ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG SERTA KEBERLANJUTANNYA (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)
ADE NOVITA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN ADE NOVITA. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong serta Keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung). Dibimbing Oleh AHYAR ISMAIL.
Sub sektor peternakan berperan sebagai penyedia protein hewani bagi masyarakat. Protein hewani sendiri memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif, dan berkualitas. Salah satu sumber protein hewani yang banyak disukai masyarakat adalah daging sapi. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat akan daging sapi juga turut meningkat. Disamping itu, meningkatnya tingkat pendidikan juga turut mendorong permintaan akan daging sapi. Permintaan tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani. Meningkatnya tingkat pendapatan perkapita juga dapat mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap daging sapi semakin meningkat. Permintaan masyarakat akan daging sapi tersebut tentunya harus diimbangi dengan tingkat produksinya. Salah satu upaya meningkatkan produksi daging sapi adalah dengan melakukan penggemukan sapi potong. PT Andini Persada Sejahtera merupakan salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dibidang penggemukan sapi potong melihat kondisi tersebut sebagai sebuah peluang dan tantangan untuk terus mengembangkan usahanya. Upaya menghasilkan hasil produksi tentunya melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana tingkat produksi dari perusahaan tersebut. Sejauh mana tingkat pendapatan perusahaan juga akan dilihat agar perusahaan peternakan ini dapat dijalankan dengan baik. Disamping itu, bagaimana keberlanjutan usaha juga akan coba dijelaskan agar kontinuitas pemotongan ternak dimasa yang akan datang bisa terpenuhi dan usaha dapat bertahan serta tetap berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada taraf nyata (α) 0,01 maka faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi berupa sapi potong pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, adalah sapi bakalan, pakan hijauan, dan pakan konsentrat. Elastisitas faktor produksi sapi bakalan memiliki pengaruh paling besar terhadap produksi sapi potong yaitu sebesar 0,890. Hal ini berarti setiap penambahan satu persen sapi bakalan akan meningkatkan produksi sebesar 0,890 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Total elastisitas produksi dari seluruh faktor produksi sebesar 1,4. Angka ini menunjukkan bahwa skala usaha penggemukan sapi potong ini adalah increasing return to scale yang berarti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar 1 persen akan menghasilkan tambahan produksi sebesar 1,4 persen. Jika dilihat dari pembagian daerah produksi, nilai total elastisitas produksi tersebut berada pada daerah produksi I atau disebut juga daerah irrasional karena pada daerah ini pendapatan maksimum pada perusahaan belum tercapai, pendapatan masih dapat diperbesar apabila penggunaan faktor produksi ditingkatkan. Elastisitas sebesar 1,4 menunjukkan bahwa belum tercapainya efisiensi teknis pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung.
Total biaya tetap dan biaya variabel pada perusahaan masing-masing adalah Rp 405.675.000 dan Rp 10.226.962.614. Total penerimaan perusahaan adalah Rp 12.582.671.750 yang berasal dari penjualan ternak sapi selama satu periode pemeliharaan. Maka total pendapatan PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, selama satu periode pemeliharaan adalah sebesar Rp 1.950.034.136. Pendapatan tersebut bernilai positif sehingga dapat diartikan juga bahwa selama satu periode pemeliharaan, perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.950.034.136. Nilai rasio penerimaan dan biaya pada perusahaan adalah 1,183. Nilai R/C ratio sebesar 1,183 dapat diartikan bahwa untuk setiap 1 rupiah yang dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan produksinya, perusahaan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,183 rupiah. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari 1 dan pendapatan ynag bernilai positif ini menunjukkan bahwa PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, menguntungkan untuk dijalankan. Penyediaan sumberdaya bahan baku sapi bakalan dan pakan pada perusahaan sejauh ini tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Mengenai ketersediaan sapi bakalan dari negara asal juga tidak pernah menjadi kendala dalam penyediaan sapi bakalan pada perusahaan. Mengenai musim yang ada di negara asal hanya memberikan pengaruh pada harga jual dan beli sapi bakalan saja. Perusahaan juga telah menyiapkan strategi tersendiri dalam penyediaan bahan baku pakan di masa mendatang sehingga prospek perusahaan kedepan dalam penyediaan sapi bakalan dan pakan akan terjamin. Penanganan limbah pada PT Andini Persada Sejahtera sendiri, baik limbah padat maupun limbah cair, tidak menggunakan cara khusus atau teknologi tertentu. Walaupun tidak dilakukan perlakuan khusus pada limbah peternakan, namun PT Andini Persada Sejahtera tetap memprioritaskan kepentingan lingkungan terlebih masyarakat sekitar. Kata kunci : penggemukan sapi potong, efisiensi produksi, pendapatan, keberlanjutan usaha.
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG SERTA KEBERLANJUTANNYA (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)
ADE NOVITA H44061638
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
:
Nama NRP
: :
Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong serta Keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung) Ade Novita H44061638
Menyetujui, Pembimbing,
Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr NIP : 19620604 199002 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus
:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS
EFISIENSI
PRODUKSI
DAN
PENDAPATAN
USAHA
PENGGEMUKAN SAPI POTONG SERTA KEBERLANJUTANNYA (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ade Novita dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1988 dari pasangan Bapak Erlan Noor Hakim dan Ibu Muni Patini. Penulis mengawali jenjang pendidikan di TK As-Saadah Jakarta pada tahun 1993. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri Balimester 03 Jakarta. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 62 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 54 Jakarta sampai dengan tahun 2006. Pada tahun 2006 melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswi program mayor Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (ESL FEM). Penulis mengambil program minor Ekonomi dan Studi Pembangunan. Selama mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan. Penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) periode 2007-2008 sebagai staf divisi Pendidikan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSDM). Periode 2008-2009 penulis menjadi pengurus himpunan profesi ESL yaitu Resource and Enviromental Economics Student Association (REESA) sebagai staf divisi Internal Development (ID). Selain itu penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus. Saat kuliah penulis juga menerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik).
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong serta Keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)” dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Konsumsi daging sapi akan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat. Kebutuhan tersebut harus diimbangi dengan produksi daging sapinya. Salah satu upaya peningkatan produksi daging sapi adalah dengan melakukan penggemukan sapi potong. Oleh karena itu penulis akan coba membahas bagaimana produksi dan pendapatan usaha penggemukan sapi potong, serta keberlanjutan usaha penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung. Skripsi ini ditulis dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat memperbaiki serta menyempurnakan skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Allah SWT atas ridho yang telah diberikan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1.
Mamikuu, papa Ali, dan mas Ditra atas doa, kasih sayang, perhatian, nasihat, pengorbanan, dorongan, dan berbagai bentuk dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Tak lupa untuk abah Erlan, doa ade selalu untuk abah.
2.
Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M. Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran, dan kritik dengan penuh keikhlasan dan kesabaran mulai dari awal penyusunan hingga akhir penulisan skripsi.
3.
Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji utama dan dosen pembimbing
akademik
yang
telah
memberikan
bimbingan
selama
perkuliahan dan memberikan masukan yang membangun bagi skripsi ini. 4.
Bapak Novindra, SP selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan saran dan kritik bagi penyempurnaan skripsi ini.
5.
Bapak Ir. Prihatin Nugroho selaku pemilik, Bapak Drs. Bagus Herbudiono, serta segenap karyawan PT Andini Persada Sejahtera yang telah memberikan kesempatan kepada penulis serta membantu pengumpulan data selama melakukan penelitian. Terima kasih juga untuk Bapak Soemardjo atas rekomendasi yang diberikan.
6.
Segenap dosen-dosen dan staff komisi pendidikan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas bimbingan, ilmu, kesabaran, dan bantuan yang diberikan.
7.
Teman-teman ESL 43 atas persahabatan dan kebersamaan yang terjalin. Irvan Sanjaya, Dwiyanti Nurshifa, serta teman-teman satu bimbingan Ario Hakim Wicaksono, Bryan Adha Langga Perkasa, dan Achmad Dhia Ulhaq.
8.
Tasya Adela, Fitria Astriana, Caresza Irfanti, Putri Damayanti, Ira Tria dan Suci Nurul, serta Ervina Aprianti dan Neza Fadia atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis, dorongan semangat, berbagi cerita, keceriaan, dan pengalaman hidup.
9.
Dian Hermalinda, Sri Huzaimah, Kak Hans Hartanto atas bantuannya diawal penyusunan skripsi. Tak lupa untuk Bayu Sasono Aji, terima kasih untuk segala doa, perhatian, bantuan, dan dorongan, terima kasih untuk tawa dan tangis yang telah diberikan sehingga menjadi pembelajaran bagi penulis.
10. Teman-teman yang selalu mendukung, Irna Monalisa, Desnita Suryantini, serta teman-teman IPA 1 SMA 54 khususnya para lempers. 11. Sepupu-sepupu dan keluarga besar yang selalu mendoakan. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ………………..…………………….…………………
xiv
DAFTAR GAMBAR ………..………………………….……………...…
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………..………………....
xvii
PENDAHULUAN ............................................................................
1
I.
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. II.
III.
Latar Belakang ......................................................................... Perumusan Masalah ................................................................. Tujuan Penelitian ..................................................................... Manfaat Penelitian ................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
1 8 11 11 12
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
13
2.1. Usaha Ternak Sapi Potong ....................................................... 2.2. Penggemukan Sapi Potong ...................................................... 2.3. Budidaya Penggemukan Sapi Potong ...................................... 2.3.1. Bakalan Untuk Digemukan ......................................... 2.3.1.1 Bakalan Lokal............................................... 2.3.1.2 Bakalan Impor ............................................. 2.3.2. Lokasi dan Kandang .................................................... 2.3.3. Pakan ........................................................................... 2.3.3.1. Pakan Hijauan .............................................. 2.3.3.2. Pakan Konsentrat ......................................... 2.3.3.3. Pakan Tambahan .......................................... 2.3.4. Penyakit ....................................................................... 2.3.4.1. Antraks (Radang Limpa) ............................. 2.3.4.2. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)/Penyakit Apthae Epizootica (AE) ……….………….. 2.3.4.3. Penyakit Ngorok (Mendengkur)/Penyakit Septichaema Epizootica (SE) ………..…… 2.3.4.4. Penyakit Radang Kuku atau Kuku Busuk (Foot Rot) …………………………..…….. 2.3.4.5. Bloat ............................................................. 2.3.4.6. Cacing Hati .................................................. 2.4. Penelitian Terdahulu ................................................................
13 15 18 18 19 20 22 24 26 26 27 27 28
KERANGKA PEMIKIRAN ...........................................................
33
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 3.1.1. Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi ...................... 3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Input ………………… 3.1.3. Konsep Pendapatan, Penerimaan, dan Biaya ………..
33 33 37 41
28 29 29 29 30 30
IV.
V.
VI.
3.1.3.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) ………………………………… 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
42 43
METODE PENELITIAN ...............................................................
47
4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Lokasi dan Waktu .................................................................... Jenis dan Sumber Data ............................................................. Penentuan Jumlah Sampel ....................................................... Pengumpulan Data ................................................................... Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………… 4.5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi 4.5.1.1. Uji Parsial (Uji-t) ......................................... 4.5.1.2. Uji Simultan (Uji-F) .................................... 4.5.1.3. Koefisien Determinasi ................................. 4.5.1.4. Metode Uji Ekonometrik ............................. 4.5.1.4.1. Uji Normalitas ........................... 4.5.1.4.2. Uji Multikolinearitas ................. 4.5.1.4.3. Uji Heteroskedastisitas .............. 4.5.2. Analisis Efisiensi Produksi ………………………….. 4.5.2.1. Efisiensi Teknis ........................................... 4.5.2.2. Efisiensi Ekonomis ...................................... 4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C ratio) …………………...…………………….... 4.5.4. Analisis Keberlanjutan Usaha ………………………. 4.5.5. Batasan Istilah .............................................................
47 47 48 49 49 50 56 58 59 60 60 62 62 63 64 65
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN …………………………
73
5.1. Keadaan Umum Lokasi Perusahaan ………………………… 5.2. Sejarah Perkembangan Perusahaan ……………………….…. 5.3. Tatalaksana Pemeliharaan …………………………………… 5.3.1. Ternak yang Dipelihara ……………………………... 5.3.2. Kandang ...................................................................... 5.3.3. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja ……………… 5.3.4. Pemberian Pakan dan Minum ………………………. 5.3.5. Kesehatan Ternak ………………………………….... 5.4. Produksi dan Pemasaran …………………………………..…
73 74 77 77 79 80 82 86 89
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………..…..
91
6.1. Analisis Fungsi Produksi PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ……………………………………….... 6.2. Analisis Efisiensi Produksi PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ……………………………………….... 6.2.1. Efisiensi Teknis ……………………………………... 6.3. Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ………………. 6.3.1. Biaya Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung …….…………
66 68 69
91 95 95 99 99
6.3.2. Penerimaan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung …….... 6.3.3. Pendapatan dan R/C ratio Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ……………………………………………... 6.4. Analisis Keberlanjutan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera ……………………………………. 6.4.1. Penyediaan Sapi Bakalan ………………………...…. 6.4.2. Penyediaan Bahan Baku Pakan …………………...… 6.4.3. Pengelolaan Limbah ………………………………....
107
108 110 110 114 117
VII. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 121 7.1. Kesimpulan ………………………………………………….. 7.2. Saran ………………………………………...……………….
121 122
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
123
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Kandungan Protein Dalam Berbagai Komoditi Daging …………
4
2
Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong Nasional, Tahun 2004 – 2008 ………………………...………….
4
Volume Impor Sapi Bakalan dan Daging Sapi Nasional, Tahun 2004 – 2008 ………………………………………………………
6
Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong Jawa Barat, Tahun 2004 – 2008 ….…………………..................
7
Jumlah Sampel Sapi Potong yang Digunakan Selama Satu Periode Pemeliharaan ……………………………………...……..
49
Populasi Ternak Dipelihara PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Saat Penelitian ……………………………….
78
Jam Kerja dan Jenis Kegiatan Karyawan Harian PT Andini Persada sejahtera, Cikalong Bandung …………………………....
82
8
Hasil Estimasi Faktor-Faktor Produksi …………………….…….
92
9
Hasil Analysis of Variance ……………………………………….
93
10
Nilai Elastisitas Produksi Setiap Faktor Produksi pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ……………………….......................
95
Koefisien Teknis Sapi Bulls, Steers, dan Heifers pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ……………………………………….
99
Biaya Penyusutan Bangunan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ………………………………………………………………
100
Biaya Penyusutan Mesin pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ………………………………………………………………
102
Biaya Penyusutan Peralatan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ………………………………………………………………
103
Biaya Tetap pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ……..
104
3 4 5 6 7
11
12
13
14
15
16 17 18 19
Biaya Variabel pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ……..
106
Total Biaya pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ……..
107
Total Penerimaan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ……..
108
Pendapatan dan R/C ratio pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 ………………………………………………………………
109
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1
Konsumsi Daging Sapi Nasional, Tahun 2004 – 2008 .……...…..
5
2
Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-Rata (PR) …………………………………………..
35
3
Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ………………………...
46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Bagan Struktur Organisasi Perusahaan ..........................................
126
2
Hasil Pengolahan Fungsi Produksi ................................................
127
3
Hasil Uji Normalitas ...................................................................
128
4
Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................
129
5
Kuesioner Penelitian ...................................................................
130
4
Dokumentasi Tempat Penelitian ....................................................
138
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah. Iklimnya tropis dan tersedia lahan subur dalam porsi yang cukup luas terbentang dari Sabang hingga Merauke. Faktor-faktor tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang potensial untuk dibangun usaha dalam sektor pertanian (agriculture sector), khususnya sub sektor peternakan. Usaha peternakan memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Setelah sempat terpuruk akibat krisis ekonomi, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sub sektor peternakan bangkit kembali dengan rata-rata pertumbuhan PDB antara tahun 2000-2006 sebesar 3,63 persen. Pada periode yang sama, angka tersebut di atas laju pertumbuhan sektor pertanian (2,66 persen/tahun), sub sektor tanaman pangan (2,05 persen/tahun), sub sektor perkebunan (3,24 persen/tahun), dan sub sektor kehutanan (-0,07 persen/tahun). Kemampuan sub sektor peternakan tumbuh dengan cepat disebabkan sudah berkembangnya industri peternakan, terutama ayam ras dan sapi potong (BPS, berbagai terbitan dalam Ilham, 2008). Sub sektor peternakan juga mendukung program ketahanan pangan baik sebagai penyedia bahan pangan bergizi tinggi ataupun sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Indonesia sebenarnya adalah pasar yang sangat besar untuk produk apapun yang dipasarkan disini. Berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 238 juta jiwa, jumlah ini menempati urutan ke empat jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah China, India, dan
Amerika1. Jumlah penduduk yang tinggi ini tentunya membutuhkan pasokan daging yang besar sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani. Peran protein hewani sangat penting dalam membantu meningkatkan kecerdasan bangsa. Sebenarnya ada dua macam protein yang biasa dikonsumsi masyarakat, yaitu protein hewani dan protein nabati. Namun peran protein hewani dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif, dan berkualitas hampir tidak dapat digantikan oleh protein nabati. Protein hewani memiliki semua asam amino esensial sehingga disebut protein lengkap. Sedangkan protein nabati yang dapat diperoleh antara lain dari padi-padian, biji-bijian, dan kacangkacangan, disebut protein tidak lengkap karena mempunyai kekurangan satu atau lebih asam amino esensial. Pemanfaatan protein oleh tubuh sangat ditentukan oleh kelengkapan kandungan asam amino esensial yang terkandung dalam protein yang dikonsumsi. Semakin lengkap asam amino esensial dan kandungannya dapat memenuhi kebutuhan tubuh, semakin tinggi nilai pemanfaatan protein tersebut bagi tubuh. Selain itu, protein hewani juga mengandung vitamin B12 dimana vitamin tersebut tidak ditemukan dalam protein nabati. Vitamin B12 bermanfaat dalam optimalisasi fungsi syaraf. Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan dan kualitas suatu bangsa maka konsumsi protein hewani di negara tersebut harus ditingkatkan karena dapat dipastikan konsumsi protein hewani di negara-negara maju sudah cukup tinggi2.
1
Penduduk Indonesia Terbanyak Keempat di Dunia. (http://www.antaranews.com/berita/1280760251/penduduk-indonesia-terbanyak-keempat-didunia). Tanggal akses : 29/07/2010. 2 Membangun Kesadaran Pentingnya Mengonsumsi Protein Hewani. (http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&sid=990). Tanggal akses : 24/07/2010
Selain tingginya jumlah penduduk, meningkatnya tingkat pendidikan juga turut mendorong permintaan akan produk peternakan. Permintaan tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani yang berasal dari produk-produk peternakan. Meningkatnya tingkat pendapatan perkapita juga dapat mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap produk peternakan semakin meningkat. Hal-hal tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan usaha ternak dan menjadikan usaha ternak sebagai lahan usaha yang prospektif untuk dikelola. Disamping itu pengembangan usaha ternak diharapkan dapat memenuhi tantangan
dalam
ketahanan
pangan,
lapangan
pekerjaan,
kesejahteraan
masyarakat, serta perekonomian nasional. Jenis ternak yang umumnya diusahakan di Indonesia adalah jenis ruminansia (seperti sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba) dan non ruminansia (seperti ayam, itik, babi). Estimasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2006 menggambarkan bahwa dalam 5 tahun ke depan Indonesia akan mengalami surplus produksi daging unggas, daging non unggas, daging non sapi, dan telur. Sementara itu, untuk produksi daging sapi masih akan mengalami defisit. Berdasarkan estimasi tersebut diduga bahwa masalah yang dihadapi adalah pemenuhan kecukupan daging sapi 3. Padahal daging sapi itu sendiri memiliki persentase protein yang paling tinggi diantara komoditi daging lainnya. Persentase protein tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Mengapa Swasembada Daging saja tidak Cukup? (http://bangkittani.com/wacana/mengapaswasembada-daging-saja-tidak-cukup/). Tanggal akses : 23/07/2010.
Tabel 1. Kandungan Protein dalam Berbagai Komoditi Daging (persen) Jenis daging Sapi Kerbau Kambing Domba Ayam Itik Protein 18,8 18,7 16,6 17,1 18,2 16,0 Sumber : Karyadi dan Muhilal, Kecukupan Yang Dianjurkan (1992)4
Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai kontribusi terbesar sebagai penghasil daging. Data populasi, jumlah pemotongan, dan produksi daging sapi dari Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak) di Indonesia tahun 2004 hingga tahun 2008 menunjukkan bahwa populasi ternak sapi potong terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun tersebut. Jumlah pemotongan sapi potong yang tercatat sedikit mengalami penurunan pada tahun 2005, namun di tahun-tahun selanjutnya jumlah pemotongan tersebut terus meningkat. Produksi daging sapi sendiri mengalami fluktuasi yang beragam dari tahun 2004 hingga tahun 2008. Produksi daging mengalami penurunan pada tahun 2005, kemudian meningkat di tahun 2006, kembali menurun di tahun 2007 dan kembali meningkat di tahun 2008. Produksi daging sapi sendiri menduduki peringkat pertama perkembangan produksi daging non unggas di Indonesia. Produksi daging sapi ini menggambarkan penawaran daging sapi dalam negeri. Penjelasan di atas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong Nasional, Tahun 2004 - 2008 Tahun Populasi (ekor) Jumlah pemotongan (ekor) Produksi daging (ton) 2004 10.532.889 1.733.360 447.573 2005 10.569.312 1.653.770 358.707 2006 10.875.125 1.799.781 395.842 2007 11.514.871 1.885.952 339.479 2008 12.256.604 1.899.107 392.551 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2009)
4
Manfaat Protein Hewani. (http://putradurie.blogspot.com/2008/04/manfaat-protein-hewani.html). Tanggal akses : 24/07/2010
Menurut Direktorat
Kesmavet
(Kesehatan
Masyarakat
Veteriner),
Ditjennak Kementrian Pertanian RI, permintaan daging sapi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, sejalan dengan peningkatan populasi penduduk dan perbaikan pendapatan yang juga akan mempengaruhi elastisitas permintaan daging sapi. Daging sapi merupakan komoditi yang memiliki elastisitas tinggi terhadap permintaan seiring dengan meningkatnya taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Permintaan daging sapi tersebut digambarkan oleh konsumsi daging sapi dalam negeri. Subagyo (2009) menyatakan konsumsi daging sapi di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 447.908 ton. Namun pada tahun selanjutnya menurun cukup signifikan menjadi 302.203 ton. Penurunan konsumsi masih terus berlanjut hingga tahun 2006, akibat melambungnya harga bahan bakar minyak yang terjadi pada akhir tahun 2005 sehingga menyebabkan turunnya daya beli masyarakat pada waktu itu. Pada tahun 2007 konsumsi daging sapi meningkat mencapai 453.844 ton dan selanjutnya tahun 2008 menurun mencapai angka 395.035 ton. Grafik konsumsi daging sapi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1. 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Konsumsi Daging Sapi Nasional (000 ton)
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber : Kementrian Pertanian Republik Indonesia dalam Subagyo (2009)
Gambar 1. Konsumsi Daging Sapi Nasional, Tahun 2004 - 2008 Penurunan konsumsi daging sapi mulai tahun 2004 - 2006 adalah sebesar 32,53 persen pada tahun 2005 dan 68,93 persen pada tahun 2006 dimana konsumsi daging sapi tahun 2006 sebesar 93,9 ribu ton. Pada tahun 2007 konsumsi daging sapi meningkat sangat tinggi yaitu sebesar 383,33 persen dan kembali menurun di tahun 2008 sebesar 12,96 persen. Namun demikian konsumsi daging sapi diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya dan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia. Peningkatan konsumsi daging sapi belum dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya, sehingga terjadi jurang yang semakin lebar antara permintaan dan penawaran daging sapi. Hal ini memaksa pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan impor daging sapi (Subagyo, 2009). Impor komoditas sapi ke Indonesia, baik daging sapi maupun sapi bakalan cukup tinggi. Jumlahnya pun meningkat setiap tahunnya. Selain karena banyaknya permintaan akan daging sapi, tingginya impor juga dikarenakan ketersediaan sapi lokal yang sangat terbatas. Adanya impor ini diharapkan juga dapat menahan laju pemotongan sapi lokal dan menjaga keberlangsungan sapi lokal tersebut. Jumlah impor komoditas sapi disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Volume Impor Sapi Bakalan dan Daging Sapi Nasional, Tahun 2004 - 2008 Jenis Komoditi Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Sapi bakalan (000 ekor) 235,8 256,2 265,7 414,2 570,1 Daging sapi (000 ton) 11,8 21,5 25,9 39,4 45,7 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2009)
Berbagai keterangan diatas telah menjadi motivasi tersendiri bagi peternak dalam upaya memenuhi permintaan masyarakat akan kebutuhan daging sapi.
Terlebih lagi daging sapi juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak disukai konsumen. Harga daging sapi juga cenderung stabil bahkan meningkat. Oleh karena itu usaha ternak sapi potong dapat menjadi lahan usaha yang potensial untuk dikelola, produksi daging sapi juga harus ditingkatkan lagi agar dapat memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi daging sapi adalah dengan melakukan penggemukan sapi potong. PT Andini Persada Sejahtera sebagai salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dibidang penggemukan sapi potong melihat kondisi tersebut sebagai sebuah peluang dan tantangan untuk terus mengembangkan usahanya. Perusahaan ini terletak di Provinsi Jawa Barat yang merupakan sumber produksi daging sapi terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Jumlah populasi, pemotongan ternak yang tercatat, dan produksi daging sapi untuk Provinsi Jawa Barat dari tahun 2004 hingga tahun 2008 dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong Jawa Barat, Tahun 2004 - 2008 Tahun Populasi (ekor) Jumlah pemotongan (ekor) Produksi daging (ton) 2004 232.949 282.353 79.029 2005 234.840 256.981 72.529 2006 254.243 273.163 77.759 2007 272.264 270.569 50.646 2008 295.554 297.004 70.010 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2009)
Populasi ternak sapi potong di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara itu, jumlah pemotongan dan produksi daging mengalami naik turun selama tahun 2004 hingga tahun 2008 tersebut. Jumlah pemotongan dan produksi daging mengalami penurunan pada tahun 2005, namun di tahun berikutnya jumlah keduanya meningkat. Tahun 2007 jumlah
pemotongan dan produksi daging pun kembali menurun, dan di tahun 2008 jumlah keduanya kembali meningkat. Keberadaan PT Andini Persada Sejahtera turut berkontribusi dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging sapi dalam negeri, khususnya Jawa Barat dan sekitarnya karena hampir 80 persen hasil produksi perusahaan ini dipasarkan di wilayah Jawa Barat. Seperti diketahui juga bahwa Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan penduduk terpadat di Indonesia. Wilayah ini juga dekat dengan beberapa daerah konsumen (consumer oriented) di Indonesia. Melalui penggemukan sapi yang dilakukan perusahaan ini, sapi-sapi bakalan dipelihara sampai batas waktu tertentu hingga bobot badannya bertambah dan tentunya akan meningkatkan jumlah daging yang dihasilkan juga. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi kebutuhan daging sapi yang memerlukan pemotongan sapi potong secara kontinu. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana tingkat produksi dari perusahaan tersebut. Jika produksi berada pada tingkat efisien, tentunya dapat memberikan hasil produksi optimum yang akan menghasilkan keuntungan maksimum bagi perusahaan. Sejauh mana tingkat pendapatan peternakan juga akan dilihat agar usaha peternakan ini dapat dijalankan dengan baik. Disamping itu, bagaimana keberlanjutan usaha juga akan coba dijelaskan agar kontinuitas pemotongan ternak dimasa yang akan datang bisa terpenuhi dan usaha dapat bertahan dan tetap berjalan dengan baik. 1.2. Perumusan Masalah Tingginya jumlah penduduk, meningkatnya taraf hidup dan tingkat ekonomi masyarakat turut mendorong meningkatnya konsumsi daging. Hal
tersebut menjadi faktor pendorong bagi berkembangnya industri daging, sehingga membuka peluang bagi usaha penggemukan sapi potong. Salah satu perusahaan peternakan yang memiliki skala usaha cukup besar adalah PT Andini Persada Sejahtera yang berada di Provinsi Jawa Barat, tepatnya wilayah
Cikalong,
Bandung
Barat.
Perusahaan
ini
bergerak
dibidang
penggemukan sapi potong dengan jumlah ternak mencapai 2000 ekor dan memasok sekitar 80 persen hasil produksinya ke wilayah Jawa Barat. Produksi daging sapi di Jawa Barat sendiri merupakan yang terbesar kedua setelah Jawa Timur. Proses produksi yang dilakukan PT Andini Persada Sejahtera ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi. Kegiatan produksi ini tentu saja membutuhkan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memperoleh hasil produksinya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka timbul pertanyaan faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap output yang dihasilkan. Dalam menjalankan usahanya, setiap perusahaan pasti akan berupaya untuk menggunakan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan sejumlah output tertentu, begitu juga yang dilakukan oleh PT Andini Persada Sejahtera. Output yang dihasilkan disamping dapat memberikan penerimaan pada perusahaan juga dapat membantu memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis efisiensi produksi untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi perusahaan. Jika produksi berada pada tingkat efisien artinya produksi pada perusahaan dapat mencapai tingkat optimal dimana pada tingkat tersebut perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal.
Keuntungan juga merupakan tujuan dari setiap usaha, tidak terkecuali PT Andini Persada Sejatera. Untuk itu diperlukan analisis pendapatan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh perusahaan, apakah perusahaan memperoleh keuntungan atau kerugian atas produksi yang dijalankannya. Pendapatan ini merupakan selisih antara penerimaan dan biaya. Perhitungan penerimaan dan biaya yang baik dan benar akan membantu perusahaan agar dapat menentukan kebijakan yang nantinya berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi yang digunakan. Disamping itu juga dapat membantu agar perusahaan berjalan dengan baik dan nantinya diharapkan dapat memperluas usahanya. Selain keuntungan, setiap usaha juga pasti menginginkan agar usahanya dapat terus berjalan. Untuk itu diperlukan juga analisis mengenai keberlanjutan usaha untuk melihat sejauh mana perusahaan melakukan persiapan demi kelanjutan usaha dimasa yang akan datang. Keberlanjutan usaha ini akan dianalisis dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta penanganan limbah. Sapi bakalan dan pakan merupakan sumberdaya bahan baku utama yang dapat menunjang keberlangsungan usaha. Penanganan limbah juga diperlukan agar keberlanjutan usaha dapat berjalan harmonis dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Dari uraian-uraian di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut : 1.
Apa saja faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi sapi potong hasil penggemukan pada perusahaan?
2.
Bagaimana tingkat efisiensi produksi pada usaha penggemukan sapi potong ini?
3.
Bagaimana tingkat keuntungan usaha penggemukan sapi potong ini, yang ditunjukkan oleh pendapatan perusahaan tersebut?
4.
Bagaimana keberlanjutan usaha penggemukan sapi potong ini, dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta penanganan limbah?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1.
Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi sapi potong pada perusahaan.
2.
Menganalisis tingkat efisiensi produksi pada usaha penggemukan sapi potong ini.
3.
Menganalisis tingkat pendapatan usaha penggemukan sapi potong ini.
4.
Menganalisis keberlanjutan usaha penggemukan sapi potong ini, dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta penanganan limbah.
1.4. Manfaat Penelitian Bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat melatih kemampuan analisis terhadap suatu permasalahan yang terkait dengan efisiensi produksi, pendapatan, dan keberlanjutan suatu usaha peternakan dengan mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi PT Andini Persada Sejahtera mengenai alokasi faktorfaktor produksi, efisiensi produksi, pendapatan, serta keberlanjutan usaha sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam
melakukan produksi dan masukan bagi perbaikan produksi kedepannya. Bagi pelaku usaha, pemerintah, maupun pemilik modal yang berminat terhadap usaha penggemukan sapi potong, penelitian ini dapat menjadi rujukan dan informasi mengenai efisiensi, keuntungan, dan upaya keberlanjutan usaha tersebut. Selain itu penelitian ini diharapkan juga memberikan manfaat bagi peneliti lain yang akan melakukan studi selanjutnya sebagai bahan referensi. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian
ini
merupakan
studi
kasus
pada
perusahaan
yang
mengkonsentrasikan kegiatan usahanya pada penggemukan sapi potong, yaitu PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung. Untuk menganalisis pendapatan usaha, data yang digunakan berasal dari keseluruhan ternak sapi yang ada di peternakan. Sedangkan untuk menganalisis efisiensi produksi, digunakan data sampel ternak sapi potong yang berada dalam satu masa pemeliharaan. Pendapatan usaha juga dihitung dalam kurun waktu satu masa pemeliharaan dimana hasil produksi berupa sapi yang siap dipotong pada satu masa pemeliharaan tersebut diasumsikan terjual seluruhnya. Dalam pengembangannya, penelitian ini juga mengkaji mengenai bagaimana keberlanjutan usaha dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta penanganan limbah.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Ternak Sapi Potong Pemilihan ternak sapi disesuaikan dengan tujuan usaha peternakan yang dilaksanakan. Tipe ternak yang akan dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, misalnya dipilih ternak sapi tipe pedaging atau sapi potong. Ciri-ciri sapi tipe pedaging adalah : (a) tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat atau balok; (b)
kualitas
dagingnya
maksimum
dan
mudah
dipasarkan;
(c)
laju
pertumbuhannya cepat; (d) cepat mencapai dewasa; (e) efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 1995). Menurut Suryana (2009), sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga, yaitu : intensif, ekstensif, dan usaha campuran (mixed farming). Pada pemeliharaan secara intensif, sapi dikandangkan secara terusmenerus atau hanya dikandangkan pada malam hari dan pada siang hari ternak digembalakan. Pola pemeliharaan sapi secara intensif banyak dilakukan petani peternak di Jawa, Madura, dan Bali. Pada pemeliharaan secara ekstensif, ternak dipelihara di padang penggembalaan dengan pola pertanian menetap atau di hutan. Pola tersebut banyak dilakukan peternak di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Sulawesi. Usaha ternak sapi potong di Indonesia berkembang sangat banyak. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, rumah tangga peternak di Indonesia berjumlah 4.980.302 dan 58 persen dari jumlah tersebut atau sebesar 2.888.575 adalah rumah tangga peternak sapi potong5.
5
Mengapa Swasembada Daging saja tidak Cukup? (http://bangkittani.com/wacana/mengapaswasembada-daging-saja-tidak-cukup/). Tanggal akses : 23/07/2010.
Banyak sistem yang biasa digunakan untuk mengembangkan ternak sapi potong. Salah satu sistem yang paling dikenal adalah sistem kandang dalam lembaga yang berbadan hukum resmi seperti koperasi. Sistem ini termasuk sistem berskala besar karena jumlah sapi yang dibudidayakan bisa mencapai ratusan ekor. Namun di beberapa daerah seperti Sumatera Barat, mulai berkembang sistem ternak sapi potong berskala rumah tangga yang menggunakan cara konvensional
sehingga
memudahkan
sebuah
rumah
tangga
untuk
mengembangkan usaha ternak sapi potongnya. Sistem ini dikembangkan karena usaha ternak sapi potong dipandang sebagai bentuk usaha yang dapat memberikan tambahan pendapatan kepada para peternak kecil skala rumah tangga tersebut sekaligus mengangkat masyarakat ekonomi lemah. Ternak sapi potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Usaha ternak ini bersifat kecil sehingga pembuatan kandang biasanya berbentuk tunggal. Hal teknis lainnya seperti ukuran kandang untuk seekor sapi tidak jauh berbeda dengan ukuran kandang untuk penggemukan sapi komersil dalam skala besar6. Industri penggemukan sapi potong sendiri mulai berkembang dengan pesat pada tahun 1992 yang ditandai dengan berdirinya beberapa perusahaan penggemukan sapi feedlot. Jumlah ini berkembang terus hingga mencapai lebih dapi 40 perusahaan pada tahun 1997 yang tersebar terutama di Pulau Jawa dan Lampung dengan total impor sapi bakalan berkisar antara 300.000 - 400.000 ekor per tahun7.
6
Bisnis Ternak Sapi Potong Tetap Menguntungkan. (http://kaitokid724.multiply.com/journal/item/13). Tanggal akses : 23/07/2010 7 Peluang Usaha Budidaya Sapi Potong. (Peluang Usaha Budidaya Sapi Potong _ Maju bersama UKM http _binaukm.com.htm). Tanggal akses : 17/07/2010
2.2. Penggemukan Sapi Potong Menurut Sugeng (1998), dalam usaha penggemukan sapi potong ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu langkah awal usaha penggemukan, sistem penggemukan, dan lama penggemukan. Syarat yang perlu diperhatikan dalam langkah awal usaha penggemukan sapi potong adalah : (1) keseragaman sapi, dalam hal ini menyangkut keseragaman tipe, umur dan besar tubuh; (2) jumlah sapi sesuai dengan jumlah modal, dimana modal ini digunakan untuk menyediakan fasilitas penunjang seperti kemudahan dalam memperoleh pakan, kandang, serta kemampuan peternak dalam pengelolaan dan manajemen; (3) penggunaan bangsa sapi, yang dipilih sebaiknya adalah bangsa sapi yang sudah beradaptasi baik dengan lingkungannya. Sugeng (1998) membedakan sistem penggemukan sapi pedaging menjadi tiga macam yakni sistem kereman, sistem dry lot fattening, dan sistem pasture fattening. Penggemukan sapi sistem kereman merupakan sapi yang dipelihara dan dikerem (disekap) dalam kandang terus-menerus selama periode tertentu. Sapisapi tersebut diberi makan dan minum di dalam kandang, tidak digembalakan ataupun dipekerjakan. Pakan yang diberikan adalah rumput dan pakan penguat yang terdiri dari campuran dedak dan ubi kayu. Pakan penguat diberikan sebanyak 3 kilogram per ekor per hari. Pada umumnya sapi yang digemukkan dipilih sapi jantan berumur 1 - 2 tahun. Lama penggemukan berlangsung selama 3 - 4 bulan. Keuntungan sistem penggemukan ini adalah petani bisa memperoleh pupuk untuk keperluan usaha pertanian dan petani tidak memerlukan biaya dan tenaga yang besar karena caranya masih sederhana. Sedangkan kelemahannya adalah
pertumbuhan sapi lambat sehingga kenaikan berat badan sangat rendah, hanya 0,35 kilogram per hari. Penggemukan dengan sistem dry lot fattening merupakan salah satu cara penggemukan yang mengutamakan pemberian pakan berupa biji-bijian secara penuh, sedangkan pakan hijauan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas. Dalam sistem penggemukan ini, sapi yang dipelihara juga tinggal dalam kandang terus-menerus,
tidak
digembalakan
ataupun
dipekerjakan.
Pelaksanaan
penggemukan sesuai dengan kriteria sebagai berikut : (1) sapi calon penggemukan dipilih yang berumur 1 tahun; (2) pada umumnya penggemukan berlangsung selama 3 - 6 bulan; (3) pakan berupa konsentrat (biji-bijian) diberikan dalam kandang. Keuntungan penggemukan dry lot fattening ini adalah sapi cepat menjadi gemuk dan pertumbuhan pesat karena sapi-sapi banyak mendapatkan unsur karbohidrat dan lemak. Sedangkan kelemahannya adalah cara ini hanya bisa dilakukan di daerah/negara yang kaya akan hasil ikutan seperti dedak, bungkil, dan sebagainya. Sistem penggemukan pasture fattening, dimana pada sistem ini sapi-sapi digembalakan disuatu lapangan penggembalaan yang luas sebagai sumber penyedia pakan utama hijauan. Pelaksanaan penggembalaan adalah sebagai berikut ; (1) sapi calon penggemukan dipilih yang umurnya sekitar 2,5 tahun karena sapi tersebut sudah tumbuh sempurna, terlebih rumennya yang sudah berfungsi penuh sehingga sangat efisien terhadap penggunaan pakan rumput; (2) lama penggemukan berlangsung 6 - 8 bulan; (3) sapi dilepas di lapangan penggembalaan yang luas dengan tanaman hijauan yang memadai dan berkualitas tinggi. Keuntungan penggemukan sistem ini adalah dapat menghemat tenaga kerja
dan biaya karena sapi merumput sendiri dipadang penggembalaan, sedangkan rumput merupakan bahan pakan yang murah dibandingkan dengan konsentrat. Disamping itu juga tidak memerlukan pembuatan kandang secara khusus. Sapisapi
yang digembalakan sekaligus juga dapat menyebarkan pupuk melalui
kotorannya. Sedangkan kelemahannya adalah lamanya waktu penggemukan, hanya bisa dilakukan pada daerah yang memiliki lahan cukup luas, dimusim kemarau sapi-sapi akan kekurangan volume dan mutu pakan yang memadai, lapangan penggembalaan memerlukan peneduh berupa pepohonan serta sumber air yang cukup, dan sapi-sapi akan banyak kehilangan energi karena berjalan mencari rumput. Sistem penggemukan dengan perpaduan antara dry lot fattening dan pasture fattening juga bisa dilakukan. Sapi-sapi yang dipelihara diberi pakan penguat dan digembalakan di lapangan. Pada saat hijauan sulit diperoleh sapi diberi pakan penguat, sedangkan saat rumput tumbuh baik dan subur sapi digembalakan di lapangan. Mengenai lamanya penggemukan, setiap sapi yang dikelola memiliki waktu
berbeda-beda
dalam
proses
penggemukannya.
Perbedaan
waktu
penggemukan sapi yang satu dengan yang lain ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur, kondisi dan berat badan sapi pada awal penggemukan, jenis kelamin, kualitas bibit, dan mutu pakan (Sugeng, 1998). Usaha penggemukan sapi bertujuan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara. Pertumbuhan dan lama penggemukan itu ditentukan oleh faktor individu, ras (bangsa) sapi, jenis kelamin, dan usia ternak bakalan (Sarwono dan Arianto, 2006).
2.3. Budidaya Penggemukan Sapi Potong Budidaya merupakan usaha yang bermanfaat dan memberikan hasil. Budidaya penggemukan sapi potong disini mencakup beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kegiatan usaha penggemukan sapi potong, yaitu pemilihan bakalan yang tepat untuk digemukkan, pemilihan lokasi peternakan dan lokasi kandang, pakan yang diberikan, serta penyakit yang dapat menyerang ternak sapi potong. 2.3.1. Bakalan Untuk Digemukkan Menurut Sarwono dan Arianto (2006), keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan bibit yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi serinya telah tanggal. Umur sapi yang ideal untuk digemukkan adalah mulai 1,5 sampai 2,5 tahun. Pada umur ini kondisi pertumbuhan tulang sapi sudah mulai maksimal dan hanya tinggal mengejar penambahan massa otot (daging) yang secara praktis dapat dilihat dari gigi yang sudah berganti besar sebanyak 2 sampai 4 buah. Sapi yang sudah berganti gigi besarnya sebanyak 6 buah (3 tahun ke atas) juga cukup bagus. Hanya saja diumur ini sudah muncul gejala fatt (perlemakan) yang tentunya akan berpengaruh dengan nilai jual. Apabila umur sapi masih di bawah
umur ideal penggemukan, biasanya proses penggemukannya akan berlangsung lebih lambat karena bersamaan dengan pertumbuhan tulang dan gigi8. Pada umumnya sapi yang digemukkan adalah sapi jantan. Laju pertumbuhan dan penimbunan daging sapi jantan lebih cepat dari sapi betina, terlebih jika sapi jantan tersebut dikebiri. Sapi yang dikebiri proses penimbunan dagingnya cepat, mutu dagingnya lebih baik, empuk, dan lezat. Oleh karena itu, para pengusaha sapi-sapi penggemukan memilih jenis kelamin jantan yang dikebiri sebagai sapi bakalan untuk digemukkan (Sugeng, 1998). Bangsa sapi bakalan yang dapat dipilih untuk digemukkan berdasarkan asalnya adalah sebagai berikut : 2.3.1.1. Bakalan Lokal Sarwono dan Arianto (2006) membedakan bangsa sapi lokal yang dominan dikembangkan masyarakat adalah Sapi Ongole, Sapi Bali, dan Sapi Madura. 1. Sapi Ongole Sapi Ongole merupakan keturunan sapi liar Bos indicus yang berhasil dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Sumba Ongole (SO) dan Peranakan Ongole (PO). Persilangan antara SO dengan sapi setempat di Jawa menghasilkan anakan yang mirip sapi ongole sehingga disebut dengan istilah Peranakan Ongole (PO). Sapi Ongole akan masak kelamin pada umur 24 - 30 bulan. Jenis sapi ini akan mencapai dewasa pada umur 4 - 5 tahun. Pada usia dewasa, bobot rata-rata
8
Analisis Penggemukan Sapi Potong Simmental dan Limousin. (http://ternakonline.wordpress.com/2009/10/11/analisis-penggemukan-sapi-potong-simmentaldan-limousin/). Tanggal akses : 23/07/2010.
sapi jantan 400 - 559 kilogram dan sapi betina 300 - 400 kilogram. Persentase karkas 45 - 58 persen dan perbandingan daging serta tulang 4,23 : 1. Untuk meningkatkan produktivitas Sapi Ongole, banyak peternak yang melakukan kawin silang lewat kawin suntik antara induk betina Sapi Ongole dengan sapi eropa. Jenis-jenis sapi eropa yang diminati peternak sebagai induk untuk mendapatkan keturunan pertama (F1) diantaranya adalah Limousin, Charolais, Hereford, Shorthorn, dan Simmental. 2. Sapi Bali Sapi Bali murni merupakan keturunan langsung dari sapi liar (banteng) yang telah mengalami domestikasi (penjinakan) sejak berabad-abad lalu. Keunggulan Sapi Bali diantaranya mutu daging dan daya reproduksinya yang bagus. Umur masak kelamin antara 16 - 24 bulan. Bobot rata-rata sapi jantan dewasa antara 375 - 400 kilogram dan sapi betina dewasa 275 - 300 kilogram. Persentase karkas 56 - 57 persen dengan perbandingan daging dan tulang 4,44 : 1. 3. Sapi Madura Sapi Madura terkenal sebagai sapi karapan. Selain itu, bangsa sapi ini juga digunakan sebagai sapi kerja dan sapi potong. Umur masak kelamin antara 20 - 24 bulan. Bobot sapi madura jantan dewasa 275 - 300 kilogram dan sapi betina dewasa 180 - 250 kilogram. Persentase karkas 48 - 63 persen dan perbandingan daging dengan tulang 5,84 : 1. 2.3.1.2. Bakalan Impor Beberapa bangsa sapi impor yang juga dikembangkan di Indonesia diantaranya Brahman, Brahman Cross, Santa Gertrudis, Droughtmaster, Shorthorn, dan Hereford.
1. Brahman Brahman adalah keturunan sapi zebu atau nellore (Bos indicus) yang berkembang pesat di Amerika Serikat yang beriklim tropis. Bobot sapi jantan dewasa maksimum dapat mencapai 800 kilogram dan sapi betina 550 kilogram. Persentase karkas 48,6 - 54,2 persen (Sarwono dan Arianto, 2006). 2. Brahman Cross Brahman Cross merupakan sapi hasil silangan antara sapi Brahman dengan bangsa sapi lainnya seperti Shorthorn dan Hereford. Karkas Brahman Cross bervariasi antara 45 - 55 persen. Keistimewaan sapi ini adalah tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk, serta tahan panas. Pemeliharaan ideal untuk fattening adalah selama 60 - 70 hari untuk sapi betina, sedangkan untuk sapi jantan antara 80 - 90 hari karena apabila digemukkan terlalu lama maka perkembangannya akan semakin lambat dan akan terjadi perlemakan dalam daging (marbling) dimana hal ini di pasar lokal (RPH) tradisional kurang disukai konsumen9. 3. Santa Gertrudis Santa Gertrudis merupakan hasil silangan antara jantan Brahman dan betina beef Shorthorn. Berat sapi jantan dewasa mencapai 900 kilogram dan sapi betina mencapai 725 kilogram (Sarwono dan Arianto, 2006). 4. Droughtmaster Sarwono dan Arianto (2006) mendefinisikan sapi ini sebagai hasil persilangan antara Brahman dan Shorthorn yang dikembangkan di Australia. Sifat Brahman pada Droughtmaster lebih dominan. Bangsa sapi ini dicirikan dengan 9
Semua Tentang Sapi : Brahman Cross. (http://agro-trader.blogspot.com/2010/01/brahmancross_22.html). Tanggal akses : 21/10/2010
badannya yang besar dan otot yang padat. Warna bulu merah cokelat muda hingga merah atau cokelat tua. 5. Shorthorn Shorthorn merupakan bangsa sapi asal Inggris. Berat badan sapi betina sekitar 750 kilogram dan jantan 1000 kilogram. Sapi ini termasuk tipe sapi potong yang terberat diantara bangsa sapi lain yang berasal dari Inggris (Sugeng, 1998). 6. Hereford Hereford juga merupakan sapi potong asal Inggris. Berat sapi betina sekitar 650 kilogram dan sapi jantan sekitar 850 kilogram. Bangsa ini lebih terkenal bila dibandingkan dengan kelompok sapi Bos taurus lainnya karena mutu dagingnya bagus dan adaptasinya baik, baik terhadap lingkungan yang suhunya tinggi maupun yang rendah, serta pakannya sederhana (Sugeng, 1998). 2.3.2. Lokasi dan Kandang Pemilihan lokasi peternakan dan lokasi kandang yang sesuai diantaranya adalah dengan mempertimbangkan letak yang strategis, kondisi tanah, dan kesesuaian iklim untuk masing-masing jenis sapi. Lokasi peternakan juga harus memiliki sumber air bersih yang akan digunakan untuk sumber air minum, pembuatan pakan, membantu dalam proses pengomposan, dan membersihkan areal kandang. Selain itu tempat peternakan sebaiknya juga dibangun tidak jauh dari jalan raya untuk memudahkan transportasi. Iklim yang sesuai untuk lokasi penggemukan disesuaikan dengan bangsa sapinya. Lokasi penggemukan untuk sapi bakalan umur 2 - 3 tahun dan berat badan awal >290 kilogram bangsa SO/PO/Brahman baik pada lokasi dengan suhu 27 - 34oC dan ketinggian <25 meter
diatas
permukaan
laut
(dpl).
Untuk
bangsa
bakalan
Droughtmaster/Bali/Madura cocok pada lokasi dengan suhu 24 - 29oC dan ketinggian
25
-
100
m
dpl,
dan
untuk
bangsa
sapi
bakalan
Simmental/Limousin/Brangus/Angus cocok pada suhu <24oC dan ketinggian >100 m dpl (Sarwono dan Arianto, 2006). Mengenai lokasi yang ideal untuk membangun kandang, Sarwono dan Arianto (2006) menyatakan bahwa lokasi kandang sebaiknya cukup jauh dari pemukiman penduduk agar bau dan limbah peternakan tidak mengganggu penghuni pemukiman. Jarak kandang dari tempat pemukiman minimal 50 meter. Untuk membangun kandang ternak sapi sebaiknya dipilih lokasi berupa lahan terbuka dan tidak tertutup bangunan atau pepohonan. Lokasi kandang dipilih dengan kemiringan relatif landai. Bentuk kandang di dataran rendah dan dataran tinggi dibuat berbeda karena tinggi suhunya pun berbeda. Bangunan kandang di dataran rendah sebaiknya memiliki dinding yang lebih terbuka untuk ventilasi serta karena suhunya lebih panas dibandingkan di dataran tinggi. Kandang itu sendiri diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan sehingga dengan adanya kandang ini ternak akan memperoleh kenyamanan. Kandang sapi dapat berupa kandang barak atau kandang individual. Luas kandang barak diperhitungkan tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor. Ukuran kandang individual dapat lebih kecil daripada kandang barak, yaitu sekitar 1,7 m2/ekor, masing-masing untuk bobot badan sapi sekitar 150 kg (Santosa, 1995). Sarwono dan Arianto (2006) membedakan tipe kandang menjadi kandang koloni dan kandang tunggal. Kandang koloni adalah kandang yang hanya terdiri dari satu bangunan atau ruangan, tetapi digunakan untuk ternak dalam jumlah
banyak. Sebuah kandang koloni berukuran 7 x 9 m dapat menampung 20 - 24 ekor sapi. Kandang tunggal adalah kandang yang hanya terdiri dari satu ruangan atau bangunan dan hanya digunakan untuk memelihara satu ekor ternak saja. Untuk penggemukan sapi jenis PO, Brahman Cross, Bali, dan bangsa sapi eropa, setiap satu ekor sapinya membutuhkan kandang seluas 3,75 m2 dengan ukuran panjang 2,25 m, lebar 1 m, dan tinggi 2 - 2,5 m. 2.3.3. Pakan Santosa (1995) menyatakan bahwa yang penting untuk diperhatikan dalam pemberian pakan di kandang adalah mengetahui berapa jumlah pakan dan bagaimana keadaan ransum yang diberikan kepada ternak pada berbagai tingkat kelas dan keadaan sapi yang bersangkutan. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ad libitum (pakan diberikan dalam jumlah yang selalu tersedia), dan restricted (pemberian pakan dibatasi). Cara pemberian ad libitum seringkali tidak efisien karena akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya yang dapat membahayakan ternak apabila termakan. Oleh karena itu, yang terbaik adalah membatasi pemberian pakan dengan catatan baik kuantitas maupun kualitasnya benar-benar mencukupi kebutuhan. Disinilah pentingnya penyusunan ransum dan pemberian pakan. Dalam menyusun ransum harus diusahakan agar kandungan zat-zat makanan di dalam ransum sesuai dengan zat-zat makanan yang dibutuhkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, untuk pertumbuhan, dan untuk berproduksi (Santosa, 1995).
Ransum adalah pakan yang diberikan kepada ternak selama 24 jam, dengan jumlah pemberian satu atau beberapa kali. Beberapa petunjuk umum dalam menyusun ransum untuk sapi yang digemukkan yaitu10 : a. Konsumsi BK (bahan kering) : 2,5 – 3 persen bobot badan (BB). b. Pakan konsentrat diberikan 2 persen BB, sisanya adalah pakan hijauan. c. Konsentrat sebagai pakan penguat mengandung protein kasar (PK) minimal 17 persen, 2500Kcal energi & 12 persen serat kasar. d. Penggunaan pakan lengkap mengandung PK : 10 - 13 persen, TDN : 71 - 78 persen, ME : 2,61 - 2,82 Mcal/kg, NEg : 1,0 - 1,2 Mcal/kg, Ca : 0,22 - 0,6 persen, P : 0,22 - 0,4 persen, Vit A : 2,2 IU/mg. e. Karena kebutuhan protein yang relatif rendah, sebaiknya sapi yang digemukkan mulai umur 2 tahun. f. Mineral dapat diberikan sampai dengan 1,0 persen dalam ransum. g. Level penambahan garam dalam ransum adalah 0,45 persen BK ransum. h. Penggunaan urea dapat dilakukan dengan memperhatikan aturan pemberian. Penghitungan konsumsi harus selalu distandarkan pada bentuk bahan kering (BK). Hal ini disebabkan setiap hijauan atau bahan pakan mempunyai kandungan air yang berbeda-beda (Santosa, 1995). Bahan kering merupakan unsur nutrisi yang sangat penting dalam pemberian pakan pada ternak ruminansia. Kandungan BK suatu pakan harus diketahui secara tepat, karena diharapkan ternak dapat kenyang oleh BK dan bukan oleh air. Konsumsi BK untuk ternak ruminansia dipengaruhi oleh faktor : bobot badan, macam bahan pakan, umur dan kondisi ternak, kadar energi bahan pakan, stress, dan jenis kelamin10. 10
Nutrisi – Bahan Pakan – Teknis Penyajian Pakan. (http://www.scribd.com/doc/18674953/FeedFeedingFeed-Lot-Fattening). Tanggal akses : 09/12/2010
Pemberian pakan sangat penting dalam pembentukan kualitas daging. Daging yang berkualitas baik, dapat diperoleh dengan pemberian pakan yang berkualitas tinggi. Pemberian pakan yang berkualitas rendah akan mempengaruhi lamanya waktu pemeliharaan untuk mencapai target kualitas daging yang diinginkan (Santosa, 2002). Pada dasarnya, sumber pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk pakan hijauan dan konsentrat. Satu hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Disamping itu, terdapat juga pakan tambahan yang membuat proses penggemukan sapi berlangsung lebih cepat, efisien, murah, dan mudah diterapkan (Sarwono dan Arianto, 2006). 2.3.3.1. Pakan Hijauan Pakan hijauan adalah semua pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga. Berdasarkan bentuknya hijauan dibagi menjadi hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah hijauan yang diberikan dalam keadaan masih segar atau berupa silase. Silase adalah produk hasil fermentasi dan penyimpanan hijauan segar dalam keadaan anaerob. Sedangkan hijauan kering berupa hay yaitu hijauan yang sengaja dikeringkan atau jerami kering. Umumnya pada ternak sapi potong bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10 persen dari bobot badan (Sugeng, 1998). 2.3.3.2. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah makanan utama bagi ternak sapi dengan pemeliharaan feedlots. Dalam feedlots, untuk memperoleh pertambahan bobot badan yang tinggi
dengan waktu relatif singkat, diperlukan pakan yang berkualitas tinggi. Hal ini hanya dapat dicapai dengan tersedianya konsentrat yang cukup tinggi dan tidak mungkin tercapai bila pakannya hanya berupa rumput atau hijauan (Santosa, 2002). Kebutuhan pakan konsentrat pada ternak sapi potong umumnya sebanyak 1 - 2 persen dari bobot badan11. 2.3.3.3. Pakan Tambahan Beberapa jenis pakan tambahan yang sudah dipasarkan dan dapat dimanfaatkan dalam upaya penggemukan sapi potong diantaranya bossdext, starbio, dan bioplus. Boosdext tergolong pakan tambahan cair. Formula pakan tambahan cair ini terdiri dari enzim ekstrak tumbuhan pilihan, dan bahan lain yang bermanfaat untuk meningkatkan proses pencernaan sapi. Enzim tersebut berperan untuk mengoptimalkan penyerapan dan efisiensi penggunaan pakan. Starbio dan bioplus merupakan pakan tambahan yang berbentuk serbuk. Fungsi keduanya untuk membantu meningkatkan daya cerna pakan dalam pencernaan ternak (Sarwono dan Arianto, 2006). 2.3.4. Penyakit Penyakit pada ternak merupakan hal yang perlu diwaspadai karena dapat sangat merugikan peternak. Dalam usaha penggemukan sapi potong terdapat beberapa jenis penyakit yang perlu diwaspadai dan dicegah yaitu antraks atau radang limpa, penyakit mulut dan kuku (PMK) atau Apthae Epizootica (AE), penyakit mendengkur atau Septichaema Epizootica (SE), penyakit kuku busuk atau foot rot, bloat atau kembung, dan cacing hati.
11
Budidaya Ternak Sapi Potong. (http://banten.litbang.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=164&Ite mid=11). Tanggal akses : 09/12/2010
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik adalah menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah12 : 1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi. 2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan. 3. Mengusahakan lantai kandang selalu kering. 4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk. 2.3.4.1. Antraks (Radang Limpa) Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan. Gejala yang timbul pada sapi yang terkena penyakit ini adalah : (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus, dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman. Pengendaliannya adalah dengan melakukan vaksinasi, pengobatan antibiotik, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur atau membakar sapi yang mati. 2.3.4.2. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)/Penyakit Apthae Epizootica (AE) Virus yang menyebabkan penyakit ini menular melalui kontak langsung dari urin, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE. Gejala yang ditimbulkan : (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta 12
Budidaya Ternak Sapi Potong. (www.disnak.jabarprov.go.id/.../BUDIDAYA%20TERNAK%20SAPI%20POTONG.doc). Tanggal akses : 07/07/2010
terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan. Vaksinasi dapat dilakukan sebagai pencegahan. Sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah. 2.3.4.3. Penyakit Ngorok/Penyakit Septichaema Epizootica (SE) Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri. Gejalanya : (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip suara orang mendengkur. Dalam keadaan sangat parah sapi akan mati dalam waktu antara 12 - 36 jam. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi anti SE dan diberi antibiotik atau sulfa. 2.3.4.4. Penyakit Radang Kuku atau Kuku Busuk (Foot Rot) Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor. Gejala yang ditimbulkan : (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan, menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh. 2.3.4.5. Bloat Bloat adalah keadaan rumen (perut pertama) yang mengembang, membesar akibat kelebihan gas yang tidak cepat keluar. Gejalanya : (1) lambung sebelah kiri atas membesar dan kencang, bila dipukul berbunyi seperti drum; (2) pernapasan dan sirkulasi darah terganggu.
2.3.4.6. Cacing Hati Penyakit ini disebabkan oleh cacing hati yang disebarkan melalui pakan dan air minum. Gejala yang terjadi : (1) sapi menjadi kurus, lesu, pucat; (2) berat badan berkurang; (3) kadang sapi menjadi busung pada berbagai bagian tubuhnya. Pencegahannya adalah dengan membasmi hospes perantara cacing hati seperti siput dan bekicot dan tidak membiarkan tempat pakan tergenang. Sapi yang telah menderita diobati dengan Hexachlorophene. 2.4. Penelitian Terdahulu Febriliyani (2007) melakukan penelitian mengenai efisiensi usaha penggemukan sapi potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman Cross (BX) pada PT. Santosa Agrindo, Purbalingga. Dalam penelitiannya, penulis mencoba untuk mengkaji faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap bobot badan sapi hasil penggemukan, serta pengalokasian faktor produksi tersebut agar tercapai kondisi efisien. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh model fungsi produksi terbaik dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas untuk sapi PO adalah : Y = 3,32 X10,149 X20,674, fungsi produksi pada sapi BX bull : Y = 2,11 X10,249 X20,648, dan untuk sapi BX steer : Y = 2,06 X10,252 X20,642. Faktorfaktor yang mempengaruhi bobot badan akhir (Y) adalah konsumsi konsentrat (X1) dan bobot badan awal (X2). Tingkat penggunaan input aktual sapi PO terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 1233 kg dan bobot badan awal sebesar 258 kg. Efisiensi penggunaan inputnya terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 1688,43 kg dan bobot badan awal sebesar 296,76 kg dimana dengan
kombinasi tersebut akan menghasilkan bobot badan akhir sebesar 466,66 kg dan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 219.068,28 per ekor. Tingkat penggunaan input aktual sapi BX bull terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 1204 kg dan bobot badan awal sebesar 317 kg. Tingkat efisiensi penggunaan input sapi BX bull terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 3240,59 kg dan bobot badan awal sebesar 367,79 kg yang menghasilkan bobot badan akhir sebesar 726,47 kg dan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 1.509.677,86 per ekor. Tingkat penggunaan input aktual sapi BX steer terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 1102 kg dan bobot badan awal sebesar 315 kg. Efisiensi penggunaan input sapi terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 3049,78 kg dan bobot badan awal sebesar 328,41 kg. Penggunaan input pada tingkat efisien tersebut akan menghasilkan bobot badan akhir sebesar 643,31 kg dan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 1.098.384,91 per ekor. Analisis lain mengenai efisiensi juga dilakukan oleh Legawati (2007) namun dengan komoditi yang berbeda yaitu domba. Penelitian Legawati (2007) mencoba untuk menganalisis fungsi produksi yang dapat mewakili peternakan domba Tawakkal, Bogor, serta menganalisis tingkat efisiensi produksinya. Berdasarkan parameter nilai R-sq, R-sq (adj), F-hit, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas yang dilakukan antara model fungsi produksi kuadratik dan Cobb-Douglas, maka dapat disimpulkan bahwa model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah model fungsi produksi yang lebih baik dan sesuai untuk peternakan domba Tawakkal, Bogor. Fungsi Cobb-Douglas tersebut adalah Y = 4,966 x 10-3 X10,772 X20,655. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh
terhadap pertambahan bobot badan domba (Y) adalah konsumsi rumput (X1) pada α =0,05 dan konsumsi ampas tahu (X2) pada α = 0,10. Secara umum jumlah elastisitas produksi pada peternakan domba Tawakkal sebesar 1,472 yang menyatakan bahwa penggunaan faktor produksi secara keseluruhan belum efisien atau berada pada daerah irrasional (daerah I). Kondisi ini menunjukkan bahwa peternakan masih pada tahap perkembangan usaha. Hal ini disebabkan karena ruang lingkup penelitian hanya selama bulan awal pemeliharaan dan data yang dikumpul adalah data pada satu bulan awal penggemukan. Walaupun demikian untuk masing-masing faktor produksi yang digunakan sudah efisien. Analisis mengenai pendapatan usaha ternak dilakukan oleh Hertika (2009) dengan komoditi sapi perah di Perusahaan X, Bogor. Penelitian ini mencoba mengkaji tentang besar pendapatan, nilai R/C ratio, serta nilai titik impas pada Perusahaan X, Bogor. Total biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan Perusahaan X, Bogor, masing-masing sebesar Rp 378.510.065 dan Rp 338.473.671. Total penerimaan perusahaan adalah Rp 965.570.080, sehingga total pendapatan Perusahaan X selama satu tahun sebesar Rp 248.586.344. Nilai R/C ratio perusahaan adalah 1,35 yang dapat diartikan setiap rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,35. Untuk titik impas, yaitu saat dimana biaya sama dengan penerimaan, adalah saat produksi susu sebesar 13,23 liter/ekor/hari dan saat induk yang dipelihara sebanyak 49 ekor. Saat ini produksi susu Perusahaan X sebesar 14,99 liter/ekor/hari dan induk sapi yang dipelihara sebanyak 72 ekor. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan Perusahaan X memperoleh keuntungan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini diantaranya mengenai efisiensi produksi dan pendapatan. Oleh karena itu, beberapa teori yang dipaparkan adalah mengenai fungsi produksi, daerah produksi, elastisitas produksi, efisiensi produksi, serta pendapatan, penerimaan, dan biaya. 3.1.1. Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi Produksi pada dasarnya merupakan suatu proses penyediaan sejumlah input tertentu untuk mendapatkan sejumlah output tertentu. Hubungan input dan output dapat diekspresikan sebagai sebuah fungsi output : Q = f (K, L, M) Dimana Q adalah kuantitas output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, dan M adalah bahan-bahan setengah jadi. Fungsi yang umum digunakan adalah fungsi produksi dengan dua jenis input, yaitu : Q = f (K, L) Fungsi produksi tersebut memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal dan tenaga kerja (Nicholson, 1999). Soekartawi (1990) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan
biasanya berupa input. Dengan fungsi produksi dapat diketahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung. Selain itu melalui fungsi produksi juga dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable), Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : Y= f (X1, X2, ... Xi, .... , Xn) Dimana: Y = Output X1, X2, Xi, Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi Dengan fungsi produksi seperti tersebut diatas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1…Xn dan X lainnya juga dapat diketahui. Produk marjinal (PM) atau marginal product merupakan tambahan satu unit input (X) atau faktor produksi yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output (Y) atau hasil produksi pertanian, atau dengan kata lain perubahan output (+ atau -) akibat adanya perubahan satu unit input (Rahim dan Hastuti, 2007). Dengan demikian PM dapat dituliskan dengan ΔY/ΔX. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pembahasan terhadap PM akan lebih bermanfaat bila dikaitkan dengan produk rata-rata (PR) dan output atau produk total (PT). Dengan mengaitkan PM, PR, dan PT maka hubungan antara input dan output akan lebih informatif. Artinya melalui cara seperti itu, dapat diketahui elastisitas produksi (EP) yang sekaligus juga akan diketahui apakah proses produksi yang sedang berjalan dalam keadaan elastisitas produksi yang
rendah atau sebaliknya. Rahim dan Hastuti (2007) menggambarkan hubungan antara PM, PR, dan PT melalui Gambar 2 berikut. Y C B
Hasil produksi
PT
A EP >1
0<EP<1
EP<0
0
X Faktor produksi
Kenaikan hasil berkurang
Kenaikan hasil bertambah
Kenaikan hasil negatif
A B PM 0
C
PR X Faktor produksi
Sumber : Rahim dan Hastuti (2007)
Gambar 2. Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-Rata (PR) Kurva-kurva di atas menunjukkan tahapan proses produksi komoditas pertanian sebagai berikut. 1.
Tingkat produksi antara titik 0 dan A. Dengan penambahan pemakaian input, PT bertambah atau naik dengan mengikuti increasing return sampai titik balik, yaitu titik A. Nilai PM juga naik dan akan mencapai nilai maksimal di titik A, PR semakin tinggi/naik dengan adanya penambahan pemakaian input. Besarnya elastisitas produksi pada titik produksi ini, EP > 1 karena PM > PR.
2.
Tingkat produksi di titik A. Titik ini merupakan titik balik kurva PM dari bentuk increasing ke bentuk decreasing. Besarnya elastisitas produksi, EP > 1 karena PM > PR.
3.
Tingkat produksi antara titik A dan B. Bila penggunaan input diteruskan, PT cenderung increasing setelah melewati titik balik A. PM terus menurun setelah mencapai titik maksimal di titik A. PR meningkat terus sampai mencapai maksimal di titik B. Besarnya elastisitas produksi, EP > 1 karena besarnya PM > PR.
4.
Tingkat produksi di titik B. Pada tingkat produksi ini PR mencapai maksimum dan nilai PR sama dengan nilai PM. Besarnya elastisitas produksi, EP = 1.
5.
Tingkat produksi antara titik B dan C. Bila penggunaan input terus ditambah, besarnya PT terus meningkat sampai mencapai maksimal di titik C. Nilai PM terus menurun dan mencapai nol di titik C. Demikian juga dengan nilai PR terus menurun setelah mencapai maksimal di titik B. Besarnya elastisitas produksi adalah 0 < EP < 1, PR > PM.
6.
Tingkat produksi di titik C. Kurva PT mencapai maksimal. Pada tingkat produksi ini nilai PM = 0. Besarnya EP = 0.
7.
Tingkat produksi setelah di titik C. Kurva PT menurun setelah mencapai maksimum di titik C. Besarnya PM terus menurun dan mempunyai nilai negatif karena tambahan komoditasnya negatif. Besarnya PR terus menurun dan bila diteruskan maka nilai PR akan semakin kecil. Nilai PR tidak mungkin mencapai negatif, tetapi secara teoritis bisa mencapai nol.
Elastisitas produksi (EP) sendiri menurut Soekartawi (1990) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Secara matematis, EP dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut. EP =
/
EP =
x
, atau
Karena ΔY/ΔX adalah PM, maka besarnya EP tergantung dari besar kecilnya PM dari suatu input, misalnya input X. 3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Input Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada dasarnyanya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin (Soekartawi, 1991). Penentuan tingkat penggunaan faktor-faktor produksi yang dapat menghasilkan produksi optimal dalam suatu usaha merupakan salah satu cara untuk memaksimalkan keuntungan. Menurut Daniel (1997), peningkatan keuntungan dapat dicapai oleh petani dengan melakukan usahataninya secara efisien. Konsep efisiensi ini dikenal dengan konsep efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Efisiensi teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Bila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Cara seperti ini ditempuh, misalnya dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah, menjual hasil pada harga yang relatif tinggi, dan
sebagainya. Selanjutnya, jika petani meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi, dan menjual hasilnya dengan harga yang tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga yang bersamaan. Situasi demikian sering disebut dengan istilah efisiensi ekonomi. Jadi petani melakukan efisiensi ekonomi sekaligus juga melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga. Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang dipakai. Umumnya ada dua model yang biasa dipakai, yaitu model fungsi produksi dan model linear programming (Soekartawi, 1991). Namun dalam penelitian ini, pengukuran efisiensi akan dilakukan dengan menggunakan model fungsi produksi, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas. Bila menggunakan model fungsi produksi, maka kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai acuan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa sehingga nilai produk marjinal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut. Bila fungsi produksi tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass, maka: Y = AXb
atau
ln Y = ln A + b ln X
Kondisi produk marjinal adalah : =b Dalam fungsi produksi Cobb-Douglass, b disebut dengan koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, nilai produk marjinal (NPM) faktor produksi X dapat dituliskan sebagai berikut : NPM =
Dimana : b
= elastisitas produksi
Y
= hasil produksi (output)
PY = harga output X
= jumlah faktor produksi X
Kondisi efisien harga menghendaki NPMX sama dengan harga faktor produksi X (PX), atau secara matematis ditulis sebagai berikut :
NPMX
= PX
atau
=1
= PX
atau
=1
Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa penggunaan input yang optimum dapat dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan dengan satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut. ΔY . PY = ΔX . PX Dimana : Y
= output
X
= input
ΔY = tambahan output ΔX = tambahan input PY = harga output PX = harga input
= produk marjinal
; atau
=
Penggunaan input yang optimum tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal. Keuntungan maksimum dapat dicapai saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing produksi sama dengan nol. π = TR – TC TR = PY . Y TC = Σ (PXi . Xi) π = PY . Y - PXi . Xi ; kondisi saat π maks
=0 PY
- PXi
PY
= PXi
=0
PY.PMXi = PXi Dimana : PY.PMXi = nilai produk marjinal Xi (NPMXi) PXi
= harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal Xi (BKMXi)
Persamaan terakhir dapat juga dituliskan sebagai berikut jika harga faktor produksinya tidak dipengaruhi oleh jumlah dari faktor produksi tersebut. NPMXi = BKMXi =1 Namun yang sering terjadi di lapangan adalah bahwa kondisi NPMXi/BKMXi = 1 sulit dicapai karena berbagai hal seperti terbatasnya pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi, kesulitan petani memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu, dan adanya faktor
luar yang menyebabkan petani tidak berusahatani secara efisien. Karena hal-hal tersebut maka kemungkinan kondisi persamaan yang dapat ditemui sebagai berikut : a. NPMXi/BKMXi > 1 ; yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien. b. NPMXi/BKMXi < 1 ; yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien. 3.1.3. Konsep Pendapatan, Penerimaan, dan Biaya Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi (Soekartawi, 1991). Pendapatan yang nilainya positif disebut juga keuntungan. Sedangkan pendapatan yang nilainya negatif disebut kerugian. Biaya usahatani atau pengeluaran usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tidak tetap atau biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh (Rahim dan Hastuti, 2007).
Secara matematis pendapatan usahatani dirumuskan sebagai berikut. π = TR – TC TR = Y . PY TC = FC + VC Dimana : π
: pendapatan usahatani
TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost) FC : biaya tetap (fixed cost) VC : biaya variabel (variable cost) Y
: produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
PY : harga output 3.1.3.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) Soekartawi (1991) mendefinisikan R/C ratio sebagai perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Semakin besar R/C ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai bila petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien. Analisis Revenue Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007) : a
= R/C
R
= PY . Y
C
= FC + VC
a
= PY . Y / (FC + VC)
Dimana : a
: R/C ratio
R
: penerimaan (revenue)
C
: biaya (cost)
PY : harga output Y
: output
FC : biaya tetap (fixed cost) VC : biaya variabel (variable cost) Kriteria keputusan : R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani rugi R/C = 1, usahatani impas (tidak untung/tidak rugi) 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Perusahaan penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera merupakan salah satu usaha peternakan dengan skala usaha cukup besar di Jawa Barat yang turut berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Dalam melakukan kegiatan usahanya, hasil produksi utama perusahaan ini adalah sapi potong yang telah melalui masa pemeliharaan sehingga bobot badannya menjadi lebih besar dan daging yang dihasilkan pun menjadi lebih banyak. Untuk memperoleh hasil produksi tersebut, diperlukan beberapa faktor produksi yang dapat menunjang output yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap hasil produksi berupa sapi potong, adalah sapi bakalan, konsumsi pakan konsentrat, dan konsumsi pakan hijauan. Sapi potong
dan sapi bakalan dihitung berdasarkan bobot badan dari ternak sapi. Faktor-faktor produksi tersebut kemudian diuji secara statistik agar diketahui faktor produksi mana yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Kebutuhan daging sapi yang tinggi sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan protein hewani menyebabkan perlunya analisis efisiensi produksi dari suatu perusahaan yang dapat menghasilkan daging sapi. Analisis efisiensi produksi dilakukan untuk mengetahui apakah produksi berada pada tingkat efisien atau tidak. Produksi yang berada pada tingkat efisien dapat menunjukkan hasil produksi yang optimal dimana produksi optimal tersebut dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Efisiensi produksi dapat diketahui melalui efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis dapat dilihat melalui nilai elastisitas produksi dari tiap-tiap faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi. Efisiensi teknis tercapai jika nilai elastisitas produksi berada antara nol dan satu, yang artinya peternak telah mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga dicapai hasil yang optimal. Sedangkan efisiensi ekonomis dapat dilihat melalui nilai NPM (nilai produk marjinal) dan BKM (biaya korbanan marjinal) dari faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi. Efisiensi ekonomis tercapai jika nilai NPM = BKM, artinya faktor produksi yang digunakan telah mencapai tingkat optimal sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal. Selain efisiensi produksi, diperlukan juga analisis pendapatan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Penggunaan faktorfaktor produksi dalam kegiatan usaha tentunya membutuhkan biaya (cost). Selain itu diperlukan juga biaya lain yang dikeluarkan perusahaan dalam menunjang
proses produksinya. Biaya tersebut dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Hasil produksi yang diperoleh perusahaan akan menghasilkan penerimaan. Selisih antara penerimaan dan biaya tersebut merupakan pendapatan yang diperoleh perusahaan. Disamping itu akan dilihat juga bagaimana R/C ratio yang merupakan perbandingan antara penerimaan yang diterima perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Melalui R/C ratio ini dapat diketahui apakah setiap rupiah yang dikeluarkan perusahaan akan memberikan penerimaan yang lebih besar dari biaya tersebut atau tidak. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika R/C ratio lebih besar dari satu. Semakin besar R/C ratio maka semakin bagus. Permintaan daging yang tidak akan berakhir, malah semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan tingginya tingkat pendidikan masyarakat yang tentunya memerlukan pemotongan sapi secara kontinu. Untuk itu, dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai keberlanjutan usaha agar dapat memenuhi kebutuhan daging sapi tersebut, dilihat dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan. Selain itu, penanganan limbah peternakan kedepannya juga perlu dikaji agar tercipta lingkungan yang baik. Analisis keberlanjutan usaha yang juga dimaksudkan agar usaha dapat terus berjalan ini akan dijelaskan secara deskriptif. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan dalam mengelola usahanya sehingga dapat melakukan produksi dengan optimal dimana produksi optimal dari suatu usaha peternakan nantinya dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri
serta membantu agar usaha dapat terus dijalankan dengan baik. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3. Perusahaan Penggemukan Sapi Potong Faktor-faktor Produksi (Xi) Sapi bakalan Pakan konsentrat Pakan hijauan Hasil Produksi (Yi) Sapi potong
Fungsi Produksi Cobb-Douglas Uji Statistik Faktor-faktor Produksi yang Berpengaruh
Analisis Keberlanjutan Usaha
Biaya TCi = PXi . Xi TC = Σ TCi
Analisis Efisiensi Produksi
Efisiensi Teknis
Ketersediaan bahan baku dan pengelolaan limbah dimasa yang akan datang
Efisiensi Ekonomis
Analisis Pendapatan
Pendapatan π = TR - TC
Alokasi faktor-faktor produksi optimal
Rekomendasi
Keterangan :
Penerimaan TRi = PYi . Yi TR = Σ TRi
hubungan tidak langsung hubungan langsung
Sumber : Penulis (2010)
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
R/C Ratio
Tingkat keuntungan usaha peternakan
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini mencoba mengkaji mengenai keadaan umum suatu usaha penggemukan sapi potong, tingkat keuntungan dan efisiensi produksinya, serta upaya keberlanjutan usaha penggemukan sapi potong tersebut. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di peternakan sapi potong PT. Andini Persada Sejahtera. Peternakan ini terletak di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT. Andini Persada Sejahtera merupakan salah satu peternakan sapi potong dengan skala usaha cukup besar dan terletak dekat daerah konsumen (daerah perkotaan seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Tangerang, Depok) sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan daging sapi di daerah tersebut, disamping itu perusahaan ini juga telah memiliki manajemen usaha yang cukup baik. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih delapan bulan pada bulan Juli 2010 - Februari 2011. Kurun waktu penelitian tersebut mencakup pencarian dan pengumpulan data, pengolahan, penulisan hasil laporan, sampai penyajian hasil secara keseluruhan. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak peternakan yang ditunjuk dengan bantuan instrumen kuesioner (daftar pertanyaan) serta pengamatan langsung pada peternakan sapi potong PT. Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung. Data sekunder bersumber dari peternakan itu sendiri, Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak) Kementrian Pertanian, Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik, jurnal-jurnal dan makalah yang diakses melalui internet, buku-buku, penelitian terdahulu, serta literatur lain yang terkait. 4.3. Penentuan Jumlah Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ternak sapi potong yang dimiliki PT. Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung. Sampel yang digunakan sebanyak 446 ekor sapi yang berada dalam masa pemeliharaan yang sama untuk melihat efisiensi produksi dari usaha penggemukan sapi potong. Sedangkan untuk menganalisis pendapatan usaha menggunakan data populasi. Proporsi penentuan jumlah sampel tersebut dilakukan dengan metode stratified sampling. Juanda (2009) menyatakan dalam stratified sampling (penarikan contoh berlapis), subsample (unit contoh) dipilih secara acak dari masing-masing strata. Keseluruhan contoh acak sederhana dari masing-masing strata yang terbentuk ini menyusun contoh acak berlapis (stratified samples). Teknik penarikan contoh berlapis ini akan mengurangi ragam dari nilai dugaan sehingga akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki ketepatan relatif tinggi, sehingga suatu contoh acak berlapis berukuran tertentu lebih efisien daripada contoh acak sederhana dengan ukuran yang sama. Strata dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan bobot badan dari masing-masing tipe sex sapi saat awal penggemukan, kemudian subsample diambil secara acak dari masing-masing klasifikasi yang ada. Jumlah sampel yang diambil sebagai berikut :
Tabel 5. Jumlah Sampel Sapi Potong yang Digunakan Selama Satu Periode Pemeliharaan Tipe sex sapi Bulls Steers Heifers Σ Populasi 703 224 407 1334 Jumlah Sampel (100% : 3) x (100% : 3) x (100% : 3) x 703 = 224 = 407 = 234,33333 ~ 74,666667 ~ 135,66667 ~ 235 75 136 446 Proporsi 270-275 kg 22 19 41 Sampel 276-280 kg 23 5 17 45 (per 281-285 kg 44 9 22 75 Bobot 286-290 kg 63 14 28 105 Badan) 291-295 kg 35 15 22 72 296-300 kg 21 13 14 48 >300 kg 27 19 14 60 Sumber : PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, diolah (2010)
4.4. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan selama kurun waktu tiga setengah bulan, yaitu pada pertengahan bulan Agustus sampai November 2010. Lokasi pengumpulan data yaitu pada peternakan sapi potong PT. Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung. Pengumpulan data melibatkan pihak yang berwenang atau pihak yang ditunjuk atau pihak yang diperkirakan tahu mengenai informasi penting yang terkait dengan penelitian. Harapannya melalui pihak-pihak tersebut dapat digali informasi yang lebih banyak dan mendalam mengenai hal yang berkaitan dengan penelitian ini. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dikelompokkan terlebih dahulu menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data-data tersebut kemudian disajikan baik dalam bentuk tabulasi maupun dalam penjabaran terurai. Selanjutnya dilakukan analisis data yang ditujukan agar data dan informasi yang telah dikumpulkan dapat lebih berarti serta dapat memberikan informasi.
Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengetahui penggunaan faktorfaktor produksi (sapi bakalan, pakan konsentrat, dan pakan hijauan) yang berpengaruh terhadap hasil produksi (sapi potong), menghitung efisiensi produksi dan pendapatan usaha peternakan. Data faktor-faktor produksi yang diperoleh diolah menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan analisis regresi linear. Analisis ini digunakan untuk mengukur pengaruh berbagai variabel penduga atau variabel bebas terhadap hasil produksi. Analisis data kualitatif yang diuraikan secara deskriptif digunakan untuk menjabarkan tentang usaha peternakan serta kegiatan yang berkaitan dengan produksi. Analisis keberlanjutan usaha juga dijelaskan secara deskriptif. Pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan software komputer program Microsoft Excel 2007, Minitab 14, dan Eviews 6. 4.5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Fungsi
yang
digunakan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produksi peternakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan, Y, dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan, X. Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian kaidahkaidah pada regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Secara matematis, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Soekartawi, 1990).
Y =a
…
…
=aπ
(4.5.1.1)
Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka : Y = f (X1, X2, …, Xi, …, Xn)
(4.5.1.2)
Dimana : Y
= variabel yang dijelaskan
X
= variabel yang menjelaskan
a,b = besaran yang akan diduga u
= kesalahan (disturbance term)
e
= logaritma natural; e = 2,718
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (4.5.1.1), maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Persamaan (4.5.1.1) dapat dituliskan kembali dalam bentuk sebagai berikut. Y = f (X1, X2, X3)
dan
Y=a
(4.5.1.3)
Logaritma dari persamaan diatas, adalah : ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + u Dengan demikian persamaan di atas dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, untuk itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan fungsi CobbDouglas, yaitu (Soekartawi, 1990) : 1.
Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, karena logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2.
Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Artinya, jika dalam suatu pengamatan diperlukan lebih dari satu model (model yang digunakan adalah Cobb-Douglas), maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.
3.
Tiap variabel X adalah perfect competition.
4.
Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. Pertimbangan pemilihan fungsi Cobb-Douglas sebagai fungsi produksi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah karena : 1.
Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, misalnya fungsi kuadratik. Fungsi Cobb-Douglas juga dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear.
2.
Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
3.
Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran returns to scale. Jadi seperti pada persamaan (4.5.1.3), besaran b adalah elastisitas dan jumlah elastisitas adalah ukuran returns to scale. Akan tetapi fungsi Cobb-Douglas ini juga memiliki kelemahan (limitasi).
Soekartawi (1990) menyatakan kelemahan dari fungsi Cobb-Douglas umumnya terletak pada permasalahan pendugaan yang melibatkan kaidah metode kuadrat terkecil, misalnya kesalahan pengukuran variabel, multikolinearitas, dan sebagainya. Secara garis besar, permasalahan yang umum dijumpai (kelemahan) dalam fungsi Cobb-Douglas adalah :
1.
Spesifikasi variabel yang keliru. Hal ini akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi
yang
keliru
juga
sekaligus
mendorong
terjadinya
multikolinearitas pada variabel independen (bebas) yang dipakai. 2.
Kesalahan pengukuran variabel. Kesalahan ini terletak pada validitas data, apakah data yang dipakai sudah benar atau sebaliknya, terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah.
3.
Bias terhadap variabel manajemen. Dalam praktek, faktor manajemen merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi. Tetapi variabel ini kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen dalam pendugaan fungsi Cobb-Douglas karena variabel ini erat hubungannya dengan penggunaan variabel independen yang lain. Misalnya dalam bidang pertanian, manajemen dalam menggunakan pupuk, bibit, alokasi pengeluaran uang untuk kegiatan berproduksi yang lain dan alokasi penggunaan tanah, akan mendorong besaran efisiensi teknik dari fungsi produksi ke arah atas. Variabel manajemen erat hubungannya dengan proses pengambilan keputusan dalam pengalokasian variabel input, maka menghilangkan variabel ini dalam fungsi pendugaan akan menghasilkan hasil dugaan yang bias.
4.
Multikolinearitas, dalam praktek masalah kolinearitas ini sulit dihindarkan walaupun pada umumnya telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel independen tidak terlalu tinggi, misalnya dengan memperbaiki spesifikasi dari variabel yang dipakai.
5.
Data, data yang dipakai merupakan limitasi yang tidak kalah penting dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas. Misalnya : -
Bila data cross-section yang dipakai maka data harus mempunyai cukup variasi.
-
Pengukuran atau definisi dari data yang dipakai sulit dilakukan (dalam hal tertentu). Misalnya data tentang upah tenaga kerja, apakah upah riil atau upah yang diluangkan (opportunity cost).
-
Data tidak boleh ada yang bernilai nol atau negatif karena logaritma dari bilangan tersebut adalah tak terhingga. Dalam praktek kenyataan seperti itu sulit dihindarkan, karenanya diperlukan cara untuk memperbaiki pendugaan seperti : a. Besaran dari variabel yang bernilai nol atau negatif diubah nilainya menjadi variabel dummy, misalnya pengamatan yang bernilai nol atau negatif diberi penimbang nol “0”, dan pengamatan lain diberi penimbang satu “1”. b. Menambahkan sesuatu bilangan yang sama untuk setiap nilai X, sehingga dengan demikian pengamatan yang bernilai nol atau negatif tidak akan menjadi nol atau negatif lagi. c. Mengganti pengamatan yang bernilai nol tersebut dengan bilangan yang kecil sekali.
6.
Asumsi, asumsi yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi CobbDouglas tidak selalu mudah berlaku begitu saja. Misalnya :
-
Asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda, tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama. Padahal, belum tentu teknologi di daerah penelitian adalah sama.
-
Sampel dianggap price takers, padahal untuk sampel petani yang subsisten mungkin tidak selalu demikian.
Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi peternakan adalah sapi bakalan, pakan konsentrat, dan pakan hijauan. Melalui fungsi produksi Cobb-Douglas keterkaitan antar peubah-peubah tersebut secara matematis dapat dirumuskan oleh persamaan berikut : Y= Model persamaan diatas kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linear menjadi persamaan sebagai berikut : ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + u ln e Keterangan : Y
= hasil produksi sapi potong (kg/ekor)
X1
= sapi bakalan (kg/ekor)
X2
= pakan konsentrat (kg/ekor/periode)
X3
= pakan hijauan (kg/ekor/periode)
b0
= konstanta
bi
= koefisien regresi dari faktor produksi Xi ; (i = 1, 2, 3)
e
= logaritma natural; e = 2,718
u
= kesalahan (disturbance term) Analisis data yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau
Ordinary Least Square (OLS), metode ini digunakan untuk menguji nilai t-hitung,
F-hitung, dan R2. Metode OLS memiliki beberapa sifat : (1) penaksir OLS tidak bias, (2) penaksir OLS mempunyai varians yang minimum, (3) konsisten; yaitu dengan meningkatnya ukuran sampel secara tidak terbatas, penaksir mengarah ke nilai populasi yang sebenarnya, (4) dari sifat nomor 1 dan 2, OLS merupakan penaksir tidak bias dengan varians yang minimum sehingga OLS efisien, dan (5) Linear. Selanjutnya, terdapat kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi model ekonometrika tersebut, yaitu : 1) kriteria ekonomi, 2) kriteria statistik, dan 3) kriteria ekonometrika. Kriteria ekonomi menyangkut tanda dan besaran parameter variabel-variabel independen dalam model, tanda dan besaran tersebut harus sesuai dengan hipotesis, kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang dapat dijelaskan. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji simultan (F-hitung) model yang digunakan, uji parsial (t-hitung) masing-masing parameter dugaan, dan nilai koefisien determinasi (R2). Kriteria terakhir, yaitu ekonometrika digunakan untuk melihat pelanggaran asumsi yang terjadi. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh peubah-peubah dalam persamaan akan mempengaruhi produksi pada perusahaan, maka akan dilakukan uji statistik. Pengujiannya dilakukan dengan dua cara yaitu : 1.
Pengujian parameter secara individu (uji parsial)
2.
Pengujian parameter secara keseluruhan (uji simultan)
4.5.1.1. Uji Parsial (Uji-t) Pengujian parameter secara individu atau parsial menggunakan Uji-t dimaksudkan untuk menguji secara terpisah dari setiap variabel bebas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebasnya.
Hipotesis yang digunakan : H0 : b1 = 0
atau variabel bebas (X1, X2, X3) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya (Y)
H1 : b1
0
atau variabel bebas (X1, X2, X3) berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya (Y)
Uji statistik yang digunakan : t hit = t tabel = t α/2 (n-k) Dimana : bi
= kofisien regresi suatu variabel bebas
Se(bi)
= standar kesalahan
n
= jumlah pengamatan (sampel)
k
= jumlah koefisien regresi dugaan termasuk intersep
Kaidah pengujian : Jika t hit < t tabel
maka terima H0, artinya variabel (X1, X2, X3) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y) pada taraf nyata α.
Jika t hit > t tabel
maka tolak H0, artinya variabel (X1, X2, X3) berpengaruh nyata terhadap (Y) pada taraf nyata α.
Uji-t juga dapat dilakukan dengan cara melihat output perhitungan komputer dengan melihat p-value pada masing-masing variabel bebas. Berdasarkan nilai p-value diketahui sampai berapa persen variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel tak bebasnya. Apabila p-value pada masing-masing variabel bebas lebih kecil dari α maka disimpulkan bahwa variabel bebas (X1, X2, X3) berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya (Y).
4.5.1.2. Uji Simultan (Uji-F) Pengujian parameter secara keseluruhan atau simultan menggunakan uji-F dimaksudkan untuk menguji apakah seluruh variabel bebas yang ada dalam model dapat berpengaruh nyata terhadap hasil produksi apabila digunakan secara bersama-sama. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara Fhitung dengan F-tabel. Hipotesis yang digunakan : H0 : b1 = b2 = b3 = ..... = bk = 0
atau variabel bebas (X1, X2, X3) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (Y)
H1 : minimal ada satu k dimana bk 0 atau variabel bebas (X1, X2, X3) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (Y) Uji statistik yang digunakan :
F hit =
F tabel = F α (k-1, n-k) Dimana : JKR
= jumlah kuadrat regresi
JKG
= jumlah kuadrat galat
n
= jumlah pengamatan (sampel)
k
= jumlah koefisien regresi dugaan termasuk intersep
Kaidah pengujian : Jika F hit < F tabel
maka terima H0, artinya variabel bebas (X1, X2, X3) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya (Y)
Jika F hit > F tabel
maka tolak H0, artinya variabel bebas (X1, X2, X3) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya (Y)
Untuk output perhitungan komputer, maka dapat dilihat p-value dari statistik F. Apabila p-value lebih kecil dari α maka berarti secara bersama-sama variabel bebas (X1, X2, X3) berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya (Y). 4.5.1.3. Koefisien Determinasi Suatu angka yang mengukur keragaman pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi disebut koefisien determinasi (R2). Untuk menguji kesesuaian model yang ada, maka perlu dihitung besarnya nilai R2. Perhitungan R2 digunakan untuk mengukur kemampuan dari peubah penjelas untuk menerangkan keragaman atau variasi dari peubah endogen pada masing-masing persamaan. Nilai R2 berkisar antara 0 < R2 < 1. Jika R2 semakin tinggi (mendekati satu), maka semakin baik model karena menunjukkan semakin besar keragaman dari peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas. Adapun koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : R2 =
R2 =
–
R2-adjusted dalam regresi berganda adalah nilai R2 yang telah disesuaikan terhadap banyaknya variabel bebas dan banyaknya observasi. Koefisien determinasi yang disesuaikan dirumuskan sebagai berikut :
R2-adjusted = 1 -
Dimana : R2-adjusted
= koefisien determinasi yang disesuaikan
R2
= koefisien determinasi
n
= jumlah observasi
k
= jumlah variabel bebas
4.5.1.4. Metode Uji Ekonometrik Untuk memenuhi asumsi dalam analisis regresi agar hasil analisis tidak bias atau BLUE (Best Linear Unbiased Estimate), maka dilakukan juga uji normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. 4.5.1.4.1. Uji Normalitas Salah satu pengujian yang dilakukan dalam persamaan regresi untuk menguji apakah nilai-nilai dari Y berdistribusi normal pada tiap nilai dari X adalah uji normalitas. Model regresi dengan persamaan Yi = f(X1i, X2i, ..., Xki) + εi memiliki asumsi bahwa nilai εij yang dihasilkan berdistribusi normal. Untuk keperluan tersebut maka perlu dilakukan uji normalitas terhadap nilai εij yang dihasilkan oleh suatu model. Uji normalitas yang banyak digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Uji
ini
dilakukan
dengan
membandingkan
nilai
probabilitas distribusi teoritik dari jenis distribusi probabilitas yang diasumsikan terhadap distribusi empirik. Selisih maksimum keduanya kemudian disebut
dengan Dmax. Nilai Dmax lalu dibandingkan dengan nilai kritis KolmogorovSmirnov untuk menentukan keputusan apakah satu set data mengikuti distribusi yang diasumsikan atau tidak (Nawari, 2010). Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan uji Jarque-Bera (JB). Uji JB mengukur perbedaan antara Skewness (kemenjuluran) dan Kurtosis (keruncingan) data dari sebaran normal, serta memasukkan ukuran keragaman. Hipotesis yang digunakan : H0 : Error term menyebar normal H1 : Error term tidak menyebar normal Uji Statistik yang digunakan : JB = Dimana : S
= Kemenjuluran
K
= Keruncingan
k
= Banyaknya koefisien penduga
N
= Banyaknya data pengamatan
Kaidah pengujian : Jika JB > χ22 maka tolak H0 JB < χ22 maka terima H0 Jika dilakukan perhitungan dengan komputer maka dapat dilihat nilai probabilitas pada output perhitungannya. Apabila nilai probabilitasnya lebih kecil dari α maka artinya tolak H0. Sebaliknya jika nilai probabilitas lebih besar dari α maka artinya terima H0.
4.5.1.4.2. Uji Multikolinearitas Istilah multikolinearitas didefinisikan sebagai hubungan secara linier diantara beberapa atau semua peubah penjelas dalam model regresi. Secara matematis dinyatakan sebagai : γ1X1i + γ2 X2i + ... + γk Xki = 0; γ1, γ2, ..., γk = konstanta yang tidak semuanya bernilai nol untuk i = 1, 2, ..., k. Adanya multikolinearitas menyebabkan peubah penjelas X tidak memberikan informasi yang baru bagi peubah respon Y. Selain itu, adanya multikolinearitas menyebabkan koefisien regresi tidak dapat ditentukan secara unik atau tunggal. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi, diantaranya : 1. Koefisien korelasi antar peubah penjelas Xi Cara paling mudah dan sederhana untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan melihat koefisien antara dua peubah penjelas. Adanya kolinearitas seringkali ditunjukkan jika nilai R cukup besar (terletak pada selang -1 ≤ R ≤ -0,5 atau 0,5 ≤ R ≤ 1). 2. VIF (Variance Inflation Factor) VIF didefinisikan sebagai : VIFi = dimana Ri2 merupakan koefisien determinasi berganda dari peubah penjelas Xi dengan seluruh peubah penjelas lainnya. Jika nilai VIFi > 10 maka diindikasikan bahwa telah terjadi multikolinearitas (Darmanto, 2010). 4.5.1.4.3. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan (εt) sama atau homogen. Dengan pengertian lain, Var(εi) = E(εi2) = σ2 untuk tiap
pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Asumsi ini disebut homoskedastisitas (homoscedasticity). Jika ragam sisaan tidak sama atau Var(εi) = E(εi2) = σi2 untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model
regresi,
maka
dikatakan
ada
masalah
heteroskedastisitas
(heteroscedasticity). Masalah heteroskedastisitas sering terjadi dalam data cross section. Meskipun demikian masalah ini dapat juga terjadi dalam data time series (Juanda, 2009). Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity Test, sebagai berikut : Hipotesis yang digunakan : H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada heteroskedastisitas Uji Statistik yang digunakan : 2
ω= Dimana : ω
= Nilai statistik white
e
= galat
Kaidah pengujian : Jika ω > χ2α(K) maka tolak H0 Jika ω < χ2α(K) maka terima H0 4.5.2. Analisis Efisiensi Produksi Efisiensi produksi pada suatu usaha dapat dilihat melalui efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Melalui tingkat efisiensi teknis dapat diketahui apakah produksi berjalan pada tingkat efisien dimana apabila produksi berjalan secara
efisien maka usaha dapat mencapai produksi yang optimum. Efisiensi teknis dan ekonomis secara bersama-sama dapat menunjukkan kombinasi faktor produksi yang menunjukkan tingkat produksi optimum dan menghasilkan keuntungan maksimum dari suatu usaha. 4.5.2.1. Efisiensi Teknis Efisiensi teknis adalah besaran yang menunjukkan tingkat produksi sebenarnya, apakah produksi berada dalam skala optimum atau tidak. Efisiensi teknis dari setiap faktor produksi dapat diketahui dari nilai elastisitas produksinya. Elastisitas produksi dari model regresi digunakan untuk mengukur tingkat kepekaan atau untuk mengetahui persentase perubahan Y (peningkatan atau penurunan) apabila terjadi persentase perubahan X. Secara matematis dituliskan sebagai berikut : EPi =
=
x
=
Kaidah pencapaian kondisi efisiensi teknis berdasarkan nilai elastisitas produksi (EP) adalah sebagai berikut : EPi > 1
belum tercapai efisiensi teknis
0 < EPi < 1
tercapai efisiensi teknis
EPi < 0
tidak tercapai efisiensi teknis
Soekartawi (1990) menyatakan nilai elastisitas dari seluruh faktor-faktor produksi atau elastisitas produksi total (Σ EPi) menunjukkan returns to scale atau skala usaha peternakan, apakah kegiatan usaha peternakan yang diteliti mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. Kriteria dari kaidahkaidah tersebut adalah sebagai berikut :
EP < 1 artinya proporsi penambahan faktor produksi melebihi/lebih besar dari proporsi penambahan produksi itu sendiri. Kondisi demikian menunjukkan decreasing return to scale. EP = 1 artinya
penambahan
faktor
produksi
akan
proporsional
dengan
penambahan produksi yang diperoleh. Kondisi demikian menunjukkan constant return to scale. EP > 1 artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Kondisi demikian menunjukkan increasing return to scale. 4.5.2.2. Efisiensi Ekonomis Efisiensi ekonomis adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum. Keuntungan maksimum dapat diketahui apabila turunan pertama dari keuntungannya sama dengan nol. Efisiensi ekonomi tercapai pada saat nilai produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM). π = PY . Y - PX . X ; kondisi saat π maks
=0 PY
- PX
PY
= PX
=0
PY.PM = PX NPM = BKM Untuk efisiensi dari penggunaan tiap-tiap faktor produksi, kondisi tersebut tercapai dengan syarat sebagai berikut :
=
= ……. =
=1
Apabila kondisi tersebut dipenuhi, artinya faktor produksi X yang digunakan telah mencapai tingkat efisien. Namun dalam kenyataannya kondisi seperti ini sulit dicapai. Jika
> 1 artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien sehingga diperlukan penambahan faktor produksi X agar tercapai kondisi efisiennya.
Jika
< 1 artinya penggunaan faktor produksi X telah melampaui tingkat efisien sehingga diperlukan pengurangan faktor produksi X agar tercapai kondisi efisiennya.
4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C ratio) Pendapatan usaha peternakan merupakan total penerimaan yang diperoleh peternakan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan peternakan untuk melakukan proses produksi. Total penerimaan usaha peternakan disini berasal dari hasil produksi yaitu penjualan sapi potong yang telah digemukkan. Total biaya meliputi biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan selama masa produksi berlangsung. Tingkat pendapatan usaha peternakan dapat dituliskan dalam persamaan matematis sebagai berikut : π = TR – TC TR = Σ (Yi x PYi) TC = TFC + TVC
Dimana : π
= pendapatan
TR
= total penerimaan (total revenue)
TC
= total biaya (total cost)
Yi
= jumlah output yang dijual
PYi
= harga output yang dijual
i
= jenis output yang dijual
TFC
= total biaya tetap (total fixed cost)
TVC
= total biaya variabel (total variable cost)
Kaidah pengujian : Jika TR > TC
maka usaha mendapat keuntungan
TR = TC
maka usaha dalam kondisi impas (tidak untung dan tidak rugi)
TR < TC
maka usaha mengalami kerugian
Analisis
pendapatan
usaha
peternakan
biasanya
disertai
dengan
pengukuran efisiensi dari input-outputnya. Efisiensi suatu usaha peternakan terhadap setiap penggunaan satu unit input digambarkan oleh rasio penerimaan dan biaya. Rasio penerimaan dan biaya atau R/C ratio ini merupakan perbandingan antara penerimaan yang diterima usaha peternakan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Secara matematis hal itu dapat dituliskan sebagai berikut : R/C ratio = Suatu usaha peternakan dikatakan menguntungkan jika nilai R/C ratio lebih besar dari satu. Semakin besar R/C ratio maka semakin besar pula
keuntungan yang diperoleh peternak (Soekartawi, 1991). Kriteria yang digunakan adalah : Jika R/C > 1 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan peternak untuk kegiatan usahanya akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Maka dapat dikatakan usaha peternakan tersebut menguntungkan untuk dijalankan. Jika R/C = 1 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan peternak untuk kegiatan usahanya hanya memberikan penerimaan yang sama dengan biaya yang dikeluarkannya. Maka dapat dikatakan usaha peternakan berada pada titik impas dimana kondisinya tidak untung tetapi juga tidak rugi. Jika R/C < 1 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan peternak untuk kegiatan usahanya, menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha peternakan tersebut tidak menguntungkan untuk dijalankan. 4.5.4. Analisis Keberlanjutan Usaha Setiap
pengusaha,
disamping
mendapatkan
keuntungan
pasti
mengharapkan agar usahanya dapat terus berjalan. Untuk itu diperlukan berbagai upaya agar pengusaha tersebut dapat mempertahankan keberlanjutan usahanya di masa yang akan datang. Analisis keberlanjutan usaha dalam penelitian ini meliputi ketersediaan sumberdaya bahan baku kedepannya. Bahan baku tersebut merupakan faktor produksi yang dapat menunjang usaha agar dapat terus berjalan, yaitu penyediaan sapi bakalan dan pakan.
Selain ketersediaan bahan baku, akan dibahas juga mengenai penanganan limbah peternakan. Lokasi peternakan memang cukup jauh dari pemukiman penduduk, namun seiring berjalannya waktu kepadatan penduduk dalam suatu wilayah pasti bertambah. Terlebih jika di wilayah tersebut tanahnya subur dan memiliki aksesibilitas yang baik. Pembahasan mengenai pengelolaan limbah yang akan dilakukan peternakan kedepannya dimaksudkan agar tidak mengganggu masyarakat dan tercipta lingkungan yang harmonis antara peternakan dan pemukiman sekitar demi keberlanjutan usaha peternakan. Analisis mengenai keberlanjutan usaha ini akan dijelaskan secara deskriptif. 4.5.5. Batasan Istilah 1.
Ternak yang dipelihara merupakan sapi potong bakalan yang diimpor dari Australia untuk kemudian digemukkan sampai batas waktu tertentu hingga dihasilkan bobot badan yang lebih besar.
2.
Fungsi produksi adalah fungsi yang menunjukkan hubungan fisik antara faktor-faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output).
3.
Faktor produksi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya output (berupa sapi potong), yaitu : sapi bakalan, pakan konsentrat, pakan hijauan, tenaga kerja, dan kandang. Namun dalam penelitian ini faktor-faktor produksi yang digunakan adalah sapi bakalan, pakan konsentrat, dan pakan hijauan.
4.
Sapi bakalan merupakan sapi potong hidup dengan bobot berkisar antara 250350 kilogram dari bangsa sapi impor dengan tipe sex bull, steer, heifer yang dipelihara dan diberi pakan tertentu hingga mencapai bobot ideal siap jual.
Sapi bakalan dihitung berdasarkan bobot badan awal sapi potong yang tertimbang saat awal masa pemeliharaan. 5.
Bull adalah sapi jantan dewasa yang tidak dikastrasi (dikebiri) yang sudah dapat digunakan untuk perkawinan (pejantan).
6.
Steer adalah sapi jantan yang dikastrasi sebelum mencapai dewasa kelamin.
7.
Heifer adalah sapi dara atau sapi betina yang dikastrasi dan belum pernah melahirkan.
8.
Sapi potong merupakan sapi potong hidup yang telah mencapai bobot ideal siap jual yaitu minimal berbobot 360 kilogram. Sapi potong disini dihitung berdasarkan bobot badan akhir sapi yang tertimbang saat akhir masa pemeliharaan.
9.
Pakan konsentrat adalah pakan campuran dari beberapa bahan yang berasal dari limbah atau hasil ikutan pertanian yang biasa digunakan sebagai pakan ternak, yang diolah/dibuat sendiri oleh pihak peternakan dengan nama konsentrat APS. Pakan konsentrat disini adalah jumlah konsentrat APS yang diberikan kepada ternak selama periode pemeliharaan.
10. Pakan hijauan adalah pakan berupa hijauan baik hijauan segar maupun kering. Pakan hijauan disini adalah jumlah pakan hijauan berupa rumput gajah, tebon jagung, dan jerami yang telah difermentasi, yang diberikan kepada ternak selama periode pemeliharaan. 11. Lama pemeliharaan adalah waktu yang dibutuhkan untuk memelihara sapi potong mulai dari awal sapi bakalan didatangkan sampai sapi potong tersebut siap dijual. Satu periode pemeliharaan pada perusahaan berkisar ± 3 bulan atau selama 75 - 90 hari.
12. Biaya produksi adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya tetap dan biaya variabel. 13. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang besarnya tidak dipengaruhi jumlah output yang diproduksi. 14. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang besarnya dipengaruhi jumlah output yang diproduksi. 15. Penyusutan adalah penurunan nilai dari faktor-faktor produksi (seperti bangunan, mesin, atau peralatan) akibat penggunaannya dalam suatu proses produksi (karena pertambahan umur pemakaian). Perhitungan ini dilakukan pada faktor-faktor produksi tetap pada suatu usaha. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dasar pemikirannya adalah bahwa benda yang digunakan dalam suatu usahatani menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Rumus penyusutan dengan metode garis lurus adalah sebagai berikut : Penyusutan =
16. Rasio penerimaan dan biaya (R/C ratio) menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi. Melalui R/C ratio dapat diketahui tingkat keuntungan suatu usahaternak. Nilai R/C ratio yang baik adalah yang lebih besar dari satu, semakin besar R/C ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. 17. Efisiensi adalah suatu kondisi dimana seluruh faktor produksi yang digunakan telah mencapai kondisi efisien teknis dan efisien ekonomis.
18. Efisiensi teknis adalah suatu kondisi dimana nilai elastisitas produksi dari variabel input yang digunakan dalam model serta nilai keseluruhannya berada antara nol dan satu (0 < EP < 1). 19. Efisiensi ekonomis adalah suatu kondisi optimum yang tercapai apabila nilai NPM = BKM dari variabel input yang digunakan dalam model. 20. Nilai Produk Marjinal (NPM) adalah turunan pertama dari persamaan fungsi produksi dikali dengan harga produksi. NPM =
. PY
21. Biaya Korbanan Marjinal (BKM) adalah rata-rata harga satuan faktor-faktor produksi (PX) yang berlaku di daerah penelitian. 22. Keberlanjutan usaha adalah upaya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan produksi.
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Perusahaan Perusahaan ini bernama PT Andini Persada Sejahtera atau biasa disebut juga dengan PT APS. PT APS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang peternakan, yang mengkonsentrasikan usahanya dalam bidang penggemukan sapi potong. Sapi-sapi potong disini merupakan sapi impor dengan sapi persilangan Brahman Cross sebagai sapi dominan yang dipelihara, bangsa sapi lain yang juga dipelihara diantaranya Santa Gertrudis dan Droughtmaster. Perusahaan ini memiliki satu unit kantor pusat yang terletak di Jl. Transyogi Km 3 Cibubur Times Square, Ruko Madison Blok B4 No.23, Cibubur. Lokasi kantor ini dipilih karena jaraknya tidak terlalu jauh dengan pusat kota. Sedangkan untuk lokasi peternakan (farm) dipilih lokasi yang jauh dari pusat kota dan keramaian, namun tetap terjangkau oleh akses transportasi yang baik yaitu adanya jalan besar dengan kondisi yang baik serta tanpa kemacetan sehingga distribusi dapat berjalan dengan lancar. Selain itu lokasi peternakan juga dipilih yang berada di dataran tinggi dengan sumber air baik dan asri, hal ini dimaksudkan agar kondisi peternakan mirip dengan lingkungan awal ternak sehingga ternak dapat beradaptasi dengan baik. Peternakan tersebut berada di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat. Peternakan ini dapat menampung hingga 2500 ekor sapi bakalan. Disamping itu, untuk memperluas usahanya PT Andini Persada Sejahtera juga memiliki dua unit peternakan lain yang berada di Desa Mekarlaksana, Kecamatan Cikanjung, Kabupaten Bandung dan Kampung Duren Desa Sokanegara RT 02/RW 04,
Kecamtan Kejobong, Kabupaten Purbalingga dengan masing-masing daya tampung sebesar 2500 dan 1000 ekor sapi. Lokasi peternakan Cikalong, yang merupakan objek dalam penelitian ini terletak di lereng gunung. Jarak antara pemukiman dengan peternakan sendiri kurang lebih 500 - 1000 meter. Jarak tersebut cukup jauh sehingga tidak terlalu mengganggu masyarakat sekitar. Untuk jarak kandang dengan bangunan tinggal dalam lokasi peternakan kurang lebih 100 - 200 meter. Jarak tersebut memang sengaja dibuat tidak terlalu jauh untuk memudahkan pengawasan pada ternak. Luas peternakan itu sendiri adalah 6,7 hektar, dimana sekitar 1,5 hektar lahannya digunakan untuk membuat beberapa bangunan seperti kandang, kantor, gudang pakan hijauan, gudang pakan konsentrat, dan mess. Peternakan ini juga memiliki lahan kosong yang belum dimanfaatkan sehingga ditumbuhi tanaman liar. Disekitar lokasi peternakan juga terdapat pertanian padi, jagung, dan perikanan milik masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar biasanya memanfaatkan pupuk dari limbah kotoran ternak yang diberikan oleh peternakan. 5.2. Sejarah Perkembangan Perusahaan Perusahaan ini didirikan pada tahun 2002 oleh Bapak Ir. H Prihatin Nugroho. Selama perjalanannya, perusahaan ini selalu melakukan penyesuaian dan pembaruan dalam upaya memperluas kegiatan usaha. Sebelum nama PT Andini Persada Sejahtera ditetapkan, perusahaan ini sempat beberapa kali mengganti nama perusahaan. Pada awal pendiriannya, perusahaan ini bernama CV Makmur Nugroho. Kemudian pada tahun 2007 berubah menjadi PT Bonita Farm. Baru di tahun 2008 nama PT Andini Persada Sejahtera ditetapkan. Dasar yang
melatarbelakangi pendirian usaha adalah keluarga dari pemilik yang juga melakukan usaha di bidang peternakan. Sejak awal didirikan perusahaan ini sudah menspesifikasikan usahanya pada kegiatan penggemukan sapi potong (fattening) ditambah dengan penjualan sapi potong (trading). Jumlah ternak yang dipelihara awalnya hanya sekitar 20 ekor sapi potong bakalan yang berasal dari dalam negeri (sapi potong lokal). Setiap tahunnya jumlah ternak yang dipelihara mengalami peningkatan. Namun selama memelihara sapi potong lokal, penambahan jumlah ternak tidak terlalu signifikan, kurang lebih penambahannya sekitar 50 persen dari jumlah ternak awal. Tahun 2008 perusahaan ini mulai mengimpor sapi bakalan dari luar negeri. Jumlah awal ternak yang diimpor adalah 1800 ekor sapi per bulan. Setelah perusahaan melakukan impor sapi, jumlah ternak bertambah cukup banyak. Sekitar 6 bulan kemudian, jumlah ternak yang diimpor meningkat menjadi 3000 ekor sapi per bulan. Sampai awal tahun 2010 perusahaan mengimpor kurang lebih 6000 ekor sapi per bulan dimana jumlah ternak yang masuk ke peternakan bertahap setiap minggunya kurang lebih sejumlah 1500 ekor. Selama perusahaan mulai berkonsentrasi pada komoditas sapi impor, pemeliharaan sapi lokal pun tetap dilakukan, namun jumlahnya tidak banyak, maksimal hanya sekitar 150 ekor sapi lokal yang dipelihara. Sebenarnya permintaan akan sapi lokal cukup bagus, hanya saja ketersediaan sapi bakalan lokal sangat terbatas dan sulit ditemukan sehingga pemeliharaannya tidak banyak dilakukan. Berbagai faktor lain mengenai pemeliharaan sapi lokal juga menjadi alasan sedikitnya jumlah sapi lokal yang dipelihara disini. Faktor-faktor tersebut juga turut mendorong banyaknya impor sapi yang dilakukan di Indonesia.
Selama perusahaan mengkonsentrasikan usahanya pada kegiatan fattening dan trading, perusahaan mampu menjual sapi potong hingga 6000 ekor per bulannya. Trading disini maksudnya sapi impor yang telah sampai dikarantina sampai beberapa waktu kemudian langsung dijual. Pemasaran pada waktu ini mencakup wilayah Jawa Barat 60 persen, Jabodetabek 30 persen, luar wilayah tersebut (Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung) 10 persen. Namun sejak Mei 2010 perusahaan mulai menerapkan sistem full fattening dimana seluruh sapi yang diimpor harus melalui tahap pemeliharaan terlebih dahulu sampai batas waktu tertentu hingga mencapai bobot ideal siap jual. Dalam upaya mengembangkan usaha peternakan, pemilik pernah mengikuti beberapa kegiatan yang berkaitan dengan peternakan diantaranya adalah pelatihan dan penyuluhan mengenai inseminasi buatan yang diadakan oleh pemerintah, seminar mengenai pemasaran komoditas ternak, serta pelatihan dan penyuluhan mengenai penyesuaian kondisi pakan dengan daerah dimana peternakan berada. Disamping itu pemilik juga pernah mencoba bekerja di peternakan lain sebagai karyawan. Perusahaan yang baik harus memiliki visi dan misi dalam menjalankan usaha agar tujuan dari masing-masing pemegang kepentingan dapat diseragamkan serta segala sesuatunya dapat berjalan sesuai dengan koridor yang seharusnya. Visi PT Andini Persada Sejahtera adalah menjadi perusahaan terpadu dalam bidang usaha ternak dari hulu sampai hilir berwawasan global. Misi PT Andini Persada Sejahtera yaitu : (1) membudidayakan dan memperdagangkan ternak, produk hasil olahan dan produk turunan, serta penunjang lainnya dengan kualitas terbaik sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan, mitra usaha,
dan masyarakat; (2) membantu program pemerintah dalam rangka swasembada ternak dan memasyarakatkan peternakan; (3) memberikan nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan bagi pemilik (pemegang saham), karyawan, mitra usaha, dan masyarakat. Visi dan misi ini akan berjalan dengan baik jika didukung oleh setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu koordinasi dan kerjasama antar pihak harus terjalin dengan baik. 5.3. Tatalaksana Pemeliharaan Tatalaksana pemeliharaan merupakan aspek-aspek yang dilakukan dalam pemeliharaan sapi potong pada peternakan. Tatalaksana pemeliharaan meliputi bangsa ternak yang dipelihara pada peternakan, konstruksi kandang, struktur organisasi dan tenaga kerja, pemberian pakan dan minum untuk ternak, serta perlakuan untuk menjaga kesehatan ternak. 5.3.1. Ternak yang Dipelihara Bangsa sapi yang dipelihara pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, merupakan sapi impor dari Australia dengan sapi persilangan Brahman Cross (BX) sebagai sapi yang mendominasi populasi. Sekitar 80 - 85 persen sapi yang dipelihara adalah sapi persilangan ini. Bangsa sapi impor lain yang juga dipelihara pada peternakan ini adalah Santa Gertrudis dan Droughtmaster. Disamping sapi impor, peternakan ini juga memelihara bangsa sapi lokal yaitu Peranakan Ongole (PO), namun jumlahnya sangat sedikit. Sapi bakalan yang dipelihara memiliki kriteria umur yang berkisar antara 2 - 2,5 tahun. Pada umur ini, sapi telah memiliki gigi tetap sebanyak 2 pasang (4 buah) atau 2 pasang gigi susu yang telah tanggal. Disamping itu, pada umur ini sapi berada pada fase rakus serta pertumbuhan badan sapi berlangsung secara
horizontal, yaitu daging akan mulai mengembang dan memadat. Umur sapi yang terlalu muda pertumbuhan badannya tidak berlangsung secara efektif karena bersamaan dengan pertumbuhan tulang dan gigi. Selain itu umur sapi yang terlalu tua, pertumbuhan badan akan diiringi dengan munculnya lemak. Bobot badan awal sapi bakalan yang dipelihara berkisar antara 250 - 350 kg. Keseragaman tipe, umur, dan besar tubuh tersebut dapat menguntungkan peternakan
dalam
berbagai
hal,
diantaranya
mempermudah
tatalaksana
pemeliharaan dan pada umumnya akan memiliki harga yang lebih baik dalam pemasaran (Sugeng, 1998). Disamping beberapa kriteria di atas, kriteria lain dalam memilih bakalan adalah sapi harus sehat, tidak terdapat cacat pada anggota tubuh, dan bentuknya proporsional (bentuk badan empat persegi panjang dengan komposisi yang serasi), dalam hal ini jika dilihat dari arah depan dan belakang sapi akan terlihat lebar dan berisi. Posisi kaki juga harus kuat dan tegak. Jumlah ternak sapi yang dipelihara pada saat pengambilan data awal dilakukan yaitu pada Agustus 2010 adalah 1798 ekor sapi. Komposisi ternak sapi yang dipelihara dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Populasi Ternak Dipelihara PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Saat Penelitian Tipe sex sapi Populasi persentase Bulls 703 39,100 Steers 441 24,527 Heifers 545 30,311 Breeding induk 28 1,557 Breeding pedet 18 1,001 Lokal 3 0,167 Stok jual 60 3,337 Jumlah 1.798 100 Sumber : PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, 2010
5.3.2. Kandang Kandang merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan dalam peternakan. Hal ini karena selama proses pemeliharaan sapi-sapi akan tinggal di dalam kandang. Pengandangan pada ternak biasanya dilakukan jika jumlah lahan hijauan terbatas. Disamping itu, pengandangan juga memiliki tujuan agar ternak menjadi cepat gemuk serta pertumbuhannya pesat dan seragam karena selain adanya faktor pakan yang diberikan, ternak dalam kandang juga tidak digembalakan dan dipekerjakan sehingga ternak tidak mudah lelah dan kehilangan banyak energi. Sugeng (1998) menyatakan bangunan kandang pertama-tama diupayakan untuk melindungi sapi terhadap gangguan luar yang merugikan, baik terhadap sengatan terik matahari, kedinginan, kehujanan, dan tiupan angin yang kencang. Secara umum konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, serta bersirkulasi udara baik. Tipe kandang yang digunakan pada PT Andini Persada Sejahtera adalah kandang koloni, yaitu kandang yang diisi oleh ternak dalam jumlah banyak. Terdapat 7 kandang pada peternakan PT APS Cikalong Bandung, dimana dalam setiap kandang terdapat 8 pen. Pada tiap-tiap kandang dibuat jalan ditengah ruangan seperti lorong, pen berada disamping kiri dan kanan dengan sisi depan pen saling berhadapan. Masing-masing pen berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 x 16 meter dan dapat menampung sekitar 35 ekor sapi. Setiap pen dilengkapi dengan bak minum dan bak pakan. Bak minum dan pakan ini merupakan bagian dari sisi kandang yang terletak disisi depan dan dibuat secara memanjang. Bak minum dan pakan terbuat dari semen dan
dipisahkan oleh sekat yang juga berbahan semen. Pada bak minum terdapat pipa kecil di dinding atas yang akan mengalirkan air secara otomatis jika air dalam bak minum telah habis. Bak pakan dan minum ini dibuat agak lebih tinggi agar tidak diinjak atau tercampur kotoran. Masing-masing pen juga dilengkapi dengan sebuah pintu untuk keluar masuk sapi. Pintu ini terletak disisi depan kandang, bersebelahan dengan bak minum dan pakan. Konstruksi kandang merupakan bangunan permanen dengan lantai terbuat dari semen. Kerangka kandang terbuat dari bambu, kayu, dan besi. Atap kandang dibuat tertutup untuk jalan dan setengah terbuka untuk pen dimana sisi depan pen merupakan bagian yang tertutup. Keadaan ini juga bertujuan agar sirkulasi udara berjalan dengan baik. Atap kandang terbuat dari asbes. Pengelompokan sapi untuk setiap pen didasarkan pada bangsa, tipe sex sapi, dan bobot awal saat sapi dipelihara. 5.3.3. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja Struktur organisasi dalam suatu perusahaan diperlukan untuk mengatur pelaksanaan kegiatan perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi ini, pembagian tugas dan tanggung jawab antar karyawan menjadi jelas. Struktur organisasi juga akan menciptakan koordinasi dan garis kerja yang jelas antar karyawan sehingga kegiatan usaha dapat dijalankan. Perusahaan penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera dipimpin oleh pemilik sebagai direktur utama. Direktur utama ini bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan usaha dan mengawasi seluruh kegiatan usaha. Direktur utama juga membuat dan memutuskan kebijakan-kebijakan dalam menentukan arah perusahaan.
Direktur utama ini membawahi direktur keuangan dan direktur operasional. Direktur keuangan sebagai administrator keuangan perusahaan, mengatur pemasaran, human resource development (HRD) perusahaan, serta hal umum
lain
yang berkaitan
dengan
hal-hal
diluar
teknis
pelaksanaan
penggemukan. Direktur operasional merupakan penanggung jawab peternakan yang bertugas memonitor kegiatan operasional di peternakan dan mengontrol kualitas faktor-faktor produksi serta output yang dihasilkan. Direktur operasional membawahi koordinator lapangan yang bertanggung jawab di setiap peternakan, yaitu koordinator lapangan peternakan Kecamatan Cikalong,
koordinator
lapangan
peternakan
Kecamatan
Cikanjung,
dan
koordinator lapangan peternakan Kecamatan Kejobong. Koordinator lapangan ini bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan di masing-masing peternakan dan bertugas mengawasi pelaksanaan penggemukan di peternakan. Pada setiap peternakan juga terdapat beberapa koordinator lain dibawah koordinator lapangan, yaitu koordinator hijauan, koordinator pakan, dan koordinator kandang. Koordinator hijauan bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan pakan hijauan peternakan. Koordinator hijauan ini mencari wilayah hijauan di sekitar lokasi peternakan atau wilayah lain jika di sekitar peternakan kekurangan hijauan. Koordinator pakan bertanggung jawab untuk memantau pemberian pakan pada ternak. Koordinator kandang bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan kandang seperti kebersihan dan keamanan kandang. Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 1. Peternakan Cikalong Bandung sendiri memiliki karyawan tetap berjumlah 8 orang dan karyawan harian (anak kandang) berjumlah 10 orang. Karyawan tetap
biasanya berasal dari luar lokasi peternakan. Sedangkan anak kandang biasanya berasal dari masyarakat sekitar. Perusahaan menyediakan mess untuk karyawan yang tempat tinggalnya jauh dari lokasi peternakan. Karyawan tetap ini merupakan tenaga kerja terlatih yang memiliki keahlian dibidangnya masingmasing. Anak kandang sendiri bertugas mengerjakan teknis pelaksanaan kegiatan di peternakan. Pembagian waktu dan kegiatan kerja karyawan harian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jam Kerja dan Jenis Kegiatan Karyawan Harian PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung. Jam Kerja Jenis Kegiatan 05.00 Pemberian pakan hijauan dan jerami 07.00 Pemberian konsentrat 11.00 Pemberian pakan hijauan yang dicacah 13.00 Pemberian konsentrat 16.00 Pemberian jerami* 19.00 Pemberian konsentrat** Keterangan :
* Pemberian jerami ini dilakukan jika jerami telah habis ** Pemberian konsentrat ini dilakukan jika konsentrat telah habis Sumber : PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung (2010)
Jam kerja karyawan harian dibagi menjadi dua shift yaitu shift siang yang bekerja pada pukul 05.00 - 12.00 dan shift malam yang bekerja pada pukul 12.0019.00. Pembagian shift digilir sesuai ketentuan yang berlaku di perusahaan. Karyawan harian bekerja 6 hari per minggu dan libur selama 1 hari yang juga diberikan secara bergantian sesuai ketentuan perusahaan. Karyawan tetap bekerja seperti karyawan pada umumnya yaitu 5 hari per minggu dari hari Senin sampai Jumat. 5.3.4. Pemberian Pakan dan Minum Pakan dan minum ternak pada PT Andini Persada Sejahtera diberikan dengan cara yang berbeda. Pemberian minum dilakukan dengan cara ad libitum yaitu diberikan dalam jumlah yang selalu tersedia. Air akan mengalir dari pipa
kecil pada bak minum secara otomatis bila air dalam bak minum telah habis. Air sendiri memiliki peran yang sangat penting bagi setiap makhluk hidup tak terkecuali sapi. Peran air pada sapi erat hubungannya dengan sifat fisik dan kimia air, antara lain sebagai pelarut zat pakan, sebagai pengangkut zat pakan, membantu kelancaran proses pencernaan dan metabolisme, dan lain sebagainya. Sarwono dan Arianto (2006) menyatakan volume kebutuhan air minum sapi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh jenis sapi, suhu lingkungan, jenis pakan yang diberikan, dan kegiatan sapi. Sapi dewasa biasanya membutuhkan 25 - 35 liter air minum per harinya. Pemberian pakan dilakukan secara restricted (dibatasi). Menurut Santosa (1995) jika pemberian pakan dilakukan secara ad libitum akan menjadi tidak efisien karena dapat menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga dapat membahayakan ternak apabila termakan. Pakan yang diberikan untuk sapi-sapi yang dipelihara pada PT Andini Persada Sejahtera berupa pakan hijauan dan konsentrat. Jumlah pakan hijauan dan konsentrat yang diberikan untuk sapi per ekor per harinya dihitung berdasarkan rumus berikut : Pakan hijauan = 2,5 - 3% x BB x % kebutuhan hijauan x DM hijauan Konsentrat
= 2,5 - 3% x BB x % kebutuhan konsentrat x DM konsentrat
Persentase 2,5 sampai 3 menunjukkan kemampuan sapi dalam mengkonsumsi pakan berdasarkan bobot badan (BB). Biasanya semakin besar bobot badan sapi maka kemampuan makan sapi tersebut juga akan semakin banyak. Persentase kebutuhan hijauan dan konsentrat merupakan komposisi pakan yang diberikan kepada ternak. Pada penggemukan sapi di PT Andini Persada
Sejahtera komposisi pemberian konsentrat lebih besar daripada hijauan. Perusahaan ini menetapkan konsumsi konsentrat sebesar 80 persen dan hijauan sebesar 20 persen dari keseluruhan pakan yang dibutuhkan per ekor sapi per harinya. Namun komposisi ini tidak bersifat mutlak. Pada awal masa pemeliharaan konsumsi hijauan diberikan lebih besar daripada konsentrat. Hal ini dimaksudkan untuk menambah cairan pada sapi karena selama proses perjalanan dari daerah asal sampai ke peternakan sapi akan kehilangan banyak cairan. Disamping itu, pemberian konsentrat yang berlebihan pada awal dapat mengakibatkan diare. Biasanya pakan hijauan yang diberikan berkisar antara 4 - 5 kilogram dan untuk pakan konsentrat berkisar antara 8 - 9 kilogram per ekor sapi per harinya. Dry matter (DM) adalah unsur kering yang terdapat dalam pakan hijauan maupun konsentrat. Perusahaan menetapkan dry matter untuk hijauan dan konsentrat masing-masing sebesar 100/50 dan 100/80. Nilai ini berarti untuk hijauan kandungan bahan keringnya sebesar 50 persen dan kandungan airnya sebesar 50 persen, untuk konsentrat kandungan bahan keringnya sebesar 80 persen dan kandungan airnya sebesar 20 persen. Konsentrat merupakan bahan pakan utama yang digunakan pada penggemukan sapi di PT Andini Persada Sejahtera. Menurut Sugeng (1998) konsentrat adalah pakan berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Fungsi konsentrat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah sehingga sapi yang sedang tumbuh atau sedang dalam periode penggemukan harus diberikan konsentrat yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan
daging. Konsentrat yang diberikan adalah campuran beberapa bahan pakan yang dibuat sendiri oleh perusahaan. Bahan pakan tersebut meliputi konsentrat sumber energi yaitu onggok, katul, pollard, dan tumpi jagung (sisa kulit ari jagung) serta konsentrat sumber protein yaitu bungkil sawit, bungkil biji kapuk, ampas kopi, ampas cokelat, bungkil kedelai, dan ampas tahu. Walaupun konsentrat dibuat sendiri oleh perusahaan namun pembuatan konsentrat ini memiliki manajemen sendiri sehingga peternakan juga harus membeli konsentrat tersebut dengan harga Rp 1.500 per kilogramnya. Pakan hijauan yang diberikan pada penggemukan sapi di PT Andini Persada Sejahtera ada yang berupa hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar yang diberikan adalah rumput gajah dan tebon jagung. Fungsi dari hijauan itu sendiri adalah untuk menambah serat pada sapi. Pakan hijauan termasuk pakan kasar, yakni bahan pakan yang berserabut kasar tinggi. Hewan memamah biak seperti sapi justru akan mengalami gangguan pencernaan bila kandungan serat kasar di dalam ransum terlalu rendah. Sehingga peranan hijauan tidak bisa digantikan dengan konsentrat yang kandungan serat kasarnya relatif rendah. Pakan kasar ini berfungsi menjaga alat pencernaan agar bekerja baik, membuat kenyang, dan mendorong keluarnya kelenjar pencernaan (Sugeng, 1998). Hijauan kering yang diberikan berupa jerami kering dan jerami yang telah difermentasi. Menurut Sarwono dan Arianto (2006) kandungan nutrisi jerami diantaranya protein 4,5 - 5,5 persen, lemak 1,4 - 1,7 persen, serat kasar 31,5 - 46,5 persen, abu 19,9 - 22,9 persen, kalsium 0,19 persen, fosfor 0,1 persen, dan BETN (bahan ekstra tanpa nitrogen, mencerminkan nilai kalori/energi bahan pakan ternak) 27,8 - 39,9 persen. Dengan demikian karakteristik jerami sebagai pakan
ternak tergolong hijauan bermutu rendah. Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan serat kasarnya tinggi sekali. Dengan rendahnya kandungan nutrisi jerami dan sulitnya daya cerna jerami maka pemanfaatan jerami sebagai pakan ternak ruminansia perlu diefektifkan. Untuk meningkatkan kelengkapan nutrisi dalam memenuhi kebutuhan hidup ternak sekaligus meningkatkan daya cerna ternak, PT Andini Persada Sejahtera menambahkan pakan tambahan jenis starbio pada jerami. Campuran starbio dan jerami tersebut kemudian difermentasikan bersama-sama dengan urea selama kurang lebih 2 - 3 minggu. Sarwono dan Arianto (2006) menambahkan dalam proses fermentasi, enzim yang dihasilkan oleh mikrobe yang terkandung dalam starbio akan menguraikan serat kasar jerami menjadi bahan-bahan sederhana yang mudah diserap pencernaan sapi. Setelah proses fermentasi tersebut, jerami baru dapat digunakan sebagai pakan sapi. 5.3.5. Kesehatan Ternak Kesehatan ternak sapi juga merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan usaha penggemukan sapi potong. Sapi yang sakit biasanya akan kehilangan nafsu makannya sehingga bobot tubuhnya akan mengalami penurunan. Hal tersebut tentunya dapat mengganggu produksi. Untuk itu diperlukan perawatan dan pengawasan terhadap ternak secara intensif agar kesehatan ternak tetap terjaga. Upaya-upaya yang dilakukan perusahaan dalam menjaga kesehatan ternak diantaranya adalah melakukan vaksinasi pada sapi-sapi yang akan dipelihara. Vaksinasi ini dilakukan pada awal masa pemeliharaan oleh pihak pengekspor.
Pembelian bakalan sapi seharga kurang lebih Rp 22.500 per kilogram ini sudah termasuk biaya vaksinasi. Vaksinasi dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit pada ternak sapi. Disamping itu pada awal pemeliharaan sapi-sapi juga akan diberikan vitamin dan obat cacing. Obat cacing diberikan untuk mengatasi berkembangnya cacing yang merugikan pada sapi. Kerugian akibat serangan cacing diantaranya rendahnya efisiensi makanan dan pertambahan bobot badan. Vitamin yang diberikan dapat berfungsi untuk memulihkan stamina serta mencegah dan mengurangi stress pada sapi akibat transportasi, perubahan cuaca, perubahan makanan, dan pindah kandang. Vitamin tersebut juga dapat berfungsi untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan sapi, meningkatkan efisiensi makanan, meningkatkan daya tahan tubuh, serta mencegah dan mengatasi penyakit yang dapat terjadi jika sapi kekurangan vitamin dan mineral. Selain itu perawatan kesehatan juga dilakukan dengan menjaga sanitasi kandang dan lingkungan melalui pemeliharaan kebersihan kandang serta lingkungan sekitarnya. Pembersihan kandang juga termasuk membersihkan bakbak pakan dan minum agar ternak sapi terhindar dari bakteri atau kuman yang masuk melalui pakan dan minum yang kotor atau busuk. Bak minum dibersihkan setiap 2 hari sekali. Setiap habis dibersihkan, air pada bak minum akan diberi elektrolit, tujuannya untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh ternak karena ketika pergerakan cairan tubuh dalam sistem pencernaan terganggu, ternak sapi dapat mengalami diare. Elektrolit juga berfungsi untuk mencegah stress pada sapi. Pembersihan kandang dan bak pakan dilakukan sebelum memberikan pakan hijauan, yaitu pada pagi sekali dan siang hari. Kandang juga diberi desinfektan
untuk membunuh serta mencegah timbulnya jamur, kuman, atau bakteri yang dapat menyebarkan penyakit pada ternak. Upaya lain yang juga dilakukan adalah pengobatan pada ternak sapi yang sedang sakit. Penyakit yang umumnya ditemui pada peternakan ini adalah abscess (bengkak) atau biasa disebut abses, akibat memar karena sapi saling berbenturan atau berdesak-desakan dalam kandang. Abses biasanya menyerang bagian kaki sapi dan lukanya dapat berkembang akibat infeksi bakteri. Hal ini sering ditemukan pada perusahaan penggemukan sapi dengan kandang koloni (kelompok). Memar juga dapat terjadi dalam kapal selama proses pengiriman. Sapi yang mengalami abses akan disuntik dengan antibiotik. Apabila penyakitnya sudah parah, sapi akan dipisahkan untuk menghindari interaksi dengan sapi lain yang dapat menyebabkan lukanya sulit kering. Sapi-sapi ini akan diberikan antibiotik dengan cara disemprotkan pada bagian yang luka untuk membantu penyembuhan, mematikan dan menghambat pertumbuhan bakteri, serta membantu agar luka cepat kering. Penyakit lain yang juga ditemui dalam peternakan ini adalah cacingan dan kembung. Cacingan biasanya terjadi pada bangsa sapi lokal. Sapi yang sedang kembung perutnya akan membesar. Penanganan penyakit ini masih dilakukan secara tradisional, misalnya dengan memberikan air bersoda atau air kelapa muda untuk membantu agar gas dalam perut dapat keluar. Apabila penanganan tersebut tidak berhasil, baru ternak akan diberikan obat untuk menurunkan tegangan dalam perut sehingga gas yang berada didalamnya dapat keluar.
5.4. Produksi dan Pemasaran Produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini berupa sapi potong hasil penggemukan. Bobot sapi pada awal pemeliharaan berkisar antara 250 - 350 kilogram. Setelah melalui masa pemeliharaan selama kurang lebih 75 - 90 hari, bobot sapi akan meningkat dan mencapai bobot ideal siap jual yaitu berkisar antara 360 - 450 kilogram. Peternakan PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, dapat menjual kurang lebih 200 - 350 ekor sapi per minggunya. Harga jual sapi berbedabeda tergantung tipe sex sapi. Untuk sapi heifers harga jual sebesar Rp 23.000 per kilogram bobot hidupnya, untuk steers harga jual sebesar Rp 23.500 per kilogram bobot hidupnya, dan untuk bulls harga jual sebesar Rp 24.000 per kilogram bobot hidupnya. Harga-harga tersebut biasanya disesuaikan dengan harga-harga yang berlaku di pasaran. Transaksi jual beli dapat dilakukan langsung di peternakan atau tidak langsung yaitu melalui telepon atau pertemuan antara pembeli dan pihak peternakan. Pembelian secara tidak langsung biasanya dilakukan oleh pelanggan tetap perusahaan yang sudah mengetahui produk hasil penggemukan dan kualitasnya. Pembeli yang datang langsung ke peternakan biasanya adalah pembeli dari daerah sekitar lokasi peternakan atau calon pembeli baru yang ingin melihat terlebih dahulu sapi potongnya. Penjualan pada perusahaan ini cukup baik walaupun perusahaan tidak melakukan pemasaran secara khusus terhadap produk yang dijualnya seperti memasang iklan atau melakukan publikasi lainnya. Calon pembeli biasanya mendapat informasi dari pembeli lain yang sudah pernah membeli dan
mengetahui kualitas sapi dari perusahaan ini. Lokasi peternakan yang cukup strategis, yaitu dekat dengan wilayah kantong konsumsi seperti Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Tanggerang, dan Depok membuat pemasaran pun menjadi lebih mudah. Area pemasaran PT Andini Persada Sejahtera ini sendiri sebagian besar (sekitar 80 persen) meliputi wilayah Jawa Barat seperti Purwakarta, Cikampek, Bandung, Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan sebagainya, serta 20 persen wilayah Jakarta dan sekitarnya. Peternakan ini memberikan fasilitas bebas biaya pengiriman untuk pembelian sapi minimal 8 ekor atau sesuai daya tampung satu mobil colt diesel. Fasilitas seperti ini merupakan bentuk layanan yang diberikan perusahaan kepada pembeli. Namun jika pembelian kurang dari jumlah yang telah disebutkan, pengiriman ditangani sendiri oleh pembeli. Perusahaan juga menyediakan jasa pengiriman dengan biaya yang disesuaikan dengan jauh dekatnya lokasi pengiriman dengan lokasi peternakan.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Fungsi Produksi PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Fungsi produksi yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam model adalah sapi bakalan (X1) yang dihitung berdasarkan bobot badan saat awal pemeliharaan, pakan konsentrat (X2), dan pakan hijauan (X3) yang diharapkan dapat memberikan penjelasan terhadap hasil produksi yaitu sapi potong (Y) yang dihitung berdasarkan bobot badan akhir. Pengujian model fungsi produksi dilakukan dengan menganalisis nilai koefisien determinasi (R2-adjusted), uji statistik parsial (uji-t), uji statistik simultan (uji-F), serta uji asumsi pada regresi linear yaitu normalitas, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. Model fungsi produksi linear pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, adalah sebagai berikut : Ln Y = -2,18 + 0,890 lnX1 + 0,139 lnX2 + 0,371 lnX3 Apabila model linear tersebut ditransformasi kembali menjadi fungsi CobbDouglas, maka persamaannya adalah sebagai berikut : Y = 0,113 X10,890 X20,139 X30,371 Keterangan : Y
= hasil produksi sapi potong (kg/ekor)
X1
= sapi bakalan (kg/ekor)
X2
= pakan konsentrat (kg/ekor/periode)
X3
= pakan hijauan (kg/ekor/periode)
Hasil estimasi fungsi produksi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Produksi Variabel Koefisien T-hit P-value Konstanta -2,1765 -7,96 0,000 Ln X1 0,88981 30,82 0,000 Ln X2 0,13867 2,96 0,003 Ln X3 0,37079 5,09 0,000 Keterangan : R-sq = 73,9 % R-sq (adj) = 73,8 %
VIF 1,4 5,7 4,8
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Berdasarkan hasil regresi dari program Minitab 14 tersebut diketahui bahwa tiap-tiap faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pada α = 1 % (0,01). Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan pengujian berikut : H0 : b1 = 0 faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi H1 : b1 ≠ 0 faktor produksi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Keputusannya adalah tolak H0 jika : P-value dari masing-masing faktor produksi nilainya kurang dari α = 1 % (0,01) atau nilai |t-hit| lebih besar dari ttabel dimana ttabel = tα/2(DFgalat) = t 0,005(442) = 2,576. Jika dilihat hasil regresi pada Tabel 8, p-value dari masing-masing faktor produksi nilainya kurang dari α = 0,01 serta nilai |t-hit| dari faktor-faktor produksi yang digunakan lebih besar dari ttabel = 2,576. Maka keputusannya adalah tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa sapi bakalan, pakan konsentrat, dan pakan hijauan berpengaruh nyata terhadap sapi potong pada α = 0,01. Hasil analisis regresi juga menunjukkan nilai R2 dan R2(adj) yang menyatakan kekuatan pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Nilai yang digunakan adalah R2(adj) karena jumlah variabel independen yaitu faktor produksi yang ada dalam model lebih dari satu. Adanya penambahan variabel independen akan menyebabkan nilai R2 selalu naik,
namun nilai R2 (adj) dapat naik atau turun sehingga lebih mencerminkan nilai yang sebenarnya. Nilai R2 (adj) sebesar 73,8 persen artinya 73,8 persen keragaman dari hasil produksi mampu dijelaskan oleh faktor-faktor produksi yang terdapat dalam model, sedangkan sisanya sebesar 26,2 persen mampu dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Berdasarkan Tabel 8 juga dapat dilihat hubungan linear antar variabel independen dalam model. Pada hasil regresi tersebut, nilai VIF dari faktor-faktor produksi
menunjukkan
angka
kurang
dari
10.
Menurut
uji
asumsi
multikolinearitas, hal ini menunjukkan bahwa antar variabel independen tersebut tidak terjadi korelasi atau tidak mengalami multikolinearitas. Tabel 9. Hasil Analysis of Variance Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat (DF) (SS) Regresi 3 0,32908 Galat 442 0,11598 Total 445 0,44506
Kuadrat F-hit P-value Tengah (MS) 0,10969 418,03 0,000 0,00026
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Hasil analysis of variance tersebut dapat digunakan untuk uji simultan pada model. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi pada α = 1 % (0,01). Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan pengujian berikut : H0 : b1 = b2 = b3 = 0 faktor-faktor produksi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. H1 : minimal satu b1, b2, b3 ≠ 0 faktor-faktor produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap hasil produksi. Keputusannya adalah tolak H0 jika :
P-value kurang dari α = 0,01 atau nilai F-hit lebih besar dari Ftabel dimana Ftabel = Fα(DFregresi,DFgalat) = F 0,01(3,442) = 3,78. Hasil regresi pada Tabel 9 menunjukkan p-value sebesar 0,000 yang artinya nilai tersebut kurang dari α = 0,01. Nilai F-hit sebesar 418,03 menunjukkan angka yang lebih besar dari Ftabel = 3,78. Maka sudah cukup bukti untuk menolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa sapi bakalan, pakan konsentrat, dan pakan hijauan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap sapi potong pada α = 0,01. Mengenai asumsi yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear agar hasil analisis yang didapat tidak bias, maka dilakukan beberapa pengujian juga pada model regresi untuk normalitas dan heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui bahwa pada model regresi nilai galat menyebar normal, namun terjadi heteroskedastisitas (lampiran 3). Hal ini berarti ragam sisaan tidak sama (heterogen) untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Hal ini terjadi karena dalam mengkaji data mengenai hubungan peubah-peubah bebas (sapi bakalan, konsumsi pakan konsentrat dan hijauan) dan peubah tak bebas (sapi potong), umumnya semakin banyak sapi bakalan, konsumsi pakan konsentrat dan hijauan yang digunakan maka produksi sapi potong akan semakin bervariasi. Jika semua asumsi klasik dalam model regresi linear dipenuhi, kecuali masalah heteroskedastisitas, maka dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS tetap tidak bias dan masih konsisten, hanya saja standar errornya bias ke bawah (Juanda, 2009).
6.2. Analisis Efisiensi Produksi PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Tingkat efisiensi produksi dilihat secara teknis dan ekonomis. Kedua efisiensi ini saling berhubungan satu sama lain karena dapat menunjukkan kombinasi faktor produksi yang bisa memberikan tingkat produksi optimum sehingga dapat menghasilkan keuntungan maksimum pada suatu usaha. Apabila suatu faktor produksi mencapai tingkat efisien secara teknis, belum tentu faktor produksi tersebut efisien secara ekonomis. Namun apabila faktor produksi efisien secara ekonomis, sudah pasti faktor produksi akan efisien secara teknis. 6.2.1. Efisiensi Teknis Efisiensi teknis dapat diketahui berdasarkan nilai elastisitas produksi dari tiap-tiap variabel independen dalam model fungsi produksi. Nilai elastisitas produksi pada fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dilihat melalui nilai koefisien regresi masing-masing variabel independen yang merupakan faktor produksi yang digunakan dalam penelitian. Nilai elastisitas dari seluruh faktor produksi juga digunakan untuk menunjukkan returns to scale atau skala usaha pada peternakan. Nilai elastisitas produksi untuk masing-masing faktor produksi pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Elastisitas Produksi Setiap Faktor Produksi pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Faktor Produksi Elastisitas Produksi Sapi bakalan (X1) 0,890 Pakan konsentrat (X2) 0,139 Pakan hijauan (X3) 0,371 Jumlah 1,4 Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Berdasarkan Tabel 10, jumlah elastisitas produksi dari seluruh faktor produksi pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, sebesar 1,4.
Angka ini menunjukkan bahwa skala usaha penggemukan sapi potong ini adalah increasing return to scale yang berarti bahwa proporsi penambahan produksi lebih besar dari proporsi penambahan faktor produksi atau bisa dikatakan juga bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar 1 persen akan menghasilkan tambahan produksi sebesar 1,4 persen. Pernyataan ini dapat dikatakan sesuai dengan yang umum terjadi di pasar dimana setiap pengusaha pastinya mengharapkan agar memperoleh tambahan hasil yang lebih besar dari input yang ditambahnya. Namun, hasil produksi yang besar belum tentu menghasilkan keuntungan yang maksimum. Jika dilihat dari pembagian daerah produksi, nilai total elastisitas produksi tersebut berada pada daerah produksi I dengan EP > 1. Pada daerah ini, setiap penambahan faktor produksi sebesar 1 persen akan menghasilkan tambahan produksi lebih dari 1 persen. Daerah produksi I disebut juga daerah irrasional karena pada daerah ini pendapatan maksimum pada perusahaan belum tercapai, pendapatan masih dapat diperbesar apabila penggunaan faktor produksi ditingkatkan. Elastisitas sebesar 1,4 menunjukkan bahwa belum tercapainya efisiensi teknis pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung. Hal ini dikarenakan adanya spesifikasi usaha baru pada perusahaan yaitu full fattening yang baru dijalankan beberapa bulan. Pada kondisi ini perusahaan masih beradaptasi dengan penerapan spesifikasi usaha yang baru serta berupaya untuk mengembangkan
usaha
hingga
mencapai
kondisi
efisien
yang
dapat
memaksimumkan keuntungan. Perusahaan masih dapat terus menambah faktor produksi untuk meningkatkan hasil yang diperoleh hingga keuntungan maksimum tercapai.
Pada penelitian ini efisiensi ekonomi tidak dapat dilakukan. Hal ini terjadi karena produksi yang dilakukan tidak efisien secara teknis, sehingga efisiensi ekonomis tidak dapat diketahui. Kondisi sebenarnya berada pada tingkat keuntungan maksimum yang belum tercapai, sehingga tidak dapat dihitung berapa besar keuntungan maksimumnya dan berapa kombinasi faktor produksi yang dapat memberikan keuntungan maksimum tersebut. Diluar hal tersebut, pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap hasil produksi akan dijelaskan sebagai berikut. 1.
Sapi Bakalan (X1) Sapi bakalan merupakan input utama dalam usaha ini, karena tujuan akhir
dari kegiatan penggemukan sapi potong adalah mendapatkan bobot akhir sapi yang lebih tinggi dari bobot awal pada sapi bakalan. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, elastisitas sapi bakalan sebesar 0,890. Nilai tersebut berarti bahwa apabila bobot sapi bakalan ditingkatkan jumlahnya sebesar 1 persen, maka hasil produksi (bobot) sapi potong akan meningkat sebesar 0,890 persen, ceteris paribus. Elastisitas sapi bakalan ini berada antara 0 < EP < 1 yang menunjukkan bahwa penggunaan sapi bakalan berada pada daerah produksi II atau daerah rasional dimana perubahan faktor produksi sebesar 1 persen akan menyebabkan perubahan hasil produksi minimal diatas 0 persen dan maksimal dibawah 1 persen. Elastisitas sapi bakalan sebesar 0,890 menunjukkan bahwa penggunaan sapi bakalan pada peternakan sudah efisien secara teknis. Berdasarkan uji-t pada α = 0,01 sapi bakalan berpengaruh nyata terhadap produksi sapi potong sehingga adanya penambahan pada sapi bakalan dapat memberikan perubahan yang nyata pada produksi sapi potong, ceteris paribus.
2. Pakan konsentrat (X2) Konsentrat merupakan pakan utama yang diberikan pada ternak. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai elastisitas pakan konsentrat adalah 0,139. Nilai elastisitas ini juga berada pada daerah II atau daerah rasional yang menunjukkan bahwa efisiensi teknis penggunaan pakan konsentrat pada peternakan sudah tercapai. Elastisitas pakan konsentrat sebesar 0,139 dapat diartikan bahwa dengan penambahan 1 persen pakan konsentrat akan menyebabkan terjadinya pertambahan produksi bobot sapi potong sebesar 0,139 persen, ceteris paribus. Berdasarkan uji-t pada α = 0,01 pakan konsentrat berpengaruh nyata terhadap produksi sapi potong sehingga adanya penambahan pakan konsentrat dapat mengakibatkan perubahan nyata terhadap produksi sapi potong, ceteris paribus. 3. Pakan Hijauan (X3) Pakan hijauan yang digunakan pada peternakan juga menunjukkan bahwa faktor produksi tersebut telah efisiensi secara teknis. Nilai elastisitas pakan hijauan sebesar 0,371 mengandung arti bahwa adanya penambahan pakan hijauan sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sapi potong sebesar 0,371 persen, ceteris paribus. Menurut kurva produksi, nilai tersebut berada pada daerah II atau daerah rasional yang mempunyai nilai elastisitas antara 0 sampai 1. Berdasarkan uji-t pada α = 0,01 pakan hijauan berpengaruh nyata terhadap produksi sapi potong sehingga adanya tambahan pakan hijauan dapat memberikan perubahan yang nyata pada produksi sapi potong, ceteris paribus.
6.3. Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Analisis pendapatan usaha pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, dilakukan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diterima perusahaan. Pendapatan usaha penggemukan sapi potong diperoleh dari selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Apabila selisih tersebut bernilai positif, hal itu berarti bahwa usaha penggemukan sapi potong memperoleh keuntungan. Namun apabila selisihnya negatif, maka usaha dikatakan menderita kerugian. Biaya dan penerimaan pada perusahaan juga terkait dengan koefisien teknis dari masing-masing tipe sex sapi. Misalnya rataan bobot badan awal sapi untuk perhitungan biaya pembelian bakalan dan rataan bobot badan akhir untuk perhitungan penerimaan. Koefisien teknis dari masing-masing tipe sex sapi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Koefisien Teknis Sapi Bulls, Steers, dan Heifers pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Uraian Bulls Steers Heifers Rataan bobot awal (kg) 288,043 293,8 287,081 Rataan konsumsi pakan konsentrat (kg/periode) 709,095 692,963 693,830 Rataan konsumsi pakan hijauan (kg/periode) 397,564 392,880 391,822 Rataan bobot akhir (kg) 404,166 401,667 388,103 Pertambahan bobot badan (kg/hari) 1,42 1,35 1,23 Sumber : Data Primer, diolah (2010)
6.3.1. Biaya Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melakukan produksi terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya-biaya tersebut dihitung dalam periode satu masa pemeliharaan pada peternakan. Total biaya tetap dan biaya variabel pada perusahaan masing-masing adalah Rp 405.675.000 dan Rp 10.226.962.614.
Berdasarkan nilai tersebut, biaya tetap yang dikeluarkan hanya sebesar 3,815 persen dari keseluruhan biaya total, sedangkan biaya variabel yang dikeluarkan sebesar 96,185 persen. Biaya tetap merupakan biaya yang harus tetap dibayarkan berapapun jumlah produksi yang dihasilkan dan tidak terkait langsung dengan ternak. Dalam biaya tetap ini terdapat juga biaya penyusutan yang berasal dari investasi awal usaha yang mengalami penyusutan nilai seiring dengan penggunaannya selama produksi dilakukan. Nilai penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus, yaitu nilai awal investasi dikurangi nilai sisa, kemudian dibagi dengan umur ekonomis dari investasi tersebut. Nilai sisa dalam penelitian ini mengacu pada contoh yang terdapat dalam buku Gittinger (1986) yaitu sebesar 10 persen dari jumlah investasi awal untuk investasi seperti bangunan dan jembatan atau mesinmesin seperti mesin pompa atau traktor. Sedangkan nilai sisa untuk peralatan dianggap sangat kecil dan diabaikan. Biaya penyusutan dalam penelitian ini terdiri atas berbagai peralatan, bangunan, dan mesin yang memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun. Jenis dan biaya penyusutan tersebut dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel 12, 13, dan 14. Tabel 12. Biaya Penyusutan Bangunan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Jenis
Kandang Gudang hijauan Gudang konsentrat Kantor Mushola Mess Total
Jumlah (unit) 7 1
1 1 1 1
Umur Ekonomis (bulan) 120
Nilai Awal (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
Penyusutan (Rp/periode)
(%)
10.752.000.000
1.075.200.000
241.920.000
87,120
120
32.400.000
3.240.000
729.000
0,263
180 240 240 240
145.600.000 240.000.000 50.000.000 122.400.000 11.342.400.000
14.560.000 24.000.000 5.000.000 12.240.000 1.134.240.000
2.184.000 2.700.000 562.500 1.377.000 249.472.500
0,786 0,972 0,203 0,496 89,840
Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Total biaya penyusutan bangunan merupakan yang terbesar dari keseluruhan biaya penyusutan yang ada yaitu sebesar 89,84 persen. Berdasarkan Tabel 12 biaya penyusutan bangunan terbesar jika dilihat dari persentasenya adalah penyusutan kandang yaitu sebesar Rp 241.920.000 atau 87,12 persen dari keseluruhan biaya penyusutan. Biaya penyusutan kandang ini juga merupakan yang terbesar dari keseluruhan biaya penyusutan yang terdapat pada peternakan. Peternakan memiliki 7 buah kandang dan masing-masing kandang terdapat 8 pen berukuran 8 x 16 meter. Pembuatan kandang sendiri mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.500.000 per m2-nya. Jadi untuk pembuatan satu buah kandang memerlukan biaya sebesar Rp 1.536.000.000. Biaya tersebut sudah termasuk pembuatan jalan dalam kandang, saluran air dan pembuangan, serta tenaga kerja pembangunnya. Biaya penyusutan bangunan terbesar kedua adalah penyusutan kantor yaitu sebesar Rp 2.700.000 dengan persentase 0,972 persen dari keseluruhan biaya penyusutan. Kantor tersebut berukuran 8 x 12 meter dengan biaya pembuatan sebesar Rp 2.500.000 per m2. Biaya pembuatan kantor lebih mahal dari biaya pembuatan gudang konsentrat yaitu sebesar Rp 1.300.000 per m2. Hal ini dikarenakan kualitas bangunan kantor dibuat lebih baik dari bangunan gudang konsentrat. Umur ekonomis kantor pun lebih lama daripada gudang konsentrat. Gudang konsentrat ini berukuran 8 x 14 meter. Biaya penyusutan gudang konsentrat sendiri menempati urutan ketiga berdasarkan biaya penyusutan bangunan yaitu sebesar Rp 2.184.000 atau 0,786 persen dari keseluruhan biaya penyusutan pada peternakan.
Tabel 13. Biaya Penyusutan Mesin pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Jenis
Jumlah (unit)
Umur Ekonomis (bulan) 60 60 60 60 60 60 60
Truk 1 Pick up 1 Mini bus 1 Motor 3 Chopper besar 1 Chopper kecil 1 Jet pump 1 Total Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Nilai Awal (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
180.000.000 80.000.000 120.000.000 30.000.000 100.000.000 5.000.000 7.000.000 522.000.000
18.000.000 8.000.000 12.000.000 3.000.000 10.000.000 500.000 700.000 52.200.000
Penyusutan (Rp/periode) 8.100.000 3.600.000 5.400.000 1.350.000 4.500.000 225.000 315.000 23.490.000
(%)
2,917 1,296 1,945 0,486 1,621 0,081 0,113 8,459
Biaya penyusutan mesin terbesar berdasarkan tabel di atas adalah penyusutan truk. Truk pada peternakan digunakan untuk mengangkut hijauan serta untuk transportasi ternak. Besarnya biaya penyusutan truk ini adalah Rp 8.100.000 atau sebesar 2,917 persen dari keseluruhan biaya penyusutan. Biaya penyusutan mesin terbesar kedua adalah penyusutan mini bus yaitu sebesar 1,945 persen dari keseluruhan biaya penyusutan atau tepatnya sebesar Rp 5.400.000. Mini bus ini digunakan untuk mobilitas bagi keperluan operasional perusahaan seperti mengurus surat-surat, dan sebagainya. Biaya penyusutan mesin terbesar ketiga adalah mesin chopper besar. Mesin chopper yang digunakan untuk mencacah hijauan ini bentuk dan ukurannya hampir seperti mobil pick-up. Mesinnya menggunakan mesin mobil, cara menyalakan dan bahan bakarnya pun sama dengan mobil. Oleh karena itu harganya juga tidak jauh beda dengan harga mobil pada umumnya. Biaya penyusutan mesin chopper besar ini adalah sebesar Rp 4.500.000 atau 1,621 persen dari keseluruhan biaya penyusutan.
Tabel 14. Biaya Penyusutan Peralatan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Jenis
Jumlah (unit)
Umur Ekonomis (bulan) 60 60 60 60 60 60 60 60
Timbangan sapi 2 Tangki air 4 Komputer 4 TV 1 Meja kursi 5 Sofa 2 Air cooler 1 Audio 1 Total Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Nilai Awal (Rp) 44.000.000 20.000.000 18.000.000 2.000.000 1.500.000 6.000.000 1.500.000 1.500.000 94.500.000
Nilai Sisa (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Penyusutan (Rp/periode) 2.200.000 1.000.000 900.000 100.000 75.000 300.000 75.000 75.000 4.725.000
(%)
0,792 0,360 0,324 0,036 0,027 0,108 0,027 0,027 1,701
Biaya penyusutan peralatan merupakan yang terkecil bila dibandingkan dengan penyusutan bangunan dan kendaraan, yaitu hanya sebesar 1,701 persen dari total biaya penyusutan yang ada. Biaya penyusutan peralatan terbesar adalah timbangan sapi yaitu sebesar Rp 2.200.000 dengan persentase 0,792 persen dari keseluruhan biaya penyusutan. Penyusutan peralatan terbesar selanjutnya adalah tangki air yang jumlah penyusutannya sebesar Rp 1.000.000 atau 0,36 persen dari keseluruhan biaya penyusutan. Kemudian diurutan ketiga adalah penyusutan komputer dengan biaya penyusutan sebesar Rp 900.000 atau 0,324 persen dari keseluruhan biaya penyusutan. Total biaya penyusutan pada peternakan adalah sebesar Rp 277.687.500. Dalam keseluruhan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk berproduksi, biaya tetap memiliki persentase yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan persentase biaya variabel yaitu hanya sebesar 3,815 persen. Biaya tetap terbesar yang harus dikeluarkan perusahaan adalah biaya penyusutan yaitu sebesar Rp 277.687.500 per periode pemeliharaannya atau jika dilihat berdasarkan persentase dari biaya total adalah sebesar 2,612 persen.
Biaya tetap terbesar selanjutnya adalah gaji karyawan tetap sebesar Rp 72.000.000 dan listrik sebesar Rp 13.500.000. Persentase masing-masing biaya tersebut adalah 0,677 dan 0,127 dari total biaya. Biaya tenaga kerja tersebut sudah termasuk
tunjangan
kesehatan.
Untuk
konsumsi
karyawan,
perusahaan
menyediakan makanan yang dipesan dari catering dengan biaya Rp 100.000 per harinya. Komponen biaya tetap secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya Tetap pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Jenis
Satuan
Gaji TK tetap Rp/bln Catering kantor Rp/hr Alat tulis kantor Rp/bln Listrik Rp/bln Telepon Rp/bln Internet Rp/bln Pajak Bumi Bangunan Rp/thn BBM operasional Rp/bln Lingkungan Rp/bln Dinas Rp/bln Pemeliharaan bangunan Rp/bln Penyusutan Rp/periode Pajak kendaraan Rp/periode Total Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Jumlah (unit)
Jumlah (periode)
8 1 1 1 1 1
24 90 3 3 3 3
1 1 1 1 1 1 1
Biaya Satuan 3.000.000 100.000 700.000 4.500.000 1.500.000 300.000
Total Biaya Tetap (periode) 72.000.000 9.000.000 2.100.000 13.500.000 4.500.000 900.000
(%)
0,677 0,085 0,020 0,127 0,042 0,009
0,25 3 3 3
1.800.000 3.000.000 1.500.000 2.000.000
450.000 9.000.000 4.500.000 6.000.000
0,004 0,085 0,042 0,056
3 1 1
1.500.000 277.687.500 1.537.500 299.125.000
4.500.000 277.687.500 1.537.500 405.675.000
0,042 2,612 0,014 3,815
Bahan bakar minyak diatas digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan transportasi operasional kantor seperti mengurus surat-surat perizinan, keperluan ke bank, keperluan ke pelabuhan, dan sebagainya. Biaya yang dikeluarkan untuk BBM operasional ini sebesar Rp 3.000.000 per bulannya atau sebesar 0,085 dari keseluruhan biaya. Biaya lingkungan yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan secara rutin oleh perusahaan untuk instansi sekitar lingkungan peternakan seperti polsek, rukun tetangga, dan lain-lain. Sedangkan biaya dinas adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk instansi peternakan seperti dinas peternakan dan
dinas kesehatan hewan yang melakukan kunjungan dan monitoring ke lokasi peternakan. Dalam satu bulan, dinas-dinas tersebut melakukan kunjungan dan monitoring 1 sampai 3 kali. Perusahaan mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.500.000 dan Rp 2.000.000 per bulannya untuk biaya lingkungan dan dinas tersebut atau sebesar 0,042 dan 0,056 persen dari keseluruhan biaya. Biaya pemeliharaan bangunan dikeluarkan perusahaan untuk memperbaiki atau mengganti apabila ada kerusakan pada bangunan di peternakan seperti adanya
kebocoran
pada
atap
kandang,
dan
sebagainya.
Perusahaan
menganggarkan biaya pemeliharaan bangunan sebesar Rp 1.500.000 per bulannya atau sebesar 0,042 persen dari total biaya yang dikeluarkan. Pajak kendaraan mencakup pajak untuk keseluruhan kendaraan yang dimiliki perusahaan yaitu truk, pick-up, mini bus, dan motor yang sudah dikonversikan ke dalam satu periode pemeliharaan. Pajak kendaraan tersebut sebesar Rp 1.537.500 atau 0,015 persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Komponen biaya terakhir dan juga merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan perusahaan dalam produksi adalah biaya variabel yaitu sebesar 96,185 persen dari keseluruhan biaya. Biaya variabel terbesar adalah pembelian sapi bakalan sebesar Rp 8.506.092.960 atau mencapai 80 persen dari total biaya yang dikeluarkan perusahaan. Biaya yang sangat besar ini dikarenakan sapi bakalan merupakan input utama dari produksi. Komponen biaya variabel secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Biaya Variabel pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Jenis
Satuan
Bakalan Bulls Rp/kg/ekor Bakalan Steers Rp/kg/ekor Bakalan Heifers Rp/kg/ekor Biaya bakalan Pakan konsentrat Rp/kg/ekor Pakan hijauan Rp/kg/ekor Transport pakan Rp/ekor Biaya pakan Elektrolit Rp/ekor/hr Vitamin Rp/ekor/hr Obat cacing Rp/ekor Starbio Rp/ekor/hr Urea Rp/ekor/hr Biaya obat Gaji TK harian Rp/mggu Perlengkapan Rp/bln Transport ternak Rp/kg/ekor Biaya teknis Total Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Jumla h (unit) 703 224 407
Jumlah diberikan
Biaya Satuan
288,04 293,8 287,08
22.000 22.500 22.000
1334 1334 1334
698,981 393,905 1
1.500 250 2.000
1334 1334 1334 1334 1334
41,25 4 1 82,5 82,5
26,667 1.500 3.437,5 120 16,8
10 1 1334
120 3 398,848
300.000 1.000.000 225,65 75.350,967
Total Biaya Variabel (periode) 4.454.826.640 1.480.752.000 2.570.514.320 8.506.092.960 1.398.661.557 131.367.480,3 2.668.000 1.532.697.037 1.467.400 8.004.000 4.585.625 13.206.600 1.848.924 29.112.549 36.000.000 3.000.000 120.060.068,3 159.060.068,3 10.067.902.546
(%)
80,000
14,415
0,274
1,496 96,185
Biaya variabel terbesar kedua adalah biaya pembelian pakan sebesar 14,415 persen dari total biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan ini sebesar Rp 1.532.697.037 per periode pemeliharaannya. Pakan juga merupakan input penting dalam kegiatan usaha penggemukan sapi potong. Biaya variabel terbesar selanjutnya adalah biaya teknis yang turut menunjang kegiatan usaha dan berkaitan langsung dengan ternak. Biaya teknis disini meliputi gaji tenaga kerja harian, biaya perlengkapan, dan transportasi ternak ke tempat pembeli. Biaya perlengkapan mencakup alat-alat yang digunakan untuk keperluan pada peternakan yang memiliki umur ekonomis kurang dari satu tahun. Perlengkapan tersebut diantaranya terdiri dari sepatu boot, sikat, sapu lidi, lap, sekop, sabit, ember, perlengkapan kesehatan seperti desinfektan, dan sebagainya. Perusahaan menganggarkan biaya perlengkapan sebesar Rp 1.000.000
setiap bulannya. Biaya teknis ini sebesar Rp 159.060.068,3 atau sebesar 1,496 persen dari total biaya. Biaya variabel terakhir adalah biaya pembelian obat-obatan yang mencakup vitamin, elektrolit, obat cacing, dan pakan penguat untuk sapi. Biaya obat-obatan sebesar Rp 29.112.549 per periode pemeliharaan atau sebesar 0,274 persen dari total biaya. Biaya obat terbesar dikeluarkan untuk pembelian pakan penguat berupa starbio. Starbio ini digunakan bersama-sama dengan urea sebagai bahan fermentasi jerami untuk meningkatkan daya cerna sapi. Biaya starbio sebesar Rp 120 per ekor per harinya. Masa pemeliharaan berkisar antara 75 - 90 hari sehingga rata-rata masa pemeliharaan adalah 82,5 hari. Total keseluruhan biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Total Biaya pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Komponen Biaya Jumlah Persentase Biaya Tetap 405.675.000 3,815 Biaya Variabel 10.226.962.614 96,185 Total 10.632.637.614 100 Sumber : Data Primer, diolah (2010)
6.3.2. Penerimaan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Penerimaan perusahaan meliputi penjualan dari sapi potong yang telah melalui proses penggemukan. Total penerimaan PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, selama satu periode pemeliharaan adalah Rp 12.582.671.750. Penerimaan tersebut dibedakan berdasarkan penjualan dari masing-masing tipe sex sapi. Adanya pembedaan dikarenakan harga jual per kilogram bobot badan dari masing-masing tipe sex sapi juga berbeda-beda. Komponen penerimaan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Total Penerimaan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Komponen Jumlah Bobot Harga Satuan Total (%) Penerimaan (ekor) (kg/ekor) (Rp/kg) Penerimaan (Rp/periode) Bulls 703 404,92 24000 6831810240 54,296 Steers 224 403,52 23500 2124129280 16,881 Heifers 407 387,43 23000 3626732230 28,823 Total 1334 12582671750 100 Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Penjualan sapi potong pada satu periode pemeliharaan selama penelitian dilakukan di PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, sebanyak 1334 ekor sapi yang terdiri atas 703 ekor bulls, 224 ekor steers, dan 407 heifers. Sapisapi tersebut dibedakan karena harga beli dan harga jual per kilogram bobot badan dari masing-masing tipe sex sapi berbeda-beda. Penerimaan terbesar berasal dari penjualan sapi bulls yaitu sebesar Rp 6.831.810.240 atau 54,296 persen dari total penerimaan. Besarnya penerimaan dari sapi bulls tersebut karena jumlah sapi bulls yang dijual juga banyak. Sapi bulls menjadi favorit peternakan karena selain harga jualnya yang tinggi, ADG dari sapi bulls juga yang paling tinggi dibanding sapi tipe lain. 6.3.3. Pendapatan dan R/C ratio Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pendapatan diperoleh dari selisih antara total penerimaan dan total biaya. Total pendapatan PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, selama satu periode pemeliharaan sebesar Rp 1.950.034.136. Pendapatan tersebut bernilai positif sehingga dapat diartikan juga bahwa selama satu periode pemeliharaan, perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.950.034.136. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Pendapatan dan R/C ratio pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 Uraian Jumlah Total Penerimaan 12.582.671.750 Total Biaya 10.632.637.614 Pendapatan 1.950.034.136 R/C ratio 1,183 Sumber : Data Primer, diolah (2010)
Nilai rasio penerimaan dan biaya pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, adalah 1,183. Rasio penerimaan dan biaya atau R/C ratio ini digunakan untuk mengukur efisiensi suatu usaha terhadap satu unit input yang digunakan. Nilai R/C ratio sebesar 1,183 dapat diartikan bahwa untuk setiap 1 rupiah yang dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan produksinya, perusahaan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,183 rupiah. Penerimaan tersebut jumlahnya lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan, namun perbedaannya tidak terlalu besar. Hal ini dapat terjadi karena harga pembelian sapi bakalan dan harga jual sapi potongnya tidak terlalu jauh. Padahal seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa biaya pembelian sapi bakalan merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perusahaan juga belum mengelola limbah kotoran sapi yang dijadikan pupuk organik sebagai sumber penerimaan. Disamping itu, pada kondisi saat ini yaitu adanya penerapan kegiatan usaha baru pada perusahaan, pendapatan perusahaan masih dapat diperbesar apabila pemakaian faktor produksi juga ditingkatkan. Meskipun demikian, berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dan nilai R/C ratio yang lebih besar dari 1, maka dapat dikatakan bahwa PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, menguntungkan untuk dijalankan.
Perusahaan memiliki cukup modal untuk tetap menjalankan dan bahkan mengembangkan usahanya. 6.4. Analisis Keberlanjutan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera Keberhasilan usaha secara finansial merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai setiap perusahaan. Pengusaha yang rasional secara ekonomi pada dasarnya pasti akan menanamkan modal pada usaha yang dapat memberikan keuntungan tertinggi baginya. Kelayakan finansial ini juga terkait dengan bagaimana keberlanjutan usaha dimasa mendatang. Keberlanjutan usaha merupakan upaya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan produksi dengan memanfaatkan segala kemampuan, pengetahuan, akses, serta modal yang dimiliki, serta melakukan kerjasama dengan pihak lain, berinovasi, bahkan berkompetisi agar dapat bertahan dalam berbagai kondisi dan perubahan. Namun disamping keberhasilan secara finansial, berbagai upaya lain juga harus dilakukan perusahaan untuk tetap mempertahankan keberlanjutan usahanya seperti upaya-upaya yang berkaitan dengan bahan baku produksi yaitu penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta menciptakan lingkungan usaha yang baik dan sehat yaitu dengan penanganan limbah ternak. 6.4.1. Penyediaan Sapi Bakalan Pada dasarnya bagaimana penyediaan sapi bakalan dan pakan dimasa yang akan datang tidak terlepas dari bagaimana penyediaan bahan baku produksi tersebut dimasa lalu sampai saat ini. Apa saja kendala atau kesulitan berarti yang dialami perusahaan dalam penyediaan bahan baku tersebut sejauh ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk perkiraan penyediaan sapi bakalan dan pakan kedepannya.
Sapi bakalan pada PT Andini Persada Sejahtera mayoritas merupakan sapi impor yang didatangkan dari Fremantle, Coral, Blum, Darwin, dan Brisbane di Australia. Sedangkan sapi lokal didatangkan dari Bali dan Nusa Tenggara dengan proporsi yang sedikit jumlahnya. Berdasarkan pengalaman perusahaan dalam penyediaan sapi bakalan selama ini tidak pernah mengalami kendala yang berarti. Perusahaan juga telah memperkirakan dalam waktu mendatang perusahaan akan tetap bisa melakukan impor sapi dengan baik. Sejauh ini letak kesinambungan usaha penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera bertumpu pada kebijakan pemerintah dalam hal regulasi kuota izin masuk sapi bakalan. Saat ini regulasi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/1/2008 tentang syarat dan tata cara pemasukan dan pengeluaran benih, bibit ternak, dan ternak potong. Fokus dari peraturan tersebut adalah mengontrol masuknya sapi bakalan ke dalam negeri untuk menjaga kelangsungan
pengembangan
populasi
ternak
dalam
negeri,
mencegah
kemungkinan timbul dan menyebarnya penyakit hewan, serta melindungi konsumen dari benih, bibit ternak, dan ternak potong yang tidak memenuhi persyaratan teknis. Permentan ini menggantikan peraturan sebelumnya yaitu SK Menteri Pertanian No. 750/Kpts/Um/10/1982 tentang syarat-syarat pemasukan bibit ternak dari luar negeri yang bertujuan untuk meningkatkan produksi, populasi dan mutu ternak serta meningkatkan pendapatan peternak. Kebijakan ini sebagai upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan peternakan di Indonesia agar dapat
meningkatkan produksi, populasi dan mutu ternak sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak. Tentunya melalui peraturan yang baru pemasukan ternak potong menjadi lebih selektif dan ketat. Masuknya sapi bakalan impor juga dibatasi maksimal hanya yang berbobot 350 kg/ekor. Padahal bobot ideal siap jual untuk sapi impor adalah 360 kg/ekor sehingga sapi-sapi tersebut harus melalui proses pemeliharaan terlebih dahulu. Namun demikian perusahaan masih dapat mengelola pemasukan sapi bakalan tersebut dengan baik tanpa mengurangi kuantitas dari sapi potong yang mampu dipelihara perusahaan. Dalam hal ketersediaan sapi bakalan dari negara asalnya, sejauh ini hal tersebut juga tidak pernah menjadi kendala dalam penyediaan sapi bakalan pada perusahaan. Dari 4 musim yang ada di Australia, pengaruh pada sapi bakalan adalah hanya pada harga jual dan belinya saja, sehingga prospek perusahaan kedepan dalam penyediaan sapi bakalan akan terjamin. Sebagai tambahan informasi, di Australia jumlah penduduk ± 22 juta dan jumlah sapinya ± 200 juta, sedangkan di Indonesia jumlah penduduk ± 230 juta dan jumlah sapi hanya ± 10 juta. Tentunya dengan jumlah sapi ± 10 juta tidak mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri untuk ± 230 juta penduduk. Berdasarkan informasi tersebut, maka ketersediaan sapi bakalan impor dimasa mendatang tidak perlu dikhawatirkan. Sumber utama penyediaan sapi bakalan lokal tergantung pada usaha pembibitan di dalam negeri yang umumnya masih diusahakan oleh peternakan rakyat. Hadi dan Ilham (2002) memaparkan beberapa masalah dalam pengembangan usaha pembibitan adalah :
a) Pada daerah sentra produksi pertanian usaha pembibitan menurun karena berkurangnya permintaan tenaga kerja ternak untuk mengolah tanah sebagai akibat dari makin tingginya intensitas tanam terutama padi. b) Upaya inseminasi buatan (IB) masih kekurangan tenaga inseminator, semen bangsa sapi unggul dan fasilitas IB. c) Skala usaha kecil karena tenaga kerja keluarga terbatas. d) Areal padang penggembalaan makin sempit karena terjadi konversi ke penggunaan lain. e) Adanya penyakit reproduksi pada sistem pembibitan ekstensif. f) Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait belum mampu memproduksi dan mendistribusikan ternak dalam jumlah yang memadai, serta kurang responsif terhadap meningkatnya minat peternak akan semen sapi unggul jenis tertentu. g) Pihak swasta belum ada yang tertarik pada usaha pembibitan karena kurang menguntungkan dibanding usaha penggemukan. Mengenai pemeliharaan sapi lokal, sedikitnya jumlah sapi lokal yang dipelihara perusahaan disebabkan oleh beberapa hal. Selain karena jumlah ketersediaan sapi lokal sendiri sangat sedikit seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hampir semua perusahaan penggemukan sapi potong juga telah melakukan kajian secara ekonomis bahwa ADG sapi lokal maksimal hanya mencapai 0,6 kilogram/hari sedangkan untuk bakalan impor bisa mencapai 1,6 kilogram/hari. Dari sisi harga bakalan, harga sapi bakalan lokal juga lebih mahal dari sapi bakalan impor yaitu mencapai Rp 28.500 /kg dan sapi bakalan impor hanya Rp 22.500 /kg.
Disamping itu, Hadi dan Ilham (2002) menambahkan untuk memperoleh sapi bakalan dalam jumlah besar cara impor lebih cepat dibanding pengadaan dari dalam negeri, biaya transportasi dari Australia (Darwin) juga lebih murah daripada dari Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat). Dalam hal sapi yang dijual oleh perusahaan, jumlah sapi impor mencapai 99 persen dan sisa 1 persen untuk sapi lokal karena walaupun sapi lokal sendiri diminati masyarakat, namun pemeliharaan sapi lokal dapat menyebabkan kerugian. Strategi perusahaan sendiri dalam pengembangan usaha penggemukan sapi potong adalah terus meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dengan terus mengkaji dan mengadopsi teknologi penggemukan sapi potong dari pemerintah maupun swasta atau perusahaan sejenis, meningkatkan kapasitas dan kenyamanan sapi di kandang dalam satu kesatuan dengan kualitas pakannya, serta menghasilkan produk sapi potong yang diminati oleh pasar. Dalam upaya keberlanjutan penyediaan sapi bakalan ini perusahaan akan terus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan pihak eksportir. 6.4.2. Penyediaan Bahan Baku Pakan Pakan merupakan salah satu unsur terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Keberhasilan dan kegagalan usaha ternak juga dapat ditentukan oleh pakan yang diberikan. Agustini (2010) menyatakan produktivitas ternak 70 persen dipengaruhi faktor lingkungan dan 30 persen dipengaruhi faktor genetik. Faktor lingkungan pakan memiliki pengaruh paling besar sekitar 60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila
pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan potensi genetik yang dimiliki, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Beberapa informasi yang perlu diketahui dalam memilih bahan pakan adalah (Santosa, 1995) : 1. Bahan pakan harus mudah diperoleh dan sedapat mungkin terdapat di daerah sekitar sehingga tidak menimbulkan masalah biaya transportasi dan kesulitan mencarinya. 2. Bahan pakan harus terjamin ketersediaannya sepanjang waktu dan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan. 3. Bahan pakan harus mempunyai harga yang layak dan sedapat mungkin mempunyai fluktuasi harga yang tidak besar. 4. Bahan pakan harus diusahakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia yang sangat utama. Seandainya harus menggunakan bahan pakan yang demikian, usahakan agar bahan pakan tersebut hanya satu macam saja. 5. Bahan pakan harus dapat diganti oleh bahan pakan lain yang kandungan zat-zat makanannya hampir setara. 6. Bahan pakan tidak mengandung racun dan tidak dipalsukan atau tidak menampakkan perbedaan warna, bau, atau rasa dari keadaan normalnya. Bahan baku pakan ternak pada dasarnya berasal dari limbah atau hasil ikutan pertanian, perkebunan, dan industri kecil sehingga penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan pangan manusia. Peternakan PT Andini Persada Sejahtera juga menggunakan limbah dan hasil ikutan tersebut dalam mengolah pakan konsentratnya.
Bahan baku pakan konsentrat yang digunakan adalah bungkil sawit, bungkil biji kapuk, ampas kopi, ampas cokelat, bungkil kedelai, ampas tahu, onggok, katul, pollard, dan tumpi jagung dimana seluruh bahan-bahan tersebut memang biasa digunakan untuk pakan ternak dan tidak digunakan sebagai pangan manusia. Hijauan kering berupa jerami yang digunakan juga merupakan limbah pertanian. Sejauh ini, kendala dalam kuantitas penyediaan bahan baku pakan konsentrat dan hijauan belum pernah terjadi. Masalah yang biasanya terjadi hanyalah kenaikan harga-harga bahan baku karena biaya transportasi. Perubahan cuaca ekstrim yang terjadi serta hal-hal lain yang dapat menyebabkan kesulitan dalam penyediaan bahan baku pakan tersebut membuat perusahaan harus mendatangkan bahan pakan dari tempat yang lebih jauh sehingga biaya transportasi pun meningkat. Namun hal itu tidak banyak mempengaruhi kontinuitas produksi pakan dan kebutuhan pakan ternak masih tercukupi dengan baik. Untuk memenuhi kebutuhan pakan konsentrat, proses produksi pakan konsentrat yang digunakan peternakan dilakukan oleh management group sendiri, hal tersebut merupakan salah satu strategi perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan pakan konsentrat jangka panjang. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pakan hijauan, peternakan memiliki koordinator hijauan sendiri yang mengetahui wilayah-wilayah disekitar peternakan atau wilayah lain dimana terdapat hijauan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak bahkan ketika musim kemarau sedang berlangsung.
Perusahaan juga telah menyiapkan strategi lain untuk pengembangan pengelolaan pakan ternak dimasa mendatang diantaranya adalah telah mempersiapkan dan menginventarisir bahan baku pokok dan bahan baku pengganti dalam kebutuhan jangka panjang, telah mempersiapkan lahan milik sendiri untuk mencukupi kebutuhan hijauan, serta secara substitusi dan selektif melakukan kemitraan dengan petani di daerah sentra-sentra tanaman padi. Hingga saat ini pemenuhan kebutuhan pakan ternak baik konsentrat maupun hijauan dapat terpenuhi dengan baik. Melalui berbagai upaya dan strategi yang dilakukan perusahaan, kedepannya pemenuhan kebutuhan pakan ternak tidak akan mengalami masalah yang berarti. 6.4.3. Pengelolaan Limbah Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam memulai suatu usaha peternakan adalah aspek pelestarian lingkungan, terutama mengenai pengelolaan limbah. Limbah peternakan dapat menimbulkan masalah bagi pelestarian lingkungan bila tidak ditangani dengan benar, terlebih jika jumlahnya sangat banyak. Hal ini dikarenakan limbah peternakan merupakan sumber pencemaran paling dominan pada peternakan. Tindakan utama yang dilakukan perusahaan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, serta mengurangi dampak yang ditimbulkan dari limbah yang dihasilkan oleh ternak adalah dengan menjaga kebersihan kandang secara intensif. Limbah yang dihasilkan oleh ternak sebenarnya dapat memberikan keuntungan tambahan bagi peternak apabila dikelola dengan baik. Tujuan dari pengelolaan limbah sendiri, selain dapat meningkatkan kesehatan ternak sehingga lebih efisien dalam mengubah pakan dan menambah bobot badan, adalah untuk
mencegah polusi lingkungan baik polusi udara, air, maupun tanah, serta dapat menggunakan nutrisi yang tertinggal dalam limbah kotoran dengan mengolahnya menjadi bahan pakan. Beberapa alternatif pemanfaatan limbah ternak sapi adalah dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak, sumber pupuk, dan substrat produksi biogas. Penanganan limbah pada PT Andini Persada Sejahtera sendiri, baik limbah padat maupun limbah cair, tidak menggunakan cara khusus atau teknologi tertentu. Limbah cair disalurkan melalui drainase menuju selokan pengaliran. Lantai kandang dibuat agak miring untuk memudahkan pengaliran. Sedangkan untuk limbah padat, dilakukan pengerukan (pengumpulan) kotoran setiap hari. Kotoran tersebut kemudian dijemur untuk dijadikan pupuk organik. Walaupun tidak dilakukan perlakuan khusus pada limbah peternakan, namun PT Andini Persada Sejahtera tetap memprioritaskan kepentingan lingkungan terlebih masyarakat sekitar. Perusahaan menjaga kesinambungan dengan lingkungan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bandung, Nomor 660.1/Kep.214-BPLH/2010 yang telah memberikan persetujuan atas dokumen pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas limbah dari peternakan sapi potong. Beberapa hal yang dipantau dalam penanganan limbah cair dan padat atas operasional peternakan sapi potong adalah penurunan kualitas udara, peningkatan intensitas kebisingan, penurunan kualitas air tanah dan air permukaan, penurunan kualitas air bersih yang digunakan, peningkatan air larian, peningkatan volume lalu lintas, timbulan limbah padat ternak dan sampah domestik, penurunan kualitas kesehatan ternak, kerusakan saluran drainase, kerusakan prasarana
persampahan (TPSS), peningkatan keanekaragaman flora darat, serta persepsi masyarakat. Melalui SK tersebut sekaligus menjelaskan bahwa limbah peternakan pada PT Andini Persada Sejahtera ditangani dengan baik sehingga tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan. Meskipun demikian, pastinya ada kekhawatiran mengenai pertambahan penduduk di sekitar lokasi peternakan yang akan semakin padat. Pada awal pendirian usaha saja, usaha ini berdiri di daerah lereng gunung tanpa ada pemukiman atau bangunan lain disekitarnya. Namun seiring berjalannya waktu mulai ada masyarakat yang membangun rumah di sekitar lokasi peternakan, bahkan saat ini berdiri pabrik konveksi di depan lokasi peternakan. Pertumbuhan penduduk itu sendiri tidak dapat dihindari, terlebih jika pada wilayah tersebut terdapat lahan yang subur untuk melakukan usaha pertanian. Dimasa
mendatang,
perusahaan
sendiri
belum
berencana
untuk
menggunakan teknologi tertentu seperti biogas untuk mengelola limbah ternaknya. Perusahaan telah mencoba melakukan kajian ekonomis mengenai pemanfaatan biogas ini, namun bila dikaitkan antara biaya investasi dengan jumlah ternak dan limbah yang dihasilkannya, secara ekonomi hasilnya belum memadai sehingga penerapan teknologi ini belum dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, perusahaan akan terus berusaha untuk tetap menjaga lingkungan serta memberikan kenyamanan bagi masyarakat sekitar lokasi peternakan. Sejauh ini belum pernah ada masyarakat yang komplain atau merasa terganggu atas pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah peternakan, terutama pencemaran udara, karena jarak antara kandang dengan lokasi pemukiman sendiri
cukup jauh yaitu 500 – 1000 meter. Berdasarkan pengalaman penulis, pada jarak ± 100 meter saja bau dari ternak dan limbahnya tidak tercium. Bentuk kerjasama perusahaan dengan masyarakat dalam rangka menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar diantaranya adalah dengan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar lokasi peternakan. Pupuk yang dihasilkan peternakan juga akan dibagikan secara cuma-cuma kepada lingkungan sekitar dengan radius 500 – 1000 meter. Jika ada sisa produk pupuk setelah dibagikan kepada masyarakat, baru pupuk akan dijual secara komersil. Disamping itu perusahaan juga rutin membayar retribusi yang dapat digunakan masyarakat untuk pembangunan desa.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1.
Fungsi produksi yang digunakan untuk menggambarkan produksi pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, adalah fungsi produksi CobbDouglas. Model fungsi produksi tersebut yaitu : Y = 0,113 X10,890 X20,139 X30,371. Faktor-faktor yang mempengaruhi sapi potong (Y) adalah sapi bakalan (X1), pakan konsentrat (X2), dan pakan hijauan (X3) pada taraf nyata 1 persen.
2.
Berdasarkan hasil analisis, produksi pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung Bandung Bandung, belum efisien secara teknis. Nilai elastisitas produksi dari seluruh faktor produksi sebesar 1,4. Angka ini juga menunjukkan bahwa skala usaha penggemukan sapi potong ini adalah increasing return to scale yang berarti bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar 1 persen akan menghasilkan tambahan produksi sebesar 1,4 persen. Nilai total elastisitas produksi tersebut berada pada daerah produksi I atau daerah irrasional dengan EP > 1.
3.
Total biaya yang dikeluarkan perusahaan selama satu periode pemeliharaan sebesar Rp 10.632.637.614. Total penerimaan yang didapat perusahaan sebesar
Rp
12.582.671.750.
Total
pendapatan
yang
diperoleh
Rp
1.950.034.136. Nilai rasio penerimaan dan biaya adalah 1,183. Berdasarkan pendapatan dan nilai R/C ratio tersebut dapat dikatakan bahwa usaha penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera menguntungkan untuk dijalankan.
4.
Perusahaan memperkirakan bahwa penyediaan sapi bakalan dan pakan kedepannya tidak akan mengalami masalah yang berarti. Sejauh ini penyediaan sapi bakalan dari negara asalnya tidak pernah mengalami kendala berarti. Perusahaan juga memiliki strategi tersendiri dalam penyediaan bahan baku pakan. Penanganan limbah pada PT Andini Persada Sejahtera sendiri, baik limbah padat maupun limbah cair, tidak menggunakan cara khusus atau teknologi tertentu, namun hal tersebut tidak pernah mengganggu lingkungan sekitar.
7.2. Saran 1.
Berdasarkan hasil analisis efisiensi produksi perusahaan perlu meningkatkan faktor-faktor produksi untuk mencapai kondisi produksi optimum sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal.
2.
Perusahaan sebaiknya mengelola limbah kotoran secara komersial agar lebih berdaya guna dan bernilai untuk meningkatkan penerimaan perusahaan.
3.
Perusahaan sebaiknya memperluas dan meningkatkan kerjasama dengan petani bahan baku pakan serta pemasok sapi bakalan untuk keberlanjutan produksi.
4.
Pemerintah daerah setempat diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap usaha penggemukan sapi di daerah tersebut dalam bentuk penyuluhan atau pelatihan, serta pinjaman modal bagi wirausahawan pemula demi memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Agustini, N. 2010. Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian Untuk Pakan Ternak Sapi. Petunjuk Teknis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Nusa Tenggara Barat. Daniel, M. 1997. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Darmanto. 2010. Pengantar Analisis Regresi. Penerbit Universitas Brawijaya. Malang. Direktorat Jenderal Peternakan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2009. Statistik Peternakan 2009. www.ditjennak.go.id. Tanggal akses : 4 Agustus 2010. Febriliyani, K. W. 2007. Analisis Efisiensi Usaha Penggemukan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman Cross (BX) (Studi Kasus pada PT. Santosa Agrindo, Probolinggo). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hadi, P. U. dan N. Ilham. 2002. Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hertika, S. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibereum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Ilham, N. 2008. Alternatif Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan PDB Subsektor Peternakan Di Indonesia. Makalah. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. _______. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis. IPB Press. Bogor. Legawati, S. 2007. Pendugaan Model Fungsi Produksi dan Analisis Efisiensi Usaha Penggemukan Domba (Studi Kasus di Peternakan Domba Tawakkal Desa Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Nawari. 2010. Analisis Regresi dengan Ms Excel 2007 dan SPSS 17. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Nicholson, W. 1999. Teori Mikroekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta. Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2007. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta. ________. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta. Sarwono, B. dan H. B. Arianto. 2006. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Raja Grafindo Persada. Jakarta. ________. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasnya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. ________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Subagyo, I. 2009. Potret Komoditas Daging Sapi. Makalah dalam Economic Review. Jakarta. Sugeng, Y. B. 1998. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Suryana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis Dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan.
LAMPIRAN
Sumber : PT Andini Persada Sejahtera (2010)
Koordinator Hijauan Cikalong
Koordinator Pakan Cikalong
Koordinator Kandang Cikalong
Koordinator Lapangan Cikalong
Koordinator Hijauan Cikanjung
Anak Kandang
Koordinator Pakan Cikanjung
Koordinator Kandang Cikanjung
Koordinator Lapangan Cikanjung
Direktur Operasional
Koordinator Hijauan Kejobong
Koordinator Pakan Kejobong
Koordinator Kandang Kejobong
Karyawan
Direktur Keuangan
Koordinator Lapangan Kejobong
Direktur Utama
Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Perusahaan
Lampiran 2. Hasil Pengolahan Fungsi Produksi Regression Analysis: lnY versus lnX1, lnX2, lnX3 The regression equation is lnY = - 2.18 + 0.890 lnX1 + 0.139 lnX2 + 0.371 lnX3 Predictor Constant lnX1 lnX2 lnX3
Coef -2.1765 0.88981 0.13867 0.37079
S = 0.0161990
SE Coef 0.2734 0.02887 0.04687 0.07281
R-Sq = 73.9%
T -7.96 30.82 2.96 5.09
P 0.000 0.000 0.003 0.000
VIF 1.4 5.7 4.8
R-Sq(adj) = 73.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source lnX1 lnX2 lnX3
DF 1 1 1
DF 3 442 445
SS 0.32908 0.11598 0.44506
MS 0.10969 0.00026
F 418.03
P 0.000
Seq SS 0.25578 0.06649 0.00680
Unusual Observations Obs 90 186 191 218 259 263 287 288 289 291 324 325 327 354 357 360 444 446
lnX1 5.75 5.65 5.65 5.67 5.64 5.65 5.66 5.66 5.66 5.67 5.66 5.67 5.64 5.65 5.66 5.67 5.62 5.63
lnY 6.05444 6.00881 6.00881 5.94280 5.99645 6.01372 5.93754 5.94542 5.94280 5.94803 5.95064 5.95324 6.00881 5.93489 5.95064 5.95584 5.93489 5.94542
Fit 6.07904 5.96869 5.97280 5.97817 5.96207 5.97436 5.97327 5.97914 5.97855 5.98789 5.98473 5.99345 5.97336 5.96894 5.98481 5.99414 5.97135 5.98637
SE Fit 0.00285 0.00096 0.00091 0.00107 0.00169 0.00153 0.00094 0.00083 0.00085 0.00077 0.00147 0.00142 0.00192 0.00181 0.00163 0.00160 0.00157 0.00173
Residual -0.02460 0.04012 0.03601 -0.03537 0.03438 0.03936 -0.03574 -0.03372 -0.03575 -0.03985 -0.03408 -0.04020 0.03545 -0.03405 -0.03417 -0.03830 -0.03646 -0.04095
St Resid -1.54 X 2.48R 2.23R -2.19R 2.13R 2.44R -2.21R -2.08R -2.21R -2.46R -2.11R -2.49R 2.20R -2.11R -2.12R -2.38R -2.26R -2.54R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 0.589954
Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Uji Normalitas dengan SPSS 17 Tabel. Test of Normality untuk Uji Normalitas pada SPSS 17 outputs. Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic e
df
.034
Shapiro-Wilk
Sig. 446
.200
Statistic *
df
.992
Sig. 446
.016
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov, nilai statistic atau Dmax = 0,034 dengan Sig = 0,200. Karena Sig > α yaitu 0,01, maka pada tingkat kepercayaan 99%, sebaran galat ε berdistribusi normal.
Uji Normalitas dengan Eviews 35
Series: Residuals Sample 1 446 Observations 446
30 25 20 15 10 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.82e-16 0.000819 0.040483 -0.043848 0.016345 -0.278307 2.580420
Jarque-Bera Probability
9.029007 0.010949
0 -0.025
0.000
0.025
Berdasarkan uji normalitas dengan Jarque-Bera, nilai probabilitas pada output perhitungan lebih besar dari α = 0,01. Maka keputusannya adalah terima H0 yang artinya error term menyebar normal.
Lampiran 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dengan Eviews Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
4.006088 19.41953 15.07148
Prob. F(5,440) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5)
0.0015 0.0016 0.0101
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 02/14/11 Time: 02:19 Sample: 1 446 Included observations: 446 Collinear test regressors dropped from specification Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNX3 LNX3*LNX2 LNX3*LNX1 LNX2*LNX1 LNX1^2
-1.860840 0.624822 -0.041228 -0.063059 0.043623 0.008012
0.869312 0.290693 0.014142 0.036632 0.014955 0.012694
-2.140589 2.149420 -2.915322 -1.721419 2.916986 0.631181
0.0329 0.0321 0.0037 0.0859 0.0037 0.5282
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.043542 0.032673 0.000330 4.79E-05 2945.563 4.006088 0.001451
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000267 0.000335 -13.18190 -13.12674 -13.16015 0.994812
Berdasarkan uji heteroskedastisitas dengan White Heteroscedasticity Test, dapat dilihat bahwa nilai statistik white lebih besar dari nilai probabilitas chi-squarenya, atau bisa juga dilihat dengan nilai probabilitas chi-square yang lebih kecil dari α = 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi heteroskedastisitas pada model.
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 Telp/Fax : (0251) 4216727 CP : Ade Novita; Email :
[email protected]
KUESIONER PENELITIAN Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i Sehubungan dengan penelitian yang sedang saya kerjakan dalam rangka penyusunan tugas akhir (skripsi) dengan judul "Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan", maka bersama ini saya, Nama : Ade Novita NIM : H44061638 memohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam pengisian kuesioner berikut. Seluruh data dan informasi yang terkumpul melalui kuesioner ini adalah untuk tujuan akademis dan hanya digunakan untuk penelitian. Data dan informasi yang terkumpul akan dijamin kerahasiaannya. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar kuesioner ini dapat diisi secara lengkap, benar, dan apa adanya dengan penilaian seobjektif mungkin. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i dalam mengisi kuesioner ini. Tanggal wawancara : A. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
KARAKTERISTIK PETERNAK Nama : ……………………………………………. Alamat : ………………………………………….… Umur : ………………………….. tahun Jenis kelamin : L/P Jabatan : ………………………….. Pendidikan formal terakhir : a. Tidak sekolah d. SLTA/sederajat (selama…..tahun) b. SD/sederajat (selama…..tahun) e. Perguruan Tinggi (selama....tahun) c. SLTP/sederajat (selama…..tahun) Pendidikan non formal : Kegiatan Lama Pendidikan Keterangan Kursus Pelatihan Penyuluhan
8. 9. 10. 11.
Status pernikahan : M/BM Jumlah tanggungan keluarga : ………………………….. orang Lama bekerja bidang peternakan : ………………………….. tahun Status pekerjaan di peternakan : a. Pekerjaan utama; pekerjaan sampingan (jika ada) …………………….… b. Pekerjaan sampingan; pekerjaan utama ………………………………..…
B. 12. 13. 14.
INFORMASI PETERNAKAN Nama Peternakan : …………………………………………………….. Alamat Kantor : …………………………………………………...... Alamat Peternakan :……………………………………………………... ……………………………………………………… ……………………………………………………… Luas : Lahan ..……. m2 Bangunan …...… m2, untuk : kandang, gudang,. ....…………………………………………………… ……………………………………………………… Jenis usaha peternakan menurut kegiatan utama : a. Penggemukan (kereman/dry lot fattening (feedlots)/pasture fattening) b. Pembibitan c. Keduanya Visi, Misi, dan Tujuan usaha peternakan : ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ………………………………………………………………………..……...… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… Sejarah dan perkembangan usaha peternakan : Didirikan sejak tahun : …………...…, Oleh : …………………. Adakah perubahan nama peternakan dan kapan diganti? Jenis usaha yang dilakukan pada awal? Jumlah ternak awal dan jenisnya? Motivasi awal mendirikan usaha? Adakah kerjasama pada awal membangun usaha? Alasan tertarik mendirikan usaha peternakan? Upaya mengembangkan usaha peternakan? Kerjasama apa saja yang dilakukan peternakan? Sapi potong dijual kemana saja? Bagaimana kondisi saat ini? …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….……
15.
16.
17.
18.
19. Keadaan umum lokasi peternakan : Keadaan topografi? Suhu, kelembapan udara, curah hujan? Alasan memilih lokasi tersebut? Jarak kandang dengan bangunan tinggal dan pemukiman penduduk? Kestrategisan lokasi? Adakah pertanian disekitar lokasi, jika ya pertanian apa? Adakah kerjasama dengan pertanian tersebut? Apa saja bangunan penunjang proses produksi, berapa jumlahnya? …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… ………………………………………………………………………..………... ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… 20. Struktur organisasi beserta tugas dan tanggung jawabnya : ……...………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… ………………………………………………………………………..………... …………………………………………………………………………………. ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… 21. Bangsa dan populasi sapi yang diternakkan : Bangsa Sapi Jenis Perkiraan Jumlah Satuan Kelamin Umur (Ekor) Ternak (ST)
Ket : Sapi jantan dewasa/pekerja = 1,2 ST Sapi betina peliharaan = 1,0 ST Sapi umur 0-1 thn = 0,3 ST Sapi umur 1-2 thn = 0,6 ST Sapi umur 2-3 thn = 0,8 ST Sapi umur >3 thn = 1,0 ST
Sapi-sapi tersebut didapat/dibeli dari : ……………………………………..… …………………………………………………………………………………. 22. Kriteria sapi bakalan yang dipilih peternakan (jenis usaha penggemukan) : ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….…
C. ASPEK PENUNJANG PRODUKSI C.1 Tenaga Kerja 23. Jumlah tenaga kerja keseluruhan dan komposisinya Bagian Sistem kontrak kerja
Jumlah
24. Jumlah tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar dan komposisinya Bagian Sistem kontrak kerja Jumlah
25. Jam kerja dan aktivitas dalam proses produksi Jam Kerja Aktivitas
Bagian yang Mengerjakan
26. Bagaimana metode pembayaran gaji/upah tenaga kerja (perjam/perbulan/dll)? Adakah bonus dan THR, pada saat apa diberikan? ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… C.2 Kandang dan Peralatan 27. Tipe dan ukuran kandang Keterangan : Tipe Kandang - Kandang Tunggal : *Tunggal (satu lorong) *Ganda (head to head/tail to tail) - Kandang Koloni (sertakan kapasitas kandang koloni) - Lainnya, sebutkan……………..
Digunakan Untuk
Tipe Kandang
Bangsa Sapi
=1 =2 =3 =4
Ukuran
Jumlah Kandang
Bahan pembuat kandang (atap, dinding, lantai), bentuk, tempat pakan, dasar pengelompokkan sapi dalam kandang, dan deskripsi lain : …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… …………………………………………………………………………….…… 28. Peralatan lain yang menunjang kegiatan produksi dan fungsinya: ………………………………………………………………………………….
C.3 Pakan 29. Jenis pakan yang diberikan : Tipe Pakan Jenis Pakan yang Diberikan Pakan Hijauan
Fungsi
Waktu Pemberian
Jumlah Diberikan
Pakan Penguat/ Konsentrat Pakan Tambahan Adakah perbedaan pemberian pakan per ekor sapi berdasarkan bangsa sapi/umur/bobot awal/ jenis kelamin/dll, jabarkan perbedaannya dari sisi waktu pemberian, jenis pakan, dan jumlahnya (kg/ekor/hr)? ………………………………………….……………………………………… ………………………………………….……………………………………… ………………………………………….……………………………………… ………………………………………….……………………………………… 30. Berasal dari manakah pakan-pakan tersebut? Adakah pakan yang diproduksi sendiri oleh peternakan, apa? ………………………………………….……………………………………… ………………………………………….……………………………………… 31. Bagaimana sistem pemberian minum? ………………………………………….……………………………………… ………………………………………….……………………………………… C.4 Kesehatan Ternak 32. Aktivitas rutin apa yang dilakukan untuk merawat dan memelihara ternak? Aktivitas Teknik Pengerjaan Waktu Tujuan
33. Vaksinasi/obat apa saja yang diberikan pada ternak untuk mencegah/mengobati penyakit yang biasa terjadi dan meningkatkan daya tahan tubuh? Jenis Penyebab Jenis Fungsi Waktu Penyakit vaksinasi/obat Pemberian
34. Adakah penanggulangan lain jika ternak mengalami sakit parah/berkepanjangan? ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….…
D. PRODUKSI 35. Output yang dijual pada peternakan ini adalah : a. Sapi hidup c. Keduanya b. Daging sapi d. Lainnya, ………………………………………. 36. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali masa pemeliharaan : Bangsa sapi Lama Rataan bobot awal Rataan bobot akhir penggemukkan
37. Jumlah sapi yang dihasilkan per periode Bangsa sapi Jumlah bakalan Jumlah dihasilkan
Jumlah terjual
Afkir
38. Kendala apa yang sedang/pernah dialami peternakan dalam produksinya: ……………………………………………………………….………………… ……………………………………………………………….………………… …………………………………………………………………….…………… …………………………………………………………………….…………… E. LIMBAH 39. Bagaimana penanganan/pengolahan limbah padat dan cair (kotoran ternak)? Jika limbah dijual, dijual ke siapa dan berapa? ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… ……………………………………………………………………………….… …………………………………………………………………….…………… 40. Adakah biaya khusus untuk mengolah limbah tersebut, berapa? …………………………………………………………………………….…… ……………………………………………………………………………….… …………………………………………………………………….…………… 41. Pernahkah masyarakat sekitar merasa terganggu dari limbah tersebut? a. Ya, kompensasi yang diberikan peternakan untuk masyarakat : ……….… ……………………………………………………………………………... …………………………………………………………….……..………… ……………………………………..………………………….…………… …………………………………………………………………….……..… b. Tidak
F. KOMPONEN BIAYA DAN PENERIMAAN F.1 Biaya Penyusutan Jenis Peralatan
Jumlah (buah)
Harga Pembelian
Umur Ekonomis
Nilai Sisa
F.2 Biaya Tetap Jenis Biaya
Jumlah
Biaya Satuan
Total
F.3 Biaya Variabel Jenis Biaya
Jumlah
F.4 Penerimaan usaha peternakan Jenis Penerimaan Jumlah
Biaya Satuan
Total
Harga Satuan
Total
G. PEMASARAN 42. Pemasaran apa saja yang dilakukan peternakan ini? …………………………………………………………………….…………… …………………………………………………………………….…………… …………………………………………………………………….…………… 43. Kepada siapa peternakan menjual sapi potongnya? ……………………………………………………………………...………….. …………………………………………………………………………………. .………………………………………………………………………....……… 44. Siapakah yang menentukan harga jual sapi potong dan sapi afkir, berapa? ………………………………………………………………………….……… ………………………………………………………………………….……… ………………………………………………………………………….……… 45. Kemana (daerah) biasanya peternakan menjual sapi potongnya? ………………………………………………………………………….……… ………………………………………………………………………….……… ………………………………………………………………………….………
Lampiran 6. Dokumentasi Tempat Penelitian
Lingkungan
Kandang bagian depan
Bak pakan dan minum
Kandang
Lorong kandang
Pen
Gudang hijauan
Gudang pengolahan konsentrat
Mushola
Gudang konsentrat
Chopper hijauan
Kantor dan mess