POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN SUMEDANG
SKRIPSI SOFY SAEFUL RIDWAN
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN SOFY SAEFUL RIDWAN. D34102066. 2006. Potensi dan Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Potong di Kabupaten Sumedang. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Burhanuddin, MM Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc. Agr Permintaan akan daging setiap tahunnya semakin meningkat termasuk permintaan akan daging sapi, tapi dari segi produksi belum bisa sepenuhnya memenuhi permintaan tersebut sehingga pemenuhannya dilakukan dengan mengimpor baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging. Keadaan tersebut merupakan peluang untuk pengembangan usahaternak sapi potong lokal. Selain untuk memenuhi permintaan, pengembangan ini juga diharapkan dapat meminimalkan impor sapi dari luar karena hal itu bila dibiarkan bisa jadi ancaman terhadap perkembangan peternak di Indonesia pada umumnya. Salah satu daerah yang berpotensi untuk pengembangan usahaternak sapi potong adalah Kabupaten Sumedang, karena memiliki sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang mendukung. Selain itu, Kabupaten Sumedang juga merupakan kabupaten dengan populasi sapi potong terbanyak di Jawa Barat yaitu sebanyak 11,80% dari populasi total sapi potong di Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Sumedang memiliki iklim yang cocok untuk usahaternak sapi potong. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi pengembangan usahaternak sapi potong berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, mengetahui ketersediaan sumberdaya alam berdasarkan wilayah pengembangan usahaternak sapi potong dan menentukan alternatif strategi pengembangan yang sesuai dengan wilayah Kabupaten Sumedang. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada bulan April 2006 di wilayah Kabupaten Sumedang. Dari 26 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumedang, dipilih tiga kecamatan sebagai sampel. Pemilihan sampel ini dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu berdasarkan populasi ternak sapi potong. Adapun kecamatan yang dijadikan sampel adalah kecamatan yang mewakili populasi terbanyak, populasi sedang dan populasi rendah dengan metode survei. Data pada penelitian ini berupa data primer yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dan kuisioner serta data sekunder dari Dinas Pertanian, Sub Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik dan Bappeda. Analisis data pada penelitian ini berupa analisis deskriptif, analisis Location Quotient (LQ), analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) dan analisis Stength Weakness Opportunity Threat (SWOT). Mengacu pada program pemerintah Kabupaten Sumedang, maka pengembangan usahaternak sapi potong di Kabupaten Sumedang dibagi ke dalam dua wilayah, berdasarkan keberadaan kelompok peternak pada masing-masing wilayah, yaitu wilayah penumbuhan dan pengembangan serta wilayah penumbuhan. Berdasarkan nilai LQ dan KPPTR, wilayah penumbuhan dan pengembangan terbagi menjadi dua kelompok (Kelompok I dan Kelompok II) dan wilayah penumbuhan terbagi menjadi dua kelompok juga (Kelompok III dan Kelompok IV).
Strategi pengembangan untuk Kelompok I dan Kelompok II lebih diarahkan kepada pengembangan agribisnis peternakan sedangkan untuk Kelompok III dan Kelompok IV pengembangan lebih diarahkan kepada peningkatan produksi. Kata-kata kunci : strategi pengembangan, sapi potong, perwilayahan
ABSTRACT The Potency And Development Farm Of Cattle Farm Business In Sumedang Residence Ridwan, S. S., Burhanuddin and S. Mulatsih The demand of meet is getting improved every year including beef. But unfortunately, the production sector has not been able to fulfil them yet, to anticipate this condition the beef and cattle should be imported. That condition is a good opportunity to develop the local cattle farm business. Inspite of fulfilling the demand, the development is also to minimalize the import of cattle from abroad because if it is neglected, they can threaten Indonesian farmers generally. Sumedang residence is one of the potential enclaves for developing cattle farm business, because it has supported natural and human resources. Besides that, it is also the residence with the most population of cattle in west Java, amounted to11.80% from the total population of cattle in west Java. It shows that Sumedang residence has the own suitable climate for doing this business. The data of this research consist of primer data that was taken directly from the farmers by interviewing and give them questionaire, the secondary data that was taken from Agriculture Department, Sub Official of Livestock , Statistical Centre Board (BPS) and Bappeda. The data analysis of this research is descriptive analysis, Location Quotient (LQ) analysis, Ruminansia Cattle Population Increment Capacity (KPPTR) analysis and Stength Weakness Opportunity Threat (SWOT) analysis. The developing farm business in Sumedang residence based on the residential government of Sumedang divided into two regionals they are growth developing regional and growth regional. Based on the LQ value and KPPTR, the growth developing regional are divided into two groups (group one and group two) and the growth regional are also divided into two groups (group three and group four). The developing strategy for the group one and two are directed more into the farm business developing of agribusiness based and for the group three and four are directed more into the raising produce. Keywords : developing strategy, cattle, area development
POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN SUMEDANG
SOFY SAEFUL RIDWAN D34102066
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN SUMEDANG
Oleh : SOFY SAEFUL RIDWAN D34102066
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan Pada Tanggal 24 Agustus 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Burhanuddin, MM NIP 132 232 454
Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc. Agr NIP 131 849 397
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur. Sc NIP 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Sumedang pada tanggal 12 Februari 1983. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Jaja Rachmat dan Ibunda Ade Kartika Iskandar. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Heuleut I Kadipaten, Majalengka pada tahun 1995, Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SLTPN 1 Paseh dan pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN I Sumedang diselesaikan pada tahun 2001.
Penulis pernah mengecap pendidikan Diploma 3 pada Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor selama satu tahun, kemudian penulis diterima pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan minat Ekonomi dan Perencanaan Peternakan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa SEIP (HIMASEIP) pada bagian kewirausahaan periode tahun 2005-2006, sebagai anggota pecinta alam Institut Pertanian Bogor (LAWALATA) pada tahun 2001 dan sebagai anggota organisasi kedaerahan WAPEMALA.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, atas segala kekuatan, atas segala kemudahan serta jalan keluar dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul Potensi dan Strategi Pengembangan Usahaternak Sapi Potong di Kabupaten Sumedang ini merupakan salah satu syarat agar penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi pengembangan usahaternak sapi potong berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam dan ketersediaan sumberdaya manusia di Kabupaten Sumedang, mengetahui ketersediaan sumberdaya alam berdasarkan wilayah pengembangan usahaternak sapi potong dan menentukan alternatif strategi pengembangan yang sesuai dengan wilayah Kabupaten Sumedang. Skripsi ini diharapkan bisa menjadi suatu bahan pertimbangan untuk pelaksanaan pengembangan usahaternak sapi potong di Kabupaten Sumedang, juga sebagai rujukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, masih banyak kekurangan pada skripsi ini baik dalam hal panyajian ataupun isi, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat baik bagi penulis ataupun semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis berharap karya kecil ini menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan terutama untuk keluarga tercinta. Amin.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
x
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Perumusan Masalah ......................................................................... Tujuan .............................................................................................. Kegunaan Penelitian ........................................................................
1 2 2 3
KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
6
Usahaternak Sapi Potong ................................................................. Sistem Pemelihaan Ternak Sapi Potong .......................................... Penyebaran Ternak Sapi Potong ...................................................... Potensi Ternak Sapi Potong ............................................................. Kendala dan Peluang Pengembangan Usahaternak Sapi Potong ..... Analisis Location Quotient (LQ) ..................................................... Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .......................................................... Analisis SWOT ................................................................................
6 7 9 9 10 12
METODE PENELITIAN ............................................................................
14
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Populasi dan Sampel ........................................................................ Desain .............................................................................................. Data dan Instrumentasi .................................................................... Analisis Data .................................................................................... Analisis Deskriptif ............................................................... Analisis Location Quotient .................................................. Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .............................................. Analisis SWOT .................................................................... Definisi Istilah ..................................................................................
14 14 14 14 15 15 15
KEADAAN UMUM LOKASI ....................................................................
19
13 13
15 16 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
22
Karakteristik Peternak ...................................................................... Karakteristik Aparat ......................................................................... Pembagian Wilayah ......................................................................... Wilayah Penumbuhan dan Pengembangan .......................... Nilai LQ dan Nilai KPPTR ...................................... Strategi Pengembangan Sapi Potong ....................... Wilayah Penumbuhan .......................................................... Nilai LQ dan Nilai KPPTR ...................................... Strategi Pengembangan Sapi Potong .......................
22 23 23 26 27 28 33 34 35
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
41
Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
41 42
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
44
LAMPIRAN .................................................................................................
46
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Populasi Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten Sumedang ...
1
2.
Penggunaan Lahan di Kabupaten Sumedang ............................. Distribusi Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan ............ PDRB Kabupaten Sumedang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 (Juta Rupiah) ............ Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Sumedang Tahun 2005 ............................................................................................
19
Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kabupaten Sumedang ...
21
6.
Jumlah Aparat Peternakan Berdasarkan Jabatan ........................
22
7.
23
8.
Gambaran Umum Wilayah Penumbuhan dan Pengembangan ...........................................................................
26
9.
Nilai LQ dan Nilai KPPTR Wilayah Penumbuhan dan Pengembangan ........................................................................... Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok I .....................
27
10.
Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok I ..................
29
11.
Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok II ...................
29
12.
Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok II .................
31
13.
Gambaran Umum Wilayah Penumbuhan ...................................
32
14.
Nilai LQ dan Nilai KPPTR Wilayah Penumbuhan ....................
34
15.
Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok III ..................
35
16.
Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok III ...............
36
17.
Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok IV ..................
36
18.
Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok IV ...............
38
3. 4. 5.
19.
20 21
39
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Bagan Kerangka Pemikiran ……………………………………
5
2.
Pembagian Kuadran Strategi pada Analisis SWOT ...................
17
3.
Peta Kawasan Agribisnis Sapi Potong di Kabupaten Sumedang ...................................................................................
25
4.
Hasil Analisis SWOT Kelompok I .............................................
30
5.
Hasil Analisis SWOT Kelompok II ...........................................
33
6.
Hasil Analisis SWOT Kelompok III ..........................................
37
7.
Hasil Analisis SWOT Kelompok IV ..........................................
40
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Nilai Asumsi Produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT) ..........
47
2.
Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Sumedang ..................................................................................
48
3.
Produktivitas Lahan Penghasil Rumput (Ton BK/Ha/Th) .........
49
4.
Produktivitas Lahan Penghasil Jerami (Ton BK/Ha/Th) ...........
50
5.
Peta Wilayah Pengembangan Sapi Potong Berdasarkan Kelompok ...................................................................................
51
Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Lahan .........................................................................
52
Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Efektif ........................................................................
53
Nilai LQ Wilayah Agribisnis Sapi Potong Kabupaten Sumedang ……………………………………………………...
54
Konversi Satuan Ternak ……………………………………….
55
6. 7. 8. 9.
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan merupakan sub sektor dari sektor pertanian. Meskipun kontribusinya tidak terlalu besar terhadap sektor pertanian ataupun terhadap perekonomian secara langsung, namun dari tahun ke tahun kontribusinya semakin meningkat. Salah satu bagian dari sub sektor peternakan adalah sapi potong. Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak dipelihara oleh peternak di Kabupaten Sumedang (Tabel 1). Selain itu sapi potong juga merupakan sumberdaya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi disamping menghasilkan produk ikutan lain seperti pupuk, kulit dan tulang.
Tabel 1. Populasi Ternak Ruminansia Besar di Kabupaten Sumedang Jenis Ternak
Persentase
Sapi Potong
Jumlah (Ekor) 27.485
Sapi Perah
5.845
15,32
Kerbau
4.830
12,66
Total
38.160
100,00
72,02
Sumber : BPS Kabupaten Sumedang, 2005 Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan perkapita penduduk serta kesadaran masyarakat akan pentingnya protein telah meningkatkan permintaan dan konsumsi daging, termasuk daging sapi. Sementara pada sisi produksi, pertumbuhan populasi sapi tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan. Upaya untuk mencukupi kebutuhan ternak sapi dan daging sapi dilakukan dengan mengimpor, baik dalam bentuk sapi hidup maupun daging sapi. Upaya lainnya adalah dengan dilakukannya program-program penggemukan sapi oleh feedloter ataupun oleh peternak kecil. Melalui program-program ini diharapkan terjadi pertumbuhan yang cepat sehingga bisa menambah supply untuk memenuhi permintaan. Kabupaten Sumedang merupakan salah satu wilayah yang berpeluang untuk mengembangkan usahaternak sapi potong. Secara umum Kabupaten Sumedang
memiliki kondisi yang mendukung untuk terlaksananya upaya pengembangan tersebut, karena masih tersedianya sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Faktor pendukung lain adalah lokasinya berbatasan langsung dengan kota Bandung serta cukup dekat jaraknya dengan kota Jakarta, yang merupakan kota pusat konsumen. Pengembangan usahaternak sapi potong ini membutuhkan suatu analisis, diantaranya analisis Location Quotient (LQ), analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) dan analisis Stength Weakness Opportunity Threat (SWOT) untuk menentukan strategi pengembangan yang cocok dengan kondisi wilayah Kabupaten Sumedang. Perumusan Masalah Berdasarkan kondisi di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini : 1. Bagaimana pengembangan usahaternak sapi potong berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam dan ketersediaan sumberdaya manusia di Kabupaten Sumedang? 2. Bagaimana ketersediaan sumberdaya alam berdasarkan wilayah pengembangan usahaternak sapi potong? 3. Bagaimana alternatif strategi pengembangan yang sesuai dengan wilayah Kabupaten Sumedang? Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis beberapa hal penting yang berkaitan dengan sumberdaya di wilayah Kabupaten Sumedang dalam rangka perencanaan pengembangan usahaternak sapi potong. Secara spesifik penelitian ini bertujuan : 1. mengetahui potensi pengembangan usahaternak sapi potong berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam dan ketersediaan sumberdaya manusia di Kabupaten Sumedang, 2. mengetahui ketersediaan sumberdaya alam berdasarkan wilayah pengembangan usahaternak sapi potong dan 3. menentukan alternatif strategi pengembangan yang sesuai dengan wilayah Kabupaten Sumedang.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : (1) pemerintah daerah dalam perencanaan penggunaan sumberdaya untuk pengembangan usahaternak sapi potong; (2) peternak, dalam rangka meningkatkan produksi dengan cara melakukan perbaikan terhadap kendala-kendala yang ada sesuai dengan kondisi wilayah; (3) pihak lain sebagai informasi tentang potensi wilayah Kabupaten Sumedang untuk pengembangan usahaternak sapi potong yang lebih kondusif.
KERANGKA PEMIKIRAN Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan daging semakin meningkat. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan daging tersebut tidaklah semuanya dapat terpenuhi dari produk dalam negeri. Hal ini merupakan peluang untuk meningkatkan produksi daging dalam negeri, salah satunya adalah usahaternak sapi potong. Sedangkan kekuatan yang bisa mendukung pengembangan usahaternak sapi potong diantaranya adalah ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang cukup melimpah dan lokasi yang strategis untuk dikembangkannya usahaternak sapi potong. Namun upaya pengembangan ini menghadapi beberapa kendala seperti rendahnya kualitas sumberdaya manusia, pembibitan yang sulit, pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pemotongan yang sangat tinggi menyebabkan populasi ternak menurun drastis, serta persaingan dengan sub sektor lain seperti pemukiman dan industri yang menyebabkan semakin terdesaknya usahaternak. Metode yang digunakan dalam upaya pengembangan ini diantaranya adalah analisis LQ, analisis KPPTR serta analisis SWOT. Analisis LQ digunakan untuk melihat apakah suatu wilayah merupakan wilayah basis atau non basis populasi sapi potong. Analisis KPPTR digunakan untuk melihat daya tampung suatu wilayah berdasarkan ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang ada di wilayah tersebut, sehingga penggunaan sumberdaya di wilayah tersebut bisa mencapai optimal. Sedangkan analisis SWOT berguna untuk menentukan strategi pengembangan dengan melihat faktor internal dan eksternal secara keseluruhan dari wilayah tersebut. Strategi pengembangan ini digunakan untuk mengatasi kelemahan dan kendala yang dihadapi serta mengoptimalkan peluang yang dimiliki. Pada akhirnya upaya pengembangan ini dapat terlaksana dan produksi daging khususnya daging sapi bisa terus ditingkatkan serta bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.
Kabupaten Sumedang
Identifikasi Sumberdaya Pendukung Usahaternak Sapi Potong
Sumberdaya Penunjang
SDA dan SDM
KPPTR
Analisis LQ
Analisis Faktor Strategis SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal Pemilihan Faktor Strategis
Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman
Strategi
Implementasi Strategi
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
TINJAUAN PUSTAKA Usahaternak Sapi Potong Usaha peternakan di Indonesia, termasuk peternakan sapi potong pada umumnya masih dikelola secara tradisional, dimana peternakan sapi potong ini hanya merupakan usaha keluarga atau sebagai usaha sampingan. Menurut Saragih (2000), tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha
dan
kontribusinya
terhadap
pendapatan
peternak,
sehingga
bisa
diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut : 1. Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usahaternaknya kurang dari 30% 2. Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usahaternaknya 30-69,9% (semi komersil atau usaha terpadu) 3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan, dengan tingkat pendapatan usahaternak 70-99,9% 4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan usahaternak 100%. Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak diternakkan di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya karena sapi mempunyai manfaat ganda. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama daging disamping hasil ikutan lain seperti kulit, pupuk dan tulang (Sugeng, 2000). Pemberian pakan sapi potong di Jawa Barat ternyata masih mengandalkan hijauan sebagai pakan utama (98,33-99,5%), kecil sekali proporsi konsentrat yang diberikan peternak kepada sapi potong, itupun hanya berupa dedak saja. Para peternak umumnya membeli pakan penguat (dedak) seminggu sekali dan pakan hijauan lebih banyak diperoleh dari penanaman sendiri kecuali di wilayah utara Jawa Barat yang lebih banyak memperoleh pakan hijauannya dari luar lahan pertanian
bahkan dengan jarak yang cukup jauh dan biasanya hal ini dilakukan pada musim kemarau (Santosa et al., 1996). Mengingat keadaan negara Indonesia yang merupakan negara agraris maka sektor pertanian tidak dapat terlepas dari berbagai sektor lain diantaranya sub sektor peternakan. Faktor pertanian dan penyebaran penduduk di Indonesia ini menentukan penyebaran usahaternak sapi. Masyarakat peternak yang bermata pencaharian bertani tidak bisa lepas dari usahaternak sapi, baik untuk tenaga kerja maupun pupuk sehingga maju mundurnya usahaternak sapi sangat tergantung pada usahatani. Usahatani maju berarti menunjang pengadaan pakan ternak berupa hijauan, hasil ikutan pertanian berupa biji-bijian atau pakan penguat (Sugeng, 2000). Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi Potong Sistem pemeliharaan dapat dibagi dua yaitu pemeliharaan ekstensif dan pemeliharaan intensif. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan yang melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran dan penggemukan di lapangan penggembalaan yang sama. Sistem ekstensif dengan produksi yang sangat minimal dapat digolongkan ke dalam sistem ekstensif primitif atau tradisional. Pemeliharaan intensif yaitu pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry (Parakkasi, 1999). Menurut Sugeng (2000), pola pemeliharaan ekstensif banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan Sulawesi. Pola pemeliharaan intensif dan semi intensif banyak terdapat di Pulau Jawa, Madura dan Bali. Pola pemeliharaan dan usahaternak sapi potong di Indonesia masih merupakan bagian dari usahatani, yakni sebagai sambilan dan bertani merupakan usaha pokoknya (Sudardjat dan Pambudy, 2003). Kandang ternak sapi potong merupakan sarana yang diperlukan meski ternak sapi tanpa kandang pun tidak banyak mengalami kesulitan. Kandang berfungsi sebagai tempat berteduh baik dari hujan atau dari panas, juga sebagai tempat istirahat yang nyaman. Kandang untuk sapi potong bisa dibuat dari bahan-bahan yang sederhana dan murah, tetapi harus dibuat dengan konstruksi yang cukup kuat (Murtidjo, 1990). Lebih lanjut dikatakan bahwa kandang sapi potong menurut konstruksinya sebaiknya dibuat secara efisien, dalam artian bahwa kandang menjadi tempat
istirahat sapi, sekaligus sebagai gudang dan tempat mengawinkan sapi. Terdapat dua tipe kandang menurut Abidin (2002) yaitu kandang individu dan kandang koloni. Kandang individu diperuntukkan bagi satu ekor sapi sehingga ukurannya disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi. Kandang individu biasanya berukuran 2,5 meter x 1,5 meter. Di kandang individu sapi menjadi lebih tenang dan tidak mudah stres karena sapi memperoleh pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup pokok dan produksinya serta tidak bersaing dengan sapi-sapi lain. Kandang koloni diperuntukkan bagi sapi-sapi bakalan dalam satu periode penggemukan dan sapi-sapi tersebut ditempatkan dalam satu kandang. Luas minimum kandang koloni adalah 6 m2. Dalam hal biaya, kandang individu membutuhkan biaya pembuatan yang lebih mahal dibandingkan dengan kandang koloni. Perkembangbiakan sapi potong dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu (1) metode alamiah yaitu sapi jantan pemacak dikawinkan dengan betina yang sedang berahi, (2) metode Inseminasi Buatan (IB), metode ini lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (Murtidjo, 1990). Pemilihan bibit sapi potong biasanya menyangkut tentang (1) asal usul atau silsilah ternak termasuk bangsa ternak, (2) kapasitas produksi (umur, pertambahan berat badan, produksi dan lemak), (3) kapasitas reproduksi (kesuburan ternak, jumlah anak yang lahir dan hidup normal, umur pertama kawin, siklus birahi, lama bunting, keadaan waktu melahirkan dan kemampuan membesarkan anak) dan (4) tingkat kesejahteraan ternak (Rahardi et al., 2001). Secara tradisional, sapi potong hanya membutuhkan hijauan sebagai pakan. Namun untuk program penggemukan yang berorientasi pada keuntungan finansial, perlu dipertimbangkan penggunaan bahan pakan berupa konsentrat, sehingga dicapai efisiensi waktu yang akan meningkatkan keuntungan (Abidin, 2002). Menurut Sugeng (2000), pakan pokok untuk ternak sapi adalah berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat sebagai tambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan sebanyak 10% dari berat badan sedangkan pakan penguat cukup 1% dari berat badan. Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan pemanfaatan kandang karantina, menjaga kebersihan sapi
bakalan dan kandangnya serta dengan melakukan vaksinasi berkala. Pemanfaatan kandang karantina bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi sapi bakalan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru serta memonitor adanya suatu kelainan yang tidak tampak hanya dengan melihat penampilan fisik di pasar hewan (Abidin, 2002). Penyebaran Ternak Sapi Potong Berdasarkan Statistika Peternakan (2005), ternak sapi merupakan salah satu ternak besar yang telah lama diusahakan oleh petani. Tercatat dari sekitar 13,697 juta ekor ternak besar di Indonesia, sapi menduduki jumlah terbesar yaitu sebanyak 10,533 juta ekor (79,90%), sementara kerbau, sapi perah dan kuda masing-masing sebesar 2,403 juta ekor, 0,364 juta ekor dan 0,397 juta ekor. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (2004), populasi sapi potong di Jawa Barat merupakan populasi terbesar yaitu sebanyak 232.949 ekor atau 46,95% dari total populasi ternak besar yang ada di Jawa Barat. Sementara kerbau, sapi perah dan kuda masing-masing sebanyak 149.960 ekor, 98.958 ekor dan 14.242 ekor. Berdasarkan populasi sapi potong di Jawa Barat, Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten dengan populasi sapi potong terbesar yaitu sebanyak 27.485 ekor atau 11,80% dari total populasi sapi potong di Jawa barat. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Sumedang juga merupakan populasi terbesar diantara ternak ruminansia besar yang ada di Kabupaten Sumedang yaitu sebanyak 72,02% (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2004 dalam www.disnakjabar.og.id). Menurut Sosroamidjojo dan Soeradji (1990), populasi dan penyebaran ternak selain ada hubungannya dengan pertanian dan penyebaran penduduk, juga mempunyai hubungan dengan iklim, adat istiadat dan agama. Jenis ternak yang mampu beradaptasi pada hampir semua iklim akan lebih luas penyebarannya. Selain itu, keadaan iklim juga berpengaruh terhadap kesuburan, pertumbuhan dan produksi. Makin besar perbedaan iklim suatu tempat dengan tempat lain makin jelas pengaruhnya, dapat dilihat pada jenis ternak yang sama. Potensi Ternak Sapi Potong Populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 1997 adalah 11.938.856 ekor, dan pada tahun 1998 menurun menjadi 11.633.876 ekor. Penurunan ini terjadi akibat
adanya krisis moneter yang menyebabkan menurunnya volume impor sapi bakalan dari 132.469.800 USD pada tahun 1997 menjadi 24.285.000 USD pada tahun 1998. Penurunan impor sapi potong tersebut menimbulkan ketidakseimbangan antara pemotongan dan produksi sehingga terjadi penurunan populasi sapi potong di Indonesia (Dirjen Peternakan, 2000). Pada tahun 1998 ternak sapi dan kerbau menyumbangkan produksi daging sebesar 398.000 ton atau 31,7% dari total produksi daging sebesar 1,2 juta ton. Konsumsi daging sapi dan kerbau pada tahun yang sama berjumlah 419.000 ton, sehingga terdapat kekurangan produksi sebesar 30.000 ton (Dirjen Peternakan, 2000). Kekurangan yang cukup besar dari produksi daging sapi dan kerbau untuk memenuhi permintaan pasar memberikan peluang yang cukup besar bagi industri peternakan. Kebijakan pemerintah dengan melakukan impor sapi untuk menutupi kekurangan permintaan daging tersebut ternyata berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Industri peternakan sapi potong dengan input yang tergantung dari impor mengalami kelumpuhan, dan sebaliknya usaha peternakan yang menggunakan input dalam negeri resource-base mampu bertahan, bahkan berkembang seperti pada peternakan usaha kecil. Sapi potong di Jawa Barat pada umumnya dipelihara secara tradisional, dengan kriteria : jumlah kepemilikan berkisar antara satu sampai empat ekor, menggunakan tenaga kerja keluarga dan sebagai usaha sambilan dengan pemberian pakan seadanya. Konsekuensi dari pemeliharaan yang bersifat tradisional tersebut adalah rendahnya produktivitas ternak dan perkembangan peternakan sapi potong jadi terhambat sehingga diperlukan upaya yang dapat meningkatkan kualitas sumberdaya ternak, peternak dan lahan (Dirjen Peternakan, 2000). Kendala dan Peluang Pengembangan Usahaternak Sapi Potong Pengembangan sapi potong di suatu wilayah, secara umum harus memperhatikan tiga faktor, yaitu pertimbangan teknis, sosial dan ekonomi. Pertimbangan teknis mengarah pada kesesuaian pada sistem produksi yang berkesinambungan, ditunjang oleh kemampuan manusia dan kondisi agroekologis. Pertimbangan sosial mempunyai arti bahwa eksistensi ternak disuatu daerah dapat
diterima oleh sistem sosial masyarakat dalam arti tidak menimbulkan konflik sosial. Sedangkan pertimbangan ekonomi mengandung arti bahwa ternak yang dipelihara harus
menghasilkan
nilai
tambah
bagi
perekonomian
daerah
serta
bagi
pemeliharanya sendiri (Santosa, 2001). Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan sapi potong, diantaranya adalah : (1) Penyempitan lahan pangonan, (2) Kualitas sumberdaya rendah, (3) Produktivitas ternak rendah, (4) Akses ke pemodal sulit, (5) Penggunaan teknologi masih rendah. Sedangkan yang menjadi pendorong pengembangan sapi potong di Indonesia adalah : (1) Permintaan pasar terhadap daging semakin meningkat, (2) Ketersediaan tenaga kerja cukup besar, (3) Kebijakan pemerintah mendukung, (4) Hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, (5) Usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis. Kendala dan peluang pengembangan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong di wilayah tersebut (Wiyatna, 2002). Gurnadi (1998)
menyatakan bahwa usaha untuk
mencapai tujuan
pengembangan ternak dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu (1) Pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, (2) Pendekatan terpadu yang menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya yang tercakup dalam sapta usaha peternakan,serta pembentukan kelompok peternak yang bekerja sama dengan instansi-instansi terkait dan (3) Pendekatan agribisnis, dengan tujuan untuk mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek agribisnis yaitu input produksi (lahan, pakan, plasma nutfah dan sumberdaya manusia), proses produksi, pengolahan hasil dan pemasaran. Pemeliharaan ternak merupakan salah satu komponen dalam usahatani yang akan berintegrasi dengan komoditi lain yang diusahakan oleh petani. Sehingga bila usahaternak dalam skala kecil yang berorientasi pada usaha keluarga maka program pengembangan didasarkan pada sistem pertanian secara terpadu. Sistem pertanian terpadu (integrated farming system) adalah suatu usaha dalam bidang pertanian dimana terjadi keterkaitan antara input-output antar komoditi pertanian, keterkaitan antara kegiatan produksi dengan pra-produksi serta pasca produksi, serta antara kegiatan pertanian dengan kegiatan manufaktur dan jasa (Rusono, 1999).
Tanaman pangan atau holtikultura tidak hanya menghasilkan pangan sebagai produk utama, tapi menghasilkan produk sampingan atau limbah ikutan seperti jerami padi, ampas tahu dan limbah tanaman kacang tanah. Bila limbah tersebut digunakan sebagai pakan ternak maka biaya pakan ternak bisa diminimalkan. Disamping menghasilkan produk utama berupa daging, sapi potong menghasilkan kotoran (feses) yang bila diolah dengan cara sederhana dapat menjadi komoditas ekonomi atau digunakan sebagai pupuk sehingga dapat menopang kegiatan produksi tanaman pangan dan secara langsung mengurangi biaya pengadaan pupuk dan pada akhirnya keterpaduan itu dapat meningkatkan tambahan pendapatan petani peternak (Suharto, 1999). Beberapa manfaat integrasi ternak pada usaha pertanian yaitu : 1. Meningkatkan pemberdayaan sumberdaya lokal (domestic based resources) 2. Optimalisasi hasil usaha 3. Penciptaan produk-produk baru hasil diversifikasi usaha 4. Penciptaan kemandirian petani 5. Meningkatkan pendapatan petani peternak Pengembangan sistem usahatani terpadu merupakan salah satu pendekatan dalam memanfaatkan keragaman sumberdaya alam. Bila dikembangkan dengan tepat maka sistem usahatani terpadu dapat menjadi pilar pertanian modern dan berkelanjutan. Agar sistem usahatani bisa berkembang, maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah : (1) Sifat usahatani, (2) Sumberdaya manusia, (3) Skala usaha, (4) Sarana dan prasarana, (5) Kemitraan dan hubungan antara sub sistem agribisnis, (6) Orientasi usaha dan (7) Kelestarian sumberdaya dan lingkungan (Rusono, 1999). Analisis Location Quotient (LQ) Menurut Budiharsono (2001), metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui penggolongan suatu sektor ke dalam sektor basis atau non basis. Location Quotient merupakan suatu perbandingan besarnya suatu sektor atau kegiatan terhadap besarnya peranan sektor tersebut pada wilayah yang lebih luas. Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari atau sama dengan 1 (≥ 1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari 1 (< 1),
maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Pada penelitian ini, LQ digunakan untuk melihat daerah basis populasi sapi potong di Kabupaten Sumedang. Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode ini merujuk kepada metode Nell dan Rollinson (1974). Metode ini berguna untuk melihat seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan dan tenaga kerja di wilayah tersebut. Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2000), alat yang dapat dipakai untuk menyusun faktorfaktor
strategis
perusahaan
adalah
matrik
SWOT
Strength,
Weaknesses,
Opportunities, Threats. Matrik ini dapat menggambarkan secara luas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimilikinya, untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut melalui evaluasi lingkungan eksternal dan internal strategis. Evaluasi lingkungan eksternal strategis pada dasarnya merupakan kegiatankegiatan yang terdiri dari pengumpulan, pengklasifikasian dan pra-analisis terhadap data atau informasi eksternal yang dibutuhkan perusahaan ke dalam bentuk tabel. Rangkuti (2000), menyatakan sebelum membuat matrik faktor strategis eksternal terlebih dahulu harus diketahui faktor-faktor strategis yang mempengaruhinya untuk kemudian dilakukan evaluasi terhadap faktor strategis eksternal tersebut melalui pembobotan dan pemberian peringkat. Setelah menyelesaikan analisis faktor-faktor strategis eksternalnya, dilanjutkan dengan menganalisis faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) ke dalam tabel evaluasi lingkungan internal strategis dengan cara yang sama dengan evaluasi sebelumnya. Perumusan strategis akan lebih tepat apabila mempertimbangkan kondisi lingkungan baik internal maupun eksternal. Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dilanjutkan dengan pembentukan strategi. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan internal kekuatan dan kelemahan (Rangkuti, 2000).
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sumedang. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki populasi sapi potong paling tinggi diantara kabupaten lain di Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu bulan April 2006. Populasi dan Sampel Sampel diambil pada tiga wilayah kecamatan terpilih dari 26 kecamatan dengan metode purposive. Tiap Kecamatan diambil 10 responden peternak berdasarkan rekomendasi dari pihak kecamatan. Responden dari pihak aparat diambil sebanyak empat orang yaitu dari Dinas Pertanian dan Bappeda masing-masing satu orang dan dari Sub Dinas Peternakan dua orang. Desain Penelitian dirancang sebagai survei yang bersifat deskriptif pada peternak sapi potong di wilayah Kabupaten Sumedang. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan responden. Wawancara dengan peternak menggunakan kuesioner sedangkan wawancara dengan aparat menggunakan daftar pertanyaan dan form skoring untuk analisis SWOT. Data primer ini berguna untuk melihat kendala ditingkat peternak dalam upaya pengembangan usahaternak sapi potong. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, Sub Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik dan Bappeda. Adapun variabel-variabel dari data sekunder ini diantaranya adalah luas lahan garapan tanaman pangan, luas lahan pangonan, populasi ternak sapi potong, populasi semua jenis ternak dan jumlah penduduk.
Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum peternakan sapi potong di Kabupaten Sumedang, sumberdaya manusia peternakan, kondisi sumberdaya alam, manajemen usaha dan fasilitas-fasilitas lain yang terkait. Analisis Location Quotient (LQ) Metode LQ digunakan untuk menganalisis keadaan suatu wilayah apakah suatu wilayah tersebut merupakan sektor basis atau non basis, dalam hal ini khususnya untuk populasi ternak sapi potong. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut : LQ =
Si N
Dimana : Si = Perbandingan antara jumlah populasi ternak sapi potong (ST) di kecamatan i dengan jumlah kepala keluarga (kk) di kecamatan yang sama. N = Perbandingan antara jumlah total populasi ternak sapi potong dengan total kepala keluarga (kk). Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode ini merujuk kepada metode Nell dan Rollinson (1974), dalam metode ini terdapat beberapa variabel yang harus dihitung, yaitu : 1. Total Produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT), dirumuskan sebagai: (15 X Luas lahan X Konversi kesetaraan HMT)+(Luas panen X Konversi HHSP) 2. Daya Tampung Wilayah (KTTR), dirumuskan sebagai : Total Produksi HMT 2,3 3. Nilai KPPTR (L), dirumuskan sebagai : Daya tampung Wilayah – Populasi riel ternak KPPTR (kk) = Jumlah kepala keluarga (kk) x 3 ST KPPTR (E)
= KPPTR (kk), jika KPPTR (kk) < KPPTR (L)
KPPTR (E)
= KPPTR (L), jika KPPTR (L) < KPPTR (kk)
Keterangan :
Kebutuhan berat kering untuk satu satuan ternak (ST) adalah 2,3 ton BK/tahun
15 = rata-rata produksi padang rumput di Indonesia (ton BK/Ha/Th)
KPPTR (L) = KPPTR berdasarkan kesediaan hijauan (ST)
KPPTR (kk) = KPPTR berdasarkan ketersediaan tenaga kerja (ST)
3 ST = jumlah ternak yang mampu dipelihara oleh satu orang kepala keluarga
Data konversi kesetaraan HMT dan konversi HHSP bisa dilihat pada Lampiran 1.
Analisis SWOT Analisis ini dilakukan untuk melihat kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman dalam merencanakan pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Sumedang dilihat dari beberapa aspek seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan kelembagaan. Beberapa faktor yang akan dianalisis adalah faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan; serta faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Dengan analisis SWOT dapat diidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang tapi secara bersamaan juga bisa meminimalkan kelemahan dan ancaman. Ada beberapa langkah dalam analisis ini, yaitu : 1. Dalam kolom pertama disusun 5-10 kekuatan dan kelemahan (faktor intenal) dan 5-10 peluang dan ancaman (faktor eksternal) 2. Dalam kolom 2, masing-masing faktor diberi bobot, berkisar antara 1 (sangat penting) sampai 0 (tidak penting) 3. Penghitungan rating (kolom 3), dimana rating masing-masing faktor dihitung dengan memberikan skala mulai dari -4 sampai dengan +4 yang didasarkan pada besar kecilnya pengaruh faktor tersebut terhadap pengembangan ternak ruminansia di wilayah tersebut
Pemberian rating untuk faktor kekuatan dan peluang bernilai positif, jika kekuatan dan peluang besar diberikan nilai +4, tetapi jika nilainya kecil diberi nilai +1.
Pemberian rating untuk faktor kelemahan dan ancaman bernilai negatif, jika kelemahan atau ancaman besar diberi nilai -4, tetapi jika kecil diberi nilai -1.
4. Pembobotan Pembobotan untuk masing-masing faktor diperoleh dengan mengalikan bobot dan ratingnya 5. Menentukan strategi pengembangan
Nilai pembobot didapat dengan menjumlahkan pembobotan (bobot x rating) untuk faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
Nilai axis didapat dari penjumlahan total nilai kekuatan ditambah total nilai kelemahan
Nilai ordinat didapat dengan menjumlahkan total nilai peluang ditambah total nilai ancaman
Kuadran dimana terdapat titik pertemuan nilai axis dengan ordinat menunjukkan pilihan strategi pengembangan. Adapun pembagian kuadran tersebut sebagai berikut :
Opportunities
IV
I
Weaknesses
Strength
III
II
Threats
Gambar 2. Pembagian Kuadran Strategi pada Analisis SWOT Kuadran I = Strategi agresif yaitu pengembangan dengan memanfaatkan kekuatan secara optimal untuk meraih peluang yang ada Kuadran II = Strategi diversifikasi yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman Kuadran III = Strategi defensif yaitu usaha-usaha yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif serta menghindari ancaman
Kuadran IV =
Strategi turnaround, strategi ini diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada, dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki. Definisi Istilah Sumberdaya adalah segala input (faktor produksi) yang digunakan dalam usahaternak sapi yang meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya lingkungan pendukung. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan yang berkaitan dengan tujuan jangka panjang, pendayagunaan dan alokasi sumberdaya untuk mencapai tujuan tersebut. Location Quotient (LQ) merupakan analisis untuk mengetahui apakah suatu wilayah merupakan wilayah basis atau non basis populasi ternak sapi potong. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Rumunansia (KPPTR) merupakan suatu pendekatan untuk melihat atau menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan tenaga kerja. Potensi adalah kemampuan atau keadaan yang dapat mendukung suatu kegiatan (usaha) dan biasanya erat kaitannya dengan sumberdaya. Analisis SWOT adalah bentuk analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki suatu wilayah atau kegiatan yang kemudian digunakan untuk membentuk strategi pengembangan dari kegiatan tersebut. Satuan Ternak (ST) adalah satuan kesetaraan untuk menghitung populasi ternak.
KEADAAN UMUM LOKASI Kabupaten Sumedang dengan luas wilayah 1.522,20 km2, terdiri dari 26 kecamatan, 262 desa dan tujuh kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Sumedang tahun 2005 mencapai 1.045.814 jiwa. Laju pertumbuhan 3,70% per tahun. Sehingga kepadatan penduduk tahun 2005 sebesar 687,04 jiwa/km2. Secara geografis wilayah Kabupaten Sumedang terletak diantara garis meridian 70 50’ Bujur Barat, 680 45’ Bujur Timur, 10 23’ Lintang Selatan dan 10 43’ Lintang Utara. Jarak ke kota provinsi sekitar 35 km dapat ditempuh dalam waktu dua jam, sedangkan ke Ibu Kota Jakarta berjarak sekitar 200 km, dapat ditempuh dalam waktu empat jam. Batas administrasi Kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut :
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Subang
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka Lahan di Kabupaten Sumedang terdiri dari lahan darat seluas 118.760 Ha
(78,02%) dan persawahan seluas 33.460 Ha (21,98%). Penggunaan lahan tahun 2005 dibandingkan tahun 2004 menunjukkan adanya alih fungsi dari lahan pertanian menjadi non pertanian (perumahan, jalan dan industri). Adapun rincian penggunaan lahan di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penggunaan Lahan di Kabupaten Sumedang Luas (Ha) Jenis Lahan 2004 2005 33.460 33.497 Sawah 11.468 11.438 Pekarangan 33.544 33.492 Tegal/Kebun 8.727 8.727 Ladang/Huma 13.658 13.718 Ditanami pohon/Hutan rakyat 44.473 44.473 Hutan negara 3.711 3.711 Perkebunan 612 611 Kolam/Tebat/Empang 55 55 Sementara tidak diusahakan 2.512 2.498 Lain-lain Jumlah 152.220 152.220 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2005
Perkembangan (%) - 0,11 0,25 0,15 0,00 - 0,44 0,00 0,00 0,15 0,00 0,56
Kabupaten Sumedang merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian tempat antara 25 – 1.500 meter di atas permukaan laut. Curah hujan ratarata 2.635 mm/th dengan jumlah hari hujan 125 hari. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Sumedang sebagian besar (60,32%) di bidang pertanian. Distribusi penduduk berdasarkan lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Lapangan Usaha Utama Pertanian
Orang
Persentase
358.817
60,32
Perdagangan
82.477
13,86
Buruh/Karyawan
90.522
15,22
Pegawai Negeri/TNI
27.809
4,67
Wiraswasta
35.247
5,93
594.872
100,00
Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Sumedang, 2005
Penduduk Kabupaten Sumedang yang mayoritas sebagai petani merupakan potensi yang bisa dijadikan sebagai kekuatan dalam pengembangan usahaternak sapi potong karena kegiatan peternak merupakan bagian dari kegiatan usahatani. Dalam pelaksanaannya, kedua bidang kegiatan ini saling terkait satu sama lain. Pentingnya sektor pertanian di Kabupaten Sumedang juga dapat dilihat dari sumbangannya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Seperti dapat dilihat pada Tabel 4, kontribusi PDRB terbesar berasal dari sektor pertanian. Sub Sektor Peternakan memberikan andil cukup besar terhadap PDRB sektor pertanian, salah satunya dari ternak ruminansia. Jumlah populasi ternak ruminansia di Kabupaten Sumedang disajikan pada Tabel 5. Sapi potong merupakan ternak ruminansia dengan populasi terbesar di Kabupaten Sumedang yaitu sebanyak 19.885,39 ST (43,04%). Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak sapi potong cukup berkembang dan sesuai dengan lingkungan serta sosial ekonomi masyarakat petani di Kabupaten Sumedang. Populasi sapi potong tertinggi di Jawa Barat berada di Kabupaten Sumedang yaitu sebanyak 27.485 ekor atau 11,80% dari populasi total provinsi.
Tabel 4. PDRB Kabupaten Sumedang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
2004
persentase
1.218.615,28
28,27
4.632,79
0,11
1.107.760,98
25,69
100.695,75
2,34
99.175,94
2,30
1.124.419,53
26,08
Pengangkutan dan komunikasi
145.017,92
3,36
Keuangan, persewaan dan jasa
171.905,25
3,98
Jasa-jasa
339.107,46
7,87
4.311.330,91
100,00
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan/kontruksi Perdagangan, hotel dan restoran
PDRB Sumber : BPS Kabupaten Sumedang, 2005
Tabel 5. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Sumedang Tahun 2005 Jenis Ternak
Ekor
Sapi Potong
27.485
Satuan Ternak (ST) Jumlah % 19.885,39 3,44
Sapi Perah
5.845
4.310,24
,42
Kerbau
4.830
3.529,88
,71
Kambing
30.493
2.974,65
,50
Domba
149.637
15.070,32
2,93
Jumlah
218.290
45.770,50
00,00
Sumber : Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang, 2005
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Suatu usaha pengembangan terhadap peternakan tidak bisa terlepas dari peternak itu sendiri sehingga karakteristik peternak perlu diketahui untuk menentukan pola pengembangan usahaternak sapi potong. Gambaran umum tentang karakteristik peternak disajikan pada Tabel 6. Umur petani ternak di Kabupaten Sumedang sebagian besar (91,30%) berada pada kisaran 39-65 tahun. Sesuai dengan Rusli (1995) tentang kisaran umur produktif yaitu antara 15 – 65 tahun, umur peternak di Kabupaten Sumedang masih berada pada umur produktif. Tingkat pendidikan formal peternak sebagian besar (69,6%) adalah tamat Sekolah Dasar/sederajat. Tingkat pendidikan peternak ini tergolong masih rendah bila dikaitkan dengan program pemerintah wajib belajar sembilan tahun. Peternak yang menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun hanya sebanyak 30,4%. Tingkat pendidikan formal ini diduga berpengaruh terhadap laju penerapan inovasi, perubahan pola pikir dan kepekaan terhadap perubahan sosial lainnya.
Tabel 6. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kabupaten Sumedang Karakteristik
Nilai
Umur (%)
39 – 65 tahun
91,30
Lebih dari 65 tahun
8,70
Tingkat pendidikan (%)
Tamat SD/sederajat
69,6
SMP/sederajat
13,0
Lebih dari SMP/sederajat
17,4
Pengetahuan tanda birahi (%)
Tahu
Tidak tahu
Pengalaman beternak sapi potong rata-rata (tahun) Sumber : Hasil pengolahan data, 2006
9,0
Selain karakteristik peternak, karakteristik usahaternak sapi potong juga perlu diketahui untuk menentukan pola pengembangan usahaternak sapi potong. Karakteristik usahaternak tersebut diantaranya adalah tujuan pemeliharaan sapi, yang sebagian besar (52,20%) sebagai ternak potong dan sisanya (47,80%) sebagai ternak potong dan kerja. Sistem perkawinan yang digunakan oleh peternak sapi potong adalah dengan teknologi inseminasi buatan (IB), sedangkan kepemilikan sapi potong rata-rata sebanyak tiga ekor dengan sistem pemeliharaan menggunakan sistem kereman. Karakteristik Aparat Sektor peternakan merupakan bagian dari pertanian sehingga aparatur peternakan merupakan bagian dari aparatur pertanian. Jumlah aparatur pertanian yang ada di Kabupaten Sumedang adalah sebanyak 478 orang yang terdiri dari 365 Pegawai Negeri Sipil (PNS), 68 orang Tenaga Kontrak Pemda dan satu orang Tenaga Kontrak Pusat dan 44 orang Tenaga Sukwan. Rincian jumlah aparat peternakan berdasarkan jabatan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Aparat Peternakan Berdasarkan Jabatan Jabatan
Jumlah (orang)
Persentase
Kepala Sub Dinas
1
0,54
Kasubag
1
0,54
Kepala Cabang Dinas (KCD)
26
14,13
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
155
84,25
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
1
0,54
Jumlah
184
100,00
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2005
Pembagian Wilayah Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang, dari 26 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumedang, wilayah untuk pengembangan usahaternak sapi potong sebanyak 19 kecamatan sedangkan tujuh kecamatan lainnya lebih difokuskan untuk kawasan agribisnis sapi perah, domba dan kawasan agribisnis bidang pertanian. Luas kawasan
pengembangan usahaternak sapi potong adalah 1.234 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 678.080 jiwa dan kepadatan penduduk sebanyak 549 jiwa/km2. Pengaturan kawasan agribisnis peternakan sapi potong berdasarkan Perda tersebut, dibedakan dalam dua wilayah besar yaitu wilayah penumbuhan dan pengembangan serta wilayah penumbuhan. Pembagian ini didasarkan pada jumlah kelompok peternak pada kawasan tersebut sehingga memudahkan terjadinya interaksi antara pemerintah dan peternak. Wilayah penumbuhan dan pengembangan adalah wilayah dengan jumlah kelompok peternak cukup banyak sedangkan wilayah penumbuhan adalah wilayah yang memiliki kelompok peternak sedikit. Kecamatan
yang
termasuk
ke
dalam
wilayah
penumbuhan
dan
pengembangan sebanyak delapan kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungmedar, Tanjungkerta, Cimalaka, Situraja, Cisitu, Darmaraja, Cibugel dan Wado. Sedangkan wilayah penumbuhan terdiri dari 11 kecamatan yaitu Kecamatan Surian, Buahdua, Conggeang, Paseh, Ujungjaya, Tomo, Jatigede, Rancakalong, Sumedang Utara, Sumedang Selatan dan Ganeas. Kawasan agribisnis sapi potong bisa dilihat pada peta Kabupaten Sumedang (Gambar 3).
Gambar 3. Peta Kawasan Agribisnis Sapi Potong di Kabupaten Sumedang
Wilayah Penumbuhan dan Pengembangan Wilayah penumbuhan dan pengembangan memiliki kelompok peternak sebanyak 19 kelompok dengan pemilikan sapi potong seluruhnya sebanyak 846,5 ST atau sebanyak 15,30% dari jumlah total sapi potong yang terdapat pada wilayah penumbuhan dan pengembangan ini, dengan kepemilikan ternak sebanyak dua sampai tiga ekor/kk. Sedangkan kondisi yang diharapkan adalah kepemilikan ternak sebanyak tujuh ekor/kk. Gambaran umum wilayah penumbuhan dan pengembangan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Gambaran Umum Wilayah Penumbuhan dan Pengembangan Karakteristik
Satuan
Nilai
Jumlah kecamatan
8
Luas wilayah
km2
Jumlah penduduk
jiwa
434 276.566 2
Kepadatan penduduk
jiwa/ km
637
Populasi sapi potong
ST
5.534 2
Kepadatan sapi potong
ST/ km
Suhu rata-rata
0
27
Curah hujan rata-rata
mm/th
2.252
Hari hujan rata-rata
hari/th
132
C
13
Vegetasi tanaman
Sawah
ha
13.774
Hutan
ha
13.140
Tegalan
ha
12.546
Sumber : Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang, 2005
Kondisi lingkungan ideal yang dibutuhkan untuk perkembangan sapi potong adalah wilayah dengan suhu antara 15-30 0C dengan curah hujan 900-3.000 mm/th (Wiyatna, 2002). Berdasarkan persyaratan tersebut maka delapan kecamatan pada wilayah penumbuhan dan pengembangan merupakan wilayah yang cukup baik untuk pengembangan sapi potong karena memiliki curah hujan 2.252 mm/th dengan suhu rata-rata 27 0C. Kepadatan penduduk wilayah ini 637 jiwa/km2, lebih tinggi dibandingkan kawasan agribisnis secara umum yaitu sebanyak 549 jiwa/km2. Hal ini merupakan peluang pengembangan usahaternak sapi potong yaitu berupa ketersediaan sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja peternakan.
Nilai LQ dan Nilai KPPTR. Wilayah-wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai wilayah pengembangan usahaternak sapi potong adalah wilayah dengan nilai KPPTR efektif positif. Pada kenyataan di lapangan upaya yang dilakukan pertama kali dalam hal pengembangan adalah peningkatan populasi sehingga dipilih daerah-daerah yang berpotensi untuk peningkatan populasi tersebut (KPPTR efektif positif). Terdapat enam kecamatan yangn memiliki nilai KPPTR efektif positif dari delapan kecamatan yang
terdapat
pada
wilayah
penumbuhan
dan
pengembangan,
sehingga
pengembangan sapi potong sebaiknya difokuskan pada enam kecamatan tersebut. Dua kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Tanjungkerta dan Tanjungmedar memiliki nilai KPPTR efektif negatif atau dengan kata lain kapasitas tampung untuk ternak ruminansia telah penuh bahkan berlebih. Nilai LQ dan nilai KPPTR wilayah penumbuhan dan pengembangan disajikan pada Tabel 9. Perhitungan lengkap bisa dilihat pada Lampiran 6, 7 dan 8. Berdasarkan nilai LQ, terdapat empat kecamatan yang merupakan daerah basis sapi potong di wilayah penumbuhan dan pengembangan yaitu Kecamatan Situraja, Tanjungkerta, Tanjungmedar dan Cibugel. Dari empat kecamatan basis tersebut, dua kecamatan memiliki nilai KPPTR efektif positif yaitu Kecamatan Situraja dan Cibugel yang memiliki lahan penghasil hijauan yang luas, dengan populasi riel ruminansia termasuk pada kelompok sedang. Populasi riel ternak Ruminansia bisa dilihat pada Lampiran 2. Tabel 9.
Nilai LQ dan Nilai KPPTR Wilayah Penumbuhan dan Pengembangan
Kecamatan
Nilai LQ
Nilai KPPTR (E) (ST) 683,13
Cisitu
0,84
Situraja
1,10
421,93
Darmaraja
0,87
925,15
Wado
0,06
2.310,01
Cimalaka
0,29
239,28
Tanjungkerta
2,07
- 1.057,84
Tanjungmedar
2,04
-
Cibugel
1,87
Jumlah Sumber : Hasil pengolahan data, 2006
226,74 725,07
+ 4.019,99
Berdasarkan nilai LQ dan KPPTR efektif maka pengembangan usahaternak sapi potong pada wilayah penumbuhan dan pengembangan bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu (1) Kecamatan dengan LQ≥1 dan KPPTR efektif positif (Kelompok I) yaitu Kecamatan Situraja dan Cibugel, (2) Kecamatan dengan LQ<1 dan KPPTR efektif positif (Kelompok II) yaitu Kecamatan Cisitu, Darmaraja, Wado dan Cimalaka. Peta wilayah pengembangan untuk masing-masing kelompok bisa dilihat pada Lampiran 5. Strategi Pengembangan Sapi Potong. Guna menentukan strategi pengembangan usahaternak sapi potong yang tepat untuk wilayah ini maka perlu diketahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usahaternak sapi potong. Matrik perbandingan faktor internal menunjukkan bahwa kekuatan Kelompok I cukup besar, terlihat dari hasil perbandingan faktor internal yang bernilai positif. Kekuatan terbesar Kelompok I berada pada keadaan lingkungan yang kondusif serta keadaan lahan yang subur, dengan jenis tanah Latosol yang memiliki ketebalan solum 130500 cm dan daya menahan air cukup baik sehingga ketersediaan air cukup banyak. Sedangkan kelemahannya terdapat pada sumberdaya peternak yang masih rendah dan skala usaha yang kecil serta pembibitan yang sulit. Hasil matrik perbandingan faktor eksternal Kelompok 1 menunjukkan bahwa peluang terbesar berada pada lokasi dan tingginya tingkat permintaan daging, sedangkan ancaman terbesar berupa akses ke pemodal yang cukup sulit. Hal ini karena modal yang digunakan merupakan modal sendiri dengan jumlah terbatas, sedangkan akses ke pemodal sulit karena pada umumnya peternak tidak mempunyai agunan untuk peminjaman. Matrik perbandingan faktor internal usahaternak sapi potong Kelompok I bisa dilihat pada Tabel 10 sedangkan untuk matrik perbandingan faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 10. Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok I Faktor-faktor Internal Kekuatan
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
1.
Lingkungan kondusif
0,08
3,7
0,30
2.
Ketersediaan HMT
0,06
2,8
0,17
3.
Lahan subur
0,06
3,7
0,22
4.
Wilayah basis sapi potong
0,04
3,7
0,15
5.
Kelembagaan cukup berfungsi dengan baik
0,04
2,5
0,10
6.
Penggunaan teknologi IB
0,06
3,5
0,21
7.
Produksi sapi potong terus meningkat
0,06
3,5
0,21
8.
Mata pencaharian utama bidang pertanian
0,05
4,0
0,20
9.
Pengalaman beternak
0,05
3,0
0,15
Kelemahan 1.
Modal
0,06
-2,7
-0,16
2.
SD peternak rendah
0,07
-3,2
-0,22
3.
SD aparat rendah
0,06
-3,0
-0,18
4.
Skala usaha
0,06
-3,7
-0,22
5.
Pembibitan
0,07
-3,2
-0,22
6.
Terbatasnya sarpras (pasar hewan, RPH, pos keswan)
0,06
-2,3
-0,14
7.
Upaya peningkatan SDM masih kurang
0,06
-2,7
-0,16
0,06
-2,5
-0,15
8.
Sistem pemeliharaan belum intensif
1,00
Skors
0,26
Skala rating : Kekuatan : +1 sampai +4, Kelemahan : –1 sampai -4
Tabel 11. Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok I Faktor-faktor Eksternal
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
Peluang 1.
Lokasi strategis
0,09
3,7
0,33
2.
Permintaan daging meningkat
0,11
3,3
0,36
3.
Kebijakan pemerintah
0,11
2,7
0,30
4.
Otonomi daerah
0,08
3,2
0,26
5.
Peningkatan Jumlah penduduk
0,06
3,0
0,18
Ancaman 1.
Persaingan dengan produk luar
0,08
-3,0
-0,24
2.
Perdagangan komoditi
0,08
-2,7
-0,22
3.
Pengembangan dan peningkatan teknologi kurang
0,08
-2,3
-0,18
4.
Tingkat pemotongan tinggi
0,08
-2,7
-0,22
5.
Akses ke pemodal
0,11
-3,3
-0,36
6.
Belum ada jaminan pemasaran
0,10
-3,2
-0,23
Skors
Skala rating : Peluang : +1 sampai +4, Ancaman : –1 sampai -4
1,00
0,04
Berdasarkan hasil perhitungan matrik perbandingan faktor internal dan faktor eksternal, Kelompok I berada pada kuadran I. Posisi kuadran Kelompok 1 disajikan pada Gambar 4.
Peluang
Strategi “turnaround”
Strategi Agresif
0,04 Kelemahan
0,26
Strategi defensif
Kekuatan
Strategi diversifikasi Ancaman
Gambar 4. Hasil Analisis SWOT Kelompok I Berdasarkan matrik perbandingan faktor internal dan matrik perbandingan faktor eksternal, Kelompok I berada pada kuadran I dengan strategi agresif. Situasi ini sangat menguntungkan karena Kelompok I memiliki peluang dan kekuatan yang tinggi sehingga seluruh potensi diarahkan untuk mengembangkan usaha peternakan. Potensi sumberdaya alam baik lahan, iklim, ketersediaan hijauan, populasi sapi potong yang tinggi, produktivitas peternakan yang semakin meningkat serta pengalaman beternak yang cukup lama. Keadaan tersebut didukung pula oleh lokasi yang strategis serta otonomi daerah dan kebijakan pemerintah dalam hal pengembangan usahaternak sapi potong. Seluruh potensi tersebut hendaknya dimanfaatkan secara optimal tidak saja untuk mencapai semua peluang yang ada tetapi secara bersamaan diharapkan bisa mengatasi semua kendala yang dihadapi saat ini dan dimasa yang akan datang, sehingga strategi yang tepat untuk pengembangan usahaternak pada Kelompok 1 adalah strategi agresif berupa : 1. Melakukan kerjasama dengan pemodal, bisa dilakukan atas bantuan pemerintah sebagai mediator antara peternak/kelompok peternak dan pemodal dan 2. Peningkatan produksi baik kualitas maupun kuantitas, dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen pemeliharaan serta penambahan populasi ternak.
Matrik perbandingan faktor internal usahaternak sapi potong Kelompok II bisa dilihat pada Tabel 12 sedangkan untuk matrik perbandingan faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 13. Kekuatan terbesar dari Kelompok II adalah Keadaan lingkungan yang kondusif. Selain hal tersebut, kekuatan lain yang mendukung usahaternak sapi potong adalah berupa lahan yang subur karena pada umumnya Kelompok II memiliki jenis tanah Latosol dengan ketebalan solum 130-500 cm dan tanah Mediteran Coklat Kemerahan dengan ketebalan solum 90-200 cm. Kedua jenis tanah ini memiliki daya menahan air cukup baik sehingga berpengaruh juga terhadap ketersediaan air pada Kelompok II. Kelemahan terbesar Kelompok II adalah pada skala usaha yang masih kecil dengan kepemilikan ternak satu sampai tiga ekor, serta pembibitan yang kurang. Kelemahan lain adalah pada kualitas sumberdaya peternak yang masih rendah. Tabel 12. Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok II Faktor-faktor Internal
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
Kekuatan 1.
Lingkungan kondusif
0,08
3,7
0,30
2.
Ketersediaan HMT
0,06
3,7
0,22
3.
Lahan subur
0,07
3,7
0,26
4.
Kelembagaan cukup berfungsi dengan baik
0,05
2,5
0,13
5.
Penggunaan teknologi IB
0,06
3,5
0,21
6.
Produksi sapi potong terus meningkat
0,06
3,5
0,21
7.
Mata pencaharian utama bidang pertanian
0,05
4,0
0,20
8.
Pengalaman beternak
0,05
3,0
0,15
Kelemahan 1.
Modal
0,07
-2,7
-0,19
2.
SD peternak rendah
0,07
-3,2
-0,22
3.
SD aparat rendah
0,06
-3,0
-0,18
4.
Skala usaha
0,07
-3,7
-0,26
5.
Pembibitan Kurang
0,07
-3,2
-0,22
6.
Terbatasnya sarpras (pasar hewan, RPH, pos keswan)
0,06
-2,3
-0,14
7.
Upaya peningkatan SDM masih kurang
0,06
-2,7
-0,16
8.
Sistem pemeliharaan belum intensif
0,06
-2,5
-0,15
Skors
1,00
Skala rating : Kekuatan : +1 sampai +4, Kelemahan : –1 sampai -4
0,16
Berdasarkan matrik perbandingan faktor eksternal Kelompok II, peluang terbesar yang dimiliki Kelompok II adalah lokasi yang strategis serta masih terbukanya pasar lokal dimana pemenuhan kebutuhan domestik belum bisa dipenuhi dari produk domestik dan justru dipenuhi dari produk luar. Ini merupakan peluang bagi peternak untuk terus meningkatkan produksi daging dari peternakannya. Ancaman terbesar Kelompok II berada pada akses ke pemodal yang sulit, hal ini akan berpengaruh tehadap peningkatan skala usaha karena tanpa modal yang cukup peningkatan skala usaha akan sulit. Selain itu, ancaman lain adalah dengan belum adanya jaminan pemasaran. Tabel 13. Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok II Faktor-faktor Eksternal
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
Peluang 1.
Lokasi strategis
0,09
3,7
0,33
2.
Permintaan daging meningkat
0,12
3,3
0,39
3.
Kebijakan pemerintah
0,11
2,7
0,30
4.
Otonomi daerah
0,08
3,2
0,26
5.
Peningkatan Jumlah penduduk
0,08
3,0
0,24
Ancaman 1.
Persaingan dengan produk luar
0,07
-2,7
-0,19
2.
Perdagangan komoditi
0,08
-2,7
-0,22
3.
Pengembangan dan peningkatan teknologi kurang
0,08
-2,3
-0,18
4.
Tingkat pemotongan tinggi
0,08
-2,7
-0,22
5.
Akses ke pemodal
0,11
-3,3
-0,30
6.
Tidak ada jaminan pemasaran
0,10
-2,3
-0,23
Skors
1,00
0,12
Skala rating : Peluang : +1 sampai +4, Ancaman : –1 sampai -4
Berdasarkan matrik perbandingan faktor internal dan eksternal, Kelompok II berada pada kuadran I atau berada pada strategi agresif (Gambar 5). Kelompok II berada pada kondisi dimana peluang dan kekuatan yang dimiliki sangat tinggi. Potensi sumberdaya alam seperti lahan, lingkungan yang kondusif, ketersediaan hijauan serta produktivitas peternakan yang semakin meningkat, ditunjang dengan sumberdaya manusia yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani dengan pengalaman beternak yang cukup lama karena usahaternak sapi merupakan tradisi
turun temurun. Kondisi tersebut didukung juga oleh lokasi yang strategis serta otonomi daerah dan kebijakan pemerintah untuk pengembangan ushaternak sapi potong di wilayah ini. Semua potensi yang dimiliki, berkaitan dengan strategi agresif untuk pengembangan usahaternak sapi potong, hendaknya digunakan dengan optimal tidak hanya untuk meraih semua peluang yang ada tetapi diharapkan bisa sekaligus mengatasi kendala-kendala yang ada saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kegiatan yang sesuai untuk Kelompok II adalah sebagai berikut : 1. Melakukan usaha pembibitan untuk meminimalkan ketergantungan dari luar, 2. Pemberdayaan kelompok, dengan cara melakukan pembinaan terhadap anggota kelompok dan melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait seperti lembaga ekonomi dan lembaga penelitian dan 3. Perbaikan sistem pemasaran ternak, pemasaran dikoordinir oleh kelompok peternak.
Peluang
Strategi “turnaround”
Strategi Agresif
0,12
Kelemahan
0.16
Strategi defensif
Kekuatan
Strategi diversifikasi Ancaman
Gambar 5. Hasil Analisis SWOT Kelompok II Wilayah Penumbuhan Wilayah penumbuhan terdiri dari 11 kecamatan. Luas wilayah ini adalah 800 2
km dengan jumlah penduduk sebanyak 401.523 jiwa dan kepadatan penduduk 502 jiwa/km2. Gambaran umum wilayah penumbuhan bisa dilihat pada Tabel 14. Wilayah penumbuhan memiliki kelompok peternak sebanyak tujuh kelompok peternak dengan populasi sapi potong sebanyak 201,15 ST atau sebanyak 2% dari
total populasi sapi potong di wilayah penumbuhan, dengan pemilikan ternak sebanyak satu sampai dua ekor/kk. Sedangkan kondisi yang diharapkan adalah kepemilikan ternak sebanyak tujuh ekor/kk. Kondisi lingkungan wilayah ini cocok untuk pengembangan usahaternak sapi potong, karena kondisi suhu dan curah hujan wilayah ini berada pada kondisi ideal untuk peternakan sapi potong yaitu suhu rata-rata 27 oC dengan curah hujan 2.800 mm/th. Tabel 14. Gambaran Umum Wilayah Penumbuhan Karakteristik
Satuan
Nilai
Jumlah kecamatan
11 2
Luas wilayah
km
Jumlah penduduk
jiwa
800 401.523 2
Kepadatan penduduk
jiwa/km
Populasi sapi potong
ST
502 9.794
2
Kepadatan sapi potong
ST/ km
12
Suhu rata-rata
0
27
Curah hujan rata-rata
mm/th
2.794
Hari hujan rata-rata
hari/th
139
C
Vegetasi tanaman
Sawah
ha
21.445
Hutan
ha
36.441
Tegalan
ha
13.037
Perkebunan
ha
3.254
Sumber : Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang, 2005
Nilai LQ dan Nilai KPPTR. Nilai KPPTR efektif digunakan sebagai dasar untuk menentukan kecamatan yang berpotensi untuk pengembangan usahaternak sapi potong, yaitu yang memiliki nilai KPPTR efektif positif. Pada wilayah penumbuhan terdapat lima kecamatan yang memiliki nilai KPPTR efektif positif. Sedangkan berdasarkan nilai LQ, wilayah penumbuhan memiliki lima kecamatan basis dan salah satunya memiliki nilai KPPTR efektif positif yaitu Kecamatan Conggeang, hal ini karena Kecamatan Conggeang merupakan daerah dengan produksi hijauan yang tinggi sehingga ketersediaan hijauan cukup banyak. Berdasarkan nilai LQ dan KPPTR efektif maka pengembangan usahaternak sapi potong pada wilayah penumbuhan bisa dikelompokan menjadi dua kelompok
yaitu (1) Kecamatan dengan LQ≥1 dan KPPTR efektif positif (Kelompok III) yaitu Kecamatan Conggeang dan (2) Kecamatan dengan LQ<1 dan KPPTR efektif positif (Kelompok IV) yaitu Kecamatan Tomo, Paseh, Buahdua dan Sumedang Selatan. Nilai LQ dan nilai KPPTR wilayah penumbuhan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai LQ dan Nilai KPPTR Wilayah Penumbuhan Kecamatan
Nilai LQ
Nilai KPPTR (E) (ST) 146,08
Ujungjaya
2,11
-
Tomo
0,15
1.038,95
Jatigede
4,33
- 1.562,34
Paseh
0,58
269,32
Conggeang
1,30
426,56
Surian
2,06
-
Buahdua
0,70
1.698,91
Sumedang Utara
0,28
-
Sumedang Selatan
0,19
1.722,17
Ganeas
1,43
-
769,88
Rancakalong
0,74
-
589,33
Jumlah
363,23
359,69
+ 1.365,36
Sumber : Hasil pengolahan Data, 2006
Strategi Pengembangan Sapi Potong. Berdasarkan identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal, dapat diketahui perbandingan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan usahaternak sapi potong. Matrik perbandingan faktor internal dan faktor eksternal Kelompok III disajikan pada Tabel 16 dan 17. Berdasarkan matrik perbandingan faktor internal, Kelompok III memiliki nilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum Kelompok III memiliki kekuatan yang cukup baik terutama pada lingkungan yang kondusif dan kondisi lahan yang subur, sedangkan kelemahan terbesarnya terdapat pada skala usaha yaitu kepemilikan sapi potong antara satu sampai tiga ekor per peternak, pada kualitas sumberdaya manusia peternakannya baik peternak ataupun aparat dan pembibitan yang sulit.
Tabel 16. Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok III Faktor-faktor Internal
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
Kekuatan 1.
Lingkungan kondusif
0,08
3,7
0,30
2.
Ketersediaan HMT
0,06
2,8
0,17
3.
Lahan subur
0,07
3,7
0,26
4.
Sapi potong telah memasyarakat
0,05
3,7
0,19
5.
Penggunaan teknologi IB
0,07
3,5
0,25
6.
Sapi potong terus meningkat
0,07
3,5
0,25
7.
Mata pencaharian utama bidang pertanian
0,05
4,0
0,20
8.
Pengalaman beternak
0,06
3,0
0,18
Kelemahan 1.
Modal
0,07
-2,7
-0,19
2.
SD peternak rendah
0,07
-3,2
-0,22
3.
SD aparat rendah
0,07
-3,0
-0,21
4.
Skala usaha
0,07
-3,7
-0,26
5.
Pembibitan Kurang
0,07
-3,2
-0,22
6.
Terbatasnya sarpras (pasar hewan, RPH, pos keswan)
0,07
-2,3
-0,16
7.
Sistem pemeliharaan belum intensif
0,07
-2,5
-0,18
1,00
Skors
0,36
Skala rating : Kekuatan : +1 sampai +4, Kelemahan : –1 sampai -4
Tabel 17. Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok III Faktor-faktor Eksternal
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
Peluang 1.
Lokasi strategis
0,12
3,7
0,44
2.
Permintaan daging meningkat
0.13
3,3
0,43
3.
Kebijakan pemerintah
0,13
2,7
0,35
4.
Otonomi daerah
0,09
3,2
0,29
5.
Peningkatan jumlah penduduk
0,11
3,0
0,33
Ancaman 1.
Persaingan dengan produk luar
0,09
-3,0
-0,27
2.
Perdagangan komoditi
0,11
-2,7
-0,30
3.
Pengembangan dan peningkatan teknologi kurang
0,10
-2,3
-0,23
4.
Tingkat pemotongan tinggi
0,06
-2,7
-0,16
5.
Akses ke pemodal
0,12
-3,3
-0,40
Skors
1,00
Skala rating : Peluang : +1 sampai +4, Ancaman : –1 sampai -4
0,64
Hasil matrik perbandingan faktor internal dan eksternal Kelompok III dapat digunakan untuk menentukan strategi pengembangan sapi potong di kelompok tersebut. Sedangkan kuadran posisi Kelompok III dapat dilihat pada Gambar 6. Peluang
Strategi “turnaround”
Strategi Agresif 0,64
Kelemahan
0,36
Strategi defensif
Kekuatan
Strategi diversifikasi Ancaman
Gambar 6. Hasil Analisis SWOT Kelompok III Matrik perbandingan faktor eksternal Kelompok III memiliki nilai positif. Peluang tersebut merupakan salah satu nilai lebih yang dimiliki sehingga pengembangan yang dilakukan bertujuan untuk mencapai peluang tersebut dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki. Dan pengembangan akan optimal saat semua peluang yang ada bisa dicapai dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Peluang dan kekuatan yang tinggi pada kelompok ini merupakan faktor pendukung untuk pengembangan usahaternak. Potensi sumberdaya alam berupa lahan, iklim, ketersediaan hijauan serta populasi sapi potong yang tinggi ditunjang oleh sumberdaya manusia pengalaman beternak yang cukup lama karena usahaternak sapi potong merupakan tradisi turun temurun. Kemudian potensi tersebut didukung juga oleh lokasi yang strategis dari wilayah ini serta oleh kebijakan pemerintah dan otonomi daerah yang memungkinkan pengembangan tersebut bisa terwujud. Berkaitan dengan strategi agresif untuk kelompok ini, maka kegiatan yanng sesuai adalah : 1. Optimalisasi daya dukung lahan berupa pakan ternak, dengan cara penanaman rumput pada lahan kosong, pematang sawah dan melalui penggunaan teknologi tepat guna seperti fermentasi pakan dan
2. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia peternakan (stakeholder) melalui pendidikan informal dan pelatihan menuju agribisnis peternakan sapi potong. Matrik perbandingan faktor internal usahaternak sapi potong Kelompok IV bisa dilihat pada Tabel 18 sedangkan untuk matrik perbandingan faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 19. Nilai positif yang dihasilkan dari perbandingan faktor internal menunjukkan bahwa kekuatan Kelompok IV cukup tinggi untuk bisa meraih peluang yang ada. Kekuatan terbesar wilayah ini berada pada potensi lingkungan yang kondusif untuk usahaternak sapi potong serta kondisi lahan yang subur sedangkan kelemahannya adalah skala usaha dan modal. Peluang terbesar Kelompok IV adalah lokasi yang strategis dan masih terbukanya pasar lokal untuk produk daging, sedangkan ancaman terbesarnya berupa akses ke pemodal yang sulit. Tabel 18. Matrik Perbandingan Faktor Internal Kelompok IV Faktor-faktor Internal
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
Kekuatan 1.
Lingkungan kondusif
0,08
3,7
0,30
2.
Lahan subur
0,07
3,7
0,26
3.
Ketersediaan HMT
0,05
2,8
0,14
4.
Penggunaan teknologi IB
0,07
3,5
0,25
5.
Mata pencaharian utama bidang pertanian
0,05
4,0
0,20
6.
Produksi meningkat
0,07
3,5
0,25
7.
Pengalaman beternak
0,05
3,0
0,15
Kelemahan 1.
Modal
0,08
-2,7
-0,22
2.
SD peternak rendah
0,07
-3,2
-0,22
3.
Skala usaha
0,07
-3,7
-0,26
4.
Pembibitan
0,06
-3,2
-0,20
5.
SD aparat rendah
0,07
-3,0
-0,21
6.
Terbatasnya sarpras (pasar hewan, RPH, pos keswan)
0,07
-2,3
0,16
7.
Sistem pemeliharaan belum intensif
0,07
-2,5
-0,18
Skors
1,00
Skala rating : Kekuatan : +1 sampai +4, Kelemahan : –1 sampai -4
0,10
Tabel 19. Matrik Perbandingan Faktor Eksternal Kelompok IV Faktor-faktor Internal
Bobot (B)
Rating (R)
BXR
Peluang 1.
Lokasi strategis
0,11
3,7
0,41
2.
Permintaan daging meningkat
0,12
3,3
0,40
3.
Kebijakan pemerintah
0,12
2,7
0,32
4.
Otonomi daerah
0,09
3,2
0,29
5.
Berkembangnya persediaan HMT
0,07
2,8
0,20
6.
Peningkatan jumlah penduduk
0,09
3,0
0,27
Ancaman 1.
Persaingan dengan produk luar
0,09
-3,0
-0,27
2.
Perdagangan komoditi
0,09
-2,7
-0,24
3.
Pengembangan dan peningkatan teknologi kurang
0,09
-2,3
-0,21
4.
Tingkat pemotongantinggi
0,09
-2,7
-0,24
5.
Akses ke pemodal
0,11
-3,3
-0,36
6.
Jaminan pemasaran
0,07
-3,2
-0,22
1,00
Skors
0.37
Skala rating : Peluang : +1 sampai +4, Ancaman : –1 sampai -4
Kelompok IV berada pada posisi kuadran I atau strategi agresif. Posisi kuadran Kelompok IV disajikan pada Gambar 7. Posisi strategi agresif merupakan kondisi yang menguntungkan karena berarti wilayah-wilayah pada kelompok ini memiliki kekuatan dan peluang yang tinggi sehingga seluruh potensi diarahkan untuk mengembangkan usaha peternakan. Potensi sumberdaya alam baik lahan, iklim serta ketersediaan hijauan didukung oleh kondisi sumberdaya manusia yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani serta pengalaman beternak yang cukup lama karena usahaternak sapi potong merupakan tradisi turun temurun. Kemudian kondisi tersebut ditunjang juga oleh adanya otonomi daerah dan kebijakan pemerintah dalam hal pengembangan usahaternak sapi potong pada wilayah tersebut. Berkaitan dengan strategi agresif untuk pengembangan usahaternak sapi potong pada wilayah-wilayah di Kelompok IV, maka semua potensi diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal dan kegiatan yang sesuai untuk kelompok ini adalah sebagai berikut : 1. Optimalisasi daya dukung lahan berupa penambahan populasi ternak, dapat dilakukan melalui pemberian bantuan dari pemerintah dengan pengembalian dalam jangka waktu yang cukup lama,
2. Membentuk kelompok, kelompok sangat diperlukan sebagai mediator antara pemerintah dan peternak, 3. Melakukan pembatasan pemotongan ternak, terutama untuk ternak-ternak betina yang masih produktif dan 4. Melakukan usaha pembibitan, untuk mengurangi ketergantungan bibit dari luar daerah.
Peluang
Strategi “turnaround”
Strategi Agresif 0,37
Kelemahan
0,10
Strategi defensif
Kekuatan
Strategi diversifikasi Ancaman
Gambar 7. Hasil Analisis SWOT Kelompok IV
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Peternakan sapi potong di Kabupaten Sumedang masih terbilang peternakan kecil dengan skala kepemilikan ternak antara satu sampai tiga ekor per peternak. Manajemen pemeliharaannya masih bersifat tradisional terlihat dari tipologi usaha yang merupakan usaha sampingan. Dilihat dari sumberdaya alam, Kabupaten Sumedang memiliki iklim yang cocok untuk usahaternak sapi potong karena Kabupaten Sumedang memiliki suhu dan curah hujan yang ideal untuk usahaternak sapi potong yaitu suhu antara 15-30 0C dengan curah hujan 900-3.000 mm/th. Ketersediaan lahan dalam penyediaan pakan serta penyediaan tenaga kerja (KPPTR Efektif), bernilai positif yaitu sebanyak 5.385,35 ST. Hal ini berarti kapasitas untuk ternak ruminansia masih bisa ditambah untuk kawasan agribisnis sapi potong ini sebanyak jumlah tersebut dengan jumlah tenaga kerja yang cukup tersedia. Sumberdaya
manusia
Kabupaten
Sumedang
cukup
potensial
untuk
pengembangan usahaternak sapi potong karena pada umumnya peternak di Kabupaten Sumedang bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 60,32%, walaupun dari segi kualitas termasuk masih rendah karena rata-rata pendidikan formalnya adalah SD/sederajat yaitu sebanyak 47,41%. Sedangkan untuk populasi sapi potong, Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten dengan populasi sapi potong terbanyak di Jawa Barat yaitu sebanyak 27.485 ekor atau 11,80% dari total populasi sapi potong di Jawa Barat. Mengacu
pada
program
pemerintah
Kabupaten
Sumedang,
maka
pengembangan usahaternak sapi potong di Kabupaten Sumedang dibagi ke dalam dua wilayah yaitu wilayah penumbuhan dan pengembangan serta wilayah penumbuhan. Berdasarkan nilai LQ dan KPPTR, wilayah penumbuhan dan pengembangan terbagi menjadi dua kelompok (Kelompok I dan Kelompok II) dan wilayah penumbuhan terbagi menjadi dua kelompok juga (Kelompok III dan Kelompok IV). Strategi pengembangan untuk Kelompok I dan Kelompok II lebih diarahkan kepada pengembangan agribisnis peternakan sedangkan untuk Kelompok III dan Kelompok IV pengembangan lebih diarahkan kepada peningkatan produksi.
Saran Melihat kondisi peternakan yang ada, bahwa peternakan sapi potong di Kabupaten Sumedang memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan maka diharapkan semua peternak dan instansi terkait saling bekerja sama untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada menuju agribisnis peternakan sapi potong. Mengingat kelemahan terbesar adalah berupa modal dan kualitas sumberdaya manusia peternak maka peran pemerintah untuk menjembatani peternak dan investor sangatlah
penting,
juga
diperlukan
pelatihan-pelatihan
untuk
menciptakan
sumberdaya manusia peternakan yang berkualitas. Pembentukan kelompok diperlukan untuk wilayah penumbuhan, dengan tujuan agar memudahkan koordinasi antara pemerintah dan peternak karena dalam upaya pengembangan usahaternak yang masih bersifat tradisional, peran pemerintah sangat besar sehingga keberadaan kelompok pun sangat diperlukan.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan rahmat, atas segala kekuatan, atas segala kemudahan serta jalan keluar dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada ayah dan ibunda tercinta yang tanpa henti mendoakan penulis agar senantiasa menjadi jauh lebih baik dari hari ke hari, atas semua kasih sayang tertulus yang penulis rasakan selama ini dan untuk selamanya, atas bimbingan dan wejangan, atas motivasi dan materi serta semua kebaikan yang penulis rasakan, terimakasih banyak. Kepada kakak tercinta Yophie dan adik (Noor, Maulana dan Alghifari), terimakasih karena telah menjadi inspirasi dan sumber segala semangat. Kepada Ir. Kartika Widjaya, MADE sebagai pembimbing akademik atas semua pengetahuannya. Kepada Ir. Burhanuddin, MM dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc. Agr yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi dorongan dari pembuatan proposal hingga penyelesaian skripsi ini. Kepada Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi atas kesediaan sebagai panitia seminar dan sidang. Kepada Ir. Dwi Joko Setyono, MS yang telah menjadi pembahan seminar, serta Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Ir. Wiwiek Rindayati, MSi atas kesediaannya sebagai penguji pada ujian sidang penulis. Terimakasih juga penulis haturkan kepada semua pejabat dan staff pemerintahan Kabupaten Sumedang serta semua pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Lenny atas semua hal yang tak pernah dari orang lain bisa penulis dapatkan. Kepada teman dan sahabat Al-Azhar serta Nur’adi (Heru, Yolee, fery, Mule, Nawir, Asep, Agung, Bayu, Putri, Maya, Achien, Ketut, Nisa dan Ratna) terimakasih atas persahabatan serta kebersamaannya. Kepada Roel’s, Dudi, Yudi, Roony, Rasyid, Arief, Yanuar, Umi, Ria, Rani, Rima, Ida, Vifin, Bandy, Lucky, Nuni, Fani, Krisma, Sari, Panji, Ugi, Erita, Nia, Farah, Wahyudi, April, Endang, Desma, Yunus, Martina, Luki, Tyo, Rushdi, Tomy, Saiful, Syamsul, Tiar, Obi, Erni, Hanum, Win, Hendrik, Aldi, Vida, Elis, Nita, Dhita, Pipin, Benjo, Asep dan seluruh keluarga besar SEIP serta civitas akademika Fakultas Peternakan IPB.
Bogor, Agustus 2006 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis “Penggemukan Sapi Potong”. Agromedia Pustaka. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2005. Sumedang dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang. Sumedang. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2004. Jawa Barat dalam Angka 2003. Jakarta. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dengan Lautan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dinas Pertanian. 2005. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang Tahun 2005. Pemerintah Kabupaten Sumedang, Dinas Pertanian. Sumedang. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2004. Selayang Pandang Peternakan di Jawa Barat. www. Disnakjabar.go.id. Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. Program Terobosan Menuju Swasembada Daging Tahun 2005. Seminar Nasional Swasembada Daging 2000. Jakarta 20 Juni 2000. Gurnadi, E. 1998. Livestock development in Indonesia. Makalah seminar nasional pengembangan peternakan di Indonesia. Jakarta. Murtidjo, B. A. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius. Jakarta. Nell, A.J dan D. H. L. Rollinson. 1974. The Requirement and Availability of Livestock Feed In Indonesia. UNDP Project INS/72/009. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta. Rahardi, F., Imam Satyawibawa, Rina Niwan Setyowati. 2001. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi, Konsep, Strategi Untuk Mengadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rusli, Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan.PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.
Rusono, N. 1999. Sinergis antar sub sektor dalam pengembangan pertanian terpadu. Seminar nasional dalam rangka lustrum Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Santosa, U. 2001. Pola pengembangan sapi potong di Propinsi DT I Jawa Barat. Kerjasama Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dengan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. Santosa, U., Taslim., U. Kusnadi, dan D. Sugandi. 1996. Analisis ekonomi usahaternak sapi potong di wilayah Jawa Barat. Laporan hasil penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, Jawa barat. Saragih, B. 2000. Kumpulan pemikiran agribisnis berbasis peternakan. USESE foundation dan Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sosroamidjojo, M. S dan Soeradji. 1990. Peternakan Umum. CV Yasaguna. Jakarta. Statistika Peternakan. 2005. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Sudardjat, S. Dan R. Pambudy. 2003. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agrindo Mandiri. Jakarta. Sub Dinas Peternakan. 2005. Laporan Tahunan Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang Tahun 2005. Pemerintah Kabupaten Sumedang, Sub Dinas Peternakan. Sumedang. Sugeng, Y.B. 2000. Sapi Potong. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Suharto. 1999. Integrasi ternak pada usaha pertanian dan peternakan. Seminar nasional dalam rangka lustrum Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Wiyatna, M.F. 2002. Potensi dan strategi pengembangan sapi potong di Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Asumsi Produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Nilai Asumsi Produksi Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP) Bahan HHSP Produksi/Ha Persentase Persentase Konversi (Ton) BK Dikonsumsi HHSP 0,23 10 92,5 2,5 Jerami padi 0,80 10 80,3 10,0 Jerami jagung 0,26 20 26,0 5,0 Daun singkong 1,20 40 20,0 15,0 Daun ubi jalar 1,07 40 88,9 3,0 Jerami kedelai 1,44 40 90,0 4,0 Daun kacang tanah Sumber : Nell dan Rollinson, 1974
Sumber Hijauan Pakan dan Nilai Konversi Kesetaraan Sumber hijauan Nilai Konversi kesetaraan Keterangan terhadap sumber pembaku Produksi 15 Ton Padang rumput permanen BK/Ha/Th (sumber pembaku) = Prp 10 % luas Sb Asumsi 20 % luas Sawah bera (Sb)
Galengan sawah (Gs) Hutan budidaya (Hb) Hutan sekunder (Hs) Tegalan/lahan kering (Tg) Perkebunan (Pk) Pinggir jalan (Pj) Sumber : Nell dan Rollinson, 1974
100 % luas Gs 5 % luas Hb 2 % luas Hs 1 % luas Tg 5 % luas Pk Setiap 1 km panjang jalan = 0,5 Ha Prp
sawah diberakan per tahun Luas galengan = 3 % luas sawah
Lampiran 2. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Sumedang Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Sumedang Tahun 2005 (ST) Kecamatan Sumedang Selatan Sumedang Utara Ganeas Cimalaka Cisarua Tanjungkerta Tanjungmedar Tanjungsari Sukasari Jatinangor Cimanggung Rancakalong Pamulihan Darmaraja Situraja Cisitu Wado Jatinunggal Jatigedeede Conggeang Paseh Buahdua Surian Tomo Ujungjaya Cibugel Jumlah
Sapi potong 285,78 476,06 786,44 315,44 88,99 1.444,83 1.066,43 484,74 151,93 733,62 200,41 718,43 1.657,53 653,32 814,66 472,44 55,71 1.240,07 2.919,32 1.083,08 515,85 625,82 655,49 91,88 1635,83 711,20 19.885,39
Sapi perah 3,68 16,96 6,63 4,42 0,00 0,00 0,00 986,67 31,70 319,30 238,18 33,18 2.480,69 4,42 18,43 165,92 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4.310,24
Kerbau 282,09 123,50 43,85 41,65 25,57 81,12 24,11 5,11 62,12 105,23 35,08 54,81 138,85 70,15 0,00 10,96 9,50 85,50 429,72 419,49 12,42 466,99 526,19 282,09 190,74 2,92 3.529,88
Kambing 79,79 103,30 48,58 196,56 15,99 110,23 82,23 16,19 15,21 8,68 201,44 450,88 121,74 10,92 13,85 115,98 11,99 112,86 412,25 128,37 32,58 230,90 197,44 148,86 93,16 14,53 2.974,65
Domba 448,47 663,19 574,76 283,40 212,20 665,81 617,36 307,07 706,29 273,93 1.510,78 909,33 1.377,14 886,67 621,29 526,32 33,23 532,87 906,71 271,92 217,53 355,11 293,67 530,35 573,05 771,76 15.070,32
Total (ST) 1.099,84 1.383,03 1.460,27 841,50 342,77 2.302,00 1.790,16 1.799,81 967,28 1.440,79 2.185,91 2.166,65 5.775,98 1.625,50 1.468,25 1.291,64 110,45 1.971,33 4.668,01 1.902,88 778,40 1.678,84 1.672,81 1.053,20 2.492,79 1.500,41 45.770,50
48
Lampiran 3. Produktivitas Lahan Penghasil Rumput (Ton BK/Ha/Th) Kecamatan
Sawah Produksi Galengan Produksi Perke Produksi Hutan Produksi Hutan (ha) Rumput sawah(ha) Rumput bunan(ha) Rumput Sejenis(ha) Rumput Sekunder
Produksi Rumput
Tegalan (ha)
Produksi Rumput
Total Rumput
Smd Sltn
1520
456.00
45.6
684
1938
1453.5
829
621.75
5498
1649.4
860
129
4993.65
Smd Utara
1003
300.90
30.09
451.35
0
0
561
420.75
0
0
496
74.4
1247.4
680
204
20.4
306
0
0
171
128.25
10
3
893
133.95
775.2
1087
326.1
32.61
489.15
0
0
139
104.25
1214
364.2
1151
172.65
1456.35
537
161.1
16.11
241.65
0
0
264
198
0
0
613
91.95
692.7
Tanjungkerta
1805
541.5
54.15
812.25
0
0
142
106.5
63
18.9
1468
220.2
1699.35
Tanjungmedar
1721
516.3
51.63
774.45
0
0
1207
905.25
183
54.9
2893
433.95
2684.85
Ganeas Cimalaka Cisarua
Tanjungsari
755
226.5
22.65
339.75
0
0
368
276
652
195.6
1240
186
1223.85
Sukasari
833
249.9
24.99
374.85
0
0
370
277.5
1473
441.9
1438
215.7
1559.85
Jatinangor
371
111.3
11.13
166.95
0
0
245
183.75
34
10.2
609
91.35
563.55
Cimanggung
1076
322.8
32.28
484.2
0
0
314
235.5
732
219.6
1351
202.65
1464.75
Rancakalong
1304
391.2
39.12
586.8
0
0
425
318.75
1120
336
1658
248.7
1881.45
49
Pamulihan
879
263.7
26.37
395.55
453
339.75
579
434.25
1466
439.8
1796
269.4
2142.45
Darmaraja
1904
571.2
57.12
856.8
0
0
978
733.5
997
299.1
1137
170.55
2631.15
Situraja
1730
519
51.9
778.5
0
0
1136
852
612
183.6
1352
202.8
2535.9
Cisitu
1203
360.9
36.09
541.35
0
0
1220
915
1239
371.7
1359
203.85
2392.8
Wado
1884
565.2
56.52
847.8
0
0
143
107.25
2784
835.2
2181
327.15
2682.6
Jatinunggal
2517
755.1
75.51
1132.65
0
0
1062
796.5
1018
305.4
914
137.1
3126.75
Jatigede
2481
744.3
74.43
1116.45
0
0
1026
769.5
6473
1941.9
931
139.65
4711.8
Conggeang
2919
875.7
87.57
1313.55
0
0
0
0
4526
1357.8
2519
377.85
3924.9
Paseh
1415
424.5
42.45
636.75
0
0
492
369
60
18
919
137.85
1586.1
Buahdua
3301
990.3
99.03
1485.45
1320
990
598
448.5
5272
1581.6
2100
315
5810.85
Surian
1303
390.9
39.09
586.35
0
0
400
300
2148
644.4
971
145.65
2067.3
Tomo
2214
664.2
66.42
996.3
0
0
558
418.5
2874
862.2
771
115.65
3056.85
Ujungjaya Cibugel
3305
991.5
99.15
1487.25
0
0
380
285
2993
897.9
919
137.85
3799.5
2440
732
73.2
1098
0
0
51
38.25
1032
309.6
1005
150.75
2328.6
42187
12656.1
1265.61 18984.15
3711
2783.25
13658
10243.5
44473
13341.9
33544
5031.6
63040.5
Jumlah
Lampiran 4. Produktivitas Lahan Penghasil Jerami (Ton BK/Ha/Th) Kecamatan
Luas panen Luas panen Luas panen Luas panen Luas panen Luas panen Total padi(ha) Produksi Jagung(ha) Produksi Kedelai(ha) Produksi ubikayu(ha) Produksi ubi jalar(ha) Produksi kctanah(ha) Produksi produksi
Smd sltn
3933.65
904.74
276
220.80
0
0.00
320
83.20
101
121.20
116
167.04
1496.98
Smd utara
2846.02
654.58
209
167.20
25
26.75
72
18.72
24
28.80
146
210.24
1106.29
Ganeas
1874.90
431.22
110
88.00
4
4.28
375
97.50
6
7.20
85
122.40
750.60
Cimalaka
2532.45
582.46
202
161.60
0
0.00
205
53.30
35
42.00
132
190.08
1029.44
Cisarua
1392.03
320.16
11
8.80
13
13.91
25
6.50
6
7.20
22
31.68
388.25
Tanjungkerta
3316.99
762.90
139
111.20
24
25.68
174
45.24
43
51.60
115
165.60
1162.22
Tanjungmedar
2010.34
462.37
169
135.20
12
12.84
174
45.24
28
33.60
154
221.76
911.01
Tanjungsari
1714.67
394.37
1017
813.60
0
0.00
333
86.58
155
186.00
130
187.20
1667.75
Sukasari
1361.62
313.17
65
52.00
0
0.00
102
26.52
165
198.00
42
60.48
650.17
Jatinangor
952.97
219.18
281
224.80
0
0.00
103
26.78
50
60.00
60
86.40
617.16
Cimanggung
1919.78
441.54
1350
1080.00
46
49.22
983
255.58
9
10.80
89
128.16
1965.30
Rancakalong
2622.48
603.17
365
292.00
0
0.00
825
214.50
467
560.40
53
76.32
1746.39
Pamulihan
1828.92
420.65
747
597.60
0
0.00
813
211.38
496
595.20
32
46.08
1870.91
Darmaraja
4236.21
974.32
331
264.80
349
373.43
224
58.24
27
32.40
1064
1532.16
3235.35
Situraja
2288.89
526.44
143
114.40
5
5.35
223
57.98
120
144.00
669
963.36
1811.53
Cisitu
2379.18
547.21
291
232.80
3
3.21
294
76.44
63
75.60
843
1213.92
2149.18
Wado
3520.59
809.73
1581
1264.80
6
6.42
1104
287.04
20
24.00
342
492.48
2884.47
Jatinunggal
2524.50
580.63
283
226.40
107
114.49
886
230.36
30
36.00
88
126.72
1314.60
Jatigede
3293.52
757.51
569
455.20
207
221.49
461
119.86
47
56.40
570
820.80
2431.26
Conggeang
5796.87
1333.28
60
48.00
9
9.63
44
11.44
5
6.00
17
24.48
1432.83
Paseh
2484.13
571.35
79
63.20
16
17.12
80
20.80
42
50.40
70
100.80
823.67
Buahdua
6282.68
1445.01
117
93.60
121
129.47
71
18.46
3
3.60
186
267.84
1957.98
Surian
2018.46
464.24
192
153.60
39
41.73
75
19.50
45
54.00
147
211.68
944.75
Tomo
3126.17
719.01
422
337.60
57
60.99
63
16.38
34
40.80
403
580.32
1755.10
Ujungjaya Cibugel
5398.45
1241.64
113
90.40
191
204.37
65
16.90
0
0.00
31
44.64
1597.95
27.36
2790.01
50
Jumlah
2391.97
550.15
2189
1751.20
0
0.00
1765
458.90
2
2.40
19
74048.44
17031.14
11311
9048.80
1234
1320.38
9859
2563.34
2023
2427.60
5625
8100.00 40491.26
Lampiran 5. Peta Wilayah Pengembangan Sapi Potong Berdasarkan Kelompok UTARA
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Non Pengembangan
51
Gambar Peta Sumedang Berdasarkan Nilai LQ dan KPPTR
Lampiran 6. Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Lahan Kecamatan
Produksi HMT Total
KTTR
(Ton BK/Ha/Th)
Populasi Riel
KPPTR (L)
(ST)
(ST)
Sumedang Selatan
6.490,63
2.822,01
1.099,84
1.722,17
Sumedang Utara
2.353,69
1.023,34
1.383,03
-
359,69
Ganeas
1.525,80
663,39
1.460,27
-
796,88
Cimalaka
2.485,79
1.080,78
841,50
239,28
Cisarua
1.080,95
469,98
342,77
127,21
Tanjungkerta
2.861,57
1.244,16
2.302,00
- 1.057,84
Tanjungmedar
3.595,86
1.563,42
1.790,16
-
226,74
Tanjungsari
2.891,60
1.257,21
1.799,81
-
573,33
Sukasari
2.210,02
960,87
967,28
-
6,41
Jatinangor
1.180,71
513,35
1.440,79
-
927,44
Cimanggung
3.430,05
1.491,33
2.185,91
-
694,58
Rancakalong
3.627,84
1.577,32
2.166,65
-
589,33
Pamulihan
4.013,36
1.744,94
5.775,98
- 4.031,04
Darmaraja
5.866,50
2.550,65
1.625,50
925,15
Situraja
4.347,43
1.890,18
1.468,25
421,93
Cisitu
4.541,98
1.974,77
1.291,64
683,13
Wado
5.567,07
2.420,46
110,45
2.310,01
Jatinunggal
4.441,35
1.931,02
1.971,33
-
Jatigede
7.143,06
3.105,67
4.668,01
- 1.562,34
Conggeang
5.357,73
2.329,44
1.902,88
426,56
Paseh
2.409,77
1.047,72
778,40
269,32
Buahdua
7.768,83
3.377,75
1.678,84
1.698,91
Surian
3.012,05
1.309,58
1.672,81
Tomo
4.811,95
2.092,15
1.053,20
Ujungjaya
5.397,45
2.346,71
2.492,79
Cibugel
5.118,61
2.225,48
1.500,41
725,07
Jumlah
103.531,80
45.013,81
45.770,50
- 756,69
-
40,31
363,23 1.038,95
-
146,08
52
Lampiran 7. Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Efektif Kecamatan
Sumedang Selatan
KPPTR (L)
KPPTR (KK)
KPPTR (E)
(ST)
(ST)
(ST)
1.722,17
58.230
1.722,17
Sumedang Utara
-
359,69
69.069
-
359,69
Ganeas
-
796,88
23.328
-
796,88
Cimalaka
239,28
48.135
239,28
Cisarua
127,21
17.820
127,21
Tanjungkerta
- 1.057,84
30.804
- 1.057,84
Tanjungmedar
-
226,74
23.007
-
226,74
Tanjungsari
-
573,33
52.356
-
573,33
Sukasari
-
6,41
27.144
-
6,41
Jatinangor
-
927,44
54.519
-
927,44
Cimanggung
-
694,58
55.761
-
694,58
Rancakalong
-
589,33
36.123
-
589,33
Pamulihan
- 4.031,04
45.099
- 4.031,04
Darmaraja
925,15
33.375
925,15
Situraja
421,93
32.748
421,93
Cisitu
683,13
24.792
683,13
Wado
2.310,01
34.716
2.310,01
Jatinunggal
-
40,31
37.980
-
Jatigede
- 1.562,34
24.975
- 1.562,34
Conggeang
426,56
30.804
426,56
Paseh
269,32
32.784
269,32
1.698,91
33.036
1.698,91
363,23
11.763
1.038,95
22.392
146,08
28.779
Cibugel
725,07
16.812
725,07
Jumlah
- 756,69
897.351
- 756,69
Buahdua Surian
-
Tomo Ujungjaya
-
-
40,31
363,23 1.038,95
-
146,08
Keterangan :
KK = Kepala Keluarga Kemampuan seorang Kepala Keluarga memelihara ternak adalah sebanyak 3 ST
53
Lampiran 8. Nilai LQ Wilayah Agribisnis Sapi Potong Kabupaten Sumedang Nilai LQ Wilayah Penumbuhan dan Pengembangan 1 Cisitu
2 472,44
3 8.264
4 5.534,03
5 81.463
6
7
8
0,057
0,068
0,84
Situraja
814,66
10.916
5.534,03
81.463
0,075
0,068
1,10
Darmaraja
653,32
11.125
5.534,03
81.463
0,059
0,068
0,87
55,71
11.572
5.534,03
81.463
0,004
0,068
0,06
Wado Cimalaka
315,44
16.045
5.534,03
81.463
0,020
0,068
0,29
Tanjungkerta
1.444,83
10.268
5.534,03
81.463
0,141
0,068
2,07
Tanjungmedar
1.066,43
7.669
5.534,03
81.463
0,139
0,068
2,04
5.534,03
81.463
0,127
0,068
1,87
Cibugel
711,20
5.604
Jumlah
5.534,03
81.463
Nilai LQ Wilayah Penumbuhan 1 Ujungjaya Tomo Jatigede Paseh Conggeang
2
3
4
5
6
7
8
1.635,83
9.593
9.793,98
120.761
0,171
0,081
2,11
91,88
7.464
9.793,98
120.761
0,012
0,081
0,15
2.919,32
8.325
9.793,98
120.761
0,351
0,081
4,33
515,85
10.928
9.793,98
120.761
0,047
0,081
0,58
1.083,08
10.268
9.793,98
120.761
0,105
0,081
1,30
Surian
655,49
3.921
9.793,98
120.761
0,167
0,081
2,06
Buahdua
625,82
11.012
9.793,98
120.761
0,057
0,081
0,70
Smd. utara
476,06
21.023
9.793,98
120.761
0,023
0,081
0,28
Smd. Selatan
285,78
19.410
9.793,98
120.761
0,015
0,081
0,19
Ganeas
786,44
6.776
9.793,98
120.761
0,116
0,081
1,43
Rancakalong
718,43
12.041
9.793,98
120.761
0,060
0,081
0,74
9.793,98
120.761
Jumlah
Keterangan : 1 : Kecamatan 2 : Populasi sapi potong kecamatan (ST) 3 : Jumlah Kepala Keluarga kecamatan (Jiwa) 4 : Populasi sapi potong wilayah (ST) 5 : Jumlah Kepala Keluarga wilayah (Jiwa) 6 : 2/3 7 : 4/5 8 : Nilai LQ (6/7)
54
Lampiran 9. Konversi Satuan Ternak Jenis Ternak Sapi
Kerbau
Kambing/Domba
Kelompok Umur Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak
Umur (th) >2 1-2 <1 >2 1-2 <1 >1 1/2-1 <1/2
Satuan Ternak 1,000 0,500 0,250 1,000 0,500 0,250 0,140 0,070 0,035
55