VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 STUDI PERBANDINGAN ASPEK PRODUKSI DAN EKONOMI USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG DENGAN MENGGUNAKAN DUA FORMULA RANSUM DI CV.RISKI TERNAK MANDIRI, BERASTAGI KABUPATEN KARO Herlina Saragih dan Ampliatus Tarigan ABSTRACT The objective of the research is to analyze the comparative of production and economic aspect of beef fattening by using passionfruit and pineapple rind in feeds of Limousine and Simmental beef at Berastagi, Karo District. The research used experiment method with two treatments, and comparative data analysis used Tstudent test. Based on the experiment find that the passionfruit rind in feeds has not significant difference on feed consumption, while pineapple rind in feeds has significant difference on feed consumption, body weight growth, and feed convertion ratio. Through economic analysis find that pineapple rind in feeds more benefit compared to passionfruit in feeds of beefs. -------------Key words : passionfruit rind, pineapple rind, feeds, Limousin and Simmental beef.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komponen penting dalam usaha penggemukan sapi potong, karena pakan yang di berikan kepada ternak akan diubah menjadi daging sehingga perlu bahan pakan yang berkualitas. Di peternakan CV. Riski Ternak Mandiri memanfaatkan limbah pertanian kulit buah markisa dan ampas nenas sebagai pakan yang mempunyai nutrisi yang baik bagi pertumbuhan sapi potong. Usaha peternakan sapi potong menjadi modal penting bagi terwujudnya program pemerintah dalam menuju swasembada daging tahun 2014. Peternak sebagai pemegang peranan penting dalam usaha ini haruslah mampu bersikap bijak dan terampil dalam memelihara ternak mereka agar produktifitas tetap tinggi. Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti peningkatan penghasilan per kapita menjadi masyarakat semakin menyadari arti gizi. Hal ini membuat pergeseran pola makanan masyarakat dari mengkonsumsi karbohidrat ke protein (hewani) berupa daging, telur, dan susu. Kecenderungan ini di duga menjadi penyebab ketidakmampuan produsen sapi potong memenuhi permintaan dalam Negeri (Abidin, 2004) yang sekarang masih rendah, hanya 8 kg/kapita/tahun sedangkan di Negara-negara Eropa sudah mencapai 16 kg/kapita/tahun. Hal ini jelas terlihat konsumsi daging di Indonesia masih sangat rendah (Anonimous 2013). Anonimous (1993), menyebutkan bahwa ternak sapi di Indonesia belum bisa menunjukkan produktivitas seperti ternak sapi di luar negeri. Hal ini dapat dimaklumi karena sifat pemeliharaannya yang masih tradisional, kualitas pakan yang di berikan kurang baik dan tidak ada seleksi terarah. Namun di Kabupaten 1377 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Karo yang pertambahan populasi ternak sapi potongnya meningkat setiap tahun dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan daging di Kabupaten Karo khususnya dan Propinsi Sumatera Utara umumnya. Usaha ternak sapi potong memiliki prospek yang cerah di Indonesia. Usaha penggemukan sapi mendatangkan keuntungan ganda berupa keuntungan dari pertambahan bobot badan dan kotoran sapi berupa pupuk kandang. Sebagian besar peternak yang mengusahakan penggemukan sapi potong, menggunakan sendiri pupuk kandang itu untuk memupuk tanamannya (Siregar, 2010). Jadi usaha ternak sapi dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian maupun non pertanian tanpa saling merugikan. Selain itu, usaha peternakan dapat mengefektifkan penggunaan sumber daya terutama tenaga kerja keluarga. Di Kabupaten Karo peternakan sapi potong merupakan usaha yang banyak dikembangkan oleh masyarakat, dimana kepemilikan erat kaitannya dengan pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk kandang bagi perkebunan mereka sendiri. Dilihat dari cara pemeliharaan sapi potong yang diterapkan masyarakat Kabupaten Karo baik ternak sapi potong lokal maupun non lokal (persilangan) diperlakukan dengan cara tradisional Pemberian pakan juga dilakukan dengan cara dan bahan yang sederhana (limbah pertanian) meskipun dampak yang dihasilkan diduga sama, baik dari segi pertumbuhan dan pertambahan bobot badan. Dilain pihak jumlah peternak maupun populasi ternak sapi potong meningkat, populasi ternak sapi potong bisa mencapai 1500 ekor/tahun yang berasal dari luar daerah Kabupaten Karo (Anonimous 2013). Melihat situasi dan kondisi tersebut maka penelitian ini dilakukan, sehingga dapat memahami fenomena yang terjadi khususnya di Kecamatan Berastagi dalam produktivitas yang tinggi dan hal yang harus dilakukan dalam manajemen pemeliharaan yang baik. 1.2 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbandingan aspek produksi dan ekonomi usaha penggemukan sapi potong dengan menggunakan dua jenis pakan yang berbeda di CV. Riski Ternak Mandiri. 1.3 Kegunaan Penelitian 1. Sebagai informasi bagi peternak agar dapat mengetahui perbandingan dua bahan pakan penelitian yang lebih efisien. 2. Sebagai informasi bagi peternakan untuk dapat memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian. 1.4 Kerangka pemikiran Usaha peternakan adalah usaha pemanfaatan sumber daya alam (tanah), flora dan fauna (komoditi), sumber daya manusia (tenaga dan skill), modal (man made capital) untuk memperoleh tujuan ganda yang berimbang berupa bahan pakan dan kelestarian usaha bahan pakan untuk daerah lain (Siregar et al,1985). 1378 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Ternak sapi merupakan salah satu sumber daging sebagai protein hewani dalam memenuhi gizi masyarakat, sehigga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dalam pengembangan peternakan di era teknis efisien ini perlu diadakan perubahan dari pola peternakan secara tradisional mengarah ke pola agribisnis. Hal ini dapat dicapai melalui pelaksanaan atau penerapan teknologi di bidang peternakan sehingga produknya meningkat baik kuantitas dan kualitasnya, secara efisien sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Secara nasional pasokan daging sapi berasal dari sapi lokal sebesar 60%, impor bakalan sekitar 30% dan 10% diimpor dalam bentuk daging beku. Kekurangan pasokan sapi bakalan ini disebabkan usaha peternakan sapi rakyat di Indonesia pada umumnya bersifat tradisional dan hanya bersifat sambilan. Hal ini berpengaruh pada rendahnya produktivitas ternak (Suprapto dan Abidin,2006) Ketersediaan rumput potong dalam memenuhi kebutuhan hijauan sangat menunjang pengembangan ternak sapi. Pada umumnya Kecamatan Berastagi memiliki potensi hijauan yang berasal dari pertanian cukup besar. Pada tahun 2011 luas panen padi 265,22 ha pada sawah, dan 432,08 pada ladang. Luas tanaman palawija seperti jagung 1.222,12 ha, dan kacang tanah 25,88 ha, luas tanaman markisa 130 ha dan tanaman nanas 500 ha semua hasil dari pertanian ini hasil ikutan yang dapat di berikan sebagai makanan ternak. Menurut Anonimus (1993) untuk mengejar produktivitas ternak yang baik, para peternak harus diperkenalkan kepada faktor-faktor yang menunjang upaya pengembangan dan mutu ternak yaitu yang terangkum dalam panca usaha ternak potong meliputi penggunaan bibit yang baik (unggul), pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang memadai bagi ternak, penerapan cara pemeliharaan yang baik dan sehat, pemberantasan penyakit yang membahayakan ternak dan menciptakan pemasaran hasil yang menguntungkan. II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di CV. Riski Ternak Mandiri, Jalan Kolam Renang, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo dengan waktu 2 bulan dari tanggal 01 November – 31 Desember 2012 2.2 Bahan dan Alat Penelitian 2.2.1 Bahan Ternak yang digunakan adalah sapi potong yang ada di CV. Riski Ternak Mandiri dengan jumlah 11 ekor untuk 2 perlakuan, dimana masing-masing terbagi atas 5 ekor dan 6 ekor tiap perlakuan. Adapun bahan pakan yang di gunakan dalam penggemukan sapi potong di CV. Riski Ternak Mandiri terdiri dari hijauan dan limbah Industri pertanian. Uraian bahan dan jumlah yang di berikan dapat di lihat pada tabel 1. 1379 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Tabel 1 : Jumlah dan bahan pakan yang di berikan Uraian Ransum Penelitian A B Hijauan terdiri dari : Batang Jagung 40 % 40% Rumput Lapangan Rumput gajah. Ampas nenas 59% Kulit Markisa 50% Ampas Tahu 10% Abu Jagung 1% 2.2.2 Peralatan Peralatan yang dibutuhkan adalah antara lain : mesin chopper, beko, sekop, alat tulis, karung, timbangan, pita ukur dll. III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pemeliharaan Sapi Potong Sapi dipelihara didalam kandang sepanjang hari, dimana ternak diberikan makan pagi dan sore dengan ransum penelitian. Dimana sapi potong ditimbang 3 kali selama penelitian untuk memperoleh data berdasarkan parameter yang diamati. 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan dengan 2 perlakuan (A dan B) dengan masing-masing ulangan 5 ekor dan 6 ekor. Perlakuan A yaitu pakan dengan menggunakan ampas buah nenas, sedangkan perlakuan B dengan pakan menggunakan kulit buah markisa. 3.3 Parameter yang diukur Parameter yang diukur meliputi : 1. Bahan pakan yang digunakan dan komposisinya. Konsumsi ransum dihitung dengan menimbang jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum yang tersisa. 2. Pertambahan bobot badan diukur dengan penimbangan bobot badan, kemudian bobot badan akhir yang didapat dikurangi dengan bobot badan awal dibagi dengan lama penelitian. 3. Konversi ransum dihitung dengan membagi pakan yang dikonsumsi selama penelitian dengan pertambahan berat badan /selama penelitian.
1380 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 3.4 Analisa Data Analisa data disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga dibedakan menjadi analisa parameter produksi serta analisa ekonomi. Data perbandingan dari kedua perlakuan tersebut diuji berdasarkan uji t-student (Walpole, 1993). Analisa Besaran ekonomi dan keuangan meliputi BC-rasio, RC Rasio dan Penerimaan/Pengeluaran. Rumus Uji t- student sebagai berikut : 1 S2y1i = 𝑛𝑖=1 𝑦1𝑖 2 - 𝑛1 ( 𝑛𝑖=1 𝑦1𝑖 )2 S2y2i = tc =
𝑑 𝑆𝑑
S𝑑
=
2 𝑛 𝑛 2 1 𝑖=1 𝑦2𝑖 - 𝑛2 ( 𝑖=1 𝑦2𝑖 )
𝑆𝑦 1𝑖 2 𝑛1
+
𝑆𝑦 2𝑖 2 𝑛2
𝑑𝑖
𝑑= 𝑛 n1 ≠ n2 Hipotes : Ho : µ1 = µ2 H1 : µ1 ≠ µ2 Jika: t hitung > t tabel maka tolak Ho t hitung < t table maka terima Ho Keterangan : Sy1 dan Sy2 = keragaman n = jumlah sampel t = t-hitung Ho : diterima jika t hitung ≤ t table Ho : ditolak jika t hitung > t tabel n1 = Jumlah sapi yang menggunakan ampas nenas n2 = jumlah sapi yang menggunakan kulit buah markisah X1= nilai rata-rata sapi yang menggunakan ampas nenas X2 = nilai rata-rata sapi yang menggunakan kulit buah markisah IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian CV. Riski Ternak Mandiri (RTM) terletak di Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo yang lokasinya berjarak 8 Km dari Stratus Gunung Sibayak dan berjarak dari kota Berastagi ± 1 Km, luas areal lahan ± 8000 m2 lokasi ini di manfaatkan untuk peternakan sapi Perah dan sapi Potong. Desa Jaranguda secara geografis berada pada ketinggian 1500 diatas permukaan laut (dpl), dengan suhu udara 16 – 20oC, dengan curah hujan ± 2184 mm/tahun dan kelembapan relative 70-80 %. Berastagi merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara. Secara geografis, kota ini berada di dataran tinggi atau sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut (dpl) yang mana masih satu kawasan dengan deretan panjang Bukit Barisan. Jarak Kecamatan Berastagi ke 1381 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Kota Kabanjahe sepanjang 10 km kearah Utara. Selanjutnya jarak ke ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah 78 km kearah Selatan. Kota Berastagi yang berada di dataran tinggi nampak diapit oleh dua gunung aktif, yakni Gunung Sibayak (2.100 meter dpl) dan gunung Sinabung (2.400 meter dpl).( Anonomaus, 2012) Kota Berastagi memiliki suhu udara yang sejuk dan kondisi tanah yang subur, kota ini ternyata menyimpan banyak kisah sejak masa kolonial Hindia Belanda di awal abad ke-20. Kemunculan kota ini sebagai kota yang terkenal produktif dalam menghasilkan banyak sayur dan buah dipengaruhi oleh kebijakan kolonialisme Belanda. Ketika itu, yakni sekitar tahun 1920, Berastagi merupakan sentral perkebunan di sumatra Utara yang dikelola pihak Belanda. Dari kota inilah, suplai sayur-mayur dan buah-buahan di kota Medan atau kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatra bagian utara dapat terpenuhi. Secara kasat mata, Kota Berastagi merupakan sebuah kota yang ramai para penjaja buah-buahan serta sayur-mayur di sepanjang jalan kotanya. Buahbuahan dan sayur-mayur yang ditawarkan ini merupakan hasil bumi tanah Berastagi. Buah markisa salah satunya dan jeruk menjadi komoditi andalan dari kota ini. Sehingga muncul sebutan bahwa Kota Berastagi adalah sebagai kota markisa dan jeruk manis. Buah markisah tersebut umumnya diolah untuk dijadikan sirup, dan merupakan oleh-oleh khas dari Berastagi. Pemasaran dan kesinambungannya adalah bagian terpenting dalam keberhasilan usaha ternak sapi potong. Unit sapi potong CV. Riski Ternak Mandiri memproduksi dan menjual sapi potong dalam keadaan hidup, adapun standrt bobot badan sapi potong yang di jual adalah 500-800 kg dan dalam kondisi siap jual Permintaan daging sapi di Kabupaten Karo khususnya sangat tinggi, dan di lokasi ini terdapat tiga rumah potong hewan (RPH) dengan jumlah pemotongan 4-5 ekor/hari dengan bobot potong rata-rata 400 kg/ ekor. Sedangkan di kota kabanjahe terdapat 7 rumah potong hewan (RPH) dengan jumlah pemotongan rata-rata 14 ekor/hari dengan bobot potong berkisar 600 kg/ekor. Sehingga jika dilihat dari hasil pemotongan sapi di RPH di Kabupaten Karo total bobot hidup yang di potong adalah 10400 kg/hari dengan berat karkas 45% dari bobot hidup, maka kebutuhan daging sapi potong untuk Kabupaten Karo adalah 4680 kg/hari(Anonimaus, 2012). 4.2 Analisa Proksimat Kedua Jenis Pakan Yang Di Berikan Pakan yang di berikan pada ternak penelitian ada dua jenis yang memiliki kandungan nutrisi yang berbeda, dengan demikian akan mempengaruhi palatabilitas dan pertambahan bobot badan sapi potong, sehingga untuk mengetahui secara jelas perbedaan kandungan nutrisinya, peneliti menganalisa kedua jenis pakan yang di berikan terhadap sapi potong yang di teliti. Hasil analisa tersebut dapat di lihat pada Tabel 2.
1382 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Tabel 2: Hasil Analisa Proksimat Ransum Yang Di Berikan Pada Ternak Penelitian No Parameter Ransum A (%) Ransum B (%) 1 Kadar Air 90,545 92,345 2 Kadar Protein 4,463 3,426 3 Kadar Lemak 3,012 1,336 4 Kadar Abu 0,669 0,530 5 Kadar Karbohidrat 1,331 2,513 6 Kadar Serat Kasar 2,459 2,022 Sumber : Laboratorium Analisa Kimia Pangan Universitas Sumatera Utara ( Januari, 2013). 4.3 Konsumsi pakan Jumlah konsumsi pakan yang di beri ampas nenas dalam ransum antara sapi potong Limousin dan Simmental selama penelitian (61 hari) seperti pada tabel di bawah. Tabel 3. Konsumsi Pakan yang diberi Ampas Nenas antara sapi Potong Limousin dan Simmental No Pakan yang Dikonsumsi Limousin (kg/hari) Simmental (kg/hari) 1. 34,7 36,0 2. 38,5 38,5 3. 38,5 4. 39,5 Total 73,2 152,5 Rataan 36,60a 38,13a Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata Dari hasil uji t-student diketahui bahwa bangsa sapi potong antara Limousin dengan Simmental ternyata memberi respon yang sama (tidak berbeda) terhadap pakan yang dicampur dengan ampas nenas. Hal ini berarti bahwa konsumsi pakan yang dicampur dengan ampas nenas tidak berpengaruh terhadap bangsa sapi, sehingga dapat juga diberikan pada ternak sapi lainnya dan pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat peternak sapi potong khususnya. Selanjutnya di bawah ini dapat di lihat konsumsi pakan sapi potong yang di beri kulit buah markisah. Tabel 4. Konsumsi Pakan yang diberi Kulit buah Markisa antara sapi Potong Limousin dan Simmental No Pakan yang Dikonsumsi Limousin (kg/hari) Simmental (kg/hari) 1. 37,9 31,0 2. 30,0 27,3 1383 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 3. 25,0 4. 39,5 Total 67,9 83,3 a Rataan 33,95 41,65a Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata Berdasarkan hasil uji t-student diketahui bahwa bangsa sapi potong Limousin dan Simmental tidak menunjukkan atau tidak memberikan respon yang berbeda terhadap konsumsi pakan yang diberi kulit buah markisa. Hal ini dapat diartikan bahwa kulit buah markisa dapat juga diberikan pada sapi potong lainnya, terutama sapi potong bibit lokal, karena kulit buah markisa banyak ditemukan di Berastagi. Tabel 5. Konsumsi Pakan yang Sapi Potong yang diberi Ampas Nenas dan Kulit Buah Markisa No Pakan Ampas Nenas Kulit buah Markisa (kg/hari) (kg/hari) 1. 34,7 37,9 2. 36,0 30,0 3. 38,5 31,0 4. 38,5 27,3 5. 38,5 25,0 6. 39,5 Total 225,7 151,2 Rataan 37,62a 30,24a Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata Konsumsi pakan sapi potong terhadap pakan yang dicampur dengan ampas nenas atau kulit buah markisa secara fisik menunjukkan tidak berbeda dalam jumlah yang dikonsumsi meskipun tidak besar. Berdasarkan hasil uji tstudent, maka diketahui bahwa jumlah pakan yang dikonsumsi anatara pakan yang dicampur dengan ampas nenas dan pakan yang dicampur dengan kulit buah markisa menunjukkan perbedaan yang nyata atau tidak signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa pakan dengan campuran ampas nenas atau kulit buah markisa memiliki palatabilitas yang sama pada sapi potong, dan dapat mencerna pakan campuran tersebut dengan baik. Berdasarkan kandungan nutrisi pada kedua bahan pakan ini, maka kulit buah markisa memiliki serat kasar yang lebih tinggi serta nilai ekonomi di masyarakat rendah sehingga dapat menekan biaya produksi dalam penggemukan sapi potong. Kulit buah markisa di daerah penelitian lebih mudah dan dekat jaraknya dibandingkan dengan sumber ampas nenas, sehingga tidak menimbulkan biaya produksi yang tinggi. 1384 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 4.4 Pertambahan Bobot Badan Penggemukan Sapi Potong Dari hasil penelitian pada penggunaan ampas nenas dan kulit buah markisa yang di campur dalam pakan menghasilkan pertambahan bobot badan harian seperti tabel di bawah. Tabel 6. Pengaruh Pemberian Ampas Nenas dan Kulit buah Markisa dalam terhadap Pertambahan Bobot Badan (PBB) Sapi Potong selama penelitian. No Pakan Ampas Nenas (kg/hari) Kulit buah Markisa (kg/hari) 1. 1,19 0,45 2. 1,06 0,45 3. 1,20 0,41 4. 1,16 0,50 5. 1,11 0,47 6. 1,15 Total 6,87 2,28 A Rataan 1,145 0,456 B Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda sangat nyata Berdasarkan hasil uji t-student diketahui, bahwa pertambahan bobot badan sapi potong yang diberi pakan dengan campuran ampas nenas memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding pakan yang diberikan kulit buah markisa (sangat berbeda nyata). Hal ini dapat diartikan bahwa nutrisi yang terkandung pada ampas nenas terutama protein, cukup baik bagi pertumbuhan sapi potong dan memiliki kecernaan yang tinggi. Ampas nenas yang telah mengalami fermentasi akan meningkatkan karbohidrat terutama gula. Sehingga melalui penelitian ini dapat disarankan bahwa ampas nenas dapat menjadi bagian dari pakan penggemukan sapi potong sejauh tersedia di lapangan dan dengan biaya yang rendah dalam penyediaannya. Tetapi dari hasil penelitian diketahui bahwa rataan pertambahan bobot badan sapi potong yang menggunakan campuran ampas nenas dan kulit buah markisa hanya mencapai 1,145 kg/hr dan 0,456 kg/hari. Hasil ini lebih rendah dari yang direkomendasikan Endang (2000) sebesar 1,5 – 1,7 kg/hari. 4.5 Feed Cenvertion Ratio (FCR) Rasio konsumsi pakan terhadap peningkatan berat badan atau Feed Conversion Ratio. Rumus menghitung FCR ialah: Jumlah Pakan Yang dikonsumsi (Kg ) FCR = Berat Badan Yang dihasilkan (Kg ) Dengan kata lain, FCR didefinisikan beberapa jumlah kilogram pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram berat badan. 1385 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Nilai FCR yang sama atau lebih kecil dibandingkan standar, menandakan terjadinya efisiensi pakan yang didukung dengan tata laksana pemeliharaan yang baik. Namun jika nilai FCR lebih besar dibandingkan standar maka mengindikasikan terjadi pemborosan pakan sebagai akibat tidak maksimalnya manfaat pakan terhadap pertambahan bobot badan sapi potong. Salah satu faktor yang berperan penting menyebabkan hal ini adalah stres. Stres direspon oleh tubuh dengan memobilisasi glukosa untuk diubah menjadi energi dan digunakan untuk menekan stress itu sendiri. Akibatnya, hanya sedikit energi yang diarahkan ke pertambahan bobot badan ( Anggaradi, 1994). Tabel 7 : Feed Cenvertion Ratio (FCR) Pemberian Ampas Nenas/hari No Konsumsi Feed Cenvertion Ratio (FCR) Pemberian Ampas Nenas (kg/hari) Bahan Konsumsi PBB FCR Kering Bahan Kering (kg/hari) (%) (kg/hari) 1 34,7 9,46 3,283 1,19 2,579 2 36 9,46 3,406 1,06 3,213 3 38,5 9,46 3,642 1,20 3,035 4 38,5 9,46 3,642 1,16 3,139 5 38,5 9,46 3,642 1,11 3,281 6 39,5 9,46 3,737 1,15 3,249 ∑ =18,676 = 20,99 ӯ =13,499 ӯ =3,113 Tabel 8 : Feed Cenvertion Ratio (FCR) Pemberian Kulit Buah Markisa/hari No Konsumsi Feed Cenvertion Ratio (FCR) Pemberian Kulit Buah (kg/hari) Markisa/hari Bahan Konsumsi PBB FCR Kering Bahan Kering (kg/hari) (%) (kg/hari) 1 37,9 7,66 2,903 0,45 6,455 2 30,0 7,66 2,298 0,45 5,107 3 31,0 7,66 2,375 0,41 5,792 4 27,3 7,66 2,091 0,50 4,182 5 25,0 7,66 2,915 0,47 4,070 ∑ =12,58 ∑ =25,60 ӯ =2,52 ӯ =5,12 Dari hasil perhitungan dapat di simpulkan bahwa feed convertion rasio pemberian ampas nenas lebih baik dibandingkan dengan pemberian kulit buah markisa. Berarti pemberian ampas nenas lebih menguntungkan peternak di bandingkan dengan kulit buah markisa.
1386 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 4.6 Aspek Ekonomi Penggemukan Sapi Potong Usaha peternakan penggemukan sapi potong merupakan salah satu profesi usaha yang sangat menjanjikan karena selain mendapat keuntungan yang besar 1,5- 2 juta per 3 bulannya, peternakan juga dapat membuka lapangan kerja. Dengan melihat aspek ekonomi tersebut, menunjukkan bahwa usaha perternakan cukup menjajikan sebagai salah satu profesi pekerjaan. Keuntungan tersebut akan lebih besar lagi kalau peter dapnakat menurunkan biaya produksinya. Biaya produksi yang paling besar adalah komponen pakan yang terdiri dari hijauan pakan ternak dan konsentrat ( Purnawan & Cahyo, 2010). RC-Ratio, BC-Ratio dan Tingkat Pengembalian Investasi Penggemukan Sapi potong Berdasarkan perhitungan hasil penerimaan dan pengeluaran usaha penggemukan sapi potong dengan menggunakan dua jenis pakan maka rasio hasilnya dapat di lihat pada Tabel 9. Tabel 9: RC-Ratio, BC-Ratio dan Tingkat Pengembalian Penggemukan Sapi potong No
Uraian
1
Ampas Nenas (Rp.000) RC-rasio 11.899 / 9.542 = 1,247
2
BC-rasio 2.357/ 9.542 = 0,247(24,7 %)
Jenis Pakan Kulit Buah Markisa (Rp.000) 9.642 / 8.680,9 = 1,110 9,611/8.680,9 = 0,110 ( 11.0%)
Berdasarkan dari hasil perhitungan antara penerimaaan dan pengeluaran usaha selama penelitian, diketahui bahwa rasio penerimaan pada pakan yang menggunakan ampas nenas dibandingn dengan pakan yang menggunakan kulit buah markisa adalah sebesar 1,247 : 1,110 ( setiap biaya yang di keluarkan Rp. 1000 maka didapatkan penerimaan sebesar Rp. 1,247). Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan usaha penggemukan sapi potong dengan pakan yang menggunakan amaps nenas lebih besar. Selanjutnya berdasarkan besaran pendapatan usaha sapi potong, maka berdasarkan perhitunghan diketahui bahwa manfaat (benefit/keuntungan) penggemukan sapi potong antara pakan dengan campuran ampas nenas memberikan manfaat yang lebih besar dibanding dengan pakan yang menggunakan kulit buah markisa dengan perbandingan 0,247 : 0,110 ( setiap biaya yang di keluarkan Rp. 1000 maka di dapatkan keuntungan Rp. 0,247). Tingkat pengembalian investasi adalah rasio ( perbandinga) antara jumlah biaya tatap dan biaya variable dengan keuntungan. Dalam usaha penggemukan sapi potong, kita harus mengetahui berapa biaya yang sudah harus di keluarakan untuk biaya investasi, seperti pembuatan kandang, sewa tempat atau lahan yang di butuhkan dan peralatan pendukung yang di butuhkan dalam usaha penggemukan sapi potong tersebut, berapa biaya investasi yang di butuhkan untuk membangun suatu usaha penggemukan sapi potong di CV. Riski ternak Mandiri dapat di lihat pada Tabel 10. 1387 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Tabel 10. Tingkat Pengembalian Investasi Dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong dengan pemberian ampas nenas No
Biaya Investasi BT (Rp 000)
1 2 3 4 5 6
8.700 8.900 9.000 9.000 9.000 9.300
BV (Rp 00) 5848 5176 5864 5704 5304 5624
Harga Jual (000)
11505 11481 11958 11889 11754 12018
Keuntungan (Rp 000)
2220200 2063400 2371600 2318600 2223600 1155600
Tingkat Pengembalian (tahun)
9284800/2220200 = 4,1 9417600/2063400 = 4,5 9586400/2371600 = 4,0 9570400/2318600 = 4,1 9530400/2223600 = 4,2 9862400/1155600 = 8,5
Tabel 11. Tingkat Pengembalian Investasi Dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong dengan pemberian kulit buah markisa No Biaya Investasi Harga Jual Keuntungan Tingkat Pengembalian (000) (Rp 00) (tahun) BT BV (Rp 000) (Rp 00) 1 2 3 4 5
8.300 8.500 8.700 8.300 8.500
1400 1395 1260 1550 1440
9423 9867 10083 9141 9696
9830 12275 12570 6860 10520
8440000/983000 = 8,5 8639500/1227500 = 7,0 8826000/1257000 = 7,0 8455000/686000 = 12,3 8644000/1052000 = 8,2
4.7 Prospek Pengembangan Kedepan Limbah pertanian kulit buah markisa yang ada di Kabupaten Tanah Karo produksinya mencapai rata – rata 10 ton/minggu, sehingga tidak dapat diharapkan sebagai bahan pakan ternak penggemukan sapi potong dalam sekala besar. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian kulit buah markisa rata-rata 15 kg/hari/ekor, dengan bobot sapi rata-rata 322 kg, berarti kebutuhan minggunya adalah 105 kg sehingga limbah kulit buah markisa hanya dapat mencukupi pakan 95 ekor sapi potong. Limbah penelitian ampas nenas yang di datangkan dari Saran Padang Kecamatan Seribu Dolok, dimana pabrik sirup nenas ini dapat memproduksi ampas nenas 36 ton/3 hari. Dengan jumlah produksi ampas nenas yang demikian, maka dari hasil penelitian bahwa pemberian ampas nenas rata-rata 22,1 kg/hari, berarti kebutuhan mingguannya adalah 154,7 kg/ekor, sehingga ampas nenas hannya dapat member makan sapi 543 ekor. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian, pengujian dan observasi di lapangan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1388 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 1.
2.
Penggemukan sapi potong yang diberikan pakan dengan campuran ampas nenas sebanyak 59% memberikan pertambahan bobot badan lebih tinggi (sangat nyata) dibandingkan dengan campuran kulit buah markisa. Bangsa sapi potong tidak memberikan respon atau pengaruh konsusi yang berbeda terhadap pakan yang dicampur dengan ampas nenas atau kulit buah markisa. Pemberian ampas nenas dalam pakan sapi potong penggemukan juga membrikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi dibanding dengan pakan yang dicampur dengan kulit buah markisa dengan BC rasio nya 0,247 : 0,110 dan RC- rasio 1,247 : 1,11.
5.2 Saran 1. Perlu adanya penanganan/kerjasama terpadu antara pemerintah, pengusaha dalam pabrik pengolahan nenas sehingga ampas dapat digunakan bagi peternak atau masyarakat sekitar. 2. Perlu pemikiran lebih lanjut agar ampas nenas dapat di tingkatkan kualitasnya terutama dari sisi pengolah. 3. Di sarankan penggunaan ampas nenas sebagai pakan 59 % dari jumlah pakan yang di berikan. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2002. Meningkatkan produktivitas Sapi Potong. PT. Agromedia. Anggorodi, R. 1985. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak umum. Gamedia. Jakarta Anonimous, 1993. Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Jakarta ., 2012. Dinas Peternakan. Kabupaten Karo ., 1983. Pedoman Menentukan Harga Pokok Produk. PT. Pustaka Binaman Pressindo ., 2011. Beternak Sapi Potong Kanisius. Yokyakarta ., 2013. Laboratorium Analisa Kimia Pangan Universitas Sumatera Utara. Hermanto, F. 1986. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Swadaya, Jakarta http://bp4kkabsukabumi.net/index.php/Peternakan/Kulit-Buah-Markisa-SebagaiPakan-Ternak.html Kantosa, Khoid. Warsito. Dan Agus Andoko. 2011. Bisnis Penggemukan Sapi. Penerbit. Penebar Swadaya. Muniarti. 2006. Kandungan Nutrisi Pada Buah Nenas. 1389 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390 Nugroho, C P., 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat Pembinaan SMK, Jakarta Ronald E. Walpole. 1996. Pengantar Statistika. PT. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta. Siregar, A.R, S. Soedemo,T. Manurung, 1985. Budidaya Ternak Dalam Usaha Tani Ternak di Daerah Transmigrasi, jurnal Pengembangan Pertanian, Edisi I Siregar, Basya Sori. 1994. Ransun Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarat. Siregar, Basya Sori. 2012. Penggemukan Sapi potong. Penerbit. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, S. B., 2010. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Soeprapto, H. dan Abidin, Z., 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Fustaka. Jakarta Suharno, B dan Nazaruddin, 1994. Ternak Komersial. PT Penebar Swadaya, Jakarta Supridjatna. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta Undang. A, S. (2000) Penggemukan Usaha Sapi Potong. Unpad Press Wahyu. 2005. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Gajah Mada Press. Yogyakarta Yulianto, Purnawan. dan Saparinto Cahyo. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.
1390 _____________ ISSN 0853-0203
VISI (2013) 21 (2) 1377-1390
1391 _____________ ISSN 0853-0203