TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan energi, memiliki jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, menghasilkan pedet yang bisa dijual (Sudono et al., 2003). Skala usaha peternakan sapi perah tergantung pada luas lahan yang tersedia dan daerah dimana peternakan tersebut didirikan. Pendapatan suatu usaha peternakan akan berubah dengan reorganisasi usaha peternakan tersebut dengan maksud utuk meningkatkan pendapatan peternak. Faktor-faktor produksi yang dapat diatur untuk reorganisasi usaha sapi perah adalah 1) jumlah sapi yang diperah, 2) luas lahan yang ditanami hijauan pakan ternak, 3) kandang, 4) peralatan, 5) tenaga kerja (Sudono, 2002). Iklim dan Cuaca Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa di bawah kondisi yang terkontrol, kenaikan suhu lingkungan menurunkan efisiensi penggunaan makanan (Williamson et al, 1993). Pada musim kering, penurunan kadar air pada tanaman ternak akan menaikkan keperluan ternak akan air. Kandungan zat makanan yang menurun juga menyebabkan kadar mineralnya menjadi sangat tinggi dan suhu lingkungan yang naik menyebabkan naiknya keperluan ternak akan air sehingga dapat menurunkan produktivitas ternak (Williamson et al, 1993). Kenaikan suhu lingkungan menurunkan efisiensi penggunaan makanan. Kadar air yang tinggi pada tanaman dapat mempengaruhi total pakan yang dikonsumsi. Kandungan serat kasar berhubungan terbalik dengan jumlah curah hujan (Williamson et al, 1993). Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah Pengaruh iklim pada produksi ternak menurut Valtorta (2006) dapat dilihat pada empat hal, yaitu a) pengaruh pada ketersediaan dan harga bijian pakan ternak, b) pengaruh pada produktivitas dan kualitas pastura hijauan pakan ternak, c)
perubahan pada penyebaran hama dan penyakit ternak, dan d) pengaruh langsung dari cuaca dan kondisi yang ekstrim pada kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pengaruh iklim pada sapi perah secara langsung terjadi pada konsumsi pakan harian, kemampuan sapi untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuhnya, mensintesis air susu dan reproduksi (Williamson et al, 1993). Pengaruh Iklim terhadap Hijauan Pakan Sapi Perah Williamson et al (1993) menuliskan bahwa hijauan yang tumbuh di daerah yang curah hujannya lebih tinggi umumnya akan mengandung kadar air yang lebih tinggi pula sehingga dapat menurunkan intake bahan kering oleh ternak. Panjang hari dan temperatur juga memiliki pengaruh pada kualitas hijauan. Umumnya, hari yang panjang dan temperatur yang hangat akan memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan laju pembentukan serat oleh tanaman sehingga nilai nutrisinya menjadi berkurang. Kandungan protein kasar pada tanaman yang rendah menyebabkan rendahnya produksi sapi (Williamson et al, 1993). Sapi Holstein-Friesian (FH) Bangsa sapi Holstein-Friesian (FH) adalah bangsa sapi yang paling menonjol di Amerika Serikat. Sapi ini berasal dari Negeri Belanda, yaitu North Holland dan West Friesland, kedua daerah itu memiliki padang rumput yang bagus. Sapi ini berwarna hitam dan putih, produksi susunya banyak namun kadar lemaknya relatif rendah. Kisaran berat lahir pedet dan berat induknya adalah 45 kg dan 675 kg, produksi rata-rata susu adalah 5750 – 6250 kg/tahun (Blakely et al, 1991). Lahan dan Air Tipe lahan dimana peternakan akan didirikan merupakan hal yang penting dan harus diselidiki tingkat kesuburan lahan tersebut. Pada dasarnya lahan yang baik dapat ditingkatkan kesuburannya, tetapi lahan miskin hara tidak dapat atau sulit ditingkatkan kesuburannya. Disamping itu tipologi iklim (curah hujan dan temperatur) perlu diperhatikan. Hal penting yang tidak dapat diabaikan adalah tersedianya air bersih dalam jumlah yang banyak, karena peternakan sapi perah selalu membutuhkan air untuk minum, pembersihan kandang dan kamar susu. Untuk setiap liter susu yang dihasilkan sapi membutuhkan air minum sebanyak 3,5 – 4 liter. (Sudono, 1999).
5
Kepemilikan Ternak Sapi Perah Usaha ternak sapi perah di Indonesia didominasi oleh skala kecil dengan kepemilikan ternak kurang dari empat ekor (80%), 4-7 ekor (17%) dan lebih dari tujuh ekor (3%). Hal ini menunjukkan bahwa produksi susu nasional sekitar 64 persen disumbangkan oleh usaha ternak sapi perah skala kecil, 28 persen dan delapan persen diproduksi oleh usaha ternak sapi perah skala menengah dan usaha ternak sapi perah skala besar (Swastika et al., 2005). Tenaga Kerja Tenaga kerja memiliki peranan penting bagi usaha peternakan sapi perah baik yang berasal dari dalam maupun luar keluarga. Karena tanpa adanya tenaga kerja mustahil suatu usaha peternakan dapat berjalan. Tenaga kerja sangat berhubungan dengan kegiatan dalam usaha ternak yang meliputi kegiatan penyediaan pakan, pemberian pakan, melakukan vaksinasi, membersihkan ternak, mengawinkan ternak, menjual hasil dan melakukan pembersihan kandang ternak (Siregar, 2000). Penggunaan ketenagakerjaan di bidang pertanian dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Perhitungan efisiensi tenaga kerja sapi perah diperoleh dengan melihat perbandingan antara jumlah sapi yang dimiliki dalam satuan ternak (ST) serta jumlah curahan tenaga kerja (Sinaga, 2003). Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengarui besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan macam tenaga kerja yang diperlukan (Soekartawi, 2002 ). Manajemen Pemeliharaan Ternak Manejemen Pemberian Pakan Pedet yang baru lahir langsung diberikan kolostrum dari induknya untuk antibody yang melawan serangan penyakit. Setelah itu, pedet segera dipisahkan dari induknya namun tetap mendapatkan kolostrum selama dua atau tiga hari lagi. Pada hari selanjutnya, pedet dapat diberikan susu pengganti dengan takaran 8% berat badan. Pedet sudah dapat diberikan pakan starter pada umur tujuh hari (Blakely et al, 1991). Sapi dara dipelihara dengan baik pada umur 13 sampai 15 bulan sudah mencapai berat yang cukup sehingga pada umur dua tahun sudah dapat berproduksi.
6
Pemberian jerami dan konsentrat hanya bilamana perlu saja. Sapi dara diharapkan terus tumbuh sampai melahirkan dan mungkin membutuhkan tambahan gizi agar kondisinya baik pada saat kelahiran (Blakely et al, 1991). Sebelum melahirkan, sapi harus dikering kandangkan selama dua atau tiga bulan, yaitu tidak diperah susunya. Sapi kering diberikan pakan jerami atau hijauan namun konsentrat hanya diberikan bila diperlukan saja (Williamson et al, 1993). Salah satu yang menetukan berhasilnya peternakan sapi perah adalah pemberian pakan. Sapi perah yang produksi susunya tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya (Williamson et al, 1993). Bahan pakan berserat merupakan pakan utama sapi perah seperti rumput dan hijauan. Bahan pakan tersebut mengandung kadar serat kasar yang tinggi, tetapi kadar serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menyebabkan ransum sulit dicerna. Tetapi sebaliknya bila ransum mengandung kadar serat kasar yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Kebutuhan minimum serat kasar dalam ransum sapi perah untuk sapi dara dan sapi jantan dewasa 15 persen dari bahan kering, sedangkan untuk sapi betina dewasa yang sedang laktasi dan kadar serat kasar dalam ransum minimum 17 persen dari bahan kering. Bila kurang, maka kadar lemak susu yang dihasilkan akan lebih rendah dari normal (Williamson et al, 1993). Pemerahan Sapi Sebelum sapi diperah, kandang tempat dimana sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci dahulu dan dihilangkan dari bau-bauan, baik berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau (silase), karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas susu (Williamson et al, 1993). Selain itu, bagian badan sapi sekitar lipatan paha dan bagian belakang dicuci atau dibersihkan untuk mencegah kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut terjatuh dalam susu pada waktu sapi diperah. Bila terdapat air susu yang abnormal yang dihasilkan oleh seekor sapi, maka sapi ini harus diperah yang terakhir dan air susunya dipisahkan dari air susu yang normal, sehingga tidak merusak kualitas air susu lainnya yang normal (Sudono, 1999). Sebaiknya sapi yang hendak diperah diberikan pakan konsentrat dahulu supaya sapi tersebut tenang. Jangan diberi rumput atau hijauan lainnya sebelum atau
7
selama diperah untuk menjamin air susu yang dihasilkan tetap bersih dan memiliki kualitas yang baik (Blakely et al, 1991). Pada umumnya sapi diperah dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari, tetapi adapula pemerahan yang dilakukan lebih dari dua kali sahari. Ini dikerjakan pada sapi-sapi yang berproduksi tinggi, misalnya pada sapi yang produksi susunya 20 liter perhari dapat diperah tiga kali sehari, sedangkan sapi-sapi yang berproduksi 25 liter atau lebih dapat diperah empat kali sehari. (Sudono, 1999). Ketersediaan hijauan Hijauan Makanan Ternak (HMT) adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Termasuk kelompok HMT ialah bangsa rumput (gramineae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur, daun waru dsb. Hijauan diberikan kepada ternak dalam bentuk, yaitu segar atau kering. Hijauan memegang peranan penting bagi ternak, yaitu mengandung hampir semua zat dibutuhkan oleh hewan. (Aksi Agraris Kanisius, 1995). Faktor-faktor yang penting yang membatasi pertumbuhan tanaman adalah suhu lingkungan, curah hujan, panjangnya hari dan intensitas radiasi cahaya. Kadar air yang tinggi pada tanaman makanan ternak dapat mempengaruhi total makanan yang dimakan (Payne, 1969). Kandungan nutrisi tanaman makanan ternak lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan dengan pada musim kering. Hal ini disebabkan korelasi positif antara curah hujan dengan protein kasar dan korelasi negatif antara curah hujan dengan serat kasar pada hijauan. (Williamson et al, 1993). Produksi bahan kering dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis tanaman yang dipakai, jumlah radiasi sinar, tersedianya kelembaban tanah dan zatzat makanan untuk tanaman dan cara pengelolaan. Tersedianya air tanah tergantung pada jumlah curah hujan, musim dan tipe tanah (Williamson et al, 1993). Kualitas hijauan tergantung terutama pada curah hujan yang efektif dan intensitas radiasi sinar matahari. Kebutuhan Zat-zat Makanan Sapi perah Sapi perah yang sedang berproduksi susu harus diberi makanan dengan kandungan nutrisi yang seimbang karena zat-zat tersebut setelah dicerna akan
8
digunakan untuk metabolisme air susu (Davis, 1962). Kebutuhan zat makanan sapi perah untuk pertumbuhan diperhitungkan atas kebutuhan hidup pokok sedangkan untuk produksi adalah berdasarkan jumlah susu yang dihasilkan dan kandungan kadar lemaknya (Sigit, 1985). Zat-zat makanan yang dibutuhkan ternak ruminansia adalah bahan kering (BK), energi, protein, mineral dan vitamin (Chuzaemi et al, 1988). Bahan Kering Pemberian jumlah zat makanan didasarkan pada bahan keringnya (Sutardi 1981). Konsumsi BK untuk sapi perah adalah antara 2,5-3% dari bobot badannya (GKSI-CCD, 1995). Chuzaemi et al (1988) menjelaskan bahwa besarnya konsumsi BK dipengaruhi oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis kelamin, kandungan energi bahan pakan dan tingkat stress ternak. Energi Kebutuhan energi untuk sapi perah adalah berdasarkan kebutuhan untuk hidup pokok, produksi susu, kadar lemak susu dan reproduksi (Schmidt et al., 1988). Energi sangat dibutuhkan untuk mendukung fungsi normal tubuh hewan seperti pernafasan, pencernaan, metabolisme, pertumbuhan dan produksi susu (Etgen et al., 1987). Menurut Chuzaemi et al (1988) kekurangan energi pada sapi laktasi akan menyebabkan turunnya produksi susu dan bobot badan. Etgen et al. (1987) menyatakan bahwa apabila sapi mengkonsumsi energi yang berlebihan akan menyebabkan kegemukan, kesulitan melahirkan, dan infeksi penyakit pada laktasi yang akan datang. Protein Protein dibutuhkan seekor ternak untuk memperbaiki dan pertumbuhan jaringan, sintesis hormon, sintesis susu, produksi antibodi dan proses fisiologis tubuh yang lain. Kadar protein dalam ransum yang direkomendasikan adalah sebesar 1018% dalam BK ransum (Etgen et al., 1987). Kebutuhan protein tergantung dari ukuran tubuh, umur dan produksi susunya. Pada saat puncak produksi, kebutuhan protein akan meningkat hingga tiga kali lipat (Church, 1991). Bath et al. (1985) menjelaskan bahwa kekurangan protein pada sapi laktasi akan meyebabkan turunnya produksi, kehilangan protein dalam tubuh, dan
9
mengurangi nafsu makan namun kelebihan protein dalam ransum tidak akan menyebabkan gangguan dalam tubuh ternak akan dirombak menjadi energi dan sebagiannya lagi akan dikeluarkan melalui urin. Setiap kenaikan kadar lemak susu sebesar 0,5% dibutuhkan penambahan protein kasar sebesar 0,05 pond. Penggunaan Tanaman dan Pakan Ternak Penggunaan
tanaman
pakan
ternak
yang
diproduksi
sendiri
perlu
dimaksimumkan, karena itu usaha peternakan sapi perah sangat memerlukan lahan untuk ditanami tanaman pakan ternak. Efisiensi produksi tergantung pada cara pemberian makanan yang ekonomis, dan pakan hijauan (hay, pasture dan silase) harus berasal dari tanaman sendiri, sedangkan pakan konsentrat dapat dibeli dari luar. Rumput Gajah Lokal Rumput gajah ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan suhu dingin. Rumput ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan berbeda. Akan tetapi rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus menerus. Secara alamiah rumput ini dapat dijumpai terutama di sepanjang pinggiran hutan. Untuk mendapatkan hasil dan ketahanan tinggi, rumput ini ditanam dengan pengairan yang teratur dan pemupukan yang cukup. Pemupukan yang banyak diterapkan biasanya bila rumput sering dipotong atau dipanen. Kandungan nutrien setiap ton bahan kering adalah N:10-30 kg; P:2-3 kg; K:30-50 kg; Ca:3-6 kg; Mg dan S:2-3 kg. dengan hasil bahan kering tiap tahun 20-40 ton/Ha. Produksi HMT tersebut banyak menyerap hara tanah. Jika tidak dipupuk hasilnya akan segera menurun drastis dan gulma akan menyerang. Walaupun Rumput gajah jarang ditanam dengan legum, namun tetap dapat dikombinasikan dengan baik (Manglayang, 2006). Menurut Moran (2005), pertumbuhan Rumput gajah sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Pada saat musim basah, rumput ini mengalami laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan saat musim kering. Oleh karena itu, umur panen rumput gajah yang tumbuh di musim penghujan harus diatur sebaik mungkin agar tidak mengalami penurunan kualitas atau nilai nutrisnya.
10
Tabel 1. Kualitas Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum) pada Berbagai Umur Potong di Musim Basah Umur Potong
Tinggi
Protein Kasar
Serat Kasar
(Minggu)
(cm)
(%)
(%)
4
50
10,8
28,5
6
75
8,8
32,2
8
135
8,0
32,8
10
150
7,8
33,0
12
150
4,6
31,9
Sumber: Moran, 2005
Rumput Gajah Taiwan Rumput gajah Taiwan cukup besar, dapat mencapai 4 -5 meter. Kultivar ini yang disenangi dan dianjurkan oleh BIB Lembang untuk ditanam. Batangnya lunak, daun lebar berbulu lembut, tingkat nutrisi cukup baik. Ciri ciri lain adalah pada batang muda pangkal batang bawahnya berwarna kemerah merahan. Namun beberapa rekan peternak di Lembang kurang menyukai kultivar ini karena lunaknya batang tersebut sehingga cenderung mudah roboh apabila diterpa angin kencang. Produktivitas tinggi, bisa mencapai 300 ton / hektar per tahun dengan kondisi pemupukan dan pemeliharaan optimal. Selain itu, Rumput gajah Taiwan (juga King Grass) membutuhkan air yang cukup banyak. Produksi Rumput gajah per rumpun bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per panen (Manglayang, 2006). Bobot Badan Sapi-sapi yang berproduksi tinggi pada periode kering kandang tidak dapat menghabiskan pakan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi awal laktasi dan akan bertumpu pada cadangan lemak tubuh untuk kebutuhan susu. Hal ini menyebabkan penurunan bobot badan sehingga bobot badan harus dikembalikan sebelum kelahiran serta laktasi berikutnya (Blakely et al, 1991). Kekurangan air pada musim kemarau dapat menurunkan bobot badan karena kehilangan air tubuh, selain itu juga menurunkan pakan yang di konsumsi (Payne, 1965). Bobot badan berbanding lurus dengan produksi susu sehingga semakin tinggi
11
bobot badan maka produksi susu juga akan meningkat. Sapi dengan ukuran yang besar akan lebih toleran pada produksi susunya (Schmidt et al, 1974 ). BCS merupakan suatu metode penilaian secara subjektif melalui teknik penglihatan dan perabaan untuk menduga cadangan lemak tubuh terutama untuk sapi perah pada periode laktasi dan kering (Edmonson et al., 1989). Susu Susu merupakan sumber makanan utama bagi semua hewan mamalia yang baru lahir dan dapat pula menjadi bagian penting dari bahan makanan manusia, berapapun usianya. Komposisi yang mudah dicerna dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai sumber makanan yang esensial. Susu juga merupakan sumber makanan yang fleksibel karena dapat diatur kadar lemaknya sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen (Blakely et al, 1991). Schmidt et al (1974), menyatakan bahwa susu sangat penting untuk kebutuhan karena tiga kandungan penting, yaitu protein, kalsium, dan riboflavin. Protein mengandung banyak asam amino esensial yang terkandung didalam bijibijian pada pakan. Ambing seekor betina terbagi menjadi empat kuartir yang terpisah. Dua kuartir bagian depan biasanya berukuran sekitar 20% lebih kecil dari kuartir bagian belakang dan kuartir-kuartir tesebut bebas satu sama lain (Blakely et al, 1991). Puncak produksi susu pada sapi perah terjadi pada bulan ketiga sampai keenam setelah melahirkan. Pada Gambar 1 secara umum produksi susu memiliki hubungan yang berbanding terbalik terhadap persentase protein dan lemak susu. Ketika jumlah produksi susu meningkat komposisi persentase kedua komponen lainnya menurun. Persentase protein dan lemak susu berada pada titik yang rendah selama puncak laktasi kemudian meningkat secara bertahap hingga akhir laktasi. Kandungan laktosa mengalami penurunan tajam hingga akhir laktasi dan kandungan abu mengalami kenaikan tajam pada laktasi akhir.
12
Gambar 1. Kurva Produksi, lemak dan protein susu pada sapi FH Sumber: ( Schmidt, 1971)
Produksi Susu Produksi susu sapi perah mengikuti pola yang teratur pada setiap laktasi. Produksi susu akan naik selama 45-60 hari setelah sapi beranak hingga mencapai puncak produksi dan kemudian turun secara perlahan-lahan hingga akhir laktasi. Periode laktasi normal pada sapi-sapi yang dikawinkan dan beranak setiap 12 bulan adalah 305 hari (Tillman et al., 1986). Produksi susu, lemak susu, maupun bahan kering tanpa lemak mengalami penurunan karena suhu lingkungan yang tinggi. Suhu optimal untuk produksi susu sapi yang berasal dari daerah dingin adalah 10oC dan suhu kritis yang menyebabkan terjadi penurunan tajam produksi susu adalah 21-27oC pada sapi FH. Kandungan lemak susu sapi yang berasal dari daerah dingin turun perlahan-lahan sampai suhu lingkungan mencapai 29oC kemudian kandungan lemaknya meningkat. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pada suhu diatas 29oC penurunan produksi susu lebih cepat dibandingkan dengan penurunan pada kadar lemaknya (Williamson et al, 1993). Penurunan produksi susu karena stress panas lebih terlihat saat ternak berada pada pertengahan masa laktasi (Yousef, 1984). Menurut Ensminger (1971) masa laktasi dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu 1) awal laktasi (mulai beranak sampai dengan lima bulan setelah beranak), 2) pertengahan laktasi (mulai lima sampai tujuh bulan setelah beranak), dan 3) akhir laktasi ( mulai dari tujuh sampai sepuluh bulan setelah beranak/masa kering).
13
Tingkat produksi susu juga bervariasi tergantung umur sapi. Sapi yang beranak pada umur dua tahun dapat diharapkan produksinya meningkat sebesar 25% untuk mencapai tingkat produksi maksimum. Kebanyakan sapi mencapai produksi maksimum pada laktasi keempat sampai keenam kemudian produksi tiap tahunnya menurun (Blakely et al, 1991). Faktor-Faktor Mempengaruhi Produksi dan Kualitas Susu Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan komposisi susu sapi perah selama laktasi menurut Schmidt et al, (1974) secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor fisiologis dan lingkup lingkungan. Faktor fisiologis adalah bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus (berahi), umur, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan serta makanan dan tata laksana. Pada umumnya variasi dalam produksi susu dan lemak pada beberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam makanan dan tata laksananya. Makanan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak susu rendah (Sudono, 1999). Kondisi sapi betina pada waktu beranak mempunyai pengaruh yang besar terhadap produksi susu dan lemak susu pada laktasi berikutnya, terutama pada bulanbulan pertama laktasi. Pemberian pakan yang banyak pada seekor sapi yang kondisinya jelek pada waktu sapi itu sedang dikeringkan dapat menaikkan produksi susu sebesar 10-30% (Sudono, 1999). Pemberian air adalah penting untuk produksi susu, karena 87% dari susu terdiri atas air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada produksi susu yang dihasilkan sapi, suhu sekelilingnya dan macam makanan yang diberikan. Perbandingan antara susu yang dihasilkan dan air yang dibutuhkan adalah 1:3,6. Air yang dibutuhkan minum setiap hari per liter susu yang dihasilkan dibutuhkan adalah sebanyak empat liter. Sebaiknya sapi diberi minum secara tidak terbatas (Sudono, 2003). Kualitas susu meliputi cita rasa, aroma susu, kandungan bakteri, sifat-sifat fisik dan sifat kimiawinya. Sapi perah dengan ambing yang sehat akan memproduksi susu yang mengandung bakteri. Tempat pemerahan susu (kandang) harus bersih dan berventilasi baik sehingga tidak tercemar dengan bau-bauan, kotoran, dan bakteri
14
(Williamson et al, 1993). Puncak produksi susu berbanding terbalik dengan nilai lemak dan protein susu (Schmidt et al, 1971). .
15