STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI EKOWISATA UNTUK PENGUATAN SIDA DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN PENDEKATAN SPASIAL-MCDM Edwin Taufiqrahman Hermawan, Udisubakti Ciptomulyono, I Ketut Gunarta Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected] Abstrak Adanya sistem inovasi daerah diharapkan mampu merubah persepsi pengembangan wilayah yang sebelumnya berbasis resource mampu berkembang menjadi berbasis inovasi. Kabupaten Banyuwangi merupakan suatu wilayah yang potensial dari segi lokasi dan kekayaan alam dan budaya serta menjadi salah satu lokasi prioritas peningkatan SIDa Jawa Timur tahun 2013. Peluang yang masih dapat diambil dari berbagai kekayaan alam tersebut adalah dalam bidang pariwisata pesiar atau ekowisata. Karena di dalam ekowisata ini memiliki tujuan selain memberikan wisata alam yang indah kepada para wisatawan, juga berupaya untuk melestarikan lingkungan serta mensejahterakan masyarakat sekitar. Dalam kenyataannya, pengembangan obyek wisata yang ada di Banyuwangi masih secara parsial dan belum menjadi suatu fokusan serius pengembangan daerah sehingga pengembangan dari obyek wisata tidaklah berjalan dengan optimal. Penelitian ini akan melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu mencari ekowisata yang paling berkualitas dengan melakukan pembobotan kriteria kualitas ekowisata menggunakan DEMATEL dan ANP dan penilaian oleh para expert dari dinas pemerintahan. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ekowisata hutan adalah wisata yang paling berkualitas dibandingkan ekowisata yang lain di Banyuwangi. Selanjutnya dilakukan penentuan wisata hutan yang paling potensial dilihat dari segi klaster industrinya dengan menggunakan Spatial-MCDM. Ditemukan bahwa klaster industri pada kawasan Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan klaster industri yang paling potensial. Kemudian dilakukan identifikasi rantai nilai (value chain) untuk menganalisa aktivitas-aktivitas yang memberikan nilai tambah kepada wisatawan sehingga dapat dilakukan perancangan strategi untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. Strategi-strategi usulan kebijakan yang didapatkan dapat terbagi menjadi 4 strategi secara umum yaitu strategi pengembangan pasar, strategi pengembangan obyek wisata, strategi pengembangan human resource, dan strategi pengembangan fasilitas umum. Strategi-strategi yang telah dibangun pada penelitian ini akan menjadi rekomendasi strategi yang dilaksanakan oleh dinas-dinas pemerintah yang berhubungan dengan pengembangan klaster industri ekowisata. Kata kunci: Ekowisata, DEMATEL, ANP, Spatial MCDM, Klaster Industri, Value Chain. Abstract Regional Innovation System is expected to be main role in transforming development from resources based to innovation based. Banyuwangi district has a great of natural and curtural resources. That’s why this region to be destinated program for implementing SIDa in East Java. Banyuwangi region’s is surrounding by touristic objects as well as agriculture sector that would be significantly contributed to economic regions. These natural resources can be developed in other sector such as ecotourism. Ecotourism is intended to provide beautiful natural attractions to the tourists, while at the same time preserve the environment and the welfare of the surrounding community. However, the development of existing attractions in this district is still partial and not to be main focus of the regional development. Therefore the development of ecotourism could be enhanced. This study is carried out into several steps. Firstly, based on criteria that elicited from government expert, we use a DEMATEL and ANP approach to evaluate the best ecotourism object that should be developed. The best solution for this step is forest based ecotourism would be the most appropriate. Then, according this sector, the best location within forest based ecotourism could be determined by Spatial-MCDM. Based on cluster perspective for development this location, this research concluded that National Park of Alas Purwo could be the best cluster that could be prioritized. Value chain analysis is utilized to assest the selected cluster, in order to know which activities or programs that could be worthed for the tourists. Based on this analysis, the proposed strategy could be planned. The research proposed 4 different strategies; market development strategy , tourism development strategy , human resource development strategy , and the strategy of development of public facilities. These aboves strategies would be intended to development of government agencies for better ecotourism policy management in Banyuwangi. Keywords: Ecotourism, DEMATEL, ANP, Spatial MCDM, industrial cluster, value chain.
1
berkembang dalam mendukung visi Indonesia sebagai negara maju 2025. Dapat diketahui bahwa Banyuwangi memiliki lokasi yang sangat strategis karena berada pada perbatasan dengan Pulau Bali yang merupakan pulau yang memiliki pengunjung wisatawan terbanyak di Indonesia serta diapit oleh triangle of diamond atau tiga kawasan objek wisata alam yang mengelilingi wilayah ini. Dalam melakukan pengutan SIDa, harus diawali dengan melihat potensi dari daerah yang akan dikembangkan tersebut. Daerah Banyuwangi memiliki potensi pariwisata yang besar yang didukung oleh kekayaan alam dan budaya. Hal ini didukung oleh suatu pertemuan tingkat menteri bidang pariwisata APEC di Khabarovsk pada tanggal 24 Juli 2012 yang menyebutkan bahwa Indonesia harus segera menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi bangsa (Oratmangun, 2012). Dikarenakan pada Asia Pasifik, bidang pariwisata merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan devisa yang besar sebab menjadi salah satu kebutuhan primer yang dibutuhkan oleh masyarakat maju. Jenis pariwisata yang dapat diterapkan di Kabupaten Banyuwangi yaitu pariwisata pesiar atau yang lebih dikenal ekowisata karena lebih mempertimbangkan kelestarian alam dan budaya. Jenis ekowisata yang akan dipilih nantinya haruslah memiliki tujuan untuk melestarikan lingkungan dan budaya serta mensejahterakan masyarakat sekitar. Konsep ekowisata ini sangatlah cocok untuk mendukung kekayaan alam sekaligus menjaga kekayaan alam tersebut dengan memberikan perbaikan pada masyarakat serta didukung oleh kebudayaan masyarakat lokal sehingga budaya tersebut tetap terjaga. Dalam pengembangannya, perlu adanya suatu upaya Banyuwangi untuk memfokuskan pada keunggulan ekowisata yang dimiliki untuk direalisasikan menjadi unggulan daerah Banyuwangi agar nantinya menjadi suatu brand yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi. Hal ini didasari oleh apa yang pernah dilakukan oleh Gubernur Hiramatsu di daerah Oita-Jepang dengan konsep OVOP (One Village One Product). Konsep ini kemudian dikembangkan di Indonesia menjadi SAKASAKTI oleh Prof. Dr. Martani Huseini. Namun dapat diketahui bahwa perlu untuk melihat pariwisata dari segi klaster industrinya dikarenakan untuk melakukan pengembangan di bidang pariwisata pasti dipengaruhi oleh hubungan keterkaitan yang tinggi terhadap sektor-sektor lain. Klaster industri merupakan kumpulan dari kelompok industri yang memiliki tujuan yang sama dan memiliki hubungan dalam meningkatkan profit masing-masing. Klaster industri sangat dipengaruhi oleh letak geografis dan fungsi dari masing-masing stakeholder klaster. Dengan adanya klaster ini
1. Pendahuluan Sebagai negara berkembang, Indonesia seharusnya memiliki suatu perencanaan yang baik dalam membangun suatu negara untuk dapat menjadi suatu negara maju dan tidak menjadi negara yang semakin tertinggal atau negara gagal. Pendekatan perencanaan pengembangan daerah yang saat ini dirumuskan oleh pemerintah melalui peraturan bersama menteri riset dan teknologi nomer 3 tahun 2012 dan peraturan bersama menteri dalam negeri republik Indonesia nomer 36 tahun 2012 yaitu pengembangan daerah dengan mengoptimalkan segala potensi daerah sehingga mampu memberikan nilai tambah yang dibutuhkan dalam pembangunan negara dengan menggunakan Sistem Inovasi Daerah (SIDa). Sistem inovasi daerah merupakan suatu gerakan dari pemerintah agar mampu bertahan dalam dinamika lingkungan eksternal serta tataran internasional. Pembangunan di dalam SIDa merupakan keputusan strategis jangka panjang yang melibatkan berbagai sektor pada suatu daerah. Dalam pelaksanaannya, setiap daerah memiliki konsep SIDa yang berbeda-beda berdasarkan kondisi dan potensi daerah tersebut. SIDa mampu mengubah persepsi mengenai pengembangan ekonomi yang berbasis resource menjadi pengembangan ekonomi yang berbasis inovasi. Dengan adanya SIDa ini mampu meningkatkan produktivitas daerah tersebut sehingga dapat menjadi suatu daerah yang sejahtera. Pada tahun 2013, Jawa Timur memiliki beberapa daerah prioritas pengembangan yang akan dilaksanakan dalam mendukung SIDa. Hal ini diharapkan mampu mendongkrak lebih tinggi lagi perekonomian Jawa Timur yang dapat memberikan kemajuan yang besar bagi perekonomian negara. Faktanya Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memberikan sumbangan yang relatif besar di dalam PDRB nasional. Tercatat dalam tahun 2010, kontribusi Jawa Timur terhadap PDB nasional sebesar 15,41%, bahkan lebih besar dibandingkan total kontribusi tiga pulau besar di Indonesia, yaitu PDRB Kalimantan (8,57%), Sulawesi (4,81%), serta Maluku dan Papua (1,74%). Oleh karena itu, propinsi Jawa Timur mempunyai posisi yang sangat penting dalam konteks nasional sebagai pendukung ekonomi yang utama [1]. Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam prioritas pengembangan SIDa Jawa Timur tahun 2013. Namun pengembangan inovasi daerah Kabupaten Banyuwangi masih belum terlaksana sejauh ini walaupun telah direncanakan sejak 2011. Maka diperlukan langkah awal pengembangan dengan penelitian ini agar dapat mengejar ketertinggalan dengan daerah lain sehingga dapat bersama-sama
2
diharapkan pengembangan ekowisata Banyuwangi tidak dilakukan secara parsial, tetapi secara integratif yang dilakukan oleh berbagai pihak yang berbeda. Dalam penelitian ini akan dihasilkan perancangan suatu rekomendasi strategi bagi dinas pemerintah mengenai pengembangan klaster industri yang mendukung ekowisata Banyuwangi sehingga mampu melaksanakan penguatan sistem inovasi daerah. Penelitian ini diharapkan menjadi penggerak bagi pemerintah untuk terus berinovasi dalam pengembangan daerah serta mampu menjadikan Banyuwangi panutan daerah lain dalam melakukan suatu pengembangan daerah
3.
4.
Dari hasil kuesioner pada langkah sebelumnya, maka dilakukan suatu pengolahan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antar kriteria yang berpengaruh. Perhitungan Bobot Kriteria dengan ANP Pada proses ini ditujukan untuk melihat seberapa besar bobot yang dimiliki oleh masing-masing kriteria. Bobot ini dapat mempengaruhi terhadap penilaian terhadap alternatif-alternatif pemilihan prioritas pengembangan ekowisatanya. Perankingan Alternatif Jenis Ekowisata Melakukan kalkulasi dari hasil perhitungan bobot dan hasil penilaian dari responden yang telah mengisi kuesioner.
2. Metode Penelitian B. Perankingan Prioritas Pengembangan Wilayah Klaster Industri Paling Berpotensial Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Karakteristik Ekowisata yang Menjadi Inti Klaster Industri Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai karakteristik ekowisata yang telah dipilih pada tahapan sebelumnya sehingga dapat diketahui peluang dan sifat-sifat yang dibutuhkan untuk memberikan kepuasan yang tinggi bagi wisatawan dan bagi pelaku klaster industri untuk mendukung kemajuan pengembangan ekowisata Banyuwangi. 2. Identifikasi Kebutuhan / Stakeholder Klaster Industri Dari mengetahui karakteristik ekowisata yang diidentifikasi pada tahapan sebelumnya, maka dapat didefinisikan dengan jelas kebutuhan atau stakeholder klaster industri yang berperan dalam mendukung ekowisata tersebut dengan menggunakan The Porter Diamond Of Advantage. 3. Analisa Kesediaan Stakeholder Klaster Industri dengan GIS Dengan menggunakan software ESRI ArcGIS 10.1 dilakukan pembuatan model database spasial. Dilakukan dengan membangun suatu model analisis pada peta digital Kabupaten Banyuwangi yang memiliki layer-layer keberadaan stakeholder klaster industri yang mendukung ekowisata inti klaster industri yang telah ditentukan sebelumnya. 4. Pemilihan Prioritas Pengembangan Wilayah Klaster Industri Paling Berpotensial Dilakukan analisa overlay dari model GIS yang digunakan pada tahapan sebelumnya sehingga didapat hasil yang paling baik dari alternatifalternatif obyek ekowisata yang sesuai dengan jenis ekowisata yang didapat.
Metode penelitian terdiri dari tiga tahapan umum yaitu tahap persiapan, tahap pengolahan data dan analisa dan tahap kesimpulan dan saran. Pada tahap persiapan dilakukan studi lapangan mengenai kondisi tata ruang Banyuwangi, kondisi ekosistem eksisting Banyuwangi serta tujuan pemerintah Banyuwangi dan juga studi literature mengenai SIDa, GIS, DEMATEL, ANP, Value Chain Analysis, Klaster Industri. Tahap ini digunakan untuk mengetahui permasalahan dan metode yang akan digunakan sehingga memudahkan penelitian yang dilakukan. Pada tahap pengolahan data dan analisa dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, serta wawancara dan pemberian dengan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) terkait aspek-aspek yang diperlukan untuk dikaji dalam penelitian Tahap pengolahan data dan analisa dibagi ke dalam 3 tahapan umum yaitu sebagai berikut. A. Perankingan Preferensi Prioritas Pengembangan Ekowisata Sebagai Inti Klaster Industri Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penyebaran Kuesioner Preferensi Prioritas Pengembangan Ekowisata Sebagai Inti Klaster Industri Penyebaran kuesioner dilakukan dengan membawa kriteria-kriteria kualitas ekowisata Indecon yang merupakan suatu standarisasi kualitas ekowisata di Indonesia [3]. Kuesioner ini merupakan kuesioner yang ditujukan kepada expert, yaitu dinas-dinas yang berperan dalam pengembangan ekowisata di Banyuwangi, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pertambangan, dan Dinas Pertanian, Perhutanan dan Perkebunan. 2. Identifikasi Keterkaitan Kriteria dengan DEMATEL
C. Perancangan Strategi Rekomendasi
3
Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Value Chain Melakukan identifikasi aktivitas-aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi wisatawan berdasarkan value chain yang telah ditemukan oleh porter. 2. Perumusan Strategi Dengan diketahuinya kekurangan-kekurangan dari rantai nilai saat ini, dapat dirumuskan strategi yang berisi program-program untuk dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi kepada pelaku klaster dan wisatawan. Digunakan teknik FGD dalam menentukan strategi yang akan dibawa dipilih. 3. Rekomendasi Strategi Kepada Dinas-Dinas Pemerintah Terkait Setelah didapatkan strategi dari langkah perumusan strategi, kemudian dilakukan pemetaan strategi berdasarkan jobdesc dari dinas pemerintahan yang terkait dengan pengembangan klaster industri ekowisata.
Tabel 2. Total Nilai Ranking Alternatif Ekowisata Jenis Ekowisata Total Nilai Wisata Pantai 2.830 Wisata Pulau 2.825 Wisata Hutan 3.071 Wisata Agro 2.943 Wisata Air Terjun 2.557 Wisata Alam Lainnya 2.906 Ditemukan bahwa wisata hutan memiliki nilai terbesar pada kriteria kualitas ekowisata Banyuwangi dibandingkan dengan jenis ekowisata yang lainnya. Langkah selanjutnya adalah menentukan wisata hutan yang paling potensial untuk dikembangkan berdasarkan kelengkapan klaster industri menggunakan analisa spasial yang diawali dengan identifikasi stakeholder klaster. Dengan menggunakaan beberapa faktor yaitu kedekatan jaringan listrik, kedekatan rencana jaringan pipa PDAM, kedekatan rencana jaringan telepon, jenis dan kedekatan jalan serta kualitas ekowisata masing-masing wisata hutan. Setelah dilakukan pengolahan data spasial, didapatkan hasil analisa overlay adalah seperti gambar berikut.
3. Hasil dan Diskusi Pada proses penyebaran kuesioner diberikan kepada pihak expert yang ada pada keempat dinas yang berperan dalam pengembangan klaster industri ekowisata ini. Telah didapat hasil dari pengolahan DEMATEL dan ANP untuk bobot dari masing-masing kriteria kualitas ekowisata adalah sebagai berikut. Tabel 1. Bobot Kriteria Kualitas Ekowisata Kriteria
Bobot
Keselamatan wisatawan selama wisata
0.0519
Keindahan dan keunikan objek wisata
0.0586
Dukungan untuk konservasi alam
0.0863
Kesadaran dalam pengelolaan konsumsi energi dan sumber daya alam
0.0841
Kesadaran dalam pengelolaan limbah padat selama kegiatan wisata
0.0847
Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal
0.0877
Peningkatan kesejahteraan ekonomi
0.0800
Partisipasi masyarakat lokal untuk terlibat dalam kegiatan wisata
0.0819
Upaya peningkatan budaya lokal
0.0836
Preferensi menurut persepsi wisatawan
0.0598
Konten pendidikan dalam aktivitas dan fasilitias
0.0528
Komitmen untuk mendukung konservasi alam
0.0784
Kualitas fasilitas yang selalu terjaga, bersih dan aman
0.0590
Keramahan
0.0506
Gambar 1. Analisa Overlay Klaster Wisata Hutan Diketahui dalam hasil dari analisa spasial didapatkan bahwa klaster industri kawasan Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan yang paling potensial dalam pengembangan klaster industri ekowisata. Selanjutnya dilakukan perumusan strategi dengan melakukan identifikasi value chain yang dimiliki oleh klaster Taman Nasional Alas Purwo ini. Identifikasi value chain kondisi klaster industri Taman Nasional Alas Purwo meliputi 5 aktivitas inti dan 5 aktivitas pendukung. Berikut ini adalah hasil identifikasi aktivitas pendukung yang terdapat pada value chain. 1. Infrastruktur umum : Akses yang sulit untuk menuju lokasi klaster karena berada jauh di selatan pusat kota dan pintu masuk
Keterangan : Pro Community
Environmental Friendly
Tourist Friendly
Setelah diketahui masing-masing bobot dari kriteria, selanjutnya dilakukan penilaian terhadap jenis ekowisata di Banyuwangi untuk melakukan perankingan alternatif jenis ekowisata. Hasil yang didapat dari perankingan alternatif ini adalah sebagai berikut.
4
Banyuwangi. Memiliki fasilitas jaringan telepon, listrik dan PDAM yang kurang baik. Infrastruktur yang kurang mendukung dalam penghubung antar stakeholder klaster. Kurangnya fasilitas pendukung di beberapa lokasi wisata dengan kondisi bangunan dan sarana prasarana yang tidak terawat. 2. HR Management : Kurangnya tour guide berlisensi dan perilaku masyarakat yang belum mendukung lingkungan pariwisata walaupun telah terdapat beberapa resource yang menggunakan masyarakat sekitar sebagai tour guide, tour operator atau penyedia fasilitas pendukung pariwisata. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membantu pengembangan ekowisata Banyuwangi. 3. Akomodasi : Penginapan berupa wisma wisata yang berada di Plengkung dan mess di Pasaranyar serta camping ground yang berada di Pancur, namun tidak didukung pemasaran akomodasi yang baik dan tidak tercantum dalam penginapan yang terdaftar di pemerintah sehingga memiliki fasilitas dan jumlah yang sangat minim. 4. Konsumsi : Makanan khas Banyuwangi yang dominan dan mudah didapat yaitu rujak soto, pecel rawon, sego tempong, gecok lucu, jangan banci, jangan klopo, dan ndok pindang. Berbagai jenis jajanan khas sebagai oleh-oleh adalah kue bagiak, jenang selo, dan pisang sale. Tapi belum terdapat makanan atau minuman yang berasal dari hasil kebun yang disajikan bersama dengan hutan yang didukung oleh pemandangan alam pada wisata hutan tersebut. 5. Transportasi : Terdapat 3 alternatif jalur menuju ke wisata hutan ini yaitu dari pintu Rowobendo dan pintu Bedul dengan menggunakan beberapa angkutan umum yang menggunakan jalur darat dan pintu Plengkung dengan menggunakan speed boats dari Bali. Tapi untuk mencapai lokasi dibutuhkan beberapa kali transit kendaraan umum. Sedangkan pada identifikasi aktivitas inti didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Inbound Logistic : Pendataan wisatawan yang datang dengan menggunakan tiket masuk dan pembekalan wisatawan dengan peta wisata Taman Nasional Alas Purwo. 2. Aktivitas Wisata Utama : Wisata susur mangrove, pesona satwa feeding ground Sadengan, biking, bird watching, pesona pantai, wisata ritual, wisata budaya dan sejarah, wisata surfing, fishing, dan model desa konservasi. 3. Outbound Logistic : Belum terdapat produk khas dari klaster ini sehingga wisatawan tidak mendapatkan souvenir setelah melakukan wisata untuk cinderamata. 4. Service : Tersedia tour guide, terdapat visitor center, tersedia jasa kesehatan, tersedia money
changer, penyewaan kendaraan untuk menikmati pemandangan alam. Setelah didapatkan rantai nilai dari klaster tersebut, maka dapat dirumuskan strategi-strategi yang mampu memberikan nilai tambah dari rantai nilai tersebut. Strategi-strategi ini didapatkan dari focus group discussion dengan pemerintah yang didukung dengan wawancara kepada masyarakat sekitar serta wisatawan. Terdapat 4 strategi yang didapat secara umum yaitu strategi pengembangan pasar, strategi pengembangan wisata, strategi pengembangan human resource dan strategi pengembangan fasilitas umum. Berikut ini adalah strategi-strategi yang diturunkan menjadi programprogram pengembangan klaster industri berdasarkan dinas pemerintahan yang terkait. Strategi pengembangan pasar terdiri dari kerjasama pemasaran ekowisata dengan travel agent, melakukan pemasaran ekowisata pada Banyuwangi dan sekitarnya, pemasaran dilakukan melalui media online, mengadakan event nasional dan internasional, mendirikan pusat oleh-oleh yang berasal dari produk unggulan sekitar lokasi Strategi pengembangan wisata terdiri dari pengembangan model desa konservasi, mendirikan pusat edukasi mangrove, membangun area outbound, menyediakan kendaraan wisata, menambahkan jasa pendukung wisata untuk penambah daya tarik ekowisata, menyediakan pelatihan surfing untuk wisatawan, menyediakan produk souvenir khusus dari klaster Strategi pengembangan human resource terdiri dari memberikan fasilitas pelatihan tour guide, pelayanan penginapan, driver wisata, melakukan edukasi pariwisata kepada masyarakat sekitar untuk dapat berkontribusi dalam kemajuan pariwisata Banyuwangi, kegiatan edukasi ke sekolah-sekolah untuk memberikan pengetahuan pariwisata sejak dini, pelatihan pengembangan usaha pembuatan souvenir, menyediakan jasa seniman Strategi pengembangan fasilitas umum yaitu menyediakan jasa transportasi hingga tiba di lokasi ekowisata, memperbaiki jaringan listrik, telepon dan air PDAM, melakukan perawatan berkala pada bangunan dan sarana prasarana ekowisata, melakukan pembangunan jalan penghubung antar stakeholder klaster, menyediakan penginapan home stay di lokasi ekowisata. 4. Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan yang didapat dari penelitian ini: 1. Kriteria kualitas ekowisata dibagi menjadi 3 kelompok kriteria yaitu tourist friendly, pro community, dan environmental friendly dengan bobot terbesar pada kriteria peningkatan kesejahteraan lokal sebesar 0.088 yang diikuti
5
oleh kriteria dukungan untuk konservasi alam sebesar 0.086 dan kriteria kesadaran dalam pengolahan limbah padat selama wisata sebesar 0.085. 2. Berdasarkan hasil perankingan diketahui bahwa prioritas pengembangan ekowisata menjadi inti klaster industri adalah wisata hutan dengan total nilai terbobot sebesar 3.071. 3. Dari metode Spatial-MCDM diketahui bahwa wisata hutan yang paling potensial untuk dilakukan pengembangan dalam konsep klaster industri adalah klaster industri di kawasan Taman Nasional Alas Purwo. 4. Rekomendasi strategi secara umum yang cocok untuk diterapkan dalam pengembangan klaster industri yang mendukung ekowisata dibagi ke dalam 4 bagian yaitu strategi pengembangan pasar, strategi pengembangan obyek wisata, strategi pengembangan human resource, dan strategi pengembangan fasilitas umum..
UCAPAN TERIMAKASIH Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan membantu kelancaran terselesaikannya penelitian. Serta khususnya kepada kedua dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Istifadah, N., Sjafii, A., Handoyo, R. D., Handoyo, R. D., Hermanto, D., & Sajekti, N. S. (2011). Kebijakan Optimalisasi Jasa Transportasi Dalam Pembentukan PDRB Jawa Timur. Surabaya: Universitas Airlangga. [2] Oratmangun, D. (2012, Agustus 1). detiknews. Dipetik Januari 15, 2013, dari Menjadikan Pariwisata Pilar Ekonomi: http://news.detik.com/read/2012/08/01/08583 4/1980031/103/menjadikan-pariwisata-pilarekonomi [3] Indecon. (1995). Indecon. Dipetik April 14, 2013, dari http://www.indecon.or.id
6