SEKOLAH LAPANG PENGGEMUKAN DAN PEMBIBITAN SAPI POTONG PADA SKALA USAHA PETERNAKAN RAKYAT Setiasih dan M. Ali Yusran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Dalam rangka mewujudkan peternakan sapi potong rakyat yang berkesinambungan, salah satunya diperlukan adanya inovasi produksi. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan transfer teknologi produksi sapi potong melalui sekolah lapang pada skala usaha peternakan rakyat di Jawa Timur. Kegiatan dilakukan di 10 Kabupaten dengan pendekatan transfer teknologi adalah sekolah lapang agribisnis sapi potong. Kegiatan ini dimulai dengan PRA (Partisipatory Rural Apraisal) untuk mengetahui kebutuhan teknologi masingmasing lokasi. Transfer teknologi sapi potong melalui penyuluhan dan pelatihan, penyebaran inotek/liflet, percontohan dem-unit dan bimbingan lapang. Dem-unit pada sapi potong penggemukan adalah pemberian ransum secara rasional sedangkan pada sapi pembibitan adalah pemberian pakan tambahan strategis (surge feeding post partum). Data yang dikumpulkan adalah karakteristik lokasi pengkajian, kinerja teknologi sapi potong eksisting, kebutuhan inovasi teknologi, realisasi pelaksanaan transfer teknologi, hasil dem-unit. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa teknologi pakan dan ransum merupakan teknologi yang paling utama dibutuhkan dan diinginkan peternak, khususnya teknik peningkatan gizi dan pengawetan bahan pakan limbah pertanian, dan ransum rasional, baik untuk sapi potong induk maupun penggemukan. Hasil dem-unit menunjukkan bahwa pemberian ransum rasional pada sapi penggemukan dapat meningkatkan PBBH dari 0,7 kg menjadi 1,2 kg/ekor/hari. Teknologi surge feeding post partum dapat memperbaiki an estrus post partum dari 150 hari menjadi 72 hari dan S/C dari 3,5 menjadi 1,75. Respon peternak di kelompok utama maupun kelompok pengembang cukup positif terhadap teknologi yang diintroduksikan, namun beberapa faktor seperti ekonomi dan kebiaasaan atau budaya peternak menjadi penghambat penerapan teknologi. Kata kunci : transfer teknologi, sapi potong, peternakan rakyat PENDAHULUAN Ketersediaan dagng sapi di Indonesia tahun 2006 hanya 72% dari kebutuhan. Ketersediaan ini diperkirakan turun menjadi 62,6% tahun 2010 dan 40% pada tahun 2015 apabila tidak ada penangan secara eksklusif dan hanya mengandalkan upaya-upaya regular (Anonimus, 2008; Anonimus, 2008b). Karenanya salah satu program strategis Kementerian Pertanian adalah Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014. Dari jumlah sapi potong di Indonesia, 25% (4,6 juta ekor) di antaranya berada di Provinsi Jawa Timur, dan menyumbang produksi daging secara nasional 82 ribu ton, atau 20,95% dai produksi daging nasional. Oleh karena itu keberhasilan implementasi Program PSDS di Provinsi Jawa Timur, menjadi indikator keberhasilan secara nasional (Anonimus, 2008b). Program PSDS menarget Jawa Timur memasok 38% daging sapi nasional tahun 2014. Target ini
477
mengharuskan produksi daging Jawa Timur tahun 2010-1014 naik 4-11% atau rata-rata 7,7% per tahun (Disnak Jatim, 2009). Target ini tentunya lebih banyak dibebankan pada usaha sapi potong rakyat karena lebih dari 90% sapi potong di Jawa Timur dipelihara/dibudidayakan pada skala usaha peternakan sapi potong rakyat. Dengan demikian usaha peternakan sapi potong rakyat harus menjadi sasaran utama dalam implementasi program PSDS. Swasembada daging sapi dapat terwujud manakala sistem dan usaha agribisnis sapi potong dalam negeri dapat produktif, profitable, dan berkelanjutan. Untuk maksud ini, selain perlu adanya dukungan investasi modal dan sistem pemasaran yang konduksif menguntungkan bagi peternak, juga diperlukan adanya dukungan inovasi teknologi produksi sapi potong yang tepat guna spesifik lokasi dan kelembagaan tani yang mapan berkaitan dengan agribisnis sapi potong. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui penerapan pelaksanaan transfer teknologi melalui pendekatan sekolah lapang penggemukan dan pembibitan sapi potong pada skala usaha peternakan rakyat di Jawa Timur. METODOLOGI Lokasi kegiatan di 10 Kabupaten terpilih, yakni Kabupaten Sumenep, Sampang, Jember, Bondowoso, Malang, Jombang, Madiun, Lamongan, Bojonegoro, dan Pacitan. Di tiap kabupaten dipilih 4 Kelompok Tani/Ternak dan tiap kelompok beranggotakan minimal 50 KK peternak sapi potong. Kelompok tersebut terbagi atas Kelompok Utama dan Kelompok Pengembangan. Pengkajian dilaksanakan pada bulan April- Desember 2010. Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan Sekolah Lapang Agribisnis Sapi Potong (SL-ASP). SL-ASP dalam pendampingan implementasi PSDS 2014 dimaksudkan untuk mengefektifkan pelaksanaan kegiatan transfer teknologi yang berbasis Kelompok Tani/ Ternak sebagai entry point melakukan intervensi inovasi teknologi, kelembagaan dan perubahan sikap/ perilaku dalam budidaya ternak terhadap para peternak sapi potong. SL-ASP terdiri dari 2 (dua) unsur kegiatan utama, yakni : 1. Kegiatan Demo-unit Pengelolaan Sapi Potong; yang dapat berupa (a). Pengelolaan usaha penggemukan sapi potong, dan/ atau (b). Pengelolalan usaha pembibitan/ pembiakan sapi potong rakyat. 2. Bimbingan Lapang Pengelolaan Sapi Potong, yang meliputi aktifitas apresiasi/sosialisasi inovasi teknologi produksi sapi potong, pelatihan dan jaringan layanan advokasi pengelolaan sapi potong Keseluruhan kegiatan didukung dengan pengadaan/penyediaan petunjuk teknis produksi sapi potong (pembibitan dan penggemukan) sesuai yang dibutuhkan. Di keseluruhan lokasi kegiatan SL-ASP juga dilakukan pengembangan dan penguatan kelembagaan tani-ternak. Kegiatan demo-unit pengelolaan usaha penggemukan sapi potong berkaitan dengan aspek pemberian ransum (strategi ransum penggemukan), BC score awal sapi bakalan, dan lama waktu penggemukan yang optimal. Kegiatan demo-unit pengelolalan usaha pembibitan/pembiakan sapi potong rakyat meliputi aspek penilaian skor kondisi tubuh (SKT) sapi potong, pakan dan ransum
478
rasional serta pola perkawinan. Demo-unit ini dilakukan di Kelompok Utama dan aktivitas serta hasilnya disebarluaskan/didiseminasikan ke Kelompok Pengembang yang ada di sekitar wilayah Kelompok Utama. Kegiatan bimbingan lapang menggunakan metode pendekatan bimbingan/ penyuluhan massal berbasis Kelompok Tani/Ternak untuk aktifitas apresiasi dan sosialisasi inovasi teknologi produksi sapi potong. Data yang dikumpulkan dalam kajian ini adalah karakteristik lokasi pengkajian, kinerja teknologi sapi potong eksisting, kebutuhan inovasi teknologi, realisasi pelaksanaan transfer teknologi dan hasil dem-unit. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi dan Sasaran Transfer Teknologi Berdasarkan agroekosistemnya, 10 dari 19 desa/Kelompok Utama (52%) mempunyai karakteristik Lahan Kering Dataran Rendah (LKDR) dan Dataran Rendah (LSDR), dan 9 desa (48%) yang berkarakteristik Lahan Sawah Dataran Sedang (LKDS). Ini menujukkan bahwa usaha sapi potng di Jawa Timur tersebar di kawasan lahan kering dan sawah. Komoditas tanaman pangan yang dominan adalah tanaman jagung dan padi lahan kering/gogo serta padi sawah. Ini menunjukkan bahwa basis pakan sapi potong adalah tebon (limbah jagung) dan jerami (limbah padi), sedangkan dari limbah agroindustri adalah dedak padi, tumpi jagung, empok jagung. Dilihat dari tipelogi produksi, 14 dari 20 Kelompok Utama (70%) didominasi oleh usaha pembibitan/pembiakan sapi potong (cow and calf operation), dan 6 Kelompok Utama bertipelogi usaha penggemukan (fattenning), hal ini sesuai dengan laporan Yusran (2004) bahwa usaha sapi potong rakyat di Jawa Timur mayoritas adalah usaha pembiakan. Gambaran ini mencerminkan, bahwa swasembada daging sapi sangat tergantung dari kinerja reproduktivitas sapi potong induk yang dibudidayakan. Swasembada daging sapi juga tergantung dari ketersediaan sapi bibit dan bakalan yang berasal dari dalam negeri yang kesemuanya merupakan hasil aktivitas reproduksi sapi potong induk. Selain itu juga disebabkan semakin terpuruknya usaha penggemukan sapi potong pada kurun waktu 2 tahun belakang ini karena harga jual sapi yang sangat tidak konduksif dan merugikan bagi para peternak sebagai produsen. Teknologi Produksi Sapi Potong yang Dibutuhkan Teknologi produksi sapi potong yang dibutuhkan oleh para peternak seperti tertera pada Tabel 1 adalah teknologi pakan dan ransum, khususnya teknik peningkatan gizi dan pengawetan bahan pakan limbah pertanian serta penyusunan ransum rasional, baik untuk sapi potong induk maupun penggemukan. Dengan demikian demo-unit prioritas penekanan pada teknologi pengawetan bahan pakan limbah pertanian dan penyusunan ransum. Faktor pakan/ransum konstribusinya sangat besar (hingga 80%) terhadap total biaya produksi dan menentukan kemampuan/potensi genetik untuk produksi yang sesungguhnya bagi seekor sapi potong. Soemarno (2008) mengemukakan bahwa syarat inovasi teknologi dapat diadopsi oleh petani antara lain apabila: a)
479
bermanfaat bagi petani secara nyata, b) lebih unggul dari pada teknologi yang telah ada, c) praktis, nyaman dan ekonomis, serta d) sesuai dengan sistem usahatani petani. Tabel 1. Kebutuhan Inovasi teknologi berdasarkan hasil RRA Tipologi Usaha Pembibitan/ Pembiakan
Penggemukan
Lokasi Malang, Jombang, Bondowoso, Jember, Sampang, Sumenep, Lamongan, Bojonegoro, Madiun, Pacitan Malang, Jombang, Jember, Pacitan
Agroekosistem LSDR, LKDR, LKDS
LSDR, LKDR
Kebutuhan Inovasi Teknologi - Peningkatan gizi dan pengawetan bahan pakan limbah pertanian - Penilaian ternak sapi potong induk - Perbandingan bangsa sapi -Ransum rasional (surge feeding pp) -Penilaian Skor Kondisi Tubuh -Teknologi sexing -Pemeliharaan pedet -Pembauatan kompos -Pengenalan komparatif bangsa sapi - Peningkatan gizi dan pengawetan bahan pakan limbah pertanian - Pembuatan konsentrat skala kelompok - Formulasi ransum penggemukan - Pembuatan kompos
Kinerja Teknologi Produksi Sapi Potong Pembibitan/ Pembiakan Existing Pada aspek bangsa sapi potong yang dipelihara sebagian besar (90%) para peternak di Kelompok Utama menggunakan bangsa sapi PO, di Kabupaten Sampang dan Sumenep menggunakan sapi Madura. Namun demikian sebagian besar peternak mengenal dan menyukai sapi potong induk bangsa persilangan PO X Limousin/Simmental. Persilangan bangsa Brahman (Brahman Cross) belum dikenal oleh sebagian besar peternak kecuali Kelompok yang menerima bantuan ternak sapi Brahman Cross, yaitu Kelompok Sejahtera di Kabupaten Lamongan, dan Tarunan Jaya di Kabupaten Madiun. Teknik formulasi ransum rasional untuk sapi potong induk belum dikuasai oleh seluruh peternak di seluruh Kelompok Utama. Sebagian kecil (30%) peternak di seluruh kelompok Utama sudah pernah mengetahui atau mendengar teknik peningkatan gizi pakan dari limbah pertanian, dan pengawetan hijaun segar, tetapi belum mempratekan dalam pemeliharaan ternaknya. Penggunaan teknik IB sudah teraplikasi secara keseluruhan tetapi sebagian besar (95%) peternak belum mengetahui jadwal inseminasi yang tepat. Sekitar 85% peternak di Kelompok Utama untuk usahanya pembibitan/pembiakan menginformasikan, bahwa S/C sapi-sapi induk pemeliharaannya di atas 2. Penampilan reproduksi sapi-sapi potong adalah lama periode anestrus pp umumnya di atas 5 bulan, dan jarak beranak di atas 18 bulan. Ini mengindikasikan kinerja teknologi belum optimal,. Kinerja Teknologi Produksi Sapi Potong Penggemukan Existing Keseluruhan peternak di 6 Kelompok Utama lebih menyukai atau menggunakan bangsa sapi hasil persilangan antara sapi lokal (PO) dengan Simmental atau Limousin dalam usaha penggemukan sapinya. Hal ini disebabkan kaena para peternak mempunyai image kedua bangsa sapi persilangan tersebut mempunyai keunggulan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi daripada sapi lokal (PO) atau sapi Brahman, tanpa memperhitungkan
480
marginal profit dalam usahanya. Akibatnya harga sapi turun (rendah) karena para pedagang/jagal sapi krang minat dengan sapi-sapi siap potong dengan bobot badan lebih besar dari 400 kg, dan peternak mengalami mengalami kerugian seperti yang terjadi dalam 2 tahun belakangan ini (tahun 2009-2010). Teknik formulasi ransum rasional untuk penggemukan sapi belum dikuasai oleh seluruh peternak di 6 Kelompok Utama. Tampilan pertambahan bobot badan harian (pbbh) diperkirakan hanya 0,5-0,8 kg per hari. Selain itu teknik formulasi konsentrat juga belum dikuasai oleh semua Kelompok Utama. Hampir keseluruhan peternak sudah memahami perkandangan penggemukan sapi yang benar dan sehat, namun aplikasinya tidak dapat secara keseluruhan karena keterbatasan modal. Realisasi pelaksanaan Demo-Unit Teknologi Produksi Sapi Potong Setiap kegiatan demo-unit dan pelatihan di setiap Kelompok Utama dan Kelompok Pengembangan, peserta diibekali leaflet Inovasi Teknologi dengan judul/materi: (a) strategi pemberian ransum sapi potong induk, (b) formulasi ransum penggemukan rasional, (c) teknik peningkatan nilai gizi jarami padi sebagai pakan sapi potong, (d) penilaian Skor Kondisi Tubuh sapi potong, (e) pembuatan silase pakan hijauan segar, (f) pemeliharaan pedet sapi potong, (g) daftar kandungan nutrien pakan sapi potong, dan (h) Kawasan usaha pembibitan sapi potong rakyat (Village breeding centre). Realisasi pelaksanaan demo-unit teknologi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Realisasi pelaksanaan penerapan percontohan dan pembelajaran/ pelatihan (demo-unit) teknologi produksi sapi potong di Kelompok Utama Materi Amoniasi dan Fermentasi Jerami Silase Tebon Segar Pengenalan Surge Feeding PP Penilaian SKT Sapi Potong Silase Rumput
Pembuatan Konsentrat Sederhana (DUT) Pembuatan Konsentrat Skala Kelompok
Formulasi Ransum Penggemukan
Lokasi Malang, Jombang, Bondowoso, Jem-ber, Sampang, Sumenep, Lamongan, Bojonegoro, Madiun, Pacitan Sumenep, Sampang, Bondowoso, Jember Malang, Jombang, Bondowoso, Jem-ber, Sampang, Sumenep, Lamongan, Bojonegoro, Madiun, Pacitan Sampang, Jember, Madiun, Lamongan Malang, Jombang, Bondowoso, Jem-ber, Sampang, Sumenep, Lamongan, Bojonegoro, Madiun, Pacitan Malang, Jombang, Bondowoso, Jem-ber, Sampang, Sumenep, Lamongan, Bojonegoro, Madiun, Pacitan Jember, Malang
Jember, Malang, Jombang dan Pacitan
Penjelasan Pelaksanaan Pelatihan teori dengan alat bantu leaflet dan praktek pembuatan 300 kg jerami Pelatihan teori dengan alat bantu leaflet dan praktek pembuatan 200 kg tebon Pelatihan teori dengan alat bantu leaf let, dan demo-unit SF selama 70 hr menggunakan 3 ekor sapi potong induk Pelatihan teori dengan alat bantu leaflet dan ternak sapi Pelatihan berupa penjelas-an teori dengan alat bantu leaflet dan praktek pembuatan 200 kg rumput lapangan Pelatihan teori dan praktek pembuat an 200 kg DUT (Dedak Urea Tetes). Pelatihan kepada tim unit produksi dari kelompok dengan materi formulasi konsen-trat dengan model BPTP Jatim di BPTP Jatim pada tanggal 13 Juli 2010, dilanjutkan pembelajaran produksi di Kelompok. Pelatihan teori dengan alat bantu leaflet dan CD program aplikasi ransum BPTP, dilanjut-kan mengaplikasi kannya terhadap 3 ekor sapi peng-gemukan sebagai materi demo-unit
481
Hasil Dem-unit dan Perkembangan Kelompok Pengembang Teknologi Amoniasi, Fermentasi, dan Silase Demo-unit dan pelatihan pembuatan amoniasi dan fermentasi jerami padi yang telah dilaksanakan di 14 Kelompok Utama, serta silase rumput/tebon segar di 13 Kelompok Utama keseluruhannya berhasil sesuai dengan yang diharapkan, dan mendapat respon positif dari peserta, meskipun dalam perkembangannya baru diaplikasikan oleh 55 % peternak di kelompok utama. Beberapa alasan belum diterapkannya teknik peningkatan gizi pakan asal limbah seperti jerami fermentasi antara; a) peternak tidak memiliki tempat untuk menyimpan jerami dalam jumlah banyak, b) peternak tidak memiliki waktu untuk membawa jerami ke kandang dan membuat jerami fermentasi, c) peternak belum tahu manfaat jerami fermentasi dan belum melihat hasilnya secara nyata, d) bagi petani yang tidak memiliki lahan kesulitan mendapatkan jerami harganya mahal. Di Jombang satu truk jerami seharga Rp. 700.000,- dan di Bondowoso, sulit mendapatkan jerami dalam jumlah banyak karena sewaktu panen jerami padi diambil oleh banyak orang. Syamsu dkk (2003) melaporkan bahwa faktor teknis dan sosial budaya merupakan salah satu faktor penghambat adopsi pengolahan jerami padi sebagai pakan ternak. Teknologi Surge Feeding pp Teknik surge feeding pp atau membuat formulasi ransum rasional untuk sapi potong induk pasca beranak dimaksudkan untuk memperbaiki lama periode anestrus pp sehingga diharapkan dapat diperoleh jarak beranak yang optimal (12-13 bulan), dan pada akhirnya akan meningkatkan populasi sapi potong di Jawa Timur (Maryono dkk, 2005) Hasil demo-unit teknik surge feeding pp dan dem unit penggemukan sapi secara rasional disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil demo-unit teknik surge feeding pp dan Formulasi Ransum Penggemukan Rasional Uraian surge feeding pp Formulasi Ransum Penggemukan Rasional
Parameter Lama An estrus Post Partum (hari) S/C (kali) Pbbh (kg/ekor/hari)
Ternak kontrol > 150
Hasil dem unit 72 ± 13
3,5 ± 1,2 0,7 ± 0,2
1,75 ± 0,7 1,2 ± 0,3
Respon peternak anggota Kelompok Utama terhadap teknologi surge feeding pp cukup baik atau positif artinya peternak tahu manfaat teknologi yang diterapkan. Demikian pula penyebarannya ke para peternak di KelompokKelompok pengembangan dilakukan melalui petugas dan ketua-ketua kelompok. Dalam penerapan surge feeding post partum masih dijumpai maslahan tidak adanya modal untuk membeli pakan tambahan dan kebiasaan peternak yang tidak mau mengawinkan ternaknya kembali sebelum pedetnya besar (5 bulan). Winugroho (2002) melaporkan agar setiap induk sapi dapat beranak setiap tahun maka ternak tersebut harus bunting 90 hari pasca beranak.
482
Formulasi Ransum Penggemukan Rasional Teknik formulasi ransum penggemukan rasional adalah penyusun ransum penggemukan berdasarkan kebutuhan gizi/nutrisi dengan ongkos/biaya pakan paling rendah/ekonomis. Untuk hal tersebut dilatihkan pengoperasionalan CD program aplikasi ransum penggemukan sapi buatan BPTP. Hasil demo-unit teknik formulasi ransum penggemukan rasional tersebut di 6 Kelompok Utama menghasilkan keakuratan/kesesuaian prestasi PBBH yang dicapai (observed) dengan yang ditargetkan/diharapkan (expected) sekitar 95% dari keseluruhan jumlah sapi materi demo-unit, dan penampilan rata- rata PBBH terlihat pada Tabel 3. teknik formulasi ransum penggemukan rasional ini mendapat respon positif dan telah diaplikasikan secara berkelanjutan minimal oleh 2 kelompok yaitu Kelompok di Wagir Malang dan Mayang Jember. Penilaian Skor Kondisi Tubuh (SKT) Sapi Potong Pelatihan teknik penilaian SKT sapi potong bertujuan memberi ketrampilan para peternak menentukan status gizi pakan yang diterima oleh sapi pemeliharaannya, mengkondisikan tubuh sapi induk saat bunting tua hingga beranak, dan memperdayakan peternak untuk dapat mengestimasi secara akurat harga jual layak sapi potong hasil penggemukannya. Pelatihan ini juga direspon sangat baik oleh para peternak peserta, dan pada hakekatnya peternak dapat dengan mudah mengaplikasinya lebih lanjut dalam tatalaksana pemeliharaan sapi potong kesehariannya. KESIMPULAN 1. Teknologi pakan dan ransum merupakan teknologi yang paling utama dibutuhkan dan diinginkan inovasinya. 2. Pemberian ransum rasional pada sapi penggemukan dapat meningkatkan PBBH dari 0,7 kg menjadi 1,2 kg/ekor/hari. Teknologi surge feeding post partum dapat memperbaiki an estrus post partum dari 150 hari menjadi 72 hari dan S/C dari 3,5 menjadi 1,75. 3. Teknologi yang telah diadopsi peternak sampai akhir tahun 2010 adalah jerami amoniasi (55 % kelompok), pembuatan pakan ternak skala kelompok dan pemberian pakan secara rasional ( 2 kelompok), penilaian skor kondisi tubuh ( 75 % kelompok). Sebaliknya teknologi pemberian pakan surge feeding post partum baru diadopsi oleh 5 % kelompok. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Korwil, Tim Pembina Gapoktan (TPG) dan anggota korwil di 10 kabupaten lokasi pendampingan PSDS Tahun 2010 yang telah ikut melaksanakan dan mengawal kegiatan pendampingan PSDS di masing-masing kabupaten.
483
DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 2011. Petunjuk Pelaksanaan Laboratorium Lapang dan Sekolah Lapang Dalam Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong (LL dan SL-PPSP). Puslibangnak. Balibangtan. Kemtan Anonimus, 2008. http://www.disnak-jatim.go.id/web/index.php. Anonimus, 2008b. Pedoman Teknis Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014. Direktorat Jendral Peternakan. Kementrian Pertanian. Anonimus, 2008c. Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014. Direktorat Jendral Peternakan. Kementrian Pertanian. Rusdian, S dan A.Bamualim, 2009. Memacu Peningkatan Populasi Sapi Potong Dalam Upaya Peningkatan Produksi Daging. Prosiding Seminar Nasional Membangun Sistem Inovasi Perdesaan. Balai Besar penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian: 169 -177. Maryono, D. B. Wijono dan Hartati. 2005. Perbaikan Teknologi Pemeliharaan sapi PO Induk sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Induk dan Turunannya pada Usaha Peternakan Rakyat. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 12 – 14 September 2005 : 91 – 97. Sumarno. 2008. Memfasilitasi Petani untuk Merespon Inovasi Teknologi. Prosiding Seminar Sehari Pemberdayaan Petani melalui Informasi dan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur dengan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur; 1 – 6. Syamsu, A.J., L.A. Sofyan, K. Mudikdjo, dan G. Said. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1): 3 0 3 7 . Yusran, M.Ali. 2004. Struktur Usaha Sapi Potong di Jawa Timur. Prosiding Seminar Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian; 174 – 202. Winugroho, M., 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan Untuk Memperbaiki Efisiensi Reproduksi Induk Sapi. Jurnal Litbang Pertanian, 21(1); 19 – 23.
484