BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan Pengembangan Ternak (P3T Wonggahu) dikelola oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Gorontalo. Tahun 2007 berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pengembangan ternak sesuai dengan Peraturan Daerah No. 6 tahun 2007 dan Peraturan Gubernur No. 59 tahun 2007. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu dilihat dari letak geografisnya terletak di posisi yang sangat strategis karena dilintasi oleh akses jalan yang menghubungkan dari Kecamatan Wonosari menuju ibukota Kabapaten Boalemo. Lahan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu memiliki luas 9 Ha, dengan lahan kandang sapi dan gudang pakan serta peralatan seluas 1,2 Ha, kantor, perumahan dan asrama seluas 1,8 Ha, halaman kantor seluas 0,7 Ha dan kebun rumput seluas 5,3 Ha. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wongghu memiliki suhu udara berkisar antara 22-230C. Temperatur terendah terjadi di bulan Februari dan tertinggi terjadi pada bulan Mei. Kelembaban udara berkisar antara 2030%. terendah pada bulan Februari dan tertinggi pada bulan Maret. Curah hujan 19
tertinggi tercatat terjadi pada bulan Desember yaitu 600-1200 mm/tahun dan ketinggian 61-128 meter di atas permukaan laut. Populasi sapi Bali di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu tahun 2013 sebanyak 93 ekor yang terdiri 91 ekor Sapi Bali betina dan 2 ekor Sapi Bali jantan.
B. Bobot Badan dengan Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi Bali Betina Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukan bahwa bobot badan dan ukuran tubuh ternak Sapi Bali betina yang dipelihara secara intensif di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu memiliki rataan bobot badan 171.84 kg; tinggi pundak 107.42 cm; lingkar dada 139.19 cm; lebar dada 31.258 cm; dalam dada 54.645 cm; panjang badan 106.52 cm; tinggi pinggul 107.35 cm, Bobot badan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Purnomoadi dan Dartosukarno (2012) bahwa rataan bobot badan Sapi Bali umur 2,5 tahun adalah 178,02 kg. Tabel 4.1. Rataan Bobot Badan dan Ukuran Tubuh Sapi Bali Betina Bobot Bobot Variabel N badan badan Rataan terendah tertinggi 171,84 ± 12,77 kg Bobot Badan 31 152 193 Tinggi Pundak 31 102 116 107,42 ± 3,48 cm Lingkar Dada 31 130 154 139,19 ± 6,41 cm Lebar Dada 31 29 35 31,258 ± 1.505 cm Dalam Dada 31 50 58 54.645 ± 2.199 cm Panjang Badan 31 100 113 106,52 ± 4,25 cm 31 Tinggi Pinggul 103 114 107,35 ± 2,90 cm Data olahan 2013
CoefVar 7,43 3,24 4,61 4,81 4,02 3,99 2,71
20
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat pula rataan ukuran-ukuran tubuh Sapi Bali betina yang dipelihara secara intensif di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Purnomoadi dan Dartosukano (2012) yang menyatakan bahwa bobot badan Sapi Bali betina dewasa adalah 178,02 kg, tinggi pundak 106,6 cm; lingkar dada 136,3 cm; lebar dada 29,45 cm; panjang badan 98,5 cm. pakan yang diberikan di UPTD berupa pakan hijauan dan konsentrat. Pemberian hijauan dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Pakan hijauan yang diberikan berupa rumput gajah dan jerami padi, serta pemberian konsentrat berupa dedak padi, jagung giling, suplemen dan garam. Bobot badan Sapi Bali betina dewasa yang lebih rendah dapat disebabkan oleh pemberian pakan yang tidak efektif, cuaca yang tidak menentu khususnya perubahan suhu udara yang menyebabkan stress pada ternak sapi yang dipelihara (Guntoro. 2002). Pakan dan air yang digunakan dalam areal peternakan harus terbebas dari kontaminan untuk mengurangi resiko infeksi serta memperhatikan jumlah dan mutu pakan yang berikan harus diperhatikan agar sesuai dengan bobot badan ternak. Hijauan sebaiknya diberikan setelah diangin-anginkan terlebih dahulu, tujuannya agar sapi tidak mengalami bloat (perut kembung) akibat bahan kimia beracun dalam hijauan basah. (Soeprapto dan Abidin, 2010). Kebersihan kandang yang berada di UPTD Pengembangan Ternak wonggahu sudah maksimal karena dilakukan secara rutin, lokasi kandang terletak diposisi paling tinggi dengan lahan sekitar UPTD sehingga air hujan tidak tergenang. kandangnya sangat mudah dijangkau sehingga pemberian pakan, minum dan perawatan sangat 21
mudah di lakukan, memperoleh sinar matahari yang cukup serta terdapat ventilasi udara. Kandang yang kurang dibersihkan akan menimbulkan penyakit pada ternak, karena kandang merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam membudidayakan ternak (Pamungkas,2012). Guntoro (2002) menyatakan bahwa kandang bagi ternak berfungsi sebagai tempat berlindung dari sengatan sinar matahari, guyuran hujan dan tiupan angin kencang sehingga dapat mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan. Abidin (2002) mentayakan bahwa kondisi ideal yang dibutuhkan agar ternak sapi dapat tumbuh dan berkembang harus memperhatikan suhu lingkungan, arah angin, curah hujan, arah sinar matahari, kelembaban, ketersediaan pakan dan air, alat transfortasi dan pekerja. pekerja peternakan juga harus terbebas dari penyakit yang bisa menular ke ternak (zoonosis). Sanitasi peralatan dan kandang harus diperhatikan agar tidak ada penyakit yang berasal dari kedua hal tersebut.
C. Analisis Korelasi Antara Bobot Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh Hasil perhitungan analisis korelasi antara ukuran tubuh dengan bobot badan Sapi Bali betina yang dipelihara secara intensif diperoleh koefisien korelasi (r) memiliki tingkat keeratan yang berbeda-beda. Koefisien korelasi menunjukkan nilai keeratan hubungan antara variabel pengamatan ukuran tubuh dengan bobot badan untuk menduga bobot badan Sapi Bali betina. Tabel 4.2. Analisis Korelasi Bobot Badan dengan Ukuran-Ukuran Tubuh Tinggi Lingkar Lebar Dalam Panjang Ukuran Bobot
22
Tubuh Tinggi Pundak
Badan
pundak
Dada
Dada
Dada
Badan
0.167 0.371
Lingkar Dada
0.769
0.065
0.000
0.728
0.073
0.425
-0.053
0.695
0.776
0.320
0.115
0.090
0.310
-0.193
0.537
0.631
0.090
0.298
0.486
0.379
0.535
-0.199
0.298
0.006
0.035
0.002
0.284
0.103
0.038
0.423
0.095
-0.067
0.161
0.360
0.841 Data olahan 2013
0.018
0.613
0.719
0.386
0.047
Lebar dada Dalam Dada Panjang Badan Tinggi Pinggul
Berdasarkan Tabel 4.2 hasil analisis korelasi antara bobot badan dengan ukuran-ukuran tubuh diperoleh korelasi tertinggi dengan bobot badan adalah lingkar dada (0.769 cm) diikuti panjang badan (0,486 cm), tinggi pundak (0,167 cm), dalam dada (0,115 cm), lebar dada (0,038 cm) dan tinggi pinggul (0,013cm). Nilai korelasi antara bobot badan dengan lingkar dada (0,769 cm) pada hasil penelitian ini termasuk kategori tinggi, antara bobot badan dengan panjang badan (0,468 cm) termasuk kategori sedang, dan antara bobot badan dengan tinggi pundak (0,167 cm), dalam dada (0,115 cm), lebar dada (0,038 cm), tinggi pinggul (0,013 cm) termasuk kategori rendah. Sugiyono (2012) menyatakan bahwa inverval koefisien korelasi antara 0,00 – 0,20 menunjukan tingkat hubungan korelasi rendah, interval koefisien kolerasi antara 23
0,20 – 0,50 tingkat hubungan korelasi adalah sedang, serta interval koefisien korelasi 0,5 – 1,00 menunjukan tingkat hubungan korelasi sangat kuat atau kategori tinggi. Guntoro (2002) yang menyatakan kondisi tubuh Sapi Bali dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, yakni kategori tinggi atau gemuk, kategori sedang dan kategori kurus atau rendah. Nilai korelasi yang mendekati 1 artinya terdapat keeratan hubungan positif antara lingkar dada dengan bobot badan. Supranto (1996) dalam Purnomoadi dan Dartosukarno (2012), menyatakan bahwa nilai korelasi mendekati 1 menunjukkan adanya hubungan sangat kuat dan positif antara dua variabel, Winter (1961) dalam Wendri (2010) menyatakan bahwa ternak yang sedang tumbuh setiap pertumbuhan 1 % lingkar dada diikuti oleh kenaikan bobot badan sebesar 3 %, ditambahkan oleh Kidwel (1965) dalam Wendri (2010) penafsiran yang paling tepat dalam pendugaan bobot badan ternak Sapi Bali adalah melalui ukuran lingkar dada.
D. Analisis Regresi Bobot Badan dengan Ukuran- ukuran Tubuh Analisis regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas (Y) dengan lebih dari satu peubah bebas (X). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel peubah bebas (X) berhubungan positif atau negatif dengan variabel peubah tak bebas (Y). Umumnya data hasil pengamatan Y terjadi akibat variabel-variabel bebas, sehingga diperoleh persamaan regresi Y = a + b1x1+ b2 x2 + b3x3 + b4 x4 + b5X5 + b6X6. Dalam penelitian ini variabel bebas (X) yang digunakan adalah tinggi pundak (X1), lingkar dada (X2), lebar dada (X3), dalam dada
24
(X4), panjang badan (X5), tinggi pinggul (X6) dan variabel terikat (Y) adalah bobot badan. Metode analisis regresi berganda yang digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian adalah metode analisis regresi berganda metode stepwise, sebab metode ini dapat menghindari adanya pengaruh korelasi antara variabel X (multikoleneritas) yang akan mempengaruhi persamaan regresi yang diperoleh.
Tabel 4.3. Perhitungan Analisis Berganda Metode Stepwise Step 1 Constant
-41.55
Lingkar Dada
1.53
T-Value
6.49
P-Value
0.000
Data olahan 2013 Berdasarkan hasil analisis regresi berganda metode stepwise pada Tabel 3 diperoleh persamaan regresi Y = -41.55 + 1,53X1, dengan (Y) adalah bobot badan, (a) adalah intersep, (X1) adalah lingkar dada. Variabel tinggi pundak (X2), lebar dada (X3), dalam dada (X4), panjang badan (X5) dan variabel tinggi pinggul (X6)tidak dimasukkan dalam persamaan regresi sebab ditemukan multikoleneritas antar kelima variabel tersebut. Variabel (Y) adalah bobot badan, (a) adalah intersep dengan nilai 41.55, (b1) dengan nilai 1.53 untuk variabel lingkar dada. Nilai persamaan regresi berganda yang diperoleh pada hasil penelitian dengan nilai a sebesar -41.55 berarti bila nilai X1 adalah 0 maka nilai Y (bobot badan) adalah
25
sebesar –41.55 kg. Nilai b yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar 1,53
artinya bila nilai X1 bertambah 1 cm maka nilai Y (bobot badan) akan bertambah sebesar 1,53. Nilai R-Sq dalam hasil penelitian ini adalah sebesar 57.79% artinya pada pengukuran bobot badan Sapi Bali betina yang dipelihara secara intensif 57,79% dipengaruhi oleh lingkar dada, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain diluar faktor lingkar dada yang belum diketahui.
26