Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS PERKOTAAN DI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Prospects of Beef Cattle Industry Development in Supporting the Urban Agribusiness in DKI Jakarta Province) B. BAKRIE, SUWANDI, B.V. LOTULUNG, ANDI SAENAB dan RITA INDRASTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
ABSTRACT Rearing of cattle and buffalo, which is part of urban agribusiness, will always be carried out by people who live in Jakarta, due to their higher meat consumption with an average of 17 kg/head/year. Some of the meat consumed are supplied from the cattle/buffalo reared in Jakarta, but some are imported from outside area as well as from overseas, in order to overcome the shortages of the meat and live animals. The meat producer animals in Jakarta including, beef cattle, buffalo and dairy cattle (males and culled females). The main problem faced in rearing animals in Jakarta is the difficulty in providing sufficient feeds, quantitavively as well qualitatively, due to either the difficulty in finding a suitable land for planting the grass or the long distance between the place for rearing animals and the place for growing the grass. This paper reviews the information on development program in beef cattle industry, animal rearing conditions and the importation of meat and its products to the city of Jakarta. At the end of this paper it is recommended that continuous effort is required in developing various technologies related to the attempts in providing feeds for the animals reared in this area. Key words: Urban agribusiness, beef cattle, feed technology ABSTRAK Pemeliharaan ternak sapi/kerbau yang merupakan bagian dari kegiatan agribisnis perkotaan akan selalu dilakukan oleh penduduk yang ada di Jakarta, sehubungan dengan tingkat konsumsi daging oleh penduduk yang termasuk cukup tinggi, yaitu mencapai 17 kg/orang/tahun. Sebagian dari daging yang dikonsumsi tersebut berasal dari ternak yang dipelihara di Jakarta, sedangkan untuk memenuhi kekurangannya perlu didatangkan ternak sapi/kerbau hidup serta daging dalam bentuk segar, beku dan olahan dari luar daerah serta impor dari luar negeri. Ternak penghasil daging yang dipelihara di Jakarta terdiri dari ternak sapi potong, kerbau dan sapi perah (jantan dan afkir). Masalah utama yang dihadapi oleh peternak di Jakarta adalah kesulitan dalam penyediaan pakan yang cukup bagi ternak, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pakan tersebut. Hal ini terutama berhubungan dengan tidak mudahnya mendapatkan lahan untuk penanaman bahan pakan atau karena jauhnya jarak antara tempat tersedianya bahan pakan dengan tempat pemeliharaan ternak. Dalam makalah ini disampaikan informasi tentang program pengembangan usaha peternakan sapi potong, kondisi pemeliharaan dan pemasokan ternak ke Jakarta. Pada akhir makalah direkomendasikan berbagai teknologi yang berhubungan dengan upaya penyediaan pakan bagi ternak yang dipelihara di wilayah ini. Kata kunci: Agribisnis perkotaan, sapi potong, teknologi pakan
PENDAHULUAN Jumlah penduduk yang tinggal menetap dan bekerja di wilayah Propinsi DKI Jakarta termasuk yang paling besar daripada berbagai kota besar lainnya di Indonesia. Hal ini berhubungan erat dengan status kota ini yang
berfungsi sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan yang bersifat ganda yaitu sebagai Ibu Kota Negara dan sekaligus Ibu Kota Propinsi. Pada saat ini tercatat sebanyak lebih dari 10 juta penduduk yang tinggal di Jakarta (BPS, 2003), namun pada siang hari bertambah sebanyak lebih dari 2 juta orang, yaitu
117
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
merupakan orang yang tinggal di wilayah sekitar namun bekerja atau mencari nafkah di Jakarta. Selain itu juga terdapat penduduk pendatang musiman yang datang dari pedesaan untuk mencari nafkah pada saat tidak ada pekerjaan di desa terutama setelah selesainya musim tanam atau sesudah masa panen. Sebagaimana halnya dengan keadaan yang terjadi di seluruh wilayah perkotaan lainnya, jumlah penduduk di Jakarta pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk terus menerus bertambah, selain melalui kelahiran juga melalui terjadinya urbanisasi dari desa ke kota. Kondisi sosial ekonomi di perkotaan yang dianggap selalu lebih baik merupakan daya tarik yang kuat bagi penduduk desa untuk pindah ke kota. Begitu juga karena terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 menyebabkan dampak yang sangat buruk bagi kehidupan di pedesaan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya pertambahan penduduk yang cukup tinggi di Jakarta, dalam kurun waktu lima tahun terakhir dilaporkan mencapai lebih dari 200 ribu orang per tahun (BPS, 2003). Tingginya jumlah penduduk yang berada di wilayah kota Jakarta merupakan tempat yang sangat potensial untuk pemasaran berbagai produk pertanian, termasuk produk yang berasal dari usaha peternakan sapi potong. Tingkat konsumsi daging (sapi/kerbau, kambing/domba dan ayam) oleh penduduk di Jakarta termasuk sangat tinggi, yaitu mencapai lebih dari 17 kg/orang/tahun (DINAS PEKANLA DKI, 2003), jauh melebihi rata-rata konsumsi daging sapi nasional yang hanya berkisar antara 2 kg/orang/tahun (DIWYANTO, 2001). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperkirakan bahwa kota Jakarta memerlukan setiap hari lebih kurang sebanyak 120 ton daging sapi/kerbau (PALUPI, 2000a). Akan tetapi karena keterbatasan ruang dan lahan serta kekurangan sumber daya manusia yang berusaha dalam budidaya sapi potong, maka untuk pemenuhan kebutuhan daging tersebut masih tergantung kepada pasokan dari daerah lain serta impor dari luar negeri. Jumlah produk ternak berupa daging sapi, kerbau, kambing dan domba yang dihasilkan dari ternak yang dipelihara dan dipotong di wilayah Jakarta hanya dapat memenuhi sebanyak 43,6% dari jumlah keseluruhan yang dibutuhkan.
118
Usaha agribisnis sapi potong yang meliputi usaha budidaya atau pemeliharaan ternak serta kegiatan pengolahan dan pemasaran bahan hasil ternak telah berlangsung cukup lama di wilayah perkotaan Jakarta dan dapat dipastikan akan dilakukan secara terus menerus pada masa mendatang. Usaha budidaya sapi potong dilakukan oleh penduduk terutama untuk penyediaan kebutuhan daging pada saat hari raya keagamaan (Idul Fitri dan Idul Adha), karena masih banyak penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk membeli ternak secara bersama-sama dan dipelihara untuk jangka waktu 3–12 bulan sebelum dipotong. Selain itu juga terdapat pedagang ternak sapi yang khusus memelihara ternak hidup untuk dipelihara dalam waktu yang cukup singkat, yaitu hanya sekitar 1–3 bulan sebelum dijual untuk dipotong. Kegiatan pengolahan dan pemasaran daging sapi di kota Jakarta jauh lebih banyak daripada usaha budidaya ternak, yaitu terutama untuk dijual di pasar tradisional maupun pasar swalayan, untuk memenuhi kebutuhan seharihari bagi keluarga, serta untuk keperluan Hotel dan Restoran. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan bagi warung-warung makan, warung bakso dan penjual bakso/sosis/burger keliling yang cukup banyak jumlahnya. Oleh sebab itu cukup banyak jumlah daging sapi baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan yang dikirim ke Jakarta setiap harinya. Dalam upaya untuk memberikan masukan pemikiran atau ide dalam pengembangan dan perbaikan usaha sapi potong termasuk kegiatan agribisnisnya di perkotaan, maka dalam makalah ini akan disampaikan informasi yang berhubungan dengan program pemerintah, kondisi pemeliharaan, pemasokan, dan rekomendasi untuk pengembangan agribisnis sapi potong untuk wilayah Propinsi DKI Jakarta. PROGRAM PETERNAKAN DALAM AGRIBISNIS PERKOTAAN Paradigma baru dalam pembangunan sektor pertanian pada saat ini adalah berupa sistem agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Dalam sistem agribisnis ini lebih ditonjolkan pada keunggulan komparatif, lebih mendukung program ketahanan pangan dan diarahkan
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
untuk dapat mempertahankan kelestarian hidup. Sehubungan dengan itu Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi DKI Jakarta juga telah mencanangkan bahwa program pembangunan pertanian di Jakarta adalah berupa pertanian perkotaan yang berbasis agribisnis dan ramah lingkungan (Pemda DKI, 2003). Luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya pertanian di Jakarta adalah sebanyak 11.240 Ha yang terdiri dari 2.845 Ha tanah sawah dan 8.395 Ha tanah DARAT (DINAS TANHUt DKI, 2003), namun luas tempat usaha peternakan hanya berjumlah sekitar 5.057 Ha. Dilaporkan bahwa ada 17 jenis kegiatan yang berhubungan dengan pertanian yang dilakukan di wilayah DKI Jakarta, meliputi kegiatan produksi dan nonproduksi berbagai komoditas pertanian yang secara umum mencakupi hampir semua kegiatan yang merupakan komponen dalam sistem agribisnis (ADIYOGA et al., 2002). Pengusahaan komoditas hortikultura (sayuran, buah-buahan dan tanaman hias) terlihat sangat dominan dibanding dengan komoditas lainnya. Kegiatan lain yang cukup menonjol adalah yang berhubungan dengan pengolahan, pemasaran dan distribusi produk pertanian. Komoditas peternakan yang dibudidayakan di wilayah Jakarta juga cukup banyak, yaitu meliputi sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging/petelur, itik petelur, burung dara, burung puyuh, dan hewan hias/hobi. Selain itu juga terdapat berbagai kegiatan dalam industri hilir yang melaksanakan pengolahan terhadap berbagai produk peternakan seperti pembuatan bakso, sosis, burger, daging asap, susu pasterisasi, yoghurt, telur asin, kerupuk kulit kaki/ceker ayam, kerupuk kulit kerbau, dan sebagainya. Kegiatan agribisnis di wilayah perkotaan seyogyanya dilaksanakan dalam bentuk suatu organisasi dan manajemen yang dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang semaksimal mungkin dapat menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh pasar. Oleh sebab itu jenis kegiatan yang dilakukan tidak hanya terbatas pada budidaya, tetapi juga meliputi usaha untuk penyediaan bahan, sarana, alat/mesin dan jasa di hulu usahatani, serta kegiatan pascapanen, pengolahan,
penangan hasil, pemasaran dan berbagai kegiatan lain yang berada di sektor hilir. Pemda Propinsi DKI Jakarta memandang bahwa kota Jakarta mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan sistem agribisnis terutama pada sektor hilir yang meliputi perdagangan atau pemasaran produk agribisnis tersebut (EDININGTYAS, 2002). Peran sub-sistem agribisnis ini sangat penting, sehingga diperlukan perhatian yang cukup serius agar tidak terjadi distorsi pasar yang dapat mengakibatkan kerugian bagi produsen maupun konsumen. Oleh sebab itu diharapakan agar Pemda DKI mampu membina melalui wewenang yang dimiliki agar pasar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Sub-sistem agribisnis lainnya yang mempunyai peran yang cukup baik untuk dikembangkan di Jakarta adalah pada sektor jasa seperti bursa komoditi, penyediaan jasa kredit, konsultan pertanian dan sebagainya. Bursa komoditi berperan sangat penting untuk menstabilkan harga di pasaran, terutama pasar internasional, agar produsen tidak dirugikan. Hal ini sangat dibutuhkan dalam kancah perekonomian moderen dan dalam perspektif ekonomi global. Instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan program peternakan di Jakarta adalah Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Dinas Pekanla), yang merupakan instansi baru dibentuk dan berasal dari penggabungan dua Dinas yang sebelumnya berdiri sendiri, yaitu Dinas Peternakan dan Dinas Perikanan. Dinas yang baru ini dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi DKI Jakarta No. 3 tahun 2001, dengan tugas pokok untuk merumuskan kebijakan teknis serta menyelenggarakan usaha peningkatan peternakan, perikanan dan kelautan (RAHARDJO, 2002). Pengembangan usaha peternakan telah ditetapkan sebagai salah satu tugas yang akan dilakukan oleh instansi ini, sebagaimana juga tercantum di dalam Visi organisasi, yaitu teruwujudnya masyarakat sejahtera melalui pengelolaan sumberdaya peternakan, perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk mendukung Visi tersebut juga telah ditetapkan berbagai Misi yang akan dilaksanakan secara terus menerus di wilayah ini. Pelaksanaan Visi dan Misi
119
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
tersebut dituangkan ke dalam tiga program utama yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Kotamadya dan Kabupaten yang ada, yaitu a) Program pengembangan produksi peternakan dan perikanan, b) Program penataan distribusi hasil peternakan dan perikanan, c) Program pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya laut (DINAS PEKANLA DKI, 2003). Program pertama dan kedua dilaksanakan di seluruh wilayah, sedangkan program ketiga hanya dilaksanakan di wilayah yang mempunyai laut, yaitu Kotamadya Jakarta Utara dan Kabupaten Administratif (Kabtif) Kepulauan Seribu. Wilayah Kabtif Kepulauan Seribu sebelumnya juga merupakan bagian dari Kotamadya Jakarta Utara dan baru saja dimekarkan menjadi Kabtif bersamaan dengan penggabungan kedua Dinas yang disebutkan di atas. Oleh sebab itu program peternakan yang dilaksanakan di Kabtif ini juga merupakan program yang baru, karena sebelumnya lebih difokuskan kepada usaha pengembangan sumberdaya laut, dengan demikian belum banyak data tentang usaha peternakan yang tersedia dari wilayah ini. KETERSEDIAAN SUMBERDAYA PETERNAKAN Jumlah peternak, pemeliharaan dan pemasokan ternak Peternak yang memelihara sapi potong dan kerbau di Jakarta pada umumnya juga merangkap sebagai pedagang ternak. Selain itu mereka juga banyak yang sekaligus merangkap sebagai penjagal atau “bos daging” yang bertanggung jawab menyiapkan ternak untuk dipotong serta menyediakan daging yang akan dijual oleh penjual daging di pasar tradisional yang ada. Keberadaan peternak yanng tercatat adalah di wilayah Kotamadya Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Jumlah peternak yang berada di wilayah Jakarta Timur adalah sebanyak 4 orang dengan kepemilikan sapi sebanyak 6–14 per orang. Sedangkan jumlah peternak kerbau di wilayah ini adalah sebanyak 11 orang dan memiliki ternak sebanyak 1–10 ekor per orang. Peternak yang berada di wilayah Jakarta Barat tergabung ke dalam 2 kelompok peternak,
120
yaitu kelompok Semanan Indah dan Makmur Jaya. Kelompok pertama mempunyai anggota sebanyak 20 orang dengan jenis ternak yang dipelihara meliputi sapi potong, kebau dan kambing. Sedangkan kelompok yang kedua terdiri dari 11 orang anggota dengan mengusahakan berbagai komoditas, meliputi sapi potong, burung dara, ikan konsumsi dan ikan hias (DINAS PEKANLA DKI, 2003). Peternak sapi/kerbau yang berada di Jakarta juga merupakan orang yang bertanggung jawab memelihara ternak yang dibeli secara bersamasama oleh penduduk untuk dipotong pada hari raya. Selain itu, yang juga termasuk peternak adalah pedagang musiman yang hanya menyediakan dan menjual ternak untuk dipotong pada hari raya atau hari besar keagamaan. Pemotongan ternak untuk penyediaan daging segar sehari-hari di Jakarta dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) milik Pemda DKI Jakarta yang dikelola oleh PD. Dharma Jaya, berlokasi di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Selain ternak sapi dan kerbau di RPH ini juga dipotong ternak kambing, domba dan ayam. Rataan jumlah sapi dan kerbau yang dipotong di RPH ini mencapai lebih dari 77 ribu ekor/tahun (Tabel 1). Sedangkan pemotongan ternak sapi/kerbau pada saat hari raya pada umumnya dilakukan di luar RPH, yaitu di setiap wilayah Kotamadya dengan jumlah pemotongan berkisar antara 139–1.058 ekor/tahun. Tabel 1. Jumlah pemotongan sapi/kerbau Propinsi DKI Jakarta tahun 2003 Tempat pemotongan RPH PD Dharma Jaya Cakung Luar RPH Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jumlah
di
Jumlah pemotongan (ekor) 77.884
606 333 139 1.058 223 80.243
Sumber: DINAS PEKANLA DKI (2003)
Ternak sapi dan kerbau yang dipelihara dan dipotong di Jakarta pada umumnya berasal dari peternak yang terdapat di wilayah sekitar
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
Jakarta, yaitu Bekasi, Bogor, Tangerang dan beberapa wilayah lainnya di Jawa Barat. Sebagian juga berasal dari luar daerah, yaitu meliputi Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB dan NTT. Ternak yang didatangkan dari luar daerah biasanya dikirim melalui tempat penampungan ternak (Holding Ground) yang berada di Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi. Tempat penampungan tersebut dikelola oleh sebuah perusahaan milik swasta yang sekaligus juga menyediakan jasa angkutan ternak dari daerah asal sampai dikirim lagi ke tempat yang membutuhkan. Lebih dari 3000 ekor sapi/kerbau dapat ditampung di tempat ini dan setiap tahun lebih dari 50 ribu ekor sapi/kerbau yang didatangkan ke tempat ini (DINAS PERTANIAN BEKASI, 2003). Selain sapi lokal, di Jakarta juga dipotong sapi impor berasal dari Australia yang dikenal sebagai sapi “Brahman Cross” atau sering juga disebut sebagai “Australian Commercial Cross”. Sapi impor tersebut terlebih dahulu telah dipelihara oleh perusahaan penggemukan sapi (feedlot) yang berada tidak jauh dari Jakarta, yaitu di Jonggol, Cimanggis, Bogor, Bekasi, Sukabumi dan sebagainya. Daging sapi perah Daging sapi yang diperdagangkan di Jakarta bukan hanya berasal dari sapi pedaging saja, akan tetapi juga berasal dari sapi perah. Ternak sapi perah yang dipotong untuk dijual dagingnya merupakan sapi perah jantan dan sapi betina yang sudah tidak produktif (afkir), karena sudah tua atau karena mempunyai produksi susu yang terlalu sedikit, atau juga karena tidak bisa menghasilkan anak (majir) sehingga juga tidak bisa menghasilkan susu. Ternak sapi perah terdapat hampir di seluruh wilayah Jakarta, kecuali di Kotamadya Jakarta Utara, dengan jumlah peternak sebanyak 216 orang yang memelihara lebih dari 4.000 ekor sapi. Jumlah sapi perah yang dipelihara oleh satu orang peternak berkisar antara 2–180 ekor, dimana hanya dua orang peternak yang memelihara lebih dari 100 ekor, kedua peternak tersebut juga merupakan pedagang sapi perah yang menyediakan sapi perah jantan dan sapi betina afkir untuk dijual sebagai sapi potong (DINAS PEKANLA DKI, 2003).
Usaha pemeliharaan ternak sapi perah di Jakarta lebih banyak dilakukan oleh penduduk asli betawi yang pada umumnya tinggal bersama di dalam satu wilayah, dimana semua tetangga adalah saudara, sehingga keberadaan kandang sapi di sekitar rumah merupakan hal biasa yang tidak dianggap mengganggu lingkungan. Oleh sebab itu usaha sapi perah ini masih tetap bertahan dan sangat sulit untuk dihilangkan dari wilayah Jakarta, sehingga pada tahun 1986 Pemda DKI Jakarta telah menyediakan suatu tempat di wilayah Jakarta Timur sebagai pusat pemeliharaan sapi perah. Sebanyak 24 orang peternak dari wilayah “segitiga emas” di Kuningan dipindahkan ke tempat ini dan untuk setiap peternak disediakan lahan tempat usaha termasuk perumahan seluas 300–1.000 m2. Sapi perah yang dipelihara di Jakarta kebanyakan berasal dari wilayah Jawa Tengah dan hanya sedikit sekali yang berasal dari hasil pembesaran sendiri oleh peternak. Sapi perah yang dikirim ke Jakarta merupakan sapi betina yang paling kurang telah melahirkan anak satu kali di tempat asalnya, termasuk juga sapi yang dalam keadaan bunting muda. Peternak sapi perah tidak memilih sapi berdasarkan tingkat produksi susu, karena jika ternyata produksinya kurang tinggi maka sapi tersebut akan segera dijual sebagai sapi potong. Oleh sebab itu rataan tingkat produksi sapi perah di Jakarta cukup rendah, yaitu hanya kurang dari 10 liter/ekor/hari. Hal ini juga menyebabkan tidak banyak sapi perah yang dipelihara untuk jangka waktu yang terlalu lama, yang berarti bahwa cukup sering terjadi penggantian dengan sapi yang baru, apalagi pada saat harga daging sapi cukup tinggi, dimana pada saat itu akan lebih menguntungkan untuk menjual sapi sebagai sapi potong daripada untuk menghasilkan susu. Daging segar, beku dan olahan Sebagaimna telah dijelaskan di atas bahwa daging sapi yang dikonsumsi oleh penduduk di Jakarta ada yang diolah menjadi berbagai bentuk olahan antara lain dibuat menjadi bakso, sosis, burger dan daging asap. Pedagang bakso keliling yang menggunakan gerobak dorong dan pikulan sangat banyak terdapat di wilayah Jakarta, terutama untuk konsumsi penduduk yang berpenghasilan menengah ke
121
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
bawah dan untuk anak-anak sekolah. Pembuatan bakso untuk pedagang keliling ini pada umumnya dilakukan oleh usaha rumah tanga dengan menggunakan daging sapi lokal yang mempunyai kandungan serat yang lebih tinggi daripada daging sapi impor. Bakso seperti ini dikenal sebagai bakso “urat“ yang sangat banyak digemari oleh masyarakat di Jakarta. Pembuatan daging sapi olahan untuk konsumsi penduduk Jakarta yang berpenghasilan menengah ke atas dilakukan oleh beberapa perusahan besar yang mendapat izin resmi dari Pemda DKI Jakarta (Tabel 2). Daging yang digunakan untuk pembuatan produk olahan ini mempunyai kualitas yang baik, terutama menggunakan daging sapi impor, sehingga harganya juga menjadi relatif lebih tinggi daripada produk yang dihasilkan oleh usaha rumah tangga. Untuk pemenuhan kebutuhan bagi penduduk Jakarta, selain sapi/kerbau hidup juga terdapat penjualan daging segar, beku dan olahan yang berasal dari luar Jakarta. Sebanyak 13 perusahan dan perorangan yang mendapat izin untuk memasukan daging tersebut ke Jakarta. Dilaporkan bahwa dalam tahun 2003 lebih dari 106 ton daging dan 1 ton daging olahan yang didatangkan ke Jakarta oleh perusahan dan perorangan yang mempunyai izin tersebut. Daging dan olahan yang dikirim berasal dari berbagai wilayah di Pulau Jawa dan bahkan juga dari Pulau Bali, namun paling banyak berasal dari kota Semarang dan Pekalongan yang dalam satu tahunnya masingmasing mengirim sebanyak 48 ton daging sapi.
Sedangkan dari kota Bekasi, Subang dan Salatiga masing-masing didatangkan sebanyak 3–3,5 ton daging per tahun (Tabel 3). Daging sapi dan daging olahan juga banyak yang langsung diimpor dari luar negeri dengan rataan setiap bulan masing-masing sebanyak 1.000 ton untuk daging dan 50 ton untuk daging olahan dalam tahun 2002 (Tabel 4). Produk ternak tersebut diimpor dari berbagai negara, meliputi Amerika, Kanada, Australia, Selandia Baru, Irlandia, Brazil dan sebagainya. Dalam Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemasukan daging dan olahan ke Jakarta mempunyai kecenderunngan untuk meningkat lebih dari 50% pada bulan sebelum dan pada saat hari raya atau hari besar keagamaan (Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Imlek), yaitu pada bulan Februari, September, Oktober dan November. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi daging oleh penduduk Jakarta juga meningkat pada hari raya tersebut. Jumlah produk ternak yang diimpor dalam tahun 2003 dapat dipastikan menjadi sangat berkurang, karena adanya larangan impor ternak dan produknya akibat merebaknya penyakit sapi gila (Bovine Spongiform Enchelophaty/BSE). Pelarangan dilakukan setelah adanya konfirmasi dari pemerintah Kanada dan Badan Kesehatan Hewan Internasional (OIE). Pelarangan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan No. TN 510/24.09/DKH/0503, tanggal 22 Mei 2003 dan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 757/MPP/Kep/12/2003, tanggal 31 Mei 2003 (KURNIAWAN, 2004).
Tabel 2. Daftar nama perusahaan yang mendapat izin usaha pengolahan bahan hasil hewan di Propinsi DKI Jakarta tahun 1999/2000 Nama perusahaan PT Kem Food Industries PT Soelina I.K.P PT Dunia Daging Food Industries PT Kapuk Jaya PT Lan Nam Fong
Alamat Jl. Pulo Kambing No. 11 Pulo Gadung, Jakarta Timur Jl. HR. Rasuna Said Kav. B-7, Jakarta Selatan Jl. Raya Poncol No. 24. Ciracas, Jakarta Timur Jl. Peternakan Babi Blok E No. 78, Cengkareng, Jakarta Barat Jl. Sawah Lio I No. 59. Jembatan Lima, Jakarta Barat
Sumber: DINAS PETERNAKAN DKI (2000)
122
Jenis olahan Sosis, daging asap Sosis Beef burger Bakso Bakso
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
Tabel 3. Daftar nama perusahaan/perseorangan yang mendapat surat persetujuan untuk pemasukan daging sapi dan daging olahan sapi dari luar daerah ke wilayah Propinsi DKI Jakarta tahun 2003 Nama perusahaan/perseorangan
Daging sapi (kg)
Daging olahan (kg)
Daerah asal
PT Sumber Prima Anugerah
-
750
Tangerang
H. Memen
45
-
Ciamis
PT Andaru Arti Agung
3.000
-
Salatiga
PT Santos Agrindo
3.500
-
Bekasi
PT Bina Mentari Tunggal
3.000
-
Subang Semarang
Sumardi
48.000
-
UD Arbit
48.000
-
Pekalongan
Tri Martono
50
-
Boyolali
PT Aromaduta Rasaprima
450
500
Bali
Hj. Siti Julaeha
72
-
Bandung
PT Ratmaba
24
-
Banyumas
PT Japfa Osi Food Industries
60
-
Tangerang
PT Duta Mandiri Abadi
38
-
Semarang
Jumlah
106.239
1.250
Sumber: DINAS PEKANLA DKI (2003) Tabel 4. Jumlah pemasukan daging sapi, daging olahan dan jerohan sapi dari luar negeri ke Jakarta setiap bulan dalam tahun 2002 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Daging sapi (kg)
Daging olahan (kg)
Jerohan sapi (kg)
1.199.580,14 413.751,62 842.139,54 1.064.284,29 1.392.243,46 940.252,82 1.697.240,49 1.647.687,29 1.870.461,42 961.362,55 12.049.003,61
75.346,20 28.278,00 29.263,40 71.987,20 57.872,68 73.133,20 11.568,79 51.003,73 79.513,10 41.694,84 56.940,41 586.601,55
712.917,37 351.486,44 354.232,03 499.242,34 772.884,09 1.071.831,01 545.726,56 961.357,68 1.073.043,71 903.640,39 675.427,16 7.921.838,78
Negara asal -
Australia Amerika Selandia Baru Irlandia Brazil Kanada
Sumber: DINAS PEKANLA DKI (2002)
Pengembangan agribisnis sapi potong di perkotaan Pelaksanaan kegiatan agribisnis di perkotaan mempunyai kontribusi yang sangat baik terhadap perkembangan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan keikutsertaan
secara sosial masyarakat miskin kota terhadap penghijauan kota dan penggunaan kembali secara produktif limbah perkotaan (BAKKER, et al. 2000). Agribisnis perkotaan juga dapat berperan penting dalam sistem pengelolaan lingkungan, karena kota yang berkembang akan menghasilkan limbah cair dan organik.
123
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
Limbah ini sangat sulit untuk dibuang, namun melalui kegiatan pertanian dapat dimanfaatkan menjadi bahan yang berguna, sebagai berikut: a) Limbah rumah tangga, limbah organik dari pasar dan industri pertanian dikumpulkan untuk dibuat kompos dan pakan ternak, b) Penggunaan kompos dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia, sehingga kontaminasi lahan oleh bahan kimia menjadi berkurang, c) Pembuatan kompos juga dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan penghasilan bagi penduduk miskin kota. Agribisnis perkotaan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan yang murah dengan kualitas yang cukup tingi. Selain itu juga ditujukan untuk menghasilkan produk yang tidak dapat dihasilkan di desa seperti bahan yang cepat rusak, bahan yang harus segera dimanfaatkan, mengurangi impor dari desa maupun luar negeri. Menanam sendiri bahan pangan atau memelihara sendiri binatang ternak akan dapat mengurangi pengeluaran, sedangkan menjualnya akan dapat menghasilkan uang. Agribisnis perkotaan dapat menstimulasi berkembangnya usaha mikro kecil, kegiatan budidaya, pengolahan, pengemasan dan pemasaran. Pemeliharaan ternak sapi/kerbau yang merupakan bagian dari kegiatan agribisnis perkotaan akan selalu dilakukan oleh penduduk yang ada di Jakarta. Termasuk juga pemeliharaan ternak sapi perah juga dapat dianggap sebagai bagian dari agribisnis perkotaan yang berfungsi juga sebagai sumber penghasil daging bagi penduduk Jakarta. Ternak yang dipelihara tersebut terutama diperlukan untuk memenuhi kebutuhan bagi penduduk yang berpenghasilan menengah ke bawah. Sedangkan untuk yang berpenghasilan tinggi, yang juga mempunyai daya beli daging yang cukup tinggi pula, kebutuhannya dapat dipenuhi dari daging yang dipasok dari luar daerah atau impor dari luar negeri. Bagi sebagian besar penduduk yang berpenghasilan rendah di Jakarta ada anggapan bahwa daging termasuk kebutuhan mewah. Hal ini mungkin disebabkan karena kultur feodalistik di Indonesia yang terbentuk berabad-abad lamanya sehingga mewariskan anggapan bahwa makan berlauk daging dalah bagian dari simbol status derajat dan martabat seseorang. Sehingga ada anggapan bahwa daging baru layak disantap pada saat hari raya
124
atau pada saat adanya pesta atau hajatan (pekawinan. sunatan, ulang tahun dan sebagainya). Untuk memenuhi kebutuhan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang pada umumnya secara bersama-sama memelihara ternak hidup untuk dipotong pada hari raya kurban (Idul Adha), serta untuk pemeliharaan ternak dalam waktu singkat sebelum dipotong, maka masih diperlukan tempat untuk pemeliharaan ternak tersebut. Lahan yang diperlukan untuk pemeliharaan ternak seperti ini, termasuk juga untuk pemeliharaan ternak sapi perah, masih cukup tersedia. Sehubungan dengan itu, maka masih dirasa perlu untuk selalu diupayakan pengembangan teknologi tepat guna bagi usaha agribisnis sapi potong di wilayah perkotaan Jakarta. Teknologi tepat guna yang masih perlu dikembangkan adalah terutama yang berhubungan dengan upaya penyediaan pakan ternak yang cukup, sesuai dengan kebutuhan ternak, serta berkualitas tinggi. Hal ini terutama disebabkan karena tidak mudahnya mendapatkan lahan untuk penanaman bahan pakan tersebut, atau dapat juga disebabkan karena jauhnya jarak antara tempat tersedianya bahan pakan dengan tempat pemeliharaan ternak. Pada saat ini ternak lebih banyak diberi pakan rumput lapangan, kulit jagung atau limbah pasar lain yang pada umumnya berkualitas rendah. Selain itu juga ada ternak yang diberi pakan berupa limbah dari industri pertanian berupa ampas tahu, yang juga termasuk bahan pakan berkualitas rendah. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui pemindahan lokasi pemeliharaan ternak ke daerah yang kurang padat penduduk dan masih tersedia lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman hijauan pakan ternak. Daerah yang masih mungkin digunakan adalah di Kotamadya Jakarta Timur, Utara, Barat dan Selatan, karena di daerah ini masih terdapat tanah sawah dan lahan darat/kebun yang cukup luas. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka pada lahan di sekitar areal peternakan dapat ditanam berbagai jenis rumput makanan ternak unggul, seperti rumput raja (King grass), rumput gajah (Elephant grass), kacangkacangan (Leguminosa) dan sebagainya. Bahan pakan yang juga potensial untuk digunakan adalah biomasa, berupa batang dan
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
daun, dari jagung berkualitas tinggi yang baru dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, yaitu disebut sebagi jagung QPM (quality protein maize). Dilaporkan bahwa jagung ini mempunyai kadar protein yang lebih tinggi, sehingga diharapkan bahwa jika diberikan kepada ternak dapat menjadi sumber bahan hijauan dengan kadar protein yang cukup tinggi. Untuk keperluan ini perlu terlebih dahulu dilakukan uji adaptasi penanaman jagung QPM di wilayah Jakarta. Selanjutnya perlu juga dicari teknologi yang tepat untuk penyajian biomasa jagung ini sebagai pakan ternak (dalam bentuk segar, kering atau silase). Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan pemindahan lokasi pemeliharaan ternak, maka jalan lain yang dapat ditempuh adalah melalui penanaman hijauan pakan unggul di wilayah yang tidak terlalu jauh dari lokasi pemeliharaan termasuk juga di lahan milik Pemda, seperti di kebun percobaan, Balai Benih Induk Pertanian dan sebagainya. Selain itu dapat juga digunakan teknologi pembuatan pakan menggunakan Probion untuk pengawetan dan peningkatan kualitas gizi jerami padi, yang telah dikembangkan oleh Balai Penelitian Ternak (PUSLITBANGNAK, 2004). Sumber bahan jerami padi yang akan digunakan dapat berasal dari hasil penanaman padi di Jakarta dan di wilayah lain di sekitar Jakarta. Namun demikian perlu dilakukan perhitungan yang cermat agar harga jual jerami yang telah difermentasikan dengan Probion tersebut tidak menjadi terlalu mahal. Selain itu juga perlu dicari cara yang mudah untuk mengangkutnya, karena jerami padi merupakan bahan yang cukup amba (bulky), sehingga agak sulit membawanya dalam bentuk segar. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membuatnya menjadi berbentuk kotak atau wafer, menggunakan suatu alat pengepresan. Pada saat ini juga telah tersedia teknologi pakan lengkap (complete feed) yang dikembangkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur (WAHYONO, 2002). Teknologi ini dapat juga diterapkan untuk ternak yang dipelihara di Jakarta dengan syarat ada pengusaha yang mau membuat pakan tersebut dengan lokasi pabrik yang tidak berjauhan dengan tempat pemeliharaan ternak. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan pakan ini cukup tersedia di Jakarta karena
hanya dengan memanfaatkan limbah pertanian dan pakan non-konvensional yang ada. Selain itu proses pengolahannya juga tidak terlalu sulit, yaitu hanya meliputi pemotongan untuk merubah ukuran partikel bahan, pengeringan, penggilingan/penghancuran, pencampuran dengan bahan konsentrat dan pengemasan. Teknologi lain yang cocok juga untuk diterapkan di Jakarta adalah pemberian pakan tambahan berupa permen sapi atau sering dikenal sebagai Feed Block Supplement (FBS), yaitu suatu cara untuk meningkatkan kualitas pakan dan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan ternak terhadap berbagai zat gizi yang diperlukan. Pakan tambahan ini diformulasikan sesuai dengan kebutuhaan ternak dan dibentuk sedemikian rupa agar ternak tidak dapat mengkonsumsinya secara langsung, tetapi sedikit demi sedikit dengan cara menjilatnya pada saat diperlukan. Teknologi penggunaan FBS untuk ternak sapi perah telah diujicoba dan diadaptasikan di berbagai tempat di wilayah Bogor dan Jakarta. Hasil yang diperoleh pada pengkajian di Jakarta menunjukkan bahwa pemberian FBS mampu meningkatkan produksi air susu (4% FCM) dan cenderung meningkatkan kualitas air susu (kadar lemak, kadar bahan kering tanpa lemak). Perbaikan dalam produksi dan kualitas air susu dan setelah memperhatikan konsekuensi tambahan biaya penggunaan FBS, juga mampu memberikan kenaikan pendapatan bagi peternak (SURYAHADI et al., 2003). Teknologi penggunaan permen sapi yang sama juga telah dikembangkan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional (Pair-Batan) yang diberi nama sebagai Urea Molasses Multinutrient Block (UMMB). Penggunaan UMMB ini telah diuji adaptasikan di berbagai wilayah di Jawah Tengah, meliputi Pati, Sukoharjo, Grobogan dan Wonosobo. Dalam penhujian tersebut diperoleh hasil bahwa pemberian UMMB paling efektif dan ekonomis untuk penggemukan sapi jantan adalah selama 4,5 bulan dengan pertambahan bobot badan harian mencapai 1,61 kg/ekor (PALUPI, 2000b). PENUTUP Jumlah penduduk kota Jakarta yang cukup banyak merupakan tempat yang sangat
125
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
potensial untuk pemasaran berbagai produk pertanian, termasuk produk dari usaha peternakan sapi potong. Usaha pemeliharaan ternak untuk menghasilkan daging segar dan olahan merupakan bagian dari kegiatan agribisnis perkotaan yang akan terus menerus dilaksanakan oleh penduduk yang tinggal di wilayah Jakarta. Terdapat tiga jenis ternak yang berfungsi sebagai ternak penghasil daging di jakarta, yaitu ternak sapi potong, kerbau dan sapi perah (jantan dan afkir). Ternak sapi/ kerbau yang dipelihara terutama adalah ternak yang dibeli secara bersama untuk dipotong pada saat hari raya, sedangkan ternak sapi perah merupakan usaha keluarga yang secara turun temurun dipelihara oleh penduduk asli betawi yang tinggal di Jakarta. Masalah utama yang dihadapi oleh peternak di Jakarta adalah kesulitan dalam penyediaan pakan yang cukup bagi ternak, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pakan tersebut. Hal ini terutama berhubungan dengan tidak mudahnya mendapatkan lahan untuk penanaman bahan pakan atau karena jauhnya jarak antara tempat tersedianya bahan pakan dengan tempat pemeliharaan ternak. Sehubungan dengan itu perlu terus diupayakan untuk mengembangkan berbagai teknologi, terutama yang berhubungan dengan penyediaan pakan bagi ternak yang dipelihara di Jakarta. Teknologi pakan yang dapat diterapkan pada saat ini antara lain adalah: a) penanaman rumput unggul dan jagung QPM (quality protein maize), b) penggunaan Probion untuk pengawetan dan pengingkatan kualitas bahan pakan, c) penggunaan pakan lengkap (complete feed) dan permen sapi (FBS atau UMMB). DAFTAR PUSTAKA ADIYOGA, W., B. BAKRIE dan H. PURNOMO. 2002. Prospek dan persepsi pengembangan pertanian perkotaan di wilayah DKI Jakarta. Prosiding Seminar Regional: Pemanfaatan Teknologi dalam Upaya Memantapkan Pertanian Perkotaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. hlm. 18-26. BPS 2003. Jakarta Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta.
126
BAKKER, N., M. DUBBELING, S.U. GUNDEL dan H. DE ZEEUW. 2000. Growing Cities, Growing Food: Urban Agriculture on the Policy Agenda. Feldating:DSE. DINAS PEKANLA DKI JAKARTA. 2002. Statistik Peternakan Propinsi DKI Jakarta Tahun 2002. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta. DINAS PEKANLA DKI JAKARTA. 2003. Laporan Tahun 2003 Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta. DINAS PERTANIAN BEKASI. 2003. Laporan Tahun 2003 Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi. Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi. DINAS PETERNAKAN DKI. 2000. Laporan Tahun 2000 Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta. Dinas Peternakan Propinsi DKI Jakarta. DINAS TANHUT DKI JAKARTA. 2002. Pertanian Dalam Angka Tahun 2002. Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta. DIWYANTO, K. 2001. PMK, BSE dan Antraks: Ancaman dalam pengembangan sapi di Indonesia. Majalah Trobos No. 21/Th.II/Juni 2001. hlm. 18–19. EDININGTYAS, S. 2002. Posisi dan peran pembangunan agribisnis perkotaan di DKI Jakarta. Prosiding Seminar Regional: Pemanfaatan Teknologi dalam Upaya Memantapkan Pertanian Perkotaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. hlm. 33-42. KURNIAWAN, W. 2004. Kebijakan impor daging yang tak jelas itu. Majalah Infovet. Edisi 22, September 2004. hlm. 48. PALUPI, P.S. 2000a. Cukupkah pasokan protein hewani untuk hari raya? Majalah Trobos No. 15/Th.II/Desember 2000. hlm. 18–19. PALUPI, P.S. 2000b. Urea molasses multinutrient block: Cara lain gemukkan sapi. Majalah Trobos No. 15/Th.II/Desember 2000. hlm. 50– 51. PEMDA DKI. 2003. Program Pembagunan Daerah Tahun 2003. Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. PUSLITBANGNAK. 2004. Program jaringan litkaji dan unggulan komoditas peternakan. Makalah Disampaikan dalam Lokakarya Sinkronisasi Program Penelitian dan Pengkajian dan Sosialisasi Kegiatan Tim Asistensi. Pacet, Cipanas. 21-25 Juni 2004.
Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
RAHARDJO, M. 2002. Kebijakan pembagunan peternakan, perikanan dan kelautan di Propinsi DKI Jakarta. Prosiding Seminar Regional: Pemanfaatan Teknologi dalam Upaya Memantapkan Pertanian Perkotaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. hlm. 53–59. SURYAHADI, B. BAKRIE, AMRULLAH, B.V. LOTULUNG dan R. LASIDE. 2003. Kajian tehnik suplementasi terpadu untuk meningkatkan produksi dan kualitas susu sapi perah di DKI Jakarta. Laporan Penelitian Kerjasama antara Fakultas Peternakan IPB dengan BPTP Jakarta.
WAHYONO, D.E., R. HARDIANTO, C. ANAM, SUYAMTO, G. KARTONO dan S.R. SOEMARSONO. 2002. Kajian teknologi pakan lengkap (complete feed) sebagai peluang agribisnis bernilai komersial di pedesaan. Makalah disampaikan pada Seminar dan Ekpose Teknologi Spesifik lokasi, tanggal 13– 15 September 2002 di Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
127