ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI WILAYAH KOTA PEKANBARU
SKRIPSI RISZA PUTRI ELBURDAH
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN RISZA PUTRI ELBURDAH. D34104061. Analisis Potensi Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Wilayah Kota Pekanbaru. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Burhanuddin, MM Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani asal ternak merupakan peluang yang baik bagi pengembangan ternak sapi potong. Khusus bagi Kota Pekanbaru yang merupakan ibukota Provinsi Riau bertambahnya penduduk juga mengakibatkan meningkatnya lahan yang digunakan untuk pembangunan perumahan, sehingga semakin menggeser penggunaan lahan yang digunakan untuk peternakan sapi potong. Oleh sebab itu perlu dilakukan identifikasi sumberdaya peternakan yang mendukung upaya pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru. Tujuan dari penelitian adalah: 1) Menganalisis faktor-faktor sumberdaya peternakan apa saja yang dimiliki, 2) Menganalisis wilayah basis serta kapasitas tampung ternak ruminansia di Kota Pekanbaru. Penelitian ini didesain sebagai penelitian survey. Data dikumpulkan selama bulan September sampai Oktober 2007. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan peternak dan pihak-pihak terkait. Data sekunder didapat dari Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistika dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Pekanbaru. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis Location Quation (LQ) dan analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR). Hasil analisis deskriptif menggambarkan bahwa faktor pendukung berpotensi pengembangan ternak sapi potong berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi pemeliharaan dan kelembagaan dapat mendukung pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru yang terdiri dari 12 Kecamatan memiliki beberapa wilayah kegiatan basis untuk peternakan sapi potong yang berarti di Kota Pekanbaru ada beberapa wilayah atau Kecamatan yang mempunyai tingkat populasi relatif lebih banyak daripada wilayah atau Kecamatan lain. Berdasarkan hasil perhitungan LQ terhadap Kecamatan-kecamatan di Kota Pekanbaru yang memiliki nilai LQ > 1 terdapat 4 Kecamatan yang merupakan wilayah basis, 5 Kecamatan merupakan wilayah non basis tapi ada ternak sapi potongnya dan 3 Kecamatan merupakan wilayah tanpa ada ternak sapi potongnya. Sedangkan hasil perhitungan KPPTR efektif didapat bahwa nilai total KPPTR Kota Pekanbaru adalah 4 066.485 ST. Kata-kata kunci: sapi potong, potensi wilayah
ABSTRACT Analysis Potention of Development Area Beef Cattle in Region Kota Pekanbaru Elburdah, R.P, Burhanuddin, and S. Mulatsih The aims of this research are : (1) to identify Pekanbaru animal husbandry resources, (2) to analysis which area that can be development beef cattle bases, (3) to identify Pekanbaru area that have potention for develoment beef cattle based on preparing food. This research designed as a research survey. Data was collected from September - October 2007. Primary data obtained directly from interview with farmer and related parties, secondary data collected from the animal husbandry official, Statistic Center Board (BPS) and Board of Regional Development Planning ( BAPPEDA). This research use descriptive analysis, Location Quation ( LQ) analyze and Added Capacity of Ruminant Population (ACRP) analysis. Results of descriptive analysis describe potention and constraint of Pekanbaru regency animal husbandry resource can support expansion of beef cattle. Capital and animal husbandry institution still require coordination for further expansion. Pekanbaru consisted of 12 districts to have some activity regions of bases for breeding of beef cattle meaning in Pekanbaru there are some region having level of relative population more than other regions. Based on result of calculation LQ to districts in Pekanbaru having value LQ > 1 there is 4 district which is bases region, 5 district are non bases region but has beef cattle animal husbandry and 3 district are non bases region without there are. Based on ACRP analysis show that total value ACRP Pekanbaru is 4 066.485 ST Keywords: beef cattle, potency area
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI WILAYAH KOTA PEKANBARU
RISZA PUTRI ELBURDAH D34104061
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI WILAYAH KOTA PEKANBARU
Oleh : RISZA PUTRI ELBURDAH D34104061
Skripsi ini telah disetujui dan akan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Maret 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Burhanuddin, MM. NIP. 132 232 454
Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr NIP. 131 839 497
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Januari 1987 di Pekanbaru Riau. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Ir. Humizry Husein, MM dan Ibu Hj. Eleanor Matigora Emzita. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998 di SDN Bintaro 01 Pagi Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 12 Jakarta dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di kelembagaan organisasi kampus BEM-D sebagai staff Departemen Sosial Pengabdian Masyarakat Mahasiswa (SPM2) tahun 2006-2007 dan berpartisipasi di berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Bakti Fakultas Peternakan, One Day In Fapet, Rumah Singgah Fapet, Fapet Peduli Tuna Werdha sebagai ketua panitia dan Red Bull’s 2006. Selain itu penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Indstri Peternakan (HIMASEIP) sebagai Kepala Departemen Sosial Lingkungan Masyarakat (SOSLINGMAS) tahun 2007-2008 serta berpartisipasi di kegiatan kepanitiaan seperti Lomba Cepat Tepat Fapet 2005, Lomba Cepat Tepat Fapet 2006, Aksi Cepat Tanggap HIMASEIP, Memoirs Of SEIP dan Seminar Kredit UMKM Peternakan. kolokium PPKN.
Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum
KATA PENGANTAR Peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian. Pembangunan peternakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian masyarakat, karena permintaan protein hewani akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi tinggi. Peternakan juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai pendapatan dan taraf hidup peternak. Kondisi tersebut merupakan sebuah peluang yang bisa diambil bagi peternak untuk meningkatkan produktifitas guna memenuhi permintaan produk peternakan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dilakukan peternak adalah dengan mengembangkan usaha ternak sapi potong. Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber penghasil protein hewani, yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Atas dasar itu penulis melakukan penelitian analisis potensi wilayah pengembangan peternakan sapi potong Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi sumberdaya dan wilayah basis serta kapasitas tampung ternak ruminansia. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Februari 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
i
ABSTRACT ...................................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang ..................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................. Tujuan .................................................................................................. Kegunaan .............................................................................................
1 2 3 3
KERANGKA PEMIKIRAN ..........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
6
Konsep Pengembangan Wilayah .......................................................... Wilayah Peternakan .............................................................................. Sumberdaya Peternakan ........................................................................
6 7 8
METODE PENELITIAN ...............................................................................
13
Lokasi dan Waktu ................................................................................ Populasi dan Sampel ............................................................................ Desain Penelitian .................................................................................. Data dan Instrumentasi ........................................................................ Analisis Data ......................................................................................... Definisi Istilah.......................................................................................
13 13 13 13 14 15
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...........................................
16
Kondisi Umum Wilayah ...................................................................... Sektor Ekonomi ................................................................................... Wilayah Pembangunan ......................................................................... Sektor Peternakan .................................................................................
16 19 22 23
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
28
Sumberdaya Pendukung Pengembangan Peternakan .......................... Sumberdaya Alam ...................................................................... Sumberdaya Manusia .................................................................. Teknologi Pemeliharaan ............................................................. Kelembagaan .............................................................................. Wilayah Basis Ternak Sapi Potong dan KPPTR Kota Pekanbaru........
28 28 32 35 37 41
Wilayah Basis .............................................................................. KPPTR ......................................................................................... Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kota Pekanbaru .............................................................................................
41 44
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
50
Kesimpulan .......................................................................................... Saran ....................................................................................................
50 50
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
52
LAMPIRAN....................................................................................................
53
47
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur .....................
17
2. Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Pekanbaru ..................................................................................
18
3. Alokasi Penggunaan Lahan di Kota Pekanbaru .................................
19
4. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pekanbaru Tahun 2005 ....................
20
5. Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003-2005 ..........................................................................................
21
6. PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Sektor Pertanian Tahun 2003-2005 ........................
21
7. Jumlah Populasi Ternak Kota Pekanbaru Tahun 2003-2005 .............
24
8. Produksi Daging dan Telur di Kota Pekanbaru Tahun 2003-2006 ....
25
9. Konsumsi Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2006 ............................
26
10. Nama Pasar di Kota Pekanbaru dan Jumlah Pasokan Daging Sapi ...
27
11. Perkembangan Populasi Sapi Potong Berdasarkan Jenis kelamin di Kota Pekanbaru Tahun 2003-2005 ....................................................
29
12. Jenis dan Luas Kebun Hijauan Pakan Ternak di Balai Bibit Peternakan ..........................................................................................
31
13. Karakteristik Peternak di Kota Pekanbaru .........................................
33
14. Nama Kelompok Petani Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2006 ......
38
15. Wilayah Basis dan Nilai LQ Ternak Sapi Potong Kota Pekanbaru ..
42
16. Wilayah Kota Pekanbaru dengan Nilai KPPTR (E) Positif ...............
44
17. Jumlah Riil Ternak Ruminansia dan Nilai KPPTR (L) ................. Kota Pekanbaru ..................................................................................
45
18. Pengelompokan Wilayah Berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ...........
47
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Potensi Wilayah Pengembangan Sapi Potong Kota Pekanbaru ..................................................................................
5
2. Pembagian Wilayah Pembangunan di Kota Pekanbaru .....................
23
3. Sapi Bali Mendominasi Populasi Sapi Kota Pekanbaru ....................
30
4. Rumput Merupakan Hijauan untuk Ternak Sapi Potong ..................
31
5. Aktivitas Pemberian Pakan oleh Peternak di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru.........................................................................
32
6. Perkandangan Peternak di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru ...........................................................................................
35
7. Pemberian Pakan Tambahan Dedak di Kecamatan Rumbai ..............
37
8. Tampak Depan Plaza Ternak di Kota Pekanbaru ..............................
39
9. Aktivitas Pengenceran Semen di Balai Bibit Kota Pekanbaru ..........
40
10. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai LQ ....
43
11. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai KPPTR ..............................................................................................
46
12. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai LQ dan KPPTR ........................................................................................
49
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Profil Umum Peternak di Tiga Kecamatan Terpilih ..........................
54
2. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia (ST) Kota Pekanbaru ..............
55
3. Hasil Perhitungan LQ.........................................................................
56
4. Hasil Perhitungan Nilai KPPTR Berdasarkan Sumberdaya Lahan ...
57
5. Hasil Perhitungan KPPTR Efektif .....................................................
58
6. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Rumput .....................................
59
7. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Jerami ........................................
60
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dan merupakan bagian dari sistem pembangunan ketahanan pangan, pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, pengentasan kemiskinan, perdagangan komoditi pangan dan non pangan serta pembangunan lingkungan hidup.
Pembangunan peternakan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional, karena permintaan protein hewani akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
pendapatan
dan
peningkatan
kesadaran
masyarakat
untuk
mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk. Pemenuhan kecukupan protein hewani secara nasional masih belum mencapai target sehat konsumsi protein hewani yang telah ditetapkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yakni sebesar 6 gram/kap/hari yang berequivalent dengan konsumsi daging sebesar 10.1 kg/kap/tahun, telur 3.5kg/kap/tahun dan susu 6.4kg/kap/tahun. Sebagai gambaran, jumlah konsumsi masyarakat Kota Pekanbaru untuk
daging
sebesar
16.09
Kg/Kapita/Tahun
dan
telur
sebesar
5.98
Kg/Kapita/Tahun. Kebutuhan gizi yang bersumber dari protein hewani berupa daging, telur dan susu sangat diperlukan untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik dalam pembentukan fisik yang tangguh maupun kecerdasan. Untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pengembangan usaha ternak sapi potong. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Kota Pekanbaru yang juga merupakan ibukota Provinsi Riau, mengakibatkan meningkatnya lahan yang digunakan untuk keperluan lainnya (tanaman pangan, perkebunan, perumahan dan industri). Hal tersebut berakibat tergeser dan menyusutnya lahan untuk usaha ternak sapi potong, dimana lahan adalah unsur utama pengembangan ternak ruminansia. Diperlukan usaha identifikasi potensi wilayah yang cocok untuk pengembangan peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru.
Identifikasi wilayah ini dilakukan dengan cara melihat sumberdaya peternakan yang mendukung pengembangan ternak sapi potong, wilayah mana yang menjadi basis untuk pengembangan ternak sapi potong dan melihat kemampuan wilayah
untuk
menampung
penambahan
jumlah
ternak
ruminansia
yang
dikembangkan berdasarkan ketersediaan pakan. Perumusan Masalah Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau mempunyai peranan yang sangat penting sebagai salah satu wilayah yang dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat. Sumberdaya peternakan terutama lahan semakin lama ketersediaannya semakin langka, hal ini disebabkan karena adanya persaingan dengan subsektor lain dan kebutuhan manusia, seperti tanaman pangan, perkebunan, perumahan dan industri. Salah satu pendukung pengembangan peternakan yaitu adanya sumberdaya yang memadai, baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lain yang mendukung. Karakteristik potensi sumberdaya yang berbeda di setiap wilayah di Kota Pekanbaru mengharuskan adanya identifikasi potensi yang dimiliki dengan menganalisis wilayah mana yang mampu menjadi basis atau non basis bagi pengembangan ternak sapi potong, serta kemampuan wilayah untuk menampung jumlah ternak berdasarkan jumlah pakan yang dapat disediakan. Beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Sumberdaya apa saja yang dimiliki wilayah Kota Pekanbaru yang menunjang upaya pengembangan ternak sapi potong? 2. Wilayah mana saja yang menjadi basis pengembangan sapi potong di Kota Pekanbaru? 3. Wilayah mana saja yang berpotensi untuk pengembangan dalam penambahan daya tampung sapi potong terhadap penyediaan pakan di Kota Pekanbaru?
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi sumberdaya peternakan Kota Pekanbaru dalam upaya pengembangan ternak sapi potong. 2. Menganalisis wilayah basis pengembangan sapi potong Kota Pekanbaru. 3. Menganalisis wilayah Kota Pekanbaru yang berpotensi dalam penambahan daya tampung sapi potong terhadap ketersediaan lahan penghasil rumput di Kota Pekanbaru. Kegunaan Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan/acuan bagi : 1. Pemerintah setempat dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam pengembangan ternak sapi potong. 2. Para peneliti ternak sapi potong dalam mengembangkan ternak sapi potong. 3. Peternak atau investor yang ingin mengembangkan usaha peternakan sapi potong.
KERANGKA PEMIKIRAN Peranan sektor peternakan dalam pengembangan suatu wilayah dapat ditingkatkan apabila potensi sumberdaya peternakan khususnya sumberdaya alam seperti keadaan iklim, lahan, topografi dan sarana prasarana yang menunjang dapat dikelola dengan baik, tentunya dengan dukungan faktor-faktor lain seperti sumberdaya manusia, kelembagaan dan kebijakan pemerintah. Potensi yang tersedia dengan dukungan faktor-faktor tersebut dapat memberikan peranan yang penting bagi pengembangan suatu wilayah. Upaya pengembangan wilayah ternak sapi potong di Kota Pekanbaru, dilakukan di daerah basis dan yang masih mampu menampung penambahan populasi ternak sapi potong.
Metode yang digunakan dalam upaya pengembangan ini
diantaranya adalah analisis LQ (Location Quation), analisis KPPTR ( Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia). Analisis LQ digunakan untuk melihat apakah suatu wilayah merupakan wilayah basis atau non basis. Hasil dari analisis ini digunakan untuk penentuan daerah pengembangan. Analisis KPPTR digunakan untuk melihat daya tampung suatu wilayah berdasarkan ketersediaan pakan yang ada di wilayah tersebut agar penggunaan sumberdaya di wilayah tersebut bisa mencapai optimal. Pada akhirnya upaya pengembangan ini dapat terlaksana dan produksi daging khususnya daging sapi bisa terus ditingkatkan serta bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumberdaya Peternakan SDA
SDM
Kelembagaan
Kebijakan Pemerintah
Pengembangan Sapi Potong
Identifikasi Wilayah Pengembangan Sapi Potong
Populasi Penduduk
Populasi Ternak
Lahan Penghasil Pertanian
Wilayah Basis (LQ)
Produksi Limbah Pertanian
Kapasitas Tampung (KPPTR)
Wilayah Berpotensi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Potensi Wilayah Pengembangan Sapi Potong Kota Pekanbaru
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Suatu wilayah merupakan lingkungan yang secara aktual dan potensial mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi penduduknya untuk berbagai keahlian dan keterampilan. Kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun konsep wilayah dan perwilayahan ialah keadaan, strktur atau watak fisik, hayati, ekonomi dan sosial.
Dalam kriteria ekonomi terdapat aktivitas pertanian (termasuk
peternakan), industri, kerajinan, perdagangan, pariwisata, penjualan jasa, perbankan dan laju peredaran uang, pertambangan dan perhubungan. Kriteria sosial diantaranya demografi, pendidikan dan keterampilan, tata pemerintahan dan adat istiadat (Notohadiprawiro, 2006). Menurut Budiharsono (2001), wilayah didefinisikan sebagai unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu : 1. Wilayah homogen adalah wilayah dipandang dari aspek atau kriteria yang mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Wilayah homogen dibatasi berdasarkan keseragaman secara internal. 2. Wilayah
nodal
adalah
wilayah
yang
secara
fungsional
mempunyai
ketergantungan antara pusat dan daerah belakang. Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa ataupun komunikasi dan transportasi.
Batas wilayah modal ditentukan sejauh mana
pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan lainnya. 3. Wilayah administrasi adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan pemerintah atau politik seperti, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa atau kelurahan dan RT atau RW. Strategi
pengembangan
peternakan
adalah
pengembangan
wilayah
berdasarkan komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal dan pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan (Pambudy dan Sudrajat, 2000).
Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan ternak sapi potong, diantaranya adalah : (1) penyempitan lahan pangonan, (2) kualitas sumberdaya rendah, (3) produktivitas ternak rendah, (4) akses ke pemodal sulit, (5) penggunaan teknologi masih rendah. Sedangkan yang menjadi pendorong pengembangan sapi potong di Indonesia : (1) permintaan pasar terhadap daging semakin meningkat, (2) ketersediaan tenaga kerja cukup besar, (3) kebijakan pemerintah mendukung, (4) hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, (5) usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis (Wiyatna, 2002). Pambudy dan Sudrajat (2000) mengatakan sebagai bagian dari sektor pertanian peningkatan produksi peternakan akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis. Adapun lingkungan strategis yang berpengaruh adalah : 1. Lingkungan strategis global dan regional, yaitu pembangunan subsektor peternakan tidak akan lepas dari aturan-aturan perdagangan bebas. 2. Lingkungan strategis nasional, yaitu pembangunan subsektor peternakan yang dipengaruhi beberapa hal, diantaranya : a) jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan terus meningkat yang memerlukan bahan pangan berkualitas, b) terjadinya proses tranformasi struktural perekonomian yang menurunkan pangsa sektor pertanian sementara tenaga kerja masih bertumpu di sektor pertanian dan c) terjadinya konversi lahan pertanian sehingga peternakan gurem meningkat dan produktifitas pertanian menurun. 3. Lingkungan strategis politik dan ekonomi yaitu subsektor peternakan akan berhadapan dengan adanya pergeseran fungsi dan peran pemerintah termasuk berlakunya Undang-undang dan peraturan tentang Pemerintah
Daerah dan
Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Wilayah Peternakan Dalam sebuah usaha peternakan, lokasi merupakan hal utama yang harus dipertimbangkan agar usaha tersebut bisa beroperasi secara efektif dan efisien. Secara umum, pemilihan lokasi usaha peternakan harus mempertimbangkan aspek kelancaran bisnis dan alur operasional peternakan. Lokasi usaha peternakan harus memenuhi beberapa persyaratan seperti berikut : 1) kondisi agroklimat, yang meliputi suhu lingkungan, arah angin, curah hujan, arah sinar matahari, kelembapan dan topografi, 2) ketersediaan air, kebutuhan
air untuk setiap ternak sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu lingkunan, jenis dan bangsa ternak, dan kondisi pakan (kering atau basah), 3) ketersediaan tenaga kerja, kemampuan para tenaga kerja dalam menerima penjelasan dan mengadopsi teknologi peternakan yang up to date sangat diharapkan. Untuk itu, perlu dipertimbangkan penggunaan kombinasi tenaga kerja dari sekitar lokasi usaha peternakan maupun dari tempat asal yang jauh, 4) ketersediaan bahan pakan dan sapi bakalan, jarak yang terlalu jauh bisa menyebabkan pembengkakan biaya. Karena itu, sumber bahan pakan sebaiknya tidak terlalu jauh dari lokasi usaha mengingat bahan pakan selalu dibutuhkan setiap hari. Sapi bakalan yang berasal dari tempat yang terlalu jauh akan mengalami stres akibat perjalanan jauh. Akibatnya, sapi bakalan membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi kembali dengan lingkungan baru, 5) infrastruktur transportasi, jalur transportasi yang lancar akan sangat menunjang perkembangan usaha dan 6) pasar, secara tradisional para peternak menjual sapi-sapinya di pasar-pasar terdekat (Soeprapto dan Abidin, 2006). Potensi wilayah dapat diketahui dengan metode pengembangan pemetaan potensi wilayah. Pendekatan perhitungan potensi wilayah dan pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi. Metode Kapasitas Peningkatan Ternak Ruminansia merupakan suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak.
Melalui pendekatan komparatif komponen yang diukur
produksinya adalah rumput alam dan hijauan hasil sisa pertanian (HHSP). Sumber hijauan terdiri dari lahan dengan peruntukan pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, padang rumput alam dan jalan. Sumberdaya Peternakan Pendayagunaan sumberdaya alam untuk pengembangan peternakan harus didasari oleh penataan ruang dan prioritas wilayah pengembangan, pengembangan daerah dan pengembangan kawasan peternakan.
Sedangkan sumberdaya pakan
meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan sumberdaya pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan (Pambudy dan Sudrajat, 2000). Potensi alam suatu daerah akan menentukan jenis-jenis dan jumlah ternak yang dapat dikembangkan di daerah itu.
Potensi alam tersebut ditentukan oleh
tersedianya tanah pertanian dan peternakan, kesuburan tanah, iklim, topografi, tersedianya air sepanjang tahun dari pola pertanian yang ada. Peternakan yang baik biasanya terdapat di daerah yang dapat menghasilkan makanan bagi ternak itu (Irfan, 1992). Dalam usahatani terdapat beberapa unsur yaitu lahan, tenaga kerja dan modal. Lahan merupakan basis untuk usaha peternakan atau merupakan faktor produksi sumber makanan ternak pokok berupa rumput, limbah ataupun produk utama pertanian (Suparini, 2000). Sapi Potong Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak diternakan di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, karena sapi mempunyai banyak manfaat. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Banyak ahli yang memperkirakan bahwa bangsa sapi berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, ke seluruh kawasan Asia, dan Afrika. Sedangkan Amerika, Australia, dan Selandia Baru yang saat ini merupakan gudang bangsa sapi potong jenis unggul tidak terdapat turunan sapi asli, melainkan hanya mendatangkanya dari Eropa (Sugeng, 2006). Soeprapto dan Abidin (2006) menyatakan, tidak jelasnya tujuan pemeliharaan sapi potong di Indonesia berpengaruh pada rendahnya produktivitas ternak.
Di
beberapa negara maju, pemeliharaan sapi sudah diklasifikasikan dalam dua tujuan utama, yaitu sebagai ternak potong dan ternak perah.
Di indonesia, hanya
pemeliharaan ternak perah yang sudah demikian jelas. Sementara itu, peternakan sapi potong biasanya masih dicampuradukan dengan penggunaan sapi sebagai ternak pekerja. Akibatnya, sapi-sapi dijual untuk dipotong pada umur-umur yang relatif tua karena tenaganya dibutuhkan untuk berbagai keperluan. Menurut Sugeng (2006) bangsa-bangsa sapi yang kini kita kenal seperti sapi Madura, Jawa, dan Sumatera berasal dari hasil persilangan antara Bos Indicus (Zebu) dan Bos sondaicus (Bos bibos) alias sapi keturunan banteng. Sedangkan sapi ongole yang pada saat ini populasinya terbanyak di antara bangsa-bangsa sapi Indonesia pertama kali didatangkan dari India ke pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1897.
Bangsa sapi ongole ini di Belanda dikenal dengan nama zebu,
sedangkan di Jawa lebih dikenal dengan nama sapi benggala. Untuk perbaikan mutu ternak sapi potong di Jawa, sapi Jawa dikawinsilangkan dengan sapi ongole, yang keturunannya hingga saat ini dikenal dengan nama peranakan ongole (PO). Sasroamidjojo dan Soeradji (1990) menyatakan selain sebagai
penghasil
makanan berupa daging dan pupuk ternak sapi potong juga bermanfaat sebagai 1) tenaga kerja bagi pertanian dan pengangkutan, 2) sumber bahan-bahan ekspor, 3) sumber bahan-bahan untuk industri dan kerajinan dan 4) kesenangan atau objek pariwisata. Selain itu ternak sapi potong mempunyai peranan dalam keagamaan, adat-istiadat, tabungan keluarga dan sebagai kehormatan atau status sosial dalam masyarakat (Williamson dan Payne, 1993). Perkandangan Secara umum, terdapat dua tipe kandang yaitu: kandang individual dan kandang koloni. Tujuan kandang individu adalah memacu pertumbuhan sapi potong lebih pesat karena ruang gerak sapi terbatas. Ukuran kandang individu 2,5x1,5m. Kandang koloni dipergunakan bagi sapi bakalan dalam satu periode penggemukan yang ditempatkan dalam satu kandang dengan luas minimum 6m2. Kandang memiliki banyak fungsi yang mendukung suksesnya usaha sapi potong yaitu : 1) melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, 2) tempat sapi beristirahat yang nyaman sekaligus aman dari gangguan hewan pengganggu atau predator, 3) sarana yang memudahkan penanganan ternak, terutama dalam pemberian pakan, minum, perawatan kesehatan, 4) penampung kotoran dan sisa-sisa pakan, 5) mengontrol ternak agar tidak merusak berbagai fasilitas yang tersebar di seluruh area peternakan (Soeprapto dan Abidin, 2006). Menurut sugeng (2006), atap merupakan pembatas bagian atas dari kandang dan berfungsi untuk menghindarkan dari air hujan dan terik matahari, menjaga kehangatan ternak di waktu malam, serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh hewan itu sendiri. Dinding sebagai pembatas seluruh keliling atau bagian tepi kandang yang berfungsi sebagai penahan angin langsung. Lantai kandang sebagai batas bangunan kandang bagian bawah, atau tempat berpijak dan berbaring bagi sapi sepanjang waktu.
Pakan Pemberian pakan kepada ternak sapi potong
dibedakan menjadi dua
golongan yaitu makanan perawatan, digunakan untuk mempertahankan hidup dan kesehatan serta makanan produksi untuk pertumbuhan dan pertambahan berat (Sugeng, 2006). Selanjutnya Sugeng (2006), menyatakan bahan pakan ternak sapi pada pokoknya bisa digolongkan menjadi tiga, yakni pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan.
Idealnya makanan harus tersedia untuk sapi secara tidak
terbatas. Bahan pakan hijauan secara umum diberikan sebanyak 10% dari berat badan dan pakan penguat cukup 1% dari berat badan. Pengelolaan
pakan
akan
sangat
menentukan
tingkat
keberhasilan
pemeliharaan sapi. Ketersediaan padang pengembalaan pada pemeliharaan ternak sapi diperlukan sekali sebagai sumber pakan hijauan. Pemberian pakannya dapat dilakukan dengan pemotongan rumput tersebut, kemudiaan diberikan kepada ternak sapi yang bersangkutan di dalam kandang. Penyakit dan Upaya Pencegahan Penyakit Ternak Sapi Potong Penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular maupun yang tak menular.
Penyakit menular yang berjangkit pada umumnya menimbulkan
kerugian besar bagi peternak. Penyakit menular merupakan ancaman bagi peternak, walaupun tidak langsung mematikan, akan tetapi bisa merusakan kesehatan ternak sapi berkepanjangan, mengurangi pertumbuhan, dan bahakan menghentikan pertumbuhan sama sekali (Sugeng, 2006). Beberapa penyakit yang biasa berjangkit di Indonesia antara lain : anthrax (radang limpa), surra, penyakit mulut dan kuku, penyakit radang paha (blackleg), brucellosis (keguguran menular), kuku busuk (foot rot), cacing hati, cacing perut, cacing paru-paru, bloat (Sugeng, 2006). Usaha pencegahan penyakit yang dilakukan para peternak tidak menjamin ternak sapi terbebas dari penyakit. Menurut Soeprapto dan Abidin (2006), upaya pencegahan penyakit pada ternak sapi dapat dilakukan dengan cara, yaitu: 1. Pemanfaatan kandang karantina 2. Menjaga kebersihan sapi bakalan beserta kandangnya 3. Vaksinasi berkala
4. Melarang impor sapi atau daging sapi dari negara yang tidak terbebas PMK 5. Pemberian obat cacing secara berkala Modal dan Pemasaran Modal merupakan sejumlah barang, jasa dan uang yang dimiliki untuk mengawali sebuah langkah usaha di bidang peternakan. Modal memegang peranan penting dan merupakan tulang punggung usaha peternakan.
Oleh karena itu,
diperlukan manajemen permodalan yang bertujuan untuk mengelola modal agar pengalokasiannya tepat dan penggunaanya efisien. Pemasaran merupakan proses kegiatan atau aktivitas menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Peternak atau pengusaha yang telah menghasilkan produk peternakan menginginkan produknya sampai dan diterima konsumen, agar produk tersebut diterima oleh konsumen peternak harus melalui beberapa kegiatan pemasaran. Kegiatan pemasaran peternak terdiri dari pengumpulan informasi pasar, penyimpanan, pengangkutan dan penjualan.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Pekanbaru, yang terdiri dari 12 Kecamatan, yaitu Kecamatan Tampan, Kecamatan Payung Sekaki, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tenayan Raya, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Sail, Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Senapelan, Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Rumbai Pesisir.
Penelitian ini
dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2007. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah para peternak di Kota Pekanbaru. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih Kecamatan yang ada ternak sapi potongnya, terdapat 9 Kecamatan. Dari 9 Kecamatan tersebut diambil secara acak 3 Kecamatan terpilih. Mengambil secara sengaja (purposive sampling) 10 peternak dari masingmasing Kecamatan terpilih. Desain Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian dengan metode survey yaitu dengan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui sumberdaya yang dimiliki Kota Pekanbaru sebagai daerah pengembangan ternak sapi potong. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan peternak dan dengan pihak-pihak terkait. Data primer digunakan untuk mengetahui sumberdaya, potensi, dan kendala ditingkat peternak dalam upaya pengembangan sapi potong. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian Pekanbaru, Dinas Peternakan Pekanbaru, Badan Pusat Statistika dan lain-lain. Adapun variabel-variabel dari data sekunder ini diantaranya adalah luas lahan garapan tanaman pangan, luas lahan pangonan, populasi ternak sapi potong, populasi semua jenis ternak dan jumlah penduduk.
Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan umum peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru, yaitu mengenai kondisi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi pemeliharaan, kelembagaan dan profil Kota Pekanbaru. Analisis Location Quation (LQ) Metode LQ digunakan untuk menganalisa keadaan suatu wilayah apakah suatu wilayah tersebut merupakan sektor basis atau non basis, dalam hal ini khususnya untuk populasi ternak sapi potong.
Metode LQ dirumuskan sebagai
berikut : LQ = vi/vt Vi/Vt Keterangan: vi = Populasi Sapi Potong Kecamatan vt = Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Vi = Populasi Sapi Potong Kota Vt = Jumlah Kepala Keluarga Kota Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari atau sama dengan satu (≥ 1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis.
Sedangkan bila LQ suatu sektor
kurang dari satu (< 1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode Kapasitas Peningkatan Ternak Ruminansia merupakan suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak. KPPTR (L) = KTTR − Populasi Riil Populasi Riil = Ternak yang benar-benar ada saat itu KTTR = ( ∑ k . Le . 15 ton BK/ha/tahun ) + ∑ j Li 2,3 KPPTR (KK) = Jumlah Kepala Keluarga (KK) x 3 ST/KK KPPTR (EK) = KPPTR (KK), jika KPPTR (KK) < KPPTR (L) KPPTR (EL) = KPPTR (L), jika KPPTR (L) < KPPTR (KK)
(ST)
Keterangan : k Le J Li 15 ton/ha/tahun 2,3 KTTR KPPTR (L) 3 ST/KK KPPTR (KK)
: koefisien ketersediaan lahan penghasil rumput : lahan penghasil rumput (ha) : koefisien produksi HMT : lahan penghasil Hijauan Hasil Sisa Pertanian (HHSP) : rata-rata produksi padang rumput : setiap ST per tahun memerlukan 2,3 ton BK : kapasitas tampung ternak ruminansia : KPPTR berdasarkan ketersediaan hijauan : setiap KK mampu memelihara 3 ST : KPPTR berdasarkan tenaga kerja Definisi Istilah
1.
Potensi adalah kemampuan atau keaadaan yang dapat mendukung suatu kegiatan (usaha) dan biasanya erat kaitannya dengan sumberdaya.
2.
Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah.
3.
Sumberdaya adalah segala input (faktor produksi) yang digunakan dalam usaha ternak sapi yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lingkungan pendukung.
4.
Ternak sapi adalah ternak ruminansia besar yang diperlukan oleh peternak atau dimanfaatkan hasilnya seperti daging dan susu.
5.
Location Quation (LQ) merupakan nilai yang akan menunjukan apakah suatu wilayah merupakan wilayah (kegiatan) basis atau non basis.
6.
KPPTR adalah kapasitas penambahan ternak ruminansia yang merupakan suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan hijauan makanan ternak.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Wilayah Kota Pekanbaru salah satu dari 11 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Riau dan merupakan pusat pemerintahan Provinsi Riau yang memiliki Visi 2021 : “Terwujudnya Kota Pekanbaru sebagai pusat perdagangan dan jasa, pendidikan serta pusat kebudayaan melayu, menuju masyarakat sejahtera yang berlandaskan iman dan takwa.” Secara geografis Kota Pekanbaru terletak antara 101○14–101○34 Bujur Timur dan 0○25–0○45 Lintang Utara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1987 tanggal 7 September 1987 Daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62.96 Km2 menjadi 446.50 Km2, terdiri dari delapan Kecamatan dan 45 Kelurahan/Desa. Berdasarkan hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tk. I Riau maka ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632.26 Km2. Meningkatnya kegiatan pembangunan di Kota Pekanbaru menyebabkan meningkatnya kegiatan penduduk disegala bidang yang pada akhirnya meningkat pula tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan lainnya. Maka dibentuklah Kecamatan baru dengan Perda Kota Pekanbaru No. 3 tahun 2003 menjadi 12 Kecamatan dan Kelurahan/Desa baru dengan Perda Kota Pekanbaru No. 4 tahun tahun 2003 menjadi 58 Kelurahan/Desa. Adapun secara administratif memiliki batas – batas sebagai berikut: •
Sebelah Utara:
Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar
•
Sebelah Selatan:
Berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan
•
Sebelah Timur:
Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan
•
Sebelah Barat:
Berbatasan dengan Kabupaten Kampar
Iklim di Kota Pekanbaru pada umumnya bersifat tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34.1○ C–35.6○ C dan suhu minimum berkisar antara 20.2○ C–23.0○C. Curah hujan berkisar antara 38.6–435.0 mm per tahun dengan keaadaan musim hujan jatuh pada bulan Januari–April dan September–Desember, musim
kemarau jatuh pada bulan Mei–Agustus. Kelembaban maksimum antara 96%-100% dan kelembaban minimum antara 46%-62%. Keadaan topografi wilayah Kota Pekanbaru sebagian besar dalam keadaan relatif datar kecuali dibagian utaranya, dengan ketinggian 5–50 meter diatas permukaan laut.
Sedangkan secara geologi, jenis tanah yang dominan adalah
Podzolik Merah (PMK) dan berada di daerah yang tinggi, sedangkan di daerah yang rendah jenis tanahnya adalah organosol. Hidrologi wilayah Kota Pekanbaru dialiri oleh sungai Siak yang membelah Kota menjadi 2 wilayah, yaitu wilayah sebelah Utara Sungai Siak dan Wilayah sebelah Selatan Sungai Siak. Selanjutnya Sungai Siak mempunyai beberapa anak sungai, seperti : sungai Umban Sari, Air Hitam, Sail, Sago, Sibam, Teleju, Senapelan, Limau, Tanjung Datuk, Pengambang dan Sungai Tenayan. Sungai mempunyai arti penting bagi sebagian penduduk, yaitu sebagai sarana perhubungan antar daerah, sumber air bersih, sumber mata pencaharian dan sumber air baku. Jumlah penduduk di Kota Pekanbaru keadaan akhir tahun 2006 berjumlah 720 197 jiwa yang menghuni wilayah seluas 632.26 km2 dan tersebar pada 12 Kecamatan dengan 58 buah Kelurahan/Desa dengan penyebaran yang tidak merata. Jumlah penduduk Kota Pekanbaru berdasarkan Kepala Keluarga (KK) yaitu sebesar 169 224 KK. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kota Pekanbaru disajikan dalam Tabel 1. Data di tabel tersebut menunjukan bahwa penduduk dari segi umur di Kota Pekanbaru sebagian besar berada pada kelompok usia yang produktif yaitu berkisar antara 15-55 tahun dengan persentase tertinggi yaitu 67.23 %. Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Berdasarkan Umur Kelompok Umur (Tahun) < 15
Jiwa 209 450
Persentase (%) 29.08
15 – 55
484 258
67.23
> 55
26 489
3.69
Total
720 197
100
Sumber : BPS Kota Pekanbaru (2006)
Penyebaran penduduk Kota Pekanbaru menurut lapangan usaha tertera pada Tabel 2. Pada Tabel 2 diketahui bahwa mata pencaharian penduduk Kota Pekanbaru
sangat beragam.
Persentase terbesar dari mata pencaharian penduduk Kota
Pekanbaru pada tahun 2006 adalah di bidang perdagangan yaitu sebesar 29.56 % tersedia di daerah ini. Jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian sebesar 9.04 %, mereka yang bekerja di bidang pertanian khususnya para petani dan peternak lebih banyak bertempat tinggal di daerah pinggiran Kota Pekanbaru. Tabel 2. Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Pekanbaru Jenis Lapangan Usaha Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Pertanian 65 106 9.04 Pertambangan
17 213
2.39
Industri
39 251
5.45
7 130
0.99
92 761
12.88
212 890
29.56
Angkutan dan Komunikasi
50 702
7.04
Keuangan
32 769
4.55
Jasa
202 375
28.10
Jumlah
720 197
100.00
Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan
Sumber : BPS Kota Pekanbaru (2006)
Penggunaan lahan di wilayah Kota Pekanbaru terbagi menjadi lahan non pertanian, lahan pertanian, hutan dan penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan untuk lain-lain menempati urutan pertama dengan luas lahan 17 673 ha. Urutan kedua penggunaan lahan digunakan sebagai pekarangan dengan luas lahan 14 352 ha. Alokasi penggunaan lahan di Kota Pekanbaru disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Alokasi Penggunaan Lahan di Kota Pekanbaru Pengunaan lahan Sawah
Luas (ha) 0
Persentase (%) 0
Pekarangan
14 352
22.70
Tegal/kebun
3 062
4.84
Ladang/huma
8 510
13.46
Penggembalaan padang rumput
42
0.03
Rawa-rawa yang tidak ditanami
1 413
2.23
0
0
204
0.36
Lahan kering yang sementara tidak ditanami
4 660
7.37
Lahan yang ditanami kayu-kayuan
1 402
2.21
Hutan Negara
4 321
6.83
Perkebunan
7 610
12.03
Lain-lain
17 673
27.94
Jumlah
63 235
100
Tambak Kolam empang
Sumber :BPS Kota Pekanbaru (2006)
Sektor Ekonomi Pekanbaru yang merupakan salah satu kawasan potensi berkembang dan statusnya sebagai ibukota Propinsi Riau maka kebijaksanaan umum pembangunan bidang ekonomi yang dititik beratkan pada sektor perdagangan dan jasa yang diarahkan untuk memacu pengembangan sektor industri, sektor angkutan dan komunikasi dan jasa pariwisata serta sektor-sektor lainnya. Secara umum tujuan pembangunan bidang ekonomi, khususnya sektor-sektor andalan tersebut adalah untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan Kota Pekanbaru Tahun 2005 disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pekanbaru Tahun 2005 No 1. Pertanian
Sektor
Pertumbuhan (%) 4.21
2.
Pertambangan dan penggalian
6.57
4.
Industri Pengolahan
7.90
4.
Listrik, Gas dan Air Bersih
3.84
5.
Bangunan
8.65
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
7.92
7.
Angkutan dan Komunikasi
8.91
8.
Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
9.
Jasa-jasa
7.53
PDRB
8.92
24.97
Sumber : BPS Kota Pekanbaru (2006)
Pertumbuhan dari sektor-sektor yang dominan seperti keuangan, sewa dan jasa perusahaan sebesar 24.97%, angkutan dan komunikasi 8.91%, sedangkan pertumbuhan terendah berada pada sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 3.84 persen. Seiring berkembangnya sektor-sektor unggulan tersebut akan dapat memacu pertumbuhan sektor-sektor lainnya sehingga akhirnya akan tercipta struktur ekonomi yang kokoh, seimbang dan dinamis. Untuk melihat struktur ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah dari hasil perhitungan PDRB dari tahun ke tahun. Selain itu untuk melihat besarnya kontribusi setiap sektor terhadap perekonomian suatu wilayah serta hubungannya dengan prioritas pelaksanaan pembangunan dan guna meninjau pergesaran struktur ekonomi yang terjadi dapat dilihat berdasarkan data distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Persentase PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003-2005 Sektor 1. Pertanian
2003 1.22
2004 1.06
2005 1.03
2. Pertambangan dan penggalian
0.02
0.02
0.02
31.02
30.87
31.04
1.49
1.29
1.24
5. Bangunan
13.15
12.17
11.81
6. Perdagangan, hotel dan restoran
21.49
22.33
23.01
7. Angkutan dan komunikasi
9.74
9.27
8.96
8. Keuangan, sewa dan jasa perusahaan
8.86
11.12
11.51
13.03
11.87
11.39
100.00
100.00
100.00
3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih
9. Jasa-jasa PDRB Sumber: BPS Kota Pekanbaru (2006)
Tabel 5 menunjukan sektor industri memberikan kontribusi yang tertinggi dari tahun ke tahunnya. Hal ini menunjukan sektor-sektor diluar migas semakin mempunyai peranan besar terhadap PDRB Kota Pekanbaru ini secara luas akan berdampak pula pada pemacuan kegiatan-kegiatan perekonomian di daerah, yang akhirnya akan bermuara pada peningkatan pertumbuhan PDRB Propinsi Riau. Berdasarkan distribusi persentase PDRB sektor pertanian mengalami penurunan tiap tahunnya persentase tertinggi berada pada tahun 2003 sebesar 1.22%,
namun
berdasarkan sub sektornya bidang peternakan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hal ini digambarkan pada Tabel 6. PDRB Kota Pekanbaru atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha sektor pertanian tahun 2003-2005. Tabel 6. PDRB Kota Pekanbaru Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Sektor Pertanian Tahun 2003-2005 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha Sektor Pertanian
2003
2004
2005
a. Tanaman Bahan Makanan
10 159.28
10 565.48
13 562.74
b. Peternakan dan hasil-hasilnya
93 913.25
103 930.70
121 357.83
5 617.93
5 756.44
6 852.79
109 690.46
120 252.61
141 773.36
d. Perikanan PDRB
Berdasarkan Tabel 6. subsektor peternakan memberikan kontribusi terbesar tiap tahunnya bahkan cenderung terus meningkat. Hal ini membuktikan bahwa sub sektor peternakan sangat berpotensi dikembangkan di Kota Pekanbaru. Wilayah Pembangunan Wilayah pembangunan (WP) Kota Pekanbaru terdiri atas 5 wilayah pengembangan. Struktur kota yang diharapkan adalah adanya perkembangan satu kawasan pusat kota dan empat sub pusat sebagaimana arahan RUTR 1991. Struktur ruang Kota Pekanbaru yang akan dibentuk didasarkan pula pada beberapa aspek yaitu : kesesuaian lahan, pola struktur ruang eksisting, arah perkembangan kota, limitasi pengembangan kota dan kebijakan/program pengembangan kawasan yang telah disepakati. Dalam sistem pusat pelayanan kota yang masih terpolarisasi pada satu kawasan, pola pelayanan kegiatan umumnya terorientasi pada satu titik yang berfungsi sebagai pusat primer. Pusat primer akan tetap berada pada kawasan pusat kota WP I yang terdiri dari Kecamatan Pekanbau Kota, Kecamatan Senapelan, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Sukajadi, dan Kecamatan Sail yang diarah kan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan lokal dan regional, perkantoran, pemerintahan dan pemukiman. Wilayah pembangunan II fungsi yang paling dominan terlihat saat ini adalah sebagai kawasan pendidikan, pemukiman, kawasan wisata alam dan catchment area, pada WP II adalah Kecamatan Rumbai. Wilayah pembangunan III dapat dikatakan sebagai kawasan yang perkembangannya sangat lambat, hanya terjadi perubahan fungsi lahan budidaya tidak produktif
menjadi kawasan budidaya produktif
(perkebunan), namun dengan memodifikasi terminologi kawasan pertanian dan perkebunan sebagai kawasan ruang terbuka hijau produktif maka WP III tetap memiliki peluang untuk dikembangkan sebagaimana arahan RUTR 1991. Wilayah pembangunan IV cukup konsisten dengan arahan RUTR 1991 yaitu sebagai kawasan industri, pergudangan, pemukiman, dan budidaya pertanian/perkebunan. Wilayah pembangunan IV berada pada Kecamatan Tenayan Raya dan Kecamatan Bukit Raya. Wilayah pembangunan V merupakan pusat pertumbuhan yang diarahkan untuk pengembangan kegiatan pendidikan, jasa transportasi, perkantoran, pemerintahan, industri kecil, pemukiman, dan perdagangan yang berada pada Kecamatan Marpoyan
Damai, Kecamatan Tampan, dan Kecamatan Payung Sekaki. Pembagian wilayah Kota Pekanbaru ditunjukan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pembagian Wilayah Pembangunan di Kota Pekanbaru Sektor Peternakan Keragaan hasil pembangunan peternakan yang telah dicapai diantaranya diwujudkan dengan pencapaian sasaran perkembangan populasi, peningkatan produksi dan peningkatan konsumsi ternak. Tujuan peningkatan populasi ternak seoptimal mungkin untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat Provinsi Riau umumnya dan masyarakat Kota Pekanbaru umumnya. Tingkat populasi ternak Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Populasi Ternak Kota Pekanbaru Tahun 2003 – 2006 (ST) Jenis Ternak Sapi Potong
2003 2 460
2004 2 621
2005 2 001
2006 2 721
Kerbau
1 678
1 937
1 057
1 280
455.98
648.34
647.5
717.22
3 378
3 390
3 230.8
3 738.8
1 414.1
1 500
1 395
1 733
Ayam Ras Pedaging
93 608.3
87 852.2
74 884.21
75 035
Ayam Buras
5 175.82
5 693.4
5 246.23
6 152.31
266.74
325.91
345.83
462.56
Kambing Babi Ayam Ras Petelur
Itik
Populasi ternak tertinggi di Kota Pekanbaru adalah ternak ayam ras pedaging. Populasi ternak sapi potong berada pada urutan keempat setelah ternak ayam buras dan babi. Populasi ternak sapi potong dari tahun ke tahun mengalami peningkatan populasi seiring dengan peningkatan jumlah produksi daging sapi yang diikuti dengan meningkatnya jumlah konsumsi/permintaan masyarakat akan tersedianya daging sapi. Hal ini menjadikan ternak sapi potong sebagai salah satu komoditas unggulan ternak yang berpotensi dikembangkan di Kota Pekanbaru. Hasil produksi peternakan Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 8. Perkembangan produksi peternakan dari tahun ke tahun mengalami penngkatan. Hasil produksi peternakan Kota Pekanbaru sampai saat ini selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Kota Pekanbaru juga untuk memenuhi beberapa Kabupaten di Provinsi Riau.
Tabel 8. Produksi Daging, Telur di Kota Pekanbaru Tahun 2003 – 2006 (Kg) Produksi Ternak
2003
2004
2005
2006
1 235 112
2 645 355
2 789 800
3 002 071
394 685
248 732
137 681
226 640
63 467
66 508
67 561
74 945
Daging Babi
172 245
165 107
112 151
66 644
Daging Ayam Ras Petelur
151 000
56 250
104 625
129 975
7 288 141
8 436 446
7 191 131
7 205 611
Daging Ayam Buras
910 000
206 386
570 528
669 064
Daging Itik
165 250
8 708
17 119
22 897
1 379 703
1 470 600
1 367 658
1 367 658
Telur Ayam Buras
496 414
843 343
516 145
516 175
Telur Itik
190 856
194 691
179 112
179 112
Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kambing
Daging Ayam Ras Pedaging
Telur Ayam Ras Petelur
Berdasarkan Tabel 8 hasil produksi ternak yang paling tinggi adalah produksi daging ayam ras pedaging. Produksi daging sapi berada pada urutan kedua yaitu sebesar 3 002 071 kg pada tahun 2006. Produksi daging sapi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat berarti. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya permintaan dari masyarakat Kota Pekanbaru yang dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk dan produksi daging sapi yang terus bertambah setiap tahunnya merupakan salah satu alasan bahwa ternak sapi potong berpotensi dikembangkan di Kota Pekanbaru. Salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah untuk meningkatkan konsumsi protein hewani serta perbaikan gizi masyarakat agar dapat tercipta bangsa yang sehat dan cerdas. Jumlah konsumsi masyarakat Kota Pekanbaru untuk daging sebesar 16.09 Kg/Kapita/Tahun dan telur sebesar 5.98 Kg/Kapita/Tahun, dari hasil data tersebut dapat disimpulkan bahwa Kota Pekanbaru telah berhasil memenuhi kecukupan protein hewani secara nasional. Target sehat konsumsi protein hewani yang telah ditetapkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yakni sebesar 10.1 kg/kapita/tahun untuk daging dan 3.5 kg/kapita/tahun untuk telur. Besarnya tingkat konsumsi ternak di Kota Pekanbaru disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Konsumsi Ternak di Kota Pekanbaru Tahun 2006 Uraian Jumlah Produksi (Kg)
Daging 11 397 846
Telur 2 062 945
Jumlah Pemasukan (Kg)
42 000
2 190 000
Jumlah Pengeluaran (Kg)
2 400
-
11 437 446
4 733 891
16.09
5.98
Jumlah Kosumsi (Kg) Jumlah Konsumsi Kg/Kapita/Tahun Sumber : Dinas Peternakan Kota Pekanbaru (2006)
Jumlah konsumsi masyarakat Kota Pekanbaru untuk daging sebesar 16.09 Kg/Kapita/Tahun dan telur sebesar 5.98 Kg/Kapita/Tahun, dari hasil data tersebut dapat disimpulkan bahwa Kota Pekanbaru telah berhasil memenuhi kecukupan protein hewani secara nasional. Target sehat konsumsi protein hewani yang telah ditetapkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yakni sebesar 10.1 kg/kapita/tahun untuk daging dan 3.5 kg/kapita/tahun untuk telur. Pemotongan ternak khususnya sapi dan kerbau dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Setiap harinya RPH Pekanbaru memotong 40 ekor sapi dengan bobot badan 200kg untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Pekanbaru sebanyak 8 ton/hari. Daging sapi sebanyak 8 ton disebar di 13 pasar Kota Pekanbaru. Nama pasar di Kota Pekanbaru dan jumlah pasokan daging sapi disajkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Nama Pasar di Kota Pekanbaru dan Jumlah Pasokan Daging Sapi Nama Pasar Senapelan/Kodim
Pasokan daging Sapi (ton/hari) 1.1
Ramayana/Pusat
1.2
Bawah
0.4
Limapuluh
0.2
Sail
1.4
Teleng
0.4
Durian
0.6
Arengka
1.2
Panam
0.3
Rumbai
0.4
Tangor
0.2
Pandau
0.2
Dupa
0.4 Total
Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Riau (2007)
8 ton/hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya Pendukung Pengembangan Peternakan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam yang mendukung pengembangan peternakan sapi potong adalah kondisi agroklimat, populasi ternak sapi potong dan lahan. Kondisi agroklimat. Lokasi merupakan hal yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangan usaha peternakan sapi potong. Kondisi Agroklimat merupakan salah satu faktor pendukungnya.
Kota Pekanbaru beriklim tropis dengan suhu udara
berkisar antara 20.2○C sampai 35.6○C.
Suhu lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan dan perkembangan sapi potong di Indonesia adalah 17 sampai 27○C. Suhu yang terlalu tinggi sepanjang hari akan berpengaruh negatif bagi pertumbuhan sapi. Saat terjadi cekaman panas, sapi akan lebih banyak minum daripada makan. Selain itu, energi yang seharusnya diubah menjadi daging akan dialokasikan untuk mempertahankan suhu tubuh. Kelembaban di Kota Pekanbaru berkisar antara 62% sampai 96%. Kelembaban yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak adalah 60 sampai 80%, karena diatas angka itu populasi jamur dan parasit yang potensial menjadi sumber penyakit cenderung akan meningkat. Sementara itu, kelembaban yang terlalu rendah akan meningkatkan konsentrasi debu yang bisa menjadi perantara beberapa penyakit menular, sekaligus menyebabkan gangguan pernapasan (Soeprato dan Abidin, 2006). Curah hujan secara langsung berkaitan erat dengan ketersediaan air dan suhu udara. Tingginya curah hujan akan diikuti dengan rendahnya suhu lingkungan dan tingginya ketersediaan air. Lokasi peternakan sapi potong yang ideal memiliki curah hujan 800 sampai 1 500 mm/tahun. Curah hujan di Kota Pekanbaru berkisar antara 38.6 sampai 435.0 mm per tahun dengan keadaan musim hujan jatuh pada bulan Januari sampai April dan September sampai Desember, musim kemarau jatuh pada bulan Mei sampai Agustus. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pendukung pembangunan dan perkembangan perekonomian. Secara umum semakin mudah ketersediaan air di suatu daerah, maka makin besar potensi untuk pengembangan peternakan, karena air dibutuhkan untuk berbagai aktifitas produksi peternakan. Keberadaan sumber air
akan berpengaruh terhadap biaya produksi. Kebutuhan air untuk setiap ternak sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu lingkungan, jenis dan bangsa ternak serta kondisi pakan (kering atau basah). Hidrologi wilayah Kota Pekanbaru dialiri oleh Sungai Siak yang membelah Kota menjadi 2 wilayah, yaitu wilayah sebelah Utara Sungai Siak dan Wilayah sebelah Selatan Sungai Siak. Selanjutnya Sungai Siak mempunyai beberapa anak sungai, seperti : Sungai Umban Sari, Air Hitam, Sail, Sago, Sibam, Teleju, Senapelan, Limau, Tanjung Datuk, Pengambang dan Sungai Tenayan. Populasi Ternak. Populasi ternak merupakan indikator umum yang dapat dijadikan ukuran
bagi
kondisi
perkembangan
peternakan,
karena
populasi
dapat
menggambarkan kecocokan ternak dengan lingkungan agroekologis, tingkat penerimaan masyarakat terhadap ternak, penguasaan teknis ternak, dinamika populasi serta keberhasilan sistem reproduksinya. Populasi sapi potong di Kota Pekanbaru dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Gambaran perkembangan populasi sapi potong di Kota Pekanbaru disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Perkembangan Populasi Sapi Potong Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Pekanbaru Tahun 2003 – 2006 Tahun
Jantan ST
%
Betina ST
Total Populasi %
ST
%
2003
880
35.77
1 580
64.23
2 460
100
2004
1 037
42.48
1 404
57.52
2 441
100
2005
1 680
83.95
321
16.05
2 001
100
2006
2 264
83.20
457
16.80
2 721
100
Sumber : Dinas Peternakan Kota Pekanbaru (2006)
Populasi ternak sapi potong di Kota Pekanbaru hanya ternak dewasa saja, karena peternak yang ada hanya melakukan sistem penggemukan. Sapi-sapi kurus didatangkan dari daerah Lampung kemudian dilakukan penggemukan di Kota Pekanbaru. Pada tahun 2005 dan 2006 populasi sapi potong jantan dewasa dominan daripada betina dewasa karena sapi betina dewasa dari lampung dijual untuk dijadikan pembibitan di Kabupaten Rokan Hulu. Jenis sapi potong yang
mendominasi Kota Pekanbaru adalah bangsa sapi Bali. Bangsa sapi Bali ditunjukan pada Gambar 3.
Gambar 3. Sapi Bali Mendominasi Populasi Sapi Kota Pekanbaru Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Riau (2007)
Lahan. Pada peternakan sapi potong lahan diperlukan untuk pembangunan kandang, ladang penggembalaan dan tanaman sumber pakan ternak. Lahan penghasil kebun rumput di Kota Pekanbaru terdiri dari padang rumput seluas 42 ha, tegalan seluas 21 161 ha, perkebunan seluas 7 610 ha dan hutan negara seluas 4 321 ha. Sedangkan lahan penghasil jerami di Kota Pekanbaru terdiri dari lahan penghasil jagung seluas 196 ha, ubi kayu 190 ha, ubi jalar 20 ha, kedelai 1 ha dan kacang tanah 37 ha. Kebun rumput unggul di Kota Pekanbaru seluas 42 ha jumlah tersebut baru bisa mencukupi kebutuhan ternak sapi potong kurang lebih 336 ST yaitu hanya 12% dari total populasi sapi potong Kota Pekanbaru. Rumput, jerami dan limbah palawija lainnya dapat menjadi sumber pakan hijauan bagi ternak. Pakan hijauan merupakan pakan utama sapi potong yang digunakan peternak di Kota Pekanbaru. Potensi sumber hijauan
pakan
ternak
bisa
dilihat
dari
kemampuan
menampung
(KPPTR).Berdasarkan hasil perhitungan KPPTR produksi HMT Kota Pekanbaru adalah 15 926.65 ton BK/ha/Tahun. Selain padang milik rumput umum yang ada di Kota Pekanbaru juga terdapat kebun hijauan pakan ternak yang dikelola Balai Bibit Peternakan Kota Pekanbaru. Jenis dan luas kebun hijauan pakan ternak di Balai Bibit Peternakan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12.
Jenis dan Luas Kebun Hijauan Pakan Ternak di Balai Bibit Peternakan Luas Kebun (M2) 570
Lokasi BBP Kulim
2 500
BBP Kulim
21 000
BBP Kulim
Lamtoro
500
BBP Kulim
Glirisidia
500
BBP Kulim
Glirisidia
500
BBP Tenayan
5 000
BBP Tenayan
Jenis Hijauan Andropogon gayanus Setaria King Grass
King Grass Jumlah
30 570
Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Riau (2006)
Gambar 4. Rumput Merupakan Sumber Hijauan Untuk Ternak Sapi Potong Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Riau (2007)
Terbatasnya luas lahan penghasil rumput sebagai sumber pakan ternak di Kota Pekanbaru dapat disubstitusi pakan penguat (konsentrat) dari hasil samping industri kelapa sawit yang banyak terdapat di luar Kota Pekanbaru. Hasil samping dari kelapa sawit ini didapat dari kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kota Pekanbaru, yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Total produksi bungkil kelapa sawit dari empat Kabupaten tersebut sebanyak 77 255.436 ton/tahun, yang bisa memenuhi kebutuhan ternak sapi potong 45 000
ST/tahun.
Kebutuhan ternak sapi potong untuk konsentrat 1.8% berat hidup.
Berlimpahnya hasil samping kelapa sawit ini memungkinkan Kota Pekanbaru melakukan pengembangan ternak sapi potong dengan pemanfaatan hasil samping industri kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia tidak akan terlepas dari suatu pengembangan peternakan. Sumberdaya manusia yang sangat berkaitan erat dengan suatu usaha ternak adalah peternak. Peternak.
Peternak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kemajuan,
kelanjutan dan perkembangan usaha ternak dimasa yang akan datang. Manajemen usaha ternak yang baik tentunya akan menghasilkan keuntungan sesuai yang diharapkan.
Usaha ternak sapi potong di Kota Pekanbaru umumnya dilakukan
sebagai usaha sambilan karena umumnya pekerjaan utama para peternak adalah sebagai petani sayur. Aktivitas pemberian pakan oleh peternak dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Aktivitas Pemberian pakan oleh Peternak di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru Karakteristik peternak merupakan salah satu aspek yang dapat mendukung keberhasilan usaha peternakan sapi potong.
Aspek tersebut terdiri dari umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, pekerjaan utama, pekerjaan sambilan,
jumlah tanggungan keluarga serta pengalaman beternak. Karakteristik peternak di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Peternak di Kota Pekanbaru No Uraian 1. Umur (thn) 27 – 39 40 – 52 53 – 66 2. Pendidikan Formal SD SMP SMA 3. Pendidikan Non Formal Tidak Pernah Penyuluhan Pelatihan 4. Pekerjaan Utama Petani Peternak Pensiunan PNS Pedagang Wiraswasta 5. Pengalaman Beternak (thn) 1–7 8 – 15 16 – 23 6. Jumlah Tanggungan 0 – 2 orang 3 – 5 orang 6 – 8 orang
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
9 16 5
30.00 53.33 16.67
23 5 2
76.67 16.67 6.66
25 5 0
83.33 16.67 0
15 8 2 1 4
50.00 26.67 6.67 13.33 3.33
22 7 2
73.33 23.33 3.34
12 15 3
40.00 50.00 10.00
Sebesar 53.33% peternak berada pada usia 40 sampai 52 tahun. Peternak sapi potong di Kota Pekanbaru masih tergolong produktif, dengan usia rata-rata peternak yaitu 44 tahun.
Tingkat pendidikan peternak masih rendah yaitu hanya
menyelesaikan pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD). Hanya 6.66% peternak yang berpendidikam Sekolah Menengah Umum (SMA).
Hal ini dikarenakan para
peternak tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikannya, sehingga mereka lebih memilih bekerja kerena akan mendatangkan uang. Para peternak mengaku tidak pernah mengikuti pendidikan informal bidang peternakan. Walaupun tingkat
pendidikan peternak masih tergolong rendah tetapi kondisi ini tidak menghambat terhadap adopsi dan penyerapan maupun penyebaran informasi karena pada umumnya peternak sudah bisa diajak kerjasama oleh pemerintah maupun sesama peternak. Pekerjaan utama peternak yaitu sebagai petani, peternak, pensiunan PNS, pedagang dan wiraswasta. Mayoritas pekerjaan utama para peternak adalah sebagai petani yaitu sebesar 50%.
Pekerjaan utama para peternak cukup bervariasi
menunjukan bahwa usaha peternakan sapi potong mulai diminati berbagai kalangan, tidak hanya masyarakat petani ternak saja. Hal ini dikarenakan ternak sapi potong dianggap dapat memberikan tambahan pendapatan dan pemeliharaannya dapat dilakukan pada waktu senggang setelah melakukan pekerjaan utama. Pengalaman beternak dapat menjadi indikator untuk keberhasilan peternak. Semakin banyak pengalaman beternak akan semakin memudahkan peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan proses produksi. Secara umum pengalaman beternak yang dimilki peternak kurang lebih 6 tahun dan dianggap sudah berpengalaman dalam menjalankan usaha peternakan sapi potong.
Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar peternak memulai usaha ternak sapi potong sejak mereka masih kecil yaitu setelah lulus Sekolah Dasar (SD) dan sekaligus bekerja sebagai petani. Para peternak mengaku jarang mendapatkan pengetahuan beternak baik dari penyuluh maupun dari Dinas Peternakan setempat.
Para peternak memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari teman sesama peternak. Jumlah tanggungan keluarga peternak sebanyak 0 sampai 2 orang sebesar 40%, sebanyak 3 sampai 5 orang sebesar 50% dan sebanyak 6 sampai 8 orang sebesar 10%. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga peternak adalah 4 orang. Hal ini sesuai dengan jumlah terbanyak dari tanggungan keluarga peternak yang berada pada selang 3 sampai 5 orang. Aktivitas usaha ternak seperti pencarian rumput, pemberian makan sapi, memandikan sapi dan membersihkan kandang umumnya dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Curahan waktu yang digunakan peternak untuk mengurus ternak sapi potong adalah rata-rata 5 jam per hari. Bantuan istri dan anak masih sangat kecil. Walaupun demikian peranan tenaga kerja keluarga sangat membantu dalam pengembangan ternak sapi potong. Jumlah kepemilikan ternak berpengaruh terhadap
curahan waktu peternak dalam mengurus ternak sapi potong mereka, rata-rata kepemilikan ternak peternak di Kota Pekanbaru adalah 10 ekor ternak. Teknologi Pemeliharaan Peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru pada umumnya masih diusahakan secara tradisional dan teknologi yang digunakan masih sangat sederhana dan terbatas. Hal ini bisa dilihat dari pola pemeliharaan ternak sapi potong seperti perkandangan, peralatan yang digunakan, penanggulangan terhadap penyakit, serta pemberian pakan dan obat-obatan. Tingkat kemajuan teknologi yang paling terlihat yaitu dalam hal perkawinan ternak, karena peternak masih menggunakan cara alami. Teknik Inseminasi Buatan belum berkembang di kalangan peternak Kota Pekanbaru. Teknik Perkandangan. Tipe kandang peternak di Kota Pekanbaru adalah tipe koloni, karena tidak ada pembatas antara ternak yang satu dengan yang lain. Kandang umumnya sudah beratap genteng seng atau atap terpal dengan lantai tembok dan tanah sedangkan dinding terbuat dari kayu. Perkandangan peternak di Kecamatan Tenayan Raya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Perkandangan Peternak di Kecamatan Tenayan Raya Peternak yang menggunakan atap genteng seng sebesar 76.67% dan atap dari terpal 23.33%. Lantai kandang yang banyak digunakan peternak adalah lantai semen yaitu sebesar 25%, sedangkan lantai tanah sebanyak 75%. Jenis bahan dinding yang digunakan oleh peternak sebagian besar berupa kayu dengan persentase 75%
sedangkan dari bambu sebanyak 25%. Jarak kandang dengan rumah peternak sangat dekat antara 5-10 m. Ternak sapi potong umumnya dikandangkan setiap hari. Usia ekonomis kandang kira-kira 5 tahun namun perbaikan tetap dilakukan apabila terjadi kerusakan pada kandang untuk lantai yang terbuat dari tembok peternak harus mengganti tiap satu tahun karena sering rusak terinjak-injak kaki ternak sapi potong, dan untuk lantai dari tanah peternak harus menambah tanah baru apabila tanah yang digunakan sudah menipis karena ikut terbuang saat pembersihan kandang. Mayoritas peternak sapi potong di Kota Pekanbaru sebesar 90% memelihara ternaknya secara intensif, dan sebesar 10% secara semi intensif. Sebanyak 90% peternak melakukan pembersihan kandang setiap hari, dengan cara mengangkat kotoran menggunakan skop dan 20% peternak melakukan pembersihan kandang dengan menyiramkan air. Cara penanganan limbah ternak oleh peternak
dengan cara menumpuk kotoran
disamping kandang, cara ini
dilakukan oleh 86.67% peternak. Hanya 3.33% peternak yang mengolahnya menjadi kompos. Teknik Pemberian Pakan dan Minum. Pakan yang diberikan pada ternak sapi potong bersumber dari rumput lapangan dan hijauan lainnya yang diperoleh dari kebun/ladang orang lain. Hanya 16.67% peternak yang memperoleh rumput dari lahannya sendiri, 36.6% memperoleh rumput dari lahan penggembalaan umum yang tersebar di beberapa kecamatan. Rumput alam merupakan pakan utama untuk ternak sapi potong. Peternak tidak pernah kekurangan dalam hal memperoleh rumput, namun 30% peternak kesulitan dalam pencarian rumput untuk pakan ternak. Terkadang mereka harus mencari rumput hingga ke kecamatan lain. Sebagian besar peternak tidak memberikan pakan tambahan berupa konsentrat, hanya 5% peternak yang memberikan pakan tambahan berupa dedak dan air rebusan ubi.
Cara
pemberian pakan tambahan dedak dapat dilihat pada Gambar 7. Peternak yang memberikan pakan berupa rumput saja sebesar 95%.
Pakan rumput diberikan
langsung kepada ternaknya umumnya dua kali sehari. Dari 30 peternak responden, sebesar 73.33% mengaku tidak mengerti tentang penggunaan pakan alternative dan pembuatan campuran pakan.
Gambar 7. Pemberian Pakan Tambahan Dedak di Kecamatan Rumbai Air sangat dibutuhkan ternak, untuk itu perlu tersedia setiap saat karena selain untuk kebutuhan minum, air juga dibutuhkan untuk memandikan ternak, membersihkan kandang, serta menyiram tanaman pakan ternak. Sebesar 73.33% Sumber air peternak di Kota Pekanbaru berasal dari sumur cincin. Dari sumber air ke kandang sebesar 76.67% peternak membawanya dengan cara memikul ember. Penanggulangan Penyakit.
Sebesar 46.67% peternak mengaku ternak mereka
sering terkena penyakit cacingan. Cacing adalah parasit yang hidup di dalam hati dan saluran pencernaan, yang juga mengkonsumsi zat-zat gizi yang diperlukan oleh ternak. Untuk menanggulanginya peternak memberikan obat cacing. Pemberian dan pembelian obat-obatan dilakukan oleh peternak sendiri.
Terkadang berdasarkan
anjuran dari petugas. Peralatan.
Peralatan yang digunakan peternak dalam perawatan yaitu sabit
digunakan untuk mencari rumput, keranjang atau karung digunakan untuk mengangkat rumput, cangkul dan skop untuk membersihkan kandang, ember untuk memberi minum, dan tali untuk mengikat ternak. Kelembagaan Kelembagaan peternak dapat dilihat dari kelompok peternak, pola kemitraan lembaga dan petugas pelayanan, modal, pola pemasaran serta kebijakan pemerintah. Kelembagaan ternak merupakan dukungan lain yang sangat menunjang wilayah pengembangan usaha peternakan, yang harus terus dibangun untuk dapat mendukung
pengembangan wilayah Kota Pekanbaru. Kelembagaan peternak yang mendukung pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru belum tersebar disetiap Kecamatan. Kelompok Ternak. Adanya kelompok ternak memudahkan dalam pembinaan yang dilakukan melalui penyuluhan, pengawasan pemasukan atau pengeluaran ternak dan penambahan populasi ternak. Kegiatan penyuluhan diarahkan terhadap manajemen pemeliharaan dan usaha ternak sapi potong, peningkatan penerapan IB, pengolahan limbah ternak dan pengetahuan pencegahan pemotongan ternak betina produktif. Kelompok petani ternak sapi potong di Kota Pekanbaru disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14. Nama Kelompok Petani Ternak di Kota Pekanbaru tahun 2006 No Kelompok Tani
Kecamatan (K) / Desa (D) Rejosari
Jumlah Anggota (Orang) 20
Kelas Kelompok
Pola
Pemula
Kemitraan
1.
Indrapuri
2.
Mekar Sari
Sail
20
Pemula
Kemitraan
3.
Sari Jaya
Sail
20
Pemula
Kemitraan
4.
Gunung Baru
Kulim
20
Pemula
Kemitraan
5.
Sepakat
Kulim
17
Pemula
Kemitraan
6.
Tuah serumpun
Rumbai
9
Pemula
Kemitraan
7.
Kurnia Jaya
Limbungan
18
Pemula
Kemitraan
Sumber : Dinas Peternakan Kota Pekanbaru (2007)
Petugas dan Lembaga Pelayanan.
Sumberdaya manusia yang mendukung
pengembangan peternakan sapi potong di Kota Pekanbaru tidak hanya peternak yang secara langsung terlibat dengan usaha dan manajemen pengelolaan ternak sapi potong, tetapi terdapat petugas pelayanan antara lain pegawai Dinas Peternakan sebanyak 60 orang sebagai pemerintahan yang memberikan kebijakan terhadap perkembangan peternakan secara umum dan 32 orang penyuluh, 2 orang inseminator, 3 orang pemeriksa kebuntingan, 6 orang tenaga medis poskeswan dan 4 orang paramedis. Lembaga pelayanan yang dapat mendukung pengembangan usaha ternak sapi potong di Kota Pekanabaru yaitu tersedianya 1 unit Laboratorium Tipe C, 1 unit
Rumah Potong Hewan (RPH), 1 unit poskeswan, 1 unit plaza ternak, 1 unit balai bibit peternakan, 1 unit TPH, 2 unit holding ground dan 16 unit kios sapronak. Plaza ternak merupakan tempat jual-beli ternak sapi potong di Kota Pekanbaru yang tersedia setiap hari. Selain itu di plaza ternak juga terdapat pabrik pakan mini. Selama penelitian ini berlangsung (September sampai Oktober 2007) plaza ternak di Kota Pekanbaru mempunyai jumlah sapi potong sebanyak 121 ekor, yang terdiri dari sapi Brahman Cross sebanyak 69 ekor betina, sapi Bali 21 ekor betina dan 31 ekor sapi Bali jantan. Umumnya sapi-sapi tersebut dijual pada kisaran umur 14-16 bulan, dengan harga jual Rp. 4.500.000 untuk sapi bali jantan dan Rp. 3.800.000 untuk sapi bali betina. Tampak depan plaza ternak di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Tampak Depan Plaza Ternak di Kota Pekanbaru Sumber: Dinas Peternakan Propinsi Riau (2007)
Balai bibit terdapat di Kecamatan Tenayan raya, jumlah sapi yang ada sebanyak sebanyak 48 ekor yang terdiri dari 1 ekor sapi Simental, 25 ekor sapi Bali, 20 ekor sapi Peranakan Ongole, dan 2 ekor sapi Brahman. Sapi yang diambil semennya adalah sapi Bali, Peranakan Ongole dan sapi Brahman, dan hanya digunakan untuk sapi-sapi yang ada di balai bibit. Dalam satu kali penampungan semen bisa didapat 20 straw, oleh karena itu teknik inseminasi buatan belum terlalu berkembang di Kota Pekanbaru. Aktifitas pengenceran semen di balai bibit dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Aktifitas Pengenceran Semen di Balai Bibit Kota Pekanbaru Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Riau (2007)
Modal. Modal yang digunakan peternak sapi potong di Kota Pekanbaru adalah modal sendiri, bagi hasil dan modal berupa ternak bantuan dari Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat (CECOM). Peternak yang menggunakan modal sendiri sebesar 16.67%, peternak yang memelihara sapi potong dengan sistem bagi hasil sebesar 20% dan peternak yang menggunakan bantuan berupa bakalan sapi potong dari CECOM sebesar 63.33%. Peternak sapi potong di Kota Pekanbaru mengaku tidak mau menggunakan kredit dari pemerintah dengan alasan kesulitan dalam hal persyaratan peminjaman dan pembayaran modal. Ternak sapi potong bantuan dari Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat (CECOM) memiliki sistem bagi hasil, dengan cara peternak diberikan sapi untuk digemukan kemudian dijual.
Hasil penjualan tersebut 50% diberikan kepada
peternak pemelihara, 30% untuk CECOM dan 20% diberikan kepada pendamping kelompok tersebut. Kebijakan. Kebijakan peternakan di Kota Pekanbaru berdasarkan kebijaksanaan pembangunan Daerah Provinsi Riau, program pengentasan kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, infrastruktur serta dipadukan dengan kebijaksanaan sektor pertanian. Visi dari kebijakan ini adalah terwujudnya peternakan yang tangguh dan berdaya saing tinggi di Asia Tenggara tahun 2020.
Misi dari pembangunan
peternakan Daerah Riau yaitu: menyediakan pangan hasil ternak yang cukup baik kuantitas maupun kualitas, memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar
dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi di dalam negeri maupun luar negeri, menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternak, meniptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan dan melestarikan serta memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan. Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan misi tersebut adalah dengan pembangunan
wilayah
berdasarkan
komoditas
unggulan,
pengembangan
kelembagaan petani peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal dan mengembangakan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan. Selain itu kebijakan pemerintah tahun 2007-2008 menjadikan Kota Pekanbaru sebagai daerah pembibitan sapi potong hal tersebut didukung dengan tersedianya 400 ekor sapi Brahman yang akan dijadikan bibit. Wilayah Basis Ternak Sapi Potong dan KPPTR Kota Pekanbaru Wilayah Basis Wilayah Kota Pekanbaru yang saat ini terdiri dari 12 Kecamatan memiliki beberapa wilayah kegiatan basis untuk peternakan sapi potong yang berarti bahwa di Kota Pekanbaru ada beberapa wilayah atau Kecamatan yang mempunyai tingkat populasi ternak sapi relatif lebih banyak dibanding wilayah atau Kecamatan lain. Hal ini seperti ditunjukan oleh hasil perhitungan Location Quation (LQ) dimana wilayah-wilayah tersebut memiliki nilai LQ > 1, dari 12 Kecamatan di Kota Pekanbaru terdapat 4 Kecamatan yang merupakan wilayah basis, 5 Kecamatan merupakan wilayah non basis namun ada populasi ternak sapi potongnya dan 3 Kecamatan merupakan Kecamatan non basis tanpa ternak sapi potong. Nilai LQ terbesar dimiliki oleh Kecamatan Rumbai. Berdasarkan hasil perhitungan LQ maka wilayah Kota Pekanbaru mempunyai 4 Kecamatan yang sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi potong, bila ditinjau dari populasi ternak sapi potong yang dimiliki masing-masing Kecamatan tersebut.
Pada Tabel 15 diperlihatkan wilayah basis ternak sapi potong Kota
Pekanbaru.
Tabel 15. Wilayah Basis dan Nilai LQ Ternak Sapi Potong Kota Pekanbaru
Keccamatan
Nilai LQ
Rum mbai
2.99
Bukkit Raya
2.49
Tennayan Raya
1.86
Rum mbai Pesisirr
1.09
Kecamaatan rumbai memiliki nilai LQ terbeesar yaitu 2.999. Hal ini bisa b terjadi karrena jumlahh pendudukk Kecamatann Rumbai tidak sepaadat Kecam matan yang mem miliki nilai LQ negatiff dan memilliki populasii ternak sappi yang cukuup banyak, sehhingga pengeembangan peternakan p sapi potong masih berpootensi untukk dilakukan pad da Kecamataan ini. Terrdapat 5 Keecamatan yaang memilikki populasi ternak t sapi pottong dan tiddak merupakkan wilayah basis yaitu Kecamatann Tampan deengan nilai LQ Q 0.46, Keccamatan Payyung sekaki dengan nilaai LQ 0.65, Kecamatan Marpoyan Dam mai dengan nilai LQ 0.42, 0 Kecam matan Lima puluh denggan nilai LQ Q 0.60 dan Keccamatan Sennapelan dengan nilai LQ Q terendah yaitu y 0.30. Tiga Kecam matan yang tidaak mempuny yai populasii ternak sappi potong saama sekali m merupakan pusat kota yan ng lebih did dominasi oleeh wilayah perkantorann, pemukimaan, pemerinttahan serta perrdagangan daan jasa. Pem mbagian willayah berdassarkan hasil LQ dapat dilihat d pada Gam mbar 10.
Keterangan : Wilayah Basis = LQ > 1 Wilayah Non Basis ada ternak sapi potong = LQ < 1 Wilayah tanpa ternak sapi potong 1 – 12 = Menunjukan Kecamatan – Kecamatan di Kota Pekanbaru 1. Kecamatan Rumbai 2. Kecamatan Rumbai Pesisir 3. Kecamatan Tenayan Raya 4. Kecamatan Bukit Raya 5. Kecamatan Marpoyan Damai 6. Kecamatan Tampan 7. Kecamatan Payung Sekaki 8. Kecamatan Lima Puluh 9. Kecamatan Sail 10. Kecamatan Senapelan 11. Kecamatan Pekanbaru Kota 12. Kecamatan Sukajadi
Gambar 10. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai Location Quation Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
Hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai total Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) berdasarkan nilai KPPTR efektif (KPPTR (E)) Kota Pekanbaru adalah 4 066.485 ST.
Artinya
Kota Pekanbaru masih
berpotensi jika akan dilakukan penambahan ternak ruminansia sebesar nilai KPPTR tersebut. Namun, pelaksanaan di lapangan perlu memperhatikan berbagai faktor fisik, biologi, teknis, dan sosial budaya serta keterampilan peternak dalam pola tata laksana pemeliharaan tenak khususnya ternak sapi potong. KPPTR efektif di Kota Pekanbaru yaitu KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan karena KPPTR berdasarkan sumberdaya lahan lebih kecil daripada KPPTR berdasarkan tenaga kerja atau kepala keluarga (KPPTR KK). Secara umum nilai KPPTR (E) dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, luas panen dan populasi ternak ruminansia dan jumlah tenaga kerja. Meskipun demikian penyebaran nilai KPPTR (E) di tiap Kecamatan sangat bervariasi. Nilai KPPTR terbesar berada pada Kecamatan Rumbai pesisir yaitu 2 249.375 ST dan terendah pada Kecamatan Bukit Raya yaitu -240.56 ST.
Tingginya nilai KPPTR di
Kecamatan Rumbai pesisir lebih banyak disebabkan oleh luasnya lahan penghasil rumput dan jumlah ternak ruminansia yang relatif lebih rendah. Sedangkan unuk Kecamatan Bukit Raya memiliki jumlah ternak ruminansia yang lebih padat dibanding luas lahan penghasil rumput maupun lahan penghasil jerami. Keaadaan wilayah dengan nilai KPPTR (E) positif disajikan pada Tabel 16. Nilai KPPTR positif menunjukan bahwa wilayah tersebut masih bisa menampung populasi ternak ruminansia sebesar nilai (E) tersebut jika dilihat dari ketersediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT). Pengelompokan wilayah Kota Pekanbaru berdasarkan hasil perhitungan KPPTR dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 16. Wilayah Kota Pekanbaru dengan Nilai KPPTR (E) Positif Kecamatan
Nilai KPPTR (ST)
Rumbai Pesisir
2 249.375
Rumbai
1 110.295
Payung Sekaki
468.865
Tenayan Raya
237.95
Total populasi riil ruminansia Kota Pekanbaru adalah 3 399.735 ST dengan populasi tertinggi pada Kecamatan Tenayan Raya sebesar 1 269.49 ST. Sedangkan populasi riil terendah yaitu Kecamatan Sail sebesar 1.54 ST. Jumlah populasi juga dipengaruhi oleh tingkat penyebaran ternak yang tidak merata sehingga terjadi wilayah-wilayah padat populasi sedangkan kemampuan wilayah untuk menghasilkan HMT semakin berkurang.
Jumlah riil ternak ruminansia dan nilai KPPTR (L)
disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Riil Ternak Ruminansia dan Nilai KPPTR (L) Kota Pekanbaru Kecamatan Tampan
Populasi riil ternak ruminansia (ST) 276.885
KPPTR (L) (ST) -82.955
Payung sekaki
122.285
468.865
Bukit raya
523.570
-240.56
Marpoyan damai
204.885
-122.955
1 269.490
237.950
65.315
-65.315
1.540
-0.890
Pekanbaru kota
-
-
Sukajadi
-
-
28.945
-28.945
Rumbai
727.505
1 110.295
Rumbai pesisir
179.315
2 249.357
3 399.735
3 524.865
Tenayan raya Lima puluh Sail
Senapelan
Jumlah
Keterangan : KPPTR Positif (+) KPPTR Negatif ( - ) 1 – 12 = Menunjukan Kecamatan – Kecamatan di Kota Pekanbaru 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Kecamatan Rumbai Kecamatan Rumbai Pesisir Kecamatan Tenayan Raya Kecamatan Bukit Raya Kecamatan Marpoyan Damai Kecamatan Tampan Kecamatan Payung Sekaki Kecamatan Lima Puluh Kecamatan Sail Kecamatan Senapelan Kecamatan Pekanbaru Kota Kecamatan Sukajadi
Gambar 11. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai KPPTR
Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kota Pekanbaru Wilayah pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru jika dilihat dari analisis deskripif tentang potensi sumberdaya, hasil perhitungan LQ dan perhitungan KPPTR dapat diketahui bahwa Kota Pekanbaru masih memungkinkan untuk dilakukan pengembangan ternak sapi potong.
Walaupun kondisi setiap
Kecamatan sangat beragam namun, beberapa Kecamatan mempunyai sumberdaya sangat potensial yang didukung fasilitas dan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan ternak sapi potong. Kota Pekanbaru yang terdiri atas 12 Kecamatan bisa dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan tingkat KPPTR (E) dan LQ. Kelompok I dengan kriteria nilai KPPTR (E) positif dan nilai LQ > 1 ; Kelompok II dengan kriteria nilai KPPTR (E) positif dan nilai LQ < 1 ; Kelompok III dengan nilai KPPTR (E) negatif dan nilai LQ > 1 ; Kelompok IV dengan kriteria nilai KPPTR (E) negatif dan nilai LQ < 1. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Pengelompokan Wilayah Berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ No
Kelompok
Kriteria
Kecamatan
1.
I
KPPTR (E) Positif
Rumbai pesisir
LQ > 1
Tenayan Raya Rumbai
2.
II
KPPTR (E) Positif
Payung sekaki
LQ < 1 3.
III
KPPTR (E) Negatif
Bukit raya
LQ > 1 4.
IV
KPPTR (E) Negatif
Marpoyan Damai
LQ < 1
Tampan Lima puluh Sail Pekanbaru kota Sukajadi Senapelan
Kelompok I merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) positif dan LQ>1.
Kecamatan yang termasuk kelompok ini yaitu: Kecamatan Rumbai
pesisir, Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Tenayan Raya. Hal ini bisa terjadi karena pada Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Rumbai pesisir terletak cukup jauh dari pusat Kota, sehingga untuk kegiatan peternakan masih berpotensi dilakukan. Khusus Kecamatan Tenayan Raya selain masih tersedianya ketersediaan kapasitas tampung ternak, lembaga pelayanan seperti plaza ternak, balai bibit dan IB terdapat pada Kecamatan ini. Sehingga masyarakat sekitar lebih mudah untuk mendapatakan ternak sapi untuk digemukan. Selain itu masyarakat di Kecamatan Tenayan Raya tidak merasa keberatan adanya aktivitas beternak karena menurut mereka kegiatan beternak sudah menjadi kebiasaan.
Pada ketiga Kecamatan ini dapat menjadi
konsentrasi pemerintah daerah sebagai wilayah yang masih berpotensi untuk dilakukan pengembangan peternakan sapi potong. Kelompok II merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) positif dan LQ<1. Kecamatan yang termasuk kelompok ini adalah Kecamatan Payung Sekaki.
Kekuatan Kecamatan Payung Sekaki masih tersedianya lahan sebagai
kapasitas tampung ternak ruminansia. Apabila ingin dilakukan penambahan ternak sapi potong di wilayah ini masih dimungkinkan. Wilayah ini bisa menjadi basis apabila jumlah kepemilikan ternak setiap kepala keluarga ditambah ataupun ada kepala keluarga baru yang ingin beternak sebagai pekerjaan sampingan. Kelompok III merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) negatif dan LQ>1. Kecamatan yang termasuk kelompok ini adalah Kecamatan Bukit Raya. Pada Kecamatan tidak dimungkinkan dilakukan penambahan ternak berdasarkan daya tampung lahan.
Namun kecamatan Bukit Raya termasuk basis, untuk
mendapatkan hijauan bagi ternaknya para peternak harus mencari rumput ke kecamatan terdekat yaitu Kecamatan Tenayan Raya. Kelompok IV merupakan wilayah yang memiliki kriteria KPPTR (E) negatif dan LQ<1. Kecamatan yang termasuk kelompok ini adalah Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tampan, Kecamatan Lima puluh, Kecamatan Sail, Kecamatan Pekanbaru kota,
Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan Senapelan.
Ketujuh
Kecamatan ini berada pada pusat Kota yang kegiatannya lebih diarahkan untuk kegiatan pemerintahan, perdagangan dan jasa.
Keterangan : KPPTR + ; LQ > 1
KPPTR - ; LQ> 1
KPPTR + ; LQ < 1
KPPTR - ; LQ < 1
1 – 12 = Menunjukan Kecamatan kecamatan di Kota Pekanbaru 1. Kecamatan Rumbai 2. Kecamatan Rumbai Pesisir 3. Kecamatan Tenayan Raya 4. Kecamatan Bukit Raya 5. Kecamatan Marpoyan Damai 6. Kecamatan Tampan 7. Kecamatan Payung Sekaki 8. Kecamatan Lima Puluh 9. Kecamatan Sail 10. Kecamatan Senapelan 11. Kecamatan Pekanbaru Kota 12. Kecamatan Sukajadi Gambar 12. Pengelompokan Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Nilai LQ dan KPPTR
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sumberdaya peternakan yang dapat menjadi potensi dalam upaya pengembangan ternak sapi potong di Kota Pekanbaru yaitu populasi ternak, peternak, potensi dari luar Kota Pekanbaru berupa hasil limbah kelapa sawit, kelembagaan dan kebijakan pemerintah. 2. Kota Pekanbaru memiliki 4 Kecamatan yang merupakan wilayah basis yaitu Kecamatan: Rumbai, Bukit Raya, Tenayan Raya dan Rumbai pesisir. 3. Total KPPTR (E) Kota Pekanbaru sebesar 4 066.485 ST. Kecamatan yang masih mempunyai daya tampung ternak adalah Kecamatan: Rumbai pesisir, Rumbai, Tenayan Raya dan Payung Sekaki. Saran 1. Pemerintah
daerah perlu membangun pabrik pakan yang berbahan baku
limbah kelapa sawit untuk mengatasi terbatasnya lahan penghasil hijauan makanan ternak. 2. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam meningkatkan kemajuan teknologi IB untuk tujuan jangka panjang pembibitan di Kota Pekanbaru dan bantuan modal kepada peternak.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan cinta-Nya penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Ir. Burhanuddin, MM dan ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing dan banyak membantu mulai dari penyusunan proposal hingga selesainya penulisan skripsi ini. Kepada pembahas seminar Ir. Zulfikar Moesa, MS serta kepada Ir.
Sudjana
Natasasmita dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, Msi sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Mama, Papa, Leksmana, Octa, Keluarga besar Emzita(alm.Datuk, alm.Nenek, alm.Papa kak Nana & mama Elma, tan Ai, tan achie & uncle Kev, tan op, om pin & tan pop, Buya &
mama
Elly,
k’Nana,
k’Titi
dan
sepupu-sepupu),
Keluarga
besar
Husein(alm.Datuk, Nenek, Bunda, t’Butet, mak Ujang dan sepupu-sepupu) atas iringan doa, kasih sayang, pengorbanan, serta kesabaran dalam memotivasi dan menemani penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Muhammad Zico Fadly atas semua dukungan, bantuan, perhatian dan kasih sayang yang diberikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Ngadiman dheni, mbak Aisyah
dan semua pegawai Dinas Peternakan Provinsi Riau atas bantuan dan
kerjasamanya. Kepada sahabat-sahabat penulis Mita, Mima, Valent, Weny, Miranti, Debby, Dita, Lia, Puspa terima kasih atas bantuan, kebersamaan dan kenangan yang tidak pernah dilupakan oleh penulis. Untuk SOSLINGMAS crew(Anasya, Anis, Vj, Hesti, Eva, Ramah, Rahma, Ani K, Fathony) terima kasih atas kerjasama, pengalaman dan kenangan yang berarti buat penulis. Terima kasih untuk semua teman-teman seipersz angkatan 39 dan 40 serta angkatan 41 serta staf SEIP (Pak Kamto, Pak Tris, Pak Tibiyan, Pak Nana dan Pak Doddy) yang telah membantu segala administrasi. Bogor, Februari 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Budiharsono, S. 2001. Teknik analisis pembangunan wilayah pesisir dan lautan. PT Pradinya Paramita. Jakarta. Dinas Peternakan Kota Pekanbaru. 2006. Laporan Tahunan 2006. Propinsi Riau. Gurnadi, E. 1998. Livestock development in Indonesia. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan di Indonesia. Jakarta. Irfan, M. 1992. Perencanaan tata ruang peternakan sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Notohadiprawiro, T. 2006. Suatu konsep tentang wilayah dan perwilayahan. Makalah Lokakarya Program Studi Perancangan dan Pembangunan Regional. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Pambudy, R. dan S. Sudrajat. 2000. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Ternak Rakyat. Yayasan Agroindo Mandiri. Jakarta. Sasroamidjojo dan Soeradji. 1990. CV Yasaguna. Jakarta.
Peternakan Umum.
Cetakan Kesepuluh.
Sugeng, Y.B. 2006. Sapi potong. Cetakan Kelima Belas. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara tepat penggemukan sapi potong. PT Agro Media Pustaka. Jakarta. Suparini. 2000. Pengkajian potensi wilayah Kabupaten Bogor sebagai wilayah pengembangan sapi potong. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Williamson, G. dan W. J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Wiyatna, M. F. 2002. Potensi dan strategi pengembangan sapi potong di Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Profil Umum Peternak di Tiga KecamatanTerpilih No Responden
Umur (Thn)
Pendidikan (Thn)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
55 40 30 32 45 40 66 45 40 50 31 44 38 37 50 28 60 35 52 43 50 39 27 46 46 56 45 48 47 54 43,97
6 6 6 9 6 6 6 6 6 6 6 6 12 9 9 9 6 6 6 6 6 6 12 6 6 6 9 6 6 6 6,9
Jumlah
Pengalaman beternak (Thn) 7 5 7 5 5 5 5 8 12 6 2 1 3 5 10 3 20 5 4 8 5 5 5 10 5 5 8 7 10 3 6,3
Jumlah ternak (Ekor) 15 16 9 5 6 6 5 9 19 7 4 2 2 6 10 4 7 6 7 10 16 9 3 11 20 16 40 4 28 10 10,4
Alokasi tenaga kerja (Jam/Hari) 10,5 8 4 3 4 6 3 6 8 6 2 2 1,5 2 8 2 3 6 5 8 7,5 3 5 4 8 6 12 12 6 6 5,58
Lampiran 2. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia (ST) Kota Pekanbaru No
Kecamatan
1
Tampan
2
Bukit raya
3
Sail
4
Lima puluh
5
Sukajadi
6
Senapelan
7
Pekanbaru kota
8
Rumbai
9
Payung sekaki
10
Tenayan raya
11 12
Sapi potong 112.25
Kerbau
Kambing
Total populasi riil
99.5
65.135
276.885
441.25
-
82.32
523.57
-
-
1.54
1.54
61.5
-
3.815
65.315
-
-
-
-
26.25
-
2.695
28.945
-
-
-
-
395.5
244.75
87.255
727.505
96
-
26.285
122.285
528.5
583
157.99
1 269.49
Marpoyan damai
139.75
-
65.135
204.885
Rumbai pesisir
170.25
-
9.065
179.315
1 971.25
927.25
501.235
3 399.735
Jumlah
Lampiran 3. Location Quation No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan
Tampan Payung sekaki Bukit raya Marpoyan damai Tenayan raya Lima puluh Sail Pekanbaru kota Sukajadi Senapelan Rumbai Rumbai pesisir Jumlah
Jumlah Populasi KK sapi kecamatan potong kecamatan (Jiwa) (vt) (ST) (vi) 112.5 20802 96 12739 441.25 15207 139.75 28849 528.5 24404 61.5 8758 0 7578 0 6003 0 12834 26.25 7412 395.5 11332 170.25 13306 1 971.25 169.224
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)
Populasi sapi potong kabupaten (ST) (Vi) 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25 1 971.25
Jumlah KK kabupaten (Jiwa) (Vt) 169224 169224 169224 169224 169224 169224 169224 169224 169224 169224 169224 169224 169224
vi/vt (1)
Vi/Vt (2)
LQ (1) / (2)
0.0054081 0.0075359 0.0290162 0.0048442 0.0216563 0.0070222 0 0 0 0.0035416 0.0349012 0.012795 0.01267207
0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488 0.0116488
0,46 0,65 2,49 0,42 1,86 0,60 0 0 0 0,30 2,99 1,09 10,86
Lampiran 4. Nilai KPPTR Kota Pekanbaru Berdasarkan Sumberdaya Lahan Total X 109.5
Total Y 336.54
KTTR (ST) 193.93
Populasi Riil 276.885
KPPTR (L)(ST) -133.255
1 204.5
155.15
591.15
122.285
468.865
393.6
257.32
283.01
523.57
-240.56
15
173.45
81.93
204.885
-122.955
2 637
830.13
1 507.44
1 269.49
-19.79
0
0
0
65.315
-65.315
1.5
0
0.65
1.54
-0.89
Pekanbaru kota
0
0
0
0
0
9
Sukajadi
0
0
0
0
0
10
Senapelan
0
0
0
28.945
-28.945
11
Rumbai
3 133.35
1093.61
1 837.80
727.505
-678.605
12
Rumbai pesisir
5 257.95
328.05
2 428.69
179.315
1 927.745
Jumlah
12 752.4
3 174.25
6 924.63
3 399.735
3 524.865
No 1
Kecamatan Tampan
2
Payung sekaki
3
Bukit raya
4
Marpoyan damai
5
Tenayan raya
6
Lima puluh
7
Sail
8
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)
Keterangan : X = total luas lahan penghasil rumput (Ton BK/Ha/Tahun) Y = total luas lahan penghasil jerami (Ton BK/Ha/Tahun)
Lampiran 5. Hasil Perhitungan KPPTR Efektif Jumlah KK KPPTR(L)(ST) -133.255
20802
3
Payung sekaki
468.865
12739
3
38217
468.865
3
Bukit raya
-240.56
15207
3
45621
-240.56
4
Marpoyan damai
-122.955
28849
3
86547
-122.955
5
Tenayan raya
-19.79
24404
3
73212
-19.79
6
Lima puluh
-65.315
8758
3
26274
-65.315
7
Sail
-0.89
7578
3
22734
-0.89
8
Pekanbaru kota
0
6003
3
18009
0
9
Sukajadi
0
12834
3
38502
0
10
Senapelan
-28.945
7412
3
22236
-28.945
11
Rumbai
-678.605
11332
3
33996
-678.605
12
Rumbai pesisir
1 927.745
13306
3
39918
1 927.745
Jumlah
3 524.865
169.224
3
507.672
3 524.865
No 1
Kecamatan Tampan
2
Konversi d
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)
Keterangan : KPPTR efektif yaitu KPPTR(L) karena KPPTR(L) < KPPTR (KK) d = kemampuan setiap seorang kepala keluarga memelihara 3 ST
Populasi (KK) (ST) KPPTR(E)(ST) 62406 -133.255
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Rumput (Ton Bk/Th) ∑ k . Le (1)
(1) . 15
Tegalan (Ha)
Konversi 1%
Perkebunan (Ha)
Konversi 5%
Tampan
730
7,3
0
0
0
0
7,3
109,5
Payung sekaki
0
0
2350
23,5
15
0,75
1121
56,05
80,3
1204,5
Bukit raya
0
5
2124
21,24
0
0
0
0
26,24
393,6
Marpoyan damai
0
0
0
0
0
0
20
1
1
15
Tenayan raya
0
18
3455
34,55
215
10,75
2250
112,5
175,8
2637
Lima puluh
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sail
0
0
0
0
0
0
2
0,1
0,1
1,5
Pekanbaru kota
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sukajadi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Senapelan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Rumbai
0
10
9819
98,19
1240
62
774
38,7
208,89
3133,35
Rumbai pesisir
0
9
2683
26,83
6140
307
154
7,7
350,53
5257,95
Total
0
42
21.161
211,61
7.610
380,5
4.321
216,05
850,16
12.752,4
Sumber: Hasi Pengolahan Data (2007)
Hutan Negara (Ha)
Konversi 5%
Padang Luas Sawah Rumput (Ha) (Ha) 0 0
Kecamatan
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Jerami (Ton/Ha/Th) Kecamatan
Jagung (Ha)
Ubi kayu (Ha) 10
Konversi (5,05 ton/ha/th) 50,5
Ubi jalar (Ha) 1
Konversi (1,2 ton/ha/th) 1,2
Kacang tanah (Ha)
0
Konversi (1,07 ton/ha/th) 0
Kedelai
∑ j . Li
1
Konversi (1,44 ton/ha/th) 1,44
336,54
Tampan
26
Konversi (10,9 ton/ha/th) 283,4
Payung sekaki
13
141,7
1
5,05
1
1,2
0
0
5
7,2
155,15
Bukit raya
11
119,9
27
136,35
0
0
1
1,07
0
0
257,32
Marpoyan damai
7
76,3
19
95,95
1
1,2
0
0
0
0
173,45
Tenayan raya
40
436
77
388,85
2
2,4
0
0
2
2,88
830,13
Lima puluh
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sail
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Pekanbaru kota
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sukajadi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Senapelan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Rumbai
74
806,6
45
227,25
15
18
0
0
29
41,76
1093,61
Rumbai pesisir
25
272,5
11
55,55
0
0
0
0
0
0
328,05
Total
196
2.136,4
190
959,5
20
24
1
1,07
37
53,28
3.174,25
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)