Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
KELAYAKAN PENGEMBANGAN ASURANSI USAHATERNAK SAPI POTONG MENDUKUNG AGRIBISNIS PE .T) ESAAN DI WILAYAH MARGINAL SRI WAHYUNI
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Keb yakan Pertanian Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 70, Bogor 16161
ABSTRAK Di Indonesia belum ada asuransi usahaternak sementara di negara-negara sedang berkembang sejak tahun 1970 telah menghasilkan program asuransi pertanian yaitu kegiatan memproteksi petemak dari' kerugian yang disebabkan oleh risiko . Input sapi bakalan 92% maka bagi peternak yang mayoritas hanya memiliki 1-2 ekor ternak kematian satu ekor ternak berarti kerugian besar . Motivasi untuk mengasuransikan suatu usaha timbul jika ada probabilitas tinggi terhadap risiko atau losses, diasumsikan peternak rakyat akan tertarik mengasuransikan usahaternak sapi potong rakyat (USPR) . Tujuan penelitian mengetahui risiko USPR dan kelayakan pengembangan asuransi . Penelitian dilakukan antara bulan Februari sampai Juli 2007di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan dengan sampel lembaga terkait mulai tingkat provinsi, kabupaten, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) (masing-masing 16 orang/Kabupaten), dan kelompok peternak. Data dari lembaga terkait dianalisa secara deskriptif sedangkan dari PPL dianalisa dengan uji "Chi Square" . Diperoleh hasil bahwa lembaga terkait menyatakan secara teknis risiko USPR rendah namun secara sosial tinggi . Di Jawa Timur kurangnya kepercayaan dan permainan harga oleh pedagang sedang di Sulawesi Selatan pencurian . Menurut PPL risiko utama secara sangat signifikan (Pr 0,001) adalah fluktuasi harga (42%), namun mayoritas menyatakan sifat risiko rendah (31%), (Pr 0,111) dimana tendensi risiko mayoritas (53%) tetap (Pr 0,052) . Adapun andalan utama dalam mengatasi risiko adalah melakukan diversifikasi usahatani (56%) dengan nilai Pr 0,0151 dimana andalan tersebut mencapai keberhasilan sedang (56%) dan tinggi 34% (Pr 0,0779) . Lembaga di tingkat pusat, provinsi, kabupaten maupun peternak belum memerlukan adanya asuransi secara formal, namun (72%) PPL berpendapat perlu asuransi formal khususnya untuk kesehatan (Pr 0,238) . Dalam pengembangan USPR kebijakan yang diperlukan secara teknis adalah srandardisasi harga dan asuransi kesehatan, secara sosial penegakkan implementasi UU tataniaga dan pencurian ternak. Kata kunci : Usahaternak sapi potong, asuransi, persepsi PENDAHULUAN
Di Indonesia belum ada asuransi usahaternak, terlebih yang bersifat formal, sementara itu, di negara-negara yang sedang berkembang sejak tahun 1970 telah meng-hasilkan program asuransi pertanian (PtscKE, 2007) yang merupakan hasil dari konferensi pembangunan dan perdagangan khusus tentang asuransi yang diprakarsai oleh PBB diikuti oleh United Nation Conference on trade and Development ( UNCTAD), FOA, USAID, dan interamerican institute for Cooperation on agriculture . Pengertian asuransi usaha ternak adalah kegiatan memproteksi peternak dari kerugian yang disebabkan oleh risiko kecelakaan yaitu terjerat, tercekik, tenggelam oleh bencana alam serta
kebakaran dan penyakit (EsTAclo, 2001) . Penipuan, perampokan dan sejenisnya tidak dicover dalam asuransi karena jika hal ini di cover berarti lembaga mernbantu terjadinya kondisi tersebut . Adapun jenis asuransi dan jenis ternak yang di-cover dalam program asuransi meliputi (1) . Asuransi kematian temak pada usahaternak keluarga skala kecil dan menengah untuk sapi,kerbau, babi dan kambing . (2) Asuransi kematian sapi dan babi untuk skala usaha ternak besar dan komersial dan (3) Asuransi bencana unggas, untuk usaha semi komersial dan komersial . Untuk memperoleh jaminan asuransi, peternak hares mengikuti prosedur pengajuan atau claim uang jaminan dengan melapor dan mengisi formulir yang meliputi keterangan nama, alamat, nomer polis,
85
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
ternak yang diasuransikan, penyebab kematian dan waktu kejadian yang dalam tempo 60 hari peternak harus menyerahkan kelengkapan 'Sebagai berikut : (1) Keterangan kehilangan yang ditandatangani pemilik/pemelihara . (2) Keterangan sakit yang dtandatangani oleh dokter hewan atau teknisi di tingkat desa . (3) Surat keterangan kepemilikan . (4) Keterangan kematian . (5) Hasil laboratorium . (6) Foto ternak yang mati (tag, tatoo) dan (7) bukti usaha penyelamatan . Setelah menyerahkan kelengkapan diatas dan dilakukan evaluasi serta pembuktian oleh fihak asuransi barulah jaminan asuransi dibayarkan . Besarnya pengantian biaya asuransi atau indemnity of coverage untuk usahaternak berkisar 2% (POMAREDA, 2007) namun di Panama mencapai 4,67% . Dari uraian diatas jelas bahwa usahaternak sapi, termasuk sapi potong rakyat dalam program asuransi, merupakan bagian dari asuransi pertanian disamping usahatani lain seperti tanaman pangan, perkebunan aquaculture dan sericulture. Di seluruh dunia ada 81 skim asuransi, di negara sedang berkembang yang sudah mengimplementasikan misalnya Phillippine (EsTAcio, 2001) . Untuk menjajaki kelayakan asuransi "Usahatemak Sapi Potong Rakyat" atau USPR berikut ini dikemukakan eksistensi di Indonesia. Perkembangan USPR dimulai dari Panca Usaha Ternak Sapi Potong yang menekankan pada pertambahan berat badan per hari (Average daily gain) yang dikenal dengan sistem kereman (RYADi, 2006) . Untuk memperoleh pertambahan berat badan yang tinggi diantaranya pemerintah mengimplemen-tasikan program inseminasi buatan (IB) terhadap sapi-sapi lokal memakai semen (mani beku) dari sapi-sapi unggul misalnya Limousine, Brahman, Simental danAberdeenAngos . Disamping perbaikan mutu bibit diimplementasikan sistem agribisnis yang menangani manajemen mulai dari hulu sampai ke hilir (SIMATUPANG, 1994) . Implementasi program IB menunjukkan keberhasilan tinggi yaitu mencapai 85 persen (YUSDJA et al., 2004), dimana dengan hanya membayar biaya 113 sebesar Rp . 25 .000 - Rp . 30 .000 per service atau pelayanan kebuntingan peternak dapat memperoleh pedet hasil croosing yang walaupun umurnya baru 3 - 5 bulan sudah mencapai harga 5 sampai 6 juta rupiah . Dalam menejemen pemeliharaan sapi potong atau
86
kereman selain biaya IB yang penting adalah ketersediaan pakan konsentrat dan pakan hijauan yang akan sangat mempengaruhi peningkatan ADG . Sementara harga pakan konsentrat sangat fluktuatif, dimana naik turunnya harga terkadang bersifat harian sehingga membuat peternak yang belum mampu memproduksi konsentrat dari bahan lokal sering merugi bahkan bangkrut . Sedangkan sumber hijauan dapat diperoleh dari hasil samping usahatani tanaman pangan atau bisa dengan menanam rumput unggul seperti rumput gajah (Elephant grass) atau rumput raja (King grass) . Di Jawa Timur yang merupakan pusat ternak sapi potong di Indonesia terdapat tiga variasi USPR (RUSASTRA et al., 2006) : (1) Petemak melakukan menejemen (M) intensifyaitu menyediakan kandang permanen, memberi pakan konsentrat, melakukan penimbangan dalam periode tertentu dan memiliki standar waktu (3 - 6 bulan pemeliharaan) untuk mencapai berat badan tertentu ; (2) Disamping melakukan M telah menerapkan integratif farming yaitu sekaligus memiliki usaha pakan (MP) dan (3) Disamping kriteria M dan MPjuga memiliki Rumah Potong Hewan (RPH) pribadi yang memproses sapi hidup menjadi daging sapi (MPR) . Data tentang jumlah masing-masing kriteria belum tersedia namun jumlah peternak M merupakan mayoritas, diperkirakan sekitar 90% . Keuntungan USPR antara Rp . 300 .000 - Rp . 500 .000/ekor/bulan sesuai tingkat efisiensi yang dicapai peternak, dengan B/C rasio 1,99 dimana variasi margin pemasaran tertinggi (63%) diperoleh MPR, kemudian pedagang kecil (14%), pedagang sedang (9%), pedagang besar (5%) dan terendah 4% bagi petemak MP dan M (RUSASTRA et al., 2006) . Pennasalahan utama USPR adalah modal untuk bibit yang mencapai Rp . 4 .167 .500 untuk bakalan seberat 250 (harga/kg berat hidup Rp . 16 .750 atau 92% total input dan cenderung sulit memperoleh bakalan . Input lain relatif kecil yaitu pakan 4,1%, obat-obatan 2,2%, tenaga kerja 1,1% dan pakan hijauan 0,4% (RuSASTRA et al., 2006) . Permasalahan yang ditemui di lapangan yaitu dengan modal sapi bakalan yang mencapai 92%, bagi peternak yang mayoritas hanya memiliki 1-2 ekor sapi, kematian satu ekor ternak berarti kerugian besar yang berarti kehilangan hampir seluruh modal usaha. Secara teoritis motivasi untuk mengasuransi-
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
kan suatu usaha akan timbul jika seseorang menyadari adanya probabilitas tinggi terhadap risiko atau losse. Dengan demikian diasumsikan peternak M akan tertarik mengasuransikan USPR, sehingga perlu diteliti apakah risiko yang dihadapi USPR dan apakah mereka memerlukan asuransi formal untuk USPR yang mereka miliki . Informasi ini penting bagi pengembangan USPR yang merupakan program nasional menuju swasembada daging 2010 (RYADI, 2006) terutama bagi peternak yang berada di wilayah marginal dimana USPR bermanfaat bagi peningkatan pendapatan sekaligus perbaikan kualitas lahan . Tujuan penelitian adalah memperoleh informasi 1) risiko yang dihadapi USPR, mencakup faktor, sifat dan tendensinya, cara mengantisipasi dan tingkat keberhasilan peternak dalam mengantisipasi risiko, 2) kelayakan asuransi formal untuk USPR .
OMETODOLOGI PENELITIAN Lokasi Lokasi adalah pusat pengembangan ternak dan memiliki populasi tinggi di Jawa dan luar Jawa, berdasarkan STATISTIC INDoNESIA (2005) terpilih Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan . Masing-masing provinsi diwakili 2 Kabupaten yang disamping populasinya tinggi juga rawan bencana banjir yaitu Jombang dan Bojonegoro di Jawa Timur sedang untuk Sulawesi Selatan adalah Bone dan Wajo . Sampel Sampel meliputi instansi dinas peternakan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten .
Tabel 1 . Sampel kelompok Peternak di Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tahun 2007 Provinsi Kabupaten Kecamatan Nama kelompok peternak Jawa Timur Jombang Perak Usaha Bersama Maju Kedepan, Desa Sukorejo Sumobito Barokah, Desa Badas Bojonegoro Sukosewu Putera Bahagia, Desa Duyungan Rukun Sejahtera, Desa Sidodadi Sulawesi Selatan
Bone Wajo
Barobbo Pammana
Selanjutnya di tingkat kabupaten dipilih sampel Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) sebanyak 16 orang dan peternak yang tergabung dalam kelompok peternak, yaitu dua kelompok di masingmasing Kabupaten Jawa Timur serta satu kelompok peternak di masing-masing Kabupaten di Sulawesi Selatan (Tabel .1) . Jenis dan analisa data Jenis data adalah primer yang diperoleh melalui wawancara dengan lembaga terkait, PPL dan peternak yang didasarkan pada pertanyaan terstruktur serta pengamatan secara langsung di lapangan dan data sekunder diperoleh dari data statistik dan laporan dinas terkait . Data dari lembaga terkait dan peternak di analisa secara deskriptif
Kannae, Desa Lampoko Harapan Baru, Desa Simpursia
sedangkan data dari PPL dianalisa dengan uji Chi square (X 2) menurut SIGIT (1999) . HASIL DAN PEMBAHASAN Risiko usaha ternak sapi potong Faktor risiko Di tingkatpusat(DirektoratJenderal Peternakan) diperoleh informasi bahwa risiko USPR sangat rendah demikian pula pernyataan di tingkat Provinsi Jawa Timur, dimana faktor risiko utama yang dialami peternak dalam lima tahun terakhir adalah ketidakpastian harga disebabkan oleh : (a) Mekanisme pasar dalam menentukan tingkat harga sapi yang tidak berdasarkan berat hidup akan
87
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
tetapi menggunakan model "taksiran" berdasarkan tampilan eksterior sehingga untuk seekor sapi bisa terjadi keragaman harga ; (b) Pengaruh sindikasi blantik yang sangat kuat dalam menentukan tingkat harga dan (c) Persaingan dengan impor daging atau sapi sehingga harga jual sapi/daging sapi di bawah harga yang pantas secara ekonomi . Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan risiko utama yang dialami petemak adalah penyakit, keadaan tersebut terjadi sepanjang tahun dan terus terulang selama 5 tahun terakhir. Kerugian yang ditimbulkan mulai dari pengurangan produk-tivitas sampai kekurangan minat untuk berternak . Tahun 2005 terjadi outbreak anthraks di dua dari tiga belas Kabupaten (Makasar dan Goa) yang menyebabkan kematian 27 ekor dan pada tahun 2006 kematian sebanyak 10 ekor di Kabupaten Goa. Walaupun jumlah kematian sangat rendah tetapi karena Anthraks bersifat Zoonosis (menular pada manusia) maka sangat berisiko tinggi . Di tingkat Kabupaten Bone dalam lima tahun terakhir risiko pertama adalah serangan penyakit diare ganas atau Bovine viral diarhea (BVD), ke dua bencana banjir, ke tiga pencurian temak dan ke empat kekurangan pejantan yang unggul dan tingkat keberhasilan IB yang masih rendah . Penyakit juga merupakan risiko utama di Kabupaten Wajo, dimana penyakit yang menonjol adalah SE, Sura, dan Timpani yang menyebabkan kematian rata-rata 10 ekor/tahun dari 25 .000 ekor total populasi . Prosentase ternak yang mati relatif kecil namun suatu penyakit dikatakan berisiko tinggi jika dalam waktu singkat cepat menyebar, terlebih jika sampai menyebabkan kematian . Risiko lain yang sangat meresahkan peternak sehingga menurunkan motivasi untuk berternak adalah pencurian . Faktor risiko harga di Jawa Timur dikuatkan oleh petugas PPL yang berpendapat bahwa rangking faktor risiko usahaternak sapi potong yang pertama (75%) adalah harga ternak, ke dua kelancaran pemasaran, ke tiga ketersediaan pakan dan ke empat hubungan dengan pedagang (Tabel 2) . Sedangkan PPL di Sulawesi Selatan melaporkan bahwa pencurian merupakan risiko utama (47%), penyakit rangking ke dua (27%) kemudian pemasaran dan pakan . Perbedaan persepsi antara PPL dan lembaga di tingkat atas di Sulawesi Selatan ini dikarenakan
88
kasus pencurian yang hanya bersifat kasus dan tidak pernah dilaporkan secara tertulis ke lembaga lebih atas sementara PPL yang lebih dekat dengan peternak mengetahuhi adanya kasus tersebut secara langsung. Secara keseluruhan faktor risiko utama dalam USPR adalah harga (42%), kedua pencurian (23%), ke tiga penyakit (13%) dengan nilai Pr 0,001 yang bearti berbeda sangat nyata (10%) . Tabel 2. Persepsi PPL di JawaTimur dan Sulawesi Selatan terhadap faktor risiko utama pada usahaternak sapi potong tahun 2007 (Jumlah / %) Risiko Penyakit Pakan Pencurian Pemasaran Harga Hubungan vs pedagang Total
Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Total
0 0,00 1 6,25 0 0,00 2 12,50 12 75,00
4 26,67 1 6,67 7 46,67 2 13,33 1 6,67
4 12,90 2 6,45 7 22,58 4 12,90 13 41,94
1
0
1
6,25 0,00 3,23 16 15 31 100,00 100,00 100,00 Keterangan : Pearson chi 2 (5) = 21,2976 ; P = 0,001
Sifat risiko dan tendensinya Tingkat pusat menyatakan sifat resiko usahaternak sapi potong secara teknis sangat rendah, demikian pula di tingkat Provinsi Jawa Timur maupun Sulawesi Selatan . Namun secara sosial resikonya sangat tinggi, dimana Provinsi Jawa Timur menyebutkan rendahnya kepercayaan terhadap para pelaku pasar yang mempermainkan harga . Sementara di Sulawesi Selatan masalah pencurian yang terang-terangan sampai pemilik tidak berani melapor walaupun mengetahui siapa pencurinya . Rendahnya risiko usahaternak sapi potong secara teknis juga dikemukakan oleh petugas PPL dimana tidak ada yang menyatakan sedang dan tinggi apalagi sangat tinggi (Tabel 3) . Di Jawa Timur mayoritas (37,5%) menyatakan sangat rendah dan rendah serta 25% menyatakan sedang sementara di Sulsel mayoritas (31%) menyatakan
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
sedang dan bahkan ada yang menyatakan sangat tinggi (12,5%) . Dari hasil analisa menunjukkan bahwa secara keseluruhan mayoritas (31%) berpersepsi bahwa sifat risiko rendah dan hanya 6% yang menyatakan sangat tinggi .
Tendensi sifat risiko di Jawa Timur (Tabel 4) relatif tetap'(63 %) walaupun sebagian ada yang menyatakan semakin menurun dan semakin meningkat .
Tabel 3 . Persepsi PPL di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tentang sifat risiko USPR, tahun 2007 (Jumlah / %)
Si at risiko Sangat rendah Rendah Sedang
Jawa Timur 6 37,50 6 37,50 4 25,00
Tinggi
0
Sangat tinggi
0
Total
16 100
Sulawesi Selatan 2 12,50 4 25,00 5 31,25 3 18,75 2 12,50 16 100
Total 8 25,00 10 31,25 9 28,13 3 9,38 2 6,25 32 100
Keterangan : Pearson chi2 (4) = 7.5111 Pr = 0 .111
Tabel 4. Persepsi PPL di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tentang kecenderungan tingkat risiko, tahun 2007
Kecenderungan Semakin menurun Relatif tetap Semakin meningkat Total
Jawa Timur 4 25,00 10 62,50 2 12,50 16 100
Total Sulawesi Selatan 1 5 6,25 15 .63 7 17 43,75 53,13 8 10 50,00 31,25 16 32 100 100
Keterangan : X 2 = 5,9294 . P = 0,052
Di Sulawesi Selatan tendensi cenderung meningkat (50%) walaupun telah diimplementasikan berbagai program seperti intensifikasi IB, pelayanan kesehatan hewan dan masyarakat veteriner serta pembinaan kepada peternak. Namun secara keseluruhan kecenderungan risiko USPR secara nyata relatif tetap (Pr 0,052) yang menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan oleh lembaga terkait belum sesuai dengan harapan .
Cara mengantisipasi risiko Di Jawa Timur, lembaga di tingkat provinsi melakukan upaya-upaya untuk mengatasi
permasalahan harga melalui regulasi tata niaga ternak sapi potong/daging sapi sejak tahun 1967 dengan UU No-6 (DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR, 2007) dan mengimplementasikan berbagai program pengembangan . Sementara di tingkat Kabupaten menindaklanjuti programprogram dari provinsi . Program inseminasi buatan (IB) sekitar 70 persen diarahkan menghasilkan ternak hasil IB yang fenotipe-nya mengarah ke sapi peranakan Limousine, Simmental dan Aberdeen angus sedangkan sisanya yang 30 persen diarahkan untuk pelestarian plasma nutfah sapi lokal ; Cara ini ditempuh karena eksterior sapi yang berasal dari tuninan jenis Limosin, Simmental dan Aberdeen Angus memiliki nilai jual lebih tinggi dibanding eksterior sapi lokal seperti
89
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Ongole dan Brahman . Cara lain adalah membentuk kelompok temak sapi potong berbasis agribisnis yang ditopang oleh keberadaan koperasi kelompok agar mampu meningkatkan "bargaining position" peternak terhadap pengaruh sindikasi blantik dalam penentuan harga . Upaya tersebut sangat membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sekaligus meningkatkan daya tawar peternak terhadap pengaruh sindikasi blantik dalam penentuan harga . Di Sulawesi Selatan dan Kabupaten, untuk mengantisipasi kemungkinan risiko penyakit telah dilakukan vaksinasi secara periodik sedangkan untuk pencurian dilakukan berbagai cara yaitu : (1) Pengandangan ternak, meng-aktifkan pos ronda dan meminta bantuan fihak keamanan (2) Menanamkan rasa percaya diri dengan memberikan bimbingan, kader kepemimpinan dan teknis peternakan (3) Melakukan pengkaderan dari setiap utusan kelompok tani baik teknis maupun kepemimpinan dan manajemen usaha tani . (4) Diversifikasi usaha dengan pola integrasi dan (5) Melakukan kemitraan usaha, Cara peternak di Jawa Timur untuk mengantisipasi permasalahan temporer seperti menghindari harga sapi yang menurun akibat adanya impor adalah dengan memperpanjang masa pemeliharaan sampai harga sapi stabil . Sehingga Di Jawa Timur secara keseluruhan dampak impor tersebut tidak terlalu merisaukan karena masyarakat masih mengutamakan daging lokal yaitu sapi Madura walaupun harganya lebih mahal dari pada daging sapi impor. Namun demikian juga ditemukan praktek-praktek negatif yang dikenal dengan "sapi Gelonggongan" dimana ternak sapi sebelum dijual tubuhnya diisi dengan air memakai selang atau pipa air yang disalurkan langsung melalui mulut ke lambung sehingga berat badan sapi meningkat . Persepsi PPL tentang andalan peternak dalam menanggulangi risiko dikemukakan pada Tabel 5 . Andalan utama di kedua provinsi sama yaitu melakukan diversifikasi usaha sedangkan ke dua di Jawa Timur mengurangi input sementara di Sulawesi Selatan mengembangkan sistem gaduhan . Secara keseluruhan andalan utama peternak dalam mengatasi risiko adalah melakukan diversifikasi (56%), mengurangi input (22%) dan melakukan
90
gaduhan (16%) namun perbedaan tidak signifikan (Pr = 0,151) . Tabel 5. Persepsi PPL di Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tentang andalan peternak dalam menanggulangi risiko tahun 2007 Andalan Diversifikasi Input
Gaduhan Lainnya Total
Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Total
10 62,50
8 50,00
18 56,25
5
2
7
31,25 12,50 21,88 1 4 5 6,25 25,00 15,63 0 2 2 0,00 12,50 6,25 16 16 32 100,00 100,00 100,00
Keterangan : Pearson chi 2(3) = 5 .3079 ; P = 0,151
Tingkat keberhasilan mengatasi risiko Di tingkat provinsi maupun kabupaten di Jawa Timur diperoleh informasi bahwa keberhasilan peternak dalam mengatasi risiko adalah sedang dan tinggi, di Bojonegoro ada yang menyatakan rendah yaitu peternak yang berada di lokasi rawan banjir yang memang terjadi di sepanjang tahun (Tabel 6) . Sementara di Bone diperoleh informasi dari kabupaten bahwa usaha mengatasi risiko dikatagorikan tinggi karena setelah diimplementasikan program secara intensif peternak mencapai kemajuan pesat dan berhasil menjadi peternak juara di Tingkat Nasional dalam PENAS 2007 di Palembang . Keberhasilan yang sama dikemukakan oleh peternak dan terbukti saat kunjungan lapang . Sementara menurut PPL keberhasilan di Jawa Timur maupun Sulawesi Selatan mayoritas (56%) menyatakan sedang, yang menyatakan tinggi di Jawa Timur 37% tidak ada PPL yang menyatakan keberhasilan peternak menangani risiko sangat tinggi namun di Sulawesi Selatan yang yang menyatakan tinggi 31% bahkan ada yang menyatakan sangat tinggi (6%) karena adanya fakta keberhasilan program pengandangan ternak yang mengurangi ringkat penyakit dan kecurian . Secara keseluruhan keberhasilan peternak mengatasi risiko
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
adalah sedang (56%), tinggi (345), rendah (6%) selebihnya sangat tinggi dengan perbedaan yang
tidak nyata (Pr = 0,779) .
Tabel 6 . Persepsi PPL di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tentang keberhasilan peternak mengatasi risiko tahun 2007 (Jumlah / %) Kecenderungan Jawa Timur Sulawesi Selatan Total 0 Sangat rendah 0 0 1 1 2 Rendah 6,25 6,25 6,25 18 9 9 Sedang 56,25 56,25 56,25 11 6 5 Tinggi 31,25 34,38 37,50 1 1 Sangat tinggi 0 3,13 6,25 32 16 16 Total 100 100 100 Keterangan : X2= 1 .0909 . Pr = 0,779 Tabel 7. Pendapat berbagai level instansi terkait di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tentang kelayakan pengembangan asuransi usahaternak sapi potong tahun 2007 Res onden irjenn
Keperluan asuransi Tidak perlu
Provinsi Jawa Timur
Belum terpikirkan walau asuransi pasti ada manfaatnya kurang tepat
Kabupaten Jombang Kabupaten Bojonegoro PPL Jombang PPL Bojonegoro Kelempok Jombang Kelempok Bojonegoro Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten Bone Kabupaten Wajo PPL Bone PPL Wajo Kelompok Bone Kelompok Wajo
Belum perlu 44% = perlu 100%=perlu Belum perlu Belum perlu Layak Layak, sangat diperlukan Belum perlu 89% = perlu 75% = perlu Perlu Belum faham
Alasan Risiko sangat rendah, perusahaanpun aset yang diasuransikan bukan ternak Menghindari kebangkrutan akibat banjir dan penyakit, asal premi tidak memberatkan . Perlu karena modal sangat besar, sekali ternak mati berarti bangkrut total . Risiko kematian sapi oleh bencana alam dan penyakit relatif tidak ada, hanya kasus Tetapi kalau ada akan memberi manfaat atasi risiko sakit, mati dan harga Dengan catatan untuk asuransi kesehatan Dengan catatan untuk asuransi kesehatan bentuk pertanggungannya belum jelas, USPR tidak banyak mengandung risiko Risiko rendah Terutama untuk kesehatan ternak Untuk menutupi kerugian akibat sakit, kematian Belum jelas operasionalnya Untuk tanggulangi risiko penyakit Untuk tanggulangi risiko penyakit Mayoritas pemeliharaan ekstensif, tidak dikandangkan sehingga rawan penyakit dan kecurian . Kondisi serupa di Kabupaten Bone
Kelayakan asuransi pada usahaternak sapi potong Berikut ini dikemukakan jawaban yang diperoleh dari berbagai tingkat lembaga sampai pada peternak tentang "pendapat, persepsi atau
pemikiran apakah risiko kerugian pada USPR perlu diantisipasi secara formal dalam bentuk asuransi ?" (Tabel 7) . Dirjen Petemakan menilai risiko USPR sangat rendah, sehingga memprediksi peternak rakyat tidak akan mengasuransikan temaknya.
91
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkdn Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Ditekankan bahwa sampai saat ini perusahaan sapi potongpun tidak mengasuransikan ternaknya, yang diasuransikan hanya aset bangunan dan peralatan usaha. Dinas Peternakan Jawa Timur belum memikirkan tentang asuransi untuk usaha ternak masih terlalu jauh dari target, namun demikian diakui jika memang ada asuransi tentu akan bisa membantu peternak menanggulangi kerugian asalkan premi tidak memberatkan . Menurut dinas peternakan yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah penyebab banj ir karena akibat banjir adalah secara langsung menenggelamkan ternak dan secara tidak langsung menyebabkan mudahnya terjangkit penyakit . Pendapat yang sama dikemukakan di tingkat Kabupaten Bojonegoro sementara Dinas Peternakan Kabupaten Jombang berpendapat berbeda sebagai berikut : "Upaya mengurangi risiko/kerugian peternak melalui asuransi pertanian dianggap kurang tepat karena risiko usaha yang utama disebabkan oleh fluktuasi harga yang indikatornya tidak jelas (model taksiran) sedangkan risiko kematian sapi yang disebabkan oleh bencana alam, penyakit, pencurian dan lain lain relatiftidak ada, kalaupun terjadi hanya bersifat kasuistik dan sangat jarang terjadi . Oleh sebab itu, apabila model asuransi pertanian untuk sapi potong diterapkan bisa saja menimbulkan efek yang tidak dikehendaki, mengingat kondisi mental masyarakat saat ini belum kondusif, adanya provokasi, tuntutan ekonomi dan sempitnya lapangan kerja dikhawatirkan program asuransi pertanian untuk komoditi sapi potong dapat disalahgunakan oleh pelaku yang tidak bertanggung jawab sehingga pada akhirnya menimbulkan kerugian keuangan negara . Dengan demikian tidak akan ada manfaatnya seandainya asuransi pertanian untuk sapi potong ini tetap diadakan, karena justru dari aspek pembelajaran, mental peternak menjadi kurang hati-hati dalam pemeliharaan sapi, jika mengalami kematian ada penggantian dari pihak asuransi . Disamping itu manipulasi administrasi untuk memenuhi persyaratan klaim asuransi sulit dikontrol oleh dinas teknis setempat karena keterbatasan tenaga " .
92
Tabel 8 . Persepsi PPL di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tentang perlunya asuransi USPR secara formal tahun 2007 Perlu asuransi formal Ya
Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Total
10 62,50
13 81,25
23 71,88
Tidak
6 3 9 37,50 18,75 28,13
Total
16
16
32
100 .00
100 .00
100.00
Keterangan : Pearson chi2(1) = 1 .3913 ; Pr = 0,238
Pendapat PPL di Jombang sebagai petugas yang lebih dekat dengan petemak dan mengerti tentang asuransi ada yang berpendapat berbeda dengan pendapat kabupaten dimana terdapat 44% yang menyatakan perlunya asuransi . Sedangkan PPL di Bojonegoro secara tegas seluruhnya menyatakan perlu asuransi mengingat banyaknya kasus penyakit yang terjadi di Bojonegoro sebagai daerah rawan banjir. Dilihat secara level provinsi (Tabel 8) mayoritas (72%) PPL berpendapat perlu asuransi formal, namun nilai tersebut tidak signifikan (Pr 0,238) sehingga mendukung persepsi lembaga di tingkat lebih atas maupun peternak yang secara umum USPR belum memerlukan adanya asuransi secara formal . Pendapat peternak yang digali melalui wawancara dalam kelompok, mayoritas mengatakan tidak akan mengasuransikan ternaknya, sebagian menyatakan belum merasa perlu dan belum mengerti sehingga memerlukan sosialisasi terlebih dahulu untuk memberikan jawaban . KESIMPULAN DAN SARAN Risiko utama dalam USPR secara sangat signifikan (Pr 0,001) berturut-turut adalah fluktuasi harga (42%), pencurian (23%), penyakit dan pemasaran masing-masing (13%), pakan (6%) serta hubungan dengan pedagang (3%) . Mayoritas menyatakan sifat risiko rendah (31%), sedang (29%), tinggi (9%) dan hanya 6% yang menyatakan
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
tinggi (Pr 0,111) dimana tendensi risiko mayoritas tetap (53%) namun ada yang menyatakan semakin meningkat (31%) dengan perbedaan nyata (Pr 0,052) . Adapun andalan utama dalam mengatasi risiko adalah melakukan diversifikasi usahatani (56%), mengurangi input (22%) dan menjalin sistem gaduhan (22%) dengan nilai Pr 0,0151 dimana andalan tersebut mencapai keberhasilaw sedang (56%) dan sedang 34% (Pr 0,0779) . Lembaga di tingkat pusat, provinsi, kabupaten maupun petemak belum memerlukan adanya asuransi secara formal, namun pada level provinsi mayoritas (72%) PPL berpendapat perlu asuransi formal khususnya untuk kesehatan (Pr 0,238) . Menyimak risiko utama adalah fluktuasi harga, sementara asuransi yang diperlukan adalah untuk kesehatan maka dalam pengembangan USPR yang diperlukan adalah kebijakan standardisasi harga dan asuransi kesehatan . Standar harga sapi hidup mencakup cara penimbangan yaitu berat ril yang ditimbang dan harga yang standar di pasaran, serta harga daging sapi . Untuk asuransi kesehatan perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang konsep dan implementasi asuransi kesehatan yang relevan untuk USPR.
DAFTAR PUSTAKA
2006 . Statistik Petemakan Indonesia . BPS Jakarta.
BIRO PUSAT STATISTIK INDONESIA .
DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TriviUR .
2006 .
Laporan Tahunan . Surabaya . EsTAclo, BENITO, F, JR . 2001 . Agricultural insurance : The Phillippines Experience . http :/pcic.da .gov.h/periodicals/pcicexpe r. htm httn//p cic .da .aov.ph/periodicals/ pcicexper.htm, 2007. Livestock Insurance. 2007 . Can crop credit insurance address risks . In : Agricultural Landing . Mishra.
PISCHKE, VON . D .
2007. The financial viability of agricultural insurance . http:/p cic .da.gov. ph/ periodicals/pcicexper.htm .
POMAREDA, CARLOS .
RUSASTRA, I W., W.K . SEDJATI, SRI WAHYUNI dan YANA SUPRIYATNA . 2006 . Analisis kelembagaan
kemitraan rantai pasok komoditas peternakan . Laporan Akhir . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian . Bogor. 2006 . Implementasi program menuju swasembada daging 2010 . Strategi dan kendala . Seminal Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor. 6-10 September 2006 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan .
RYADI, MATHUR .
Pengantar metodologi penelitian . Sosial-bisnis-manajemcn . Fakultas Ekonomi Univeritas Sarjanawiyata Tamansiswa . Yogyakarta.
SIGIT, SOEHARDI. 1999 .
E . dan M .H . ToGATOROP . 1994 . Sistem gaduhan sapi tradisional Bali . Faktor pendorong, penopang dan karakteristiknya . Forum Penelitian Agroekonomi Vol . 12 . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian . Badan Litbang Pertanian . Bogor . YUSDJA, YUSMICHAD ., ROSMIJATI S ., B . WINARSA ., IKIN SADIKIN dan CHAIRUL MUSLIM . 2004 . Pemantapan program dan strategi kebijakan peningkatan produksi daging sapi . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian . Bogor. SIMATUPANG, P., JAMAL,
93