ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KOTA TANGERANG
SKRIPSI DEKAYANTI
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DEKAYANTI. D34104039. Analisis Potensi Pengembangan Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kota Tangerang. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Burhanuddin, MM Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc Tingkat konsumsi daging sapi yang terus meningkat setiap tahun perlu diantisipasi dengan peningkatan produksi daging yang lebih tinggi. Sementara itu, jumlah penduduk yang mengkonsumsi daging terus meningkat sesuai dengan kenaikan pendapatan per kapita dan kenaikan jumlah penduduk serta kesadaran penduduk akan gizi. Kota Tangerang merupakan kota yang padat penduduknya sebesar 1.537.244 jiwa (2005) sehingga sangat memungkinkan terjadi perubahan tata ruang wilayah akibat besarnya ruang untuk pembangunan perumahan, pembangunan pusat-pusat pembelanjaan, jalan raya, kawasan industri dan lain-lain. Hal tersebut merupakan salah satu ancaman bagi keberlanjutan usaha ternak sapi potong karena ruang untuk sektor peternakan semakin kecil. Oleh sebab itu, perlu dilakukan identifikasi sumberdaya peternakan yang mendukung pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumberdaya peternakan Kota Tangerang dalam upaya pengembangan usaha penggemukan sapi potong, menganalisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong berdasarkan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kota Tangerang, dan mengetahui potensi pasar daging sapi di Kota Tangerang. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan OktoberNovember 2007. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak sapi potong yang ada di Kota Tangerang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sensus untuk peternak sapi potong di tiga kecamatan. Pengambilan kecamatan dilakukan secara purposive (sengaja) dengan melihat kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi potong terbesar, terkecil dan pengembangan baru. Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian survei. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis KPPTR, dan proyeksi permintaan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sumberdaya peternakan yang mendukung upaya pengembangan usaha penggemukan sapi potong adalah populasi ternak, peternak dan kelembagaan. Berdasarkan perhitungan KPPTR Kota Tangerang memiliki nilai KPPTR sebesar 169,70 ST dengan Kecamatan Neglasari yang memiliki nilai KPPTR tertinggi yaitu sebesar 89,97 ST. Sedangkan potensi pasar daging sapi yang dilihat dari segi permintaan memberikan peluang dan prospek yang cerah untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. Hal ini dapat dilihat dari permintaan daging sapi di Kota Tangerang yang akan terus meningkat setiap tahunnya. Kata kunci : Sapi potong, wilayah pengembangan, proyeksi permintaan
2
ABSTRACT Potention Analysis of Development Area Beef Cattle Fattening in Tangerang Dekayanti, Burhanuddin, and S. Mulatsih This aims of this research are : (1) to identify Tangerang animal husbandry resources, (2) to identify Tangerang area that have potention to support beef cattle development based on Added Capacity of Ruminant Population (ACRP), and (3) to know market potention of beef in Tangerang. Data was collected from October to November 2007 in Tangerang. This research designed as a research survey. This research use primary data and secondary data. Primary data obtained directly from interview with farmers and give them questioner. The secondary data that was taken from animal husbandry official, Statistic Center Board (BPS), Board of Regional Development Planning (BAPEDA). This research use descriptive analyze, Added Capacity of Ruminant Population (ACRP) analyze, and demand prediction. The result reveal that Tangerang still has potention that can be used to support beef cattle fattening development viewed from natural resource point of view, human resource still has potention that can be used to support beef cattle fattening development, and technology of rearing. The result of ACRP calculation, total value of Tangerang ACRP is 169,70 ST. The regency that has high ACRP value is Neglasari Regency. Based on demand prediction, demand of beef in Tangerang increase every years. Keywords : Beef cattle, area development, demand prediction
3
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Desember 1985 di Tangerang. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Syamsudin Midih dan Ibu Mimi Sumiati. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 1992 di TK Miftahul Hasannah Tangerang, pendidikan dasar di SDN Sudimara Barat V Tangerang diselesaikan pada tahun 1998, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 219 Jakarta, dan pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 101 Jakarta diselesaikan pada tahun 2004.
Penulis
melanjutkan pendidikan pada tahun 2004 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP) sebagai anggota Departemen Kesekretariatan tahun 2006-2007 dan anggota Departemen Ilmu Profesi dan Kewirausahaan tahun 2007-2008. Selain itu, penulis juga berpartisipasi pada kegiatan kepanitiaan seperti Lomba Cepat Tepat Fapet 2005, Lomba Cepat Tepat Fapet 2006, Aksi Cepat Tanggap HIMASEIP, Memoirs of SEIP, Secondry Study Tour, SEIP Project, dan Seminar Kredit UMKM Peternakan.
4
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan rahmat, atas segala pertolongan dan kemudahan serta jalan keluar dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran akan kebutuhan protein hewani, maka secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan produk peternakan seperti daging, telur dan susu. Hal ini merupakan peluang yang dapat diambil peternak untuk meningkatkan usahanya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh peternak yaitu dengan cara mengembangkan usaha penggemukan sapi potong. Ternak sapi potong merupakan salah satu ternak yang dapat memenuhi kebutuhan akan protein hewani dan memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Atas dasar itulah penulis melakukan penelitian berjudul Analisis Potensi Pengembangan Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kota Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumberdaya peternakan yang dimiliki Kota Tangerang dalam upaya pengembangan usaha penggemukan sapi potong, mengidentifikasi wilayah yang berpotensi untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong berdasarkan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR), dan mengetahui potensi pasar daging sapi di Kota Tangerang. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pelaksanaan pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, April 2008
Penulis
5
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KOTA TANGERANG
DEKAYANTI D34104039
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
6
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KOTA TANGERANG
Oleh : DEKAYANTI D34104039
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan Dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 April 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc NIP. 131 839 497
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr NIP. 131 955 531
7
DAFTAR ISI RINGKASAN ............................................................................................
Halaman i
ABSTRACT...............................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ................................................................................
iv
DAFTAR ISI ..............................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
viii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang................................................................................ Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan ............................................................................................ Kegunaan penelitian .......................................................................
1 2 2 3
KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
5
Usaha Peternakan Sapi Potong ........................................................ Pengembangan Peternakan.............................................................. Aspek Teknis dalam Pemeliharaan Ternak Sapi Potong .................. Proyeksi Permintaan ....................................................................... Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .........................................................................................
5 6 7 9 9
METODE PENELITIAN ...........................................................................
10
Lokasi dan Waktu ........................................................................... Populasi dan sampel........................................................................ Desain penelitian ............................................................................ Data dan Instrumentasi ................................................................... Pengumpulan Data .......................................................................... Analisis Data .................................................................................. Analisis Deskriptif .............................................................. Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .......................................................... Proyeksi Permintaan ............................................................ Definisi Istilah ................................................................................
10 10 10 10 11 11 11
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................................
15
Kondisi Umum Wilayah ................................................................. Sektor Peternakan ........................................................................... Wilayah Pengembangan ..................................................................
15 18 20
11 12 13
8
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
22
Sumberdaya Peternakan .................................................................. Sumberdaya Alam ............................................................... Sumberdaya Manusia .......................................................... Kelembagaan ...................................................................... Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ....... Potensi Pasar................................................................................... Proyeksi Konsumsi Daging Sapi di Kota Tangerang Tahun 2006-2010 ................................................................ Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Tangerang Tahun 2006-2010 ................................................................ Proyeksi Permintaan Daging Sapi di Kota Tangerang Tahun 2006-2010 ................................................................
21 21 23 29 30 33
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................
37
Kesimpulan..................................................................................... Saran ..............................................................................................
37 37
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
40
LAMPIRAN ...............................................................................................
42
33 34 35
9
DAFTAR TABEL Nomor 1. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Tangerang .................
Halaman 16
2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Lapangan Usaha di Kota Tangerang ........................................................................................
17
3. Penggunaan Lahan di Kota Tangerang .............................................
18
4. Populasi Ternak di Kota Tangerang Tahun 2005 ..............................
19
5. Produksi Daging dan Produksi Hasil Ternak Lainnya Menurut Jenis Ternak di Kota Tangerang ..............................................................
20
6. Populasi Ternak Sapi Potong di Kota Tangerang..............................
22
7. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kota Tangerang ....................
24
8. Rataan Pemberian Pakan Sapi Potong di Kota Tangerang ................
28
9. Kelompok Tani Ternak Sapi Potong di Kota Tangerang...................
29
10. Rumah Potong Hewan (RPH) di Kota Tangerang ............................
30
11. Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kota Tangerang ...........................................................................
32
12. Proyeksi Konsumsi Daging Sapi Tahun 2006-2010..........................
34
13. Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2006-2010 ..................................
35
14. Proyeksi Permintaan Daging Sapi Tahun 2006-2010 ........................
35
10
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kepemilikan Ternak dan Konsumsi Bahan Kering pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kota Tangerang ..................................
43
2. Lahan Penghasil Rumput Lapang di Kota Tangerang ........................
44
3. Populasi Ternak Ruminansia di Kota Tangerang Tahun 2005 ...........
45
4. Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .........
46
5. Perhitungan Proyeksi Permintaan Daging Sapi di Kota Tangerang Tahun 2006-2010..............................................................................
47
6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Konsumsi Daging Sapi, dan Jumlah Penduduk Kota Tangerang Tahun 2001-2005 .................
48
7. Perhitungan Konsumsi Bahan Kering dalam Setahun, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Laju Pertumbuhan Penduduk, Laju Peningkatan Pendapatan, dan Permintaan Daging Sapi (ekor) ...........
49
8. Peta Kota Tangerang Berdasarkan Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) .............................................
51
11
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan gizi tinggi terutama protein hewani. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan kesadaran akan kebutuhan protein hewani maka mengkonsumsi protein hewani pun meningkat. Tingginya kebutuhan akan protein hewani tersebut secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan daging. Protein hewani sangat dibutuhkan tubuh untuk daya tahan tubuh dan kecerdasan. Oleh sebab itu protein hewani sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya anak-anak. Sapi potong merupakan salah satu ternak yang dapat memenuhi kebutuhan akan protein hewani dan memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Tingkat konsumsi daging sapi yang terus meningkat setiap tahun perlu diantisipasi dengan peningkatan produksi daging yang lebih tinggi. Produksi daging sapi di Kota Tangerang tahun 2006 meningkat sebesar 5.434.674 kg/tahun. Sementara itu, jumlah penduduk yang mengkonsumsi daging terus meningkat sesuai dengan kenaikan pendapatan per kapita dan kenaikan jumlah penduduk serta kesadaran penduduk akan gizi. Adanya kebijakan pemerintah pusat untuk swasembada daging tahun 2010 maka Kota Tangerang perlu meningkatkan populasi sapi potong untuk membantu memenuhi kebutuhan daging tersebut khususnya di Kota Tangerang sendiri. Selain itu, kebiasaan masyarakat untuk beternak sapi juga mendorong pertumbuhan sapi potong. Populasi ternak sapi potong di Kota Tangerang tahun 2005 tercatat sebanyak 301 ekor, sedangkan pada tahun 2006 populasi ternak sapi potong tersebut meningkat menjadi sebanyak 716 ekor. Kota Tangerang memiliki permasalahan terutama dalam hal wilayah pengembangan sapi potong dan penyediaan bahan makanan ternak asal hijauan. Permasalahan tersebut disebabkan Kota Tangerang merupakan kota yang padat penduduknya sebesar 1.537.244 jiwa (2005) sehingga sangat memungkinkan terjadi perubahan tata ruang wilayah akibat besarnya ruang untuk pembangunan perumahan, pembangunan pusat-pusat pembelanjaan, jalan raya, kawasan industri dan lain-lain. Hal tersebut merupakan salah satu ancaman bagi keberlanjutan usaha ternak sapi potong karena ruang untuk sektor peternakan semakin kecil.
12
Perumusan Masalah Pengembangan peternakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional karena permintaan protein hewani akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk. Kebutuhan gizi yang bersumber dari protein hewani berupa daging, telur, dan susu sangat diperlukan
untuk
peningkatan
kualitas
sumberdaya
manusia
baik
dalam
pembentukan fisik yang tangguh maupun kecerdasan untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut, maka salah satu usaha yang dilakukan yaitu pengembangan usaha ternak sapi potong. Pengembangan usahaternak sapi potong selain ditentukan oleh tingkat pendapatan yang diterima dalam kegiatan usaha tersebut, juga ditentukan oleh sumberdaya peternakan dan peluang pasar yang ada untuk usaha tersebut pada masa sekarang maupun yang akan datang. Perumusan masalah yang akan dibahas adalah : 1. Sumberdaya apa saja yang dimiliki Kota Tangerang yang mendukung upaya pengembangan usaha penggemukan sapi potong? 2. Wilayah
mana
saja
yang
berpotensi
untuk
pengembangan
usaha
penggemukan sapi potong berdasarkan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kota Tangerang? 3. Bagaimana potensi pasar daging sapi di Kota Tangerang?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi sumberdaya peternakan dalam upaya pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. 2. Menganalisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong berdasarkan KPPTR di Kota Tangerang. 3. Mengetahui potensi pasar daging sapi di Kota Tangerang.
13
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai
dasar
pertimbangan
pemerintah
setempat
baik
dalam hal
pengembangan usaha penggemukan sapi potong maupun pengembangan wilayah. 2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut yaitu penyedia informasi. 3. Bagi peternak atau investor yang ingin mengembangkan usaha penggemukan sapi potong.
14
KERANGKA PEMIKIRAN Pengembangan peternakan mempunyai harapan yang baik dimasa yang akan datang karena permintaan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan bergizi tinggi. Oleh sebab itu, pembangunan peternakan harus terus ditingkatkan dengan tetap memperhatikan sumberdaya yang ada seperti populasi ternak, lahan, pakan, dan sumberdaya lainnya yang harus bersaing dengan kebutuhan manusia yang lain. Pengembangan peternakan, khususnya peternakan sapi potong sebagai penghasil protein hewani merupakan peluang untuk memenuhi kebutuhan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang dapat dilihat dari segi dukungan sumberdaya peternakan dan potensi pasar daging sapi beberapa tahun yang akan datang. Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kota Tangerang
Sumberdaya Peternakan
•
•
•
Sumberdaya Manusia (Peternak) - Karakteristik Peternak - Penguasaan Teknologi Sumberdaya Alam - Iklim - Populasi Ternak - Lahan Kelembagaan - Kelompok Tani Ternak - RPH
- Analisis Deskriptif - Analisis KPPTR
Potensi pasar
Konsumsi daging sapi
Jumlah Penduduk
Proyeksi Permintaan daging sapi per tahun
Potensi Pengembangan Usaha Penggemukan Sapi Potong
15
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Potong Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional, semi komersial, dan peternak komersial (Mubyarto, 1989). Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak diternakkan oleh peternak di Indonesia khususnya, dan di dunia umumnya karena sapi memiliki fungsi (manfaat) cukup banyak. Di Indonesia pemeliharaan sapi potong dilakukan secara ekstensif, semi intensif dan intensif (Sugeng, 2006).
Sapi potong merupakan salah satu
sumberdaya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Sebab seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lain seperti pupuk, kulit, tulang dan lain sebagainya (Sugeng, 2006). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), di Indonesia terdapat lima bangsa sapi utama yaitu Ongole (Bos indicus), Bali (Bos javanicus), Madura, Grati (bangsa Holstein-Friesian) dan Kelatan.
Sedangkan menurut Hardjosworo dan
Levine (1988), ada tiga bangsa sapi pedaging yang utama di Indonesia yaitu Ongole, Bali dan Madura. Sapi Ongole (Bos indicus) dibagi dalam dua kelompok utama yaitu Ongole Sumba (keturunan dari sapi Bos indicus) dan sapi Peranakan Ongole (persilangan antara Ongole Sumba dengan sapi lokal). Sapi Bali (Bos bibos atau Bos sondaicus) adalah keturunan dari banteng liar setempat yang didomestikasi dalam kurun waktu yang lama. Sedangkan sapi Madura kemungkinan pada mulanya merupakan persilangan antara sapi Bali dengan sapi lokal Madura yang dimasukkan oleh pedagang Arab. Semua sapi domestik berasal dari Bos taurus atau sapi tanpa punuk dan Bos indicus atau sapi berpunuk (Williamson dan Payne, 1993). Sistem penggemukan sapi potong di Indonesia ada berbagai cara dan umumnya masih bersifat tradisional, yaitu 1) sistem kereman adalah sistem penggemukan dengan cara sapi yang dipelihara dan dikerem didalam kandang terus menerus dalam periode tertentu. Sapi yang biasa digunakan berumur 1-2 tahun dan digemukan selama 3-4 bulan, pakan yang diberikan berupa pakan rumput dan pakan penguat, 2) sistem penggemukan dry lot fattening yaitu mengutamakan pemberian
16
pakan berupa biji-bijian seperti katul, jagung, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah dan sebagainya. Sedangkan pakan hijauan dalam jumlah yang sangat terbatas. Sapi yang digunakan biasanya berumur 1 tahun dan digemukan selama 3-6 bulan, 3) sistem penggemukan pasture fattening yaitu sapi digembalakan disuatu lapangan pengembalaan yang luas dan terdapat pakan hijauan yang memadai dan berkualitas tinggi. Sapi yang biasa digunakan berumur 2,5 tahun dan digemukan selama 6-8 bulan, dan 4) sistem kombinasi
(pasture dan dry lot fattening) yaitu sapi-sapi
dipelihara disuatu kandang tertentu dan pada periode tertentu sapi-sapi tersebut digembalakan di padang pengembalaan, biasanya dilakukan pada musim hujan. Sapisapi yang digunakan adalah sapi berumur kurang dari satu tahun dan digemukan selama 8-9 bulan, berumur 1-2 tahun dan digemukan selama 6-7 bulan, dan berumur 2-2,5 tahun dan digemukan selama 4-6 bulan (Sugeng, 2006). Pengembangan Peternakan Pengembangan usaha merupakan suatu proses tercapainya keadaan dewasa dan mapan (mantap), baik dari segi fisik maupun finansial. Gambaran tentang perkembangan finansial perusahaan dapat diperoleh dengan analisis data finansial (Riyanto, 1997).
Menurut Simanjuntak (1986) untuk mengembangkan suatu
komoditi atau jenis ternak tertentu disuatu wilayah ditentukan oleh potensi daerah dan ternak tersebut. Kriteria potensi didasarkan atas analisa wilayah terhadap ketersediaan bahan baku, penggunaan teknologi, keahlian yang diperlukan, potensi pengembangan peternakan, prioritas pengembangan dan bantuan kredit peternakan. Sedangkan untuk mengetahui potensi pengembangan peternakan, hal yang perlu diketahui adalah penyebaran dan kepadatan ternak, nilai ekonomis dari ternak, kegunaan dan fungsi ternak, fasilitas sarana, prasarana dan kelembagaan, pemasaran ternak dan hasil-hasilnya. Peran pemerintah merupakan faktor penting dalam keberlanjutan usahaternak sapi. Peran pemerintah tersebut diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan program-program yang ada sehingga Dinas Peternakan merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam pengembangan usaha peternakan (Suherni, 2006).
17
Aspek Teknis dalam Pemeliharaan Sapi Potong Pakan Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi serta laktasi. Bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat (produk bijian atau butiran) dan bahan berserat (jerami atau rumput). Bahan berserat merupakan salah satu komponen atau penyusun ransum (Blakely dan Bade, 1991). Pakan dalam usaha peternakan merupakan bagian yang penting dan menentukan tinggi rendahnya produksi, pertumbuhan, juga besar kecilnya keuntungan peternakan. Dengan demikian maka harus selalu diupayakan penggunaannya baik pakan hijauan maupun penguat pada tingkat yang optimum (Siregar, 1999). Kandang Adanya kandang dimaksudkan untuk melindungi ternak dari pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan (seperti terpaan angin, guyuran hujan dan sengatan sinar matahari) dan mempermudah penanganan ternak yang dilakukan, yakni ransum yang diberikan dapat dengan mudah dimakan oleh ternak dan peternak dapat dengan mudah dan mungkin bisa lebih teliti melakukan pengendalian atas pertumbuhan dan kesehatan ternak (Rahardi et al., 1993).
Pemilihan kondisi
kandang yang sesuai diantaranya dengan mempertimbangkan letak yang strategis, kondisi tanah, dan kesesuaian iklim untuk jenis ternak sapi (Sarwono dan Arianto, 2003). Penyakit dan Pengendaliannya pada Ternak Sapi Potong Para peternak sejak jaman dahulu pada awal mereka mulai beternak sudah mengenal berbagai macam penyakit dan telah melakukan pula berbagai usaha yang menurut anggapan mereka dapat menyembuhkannya (Blakely dan Bade, 1991). Berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang menular ataupun tidak menular. Penyakit yang sering menyerang sapi adalah penyakit radang limpa (antrax), penyakit mulut dan kuku (PMK), surra, dan sebagainya (Sugeng, 2006). Upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit
18
adalah menggunakan kandang karantina,
melarang impor sapi/daging sapi dari
negara yang tidak bebas PMK, vaksinasi berkala, menjaga kebersihan lingkungan, pemberian obat cacing secara berkala (Soeprapto dan Abidin, 2006). Pengendalian penyakit dimaksudkan untuk manjauhkan dan membebaskan ternak dari penyakit. Ada dua sarana produksi peternakan yang biasa digunakan untuk itu yaitu vaksin dan obat-obatan. Vaksin adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan, dan dipakai untuk pembentukan zat kebal tubuh (antibiotik) sehingga ternak kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Ada tiga jenis obat yang biasa digunakan yaitu antiseptik dan desinfektan, antibiotika dan obat cacing (Rahardi et al., 1993). Bakalan/Bibit Pemilihan sapi bakalan merupakan langkah penting yang sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan. Pengadaan sapi bakalan bisa diperoleh dari sapi bakalan lokal dan sapi bakalan impor (Soeprapto dan Abidin, 2006). Menurut Sugeng (2006), kriteria dasar yang perlu dilihat dalam pemilihan sapi sebagai calon bibit pengganti ataupun calon penggemukan meliputi bangsa dan sifat genetis, bentuk luar, dan kesehatan. Secara teoritis peternak sapi potong pasti memilih bangsa sapi tipe potong jenis unggul yang sudah populer seperti Hereford, Aberdeen angus, Beefmaster, Charolais, dan sebagainya karena persentase hasil karkas sapi-sapi tersebut lebih dari 60%. Hasil penelitian Rosida (2006), perkembangan bibit atau bangsa sapi di Kabupaten Tasikmalaya cukup berkembang. Tidak hanya sapi lokal seperti sapi Peranakan Ongole tetapi bangsa sapi Limousin, Simmental, Brangus dan bangsa sapi lainnya sudah banyak dimiliki oleh peternak. Hal ini dikarenakan perkembangan bangsa sapi potong di Kabupaten Tasikmalaya didukung oleh adanya teknologi Inseminasi Buatan. Tenaga Kerja Menurut Fauziyah (2007), tenaga kerja merupakan faktor penting yang digunakan untuk menjalankan usahaternak sapi potong.
Biasanya peternak
memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga karena mereka menganggap usaha tersebut dapat dikelola sendiri oleh keluarga peternak. Tenaga kerja dalam
19
usahaternak sapi potong bekerja mencari rumput untuk pakan ternak, membersihkan kotoran, memberikan minum, memandikan ternak dan mengawasi kesehatan dan keamanan ternak. Iklim Iklim sebagai salah satu faktor lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan sapi. Ternak sapi tidak tahan pada suhu yang tinggi. Pengaruh suhu yang tinggi adalah nafsu makan berkurang, banyak minum dan ternak tidak tahan merumput terlalu lama. Itulah sebabnya pada musim panas umumnya produktivitas dan kemampuan reproduksi ternak sapi menurun (Sugeng, 2006). Proyeksi Permintaan Peramalan/proyeksi merupakan suatu usaha untuk menentukan satu atau beberapa nilai yang belum diamati berdasarkan tingkah laku dari variabel yang bersangkutan (Mubyarto dan Suratno, 1981). Selanjutnya Mubyarto dan Suratno mengatakan, ada beberapa metode peramalan yaitu peramalan mekanis, peramalan dengan survei, peramalan analitik, dan peramalan berdasarkan keahlian serta pengalaman. Permintaan adalah banyaknya jumlah produk yang dibutuhkan serta diinginkan oleh konsumen, pedagang perantara dan masyarakat pada berbagai tingkat harga selama periode tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan meliputi harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain, pendapatan, selera, jumlah penduduk, kualitas komoditas, serta perkiraan harga di masa mendatang (Rahim dan Hastuti, 2007). Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminasia (KPPTR) Potensi wilayah penyebaran dan pengembangan peternakan merupakan kapasitas wilayah yang bersangkutan untuk menampung tambahan populasi ternak ruminansia. Potensi peningkatan populasi ternak ruminansia memiliki pengertian yang dinamis, berubah dari waktu ke waktu, dapat bertambah dan dapat berkurang. Metode ini berguna untuk melihat seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ktersediaan hijauan dan tenaga kerja di suatu wilayah.
20
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang, yang terdiri dari 13 kecamatan yaitu Kecamatan Pinang, Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Batuceper, Kecamatan Karawaci,
Kecamatan
Periuk,
Kecamatan
Cibodas,
Kecamatan
Neglasari,
Kecamatan Jatiuwung, Kecamatan Benda, Kecamatan Tangerang, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Larangan, dan Kecamatan Ciledug. Adapun pelaksanaan penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Oktober-November 2007. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak sapi potong yang ada di Kota Tangerang. Hanya 8 kecamatan yang memiliki ternak sapi potong dari 13 kecamatan. Pengambilan kecamatan dilakukan secara purposive (sengaja) dengan melihat kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi potong terbesar, terkecil dan pengembangan baru. Kecamatan-kecamatan itu masing-masing adalah Kecamatan Cipondoh sebanyak 16 peternak, Kecamatan Pinang sebanyak 4 peternak dan Kecamatan Ciledug sebanyak 10 peternak. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sensus untuk peternak sapi potong, yaitu menggunakan seluruh populasi yang ada sebagai sampel penelitian. Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan kondisi dan potensi usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap peternak sapi potong dengan alat bantu berupa kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan instansi yang terkait dengan penelitian seperti Kantor Dinas Pertanian
21
Kota Tangerang, Badan Pusat Statistik Kota Tangerang, Badan Perencanaan Daerah Kota Tangerang, dan instansi-instansi terkait lainnya. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh setelah melakukan wawancara dengan peternak menggunakan kuesioner dan data primer yang diperoleh berupa sumberdaya yang mendukung dalam upaya pengembangan usahaternak sapi potong. Sedangkan data sekunder berupa luas lahan garapan tanaman pangan, populasi ternak ruminansia, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, dan konsumsi daging sapi per kapita per tahun di Kota Tangerang. Pengumpulan data ini dilakukan selama bulan Oktober-November 2007 di Kota Tangerang. Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum dan potensi usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia (peternak), kelembagaan dan gambaran umum Kota Tangerang. Analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa banyak ternak sapi potong yang dapat ditambahkan di Kota Tangerang dengan melihat ketersediaan hijauan di masing-masing kecamatan. Data sekunder yang digunakan adalah data tahun 2005. Untuk menghitung Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kota Tangerang dihitung dengan rumus : KPPTR = KTTR – Populasi Riil Keterangan : KPPTR = Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (ST) KTTR = Kapasitas Tampung Ternak Ruminansia (ST) Populasi Riil = Jumlah ternak ruminansia yang ada di Kota Tangerang (ST)
22
Sedangkan untuk menghitung Kapasitas Tampung Ternak Ruminansia (KTTR) di Kota Tangerang dihitung dengan rumus : KTTR =
3,75 × ∑ k Le r
Keterangan : KTTR = Kapasitas Tampung Ternak Ruminansia (ST) k
= Koefisien ketersediaan lahan penghasil rumput (%)
Le
= Lahan penghasil hijauan di Kota Tangerang (Ha/Tahun)
3,75 = Produksi Bahan Kering penghasil rumput 1 Ha/tahun (ton) r
= Konsumsi Bahan Kering untuk 1 Satuan Ternak (ST) di Kota Tangerang (ton/tahun)
Proyeksi Permintaan Proyeksi ini digunakan untuk menduga atau memproyeksikan tingkat konsumsi dan jumlah permintaan daging yang dikonsumsi oleh masyarakat Kota Tangerang untuk 5 tahun yang akan datang dengan menggunakan data sekunder dan data time series tahun 2001-2005. Adapun rumus yang akan digunakan yaitu : a. Untuk mengetahui tingkat konsumsi daging sapi di Kota Tangerang per kapita per tahun, yaitu:
Cn = Co (1 + e . g . t) Keterangan : Cn = Tingkat konsumsi daging sapi di Kota Tangerang per kapita per tahun-n (kg) Co = Tingkat konsumsi daging sapi di Kota Tangerang per kapita per tahun awal (Kg) e
= Elastisitas Pendapatan
g
= Laju Peningkatan Pendapatan (LPPd) Kota Tangerang
t
= Interval tahun (n – 0)
23
b. Untuk mengetahui peningkatan jumlah penduduk Kota Tangerang, yaitu :
Pn = Po (1 + i . t) Keterangan : Pn = Jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun-n (Jiwa) Po = Jumlah penduduk Kota Tangerang tahun awal (Jiwa) i = Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Tangerang (Persen) t = Interval tahun (n – 0)
c. Untuk mengetahui total konsumsi (permintaan) daging sapi di Kota Tangerang pada tahun tertentu, yaitu :
Dn = Cn x Pn Keterangan : Dn
= Total permintaan konsumsi daging sapi di Kota Tangerang tahun-n (Kg)
Cn
= Tingkat konsumsi daging sapi di Kota Tangerang per kapita per tahun-n (Kg)
Pn
= Jumlah penduduk Kota Tangerang tahun-n (Jiwa)
Definisi Istilah 1. Usahaternak sapi potong adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan ternak sapi potong yang dilakukan oleh peternak di Kota Tangerang. 2. Elastisitas pendapatan adalah besarnya perubahan permintaan daging sapi sebagai akibat perubahan pendapatan. 3. Permintaan adalah keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. 4. Satuan Ternak (ST) adalah satuan yang digunakan untuk menentukan populasi ternak sapi potong, dimana 1 ST setara dengan satu ekor sapi dewasa, 0,5 ST setara dengan satu ekor sapi dara, dan 0,25 ST setara dengan satu ekor pedet.
24
5. Proyeksi permintaan merupakan jumlah permintaan daging yang dikonsumsi oleh masyarakat di masa yang akan datang (kg/kapita/tahun). 6. Potensi pasar merupakan jumlah permintaan daging sapi di Kota Tangerang (kg/tahun). 7. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kota Tangerang merupakan suatu pendekatan untuk melihat kapasitas wilayah Kota Tangerang dalam penyediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT). 8. Populasi Riil merupakan jumlah populasi ternak ruminansia yang ada di Kota Tangerang (ST). 9. Bahan Kering adalah pakan bebas air dan dihitung dengan cara 100 – kadar air. 10. Pakan adalah semua bahan yang dapat dimakan ternak. 11. Hijauan makanan ternak (HMT) adalah pakan yang berasal dari bagian vegetatif tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar lebih besar dari 18% dan mengandung energi tinggi. 12. Penggemukan merupakan kegiatan usaha pemeliharaan bakalan sapi selama beberapa bulan dengan pemberian pakan hijauan dan konsentrat dengan tujuan produksi daging.
25
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Wilayah Kota Tangerang merupakan salah satu kota yang berada di Propinsi Banten yang memiliki Visi : ”Kota Tangerang sebagai kota industri, perdagangan, dan pemukiman yang ramah lingkungan dalam masyarakat yang berakhlak mulia”. Misi yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi tersebut adalah memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi kota, meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik, penguatan tata kepemerintahan yang baik, dan mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan. Secara geografis Kota Tangerang terletak antara 6o6' - 6o13' Lintang Selatan dan 106o36' - 106o42' Bujur Timur. Batas wilayahnya adalah :
- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang.
- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang.
- Sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta - Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Letak Kota Tangerang tersebut sangat strategis karena berada diantara Ibukota Negara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta. Posisi Kota Tangerang tersebut menjadikan pertumbuhannya pesat. Pada satu sisi wilayah Kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan di Ibukota Negara DKI Jakarta. Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang dipercepat pula dengan keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang sebagian arealnya termasuk ke dalam wilayah administrasi Kota Tangerang. Gerbang perhubungan udara Indonesia tersebut telah membuka peluang bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa secara luas di Kota Tangerang. Luas wilayah kota Tangerang tercatat 183,78 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2) yang berjarak sekitar 60 km
dari Ibukota
26
Propinsi Banten dan sekitar 27 km dari DKI Jakarta. Luas wilayah dan kepadatan penduduk Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Tangerang Kecamatan Ciledug Larangan
Luas (km2) 8,77
Jumlah Penduduk (Jiwa) 104.583
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) 11.925
9,40
137.120
14.587
Karang Tengah
10,47
100.724
9.620
Cipondoh
17,91
153.289
8.559
Pinang
21,59
121.110
5.610
Tangerang
15,79
125.133
7.925
Karawaci
13,48
168.052
12.467
Cibodas
9,61
134.650
14.011
14,41
126.680
8.791
9,54
117.005
12.265
Neglasari
16,08
94.657
5.887
Batuceper
11,58
84.324
7.282
Benda
5,92
69.917
11.810
164,55
1.537.244
9.342
Jatiuwung Periuk
Jumlah
Sumber : BPS Kota Tangerang, 2005
Kota Tangerang dikatakan daerah cukup padat, tiap kilometer persegi ratarata dihuni 9.342 jiwa, dimana Kecamatan Larangan merupakan kecamatan dengan kepadatan tertinggi (13.718 jiwa/km2). Hal ini dikarenakan Kecamatan Larangan berbatasan langsung dengan Kota Jakarta Selatan sehingga kecamatan ini tidak hanya menampung penduduk yang bekerja di Kota Tangerang tetapi juga penduduk yang bekerja di Kota Jakarta. Sementara Kecamatan Pinang masih banyak terdapat lahan kosong sehingga kepadatan penduduknya terendah (5.455 jiwa/km2). Pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang yang cukup tinggi tidak hanya disebabkan oleh pertumbuhan secara alamiah, tetapi tidak lepas karena pengaruh migran yang masuk yang disebabkan daya tarik Kota Tangerang dengan berkembangnya potensi industri, perdagangan dan jasa sehingga mengakibatkan tersedianya lapangan kerja dan kondusifnya kesempatan berusaha. Disamping itu
27
sebagai daerah yang berbatasan dengan Ibukota Negara, Kota Tangerang juga harus menampung pula penduduk yang aktifitas ekonomi kesehariannya di wilayah DKI Jakarta. Mata pencaharian penduduk Kota Tangerang sebagian besar di bidang industri/kerajinan dan jasa-jasa. Sedangkan penduduk Kota Tangerang yang bermata pencaharian di bidang pertanian sebesar 2,79%.
Distribusi penduduk Kota
Tangerang berdasarkan lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Lapangan Usaha di Kota Tangerang Jenis Lapangan Usaha
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
10.905
2,79
130.699
33,49
Perdagangan Hotel dan Restoran
63.346
16,23
Angkutan dan Komunikasi
14.291
3,66
Jasa-Jasa
110.318
28,27
Lainnya Jumlah
60.683
15,55
390.242
100,00
Pertanian Industri/Kerajinan
Sumber : BPS Kota Tangerang, 2005
Penggunaan lahan di Kota Tangerang terbagi menjadi lahan pertanian dan lahan non pertanian. Penggunaan lahan yang terbesar diperuntukkan pemukiman yaitu sebesar 67,76%. Sedangkan penggunaan lahan terkecil diperuntukkan rawarawa yaitu sebesar 0,69%. Penggunaan lahan di Kota tangerang dapat dilihat pada Tabel 3. Lahan untuk persawahan dan ladang memiliki persentase masing-masing 9,35% dan 5,01%. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Tangerang kurang memiliki lahan pertanian. Lahan pertanian ini sebagian besar telah digantikan dengan lahan pemukiman sehingga pertanian di Kota Tangerang mengalami penurunan produksi.
28
Tabel 3. Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Tahun 2005 Jenis Lahan
Luas (Ha)
Sawah
Persentase (%)
1.787
9,35
12.947,87
67,76
Tegal/Ladang
957,77
5,01
Rawa-Rawa
131,58
0,69
Kolam/Tebet/Empang Sementara tidak diusahakan Lainnya Jumlah
216,10
1,13
332,90
1,74
2.736,09
14,32
19.109,31
100,00
Pemukiman
Sumber : Dinas Pertanian Kota Tangerang
Sektor Peternakan Pembangunan sektor peternakan di Kota Tangerang adalah untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam usaha memperbaiki gizi masyarakat disamping meningkatkan pendapatan peternak serta menciptakan komoditas yang baik bagi perkembangan industri ternak. Jenis ternak yang diusahakan terdiri dari ternak besar meliputi ; sapi, kerbau dan kuda, ternak kecil (kambing/domba dan babi) dan ternak unggas (ayam buras, ayam ras petelur/potong/pedaging dan itik).
Populasi ternak besar seperti sapi
potong, kerbau dan kuda diakhir tahun 2005 masing-masing tercatat 301 ekor, 37 ekor dan 12 ekor. Pada ternak kecil yaitu kambing, domba, dan babi masing-masing tercatat 6.263 ekor, 6.257 ekor dan 8.022 ekor. Populasi ternak unggas yaitu ayam buras, ayam ras petelur dan itik masing-masing tercatat 107.255 ekor, 68.068 ekor dan 7.992 ekor. Populasi ternak di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, ternak babi merupakan ternak yang memiliki populasi terbesar yaitu 3.208,80 ST. Sedangkan ternak yang terkecil populasinya adalah ternak kuda sebesar 12 ST. Ternak sapi potong termasuk prioritas keenam dari seluruh jenis ternak yang ada di Kota Tangerang.
29
Tabel 4. Populasi Ternak di Kota Tangerang Tahun 2005 Ekor
Jenis Ternak Sapi Potong
Satuan Ternak
301
301,00
Kerbau
37
37,00
Kuda
12
12,00
Domba
6.257
875,98
Kambing
6.263
876,82
Babi
8.022
3.208,80
107.255
1.072,55
68.068
680,68
7.992
79,92
204.207
7.144,75
Ayam Buras Ayam Ras Petelur Itik Jumlah
Sumber : Dinas Pertanian Kota Tangerang
Produksi daging ternak sapi potong Kota Tangerang untuk tahun 2005 mengalami penurunan produksi daging sebesar 18,58% dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel 5).
Sedangkan untuk daging kerbau naik sebesar 0,03%.
Begitupula untuk produksi daging dan telur jenis ternak lainnya cenderung turun dikarenakan populasi ternak di Kota Tangerang yang mengalami penurunan. Penurunan populasi ini dikarenakan semakin menyempitnya lahan untuk peternakan. Tetapi pada ternak domba dan kambing mengalami peningkatan pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan karena pada tahun 2005 produksi daging kambing dan domba tidak hanya berasal dari Kota Tangerang saja tetapi juga berasal dari luar Kota Tangerang. Tahun 2005 ternak kambing yang dimasukkan ke Kota Tangerang sebanyak 19.741 ekor dan untuk ternak domba sebanyak 23.655 ekor.
Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan daging
masyarakat Kota Tangerang.
Produksi daging ayam buras meningkat
sebesar
73,99% dengan produksi telur tercatat 97.841 butir. Untuk produksi telur ayam ras petelur tercatat
690.645 butir.
Produksi daging Ayam Ras Pedaging sebesar
1.113.750 kg dan produksi telur itik tercatat 59.346 butir.
30
Tabel 5. Produksi Daging dan Produksi Ternak Lainnya Menurut Jenis Ternak di Kota Tangerang 2004 Jenis Ternak
2005
Daging (kg)
Telur (Butir)
Daging (kg)
Telur (Butir)
11.414.854
-
9.293.483
-
Kerbau
14.400
-
14.800
-
Domba
84.862
-
333.350
-
Kambing
90.237
-
337.600
-
140.250
-
116.600
-
38.931
100.513
67.738
97.841
Ayam Ras Petelur
4.101
704.785
15.030
690.645
Ayam Ras Pedaging
1.402.500
Sapi Potong
Babi Ayam Buras
Itik
12.933
64.221
1.113.750 16.233
59.346
Sumber : Dinas Pertanian Kota Tangerang
Sumbangan daging sapi terhadap produksi daging secara keseluruhan sebesar 11.414.854 kg. Sedangkan yang terendah berasal dari ayam ras petelur yaitu sebesar 4.101 kg. Hal ini dikarenakan daging yang berasal dari ayam ras petelur merupakan ayam ras petelur yang telah diafkir.
Wilayah Pengembangan Pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 1994, kebijaksanaan pengembangan tata ruang Kota Tangerang dibagi menjadi lima wilayah yaitu wilayah pusat kota berada di Kecamatan Tangerang; wilayah pengembangan industri berada di Kecamatan Jatiuwung dan sebagian Kecamatan Tangerang; wilayah pengembangan perumahan terpadu termasuk Kecamatan Tangerang dan Cipondoh serta sebagian kecil Kecamatan Batuceper dan Ciledug; wilayah perumahan menengah berada di Kecamatan Cipondoh dan Ciledug; dan wilayah yang kelima adalah wilayah pengembangan terbatas termasuk Kecamatan Benda dan Batuceper. Wilayah pengembangan industri terdapat pusat sekunder Kota Tangerang yang diarahkan untuk berlokasi di sekitar Cimone, sepanjang Jalan Cipondoh Raya.
31
Wilayah pengembangan perumahan terpadu terdapat sebuah pusat yaitu di sekitar Jalan Cipondoh Raya. Sedangkan wilayah pengembangan terbatas, fungsinya terbagi dua yaitu sebagai daerah industri dan pergudangan di sekitar Jalan Daan Mogot, serta daerah pengembangan terbatas di bagian utara yang berbatasan dengan bandara. Di wilayah ini terdapat sebuah pusat di bagian utara Jalan Daan Mogot. Stategi pemanfaatan ruang Kota Tangerang pada RTRW 1994 terbagi atas empat wilayah yaitu kawasan tumbuh; kawasan perlu distabilkan; kawasan preservasi; dan kawasan peremajaan.
Kawasan tumbuh ini merupakan wilayah
potensial untuk dikembangkan dengan alokasi fungsi kegiatan industri dan pemukiman meliputi Kecamatan Jatiuwung, Tangerang, Cipondoh, dan Ciledug. Kawasan yang perlu distabilkan merupakan wilayah kendala sekitar bandara dan kawasan sepanjang Sungai Cisadane. Kawasan preservasi merupakan wilayah yang perlu distabilkan kondisi alamnya (Situ Cipondoh). Sedangkan kawasan peremajaan merupakan wilayah yang memerlukan penanganan tertentu untuk diremajakan dan difungsikan kembali meliputi wilayah pusat kota, sepanjang Sungai Cisadane, dan Kecamatan Jatiuwung.
32
HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya Peternakan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam merupakan salah satu sumberdaya peternakan yang dapat mendukung usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. Indikator umum yang dapat dijadikan ukuran bagi kondisi perkembangan peternakan adalah populasi ternak sapi potong, lingkungan agroekologis, dan lahan. Populasi ternak sapi potong di Kota Tangerang pada tahun 2000-2003 mengalami peningkatan tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan. Populasi ternak sapi potong pada tahun 2005 juga mengalami penurunan (Tabel 6). Penurunan populasi ini dikarenakan semakin menyempitnya lahan pertanian dan peternakan akibat semakin besarnya lahan untuk industri dan pemukiman. Populasi ternak sapi potong di Kota Tangerang tahun 2000-2005 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Populasi Ternak Sapi Potong di Kota Tangerang Tahun
Ekor
Perkembangan (%)
2000
46
-
2001
74
60,87
2002
102
37,84
2003
396
288,24
2004
310
-21,72
2005
301
-2,90
Sumber : Dinas Peternakan Kota Tangerang
Umumnya sapi potong yang dipelihara di Kota Tangerang adalah sapi Peranakan Ongole (PO), Limousin, dan Simmental.
Rata-rata kepemilikan sapi
potong di Kota Tangerang sekitar 19 ST. Peternak sapi potong di Kota Tangerang umumnya hanya memelihara sapi potong pejantan dewasa yaitu berumur lebih dari dua tahun. Peternak-peternak ini memelihara sapi potong hanya untuk digemukkan selama tujuh sampai delapan bulan. Biasanya ternak sapi potong ini didatangkan dari daerah Jawa Timur. Populasi ternak sapi potong di Kota Tangerang tidak tersebar merata di setiap kecamatan. Hanya ada 8 kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi potong yaitu
33
Kecamatan Cipondoh, Pinang, Tangerang, Karawaci, Periuk, Neglasari, Batuceper, dan Kecamatan Benda.
Kecamatan yang memiliki populasi terbesar adalah
kecamatan Cipondoh sebanyak 102 ekor. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Kota Tangerang pada umumnya beriklim tropis dangan suhu udara berkisar antara 23,21-32,460C. Curah hujan di Kota Tangerang rata-rata 1.804 mm/tahun dan kelembaban udara di Kota Tangerang rata-rata sekitar 81,92%. Suhu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan dan pengembangan sapi potong di Indonesia adalah 17-270C, curah hujan yang ideal untuk lokasi peternakan sapi potong adalah 8001.500 mm/tahun dan kelembaban udara sekitar 60-80% (Soeprapto dan Abidin, 2006). Iklim Kota Tangerang relatif cocok untuk peternakan sapi potong walaupun curah hujan dan kelembaban Kota Tangerang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya ternak sapi potong di Kota Tangerang dan ternak sapi potong tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan Kota Tangerang. Lahan mempunyai peranan penting dalam usahaternak sapi potong. Lahan ini diperlukan untuk pembangunan kandang, ladang pengembalaan dan produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT). Luas lahan pertanian di Kota Tangerang dari tahun ke tahun mengalami penurunan dalam kurun tahun 2004 sampai 2006. Penurunan lahan pertanian di Kota Tangerang sebesar 225 Ha untuk persawahan dan 107 Ha untuk kebun.
Lahan penghasil hijauan berupa rumput lapang di Kota
Tangerang terdiri dari sawah seluas 1.787 Ha dan tegal/ladang seluas 957,77 Ha. Terbatasnya luas lahan penghasil hijauan di kota Tangerang dikarenakan semakin menyempitnya lahan pertanian akibat dari pembangunan pemukiman dan industri. Berdasarkan perhitungan Kapasitas Tampung Ternak Ruminansia (KTTR), produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Kota Tangerang sebesar 1.543,83 ton.
Sumberdaya Manusia (Peternak) Keberadaan sumberdaya manusia tidak terlepas dari suatu pengembangan peternakan. Sumberdaya manusia yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong di Kota tangerang adalah peternak.
Karakteristik Peternak. Usaha pengembangan peternakan tidak bisa terlepas dari peternak itu sendiri sehingga karakteristik peternak perlu diketahui. Karakteristik peternak sapi potong yang dibahas pada penelitian ini adalah umur, tingkat
34
pendidikan, lama beternak, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian, dan motivasi beternak. Karakteristik peternak dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kota Tangerang Karakteristik
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
30 – 46
20
66,67
47 – 63
8
26,67
64 - 80
2
6,67
Tidak tamat SD
3
10,00
SD/sederajat
8
26,67
SMP/sederajat
5
16,67
SMA/sederajat
10
33,33
4
13,33
9
30,00
21
70,00
15 11 4
50,00 36,67 13,33
8 15 7
26,67 50,00 23,33
Utama/pokok
11
36,67
Sampingan
19
63,33
Kebutuhan utama
12
40,00
Menambah penghasilan
18
60,00
Umur (tahun):
Pendidikan Formal :
Perguruan Tinggi Pendidikan non Formal : Pernah Tidak pernah Lama Beternak (tahun): 1–5 6 – 11 12 – 17 Jumlah Anggota Keluarga (orang): 1–3 4–6 7–9 Mata Pencaharian :
Motivasi Beternak :
Keterangan : n = 30
Umur peternak di Kota Tangerang yang paling muda berumur 30 tahun dan paling tua berumur 80 tahun.
Sebesar 66,67% peternak berada pada kisaran umur
30-46 tahun dengan rata-rata berumur 44 tahun. Untuk tingkat pendidikan peternak, sebesar 90% peternak sapi potong di Kota Tangerang menyelesaikan pendidikan
35
formalnya. Peternak yang tidak tamat Sekolah Dasar/sederajat sebesar 10% dan peternak yang melanjutkan ke perguruan tinggi sebesar 13,33%.
Hal ini
menunjukkan bahwa peternak sapi potong di Kota Tangerang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi sehingga memudahkan peternak dalam menyerap inovasi atau teknologi baru agar dapat meningkatkan usahanya.
Peternak yang pernah
mengikuti pendidikan non formal sebesar 30%, namun sebagian besar peternak tidak pernah mengikuti pendidikan non formal. Lama peternak menjalankan usahaternak sapi potong berkisar antara 1-17 tahun dengan rata-rata selama 5 tahun. Sebesar 13,33% peternak telah menjalankan usahanya lebih dari sebelas tahun.
Semakin lama peternak menjalankan usaha
semakin banyak pula pengalaman yang mereka peroleh sehingga dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi permasalahan dalam menjalankan usahaternak sapi potong. Jumlah anggota keluarga peternak berkisar antara 1-9 orang dengan rata-rata sebanyak 5 orang.
Sebesar 76,67% peternak memiliki anggota keluarga berada
dalam kisaran 1-6 orang. Besarnya jumlah anggota keluarga akan meningkatkan tanggung jawab peternak dalam mengelola usahanya karena semakin besar tanggungan keluarga maka biaya hidup keluarga akan semakin besar pula. Peternak sapi potong di Kota Tangerang menjadikan usahaternak sapi potong ini sebagai mata pencaharian sampingan (63,33%).
Peternak memiliki motivasi
beternak sapi potong untuk menambah penghasilan (60%), namun sebagian kecil peternak menjadikan usahaternak sapi potong ini sebagai kebutuhan utama. Tenaga kerja yang digunakan oleh peternak sapi potong di Kota Tangerang berasal dari anggota keluarga sendiri (tenaga kerja dalam keluarga) dan tenaga kerja luar keluarga. Bantuan anak dan istri masih sangat kecil. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga ini dilakukan untuk menghemat biaya dalam menjalankan usahaternak sapi potong ini. Tetapi peternak yang mempunyai kepemilikan sapi potong cukup besar, mereka menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan diberikan upah sebesar Rp 500.000 per bulan. Tenaga kerja pada usaha ternak sapi potong di Kota Tangerang digunakan untuk kegiatan diantaranya membersihkan kandang, memandikan sapi, memberi makan dan minum, mencari hijauan, membeli pakan konsentrat, dan membawa sapi
36
ke tempat pemotongan. Curahan waktu yang digunakan peternak sapi potong di Kota Tangerang untuk mengurus ternak sapi potong rata-rata selama 6 jam per hari dan kepemilikan rata-rata ternak sapi potong sebesar 19 ST.
Penguasaan Teknologi. Sistem pemeliharaan ternak sapi potong di Kota Tangerang umumnya adalah sistem pemeliharaan intensif, yaitu ternak sapi dipelihara di dalam kandang dan kebutuhan pakan serta minum telah diberikan oleh peternak. Hal ini dilakukan karena lahan yang mereka miliki terbatas sehingga tidak dapat mengembalakan ternak sapi potong mereka. Peternak-peternak di Kota Tangerang ini, memelihara sapi potong hanya untuk penggemukan saja. Kandang sebagai tempat tinggal sapi pada sepanjang waktu harus diperhatikan oleh peternak. Hal ini dikarenakan kehidupan ternak sapi sepenuhnya berada dipengawasan manusia sehingga perlindungan terhadap lingkungan yang mereka hadapi seperti terik matahari, hujan, angin kencang, dan sebagainya yang menimpa ternak menjadi pemikiran peternak. Para peternak sebagian besar mendirikan kandang di dekat rumah dengan jarak kira-kira 5 meter. Hal ini dilakukan karena keterbatasan lahan yang mereka miliki akibat semakin padatnya pemukiman. Bangunan kandang yang digunakan sebagian besar merupakan bangunan permanen sederhana. Atap kandang sebagian besar peternak menggunakan asbes, tetapi ada juga yang menggunakan genting ataupun keduanya. Lantai kandang berupa semen agar lantai kandang tetap kering dan tidak licin. Sedangkan untuk dinding kandang dibuat dari bambu ataupun kayu. Bagian kandang yang sering direnovasi adalah lantai karena sering mengalami kerusakan seperti berlubang dan retak-retak.
Peternak umumnya memperbaiki
kandang dalam setahun, satu sampai dua kali. Hal ini dilakukan pada saat panen yaitu saat sapi-sapi dikeluarkan dari kandang sehingga kandang yang digunakan untuk sapi yang baru masuk lebih nyaman. Peternak belum memanfaatkan kotoran ternak secara baik. Kotoran ternak dibiarkan begitu saja di lokasi kandang. Peternak hanya membersihkan kotoran ternak dengan menggunakan sapu lidi kemudian membuang kotoran tersebut tanpa memanfaatkannya lagi.
Hal ini dikarenakan peternak belum mengetahui cara
mengelola kotoran tersebut.
37
Bangsa sapi bakalan yang dipilih oleh peternak adalah sapi Peranakan Ongole (PO), Simmental, dan Limousin. Peternak memperoleh sapi bakalan ini dari Jawa Timur baik membelinya secara langsung maupun membelinya melalui perantara. Biasanya sapi yang dipilih yang kondisinya sehat, kurus (berat badan 200-250 kg) dan berumur lebih dari satu tahun. Pakan yang diberikan oleh peternak sapi potong di Kota Tangerang adalah hijauan dan konsentrat. Pakan dari limbah pertanian jarang digunakan peternak karena pakan tersebut sulit didapatkan. Sebagian besar peternak memberikan pakan hijauan berupa rumput lapang dan pakan konsentrat yang biasa digunakan adalah ampas tahu dan ampas tempe. Pakan diberikan peternak dua sampai tiga kali dalam sehari. Biasanya pemberian pakan konsentrat dilakukan setelah pakan hijauan telah habis dikonsumsi ternak sapi potong. Pakan konsentrat ini biasanya peternak mendapatkannya dari pabrik tahu di sekitar peternak tinggal.
Hal ini selain menguntungkan pihak peternakan juga
menguntungkan para pembuat tahu karena mereka tidak kesulitan membuang limbah usahanya.
Selain itu, mereka juga dapat menambah penghasilan dari penjualan
ampas tahu dan tempe tersebut. Ampas tahu dan ampas tempe yang dihasilkan oleh pabrik umumnya sebanyak 50 karung per hari dan dijual dengan kisaran harga Rp 3.000 sampai Rp 5.000 per karung dengan berat sekitar 40 kg sampai 60 kg. Sedangkan pakan hijauan didapatkan tidak hanya di wilayah administrasi tetapi juga disekitar peternak tinggal seperti Kota Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Selain pakan konsentrat berupa ampas tahu dan ampas tempe, sebagian kecil peternak ada yang memberikan pakan tambahan berupa konsentrat komersial, susu, dan dedak.
Biasanya pemberiannya dilakukan dengan cara mencampurkan
konsentrat komersial dengan dedak, kemudian campuran itu diberikan kepada ternaknya. Konsentrat komersial ini diperoleh peternak dari luar wilayah Kota Tangerang.
38
Tabel 8. Rataan Pemberian Pakan Sapi Potong di Kota Tangerang Bahan Pakan
Pemberian Segar
Bahan Kering (BK)
……….………………….kg/ST/hari…………………… Hijauan Rumput lapang
21,50
5,05
21,50
5,05
16,90
1,87
Ampas tempe
5,07
0,61
Jumlah
21,97
2,48
Total
43,47
7,53
Jumlah Konsentrat Ampas tahu
Rata-rata peternak memberikan pakan hijauan yaitu rumput lapang sebesar 21,5 kg/ST/hari dan pakan penguat yang diberikan terdiri dari ampas tahu dan ampas tempe dengan rata-rata pemberian masing-masing sebesar 16,90 kg/ST/hari dan 5,07 kg/ST/hari (Tabel 8).
Menurut Sugeng (2006), umumnya bahan pakan hijauan
diberikan dalam jumlah 10% dari berat badan dan pakan penguat cukup 1% dari berat badan sapi. Misalnya seekor sapi dewasa memiliki berat badan 300 kg, maka pakan hijauan yang harus dikonsumsi sapi tersebut sebesar 30 kg dan pakan konsentrat sebesar 3 kg. Sebesar 80% peternak belum ada yang mengalami kematian ternaknya dalam satu tahun terakhir. Penyakit yang sering menyerang ternak sapi potong di Kota Tangerang adalah kembung dan gatal-gatal.
Penyakit kembung biasanya
dikarenakan pakan konsentrat telah basi tetapi masih diberikan ke ternak itu. Hal ini dilakukan peternak agar mereka tidak mengalami kerugian. Biasanya ternak yang sakit mereka obati secara tradisional dan apabila belum juga dapat disembuhkan maka mereka memanggil mantri hewan.
Biaya yang mereka keluarkan untuk
kesehatan ternak biasanya berkisar antara Rp 15.000 sampai Rp 50.000 per suntik per ekor. Modal yang digunakan peternak sapi potong di Kota Tangerang adalah modal sendiri, bantuan pemerintah, dan bagi hasil. pemerintah berupa sapi bakalan.
Peternak menerima bantuan dari
Sebanyak 13,33% peternak yang memperoleh
39
bantuan dari pemerintah dan sebesar 20% peternak yang memiliki modal berupa bagi hasil.
Tetapi sebagian besar peternak menggunakan modal sendiri.
Hal ini
dikarenakan peternak sapi potong di Kota Tangerang masih kesulitan dalam memperoleh modal.
Kelembagaan Dukungan lain yang dapat menunjang wilayah pengembangan usaha peternakan adalah adanya kelembagaan ternak yang harus terus dibangun untuk dapat mendukung pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. Kelembagaan ternak yang mendukung usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang belum tersebar di setiap kecamatan. Kelembagaan ternak ini dapat dilihat dari kelompok tani ternak sapi potong dan lembaga pelayanan. Kelompok tani ternak sapi potong di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kelompok Tani Ternak Sapi Potong di Kota Tangerang Nama Kelompok Tani
Kecamatan
Jumlah Anggota (Orang)
Cipondoh
30
Pejantan Tangguh
Periuk
8
Mekar Jaya
Pinang
6
Karawaci
6
Bangkit Jaya
Cisadane Mandiri Jaya Sumber : Dinas Peternakan, 2006
Kelompok tani ternak sapi potong ini diberikan bantuan dari pemerintah daerah berupa bakalan sapi potong.
Kelompok tani ini sudah ada yang dapat
mengembalikan atau menggulirkan ternaknya ke kelompok lain. Perguliran sapi potong ini dilakukan bukan berdasarkan jumlah ternak yang diterima tetapi lebih difokuskan pada jumlah nilai taksiran harga awal bakalan sewaktu menerima bantuan. Hal ini dilakukan karena perkembangan harga sapi bakalan yang cenderung naik setiap periodenya. Lembaga
pelayanan
yang
dapat
mendukung
pengembangan
usaha
penggemukan sapi potong adalah RPH dan TPH. Kota Tangerang memiliki 3 unit RPH dan 1 unit TPH. Lembaga pelayanan ini belum didukung oleh memadainya kondisi sarana dan prasarana yang ada seperti sarana transportasi khusus, pasar
40
ternak yang berfungsi sebagai karantina, dan fasilitas pemasaran. Rumah Potong Hewan (RPH) di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rumah Potong Hewan (RPH) di Kota Tangerang Nama RPH
RPH Sapi/Kerbau
Tenaga Kerja (Orang) 20
25 ekor/hari
Cibodas Karawaci
RPH Sapi/Kerbau RPH Sapi/Kerbau
32 20
60 ekor/hari 25 ekor/hari
Neglasari
Sapi
24
7 ekor/hari
Kecamatan
Kegiatan
RPH Gondrong
Cipondoh
RPH Karawaci RPH Kota Tangerang Tempat Potong Hewan
Keterangan
Sumber : Dinas Peternakan, 2006
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan salah satu penentu prioritas pengembangan suatu wilayah dalam mengembangkan ternak ruminansia dan dapat dihitung dengan metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR). Peternak-peternak sapi potong di Kota Tangerang memberikan pakan hijauan berupa rumput lapang, mereka tidak memberikan pakan hasil limbah pertanian dikarenakan pakan tersebut sulit diperoleh peternak.
Oleh sebab itu,
perhitungan KPPTR ini berdasarkan pakan yang digunakan peternak dan rata-rata konsumsi Bahan Kering (BK) hijauan untuk 1 Satuan Ternak (ST) dalam satu tahun yang dikonsumsi ternak sapi potong di Kota Tangerang. Kelemahan dari metode ini dalam penggemukan sapi potong adalah hanya melihat ketersediaan hijauan yang dimiliki Kota Tangerang saja. Sedangkan peternak sapi potong memperoleh hijauan tersebut tidak hanya di wilayah administratif. Berdasarkan analisis deskriptif dan hasil perhitungan KPPTR dapat diketahui bahwa Kota Tangerang masih memungkinkan untuk dilakukan pengembangan usaha penggemukan sapi potong. Walaupun kondisi setiap kecamatan sangat beragam, namun beberapa kecamatan memiliki sumberdaya yang potensial dengan didukung fasilitas dan lingkungan yang baik bagi pengembangan usaha penggemukan sapi potong. Perhitungan KPPTR dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai Lampiran 4. Berdasarkan perhitungan KPPTR, Kota Tangerang memiliki lahan penghasil hijauan seluas 411,6891 Ha yang terdiri dari sawah seluas 1.787 Ha dan ladang seluas 957,77
41
Ha. Ternak sapi potong di Kota Tangerang mengkonsumsi hijauan segar rata-rata sebesar 21,5 kg/ST/hari dan bahan kering sebesar 5,05 kg/ST/hari. Berdasarkan konsumsi bahan kering harian tersebut maka diperoleh konsumsi bahan kering untuk 1 ST dalam setahun sebanyak 1,84 ton (Lampiran 7). Populasi ternak ruminansia di Kota Tangerang terdiri dari sapi potong, kerbau, kambing dan domba. Berdasarkan populasi ternak ruminansia pada tahun 2005, Kota Tangerang memiliki populasi riil sebesar 2.090,80 ST dengan populasi tertinggi pada Kecamatan Benda sebesar 1.385 ST. Sedangkan kecamatan yang memiliki populasi riil terendah adalah Kecamatan Ciledug sebesar 7,28 ST. Maka nilai KPPTR Kota Tangerang sebesar 169,70 ST yang artinya Kota Tangerang masih mampu menambahkan ternak ruminansia sebesar nilai KPPTR tersebut jika dilihat dari ketersediaan hijauan. Dilihat dari ketersediaan hijauan secara umum Kota Tangerang masih mampu untuk mengembangkan usaha penggemukan sapi potong. Nilai KPPTR di Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai KPPTR positif menunjukkan bahwa wilayah tersebut masih dapat menampung populasi ternak ruminansia sebesar nilai tersebut jika dilihat dari ketersediaan hijauan. Terdapat tujuh kecamatan yang memiliki nilai KPPTR positif yaitu Kecamatan Ciledug sebesar 12,44 ST, Kecamatan Larangan sebesar 1,22 ST, Kecamatan Karang Tengah sebesar 0,26 ST, Kecamatan Cipondoh sebesar 7,48 ST, Kecamatan Pinang sebesar 51,5 ST, Kecamatan Neglasari sebesar 89,97 ST, dan Kecamatan Batuceper sebesar 6,83 ST. Nilai KPPTR terbesar dimiliki oleh Kecamatan Neglasari sebesar 89,97 ST. Hal ini dikarenakan Kecamatan Neglasari memiliki lahan pertanian yang cukup luas dengan jumlah populasi ternak ruminansia yang sedikit. Selain itu, kecamatan ini memiliki kepadatan penduduk yang relatif kecil
sehingga
dikembangkan.
masih
memungkinkan
usaha
penggemukan
sapi
potong
Sedangkan nilai KPPTR yang terkecil dimiliki oleh Kecamatan
Karang Tengah sebesar 0,26 ST. Kecamatan ini tidak memiliki ternak sapi potong, hanya terdapat ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba.
42
Tabel 11. Nilai KPPTR di Kota Tangerang Kecamatan
Nilai KPPTR (ST)
Ciledug
12,44
Larangan
1,22
Karang Tengah
0,26
Cipondoh
7,48
Pinang
51,5
Tangerang
-16,79
Karawaci
-114,31
Cibodas
-51,82
Jatiuwung
-10,00
Periuk
-16,87
Neglasari
89,97
Batuceper
6,83
Benda
-1.211,66
Berdasarkan Tabel 11, kecamatan-kecamatan yang memiliki nilai KPPTR negatif yaitu Kecamatan Tangerang, Kecamatan Karawaci, Kecamatan Cibodas, Kecamatan Jatiuwung, Kecamatan Periuk, dan Kecamatan Benda. Artinya, keenam kecamatan ini sudah tidak memungkinkan untuk menampung ternak ruminansia lagi jika dilihat dari ketersediaan hijauan karena daerah-daerah ini sudah kelebihan ternak sebesar nilai KPPTR tersebut. Kecamatan Benda memiliki nilai KPPTR negatif yaitu sebesar -1.211,66 ST. Hal ini dikarenakan jumlah populasi ternak ruminansia, khususnya ternak domba dan kambing sangat padat tetapi lahan pertaniannya kurang memadai untuk memperoleh pakan hijauan. Akan tetapi, kecamatan ini masih dapat dijadikan daerah pengembangan usaha penggemukan sapi potong jika dilihat dari lokasinya. Peternak-peternak pada kecamatan ini masih dapat memperoleh pakan hijauan untuk ternaknya dari kecamatan-kecamatan terdekat seperti Kecamatan Neglasari dan Batuceper. Jika dilihat dari ketersediaan hijauan, Kecamatan Karawaci juga memilki nilai KPPTR yang negatif sebesar -16,79 ST. Tetapi kecamatan ini masih dapat dijadikan daerah pengembangan usaha penggemukan sapi potong karena didukung
43
oleh ketersediaan fasilitas dan lingkungan. Fasilitas yang mendukung di kecamatan ini adalah adanya Rumah Potong Hewan (RPH) dan kelompok tani ternak sapi potong. Lingkungan juga mendukung karena pakan hijauan dapat diperoleh peternak dari kecamatan terdekat yang memilki ketersediaan hijauan lebih banyak yaitu Kecamatan Neglasari.
Selain itu, Kecamatan Benda dan Karawaci memilki
kepadatan penduduk yang cukup tinggi.
Hal ini merupakan peluang untuk
pengembangan usaha penggemukan sapi potong yaitu berupa ketersediaan sumberdaya manusia sebagai tenaga kerja peternakan. Kecamatan Tangerang, Cibodas, Jatiuwung, dan Kecamatan Periuk merupakan kecamatan yang berada di sekitar pusat kota.
Kegiatan-kegiatan di
kecamatan-kecamatan ini lebih diarahkan untuk kegiatan pemerintahan, industri, dan pemukiman sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan daerah pengembangan usaha penggemukan sapi potong.
Potensi Pasar Potensi pasar daging sapi di Kota Tangerang dapat dilihat dari segi permintaan. Oleh sebab itu, dibuat proyeksi permintaan untuk mengetahui potensi pasarnya. Tingkat permintaan dihitung berdasarkan tingkat konsumsi daging sapi per kapita per tahun dan jumlah penduduk pada tahun tertentu berdasarkan asumsi yang digunakan. Perhitungan proyeksi permintaan daging sapi di Kota Tangerang dapat dilihat pada Lampiran 5.
Proyeksi Konsumsi Daging Sapi Tahun 2006-2010 Proyeksi permintaan daging sapi di Kota Tangerang dilakukan melalui pendekatan pendapatan atau pendekatan ekonomi yang dihitung berdasarkan nilai elastisitas pendapatan. Perhitungan proyeksi permintaan ini menggunakan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Tangerang atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga dasar tahun 2000 (BPS, 2006). Berdasarkan PDRB tersebut diambil rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tahun 2001-2005 sebesar 6,37% (Lampiran 7).
Berdasarkan hasil penelitian Suheryati (2004),
elastisitas pendapatan yang diperoleh sebesar 0,38.
Maka, dalam perhitungan
proyeksi permintaan daging sapi ini menggunakan elastisitas pendapatan tersebut.
44
Prediksi besarnya konsumsi daging sapi per kapita per tahun di Kota Tangerang tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Proyeksi Konsumsi Daging Sapi Tahun 2006-2010
2006
Perubahan konsumsi (%) 1,0119
Tingkat konsumsi daging sapi (kg/kapita/tahun) 4,2702
2007
1,0239
4,3208
2008
1,0358
4,3711
2009
1,0477
4,4213
2010
1,0597
4,4719
Tahun
Keterangan :
Laju Peningkatan Pendapatan (LPPd) sebesar 3,14% dan elastisitas pendapatan sebesar 0,38.
Berdasarkan Tabel 12, konsumsi daging sapi di Kota Tangerang setiap tahunnya akan terus meningkat. Konsumsi daging sapi tahun 2006-2010 masingmasing adalah 4,2702 kg, 4,3208 kg, 4,3711 kg, 4,4213 kg, dan 4,4719 kg/kapita/tahun. Laju peningkatan konsumsi daging sapi setiap tahunnya meningkat relatif stabil. Pada tahun 2007, konsumsi daging sapi meningkat sebesar 1,18% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008-2010 laju peningkatan konsumsi daging sapi setiap tahunnya masing-masing sebesar 1,16%, 1,15%, dan 1,14%.
Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2006-2010 Untuk memproyeksikan permintaan daging sapi di Kota Tangerang tahun 2006-2010, selain harus diketahui konsumsi daging sapi per kapita per tahun tetapi juga harus diketahui jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2006-2010. Proyeksi jumlah penduduk Kota Tangerang dihitung berdasarkan rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) tahun 2001-2005 yaitu sebesar 3,23% (Lampiran 7). Proyeksi jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, jumlah penduduk Kota Tangerang terus meningkat setiap tahunnya. Laju peningkatan jumlah penduduk ini relatif stabil setiap tahunnya. Hasil proyeksi jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2006-2010 masing–masing sebesar 1.586.897; 1.636.550; 1.686.203; 1.735.856; dan 1.785.509 jiwa. Oleh karena itu, memproyeksikan jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2006-2010
45
sangat berpengaruh untuk mengetahui besarnya jumlah daging sapi yang akan diminta oleh masyarakat di Kota Tangerang. Tabel 13. Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun 2006-2010 Tahun
Perubahan Penduduk (%)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2006
1,0323
1.586.897
2007
1,0646
1.636.550
2008
1,0969
1.686.203
2009
1,1292
1.735.856
2010
1,1615
1.785.509
Keterangan : Jumlah penduduk tahun awal (2005) sebesar 1.537.224 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 3,23 %
Proyeksi Permintaan Daging Sapi Tahun 2006-2010 Tingkat permintaan daging sapi dihitung berdasarkan konsumsi daging sapi per kapita per tahun dan jumlah penduduk pada tahun tertentu. Laju pertumbuhan ekonomi dan Laju pertumbuhan penduduk sangat penting untuk memproyeksikan jumlah permintaan daging sapi termasuk dalam memproyeksikan tingkat konsumsi daging sapi per kapita per tahun dan jumlah penduduk. Hasil perhitungan proyeksi permintaan daging sapi di Kota Tangerang tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Proyeksi Permintaan Daging Sapi Tahun 2006-2010
2006
Permintaan Daging Sapi (kg/tahun) 6.776.367,57
Permintaan Daging Sapi (ekor/tahun) 456
2007
7.071.205,24
476
2008
7.370.561,93
496
2009
7.674.740,13
516
2010
7.984.617,69
537
Tahun
Keterangan : Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Tangerang sebesar 6,37%
Berdasarkan Tabel 14, setiap tahun permintaan daging sapi akan terus meningkat. Permintaan daging sapi meningkat relatif stabil setiap tahunnya. Permintaan daging sapi pada tahun 2007 meningkat sebesar 4,35% dibandingkan tahun sebelumnya.
Sedangkan untuk tahun 2008-2010 peningkatannya masing-
46
masing sebesar 4,23%, 4,13%, dan 4,04%. Proyeksi permintaan daging sapi tahun 2006-2010 masing-masing sebesar 6.776.367,57 kg, 7.071.205,24 kg, 7.370.561,93 kg, 7.674.740,13 kg, dan 7.984.617,69 kg/tahun. Permintaan daging sapi dalam bentuk ekor dihitung berdasarkan rata-rata persentase daging yaitu 55% dari karkas dan persentase karkas yaitu sebesar 60% dari bobot hidup serta rata-rata bobot hidup akhir dari sapi yang dipelihara peternak sapi potong di Kota Tangerang yaitu sebesar 450 kg. Perhitungan permintaan daging dalam bentuk ekor dapat dilihat pada Lampiran 7.
Jadi untuk beberapa tahun
mendatang, Kota Tangerang masih membutuhkan sapi potong yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan akan permintaan daging sapi.
Proyeksi permintaan
daging sapi di Kota Tangerang tahun 2006-2010 dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan produksi daging sapi di Kota Tangerang dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi di Kota Tangerang khususnya dan masyarakat luar Kota Tangerang umumnya.
47
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Secara umum Kota Tangerang masih memiliki berbagai sumberdaya peternakan yang dapat mendukung pengembangan usaha penggemukan sapi potong. Sumberdaya peternakan tersebut meliputi populasi ternak sapi potong, peternak, dan kelembagaan. 2. Berdasarkan perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR), Kota Tangerang secara teori masih mampu menambahkan ternak ruminansia sebesar 169,70 ST. Wilayah yang masih mampu ditambahkan ternak sapi potong adalah Kecamatan Neglasari karena memiliki nilai KPPTR terbesar. 3. Potensi pasar daging sapi yang dilihat dari segi permintaan juga memberikan peluang dan prospek yang cerah untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang. Hal ini dapat dilihat dari permintaan daging sapi di Kota Tangerang akan terus meningkat pada beberapa tahun mendatang.
Saran 1. Pengembangan usaha penggemukan sapi potong perlu dilakukan, terutama pada Kecamatan Neglasari. Kecamatan ini memiliki potensi yang cukup mendukung. 2. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam upaya meningkatkan usaha penggemukan sapi potong terutama dengan memberikan bantuan modal kepada peternak.
48
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan rahmat, atas segala pertolongan dan kemudahan serta jalan keluar dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Tak lupa pula shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW dan keluarganya serta para sahabatnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Burhanuddin, MM sebagai dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi dan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, memotivasi dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Dwi Joko Setyono, MS sebagai dosen penguji seminar, dan Bapak Ir. Ujang Sehabudin serta Ibu Dr. Ir. Henny Nuraeni, MSi sebagai dosen penguji sidang yang telah memberikan sumbangan pikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Tak lupa kepada Ibu Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi atas kesediaannya sebagai panitia seminar dan sidang serta kepada seluruh pegawai SEIP (Bapak Dodi, Bapak Kamto, Ibu Cicih, Bapak Tibyan, Bapak Tris, Umi Nyai) yang telah membantu segala administrasi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada kedua orang tua dan ketiga adik tercinta (Kiki, Anis, dan Irzat) atas kasih sayang, perhatian, pengorbanan, kesabaran, motivasi, dan iringan doa yang telah penulis rasakan selama ini dan untuk selamanya. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat tersayang Yuli, Dede, Ditha, Jenny, Irma, Yugo, Riyyan, Putra, Piliank, Fadli, Hermansyah, Suherman atas kebersamaan, perhatian, doa dan dukungan serta kenangan yang tak terlupakan yang diberikan kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Eva, Hesti, Risza, Mitha, Valent, Marisa, Suci, Sari, Mima, Sarah, Anas, Yulida, Irub, Fahmi, Donny, Rina, Dedi (MSP 40), Suci (TPT 41), Yongki (THT 41) dan kepada teman-teman Wisma Lestari (Lenny, Ayu, Marlia, Mira, Anis, Yeni) serta untuk semua teman-teman seiperz angkatan 40 dan 41 atas segala bantuan, dukungan, dan kebersamaannya. Kepada teman-teman kosan Mahadewi (Merlinda, Apry, Ganis, Mukti, Sihol, Sifa, Ika, Ramah, Putri, Jeanny, Nofa, Janah) atas dukungan dan kebersamaan yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pegawai Dinas Peternakan (Bapak Sugeng), Badan Pusat Statistik (Ibu Huriah, Ibu Mulyani),
49
dan Badan Perencanaan Daerah yang tidak dapat disebutkan satu per satu serta peternakpeternak atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan dalam penelitian ini. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua teman-teman maupun pihak yang mungkin belum disebutkan di atas yang telah memberikan bantuan terhadap kelancaran penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, April 2008
Penulis
50
DAFTAR PUSTAKA Brakely, J. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu peternakan. Edisi keempat. Terjemahan : Bambang Srigandono. UGM Press, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Tangerang dalam angka. Tangerang Dinas Peternakan. 2006. Data statistik peternakan 2005. Dinas Pertanian, Tangerang. --------------------. 2007. Data statistik peternakan 2006. Dinas Pertanian, Tangerang. Fauziyah, Oktavina T. H. 2007. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Bawang Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosworo, P. S. dan J. M. Levine. 1987. Pengembangan peternakan di Indonesia model, sistem dan peranannya. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Mubyarto. 1989. Pengantar ekonomi pertanian. Edisi ketiga. PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Mubyarto dan Suratno. 1981. Metodologi penelitian ekonomi. Yayasan Agro Ekonomika, Semarang. Rahardi, F., I. Satyawibawa dan R. N. Setyowati. 1993. Agribisnis peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta. Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2007. Pengantar, teori, dan kasus ekonomika pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta. Riyanto, B. 1997. Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan. Edisi keempat. BPFE. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rosida, I. 2006. Analisis potensi sumberdaya peternakan Kabupaten Tasikmalaya sebagai wilayah pengembangan ternak sapi potong. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarwono, B. dan H. M. Arianto. 2003. Penggemukan sapi potong secara cepat. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, S. 1999. Sapi perah, jenis ternak, pemeliharaan dan analisis usaha. Penebar Swadaya, Jakarta. Simanjuntak, A. K. 1986. Perngantar kuliah perencanaan pengembangan peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara tepat penggemukan sapi potong. PT Agromedia Pustaka, Jakarta. Smith, John B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, pembiakan, dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. UI Press, Jakarta. Sugeng, B. Y. 2006. Sapi potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
51
Suherni, S. 2006. Faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan usahaternak sapi perah (studi kasus di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suheryati. 2004. analisis permintaan daging sapi pada konsumen rumah tangga di daerah Kota Bekasi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan : S. G. N. Djiwa Darmadja. UGM Press, Yogyakarta.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Kepemilikan Ternak dan Konsumsi Bahan Kering pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kota Tangerang Peternak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata-rata Keterangan
Konsumsi Pakan (kg/ST/hari) Konsentrat Ampas Tahu Ampas Tempe Segar Bahan Kering Segar Bahan Kering Segar Bahan Kering 2 30 7,050 6 0,662 7 30 7,050 5 0,552 20 30 7,050 22 2,429 19 10 2,350 25 2,760 10 20 4,700 25 2,760 11 20 4,700 7 0,773 7 7 1,645 15 1,656 60 25 5,875 5 0,552 5 0,60 8 7 1,645 22 2,429 13 30 7,050 5 0,552 5 0,60 16 25 5,875 5 0,552 38 5 1,175 25 2,760 7 0,84 2 15 3,525 25 2,760 25 3,00 13 5 1,175 25 3,00 70 20 4,700 21 2,318 7 5 1,175 25 2,760 46 20 4,700 25 2,760 20 5 1,175 25 2,760 5 0,60 7 75 17,625 8 0,883 7 0,84 9 50 11,750 15 1,80 96 8 1,880 40 4,416 8 25 5,875 25 2,760 7 0,84 6 3 0,705 25 2,760 25 3,00 38 5 1,175 26 2,870 26 3,12 3 75 17,625 13 1,435 7 15 3,525 10 1,104 21 20 4,700 25 2,760 8 25 5,875 15 1,656 15 5 1,175 25 2,760 5 30 7,050 7 0,773 592 645 151,575 507 55,973 152 18,24 19,7 21,5 5,0525 16,9 1,866 5,07 0,608 : Hijauan berupa rumput lapang (BK rumput lapang, ampas tahu, dan ampas tempe yang digunakan masing-masing adalah 23,5%; 11,04% dan 12%) Kepemilikan Ternak (Satuan Ternak)
Hijauan
54
Lampiran 2. Lahan Penghasil Rumput Lapang di Kota Tangerang Luas Riil Lahan (Ha) Kecamatan
Sawah Tegalan/Ladang
Potensi Lahan Penghasil Rumput Lapang (Ha) Luas Lahan Bera (20% x Luas Sawah) (1) 8,60
Luas Galengan Sawah (2,5% x Luas Sawah) (2) 1,075
Luas Tegalan/Ladang (1% x Luas Tegalan/Ladang) (3) -
Total Lahan Penghasil Rumput Lapang (Ha) (1) + (2) + (3)
Ciledug
43
-
Larangan
28
-
5,60
0,700
-
6,300
Karang Tengah
42
91,30
8,40
1,050
0,913
10,363
Cipondoh
315
50,00
63,00
7,875
0,500
71,375
Pinang
308
335,96
61,60
7,700
3,359
72,696
Tangerang
14
81,00
2,80
0,350
0,810
3,960
Karawaci
28
49,71
5,60
0,700
0,497
6,797
Cibodas
15
4,80
3,00
0,375
0,048
3,423
Jatiuwung
28
12,80
5,60
0,700
0,128
6,428
Periuk
121
15,90
24,20
3,025
0,159
27,384
Neglasari
416
172,00
83,20
10,400
1,720
95,320
Batuceper
55
53,30
11,00
1,375
0,533
12,908
374
91,00
74,80
9,350
0,910
85,060
1.787
957,77
357,40
44,675
9,578
411,689
Benda Total
9,675
55
Lampiran 3. Populasi Ternak Ruminansia di Kota Tangerang Tahun 2005 Kecamatan
Jenis Ternak Ruminansia (Satuan Ternak/ST) Sapi Potong
Kerbau
Ciledug
-
Larangan Karang Tengah
Total (ST)
Kambing
Domba
-
3,78
3,50
7,28
-
-
7,14
4,48
11,62
-
-
12,32
8,54
20,86
102
-
7,00
28,98
137,98
63
17
13,02
3,64
96,66
Tangerang
5
6
5,32
8,54
24,86
Karawaci
38
-
2,94
87,22
128,16
Cibodas
-
-
19,04
39,76
58,80
Jatiuwung
-
-
15,26
7,84
23,10
Periuk
22
-
39,76
10,92
72,68
Neglasari
28
-
65,10
11,20
104,30
Batuceper
8
-
7,14
4,34
19,48
35
14
679,00
657,02
1.385,02
301
37
857,78
875,98
2.090,80
Cipondoh Pinang
Benda Total
56
Lampiran 4. Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KKPTR)
Kecamatan
Ciledug
Produksi Hijauan Total (Ton/Ha/Tahun) (3,75 x Total Lahan Penghasil Rumput Lapang) (1) 36,28000
KTTR (ST) ((1) / 1,84) (2)
Populasi Riil (ST) (3)
KPPTR (ST) (2) – (3)
19,717
7,28
12,437
Larangan
23,62500
12,840
11,62
1,220
Karang Tengah
38,86125
21,120
20,86
0,260
Cipondoh
267,65625
145,465
137,98
7,480
Pinang
272,61000
148,160
96,66
51,500
Tangerang
14,85000
8,071
24,86
-16,789
Karawaci
25,48912
13,850
128,16
-114,310
Cibodas
12,83625
6,980
58,80
-51,820
Jatiuwung
24,10500
13,100
23,10
-10,000
Periuk
102,69000
55,810
72,68
-16,870
Neglasari
357,45000
194,270
104,30
89,970
Batuceper
48,40500
26,310
19,48
6,830
318,97500
173,360
1.385,02
-1.211,660
1.543,8300
839,053
2.090,80
-1.251,352
Benda Total
Keterangan : - 3,75 = Produksi Bahan Kering (BK) lahan penghasil rumput lapang 1 Ha/Tahun yaitu sebesar 3,75 ton - 1,84 = Konsumsi Bahan Kering untuk penggemukan sapi potong di Kota Tangerang yaitu sebesar 1,84 ST/Ton/Tahun (Lampiran 7)
57
Lampiran 5.
Perhitungan Proyeksi Permintaan Daging Sapi di Kota Tangerang Tahun 2006-2010
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Laju Peningkatan Pendapatan (LPPd) Tingkat Konsumsi Daging Sapi (2005) Jumlah Penduduk (2005) Elastisitas Pendapatan
6,37% 3,23% 3,14%
0,0637 0,0323 0,0314 4,22 1.537.224 Jiwa 0,38
2006
Perubahan Konsumsi Daging Sapi (%) 1,0119
Tingkat Konsumsi Daging Sapi (kg/kapita/tahun) 4,2702
2007
1,0239
4,3208
2008
1,0358
4,3711
2009
1,0477
4,4213
2010
1,0597
4,4719
Tahun
Tahun 2006
Perubahan Penduduk (%) 1,0323
Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.586.897
2007
1,0646
1.636.550
2008
1,0969
1.686.203
2009
1,1292
1.735.856
2010
1,1615
1.785.509
2006
Jumlah Permintaan Daging Sapi (kg/tahun) 6.776.367,57
Jumlah Permintaan Daging Sapi (ekor/tahun) 456
2007
7.071.205,24
476
2008
7.370.561,93
496
2009
7.674.740,13
516
2010
7.984.617,69
537
Tahun
58
Lampiran 6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Konsumsi Daging Sapi, dan Jumlah Penduduk Kota Tangerang Tahun 2001-2005 Tahun
Jumlah Penduduk (Jiwa)
PDRB (Juta Rupiah)
Pendapatan Perkapita
Laju PDRB
2001
1.354.226
16.965.463
12.527.793
-
2002
1.416.842
17.984.150
12.693.123
6,00
2003
1.466.577
19.224.896
13.108.685
6,90
2004
1.488.666
20.332.135
13.657.956
5,76
2005
1.537.244
21.721.165
14.129.940
6,83
Keterangan : Tahun dasar 2000
Jumlah Penduduk Kota Tangerang dengan Laju Pertumbuhannya Tahun
Jumlah Penduduk (Jiwa)
2001
1.354.226
2002
1.416.842
2003
1.466.577
2004
1.488.666
2005
1.537.244
Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 4,62 3,51 1,51 3,26
Konsumsi Daging Sapi Per Kapita Per Tahun di Kota Tangerang
2001
Konsumsi Daging Sapi (kg) 2,6604
2002
3,9878
2003
4,5396
2004
4,0641
2005
3,6697
Tahun
59
Lampiran 7.
Perhitungan Konsumsi Bahan Kering dalam Setahun, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Laju Pertumbuhan Penduduk, Laju Peningkatan Pendapatan, dan Permintaan Daging Sapi (ekor)
* Berdasarkan konsumsi bahan kering harian untuk pakan hijauan (Lampiran 1) maka 1 satuan ternak dalam 1 tahun mengkonsumsi bahan kering sebesar : = 5,0525 kg/ST/hari x 365 hari x 0,001 ton = 1,8441625 ton
* Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Tangerang atas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga dasar tahun 2000 dihitung dengan data time series tahun 2001-2005. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi tahun 2001-2005 adalah : Rata-rata LPE =
6,00% + 6,90% + 5,76% + 6,83% = 6,37% 4
* Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Rata-rata laju pertumbuhan penduduk tahun 2001-2005 adalah : Rata-rata LPP =
4,62% + 3,51% + 1,51% + 3,26% = 3,23% 4
* Laju Peningkatan Pendapatan (LPPd) Laju peningkatan pendapatan merupakan selisih antara laju pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan penduduk. Laju peningkatan pendapatan di Kota Tangerang adalah : LPPd = LPE – LPP = 6,37% - 3,23% = 3,14%
60
* Permintaan Daging Sapi dalam Ekor Misalkan : permintaan daging sapi tahun 2006 = 6.776.367,57 kg Karkas = 60% x BH Daging = 55% x Karkas = 55% x (60% BH) = 3300% BH Maka Bobot Hidup (BH) dapat diperoleh dengan rumus : BH
=
Daging 33
=
6.776.367,57 33
= 205.344,47 kg Bobot Hidup akhir rata-rata pada usaha penggemukan sapi potong di Kota Tangerang sebesar 450 kg. 1 ekor = 450 kg Maka, permintaan daging sapi dalam ekor sebanyak : =
205.344,47 450
= 456 ekor
61