ANALISIS POLA PENYEDIAAN PAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KECAMATAN PATI SEBAGAI SENTRA PRODUKSI TERNAK SAPI POTONG RAKYAT
SKRIPSI AINOL YAKIN
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Ainol Yakin. D24063541. 2011. Analisis Pola Penyediaan Pakan dan Strategi Pengembangan Kecamatan Pati sebagai Sentra Produksi Ternak Sapi Potong Rakyat. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sudarsono Jayadi. M. Sc. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana. MS. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola penyediaan pakan ternak sapi potong serta menggambarkan potensi wilayah Kecamatan Pati sebagai sentra produksi ternak sapi potong di Kabupaten Pati dengan menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang ada di daerah tersebut dan kemudian dibuat suatu strategi untuk pengembangan usaha ternak sapi potong rakyat. Penelitian ini akan dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, selama satu bulan yaitu dari tanggal 1 November sampai 30 November 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang menggambarkan situasi atau keadaan berdasarkan data-data faktual dengan teknik survei dan pengamatan langsung di empat desa yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), yakni desa yang memiliki ternak sapi potong tertinggi di Kecamatan Pati. Variabel yang diamati dalam proses pengumpulan data adalah pola penyediaan pakan, serta faktor internal dan eksternal dalam usaha ternak sapi potong rakyat, yang meliputi modal, bibit, pemeliharaan, pakan, kesehatan hewan, perkandangan, sumberdaya tenaga kerja, pemasaran, iklim, dukungan pemerintah, politik, dan permintaan (konsumen). Ketersediaan hijauan makanan ternak (HMT) sepanjang tahun dan tingginya permintaan akan daging sapi di Kecamatan Pati, merupakan faktor utama dalam pengembangan usaha ternak sapi potong. Serta didukung dengan SDM yang berusia produktif dan berpengalaman, merupakan suatu kekuatan dalam pengembangan untuk dapat memenuhi permintaan daging khususnya di Kecamatan Pati dan kebutuhan daging nasional pada umumnya. Namun, peternakan rakyat di Kecamatan Pati tidak terlepas dari berbagai permasalahan dalam perkembangannya. Rendahnya tingkat pendidikan peternak, keterbatasan modal, serta pemeliharaan yang masih bersifat tradisional dan masih berupa usaha sampingan, menjadi penyebab utama rendahnya produktivitas dari peternakan rakyat. Masuknya sapi impor merupakan suatu ancaman serius bagi perkembangan peternakan rakyat, sehingga produk dari peternakan rakyat kalah bersaing dalam hal harga dan kualitas. Pengoptimalan lahan HMT dan pembentukan kelompok ternak di setiap desa merupakan suatu alternatif strategi dalam mengatasi permasalahan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Kebijakan dan program pemerintah daerah dalam memberikan suatu informasi pengetahuan dan pelatihan teknologi, serta pengawasan dalam pemasaran dan pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin, juga merupakan strategi yang mendukung dalam pengembangan peternakan rakyat di daerah ini. Kata-kata kunci : Pola penyediaan pakan, Peternakan rakyat, dan Analisis SWOT
ABSTRACT Pattern Analysis of The Feed Provision and Development Strategy in Pati District as The Center of The Traditional Beef Cattle Production Ainol Yakin , Sudarsono Jayadi, M. Agus Setiana This research aimed to analyze the supply pattern of beef cattle feed and a portrait of the potential subdistrict of Pati as beef cattle production center in Pati by analyzing the internal factors (strengths and weaknesses) and external factors (opportunities and threats) that exist in the area and then created a strategy for the development of smallholder. This research will be carried out in 4 (four) villages in the Pati district, Pati regency, Central Java, for one month, from 1 November to 30 November 2010. The method used in this research is descriptive method that describes a situation based on factual data with survey techniques and direct observation in the four villages were purposively selected, the village which has the highest cattle in District of Pati. The observed variables in the data collection process is a pattern of feed supply, as well as internal and external factors in the beef cattle business people, which includes the capital, breed, maintenance, feed, animal health, housing, labor resources, marketing, climate, government support, politics, and demand (consumers). Forage availability throughout the year and the high beef demand in the Pati District is a major factor in the development of cattle production. It’s supported with experienced and productive human resources, is a strength in development to meet the demand for meat, especially in the District of Pati and national. However, smallholder in the District of Pati is inseparable from a variety of problems in it’s development. The low level of farmer education, limited capital, and traditional maintenance and still a side business for raising cattle, were major cause of low productivity of smallholder. High rate of imported cattle in Indonesia is a serious threat to the development of smallholder, so that the products of the smallholder can not compete on price and quality. Optimization forage land and the formation of livestock in each village is an alternative strategy in overcoming problems in the development of beef cattle in the Pati District. Policies and programs of local governments in providing a knowledge and information technology training, and supervision in the marketing and animal health checks regularly, also some strategy that supports the traditional farm development in this area. Keywords : pattern of feed provision, smallholder, SWOT analysis
ANALISIS POLA PENYEDIAAN PAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KECAMATAN PATI SEBAGAI SENTRA PRODUKSI TERNAK SAPI POTONG RAKYAT
AINOL YAKIN D24063541
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul : Analisis Pola Penyediaan Pakan dan Strategi Pengembangan Kecamatan Pati sebagai Sentra Produksi Ternak Sapi Potong Rakyat. Nama : Ainol Yakin NIM
: D24063541
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Ir. Sudarsono Jayadi. M.Sc.Agr ) NIP: 19660226 199003 1 001
(Ir. M. Agus Setiana. MS) NIP: 19570824 198503 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 30 November 2011
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1988 di Pamekasan. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Amza dan Ibu Sunarti. Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri Kangenan 2 Pamekasan pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 8 Pamekasan. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 2 Pamekasan tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Madura (Gasisma), Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (Himasiter) Fakultas Peternakan, Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) periode 2006-2007, dan sempat bergabung dalam UKM Futsal Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillaahirabbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada baginda Muhammad SAW. Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat. Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia dipenuhi dari tiga sumber, yaitu sapi lokal, sapi impor, dan daging impor.
Jika tidak ada
perubahan teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi dalam negeri, serta tidak adanya peningkatan populasi sapi yang berarti, maka senjang antara produksi daging sapi dalam negeri dengan jumlah permintaan akan semakin melebar. Sehingga akan berdampak pada volume impor yang semakin besar. Peternakan sapi di Indonesia masih di dominasi oleh peternakan rakyat, sehingga harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah dalam pengembangannya. Kabupaten Pati merupakan sentra produksi ternak sapi lokal jenis sapi PO, dimana juga ikut andil dalam pemenuhan permintaan daging nasional. Peternakan di Kabupaten Pati sebagian besar merupakan peternakan rakyat, dimana skala usahanya masih bersifat usaha sampingan dan dalam jumlah kecil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola penyediaan pakan ternak sapi potong serta menggambarkan potensi wilayah Kecamatan Pati sebagai sentra produksi ternak sapi potong di Kabupaten Pati dengan menganalisis faktor internal dan eksternal, serta membuat strategi pengembangan usaha ternak sapi potong di daerah ini. Penyusunan Skripsi yang berjudul “Analisis Pola Penyediaan Pakan dan Strategi Pengembangan Kecamatan Pati sebagai Sentra Produksi Ternak Sapi Potong Rakyat” merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan pada program mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan tulisan penulis berikutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis berharap karya kecil ini dapat menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan untuk ayah dan ibunda tercinta.
Bogor, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .............................................................................................
i
ABSTRACT ................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………..
iv
RIWAYAT HIDUP....................................................................................
v
KATA PENGANTAR................................................................................
vi
DAFTAR ISI............................................... ...............................................
viii
DAFTAR TABEL............ ..........................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR............ ......................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................... ...................
xiv
PENDAHULUAN........................................................... ...........................
1
Latar Belakang.................................................................... ............ Tujuan..............................................................................................
1 3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Peternakan Rakyat ............................................................................ Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi .................................... Analisis SWOT………………………… ........................................ Faktor-Faktor Internal Usaha Ternak Sapi Potong .......................... Modal ................................................................................... Teknologi (Panca Usaha Ternak) ......................................... Bibit .......................................................................... Pemeliharaan ............................................................ Pakan (Makanan) Ternak ......................................... Kesehatan Hewan ..................................................... Perkandangan ........................................................... Sumberdaya Tenaga Kerja ................................................... Pemasaran............................................................................. Faktor-Faktor Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong ....................... Iklim ..................................................................................... Dukungan Pemerintah .......................................................... Permintaan (Konsumen) .......................................................
4 4 6 7 7 8 8 9 10 11 12 13 13 14 14 15 15
MATERI DAN METODE.........................................................................
16
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... Metode Pengumpulan Data dan Responden .................................... Metode Analisis Data ...................................................................... Tahap Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ................. Tahap Pemaduan Data…………………………... .............. Tahap Perumusan Strategi ...................................................
16 16 17 17 20 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
23
Gambaran Umum Kabupaten Pati ................................................... Letak Geografis dan Luas Wilayah……………….….. ....... Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan ............ Gambaran Umum Kecamatan Pati…………………………… ....... Letak Geografis dan Luas Wilayah ...................................... Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan ............ Karakteristik SDM……………………….….. .................... Identitas Responden ......................................................................... Umur Responden……………………………………… ...... Jenis Kelamin Responden .................................................... Tingkat Pendidikan Formal Responden ............................... Jenis Pekerjaan Utama Responden ....................................... Pengalaman Usaha Ternak Sapi Potong……………….….. Kepemilikan Ternak ............................................................. Pola Penyediaan Pakan Ternak Sapi Potong……………………… Hijauan ................................................................................. Pakan Penguat (Konsentrat) ................................................. Pakan Tambahan……………………….….. ....................... Faktor-Faktor Internal Usaha Ternak Sapi Potong .......................... Modal……………………………………… ....................... Teknologi ............................................................................. Bibit .......................................................................... Pemeliharaan……………….….. ............................. Kesehatan Hewan ..................................................... Perkandangan……………………………………… Pemasaran............................................................................. Faktor-Faktor Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong........................ Iklim……………………….….. .......................................... Dukungan Pemerintah .......................................................... Permintaan (Konsumen) ....................................................... Hasil Analisis SWOT ....................................................................... Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong .............................................................................................. Kekuatan (Strengths) ............................................................ Kelemahan (Weaknesses)………………………………… . Peluang (Opportunities) ....................................................... Ancaman (Threats) ............................................................... Evaluasi Faktor Internal Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong ............................................................................................. Evaluasi Faktor Eksternal Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong .............................................................................................. Formulasi Strategi……………………………………… ................ Strategi SO ........................................................................... Strategi ST ............................................................................ Strategi WO……………………………………… .............. Strategi WT ..........................................................................
23 23 24 26 26 26 29 30 30 30 31 32 33 33 34 35 39 41 43 43 44 44 46 52 54 57 61 61 62 63 65 65 65 65 65 66 66 68 71 71 72 73 74
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
76
Kesimpulan ...................................................................................... Saran.................................................................................................
76 76
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
80
LAMPIRAN ...............................................................................................
83
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Matriks IFAS ...................................................................................
19
2. Matriks EFAS............... ...................................................................
20
3. Matriks SWOT .................................................................................
22
4. Jumlah Desa dan Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2009 ...............................................................................
23
5. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kabupaten Pati Tahun 2009 .................................................................................................
25
6. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Pati Tahun 2009 .................................................................................................
27
7. Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Pati Tahun 2009............... ............................
28
8. Populasi Ternak di Kecamatan Pati Tahun 2009 .............................
29
9. Sumber Modal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 .................................................................................................
43
10. Jumlah Peternak yang Mengetahui Bibit Sapi yang Baik di Kecamatan Pati Tahun 2010 ............................................................
45
11. Frekuensi Pemberian Pakan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...............................................................................
47
12. Ketepatan Waktu Pembersihan Kandang Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010............... .............................................
48
13. Ketepatan Waktu Memandikan Sapi oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...............................................................................
49
14. Ketepatan dalam Mengawinkan Sapi oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...............................................................................
50
15. Rataan Pengetahuan Ciri-Ciri Sapi Birahi oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 ............................................................
51
16. Sistem Perkawinan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 .................................................................................................
51
17. Jenis Penyakit Pada Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010............... ..................................................................................
52
18. Pengetahuan Peternak Tentang Pengendalian Penyakit Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010............................................
53
19. Pengetahuan Peternak Tentang Syarat Kandang yang Baik di Kecamatan Pati Tahun 2010 ............................................................
54
20. Pengetahuan Peternak Tentang Pengolahan Kotoran Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ........................................................
56
21. Sistem Pemasaran Ternak oleh Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ............................................................
58
22. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010............................................
67
23. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010............................................
68
24. Matriks SWOT Analisis Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati ................................................................
70
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Tahapan analisis SWOT ..................................................................
17
2. Matriks Grand Strategy............... ....................................................
21
3. Persentase Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif di Kecamatan Pati Tahun 2009 ............................................................
30
4. Umur Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ..........
30
5. Jenis Kelamin Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 .................................................................................................
31
6. Tingkat Pendidikan Formal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...............................................................................
31
7. Jenis Pekerjaan Utama Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010............... .......................................................................
32
8. Rataan Pengalaman Peternak di Kecamatan Pati dalam Usaha Ternak Sapi Potong Tahun 2010 .....................................................
33
9. Rataan Jumlah Ternak yang Dimiliki oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...............................................................................
34
10. Frekuensi Penggunaan Jenis Hijauan di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010 ..................................................
36
11. Persentase Kombinasi Pemberian Jenis Hijauan Pada Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010............................................
37
12. Rataan Transportasi yang digunakan Peternak di Kecamatan Pati untuk mencari Hijauan Makanan Ternak Tahun 2010 ....................
38
13. Frekuensi Penggunaan Jenis Konsentrat di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010............... ...................................
39
14. FrekuensiPenggunaan Jenis Pakan Tambahan di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010 ..........................................
41
15. Jenis Sapi yang Dipelihara oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 ......................................................................................
46
16. Konstruksi Kandang Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 .
55
17. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 .................................................................................................
59
18. Matriks Grand Strategy Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010................... .........................
69
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Peta Kabupaten Pati ..............................................................................
84
2. Persentase Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif di Kecamatan Pati Tahun 2009 .................................................................
85
3. Umur Responden Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...........
85
4. Jenis Kelamin Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 .
85
5. Tingkat Pendidikan Formal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...........................................................................................
86
6. Jenis Pekerjaan Utama Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 ...........................................................................................
86
7. Pengalaman Peternak di Kecamatan Pati dalam Usaha Ternak Sapi Potong Tahun 2010...............................................................................
87
8. Jumlah Ternak yang Dimiliki oleh Responden (Peternak) di Kecamatan Pati Tahun 2010 .................................................................
87
9. Kombinasi Pemberian Pakan Hijauan oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010....................................................................................
88
10. Jenis Pakan Sapi Potong yang Digunakan oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 .................................................................
89
11. Kuisioner Survey Pengembangan Ternak Sapi Potong ........................
90
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian atau produk nasional yang berasal dari pertanian. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi khususnya pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, mendorong kesempatan kerja, dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha (Soekartawi, 1991). Meningkatkan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia. Daging sapi adalah sumber protein hewani yang kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumen nasional sangat penting. Program kecukupan daging 2014 memerlukan upaya terobosan yang efektif serta dukungan yang memadai dari pemerintah dan masyarakat, khususnya yang bergerak dibidang usaha sapi potong. Produktivitas yang rendah merupakan kendala peningkatan produksi daging terutama pada usaha sapi potong rakyat. Keterbatasan modal, kurang berwawasan agribisnis serta tatalaksana pemeliharaan yang masih tradisional
merupakan
penyebab
rendahnya
produktivitas,
dengan
tingkat
pertumbuhan dibawah 0,5 kg/hari (Utomo et al., 1999). Pembangunan peternakan telah mencatat beberapa keberhasilan antara lain dalam pengembangan industri ayam ras, pengembangan industri feedlot sapi potong dan sapi perah. Namun ketiga industri ini menggunakan bibit ternak asal impor, sehingga rentan terhadap perubahan ekonomi global. Sementara pembangunan komoditas ternak domestik tidak terlihat menggembirakan. Berbagai kelemahan internal tidak kunjung mendapat perhatian dan perbaikan. Hampir semua jenis ternak lokal diindikasikan mengalami pengurasan sehingga pertumbuhan populasi negatif. Pada sisi lain, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi konsumsi hasil ternak dalam negeri terus meningkat. Sebagian kebutuhan konsumsi telah diisi oleh hasil ternak impor yang terus membesar. Sebagai contoh, kebutuhan daging sapi sebagai salah
satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat. Namun dalam pemenuhan kebutuhan daging nasional, pemerintah belum mencapai swasembada daging sapi hal ini justru berbanding terbalik dengan daging ayam yang sudah mencapai swasembada daging. Di Indonesia jenis ternak yang banyak dipelihara untuk memenuhi kebutuhan daging adalah ternak sapi potong. Meskipun ternak sapi potong diusahakan peningkatan, namun peningkatannya belum memperlihatkan kemajuan cukup menggembirakan sehingga impor dari tahun ke tahun akan terus meningkat, akibatnya peternakan rakyat yang diharapkan mengalami pertumbuhan dengan cepat dan baik belum mampu dimanfaatkan secara optimal. Jawa Tengah merupakan sentra penghasil ternak sapi potong terbesar kedua di Indonesi setelah Jawa Timur. Berdasarkan data Ditjennak (2009), jumlah populasi ternak sapi potong di Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 1.529.991 ekor. Salah satu kabupaten di JawaTengah yang menjadi sentra produksi ternak sapi potong adalah Kabupaten Pati dengan jumlah populasi sebesar 71.906 ekor (BPS Kab. Pati, 2010), sehingga dapat dikatakan bahwa daerah Pati merupakan daerah yang cukup potensial dan mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan ternak sapi potong. Kecamatan Pati merupakan kecamatan kota yang ada di Kabupaten Pati yang menghasilkan ternak sapi potong yang cukup besar, dimana sebagian besar usaha ternak sapi potongnya masih merupakan jenis usaha rakyat (peternakan rakyat). Sistem pemeliharaan sapi potongnya masih bersifat tradisional dan merupakan usaha sambilan disamping sebagai petani di sawah. Tingkat pendidikan dan keterampilan petani yang rendah berpengaruh terhadap tatalaksana pemeliharaan dan produksi peternakan. Jika pemanfaatan akan potensi yang tersedia kurang, maka akan menyebabkan produktivitas usaha ternak sapi potong akan menurun dan menyebabkan penurunan produksi. Oleh karena itu perlu adanya pemanfaatan potensi yang dimiliki daerah tersebut dan mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada. Penelitian mengenai analisis pola penyediaan pakan dan strategi pengembangan Kecamatan Pati sebagai sentra produksi ternak sapi potong rakyat di Kabupaten Pati
perlu dilakukan guna menunjang peningkatan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Pati. Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola penyediaan pakan ternak sapi potong, serta menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam pengembangan usaha ternak sapi potong rakyat di Kecamatan Pati.
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Rakyat Peternakan rakyat masih memegang peranan sebagai aset terbesar dalam pembangunan peternakan nasional, tetapi sampai saat ini tipologinya masih bersifat sambilan (tradisional) yang dibatasi oleh usaha kecil, teknologi sederhana, dan produknya berkualitas rendah (Soehadji, 1995). Menurut Aziz (1993), peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri, yaitu skala usahanya relatif kecil, merupakan usaha rumah tangga, dilakukan sebagai usaha sampingan, menggunakan teknologi sederhana sehingga produktivitas rendah dan mutu produk tidak seragam, serta bersifat padat karya dan basis organisasi kekeluargaan. Menurut Sudardjat dan Pambudy (2000), dalam peternakan rakyat sapi, kerbau dan ternak lainnya dipelihara dengan cara-cara sederhana tradisional. Sepanjang hari digembalakan di ladang sendiri atau di tanah gembalaan umum, di tepi jalan, dan di pinggir sungai dimana banyak tumbuhan rumput. Kadang-kadang dimandikan di sungai dan sore hari dibawa pulang dan dikandangkan di kandang yang sederhana. Pekerjaan di dalam usaha ternak ini dilakukan oleh anggota keluarga. Kebanyakan ternak yang sudah mencapai umur tertentu dijual. Disamping untuk diperjual-belikan, ternak besar (sapi, kerbau) juga diambil manfaatnya sebagai tenaga kerja atau disewakan kepada orang lain untuk mengerjakan sawah atau ladang, Sedangkan kotorannya dimanfaatkan sebagi pupuk tanaman. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Strategi merupakan rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Glueck dan Jauch, 1994). Esensi strategi merupakan keterpaduan dinamis faktor eksternal dan faktor internal yang berisikan strategi. Strategi merupakan respon yang secara terus-menerus atau adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti, 1997). Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan sehingga mampu mencapai tujuan obyektifnya. Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap yaitu perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.
Perumusan strategi adalah mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategi dengan mengubah strategi yang telah dirumuskan menjadi suatu tindakan. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dari manajemen strategi dengan melakukan tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi, mengukur prestasi dan mengambil tindakan korektif (David, 2001). Menurut Wahyudi (1996) tahap perumusan atau pembuatan strategi merupakan tahap yang paling menantang dan menarik dalam proses manajemen strategi. Inti pokok dari tahapan ini adalah menghubungkan suatu organisasi dengan lingkungannya dan menciptakan strategi-strategi yang cocok untuk dilaksanakan. Proses pembuatan strategi terdiri dari empat elemen sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah-masalah strategis yang dihadapi meliputi lingkungan eksternal dan internal. 2. Pengembangan alternatif-alternatif strategi yang ada dengan mempertimbangkan strategi yang lain. 3. Evaluasi tiap alternatif strategi. 4. Penentuan atau pemilihan strategi terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia. Perumusan strategi digunakan alat formulasi yaitu analisis SWOT (StrengthsWeaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Hax dan Majluf, 1991). Pengembangan usaha merupakan tujuan dari setiap pengusaha. Usaha yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan adalah usaha ternak sapi. Pengembangan ini dilakukan karena masih banyak kesenjangan antara tingkat konsumsi daging dengan tingkat produksi daging (Gunawan et al., 1998). Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang baik, maka kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi daging (sumber protein) semakin besar dan pemerintah berupaya untuk mencukupi kebutuhan daging tersebut.
Pengembangan ternak bertujuan untuk memenuhi permintaan daging daerah atau menambah produksi daging untuk mencukupi kebutuhan daerah, untuk menghidupkan kembali wilayah ekspor daging sapi sekaligus meningkatkan perekonomian daerah (Rahardi et al., 1993). Dengan demikian dapat meningkatkan pendapatan petani agar kehidupan dan kesejahteraannya lebih baik. Dalam upaya pengembangan usaha ternak sapi diperlukan data-data yang mendukung usaha ternak sapi tersebut. Dari data tersebut dapat dilakukan suatu analisis yang tepat untuk menyusun strategi pengembangan yang baik. Analisis SWOT Dalam upaya pengembangan ternak sapi perlu melakukan identifikasi terhadap usaha ternak sapi sehingga dapat dibuat suatu strategi pengembangan yang baik. Upaya penyusunan strategi ini dilakukan melalui suatu analisis yang disebut analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Oportunities, Threats). Menurut Rangkuti (1997), analisis SWOT tak lain adalah melakukan auditing agribisnis wilayah dengan menggunakan 2 faktor penilaian yakni internal dan eksternal agribisnis. Faktor internal agribisnis terdiri atas kekuatan atau Strengths (S), kelemahan atau Weaknesses (W) sedangkan faktor eksternal terdiri atas peluang atau Opportunities (O) dan ancaman atau Threats (T). Faktor S terdiri atas variabel-variabel internal
yang merupakan kemampuan yang
dikuasai dan dimiliki misalnya tingkat pendidikan, ketersediaan lahan dan air dan sebagainya. Arah vektor adalah positif. Sedangkan faktor W adalah sama dengan variabel S hanya arahnya negatif. Faktor O merupakan variabel-variabel yang bersifat ekternal namun diperkirakan dapat dikuasai dan dimiliki dengan arah vektor adalah positif. Sedangkan faktor T mempunyai variabel-variabel yang sama dengan O hanya arah vektor negatif. Analisis SWOT merupakan prosedur sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan kritis (Critical Succes Factors) yang dimiliki oleh perusahaan, meliputi kekuatan dan kelemahan internalnya, dan peluang serta ancaman yang bersifat eksternal. Dengan kata lain analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kekuatan dan kelemahan dari suatu usaha, termasuk peluang dan ancaman yang dilihat sebagai informasi yang diperoleh dari lingkungan eksternal.
Strengths (kekuatan) adalah keahlian dan sumber daya utama yang dimiliki oleh suatu usaha, sedangkan weaknesses (kelemahan) menunjukkan kekurangan suatu usaha dalam keahlian atau kompetensi tertentu. Oportunities (peluang) merupakan situasi yang menguntungkan yang penting dalam lingkungan usaha, sedangkan threats (ancaman) merupakan situasi yang tidak menguntungkan di lingkungan usaha. Analisis SWOT penting untuk mengembangkan suatu rencana yang dibuat atau diambil dengan mempertimbangkan berbagai perbedaan faktor internal dan eksternal, dan memaksimumkan potensi atau kemampuan dari kekuatan dan peluang serta meminimalkan pengaruh dari kelemahan dan ancaman. Penggunaan analisis SWOT dalam merumuskan strategi, yaitu berupaya (memaksa) memadukan hasil analisis situasi di luar dan dan di dalam suatu usaha (Anonimous, 1995). Teknik memaksa ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antara situasi/faktor tersebut, jadi penggunaan analisis SWOT tidak dimaksudkan terutama untuk mengganti analisa-analisa yang lain. Sasaran utama analisis SWOT adalah untuk mempertemukan faktor-faktor luar (oportunities dan threats) dengan faktor-faktor dalam (strengths dan weaknesses). Faktor-Faktor Internal Usaha Ternak Sapi Potong Modal Modal diartikan sebagai barang-barang bernilai ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk meningkatkan produksi (Soehardjo dan patong, 1973). Modal digunakan untuk menghasilkan barang-barang konsumsi atau jasa, atau untuk menghasilkan modal baru yang dapat digunakan dalam proses produksi berikutnya. Menurut Mubyarto (1989), modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersama–sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, yaitu dalam hal ini hasil pertanian. Modal dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu modal tetap (fixed capital) dan modal tidak tetap (variable capital). Modal tetap dapat dipakai berkali-kali dalam produksi, misalnya tanah, bangunan, dan alat pertanian. Modal tidak tetap terpakai habis dalam satu kali proses produksi, seperti bibit, pupuk, obat-obatan, bahan mentah, dan minyak (Soehardjo dan Patong, 1973). Modal tetap dalam usaha
peternakan adalah kandang dan peralatan-peralatan yang digunakan untuk eperluan usahanya, seperti parang dan sabit untuk mengambil rumput. Sedangkan modal tidak tetap untuk usaha ini adalah obat-obatan. Teknologi (Panca Usaha Ternak) Teknologi usahatani berarti bagaimana cara melakukan pekerjaan usahatani. Didalamnya termasuk cara-cara bagimana petani menyebarkan benih, memelihara tanaman dan memungut hasil serta memelihara ternak. Termasuk didalamnya benih, pupuk pestisida, obat-obatan serta makanan ternak yang dipergunakan, perkakas, alat dan sumber tenaga, berbagai kombinasi cabang usaha, agar tenaga petani dan tanahnya dapat digunakan sebaik mungkin (Mosher, 1991). Menurut Karafir (2002), teknologi biasanya tersirat dalam alat, bahan dan cara atau metode. Selain itu teknologi berkaitan dengan kerja, upaya atau usaha manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Teknologi tidak terkait dengan tujuan yang ingin dicapai manusia tetapi dengan cara, upaya untuk mencapai tujuan. Teknologi tertentu tersedia bagi kita dalam berbagai alternatif alat, bahan dan cara atau metode. Untuk usaha peternakan, teknologi dilihat dari “Panca Usaha Ternak” yang terdiri dari bibit, pemeliharaan, pakan ternak, kesehatan hewan, dan perkandangan. Bibit Bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha (Murtidjo,1990). Sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif, yaitu: Usaha pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil keturunannya. Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil penggemukkan. Pada umumnya usaha peternak masih terbatas pada usaha mencari calon bibit walaupun baru seadanya saja sehingga sapi yang mereka ternakkan pun berasal dari bibit yang kurang baik yang diusahakan secara ekstensif atau semi ekstensif (Sugeng, 1999). Sebagai peternak yang telah maju tentu akan memilih bibit yang berasal dari sapi potong yang baik. Sehubungan dengan pemilihan bibit, peternak perlu
mengetahui kriteria pemilihan sapi dan pengukuran sapi. Pemilihan sapi sebagai calon bibit pengganti ataupun calon penggemukkan sering dirasa sulit. Sebab pada saat peternak melakukan pemilihan diperlukan pengetahuan kecakapan yang cukup, serta kriteria dasar. Kriteria dasar tersebut meliputi bangsa dan sifat genetis, bentuk luar, serta kesehatan. Pemilihan bibit berdasarkan penilaian bentuk luar akan semakin sempurna atau meyakinkan bila dilanjutkan dengan pengukuran bagianbagian tertentu seperti panjang tubuh, lebar dan dalam dada, lingkar dada, dan sebagainya. Sedangkan pengukuran bagian-bagian tubuh itu akan berhasil baik bila ada persiapan, urutan, dan cara kerja yang benar. Bangsa sapi tropis yang sudah cukup populer yang banyak terdapat di Indonesia dan merupakan jenis unggul sampai saat ini ialah sapi bali, sapi madura, sapi ongole, dan sapi america brahman (Sugeng, 1999). Pemeliharaan Pemeliharaan dan perawatan sapi, merupakan salah satu penunjang utama sukses usaha ternak dalam mencapai keuntungan. Oleh karena itu diperlukan penanganan menajemen yang baik (Murtidjo, 1990). Usaha menjaga kelangsungan hidup ternak sapi yang sehat dan pertumbuhan yang baik, kita harus memelihara dan merawat ternak sapi itu dengan baik. Dalam hal ini, setiap peternak pasti sudah memiliki sasaran dan tujuan tertentu yang hendak dicapai, misalnya menginginkan hasil akhir berupa daging atau karkas yang persentase dan mutunya bagus (Sugeng, 1999). Tahap-tahap perawatan semenjak baru lahir atau masih pedet hingga menjadi sapi dewasa harus diperhitungkan. Untuk memperoleh sukses, peternak harus bisa melewati setiap tahap pemeliharaan dengan selamat. Semua sapi yang diusahakan harus bisa dicapai kondisi yang sehat. Sebab hanya sapi yang sehatlah yang bisa mempertahankan kelangsungan pertumbuhan. Kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan higine, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan, dan teknis yang tepat. Keberhasilan
tahap
pemeliharaan
sebelumnya
merupakan
pangkal
pemeliharaan berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda, sapi dewasa (finishing).
Pemeliharaan ternak sapi menyangkut pemberian pakan, pembersihan kandang dan memberikan tilam, memandikan sapi, menimbang berat badan, mengendalikan penyakit, memisahkan antara sapi betina dan jantan, dan mengawinkan sapi. Untuk sapi-sapi di Indonesia bisa dikawinkan pada umur 2-2,5 tahun (AAK, 1991). Sebab pada saat itu kedewasaan tubuh sudah tercapai, sehingga pada waktu terjadi kebuntingan tidak akan mengganggu induk yang bersangkutan. Dalam hal pemeliharaan ini masih banyak peternak yang belum melakukan pemeliharaan secara intesif. Pakan Ternak Makanan merupakan salah satu faktor penting di dalam usaha peternakan, lebih-lebih terhadap tinggi rendahnya produksi (AAK, 1979). Makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Makanan sangat esensial bagi ternak sapi. Makanan yang baik akan menjadikan ternak sanggup menjalankan fungsi proses dalam tubuh secara normal. Kebutuhan makanan akan meningkat selama ternak masih dalam pertumbuhan berat tubuh pada saat kebuntingan (Murtidjo, 1990). Bahan pakan ternak sapi pada pokoknya bisa digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan. Menurut Sugeng (1999), pakan hijauan adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar adalah rumput segar, leguminosa segar dan silase. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering. Sebagai makan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan ternak. Di Indonesia bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar.
Lahan pengembalaan merupakan sumber penyediaan hijauan yang lebih ekonomis dan murah. Lahan pengembalaan merupakan tanaman hijauan yang secara langsung bisa dimakan oleh ternak. Lahan pengembalaan tersebut bisa terdiri dari rumput seluruhnya atau luguminosa saja, ataupun campuran, tetapi suatu lahan rumput yang baik dan ekonomis ialah yang terdiri atas campuran dari rumput dan leguminosa (AAK, 1983). Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi (Sugeng, 1999). Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya di dalam kandang terus-menerus. Pakan yang diberikan pada ternak sapi pada dasarnya hanyalah berupa pakan hijauan, sedangkan untuk pakan tambahan jarang atau bahkan tidak pernah diberikan. Kesehatan Hewan Keberhasilan peternakan sapi potong tidak hanya terletak pada usaha pengembangan jumlah ternak yang dipelihara, namun juga pada perawatan dan pengawasan sehingga kesehatan ternak sapi tetap terjaga. Perawatan dan pengobatan pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dari berbagai segi, baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi ekonomis (Murtidjo, 1990). Penyakit yang sulit ditanggulangi atau disembuhkan, serta berbahaya bagi ternak yang lain karena bisa menular, harus dijauhi. Dari segi ekonmis, bila biaya pengobatan lebih tinggi daripada nilai ternaknya, maka lebih baik ternak sapi tersebut dijual sebagai ternak potong, dengan catatan sapi tersebut tidak membahayakan konsumen. Menurut Sugeng (1999), penyakit menular sungguh merupakan ancaman bagi para peternak. Walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan, akan tetapi bisa
merusak
kesehatan
ternak
sapi
secara
berkepanjangan,
pertumbuhan, dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali.
mengurangi
Dalam hal ini, peternak tidak dituntut harus tahu masalah-masalah kedokteran hewan, akan tetapi mereka perlu ditumbuhkan minatnya dalam usaha pencegahan dan pembasmian penyakit-penyakit yang biasa berjangkit di daerahnya sesuai petunjuk dinas terkait. Sebab semuanya menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi semata. Sehubungan dengan hal ini, peternak harus mengetahui penyebab, gejala, dan akibat serangan berbagai macam penyakit, serta cara-cara pencegahan dan pembasmiannya. Perkandangan Kandang sebagai tempat tinggal sapi pada sepanjang waktu harus diperhatikan oleh peternak (Sugeng, 1999). Di dalam hal ini, peternak harus sadar bahwa kehidupan ternak sapi sepenuhnya berada di bawah pengawasan manusia. Segala kebutuhan ternak itu pun di bawah pengaturan dan tanggung jawab peternak itu sendiri, sehingga perlindungan terhadap lingkungan yang mereka hadapi seperti terik matahari, hujan, angin kencang, dan sebagainya yang menimpa ternak menjadi pemikiran peternak. Oleh karena itu bangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman, sesuai dengan tuntutan hidup ternak tersebut. Jadi bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi sapi terhadap gangguan luar yang merugikan, baik terhadap sengatan terik matahari, kedinginan, kehujanan, dan tiupan angin yang kencang. Kandang harus dibuat dengan memperhatikan beberapa syarat teknis, antara lain dibuat dari bahan yang berkualitas, luas kandang harus sesuai dengan jumlah sapi, konstruksi lantai kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan dalam melakukan pembersihan, memandikan, dan tidak licin, sinar matahari harus bisa masuk secara langsung ke dalam kandang, sistem ventilasi udara harus memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat, memperhatikan arah angin yang dominan, dekat dengan sumber air, dan atap kandang sedapat mungkin dibuat dari bahan-bahan yang ringan (Abidin, 2002). Selain itu, kandang yang dibangun harus bisa menunjang peternak, baik dari segi ekonomis maupun segi kemudahan dalam pelayanan. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan adanya kandang ini sapi tidak berkeliaran di sembarang tempat dan kotorannya pun bisa dimanfaatkan seefisien mungkin.
Sumberdaya Tenaga Kerja Faktor manusia sebagai tenaga pemelihara ternak adalah mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan usaha pengembangan ternak. Tenaga kerja atan man power menurut Simanjuntak (1998) adalah kelompok penduduk dalam usia kerja (working-age population). Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja yang dibedakan hanya oleh batasan umur. Berdasarkan undang-undang no. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun, sehingga tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Mubyarto (1989) menyatakan bahwa faktor produksi pertanian terdiri lahan, tenaga kerja, dan modal. Tenaga kerja dalam usaha tani merupakan faktor penting khususnya tenaga kerja tani dan anggota keluarga, dimana tenaga kerja menjadi unsur penentu terutama usaha tani komersil (Tohir, 1991). Tenaga kerja dalam usaha tani sebagian besar berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga dapat berupa tenaga kerja borongan atau harian tergantung pada keperluan (Mubyarto, 1989). Sama halnya dengan usaha peternakan, faktor tenaga kerja harus diperhitungkan karena biaya tenaga kerja merupakan biaya produksi terbesar kedua setelah biaya pakan yaitu 20-30% dari biaya produksi (Sudono et al., 2003). Menurut Soewardi dan Suryahadi (1988), di daerah-daerah padat penduduk yang menjadi kendala efektif peningkatan populasi ternak ruminansia adalah sumber daya lahan sedangkan untuk daerah yang jarang penduduk yang berperan sebagai kendala efektif adalah jumlah Kepala Keluarga (KK) pemelihara. Pemasaran Menurut Soekartawi (1991), aspek pemasaran memeang disadari bahwa aspek ini adalah penting. Bila mekanisme pemsaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karen itu peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir atau lainnya menjadi sangat penting. Lembaga pemasaran ini, khususnya bagi negara berkembang, yang dicirikan oleh lemahnya pemasaran hasil pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna, akan menentukan mekanisme pasar.
Limbong dan Sitorus (1987), mengatakan dalam pemasaran barang atau jasa telibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsomen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Produksi daging dari usaha sapi potong akan cepat maju apabila pemasaran berjalan cukup pesat, baik dalam negeri maupun luar negeri sebagai bahan ekspor (Sugeng,
1999).
Adanya
perkembangan
kota-kota
besar,
kemajuan
ilmu
pengetahuan, peningkatan taraf hidup rakyat, dan peningkatan pendidikan di negara kita ini secara tidak langsung pula akan membawa pengaruh baik terhadap perubahan menu makan yang banyak mengandung protein. Hal ini berarti kebutuhan atau permintaan daging, khususnya daging sapi akan meningkat. Dalam hal pemasaran perlu diperhatikan syarat-syarat sapi yang akan dipotong dan perlakuannya seperti sapi harus dalam keadaan tenang, sapi telah beristirahat cukup, sapi tidak boleh diberlakukan dengan kasar, dan sapi harus dalam keadaan sehat dan gemuk (AAK, 1991). Hal ini dilakukan karena bagi para peternak dan tukang potong (jagal) menghendaki sapi yang persentase hasil potongannya bagus, yakni sapi yang memiliki ukuran atau porsi isi perut, kepala, cakar sedikit, dagingnya halus, tidak banyak lemak, warnanya merah muda. Dalam hal pemasaran, pemerintah berupaya untuk mengendalikan pemotongan sapi betina produktif untuk mengurangi penurunan populasi. Faktor-Faktor Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong Iklim Iklim merupakan kombinasi fisis daripada lingkungan yang terdiri dari curah hujan, kelembapan, penyinaran matahari, arus angin, tekanan udara dan lain-lain (AKK, 1979). Iklim yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan ternak, terutama curah hujan dan kelembapan, penyinaran matahari dan temperatur, serta tekanan udara. Menurut Abidin (2002), pada umumnya sapi potong dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran suhu 10-27o C, dengan curah hujan 800-1500 mm/tahun, dan kelembapan udara 60-80 %.
Dukungan Pemerintah Peranan pemerintah dalam pengembangan usaha ternak sapi diperlukan agar dapat meningkatkan produksi daging yang masih rendah untuk memenuhi permintaan pasar. Beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur kegiatan usaha peternakan harus dipatuhi jika suatu usaha pemerintah ingin langgeng (Abidin, 2002). Dukungan pemerintah dalam bidang petrnakan dapat berupa infrastruktur (jalan raya, sarana transportasi, komunikasi, listrik untuk penerangan), penyuluhan, kebijakan-kebijakan menyangkut peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan yang dibuat untuk meningkatkan kualitas bidang peternakan, dan dapat juga berupa bantuan pemberian bibit sapi agar peternak mampu mengembangkan usahanya dan meningkatkan pendapatan. Permintaan (Konsumen) Permintaan adalah jumlah barang/jasa yang ingin dibeli konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Jumlah yang ingin dibeli tidak selalu sama dengan jumlah yang benar-benar dibeli konsumen. Jumlah yang ingin dibeli sering disebut permintaan potensial, sedangkan jumlah yang benar-benar dibeli disebut permintaan riil atau permintaan yang efektif. Jadi yang dimaksud dengan permintaan potensial adalah permintaan yang belum diikuti daya beli, sedangkan yang dimaksud dengan permintaan yang efektif adalah permintaan yang diikuti daya beli. Permintaan potensial umumnya lebih besar dari permintaan yang efektif, tetapi dapat pula sama besar. Menurut Woran (1999), permintaan pada dasarnya adalah jumlah barang atau jasa yang sanggup dibeli oleh konsumen pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku. Permintaan suatu komoditi termasuk produk pertanian, jumlahnya sangat tergantung pada kebutuhan konsumen sebagai pembeli atau pengguna. Jadi, permintaan daging sapi berarti jumlah daging sapi yang sanggup dibeli oleh konsumen pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku.
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di 4 (empat) desa, yaitu Sidokerto, Panjunan, Kutoharjo, dan Ngepungrojo, di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, selama satu bulan yaitu dari tanggal 1 November sampai 30 November 2010. Metode Pengumpulan Data dan Responden Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang menggambarkan situasi atau keadaan berdasarkan data-data faktual dengan teknik survei dan pengamatan langsung di empat desa yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), yakni desa yang memiliki ternak sapi potong tertinggi di Kecamatan Pati. Responden pada penelitian ini adalah peternak sapi potong dari empat desa terpilih di Kecamatan Pati tersebut. Setiap desa dipilih responden sejumlah 15 kepala keluarga (KK) peternak sapi potong yang dilakukan secara acak sederhana. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui teknik wawancara dan observasi langsung di lapangan, menggunakan daftar pertanyaan (Quisioner), serta diperoleh dari pengukuran dan observasi langsung terhadap jenis pakan yang digunakan dan jumlah pakan yang diberikan pada ternak (menggunakan timbangan), serta kebersihan kandang. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan Peternakan, BPS Kabupaten Pati, Kantor Kecamatan Pati, serta kajian dari sumber pustaka lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Variabel yang diamati dalam proses pengumpulan data adalah pola penyediaan pakan, serta faktor internal dan eksternal dalam usaha ternak sapi potong rakyat, yang meliputi modal, bibit, pemeliharaan, pakan, kesehatan hewan, perkandangan, sumberdaya tenaga kerja, pemasaran, iklim, dukungan pemerintah, dan permintaan (konsumen).
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis SWOT. Analisis SWOT untuk pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Pati mengacu pada tahapan analisis SWOT menurut Rangkuti (1997). Adapun tahapan analisisnya disajikan pada Gambar 1. Tahap pengumpulan data
Tahap identifikasi faktor internal dan eksternal
Analisis faktor internal
Analisis faktor eksternal
Matriks IFAS
Matriks EFAS
Tahap pemaduan data Matriks Grand Strategy Tahap pengambilan keputusan (strategi usaha) Gambar 1. Tahapan analisis SWOT (Sumber: Rangkuti, 1997)
Tahap Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Tahap identifikasi faktor internal dan faktor eksternal dengan cara membuat matriks IFAS (Internal Factor Analysis Strategy) dan matriks EFAS (External Factor Analysis Strategy), dapat terlihat pada Tabel 1 dan 2. Matriks IFAS bertujuan untuk mengetahui apakah kekuatan yang dimiliki lebih besar dari kelemahan, sedangkan matriks EFAS bertujuan untuk mengetahui apakah usaha ternak sapi potong rakyat tersebut mampu memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman yang ada. Data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dianalisis SWOT untuk menentukan strategi pengembangan sapi potong di kecamatan Pati, berdasarkan Rangkuti (1997) adalah sebagai berikut:
1. Matriks Faktor Strategi Internal Setelah
faktor-faktor
strategis
internal
suatu
usaha
diidentifikasi
menggunakan tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary), kemudian disusun untuk merumuskan strategis internal tersebut dalam kerangka Strength dan Weaknesses suatu usaha. Tahapannya adalah: a. Penentuan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahan dalam kolom 1. b. Pada kolom 2. pemberian bobot pada masing-masing dengan faktor tersebut dengan skala mulai dari 1.0 (paling penting) sampai 0.0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis suatu usaha. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1.0). c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor
dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi suatu usaha yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai + 1 sampai dengan + 4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Variabel yang bersifat negatif, kebalikan. Contoh jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilai adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata nilai adalah 4. d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4.0 (outstanding) sampai dengan 1.0 (poor).
Tabel 1. Matriks IFAS Keterangan Kekuatan
Bobot
Skor
Nilai
0.0 -1.0
+1 sampai +4
Bobot x skor
0.0 -1.0
-1 sampai -4
Bobot x skor
a1 a2 an Total Kelemahan b1 b2 bn Total 2. Matriks Faktor Strategi Eksternal Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, ditentukan terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS) sebagai berikut: a. Penyusunan dalam kolom 1 ( 5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman). b. Pemberiaan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1.0 (sangat penting)
sampai
dengan
0.0
(tidak
penting).
Faktor-faktor
tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor-faktor strategis. c. Perhitungan rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi suatu usaha. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating + 4, tetapi peluangnya kecil, diberi rating + 1). Pemberian nilai rating ancaman kebalikkanya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4.
d. Pengalian bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4.0 (Outstanding) sampai dengan 1.0 (poor). Tabel 2. Matriks EFAS Keterangan Peluang
Bobot
Skor
Nilai
0.0 -1.0
+1 sampai +4
Bobot x skor
0.0 -1.0
-1 sampai -4
Bobot x skor
c1 c2 cn Total Ancaman d1 d2 dn Total Tahap Pemaduan Data Tahap pemaduan data menggunakan matrik Grand Strategy. Matrik Grand Srategy diperoleh dari total skor dari matriks IFAS dan EFAS yang bertujuan untuk melihat posisi usaha ternak sapi potong rakyat berdasarkan empat kelompok strategi yaitu strategi yang bersifat agresif, diversifikasi, turn around, dan defensif. Matrik Grand Strategy disajikan pada Gambar 2.
Berbagai Peluang
III Turn Around
I Agresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal IV Defensif
II Diversifikasi
Bebagai Ancaman Gambar 2. Matriks Grand Strategy (Sumber: Rangkuti, 1997)
Keterangan: Kuadran I
: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut
memiliki
peluang
dan
kekuatan
sehingga
dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan agresif (Growth Oriented Strategy). Kuadran II
: Meskipun menhadapi berbagai macam ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara diversifikasi.
Kuadran III
: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, dia menghadapi kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran IV
: Ini merupakan yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai macam ancaman dan kelemahan internal.
Tahap Perumusan Strategi Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha ternak sapi potong, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Alat yang dipakai menyusun faktor-faktor strategis adalah Matrik SWOT, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks SWOT IFAS STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
EFAS
Tentukan 5-10 faktorfaktor kekuatan internal
Tentukan 5-10 faktorfaktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Tentukan 5-10 faktorfaktor peluang eksternal
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Tentukan 5-10 faktorfaktor ancaman eksternal
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Pati Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian timur, terletak diantara 1100, 50’ – 1110, 15’ bujur timur dan 60, 25’ – 70, 00’ lintang selatan, dengan batasan-batasan wilayahnya sebagai berikut:
Sebelah utara
: dibatasi wilayah Kab. Jepara dan Laut Jawa
Sebelah barat
: dibatasi wilayah Kab. Kudus dan Kab. Jepara
Sebelah selatan
: dibatasi wilayah Kab. Grobogan dan Kab. Blora
Sebelah timur
: dibatasi wilayah Kab. Rembang dan Laut Jawa
Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara pulau jawa dan di bagian timur dari Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang terdiri dari 58.448 ha lahan sawah dan 91.920 ha lahan bukan sawah. Kabupaten Pati terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, 1.106 dukuh serta 1.474 RW dari 7.524 RT. Jumlah desa dan luas wilayah pada kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Desa dan Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Pati Tahun 2009
1
Sukolilo
16
7.253
Lahan bukan sawah (ha) 8.621
2
Kayen
17
4.937
4.666
9.603
6,39
3
Tambakromo
18
2.947
4.300
7.247
4,82
4
Winong
30
4.202
5.792
9.994
6,65
5
Pucakwangi
20
5.023
7.260
12.283
8,17
6
Jaken
21
3.595
3.257
6.852
4,56
7
Batangan
18
2.082
2.879
4.961
3,30
8
Juwana
29
1.556
4.120
5.676
3,77
9
Jakenan
23
3.926
1.378
5.304
3,53
10
Pati
24/5
2.558
1.691
4.249
2,83
No
Kecamatan
Jumlah Desa/ Kelurahan
Lahan sawah (ha)
Jumlah (ha)
Persentase (%)
15.874
10,56
11
Gabus
24
4.075
1.476
5.551
3,69
12
Margorejo
18
2.708
3.473
6.181
4,11
13
Gembong
11
823
5.907
6.730
4,48
14
Tlogowungu
15
1.829
7.617
9.446
6,28
15
Wedarijaksa
18
2.178
1.907
4.085
2,72
16
Trangkil
16
1.040
3.244
4.284
2,85
17
Margoryoso
22
1.210
4.815
6.025
4,01
18
Gunungwungkal
15
1.627
4.553
6.180
4,11
19
Cluwak
13
1.344
5.587
6.931
4,61
20
Tayu
21
2.138
2.621
4.759
3,16
21
Dukuhsati
12
2.063
6.096
8.159
5,43
Total
401/5
59.114
91.260
150.368
100
Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010
Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan Kabupaten Pati terdiri atas berbagai macam jenis tanah, bagian utara terdiri dari tanah Red Yellow, Latosol, Aluvial, Hidromer, dan Regosol. Sedangkan bagian selatan terdiri dari tanah Aluvial, Hidromer, dan Gromosol. Rincian menurut kecamatan sebagai berikut:
Batangan, Sukolilo, Gabus, dan Jakenan merupakan tanah Aluvial.
Cluwak, Gunungwungkal, dan Gembong merupakan tanah Latosol.
Juwana dan Margoyoso merupakan tanah Aluvial dan Red Yellow mediteran.
Pati dan Margorejo merupakan tanah Red Yellow mediteran, Latosol, Aluvial, dan Hidromer.
Kayen dan Tambakromo merupakan tanah Aluvial dan Hidromer.
Pucakwangi dan Winong merupakan tanah Gromosol dan Hidromer.
Wedarijaksa merupakan tanah Red Yellow mediteran, Latosol, dan Regosol.
Tayu merupakan tanah Auvial, Red Yellow, dan Regosol.
Tlogowungu merupakan tanah Latosol dan Red Yellow mediteran.
Berdasarkan topografi, Kabupaten Pati terletak pada ketinggian 1-380 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Pati mempunyai potensi utamanya pada sektor pertanian berdasarkan penggunaan lahannya. Potensi pertanian cukup besar meliputi pertanian
tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Hal ini juga ditunjang dengan iklim di daerah ini, dimana rata-rata curah hujan di kabupaten Pati sebanyak 1.002 mm dengan 51 hari hujan, untuk keadaan hujan cukup, sedangkan untuk temperatur berkisar dari 230-390C. Luas dan persentase Penggunaan lahan di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kabupaten Pati Tahun 2009 Penggunaan Tanah
Luas (ha)
Persentase (%)
59.114
39,38
1.1. Pengairan Teknis
17.799
11,86
1.2. Pengairan 1/2 Teknis
9.374
6,24
1.3. Pengairan Sederhana
7.215
4,81
1.4. Pengairan Desa / Non P.U.
1.980
1,32
1.5. Tadah Hujan
22.725
15,14
1.6. Pasang Surut
0
0,00
1.7. Lainnya
21
0,01
91.014
60,62
2.1. Rumah dan Pekarangan
27.077
18,04
2.2. Tegal
26.952
17,95
2
0,00
2.4. Hutan Rakyat
1.592
1,06
2.5. Hutan Negara
17.766
11,83
2.6. Perkebunan
2.464
1,64
2.7. Rawa-rawa
19
0,01
2.8. Tambak
10.544
7,02
2.9. Kolam
314
0,21
4.284
2,85
150.128
100,00
1. Lahan Sawah
2. Lahan Bukan Sawah
2.3. Padang Rumput
2.10. Tanah Lainnya Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010
Penggunaan lahan di Kabupaten Pati sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Komoditas dari pertanian tanaman pangan berupa padi, jagung, ketela rambat, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, tebu, buah-buahan
serta tanaman sayuran. Jenis tanaman perkebunan didominasi dengan tanaman kelapa, kopi, kapuk randu, dan cengkeh. Potensi ternak sapi potong di Kabupaten Pati lebih besar dibanding sapi perah, kerbau, kambing, domba, dan babi. Mengenai produksi telur baik dari jenis ayam ras maupun buras, produksi ayam buras menempati urutan terbesar dibanding ayam ras yaitu 12.836.294 butir di tahun 2009. Pohon jati merupakan komoditas utama dari hasil kehutanan di Kabupaten Pati, yaitu salah satu produksi dari pohon jati menghasilkan kayu bulat. Gambaran Umum Kecamatan Pati Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Pati merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Pati, dan merupakan kota kabupaten bagi Kabupaten Pati. Kecamatan Pati yang terletak di pusat Kabupaten Pati, dan menjadikan Kecamatan Pati sebagai pusat kegiatan dari Kabupaten Pati, sebab pusat pemerintahan Kabupaten Pati berada di Kecamatan Pati. Secara administratif, Kecamatan Pati berbatasan dengan:
Sebelah utara
: dibatasi Kec. Wedarijaksa
Sebelah barat
: dibatasi Kec. Margorejo dan Kec. Wedarijaksa
Sebelah selatan
: dibatasi Kec. Gabus
Sebelah timur
: dibatasi Kec. Juwana dan Kec. Jakenan
Secara administratif, kecamatan Pati mempunyai luas wilayah 4.249 ha yang terdiri dari 2.558 ha lahan sawah dan 1.691 ha lahan bukan sawah. Kecamatan Pati terdiri dari 5 kelurahan dan 24 desa yg berada pada ketinggian antara 5-23 meter di atas permukaan laut. Karakteristik Tanah dan Sistem Penggunaan Lahan Kecamatan Pati terdiri dari berbagai macam jenis tanah, yaitu Yellow Red mediteran, Latosol, Aluvial, dan Hidromer. Kecamatan Pati mempunyai potensi pada sektor pertanian berdasarkan penggunaaan lahannya, hampir sebagian besar luas wilayahnya merupakan lahan sawah. Potensi pertanian cukup besar meliputi pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Hal ini juga ditunjang dengan iklim di daerah ini, dimana rata-rata curah hujan di Kecamatan Pati sebanyak 994 mm dengan 64 hari hujan, untuk keadaan hujan cukup, sedangkan untuk temperatur
berkisar dari 240-390C. Berdasarkan curah hujan di wilayah Kabupaten Pati, Kecamatan Pati memiliki tipe iklim (oldeman) D2. Luas dan persentase Penggunaan lahan di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kecamatan Pati Tahun 2009 Penggunaan Tanah
Luas (ha)
Persentase (%)
2.558
60,20
1.123
26,43
1.2. Pengairan 1/2 Teknis
773
18,19
1.3. Pengairan Sederhana
522
12,29
0
0,00
1.5. Tadah Hujan
140
3,29
1.6. Pasang Surut
0
0,00
1.7. Lainnya
0
0,00
1.691
39,80
1.421
33,44
2.2. Tegal
87
2,05
2.3. Padang Rumput
0
0,00
2.4. Hutan Rakyat
0
0,00
2.5. Hutan Negara
0
0,00
2.6. Perkebunan
0
0,00
2.7. Rawa-rawa
0
0,00
2.8. Tambak
0
0,00
2.9. Kolam
20
0,47
2.10. Tanah Lainnya
163
3,84
4.249
100,00
1. Lahan Sawah 1.1. Pengairan Teknis
1.4. Pengairan Desa / Non P.U.
2. Lahan Bukan Sawah 2.1. Rumah dan Pekarangan
Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010
Suatu wilayah akan mempergunakan lahan yang dimilikinya dengan sebaikbaiknya, agar setiap lahan yang ada pada wilayah tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk kesejahteraan masyarakatnya. Penggunaan lahan yang sesuai kebutuhan akan memberikan manfaat dan tata ruang yang nyaman bagi masyarakat,
sebaliknya apabila penggunaan lahan tidak berimbang maka akan menjadi tata ruang yang tidak teratur. Penggunaan lahan di Kecamatan Pati dibagi menjadi dua, yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah. Luas wilayah Kecamatan Pati secara keseluruhan adalah seluas 4.249 ha. Lahan sawah di Kecamatan Pati seluas 2.558 ha atau 60,20 % dari total luas wilayah, sedangkan sisanya adalah lahan bukan sawah seluas 1.691 ha atau 39,80 % dari total luas wilayah Kecamatan Pati. Lahan sawah di Kecamatan Pati lebih luas daripada lahan bukan sawah, hal ini dikarenakan pertanian merupakan penggunaan lahan yang utama di Kecamatan Pati. Luas pemukiman di Kecamatan Pati sangat mendominasi dalam penggunaan lahan yaitu seluas 1.421 ha atau 33,44 % dari total luas Kecamatan Pati, diikuti oleh penggunaan lahan untuk sawah pengairan teknis, sawah pengairan 1/2 teknis, dan sawah pengairan sederhana, dengan luas masing-masing yaitu 1.123 ha (26,43 %), 773 ha (18,19 %), dan 522 ha (12,29 %). Lahan sawah di Kecamatan Pati sangat luas, yaitu digunakan sebagai lahan pertanian. Komoditas dari pertanian tanaman pangan di Kecamatan Pati berupa padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, tebu, buah-buahan serta tanaman sayuran. Produksi komoditas pertanian tanaman pangan di Kecamatan Pati dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Luas Tanam, Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Pati Tahun 2009 Luas Tanam (ha) 4.437
Luas Panen (ha) 4.628
Produktivitas (kw/ha) 55,61
Produksi (ton) 25.736
Jagung
44
46
39,12
450
Ketela Pohon
20
29
0
0
Kacang Tanah
33
34
14,52
53
Kedelai
486
476
13,78
656
Kacang Hijau
549
535
10,08
645
Komoditas Padi Sawah
Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010
Penduduk Kecamatan Pati selain berusahatani tanaman pangan, sebagai usaha sampingan adalah beternak. Jenis ternak yang dipelihara di Kecamatan Pati, yaitu sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, babi, ayam ras, dan ayam buras.
Adapun populasi masing-masing ternak tersebut yang diusahakan di Kecamatan Pati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Populasi Ternak di Kecamatan Pati Tahun 2009 Jenis Ternak
Jumlah (ekor)
Sapi Potong
1.724
Sapi Perah
33
Kerbau
3
Kambing
2.587
Domba
136
Babi
46
Ayam Ras
4.670
Ayam Buras
18.524
Sumber: BPS Kabupaten Pati 2010
Karakteristik SDM Penduduk di Kecamatan Pati pada akhir tahun 2009 berjumlah 107.998 jiwa, terdiri atas laki-laki sebanyak 52.873 jiwa dan perempuan sebanyak 55.125 jiwa, dengan tingkat kepadadatan penduduknya 2.542 jiwa / km 2 (BPS Kabupaten Pati, 2010). Berdasarkan produktifitasnya, populasi penduduk di Kecamatan Pati dibagi menjadi dua, yaitu penduduk usia produktif dan tidak produktif. Batasan penduduk usia tidak produktif adalah 0-14 tahun dan 65 tahun keatas, sedangkan penduduk usia produktif berkisar antara 15-64 tahun, meskipun pada kenyataannya orang yang telah berusia 65 tahun atau lebih masih banyak yang mampu bekerja termasuk juga anakanak yang berumur kurang dari 15 tahun, banyak yang sudah mencari nafkah. Penduduk usia Produktif (15-64 tahun) di Kecamatan Pati mencapai 75.871 jiwa atau 70,25 % dari total penduduk, sedangkan penduduk usia tidak produktif mencapai 32.127 jiwa (29,75 %), dimana penduduk yang berusia 0-14 tahun sekitar 25.647 jiwa (23,75 %) dan penduduk yang berusia 65 tahun keatas mencapai 6.480 jiwa (6 %) dari total penduduk di Kecamatan Pati.
Gambar 3. Persentase Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif di Kecamatan Pati Tahun 2009 Identitas Responden Identitas responden peternak sapi potong meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, pengalaman usaha sapi potong, dan jumlah ternak yang dimiliki. Umur Responden Komposisi peternak berdasarkan umur diperlukan untuk mengetahui besarnya peternak yang produktif dan tidak produktif
.
Gambar 4. Umur Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Berdasarkan gambar 4 dapat dijelaskan bahwa peternak sapi potong di kecamatan Pati yang masih usia produktif (15-64 tahun) sekitar 93,33% dan peternak yang usia tidak produktif (>64 tahun) sekitar 6,67%. Hal ini menunjukkan kemampuan peternak untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong sangat besar, dalam arti tenaga yang tersedia masih cukup kuat untuk bekerja. Jenis Kelamin Responden Komposisi peternak menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui jumlah peternak serta besarnya sex ratio di suatu daerah, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah peternak laki-laki dan perempuan.
Gambar 5. Jenis Kelamin Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Berdasarkan gambar 5 dapat dijelaskan bahwa jumlah peternak laki-laki lebih banyak daripada peternak perempuan, yaitu 93,33% (56 laki-laki) dan 6,67% (4 perempuan). Besarnya angka sex ratio untuk peternak sapi potong di Kecamatan Pati adalah 14, hal ini berarti bahwa setiap 14 peternak laki-laki di Kecamatan Pati terdapat 1 peternak perempuan. Fakta ini menunjukkan bahwa usaha sapi potong didominasi oleh peternak laki-laki, hal ini disebabkan karena beternak sapi potong termasuk dalam pekerjaan berat, seperti mencari rumput. Namun demikian kaum ibu juga
turut
memberikan andil
dalam
usaha
pemeliharaan sapi, misalnya
membersihkan kandang sapi. Tingkat Pendidikan Formal Responden Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah. Apabila penduduk di suatu wilayah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka akan memiliki kemampuan dalam pengembangan pembangunan di wilayahnya. Pendidikan di suatu wilayah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan sarana pendidikan yang ada.
Gambar 6.
Tingkat Pendidikan Formal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010
Gambar 6 menjelaskan bahwa tingkat pendidikan formal para peternak sebagian besar adalah lulusan sekolah dasar (SD) 48,3%, kemudian lulusan SMA, SMP, dan tidak sekolah dengan masing-masing sebesar 20%, 16,7%, dan 15% sedangkan untuk lulusan perguruan tinggi tidak ada. Dilihat dari data diatas, tingkat pendidikan peternak di Kecamatan Pati tergolong masih rendah. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Oleh sebab itu kedepan harus ditingkatkan pendidikan maupun keterampilan peternak karena tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap laju penyerapan inovasi, perubahan pola pikir, dan kepekaan terhadap perubahan sosial lainnya. Jenis Pekerjaan Utama Responden Jenis pekerjaan penduduk suatu daerah dipengaruhi sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi, seperti keterampilan yang dimilki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal yang tersedia.
Gambar 7. Jenis Pekerjaan Utama Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa pekerjaan utama peternak di kecamatan Pati mayoritas bekerja sebagai petani sebesar 46,67%, kemudian 46,67% lagi peternak bekerja sebagai tukang becak, kuli bangunan, kuli angkut, sopir, loper koran, dan buruh tani. Selain itu, pekerjaan utama peternak adalah PNS, pensiunan, dan pedagang yang masing-masing sebesar 3,33%, 1,67%, dan 1, 67%. Dari data diatas menunjukkan bahwa beternak bukan merupakan pekerjaan utama peternak. Beternak biasanya dijadikan sebuah pekerjaan sampingan dan merupakan usaha rumah tangga dalam peternakan rakyat. Cara pemeliharaannya masih menggunakan teknologi sederhana dan tradisional, sehingga produktivitasnya
rendah dan mutu produknya tidak seragam. Peternak menjadikan beternak sapi potong sebagai tabungan keluarga, dimana ternak tersebut akan dijual ketika dibutuhkan dana untuk keperluan tertentu yang sifatnya mendesak dalam keluarga. Kebanyakan ternak akan dijual ketika mencapai umur tertentu. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan peternakan rakyat khususnya ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Pengalaman Usaha Ternak Sapi Potong Pengalaman beternak mempengaruhi pengolahan dalam usaha ternak sapi potong dimana peternak yang berpengalaman memiliki banyak pengalaman dan kapasitas pengolahan usaha yang lebih matang, sehingga dapat menunjang dalam pengembangan usaha ternak sapi potong.
Gambar 8. Rataan Pengalaman Peternak di Kecamatan Pati dalam Usaha Ternak Sapi Potong Tahun 2010 Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa 58,33% dari peternak sapi potong di Kecamatan Pati mempunyai pengalaman dalam usaha ternak lebih dari 10 tahun. Hal ini menjadi modal penting dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Pengalaman beternak yang lama itu menandakan bahwa peternak sudah memiliki kemampuan dan pengalaman yang cukup baik untuk mengelola ternak sapi potong dengan baik, seperti pemanfaatan pakan yang baik untuk ternak, penanaman hijauan, dan kesehatan ternak. Kepemilikan Ternak Usaha ternak sapi potong dalam peternakan rakyat masih merupakan usaha sampingan bagi peternak, dimana skala usahanya masih dalam skala usaha kecil. Disamping jumlah ternak yang dipelihara relatif kecil, peternakan rakyat melibatkan anggota keluarga diluar pekerjaan utamanya dalam pemeliharaan. Dari gambar 9
dapat dijelaskan bahwa 85% peternak sapi potong di Kecamatan Pati memiliki ternak sekitar 1-3 ekor, 10% peternak memiliki ternak 4-6 ekor, dan 5% peternak memiliki ternak diatas 6 ekor, dengan rata-rata tiap peternak sapi potong di Kecamatan Pati memiliki ternak sekitar 3 ekor. Dari data itu menandakan bahwa usaha sapi potong yang dijalankan oleh peternak masih termasuk dalam usaha skala kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya keterbatasan modal usaha, jenis usahanya masih merupakan usaha sampingan, tenaga kerja masih melibatkan anggota keluarga diluar pekerjaan utamanya, dan cara pemeliharaannya masih bersifat tradisional.
Gambar 9. Rataan Jumlah Ternak yang Dimiliki oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 Pola Penyediaan Pakan Ternak Sapi Potong Bahan pakan adalah sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak, dicerna, dan diserap baik sebagian maupun seluruhnya tanpa menimbulkan keracunan pada ternak yang bersangkutan. Bahan pakan dapat berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun dari hewan. Ternak ruminansia lebih memerlukan bahan pakan yang berasal dari tumbuhtumbuhan, sedangkan ternak non-ruminansia memerlukan bahan pakan baik dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan (Sukria dan Rantan, 2009). Bahan pakan ternak sapi pada pokoknya bisa digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan. Menurut Sugeng (1999), pakan hijauan adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga.
Hijauan Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar adalah rumput segar, leguminosa segar dan silase. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering. Sebagai makanan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan ternak. Di Indonesia bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar. Lahan pengembalaan merupakan sumber penyediaan hijauan yang lebih ekonomis dan murah. Lahan pengembalaan merupakan tanaman hijauan yang secara langsung bisa dimakan oleh ternak. Lahan pengembalaan tersebut bisa terdiri dari rumput seluruhnya atau luguminosa saja, ataupun campuran, tetapi suatu lahan rumput yang baik dan ekonomis ialah yang terdiri atas campuran dari rumput dan leguminosa (AAK, 1983). Hijauan yang biasa digunakan sebagai pakan pada usaha peternakan rakyat di pedesaan adalah rumput lapang dan limbah pertanian, seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami sorghum, daun ubi jalar, daun ubi kayu, dan pucuk tebu. Demikiaan juga dengan pakan penguat yang biasa digunakan antara lain jagung, dedak halus, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, dan lain-lain (Wahju, 1997). Hijauan yang digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh peternak berdasarkan responden di Kecamatan Pati adalah rumput lapang, rumput gajah, jerami padi, daun tebu, rumput setaria, jerami kacang hijau, kulit ketela pohon, bonggol jagung, dan bonggol pisang.
Gambar 10. Frekuensi Penggunaan Jenis Hijauan di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010 Rumput lapang dan rumput gajah adalah jenis hijauan yang paling sering digunakan oleh peternak, yang mencapai 68,33% dari total responden. Kedua jenis hijauan ini tersedia sepanjang tahun, sehingga peternak sering menggunakan sebagai pakan ternak sapi potong. Rumput lapang dan rumput gajah di Kecamatan Pati sangat mudah didapat, baik dari lahan sawah, tegalan, lapangan, maupun budidaya sendiri. Rumput lapang biasanya terdapat pada lapangan terbuka yang ada di masingmasing desa, sedangkan rumput gajah peternak banyak yang membudidayakan sendiri di lahan miliknya sendiri maupun lahan sewa, selain itu rumput gajah juga bisa didapat dari lahan-lahan tegalan di sawah, maupun lahan lainnya yang ditumbuhi rumput biasanya peternak menggunakan lahan yang sudah tidak produktif untuk tanaman pangan, baik itu lahan miliknya sendiri maupun sewa dari orang lain. Hijauan pakan yang diberikan pada ternak sapi potong di Kecamatan Pati umumnya berupa hijauan segar yang ketersediannya tergantung dari musim dan pola tanam. Persediaan pakan berfluktuasi dengan kualitas beragam, produksi melimpah pada musim hujan dan ketersediaan menipis pada musim kemarau. Pada musim kemarau, peternak di Kecamatan Pati biasanya menggunakan jerami padi untuk menutupi produksi hijauan segar yang menipis. Peternak mendapatkan jerami padi biasanya waktu panen padi. Jerami padi biasanya dikeringkan dengan penambahan garam waktu proses pengawetan, untuk meningkatkan palatabilitas. Jerami padi digunakan oleh 53,33% peternak (responden) di Kecamatan Pati, dan biasanya
digunakan ketika hijauan segar sulit didapat oleh peternak. Daun tebu (16,67%), kulit ketela pohon (8,33%), rumput setaria (1,67%), jerami kacang hijau (1,67%), bonggol jagung (1,67%), dan bonggol pisang (1,67%), biasanya juga digunakan sebagai hijauan pakan oleh peternak ketika sulit mendapatkan hijauan segar. Peternak mengarit rumput biasanya setelah urusan di sawah selesai semua sekitar siang atau sore hari. Jumlah rumput yang diarit biasanya disesuaikan dengan kecukupan untuk pakan waktu sore hari dan pagi hari pada keesokan harinya sebelum berangkat ke sawah.
Gambar 11. Persentase Kombinasi Pemberian Jenis Hijauan Pada Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Pemeliharaan ternak sapi potong baik skala kecil maupun besar, selalu menuntut pasokan hijauan pakan ternak yang cukup jumlah dan mutunya secara rutin setiap hari. Ketersediaan hijauan sangat bergantung pada musim, pada musim hujan ketersediaan melimpah dan mutu nutriennya sangat tinggi, seperti protein kasar dan air, sedangkan pada musim kemarau ketersediaan hijauan sangat kurang yang diikuti dengan penurunan mutu nutrien hijauan, kandungan protein dan air cenderung akan turun sedangkan serat kasar akan meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan ternak akan hijauan yang tidak terpenuhi dengan satu jenis hijauan, biasanya peternak melakukan kombinasi dalam pemberian hijauan. Kombinasi ini akan cenderung sangat bervariasi ketika ketersedian hijauan segar rendah, yaitu pada musim kemarau. Penggunaan limbah-limbah dari hasil pertanian, seperti jerami merupakan yang sering dikombinasikan untuk menutupi kekurangan akan hijauan segar sebagai pakan ternak sapi potong.
Berdasarkan Gambar 11, peternak di Kecamatan Pati sebagian besar menggunakan kombinasi dua jenis hijauan untuk pakan ternak sapi potong, yaitu sebesar 51,67%, kemudian disusul dengan kombinasi tiga jenis hijauan (23,33%), kombinasi satu jenis hijauan (16,67%), dan kombinasi empat jenis hijauan (8,33%). Peternak di daerah ini yang menggunakan satu jenis hijauan saja adalah peternak yang baru memulai usaha ternak sapi potong dan jumlah ternak sapi yang dipelihara sedikit, sehingga masih bergantung pada satu jenis hijauan yang umun digunakan oleh peternak lain, seperti rumput gajah atau rumput lapang. Alasan lain peternak menggunakan satu jenis hijauan adalah adanya kebun rumput gajah yang dibudidaya sendiri atau tersedianya lahan yang luas untuk rumput lapang di daerahnya, sehingga peternak enggan memberikan jenis hijauan lain dikarenakan kebutuhan pakan sapi potong sudah terpenuhi dari satu jenis hijauan tersebut. Peternak yang menggunakan kombinasi dua jenis hijauan maupun lebih, biasanya mempunyai ternak sapi potong lebih dari dua ekor, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pakannya peternak menggunakan sumber hijauan lain selain rumput. Kombinasi ini biasanya sangat bervariasi ketika ketersediaan hijauan segar rendah, yaitu pada musim kemarau. Penggunaan limbah pertanian sangat dibutuhkan oleh peternak pada musim kemarau, walaupun mutunya lebih rendah dari rumput. Hijauan yang digunakan peternak di Kecamatan Pati ketika ketersedian rumput rendah adalah jerami padi, daun tebu, kulit ketela pohon, jerami kacang hijau, bonggol jagung, dan bonggol pisang.
Gambar 12. Rataan Transportasi yang digunakan Peternak di Kecamatan Pati untuk mencari Hijauan Makanan Ternak Tahun 2010
Pakan Penguat (Konsentrat) Pakan penguat atau konsentrat adalah suatu bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan. Konsentrat sapi potong tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran (konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran beberapa bahan pakan. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serelia (misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau, kacang tanah dan kacang kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu dan ubi jalar), buah-buahan (misalnya kelapa kopra dan kelapa sawit). Konsentrat dapat juga berasal dari hewan seperti tepung daging, tepung tulang dan tepung ikan. Disamping itu, konsentrat dapat juga berasal dari industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau dari hasil ikutan dari pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil proses ekstraksi seperti bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung darah dan tepung bulu, serta limbah dari proses fermentasi seperti ampas bir (Sofyan, 2000). Konsentrat yang digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh peternak berdasarkan responden di Kecamatan Pati adalah dedak , ampas ketela pohon (onggok basah), dan ampas tahu.
Gambar 13. Frekuensi Penggunaan Jenis Konsentrat di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010 Dedak padi merupakan jenis konsentrat yang paling sering digunakan oleh peternak, yang mencapai 51,67% dari total responden. Dedak padi adalah hasil sampingan dari
penggilingan padi, dimana tiap desa di Kecamatan Pati tersedia tempat penggilingan padi sehingga peternak tidak kesulitan untuk memperoleh dedak padi sebagai pakan ternaknya. Ketersedian dedak padi di Kecamatan Pati tergantung pada musim panen tanaman padi, ketika musim panen padi tiba ketersedian dedak padi melimpah. Walaupun ketersediannya tergantung pada musim panen, dedak padi selalu tersedia sepanjang tahun dikarenakan para petani tidak menggiling semua hasil gabahnya ketika musim panen tetapi bertahap tergantung kebutuhan akan beras. Ampas ketela pohon (onggok basah) digunakan sebagai pakan ternak sapi potong oleh 26,67% peternak (responden). Onggok merupakan hasil sampingan industri tapioka yang dihasilkan melalui proses pemerasan dan penyaringan ketela pohon, yaitu berupa bahan padat yang terdiri dari serat-serat, pati dan air serta mengandung bahan pencemar yang cukup berbahaya bila dibuang ke perairan (Ciptadi, 1980). Pabrik tapioka di Kecamatan Pati sangat jarang ditemukan di tiap desa, hal ini berbeda dengan penggilingan padi dimana hampir semua desa di Kecamatan Pati tersedia. Kondisi ini yang menyebabkan rendahnya minat peternak untuk menggunakan onggok basah sebagai pakan ternak sapi potong, walaupun harganya lebih murah dibanding dedak padi dan ampas tahu. Ampas tahu merupakan hasil sampingan dari pembuatan tahu kedelai. Ampas tahu mengandung protein yang tinggi tetapi mengandung bahan kering yang rendah. Peternak biasanya menggunakan ampas tahu sebagai bahan pakan sumber protein untuk meningkatkan produksi ternaknya yaitu sapi potong. Meskipun kualitas proteinnya lebih bagus dibanding dedak padi dan ampas ketela pohon, ampas tahu hanya digunakan oleh sebagian peternak di Kecamatan Pati yaitu 6,67% dari total responden. Hal ini disebabkan karena pabrik pembuatan tahu di Kecamatan Pati sedikit sehingga peternak mengalami kesulitan untuk memperolehnya. Peternak di Kecamatan Pati yang menggunakan ampas tahu, lokasinya dekat dengan pabrik pembuatan tahu sehingga akses untuk memperoleh ampas tahu sangat mudah. Disamping itu, pemilik dari pabrik pembuatan tahu ini bekerja sampingan sebagai peternak sapi potong sehingga ampas tahu merupakan pakan konsentrat yang selalu tersedia setiap hari.
Pakan Tambahan Pakan tambahan adalah bahan-bahan pakan tertentu yang ditambahkan dalam ransum atau bisa diberikan dalam bentuk tunggal tanpa dicampur dalam ransum, biasanya diberikan pada ternak dalam jumlah sedikit. Pakan tambahan yang umum diberikan pada ternak berupa mineral, vitamin, obat-obatan, probiotik, dan antibiotik. Menurut Murtidjo (1990), pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus, pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama Ca dan P, dan urea. Jenis pakan tambahan yang biasa dipakai oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati dapat dilihat pada gambar 13 berikut ini.
Gambar 14. Frekuensi Penggunaan Jenis Pakan Tambahan di Kecamatan Pati oleh Peternak (Responden) Tahun 2010 Gambar diatas menjelaskan bahwa pakan tambahan yang banyak digunakan oleh peternak sapi potong di kecamatan Pati adalah garam, yaitu 36,67% dari peternak menggunakannya. Kemudian disusul dengan air kedelai sebesar 3,33%, serta vitamin B kompleks dan antibiotik yang masing-masing sebesar 1,67% dari peternak sapi potong di Kecamatan Pati. Pemberian pakan tambahan pada ternak sapi potong bertujuan untuk memenuhi asupan sumber mineral dan vitamin dalam tubuh ternak yang tidak tersedia atau kurang dalam ransum. Disamping itu pemberian pakan tambahan bertujuan untuk menambah palatabilitas dan menjaga kesehatan ternak. Pemberian garam dalam ransum ternak sapi potong di Kecamatan Pati bertujuan untuk menambah palatabilitas dari pakan, biasanya garam ini ditambahkan
pada jerami padi dalam proses pembuatan hay. Garam selalu tersedia di setiap daerah dan ketersediaannya selalu ada setiap saat, disamping sebagai pakan tambahan sumber mineral pada ternak, garam juga sebagai salah satu bumbu masak sehingga peternak tidak mengalami kesulitan untuk memperolehnya. Penggunaaan air kedelai sebagai pakan tambahan pada ternak sapi potong oleh sebagian peternak di Kecamatan Pati adalah sebagai penambah nafsu makan ternak sapi potong. Air kedelai bisa diperoleh dari air rebusan kacang kedelai sebelum dilakukan proses penggilingan untuk pembuatan tahu. Ketersediaanya sangat jarang karena pabrik pengolahan tahu di Kecamatan Pati sangat jarang sehingga peternak sangat sulit untuk mendapatkannya. Air kedelai biasanya diberikan sebagai air minum setelah ternak makan tetapi pemberiannya tidak setiap hari, disamping ketersediannya sangat sulit untuk didapat, air kedelai juga mudah menimbulkan bau ketika disimpan lebih dari sehari. Vitamin B kompleks dan antibiotik digunakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati untuk menjaga kesehatan ternak dan sebagai obat ketika ternaknya sakit. Peternak biasa mendapatkan vitamin B kompleks dan antibiotik ini dari mantri hewan di setiap desa. Vitamin B kompleks fungsinya hampir sama dengan air kedelai, yaitu untuk menambah nafsu makan pada ternak. Antibiotik biasa dipakai oleh peternak ketika ternaknya terserang penyakit seperti diare.
Faktor-Faktor Internal Usaha Ternak Sapi Potong Modal Skala usaha peternak sapi potong di Kecamatan Pati masih merupakan skala kecil, dimana jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak berkisar antara 1-3 ekor. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan modal peternak untuk pengembangan usahanya. Adapun sumber modal bagi peternak sapi potong di Kecamatan Pati tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9. Sumber Modal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010
Desa
Sumber Modal Sendiri
Orang Lain
Koperasi
Sumber Lain
Ngepungrojo
15
0
0
0
Sidokerto
15
0
0
0
Panjunan
13
0
0
2
Kutoharjo
12
3
0
0
Jumlah
55
3
0
2
Persentase
91,67
5,00
0,00
3,33
Berdasarkan data diatas dapat dijelaskan bahwa sekitar 91,67% peternak di Kecamatan Pati dalam usaha ternak sapi potong menggunakan modal sendiri. Kemudian 5% dari peternak menggunakan modal dari orang lain atau yang bisa disebut dengan sistem gaduh, dimana mengandung unsur kerjasama bagi hasil. Selain itu, peternak juga mendapat modal dari sumber lain yaitu pinjaman bank dan bantuan pemerintah melalui Program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) sekitar 3,33%, serta modal dari koperasi adalah 0%, hal ini menandakan bahwa peran koperasi dalam pengembangan sapi potong di kecamatan Pati sangatlah kurang, sehingga kasus ini menjadi salah satu kelemahan dalam usaha pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Usaha ternak sapi potong dengan modal sendiri sangat dominan di Kecamatan Pati, peternak menggunakan modal sendiri dengan tujuan ternak sapi yang dipelihara sebagai tabungan yang sewaktu-waktu bisa dijual jika ada keperluan yang bersifat mendadak. Meskipun demikian, peternak di wilayah ini banyak
meminati sistem gaduh yang modalnya dari orang lain. Sistem gaduh disamping mengandung unsur kerjasama bagi hasil, lebih dari itu adalah merupakan salah satu upaya dalam mengatasi kekurangan modal bagi penggaduh (peternak). Usaha gaduhan merupakan salah satu usaha kerjasama yang sering dilakukan di masyarakat. Usaha kerja sama ini untuk memenuhi atau menyambung keinginan sebagian masyarakat untuk beternak sapi. Hal ini biasanya terjadi bila seseorang yang memiliki modal cukup dan ingin beternak sapi, tetapi tidak ada tempat dan kurangnya pengetahuan mengenai ternak sapi. Selain itu, pemilik modal juga tidak mau repot belajar ternak sapi, oleh karena itu, pemilik modal menyerahkan sapinya untuk dipelihara pada orang yang dipercaya mampu memelihara ternak (penggaduh) hingga ada hasilnya. Pembagian keuntungan antara pemilik modal dan penggaduh tergantung kesepakatan, bisa 50% : 50% atau 60% : 40%. Bila gaduhan sampai sapi beranak, maka anak sapi yang pertama untuk penggaduh dan anak sapi kedua untuk pemilik modal (Yulianto dan Cahyo, 2010) Teknologi Bibit Bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha (Murtidjo,1990). Untuk mendapatkan bibit sapi yang baik, peternak harus memiliki pengalaman dan kecakapan dalam memilih. Cara memilih bibit yang baik dapat dilihat dari sifat genetis, bentuk bagian luar, kesehatan dan ukuran tubuh sapi tersebut (Bandini, 1999). Setiap peternak yang akan memelihara dan membesarkan atau menggemukkan bibit sapi harus terlebih dahulu mempelajari sifat genetisnya, sifat adaptasi terhadap lingkungan, ataupun kemampuan produksinya. Cara memilih bibit sapi yang baik dapat juga dengan menilik bentuk bagian luarnya, yaitu bagian kepala, leher, serta badan bagian depan, tengah, dan belakang. Berikut merupakan pengetahuan peternak sapi potong di kecamatan Pati tentang tentang bibit sapi yang baik dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Jumlah Peternak yang Mengetahui Bibit Sapi yang Baik di Kecamatan Pati Tahun 2010
Desa
Bibit Sapi (Bangsa, Sifat Genetis, Bentuk Luar, dan Kesehatan) Tahu
Tidak Tahu
Ngepungrojo
13
2
Sidokerto
13
2
Panjunan
15
0
Kutoharjo
15
0
Jumlah
56
4
Persentase
93,33
6,67
Data diatas menunjukkan bahwa 93,33% dari peternak sapi potong di Kecamatan Pati mengetahui bibit-bibit sapi yang baik. Pengetahuan ini didapat dari pengalaman peternak selama memelihara sapi, dimana sebagian besar dari peternak di daerah ini sudah memelihara sapi lebih dari sepuluh tahun. Pengalaman ini menjadi modal yang sangat penting bagi peternak ketika memilih bibit sapi yang akan dibeli. Peternak yang tidak tahu tentang bibit sapi yang baik, biasanya meminta tolong kepada peternak yang sudah berpengalaman untuk mencari atau membeli bibit sapi. Rata-rata peternak di daerah ini yang tidak tahu tentang bibit yang baik adalah peternak-peternak perempuan atau peternak yang baru mulai usaha atau memelihara sapi. Bibit sapi yang banyak digunakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati adalah sapi lokal yaitu Sapi Pegon (persilangan antara Sapi PO dengan Sapi Limousin maupun Sapi Simmental) dan Sapi PO (Peranakan Ongole) yang biasa disebut dengan Sapi Jawa atau Sapi Putih. Peternak banyak yang memelihara jenis bibit sapi ini disamping mudah dalam perawatannya, sapi lokal ini sangat mudah dijual kembali ke pasar. Selain itu, peternak di daerah ini ada yang memelihara Sapi Limousin dan Sapi Simmental. Sapi ini sangat cocok untuk program penggemukan bagi peternak karena perkembangan tubuhnya sangat cepat. Berikut gambar-gambar sapi yang di pelihara oleh peternak di kecamatan Pati.
(a) Sapi PO (Peranakan Ongole)
(b) Sapi Pegon
(c) Sapi Simmental
(d) Sapi Limousin
Gambar 15. Jenis Sapi yang Dipelihara oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 Pemeliharaan Pemeliharaan dan perawatan merupakan salah satu penunjang kesuksesan dalam usaha ternak, jika pemeliharaan dan perawatannya dilakukan dengan baik maka kesehatan dan pertumbuhan ternak juga akan baik. Oleh karena itu harus dilakukan penanganan manajemen yang baik dalam pemeliharaan ternak, terutama usaha ternak sapi potong. Pemeliharaan ternak sapi meliputi pemberian pakan, pembersihan kandang, memandikan sapi, dan ketepatan dalam mengawinkan sapi. Berikut tabel frekuensi pemberian pakan oleh peternak sapi potong di Kecamatan Pati.
Tabel 11. Frekuensi Pemberian Pakan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Frekuensi Pemberian Pakan satu kali
dua kali
ad libitum
Ngepungrojo
0
8
7
Sidokerto
0
11
4
Panjunan
0
12
3
Kutoharjo
0
6
9
Jumlah
0
37
23
Persentase
0,00
61,67
38,33
Sistem pemeliharaan yang digunakan peternak sapi potong di Kecamatan pati adalah sistem pemeliharaan secara intensif (keraman), hal ini disebabkan karena tidak adanya lahan pengembalaan. Tabel diatas menjelaskan bahwa 61,67% dari peternak sapi di daerah ini memberikan pakan ternaknya sebanyak dua kali sehari, tiap pagi dan sore hari. Hijauan seperti rumput-rumputan paling banyak digunakan peternak sebagai pakan sapi potong daripada konsentrat. Hijauan merupakan pakan pokok yang harus tersedia tiap hari. Pemberian konsentrat oleh peternak biasanya masih bergantung pada ketersediaan dan harga konsentrat tersebut. Disamping itu, sekitar 38,33% dari peternak di daerah ini ada yang memberikan pakan ternak sapi potongnya dengan ad libitum (selalu tersedia). Peternak beranggapan bahwa semakin banyak pakan yang dikonsumsi oleh ternak, maka pertumbuhannya semakin cepat, hal itu yang menjadi alasan peternak di daerah ini memberikan pakan pada ternaknya dengan ad libitum. Pemberian pakan ad libitum ini hanya sebatas pada pemberian hijauan, hal ini menandakan bahwa kurangnya pengetahuan peternak tentang kebutuhan konsumsi pada sapi dan manajemen pemberian pakan, sehingga terjadi pemborosan pada penggunaan hijauan karena konsumsi yang berlebih. Di samping itu, kasus ini menandakan bahwa hijauan di daerah ini ketersediaannya sangat melimpah dan hijauan merupakan pakan pokok ternak sapi yang harus tersedia setiap hari dibandingkan dengan pakan konsentrat. Peternak di daerah ini memberikan konsentrat pada sapi sebelum pemberian hijauan. Konsentrat biasanya diencerkan
dengan air sebelum diberikan pada sapi, agar mudah dalam pencernaan dan supaya tidak ada konsentrat yang terbuang (terkonsumsi semua). Tabel 12. Ketepatan Waktu Pembersihan Kandang Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Waktu Pembersihan Kandang tiap hari
kadang-kadang
tidak pernah
Ngepungrojo
13
2
0
Sidokerto
11
4
0
Panjunan
12
3
0
Kutoharjo
6
9
0
Jumlah
42
18
0
Persentase
70,00
30,00
0,00
Menurut Sugeng (1999), kandang harus dibersihkan setiap hari dari kotoran. Kotoran umumnya terdiri dari sisa bahan pakan yang bercampur dengan kotoran sapi itu sendiri. Kotoran hendaknya dibawa dan ditempatkan di tempat khusus bak penampungan kotoran, yang nantinya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% dari peternak di Kecamatan Pati melakukan pembersihan kandang setiap hari, hal ini menunjukkan kesadaran peternak akan kebersihan kandang. Peternak di daerah ini membersihkan kandang minimal tiap dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari sebelum pemberian pakan. Pembersihan kandang biasanya dilakukan oleh istri dari peternak tersebut. Namun, ada sekitar 30% dari peternak di daerah ini yang tidak membersihkan kandang tiap hari atau kadang-kadang. Waktu pembersihan kandang tidak menentu, biasanya peternak menunggu hingga kotorannya penuh di kandang. Peternak di daerah ini membuang kotoran pada tempat pembuangan yang telah disediakan di sekitar kandang. Kotoran ini biasanya ditumpuk hingga waktu tertentu sebelum digunakan sebagai pupuk di sawah. Dalam proses penumpukan kotoran ini sering menimbulkan polusi udara. Selain itu, ada juga peternak yang tidak memanfaatkan kotoran sapi ini sebagai pupuk dengan membiarkan menumpuk di sekitar kandang. Hal ini menjadi kelemahan dalam usaha pengembangan ternak
sapi potong di daerah ini, karena belum adanya teknologi dalam pengolahan kotoran sapi sehingga sering menimbulkan polusi udara akibat dari limbah kotoran ternak ini. Tabel 13. Ketepatan Waktu Memandikan Sapi Oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Waktu Memandikan Sapi tiap hari
kadang-kadang
tidak pernah
Ngepungrojo
4
11
0
Sidokerto
2
13
0
Panjunan
4
11
0
Kutoharjo
3
12
0
Jumlah
13
47
0
Persentase
21,67
78,33
0,00
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sapi potong di daerah ini tidak memandikan ternaknya setiap hari (kadang-kadang), yaitu sekitar 78,33% dari jumlah peternak. Hasil ini berbanding terbalik dengan pembersihan kandang, peternak justru lebih cenderung membersihkan kandang setiap hari dibandingkan memandikan sapi, hal ini dikarenakan kandang yang digunakan masih bersifat tradisional, dimana masih menyatu dengan rumah peternak dan alasnya masih berupa tanah sehingga akan menyebabkan becek dan kotor pada kandang ketika sapi dimandikan. Peternak memandikan ternaknya ketika kondisinya benar-benar kotor atau ketika hendak dijual, biasanya ternak dimandikan diluar kandang. Alasan lain peternak tidak memandikan ternaknya setiap hari adalah tidak adanya waktu untuk melakukannya, karena peternak telah lelah bekerja seharian sehingga malas untuk memandikan ternak tersebut. Namun, sekitar 21,67% peternak sapi potong di daerah ini memandikan ternaknya setiap hari, hal ini dilakukan agar kebersihan ternak tetap terjaga sehingga ternaknya akan lebih sehat dibandingkan dengan ternak yang kotor. Peternak yang memandikan ternaknya setiap hari, alas kandangnya sudah terbuat dengan pasir dan semen yang tidak akan menimbulkan kotor dan becek ketika ternaknya dimandikan. Peternak di daerah ini biasanya memandikan sapi ketika sebelum ternak diberikan pakan, yaitu pada pagi dan sore hari.
Menurut Sugeng (1999), sapi betina yang baik biasanya dipelihara terus untuk diambil keturunannya. Keturunan itu bisa dipakai sebagai calon pengganti penggemukan berupa sapi bakalan (feeder catle). Dengan demikian sapi tersebut harus dikawinkan untuk memperoleh keturunan. Sapi tersebut dapat dikawinkan setelah mengalami dewasa kelamin dan dewasa tubuh. Berikut merupakan tabel pengetahuan peternak tentang ketepatan dalam mengawinkan sapi di Kecamatan Pati. Tabel 14. Ketepatan dalam Mengawinkan Sapi oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Ketepatan dalam Mengawinkan Sapi Tahu
Tidak Tahu
Ngepungrojo
15
0
Sidokerto
15
0
Panjunan
15
0
Kutoharjo
15
0
Jumlah
60
0
Persentase
100,00
0,00
Berdasarkan tabel diatas, semua peternak di kecamatan ini sudah mempunyai pengetahuan dalam hal ketepatan mengawinkan sapi. Hal ini didukung dengan pengetahuan peternak tentang ciri-ciri birahi pada ternak sapi (Tabel 15). Peternak biasanya langsung mengawinkan ternaknya ketika ternaknya menunjukkan tandatanda birahi seperti, gelisah, merah dan keluar lendir pada alat kelaminnya. Pada sapi betina yang belum dewasa tubuh, peternak tidak mengawinkannya walaupun ternak tersebut memperlihatkan tanda-tanda birahi. Peternak biasanya mengawinkan ternaknya ketika mencapai dewasa tubuh yaitu sekitar 1,5-2 tahun.
Tabel 15. Rataan Pengetahuan Ciri-Ciri Sapi Birahi oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Ciri-Ciri Sapi Birahi Tahu
Tidak Tahu
Ngepungrojo
15
0
Sidokerto
15
0
Panjunan
15
0
Kutoharjo
15
0
Jumlah
60
0
Persentase
100,00
0,00
Sistem perkawinan sapi di kecamatan ini semua peternaknya menggunakan inseminasi buatan, yang lebih dikenal dengan istilah kawin suntik oleh masyarakat sekitar (Tabel 16). Inseminasi buatan dirasa lebih mudah dilaksanakan oleh peternak dibandingkan perkawinan secara alami, dengan melihat tanda-tanda birahi pada ternaknya. Peternak di daerah ini langsung menghubungi mantri hewan dari dinas peternakan kabupaten yang bertugas di masing-masing kecamatan, ketika terlihat tanda-tanda birahi pada ternaknya. Disamping itu, inseminasi buatan mempunyai keunggulan yaitu persentase kebuntingan yang tinggi dibanding dengan kawin alam. Perkawinan secara alamiah di daerah ini sudah jarang dilakukan karena ketersediaan pejantan unggul sangat jarang ditemukan dikarenakan kebanyakan peternak menjual sapi pejantan ketika mecapai dewasa. Tabel 16. Sistem Perkawinan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Sistem Perkawinan Alam
IB (Kawin Suntik)
Ngepungrojo
0
15
Sidokerto
0
15
Panjunan
0
15
Kutoharjo
0
15
Jumlah
0
60
Persentase
0,00
100,00
Kesehatan Hewan Keberhasilan peternakan sapi potong tidak hanya terletak pada usaha pengembangan jumlah ternak yang dipelihara, namun juga pada perawatan dan pengawasan sehingga kesehatan ternak sapi tetap terjaga. Perawatan dan pengobatan pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dari berbagai segi, baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi ekonomis (Murtidjo, 1990). Menurut Sugeng (1999), penyakit menular merupakan ancaman bagi peternak, walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan, akan tetapi bisa merusak kesehatan ternak sapi secara berkepanjangan, mengurangi pertumbuhan, dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali. Berikut tabel jenis-jenis penyakit yang biasa dialami ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Tabel 17. Jenis Penyakit Pada Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Jenis Penyakit Desa
Tidak Nafsu
Mencret
Kembung
Kutil
Lumpuh
Demam
Ngepungrojo
8
3
0
0
0
4
Sidokerto
4
3
3
0
3
2
Panjunan
7
2
0
2
0
4
Kutoharjo
9
3
0
1
0
2
Jumlah
28
11
3
3
3
12
Persentase
46,67
18,33
5,00
5,00
5,00
20,00
Makan
Berdasarkan tabel di atas, penyakit yang sering menyerang ternak sapi potong di daerah ini adalah mencret, kembung, kutil, lumpuh, demam, dan tidak nafsu makan. Mencret pada sapi di daerah ini paling sering dialami oleh sekitar 46,67% dari petenak, tidak nafsu makan dan kembung juga sering dialami oleh peternak yaitu sekitar 20% dan 18,33%. Sedangkan penyakit kutil, lumpuh, dan demam sering dialami oleh 5% dari peternak sapi di daerah ini. Pada dasarnya pengetahuan peternak tentang jenis penyakit yang menyerang ternak sapi secara teori tidak diketahui oleh peternak. Untuk menjaga agar ternak sapi yang dimiliki tetap sehat maka peternak harus mempunyai pengetahuan tentang penyakit yang memadai.
Walaupun pengetahuan tentang penyakit secara teori kurang, peternak di daerah ini hampir semuanya tahu tentang pengendalian atau pengobatan terhadap ternak sapi yang terserang penyakit tersebut (tabel 18). Pada umumnya pengobatan yang dilakukan oleh peternak berupa pengobatan tradisional. Pengetahuan ini berdasarkan pengalaman peternak, baik itu pengalaman pribadi maupun pengalaman peternak lain. Tabel 18. Pengetahuan Peternak Tentang Pengendalian Penyakit Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Cara Pengendalian Tahu
Tidak Tahu
Ngepungrojo
15
0
Sidokerto
15
0
Panjunan
15
0
Kutoharjo
15
0
Jumlah
60
0
Persentase
100
0
Pengobatan tradisional yang biasa dilakukan oleh peternak di daerah ini misalnya racikan dari berbagai macam bumbu dapur, seperti kunyit, kencur, jeruk nipis, dan gula merah. Racikan tersebut biasa digunakan ketika ternaknya mengalami demam. Jika penyakitnya tidak kunjung sembuh, biasanya peternak langsung menghubungi mantri hewan dari dinas peternakan setempat. Petugas dari dinas peternakan setempat biasanya terlebih dahulu melihat kondisi ternaknya sebelum melakukan pengobatan, setelah itu memberikan obat atau vaksinasi pada ternak sesuai dengan penyakit yang diderita melalui penyuntikan pada ternak tersebut. Hal semacam ini lah yang rutin dilaksanakan oleh peternak di daerah ini jika ternaknya terserang penyakit. Jika penyakitnya tidak kunjung sembuh juga, peternak biasanya langsung memotong ternaknya atau dengan menjual ternaknya kepada tukang jagal dengan harga yang cukup murah, untuk dijual kembali dalam bentuk daging di pasar. Modal pengetahuan ini lah yang membuat peternak tidak terlalu panik ketika ternaknya terserang penyakit.
Perkandangan Kandang merupakan tempat tinggal ternak yang sepanjang waktu harus diperhatikan oleh peternak tentang kondisinya. Bangunan kandang merupakan faktor utama untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan, baik terhadap sengatan terik matahari, kedinginan, kehujanan, dan tiupan angin yang kencang. Konstruksi kandang yang baik akan berpengaruh pada kesehatan dan perkembangan ternak. Menurut Abidin (2002), kandang harus dibuat dengan memperhatikan beberapa syarat teknis, antara lain dibuat dari bahan yang berkualiatas, luas kandang harus sesuai dengan jumlah sapi, konstruksi lantai kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan dalam melakukan pembersihan, memandikan, dan tidak licin, sinar matahari harus bisa masuk secara langsung ke dalam kandang, sistem ventilasi udara harus memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat, memperhatikan arah angin yang dominan, dekat dengan sumber air, dan atap kandang sedapat mungkin dibuat dari bahan-bahan yang ringan. Berikut tabel pengetahuan peternak tentang syarat-syarat kandang yang baik di Kecamatan Pati. Tabel 19. Pengetahuan Peternak Tentang Syarat Kandang yang Baik di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Syarat Kandang Tahu
Tidak Tahu
Ngepungrojo
5
10
Sidokerto
4
11
Panjunan
6
9
Kutoharjo
3
12
Jumlah
18
42
Persentase
30,00
70,00
Berdasarkan tabel di atas, peternak di daerah ini sebagian besar tidak mengetahui syarat-syarat kandang yang baik yaitu sekitar 70% dari total responden. Kandang di daerah ini masih bersifat tradisional dan tempatnya masih menyatu dengan rumah peternak tersebut, karena keterbatasan dana dan lahan untuk membangun kandang. Kandang yang sempit terkadang memberikan kesulitan bagi
peternak dalam membersihkan kandang dan kapasitas kandang terkadang tidak sesuai dengan jumlah sapi yang dimiliki sehingga menyebabkan sapi tidak leluasa melakukan aktifitas sehari-hari seperti rebahan setelah mengkonsumsi pakan. Sebagian besar kandang di daerah ini sirkulasi udaranya tertutup sehingga menimbulkan rasa pengap karena sirkulasi udara di dalam kandang kurang. Peternak di daerah ini yang tahu tentang syarat-syarat kandang yang baik hanya sedikit yaitu sekitar 30%. Peternak mendapatakan informasi tentang syaratsyarat kandang yang baik dari tayangan televisi dan penyuluhan dari dinas peternakan setempat. Walaupun kandangnya masih terbuat dari bahan yang sederhana berbahan dasar bambu, tetapi sudah memenuhi syarat-syarat kandang yang baik berdasarkan luasan dan sirkulasi udara dalam ruangan. Bagi peternak yang mempunyai modal lebih untuk pembangunan kandang, biasanya kandangnya sudah baik yang bahan baku dasarnya terbuat dari batu bata dan semen.
Gambar 16. Konstruksi Kandang Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Tempat penampungan kotoran merupakan salah satu dari konstruksi kandang yang harus diperhatikan, karena jika limbah kotoran ternak sapi potong tidak ditangani secara benar akan menyebabkan polusi bagi lingkungan di sekitarnya.
Kotoran sapi potong umumnya dimanfaatkan sebagai pupuk dan biogas. Dalam skala peternakan rakyat, sebagian besar peternak memanfaatkan kotoran sapi potong sebagai pupuk dibandingkan sebagai biogas. Hal ini dikarenakan dalam pembuatan biogas membutuhkan biaya yang sangat besar jika dibandingkan dengan pembuatan pupuk. Pembuatan biogas ini sebagian besar dilakukan oleh peternakan yang sudah dalam skala industri. Selain lebih murah dalam hal biaya, pembuatan pupuk juga lebih mudah dibandingkan dengan pembuatan biogas. Peternak biasanya menampung kotoran sapi dalam bak penampungan di sekitar kandang, setelah kotoran kering biasanya peternak langsung membawanya ke sawah atau ladang mereka untuk dijadikan pupuk organik. Berikut tabel pengetahuan peternak tentang pengolahan kotoran ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Tabel 20. Pengetahuan Peternak Tentang Pengolahan Kotoran Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Pengolahan Kotoran Ya
Tidak
Ngepungrojo
14
1
Sidokerto
10
5
Panjunan
4
11
Kutoharjo
13
2
Jumlah
41
19
Persentase
68,33
31,67
Berdasarkan data di atas, peternak di daerah ini sebagian besar sudah mengetahui tentang
pengolahan kotoran sapi yaitu sekitar 68,33% dari total
responden. Peternak di daerah ini cenderung memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk organik dibandingkan dimanfaatkan sebagai biogas. Selain tidak memerlukan biaya yang besar, pembuatan pupuk sangat mudah dalam penanganannya. Sekitar kandang biasanya tersedia tempat penampungan kotoran untuk proses pengeringan sebelum digunakan sebagai pupuk di sawah atau ladang mereka. Pupuk organik dari kotoran sapi ini biasanya dijadikan sebagai pupuk alternatif atau pupuk tambahan dalam bercocok tanam disamping pupuk anorganik. Walaupun pengolahannya belum optimal, pupuk dari kotoran sapi ini cukup
meringankan beban dari peternak, dimana sebagian besar pekerjaan utama peternak di daerah ini sebagai petani. Peternak sapi potong di kecamatan ini ada juga yang tidak mengetahui tentang pengolahan atau pemanfaatan dari kotoran sapi, yaitu sekitar 31,67% dari total responden. Kotoran sapi biasanya dibiarkan begitu saja di sekitar kandang hingga menumpuk atau ada juga peternak yang mengalirkan kotoran dari sapi ini langsung menuju sungai di sekitar kandang mereka. Hal ini lah yang sering menjadi kendala dalam pengembangan ternak sapi potong, dimana dari kotoran tersebut dapat menyebabkan berbagai macam polusi yang berdampak merugikan bagi masyarakat sekitar maupun peternak itu sendiri. Konstruksi kandang sapi potong dari keseluruhan kandang peternak di daerah ini masih berupa kandang tradisional dimana bahan bambu sebagai bahan utamanya dalam pembangunan kandang. Walaupun sebagian peternak tahu tentang syarat kandang yang baik, tetapi bangunan kandangnya masih tetap berbahan bambu dan bahan seadanya yang masih layak dipakai, serta letaknya menyatu dengan rumah mereka. Hal ini dikarenakan keterbatasan dana dan lahan dalam pembangunan kandang. Saluran drainase (selokan) untuk pembuangan kotoran ke tempat penampungan, hampir semua kandang di daerah ini tidak ada sehingga memberikan kesulitan kepada
peternak dalam
pembersihan kandang. Terkadang akan
menyebabkan kandang becek akibat campuran feses dan urin sehingga mengganggu kenyamanan ternak pada saat rebahan, serta akan menimbulkan penyakit jika kandang dan ternak dalam keadaan kotor. Pemasaran Pemasaran adalah merupakan kegiatan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen, dimana fungsi pemasaran yang dilakukan meliputi, pembelian, penjualan, pengangkutan, pergudangan, pembiayaan, penanggungan resiko, dan standarisasi serta informasi pasar (Suarda, 2009). Menurut Downey dan Erickson (1992), bahwa penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir sering dinamakan sebagai saluran pemasaran, serta jenis dan kerumitannya tergantung pada jenis komoditinya. Dalam pemasaran barang atau jasa harus ada keterlibatan dari beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara, dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya
untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi (Limbong dan Sitorus, 1987). Tabel 21. Sistem Pemasaran Ternak oleh Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Desa
Pemasaran Ternak Pasar
Tengkulak
Lainnya
Ngepungrojo
0
15
0
Sidokerto
0
15
0
Panjunan
0
15
0
Kutoharjo
0
15
0
Jumlah
0
60
0
Persentase
0,00
100,00
0,00
Hasil penelitian ini berdasarkan tabel 21 di atas, menunjukkan bahwa sistem pemasaran sapi potong yang dilakukan oleh peternak di daerah ini melalui tengkulak (pedagang pengumpul). Hal ini dilakukan karena sistem pemasaran seperti ini lebih efisien dalam berbagai hal, seperti biaya transportasi dalam pengangkutan ke pasar. Tengkulak di daerah ini membeli sapi menggunakan dua cara yaitu, pembelian ternak berdasarkan harga per kg bobot hidup sapi dan berdasarkan harga taksiran berdasarkan besarnya sapi. Dari kedua sistem pembelian tersebut, pembelian berdasarkan harga taksiran dinilai lebih menguntungkan baik bagi tengkulak maupun peternak. Peternak di daerah ini jarang melakukan pemasaran ternaknya langsung ke pasar hewan. Karena tidak adanya transportasi pengangkutan serta dibutuhkan tambahan biaya dalam proses transportasi tersebut dibandingkan dengan dijual lewat tengkulak yang datang langsung ke tempat peternak. Disamping itu alasan lain dari peternak tidak menjual ternaknya ke pasar sapi terhambat mengenai hal waktu, peternak tidak mempunyai banyak waktu untuk memasarkan ternaknya di pasar karena kesibukan mereka dalam pekerjaan utamanya yang sebagian besar sebagai petani. Proses penjualan ternak lewat tengkulak ini lah dirasa paling efektif bagi peternak baik dari segi biaya, waktu maupun kecepatan dalam mendapatkan dana penjualan. Dari segi keuntungan mungkin peternak tidak mendapatkan keuntungan
yang besar dari proses penjualan ini. Bagi peternak berapa pun hasil yang diperoleh dari hasil penjualan ternak sapi ini tidak terlalu berpengaruh terhadap sistem pemasaran yang selama ini tetap dilaksanakan karena tetap menguntungkan bagi peternak. Hal terpenting bagi peternak adalah keinginan untuk memperoleh dana secara cepat dapat terpenuhi untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Berikut saluran pemasaran ternak sapi potong secara sistematis di Kecamatan Pati. Peternak
Tengkulak/ Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Luar Daerah Keterangan: Pemasaran langsung Penggunaan jasa
Rumah Potong Hewan (RPH)
Pasar Hewan
Pasar
Konsumen
Gambar 17. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas, tengkulak (pedagang pengumpul) mengambil peranan yang sangat penting sebagai salah satu badan perantara dalam menyalurkan sapi hingga ke konsumen dalam bentuk daging yang siap di konsumsi. Tengkulak di daerah ini biasanya menjual sapi yang telah di beli dari peternak ke dalam tiga badan perantara yaitu, pedagang besar, pasar hewan, dan rumah potong hewan (RPH). Pedagang besar di daerah ini dalam saluran pemasaran berfungsi sebagai penyalur bagi daerah-daerah lain di luar Kabupaten Pati dalam skala yang besar seperti daerah cirebon, cianjur, dan kudus. Mereka mendapat suplai ternak sapi potong ini dari para tengkulak yang sudah lama bekerja sama. Sapi yang disuplai dari tengkulak ini biasanya tidak langsung dikirim keluar daerah, tapi ditampung terlebih dahulu hingga
bobotnya sesuai dengan permintaan pedagang di luar daerah. Terkadang sapi itu ada yang langsung disuplai keluar daerah ketika adanya permintaan. Pedagang besar di daerah ini telah lama menjalin kerjasama dengan para pedagang besar di daerah lain sehingga tidak terlalu kesulitan dalam memasarkan sapinya. Pasar hewan juga merupakan saluran pemasaran bagi para tengkulak untuk menjual sapi yang sudah di beli dari peternak. Tengkulak biasanya menampung sapi yang dibeli dari peternak sekitar 1-2 hari dirumahnya hingga kapasitasnya memenuhi untuk dibawa ke pasar. Sistem pemasaran di pasar hewan ini bersifat dinamis dibandingkan dua badan perantara yang disalurkan oleh tengkulak. Karena di pasar hewan ini lah terjadi proses jual beli yang tidak hanya dilakukan antara dua orang saja, tetapi semua orang berkumpul dalam tawar-menawar sapi. Tengkulak lebih bebas dalam memasarkan ternaknya di pasar hewan ini, karena mereka berhadapan langsung dengan pembeli yang sangat beragam. Pasar hewan di daerah ini tidak tersedia, jadi tengkulak biasanya memasarkan ternaknya ke pasar hewan yang berada di luar Kecamatan Pati, dimana pasar sapi ini beroperasi pada hari tertentu saja. Semua tengkulak berkumpul di pasar ini menawarkan sapinya kepada pembeli. Peminat sapi dari tengkulak ini biasanya pedagang-pedagang pengecer, dimana membeli sapi yang sudah siap potong untuk dijual berupa daging. Para pedagang pengecer ini sangat berperan penting dalam perputaran modal para tengkulak. Setelah mendapatkan sapi yang diminati, biasanya mereka langsung memotong sapi tersebut baik dipotong sendiri maupun menggunakan jasa dari RPH daerah setempat. Pedagang pengecer di daerah ini sekaligus beroperasi sebagai tukang jagal, sehingga sebagian besar sapinya dipotong sendiri yang diperoleh dari pasar dibandingkan menggunakan jasa dari RPH yang mengeluarkan biaya dalam proses pemotongan. Rumah potong hewan (RPH) di daerah ini terkadang mendapat suplai sapi dari sebagian tengkulak dan jumlahnya pun sedikit. Tengkulak sangat jarang menjual sapinya ke RPH karena keuntungan yang mereka dapat hanya sedikit atau bisa juga jadi rugi dari hasil penjualannya tersebut. RPH biasanya membeli sapi berdasarkan harga per Kg bobot hidup sapi, hal ini berbeda dengan sistem pembelian tengkulak dari para peternak, dimana menggunakan taksiran harga berdasarkan besarnya sapi. Hal ini lah yang membuat tengkulak terkadang enggan untuk memasarkan sapinya ke RPH setempat dikarenakan keuntungan yang tidak menentu. Hasil dari pemotongan
sapi baik yang dilakukan oleh RPH maupun dilakukan sendiri oleh pedagang pengecer, biasanya langsung dijual ke pasar-pasar tradisional setempat. Pasar tradisional ini merupakan badan perantara terakhir dalam saluran pemasaran ternak sapi potong hingga bisa dikonsumsi oleh konsumen dalam bentuk daging. Faktor-Faktor Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong Iklim Berdasarkan data sekunder, keadaan iklim di Kecamatan Pati termasuk ke dalam tipe iklim (oldeman) D2, dimana rata-rata curah hujan per tahun sebanyak 994 mm dengan 64 hari hujan dan temperaturnya berkisar 24 0-390C. Menurut Abidin (2002), sapi potong pada umumnya dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran suhu 10-27o C, dengan curah hujan 800-1500 mm/tahun, dan kelembapan udara 6080 %. Dalam hal ini, keadaan iklim di Kecamatan Pati mendekati dengan keadaan iklim ideal pengembangan usaha ternak sapi. Sapi termasuk hewan yang peka terhadap perubahan suhu lingkungan terutama perubahan yang drastis. Suhu tinggi bisa menyebabkan konsumsi pakan menurun dan berakibat pada menurunnya laju pertumbuhan ternak, selain itu juga berpengaruh terhadap kemampuan reproduksi (Abidin, 2002). Curah hujan yang sangat tinggi juga bisa mengakibatkan gangguan kesehatan pada sapi potong. Curah hujan yang tinggi berkolerasi dengan ketersediaan pakan yang berupa hijauan. Hijauan melimpah pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau ketersediaannya terbatas. Tingkat kelembapan yang tinggi (basah) cenderung berhubungan dengan tingginya peluang bagi tumbuh dan berkembangnya parasit dan jamur. Sebaliknya, kelembapan rendah (kering) menyebabkan udara berdebu dan merupakan pembawa penyakit menular. Menurut Sudarmono dan Bambang (2008), suhu yang tinggi dan musim panas yang panjang mempengaruhi pertumbuhan. Salah satu penghalang bagi produksi daging di daerah tropis adalah suhu tinggi dan musim panas yang panjang. Karena suhu udara yang tinggi akan memperlambat proses metabolisme (pertukaran zat) di dalam tubuh sehingga mengganggu pertambahan berat atau pertumbuhan. Apalagi bila terjadi musim panas yang panjang, baik volume dan nilai pakan hijauan akan berada di bawah nilai kebutuhan pokok. Akibatnya pertumbuhan sapi menjadi lebih lambat dan pada sapi dewasa akan kehilangan berat badan sehingga rencana pemotongan sapi tertunda.
Dukungan Pemerintah Pembangunan peternakan sebagai bagian dari pembangunan pertanian akan terkait dengan reorientasi kebijakan pembangunan pertanian. Pembangunan peternakan terutama pengembangan sapi potong perlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, modern, dan profesional dengan memanfaatkan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi usaha. Selain itu, pengembangan usaha sapi potong hendaknya didukung oleh industri pakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan spesifik lokasi melalui sistem yang terintegrasi. Untuk memenuhi kecukupan pangan, terutama protein hewani, pengembangan peternakan yang terintegrasi merupakan salah satu pilar pembangunan sosial ekonomi (Mayulu et al., 2010) Pembangunan peternakan mempunyai paradigma baru, yakni secara makro berpihak kepada rakyat, adanya pendelegasian tanggung jawab, perubahan struktur dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu diformulasikan suatu strategi dan kebijakan yang komprehensif, sistematis, terintegrasi baik vertikal maupun horizontal, berdaya saing, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. Secara umum pengembangan suatu jenis usaha dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah dukungan aturan dan kebijakan. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama diantara pemerintah, masyarakat (peternak skala kecil), dan swasta. Pemerintah menetapkan aturan main, memfasilitasi serta mengawasi aliran dan ketersediaan produk, baik jumlah maupun mutunya agar memenuhi persyaratan halal, aman, bergizi, dan sehat. Bantuan pemerintah untuk pengembangan usaha ternak sapi selama ini masih dilakukan berupa pelaksanaan program pengembangan agribisnis diantaranya, Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KPPE), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Bantuan kredit ini bisa langsung didapat oleh peternak dengan persyaratan yang telah ditentukan untuk mengembangkan usaha ternak sapinya. Namun dalam pelaksanaannya, sebagian besar peternak tidak mengetahui akan adanya bantuan berupa kredit usaha. Hal ini menandakan kurangnya sosialisasi dari dinas terkait di Kabupaten Pati kepada peternak dalam hal ini peternakan rakyat yang skala usahanya masih kecil. Adapun bantuan dari pemerintah yang ditujukan
untuk para sarjana peternakan untuk mengembangkan ternak sapi potong di daerahnya, yaitu program SMD (Sarjana Membangun Desa). Program rutin tiap tahun dari dinas peternakan di daerah ini adalah program TMMD (TNI Manunggal membangun Desa). Program ini berupa pemerikasaan kesehatan ternak khususnya sapi di daerah tertinggal yang dilaksanakan setahun sekali. Selain itu, untuk mengontrol kesehatan ternak, dinas peternakan menempatkan para mantri hewan di setiap kecamatan. Mantri hewan di Kecamatan Pati ini cenderung pasif, artinya mereka melakukan pemeriksaan terhadap sapi ketika ada keluhan dari peternak. Program ini cenderung tidak efektif dalam mengontrol kesehatan ternak di daerah ini, sehingga terkadang ada ternak yang mati akibat tidak sempat mendapatkan pengobatan. Dukungan pemerintah berupa penyuluhan dan pembinaan di bidang peternakan termasuk kesehatan ternak kepada peternak selama ini jarang dilakukan sehingga pengetahuan peternak akan perkembangan teknologi di bidang peternakan sangat rendah. Sehingga peternak masih mempertahankan cara pemeliharaan sapi secara tradisional akibat tidak ada informasi baru yang mereka dapat. Selain hal itu, pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap sapi betina produktif. Akhir-akhir ini pemotongan sapi betina produktif menjadi isu yang perlu mendapatkan perhatian. Karena sapi betina produktif masih bisa berproduksi untuk menghasilkan bibit, jika tidak dilakukan pengawasan atau dilakukan pemotongan terhadap betina produktif, peraturan dan kebijakan dalam pengembangan sapi potong menjadi percuma. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah ketika ketersediaan bibit sapi di daerah ini sedikit sedangkan kebutuhan akan daging terus meningkat, sehingga harus mengimpor bibit sapi dari daerah lain yang akan menambah biaya. Permintaan (Konsumen) Permintaan pasar akan daging sapi terus memperlihatkan peningkatan, hal ini dipicu oleh bergesernya tradisi memotong babi atau kambing pada saat perayaan adat atau perhelatan keluarga, serta timbulnya paradigma di masyarakat akan tingginya kolestrol pada daging kambing maupun domba. Peternakan domestik belum mampu memenuhi permintaan daging dari masyarakat. Timpangnya antara pasokan dan permintaan, ternyata masih tinggi. Tidak mengherankan, lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam hal pertanian termasuk peternakan yaitu Deptan, mengakui
masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplai yang selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju peningkatan populasi sapi potong dan pada gilirannya memaksa Indonesia selalu melakukan impor baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging dan jeroan sapi. Konsumsi masyarakat akan daging sapi di Kecamatan Pati sangat lah tinggi, hal ini dipicu akan sadarnya masyarakat tentang gizi yang baik terutama suplai dari protein hewani. Di daerah ini konsumsi akan daging tidak bersifat musiman, permintaan akan daging tiap hari selalu besar dan mengalami peningkatan ketika menjelang lebaran. Tidak hanya daging segar, biasanya masyarakat di daerah ini mengkonsumsi makanan dari olahan daging sapi, seperti baso dan sate. Tingginya daya beli masyarakat akan daging sapi ini, menjadikan sebuah peluang dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di daerah ini, sehingga peningkatan populasi ternak sapi dapat mengimbangi dari peningkatan permintaan masyarakat akan daging sapi. Keseimbangan antara pasokan dan permintaan daging sapi ini akan membuat daerah ini lebih mandiri dalam pemenuhan suplai daging lokal, sehingga tidak bergantung pada impor dari daerah lain. Selama ini di Kecamatan Pati tidak mengalami masalah mengenai kebutuhan daging, justru Kecamatan Pati dapat menyuplai sapi ke daerah lain.
Hasil Analisis SWOT Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong Identifikasi faktor internal meliputi faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses),
serta
faktor
eksternal
meliputi
faktor
peluang
(opportunities) dan ancaman (threats), untuk pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Pati sebagai berikut: Kekuatan (Strengths) Faktor-faktor internal yang diidentifikasi sebagai kekuatan yang dimiliki dalam pengembangan ternak sapi potong, meliputi: 1. Sebagian besar (93,33%) usia peternak masih berusia produktif 2. Sebagian besar (46,67%) peternak bekerja sebagai petani 3. Peternak sudah berpengalaman lama dalam usaha ternak sapi potong 4. Pakan, terutama hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun 5. Daya dukung lahan masih tinggi untuk pengembangan sapi potong 6. Produktivitas sapi tinggi 7. Kemampuan peternak dalam mengobati penyakit 8. Akses pemasaran mudah Kelemahan (Weaknesses) Faktor-faktor internal yang diidentifikasi sebagai kelemahan yang dimiliki dalam pengembangan ternak sapi potong, meliputi: 1. Tingkat pendidikan peternak rendah 2. Usaha ternak masih bersifat sampingan 3. Jenis usahanya masih bersifat tradisional, belum menerapkan teknologi 4. Kotoran sapi belum termanfaatkan sehingga menjadi polusi bagi lingkungan 5. Pos keswan jauh dari lokasi 6. Keterbatasan modal dalam usaha 7. Ketergantungan peternak kepada tengkulak dalam pemasaran Peluang (Opportunities) Faktor-faktor
eksternal
yang
diidentifikasi
sebagai
pengembangan ternak sapi potong, meliputi: 1. Iklim yang cocok untuk pengembangan ternak sapi potong
peluang
dalam
2. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sapi potong 3. Tersedianya program bantuan kredit usaha bagi peternak 4. Usaha sapi potong rakyat tidak terpengaruh krisis moneter 5. Tingginya permintaan daging Ancaman (Threats) Faktor-faktor
eksternal
yang diidentifikasi
sebagai
ancaman
dalam
penngembangan ternak sapi potong, meliputi: 1. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan ke peternak dari dinas peternakan 2. Masuknya sapi impor 3. Program pengembangan yang tidak tepat sasaran Evaluasi Faktor Internal Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Evaluasi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dilakukan perhitungan dengan menggunakan matriks IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) untuk usaha pengembangan ternak sapi potong. Berdasarkan Tabel 22 di bawah ini, menunjukkan bahwa skor faktor kekuatan lebih besar dibandingkan dengan faktor kelemahan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong. Pada faktor kekuatan, “Pakan, termasuk hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun” memiliki bobot dan skor tertinggi, bobot 0,14 dan skor 4 dengan nilai 0,56. Pada faktor kelemahan, “jenis usahanya masih bersifat tradisional, belum menerapkan teknologi” memiliki bobot dan skor tertinggi, bobot 0,14 dan skor 4 dengan nilai 0,56. Total keseluruhan nilai untuk faktor-faktor internal dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati adalah 0,27. Hal ini menunjukkan bahwa pada faktor internal, faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh penting. Matriks internal digunakan untuk mengetahui sejauh mana di daerah Kecamatan Pati mampu memanfaatkan kekuatan yang ada untuk mengatasi kelemahan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong.
Tabel 22. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Faktor-faktor Internal
Bobot
Skor
Nilai
0,07
3
0,21
0,04
1
0,04
0,07
3
0,21
0,14
4
0,56
0,10
4
0,40
6. Produktivitas sapi tinggi
0,04
2
0,08
7. Kemampuan peternak dalam mengobati penyakit
0,04
2
0,08
8. Akses pemasaran mudah
0,04
3
0,12
0,54
20
1,70
1. Tingkat pendidikan peternak rendah
0,04
-2
-0,08
2. Usaha ternak masih bersifat sampingan
0,04
-2
-0,08
0,14
-4
-0,56
0,07
-3
-0,21
5. Pos keswan jauh dari lokasi
0,04
-2
-0,08
6. Keterbatasan modal dalam usaha
0,07
-3
-0,21
0,07
-3
-0,21
Sub Total Kelemahan
0,46
-19
-1,43
Total
1,00
Kekuatan (Strengths) 1. Sebagian besar (93,33%) usia peternak masih berusia produktif 2. Sebagian besar (46,67%) peternak bekerja sebagai petani 3. Peternak sudah berpengalaman lama dalam usaha ternak sapi potong 4. Pakan, termasuk hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun 5. Daya dukung lahan masih tinggi untuk pengembangan sapi potong
Sub Total Kekuatan Kelemahan (Weaknesses)
3. Cara pemeliharaannya masih bersifat tradisional, belum menerapkan teknologi 4. Kotoran sapi belum termanfaatkan sehingga menjadi polusi bagi lingkungan
7. Ketergantungan peternak kepada tengkulak dalam pemasaran
0.27
Evaluasi Faktor Eksternal Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Evaluasi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dilakukan perhitungan dengan menggunakan matriks EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) untuk usaha pengembangan ternak sapi potong sebagai berikut. Tabel 23. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Faktor-faktor Eksternal
Bobot
Skor
Nilai
0,12
3
0,36
0,12
4
0,48
0,12
3
0,36
0,08
1
0,08
0,15
4
0,60
0,58
15
1,88
0,15
-4
-0,60
2. Masuknya sapi impor
0,15
-4
-0,60
3. Program pengembangan yang tidak tepat sasaran
0,12
-3
-0,36
Sub Total Ancaman
0,42
-11
-1,56
Total
1,00
Peluang (Opportunities) 1. Iklim yang cocok untuk pengembangan ternak sapi potong 2. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sapi potong 3. Tersedianya program bantuan kredit usaha bagi peternak 4. Usaha sapi potong rakyat tidak terpengaruh krisis moneter 5. Tingginya permintaan daging Sub Total Peluang Ancaman (Threats) 1. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan ke peternak dari dinas peternakan
0,32
Pada faktor peluang, tingginya permintaan daging memiliki nilai tertinggi yaitu 0,60, hal ini disebabkan karena faktor ini lebih penting dibandingkan dengan faktor lainnya untuk pengembangan usaha ternak sapi potong. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan ke peternak dari dinas peternakan, serta masuknya sapi impor memiliki nilai tertinggi untuk faktor ancaman dalam pengembangan usaha ternak
sapi potong di Kecamatan Pati, yaitu 0,60. Total nilai keseluruhan dari faktor eksternal ini adalah 0,32. Dimana total nilai dari faktor peluang lebih tinggi dibandingkan faktor ancamannya. Hal ini menjelaskan bahwa dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati harus lah bisa memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi ancaman yang ada pada lingkungan eksternal. Peluang
Turn Around
Agresif (0,27;0,32)
0,32
Kelemahan
Kekuatan 0,27
Difensif
Diversifikasi
Ancaman Gambar 18. Matriks Grand Strategy Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Tahap pemaduan data dari faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks grand strategy sangat lah penting untuk mengetahui posisi usaha ternak sapi potong rakyat di Kecamatan Pati berdasarkan empat kelompok strategi yaitu strategi yang bersifat agresif, diversifikasi, turn around, dan defensif. Berdasarkan gambar diatas, usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati berada pada kuadran agresif. Dimana terletak pada titik potong garis antara total faktor internal 0,27 dan faktor eksternal 0,32. Pada kuadran agresif Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan bagi usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Daerah ini memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Maka dari itu, strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan agresif (Growth Oriented Strategy).
Tabel 24. Matriks SWOT Analisis Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Kekuatan (Strengths):
Kelemahan (Weaknesses):
1. Sebagian besar usia peternak masih berusia produktif 2. Sebagian besar peternak bekerja sebagai petani 3. Peternak sudah berpengalaman lama dalam usaha ternak sapi potong 4. Pakan, termasuk hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun 5. Daya dukung lahan masih tinggi untuk pengembangan sapi potong 6. Produktivitas sapi tinggi
1. Tingkat pendidikan peternak rendah 2. Usaha ternak masih bersifat sampingan 3. Cara pemeliharaannya masih bersifat tradisional, belum menerapkan teknologi 4. Kotoran sapi belum termanfaatkan sehingga menjadi polusi bagi lingkungan 5. Keterbatasan modal dalam usaha
IFAS
EFAS
7. Kemampuan peternak dalam mengobati penyakit 8. Akses pemasaran mudah
6. Ketergantungan peternak kepada tengkulak dalam pemasaran 7. Tidak tersediannya Pos Keswan tiap desa.
Peluang (Opprotunities):
Strategi SO:
Strategi WO:
1. Iklim yang cocok untuk pengembangan ternak sapi potong
1. Meningkatkan populasi ternak sapi potong (S1, S2, S3,S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, O5)
2. Kebijakan pemerintah mendukung dalam pengembangan sapi potong 3. Tersedianya program bantuan kredit usaha bagi peternak 4. Usaha sapi potong rakyat tidak terpengaruh krisis moneter 5. Tingginya konsumsi masyarakat akan daging Ancaman (Threats):
2. Menyediakan pasar hewan khusus Kecamatan Pati (S6, S8, O2, O5)
1. Kebijakan dalam penggunaan teknologi untuk kegiatan produksi maupun pengolahan hasil ternak (W3, W4, O2, O5) 2. Meningkatkan kinerja pemerintah dalam menstabilkan harga di pasar (W6, O2, O4, O5)
3. Meningkatkan pemanfaatan lahan HMT secara optimal (S2, S4, S5, S6, O1)
3. Kebijakan dalam pembentukan kelompok ternak setiap desa (W1, W2, W5, O2, O5) 4. Mengoptimalkan bantuan kredit usaha (W2, W5, O3)
Strategi ST:
Strategi WT:
1. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan ke peternak dari dinas peternakan
1. Memberikan program penyuluhan kepada peternak tentang teknologi pengawetan HMT (S1, S2, S3, S4, T1, T3)
2. Masuknya sapi impor
2. Membuat program pengawasan terhadap saluran pemasaran sapi potong untuk mencegah masuknya sapi impor (S8, T2, T3)
1. Memberikan pengetahuan dan pelatihan tentang teknologi baru di semua aspek bidang peternakan (W1, W2, W3, W4,T1, T2) 2. Pembuatan program rutin dalam pemeriksaan kesehatan ternak (W7, T1, T3)
3. Program pengembangan yang tidak tepat sasaran
Formulasi Strategi Alat
yang
dipakai
untuk
menyusun
faktor-faktor
strategis
dalam
pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati adalah matriks SWOT. Perumusan strategi diperoleh dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal dalam pengembangan usaha ternak sapi potong. Matriks SWOT dapat mengasilkan empat kemungkinan alternatif strategi, yaitu Strategi SO, ST, WO, dan WT. Strategi SO Strategi SO dibuat untuk memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati dirumuskan beberapa strategi SO, sebagai berikut: 1. Meningkatkan populasi ternak sapi potong (S1, S2, S3,S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, O5) Bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi ternak sapi potong untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi terhadap daging sapi dan didukung oleh kebijakan pemerintah yang mendukung dalam pengembangan ternak sapi. Serta iklim
yang
cocok
dan
ketersedian
pakan
sepanjang
tahun
sehingga
memungkinkan untuk diadakannya penambahan jumlah populasi ternak untuk menigkatkan pendapatan peternak. Menurut Wisantoro (2010), berdasarkan daya dukung lahan HMT di daerah ini, Kecamatan Pati masih bisa menampung ternak sapi potong sekitar 146 ST. 2. Menyediakan pasar hewan khusus Kecamatan Pati (S6, S8, O2, O5) Kebijakan pemerintah yang selalu mendukung dalam pengembangan usaha ternak sapi potong, harus diimbangi dengan tersedianya sarana seperti pasar hewan. Hal ini bertujuan agar suplai akan permintaan daging oleh masyarakat selalu lancar dan efisien dengan adanya pasar hewan di daerah ini dan peternak tidak perlu ke luar daerah dalam memasarkan ternaknya. 3. Meningkatkan pemanfaatan lahan HMT secara optimal (S2, S4, S5, S6, O1) Iklim sangat berpengaruh terhadap ketersediaan HMT. Pada musim hujan ketersediaan hijauan cenderung berlebih, dan pada musim kemarau cenderung berkurang. Dari pengaruh iklim ini lah, perlu suatu pengawetan hijauan pada saat musim hujan supaya ketersediaannya selalu tersedia sepanjang tahun. Selain itu,
perlu adanya pemanfaatan hijauan yang berasal dari limbah pertanian secara optimal. Strategi ST Strategi ST merupakan suatu alternatif strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi semua ancaman yang terdapat pada usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Dalam perumusan srategi dalam pengembangan usaha ternak sapi potong didapat beberapa alternatif strategi ST, sebagai berikut: 1. Memberikan program penyuluhan kepada peternak tentang teknologi pengawetan HMT (S1, S2, S3, S4, T1, T3) Bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan peternak tentang teknologi, supaya lebih efisien dan produktif dalam pemanfaatan pakan terutama hijauan. Kurangnya penyuluhan dari dinas peternakan membuat peternak ketinggalan suatu informasi mengenai teknologi yang tepat guna, sehingga peternak cenderung menggunakan cara-cara tradisional yang tingkat keefisienan dan produktivitasnya sangat kurang dalam pelaksanaannya. Usia peternak yang masih produktif serta didukung dengan lamanya pengalaman dalam beternak, menjadi modal penting dalam pengembangan usaha ternak sapi potong. Program yang tidak tepat sasaran terkadang menjadi suatu kendala dalam pengembangan peternakan. Program yang dibuat cenderung berpihak kepada peternak dalam skala besar (industri) dibandingkan peternak kecil (peternakan rakyat). 2. Membuat program pengawasan terhadap saluran pemasaran sapi potong untuk mencegah masuknya sapi impor (S8, T2, T3) Masuknya sapi impor dari luar negeri menjadi permasalahan serius bagi peternakan rakyat. Disatu sisi impor sapi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan permintaan daging masyarakat dalam negeri, yang selama ini populasi sapi potong dalam negeri belum mampu menutupi akan permintaan daging. Sedangkan disisi lain, masuknya sapi impor berdampak merugikan bagi peternak terutama peternak kecil. Dengan masuknya sapi impor, sapi lokal tidak mampu bersaing dalam hal kualitas dan harga. Sehingga harga sapi maupun daging dalam negeri tidak stabil, terlebih dampak impor sapi itu dapat menurunkan harga sapi dan daging sapi lokal. Dalam permasalahan ini peternak kecil yang terkena imbasnya dari kebijakan impor sapi tersebut. Maka dari itu, pemerintah daerah wajib melakukan
pengawasan dan menindak keras bagi oknum yang dengan sengaja memasukkan sapi impor padahal kebutuhan daging daerah masih tercukupi. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati didapat suatu alternatif strategi WO, sebagai berikut: 1. Kebijakan dalam penggunaan teknologi untuk kegiatan produksi maupun pengolahan hasil ternak (W3, W4, O2, O5) Tingginya permintaan daging di pasar, membuat pemerintah kewalahan untuk memenuhi permintaan daging tersebut. Karena tingginya permintaan daging tidak diimbangi dengan peningkatan populasi sapi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peternak di Indonesia masih berupa peternakan rakyat yang skala produksinya kecil. Sedangkan pelaksanaan dalam proses produksi masih menggunakan tradisional dan berupa usaha sampingan. Sehingga perlu adanya kebijakan dalam penggunaan teknologi tepat guna kepada peternakan rakyat untuk meningkatkan produktivitas dan efisien dalam pelaksanaan proses produksi. 2. Meningkatkan kinerja pemerintah dalam menstabilkan harga di pasar (W6, O2, O4, O5) Usaha ternak sapi potong rakyat akan cenderung stabil ketika terjadi krisis, berbeda dengan usaha ternak sapi dengan skala industri. Ketidakstabilan harga dalam pasar sering menjadi masalah bagi peternak maupun masyarakat. Meningkatnya harga daging di pasar akan membuat masyarakat mencari makanan alternatif pengganti daging sapi, seperti ikan yang harganya cenderung stabil tiap tahunnya. Sebaliknya, ketika harga daging turun permintaan masyarakat akan daging akan meningkat. Penurunan harga daging salah satunya disebabkan oleh masuknya sapi atau daging impor sehingga harga sapi atau daging lokal kalah bersaing dari segi harga dan kualitas. Penyebab lain ketidakstabilan harga sapi di pasar karena permainan harga yang di buat oleh para tengkulak. Dimana ketergantungan peternak sapi di Kecamatan Pati kepada tengkulak dalam memasarkan ternaknya sangat lah tinggi, sehingga peternak cenderung mengikuti permainan harga dari peternak. Permasalahan ini harus mendapat perhatian lebih dari pemerintahan daerah supaya peternak tidak terlalu dirugikan dalam
pemasaran ternaknya. Pemerintah harus ikut campur dalam penentuan harga sapi maupun daging sapi supaya harganya cenderung stabil. 3. Kebijakan dalam pembentukan kelompok ternak setiap desa (W1, W2, W5, O2, O5) Pembentukan kelompok ternak setiap desa bertujuan supaya peternakan rakyat lebih terorganisasi dalam pelaksanaannya. Kelompok ternak ini menjadi sebuah wadah diskusi dalam tukar pikiran dalam pengetahuan dan teknologi dalam beternak sapi. Disamping itu dengan adanya kelompok ternak tiap desa, pemerintah daerah setempat lebih mudah dalam memantau populasi ternak. serta ketika pemerintah membuat program dalam bidang peternakan supaya tersebar merata ke peternak. Selain itu, adanya kelompok ternak ini mempermudah bagi peternak dalam memperoleh bantuan kredit usaha dari pemerintah, sehingga usaha dibidang ternak sapi potong rakyat ini berkembang. Bukan tidak mungkin dalam tahun 2014, Indonesia akan mencapai swasembada daging sapi seperti yang dicanangkan pemerintah. Sehingga ketergantungan akan impor sapi dan daging dari luar negeri akan berkurang. 4. Mengoptimalkan bantuan kredit usaha (W2, W5, O3) Modal merupakan faktor utama dalam pengembangan suatu usaha, termasuk usaha ternak sapi potong. Usaha ternak sapi potong rakyat di Kecamatan Pati merupakan usaha sampingan bagi peternak disamping pekerjaan utamanya. Modal yang kecil merupakan permasalahan utama dalam pengembangan usahanya. Dalam pengembangan agribisnis peternakan, pemerintah menyediakan program bantuan kredit usaha. Tetapi bantuan kredit usaha ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternak akibat kurangnya informasi dari dinas peternakan setempet. Untuk pengembangan usaha ternak sapi potong ke depannya, perlu adanya pengoptimalan bantuan kredit usaha dari pemerintah dengan cara peningkatan sosialisai kepada peternak dari dinas peternakan setempat. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Alternatif strategi WT untuk pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati, sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan dan pelatihan tentang teknologi baru di semua aspek bidang peternakan (W1, W2, W3, W4,T1, T2) Rendahnya pendidikan peternak di Kecamatan Pati sangat berpengaruh dalam penyerapan suatu inovasi dalam usaha ternak sapi potong, sehingga mereka cenderung mempertahankan cara tradisional dalam kegiatan produksi. Sedangkan teknologi sangat penting dalam meningkatkan produktivitas suatu usaha dengan efisien. Pendidikan rendah, kurangnya pengetahuan dalam hal teknologi, dan cara pemeliharaan secara tradisional, menjadi kelemahan dalam pengembangan peternakan rakyat. Sehingga kalah bersaing dengan sapi impor dalam hal kualitas. Maka dari itu, dinas peternakan daerah harus memberikan pengetahuan dan pelatihan mengenai penggunaan teknologi di bidang peternakan dari hulu sampai hilir. Dengan pengenalan suatu teknologi baru bagi peternak, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari peternakan rakyat. 2. Pembuatan program rutin dalam pemeriksaan kesehatan ternak (W7, T1, T3) Kesehatan ternak harus mendapat perhatian khusus dari dinas peternakan daerah. Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan pengembangan usaha ternak sapi potong. Selama ini, peternak di Kecamatan Pati sebisa mungkin mengobati sendiri ternaknya yang sakit dengan cara tradisional yang mereka dapat dari peternak lain maupun dari pengalaman orang terdahulu. Karena untuk memeriksakan ternaknya ke dokter atau mantri hewan sangat lah sulit dan mengelurkan biaya tambahan dalam pengobatan, serta tidak adanya Pos Keswan penunjang di daerah ini. Dalam program Dinas Peternakan Kabupaten Pati, telah dilakukan suatu program pemeriksaan kesehatan tiap tahun sekali untuk daerah tertinggal. Program ini cenderung tidak merata ke semua peternak dan waktunya cenderung lama, sehingga kurang efektif dalam peleksanaannya. Sehingga perlu adanya program rutin dari dinas peternakan mengenai pemeriksaan kesehatan ternak yang merata ke setiap daerah dan selang waktunya tidak terlalu lama, maksimal satu kali dalam sebulan. Dari program rutin ini juga bisa dimanfaatkan oleh petugas dinas peternakan untuk menyalurkan perkembangan teknologi baru maupun program-program pemerintah di bidang peternakan. Sehingga peternak tidak ketinggalan suatu informasi pengetahuan tentang teknologi maupun program pemerintah daerah di bidang peternakan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ketersediaan hijauan makanan ternak (HMT) sepanjang tahun dan tingginya konsumsi masyarakat akan daging sapi di Kecamatan Pati, merupakan faktor utama dalam pengembangan usaha ternak sapi potong, serta didukung dengan sumber daya manusia (SDM) yang berusia produktif dan berpengalaman, merupakan suatu kekuatan dalam pengembangan untuk dapat memenuhi permintaan daging khususnya di Kecamatan Pati dan kebutuhan daging nasional pada umumnya. Namun, peternakan rakyat di Kecamatan Pati tidak terlepas dari berbagai permasalahan dalam perkembangannya. Rendahnya tingkat pendidikan peternak, keterbatasan modal, serta pemeliharaan yang masih bersifat tradisional dan masih berupa usaha sampingan, menjadi penyebab utama rendahnya produktivitas dari peternakan rakyat. Masuknya sapi impor merupakan suatu ancaman serius bagi perkembangan peternakan rakyat, sehingga produk dari peternakan rakyat kalah bersaing dalam hal harga dan kualitas. Optimalisasi lahan HMT dan pembentukan kelompok ternak di setiap desa merupakan suatu alternatif strategi dalam mengatasi permasalahan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Kebijakan dan program pemerintah daerah dalam memberikan suatu informasi pengetahuan dan pelatihan teknologi, serta pengawasan dalam pemasaran dan pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin, juga merupakan strategi yang mendukung dalam pengembangan peternakan rakyat di daerah ini. Saran Pola penyediaan hijauan harus dilaksanakan secara optimal oleh peternak, dengan memperkenalkan teknologi pengawetan (hay dan silase) pada hijauan oleh dinas peternakan daerah. Pada saat hijauan berlimpah pada musim hujan, peternak dapat mengawetkannya sebagai persediaan pakan pada musim kemarau. Peternak juga harus lebih memanfaatkan pakan dari limbah pertanian maupun limbah dari pengolahan industri pertanian sebagai sumber pakan ternak sapi potong. Disamping itu, perlu adanya komitmen dari pemerintah dalam hal kebijakan dan program dalam memberikan informasi pengetahuan dan pelatihan terhadap teknologi baru di bidang
peternakan kepada peternak. Serta pengawasan dari pemerintah dalam hal pemasaran dan pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin. Pembentukan kelompok ternak di setiap desa di Kecamatan Pati sangat diperlukan, agar peternakan rakyat di daerah ini lebih terorganisasi. Sehingga mempermudah pemerintah daerah dalam pengawasan dan dalam pembuatan suatu program yang tepat sasaran dan merata kepada peternak. Pembentukan kelompok ternak ini juga dapat meminimalkan permasalahan yang selama ini membelit peternakan rakyat. Karena kelompok ternak ini merupakan suatu wadah dalam tukar informasi baru dalam bidang peternakan, maupun mencari solusi dari masalah yang dihadapi sebagian peternak anggota. Selain itu, perlu diadakan penelitian lanjutan terhadap alur pemasaran ternak sapi potong di Kecamatan Pati, supaya peternak lebih untung dan efisien dalam sistem pemasaran ternaknya. Serta penelitian lanjutan mengenai analisis kecukupan nutrien dari pemberian pakan terhadap timbulnya penyakit, seperti kelumpuhan, mencret, dan kurangnnya nafsu makan. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat membantu mengurangi permasalahan dari peternakan rakyat di Kecamatan Pati.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang pada hakikatnya Dialah Maha pemilik ilmu pengetahuan, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya karena pertolongan dan kemudahanNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr. selaku pembimbing utama skripsi sekaligus pembimbing akademik dan Ir. M. Agus Setiana, MS selaku pembimbing anggota skripsi atas bimbingan, saran, nasihat yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Suryahadi, DEA dan Dr. Ir. Henny Nuraini, Msi, selaku dosen penguji sidang atas saran dan masukannya yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini. Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. atas nasihat dan dukungan semangat yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus dan tak terkira penulis haturkan kepada Ayahanda Amza dan Ibunda Sunarti yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tiada hentinya, do’a, kesabaran, dukungan moril dan material yang diberikan kepada penulis. Semoga penulis dapat memenuhi harapan dan memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang disayangi dan dicintai. Serta tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr dan kakak-kakak kelas di Lab Agrostologi, yaitu mas Iwan, mas Agus, dan mas Dani atas nasihat dan dukungan semangat yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kusen dan keluarga yang telah memberikan tempat dan nasihat tentang makna kehidupan selama penelitian. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Parno, para peternak, aparat kelurahan Panjunan, Sidokerto, Ngepeungrojo, dan Kutoharjo, serta Ibu Niken, Bapak Rom, dan Bapak Gunawan dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati, yang telah banyak membantu dalam penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu tim penelitian sekaligus sahabat karib penulis yaitu Fajar atas kerjasama, pengertian, dan kesabarannya dalam membantu penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Alumni Anak Panti Nutrisi’43, yaitu
Musmulyadi, Rolis, Krisna, Lukman, Indra, Aseb, Ana, Tyas, Izzah, Kiki, dan Tika, atas canda-gurau dan suka-dukanya dalam kehidupan selama kuliah. Serta temanteman seperjuangan Nutrisi’43, dan teman-teman Kost Pondok Salman A2 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas pertolongan, kebersamaan, dan persahabatan selama ini. Banyak sekali pelajaran dan pengalaman yang penulis dapat ambil selama kegiatan penelitian ini. Semoga pengalaman tersebut bermanfaat untuk kegiatan penulis selanjutnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihakpihak yang membutuhkan.
Bogor, November 2011
Penulis
DAFTAR PUSTAKA AAK. 1979. Kawan Beternak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. AAK. 1983. Hijauan Makanan Ternak (Potong, Kerja, dan Perah). Penerbit Kanisius. Yogyakarta. AAK. 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong; Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka. Jakarta. Anonimous. 1995. Pendidikan dan Pelatihan Manajemen (Bahan Bacaan). Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen. Jakarta. Anonimous. 1998. Swadaya Peternakan Indonesia. Majalah Komunikasi/Informasi dan Koperasi, No. 121. Jakarta. Aziz, M. A. 1993. Agroindustri Sapi Potong (Prospek Pengembangan PJPT II). Bangkit. Jakarta Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. 2010. Pati Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. Pati. Bandini, Y. 1999. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta. Ciptadi, W. 1980. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor. David, F. R. 2001. Strategic Management: Concepts and Cases. 8th ed. PrenticeHall, Inc. New Jersey. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati. 2009. Laporan Tribulan. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati. Pati. Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Populasi Ternak Sapi Potong 2005-2009 (Per Provinsi). Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. Downey, W. D. & Erickson S. P. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua, Erlangga. Jakarta. Glueck, W. F. & Jauch L. R. 1994. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Erlangga. Jakarta. Gunawan, D. P. & Lukman A. S. 1998. Sapi Bali; Potensi, Produktivitas, dan Nilai Ekonomi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hax, A. C. & Majluf N. S. 1991. The Srategy: Concepts and Process. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Karafir, Y. P. 2002. Teknologi; Dasar Pengembangan dan Dampaknya. Faperta UNIPA. Manokwari. Limbong, W. H. & P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Faperta IPB. Bogor. Mayulu, H., Sunarso, C. I. Sutrisno, & Sumarsono. 2010. Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (1). Mosher, A. T. 1991 Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Cetakan ke-13. CV. Yasaguna. Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi III. LP3ES. Jakarta. Murtidjo, B. A. 1990. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Rahardi, F., I. Satyawibawa, & R. N. Setyowati. 1993. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Srategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Simanjuntak, P. J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Edisi II. Lembaga Penerbit Fakulatas Ekonomi UI. Jakarta. Soehadji. 1995. Membangun Peternakan Tangguh. Orasi Ilmiah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Padjadjaran. Bandung. Soehardjo, A., & D. Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. IPB. Bogor. Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soewardi, B. & Suryahadi. 1988. Potensi dan sistem usahatani pengembangan peternakan di daerah transmigrasi Sumatra. Prosiding pengembangan peternakan di Sumatra dalam menyongsong era tinggal landas. Seminar Nasional Peternakan 14-15 September 1988. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. Sofyan, L. A. 2000. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Suarda, A. 2009. Saluran Pemasaran Sapi Potong di Sulawesi Selatan. J. Sains & Teknologi. 9 (2) : 115-118.
Sudardjat, S. & R. Pambudy. 2000. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agrindo Mandiri. Jakarta. Sudarmono, A. S. Dan Y. B. Sugeng. 2008. Sapi Potong (Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta. Sudono, A., R. F. Rosdiana, & B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Depok. Sugeng, Y. B. 1999. Sapi Potong. Cetakan ke-7. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Sukria, H. A. & R. Krisna. 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. IPB Press. Bogor. Tohir, K. A. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Sumur Bandung. Bandung. Utomo, R., S. R. Hadiprojo, B. P. Widyobroto, Z. Bachrudin, & B. Suhartanto. 1999. Sinkronisasi degradasi energi dan protein dalam rumen pada ransum basal jerami padi untuk meningkatkan efisiensi kecernaan nutrien sapi potong. Laporan Penelitian Komprehensif HB V. Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuaan Terapan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wahyudi, A. S. 1996. Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berpikir Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Wisantoro, F. A. 2010. Potensi dan daya dukung hijauan sebagai pakan sapi potong di Kecamatan Pati. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Woran, J. 1999. Tataniaga Pertanian. Faperta Uncen. Manokwari. Yulianto, P. & C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati
Kecamatan Pati
Lampiran 2. Persentase Penduduk Usia Produktif dan Tidak Produktif di Kecamatan Pati Tahun 2009 Kecamatan/Desa Kec. Pati
0-14 Tahun
15-64 Tahun
65 +
Total
25.647
75.871
6.480
%
23,75
70,25
6,00
Lampiran 3. Umur Responden Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Kecamatan/Desa Ds. Ngepungrojo
Ds. Sidokerto
Ds. Panjunan
Ds. Kutoharjo
Kec. Pati
15-64 Tahun
> 64 Tahun
Total
15
0
%
100,00
0,00
Total
15
0
%
100
0
Total
14
1
%
93,33
6,67
Total
12
3
%
80,00
20,00
Total
56
4
%
93,33
6,67
Lampiran 4. Jenis Kelamin Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Kecamatan/Desa Ds. Ngepungrojo
Ds. Sidokerto
Ds. Panjunan
Ds. Kutoharjo
Kec. Pati
Laki-Laki
Perempuan
Total
13
2
%
86,67
13,33
Total
13
2
%
86,67
13,33
Total
15
0
%
100,00
0,00
Total
15
0
%
100,00
0,00
Total
56
4
%
93,33
6,67
Lampiran 5. Tingkat Pendidikan Formal Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Kecamatan/Desa Ngepungrojo % Sidokerto % Panjunan % Kutoharjo % Kec. Pati %
Pendidikan Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
6
6
1
2
0
40,00
40,00
6,67
13,33
0,00
0
8
5
2
0
0,00
53,33
33,33
13,33
0,00
1
7
2
5
0
6,67
46,67
13,33
33,33
0,00
2
8
2
3
0
13,33
53,33
13,33
20,00
0,00
9
29
10
12
0
15,00
48,33
16,67
20,00
0,00
Lampiran 6. Jenis Pekerjaan Utama Peternak Sapi Potong di Kecamatan Pati Tahun 2010 Kecamatan/Desa Ngepungrojo % Sidokerto % Panjunan % Kutoharjo % Kec. Pati %
Pekerjaan Petani
PNS
Pensiunan
Pedagang
Lainnya
10
0
0
0
5
66,67
0,00
0,00
0,00
33,33
6
0
0
1
8
40,00
0,00
0,00
6,67
53,33
6
1
1
0
7
40,00
6,67
6,67
0,00
46,67
6
1
0
0
8
40,00
6,67
0,00
0,00
53,33
28
2
1
1
28
46,67
3,33
1,67
1,67
46,67
Lampiran 7. Pengalaman Peternak di Kecamatan Pati dalam Usaha Ternak Sapi Potong Tahun 2010 Kecamatan/Desa
1-5 Tahun
6-10 Tahun
> 10 Tahun
Ds. Ngepungrojo
0
1
14
0,00
6,67
93,33
5
4
6
33,33
26,67
40,00
3
6
6
20,00
40,00
40,00
3
3
9
20,00
20,00
60,00
11
14
35
18,33
23,33
58,33
% Ds. Sidokerto % Ds. Panjunan % Ds. Kutoharjo % Kec. Pati %
Lampiran 8. Jumlah Ternak yang Dimiliki oleh Responden (Peternak) di Kecamatan Pati Tahun 2010 Kecamatan/Desa
1-3 Ekor
4-6 Ekor
> 6 Ekor
Ds. Ngepungrojo
12
3
0
80,00
20,00
0,00
14
0
1
93,33
0,00
6,67
12
2
1
80,00
13,33
6,67
13
1
1
86,67
6,67
6,67
51
6
3
85,00
10,00
5,00
% Ds. Sidokerto % Ds. Panjunan % Ds. Kutoharjo % Kec. Pati %
Lampiran 9. Kombinasi Pemberian Pakan Hijauan oleh Peternak di Kecamatan Pati Tahun 2010 Kombinasi Pemberian Hijauan
Kecamatan/Desa Ngepungrojo
Sidokerto
Panjunan
Kutoharho
Kec. Pati
Total
%
Total
%
Total
%
Total
%
Total
%
Satu Jenis
1
6,67
4
26,67
3
20,00
2
13,33
10
16,67
Dua Jenis
7
46,67
4
26,67
10
66,67
10
66,67
31
51,67
Tiga Jenis
5
33,33
5
33,33
2
13,33
2
13,33
14
23,33
Empat jenis
2
13,33
2
13,33
0
0,00
1
6,67
5
8,33
Lampiran 11. Kuisioner Survey Pengembangan Ternak Sapi Potong
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN Jl. Agatis kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Telp./Fax. (0251) 8626213, 8628149 Web: http://intp.fapet.ac.id, E-mail:
[email protected]
KUISIONER SURVEY PENGEMBANGAN SAPI POTONG RAKYAT
Waktu dan Lokasi Survei Waktu survei
: Tanggal ...... Bulan ...... Tahun .........
Desa
: ..........................................
Kecamatan
: Pati
Identitas Responden Nama responden
: ..........................................
Umur
: ....... tahun
Jenis kelamin
: L/P
Pendidikan terakhir
: (lingkari jawaban yang sesuai) 1. Tidak tamat/sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan tinggi
Pekerjaan
: (lingkari jawaban yang sesuai) 1. Petani 2. Pegawai 3. Pensiunan 4. Pedagang 5. Lainnya, ........................
Pengalaman beternak
: ....... tahun
Jumlah anggota keluarga : ....... orang Jumlah ternak
: ....... ekor
Aspek Modal 1. Sumber modal: a. Sendiri b. Orang lain c. Lembaga d. Lainnya, ................. 2. Berapa jumlah modal awal usaha ternak? .................................. 3. Sistem kepemilikan ternak: a. Sendiri b. Gaduh c. Sewa
Aspek Teknologi (Panca Usaha Ternak)
Bibit 1
Tahukah anda tentang bibit sapi potong yang baik? a. Tahu b. Tidak
2
Jika tahu, apa ciri-ciri bibit sapi yang baik? ..............................
Pemeliharaan 1
Sistem pemeliharaan berupa: a. Intensif b. Semi intensif c. Ekstensif
2
Pernahkah Anda memandikan sapi? a. Pernah b. Tidak
3
Jika pernah, setiap berapa kali Anda memandikan sapi? ......................
4
Tahukah anda ciri-ciri sapi yang birahi? a. Ya b. Tidak
5
Apa yang Anda lakukan jika sapi Anda birahi? ..................................
6
Sistem perkawinan apa? a. Alam b. Kawin suntik (IB)
Pakan 1
Pakan apa saja yang diberikan? .........................................................
2
Berapa kali pemberian pakan dalam sehari? .......................................
3
Bagaimana ketersedian pakan tersebut di daerah ini? ..........................
4
Jika ketersediaan pakan kurang, apa yang Anda lakukan? .........................
5
Apakah Anda membudidayakan hijauan sendiri? a. Ya b. Tidak
6
Jika tidak, bagaimana cara Anda untuk mendapatkan hijauan?
7
Apakah anda memberikan pakan tambahan? a. Ya b. Tidak
8
Jika ya, apa pakan tambahannya? ........................
9
Apa tujuan Anda mengasih pakan tambahan? ...........................................
Kesehatan Hewan 1
Apakah Anda tahu tentang penyakit sapi? a. Ya b. Tidak
2
Jika ya, apa saja penyakit yang Anda ketahui? .........................................
3
Pernahkah ternak sapi Anda terserang penyakit? a. Ya b. Tidak
4
Jika ya, penyakit apa? ...........................................................
5
Bagaimana cara pengobatannya? ............................................
6
Jika salah satu ternak sapi Anda terserang penyakit, tindakan apa yang Anda lakukan? ..................................., alasannya ..........................................
7
Usaha apa saja yang dilakukan untuk mencegah datangnya penyakit pada ternak sapi Anda? ..................................................................................
Perkandangan 1
Apakah tahu syarat-syarat kandang yg baik? a. Ya b. Tidak
2
Pernahkah Anda membersihkan kandang? a. Ya b. Tidak
3
Jika ya, berapa kali dalam sehari? .....................................
4
Apakah Anda melakukan pengolahan pada kotoran (feces) sapi? a. Ya Tidak
5
Jika ya, diolah sebagai apa? ..............................................
Aspek Pemasaran 1. Sistem pemasaran ternak: a. Pasar b. Tengkulak c. Lainnya, .............. Alasannya, ......................... 2. Penjualannya dalam bentuk apa? a. Hidup b. Daging c, Lainnya, ................ Alasannya, ..........................
b.