STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN LEBAH MADU RAKYAT (Studi Kasus Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana, Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya)
SKRIPSI VERLANE CHADIZAVIARY
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN Verlane Chadizaviary. D14062730. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Lebah Madu Rakyat (Studi Kasus Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana, Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Budidaya lebah madu merupakan suatu usaha dalam memelihara lebah madu hingga memproduksi produk-produk dari lebah madu. Indonesia memiliki iklim yang tropis dan banyak sumber pakan bagi lebah madu, sehingga sangat cocok dijadikan sebagai tempat beternak lebah madu. Produk-produk yang dapat dihasilkan dari lebah madu yaitu madu, pollen, royal jelly, propolis, malam dan sengatan lebah (apitoxin). Di Indonesia, masih banyak daerah-daerah yang berpotensi dalam mengembangkan usaha beternak lebah madu, salah satunya adalah kelompok ternak lebah madu Sri Buana yang berlokasi di Kabupaten Tasikmalaya. Pengembangan usaha budidaya lebah madu di daerah Nyalenghor mempunyai prospek yang baik untuk masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mendukung usaha tersebut antara lain adanya potensi sumberdaya alam, dukungan dari Pemerintah Daerah dan manfaat budidaya lebah itu sendiri bagi kelestarian lingkungan hidup manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi faktor-faktor utama lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh dalam pengembangan kelompok ternak lebah madu Sri Buana Tasikmalaya dan (2) Merumuskan strategi pengembangan yang tepat bagi kelompok ternak lebah madu Sri Buana Tasikmalaya. Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus pada kelompok ternak lebah madu Sri Buana. Data dikumpulkan dari tanggal 1 Agustus sampai dengan 22 Agustus 2009. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan informan yang terdiri dari ketua dan beberapa anggota kelompok ternak lebah madu, serta kepala Dinas Kehutanan Tasikmalaya. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner yang telah disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari laporan dinas setempat serta berbagai literatur lain yang relevan dengan topik penelitian. Data atau hasil wawancara yang telah terkumpul dianalisis dengan analisis SWOT secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota kelompok ternak lebah madu Sri Buana cukup terampil dalam membudidayakan lebah madu, namun peternak belum banyak mempelajari teknik memperbanyak koloni, membuat ratu lebah dan mencari sumber-sumber yang dapat diakses untuk dijadikan modal. Ketersediaan pakan di lokasi peternakan, banyaknya permintaan madu di Jawa Barat pada umumnya dan banyaknya industri-industri atau perusahaan yang menggunakan bahan baku dari madu merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh kelompok ternak Sri Buana. Akan tetapi banyaknya pesaing yang sama-sama bergerak dalam usaha budidaya lebah madu, terutama perusahaan-perusahaan besar madu perlu dipertimbangkan juga oleh kelompok ternak Sri Buana. Strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha lebah madu Sri Buana adalah meningkatkan jumlah produksi madu dengan menambah jumlah
koloni, meningkatkan mutu produk, mengadakan pelatihan budidaya dan pendampingan untuk meningkatkan keterampilan peternak, serta memperbaiki kemasan. Kata-kata kunci: peternakan lebah madu rakyat, Apis cerana, analisis SWOT, strategi pengembangan
ABSTRACT Strategies for Developing Small Scale Apiary (Case Study of Sri Buana Apiary, Nanggewer Village, Pagerageung Subdistrict-Tasikmalaya District) Chadizaviary, V., L. Cyrilla and H. C. H. Siregar Honey bee reservation is a way to breed honey bees and produce the products from honey bees. The tropical climate of Indonesia is very suitable for providing feed sources of honey bee. One of apiaries in Indonesia is Sri Buana group that located in the sub urban area of Tasikmalaya. There were some factors that support the honey bee reservation such as potential natural resource, local government, and the advantage of the reservation it self to human life and the environment. The objectives of this research were: (1) to identify the main internal and external environment factors which effected the development of honey bee group in Sri Buana Tasikmalaya (2) to formulate the suitable development strategies of Sri Buana Group. The data were collected from 1 until 22 August 2009 and consisted of primary and secondary data. The collected data were analyzed by SWOT analyzes. This research showed that Sri Buana honey bees keepers group have strong position in internal and external environment factor. The main alternative strategies that could be applied were to increase the total of honey production by adding number of colony, increasing product quality, holding cultivation training and assistance the farmer’s skill, and repairing package. Keywords: apiary, Apis cerana, SWOT analysis, development strategy
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN LEBAH MADU RAKYAT (Studi Kasus Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana, Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya)
VERLANE CHADIZAVIARY D14062730
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul : Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Lebah Madu Rakyat (Studi Kasus Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana, Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya). Nama : Verlane Chadizaviary NIM : D14062730
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Ir. Lucia Cyrilla, E.N.S.D., M.Si.) NIP.19630705 198803 2 001
(Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.) NIP. 19620617 199003 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 9 Juli 2010
Tanggal Lulus: 19 Juli 2010
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Juni 1987 di Suryalaya, Tasikmalaya. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Tondhie Hannibal (Almarhum) dan Ibu Ani Nuryani. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN Suryalaya, Tasikmalaya. Pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 1 Panumbangan, Ciamis. Pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2006 di Madrasah Aliyah Suryalaya, Tasikmalaya. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur seleksi Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama (BUD DEPAG) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) Fakultas Peternakan (2007-2008) sebagai staf Pengembangan Organisasi.
KATA PENGANTAR Segala puji bagi bagi Sang Pencipta alam semesta dan Pemilik ilmu pengetahuan Allah SWT yang menjadikan alam ini mempunyai banyak rahmat bagi makhluk-Nya. Syukur Penulis panjatkan atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga Penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi yang berjudul Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Lebah Madu Rakyat (Studi Kasus Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana, Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya). Kelompok ternak lebah madu Sri Buana merupakan kelompok ternak yang sudah cukup lama terbentuk dalam beternak lebah madu, memproduksi dan menjual produk lebah madu. Selain itu, keberadaan kelompok ini sangat didukung kondisi alam sehingga sangat diperlukan suatu strategi pengembangan usaha yang tepat agar kelompok ternak ini dapat terus berkembang di masa yang akan datang. Kesempurnaan hakiki hanya milik Allah SWT, sehingga Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk stakeholders peternakan khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Bogor, Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
i
ABSTRACT...................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xii
PENDAHULUAN..........................................................................................
1
Latar Belakang.................................................................................... Tujuan ................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
3
Budidaya Lebah Madu ........................................................................ Apis cerana ......................................................................................... Pembibitan.......................................................................................... Pemilihan Bibit Calon Induk ................................................... Ciri-ciri Bibit Lebah Madu ...................................................... Manajemen Pembuatan Calon Ratu Lebah .............................. Perawatan Bibit dan Calon Induk ............................................ Pakan Lebah Madu ............................................................................. Nektar ..................................................................................... Polen ....................................................................................... Madu .................................................................................................. Tanaman Pakan Lebah Madu .............................................................. Manajemen Strategi ............................................................................ Identifikasi Lingkungan Internal ......................................................... Faktor Sumber Daya Manusia ................................................. Faktor Produksi ....................................................................... Faktor Keuangan ..................................................................... Faktor Pemasaran .................................................................... Faktor Penelitian dan Pengembangan ...................................... Identifikasi Lingkungan Eksternal....................................................... Faktor Ekonomi....................................................................... Faktor Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan ................. Faktor Politik, Hukum dan Pemerintahan ................................ Faktor Persaingan .................................................................... Faktor Teknologi ..................................................................... Analisis SWOT ...................................................................................
3 4 5 5 6 6 6 7 7 8 8 9 10 11 11 11 12 12 12 12 13 13 13 14 14 14
MATERI DAN METODE ..............................................................................
16
Lokasi dan Waktu ............................................................................... Rancangan dan Analisis Data .............................................................. Rancangan Penelitian .............................................................. Analisis Data ...........................................................................
16 16 16 16
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
18
Sejarah dan Perkembangan Kelompok Lebah Madu Sri Buana ........... Kondisi Lokasi Peternakan.................................................................. Faktor Internal Usaha Kelompok Lebah Madu Sri Buana .................... Teknis Budidaya Lebah Madu ................................................. Bibit ............................................................................ Produktivitas Lebah Madu ........................................... Pakan Lebah ................................................................ Peralatan ...................................................................... Manajemen Budidaya .................................................. Kualitas Peternak Lebah Madu ................................................ Jenis Kelamin .............................................................. Umur Peternak ............................................................. Pengadaan Tenaga Kerja.............................................. Pendidikan ................................................................... Keadaan Sosial-Ekonomi ........................................................ Modal yang Tersedia ................................................... Pendapatan Usaha ........................................................ Harga Jual Produk ....................................................... Pemasaran Produk ....................................................... Kelembagaan ............................................................... Faktor Eksternal Usaha Kelompok Lebah Madu Sri Buana ................. Lingkungan Peternakan ........................................................... Permintaan Madu di Pulau Jawa .............................................. Jumlah Pesaing di Sekitar Kelompok Sri Buana ...................... Jenis Perusahaan di Sekitar Kelompok Sri Buana yang Memanfaatkan Produk Lebah Madu .................................................... Kebijakan Pemerintah Daerah ................................................. Analisis SWOT Usaha Kelompok Lebah Madu Sri Buana .................. Faktor Internal......................................................................... Kekuatan ..................................................................... Kelemahan................................................................... Faktor Eksternal ...................................................................... Peluang ........................................................................ Ancaman ..................................................................... Matriks SWOT ................................................................................... Strategi Strenghts-Opportunities (SO) ..................................... Meningkatkan Jumlah Produksi Madu dengan Menambah Jumlah Koloni ....................................................... Meningkatkan Mutu Produk ........................................ Strategi Weaknesses-Opportunities (WO) ................................ Melakukan Pelatihan Budidaya dan Pendampingan
18 18 19 19 19 20 21 23 25 25 26 26 27 27 27 27 28 29 30 31 32 32 33 33 34 34 35 35 35 35 35 35 36 36 38 38 38 38
untuk Meningkatkan Keterampilan Peternak ................ Memperbaiki Kemasan Produk .................................... Melakukan Penanaman Tanaman yang Mampu Menyediakan Pakan Lebah Sepanjang Tahun ......................... Strategi Strenghts-Threats (ST) ............................................... Meningkatkan Kualitas Produk dengan Harga Bersaing untuk Meyakinkan Pembeli Bahwa Produk yang Dihasilkan Asli.................................................................... Strategi Weaknesses-Threats (WT) .......................................... Mempertahankan Luas Areal Tanaman Pakan..............
38 38 39 39
39 39 39
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
40
Kesimpulan ............................................................................. Saran .......................................................................................
40 40
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................
41
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
42
LAMPIRAN .......................................................................................
44
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Beberapa Jenis Tanaman Sebagai Sumber Pakan Lebah ...........................
10
2. Matriks Analisis SWOT ...........................................................................
17
3. Karakteristik Peternak Lebah Madu Sri Buana .........................................
26
4. Matriks SWOT Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana………………
37
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Apis cerana dan Apis mellifera ................................................................
19
2. Kalender Bunga Tanaman Pakan Lebah Madu .........................................
22
3. Peralatan dan Perlengkapan Beternak Lebah Madu yang Dimiliki Kelompok Ternak Sri Buana……………………………………………………..
24
4. Kondisi Jalan Menuju Lokasi dan Stup yang Diletakkan di Bawah Pohon …………………………………………………………………………….
32
PENDAHULUAN Latar Belakang Perlebahan dewasa ini merupakan komponen penting dalam pembangunan sektor pertanian dan kehutanan berkelanjutan. Peran lebah madu dalam penyerbukan tanaman memberikan keuntungan ekologis, khususnya bagi kelestarian flora. Produk yang dihasilkan lebah madu dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi peternaknya. Ditinjau dari kekayaan alamnya, Indonesia menyimpan potensi besar bagi pengembangan usaha perlebahan karena memiliki jutaan hektar lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan lebah. Enam dari tujuh spesies lebah madu yang dikenal di dunia, merupakan jenis lokal yang secara alamiah terdapat di bumi nusantara. Beberapa di antaranya bahkan sudah lama dieksploitasi masyarakat untuk diambil madu dan lilinnya. Tingkat produksi madu di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand, padahal luas wilayahnya jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia. Kebutuhan madu nasional menurut data tahun 2002 mencapai 150 ribu ton per tahun, sementara produksinya hanya 40 ribu ton, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia masih mengimpor. Menyadari potensi tersebut, pemerintah sejak awal tahun 70-an telah menggalakkan usaha pembudidayaan lebah madu (apiari). Saat ini telah berkembang ratusan apiari, baik yang berskala besar sebagai usaha pokok maupun berskala kecil sebagai usaha sampingan (Asosiasi Perlebahan Indonesia, 2000). Secara kuantitas dan kualitas, perkembangan usaha perlebahan belum cukup memuaskan dan potensi yang tersedia belum tergali sepenuhnya. Hal tersebut karena di dalam usaha perlebahan, tanaman pakan merupakan faktor kunci yang paling menentukan keberhasilan usaha perlebahan. Oleh karena itu, di dalam budidaya lebah madu harus tersedia sumber pakan dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan. Kelangkaan sumber pakan sangat berpengaruh terhadap produktivitas madu yang diperoleh petani. Posisi petani lebah khususnya yang berskala kecil, salah satunya adalah kelompok ternak lebah madu Sri Buana yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya. Kelompok ternak lebah madu Sri Buana merupakan suatu kelompok ternak yang belum memilki pengalaman lebih luas dalam hal pemeliharaan lebah madu, produksi
madu hingga penjualan produknya. Hal ini dapat dilihat pada pemeliharaan lebah yang belum dilakukan secara intensif, cara pemeliharaan dan panen masih sederhana, pengetahuan peternak tentang hama dan penyakit sangat kurang, pemasaran tidak lancar sehingga belum mendapat pelanggan tetap, tidak ada modal untuk pengembangan, serta tidak ada kerjasama dengan instansi terkait. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi pengembangan usaha yang tepat agar kelompok ternak Sri Buana dapat lebih berkembang di masa yang akan datang. Peternakan lebah madu Sri Buana di Kampung Nyalenghor ini merupakan salah satu kelompok ternak yang perlu diteliti lebih lanjut, karena kurangnya informasi yang sampai ke masyarakat luas. Penelitian yang akan dilakukan adalah melihat prospek perkembangan usaha lebah untuk menghasilkan madu yang baik dengan pakan alami, yaitu dari berbagai tanaman bunga yang terdapat di daerah tersebut. Oleh karena itu perlu dikaji lebih jauh apa saja kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman yang terdapat di kelompok ternak lebah madu Sri Buana yang penting bagi perumusan strategi pengembangan usaha peternakan lebah madu di Tasikmalaya. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi
faktor-faktor
lingkungan
internal dan
eksternal
yang
berpengaruh dalam pengembangan kelompok ternak lebah madu Sri Buana Tasikmalaya. 2. Merumuskan strategi pengembangan yang tepat bagi kelompok ternak lebah madu Sri Buana Tasikmalaya.
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Lebah Madu Lebah madu merupakan serangga penghasil madu, royal jeli, propolis, lilin, polen, sengat dan membantu penyerbukan tanaman. Riset ilmiah terbaru membuktikan bahwa madu potensial sebagai antioksidan, antimikroba, antijamur, dalam perawatan kulit, pengawet makanan, dan sebagai obat luka. Namun hingga kini konsumsi madu penduduk Indonesia saat ini hanya 15 gram/kapita/tahun, sedangkan tingkat konsumsi madu masyarakat di negara-negara maju (Jepang, Jerman, Inggris, Perancis dan AS) mencapai 1000–1600 gram/kapita/tahun. Produksi madu dalam negeri antara tahun 1996-2000 hanya 1.538-2.824 ton/tahun. Jumlah penduduk Indonesia saat ini 220 juta orang, maka setiap tahun dibutuhkan madu sebesar 3.300 ton. Oleh karena itu, budidaya lebah madu sangat prospektif dikembangkan di negeri agraris ini (Rusfidra, 2006). Berdasarkan hasil penelitian Nilawati (2001), kelompok ternak lebah madu di Desa Sindangkerta, Cipatujah Tasikmalaya adalah sebagai daerah budidaya lebah madu berdasarkan pada kelayakan sosial, ekonomi, dan prospek pengembangannya. Lingkungan fisik Desa Sindangkerta mampu mendukung peningkatan produksi madu. Tanaman penghasil pakan lebah madu di Desa Sindangkerta adalah tanaman kelapa, karet, cengkeh, padi, buah-buahan, randu, ketapang, mengkudu, dan tumbuhan herba. Jumlah stup minimal yang harus dimiliki satu keluarga untuk mendapatkan keuntungan adalah 6 buah. Sampai saat ini jenis lebah madu yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Apis cerana dan Apis mellifera. Apis cerana merupakan lebah lokal Indonesia yang dapat beradaptasi sangat baik dengan lingkungan setempat, lebih efisien dalam mengumpulkan nektar tanaman (Erwan, 1999). Apis mellifera dimasukkan pertama kali ke Indonesia dari Australia pada tahun 1972 oleh Pusat Apiari Pramuka. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan budidaya lebah madu secara modern kepada petani ternak serta untuk memenuhi permintaan madu konsumen dalam negeri (Suwanda, 1986).
Sistematika lebah madu menurut Lamerkabel (2009) adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Hymenoptera
Famili
: Apidae
Genus
: Apis
Spesies
: A. cerana, A. mellifera, A. dorsata dan A. florea Lebah madu merupakan insekta sosial yang hidup dalam suatu keluarga besar
yang disebut koloni lebah. Keunikan koloni lebah ini adalah mempunyai sifat polimorfisme, yaitu anggotanya mempunyai keunikan anatomis, fisiologis, dan fungsi biologis yang berbeda antara satu golongan dengan golongan yang lain. Satu koloni lebah madu terdiri dari satu ratu, beberapa ratus lebah jantan, dan beberapa puluh ribu pekerja. Jumlah anggota masing-masing golongan, kecuali ratu yang hanya satu ekor, tergantung dari spesies lebah dan kondisi lingkungan, terutama ketersediaan bahan makanan dan temperatur lingkungan (Sihombing, 2005). Keberhasilan pemeliharaan lebah madu sangat erat kaitannya dengan habitat ideal, yaitu tempat dan musim yang cocok, serta ketersediaan tanaman berbunga sebagai sumber nektar. Koloni lebah madu dapat digembalakan supaya menghasilkan madu, dimana penggembalaannya itu disesuaikan dengan musim bunga. Setiap musim bunga, lebah akan menghasilkan madu yang khas dan sesuai dengan bunga sebagai pakannya. Lebah madu yang tidak digembalakan sesuai dengan musim bunga yang berlangsung, tidak akan produktif dalam menghasilkan madu (Sarwono, 2001). Apis cerana Apis cerana adalah lebah asli Asia dan diduga asal-usulnya adalah menyebar mulai dari Afghanistan, Cina hingga Jepang. A. cerana sangat memperlihatkan variasi ukuran tubuh, produktivitas dan tingkah laku menurut kondisi dimana ia bermukim. Apis cerana mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dan lebih ramping dibandingkan A. mellifera (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2006). Menurut segi penyebarannya, A. cerana menempati urutan kedua setelah A. mellifera (Sihombing, 2005).
Lebah A. cerana merupakan lebah lokal Indonesia yang dapat beradaptasi sangat baik dengan lingkungan setempat, lebih efisien dalam mengumpulkan nektar tanaman (Erwan, 1999), resisten terhadap serangan penyakit terutama dari tungau Varroa (Yoshida, 1998). Produksi madu A. cerana relatif rendah serta mudah pindah dari sarang. Berbeda dengan lebah madu A. mellifera yang dimasukkan pertama kali ke Indonesia dari Australia pada tahun 1972 oleh Pusat Apiari Pramuka. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan budidaya lebah madu secara modern kepada petani ternak serta untuk memenuhi permintaan madu konsumen dalam negeri (Suwanda, 1986). Secara umum, A. cerana mirip dengan A. mellifera subspesies dari Eropa. Hanya saja ukuran tubuhnya lebih kecil, agak lebih suka berpindah tempat, namun lebih tahan terhadap serangan predator (pemangsa) jenis-jenis tawon besar dan parasit-parasit tungau. A. cerana lebih tinggi daya adaptasinya terhadap perubahan iklim daripada A. mellifera. Hal ini terbukti bahwa A. cerana lebih aktif pada musim semi dan sebaliknya kurang aktif pada musim dingin (Sihombing, 2005). Apis cerana telah berabad-abad dipelihara di berbagai wilayah di Asia, antara lain Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, Cina, India, Indonesia, Iran, Malaysia, Thailand dan lain-lain. Cara pemeliharaannya sebagian masih tradisional, antara lain dalam rongga kayu, keranjang ayam bambu, gentong tembikar, dinding gua-gua, celah-celah rumah dan tempat-tempat sederhana lainnya; sebagian sudah ada yang memelihara dengan cara modern dan telah ada yang memelihara dalam kotak stup yang dapat dipindah-pindahkan dengan bentuk bervariasi yang cocok bagi kondisi dan bahan setempat. Penelitian selanjutnya masih sangat dibutuhkan antara lain disain kotak sarang, peningkatan produktivitas galur yang mencakup keagresifan, menyimpan madu lebih banyak dan mengurangi sifat mudah minggat, memisah diri dari koloni, cara pengolahan produksi dan pemasarannya (Sihombing, 2005). Pembibitan Pemilihan Bibit Calon Induk Bibit lebah unggul yang di Indonesia ada dua jenis yaitu A. cerana (lokal) dan A. mellifera (impor). Ratu lebah merupakan inti dari pembentukan koloni lebah. Oleh karena itu, pemilihan ratu jenis unggul ini bertujuan agar dalam satu koloni lebah dapat produksi secara maksimal. Ratu A. cerana mampu bertelur 500-900 butir
per hari dan ratu A. mellifera mampu bertelur 1500 butir per hari (Bina Apiari Indonesia, 2009). Ciri-ciri Bibit Lebah Madu Usaha perlebahan dapat berjalan lancar jika peternak mengetahui ciri-ciri bibit lebah yang baik, diantaranya adalah (1) mempunyai ratu lebah yang secara fisik bagus dan berusia antara 3 bulan sampai 1 tahun, (2) jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan ratu lebah banyak, (3) hasil panen lebih banyak baik hasil madu, polen, royal jeli dan propolis, (4) larva lebah yang dihasilkan lebih segar dan (5) lebah biasanya lebih agresif (Bina Apiari Indonesia, 2009). Manajemen Pembuatan Calon Ratu Lebah Cara pembuatan calon ratu lebah yaitu (1) mengambil larva lebah madu yang baru menetas usia 1 hari, (2) larva tersebut dimasukkan ke dalam satu potong frame royal jelly, (3) frame royal jelly yang sudah terisi larva lebah madu ditempatkan pada kotak super (kotak lebah madu yang berisi koloni lebah madu minimal dua tingkat), (4) kotak super lebah madu tersebut dipisahkan atau disekat dengan ratu lebah berada di kotak bawah dan frame royal jelly calon ratu lebah madu ditempatkan pada kotak atasnya, sehingga ratu lebah madu tidak bisa mendekati calon ratu lebah madu, (5) diamkan selama 11 hari sampai calon ratu lebah menjadi kepompong, (6) setelah 11 hari calon ratu dipindahkan ke kotak lebah yang besisi koloni lebah tanpa ada ratunya, (7) 13 hari calon ratu lebah keluar kepompong dan langsung diangkat menjadi ratu lebah oleh koloni lebah tersebut, dan (8) setelah seminggu bisanya ratu lebah siap untuk kawin dan mengembangkan koloni lebah yang baru ditempati tersebut (Bina Apiari Indonesia, 2009). Perawatan Bibit dan Calon Induk Lebah yang baru dibeli dirawat khusus. Satu hari setelah dibeli, ratu dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam stup yang telah disiapkan. Selama 6 hari lebah-lebah tersebut tidak dapat diganggu karena masih pada masa adaptasi sehingga lebih peka terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Setelah itu baru dapat dilaksanakan untuk perawatan dan pemeliharaan rutin (Bina Apiari Indonesia, 2009).
Pakan Lebah Madu Sumber pakan utama lebah madu adalah nektar dan tepung sari (pollen) yang dihasilkan dari bunga tanaman. Masa pembungaan tanaman yang umumnya bersifat musiman menyebabkan pada periode tertentu lebah madu mengalami krisis makanan. Kondisi demikian mengakibatkan penurunan populasi koloni. Kekurangan makanan tidak jarang juga menyebabkan hijrahnya koloni. Pemberian makanan buatan adalah salah satu alternatif cara mempertahankan koloni lebah madu, terutama dalam kondisi langka bunga (Kuntadi, 2006). Nektar Lebah madu memerlukan energi yang sebagian besar berasal dari nektar, yaitu semacam cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nektar tumbuhan. Nektar merupakan pakan bagi lebah pekerja sehingga ketersediaan nektar sepanjang tahun menjamin kekuatan koloni (Sihombing, 2005). Nektar kaya akan berbagai bentuk karbohidrat (3-87%), seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa. Selain karbohidrat, nektar juga mengandung sedikit senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen seperti asam-asam amino, amida-amida, asam-asam organik, vitamin-vitamin, senyawa-senyawa aromatik dan mineral-mineral. Kandungan zat-zat makanan dalam nektar tergantung dari sumber nektar dan musim (Sihombing, 2005). Menurut Erwan (1999), jenis lebah A. cerana mempunyai efisiensi yang lebih baik dalam pengumpulan nektar tanaman dibanding jenis lebah A. mellifera. Faktor utama yang menentukan jumlah nektar yang dikumpulkan adalah kapasitas kantong madu yang tergantung dari ukuran tubuh lebah, sebagian juga ditentukan oleh jumlah dan konsentrasi gula nektar, keadaan cuaca dan pengalaman lebah pekerja. Jumlah nektar yang ditimbun sebagai madu oleh satu koloni dalam sarang tergantung dari beberapa faktor, antara lain: (1) ukuran dan komposisi populasi dalam koloni, terutama kehadiran dan kualitas ratu, (2) sifat menimbun (boarding behaviour) lebah-lebah pekerja yang ada hubungannya dengan faktor genetis, (3) keadaan cuaca yaitu temperatur, kelembaban, kecepatan arus angin dan foto periode, dan (4) kapasitas ruangan penyimpanan yang tersedia pada sisiran sarang (Sihombing, 2005).
Polen Polen dimakan oleh lebah madu terutama sebagai sumber protein dan lemak, serta sedikit karbohidrat dan mineral. Kandungan protein kasarnya bervariasi antara 8-40%, rata-rata 23% dan mengandung semua asam-asam amino esensial maupun asam-asam lemak esensial. Polen merupakan bahan baku pembentukan royal jeli yang merupakan pakan bagi ratu lebah dan tetasan, sehingga ketersediaan sepanjang tahun menjamin perkembangan koloni. Di daerah beriklim dingin satu koloni lebah madu memerlukan sekitar 50 kg polen per tahun (Sihombing, 2005). Febretrisiana (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kacang kedelai dapat digunakan sebagai pengganti pakan polen untuk lebah madu. Stimulasi polen dilakukan dengan memberikan kacang kedelai yang telah dihaluskan hingga berbentuk tepung. Tepung kedelai dicampur dengan larutan gula hingga berbentuk pasta, kemudian diletakkan di atas bingkai sisiran dari setiap stup lebah. Intensitas atau tingkat pengumpulan polen oleh sebuah koloni lebah madu tergantung pada beberapa faktor. Pengaruh faktor lingkungan terhadap intensitas pengumpulan polen dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Faktor secara langsung dapat berupa pengaruh terhadap aktivitas terbang, tingkat atau pola konsumsi makanan, sedangkan faktor secara tidak langsung dapat melalui tingkat produksi polen bunga. Temperatur lingkungan sangat mempengaruhi jumlah konsumsi makanan lebah madu, dan dengan demikian akan mempengaruhi tingkat pengumpulan bahan makanan (polen dan nektar) dari lapangan (Sihombing, 2005). Madu Madu pada dasarnya merupakan zat manis alami yang dihasilkan bahan baku nektar bunga, dimana nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan tanaman dalam bentuk larutan gula (Sarwono, 2001). Banyak kegunaan yang dapat diambil dari madu, antara lain sebagai obat penyembuh luka, dan merangsang urinisasi. Sebenarnya madu merupakan cadangan makanan anggota koloni lebah, namun lebah selalu menghasilkan madu lebih dari kebutuhan koloni. Kelebihan itulah yang diambil oleh manusia sebagai bahan pangan yang menyehatkan. Madu dapat disebut “cindera mata dari alam yang menyehatkan” (Rusfidra, 2006). Hasil madu yang tinggi dapat diperoleh dengan tingginya kandungan nektar bunga tanaman dan banyaknya polen dalam bunga tanaman. Kandungan nektar
bunga tanaman mudah dihisap lebah, masa berbunga yang panjang dan bunga berkesinambungan sepanjang tahun sehingga madu dan polen dapat diperoleh sepanjang tahun. Tidak semua tanaman mempunyai nektar dan polen sekaligus, tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman dan kesuburan tanaman. Ketersediaan pakan lebah secara berkesinambungan merupakan salah satu syarat pendukung perkembangan koloni lebah dan produksi madu. Oleh karena itu, faktor pakan penting dipertimbangkan dalam menentukan lokasi budidaya lebah. Budidaya oleh peternak Indonesia hanya menghasilkan madu 5-10 kg per koloni per tahun. Produksi madu tersebut berada pada tingkat produksi yang relatif rendah (Murtidjo, 1991). Produksi madu dengan kapasitas 50 koloni (stup) dengan jumlah sisiran untuk setiap stup sebanyak 8 sisiran dalam 1 tahun diasumsikan sebanyak 1.800 kg atau untuk 1 koloni sebanyak 36 kg (Departemen Kehutanan, 2003). Kualitas madu ditentukan antara lain oleh warna, rasa, kekentalan, aroma dan kadar air. Rasa, aroma dan warna madu sangat ditentukan oleh bunga sumber nektar yang dikumpulkan lebah pekerja. Madu yang dihasilkan dari sekitar perkebunan kelapa disebut madu kelapa. Di pasar dikenal madu karet, madu kapuk, madu lengkeng, madu kopi, madu kelapa dan lain sebagainya (Rusfidra, 2006). Tanaman Pakan Lebah Madu Indonesia merupakan negara agraris dengan luas daratan sekitar 200 juta hektar, terdiri dari hutan, perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, semak belukar dan rumput.
Iklim tropis dan keanekaragaman
jenis
tumbuhan tersebut
memungkinkan tersedianya bunga sepanjang tahun. Di dalam bunga tanaman itulah terdapat nektar sebagai bahan pakan utama lebah. Tidak kurang 25.000 jenis tanaman berbunga tumbuh dan berbiak di Indonesia (Rusfidra, 2006). Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik berupa tumbuhan alam maupun tanaman hasil budidaya. Berbagai jenis vegetasi yang ada merupakan tumbuhan penghasil polen dan nektar sebagai sumber pakan lebah. Beberapa tanaman yang potensial dan telah dikenal menurut Pusat Perlebahan Apiari Pramuka (2006) terdiri dari tanaman kehutanan, tanaman holtikultura dan tanaman perkebunan/industri. Beberapa tanaman yang potensial dan telah dikenal sebagai sumber pakan lebah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa Jenis Tanaman Sebagai Sumber Pakan Lebah No.
Nama Tanaman
Kandungan N (Nektar), P (Polen)
Musim Bunga
I.
Tanaman kehutanan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kaliandra (Calliandra callothyrsus) Aren (Arenga pinnata) Petai cina/Lamtoro (Leucaena leucocephala) Acacia mangium Eukaliptus (Eucalyptus spp) Sonobrit (Dalbergia sisso) Sengon (Paraserianthes falcataria)
N N, P P
TMT Januari-Desember Januari-Desember
N,P N,P N N, P
Januari-Desember 3 tahun bunga Agustus dan Oktober Juni dan September
II.
Tanaman holtikultura
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Klengkeng (Euphorbia longan) Rambutan (Nephelium lappaceum) Mangga (Mangifera indica) Durian (Durio zibethinus) Jambu air (Eugenia spp) Alpukat (Persea gratissima gaerin) Jeruk (Citrus spp)
N, P N, P N, P N, P N, P N, P N, P
8.
Padi (Oryza sativa)
P
Juni dan Agustus Oktober-November Juni dan Agustus Juni dan September Mei dan Oktober Hujan Agustus dan November-Desember TMT
III.
Tanaman perkebunan/industri
1. 2. 3. 4.
Kapuk randu (Ceiba petandra) Kelapa (Cocos nucifera) Karet (Hevea brasiliensis) Jambu mete (Anacardium occidentale)
N,P P N N,P
Mei-Agustus Maret-Desember September-Oktober Maret-Juli
Keterangan: TMT = tergantung musim tanam
Manajemen Strategi Strategi adalah sejumlah tindakan yang terintegrasi dan terkoordinasi yang diambil untuk mengeksploitasi kompetensi dan keunggulan bersaing (Hitt et al., 1997), dan strategi mempunyai sifat berorientasi ke masa depan (David, 2004). Strategi mempunyai konsekuensi multifungsional atau multidivisional dan dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Manajemen strategi menurut Pearce dan Robinson (1997) didefinisikan sebagai sekumpulan keputusankeputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan.
Perencanaan strategi merupakan proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi. Tujuan utama dari perencanaan strategi adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif tentang kondisi-kondisi internal dan eksternal. Oleh karena itu, perencanaan strategi penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada (Rangkuti, 2006). Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi organisasi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan, menetapkan tujuan jangka panjang perusahaan, membuat sejumlah strategi alternatif untuk perusahaan dan memilih strategi tertentu untuk digunakan (Jauch dan Glueck, 1995). Identifikasi Lingkungan Internal Identifikasi lingkungan internal dimaksudkan untuk membaca atau memotret gambaran kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) organisasi yang aktual pada saat ini. Lingkungan internal menurut Jauch dan Glueck (1995) terbagi menjadi lima faktor yaitu (1) sumber daya manusia, (2) produksi, (3) keuangan, (4) pemasaran, dan (5) penelitian dan pengembangan. Faktor Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia adalah
salah satu sarana bagi manajemen dalam
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan merupakan bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Sumberdaya manusia pada suatu organisasi meliputi pimpinan dan karyawan (Greer, 1995). Faktor-faktor manajemen sumberdaya manusia dapat memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan yaitu (1) struktur organisasi dan suasana yang efektif, (2) sejarah perusahaan dalam mencapai tujuan, 3) pengalaman kerja dan prestasi manajemen puncak yang seimbang, (4) kebijakan hubungan kerja yang efisien dan efektif, (5) karyawan berkualitas tinggi, dan (6) informasi manajemen dan sistem komputer yang efektif (Jauch dan Glueck, 1995). Faktor Produksi Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa (Griffin, 2006). Manajemen faktor-faktor produksi yang
dapat memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan yaitu (1) biaya operasi total yang lebih rendah dibandingkan biaya pesaing total, (2) kemampuan untuk memenuhi permintaan pasar, (3) fasilitas yang efisien dan efektif, (4) ketersediaan bahan baku yang mencukupi, (5) peralatan dan mesin yang efisien dan efektif, (6) sistem pengendalian persediaan yang efektif dan efisien, (7) prosedur yang efisien dan efektif: desain, pengaturan waktu, pengendalian mutu, (8) kebijaksanaan perawatan yang efisien dan efektif, (9) integrasi vertikal atau hubungan pemasok yang efektif (Jauch dan Glueck, 1995). Faktor Keuangan Suatu usaha dapat mencapai keberhasilan apabila tersedianya modal yang cukup untuk pengembangan usaha. Faktor manajemen keuangan yang mencerminkan keunggulan strategis dibandingkan pesaing yaitu (1) total sumber daya keuangan dan kekuatannya, (2) struktur modal yang efektif, (3) sistem akuntansi untuk perencanaan, anggaran biaya, laba dan prosedur audit yang efektif, dan (4) kebijaksanaan penilaian persediaan (Jauch dan Glueck, 1995). Faktor Pemasaran Pemasaran merupakan suatu proses menetapkan, menciptakan dan memenuhi kebutuhan serta keinginan pelanggan akan produk atau jasa (David, 2004). Manajemen pemasaran menurut Kotler (2005) digunakan sebagai seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan, mempertahankan dan menambah jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul. Analisis pemasaran berhubungan dengan bauran pemasaran yang meliputi analisis terhadap produk, harga, distribusi dan promosi. Faktor Penelitian dan Pengembangan Faktor penelitian dan pengembangan merupakan keunggulan strategis karena dapat menciptakan produk baru atau produk yang ditingkatkan untuk pemasaran, dan mengarahkan pada peningkatan proses bahan untuk mendapatkan keunggulan dari biaya melalui efisiensi (yang dapat membantu memperbaiki kebijaksanaan harga). Identifikasi Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal perusahaan menurut Pearce dan Robinson (1997) merupakan lingkungan yang terdiri dari faktor-faktor yang dapat menjadi peluang
dan ancaman yang berada di luar pengawasan dan kontrol pihak manajemen perusahaan. Analisis terhadap lingkungan eksternal menurut David (2004) bertujuan untuk mengidentifikasi peluang kunci dan ancaman yang dihadapi suatu perusahaan sehingga manajemen perusahaan memiliki kemampuan untuk dapat merumuskan suatu strategi. Analisis lingkungan eksternal menekankan evaluasi terhadap peristiwa di luar kendali sebuah perusahaan. Lima faktor yang dinyatakan oleh David (2004) tentang lingkungan eksternal, yaitu (1) ekonomi, (2) sosial, budaya, demografi dan lingkungan, (3) politik, hukum dan pemerintahan, (4) persaingan dan (5) teknologi. Faktor Ekonomi Faktor-faktor ekonomi mempunyai dampak langsung terhadap potensi daya tarik berbagai strategi. Faktor ekonomi seperti kebijakan harga dan suku bunga berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu perusahaan beroperasi (Pearce dan Robinson, 1997). Jauch dan Glueck (1995) menyatakan bahwa keadaan perekonomian pada waktu sekarang dan di masa yang akan datang dapat mempengaruhi keuntungan dan strategi perusahaan. Faktor Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan Perubahan sosial, budaya, demografi dan lingkungan berdampak besar terhadap hampir semua produk, jasa, pasar dan pelanggan. Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan adalah kepercayaan, nilai, sikap, opini dan gaya hidup orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan. Faktor-faktor tersebut biasanya dikembangkan dari kondisi kultural, ekologis, demografis, agama, pendidikan dan etnis. Faktor Politik, Hukum dan Pemerintahan Faktor politik, hukum dan pemerintahan adalah peraturan-peraturan, undangundang dan kebijaksanaan pemerintah baik pada tingkat nasional, provinsi maupun daerah yang menentukan operasional suatu perusahaan. Arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para pengusaha untuk berusaha. Oleh karena itu, faktor-faktor politik, dan pemerintah dapat mencerminkan peluang atau ancaman kunci untuk organisasi kecil dan besar.
Faktor Persaingan Bagian integral dari strategi pemasaran adalah berkaitan dengan persaingan, oleh karena itu untuk dapat unggul dalam kancah persaingan kita harus mampu mengenali pesaing dan intensitas persaingan. Pesaing adalah perusahaan yang memproduksi barang yang sejenis. Tujuan mengenali pesaing adalah agar perusahaan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pesaing sehingga dapat memperkirakan kemampuan pesaingnya, sehingga strategi bersaing perusahaan dapat dirumuskan untuk memperhitungkan kemungkinan tindakan dan respon pesaing. Mengenali perusahaan-perusahaan saingan dan menentukan kekuatan, kelemahan, kemampuan, peluang, ancaman, tujuan dan strategi pesaing adalah bagian terpenting dari audit eksternal. Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi mengenai pesaing sangat penting untuk merumuskan strategi. Strategi kerjasama di antara para pesaing semakin banyak dipakai (Rini, 2002). Faktor Teknologi Faktor teknologi merupakan faktor yang berpengaruh dominan terhadap kinerja industri kecil. Teknologi yang digunakan hendaknya mulai dirubah dari teknologi yang tradisional ke semi modern dan pada akhirnya menggunakan teknologi modern. Faktor teknologi menggambarkan peluang dan ancaman yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan strategi. Kemajuan teknologi dapat menciptakan pasar baru, menghasilkan perkembangan produk baru yang lebih baik, mengubah posisi biaya bersaing, serta membuat produk dan jasa yang sudah ada menjadi ketinggalan zaman. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif dan memanfaatkan informasi yang diperoleh dari identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal. Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Analisis SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cemerlang bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi (Rangkuti, 2006).
Analisis SWOT terbagi atas empat komponen dasar, antara lain: (1) Strength (S) adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau perusahaani, (2) Weakness (W) adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau perusahaan pada saat ini, (3) Opportunity (O) adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang di luar perusahaan dan memberikan peluang berkembang bagi perusahaan di masa depan, dan (4) Threat (T) adalah situasi yang merupakan ancaman bagi perusahaan yang datang dari luar perusahaan dan dapat mengancam eksistensi perusahaan di masa depan. Analisis matriks SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi dalam memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan juga meminimalkan kelemahan dan ancaman yang ada (David, 2004). David (2004) juga menyatakan bahwa matriks SWOT dapat dilaksanakan dengan memfokuskan pada dua hal, yaitu (1) identifikasi terhadap kekuatan internal yaitu kelebihan atau keunggulan relatif perusahaan terhadap pesaing, serta kelemahan internal yaitu keterbatasan atau kekurangan yang dimiliki oleh perusahaan, (2) identifikasi peluang yaitu situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan, dan ancaman yaitu situasi penting yang tidak menguntungkan dalam perusahaan.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di peternakan lebah madu Sri Buana yang berlokasi di Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama tiga minggu, yaitu dari tanggal 1 Agustus sampai dengan 22 Agustus 2009. Rancangan dan Analisis Data Rancangan Penelitian Penelitian ini didesain sebagai suatu studi kasus yang bersifat deskriptif analisis. Studi kasus yang dimaksud yaitu studi yang intensif dan terperinci mengenai suatu objek. Penelitian yang bersifat deskriptif ini adalah untuk menggambarkan atau memecahkan masalah secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu, khususnya daerah yang diteliti. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan informan yang terdiri dari ketua kelompok ternak lebah madu dan anggotanya, serta ketua Dinas Kehutanan Tasikmalaya. Wawancara yang dilakukan adalah menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari laporan dinas setempat serta berbagai literatur lain yang relevan dengan topik penelitian. Analisis Data Data atau hasil wawancara yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan analisis SWOT. Analisis data secara deskriptif kualitatif dilakukan untuk mengembangkan hubungan personal langsung dengan subyek penelitian, sehingga dapat memperoleh pemahaman secara jelas tentang realitas sosial ataupun kondisi nyata kehidupan dan perilaku yang dimunculkan informan di peternakan lebah madu Sri Buana. Adapun analisis secara kuantitatif dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel, menguji teori dan mencari generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan.
Faktor-faktor internal yang diteliti meliputi: (1) sumber daya manusia, (2) produksi, (3) keuangan, (4) pemasaran, dan (5) penelitian dan pengembangan. Adapun faktor-faktor eksternal yang diteliti meliputi: (1) faktor ekonomi, (2) faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan, (3) faktor politik, hukum dan pemerintahan, (4)
faktor persaingan dan (5)
faktor teknologi.
Tabel 2
memperlihatkan matriks dari analisis SWOT (David, 2004). Tabel 2. Matriks Analisis SWOT Faktor Kekuatan Internal (Strengths) Faktor Eksternal Peluang
Kelemahan (Weaknesses)
Strategi SO
Strategi WO
(Opportunities)
Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Ancaman
Strategi ST
Strategi WT
(Threats)
Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah dan Perkembangan Kelompok Lebah Madu Sri Buana Kelompok ternak lebah madu Sri Buana merupakan salah satu kelompok ternak lebah madu yang berada di Kabupaten Tasikmalaya dan bergerak di bidang produksi, panen serta penjualan produk lebah madu. Kelompok ini didirikan pada tahun 1980, dilatarbelakangi oleh kemampuan ketua kelompok dalam menangkap lebah madu di hutan dan cara budidaya lebah madu yang didapat dari pelatihanpelatihan yang diikutinya. Tahun 1982, ketua kelompok Sri Buana mengajak beberapa
orang
sebagai
anggota
kelompok
ternak
lebah
madu
untuk
membudidayakan lebah madu. Bibit lebah madu adalah jenis Apis cerana dan kelompok ternak lebah madu Sri Buana tidak pernah membeli bibit lebah madu dari luar daerah Tasikmalaya. Produk yang dihasilkan dari beternak lebah madu tersebut adalah madu. Awalnya madu yang dihasilkan hanya untuk dikonsumsi oleh masing-masing anggota, tetapi setelah mereka tahu bahwa di daerah mereka banyak yang membutuhkan madu, maka mereka menjual madu tersebut dengan harga terjangkau. Kondisi Lokasi Peternakan Kelompok ternak lebah madu Sri Buana terletak di Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung yang berjarak 30 km arah utara kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Luas wilayah Kecamatan Pagerageung adalah 6.368,450 ha, dan luas Desa Nanggewer adalah 1.039,840 ha. Kampung Nyalenghor berada pada ketinggian sekitar 1300 m di atas permukaan laut, yaitu pada dataran paling tinggi di antara daerah yang ada di wilayah Kecamatan Pagerageung dengan suhu lingkungan sekitar 25 oC. Suhu tersebut merupakan suhu normal untuk beternak lebah madu di dataran tinggi (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2006). Daerah Nyalenghor memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dijadikan pakan lebah madu. Tanaman yang paling banyak ditemukan adalah pohon aren, maka tidaklah heran apabila daerah Nyalenghor ini merupakan salah satu daerah penghasil gula yang ada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Tanaman lain yang potensial dijadikan sebagai pakan lebah madu terdiri dari tanaman kehutanan, tanaman holtikultura dan tanaman perkebunan atau industri.
Faktor Internal Usaha Kelompok Lebah Madu Sri Buana Teknis Budidaya Lebah Madu Faktor-faktor yang tercakup dalam teknis budidaya adalah bibit dan pakan lebah, lokasi, peralatan dan manajemen budidayanya. Bibit. Di sekitar hutan di daerah Nyalenghor banyak terdapat lebah madu lokal liar (Apis cerana). Pembibitan yang dilakukan oleh kelompok ternak lebah madu Sri Buana dengan cara menangkap A. cerana di hutan dengan menggunakan jaring dan tidak ada teknik pemilihan bibit secara khusus. Seperti yang telah diuraikan oleh Bina Apiari Indonesia (2009), bahwa ciri-ciri bibit lebah madu yang baik adalah (1) mempunyai ratu lebah yang secara fisik bagus dan berusia antara 3 bulan sampai 1 tahun, (2) jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan ratu lebah banyak, (3) hasil panen lebih banyak baik hasil madu, polen, royal jeli dan propolis, (4) larva lebah yang dihasilkan lebih segar dan (5) lebah biasanya lebih agresif. Apis cerana dan Apis mellifera dapat dilihat pada gambar 1.
Apis cerana
Apis mellifera
Gambar 1. Apis cerana dan Apis mellifera Koloni lebah yang baru ditangkap dari hutan ditempatkan di dalam stup selama satu minggu dan diletakkan di bawah pohon kelapa dekat persawahan. Setelah itu, lebah-lebah tersebut dipindahkan ke kotak sarang lebah (stup) yang terletak tidak jauh dari rumah peternak lebah. Tujuannya agar lebah dapat mengumpulkan polen lebih banyak, baik dari tanaman padi maupun pohon kelapa. Menurut Sihombing (2005), polen sangat diperlukan untuk pemeliharaan tetasan.
Polen yang dikonsumsi lebah pekerja digunakan untuk memproduksi royal jeli yang merupakan makanan ratu dan larva umur 1-2 hari. Jumlah koloni yang dikelola oleh kelompok ternak Sri Buana sebanyak 82 koloni, dan stup tempat koloni tersebut diperoleh dari bantuan Dinas Kehutanan setempat. Stup tersebut dibagikan pada beberapa anggota kelompok untuk dikelola, masing-masing anggota mengelola 4-8 stup tergantung kesanggupan dari anggotanya, sedangkan anggota lain yang tidak mengelola koloni lebah membantu dalam proses produksinya. Berdasarkan penelitian Nilawati (2001), jumlah stup minimal yang harus dimiliki satu keluarga untuk mendapatkan keuntungan adalah enam buah. Langkah-langkah untuk meningkatkan jumlah koloni lebah madu adalah dengan menggembalakan lebah madu pada lokasi yang tersedia pakan cukup banyak sehingga ratu lebah akan lebih banyak menghasilkan telur dan lebah pekerja juga lebih giat membuat sarang baru (Bina Apiari Indonesia, 2009). Di daerah Nyalenghor tidak ada peningkatan jumlah koloni, karena kurangnya dana dan pengetahuan anggota tentang perbanyakan koloni. Kelompok ternak Sri Buana hanya dapat menunggu bantuan dari pihak Dinas untuk mendapatkan stup baru. Hal ini karena pada kenyataannya mereka tidak mempunyai dana untuk membeli stup baru atau memperbaiki stup yang sudah tidak layak pakai. Produktivitas Lebah Madu. Produktivitas Apis cerana tergolong rendah, namun lebah ini sangat cocok dikembangkan untuk peningkatan kesejahteraan dan gizi masyarakat karena mudah diperoleh dan harganya relatif rendah. Menurut Lamerkabel (2009), A. cerana dalam setahun dapat menghasilkan 2-5 kg madu per koloni. Madu yang dihasilkan pada kelompok ternak Sri Buana dalam satu tahun adalah 6 kg per koloni. Hal ini sesuai menurut Murtidjo (1991) bahwa budidaya oleh peternak Indonesia hanya menghasilkan madu 5-10 kg per koloni per tahun. Penyebab mortalitas lebah madu adalah hewan parasit yang menyerang lebah madu. Hewan parasit yang mengganggu lebah madu di daerah Nyalenghor adalah kumbang. Lebah A. cerana merupakan lebah lokal Indonesia resisten terhadap serangan penyakit terutama dari tungau Varroa (Yoshida, 1998), sehingga tidak dikhawatirkan sebagai penyebab mortalitas lebah madu di daerah Nyalenghor. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh peternak lebah Sri Buana terhadap hewan parasit
dan serangan penyakit yang berakibat pada mortalitas adalah dengan melakukan kontrol satu minggu sekali. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk kelestarian lebah adalah dengan menanam tumbuhan-tumbuhan yang disukai lebah sebagai penyediaan sumber pakannya. Antisipasi mortalitas lebah dapat dilakukan dengan menambah jumlah tempat penangkaran dan budidaya lebah. Pakan Lebah. Ketersediaan pakan lebah secara berkesinambungan merupakan salah satu syarat pendukung perkembangan koloni lebah dan produksi madu. Di kampung Nyalenghor terdapat berbagai macam tanaman yang dapat dijadikan sebagai pakan lebah. Beberapa tanaman yang potensial dan telah dikenal sebagai sumber pakan lebah yang terdapat di daerah Nyalenghor dapat dilihat pada Gambar 2.
5
9 10
2 1 3 2 7 7 9 9 11 13
6 0 1 11 2 1 3 1
3
4
P
2
N
2 2 3 5 8
9 11 13
i
N
N
P
N
1
N P
1 2 5 8 9
J un
P
1 2 2 3 1 12 11 2 12 4 13 6 10 12
N
2 1 3 2 4 2 4 6 3 6 7 8 7 11 11 12 12 12 13 13
u
1
Ag
2
us st
A pril
P
8 12
ei
N
1 2 2 3 11 13
N
et Mar
2 3 11 13
P
P
P
r
2
1
br ua ri
1 2
Okto be
N
2 3 11
2
er
1 2
Pe
P
11
mb Septe
N
3
2 1 3 2 9 2 9 0 3 0 1 1 5 11 9 13 10 11 13
uari
P
P
P
J an
M
N ov em
N
ber
N
be r
em Des
Juli
Gambar 2. Kalender bunga tanaman pakan lebah madu Ke terangan :
N = Sumb er nektar; P = Sumber polen Angka hitam = Jumlah tanaman b anyak; Angka merah = Jumlah ta naman sedang; Angka hijau = Jumla h tanaman sedikit (1 ) Kaliandra (Calliandra callothyrsus), (2) Aren (Arenga pinnata), (3) Petai cina/lamtoro (Leucaena leucocephala), (4) Klengkeng (Euphorbia longan), (5) Rambutan (Nephelium lappaceum), (6) M angga ( Mangifera indica), (7) Durian (Durio zibethinus), (8) Jambu air ( Eugenia spp), (9) Alpuka t ( Persea gratissima gaerin ), (10 ) Jeruk ( Citrus spp), (11) Padi ( Oryza sativa), (12) K apuk ra ndu ( Ceiba petandra), (13) Kelapa (Cocos nucifera).
Gambar 2 memperlihatkan bahwa sumber nektar yang ada sepanjang tahun di daerah Nyalenghor adalah tanaman kaliandra dan pohon aren. Pohon aren memang banyak di daerah Nyalenghor karena daerah tersebut merupakan salah satu penghasil gula di Tasikmalaya. Nektar merupakan pakan bagi lebah pekerja sehingga ketersediaan nektar sepanjang tahun menjamin kekuatan koloni (Sihombing, 2005). Gambar 2 memperlihatkan tanaman sumber nektar di Nyalenghor ternyata masih
kurang dibandingkan tanaman sumber polen, padahal jumlah nektar sangat menentukan produksi madu. Upaya yang perlu dilakukan peternak agar produktivitas madu kontinyu sepanjang tahun yaitu dengan menanam tanaman pakan sumber nektar lainnya, misalnya tanaman tebu dan pisang. Adapun sumber polen sepanjang tahun adalah pohon aren, pohon petai cina/lamtoro dan tanaman padi. Tanaman padi di daerah Nyalenghor banyak karena daerah tersebut banyak terdapat persawahan, sehingga peternak lebah memanfaatkan polennya untuk pemeliharaan tetasan. Masa berbunga tanaman padi biasanya 3 bulan sekali, tetapi waktu tanam padi di daerah tersebut berbeda-beda sehingga tidak dikhawatirkan lebah madu tidak mendapatkan polen. Polen merupakan bahan baku pembentukan royal jeli yang merupakan pakan bagi ratu lebah dan tetasan, sehingga ketersediaan sepanjang tahun menjamin perkembangan koloni (Sihombing, 2005). Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada bulan-bulan tertentu ketersediaan polen sangat kurang, yaitu pada bulan Januari-April dan Juli. Upaya yang perlu dilakukan peternak agar polen tersedia sepanjang tahun yaitu dengan menanam tanaman pakan sumber polen lainnya, misalnya tanaman jagung. Peralatan. Peralatan budidaya lebah terdiri atas peralatan utama, peralatan pelengkap dan perlengkapan petugas. Berdasarkan penelitian Nisa (2004) di Jawa Timur, peralatan utama dalam beternak lebah madu adalah stup yang terbuat dari bahan kayu yang tidak berbau dan memiliki ketebalan 2 cm, tahan lama serta mudah didapat. Stup tersebut sesuai dengan stup kelompok ternak Sri Buana. Berdasarkan penelitian Anggabrata (2004) di PUSBAHNAS Bogor, peralatan pelengkap terdiri dari pondasi sarang, sisiran sarang, penyekat ratu, kurungan ratu, mangkokan ratu dan bingkai stimulasi (wadah tempat pakan tambahan). Peralatan pelengkap tersebut digunakan untuk kelancaran dan tertibnya pelaksanaan pemeliharaan lebah madu, akan tetapi peralatan di kelompok ternak Sri Buana hanya terdapat sisiran sarang dan ekstraktor. Peralatan pelengkap lainnya belum lengkap karena kurangnya pengetahuan peternak dan biaya untuk membuat peralatan tersebut. Berdasarkan penelitian Nisa (2004) di Jawa Timur, perlengkapan petugas terdiri dari pengasap untuk menjinakkan lebah, penutup atau pelindung wajah (masker), pengungkit, sarung tangan dan sikat lebah. Perlengkapan petugas yang ada pada kelompok ternak Sri Buana hanya pelindung wajah dan sarung tangan, tetapi peternak tidak selalu
menggunakannya karena mereka sudah terbiasa tanpa perlengkapan tersebut. Semua peralatan yang ada di kelompok ternak Sri Buana merupakan bantuan dari Dinas Kehutanan Tasikmalaya. Budidaya lebah madu di daerah Nyalenghor sudah menggunakan stup. Pemeliharaan
lebah
madu
dalam
stup
mempermudah
pengelolaan
dan
pemanenannya, tanpa merusak koloni lebah madu. Stup dapat dibuat tunggal atau bertingkat yang ditumpuk satu sama lain. Bila stup dibuat bertingkat, maka stup paling
bawah
berfungsi
sebagai
tempat
ratu
dan
pertumbuhan
serta
perkembangbiakan koloninya, sedangkan stup yang diatasnya berfungsi sebagai tempat memproduksi madu. Stup yang terdapat di kelompok ternak Sri Buana adalah berbentuk tunggal dengan bahan kayu kering dan tidak berbau menyengat yang menyebabkan koloni lebah pindah karena pengaruh dari kayu tersebut. Kondisi peralatan tersebut pada saat penelitian masih layak untuk digunakan, namun stup yang mereka kelola sudah harus diperbaiki atau diganti dengan yang baru. Penggantian stup yang baru atau memperbaiki stup yang telah rusak akan membutuhkan biaya besar, disamping itu mereka tidak mempunyai biaya untuk stup yang baru. Gambar 3 memperlihatkan peralatan dan perlengkapan beternak lebah madu yang dimiliki kelompok ternak Sri Buana.
Stup
Sisiran sarang
Stup
Ekstraktor
Sarung tangan
Pelindung wajah
Sikat lebah
Gambar 3. Peralatan dan Perlengkapan Beternak Lebah Madu pada Kelompok Ternak Sri Buana Manajemen Budidaya. Budidaya Lebah madu sudah banyak diusahakan oleh para perternak lebah madu di berbagai tempat di Indonesia. Menurut Pusat Perlebahan Apiari Pramuka (2006), sebelum memulai usaha budidaya lebah madu diperlukan persiapan-persiapan agar dapat mengatasi hambatan. Manajemen budidaya lebah madu terdiri dari (a) kontrol hama dan penyakit pada lebah, dilakukan setiap satu minggu sekali oleh kelompok ternak Sri Buana. Tujuannya untuk mengontrol hama yang berada di sekitar sarang lebah dan untuk melihat banyaknya madu dalam sisiran madu, sehingga panen madu dapat diperkirakan oleh peternak. (b) Stimulasi pakan sebagai pakan tambahan jika tanaman pakan sedang tidak berbunga. Hal ini tidak pernah dilakukan peternak Sri Buana karena mereka hanya mengandalkan pakan dari alam, sehingga apabila pakan di alam tidak ada maka lebah akan pindah ke tempat dimana terdapat sumber pakan yang lebih banyak dan membuat sarang baru. (c) Pemecahan dan penggabungan koloni dilakukan untuk memperbanyak koloni lebah, namun tidak pernah dilakukan karena peternak hanya mengandalkan koloni hasil tangkapan dari hutan dengan jumlah koloni yang terbatas. Menurut Bina Apiari Indonesia (2009), pemecahan dan penggabungan koloni memerlukan stup lebih banyak dan keahlian membuat ratu baru. Dalam hal ini, kelompok ternak Sri Buana belum mampu membuat atau menyediakan stup dan ratu baru, karena kurangnya dana dan pengetahuan tentang pemecahan dan penggabungan koloni tersebut. Kualitas Peternak Lebah Madu Keberhasilan budidaya lebah madu ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Tabel 3 memperlihatkan karakteristik peternak lebah madu Sri Buana.
Tabel 3. Karakteristik Peternak Lebah Madu Sri Buana Karakteristik Peternak Pendidikan:
Jumlah
Formal:
SD: SMP: SMA:
Nonformal: Pelatihan tentang budidaya lebah madu
Persentase (%) 20 orang 100% 20 orang
100%
Jenis kelamin:
L: P:
20 orang -
100% -
Umur (tahun):
21-30: 31-40: 41-50: >50:
2 orang 4 orang 5 orang 9 orang
10% 20% 25% 45%
Jenis Kelamin. Tabel 3 memperlihatkan bahwa kegiatan budidaya lebah madu di kelompok Sri Buana dilakukan oleh pria karena pekerjaan ini agak sulit bagi seorang wanita seperti mengambil lebah liar di hutan, dan peternak yang telah mempunyai keluarga maka istrinya hanya membantu dalam proses pengemasan produk lebah yang sudah jadi. Hal ini berbeda dengan daerah Cipatujah-Tasikmalaya yang terdapat peternak lebah madu wanita, karena beternak lebah madu tidaklah berat kecuali dalam mengambil lebah dari hutan yang berada di atas pohon (Nilawati, 2001). Umur Peternak. Jumlah peternak pada kelompok Sri Buana 20 orang (termasuk ketua kelompoknya) dengan kisaran umur dari 27-53 tahun. Sekitar 45% peternak merupakan angkatan kerja yang relatif muda yaitu antara 31-50 tahun, dan 45% lagi berumur di atas 51 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa beternak lebah madu dapat dilakukan oleh manula. Berdasarkan data dari rencana kerja pemerintah daerah provinsi Jawa Barat (2010), kisaran umur produktif seseorang dalam bekerja adalah dari umur 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Beternak lebah madu tidaklah memandang umur tertentu, artinya semua orang boleh beternak lebah madu apabila memang berminat dan berusaha mencari pengetahuan tentang budidaya lebah madu yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari (2007), dimana pekerja peternakan lebah madu Sari Bunga memang tidak dibatasi dengan umur saja, tetapi harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang bagaimana cara mengembangkan usaha lebah madu.
Pengadaan Tenaga Kerja. Jumlah tenaga kerja di kelompok ternak Sri Buana tergantung pada jumlah sarang koloni (stup). Jika koloni dan stup banyak, maka dibutuhkan anggota baru dalam kelompok ternak Sri Buana untuk memelihara lebah madu tersebut. Jumlah penduduk di Kecamatan Pagerageung adalah 47.253 orang, yang terdiri dari terdiri dari: (1) laki-laki sebanyak 23.873 orang, (2) perempuan sebanyak 2.380 orang dan (3) kepala keluarga sebanyak 13.748 KK. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Pagerageung terdiri dari: (1) petani sebanyak 9.292 orang, (2) peternak sebanyak 1.201 orang, (3) pedagang sebanyak 4.251 orang, (4) pegawai negeri/TNI/Polri sebanyak 731 orang, (5) pensiunan sebanyak 126 orang dan (6) jasa sebanyak 1.083 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa di Kecamatan Pagerageung jumlah penduduk yang paling dominan adalah laki-laki dan mata pencaharian utamanya adalah sebagai petani. Pendidikan. Tingkat pendidikan anggota kelompok Sri Buana adalah 100% SD. Meskipun di daerah Nyalenghor terdapat sekolah, tetapi mereka tidak mampu membiayai untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, mereka lebih memilih usaha lebah madu karena teknik pemeliharaannya mudah. Pendidikan nonformal yang telah mereka ikuti adalah pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh pemerintah daerah tentang bagaimana cara budidaya lebah madu dengan tepat. Berdasarkan pernyataan Nilawati (2001), pendidikan formal bukanlah salah satu kendala dalam usaha pengembangan lebah madu, tetapi untuk pendidikan nonformal, seperti pelatihan-pelatihan tentang budidaya lebah madu terutama yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan sangat perlu diadakan dan diikuti oleh para peternak maupun calon peternak lebah madu. Pelatihan-pelatihan tersebut akan memperluas wawasan dan meningkatkan keterampilan mengenai usaha lebah madu dan akan membawa keberhasilan dalam menjalankan usahanya. Keadaan Sosial-Ekonomi Modal yang Tersedia. Hampir semua orang dalam hal membuka usaha baru terbentur dengan modal. Mungkin jarang yang memikirkan bagaimana jika usaha tanpa modal atau sedikit modal akan berhasil. Membuka usaha perlebahan tidak sama dengan membuka usaha di bidang perunggasan atau ternak lainnya. Beternak lebah tidak membutuhkan lahan yang luas, kandang dengan biaya investasi besar,
biaya pakan, obat-obatan atau kesehatan. Usaha perlebahan di kelompok ternak Sri Buana dijadikan sebagai usaha sampingan, sedangkan usaha pokok kelompok ini adalah sebagai petani dan pada kenyataannya tanah sawah menurut data luasan Kecamatan Pagerageung cukup luas. Modal yang didapatkan kelompok ternak lebah madu Sri Buana dari Dinas Kehutanan Tasikmalaya pada tahun 1996 sebesar Rp 5.000.000,00. Modal tersebut digunakan untuk beternak lebah madu dan membeli peralatan yang sudah rusak. Dana tersebut hanya satu kali dikucurkan karena pihak Dinas berpendapat bahwa produksi madu di kelompok ternak Sri Buana tidak bersifat kontinyu dan hanya tergantung dari musim bunga (Gambar 2), sehingga pihak Dinas pun lebih mengutamakan kelompok ternak lain dimana mereka lebih banyak dalam memproduksi madu, misalnya di daerah Cipatujah dan Kawalu-Tasikmalaya. Usaha budidaya lebah madu akan berhasil jika didukung dengan persyaratan yang memadai pula seperti tersedianya tanaman berbunga sebagai pakan lebah. Secara ideal untuk tanaman seluas satu hektar hanya untuk satu koloni lebah yang dikelola secara tepat guna. Perhitungan aspek produktivitas usaha baik meliputi fisik maupun ekonomi sangat jarang dilakukan terutama oleh anggota kelompok. Perhitungan ini sangat penting karena akan diketahui secara tepat tentang modal yang harus disediakan serta keuntungan yang akan didapatkan terutama kepada peternak yang hanya menggantungkan hidupnya hanya dari budidaya lebah saja. Pendapatan Usaha. Pendapatan usaha merupakan salah satu indikator dalam analisis usaha yang menggambarkan keberhasilan operasi perusahaan dalam mencapai tujuannya (Jusuf, 2001). Peternak Sri Buana setiap minggunya melakukan pengontrolan stup lebah, dan peternak seharusnya mendapatkan upah kerja dari pengontrolan tersebut, tetapi pada kenyataannya peternak yang bekerja tidak mendapatkan upah karena kegiatan tersebut dianggap sangat mudah. Biaya yang dikeluarkan oleh kelompok Sri Buana hanya biaya tenaga kerja langsung, yaitu upah peternak yang menjual madu. Upah peternak ini diperoleh dari sisa hasil penjualan madu sebesar Rp 5.000,00 per botol maupun per kg madu. Sebagai contoh, apabila madu yang dijual Rp 50.000,00 maka peternak yang menjual akan mendapatkan Rp 5.000,00 untuk biaya transportasi, sedangkan uang yang diterima peternak dari hasil penjualan madu sebesar Rp
45.000,00. Uang ini dijadikan sebagai pendapatan peternak setiap menjual 1 botol atau 1 kg madu, dan pendapatan tersebut dikumpulkan di ketua kelompok. Meskipun beberapa peternak ada yang tidak memelihara stup, tetapi mereka tetap bekerja melakukan pengontrolan di tempat yang terdapat stup kelompok, dan setelah madu terjual habis maka pendapatan dibagi rata ke anggota kelompok. Setiap bulan kelompok Sri Buana mampu menjual sekitar 16 kg madu, sehingga penerimaan kelompok sebesar Rp 800.000,00 (16 kg madu x Rp 50.000,00/kg madu), sedangkan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 80.000,00 (Rp 5.000,00 x 16 kg madu). Pendapatan kelompok selama satu bulan sebesar Rp 720.000,00 atau Rp 36.000,00/orang. Pendapatan yang didapat kelompok Sri Buana memang
sedikit,
tetapi
kelompok
tersebut
bersifat
kekeluargaan.
Untuk
meningkatkan pendapatan, kelompok ternak harus meningkatkan produktivitas madunya melalui penambahan tanaman pakan lebah. Mata pencaharian utama anggota kelompok Sri Buana adalah bertani dengan penghasilan rata-rata Rp 300.000,00-Rp 350.000,00 per bulan. Pendapatan dari usaha ternak lebah madu hanya sebagai pendapatan sampingan karena kontribusi terhadap total pendapatan peternak hanya sekitar 20 persen. Budidaya lebah madu membutuhkan biaya produksi yang rendah, bahkan biaya pakannya nyaris nol (zero feed cost). Peternak tidak perlu menyediakan makanannya, karena lebah memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mencari pakan. Budidaya lebah tidak membutuhkan lahan khusus, karena koloninya bisa diletakkan pada usaha pertanian yang sudah ada. Lebah mampu bersimbiosis mutualisme dengan tanaman. Lebah memerlukan nektar dari tanaman, sebaliknya tanaman perlu kehadiran lebah dalam membantu proses penyerbukan. Usaha perlebahan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat, sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan (Rusfidra, 2006). Harga Jual Produk. Kelompok ternak Sri Buana menjual madu dalam bentuk curah dan kemasan botol. Harga jual madu curah Rp 50.000,00/kg, sedangkan harga madu dalam botol Rp 30.000,00-Rp 50.000,00 tergantung besarnya botol dan dijual ke konsumen secara langsung. Botol yang sering digunakan sebagai pengemas madu adalah botol kaca ukuran 295 ml dan 650 ml.
Penentuan harga jual madu dalam bentuk curah maupun kemasan dalam botol disesuaikan dengan harga madu di pasaran, tetapi kelompok ternak Sri Buana sering tidak menaikkan harga jual madu ketika harga di pasaran naik. Hal ini karena kelompok ternak Sri Buana berusaha untuk memberikan harga yang bersaing dengan penjual madu lainnya (saingan usaha), juga memperhatikan keadaan konsumen terutama di daerah Nyalenghor, yang relatif rendah pendapatannya. Jika dibandingkan dengan harga madu di sekitar Nyalenghor, harga madu dari kelompok ternak Sri Buana adalah relatif murah, sama halnya dengan harga madu di Cipatujah. Harga madu curah yang dijual di sekitar Nyalenghor adalah Rp 60.000,00-Rp 80.000,00/kg (Departemen Kehutanan, 2003). Pemasaran Produk.
Pada umumnya persepsi masyarakat tentang madu adalah
hanya sebagai obat, sehingga tingkat konsumsinya pun rendah. Disamping itu mutu madu yang dihasilkan bervariasi dan umumnya masih di bawah standar yang ditetapkan oleh SNI 01-3545-1994, dicirikan dengan kadar air yang tinggi dan kemurnian yang tidak terjamin (Badan Standarisasi Nasional, 2004). Kontinuitas penjualan madu di daerah Nyalenghor tidak stabil karena produksi sangat tergantung dari musim bunga dan perubahan iklim, serta dipengaruhi oleh peredaran madu palsu. Jumlah produksi madu pada kelompok ternak Sri Buana masih di bawah jumlah permintaan, dan hal ini dapat dijadikan sebuah peluang usaha di bidang pemasaran. Peluang untuk meningkatkan skala usaha cukup tinggi mengingat jumlah produksi yang lebih sedikit dibanding dengan jumlah permintaan. Produk madu yang dihasilkan oleh kelompok ternak lebah madu Sri Buana dijual ke penduduk, penjual jamu di sekitar Nyalenghor, masyarakat dari daerah lain yang memang membutuhkan madu dan jika ada madu lebih dari sisa penjualannya maka akan dikonsumsi peternak sendiri. Pelanggan-pelanggan tersebut merupakan pelanggan tidak tetap, dan sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan pelanggan tetap karena seperti yang telah dikatakan di atas bahwa untuk memproduksi madu sangat tergantung dari musim bunga dan perubahan iklim, sehingga kontinuitas produksinya tidak terjamin dan konsumen beralih ke peternak lainnya. Kelompok tidak melakukan promosi karena produksi madunya masih sedikit. Sistem pembelian madu oleh konsumen dilakukan dengan cara mendatangi langsung pada peternaknya dan pembayaran secara tunai. Madu yang dijual sebagian
besar dalam bentuk kemasan botol yang harganya berkisar Rp 35.000,00-Rp 50.000,00 tergantung dari ukuran botolnya. Menjual madu dalam bentuk curah lebih menguntungkan dari pada menjual madu dalam kemasan (botol), karena harga per kg madu dalam botol tidak berbeda. Kelembagaan. Pembinaan dan pengembangan perlebahan bersifat lintas sektoral yang melibatkan berbagai instansi pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang terkait dengan aspek budidaya, produksi, penanganan pasca panen, pemasaran, permodalan, dan pengembangan iptek. Badan Pembinaan Perlebahan Nasional (BAPEN), Asosiasi Perlebahan Indonesia (API) dan Departemen Kehutanan merupakan kelembagaan yang mendukung usaha perlebahan di Indonesia. Fungsi dari kelembagaan tersebut adalah sebagai wadah komunikasi dan koordinasi bagi peminat maupun praktisi perlebahan. BAPEN sendiri belum mampu mengkoordinasikan kegiatan pembinaan perlebahan yang dilaksanakan oleh masingmasing instansi dan pada saat ini belum tersedia peraturan perundangan yang mendukung pengembangan perlebahan, sehingga fungsi dari kelembagaan tersebut belum dirasakan manfaatnya oleh para peternak lebah madu, salah satunya adalah kelompok ternak Sri Buana. Departemen
Kehutanan sebagai penanggung
jawab pembinaan dan
pengembangan usaha perlebahan yaitu pada Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Kegiatan pembinaan usaha perlebahan antara lain: (1) penyusunan rencana umum pembinaan dan pengembangan perlebahan nasional, (2) pembinaan kelembagaan, (3) penguatan kelembagaan peternak lebah melalui pembangunan
unit
percontohan,
bantuan
sarana
produksi
perlebahan,
pemasyarakatan perlebahan, temu usaha, penyelenggaraan pelatihan, penyuluhan dan penelitian, dan (4) monitoring dan evaluasi. Pada kenyataannya, kegiatan pembinaan dan pelatihan-pelatihan yang dilakukan belum berjalan secara optimal, karena masih banyaknya ilmu tentang perlebahan yang harus dikuasai oleh peternak lebah, khususnya kelompok Sri Buana. Kegiatan yang harus dikuasai oleh peternak misalnya pecah gabung koloni dan membuat ratu baru, dengan itu peternak akan mendapat keuntungan yang besar dari hasil beternak lebah madu. Struktur organisasi kelompok ternak lebah madu Sri Buana masih sangat sederhana, hanya ada divisi produksi dan divisi pengemasan-penjualan. Divisi
tersebut dipimpin oleh seluruh anggota kelompok. Sistem kepemimpinan ketua kelompok terhadap anggotanya adalah sistem kekeluargaan, artinya setiap masalah yang terjadi diselesaikan secara musyawarah dan keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama. Anggota kelompok ternak lebah madu Sri Buana yang bekerja pada bagian produksi memiliki keterampilan khusus dalam beternak lebah madu, sedangkan anggota kelompok yang bekerja pada bagian pengemasan dan penjualan belum memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih jauh dalam beternak lebah madu, sehingga harus mengikuti pelatihan secara rutin agar mengetahui bagaimana cara produksi lebah madu dengan baik. Faktor Eksternal Usaha Kelompok Lebah Madu Sri Buana Lingkungan Peternakan. Data luasan lahan yang ada di Kecamatan Pagerageung terdiri dari: (1) tanah sawah sebesar 2.339,263 ha, (2) tanah darat sebesar 3.918,152 ha, (3) tanah hutan sebesar 109,234 ha dan (4) jalan, sungai dan lain-lain sebesar 1,801 ha. Data tersebut menunjukkan bahwa lahan yang paling luas adalah tanah sawah yang digunakan untuk bertani, terutama tanaman padi sebagai sumber polen, sedangkan lahan untuk beternak lebah madu di sekitar Kecamatan Pagerageung, termasuk didalamnya daerah Nyalenghor, diperkirakan cukup luas untuk tanamantanaman pakan lebah madu karena tanah darat dan tanah hutan dapat digunakan untuk menanam tanaman pakan lebah madu. Kondisi jalan menuju lokasi dan stup yang diletakkan di bawah pohon dapat dilihat pada Gambar 4.
Kondisi jalan menuju lokasi
Stup yang diletakkan di bawah pohon
Gambar 4. Kondisi Jalan Menuju Lokasi dan Stup yang Diletakkan di Bawah Pohon
Gambar 4 memperlihatkan bahwa pada lokasi ini tersedia tanaman pakan lebah yang dapat mendukung usaha perlebahan di kampung Nyalenghor. Selain pakan, menurut Bina Apiari Indonesia (2009) perlu diperhatikan faktor-faktor lain terutama cuaca, karena pada tahun 2007 banyak peternak lebah madu yang gulung tikar akibat cuaca yang tidak menentu. Selain itu lingkungan masyarakat yang sering beranggapan bahwa lebah madu sebagai hama tanaman, sehingga sebagian masyarakat
akan mengusir peternak
lebah madu
yang
masuk ke areal
perkebunannya. Permintaan Madu di Pulau Jawa Permintaan produk lebah terutama madu di Pulau Jawa relatif meningkat, karena selain nikmat untuk dijadikan makanan atau minuman, madu juga banyak menghasilkan manfaat apabila sering mengkonsumsinya. Beberapa manfaatnya adalah sebagai obat penyembuh berbagai macam penyakit, seperti meningkatkan daya tahan tubuh, bermanfaat bagi penderita jantung dan membantu penyembuhan luka bekas operasi. Manfaat tersebut dapat dijadikan peluang bisnis dari peternakan lebah, produksi madu hingga penjualan serta pemasarannya. Bisnis madu cukup banyak mendapatkan perhatian dari sejumlah pengusaha kecil dan menengah sebagai bisnis yang masih bisa berkembang serta menguntungkan. Keseimbangan antara produksi dan permintaan madu dapat menjadikan daerah Nyalenghor berpotensi dalam pengembangan dan pemasaran madu secara lokal. Namun, akan menjadi peluang yang besar apabila kinerja di antara beberapa peternak pengembangan usaha madu hutan bekerja keras dan peka terhadap perkembangan pasar serta jeli melihat segmen pasar yang luas. Jumlah Pesaing di Sekitar Kelompok Ternak Sri Buana Daerah Nyalenghor merupakan salah satu tempat pembudidayaan lebah madu yang ada di sekitar Kecamatan Pagerageung dan diketuai oleh Dinas Kehutanan atau pemerintah daerah Tasikmalaya. Daerah lain yang berada di bawah Dinas tersebut terdiri dari Desa Cipatujah, Desa Wana Lestari dan Desa Kawalu. Letak desa-desa ini jauh dari Nyalenghor sehingga dapat dianggap tidak ada peternak lebah madu lain yang dijadikan sebagai pesaing kelompok ternak Sri Buana. Pesaing lainnya bukan peternak lebah madu, melainkan perusahaan-perusahaan yang hanya menjual madu
curah di pasaran, sehingga timbul keraguan bagi konsumen untuk membeli madu di pasar karena banyak madu palsu yang beredar. Data perlebahan nasional pada Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan dan Dirjen Rehabilitasi Lahan (2006) adalah jumlah peternak lebah madu di Indonesia sebanyak 41.351 kepala keluarga yang terdiri dari lebah hutan (A. dorsata) sebanyak 87.043 koloni, lebah lokal (A. cerana) sebanyak 961.793 koloni dan lebah Eropa (A. mellifera) sebanyak 33.916 koloni. Banyaknya perusahaan-perusahaan yang menjual madu, sangat mendorong kelompok ternak Sri Buana untuk melakukan strategi yang tepat dalam menjual madunya. Hal ini terus dilakukan dengan berusaha mencari pelanggan tetap dengan menurunkan sedikit harga madu curah di bawah rata-rata harga di pasaran. Jenis Perusahaan di Sekitar Kelompok Ternak Sri Buana yang Memanfaatkan Produk Lebah Madu Madu yang telah di produksi hanya dijual ke konsumen di sekitar daerah Nyalenghor dan daerah lain di kecamatan Pagerageung. Belum ada perusahaan yang memasok madu dari kelompok ternak Sri Buana untuk di proses lebih lanjut, misalnya untuk toko jamu besar, kosmetik dan lain-lain. Salah satu alasan yang mendukung karena terbatasnya fasilitas transportasi ke daerah Nyalenghor, dimana hanya terdapat ojeg (kendaraan bermotor) yang dijadikan sebagai alat transportasi. Mengingat permintaan madu yang semakin meningkat, maka para peternak lebah madu harus lebih memperhatikan keadaan pakan lebah madu terutama tanaman-tanaman berbunga yang dijadikan sebagai pakan lebah, salah satunya adalah dengan cara menanam tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun dan ketika musim kemarau maka peternak harus memberikan pakan tambahan untuk lebah berupa air gula. Kebijakan Pemerintah Daerah Pemerintah daerah sebetulnya cukup respon terhadap perkembangan perlebahan di daerah Nyalenghor, tetapi dalam setiap program dan kebijakan berkaitan dengan sumber pakan dalam pelaksnaannya banyak mengalami kendala. Oleh karena itu perlu dicari solusi pengembangan tanaman pakan pada kawasan hutan di sekitar daerah Nyalenghor, yaitu melalui evaluasi kebijakan yang sudah ada
dan melakukan lanjutan percobaan mendapatkan pola tanam sumber pakan pada kawasan hutan tersebut untuk menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah daerah. Pemerintah terus memberikan dorongan pada kelompok ternak lebah madu yang pada umumnya berada di daerah Tasikmalaya, khususnya kelompok ternak Sri Buana agar produksi madu dapat terus meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bantuan-bantuan, baik berupa peralatan maupun pelatihan-pelatihan tentang budidaya lebah madu yang diadakan di daerah Nyalenghor. Pemerintah daerah juga melihat besarnya potensi daerah yang memang cocok untuk beternak lebah madu, salah satunya adalah ketersediaan pakan dan cuaca/iklim yang mendukung daerah tersebut. Analisis SWOT Usaha Kelompok Lebah Madu Sri Buana Faktor Internal Identifikasi faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok ternak lebah madu Sri Buana. Kekuatan. Kekuatan yang dimiliki kelompok ternak Sri Buana antara lain: (1) adanya pengalaman budidaya lebah madu yang diikuti dengan pelatihan-pelatihan budidaya lebah madu, (2) hubungan kerja yang kompak antar anggota kelompok, (3) mampu mengambil koloni dari hutan, dan (4) harga jual produk bersaing. Kelemahan. Kelemahan yang dimiliki kelompok ternak Sri Buana antara lain: (1) peralatan masih sederhana, (2) struktur organisasi kelompok yang belum tertata dengan baik, (3) budidaya masih dikelola secara tradisional, (4) volume produksi belum optimal, (5) kondisi keuangan relatif rendah, (6) teknik perbanyakan koloni belum dikuasai, (7) pengetahuan tentang pakan lebah masih rendah atau tergantung pada musim bunga saja, (8) kemasan produk masih sederhana dan kurang menarik, dan (9) kontinuitas produk belum terjamin. Faktor Eksternal Identifikasi faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kelompok ternak lebah madu Sri Buana. Peluang. Peluang yang dimiliki kelompok ternak Sri Buana antara lain: (1) permintaan pasar terhadap produk lebah madu yang terus meningkat, (2) dukungan pemerintah daerah berupa peralatan dan pelatihan, (3) peningkatan industri-industri
yang menggunakan bahan baku dari produk lebah madu, (4) pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat, (5) kesadaran masyarakat akan manfaat produk lebah madu yang semakin tinggi, (6) perkembangan teknologi informasi yang semakin maju, dan (7) lokasi budidaya dekat dengan hutan lindung. Ancaman. Ancaman yang dihadapi kelompok ternak Sri Buana antara lain: (1) banyaknya penjual produk lebah madu lain (pesaing), (2) adanya pemalsuan produk, (3) masuknya madu impor, (4) pembeli mudah berpindah ke produk pesaing, dan (5) keterbatasan alat transportasi. Matriks Strenghts, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) Matriks SWOT digunakan dalam merumuskan alternatif strategi yang dapat dijalankan perusahaan berdasarkan penyesuaian antara peluang dan ancaman dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Keunggulan yang dimiliki model ini adalah kemampuannya dalam memformulasikan strategi berdasarkan gabungan faktor eksternal dan internal tersebut. Matriks SWOT dapat menghasilkan empat strategi, yaitu Strenghts-Opportunities (SO), Weaknesses-Opportunities (WO), Strenghts-Threats (ST) dan Weaknesses-Threats (WT). Hasil analisis dari matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Matriks SWOT Kelompok Ternak Lebah Madu Sri Buana Kelemahan (W) 1. Peralatan masih sederhana. 2. Struktur organisasi yang belum tertata dengan baik. 3. Budidaya masih dikelola secara tradisional. 4. Volume produksi belum optimal. 5. Kondisi keuangan relatif rendah. 6. Teknik perbanyakan koloni belum dikuasai. 7. Pengetahuan tentang pakan lebah masih rendah atau tergantung pada musim bunga saja. 8. Kemasan produk masih sederhana dan kurang menarik. 9. Kontinuitas produk belum terjamin. Peluang (O) Strategi SO Strategi WO 1. Permintaan pasar terhadap 1. Meningkatkan jumlah 1. Mengadakan pelatihan produk lebah madu yang produksi madu dengan budidaya dan terus meningkat. menambah jumlah koloni pendampingan untuk 2. Dukungan pemerintah (S1, S2, S3, S4, S5, O1, O2, meningkatkan daerah berupa peralatan dan O3). keterampilan peternak pelatihan. 2. Meningkatkan mutu produk (W6, W7, O2, O6). 3. Peningkatan industri(S4, O1, O2, O5, O6). 2. Memperbaiki kemasan industri yang menggunakan produk (W8, O1, O2, O3, bahan baku dari produk O6). lebah madu. 3. Melakukan penanaman 4. Pertumbuhan jumlah tanaman yang mampu penduduk yang semakin menyediakan pakan lebah meningkat. sepanjang tahun (W7, W9, 5. Kesadaran masyarakat akan O7). manfaat produk lebah madu yang semakin tinggi. 6. Perkembangan teknologi informasi yang semakin maju. 7. Lokasi budidaya dekat dengan hutan lindung. Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT 1. Banyaknya penjual produk 1. Meningkatkan kualitas 1. Mempertahankan luasan lebah madu lain (pesaing). produk dengan harga areal tanaman pakan (W6, 2. Adanya pemalsuan produk. bersaing untuk meyakinkan W7, T5). 3. Masuknya madu impor. pembeli bahwa produk yang 4. Pembeli mudah berpindah dihasilkan asli (S1, S4, T1, ke produk pesaing. T2, T3, T4). 5. Keterbatasan alat transportasi.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kekuatan (S) 1. Adanya pengalaman budidaya lebah madu yang diikuti dengan pelatihanpelatihan budidaya lebah madu. 2. Hubungan kerja yang kompak antar anggota kelompok. 3. Mampu mengambil koloni dari hutan. 4. Harga jual produk bersaing.
Strategi Strenghts-Opportunities (SO) Meningkatkan Jumlah Produksi Madu dengan Menambah Jumlah Koloni Peningkatan permintaan akan madu sebagai bahan baku untuk industri harus cepat direspon oleh kelompok ternak Sri Buana dengan cara meningkatkan produksi madu karena harga madu cukup bersaing. Peningkatan produksi diupayakan melalui penambahan jumlah koloni di usaha peternakannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan peralatan yang tersedia lengkap dan keterampilan tenaga kerja yang cukup. Selain itu petani juga perlu meningkatkan produktivitas madu karena adanya peluang pasar yang masih terbuka. Meningkatkan Mutu Produk Tingkat persaingan dan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan manfaat produk lebah madu mendorong peternak lebah madu lebih berusaha menarik perhatian konsumen untuk menggunakan produknya. Hal tersebut penting dilakukan untuk mempertahankan kepuasan konsumen yang sudah ada serta menarik konsumen baru. Strategi Weaknesses-Opportunities (WO) Melakukan Pelatihan Budidaya dan Pendampingan untuk Meningkatkan Keterampilan Peternak Munculnya pesaing yang sama-sama bergerak di bidang perlebahan, maka pemerintah daerah harus lebih sering mengadakan pelatihan budidaya dan pendampingan kepada peternak lebah madu, khususnya kelompok ternak Sri Buana. Selain itu kelompok juga dapat memanfaatkan sumber informasi lain untuk meningkatkan pengetahuan dari perkembangan teknologi yang sudah ada. Upaya ini dapat menjadikan peternak lebih terampil dan menambah wawasan bagaimana membudidayakan lebah madu dengan baik. Memperbaiki Kemasan Produk Permintaan akan suatu produk biasanya dipengaruhi oleh kemasan yang menarik. Peternak Sri Buana dapat memperbaiki kemasan produk dan menciptakan alternatif desain kemasan yang menarik dengan memanfaatkan peralatan dan pelatihan dari dukungan pemerintah daerah, serta memanfaatkan teknologi informasi
tentang pengemasan, misalnya dari televisi dan radio. Upaya ini dilakukan untuk menambah jumlah konsumen dan agar konsumen tidak berpindah ke produk pesaing. Melakukan Penanaman Tanaman yang Mampu Menyediakan Pakan Lebah Sepanjang Tahun Lokasi kelompok ternak Sri Buana dekat dengan hutan lindung, namun produktivitas madu tidak kontinyu akibat keterbatasan pakan lebah di bulan-bulan tertentu (Januari-April dan Juli). Kelompok dapat mengatasi keterbatasan ini melalui penanaman tanaman yang mampu menyediakan pakan lebah sepanjang tahun, misalnya tanaman akasia, tebu, pisang dan jagung. Strategi Strenghts-Threats (ST) Meningkatkan Kualitas Produk untuk Meyakinkan Pembeli Bahwa Produk yang Dihasilkan Asli Adanya pesaing yang sama-sama bergerak di bidang perlebahan, maka peternak Sri Buana sebaiknya meningkatkan kualitas madu dan menetapkan harga produk yang bersaing. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan uji keaslian dari madu tersebut dan meyakinkan pembeli bahwa madu yang dihasilkan kelompok ternak Sri Buana tidak dicampur dengan air dan pemanis lainnya, serta melakukan teknik budidaya yang lebih efisien. Strategi Weaknesses-Threats (WT) Mempertahankan Luasan Areal Tanaman Pakan Jumlah permintaan konsumen yang semakin tinggi akan produk lebah madu, harus ditunjang dengan ketersediaan produk. Kelompok ternak lebah madu Sri Buana masih mengalami kendala dalam volume produksi dan keterbatasan sarana transportasi. Hal ini disebabkan oleh sulitnya mendapat bahan baku yang berkualitas dan terbatasnya luas areal tanaman pakan lebah madu yang dapat dicapai. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki teknik beternak lebah madu dan sistem produksi dan mempertahankan luasan areal tanaman pakan yang ada, serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melindungi konservasi alam dan lahan yang memiliki areal tanaman pakan lebah madu.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengalaman budidaya lebah madu yang masih terbatas, keterbatasan pakan lebah di bulan-bulan tertentu, tingginya permintaan madu dari masyarakat atau industri, serta persaingan dengan peternak lain dan maraknya pemalsuan madu perlu diantisipasi oleh kelompok ternak Sri Buana dengan melakukan strategi sebagai berikut: (1) meningkatkan jumlah produksi madu dengan menambah jumlah koloni, (2)
meningkatkan
mutu
produk, (3)
melakukan pelatihan
budidaya dan
pendampingan untuk meningkatkan keterampilan peternak, (4) memperbaiki kemasan produk, (5) melakukan penanaman tanaman yang mampu menyediakan pakan lebah sepanjang tahun, (6) meningkatkan kualitas produk untuk meyakinkan pembeli bahwa produk yang dihasilkan asli, dan (7) mempertahankan luasan areal tanaman pakan. Saran Saran-saran yang dapat diusulkan dari hasil penelitian adalah meningkatkan kerjasama kelompok ternak Sri Buana dengan perguruan tinggi dan pemerintah daerah, serta perusahaan-perusahaan dalam bentuk kegiatan pelatihan dalam bidang teknologi budidaya, pemasaran dan proses pengolahan produk yang bernilai jual.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah memberikan nikmat yang luar biasa berupa kekuatan dan pertolongan-Nya hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang memberi bantuan dan dukungan kepada Penulis, dan dengan ketulusan hati Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Lucia Cyrilla, E.N.S.D., M.Si dan Ibu Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si selaku pembimbing utama dan anggota atas segala nasehat, kepercayaan dan arahannya kepada Penulis dari penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. 2. Ibu Zakiah Wulandari, STP, M.Si selaku pembimbing akademik atas segala nasehat dan bimbingannya. 3. Ibu Ir. Sri Darwati, MS dan Bapak Edit Lessa A., S.Pt selaku panitia seminar, Bapak Dr. Rudi Afnan, S.Pt., MSc.Agr selaku panitia sidang atas kesediaannya meluangkan waktu dalam membantu terlaksananya seminar dan sidang. 4. Bapak Ir. Zulfikar Moesa, MS selaku penguji seminar, Bapak Dr. Ir. Jajat Jachja Fahmi Arief, M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Asnath M. Fuah, MS selaku penguji sidang atas saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penulisan makalah seminar dan skripsi. 5. Orang tua tercinta Alm. Bapak Tondhie Hannibal dan Ibu Ani Nuryani, adik (Sakinah Amiliani W.), nenek (Ibu Siti Sofiah), ua, paman, bibi, serta keluarga besar Penulis atas kasih sayang, doa dan dukungan materil yang selama ini membantu dalam penyusunan skripsi. 6. Keluarga besar kelompok ternak lebah madu Sri Buana atas bantuannya selama melakukan survey dan penelitian di lapangan. 7. Bara Wibawa, Jacobus Glen, Puput dan teman-teman IPTP 43 atas dukungan semangat dan kebersamaan selama masa perkuliahan dengan tulus. 8. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Juli 2010 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Anggabrata, R. 2004. Analisis nilai tambah dan pendapatan usaha madu murni dan minuman madu di pusat perlebahan nasional (PUSBAHNAS) Parung Panjang, Bogor. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [API] Asosiasi Perlebahan Indonesia. 2000. Temu usaha pameran perlebahan dan musyawarah nasional. http://www.dephut.go.id/informasi/rrl/TEMUUSaha api.HTM [24 Maret 2010]. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Madu. .cpm. [13 Maret 2010]. Bina
http://www.bsn.or.id/SNI/madu-
Apiari Indonesia. 2009. Beternak lebah apiari.com/ternak-lebah-madu. [10 April 2010].
madu.
http://www.bina-
David, F. R. 2004. Manajemen Strategis. Terjemahan: PT. Indeks Kelompok Gramedia. PT. Gramedia. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2003. Pedoman Umum Pemberdayaan Masyarakat di dalam dan di sekitar Hutan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Jakarta. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2006. Keynote Speech pada Lokakarya Perlebahan Nasional. 7 Desember 2006. Yogyakarta. Erwan. 1999. Pengaruh jenis lebah (Apis cerana dan Apis mellifera) terhadap efisiensi pengumpulan nektar tanaman. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Febretrisiana, A. 2006. Pengaruh pemberian olahan kedelai sebagai tepung sari pengganti terhadap tingkat mortalitas anakan lebah madu (A. mellifera). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Greer, C. R. 1995. Strategy and Human Resources: A General Managerial Perspective. New Jersey: Prentice Hall. Griffin, R. 2006. Business. New Jersey: Pearson Education. http://wapedia.mobi/id/faktor_produksi. [15 April 2010]. Hitt, M. A., R. Duane & E. Hosskisson. 1997. Manajemen Strategis Menyongsong Era Persaingan dan Globalisasi. Terjemahan: A. Hediyanto. Erlangga. Jakarta. Jauch, L. R. & W. F. Glueck. 1995. Manajemen Strategis dan Kebijaksanaan Perusahaan. Terjemahan: Murad dan H. Sitanggang. Erlangga. Jakarta. Jusuf, A. H. 2001. Dasar-dasar akuntansi. Yayasan Keluarga Pahlawan Negara. Yogyakarta. Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. PT. Index. Jakarta. Kuntadi. 2006. Pakan buatan untuk lebah madu. Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005: Halaman 149-154.
Lamerkabel, J. 2009. Lebah madu hasil hutan ikutan dan ternak harapan. Jakarta. http://irwantoshut.webs.com/madu.html. [10 April 2010]. Murtidjo, B. A. 1991. Memelihara Lebah Madu. Yogyakarta: Kanisius. Nilawati, T. S. 2001. Pengembangan budidaya lebah madu di Desa Sindangkerta. Program Pascasarjana. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Nisa, K. 2004. Perencanaan kelayakan pengembangan usaha budidaya lebah madu A. mellifera di Jawa Timur. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pearce II, J. A. & R. B. Jr, Robinson. 1997. Manajemen Strategik. Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Terjemahan: A. Maulana. Binarupa Aksara. Jakarta. Pusat Perlebahan Apiari Pramuka. 2006. Lebah Madu, Cara Beternak dan Pemanfaatan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia. Jakarta. Rini, E. S. 2002. Mengenai pesaing dan intensitas persaingan. Universitas Sumatera Utara, Sumatera. Rusfidra. 2006. Madu cindera mata alam menyehatkan. Artikel Iptek Harian Pikiran Rakyat. Bandung, 27 Juli 2006. Sari, M. 2007. Strategi pengembangan usaha peternakan lebah madu (studi kasus pada peternakan lebah madu Sari Bunga, Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarwono, B. 2001. Lebah Madu. Agro Media Pustaka. Jakarta. Sihombing, D. T. H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suwanda, O. 1986. Pengelolaan lebah madu oleh pramuka. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Sukabumi 20-23 Mei. Yoshida, T. 1998. Japanese honeybee, ecology and its rearing methods IV. Honeybee Science 19 (1): 27-36.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Lokasi Kampung Nyalenghor, Desa Nanggewer, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya