Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENYERAPAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM ANALISIS FUNGSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI PEDESAAN (Absorption in The Human Resources in Function Analysis of Cattle Fattening In Rural area) S. RUSDIANA, B. WIBOWO dan L. PRAHARANI Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59, Bogor 16151
ABSTRACT This study aimed to analyze the revenue function of beef cattle fattening (PO) which is run by the breeder males in the Village District Wonodoyo Cepogo Boyolali and analyze the feasibility of their business. Research carried out by direct observation in the field and method of recording a monthly survey by farm there are 30 respondents. The observed data, in this study were site conditions, the profile of beef cattle, outpouring of family work time and analyze the results of fattening cattle with the revenue analysis, Break Event Point Analysis (breakeven) production BEP, BEP Analysis of the efficiency of the price of capital (return on investment/ROI) and R/C methods. The results showed that fattening beef cattle (PO) male breeders get a net gain of Rp. 5,464,000/years/breeder, Break Event Point Analysis (breakeven) BEP production and price of tail 2,28 and Rp. 5,826,666, million/tail, Analysis of the efficiency of capital (return on investment/the ROI) 31.25% and R/C 1.3, workforce uptake amounted to 360 farmers for maintenance of HOK is Rp.1.800.000/year which means beef cattle fattening operations can be maintained or as an additional source of income of farmers. Key Word: Analysis Function, Beef Cattle, Fattening ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi pendapatan usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan yang dijalankan oleh peternak di Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali dan menganalisa kelayakan usahanya. Penelitian dilaksanakan dengan observasi langsung di lapangan dan metoda survei dengan farm recording bulanan terdapat 30 responden. Data yang diamati, kondisi lokasi, profil ternak sapi potong, curahan waktu kerja keluarga dan menganalisa hasil usaha penggemukan ternak sapi dengan metode analisis pendapatan, Analisis Break Event Point (titik impas) BEP produksi, BEP harga analisis efisiensi penggunaan modal (return on investment/ROI) dan R/C. Hasil penelitian menujukkan bahwa usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan peternak mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp. 5.464.000/tahun/peternak, analisis Break Event Point (Titik Impas) BEP produksi 2,28 ekor dan BEP harga Rp. 5.826.666/ekor, Analisis efisiensi penggunaan modal (return on investment/ROI) 31,25% dan R/C 1,3 serapan tenaga kerja peternak selama pemeliharaan sebesar 360 HOK sebesar Rp. 1.800.000/tahun yang artinya usaha penggemukkan ternak sapi potong dapat dipertahankan atau sebagai sumber tambahan pendapatan peternak. Kata Kunci: Analisis Fungsi, Sapi Potong, Usaha Penggemukan
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan diarahkan pada berkembangnya peternakan yang tangguh dengan tujuan meningkatkan hasil dan mutu produksi, menunjang pembangunan industri dan ekspor, meningkatkan pendapatan petani
dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja dengan perhatian khusus kepada pembanguanan peternakan rakyat yang merupakan bagian dari peternak di Indonesia (SOEHADJI, 1992). Ternak sapo potong termasuk sapi peranakan Ongole (PO) dalam keluarga petani mempunyai posisi yang
453
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
esensial dengan adanya keunggulankeunggulan seperti produksi daging, pupuk kandang, tenaga kerja, dan sumber tambahan pendapatan. Ternak sapi potong mempunyai peranan yang kompleks di dalam sistem pertanian di Indonesia. Fungsi ekonomi dan biologis, ternak sapi potong telah dikenal sejak lama. Ternak sapi potong merupakan salah satu ternak yang diharapkan sumbangannya guna meningkatkan pendapatan petani yang sekaligus memberikan peranan dalam pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Kenyataan yang ada di pedesaan pada umumnya usaha peternakan sapi potong masih sederhana, sehingga diupayakan suatu usaha introduksi inovasi teknologi peternakan yang sesuai dengan kondisi dan situasi wilayah sasaran dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan peternak (SURADISASTRA, 1993) dalam (AHMAD, 2005) usaha pemeliharaan ternak sangat diminati masyarakat karena dapat dipelihara dengan teknolgi yang sederhana dan hasilnya dapat menyumbangkan pendapatan petani di pedesaan. Pemeliharaan ternaknya di Desa Wonodoyo masih sederhana dan berskala kecil yang tidak berbeda dengan daerah-daerah lain. Desa Wonodoyo ini relatif padat penduduknya, dengan keterbatasan penguasaan sumberdaya lahan, pendapatan, inovasi dan teknologi. Keadaan demikian menunjukkan bahwa pola usaha pemeliharaan ternak sapi potong belum merupakan usaha komersial, yakni merupakan usaha sampingan yang ditandai dengan penguasaan ternak antara 2 – 5 ekor/kk dan tatalaksana pemeliharaan masih sederhana. Usaha sapi potong sangat berperan dalam kehidupan penduduk pedesaan pada skala kecil terbukti mampu membantu pendapatan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di sekitarnya. Ternak sapi potong dapat berfungsi sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat, juga sebagai tabungan, tambahan penghasilan, dan kotorannya dapat dijadikan sebagai sumber pupuk yang sekaligus memberikan keuntungan bagi petani. Tantangan terbesar dalam semua sistem produksi ternak di berbagai negara berkembang adalah pakan dan lahan, padahal faktor utama dalam menentukan produktivitas ternak sapi potong adalah terjaminnya ketersediaan hijuan pakan (ABDULLAH et al., 2005).
454
Sistem pemeliharaan dilakukan pola intensif dimana penyediaan pakan dilakukan oleh peternak (cut and carry). Pakan yang diberikan berupa hijauan yang bersumber dari tanaman naungan berupa leguminosa pohon (lamtoro dan gliricidia) ataupun yang dikembangkan pagar hidup sebagai pakan utama yang tersedia tiap hari. Untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan berbagai usaha telah banyak dilakukan seperti integrasi padi ternak atau pemanfaatan lahan perkebunan kelapa, perkebunan karet, kakau dan tanaman pangan (PRIYANTO, 2008). Pada sistem tersebut dilakukan dengan memanfaatkan vegetasi alami yang tumbuh atau limbah tanaman sebagai sumber hijauan lainnya. Pada komoditas tanaman pangan biasanya yang dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak adalah limbah produk utama (dedak, bekatul) maupun sisa-sisa panen yang mempunyai nilai ekonomis. Daya dukung lahan yang dimiliki masih memungkinkan bagi pengembangan usahaternak baik ruminansia maupun non ruminansia. Ketersediaan hijauan pakan ternak baik rumput atau berbagai limbah pertanian dan industri sebagai pakan ternak masih cukup tersedia bagi ternak ruminansia, serta daya dukung lahan yang dimiliki Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali merupakan kelebihan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usahaternak ruminansia, khususnya sapi potong (PO) Berkenaan dengan potensi usaha penggemukan sapi potong (PO) jantan dalam menyerap tenaga kerja keluarga, maka penelitian mengenai penyerapan tenaga keluarga petani dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran sampai seberapa jauh potensi tenaga kerja keluarga yang tersedia dan memberikan kontribusi pendapatan dalam usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan keraman dan menganalisis fungsi pendapatan pada peternak. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kebijakan selanjutnya. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali pada tahun 2009, lokasi ini merupakan salah satu
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
lokasi penelitian sistim usahatani terpadu dengan komoditas sapi potong (PO) dan sapi perah yang dipelihara dengan sistim keraman dalam usaha penggemukan, berdasarkan rekomendasi dari Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali mengingat lokasi ini merupakan salah satu kantong ternak ruminansia. Informasi diperoleh dengan observasi langsung di lapangan dan metoda survei dengan menggunakan 30 responden, meliputi kegiatan usaha pemeliharaan ternak sapi potong. Data yang diamati, curahan waktu kerja, luas kepemilikan lahan, kepemilikan ternak, umur, dan mata pencaharian. Penentuan lokasi penelitian data berdasarkan tata guna lahan dan informasi dari Dinas Peternakan setempat. Agroekosistem lokasi penelitian adalah yang mewakili daerah lahan kering. Data sekunder dan data primer yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif serta analisis ekonomi outpu-input usaha ternak sapi potong jantan (KADARIAH, 1988; GITTINGER, 1986). Analisis pendapatan dengan rumus: TR R/C rasio = TC R/C: imbangan penerimaan dan biaya TR: penerimaan total (total revenue) TC: biaya total (total cost)
TFC: total biaya tetap P: harga jual/ekor AVC: biaya variabel/ekor Analisis titik impas penjualan (BEP S) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya penjualan minimal yang tidak mengakibatkan usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) mengalami kerugian BEP penjualan dinyatakan dalam rupiah, dengan menggunakan rumus: TFC 1-TVC S TFC: total biaya tetap TVC: total biaya variabel S: nilai penjualan ternak
BEP =
Analisis ROI (return on investment) Analisis ini digunakan untuk menyatakan seberapa efisien modal usaha yang dipakai dalam usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) tersebut. Analisis ROI dinyatakan dalam % dengan rumus: ROI = Laba usaha × 100% Total biaya
Π = TR – TC Π: keuntungan (benefit) TR: penerimaan total (total revenue) TC: biaya total (total cost)
Besaran biaya tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus: (RUSDIANA et al., 2008)
Analisis titik impas produksi (BEP Q)
BTK: Biaya Tenaga Kerja/tahun HOK: Curahan tenaga kerja/tahun
Analisis titik impas produksi (BEP Q) Break Even Point Quality bertujuan untuk mengetahui berapa volume produksi minimal yang tidak mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian BEP diukur dengan menggunakan rumus: TFC BEP Q = P-AVC
BTK = HOK × PBR
HOK dirumuskan: HOK =
∑ jam × 360
/tahun
5 ∑ jam: Jumlah jam kerja yang dibutuhkan/ hari 5 jam kerja/hari (konversi tani) 360: konversi ke 1 tahun (360 hari)
455
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi lokasi penelitian Desa Wonodoyo memiliki luas wilayah 353,800 ha digunakan sebagai lahan pertanian atau sawah seluas 11,400 ha, lahan kering 342,4000 ha irigasi sederhana seluas 11,4 ha, pekarangan bangunan 109,560 ha, tegal atau kebun seluas 191,330 ha, padang penggembalaan seluas 18,200 ha dan yang lainnya 23,310 ha. Keadaan ini menggambarkan bahwa daerah ini memiliki prospek pengembangan usaha ternak, tanaman pangan, sayuran dan palawija. Jenis mata pencaharian penduduk adalah petani, buruh tani, pedagang, dan yang lainnya. Ternak ruminansia besar dan kecil merupakan usaha yang banyak digeluti penduduk, dengan jenis ternak yang diusahakan Terlihat pada Tabel 1 (DISNAK KEBUPATEN BOYOLALI, 2008). Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak sapi potong di Kecamatan Cepogo 10,131 ekor dan merupakan salah satu dari 19 Kecamatan yang ada di Kabupaten Boyolali terdiri dari 15 Desa yang mana
populasi sapi potong di Desa Wonodoyo yaitu 758 ekor atau sekitar 7,4% dari total populasi di Kecamatan Cepogo. Profil ternak sapi potong (PO) Sapi ongole bukanlah sapi asli Indonesia, melainkan berasal dari India. Sapi ini mulai dimasukkan ke Indonesia pad permulaan abad ke-20 dan ditemakan secara murni di Pulau sumba sehingga lebih dikenal dengan nama sapi sumba ongole. Sapi ongole mudah dikenal karena postur tubuhnya lebih besar dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya. Warna bulunya bervariasi dari putih sampai putih kelabu dengan campuran kepala sapi jantan berwarna putih keabu-abuan, sedangkan lututnya hitam. Anak yang baru lahir sering berwarna coklat dan setelah umur setahun berubah menjadi kelabu. Ukuran kepalanya panjang, telinga sedang dan agak tergantung. Tanduk sapi jantan pendek dan pada sapi betina panjang. Pundak bulat dan besar gelambir lebar dan tergantung mulai dari leher melalui perut hingga ambing atau skrotum.
Tabel 1. Jumlah ternak menurut jenisnya (ekor) Ruminansia besar/kecil
Uraian Wonodoyo
Sapi potong
Sapi perah
Kambing.
Domba
758
661
977
33
Jombang
646
630
853
28
Gedangan
643
575
725
26
Sumbung
682
1.168
960
30
Paras
295
304
646
28
Jelok
956
1.354
1.308
42
Bakulan
597
516
699
30
Miwis
718
904
790
28
Sukabumi
749
685
772
27
Gening
628
584
635
22
Cepogo
831
815
780
34
Kembangkuning
576
560
650
22
Cabeankunti
634
585
774
30
Candigatak
664
634
690
33
Gubug
652
608
823
28
Jumlah
10.131
10.784
16.081
443
Sumber: DISNAK KABUPATEN BOYOLALI (2008)
456
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tinggi jantan dewasa dapat mencapai 150 cm dengan bobot badan 600 kg, sedangkan betina dewasa mencapai tinggi badan 135 cm dengan bobot badan 450 kg. Pertambahan bobot badan dapat mencapai 0,47 – 0,81 kg/hari dan tergantung pakan yang diberikan, kuantitas dan kualitas. Pada tahun 1917, untuk pertama kali, sapi Ongole dikeluarkan dari Pulau Sumba dengan tujuan daerah Sulawesi Utara, Kalimantan dan Jawa. Namun sebenarnya untuk Pulau Jawa dan sumatera, pemasukan sapi Ongole sudah dimulai sejak tahun 1909 dalam rangka “Ongolisasi” sapisapi yang ada di kawasan barat Indonesia. (SIREGAR, 2007). Karakteristik peternak sapi potong Tabel 2 menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan, mata pencaharian dan luas pemilikan lahan tampak bahwa umur peternak sebagian besar masih produktif (33,33%). Dilihat dari tingkat pendidikan juga cukup sebesar (6,66%) berpendidikan SMA, peternak yang tidak tamat sekolah dasar hanya (20,00%). Mata pencaharian meliputi petani (66,67%), buruh tani (20,00%) dan lainnya (6,67%). Sedangkan luas kepemilikan lahan sekitar (50,00%) dan rata-rata kepemilikan ternak sekitar (53,33%). Curahan waktu usaha penggemukan ternak Berbeda dengan usahatani tanaman, tatalaksana usaha ternak umumnya meliputi kegiatan rutin yang bersifat mencari pakan, memberi makan/ransum membersihkan kandang, memandikan sehingga menyerap tenaga keluarga yang sangat besar. Terlihat pada Tabel 3. Rincian lengkap menunjukkan bahwa tenaga kerja keluarga yang dicurahkan
untuk usaha penggemukan sapi potong (PO) di Desa Wonodoyo sebesar 360 HOK, terdiri atas kegiatan mencari pakan (180 HOK), memberi makan 72 HOK dan perawatan ternak 108 HOK. Hal demikian menggambarkan sistem usaha pemeliharaan sapi potong cenderung mengalokasi tenaga kerja unit mengambil rumput lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian NANDANG et al. (1996). Tabel 2. Karakteristik peternak usaha penggemukan sapi potong (PO) Karakteristik Umur (tahun) 20 – 35 36 – 45 > 46 Pendidikan formal Tidak sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Mata pencaharian Petani Buruh tani Buruh non-pertanian Lainnya Luas pemilikan lahan (ha) 0,0 – 0,5 0,5 – 1,0 > 1,0 Rata-rata kepemilikan ternak (ekor) 1 – 3 ekor 4 – 6 ekor > 7 ekor
Jumlah responden (n-30)
Persentase (%)
6 10 14
20,00 33,33 46,67
6 14 8 2
20,00 46,67 26,67 6,66
20 6 2 2
66,67 20,00 6,67 6,67
5 15 10
16,67 50,00 33,33
16 9 5
53,33 30,00 16,67
Tabel 3. Rata-rata penggunaan waktu kerja peternak/tahun Jenis pekerjaan
Desa Wonodoyo n = 30 Rata-rata (jam/hari)
Tahun/hari (360)
1 HOK 5 jam
Mencari pakan
2,5
900
180
Memberi makan
1,0
360
72
Membersihkan kandang
1,5
540
108
Jumlah
4,0
1800
360
457
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Analisis usaha penggemukan sapi potong (PO) Analisis usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan di Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa biaya produksi tertinggi adalah pembelian bakalan atau bibit sebesar Rp. 9.750.000/ekor sekitar 75,62% dari total biaya produksi. Hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh beberapa peneliti HARDIANTO (1994) dan DIDIK dan APANDI (1996) yang menyatakan bahwa biaya produksi terbesar adalah bibit, berkisar antara 63 – 74% dari biaya total dan besarnya pendapatan peternak dalam usaha penggemukan ternak sapi potong jantan antara lain ditentukan oleh faktor suplai bakalan atau dari penambahan bobot badan. Hasil analisis fungsi pendapatan Analisis Titik Impas Produksi (BEP Q), Analisis Titik Impas Penjualan (BEP S), Analisis ROI (Return on Investment) dan Analisis kelayakan usaha (R/C Ratio), disajikan pada Tabel 4. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan adalah modal atau investasi pembelian ternak
atau bibit bakalan sebanyak 3 ekor/jantan, biaya produksi seperti: pembelian konsentrat, penyusutan kandang, peralatan habis pakan, harga atau nilai obat-obatan/biaya, dan tenaga kerja keluarga di hitung berdasarkan besarnya skala usaha secara bersama-sama yang berpengaruh sangat nyata terhadap keuntungan usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan/tahun pada tingkat peternak dengan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 5.464.000/tahun, Analisis Break Event Point (titik impas) produksi 2,28, dan BEP harga Rp. 5.826.666/ekor, Analisis efisiensi penggunaan modal (return on investment/ROI) 31,25% dan R/C 1,3% yang artinya usaha penggemukan ternak sapi potong dapat dipertahankan atau sebagai sumber pendapatan peternak. Dari hasil analisis usaha penggemukan sapi potong (PO) jantan di peternak secara sederhana selama satu tahun ternyata dapat menyumbang terhadap pendapatan rumah tangga pada petani ternak, sebesar Rp. 5.464.000 dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel 4. Analisis usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan skala 3 ekor/tahun Uraian
Nilai (Rp)
Persentase (%)
12.450.000
71,20
A. Biaya produksi Pembelian bakalan 3 ekor (@ Rp. 4.150.000/ekor) Obat-obatan
100.000
0.57
Peralatan habis pakai
100.000
0,57
Penyusutan kandang
120.000
0,68
Biaya pakan, dedak padi 6 kg/ekor/hari(@ Rp. 450
2.916.000
16,68
Perhitungan biaya tenaga kerja keluarga/tahun
1.800.000
4,80
Total biaya produksi
17.486.000
100
B. Pendapatan Penjualan bakalan 3 ekor (@Rp. 7.650.000/ekor)
22.950.000
100,00
Pendapatan bersih/tahun
5.464.000
100,00
R/C
1,3
BEP produksi (ekor)
2,25
BEP harga/ekor ROI
458
5.826.666 31,25
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Berikut ini beberapa metode analisis yang biasa dipergunakan:
R/C ratio = =
Analisis break event point (titik impas) Analisis ini merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel dalam kegiatan usaha, yang menggambarkan posisi biaya total sama dengan penerimaan total. Dengan kata lain, titik ini disebut titik impas usaha penggemukan sapi potong (PO) jantan akan dicapai dengan perhitungan sebagai berikut: BEP volume produksi =: =
Rp. 17.486.600 Rp. 7650.000
BEP harga =
Rp. 17.486.000 3/ekor
=
5.826.666/ekor
Hasil analisis usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan yang dijalankan selama satu tahun ternyata jumlah pengeluaran Rp. 17.486.000 dibagi jumlah produksi ternak sapi potong (PO) jantan 3 ekor ternyata mendapat harga satuan ekor Rp. 5.826.666 yang Artinya titik impas tercapai apabila sapi potong (PO) jantan hasil penggemukan dijual dengan harga Rp. 5.826.666/ekor. Analisis kelayakan usaha (R/C Ratio) Metode analisis ini merupakan angka banding antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan pada suatu usaha. Usaha dikatakan layak apabila angka R/C ratio-nya lebih besar dari 1. Untuk usaha penggemukan sapi potong (PO) jantan seperti di atas, perhitungan R/C ratio-nya sebagai berikut:
1,3
Hasil analisis usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan yang dijalankan selama satu tahun ternyata jumlah penerimaan Rp. 22.950.000 dibagi jumlah pengeluaran Rp. 17.464.600 ternyata mendapat 1,30 yang artinya, setiap peningkatan biaya sebesar Rp. 100 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1,3. Analisis efisiensi penggunaan modal (return on investment/ROI) ROI =
2,28
Hasil analisis usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan yang dijalankan selama satu tahun secara sederhana ternyata jumlah pengeluaran dibagi harga ternak sapi potong per ekor mendapat 2,28 yang artinya usaha tersebut yang di jalankan skala 3 ekor/jantan ternyata mencapai titik impas pada volume produksi sekitar:
Rp. 22.950.000 Rp. 17.486.600
=
Rp.5.464.000 Rp. 17.468.000
x 100%
31,25%
Hasil analisis usaha penggemukan ternak sapi potong yang dijalankan selama satu tahun ternyata jumlah keuntungan Rp. 5.464.000 di kali 100% bagi jumlah pengeluaran Rp. 17.486.000 ternyata mendapat 31,25% yang artinya, usaha penggemukan sapi potong (PO) jantan yang dijalankan menghasilkan pendapatan yang optimal. KESIMPULAN Usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan yang dijalankan oleh peternak dalam pengelolaan usaha selama satu tahun selalu mengoptimalkan penggunaan inputinput yang tidak tetap atau berlebih, seperti pakan konsentrat dan perlengkapan kandang, yang artinya tidak berdampak terhadap meningkatnya biaya berlebihan cukup propesional. Dari hasil usaha penggemukan ternak sapi potong (PO) jantan peternak mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp. 5.464.000/tahun, analisis Break Event Point (titik impas) BEP produksi 2,28 ekor dan BEP harga Rp. 5.826.666/ekor, analisis efisiensi penggunaan modal (return on investment/ROI) 31,25% dan R/C 1,3 dan serapan tenaga kerja peternak selama pemeliharaan sebesar 360 HOK sebesar Rp. 1.800.000/tahun, yang artinya usaha penggemukan ternak sapi potong dapat dipertahankan atau sebagai sumber pendapatan tambahan peternak di pedesaan.
459
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
DAFTAR PUSTAKA AHMAD, N.C. 2005. Karakteristik sosial ekonomi usaha pemeliharaan ternak kambing kacang di daerah lahan kering Desa Sambongbangi Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Pros. Pengembangan usaha Peternakan Berdaya Saing di Lahan Kering. Kerjasama dengan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada dan Puslitbang Peternakan, Bogor. ABDULLAH, L., P.D.M.H. KARTI dan S. HARDJOEWIGNYO. 2005. Reposisi tanaman pakan dalam kurikulum Fakultas Peternakan Pros. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. hlm. 11 – 17. DIDIK, E.W. dan L. AFFANDHY. 1996. Kajian ekonomis penggemukan sapi madura jantan dan kontribusinya terhadap pendapatan petani di lahan kering. Studi kasus di Desa Ranu Agung Kecamatan Tiris kabupaten probolinggo. Pros. Temu Ilmiah Hasil-hasil Penelitian Peternakan Aplikasi Hasil Penelitian untuk Industri Peternakan Rakyat. Bogor, 9 – 11 Nopember 1996. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 131 – 137. PRIYANTO, D. 2008. Model Usahatani integrasi kakau kambing dalam upaya peningkatan pendapatan petani. Wartazoa 18(1): 46 – 56. DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BOYOLALI. 2008. Dalam Angka Sementara 2008. Dinas Peternakan Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
460
GITTINGER, J.P. 1986. Analisis Ekonomi ProyekProyek Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia, Jakarta. HARDIANTO, R. 1994. Identifikasi perkembangan, kendala dan peluang usaha sapi potong di lahan kering DAS Brantas. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan Lahan Kering. Malang, 26 – 27 Oktober 1994. Pasuruan Sub Balitnak, Grati. hlm. 284 – 291. KADARIAH. 1988. Evaluasi Proyek Ekonomi. LPEE-UI, Jakarta.
Analisis
NANDANG, S., U. KUSNADI dan D. SUGANDI. 1996. Penyerapan tenaga kerja keluarga petani ternak oleh usaha penggemukan sapi peranakan ongole (PO). Kasus di Desa Candimulya, Kec. Krtek, Kab.Wonosoba. Pros. Temu Ilmiah Hasil-hasil Penelitian Peternakan Aplikasi Hasil Penelitian untuk Industri Peternakan Rakyat. Bogor, 9 – 11 Januari 1996. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 99 – 109. RUSDIANA, S dan D. PRIYANTO. 2008. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Domba Tradisional di Kabupaten Sukabumi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11 – 12 Nopember 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 538 – 544. SIREGAR. 2007. Penggemukan Swadaya, Jakarta
Sapi.
Penebar
SOEHADJI. 1992. Pembangunan peternakan dalam pembangunan jangka panjang. Pros AgriIndustri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm. 1 – 32.