Jawa Timur, edamame telah diproduksi dalam bentuk segar beku untuk ekspor dan sekaligus mengisi pasar dalam negeri. Sejalan dengan tuntutan masyarakat akan makanan sehat dan bergizi tinggi,
416
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
edamame yang dibekukan dengan teknologi pengawetan beku dapat dikonsumsi kapan diperlukan tanpa bergantung musim. Oleh karena itu, kedelai sayur sebagai komoditas agribisnis cukup potensial dikembangkan dalam aktivitas agroindustri internasional.
EDAMAME ATAU KEDELAI SAYUR Edamame berasal dari bahasa Jepang. Eda berarti cabang dan mame berarti kacang atau dapat juga disebut buah yang tumbuh di bawah cabang. Edamame, yang umumnya dikonsumsi segar sebagai kedelai rebus, disukai oleh masyarakat Jepang, Cina, dan Korea. Benihnya semula berasal dari Jepang. Orang Eropa, terutama Inggris lebih mengenal jenis kedelai ini dengan nama vegetable soybean (kedelai sayur) atau green soybean atau sweet soybean dan orang Cina menamakannya mou dou. Agar tidak rancu dengan kedelai biasa (grain soybean), edamame dapat didefinisikan sebagai kedelai berbiji sangat besar (>30 g/100 biji) yang dipanen muda dalam bentuk polong segar pada stadia tumbuh R-6, dan dipasarkan dalam bentuk segar (fresh edamame) atau dalam keadaan beku (frozen edamame) (Benziger and Shanmugasundaram 1995). Jepang merupakan konsumen dan pasar utama edamame, baik dalam bentuk segar maupun beku. Total kebutuhan edamame beku di Jepang berkisar antara 150.000-160.000 t/tahun. Produksi dalam negerinya sekitar 90.000 t/tahun, sehingga kekurangannya sebanyak 60.000-70.000 ton diimpor dari negara produsen edamame lainnya, seperti Taiwan, Cina, Thailand, Indonesia dan Vietnam. Taiwan mengekspor edamame ke Jepang sejak tahun 1978 sebanyak 30.000-40.000 t/tahun, dengan nilai 80 juta dolar Amerika setiap tahun. (Benziger and Shanmugasundaram 1995). Total impor Jepang untuk sayuran beku pada tahun 1995 sebanyak 650.434 ton, posisi impor edamame hanya sekitar 8%. Meskipun volume impornya relatif kecil, edamame penting peranannya dalam ekspor produk sayur-mayur beku ke Jepang. Lebih dari 50% total buah-buahan dan sayuran yang diekspor Taiwan ke Jepang setiap tahunnya adalah edamame. Khusus ekspor edamame Taiwan ke Jepang, jumlahnya menurun dari tahun ke tahun digantikan Cina. Indonesia adalah negara keempat di Asia yang berhasil mengembangkan dan mengekspor edamame ke Jepang setelah Taiwan, Cina, dan Thailand. Di Jepang, edamame ditanam seluas 14.700 ha dengan produksi 116.000 ton/tahun. Hampir seluruh hasil panen edamame Jepang dikonsumsi segar tanpa pembekuan, selama musim semi hingga musim gugur. Pada musim dingin dan awal musim semi, kebutuhan edamame dipasok dari luar negeri sebanyak 43.000 t/tahun berupa edamame beku (Iwamida and Ohim 1991). Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
417
Di Indonesia edamame dicoba ditanam pada tahun 1990 di Gadog, Bogor, Jawa Barat, dan hasilnya dipasarkan dalam bentuk segar di pasar dalam negeri. Pada tahun 1992 edamame dicoba pula pengembangannya di Jember dan sejak tahun 1995 hasilnya mulai dipasarkan dalam bentuk segar beku dan diekspor ke Jepang. Peluang pasar kedelai sayur di dalam negeri cukup luas, karena masyarakat Indonesia menyukai kedelai rebus. Bedanya, selama ini kedelai rebus yang tersedia di pasar berbiji kecil, 10-11 g/100 biji kering. Penghasil kedelai muda untuk rebusan terutama adalah Cianjur, Jawa Barat dan wilayah sekitar kota-kota besar.
SIFAT MORFOLOGIS – FISIOLOGIS Edamame kedelai berbiji besar dipanen muda, saat polong telah mengisi penuh. Klasifikasi edamame sama dengan kedelai biasa, yaitu: Ordo : Polypetales Famili : Leguminosae Sub-famili : Papilionoideae Genus : Glycine Sub-genus : Species : soya Varietas : Ryokkoh, Chamame, Ocunami, Tsurunoko, dan sebagainya Edamame merupakan tanaman legume semusim, tumbuh tegak, daun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 30 sampai lebih dari 50 cm, bercabang sedikit atau banyak, bergantung pada varietas dan lingkungan hidupnya. Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun tunggal berbentuk sederhana dan letaknya berseberangan (unifoliolat). Daun-daun yang terbentuk kemudian adalah daun-daun trifoliolat (daun bertiga). Varietas edamame yang pernah dikembangkan di Indonesia seperti Ocunami, Tsurunoko, Tsurumidori, Taiso dan Ryokkoh adalah tipe determinit, dengan bobot biji relatif sangat besar. Kedelai biasa (grain soybean) dikatakan berbiji sedang jika bobot 100 bijinya berksiar antara 11-15 g, dan berbiji besar bila bobot 100 biji lebih dari 15 g (Sumarno 1993). Saat ini varietas yang dikembangkan untuk produk edamame beku adalah Ryokkoh asal Jepang dan R 75 asal Taiwan. Ukuran warna, dan bentuk biji edamame bervariasi, yakni: (i) bobot 30-50 g/100 biji, (ii) warna biji kuning hingga hijau, (iii) bentuk biji bulat hingga bulat telur, dan (iv) warna hilum gelap hingga terang. Warna bunga varietas Ryokkoh putih, sedangkan varietas lainnya ungu.
418
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
VARIETAS DAN PERBENIHAN Varietas edamame yang pernah diadaptasikan di Indonesia oleh PT Mitratani Dua Tujuh adalah Ryokkoh, Taiso, Tsurunoko, dan Tsurumidori. Dalam perkembangannya, varietas yang cocok dan diterima pembeli adalah Ryokkoh, dengan kode R 305 dari Jepang. Karena mahalnya harga benih Ryokkoh asal Jepang, maka mulai tahun 1998 dimasukkan benih varietas Ryokkoh dari Taiwan dengan kode R 75, dan dikembangkan sampai tahun 2006. Varietas R 305 maupun R 75 telah dilepas oleh Menteri Pertanian RI. Mulai tahun 2002 diadaptasikan varietas Chamame yang beraroma pandan asal Taiwan. Varietas ini ditanam sesuai dengan permintaan konsumen, dan ekspor dalam setahun baru 3- 4 container (satu container 21 ton). Saat ini PT Mitratani Dua Tujuh di Jember Jawa Timur telah melakukan persilangan dan introduksi varietas/galur dari Jepang dan Taiwan, dalam upaya mendapatkan varietas edamame khas Indonesia. Untuk mengatasi harga benih yang mahal dilakukan perbanyak benih di dalam negeri. Kegiatan ini ternyata memerlukan proses, waktu, dan biaya yang tidak sedikit. Setelah beberapa tahun, akhirnya didapatkan daerah yang sesuai untuk perbanyakan perbenihan yaitu pada tempat dengan ketinggian > 600 m dpl. Di daerah ini umur panen edamame > 85 hari setelah tanam (HST). Multiplikasi atau perbanyakan sekaligus merupakan cara pemurnian tanaman dari penyimpangan deskripsi, sehingga benih yang dihasilkan terjamin kemurniannya. Proses pengeringan biji untuk benih memerlukan waktu relatif lama dan bertahap, agar didapatkan benih dengan daya tumbuh > 85% dan dapat disimpan lama, lebih dari satu tahun. Pengeringan benih kedelai berbiji sangat besar memerlukan teknologi khusus, kalau dikeringkan pada suhu di atas 38°C kulit bijinya pecah. Sebagai makanan kegemaran bangsa Jepang, edamame dapat dikatakan sebagai produk spesifik atau fancy product, yang sangat erat hubungannya dengan selera khas, tetapi juga bersifat subyektif. Oleh karena itu hanya varietas yang disukai dan diterima konsumen yang bisa masuk ke pasar. Cara budi daya kedelai seperti yang sudah dipublikasikan Sumarno (1993), Arsyad dan Syam (1998), dan Lii (1990) tidak sesuai untuk edamame.
TEKNIK PRODUKSI DAN PANEN Teknik budi daya edamame yang diuraikan di bawah ini sebagian besar diambil dari Panduan Budi Daya Kedelai Edamame PT Mitratani Dua Tujuh Jember (Anonimus 1997).
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
419
Lahan untuk Produksi Lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman adalah persyaratan usaha yang harus tersedia, dengan agroklimat dan pengairan yang optimal. Tiga bulan sebelum tanam sudah harus ada kepastian lahan yang akan ditanami, dan selambatnya satu bulan sebelum tanam lahan sudah diolah dan dipersiapkan untuk budi daya edamame. Tanaman kedelai umumnya dapat beradaptasi pada berbagai jenis tanah, seperti Aluvial, Regosol, Grumusol, Latosol, dan Andosol, namun edamame menghendaki tanah berstruktur ringan, sedang sampai setengah berat dengan drainase yang baik dan jaminan kecukupan air (Kokobun 1991). Selain sifat dan jenis tanah, hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lahan untuk pengembangan edamame adalah: - Lokasi dekat ke jalan untuk memudahkan transportasi hasil panen - Jauh dari tanaman inang, terutama kedelai biasa - Terdapat pengairan teknis, mudah membuang dan memasukkan air - Hamparan datar dan tidak ternaungi - Lingkungan sosial masyarakat mendukung dari segi tenaga kerja dan keamanan. Pada musim kemarau kedelai edamame dapat ditanam pada tanah berstruktur sedang sampai agak berat. Tanah dengan kondisi demikian dapat menahan air dalam tanah sehingga cocok untuk mengantisipasi berkurangnya air pengairan. Pada musim hujan edamame harus ditanam pada tanah berstruktur ringan sampai sedang, karena lebih mudah meloloskan air dalam tanah dan tidak mudah terjadi penggenangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan dengan matang dalam memilih lahan adalah: - Luasan lahan disesuaikan dengan program usaha, dengan membuat perencanaan perolehan lahan minimal tiga bulan sebelum penanaman. - Pertimbangan musim dengan memilih lokasi atau wilayah yang sesuai dengan karakter musim yang ada di daerah pertanaman yang dapat diklasifikasikan menjadi delapan tipe dalam setahun, seperti disajikan pada Tabel 1.
420
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
Tabel 1. Pemilihan Lahan untuk kesesuaian bulan tanam edamame di wilayah Jember dan sekitarnya. Periode tanam A B C D E F G H
Bulan
Struktur tanah
Desember, Januari Januari, Februari Maret, April, Mei Mei, Juni Juni, Juli Juli, Agustus, September September, Oktober Oktober, November, Desember
Ringan-sedang Ringan-sedang Sedang-berat Sedang-berat Sedang-berat Sedang-berat Sedang-ringan Sedang-ringan
Jadwal Tanam Edamame dapat dibudidayakan sepanjang tahun, dengan menyesuaikan persyaratan yang harus dipenuhi. Namun secara umum, kegiatan tanam dapat dibedakan atas tiga periode waktu, yaitu: a. Januari – April: basah - basah b. Mei – Agustus: kering - kering c. November – Januari: kering - basah Dengan mempertimbangkan pasar, penanaman edamame dapat dilaksanakan pada bulan November-April. Periode tersebut sesuai dengan ekspor ke Jepang pada saat importir di Jepang bersiap-siap menghadapi musim panas, yang merupakan puncak konsumsi edamame. Namun, mengingat pasokan edamame dari Indonesia masih kecil, maka di luar musim puncak (top season) tetap diharapkan selalu tersedia stok, sehingga penanaman perlu dilakukan sepanjang tahun. Untuk mempermudah operasionalisasi di lapangan, baik untuk tanam maupun kegiatan lainnya, maka satu tahun dibagi menjadi 52 minggu tanam, atau 52 TMK (Tanam Minggu Ke), sehingga dapat dibuat perencanaan kerja yang matang dan baik secara mingguan, yang meliputi: (1) pencarian lahan, (2) persiapan tanam, (3) tanam/pemeliharaan, (4) panen (5) pengolahan, dan (6) ekspor. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan untuk persiapan tanam merupakan bagian penting dari teknologi budi daya, dalam upaya mendapatkan produktivitas optimal. Penyiapan lahan yang baik dapat memberikan kondisi yang ideal bagi pertumbuhan tanaman. Kegiatan penyiapan lahan adalah sebagai berikut:
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
421
1. Persiapan dan pembuatan saluran Kegiatan diawali dengan observasi untuk mengetahui kemiringan lahan pada lokasi yang akan dikelola, guna menentukan langkah yang akan diambil berupa: • arah saluran, pemasukan dan pengeluaran air, sanitasi, sistem pembukaan tanah, penentuan jalan ke lokasi dan di dalam lokasi (pengangkutan saprodi dan hasil panen), membuat jadwal kegiatan, kebutuhan tenaga, dan biaya. • pemasangan patok atau tanda-tanda yang diperlukan. • menuangkan program dalam bentuk sketsa/denah, gambar atau daftar untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan dan pengawasan. Selain berfungsi untuk pendistribusian air di dalam lokasi, saluran air juga berfungsi untuk menurunkan permukaan air tanah atau menurunkan kejenuhan air tanah yang akan menjadi media perakaran. Ada dua macam saluran yang diperlukan yaitu: • Saluran keliling, dibuat mengelilingi lokasi dengan lebar 50 cm, dalam 50 cm, untuk memisahkan areal pertanaman edamame dengan sawah petani. • Saluran tengah, dalam areal pertanaman searah dengan kemiringan lahan dengan lebar 50 cm dan dalam 40 cm. • Jarak antar saluran 11 m pada tempat yang kondisinya cenderung basah dan 22 m pada tempat dengan kondisi kering. • Dalam pembuatan jalan untuk pengaawasan pertanaman perlu dipastikan lahan yang akan digunakan. Apabila dapat menggunakan pematang akan lebih baik karena menghemat penggunaan lahan budi daya, tetapi bila masih kurang memadai perlu dibuat agar intensitas pengawasan ke semua bedengan dapat dengan mudah dilakukan. 2. Pengolahan tanah Pengolahan tanah untuk budi daya edamame ditujukan untuk meratakan dan menggemburkan tanah dalam bentuk bedengan-bedengan. Pengolahan tanah meliputi: •
422
Pembukaan tanah. Berfungsi membuka dan membalik tanah di permukaan, dan membentuk bongkahan-bongkahan kecil tanah sampai kedalaman 20-25 cm sebelum dibuat bedengan. Sesuai dengan jenis dan kondisi tanah, serta cuaca dapat dipilih alat yang tepat seperti bajak traktor, bajak sapi, cangkul total, lempak atau kombinasi dari alat-alat tersebut, dengan mempertimbangkan mutu hasil olahan dan besarnya biaya.
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
•
Pembuatan bedeng. Bedengan untuk penanaman benih edamame, dibuat dengan cara menghancurkan ulang tanah hasil pembukaan tanah pertama, sehingga menjadi rata dan gembur dengan lebar 1 m, panjang 10 m, dan tinggi 20-25 cm, jarak antarbedeng 50 cm. Dengan ukuran tersebut didapatkan 600 bedengan/ha. Teknik tanam ini dapat mengatasi berbagai macam situasi cuaca, sehingga membuat edamame disebut sebagai tanaman “segala musim”.
Jarak Tanam Benih edamame di tanam di atas permukaan bedengan setelah disebar pupuk kandang dan pupuk dasar, permukaan rata dan gembur, bersih dari gulma dan dalam kondisi lembab. Untuk memperoleh produksi optimal maka penanaman benih dilakukan dengan jari tangan. Lubang benih dibuat dengan ibu jari dan telunjuk, ditekan ke dalam bedengan tanah sedalam 2,0-3,0 cm. Sebagai pedoman untuk ukuran kedalaman penempatan benih adalah ruas satu telunjuk jari tangan. Dengan cara ini, kedalaman lubang benih tetap terjaga sehingga pertumbuhan kecambah tidak akan terganggu akibat lubang tanam yang terlalu dalam. Ke dalam setiap lubang tanam dimasukkan satu butir biji benih edamame, kemudian lubang ditutup dengan tanah secara merata dan tidak dipadatkan (untuk menutup benih agar tetap berada di tempatnya dan menjaga kelembaban benih). Mulsa jerami ditebarkan sejajar dengan lebar bedengan. Mulsa diletakkan tidak terlalu rapat dan padat, namun dapat menutupi permukaan bedeng secara merata, kemudian segera dilakukan penyiraman air dengan menggunakan gembor agar mulsa (yang basah tersiram air) tidak terbang tertiup angin dan tetap melekat pada permukaan tanah. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat penanaman adalah: • Tanah bedengan lembab (kapasitas lapang) • Jarak tanam 20 cm x 20 cm • Benih yang akan ditanam adalah 250 butir untuk setiap bedeng + 20% cadangan, sehingga menjadi 300 butir/bedeng, atau populasi tanaman 180.000 pohon/ha • Pada umumnya benih berjumlah 2.750 butir/kg, dan diperlukan benih 65,5 kg/ha • Mulsa jerami dihamparkan merata di atas permukaan bedengan (tidak terlalu tebal) yang telah ditanami, untuk menjaga kelembaban tanah bedengan.
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
423
Pandu Daya Tumbuh dan Penyulaman Pemantauan daya tumbuh benih perlu dilakukan untuk memastikan benih yang telah ditanam dapat berkecambah dan tumbuh normal, sehingga populasi tanaman yang hidup tiap hektar sesuai dengan yang direncanakan. Penyulaman tanaman diperlukan karena tidak semua benih dapat tumbuh normal. Namun penyulaman tanaman edamame berbeda dengan kedelai biasa. Penyulaman kedelai biasa menggunakan benih, sedang penyulaman edamame adalah dengan cara tanam pindah (transplanting), menggunakan bibit yang sudah ditumbuhkan terlebih dahulu di dalam bilik pembibitan atau nursery. Penyemaian benih di bilik pembibitan dilakukan bersamaan dengan saat tanam benih di lapang. Penggunaan bibit transplant untuk penyulaman diperlukan karena pertumbuhannya sangat pesat. Apabila penyulaman tidak menggunakan bibit transplant, pertumbuhan tanaman tertinggal karena adanya persaingan dengan tanaman-tanaman yang sudah tumbuh terlebih dulu, khususnya dalam mendapatkan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Penyulaman dilaksanakan pada saat tanaman berumur 7-10 hari.
Pemupukan 1. Pupuk kandang dan pupuk dasar Penebaran pupuk kandang dilakukan 5-7 hari sebelum tanam, disebar rata di atas permukaan bedengan, dengan dosis 10-20 m³ pupuk kandang/ha. Penebaran pupuk dasar anorganik dilakukan 2-3 hari sebelum tanam dengan cara disebar merata di atas bedengan dan diaduk sampai tercampur dengan tanah. Pupuk dasar yang digunakan secara umum adalah: • urea : 50-75 kg/ha • SP36 : 150-250 kg/ha • ZK : 50-75 kg/ha Takaran pupuk yang tepat perlu dihitung, bergantung pada hasil analisa tanah atas kandungan unsur N, P dan K. 2. Pupuk susulan Pemupukan susulan tanaman edamame perlu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan hara pada masa pertumbuhan, yaitu masa pertumbuhan vegetatif atau sebelum fase pembungaan (umur 14-20 HST). Pada fase pembungaan, pembentukan polong dan pengisian polong tidak diperlukan lagi pemberian pupuk susulan. Pada fase-fase tersebut cadangan makanan (unsur hara) dalam tanah diupayakan telah cukup tersedia, termasuk yang
424
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
digunakan oleh tanaman pada fase pertumbuhan generatif. Perlu ditambahkan unsur hara ke dalam tanah, yaitu unsur N yang diperoleh dari pupuk ZA dan urea, dan K dari pupuk ZK yang diaplikasikan pada umur 1420 HST. Takaran pupuk susulan perlu diperhitungkan dengan kondisi tanaman, cuaca, pupuk dasar yang telah diberikan, dan waktu serap pupuk. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pemberian pupuk susulan adalah: • Bedengan bersih dari gulma (setelah penyiangan) • Cara pemupukan: - Pupuk ZA dan ZK sesuai takaran dicampur sampai rata. - Pupuk campuran tersebut ditugal atau ditebar merata di antara tanaman. - Diusahakan pupuk dapat meresap ke dalam tanah dengan baik (setelah pemupukan dilakukan penyiraman). • Secara umum takaran pupuk susulan yang digunakan adalah: - urea : 25-50 kg/ha - ZA : 50-75 kg/ha - ZK : 50-75 kg/ha
Pengairan Pemberian air pada tanaman edamame sangat penting artinya untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman agar mampu berproduksi maksimal. Prinsip pengairan adalah mengupayakan pemberian air yang cukup dan tepat waktu pada fase-fase pertumbuhan tanaman. Ada 2 macam teknik pengairan tanaman edamame, yaitu: Penyiraman tanaman/bedengan dengan menggunakan alat gembor. Penggenangan selokan dengan cara memasukkan air ke dalam selokan diantara bedengan sampai ketinggian 2/3 tinggi bedengan selama 1-2 jam, kemudian air dialirkan ke saluran pembuangan sampai tuntas. • Pengairan diperlukan setiap 7-10 hari sekali (bila tidak ada hujan) bergantung pada jenis tanah. Fase-fase pertumbuhan kritis yang memerlukan pengairan adalah: • Fase pekecambahan, umur 0-10 HST • Fase pertumbuhan vegetatif, umur 11-25 HST • Fase pembungaan, umur 25- 30 HST • Fase pembentukan dan pengisian polong, umur > 35 HST • Fase panen, umur > 58 HST • •
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
425
Penyiangan dan Tutup Blok Penyiangan pada dasarnya diperlukan untuk mengendalikan atau membersihkan rumput atau tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh pada areal pertanaman edamame. Tujuan penyiangan adalah untuk menghindari persaingan antara tanaman dengan gulma dalam memperoleh unsur hara, membuang gulma sebagai inang hama/penyakit, dan memudahkan tahapan pemeliharaan selanjutnya. Penyiangan dilakukan 2-3 kali (Tabel 2) atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma yang ada dipertanaman. Rumput atau gulma yang sering tumbuh di areal pertanaman edamame adalah: - Krokot atau krayap - Bayam berduri (Amarantus sp.) - Rumput teki (Ciperus rotundus) - Rumput grinting (Cinodon dactilon) Gulma krokot atau krayap lebih efektif dikendalikan dengan penyemprotan herbisida pra tumbuh seperti Ronstar dengan dosis 2 l/ha, 3 cc untuk 1 liter air, 2-5 hari sebelum tanam. Jenis gulma yang lain masih harus dikendalikan secara manual, dicabut, atau dikoret dengan cangkul kecil. Tutup blok adalah menutup pangkal batang tanaman dengan menaikkan tanah dari kiri kanan bedengan, sekaligus membersihkan dan mencegah tumbuhnya gulma di permukaan bedengan. Penutupan pangkal batang akan merangsang tumbuhnya akar adventif yang memperkuat serapan hara maupun tegaknya tanaman. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 10-15 HST.
Tabel 2. Waktu penyiangan edamame. Umur (HST)
Penyiangan ke
5-10 20-25 35-40
I II III
Keterangan sebelum pupuk susulan sebelum pembungaan sebelum pengisian polong
HST: hari setelah tanam
426
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
Pengendalian OPT Tanaman perlu dilindungi dari hama dan penyakit, karena kerusakan tanaman akibat diserang hama dan penyakit dapat menurunkan produktivitas, gagal panen, atau puso. Apabila terdapat polong yang cacat oleh serangan hama maka produk tidak laku dijual. Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit harus berhati-hati, diupayakan tidak ada residu pestisida pada saat polong dipanen, mengingat persyaratan ambang batas residu yang ditetapkan bagi edamame yang diekspor sangat ketat. Khusus untuk keperluan pengendalian perlu adanya pengenalan tipe, perilaku, dan daur hidup hama. Hama yang berbeda dapat menyerang bagian-bagian tanaman yang berbeda pada setiap tahap pertumbuhan tanaman. Lalat bibit (Agromyza sp.) membuat terowongan di bagian tengah (empulur) batang, setelah kotiledon muncul dari dalam tanah. Hama penggerek buah Etiella sp. menyerang tanaman sejak fase pembungaan. Ulat penggulung daun menyerang sepanjang stadia tumbuh, demikian juga ulat grayak (Spodoptera litura). Pengendalian hama dan penyakit dimulai sejak benih akan ditanam, yaitu dengan perlakuan rawat benih (seed treatment) menggunakan insektisida karbosulfan (Marshall), biasanya dapat dicampur dengan fungisida Kaptan untuk pengendalian awal terhadap hama lalat bibit dan cendawan. Cara pengendalian untuk setiap hama berbeda. Aplikasi insektisida pertama dilakukan 3-5 hari setelah benih berkecambah dan muncul di permukaan tanah (emergence), untuk mencegah serangan hama agromyza. Untuk mencegah serangan hama penggerek polong, penyemprotan insektisida dilakukan menurut kebutuhan dan pertimbangan ekonomis. Edamame sebagai tanaman yang berorientasi kualitas (product quality), kehati-hatian dalam pengendalian hama sangat penting untuk memperoleh daya hasil yang tinggi dengan dampak minimal terhadap lingkungan, maupun residu di dalam biji edamame yang di panen. Bagi umumnya petani, penggunaan insektisida untuk pengendalian hama merupakan cara yang paling gampang dan bahannya mudah didapatkan. Namun kenyataannya, hama hampir tidak dapat diselesaikan secara tuntas dengan penggunaan insektisida. Penyebabnya antara lain adalah lemahnya kemampuan dalam mengidentifikasikan jenis, stadia hama, dan gejala serangan hama. Umumnya petani hanya mengenal jenis serangga yang sedang makan tanaman. Padahal, tidak semua fase pertumbuhan serangga hama makan tanaman. Petani tidak paham bahwa di luar fase tersebut serangga mengalami berbagai perubahan bentuk (metamorphose), dari telur-larvakepompong sampai menjadi imago, yang sebagian besar tidak makan Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
427
tanaman kedelai. Tanpa memahami daur hidup serangga maka pengendalian hama tidak akan tepat waktu dan tidak efektif. Kelemahan lain adalah dalam mengidentifikasi kerusakan tanaman. Sering terjadi, petani baru sadar setelah populasi hama cukup tinggi, atau saat larva sudah melewati fase instar IV yang lebih tahan terhadap insektisida. Pada umumnya kalibrasi penakaran (dosis) dan konsentrasi insektisida terhadap volume larutan semprot tidak diperhatikan dengan teliti. Dengan perlakuan tersebut, pengendalian hama tidak efektif, bahkan dapat membuat hama menjadi resisten dan tetap menambah populasinya. Akibatnya, dosis insektisida yang digunakan untuk membasmi hama makin meningkat. Insektisida banyak digunakan untuk mengendalikan hama tanaman kedelai. Tindakan ini dapat dibenarkan berdasarkan intensitas serangan hama atau ambang kendali. Pencegahan serangan hama dengan penyemprotan insektisida seringkali memboroskan biaya, terlebih lagi pada saat harga insektisida makin mahal. Di samping itu, pemakaian insektisida secara berlebihan juga merupakan tindakan yang “tidak akrab lingkungan”. Pengendalian berdasarkan keadaan tanaman yang sudah rusak sering merupakan tindakan yang terlambat, sehingga populasi hama sudah sulit dikendalikan dan petani akan rugi besar. Resistensi hama bisa makin cepat terjadi jika perilaku penggunaan insektisida tidak rasional. Misalnya, dalam frekuensi penyemprotan dan pemakaian dosis yang tinggi, dan pencampuran lebih dari satu jenis insektisida tanpa memperhatikan kompatibilitasnya. Bila keadaan tersebut terus berlanjut, bisa terjadi resistensi silang maupun ganda. Oleh karena itu, selain penggunaan alat semprot yang memenuhi syarat serta aplikasi dan kalibrasi dosis insektisida yang tepat, pengamatan hama utama secara visual oleh petani dan petugas terkait di lapangan sangat penting. Sistem pengendalian hama dan penyakit pada tanaman edamame adalah: (1) terjadwal/kalender, dan (2) monitoring. Sistem terjadwal/ kalender ditujukan terhadap hama atau penyakit yang sulit dideteksi dengan pengamatan langsung seperti hama Agromyza dan Etiella. Pengendalian dilakukan dengan cara pemberantasan langsung menggunakan pestisida pada fase atau umur tertentu tanaman dimana hama atau penyakit tersebut mulai menyerang (Tabel 3). Tabel 3. Fase/umur edamame, sasaran hama, dan pestisida yang digunakan. Umur tanaman (HST) 14 21 28 38
428
Sasaran (hama)
Bahan aktif pestisida
Agromyza sp. Agromyza sp. Etiella sp. Etiella sp.
Deltametrin/Fipronil Deltametrin/Fipronil Methomyl/Tiodikarb Methomyl/Tiodikarb
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
Insektisida yang digunakan untuk pengendalian hama Agromyza dan Etiella juga dapat digunakan untuk memberantas hama ulat (instar I–II) yang muncul bersamaan pada waktu aplikasi pengendalian terjadwal. Secara tidak langsung, cara ini mencakup pengendalian sistem monitoring, khususnya hama ulat. Dalam sistem monitoring, pengendalian dilakukan dengan cara pengamatan terhadap gejala serangan hama/penyakit pada tanaman. Apabila keberadaan hama atau penyakit sudah mencapai ambang ekonomi maka baru dilakukan pemberantasan. Pengendalian dengan sistem ini dilakukan terhadap hama: ulat grayak, ulat jengkal, trips, aphids, Bimesia tabaci, kepik dan penyakit karat daun. Gejala penyakit antharaksnosa, cercospora, fusarium, dan phytium dapat terlihat secara visual. Jenis hama/penyakit dan pestisida yang dapat digunakan untuk pengendalian disajikan pada Tabel 4. Penyemprotan pestisida dilakukan pada pagi hari pukul 05:00-09:00 dan sore hari pukul 15:00-selesai. Dosis pestisida yang digunakan harus sesuai dengan anjuran (Tabel 5). Tabel 4. Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan monitoring. Uraian
Sasaran
Bahan Aktif Pestisida
Jenis hama
Ulat, trips, aphids Bimesia Ulat, kepik
Profenofos,alfametrin, metamidofos Tiodikarb Fentoat, deltametrin
Jenis penyakit
Karat daun Cercospora Anthraxnose Fusarium Phytium
Kaptan Mankozeb Propinep Metiltiofanat Metiltiofanat
Tabel 5. Pedoman dosis pestisida. Umur tanaman (HST)
Jumlah bedeng per tangki isi 14 liter
5 10 15 20 25 30 35 40 45
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
28 26 24 22 19 16 14 12 10
bedeng bedeng bedeng bedeng bedeng bedeng bedeng bedeng bedeng
429
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman edamame merupakan kegiatan yang sangat penting. Kerugian akibat serangan hama dapat mencapai lebih dari 40%, sehingga upaya pengendalian perlu terencana secara cermat.
Panen Tanaman edamame untuk produksi polong segar dipanen pada umur 6568 HST dengan kondisi polong siap untuk dipetik, yaitu tingkat ketuaan polong cukup (polong terisi penuh) dan warna hijau cerah. Polong yang dipanen tersebut selanjutnya dibawa ke pabrik untuk dijadikan bahan baku ekspor (BBE) dan bahan baku mukimame (BBM). Persyaratan mutu bahan baku edamame dari sawah sebelum diproses (di pabrik) dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1. Kualitas BBE • tidak terlalu tua dan terlalu muda • biji dalam polong 2 dan 3 biji • jumlah polong per 500 g sebanyak 160-170 buah • bebas hama dan penyakit • tidak terdapat kerusakan fisik • bau khas edamame • bentuk polong normal • bersih dari kotoran (rumput, daun edamame, lumpur, dan lain-lain) • warna seragam (hijau normal) • kondisi polong segar/tidak layu 2. Kualitas BBM • keluaran dari hasil grading BBE • semua polong berbiji satu • bersih dari kotoran • polong segar/tidak layu • kualitas polong bahan muki baik: - warna biji hijau segar - biji tidak cacat (hama/penyakit/mekanis) - polong bernas (tidak kepak) - polong tidak tua
Pengangkutan Hasil Panen ke Pabrik Pengangkutan hasil panen edamame dari areal pertanaman ke lokasi pengolahan (pabrik) dikoordinasikan oleh bagian transportasi panen.
430
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
Ketentuan angkutan panen: 1. Dalam waktu empat jam setelah dipetik, polong harus sudah diproses di pabrik 2. Hasil panen sudah siap untuk diangkut sesuai jadwal angkut panen 3. Jam angkut panen direncanakan menjadi tiga gelombang, yaitu: • Gelombang I : jam 07:00-08:00 WIB • Gelombang II : jam 09:00-11.00 WIB • Gelombang III : jam 12:00-13:00 WIB 4. Mengusahakan hasil panen cepat sampai di pabrik (tidak lebih dari 4 jam sejak di petik) 5. Setiap pengiriman bahan baku harus disertai kartu panen yang berisi: • Nama petani dan lokasi • Umur tanaman dan tanggal panen • Varietas dan kualitas (BBE atau BBM) • Jumlah panen (kg) dan keranjang • Dan lain sebagainya, sesuai keperluan
PENGOLAHAN Pengolahan merupakan suatu proses pengawetan produk. Dalam hal ini, pengolahan tidak untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas produk, tetapi mempertahankan kualitas produk selama perjalanan mencapai konsumen. Dalam setiap tahapan pengolahan pengerjaannya mengikuti kaidah yang telah ditetapkan sebagai berikut: 1. Pencucian Pembersihan polong segar edamame dilakukan menggunakan mesin penghembus (blower) untuk menghilangkan kotoran yang ringan, dan menggunakan mesin pencuci (machine washing). Masing-masing cara tersebut bertujuan untuk melepaskan kotoran yang melekat pada polong, misalnya lumpur, debu, pasir, dan lain-lain. Pencucian berfungsi untuk mengurangi Jumlah mikroba yang menempel pada produk. Oleh karena itu, air yang digunakan untuk mencuci benar-benar bersih dan mengalir. Selama menunggu saat pemrosesan produk (bahan baku) perlu dijaga agar tidak layu dengan cara menyiram menggunakan air bersih pada suhu 5°C. Pada kondisi yang terlalu kotor perlu dilakukan pencucian awal dengan air bersih pada suhu kamar dengan tahapan: •
Memasukkan edamame ke bak berisi air dan atau menyiram air dari atas
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
431
• • •
Diaduk dan sesekali diangkat Membersihkan kotoran yang melekat pada edamame Mempermudah sortasi (kondisi edamame bersih)
2. Sortasi awal Size grading, untuk memisahkan edamame dari kelompok ukuran di bawah standar, menggunakan mesin size grading. Sortasi dilakukan pada ban berjalan secara manual oleh karyawan terlatih guna memisahkan produk cacat, misalnya cacat karena mekanik, hama/penyakit, warna lain, abnormal dan sebab lain yang luput dari perlakuan size grading. Kriteria edamame ekspor, antara lain: 1. Jumlah polong 160-170 biji/kg 2. Bentuk polong normal 3. Warna seragam (hijau merata) 4. Aroma seperti aroma edamame yang masih muda Kriteria polong sortiran, antara lain: 1. Terkena serangan hama penyakit 2. Terlalu tua atau muda 3. Kerusakan mekanik 4. Biji satu 5. Biji kecil 6. Warna menyimpang 3. Pemasakan edamame Edamame yang akan dibekukan diawali dengan proses perebusan (blanching) dan didinginkan secepatnya. Tujuan blanching antara lain: a. Meng-inaktifkan enzim b. Menyeragamkan warna c. Mengeluarkan gas dari dalam jaringan d. Mengurangi jumlah mikroba e. Melepaskan kotoran yang tidak lepas pada saat pencucian pertama f. Memasak produk supaya siap dimakan Perebusan biasanya dilakukan pada suhu 98-100°C selama 120–150 detik, sesuai dengan permintaan konsumen. Atas dasar waktu pemanasannya dikenal dua jenis cara blanching edamame, yaitu: • Regular Blanching (RB) : 120 detik, blanching dengan waktu pendek • Long Blanching (LB) : 150 detik, blanching dengan waktu panjang 432
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
Untuk Salt Long Blanching (SLB) adalah dengan cara blanching pertama selama 120 detik + penggaraman + blanching kedua selama 30 detik. 4. Cooling I, cooling II dan IQF Cooling bertujuan untuk menghindari pemanasan berlebihan (over cooking) akibat blanching berkepanjangan. Caranya, mendinginkan produk dengan air dingin biasa pada suhu kamar (± 27°C) segera setelah waktu blanching tercapai, disebut cooling I. Penetrasi pendinginan akan dicapai segera dan merata apabila suhu produk cukup rendah dan merata. Caranya adalah dengan memasukkan produk pada air dingin pada suhu 5°C selama ± 15 menit, disebut cooling II. Penirisan bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa air yang menempel pada produk sebagai langkah prapembekuan agar tidak menghambat proses penetrasi dingin pada bagian tengah produk, terutama pada suhu di bawah 0°C. Pembekuan, waktu yang dikehendaki adalah cepat secara individual, dengan menggunakan mesin IQF (Individual Quick Frozen). Pembekuan cepat dengan waktu yang digunakan sekitar 13 menit bertujuan untuk menjamin kualitas produk. Untuk itu diperlukan suhu di dalam mesin IQF minus 35°C. Hal ini penting untuk mengawetkan produk dengan cara menonaktifkan metabolisme sel, dengan tidak mengurangi nilai gizi, nutrisi, warna, dan aroma yang terkandung di dalam produk. Produk mampu bertahan selama 24 bulan apabila disimpan dalam ruangan minus18° sampai minus 20°C. Cara konsumsi Produk yang dikeluarkan dari ruangan pendingin dan dicairkan esnya, akan tampak edamame segar, baik warna, maupun rasa dan nutrisinya, sebagai layaknya polong segar baru dipetik dari batang. Inilah kecanggihan teknologi pengawetan beku, tanpa menggunakan bahan kimia dan cocok untuk konsumsi masyarakat sehat, sekarang, dan masa yang akan datang. 5. Sortasi akhir dan pengepakan Sortasi akhir dimaksudkan sebagai pengecekan untuk memperoleh kualitas produk hasil IQF yang benar-benar prima dengan tingkat kesalahan total maksimum 5%. Pelaksanaannya dilakukan di ruang bersuhu rendah (10°C13°C) dengan tingkat higienis yang tinggi. Pengepakan/pengemasan meliputi:
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
433
a. Penimbangan Ketentuannya sesuai dengan berat yang tertera pada bungkus dengan toleransi ± 2%. Guna mencegah pencairan produk beku dan kontaminasi, semua aktivitas dilakukan di ruangan khusus dengan tingkat higienis tinggi dan bersuhu rendah (10-13°C). Pada suhu tersebut cukup ideal bagi keamanan produk dan kenyamanan kerja. b. Pembungkusan Usahakan terdapat rongga hampa pada saat menutup kemasan. Hal ini bermanfaat untuk menghemat ruangan dalam karton packing. c. Pencantuman nomor kode batch Gunakan tatacara penomoran sesuai dengan kesepakatan. d. Metal detecting Guna mengetahui ada tidaknya benda asing (logam) yang terikut dalam kemasan, maka kemasan tersebut perlu dideteksi (dilewatkan) pada unit mesin metal detector. e. Pengkartonan Berat bersih standar (netto) yang telah disepakati per karton adalah 10 kg. Cantumkan nomor kode jam produksi pada kolom karton. 6. Pengiriman (Stuffing) Pengiriman dimulai dengan memasukkan produk yang sudah di kemas dalam karton @10 kg ke dalam container pendingin (-18°C sampai - 20°C). Container perlu dicek lebih dahulu akurasi suhu dan higienitasnya. Satu container berisi 2100 karton atau 21 ton. Untuk konsumsi dalam negeri, cara pengirimannya juga mengikuti tata cara pengiriman untuk ekspor.
SYARAT HIGIEN DAN KEBERSIHAN Untuk memenuhi syarat untuk ekspor, beberapa persyaratan sanitasi negara tujuan harus dapat dipenuhi yang mengacu pada Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) maupun Quarantine & Sanitation Law (QSL) yang berlaku. Seperti total plate count (TPC) atau jumlah bakteri yang tinggal hidup di setiap berat produk adalah pada angka 30.000 untuk proses Regular Blanching (perebusan 90 detik) dan angka maksimum 100.000 untuk proses Long Blanching (perebusan 150 detik). Produk harus bebas dari bakteri E coli, Stabilococus, dan cendawan Salmonela. Produk edamame beku dengan proses Regular Blanching biasanya masih akan dimasak lagi sebelum disajikan (hot served), sedangkan untuk Long Blanching, produk biasanya langsung disajikan (cool served).
434
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
Untuk mengantisipasi terjadinya kontaminasi, produk edamame sudah mendapat perlakuan sanitasi sejak panen di lapangan. Misalnya, untuk menjaga kesegaran polong, air yang digunakan untuk menyiram polong adalah air bersih dari sumur yang mengalami test sanitasi dan hiegienitas. Ada tiga sasaran pokok syarat higien yang perlu diperhatikan: 1. Bahan/produk: - Cuci bersih bahan baku. - Gunakan air yang telah terfilter (kimia/mikrobiologi) pada setiap aspek kegiatan yang membutuhkan air, misalnya: pencucian, cooling I & II, cuci peralatan, dan sebagainya. - Jika perlu digunakan bahan disinfektan, misalnya NaOCl dengan dosis tertentu yang dianjurkan (75-100 ppm). 2. Personal (karyawan): - Persyaratan kesehatan karyawan kontaminasi serangga, maupun mikroba yang mungkin terbawa ke dalam ruangan kerja. - Jika dinilai akan kontaminasi terhadap produk, karyawan yang sakit sebaiknya diliburkan atau dimutasikan ke tempat yang lebih aman. - Semua karyawan diharuskan memakai masker dan sarung tangan. 3. Lingkungan Lingkungan kerja dapat mempengaruhi produktivitas karyawan sehingga diperlukan perhatian yang serius. Ruangan (peralatan) yang acak-acakan selain tidak sedap dipandang juga dapat menghambat aktivitas kerja. Pencahayaan yang kurang, suhu ekstrim, kebisingan, dan tingkat kepadatan penghuni juga mempunyai dampak negatif. Ditinjau dari segi higienitas produk maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Interior (ruangan dan segala peralatan prosesing) - Bersihkan semua peralatan kerja yang habis dipakai/akan dipakai dan lantai serta dinding ruangan kerja setiap saat diperlukan, guna menjaga agar tingkat higienitasnya tetap tinggi. - Pada bilasan terakhir gunakan larutan NaOCl 150-200 ppm. - Pada setiap pintu masuk perlu dipasang kolam cuci kaki dan bak cuci tangan yang masing-masing berisi larutan disinfektan (NaOCl) 100-150 ppm. 2. Eksterior (lingkungan/halaman luar) - Pelihara dengan baik selokan, dan tanaman perdu di sekitar pabrik agar tidak menjadi sarang serangga, tikus, dan sebagainya. - Perlu dibuatkan tempat penampungan sampah sementara yang
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
435
-
bertutup, untuk menghindari lalat. Secara periodik perlu dilakukan penyemprotan dengan insektisida aman dengan dosis terkendali guna mencegah timbulnya lalat dan serangga lainnya.
PRODUKTIVITAS DAN HASIL SAMPING Produktivitas adalah hasil panen per satuan luas. Edamame termasuk golongan tanaman indeterminate di mana tingkat kemasakan polong tidak seragam sehingga dalam pemanenan tidak dapat sekali panen selesai tetapi bisa sampai tiga kali panen. Produktivitas edamame berkisar antara 5.0006.000 kg/ha, angka ini disebut RM (Raw Material). Dari RM akan dibagi lagi menjadi dua: Bahan Baku Ekspor (BBE), yaitu polong yang berbiji dua dan polong yang berbiji tiga, jumlahnya ± 70% dari RM. Bahan Baku Mukimame (BBM) yaitu polong edamame yang hanya berbiji satu atau polong berbiji dua & tiga yang salah satu bijinya tidak berisi penuh, jumlahnya ± 30% dari RM. Dari BBE akan menjadi Eksportable (layak ekspor) ± 80% dan sortiran BBE akan menjadi BBM ± 20%. Mukimame adalah edamame yang dikupas atau dibuang kulitnya, tinggal bijinya yang juga diekspor. Hasil samping dari edamame dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Keluaran dari lahan Keluaran dari lahan adalah bagian tanaman yang masih tertinggal di lahan/sawah yang terdiri atas polong yang kurang bernas, daun, dan batang. Polong yang kurang bernas digunakan untuk konsumsi lokal, sedangkan daun dan batang untuk pakan ternak. 2. Keluaran dari pabrik Keluaran dari pabrik adalah keluaran dari hasil olah BBE dan BBM berupa polong kurang bernas, kulit polong dan BBM yang pecah. Polong yang kurang bernas digunakan untuk konsumsi lokal, kulit polong untuk pakan, dan BBM yang pecah untuk diproses menjadi edamame goreng dan susu edamame.
PASAR DAN HARGA EDAMAME DI JEPANG Bangsa Jepang sangat menyukai edamame, terutama pada musim panas, sehingga negara ini merupakan konsumen dan pasar terbesar edamame di dunia. Seperti dikemukakan sebelumnya, kebutuhan edamame di pasar domestik Jepang berkisar 150.000-160.000 t/tahun. Sebanyak 60.000-70.000
436
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
ton diimpor dari negara-negara produsen edamame seperti Taiwan, Cina, Thailand, Indonesia, dan Vietnam. Produksi edamame dalam negeri Jepang dipasarkan dalam bentuk segar (fresh vegetable soybean) sekitar 90.000 ton per tahun. Edamame dikonsumsi orang Jepang sebagai makanan “camilan” (snack) saat minum bir atau minuman beralkohol lainnya. Harga edamame di pasar bebas di Jepang cukup tinggi. Sampai saat ini edamame masih merupakan salah satu makanan snack prestisius dan cukup mahal harganya di Jepang. Data impor edamame Jepang yang diterima dari Long Lime Enterprise Co.Ltd Taiwan disajikan pada Tabel 6. Harga edamame asal Indonesia nomor tiga setelah Taiwan dan Thailand. Dari segi impor dari Indonesia dalam 5 tahun terakhir masih kecil yakni 2,25-4,24% dari total impor Jepang. Harga jual edamame di tingkat konsumen di Jepang rata-rata 400-450% dari harga impor. Hal tersebut terjadi karena sistem distribusi, transportasi, dan penyimpanan serta tingginya nilai jasa di Jepang.
PRODUSEN EDAMAME DI DUNIA Jepang Menurut Nakano (1991), edamame tidak termasuk di antara 14 sayuran yang dipasok ke pasar bebas dengan harga secara khusus dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Namun demikian, edamame termasuk di antara 29 sayuran lainnya yang harga dasarnya (pada tingkat paling rendah) dikendalikan pemerintah. Luas lahan budi daya edamame di Jepang saat ini sekitar 14.600 ha, dan edamame menduduki peringkat ke-18 dari semua jenis sayuran yang secara ekstensif dibudidayakan oleh petani Jepang. Impor Jepang akan edamame beku cenderung meningkat, mencapai 60.000-70.000 ton/tahun. Edamame tersedia di pasar swalayan di Tokyo pada bulan Juli hingga September, didistribusikan dalam bentuk segar (fresh vegetable soybeans) adalah produksi dalam negeri. Konsumsi edamame meningkat pada musim panas. Di luar musim panas, edamame beku (frozen vegetable soybean) akan didistribusikan dan dikonsumsi di hotel-hotel maupun restauran. Sekalipun dari segi rasa (taste) edamame beku relatif kurang greng dibandingkan dengan edamame segar, namun pola konsumsi edamame tetap terjaga sampai saat ini.
Taiwan Sejarah perkembangan edamame di Taiwan dimulai pada saat Taiwan menerima varietas Jikkoku dari Jepang pada tahun 1957 dan diberi nama
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
437
438
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
7.767
1.738
-
-
Thailand
Indonesia
Vietnam
Lain-lain 100,0
-
-
2,25
10,06
29,40
58,24
%
2001
1,60
-
-
1,46
1,64
1,78
1,50
US$
ton
69.510
10
-
2.416
8.836
23.587
34.617
*) US$ adalah harga ekspor edamame per kg.
77.200
22.696
Jumlah/rata-rata
44.980
Taiwan
ton
Cina
Negara asal
100,0
0,02
-
3,48
12,71
33,90
49,80
%
2002
1,44
1,82
-
1,47
1,99
1,65
1,40
US$ *)
Tabel 6. Data impor edamame segar beku Jepang tahun 2001-2005.
60.711
-
58
2.722
11.377
26.130
20.424
ton
100,0
-
0,10
4,48
18,74
43,04
33,64
%
2003
1,49
-
1,27
1,47
1,49
1,67
1,28
US$
69.815
23
57
2.404
11.214
27.103
29.013
ton
100,0
0,03
0,08
3,45
16,06
38,82
41,56
%
2004
1,51
1,84
1,26
1,49
1.57
1,72
1,29
US$
69.220
3
663
2.936
10.960
23.572
31.086
ton
100,0
0,01
0,96
4,24
15,83
34,05
44,91
%
2005
1,51
0,88
1,47
1,50
1,59
1,75
1,31
US$
lokal Shih-Shih. Menurut Cheng (1991), varietas ini dibudidayakan untuk dijadikan edamame segar (fresh vegetable soybean) maupun untuk kedelai biji (grain soybean). Dari beberapa varietas edamame yang diuji sejak 1970an, Tsurunoko dan Ryokkoh paling baik adaptasinya di Taiwan dan banyak ditanam petani karena produktivitasnya tinggi dan memenuhi persyaratan kualitas yang diinginkan oleh pasar di Jepang. Di Taiwan, Tsurunoko dikenal dengan nama No. 205 dan Ryokkoh dikenal dengan nama No. 305, selanjutnya dikenal juga dengan nama R 75. Secara tradisional edamame pada awalnya dibudidayakan di Taiwan dalam jumlah sedikit untuk dikonsumsi secara lokal maupun dipasarkan di dalam negeri dalam bentuk kupasan segar (mukimame). Pada tahun 1971, beberapa perusahaan Jepang masuk ke Taiwan untuk membangun industri edamame beku (frozen vegetable soybean) untuk diekspor ke Jepang. Saat itu berhasil diekspor 142 ton dan tahun berikutnya 452 ton. Pengembangannya berjalan cepat, sehingga pada tahun 1989 Taiwan telah mengekspor 22.000 ton dan puncaknya mencapai 42.000 ton pada tahun 1982. Namun setelah itu ekspor cenderung tetap pada tingkat 40.000 t/tahun. Pentingnya edamame sebagai mata dagangan (komoditas) di Taiwan juga dapat dilihat dari nilai ekspornya sebesar 66-79 juta dolar AS pada tahun 1990-1992 dan pada tahun 2000-an ekspor berkurang 25.000 t/tahun. Awalnya, edamame ditanam pada musim gugur setelah tanam padi kedua (padi-padi-edamame) menggunakan teknik cocok tanam tanpa olah tanah (TOT). Musim tanam edamame pada musim gugur dimulai pada bulan Oktober dan pertanaman pada musim semi dimulai pada bulan Februari. Kendala tidak tersedianya lahan untuk budi daya edamame tidak dijumpai di Taiwan. Namun yang menjadi kendala utama justru ketersediaan tenaga kerja. Di Taiwan budi daya edamame memerlukan 700 hari kerja orang (HKO/men days) per hektar, mulai dari tanam hingga selesai produksi. Mahalnya upah tenaga kerja dan padatnya intensitas pekerjaan edamame selama tahun 1980-an telah mendorong prioritas mekanisasi pertanian. Mekanisasi mewarnai hampir seluruh kegiatan pertanian edamame di Taiwan, menggantikan cara tanam konvensional yang dianggap tidak lagi menguntungkan. Namun demikian, pemakaian mesin panen tidak banyak berkembang saat itu, yakni kurang 10% dari total luasan tanam edamame yang dipanen dengan mesin. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kehilangan hasil dan rusaknya produk edamame segar akibat memar polong atau terjadinya cacat mekanis pada produk.
Thailand Saat ini edamame merupakan salah satu tanaman cash crop yang
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
439
dipromosi-kan oleh pemerintah Thailand sebagai suplemen beras, jagung, dan ubi kayu. Karena budi daya edamame memerlukan tenaga kerja yang banyak (labour intensive), dan petani juga mempunyai keterbatasan atas keter-sediaan tenaga kerja, maka setiap keluarga petani hanya dapat diprogram-kan menanam edamame seluas ± 0,3 ha pada setiap musim tanam. Namun demikian, bantuan dan perhatian pemerintah Thailand terhadap pengembangan usaha pertanian yang bernilai tambah sangat tinggi. Sarana infrastruktur, kelembagaan petani serta permodalan usaha tani yang akomodatif sangat dirasakan oleh petani peserta program pengembangan edamame. Di samping itu, petani responsif terhadap kemajuan teknologi produksi, sehingga sekalipun setiap keluarga hanya menanam ± 0,3 ha edamame, namun produktivitasnya dapat dipastikan tinggi. Varietas edamame yang dikembangkan di Thailand saat itu adalah Kaohsiung No.1, Ryokkoh, dan Tsurunoko, yang semula didatangkan dari Jepang dan Taiwan. Upaya pemuliaan varietas edamame untuk ekspor ke Jepang telah dimulai sekitar 30 tahun yang lalu. Pada tahun 1981 peran edamame makin penting bagi perekonomian Thailand, karena dapat meningkatkan minat investasi perusahaanperusahaan swasta dan asing yang bergerak di bidang pengolahan edamame untuk menanamkan modalnya. Demikian pula dengan datangnya para agen pemasaran dari Taiwan ke Thailand yang mulai tertarik memasarkan produk pertanian yang dihasilkan Thailand, bukan hanya edamame semata. Pada tahun 1988, Chiang May Fozen Company Limited melakukan demo plot edamame seluas 3,13 ha. Hasil panen polong segarnya kemudian dibekukan dan diekspor ke Jepang. Uji tanam terhadap galur-galur edamame dari AVRDC (Asian Vegetable Research Development Centre) Taiwan ini demo plot tersebut memberi hasil cukup memuaskan pengusaha, pengolah, maupun pembeli. Pada tahun 1989 perusahaan yang sama melakukan demo plot edamame lanjutan bekerja sama dengan petanipetani di suatu desa, seluas 62,5 ha. Pada tahun 1990 luas pertanaman menjadi 212,5 ha dengan melibatkan 19 petani dan terus diperluas penanamannya. Saat ini Thailand mengekspor edamame beku sekitar 11.000 t/tahun.
Cina Pada tahun-tahun terakhir ini di Cina telah banyak tumbuh industri yang mengolah produk sayur-mayur beku, khususnya edamame berorientasi ekspor ke Jepang. Meskipun 10 tahun yang lalu produksinya masih dalam jumlah sedikit dan kurang diperhitungkan, namun saat ini Cina adalah
440
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
pemasok edamame terbesar ke Jepang. Tampaknya jumlah ekspornya akan makin bertambah besar pada tahun mendatang karena makin meluasnya usaha pertanaman edamame di Cina akibat terjadinya relokasi para packers Taiwan yang memindahkan kegiatan usahanya ke Cina. Cina, seperti halnya Taiwan, adalah negara beriklim subtropis yang paling ideal bagi pertumbuhan edamame. Serangan hama dan penyakit relatif lebih sedikit dibandingkan dengan di negara beriklim tropis seperti Thailand, Vietnam dan Indonesia. Di samping itu, jarak Cina ke negara tujuan ekspor Jepang relatif lebih dekat, sehingga biaya transportasi sebagai salah satu komponen produksi yang tinggi dapat ditekan. Oleh karena itu, Cina dapat menjual produk edamame maupun produk olah beku lainnya dengan harga yang relatif murah.
Lain-lain Amerika, Brasil, Australia, Malaysia, dan Vietnam juga merupakan negara yang dapat memproduksi edamame. Namun, pasokan produk edamame beku dari negara-negara tersebut masih sedikit. Informasi dan data mengenai pengembangan pertanaman edamame di negara tersebut juga tidak dipublikasikan secara meluas.
EKSPOR INDONESIA Pengembangan edamame di dalam negeri baru dimulai akhir 1980-an untuk memenuhi konsumsi orang Jepang di Indonesia, terutama Jakarta. Budi daya edamame secara komersial telah dimulai di Jawa Barat sejak tahun 1988. Salah satu pelopor pengembangan edamame di Indonesia adalah Mr. Sakuma dari Cipanas dan Saung Mirwan yang dipimpin oleh Theo Tatang Hadinata, sebuah perusahaan swasta yang berlokasi di Gadog, Bogor. Produksinya dipasarkan dalam bentuk segar. Pengembangan kegiatan agroindustri olah beku di Jember, Jawa Timur pada tahun 19921994 dimotori oleh Pamulang Integrated Farming (PIF) dan Saung Mirwan (SM) yang bekerja sama dengan PT. Perkebunan XXVII (Persero). Mereka mengadakan uji coba penanaman, pengolahan, dan ekspor dalam bentuk beku. Uji coba tersebut menunjukkan bahwa tanaman edamame mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan secara komersial, baik untuk pasar ekspor maupun di dalam negeri. Hasil aktual edamame dalam kondisi ideal berupa raw material di Jember adalah 6 ton polong segar (fresh pods)/ha dengan rendemen ekspor 65-70%. Pada akhir tahun 1994 berdiri PT. Mitratani Dua Tujuh, suatu perpaduan
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
441
nama PT. Mitratani Terpadu yang bekerja sama dengan PT. Perkebunan XXVII (Persero) (sekarang PT. Perkebunan Nusantara X Persero), suatu perusahaan agroindustri pertama yang mengusahakan sayuran segar beku terutama edamame sebagai komoditas ekspor. Sejak berdiri sampai tahun 2000 perusahaan tersebut mengalami banyak tantangan, baru pada lima tahun terakhir mengalami kemajuan, walaupun produksinya masih di bawah 5% dari impor edamame beku Jepang.
KERJA SAMA KEMITRAAN DENGAN PETANI Terjaminnya kontinuitas pasokan polong edamame segar untuk bahan baku frozen edamame dalam sistem pertanian berskala industri juga sangat bergantung dari kemampuan petani mitra dalam menguasai dan menerapkan teknologi produksi edamame. Petani mitra tidak dapat begitu saja langsung ditunjuk oleh perusahaan, karena untuk penguasaan teknologi budi daya diperlukan waktu, di samping harus melalui serangkaian proses dalam mempersiapkan SDM dalam kegiatan agroindustri. Hal ini mengingat penerapan teknologi produksi edamame memiliki kesulitan yang sama dengan teknologi TBN (Tembakau Bawah Naungan) yang terkenal sebagai bahan baku pembalut (wrapper) cerutu untuk ekspor ke Eropa yang terkenal sebagai fancy product. Pada tahun 1995-1998, PT. Mitratani Dua Tujuh mengawali dengan melatih 200 tenaga lapangan dari pemuda tamatan SMU dan 40 supervisi lapangan lulusan D3 Pertanian. Kegiatan ini melibatkan lebih dari 500 petani pelaksana yang akhirnya menghasilkan petani yang terlatih sampai saat ini. Mereka mampu mengadopsi teknologi budi daya edamame yang berasal dari daerah subtropis untuk dikembangkan di daerah tropis seperti yang ada sekarang. Di samping itu PT. Mitratani Dua Tujuh juga bekerjasama dengan para petani yang berkemauan dan mampu menguasai teknologi produksi edamame dan mempunyai organisasi seperti koperasi, kelompok tani, dan lain-lain, sehingga merupakan plasma dari perusahaan. Hal ini penting bagi pengembangan usaha edamame terkait langsung dengan potensi petani yang mampu menyerap program planting by order, merupakan sasaran yang disempurnakan dari waktu ke waktu.
442
Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan
DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 1997. Panduan kerja budi daya edamame PT. Mitratani Dua Tujuh. Jember, Jawa Timur. Arsyad, D.M, dan M. Syam. 1998. Kedelai, sumber pertumbuhan produksi dan tehnik budi daya. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Benziger, V. and S. Shanmugasundaram. 1995. Taiwan’s frozen vegetable soybean industry. AVRDC Technical Bulletin No. 22, 15 p. Shan Hua, Taiwan. Chen, K-F., S.H. Lai, and Shi-Tzao Cheng. 1991. Vegetable soybean seed production technology in Taiwan. p: 45-52. In: S. Shanmugasundram (Ed.). Vegetable soybean AVRDC Pub. No. 91-346, 151 p. Shan Hua, Taiwan. Cheng, S.H. 1991. Vegetable soybean area, production, and trade in Taiwan. p. 17-21. In: S.Shanmugasundaram (Ed.). Vegetable soybean. AVRDC Pub. No. 91-346. 151 p. Shan Hua, Taiwan. Iwamida, Shinji, and H. Ohmi. 1991. Links between vegetable soybean produsers, processors, trading companies and seed companies in Japan. p: 22-25. In: S. Shanmugasundaram (Ed.): Vegetable Soybean. AVRDC Pub. No. 91-346. 151 p. Shan Hua, Taiwan. Kokobun, M. 1991. Cultural practices and cropping systems for vegetable soybean in Japan. p. 53-60. In: S. Shanmugasundaram (Ed.). Vegetable soybean AVRDC Pub. No. 91-346. 151 p. Shan Hua, Taiwan. Lii, Hseu Ming. 1990. Budi daya kedelai secara intensif. Agriculture Technical Mission ROC. Dinas Pertanian Prop. Jawa Timur. Surabaya. Nakano, H. 1991. Vegetable soybean area, production, demand, supply and trades in Japan. p. 8016. In: S. Shanmugasundaram (Ed.). Vegetable soybean. AVRDC Pub. No. 91-346, 151 p. Shan Hua, Taiwan. Shanmugasundaram, S., Shi-Tzao Cheng, Ming-Te Huang, and Miao-Long Yan. 1991. Varietal improvement of vegetable soybean in Taiwan. p. 30-42. In: S. Shanmugasundaram (Ed.). Vegetable soybean. AVRDC Pub. No. 91-346. 151 p. Shan Hua, Taiwan. Romburgh, P. Van. 1982. Geweektegawassen in de cultuurtuin te Tjikeumeuh Lands Plantentuin, 1817-1892. Batavia. Sudaryanto, T. 1996. Konsumsi Kedelai Indonesia. p. 238-260. Dalam: B. Amang, M.H. Sawit dan A. Rachman (Eds.). Ekonomi Kedelai di Indonesia. IPB-Press, Bogor. Sumarno. 1993. Kedelai dan Teknik Budidayanya. Yasa Guna. Cetakan V (revisi). Jakarta.
Soewanto et al.: Agribisnis Edamame untuk Ekspor
443