TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA
AFRILYADI EKO WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tinjauan Agribisnis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rumput Laut Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014
Afrilyadi Eko Wibowo NIM H451110471
RINGKASAN AFRILYADI EKO WIBOWO. Tinjauan Agribisnis Rumput Laut dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Rumput Laut Indonesia. Dibimbing oleh HARIANTO dan SITI JAHROH. Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun terakhir, berkembang dengan pesat. Sejak tahun 2007 Indonesia sudah menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia. Lima puluh persen rumput laut dari wilayah tropis di dunia, dihasilkan dari Indonesia. Dari 2005-2010, ekspor rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan tujuh belas persen per tahun. Sedangkan nilai ekspor FOB Indonesia meningkat sebesar lima puluh satu persen selama enam tahun. Pertumbuhan rata-rata produksi rumput laut selama enam tahun meningkat sebesar empat puluh persen. Ekspor Indonesia sebagian besar dalam bentuk rumput laut kering (dried seaweeds) dengan negara tujuan utama: Cina, Filipina, Hongkong, Korea Selatan, Denmark, dan Italia. Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke Cina, Hongkong dan Filipina (3) menganalisis alternatif kebijakan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan produksi rumput laut Indonesia. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) dari tahun 1989 – 2011. Model dalam penelitian ini menggunakan program SAS metode 2SLS . Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi rumput laut Indonesia secara signifikan adalah anggaran Kementerian Kelautan Perikanan, harga rumput laut dunia serta tren. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumput laut domestik secara signifikan adalah jumlah penduduk Indonesia serta harga karageenan. harga rumput laut domestik dipengaruhi secara signifikan oleh harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya. Faktor yang secara signifikan berpengaruh pada ekspor rumput laut ke Filipina adalah harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ke Cina adalah pendapatan nasional Cina serta untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut ke Hongkong adalah harga rumput laut domestik tahun sebelumnya, tarif impor yang diberlakukan oleh Hongkong dan harga rumput laut dunia. Produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik ternyata dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Indonesia. Kebijakan yang dilakukan oleh KKP RI dalam mendorong produksi rumput laut domestik serta peningkatan ekspor perlu terus dilakukan, sebagai langkah konkretnya dengan peningkatan anggaran pemerintah. Kata Kunci : agribisnis, ekspor, harga, rumput laut
SUMMARY AFRILYADI EKO WIBOWO. Overview of Agribusiness and Factors that Influence the Indonesian Seaweed. Supervised by HARIANTO and SITI JAHROH. The development of seaweed cultivation in Indonesia in the last decade has grown very fast. Since 2007 Indonesia has become the largest seaweed producer in the world. Fifty percent of seaweed from the tropical regions in the world are produced in Indonesia. In the period of 2005-2010, the export of Indonesian seaweed continued to increase with an average of seventeen percent growth per year. While the value of exports FOB Indonesia increased by fifty-one percent over six years. The average growth of seaweed production in six years increased by forty percent. Indonesia's exports are mostly in the form of dried seaweeds with the major destination countries: China, the Philippines, Hong Kong, South Korea, Denmark, and Italy. The objectives of this study are (1) to analyze the factors that affect the production, demand and price of domestic seaweed (2) analyze the factors that affect the Indonesian seaweed exports to China, Hong Kong and the Philippines (3) to analyze policy alternatives in order to increase Indonesian seaweed production. The secondary data (time series) in was collected from 1989 until 2011. The model in this study was analyzed using the SAS program 2SLS method. The factors that affect the production of Indonesian seaweed significantly were budget of the Ministry of Marine Affairs Fisheries MMAF, the world price of seaweed and trends. Factors that affect the domestic demand of seaweed significantly were the population of Indonesia and carageenan price. The price of domestic seaweed was significantly influenced by the price of domestic seaweed in the previous year. Factor that significantly affects seaweed exports to the Philippines was the seaweed domestic price in the previous year. While the factor affecting exports to China was the Chinese national income and the factors that affect the seaweed exports to Hong Kong were the domestic price of seaweed in the previous year, import tariffs imposed by Hong Kong and the world price of seaweed. Production, demand and price of domestic seaweed is influenced by the Indonesian government policy. Policies pursued by MMAF in increasing domestic seaweed production and exports are needed to be implemented, where concrete step is by increasing with increased government budget. Key words : agribusiness, export, price, seaweed.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA
AFRILYADI EKO WIBOWO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Dr Amzul Rifin, SP, MA
Penguji Wakil Program Studi pada Ujian Tesis
: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Judul Tesis : Tinjauan Agribisnis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia Nama : Afrilyadi Eko Wibowo NIM : H451110471
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Harianto, MS Ketua
Siti Jahroh, Ph.D Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 31 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Tinjauan Agribisnis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada: 1. Dr Ir Harianto, MS dan Siti Jahroh, Ph.D selaku komisi pembimbing, atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 2. Dr Ratna Winandi, MS selaku evaluator pada kolokium tesis dan Dr Amzul Rifin, SP, MA selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, atas arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji perwakilan dari program studi pada ujian tesis atas arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis. 4. Kementerian Pendidikan Nasional atas Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (BUBPKLN KEMENDIKNAS) yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB. 5. Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB, yakni Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS; Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB, yakni Dr Ir Suharno, M.A.Dev; serta seluruh Staf Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB; atas dorongan semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Seluruh dosen Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas pengajaran yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB. 7. Kedua orangtua yaitu Karly, SP, MMA dan Wagini, SP yang telah dengan sepenuh hati selalu mendorong dan memberikan semangat kerja yang luar biasa besar. 8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 9. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang mana juga telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Afrilyadi Eko Wibowo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Agribisnis Rumput Laut Indonesia Pasar Rumput Laut Domestik dan Internasional
5 5 6 6
3 KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Agribisnis Teori Ekspor Perdagangan Internasional Kerangka Pemikiran Operasional
8 8 9 10 14
4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Alat Analisis Data Spesifikasi Model Produksi Rumput Laut Indonesia Permintaan Rumput Laut Domestik Fungsi Ekspor Harga Rumput Laut Domestik Identifikasi Model Validasi Model Simulasi Model
15 15 15 16 17 17 18 20 20 22 23
5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT Budidaya Rumput Laut Pengolahan Rumput Laut Rumput Laut Kering Alkali Treated Cottonii Chip (ATC) Semi Refined Carrageenan (SRC) Refined Carrageenan (RC) Pemasaran Rumput Laut Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut
23 24 27 27 27 28 28 28 30
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pendugaan Model Pembahasan Hasil Pendugaan Model Produksi Rumput Laut Indonesia Permintaan Rumput Laut Domestik Harga Rumput Laut Domestik Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Filipina Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Cina Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Hongkong Validasi Model Hasil dan Pembahasan Simulasi Model Dampak Kebijakan Peningkatan Anggaran KKP Sebesar 50 persen Dampak Penurunan Jumlah Ekspor Rumput Laut Sebesar 50 Persen
31 31 31 32 33 34 35 36 37 38 39 39 41
7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
41 41 42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
46
DAFTAR TABEL 1 Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumut laut Indonesia tahun 2005-2010 2 Jenis dan sumber data penelitian 3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia 4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun 20072011 (ton) 5 Hasil pendugaan parameter produksi rumput laut 6 Hasil pendugaan parameter permintaan rumput laut domestik 7 Hasil pendugaan parameter harga rumput laut domestik 8 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Filipina 9 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Cina 10 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Hongkong 11 Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia 12 Perubahan nilai rata-rata simulasi kenaikan anggaran KKP 50 persen 13 Perubahan nilai rata-rata simulasi penurunan jumlah ekspor rumput laut 50 persen
3 15 24 29 32 33 34 35 36 37 39 40 41
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Permintaan rumput laut kering dunia 2009 Keseimbangan harga di pasar internasional Efek dari pajak/kuota ekspor Parsial ekuilibrium kebijakan tarif Kerangka model permintaan ekspor rumput laut Indonesia Negara pengekspor rumput laut kering dunia
2 11 12 13 14 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Peraturan pemerintah tentang rumput laut Indonesia Hasil output tahap estimasi model rumput laut Indonesia Hasil output tahap validasi dan simulasi model rumput laut Indonesia
46 50 55
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian dewasa ini diarahkan pada pembangunan sistem agribisnis, dimana seluruh subsistem agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia (Gumilar 2007). Salah satu subsektor pertanian yaitu subsektor perikanan memiliki potensi untuk dapat dikembangkan untuk kesejahteraan nelayan pada umumnya. Pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan dalam arti luas ditujukan untuk menghasilkan produk-produk unggulan, menyediakan bahan baku bagi keperluan industri, memperluas kesempatan kerja dan berusaha melalui upaya peningkatan usaha perikanan terpadu yang berbasiskan pada agroindustri dan agribisnis yang tangguh dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan nilai tambah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani yang didukung dengan ketersediaan modal, tenaga kerja, faktor kelembagaan serta sarana dan prasarana pendukung lainnya (Aris 2003). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menggunakan konsep industrialisasi perikanan yang berdaya saing untuk membangun kemajuan sektor perikanan dan kelautan Indonesia. Ada empat komoditas yang menjadi fokus utama untuk dikembangkan antara lain adalah rumput laut, udang, bandeng, dan patin. Ada beberapa pertimbangan yang diperhatikan dalam penentuan empat komoditas utama tersebut antara lain adalah dari teknologi yang telah dikuasai dan berkembang di masyarakat. Begitu pula peluang pasar ekspor yang tinggi, serapan pasar yang besar. Serta salah satu faktor penting yakni penyerapan tenaga kerja yang tinggi untuk pengembangan komoditas tersebut. Dalam rangka pengembangan fokus pada empat komoditas tersebut. Saat ini Direktorat Budidaya sedang fokus pada peningkatan jumlah dan mutu rumput laut basah, ekspor, dan konsumsi dalam negeri (KKP 2012). Salah satu komoditas perikanan yang menjadi fokus utama Kementerian Kelautan Perikanan adalah rumput laut. Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam program revitalisasi perikanan disamping udang dan tuna. Selain itu, siklus budidaya yang relatif singkat yaitu selama 45 hari serta kebutuhan modal usahanya yang relatif kecil yaitu sekitar satu juta rupiah, memberi peluang bagi pengusaha rumah tangga dalam melakukan budidaya rumput laut tersebut. Rumput laut juga merupakan komoditas yang tak tergantikan karena tidak ada produk sintetisnya sehingga usaha budidayanya sangat prospektif. Beberapa jenis rumput laut bisa digunakan sebagai bahan pangan dan bahan industri makanan, farmasi, kosmetik, cat, tekstil dan bahkan kertas, sehingga mempunyai kesempatan untuk dijadikan komoditas yang bernilai tambah. Terdapat peluang yang baik bagi pasar rumput laut untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun permintaan ekspor (Kemenperin 2011). Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut terbesar di dunia yaitu dengan 17 508 pulau besar kecil dan memiliki panjang garis pantai 81 000 km. Dengan asumsi bahwa bentangan budidaya rumput laut rata-rata dapat mencapai 200 m, maka Indonesia memiliki potensi lahan budidaya rumput laut sebesar 1 620 000 ha. Diperkirakan bahwa dari luas lahan tersebut hanya 60 persen yang
2 dapat digunakan untuk budidaya rumput laut, serta adanya penambahan kondisi perairan dalam bentuk teluk yang dapat memperluas lahan budidaya rumput laut, maka Indonesia diperkirakan memiliki potensi lahan lestari untuk budidaya rumput laut seluas 1.2 juta ha. Luasan ini dipandang wajar bila merujuk pada data bahwa Indonesia memiliki 24 juta ha luas laut dangkal. Akan tetapi sampai sekarang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah, Indonesia saat ini hanya mampu mengusahakan 3 persen dari potensi lahan yang ada (Kemenperin 2011). Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber daya kelautan besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati. Adapun jenis rumput laut yang dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah Euchema cottoni dan Glacilaria (BPPT, ASPPERLI, ISS 2011). Menurut Kemenperin 2011, permintaan rumput laut (raw materials, semirefined products, dan end-products) sangat besar dan akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia. Permintaan pasar internasional terhadap rumput laut dibedakan dari jenis permintaannya yaitu seperti pada industri hilir yang memerlukan agar kertas dan ATC (Alkali Treated Cottoni) chips. Sedangkan pada industri turunan produk rumput laut membutuhkan SRC (Semi Refined Carrageenan) dan RC (Refined Carrageenan). Paling umum adalah permintaan terhadap rumput laut kering (dried seaweed) yang merupakan perdagangan raw material. Permintaan rumput laut kering dunia pada tahun 2009 ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1 Permintaan rumput laut kering dunia 2009 Dari besarnya jumlah permintaan dunia tersebut, ekspor Indonesia mulai memenuhi kebutuhan dunia tersebut dengan berusaha meningkatkan jumlah ekspor rumput lautnya. Peningkatan ini dilakukan untuk memanfaatkan peluang pasar internasional yang membutuhkan banyak rumput laut. Perumusan Masalah Sebagian besar rumput laut yang dihasilkan Indonesia masih diekspor dalam bentuk raw material (rumput laut kering). Ironisnya sebagian besar rumput laut kering tersebut diekspor ke Filipina dan Cina, yang merupakan dua negara terbesar produsen hidrokoloid berbahan baku rumput laut di dunia. Oleh karena itu diperlukan strategi yang integratif dan terencana dalam meningkatkan peran Indonesia dalam tata niaga hidrokoloid internasional, dan secara bertahap mengurangi ekspor rumput laut dalam bentuk bahan baku menjadi bentuk olahan.
3 Agribisnis rumput laut di Indonesia juga dipersiapkan untuk pengembangan rumput laut sebagai alternatif ketahanan pangan dan energi. Agribisnis rumput laut juga diarahkan untuk menjaga kesinambungan produksi, kestabilan harga di setiap tingkatan niaga (terutama dikalangan petani pembudidaya rumput laut), dan kestabilan peningkatan produk olahan rumput laut (kesinambungan industri pengolahan). Permasalahan yang muncul berkaitan dengan agribisnis rumput laut selain berasal dari faktor subsistem usahatani juga dari faktor subsistem hilir. Faktor subsistem usahatani yaitu berkaitan dengan perlunya peningkatan kualitas produksi budidaya melalui pemberdayaan petani maupun penerapan teknik budidaya yang baik dan benar. Sedangkan faktor subsistem hilir, seperti: perlunya peningkatan jumlah end-products melalui pengembangan teknologi formulasi, perlunya peningkatan kualitas produksi skala industri kecil dan menengah, serta kontinuitas, kualitas dan harga bahan baku. Pada akhirnya ekspor produk rumput laut ini menjadi prospek baik dalam memberikan kontribusi baik devisa maupun lapangan pekerjaan bagi negara khususnya masyarakat pembudidaya. Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumput laut Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumput laut Indonesia tahun 2005 2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Peningkatan ratarata 2006-2011 (%)
Produksi Ekspor kering (kg) Jumlah (kg) FOB (US$) 95 614 330 95 500 055 49 586 226 105 666 960 94 073 398 57 522 350 137 573 310 99 948 576 110 153 291 197 405 810 94 002 964 87 773 297 246 029 140 126 177 521 155 619 562 361 914 070 159 075 000 190 138 914 31.2 11.8 37.3
Persentase ekspor terhadap produksi
99.88 89.03 72.65 47.62 51.29 43.95 -28.39
Sumber : Kemenperin 2011 (data diolah) Dari Tabel 1 dapat dilihat tren produksi rumput laut kering yang meningkat dari tahun 2006 sejumlah 95 614 330 kg secara bertahap meningkat menjadi 361 914 070 kg pada tahun 2011 dengan rata-rata peningkatan dari tahun 2006-2011 sebesar 31.2 persen. Sedangkan tren jumlah ekspor dengan tren yang meningkat walaupun sedikit mengalami fluktuasi terutama dari tahun 2008 sejumlah 99 948 576 kg menjadi 94 002 964 pada tahun 2009, begitu pula dengan nilainya yaitu dari tahun 2008 sejumlah 110 153 291 menjadi 87 773 297 pada tahun 2009. Peningkatan rata-rata dari tahun 2006-2011 pada jumlah ekspor sebesar 11.8 persen sedangkan nilai ekspornya sebesar 37.3 persen. Hal ini diindikasikan ada bebarapa faktor yang dapat menyebabkan lebih tingginya nilai ekspor dibanding dengan jumlah ekspor yaitu seperti salah satunya nilai tukar rupiah yang terapresiasi. Sedangkan persentase ekspor terhadap produksi rumput laut cenderung menurun yaitu selama tahun 2006-2007 sebesar 28.39 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan peningkatan produksi rumput laut Indonesia, jumlah ekspor meningkat tiap tahunnya akan tetapi persentasenya terhdap produksi domestik semakin menurun.
4 Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun terakhir, berkembang dengan pesat. Sejak tahun 2007 Indonesia sudah menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia. Lima puluh persen rumput laut dari wilayah tropis di dunia, dihasilkan dari Indonesia. Dari 2005-2010, ekspor rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan tujuh belas persen per tahun. Sedangkan nilai ekspor FOB Indonesia meningkat sebesar lima puluh satu persen selama enam tahun. Pertumbuhan rata-rata produksi rumput laut selama enam tahun meningkat sebesar empat puluh persen. Ekspor Indonesia sebagian besar dalam bentuk rumput laut kering (dried seaweeds) dengan negara tujuan utama: Cina, Filipina, Hongkong, Korea Selatan, Denmark, dan Italia. Walaupun dari Tabel 1 tersebut masih terlihat adanya fluktuasi peningkatan ekspor rumput laut Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu tinjauan terpadu dan komprehensif tentang sistem agribisnis rumput laut terutama dalam meningkatkan ekspor. Adanya hubungan yang saling terkait antara satu komponen dengan komponen lainnya dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan pendekatan sistem. Pada penelitian ini akan diformulasikan model yang mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam sistem pengambilan keputusan yang terkait dengan ekspor produk rumput laut. Secara khusus, permasalahan agribisnis rumput laut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, dan harga rumput laut domestik? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke Cina, Hongkong dan Filipina ? 3. Bagaimana pengaruh kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia terkait peningkatan produksi rumput laut? Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji agribisnis rumput laut Indonesia, dengan tujuan khusus sebagai berikut : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke Cina, Hongkong dan Filipina. 3. Menganalisis alternatif kebijakan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan produksi rumput laut Indonesia.
Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas maka manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Menjadi bahan pertimbangan bagi pembudidaya, pelaku industri dan pemerintah dalam keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan di dalam sistem agribisnis rumput laut Indonesia.
5 2) Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi agribisnis rumput laut Indonesia bagi peneliti selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada tinjauan agribisnis, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik serta ekspor rumput laut Indonesia ke negara-negara utama pengimpor rumput laut Indonesia yaitu Cina, Hongkong dan Filipina. Negara-negara pengimpor utama rumput laut Indonesia yaitu antara lain Cina, Filipina dan Hongkong. Hal itu dikarenakan jumlah ekspor ke tiga negara tersebut adalah yang terbesar diantara negara-negara lainnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Agribisnis Pada kajian karakteristik dan aktivitas komunikasi nelayan terhadap perilaku dalam pengembangan subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap yang diteliti oleh Nursalim 2000 menyatakan bahwa tantangan agribisnis perikanan tangkap di dalam kondisi globalisasi pasar dunia adalah bagaimana kemampuan untuk meningkatkan daya saing produk. Tantangan ini harus dijawab melalui proses inovasi, penemuan, pengembangan, pembaharuan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dari berbagai subsistem agribisnis perikanan tangkap, maka subsistem produksi adalah yang paling penting. Untuk mempercepat inovasi pengembangan agribisnis perikanan tangkap bagi nelayan maka perlu dilakukan strategi komunikasi yang tepat sehingga tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik nelayan dan aktivitas komunikasi, mengetahui perilaku nelayan dalam pengembangan subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap serta mengetahui pengaruh karakteristik dan aktivitas komunikasi nelayan terhadap perilaku dalam pengembangan subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Tegal. Analisis data dengan menggunakan metode regresi berganda. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, peubah yang berpengaruh nyata pada perilaku dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap adalah: ukuran kapal yang digunakan, kehadiran dalam pertemuan dan keterdekatan dengan siaran radio. Sedangkan bagi penyuluh faktor yang berpengaruh yaitu pendidikan formal, pengalaman kursus/ pelatihan, komunikasi interpersonal dengan kontak nelayan, kedekatan responden pada siaran radio, kedekatan dengan tayangan televisi serta kedekatan dengan media cetak. Gumilar 2007 meneliti tentang pengembangan agribisnis ikan hias air tawar dalam meningkatkan ekonomi wilayah kota Bogor. Permasalahan yang terjadi yaitu rata-rata kepemilikan lahan yang relatif sempit, aktivitas petani yang sagat tinggi, pengelolaan SDA dan faktor produksi yang belum efisien, bErrorientasi pasar serta menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan. Dari permasalahan tersebut maka pembangunan pertanian perikanan di kota Bogor diarahkan menuju
6 agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal spesifik. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor sebagai industri perikanan, menganalisis manfaat dan biaya dari budidaya ikan hias serta menganalisis persepsi stakeholders dalam pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor. Alat analisis yang digunakan yaitu metode Porter, Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate Of Return (IRR) serta Analitical Hierachy Process (AHP). Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor adalah lemah serta menurut hasil uji analisis sensitivitas usaha kecil mempunyai risiko tinggi akan tetapi usaha ini secara finansial layak untuk dilakukan. Sedangkan berdasarkan persepsi stakeholders dan AHP, pengembangan pemasaran ikan hias air tawar di Kota Bogor menjadi prioritas terpenting dengan jalur pasar internasional. Rumput Laut Indonesia Rumput laut atau alga-makro laut atau dalam perdagangan disebut seaweed adalah biota laut yang tergolong sumber daya alam terbarukan, tanaman berderajat rendah, tumbuh melekat pada substrat tertentu serta tidak memiliki akar, batang dan daun sejati yang disebut thallus. Secara taksonomi dikelompokan ke dalam Divisio Thallophyta, dengan empat kelas besar dalam divisio ini, yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae (alga merah), Cyanophceae (alga biru-hijau). Pengembangan usaha budidaya dimulai dengan spinosum tahun 1982 kemudian cottonii dimulai tahun 1984. Karena laju pertumbuhannya yang sangat kecil, cottonii asal Indonesia menjadi kurang baik untuk digunakan sebagai bibit dalam budidaya, maka yang diintroduksi pada awalnya adalah tiga varietas cottonii asal Filipina. Demikian pula bibit sacol berasal dari Filipina. Dalam tiga tahun terakhir ini, cottonii varietas Sumba yang telah dicoba dibudidayakan hampir lebih dari 10 tahun telah menunjukan hasil yang memuaskan, dimana laju pertumbuhan dan kandungan karaginan cukup tinggi (BPPT, ASPPERLI, ISS 2011). Pasar Rumput Laut Domestik dan Internasional Menurut Yusuf dan Zamroni 2006, dalam memenuhi permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri, peran pemerintah telah menunjukan hasil yang signifikan dalam mendorong perkembangan produksi rumput laut. Pasar rumput laut ini dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) segmen yaitu segmen industri dan segmen rumah tangga. Dari kedua segmen ini rumput laut yang dijual memiliki standar yang berbeda. Rumput laut Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif tabulatif yang berhubungan dengan pasar rumput laut Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa industri rumput laut Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 14 000 ton dan pasar luar negeri sebesar 25 000 ton dari kebutuhan total dunia sebesar 1 666 667 ton. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor ternyata pasar Asia yang mengimpor
7 rumput laut terbesar dari Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar rumput laut Indonesia yang terbesar adalah pasar Asia. Dalam cakupan wilayah yang lebih kecil dengan penelitiannya mengenai pengklusteran rumput laut, Zulham dan Apriliani 2007 di wilayah Gorontalo serta Zulham et al 2007 di wilayah Sumenep yang menggunakan teknik Rural Rapid Appraisal menjelaskan bahwa bisnis rumput laut di Gorontalo memberi multiplier effect untuk masyarakat pesisir di daerah itu. Potensi perairan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut sekitar 1 415 ha dari jumlah tersebut baru dimanfaatkan sekitar 830 ha. Akan tetapi tidak semua desa di sepanjang pesisir Teluk Tomini dan Laut Sulawesi sesuai untuk pengembangan rumput laut, karena sifat oceanografis perairan. Pada daerah yang gelombang laut kuat, sering terjadi up welling atau banyak muara sungai maka rumput laut sulit tumbuh dengan sempurna. Pada wilayah perairan dengan kondisi yang demikian rumput laut akan terkena penyakit ice-ice, yang menyebabkan rumput laut tersebut akan patah dan membusuk. Oleh sebab itu untuk menentukan lokasi budidaya rumput laut yang sesuai perlu mempertimbangkan kondisi fisika dan kimia perairan (terutama salinitas) dan akses ke lokasi budidaya tersebut, serta ketersediaan tenaga kerja. Serta pengklusteran di wilayah Sumenep dengan menggunakan metode deskriptif pendekatan eksploratif disimpulkan bahwa Sumenep telah ada komponen-komponen pembentuk klaster rumput laut. Klaster sebagai strategi pengembangan wilayah untuk memanfaatkan potensi ekonomi. Wacana klaster perikanan tidak lepas dari strategi tersebut, tujuannya untuk mendorong pengembangan sentra industri perikanan. Begitu pula dengan Zamroni et al 2006, yang melakukan penelitian mengenai keragaan sosial ekonomi usaha budidaya dan pemasaran rumput laut di Bulukumba dan Palopo (studi kasus budidaya rumput laut Euchema cottonii dan Gracillaria sp). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosial dengan menggunakan metode deskriptif sedangkan pendekatan ekonomi menggunakan analisa usaha yang menghitung biaya, keuntungan serta R/C ratio antara dua macam budidaya Euchema sp dilakukan oleh masyarakat pesisir dengan menggunakan metode longline, sedangkan budidaya Gracillaria sp dilakukan di lahan tambak. Pelaku pemasaran pada Euchema sp dikelompokan menjadi tiga yaitu pedagang tingkat pertama, pedagang tingkat kedua dan pedagang besar sedangkan untuk Gracillaria sp terdiri dari dua pelaku yaitu pedagang tingkat pertama dan pedagang besar. Besarnya nilai marjin pemasaran bervariasi dan nilai tersebut digunakan sebagai biaya transportasi, tenaga kerja, sewa tempat dan pengepakan. Berdasarkan analisis usaha, kedua usaha budidaya rumput laut (Euchema sp dan Gracillaria sp) layak untuk dikembangkan karena mempunyai nilai kelayakan lebih dari satu yaitu masing-masing 2.94 dan 2.96. Untuk analisis pemasaran rumput laut di wilayah potensial di Indonesia seperti penelitian yang dilakukan Hikamyani, Aprilliani dan Zamroni 2007 yang bertujuan menganalisis struktur pasar dan efisiensi pemasaran rumput laut di beberapa wilayah potensial Indonesia. Dengan menggunakan analisis saluran pemasaran, marjin pemasaran, struktur pasar serta efisiensi pemasaran rumput laut, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut terdiri dari pedagang pengumpul baik di tingkat desa maupun kecamatan, pedagang besar yang berlokasi di kota kabupaten serta eksportir atau pabrik pengelolaan yang berada di ibukota provinsi. Hasil analisis
8 marjin pemasaran diketahui bahwa marjin terbesar pemasaran rumput laut di tingkat pedagang pengumpul yang terdapat di kabupaten Sumenep yaitu mencapai Rp 880/kg selanjutnya Sumbawa dan Janeponto. Marjin pemasaran di tingkat pedagang besar seperti Bima dan Sumenep. Yulisti, yusuf dan Rina 2012 dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Awal Value Chain Rumput Laut Euchema cottonii di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis value chain usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) di Kabupaten Pangkep, sebagai lokasi program Minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah dilakukan pada tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling pada kelompok petambak pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar dan pengolah rumput laut. Hasilnya dianalisis menggunakan metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rantai pemasaran rumput laut di Pangkep cukup panjang. Pedagang pengumpul kecil dan besar memiliki peranan yang penting dalam rantai, namun mereka tidak memberikan nilai tambah pada produk tersebut. Pelaku usaha yang memperoleh keuntungan paling tinggi adalah pengumpul besar yaitu Rp. 88.660.000,- per tahun dengan value added Rp. 280,- per kilo, sedangkan yang memperoleh pendapatan paling rendah adalah pengumpul kecil yaitu Rp. 5.500.000,- per tahun dengan value added Rp. 42,- per kilo. Pembudidaya mendapat keuntungan Rp. 29.075.000,- per tahun dengan value added Rp. 2.516,- per kilo. Pedagang pengumpul hanya memberikan fungsi sebagai distribusi, sedangkan petambak harus menyediakan sarana dan prasarana budidaya sehingga memiliki resiko yang cukup tinggi.
3 KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Agribisnis Dalam pembahasan agribisnis ini, pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Dari segi skala usaha, ada yang berskala besar (seperti perusahaan perkebunan, industri minyak sawit dan lain-lain), ada yang berskala menengah (seperti beberapa agroindustri menengah) serta ada yang berskala kecil (seperti usaha tani- usaha tani dengan luas lahan di bawah 25 ha dan berbagai industri skala rumah tangga). Fungsi-fungsi agribisnis terdiri atas kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan produksi primer (budidaya), pengolahan (agroindustri) dan pemasaran. Fungsifungsi tersebut kemudian disusun menjadi suatu sistem, dimana fungsi-fungsi tersebut menjadi subsistem-subsistem dari sistem agribisnis. Dengan demikian, pengembangan sektor agribisnis hendaknya terus dikembangkan dengan pendekatan sistem agribisnis yang bErrorientasi pada komersialisasi usaha atau industri pedesaan dan pertanian rakyat yang modern. Pengembangan agribisnis tidak akan efektif dan efisien bila hanya mengembangkan salah satu subsistem yang ada di dalamnya (Said dan Intan 2004). Menurut Seperich, Woolverton dan Beierlein 1994, agribisnis merupakan keseluruhan kegiatan on-farm dan off-farm yang memproduksi sistem kerja makanan dan karet. Sistem agribisnis meliputi tiga bagian yaitu sektor input
9 pertanian, sektor produksi serta sektor pengolahan-manufaktur. Menurut King et al 2010, agribisnis menekankan pada pandangan integrasi sistem pangan yang panjang dari riset dan pasokan input melalui produksi, pengolahan dan distribusi menuju ritel dan konsumen akhir. Agribisnis merupakan penjumlahan total semua kegiatan yang terdiri dari manufaktur dan distribusi stok pertanian, pergudangan, pengolahan serta distribusi komoditi pertanian berikut produk olahannya. Sedangkan menurut Asriani 2003, kajian mengenai sistem agribisnis dan agroindustri dapat dilakukan dengan dua pendekatan analisis yaitu pendekatan analisis makro dan mikro. Pendekatan mikro lebih menekankan kepada pencapaian efisiensi, optimasi alokasi dan pengguanaan sumberdaya serta berusaha memaksimumkan keuntungan. Di lain pihak, kerangka pendekatan analisis makro mengkaji agribisnis berdasarkan hubungannya dengan ekonomi nasional yakni hubungannya dengan produk domestik bruto, rasio biaya domestik, peningkatan pendapatan nasional, peningkatan kesempatan berusaha, pemerataan distribusi pendapatan, peningkatan eskpor, upaya substitusi impor, inflasi, devaluasi, penurunan tingkat pengangguran serta hubungannya dengan komponen-komponen ekonomi makro lainnya. Unsur-unsur yang menjadi sasaran analisis dalam perusahaan agribisnis yakni aktivitas perusahaan agroindustri yang meliputi kegiatan pengadaan input, pengolahan dan pemasaran. Selain itu, pada lingkup manajemen terdapat divisi riset dan pengembangan, adsminitrasi dan personalia serta keuangan. Di luar lingkup manajemen ada tenaga kerja atau serikat pekerja, sumber-sumber pembiayaan (bank, dana ventura, investor, pasar modal dan lain-lain), konsumen, distributor, pemasok, serta karakteristik bahan baku dan lingkungan tugas lainnya. Pendekatan makro kajian agribisnis memberikan kerangka analisis untuk tujuan pengembangan agribisnis nasional. Sistem agribisnis secara makro dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hankam dan teknologi, baik nasional, regional maupu internasional. Untuk membangun sistem agribisnis nasioanal yang tangguh maka peran kebijakan pemerintah adalah menjadi penuntun, pendorong, pengawas dan pengendali sistem. Beberapa sasaran dan target yang ingin dicapai dalam pengembangan agribisnis yang tangguh. Arah tanda panah menunjukan bagaimana mekanisme tersebut berjalan. Walaupun tidak menunjukan adanya interdependensi antar komponen, tetapi secara sistem terdapat saling ketergantungan antar masingmasing kmponen dalam pengembangannya untuk menciptakan suatu agribisnis yang tangguh. Teori Ekspor Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing ke negara kita, yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor barang dan jasa dari luar negeri. Ekspor produk perikanan Indonesia mengalami pertumbuhan menggembirakan, setiap tahunnya mengalami peningkatan yaitu rata-rata 13.2 persen (jumlah) dan rata-rata nilai ekspor 14.14 persen (1969/1993). Jumlah yang diekspor adalah sangat bervariasi tergantung jenisnya, yang paling banyak adalah seaweed 71 persen tetapi secara total baru
10 sekitar 10 persen dari total produksi tahun 1998. Rantai perdagangan mulai dari produsen, pedagang pengumpul, prosessing, pedagang besar dan eksportir dengan informasi yang tidak simetris, penurunan harga ditransfer secara sempurna kepada produsen, sedangkan perbaikan harga mekanisme dihambat sehingga produsen selalu dirugikan (Soemokaryi 2007). Sedangkan menurut Risna dan Tajerin 2008, dengan menggunakan analisis pendekatan Error Correction Model (ECM) dalam melakukan penawaran ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor rumput laut tersebut yaitu produksi, harga ekspor, pendekatan nasional bruto negara mitra dagang, nilai tukar rupiah dan ekspor rumput laut Indonesia tahun lalu dengan arah perubahan yang sama (positif), dan harga domestik dan tingkat suku bunga dengan arah perubahan yang berlawanan (negatif). Oleh karena itu, perlu kesungguhan pemerintah bersama nelayan/pembudidaya dan eksportir rumput laut untuk menjaga mutu dan lebih meningkatkan kerjasama perdagangan dengan negara mitra dagang Indonesia (importir). Perdagangan Internasional Yang dimaksud dengan perdagangan luar negeri adalah perdagangan antar negara yang memiliki kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda dengan kesepakatan tertentu dan memenuhi kaidah-kaidah baku yang telah ditentukan dan diterima secara internasional. Sebagaimana diketahui bahwa setiap negara di berbagai belahan dunia ini memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda baik dari segi jumlah, mutu maupun pengadaannya. Dalam konteks perdagangan luar negeri, memang terdapat suatu negara yang kebutuhannya, terutama bahan baku benar-benar tergantung dari luar negeri. Dengan demikian bila dicermati dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan luar negeri yaitu untuk memperoleh barang atau sumber daya yang tidak dihasilkan di dalam negeri, untuk mendapatkan barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri tapi kualitasnya belum memenuhi syarat, untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri, untuk memperluas pasaran produk yang dihasilkan di dalam negeri serta mendapatkan keuntungan dari spesialisai keuntungan mutlak (absolute advantage), keuntungan banding (comparative advantage) serta keuntungan bersaing (competitive advantage) (Putong 2010). Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini.
11 Dengan mengabaikan perbedaan teknologi, di pihak lain model HeckscherOhlin (the H-O model) menekankan bahwa keuntungan komparatif ditentukan oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi dan penggunaan faktor tersebut secara relatif intensif dalam kegiatn produksi barang ekspor. Dengan peranan ekonomi terkemuka Paul samuelson, H-O model telah mendominasi teori perdagangan internasional selama periode setelah Perang Dunia II (Basri 2010). Adanya perdagangan akan memudahkan pemahaman mengenai perlunya menyelaraskan penawaran ekspor dengan persediaan nasional. Hal ini pada gilirannya akan memunculkan peluang bagi pembeli dan penjual barang tertentu. Permintaan impor ke berbagai negara dari Indonesia dapat tercukupi, karena persediaan nasional mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk. Jumlah dan harga komoditas yang diekspor ditentukan setelah diketahui kurva penawaran dan persediaan yang merupakan perangkat geometris utama yang digunakan dalam rangka menganalisa pilihan kebijaksanaan dalam perdagangan. Secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Keseimbangan harga di pasar internasional Keterangan gambar : Pf : Harga keseimbangan harga pasaran internasional Pda : Harga keseimbangan di negara A sebelum adanya perdagangan internasional Pdb : Harga keseimbangan di negara B sebelum adanya perdagangan internasional OY1 : Konsumsi di negara A sebelum adaya perdagangan inernasional OY5 : Konsumsi di negara B sebelum adanya perdagangan internasional DA : Permintaan domestik negara A SA : Penawaran domestik negara A D : Permintaan di pasar internasional S : Penawaran di pasar internasional DB : Permintaan domestik negara B SB : Penawaran domestik negara B G : Titik keseimbangan komoditas Y di negara A H : Titik keseimbangan komoditas Y di negara B I : Permintaan domestik negara A setelah adanya perdagangan internasional
12 J
: Penawaran domestik negara A setelah adanya perdagangan internasional K : Penawaran domestik negara B setelah adanya perdagangan internasional L : Permintaan domestik negara B setelah adanya perdagangan internasional Gambar 2 menunjukkan terjadinya perdagangan internasional antara dua negara. Sebelum adanya perdagangan internasional di negara A harga keseimbangan komoditas Y pada titik G di negara A dan pada titik H di negara B. Sedangkan konsumsi di negara A sebesar OY1 dan OY4 di negara B. Pf adalah harga keseimbangan di pasaran internasional yaitu diantara harga komoditas dinegara A dan negara B. Apabila harga y naik menjadi Pf di negara A setelah adanya perdagangan internasional, maka konsumsi domestik menjadi OY2, sedang total penawaran komoditas Y sebesar OY3 atau di titik J. Dengan demikian jumlah komoditas Y yang diekspor sebesar Y2-Y3, sedangkan di negara B konsumsi domestik menjadi OY6, sedang total penawaran komoditas y sebesar OY5 atau di titik K, sehingga jumlah yang diimpor sebesar Y5-Y6. Menurut Halwani 2002, pada perdagangan internasional ada beberapa keikutsertaan peran pemerintah sebagai regulator dalam upayanya melindungi industri domestik serta mengembangkan ekspor ke luar. Turut campurnya pemerintah dalam perdagangan internasional ini dapat berupa hambatan untuk melindungi industri domestik serta subsidi untuk mengembangkan industri ekspor ke luar negeri. Dalam kaitannya pada permintaan ekspor ini ada beberapa kebijkan yang terkait dengan ekspor yaitu: 1. Pajak/kuota ekspor, analisis mengenai pajak ekspor relatif lebih sederhana dan mudah dimana barang atau komoditi yang diekspor dikenakan pajak. Menurut Lindert dan Kindleberger 1995, bea ekspor menyebabbkan para pengekspor memperoleh penghasilan yang lebih rendah sehingga mereka harus mengalihkan penjualannya ke pasar dalam negeri. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Efek dari pajak/kuota ekspor Keterangan gambar : Pm : Harga dunia
13 Pm* X1 X0
: Harga dalam negeri : Jumlah barang setelah ada bea/ pajak ekspor : Jumlah barang pada harga dunia
Bea ekspor dalam keadaan harga dunia yang tetap memperkecil ekspor dan secara langsung mengalihkan perdagangan kembali ke pasar dalam negeri, sehingga menurunkan harga dalam negeri. Pada Gambar 3, bea ekspor sebesar Pm-Pm* menyebabkan harga dalam negeri turun menjadi Pm*. Manfaat bagi para pembeli di dalam negeri dari harga yang lebih rendah tersebut, yaitu surplus konsumen yang sama dengan trapesium a. Para petani di dalam negeri terpukul dengan harga yang lebih rendah tersebut, karena rugi sebesar trapesium (a+b+c+d), sehingga mereka akan mengalihkan sumberdaya dari produksinya. Pemerintah menarik bea/pajak tersebut sebesar segiempat c, yang menyebabkan terjadinya kerugian nasional netto yang sama dengan (sebesar segitiga b dan d). 2. Tarif, proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam negeri. Sedangkan metode proteksi yang dilakukan menyangkut sistem pungutan tarif (pajak) terhadap barang impor yang masuk ke dalam negeri. Tarif merupakan pajak yang dikenakan atas barang impor. Pajak atas barang impor itu biasanya tertulis dalam bentuk pernyataan Surat Keputusan (SK) atau undang-undang. Dimisalkan adalah T, dan dikenakan terhadap barang impor M. Hal ini akan meningkatkan harga barang impor menjadi Pm. Dalam proporsi di atas dimana harga internasional adalah Pm*, dimana diasumsikan bahwa barang M di pasar domestik adalah kompetitif dan impor M tetap berlangsung secara lancar: Pm = (1+T) Pm*.
Gambar 4 Parsial ekuilibrium kebijakan tarif Keterangan gambar : T : tingkat tarif yang dikenakan terhadap barang impor Pm : Harga dalam negeri Pm* : Harga barang impor Gambar 4 menunjukan pengaruh kenaikan harga barang M di negara A dalam diagram supply demand. Dimana apabila tanpa tarif, maka harga domestik sama dengan harga internasional Pm*. Produk domestik adalah Q1 (ditentukan oleh kurva supply domestik) sementara konsumsi domestik
14 (ditentukan oleh kurva demand) adalah Q2 yang memotong konsumsi pada Q3. Tingkat impor jatuh dari (Q4-Q1) ke (Q3-Q2). Tujuan analisis ekuilibrium parsial ini seperti ditunjukan Gambar 3 yang merupakan alat untuk melihat adanya perubahan tarif terhadap barang tertentu walaupun dalam suatu keadaan dengan asumsi cateris paribus yang menggaris bawahi pelanggaran analisi ekuilibrium parsial. Dalam kasus ini, diamana kebijakan pemerintah secara umum ditekankan pada substitusi impor seperti penerapan proteksi dibandingkan dengan penerapan kebijakan perdagangan bebas atau kebijakan promosi ekspor (Halwani 2002). Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut terbesar di dunia, yang sampai sekarang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah. Total ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh produksi rumput laut domestik, permintaan rumput laut domestik, Cina, Hongkong dan Filipina, serta ekspor dari negara lain. Sedangkan produksi rumput laut domestik dipengaruhi oleh luasan areal budidaya dan harga rumput laut domestik dimana harga rumput laut domestik dipengaruhi oleh harga rumput laut dunia serta nilai tukar rupiah. Secara sederhana keterkaitan antar peubah model permintaan rumput laut Indonesia oleh negara pengimpor utama dapat dilihat pada kerangka pemikiran Gambar 5.
Keterangan :
Eksogen
Endogen
Gambar 5 Kerangka model permintaan ekspor rumput laut Indonesia
15
4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) dari tahun 1989 – 2011 meliputi berbagai sumber yang berasal antara lain dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) dengan kode HS rumput laut yang terdiri dari 1212211000, 1212212000, 1212219000, 1212291100, 1212291900, 1212292000, 1212293000, 1302391000, 1302310000, World Bank, IFS, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI), Perikanan dan Kelautan dalam angka, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu, data juga dilengkapi dengan data-data pendukung lainnya seperti buku, artikel dan jurnal diperoleh dari Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dan Jenis data dapat dilihat dari Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian No Jenis Data 1. Produksi rumput laut Indonesia 2. Permintaan rumput laut domestik 3. Pendapaatn nasional dan populasi Indonesia, Cina, Filipina dan Hongkong 4. Kurs Indonesia, Cina, Filipina, Hongkong dan Cili 5. Tarif impor rumput laut Cina, Filipina, dan Hongkong dari Indonesia 6. Anggaran KKP RI 7. Harga rumput laut dunia 8. Harga rumput laut di Cina, Filipina, Hongkong dan Cili 9. Luas areal budidaya 10. Jumlah pembudidaya 11. Harga karageenan dan harga rumput laut domestik 12. Jumlah ekspor rumput laut ke Cina, Filipina dan Hongkong
Sumber Data KKP RI BPS RI World Bank BPS dan OANDA Kemendag RI KKP RI dan BI BPS RI BPS RI KKP RI KKP RI BPS RI BPS RI
Alat Analisis Data Penelitian ini mengunakan metode deskriftif dan kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan Two-Stage Least Square (2SLS). Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, ketika mengestimasi satu atau lebih persamaan dari sistem persamaan, biasanya digunakan strategi untuk menghindarkan simultaneos estimation bias yang dapat dilakukan dengan mengestimasi seluruh persamaan secara simultan dengan metode sistem yang salah satu diantara dengan 2SLS. Program yang digunakan adalah program Statistical Analysis System (SAS) dan Microsoft Excel 2007.
16 Spesifikasi Model Model merupakan abstraksi/penyederhanaan/representasi dari dunia nyata. Suatu model digunakan untuk mendekati fenomena yang pada umumnya bersifat kompleks sehingga replika dari dunia nyata perlu dibuat agar fenomena dapat menjadi sederhana dan memudahkan orang mempelajarinya (Setiawan dan Kusrini 2010). Model ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan simultan, persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat dinyatakan sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas, sehingga hubungan sebab akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk suatusistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai peubah dalam persamaan tersebut. Model ekonometrika yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah suatu model ekonometrika terdiri dari beberapa persamaan yang perilaku variabel-variabelnya saling berkaitan dan ditentukan secara bersamaan. Persamaan simultan biasa digunakan untuk pemodelan ekonomi dan bisnis, karena proses dan perilaku ekonomi dan bisnis tersebut dapat direpresentasikan dengan baik melalui beberapa persamaan simultan yang saling memiliki ketergantungan. Dalam model persamaan simultan, masing-masing persamaan menjelaskan satu variabel yang ditentukan dalam model tersebut. Persamaan simultan terdiri atas dua jenis persamaan yaitu 1) persamaan struktural, merupakan persamaan yang berupa suatu fungsi, terdiri dari variabel-variabel yang diambil berdasarkan teori ekonomi yang ada, dan 2) persamaan identitas, yaitu persamaan yang bukan merupakan fungsi, namun hanya persamaan yang terdiri dari penjumlahan beberapa variabel. Variabel-variabel dalam persamaan identitas dapat berasal dari variabel dependen pada persamaan struktural, maupun variabel yang berasal dari luar persamaan struktural. Menurut Setiawan dan Kusrini 2010, variabel yang digunakan dalam persamaan simultan dibedakan menjadi beberapa jenis. Variabel-variabel tersebut adalah 1) variabel endogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan dalam persamaan struktural dan 2) Variabel predetermined yaitu variabel yang nilainya ditentukan terlebih dahulu. Variabel predetermined sendiri terbagi menjadi dua, yaitu a) variabel eksogen, yaitu variabel yang nilainya sepenuhnya ditentukan dari luar model persamaan dan b) variabel lagged endogen yaitu variabel yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan struktural, namun berdasarkan nilai yang telah lalu. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengambil model yang terbaik dari beberapa model permintaan ekspor yang dicoba. Dalam konteks perdagangan internasional, maka faktor nilai tukar (exchange rate) sangat berpengaruh, dengan variabel-variabel pendukung lain. Model yang digunakan mengacu pada model yang digunakan pada penelitian Apsari 2011 yaitu fungsi permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia di pasar internasional melalui penyesuaian model dengan melihat variabel-variabel yang ada karena terdapat adanya keterbatasan data yang menjadi keterbatasan penelitian. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan
17 suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan tujuan penelitian. Produksi Rumput Laut Indonesia Produksi rumput laut Indonesia yang merupakan persamaan struktural diduga juga dipengaruhi oleh jumlah pembudidaya yang terlibat pada proses budidaya rumput laut Indonesia, dan produksi rumput laut tahun lalu yang diduga memengaruhi keputusan pihak yang melakukan budidaya. Harga rumput laut dalam negeri juga diduga berpengaruh pada produksi budidaya rumput laut, dimana semakin besar harga rumput laut maka pembudidaya akan merespon positif untuk lebih meningkatkan produksi budidayanya. Kebijakan pemerintah diduga memengaruhi produksi rumput laut Indonesia, kebijakan pemerintah tersebut berupa pengalokasian anggaran program pengembangan rumput laut. Oleh karena itu persamaan produksi rumput laut dapat dirumuskan sebagai berikut. QRt=a0 +a1 TKt-1 +a2 PRLDt +a3 APPt +a4 QRt-1 +a5Tren+a6PX +U1......(1) dimana: QRt = Produksi rumput laut Indonesia (kg) a0 = Intersept a1- a7 = Koefisien parameter TKt-1 = Jumlah pembudidaya tahun sebelumnya (orang) = Produksi rumput laut tahun sebelumnya (kg) QRt-1 PRLDt = Harga rumput laut domestik (USD/kg) APPt = Anggaran program pengembangan rumput laut (Rp) Tren = Tren waktu PX = Harga rumput laut dunia (USD) = Error term persamaan pertama U1 Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah a1,a2,a3,a4,a5,a6 >0. Jadi hipotesa sementara untuk persamaan produksi rumput laut Indonesia adalah bahwa variabel jumlah pembudidaya tahun sebelumnya, produksi rumput laut tahun sebelumnya, harga rumput laut domestik, anggaran program pengembangan rumput laut, tren waktu dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap produksi rumput laut Indonesia Permintaan Rumput Laut Domestik Permintaan domestik merupakan persamaan struktural yang diduga dipengaruhi oleh: (1) harga rumput laut domestik diduga berpengaruh negatif terhadap permintaan domestik rumput laut, naiknya harga rumput laut akan menyebabkan turunnya permintaan domestik dan sebaliknya turunnya harga rumput laut akan meningkatkan permintaan domestik; (2) GDP riil Indonesia diduga berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik, kenaikan GDP ini diasumsikan akan meningkatkan daya beli masyarakat yang akan meningkatkan permintaan rumput laut domestik; (3) Populasi nasional diduga meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan rumput laut domestik. Persamaan permintaan rumput laut domestik dirumuskan sebagai berikut: QD=b0+b1PRLDt-1+ b2GDPIDt+b3POPIDt+b4QDt-1+b5PATCt+U2.......................(2)
18 dimana: QDt = Permintaan rumput laut domestik (kg) b0 = Intersept b1- b4 = Koefisien parameter PRLDt -1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya (USD/kg) GDPIDt = Pendapatan domestik riil Indonesia (trilyun USD) POPIDt = Jumlah penduduk Indonesia (jiwa) QDt-1 = Permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya (kg) PATCt = Harga karageenan (USD/kg) U2 = Error term persamaan kedua Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah: b1 <0 , b2, b3, b4, b5>0 Jadi hipotesa sementara untuk persamaan permintaan rumput laut domestik adalah bahwa variabel harga rumput laut domestik tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap permintaan rumput laut domestik sedangkan variabel pendapatan nasional Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya dan harga karageenan berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik. Fungsi Ekspor Maka untuk fungsi permintaan rumput laut Indonesia dalam penelitian ini merupakan residu antara produksi dengan permintaan domestik; secara matematis persamaan ekspor rumput laut Indonesia dapat diturunkan sebagai persamaan identitas sebagai berikut: XRt = QRt-QDt................................................................................................(3) dimana: XRt = Ekspor rumput laut Indonesia (kg) QRt = Produksi rumput laut (kg) QDRt = Permintaan rumput laut domestik (kg) Ekspor rumput laut Indonesia merupakan total ekspor rumput laut Indonesia ketiga negara tujuan ekspor dengan ekspor terbesar yaitu Cina, Filipina, dan Hongkong serta sisanya yang dirangkum menjadi ekspor negara-negara lain (rest of the world). Persamaan ekspor total merupakan persamaan identitas yang dirumuskan sebagai berikut: XRt = XRFilt+XRHKt+XRCt+XROWt........................................................(4) dimana: XRt = Ekspor rumput laut total (kg) XRFilt = Ekspor rumput laut Filipina (kg) XRHKt = Ekspor rumput laut Hongkong (kg) XRCt = Ekspor rumput laut Cina (kg) XROWt = Ekspor rumput laut di rest of the world (kg) Ekspor masing-masing negara Hongkong, Filipina, dan Cina akan saling bersubstitusi satu sama lain, sehingga dirumuskan dalam tiga persamaan struktural yang saling memengaruhi, yaitu ekspor dari Hongkong, ekspor dari Filipina, dan ekspor rumput laut dari Cina. Ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh harga rumput laut di negara tersebut. Harga dari negara eksportir kompetitor yang diwakili oleh Cili, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP negara importir, populasi, tarif impor yang diberlakukan negara importir tersebut, serta ekspor ke negara-negara tersebut tahun sebelumnya.
19 Persamaan ekspor merupakan persamaan struktural yang dirumuskan sebagai berikut: XRFilt =c0+c1PRFilt+c2PCilt+c3ErriilFilt+c4GDPFilt+c5POPFilt+c6TRFFilt +c7XRFilt-1+c8PXt+c9PRLDt-1+U3.....................(5) XRCt =d0+d1PRCt+d2PCilt+d3ErriilCt+d4GDPCt+d5POPCt+d6TRFCt+d7XRCt-1 +d8POPCt-1+d9PXt+d10PRLDt+U4...............................(6) XHKt =e0+e1PRHKt+e2PCilt+e3ErriilHkt+e4GDPHKt+e5POPHKt+e6TRFHKt +e7XHKt-1 + e8GDPHKt-1+e9PXt+e10PRLDt+U5.....(7) dimana, c0, d0, e0 = Intersept c1-c9, d1-d10, e1-e10 = Koefisien parameter XRFilt = Ekspor rumput laut Filipina (kg) XRCt = Ekspor rumput laut Cina (kg) XRHKt = Ekspor rumput laut Hongkong (kg) = Harga rumput laut Filipina(USD/kg) PRFilt PRCt = Harga rumput laut Cina(USD kg) PRHKt = Harga rumput laut Hongkong(USD kg) PCilt = Harga eksportir kompetitor yaitu harga Cili(USD /kg) PRLDt = Harga rumput laut domestik (Rp/kg) PXt = Harga rumput laut dunia (USD kg) ErriilFilt = Nilai tukar riil rupiah terhadap peso Filipina (Rp/PHP) ErriilCt = Nilai tukar riil rupiah terhadap yuan Cina (Rp/CNY) ErriilHKt =Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Hongkong (Rp/HKD) GDPFilt = Pendapatan domestik riil Filipina (trilyun USD) GDPCt = Pendapatan domestik riil Cina (trilyun USD) GDPHKt = Pendapatan domestik riil Filipina(trilyun USD) POPFilt = Jumlah penduduk Filipina (jiwa) POPCt = Jumlah penduduk Cina (jiwa) POPHKt = Jumlah penduduk Hongkong (jiwa) TRFFilt = Tarif yang berlaku di negara Filipina(%) TRFCt = Tarif yang berlaku di negara Cina(%) TRFHKt = Tarif yang berlaku di negara Hongkong(%) XRPFilt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Filipina(kg) XRCt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Cina (kg) XRHKt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Hongkong (kg) U5,6,7 = Error term persamaan 5, 6 dan 7 Tanda dan besaran yang diharapkan adalah: c3, c6, c9, d3, d6, d10, e3, e6, e10<0; c1, c2, c4, d4, e4, c5, d1, d2, d5, e1, e2, e5, c7, d7, e7, c8, d8, e8 , d9, e9>0 Jadi hipotesa sementara untuk persamaan ekspor rumput laut ke Filipina, Cina dan Hongkong adalah bahwa variabel kurs rupiah terhadap peso Filipina, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Filipina dan harga rumput laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut ke Filipina, begitu pula variabel variabel kurs rupiah terhadap yuan Cina, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Cina, dan harga rumput laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut ke Cina, dan juga variabel kurs rupiah terhadap dolar Hongkong, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Hongkong, dan harga rumput laut
20 domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut ke Hongkong. Sedangkan variabel harga rumput laut Filipina, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Filipina, jumlah penduduk Filipina, ekspor rumput laut ke Filipina tahun sebelumnya, dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Ke Filipina. Begitu pula variabel harga rumput laut Cina, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Cina, jumlah penduduk Cina, ekspor rumput laut ke Cina tahun sebelumnya, jumlah penduduk Cina tahun sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Ke Cina. Serta variabel harga rumput laut Hingkong, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Hingkong, jumlah penduduk Hongkong, ekspor rumput laut ke Hongkong tahun sebelumnya, pendapatan nasional Hongkong tahun sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Ke Hongkong. Harga Rumput Laut Domestik Harga rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh penawaran rumput laut domestik dan permintaan rumput laut domestik dari sisi dalam negeri. Variabel lain yang memengaruhi harga domestik adalah produksi rumput laut, harga rumput laut adalah ATC (Alkali Treated Cotonii) chips. Persamaan harga domestik dapat dirumuskan sebagai berikut: PRLD=f0+f1QRt+f2PX(weightd)t+f3ErriilIDt+f4QDt+f5PCt+f6PRLDt-1+f7Tren+U6..(8) dimana: f0 = Intersept f1, f2, f3,f4,f5,f6,f7 = Koefisien parameter PRLDt = Harga rumput laut domestik QRt = Produksi rumput laut Indonesia (ton) PX(weightd)t = Harga rumput laut dunia (merupakan harga ekspor weighted by volume impor) QDRt = Permintaan rumput laut domestik ErriilIDt = Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika (Rp/USD) PCt = Harga karageenan (USD) PRLDt-1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya U6 = Error term persamaan ke-8 Tanda dugaan parameter yang diharapkan : f2 , f5, f6, f7>0 f3, f4 <0 Identifikasi Model Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, sistem persamaan simultan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode OLS (ordinary least square) yang biasa digunakan dalam persamaan tunggal, akan tetapi harus menggunakan metode ILS, 2SLS, maupun 3SLS berdasarkan hasil identifikasi persamaan. Hal tersebut berarti bahwa sebelum dilakukan pendugaan parameter model, maka harus dilakukan identifikasi terlebih dahulu pada persamaan struktural dalam model. Dengan demikian dapat diketahui apakah persamaan tersebut dapat teridentifikasi (identified) atau tidak. Jika teridentifikasi, apakah bersifat exactly identified atau over identified. Suatu model dikatakan teridentifikasi, jika dapat
21 dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter yang unik pula. Suatu persamaan dapat dikatakan teridentifikasi apabila memenuhi order condition. Kondisi order didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara yang dilakukan menguji persamaan-persamaan struktural ini adalah dengan mengelompokkan terlebih dahulu persamaan-persamaan tersebut ke dalam jumlah total persamaan struktural (total variabel endogen), jumlah variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined) dan jumlah variabel dalam persamaan yang diidentifikasi. Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G-1) dimana: K = Total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined M = Total peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi: (K-M) > (G-1) maka persamaan dinyatakan over identified (K-M) = (G-1) maka persamaan dinyatakan exactly identified (K-M) < (G-1) maka persamaan dinyatakan unidentified Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan ini tidak teridentifikasi. Karena itu dalam proses identikfikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan bahwa dalam suatu persamaandisebut teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan membentuk minimal satudeterminan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut, atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol. Dengan mengikuti prosedur identifikasi yang telah diuraikan di atas maka dari model perdagangan rumput laut di Indonesia ini dapat diketahui bahwa jumlah predetermined variables adalah 33, sedangkan jumlah persamaan (G) adalah 8 yang terdiri dari 6 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas sehingga K=37,M=10 dan G=8, maka K-M=37-10=27 dan G-1=8-1=7, maka (KM)>(G-1). Oleh karena itu berdasarkan kriteria order condition maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) sehingga dapat diduga parameter - parameternya. Pendugaan terhadap model yang over identified tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS atau 3SLS. Model dalam penelitian ini menggunakan program SAS metode 2SLS karena lebih efisien. Hal tersebut disebabkan metode 2SLS dapat menghindarkan simultaneous estimation bias.
22 Validasi Model Simulasi alternatif kebijakan dapat dilakukan jika model valid dan memenuhi kriteria secara statistik, sehingga perlu dilakukan validasi model sebelum dilakukan simulasi. Validasi model bertujuan untuk menganalisis sejauh mana model tersebut representatif terhadap kenyataannya. Dalam penelitian ini, menurut Sitepu dan Sinaga 2006, kriteria statistik untuk validasi pendugaan yang digunakan adalah: (1) Koefisien determinasi, (2) U-Theil’s Inequality Coefficient, dan (3) Root Mean Squares Percent Error(RMSPE).Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan sebagai berikut: RMSPE
=
∑
Statistik RMSE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur-alur nilai aktualnya, atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Model dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan statistik Koefisien Determinasi (R2) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1. Statistik U-Theil’s dirumuskan sebagai berikut:
Dimana : = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = Nilai aktual variabel observasi N = Jumlah periode observasi Nilai U-Theil’s berkisar antara 0 dan 1 dengan kriteria bahwa semakin kecil nilaiU-Theil’s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut. Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U=0maka pendugaan model sempurna, jika U=1 maka pendugaan model naif. Untukmelihat keeratan arah (slope) antara nilai aktual dengan yang disimulasi dilihat dari koefisien determinasinya (R2). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSE dan U-Theil’s dan makin besar nilai R2 maka pendugaan model makin baik. Kriteria untuk menentukan model terbaik adalah: 1. Tingkat signifikansi baik koefisien persamaan maupun persamaan secara keseluruhan; 2. Adanya autokorelasi Pengujian adanya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Uji D) terhadap model. Adanya autokorelasi membuat model tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen dengan menggunakan variabel independen. Masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1,25 dan diatas 2,75. 3. Konsistensi dari tanda koefisien regresi dengan koefisien harapan teoritis dan logika.
23 Simulasi Model Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Model yang didapatkan digunakan untuk mensimulasikan nilai-nilai dan keadaan di masa yang akan datang dari variabel tak bebas (dependent variable) atas dasar nilai-nilai variabel yang menjelaskan (independent variables) yang telah diketahui atau diharapkan di masa yang akan datang. Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, simulasi adalah bagian integral dari pengembangan keakuratan model-model yang bertujuan untuk menangkap perilaku suatu data historis. Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Skenario peningkatan anggaran program pengembangan rumput laut dari Kementerian Kelautan Perikanan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di Asia pada tahun 2015. Menurut Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yaitu dalam pengembangan komoditas dan produk unggulan bErrorientasi pasar yang dalam hal ini adalah rumput laut maka diperlukan peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas komoditas serta bahan baku. Oleh sebab itu target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya adalah 1 182 160 ton. Jadi untuk dapat memenuhi target tersebut maka diharapkan KKP kedepannya dapat meningkatkan 50 persen anggaran program pengembangan rumput laut nasional. 2. Skenario penurunan jumlah ekspor rumput laut terkait kuota perdagangan ekspor rumput laut. Melalui kuota perdagangan ekspor, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk mematok 50 persen produski rumput laut yang dapat diekspor ke luar negeri pada saat industri pengolahan dalam negeri telah berkembang.
5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT
Dalam pengembangan agribisnis rumput laut, perlu dibentuk suatu sistem penyerasian antara penyediaan bahan baku, sumber daya manusia, permodalan, hukum, kelembagaan dan sistem pemasaran. Potensi produksi dan potensi pengembangan rumput laut dari subsistem hilir sampai dengan subsistem hulu perlu untuk diberdayakan. Pelaku-pelaku dibidang agribisnis rumput laut sangat beragam, dimulai dari pembudidaya rumput laut, pedagang, pengumpul, pengolah serta pemerintah. Pada sistem agribisnis rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia ini ada beberapa subsistem yang saling terkait satu sama lain antara lain yaitu subsistem budidaya, subsistem pengolahan serta subsistem pemasaran. Indonesia memiliki 5 provinsi penghasil rumput laut, yaitu provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, NTT, NTB dan Bali (Tabel 3).
24 Tabel 3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia (ton) Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata per tahun 2007-2011 (ton) Rata-rata peningkatan 20072011(%)
Sulsel 630 741 648 528 774 026 1 245 771 1 506 264 961 066
Sulteng 190 073 287 268 713 562 728 279 758 910 535 618
NTT 504 699 696 273 498 422 347 726 377 200 484 864
NTB 75 509 86 000 147 251 162 411 290 700 152 374
Bali 152 226 129 095 135 811 99 481 106 398 124 602
Lainnya 210 942 295 888 692 475 1 329 339 2 128 718 931 472
Jumlah 1 766 197 2 145 060 2 963 556 3 915 017 5 170 201 3 192 006
26
51
-3
43.6
-7.4
81.6
31
Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2011 (data diolah)
Dalam periode 5 tahun (2007-2011), produksi rata-rata tahunan tertinggi dicapai oleh provinsi Sulawesi Selatan dengan produksi 2 260 534 ton, kemudian Sulawesi Tengah dengan produksi 535 618.4 ton dan NTT dengan produksi 484 864 ton. Selama kurun waktu tersebut, produksi rumput laut di kelima provinsi utama cenderung meningkat yaitu 26-51 persen kecuali NTT dan Bali yang mengalami penurunan dikarenakan kondisi cuaca yang kurang baik menyebabkan gelombang yang merusak proses budidaya. Kelima provinsi utama budidaya rumput laut tersebut rata-rata mengalami fluktuasi produksi yang disebabkan oleh dominannya faktor alam pada budidaya yang bersifat water-based aquaculture sehingga memerlukan campur tangan pemerintah yang relatif tinggi. Budidaya Rumput Laut Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai (laut) diawali dengan pemilihan lokasi lahan budidaya. Lokasi yang diharapkan untuk budidaya rumput laut merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Secara umum persyaratn pemilihan lokasi budidaya tersebut yaitu: 1. Perairan harus cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang kuat. Ombak dan angin yang kuat akan menghalangi penanganan tanaman. Arus air yang baik akan membawa nutrisi bagi tumbuhan. Tumbuhan akan bersih, karena kotoran maupun endapan yang menempel akan hanyut oleh arus. Dengan demikian tanaman dapat tumbuh dengan baik karena ada kesempatan menyerap nutrisi (makanan) dari air dan proses fotosintesis tidak terganggu. 2. Kedalaman perairan sekitar 60 cm pada saat surut terendah dan sekitar 210 cm saat pasang tertinggi. Hal tersebut untuk memberikan cahaya matahari yang cukup selama proses fotosintesis. 3. Memiliki kualitas air peairan yang ideal yaitu dengan suhu berkisar 27-30º C, salinitas antara 15-38 permil dengan kondisi optimum pada 30 - 37 permil dan pH yang cenderung basa. 4. Tipe dasar perairan dengan substrat daerah terumbu karang yang dasarnya terdiri dari pasir kasar yang bercampur dengan potongan-potongan karang. Hal ini dimaksudkan agar rumput laut dapat terhindar dari hempasan ombak besar. 5. Tersedianya sediaan rumput laut alami di sekitar lokasi budidaya. Adanya sediaan tersebut dapat mengindikasikan bahwa perairan tersebut cocok untuk membudidayakan rumput laut secara massal selain itu sediaan rumput laut
25 tersebut juga dapat digunakan sebagai cadangan sediaan bibit, sehingga dapat mengurangi biaya produksi (Aslan 1995). Menurut Indriyani dan Suminarsih 2005, setelah pemilihan lokasi dilakukan dan ditetapkan, maka tahapan selanjutnya adalah pemilihan bibit rumput laut yang baik. Bibit yang baik harus muda, bersih dan segar agar memberikan pertumbuhan yang optimum. Cara pemetikannya yaitu dengan mengambil ujung-ujungnya dan dipotong kira-kira sepanjang 10-20 cm. Dipilih bagian ujung tanaman karena bagian ini dari sel jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang optimal. Penanaman dilakukan pada saat bibit masih segar, yaitu setelah pengikatan bibit pada tali ris selesai. Setelah pengambilan bibit selanjutnya dilakukan penanaman yaitu dengan memasukan bibit rumput laut ke dalam air di lokasi budidaya. Penanaman rumput laut Eucheuma sp ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu seperti metode lepas dasar, rakit apung maupun tali gantung serta metode tebar untuk rumput laut Gracilaria sp. 1. Metode lepas dasar. Metode ini cocok untuk lokasi dengan kedalaman perairan saat surut antara 30-60 cm. Luas penggunaan metode lepas dasar ialah 10 x 10 m² untuk satu unit. Sebelum dilakukan penanaman, lebih dahulu disiapkan bahan-bahannya seperti bibit, bambu atau kayu sepanjang satu meter, tali ris bergaris tengah 4 mm, tali ris utama bergaris tengah 8 mm, tali rafia serta alat bantu lain seperti pisau, palu dan gergaji. Tali ris merupakan seutas tali yang terbuat dari bahan polietilen. Setelah persiapan tersebut selesai maka dimulai penanaman dengan memotong batang-batang muda rumput laut seberat kirakira 100 gr lalu diikatkan pada tali ris sepanjang 3 m dengan tali rafia. Jarak masing-masing ikatan 20 cm, hingga mengisi tali ris pada tali ris utama. Pengikatan atau penanaman batang-batang rumput laut muda ini dilakukan di darat pada saat air sedang surut. Sementara itu di lokasi budidaya, ditancapakan barisan patok yang terbuat dari kayu atau bambu sedalam kirakira 0.5 m. Jarak tiap patok dalam barisan antara 0.5-1 m dan jarak setiap baris adalah 2.5 m. Patok-patok yang terdapat dalam satu barisan dihubungkan dengan tali ris utama. Sedangkan tali ris yang berisi tanaman, masing-masing direntangkan di lokasi budidaya kemudian diikatkan pada tali ris utama. Keuntungan menggunakan metode ini adalah mendapat kandungan karaginan yang lebih baik serta tingkat pertumbuhan 3-6 persen/ hari. 2. Metode rakit apung. Metode ini cocok dengan kedalaman perairan saat surut lebih dari 60 cm. Satu unit rakit apung ditentukan sebanyak sepuluh rakit yang disusun dengan formasi 2 x 5 rakit. Penanaman dilakukan segera setelah pengikatan bibit selesai dan pada saat laut tidak berombak besar serta dilakukan di darat. Bahan-bahan yang perlu disiapkan adalah bibit rumput laut, potongan bambu berdiameter 10 cm, potongan kayu penyiku berdiameter 5 cm, tali rafia, tali pengikat, tali ris berdiamter 4 mm dan 12 mm serta jangkar dari besi, bongkah batu atau adukan semen pasir. Proses penanamannya dimulai dengan memotong kayu dan bambu serta dirangkai dan diikatkan persegi panjang. Setiap sudut dan tengahnya diikatkan bambu yang memalang untuk meperkokoh bentuk rakit serta di setiap tengah persegi panjang tersebut, lalu rakit tersebut diberi pemberat. Sementara itu bibit rumput laut masing-masing dengan berat sekitar 100 gr. Diikatkan pada tali ris dengan jarak 20 cm. 3. Metode tali gantung. Metode ini diterapkan pada kedalaman perairan 5 m. Bahan-bahan yang diperlukan berupa bibit rumput laut, bambu berdiameter 5
26 cm, tali ris, tali pengikat dan bongkahan batu sebagai pemberat. Tali ris yang panjangnya kurang dari tinggi konstruksi untuk budidaya direntangkan pada dua potong bambu. Selanjutnya bambu pertama diletakan di atas konstruksi yang telah di buat sebelumnya. Sedangkan bambu kedua menggantung di dalam air hampir menyentuh dasar perairan. Dalam kerangka potongan bambu yang menggantung terdapat bentangan tali ris sebanyak 15 utas tali. Sebelum kerangka ini digantungkan pada konstruksi utama, tali ris dipenuhi beberapa batang rumput laut muda yang masing-masing seberat kira-kira 100 gr. Potongan tersebut diikat dengan tali rafia berjarak 30 cm. Kerangka yang telah berisi bibit digantungkan pada konstruksi yang telah dibuat. 4. Metode tebar. Penanaman rumput laut jenis Gracilaria di tambak dilakukan dengan metode tebar. Tambak yang telah dilengkapi pintu masuk dan keluarnya air dikeringkan. Setelah tambak kering, ditaburkan kapur pertanian agar pH menjadi antara 6.5-8. Tujuh hari setelah pengapuran, tambak digenangi air sedalam 70 cm dan dibiarkan selama tiga hari. Kemudian bibit rumput laut ditebarkan secara merata di permukaan air tambak dengan padat penebaran antara 80-100 gr /m2 atau 800-1000 kg/ha. Bila dasar tambak cukup keras, bibit dapat ditancapkan seperti seperti penanaman padi. Penebaran bibit rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dan pada cuaca yang teduh. Selanjutnya setelah dilakukan penanaman maka rumput laut tersebut perlu diawasi dan dipelihara sebaik mungkin agar pertumbuhannya terkendali. Kerusakan patok, jangkar, tali ris dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak yang besar atau daya tahannya menurus maka harus segera diperbaiki. Begitu pula dengan kotoran atau debu air yang sering melekat pada rumput laut yaitu pada saat musim laut tenang. Pada saat seperti itu tanaman harus sering digoyanggoyangkan di dalam air agar rumput laut selalu bersih dari kotoran yang menempel seperti Ulva, Hypnea, Chaetomorpha dan Enteromorpha. Hama yang sering memangsa rumput lau seperti bulu babi dan penyu perlu dihindari dengan cara mengusirnya dari lokasi budidaya. Begitu pula dengan penyakit yang biasa menyerang rumput laut yaitu penyakit ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi hancur atau rontok. Ice-ice dapat menyebabkan thallus menjadi rapuh dan mudah putus. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih dan membusuk. Stres yang diakibatkan perubahan kondisi lingkungan yang mendadak seperti: perubahan salinitas, suhu air dan intensitas cahaya, merupakan faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice. Ketika rumput laut mengalami stress karena rendahnya salinitas, suhu, pergerakan air dan instensitas cahaya, akan memudahkan infeksi patogen. Dalam keadaan stress, rumput laut akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan diduga merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Kejadian penyakit iceice bersifat musiman dan menular. Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice antara lain adalah Pseudomonas spp., Pseudoalteromonas gracilis, dan Vibrio spp. Agarase (arginase) dari bakteri merupakan salah satu faktor virulen yang berperan terhadap infeksi ice-ice (Santoso dan Nugraha 2008).
27 Rumput laut dapat dipanen setelah mencapai umur 6-8 minggu dengan bobot rata-rata 600 gr. Cara pemananan rumput laut adalah dengan mengangkat seluruh rumput laut ke darat, kemudian tali rafia pengikat rumput laut dipotong. Panen tersebut dilakukan saat air laut pasang. Pengolahan Rumput Laut Rumput Laut Kering Langkah-langkah pengolahan rumput laut menjadi bahan baku atau rumput laut kering adalah sebagai berikut. 1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan yang kemudian dipisahkan. 2. Setelah bersih, rumput dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam. 3. Pencucian dilakukan, setelah rumput laut kering. Sebagaian bahan baku agaragar rumput laut dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk diambil karaginannya dicuci dengan dengan air laut. Setelah bersih rumput dikeringkan lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28 persen. Bila dalam proses pengeringan hujan turun maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karaginannya tidak boleh terkena air tawar karena dapat melarutkan karaginan. 4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal. Rumput laut yang bersih dan kering dimasukan dalam karung goni. Caranya dengan dipadatkan atau tidak dipadatkan. Bila dipadatkan dalam satu karung dapat berisi 100 kg, sedangkan tidak dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut yang akan diekspor di bagian luar karungnya dituliskan nama barang (jenis), nama kode perusahaan, nomor karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas. Pemberian keterangan ini hanya untuk memudahkan proses pengecekan dalam pengiriman. Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya penanganan pascapanen rumput laut oleh petani hanya sampai pada pengeringan saja. Hal ini terjadi karena di dalam negeri industri pengolahan rumput laut menjadi karaginan atau karaginan semi murni belum banyak berkembang. Sehingga harga jual rumput laut dari petani rumput laut dipasaran rendah karena belum adanya diversifikasi produk. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi. Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya dapat juga oleh petani. Pengolahan rumput laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan oleh petani. Hasil yang diperoleh sesuai standar perdagangan ekspor. Untuk itu, akan lebih baik bila diawasi oleh suatu perusahaan (Indriyani dan Suminarsih 2005). Alkali Treated Cottonii Chip (ATC) Proses pengolahan rumput laut menjadi ATC pada prinsipnya sangat sederhana, yaitu dengan merebusnya dalam larutan KOH pada suhu 85oC selama
28 2-3 jam. Perbandingan jumlah air : larutan alkali : rumput laut yaitu 300 liter : 60 kg : 60 kg. Setelah pemasakan dilakukan lagi pencucian lanjutan. Pada proses pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan larutan kaporit untuk memutihkan dan membunuh bakteri. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan menggunakan alat yang disebut copper machine dengan ukuran 2-3 cm. Rumput laut yang sudah dipotong langsung diangkut ke tempat penjemuran/pengeringan. Pada cuaca cerah, pengeringan dapat berlangsung 1-2 hari. Pengeringan dilakukan dengan membolak-balikkan produk sesering mungkin agar seluruh bagian rumput laut kering secara merata. Pengeringan dilakukan samapai kadar air 10 - 12 persen. Semi Refined Carrageenan (SRC) Proses SRC merupakan kelanjutan produk ATC chips. Caranya dengan menghancurkan/ menepung produk chips menjadi tepung dengan ukuran 40-60 mesh, sesuai dengan permintan pasar. Produk SRC dapat digunakan dalam industri makanan, minuman (food grade) maupun industri lainnya (non food grade). Khusus untuk SRC flour food grade proses pengeringan diharuskan menggunakan mesin pengering untuk mencegah kontaminasi dengan udara terbuka. Refine Carrageenan (RC) Selain semi refine, hasil olahan rumput laut karaginofit yaitu refine carrageenan atau karaginan murni. Proses produksi untuk mendapatkan karaginan murni melalui proses ekstraksi karaginan dari rumput laut. Ada dua metode proses produksi karaginan, yaitu metode alkohol (alcohol method) dan metode tekan (pressing method). Biaya produksi pada proses pengolahan karaginan dengan metode alkohol tinggi sehingga saat ini jarang digunakan dalam industri, kecuali untuk produksi iota-karaginan. Pada saat ini, metode proses yang digunakan untuk produksi kappa-karaginan yaitu metode tekan (pressing method), baik dengan atau tanpa penambahan KCl. Metode ini hanya digunakan untuk produksi kappa-karaginan dengan bahan baku Eucheuma cottonii. Pemasaran Rumput Laut Mulai tahun 2007, Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut kering terbesar di dunia (37 persen), disusul oleh Cili (21 persen), Cina (13 persen), Peru (8 persen), Irlandia (6 persen), Filipina (5 persen), dan Islandia (2 persen) . Dari 2005-2008, ekspor rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan 14 persen per tahun (BPPT et al 2011). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
29
Irlandia, Filipina, 6% Islandia, Peru , 8% 5% 2% Lainnya, 8%
INDONESIA
37%
China; 13%
Chili; 21%
Gambar 6 Negara pengekspor rumput laut kering dunia Sumber: Kemperin 2011 Perkembangan impor rumput laut kering dunia yang meningkat menunjukkan permintaan dunia meningkat. Namun negara pengimpor rumput laut Indonesia cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke negaranya, sehubungan dengan isu food safety, khususnya pasar AS dan Uni Eropa karena rumput laut Indonesia tidak memenuhi persyaratan ambang batas mutu yang ditetapkan di Uni Eropa dan AS. Dengan demikian Indonesia dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas perikanannya. Tingginya kebutuhan negaranegara lain akan rumput laut membuat Indonesia yang mempunyai produksi rumput laut yang tinggi mempunyai peluang untuk meraih pangsa pasar luar negeri. Namun ekspor DES Indonesia belum mengoptimalkan potensi yang dimilikinya jika melihat data yang ada. Besarnya jumlah ekspor serta pangsa pasar rumput laut kering Indonesia di dunia diduga dapat mempengaruhi harga rumput laut kering dunia. Negara utama yang mengimpor DES adalah Cina. Dengan jumlah impor rumput laut sebesar 23 318 ton pada tahun 2007 dan meningkat 101 230 ton pada tahun 2011. Selanjutnya negara lain yang mengimpor DES adalah Hongkong, Filipina, USA, Spanyol, Republik Korea, Denmark serta Malaysia. Negara utama pengimpor rumput laut seperti pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun 2007 – 2011 (satuan Ton) Negara Tujuan Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Cina 23 318 43 620 51 086 72 213 101 230 Filipina 10 878 12 414 6 701 12 512 10 404 Hongkong 20 890 2 835 2 323 5 252 6 402 USA 2 454 414 1 764 1 584 2 257 Spanyol 4 493 1 076 2 039 670 1 139 Korea 5 421 5 019 3 056 8 085 Denmark 2 098 1 849 577 1 661 667 Prancis 2 192 2 927 3 058 2 211 2 803 Negara lainnya 22 329 34 814 16 242 24 916 26 088 Total 94 073 99 949 94 003 123 075 159 075 Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2012 (diolah)
30 Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa ada tiga negara utama pengimpor DES dengan permintaan terbesar selain negara lainnya yaitu Cina dengan jumlah impor terbesar yaitu 101 230 ton pada tahun 2011 serta Hongkong dan Filipina dengan masing-masing jumlah impor pada tahun 2011 yaitu 6 402 ton dan 10 404 ton, sedangkan sisanya yaitu 26 088 ton adalah negara-negara lainnya. Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut Salah satu keberhasilan budidaya rumput laut di suatu perairan baik yang diusahakan oleh masyarakat ataupun pengusaha adalah sejauh mana kebijakan pemerintah dapat mendorong dan mengembangkan budidaya rumput laut tersebut. Pentingnya kebijakan pemerintah ini, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan. Faktor teknis misalnya, tentang perairan laut yang diizinkan untuk budidaya rumput laut, ketersediaan bibit unggul, dan teknologi yang digunakan. Faktor ekonomi mencakup aspek yang lebih luas, seperti penyediaan modal dan pemasaran hasil. Sementara mengenai faktor lingkungan adalah terjaganya lingkungan perairan laut, dari berbagai gangguan baik oleh kegiatan manusia maupun karena faktor alam, di mana rumput laut dibudidayakan. Kebijakan pemerintah pada umumnya bertujuan untuk mengefisiensikan perekonomian, meningkatkan pemerataan kesejahteraan petani serta keberlanjutan usaha. Instrumen-instrumen kebijakan dapat dikategorikan dalam berbagai kebijakan seperti kebijakan harga, produk, produksi, teknologi, kelembagaan, fiskal, moneter, pemasaran serta keuangan. Dalam merealisasikan tujuan-tujuan tersebut maka pemerintah telah membentuk banyak peraturan yang terkait dengan pangan, perikanan bahkan rumput laut secara langsung. Ada beberapa peraturan pemerintah dengan instrumen kebijakan kelembagaan seperti pada UU No 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah, PP No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Keppres No 165 tahun 2000 tentang tugas, fungsi dan wewenang Departemen Perikanan Dan Kelautan, Keppres No 21 tahun 2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia, Permen KP No 39 tahun 2011 tentang organisasi dan tata kerja loka penelitian dan pengembangan budidaya rumput laut, serta PP No 9 tahun 2013 tentang perusahan umum (Perum) perikanan Indonesia. Sebagian besar tujuan dari instrumen kebijakan kelembagaan tersebut adalah dalam upaya untuk efisiensi kerja dalam tugas dan wewenang lembaga tersebut masing-masing. Instrumen kebijakan dalam kategori kebijakan produksi yaitu seperti UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No 45 tahun 2009 tentang perubahan UU No 31 tahun 2004, UU no 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil, PP No 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan, serta PP No 60 tahun 2007 tentang konservasi sumber daya ikan. Instrumen kebijakan produksi ini bertujuan agar keadaan lingkungan usaha perikanan dapat terjaga secara lestari sehingga dalam pengusahaan perikanan dapat menjadi berkelanjutan secara terus menerus. Kebijakan keuangan merupakan modal dasar untuk menstimulus usaha produksi maupun pemasaran perikanan menjadi lebih meningkat. Kebijakan ini
31 seperti tertuang pada beberapa peraturan pemerintah yaitu Keppres No 117 tahun 1999 tentang prosedur permohonan PMDM dan PMA, Permen KP No 50 tahun 2011 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khusus bidang kelautan dan perikanan tahun 2012, serta Permen KP No 33 tahun 2012 tentang petunjuk teknis alokasi khusus bidang kelautan dan perikanan tahun 2013. Kebijakan keuangan ini bertujuan untuk mendorong percepatan pembanguna perikanan pada umumnya sehingga akan terjadi pemerataan kesejahteraan pelaku usaha perikanan. Serta ada kebijakan pemerintah yang dibuat untuk tujuan efisiensi seperti kebijakan strategis yang terdapat dalam Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang peta jalan (Road Map) industrialisasi kelautan dan perikanan, Permen KP No 15 tahun 2012 tentang rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 20102014, serta Permen KP No 27 tahun 2012 tentang pedoman umum industrialisasi kelautan dan perikanan. Kebijakan produk pun tidak lupa dibuat guna melindungi kepentingan konsumen sebagai pengguna produk seperti terdapat dalam Kepmen KP No 01 tahun 2002 tentang sistem manajemen mutu terpadu hasil perikanan. Rincian peraturan pemerintah yang berhubungan dengan perikanan khususnya untuk komoditi rumput laut dapat dilihat pada Lampiran 1.
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ini terdiri dari enam persamaan struktural dan dua persamaan identitas. Model dianalisis dengan menggunakan data time series dari tahun 1989 sampai tahun 2011 merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber serta telah diolah. Pendugaan model ekspor rumput laut Indonesia memberikan hasil dugaan yang cukup baik secara ekonomi, statistika dan ekonometri. Hampir semua variabel eksogen yang dimasukan dalam persamaan struktural mempunyai parameter dugaan yang tandanya sesuai dengan teori pendukung meskipun pengaruhnya ada yang kurang signifikan pada tingkat kepercayaan 51 sampai 99 persen. Beberapa variabel penjelas yang parameter dugaannya tidak sesuai dengan harapan dapat dijelaskan secara logis dan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Nilai koefeisien determinasi (R2) hasil pendugaan model menunjukan bahwa nilainya berkisar antara 0.51 sampai 0.99, sehingga secara umum variabel-variabel endogennya dapat dijelaskan secara baik. Oleh karena itu hasil pendugaan model cukup representatif untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia. Hasil pengolahan data faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara lengkap di sajikan pada sub bab berikut. Pembahasan Hasil Pendugaan Model Model pada penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia terdiri dari enam persamaan struktural yaitu persamaan produksi rumput
32 laut Indonesia, persamaan permintaan domestik, persamaan ekspor Filipina, persamaan ekspor Cina, persamaan ekspor Hongkong serta persamaan harga rumput laut domestik . Selain itu terdapat persamaan ekspor rumput laut Indonesia yang merupakan selisih antara produksi rumput laut Indonesia dengan permintaan rumput laut domestik sebagai persamaan identitas. Produksi Rumput Laut Indonesia Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia disajikan pada Tabel 5. Hasil pendugaan parameter pada persamaan produksi rumput laut Indonesia dijelaskan oleh variabel jumlah pembudidaya, harga rumput laut domestik, anggaran KKP, harga rumput laut dunia, permintaan rumput laut domestik, jumlah produksi rumput laut tahun lalu serta tren dapat menjelaskan produksi rumput laut Indonesia sebesar 99 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan namun ada beberapa parameter yang kurang respon terhadap perubahan peubah penjelasnya. Tabel 5 Hasil pendugaan parameter produksi rumput laut Persamaan/peubah Produksi rumput laut Indonesia Intersept Jumlah pembudidaya tahun sebelumnya Harga rumput laut domestik Anggaran KKP Produksi rumput laut domestik tahun sebelumnya Tren Harga rumput laut dunia Adjusted R-squared Stat durbin watson F value *** ** *
Notasi QRt TKt-1 PRLDt APPt QRt-1 Tren PXt R2-adj DW F-val
Koefisien
Prob
56960000000 1286 9451 0.0031 0.5719 28830000 289710000 = 0.99 = 2.07 = 453.51
0.0720* 0.2650 0.6986 0.0002*** 0.0062*** 0.0715* 0.1594
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Variabel anggaran KKP (APPt) dan produksi rumput laut tahun sebelumnya (QRt-1) signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Sedangkan variabel tren (Tren) signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen. Hasil pendugaan menunjukan bahwa pada variabel anggaran KKP berpengaruh positif dimana setiap peningkatan satu juta rupiah anggaran maka diduga akan menaikan produksi rumput laut domestik sebesar 3 164 kg. Sebaliknya jika anggaran KKP menurun maka diduga produksi rumput laut domestik menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Zulham et al, 2007 mengenai Assessment Klaster Perikanan (Studi Pengembangan Klaster Rumput Laut Kabupaten Sumenep) yang menyatakan bahwa dalam peningkatan produksi rumput laut diperlukan pengklusteran bisnis rumput laut, dimana pembentukan kluster ini secara umum memanfaatkan kemudahan atau fasilitas yang disediakan pemerintah. Kemudahan fasilitas pemerintah tersebut seperti kemudahan mendapatkan akses hasil inovasi baru yang dapat cepat diadopsi serta pembiayaan dari lembaga keuangan pemerintahan. Oleh sebab itu kebutuhan akan anggaran pemerintah sangat diperlukan untuk peningkatan produksi rumput laut seperti yang telah diprioritaskan pemerintah. Sedangkan menurut Zulham dan Aprilliani 2007
33 dalam hasil penelitiannya yang berjudul Struktur Bisnis Rumput Laut Gorontalo menyatakan bahwa pemerintah pun dalam jangka panjang mendorong produksi rumput laut domestik dengan pemberian insentif kepada pedagang besar atau industri produk lanjutan rumput laut berupa Semi Refined Carageenan (SRC). Produksi rumput laut tahun sebelumnya juga berpengaruh positif terhadap produksi rumput laut domestik saat ini yaitu jika produksi tahun sebelumnya meningkat sebesar satu kg maka akan meningkatkan produksi rumput laut tahun ini sebesar 0.5 kg. Begitu pula sebalikya jika produksi rumput laut tahun sebelumnya menurun maka akan menurunkan produksi rumput laut tahun ini. Hal ini diperkirakan karena adanya faktor penyakit ice-ice yang sering menyerang rumput laut, seperti dijelaskan pada penelitian Santoso dan Nugraha 2008 Mengenai Pengendalian Penyakit Ice-Ice Untuk Meningkatkan Produksi Riumput Laut Indonesia. Dimana terjadinya pneyebaran penyakit ice-ice ini bersifat musiman dan menyebar. Oleh sebab itu maka kecenderungan produksi rumput laut tahun sebelumnya berpengaruh pada produksi rumput laut saat ini. Begitu pula dengan variabel tren yang berpengaruh positif terhadap produksi rumput laut domestik. Yaitu semakin bertambahnya tahun maka jumlah produksi rumput laut domestik semakin meningkat pula rata – rata per tahunya sejumlah 28 830 ton. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumput laut Indonesia tahun 2005-2010 dimana jumlah produksi rumput laut dari taun 2005-2010 memperlihatkan peningkatan rata-rata sebesar 31.2 persen. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa pembudidaya merespon tren produksi yang positif. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi cateris paribus. Permintaan Rumput Laut Domestik Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumput laut domestik disajikan pada Tabel 6. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga rumput laut domestik tahun sebelumnya, pendapatan nasional (GDP riil Indonesia), jumlah penduduk Indonesia, permintaan rumput laut tahun sebelumnya dan produksi rumput laut domestik dapat menjelaskan permintaan rumput laut domestik sebesar 49 persen. Tabel 6 Hasil pendugaan parameter permintaan rumput laut domestik Persamaan/peubah Permintaan rumput laut domestik Intersept Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya Pendapatan domestik riil Indonesia Jumlah penduduk Indonesia Permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya Harga karageenan Adjusted R-squared Stat durbin watson F value *** ** *
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Notasi QDt PRLDt-1 GDPIDt POPIDt QDt-1 PATC R2-adj DW F-val
Koefisien
Prob
-1576140 8.3355 172 0.0083 0.0497 80147 = 0.49 = 1.945 = 5.11
0.1074 0.8561 0.3560 0.1000* 0.8539 0.0500**
34
Hasil pendugaan menunjukan bahwa jumlah penduduk Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan rumput laut domestik pada tingkat kepercayaan 90 persen serta harga karageenan pun berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Semakin bertambahnya penduduk Indonesia diduga memliki kecenderungan meningkatkan konsumsi produk olahan rumput laut. Seiring dengan hal tersebut, harga karagenan sebagai produk lanjutan rumput laut semakin meningkat sehingga membuat jumlah populasi penduduk Indonesia dan harga karagenan berpengaruh signifikan terhadap permintaan rumput laut domestik. Variabel jumlah penduduk Indonesia diketahui berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik. Yaitu jika terjadi peningkatan sebesar satu orang jumlah penduduk Indonesia maka diduga akan meningkatkan jumlah permintaan rumput laut domestik sebesar 0.008 kg. Sebaliknya jika terjadi penurunan jumlah penduduk maka diduga akan menurunkan jumlah permintaan rumput laut domestik. Variabel jumlah penduduk Indonesia ini diasumsikan sebagai konsumen dalam mengkonsumsi produk rumput laut domestik itu sendiri. Dari hasil pendugaan tersebut dikeahui bahwa jumlah penduduk Indonesia secara signifikan mempengaruhi permintaan rumput laut domestik. Sedangkan untuk variabel harga karageenan pun berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik. Yaitu jika terjadi peningkatan harga karageenan sebesar satu USD maka akan meningkatkan permintaan domestik sebesar 80 ton. Sebaliknya jika harga karageenan menurun maka akan menurunkan permintaan rumput laut domestik. Menurut Boediono 1992, permintaan akan input itu sama dengan Value of Marginal Product (VMPx) yang merupakan perkalian harga output yang dalam hal ini adalah harga karageenan dengan Marginal Price Product x (MPPx). Oleh sebab itu permintaan dan harga karagenaan berbanding lurus. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi cateris paribus. Harga Rumput Laut Domestik Tabel 7 Hasil pendugaan parameter harga rumput laut domestik Persamaan/peubah Harga rumput laut domestik Intersept Produksi rumput laut domestik Harga rumput laut dunia Permintaan rumput laut domestik Nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dolar Harga karageenan Harga rumput laut domestikt tahun sebelumnya Adjusted R-squared Stat durbin watson F value *** ** *
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Notasi PRLDt QRt PX QDRt ErriilIDt PCt PRLDt-1 R2 adj DW F-val
Koefisien
Prob
-5649 -0.0000 331.8818 0.001744 -0.0031 219.2920 0.4952 = 0.34 = 2.06 = 2.58
0.9887 0.2163 0.8628 0.2108 0.9912 0.3293 0.0394**
35 Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi harga rumput laut domestik disajikan pada Tabel 7. Hasil pendugaan parmeter pada persamaan harga rumput laut domestik dijelaskan oleh variabel produksi rumput laut domestik, harga rumput laut internasional dan permintaan rumput laut domestik yang dapat menjelaskan permintaan rumput laut domestik sebesar 34.5 persen. Hasil pendugaan menunjukan bahwa harga rumput laut domestik pada tahun sebelumya memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.Variabel harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap rumput laut domestik saat ini. Yaitu jika harga rumput laut domestik tahun sebelumnya meningkat sebesar satu rupiah maka akan meningkatkan harga rumput laut domestik saat ini sebesar 0.04 rupiah. Variabel harga rumput laut pada tahun sebelumnya merupakan rujukan untuk harga rumput laut pada saat sekarang. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi catersi paribus. Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Filipina Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke Filipina disajikan pada Tabel 8. Hasil pendugaan parameter pada persamaan ekspor rumput laut Indonesia ke Filipina dijelaskan oleh variabel harga rumput laut Filipina , harga rumput laut Cili sebagi harga rumput laut kompetitor Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap peso Filipina, GDP riil Filipina, populasi penduduk Filipina dan tarif yang dikenakan terhadap rumput laut Indonesia dapat menjelaskan permintaan ekspor ke Filipina seebesar 76 persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan. Tabel 8 Hasil pendugaan ekspor rumput laut Indonesia ke Filipina Persamaan/peubah Ekspor rumput laut ke Filipina Intersept Harga rumput laut Filipina Harga rumput laut Cili Nilai tukar riil Rupiah terhadap Peso Filipina Pendapatan Domestik riil Filipina Jumlah penduduk Filipina Tarif yang berlaku di negara Filipina Ekspor rumput laut ke Filipina tahun sebelumnya Harga rumput laut dunia Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya Adjusted R-squared Stat durbin watson F value *** ** *
Notasi XRFilt PRFilt PCilt ErFt GDPFilt POPFilt TRFFilt LXRFilt PXt LPRLDt R2 adj DW F-val
Koefisien
Prob
-23780000 1271224 675848 -5.316802 3806.58 0.3348 -170468 0.0665 2000161 -880.98 = 0.77 = 1.97 = 8.91
0.2364 0.6040 0.5848 0.2832 0.4827 0.1625 0.6465 0.9790 0.7142 0.0986*
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Menurut Santoso dan Nugraha 2007, hal ini dikarenakan resiko budidaya rumput laut yang terjadi di Filipina telah menimbulka kerugian yang cukup besar. Resiko ini diakibatkan oleh adanya serangan penyakit ice-ice yang pertama kali menyerang Filipina pada tahun 1974. Sehingga untuk menghindari resiko
36 kerugian tersebut maka Filipina berusaha mengimpor rumput laut kering itu dari Indonesia. Dengan memperhitungkan harga rumput laut Indonesia pada tahun sebelumnya sehingga di dapat nilai keuntungan yang akan diperoleh Filipina setelah pengolahan lanjutan rumput laut tersebut. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainya memenuhi asumsi cateris paribus. Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Cina Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke Cina disajikan pada Tabel 9. Hasil pendugaan parameter pada persamaan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina dijelaskan oleh variabel harga rumput laut Cina, harga eksportir kompetitor yaitu negara Cili, nilai tukar rupiah terhadap yuan Cina, pendapatan nasional riil Cina (GDP riil Cina), jumlah penduduk Cina serta tarif impor rumput laut yang diberlakukan Cina terhadap Indonesia, harga rumput laut dunia serta harga rumput laut domestik dapat menjelaskan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina sebesar 95.81 persen. Semua arah dan parameter sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan menunjukan bahwa pendapatan domestik Cina berpengaruh secara signifikan pada ekspor rumput laut Indonesia ke Cina dengan tingkat kepercayaan 90 persen. Tabel 9 Hasil pendugaan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina Persamaan/peubah Ekspor rumput laut Cina Intersept Harga rumput laut Cina Harga rumput laut Cili Nilai tukar riil Rupiah terhadap Yuan Cina Pendapatan Domestik riil Cina Jumlah penduduk Cina Tarif yang berlaku di negara Cina Ekspor rumput laut ke Cina tahun sebelumnya Jumlah penduduk Cina tahun sebelumnya Harga rumput laut dunia Harga rumput laut domestik Adjusted R-squared Stat durbin watson F value *** ** *
Notasi XRCt PRCt PCilt ErCt GDPCt POPCt TRFCt LXRCt LPOPCt PXt PRLDt R2- adj DW F-val
Koefisien
Prob
-236800000 3641851 3107202 -6.9938 17099.54 4.7064 -854696 -0.1857 -4.5507 2485229 -954.87 = 0.95 = 1.75 = 42.60
0.6158 0.7693 0.4341 0.9766 0.0550* 0.4567 0.2041 0.6476 0.4484 0.8542 0.5064
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Vaiabel pendapatan nasioanal riil Cina berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke Cina. Peningkatan pendapatan nasional riil Cina sebesar satu USD diduga akan meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina sebesar 17 ton. Sebaliknya penurunan pendapatan nasional riil Cina diduga akan menurunkan jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke Cina. Menurut Yusuf dan Tajerin 2008, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor rumput laut Indonesia di pasar Internasional salah satunya adalah pendapatan nasional negara mitra dagang kita yang dalam hal ini adalah salah satunya negara Cina. Dalam
37 ekspor rumput laut Indonesia ke Cina, pendapatan nasional Cina diketahui berpengaruh positif terhadap jumlah ekspor rumput laut kita ke negaraa tersebut. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainya memenuhi asumsi cateris paribus. Ekspor Rumput Laut Indonesia Ke Hongkong Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pendugaan parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga rumput laut Indonesia di pasar Hongkong, harga eksportir kompetitor yaitu harga Cili, nilai tukar rupiah terhadap dolar Hongkong, pendapatan nasional riil Hongkong, jumlah penduduk Hongkong serta tarif yang dikenakan terhadap rumput laut Indonesia di pasar Hongkong, dapat menjelaskan permintaan ekspor Hongkong sebesar 57 persen. Hasil pendugaan parameter menunjukan bahwa variabel tarif impor serta ekspor rumput laut ke Hongkong pada tahun sebelumnya berpengaruh signifikan pada ekspor rumput laut ke Hongkong dengan tingkat kepercayaan 90 persen. Sedangkan harga rumput laut dunia berpengaruh signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen. Tabel 10 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong Persamaan/peubah Ekspor rumput laut Hongkong Intersept Harga rumput laut Hongkong Harga rumput laut Cili Nilai tukar riil Rp terhadap HKD Pendapatan Domestik riil Hongkong Jumlah penduduk Hongkong Tarif yang berlaku di negara Hongkong Ekspor rumput laut ke Hongkong tahun sebelumnya Pendapatan domestik riil Hongkong tahun sebelumnya Harga rumput laut dunia Harga rumput laut domestik Adjusted R-squared Stat durbin watson F value *** ** *
Notasi XRHkt PRHkt PCilt ErriilHkt GDPHkt POPHkt TRFHkt LXRHkt LGDPHKt PXt PRLDt R2 adj DW F-val
Koefisien
Prob
-36190000 982929 884568.9 -1417.71 641.1579 10.8687 -356024 0.3899 -1324.48 13730000 -175.99 = 0.57 = 2.20 = 3.89
0.4420 0.6885 0.6527 0.8364 0.4676 0.2440 0.1000 * 0.0885 * 0.1768 0.0211 * * 0.8342
= signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Hongkong yang dalam hal ini adalah kebijakan tarif impor rumput laut dari Indonesia berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong. Yaitu apabila tarif impor rumput laut dari Indonesia dinaikan sebesar satu persen maka akan menurunkan jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong sebesar 356 ton. Sebaliknya apabila tarif impor rumput laut Hongkong dari Indonesia diturunkan maka akan meningkatkan pula jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong. Hal ini sesuai dengan teori kebijakan tarif yang dijelaskan oleh Halwani 2002, yaitu penerapan kebijkan tarif impor yang dalam hal ini
38 diberlakukan secara ketat oleh negara Hongkong akan berakibat pada peningkatan harga barang impor dan ujung-ujungnya akan mengurangi jumlah impor produk tersebut dikarenakan terlalu mahalnya produk tersebut di negara Hongkong. Sedangkan variabel ekspor rumput laut ke Hongkong pada tahun sebelumya diketahui berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut ke Hongkong. Yaitu jika terjadi peningkatan ekspor ke Hongkong pada tahun sebelumnya sebesar satu kg maka akan meningkatkan ekspor rumput laut ke Hongkong sebesar 0.3889 kg. Sebaliknya jika terjadi penurunan ekspor ke Hongkong pada tahun sebelumnya maka akan menurunkan pula ekspor ke Hongkong. Hal ini sesuai dengan Yusuf dan Tajerin 2008 yang menjelaskan bahwa peubah utama yang memberikan pengaruh dominan terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke pasar internasional adalah variabel ekspor rumput laut tahun sebelumnya. Begitu pula salah satu variabel yang berpengaruh pada jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke pasar internasional adalah harga rumput laut di pasar internasional. Hal tersebut sesuai pula dengan pendugaan parameter ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong. Yaitu harga rumput laut dunia berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong. Yaitu jika harga rumput laut dunia meningkat sebesar satu USD maka akan menurun ekspor rumput laut ke Hongkong sebesar 1 373 ton. Sebaliknya jika harga rumput laut dunia turun maka akan meningkatkan ekspor rumput laut ke Hongkong. Sedangkan harga rumput laut domestik berpengaruh negatif terhadap ekspor ke Hongkong. Yaitu jika harga rumput laut domestik meningkat sebesar satu rupiah maka akan menurunkan ekspor ke Hongkong sebesar 175 kg. Sebaliknya jika harga rumput laut domestik menurun maka akan meningkatkan ekspor rumput laut ke Hongkong. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktorfaktor lainya memenuhi asumsi cateris paribus. Validasi Model Validasi model merupakan tahapan yang digunakan untuk mengetahui apakah model cukup valid untuk selanjutnya dilakukan simulasi alternatif kebijakan. Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis sejauh mana model hasil penelitian dapat mewakili dunia nyata. Kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika menggunakan beberapa indikator, dalam penelitian ini yang digunakan adalah Root Mean Square Percent Error (RMSPE) untuk mengukur seberapa dekat nilai masing-masing peubah endogen hasil pendugaan mengikuti nilai data aktualnya pada periode pengamatan. Selain RMPSE digunakan Theils inquality coefficient (U) yang idealnya mendekati nol karena jika nilanya satu maka model dapat dikatakan naif. Validasi model faktorfaktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia dilakukan dengan simulasi dasar (baseline) untuk periode sampel pengamatan penelitian tahun 1989-2011 terhadap nilai aktualnya. Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara lengkap disajikan pada Tabel 11. Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia, seperti yang disajikan pada Tabel 11 memperlihatkan dari seluruh persamaan, terdapat tiga persamaan memiliki nilai RMSPE di bawah 50 persen. Artinya nilai prediksi masih dapat mengikuti kecenderungan data historisnya
39 dengan baik. Dan secara umum semua persamaan (50 persen) memiliki nilai U Theil mendekati 0 sehingga dapat diartikan simulasi model yang digunakan pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia mengikuti data aktualnya dengan baik sehingga dapat dilakukan simulasi pada tahap selanjutnya. Tabel 11 Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia No.
Peubah
Notasi
1 2 3 4
Produksi rumput laut Indonesia Permintaan rumput laut domestik Harga rumput laut domestik Permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke Filipina Permintaan ekpor rumput laut Indonesia ke Cina Permintaan ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong
5 6
R2
RMPSE
U
QRt QDRt PRLDt XRFt
Durbin watson statistik 2.07 1.94 2.06 1.95
44.3366 252.2 56.6801 0
0.0296 0.2165 0.2071 0.1448
0.99 0.61 0.56 0.86
XRCt
1.75
0
0.0682
0.97
116.1
0.1490
0.77
XRHKt 2.20
Tingkat autokorelasi dapat dilihat dari statistik Durbin-Watson yang pada penelitian ini bernilai 1.75 - 2.20. Hal ini menunjukan bahwa model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia tidak memiliki autokorelasi. Masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1.25 dan diatas 2.75. Hasil dan Pembahasan Simulasi Model Untuk melihat dampak perubahan kebijakan maupun fenomena yang ada saat ini terhadap peubah-peubah endogen dalam sistem persamaan dilakukan beberapa simulasi perubahan variabel eksogen karena perubahan tersebut dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif atau bahkan mungkin tidak membawa dampak sama sekali terhadap masing-masing peubah endogen. Evaluasi perubahan dilakukan untuk membandingkan dampak yang ditimbulkan dalam ekspor rumput laut Indonesia. Simulasi kebijakan yang dilakukan pada model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia adalah: (1) dampak peningkatan anggaran KKP sebesar 50 persen, (2) dampak kebijakan penurunan jumlah ekspor rumput laut sebesar 50 persen Dampak Kebijakan Peningkatan Anggaran KKP Sebesar 50 Persen Skenario peningkatan anggaran program pengembangan rumput laut dari Kementerian Kelautan Perikanan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di Asia pada tahun 2015. Menurut Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yaitu dalam pengembangan komoditas dan produk unggulan bErrorientasi pasar yang dalam hal ini adalah rumput laut maka diperlukan
40 peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas komoditas serta bahan baku. Oleh sebab itu target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya adalah 1 182 160 ton. Jadi untuk dapat memenuhi target tersebut maka diharapkan KKP kedepannya dapat meningkatkan 50 persen anggaran program pengembangan rumput laut nasional.Kebijakan pemerintah ini disimulasikan dengan meningkatkan anggaran Kementerian Kelautan Perikanan sebesar 50 persen dipandang cukup relevan untuk melihat bagaimana dampak peningkatan anggaran terhadap produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 12. Peningkatan anggaran KKP sebesar 50 persen akan berpengaruh meningkatkan produksi rumput laut domestik sebesar 32 persen. Hal ini dikarenakan dalam proses budidaya rumput laut, nelayan perlu adanya bantuan modal dalam memulai usahanya. Budidaya rumput laut biasanya hanya menjadi usaha sampingan bagi nelayan-nelayan pesisir sehingga dalam memulai usaha rumput laut nelayan sudah kekurangan modal karena habis untuk biaya melaut. Oleh karena itu stimulan modal usaha perlu diberikan untuk nelayan-nelayan tersebut dalam rangka meningkatka kesejahteraan nelayan-nelayan pesisir. Tabel 12 Perubahan nilai rata-rata simulasi kenaikan anggaran KKP 50 persen Peubah Notasi Satuan Nilai Nilai simulasi Perubahan dasar kebijakan (Persen) QR
Ton
894 010
1 180 100
32
QD
Ton
356
357
-0.0291
PRLD
Rp
2 089
1 897
-9.2397
Ekspor rumput XRF laut Indonesia ke Filipina Ekpor rumput laut XRC Indonesia ke Cina Ekspor rumput XRHK laut Indonesia ke Hongkong
Ton
4 397
4 398
-0.0004
Ton
16 672
16 778
0.6338
Ton
5 811
5 845
0.5644
Produksi rumput laut Indonesia Permintaan rumput laut domestik Harga rumput laut domestik
Ekspor rumput laut total domestik pun meningkat sebesar 65.4 persen dengan simulasi peningkatan anggaran KKP sebesar 50 persen, dimana ekspor rumput laut ke negara tujuan utama seperti Cina dan Hongkong masing-masing meningkat sebesar 1.87 dan 0.96 persen. Sedangkan jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke Filipina diduga akan tetap. Hal ini dikarenakan diasumsikan bahwa ekspor rumput laut total adalah sisa dari produksi rumput laut domestik dengan permintaan rumput laut domestik. Sedangkan permintaan rumput laut domestik meningkat sebesar 11.2 persen dan harga rumput laut domestik akan turun sebesar 15.5 persen. Penurunan harga rumput laut domestik telah sesuai dengan hukum
41 permintaan yaitu dimana jika jumlah produksi rumput laut meningkat maka harga rumput laut akan menurun. Dampak Penurunan Jumlah Ekspor Rumput Laut Sebesar 50 Persen Skenario penurunan jumlah ekspor rumput laut terkait kuota perdagangan ekspor rumput laut. Melalui kuota perdagangan ekspor, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk membatasi 50 persen produski rumput laut yang dapat diekspor ke luar negeri pada saat industri pengolahan dalam negeri telah berkembang. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Perubahan nilai rata-rata simulasi dampak penurunan jumlah ekspor rumput laut sebesar 50 persen Peubah Notasi Satuan Nilai Nilai simulasi Perubahan dasar kebijakan (Persen) Produksi rumput QR Ton 894 010 904 020 1.1 laut Indonesia Simulasi kebijakan dalam membatasi 50 persen jumlah ekspor rumput laut domestik akan berpengaruh besar pada jumlah ekspor rumput laut domestik ke negara-negara tujuan utama. Pembatasan 50 persen jumlah ekspor tersebut akan berpengaruh pada penurunan 50 persen ekspor rumput laut domestik ke Filipina, Cina dan Hongkong. Sedangkan produksi rumput laut domestik akan bertambah hanya sebesar 1.1 persen. Serta variabel yang lainnya seperti permintaan rumput laut domestik, harga rumput laut domestik dan ekspor rumput laut total tidak mengalami perubahan yang berarti.
7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Adapun simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: 1. Peningkatan produksi rumput laut Indonesia telah mulai meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan permintaan rumput laut dari berbagai negara di dunia yaitu 31 persen dalam periode 5 tahun (2007-2011). Provinsi penghasil rumput laut terbesar periode 2007-2011 adalah provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan NTT dengan hasil produksi ratarata pertahun periode 2007-2011 yaitu 961 066, 535 618 dan 484 864 (dalam ton). Subsistem agribisnis yang berkembang lebih baik adalah usahatani karena dalam proses budidayanya rumput laut dapat hidup dengan baik pada karakteristik lahan budidaya yang ada di berbagai kawasan pantai tropis di Indonesia. Akan tetapi pada subsistem hilir dimana pengolahan lanjutan rumput laut menjadi produk turunan atau sebagai bahan baku produk lanjutannya menghadapi masalah yang berarti yaitu dengan kurangnya teknologi pengolahan produk rumput laut menjadi produk turunan dan bahan baku lanjutannya. Hal ini mengakibatkan
42 Indonesia hanya mampu mengekspor banyak rumput laut kering serta sedikit produk turunan dan bahan baku lanjutannya. Kualitas produk turunan dan bahan baku lanjutan rumput laut Indonesia dianggap kurang memenuhi syarat negara-negara pengimpor. Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya penanganan pascapanen rumput laut oleh petani hanya sampai pada pengeringan saja. Hal ini terjadi karena di dalam negeri industri pengolahan rumput laut menjadi karaginan atau karaginan semi murni belum banyak berkembang. Sehingga harga jual rumput laut dari petani rumput laut dipasaran rendah karena belum adanya diversifikasi produk. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi. Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya dapat juga oleh petani. 2. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi rumput laut Indonesia secara signifikan adalah anggaran Kementerian Kelautan Perikanan, harga rumput laut dunia serta tren. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan rumput laut domestik secara signifikan adalah jumlah penduduk Indonesia serta harga karageenan. Dan harga rumput laut domestik dipengaruhi secara signifikan oleh harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya. 3. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional dianalisis dengan melihat karakteristik permintaan ekspor tiga negara pengimpor terbesar yaitu Filipina, Cina dan Hongkong. Faktor yang secara signifikan berpengaruh pada ekspor rumput laut ke Filipina adalah harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ke Cina adalah pendapatan nasioanal Cina serta untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut ke Hongkong adalah harga rumput laut domestik tahun sebelumnya, tarif impor yang diberlakukan oleh Hongkong dan harga rumput laut dunia. 4. Produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik ternyata dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Indonesia. Kebijakan yang dilakukan oleh KKP RI dalam mendorong produksi rumput laut domestik serta peningkatan ekspor perlu terus dilakukan, sebagai langkah konkretnya dengan peningkatan anggaran pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam merangsang pertumbuhan kesejahteraan masyarakat pesisir baik dengan bantuan permodalan maupun bantuan kapal-kapal nelayan. Begitu pula dengan teknologi-teknologi tepat guna dalam meningkatkan kualitas dan nilai tambahan rumput laut domestik. Oleh sebab itu, untuk mencapai target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya sebesar 1 182 160 ton sesuai Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan . maka perlu adanya peningkatan 50 persen anggaran program pengembangan rumput laut nasional. Saran 1. Hendaknya pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan masyarakat pesisir dapat terus mengoptimalisasikan
43 potensi sumberdaya pesisir yang melimpah di wilayah Indonesia ini. Dengan adanya program pengembanganan rumput laut pada masyarakat daerah pesisir maka diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. 2. Produksi rumput laut Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh anggaran Kementerian Kelautan Perikanan karena untuk melakukan usaha produksi rumput laut diperlukan modal, sehingga anggaran tersebut akan sangat memengaruhi keputusan para pelaku usaha produksi rumput laut. Untuk mempertahankan produksi agar tetap stabil bahkan meningkat, maka diharapkan Kementerian Kelautan Perikanan dapat memberikan bantuan modal serta sarana dan prasarana produksi yang tepat guna. Masyarakat pesisir yang pada umumnya adalah bekerja pula sebagai nelayan mengharapkan bantuan bukan hanya hanya dalam permodalan saja tapi juga dari penyuluhan, pelatihan, teknologi, pasca panen, pengolahan serta pemasarannya. Oleh karena itu anggaran Kementerian kelautan dan Perikanan besar pengaruhnya dalam perkembangan produksi rumput laut di tingkat masyarakat pesisir. 3. Kebijakan pemerintah dalam mendukung perdagangan internasional rumput laut Indonesia perlu diimbangi dengan kebijakan dalam meningkatkan produksi rumput laut Indonesia, agar peningkatan permintaan ekspor dari negara-negara di pasar internasional dapat dipenuhi tanpa meningkatkan harga rumput laut domestik yang akan mengurangi konsumsi rumput laut domestik karena mahalnya rumput laut di pasar domestik. Perlu diingat pula peningkatan produksi yang perlu dilakukan bukan hanya cukup sekedar dari sisi meningkatkan jumlah produksi rumput laut, namun sebaiknya lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas dan proses pengolahan lanjutannya menjadi produk lanjutan yang siap untuk bahan industri pula, agar rumput laut Indonesia dapat lebih bersaing dengan rumput laut negara lain di pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, [ASPPERLI] Asosiasi Petani dan Pengelola Rumput Laut Indonesia, [ISS] Indonesian Seaweed Society. 2011. Kajian Strategi Pengembangan Industri Rumput Laut Dan Pemanfaatanya Secara Berkelanjutan. Jakarta: BPPT-PRESS. [Kemenperin] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2011. Peta Panduan Industri Rumput Laut. Jakarta: Biro Perencanaan Sekjen Kemenperin. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. KKP Tetapkan Empat Komoditas Budidaya. KKP. [Pusdatin KKP] Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Kelautan dan Perikanan. Jakarta (ID). Anggraini D. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kopi Indonesia dari Amerika Serikat [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
44 Apsari W. 2011. Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Di Pasar Internasional [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Aris A. 2003. Analisis Pengembangan Kelapa Rakyat Di Kabupaten Indragiri Hilir [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Aslan LM. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Basri F dan Munandar H. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional; Pengenalan Dan Aplikasi Metode Kuantitaif. Jakarta (ID): Prenada Media Group. Boediono.1992. Ekonomi Mikro : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1.Yogyakarta(ID): BPFE. Buzalmi. 2004. Analisis Pendapatan, Pemasaran Dan Strategi Pengembangan Agribisnis Kelapa Di Kabupaten Indragiri Hilir [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Firdaus M. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta (ID). Bumi Aksara Gumilar S. 2007. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Halwani RH. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Hadisubijantoro J, editor. Jakarta (ID): Penerbit Ghalia Indonesia. Hikmayani Y, Aprilliani T, Zamroni A. 2007. Analisis Pemasaran Rumput Laut di Wilayah Potensial di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(2): 159-175. Indriyani H dan Suminarsih E. 2005. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. King RP, Boehije M, Cook ML, dan Sonka ST. 2010. Agribusiness Economics and Management. Oxford University Press. Amer. J. Agr. Econ. 92(2):554570. Kuswari. 2005. Pengembangan Agribisnis Kelapa Dalam Rangka Pengurangan Kemiskinan Di Kabupaten Indragiri Hilir [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi kesepuluh Jilid satu. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Lindert PH dan Kindleberger CP. 1993. Ekonomi Internasional “Ed ke8”.Abdullah B, penerjemah; Mochtar K, editor. Jakarta (ID): PT Gelora Aksara Pratama. Mira dan Reswati E. 2006. Analisis Daya Saing Usaha Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 1(2): 165-173. Nursalim T. 2000. Kajian Karakteristik Dan Aktivitas Komunikasi Nelayan Terhadap Perilaku Mereka Dalam Pengembangan Subsistem Produksi Pada Agribisnis Perikanan Tangkap: Kasus Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putong I. 2010. Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta (ID): Mitra Wacana Media. Said EG dan Intan AH. 2004. Manajemen agribisnis. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Salvatore D.1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Internasional Economic.
45 Santosa A. 2001. Kajian Sistem Agribisnis Pada Usahatani Tebu Rakyat Bebas Lahan Kering Dalam Upaya Pemberdayaan Petani Tebu Di Kabupaten Ngawi Jawa Timur. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Seperich GJ, Woolverton MW dan Bierlein JG. 1994. Introduction To Agribusiness Marketing. New Jersey (USA): Prentice Hall Career and Technology Setiawan dan Kusrini DE. 2010. Ekonometrika. Nikodemus WK, editor. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Sitepu RKK dan Sinaga BM. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika. Bogor (ID): Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Soemokaryo S. 2007. Perilaku perdagangan tuna dan udang Indonesia. Jakarta (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Sudarsono. 1995. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): LP3S. Santoso L dan Nugraha YT. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-ice untuk Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan. 3(2): 37-43. Yulisti M, yusuf R dan hikmah. 2012. Kajian Awal Value Chain Rumput Laut Euchema cottonii di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 7 (1): 67-77. Yusuf R dan Tajerin. 2008. Pendugaan Fungsi Penawaran Ekspor Rumput Laut Indonesia Di Pasar Internasional: Analisis Pendekatan Error Correction Model (ECM). Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 3(1): 51-63. Yusuf R, Mira dan Zamroni A. 2006. Analisis Potensi Pasar Rumput Laut Di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 1(1): 101-111. Zamroni A, Purnomo AH dan Mira. 2006. Keragaan Sosial Ekonomi Usaha Budidaya Dan Pemasaran Rumput Laut di Bulukumba dan Palopo (Studi Kasus Budidaya Rumput Laut Euchema sp dan Gracillaria sp). Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 1(1): 83-100. Zulham A dan Aprilliani T. 2007. Struktur Bisnis Klaster Rumput Laut Gorontalo. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(2): 195207. Zulham A, Purnomo AH, Aprilliani T, Hikmayani Y. 2007. Assessment Klaster Perikanan (Studi Pengembangan Klaster Rumput Laut Kabupaten Sumenep). Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(2): 177193.
46 Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut Indonesia No i 1
Kebijakan Tentang ii iii UU No 31 tahun Perikanan. 2004 UU No 45 Tahun Perubahan UU 2009 No 31 tahun 2004
2
UU No 20 tahun Usaha Mikro, 2008 Kecil dan Menengah
3
PP No. 25 tahun Kewenangan 2000 Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
4
Keppres No. tahun 1999
5
6
7
Tujuan
Objek iv
Mengatur pengelolaan perikanan Mengatur pembatasan eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan yang berlebihan Untuk menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Mengatur kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom dalam pembangunan daerah yang berkaitan dengan sektor primer terutama di bidang perikanan dan kelautan Mengatur tata cara permohonan PMDN dan PMA
117 Prosedur Permohonan PMDN dan PMA UU No. 32 tahun Pemerintahan Mengatur mengenai 2004 Daerah kewenangan daerah yang memiliki wilayah laut dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan UU Nomor 23 tahun Pengelolaan Pembangunan Nasional 1997 Lingkungan secara keseluruhan, Hidup termasuk sektor perikanan, harus berwawasan lingkungan Keppres No. 165 Tugas, Fungsi Mengatur kerwenangan tahun 2000 dan Wewenang Kementerian Kelautan Departemen Perikanan dalam Perikanan dan memberikan izin di bidang Kelautan kelautan dan perikanan, di wilayah laut di luar 12 (dua belas) mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya, serta Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen.
v Pembudidaya Produsen perikanan
Pembudidaya dan pelaku usaha pengolahan skala kecil dan menengah Pemerintah Provinsi
Investor
Pemerintah Daerah
Pemerintah, pembudidaya, serta pelaku usaha perikanan lainnya Kementerian Kelautan dan Perikanan
47 i 8
Ii iii PP No. 25 tahun Kewenangan 2000 Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom
iv Mengatur kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang didukung oleh Pemerintah Daerah sebagai daerah otonom dalam menentukan kebijakan-kebijakan berkaitan dengan eksplorasi sumber daya laut Mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil dalam pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan serta adil. Mengatur wewenang dan tugas Dewan Kelautan Indonesia dalam memberikan pertimbangan penetapan kebijakan umum di bidang kelautan Menjabarkan strategi, langkah operasional dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mendorong pelaksanaan industrialisasi kelautan dan Perikanan
V Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemerintah Daerah
9
UU No 27 tahun Pengelolaan 2007 Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta masyarakat pesisir. Dewan Kelautan Indonesia
10
Keppres No 21 tahun Dewan 2007 Kelautan Indonesia
11
7/Kepmen-KP/2013
Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan
12
Per.15/Men/2012
Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 20102014
Mengoptimalkan Kementerian perencanaan pembangunan Kelautan dan kelautan dan perikanan Perikanan termasuk salah satu komoditinya yaitu rumput laut.
13
Per.27/Men/2012
Pedoman Umum Industrialisasi Kelautan dan Perikanan
mendorong percepatan Kementerian pembangunan sektor Kelautan dan kelautan dan perikanan Perikanan serta dalam rangka efektivitas pelaksanaan industrialisasi kelautan dan perikanan. Salah satu potensi industrialisasi yang dituju yaitu industrialisasi rumput laut Indonesia
Kementerian Kelautan dan Perikanan
48 I 14
ii Per.39/Men/2011
iii Organisasi dan Tata Kerja Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut
15
Per.50/Men/2011
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2012
16
PP No 9 tahun 2013
Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia
17
PP No 54 tahun 2002 Usaha Perikanan
18
PP No 60 tahun 2007 Konservasi Sumber Daya Ikan
iv Mengoptimalisasi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan budidaya rumput laut di bidang sumber daya, biologi, ekologi, bioteknologi, serta lingkungan, perlu membentuk Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut; Mendorong percepatan pembangunan daerah di bidang kelautan dan perikanan diperlukan dana alokasi khusus guna membantu membiayai kegiatan khusus bidang kelautan dan perikanan di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional Mendukung pembangunan nasional, sehingga perlu melakukan pengembangan usaha dengan menambah tugas dan kegiatan usaha Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera serta mengubah namanya menjadi Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia Mengusahakan sumberdaya perikanan secara berdaya guna dan berhasil guna serta selalu memperhatikan kepentingan dan kelestariannya mengupayakan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan
V Loka Penelitian dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia
Pelaku usaha perikanan
Pembudidaya, produsen serta pelaku usaha perikanan
49 i 19
Ii PER.33/MEN/2012
20
Kep 01/MEN/2002
iii Petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khususBidang kelautan dan perikanan tahun 2013
iv
v Mendorong percepatan Kementerian pembangunan daerah di Kelautan dan bidang kelautan dan Perikanan perikanan diperlukan dana alokasi khusus guna membantu membiayai kegiatan khusus bidang kelautan dan perikanan di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional Sistem Melindungi masyarakat Pelaku usaha manajemen konsumen dari hal-hal industri mutu terpadu yang merugikan dan hasil perikanan membahayakan kesehatan, praktek-praktek yang bersifat penipuan dan pemalsuan dari produsen, membina produsen serta untuk meningkatkan daya saing produk perikanan
50 Lampiran 2 Hasil output tahap estimasi model rumput laut Indonesia The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PRODUKSI QR produksi rumput laut domestik
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 15 21
3.855E19 2.125E17 3.876E19
6.425E18 1.417E16
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
119025421 894010864 13.31364
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
453.51
<.0001
0.99452 0.99232
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept LTK
1 1
5.696E10 1286.521
2.942E10 1111.009
1.94 1.16
0.0720 0.2650
PRLD
1
9451.504
23948.48
0.39
0.6986
APP LQR
1 1
0.003164 0.571907
0.000663 0.179873
4.77 3.18
0.0002 0.0062
TREN PX
1 1
-2.883E7 2.8971E8
14866473 1.9568E8
-1.94 1.48
0.0715 0.1594
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.074494 22 -0.06421
Variable Label Intercept jumlah pembudidaya rumput laut t-1 harga rumput laut domestik anggaran kkp produksi rumput laut domestik t-1 pengaruh waktu harga rumput laut dunia
51 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PERMINTA QD permintaan rumput laut domestik
Source
Analysis of Variance Sum of Mean DF Squares Square
Model Error Corrected Total
5 16 21
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.377E12 8.625E11 2.24E12
232174.774 356886.591 65.05562
F Value
Pr > F
5.11
0.0055
2.754E11 5.391E10
R-Square Adj R-Sq
0.61491 0.49457
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept LPRLD
1 1
-1576140 8.335585
924157.1 45.24316
-1.71 0.18
0.1074 0.8561
GDPID
1
172.383
181.3437
-0.95
0.3560
POPID
1
0.008321
0.004856
1.71
0.1000
LQD
1
0.049737
0.265694
0.19
0.8539
PATC
1
80147.34
37850.91
2.12
0.0500
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.945691 22 0.021654
Variable Label Intercept harga rumput laut domestik t-1 gdp riil perkapita Indonesia populasi penduduk Indonesia permintaan rumput laut domestik t-1 harga karagenaan
52 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
EKSPOR_R XRF ekspor rumput laut ke Filipina
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
9 12 21
5.317E14 7.954E13 6.112E14
5.908E13 6.628E12
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
2574537.88 4397627.14 58.54380
F Value
Pr > F
8.91
0.0004
R-Square Adj R-Sq
0.86987 0.77228
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PRF
1 1
-2.378E7 1271224
19075599 2386680
-1.25 0.53
0.2364 0.6040
PCHIL
1
675848.2
1203559
0.56
0.5848
ERF
1
-5.316802
4.731913
1.12
0.2832
GDPF
1
3806.588
5254.403
0.72
0.4827
POPF
1
0.334859
0.224995
1.49
0.1625
TRFF
1
-170468
362421.0
-0.47
0.6465
LXRF
1
0.006506
0.241862
0.03
0.9790
PX
1
2000161
5333647
-0.38
0.7142
LPRLD
1
-880.983
491.9685
-1.79
0.0986
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.976385 22 -0.00067
Variable Label Intercept harga rumput laut ke Filipina harga rumput laut Chili nilai tukar rupiah terhadap peso Filipina gdp riil perkapita Filipina populasi penduduk Filipina tarif impor rumput laut Filipina ekspor rumput laut ke Filipina t-1 harga rumput laut dunia harga rumput laut domestik t-1
53 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
EKSPOR_R XRC ekspor rumput laut ke China
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
10 11 21
1.344E16 3.472E14 1.379E16
1.344E15 3.156E13
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
5617923.38 16672388.5 33.69597
F Value
Pr > F
42.60
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.97483 0.95194
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PRC
1 1
-2.368E8 3641851
4.5856E8 12113699
-0.52 0.30
0.6158 0.7693
PCHIL
1
-3107202
3827580
-0.81
0.4341
ERC
1
-6.993802
232.6729
0.03
0.9766
GDPC
1
17099.54
7968.528
2.15
0.0550
POPC
1
4.708472
6.103507
0.77
0.4567
TRFC
1
-854696
633039.7
-1.35
0.2041
LXRC
1
-0.18576
0.395363
-0.47
0.6476
LPOPC
1
-4.55074
5.788962
-0.79
0.4484
PX
1
2485229
13213962
0.19
0.8542
PRLD
1
-954.868
1390.270
-0.69
0.5064
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.754703 22 0.119374
Variable Label Intercept harga rumput laut Cina harga rumput laut Chili nilai tukar rupiah terhadap Yuan Cina gdp riil perkapita Cina populasi penduduk Cina tarif impor rumput laut Cina ekspor rumput laut ke Cina t-1 populasi penduduk Cina t-1 harga rumput laut dunia harga rumput laut domestik
54 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
EKSPOR_R XRHK ekspor rumput laut ke Hongkong
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
10 11 21
3.698E14 1.046E14 4.744E14
3.698E13 9.506E12
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
3083132.05 5811705.55 53.05038
F Value
Pr > F
3.89
0.0177
R-Square Adj R-Sq
0.77957 0.57918
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PRHKG
1 1
-3.619E7 -982929
45379342 2388107
-0.80 -0.41
0.4420 0.6885
PCHIL
1
884569.0
1912203
0.46
0.6527
ERHK
1
-1417.71
6702.591
-0.21
0.8364
GDPHK
1
641.1579
852.1463
0.75
0.4676
POPHK
1
10.86869
8.828849
1.23
0.2440
TRFHK
1
-356024
199814.0
-1.78
0.1024
LXRHK
1
0.389935
0.208630
1.87
0.0885
LGDPHK
1
-1324.48
917.7765
-1.44
0.1768
PX
1
-1.373E7
5106863
-2.69
0.0211
PRLD
1
-175.990
821.0543
-0.21
0.8342
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.202761 22 -0.10235
Variable Label Intercept harga rumput laut Hongkong harga rumput laut Chili nilai tukar rupiah terhadap dolar Hongkong gdp riil perkapita Hongkong populasi penduduk Hongkong tarif impor rumput laut Hongkong ekspor rumput laut ke Hongkong t-1 gdp riil perkapita Hongkong t-1 harga rumput laut dunia harga rumput laut domestik
55 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARGA_RU PRLD harga rumput laut domestik
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 14 21
24269723 18786538 43056262
3467103 1341896
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1158.40217 2089.86689 55.42947
F Value
Pr > F
2.58
0.0619
R-Square Adj R-Sq
0.56367 0.34551
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept QR
1 1
-5649.52 -6.73E-7
390326.7 5.196E-7
-0.01 -1.29
0.9887 0.2163
PX
1
331.8818
1885.524
0.18
0.8628
ERUS
1
-0.00312
0.277671
-0.01
0.9912
QD
1
0.001744
0.001330
1.31
0.2108
PATC LPRLD
1 1
219.2920 0.495237
216.9627 0.217990
1.01 2.27
0.3293 0.0394
TREN
1
2.789105
196.0760
0.01
0.9889
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.060111 22 -0.03895
Variable Label Intercept produksi rumput laut domestik harga rumput laut dunia nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika permintaan rumput laut domestik harga karagenaan harga rumput laut domestik t-1 pengaruh waktu
56 Lampiran 3 Hasil output tahap validasi dan simulasi model rumput laut Indonesia Statistics of fit
Variable QR QD XRF XRC XRHK PRLD XRT
N
Mean Error
Mean % Error
Mean Abs Error
Mean Abs % Error
RMS Error
RMS % Error
R-Square
22 22 22 22 22 22 22
11543.4 -103.8 -10.1173 45505.3 -1078.2 -0.5636 11647.2
2.4659 58.8088 . . -7.8757 16.0760 2.5710
70129725 166017 1522189 2864685 1693805 762.2 70175577
26.8588 131.3 . . 58.2950 41.1170 27.0172
94554920 197999 1946761 4091169 2166418 1003.2 94568081
44.3366 252.2 . . 116.1 56.6801 44.6881
0.9949 0.6149 0.8636 0.9733 0.7823 0.4858 0.9949
Theil Forecast Error Statistics
N
MSE
Corr (R)
22 22 22 22 22 22 22
8.941E15 3.92E10 3.79E12 1.674E13 4.693E12 1006406 8.943E15
1.00 0.78 0.93 0.99 0.88 0.70 1.00
Variable QR QD XRF XRC XRHK PRLD XRT
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
0.00 0.12 0.04 0.01 0.07 0.14 0.00
1.00 0.88 0.96 0.99 0.93 0.86 1.00
Inequality Coef U1 U 0.0591 0.4136 0.2836 0.1360 0.2912 0.3989 0.0591
0.0296 0.2165 0.1448 0.0682 0.1490 0.2071 0.0296
Simulasi penurunan jumlah ekspor rumput laut sebesar 50 persen
Variable QR
The SAS System The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Descriptive Statistics Actual Predicted Mean Std Dev Mean Std Dev 8.9401E8 1.3586E9 8.9402E8 1.3545E9
N Obs 22
N 22
QD
22
22
356887
326575
356783
256080
XRF
22
22
4397627
5395031
2198809
2506789
XRC
22
22
16672389
25626286
8358947
12664476
XRHK
22
22
5811706
4752749
2905314
2086296
PRLD
22
22
2089.9
1431.9
2089.3
1053.5
XRT
22
22
8.9365E8
1.3584E9
8.9367E8
1.3543E9
Label produksi rumput laut domestik permintaan rumput laut domestik ekspor rumput laut ke Filipina ekspor rumput laut ke China ekspor rumput laut ke Hongkong harga rumput laut domestik ekspor rumput laut total domestik
57 Simulasi peningkatan anggaran KKP sebesar 50 persen The SAS System The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Descriptive Statistics
Variable
Actual Mean Std Dev
Predicted Mean Std Dev
N Obs
N
QR
22
22
8.9401E8
1.3586E9
1.1801E9
1.7469E9
QD
22
22
356887
326575
356783
256080
XRF
22
22
4397627
5395031
4397608
5014824
XRC
22
22
16672389
25626286
16778055
25473126
XRHK
22
22
5811706
4752749
5844506
4184835
PRLD
22
22
2089.9
1431.9
1896.8
1030.1
XRT
22
22
8.9365E8
1.3584E9
1.1797E9
1.7467E9
Label produksi rumput laut domestik permintaan rumput laut domestik ekspor rumput laut ke Filipina ekspor rumput laut ke China ekspor rumput laut ke Hongkong harga rumput laut domestik ekspor rumput laut total domestik
58
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sampit pada tanggal 14 April 1988. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Karly dan Ibu Wagini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pelangsian 10 Sampit Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 7 Sampit Provinsi Kalimantan Tengah . Pendidikan menengah atas di SMAN 1 Sampit Provinsi Kalimantan Tengah diselesaikan pada tahun 2005. Penulis meneruskan ke jenjang diploma 3 (D3) pada jurusan budidaya perikanan di Akademi Perikanan Sidoarjo dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya penulis diterima di penyelengaraan khusus ekstensi Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai Sarjana Ekonomi pada tahun 2011. Tahun 2011, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister di Program Studi Agribisnis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mendapatkan beasiswa dari Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (BUBPKLN KEMENDIKNAS).