TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Rakyat Peternakan rakyat masih memegang peranan sebagai aset terbesar dalam pembangunan peternakan nasional, tetapi sampai saat ini tipologinya masih bersifat sambilan (tradisional) yang dibatasi oleh usaha kecil, teknologi sederhana, dan produknya berkualitas rendah (Soehadji, 1995). Menurut Aziz (1993), peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri, yaitu skala usahanya relatif kecil, merupakan usaha rumah tangga, dilakukan sebagai usaha sampingan, menggunakan teknologi sederhana sehingga produktivitas rendah dan mutu produk tidak seragam, serta bersifat padat karya dan basis organisasi kekeluargaan. Menurut Sudardjat dan Pambudy (2000), dalam peternakan rakyat sapi, kerbau dan ternak lainnya dipelihara dengan cara-cara sederhana tradisional. Sepanjang hari digembalakan di ladang sendiri atau di tanah gembalaan umum, di tepi jalan, dan di pinggir sungai dimana banyak tumbuhan rumput. Kadang-kadang dimandikan di sungai dan sore hari dibawa pulang dan dikandangkan di kandang yang sederhana. Pekerjaan di dalam usaha ternak ini dilakukan oleh anggota keluarga. Kebanyakan ternak yang sudah mencapai umur tertentu dijual. Disamping untuk diperjual-belikan, ternak besar (sapi, kerbau) juga diambil manfaatnya sebagai tenaga kerja atau disewakan kepada orang lain untuk mengerjakan sawah atau ladang, Sedangkan kotorannya dimanfaatkan sebagi pupuk tanaman. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Strategi merupakan rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Glueck dan Jauch, 1994). Esensi strategi merupakan keterpaduan dinamis faktor eksternal dan faktor internal yang berisikan strategi. Strategi merupakan respon yang secara terus-menerus atau adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti, 1997). Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu keputusan sehingga mampu mencapai tujuan obyektifnya. Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap yaitu perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.
Perumusan strategi adalah mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategi dengan mengubah strategi yang telah dirumuskan menjadi suatu tindakan. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dari manajemen strategi dengan melakukan tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi yaitu meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi, mengukur prestasi dan mengambil tindakan korektif (David, 2001). Menurut Wahyudi (1996) tahap perumusan atau pembuatan strategi merupakan tahap yang paling menantang dan menarik dalam proses manajemen strategi. Inti pokok dari tahapan ini adalah menghubungkan suatu organisasi dengan lingkungannya dan menciptakan strategi-strategi yang cocok untuk dilaksanakan. Proses pembuatan strategi terdiri dari empat elemen sebagai berikut : 1. Identifikasi masalah-masalah strategis yang dihadapi meliputi lingkungan eksternal dan internal. 2. Pengembangan alternatif-alternatif strategi yang ada dengan mempertimbangkan strategi yang lain. 3. Evaluasi tiap alternatif strategi. 4. Penentuan atau pemilihan strategi terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia. Perumusan strategi digunakan alat formulasi yaitu analisis SWOT (StrengthsWeaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Hax dan Majluf, 1991). Pengembangan usaha merupakan tujuan dari setiap pengusaha. Usaha yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan adalah usaha ternak sapi. Pengembangan ini dilakukan karena masih banyak kesenjangan antara tingkat konsumsi daging dengan tingkat produksi daging (Gunawan et al., 1998). Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang baik, maka kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi daging (sumber protein) semakin besar dan pemerintah berupaya untuk mencukupi kebutuhan daging tersebut.
Pengembangan ternak bertujuan untuk memenuhi permintaan daging daerah atau menambah produksi daging untuk mencukupi kebutuhan daerah, untuk menghidupkan kembali wilayah ekspor daging sapi sekaligus meningkatkan perekonomian daerah (Rahardi et al., 1993). Dengan demikian dapat meningkatkan pendapatan petani agar kehidupan dan kesejahteraannya lebih baik. Dalam upaya pengembangan usaha ternak sapi diperlukan data-data yang mendukung usaha ternak sapi tersebut. Dari data tersebut dapat dilakukan suatu analisis yang tepat untuk menyusun strategi pengembangan yang baik. Analisis SWOT Dalam upaya pengembangan ternak sapi perlu melakukan identifikasi terhadap usaha ternak sapi sehingga dapat dibuat suatu strategi pengembangan yang baik. Upaya penyusunan strategi ini dilakukan melalui suatu analisis yang disebut analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Oportunities, Threats). Menurut Rangkuti (1997), analisis SWOT tak lain adalah melakukan auditing agribisnis wilayah dengan menggunakan 2 faktor penilaian yakni internal dan eksternal agribisnis. Faktor internal agribisnis terdiri atas kekuatan atau Strengths (S), kelemahan atau Weaknesses (W) sedangkan faktor eksternal terdiri atas peluang atau Opportunities (O) dan ancaman atau Threats (T). Faktor S terdiri atas variabel-variabel internal
yang merupakan kemampuan yang
dikuasai dan dimiliki misalnya tingkat pendidikan, ketersediaan lahan dan air dan sebagainya. Arah vektor adalah positif. Sedangkan faktor W adalah sama dengan variabel S hanya arahnya negatif. Faktor O merupakan variabel-variabel yang bersifat ekternal namun diperkirakan dapat dikuasai dan dimiliki dengan arah vektor adalah positif. Sedangkan faktor T mempunyai variabel-variabel yang sama dengan O hanya arah vektor negatif. Analisis SWOT merupakan prosedur sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan kritis (Critical Succes Factors) yang dimiliki oleh perusahaan, meliputi kekuatan dan kelemahan internalnya, dan peluang serta ancaman yang bersifat eksternal. Dengan kata lain analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kekuatan dan kelemahan dari suatu usaha, termasuk peluang dan ancaman yang dilihat sebagai informasi yang diperoleh dari lingkungan eksternal.
Strengths (kekuatan) adalah keahlian dan sumber daya utama yang dimiliki oleh suatu usaha, sedangkan weaknesses (kelemahan) menunjukkan kekurangan suatu usaha dalam keahlian atau kompetensi tertentu. Oportunities (peluang) merupakan situasi yang menguntungkan yang penting dalam lingkungan usaha, sedangkan threats (ancaman) merupakan situasi yang tidak menguntungkan di lingkungan usaha. Analisis SWOT penting untuk mengembangkan suatu rencana yang dibuat atau diambil dengan mempertimbangkan berbagai perbedaan faktor internal dan eksternal, dan memaksimumkan potensi atau kemampuan dari kekuatan dan peluang serta meminimalkan pengaruh dari kelemahan dan ancaman. Penggunaan analisis SWOT dalam merumuskan strategi, yaitu berupaya (memaksa) memadukan hasil analisis situasi di luar dan dan di dalam suatu usaha (Anonimous, 1995). Teknik memaksa ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan antara situasi/faktor tersebut, jadi penggunaan analisis SWOT tidak dimaksudkan terutama untuk mengganti analisa-analisa yang lain. Sasaran utama analisis SWOT adalah untuk mempertemukan faktor-faktor luar (oportunities dan threats) dengan faktor-faktor dalam (strengths dan weaknesses). Faktor-Faktor Internal Usaha Ternak Sapi Potong Modal Modal diartikan sebagai barang-barang bernilai ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk meningkatkan produksi (Soehardjo dan patong, 1973). Modal digunakan untuk menghasilkan barang-barang konsumsi atau jasa, atau untuk menghasilkan modal baru yang dapat digunakan dalam proses produksi berikutnya. Menurut Mubyarto (1989), modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersama–sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, yaitu dalam hal ini hasil pertanian. Modal dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu modal tetap (fixed capital) dan modal tidak tetap (variable capital). Modal tetap dapat dipakai berkali-kali dalam produksi, misalnya tanah, bangunan, dan alat pertanian. Modal tidak tetap terpakai habis dalam satu kali proses produksi, seperti bibit, pupuk, obat-obatan, bahan mentah, dan minyak (Soehardjo dan Patong, 1973). Modal tetap dalam usaha
peternakan adalah kandang dan peralatan-peralatan yang digunakan untuk eperluan usahanya, seperti parang dan sabit untuk mengambil rumput. Sedangkan modal tidak tetap untuk usaha ini adalah obat-obatan. Teknologi (Panca Usaha Ternak) Teknologi usahatani berarti bagaimana cara melakukan pekerjaan usahatani. Didalamnya termasuk cara-cara bagimana petani menyebarkan benih, memelihara tanaman dan memungut hasil serta memelihara ternak. Termasuk didalamnya benih, pupuk pestisida, obat-obatan serta makanan ternak yang dipergunakan, perkakas, alat dan sumber tenaga, berbagai kombinasi cabang usaha, agar tenaga petani dan tanahnya dapat digunakan sebaik mungkin (Mosher, 1991). Menurut Karafir (2002), teknologi biasanya tersirat dalam alat, bahan dan cara atau metode. Selain itu teknologi berkaitan dengan kerja, upaya atau usaha manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Teknologi tidak terkait dengan tujuan yang ingin dicapai manusia tetapi dengan cara, upaya untuk mencapai tujuan. Teknologi tertentu tersedia bagi kita dalam berbagai alternatif alat, bahan dan cara atau metode. Untuk usaha peternakan, teknologi dilihat dari “Panca Usaha Ternak” yang terdiri dari bibit, pemeliharaan, pakan ternak, kesehatan hewan, dan perkandangan. Bibit Bibit ternak, dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha (Murtidjo,1990). Sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri, tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif, yaitu: Usaha pemeliharaan sapi potong bibit bertujuan pengembangbiakan sapi potong. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil keturunannya. Usaha pemeliharaan sapi potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa, untuk selanjutnya digemukkan. Keuntungan yang diharapkan adalah hasil penggemukkan. Pada umumnya usaha peternak masih terbatas pada usaha mencari calon bibit walaupun baru seadanya saja sehingga sapi yang mereka ternakkan pun berasal dari bibit yang kurang baik yang diusahakan secara ekstensif atau semi ekstensif (Sugeng, 1999). Sebagai peternak yang telah maju tentu akan memilih bibit yang berasal dari sapi potong yang baik. Sehubungan dengan pemilihan bibit, peternak perlu
mengetahui kriteria pemilihan sapi dan pengukuran sapi. Pemilihan sapi sebagai calon bibit pengganti ataupun calon penggemukkan sering dirasa sulit. Sebab pada saat peternak melakukan pemilihan diperlukan pengetahuan kecakapan yang cukup, serta kriteria dasar. Kriteria dasar tersebut meliputi bangsa dan sifat genetis, bentuk luar, serta kesehatan. Pemilihan bibit berdasarkan penilaian bentuk luar akan semakin sempurna atau meyakinkan bila dilanjutkan dengan pengukuran bagianbagian tertentu seperti panjang tubuh, lebar dan dalam dada, lingkar dada, dan sebagainya. Sedangkan pengukuran bagian-bagian tubuh itu akan berhasil baik bila ada persiapan, urutan, dan cara kerja yang benar. Bangsa sapi tropis yang sudah cukup populer yang banyak terdapat di Indonesia dan merupakan jenis unggul sampai saat ini ialah sapi bali, sapi madura, sapi ongole, dan sapi america brahman (Sugeng, 1999). Pemeliharaan Pemeliharaan dan perawatan sapi, merupakan salah satu penunjang utama sukses usaha ternak dalam mencapai keuntungan. Oleh karena itu diperlukan penanganan menajemen yang baik (Murtidjo, 1990). Usaha menjaga kelangsungan hidup ternak sapi yang sehat dan pertumbuhan yang baik, kita harus memelihara dan merawat ternak sapi itu dengan baik. Dalam hal ini, setiap peternak pasti sudah memiliki sasaran dan tujuan tertentu yang hendak dicapai, misalnya menginginkan hasil akhir berupa daging atau karkas yang persentase dan mutunya bagus (Sugeng, 1999). Tahap-tahap perawatan semenjak baru lahir atau masih pedet hingga menjadi sapi dewasa harus diperhitungkan. Untuk memperoleh sukses, peternak harus bisa melewati setiap tahap pemeliharaan dengan selamat. Semua sapi yang diusahakan harus bisa dicapai kondisi yang sehat. Sebab hanya sapi yang sehatlah yang bisa mempertahankan kelangsungan pertumbuhan. Kesehatan sapi bisa dicapai dengan tindakan higine, sanitasi lingkungan, vaksinasi, pemberian pakan, dan teknis yang tepat. Keberhasilan
tahap
pemeliharaan
sebelumnya
merupakan
pangkal
pemeliharaan berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda, sapi dewasa (finishing).
Pemeliharaan ternak sapi menyangkut pemberian pakan, pembersihan kandang dan memberikan tilam, memandikan sapi, menimbang berat badan, mengendalikan penyakit, memisahkan antara sapi betina dan jantan, dan mengawinkan sapi. Untuk sapi-sapi di Indonesia bisa dikawinkan pada umur 2-2,5 tahun (AAK, 1991). Sebab pada saat itu kedewasaan tubuh sudah tercapai, sehingga pada waktu terjadi kebuntingan tidak akan mengganggu induk yang bersangkutan. Dalam hal pemeliharaan ini masih banyak peternak yang belum melakukan pemeliharaan secara intesif. Pakan Ternak Makanan merupakan salah satu faktor penting di dalam usaha peternakan, lebih-lebih terhadap tinggi rendahnya produksi (AAK, 1979). Makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Makanan sangat esensial bagi ternak sapi. Makanan yang baik akan menjadikan ternak sanggup menjalankan fungsi proses dalam tubuh secara normal. Kebutuhan makanan akan meningkat selama ternak masih dalam pertumbuhan berat tubuh pada saat kebuntingan (Murtidjo, 1990). Bahan pakan ternak sapi pada pokoknya bisa digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu pakan hijauan, pakan penguat (konsentrat), dan pakan tambahan. Menurut Sugeng (1999), pakan hijauan adalah bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga. Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar adalah rumput segar, leguminosa segar dan silase. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering. Sebagai makan ternak, hijauan memegang peranan sangat penting, sebab hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan ternak. Di Indonesia bahan makanan hijauan memegang peranan istimewa, karena bahan tersebut diberikan dalam jumlah yang besar.
Lahan pengembalaan merupakan sumber penyediaan hijauan yang lebih ekonomis dan murah. Lahan pengembalaan merupakan tanaman hijauan yang secara langsung bisa dimakan oleh ternak. Lahan pengembalaan tersebut bisa terdiri dari rumput seluruhnya atau luguminosa saja, ataupun campuran, tetapi suatu lahan rumput yang baik dan ekonomis ialah yang terdiri atas campuran dari rumput dan leguminosa (AAK, 1983). Pakan penguat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, tetes, dan berbagai umbi (Sugeng, 1999). Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya di dalam kandang terus-menerus. Pakan yang diberikan pada ternak sapi pada dasarnya hanyalah berupa pakan hijauan, sedangkan untuk pakan tambahan jarang atau bahkan tidak pernah diberikan. Kesehatan Hewan Keberhasilan peternakan sapi potong tidak hanya terletak pada usaha pengembangan jumlah ternak yang dipelihara, namun juga pada perawatan dan pengawasan sehingga kesehatan ternak sapi tetap terjaga. Perawatan dan pengobatan pada ternak sapi memerlukan pertimbangan dari berbagai segi, baik dari segi penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi ekonomis (Murtidjo, 1990). Penyakit yang sulit ditanggulangi atau disembuhkan, serta berbahaya bagi ternak yang lain karena bisa menular, harus dijauhi. Dari segi ekonmis, bila biaya pengobatan lebih tinggi daripada nilai ternaknya, maka lebih baik ternak sapi tersebut dijual sebagai ternak potong, dengan catatan sapi tersebut tidak membahayakan konsumen. Menurut Sugeng (1999), penyakit menular sungguh merupakan ancaman bagi para peternak. Walaupun penyakit menular tidak langsung mematikan, akan tetapi bisa
merusak
kesehatan
ternak
sapi
secara
berkepanjangan,
pertumbuhan, dan bahkan menghentikan pertumbuhan sama sekali.
mengurangi
Dalam hal ini, peternak tidak dituntut harus tahu masalah-masalah kedokteran hewan, akan tetapi mereka perlu ditumbuhkan minatnya dalam usaha pencegahan dan pembasmian penyakit-penyakit yang biasa berjangkit di daerahnya sesuai petunjuk dinas terkait. Sebab semuanya menyangkut kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi semata. Sehubungan dengan hal ini, peternak harus mengetahui penyebab, gejala, dan akibat serangan berbagai macam penyakit, serta cara-cara pencegahan dan pembasmiannya. Perkandangan Kandang sebagai tempat tinggal sapi pada sepanjang waktu harus diperhatikan oleh peternak (Sugeng, 1999). Di dalam hal ini, peternak harus sadar bahwa kehidupan ternak sapi sepenuhnya berada di bawah pengawasan manusia. Segala kebutuhan ternak itu pun di bawah pengaturan dan tanggung jawab peternak itu sendiri, sehingga perlindungan terhadap lingkungan yang mereka hadapi seperti terik matahari, hujan, angin kencang, dan sebagainya yang menimpa ternak menjadi pemikiran peternak. Oleh karena itu bangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman, sesuai dengan tuntutan hidup ternak tersebut. Jadi bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi sapi terhadap gangguan luar yang merugikan, baik terhadap sengatan terik matahari, kedinginan, kehujanan, dan tiupan angin yang kencang. Kandang harus dibuat dengan memperhatikan beberapa syarat teknis, antara lain dibuat dari bahan yang berkualitas, luas kandang harus sesuai dengan jumlah sapi, konstruksi lantai kandang harus dibuat dengan memperhatikan kemudahan dalam melakukan pembersihan, memandikan, dan tidak licin, sinar matahari harus bisa masuk secara langsung ke dalam kandang, sistem ventilasi udara harus memungkinkan sirkulasi udara tidak terhambat, memperhatikan arah angin yang dominan, dekat dengan sumber air, dan atap kandang sedapat mungkin dibuat dari bahan-bahan yang ringan (Abidin, 2002). Selain itu, kandang yang dibangun harus bisa menunjang peternak, baik dari segi ekonomis maupun segi kemudahan dalam pelayanan. Dengan demikian diharapkan bahwa dengan adanya kandang ini sapi tidak berkeliaran di sembarang tempat dan kotorannya pun bisa dimanfaatkan seefisien mungkin.
Sumberdaya Tenaga Kerja Faktor manusia sebagai tenaga pemelihara ternak adalah mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberhasilan usaha pengembangan ternak. Tenaga kerja atan man power menurut Simanjuntak (1998) adalah kelompok penduduk dalam usia kerja (working-age population). Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja yang dibedakan hanya oleh batasan umur. Berdasarkan undang-undang no. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun, sehingga tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih. Mubyarto (1989) menyatakan bahwa faktor produksi pertanian terdiri lahan, tenaga kerja, dan modal. Tenaga kerja dalam usaha tani merupakan faktor penting khususnya tenaga kerja tani dan anggota keluarga, dimana tenaga kerja menjadi unsur penentu terutama usaha tani komersil (Tohir, 1991). Tenaga kerja dalam usaha tani sebagian besar berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga dapat berupa tenaga kerja borongan atau harian tergantung pada keperluan (Mubyarto, 1989). Sama halnya dengan usaha peternakan, faktor tenaga kerja harus diperhitungkan karena biaya tenaga kerja merupakan biaya produksi terbesar kedua setelah biaya pakan yaitu 20-30% dari biaya produksi (Sudono et al., 2003). Menurut Soewardi dan Suryahadi (1988), di daerah-daerah padat penduduk yang menjadi kendala efektif peningkatan populasi ternak ruminansia adalah sumber daya lahan sedangkan untuk daerah yang jarang penduduk yang berperan sebagai kendala efektif adalah jumlah Kepala Keluarga (KK) pemelihara. Pemasaran Menurut Soekartawi (1991), aspek pemasaran memeang disadari bahwa aspek ini adalah penting. Bila mekanisme pemsaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karen itu peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir atau lainnya menjadi sangat penting. Lembaga pemasaran ini, khususnya bagi negara berkembang, yang dicirikan oleh lemahnya pemasaran hasil pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna, akan menentukan mekanisme pasar.
Limbong dan Sitorus (1987), mengatakan dalam pemasaran barang atau jasa telibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsomen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya kehadirannya untuk menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Produksi daging dari usaha sapi potong akan cepat maju apabila pemasaran berjalan cukup pesat, baik dalam negeri maupun luar negeri sebagai bahan ekspor (Sugeng,
1999).
Adanya
perkembangan
kota-kota
besar,
kemajuan
ilmu
pengetahuan, peningkatan taraf hidup rakyat, dan peningkatan pendidikan di negara kita ini secara tidak langsung pula akan membawa pengaruh baik terhadap perubahan menu makan yang banyak mengandung protein. Hal ini berarti kebutuhan atau permintaan daging, khususnya daging sapi akan meningkat. Dalam hal pemasaran perlu diperhatikan syarat-syarat sapi yang akan dipotong dan perlakuannya seperti sapi harus dalam keadaan tenang, sapi telah beristirahat cukup, sapi tidak boleh diberlakukan dengan kasar, dan sapi harus dalam keadaan sehat dan gemuk (AAK, 1991). Hal ini dilakukan karena bagi para peternak dan tukang potong (jagal) menghendaki sapi yang persentase hasil potongannya bagus, yakni sapi yang memiliki ukuran atau porsi isi perut, kepala, cakar sedikit, dagingnya halus, tidak banyak lemak, warnanya merah muda. Dalam hal pemasaran, pemerintah berupaya untuk mengendalikan pemotongan sapi betina produktif untuk mengurangi penurunan populasi. Faktor-Faktor Eksternal Usaha Ternak Sapi Potong Iklim Iklim merupakan kombinasi fisis daripada lingkungan yang terdiri dari curah hujan, kelembapan, penyinaran matahari, arus angin, tekanan udara dan lain-lain (AKK, 1979). Iklim yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan ternak, terutama curah hujan dan kelembapan, penyinaran matahari dan temperatur, serta tekanan udara. Menurut Abidin (2002), pada umumnya sapi potong dapat tumbuh optimal di daerah dengan kisaran suhu 10-27o C, dengan curah hujan 800-1500 mm/tahun, dan kelembapan udara 60-80 %.
Dukungan Pemerintah Peranan pemerintah dalam pengembangan usaha ternak sapi diperlukan agar dapat meningkatkan produksi daging yang masih rendah untuk memenuhi permintaan pasar. Beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur kegiatan usaha peternakan harus dipatuhi jika suatu usaha pemerintah ingin langgeng (Abidin, 2002). Dukungan pemerintah dalam bidang petrnakan dapat berupa infrastruktur (jalan raya, sarana transportasi, komunikasi, listrik untuk penerangan), penyuluhan, kebijakan-kebijakan menyangkut peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan yang dibuat untuk meningkatkan kualitas bidang peternakan, dan dapat juga berupa bantuan pemberian bibit sapi agar peternak mampu mengembangkan usahanya dan meningkatkan pendapatan. Permintaan (Konsumen) Permintaan adalah jumlah barang/jasa yang ingin dibeli konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Jumlah yang ingin dibeli tidak selalu sama dengan jumlah yang benar-benar dibeli konsumen. Jumlah yang ingin dibeli sering disebut permintaan potensial, sedangkan jumlah yang benar-benar dibeli disebut permintaan riil atau permintaan yang efektif. Jadi yang dimaksud dengan permintaan potensial adalah permintaan yang belum diikuti daya beli, sedangkan yang dimaksud dengan permintaan yang efektif adalah permintaan yang diikuti daya beli. Permintaan potensial umumnya lebih besar dari permintaan yang efektif, tetapi dapat pula sama besar. Menurut Woran (1999), permintaan pada dasarnya adalah jumlah barang atau jasa yang sanggup dibeli oleh konsumen pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku. Permintaan suatu komoditi termasuk produk pertanian, jumlahnya sangat tergantung pada kebutuhan konsumen sebagai pembeli atau pengguna. Jadi, permintaan daging sapi berarti jumlah daging sapi yang sanggup dibeli oleh konsumen pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku.