PANDUAN EKSPOR (Proses Kegiatan Ekspor)
I. PENDAHULUAN
1. Perdagangan Melintasi Dua Wilayah Negara Kegiatan ekspor termasuk ekspor produk pertanian, adalah kegiatan perdagangan yang menembus batas teritorial dua negara dan seringkali melewati batas negara ketiga sebagai pelabuhan persingahan (port of transit).
2. Kantor Bea Dan Cukai (Customs Office) Penjaga Gerbang Perdagangan Internasional Tiap negara dapat dipastikan melindungi wilayahnya dari keluarnya produk yang mereka lindungi dan dari masuknya produk yang tidak memenuhi ketentuan atau produk berbahaya. Keinginan eksportir untuk mengekspor dan keinginan importir untuk memasukkan barang dari luar negeri saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pihak. Oleh karena itu, agar ekspor dapat berjalan sesuai keinginan, masing-masing pihak harus mengetahui peraturan-peraturan ekspor/impor yang berlaku di negara asal (country of origin) dan di negara tujuan (country of destination). Karena kegiatan ekspor mengalami proses ’keluar dari’ dan ’masuk ke’ teritorial atau wilayah negara yang berbeda, maka akan sangat baik bila eksportir selain mempunyai keinginan untuk mengeluarkan barang dari negaranya dengan lancar, juga harus berkeinginan untuk membantu (importir) agar produk yang dikirimnya dapat masuk ke negara tujuan dengan baik dan lancar juga. Kantor Bea dan Cukai (Customs Office) di masing-masing negara, memerlukan dokumen yang jelas, lengkap, konsisten dan benar untuk dapat mengijinkan produk dapat keluar atau masuk wilayahnya. Karena itu eksportir harus mengetahui pasti dokumen dan kelengkapan apa saja yang diperlukan untuk dapat mengespor produknya. Ekspor produk A kemungkinan memerlukan dokumen tambahan yang berbeda dengan ekspor produk B. Eksportir yang juga mempunyai ’visi impor’ akan membuka peluang yang lebih besar bagi dirinya sendiri. Bila importir dapat dengan mudah dan lancar mengeluarkan produk yang diimpornya dari kawasan pabean (customs territory), maka kesempatan importir mengajukan pesanan ulang (repeat order) menjadi lebih besar.
3. Identifikasi Barang Ekspor/Impor dengan Nomor HS (Harmonized System Number). Uraian barang ekspor/impor (Goods Description) atau yang tercantum dalam dokumen pengapalan dapat berupa uraian barang yang mungkin diberikan secara spesifik oleh Eksportir menurut nama barang (name of product) yang berlaku secara individual. Misalnya Eksportir mencantumkan nama product ’Fresh Ripe Manggo Fruit from Indramayu’ atau ’Buah Mangga Indramayu Segar Matang’. Nama/spesifikasi yang tercantum dalam dokumen pengapalan tersebut kemungkinan tidak dikenal atau dapat diterjemahkan secara keliru oleh Petugas Bea dan Cukai di Pelabuhan Tujuan. Petugas Bea dan Cukai di Pelabuhan Tujuan yang memiliki pengertian yang keliru atau pengertian yang berbeda dengan pengertian yang dimiliki oleh Eksportir, kemudian dapat menyatakan bahwa buah mangga yang diimpor tersebut dilarang masuk ke negeranya karena menurut pengamatannya, buah mangga tersebut masuk dalam nomor HS tertentu yang dilarang diimpor. Oleh karena itu, pastikan kepada Importir apakah nomor HS perlu dicantumkan dalam dokumen atau tidak. Bila diperlukan, minta kepada Importir nomor HS yang harus dicantumkan. Bila tidak perlu mencantumkan nomor HS, maka Importir akan mengurusnya sendiri di Kantor Bea dan Cukai setempat. Eksportir harus memeriksa ulang nomor HS yang diberikan Importir dalam buku HS (tersedia di beberapa toko buku). Biasanya buku HS tersebut dimiliki oleh Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) atau dapat dilihat di website Dirjen Bea Dan Cukai R.I di www.beacukai.com. Pemeriksaan ulang nomor HS tersebut sangat penting, sebab ada kemungkinan nomor HS yang disampaikan Importir tidak sesuai. 4. Pentingnya Dokumen Ekspor & Impor Importir dapat mengeluarkan produk yang diimpornya dari kawasan bea dan cukai (customs terrytory) di Pelabuhan Tujuan, hanya bila importir mengajukan secara lengkap semua dokumen yang diperlukan oleh Kantor Bea & Cukai (Customs Office) setempat. Oleh karena itu, pastikan bahwa perincian semua dokumen yang harus dilengkapi oleh eksportir, tercantum di dalam kontrak, di dalam L/C maupun di dalam surat pesanan (Letter of Order) Dengan mengetahui secara pasti dokumen yang diperlukan oleh importir, maka eksportir akan terhindar dari klaim dan atau ’tidak dibayar’. Di samping itu, eksportir dapat memperkirakan dan memperhitungkan biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi dokumen yang diperlukan tersebut. 5. Peranan Otoritas Karantina Hewan/Tumbuhan dan Kesehatan Manusia. Dalam rangka melindungi masuknya hama & penyakit menular berbahaya dari negara lain yang dapat mengancam kehidupan fauna/flora, terutama kesehatan
pengguna produk impor, Pihak terkait dengan karantina hewan/tumbuhan dan kesehatan manusia bekerja saling mendukung dengan Petugas Bea dan Cukai. Bea dan Cukai bekerja berdasarkan dokumen impor dan peraturan yang ditetapkan otoritas teknis terkait seperti Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan atau Lembaga sejenis yang berwenang seperti Food & Drugs Administration (FDA) di Amerika. Di Indonesia, dibutuhkan Sertifikat Karantina (Quarantine Certificate) yang diterbitkan oleh Pihak Berwenang di Negara Asal apabila Importir akan memasukkan Hewan atau Tumbuhan hidup ke dalam Wilayah Republik Indonesia. Sertifikat Karantina antara lain berisi pernyataan bahwa Hewan atau Tumbuhan hidup yang diekspor, telah diperiksa oleh Petugas terkait sebelum pengapalan dan dinyatakan: ”Dalam keadaan sehat, tidak terjangkit penyakit menular dan tidak membawa organisme berbahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia/hewan/tumbuhan lain”. Dalam hal khusus misalnya guna mencegah penyebaran penyakit kuku dan mulut pada hewan, ’Sertifikat Karantina’ sekali pun tidak berlaku, karena Pemerintah Indonesia melarang impor hewan hidup atau bagian-bagiannya yang berasal dari Negara yang dinyatakan belum bebas penyakit mulut dan kuku, ke Wilayah Indonesia. Di lain pihak, bila Importir akan mengimpor bahan pangan yang berasal dari hewan atau tumbuhan, diperlukan Phytosanitary Certificate (Sertifikat Kesehatan Tumbuhan) dan Health Certificate (Serifikat Kesehatan). Phytosanitary Certificate yang diterbitkan oleh Pihak Berwenang yang ditunjuk di Negara Asal Barang (Badan/Dinas Karantina atau International Surveyor) berisi antara lain pernyataan bahwa ’Produk pangan yang diekspor tidak mengandung atau tidak terinfestasi organisme atau serangga yang berbahaya’. Health Certificate diterbitkan oleh Pihak Berwenang yang ditunjuk di Negara Asal Barang (Dinas Kesehatan, Laboratorium Kesehatan atau International Surveyor) berisi antara lain pernyataan bahwa ’Produk yang diekspor telah diperiksa dan dinyatakan dalam kondisi baik serta layak dikonsumsi oleh manusia (fit for human consumption)’. Selain itu, untuk mengimpor bahan pangan mentah seperti beras, jagung, kedelai dan produk sejenisnya harus disertai dengan Sertifikat Fumigasi (Fumigation Certificate) yang diterbitkan oleh Pihak Berwenang Terkait (Badan/Dinas Karantina atau International Surveyor). Sertifikat Fumigasi berisi antara lain pernyataan bahwa ’Sebelum dikapalkan produk yang diekspor telah difumigasi dengan bahan (disebutkan) dan cara (disebutkan) sesuai ketentuan yang berlaku’ Sertifikat-sertifikat tersebut tentunya juga diperlukan oleh Eksportir Indonesia bila akan mengirim Hewan/Tumbuhan hidup adan bahan pangan yang berasal dari hewan/tumbuhan ke Negara lain.
II. DOKUMEN YANG DIBUTUHKAN OLEH IMPORTIR Dokumen standar yang dibutuhkan oleh Importir dan harus disediakan oleh Eksportir agar lancar, aman dan sukses dalam memulai dan menekuni kegiatan ekspor, antara lain adalah: 1. Shipping Documents (Dokumen-dokumen Pengapalan) a. Commercial Invoice (Faktur Penjualan) – Sering disingkat sebagai ’Invoice’ b. Packing List (Daftar Kemasan) c. Bill of Lading (B/L) atau Airways Bill (AWB) - (Surat Muatan) Commercial Invoice (C/I) dan Packing List (P/L), masing-masing dibuat oleh Eksportir di atas kertas dengan logo dan nama perusahaan Eksportir. Contoh Commercial Invoice dan Packing List dapat dilihat pada lampiran. Perlu diingat bahwa tanggal yang tercantum pada Commercial Invoice harus sama dengan tanggal pada Packing List. Bill of Lading dibuat dan ditandatangani oleh Maskapai Pelayaran (Shipping Company). Data pada B/L dibuat berdasarkan data yang tercantum pada Packing List (dari Eksportir) dan Instruksi tertulis dari Eksportir. Karena B/L antara lain dibuat berdasarkan data pada Packing List, maka tanggal B/L tidak boleh sebelum tanggal Packing List. Misalnya Packing List dibuat tanggal 12 Desember 2007, maka tanggal pada B/L dapat dibuat sama (12 desember 2007) tetapi tidak boleh sebelumnya misalkan 10 Desember 2007. Format B/L hampir sama untuk seluruh Maskapai Pelayaran. Contoh B/L dapat dilihat pada lampiran. Data yang terpenting dalam B/L adalah: a. Shipper name : Nama Eksportir (dan alamat) pengirim barang b. Consignee name : Nama (dan alamat) Importir penerima barang di Negara Tujuan. c. Notify Party : Nama Perusahaan yang harus dihubungi oleh Maskapai Pelayaran untuk memberitahu kedatangan kapal. d. Port of Loading : Nama Pelabuhan Muat (dan nama Negara). e. Port of Destination: Nama Pelabuhan Tujuan (dan nama Negara). f. Name of Vessel : Nama kapal (ketika berangkat dari Pelabuhan Muat), misal : MV. Sea Victory : Nama Kapal (ketika terjadi Pindah Kapal/Transhipment) g. 2nd Carrier h. Voyage No. : Nomor Pelayaran, misal : MV. Sea Victory V. 221 i. Nomor dan Tgl : Tanggal B/L biasanya tanggal ketika kapal berangkat dari Pelanuhan muat. j. Goods Description: Uraian dan ringkasan spesifikasi barang k. Packaging : Jenis Kemasan l. Chop & Signature : Stempel dan tanda tangan Pejabat Maskapai pelayaran. m. Quantity of Goods : Jumlah barang yang diangkut.
n. Shipping Marks
: ’Tulisan atau Tanda’ yang tertera pada kemasan barang.
Harga barang tidak dicantumkan dalam B/L. Karena itu Eksportir tidak perlu menyerahkan Commercial Invoice pada waktu memberikan Instruksi Pengapalan kepada Maskapai Pelayaran. Data penting lain yang dicantumkan oleh Maskapai pelayaran sebagai data tambahan antara lain:
a. ’Shipped on Board’ : ’Barang telah dibuat di atas kapal’ b. ‘Freight Prepaid’ : ‘Ongkos angkut telah dibayar’ c. ‘Shipper Count & Stowed’ : ‘Barang yang dimuat tidak dihitung jumlahnya oleh Maskapai pelayaran (karena dimuat sendiri oleh Eksportir ke dalam kontainer dan disegel’ d. Container Number : Nomor Kontainer e. Seal Number : Nomor Seal (segel pengaman sehingga pintu kontainer tidak dapat dibuka tanpa merusak segel tersebut) dari Maskapai Pelayaran. f. Tanda ”CY/CY” : Eksportir membayar ongkos angkut kontainer dari container yard (CY) di Pelabuhan Muat sampai ke container yard (CY) di Pelabuhan Tujuan. g. Free Time Demurrage : “7 Days Free Time Demurrage” artinya bahwa Importir dapat mengambil barang sampai dengan 7 hari setelah kapal tiba di Pelabuhan Tujuan, tanpa tambahan biaya.(normalnya 3 hari). Bila lewat dari 7 hari, biaya sewa kontainer dan biaya penumpukan di pelabuhan menjadi beban Importir. 2. Dokumen tambahan yang diperlukan importir untuk produk pertanian antara lain adalah: a. Phytosanitary Certificate (Sertifikat Kesehatan Tumbuhan) b. Certificate of Origin (Surat Keterangan Asal) c. Fumigation Certificate (Sertifikat Fumigasi) 3. Dokumen untuk keperluan khusus yang diperlukan importir misalnya antara lain: a. b. c. d.
Pre Shipment Survey Report (Laporan Pemeriksaan Sebelum Pengapalan) Certificate of Weight (Sertifikat Berat Barang) Health Certificate (Sertifikat Kesehatan) Radiation Free Certificate (Sertifikat Bebas Radiasi)
Informasi lebih lanjut mengenai dokumen tersebut dan beberapa dokumen lain yang kemungikinan diperlukan oleh eksportir, dapat dilihat pada tabel terlampir.
III. PROSES TERJADINYA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL
PROSES KONTRAK DAGANG
Eksportir
Importir
Promotion
Inquiry
Offer Sheet
Order Sheet
Sales Confirmation Sales Contract ¾ Eksportir mempromosikan produk ekspornya melalui pameran atau mendisplay di internet. Kadangkala eksportir langsung mengirimkan penawaran (Offer Sheet) untuk memancing minat importir potensialnya. ¾ Importir yang tertarik akan mengirimkan ‘surat permintaan penawaran/harga’ (letter of inquiry) melalui facsimile (fax) atau e-mail ke Eksportir. ¾ Eksportir menjawab dengan mengirimkan surat penawaran (offer sheet) lengkap, termasuk di dalamnya harga (price), uraian produk (Goods Description/ specification), kondisi harga (price condition/FOB, CFR atau CIF), detail kemasan (packaging), syarat pembayaran (payment terms), waktu pengapalan (shipping/delivery time), minimum order (bila ditentukan) dan hal-hal penting lain yang perlu diketahui oleh importir. Pada tahap permulaan, adakalanya importer minta dikirimkan contoh produk (sample), sehingga bila spesifikasi produknya tidak standard dan ‘sulit ditentukan’, dalam surat penawaran dapat dicantumkan kata “as per sample” (misalnya, Goods Description: ‘Fresh Clove Leaf – as per sample’ atau ‘Daun Segar Cengkeh – sesuai contoh’ Sebelum memutuskan membeli, pada tahap awal biasanya terjadi tawar menawar atau korespondensi antara kedua belah pihak dengan fax, e-mail atau sms (short message service). ¾ Importir yang berminat akan mengirimkan pesanan (order sheet) kepada Eksportir dengan mencantumkan jenis barang (Item) dan jumlah (Quantity) serta syarat lain yang diinginkannya. ¾ Eksportir akan mengirimkan konfirmasi penjualan (Sales Confirmation) yang harus ditandatangani oleh importir sebagai ikatan penguat sebelum importer membuka L/C dan sebelum produk disiapkan atau diproduksi.oleh eksportir. ¾ Eksportir atau Importir mengeluarkan Kontrak Penjualan (Sales Contract) yang harus ditandatangani kedua belah pihak. Dalam hal importir merupakan
perusahaan international yang telah membeli produk dari seluruh dunia, biasanya mereka memiliki kontrak standar. Meskipun demikian pastikan eksportir mengerti syarat & ketentuan dalam kontrak tersebut sebelum menandatanganinya. Jangan ragu untuk menghilangkan, merubah atau menambah pasal-pasal yang dianggap perlu untuk pengamanan transaksi. IV. PENAWARAN HARGA PRODUK EKSPOR Pada waktu memberikan daftar harga (Price List) atau penawaran (Offer) barang ekspor, harus jelas tercantum syarat-syarat atau kondisi antara lain: a.
Nama Produk (Name of Product) dan Uraian Barang (Goods Description)
b.
Jenis Mata Uang yang digunakan, misalnya: US$, Sin$, Korean Won atau Malaysian Ringgit.
c.
Syarat Penyerahan Barang, misalnya: FOB (Free on Board); CNF (Cost and Freight/CFR) atau CIF (Cost, Insurance and Freight).
d.
Harga per Unit, misalnya per MT; per Carton; per Bag of 2.0 Kg (Harga dapat dibuat lengkap menjadi, misalnya: US$ 300.0 per MT CNF Singapore)
e.
Syarat Pembayaran, misalnya: By Irrevocable at Sight Letter of Credit (L/C); Cash Against Documents/CAD; Advance Payment (Pembayaran di muka)
f.
Kemasan & Isi (Jumlah atau Berat per Kemasan atau per Kontainer).
g.
Minimum Order (Jumlah Pesanan Minimum).
h.
Shipment/Delivery Time (Waktu Pengapalan), misal: ‘Dalam waktu 30 hari setelah L/C diterima’; atau ‘Setelah kontrak ditandatangani’; atau ‘Setelah uang muka diterima’.
i.
Moda Pengapalan, misal: ‘in container’ atau ‘breakbulk’ (curah).
j.
Segala informasi penting lain yang perlu diketahui oleh Importir.
Istilah dalam Syarat Penyerahan Barang mengacu kepada INCOTERMS yang dikeluarkan oleh International Chamber of Commerce/ICC (Kamar Dagang Internasional). Dalam ketentuan FOB; CNF atau CIF telah diatur tanggung jawab masing-masing Pihak (Eksportir dan Importir), sehingga semua Pihak mengerti Pihak mana yang harus membayar ongkos pemuatan barang, ongkos angkut (freight rate) dan membayar premi asuransi. Uraian ringkas mengenai tanggung jawab Eksportir & Importir sesuai Incoterms 600 adalah sebagai berikut: Harga FOB berarti bahwa, ’Eksportir bertanggungjawab mengurus barang sampai di atas Kapal’. Semua biaya pemuatan barang di Pelabuhan Muat termasuk ‘pajak ekspor dan ijin ekspor’ (bila ada) menjadi tanggung jawab Eksportir’. Karena ongkos angkut
dibayar oleh (menjadi tanggung jawab) Importir, maka Maskapai Pelayaran akan mengijinkan pemuatan barang bila Maskapai Pelayaran telah mendapat konfirmasi dan jaminan pembayaran dari Eksportir. Importir juga bertanggung jawab terhadap penutupan premi asuransi atas barang yang dikapalkan. Harga CNF berarti bahwa, ‘Eksportir bertanggungjawab mengurus barang sampai di atas Kapal, termasuk membayar ongkos pelayaran’. Semua biaya pemuatan barang di Pelabuhan Muat termasuk ’pajak ekspor dan ijin ekspor’ (bila ada) menjadi tanggung jawab Eksportir’. Importir juga bertanggung jawab terhadap penutupan premi asuransi atas barang yang dikapalkan. Harga CIF berarti bahwa, ‘Eksportir bertanggungjawab mengurus barang sampai di atas Kapal, termasuk membayar ongkos pelayaran dan membayar premi asuransi’. Semua biaya pemuatan barang di Pelabuhan Muat termasuk ’pajak ekspor dan ijin ekspor’ (bila ada) menjadi tanggung jawab Eksportir’. V. PEMBUATAN PRA-KALKULASI EKSPOR Mengingat fluktuasi nilai tukar (kurs) mata uang asing terhadap Rupiah, dan memperhatikan tanggung jawab Eksportir terhadap penyiapan dokumen, pemuatan barang dan lain-lain yang keseluruhannya memerlukan biaya, maka untuk menetapkan harga jual yang menguntungkan, Eksportir harus membuat Pra-Kalkulasi (Perhitungan Awal). Dengan mengasumsikan nilai tukar tertentu pada saat Pra-Kalkulasi, maka Eksporitr dapat memperhitungkan ’keuntungan atau kerugian’ bila nilai tukar berubah ke nilai tertentu. Pra-Kalkulasi sebaiknya dibuat dengan menggunakan spread sheet dilengkapi rumus-rumus sehingga bila terjadi perubahan nilai tukar atau bertambahnya biaya, dampaknya terhadap keuntungan dapat segera diketahui. Dengan demikian Eksportir dapat segera menentukan harga jual yang wajar. VI. PEMBAYARAN TRANSAKSI INTERNASIONAL/EKSPOR Hal terpenting dalam kesuksesan melaksanakan ekspor adalah ketika eksportir menerima pembayaran dari transaksinya. Kehebatan dalam promosi, menutup kontrak dagang, memproduksi/menyeleksi produk, menyiapkan dokumen dan melakukan pengiriman barang, yang keseluruhannya menjanjikan kesuksesan, haruslah dipahami bahwa kehebatan-kehebatan itu tidak artinya dan seketika akan berubah menjadi malapetaka bila ternyata di akhir proses, Eksportir tidak menerima pembayaran dari importir. Guna menghindari gagal atau ‘tidak ada pembayaran’ dari importir, Eksportir harus mengetahui jenis dan cara-cara pembayaran dalam transaksi ekspor. Ketidaktahuan tentang cara-cara pembayaran yang berlaku dan resiko yang dihadapi dari masingmasing jenis pembayaran, sebaiknya dihindari.
Memperkecil resiko, Eksportir disarankan untuk melakukan kontrak dalam jumlah kecil pada tahap awal transaksi. Importir yang berpengalaman juga akan membeli dengan jumlah percobaan yang kecil (trial order). Setelah beberapa transaksi kecil yang aman dan memuaskan, Eksportir dan Importir dapat secara bertahap meningkatkan jumlah barang dalam transaksinya. Kewaspadaan harus ditingkatkan bila ada calon pembeli yang pada transaksi pertama sudah berniat memesan dalam jumlah banyak. Jadi tidak perlu tersinggung bila ‘pembeli’ yang berminat membeli dalam jumlah banyak pada pesanan pertama, kemudian tidak jadi membeli. 1. Jenis Pembayaran a. Letter of Credit (L/C) b. Non L/C (misalnya dengan Cash Against Document/CAD, dll) Letter of Credit merupakan cara pembayaran paling aman bagi Eksportir dan Importer. Bila memenuhi syarat yang ditentukan dalam L/C, Eksportir yang telah mengirim atau mengapalkan produk yang tercantum dalam L/C, akan lebih pasti menerima pembayaran. Sebaliknya, Importer pun ‘aman’ karena Bank Pembayar (negotiating bank) akan melakukan pembayaran kepada Eksportir, setelah petugas bank meneliti seluruh dokumen yang diserahkan oleh Eksportir kepada bank pembayar. Karena bank pembayar telah meneliti semua dokumen (Bank pembayar tidak memeriksa fisik barang yang dikapalkan), termasuk dokumen pengapalan (shipping document), Importer merasa lebih yakin bahwa barang yang dipesannya memang telah dikapalkan. Dibalik rasa aman yang dimiliki tersebut, Letter of Credit memiliki beberapa kelemahan, sehingga Importir menghindari dan menolak penggunaan L/C sebagai cara pembayaran dalam transaksi internasional ini. Beberapa kelemahan yang membuat Importir menolak pembayaran dengan L/C antara lain adalah: a.
Proses Pembukaan L/C yang memakan waktu (lama). Proses pembukaan L/C dan pengambilan dokumen pengapalan di Bank Pembuka (opening bank) oleh Importir, memerlukan proses panjang dan waktu yang relatif lama, sehingga seringkali terjadi barang yang dikirim telah tiba di pelabuhan tujuan, akan tetapi original dokumen untuk pengurusan pengeluaran barang di Kantor Bea dan Cukai belum ada. Di beberapa Negara, termasuk di Indonesia, importir diperbolehkan mengurus ijin pengeluaran barang impor dengan menyerahkan copy dokumen, dengan syarat original dokumennya harus sudah diserahkan paling lama 1 (satu) minggu setelah penyerahan copy dokumen. Bila importir tidak dapat menunjukkan original dokumen pada waktu yang ditentukan tersebut, maka
dalam pengurusan pengeluaran barang impor yang berikutnya, importir akan mengalami kesulitan. b.
Biaya pembukaan L/C yang relatif mahal. Biaya pembukaan L/C sangat bervariasi, tergantung kebijakan masing-masing bank dan tergantung kondisi L/C yang dibuka. Bila L/C yang dibuka senilai US$ 1.0 juta, maka bila biaya pembukaan L/C misalnya 0.1 persen dari nilai L/C, maka importir harus membayar US$ 1,000. Biaya L/C yang dikonfirmasi (confirmed L/C) akan lebih mahal dari L/C biasa. Bila eksportir meminta importir membuka confirmed L/C. Sebelum L/C dibuka, pastikan bahwa biaya konfirmasi L/C dibayar oleh importir. Bila importir menolak, maka biaya konfirmasi L/C akan menjadi tanggungan eksportir. Confirmed L/C adalah L/C yang dijamin oleh Bank Pembuka bahwa dalam kondisi apapun (misalnya terjadi perubahan peraturan devisa di negara tujuan), bila dokumen yang diterima dari eksportir sesuai dengan ketentuan dalam L/C, tagihan dari Bank Pembayar akan dilunasi oleh Bank Pembuka. Di beberapa Negara termasuk di Indonesia, importir harus menyerahkan dana jaminan di Bank Pembuka sebesar 100 persen dari nilai L/C yang dibuka. Bila importir memiliki modal kerja yang terbatas, maka nilai jaminan yang tertahan di bank karena proses pembukaan L/C (apalagi bila importir harus membuka banyak L/C) ini akan sangat mengganggu keuangannya.
c.
Proses pembayaran di Bank yang tidak fleksibel. Bank Pembuka maupun Bank Pembayar selalu bekerja dengan prinsip kehati-hatian (prudent), sehingga petugas bank akan meneliti kesesuaian semua dokumen yang diserahkan ekportir dengan ketentuan yang tercantum dalam L/C. Bank Pembuka tidak akan membayar kepada Bank Pembayar yang tidak hati-hati. Dokumen akan dikembalikan ke negara asal. Selanjutnya dalam kondisi paling fatal, Bank Pembayar akan menarik kembali dana yang telah dibayar kepada eksportir. Petugas bank akan menolak dokumen yang dinilainya tidak sesuai dengan ketentuan dalam L/C. Kesalahan (discrepancy) kecil dalam dokumen yang menurut eksportir mungkin tidak berarti, akan menjadi dasar bagi bank untuk menolak dokumen. Penolakan dokumen tersebut akan menyebabkan original dokumen terlambat dikirim, sehingga importir akan mengalami kesulitan. Importir akan mengalami kesulitan ganda bila original dokumen yang kemudian dikirim oleh bank pembayar ternyata berbeda isinya dengan copy dokumen yang telah diserahkan oleh importir ke Kantor Bea dan Cukai untuk mengeluarkan barang.
2.
Hal-hal penting yang perlu diketahui importir Pemula bila bertransaksi menggunakan Letter of Credit. a.
Letter of Credit dapat dirubah (di-amend) setelah dibuka oleh Bank Pembuka yang ditunjuk oleh Importir. Akan tetapi, perubahan
(amendment) itu memerlukan waktu dan dana. Bila L/C harus di-amend beberapa kali akan sangat merepotkan Importir. b.
Hindari amendment dengan memberikan (di-fax atau di-email) ketentuan pembukaan L/C kepada Importir sesegera mungkin sebelum Importir mengajukan aplikasi pembukaan L/C.
c.
Minta agar Importir mem-fax atau mengirim via e-mail, copy L/C yang pertama kali segera setelah dibuka. Dengan mengetahui persyaratan dan kondisi L/C lebih awal, Eksportir dapat lebih mudah mempelajari untuk kemudian bila perlu meminta perubahan (amendment) bila kondisi L/C tidak sesuai dengan kontrak, kesepakatan atau dengan keinginan Eksportir.
d.
Ketentuan penting dalam pembukaan L/C yang harus diinformasikan kepada Importir antara lain: i.
International reputable opening Bank. L/C harus dibuka oleh bank (di negara importir) yang memiliki reputasi internasional. Bila tidak ditentukan dalam kontrak, minta informasi kepada Importir tentang nama calon ’Bank Pembuka’ sesegera mungkin. Bila ada keraguan, tanyakan pada petugas bank (bank officer) Anda. Bila syarat ”reputasi internasional” tidak ditentukan, Importir dapat saja membuka L/C pada bank yang tidak jelas, sehingga menyulitkan transaksi dengan bank di Indonesia. International Bank, tanpa diminta akan membuka L/C yang sesuai dengan UCP 600 (atau yang terbaru bila ada). Dalam L/C akan tercantum kata-kata yang kira-kira atau setara dengan ”This L/C is openned according to or conform to UCP 600”. UCP (Uniform Customs Preferrence) 600 atau ‘Acuan Keseragaman Pengertian Yang Berlaku dalam Letter of Credit’. Acuan dalam UCP ini dibuat dan diterbitkan oleh International Chamber of Commerce (ICC), untuk menghindari adanya perbedaan pengertian antara pihak terkait termasuk Eksportir dan Bank, terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam L/C. UCP bila dianggap perlu akan disempurnakan oleh ICC. Copy UCP ini dapat diminta pada petugas Bank, atau Eksportir dapat membuka website International Chamber of Commerce http://www.iccwbo.org/ untuk mendapat petunjuk bagaimana memperoleh copy UCP.
ii.
Nama dan alamat Bank Pemberitahu (Advising Bank)/Bank Pembayar (Negotiating Bank). Importir harus mengajukan nama dan alamat advising bank di Indonesia yang akan digunakan oleh Eksportir untuk mencairkan/menarik dana. Bila nama dan alamat advising/negotiating bank tidak dicantumkan, maka Eksportir akan mengalami kesulitan melacak di Bank tempat L/C-nya diterima. Petugas advising bank yang tidak menemukan
nomor telpun atau alamat jelas eksportir penerima L/C (beneciary), akan kesulitan memberitahu (advice) eksportir tentang L/C yang masuk dari Luar Negeri. Bila advising/negotiating bank ternyata letaknya jauh dari kantor Eksportir, maka kondisi ini sangat merepotkan Eksportir sendiri. iii.
Nama dan Alamat Eksportir/Shipper. Nama dan alamat lengkap perusahaan Eksportir sebagai pihak pengirim barang (shipper) yang tercantum dalam B/L atau Airways Bill (AWB), harus diinformasikan sehingga tidak terjadi kesalahan pencantuman nama dan alamat Eksportir atau Shipper di dalam L/C. Bila Eksportir tidak memberitahukan kepada Importir nama perusahaan dan alamat yang (Eksportir) yang harus tercantum dalam L/C, maka Importir kemungkinan akan menuliskan nama dan alamat perusahaan yang keliru. Petugas bank hanya akan menerima tagihan dari perusahaan/Eksportir yang namanya tercantum dalam L/C, meskipun Eksportir berusaha meyakinkan, nama dan alamat perusahaan yang benar menurut Eksportir, tetapi bank hanya tunduk pada ketentuan dalam L/C. Bila Eksportir memaksakan diri menyesuaikan dokumen mengikuti ’nama dan alamat’ yang salah yang terdapat dalam L/C, Eksportir kemungkinan akan menghadapi masalah dalam hal perpajakan, misalnya dalam hal restitusi (pengembalian) atau kompensasi PPN, dan/atau masalah lain terkait Ijin ekspor, karena Nama dan alamat Eksportir yang tidak sesuai dengan Angka Pengenal Ekspor (APE) atau nama Eksportir (berbeda) yang tercantum dalam faktur pajak ketika Eksportir membeli bahan baku/bahan penolong.
iv.
Kondisi L/C. Demi pengamanan dan kemudahan bagi Eksportir, kondisi minimal L/C yang harus diminta kepada Importir antara lain adalah:
¾ Irrevocable (tidak dapat dibatalkan sepihak). L/C yang ‘irrevocable’ tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh Importir maupun oleh Eksportir. Pembatalan hanya dapat dilakukan atas persetujuan keduabelah pihak, atau masa berlakunya sudah lewat. Bila kondisi irrevocable tidak ditentukan, maka L/C dapat dibuka dalam kondisi ‘Revocable’ (dapat dibatalkan sepihak), yang dapat dibatalkan oleh Importir tanpa sepengetahuan Eksportir. ¾ At Sight (atas unjuk). Pada L/C yang mencantumkan kondisi ‘At Sight’ ini, Bank Pembayar, akan segera membayar tagihan yang diajukan Eksportir (yang disertai dokumen lengkap dan benar, sesuai yang tercantum dalam L/C). Bila kondisi ‘At Sight’ tidak disebutkan dalam L/C, Bank Pembayar akan membayar kepada Eksportir setelah Bank Pembuka membayar kepada Bank Pembayar, dan Bank Pembuka akan membayar kepada
Bank pembayar setelah mendapat persetujuan dari Importir. Proses ini akan memakan waktu relatif lama. Bisa pula terjadi L/C dibuka dengan kondisi ‘Deferred 30 days’ (Jatuh tempo 30 hari sejak dokumen diserahkan ke Bank Pembayar) atau bias 90 hari. Bank Pembayar dapat saja membayarkan tagihan dari Eksportir sebelum jatuh tempo, akan tetapi ada tambahan biaya yang harus ditanggung Eksportir. ¾ Partial Shipment Allowed (Pengapalan sebagian diperbolehkan). Pada L/C dengan kondisi ‘Partial Shipment Allowed’, Eksportir dapat mengajukan beberapa shipping documents pada saat penagihan ke Bank Pembayar, karena barang diekspor beberapa kali dengan beberapa kapal atau penerbangan. Kondisi ini biasa diminta oleh Ekportir karena barang yang akan diekspor jumlahnya banyak, misalnya 1.000 MT atau misalnya 10 kontainer. Meskipun Eksportir merasa mampu mengapalkan dalam jumlah banyak sekaligus, kondisi ‘Partial shipment allowed’ ini perlu diminta kepada Importir untuk persiapan atau jaga-jaga (Importir perlu diberitahu alas an ini) bila ruang kapal ternyata tidak tersedia. Bila kondisi ‘Partial Shipment Allowed’ tidak disebutkan dalam L/C, maka mungkin Importir akan membuka L/C dengan kondisi ‘Partial Shipment Not Allowed’ (Pengapalan Sebagian Tidak Diperbolehkan). Dalam kondisi ini, barang harus dikapalkan sekaligus dengan 1 (satu) B/L. Seandainya Ekspotir tidak mengindahkan kondisi ini, dan mengapalkan barangnya tidak dengan 1 (satu) Kapal atau 1 (satu) Penerbangan, maka Bank Pembayar sudah pasti tidak akan melaksanakan pembayaran, kecuali L/C dirubah (di-amend) atau atas persetujuan/instruksi Importir melalui Bank Pembuka, dengan proses yang berbelit-belit. ¾ Non Negotiable Copy of B/L or AWB is acceptable. Adakalanya Importir meminta agar Eksportir mengirim (by courier service) 3 (tiga) original B/L atau AWB langsung ke Importir, tanpa melalui Bank Pembayar. Importir akan meminta syarat ini agar dapat mengeluarkan barang dari kapal secepat mungkin. Permintaan pengiriman 3 (tiga) original B/L atau AWB adalah sangat tidak lazim, karena untuk mengeluarkan barang dari kapal atau dari kawasan pelabuhan, Perusahaan Pelayaran di Pelabuhan Tujuan, hanya memerlukan 1 (satu) original dari 3 (tiga) original B/L yang dikeluarkan Perusahaan Pelayaran di Pelabuhan Muat. Bila Eksportir lalai memenuhi permintaan Importir yang tidak lazim tersebut, maka Bank Pembayar akan tetap membayar meskipun Eksportir tidak menyerahkan original B/L atau Original AWB. (cukup dengan menyerahkan ’Non Negotiable Copy of B/L’).
3.
Proses Pembukaan L/C. OPENING BANK
IMPORTIR Aplikasi L/C
Uraian L/C
ADVISING BANK
L/C Advice & Copy L/C
EKSPORTIR
¾
Importir mengisi form dan menyerahkan aplikasi pembukaan L/C (isinya sesuai syarat dan ketentuan dalam kontrak dan permintaan Eksportir yang telah disepakati bersama) ke Bank Pembuka (Opening Bank) di Negara Importir.
¾
Bank Pembuka akan mengirim (via fax, telex, e-mail atau cara lain) L/C details (syarat dan ketentuan L/C) ke Advising Bank di Negara Eksportir, setelah urusan administrasi dan keuangan diselesaikan oleh Importir. Dengan tambahan biaya konfirmasi, Bank Pembuka juga akan menyatakan bahwa L/C yang dibuka adalah ‘dikonfirmasi’ (confirmed).
¾
Adivising Bank akan mengirimkan pemberitahuan kedatangan L/C (L/C Advice) kepada Eksportir sesuai nama dan alamat yang Pihak yang menerima L/C (Beneficiary) yang tertera dalam L/C.
¾
Adivising menyerahkan copy L/C kepada Eksportir yang dating ke Advising bank untuk mengambil copy L/C tersebut.
Pembayaran Non L/C (Cash Against Document/CAD, Advance Payment, dan lain-lain). Pertimbangan memutuskan menggunakan pembayaran Non L/C disepakati Eksportir dan Importir antara lain karena bila menggunakan L/C, pembongkaran barang di pelabuhan tujuan menjadi terlambat atau dengan alasan efisiensi waktu/biaya. Berdasarkan pertimbangan menggunakan cara berikut:
besarnya
resiko,
Eksportir
dan
Impotir
biasanya
a. Importir pecaya bahwa Eksportir akan mengapalkan barang sesuai kontrak/kesepakatan. Dalam kondisi ini, Importir membayar 100 persen nilai invoice/faktur di muka (sebelum barang dikapalkan /Advance Payment) dengan cara mentransfer ke rekening valuta asing (valas) milik Eksportir. Eksportir kemudian segera mengirimkan dokumen ke Importir. b. Importir membutuhkan kepastian pengapalan, sementara Eksportir percaya kepada Importir sehingga bersedia menanggung resiko. Importir membayar bila dokumen original sudah diterima dan diperiksa kebenarannya. Seluruh dokumen
dikirim langsung ke Importir. Pembayaran dengan cara ini disebut Cash Against Documents (CAD). Pada kenyataannya pembayaran tidak dalam bentuk tunai (Cash), akan tetapi tetap melalui mekanisme transfer antar bank. Pembayaran dengan CAD sangat beresiko bagi Eksportir mengingat barang dan dokumen sudah dikirim, sehingga kepemilikan barang yang dikapalkan sudah menjadi “hak Importir” padahal Importir belum membayar. c. CAD dapat pula dilakukan dengan cara penyerahan dokumen melalui bank yang ditunjuk di Pelabuhan Tujuan. Importir dapat mengambil dolumen hanya bila telah melakukan pembayaran ke Bank yang ditunjuk. Bank yang ditunjuk tersebut selanjutnya mentransfer dana ke Bank di Pelabuhan muat yang ditunjuk Eksportir. Dengan cara ini, Eksportir menyerahkan dokumen ke Bank-nya di Indonesia, dengan permintaan agar dokumen diserahkan kepada Importir melalui Bank di Pelabuhan Tujuan. Kedua bank tersebut melakukan korespondensi dan mengirimkan dokumen melalui courier service. Dalam kondisi ini, Importir merasa pasti menerima dokumen, sementara Eksportir merasa yakin bahwa dokumennya diserahkan ke Importir hanya setelah ada pembayaran. 4. Pengiriman Barang i. Pengiriman Lewat Laut. Pengiriman Lewat laut biasanya dilakukan dengan pertimbangan ongkos angkut (freight rate) yang lebih murah. Karena memerlukan waktu tempuh yang lebih lama (dari Jakarta ke Eropa sekitar 30 hari termasuk transhipment), maka kondisi produk yang tidak cepat rusak juga menjadi pertimbangan penting. Pertimbangan lain misalnya bila produk yang akan dikapalkan cepat rusak atau membutuhkan kondisi suhu tertentu untuk menjaga rantai dingin, Maskapai Pelayaran menyediakan Kontainer Berpendingin (Reefer Container). Suhu dalam Reefer Container dapat diatur dan dijaga tetap sampai minus 300 C sepanjang perjalanan. Pengiriman lewat laut dapat dilakukan dengan menggunakan kontainer atau tanpa kontainer (curah/break bulk). Uraian ringkas mengenai cara pengiriman dengan kontainer dan breakbulk adalah sebagai berikut: ¾ Pengapalan barang ekspor dengan Kontainer Penggunaan Dry Kontainer (kontainer kering/tanpa pendingin) sangat praktis dan relatif lebih aman, karena itu, barang ekspor/impor yang jumlahnya tidak terlalu besar, lebih banyak diangkut dalam kontainer. Kondisi Pengapalan dengan Kontainer berdasarkan Pengirim dan Penerimanya dibagi menjadi sebagai berikut: i.
FCL/FCL (Full Container Load/Full Container Load). Artinya muatan dalam 1 kontainer dikirim oleh 1 Perusahaan Eksportir, untuk 1 Perusahaan Importir di
Negara Tujuan. Ongkos angkutnya biasanya dihitung per Kontainer, meskipun kontainer mungkin hanya diisi 10 MT. ii. FCL/LCL (Full Container Load/Less Container Load). Artinya muatan dalam 1 kontainer dikirim oleh 1 Perusahaan Eksportir, untuk beberapa Perusahaan Importir di Negara Tujuan yang sama. Ongkos angkutnya biasanya dihitung per Kontainer, meskipun kontainer mungkin hanya diisi 10 MT. iii. LCL/LCL (Less Container Load/Less Container Load). Artinya muatan dalam 1 kontainer dikirim oleh beberapa Perusahaan Eksportir di Negara Asal yang sama, untuk beberapa Perusahaan Importir di Negara Tujuan yang sama. Ongkos angkutnya biasanya dihitung per MT/M3 berdasarkan berat atau volume, tergantung ukuran/satuan yang lebih besar. iv. LCL/FCL (Less Container Load/Full Container Load). Artinya muatan dalam 1 kontainer dikirim oleh beberapa Perusahaan Ekspotir, untuk 1 Perusahaan Importir di Negara Tujuan. Ongkos angkutnya biasanya dihitung per MT/M3 berdasarkan berat atau volume, tergantung ukuran/satuan yang lebih besar. Maskapai Pelayaran menyediakan layanan angkutan dengan kapal kontainer yang menjalani rute/trayek ke negara tertentu secara periodik. Guna mendapatkan informasi tentang rute yang dilayani masing-masing Maskapai Pelayaran, Eksportir dapat menghubungi beberapa Maskapai Pelayaran terlampir. Dengan tersedianya beberapa alternatif layanan pengiriman tersebut, berarti terbuka kemungkinan yang lebih besar bagi Eksportir untuk melayani 1 Importir atau beberapa Importir yang membeli dalam jumlah sedikit. ¾ Kapasitas Kontainer Kapasitas kontainer berbeda tergantung jenis dan ukurannya. Ukuran umum yang tersedia (tergantung fasilitas pelabuhan) adalah 20 feet (20’) dan 40 feet (40’). Dry container 20 feet dapat memuat beras sebanyak 25 MT atau gula pasir sebanyak 26 MT yang masing-masing dikemas dalam karung plastik @ 50 Kg. ¾ Pengamanan Kontainer Selama Dalam Perjalanan Meskipun Kontainer terbuat dari lembaran metal yang kuat, akan tetapi jangan pernah lalai mengamankan barang eskpor yang ada di dalamnya. Langkahlangkah pengaman berupa pengaman fisik kontainer dan pengamanan kualitas barang. a. Pengamanan Fisik Kontainer: i.
Periksa bagian dalam dan luar kontainer sebelum memuat barang. Tolak kontainer bila terdapat cacat, terutama lubang/bocor yang dapat menyebabkan masuknya air ke dalam kontainer.
ii.
Tutup dan gembok pintu kontainer setelah pemuatan barang bila kontainer dimuat di luar Pelabuhan.
iii.
Pastikan Seal (segel pengaman) dari Pelayaran telah terpasang pada tempatnya di pintu kontainer (setelah pemeriksaan Bea dan Cukai dan sebelum barang diangkat ke atas kapal).
b. Pengamanan kualitas barang. i.
Susun barang secukupnya di dalam kontainer sehingga masih tersedia ruang terbuka untuk sirkulasi udara.
ii.
Tempeli seluruh dinding/atap dalam kontainer dengan kertas penyerap air/embun dan gantungkan bahan penyerap kelembaban (....) bila barang ekspor yang dimuat, hanya dikemas dalam karung yang dapat menyerap bau dan kelembaban. Perlu diperhatikan bahwa selama dalam perjalanan akan terjadi perubahan temperatur di dalam dan di luar kontainer, sehingga akan terjadi pengembunan di dalam kontainer.
¾ Pindah Kapal (transhipment) dalam Angkutan Laut. Kapal besar (Ocean/Mother Vessel) pengangkut kontainer yang melayani rute/trayek rutin jarak jauh, ke Eropa, India, Timur Tengah, Jepang, Korea dan Amerika biasanya berlayar hanya sampai Pelabuhan Singapur. Oleh karena itu, Barang-barang ekspor tujuan Negara-negara tersebut yang berasal dari pelabuhan kecil bahkan dari pelabuhan besar (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak dan Makassar), diangkut sampai Singapur dengan menggunakan Feeder (Feeder Vessel atau First Carrier). Eksportir pengirim barang mengalami proses transhipment ini tidak perlu kuatir kontainernya akan dibuka di pelabuhan transit (Singapur). Di Pelabuhan transit, kontainer beserta isinya tetap utuh (termasuk segel/seal-nya) karena kontainer hanya diturunkan untuk menunggu kapal yang akan membawa barang ke Negara tujuan. Semua proses pemindahan kontainer ke (Mother vessel/Second Carrier) di Pelabuhan transit, menjadi tanggung jawab Maskapai Pelayaran. Karena itu Eksportir tidak perlu melakukan apapun, bahkan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Nama kapal yang tercantum dalam B/L biasanya hanya nama kapal feeder First (1st) Carrier yang mengangkut barang dari Indonesia ke Singapur, sedangkan nama 2nd Carrier yang mengangkut baranr dari Singapur ke pelabuhan tujuan tidak dicantumkan. Nama 2nd Carrier tidak dicantumkan karena ada kemungkinan 2nd carrier/Mother Vessel yang telah direncanakan (scheduled) mengalami kerusakan sehingga barang diangkut dengan kapal lain yang nama dan nomor pelayarannya (voyage numbernya) berbeda. ¾ Pengiriman barang Ekspor dengan Kapal Curah.
Bila barang yang akan diekspor jumlahnya besar misalnya 800 MT atau lebih untuk tujuan yang tidak terlalu jauh misalnya ke Singapur atau ke Thailand, Eksportir dapat mencharter kapal curah ’break bulk’ (all in termasuk crew). Karena muatan (dalam kemasan karung/karton atau tanpa kemasan) diletakkan di dalam lambung kapal (palka), maka ongkos angkutnya relatif lebih murah dari pada bila menggunakan kontainer. Dengan berkembangnya modernisasi transportasi, peranan kapal curah non charter yang melayani rute ekspor tertentu secara periodik semakin berkurang. Karena itu sebelum memutuskan menggunakan moda transportasi kapal curah non charter ini, sebaiknya konsultasikan dengan Maskapai Pelayaran atau pihak terkait. ii.
Proses Pengiriman Barang dengan Kapal Laut. Pada pengapalan barang dalam kontainer ’penuh’ (FCL), selain Eksportir & Maskapai Pelayaran, guna kelancaran dalam proses pengeluaran kontainer dari terminal kontainer dan dalam proses pengurusan Bea dan Cukai, biasanya proses pengiriman akan melibatkan Perusahaan Freight Forwarder/EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan Surveyor/Perusahaan Fumigasi. Freight Forwarder/EMKL, berperan membantu Eksportir atas segala hal yang terkait dengan Pihak pelabuhan, pemesan tempat di kapal, pembayaran ongkos angkut, pengeluaran kontainer dari terminal kontainer (ke tempat pemuatan barang) dan penjaminan kontainer, hingga memonitor pengangkatan kontainer ke dalam kapal. PPJK, berperan membantu Eksportir dalam hal pengurusan PEB, ijin pemuatan barang dan lain-lain yang terkait dengan Bea dan Cukai. Surveyor, berperan membantu Eksportir menghitung jumlah dan menimbang berat barang di Pelabuhan Muat, atau memberikan pelayanan fumigasi. Sebaiknya Instruksi kepada Surveyor dilakukan sendiri oleh Eksportir Freight Forwarder yang berpengalaman dapat mengkoordinasi seluruh aktifitas yang terkait denganMaskapai Pelayaran, PPJK dan Surveyor tersebut di Pelabuhan Muat. Dengan demikian proses pemuatan barang akan berjalan lebih lancar, meskipun Eksportir harus mengeluarkan ongkos untuk masing-masing pihak tersebut.
PROSES PENGIRIMAN BARANG & DOKUMEN
FREIGHT FORWARDER PPJK & SURVEYOR
EKSPORTIR
NEGOTIATING BANK
MASKAPAI PELAYARAN
BARANG
VIA COURIER SERVICE NON L/C
VIA COURIER SERVICE DENGAN L/C
IMPORTIR
OPENING BANK
i. Eksportir dibantu Freight Forwarder/PPJK/Surveyor memuat dan menyerahkan ‘shipping instruction’ dan barang kepada Shipping Company. ii. Shipping Company memuat barang ke atas kapal berdasarkan antara lain persetujuan pemuatan barang yang diterbitkan oleh Bea dan Cukai. iii. Shipping Company menerbitkan dan menyerahkan Bill of Lading (Full set: 3 original & 3 Copy Non Negotiable) kepada Eksportir setelah persoalan ongkos angkut selesai (dibayar). iv. Dalam hal pembayaran non L/C. ¾ Eksportir mengirim (lewat courier service) seluruh dokumen langsung kepada Importir. v. Dalam hal pembayaran dengan L/C ¾ Eksportir menyerahkan B/L dan dokumen lain beserta tagihan (wesel) ke Negotiating Bank di Indonesia ¾ Negotiating Bank memeriksa dan mengirim (lewat courier service) seluruh dokumen ke Opening Bank di Negara Tujuan.
¾ Opening Bank memeriksa dan menyerahkan seluruh dokumen kepada Importir. vi. Importir menggunakan dokumen untuk mengambil barang dari Maskapai Pelayaran dan mengurus ijin pengeluaran barang dari pelabuhan di Bea dan Cukai setempat. Sumber:http://pphp.deptan.go.id/xplore/files/PASAR-INTERNASIONAL/petunjukekspor/Panduan%20Ekspor.doc (diakses pada 09 oktober 2012)