STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG
SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DREVIAN MEITA HARDYASTUTI. D14104050. 2008. Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan Sebagai Sentra Produksi Sapi Potong. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Dwi Joko Setyono, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia adalah dengan meningkatkan gizi masyarakat. Sektor peternakan dapat berperan dalam usaha tersebut dengan menyediakan sumber protein hewani, salah satunya daging. Pengembangan wilayah sebagai suatu sentra produksi ternak sapi potong merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging. Kabupaten Grobogan merupakan daerah dengan jumlah sapi potong terbesar ketiga di Jawa Tengah. Jumlah sapi potongnya mencapai 103.147 ekor pada bulan April 2007. Sumberdaya peternakan yang ada di Kabupaten Grobogan sangat menunjang untuk pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi dan kendala yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan, sehingga dapat direkomendasikan strategi yang tepat untuk usaha pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong. Penelitian ini didesain sebagai penelitian dengan metode survey. Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli – Agustus 2007. Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara, penyebaran kuisioner kepada peternak dan observasi langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan, Badan Pusat Statistika, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis Location Quotients (LQ), analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia dan analisis Strenght, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan daerah pemasaran masih memiliki potensi yang mendukung untuk pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. Namun, sumberdaya pakan, fasilitas, kelembagaan dan modal harus lebih diperhatikan oleh pemerintah, karena hal tersebut merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Grobogan. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki delapan kecamatan yang tingkat kepemilikan sapi potongnya relatif lebih baik dari yang lain (LQ>1). Hasil analisis KPPTR menunjukkan bahwa nilai total KPPTR efektif Kabupaten Grobogan -24.480 ST. Tetapi hal ini tidak berarti setiap wilayah di Kabupaten Grobogan memiliki nilai KPPTR efektif yang negatif. Berdasarkan matrik SWOT, diperoleh empat strategi untuk kelompok I, empat strategi untuk kelompok II, tujuh strategi untuk kelompok III dan lima strategi untuk kelompok IV, yang dapat direkomendasiakan untuk pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. Kata-kata kunci : strategi, pengembangan wilayah, sapi potong
ABSTRACT Regional Development Strategy of Grobogan Regency as Beef Cattle Production Centre Hardyastuti, D. M., D. J. Setyono and R. Priyanto Regional development as a production centre is one of the effort in order to fulfill the need of beef cattle consumption. Grobogan Regency is a region with a large number of beef cattle with the total population recorded until April 2007 is 103.147 head. The animal husbandry resources in Grobogan Regency will support the regional development as beef cattle production centre. The purpose of this research was to identify the potency and problems in beef cattle development in Grobogan Regency. The strategies of beef cattle development were then formulated. This research was conducted by survey. The study was carried out from July until August 2007. Two kinds of data were obtained in this study. The primary data was collected from the farmers by interview using questioner and observation. The secondary data was collected from Grobogan Livestock and Fishing Departement, Central Statistics Departement and Region Development Planning Departement. Descriptif analysis, Location Quotient analysis (LQ), estimation of Capacity of Additional Ruminant Population (CARP) in the region were used in this study. The result showed that natural resources, human resources and beef cattle markets still have the potency to support the regional development as beef cattle production centre. However, the feed resources, the facilities, organization and capital investment must be increased. LQ result showed that Grobogan Regency had eight region, that its livestock possession better than the other region (LQ>1). CARP estimation showed that Grobogan Regency’s CARP value was negative, but it did not mean that every region in the regency had negative CARP value. Based on SWOT analysis, there were four strategies for Group I, four strategies for Group II, seven strategies for Group III, and five strategies for Group IV, that can be recommended for Grobogan Regency regional development as a beef cattle production centre. Keywords : strategies, regional development, beef cattle
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG
DREVIAN MEITA HARDYASTUTI D14104050
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG
Oleh DREVIAN MEITA HARDYASTUTI D14104050
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Mei 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Dwi Joko Setyono, MS. NIP. 131 849 391
Dr. Ir. Rudy Priyanto NIP. 131 622 682
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Mei 1987 di Boyolali, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sutahar, S.Sos dan Ibu Sri Utami Puji Hastuti, SE. Pendidikan dasar diselesaikan oleh penulis pada tahun 1998 di SDN XVI Purwodadi, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Purwodadi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Purwodadi. Tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departeman Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Peningkatan gizi masyarakat dapat menunjang usaha peningkatan kualitas mutu sumberdaya manusia. Sektor peternakan mengambil peran yang sangat penting dalam usaha tersebut, dengan penyediaan sumber protein hewani. Sumber protein hewani dapat diperoleh dari daging sapi. Pengembangan wilayah sebagai sebuah sentra produksi sapi potong akan sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan daging yang kian terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Atas dasar inilah penulis melakukan penelitian dengan topik strategi pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi dan kendala yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan, sehingga dapat direkomendasikan strategi yang tepat untuk usaha pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini mulai dari awal hingga tahap akhir. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN..................... .......................................................................
i
ABSTRACT................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP....................................................................................
iii
KATA PENGANTAR................................................................................
iv
DAFTAR ISI .............................................................................................
v
DAFTAR TABEL.......................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
viii
PENDAHULUAN...................................................................................... Latar Belakang............................................................................... Perumusan Masalah........................................................................ Tujuan............................................................................................. Manfaat...........................................................................................
1 1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. Wilayah........................................................................................... Pengembangan Wilayah................................................................. Sapi Potong..................................................................................... Usaha Ternak Sapi Potong.............................................................. Sistem Pemeliharaan sapi Potong.................................................... Sumberdaya Peternakan................................................................... Pengembangan Peternakan Sapi Potong......................................... Kendala dan Peluang Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong............................................................. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong................................
4 5 5 6 7 8 9 9 10
METODE.................................................................................................... Lokasi dan Waktu........................................................................... Prosedur.......................................................................................... Populasi dan Sampel...................................................................... Desain............................................................................................. Data dan Instrumentasi................................................................... Pengumpulan Data......................................................................... Analisis Data.................................................................................. Definisi Istilah................................................................................ KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................. Kondisi Umum Wilayah................................................................
11 11 11 11 12 12 12 15
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).................................. Sektor Peternakan.......................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. Potensi Sumberdaya dan Kendala Bidang Peternakan.................. Sumberdaya Alam............................................................. Sumberdaya Pakan............................................................ Ternak Sapi........................................................................ Pemasaran.......................................................................... Fasilitas Penunjang............................................................ Sumberdaya Manusia........................................................ Kelembagaan..................................................................... Sistem Pemeliharaan...................................................................... Nilai LQ dan KPPTR..................................................................... Nilai LQ............................................................................. Nilai KPPTR...................................................................... Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong....................................................................... Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong................................ Kelompok I....................................................................... Kelompok II...................................................................... Kelompok III..................................................................... Kelompok IV..................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
16 18 20
22 23 24 27 27 28 28 29 31 32 34 36 39 42 45
Kesimpulan.................................................................................... Saran.............................................................................................. UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................
48 49
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
50
LAMPIRAN................................................................................................
51 54
DAFTAR TABEL Nomor.
Halaman
1. Luas Tanah Menurut Penggunaannya Tahun 2006........................
17
2. Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2006.....................................................................................
18
3. PDRB Menurut Lapangan Usaha Adh Berlaku 2000 Tahun 2003 – 2006 (Jutaan Rupiah)...................................................................
19
4. Pendapatan Per Kapita Kabupaten Grobogan Tahun 2003 – 2005 ( Rupiah )........................................................................................
19
5. Jumlah Ternak Di Kabupaten Grobogan per Jenis Ternak tahun 2003 – 2005....................................................................................
20
6. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Grobogan Tahun 2003-2006 (ekor)............................................................................
21
7. Jumlah Produksi Daging Sapi di Kabupaten Grobogan Tahun 2002 – 2005....................................................................................
21
8. Struktur Ternak Sapi Berdasarkan Umur Tahun 2006 per Kecamatan......................................................................................
25
9. Jumlah Ternak Sapi yang Keluar dari Kabupaten Grobogan Tahun 2003-2006 (ekor).................................................................
26
10. Perkembangan Populasi Sapi Potong di Kabupaten Grobogan (dalam ST) ………………………………………………………
26
11. Nilai LQ untuk Setiap Kecamatan di Kabupaten Grobogan….......
32
12. Nilai KPPTR Untuk Setiap Kecamatan di Kabupaten Grobogan...
33
13. Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong...............
34
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Diagram Matrik SWOT..................................................................
14
2. Penggembalaan ternak sapi di pinggir hutan..................................
30
3. Matrik SWOT Kelompok Wilayah I..............................................
38
4. Matrik SWOT Kelompok Wilayah II……………………………
41
5. Matrik SWOT Kelompok Wilayah III..........................................
44
6. Matrik SWOT Kelompok Wilayah IV.......................................... 7. Peta Kabupaten Grobogan.............................................................. 8. Peta Kontur Wilayah Kabupaten Grobogan.................................. 9. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Grobogan................................. 10. Peta Persebaran Ternak Sapi Potong ............................................. 11. Peta Persebaran Fasilitas Pendukung.............................................
47 61 61 62 62 63
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Daftar Kuesioner Penelitian Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan sebagai Sentra Produksi Sapi Potong.............................
55
2. Populasi Riil Tenak Ruminansia Kabupaten Grobogan (ST) tahun 2006.......................................................................................
58
3. Perhitungan Location Quotients......................................................
59
4. Nilai KPPTR Kabupaten Grobogan Berdasarkan Sumberdaya Lahan ...............................................................................................
60
5. Peta Wilayah Penelitian ..................................................................
61
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia adalah dengan meningkatkan gizi masyarakat yang tentunya sangat berpengaruh terhadap kecerdasan masyarakat tersebut. Sektor peternakan dapat mendukung usaha tersebut dengan menyediakan protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Pengembangan perlu dilakukan di sektor peternakan untuk mendukung penyediaan protein
hewani.
Pengembangan peternakan
dapat
dilakukan dengan
cara
pengembangan wilayah sebagai suatu sentra produksi ternak. Kebutuhan akan protein hewani dapat dipenuhi dari daging. Pengembangan wilayah sebagai sentra produksi ternak sapi potong akan sangat membantu upaya pemenuhan kebutuhan daging yang kian meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Selain dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan akan daging pengembangan wilayah sebagai suatu sentra produksi sapi potong diharapkan dapat mendorong perekonomian di wilayah tersebut. Kabupaten Grobogan merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sentra produksi sapi potong. Jumlah penduduk Kabupaten Grobogan yang mencapai 1.368.307 jiwa dan jumlah sapi potong yang mencapai 103.147 ekor pada bulan April 2007 memperlihatkan bahwa terdapat peluang yang cukup besar untuk pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi ternak sapi potong. Selain dari jumlah ternak, wilayah Kabupaten Grobogan merupakan sentra produksi jagung dan kedelai, dengan jumlah produksi mencapai 424.117 ton untuk jagung dan 18.489 ton untuk kedelai (BPS Kabupaten Grobogan, 2007). Kedua jenis tanaman tersebut merupakan jenis bahan pakan yang sangat dibutuhkan oleh sapi potong, terutama pada usaha penggemukan. Sarana transportasi, listrik dan komunikasi yang telah tersedia, cukup mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai salah satu sentra produksi sapi potong. Perumusan Masalah Kabupaten Grobogan merupakan salah satu daerah penghasil ternak sapi potong yang memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi sentra produksi sapi
potong berdasarkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimilikinya. Pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai salah satu sentra produksi sapi potong memiliki target untuk menjadikan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai penghasil sapi potong dengan jumlah produksi yang stabil dan kualitas ternak yang baik, sesuai dengan kondisi sumberdaya yang dimiliki.
Untuk dapat memenuhi
target tersebut, diperlukan sumberdaya alam, terutama untuk pakan, kualitas hewan ternak yang baik dan sumberdaya modal yang berkecukupan. Fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan untuk mendukung pengembangan wilayah tersebut juga perlu untuk diperhatikan. Kajian mengenai potensi dan kendala mengenai wilayah sangat diperlukan untuk penyusunan strategi dan program untuk pengembangan wilayah kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. Beberapa permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini antara lain adalah: 1. Sumberdaya apa saja yang dimiliki Kabupaten Grobogan yang dapat mendukung pengembangan wilayah sebagai sentra produksi sapi potong? 2. Adakah fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan yang dapat mendukung pengembangan wilayah sebagai sentra produksi sapi potong? 3. Wilayah-wilayah mana saja di Kabupaten Grobogan yang berpotensi untuk dapat dikembangkan sebagai sentra produksi sapi potong? 4. Strategi dan program apa saja yang dapat dilakukan oleh Kabupaten Grobogan dalam upaya pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong? Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa potensi dan kendala yang dimiliki oleh wilayah Kabupaten Grobogan dalam rangka pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi ternak sapi potong diantaranya: 1. Mengkaji potensi Kabupaten Grobogan dalam rangka pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong. 2. Mengidentifikasi masalah yang timbul di Kabupaten Grobogan dalam rangka pengembangan wilayah sebagai sentra produksi sapi potong. 3. Mengetahui kapasitas peningkatan populasi ternak sapi potong dan tingkat kepemilikan sapi potong di Kabupaten Grobogan.
4. Menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Pemerintah Kabupaten Grobogan dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam upaya pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. 2. Peternak atau investor yang akan mengembangkan usaha peternakan sapi potong di wilayah Kabupaten Grobogan. 3. Peneliti sapi potong sebagai bahan acuan untuk mengembangkan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong.
TINJAUAN PUSTAKA Wilayah Wilayah adalah suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang memiliki saling ketergantungan diantara bagian-bagiannya (Budiharsono, 2001). Wilayah dapat juga diartikan sebagai suatu unit geogarafi yang membentuk suatu kesatuan. Maksud unit geografi tersebut merujuk pada ruang (spatial), sehingga pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, melainkan juga mencakup aspek-aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan sebagainya (Ambardi dan Prihawantoro, 2002). Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu : 1) wilayah homogen ; 2) wilayah nodal ; 3) wilayah administratif ; dan 4) wilayah perencanaan. Wilayah homogen adalah wilayah yang memiliki sifat-sifat yang relatif sama dalam satu aspek, misalnya aspek ekonomi atau aspek geografi. Wilayah nodal adalah wilayah yang memiliki ketergantungan secara fungsional antara daerah pusat (inti) dengan daerah dibelakangnya (hinterland) yang bersifat saling melengkapi. Ketergantungan tersebut lebih berdasarkan atas kepentingan masyarakat di wilayahnya daripada hanya homogenitas saja. Daerah belakang (hinterland) biasanya menjadi penyedia bahan baku dan tenaga kerja untuk daerah inti, sedangkan daerah inti menyediakan barang yang sudah jadi untuk daerah belakang, sehingga terdapat pertukaran pada wilayah tesebut (Budiharsono, 2001). Wilayah adminstratif adalah wilayah yang memiliki batas-batas yang didasarkan pada kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, misalnya seperti propinsi, kabupaten atau kecamatan (Budiharsono, 2001). Wilayah perencanaan adalah wilayah-wilayah yang berada dalam kesatuan kebijakan atau administrasi (Ambardi dan Prihawantoro, 2002). Wilayah perencanaan harus memungkinkan untuk terjadi adanya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, misalnya untuk pengambilan keputusan investasi yang berskala ekonomi dan memiliki titik pertumbuhan juga kesadaran masyarakat wilayah itu sendiri terhadap persoalannya. Namun wilayah perencanaan juga harus dapat dilihat sebagai suatu wilayah yang cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dipandang sebagai suatu kesatuan (Budiharsono, 2001).
Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah
adalah
upaya
untuk
memberdayakan
masyarakat di suatu daerah, agar dapat memanfaatkan sumberdaya alam sekelilingnya yang dimiliki, dengan menggunakan teknologi yang tepat dan sesuai kebutuhan, untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat itu sendiri (Zen, 2001). Pengembangan wilayah pada intinya adalah program yang bersifat menyeluruh dan terpadu dari berbagai upaya, dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki, serta kontribusinya dalam pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup di suatu wilayah. Pengembangan wilayah perlu dilakukan karena adanya masalah yang terkait dengan ketidakseimbangan demografi, tingginya biaya produksi, penurunan taraf hidup masyarakat, atau ketertinggalan pembangunan (Triutomo, 2001). Pengembangan wilayah memiliki tujuan dengan dua sisi yang saling berkaitan, yaitu sisi sosial ekonomis dan sisi ekologis. Sisi sosial ekonomis tujuan pengembangan wilayah adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan penciptaan pusatpusat produksi atau dengan memberikan kemudahan prasarana. Sedangkan sisi ekologis dari tujuan pengembangan wilayah adalah menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan (Triutomo, 2001). Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah yang bersangkutan. Dalam suatu wilayah, terdapat tiga komponen wilayah yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wilayah itu sendiri yaitu, sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi, selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah. Pengembangan wilayah merupakan interaksi antara tiga pilar pengembangan wilayah tersebut (Nachrowi dan Suhandojo, 2001). Sapi Potong Sapi pertama kali didomestikasi secara sengaja di sebelah barat Asia oleh petani asli. Domestikasi berlangsung 5000 – 6000 tahun yang lalu. Penelitian secara zoologis menyatakan bahwa seluruh tipe sapi lokal berasal dari bangsa nenek moyang yaitu Bos primigenius Bojanus. Jenis ini fertil pada persilangan dan juga
menghasilkan hybrid yang fertil. Bos primigenius Bojanus bertahan di Eropa sampai abad pertengahan, yang kemudian menyebar ke wilayah Asia, Eropa dan Afrika Utara. Alasan yang menyebabkan adanya domestikasi adalah karena tidak memungkinkan lagi bagi manusia untuk terus menerus memburu hewan tersebut dari ladang perburuan yang satu ke ladang perburuan yang lain (Lasley, 1981). Saat ini, sapi potong yang berkembang di dunia didominasi oleh Bos taurus, Bos indicus dan hasil persilangannya. Sapi potong adalah sapi yang dikembangkan dengan tujuan utama untuk memproduksi daging. Pada umumnya sapi potong bukanlah penghasil susu yang banyak, tetapi beberapa diantaranya dapat menghasilkan susu lebih banyak daripada yang lain. Sapi potong beradaptasi dengan baik pada kondisi pastura dan padang penggembalaan alamiah. Sapi potong cenderung berbentuk persegi panjang jika dilihat dari samping dan sangat berotot (Lasley, 1981). Ciri-ciri sapi tipe pedaging yang lain antara lain adalah laju pertumbuhannya cepat, cepat mencapai dewasa dan efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 2004). Usaha Ternak Sapi Potong Sapi potong di Indonesia pada umumnya dipelihara secara sederhana tradisional dan masih merupakan usaha sambilan. Di daerah tropis, sapi mempunyai peranan penting sebagai penghasil susu, daging bahkan sebagai tenaga kerja. Selain itu, sapi memiliki fungsi ekonomi dan sosial. Dalam posisi adat sosial, sapi berfungsi sebagai tabungan keluarga atau sebagai simbol kehormatan yang menunjukkan status dalam masyarakat (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Pambudy dan Sudardjat (2003) pada awalnya sapi memiliki peranan sebagai hewan penarik bajak dalam usaha tani, sebagai alat transportasi, sebagai hewan pedaging dan sebagai hewan penghasil pupuk kandang, namun dalam perkembangannya, ternak sapi memiliki peranan dan nilai tambah yang tersendiri. Bangsa-bangsa sapi yang sering digunakan dalam usaha ternak sapi potong, antara lain adalah sapi Bali, sapi Madura, sapi Ongole, sapi PO (Peranakan Ongole), sapi SO (Sumba Ongole), sapi Brahman, sapi Angus, sapi Simmental, sapi Limousin, sapi Brangus (Lasley, 1981 ; Jaya, 1995).
Sistem Pemeliharaan Sapi Potong Sistem pemeliharaan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, sistem pemeliharaan sedang dan sistem pemeliharaan intensif. Sistem pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan yang melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan di lapangan penggembalaan yang sama dan dilakukan oleh orang yang sama. Ternak dilepas di padang penggembalaan sepanjang hari pada sistem pemeliharaan ekstensif. Sistem pemeliharaan ini tidak membutuhkan biaya produksi, dengan kata lain biaya produksinya adalah nol. Meskipun biaya produksinya nol, tetapi untuk usaha pemenuhan kebutuhan daging, sistem ini tidak diharapkan, karena memiliki kelemahan. Kelemahan sistem pemeliharaan ekstensif, antara lain adalah produksi karkasnya rendah, waktu pencapaian bobot potong yang lama, dan pertambahan bobot badan yang cukup berarti, hanya dapat dilihat pada musim penghujan (Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan ekstensif banyak dapat ditemui di Sulawesi, Kalimantan, NTT dan NTB. Sistem pemeliharaan sedang sering disebut sistem pemeliharaan semiintensif atau sering pula disebut sebagai Sistem Pertanian Campuran (Mixed Farming System). Sistem pemeliharaan ini pada umumnya menggunakan pakan yang diperoleh dari usaha pertanian masyarakat sendiri (Parakkasi, 1999). Ayuni (2005) mengungkapkan bahwa sistem pemeliharaan semiintensif yang ada di Kecamatan IV Angkat dilakukan dengan mengandangkan sapi pada malam hari, sedangkan pada pagi sampai siang hari, ternak sapi dibawa ke sawah sebagai tenaga kerja pada lahan pertanian atau hanya digembalakan saja. Sapi digunakan sebagai tenaga kerja atau hanya digembalakan saja selama 5 sampai 6 jam. Ternak sapi jarang dibawa ke sawah jika sudah memasuki musim penghujan. Pakan yang digunakan pada sistem pemeliharaan semiintensif di wilayah tersebut adalah sisa hasil pertanian yang ada di sawah dan rumput liar di pinggir sawah. Sistem pemeliharaan ini memungkinkan ternak untuk keluar dari kandang untuk mencari makan sendiri (digembalakan), tetapi tetap dalam pengawasan peternak dan dimasukkan kembali ke kandang pada saat tertentu. Sistem pemeliharaan semiintensif dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Sistem pemeliharaan intensif yaitu, pemeliharaan ternak sapi dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa kepada hewan (Parakkasi, 1999). Pemeliharaan intensif dapat dikatakan sebagai sistem pemeliharaan yang memelihara ternak di dalam kandang hampir sepanjang hari dan diberikan pakan yang berkualitas sebaik mungkin dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Sistem pemeliharaan intensif memungkinkan ternak sapi tumbuh dan diberikan pakan yang dibawakan oleh peternak pada sapi (Preston dan Willis, 1974). Sistem pemeliharaan ini meberikan hasil yang lebih baik daripada sistem pemeliharaan ekstensif maupun semiintensif serta dapat dicapai dalam waktu yang lebih pendek daripada dua sistem pemeliharaan lainnya. Tata pemeliharaan pada sistem pemeliharaan intensif adalah dengan mengandangkan ternak sepanjang hari, pemeberian pakan dilakukan dengan menyiapkan pakan di dalam kandang dan penggunaan Inseminasi buatan (IB) dan kandang khusus kawin, pada saat mengawinkan ternak. Tata pemeliharaan seperti ini dapat dijumpai di Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Ayuni, 2005). Sistem pemeliharaan intensif dapat dijumpai di wilayah Indonesia, tetapi paling banyak dijumpai di Pulau Jawa, Madura dan Bali. Sistem pemeliharaan intensif sering dilakukan sebagai usaha pertanian terpadu. Pada umumnya dilakukan pertanian terpadu dengan perkebunan, seperti yang banyak dijumpai di Sumatera. Sumberdaya Peternakan Pengembangan ternak di suatu daerah memerlukan pengukuran potensi sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya tersebut mencakup ketersediaan lahan dan pakan, tenaga kerja dan potensi ternak yang akan dikembangkan. Potensi tersebut ditentukan oleh tersedianya tanah pertanian, kesuburan tanah, iklim, topografi, ketersediaan air dan pola pertanian yang ada (Wiyatna, 2002). Lahan sangat penting dalam usaha peternakan. Lahan digunakan sebagai lokasi budidaya ternak maupun sebagai penyedia pakan ternak, terutama hijauan (Sofyan, 2006). Jenis penggunaan lahan yang berpotensi pengembangan sapi potong adalah lahan-lahan usaha tani pada umumnya, seperti sawah, kebun campuran, semak belukar, kebun kelapa sawit, perkebunan rakyat dan belukar rawa (Pelitawati, 2006). Sumberdaya pakan meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan sumberdaya pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan (Pambudy dan Sudardjat, 2003).
Salah satu faktor produksi pada usaha peternakan adalah tersedianya tenaga kerja, baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga (Patriani, 2006). Pengembangan Peternakan Sapi Potong Pembangunan peternakan dapat memberikan peningkatan yang relatif tinggi terhadap pendapatan peternak dan dapat pula menciptakan daya saing global produk peternakan (Gunawan, 2003). Pengembangan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian. Program pengembangan ternak khususnya ternak sapi potong untuk menghadapi era globalisasi harus dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga produk yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk impor (Santoso dan Tuherkih, 2003). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangan peternakan adalah : 1) struktur usaha dan struktur pemilikan ternak ; 2) struktur investasi bidang peternakan ; 3) supply-demand produk peternakan ; 4) neraca ekspor-impor peternakan ; 5) potensi sumberdaya dan 6) peranan kelembagaan. Dalam pengembangan peternakan diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan sumberdaya alam, tenaga, modal dan teknologi secara optimal serta mampu menyesuaikan pola dan struktur produksi terhadap adanya perubahan permintaan maupun teknologi (Harmadji, 1990). Pengembangan usaha peternakan di Indonesia pada dasarnya dapat diusahakan dengan jalan meningkatkan pemakaian bibit unggul, memperbaiki susunan ransum ternak, memberikan penyuluhan dan megusahakan penyediaan kredit usaha (Pambudy dan Sudardjat, 2003) Kendala dan Peluang Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Pengembangan usaha ternak sapi potong sering mengalami beberapa kendala, diantaranya adalah: 1) penyempitan lahan pangonan, 2) kualitas sumberdaya manusia rendah, 3) produktivitas ternak rendah, 4) akses ke pemodal sulit, 5) koordinasi lintas sektoral belum kondusif, dan 5) penggunaan teknologi masih rendah. Selain menjumpai berbagai kendala, dalam pengembangan usaha tenak sapi potong juga terdapat faktor-faktor yang menjadi pendorong. Faktor-faktor yang dapat menjadi pendorong dalam pengembangan sapi potong di Indonesia antara lain adalah: 1) permintaan pasar terhadap daging sapi semakin meningkat, 2) ketersediaan tenaga
kerja cukup besar, 3) kebijakan pemerintah mendukung, 4) hijauan dan sisa peranian tersedia sepanjang tahun, dan 5) usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis. Hambatan-hambatan dalam usaha meningkatkan produksi ternak pada umumnya disebabkan oleh masalah yang kompleks dan bersifat biologis, ekologis, serta sosioekonomis (Wiyatna, 2002). Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya. Pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan berdasarkan tipe-tipe strategi yaitu, strategi manajemen, strategi investasi dan strategi bisnis. Strategi manajemen meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secra makro. Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi. Strategi bisnis sering juga disebut strategi bisnis secara fungsional karena strategi ini berorientasi pada fungsi-fungsi kegiatan manajemen (Rangkuti, 2006). Perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi saat ini, hal ini yang disebut Analsis Situasi dan model yang paling populer untuk analisis ini adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat) (Rangkuti, 2006). Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi, dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliknya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis (Rangkuti, 2006). Alternatif strategi tersebut antara lain adalah : a. Strategi SO : Strategi yang diterapkan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesarbesarnya. b. Strategi ST : Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. c. Strategi WO :
Strategi yang diterapkan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT :
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Grobogan Propinsi Jawa Tengah, yaitu Kecamatan Wirosari, Kradenan, Ngaringan, Pulokulon dan Toroh. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2007. Prosedur Prosedur penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji potensi yang ada di lima kecamatan yang telah dipilih, yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya pakan, bibit sapi potong sistem pemeliharaan, produktivitas sapi, penyakit, pemasaran, fasilitas pendukung, sumberdaya manusia dan kelembagaan. 2. Mengidentifikasi masalah (kelemahan dan ancaman) yang timbul pada upaya pengembangan kelima kecamatan tersebut sebagai sentra produksi sapi potong. 3. Menyusun strategi dan program yang dapat digunakan untuk pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah para peternak di Kabupaten Grobogan. Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap yaitu: 1. Tahap pertama mengambil secara sengaja lima kecamatan dengan populasi ternak tinggi, yaitu Kecamatan Wirosari, Kradenan, Ngaringan, Pulokulon dan Toroh. 2. Tahap kedua mengambil secara sengaja 12 peternak dari masing-masing kecamatan terpilih. Pemilihan berdasarkan sistem pemeliharaan intensif yang dilakukan oleh peternak dan jumlah sapi yang dimiliki. Desain Penelitian ini didesain sebagai penelitian dengan metode survey, yaitu pengamatan langsung pada kelima kecamatan terpilih untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan dalam upaya pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong.
Data dan Instrumentasi Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara, menyebarkan kuisioner kepada para peternak terpilih dan observasi langsung di lapangan. Selain melakukan wawancara dengan peternak, dilakukan pula wawancara dengan pedagang sapi potong, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintahan. Data ini dipergunakan untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada pada tingkat peternak dalam upaya pengembangan wilayah sebagai sentra produksi sapi potong. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan, Badan Pusat Statistika, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan kantor kecamatan terpilih. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di Kecamatan Wirosari, Kradenan, Ngaringan, Pulokulan dan Toroh selama bulan Juli sampai Agustus 2007. Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan kondisi peternakan sapi potong yang ada di wilayah Kabupaten Grobogan. Metode Location Quotients (LQ) Location
Quotients
(LQ)
adalah
sebuah
indeks
yang
mengukur
overspecialization atau underspecialization dari sektor tertentu dalam suatu daerah. Dengan kata lain, LQ mengukur tingkat spesialisasi relatif suatu daerah di dalam aktivitas sektor perekonomian tertentu. Pengertian relatif ini dapat diartikan sebagai tingkat spesialisasi yang membandingkan suatu daerah dengan wilayah yang lebih besar dimana daerah yang diamati merupakan bagian dari wilayah tersebut. Metode ini digunakan untuk menentukan wilayah yang termasuk sentra populasi sapi potong. Metode LQ (Budiharsono, 2001) dapat dirumuskan sebagai berikut : s k
LQ = __(e /e )_ s (E /Ek)
Dimana : s
e = populasi sapi potong di kecamatan k
e = jumlah kepala keluarga di kecamatan s
E = populasi sapi potong di kabupaten k
E = jumlah kepala keluarga di kabupaten Bila diperoleh LQ > 1, maka kecamatan tersebut memiliki potensi untuk dapat dikembangkan sebagai wilayah sentra sapi potong. Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak. Nilai KPPTR (Nell dan Rollinson, 1974) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : KPPTR = {[(15xluas lahan×konversi HMT) + (luas panen × konversi HHSP)] : 2,3} – populasi riil ternak a. Total Produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT) (15 x Luas Lahan x Konversi kesetaraan HMT) + ( Luas Panen x Konversi HHSP) b. Daya Tampung Wilayah (KTTR), dalam ST Total Produksi HMT 2,3 c. KPPTR (L) Daya Tampung Wilayah( KTTR ) – Populasi Riil Ternak d. KPPTR (kk) Jumlah Kepala Keluarga (kk) x 3 ST e. KPPTR efektif / KPPTR (E) o KPPTR (E) = KPPTR (kk), jika KPPTR (kk) < KPPTR (L) o KPPTR (E) = KPPTR (L), jika KPPTR (L) < KPPTR (kk) Keterangan : 15
: merupakan rata-rata produksi padang rumput di Indonesia (ton BK/ha/tahun).
HHSP
: Hijauan Hasil Sisa Pertanian.
2,3
: merupakan kebutuhan berat kering untuk satu satuan ternak (ST), yaitu 2,3 ton BK/ tahun.
KPPTR (L)
: KPPTR berdasarkan ketersediaan hijauan (ST).
KPPTR (kk)
: KPPTR berdasarkan ketersediaan tenaga kerja (ST).
3 ST
: merupakan jumlah ternak yang dapt dipelihara oleh satu orang kepala keluarga.
Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan dalam penelitian ini untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada upaya pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi sapi potong. Beberapa faktor penting yang akan dianalisis adalah faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan dan faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk menentukan strategi pengembangan. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan.
Faktor Internal
STRENGHTS (S) Tentukan 5 – 10 faktor-faktor kekuatan internal
WEAKNESSES (W) Tentukan 5 – 10 faktor-faktor kelemahan internal
Faktor Eksternal OPPORTUNIES (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Tentukan 5 – 10 Ciptakan strategi yang menggunakan faktor-faktor kekuatan untuk peluang eksternal memanfaatkan peluang TREATHS (T) STRATEGI ST
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT
Tentukan 5 – 10 Ciptakan strategi yang menggunakan faktor-faktor ancaman eksternal kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Gambar 1. Diagram Matrik SWOT Sumber : Rangkuti, (2006)
Definisi Istilah Analisis SWOT adalah suatu analisis untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan wilayah. Wilayah adalah unit geografi dengan batas-batas tertentu yang bagian-bagiannya (sub wilayah) satu dengan yang lainnya terdapat ketergantungan secara fungsional. Pengembangan Wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah dengan cara menginteraksikan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi. Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Potensi adalah kemampuan atau keadaan yang dapat mendukung suatu kegiatan (usaha) dan biasanya berkaitan dengan sumberdaya. Sumberdaya adalah segala input (faktor produksi) yang digunakan dalam usaha ternak sapi yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lingkungan pendukung. KPPTR adalah suatu pendekatan untuk menunjukkan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak. Location Quation adalah sebuah indeks yang mengukur overspecialization atau underspecialization dari sektor tertentu dalam suatu daerah.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Grobogan berada di sebelah Timur dari Ibukota Propinsi Jawa Tengah dan terletak diantara dua pegunungan Kendeng yang membujur dari arah barat ke timur. Luas wilayah Kabupaten Grobogan adalah 1.975,86 km2 dan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah setelah Kabupaten Cilacap. Secara geografis Kabupaten Grobogan terletak diantara 110 o15’ Bujur Timur – 111o25’ Bujur Timur dan 7 o – 7o30’ Lintang Selatan. Secara adminstratif Kabupaten Grobogan dibatasi oleh : Sebelah Utara
: Kab. Pati, Kab. Kudus dan Kab. Blora
Sebelah Selatan : Kab.Semarang, Kab.Boyolali, Kab.Sragen dan Kab.Ngawi Sebelah Barat
: Kab. Semarang dan Kab. Demak
Sebelah Timur : Kab. Blora Secara administratif
Kabupaten Grobogan memiliki 19 kecamatan dan 280
desa/kelurahan (BPS Kabupaten Grobogan, 2007). Kabupaten Grobogan ditinjau dari segi topografi memiliki daerah kondisi yang bervariasi. Secara umum daerah bagian selatan dan utara memiliki kondisi yang berbukit-bukit, sementara bagian tengah merupakan wilayah yang datar. Wilayah Kabupaten Grobogan terbagi menjadi tiga bagian yaitu : a. Wilayah dengan ketinggian kurang dari 25 m dpl terdapat pada hampir seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Grobogan, kecuali di Kecamatan Geyer, Kradenan, Gabus dan Ngaringan. b. Wilayah perbukitan berada pada ketinggian antara 25 -100 m dpl hampir terdapat diseluruh wilayah kecamatan, kecuali Gubug, Godong dan Tegowanu. c. Wilayah dataran tinggi berada pada ketinggian > 100 m dpl terdapat pada hampir seluruh kecamatan, kecuali Kecamatan Godong, Gubug, Tegowanu, Purwodadi dan Penawangan. Wilayah Kabupaten Grobogan merupakan dataran rendah di bagian Utara Pulau Jawa, maka wilayah tersebut memilki jenis iklim tropis dengan suhu maksimum 33oC dan suhu rata-rata 23oC. Bulan basah pada Kabupaten Grobogan berlangsung 4 sampai 5 bulan, selebihnya termasuk kategori bulan sedang sampai kering. Curah
hujan rata-rata Kabupaten Grobogan adalah 1726 mm/ tahun (BPS Kabupaten Grobogan, 2007). Luas tanah pada akhir tahun 2006 untuk Kabupaten Grobogan adalah 197.586,420 ha yang terdiri dari tanah sawah seluas 62.765, 526 ha (31,77%) dan tanah bukan sawah seluas 134.820, 894 ha (68,23%). Rincian penggunaan tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Tanah Menurut Penggunaannya Tahun 2006 Jenis Penggunaan Tanah
Luas (ha)
Persentase
62.765, 526
31,77
18.694,000
9,46
b. Irigasi Setengah Teknis
1.801,000
0,91
c. Irigasi Sederhana
7.516,000
3,80
d. Tadah Hujan
34.754,526
17,59
II. Tanah Bukan Sawah
134.820,894
68,23
a. Pekarangan/Bangunan
28.809,020
14,58
b. Tegalan/Kebun
26.810,228
13,57
c. Padang Gembala
2,000
0,00
d. Tambak/Kolam
23,000
0,01
e. Rawa
15,000
0,01
f. Hutan Negara
68.633,030
34,74
g. Hutan Rakyat
2.882,000
1,46
h. Lain-lain (Sungai, Jalan, Kuburan dan lain-lain)
7.646,616
3,87
I. Tanah Sawah a. Irigasi Teknis
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan (2007)
Jumlah penduduk Kabupaten Grobogan pada akhir tahun 2006 adalah 1.378.461 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki mencapai 682.076 jiwa dan jumlah penduduk perempuan mencapai 696.385 jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Grobogan 0.61 per tahun, dengan rata-rata kepadatan penduduk mencapai 698 jiwa/ km2.
Jumlah penduduk yang bekerja menurut
lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 2 (BPS Kabupaten Grobogan, 2007) .
Tabel 2. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2006 Jenis Lapangan Pekerjaan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan
402.771 4.480
Perikanan
451
Peternakan
7.177
Pertanian Lainnya
4.546
Industri Pengolahan Perdagangan
31.239 105.820
Jasa
58.587
Angkutan
32.188
Lainnya
67.701
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan (2007).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indikator yang paling mudah untuk menilai seberapa besar efektifitas pengolahan potensi ekonomi dan pemanfaatan sumberdaya alam di suatu kabupaten sudah termanfaatkan, adalah dengan melihat Produk Domestik Regional Brutonya (PDRB). Melalui indikator inilah bisa terlihat nilai tambah bruto dari pengolahan suatu sektor , struktur ekonomi, basis ekonomi serta kinerja sektor-sektornya (Bappeda, 2007). Perkembangan perekonomian Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 3. Pendapatan per kapita yang berasal dari Pendapatan Regional Netto dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 4. Tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita Kabupaten Grobogan mulai tahun 2001 sampai tahun 2005 dapat dikatakan menunjukkan angka yang cukup baik. Pendapatan per kapita setiap tahun mengalami peningkatan (Bappeda, 2007). Meski terjadi peningkatan pendapatan per kapita setiap tahunnya, namun ternyata belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten
Grobogan secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan per kapita Kabupaten Grobogan yang belum signifikan (Bappeda, 2007). Tabel 3. PDRB Menurut Lapangan Usaha Adh Berlaku 2000 Tahun 2003 – 2006 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2006
1.200.699,32
1.326.410,26
1.510.375,74
1.740.618,47
35.706,35
40.480,29
46.111,09
52.917,85
100.625,90
106.935,08
116.922,79
127.247,87
36.154,33
39.569,11
44.326,94
47.466,17
V. Bangunan
138.249,34
151.631,87
177.621,58
201.613,67
VI. Perdagangan, Hotel dan Restoran
515.707,03
567.620,30
640.162,47
731.731,56
97.197,60
107.135,14
120.908,77
138.539,56
260.311,41
287.500,59
319.812,46
349.956,33
482.480,68
521.828,49
561.672,31
601.008,14
I. Pertanian II.Pertambangan dan Penggalian III. Industri IV.Listrik,Gas Air Minum
dan
VII.Angkutan dan Komunikasi VIII. Keuangan, Persewaan dan Jasa Penunjang Keuangan IX. Jasa – jasa
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan (2007).
Tabel 4. Pendapatan Per Kapita Kabupaten Grobogan Tahun 2003 – 2005 ( Rupiah ) Tahun
Pendapatan Per Kapita
2003
1. 951.623
2004
2. 023. 091
2005
2. 260. 972
Sumber : Bappeda Kabupaten Grobogan (2007)
Sektor Peternakan Sumber pendapatan utama dari Kabupaten Grobogan berasal dari sektor pertanian. Sekitar 43,61% pendapatan Kabupaten Grobogan berasal dari bidang pertanian. Sektor peternakan merupakan kontributor terbesar kedua dalam bidang pertanian, setelah pertanian tanaman pangan. Kegiatan di bidang peternakan dilakukan hampir di seluruh wilayah Kabupaten Grobogan. Populasi dari setiap jenis ternak di Kabupaten Grobogan dapat dilihat di Tabel 5. Jumlah ternak yang berubahubah disebabkan karena adanya pemasukan dan pengeluaran ternak. Tabel 5. Populasi Ternak Di Kabupaten Grobogan tahun 2003 – 2005 Jumlah Ternak (ekor) Jenis Ternak
2003
2004
2005
280
397
414
118.630
105.089
106.155
5.006
4.476
3.537
856
789
669
14.433
13.267
10.894
111.093
118.262
100.565
890
735
427
1.252.407
1.175.307
1.208.057
Broiler
202.500
332.000
248.760
Layer
53.660
41.000
33.000
Itik
93.807
93.733
76.493
Itik Manila
18.596
17.763
20.199
3.855
3.404
3.110
52.664
61.230
55.402
7.261
6.647
6.946
Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kuda Domba Kambing Babi Ayam Buras Ayam Ras
Angsa Burung Puyuh Kelinci
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan (2004;2005 ;2006)
Jumlah sapi potong di Kabupaten Grobogan pada tahun 2003 menduduki peringkat ketiga se-Jawa Tengah setelah Kabupaten Blora dan Kabupaten Wonogiri (Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah, 2007). Perkembangan populasi ternak sapi
potong di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 6. Perkembangan produksi daging sapi di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 6. Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Grobogan Tahun 2003 – 2006 (ekor) Tahun
Populasi Ternak Sapi Potong
2003
118.630
2004
105.089
2005
106.155
2006
105.974
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan (2007)
Tabel 7. Jumlah Produksi Daging Sapi di Kabupaten Grobogan Tahun 2003 – 2005 Tahun
Produksi Daging Sapi (Kg)
2003
515.041
2004
545.600
2005
466.880
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan (2004;2005;2006)
Populasi ternak sapi di Kabupaten Grobogan yang cukup besar menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sentra produksi sapi potong. Jumlah produksi daging sapi yang masih fluktuatif, bahkan cenderung menurun mengindikasikan belum stabilnya produksi daging sapi di Kabupaten Grobogan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya dan Kendala Bidang Peternakan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam yang dimaksud meliputi iklim, lahan pertanian dan padang rumput. Wilayah Kabupaten Grobogan merupakan dataran rendah di bagian Utara Pulau Jawa, maka wilayah tersebut memilki jenis iklim tropis dengan suhu maksimum 33oC dan suhu rata-rata 23oC (Bappeda, 2007). Curah hujan rata-rata Kabupaten Grobogan adalah 1726 mm/ tahun (BPS Kabupaten Grobogan, 2007). Daerah yang beriklim tropis memiliki dua musim, sehingga perbedaan suhu, curah hujan, kelembapan dan arah angin, tidak terlalu fluktuatif. Sapi termasuk hewan yang peka terhadap perubahan suhu lingkungan, terutama perubahan yang drastis. Pemaksaan penggunaan suatu lokasi yang temperaturnya fluktuatif dapat menyebabkan penurunan penampilan produksi ternak. Pada umumnya sapi potong dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran suhu 10 – 27oC (Abidin, 2002), sehingga dapat dikatakan bahwa wilayah Kabupaten Grobogan cukup ideal sebagai daerah pengembangan sapi potong. Curah hujan yang tinggi berkorelasi dengan ketersediaan pakan yang berupa hijauan. Lokasi yang ideal untuk sapi potong adalah lokasi yang bercurah hujan 800 – 1.500 mm/tahun (Abidin, 2002). Curah hujan Kabupaten Grobogan sedikit lebih tinggi, tetapi masih cukup ideal untuk dijadikan daerah pengembangan sapi potong. Kabupaten Grobogan memiliki lahan pertanian yang berupa tanah sawah seluas 62.680,635 ha dan berupa tegalan seluas 27.677,494 ha. Selain itu Kabupaten Grobogan juga memiliki hutan seluas 70.699,139 ha dan padang penggembalaan seluas 2 ha (BPS Kabupaten Grobogan, 2007). Kendala pada sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan adalah pada ketersediaan air. Kabupaten Grobogan merupakan daerah yang cenderung cukup sulit mendapatkan air bersih, terutama pada musim kemarau. Pada musim kemarau peternak kesulitan untuk mendapatkan air, mereka harus menempuh jarak berkilo-kilo meter dan mengantri untuk mendapatkan air, padahal air merupakan salah satu hal yang dibutuhkan oleh ternak.
Sumberdaya Pakan Sumberdaya pakan meliputi hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan pada umumnya berupa rumput lapang dan limbah pertanian. Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak antara lain adalah jerami padi, jerami jagung, daun singkong, jerami kedelai, daun kacang tanah, daun ketela rambat dan jerami kacang hijau. Menurut indeks daya dukung hasil ikutan pertanian (IDDHSP) berdasarkan produksi potensial, Kabupaten Grobogan merupakan daerah yang meiliki daya dukung pakan sedang, selanjutnya menurut IDDHSP berdasarkan produksi efektif, Kabupaten Grobogan merupakan daerah dengan daya dukung pakan rendah (Tabrany et al., 2007). Konsentrat yang pada umumnya digunakan oleh peternak di Kabupaten Grobogan adalah bekatul padi dan konsentrat pabrik. Bekatul padi dapat diperoleh dari tempat penggilingan padi atau peternak dapat menggiling sendiri dari hasil pertanian yang dimiliki. Konsentrat pabrik diperoleh dari pabrik konsentrat PT. Rosary Feed milik pemerintah daerah Kabupaten Grobogan. Produksi konsentrat di PT. Rosary Feed pada bulan Juli 2007 adalah 1.931.000 kg. Setiap tahunnya produksi konsentrat dapat mencapai 2.616.000 kg. Bahan-bahan konsentrat yang digunakan antara lain adalah tepung jagung, dedak jagung, bekatul padi, bungkil biji kapuk, bungkil kelapa sawit, onggok, kulit kopi, polard, molasses, dan Co-nutrisi. Kandungan gizi konsentrat yang digunakan untuk sapi potong adalah protein sebesar 12.5% (minimal) , serat kasar 16.0 % (maksimal), lemak kasar 4.0 (minimal) dan TDN 65-70%. Kendala yang ada pada sumberdaya pakan adalah penggunaan rumput unggul, seperti rumput gajah sebagai pakan, masih kurang dilakukan oleh peternak. Pemberian rumput unggul seperti rumput gajah hanya dilakukan sesekali dan tidak teratur. Selain itu peternak pada umumnya hanya menggunakan bekatul padi sebagai konsentrat. Pada musim kemarau peternak di wilayah yang populasi sapi potongnya padat sering kekurangan hijauan, sehingga harus membeli dari daerah lain misalnya seperti dari Sragen. Hal ini tentunya membuat biaya pemeliharaan ternak menjadi meningkat. Penggunaan konsentrat pabrik masih sangat terbatas di kalangan peternak karena harga konsentrat yang menurut peternak cukup mahal daripada bekatul padi.
Ternak Sapi Bangsa sapi yang terdapat di Kabupaten Grobogan adalah Peranakan Ongole (PO), Simmental, Brahman dan Limousin. Peternak di Kabupaten Grobogan sudah menggunakan teknologi Inseminasi Buatan (IB), sehingga banyak terdapat sapi persilangan hasil IB. Sapi persilangan
hasil IB yang banyak ditemukan adalah
SimPO (Simmental × PO). Semen yang digunakan untuk IB didatangkan dari BIB Ungaran, BIB Lembang dan BIB Singosari. Sapi Peranakan Ongole memiliki kelebihan antara lain memiliki ketahanan terhadap panas, tahan terhadap serangga dan parasit, memiliki daya hidup yang tinggi serta mampu berproduksi pada kondisi pemeliharaan yang minimal (Santosa, 2004). Pertambahan bobot badan harian sapi PO mencapai 0,67 kg / hari, dengan persentase karkas mencapai 48,78 % (Santi, 2008). Bangsa sapi Simmental memiliki kelebihan antara lain dapat menyusui anaknya dengan baik, badannya panjang dan padat serta memiliki pertumbuhan yang cepat (Blakeley dan Bade, 1994). Bangsa sapi Simmental memiliki karkas dengan kualitas yang baik. Sapi persilangan Simmental dan PO memiliki pertambahan bobot badan harian yang mencapai 1,13 kg / ekor dengan persentase karkas mencapai 53,96% (Santi, 2008). Sapi Brahman memiliki kelebihan antara lain tahan terhadap panas, tahan terhadap kondisi tata laksana yang sangat minimal, memiliki kemampuan mengasuh anak yang tinggi, dan tahan terhadap penyakit maupun parasit. Bobot badan sapi Brahman dapat mencapai 585 kg untuk betina dewasa dan 900 kg untuk jantan dewasa. Sapi Brahman sering digunakan untuk persilangan dengan bangsa-bangsa lain. Persilangan dengan sapi Brahman akan menghasilkan keturunan dengan hybrid vigor yang paling tinggi (Blakeley dan Bade, 1994). Pertambahan bobot badan harian bangsa sapi ini dapat mencapai 0,83-1,5 kg/hari (Siregar, 2006). Bangsa sapi Limousin memiliki kelebihan antara lain fertilitasnya yang cukup tinggi, mudah melahirkan , mampu menyusui dan mengasuh anaknya dengan baik serta memiliki pertumbuhan yang cepat. Bobot badan betina dewasa dapat mencapai 575 kg, sedangkan sapi jantan dewasa dapat mencapai bobot 1100 kg (Blakeley dan Bade, 1994). Bangsa sapi ini juga memiliki karkas dengan kualitas yang baik.
Struktur ternak sapi potong berdasarkan umur di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 8, jumlah sapi yang keluar dari wilayah Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan perkembangan populasi ternak sapi potong di Kabupaten Grobogan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 8. Struktur Ternak Sapi Berdasarkan Umur Tahun 2006 per Kecamatan. Jumlah Ternak Sapi (ST) Kecamatan
Anak
Muda Ekor
Dewasa
Ekor
ST
ST
Ekor
ST
Kedungjati
142
35,50
195
97,50
401
401
Karangrayung
261
65,25
359
179,50
736
736
Penawangan
207
51,75
285
142,50
584
584
Toroh
1790
447,50
2465
1232,50
5057
5057
Geyer
1585
396,25
2183
1091,50
4478
4478
Pulokulon
2083
520,75
2868
1434
5885
5885
Kradenan
2290
572,50
3154
1577
6471
6471
Gabus
2654
663,50
3655
1827,50
7499
7499
Ngaringan
2290
572,50
3155
1577,50
6473
6473
Wirosari
3040
760
4187
2093,50
8591
8591
Tawangharjo
859
214,75
1183
591,50
2429
2429
Grobogan
1019
254,75
1404
702
2880
2880
Purwodadi
1470
367,50
2024
1012
4154
4154
Brati
287
71,75
396
198
811
811
Klambu
224
56
309
154,50
633
633
Godong
65
16,25
90
45
185
185
Gubug
19
4,75
26
13
53
53
Tegowanu
19
4,75
27
13,50
54
54
Tanggungharjo
64
16
87
43,50
180
180
TOTAL
20.368
5.092
28.052
14.026
57.554
57.554
Keterangan : 1 ekor ternak dewasa = 1 ST, 1 ekor ternak muda = ½ ST dan 1 ekor ternak anak = 1/4 ST. Sumber : BPS Kabupaten Grobogan (2007) (diolah).
Tabel 9. Jumlah Ternak Sapi yang Keluar dari Kabupaten Grobogan Tahun 2003-2006 (ekor) Tahun 2003 2004 2005 2006
Jumlah Sapi Keluar 7.781 7.959 4.334 4.936
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan (2007)
Tabel 10. Perkembangan Populasi Sapi Potong di Kabupaten Grobogan (dalam ST) Tahun
Anak Jantan
Muda Betina
Dewasa
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Total
2003
2.773
2.927,25 6.886,50
8.814
11.875 52.553
85.829
2004
2.456,50
2.593 6.100,50
7.808
10.520 46.554
76.032
2005
2.481,25
2006
2.477
2.619,25 6.162,50 7.887,50 2.615
6.152
7.874
10.626 47.027 76.803,50 10.608 46.946
76.672
Keterangan : 1 ekor ternak dewasa = 1 ST, 1 ekor ternak muda = ½ ST dan 1 ekor ternak anak = 1/4 ST. Sumber : BPS Kabupaten Grobogan (2007) (diolah)
Jumlah ternak sapi potong di Kabupaten Grobogan relatif stabil, hal tersebut mengindikasikan bahwa peternakan sapi potong di Kabupaten Grobogan cukup berkembang. Kendala pada ternak sapi yang dipelihara adalah penjualan ternak dengan performa bagus kepada pedagang dari luar daerah. Hal ini dapat mengakibatkan adanya seleksi negatif, yaitu ternak yang memiliki performa bagus keluar dari wilayah Kabupaten Grobogan, sehingga ternak yang mungkin tersisa di Kabupaten Grobogan adalah ternak yang memiliki performa rendah. Selain terjadi penjualan ternak berkualitas bagus, baik ternak muda maupun dewasa, juga terjadi pemotongan ternak sapi betina yang masih produktif. Hal ini akan mengancam populasi sapi potong di Kabupaten Grobogan. Untuk jumlah ternak yang terjual ke luar wilayah Kabupaten Grobogan juga masih kurang stabil, hal ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Grobogan belum menjadi sentra produksi untuk ternak sapi potong.
Pemasaran Daerah pemasaran ternak sapi dari Kabupaten Grobogan mencakup Kabupaten Grobogan, Sragen, Boyolali, Klaten, Pekalongan, Pati, Wonogiri, Kendal, Banjarnegara, Pemalang, Yogyakarta, Majalengka, Bandung, Jakarta dan Bogor. Untuk memasarkan ternak sapi, peternak masih tergantung pada pedagang ataupun belantik yang datang ke rumah-rumah peternak. Penjualan sapi yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Grobogan tidak bersifat teratur dalam jangka waktu tertentu, tetapi lebih bersifat sewaktu-waktu. Ternak yang dijual pun tidak selalu berupa pedet, tetapi tergantung pada kebutuhan peternak, misalnya seperti saat tahun ajaran baru atau pada saat perkawinan salah satu anggota keluarga, jika membutuhkan biaya yang cukup besar, maka peternak akan menjual seluruh ternak yang dimilikinya atau menjual ternak yang terbagus miliknya. Selain itu adanya produk yang berupa sapi hidup dari daerah lain seperti dari Blora, turut menjadi kendala bagi pemasaran ternak sapi potong di Kabupaten Grobogan. Fasilitas Penunjang Kabupaten Grobogan memiliki fasilitas berupa pasar hewan dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Pasar hewan yang dimiliki oleh Kabupaten Grobogan berjumlah 16 unit yang tersebar di 13 kecamatan (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan, 2006). RPH yang dimiliki Kabupaten Grobogan yang berada di Getasrejo, Kecamatan Grobogan memiliki fasilitas antara lain kantor, kandang pengistirahatan, tempat pemotongan, kamar mandi, gudang alat dan tempat pengistirahatan daging. Pada dasarnya RPH di Kabupaten Grobogan, hanya menyediakan jasa sebagai tempat pemotongan hewan, dengan retribusi sebesar Rp. 25.000,00. Selain memiliki pasar hewan dan RPH, Kabupaten Grobogan juga memiliki fasilitas lain yang berupa Pos Inseminasi Buatan (Pos IB) yang berlokasi di rumah setiap mantri hewan atau di rumah setiap inseminator. Kabupaten Grobogan tidak memiliki fasilitas karantina untuk ternak sapi potong yang masuk ke Kabupaten Grobogan. Hal ini dapat memperbesar kemungkinan terjadinya penularan penyakit oleh ternak dari luar Kabupaten Grobogan. Kabupaten Grobogan memiliki fasilitas RPH, tetapi tidak semua sarana yang ada di RPH berfungsi dengan optimal, misalnya seperti kamar mandi, kandang
pengistirahatan dan tempat pengistirahatan daging. Pada dasrnya RPH di Kabupaten Grobogan hanya berfungsi sebagai penyedia jasa tempat pemotongan hewan. Selain itu akses jalan menuju ke daerah-daerah peternakan sapi potong di pinggir hutan cukup sulit dan terjal. Hal tersebut dapat menjadi sebuah hambatan dalam pengembangan peternakan di daerah tersebut. Sumberdaya Manusia Kabupaten Grobogan memiliki dokter hewan sebanyak delapan orang, 14 orang petugas dinas peternakan, 17 petugas penyuluh lapangan, sembilan sarjana peternakan dan 30 inseminator yang terbagi pada delapan Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB). Kendala yang ada pada sumberdaya manusia adalah sebagian besar peternak di Kabupaten Grobogan memiliki motivasi beternak sebagai usaha sambilan, dan hal itu berlangsung secara turun- temurun. Motivasi beternak yang hanya sebagai usaha sambilan inilah yang mungkin menyebabkan peternak jarang membuat perencanaan produksi untuk peternakan sapi potong mereka, sehingga usaha ternak mereka kurang berkembang. Motivasi beternak sebagai usaha sambilan juga memicu adanya budaya konsumtif di kalangan peternak. Sering dijumpai peternak yang memelihara ternaknya sampai siap dijual, untuk kemudian hasil penjualannya dibelikan barangbarang seperti motor, sehingga skala usaha mereka tetap kecil. Di beberapa wilayah seperti kecamatan Karangrayung, jumlah ternak sapi potongnya belum optimal, padahal wilayah tersebut masih memiliki kapasitas untuk ditingkatkan populasi sapi potongnya. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya minat masyarakat setempat untuk beternak sapi potong. Kelembagaan Para peternak, pada umumnya tergabung dalam kelompok tani ternak. Adanya kelompok tani ternak tersebut lebih memudahkan bagi peternak untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah dan memudahkan dalam melakukan pembinaan. Jumlah kelompok tani ternak sapi potong yang ada di Kabupaten Grobogan adalah 142 kelompok. Sebagian besar kelompok tersebut masih berada pada tingkat pemula. Ternak yang dipelihara tidak semuanya milik peternak sendiri. Di Kabupaten Grobogan, peternak mengenal adanya sistem gaduhan. Sistem gaduhan yang
dilakukan adalah ternak tidak dipelihara oleh pemiliknya, tetapi dipelihara oleh orang lain. Pembagian hasilnya adalah pemilik : peternak = 50 : 50, atau jika ternak yang dipelihara telah menghasilkan pedet, maka pedet tersebut menjadi milik si pemelihara (peternak). Peternak tidak hanya memiliki modal sendiri, tetapi juga bisa mendapatkan modal dari pemerintah. Bantuan modal yang diberikan
kepada
peternak berasal dari APBD, Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT), PPWT, Bantuan Presiden (BANPRES) dan Proyek Ternak Impor Terpadu dan Khusus (PTIDK), Peningkatan Ekonomi Rakyat (PER). Pada umumnya bantuan tersebut diberikan dalam bentuk ternak sapi kepada para anggota kelompok tani ternak. Pembagian hasil antara pemerintah dengan peternak adalah pemerintah : peternak = 30 : 70. Kelompok tani ternak yang ada di Kabupaten Grobogan cukup banyak, namun ada pula kelompok tani ternak yang hanya dapat aktif sebentar, setelah itu tidak ada lagi aktivitas di kelompok tani ternak tersebut. Adanya sistem gaduhan antara peternak dengan pemilik ternak atau peternak dengan pihak pemeintah daerah sebenarnya cukup membantu, tetapi masalah permodalan adalah masalah yang cukup sering dihadapi oleh peternak. Pada umumnya peternak hanya memiliki modal kecil, hal ini terjadi pada peternak yang memiliki profesi utama sebagai petani. Sedangkan peternak yang memiliki profesi utama yang lain, misalnya sebagai pegawai negeri sipil, mereka pada umumnya memiliki modal yang lebih besar. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Grobogan ada dua macam, yaitu semiintensif dan intensif. Sistem pemeliharaan semiintensif pada umumnya dilakukan oleh peternak yang berlokasi di pinggir hutan. Peternak di pinggir hutan mengeluarkan ternaknya ke hutan pada pagi hari sampai hari menjelang siang, kemudian dimasukkan kembali ke kandang dan dikeluarkan lagi ke hutan pada sore hari sampai menjelang petang. Kepemilikan ternak di kelompok ini bervariasi antara 1 sampai 15 ekor untuk setiap peternak. Sistem pemeliharaan intensif umum dilakukan oleh peternak di Kabupaten Grobogan. Sistem pemeliharaan yang dilakukan pada umumnya bersifat tradisional. Pada sistem pemeliharaan ini peternak umumnya mengeluarkan ternaknya ke halaman rumah pada pagi hingga sore hari, tetapi ternak tetap diberi
pakan oleh peternak, sehingga dapat dikatakan ternak tidak berada di dalam kandang sepanjang hari seperti pada pemeliharaan secara intensif pada umumnya. Masyarakat yang menjadi peternak biasanya telah memelihara ternak sejak mereka berusia muda, dilakukan secara turun-temurun.
Gambar 2. Penggembalaan ternak sapi di pinggir hutan
Jenis usaha yang berkembang di Kabupaten Grobogan adalah pembibitan. Peternak memelihara indukan sampai indukan tersebut menghasilkan anak. Metode pengawinan yang digunakan adalah Inseminasi Buatan (IB). Semen yang banyak dipilih oleh peternak adalah semen yang berasal dari bangsa sapi Simmental. Pemerintah daerah cukup tertarik pada jenis usaha
penggemukan, hal tersebut
ditandakan dengan adanya usaha penggemukan sapi potong yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam bentuk perusahaan daerah. Salah satu kelemahan yang dijumpai pada sistem pemeliharaan ternak sapi potong di Kabupaten Grobogan, baik yang intensif maupun semiintensif adalah penggunaan sapi potong sebagai tenaga kerja untuk membajak sawah. Hal ini akan mempengaruhi kualitas daging yang dihasilkan, tetapi hal ini kurang diperhatikan oleh peternak. Ketidakperhatian peternak ini disebabkan peternak hanya beternak dengan tujuan sebagai usaha sambilan dan kurang tertarik dengan jenis usaha ternak sapi potong yang lain, misalnya seperti usaha penggemukan, yang tentunya sangat memperhatikan kualitas daging yang dihasilkan.
Penyakit ternak yang pada umumnya menjangkit di daerah Kabupaten Grobogan adalah penyakit infeksius, penyakit noninfeksius, dan penyakit parasiter. Penyakit infeksius yang sering menyerang adalah penyakit saluran pernapasan dan diare. Penyakit-penyakit noninfeksius yang sering terjadi adalah penyakit-penyakit saluran pencernaan, terutama saat terjadi pergantian musim dari kemarau ke penghujan. Penyakit parasiter yang menyerang antara lain adalah cacingan dan penyakit kulit. Penyakit-penyakit tersebut menjangkit, baik pada peternakan sapi potong dengan sistem pemeliharaan intensif maupun semiintensif (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan, 2006). Nilai Location Quotiens (LQ) dan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Nilai Location Quotiens (LQ) Nilai LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki delapan kecamatan yang dapat dikatakan sebagai wilayah sentra peternakan sapi potong. Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain adalah Toroh, Geyer, Pulokulon, Kradenan, Gabus, Wirosari, Ngaringan dan Tawangharjo. Kedelapan kecamatan tersebut memiliki nilai LQ > 1. Hal ini menandakan bahwa di kecamatan-kecamatan tersebut populasinya relatif lebih banyak daripada di kecamatan yang lain. Nilai LQ>1 menggambarkan bahwa tingkat kepemilikan sapi potong di kecamatan tersebut relatif lebih baik daripada tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki delapan wilayah yang berpotensi untuk dapat dikembangkan sebagai sentra produksi ternak sapi potong, apabila ditinjau dari segi jumlah populasi sapi potong. Empat dari delapan wilayah yang memiliki nilai LQ > 1 memang dijadikan sebagai wilayah pengembangan peternakan oleh pemerintah daerah setempat. Keempat daerah tersebut antara lain adalah Toroh, Geyer, Wirosari dan Gabus. Jumlah penduduk di delapan kecamatan tersebut cukup banyak dan mayoritas berprofesi sebagai petani. Disamping berprofesi sebagai petani mereka juga memiliki ternak sapi potong sebagai usaha sampingan (sebagai tabungan). Nilai LQ untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai LQ untuk Setiap Kecamatan di Kabupaten Grobogan. Kecamatan
Nilai LQ
Wirosari
2.47
Gabus
2.44
Ngaringan
2.28
Kradenan
1.99
Geyer
1.61
Pulokulon
1.32
Tawangharjo
1.10
Toroh
1.03
Grobogan
0.94
Purwodadi
0.75
Klambu
0.42
Brati
0.39
Kedungjati
0.24
Penawangan
0.21
Karangrayung
0.20
Tanggungharjo
0.11
Godong
0.05
Tegowanu
0.03
Gubug
0.02
Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Nilai total KPPTR efektif ( KPPTR (E) ) Kabupaten Grobogan adalah -20.164,1 ST. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Kabupaten Grobogan memiliki populasi sapi potong yang terlalu banyak atau terjadi overload. Nilai total KPPTR yang negatif tidak berarti bahwa Kabupaten Grobogan tidak dapat dikembangkan sebagai sentra produksi sapi potong. Meskipun nilai total KPPTR menunjukkan nilai negatif, tetapi tidak semua wilayah di Kabupaten Grobogan memiliki nilai KPPTR negatif. Analisis KPPTR menunjukkan bahwa Kabupaten Grobogan memiliki sepuluh kecamatan yang memiliki nilai positif. Kesepuluh kecamatan ini masih memiliki potensi untuk dapat ditingkatkan populasi sapi potongnya sebesar nilai
tersebut dan dapat dijadikan sebagai sentra produksi bibit ternak sapi maupun sapi siap potong. Untuk daerah yang bernilai KPPTR negatif, meskipun tidak dapat ditingkatkan lagi populasi sapi potongnya karena terdapat kelebihan populasi sebesar nilai tersebut, tetapi dapat dikembangkan jenis usaha ternak sapi potong yang baru seperti penggemukan, sehingga wilayah tersebut dapat dijadikan sentra produksi untuk sapi siap potong. Nilai KPPTR efektif dipengaruhi oleh luas lahan penghasil rumput, luas panen dan populasi riil ternak ruminansia. Nilai KPPTR Kabupaten Grobogan adalah nilai KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan dan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai KPPTR Untuk Setiap Kecamatan di Kabupaten Grobogan Kecamatan
Nilai KPPTR (E)
Karangrayung
3732,383
Tanggungharjo
1948,217
Godong
1864,197
Geyer
1569,948
Kedungjati
1529,017
Tegowanu
1372,630
Brati
1308,557
Gubug
1271,120
Penawangan
1020,978
Klambu
413,687
Grobogan
-1073,490
Tawangharjo
-1518,860
Toroh Pulokulon
-2658,760 -3039,240
Purwodadi
-3368,910
Gabus
-5546,760
Kradenan
-5894,130
Ngaringan
-6320,320
Wirosari
-6774,340
TOTAL
-20.164,100
Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Nilai LQ dan KPPTR setiap kecamatan menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Grobogan masih memiliki potensi untuk dapat dikembangkan sebagai suatu sentra produksi sapi potong. Kabupaten Grobogan yang terdiri atas 19 kecamatan, dapat dibagi menjadi empat kelompok besar berdasarkan nilai LQ dan KPPTR yang dimiliki oleh setiap kecamatan. Pembagian wilayah ini dapat memudahkan dalam pembuatan strategi pengembangan yang akan digunakan. Kelompok wilayah pengembangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong. Kelompok I II
Kriteria KPPTR (E) positif,
Kecamatan Geyer
LQ > 1 KPPTR (E) positif,
Karangrayung
LQ < 1
Tanggungharjo Godong Kedungjati Tegowanu Brati Gubug Penawangan Klambu
III
KPPTR (E) negatif,
Tawangharjo
LQ > 1
Pulokulon Gabus Kradenan Ngaringan Wirosari Toroh
IV
KPPTR (E) negatif,
Grobogan
LQ < 1
Purwodadi
Kelompok I adalah kelompok wilayah dengan nilai KPPTR (E) positif, LQ > 1. Hal ini berarti bahwa kecamatan di kelompok wilayah ini memiliki cukup ketersediaan hijauan untuk mengimbangi peningkatan populasi ternak sebesar nilai KPPTR (E) tersebut. Selain itu tingkat kepemilikan sapi potong di kecamatan tersebut relatif lebih baik daripada tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Kelompok wilayah ini cocok untuk dikembangkan sebagai wilayah produsen bibit ternak sapi potong. Kelompok II adalah kelompok wilayah dengan nilai KPPTR (E) positif, LQ<1. Hal ini berarti bahwa kecamatan-kecamatan di kelompok wilayah ini memiliki cukup ketersediaan hijauan untuk mengimbangi peningkatan populasi ternak sebesar nilai KPPTR (E) tersebut. Tetapi tingkat kepemilikan sapi potong di kecamatan-kecamatan tersebut, tidak sebaik tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Hal ini bukan berarti kecamatan-kecamatan ini tidak dapat dikembangkan sebagai sentra produksi sapi potong di Kabupaten Grobogan. Kelompok wilayah III adalah kelompok wilayah yang memiliki nilai KPPTR (E) negatif, LQ >1. Hal tersebut berarti bahwa ketersediaan hijauan di kecamatankecamatan pada kelompok wilayah ini telah termanfaatkan secara optimal, bahkan terjadi kelebihan populasi sapi potong sebesar nilai KPPTR (E) tersebut. Meskipun ketersediaan hijauan di kelompok wilayah ini kurang dan tidak memungkinkan lagi untuk ditingkatkan populasi sapi potongnya, tetapi kelompok wilayah ini memiliki tingkat kepemilikan sapi potong di kecamatan-kecamatan tersebut relatif lebih baik daripada tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Kelompok wilayah ini cocok untuk dijadikan wilayah produksi sapi siap potong. Kelompok wilayah IV adalah kelompok wilayah yang memiliki nilai KPPTR (E) negatif, LQ<1. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kelompok wilayah ini ketersediaan hijauannya telah termanfaatkan secara optimal, bahkan terjadi kelebihan populasi sapi potong sebesar nilai KPPTR (E) tersebut, tetapi tingkat kepemilikan sapi potong di kecamatan-kecamatan pada kelompok wilayah ini, tidak sebaik tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Pada dasarnya kecamatan-kecamatan di kelompok wilayah ini merupakan pusat pemukiman dan
pusat kegiatan administrasi dan perekonomian, sehingga akan lebih cocok jika dijadikan wilayah industri pengolahan hasil ternak. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Kelompok I Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa kelompok wilayah I yang terdiri atas Kecamatan Geyer, memiliki nilai lebih dari satu, sedangkan hasil analisis KPPTR menunjukkan bahwa kelompok ini masih memiliki kapasitas untuk meningkatkan populasi ternak ruminansianya sebesar 1569,948 ST. Kelompok wilayah ini memiliki berbagai potensi dan kendala dalam pengembangan wilayahnya sebagai sentra produksi sapi potong. Beberapa alternatif strategi berdasarkan matrik SWOT pada Gambar 3 antara lain adalah : Strategi S-O 1). Menjadikan wilayah produksi bibit dan bakalan. Wilayah ini memiliki ketersediaan HMT yang tinggi, hal ini berarti bahwa dalam penyediaan pakan untuk ternak, daerah ini tidak mengalami kekurangan, sehingga dapat ditingkatkan populasi ternak sapi potongnya. Selain itu bangsa yang dipelihara termasuk bangsa yang unggul, sehingga dapat dijadikan penghasil bibit ataupun penghasil bakalan. Jumlah keluarga petani yang tinggi, mempermudah untuk mendapatkan tenaga kerja yang dapat memelihara ternak sapi potongnya, sehingga akan memungkinkan pemerintah memberikan perhatian yang lebih, untuk pengembangannya sebagai wilayah produksi bibit dan bakalan. Strategi W-O 1). Pemberian pinjaman modal dari pemerintah daerah atau bank. Modal usaha yang terbatas, skala usaha yang relatif kecil, dan pemanfaatan limbah pertanian yang masih kurang merupakan salah satu kendala dalam pengembangan usaha ternak sapi potong. Kendala-kendala tersebut harus diminimalisir agar dapat memanfaatkan dengan baik peluang yang ada seperti harga jual ternak yang cukup tinggi maupun daerah pemasaran yang luas. Perhatian dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Pemberian pinjaman modal dari pemerintah daerah dapat berupa program Peningkatan Ekonomi Rakyat (PER), yang
berupa pemberian sapi indukan. Pinjaman modal dari bank dapat diperoleh, tetapi membutuhkan barang jaminan dari peternak. Strategi S-T 1). Pembuatan kriteria untuk ternak yang dijual atau dipotong. Adanya penjualan ternak betina produktif dan ternak muda, dapat mengancam perkembangan peternakan sapi potong di wilayah ini. Jumlah populasi yang tinggi harus tetap disertai dengan pemilihan yang baik untuk ternak yang akan dijual maupun dipotong, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya seleksi negatif. Kriteria yang dapat dipakai untuk ternak yang dijual dapat diperoleh dari hasil penelitian mengenai produktivitas sapi potong di Kabupaten Grobogan. Sedangkan untuk kriteria ternak yang akan dipotong, misalnya seperti ternak yang dipotong adalah ternak jantan atau ternak betina yang tidak produktif yang sudah digemukkan secara optimal atau sudah mencapai bobot potong yang optimal. Strategi W-T 1). Pembuatan hay atau jerami amonia. Hijauan Makanan Ternak (HMT) cukup tersedia, tetapi penggunaannya masih belum optimal, termasuk penggunaan limbah pertanian untuk makanan ternak. Untuk persediaan pakan ternak agar tidak mengalami kekurangan, terutama pada musim kemarau dapat dibuat hay atau jerami amonia. Pembuatan hay atau jerami amonia, sekaligus dapat meningkatkan pengetahuan peternak mengenai pengawetan pakan. Dengan adanya persediaan pakan ternak yang mencukupi, maka ternak akan dapat terus dipelihara dan dapat berproduksi secara optimal, sehingga dapat menghadapi persaingan dengan produk dari daerah lain, atau menghindari adanya pemotongan betina produktif.
Faktor Internal Strengths (S)
Weaknesses (W) 1. Motivasi beternak sebagai usaha sambilan 2. Modal usaha peternakan terbatas 3. Skala usaha relatif kecil 4. Sumberdaya peternak masih rendah. 5. Pemanfaatan limbah pertanian masih kurang
Faktor Eksternal
1. Ketersediaan HMT 2. Populasi sapi potong tinggi. 3. Luasnya lahan pertanian 4. Limbah pertanian yang tinggi 5. Jumlah keluarga petani yang tinggi. 6. Bangsa sapi potong yang dipelihara termasuk unggul.
Opportunities (O)
Strategi S-O
Strategi W-O
1. Perhatian dari pemerintah daerah. 2. Adanya teknologi IB 3. Harga jual ternak yang cukup tinggi 4. Murahnya tenaga kerja 5. Daerah pemasaran yang luas
Threats (T) 1. Banyaknya penjualan betina dan ternak muda yang produktif. 2. Penyakit menular. 3. Banyaknya pemotongan betina produktif. 4. Persaingan dengan produk dari daerah lain. 5. Budaya peternak yang konsumtif.
Menjadikan wilayah produksi bibit dan bakalan. (S1,S5,S6, O1,O2)
Strategi S-T Pembuatan kriteria untuk ternak yang dijual maupun dipotong. (S2,S6,T1,T2,T3)
Gambar 3. Matrik SWOT Kelompok Wilayah I Sumber : Hasil Penelitian (2007)
Pemberian pinjaman modal dari pemerintah daerah atau bank. (S2,S3, O3,O5)
Strategi W-T Pembuatan hay atau jerami amonia. (S4,S5, T1, T3, T4)
Kelompok II Hasil analisis LQ pada kelompok II yang terdiri atas Kecamatan Karangrayung, Tanggungharjo, Godong, Kedungjati, Tegowanu, Brati, Gubug, Penawangan dan Klambu, menunjukkan nilai kurang dari satu. Hal ini berarti tingkat kepemilikan ternak sapi potong di wilayah ini masih dibawah tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Meskipun tingkat kepemilikannya masih dibawah, tetapi wilayah ini memiliki potensi dalam penyediaan pakan. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai KPPTR yang positif. Berberapa alternatif strategi yang didapatkan berdasarkan matrik SWOT pada Gambar 4, antara lain adalah sebagai berikut : Strategi S-O 1). Membentuk kelompok peternak sapi potong percontohan. HMT yang tersedia masih cukup memenuhi, apabila ditingkatkan populasinya, selain itu bangsa yang dipelihara juga cukup unggul, sehingga dapt digunakan untuk menarik minat masyarakat untuk memelihara sapi potong. Agar dapat menarik minat masyarakat maka dapat dibuat kelompok ternak percontohan dibawah pengawasan Dinas Peternakan. Di kelompok peternak ini akan diajarka beternak sapi potong secara komersil, termasuk dalam membuat perencanaan produksi, sehingga membutuhkan perhatian dari pemerintah daerah. Strategi W-O 1). Pemberian pinjaman modal dari pemerintah atau bank. Jumlah sapi potong yang belum optimal dan modal usaha yang terbatas akan menghambat dalam pengembangan ternak sapi potong di wilayah ini. Agar peluang yang ada seperti daerah pemasaran yang cukup luas, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
peternak,
maka
peternak
membutuhkan
modal
yang
cukup
untuk
mengembangkan jumlah ternak sapi potongnya. Modal dari pemerintah dapat disalurkan melalui program PER, sedangkan modal dari bank, dapat diajukan secara persona oleh peternak untuk mengambangkan usaha. Tetapi peminjaman modal dari bank membutuhkan barang jaminan dari peternak.
Strategi S-T 1). Penentuan kriteria untuk ternak yang akan dijual atau dipotong. Banyaknya ternak produktif yang dijual maupuan dipotong
dapat
menurunkan jumlah populasi sapi potong yang ada di wilayah ini. selain itu budaya peternak yang konsumtif, sering memicu peternak untuk menjual ternak sapi potongnya yang berkualitas baik. Hal ini dapat menyebabkan adanya seleksi negatif yang dapat merugikan peternakan sapi potong di Kabupaten Grobogan, karena ternak-ternak yang berkualitas bagus keluar dari wilayah ini. Strategi W-T 1). Penentuan jumlah ternak untuk replacement stock. Jumlah populasi ternak yang kurang optimal dan adanya ancaman berupa penjualan maupun pemotongan ternak produktif, dapat menurunkan populasi sapi potong di wilayah ini. Replacement stock dibutuhkan untuk menjaga agar populasi sapi potong di wilayah ini tetap stabil dan memperkecil kemungkinan terjadinya seleksi negatif. Penentuan jumlah ternak untuk replacement stock ini akan mengajari peternak agar lebih termotivasi untuk mengembangkan ternaknya, sehingga secara tidak langsung peternak akan dapat lebih mengetahui mengenai perencanaan produksi ternak miliknya.
Faktor Internal
Strengths (S)
Weaknesses (W)
1. Ketersediaan HMT 2. Luasnya lahan pertanian 3. Limbah pertanian yang cukup tinggi. 4. Ternak jarang terkena penyakit berbahaya 5. Bangsa sapi potong yang dipelihara termasuk unggul.
1. Jumlah sapi potong belum optimal. 2. Motivasi beternak sebagai usaha sambilan 3. Modal usaha peternakan terbatas 4. Sumberdaya peternak masih rendah 5. Skala usaha yang relatif kecil
Strategi S-O
Strategi W-O
Membentuk kelompok ternak sapi potong percontohan. (S1,S5,O1,O4)
Pemberian pinjaman modal dari pemerintah atau bank. (W1,W3,W5,O2,O3,O5)
Strategi S-T
Strategi W-T
Faktor Eksternal
Opportunities (O) 1. Kebijakan pemerintah daerah. 2. Banyaknya pedagang 3. Daerah pemasaran yang luas. 4. Murahnya tenaga kerja 5. Harga jual ternak yang cukup tinggi.
Threats (T) 1. Daya tarik sektor lain 2. Penyakit menular 3. Banyaknya penjualan betina produktif dan ternak muda 4. Banyaknya pemotongan betina produktif 5. Budaya peternak yang semakin konsumtif.
Penentuan kriteria untuk ternak yang dijual atau dipotong. (S4,S5,T2,T3,T4)
Gambar 4. Matrik SWOT Kelompok Wilayah II Sumber : Hasil Penelitian (2007)
Penentuan jumlah ternak untuk replacement stock. (W2,W4,T3,T4)
Kelompok III Hasil analisis LQ menunjukkan kelompok wilayah ini, yang terdiri atas Kecamatan Tawangharjo, Pulokulon, Gabus, Kradenan, Ngaringan, Wirosari dan Toroh, memiliki tingkat kepemilikan ternak sapi potong yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat kapemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk pengembangan ternak sapi potong, meskipun nilai KPPTR menunjukkan hasil yang negatif. Beberapa alternatif strategi yang didapatkan berdasarkan matrik SWOT pada Gambar 5, antara lain adalah : Strategi S-O 1). Optimalisasi penggunaan ranch. Jumlah sapi potong yang banyak dan bangsa sapi potong yang unggul kurang diimbangi dengan pemeliharaan yang baik oleh peternak, dan ranch dapat menyediakan sistem pemeliharaan yang lebih baik. Selain itu di ranc juga dilakukan program penggemukan sapi potong dan dapat memperoleh bakalan yang dibutuhkan dari peternak. Program penggemukan tersebut akan membutuhkan konsentrat sebagai pakan utamanya. 2). Penentuan program crossbreeding dan grading up. Adanya pusat perbibitan merupakan salah satu potensi untuk meningkatkan mutu genetik ternak di wilayah ini. Adanya jumlah sapi potong yang tinggi, bangsa sapi yang unggul dan nilai S/C yang rendah, akan mempermudah dalam pencarian calon indukan yang akan digunakan pada program di pusat perbibitan. Strategi W-O 1). Program penanaman rumput unggul. Kurangnya ketersediaan HMT ditunjukkan dengan negatifnya nilai KPPTR (E) wilayah ini. Adanya keinginan peternak untuk menanam ruput unggul, akan sangat membantu dalam penyediaan HMT di wilayah ini, baik secara kualitas maupun kuantitas, karena pada umumnya HMT yang dignakan oleh peternak adalah rumput lapang dan limbah pertanian. Penanaman rumput unggul dapat dilakukan secara bergilir pada lahan yang dipunyai oleh peternak. Adanya pabrik konsentrat juga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan pakan di wilayah ini.
2). Menjadi wilayah produksi sapi siap potong. Jumlah sapi potong yang tinggi tidak diimbangi dengan ketersediaan hijauan yang cukup dan masih adanya pemakaian ternak sebagai tenaga kerja. Peternak di wilayah ini dapt mengalihkan usaha ternaknya menjadi usaha penggemukan sapi potong, sehingga dapat menyediakan sapi yang siap potong. Usaha ini dapat mengurangi jumlah sapi potong sampai ke batas optimal penyediaan hijauan di wilayah ini. Tetapi usaha penggemukan ini harus juga disertai dengan perencanaan produksi dan studi kelayakan usaha, agar produksinya tetap stabil untuk mancapai daerah pemasaran yang luas.adanya pabrik konsentrat akan sangat membantu untuk penyediaan pakan dalam usaha penggemukan. Strategi S-T 1). Penentuan kriteria untuk ternak yang dijual maupun dipotong. Pasar hewan merupakan tempat yang memiliki kemungkinan paling besar terjadinya penjualan ternak betina produktif maupun ternak muda. perlu dilakukan suatu pengawasan terhadap komoditas peternakan yang dijual di pasar hewan, memperkecil terjadinya seleksi negatif. Bibit-bibit ternak yang berkualitas baik dapat dilindungi agar tetap berada di wilayah Kabupaten Grobogan, dengan melakukan penentuan kriteria untuk ternak jual maupun ternak potong pada jumlah sapi yang tinggi dan bangsa sapi yang unggul yang telah dimiliki oleh wilayah ini. 2). Penentuan dan pengenalan replacement stock . Jumlah sapi yang tinggi dan bangsa sapi potong yang unggul, memungkinkan wilayah ini memiliki replacement stock sendiri. Penentuan replacement stock dapat memperkecil terjadinya seleksi negatif yang dapat disebabkan karena adanya penjualan ternak muda. Strategi W-T 1). Pemberian bantuan pinjaman modal dari pemerintah atau bank. Modal usaha yang terbatas dan skala usaha yang relatif kecil merupakan masalah yang sering dihadapi oleh peternak. Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan pinjaman modal melalui program PER dan bank dapat memberikan pinjaman modal dengan menggunakan jaminan dari peternak. Hal ini akan memacu peternak untuk lebih mengembangkan usaha ternak sapi potongnya.
Faktor Internal
Strengths (S)
Weaknesses (W)
1. Populasi sapi potong yang tinggi 2. Jumlah keluarga petani yang tinggi 3. Tersedianya pasar hewan yang cukup besar 4. Bangsa sapi potong yang dipelihara termasuk unggul 5. S/C yang cukup rendah
1. Kurangnya ketersediaan HMT 2. Kurangnya air, terutama pada musim kemarau 3. Penggunaan ternak sapi sebagai tenaga kerja 4. Skala usaha relatif kecil 5. Modal usaha peternakan terbatas
Strategi S-O
Strategi W-O
Faktor Eksternal
Opportunities (O) 1. Adanya ranch 2. Adanya pabrik konsentrat 3. Dibangunnya pusat perbibitan 4. Daerah pemasaran yang luas 5. Keinginan peternak untuk menanam rumput unggul Threats (T) 1. Banyaknya penjualan betina produktif dan ternak muda 2. Banyaknya pemotongan betina produktif 3. Persaingan dengan produk dari daerah lain 4. Penyakit menular 5. Budaya peternak yang semakin konsumtif
1. Optimalisasi penggunaan ranch. (S1,S4,O1,O2)
1. Program penanaman rumput unggul. (W1,O2,O5)
2. Pembuatan program crossbreeding dan grading up. (S4,S5,O3)
2. Menjadi wilayah produksi sapi siap potong. (W1,W3,O2,O4)
Strategi S-T 1. Penentuan kriteria untuk ternak yang dijual maupun dipotong. (S1,S3,S4,T1,T2,T3,T4) 2. Penentuan jumlah ternak untuk replacement stock . (S1,S4,S5,T1,T2,T3,T5)
Gambar 5. Matrik SWOT Kelompok Wilayah III Sumber : Hasil Penelitian (2007)
Strategi W-T Pemberian bantuan pinjaman modal dari pemerintah atau bank. (W2,W4,W5, T5)
Kelompok IV Hasil analisis menunjukkan bahwak kelompok wilayah ini, yang terdiri atas Kecamatan Purwodadi dan Grobogan memiliki nilai KPPTR (E) negatif, yang berarti di kelompok wilayah ini sudah tidak dapat lagi ditingkatkan populasi ternak ruminansianya karena ketersediaan hijauan tidak mencukupi, bahkan terjadi kelebihan jumlah ternak sebesar nilai KPPTR (E) tersebut. Selain memiliki nilai KPPTR (E) negatif, kelompok wilayah ini memiliki nilai LQ kurang dari satu. Hal tersebut menandakan bahwa tingkat kepemilikan sapi potong di wilayah ini lebih rendah daripada tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan di Kabupaten Grobogan. Daerah-daerah pada kelompok wilayah ini merupakan daerah yang padat penduduknya dan merupakan pusat administrasi di Kabupaten Grobogan. Beberapa alternatif strategi yang diperoleh berdasarkan matrik SWOT pada gambar 6, antara lain adalah sebagai berikut : Strategi S-O 1). Pembuatan industri pengolahan produk hasil ternak Tersedianya pasar hewan akan memudahkan pencarian bahan baku untuk industri pengolahan hasil ternak. Pengolahan produk hasil ternak akan menambah nilai dari produk hasil ternak. Selain itu kelompok wilayah ini merupakan pusat kegiatan Kabupaten Grobogan, sehingga akan lebih mudah dalam pemasaran produk tersebut dan lebih mudah mendapatkan tenaga kerja karena memiliki jumlah keluarga petani yang tinggi. Strategi W-O 1). Pembuatan hay atau jerami amonia Kurangnya ketersediaan HMT, terutama pada musim kemarau dapat diatasi dengan pembuatan hay atau jerami amonia. Selain itu, adanya keinginan peternak untuk mulai menanam rumput unggul akan sangat membantu dalam penyediaan hijauan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hijauan tersebut dapat dibuat hay maupun jerami amonia. Pada akhirnya usaha tersebut akan dapat meningkatkan produktivitas sapi potong di wilayah ini, sehingga peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan optimal.
Strategi S-T 1). Penentuan ternak untuk replacement stock. Penentuan ternak untuk replacement stock akan sangat membantu untuk menghindari terjadinya penjualan ternak muda yang berkualitas unggul, sehingga akan memperkecil terjadinya seleksi negatif dan akan membantu peternak untuk menghindari budaya yang konsumtif, karena peternak dituntut untuk lebih memikirkan mengenai pengembangan usaha ternak sapi potongnya. Strategi W-T 1). Pemberian bantuan pinjaman modal dari pemerintah atau bank. Masalah permodalan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh peternak. pemerintah daerah dapat menyalurka bantuannya melalui program PER, sedangkan bank dapat menyalurkan pinjaman modal, tetapi dengan menggunakan barang jaminan dari peternak. hal ini akan memacu peternak menjadi lebih berusaha untuk mengembangkan usaha ternak sapi potongnya karena dituntut untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Selain itu dapat juga membuat peternak lebih tertarik pada sektor peternakan daripada sektor lain, karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang lebih dan dapat mengurangi budaya peternak yang konsumtif. 2). Program penanaman rumput unggul. Penanaman rumput unggul di wilayah ini dapat dilakukan secara bergilir di lahan yang dimiliki oleh peternak. Program ini akan sangat membantu terutama dalam penyediaan hijauan makanan ternak selain itu program ini juga dapat mencegah adanya penggunaan lahan pertanian yang dijadikan bangunan yang dapat mengurangi sumber ketersediaan HMT di wilayah ini.
Faktor Internal
Strengths (S) 1. Jumlah keluarga petani yang tinggi 2. Bangsa sapi potong yang dipelihara termasuk unggul 3. S/C yang cukup rendah 4. Jarang terkena penyakit yang berbahaya 5. Tersedianya pasar hewan
Faktor Eksternal
Opportunities (O) 1. Adanya teknologi IB 2. Murahnya tenaga kerja 3. Adanya keinginan peternak untuk menanam rumput unggul 4. Harga jual ternak yang cukup tinggi 5. Jarak ke daerah pemasaran pangan hasil ternak Threats (T) 1. Daya tarik sektor lain 2. Adanya penggunaan lahan pertanian menjadi bangunan 3. Banyaknya pemotongan betina produktif 4. Budaya peternak yang semakin konsumtif 5. Banyaknya penjualan tenak muda
Strategi S-O Pembuatan industri pengolahan produk hasil ternak. (S1,S5,O2,O5)
Strategi S-T Penentuan ternak untuk replacement stock (S2,S3,S4,T3,T4,T5)
Gambar 6. Matrik SWOT Kelompok Wilayah IV
Weaknesses (W) 1. Kurang tersedianya HMT 2. Kurangnya air, terutama pada musim kemarau 3. Motivasi beternak sebagai usaha sambilan 4. Skala usaha yang relatif kecil 5. Modal usaha peternakan yang terbatas Strategi W-O Pembuatan hay atau jerami amonia. (W1,O3, O4)
Strategi W-T 1. Pemberian bantuan pinjaman modal dari pemerintah atau bank. (W3,W4,W5, T1, T4). 2. Program penanaman rumput unggul. (W1, T2)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kabupaten
Grobogan
memiliki
potensi
yang
cukup
untuk
dapat
dikembangkan menjadi sebuah sentra produksi ternak. Sumberdaya yang dapat menjadi potensi untuk kabupaten Grobogan adalah : 1). Sumberdaya alam, terutama pada jumlah populasi dan bangsa sapi potongnya, 2). Daerah pemasaran yang luas, dan 3). Sumberdaya manusianya. Sedangkan ketersediaan sumberdaya yang dapat menjadi kendala antara lain adalah : 1). Sumberdaya pakan, terutama untuk penyediaan hijauan, 2). Fasilitas , dan 3). Kelembagaan dan modal. 2. Berdasarkan hasil analisis Location Quotiens, Kabupaten Grobogan memiliki delapan kecamatan yang tingkat kepemilikan sapi potongnya lebih tinggi daripada tingkat kepemilikan sapi potong secara keseluruhan. Berdasarkan hasil analisis KPPTR, nilai KPPTR (E) untuk wilayah Kabupaten Grobogan adalah -24.480 ST. Hal tersebut tidak berarti setiap kecamatan di Kabupaten Grobogan memiliki nilai KPPTR (E) yang negatif. 3. Berdasarkan matrik SWOT, diperoleh empat strategi untuk kelompok I, empat strategi untuk kelompok II, tujuh strategi untuk kelompok III dan lima strategi untuk kelompok IV. Strategi tersebut antara lain adalah menjadikan wilayah produksi bibit dan bakalan, pemberian pinjaman modal dari pemerintah daerah atau bank, pembuatan kriteria untuk ternak yang dijual atau dipotong, pembuatan hay atau jerami amonia, membentuk kelompok peternak sapi potong percontohan, penentuan jumlah ternak untuk replacement stock, optimalisasi penggunaan ranch, penentuan program crossbreeding dan grading up, program penanaman rumput unggul, menjadi wilayah produksi sapi siap potong dan pembuatan industri pengolahan produk hasil ternak
Saran Pengenalan terhadap jenis usaha lain, seperti penggemukan sapi potong akan bermanfaat dalam mengatasi kelebihan jumlah populasi sapi potong di wilayah Kabupaten Grobogan dan dapat membantu meningkatkan pendapatan peternak dalam jangka waktu yang lebih cepat dan lebih teratur. Studi kelayakan usaha ternak sapi potong perlu juga dilakukan untuk mengetahui peluang investasi pada usaha ini. Pemerintah perlu meningkatkan peranannya, terutama untuk menjadikan usaha ternak sapi potong bukan hanya sebagai usaha sambilan bagi peternak.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, pertolongan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Sutahar,S.Sos. dan Ibu Sri Utami Puji Hastuti,SE.) yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi, dorongan, doa serta kasih sayang yang tiada hentihentinya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Dwi Joko Setyono, MS dan Dr. Ir. Rudy Priyanto sebagai pembimbing skripsi, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan bantuan dalam penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi ini. Selain itu penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS sebagai pembimbing akademik atas segala bantuan, bimbingan serta arahan yang telah diberikan kepada penulis selama masa studi. Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si dan Ir. Lilis Khotijah, MS. sebagai dosen penguji pada seminar dan sidang penulis atas segala kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini. Yuni Cahya Endrawati, S.Pt sebagai panitia seminar yang telah meluangkan waktunya dalam membantu terlaksananya seminar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pegawai Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan atas kemudahan dan bantuan yang diberikan selama masa penelitian. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua adikku tersayang (Oktaviani Dwi Haristri dan Ramadhani Kurnia Putri Utami) atas seluruh kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan TPT 41, sahabat-sahabatku (Andri Juwita Sitorus, Nurlaela Junitia Fitria Asoen, Elis Nurfitri, Winny Parama Santi, Anny Karyani, Aji Suryana dan Ahmad Saleh Harahap) dan teman-teman Dwi Regina atas dukungan, bantuan dan kebersamaannya selama kuliah, semoga tali silaturahmi ini akan tetap terjalin. Ucapan Terima kasih penulis sampaikan kepada Eryk Andreas dan Riva Tazkia atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Kepada seluruh staf IPTP dan AJMP atas seluruh bantuannya. Hanya Allah SWT yang dapat membalas seluruh kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan tulus ikhlas. Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Masalah Praktis Penggemukan Sapi Potong. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Ambardi, U. M. dan Socia Prihawantoro. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Ayuni, N. 2005. Tatalaksana pemeliharaan dan pengembangan ternak sapi potong berdasarkan sumber daya lahan di Kabupaten agam, Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2007. Rencana : Peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Grobogan tahun 2006. Grobogan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan. 2007. Grobogan dalam Angka 2006. Grobogan. Blakeley, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Budiharsono, S. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan. 2004. Laporan Tahunan 2003. Grobogan. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan. 2005. Laporan Tahunan 2004. Grobogan. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan. 2006. Laporan Tahunan 2005. Grobogan. Gunawan. 2003. Model dan strategi kerjasama penelitian agribisnis sapi potong dalam era globalisasi. Dalam : Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. Harmadji. 1990. Pengembangan dan penyebaran ternak sapi Bali. Dalam : Proceeding Seminar Nasional Sapi Bali. Universitas Udayana, Bali. Jaya, U. 1995. Jenis-jenis sapi potong di Indonesia. TRUBUS 304 (Maret 1995) : 5456. Lasley, J. F. 1981. Beef Cattle Production. Prentice-Hall. Inc., New Jersey. Nachrowi, N. D. dan Suhandojo. 2001. Analisis sumberdaya manusia, otonomi daerah, dan pengembangan wilayah. Dalam : Alkadri, Muchdie dan Suhandojo (Editor). Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi, Jakarta. Nell, A. J. Dan Rollinson. 1974. The Requirement an Avaliability of Livestock Feed in Indonesia. UNDP project INS/72/009.
Pambudy, R dan Sofyan Sudardjat D. 2003. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agroindo Mandiri. Jakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta. Patriani, Resti. 2006. Identifikasi potensi Kecamatan Cisarua sebagai wilayah pengembangan sapi perah menggunakan Metode APWPPP. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pelitawati, S. 2006. Analisis potensi sumberdaya lahan untuk arahan pengembangan sapi potong di Kabupaten Bangka. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Preston, T. R. Dan Willis, M. B. 1974. Intensive Beef Production. Pergamon Press Inc. New York. Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Santi, W. P. 2008. Respon penggemukan sapi PO dan persilangannya sebagai hasil inseminasi buatan terhadap pemberian jerami padi fermentasi dan konsentrat di Kabupaten Blora. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santoso, D. dan E. Tuherkih. 2003. Meningkatkan pengelolaan lahan untuk memacu pengembangan ternak ruminasia. Dalam : Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. Santosa, U. 2004. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, S. B. 2006. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Sofyan, A. 2006. Dukungan kebijakan perluasan areal untuk pengembangan kawasan ternak kerbau. Dalam : Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Progra Kecukupan Daging Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Tabrany, H., S. Hardjosuwignjo, E. B. Laconi dan A. Daryanto . 2007. Hasil ikutan pertanian sebagai pakan ruminansia di Jawa Tengah. Media Peternakan. 30 (2): 79-87 Triutomo, S. 2001. Pengembangan wilayah melalui pembentukan kawasan pengembangan ekonomi terpadu. Dalam : Alkadri, Muchdie dan Suhandojo (Editor). Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi, Jakarta. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan. UGM Press. Yogyakarta. Wiyatna, M. F. 2002. Potensi dan strategi pengembangan sapi potong di Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zen, M. T. 2001. Falsafah dasar pengembangan wilayah : memberdayakan manusia. Dalam : Alkadri, Muchdie dan Suhandojo (Editor). Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Kuesioner Penelitian Pengembangan Wilayah Kabupaten Grobogan sebagai Sentra Produksi Sapi Potong. I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
:
2. Umur
:
3. Alamat
:
4. Mulai beternak sapi sejak
:
5. Tujuan beternak sapi
:
6. Asal bibit sapi
:
II. MAKANAN TERNAK 1. Lahan untuk rumput
:
2. Sumber rumput (selain dari lahan)
:
3. Hijauan apa yang diberikan
:
(kalau ada,.....m2)
1. ......................................., jumlahnya................kg 2. ......................................., jumlahnya................kg 3. ......................................., jumlahnya................kg 4. Konsentrat yang diberikan
:
1. ......................................., jumlahnya................kg, harga/kg Rp.............. 2. ......................................., jumlahnya................kg, harga/kg Rp.............. 3. ......................................., jumlahnya................kg, harga/kg Rp.............. 5. Asal konsentrat
:
6. Banyaknya air minum untuk sapi
:
III. PRODUKTIVITAS SAPI 1. Bangsa sapi yang di pelihara
:
1. ............................., jantan...........ekor, betina...........ekor 2. ............................., jantan...........ekor, betina...........ekor 3. ............................., jantan...........ekor, betina...........ekor 2. Sapi birahi pertama umur
:
3. Sapi dikawin pertama umur
:
4. Sapi beranak pertama umur
:
5. Lama sapi kawin kembali
:
6. Lama sapi bunting kembali
:
7. Lama sapi beranak kembali
:
8. Pertambahan Bobot Badan Harian
:
9. S/C untuk sapi betina
:
10. Calf crop
:
IV. TATA LAKSANA PEMELIHARAAN 1. Cara pemeliharaan
:
2. Letak tempat pemeliharaan
:
3. Cara pemeberian hijauan
:
4. Frekuensi pemberian hijauan
:
5. Cara pemberian konsentrat
:
6. Frekuensi pemberian konsentrat
:
1. .............................; ...........................kali/hari 2. .............................; ...........................kali/hari 3. .............................; ...........................kali/hari 7. Frekuensi pemandian sapi
:
8. Kapan sapi dimandikan
:
V. PENYAKIT 1. Penyakit yang pernah menyerang
:
1. ............................................., cara penanganan................................................ 2. ............................................., cara penanganan................................................ 3. ............................................., cara penanganan................................................ 4. ............................................., cara penanganan................................................ VI. PEMASARAN HASIL PETERNAKAN 1. Pemanfaatan hasil produksi ternak 1. Dijual/dipasarkan
:
2. Dikonsumsi sendiri
:
3. Dibibitkan/dibesarkan
:
2. Bentuk hasil produksi ternak dipasarkan 1. Dalam bentuk hidup a. Kapan sapi dijual
:
b. Tempat penjualan sapi
:
c. Alat transportasi ke tempat penjualan : d. Sapi dijual kepada siapa
:
e. Cara menjual sapi
:
f. Cara mendapatkan hasil penjualan
:
g. Hambatan dalam penjualan
:
2. Dalam bentuk potongan a. Tempat pemotongan
:
b. Siapa yang memotong
:
c. Kapan sapi dipotong
:
d Alat transportasi ke pemotongan
:
e. Potongan dijual kepada siapa
:
f. Cara mendapatkan hasil penjualan
:
g. Hambatan dalam penjualan
:
VII. LAIN-LAIN 1. Kepemilikan kandang
:
2. Bentuk kandang
:
3. Luas kandang
:
4. Frekuensi pembersihan kandang
:
5. Kapan kandang dibersihkan
:
6. Jumlah tenaga kerja
:
7. Asal tenaga kerja
:
8. Upah tenaga kerja(jika bukan dari keluarga) : 9. Lama waktu tenaga kerja bekerja
:
10. Pemilik tergabung dalam kelompok tani
:
(jika Ya, sejak :..............)
Lampiran 2. Populasi Riil Tenak Ruminansia Kabupaten Grobogan (ST) tahun 2006.
Kecamatan Kedungjati
Sapi Potong
Sapi perah
Kerbau
Kambing
Domba
Total Ruminansia
534
0
132.75
330.225
73.15
1070.125
Karangrayung
980.75
0
22.5
174.475
20.44
1198.165
Penawangan
778.25
0
298.25
355.775
112.07
1544.345
Toroh
6737
0
170.5 1085.805
105.875
8099.18
Geyer
5965.75
0
81.75
1087.45
125.44
7260.39
Pulokulon
7839.75
0
130
171.675
4.585
8146.01
Kradenan
8620.5
0
229.75
1203.93
23.835
10078.015
Gabus
9990
0
5.5 1449.735
0
11445.235
Ngaringan
8623
0
63
385.805
41.405
9113.21
Wirosari
11444.5
0
38
1527.33
151.2
13161.03
Tawangharjo
3235.25
0
33.25
558.915
16.52
3843.935
Grobogan
3836.75
282.5
33.25
572.495
73.01
4798.005
Purwodadi
5533.5
0
226.25
797.3
120.19
6677.24
1080.75
0
2.75
59.78
47.145
1190.425
Klambu
843.5
0
369.5
70.21
24.5
1307.71
Godong
246.25
0
65.75
232.19
208.985
753.175
Gubug
70.75
0
26.25
299.88
116.655
513.535
Tegowanu
72.25
0
25.25
94.15
65.415
257.065
Tanggungharjo
239.5
0
5.25
41.685
21.35
307.785
TOTAL
76672
282.5
1959.5 10498.81
1351.77
90764.58
Brati
Lampiran 3. Perhitungan Location Quotients Kecamatan
Kedungjati
Populasi Sapi potong Kecamatan (ekor) (es)
Jumlah KK Kecamatan (Jiwa) (ek)
Populasi Sapi Jumlah KK Potong Kabupaten Kabupaten (ekor) (Jiwa) (Ek) (Es)
es/ek
Es/Ek
Nilai LQ
738
11563
105974
392719
0.063824267
0.269846888
0.236520301
Karangrayung
1356
25202
105974
392719
0.053805254
0.269846888
0.199391788
Penawangan
1076
18629
105974
392719
0.057759407
0.269846888
0.214045112
Toroh
9312
33471
105974
392719
0.278210989
0.269846888
1.030995728
Geyer
8246
18973
105974
392719
0.434617615
0.269846888
1.610608215
Pulokulon
10836
30334
105974
392719
0.357222918
0.269846888
1.323798547
Kradenan
11915
22147
105974
392719
0.537996117
0.269846888
1.993708806
Gabus
13808
20939
105974
392719
0.659439324
0.269846888
2.443753673
Ngaringan
11918
19404
105974
392719
0.614203257
0.269846888
2.276117622
Wirosari
15818
23759
105974
392719
0.665768761
0.269846888
2.467209336
Tawangharjo
4471
15044
105974
392719
0.297194895
0.269846888
1.101346386
Grobogan
5303
21011
105974
392719
0.252391604
0.269846888
0.935314119
Purwodadi
7648
38028
105974
392719
0.201114968
0.269846888
0.745292893
Brati
1494
14131
105974
392719
0.105725002
0.269846888
0.391796261
Klambu
1166
10308
105974
392719
0.113116026
0.269846888
0.419185959
Godong
340
23275
105974
392719
0.014607948
0.269846888
0.054134211
Gubug
98
21556
105974
392719
0.004546298
0.269846888
0.016847695
Tegowanu
100
14257
105974
392719
0.007014098
0.269846888
0.025992882
Tanggungharjo
331
10688
105974
392719
0.030969311
0.269846888
0.114766235
Lampiran 4. Nilai KPPTR Kabupaten Grobogan Berdasarkan Sumberdaya Lahan Penghasil
Penghasil
Konversi
Populasi
KPPTR
Rumput
HHSP
2,3
Riil
(L)
Kedungjati
3365.277
2564.0158
5929.293 2599.142
1070.125
1529.017
Karangrayung
3371.01
7876.80325
11247.81 4930.548
1198.165
3732.383
Penawangan
2394.18
3457.9638
5852.144 2565.323
1544.345
1020.978
Toroh
3113.822
9297.1407
12410.96 5440.422
8099.18
-6974.65
Geyer
5229.709
14914.4981
20144.21 8830.338
7260.39
1569.948
Pulokulon
3822.736
7827.08815
11649.82 5106.772
8146.01
-3039.24
Kradenan
2836.02
6708.4705
9544.491 4183.886 10078.015 -5894.13
Gabus
4482.678
8973.22285
13455.9
Ngaringan
3013.689
3357.5951
6371.284 2792.892
9113.21
-6320.32
Wirosari
4228.059 10341.58825 14569.65 6386.695
13161.03
-6774.34
Tawangharjo
2259.045
3045.0357
5304.081 2325.076
3843.935
-1518.86
Grobogan
2814.24
5682.30585
8496.546 3724.513
4798.005
-1073.49
Purwodadi
2083.05
5464.0853
7547.135 3308.333
6677.24
-3368.91
Brati
1467.93
4232.87325
5700.803 2498.982
1190.425
1308.557
Klambu
1416.195
2510.74235
3926.937 1721.397
1307.71
413.6872
Godong
2931.6
3039.28075
5970.881 2617.372
753.175
1864.197
Gubug
1970.22
2101.02375
4071.244 1784.655
513.535
1271.12
Tegowanu
1472.55
2245.1911
3717.741 1629.695
257.065
1372.63
Tanggungharjo
1448.52
3697.98355
5146.504 2256.002
307.785
1948.217
Kecamatan
KTTR
5898.477 11445.235 -5546.76
Lampiran 5. Peta Wilayah Penelitian
Gambar 7. Peta Lokasi Kabupaten Grobogan
Gambar 8. Peta Kontur Wilayah Kabupaten Grobogan.
Gambar 9. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Grobogan.
Gambar 10. Peta Persebaran Ternak Sapi Potong
Gambar 11. Peta Persebaran Fasilitas Pendukung