ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT DAN KAJIAN TREND VOLUME EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA KE CHINA (Periode Tahun 1999-2011)
SKRIPSI
DINDA PUTI DENANTICA H34080059
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
RINGKASAN DINDA PUTI DENANTICA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut dan Kajian Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China (Periode Tahun 1999-2011). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI). Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km serta memiliki lebih dari 17.508 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari luas laut sekitar 3,1 juta km2 dan 2,7 juta km2 merupakan wilayah zona ekonomi eksklusif. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi pengembangan di sektor kelautan dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia. Salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan sampai dengan saat ini yaitu rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut tersebut memiliki nilai yang tinggi untuk diekspor ke berbagai negara. Salah satu negara tujuan ekspor terbesar rumput laut Indonesia adalah negara China. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor rumput laut Indonesia serta mengidentifikasi dan mengkaji perkembangan dan proyeksi (forecasting) trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Variabel-variabel penduga diantaranya harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, nilai tukar riil, produksi rumput laut nasional, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP China. Metode yang digunakan yaitu Ordinary Least Square (OLS) dan regresi komponen utama diolah menggunakan program Ms. Excel dan Minitab 14. Datadata yang digunakan bersumber dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), BPS, UN Comtrade, internet serta Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan. Periode tahun yang digunakan yaitu dari tahun 1999-2011. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dengan Ordinary Least Square (OLS) diperoleh hasil estimasi bahwa keenam variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Adapun variabel yang berpengaruh positif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China diantaranya produksi, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP China. Sementara itu, variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China yaitu harga ekspor dan nilai tukar riil. Sedangkan analisis trend yang digunakan dalam meramalkan (forecasting) volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China mengalami kenaikan untuk lima tahun mendatang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil estimasi yang telah dilakukan terhadap variabel-variabel penduga memiliki keterkaitan dengan teori-teori ekonomi yang berlaku dan dicantumkan di dalam skripsi ini. Keenam variabel penduga (harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, nilai tukar riil, produksi rumput laut nasional, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP China) signifikan terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Adapun variabel yang memiliki pengaruh positif diantaranya produksi rumput laut nasional, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP China. Sedangkan variabel yang memiliki pengaruh negatif
ii
adalah harga ekspor rumput laut Indonesia ke China dan nilai tukar riil. Disamping itu, perkembangan (trend) yang terjadi menggambarkan kecenderungan yang positif (kenaikan) terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China untuk lima tahun mendatang.
iii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT DAN KAJIAN TREND VOLUME EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA KE CHINA (Periode Tahun 1999-2011)
DINDA PUTI DENANTICA H34080059
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut dan Kajian Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China.
Nama
: Dinda Puti Denantica
NRP
: H34080059
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi NIP. 19600611 198403 1 002
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut dan Kajian Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China.
Nama
: Dinda Puti Denantica
NRP
: H34080059
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi NIP. 19600611 198403 1 002
Menyetujui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus : vi
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut dan Kajian Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China” adalah benar-benar karya sendiri dan belum pernah digunakan untuk skripsi atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2012
Dinda Puti Denantica H34080059
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 April 1991 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ilham Batubara dan Fifi Rifianui. Penulis memulai pendidikan di TK Al Ghazali Bogor pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 1995. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Pengadilan III Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5 Bogor dan selesai pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Sarjana di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI Perguruan Tinggi Negeri pada Program Sarjana Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis aktif mengikuti organisasi intra kampus yaitu pernah mengikuti beberapa kepanitian di Departemen Agribisnis dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen yaitu Masa Pengenalan Departemen dan Fakultas serta kegiatan-kegiatan lainnya.
viii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut dan Kajian Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Negara China (Periode Tahun 1999-2011)” ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen , Institut Pertanian Bogor. Penulis selalu berusaha agar skripsi ini disusun sebaik mungkin. Namun demikian, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis membutuhkan saran-saran yang bersifat membangun dari pembaca sehingga menjadi lebih baik. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta membalas semua pihak yang telah memberikan doa, bantuan, dan dukungannya kepada penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Juni 2012 Dinda Puti Denantica
ix
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa
mengiringi
perjalanan
hidup
penulis,
terutama
dalam
penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Andriyono Kilat Adhi, sebagai dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk mengarahkan, memberi masukan, motivasi untuk terus maju dan berusaha serta dorongan dengan penuh kesabaran. 2. Kedua orang tua tercinta Papa Ilham Batubara dan Mama Fifi Rifiani yang selalu mendukung dengan kasih sayang, doa, bimbingan, nasihat, dukungan dan dana yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis. Khususnya untuk papaku yang senantiasa selalu bersedia untuk meluangkan waktunya dalam menjelaskan beberapa penjelesan yang relevan terkait skripsi ini. Karya tulis ini adalah persembahan dan wujud terima kasih kepada mama dan papa. I love you always, Mom and Dad 3. Ir. Burhanudin, MM sebagai dosen penguji utama dan Ir. Narni Farmayanti, M.Sc sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik. 4. Seluruh dosen dan staf kependidikan departemen Agribisnis yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan selama penuli melakukan perkuliahan. 5. Abang dan adik-adik tersayang, Rangga Novandra, Faza Ferio Muhammad dan Ade Rizky Muhammad atas dukungan yang diberikan. 6. Seluruh keluarga besar tercinta yang selalu memberikan semangat, doa serta kasih sayang dalam hidup penulis. 7. Yugo Pujonggo tersayang yang telah banyak membantu, memotivasi dan memberikan doa kepada penulis.
x
8. Teman-teman sebimbingan skripsi, Samuel C. Nababan, Andi Facino dan Marossimi M. yang selalu kompak, saling membantu dan saling memotivasi agar tetap berjuang serta semangat. Bersama kita bisaa.. 9. Sahabat-sahabat Agribisnis 45, Regina Prameisa, Meidina Megan Andriani, Restika Raditia Aulia, Andina Gemah Pertiwi, Tsamaniatul Khusnia, dan lainnya yang selalu mendoakan agar lancar dalam menyelesaikan skripi ini 10. Sahabat-sahabat TPB di asrama Rusunawa, Nengsih, Dewi Ayu Wulandari, Reffa Pyhtaloka, Anna Fauziah dan lainnya yang senantiasa memberikan pembelajaran yang sangat berharga. 11. Kakak-Kakak Agribisnis 44, Risa Maya Putriwinadi, Ginda Pramana, dan Jihan Kartika Dewi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk sedikit banyak memberikan ilmu dan doa dalam penyelesaian skripsi ini. 12. Seluruh civitas Kementrian Kelautan dan Perikanan yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan segala bentuk informasi akurat terkait yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini tidak hanya berguna bagi penulis dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi saja, namun diharapkan dapat memberikan informasi serta edukasi bagi orang yang membacanya. Selain itu, skripsi ini juga dapat dijadikan sebagai referensi penulisan karya ilmiah selanjutnya.
Bogor, Juni 2012 Dinda Puti Denantica
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 8 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 8 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 11 2.2 Keterkaitan Penelitian Terdahulu ..................................................... 13 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 14 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional ............................................. 14 3.1.2 Teori Penawaran dan Permintaan Ekspor ................................ 18 3.1.3 Teori Nilai Tukar (Exchange Rate) ........................................ 19 3.1.4 Teori Ekonometrika ................................................................. 19 3.1.5 Model Regresi Linier Berganda .............................................. 20 3.1.5.1 Model Regresi Linier Berganda .................................. 20 3.1.5.2 Uji Asumsi Klasik ....................................................... 22 3.1.6 Trend Analysis ......................................................................... 23 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 25 3.3 Hipotesis ........................................................................................... 28 IV. METODOLOGI PENELTIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 29 4.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 29 4.3 Metode Analisis ................................................................................ 30 4.4 Perumusan Model ............................................................................. 31 4.5 Definisi Operasional ......................................................................... 33 4.6 Uji Statistik ....................................................................................... 34 4.6.1 Uji Statistik Model Penduga (Uji-F) ....................................... 34 4.6.2 Uji t Statistik ............................................................................ 35 4.6.3 Uji r-squared ............................................................................ 35 4.7 Uji Ekonometrika ............................................................................. 35 4.7.1 Uji Normalitas ......................................................................... 35 4.7.2 Uji Autokorelasi ...................................................................... 36 4.7.3 Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 36
4.8 4.9
4.7.4 Uji Multikolinearitas ............................................................... 36 Regresi Komponen Utama(Principle Component Analysis) ............ 37 Trend Analysis .................................................................................. 38
V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT INDONESIA 5.1 Sejarah Rumput Laut Indonesia ....................................................... 39 5.2 Jenis Komoditi Rumput Laut Indonesia ........................................... 40 5.3 Nilai dan Potensi Rumput Laut Eucheuma cottonii ......................... 43 5.4 Rantai Pemasaran Rumput Laut ....................................................... 43 5.5 Budidaya Rumput Laut Eucheuma spp ............................................ 44 5.6 Program Revitalisasi ......................................................................... 46 5.7 Kegunaan Rumput Laut .................................................................... 47 5.8 Standar Rumput Laut Indonesia ....................................................... 48 5.9 Para Pelaku / Lembaga dalam Pemasaran Internasional Produk Perikanan .......................................................................................... 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Regresi dengan OLS ............................................................... 50 6.1.1 Uji Ekonometrika .................................................................... 50 6.1.2 Hasil Regresi Komponen Utama ............................................. 53 6.1.3 Uji Statistik ............................................................................. 54 6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia. ................................................................................. 55 6.2.1 Harga Ekspor Rumput Laut ke China...................................... 55 6.2.2 NilaiTukar (Exchange Rate) .................................................... 56 6.2.3 Produksi Nasional Rumput Laut Indonesia ............................. 57 6.2.4 Dummy Revitalisasi ................................................................ 57 6.2.5 Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ................................. 58 6.2.6 GDP ......................................................................................... 58 6.3 Perkembangan Ekspor RumputLaut Indonesia ................................ 59 6.3.1.Perkembangan Produksi Rumput Laut Nasional ..................... 59 6.3.2.Trend dan Forecasting Eskpor Rumput Laut Indonesia ke Dunia .................................................................................. 63 6.3.3. Trend dan Forecasting Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China .................................................................................. 64 6.3.4. Trend dan Forecasting Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China .................................................................. 68 6.3.5. Trend dan Forecasting Nilai Tukar (Exchange Rate) ............. 70 6.3.6. Trend dan Forecasting GDP Negara China ............................ 71 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 73 7.2 Saran ................................................................................................. 73 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75 LAMPIRAN ..................................................................................................... 76
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Luasan Lautan Indonesia............................................................................ 1
2.
Produksi Rumput Laut Nasional ................................................................ 3
3.
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia, 2001 – 2005 ................................................................................................ 4
4.
Trend Pertumbuhan dan Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Berdasarkan Negara Tujuan Utama, 2004-2008 .................. 5
5.
Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Utama, 2004-2008 ...................................................................................... 6
6.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ............................................................ 30
7.
Kerangka Identifikasi Autokorelasi ......................................................... 36
8.
Pemanfaatan Rumput Laut Indonesia ...................................................... 48
9.
Standar Nasional Rumput Laut Indonesia ............................................... 49
10.
Hasil Regresi OLS ................................................................................... 51
11.
Regresi Komponen Utama ....................................................................... 54
12.
Hasil Uji-t Statistika ................................................................................. 55
13.
Proyeksi Trend Produksi Rumput Laut Indonesia Tahun 2012-2016...... 61
14.
Proyeksi Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Dunia Tahun 2012-2016 ..................................................................................... 64
15.
Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Negara China ...... 66
16.
Proyeksi Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Tahun 2012-2016 ..................................................................................... 68
17.
Proyeksi Trend Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Tahun 2012-2016 .................................................................................... 70
18.
Proyeksi Trend Nilai Tukar (Exchange Rate) Tahun 2012-2016 ............ 71
19.
Proyeksi Trend GDP Negara China Tahun 2012-2016 ........................... 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kurva Perdagangan Internasional ............................................................... 17 2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 27 3. Rantai Pemasaran Rumput Laut Kering Indonesia ..................................... 44 4. Standar Nasional Proses Produksi Eucheuma cottonii................................ 46 5. Trend dan Proyeksi Produksi Rumput Laut Indonesia ............................... 60 6. Produksi Rumput Laut di Propinsi Penghasil Utama Tahun 2010 ............. 62 7. Trend dan Proyeksi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Dunia ................... 63 8. Trend dan Proyeksi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China ................... 67 9. Trend dan Proyeksi Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China ........ 69 10. Trend dan Proyeksi Nilai Tukar (Exchange Rate) ..................................... 70 11. Trend dan Proyeksi GDP Negara China ..................................................... 72
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Correlations : Y, LnX1, LnX2, LnX3, X4, LnX5, LnX6 ............................... 78 2. Regression Analysis : Y versus LnX1, LnX2, LnX3, X4, LnX5, LnX6 ......... 79 3. Asumsi Regresi Linier Berganda ................................................................ 80 4. Regresi Komponen Utama .......................................................................... 82 5. Transformasi ............................................................................................... 84 6. Standarisasi data .......................................................................................... 85 7. Uji t ............................................................................................................. 86 8. Trend Analysis............................................................................................. 87 9. Analisis Trend Produksi .............................................................................. 88 10. Trend Analysis Volume Ekspor ke China ................................................... 89 11. Trend Analysis Volume Ekspor ke Dunia ................................................... 90 12. Trend Analysis Harga Ekspor...................................................................... 91 13. Trend Analysis Nilai Tukar (Exchange Rate) ............................................ 92 14. Trend Analysis GDP.................................................................................... 93
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas terdiri dari luas laut teritorial 284.210,9 km2, wilayah zona ekonomi eksklusif sebesar 2.981.211 km2 serta luas laut 12 mil sekitar 279.322 km2. Negara kepulauan Indonesia yang terletak diantara dua benua Asia dan Australia serta berada di antara dua yaitu Samudra Pasifik dan Hindia memiliki banyak potensi unggulan yang sangat strategis ditinjau dari berbagai sudut kepentingan. Disamping itu, Indonesia yang dikenal juga sebagai negara perairan atau maritim, jika dilihat dari sisi wilayah yang begitu luas sangatlah potensial untuk menggali sumberdaya perairan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi pengembangan di sektor kelautan. Oleh sebab itu, wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia. Tabel 1. Luas Lautan Indonesia
No. Rincian - Item Luas Daratan Indonesia - Total Indonesia's Waters 1 2
Luas Lautan Indonesia – Total Indonesia’s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. Luas Laut 12 Mil
3
Panjang Garis Pantai Indonesia – Coast Line of Indonesia Jumlah Pulau – Number of Island
4 5
6 7 8
Pulau yang Telah Diverifikasi – The Verification Island a. Pulau Berpenduduk – Citizen b. Pulau Tidak Berpenduduk – Uncitizen Jumlah Pulau yang Sudah Didaftarkan ke PBB – Number of United Nations Listed Island Jumlah Kabupaten/Kota – Number of Regency/City Jumlah Kabupaten/Kota Pesisir – Number of Coastal Regency/City
Nilai - Value 1.910.931,32 Km2 (Kemendagri, Mei 2010) 281.210,90 Km2 2.981.211,00 Km2 279.322,00 Km2 (UNCLOS 1982) 104.000,00 Km (Bakosurtanal, 2006) 17.504 pulau 1) (Kemendagri, 2008) 13.466 pulau 1.659 pulau 11.807 pulau 4.981 pulau 497 kab/kota 324 kab (Kemendagri, Mei 2010)
1)
; 24 Pulau tenggelam pada tahun 2005-2007 – 24 Islands were sink at 2005-2007 Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), 2010
1
Salah satu bidang budidaya perairan (aquaculture) yang berkembang dewasa ini adalah budidaya rumput laut (seaweed culture) terutama budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Indonesia memiliki potensi areal budidaya rumput laut seluas 1,2 juta Ha, dengan potensi produksi rumput laut kering ratarata 16 ton per Ha. Apabila seluruh lahan bisa dimanfaatkan maka akan dapat dicapai 17.774.400 ton per tahun dengan harga Rp.4,5 juta per ton. Dengan kisaran jumlah produksi dan tingkat harga tersebut maka akan diperoleh nilai Rp.79,984 triliun (BEI News Maret-April 2005). Rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan hasil perikanan. Komoditas ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena permintaan pasarnya semakin meningkat. Terdapat enam jenis rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia diantaranya adalah Gracillaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargassum, dan Turbinaria. Sedangkan jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp. dan Gracillaria sp. Di samping karena potensial dibudidayakan pada hampir seluruh wilayah perairan Indonesia, komoditas ini juga memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi dikarenakan sebagian besar produksi rumput laut diekspor dalam bentuk gelondongan kering. Oleh sebab itu, terlihat bahwa masih terbuka lebar peluang usaha budidaya dan investasi pemrosesan rumput laut. Peluang usaha tersebut semakin besar sejalan dengan perkembangan permintaan rumput laut dunia yang meningkat rata-rata 510 persen per tahun. Dewasa ini, permintaan rumput laut yang ditujukan kepada eksportir Indonesia diindikasikan sudah mencapai 48.000 ton rumput laut kering per tahun (World Bank Report 2006). Disamping itu, rumput luat menjadi salah satu komoditas utama perikanan yang
mendapatkan program revitalisasi. Hal tersebut dikarenakan komoditas
rumput laut memiliki peluang ekspor yang terbuka luas sehingga dapat dijadikan salah satu sumber devisa yang berasal dari ekspor hasil perikanan. Selain itu, beberapa keunggulan lain yang dimiliki komoditas ini diantaranya harga yang relatif stabil, belum adanya kuota perdagangan bagi rumput laut, teknologi pembudidaya yang digunakan masih sangat sederhana sehingga mudah untuk dikuasai, siklus pembudidaya yang relatif singkat sehingga perputaran keuntungan terjadi dengan cepat, kebutuhan modal relatif kecil, termasuk komoditas yang
2
tidak tergantikan karena tidak memiliki produk sintesisnya dan tergolong usaha padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008). Produksi rumput laut Indonesia yang tumbuh di daerah tropis merupakan produksi terbesar di dunia. Kontribusi Indonesia dalam bahan baku juga telah diakui internasional. Hal tersebut karena Indonesia memiliki wilayah potensial penghasil budidaya dan produksi rumput laut jenis Eucheuma sp. dan Gracillaria sp. Sejak tahun 2005, Indonesia telah menjadi penghasil rumput laut terbesar dengan jumlah produksi rumput laut basah setiap tahun yang terus meningkat. Berdasarkan Data Statistik Perikanan Budidaya, pada tahun 2007 sampai dengan 2008 terjadi peningkatan sebesar 24 persen sedangkan pada tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 32,8 persen. Tiga daerah penghasil rumput laut terbesar adalah Sulawesi Selatan dengan total produksi rumput laut basah sebesar 774.026 ton, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 713.562 ton dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan total produksi sebesar 498.422 ton (Statistika Perikanan Budidaya 2009). Tabel 2. Produksi Rumput Laut Nasional
Produksi (Ton) Tahun E.Cottonii Gracilaria Total Basah 2001 212.478 212.478 2002 223.080 223.080 2003 231.927 231.927 2004 397.964 44.253 410.570 2005 866.383 33.321 910.636 2006 1.341.141 242.821 1.374.462 2007 1.485.654 242.281 1.728.475 2008 1.937.591 207.470 2.145.061 2009 2.791.688 171.868 2.936.556 2010 3.399.436 515.581 3.915.556 2011 3.497.920 664.812 4.162.732
Total Kering 21.247 22.308 23.192 41.057 91.063 137.446 172.847 214.506 296.355 391.501 416.272
Perkembangan (%) 4,99 3,96 77,03 121,80 50,93 25,76 24,10 38,16 32,10 6,33
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012 (diolah)
Saat ini, Indonesia sebagai negara penghasil rumput laut terbesar di dunia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2 bahwa jumlah produksi rumput laut Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Produksi rumput laut kering E.Cottonii merupakan produksi rumput laut unggulan sebagai komoditas ekspor 3
hasil perikanan. Pada tahun 2002, Indonesia mampu memproduksi rumput laut kering jenis E.Cottonii sebesar 4,99 persen. Pada tahun 2005, terjadi peningkatan produksi rumput laut kering Indonesia menjadi 121,80 persen. Terlihat bahwa perkembangan produksi rumput laut kering E.Cottonii mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Dewasa ini, komoditas rumput laut jenis E.Cottonii juga menjadi kebutuhan di pasar global. Besarnya peluang sumberdaya perikanan ini sangat berpotensi untuk dimanfaatkan serta dikembangkan untuk ekspor. Hal tersebut dikarenakan permintaan rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh permintaan dari para pengguna rumput laut tersebut, diantaranya
industri-industri
makanan,
obat-obatan
dan
bahan
polimer.
Perkembangan ekspor rumput laut menurut jumlah dan nilainya dapat disajikan seperti berikut ini (Anang Nugroho 2006). Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia, 2001 – 2005
Tahun
2001 2002 2003 2004 2005
Volume
Harga (US$/Kg)
Nilai
Jumlah (ton)
Perkembangan (%)
Jumlah (US$ 1000)
Perkembangan (%)
27.874 28.560 40.162 51.011 63.020
2,46 40,62 27,01 23,54
17,230 15,785 20,511 25,296 39,970
-8,39 29,94 23,33 58,01
0,618139 0,552696 0,510707 0,495893 0,634243
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI, 2006
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa dalam kurun waktu empat tahun perkembangan volume ekspor yang terjadi yaitu 27.874 ton pada tahun 2001 menjadi 63.020 ton pada tahun 2005 atau rata-rata 25,21 persen per tahun. Dari tabel tersebut diketahui pula bahwa selama empat tahun rata-rata perkembangan nilai ekspor yang dicapai sebesar $22,749,000 dari 15,785,000 US$ menjadi 39,970,000 US$ atau rata-rata 26,39 persen. Perkembangan volume dan nilai ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang besar di pasar internasional. Meningkatnya ekspor rumput laut Indonesia secara total yang terjadi setiap tahun hampir diseluruh negara tujuan ekspor. Pertumbuhan serta perkembangan volume ekspor rumput laut Indonesia ditunjukkan pada tabel berikut. 4
Tabel 4. Trend Pertumbuhan dan Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Berdasarkan Negara Tujuan Utama, 2004-2008 No.
Negara
2004
2005
2006
2007
2008
Kenaikan rata-rata (%)
TOTAL (kg) 1 China
51.010.828
69.264.256
95.588.055
94.073.398
99.948.576
19,61
13.784.961
24.926.415
35.834.441
23.318.145
43.620.103
44,18
2
5.301.542
8.060.284
11.145.030
10.878.315
17.908.449
38,13
Filipina
3
Vietnam
81.861
364.949
4.135.009
10.140.303
8.252.129
376,37
4
Hongkong
9.214.038
8.384.605
15.673.859
20.890.153
7.070.165
11,26
5
1.152.000
5.142.814
3.842.918
5.421.272
5.613.115
91,44
6
Korea Selatan Perancis
1.574.550
2.918.973
603.8
2.191.839
3.182.022
78,56
7
Chilli
2.360.842
1.696.737
2.841.939
3.498.999
2.323.091
7,22
8
Denmark
6.294.242
3.754.053
2.125.044
2.098.109
1.868.980
-23,98
9 10
1.749.844 395.469
1.064.750 831.636
5.750.878 848.179
2.453.907 670.5
1.512.607 1.305.900
76,32 46,52
11
USA U. Kingdom Spain
4.716.190
4.735.984
4.430.991
4.492.961
1.269.254
-19,09
12 13
Brazilia Malaysia
917 320.628
1.542.899 142.71
1.258.884 1.235.295
1.600.000 1.091.045
1.200.000 1.167.990
12,99 176,37
14
Lainnya
3.147.661
5.697.447
5.861.788
5.327.850
3.654.771
10,84
Sumber: Statistika Ekspor Hasil Perikanan, Ditjenkan Budidaya, 2008 (diolah)
Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa volume ekspor rumput laut Indonesia mengalami kenaikan secara total. Dari ke-13 negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia terlihat bahwa volume ekspor ke negara Vietnam, Malaysia, Korea Selatan, Perancis dan USA mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Kenaikan rata-rata dari masing-masing negara per tahunnya adalah 376,37 persen, 176,37 persen, 91,44 persen, 78,56 persen dan 76,32 persen. Namun demikian, selama tahun 2008 aktivitas volume ekspor rumput laut dari Indonesia terbanyak diterima oleh negara China yang mencapai 43,64 persen atau 43.620 ton. Sedangkan posisi Filipina mencapai 17,91 persen atau 17.908 ton dan ketiga negara Vietnam yang mencapai 8,25 persen atau 8.252 ton serta ke empat negara Hongkong yang mencapai 7,05 persen atau 7.070 ton. Negara lainnya hanya mencapai di bawah enam persen1.
1 Surono A et al. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Direktorat Produksi. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 134
5
Disamping itu, komoditas rumput laut juga merupakan salah satu sumber devisa bagi negara Indonesia. Perkembangan perolehan devisa bagi negara Indonesia dari berbagai negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia secara total terus mengalami peningkatan. Tabel 5. Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Utama, 2004-2008 No.
Negara
2004
2005
2006
2007
2008
Kenaikan rata-rata (%/Tahun)
TOTAL (USD)
25.296.399
1
China
4.009.975
35.555.019
49.586.226
57.522.350
110.153.291
46,88
7.613.157
12.875.745
11.179.508
35.232.665
90,24
2 3 4
Filipina Korea Selatan UK
3.369.852 609.8
4.292.043 2.929.958
6.051.665 2.281.217
7.079.870 3.403.714
27.896.221 7.576.668
94,84 132,54
5 6 7
Chilli Vietnam Perancis
451.285
1.851.393
2.416.430
2.025.140
6.207.770
132,78
674.362 486.489 296.72
659.324 190.593 804.806
1.444.778 1.402.831 549.1
2.228.655 3.182.134 1.243.178
5.262.347 3.475.359 2.980.345
76,82 177,82 101,40
8
Jepang
1.945.127
2.304.881
3.617.251
4.089.730
2.946.034
15,13
9 10 11 12
USA Belgia Hongkong Jerman
1.397.127 350.15 2.659.315 505.05
1.296.057 385.665 2.260.763 1.140.947
3.843.031 819.6 4.606.241 811.71
3.016.979 475.68 8.037.027 905.222
2.562.763 2.437.080 2.017.549 1.951.195
38,17 123,26 22,09 56,03
13
Singapura
14
Lainnya
147.014
833.526
664.469
1.899.105
1.843.972
157,40
8.393.397
8.991.906
8.202.158
8.756.408
7.763.323
-1,56
Sumber: Statistika Hasil Ekspor Perikanan Budidaya, 2008 (diolah)
Tabel 5 menunjukkan telah terjadi peningkatan secara total terhadap nilai ekspor (USD) rumput laut kering Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir. Kenaikan rata-rata per tahun dari lima negara penyumbang terbesar perolehan devisa bagi negara Indonesia berasal dari negara Vietnam, Singapura, United Kingdom (UK), Korea Selatan dan Belgia. Masing-masing negara mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 177,82 persen, 157,40 persen, 132,78 persen, 132,54 persen dan 123,26 persen. Namun demikian, selama tahun 2008 negara terbesar yang memberikan kontribusi terhadap perolehan devisa bagi Indonesia adalah negara China. Berdasarkan nilai ekspor rumput laut kering, Indonesia memperoleh sebesar USD 35,23 juta atau 31,98 persen dari negara China. Kemudian disusul oleh negara Filipina hingga mencapai USD 27,89 juta atau 25,32 persen. Selanjutnya negara
6
Korea Selatan dan United Kingdom (UK) dengan perolehan nilai USD 7,57 juta atau 6,87 persen dan USD 5,26 juta atau 4,77 persen2. Melihat luasnya kawasan laut Indonesia yang dapat ditanami komoditas rumput laut merupakan salah satu upaya dalam pengembangan sub sektor budidaya dan produksi perikanan. Disamping itu, berdasarkan data-data aktual yang ada, perkembangan ekspor rumput yang terjadi dalam kurun waktu terakhir ini merupakan salah satu kondisi yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang yang berpotensi untuk meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia. Hingga akhir tahun 2011, ekspor rumput laut Indonesia meningkat menjadi 160.948 ton dengan permintaan terhadap penawaran volume ekspor terbesar berasal dari negara China sebesar 101.231.000 kg. Dengan didukung berdasarkan data tersebut, dapat menunjukkan bahwa negara China merupakan negara terbesar pengimpor rumput laut kering dunia. Oleh sebab itu, hal tersebut perlu digali lebih dalam sehingga eksistensi dari komoditas rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan kegiatan ekonomi.
2
Ibid, Hlm 135
7
1.2. Perumusan Masalah Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang sejak sepuluh tahun terakhir ini marak dibudidayakan masyarakat pesisir pantai. Dimulai dari pesisir pantai Sulawesi Selatan hingga sekarang hampir di setiap kepulauan di Indonesia sudah membudidayakannya. Hal tersebut dikarenakan sektor komoditas sumberdaya perikanan ini terus mengalami peningkatan pemanfaatannya. Selain karena nilai manfaat yang besar untuk berbagai industri, pembudidayanya yang mudah dan cepat juga menjadikan rumput laut menjadi komoditas primadona. Berdasarkan FAO dalam (Rajagukguk 2009), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam hal produksi rumput laut di dunia pada tahun 2006. Tahun 2010, Indonesia telah memenuhi target yang ditetapkannya untuk menjadi peringkat pertama dalam pengadaan rumput laut kering di dunia. Sebagai pemasok utama rumput laut kering jenis unggulan Eucheuma cottonii, Indonesia mampu mengekspor sekitar 80 persen hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan dunia. Salah satu negara tujuan ekspor terbesar adalah negara China. Hingga saat ini, sekitar 58 persen rumput laut kering Indonesia diserap oleh pasar ekspor khususnya pasar China. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peluang dan potensi yang sangat besar dalam pemanfaatan rumput laut Indonesia. Dengan meningkatnya ekspor rumput laut Indonesia serta didukung adanya isu-isu yang menglobal mengenai ekspor komoditas unggulan saat ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor rumput laut kering Indonesia ke negara China? 2. Bagaimana perkembangan dan proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China.
2.
Mengkaji dan merumuskan proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China lima tahun mendatang. 8
1.4. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan, mengembangkan, mengimplementasikan ilmu yang telah dipelajar, serta menjadi sarana informasi dan edukasi untuk penelitian selanjutnya. 2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian serupa di masa yang akan datang dan dapat menambah perbendaharaan pustaka di bidang internasional (ekspor). 3. Bagi pemerintah dan asosiasi atau lembaga perdagangan internasional rumput laut khususnya negara China sebagai pembuat keputusan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ekspor rumput laut. 4. Bagi akademisi, penelitian ini berguna sebagai sumber informasi atau rujukan untuk menganalisis masalah yang sama. 1.5. Ruang Lingkup Kajian dari penelitian ini memfokuskan pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia dengan kode HS 121220100 tanpa mengikutsertakan hasil olahan ataupun produk olahan yang lebih spesifik seperti agar-agar, alginat, carrageenan (karaginan), pupuk, makanan ternak, yodium dan lainnya. Negara tujuan ekspor rumput laut kering Indonesia yang digunakan pada penelitian ini adalah negara China. Disamping itu, ketersediaan data akurat yang telah didokumentasikan oleh BPS, Dinas Kementrian Kelautan dan Perikanan, UN Comtrade, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan serta pihak lain yang terkait sebagai sumber informasi sehingga mencapai data yang up to date yaitu sampai dengan akhir tahun 2011. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Adapun variabel-variabel yang digunakan diantaranya jumlah produksi rumput laut Indonesia, nilai tukar riil, harga ekspor rumput laut ke China, dummy revitalisasi,
9
volume ekspor rumput laut Indonesia, dan GDP China. Selain itu, penelitan ini juga bertujuan untuk merumuskan serta mengkaji kondisi perkembangan dan proyeksi (forecasting) trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China dengan menggunakan alat analisis trend. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan runtun waktu tahun (time series) 1999-2011.
10
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Risman (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eskpor Rumput Laut Indonesia. Penelitiannya menggunakan data sekunder berupa data time series periode tahun 1986-2005 dengan negara tujuan Hongkong dan Jepang, sedangkan Denmark dari tahun 1989-2005. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan data yang dialami oleh peneliti. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kuantitatif dengan menggunakan model regresi berganda dengan persamaan tunggal dengan program Minitab dan metode SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut Indonesia berbeda-beda untuk setiap negara tujuan. Namun secara garis besar, hal-hal yang dapat mempengaruhi ekspor terhadap rumput laut Indonesia dapat dipengaruhi oleh dua peubah yaitu peubah bebas dan peubah terikat. Untuk negara tujuan Hongkong, variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga riil ekpor rumput laut. Sedangkan negara tujuan Jepang tidak ada yang berpengaruh nyata dan untuk negara tujuan Denmark, variabel yang berpengaruh nyata yaitu variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Terdapat empat peubah bebas dan satu peubah terikat diantaranya harga riil ekpor rumput laut Indonesia. Sedangkan untuk metode SWOT, hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat tujuh alternatif strategi yang dari berbagai faktor eksternal dan internal. Yuliastuti (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Aliran Perdagangan Ekspor Rumput Laut Indonesia Periode 1999-2008. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data gabungan times series dan cross section (Pooled data) atau panel data. Pegolahan data dilakukan dengan menggunakan metode panel data yang diolah menggunakan program Eviews 5.1 dan Miocrosoft Excel 2007 serta gravity model. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif untuk menjelaskan antar variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa faktorfaktor yang berpangaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia diantaranya harga komoditi rumput laut Indonesia di negara tujuan,
11
populasi penduduk negara importir, GDP riil negara pengimpor. Sedangkan faktor yang paling mempengaruhi positif yaitu populasi penduduk negara tujuan ekspor dan yang berpengaruh negatif yaitu jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor. Selain itu, Rajagukguk (2009) juga melakukan penelitian dengan judul Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari DKP, FAO, UN Comtrade, FED, Departemen Perdagangan RI, BPS serta lembaga lain yang terkait. Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi diantaranya volume ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, harga ekspor rumput laut Indonesia, nilai tukar, GDP, serta produksi nasional rumput laut Indonesia. Peneliti menganalisis dengan menggunakan regresi data panel dengan metode Fixed effect. Pada model yang dihasilkan, variabel yang berpengaruh nyata diantaranya volume ekspor ke negara tujuan, nilai tukar, GDP. Sedangkan harga eskpor dan produksi rumput laut Indonesia tidak berpengaruh nyata secara statistik. Namun demikian, Andayani (2011) juga meneliti penelitian terkait perdagangan internasional rumput laut dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China. Penelitian yang dilakukan juga serupa dengan Risman (2007), Yuliastuti (2010) dan Rajagukguk (2009) yaitu dengan menggunakan data sekunder time series periode tahun 1993-2010. Jenis dan sumber data diperoleh dari BPS, Kementrian Kelautan dan Perikanan, UN Comtrade, Kementrian Perdagangan, jurnal serta literatur pendukung lainnya. Penelitian ini diolah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Principal Component Analysis (Regresi Komponen Utama) dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan Minitabs 14. Adapun variabel-variabel yang diduga berpengaruh diantaranya produksi, harga ekspor rumput laut, kurs riil, lag ekspor, dummy revitalisasi dan dummy krisis. Pada model yang dihasilkan semua variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China. Adapun variabel yang memiliki pengaruh positif diantaranya produksi, harga ekspor, lag ekspor, dummy krisis dan dummy revitalisasi. Sedangkan variabel kurs riil memiliki pengaruh negatif.
12
2.2. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan merupakan bagian dari acuan yang dapat digunakan sebagai pengembangan, penambahan, pelengkap dari kemajuan penelitian sebelumnya. Dewasa ini, rumput laut kering Indonesia merupakan komoditas unggulan dalam ekspor hasil perikanan ke negara China. Komoditas ini mampu berkontribusi dalam pemerolehan devisa bagi negara Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan serta menganalisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China dengan menguji kembali variabel-variabel yang telah ada serta menambahkan variabel terkait tertentu untuk menyempurnakan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Disamping itu, pada penelitian ini juga diidentifikasi mengenai perkembangan serta memproyeksikan trend ekspor rumput laut Indonesia baik ke seluruh negara maupun terhadap negara pengimpor terbesar yaitu negara China. Proyeksi trend yang dilakukan yaitu untuk lima tahun mendatang. Pemaparan dan kajian ini dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan alat analisis trend untuk dapat mengetahui kecenderungan kenaikan atau penurunan proyeksi trend untuk lima tahun mendatang. Data yang digunakan berupa data time series dengan jenis data sekunder tahunan. Periode tahun yang digunakan pada penelitian ini yaitu tahun 1999-2011. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan beberapa penelitian terkait sebagai penunjang, serta meyakinkan dan menguatkan terhadap penelitian yang dilakukan peneliti.
13
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan dunia telah mengalami ekspansi besar-besaran selama tiga dekade terakhir ini. Perubahan teknologi dan komunikasi, keuangan dunia dan sistem perdagangan yang lebih terbuka kini telah mendorong peningkatan pendapatan negara-negara di berbagai kawasan. Beberapa negara yang telah sukses menggunakan pasar dunia sebagai landasan mereka untuk pembangunan ekonomi sedangkan negara yang lainnya kemajuan ekonominya terhambat karena mengabaikan dukungan perdagangan dan pengaruh dari luar negeri. Dalam dua dekade terakhir ini hampir
seluruh negara sepakat bahwa mereka harus
mendapatkan keuntungan dari meningkatnya globalisasi sebagai suatu cara untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi domestik secara optimal. Indonesia memiliki ekonomi yang relatif terbuka. Menurut Fane (1996), Feridhanusetyawan dan Pangestu (2003), liberalisasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1980 dan modernisasi sistem pajak sekitar tahun 1983 dan 1985. Hal ini dilakukan karena Indonesia merupakan anggota dari AFTA (Asian Free Trade Area), APEC ( Asia Pasific Economic Cooperation), dan WTO (World Trade Organization) sehingga perdagangan internasional menjadi sangat penting bagi perekonomian
Indonesia.
Disamping
itu,
Hamdy
Hady
(2004)
juga
mengungkapkan bahwa perdagangan internasional menjadi semakin penting karena adanya pengaruh globalisasi ekonomi dunia. Adapun ciri atau karakteristik tersebut diantaranya: 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional. 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antarnegara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya kecenderungan integrasi ekonomi regional. 3. Persaingan yang semakin kuat antarnegara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.
14
Menurut Lipsey (1997) perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas negara. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing akan memproduksi barang dan jasa yang dapat dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak diproduksinya. Masing-masing negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas dan jenis produksinya. Sebagai contoh, suatu negara (A) membutuhkan jenis barang dan jasa tertentu, tetapi barang dan jasa tersebut hanya bisa dihasilkan oleh negara lain (B), atau barang tersebut dapat dihasilkan oleh negara (A), tetapi ongkos produksinya lebih besar jika dibandingkan dengan negara (A) membeli atau mengimpor dari negara lain. Dari perbedaan inilah akan menimbulkan transaksi perdagangan. Gonarsyah (1997) juga menyatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional adalah adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara dimana tidak
semua negara
menghasilkan komoditi yang diperdagangkan dan adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Keunggulan yang dimiliki komoditi tertentu menunjukkan adanya kelebihan yang melekat pada suatu komoditi yang dihasilkan suatu negara dibandingkan dengan komoditi serupa yang diproduksi di negara lain. Menurut Amir (2003), beberapa faktor yang menyebabkan suatu komoditi mempunyai keunggulan tertentu diantaranya adalah faktor alam, faktor biaya produksi dan faktor teknologi. Di samping itu, Sukinto (1993) juga mengungkapkan manfaat dari perdagangan internasional diantaranya dapat memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri, memperoleh keuntungan dari spesialisasi, memperluas pasar dan menambah keuntungan serta transfer teknologi modern. Aktivitas perdagangan internasional (ekspor dan impor barang dan jasa) terjadi jika suatu negara cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negeri relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan
15
barang yang sama di luar negeri. Sehingga selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor sedangkan penawaran impor yaitu adanya kelebihan permintaan domesrik di negara pengimpor (excess demand). Secara teoritis, suatu negara (misal negara 1) akan mengekspor suatu komoditas (komoditas x) ke negara lain (misal negara 2) apabila harga domestik di negara 1 (sebelum terjadi perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan harga domestik di negara 2. Kurva perdagangan internasional dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi awal di negara 1 misalnya berada dalam kondisi keseimbangan dan harga berada pada P1. Pada kondisi ini tidak terjadi ekspor dari negara 1. Ketika harga berada pada posisi P2, struktur harga yang relatif lebih tinggi ini menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran (excess supply) di negara 1 yaitu sebesar QA’QA”. Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif berlimpah, dengan demikian negara 1 mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Sebaliknya di negara 2, pada kondisi harga berada di P2, negara ini terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sebesar QB’QB” sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada keadaan ini, negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditas dari negara lain dengan harga yang relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan 2, maka terjadi perdagangan antar kedua negara tersebut. Supply di pasar internasional akan terjadi jika harga lebih besar dari P1, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Dengan kata lain, besarnya ekspor suatu komoditas perdagangan akan sama besarnya dengan besarnya impor komoditas tersebut. Berikut adalah kurva perdagangan internasional pada gambar berikut.
16
Panel A
Panel B
Panel C
Pasar di negara 1 komoditi X
Hubungan perdagangan internasional komoditi X
Pasar di negara 2 komoditi X
Px/Py P3
Sx Ekspor
P2 B P1
Px/Py
S
Px/Py
A* E
B*
A
Sx
P3 E*
P2 B’
E’
A C*
Dx D
Dx QA’ QA QA”
Q
Impor Q
QP1
Q QB QB
QB
Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional (Sumber: Salvatrore 1997)
Berdasarkan gambar di atas, Panel A menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QSx) sama dengan kuantitas yang diminta (QDx) oleh konsumen negara 1 sehingga negara tersebut tidak akan mengekspor komoditinya sama sekali. Oleh sebab itu, muncul titik C* yang menunjukkan kurva S pada gambar ii (panel B) yang menandakan kurva penawaran ekspor negara 1. Apabila Px bergerak naik ke P2 maka akan terjadi kelebihan penawaran jika dibandingkan dengan permintaannya sebesar BE. Kuantitas BE merupakan jumlah komoditi yang akan diekspor negara 1 pada tingkat harga P2. BE sama dengan B*E* pada gambar ii (panel B) dimana titik E* berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1. Panel C menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P3 maka penawaran dan permintan komoditi X di negara 2 akan sama besarnya (QDx=QSx) sehingga negara tersebut tidak akan mengimpor komoditinya sama sekali dimana titik A* menunjukkan kurva permintaan impor negara 2 yang terdapat pada gambar ii (panel B). Apabila harga bergerak turun ke P2 maka akan terjadi kelebihan permintaan sebesar B’E’. Kelebihan tersebut akan diimpor oleh negara 2. Jumlah B’E’ sama dengan B*E* dimana titik E* berada pada gambar ii. Panel B menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P2, jumlah impor komoditi X yang diminta negara 2 sama dengan jumlah ekspor yang ditawarkan 17
oleh negara 1. Kurva tersebut menunjukkan perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan antar dua negara. Apabila Px lebih besar dari P2, maka jumlah ekspor yang ditawarkan akan melebihi jumlah permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi tersebut akan turun sehingga pada akhirnya akan sama dengan P2. Sedangkan jika Px lebih kecil dari P2, jumlah impor yang diminta akan lebih besar dari jumlah ekspor yang ditawarkan sehingga Px akan naik dan pada akhirnya sama dengan P2. Dengan demikian, P2 merupakan harga ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. 3.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran Ekspor Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Faktor-faktor yang menentukan diantaranya harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendah harga suatu barang maka suatu barang makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut 3. Namun demikian, terdapatnya permintaan belum merupakan syarat yang cukup untuk mewujudkan transaksi dalam pasar. Permintaan yang wujud hanya dapat dipenuhi apabila para penjual dapat menyediakan barang-barang yang diperlukan tersebut sehingga terdapat penawaran dari para penjual atau produsen. Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Oleh sebab itu, hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang 3
Sukirno S. Juli 2011. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta.RajaGrafindo Persada.Hlm75-76
18
semakin
sedikit
jumlah
barang
yang
ditawarkan.
Hukum
penawaran
mengindikasikan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah
4
. Adapun faktor-faktor yang
menentukan diantaranya harga barang itu sendiri, harga barang-barang lain, biaya produksi, tujuan-tujuan operasi perusahaan tersebut serta tingkat teknologi yang digunakan. 3.1.3. Teori Nilai Tukar Menurut Anindita (2008), nilai tukar merupakan suatu harga relatif yang diartikan sebagai nilai dari satu mata uang terhadap mata uang lainnya. Perusahaan pengekspor menyukai mata uang dengan nilai yang lebih rendah karena membuat produk mereka lebih murah bagi pembeli asing. Kegiatan ekspor suatu komoditi yang terjadi di pasar internasional tidak terlepas dari masalah nilai tukar yang terjadi. Nilai tukar mata uang ini mempengaruhi kebijakan perdagangan
antara
masing-masing
negara
pengekspor
dan
pengimpor.
Peningkatan atau penurunan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan. Bertambah mahal atau murahnya suatu komoditi ekspor di pasar internasional sangar ditentukan oleh nilai tukar mata uang suatu negara. Nilai tukar riil dihitung berdasarkan pada nilai tukar nominal dan Indeks Harga Konsumen (IHK) di kedua negara. Hubungan antara nilai tukar suatu mata uang dengan nilai tukar nominal dan Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x (IHK Negara Pengimpor : IHK Negara Pengekspor)
3.1.4. Teori Ekonometrika Istilah ekonometrika pertama kali diperkenalkan tahun 1926 oleh seorang pakar ekonomi dan statistika bangsa Norwegia bernama Ragner Frisch. Kata ekonometrika terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yang jika 4
Ibid, Hlm 85-86
19
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi economy dan measure. Kata economy berarti kegiatan manusia untuk mencukupi kebutuhannya melalui usaha pengorbanan sumber daya yang seefisien dan seefektif mungkin untuk mendapatkan tujuan yang seoptimal mungkin, sedangkan kata measure berarti pengukuran. Dengan demikian maka ekonometrika berarti suatu pengukuran atas kegiatan-kegiatan ekonomi. Teradapat beberapa pakar yang mendefinisikan ekonometrika sebagai berikut: 1. Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial yang menggunakan alat berupa teori ekonomi, matematika dan statistika infernesia untuk menganalisis kejadian-kejadian ekonomi. (Goldberger 1964) 2. Ekonometrika didefinisikan sebagai analisis kuantitatif dari fenomena ekonomi riil berdasarkan pada pengembangan teori dan observasi yang dihubungkan dengan metode inferensia. (Samuelson 1954) 3. Ilmu ekonometrika adalah aplikasi dari teori metode statisik dan matematika untuk menganalisis data-data ekonomi dengan satu tujuan untuk memberikan kandungan dan verifikasi pada teori ekonomi. (Maddala 1992) 4. Sebagai suatu ilmu yang mengkombinasikan teori ekonomi dan statistika ekonomi dengan tujuan menyelidiki dukungan empiris dari skema yang dibangun oleh teori ekonomi dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, matematika dan statistika, ekonometrika membuat hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi nyata. (Sumodiningrat 1994) 3.1.5. Teori Regresi Linier Berganda 3.1.5.1. Model Regresi Linier Berganda Analisis regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galtom pada tahun
1886.
Berdasarkan
penelitiannya,
Galtom
menemukan
adanya
kecenderungan bahwa orang tua yang memiliki tubuh tinggi juga memiliki anakanak yang tinggi. Sebaliknya, orang tua yang memiliki tubuh pendek juga memiliki anak-anak yang bertubuh pendek. Namun demikian juga terdapat kecenderungan bahwa tinggi anak bergerak menuju ke arah tinggi rata-rata populasi secara keseluruhan. Hukum regresi Galton didukung oleh Karl Pearson dan A.lee (1903, dalam Gespersz, 1991) yang menemukan bahwa tinggi rata-rata 20
anak laki-laki dari kelompok ayah yang tinggi adalah lebih pendek dari ayah mereka, dan sebaliknya tinggi rata-rata anak laki-laki dari kelompok ayah yang pendek adalah lebih tinggi dari ayah mereka. Dengan demikian, anak laki-laki yang tinggi dan pendek akan menuju tinggi rata-rata dari semua orang laki-laki. Oleh karena itu makna regresi itu sendiri berarti kemunduran atau kecenderungan ke arah sedang. Menurut Gujarati (2006), model regresi berganda merupakan model regresi dengan lebih dari satu variabel penjelas atau dapat diartikan terdapat lebih dari satu variabel penjelas (independent) yang mempengaruhi variabel tak bebas (dependent). Model regresi penelitian ini disebut berganda karena terdapat banyak faktor (variabel) yang mungkin mempengaruhi variabel tak bebas. Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + … + bnXn + € Dimana : Y
= Variabel tergantung
a
= Konstanta (Intercept)
b1
= Koefisien regresi untuk X1
b2
= Koefisien regresi untuk X2
X1
= Variabel bebas pertama
X2
= Variabel bebas kedua
Xn
= Variabel bebas ke- n
€
= Nilai residu Kuat atau tidaknya hubungan linier antara peubah-peubah bebas dapat
diukur dari koefisien korelasi (r). Sedangkan untuk melihat besarnya pengaruh dari bebas terhadap peubah tak bebas dapat dilihat dari nilai koefisien r-square (R²). Pada penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang berfungsi untuk menduga parameter. Namun demikian, pada metode ini terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut yaitu seluruh asumsi-asumsi yang terkait di dalamnya harus dapat dipenuhi oleh suatu model. Apabila salah satu asumsi tidak dapat dipenuhi
21
oleh suatu model, maka akan menimbulkan masalah normalitas, heteroskeasitas, multikolinearitas dan autokorelasi. Dengan demikian, diperlukan suatu pengujian terhadap model tersebut. Jika asumsi-asumsi yang telah disebutkan di atas dapat dipenuhi maka penduga OLS akan dapat menghasilkan koefisien regresi yang memenuhi sifatsifat BLUE (Gujarati 1997), yaitu: a. Best
= efisien yang berat ragam atau variannya minimum dan konsisten,
dalam artian bahwa walaupun menambah jumlah sampel maka nilai estimasi yang diperoleh tidak akan berbeda jauh di parameternya. b. Linier
= koefisien regresinya linier
c. Unbiased = Nilai estimasi dari sampel akan mendekati populasi, ini mengindikasi bahwa suatu model tidak bias d. Estimator = penduga parameter 3.1.5.2. Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik terhadap data-data penelitian yang meliputi pengujian normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas. a. Uji Normalitas Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah peubah bebas dan terikat dalam model regresi memiliki distribusi normal atau tidak. Apabila terdapat penyimpangan terhadap asumsi distribusi normalitas maka masih akan tetap menghasilkan penduga koefisien regresi linear, tidak berbias dan terbaik. Penyimpangan asumsi normalitas ini akan semakin kecil pengaruhnya jika jumlah contoh diperbesar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah bentuk nilai peubah yang semula nilainya absolut ditransformasikan menjadi bentuk lain seperti kuadratik, respirokal dan lain sebagainya sehingga akan menghasilkan distribusi yang normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan kriteria: 1. Jika taraf nyata > 0,05, maka data berdistribusi normal 2. Jika taraf nyata < 0,05, maka data tidak mempunyai distribusi normal 22
b. Uji Heteroskedastisitas Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan ragam dari sisa satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model yang homokedasitas (tidak terjadi heteroskedasitas). Terdapat dua cara untuk mengamati ragam dalam model regresi yaitu dengan menggunakan uji metode grafis dan statistik. Metode grafis adalah cara untuk melihat ada atau tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot. Sedangkan, pengujian dengan menggunakan metode statistik dapat dilakukan dengan menggunakan metode Glejser, Park, White, Rank Spearman dan Bresch-Pagan-Godfrey (BPG). Pada penelitian ini menggunakan metode White dengan kriteria: 1. Jika nilai p-value > alpha (α = 5%), maka terjadi homoskedastisitas 2. Jika nilai p-value < alpha (α = 5%), maka terjadi heteroskedastisitas c. Uji Autokorelasi Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara peubah pengganggu (et) pada periode tertentu dengan peubah penganggu periode sebelumnya (et-1). Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan uji Durbin Watson. d. Uji Multikolinearitas Pengujian ini bertujuan untuk mengamati apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar peubah bebas atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi korelasi antar peubah bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan uji Collinearity Statistic dengan kriteria: 1. Jika VIF > 10, maka terdapat multikolinearitas 2. Jika VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas 3.1.6. Trend Analysis Analisis trend merupakan metode analisis yang digunakan untuk melakukan estimasi atau peramalan di masa depan berdasarkan data historis di masa lalu. Analisis trend yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada trend ekspor rumput laut Indonesia ke negara China selama 1999-2011. Hasil trend
23
dapat menunjukkan arah trend yang meningkat atau menurun kemudian dapat trend diproyeksikan untuk 3-5 tahun ke depan. Pengolahan analisis trend menggunakan software Minitab 14. Pemilihan model pada analisis trend (Linear, Quadratic, Exponential Growth dan S-Curve) didasarkan pada nilai error MSD, MAD dan MAPE terkecil. Semakin kecil nilai pada MSD, MAD dan MAPE menunjukkan tingkat error yang semakin rendah (Santoso 2009).
24
3.2. Kerangka pemikiran Operasional Sebagai bagian dari Coreal Triangle, Indonesia memang begitu besar disuguhi potensi perairan dengan segenap sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang ada. Rumput laut merupakan salah satu komoditas utama yang saat ini menjadi trend di pasar perdagangan global dan mampu tumbuh subur di perairan bumi pertiwi ini. Komoditas ini memiliki kegunaan yang sangat tinggi diantaranya sebagai penyedia bahan makanan (dodol, minuman, kembang gula, dan lain-lain), kosmetik dan juga untuk bahan obat-obatan. Saat ini, terdapat sekitar 782 jenis rumput laut yang hidup di perairan Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 196 algae coklat dan 452 algae merah. Indonesia memiliki potensi budidaya laut yang luar biasa. Luas potensi budidaya rumput laut diperkirakan mencapai 26 juta ha dan kurang lebih 2 juta diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per ha. Potensi rumput laut Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi devisa negara yang sekaligus mampu menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor rumput laut terbesar dunia. Dari
aspek
pasar,
rumput
laut
mengalami
peningkatan
dalam
perkembangan perdagangan global yang cukup tinggi seiring dengan kebutuhan bahan baku industri baik untuk food grade, pharmaeutical, maupun industrial grade. Pertumbuhan penduduk dunia yang semakin pesat dan kompleksitas nilai guna rumput laut yang begitu besar sebagai penunjang kebutuhan hidup masyarakat dunia, maka tidak heran memang jika saat ini rumput laut menjadi salah satu kebutuhan yang prospektif dan telah menjadi bagian dari kebutuhan global. Pada penelitian akan dilakukan analisis mengenai ekspor rumput laut kering Indonesia jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis ini merupakan komoditas ekspor unggulan sektor perikanan. Indonesia adalah pemasok utama rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii hampir sekitar 80 persen produksinya untuk di ekspor ke berbagai negara. Terlihat bahwa rumput laut telah menjadi kebutuhan dunia dan negara China adalah negara pengimpor terbesar rumput laut Indonesia. China mampu menyerap rumput laut kering Indonesia sebesar 58
25
persen. Peningkatan permintaan terhadap penawaran rumput laut Indonesia merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal oleh negara produsen, khususnya negara Indonesia. Oleh sebab itu, peneliti perlu melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia yang meliputi harga ekspor rumput laut Indonesia ke China, nilai tukar, jumlah produksi domestik, revitalisasi, volume ekspor rumput lndonesia dan GDP China. Faktor-faktor tersebut akan dianalisis menggunakan alat analisis Ordinary Least Square (OLS) dengan Principal Component Analysis (Regresi Komponen Utama). Disamping itu, pada penelitian ini juga akan dideskripsikan keadaan atau perkembangan dan mengidentifikasi proyeksi tend volume ekspor rumput laut Indonesia dalam lima tahun mendatang. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kecenderungan naik atau turunnya proyeksi trend adalah analisis trend. Jenis dan sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder tahunan atau time series periode tahun 1999-2011. Sumber data dan informasi diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan, UN Comtrade, literatur-literatur pendukung dan lainnya. Data yang digunakan merupakan data dengan produksi kode HS 121220100 yang mengindikasikan rumput laut yang diekspor adalah rumput laut kering, tidak termasuk olahan seperti agar-agar, karaginan dan alginat. Hasil pengolahan data diinterpretasikan secara kuantitatf serta deskriptif untuk menggambarkan perkembangan ekspor rumput laut Indonesia. Berikut adalah kerangka pemikiran operasional.
26
Perairan Indonesia yang luas
Potensi Perikanan Indonesia
Eksistensi sektor perikanan komoditas rumput laut Indonesia Produksi kode HS 121220100
Sub Sektor Produksi
Volume ekspor rumput laut Indonesia ke China
Faktor penduga: - Harga ekspor ke China - Nilai tukar (Exchange rate)
Trend dan Forecasting
- Jumlah produksi rumput laut Indonesia -Dummy Revitalisasi -Volume ekspor rumput laut Indonesia -GDP China
OLS dan PCA
Analisis Trend
Peningkatan Kinerja Ekspor Rumput Laut Indonesia Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
27
3.3. Hipotesis Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya, dapat dibentuk beberapa hipotesis dari berbagai penjelasan terkait, diantaranya: 1. Harga ekspor ke China berpengaruh negatif terhadap permintaan eskpor rumput laut Indonesia. Apabila harga ekspor meningkat maka permintaan rumput laut dari negara pengimpor akan menurun sehingga jumlah barang yang diminta akan semakin sedikit. 2. Nilai tukar (Exchange rate) rupiah terhadap dolar berpengaruh negatif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia. Jika nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah menguat (depresiasi) maka volume ekspor rumput laut cenderung meningkat dan sebaliknya. 3. Jumlah produksi rumput laut Indonesia berpengaruh positif terhadap ekspor rumput
laut
Indonesia.
Kenaikan
produksi
rumput
laut
domestik
memungkinkan terjadinya peningkatan terhadap penawaran volume ekspor rumput laut Indonesia. 4. Dummy Revitalisasi berpengaruh positif terhadap produksi nasional rumput laut Indonesia sehingga volume ekspor rumput laut Indonesia juga dapat meningkat. 5. Volume ekspor rumput laut Indonesia berpengaruh positif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Penawaran ekspor dipengaruhi oleh permintaan ekspor dan sebaliknya. 6. GDP China berpengaruh positif terhadap permintaan volume ekspor rumput laut Indonesia. Apabila GDP riil suatu negara meningkat maka daya beli masyarakat terhadap suatu barang dan jasa juga akan meningkat dan sebaliknya.
28
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi terkait, pengolahan data, interpretasi serta penarikan kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama lima bulan yang dimulai dari awal bulan Januari 2012 sampai dengan pertengahan bulan Mei 2012. Sedangkan pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai dengan Maret 2012. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa time series data tahunan merupakan data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang dapat menggambarkan keadaan atau kegiatan pada waktu tersebut. Data sekunder yang digunakan telah didokumentasikan oleh pihak terkait yang relevan dan dapat dipercaya. Pada penelitian ini menggunakan dua macam data yakni data nasional dan internasional. Data-data sekunder yang digunakan meliputi produksi rumput laut Indonesia, harga ekspor rumput laut Indonesia, nilai tukar uang terhadap dolar (US$), volume ekspor rumput laut Indonesia dan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China serta GDP negara tujuan ekspor yakni negara China. Adapun jenis rumput laut yang menjadi bahan penelitian adalah rumput laut jenis Eucheuma cottoni dengan produksi kode HS 12120100 (tidak termasuk hasil olahan seperti agar-agar, karagenan dan alginat). Selain itu, informasi terkait juga diperoleh berdasarkan wawancara dengan para stakeholders dinas kelautan dan perikanan mengenai pengolahan budidaya serta produksi rumput laut kering Indonesia. Sumber data yang diperoleh berasal dari berbagai instansi terkait diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Kementrian Perdagangan, UN Comtrade, penelitian terdahulu, jurnal pedukung, literatur lainnya. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada tabel 6. 29
Tabel 6. Jenis dan Sumber Data Penelitian
No
Variabel
1
Harga ekspor rumput laut Indonesia ke Cina
2
Produksi rumput laut Indonesia
3
Nilai tukar rupiah terhadap dolar (USD) Dummy Revitalisasi
4
Satuan
Simbol
Sumber
US$/Ton
X1
Ton
X2
Rp/US$
X3
Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan UN Comtrade
X4
5
Volume ekspor rumput laut Indonesia
Ton
X5
6
GDP
US$
X6
Buku Revitalisasi Perikanan Budidaya 2006-2009, literatur pendukung Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buku Statistika Hasil Ekspor Peerikanan Indexmundi
4.3. Metode Analisis Data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif melalui metode deskriptif dan model
kuantitatif. Analisis kualitatif berupa metode
deskriptif yang digunakan untuk menginterpretasikan data-data hasil penelitian untuk menguji hipotesis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kuantitatif analisis ekonometrika dengan alat analisis berupa metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) dengan regresi komponen utama yang bertujuan untuk menghilangkan faktor multikolineritas. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Di samping itu, interpretasi data dilakukan secara deskriptif. Selain itu, peneliti juga menggunakan metode deskriptif dengan alat analisis trend untuk mengidentifikasi dan mengkaji perkembangan dan proyeksi trend ekspor rumput laut Indonesia, produksi rumput laut Indonesia serta ekspor rumput laut Indonesia ke China. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer Ms. Excel 2010 dan Minitabs 14. Dalam penggunaan metode OLS diperlukan asumsi tertentu untuk menjaga sifat kestabilan penduga OLS. Adapun asumsi-asumsi tersebut diantaranya:
30
1. Normalitas, nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol. E(ei) = 0, untuk i = 1, 2, 3,…, n 2. Homoskedastisitas, varian ei = E (ex) = d², sama untuk semua kesalahan penganggu. 3. Tidak adanya autokorelasi antara kesalahan pengguna, berarti kovarian (ei, ex) = 0, dimana i=j. 4. Variabel bebas
konstan dalam sampling yang terulang dan
bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0 5. Tidak adanya kolinearitas ganda antara variabel bebas X. 6. ei ~ N (0 ; d²), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian d². 4.4. Perumusan Model Rumput laut merupakan salah satu komoditas perdagangan internasional. Komoditas ini telah diekspor lebih dari 30 negara. Di Indonesia rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang diunggulkan karena nilai ekonomis dan prospeknya yang cerah. Dalam perdagangan internasional juga tetap menjadi komoditas unggulan, khususnya untuk jenis Eucheuma cottonii. Indonesia merupakan pemasok utama komoditas unggulan jenis Eucheuma cottonii karena 80 persen produksinya untuk diekspor. Peneliti memfokuskan penelitian pada rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii yang diekspor ke negara China dalam bentuk bahan baku. Perumusan model merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar variabel yang menjadi unsur penyusun model. Model disusun berdasarkan hubungan variabel-variabel yang memenuhi perhitungan logika, dimana perhitungan ekonomi juga terpenuhi. Adapun perumusan model yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: …………………..............................................(4.1) Keterangan: Ex
= Volume ekspor rumput laut Indonesia ke Cina (kg)
Pec
= Harga ekspor rumput laut Indonesia ke Cina (US$/kg)
31
Er
= Nilai tukar terhadap dolar (Rp/US$)
P
= Produksi rumput laut Indonesia (ton)
DR
= Dummy Revitalisasi
Eyi
= Volume ekspor rumput laut Indonesia ke China (ton)
GDP
= Nilai GDP per kapita negara Cina (US$) Model terbaik akan didapatkan apabila model tersebut ditransformasikan
dengan cara mengalogaritma natural kan Ln variabel-variabel yang diestimasikan. Dengan demikian, model yang diestimasi yaitu sebagai berikut: LnEx = α + α1 LnPect + α2 LnErt + α3 LnPt + α4 Dk + α5 Eyit+ α6 Ln GDPt+ et….(4.2)
Keterangan: α
= Intersep
α1, α2, α3, α4, α5, α6
= Parameter yang akan diestimasi
LnYt
= Ekspor rumput laut ke China selama periode t (kg)
LnX1t
= Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China periode t (US$/kg)
LnX2t
= Nilai tukar terhadap dolar periode t (Rp/US$)
LnX3t
= Produksi rumput laut domestic selama periode t (ton)
X4
= Dummy revitalisasi
LnX5t
= Volume ekspor rumput laut Indonesia periode t (ton)
LnX6t
= GDP t (US$)
Et
= Residual
32
4.5. Definisi Operasional Untuk memahami secara jelas variabel-variabel dalam perumusan model ekspor rumput laut Indonesia ke negara China maka akan dijelaskan pengertianpengertian dari variabel yang digunakan. Definisi variabel tersebut adalah: 1. Volume penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China yaitu volume ekspor rumput laut Indonesia ke China pada tahun 1999-2011. Variabel ini dinyatakan sebagai variabel respon (tak bebas) dalam satuan kg. 2. Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China yaitu harga ekspor rumput laut yang diperoleh dari pembagian antara nilai ekspor rumput laut Indonesia ke China dengan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China setiap tahunnya. Hal tersebut merupakan kegiatan transaksi perdagangan yang dilakukan diantara dua negara. Rumput laut yang diekspor ke China adalah rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii dalam bentuk bahan baku. Periode waktu yang digunakan adalah data tahun 1999-2011 dan dinyatakan dalam satuan (US$/kg). 3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar yaitu rata-rata nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar Amerika Serikat setiap tahunnya yang dideflasikan dengan indeks umum Indonesia dan Amerika Serikat. Perolehan nilai tukar rupiah terhadap dollar dapat dihitung dengan cara: Kurs riil = Kurs Nominal x (IHK Cina/ IHK Indonesia)………...…….(4.3) 4. Produksi rumput laut Indonesia yaitu jumlah produksi rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii pada tahun 1999-2011 yang diekspor dalam bentuk bahan baku. Variabel ini dinyatakan sebagai variabel bebas dengan menggunakan satuan ton. 5. Volume ekspor rumput laut Indonesia adalah volume total ekspor rumput laut Indonesia pada tahun 1999-2011. Variabel ini dinyatakan sebagai variabel bebas dengan menggunakan satuan ton 6. Nilai GDP yang digunakan adalah GDP riil negara tujuan ekspor yaitu China. GDP riil adalah nilai barang dan jasa yang diukur dengan menggunakan harga konstan (Mankiw 2000). Setelah diperoleh GDP riil, untuk melihat seberapa besar pendapatan per orang di suatu negara maka dibutuhkan nilai GDP per
33
kapita. Nilai GDP per kapita suatu negara diperoleh dari pembagian antara GDP riil dengan jumlah populasi di negara tersebut yang dinyatakan dalam satuan US$. 7. Dummy revitalisasi yang digunakan adalah angka 0 dan 1. Untuk tahun 19992004 diberi nilai 0 dan 2005-2011 diberi angka 1. 4.6. Uji Statistik Uji statistik yang digunakan untuk menginterpretasikan variabel-variabel terhadap model penduga adalah sebagai berikut: 4.6.1. Uji Statistik Model Penduga (Uji-F) Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas (independent variable) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas. -
Hipotesis H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = βk = 0 H1 : minimal ada satu slope yang tidak sama dengan nol - Uji Statistik F hitung = e2 / (k-1) : (1- e2) / (n-k)
Dimana : e2
: jumlah kuadrat regresi
(1- e2) : jumlah kuadrat sisa n
: jumlah sampel
k
: jumlah parameter
-
Kriteria Uji Apabila : F hitung > Ftabel, maka tolak H0 F hitung < Ftabel, maka terima H0
-
Kesimpulan Apabila hipotesis H0 ditolak, maka sudah cukup bukti untuk menolak H0 selain itu, berarti secara bersama-sama variabel-variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas, demikian sebaliknya apabila menerima H0. 34
4.6.2. Uji t Statistik Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing variabel independen secara individu memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. - Hipotesis H0 : β0 = 0 H1 : β0 ≠ 0 - Uji Statistik T hitung
= t-hitung > t-tabel maka tolak H0 t-hitung < t-tabel maka terima H0
4.6.3. Uji r-squared Uji ini digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan variabel respon. Nilai R² dapat dihitung dengan cara: R² = JKR ⁄ JKT Dimana : R²
= Koefisien Determinasi
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total 4.7. Uji Ekonometrika Pada metode regersi berganda sederhana, maka variabel-variabel yang diestimasi harus memenuhi regresi klasik agar hasil estimasi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation). Dengan demikian diperlukan uji asumsi yang memenuhi diantaranya: 4.7.1. Uji Normalitas Digunakan untuk melihat apakah model distribusi dari error term-nya (residual) menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dapat menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Hipotesis uji normalitas yaitu: H0 : Residual menyebar normal H1 : Residual tidak menyebar normal
35
Jika nilai p-value lebih besar dari alpha maka terima Ho, sehingga residual menyebar normal. Artinya dalam regresi tersebut asumsi kenormalan terpenuhi. 4.7.2. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti pada data deretan waktu atau ruang seperti pada data cross sectional. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada data time series. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Tabel berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentuan ada tidaknya autokorelasi. Tabel 7. Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai DW
Hasil
Kurang dari 1,10 1,10
Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
Sumber : Firdaus, 2004
4.7.3. Uji Heteroskedastisitas Uji ini digunakan untuk melihat varian residual apakah konstan atau tidak. Jika varians residual konstan maka asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Dengan demikian perlu digunakan White Heteroskedasticity Test. Hipotesis : Ho : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas Jika nilai p-value lebih beasr dari alpha lima persen maka terima H0, maka tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas. 4.7.4. Uji Multikolenearitas Uji ini digunakan untuk melihat bagaimana variabel bebas mempengaruhi variabel bebas lainnya dalam suatu persamaan. Hal tersebut dapat dilihat dengan cara manghitung Varian Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF<10, maka persamaan tersebut tidak ada masalah multikolinearitas.
36
4.8. Regresi Komponen Utama (Principal Component Analysis) Analisis regresi komponen utama pada dasarnya mentransformasi perubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi diantara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gasperz 1995). Regresi
komponen
utama
digunakan
untuk
mengatasi
masalah
multikolinearitas pada model penelitian ini. Model ini dapat menghilangkan unsur multikolinearitas karena hasil transformasi akan saling bebas. Dengan demikian model OLS aman untuk digunakan. Adapun langkah-langkah menggunakan PCA yaitu: a.. Membakuan variabel bebas asal yaitu Y dalam menjadi Z b. Mencari akar cirri dan vector cirri dari matriks R c. Menentukan persamaan komponen utama dari vector cirri d. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W e. Transformasi balik Dengan demikian, untuk menganalisis faktor-faktor tersebut, digunakan dua peubah yang saling mempengaruhi diantaranya: 1. Peubah bebas adalah peubah yang mempengaruhi peubah lain. Peubah bebas tersebut diantaranya: a.
LnX1 t = Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China selama periode t
b.
LnX2 t = Nilai tukar periode t
c.
LnX3 t = Jumlah produksi nasional rumput laut Indonesia periode t
d.
LnX4 t = Dummy Revitalisasi periode t
e.
LnX5 t = Volume ekspor rumput laut Indonesia periode t
f.
LnX6 t = GDP China periode t
2. Peubah terikat adalah peubah yang memberikan respon apabila dihubungkan dengan peubah bebas. Peubah terikat tersebut adalah volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Dengan demikian, model regresi dari penelitian ini adalah:
37
LnEx = α + α1 LnPect + α2 LnErt + α3 LnPt + α4 Dk + α5 Eyit+ α6 Ln GDPt+ et
Dimana: α
= Intersep
α1, α2, α3, α4, α5, α6
= Parameter yang akan diestimasi
LnYt
= Ekspor rumput laut ke China selama periode t (kg)
LnX1t
= Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China periode t (US$/kg)
LnX2t
= Nilai tukar terhadap dolar periode t (Rp/US$)
LnX3t
= Produksi rumput laut domestic selama periode t (ton)
X4
= Dummy revitalisasi
LnX5t
= Volume ekspor rumput laut Indonesia periode t (ton)
LnX6t
= GDP t (US$)
Et
= Residual
4.9. Trend Analysis Trend merupakan suatu gerakan kecenderungan naik dan turun dalam jangka waktu panjang yang diperoleh dari rata-rata waktu ke waktu dan nilainya cukup rata atau mulus (Suhardi 2008). Analisis trend merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut. Secara teoritis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan. Analisis trend dapat dihitung dengan menentukan tahun dasar sebagai pembanding, kemudian dicari angka indeksnya. Rumus untuk mencari angka indeks (Kasmir, 2008) adalah: x 100%............................................(4.4)
38
V GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT INDONESIA 5.1. Sejarah Rumput Laut Indonesia Rumput laut di Indonesia mulai diidentifikasi sejak tahun 1899 oleh Max Weber, identifikasi ini dikenal dengan nama Siboga expedition, kemudian pada tahun 1928 Max Weber dan Van Bose melakukan klasifikasi jenis rumput laut. Pada tahun 1940 mulai dilakukan pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dari Makasar dan Surabaya. Proses identifikasi rumput laut komersial juga dilakukan oleh Zaneveld dari FAO pada tahun 1968, jenis rumput laut yang diidentifikasi adalah Euchema, Gracilaria, Gelidium, Hypnea, dan Sargassum. Pada tahun 1967 pertama kali rumput laut jenis Eucheuma Spinosum dibudidayakan di Indonesia yaitu di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Pari oleh Prof. Soerjodinito dan Hariadi Adnan, kemudian pada tahun 1947 rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang berasal dari Filipina dapat dibudidayakan di Indonesia, setahun kemudian LIPI memulai proyek budidaya Spinosum di Pulau Samaringga dan Pulau Rio di Sulawesi namun proyek ini tidak berkembang sehingga proyek dihentikan. Pada tahun 1985 dilakukan uji coba budidaya rumput laut jenis cottonii di Bali tepatnya di daerah Nusa Lombongan, Nusa Penida dan Nusa Ceningan. Kemudian pada tahun 1986 Hans Porse memperkenalkan rumput laut Indonesia jenis Euchema cottonii dan Eucheuma spinosum pada International Seaweed Symposium di Brazil. Pada tahun 1994 APBIRI menyelenggarakan Seaweed Symposium di Bali (Hans, Porse, 2008). Pada tahun 2007, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Komisi Rumput Laut Indonesia, Aspperli dan Masyarakat Rumput Laut Indonesia / ISS menyelenggarakan Seaweed International Bussines Forum and Exhibition / SEABFEX di Bali, dan pada tahun 2008 SEABFEX II diselenggarakan di Makasar
bersamaan
dengan
Indonesia Seaweed Forum.
SEABFEX
II
diselenggarakan pada Juli 2010 di Surabaya, dihadiri 19 negara, dan sampai dengan saat ini SEABFEX sudah menjadi agenda pertemuan rumput laut dunia setiap dua tahun. 39
5.2. Jenis Komoditi Rumput Laut Rumput laut atau algae termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah, dimana koloni tumbuh menempel pada bebatuan atau menancap pada substrat pasir laut dengan beraneka ragam dan warna. Terdapat berbagai macam bentuk diantaranya berbentuk bola kecil, lembaran, rumput dengan warna merah (Rhodophyceae), coklat (Phaeophyceae), hijau (Chlorophyceae) dan warna lainnya. Tumbuh kembangnya rumput laut tergantung pada kesesuaian faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nutrisi, atau zat hara dan sinar matahari. Ketiga kelompok ini tumbuh di laut diperkirakan sekitar 9000 jenis dimana masing-masing 6000 jenis Rhodophyceae, 2000 jenis Phaeophyceae dan 1000 jenis Chlorophyceae. Pengelompokan rumput laut juga dibedakan berdasarkan kandungan koloidnya, dimana kelompok penghasil agar atau dikenal agarofit antara lain jenis Gracilaria dan Gelidium, sedangkan kelompok penghasil karaginan atau karaginofit adalah Euchema dan Kappaphycus. Kelompok lainnya yaitu alginofit sebagai penghasil alginat antara lain jenis Sargassum dan Turbinaria. AGAROFIT Agarofit adalah jenis rumput laut penghasil agar. Jenis-jenis rumput laut tersebut adalah Gracilaria spp, Gelidium spp, dan Gelidiela spp. Agar-agar merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dapat membentuk jeli. Kualitas agar-agar dapat ditingkatkan dengan suatu proses pemurnian yaitu membuang kandungan sulfatnya. Produk ini dikenal dengan nama agarose. Kualitas agar-agar yang berasal dari Gelidium / Gelidiela lebih tinggi dibanding dari Gracilaria. Dalam skala industri agar-agar dari Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, tetapi Gracilaria masih dalam skala laboratorium. Jenis yang dikembangkan secara luas baru Gracilaria spp. Di Indonesia, Gracilaria verrucosa umumnya dibudidayakan di tambak. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternatif atau dikotomi, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5-2,0 mm.
40
Wilayah pengembangan Gracillaria verrucosa dan Gracillaria gigas terdapat di perairan Sulawesi Selatan (Janeponto, Takalar, Sinjai, Wajo, Palopo, Bone, Maros); Lombok Barat, Pantai Utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban, dan Lamongan). Sedangkan untuk jenis Gelidium spp belum banyak dibudidayakan, umumnya masih dihasilkan dari alam. Rumput laut jenis ini banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia. ALGINOFAT Na-Alginofat (atau Natrium Alginat / Alginat / Algin) merupakan zat yang terdapat pada rumput laut coklat (Phaeophyceae). Rumput laut coklat penghasil alginate (alginofit) biasanya di perairan subtropis terutama untuk jenis Macrocytis, Laminaria, Aschophyllum, Nerocytis, Ecklonia, Fucus, dan Sargassum. Sedangkan rumptu laut coklat yang tumbuh di perairan tropis seperti di Indonesia terutama jenis-jenis Sargassum, Turbinaria, Padina, Dyctyota dan yang paling banyak ditemukan adalah jenis Sargassum dan Turbinaria. Asam alginat adalah suatu getah selaput (membrane mucilage) yang disebut juga gummi alami, sedangkan alginat merupakan bentuk garam dari polisakarida yang terdapat pada rumput laut disebut phycocolloid. Polisakarida terpenting pada rumput laut coklat adalah asam alginate dan turunnya seperti fukoidan, funoran dan laminaran yang merupakan komponen penyusun dinding sel seperti halnya selulosa dan pektin. Di perairan Indonesia terdapat sekitar 28 spesies rumput laut coklat yang berasal dari enam genus diantaranya yaitu Dyctyota, Padine, Hormophysa, Sargassum, Turbinaria dan Hydroclathrus. Spesies rumput laut yang telah diidentifikasi yaitu Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sp. sebanyak 4 spesies, Hormophysa sp. baru teridentifikasi 1 spesies, Padina sp. 4 spesies, Dyctyota sp. 5 spesies dan Hydroclathrus sp. 1 spesies. Jenis-jenis rumput laut tersebut pada beberapa daerah di Indonesia. Na-Alginat banyak yang digunakan banyak industri seperti industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, setergen, cat, tekstil, vermis, fotografi, kulit buatan dan lain-lain. Dalam industri zat ini digunakan sebagai pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi dan penstabil emulsi (emulsifying dan 41
stabilizing agent), pensuspensi (suspending agent), pengikat (binding agent), penghalus (finishing agent), pengeras kain (stiffening agent), pembentuk struktur (sizing agent), penjernih (clarifying agent) dan sebagainya. Untuk kebutuhan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang yakni kebutuhan Na-Alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti Perancis, Inggris, RRC, Jepang. KARAGINOFIT Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin. Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma yang merupakan jenis alga merah (Rhodophyceae). Karaginan terdiri dari tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Ketiganya dibedakan dengan sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan keras. Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cair yang viscous. Jenis yang potensial diantaranya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Kedua jenis ini secara luas diperdagangkan, baik keperluan bahan baku industri dalam negeri maupun ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea sp hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Sebaliknya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E. cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan pasar yang sangat besar. Rumput laut Eucheuma cottonii di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. Ia melekat pada substrat karang mati atau batu gamping di daerah interdal dan subditial. Tumbuh tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii terletak di perairan pantai Nanggroe Aceh Darussalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatera Selatan; Bangka Belitung, Banten ( Ujung Kulon); Kepulauan Seribu; Jawa Tengah (Karimunjawa, Jepara); Jawa Timur (Situbondo, Madura, dan Banyuwangi); Bali ( Nusa Penida, Nusa Lembongan); NTB (Lombok Timur, Lombok Barat, Sumbawa, Bima, Dompu); NTT 42
(Larantuka, Kupang, Maumerre, P.Rote); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara; Kalimantan Selatan (P. Laut); Kalimantan Timur; Maluku ( P. Seram, Halmahera, Kep. Aru dan Kei); Papua. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rumput laut karaginofit dengan jenis Eucheuma cottonii sebagai salah satu penelitian yang telah dilakukan. Rumput laut jenis unggulan ini memiliki kelebihan untuk ekspor, khususnya ke negara China. 5.3. Nilai dan Potensi Rumput Laut Eucheuma cottonii Dalam perdagangan nasional maupun internasional, jenis rumput laut ini dikenal dengan istilah “Cottonii”. Jenis ini memiliki bentuk thallus silindris dengan permukaan yang licin, cartilaginaeus warna hijau, hijau kekuningan, abuabu atau merah. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk. Rumput laut jenis ini hidup di alam, dimana pertumbuhannya melekat pada substrat dengan alat perekat berbentuk cakram. Jenis ini berasal dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Kemudian dikembangkan di berbagai negara Indonesia, Thailand, sebagai tanaman budidaya. Nilai dan potensi pada ekonomi Indonesia, seluruh produksinya berasal dari budidaya yang dikembangkan di daerah Lampung Selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi dan Maluku. Komodits ini merupakan komoditas utama ekspor dan sebagai bahan baku industri dalam negeri penghasil karaginan yang dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Rumput laut jenis ini dimanfaatkan secara komersial di pasar internasional sehingga banyak dibudidayakan di perairan Indonesia dikarenakan permintaan pasar yang sangat banyak. 5.4. Rantai Pemasaran Rumput Laut Rantai pemasaran rumput laut berawal dari pembeli besar yang biasanya eksportir atau pemroses rumput laut (pabrikan). Pabrikan akan mengadakan negosiasi transaksi kepada pedagang besar mengenai harga, spesifikasi produk dan syarat-syarat pembayaran. Dalam proses transaksi ini, bisa terjadi pedagang besar diberi modal atau uang muka untuk pengadaan barang. Selanjutnya, 43
pedagang besar akan melakukan kontak kepada pedagang pengumpul. Pedagang kecil akan melakukan pencarian atau pengumpulan rumput laut kering, proses awal (sortir dan pemilihan) dan pembayaran kepada petani pembudidaya. Biasanya pedagang pengumpul sudah memiliki “anak buah” yaitu pembudidaya yang diberi pinjaman modal dan akan menjual hasil panennya kepada
pedagang
pengumpul
tersebut.
Untuk
pedagang
besar
akan
mengumpulkan rumput laut kering dari pedagang pengumpul dan juga pembudidaya binaannya. Secara skematis jenjang rantai pemasaran dan harga rumput laut kering di masing-masing level dapat disajikan dalam diagram berikut. Pembudidaya/ petani rumput laut
Pedagang pengumpul di pulau/lokal
KUD
Pedagang antar pulau
Pedagang pengumpul di kota
Pedagang besar di kota
Eksportir
Pabrikan
Gambar 3. Rantai Pemasaran Rumput Laut Kering
5.5. Budidaya dan Produksi Rumput Laut Eucheuma spp. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii pada pemanenan dan penanganan pascapanen merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal umur dan cuaca. Hal tersebut dikarenakan umur berkaitan erat dengan kualitas rumput laut. Agar kandungan karaginan tersedia lebih banyak, maka panen untuk bibit dilakukan pada umur 25-35 hari. Sedangkan panen rumput laut untuk produksi dilakukan saat berumur 45 hari. Adapun cara yang dilakukan diantaranya:
44
a. Proses panen Panen dapat dilakukan dengan cara memotong sebagian tanaman. Panen dengan cara ini mempunyai keuntungan yaitu penghematan tali pengikat bibit. Namun cara ini memerlukan waktu kerja yang lebih lama. Sisa-sisa tanaman thallus yang tua akan menyebabkan pertumbuhannya lambat sehingga produktivitasnya cenderung rendah. Pemotongan tanaman lebih baik dilajukan dengan alat pemotong yang tajam agar pada bekas potongan sisa tanaman tersebut dapat tumbuh percabangan baru dengan baik. Cara panen dengan mengangkat seluruh tanaman (sekaligus) akan memerlukan waktu kerja lebih singkat. Pelepasan tanaman dari tali ris dilakukan di darat dengan cara memotong tali pengikat. Selain itu, panen dengan cara ini mempunyai keuntungan tersendiri, yaitu dapat melakukan penanaman atau pengikatan kembali bibit-bibit rumput laut dengan memilih bagian-bagian dari tanaman yang muda dengan laju pertumbuhan yang tinggi, sehingga kandungan karaginan yang dihasilkan akan relatif lebih tinggi. b. Penanganan Pascapanen Mutu rumput laut kering sangat ditentukan dari cara penanganan pasca panen. Jika panen dilakukan pada cuaca yang cerah, maka kualitas rumput laut akan baik. Sebaliknya, jika panen dilakukan pada saat mendung akan terfermantisi sehingga mutunya menurun. Rumput laut hasil panen yang langsung dijemur di bawah terik sinar matahari di atas para-para agar hasil panen tersebut tidak tercampur kotoran. Dalam keadaan cuaca baik biasanya pengeringan akan berlangsung selama 2-3 hari dengan kadar air 30-35 persen. Di samping itu, dilakukan juga kegiatan sortasi dan pembersihan rumput laut dari benda-benda asing yang menempel. Pasir dan garam akan dipisahkan melalui pengayakan secara manual atau menggunakan mesin perontok gabah. Warna rumput laut yang sudah kering adalah ungu keputihan dilapisi kristal garam. Setelah kering disimpan dalam gudang yang tidak lembab. Hasil pengeringan dengan cara tersebut disebut “kering asalan”. Pengeringan
rumput
laut
secara
fermentasi
dilakukan
dengan
membersihkan rumput laut terlebih dahulu, kemudian dibungkus dengan plastik dan direndam selama 2-3 hari. Kemudian dicuci dengan air laut sampai kulitnya
45
terlepas dan warnanya menjadi putih. Selanjutnya rumput laut dijemur di atas para selama 3-4 hari sampai berwarna putih krem dilapisi kristal garam dengan kadar air 20-25 persen. Hasil ini disebut “kering putih” dan disimpan dalam gudang yang tidak lembab. Penjemuran dilakukan dengan cara meletakkan rumput laut hasil panen di atas para atau waring selama 2-3 hari sampai kadar air kering sesuai dengan standar. Penyusutan rumput laut dari basah ke kering 8-10:1. Setelah kering disimpan dalam karung plastik dan diletakkan di tempat yang kering dengan kelembaban yang standar. Berikut adalah skema kualitas produk rumput laut yang memenuhi persyaratan standar nasional rumput laut kering Indonesia. Pemanenan Setelah 45 hari,
Sortasi
Sterilisasi benda asing,
Pencucian
Alkali KOH 0,5-3,0% (2-3jam),
Pengeringan
Kadar air 32-35% (3-4 hari),
Pengemasan dan Penyimpanan Metode Pengepresan Gambar 4. Standar Nasional Proses Produksi Eucheuma cottonii
5.6. Program Revitalisasi Perikanan Revitalisasi Perikanan Budidaya (RPB) merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 yang dicanangkan melalui Strategi Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan kehutanan (RPPK) oleh Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat. Adapun misi pembangunan kelautan dan perikanan diantaranya: 1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya. 2. Peningkatan
peran
sektor
perikanan
dan
kelautan
sebagai
sumber
pertumbuhan ekonomi. 46
3. Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan. 4. Peningkatan konsumsi ikan untuk menunjang peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. 5. Peningkatan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan peningkatan budaya bahari bangsa Indonesia. Strategi yang ditempuh dalam RPB ini merupakan pengembangan kawasan secara bertahap, penerapan budidaya yang berkelanjutan, pembinaan secara intensif dan pendekatan bisnis agribisnis yang ditunjang dengan pengadaan kebijakan opersional. Upaya revitalisasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mencakup strategi, kebijakan operasional dan rencana-rencana tindak komoditas unggulan perikanan, salah satunya yaitu rumput laut Eucheuma cottonii. Langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah dalam upaya revitalisasi rumput laut (Andayani 2011) adalah: 1. Bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam peluasan dalam perluasan daerah pembudidaya rumput laut. 2. Bekerja sama dengan BPD Bali, PT.Kapal Api,serta Bank Indonesia dalam upaya meningkatkan modal para petani rumput laut. 3. Berusaha menarik investor dalam pengembangan industry pengolahan rumput laut di Indonesia. 4. Mempromosikan rumput laut Indonesia melalyu konferensi rumput laut tingkat dunia, yaitu International Seaweeds Exhibitation. 5.7. Kegunaan Rumput Laut Penggunaan rumput laut sangat beragam, baik yang diolah secara sederhana melalui pengolahan yang lebih kompleks untuk dijadikan barang setengah jadi, kemudian dapat diolah lebih lanjut oleh industri hilir menjadi barang jadi yang dapat digunakan (dikonsumsi) langsung. Saat ini rumput laut sebagai sumber karaginan dan agar telah dimanfaatkan sebagai ingredient untuk sekitar lima ratus jenis produk yang bernilai komersial oleh industri di seluruh
47
dunia. Produk-produk tersebut antara lain berupa makanan, kosmetik, farmasi, dan industri lain yang terkait dengan fasilitas yang dipunyai oleh karaginan. Tabel 8. Pemanfaatan rumput laut
Pemanfaatan Makanan dan Susu - Ice cream, yoghurt, wafer cream - Coklat susu, pudding instant Minuman - Minuman ringan, jus buah, bir Roti Permen Daging, ikan, dalam kaleng Saus, salad dressing - Salad dressing, kecap Makanan diet - Jelly, jam, sirop, pudding Makanan lain - Makanan bayi Non pangan - Pet foods - Makanan ikan - Cat, keramik - Tekstil, kertas Farmasi dan kosmetik - Pasta gigi, shampoo, obat tablet - Bahan cetak gigi, obat salep
Agar
Karaginan
Alginat
√
√ √
√ √
√ √ √
√ √ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √ √
√
√
√ √ √
√
√
√
Sumber : Jana T. Anggadiredja, 2006
5.8. Standar Rumput Laut Indonesia Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan komoditas rumput laut kering yang dipasarkan di dalam dan luar negeri, maka Departemen Kelautan dan Perikanan bersama Badan Standarisasi Nasional menyusun Standar Nasional Indonesia yang dapat memenuhi jaminan tersebut. Standar ini menetapkan spesifikasi yang mencakup teknik sanitasi dan hygiene, syarat mutu dan keamanan pangan komoditas rumput laut kering. Standar ini berlaku untuk rumput laut kering dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Berikut adalah tabel mengenai standar nasional rumput laut Indonesia.
48
Tabel 9. Standar Nasional Rumput Laut Indonesia
Jenis uji
Satuan
Euchema sp.
Gracilaria sp.
Gelidium sp.
Angka (1-9)
7
7
7
- Kadar air
%Fraksi massa
30-35
15-18
15-20
- Clean anhydrous weed* c. Fisik
%Fraksi massa
Minimal 30
Minimal 30
Minimal 30
- Benda asing
%Fraksi massa
Maksimal 5
Maksimal 5
Maksimal 5
a. Sensori b. Kimia
Catatan* Bila diperlukan Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2009
5.9. Para pelaku / Lembaga dalam Pemasaran Internasional Produk Perikanan Dalam melakukan proses transaksi atau pertukaran barang dari negara asal (eksportir) ke negara tujuan (importir), terdapat berbagai pelaku yang terlibat di dalamnya, diantaranya : 1. Eksportir Pelaku utama dalam perdagangan internasional produk perikanan adalah perusahaan pengekspor hasil perikanan. Para eksportir diklasifikasikan menjadi tiga bagian yang disesuaikan dengan bentuk barang yang diperjualbelikan, yaitu eksportir produsen / pengolah, eksportir agen dan eksportir pedagang. 2. Produsen / Supplier Dalam rangka menciptakan sustainable resources atau sesuai Code of Conduct Responsibility
Fishery
(CCRF),
Departemen
Kelautan
dan
Perikanan
menganjurkan eksportir bertindak sebagai produsen. 3. Perbankan Ketika suatu negara membeli hasil perikanan berbentuk raw material dari supplier bahan baku dan melakukan operasional proses produksi / pengolahan maka biasanya perusahaan atau eksportir produsen / pengolah memerlukan dana segar. Oleh sebab itu, perusahaan membutukan dana untuk operasional produksi / pengolahan dari badan usaha lain yaitu perbankan. 4. Balai Penguji dan Sertifikasi Mutu Produk Penjaminan terhadap mutu dan keamanan pangan dari produk perikanan yang akan diekspor, terutama untuk menjamin keamanan produk bila dikonsumsi dilakukan oleh lembaga sertifikasi. Pengujian ini dilakukan dengan diadakannya 49
pemeriksaan terhadap masing-masing mutu produk hasil perikanan yang akan dijual. Hasil pemeriksaan mutu ini akan berpengaruh terhadap bonafiditas perusahaan / eksportir dan importer / buyer sebagai penerima atau penjual produk perikanan di luar negeri dan menghindari tuntutan ganti rugi (claims) dari pembeli baik buyer terhadap eksportir atau konsumen terhadap importir. Eksportir perlu mencermati dan mencantumkan Health Certificate (HC) dalam ekspor produk perikanan. 5. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Dalam kegiatan ekspor produk perikanan peran Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi adalah sebagai lembaga teknis untuk melakukan pembinaan teknis secara periodik terhadap eksportir produsen / pengolah dalam hal kelayakan dasar unit pengolahan produk perikanan. 6. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan mengeluarkan instrument kebijakan sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan (PMMT) dalam rangka mencapai kesepakatan dengan peraturan negara tujuan ekspor. Ditjen P2HP mendelegasikan tugas dan fungsinya terhadap Direktorat Standarisasi dan Akreditasi. 7. Usaha Jasa Transportasi (Foreign Forwarder / Forwarding Agent) 8. Bea dan Cukai
50
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Hasil Regresi dengan OLS 6.1.1. Uji Ekonometrika Sebuah model regresi dikatakan baik berdasarkan kriteria statistik jika memenuhi kebaikan uji ekonometrika dimana uji ini merupakan cara untuk mengatasi empat masalah dalam regresi berganda, yaitu normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. Pada penelitian ini terdapat masalah multikolinearitas sehingga harus diatasi lebih lanjut agar hasil estimasi dengan menggunakan OLS menjadi valid melalui transformasi dari regresi komponen utama. Berikut adalah tabel hasil uji regresi klasik sebagai berikut. Tabel 10. Hasil Regresi OLS p-value Nilai DQ
p-value (t)
p-value (F)
0.15 2.55225 0.052 0.066 0.49 0.428 0.443 0.215 0.392
Uji Kolmogorov-Smirnov Residual menyebar normal p-value>alfa Uji Durbin Watson Tidak ada autokorelasi du
p-value>alfa
Tidak ada heteroskedastisitas
Uji VIF
Nilai VIF
2.004 1.201 52.42 6.441 15.811 49.793
VIF>10
Ada multikolinearitas
Signifikan pada alfa 5% Hasil regresi pada tabel 10, menunjukkan bahwa tiga asumsi klasik dalam perhitungan ekonometrika telah terpenuhi (normalitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas) pada taraf alpha lima persen (0,05). Namun demikian, terdapat masalah multikolinearitas dimana nilai VIF >10. Kriteria asumsi klasik 51
multikolinearitas adalah VIF<10. Oleh sebab itu, pada penelitian ini terjadi korelasi linier yang mendekati sempurna antar lebih dari dua variabel bebas. Menurut Suliyanto (2011), beberapa kemungkinan penyebab timbulnya gejala multikolinearitas pada model regresi diantaranya: 1. Kebanyakan variabel ekonomi berubah sepanjang waktu. Besaran-besaran ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama sehingga jika satu faktor mempengaruhi variabel dependen maka seluruh variabel cenderung berubah dalam satu arah. 2. Adanya penggunaan nilai lag (lagged value) dari variabel-variabel bebas tertentu dalam model regresi. 3. Metode pengumpulan data yang dipakai (the data collection method employed). 4. Adanya kendala dalam model atau populasi yang menjadi sampel (constaint on the model or ini the population being sampled). 5. Adanya kesalahan spesifikasi model (specification model). Hal ini dapat terjadi karena peneliti memasukkan variabel penjelas yang seharusnya dimasukkan dalam model empiris. 6. Adanya model yang berlebihan (an overdetermined model). Hal ini terjadi ketika model empiris (jumlah variabel penjelas) yang digunakan melebihi jumlah data (observasi). Beberapa akibat yang timbul jika hasil estimasi model empiris terdapat masalah multikolinearitas diantaranya: 1. Penaksir kuadrat terkecil tidak bias ditentukan (indeterminate), meskipun hasil estimasi yang dihasilkan masih BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). 2. Interval kepercayaan (confidence interval) cenderung meningkat lebih besar sehingga mendorong untuk menerima hipotesis nol (antara lain koefisien populasi adalah nol). 3. Nilai t-statistik koefisien dari satu atau beberapa variabel penjelas secara statistik tidak signifikan sehingga dapat menyebabkan dikeluarkannya variabel penjelas dalam suatu model regresi, padahal variabel penjelas tersebut sangat penting perannya dalam menjelaskan variabel tergantung. 4. Penaksir-penaksir OLS dan kesalahan bakunya cenderung tidak stabil dan sangat sensitif bila ada perubahan data meskipun sangat kecil.
52
5. Jika multikolinearitas tinggi, mungkin R2 bisa tinggi namun tidak satupun (sangat sedikit) taksiran koefisien regresi yang signifikan secara statistik. Walaupun demikian, masalah multikolinearitas dapat diatasi dengan menggunakan beberapa metode. Adapun metode-metode yang dapat digunakan untuk menangani masalah multikolinearitas diantaranya: 1. Memperbesar ukuran sampel 2. Menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas 3. Menggabungkan data time series dengan data cross section 4. Melakukan transformasi data 5. Menggunakan metode Principle Component Regression (Regresi Komponen Utama) Pada penelitian ini menggunakan metode regresi komponen utama (Principle
Component
Regression)
untuk
mengatasi
permasalahan
multikolinearitas. Dengan demikian, variabel bebas yang memiliki korelasi yang kuat dapat diringkas menjadi sebuah variabel baru yang mampu mencerminkan variabel pembentuknya5. 6.1.2. Hasil regresi Komponen Utama Transformai yang dilakukan dengan mengubah bentuk W menjadi Z maka akan menghasilkan persamaan regresi baru dalam bentuk peubah baku. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya sehingga masalah multikolinearitas pada penelitian ini dapat diatasi. Reduksi ini dilakukan terhadap komponen utama yang memiliki akar terkecil atau akar cirri yang nilainya kurang dari satu. Berikut adalah tabel hasil regresi komponen utama matriks Z.
5
Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta. Andi Offset. Hlm 92
53
Tabel 11. Regresi Komponen Utama
Eigenvalue Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
1 3,658 0,215 -0,058 -0,498 -0,493 -0,459 -0,499
2 1,324 0,608 0,753 0,08 -0,119 0,207 0,022
Komponen Utama 3 4 0,6303 0,2399 0,714 -0,207 -0,568 0,3 0,259 0,368 -0,008 -0,159 -0,162 -0,758 0,272 0,363
5 0,1204 0,177 0,121 -0,166 0,846 -0,382 -0,257
6 0,0082 -0,03 -0,045 0,718 -0,049 0,017 -0,692
Berdasarkan tabel 11, nilai eigen yang lebih besar dari satu adalah komponen PC1 dan PC2. Langkah selanjutnya yaitu dengan meregresikan antara variabel respon terhadap kedua skor komponen tersebut sehingga diperoleh persamaan hasil regresi baru yang valid. Pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan regresi komponen utama menghasilkan nilai p-value < 0.05% sehingga diperoleh model yang signifikan pada taraf 5% (lampiran 5) . Dengan demikian, langkah berikutnya yaitu dengan mentransformasikan model yang di dapat ke Z kemudian ke peubah bebas sehingga diperoleh persamaan: LnEx = 16.1 -0.4550 LnX1 -5.7103 LnX2 + 0.2636 LnX3 + 0.7682 X4 + 0.2183 LnX5 + 0.7525 LnX6…………………………………………………………… (5.1)
Persamaan 5.1 menunjukkan hasil regresi yang diformulasikan kembali dalam bentuk awal. Dengan kata lain, persamaan tersebut merupakan hasil regresi akhir yang lebih baik dengan menghilangkan masalah multikolinieritas. Dengan demikian, dapat disimpulkan berdasarkan hasil pengolahan dengan regresi komponen utama bahwa produksi (LnX3), dummy revitalisasi (LnX4), volume ekspor rumput laut Indonesia (LnX5) dan GDP China (LnX6) memiliki koefisien positif. Sedangkan harga ekspor ke China (LnX1), nilai tukar ( LnX2) memiliki koefisien yang negatif terhadap volume eskpor rumput laut Indonesia ke China. 6.1.3. Uji Statistiik 1. Uji F-Statistik Pada lampiran 5 menunjukkan nilai p-value yaitu sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukkan F-statistik signifikan pada taraf nyata (α) lima persen yang artinya terdapat minimal satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah
54
responnya. Salah satu peubah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peubah respon dalam penelitian ini adalah volume ekspor rumput laut ke China. 2. Uji R-Squared Pada lampiran 5 menunjukkan nilai R-Squared yaitu sebesar 92.8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebesar 92.8% peubah bebas dalam model penelitian ini yang terdiri dari enam variabel (harga ekspor, nilai tukar, produksi, dummy revitalisasi, volume ekspor dan GDP) dapat mejelaskan peubah respon yaitu volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Sementara itu, 7.2% dijelaskan oleh variabel-variabel yang tidak diikutsertakan dalam model. 3.
Uji T-Statistik Pada tabel di bawah menunjukkan nilai t-hitung dari keenam variabel. Dari
keenam variabel memiliki hasil yang signifikan dimana │t-hitung│> 1.96 sehingga terima H0. Pada penelitian ini, semua variabel menunjukkan signifikan pada taraf nyata lima persen. Dengan demikian, variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Berikut adalah tabel hasil uji-t statistika. Tabel 12. Hasil Uji-t Statistika
Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6
Simpangan baku 0.045651 0.055344 0.022912 0.023601 0.025448 0.02225
Koefisien -0.4550 -5.7103 0.2636 0.7682 0.2183 0.7525
t-hitung -9.9671 -103.178 11.50339 32.5484 8.578327 33.82081
Keterangan Significant Significant Significant Significant Significant Significant
6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia 6.2.1. Harga ekspor rumput laut ke China Pada persamaan 5.1 menunjukkan harga ekspor rumput laut Indonesia ke China yaitu sebesar negatif 0.4450. Artinya, setiap kenaikan harga ekspor rumput laut sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China sebesar persen 0.445%, cateris paribus. Hasil etimasi sesuai dengan teori permintaan dimana suatu barang dipengaruhi terutama oleh tingkat harga. Semakin rendah harga ekspor rumput laut Indonesia ke China maka jumlah
55
barang yang akan diminta akan semakin banyak. Sebaliknya, semakin tinggi harga ekspor maka jumlah barang yang akan diminta akan semakin sedikit. Koefisien harga ekspor yang bernilai negatif merupakan pertimbangan dari suatu negara pengekspor terhadap harga suatu komoditi dimana negara pengekspor adalah negara Indonesia dengan komoditi ekspor yaitu rumput laut kering Indonesia. Kenaikan harga ekspor rumput laut Indonesia merupakan kenaikan harga impor bagi negara pengimpor. Hal tersebut menyebabkan berpalingnya negara pengimpor kepada produsen rumput laut lainnya yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau harga ekspor yang sama namun dengan kualitas yang lebih baik. 6.2.2. Nilai Tukar Pada persamaan 5.1 menunjukkan nilai tukar yaitu sebesar negatif 5.7103. Artinya, setiap kenaikan kurs riil satu persen akan menurunkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China sebesar 5.7103% , cateris paribus. Hal tersebut sesuai dengan teori ekonomi dimana ketika kurs riil meningkat maka harga ekspor rumput laut Indonesia akan lebih mahal jika dibandingkan dengan negara pengekspor lain. Sebaliknya, jika nilai tukar menurun maka volume eskpor akan meningkat karena harga ekspor rumput laut Indonesia menjadi murah jika dibandingkan dengan negara pengekspor lain. Selain itu, hal tersebut dapat terjadi juga dikarenakan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang relatif stabil dan rendahnya harga rumput laut Indonesia sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar selama tahun 1999-2011 belum mampu mempengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia dari negara importir. Variabel nilai tukar sesuai dengan teori Mankiw (2003) dimana ketika kurs riil mengalami peningkatan maka barang luar negeri akan menjadi lebih murah dan harga domestik menjadi lebih mahal. Dengan demikian, para eksportir lebih menyukai untuk menjual barang dan jasa ke dalam negeri karena harga jual di dalam negeri akan menjadi lebih tinggi. Sehingga mereka akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan menjual ke luar negeri.
56
6.2.3. Produksi Rumput Laut Indonesia Produksi rumput laut yang dimaksud yaitu produksi rumput laut kering Indonesia jenis Euchuema cottonii. Dari persamaan 5.1, menunjukkan bahwa besar koefisien regresi yaitu 0.2636. Artinya, setiap kenaikan produksi rumput laut Indonesia jenis Eucheuma cottonii sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China sebesar 0.2636 persen, cateris paribus. Hal tersebut terjadi jika produksi rumput laut Indonesia jenis Eucheuma cottonii mengalami peningkatan maka penawaran yang dilakukan oleh eksportir untuk ekspor ke negara lain akan semakin banyak, khususnya ke negara China. Sebaliknya, jika produksi rumput laut Indonesia jenis Euchuema cottonii mengalami penurunan maka volume ekspor rumput laut juga akan menurun sehingga para eksportir akan sedikit untuk melakukan ekspor rumput laut Indonesia ke negara lain. Adanya program revitalisasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi rumput laut Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadhel Muhammad
telah
mengadakan
program-program
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan produksi rumput laut Indonesia sejak tahun 2007. Hal tersebut dilakukan karena melihat peluang untuk ekspor rumput laut Indonesia sangat terbuka lebar. Sehingga peningkatan produksi dibutuhkan untuk memenuhi tingginya permintaan ekspor rumput laut ke negara lain, khususnya negara China. 6.2.4. Dummy Revitalisasi Pada persamaan 5.1 menunjukkan dummy revitalisasi yaitu sebesar positif 0.7682. Setelah adanya revitalisasi perikanan berpengaruh terhadap peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia, khususnya ke negara China. Revitalisasi perikanan merupakan program-program yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan untuk meningkatkan mutu dan kualitas rumput laut Indonesia. Salah satu revitalisasi yang dilakukan adalah dalam aspek produksi. Oleh sebab itu, adanya revitalisasi perikanan khususnya dalam sektor produksi dapat meningkatkan penawaran ekspor rumput laut Indonesia yang bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar dunia.
57
6.2.5. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Pada persamaan 5.1 menunjukkan nilai koefisien volume eskpor rumput laut Indonesia sebesar positif 0.2183. Artinya, setiap kenaikan volume ekspor rumput laut Indonesia maka akan menuingkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China sebesar 0.2183 persen. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dimana peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia akan berpengaruh terhadap peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Negara China merupakan importir terbesar tehadap ekspor rumput laut Indonesia. Hampir sekitar 58 persen ekpsor rumput laut Indonesia dikuasai oleh
negara
China.
Sedangkan,
Indonesia
merupakan
pemasok
utama
perdagangan dunia untuk komoditas rumput luat kering jenis Euchuema cottonii. Indonesia dapat mengekspor rumput laut kering jenis Euchuema cottonii sebesar 80 persen (Khostimastuti GA 2011). Hal tersebut mengindikasikan bahwa hampir sekitar 17 persen ekspor rumput laut kering Indonesia didominasi oleh negara China. 6.2.6. GDP Pada persaman 5.1 menunjukkan nilai koefisien GDP yaitu sebesar positif 0.7525. Artinya , setiap kenaikan GDP negara tujuan ekspor yaitu negara China sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume eskpor rumput laut Indonesia ke negara China sebesar 0.7525 persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi dimana ketika GDP suatu negara semakin besar menunjukkan kemampuan negara tersebut semakin berpeluang untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Hasil estimasi juga sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu jika terjadi kenaikan satu persen pendapatan riil akan meningkatkan permintaan ekspor rumput laut Indonesia sebesar 0.7525 persen. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel GDP riil berpengaruh nyata pada taraf lima persen. Hal ini menyatakan bahwa variabel GDP riil negara China memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Semakin tinggi pendapatan penduduk negara China maka permintaan terhadap rumput laut Indonesia juga semakin tinggi. Hal tersebut terjadi karena rumput laut memiliki berbagai macam manfaat untuk
58
industri makanan dan non makanan yang dapat diolah dan digunakan oleh industri. 6.3. Perkembangan dan Proyeksi Trend Ekspor Rumput Laut Indoneisa 6.3.1. Trend dan Forecasting Produksi Rumput Laut Nasional Rumput laut Indonesia merupakan salah satu komoditas perikanan yang diperdagangkan baik secara nasional maupun internasional. Komoditas ini telah di ekspor lebih dari 30 negara. Di Indonesia rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang diunggulkan. Hal tersebut karena komoditas ini memiliki nilai ekonomis dan prospeknya yang cerah. Komoditas ini mudah untuk dibudidayakan dengan investasi yang relatif kecil. Disamping itu, kekayaan Indonesia akan melimpahnya lautan yang luas di berbagai wilayah Indonesia sangat memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan budidaya laut untuk komoditas rumput laut. Potensi budidaya laut Indonesia diperkirakan mencapai 2,5 juta ha dan sebesar 8.363.501 ha diantaranya merupakan areal yang potensial untuk budidaya laut. Untuk budidaya komoditas rumput laut diperkirakan mencapai 384.727 ha (4,6 persen dari luas areal potensial). Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia. Untuk itu, Direktorat Jendral dan Perikanan Budidaya melakukan kegiatan-kegiatan berupa seminar nasional usaha rumput laut, temu usaha rumput laut, dan pelatihan dari sisi teknis budidaya rumput laut. Hal tersebut dilakukan agar dapat meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas dari pembudidaya. Program Dirjen Perikanan Budidaya yaitu berupa
INBUDKAN
(Intensifikasi
Budidaya
Perikanan)
telah
berhasil
dilaksanakan sejak tahun 2002 sehingga jumlah rumah tangga produksi rumput laut Indonesia menjadi semakin meningkat. Selain itu, (Neish 2008) menyatakan pendapatnya dalam Seaweed International Business Forum and Exhibitation II di Makasar bahwa Indonesia adalah penghasil rumput laut tropis jenis Eucheuma cottonii nomor satu di dunia dan trend nya akan terus meningkat. Peningkatan tersebut dapat terjadi dikarenakan luasnya kawasan laut Indonesia yang memiliki peluang untuk ditanami rumput laut. Oleh sebab itu, trend peningkatan produksi rumput laut itu
59
bisa terus ditingkatkan karena pasar dunia masih terbuka. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi produksi rumput laut nasional.
Quadratic Trend Model Yt = 418687 - 207616*t + 39424.0*t**2 10000000
Variable Actual Fits Forecasts
Produksi (Ton)
8000000
Accuracy Measures MAPE 1.95184E+01 MAD 1.10686E+05 MSD 1.87852E+10
6000000
4000000
2000000
0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Gambar 5. Trend dan Proyeksi Produksi Rumput Laut Indonesia
Berdasarkan gambar 5, terlihat bahwa produksi rumput laut nasional secara keseluruhan cenderung mengalami peningkatan dari tahun 1999 hingga tahun 2011. Pada tahun 2006 produksi rumput laut nasional yaitu sebesar 1.374.463 ton meningkat menjadi 1.728.475 ton di tahun 2007. Kenaikan pada periode tahun ini mencapai 354.012 ton atau 25,18 persen. Sementara itu, pada tahun 2008, produksi rumput laut nasional sebesar 2.145.060 ton dengan kenaikan yang lebih besar dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 416.585 ton atau 1,66 persen. Tahun 2009 juga mengalami peningkatan produksi sebesar 2.963.556 ton diikuti oleh kenaikan yang signifikan dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 818.496 ton atau 14,05 persen. Terlihat bahwa dalam kurun waktu 4 tahun ini, produksi rumput laut nasional terus mengalami peningkatan yang pesat. Begitu pula pada tahun 2010, produksinya yaitu sebesar 3.082.113 ton atau 32,12 persen. Namun demikian, pada tahun 2010 mengalami penurunan terhadap kenaikan produksinya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun ini, kenaikanya hanya mencapai 118.557 ton atau kenaikannya hanya sebesar 6,03 persen. Hal tersebut menandakan penurunan terhadap kenaikan produksi dari
60
tahun sebelumnya. Tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu permasalahan yang serius dikarenakan target atau sasaran pada tahun tersebut telah melampaui batas dugaan. Target yang diinginkan yaitu sebesar 2.672.800 ton, namun kenyataannya pada tahun 2010 produksi telah mencapai 3.082.113 ton atau 32,12 persen. Hal tersebut merupakan salah satu bukti peranan revitalisasi komoditas rumput laut telah berhasil dalam pengembangan dan peningkatan produksi rumput laut secara nasional. Apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, produksi rumput laut Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) produksi rumput laut Indonesia. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan produksi rumput laut Indonesia sebesar 5.239.170 ton atau 25,86 persen. Disusul tahun berikutnya, produksi rumput laut Indonesia juga akan meningkat sebesar 6.178.850 ton atau 17,93 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 7.189.379 ton atau 16,35 persen, 8.282.756 ton atau 15,20 persen dan 9.454.980 ton atau 14,15 persen. Berikut tabel trend proyeksi (forecasting) terhadap produksi rumput laut Indonesia tahun 2012-2016. Tabel 13. Proyeksi Trend Produksi Rumput Laut Indonesia Tahun 2012-2016
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Proyeksi Trend Produksi (Ton) 5.239.170 6.178.850 7.189.379 8.282.756 9.454.980
Persentase Kenaikan (%) 25,86 17,93 16,35 15,20 14,15
Disamping itu, terdapat beberapa daerah potensial produksi rumput laut Indonesia diantaranya adalah Sulawesi Selatan, NTT, Bali, Sulawesi Tengah dan NTB. Berikut adalah gambar produksi rumput laut di propinsi penghasil utama.
61
Gambar 6. Produksi Rumput Laut di Propinsi Penghasil Utama Tahun 2010
Berdasarkan gambar 6, terlihat bahwa sampai dengan tahun 2010, daerah Sulawesi Tengah merupakan daerah paling potensial dalam memproduksi rumput laut Indonesia. Propinsi ini dapat memproduksi rumput laut tertinggi yaitu sebesar 833.327 ton. Kemudian, disusul oleh propinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 750.134 ton. Propinsi potensial berikutnya yaitu propinsi lainnya sebesar 687.132 ton. Dua propinsi berikutnya yaitu propinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 152.534 ton dan terakhir propinsi Bali sebesar 62.638 ton. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini (2009-2011), Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan revitalisasi secara besar-besaran untuk peningkatan produksi rumput laut Indonesia jenis Eucheuma cottonii dan ekspor di bidang perikanan budidaya. Dengan melihat luasnya peluang pangsa pasar Direktorat Jendral Perikanan dan Budidaya menetapkan beberapa strategi dasar untuk peningkatan produksi sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan pengembangan kawasan budidaya rumput laut di Indonesia diantaranya: 1. Kebijakan ektensifikasi Diarahkan dalam upaya memperluas dan mengembangkan jumlah unit lahan budidaya, khususnya pada kawasan potensial dan strategis untuk pengembangan rumput laut di Indonesia. 2. Kebijakan intensifikasi Diarahkan dalam upaya mengembangkan teknologi budidaya yang secara langsung berdampak pada jumlah unit budidaya dan kapasitas produksi. 62
3.
Kebijakan diversifikasi
Diarahkan dalam upaya mengembangkan jenis-jenis rumput laut komersial yang memiliki nilai ekonomis dan peluang pasar yang luas. 6.3.2. Trend dan Forecasting eskpor rumput laut Indonesia ke dunia Revitalisasi
perikanan
sangat
mendorong
perkembangan
berbagai
komoditas perikanan khususnya pada komoditas rumput laut Indonesia. revitalisasi yang dilakukan meningkatkan produksi rumput laut Indonesia. Adanya peningkatan produksi rumput laut nasional dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia akan rumput laut Indonesia. Oleh sebab itu, peningkatan terhadap produksi bertujuan untuk meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia. Lima negara terbesar pengimpor rumput laut kering Indonesia terbesar yaitu China, Filipina, Vietnam, Hongkong, dan Korea Selatan. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi volume ekspor rumput laut Indonesia.
Quadratic Trend Model Yt = 16071.3 + 2961.99*t + 558.358*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
Volume ekspor Indonesia (Ton)
250000
200000
Accuracy Measures MAPE 12 MAD 7508 MSD 98175667
150000
100000
50000
0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Gambar 7. Trend dan Proyeksi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Dunia
Berdasarkan gambar 7, terlihat bahwa trend ekspor rumput laut Indonesia ke dunia cenderung mengalami kenaikan yang signifikan dari kurun waktu 2005 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2004, volume ekspor rumput laut Indonesia mencapai 51.011 ton dan tahun 2005 mencapai 69.264 ton. Kenaikan 63
pada periode tahun ini yaitu sebesar 18.253 ton atau 8,77 persen. Begitu pula pada tahun 2006, volume ekspornya mencapai 95.588 ton. Kenaikan pada periode tahun 2005 sampai dengan 2006 hingga sebesar 26.324 ton atau 2,22 persen. Terlihat pada gambar bahwa pada tahun 2009, volume ekspor rumput laut Indonesia mengalami penurunan yaitu menjadi 94.002 ton. Sehingga pada periode tahun 2008 sampai dengan 2009 terjadi penurunan yaitu sebesar 5.946 ton atau 12,19 persen. Namun demikian, pada tahun 2010 mengalami kenaikan yang drastis yaitu sebesar 32.175 ton atau 40,18 persen. Volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun 2010 mencapai 126.177 ton. Diikuti tahun 2011, volume ekspor juga semakin meningkat menjadi 160.948 ton. Besarnya kenaikan pada periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 mencapai 34.711 ton atau 6,67 persen. Terlihat bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, volume ekspor rumput laut Indonesia mengalami perkembangan peningkatan yang signifikan. Jika diproyeksikan dalam kurun waktu lima tahun ke depan, yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016, trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke dunia terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat kita lihat pada gambar dimana garis putus-putus berwarna hijau adalah garis untuk memproyeksikan (forecasting) volume ekspor rumput laut Indonesia. Berikut tabel proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke dunia tahun 20122016. Tabel 14. Proyeksi Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Dunia Tahun 2012-2016
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Proyeksi Trend (Ton) 166.977 186.132 206.403 227.791 250.295
Persentase kenaikan (%) -99,90 11,47 10,89 10,36 9,88
6.3.3. Trend dan Forecasting Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Negara China memproduksi refined carageenan sejak tahun 1973, namun tingkat produksinya masih sangat rendah. Pada tahun 1985, para pembudidaya China melakukan usaha budidaya rumput laut dengan cara mengimpor benih rumput laut dari negara Filipina. Selain itu, negara China juga mencoba untuk
64
menanam rumput laut di perairan Hainan Selatan. Permintaan rumput laut baik lokal maupun internasional terus meningkat sehingga produksi akan rumput laut terus ditingkatkan oleh negara tersebut. Pada dekade tahun 2002 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan produksi rumput laut di China, yakni dari 3000 MT hingga mencapai 9000MT pada tahun 2007. Namun demikian, pada tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat drastis menjadi 300 ton. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya bencana taifun yang melanda di selatan China dan parasit berupa ikan-ikan pemakan rumput laut. Permintaan rumput laut Indonesia mulai mengalami peningkatan sejak tahun 1980 untuk berbagai kebutuhan di bidang farmasi. Menurut Mc Hugh dan Lanier (1983), penggunaan rumput laut akan semakin meningkat di masa mendatang. Oleh karena itu untuk memenuhi akan kebutuhan dunia industri dengan mengingat peluang yang ada maka potensi sumberdaya alam rumput laut yang kita miliki memerlukan pengembangan secara lestari dan berkelanjutan. Hal tersebut telah terbukti bahwa terdapat banyak pemanfaatan pengembangan rumput laut sampai dengan saat ini. Peningkatan kebutuhan rumput laut negara China meningkatkan industri rumput laut Indonesia. Negara Indonesia memiliki mutu dan kualitas rumput laut yang baik sehingga dapat digunakan sebagai aset dalam memperoleh nilai ekspor yang tinggi. negara China merupakan negara yang mengimpor rumput laut Indonesia terbesar sebagai bahan baku. Standar rumput laut Indonesia memiliki spesifikasi tertentu yang mencakup teknik sanitasi dan hygiene, syarat mutu dan keamanan pangan komoditas rumput laut kering. Standar tersebut hanya berlaku untuk rumput laut kering dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Dengan adanya penjaminan mutu dan kualitas terhadap rumput laut kering tersebut meningkatkan penawaran terhadap kebutuhan rumput laut di negara China. Dengan demikian pada tahun 2007, industri pengolahan rumput laut di negara China mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Namun demikian, pada tahun tersebut yaitu periode tahun 2007-2008 terjadi fluktuasi harga rumput laut Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh
tingginya harga ekspor bahan baku
rumput laut kering ke China karena para pengumpul lokal yang tidak terkontrol
65
dengan baik. Berikut adalah tabel nilai dan volume eskpor rumput laut Indonesia ke negara China. Tabel 15. Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Negara China
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Volume (kg) 13.784.961 24.926.415 35.834.441 23.318.145 43.620.103
Nilai (US$) 4.009.975 7.613.157 12.875.745 11.179.508 35.232.665
Sumber: Statistik Ekspor Hasil Perikanan, Ditjenkan Budidaya, 2008
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada periode tahun 20072008, volume ekspor rumput laut Indonesia ke China mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 20,301,958 kg. Walaupun pada saat itu terjadi fluktuasi harga ekpor rumput laut Indonesia ternyata tidak mempengaruhi permintaan China terhadap rumput laut Indonesia. Nilai ekspor rumput laut Indonesia ke negara China juga mengalami kenaikan pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 11,179,508 dan pada tahun 2008 yaitu sebesar US$ 35,232,665. Terjadinya peningkatan harga ekspor rumput laut Indonesia tidak mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Hal tersebut dikarenakan China mendominasi pangsa pasar rumput laut dunia terhadap kebutuhan bahan baku rumput laut Indonesia. Negara China hampir menguasai 58 persen pangsa pasar rumput laut kering Indonesia di dunia. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China.
66
Quadratic Trend Model Yt = 7492915 - 3309723*t + 588396*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
Volume Ekspor ke China (Kg)
140000000 120000000
Accuracy Measures MAPE 1.04366E+02 MAD 1.16762E+07 MSD 2.74384E+14
100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Gambar 8. Trend dan Proyeksi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China
Berdasarkan gambar 8, terlihat bahwa eskpor rumput laut Indonesia ke China mengalami kenaikan drastis pada tahun 2011. Pada tahun tersebut, volume ekspor rumput laut Indonesia ke China mencapai sebesar 101.231.000 kg. Kenaikan pada periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 yaitu sebesar 77.344.418 kg atau 275,13 persen. Namun demikian pada tahun 2009, volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China juga mengalami peningkatan walaupun kenaikan yang dialami tidak sebesar pada tahun 2011. Tahun 2009, volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China yaitu sebesar 16.328.665 kg. Besarnya kenaikan pada periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 yaitu sebesar 7.657.927 kg atau 100,55 persen. Apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan ekspor rumput laut Indonesia ke negara China yaitu sebesar 76.482.342 kg atau -24,45 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar 90.236.093 kg atau 17,98 persen pada tahun 2013. 67
Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 105.166.635 kg atau 16,55 persen, 121.273.969 kg atau 15,31 persen dan 138.558.094 kg atau 14,25 persen. Berikut tabel trend proyeksi (forecasting) volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China tahun 2012-2016. Tabel 16. Proyeksi Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Tahun 2012-2016
Tahun 2012
Proyeksi Trend (Kg) 76.482.342
Persentase kenaikan (%) -24,45
2013
90.236.093
17,98
2014
105.166.635
16,55
2015
121.273.969
15,31
2016
138.558.094
14,25
6.3.4. Trend dan Forecasting Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Berdasarkan grafik analisis trend pada gambar 8, menunjukkan terjadinya fluktuasi harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Terlihat bahwa pada tahun 1999 sampai tahun 2000 mengalami peningkatan dari 97.592 US$ menjadi 129.337 US$ atau sebesar 35,53 persen. Namun demikian, terjadi penurunan harga ekspor semenjak tahun 2000 sampai dengan tahun 2006. Penurunan serta fluktuasi yang signifikan ini salah satunya disesabkan oleh sifat psikologis dari para penghasil rumput laut Indonesia akan trauma dalam berproduksi dan budidaya. Sehingga hal tersebut mempengaruhi daya jual rumput laut Indonesia baik di skala nasional maupun internasional. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China.
68
Quadratic Trend Model Yt = 153451 - 32842.2*t + 2122.85*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
Harga Ekspor(US$/Kg)
250000
200000
Accuracy Measures MAPE 79 MAD 27936 MSD 1323829178
150000
100000
50000
0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Gambar 9. Trend dan Proyeksi Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China
Kementrian Kelautan dan Perikanan mengadakan program revitalisasi perikanan yang dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas rumput laut Indonesia khusunya untuk mendongkrak harga ekspor rumput laut Indoneisa. Dengan diadakannya program-program revitalisasi perikanan dapat meningkatkan daya saing rumput laut Indonesia secara signifikan. Terlihat pada gambar di atas, bahwa pada tahun 2009 harga ekspor sebesar 53.754 US $ menjadi 153.727 US $ pada tahun 2010 atau kenaikannya sebesar 70,21 persen. Apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China yaitu sebesar 109.739 US$ atau 552,67 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar 138.459 US $ atau 26,17 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 171.425 US $ atau 23,81 persen, 208.637 US $ atau 21,71 persen dan 250.095 US
69
$ atau 19,87 persen. Berikut tabel trend proyeksi (forecasting) harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China tahun 2012-2016. Tabel 17. Proyeksi Trend Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Tahun 2012-2016
Proyeksi Trend (US$/Kg) 109.739 138.459 171.425 208.637 250.095
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Persentase Kenaikan (%) 552,67 26,17 23,81 21,71 19,87
6.3.5. Trend dan Forecasting Nilai Tukar (Exchange Rate) Berdasarkan grafik pada gambar 9, nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami fluktuasi dari tahun 1999-2011. Pada tahun 1999, nilai tukar rupiah terhadap dollar yaitu sebesar Rp 9.491/ US$. Pada tahun 2000, nilai tukar rupiah terhadap dollar meningkat menjadi Rp 10.200/ US$. Namun demikian, terjadi penurunan di tahun 2001 yaitu sebesar 22,63 persen. Setelah tahun 2002, nilai tukar rupiah terus mengalami peningkatan walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan sehingga trend yang terjadi pun mengalami peningkatan kembali. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi nilai tukar (Exchange Rate) rupiah terhadap dollar.
Quadratic Trend Model Yt = 9742.76 - 223.506*t + 16.0844*t**2 11000
Variable Actual Fits Forecasts
Nilai Tukar (Rp/US$)
10500
Accuracy Measures MAPE 3 MAD 277 MSD 133213
10000
9500
9000
8500 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Gambar 10. Trend dan Proyeksi Nilai Tukar (Exchange Rate)
70
Berdasarkan gambar 10, apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, nilai tukar rupiah terhadap dollar cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar diatas, terdapat garis putusputus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) nilai tukar (Exchange Rate) rupiah terhadap dollar. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan nilai tukar yaitu sebesar Rp 9.766,2/ US$ atau 4,24 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar Rp 10.009,2/US$ atau 2,49 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015
dan 2016 akan naik masing-masing sebesar Rp 10.284,3/US$ atau 2,75 persen, Rp 10.591.6/US$ atau 2,99 persen dan Rp 10.931/US$ atau 3,2 persen. Berikut tabel
trend proyeksi (forecasting) nilai tukar (Exchange Rate) tahun 2012-2016. Tabel 18. Proyeksi Trend Nilai Tukar (Exchange Rate) Tahun 2012-2016
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Proyeksi Trend (Rp/US$) 9.766,2 10.009,2 10.284,3 10.591,6 10.931
Persentase Kenaikan (%) 4,24 2,49 2,75 2,99 3,2
6.3.6. Trend dan Forecasting GDP Negara China Berdasarkan grafik pada gambar 10, terlihat bahwa GDP negara China cenderung mengalami peningkatan yang stabil. Hal tesebut dapat dilihat pada gambar bahwa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2011 nilai US$ terus meningkat dengan rata-rata peningkatan yaitu sebesar 10,25 persen per tahunnya. Keadaan aktual yang stabil akan menggambarkan proyeksi terhadap GDP negara China yang cenderung meningkat. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi GDP negara China.
71
Quadratic Trend Model Yt = 1837.45 + 194.065*t + 21.7980*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
12000
GDP (US$)
10000
Accuracy Measures MAPE 3.3 MAD 158.6 MSD 36909.9
8000 6000 4000 2000 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Gambar 11. Trend dan Proyeksi GDP Negara China
Berdasarkan gambar 11, apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, GDP negara China cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar diatas, terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) GDP negara China. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan nilai tukar yaitu sebesar 8.826,8US$ atau 16,14 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar 9.653 US$ atau 9,36 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 10.522,8 US$ atau 9,01 persen, 11.436,2 US$ atau 8,68 persen dan 12.393,2 US$ atau 8,37 persen. Berikut tabel trend proyeksi GDP negara China tahun 20122016. Tabel 19. Proyeksi Trend GDP Negara China Tahun 2012-2016
Tahun 2012
Proyeksi Trend (US$) 8.826,8
Persentase kenaikan (%) 16,14
2013
9.653
9,36
2014 2015 2016
10.522,8 11.436,2 12.393,2
9,01 8,68 8,37
72
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan ekspor rumput laut Indonesia ke negara China dari tahun 1999-2011 maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil dari faktor-faktor yang diestimasikan terhadap penelitian ini menyatakan bahwa semua faktor signifikan terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China sebesar 92,8 persen dan sisanya (7,2 persen) dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian. Faktor-faktor tersebut meliputi harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, nilai tukar riil, produksi rumput laut Indonesia, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia, dan GDP negara tujuan ekspor yaitu negara China. Sementaran itu, harga ekspor dan kurs nilai tukar berpengaruh negatif terhadap volume eksor rumput laut Indonesia ke China. 2. Trend dan forecasting volume ekspor rumput laut Indonesia dan volume eskpor rumput laut Indonesia ke negara China diproyeksikan cenderung meningkat dalam kurun waktu lima tahun ke depan, yaitu 2012-2016. 7.2. Saran 1. Ekspor rumput laut kering dalam bentuk bahan baku (raw material) sebaiknya dibatasi dan dilarang untuk dilakukan. Dengan adanya pembatasan dan atau pelarangan ekspor dalam bentuk bahan baku maka akan meningkatkan bargaining position Indonesia dalam hal harga dan nilai tambah. Dengan demikian, rumput laut yang sudah diolah baik dalam bentuk jadi maupun setengah jadi akan memiliki nilai tambah dan harga penawaran yang tinggi pula. 2. Peningkatan akan permintaan rumput laut Indonesia oleh China maupun di dunia merupakan suatu peluang Indonesia untuk mendapatkan keunggulan utama dalam mendapatkan keuntungan yang bermanfaat. Oleh sebab itu, revitalisasi yang dilakukan dan akan direncanakan perlu didukung oleh semua pihak yang terkait. Dengan demikian, seluruh kegiatan dan aktivitas dalam 73
peningkatan daya saing komoditas rumput laut Indonesia dapat berjalan dengan sebaik mungkin. 3. Dari hasil estimasi, faktor harga ekspor memiliki pengaruh yang negatif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa harga ekspor rendah akan meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan salah satunya yaitu perihal mata rantai (supply chain) untuk ekspor agar dapat diciptakan seefektif dan efisien mungkin. Dengan pemotongan mata rantai tertentu, akan meningkatkan nilai dari suatu perdagangan rumput laut tersebut. 4.
Adanya revitalisasi berpengaruh terhadap peningkatan produksi rumput laut Indonesia. hal tersebut dikarenakan revitalisi memiliki peranan penting dalam peningkatan dan pengembangan budidaya perikanan khususnya komoditas rumput laut. Dikarenakan saat ini rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan sebagai devisa negara maka Kementrian Kelautan dan Perikanan membuat program-program tertentu untuk peningkatan produksi rumput laut Indonesia, khususnya untuk pasar ekspor yaitu rumput laut potensial jeni E.Cottonii. Program-program yang diadakan untuk menunjang proyeksi di masa datang yaitu sasaran dan target produksi rumput laut mencapai 10 juta ton.
5.
Peningkatan mutu dan kualitas rumput laut Indonesia yang baik menjanjikan perdagagan antar negara yang memuaskan. Salah satu negara pengimpor terbesar rumput laut Indonesia jenis E.Cottoni yaitu negara China. Dua sampai tiga tahun ke belakang ini, permintaan rumput laut Indonesia terhadap China sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan penawaran ekspor negara Indonesia yang baik dalam mutu, kualitas dan kuantitas. Oleh sebab itu, pihak terkait harus dapat mempertahankan dan terus meningkatkan eksistensi rumput laut Indonesia, khusunya dalam bentuk ekspor.
74
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 1999-2011. Produksi Hasil Ekspor Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan. 1999-2010. Statistika Hasil Ekspor Perikanan 1999-2011. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. Firdaus, M. September 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Dara Panel dan Time Series. IPB Press: Bogor. Gonarsyah, I. 1987. Landasan Perdagangan Internasional. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gujarati.1978. Basic Econometric. MCGraw-Hill Companies Inc. New York. Index Mundi. 2011. Indexmundi Database. [Indexmundi Online]. http://indexmundi.com [28 April2012] [DKP]
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Revitalisasi Perikanan Budidaya 2006-2009. Jakarta: Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Jakarta: Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan 2007. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.2009. Profil Rumput Laut Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Statistika Ekspor Hasil Perikanan 20052011. Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Kustantiny A, Sarwanto C, Bernhard, Hadiastuty H, Fajar C, Wahyuni S. 2011. Profil Peluang Usaha Rumput Laut II. Nikijuluw V, editor. Direktorat Usaha dan Investasi & P2HP – KKP. Lipsey, Richard G. 1997. Pengantar Makroekonomi. Jilid Kedua. Binarupa Aksara. Jakarta. Mankiw, N, Gregory. Erlangga.Jakarta.
2000.
Teori
Makroekonomi
Edisi
Keempat.
Rajagukguk, M.M.2009. Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Paasr Internasional [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Cetakan Pertama. Penerbit Erlangga. Jakarta. Santono et al. 2009. Peningkatan Nilai Tambah Rumput LautMelalui Teknologi Penanganan dan Pengolahan. Jakarta: Direktorat Pengolahan Hasil & P2HP – DKP. Surono A et al. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya & Direktorat Produksi - DKP.
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Korelasi Antar Peubah x dan y
Correlations: Y, LnX1, LnX2, LnX3, X4, LnX5, LnX6 Y -0.669 0.012
LnX1
LnX2
-0.129 0.675
0.301 0.318
LnX3
0.853 0.000
-0.232 0.446
0.117 0.703
X4
0.851 0.000
-0.462 0.112
-0.013 0.967
0.854 0.000
LnX5
0.689 0.009
-0.236 0.439
0.304 0.312
0.774 0.002
0.785 0.001
LnX6
0.879 0.000
-0.275 0.363
0.053 0.865
0.989 0.000
0.854 0.000
LnX1
LnX2
LnX3
X4
LnX5
0.761 0.003
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
77
Lampiran 2. Analisis Regresi
Regression Analysis: Y versus LnX1, LnX2, LnX3, X4, LnX5, LnX6 The regression equation is Y = 26.6 - 0.790 LnX1 - 2.28 LnX2 + 0.400 LnX3 - 0.262 X4 + 0.108 LnX5 + 1.46 LnX6
Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX3 X4 LnX5 LnX6
Coef 26.64 -0.7903 -2.278 0.4004 -0.2616 0.1081 1.463
S = 0.331981
SE Coef 25.74 0.1412 2.641 0.6467 0.4795 0.1744 1.656
R-Sq = 97.4%
T 1.04 -5.60 -0.86 0.62 -0.55 0.62 0.88
P 0.340 0.001 0.421 0.559 0.605 0.558 0.411
VIF 1.6 1.7 63.6 6.4 3.8 59.5
R-Sq(adj) = 94.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 6 6 12
SS 24.7679 0.6613 25.4292
MS 4.1280 0.1102
F 37.46
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 2.55225
NILAI VIF > 10 MAKA TERJADI PELANGGARAN MULTIKOLINIERITAS
78
Lampiran 3. Asumsi dalam Regresi Berganda 1.
Uji Kenormalan Ho : Sisaan meyebar normal H1 : Sisaan tidak menyebar normal Kriteria keputusan p-value < alpha(0,05) -> tolak Ho (sisaan tidak meyebar normal) p-value > alpha(0.05) -> terima H0 (sisaam menyebar normal)
P r o b a b ility P lo t o f R E S I1 Norm a l 99
M ean S tD e v N KS P - V a lu e
95 90
- 4 .0 6 9 1 6 E - 0 8 6177896 13 0 .1 8 1 > 0 .1 5 0
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1 - 15000000
- 10000000
- 5000000
0
5000000
10000000
15000000
R E S I1
Normal 2. Uji autokorelasi Ho : Sisaan saling bebas H1 : Sisaan tidak saling bebas Kriteria keputusan p-value < alpha(0,05) -> tolak Ho (Sisaan tidak saling bebas) p-value >alpha(0.05) -> terima H0 (Sisaan saling bebas)
Runs Test: RESI1 Runs test for RESI1 Runs above and below K = -4.08618E-08 The observed number of runs = 8 The expected number of runs = 7.46154 6 observations above K, 7 below * N is small, so the following approximation may be invalid. P-value = 0.754
79
3. Uji Heteroskedastisas Ho : ragam homogen H1 : ragam tidak homogeny Kriteria keputusan p-value < alpha(0,05) -> tolak H0 p-value >alpha(0.05) -> terima H0
Regression Analysis: e2 versus x1, x2, x3, x4, x5, x6 The regression equation is e2 = - 5.56E+14 - 2.04E+08 x1 + 5.53E+10 x2 - 36023264 x3 - 4.15E+13 x4 - 6.85E+08 x5 + 4.83E+10 x6
Predictor Constant x1 x2 x3 x4 x5 x6
Coef -5.56443E+14 -204305146 55296526366 -36023264 -4.15381E+13 -685238495 48335096953
S = 3.379492E+13
SE Coef 2.41235E+14 285838096 24689084130 49001875 4.88973E+13 835186318 34861639285
R-Sq = 55.8%
PRESS = 4.053833E+28
T -2.31 -0.71 2.24 -0.74 -0.85 -0.82 1.39
P 0.061 0.502 0.066 0.490 0.428 0.443 0.215
VIF 2.004 1.201 52.420 6.441 15.811 49.793
R-Sq(adj) = 11.6%
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source x1 x2 x3 x4 x5 x6
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 6 12
SS 8.65964E+27 6.85258E+27 1.55122E+28
MS 1.44327E+27 1.14210E+27
F 1.26
P 0.392
Seq SS 2.49367E+25 4.48990E+27 8.60640E+25 4.67290E+26 1.39595E+27 2.19549E+27
Durbin-Watson statistic = 2.49705
Ragam Homogen
80
Lampiran 4. Regresi Komponen Utama
KOMPONEN UTAMA Principal Component Analysis: Z1, Z2, Z3, Z4, Z5, Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
Variable Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
3.6588 0.610 0.610
PC1 0.215 -0.058 -0.498 -0.493 -0.459 -0.499
1.3424 0.224 0.834
PC2 0.608 0.753 0.080 -0.119 0.207 0.022
0.6303 0.105 0.939
PC3 0.714 -0.568 0.259 -0.008 -0.162 0.272
0.2399 0.040 0.979
PC4 -0.207 0.300 0.368 -0.159 -0.758 0.363
0.1204 0.020 0.999
PC5 0.177 0.121 -0.166 0.846 -0.382 -0.257
0.0082 0.001 1.000
PC6 -0.030 -0.045 0.718 -0.049 0.017 -0.692
NILAI EIGEN YANG LEBH DARI SATU ADALAH PC1 DAN PC2 Skor Komponen Utama
W1 2.49878 2.22215 2.18036 2.76363 1.29273 ‐0.08077 ‐0.75921 ‐1.26918 ‐1.22559 ‐1.68433 ‐1.70733 ‐1.75375 ‐2.47751
W2 1.0348 2.37148 ‐0.27458 ‐1.75867 ‐0.40246 ‐1.24624 ‐1.31495 ‐0.91843 0.33682 0.3387 0.87838 0.97891 ‐0.02375
W3 ‐0.35054 ‐0.79874 1.01905 0.83236 ‐0.67225 ‐0.46059 ‐0.47732 ‐0.61124 0.36799 ‐0.48828 0.29418 1.77725 ‐0.43188
W4 W5 W6 ‐0.35642 0.094523 0.001076 0.29758 0.24405 0.063243 ‐0.73574 ‐0.33009 0.070112 1.12439 0.146022 0.006602 ‐0.09764 ‐0.77299 ‐0.13857 ‐0.51322 0.565348 ‐0.16359 ‐0.31756 0.213972 0.128692 ‐0.1602 0.001132 0.132094 ‐0.13606 0.20761 ‐0.02478 0.3447 0.020849 ‐0.0646 0.37331 0.097374 ‐0.04083 ‐0.19917 ‐0.00862 ‐0.02246 0.37603 ‐0.47918 0.053008
81
Lanjutan Lampiran 4.
Regression Analysis: Y versus W1, W2 The regression equation is Y = 16.1 - 0.691 W1 - 0.406 W2
Predictor Constant W1 W2
Coef 16.1196 -0.69051 -0.4062
S = 0.428584
SE Coef 0.1189 0.06468 0.1068
R-Sq = 92.8%
T 135.61 -10.68 -3.80
P 0.000 0.000 0.003
VIF 1.0 1.0
R-Sq(adj) = 91.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source W1 W2
DF 1 1
DF 2 10 12
SS 23.592 1.837 25.429
MS 11.796 0.184
F 64.22
P 0.000
Seq SS 20.935 2.657
Durbin-Watson statistic = 2.38858
82
Lampiran 5. Transformasi
Transformasi ke Z LnY = 16.1 - 0.691 W1 - 0.406 W2 Lny = 16.1 - 0.691(0.215 Z1 ‐0.058 Z2 -0.445 Z3 ‐0.493 Z4‐0.459 Z5 ‐ 0.499Z6 )0.406 ( 0.608 Z1 + 0.753 Z2 + 0.08 Z3 ‐0.119 Z4 + 0.207 Z5 + 0.022 Z6 )
LnY = 16.1 ‐0.3954 Z1 ‐0.2656 Z2+ 0.3116 Z3 + 0.3890 Z4+ 0.2331 Z5 + 0.3359 Z6 Transformasi dari Z ke X Lny = 16.1
‐0.3954 Z1 ‐0.2656 Z2 + 0.3116 Z3 + 0.3890 Z4 + 0.2331 Z5 + 0.3359 Z6
Lny = 16.1
‐0.3954 ⎜⎜
⎛ X4− X4⎞ ⎟ ⎟ S 4 ⎝ ⎠
0.3890 ⎜⎜
⎛ X1− X1⎞ ⎛ X2− X2⎞ ⎛ X3− X3⎞ ⎟ ‐0.2656 ⎜ ⎟ + 0.3116 ⎜ ⎟ ⎟ ⎜ S2 ⎟ ⎜ S 3 ⎟ + S 1 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎛X −X6 ⎞ ⎛ X5− X5⎞ ⎟ ⎟ + 0.3359 ⎜ 6 + 0.2331 ⎜⎜ ⎟ ⎜ S ⎟ S 5 6 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
⎛ X 1 − 10.615 ⎞ ⎛ X 2 − 9.125 ⎞ ⎟ ‐0.2656 ⎜ ⎟ + 0.3116 ⎝ 0.869 ⎠ ⎝ 0.047 ⎠ ⎛ X 5 − 10.813⎞ ⎛ X 3 − 13.477 ⎞ ⎛ X 4 − 0.615 ⎞ ⎟ + 0.3359 ⎜ ⎟ + 0.3890 ⎜ ⎟ + 0.2331 ⎜ ⎝ 1.068 ⎠ ⎝ 1.182 ⎠ ⎝ 0.506 ⎠ ⎛ X 6 − 8.337 ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ 0.446 ⎠
Lny = 16.1
‐0.3954 ⎜
Y =
16.1
‐0.4550 LnX1 ‐5.7103 LnX2 + 0.2636 LnX3 + 0.7682 X4 + 0.2183 LnX5 +
0.7525 LnX6
83
Lampiran 6. Standarisasi Data
Data Awal Lny 13.59971 14.00745 14.28739 15.24726 15.9152 16.4161 17.02975 17.39442 16.22959 17.37748 16.60843 16.99301 18.43292
LNx1 11.48855 11.77018 11.5851 10.53768 10.13158 9.840388 9.567175 9.535101 10.84895 10.1231 10.89217 11.94293 9.729967
LNx2
LNx3
9.158099 9.230143 9.065661 9.05275 9.11603 9.093807 9.093807 9.11052 9.126959 9.159047 9.159047 9.11438 9.145162
11.96319 12.42094 12.41685 12.53829 12.59993 12.9253 13.7219 14.13357 14.36275 14.57868 14.9019 15.18047 15.24168
Lnx4
Lnx5 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
10.12999 10.04642 10.23545 7.957177 10.60068 10.8398 11.14568 11.4678 11.45183 11.51241 11.45107 11.74544 11.98884
Lnx6 7.680031 7.774506 7.869545 7.966241 8.076347 8.192599 8.319351 8.465425 8.621634 8.730152 8.823791 8.928535 8.935904
Data Standarisasi variable X Lny Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 1.00595 0.73853 ‐1.39945 ‐1.21529 ‐0.64137 ‐1.47291 13.59971 1.32814 2.22734 ‐1.01028 ‐1.21529 ‐0.71635 ‐1.27131 14.00745 1.12102 ‐1.17565 ‐1.01028 ‐1.21529 ‐0.53826 ‐1.04731 14.28739 15.24726 ‐0.08719 ‐1.60103 ‐0.90876 ‐1.21529 ‐2.67536 ‐0.82331 ‐0.858 ‐1.21529 ‐0.20082 ‐0.57692 15.9152 ‐0.55897 ‐0.11222 0.75955 0.02413 ‐0.33052 16.4161 ‐0.89267 ‐0.75028 ‐0.57881 0.08954 0.75955 0.3147 ‐0.03932 17.02975 ‐1.20335 ‐0.75028 ‐1.23787 ‐0.3249 0.43641 0.75955 0.61465 0.29667 17.39442 0.26952 0.10047 0.63099 0.75955 0.5959 0.63267 16.22959 0.81712 0.75955 0.65214 0.87907 17.37748 ‐0.57048 0.73853 0.31807 0.71833 1.08945 0.75955 0.59693 1.08915 16.60843 1.52709 ‐0.23175 1.32515 0.75955 0.87278 1.32377 16.99301 ‐1.01924 0.4229 1.37693 0.75955 1.10093 1.34028 18.43292
84
Lampiran 7. Tabel Uji Signifikan
Uji‐t X1 X2 X3 X4 X5 X6
simpangan baku koefisien t‐hitung Keterangan 0.045651 ‐0.4550 ‐9.9671 Significant 0.055344 ‐5.7103 ‐103.178 Significant 0.022912 0.2636 11.50339 Significant 0.023601 0.7682 32.5484 Significant 0.025448 0.2183 8.578327 Significant 0.02225 0.7525 33.82081 Significant
|T-HITUNG| > 1.96 MAKA TOLAK H0 ARTINYA SIGNIFICANT
LNX1
LNX2
LNX3
LNX4
harga ekspor ke Cina(US$/kg)
Nilai tukar(Rp)
Nilai Produksi Dummy (ton) Revitalisasi
LNX5 Volume ekspor rumput laut indonesia
LNX6
LNY
Variabel GDP pe Vol ke \r kapita cina (kg) cina
85
Lampiran 8. Trend Analysis
Produksi
MAPE MAD MSD
Linear
Quadratic
Exponential Growth
S-Curve
1.01E+02 4.61E+05 2.58E+11
1.95E+01 1.11E+05 1.88E+10
1.88E+01 1.94E+05 7.07E+10
2.73E+01 3.97E+05 3.25E+11
Volume Ekspor RL ke Dunia Linear MAPE 18 MAD 9341 MSD 146187295
Quadratic
Exponential Growth
S-Curve
12 7508 98175667
12 7849 121189267
21 12850 264445023
Volume Ekspr RL ke China
MAPE MAD MSD
Linear
Quadratic
Exponential Growth
S-Curve
1.63E+02 1.18E+07 3.28E+14
1.04E+02 1.17E+07 2.74E+14
6.01E+01 1.10E+07 2.25E+14
5.30E+01 1.19E+07 4.76E+14
Harga Ekspor Linear MAPE 112 MAD 36479 MSD 2017829716
Quadratic
Exponential Growth
S-Curve
79 27936 1323829178
77 34854 2185285005
ERROR
Nilai Tukar (Exchange Rate)
MAPE MAD MSD
Linear
Quadratic
Exponential Growth
S-Curve
3 324 173054
3 277 133213
3 322 173196
ERROR
GDP
MAPE MAD MSD
Linear
Quadratic
Exponential Growth
S-Curve
8 277 110083
3.3 158.6 36909.5
3.2 168.8 58641.2
11 499 322216
86
Lampiran 9. Analisis Trend Produksi Trend Produksi RL Indonesia Quadratic Trend Model Yt = 418687 - 207616*t + 39424.0*t**2 10000000
Variable Actual Fits Forecasts
produksi (Ton)
8000000
Accuracy Measures MAPE 1.95184E+01 MAD 1.10686E+05 MSD 1.87852E+10
6000000 4000000 2000000 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Trend Analysis Plot for produksi Ina Trend Analysis for produksi Ina Data Length NMissing
produksi Ina 13 0
Fitted Trend Equation Yt = 418687 - 207616*t + 39424.0*t**2
Accuracy Measures MAPE
1.95184E+01
MAD MSD
1.10686E+05 1.87852E+10
Forecasts Period 14 15 16 17 18
Forecast 5239170 6174850 7189379 8282756 9454980
87
Lampiran 10. Analisis Trend Volume Ekspor ke China Trend volume ekspor RL Indonesia ke China Quadratic Trend Model Yt = 7492915 - 3309723*t + 588396*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
140000000
Volume Ekspor(kg)
120000000
Accuracy Measures MAPE 1.04366E+02 MAD 1.16762E+07 MSD 2.74384E+14
100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Trend Analysis for volume cina Data Length NMissing
volume cina 13 0
Fitted Trend Equation Yt = 7492915 - 3309723*t + 588396*t**2
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
1.04366E+02 1.16762E+07 2.74384E+14
Forecasts Period 14 15 16 17 18
Forecast 76482342 90236093 105166635 121273969 138558094
Trend Analysis Plot for volume cina
88
Lampiran 11. Analisis Trend Volume Ekspor ke Dunia Trend Volume Ekspor RL Indonesia ke dunia Quadratic Trend Model Yt = 16071.3 + 2961.99*t + 558.358*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
Volume ekspor Indonesia (Ton)
250000 200000
Accuracy Measures MAPE 12 MAD 7508 MSD 98175667
150000 100000 50000 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Trend Analysis for volume ina Data Length NMissing
volume ina 13 0
Fitted Trend Equation Yt = 16071.3 + 2961.99*t + 558.358*t**2
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
12 7508 98175667
Forecasts Period 14 15 16 17 18
Forecast 166977 186132 206403 227791 250295
Trend Analysis Plot for volume ina
89
Lampiran 12. Analisis Trend Harga Ekspor
Trend Analysis Plot for harga ekspor Quadratic Trend Model Yt = 153451 - 32842.2*t + 2122.85*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
harga ekspor (US$/Kg)
250000 200000
Accuracy Measures MAPE 79 MAD 27936 MSD 1323829178
150000 100000 50000 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Trend Analysis for harga ekspor Data Length NMissing
harga ekspor 13 0
Fitted Trend Equation Yt = 153451 - 32842.2*t + 2122.85*t**2
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
79 27936 1323829178
Forecasts Period 14 15 16 17 18
Forecast 109739 138459 171425 208637 250095
Trend Analysis Plot for harga ekspor
90
Lampiran 13. Analisis Trend Nilai Tukar
Trend Analysis Plot for nilai tukar Quadratic Trend Model Yt = 9742.76 - 223.506*t + 16.0844*t**2
Nilai Tukar(Rp/US$)
11000
Variable Actual Fits Forecasts
10500
Accuracy Measures MAPE 3 MAD 277 MSD 133213
10000 9500 9000 8500 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Trend Analysis for nilai tukar Data Length NMissing
nilai tukar 13 0
Fitted Trend Equation Yt = 9742.76 - 223.506*t + 16.0844*t**2
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
3 277 133213
Forecasts Period 14 15 16 17 18
Forecast 9766.2 10009.2 10284.3 10591.6 10931.0
Trend Analysis Plot for nilai tukar
91
Lampiran 14. Analisis Trend GDP Trend Analysis Plot for GDP Quadratic Trend Model Yt = 1837.45 + 194.065*t + 21.7980*t**2 Variable Actual Fits Forecasts
12000
GDP (US$)
10000
Accuracy Measures MAPE 3.3 MAD 158.6 MSD 36909.9
8000 6000 4000 2000 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 Tahun
Results for: data skripsi.MTW Trend Analysis for GDP Data Length NMissing
GDP 13 0
Fitted Trend Equation Yt = 1837.45 + 194.065*t + 21.7980*t**2
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
3.3 158.6 36909.9
Forecasts Period 14 15 16 17 18
Forecast 8826.8 9653.0 10522.8 11436.2 12393.2
Trend Analysis Plot for GDP Trend Analysis for volume cina
92