Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
ISSN 2548-4494
J
urnal Rumput Laut Indonesia
PUI-P2RL-UNHAS
Pusat Unggulan Ipteks Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL) Universitas Hasanuddin
PUSAT UNGGULAN IPTEK PERGURUAN TINGGI INDONESIA
SINOPSIS Jurnal Rumput Laut Indonesia merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Unggulan Ipteks Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL) yang terdapat di Universitas Hasanuddin. Jurnal Rumput Laut Indonesia memuat tulisan hasil penelitian dan pengembangan yang terkait dengan aspek ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial yang berhubungan dengan rumput laut. PENANGGUNG JAWAB Ketua PUI-P2RL Universitas Hasanuddin DEWAN REDAKSI Dr. Inayah Yasir, M.Sc. (Ketua) Andi Arjuna, S.Si., M.Na. Sc.T. Apt. (Sekretaris) Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA. (Anggota) Moh. Tauhid Umar, S.Pi., M.P (Anggota) Raiz Karman, S.Pd. (Anggota) DEWAN PENYUNTING Prof. Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, M.Sc. (Ekonomi Sumberdaya) Prof. Dr. Ir. Ambo Tuwo, DEA. (Ekologi) Prof. Dr. Ir. Ekowati Chasanah, M.Sc. (Bioteknologi dan Pasca Panen) Prof. Dr. Jana Tjahna Anggadiredja, M.S. (Teknologi Pangan dan Farmasi) Prof. Dr. Ir. La Ode Muh. Aslan, M.Sc. (Budidaya Rumput Laut) Prof. Dr. Ir. Metusalach, M.Sc (Pasca Panen) Agung Sudariono, Ph.D. (Pakan Akuakultur) Dr. Ir. Andi Parenrengi, M.Si. (Bioteknologi) Asmi Citra Malina, S.Pi., M.Agr., Ph.D (Biotek) Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc (Penyakit Rumput Laut) Dr. Ir. St. Hidayah Triana, M.Si. (Rekayasa Genetika) Dr. Lideman, S.Pi., M.Sc (Reproduksi Biologi) ALAMAT REDAKSI: Jurnal Rumput Laut Indonesia, Pusat Unggulan Ipteks Pengembangan dan Pemanfaatan Rumput Laut (PUI-P2RL) Universitas Hasanuddin. Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Lantai V Kampus Unhas Tamalanrea Km. 10. Makassar 90245 Telepon : 085212108106 Email :
[email protected] Website : http://journal.indoseaweedconsortium.or.id/ SAMPUL DEPAN:
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii umur 30 hari di Unit Bisnis Pembibitan Rumput Laut PUI-P2RL-UNHAS (Foto: Ermina Pakki)
Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 46-51
ISSN 2548-4494
Analisis Kandungan Logam Timbal (Pb) pada Caulerpa racemosa yang Dibudidayakan di Perairan Dusun Puntondo, Kabupaten Takalar Analysis of Metal Content of Lead (Pb) in Caulerpa racemosa Cultivated in the Waters of Puntondo Village, Takalar Regency Khusnul Khatimah1, Muhammad Farid Samawi1, Marzuki Ukkas1 Diterima: 18 Juli 2016
Disetujui: 02 Agustus 2016
ABSTRACT This study aims to determine the content of lead (Pb) in Caulerpa racemosa farmed in the area of Puntondo, Takalar Regency as a reference in the status of food security (food security). This research was conducted in June 2016 in the waters of Puntondo. The measurement of Pb concentrations in the water column and in the C. racemosa itself using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Data concentrations of Pb on three research stations were analyzed using One Way Anova to see any difference between the three stations. The analysis was supported by measurements of environmental parameters such as temperature, salinity, pH, and DO. The results showed that there are differences in the content of Pb in C. racemosa in each research station. The analysis showed the farther the distance from the residential area farms, the smaller the concentration of Pb absorbed by C. racemosa. The Pb concentrations in the water column in the area of seaweed cultivation, were in the range of 0.45 to 0.55 ppm. This confirmed that the concentration of Pb in water column have exceeded the waters standards boundary which is> 0.008 ppm. The Pb concentration in C. racemosa in the range of 0.0080.013 ppm, which is still in the category of safe for consumption (<0.5 ppm). Keywords: Lead concentrations (Pb), Caulerpa racemosa, cultivation, Puntondo Village.
PENDAHULUAN Caulerpa racemosa merupakan salah satu makroalga atau tumbuhan tingkat rendah yang tumbuh secara alami di Perairan Indonesia. Makroalga jenis C. racemosa biasa dikenal dengan sebutan anggur laut (sea grapes) atau kaviar hijau. Sedangkan di Indonesia sendiri makroalga ini memiliki nama yang berbeda-beda seperti di Jawa dikenal dengan latoh dan di Sulawesi dikenal dengan nama lawilawi. Di beberapa daerah di tanah air, C. racemosa telah dimanfaatkan sebagai sayuran segar atau lalap, terutama untuk keluarga nelayan atau masyarakat pesisir (Fithriani, 2009). Seiring dengan meningkatnya permintaan rumput laut Caulerpa di pasaran, memicu masyarakat nelayan untuk melakukan budidaya dengan tujuan agar stok selalu tersedia. Menurut Putra (2012), kegiatan budidaya massal jenis rumput laut jenis C. racemosa di Indonesia, pertama kali dilakukan di Teluk Laikang Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Lokasi budidaya di Teluk Laikang dengan lahan budidaya yang sangat luas dapat dijumpai di wilayah perairan Dusun Puntondo. Daerah ini merupakan sentra produksi rumput laut lawi-lawi di Sulawesi Selatan bahkan telah banyak diperjualbelikan di pasar-pasar tradisional. 1
Departemen Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin
Khusnul Khatimah ( ) Email:
[email protected]
Dari segi pemanfaatannya sebagai bahan pangan, C. racemosa mungkin hanya dianggap sebagai bahan makanan yang lezat, bergizi, ekonomis dan mudah didapatkan, namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa beberapa makroalga yang tersebar di perairan nusantara, termasuk Caulerpa, memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat dari perairan. Salah satu logam berat dengan penyebaran yang cukup melimpah di perairan laut adalah logam berat Pb. Logam ini dapat ditemukan dimana saja. Pencemaran logam Pb dapat berasal dari alam dan akibat aktivitas manusia terutama pada kegiatan industri dan transportasi yang menyebabkan jumlah kandungan Pb akan terus mengalami peningkatan. Caulerpa yang biasanya disantap langsung tanpa diolah terlebih dahulu menyebabkan peluang terakumulasinya logam berat ke tubuh manusia akan semakin besar. Konsumsi makanan dengan konsentrasi Pb yang melebihi standar yang ditetapkan akan menyebabkan berbagai macam penyakit seperti gangguan saraf dan terhambatnya pengikatan oksigen oleh sel darah merah (Palar, 1994). Mengacu pada sifat C. racemosa yang edible maka penelitian ini dianggap perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan logam Pb pada C. racemosa di areal budidaya rumput laut Dusun Puntondo, Kabupaten Takalar sehingga hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang aman tidaknya C. racemosa yang dibudidayakan di perairan tersebut untuk dikonsumsi.
Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 46-51
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. Pengambilan sampel dilakukan di tiga lokasi budidaya rumput yang ada di Perairan Dusun Puntondo, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar (Gambar 1). Secara geografis ketiga
stasiun penelitian masing-masing terletak pada titik koordinat 5°35'20.09"S dan 119°28'18.13"T (stasiun I), 5°35'18.40"S dan 119°28'8.12"T (stasiun II), dan 5°35'47.51"S dan 119°29'0.17"T (stasiun III). Preparasi dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Dusun Puntondo, memperlihatkan letak Stasiun I, stasiun II dan Stasiun III di peta.
Penentuan lokasi sampling didasarkan pada perbedaan letak/jarak lokasi budidaya dari daerah pemukiman. Stasiun I terletak di perairan yang lebih terbuka sedangkan stasiun II dan III merupakan daerah tambak dengan karakterisasi yang berbeda. Stasiun II merupakan tambak letaknya jauh dari pemukiman. Pengambilan sampel makroalga dilakukan pada tiga titik di masing-masing stasiun. C. racemosa dicabut dengan hati-hati, lalu dimasukkan kedalam kantong sampel. Pengambilan sampel air dengan menggunakan botol plastik dilakukan di kolom perairan pada permukaan tempat tumbuhnya alga. Pengukuran parameter lingkungan secara in situ juga dilakukan pada waktu yang sama, meliputi salinitas, suhu, pH, dan DO. Preparasi sampel makroalga dilakukan dengan mengambil sampel makroalga dan dicuci dengan menggunakan air mengalir, kemudian dicuci kembali dengan menggunakan akuades. Sampel makroalga yang telah dibersihkan kemudian diambil sebanyak 20 gram sampel basah dan dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan pada suhu 105oC selama dua jam. Sampel makroalga yang telah kering dimasukkan kedalam cawan porselin untuk kemudian ditanur pada suhu 600oC selama tiga jam hingga menjadi abu, lalu dibiarkan hingga dingin.
Analisis kandungan logam timbal (Pb).....
Kedalam cawan porselin yang berisi abu makroalga yang telah dingin, ditambahkan tiga sampai lima ml HCl pekat. Selanjutnya diencerkan menggunakan air suling hingga volume mendekati bibir cawan dan dibiarkan bermalam. Larutan kemudian dituang kedalam labu ukur kapasitas 50 ml dan kedalamnya ditambahkan air suling hingga garis skala 50 ml, lalu dikocok hingga homogen. Larutan sampel kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan siap diinjeksikan ke alat AAS. Preparasi sampel air laut dilakukan dengan memasukkan sampel air laut yang telah dikocok hingga homogen sebanyak 30 ml kedalam labu ukur volume 50 ml, lalu ditambahkan lima ml asam nitrat (HNO3). Sampel air kemudian dipanaskan dengan menggunakan pemanas listrik hingga larutan menguap dan hanya tersisa ±10 ml. Kedalamnya kemudian ditambahkan ±40 ml akuades hingga volume larutan menjadi 50 ml. Sampel kemudian dimasukkan kedalam botol plastik dan siap diinjeksikan ke alat AAS. Pengukuran kadar logam Pb dilakukan dengan membuat larutan standar Pb kedalam lima konsentrasi yaitu kontrol; 0,1 mg/L; 0,2 mg/L; 0,4 mg/L dan 0,8 mg/L. Selanjutnya dilakukan pengoperasian alat AAS dan dianalisis kadar logamnya menggunakan formula garis lurus: X=(Y-b)/a, dimana X= konsentrasi logam dalam larutan contoh; Y= nilai serapan atom; b= titik singgung 47
Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 46-51 garis kurva pada sumbu Y; dan a= slope (kecenderungan) garis kurva. Perhitungan Bioconcentration Factor (BCF) dihitung dengan menggunakan rumus Van Esch (1977):
buhan optimal pada suhu 20oC-31oC dan laju pertumbuhan mulai menurun pada suhu di bawah 20oC dan di atas 31oC.
Ket.: BCF : Faktor biokonsentrasi C. C.racemosa : Konsentrasi logam di C. racemosa C. Air : Konsentrasi logam di air
HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Oseanografi Hasil pengukuran parameter lingkungan pada tiga stasiun penelitian adalah sebagai berikut: Salinitas Hasil pengukuran salinitas pada setiap stasiun penelitian terlihat pada Gambar 2 yaitu pada stasiun I diperoleh salinitas rata-rata sebesar 33,33 ± 0,577 ppt, stasiun II salinitas rata-rata sebesar 34,67 ± 0,577 ppt, dan stasiun III diperoleh salinitas ratarata sebesar 34,33 ± 0,577 ppt.
Gambar 2. Nilai rata-rata salinitas pada stasiun penelitian
Kisaran salinitas di areal budidaya rumput laut Dusun Puntondo adalah 33,3-34,7 ppt. Nilai ini layak untuk pertumbuhan C. racemosa yang tumbuh dengan baik di perairan dengan salinitas 25-35 ppt (Carruters dalam Baharuddin, 2013). Berdasarkan uji ANOVA, salinitas antara stasiun dinyatakan tidak berbeda nyata. Hal ini terjadi karena stasiun/tambak tempat dilakukannya budidaya rumput laut merupakan daerah yang mendapat suplai air laut yang sama, yaitu dari perairan Teluk Laikang. Selain itu, rendahnya pengaruh air tawar juga menjadi salah satu penyebab salinitas di areal ini tergolong homogen. Salinitas dapat berfluktuasi dan tergantung pada musim, topografi, pasang surut dan jumlah air tawar yang masuk kedalam suatu perairan (Odum, 1971). Suhu Pengukuran suhu pada perairan Dusun Puntondo berkisar antara 30-33oC (Gambar 3). Menurut Supriadi (2014), C. racemosa mencapai pertum-
48
Gambar 3. Nilai rata-rata suhu perairan pada stasiun penelitian
Data hasil pengukuran menunjukkan, suhu di stasiun I dan stasiun II tergolong optimal untuk pertumbuhan C. racemosa. Hal ini ditandai dengan lebih besarnya ukuran tallus C. racemosa di kedua stasiun dibandingkan dengan ukuran tallus C. racemosa pada stasiun III. Hal ini diduga terjadi karena suhu pada stasiun III tergolong cukup tinggi untuk menunjang proses pertumbuhan dari Caulerpa. Suhu di masing-masing stasiun menunjukkan data yang berbeda (P<0,05). Hal ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan waktu pengukuran. Tingginya suhu pada stasiun III diduga terjadi karena pengukuran dilakukan pada siang hari. Sinar Matahari yang semakin terik di siang hari menyebabkan suhu perairan mengalami peningkatan. Selain itu, luas area budidaya stasiun III lebih sempit sehingga lebih cepat mengalami kenaikan suhu dibandingkan dengan dua stasiun lainnya. Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan C. racemosa karena akan berpengaruh langsung terhadap proses metabolismenya. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan C. Racemosa memperlambat proses pertumbuhannya akibat menurunnya kerja enzim (degradasi enzim) dan cepat mengalami pemutihan tallus dan lepasnya ramuli (Hanafi, 2007). Oksigen terlarut (DO) Berdasarkan kadar oksigen terlarut, perairan diklasifikasikan tidak tercemar bila kadarnya ≥6,5 mg/L. Berdasar hal ini, maka perairan di areal budidaya rumput laut Dusun Puntondo termasuk dalam kategori tidak tercemar (Gambar 4). Kandungan oksigen terlarut pada lokasi penelitian cenderung tinggi, yang diduga karena pengukuran dilakukan pada pagi menjelang siang hari. Waktu diperkirakan terjadinya puncak kegiatan fotosintesis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penambahan oksigen karena proses fotosintesa. Kadar oksigen terlarut juga dapat meningkat karena terjadinya pertukaran
Khatimah, dkk.
Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 46-51 gas antara air dan udara (Andara & Suryanto, 2014).
mg/Kg), dan stasiun III sebesar 0,013 ± 0,005 mg/Kg (Gambar 6).
Gambar 4. Nilai rata-rata kandungan oksigen pada stasiun penelitian
Gambar 6. Nilai rata-rata konsentrasi logam Pb pada C. racemosa pada stasiun penelitian
Derajat keasaman (pH)
Berdasarkan hasil uji ANOVA terhadap konsentrasi kandungan logam Pb pada C. racemosa, nilai tertinggi ditemukan pada stasiun III. Diduga terjadi karena stasiun III merupakan daerah yang tertutup (tambak) yang terletak di daratan utama Dusun Puntondo yang berdekatan dengan pemukiman warga dan bersampingan dengan jalur transportasi darat. Hal ini membuka peluang kemungkinan masuknya logam Pb pada daerah ini cenderung tinggi.
Nilai rata-rata pH air pada stasiun I sebesar 5,76 ± 0,040 ppm, stasiun II sebesar 5,95 ± 0,010 ppt, dan stasiun III sebesar 6,04 ± 0,015 ppt (Gambar 5).
Gambar 5. Nilai rata-rata pH air laut pada stasiun penelitian
Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) pada perairan Dusun Puntondo berkisar antara 5,76-6,04. Kondisi cenderung asam, namun nilai pH tersebut masih berada pada kisaran layak untuk pertumbuhan C. racemosa, dengan nilai pH optimal adalah 5-8. Uji statistik menunjukkan nilai yang berbeda (P<0,05). Hal ini diduga karena adanya perbedaan suhu pada masing-masing stasiun penelitian. Perbedaan suhu adalah salah satu faktor yang memengaruhi pH suatu lingkungan (Wardoyo, 1975). Derajat keasaman dalam sistem perairan merupakan suatu variabel yang sangat penting karena mampu mempengaruhi konsentrasi logam berat di perairan. Kenaikan pH pada badan perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan dari senyawa-senyawa logam (Palar, 1994).
Kandungan logam Pb pada C. racemosa, air dan Faktor Biokonsentrasi (BCF) Konsentrasi logam Pb pada C. racemosa Nilai rata-rata kandungan logam Pb pada C. Racemosa pada stasiun I sebesar 0,008 ± 0,000 mg/Kg, stasiun II berada di bawah deteksi limit alat (<0,01
Analisis kandungan logam timbal (Pb).....
Wilayah perairan yang sempit dan tertutup menyebabkan bahan pencemar yang tidak diencerkan dan disebarluaskan ke laut yang luas akan mudah sekali terakumulasi di dalam suatu badan perairan, sehingga akan dipekatkan melalui proses biologi, fisik dan kimiawi. Dalam proses biologi, bahan pencemar biasanya akan diserap oleh organisme laut termasuk makroalga. Pada stasiun II tidak ditemukan adanya logam Pb pada C. racemosa, diduga karena stasiun II terletak sangat jauh dari daerah pemukiman sehingga potensi masuknya logam Pb pada daerah tersebut relatif lebih rendah. Selain itu, waktu penebaran bibit dan waktu sampling berdekatan, sehingga pada saat dilakukannya penelitian kandungan logam Pb dalam perairan belum banyak terserap oleh makroalga. Secara keseluruhan, kandungan logam Pb pada C. racemosa yang dibudidayakan di perairan Dusun Puntondo tergolong masih rendah. Merujuk BSN (2009), batas maksimum cemaran logam Timbal (Pb) dalam pangan sebesar 0,5 mg/Kg. Berdasarkan kandungan Pb dalam makroalga uji, dapat dikatakan bahwa C. racemosa yang dibudidayakan di perairan Dusun Puntondo masih aman untuk dikonsumsi. Konsentrasi logam Pb pada air laut Nilai rata-rata kandungan logam Pb pada stasiun I sebesar 0,55 ± 0,008 mg/L, stasiun II sebesar 0,51 ± 0,001 mg/L, dan stasiun III sebesar 0,45 ± 0,004 mg/L (Gambar 7).
49
Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 46-51
Gambar 7. Nilai rata-rata konsentrasi logam Pb pada air laut pada stasiun penelitian
Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh perbedaan nyata antar stasiun penelitian (P<0,05). Kandungan logam Pb terendah ditemukan di air laut stasiun III. Hal ini diduga terjadi karena pada stasiun ini terdapat dua jenis makroalga yang dibudidayakan dalam satu tambak yaitu C. racemosa dan Gracilaria verrucosa. Keduanya memiliki kemampuan sebagai absorben, sehingga diduga logamlogam yang terdapat di kolom perairan tersebut telah diserap oleh makroalga. Kandungan logam Pb di air laut di semua stasiun penelitian lebih besar dari standar baku mutu akumulasi logam Pb yang ditetapkan sebesar 0,008 mg/l (KLH, 2004).
Faktor Biokonsentrasi Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi C. racemosa pada stasiun I sebesar 0,015 ± 0,0002, stasiun II berada di bawah deteksi limit alat (<0,01) dan stasiun III sebesar 0,029 ± 0,0100 (Gambar 8).
juga bermuatan positif, menyebabkan rendahnya daya serap. Pada pH tinggi, permukaan rumput laut bermuatan negatif sehingga meningkatkan interaksi logam yang bermuatan positif dengan permukaan rumput laut melalui gaya elektrostatik (Aravindhan et al., 2006). Selain itu, jenis logam berat, jenis atau ukuran organisme, lama pemaparan juga sangat berpengaruh, selain kondisi lingkungan seperti suhu, pH dan salinitas (Waldichuk dalam Silalahi, 2014).
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kandungan logam Pb tertinggi pada Caulerpa racemosa yang dibudidayakan di Perairan Dusun Puntondo sebesar 0,013 mg/kg yang masih dalam kategori aman untuk dikonsumsi.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ambo Tuwo dan Dr. Inayah Yasir atas saran dan tanggapannya terhadap naskah ini.
DAFTAR PUSTAKA Andara, D.R. & A. Suryanto. 2014. Kandungan Total Padatan Tersuspensi, Biochemical Oxygen Demand dan Chemical Oxygen Demand serta Indeks Pencemaran Sungai Klampisan di Kawasan Industri Candi, Semarang. Management of Aquatic Resources Journal, 3 (3): 177-187. Aravindhan, R., J.R. Rao & B.U. Nair. 2006. Removal of Basic Yellow Dye From Aqueous Solution by Sorption on Green Algae Caulerpa scalpelliformis. Journal of Hazardous Materials. BSN. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Gambar 8. Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi C. racemosa terhadap logam Pb pada stasiun penelitian
Secara keseluruhan, kandungan logam Pb pada C. racemosa jauh lebih rendah dibandingkan dengan kandungan logam Pb di air. Jika dikaitkan dengan data pengukuran parameter oseanografi, penyebab rendahnya kandungan logam Pb pada C. racemosa diduga terjadi karena rendahnya nilai pH perairan (pH<7). Dalam kondisi ini, permukaan rumput laut mengandung sejumlah besar reaktif. Tingginya konsentrasi proton dalam larutan bersaing dengan ion logam untuk membentuk ikatan pada permukaan rumput laut. Pada kondisi pH perairan yang rendah, permukaan rumput laut bermuatan positif sehingga ion H+ bersaing dengan ion logam yang
50
Baharuddin, S.B. 2013. Perbandingan Kontaminasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Alga Laut Jenis Caulerpa racemosa di Pulau Lae-Lae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Fithriani, D. 2009. Potensi Antioksidan Caulerpa racemosa di Perairan Teluk Hurun Lampung. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hanafi, A. 2007. Teknik Produksi Anggur Laut (Caulerpa racemosa). Prosiding Simposium
Khatimah, dkk.
Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1 (1): 46-51 Nasional Hasil riset Perikanan. LIPI, Jakarta.
Kelautan
dan
KLH. 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Kementerian Lingkungan Hidup RI, Jakarta. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Sounders Company, Philadelphia. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Bhineka Cipta, Jakarta. Putra, N. 2012. Makan Malam Spesial Lawi-lawi (Caulerpa sp.) Bersama Pallu’ Ce’la memang Manyos Full. http://putranana.blog spot.co.Id/2012/07/makan-malam-spesiallawi-lawi-caulerpa.html. Diakses tanggal 22 Juni 2016.
Analisis kandungan logam timbal (Pb).....
Silalahi, H.V. 2014. Analisis Kandungan Logam Berat Pb, Cu dan Zn Pada Daging dan Cangkang Kerang Kepah (Meretrix meretrix) di Perairan Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Asahan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. Supriadi. 2014. Pertumbuhan dan Kandungan Karotenoid Lawi-Lawi (Caulerpa racemosa) dengan Substrat Dasar yang Berbeda di dalam Wadah Terkontrol. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar. Van Esch, G.J. 1977. Aquatic Pollutant and Their Potential Ecological Effects. Pergamon Press, New York, pp. 1-12. Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air. Institute Pertanian Bogor, Bogor.
51
Format Penulisan Jurnal Rumput Laut Indonesia
Naskah merupakan hasil penelitian yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan huruf Time New Roman font 11. Panjang naskah tidak lebih dari 10 halaman yang diketik satu spasi pada kertas ukuran A4, dengan jarak 2,5cm dari semua sisi, tanpa headnote dan footnote. Bagian awal tulisan terdiri atas judul dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; nama penulis dengan footnote berisi nama institusi penulis dan alamat email penulis korespondensi; serta abstrak dan keywords yang ditulis dalam bahasa Inggris. Abstrak tidak lebih dari 250 kata yang berisi tentang inti permasalahan atau latar belakang penelitian, cara penelitian atau pemecahan masalah, dan hasil yang diperoleh. Keywords merupakan kata yang menjadi inti dari uraian abstrak. Keywords maksimal lima kata, istilah yang lebih dari satu kata dihitung sebagai satu kata. Bagian utama tulisan terdiri atas, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, dan kesimpulan dan saran. Bagian akhir tulisan terdiri atas ucapan terima kasih (jika ada), dan daftar pustaka. Dalam penulisan naskah, semua kata asing ditulis dengan huruf miring. Semua bilangan ditulis dengan angka, kecuali pada awal kalimat dan bilangan bulat yang kurang dari sepuluh harus dieja. Rumus matematika ditulis secara jelas dengan Microsoft Equation atau aplikasi lain yang sejenis dan diberi nomor. Tabel harus diberi judul yang jelas dan diberi nomor sesuai urutan penyajian. Judul tabel diletakkan sebelum tabel. Batas tabel berupa garis hanya menjadi pembatas bagian kepala tabel dan penutup tabel, tanpa garis pembatas vertikal. Tabel tidak dalam bentuk file gambar (jpg). Keterangan diletakkan di bawah tabel. Gambar diberi nomor sesuai urutan penyajian. Judul gambar diletakkan di bawah gambar dengan posisi tengah (center justified). Gambar diletakkan di tengah, kualitas gambar harus jelas dan tidak pecah bila dibesarkan (minimal 1000 px). Gambar dilengkapi dengan keterangan yang jelas. Bilamana gambar dalam bentuk grafik yang dibuat di excel, maka gambar dikirimkan dalam bentuk excel, kecuali bila menggunakan Word 2010 atau yang lebih mutakhir, sehingga gambar dapat diedit bilamana diperlukan. Penulisan daftar pustaka menggunakan sistem Harvard Referencing Standard. Semua pustaka yang tertera dalam daftar pustaka harus dirujuk di dalam naskah. Kemutakhiran referensi sangat diutamakan. Bila penulis pertama memiliki lebih dari satu referensi dengan tahun yang sama, maka penandaan tahun ditambahkan dengan a, b, c, d, dst berdasarkan urutan kemunculan di dalam tulisan. Penulisan disesuaikan dengan tipe referensi, yaitu buku, artikel jurnal, prosiding seminar atau konferensi, skripsi, tesis atau disertasi, dan sumber rujukan dari website. A. Buku dan Tulisan Dalam Buku: Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul Buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi. Contoh: O’Brien, J.A. & J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems. Edisi 10. McGraw-Hill. New YorkUSA. B. Tulisan dalam Buku: Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Judul Tulisan. In (Nama belakang, nama depan disingkat dari editor) (Ed.) Judul Buku dicetak miring. Vol. Nomor. Penerbit. Tempat Publikasi, Rentang Halaman. Contoh: Zhang, J. & B. Xia. 1992. Studies on two new Gracilariafrom South China and a summary of Gracilariaspecies inChina. In Abbott, I. A. (Ed.) Taxonomy of Economic Seaweeds with Reference to Some Pacific and WesternAtlantic Species, Vol. III. Report no. T-CSGCP-023, California Sea Grant College Program, La Jolla, CA, pp. 195–206. C. Artikel Jurnal: Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama Jurnal dicetak miring, Vol, Nomor, rentang halaman. Contoh: Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning. The Journal of Artistic and Creative Education, 6 (1): 94-111. D. Prosiding Seminar atau Konferensi: Penulis 1, Penulis 2 dst. (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama Konferensi dicetak miring. Tanggal, Bulan dan Tahun, Kota, Negara, Halaman. Contoh: Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture management. Proceeding on Tenth International Conference on Wirt-schafts Informatik. 16-18 February 2011, Zurich, Swis, pp. 776-786. E. Skripsi, Tesis atau Disertasi: Penulis (Nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi, Tesis, atau Disertasi dicetak miring. Universitas, Kota. Contoh: Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya. F. Sumber Rujukan dari Website: Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator dicetak miring (URL). Tanggal Diakses. Contoh: Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2013.
Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
ISSN 2548-4494
J
urnal Rumput Laut Indonesia
JRLI
Vol. 1
No. 1
Hal. 1 - 70
Makassar, Agustus 2016
ISSN 2548-4494
Fachri Kurnia Bhakti, Sutinah Made, Mardiana Ethrawaty Fachry Kondisi Pemasaran Rumput Laut Gracilaria sp. Melalui Pendekatan SCP di Kabupaten Luwu
1-7
Fadhilah Abidin, Shinta Werorilangi, Rahmadi Tambaru Biokonsentrasi Fleshy Macroalgae Terhadap Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) di Pulau Bonebatang, Barranglompo, dan Lae-Lae Caddi, Kota Makassar
8 - 16
Rima, Budiman Yunus, Mohammad Tauhid Umar, Ambo Tuwo Performa Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Habitat Berbeda di Perairan Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto
17 - 26
Intil Juniarta, Rajuddin Syamsuddin, Hasni Yulianti Azis, Inayah Yasir Perkembangan Spora Kappaphycus alvarezii Varietas Hijau Menjadi Tallus Muda pada Substrat Berbeda
27 - 33
Fajriyati Mas'ud, Zulmanwardi, Leny Irawati Optimalisasi Konsentrasi Bahan Kimia untuk Ekstraksi Alginat dari Sargassum siliquosum
34 - 39
Katarina Hesty Rombe, Inayah Yasir, Muh. Anshar Amran Komposisi Jenis dan Laju Pertumbuhan Makroalga Fouling pada Media Budidaya Ganggang Laut di Perairan Kabupaten Bantaeng
40 - 45
Khusnul Khatimah, Muhammad Farid Samawi, Marzuki Ukkas Analisis Kandungan Logam Timbal (Pb) pada Caulerpa racemosa yang Dibudidayakan di Perairan Dusun Puntondo, Kabupaten Takalar
46 - 51
La Mala, Gunarto Latama, Abustang, Ambo Tuwo Analisis Perbandingan Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Varietas Coklat yang Terkena Epifit di Perairan Libukang, Kabupaten Jeneponto
52 - 56
Nur Astuti, Siti Aslamyah, Yushinta Fujaya Pengaruh Berbagai Dosis Rumput Laut Gracilaria gigas Terfermentasi Terhadap Kualitas Pakan dan Respon Kepiting Bakau Scylla olivacea
57 - 64
Awaluddin, Badraeni, Hasni Yulianti Azis, Ambo Tuwo Perbedaan Kandungan Karaginan dan Produksi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii antara Bibit Alam dan Bibit Hasil Pengkayaan
65 - 70