IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT
SKRIPSI SANDY KARTIWA SUTISNA
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN SANDY KARTIWA SUTISNA. D34103013. 2008. Identifikasi Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Garut. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Burhanuddin, MM. Permintaan terhadap jumlah daging sapi potong, saat ini belum dapat dipenuhi oleh peternak-peternak domestik sehingga masih melakukan impor. Permasalahan ini dapat diantisipasi salah satunya dengan melakukan penambahan jumlah populasi sapi potong, oleh sebab itu perlu dilakukan suatu usaha untuk mengembangkan peternakan yang telah ada sehingga lebih banyak kuantitasnya dan lebih berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi sumberdaya peternakan di Kabupaten Garut yang menunjang upaya pengembangan ternak sapi potong, (2) Mengidentifikasi wilayah basis dan non basis kegiatan pengembangan ternak sapi potong, (3) Mengidentifikasi kapasitas tampung ternak sapi potong masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Garut. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan mulai tanggal 27 Juni sampai 27 juli 2007. Populasi penelitian ini adalah peternak sapi potong di sentra sapi potong Kabupaten Garut. Jumlah sentra sapi potong di Kabupaten Garut ada 12 kecamatan, pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu mengambil tiga kecamatan (Wanaraja, Karangpawitan dan Sucinaraja) yang termasuk sentra sapi potong dari jumlah 12 kecamatan sentra sapi potong yang ada di Kabupaten Garut. Pemilihan lokasi berdasarkan kemampuan sumberdaya dan rekomendasi Dinas Peternakan Kabupaten Garut, kemudian secara sengaja (purposive) diambil 10 peternak dari masing-masing kecamatan terpilih berdasarkan kesediaan dan keberadaan peternak pada saat itu.. Data meliputi data primer dan sekunder, analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis Location Quation (LQ) dan analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR). Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia sapi potong menunjukan masih mampu untuk menampung penambahan jumlah ternak sapi potong di setiap wilayah kecamatan-kecamatan Kabupaten Garut. Peningkatan jumlah ternak sapi potong, dapat menambah jumlah wilayah basis populasi sapi potong dan lebih menyebar ke seluruh wilayah kecamatan. Wilayah yang diprioritaskan yaitu, kecamatan Caringin, Bungbulang, Cikelet, Pameungpeuk, Cibalong, Cisompet, dan Malangbong karena termasuk wilayah basis populasi sapi potong dan mempunyai KPPTR positif atau mempunyai daya dukung dilihat dari potensi hijuannya untuk pakan sapi potong. Kata-kata kunci : Location Quation, sapi potong, wilayah pengembangan,KPPTR.
ABSTRACT Identification of Beef Cattle Development Area in Garut Regency Sutisna,S.K., S.Mulatsih and Burhanuddin The purposes of this research were to : 1) Identified animal husbandry resource in Garut Regency, 2) identified basic area and non basic area for beef cattle development, and 3) identified area capacity building was in the end for beef cattle development. This research was held on June until July 2007. This research designed as a survey research. Primary data obtained by direct interview with farmers using questionnaires as the tool. Secondary data obtained from relevant institutions sources which related to the topic of this research. This research used descriptive analysis, Location Quation (LQ) analysis and Added Capacity of Ruminant Population analysis (ACRP). Descriftive analysis result, describe potency of Garut regency animal husbandry resource viewed from natural resource point of view, human resource still has potention that can be used to support beef cattle development, capital and technology has enough but still need further increment. Breeder institution already gave enough support in beef cattle development in Garut Regency. The result of LQ calculation from subresident in Garut Regency that has LQ ≥ 1 is 8 subresident which are basic area, 16 subresident were non basic area but has beef cattle animal husbandry and 18 subresident were non basic area without beef cattle animal husbandry. While the ACRP calcultion result showed total value of Garut Regency is 2.357.458,94 ST. Key word : Location Quation, beef cattle, development area, ACRP.
IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT
SANDY KARTIWA SUTISNA D34103013
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT
Oleh SANDY KARTIWA SUTISNA D34103013
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Juni 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir Sri Mulatsih, M. Agr. Sc NIP. 130 516 995
Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, Msc. Agr NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 28 September 1984. Penulis adalah anak kesembilan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Bapak Idris Sutisna dan Ibunda Siti Hadijah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Girimukti Garut pada tahun 1997, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 1 Bungbulang Garut dan pendidikan dilanjutkan menengah atas di SMUN 1 Bungbulang Garut diselesaikan pada tahun 2003. Penulis diterima pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan minat Ekonomi dan Perencanaan Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2003. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa SEIP (HIMASEIP) pada Departemen Infokom periode 20032004 dan Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada Departemen Sosial Pendidikan Mahasiswa dan Masyarakat pada tahun 2005-2006.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kekuatan serta kemudahan dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Identifikasi Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Garut” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi wilayah kecamatan mana saja yang dapat dijadikan wilayah pengembangan ternak sapi potong di daerah Kabupaten Garut. Hal itu dengan mempertimbangkan sumberdaya peternakan apa saja yang dapat dijadikan pendukung pengembangan, wilayah mana saja yang menjadi basis populasi ternak sapi potong dan melihat kemampuan wilayah pengembangan untuk menambah jumlah populasi berdasarkan kemampuan menyediakan hijauan untuk pakan ternak. Skripsi ini diharapkan dapat membantu pelaksanaan pengembangan sapi potong sebagai bahan pertimbangan di Kabupaten Garut, juga dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya tentang sapi potong, serta bagi para pengusaha atau investor yang akan mengembangan ternak sapi potong di daerah Kabupaten Garut pada khususnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, masih banyak kekurangan pada skripsi ini, baik dalam hal penyajian ataupun isi. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran membangun dari pembaca untuk perbaikan lebih lanjut, semoga skripsi ini bisa bermanfaat baik bagi penulis ataupun semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis berharap karya kecil ini menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan terutama untuk keluaraga tercinta. Amin.
Bogor, Mei 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN..................................................................................................
i
ABSTRACT.....................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI....................................................................................................
v
DAFTAR TABEL............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang..................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................. Tujuan .................................................................................................. Kegunaan Penelitian ............................................................................
1 2 2 3
KERANGKA PEMIKIRAN............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
6
Konsep Pengembangan Wilayah ......................................................... Sapi Potong .......................................................................................... Sumberdaya Peternakan....................................................................... Analisis Location Quation (LQ) .......................................................... Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .........
6 7 8 9 9
METODE PENELITIAN ................................................................................
10
Lokasi dan Waktu ................................................................................ Populasi dan Sampel............................................................................ Desain Penelitian ................................................................................. Data dan Instrumensi ........................................................................... Analisis Data........................................................................................ Analisis Deskripsi ................................................................... Analisis Location Quation (LQ) ............................................. Analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ............................................................. Definisi Istilah......................................................................................
10 10 10 10 11 11 11 11 13
GAMBARAN UMUM LOKASI.....................................................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
16
Sumberdaya Peternakan....................................................................... Sumberdaya Alam.................................................................... Sumberdaya Manusia...............................................................
16 16 19
Teknologi ................................................................................. Modal ....................................................................................... Kelembagaan ........................................................................... Wilayah Basis Pengembangan ternak Sapi Potong ............................. Kapasitas Penambahan Populasi ternak Ruminansia (KPPTR) .......... Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak sapi Potong ....................
22 24 24 26 29 30
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
33
Kesimpulan ......................................................................................... Saran ...................................................................................................
33 34
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
36
LAMPIRAN.....................................................................................................
37
DAFTAR TABEL Nomor 1. Nilai k untuk Setiap Jenis Lahan Penghasil Rumput ....................
Halaman 12
2.
Nilai j untuk Setiap Jenis Tanaman Penghasil Jerami .........................
12
3.
Luas Lahan menurut Penggunaan di Kabupaten Garut ................
15
4.
Jumlah Ternak Rumiansia Kabupaten Garut (2002-2006) ...................
15
5.
Populasi Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut (2002-2006) ..............
16
6.
Populasi Sapi Potong Berdasarkan Umur dan Jenis kelamin di Kabupaten Garut Tahun 2006............................
17
Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis kelamin di Kabupaten Garut ..................................................................
19
7.
8.
Karakteristik Umur Peternak .................................................
20
9.
Persentase Pendidikan Penduduk Kabupaten Garut ...............
20
10. Karakteristik Pendidikan Peternak..............................................
21
11. Karakteristik Pengalaman Peternak ............................................
22
12. Wilayah Basis dengan Nilai LQ≥1 di Kabupaten Garut............
26
13. Wilayah non basis dengan Nilai LQ<1 di Kabupaten Garut ...
27
14. Nilai KPPTR Positif di Wilayah Kabupaten Garut yang Bernilai LQ≥1 29 15. Kelompok berdasarkan Nilai
Wilayah Pengembangan Peternakan Sapi Potong 30 LQ dan Nilai KPPTR ......................................
DAFTAR GAMBAR Nomor 16. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................... 17. 18.
Halaman 5
Pengelompokan Wilayah Basis dan Non Basis Kabupaten Garut Berdasarkan Nilai LQ .........................................................
28
Pengelompokan Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ ...........................................................................
32
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia Kabupaten Garut (2005) ... 2.
Halaman 37
Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Petani Per Kecamatan di Kabupaten Garut (2005).......
38
3.
Profil Umum Peternak ....................................................................
39
4.
Nilai LQ Sapi Potong di Kabupaten Garut .....................................
40
5.
Hasil Perhitungan Produktivitas Lahan Penghasil Jerami (ton/thn)
41
6.
Hasil perhitungan Lahan Penghasil Rumput (ton/thn) ...................
43
7.
Nilai KPPTR Sapi Potong Kabupaten Garut Berdasarkan Sumberdaya Lahan ......................................................................
45
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub sektor pertanian, mempunyai peranan dalam mensejahterakan penduduk, yaitu melalui usaha peternakan yang dapat menjadi lahan pekerjaan dan dapat memberi asupan gizi dari protein hewani yang dihasilkan dari produk-produk peternakan seperti daging,susu dan telur. Permintaan penduduk untuk mengkonsumsi protein hewani belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh peternak-peternak domestik, sehingga masih melakukan impor. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu usaha untuk mengembangkan peternakan yang telah ada menjadi lebih maju dan mempunyai produktifitas tinggi untuk memenuhi permintaan penduduk. Salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah dengan mengoptimalkan potensi-potensi sumber daya yang dimiliki, ditambah dengan sarana dan prasarana serta dukungan pemerintah. Pengembangan bisa dimulai dari wilayah-wilayah yang mempunyai potensi sumberdaya besar untuk usaha peternakan. Setelah peternakan berkembang,
diharapkan
dapat
mendorong
aktifitas
ekonomi
di
wilayah
pengembangan tersebut menjadi lebih maju. Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi dalam bidang peternakan, selain keadaan
lingkungan yang mendukung juga
didukung budaya masyarakat Kabupaten Garut yang menyukai pekerjaan beternak disamping pekerjaannya sebagai petani. Akan tetapi potensi peternakan yang dimiliki Kabupaten Garut belum termanfaatkan sepenuhnya, peternakan yang ada masih bersifat sampingan. Salah satu komoditi ternak yang dapat dikembangkan adalah komoditi yang dibutuhkan masyarakat pada saat ini dan belum bisa terpenuhi oleh peternakpeternak domestik, komoditi ternak tersebut adalah ternak sapi potong. Kekurangan penyediaan daging sapi dipasar menciptakan peluang untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong. Saat ini di Kabupaten Garut jumlah populasi ternak sapi potong masih dibawah jumlah populasi ternak lainnya, sedangkan kebutuhan masyarakat Kabupaten Garut lebih tinggi.
Pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Garut selain didukung oleh wilayah-wilayah yang mempunyai sumberdaya untuk peternakan sapi potong, didukung juga oleh kebijakan pemerintah Kabupaten Garut yang sedang berusaha memaksimalkan potensi lokal wilayahnya agar dapat mendorong perekonomian lebih maju dan lebih kompetitif. Kabupaten Garut sebagai daerah penyangga bagi pengembangan wilayah Bandung Raya, mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung, karena secara geografis Kabupaten Garut berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibukota propinsi Jawa Barat. Perumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan akan pangan terus meningkat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pangan salah satuya dapat dipenuhi dari sektor peternakan yaitu dari peternakan sapi potong, tetapi produksi domestik belum mampu memenuhi seluruhnya. Salah satu solusinya yaitu dengan pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi potong sebagai daging penghasil protein hewani.
Kabupaten Garut sebagai wilayah yang mempunyai
potensi untuk pengembangan sapi potong, mempunyai peluang untuk memenuhi kekurangan persediaan sapi potong saat ini, maka diperlukan sebuah kajian mengenai potensi sumberdaya yang dimiliki dan wilayah mana saja yang mempunyai potensi untuk pengembangan ternak sapi potong. Beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian adalah : 1. Sumberdaya apa saja yang dimiliki wilayah Kabupaten Garut yang menunjang upaya pengembangan ternak sapi potong? 2. Wilayah Kabupaten Garut mana saja yang menjadi basis dan non basis populasi sapi potong? 3. Wilayah Kabupaten Garut mana saja yang mempunyai kapasitas tampung ternak ruminansia untuk pengembangan ternak sapi potong? Tujuan Penelitian dilakukan untuk mengkaji wilayah kabupaten Garut dalam rangka pengembangan ternak sapi potong, diantaranya : 1. Mengidentifikasi sumberdaya peternakan di Kabupaten Garut yang menunjang upaya pengembangan ternak sapi potong.
2. Mengidentifikasi wilayah basis dan non basis populasi sapi potong 3. Mengidentifiksi kapasitas tampung ternak sapi potong masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Garut. Kegunaan 1. Pemerintah setempat dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam pengembangan ternak sapi potong. 2. Para peneliti ternak sapi potong sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ternak sapi potong. 3. Peternak atau potong.
investor yang ingin mengembangkan usaha peternakan sapi
KERANGKA PEMIKIRAN Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan daging semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap daging tidak diimbangi dengan produksi
daging domestik, sehingga pemerintah terpaksa mengimpor.
Komoditas yang paling perlu mendapat perhatian adalah sapi, karena sampai saat ini impor daging sapi dan bakalan jumlahnya masih sangat besar. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha untuk memanfaatkan dan mengembangkan ternak sapi, khususnya sapi potong yang ada di dalam negeri agar dapat berkembang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus mengurangi jumlah sapi yang diimpor. Kabupaten Garut mempunyai potensi sebagai wilayah pengembangan usaha peternakan sapi potong, karena didukung oleh wilayah-wilayah yang mempunyai sumberdaya untuk peternakan sapi potong. Selain itu, adanya
dukungan dari
kebijakan pemerintah Kabupaten Garut yang sedang berusaha mengembangkan usaha ternak sapi potong dengan membuka lowongan investasi, dalam rangka memaksimalkan potensi lokal wilayahnya agar dapat mendorong perekonomian lebih maju dan lebih kompetitif. Selain potensi diatas, Kabupaten garut mempunyai kedudukan strategis dalam pemasaran produknya, karena selain dapat dipasarkan di Kabupaten Garut sendiri dapat juga dipasarkan ke Kota Bandung karena kedudukan Kabupaten Garut secara geografis berdekatan dengan Kota bandung. Upaya pengembangan ternak sapi potong untuk wilayah Kabupaten Garut memerlukan analisis, yaitu (1) analisis daya tampung wilayah Kabupaten Garut berdasarkan ketersediaan lahan dengan menggunakan metode analisis kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR), (2) analisis potensi sumberdaya penunjang kegiatan pengembangan usaha ternak sapi potong dengan metode analisis deskriptif dan (3) analisis keadaan wilayah Kabupaten Garut yang merupakan wilayah basis atau non basis populasi sapi potong dengan metode analisis Location Quation (LQ). Dengan ketiga analisis yang digunakan dapat diketahui wilayah mana saja yang mampu dijadikan wilayah pengembangan ternak sapi potong. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Kabupaten Garut
Potensi
KPPTR :
Sumberdaya :
LQ :
1. KPPTR positif
1. Sumberdaya alam
1. Wilayah basis
2. KPPTR negatif
2. Sumberdaya manusia
2. Wilayah non basis
3. Teknologi 4. Modal 5. kelembagaan
Wilayah Pengembangan Sapi Potong
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Suatu wilayah merupakan lingkungan yang secara aktual dan potensial mampu menyediakan lapangan kerja cukup bagi penduduknya untuk berbagai keahlian dan keterampilan. Kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun konsep wilayah dan perwilayahan ialah keadaan, struktur atau watak fisik, hayati, ekonomi dan sosial. Pengertian fisik adalah ialah relief dan tinggi tempat, geologi dan fisiografi, tanah, iklim, hidrologi, sumberdaya mineral dan sumberdaya tenaga. Dalam kriteria ekonomi terdapat aktivitas pertanian (termasuk peternakan), industri, kerajinan, perdagangan, pariwisata, penjualan jasa, perbankan dan laju peredaran uang, pertambangan dan perhubungan. Kriteria sosial diantaranya demografi, pendidikan dan keterampilan, tata pemerintahan dan adat istiadat (Notohadiprawiro, 2006). Strategi
pengembangan
peternakan
adalah
pengembangan
wilayah
berdasarkan komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal dan pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan (Pambudy dan Sudardjat, 2000). Pambudy dan Sudardjat (2000) mengatakan sebagai bagian dari sektor pertanian peningkatan produksi peternakan akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis. Adapun lingkungan strategis yang berpengaruh adalah : 1. Lingkungan strategis global dan regional, yaitu pembangunan subsektor peternakan tidak akan lepas dari aturan-aturan perdagangan bebas. 2. Lingkungan strategis nasional, yaitu pembangunan subsektor peternakan yang dipengaruhi beberapa hal, diantaranya : a) jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan terus meningkat yang memerlukan bahan pangan berkualitas, b) terjadinya proses transformasi struktural perekonomian yang menurunkan pangsa sektor pertanian sementara tenaga kerja masih bertumpu di sektor pertanian dan c) terjadinya konversi lahan pertanian sehingga peternakan gurem meningkat dan produktifitas pertanian menurun. 3. Lingkungan strategis politik dan ekonomi yaitu subsektor peternakan akan berhadapan dengan adanya pergeseran fungsi dan peran pemerintah termasuk
berlakunya undang-undang dan peraturan tentang peraturan daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Terdapat beberapa kendala umum dalam pengembangan ternak sapi potong, diantaranya adalah (1) Penyempitan lahan pangonan, (2) Kualitas sumberdaya rendah, (3) Produktivitas ternak rendah, (4) Akses ke pemodal sulit, (5) Penggunaan teknologi masih rendah. Sedangkan yang menjadi pendorong pengembangan sapi potong di Indonesia adalah (1) Permintaan pasar terhadap daging semakin meningkat, (2) Ketersediaan tenaga kerja cukup besar, (3) Kebijakan pemerintah mendukung, (4) Hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, (5) Usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis. Kendala dan peluang pengembangan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong di wilayah tersebut (Wiyatna, 2002). Sapi Potong Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, karena sapi mempunyai manfaat ganda. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti kulit, pupuk dan tulang (Sugeng, 2000). Sasroamidjojo dan Soeradji (1990) menyatakan selain sebagai penghasil makanan berupa daging dan pupuk, ternak sapi potong juga bermanfaat sebagai (1) tenaga kerja bagi pertanian dan pengangkutan, (2) sumber bahan-bahan ekspor, (3) sumber bahan-bahan untuk industri dan kerajinan dan (4) kesenangan atau objek pariwisata. Selain itu ternak sapi potong mempunyai peranan dalam keagamaan, adat-istiadat, tabungan keluarga dan sebagai kehormatan atau status sosial dalam masyarakat (Williamson dan Payne, 1993). Bangsa-bangsa sapi sekarang yang dikenal secara umum adalah sapi peranakan Ongole, Brahman, Limosin dan Angus. Masing-masing memiliki keunggulan dan karakterisrik yang spesifik. Bangsa sapi potong yang paling tinggi populasinya diantara bangsa-bangsa sapi di Indonesia yaitu bangsa sapi Ongole, khususnya peranakan Ongole (Williamson dan Payne, 1993).
Sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif dan intensif. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan yang melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran dan penggemukan di lapangan penggembalaan yang sama. Sistem ekstensif dengan produksi sangat minimal dapat digolongkan ke dalam sistem ekstensif primitif atau tradisional. Pemeliharaan intensif yaitu pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry (Parakkasi, 1999). Sumberdaya Peternakan Potensi alam suatu daerah akan menentukan jenis-jenis dan jumlah ternak yang dapat dikembangkan di daerah itu. Potensi alam tersebut ditentukan oleh tersedianya tanah pertanian dan peternakan, kesuburan tanah, iklim, topografi, tersedianya air sepanjang tahun dari pola pertanian yang ada. Peternakan yang baik biasanya terdapat di daerah yang dapat menghasilkan makanan bagi ternak itu (Irfan, 1992). Pendayagunaan sumberdaya alam untuk pengembangan peternakan harus didasari oleh penataan ruang dan prioritas wilayah pengembangan, pengembangan daerah dan pengembangan kawasan peternakan. Sedangkan sumberdaya pakan meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan sumberdaya pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan (Pambudy dan Sudardjat, 2000). Dalam usahatani terdapat beberapa unsur yaitu lahan, tenaga kerja dan modal. Lahan merupakan basis untuk usaha peternakan atau merupakan faktor produksi sumber makanan ternak pokok berupa rumput, limbah ataupun produk utama pertanian (Suparini, 2000). Menurut Soekartawi et al. (1986), lahan dapat berupa lahan pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan jalan membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap. Unsur kedua yaitu tenaga kerja, adalah salah satu faktor produksi yang utama, tidak hanya menyumbangkan tenaga, tetapi petani sekaligus menjadi pemimpin dalam usaha tani yang mengatur produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1989). Tenaga kerja menurut Soekartawi et al. (1986), adalah sumberdaya manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan industri. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dua sumber, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Pekerjaan dalam usaha tani menuntut macam-macam pekerjaan yang berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian, keterampilan, dan pengalaman. Unsur ketiga modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang di luar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lainnya (Mubyarto, 1989). Soekartawi et a.l (1986) mengklasifikasikan beberapa variabel yang dapat digolongkan sebagai modal, diantaranya : 1. Modal untuk perbaikan usaha tani, terdiri atas biaya penyusutan bangunan dan dam, kekayaan yang mudah diuangkan (ternak, makanan ternak, bibit, pupuk) dan lain-lain. 2. Modal yang terdiri atas mesin dan peralatan pertanian bila ada yang rusak, biaya pemeliharaan ternak, makanan ternak dan pembiayaan lain-lain. 3. Modal yang terdiri atas penyusutan mesin-mesin, pembelian makan ternak, pupuk dan pembiayaan lain seperti bensin dan oli. Analisis Location Quation (LQ) Menurut Budiharsono (2001), metode Location Quation digunakan untuk mengetahui penggolongan suatu sektor wilayah ke dalam sektor basis dan non basis. Location Quation merupakan suatu perbandingan besarnya sektor atau kegiatan terhadap besarnya peranan sektor tersebut pada wilayah yang lebih luas. Apabila LQ suatu sektor bernilai dari atau sama dengan satu (≥1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari satu (<1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Kapasitas Penambahan Populasi ternak Ruminansia (KPPTR) Potensi wilayah dapat diketahui dengan metode pengembangan pemetaan potensi wilayah. Pendekatan perhitungan potensi wilayah dan pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (Ayuni, 2005). Metode ini merujuk pada metode Nell dan Rollinson (1974), digunakan untuk melihat seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan dan tenaga kerja di wilayah tersebut.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut propinsi Jawa Barat, yaitu kecamatan Wanaraja, Karangpawitan dan Kecamatan Sucinaraja. Penelitian dilakukan mulai tanggal 27 Juni sampai 27 juli 2007. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah peternak sapi potong di sentra sapi potong Kabupaten Garut. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu mengambil tiga kecamatan (Wanaraja, Karangpawitan dan Sucinaraja) yang termasuk sentra sapi potong dari jumlah 12 kecamatan sentra sapi potong yang ada di Kabupaten Garut. Pemilihan lokasi berdasarkan kemampuan sumberdaya dan rekomendasi Dinas Peternakan Kabupaten Garut, kemudian secara sengaja (purposive) diambil 10 peternak dari masing-masing kecamatan terpilih berdasarkan kesediaan dan keberadaan peternak pada saat itu. Desain Penelitian Desain penelitian ini berbentuk survey yaitu dengan melakukan observasi langsung di lapangan untuk mengetahui potensi sumberdaya yang dimiliki Kabupaten Garut. Data dan Instrumensi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan melalui wawancara dengan responden menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi pemerintah terkait, yaitu dari Dinas Peternakan Kabupaten Garut, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut dan instansi terkait. Variabel-variabel yang digunakan dalam data sekunder ini diantaranya populasi ternak sapi potong, populasi semua jenis ternak, luas lahan yang digunakan, jumlah penduduk dan berbagai sumber yang mendukung terhadap objek penelitian.
Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitian digunakan untuk menggambarkan keadaan umum sumberdaya peternakan sapi potong di Kabupaten Garut. Analisis Location Quation (LQ) Metode LQ digunakan untuk menganalisis keadaan suatu wilayah apakah suatu wilayah tersebut merupakan sektor basis atau non basis, dalam hal ini terutama populasi ternak sapi potong di Kabupaten Garut. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut : LQ = vi/vt Vi/Vt Keterangan: vi = Populasi Sapi Potong Kecamatan vt = Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Vi = Populasi Sapi Potong Kabupaten Vt = Jumlah Kepala Keluarga Kabupaten Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari atau sama dengan 1 (≥ 1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari 1 (< 1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Metode Kapasistas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia merupakan suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak. KPPTR (L)
= KTTR – Populasi Riil
Populasi Riil = Ternak yang benar-benar ada saat penelitian KTTR
= ( Σ k . Le . 15 ton BK/ha/tahun ) + Σ j Li
(ST)
2,3 Keterangan : k
: koefisien ketersediaan lahan penghasil rumput
Le
: luas lahan penghasil rumput (ha)
j
: koefisien produksi HMT
Li
: lahan penghasil Hijauan Sisa Hasil Pertanian
15 ton/ha/tahun
: rata-rata produksi padang rumput
2.3
: setiap ST per tahun memerlukan 2,3 ton BK
KPPTR (L)
: KPPTR berdasarkan ketersedian hijauan
Tabel 1. Nilai k untuk Setiap Jenis Lahan Penghasil Rumput Jenis Lahan k Padang Rumput Luas padang rumput alam Lahan Bera 20% dari total sawah Galangan Sawah 2,5% dari total sawah Perkebunan 5% dari luas total perkebunan Hutan Negara 5% dari luas total hutan Hutan Rakyat 3% dari luas total hutan Tegalan 1% dari total tegalan Tabel 2. Nilai j untuk Setiap Jenis Tanaman Penghasil Jerami Jenis Jerami j Padi Luas panen (ha) x 0,23 (ton/ha/thn) Jagung Luas panen (ha) x 10,90 (ton/ha/thn) Ubi Kayu Luas panen (ha) x 5,05 (ton/ha/thn) Ubi Jalar Luas panen (ha) x 1,20 (ton/ha/thn) Kedelai Luas panen (ha) x 1,07 (ton/ha/thn) Kacang tanah Luas panen (ha) x 1,44 (ton/ha/thn)
Definisi Istilah 1. Pengembangan Wilayah adalah program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. 2. Sumberdaya Peternakan adalah segala sesuatu (faktor produksi) yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lingkungan pendukung. 3. Wilayah adalah suatu unit geografi dengan batas-batas tertentu dimana bagianbagiannya berintegrasi satu sama lain secara fungsional. 4. Ternak sapi adalah ternak ruminansia besar yang diperlukan oleh peternak atau dimanfaatkan hasilnya seperti daging dan susu. 5. KPPTR adalah kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia, yaitu suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak serta melihat apakah dari ketersediaan hijauan dan tenaga kerja masih memungkinkan untuk dilakukan penambahan ternak. 6. Location quation adalah koefisien yang akan menunjukan apakah suatu wilayah merupakan wilayah kegiatan basis atau non basis.
GAMBARAN UMUM LOKASI Kabupaten Garut mempunyai luas wilayah sekitar 3.066,88 km2, secara geografis terletak diantara 6057’34”- 7044’57” Lintang Selatan dan 107024’3”108024’34” Bujur Timur dengan batasan wilayah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya
-
Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur Daerah sebelah Utara, Timur dan Barat secara umum merupakan daerah
dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit-bukit dan pegunungan, sedangkan kondisi alam daerah sebelah selatan sebagian besar permukaan relatif cukup curam. Corak alam didaerah selatan ini diwarnai oleh iklim samudera Indonesia dengan segenap potensi alam dan keindahan pantainya. Kabupaten Garut memiliki iklim tropis, curah hujan yang cukup tinggi, hari hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan banyaknya aliran sungai baik yang bermuara ke pantai selatan maupun ke pantai utara Jawa, hal ini menyebabkan sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan pertanian. Luas lahan di Kabupaten Garut menurut penggunaannya terdiri atas persawahan seluas 49.455 ha, luas lahan darat sebesar 252.119 ha, luas lahan perairan darat sebesar 2.038 ha dan ada penggunaan lainnya sebesar 2.907 ha. Rincian penggunaan lahan di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 3. Sektor pertanian di Kabupaten Garut merupakan sektor yang sangat dominan, oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi berpihak pada pembangunan perekonomian rakyat terutama di daerah pedesaan guna meningkatkan perekonomian rakyat petani. Salah satu sektor pertanian yang perlu dikembangkan adalah peternakan. Peternakan di Kabupaten Garut cukup mempunyai potensi untuk dikembangkan karena dilihat dari wilayahnya cukup untuk mendukung perkembangan peternakan, kemudian sumberdaya manusia yang dimiliki cukup melimpah untuk mengelola
peternakan yang dikembangkan serta didukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan peternakan . Tabel 3. Luas Lahan menurut Pengunaan di Kabupaten Garut Tahun 2005 Luas Rincian Jenis Lahan ha % 49.455 16,13 Persawahan Darat 1. Pemukiman 39.513 12,89 2. Industri 41 0,01 3. Pertambangan 200 0,07 4. Tanah Kering 51.146 16,69 5. Kebun 56.124 18,31 6. Perkebunan 26.825 8,75 7. hutan 71.265 23,25 8. Alang-alang 7.005 2,29 9. Tanah Rusak Tandus Perairan Darat 1. Kolam 1.826 0,60 2. Situ/ Danau 157 0,05 3. Lainnya 55 0,02 2.907 0,95 Penggunaan Lainnya Jumlah
306.519
100,00
Sumber : BPN Kabupaten Garut,2005
Populasi dan perkembangan ternak ruminansia di Kabupaten Garut dari tahun 2002-2006 disajikan dalam Tabel 4. Distribusi sapi potong per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 4. Jumlah Ternak Ruminansia Kabupaten Garut (2002-2006) Jumlah Ternak (ekor) Perkembangan Jenis Ternak (%/thn) 2002 2003 2004 2005 2006 Sapi potong 6.016 6.221 6.345 6.732 7.126 17,35 Sapi perah 23.585 23.337 23.084 13.318 14.157 -38,14 Kerbau 22.623 16.334 16.507 16.723 17.425 -21,23 Domba 320.622 320.075 336.079 349.503 415.422 27,26 Kambing 68.641 69.463 70.852 71.328 73.122 6,38 Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut,2006
Perkembangan lima jenis ternak ruminansia pada Tabel 4 menunjukan bahwa perkembangan ternak sapi potong (17,35%) termasuk pada urutan kedua dari semua jenis ternak ruminansia, sedangkan ternak ruminansia yang memiliki perkembangan paling
cepat
adalah
ternak
domba
(27,26%)
dan
yang
perkembangannya adalah ternak ruminansia sapi perah (-38,14%).
paling
rendah
HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya Peternakan Potensi sumberdaya peternakan yang dimiliki Kabupaten Garut diantaranya sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, teknologi dan kelembagaan yang menunjang peternak. Semua potensi sumberdaya yang dimiliki dimanfaatkan secara optimal, supaya peternakan lebih maju dan bisa bersaing. Sumberdaya Alam Sumberdaya alam untuk peternakan meliputi ternak sapi potong, daya dukung hijauan dan lahan, serta iklim. Salah satu indikator yang dapat mengukur perkembangan peternakan sapi potong adalah perkembangan populasi ternak sapi potong. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam bahan penghasil makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain sebagainya. Perkembangan populasi ternak sapi potong dapat berarti ternak sapi potong telah sesuai dengan lingkungannya, diterima oleh masyarakat dengan baik dan masyarakat memahami akan manfaat ternak tersebut serta mampu memeliharanya dengan baik. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Garut mengalami perkembangan setiap tahunnya, karena ternak sapi potong cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Garut. Perkembangan populasi ternak sapi potong di Kabupaten Garut dari tahun 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut (2002-2006) Tahun Jumlah (ekor) Perkembangan (%) 2002 6.016 2,05 2003 6.221 1,24 2004 6.345 3,87 2005 6.732 5,53 2006 7.126 Rata-rata perkembangan 3,17 Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, 2006
Populasi sapi potong Kabupaten Garut dari tahun 2002 sampai dengan 2006 terus mengalami perkembangan, rata-rata perkembangan sebesar 3,17% dalam kurun waktu lima tahun. Perkembangan paling cepat terjadi pada tahun 2005 ke tahun 2006
yaitu sebesar 5,53%, mengalami perkembangan lambat hanya pada tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar 1,24%. Jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Garut mengalami perkembangan pada tahun 2006, populasi ternak
didominasi oleh sapi potong jantan dewasa.
Jumlah ternak jantan dewasa sebanyak 3.064 ekor (43%) dan jumlah ternak betina dewasa sebanyak 1.781 ekor (25%), sedangkan jumlah sapi potong muda mengalami penurunan menjadi sebanyak 1.212 ekor (17%), tetapi jumlah sapi potong umur anak tetap mengalami peningkatan menjadi sebanyak 1.069 ekor (15%). Selengkapnya populasi sapi potong berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Populasi Sapi Potong Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Garut Tahun 2006 Jumlah Kategori Ekor % Dewasa jantan 3.064 43 Dewasa betina 1.781 25 Muda jantan 713 10 Muda betina 499 7 Anak jantan 641 9 Anak betina 428 6 Jumlah 7.126 100 Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, 2006 (diolah)
Populasi ternak sapi potong betina dewasa, muda dan anak lebih rendah dibandingkan jantan, jumlah kekurangan ternak betina tersebut masih perlu ditambah agar jumlah populasi terus meningkat meskipun tidak ada jaminan semuanya dapat menghasilkan anak. Penyebaran ternak sapi potong di setiap wilayah kecamatan tidak merata, ada beberapa daerah yang sangat padat, ada yang sedang, tetapi ada yang sangat jarang atau terbatas populasinya. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidakmerataan populasi ternak antara lain faktor pertanian dan kepadatan penduduk, iklim serta adat istiadat masyarakat. Masyarakat yang bermatapencaharian bertani tidak bisa lepas dari usaha ternak sapi, baik untuk keperluan tenaga, pupuk, atau lain sebagainya dalam rangka pengolahan tanah pertanian. Ternak sapi selama ini tergantung pula pada usaha pertanian, karena adanya usaha pertanian yang lebih maju berarti akan menunjang
produksi pakan ternak berupa hijauan, hasil ikutan pertanian berupa biji-bijian atau pakan penguat yang semuanya diperlukan oleh sapi. Ketersediaan
pakan
yang
mampu
mendukung
kehidupan
dan
perkembangbiakan ternak sapi potong sepanjang tahun merupakan modal dasar pengembangan ternak di suatu daerah, karena pemeliharaan ternak ruminansia tidak bisa dipisahkan dari hijauan sebagai pakan ternak. Hijauan merupakan makanan pokok ternak yang harus tersedia, baik itu dari rerumputan, kacang-kacangan atau limbah pertanian lain dalam bentuk segar maupun setelah mengalami proses pengolahan serta pengawetan. Hijauan makanan ternak yang banyak tersedia di Kabupaten Garut diantaranya rumput gajah, rumput lapang, limbah pertanian (jagung, kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar) dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak tersebut, biasanya para petani dapat memperolehnya dari lahan pekarangan, pinggir-pinggir jalan desa, lahan usahatani, lahan pangonan, lahan perkebunan atau lahan kehutanan. Berdasarkan hasil perhitungan KPPTR produksi HMT di Kabupaten Garut, jumlah hijauan yang dimiliki sebanyak 1.055.068 ton/thn, dengan produksi rumput sebanyak 382.560,7 ton/thn (Lampiran 7 dan 8) dan produksi jerami sebanyak 672.507,9 ton/thn (Lampiran 5 dan 6) Usaha peternakan sapi potong tergantung juga dengan iklim yang ada, karena usahatani yang merupakan salah satu sumber hijauan untuk pakan ternak tergantung dari iklim. Iklim di wilayah Kabupaten Garut termasuk iklim tropis, curah hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan banyaknya aliran sungai, sehingga sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan pertanian. Suhu yang cukup cocok untuk sapi khususnya sapi lokal, yaitu suhu diantara 15 sampai 30 ºC, Kabupaten Garut relatif cocok untuk peternakan sapi potong karena rata-rata suhu yang dimiliki diantara 24 sampai 27 ºC. Iklim berpengaruh juga terhadap persediaan air di daerah peternakan, karena air sangat diperlukan dalam pertanian dan merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting untuk kelangsungan hidup. Ketersediaan air yang banyak dan mudah sangat besar potensinya untuk perkembangan di wilayah dekat sumber air tersebut, karena segala aktifitas membutuhkan air. Banyaknya air yang tersedia di Kabupaten Garut relatif dapat mencukupi untuk perkembangan usaha peternakan,
bila dilihat dari banyaknya aliran sungai serta anak sungai yang mengaliri wilayah usaha peternakan. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia adalah faktor penting untuk keberlangsungan usaha pengembangan peternakan sapi potong, karena semua rencana dan keputusan pengembangan peternakan tergantung dari kualitas sumberdaya manusiannya. Umur, pendidikan dan pengalaman beternak mampu mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia terhadap pengembangan usahaternak sapi potong. Penduduk di Kabupaten Garut berdasarkan umur sebagian besar termasuk kelompok umur produktif yaitu sebesar 58,64 %, umur produktif tersebut berkisar diantara 15-59 tahun. Penduduk yang termasuk penduduk tidak produktif berumur <15 tahun sebesar 34,10 % dan penduduk kurang produktif dengan umur >59 tahun sebesar 7,26 %. Penduduk di Kabupaten Garut dengan umur produktif yang lebih besar dapat dijadikan potensi untuk pengembangan ternak. Karakteristik penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 7 dan sebaran penduduk Kabupaten Garut dapat dilihat pada lampiran 2. Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis kelamin di Kabupaten Garut Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah Umur (Tahun) Orang % Orang % Orang % <15 (muda) 392.335 34,10 371.094 34,10 763.429 34,10 15-59 (Sedang) 666.835 58,64 646.241 58,64 1.313.076 58,64 >59 (Tua) 79.875 7,26 82.711 7,26 162.586 7,26 Jumlah 1.139.045 100 1.100.046 100 2.239.091 100 Sumber : Garut Dalam Angka, 2005
Berdasarkan hasil penelitian, pada Tabel 8 umur peternak berkisar diantara 28 sampai 63 tahun (Lampiran 3). Sebagian besar peternak berada dalam kelompok usia produktif (15-55 tahun), yaitu sebanyak 50% dengan umur diantara 40 tahun sampai 51 tahun dan 30% berkisar diantara 28 tahun sampai 39 tahun. Kisaran umur ini sangat baik karena pada saat usia produktif peternak memiliki kondisi fisik serta kemampuan berfikir yang baik, sehingga masih memungkinkan bagi peternak untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam memlihara sapi potong.
Tabel 8. Kategori Umur Responden Kategori Umur (tahun) (orang) 28 – 39 (muda) 9 40 – 51 (sedang) 15 52 – 63 (tua) 6
Jumlah (%) 30 50 20
Sumber : Peternak (diolah)
Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ditempuh, karena berpengaruh terhadap manajemen usaha dan kemampuan peternak dalam mengadopsi informasi dan teknologi baru. Persentase pendidikan yang ditamatkan penduduk Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 9, perbandingan persentase pendidikan laki-laki dan perempuan rata-rata hampir sama dari tingkat SD sampai SLTP, namun tingkat SLTA ke atas memiliki perbedaan karena laki-laki lebih banyak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Adapun proporsi yang paling besar rata-rata pada penduduk tingkat SD yaitu diatas 40 % dan tidak tamat SD diatas 30 %, menunjukan bahwa rata-rata penduduk Kabupaten Garut masih berpendidikan rendah. Pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap kecepatan adopsi peternak terhadap teknologi yang baru dan motivasi untuk mengembangkan peternakan, tetapi dapat diminimalisir dengan mengadakan pelatihan atau penyuluhan yang berkesinambungan. Persentase Pendidikan Penduduk Kabupaten Garut dapat dilihat dalam Tabel 9. Data pada Tabel 9 selaras dengan hasil penelitian (Tabel 10), mayoritas peternak masih pada tingkat pendidikan rendah. Proporsi yang lebih besar pada tingkat pendidikan tamat SD yaitu sebesar 50 %, hal ini akan menghambat adopsi inovasi terhadap perkembangan teknologi informasi sehingga memerlukan penyuluhan dan pelatihan yang berkesinambungan. Tabel 9. Persentase Pendidikan Penduduk Kabupaten Garut Laki-laki Perempuan Kriteria Orang % Orang % Tidak tamat SD 362.900 31,86 400.637 36,42 Tamat SD/MI/sderajat 465.072 40,83 465.429 42,31 Tamat SLTP/MTs/Sederajat/Kejuruan 145.570 12,78 137.616 12,51 Tamat SMU/SMA/sederajat 90.782 7,97 60.173 5,47 Tamat SMK 46.473 4,08 24.861 2,26 Diploma I/II 10.707 0,94 5.280 0,48 Diploma III/ 5.354 0,47 770 0,07 Sarjana 12.188 1,07 5.280 0,48 Sumber : BPS Garut, 2005
Proporsi terbesar kedua masih pada tingkat tamat SLTP sebesar 26,66 %, namun peternak ada yang merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga dapat membantu peternak lain yang masih berpendidikan rendah untuk menerima informasi terbaru atau mengadopsi teknologi baru untuk memajukan peternakannya. Tabel 10. Tingkat Pendidikan Responden Jumlah
Tingkat Pendidikan
(orang) 2 15 8 2 3
Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMU Perguruan Tinggi
(%) 6,67 50,00 26,66 6,67 10,00
Sumber : Peternak (diolah)
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan peternak dalam usaha peternakannya
adalah
lama
pengalaman
peternak
dalam
menjalankan
usahaternaknya, semakin banyak pengalaman beternak akan semakin memudahkan peternak, yaitu dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan proses manajemen usahaternaknya. Sebagian besar usaha pemeliharaan sapi potong dilakukan secara turun-temurun dari orang tua mereka, sehingga peternak sudah mulai mengetahui cara beternak sejak usia dini. Selain pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dari orang tua, teman peternak dan pengalaman beternak, peternak juga mendapatkan tambahan pengetahuan dari penyuluh dinas peternakan setempat. Hasil penelitian menunjukan pengalaman beternak yang dimiliki cukup lama yaitu sampai 12 tahun, pengalaman yang cukup lama dalam beternak sapi potong memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi peternak untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Sebagian peternak masih ada yang belum lama atau baru memulai usahaternak sapi potongnya, hal itu menunjukan bahwa usahaternak sapi potong masih menguntungkan untuk diusahakan. Kategori pengalaman peternak dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukan pengalaman peternak berkisar diantara 4–12 tahun, umumnya peternak sudah cukup lama beternak sapi potong yaitu sebanyak 12 orang peternak sudah beternak selama 7–9 tahun (40%), dan ada yang sudah mencapai 10– 12 tahun pengalaman beternak sapi potong (30%). Pengalaman yang lama dapat membantu peternak dalam menjalankan usahaternaknya, karena pengalaman yang
lama akan mempermudah proses keputusan dalam hal manajemen usahanya atau lebih terampil, dan mengetahui dengan cepat adanya masalah karena sudah berpengalaman. Tabel 11. Kategori Pengalaman Responden Kategori Pengalaman Jumlah Peternak (Tahun)
(Orang)
(%)
4 - 6 (Baru)
9
30
7 – 9 (Sedang)
12
40
10 – 12 (Lama)
9
30
Teknologi Ternak sapi potong yang sehat dan memiliki pertumbuhan yang baik, bisa didapatkan melalui pemeliharaan dan perawatan dengan baik. Pemeliharaan dan perawatan akan lebih baik jika menggunakan teknologi yang terbaik, supaya mendapatkan hasil yang maksimal. Peternakan di Kabupaten Garut umumnya masih menggunakan cara tradisional dilihat dari cara pemeliharaan dan sarananya, seperti perkandangan, peralatan yang digunakan, penanggulangan penyakit, dan cara pemberian pakan serta obat-obatan. Teknologi yang sudah cukup berkembang adalah teknologi dalam bidang perkawinan, peternak sudah menggunakan teknik Inseminasi Buatan untuk perkembangbiakan ternaknya. Hasil penelitian menunjukan kandang umumnya menggunakan genteng atau asbes dengan lantai semen dan kayu, sedangkan dinding terbuat dari tembok atau kayu. Peternak yang menggunakan atap genteng (86,67%) dan atap asbes (13,33%). Lantai kandang banyak menggunakan semen (83,33%) tetapi ada yang menggunakan semen kemudian ditambah kayu supaya hangat (10%) dan lantai menggunakan kayu (6,67%). Jenis bahan dinding yang digunakan oleh peternak sebagian besar menggunakan tembok (93,33%) dan menggunakan jenis kayu (6,67%). Kandang sapi potong dibangun tidak jauh dari pemukiman, sekitar 25- 50 m dari rumah peternak bahkan ada yang membangun di sebelah rumah. Bangunan kandang yang tidak jauh dari pemukiman, dibuat sengaja oleh peternak untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dan pupuk untuk lahan pertaniannya.
Masing-masing peternak umumnya sudah mampu membangun penampungan biogas sendiri (90%), teknologi biogas sudah digunakan peternak setelah mendapatkan pelatihan dari Dinas peternakan. Perlengkapan kandang atau peralatan yang digunakan untuk ternak sapi potong masih sederhana. Perlengkapan yang disediakan terutama adalah tempat pakan dan minum, sedangkan perlengkapan pembersihnya meliputi sekop, sapu lidi, selang air, sikat, ember, dan kereta dorong. Perlengkapan yang lain adalah tali untuk mengikat ternak dan untuk keperluan lain. Peternakan di Kabupaten Garut umumnya adalah usahaternak penggemukan. Sistem penggemukan yang dilakukan peternak adalah dengan cara dipelihara di dalam kandang terus-menerus dalam periode tertentu. Kebiasaan peternak mengkandangkan ternak sapi potongnya terus-menerus, supaya memudahkan pemeliharaan dan pemberian pakan oleh peternak. Selain itu pengandangan sapi potong terus-menerus dilakukan supaya ternak tidak terlalu banyak beraktifitas berat, ternak diberi pakan dan minum dengan harapan ternak dapat cepat tumbuh dan bobotnya bertambah. Pakan dan minum diberikan secara teratur dan sesuai kebutuhan, supaya didapatkan nilai ekonomis yang baik dan tidak berlebihan. Pakan yang diberikan adalah hijauan dan jerami serta pakan penguat berupa konsentrat. Sebagian peternak tidak menambahkan pakan lain selain rumput pada ternaknya, namun ada yang menambahkan bahan lain berupa konsentrat atau ampas tahu. Pakan diberikan pada ternak langsung, biasanya dua kali sehari yaitu setiap pagi dan pada sore hari. Faktor yang dapat menghambat perkembangan peternakan sapi potong salah satunya adalah masalah penyakit yang biasa menyerang pada sapi potong. Peternak menumbuhkan minatnya dalam usaha pencegahan dan pembasmian penyakitpenyakit yang biasa berjangkit didaerahnya, dengan mengkonsultasikannya kepada dinas yang terkait atau langsung ke dokter hewan. Penyakit yang menyerang pada umumnya hanya penyakit kembung dan demam tiga hari sehingga pengobatannya tidak terlalu susah, cukup dengan memberikan obat-obatan tradisional. Obat yang biasa dipakai oleh peternak adalah telur dicampur dengan mentega dan madu atau gula, tetapi jika tidak diketahui penyebabnya maka akan menghubungi dokter hewan.
Modal Pengembangan usahaternak sapi potong mempunyai beberapa kendala dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah masalah permodalan. Peternak kesulitan mencari modal terutama peminjaman kredit terhadap lembaga keuangan yang ada, karena peternak merasa keberatan dengan syarat agunan yang diberikan oleh lembaga keuangan. Permodalan yang digunakan oleh peternak bersumber dari modal sendiri, sistem gaduh atau ada bantuan dari pemerintah. Pada umumnya, peternak menggunakan modal sendiri (66,67%) karena kesulitan memperoleh modal. Permasalahan modal ini dapat menghambat perkembangan usahaternak sapi potong di Kabupaten Garut, karena perternak hanya akan berusahaternak dalam skala kecil saja. Peternak yang tidak mempunyai modal menggunakan cara lain, yaitu mengandalkan kemampuan dan pengalamannya dalam memelihara sapi potong dengan cara sistem gaduh (33,33%). Pembagian hasil dalam sistem gaduh sesuai dengan kesepakatan bersama. Program pemerintah untuk membantu pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Garut, dengan cara mengadakan penyebaran ternak di sentra-sentra sapi potong di masing-masing kecamatan, harapannya dengan program ini maka penyebaran ternak semakin luas. Untuk peternak yang menjadi sampel kebetulan belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Terkait dengan modal penyebaran ternak yang dilakukan masih dalam jumlah kecil, saat ini pemerintah sedang mencoba mensosialisasikan kepada peternak dan perusahaan untuk mengadakan kerjasama. Kelembagaan Kelembagaan merupakan salah satu faktor yang cukup mendukung pengembangan peternakan, keberadaannya dapat mempermudah pelaksanaan pengembangan ternak sapi potong. Kelembagaan yang baik dapat memberikan pelayanan
yang baik dan maksimal terhadap kebutuhan peternak yang ada di
lapangan. Kelembagaan peternakan mencakup kelembagaan di kalangan pemerintah dan kalangan peternak. Kalangan pemerintah, kelembagaan yang berkaitan adalah Dinas Peternakan Kabupaten Garut. Peran yang dimiliki Kelembagaan sangat
penting sekali, karena berawal dari program dan kebijakan yang diambil akan menentukan arah pengembangan peternakan yang inginkan. Pemerintah menyediakan yang dibutuhkan oleh peternak, bisa berupa fasilitas atau jasa lainnya. Fasilitas yang disediakan pemerintah seperti rumah potong hewan, pasar hewan, pos pelayanan IB, pelayanan kesehatan ternak, jalur trasportasi dan banyak lainnya. Fasilitas kelembagaan ini harus senantiasa dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Rumah potong hewan yang tersedia di Kabupaten Garut dengan status dikelola pemerintah berjumlah empat rumah potong, yaitu rumah potong hewan Ciawitali, rumah potong hewan Wanaraja, rumah potong hewan Limbangan dan rumah potong hewan Cikajang, sedangkan rumah potong hewan yang dikelola oleh non pemerintah berjumlah sebelas rumah potong hewan, contoh diantaranya adalah rumah potong hewan Malangbong, rumah potong hewan Leles dan rumah potong hewan Bungbulang. Keberadaan rumah potong hewan berdekatan dengan pasar tradisional dikarenakan produk yang dihasilkan dari sapi potong berupa daging, harus cepat dipasarkan untuk dapat diperjualbelikan. Selain itu, supaya proses pemasaran produk sapi potong dapat dipasarkan secara terjangkau dan diketahui oleh masyarakat. Produk-produk sapi potong yang akan dipasarkan keluar daerah, dapat menggunakan jalur transportasi yang sudah dibuat oleh pemerintah. Terminalterminal dan jalan sudah dibuat dengan baik, sehingga dapat mencapai pelosokpelosok daerah yang dihuni oleh peternak-peternak sapi potong serta dapat memudahkan mencapai daerah di sekitar Kabupaten Garut. Pelayanan yang dapat mendukung usaha peternak dari pemerintah yaitu dalam bidang kesehatan, dengan dibangun pos pelayanan untuk Inseminasi Buatan dan pos kesehatan hewan. Saat ini pos pelayanan untuk Inseminasi Buatan baru berada di tiga tempat, yaitu kecamatan Cikajang, Caringin dan Selaawi dan untuk pos kesehatan hewan baru berjumlah satu tempat, yaitu di kecamatan Cikajang. Tujuan pelayanan kesehatan hewan itu sendiri adalah mendekatkan pelayanan kesehatan hewan dari pemerintah kepada peternak melalui kegiatan diagnosa penyakit, pengobatan, penanganan masalah reproduksi, penyuluhan kesehatan hewan dan melakukan pemantauan terhadap perkembangan kesehatan peternakan.
Kelembagaan dikalangan peternak yang penting adalah kompok peternak. Kelompok peternak merupakan sarana kelembagaan yang bagus karena dapat memudahkan pemerintah untuk mensosialisaikan programnya, seperti penyuluhan atau penyaluran bantuan. Selain itu kelompok peternak ini dapat memperkuat posisi peternak dalam menjalankan usahanya, misalkan dalam hal tawar menawar harga dengan bandar pengumpul supaya terjadi kebersamaan harga. Saat ini kelompok peternak sapi potong di Kabupaten Garut berjumlah tiga puluh kelompok peternak. Kelembagaan pemerintah dan peternakan bekerjasama dalam menjalankan program masing-masing, sehingga dapat mempermudah proses pengembangan peternakan. Program pemerintah dapat dijalankan dengan bantuan kelompok ternak, misalkan dengan mengadakan pelatihan, penyuluhan, sosialisasi teknologi baru atau menyampaikan aturan baru dalam proses usaha peternakan. Kelompok ternak sendiri dapat menyampaikan keluhan atau keinginannya kepada pihak pemerintah, melalui perwakilan dari kelompok supaya lebih mudah dan didapatkan hasil yang lebih baik. Wilayah Basis Pengembangan Ternak Sapi Potong Wilayah basis pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Garut adalah wilayah kecamatan yang mempunyai tingkat populasi ternak sapi potong relatif lebih banyak dibandingkan kecamatan lainya. Menurut hasil perhitungan Location Quation (LQ), dari 42 kecamatan di Kabupaten Garut hanya ada 8 kecamatan yang termasuk wilayah basis. Delapan wilayah kecamatan tersebut diantaranya Kecamatan Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Cikelet, Pameungpeuk, Cibalong, Cisompet dan Malangbong. Wilayah basis populasi usahaternak di Kabupaten Garut diperlihatkan pada Tabel 12. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 12. Wilayah Basis dengan Nilai LQ≥1 di Kabupaten Garut Kecamatan Nilai LQ Pameungpeuk 16,96 Mekarmukti 8,57 Malangbong 6,11 Cibalong 5,36 Cikelet 3,27 Caringin 2,03 Bungbulang 1,91 Cisompet 1,30
Tabel 12 menunjukan bahwa Kecamatan Pameungpeuk mempunyai nilai LQ lebih besar dibandingkan wilayah kecamatan lain (16,96), dapat dikatakan bahwa Kecamatan Pameungpeuk mempunyai jumlah populasi ternak sapi potong relatif lebih banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Sedangkan kecamatan yang merupakan wilayah non basis dibagi menjadi dua kategori, yaitu kecamatan non basis ada ternak sapi potong dan wilayah non basis tanpa ternak sapi potong. Hasil perhitungan analisis LQ, didapatkan wilayah kecamatan non basis ada ternak sapi potong berjumlah 16 kecamatan dan wilayah kecamatan non basis tanpa ternak sapi potong berjumlah 18 kecamatan. Selengkapnya wilayah non basis ditunjukan dalam Tabel 13. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tabel 13. Wilayah non basis dengan Nilai LQ<1 di Kabupaten Garut Wilayah Non Basis Ada Ternak Wilayah Non Basis Tanpa Ternak No Kecamatan Nilai LQ Kecamatan Nilai LQ Pamulihan 0,26 17 Cisewu 0,00 Pakenjeng 0,23 18 Talegong 0,00 Cilawu 0,42 19 Peundeuy 0,00 Tarogong Kidul 0,05 20 Singajaya 0,00 Tarogong Kaler 0,12 21 Cihurip 0,00 Garut Kota 0,34 22 Cikajang 0,00 Karangpawitan 0,31 23 Banjarwangi 0,00 Wanaraja 0,48 24 Bayongbong 0,00 Sucinaraja 0,22 25 Cigedug 0,00 Pangatikan 0,21 26 Cisurupan 0,00 Sukawening 0,13 27 Sukaresmi 0,00 Leles 0,15 28 Semarang 0,00 Leuwigoong 0,13 29 Pasirwangi 0,00 Cibatu 0,13 30 Karangtengah 0,00 Limbangan 0,27 31 Banyuresmi 0,00 Selaawi 0,44 32 Kersamanah 0,00 33 Cibiuk 0,00 34 Kadungora 0,00 Nilai LQ didapatkan melalui perbandingan jumlah populasi ternak sapi
potong di wilayah kecamatan yang satu dengan kecamatan lainnya. Pada wilayah non basis ada tenak mempunyai nilai kurang dari 1 karena wilayah non basis ada ternak mempunyai jumlah populasi sapi potong meskipun hanya sedikit, sedangkan jumlah sapi potong di wilayah tanpa ternak tidak mempunyai nilai atau nol karena tidak ada ternak sapi potong sama sekali. Pengelompokan wilayah basis dan wilayah non basis dapat dilihat pada Gambar 2. Selengkapnya perhitungan nilai LQ per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Keterangan :
Wilayah basis = LQ≥1 Wilayah Non Basis ada ternak sapi potong = LQ<1 Wilayah Non Basis tanpa ternak sapi potong = LQ<1
Gambar 2. Pengelompokan Wilayah Basis dan Non Basis Kabupaten Garut Berdasarkan Nilai LQ
Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia adalah seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan makanan ternak di wilayah tersebut. Secara umum nilai KPPTR dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, luas panen, dan populasi riil ternak ruminansia. Di lapangan upaya yang dilakukan pertama kali dalam pengembangan peternakan adalah peningkatan populasi ternak, sehingga dipilih daerah-daerah yang bernilai KPPTR positif karena berpotensi untuk peningkatan populasi ternak. Berdasarkan hasil perhitungan KPPTR, wilayah kecamatan di Kabupaten Garut seluruhnya mempunyai nilai KPPTR yang positif (selengkapnya pada lampiran 9). Jika dihubungkan dengan analisis LQ, maka dihasilkan 8 wilayah kecamatan yang bernilai KPPTR positif dengan nilai LQ≥1 yaitu kecamatan Bungbulang, Mekarmukti, Caringin, Cibalong, Cikelet, Cisompet, Pameungpeuk dan Malangbong. Wilayah yang mempunyi nilai KPPTR positif dengan kategori nilai LQ≥1 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai KPPTR Positif di Wilayah Kabupaten Garut yang Bernilai LQ≥1 No Kecamatan Potensi Hijauan (ton/thn) Nilai KPPTR (ST) 1 Bungbulang 73.938,62 166.945,24 2 Caringin 41.955,10 95.131,71 3 Cibalong 42.008,84 94.138,46 4 Cikelet 38.433,03 86.417,00 5 Cisompet 32.306,09 72.547,79 6 Pameungpeuk 23.364,78 50.693,56 7 Malangbong 53.236,36 119.497,19 8 Mekarmukti 4.134,53 7.595,96 Berdasarkan Tabel 14, wilayah kecamatan Bungbulang, Caringin, Cibalong, Cikelet, Cisompet, Pameungpeuk, dan Malangbong, masih bisa menampung populasi ternak ruminansia, karena ketersediaan hijauan makanan ternak masih mencukupi sebagai pakan bagi ternak, misalnya kecamatan Bungbulang yang memiliki nilai KPPTR sebesar 166.945,24 ST masih mampu menampung ternak ruminansia sebanyak 166.945,25 satuan ternak karena memiliki potensi hijauan sebesar 73.938,62 ton/thn.
Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong
No 1
2
Tabel 15. Kelompok Wilayah Pengembangan Peternakan Sapi Potong Berdasarkan Nilai LQ dan Nilai KPPTR Kelompok Kategori Wilayah Kecamatan I LQ ≥ 1 dan KPPTR positif Cikelet Cisompet Caringin Bungbulang Pameungpeuk Cibalong Malangbong Mekarmukti II LQ < 1 dan KPPTR positif Peundeuy Banjarwangi Cisewu Talegong Pamulihan Pakenjeng Cihurip Semarang Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah Banyuresmi Leuwigoong Cibatu Cibiuk Kadungora Limbangan Selaawi Singajaya Cikajang Cilawu Bayongbong Cisurupan Pasirwangi Tarogong Kidul Tarogong Kaler Garut Kota Karangpawitan Leles Kersamanah Cigedug sukaresmi
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam Tabel 15 serta rekomendasi Dinas Peternakan Kabupaten Garut, penelitian difokuskan pada wilayah yang mempunyai nilai KPPTR positif karena dianggap lebih fokus pada pengembangan peternakan sapi potong yang dipantau oleh Dinas Peternakan dan masih mempunyai persediaan hijauan. Mempertimbangkan kelancaran penelitian dan kemampuan peneliti, dipilih wilayah kecamatan yang termasuk sentra sapi potong dan dekat dengan sumber informasi data. Pada Tabel 15 kelompok wilayah pengembangan ternak sapi potong berdasarkan perhitungan nilai analisis LQ dan analisis KPPTR dibagi menjadi dua kategori kelompok. Kelompok I dengan kategori nilai LQ ≥ 1 dan KPPTR positif, yaitu wilayah yang merupakan basis pengembangan dan masih mempunyai kemampuan untuk menambah populasi ternak berdasarkan jumlah hijauan makanan ternak yang tersedia. Kelompok II dengan kategori LQ < 1 dan nilai KPPTR positif, adalah daerah yang bukan termasuk wilayah basis karena jumlah ternak populasi ternak sapi potong relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lain, tetapi wilayah ini masih mampu menambah jumlah populasi ternak sapi potong karena jumlah hijauan makanan ternak masih banyak. Pengelompokan wilayah pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Garut berdasarkan perhiyungan nilai LQ dan KPPTR dapat dilihat dalam Gambar 3.
Keterangan :
KPPTR Positif dengan Nilai LQ ≥1 KPPTR Positif dengan Nilai LQ <1
Gambar 4. Pengelompokan Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Potensi sumberdaya peternakan yang dimiliki Kabupaten Garut yaitu, (1) sumberdaya alam yang meliputi populasi ternak sapi potong yang selalu meningkat (rata-rata 3,17%), hijauan makanan ternak dan lahan yang mendukung (1055068,6 ton/thn) serta iklim yang memadai (24 - 27 ºC). (2) Sumberdaya manusia yang meliputi umur peternak yang masih produktif (28 tahun - 51 tahun) dan pengalaman beternak yang cukup lama (12 tahun), pendidikan peternak (10,00% perguruan tinggi). (3) Teknologi yang mendukung perkembangan peternakan seperti Inseminasi Buatan dan pemanfaatan Biogas sudah diterapkan peternak. (4) Modal yang digunakan oleh peternak umumnya bersumber dari modal sendiri (66,67%), dengan sistem gaduh (33,33%). (5) Kelembagaan yang mendukung peternakan sapi potong meliputi kelembagaan pemerintah (Dinas Peternakan Kabupaten Garut) beserta fasilitasnya dan kelembagaan peternak (Kelompok Ternak). 2. Wilayah yang merupakan wilayah basis populasi sapi potong menurut hasil perhitungan analisis location quation (LQ) di Kabupaten Garut terdapat 8 kecamatan, sedangkan wilayah non basis populasi sapi potong ada 34 kecamatan karena kekurangan populasi ternak sapi potong. 3. Analisis kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia sapi potong di Kabupaten Garut menunjukan seluruh wilayah kecamatan yang mempunyai KPPTR positif. Maka wilayah pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Garut sebaiknya dilakukan di wilayah kecamatan Caringin, Bungbulang, Cikelet, Pameungpeuk, Cibalong, Cisompet, dan Malangbong karena termasuk wilayah basis populasi sapi potong dan mempunyai KPPTR positif atau mempunyai daya dukung dilihat dari potensi hijaunnya untuk pakan sapi potong.
Saran Saran yang dapat diberikan dari penelitian yang sudah dilakukan, yaitu pemerintah Kabupaten Garut hendaknya segera meningkatkan jumlah populasi ternak sapi potong di setiap wilayah kecamatan. Jumlah kecamatan yang termasuk wilayah basis populasi ternak sapi potong masih sedikit, sedangkan nilai kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia sapi potong menunjukan masih mampu untuk menampung penambahan jumlah ternak sapi potong di wilayah kecamatankecamatan Kabupaten Garut. Semoga dengan peningkatan jumlah ternak sapi potong, dapat menambah jumlah wilayah basis populasi sapi potong dan lebih menyebar keseluruh wilayah kecamatan.
UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia, rahmat dan kehendak-Nyalah penulis diberi kemudahan dan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua atas do’a, pegorbanan yang tulus dan penuh kasih sayang serta kesabaran dalam memotivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hj. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc sebagai dosen pembimbing utama skripsi maupun akademik dan Ir. Burhanuddin, MM sebagai dosen pembimbing anggota skripsi yang telah sabar, membimbing, mengarahkan, memotivasi dan banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi sebagai penguji seminar dan penguji sidang serta mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Henny Nuraini, Msi sebagai penguji sidang atas segala kebaikan dan kesediaannya menguji dan memberikan sumbangan pemikiran yang berharga serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada keluarga besar Dinas Peternakan Kabupaten Garut, Pak Juanda atas kesediaannya membantu saat turun lapang. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf Fapet atas segala dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Juga kepada sahabat seperjuangan SEIP 40, 39, 41 atas dukungan dan motivasinya yang diberikan. Terakhir penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang mungkin tidak tersebutkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pada pembaca pada umumnya. Bogor, Juni 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Ayuni, N. 2005. Tatalaksana pemeliharaan dan pengembangan ternak sapi potong berdasarkan sumberdaya lahan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Ternak Produksi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Garut Dalam Angka. Garut. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradinya Paramita. Jakarta. Dinas Peternakan Kabupaten Garut. 2005. Struktur Populasi Ternak Ruminansia. Garut. Irfan, M. 1992. Perencanaan tata ruang peternakan sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nell, A. J. dan D. H. L. Rollinson. 1974. The Requirement and Availability of Livestock Feed In Indonesia. UNDP Project INS/72/009. Notohadiprawiro, T. 2006. Suatu konsep tentang wilayah dan perwilayahan. Makalah lokakarya program studi Perancangan dan Pembangunan Regional. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Pambudy, R dan Sofyan Sudardjat D. 2000. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Ternak Rakyat. Yayasan Agroindo Mandir. Jakarta. Prakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta. Sasroamidjojo, M.S. dan Soeradji. 1990. Peternakan Umum. Cetakan Kesepeluh. CV Yasaguna. Jakarta. Soekartawi, A. Soehardjo, Jhon L.D., dan J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Ushatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta. Sugeng, Y.B. 2000. Sapi Potong. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Suparini. 2000. Pengkajian potensi wilayah Kabupaten Bogor sebagai wilayah pengembangan sapi potong. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Williamson, G. dan W. J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan. UGM Press. Yogyakarta. Wiyatna, M. F. 2002. Potensi dan strategi pengembangan sapi potong di Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lampiran 1. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia Kabupaten Garut (2005) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Kecamatan Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Mekarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peunduey Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Cilawu Bayongbong Cigedug Cisurupan Sukaresmi Samarang Pasirwangi Tarogong Kidul Tarogong Kaler Garut Kota Karangpawitan Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah Banyuresmi Leles Leuwigoong Cibatu Kersamanah Cibiuk Kadungora Bl. Lmbangan Selaawi Malangbong Jumlah
Sapi Potong 0 190 0 310 342 31 62 495 2104 849 175 0 0 0 0 0 157 0 0 0 0 0 0 10 44 120 99 82 15 18 18 0 0 33 19 27 0 0 0 63 49 1420 6732
Sapi Perah 0 0 0 0 0 850 0 0 0 0 0 0 0 0 3727 77 1105 3451 0 3493 0 293 131 0 0 0 129 27 17 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13318
Keterangan : Satuan jumlah ternak dalam ekor.
Kerbau 955 1160 1279 782 777 408 640 606 468 435 653 450 1014 367 80 497 113 126 97 640 202 516 670 105 155 142 90 84 66 78 102 76 211 406 199 201 206 93 281 389 399 505 16723
Domba 8726 853 8151 9825 8377 7199 9497 7236 6585 10575 7144 4741 12485 5602 26095 8864 15507 16880 15119 14042 8770 11292 7242 3779 4185 4347 9179 3618 3711 3541 9393 6042 7644 5634 8974 8010 3540 6238 7199 8269 4820 10573 349503
Kambing 2025 2597 2131 3671 2639 1235 1683 3728 2957 2653 2738 1689 1050 1595 686 1579 1591 741 561 1034 1183 2906 2825 733 847 3311 928 814 648 619 2201 1271 1201 1461 1482 624 1551 1815 1583 1205 1363 2174 71328
Lampiran 2. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Petani Per Kecamatan Di Kabupaten Garut (2005) No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Mekarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peunduey Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Cilawu Bayongbong Cigedug Cisurupan Sukaresmi Samarang Pasirwangi Tarogong Kidul Tarogong Kaler Garut Kota Karangpawitan Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah Banyuresmi Leles Leuwigoong Cibatu Kersamanah Cibiuk Kadungora Bl. Lmbangan Selaawi Malangbong Jumlah
31858 27878 29689 57144 14490 16905 59580 36524 36044 37788 48277 22213 42909 16679 69591 54263 94459 85465 34408 86793 32785 66191 57316 91394 75696 120831 105347 42056 25527 36076 49691 16365 76528 70148 41972 66807 33688 28711 79637 73480 36790 109098 1139046
Kepadatan Per Km2 276.93 234.03 215.25 423.7 527.87 125.5 303.21 123.28 887.35 160.48 280.27 486.27 909.86 411.63 510.42 449.01 1216.15 1792.47 1196.8 918.05 958.91 1796.71 1282.24 4840.79 1565.91 5174.78 2341.04 1591.82 882.67 2224.17 1596.7 827.77 1738.88 1075.39 1831.24 1912.05 1564.7 1413.64 2293.69 971.96 1224.7 1155.82 1100045
Rumah Tangga Petani 9910 7987 8908 16155 4272 4504 16426 10195 9974 10186 13132 5452 11332 4748 17000 12321 23487 20473 8280 21313 7442 14981 13428 19736 17495 29578 24347 10409 6515 7676 10830 3744 15946 16807 10368 15158 7631 6051 18321 16713 8841 23959 2239091
Lampiran 3. Profil Umum Peternak No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata
Umur (Thn) 55 60 63 47 45 53 44 47 44 43 45 50 43 42 63 49 39 45 35 35 28 32 53 50 43 30 37 41 35 32 1328 44.27
Pendidikan (Thn) 6 tidak tamat SD 6 6 6 6 6 6 9 16 9 9 12 9 6 6 12 6 16 9 16 9 6 tidak tamat SD 6 9 6 6 6 9 234 7.80
Pengalaman (Thn) 10 12 9 9 6 12 8 12 7 10 6 8 10 5 10 12 7 7 4 4 5 4 12 8 7 5 8 9 7 5 238 7.93
Jml. Ternak (Ekor) 60 5 7 10 7 10 10 10 7 15 3 15 7 4 3 2 10 5 30 4 12 3 15 2 15 5 40 8 7 4 335 11.17
Alokasi TK (Jam/Hari) 6 3 3 4 3.5 4 3.5 3.5 3 4 2 4.5 3 3 2 2 4 3.5 5 3 4.5 2.5 5 3 4 3 5.5 3.5 3.5 3 107 3.57
Lampiran 4. Nilai LQ Sapi Potong di Kabupaten Garut No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Mekarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peunduey Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Cilawu Bayongbong Cigedug Cisurupan Sukaresmi Samarang Pasirwangi Tarogong kidul Tarogong kaler Garut kota Karangpawitan Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah Banyuresmi Leles Leuwigoong Cibatu Kersamanah Cibiuk Kadungora Bl. Lmbangan Selaawi Malangbong Jumlah
populasi sapi potong kecamatan (ST) 0 147 0 286 342 13 37 337 1641 662 166 0 0 0 0 0 99 0 0 0 0 0 0 10 26 98 77 51 15 18 15 0 0 26 14 21 0 0 0 46 41 1348 5532
jumlah KK kecamatan 9350 7620 7620 15700 4199 5265 16576 10825 10174 11397 13455 5547 11397 4705 16915 12987 25075 23343 8553 24842 7869 16724 13547 20938 23292 30576 25716 11218 7299 8937 12259 4314 19650 18335 10916 16886 8473 6573 18872 17922 9578 26455 581894
populasi sapi potong Kabupaten (ST) 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 5532 232344
Nilai LQ ≥ 1 adalah merupakan wilayah basis Nilai LQ < 1 adalah merupakan wilayah non basis
Jumlah KK Kabupaten
vi/vt
Vi/Vt
LQ
581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 581894 24439548
0 0.019324 0 0.018201 0.081448 0.002517 0.002232 0.031085 0.161244 0.058107 0.012319 0 0 0 0 0 0.003948 0 0 0 0 0 0 0.000478 0.001106 0.003189 0.002994 0.004546 0.002055 0.002014 0.001224 0 0 0.001391 0.001237 0.001244 0 0 0 0.002539 0.004228 0.050936 0.469605
0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.009507 0.399289
0.00 2.03 0.00 1.91 8.57 0.26 0.23 3.27 16.96 6.11 1.30 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.42 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.12 0.34 0.31 0.48 0.22 0.21 0.13 0.00 0.00 0.15 0.13 0.13 0.00 0.00 0.00 0.27 0.44 5.36 1.18
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Produktivitas Lahan Penghasil Jerami (BK(ton/thn)) Padi No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Mekarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peunduey Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Cilawu Bayongbong Cigedug Cisurupan Sukaresmi Samarang Pasirwangi Tarogong Kidul Tarogong Kaler Garut Kota Karangpawitan Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah
Lahan (ha) 3955 2116 3602 9036 1646 1194 5286 3629 3031 3998 3309 3081 3074 859 868 4885 3979 4419 604 3435 2300 4392 2333 2504 2476 2670 3932 1334 1177 1255 3704 2225
BK (ton/thn) 909,65 486,68 828,46 2078,28 378,58 274,62 1214,4 834,67 697,13 919,54 761,07 708,63 707,02 197,57 199,64 1123,55 915,17 1016,37 138,92 790,05 529 1010,16 536,59 575,92 569,48 614,1 904,36 306,82 270,71 288,65 851,92 511,75
Jagung Lahan BK (ha) (ton/thn) 366 3989,4 1857 20241,3 1497 16317,3 1719 18737,1 128 1395,2 1367 14900,3 1427 15554,3 637 6943,3 479 5221,1 1440 15696 197 2147,3 2175 23707,5 108 1177,2 153 1667,7 3 32,7 507 5526,3 1932 21058,8 0 0 100 1090 0 0 0 0 1734 18900,6 1005 10954,5 281 3062,9 759 8273,1 767 8360,3 1472 16044,8 1280 13952 1092 11902,8 1050 11445 1452 15826,8 1175 12807,5
Kedelai Lahan BK (ha) (ton/thn) 62 66,34 42 44,94 369 394,83 15 16,05 5 5,35 215 230,05 7 7,49 127 135,89 0 0 337 360,59 180 192,6 410 438,7 0 0 21 22,47 10 10,7 136 145,52 121 129,47 140 149,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10,7 75 80,25 155 165,85 404 432,28 225 240,75 85 90,95 160 171,2 169 180,83 425 454,75
Kacang Tanah Lahan BK (ha) (ton/thn) 343 493,92 1400 2016 377 542,88 2439 3512,16 830 1195,2 460 662,4 1872 2695,68 1381 1988,64 1453 2092,32 1402 2018,88 181 260,64 397 571,68 130 187,2 62 89,28 0 0 235 338,4 230 331,2 41 59,04 0 0 0 0 0 0 99 142,56 60 86,4 34 48,96 77 110,88 240 345,6 195 280,8 80 115,2 8 11,52 130 187,2 140 201,6 95 136,8
Ubi Kayu Lahan BK (ha) (ton/thn) 528 2666,4 600 3030 402 2030,1 954 4817,7 49 247,45 408 2060,4 1200 6060 612 3090,6 609 3075,45 630 3181,5 520 2626 419 2115,95 364 1838,2 252 1272,6 55 277,75 960 4848 476 2403,8 796 4019,8 150 757,5 621 3136,05 232 1171,6 218 1100,9 101 510,05 63 318,15 293 1479,65 310 1565,5 530 2676,5 220 1111 120 606 190 959,5 255 1287,75 215 1085,75
Ubi Jalar Lahan BK (ha) (ton/thn) 99 118,8 40 48 226 271,2 6 7,2 5 6 171 205,2 55 66 117 140,4 306 367,2 25 30 91 109,2 159 190,8 135 162 18 21,6 88 105,6 188 225,6 477 572,4 255 306 95 114 198 237,6 150 180 211 253,2 45 54 34 40,8 74 88,8 67 80,4 140 168 15 18 34 40,8 20 24 117 140,4 26 31,2
∑j.Li 8244,51 25866,92 20384,77 29168,49 3227,78 18332,97 25597,87 13133,5 11453,2 22206,51 6096,81 27733,26 4071,62 3271,22 626,39 12207,37 25410,84 5551,01 2100,42 4163,7 1880,6 21407,42 12141,54 4057,43 10602,16 11131,75 20506,74 15743,77 12922,78 13075,55 18489,3 15027,75
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Jerami ( Ton BK/Thn) (Lanjutan) 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Banyuresmi Leles Leuwigoong Cibatu Kersamanah Cibiuk Kadungora Bl. Lmbangan Selaawi Malangbong Jumlah
4172 3160 3458 2845 1105 2203 4415 4868 2826 6576 131936
959,56 726,8 795,34 654,35 254,15 506,69 1015,45 1119,64 649,98 1512,48 30343,9
4325 135 1800 1230 238 575 1670 2450 1745 2447 44774
47142,5 1471,5 19620 13407 2594,2 6267,5 18203 26705 19020,5 26672,3 488036,6
380 245 265 351 45 64 115 14 10 24 5418
406,6 262,15 283,55 375,57 48,15 68,48 123,05 14,98 10,7 25,68 5797,26
175 235 259 1140 260 195 327 990 630 1883 20485
252 338,4 372,96 1641,6 374,4 280,8 470,88 1425,6 907,2 2711,52 29498,4
1175 700 504 625 155 740 860 1200 625 2463 22399
5933,75 3535 2545,2 3156,25 782,75 3737 4343 6060 3156,25 12438,15 113114,95
113 210 137 95 45 77 200 5 110 85 4764
135,6 252 164,4 114 54 92,4 240 6 132 102 5716,8
54830,01 6585,85 23781,45 19348,77 4107,65 10952,87 24395,38 35331,22 23876,63 43462,13 672507,91
Lampiran 7. Hasil perhitungan Lahan Penghasil Rumput (BK(ton/thn)) No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Mekarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peunduey Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Cilawu Bayongbong Cigedug Cisurupan Sukaresmi Samarang Pasirwangi Tarogong Kidul Tarogong Kaler Garut Kota Karangpawitan Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah
Padang Rumput Lahan BK (ha) (ton/thn) 214 214 454 454 4 4 1758 1758 0 0 363 363 101 101 845 845 480 480 177 177 862 862 305 305 25 25 150 150 16 16 93 93 20 20 0 0 0 0 0 0 28 28 7 7 0 0 667 667 0 0 27 27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Luas Bera Lahan BK (ha) (ton/thn) 664 132,8 1473 294,6 1078 215,6 3669 733,8 144 28,8 207 41,4 1785 357 1043 208,6 1125 225 885 177 1179 235,8 852 170,4 1507 301,4 214 42,8 218 43,6 1687 337,4 1489 297,8 1129 225,8 985 197 1966 393,2 1471 294,2 1678 335,6 1464 292,8 792 158,4 1064 212,8 1084 216,8 1939 387,8 475 95 492 98,4 533 106,6 1483 296,6 993 198,6
Galangan sawah Lahan BK (ha) (ton/thn) 664 16,6 1473 36,825 1078 26,95 3669 91,725 144 3,6 207 5,175 1785 44,625 1043 26,075 1125 28,125 885 22,125 1179 29,475 852 21,3 1507 37,675 214 5,35 218 5,45 1687 42,175 1489 37,225 1129 28,225 985 24,625 1966 49,15 1471 36,775 1678 41,95 1464 36,6 792 19,8 1064 26,6 1084 27,1 1939 48,475 475 11,875 492 12,3 533 13,325 1483 37,075 993 24,825
Perkebunan Lahan BK (ha) (ton/thn) 0 0 0 0 569 28,5 431 21,6 0 0 1766 88,3 994 49,7 4407 220 0 0 6422 321 4408 220 0 0 105 5,25 0 0 4261 213 1599 80 1521 76,1 0 0 245 12,3 97 4,85 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Hutan Negara Lahan BK (ha) (ton/thn) 2531 12,65 3437 171,85 3472 173,6 4623 231,15 0 0 9625 481,25 4510 225,5 4436 221,8 704 35,2 7641 382,05 4817 240,85 1933 96,65 953 47,65 809 40,45 3218 160,9 2779 138,95 1085 54,25 1715 85,75 876 43,8 1967 98,35 507 25,35 1011 50,55 319 15,95 0 0 613 30,65 394 19,7 391 19,55 87 4,35 417 20,85 168 8,4 636 31,8 230 11,5
Hutan Rakyat Lahan BK (ha) (ton/thn) 2531 7,59 3437 103,11 3472 104,16 4623 138,69 0 0 9625 288,75 4510 135,3 4436 133,08 704 21,12 7641 229,23 4817 144,51 1933 57,99 953 28,59 809 24,27 3218 96,54 2779 83,37 1085 32,55 1715 51,45 876 26,28 1967 59,01 507 15,21 1011 30,33 319 9,57 0 0 613 18,39 394 11,82 391 11,73 87 2,61 417 12,51 168 5,04 636 19,08 230 6,9
Tegalan Lahan BK (ha) (ton/thn) 8962 89,62 1216 12,16 996 9,96 976 9,76 2805 28,05 322 3,22 4481 44,81 3173 31,73 466 4,66 1165 11,65 1425 14,25 1549 15,49 1574 15,74 1341 13,41 901 9,01 1788 17,88 570 5,7 752 7,52 008 0,08 1073 10,73 670 6,7 637 6,37 738 7,38 0 0 830 8,3 174 1,74 835 8,35 43 0,43 298 2,98 36 0,36 396 3,96 742 7,42
∑k.Le
(∑k.Le.1
473,26 1072,545 562,72 2984,675 60,45 1271,095 957,935 1686,635 794,105 1320,155 1747,285 666,83 461,305 276,28 544,55 792,725 523,575 398,745 304,035 615,29 406,235 471,8 362,3 845,2 296,74 304,16 475,905 114,265 147,04 133,725 388,515 249,245
7098 16088, 8440 44770, 906, 19066, 14369, 25299, 11911, 19802, 26209, 10002, 6919,5 4144 8168, 11890, 7853,6 5981,1 4560,5 9229, 6093,5 70 5434 126 4451 4562 7138,5 1713,9 2205 2005,8 5827,7 3738,6
Lampiran 8. Hasil perhitungan Lahan Penghasil Rumput (ton BK/Th) (Lanjutan) 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Banyuresmi Leles Leuwigoong Cibatu Kersamanah Cibiuk Kadungora Bl. Lmbangan Selaawi Malangbong Jumlah
214 0 0 4 0 111 15 11 18 36 7005
214 0 0 4 0 111 15 11 18 36 7005
1359 967 1033 1693 362 506 1748 1888 975 2157 49455
271,8 193,4 206,6 338,6 72,4 101,2 349,6 377,6 195 431,4 9891
1359 967 1033 1693 362 506 1748 1888 975 2157 49455
33,975 24,175 25,825 42,325 9,05 12,65 43,7 47,2 24,375 53,925 1236,4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26825
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1341
307 572 218 637 227 111 532 1158 310 1289 71265
15,35 28,6 10,9 31,85 11,35 5,55 26,6 57,9 15,5 64,45 3449,4
307 572 218 637 227 111 532 1158 310 1289 71265
9,21 17,16 6,54 19,11 6,81 3,33 15,96 34,74 9,3 38,67 2069,61
1226 2518 232 400 172 448 332 1952 207 277 51146
12,26 25,18 2,32 4 1,72 4,48 3,32 19,52 2,07 27,17 511,46
556,595 288,515 252,185 439,885 101,33 238,21 454,18 547,96 264,245 651,615 25504,045
8348,92 4327,72 3782,7 6598,2 1519, 3573, 6812 8219 3963,6 9774,22 382560
Lampiran 9. Nilai KPPTR Sapi Potong Kabupaten Garut Berdasarkan Sumberdaya Lahan No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Cisewu Caringin Talegong Bungbulang Mekarmukti Pamulihan Pakenjeng Cikelet Pameungpeuk Cibalong Cisompet Peunduey Singajaya Cihurip Cikajang Banjarwangi Cilawu Bayongbong Cigedug Cisurupan Sukaresmi Samarang Pasirwangi Tarogongkidul Tarogongkaler Garutkota Karangpawitan Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah Banyuresmi Leles Leuwigoong Cibatu Kersamanah Cibiuk Kadungora Bl. Lmbangan Selaawi Malangbong Jumlah
Keterangan : X Y BK KTTR
Total X (ton/thn) 7098,9 16088,18 8440,8 44770,13 906,75 19066,43 14369,03 25299,53 11911,58 19802,33 26209,28 10002,45 6919,575 4144,2 8168,25 11890,88 7853,625 5981,175 4560,525 9229,35 6093,525 7077 5434,5 12678 4451,1 4562,4 7138,575 1713,975 2205,6 2005,875 5827,725 3738,675 8348,925 4327,725 3782,775 6598,275 1519,95 3573,15 6812,7 8219,4 3963,675 9774,225 382560,7
Total Y (ton/thn) 8244,51 25866,92 20384,77 29168,49 3227,78 18332,97 25597,87 13133,5 11453,2 22206,51 6096,81 27733,26 4071,62 3271,22 626,39 12207,37 25410,84 5551,01 2100,42 4163,7 1880,6 21407,42 12141,54 4057,43 10602,16 11131,75 20506,74 15743,77 12922,78 13075,55 18489,3 15027,75 54830,01 6585,85 23781,45 19348,77 4107,65 10952,87 24395,38 35331,22 23876,63 43462,13 672507,9
BK (ton/thn) 15343,41 41955,10 28825,57 73938,62 4134,53 37399,40 39966,90 38433,03 23364,78 42008,84 32306,09 37735,71 10991,20 7415,42 8794,64 24098,25 33264,47 11532,19 6660,95 13393,05 7974,13 28484,42 17576,04 16735,43 15053,26 15694,15 27645,32 17457,75 15128,38 15081,43 24317,03 18766,43 63178,94 10913,58 27564,23 25947,05 5627,60 14526,02 31208,08 43550,62 27840,31 53236,36 1055068,59
Konvesi 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3 2.3
= Lahan Produksi Penghasil Rumput = Lahan Produksi Penghasil Jerami = Bahan Kering = Kapasitas Tambah Ternak Ruminansia
KTTR (ST) 35289,84 96496,72 66298,81 170058,81 9509,42 86018,61 91923,86 88395,96 53738,98 96620,32 74304,00 86792,13 25279,75 17055,47 20227,67 55425,96 76508,27 26524,03 15320,17 30804,02 18340,49 65514,17 40424,89 38491,49 34622,50 36096,55 63584,22 40152,81 34795,27 34687,28 55929,16 43162,78 145311,55 25101,22 63397,72 59678,20 12943,48 33409,85 71778,58 100166,43 64032,70 122443,62 2426657,75
Populasi Riil (ST) 1840 1365 2176 3114 1913 1723 1687 1979 3045 2482 1756 940 1963 1100 5984 1554 2660 4224 1442 3849 1023 1811 1431 551 645 968 1229 557 479 507 717 878 904 868 1094 964 594 953 1106 1271 906 2946 69199
KPPTR (ST) 33449,79 95131,71 64123,27 166945,24 7595,96 84295,13 90237,26 86417,00 50693,56 94138,46 72547,79 85852,61 23316,89 15955,94 14243,50 53871,50 73847,82 22300,16 13877,96 26955,05 17317,36 63703,05 38993,53 37940,18 33977,13 35128,48 62355,12 39595,38 34316,70 34180,56 55212,64 42285,17 144407,77 24233,71 62303,33 58714,51 12349,16 32457,03 70672,49 98895,23 63126,65 119497,19 2357458,94