Pengembangan Klaster
Industri TPT
industrialisasi
menuju kehidupan yang lebih baik
>>>
Susunan Redaksi
Pemimpin Umum
Agus Tjahajana Pemimpin Redaksi
Joni Suwandi Wakil Pemimpin Redaksi
Hartono Redaktur Pelaksana
Gunawan Sanusi Anggota Redaksi
Herdi Triyono, Muchdori, Butu S. Gultom E. Widayanto, I.G.N Negari,Rustam Effendi Wahyu Kodri, Intan Maria Photographer/Dokumentasi
J. Awandi, Djuwansyah Tata Usaha
Himawan, Hanafi, Sukirman, M.Amin, Z. Arifin Dedi Maryono, S. Lambut
Bagi Pembaca yang tidak sempat memperoleh Media Industri atau memerlukan informasi kebijakan industri dapat mengakses ke website: http://www.dprin.go.id
Alamat Redaksi : Biro Umum dan Hubungan Masyarakat Departemen Perindustrian Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp. : 021-5251661, 5255509 pes 4023
Media Industri 3
Daftar Isi Laporan Utama ...5 Penguatan dan Pengembangan Klaster Industri TPT Nasional
PengantarRedaksi Pengembangan industri Tekstil dan Produk Tekstil merupakan salah satu bagian dari prioritas pengembangan 10 kluster industri yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009.
Kebijakan ... 11 > Deperin Segera Terbitkan Pedoman Penggunaan Produksi DN > Kebijakan PE Kulit Dorong Industri Pengolahan Kulit di DN > Menperin Bentuk Kembali PSB > Harmonisasi Tarif Tahap Dua Diharapkan Terealisasi Januari 2006 Pemerintah Naikkan Harga Patokan Impor Garam Petani
Ekonomi & Bisnis ... 22 > Pertamina Beri Diskon Harga BBM kepada 30 Perusahaan > Menperin Terbuka untuk Berdialog dengan Pengusaha Kapan Saja > Beban Usaha Terus Meningkat, Laba PT PKT Makin Merosot > PT. KS Cium Praktek Dumping Baja Impor dari China > Blue Scope Australia Pasok 120,000 Ton Slab ke PT. Krakatau Steel > PT. ADM Tambah Investasi US$ 80 Juta > Tingkat Hunian Kawasan Industri JIEP Tetap Tinggi
Teknologi ... 35 > PKS dan Pabrik Minyak Goreng Mini Hasil Rekayasa PT. BGI > Mesin Pengolah Sampah Plastik yang Ramah Lingkungan > Transmisi TV dan Radio FM Produksi PT. LEN Industri
Profil ... 41 > Gendang Kayu ‘Cendana Arum’ Menembus Pasar Dunia
4 Media Industri
Industri Tekstil dan Produk Tekstil menjadi salah satu industri yang mempunyai peran strategis tidak saja karena kontribusinya terhadap perolehan devisa tetapi juga dalam penyerapan terhadap tenaga kerja, karena produk TPT yang demikian beragam dari hulu ke hilir mulai dari bahan baku, bahan antara sampai barang konsumsi. Pemanfaatan produk TPT sebagai bahan baku industri terkait lainnya akan memberikan efek berganda yang luas bagi pembangunan industri dan ekonomi nasional. Industri ini juga secara langsung ataupun tidak langsung memiliki kaitan erat dengan sektor industri dan ekonomi lainnya. Sebagai negara yang kaya akan berbagai sumber daya alam, Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan sistem klaster dalam mendorong perkembangan industri, dalam hal ini industri TPT. Sebut saja sumber daya alam petrokimia yang merupakan bahan baku industri TPT, saat ini lebih banyak dimanfaatkan untuk konsumsi ekspor dan energi domestik daripada untuk bahan baku industri di dalam negeri. Memang secara operasional industri TPT biasa menggunakan pendekatan klaster, sebab industri TPT memiliki keterkaitan yang kuat secara horizontal dan vertical antara industri hulu (serat, benang), industri antara (kain), industri hilir (pakaian jadi, barang jadi) dan sektor ekonomi lainnya. Namun demikian, industri TPT di Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi antara industri hulu, antara dan hilir, sehingga masih diperlukan pengembangan industri TPT melalui pendekatan klaster. Dengan semakin ketatnya persaingan industri TPT di kancah internasional terutama era setelah dihapuskannya kuota ekspor, maka sektor ini dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas, tepat waktu dan responsive terhadap perubahan dan trend serta berproduksi secara efisien dan inovatif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan kerjasama dan keterkaitan yang harmonis antara sektor industri hulu, sektor antara dan hilir serta pendukung. Kita berharap bahwa dengan sistem klaster dan semakin kondusifnya ekonomi makro negara ini, industri TPT dapat bangkit dari keterpurukannya.
Laporan Utama
Penguatan dan Pengembangan Klaster
Industri TPT Nasional Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai potensi penyediaan bahan baku yang cukup besar bagi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang juga banyak terkait dengan industri pulp dan kertas, baik berupa kayu maupun nonkayu seperti limbah pertanian, bambu dan sumber serat lainnya. Industri TPT merupakan salah satu kontributor utama sektor manufakturing dalam meraih devisa ekspor dan penyerapan tenaga kerja, serta mempunyai peran strategis dalam proses industrialisasi.Sebab,produk yang dihasilkan industri TPT sangat beragam mulai dari bahan baku (serat) sampai barang konsumsi (pakaian jadi dan barang jadi) yang memiliki keterkaitan erat baik antar industri maupun sektor ekonomi lainnya. Karena itu, Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk pengembangan klaster industri TPT, sebab Indonesia memiliki sumber daya alam petrokimia sebagai bahan baku industri ini. Selama ini sumber daya migas sebagian besar masih dimanfaatkan sebagai produk ekspor dan energi domestik dan baru sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai bahan baku industri di dalam negeri. Produk-produk TPT (kain, benang) merupakan produk strategis karena merupakan bahan baku untuk industri hilir serta bagi industri terkait lainnya (sepatu, boneka, jok, furniture dll.). Pemanfaatan produk TPT sebagai bahan baku industri terkait lainnya
akan memberikan efek berganda yang luas bagi pembangunan industri dan ekonomi nasional. Secara operasional industri TPT biasa menggunakan pendekatan klaster, sebab industri TPT memiliki keterkaitan yang kuat secara horizontal dan vertical antara industri hulu (serat, benang), industri antara (kain), industri hilir (pakaian jadi, barang jadi) dan sektor ekonomi lainnya. Namun demikian, industri TPT di Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi antara industri hulu, antara dan hilir, sehingga masih diperlukan pengembangan industri TPT melalui
pendekatan klaster. Semakin pesatnya tingkat kompetisi internasional dalam bidang industri TPT terutama era setelah penghapusan kuota ekspor, maka posisi pasar dunia akan sangat terbuka. Untuk menjawab tantangan keterbukaan pasar dunia, diperlukan kemampuan industri TPT untuk memasok produk yang berkualitas, tepat waktu dan responsif terhadap perubahan dan trend yang berkembang serta mampu berproduksi secara efisien dan inovatif. Agar industri TPT tumbuh menjadi industri yang kompetitif dalam persaingan internasional dengan
Media Industri 5
Laporan Utama mendapat pasokan yang stabil dan murah, maka diperlukan kerjasama dan keterkaitan yang harmonis terutama antara pihak industri hulu, antara dan hilir serta industri pendukung. Pengembangan industri TPT yang memanfaatkan bahan baku lokal dapat membawa efek berganda seperti : a. penguatan struktur industri TPT dan industri lainnya, b. pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, c. pengembangan wilayah industri, d. proses alih teknologi, e. perluasan lapangan kerja, dan f. penghematan devisa. Indonesia dewasa ini memiliki potensi produksi bahan baku industri TPT yang cukup besar, yaitu serat sintetis sebesar 1.408.700 ton/tahun, benang 1.920.258 ton/tahun dan kain 1.312.106 ton/tahun. Pangsa pasar produk TPT Indonesia sendiri di pasar dunia saat ini masih relatif kecil yaitu baru sekitar 2%, dimana negara eksportir utama dunia untuk produk serat sintetis adalah Jerman, Jepang, Amerika Serikat dan Republik Korea, untuk komoditi benang China, Italia dan Jerman, untuk kain China, Italia dan Jerman, sedangkan untuk garmen adalah China dan Italia. Namun demikian prospek pasar dunia yang terus meningkat memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar. Untuk menekan biaya produksi industri TPT, diperlukan kebijakan pemerintah untuk menanggung biaya infrastruktur pendukung industri seperti jalan, pelabuhhan dan fasilitas infrastruktur terkait lainnya. Nilai ekspor TPT dunia pada tahun 2003 mencapai US$ 360 miliar, sementara kontribusi TPT Indonesia di pasar dunia sebesar US$ 7,03 miliar atau 6 Media Industri
sekitar 2%. Pada tahun 2004 nilai ekspor TPT Indonesia mencapai US$ 7,65 miliar atau meningkat sebesar 8,73% dibanding dengan ekspor tahun 2003 dengan negara tujuan utama Amerika Serikat dan Eropa. Pangsa pasar komoditi serat sintetis Indonesia di pasar dunia tahun 2003 sebesar 1,7%, eksportir utama dunia untuk komoditi tersebut adalah Jerman, Jepang, Amerika Serikat dan Republik Korea. Untuk komoditi benang, pangsa pasar Indonesia sebesar 4,2% dengan eksportir utama China, Italia dan Jerman. Untuk kain, pangsa pasar Indonesia sebesar 1,17% dengan eksportir utama adalah China, Italia dan Jerman. Sementara itu, untuk garmen pangsa pasar Indonesia sebesar 2,7% dengan eksportir utama adalah China dan Italia. Sebaliknya dilihat dari sisi impor, pada tahun 2004 impor TPT Indonesia mencapai US$ 1,67 miliar. Importir utama TPT dunia adalah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. ImporTPT di pasar dunia diperkirakan meningkat rata-rata 4% per tahun, namun kemampuan Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar relatif kecil. Hal itu terlihat dari kenyataan bahwa dengan peningkatan ekspor TPT dunia tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar US$ 614 juta, namun pangsa pasar produk TPT Indonesia relatif tetap.Tujuan utama ekspor TPT Indonesia pun relatif tetap, yaitu ke Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.
Kondisi Industri TPT Domestik 1. Produk Serat Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk produk serat pada tahun 2004-2009 sebesar 4,5% per tahun dimana permintaan tahun 2004 sebesar 1.006.000 ton dan tahun 2009 menjadi 1.254.000 ton.
Prediksi pertumbuuhan kapasitas lokal untuk serat sebesar 5% per tahun pada tahun 2004-2009 dimana kapasitas tahun 2004 mencapai 698.000 ton dan tahun 2009 menjadi 891.000 ton. Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk serat pada tahun 2004-2009 sebesar 5% per tahun dimana produksi lokal tahun 2004 sebesar 516.000 ton dan tahun 2009 menjadi 658.000 ton. Prediksi pertumbuhan impor untuk serat pada tahun 204-2009 sebesar -3% per tahun dimana impor tahun 2004 sebesar 642.000 ton dan tahun 2009 menjadi 551.000 ton.
2. Produk Filamen Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk filamen pada 2004-2009 sebesar 4,5% per tahun dimana permintaan lokal tahun 2004 sebesar 477.000 ton dan tahun 2009 menjadi 594.000 ton. Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk filamensebesar5%pertahun pada 2004-2009 dimana kapasitas lokal tahun 2004 sebesar 930.000 ton dan tahun 2009 menjadi 1.187.000 ton. Prediksi pertumbuhhan produksi lokal untuk filamen sebesar 5% per tahun pada 2004-2009 dimana produksi lokal tahun 2004 sebesar 688.000 ton dan tahun 2009 menjadi 878.000 ton. Prediksi pertumbuhhan impor untuk filament sebesar -3% per tahun pada 2004-2009 dimana impor tahun 2004 sebesar 75.000 ton menjadi 64.000 ton pada tahun 2009.
3. Produk Benang Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk benang sebesar 5% per tahun pada 2004-2009 dimana permintaan lokal tahun 2004 sebesar 515.000 ton dan tahun 2009 menjadi 657.000 ton. Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal untuk benang sebesar 6% per
Laporan Utama permintaan lokal tahun 2004 sebesar 123.000 ton dan tahun 2009 sebesar 165.000 ton. Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal barang jadi tahun 2004-2009 sebesar 5% per tahun dimana kapasitas lokal tahun 2004 sebesar 276.000 ton dan tahun 2009 sebesar 352.000 ton. Prediksi pertumbuhan produksi lokal barang jadi tahun 2004-2009 sebesar 7% per tahun dimana produksi lokal tahun 2004 sebesar 185.000 ton dan tahun 2009 sebesar 259.000 ton. tahun pada 2004-2009 dimana kapasitas lokal tahun 2004 sebesar 1.289.000 ton dan tahun 2009 menjadi 1.725.000 ton. Prediksi pertumbuhan produksi lokal untuk benang sebesar 6% pada 2004-2009 dimana produksi lokal tahun 2004 sebesar 915.000 ton dan tahun 2009 menjadi 1.224.000 ton. Prediksi pertumbuhan impor benang sebesar -4,6% per tahun pada 2004-2009 dimana impor benang tahun 2004 sebesar 34.000 ton dan tahun 2009 menjadi 27.000 ton.
4. Produk Kain Prediksi pertumbuhan permintaan lokal untuk kain sebesar 5% per tahun pada 2004-2009 dimana permintaan lokal naik dari 703.000 ton pada tahun 2004 menjadi 897.000 ton pada tahun 2009. Prediksi pertumbuhan kapasitas lokal kain pada 2004-2009 sebesar 6% per tahun dimana kapasitas lokal tahun 2004 sebesar 1.274.000 ton dan tahun 2009 sebesar 1.705.000 ton. Prediksi pertumbuhan produksi lokal kain pada 2004-2009 sebesar 6% per tahun dimana produksi lokal tahun 2004 sebesar 943.000 ton dan tahun 2009 1.262.000 ton. Prediski pertumbuhan impor kain
2004-2009 sebesar -4,8% per tahun dimana impor tahun 2004 sebesar 99.000 ton dan tahun 2009 sebesar 78.000 ton.
5. Produk Pakaian Jadi Prediksi pertumbuhan permintaan lokal pakaian jadi pada 2004-2009 sebesar 6% per tahun dimana permintaan lokal tahun 2004 sebesar 196.000 ton dan tahun 2009 sebesar 262.000 ton.
Prediksi pertumbuhan impor barang jadi tahun 2004-2009 sebesar -15% per tahun dimana impor tahun 2004 sebesar 27.200 ton dan tahun 2009 sebesar 12.200 ton. B erdasar k an k ondisi aktual industri TPT dewasa ini dan prediksi perkembangan industri TPT dalam beberapa tahun mendatang, maka terdapat selisih antara permintaan dan penawaran produk TPT sebagai berikut: -
Serat : tahun 2004 sebesar (-) 279.000 ton, tahun 2009 sebesar (-) 311.000 ton
-
Filamen :tahun 2004 sebesar 211.000 ton, tahun 2009 sebesar 284.000 ton
-
Benang : tahun 2004 sebesar 400.000 ton, tahun 2009 sebesr 567.000 ton
-
Kain : tahun 2004 sebesar 240.000 ton, tahun 2009 sebesar 365.000 ton
-
Pakaian jadi : tahun 2004 sebesar 321.000 ton, tahun 2009 sebesar 463.000 ton
Prediksi pertumbuhan impor pakaian jadi tahun 2004-2009 sebesar -15% per tahun dimana impor tahun 2004 sebesar 3.200 ton dan tahun 2009 menjadi 1.400 ton.
-
Barang Jadi : tahun 2004 sebesar 62.000 ton, tahun 2009 sebesar 94.000 ton.
6. Produk Barang Jadi
Selain kondisi aktual di atas, industri TPT nasional juga dipengaruhi oleh perilaku pasar (konsumen dan buyer di pasar dunia) yang antara lain tercermin dari trend permintaan yang cepat
Prediksi pertumbuhhan kapasitas lokal pakaian jadi tahun 2004-2009 sebesar 7% per tahun dimana kapasitas lokal tahun 2004 sebesar 663.000 ton dan tahun 2009 sebesar 930.000 ton. Prediksi pertumbuhan produksi lokal pakaian jadi tahun 2004-2009 sebesar 7% per tahun dimana produksi lokal pakaian jadi tahun 2004 sebesar 517.000 ton dan tahun 2009 sebesar 725.000 ton.
Prediksi pertumbuhan permintaan lokal barang jadi pada tahun 20042009 sebesar 6% per tahun dimana
Perilaku Pasar
Media Industri 7
Laporan Utama berubah, konsumen makin sensitif terhadap harga (persaingan harga yang semakin ketat), semakin pendeknya waktu pemesanan (lead time), perilaku konsumen makin sulit diramalkan. Kondisi pasar yang juga turut mempengaruhi industri TPT Indonesia adalah masih didominasinya pasar TPT dunia oleh beberapa negara tertentu, seperti China, Italia, Jerman, USA, Turki, Korea Selatan dan Perancis. Sementara itu, penetrasi pasar berlangsung cepat dan tanpa batas negara (borderless), kondisi tersebut telah mengakibatkan permintaan produk TPT dunia terus meningkat.
Faktor Kondisi Faktor lainnya yang juga memiliki engaruh yang besar terhadap pengembangan industri TPT di dalam negeri adalah ketersediaan bahan baku serat buatan (polyester, rayon), masih belum berkembangnya penggunaan bahan baku serat alam (kapas, rami, nanas dll.), belum optimalnya dukungan kebijakan dalam mengembangkan bahan baku serat alam dalam negeri. Karena itu, beberapa daerah yang kaya akan sumber daya alam mempunyai peluang yang cukup besar untuk pengembangan industri TPT. Selama ini, penyebaran industri TPT masih terkonsentrasi di beberapa wilayah, yaitu di Sumatera Utara 46 unit, Jawa Barat/Banten 1.507 unit, DKI Jakarta 459 unit, Jawa Tengah 375 unit, DIY 375 unit, Jawa Timur 151 unit, Bali 386 unit, Sulawesi Selatan 3 unit, dan Sulawesi Tenggara 2 unit. Dalam rangka pengembangan industri TPT, pemerintah telah menetapkan 21 provinsi sebagai lokasi pengembangan klaster industri TPT di tanah air, yaitu di NAD, Sumut, Riau, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Babel, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Sulsel, 8 Media Industri
Gorontalo, Sulut, Sulteng, Sultra, dan Papua.
Infrastruktur
Sumber Daya Modal
Perlu juga dicatat disini bahwa berbagai infrastruktur yang terkait dengan pengembangan industri TPT selama ini masih belum tersedia secara memadai. Sarana jalan, pelabuhan, penyediaan energi dan transportasi masih kurang mendukung. Demikian juga sarana dan prasarana telekomunikasi belum merata di seluruh wilayah pengembangan industri. Pemerintah masih kurang berperan serta dalam pengadaan infrastruktur pendukung industri.
Dari sisi permodalan, industri TPT nasional hingga kini masih menghadapi beberapa kendala dalam mendapatkan sumber permodalan, yaitu masih relatif tingginga bunga pinjaman (baik untuk investasi maupun untuk modal kerja), kurangnya dukungan dana dari perbankan.Padahal investasi yang sudah tertanam di industri TPT nasional cukup besar (Rp 132,42 triliun sampai tahun 2004). Sementara itu, investasi industri TPT khususnya serat buatan tergolong padat modal sehingga peranan investor asing lebih besar, walaupun dalam beberapa dekade terakhir ini investasi yang ditanamkan di industri TPT relatif tidak ada. Sebaliknya, mesin-mesin industri kecil umumnya sudah tua.
Sumber Daya Manusia -
Tersedianya tenaga kerja dalam jumlah yang cukup
-
Terbatasnya kemampuan teknis, desain dan merchandising
-
Tersedianya lembaga diklat dan perguruan tinggi tekstil.
-
Pendidikan kejuruan menengah masih kurang.
tingkat
Fisik:
Sementara itu, kawasan industri yang telah tersedia di beberapa daerah dengan fasilitas yang cukup memadai belum sepenuhnya dimanfaatkan kalangan dunia usaha. Namun demikian, harus diakui pula bahwa kawasan industri tersebut umumnya masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Administrasi: Faktor yang juga banyak dirasakan sering menjadi kendala dalam pengembangan industri di tanah air adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang belum sepenuhnya mengakomodasi kebijakan Pemerintah
Laporan Utama Pusat. Faktor kebijakan lainnya yang belum mendukung pengembangan industri adalah iklim usaha yang belum didukung dengan kebijakan tarif bea masuk yang harmonis, belum adanya insentif investasi infrastruktur industri dan masih tingginya pajak dan pungutan atau retribusi yang memberatkan industri.
Iptek: Sementara di sisi ilmu dan teknologi, sampai kini belum ada sinergi antara riset pengembangan antara industri, Litbang dan Perguruan Tinggi.
berbentuk non tariff barrier (lingkungan, social, dumping, tenaga kerja dll.). Namun sebalinya, kalangan perusahaan Indonesia masih kurang aktif berpromosi ke luar negeri.
-
Mantapnya struktur ITPT melalui peningkatan investasi (proyeksi total investasi 2009 Rp 187,75 triliun).
-
Meningkatnya ekspor dengan proyeksi tahun 2009 US$ 11,8 miliar.
Dari berbagai pemaparan di atas maka dapat ditarik benang merah menyangkut kekuatan dan kelemahan industri TPT Indonesia yang dapat digambarkan melalui Analisis SWOT di bawah ini:
-
Teramankannya pasar dalam negeri (proyeksi nilai produksi sebesar Rp 126,64 triliun dan konsumsi per kapita 26,30 meter).
-
Tercapainya penyerapan tenagakerja dan meningkatkan kemampuan (proyeksi 2009 sebesar 1,60 juta orang).
-
Meningkatnya penggunaan hasil produk TPT dalam negeri untuk tujuan ekspor.
Kekuatan: -
Potensi bahan baku sumber daya alam cukup besar.
Mutu dan Desain
-
Tenaga kerja cukup tersedia.
Desain produk TPT nasional hingga kini masih banyak ditentukan oleh buyer di luar negeri. Padahal di sisi lain produk TPT Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar mengingat banyaknya ragam corak etnis yang dapat dikembangkan.
-
Lembaga Diklat tenaga kerja cukup banyak.
-
Meningkatnya ekspor ke pasar non tradisional.
-
Pasar Dalam Negeri besar.
-
-
Telah dikenal di pasar internasional.
Berkembangnya merk-merk Indonesia untuk tujuan ekspor.
Industri Inti, Pendukung dan Terkait
-
Permesinan banyak yang sudah tua.
Kelemahan struktural yang dialami industri TPT nasional selama ini adalah masih kurangnya industri pendukung (mesin-mesin tekstil, komponen mesin tekstil, industri kimia tekstil, dan asesoris), terbatasnya jejaring (network) antar industri TPT dengan industri pendukung dan terkait serta terbatasnya dukungan dari Pusat Litbang, Lembaga Uji, Lembaga Sertifikasi dan Perguruan Tinggi.
-
Industri permesinan tekstil belum berkembang.
-
Keterbatasan pendanaan.
-
Produktivitas SDM rendah.
Kelemahan : - Bahan baku serat alam belum cukup berkembang.
Peluang: -
Permintaan terhadap produk TPT terus meningkat.
-
Liberalisasi perdagangan terbuka luas.
-
Persaingan Kondisi persaingan produk TPT di pasar dunia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin ketat, khususnya setelah era pasca kuota. Apalagi setelah munculnya negara-negara pesaing baru seperti Thailand, Malaysia, Vietnam dll. Di pihak lain teknologi proses dan jaringan pemasaran masih dikuasai oleh Multinational Corporation (MNCs), sedangkan negara maju masih banyak yang mengenakan proteksi yang
pasar
Potensi meningkatkan share ke pasar luar negeri masih cukup besar karena posisi saat ini relative kecil.
Tantangan:
Strategi dan Kebijakan Visi dan Misi Visi: Terwujudnya Industri TPT nasional sebagai produsen TPT kelas dunia ( World Class Tectile Manufacturer). Misi: Meningkatkan perolehan devisa, menyerap tenaga kerja dan memenuhi kebutuhan domestik.
Strategi Peningkatan utilisasi : -
Penguasaan pasar dalam negeri dan pasar ekspor serta peningkatan informasi pasar.
-
Peningkatan efisiensi bahan baku dan energi.
-
Manuver industri TPT China.
-
Munculnya pesaing baru (Pakistan, Vietnam, Bangladesh, dll.)
-
Optimalisasi pemanfaatan bahan baku dalam negeri.
-
Banyaknya hambatan non tariff.
-
-
Perjanjian Dagang Regional.
Peningkatan saling keterkaitan (inter-linkage) industri TPT.
-
Masih banyaknya penyelundupan.
-
Penciptaan iklim usaha kondusif terhadap industri TPT.
Sasaran -
Meningkatnya ekspor pulp dan kertas sebesar 5% per tahun.
Penguatan struktur industri TPT yang terkait pada semua tingkat dalam
Media Industri 9
Laporan Utama rantai nilai (value chain): -
-
-
Peningkatan nilai tambah dengan peningkatan kandungan lokal (bahan baku, barang modal/ peralatan pabrik, SDM, teknologi, disain, dan modal dalam negeri). Penciptaan iklim investasi dan usaha yang kondusif melalui pemberian insentif di bidang fiskal, moneter dan administrasi termasuk jaminan hokum dan kestabilan keamanan.
-
Pengembangan industri berwawasan lingkungan berkelanjutan.
yang dan
-
Pengembangan kemampuan SDM. Pengembangan teknologi kedepan:
-
Meningkatkan kemampuan alih teknologi dengan mengembangkan teknologi sistim pengendalian mutu, aplikasi teknologi hemat energi, CAD/CAM dan Computerized Colorimeter.
-
Restrukturisasi permesinan industri TPT yang telah berumur 15 tahun lebih.
Pengembangan lokasi klaster: lokasi awal di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Kebijakan -
Pengaturan efisiensi bahan baku/ energi melalui penghematan maupun diversifikasi bahan baku/ energi.
-
Pengaturan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi industri TPT.
-
Pengaturan peningkatan kemampuan SDM melalui peningkatan standard kompetensi kerja nasional dan penyiapan Lembaga Sertifikasi Profesi industri TT.
-
Pengaturan mengenai pembangunan infrastruktur industri antara Pemerintah Pusat,Pemerintah Daerah dan swasta.
10 Media Industri
Pengaturan yang mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri.
-
Pengaturan pengembangan litbang teknologi dalam negeri yang terintegrasi dan berkualitas melalui pemberian insentif.
-
Pengaturan mengenai restrukturisasi/peremajaan permesinan industri TPT.
Dalam rencana aksinya pemerintah dimana Deperin menjadi leading s e c t o r - ny a t e l a h m e n e t a p k a n sejumlah program implementasi, yaitu pembentukan klaster industri TPT yang dimulai dengan menerbitkan SK Menperin tentang pembentukan Steering Committee pengembangan industri TPT melalui pendekatan klaster dan dilanjutkan dengan kegiatan pemetaan potensi industri TPT nasional. Kedua kegiatan tersebut dijadwalkan sudah rampung dilakukan menjelang akhir tahun 2005. Kegiatan selanjutnya adalah upaya fasilitasi pembentukan klaster industri TPT yang dijadwalkan berlangsung pada tahun 2005-2009. Semua kegiatan tersebut dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan berbagai stake holder terkait termasuk Deperin, Deptan, BPPT, LIPI, Pemprov/ Kab, asosiasi perusahaan, Balai Litbang,
Perguruan Tinggi dll. Program berikutnya akan dilakukan secara berkesinambungan selama kurun waktu 2005-2009 adalah pengembangan produksi, pengembangan pemasaran, pengembangan teknologi, pengembangan SDM industri TPT, standardisasi produk industri TPT dan penciptaan iklim usaha. Beberapa rencana aksi pengembangan industri TPT yang akan dilaksanakan selama kurun waktu 2005-2009 antara lain peningkatan pemanfaatan bahan baku lokal (rami, sutradll.);pemberianinsentifbagiindustri yang mengembangkan bahan baku lokal dan restrukturisasi permesinan; restrukturisasi permesinan tekstil; peningkatan kredit untuk restrukturisasi; pengamanan pasar dalam negeri dari serbuan impor (illegal trading); penyiapan tenaga kerja/SDM andal dan professional; pengembangan desain, teknologi dan diversifikasi produk untuk mencapai nilai tambah dan high fashion; pengembangan kerjasama (aliansi) dengan MNCs sebagai pemasok global; peningkatan penguasaan pasar di luar negeri; pelaksanaan penelitian dan pengembangan untuk pengembangan jenis serat benang dan kain bermutu tinggi; pendirian pusat desain/fashion; dan pengembangan merek di pasar internasional dan pengamanan HaKI.
Kebijakan
Deperin Segera Terbitkan
Pedoman Penggunaan Produksi DN Departemen Perindustrian (Deperin) dalam waktu dekat ini akan segera menerbitkan ketentuan mengenai pedoman penggunaan produksi dalam negeri dalam proyek-proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penerbitan ketentuan pedoman penggunaan produksi dalam negeri tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kerangk a acuan dalam rangk a mendorong program penggunaan produksi dalam negeri pada proyekpoyek pemerintah. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Deperin Agus Tjahajana mengatakan penerbitan ketentuan mengenai pedoman penggunaan produksi dalam negeri tersebut merupakan pelaksanaan dan tindak lanjut dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. “Pedoman tentang penggunaan produksi dalam negeri dalam proyekproyek yang didanai APBN ini perlu segera dikeluarkan mengingat pedoman itu sangat dibutuhkan agar ada acuan yang jelas dalam upaya mendorong program penggunaan produksi dalam negeri khususnya pada proyek-proyek pemerintah,” kata Agus. Menurut Agus, karena tidak adanya pedoman tersebut maka selama ini banyak proyek pemerintah yang tetap menggunakan produk-produk buatan luar negeri, padahal produk-produk tersebut sudah dapat diproduksi di
dalam negeri dengan kualitas yang tidak kalah oleh produk serupa dari luar negeri. “Banyak devisa yang bocor (ke luar negeri) untuk membeli peralatan yang sebenarnya bisa diperoleh dari dalam negeri.” Dalam k etentuan pedoman penggunaan produksi dalam negeri itu, kata Agus, antara lain akan diatur mengenai definisi industri dan produk dalam negeri. Dengan definisi yang jelas mengenai industri dan produk dalam negeri diharapkan akan menjadi jelas mengenai kriteria produk dalam negeri yang dapat digunakan dalam proyekproyek yang dinaia pemerintah itu. Pedoman tersebut akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Perindustrian, sebab dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003 disebutkan
bahwa yang mengatur atau yang memberikan definis tentang produk dalam negeri adalah instansi teknis terkait. Dengan demikian untuk produk industri, Departemen Perindustrianlah yang menentukan apa yang disebut dengan produk dalam negeri tersebut. “Kami harapkan sebelum tahun 2006 pedoman mengenai penggunaan produksi dalam negeri itu sudah dapat diterbitkan. Jadi, peraturan atau ketentuan ini antara lain memuat definisi tentang apa yang disebut dengan produk dalam negeri dan bagaimana menentukan sebuah produk itu merupakan produk dalam negeri. Definisi ini dibuat untuk mencegah adanya perbedaan penafsiran. Salah satu kriteria mengenai produk dalam negeri, tambah Agus, Media Industri 11
Kebijakan adalah mengenai kriteria kandungan lokal dimana untuk dapat dikatakan sebagai produk dalam negeri produk tersebut harus memenuhi syarat memiliki kandungan lokal minimal 40%. Kriteria kandungan lokal minimal 40% ini ditetapkan mengacu pada kriteria yang dipakai ASEAN dalam AFTA. Dalam pedoman tersebut juga ditetapkan industri apa saja yang kini telah memenuhi syarat kandungan lokal 40%. Agus mencontohkan pada proyekproyek di sektor minyak dan gas (Migas) selama ini masih banyak menggunakan peralatan, mesin dan produk buatan luar negeri, padahal untuk proyekproyek tersebut yang juga didanai dengan anggaran pemerintah sudah banyak peralatan, mesin dan produkproduk seruap yang dapat diproduksi di dalam negeri dengan kualitas yang tidak kalah. “Proyek-proyek di sektor migas itu didanai oleh anggaran pemerintah melalui skema yang disebut dengan cost recovery. Untuk melaksanakan proyek-proyek di sektor migas ini para kontraktor migas setiap tahunnya membelanjakan dana tidak kurang dari US$ 5 miliar yang nantinya akan mendapatkan perlakuan dalam rangka cost recovery oleh pemerintah,” kata Agus. Karena itu, tambah Agus, pemerintah dalam hal ini Deperin akan terus memperjuangkan agar proyek-proyek di sektor migas itu memprioritaskan penggunaan produk-produk buatan dalam negeri. “Kita akan kejar terus proyek-proyek di sektor migas ini. Kami harapkan program tersebut dapat diterapkan mulai dari pengadaan pipa baja sampai ke alat berat. Karena biar bagaimana pun proyek-proyek itu menggunakan anggaran pemerintah. Ini demi kepentingan nasional.”
12 Media Industri
Mengenai regulasinya, tambah Agus, sudah ada Keppres Nomor 80Tahun 2003 yang didalamnya menyebutkan bahwa industri dalam negeri mendapatkan preferensi dalam memasok barangbarang yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek-proyek yang didanai pemerintah. Bahkan sekalipun harga barang produksi dalam negeri itu lebih mahal, barang-barang tersebut tetap dapat mendapatkan preferensi untuk digunakan dalam proyek-proyek itu. “Dalam ketentuan mengenai pedoman penggunaan produksi dalam negeri tersebut juga akan ditetapkan sampai seberapa besar kelebihan harga barang produksi dalam negeri yang masih dapat ditolerir agar dapat tetap digunakan dalam proyek-proyek itu.Jadi, harga barang produksi dalam negeri boleh 15% lebih mahal dibandingkan dengan produk serupa buatan luar negeri. Barang-barang tersebut masih bisa dipilih untuk dipersaingkan dengan produk impor yang lebih murah,” tutur Agus. Ag u s m e n g a t a k a n b e r b e d a dengan proyek yang sepenuhnya didanai oleh pemerintah asing yang tidak ada cost recovery-nya seperti
proyek pembangunan pelabuhan atau pembangunan jaringan pipa gas yang dibiayai pemerintah asing dimana kontraktornya juga berasal dari negara yang bersangkutan. “Kita harus bertarung supaya kita bisa masuk ke sana tanpa ada preferensi atau privilege apa pun.” Peraturan mengenai pedoman tentang penggunaan produksi dalam negeri tersebut nantinya akan berlaku untuk semua proyek yang dibiayai dengan anggaran pemerintah termasuk proyek-proyek di sektor Migas sepanjang proyek-proyek tersebut mengacu pada Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Untuk mengawasi pelaksanaan proyek-proyek pemerintah khususnya menyangkut penggunaan produk buatan dalam negeri, tegas Agus, terdapat sejumlah instansi pemerintah yang akan mengontrol dan mengawasinya. Selain itu, Departemen Perindustrian juga akan menyampaikan ketentuan tentang pedoman tersebut kepada Badan Pemerksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) yang akan mengaudit pelaksanaan proyek-proyek tersebut.
Kebijakan
Kebijakan PE Kulit Dorong Industri Pengolahan Kulit di DN
Industri pengolahan kulit di dalam negeri kini memasuki babak baru yang diharapkan akan mampu mendongkrak k i n e r j a i n d u s t r i i n i m e ny u s u l dikabulkannya keinginan kalangan industri pengolahan kulit nasional tentang perlunya penerapan kebijakan Pungutan Ekspor (PE) kulit mentah dan setengah jadi. Kebijakan tersebut perlu dilakukan untuk membatasi ekspor kulit mentah dan setengah jadi sekaligus untuk meningkatkan pasokan bahan baku kulit kepada industri pengolahan kulit di dalam negeri. Kebijakan peenerapan tarif PE atas produk kulit tersebut tertuang dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.02/2005 tanggal 10 Oktober 2005 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Ekspor. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditetapkan bahwa Kulit Jangat dan Kulit Mentah (Pickled) dari hewan sapi atau kerbau, biri-biri dan kambing dikenakan tarif PE sebesar 25%, sedangkan kulit disamak (wet blue) dari hewan sapi atau kerbau, biri-biri dan kambing dikenakan tarif PE sebesar 15%. Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian (Deperin) Anshari Bukhari mengatakan
pengenaan tarif PE terhadap produk kulit mentah dan kulit setengah jadi akan mampu mendorong perkembangan industri pengolahan kulit di dalam negeri. Karena dengan demikian industri pengolahan kulit di dalam negeri akan mendapatkan kepastian pasokan bahan baku kulit mentah dan setengah jadi yang selama ini lebih banyak diekspor ke luar negeri. Namun demikian Anshari mengakui pengenaan tarif PE saja belum cukup memadai untuk mendukung upaya meningkatkan penyediaan bahan baku kulit bagi industri pengolahan kulit di dalam negeri. Pasalnya selama ini
Media Industri 13
Kebijakan produksi bahan baku kulit di dalam negeri tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan yang ada. Apalagi apabila sebagian dari produyksi bahan baku kulit itu diekspor ke luar negeri. Menurut Anshari, selain kebijakan PE, industri pengolahan kulit di dalam negeri juga perlu didukung oleh kebijakan lainnya, yaitu berupa pembukaan kran impor kulit khususnya untuk produk kulit mentah dan kulit setengah jadi. Hal itu perlu segera dilakukan karena dewasa ini industri pengolahan kulit di dalam negeri masih banyak kekurangan bahan baku kulit. “Industri kulit Indonesia membutuhkan sekitar 154.000 ton kulit mentah setiap tahunnya dimana 65% dari jumlah itu harus di impor dari negara lain dan hanya 35%-nya yang dapat dipasok dari pasar domestik,” kata Anshari ketika meresmikan beroperasinya pabrik pengolahan kulit PT Mastrotto Indonesia, sebuah perusahaan asing asal Italia yang baru saja menginvestasikan dananya senilai US$ 15 juta untuk membangun industri pengolahan kulit di Kawasan Industri Sentul, Bogor, Jawa Barat. Menurut Anshari, pada tahun 2004 Indonesia mengimpor kulit senilai US$ 44.430.788 yang terdiri dari kulit jadi dan stengah jadi senilai US$ 42.202.838 serta kulit mentah senilai US$ 2.227.950. Anshari mengatakan saat ini terdapat 46 perusahaan penyamakan kulit menengah besar di seluruh Indonesia selain 136 perusahaan berskala kecil dengan total kapasitas produksi seluruhnya mencapai 70.000 ton per tahun. Industri pengolahan kulit tersebut kini mempekerjakan sekitar 5.760 orang. Pada tahun 2004 industri pengolahan kulit Indonesia mampu mengekspor produk kulit seperti kulit jadi, wet blue dan jenis kulit lainnya 14 Media Industri
senilai US$ 49.935.665 tidak termasuk di dalamnya ekspor kulit mentah senilai US$ 515.917. “Walaupun total kapasitas produksi mencapai 70.000 ton per tahun, namun tingkat utilisasi industri pengolahan kulit di Indonesia hanya sekitar 30%. Hal itu terjadi karena kelangkaan bahan baku yang sangat diperlukan dalam proses produksi,” tutur Anshari. Selama ini, tambah Anshari, pemerintah Indonesia memberlakukan pembatasan impor kulit (terutama untuk bahan baku berupa kulit mentah, wet blue dan jenis kulit setengah jadi lainnya) sebagai upaya untuk mencegah masuknya bibit penyakit hewan khususnya penyakit mulut dan kuku (Foot Mouth Disease/FMD) dari negara lain. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2000, impor kulit mentah harus dikarantinakan terutama kulit mentah yang diimpor dari negara-negara yang telah tertular atau diduga tertular oleh penyakit FMD. Selain itu, untuk dapat melakukan impor kulit, seorang importir juga harus mendapatkan surat rekomendasi teerlebih dahulu (Surat Rekomendasi Impor/SRI) dari Departemen Pertanian.
“Langkah-langkah yang diambil secara lintas departemen yang dipimpin oleh Departemen Perindustrian kini sedang berjalan.Tujuannya adalah untuk mempercepat proses importasi kulit mentah guna memenuhi permintaan bahan baku bagi industri pengolahan kulit di dalam negeri,” kata Anshari. Sementara itu, kalangan eksportir kulit Indonesia lebih suka mengekspor kulit mentah produksi dalam negeri karena terdorong oleh keinginan untuk mendapatkan devisa berupa US$, lebihlebih ketika nilai tukar rupiah terhadap US$ melemah seperti terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini. Akibatnya, industri penyamakan kulit dan industri pengolahan kulit lainnya di dalam negeri mengalami kekurangan bahan baku. “Pemerintah telah memutuskan untuk mengembangkan industri pengolahan kulit ini termasuk industri penyamakan kulit dengan mengurangi hambatan dalam kegiatan impor bahan baku. Lebih jauh lagi, Departemen Perindustrian juga telah melakukan koordinasi dengan departemen terkait untuk memberlakukan PE kulit mentah. Kami telah mengusulkan kepada Menteri Keuangan untukmemberlakukan PE sebesar 25%-35% terhadap ekspor kulit mentah namun yang dikabulkan adalah 25% untuk kulit mentah dan 15% untuk kulit disamak,” kata Anshari.
Kebijakan
Menperin Bentuk Kembali PSB Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja mengaktifkan kembali Business Solution Centre atau Pusat Solusi Bisnis (PSB) menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 37/M-IND/PER/10/ 2005 tanggal 18 Oktober 2005 tentang Pusat Solusi Bisnis. Walaupun baru ditetapkan tanggal 18 Oktober 2005, namun Peraturan Menteri Perindustrian itu ditetapkan berlaku surut mulai 1 Juni 2005. PSB sendiri pertama kali dibentuk oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini M.S. Soewandi pada tahun 2000 dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perindusrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 802/MPP/Kep/12/2000, tentang Pusat Penyelesaian Masalah Usaha (Business Solution Center). Menurut Menperin, pembentukan kembali PSB tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan Industri Nasional selama ini masih ditemukan adanya berbagai permasalahan dan hambatan yang dapat mengganggu perkembangan sektor industri saat ini. Karena itu, dalam rangka usaha penanggulangan secara cepat dan tuntas terhadap permasalahan dan hambatan tersebut perlu langkahlangkah penanganan yang sinergis dan terkoordinasi dengan tetap berpedoman pada kewenangan yang dimiliki masing-masing instansi terkait. “Untuk itu perlu dibentuk Pusat Solusi Bisnis.” Tugas PSB meliputi enam kegiatan utama.Pertama,melakukan inventarisasi permasalahan dan hambatan
Media Industri 15
Kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan penyelundupan, tindak kejahatan yang bersifat premanisme, penjarahan dan pemogokan yang cenderung anarkis yang mengganggu kegiatan usaha dibidang Industri. Kedua, melakukan inventarisasi dan analisaperangkatperundang-undangan yang dinilai kurang mendukung pemulihan usaha di bidang Industri. Ketiga, melakukan sinkronisasi dan koordinsi langkah-langkah penanganan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan dan hambatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b secara cepat dan tuntas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki masingmasing Instansi Pemerintah/Swasta. Keempat, mengkoordinasikan kegiatan yang bersifat preventif dan represif dalam mengatasi hambatan kelancaran usaha dibidang Industri yang memerlukan penyelesaian secara cepat bersama instansi terkait.
16 Media Industri
Kelima, melakukan koordinasi langkah-langkah penanganan yang bersifat preventif untuk menghindari timbulnya permasalahan dan hambatan yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan gangguan terhadap kegiatan usaha dibidang Industri. Keenam, menyampaikan hasil kegiatan inventarisasi dan kajian masalah dan hambatan serta memberikan rekomendasi/usulan sebagai bahan masukan kepada instansi terkait untuk ditindak lanjuti. PSB dipimpin oleh Ketua Umum yang dalam hal ini dijabat oleh Menteri Perindustrian sendiri. Ketua Umum dibantu oleh Wakil Ketua I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII, Sekretaris Umum, Sekretaris I, II, III, IV, V dan VI, serta anggota. Dalam kegiatannya, Ketua Umum antara lain mengadakan rapat bersama dengan para Wakil Ketua, Sekretaris Umum dan para Sekretaris sekurangkurangnya satu kali dalam setiap dua
minggu untuk mengevaluasi dan memutuskan langkah-langkah yang harus dilakukan dan penanganan permasalahan berdasarkan prioritas. Ketua Umum dapat menugaskan Wakil Ketua I dan atau Wakil Ketua II untuk memimpin rapat bersama atau rapat lainnya yang dianggap perlu. Apabila dipandang perlu, Ketua Umum juga dapat mengundang sebagian atau seluruh anggota dan atau instansi/pihak lain yang terkait untuk mengikuti rapat bersama tersebut. Kegiatan operasional PSB sehari-hari dipimpin oleh Sekretaris Umum dan atau dibantu Sekretaris yang lain serta Anggota Sekretariat. Untuk membantu kelancaran kegiatan kesekretariatan, Sekretaris umum dapat membentuk dan mengangkat anggota sekretariat. U n t u k m e m b i aya i k e g i a t a n operasional PSB sebagai pelaksanaan dariKeputusanMenperintersebut,dalam Peraturan Menperin tersebut ditetapkan
Kebijakan bahwa segala biaya yang diperlukan d i b e b a n k a n k e p a d a a n g g a ra n Departemen Perindustrian Republik Indonesia serta sumber pendapatan lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Susunan keanggotaan Tim PSB sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 37/M-INDAG/PER/10/2005 tanggal 18 Oktober 2005 tentang PSB adalah Ketua Umum : Menteri Perindustrian RI Wakil Ketua I : Deputi Menko Perekonomian Bidang Kordinasi Industri dan Perdagangan; Wakil Ketua II : Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka. Wakil Ketua III : Dirjen Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian; Wakil Ketua IV : Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Wakil Ketua V : Dirjen Bea dan Cukai, Departemen Keuangan; Wakil Ketua VI : Dirjen Pajak, Departemen Keuangan; Wakil Ketua VII : Instansi Mabes TNI (Mayor Jenderal TNI Harry kosasih); Wakil Ketua VIII : Ketua KADIN. Sekretaris Umum : Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Pemanfaatan dan Pemasaran Hasil Industri;
Sekretaris I : Asisten Deputi Bidang Industri Manufaktur Menko Perekonomian; Sekretaris II : Instansi Mabes POLRI (Kombes Pol. Drs. Heru Winarno) Sekretaris III : Inspektur Wilayah IV, Departemen Perindustrian;
11. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia; 12. Enny Widayati, Ditjen Agro dan kimia, Departemen Perindustrian; 13. Heradi Prabowo, Biro Perencanaan, Departemen Perindustrian; 14. Sunartono, Ditjen Industri Alat Tranpor tasi dan Telematika, Departemen Perindustrian;
Sekretaris IV :
15. Ketua Perhimpunan Perbankan Nasional/PERBANAS;
Kepala Biro Umum dan Humas, Departemen Perindustrian
16. Ketua Himpunan Bank-Bank Negara/ HIMBARA;
Sekretaris V :
17. Ketua Assosiasi Kakao Indonesia/ ASKINDO;
Anwar Pasinringi, SH Perdagangan
Departemen
Sekretaris VI : Steven Sit. Anggota : 1. Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika, Departemen Perindustrian 2. Dirjen Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian 3. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan; 4. Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Per tanian, Departemen Pertanian; 5. Dirjen Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan; 6. Dirjen Pembinaan dan Pengawasan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 7 . D i r j e n Pe r h u b u n g a n D a rat, Departemen Perhubungan; 8. D i r j e n Pe r h u b u n g a n L a u t , Departemen Perhubungan; 9. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum, Kejaksaan Agung;
18. Ketua Assosiasi Eksportir Kopi Indonesia/AEKI; 19. Ketua Gabungan Industri Elektronika Listrik Rumah Tangga; 20. Sekretaris Jenderal Assosiasi Persepatuan Indonesia/APRISINDO; 21. Ketua Assosiasi Panel K ayu Indonesia/APKINDO; 22. Ketua Indonesian Sawmills and Wood Working Manufacturers Association/ISA; 23. Ketua Assosiasi Produsen Pupuk Indonesia/APPI; 24. Ketua Assosiasi Eksportir dan Produsen Handycraft Indonesia/ ASEPHI; 25. Ketua Gabungan Assosiasi Produsen Besi Baja Seluruh Indonesia/Ga PBBSI; 26. Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia/GINSI; 27. Ketua Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia/GAPMMI; 28. Ketua Assosiasi Eksportir Lada Indonesia/AELI
10. Asisten Operasi Kepala Staf TNI AL; Media Industri 17
Kebijakan
Harmonisasi Tarif Tahap Dua Diharapkan Terealisasi Januari 2006
Pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu telah menetapkan strategi pengembangan industri nasional melalui penerapan kebijakan industri yang lebih terintegratif dengan memperkuat struktur industri di dalam negeri.
Penyusunan kebijakan harmonisasi tarif tahap kedua diharapkan sudah dapat diselesaikan menjelang akhir tahun ini sehingga mulai awal Januari tahun 2006 kebijakan harmonisasi tarif tersebut sudah dapat diterapkan dalam rangka mendorong kinerja industri nasional melalui sistem tariff yang harmonis yang dapat menciptakan iklim industri yang kondusif.
tahun depan sudah bisa direalisasikan,” kata Andung usai menghadiri rapat tentang Pusat Solusi Bisnis (PSB) di Gedung Deperin Jakarta, belum lama ini.
Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja mengatakan selama semester kedua tahun 2005 ini pemerintah telah berupaya melakukan program harmonisasi terhadap lebih dari 9.000 pos tarif dan diharapkan upaya tersebut akan rampung menjelang akhir tahun 2005 sehingga mulai awal Januari 2006 kebijakan harmonisasi tarif tersebut sudah dapat direalisasikan.
Menurut Andung, pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu telah menetapkan strategi pengembangan industri nasional melalui penerapan kebijakan industri yang lebih terintegratif dengan memperkuat struktur industri di dalam negeri. Namun diakui Andung saat ini struktur tarif bea masuk produk industri di Indonesia masih belum harmonis.
“Sebetulnya kami menginginkan kegiatan harmonisasi tahap kedua ini selesai secepatnya. Saya katakan semester kedua ini sudah selesai dan
“Saat ini masih ada tarif bea masuk produk jadi yang dihasilkan industri di Indonesia lebih tinggi dari tarif
18 Media Industri
Pemerintah, kata Andung, akan terus berupaya melakukan harmonisasi tarif dalam rangka mengurangi beban industri dan menciptakan iklim industri yang kondusif di dalam negeri.
bea masuk bahan bakunya. Ini jelas merupakan satu ketimpangan karena kondisi tersebut justru tidak mendorong kegiatan industri di tanah air,” kata Andung ketika mengadakan kunjungan ke kawasan industri Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) belum lama ini. K a re n a i t u, l a n j u t A n d u n g, pemerintah kini meninjau kembali struktur tarif dalam rangka melakukan harmonisasi tarif dan penyesuaian tariff antara poduk hulu, antara dan hilir. “Kita susah melakukan harmonisi tarif tahap pertama dan pada Desember ini kita rampungkan harmonisasi tariff tahap kedua. Melalui kegiatan harmonisasi tarif ini, kita akan naikkan tariff barang jadi dan sebaliknya menurunkan tarif bahan baku.” Kegiatan harmonisasi tarif tersebut, tambah Andung, dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional. Selain melakukan
Kebijakan harmonisasi tarif pemerintah juga berupaya menekan ekonomi biaya tinggi serta memberikan berbagai insentif kepada industri. “Namun apapun upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing itu, kalau perusahaannya tidak efisien maka tetap tidak akan ada artinya. Karena itu, kalangan dunia usaha juga harus berupaya meningkatkan efisiensinya. Kami tidak akan mentolelir perusahaan yang tidak efisien. Kami memang berupaya mendorong perusahaan industri di dalam negeri, tapi perusahaan yang efisien. Kalau yang tidak efisien tetap akan sulit untuk didorong. Karena itu, perusahaan juga harus berupaya melakukan efisiensi ke dalam,” tegas Andung. Sementara itu, Deputi Menko Perekonomian bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Edy Putra Irwady mengatakan kegiatan harmonisasi tarif tahap kedua yang dilakukan oleh Tim Tarif yang beranggotakan perwakilan dari berbagai instansi terkait, sudah hampir rampung. Menurut Edy, dari total 11.000 pos tarif yang dibahas Tim Tarif, pada kegiatan harmonisasi tarif tahap pertama telah diselesaikan sebanyak 1,900 pos tariff. Dengan demikian masih terdapat 9.000 pos tarif lagi yang harus diselesaikan pembahasan harmonisasi tarifnya selama semeseter kedua 2005 ini. Edy mengatakan kegiatan harmonisasi tarif itu hampir rampung karena Tim Tarif kini hanya tinggal melakukan penghalusan pola khusus dan pola umum. Mengenai kegiatan penghalusan pola khusus dan pola umum tersebut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga telah mengungkapkannya belum lama ini.
Crane
Untuk pola k husus, tambah Edy, sebetulnya pembahasannya sudah selesai dan tidak memerlukan pembahasan lebih lanjut, sebab pada pola khusus ini Tim Tarif tinggal menentukan angka-angka besaran tarifnya saja. Pola khusus ini antara lain menyangkut hal-hal insidentil seperti bea masuk anti dumping dan safeguard. Sedangkan, pola umum diupayakan tarifnya makin lama makin turun, sehingga pada tahun 2010 besaran tarifnya maksimal tinggal 5%.
Lebih jauh Edy menjelaskan bahwa besaran tarif bea masuk dari sebagian besar (sekitar 60%) pos tarif yang dibahas Tim Tarif sudah berada pada kisaran tarif yang cukup rendah, yaitu antara 0% sampai 5%. Namun demikian Edy mengakui bahwa pemerintah menyadari terdapat beberapa produk yang masih perlu dilindungi seperti gula dimana Indonesia mentargetkan swasembada gula pada tahun 20082009.Indonesia juga masih memproteksi komoditi beras sampai tahun 2010.
Media Industri 19
Kebijakan
Pemerintah menaikkan harga patokan impor garam petani yang sekaligus juga merupakan harga dasar pembelian garam dari petani.
Pemerintah Naikkan Harga Patokan Impor Garam Petani
20 Media Industri
Kebijakan Dengan penetapan pemerintah tersebut maka harga dasar atau harga patokan impor garam kualitas petani 1 (KP1) dinaikkan dari Rp 145.000 per ton menjadi Rp 200.000 per ton, harga KP2 naik dari Rp 100.000 per ton menjadi Rp 150.000 per ton dan KP3 naik dari Rp 70.000 per ton menjadi Rp 80.000 per ton. Demikian tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/MDAG/PER/9/2005 tanggal 30 September 2005 tentang Ketentuan Impor Garam. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan tersebut pemerintah sekaligus mencabut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 360/MPP/Kep/5/2004 tentang Ketentuan Impor Barang. Dengan dinaikkannya harga patokan garam petani tersebut maka kegiatan impor garam untuk kebutuhan industri garam iodisasi dilarang apabila harga rata-rata garam bentuk curah di atas truk di titik-titik pengumpul di bawah ketentuan harga patokan dimaksud, yaitu KP1 kurang dari Rp 200.000 per ton, KP2 kurang dari Rp 150.000 per ton dan KP3 kurang dari Rp 80.000 per ton. Selain itu, pembelian garam petani oleh industri garam iodisasi juga harus memenuhi ketentuan harga minimal yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari industri yang bersangkutan dan ditandasahkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perindustrian dan asosiasi petani garam. Dalam surat pernyataan itu harus dicantumkan jumlah garam yang dibeli serta harga pembelian di tingkat petani minimal Rp 200.000 per ton untuk KP1, Rp 150.000 per ton untuk KP2 dan Rp 80.000 per ton untuk KP3. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan itu juga disebutkan IP Garam Non Iodisasi adalah industri pengguna garam diluar industri garam
iodisasi pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) atau Angka Pengenal Importir Terbatas (API-T) yang disetujui untuk mengimpor garam tertentu sebagai bahan baku/bahan penolong yang diperlukan untuk proses produksinya. IP Garam Iodisasi adalah industri garam iodisasi pemiliki API-P atau API-T yang disetujui untuk mengimpor garam tertentu sebagai bahan baku yang diperlukan untuk proses produksinya. IT Garam adalah perusahaan pemilik API-U yang disetujui untuk mengimpor garam tertentu untuk memenuhi kebutuhan industri yang tidak melakukan importasi sendiri dan atau mengimpor garam tertentu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Penunjukkan IT Garam dilakukan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan. Garam tambang dan garam lainnya dapat diimpor oleh Importir Produsen (IP) Garam Non Iodisasi dan Importir Terdaftar (IT) Garam khusus untuk industri yang tidak melakukan importasi sendiri. Sedangkan, garam meja hanya dapat diimpor oleh IT Garam. IP Garam Iodisasi dapat mengimpor garam tambang dan garam lainnya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Namun IP Garam Iodisasi dilarang mengimpor garam tambang dan garam lainnya pada masa satu bulan sebelum panen raya garam rakyat, selama panen raya garam rakayat dan dua bulan setekah panen raya garam rakyat. Penentuan masa panen raya garam rak yat ditentuk an oleh M enteri Perindustrian dengan mempertimbangkan hasil kesepakatan rapat antar instansi teknis/lembaga dan asosiasi terkait di bidang garam.
Penetapan masa pelarangan impor garam dapat diperpanjang atau diperpendeksesuaipencapaianproduksi pada masa panen raya agar persediaan garam tetap dapat memenuhi kebutuhan nasional. Perpanjangan atau perpendekan masa pelarangan impor ditentukan oleh Menteri Perdagangan dengan mempertimbangkan pendapatan Menteri Perindustrian atau pejabat yang ditunjuk. Penentuan jumlah garam yang dapat diimpor untuk memenuhi kebutuhhan industrigaram iodisasi dihitung berdasarkan haslkesepakatan antar instansi teknis/lembaga dan asosiasi terkait di bidang garam. Importasi garam untuk memenuhi kebutuhan industri aneka yang secara teknis tidak dapat menggunakan garam petani dikecualikan dari perhitungan tersebut. Jumlah importasi garam yang dialokasikan kepada IP Garam Iodisasi ditetapkan secara proporsional berdasarkan besarnya pembelian garam petani. Perusahaan yang dapat diakui sebagai IP Garam Iodisasi adalah perusahaan yang memperoleh garamnya paling sedikit 50% bersumber dari petani garam, atau perusahaan yang bekerjsama dengan petani garam setempat. Pengakuan sebagai IP Garam Non Iodisasi dan IP Garam Iodisasi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan. Pengakuan sebagai IP Garam Non Iodisasi dan IP Garam Iodisasi menyangkut antara lain tentang masa berlaku pengakuan sebagai IP Garam, jumlah garam, jenis garam dan pelabuhan tujuan.
Media Industri 21
Ekonomi & Bisnis
Pertamina Beri Diskon Harga BBM kepada 30 Perusahaan
Dalam rangka meningkatkan daya saing bisnis Bahan Bakar Minyak (BBM) di pasar domestik sehubungan dengan mulai dibukanya bisnis BBM terhadap para pelaku swasta lokal maupun asing, PT Pertamina telah memberikan potongan (diskon) harga BBM bagi industri untuk periode Desember 2005 kepada sedikitnya 30 perusahaan besar. Pengurangan harga yang diberikan kepada para pelanggan lama PT Pertamina itu berkisar antara Rp 300 per liter sampai Rp 500 per liter. Pemberian potongan harga BBM dari PT Pertamina itu dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama antara industri dengan Pertamina yang dilakukan kalangan manajemen industri dengan manajemen PT Pertamina belum lama ini. Kepala Divisi Pemasaran BBM Pertamina Achmad Faisal mengatakan perusahaan yang mendapatkan potongan harga hanya merupakan 22 Media Industri
perusahaan berskala besar yang membutuhkan BBM di atas 100 kiloliter per bulan. “Penandatanganan kerjasama dengan industri tersebut melibatkan volume transaksi BBM yang bervariasi. Namun yang pasti kerjasama ini baru dapat dilakukan apabila industri meengkonsumsi BBM sedikitnya 100 kiloliter per bulan. Ada lebih dari 30 perusahaan yang sudah berkomitmen untuk melakukan kerjasama ini antara lain PT Semen Cibinong,” kata Achmad belum lama ini. S e j a k J u l i 2 0 0 5 Pe r t a m i n a menyesuaikan harga jual BBM ke industri dengan harga BBM di pasar internasional. Servis baru Pertamina kepada industri bertepatan dengan pengumuman harga jual BBM industri untuk November. Pertamina memberikan diskon sebesar 1-4% kepada industri dengan pemakaian BBM di atas 100 kiloliter per bulan.
“Diskon bervariasi dalam kisaran itu tergantung pada volume BBM bulanan,” kata Achmad. Selain memberikan diskon harga, kata Achmad, dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pelanggan industri PT Pertamina juga akan memberikan pelayanan pengiriman BBM bagi industri. “Ke depan, kalangan industri tidak perlu mengambil sendiri BBM yang sudah dipesan, namun Pertamina akan mengantarkannya sampai ke tempat tujuan.” Jika selama ini pihak industri mengambil sendiri BBM yang mereka beli ke depo Pertamina (sistem loco). Dalam waktu dekat Pertamina akan menyediakan jasa antar BBM sampai ke lokasi industri dengan menggunakan armada Pertamina (sistem franco). Dengan cara tersebut, industri tinggal terima bersih karena BBM mereka diantarkan sampai ke lokasi. Kualitas dan kuantitas pasokan BBM pun lebih terjamin. Pertamina,kata Achmad,juga sedang mengkaji kemungkinan memberikan fasilitas kredit kepada industri khususnya dalam melakukan pembayaran atas transaksi pembelian BBM dari Pertamina yang dilakukan kalangan industri. “Kalangan industri memang telah mengajukan permintaan agar dalam melakukan transaksi BBM dengan Pertamina mereka mendapatkan fasilitas kredit. Namun untuk fasilitas yang satu ini kami belum diputuskan dan kini masalah tersebut masih dinegosiasikan,” tegas Achmad. Beberapa waktu lalu Pertamina juga memberlakukan harga baru untuk BBM dengan kadar oktan tinggi seperti Pertamax, Pertamas Plus dan Petamina Dex. Rata-rata harga BBM tidak bersubsidi itu turun sebesar 3%, sehingga harga Pertamax turun dari
Ekonomi & Bisnis Rp 5.700 per liter menjadi Rp Rp 5.400 per liter, Pertamax Plus menjadi 5.600 per liter (dari Rp 5.900 per liter) dan Pertamina Dex menjadi Rp 5.900 per liter (dari Rp 6.300 per liter). Achmad menjelaskan penurunan harga ketiga jenis BBM beroktan tinggi itu sebenarnya bisa lebih besar dari 3% jika pemerintah menghilangkan komponen pajak. “S ebenarnya penurunan harga BBM beroktan tinggi ini bisa lebih dari 3% asalkan pemerintah mau menghapuskan tax (pajak), tapi apa pemerintah mau?” tutur Achmad.
Babak Baru Kompetisi BBM Indonesia kini memasuki babak baru dalam kegiatan usaha sektor hilir minyak dan gas (migas). Sebab terhitung mulai bulan November 2005, tepatnya mulai tanggal 23 November 2005, setiap badan usaha, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri dapat memasok BBM ke pasar domestik yang selama ini dikuasai atau dimonopoli oleh PT Pertamina, sebuah badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha migas. Babak baru tersebut dimungkinkan terjadi karena hal itu merupakan bagian dari amanat yang harus diemban pemerintah dan masyarakat Indonesia sebagai pelaksanaan dari Undangundang Migas.
angin segar, karena dengan demikian terbuka peluang berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha di Indonesia. Bagi konsumen, penerapan sistem yang lebih mengarah ke mekanisme pasar ini akan memberikan pelayanan yang lebih baik karena sistem tersebut akan menciptakan persaingan yang lebih sehat diantara kalangan pelaku usaha migas. Sedangkan bagi PT Pertamina sendiri penerapan sistem baru tersebut akan memaksa PT Pertamina untuk meningkatkan efisiensi dan daya saingnya mengingat PT Pertamina tidak lagi memperoleh perlakuan istimewa dalam kegiatan usaha di sektor migas. Dalam rangka mengantisipasi penerapan UU Migas tersebut, terhitung mulai 1 November 2005 PT Pertamina memperbarui sistem pemasaran bahan bakar minyak (BBM) untuk industri. Perusahaan negara itu memberikan potongan harga bagi industri yang memakai BBM dalam jumlah besar. Strategi itu dilakukan agar kalangan industri tetap menjadi pelanggan pertamina. Langkah perubahan itu, kata Achmad, diambil untuk mengantisipasi persaingan dengan pihak swasta. Sesuai dengan amanat Undang-undang Migas, kegiatan usaha di hilir migas terbuka
lebar bagi badan usaha di luar Pertamina. Terhitung 23 November 2005, badan usaha yang berasal dari dalam maupun luar negeri dapat menyuplai BBM, baik untuk kebutuhan masyarakat (BBM bersubsidi) maupun industri (BBM nonsubsidi). “Era kompetisi sudah dilakukan denganmasuknyabeberapaperusahaan swasta dalam pendistribusian BBM untuk industri. Pertamina harus berani melakukan terobosan dengan pesaing. Pertamina harus memperbaiki layanan agar pelanggan tak berpaling,” kata Achmad. Beberapa catatan tentang BBM industri: 1. Harga baru BBM industri per 1 November 2005: - Premium Rp 5.890/liter - Minyak tanah Rp 6.480/liter - Minyak solar Rp 6.170/liter - Minyak diesel Rp 5.940/liter - Minyak bakar Rp 3.870/liter. 2. Diskon harga yang diberikan kepada industri: - Pemakaian lebih dari 100 kiloliter/ bulan memperoleh diskon 1% - Pemakaian lebih dari 3.000 kiloliter/
Tentu saja penerapan sistem yang lebih mengarah ke mekanisme pasar dalam kegiatan usaha sektor migas tersebut akan membawa berbagai konsekuensi, baik bagi kalangan dunia usaha pelaku usaha sektor migas, masyarakat konsumen maupun bagi PT Pertamina sendiri yang selama ini memonopoli kegiatan usaha di sektor migas. Bagi dunia usaha yang bergerak dalam sektor migas sudah tentu penerapan sistem baru dalam kegiatan usaha sektor migas ini merupakan
Media Industri 23
Ekonomi & Bisnis
Menperin Terbuka untuk Berdialog dengan Pengusaha Kapan Saja Siap Menampung Keluhan dan Masukan Dunia Usaha
kepentingan para demonstran atau pengunjuk rasa yang diperjuangkan tapi malah kepentingan pihak-pihak tertentu yang mengemuka. Jadi, berkomunikasi itu kalau bisa jangan dengan cara demo atau unjukrasa, tapi sebaiknya dengan cara dialog atau diskusi agar semua permasalahan bisa disampaikan dengan nyaman,” tutur Andung. Selama kunjungannya ke JIEP Andung menyempatkan diri meninjau sejumlah perusahaan industri di kawasan industri tersebut, antara lain PT Martina Berto (perusahaan yang bergerak di industri kosmetika dan alat-alat kecantikan), PT Federal Superior Chain Manufacturing (perusahaan produsen rantai untuk kendaraan bermotor), dan sejumlah Industri Kecil Menengah (IKM) yang berada di kawasan JIEP.
Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja mempunyai kiat tersendiri dalam melakukan dialog dan diskusi dalam rangka mencari masukan, keluhan atau unek-unek dari kalangan dunia usaha yang bergelut di sektor industri. Andung mengaku menyediakan waktu dan kesempatan seluasluasnya kepada kalangan pelaku industri apabila mereka ingin melakukan dialog, diskusi atau ingin menyampaikan kritik, saran dan unek-unek kepada Menperin. “Saya bersedia dan sangat terbuka untuk berdialog atau berdiskusi dengan kalangan pelaku usaha kapan saja dan dimana saja. Bisa lewat Hand Phone (HP), sebab HP saya stand by 24 jam. Bisa juga datang ke kantor saya atau dalam berbagai kesempatan lain seperti sambil berolah raga. Kebetulan saya suka olah raga, baik sepak bola, golf, tennis volley ball dan lain-lain,” kata Andung ketika mengadakan dialog dengan kalangan pelaku industri yang unit usahanya berlokasi di kawasan industri Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) belum lama ini. Tampaknya Menperin yang satu ini 24 Media Industri
sangat menyadari pentingnya berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan di sektor industri sebagai wahana mencari masukan dari kalangan pelaku industri di dalam negeri dalam rangka menyusun kebijakan yang tepat guna mendorong perkembangan industri nasional. Menurut Andung, melakukan dialog atau diskusi dalam rangka berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu masalah kepada pemerintah, khususnya jajaran Departemen Perindustrian, sebaiknya tidak dilakukan melalui demonstrasi atau unjuk rasa. Sebab medium berkomunikasi dengan cara demonstrasi atau unjuk rasa biasanya tidak terlalu efektif dan akan menimbulkan dampak negatif berupa macetnya arus lalulintas. “Apalagi kalau dalam melakukan demonstrasi atau unjuk rasa itu ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kesempatan dengan menunggangi para demonstran untuk memperjuangkan kepentingan diri atau kelompoknya. Kalau hal itu terjadi, maka bukannya
Usai melakukan dialog dengan kalangan pengusaha dan meninjau sejumlah pabrik di lingkungan JIEP, Andung juga menyempatkan diri melakukan tatap muka dengan kalangan karyawan perusahaan yang berlokasi di JIEP. Kegiatan tersebut dilakukan Andung usai menunaikan shalat Jum’at di mesjid lingkungan JIEP dan dalam kesempatan tersebut Andung meluangkan waktunya untuk menyampaikan pesan-pesan kepada para karyawan. Kepada para karyawan di lingkungan JIEP Andung berpesan untuk tetap optimistis dan tetap bersemangat dalam bekerja dan berkarya bagi perusahaan, walaupun situasi dan kondisi lingkungan ekonomi yang dihadapi para karyawan dan juga perusahaan saat ini cukup berat berkaitan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Andung juga berpesan agar para karyawan senantiasa selalu meningkatkan kinerja dan produktivitas kerjanya agar mampu memberikan daya saing yang lebih baik bagi produk industri nasional.
Ekonomi & Bisnis
Beban Usaha Terus Meningkat, Laba PT PKT Makin Merosot berkurangnya pasokan gas alam dari perusahaan Kontraktor Production Sharing (KPS) dan Pertamina selaku pemasok gas yang selama ini melayani kebutuhan gas alam industri pupuk. Masa-masa suram yang menyelimuti industri pupuk di dalam negeri tampaknya masih tetap menghantui kalangan manajemen industri yang oleh pemerintah dianggap strategis tersebut. Setelah dilikuidasinya PT ASEAN Aceh Fertilizer (AAF) yang berlokasi di Lhok Seumawe (Aceh),ancaman penghentian kegiatan operasi pabrik pupuk juga melanda pabrik pupuk PIM I milik PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) dan kini disusul dengan terancamnya pasokan gas ke pabrik pupuk Kujang IA milik PT Pupuk Kujang di Cikampek, Jawa Barat.
Padahal selama ini saja PT PKT yang merupakan produsen pupuk terbesar di Indonesia (dan terbesar di dunia untuk pabrik yang berada dalam satu kompleks) telah mendapatkan wilayah
penugasan pendistribusian pupuk yang cukup luas dan berat, yaitu mencakup seluruh wilayah Indonesia Bagian Timur mulai dari wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, Kepulauan Nusatenggara, Maluku dan Papua, serta ditambah sebagian Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Terganggunya produksi pupuk PT PIM beberapa waktu lalu juga telah mendorong pemerintah untuk menugaskan PT PKT mengambil alih pasokan pupuk ke wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara yang selama ini menjadi wilayah tanggung jawab PT PIM. Terus meningk atnya b eban usaha yang harus ditanggung oleh manajemen PT PKT menyusul melonjaknya harga Bahan Bakar Minyak
Popok permasalahan yang dihadapi ketiga industri pupuk itu adalah sama, yaitu berkurangnya pasokan gas alam dari perusahaan Kontraktor Production Sharing (KPS) dan Pertamina selaku pemasok gas yang selama ini melayani kebutuhan gas alam industri pupuk. Namun ternyata permasalahan ancaman kerugian pun dialami perusahaan industri pupuk yang pasokan gasnya selama ini relatif aman seperti PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (PKT). Menurunnya pasokan pupuk akibat terhentinya kegiatan operasi pabrik di sejumlah industri pupuk lain, seperti di PIM dan Kujang, ternyata telah mengakibatkan wilayah penugasan pendistribusian pupuk bersubsidi bagi para petani tanaman pangan kepada PT PKT menjadi lebih besar. Media Industri 25
Ekonomi & Bisnis (BBM) telah mengakibatkan kinerja keuangan perusahaan BUMN pupuk itu terus mengalami penurunan, khususnya dalam kemampuan mencetak laba (keuntungan). Hala itu terjadi karena beban biaya produksi dan distribusi (transportasi) pupuk terus membengkak sementara usaha-usaha komersial yang dapat dilakukan perusahaan seperti ekspor pupuk dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah. Direktur Utama PT PKT Omay K. Wiraatmadja mengatakan kinerja perusahaan pada tahun 2005 ini tidak akan sebaik tahun-tahun sebelumnya, k hususnya dalam k emampuan menghasilkan laba bagi perusahaan. Hal ini terjadi karena terus meningkatnya biaya produksi akibat terus naiknya berbagai komponen biaya produksi dan makin besarnya kerugian yang dialami dalam kegiatan distribusi (transportasi) pupuk, khususnya pupuk besubsidi untuk tanaman pangan yang selama ini memang selalu merugi. “Selama ini produksi pupuk bersubsidi untuk tanaman pangan memang selalu merugi. Kerugian ini disebabkan oleh biaya produksi dan transportasinya yang setiap tahun terus bertambah. Lebih-lebih pada tahun 2005 ini dimana terjadi lonjakan harga BBM yang telah mengakibatkan biaya produksi dan transportasi pupuk menjadi melonjak tajam,” kata Omay. Omay memperkirakan pada tahun 2005 ini saja, kerugian untuk setiap ton produksi pupuk bersubsidi untuk keperluan tanaman pangan berkisar antara Rp 300.000 s/d Rp 330.000. Sementara itu, dari seluruh produksi pupuk PT PKT yang mencapai 2,6 juta ton, sebanyak 1,6 juta ton diantaranya merupakan produksi pupuk urea bersubsidi yang disalurkan untuk memenuhi kebutuhan para petani tanaman pangan di dalam negeri.
26 Media Industri
negeri yang tahun depan diperkirakan pas-pasan, maka kemungkinan besar tidak akan ada pupuk yang dapat diekspor. Berkaitan dengan adanya perkiraan bahwa Jawa Barat akan mengalami kekurangan pasokan pupuk akibat berkurangnya pasokan gas alam ke pabrik pupuk PT Pupuk Kujang (pabrik Kujang IA), Omay mengatakan PKT bersama PT Pusri siap menutupi kekurangan pasokan pupuk di wilayah Jawa Barat.
Dengan demikian, dengan menggunakan parameter-parameter tersebut maka secara hitung-hitungan di atas kertas sudah dapat ditentukan seberapa besar kerugian yang akan ditanggung PT PKT selama tahun 2005. Hal itu dapat dengan mudah dilakukan dengan mengalikan Rp 300.000-Rp 330.000 per ton dengan produksi pupuk urea bersubsidi sebanyak 1,6 juta ton. Dengan perhitungan sederhana maka kerugian yang bakal dialami PT PKT itu selama tahun 2005 berkisar antara Rp 480 miliar sampai Rp 528 miliar. Sebuah angka kerugian yang cukup fantastis. Jika pada tahun depan (2006) seluruh produksi pupuk PT PKT ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pupuk di dalam negeri dan tidak ada pupuk yang diperbolehkan pemerintah untuk diekspor, maka sudah dapat dipastikan kerugian yang dialami perusahaan pupuk seperti PT PKT akan menjadi semakin besar lagi. Namun demikian, Omay mengakui manajemen PT PKT menyadari sepenuhnya bahwa sudah menjadi tugas produsen pupuk untuk tetap memprioritaskan pemenuhan kebutuhanpupukdidalamnegeri.Karena itu, dengan produksi pupuk di dalam
“Walaupun diperkirakan pasokan gas untuk pabrik PT Pupuk Sriwjijaya (Pusri) juga tidak dapat memenuhi harapan, namun pada tahun 2006 diperkirakan penyediaan pasokan pupuk tidak akan kekurangan. Kendati demikian, tetap hal itu dinilai terlalu riskan,karena jumlahnya pas-pasan. “Selama periode April sampai Desember 2005, jumlah pupuk yang harus dipasok dengan sistem swap dengan PT Pusri adalah 251.000 ton. Untuk itu, kalau nanti PT Kujang tidak dapat beroperasi pada Januari 2006, maka PKT dan PT Pusri akan mengisi kekosongan pupuk di wilayah Jabar dan Jateng, yang jumlahnya mencapai sekitar 500.000 ton,” kata Omay. Mengingat jarak dari lokasi pabrik pupuk PT Pusri lebih dekat ke Jabar,maka diperkirakan kekurangan pasokan di wilayah Jabar itu akan diisi oleh PT Pusri. Hal ini guna menekan biaya distribusi, mengingat jarak pengapalan pupuk dari pabrik Pusri di Palembang relatif lebih dekat dibanding dengan mengambil pupuk dari Bontang, Kaltim. Selain itu, Pusri sudah dianggap berpengalaman mengisi kekosongan pupuk di Jabar, bahkan sejak sebelum pabrik pupuk PT Kujang berdiri.
Ekonomi & Bisnis
PT KS Cium Praktek Dumping Baja Impor dari China PT Krakatau Steel (KS) mencium adanya praktek dumping dalam kegiatan importasi produk baja murah dari China sehingga mengakibatkan penjualan produk baja dalam negeri merosot drastis. Namun demikian PT KS menilai masuknya baja impor asal China yang diduga dijual dengan harga dumping itu tidak hanya mengakibatkan merosotnya penjualan produk baja dalam negeri, tetapi juga telah mengakibatkan meruginya industri sejenis di dalam negeri dan menimbulkan distorsi pasar. Direktur Pemasaran PT KS, Kemal Masduki mengatakan dugaan praktik dumping yang dilakukan oleh para eksportir baja dari China itu didasarkan pada kenyataan bahwa harga baja yang diekspor China ke Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar internasional. Misalnya, untuk baja canai panas (hot rolled coil/HRC), produk baja asal China dijual dengan harga hanya US$ 400 per ton, padahal harga di pasar internasional mencapai US$ 430-450 per ton.
Kebijakan pemerintah China yang berupaya menekan pertumbuhan ekonomi yang over heat, telah memicu industri bajanya untuk membuang produk baja yang dihasilkannya ke pasar luar negeri dengan harga murah, termasuk ke Indonesia,” status menjadi net eksportir. “Akibatnya, industri baja China membuang jutaan ton baja yang diproduksinya ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia.” Menurut Kemal,harga jual baja China bahkan jauh lebih rendah dibandingkan harga pokok produksi yang seharusnya di atas US$ 400 per ton. Kondisi ini telah menyebabkan kerugian bagi kalangan industri baja domestik menyusul makin merosotnya penjualan yang telah dirasakan sejak Juli 2005 hingga saat
ini. Kerugian paling besar terutama dialami oleh kalangan produsen baja di sektor hulu yang memproduksi baja canai panas dan baja canai dingin (cold roll coil/CRC). Sebab produk baja China yang masuk ke pasar Indonesia sebagian besar berupa HRC dan CRC. Hal ini pulalah yang telah menyebabkan PT Krakatau Steel menjadi pihak yang paling dirugikan akibat beredarnya
“Kebijakan pemerintah China yang berupaya menekan pertumbuhan ekonomi yang over heat, telah memicu industri bajanya untuk membuang produk baja yang dihasilkannya ke pasar luar negeri dengan harga murah, termasuk ke Indonesia,” ujar Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel, Kemal Masduki. Apabila beberapa tahun lalu China merupakan net importir baja, maka sekarang negara tersebut telah berubah
Media Industri 27
Ekonomi & Bisnis
produk baja dumping dari China itu. Tentu saja dampak dari masuknya baja dumping tersebut semakin hari semakin mengganggu kinerja industri baja lokal. Sebab, beredarnya produk baja dumping ini telah membawa dampak terhadap harga baja di pasar dalam negeri yaitu dengan semakin tertekannya harga baja. Hal ini pula yang menjadi perhatian PT Krakatau Steel mengingat peredaran produk baja dumping tersebut secara langsung telah menggerogoti pangsa pasar yang selama ini dikuasai industri baja lokal. Untuk mengatasi praktek dumping yang dilakukan para eksportir baja dari China ini, PT Krakatau Steel selaku produsen baja terbesar di Indonesia menyatakan akan segera mengajukan petisi dumping ke Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Langkah tersebut ternyata juga mendapat sambutan dan dukungan cukup luas dari para pelaku industri baja di sektor hilir di tanah air, seperti gabungan pabrik baja dan gabungan pabrik pipa baja. Walaupun kebanyakan produk baja China yang masuk ke Indonesia berupa 28 Media Industri
produk industri baja hulu-antara seperti HRC dan CRC, namun praktek dumping yang dilakukan eksportir baja China terhadap produk baja tersebut juga menjadi perhatian kalangan industri baja di sektor hilir. Pasalnya, kalangan industri baja hilir ini pun merasa khawatir apabila praktek dumping ini dibiarkan, maka kelangsungan hidup PT Krakatau Steel pun akan terancam. Jika hal itu sampai terjadi, maka dalam jangka panjang pasokan bahan baku baja dari dalam negeri sendiri ke industri mereka akan turut terganggu. Dengan demikian, secara tidak langsung, kalangan industri baja hilir di dalam negeri pun turut merasakan bahwa kelangsungan hidup mereka juga turut terancam oleh praktek dumping produk baja China itu. Kemal sendiri memperkirakan bahwa pangsa pasar PT Krakatau Steel di pasar domestik telah mengalami penurunan sekitar 20%-30% sebagai dampak dari serbuan produk baja dumping asal China itu. Perusahaan baja domestik akan semakin tertekan jika laju impor tidak segera dibendung
melalui penetapan tarif bea masuk anti dumping sementara. Pada saat badai Katrina melanda Amerika Serikat, harga baja dunia sempat sedikit terdongkrak, namun hal itu tidak berlangsung lama, karena setelah itu China justru berubah haluan dengan mulai mengekspor jutaan ton baja hasil produksinya ke luar negeri. Kemal sendiri mengaku potensi pasar baja di dalam negeri sebenarnya masih sangat besar mengingat konsumsi baja per kapita di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Konsumsi baja per kapita di Indonesia saat ini tercatat hanya sekitar 25 kg per kapita, jauh lebih rendah dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 250 kg per kapita, Thailand 170 kg per kapita, Australia 400 kg per kapita, China 200 kg per kapita dan Korea Selatan 950 kg per kapita. Namun potensi pasar yang masih cukup besar tersebut seharusnya menjadi lahan yang subur bagi berkembangnya industri baja di dalam negeri, bukannya justru menjadi lahan yang subur bagi industri
Ekonomi & Bisnis
BlueScope Australia Pasok 120.000 Ton Slab ke PT Krakatau Steel PT Krakatau Steel menyepakati untuk mengimpor slab (baja lempengen untuk pembuatan baja gulungan canai panas maupun canai dingin) dari BlueScope Steel Australia sebanyak 120.000 ton. Importasi slab dari Australia tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku PT Krakatau Steel dan baja hasil produksinya akan dibeli kembali oleh PT BlueScope Steel Indonesia sebagai bahan baku produksi baja hilir seperti baja profil, baja berlapis dan baja berwarna. Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Kemal Masduki mengatakan PT Krakatau Steel setiap tahunnya membutuhkan sekitar 600.000 ton slab untuk memenuhi kebutuhan pabrik baja canai panas (Hot Rolled Coil/HRC) dan baja canai dingin (Cold Rolled Coil/CRC). “Kepastian suplai bahan baku sebesar 120.000 ton dari BluScope Steel Australia ini sangat membantu PT Krakatau Steel, sebab selama ini kami selalu mengalami kesenjangan yang sangat besar antara kebutuhan dengan pasokan bahan material slab ini,” kata Kemal. Menurut Kemal, importasi slab dari BlueScope Steel ini akan dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama PT Krakatau Steel akan mengimpor sebesar 30.000 ton dan sisanya akan dikirim secara bertahap dalam beberapa kali pengiriman. Kemal mengatakan melalui kerja sama itu tidak tertutup kemungkinan PT Krakatau Steel mengimpor slab
dari BlueScope Steel Australia dalam volume yang lebih besar dari yang telah disepakati. Sebab BlueScope Steel Australia sendiri selama ini dikenal sebagai produsen slab berskala besar dan mampu memasok lebih dari 120.000 ton slab ke Indonesia. Kemal mengatakan selain menandatangani kerjasama pengadaan bahan baku slab impordari Australia, dalam kerjasama itu juga disepakati kerjasama pasokan CRC hasil produksi PT Krakatau Steel ke pabrik baja yang lebih hilir milik BlueScope Steel di dua negara tetangga, yaitu di Malaysia dan Vietnam. Kerjasama pasokan CRC kepada pabrk baja BlueScope Steel Malaysia dan Vietnam ini tidak terlepas dari upaya BlueScope Steel untuk mengantisipasi adanya peningkatan kebutuhan produk CRC di pabrik bajanya yang diproyeksikan mengalami peningkatan pada tahun 2007 hingga mencapai 400.000 ton.
Langkah kerjasama itu juga ditempuh manajemen BlueScope Steel sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi produksi. Sebab, jika bahan baku berupa baja canai dingin (CRC) itu harus diimpor langsung dari Australia akan membutuhkan waktu lama dan harganya lebih mahal sehingga tidak kompetitif. Sementara itu, Presiden Direktur PT BlueScope Steel Indonesia dan Malaysia Rob Crawford dalam siaran persnya mengatakan bahwa skema kerjasama ini menguntungkan kedua belah pihak karena masing-masing perusahaan memperoleh jaminan pasokan bahan baku produksi. “Bagi PT Krakatau Steel, kerja sama ini akan membantu BUMN itu dalam meningkatkan utilisasi produksinya, sedangkan bagi BlueScope Steel Indonesia akan terjadi efisiensi produksi mengingat biaya pengadaan bahan baku berupa CRC yang dipasok dari PT Krakatau Steel akan jauh lebih murah ketimbang mengimpornya langsung dari Australia. “Fasilitas produksi BlueScope Steel di Cilegon membutuhkan volume yang besar berupa stok baja gulungan canai dingin. Dibandingkan mengimpor material tersebut dari Australia, akan lebih murah jika kami membelinya dari dalam negeri,” tutur Rob. Slab yang dipasok BlueScope Australia akan diolah oleh PT Krakatau Steel menjadi gulungan canai panas (HRC) dan gulungan canai dingin (CRC). Material tersebut akan dibeli kembali oleh BlueScope Steel Indonesia sebagai persediaan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku CRC di fasilitas pabrik baja hilirnya khususnya untuk pelapisan dan pewarnaan di pabrik Cilegon dan pabrik lainnya di Malaysia dan Vietnam.
Media Industri 29
Ekonomi & Bisnis
PT ADM Tambah Investasi US$ 80 Juta kapasitas produksi mobil perusahaanitudari78.000unit per tahun selama ini menjadi 114.000 unit per tahun pada akhir tahun ini dan menjadi 150.000 unit per tahun pada Maret 2007.
PT Astra Daihatsu Motors (ADM) memperluas pabrik perakitan mobilnya di Indonesia dengan menambah investasi senilai US$ 80 juta selama tahun 2005 yang dilakukan pada bulan April dan Desember 2005. Perluasan pabrik tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas produksi mobil perusahaan itu dari 78.000 unit per tahun selama ini menjadi 114.000 unit per tahun pada akhir tahun ini dan menjadi 150.000 unit per tahun pada Maret 2007. Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja mengatakan perluasan investasi tahap pertama dilakukan PT ADM pada bulan April 2005 lalu senilai US$ 10 juta sehingga pada bulan November 2005 ini kapasitas produksi mobilnya dari 78.000 unit per tahun sebelumnya menjadi 114.000 unit per tahun pada akhir November 2005 dan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 700 orang. Perluasan investasi tahap kedua, tambah Andung, dilakukan PT ADM pada bulan Desember 2005 senilai US$ 70 juta. Dengan perluasan investasi 30 Media Industri
tahap kedua tersebut kapasitas produksi perakitan mobil PT ADM akan meningkat dari 114.000 unit per tahun pada akhir November 2005 menjadi 150.000 unit per tahun pada Maret 2007 dan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.500 orang. Penambahan investasi PT ADM tersebut juga akan mendorong 115 unit perusahaan vendor PT ADM melakukan perluasan investasi di industri komponennya agar dapat mengikuti perkembangan kebutuhan komponen dari PT ADM yang mengalami peningkatan kapasitas produksi.
Menurut Andung, peningkatan kapasitas produksi tersebut dilakukan PT ADM dalam rangka merespon peningkatan permintaan di pasar domestik dan perluasan pasar ekspor. Peningkatan kapasitas produksi tersebut juga sekaligus membuktikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. PT ADM saat ini telah mampu mengekspor sebanyak 3.200 unit mobil per bulan ke Malaysia dalam bentuk
Ekonomi & Bisnis
CKD (Completely Knocked-down). Setelah perluasan investasi diharapkan kemampuan ekspornya meningkat menjadi 4.000-4.500 unit per bulan. Sementara itu, PT ADM juga merencanakan untuk melakukan ekspor mobil dalam bentuk utuh (Completely Built-up) ke Afrika Selatan, Mexico dan Philipina dengan volume mencapai 600800 unit. Khusus untuk produk Avanza dan Xenia yang telah diproduksi mulai tahun 2004, kandungan lokal kedua tipe mobil tersebut kini telah mencapai sekitar 70%. Dalam kaitan perluasan investasi PT ADM tersebut dan dalam rangka mendorong perkembangan industri otomotif di dalam negeri, Menperin meminta pihak PT ADM untuk mengajak sub kontraktornya di Jepang juga melakukan investasi di Indonesia dengan memproduksi komponen-komponen yang selama ini belum dibuat di dalam
negeri agar dapat memperkuat struktur industri di Indonesia. Selainitu,dalamkesempatantersebut Menperin juga meminta PT ADM untuk mendukung berkembangnya industri komponen di dalam negeri termasuk industri komponen yang dikelola olh perusahaan Industri Kecil Menengah (IKM).
mengembangkan kendaraan hemat energi dan efisien dengan kapasitas engine kecil serta kendaraan berbahan bakar alternatif seperti biodiesel dan gasohol.
“Kami juga meminta PT ADM untuk terus mengembangkan produk yang dibuat di Indonesia guna memenuhi kebutuhan pasar global maupun pasar domestik disamping meningkatkan kegiatan desain dan engineeringnya di Indonesia dengan melibatkan lebih banyak lagi tenaga kerja Indonesia,” tutur Andung. Dalam rangka mengatasi permasalahan makin mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM),kata Andung, pemerintah juga meminta PT ADM untuk
Media Industri 31
Ekonomi & Bisnis
Tingkat Hunian Kawasan Industri JIEP Tetap Tinggi Capai 95% Isu mengenai bergugurannya industri di dalam negeri akibat situasi perekonomian yang kurang kondusif di dalam negeri terbantahkan sudah. Bahkan isu mengenai terjadinya deindustrialisasi yang sempat mengemuka di tanah air beberapa waktu lalu sama sekali tidak terlihat di kawasan industri yang dikelola oleh PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) dan berlokasi di Kawasan Industri Pulogadung (KIP). Setidaknya itulah kondisi yang terjadi di kawasan industri yang dikelola PT (Persero) JIEP dan telah berdiri sejak tanggal 26 Juni 1973. Betapa tidak, di kawasan industri yang dikelola perusahaan milik pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta itu, kini terdapat 260 investor dan 140 tenant yang menjadi penghuni kawasan tersebut. Dari 260 investor dan 140 tenant itu, sekitar 30%-nya merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dan selebihnya (70%) merupakan perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Menurut Direktur Utama PT (Persero) JIEP,Yadi Manfaat Aroeman, tingkat hunian atau occupancy rate bangunan sewa yang dikelola PT (Persero) JIEP men-
32 Media Industri
capai rata-rata 95% setiap tahunnya. Dengan kondisi tersebut PT (Persero) JIEP dapat tetap membuat Kawasan Industri Pulogadung sebagai lokasi primadona untuk menanamkan investasi di DKI Jakarta, khususnya Jakarta Timur. PT (Persero) JIEP, kata Yadi, pada awalnya merupakan sebuah proyek dengan nama Proyek Industrial Estate Pulogadung milik provinsi DKI Jakarta yang berlokasi di Kawasan Industri Pulogadung. PT (Persero) JIEP dan Kawasan Industri Pulogadung terus berkembang dalam upayanya menunjang perkembangan kebutuhan masyarakat industri, baik dari segi
tanah, prasarana maupun fasilitas lainnya. Produk utama yang ditawarkan PT (Persero) JIEP saat ini antara lain tanah kapling industri untuk dijual, bangunan pabrik siap pakai, sarana usaha industri kecil dan pergudangan untuk disewakan. “Semakin meningkatnya demand ruang sewa dan gudang, bangkitnya Usaha Kecil Menengah (UKM) dan tumbuhnya usaha jasa logistik, telah menuntut PT (Persero) JIEP melakukan kegiatan restrukturisasi yang berkesinambungan. Antara lain dengan terus meningkatkan nilai guna tanah dengan inovasi menciptakan produk-produk baru yang dapat mengikuti keinginan pasar industri, seperti pembangunan Logistic Supply Chain dan Distribution Centre, menjaga sustainable income yang telah ada dan memperbaiki kinerja manajemen,” kata Yadi ketika menerima kunjungan Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja ke PT JIEP belum lama ini.
Ekonomi & Bisnis
Produksi Alat Berat Nasional Tahun 2005 Naik 73,5% komponen/sub komponen alat berat dengan persyaratan mutu internasional sehingga produksi selain dipasok ke pasar domestik, juga diekspor ke berbagai negara. “Nilai ekspor produk alat berat juga mengalami peningkatan. Sebagai contoh Komatsu Indonesia pada semester pertama 2005 membukukan nilai ekspor sebesar US$ 43 juta, naik dari US$ 24 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya,” kata Andung. Andung menambahkan prospek permintaan alat berat di dalam negeri terus memperlihatkan peningkatan sejalan dengan program pemerintah untuk mendorong pembangunan infrastruktur, khususnya pada sektor konstruksi dan industri pertambangan. Produksi alat berat nasional selama tahun 2005 diproyeksikan mengalami kenaikan sekitar 73,5% dari 2.830 unit pada tahun 2004 menjadi 4.910 unit pada tahun 2005. Kenaikan produksi alat berat tersebut menandai kenaikan volume produksi dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2003 yang mencapai 1.684 unit. Menteri Perindustrian (Menperin) Andung A. Nitimihardja mengatakan produksi alat berat dalam tiga tahun terakhir ini memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan, yaitu dari 1.684 unit pada tahun 2003 menjadi 2.830 unit pada tahun 2004 atau naik 68%. Pada tahun 2005 produksi alat berat nasional diproyeksikan mencapai 4.910 unit atau naik 73,5%. Menperin mengungkapkan hal itu dalam sambutannya yang dibacakan
Sekjen Deperin, Agus Tjahajana ketika meresmikan mulai beroperasinya pabrik pengecoran logam (foundry plant) yang baru milik PT Komatsu Indonesia Tbk di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Menurut Andung, dewasa ini di Indonesia terdapat 5 industri alat berat dengan jumlah investasi mencapai US$ 74,77 juta dan menyerap tenaga kerja sebanyak 3.600 orang. Alat berat yang diproduksi bervariasi mulai dari excavator, bulldozer, wheel loader, forklift, motor grader, dump truck dan ground support equipment dengan kapasitas nasional terpasang sebesar 3.538 unit per tahun. Selain itu, Indonesia juga memiliki 16 industri komponen alat berat dengan nilai investasi US$ 51 juta dan menyerap tenagakerja3.000orang.Industritersebut mampu memproduksi berbagai jenis
Berdasarkan hasil Infrastructure Summit 2005 dan pemantauan perkembangan kebutuhan alat berat lainnya, kata Andung, kebutuhan alat berat nasional pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 5.644 unit atau naik 48% dibandingkan tahun 2004. Sementara pada tahun 2006 kebutuhan diperkirakan meningkat 35% menjadi 7.619 unit sehubungan dengan mulai dilaksankannya proyekproyek konstruksi, infrastruktur jalan, pelabuhan, pertambangan dll. Sejalan dengan perkembangan industri alat berat dan industri komponennya di dalam negeri, Andung mengaku optimistis kandungan lokal produk alat berat akan meningkat dari 45% pada tahun 2004 menjadi 50% pada tahun 2005. Kemampuan pasokan industri alat berat dalam memenuhi kebutuhan pasar domestik pun Media Industri 33
Ekonomi & Bisnis diproyeksikan mengalami kenaikan secara bertahap menjadi 80% pada tahun 2009. Komatsu Tingkat Kapasitas PT Komtasu Indonesia Tbk. meningkatkan kapasitas produksi baja tuang dari 10.000 ton per tahun menjadi 20.000 ton per tahun sebagai bagian dari upaya perusahaan tersebut dalam mengantisipasi meningkatnya permintaan produk baja tuang baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor. Peningkatan kapasitas produksi baja tuangPTKomatsuIndonesiaTbktersebut dilakukan melalui pembangunan pabrik baja tuang atau foundry (pengecoran logam) baru yang merupakan pabrik foundry yang kedua milik PT Komatsu Indonesia Tbk dengan kapasitas 10.000 ton per tahun. Pembangunan pabrik foundry kedua tersebut memakan investasi senilai US$ 15,4 juta. Pabrik foundr y kedua PT Komatsu Indonesia Tbk tersebut diresmikan pengoperasiannya pada tanggal 25 November 2005 lalu oleh Sekjen Departemen Perindustrian Agus Tjahajana mewakili Menteri Perindustrian Andung A. Nitimihardja. Dirut PT Komatsu Indonesia Tbk., Budihardjo S. mengatakan pabrik baru tersebut didirikan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan global yang tinggi akan komponen baja tuang untuk alat berat berukuran besar yang umumnya dipergunakan di sektor pertambangan. Komponen baja tuang produksi PT Komatsu Indonesia Tbk selain dipergunakan sendiri dalam produksi alat berat, sekitar 85%-nya diekspor ke mancanegara. Pabrik baru seluas kurang lebih 10.000 m2 tersebut memiliki kapasitas terpasang 900 ton per bulan (atau sekitar 10.000 ton per tahun). Dengan beroperasinya pabrik pengecoran logam 34 Media Industri
yang kedua itu maka total kapasitas produksi terpasang komponen baja tuang PT Komatsu Indonesia Tbk meningkat dua kali lipat menjadi 1.800 ton per bulan atau sekitar 20.000 ton per tahun. Menurut Budihardjo, pembangunan pabrik baru itu menghabiskan dana investasi sebesar Rp 155 miliar yang terdiri dari Rp 110 miliar atau setara dengan US$ 11 juta untuk pengadaan mesin-mesin dan Rp 45 miliar atau setara US$ 4,4 juta untuk bangunan pabrik. Komitmen PT Komatsu Indonesia Tbk terhadap lingkungan tetap kuat. Hal itu tampak dari diinvestasikan sebesar 10% dari total investasi atau sebesar US$ 1,1 juta untuk mesin-mesin pemeliharaan lingkungan seperti dust collector dengan underground ducting dan penggunaan hak paten natural ventilation system. Dengan tambahan investasi sebesar US$ 15,4 juta untuk pembangunan foundry plant kedua tersebut, kata Budihardjo, total investasi yang telah ditanamkan PT Komatsu Indonesia Tbk hingga saat ini telah mencapai sekitar US$ 25 juta sejak pertama kali perusahaan itu didirikan pada tahun 1982.
Dia mengakui kegiatan investasi PT Komatsu Indonesia Tbk tidak akan berhenti hanya sampai disitu. Sebab sampai dengan tahun 2006 perusahaan itu masih memiliki rencana untuk melakukan perluasan investasi sekitar US$ 10 juta untuk penambahan kapasitas produksi berbagai komponen alat berat. Sementara itu, Kanetake Nakatani, Presdir Komatsu Castex Ltd., Jepang mengatakan produksi baja tuang Komatsu Indonesia akan menjadi kian penting karena Komatsu Indonesia diharapkan menjadi basis produksi alatalat berat untuk sektor pertambangan dalam kelompok usaha Komatsu. Dengan dioperasikannya pabrik baru tersebut, kata Kanetake, Komatsu Grup akan memiliki kemampuan produksi komponen baja tuang sebesae 100.000 ton per tahun. Komatsu Indonesia sendiri memproduksi sekitar 20%-nya atau sekitar 20.000 ton per tahun. Sekitar 5.000 ton diantaranya digunakan sendiri oleh Komatsu Indonesia dan dipasok kepada industri alat berat dalam negeri, sedangkan selebihnya sebanyak 15.000 ton diekspor ke luar negeri seperti ke Jepang dan Thailand.
Teknologi
PKS dan Pabrik Minyak Goreng Mini Hasil Rekayasa PT. BGI Para petani kelapa sawit di daerah terpencil yang jauh dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) pengolah Tandan Buah Segar (TBS) sering kali mengalami kesulitan dalam mengolah TBS-nya, seringkali TBS itu dibuang begitu sajakarena tidak dapat segera diolah menjadi minyak sait mentah (crude Palm Oil/CPO). Sebagaimana diketahui, TBS yang tidak segera diolah akan mengalami peningkatan kadar asam lemak bebas secara cepat.Padahal tinggi rendahnya kadar asam lemak bebas ini merupakan factor penentu kualitas CPO. Semakin tinggi kadar asam lemak bebas dalam CPO maka semakin rendah mutu CPO tersebut. Karena itu, kecepatan penanganan pasca panen TBS menjadi salah satu factor penentu dari keberhasilan usaha petani kelapa sawit, khususnya bagi para petani kelapa sawit rakyat. Mengingat permasalahan yang dihadapi petani kelapa sawit rakyat selama ini adalah tidak adanya unit PKS pengolah TBS di sekitar kebun kelapa sawit mereka yang dapat dijangkau dengan cepat dan mudah, maka permasalahan yang harus diatasi pertama-tama adalah bagaimana membangun PKS di lokasi yang berdekatan dengan kebun kelapa sawit rakyat. Namun demikian, PKS yang perlu dibangun ini adalah bukanlah PKS dengan kapasitas produksi yang besar, melainkan PKS dengan kapasitas yang tidak terlalu besar tetapi cukup untuk menampung produksi TBS para petani kelapa sawit rakyat. Untuk menjawab tantangan tersebut kini telah tersedia Pabrik Kelapa Sawit
(PKS) mini dan bahkan Pabrik Minyak Goreng mini yang dapat mengolah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang mereka hasilkan menjadi CPO dan selanjutnya CPO tersebut diolah lebih lanjut menjadi minyak goring (Olein). Dengan PKS dan Pabrik Minyak Goreng mini yang dapat dioperasikan sendiri, para petani yang tergabung dalam satu kelompok tani dapat mengolah TBS untuk mendapatkan CPO dan produk turunan lainnya seperti minyak goring, sabun, lilin hingga ptoduk bio-diesel yang selama ini dianggap tidak mungkin dilakukan kelompok tani kelapa sawit karena investasinya membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Berawal dari kepedulian terhadap nasib petani rakyat yang selalu berada dalam posisi yang tidak diuntungkan dalam perdagangan komoditas primer hasil pertanian, sekelompok anak muda di Bandung yang diprakarsai oleh Ir. Ujang Koswara,mantan dosen politeknik manufaktur Bandung (dulu Politeknik Mekanik Swiss-red.) berhasil merekayasa PKS dan pabrik minyak goring dalam skala mini. PKS dan Pabrik Minyak Goreng Mini tersebut dapat dipergunakan kelompok petani kelapa sawit untuk mengolah TBS-nya sehingga para petani kelapa sawit tidak hanya dapat mengatasi masalah pasca panen atas TBS yang diproduksinya tetapi juga dapat Media Industri 35
Teknologi memperoleh nilai tambah yang jauh lebih besar ketimbang hanya menjual TBS. Selama ini petani sawit memang seringkali menjadi pihak yang lemah dalam perdagangan TBS karena mereka tidak dapat mengolah sendiri TBS-nya menjadi CPO, apalagi untuk ,mengolah CPO menjadi minyak goring atau produk turunan lainnya yang lebih bernilai tambah. Padahal baik TBS maupun CPO memiliki life time yang terbatas dan apabila tidak segera diolah maka mutunya akan cepat sekali merosot. PKS mini hasil rekayasa PT. Buatan Guna Indonesia (PT.BGI) dapat mengolah 15-20 ton TBS per hari menjadi 3 ton CPO, sedangkan pabrik minyak goreng mininya mampu mengolah 2 ton CPO/ hari menjadi 1 ton minyak goring.hari dan produk samping berupa stearin sebanyak 1 ton/hari. Dengan kapasitas produksi sebesar itu, PKS dan pabrik minyak goring mini buatan PT. BGI dapat
melibatkan dua kali proses pengilangan (refinery).
dipergunakan oleh kelompok tani atau koperasi petani kelapa sawit yang mengelola kebun sawit seluas 150 hektar, atau dengan kata lain satu paket PKS dan pabrik minyak goring mini dapat dipergunakan untuk menampung seluruh TBS yang dihasilkan oleh satu Kecamatan. Minyak goring yang dihasilkan pun adalah minyak goring dengan kualitas terbaik, yaitu setara dengan minyak goreng bermerek seperti Bimoli, Kunci Mas, Tropical dll, yang bsangat jernih dan anti tengik. Karena proses pengolahannya dilakukan dengan
Selain PKS dan Pabrik Minyak Goreng Mini, PT. BGI juga telah berhasil mendesain mesin-mesin untuk pabrik sabun, lilin dan biodiesel skala mini dengan bahan baku utama berupa stearin. Namun sampai kini PT.BGI belum memperoduksinya secara missal karena terbentur keterbatasan modal. Biodiesel yang dihasilkan sangat bersaing dengan bahan bakar minyak (BBM), baik dalam harga maupun kualitas. Dengan pabrik bio diesel skala mini dapat diperoleh produk bio diesel yang relative murah dengan harga hanya Rp. 1,500/liter. Nadingkan saja dengan harga minyak solar yang sekarang sudah mencapai Rp. 1,800/liter. Sejauh ini PT. BGI sudah berhasil menjual dua paket pabrik minyak goreng kepada pihak swasta di propinsi Kalimantan Selatan dan Nangroe Aceh Darussalam. Untuk setiap penjualan paket instalasi pabrik PKS ataupun pabrik minyak goring mini buatan PT.BGI, dalam harga yang ditetapkan pihak pembuat sudah termasuk di dalamnya biaya konstruksi dan training bagi calon operator ditambah pelayanan konsultasi dan analisa bisnis secara gratis bagi pihak pembeli. Satu hal lagi yang menarik dari kegiatan rancang bangun PKS dan pabrik minyak goring mini PT. BGI ini, yaitu secara sengaja PT. BGI tidak mempatenkan desain produk hasil k r e a s i n y a . B a h k a n P T. B G I mempersilahk an kepada pihak manapun untuk menjiplak hasil kreasi tersebut dengan syarat dapat membawa kemaslahatan bagi seluruh bangsa dan negara.
36 Media Industri
Teknologi
Mesin Pengolah Sampah Plastik yang Ramah Lingkungan Sampah, k hususnya sampah rumah tangga, hampir selalu menjadi permasalahan pelik yang dihadapi masyarakat perkotaan di mana pun di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan sampah ini sebetulnya tidak selalu dibutuhkan dana yang besar dan teknologi canggih, sebab dengan biaya yang tidak terlalu tinggi dan dengan menggunakan teknologi tepat guna, permasalahan sampah ini sebetulnya sudah cukup dapat teratasi. Sampah rumah tangga biasanya terdiri dari dua kelompok besar material, yaitu material organik dan material nonorganik. Sesuai dengan sifatnya tersebut maka langkah awal yang menjadi kunci keberhasilan dari upaya mengatasi permasalahan sampah ini adalah kegiatan pemilahan atau sortasi sampah. Langkah sortasi ini dilakukan untuk memisahkan antara komponen organik dari komponen non organik. Setelah kegiatan sortasi ini dilakukan maka otoritas pengelola sampah dapat melakukan upaya pemanfaatan kedua kelompok komponen sampah tersebut. Sampah organik yang merupakan bahan yang mudah membusuk selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk dijadikan pupuk (kompos), sedangkan sampah nonorganik seperti sampah plastik juga dapat dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang. Berkaitan dengan permasalahan sampah nonorganik ini, khususnya
menyangkut sampah plastik, Balai Besar Industri Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta telah berhasil mengembangkan serangkaian mesin pengolah sampah plastik berupa mesin pencacah plastik hingga mesin pemroses plastik bekas hasil cacahan menjadi bijih (pelet) plastik yang siap diproses menjadi berbagai barang plastik.
Mesin pencacah plastik memproses sampah plastik menjadi material plastik berukuran kecil dengan ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan mesin pembuat bijih plastik (pelletizing). Sebab untuk dapat diproses menjadi bijih (pellet) plastik kembali, sampahsampah plastik tersebut perlu diperkecil ukurannya melalui proses pencacahan.
Media Industri 37
Teknologi sisa pipa plastik, ember plastic dan lainlain. Mesin pencacah dilengkapi kran air untuk pencucian sampah dan satu unit pengering sederhana dengan pemanas kompor. Baik mesin pencacah sampah plastik maupunmesinpembuatbijihplastikhasil rekayasan BBKKP Yogyakarta tersebut dapat dipergunakan oleh industri skala kecil-menengah mengingat harganya yang terjangkau. Dan yang terpenting dari mesin berteknologi tepat guna hasil rekayasa BBKKP Yogyakarta tersebut adalahmasyarakatkinimemilikialternatif baru untuk mengatasi permasalahan sampah di perkotaan. Selanjutnya, mesin pemroses bijih plastik dapat menggunakan plastik hasil ccahan yang berukuran kecil tersebut untuk diproses menjadi bijih plastik yang siap untuk digunakan kembali oleh industri plastik menjadi berbagai barang plastik. Mesin pencacah sampah plastik yang ada selama ini menggunakan pisau flat/datar sehingga energi yang dibutuhkan sangat besar, sedangkan BBKKP Yogyakarta berhasil merekayasa mesin pencacah sampah plastik yang mempunyai keunggulan pisau model
38 Media Industri
cakram dengan sudut kemiringan tertentu, sehingga tenaga yang dibutuhkan sangat kecil (efisien) dengan tingkat produksi yang maksimal. BBKKP Yogyakarta sendiri berhasil mengembangkan dua jenis mesin pencacah plastik, yaitu mesin pencacah plastik jenis fleksibel yang dapat mencacah sampah kantong plastik dan jenis-jenis plastik yang umumnya digunakan untuk keperluan kemasan serta mesin pencacah plastik jenis rigid yang dapat mencacah sampah plastik yang lebih keras dan kaku seperti sisa-
Teknologi
Transmisi TV dan Radio FM Produksi PT LEN Industri Menjamurnya stasiun-stasiun TV swasta di Indonesia, baik di Jakarta maupun di sejumlah daerah belakangan ini juga turut mendongkrak penjualan PT LEN Industri dari unit bisnis TV transmitter.
Tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui bahwa putra-putra terbaik bangsa ini sudah mampu memproduksi peralatan jaringan transmisi stasiun televisi dan radio FM. Padahal pada kenyataannya hampir seluruh stasiun TV dan radio FM di Indonesia saat ini telah menggunakan produk transmisi TV dan radio buatan dalam negeri sendiri. Adalah PT LEN Industri yang kini menjadi satu-satunya produsen peralatan transmisi TV dan radio FM di dalam negeri yang produksinya, selain digunakan di dalam negeri sendiri juga telah dipergunakan oleh sejumlah stasiun TV dan radio FM di sejumlah negara tetangga seperti di Malaysia, Thailand dan negara-negara ASEAN lainnya. Di dalam negeri sendiri perangkat transmisi TV dan FM Radio Transmitter buatan PT LEN Industri menguasai pangsa pasar hampir 100%. Hampir seluruh stasiun TV dan radio FM di Indonesia menggunakan perangkat transmitter buatan PT LEN Industri, termasuk TVRI, RCTI dan SCTV. Media Industri 39
Teknologi Menurut Corporate Secretary PT LEN Industri Nany Wardhani, secara teknis PT LEN Industri telah sanggup memproduksi perangkat transmisi radio dan TV mulai dari menara pemancar sampai perangkat pengendali transmisi untuk memenuhi kebutuhan di pasar domestik maupun di pasar ekspor. Namun belakangan ini banyak produk serupa dari luar negeri, khususnya dari Italia yang masuk ke pasar domestik dengan harga yang lebih murah. Walaupun dari segi teknis perangkat transmitter TV dan radio FM buatan Italia tersebut masih setara dengan produk serupa buatan PT LEN Industri, namun dari segi harga PT LEN Industri seringkali sulit bersaing. Sebab selama ini PT LEN Industri masih banyak menggunakan komponen elektronika buatan luar negeri yang masih harus diimpor. Karena itu, untuk mendorong pemberdayaan produk elektronika professional seper ti perangkat transmitter TV dan radio FM buatan PT LEN Industri, pemerintah tampaknya perlu menunjukkan keberpihakanya terhadap industri strategis di dalam negeri dengan menerapkan kebijaksanaan khusus berupa pembebasan tarif bea masuk atas komponen-komponen elektronika yang selama ini masih harus diimpor. Menjamurnya stasiun-stasiun TV swasta di Indonesia, baik di Jakarta maupun di sejumlah daerah belakangan ini juga turut mendongkrak penjualan PT LEN Industri dari unit bisnis TV transmitter. PT LEN Industri sendiri belum lama ini telah menjalin kerjasama dengan sejumlah stasiun televisi baru seperti Trans TV, Lativi dan TV7 untuk pengadaan dan pemeliharaan jaringan TV transmitter-nya. 40 Media Industri
Dengan pembebasan tarif bea masuk komponen elektronika yang kini berkisar antara 15%-20% tersebut maka industri perangkat elektronika seperti PT LEN Industri akan mampu bersaing dengan perusahaan serupa dari luar negeri. Sebab dengan penghapusan tarif bea masuk tersebut maka PT LEN akan mampu menghasilkan produk elektronika dengan harga dan kualitas yang sangat kompetitif dengan produk luar negeri.
Dalam rangka mendorong berkembangnya industri elektronika di dalam negeri Nany meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan struktur tarif produk industri elektornika yang selama ini masih banyak yang timpang, sehingga tidak menciptakan iklim usaha industri yang kondusif. Nany mencontohkan di lingkungan industri elektronika misalnya,pemerintah selama ini masih menerapkan kebijakan tarif bea masuk yang tinggi terhadap produk komponen elektronika yang banyak dibutuhkan oleh industri elektronika nasional. Sebaliknya, di sektor produk jadi, pemerintah justru menerapkan kebijakan tarif yang jauh lebih rendah ketimbang tarif produk komponennya. “Kebijakan seperti ini justru akan mematikan industri elektornika di dalam negeri karena masyarakat akan lebih suka membeli produk jadi elektronika buatan luar negeri mengingat harganya lebih murah. Sebaliknya, produk jadi elektronika buatan dalam negeri akan sulit bersaing dengan produk jadi impor karena komponennya yang selama ini masih harus diimpor dikenakan tarif bea masuk yang tinggi,” tutur Nany. Namun tampaknya saran Nany mengenai perlunya penerapan tarif bea masuk yang lebih rendah terhadap produk komponen dan pengenaan tarif bea masuk yang lebih tinggi terhadap produk jadi elektronika akan segera terjawab. Sebab pemerintah sendiri sebagaimana yang telah berulang kali dijelaskan oleh Menteri Perindustrian Andung A. Nitimihardja, dalam waktu dekat ini akan segera merampungkan program harmonisasi tarif, sehingga diharapkan pada awal tahun 2006 kebijakan harmonisasi tarif itu sudah dapat direalisasikan.
Profil
Gendang Kayu ‘Cendana Arum’ Menembus Pasar Dunia selain memiliki suara yang merdu ketika ditabuh, juga memiliki penampilan yang sangat menarik dan memiliki nilai seni yang tinggi. Gendang merupakan produk yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat dimana pun di dunia. Semua orang tahu bahwa untuk menghasilkan suara yang enak didengar, gendang harus ditabuh dengan teknik menabuh tertentu. Kualitas suara yang dihasilkan dari gendang tentu saja sangat ditentukan oleh kualitas kulit dan kayu yang menjadi bahan dasar pembuatan gendang serta bagaimana proses atau teknik pembuatan gendang tersebut. Gendang memang merupakan produk yang sudah lumrah dikenal masyarakat luas, namun keunikan bisnis gendang ini menjadi tantangan dan daya tarik tersendiri bagi Hesti Wuri, seorang wanita pengusaha asal Malang, Jawa Timur yang sejak 1997 mengalihkan kegiatan usahanya dari industri mebel ke industri kerajinan gendang kayu.
khusus menampilkan produk UKM sampai pameran berskala internasional seperti Pameran Produk Ekspor (PPE). Pe r k e n a l a n M e d i a I n d u s t r i dengan Hesti pun terjadi di sela-sela kesibukannya melayani para pembeli dari mancanegara ketika mengikuti PPE 2005 yang berlangsung di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran, Jakarta pada tanggal 5-9 Oktober 2005 lalu. Hesti adalah sosok ibu rumah tangga dengan dua anak yang tetap setia menggeluti usaha kerajinan gendang kayunya. Bahkan berbagai
inovasi dalam teknik produksi maupun dalam penciptaan nilai seni pun terus dilakukannya. Darah bisnisnya diperoleh dari orang tuanya yang juga menggeluti bisnis mebel dan peternakan ayam. Sekilas produk gendang kayu produksi CV Cendana Arum tidak jauh berbeda dengan produk gendang kayu lain yang diproduksi oleh perajin gendang kayu di tanah air. Apalagi yang namanya gendang itu bentuknya tidak banyak variasinya dan fungsinya hanya begitu-begitu saja, yaitu hanya untuk ditabuh.
CV Cendana Arum, demikian Hesti memberinamausahakerajinangendang kayunya itu. Dengan memanfaatkan kayu Mahoni gelondongan (kayu bulat) dan kulit kambing yang sangat mudah diperoleh di sekitar begkel kerjanya yang berlokasi di Jl. S. Parman 35, RT 08, RW 03, Desa Sumberpucung, Malang, Jawa Timur, Hesti memulai usahanya dengan memproduksi berbagai ukuran dan jenis gendang kayu serta memasarkannya ke sejumlah wilayah di tanah air. Hesti pun rajin mengikuti berbagai pameran di tanah air mulai dari pameran yang Media Industri 41
Profil Namun apa sebetulnya yang menjadikan gendang Cendana Arum menjadi menarik dan banyak diminati pembeli, tidak hanya pembeli dari dalam negeri, tetapi juga pembeli dari mancanegara? Produk gendang kayu Cendana Arum memang berbeda dengan produk gendang kayu pada umumnya. Sebab gendang kayu Cendana Arum selain memiliki suara yang merdu ketika ditabuh, juga memiliki penampilan yang sangat menarik dan memiliki nilai seni yang tinggi. Jadi, selain berfungsi sebagai gendang, produk kerajinan hasil karya Hesti ini juga berfungsi sebagai karya seni yang dapat digunakan sebagai pajangan atau hiasan interior rumah atau kantor. Keunikan dan nilai seni gendang kayu Cendana Arum terletak pada ukiran (carving) kayu dan pengecatan pada badan gendang. Terdapat dua jenis ukiran utama yang banyak dipakai dalam pembuatan gendang Cendana Arum, yaitu ukiran timbul dan ukiran garis. Motif ukiran yang dipakaipun beraneka ragam, mulai dari motif naga, ganja, ular dan berbagai motif etnik. Cendana Arum pun menerima pesanan motif dari pembeli untuk gendang kayu yang dipesannya. Dengan dibantu oleh 15 karyawan, Hesti kini mampu memproduksi sekitar 40 sampai 50 gendang per bulan dengan kebutuhan kayu Mahoni gelondongan sekitar 10 meter kubik per bulan. Gendang kayu yang kini diproduksi Cendana Arum terdiri dari tujuh jenis ukuran gendang mulai dari gendang dengan ukuran diameter 15 cm sampai ukuran 35 cm. Namun demikian, Hesti pun menerima pesanan pembuatan gendang kayu dengan ukuran sesuai pesanan pembeli.
42 Media Industri
Untuk pemasarannya, Hesti kini memiliki tiga lokasi pemasaran di dalam negeri, yaitu satu galeri di Jakarta (di Sunter) dan dua lokasi pemasaran (galeri) di Bali. Selain ketiga lokasi pemasaran tetap tersebut, Hesti juga rajin mengikuti berbagai pameran di tanah air, termasuk PPE yang diikutinya sejak tahun 2002. Interaksi dengan para pembeli mancanegara terjadi melalui pertemuannya di galeri-galeri dan di berbagai pameran. Para pembeli mancanegara yang berkunjung ke stand atau galeri Hesti umumnya selalu memesan produk gendang Cendana Arum. Bahkan ada diantara pembeli mancanegara itu yang terus memelihara hubungannya dengan baik dengan
memesan gendang secara teratur,seperti yang dilakukan oleh Magnum Impact dari India. Perusahaan India yang secara rutin mengekspor produk gendang ke Amerika Serikat dan Jamaica itu sudah beberapa kali memesan gendang dari Cendana Arum. “Terakhir,Magnum Impact memesan 4.000 pieces gendang kayu dari Cendana Arum dengan nilai pesanan sekitar Rp 200 juta. Pesanan tersebut kami peroleh ketika mengikuti pameran di PPE 2005,” tutur Hesti seraya menambahkan selain pembeli dari India,sejumlah pembeli dari negara lainnya juga pernah memesan gendang Cendana Arum. Mereka adalah para pembeli dari Rumania, Yunani dan Spanyol.
Tingkatkan daya saing di
Pasar global