TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan merupakan faktor utama dalam keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan tatalaksana. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan produksi maupun reproduksi ternak (Anggorodi, 1985). Tillman et al (1989) mengatakan bahwa pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan dapat digunakan oleh ternak. Secara umum bahan makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan ternak tersebut dapat dicerna oleh ternak. Bahan makanan ternak mengandung zat makanan dan merupakan istilah umum, sedangkan komponen dalam bahan makanan ternak tersebut dapat digunakan oleh ternak disebut zat makanan. Selanjutnya Badan Standarisasi Nasional juga mendefinisikan bahan pakan adalah bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan, yang telah maupun belum diolah. Sukria dan Krisna (2009) dan Wanapat et al. (2009) menyatakan bahwa komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena bergantung pada varietas, kondisi tanah, pupuk, iklim, lama penyimpanan, waktu panen dan pola tanam. Pengaruh iklim dan kondisi ekologi menurut Sajimin et al. (2000) sangat menentukan ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak di suatu wilayah sehingga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hijauan makanan ternak tidak dapat tersedia sepanjang tahun. Pada musim penghujan produksi hijauan berlimpah dan sebaliknya di musim kering atau kemarau hijauan sebagai sumber pakan ternak harus menghilang. Ketersediaan hijauan secara kuantitas dan kualitas juga dipengaruhi oleh pembatasan lahan tanaman pakan karena penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan.
Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Ternak Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan(Wikipedia, 2012). Sedangkan Pengertian tanaman pangan: segala jenis tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein (Rani, 2010). Limbah adalah kotoran atau
buangan yang tercermin dalam kata
pelimbahan yang berarti tempat penampungan kotoran atau buangan. Limbah tanaman pangan adalah bagian tanaman pangan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan setelah produk utama dipanen. Produksi limbah tanaman pangan di suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan luas lahan panen dari tanaman pangan tersebut (Jayasurya, 2002). Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Mariyono dan Romjali, 2007). Jenis limbah pertanian yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, dan pucuk ubikayu (Djajanegara, 1999).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Djayanegara dan Sitorus (1983) menyatakan bahwa sebagian besar limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Walaupun demikian masih banyak limbah ini yang belum dimanfaatkan. Hambatan yang sering dialami adalah kualitas yang rendah, kurang disukai ternak, konversinya tidak mudah dan produksinya berfliktuasi. Makanan ternak haruslah tersedia sepanjang tahun dalam jumlah dan kualitas yang cukup, sedangkan lahan yang dikhususkan untuk produksi hijaun makanan ternak tidak selalu tersedia, kecuali adanya padang rumput alam dibeberapa daerah. Kekurangan bahan makanan ini sebenarnya dapat mencukupi dengan pengelolaan dan pemanfaatan limbah pertanian yang cukup melimpah. Tingginya produksi limbah tanaman pangan pada suatu daerah dipengaruhi oleh luas areal panen tanaman pangan yang tinggi khususnya areal panen padi sehingga menghasilkan jerami padi yang lebih banyak dan akhirnya berpengaruh kepada tingginya total produksi bahan kering limbah tanaman pangan (Syamsu, 2006). Perbedaan jumlah produksi bahan kering limbah tanaman pangan dapat disebabkan pada perbedaan pola tanam, jarak tanam, kondisi iklim, kesuburan tanah, dan pengairan lahan. Hasil pengamatan di lapangan bahwa pola tanam monokultur akan menghasilkan produksi yang lebih besar dibandingkan pola tanam tumpang sari, jarak tanam yang lebih rapat akan lebih banyak menghasilkan limbah pertanian dibandingkan jarak tanam yang lebih jarang (Ahmad, 2010).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jerami Padi Limbah jerami padi yang potensinya luar biasa tingginya tetapi belum dimanfaatkan untuk makanan ternak. Hampir semua biomassa tersebut belum dimanfaatkan untuk makanan sapi. Hal ini antara lain disebabkan oleh kebiasaan para peternak yang hanya memberikan makanan sapinya berupa rumput-rumputan serta jenis tanaman segar lainnya, disamping pengetahuan mereka yang masih terbatas. Dari hasil penelitian-penelitian yang sudah ada, nilai gizi (nutritive value) jerami padi dapat ditingkatkan dengan berbagai perlakuan. Prinsip dasar peningkatan mutu jerami padi ini adalah penghancuran dinding sel, lignin dan selulose yang ada pada jerami tersebut (BPMU, 2009). Pada musim kemarau, limbah tanaman pangan, khususnya jerami padi, menjadi sumber hijauan penting selain rumput. Jerami padi mengandung protein 5% dan kecernaannya 30-40%, lebih rendah dibandingkan dengan rumput yang mengandung protein 6-10% dan kecernaan 50%, sehingga tidak menunjang kebutuhan hidup pokok. Meskipun demikian, karena produktivitasnya tinggi, 6-11 ton bahan kering/ha, jerami perlu ditingkatkan gizinya dengan perlakuan, seperti amoniasi agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan (Kuswandi et al. 2007). Hasil penelitian menunjukkan, seekor sapi dengan bobot 300 kg mampu mengonsumsi bahan kering jerami olahan 8 kg/hari (Davis et al,. 1983). Misalnya dengan memberi perlakuan zat-zat kimia (seperti NaOH); Pearce (1981); Doyle (1982) melaporkan digestibility (nilai cerna) jerami dapat ditingkatkan sebanyak 40 – 70% walaupun kandungan karbohidrat, mineral, vitamin jerami tersebut hilang sebanyak 20 – 25%. Cara lain yang juga bisa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipergunakan untuk meningkatkan nilai cerna jerami adalah dengan perubahan fisik jerami tersebut yaitu dengan pemotongan, penggilingan, pemeletan, pengukusan (Menson, 1963; Pickard et al, 1969; Bender et al, 1970). Secara biologis yaitu dengan mempergunakan jenis jamur, bakteri dan enzym tertentu yang dapat menhancurkan lignin dan selulosa sehingga nilai cerna jerami padi dapat ditingkatkan (Kirk and More, 1972; Ibrahim and Pearce, 1980). Jerami padi merupakan hijauan dari tanaman padi setelah biji dan bulirnya dipetik untuk kepentingan manusia dan telah dipisahkan dari akarnya (Komar, 1984). Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya kandungannya nitrogen, kalsium dan fosfor. Karakteristik tersebut yang membuat daya cerna jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas akan tetapi masih berpotensial sebagai sumber energi (Leng, 1980). Kualitas jerami padi sangat tergantung dengan beberapa faktor seperti
kondisi
iklim,
waktu
panen,
kondisi
lahan,
dan
pola tanam
(Wanapat et al., 2009). Kandungan nutrisi jerami padi per 100% berat kering adalah abu 21,2%; protein kasar 3,7%; lemak kasar 1,7%; serat kasar 35,9%; BETN 37,4% dan TDN 39% (Hartadi et al., 1980). Komponen seratnya sangat tinggi yaitu mengandung hemiselulosa 21-29%; selulosa 35-49% dengan nilai koefisien cerna bahan organik berkisar 31-59%; sedangkan kandungan lignin berkisar antara 4-8% (Sukria dan Krisna, 2009). Jerami padi mengandung bahan organik yang secara potensial dapat dicerna, oleh karena itu jerami padi merupakan sumber energi yang besar bagi ternak ruminansia, tetapi tetapi kenyataannya yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia hanya 45-50% (Hidayat, 2010).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Priyanto (1983) menyatakan bahwa jerami padi merupakan limbah pertanian yang terdapat dalam jumlah melimpah dan mudah diperoleh untuk dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Namun untuk memenuhi gizi ternak penggunaan jerami padi sebagai makanan utamanya perlu diimbangi dengan pemberian makanan konsentrat. Jerami padi merupakan limbah pertanian dari tanaman padi. Penggunaan jerami sebagai pakan sapi tergolong paling potensial karena hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai bahan pakan, jerami mengandung serat dalam jumlah banyak, tetapi kandungan protein kasar , kalsium dan fosfornya rendah. (Fikar dan Ruhyadi, 2010). Jerami Jagung Jerami jagung merupakan limbah yang ditinggalkan setelah jagung dipanen yang berupa daun dan batang. Jerami padi sudah banyak digunakan sebagai pakan ternak terutama sebagai pengganti sumber serat atau mengganti 50% dari rumput dan hijauan tetapi jerami jagung memiliki kecernaan dan kadar protein yang rendah. Jerami jagung juga memiliki sifat yang voluminous. Jerami jagung merupakan bahan makanan yang memiliki kualitas yang rendah dan tidak akan mencukupi untuk kebutuhan ternak kecuali jika diberi tambahan suplemen pada pakannya. Kandungan bahan kering jerami jagung 28%, protein 8,2% dan TDN 48% (Sukria dan Krinan, 2009). Sebelum digunakan sebagai pakan ternak sebaiknya jerami jagung diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas jerami dan daya simpan jerami jagung. Pengolahan jerami jagung dapat dilakukan dengan menjadikan jerami jagung sebagai hay atau silase. Pembuatan silase sebaiknya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilakukan segera setelah panen agar kadar air masih cukup untuk proses pembuatan silase (Parakkasi, 1999). Daun Ubikayu Ubikayu merupakan tanaman tropik yang potensial digunakan untuk ternak dan dapat menghasilkan biomassa sumber energi pada bagian umbi dan protein pada daun dalam jumlah besar. Dikutip dari Ahmad (2010) bahwa Liem et al., (1997) melaporkan dari 2,5−3 ton/ha hasil samping tanaman ubikayu dapat menghasilkan tepung daun ubikayu sebanyak 600−800 kg/ha. Daun ubikayu mengandung senyawa sianida yang bersifat racun, tinggi rendahnya kandungan sianida merupakan pembatas pemanfaatan daun ubikayu. Dikutip dari Ahmad (2010) bahwa daun ubikayu mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu berkisar antara 16,7 −39,9% bahan kering dan hampir 85% dari fraksi protein kasar merupakan protein murni (Ravindran, 1999). Wanapat dan Joomjantha (2007) melaporkan hay daun ubikayu dapat menggantikan pemakaian bungkil kedelai pada sapi perah di daerah tropik. Selain berfungsi sebagai sumber protein, daun ubikayu juga berperan sebagai anti cacing (anthelmintic) dan kandungan taninnya berpotensi meningkatkan daya tahan saluran pencernaan ternak terhadap mikroorganisme parasit. Harahap dan Wiryosuhanto (1987) menyatakan bahwa daun ubikayu adalah sebagai sumber protein bagi berbagai jenis ternak ruminansia. Daun ubikayu selain kaya akan protein, juga kaya akan vitamin seperti: karotein, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin C. Asam sianida bersifat mudah menguap di udara, terutama pada suhu di atas 25°C ole karena itu pemberiannya harud dilayukan terlebih dahulu. Disamping itu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sifat asam sianida yang mudah larut dalam air, maka perendaman sangat diperlukan untuk mengurangi racun asam sianida. Penjemuran pada sinar matahari dapat menguraikan asam sianida sampai 80% (BP4K, 2012).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA