1
Bidang Ilmu
Pendidikan
Tipe Penelitian
Aplikatif
EXECUTIVE SUMMARY PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
Strategi Pengembangan Pondok Pesantren di Kabupaten Banyuwangi (Upaya Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Eksistensi Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Di Era Globalisasi)
Tim Peneliti: Siti Aimah, S.Pd.I., M.Si (Peneliti Utama) Lely Ana Ferawati Ekaningsih, SE., MH., MM (Anggota 1) Dr. H. Abdul Kholiq Syafa’at, MA (Anggota 2) Drs. Mahbub, M.Ag (Anggota 3)
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA) BANYUWANGI TAHUN 2013
2
Strategi Pengembangan Pondok Pesantren di Kabupaten Banyuwangi (Upaya Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Eksistensi Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Di Era Globalisasi) Siti Aimah, Lely Ana Ferawati Ekaningsih, Abdul Kholiq Syafa’at dan Mahbub (STAI Darussalam Blokagung Banyuwangi)
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor eksternal yang dapat menimbulkan peluang dan ancaman, serta faktor internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan bagi pesantren, sehingga dapat diketahui strategi apa yang cocok untuk diterapkan pada pesantren dalam upaya meningkatkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam di kondisi lingkungan yang telah berubah modern. Fokus penelitian adalah strategi pengembangan pondok pesantren dalam upaya mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan di era globalisasi. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Metode analisis data yang digunakan adalah: Analisis kualitatif, yaitu serangkaian kegiatan menganalisis data dalam obyek penelitian yang tidak dinyatakan dalam angka-angka tetapi menggunakan analisis SWOT. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan pesantren di Kabupaten Banyuwangi ada 3, diantaranya; 1) strategi pengembangan lembaga pendidikan Islam ada 2, yaitu: konsisten dan adaptif, 2) strategi pembaruan manajemen pesantren yakni dengan penerapan manajemen profesional, 3) strategi peningkatan sumber daya pesantren ada 2, yaitu: peningkatan Sumber Daya Insani dan peningkatan Sumber Daya Alam.
ABSTRACT This study was conducted to identify and analyze the external factor sthat canlead to opportunities and threats, as well as internal factors are the strengths and weaknesses for boarding, so we can know what strategies are suitable tobe applied in schools in an effort to increase its presence as an Islamic educational institutions in the environmental conditions that have changed modern. The focus of research is the development strategy of boarding school in an effort to maintain its existence as educational institutions in the era of globalization. This type of research is qualitative research. Data analysis methods used are: a qualitative analysis, which is a series of activities to analyze the data in the study objects that are not expressed in the figures using SWOT analysis. Research results indicate that the development of appropriate strategies tobe implemented in the pesantren Banyuwangi regency there are 3: 1) development strategy of Islamic educational institutions there are two, namely: consistent and adaptive, 2) strategy pesantren management revolution is by application of professional management, 3) strategies for improving resource there are 2 schools of power, namely: enhancement of human resources and improvement of Natural Resources.
3
1. PENDAHULUAN Pada era globalisasi, pondok pesantren dihadapkan pada beberapa perubahan sosial budaya yang tidak terelakkan, pondok pesantren tidak dapat melepaskan diri dari perubahan-perubahan. Kemajuan teknologi informasi dapat menembus benteng budaya pondok pesantren. Dinamika sosial ekonomi telah mengharuskan pondok pesantren untuk tampil dalam persaingan dunia pasar bebas (free market), belum lagi sejumlah perkembangan lain yang terbungkus dalam dinamika masyarakat yang juga berujung pada pertanyaan tentang resistensi (ketahanan), responsibilitas (tanggung jawab), kapabilitas (kemampuan), dan kecanggihan pondok pesantren dalam tuntutan perubahan besar. Apakah pesantren mampu menghadapi konsekuensi logis dari perubahanperubahan tersebut?. Usaha mencari alternatif jawaban itu relatif akan ditemukan bila diketahui dan dipahami secara persis antropologi internal dan eksternal pondok pesantren. Upaya ini meniscayakan penelanjangan yang jujur dan rela melepaskan diri dari segala asumsi negatif dan sikap apriori terhadap pondok pesantren(Suwendi, 2004:118). Pesantren, dengan teologi yang dianutnya hingga kini, ditantang untuk menyikapi globalisasi secara kritis dan bijak. Pesantren harus mampu mencari solusi yang benarbenar mencerahkan, sehingga pada pada suatu sisi, dapat menumbuh kembangkan kaum santri untuk memiliki wawasan yang luas, yang tidak gamang menghadapi modernitas, dan sekaligus tidak kehilangan identitas dan jati dirinya, dan pada sisi lain, dapat mengantarkan masyarakatnya menjadi komunitas yang menyadari tentang persoalan yang dihadapi dan mampu mengatasi dengan penuh kemandirian dan peradaban(Abdul A’la, 2006: 9). Seiring dengan kebutuhan yang demikian cepat berkembang dan beragam serta kompleksitasnya masalah yang dihadapi, maka diperlukan adanya profesionalitas dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja lembaga dakwah. Lembaga pesantren perlu berbenah diri untuk dapat berhasil memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat modern tersebut. Pesantren sebagai lembaga dakwah sekaligus sabagai lembaga pendidikan yang mencetak generasi penerus Islam yang handal dan profesional sesuai dengan perkembangan jaman, dituntut untuk mampu menawarkan pemahaman Islam yang modern dan universal. Di samping modernisasi ide, modernisasi kelembagaan organisasi juga harus dilakukan dengan penerapan proses manajemen yang benar . Tantangan terbesar bagi keberhasilan sebuah lembaga dakwah seperti pesantren dalam mencapai tujuan adalah berubahnya jaman yang menuntut profesionalisme dalam pengelolaan lembaga, kualitas sumber daya pengelola, kemampuan pengelola dalam menyikapi kemajuan teknologi, serta meluluskan alumni yang berkualitas. Untuk bisa memenuhi hal tersebut suatu lembaga dakwah seperti pesantren dapat menerapkan dan mengaplikasikan konsep manajemen strategi dalam usaha mencapai tujuannya. Dengan perencanaan strategi dapat membantu lembaga dakwah seperti pesantren untuk menangani kondisi yang berubah, membantu untuk merumuskan dan menyelesaikan isu-isu penting yang dihadapi. Dengan perencanaan stategi dapat membantu membangun kekuatan dan menarik manfaat dari peluang-peluang penting, sementara di lain pihak dapat juga mengurangi apa yang merupakan kelemahannya atau menghindari ancaman serius. Bahkan perencanaan strategi mampu membuat lebih efektif dalam kondisi lingkungan yang penuh ancaman. 2. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: a. Apa saja faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan Pondok Pesantren yang ada di Kabupaten Banyuwangi? b. Apa saja faktor internal yang mempengaruhi pengembangan Pondok Pesantren yang ada di Kabupaten Banyuwangi?
4
c. Bagaimanakah strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi? d. Apa saja kebijakan yang bisa direkomendasikan kepada pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi terkait strategi pengembangan pesantren? 3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: a. Untuk menganalisis faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan Pondok Pesantren yang ada di Kabupaten Banyuwangi b. Untuk menganalisis faktor internal yang mempengaruhi pengembangan Pondok Pesantren yang ada di Kabupaten Banyuwangi c. Untuk mengetahui strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi d. Untuk mengetahui kebijakan yang bisa direkomendasikan kepada pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi terkait strategi pengembangan pesantren 4. MANFAAT PENELITIAN Adapun secara rinci manfaat penelitian ini adalah: a. Bagi pengembangan keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat lebih mengembangkan kajian tentang strategi pengembangan khususnya untuk organisasi non profit, karena masih sedikit penelitian yang telah dilakukan. b. Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan manfaat bagi lembaga dakwah Islam yang lainnya selain pondok pesantren untuk dapat menerapkan strategi yang tepat dalam mengembangkan lembaganya. c. Bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah dan departemen agama, penelitian ini sangat bermanfaat guna menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan pondok pesantren. 5. STUDI PUSTAKA a. Kajian Teori 1) Manajemen Strategi Strategi berasal dari bahasa Yunani stratogos yang artinya ilmu para jenderal untuk memenangkan suatu pertempuran dengan menggunakan sumber daya yang terbatas(Sihombing, 2000). Pengertian atau definisi Manajemen strategi dalam khasanah literatur ilmu manajemen memiliki cakupan yang luas, dan tidak ada suatu pengertian yang dianggap baku. Itulah sebabnya defenisi manajemen strategi berkembang luas tergantung pemahaman ataupun penafsiran seseorang. Strategi menjadi suatu kerangka yang fundamental tempat suatu organisasi mampu menyatakan kontinuitasnya yang vital, sementara pada saat yang bersamaan ia akan memiliki kekuatan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Dengan menggunakan manajemen strategik sebagai suatu kerangka kerja untuk menyelesaikan setiap masalah strategis didalam perusahaan, terutama yang berkaitan dengan persaingan, maka para menajer diajak untuk berpikir lebih kreatif atau berpikir secara strategik. Merancang Strategic Architecture dan Operasi dalam Dunia Pendidikan penting dilakukan setelah analisis lingkungan, lembaga pendidikan diharapkan mampu memperoleh gambaran yang cukup utuh mengenai kondisi eksternal dan kondisi internalnya. Dengan demikian faktor-faktor yang merupakan kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman sudah mampu terdefenisi dengan jelas. Berdasarkan hal ini, suatu institusi pendidikan kemudian dapat menentukan dan menetapkan arah yang ingin dituju dimasa depan. 2) Pondok Pesantren a)Tinjauan tentang Pesantren
5
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan sekaligus lembaga dakwah Islam yang ada di Indonesia, pesantren pada dasarnya dibangun atas keinginan bersama antara dua komunitas yang saling bertemu yaitu santri (masyarakat) yang ingin menimba ilmu sebagai bekal hidup dan kyai/guru yang secara ikhlas ingin mengajarkan ilmu dan pengalamannya. Seperti yang dikatakan oleh Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi dalam bukunya membuka jendela Pendidikan (2004:55), “Kyai dan santri adalah dua komunitas yang memiliki kesadaran yang sama untuk sacara bersama-sama membangun komunitas keagamaan yang disebut pesantren”. Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke 16. Karya-karya jawa klasik seperti serat cabolek dan serat centini mengungkapkan bahwa sejak permulaan abad ke 16 di Indonesia telah banyak di jumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fiqih, aqidah, tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu pesantren. Pada dasarnya, pesantren lahir sebagai perwujudan dari dua keinginan yang bertemu, keinginan orang yang ingin menimba ilmu sebagai beak hidup (santri) dan keinginan orangyang secara ikhlas mengajarkan ilmu dan pengalamannya kepada umat (kyai). Sehingga secara Fisik penggambaran pesantren adalah lembaga yang memadukan dua keinginan tersebut. Adapun tempatnya dapat berupa langgar, mushalla atau masjid, yang berkembang berdasarkan bertambahnya santri yang menuntut ilmu. Pada masa penjajahan, pesantren mengalami tekanan yang amat berat, pesantren memang memberikan pengajaran tentang cinta tanah air dan menanamkan sikap patriotik pada para santrinya. Karena, walaupun pada dasarnya hanya merupakan lembaga pendidikan keagamaan, namun lembaga ini juga mengutamakan dalam pembinaan mental dan spiritual para santrinya. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran penjajah. Untuk menanggulangi hal yang demikian, pemerintah Hindia belanda kemudian menawarkan bentuk pendidikan yang modern dalam performa sekolah. Sekolah-sekolah Hindia Belanda kemudian berkembang menyaingi keberadaan pesantren, sekolah-sekolah ini lebih bersifat pendidikan yang berorientai kepada kerja, dalam arti para lulusannya dapat memperoleh kerja melalui ijasah yang diberikan oleh sekolah tersebut. Untuk mengimbangai hal yang demikian, beberapa cendekiawan muslim Indonesia pada saat itu mencoba mendirikan sekolah-sekolah lebih berciri khas keIslaman yaitu madrasah. Mulailah pengajaran agama diperkenalkan melalui sistem sekolah modern. Akan tetapi sistem ini tidak serta merta diterima begitu saja. Sehingga mulai muncul dikotomi-dikotomi antara pesantren yang mengadopsi sistem sebagaimana pesantren didirikan pada awalnya atau lebih dikenal dengan istilah pesantren salaf dan kholaf atau modern. b) Tujuan Pesantren Menurut Qomar (2007:6-7),tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanam rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan. c) Ciri-ciri pesantren Ciri-ciri pesantren yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai salafiyah menurut Sulthon dan Khusnurridlo (2006:12-13)dapat didefinisikan sebagai berikut: (1) Adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai, (2) Kepatuhan santri pada kyai, (3) Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren, hidup mewah hampir tidak ditemukan di sana, (4) Kemandirian amat terasa di kehidupan pesantren, (5) Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah) sangat mewarnai pergaulan di pesantren. (6) Disiplin sangat dianjurkan, (7) Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia, (8) Pemberian ijazah.
6
d)Prinsip-prinsip pendidikan pesantren Keinginan dan kaidah yang terlaku di dalam kehidupan pesantren merupakan nilai pokok yang melandasi kehidupan dunia pesantren. Eksistensi pesantren menjadi kokoh karena dijiwai oleh apa yang dikenal dengan pasca jiwa pesantren menurut Tolkhah dan Barizi, 2004:55-56,yaitu: (1) Keikhlasan, (2) Kesederhanaan, (3) Kemandirian, (4) Bebas, (5) Ukhuwah Islamiyyah. b. Penelitian terkait. Penelitan-penelitian strategi lebih banyak dilakukan di lembaga bisnis (profit) sedangkan penelitian strategi dalam lembaga non-profit masih kurang banyak dilakukan. Berikut ini beberapa penelitian serupa yang sudah pernah dilakukan baik di lembaga bisnis (profit) maupun lembaga non-profit. Penelitian oleh Diyah Yuli Sugiarti (2012) dengan judul Strategi Pengembangan Pondok Pesantren Dalam Membangun Peradaban Muslim Di Indonesia, menggunakan jenis penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan pesantren di Indonesia memiliki berbagai kekuatan, kelemahan sebagai faktor internal sekaligus mempunyai faktor eksternal b erupa peluang dan ancaman yang dianalisa dengan SWOT didapat nilai (1,25 : 0,90). Hal ini menunjukkan pesantren di Indonesia berada pada kuadran pertama yang berarti bahwa pesantren di Indonesia memiliki kondisi yang menguntungkan, sehingga mendukung kebijakan yang agresif (Growht Oriented Strategy). Maka ketika ada gagasan menjadikan pesantren sebagai pusat peradaban di Indonesiaadalah suatu keniscayaan yang untuk mewujudkannya memerlukan starategi umum (grand strategy) meliputi; (1) memahami landasan dan konsep kebangkitan, (2) merumuskan kembali tujuan pesantren, (3) membenahi system pendidikan pesantren, (4) meningkatkan manajemen pesantren, (5) meningkatkan out put pesantren, (6) refungsionalisasi pesantren, (7) memabangun mitra kerjasama ke luar pesantren, (8) meningkatkan peran pesantren, (9) modernisasi dalam tekhnologi, informasi dan komunikasi dan (10) program unggulan di era globaliasasi. Penelitian Hefni Zaini (2013) berjudul strategi pengembangan pendidikan lifeskill pondok pesantren di Madura. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pengembangan pendidikan life skill di pondok pesantren Madura dilakukan dengan tiga strategi, yakni melalui pengembangan kurikulum ekstra kurikuler, melalui kerjasama dengan pihakpihak terkait, dan melalui pengembangan Sumber Daya Manusia. (2) Jenis pendidikan life skill unggulan yang dikembangkan di pondok pesantren Madura meliputi : peternakan, budidaya lele, budidaya ikan hias, produksi minyak wangi dan pembuatan ramuan jamu herbal. Penetapan pilihan jenis keterampilan diatas kecuali mengacu pada kondisi, karakteristik serta potensi daerah setempat, juga mengacu pada. minat dan kebutuhan para santri.(3) Pengembangan pendidikan life skill di pondok pesantren Madura umumnya berdampak positif terhadap pengembangan SDM di pondok pesantren, antara lain dapat dikembangkan sebagai sektor usaha. Terserapnya alumni sebagai tenaga kerja pada usaha dan kegiatan perekonomian, Santri dan alumni dapat mentransformasikan kepada orang lain bidang keterampilan dan kecakapan yang dikuasainya, dan Sebagai sarana pembentukan opini dan pencitraan positif bagi pesantren yang bersangkutan. Dan (4) Pengembangan pendidikan life skill di pondok pesantren Madura memiliki kendala dan peluang. Kendalaya antara lain terdapat pada aspek kelembagaan dan manajemen, aspek kurikulum dan pembelajaran, aspek pendanaan dan sarana, serta aspek budaya. Sedangkan peluangnya adalah munculnya kesadaran baru untuk melakukan inovasi, prinsip dan karakteristik pesantren yang sejalan dengan misi pendidikan life skill. 6. METODE PENELITIAN a. Jenis penelitian dan penentuan fokus Fokus penelitian adalah strategi pengembangan pondok pesantren dalam upaya mempertahankan eksistensinya sebaga lembaga pendidikan di era globalisasi.
7
Sedangkan jenis penelitian adalah penelitian kualitatif yang didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif (berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati). b. Lokasi/obyek penelitian Lokasi/obyek penelitian adalah Pondok pesantren yang berada di kabupaten Banyuwangi dan pondok pesantren yang memiliki lembaga pendidikan formal serta telah diakui eksistensinya oleh pemerintah dan masyarakat yaitu: 1) Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Tegalsari Banyuwangi 2) Pondok Pesantren Bustanulmakmur Canga’an Genteng Banyuwangi 3) Pondok Pesantren Mamba’ulhuda Krasak Tegalsari Banyuwangi 4) Pondok Pesantren Mamba’ululum Sumberberas Muncar Banyuwangi 5) Pondok Pesantren Darussholah Gumirih Singojuruh Banyuwangi c. Sumber dan teknik pengumpulan data 1) Sumber data Data yang akan diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapangan yang berasal dari pengasuh pondok pesantren, ulama, departemen agama, serta masyarakat disekitar pondok pesantren yang berkompeten. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi instansi atau dinas terkait. 2) Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi dari berbagai aktifitas yang dilakukan oleh internal pondok pesantren. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pemikiran informan berkenaan dengan perkembangan pondok pesantren. Dokumentasi sebagai data pendukung tentang informasi yang telah didapatkan oleh peneliti melalui observasi dan wawancara. d. Penentuan Informan Informan penelitian diambil dengan tujuan penelitian. Adapun informan yang dimaksud adalah 10 orang pengasuh pondok pesantren, 14 orang staf pengelola pondok pesantren, 15 orang tokoh agama dan 15 orang tokoh masyarakat, 10 orang alumni pesantren dan 6 orang dari dinas terkait. Jadi total informan untuk penggalian data pada 5 (lima) pesantren yang memiliki lembaga pendidikan formal di kabupaten Banyuwangi adalah sejumlah 70 orang. e. Teknik analisis data Metode analisis data yang digunakan adalah: Analisis kualitatif, yaitu serangkaian kegiatan menganalisis data dalam obyek penelitian yang tidak dinyatakan dalam angka-angka yaitu menggunakan analisis Strength, Weaknes, Opportunity and Threat (SWOT) adalah suatu analisis yang membandingkan antara kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh organisasi serta peluang dan ancaman yang terjadi dalam organisasi untuk memilih dan memilah alternatif strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. 7. HASIL PENELITIAN Sebagaimana pesantren pada umumnya pesantren yang ada di Kabupaten Banyuwangi bersifat mandiri dalam pendirian dan pengelolaan pesantren, termasuk pengelolaan lembaga pendidikannya. Hal ini disebabkan pesantren adalah lembaga sosial kemasyarakatan yang adanya karena dukungan masyarakat selain kyai sebagai tokoh sentralnya. Kemudian pesantren yang mayoritas berada di daerah pedesaan merupakan lembaga keagamaan, sehingga menjadi rujukan masyarakat untuk menjawab berbagai persoalan keagamaan, akan tetapi pesantren dalam perkembangannya membentuk dirinya sebagai lembaga pendidikan kultural yang tidak bisa diseragamkan antara satu pesantren dengan pesantren lainnya, atau antara pesantren sebagai lembaga pendidikan dengan
8
lembaga pendidikan yang non pesantren. Ketidakseragaman tersebut dipicu oleh budaya masyarakat pesantren (kyai, ustadz dan santri) dan masyarakat sekitar pesantren. Oleh karena itu pesantren disebut sebagai lembaga yang unik, membentuk kekhasan tersendiri terkait khususnya pada metode pembelajaran, kitab rujukan dan tempat tinggal santri (Nur Syam, 2005: 247). a. Faktor eksternal untuk pengembangan pesantren di kabupaten Banyuwangi dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Peluang atau kesempatan yang harus dicari dan dimasuki karena dapat memberikan keuntungan pada perkembangan pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi diantaranya; a) Adanya kepercayaan masyarakat kepada pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya mementingkan pembinaan kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam satu paket pendidikan dengan waktu sehari semalam, melalui pengajaran di kelas, lalu pendampingan kegiatan harian di asrama dan masjid oleh kyai dan ustadz yang tidak hanya memberikan pendidikan, tetapi juga memberikan keteladanan. Kondisi tersebut yang dewasa ini banyak ditiru oleh lembaga pendidikan non pesantren dengan sistem full day school. Seperti data yang diperoleh dari 5 (lima) pesantren yang menjadi objek dalam penelitian ini, semuanya memanfaatkan kepercayaan masyarakat untuk mengembangkan lembaga pendidikannya dengan paket pelayanan unit pendidikan agama (yakni madrasah diniyah) dan pendidikan umum yang berafiliasi dengan kementerian agama maupun kementerian pendidikan nasional serta pendampingan kegiatan keagamaan melalui kegiatan pesantren yang disempurnakan dengan penyediaan kegiatan ekstra kurikuler (berbasis pengembangan keterampilan). b) Adanya perhatian dari pemerintah dan swasta pada upaya pengembangan dan peningkatan melalui bantuan rehab sarana pendidikan, alat-alat ketrampilan dan sebagainya. 2) Ancaman adalah segala macam bahaya yang sedang dihadapi maupun yang akan dihadapi oleh pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi diantaranya; a) Adanya anggapan masyarakat bahwa pesantren dengan lembaga pendidikan yang diselenggarakannya merupakan the second choice. Hal ini didasari selama ini sebagian pesantren dalam mengembangkan lembaga pendidikannya masih menggunakan manajemen tradisional, artinya belum mau membuka diri untuk mengikuti perkembangan jaman, diantaranya perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, termasuk di dalamnya penerapan variasi metode pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran berbasis IT, baik visual maupun audio visual. Sehingga pesantren terkesan tidak mampu bertahan untuk mendapatkan simpati masyarakat dalam pesaingan dunia pendidikan. Kondisi tersebut yang kemudian membuat masyarakat yang putra-putrinya tidak diterima di sekolah negeri baru kemudian mendaftarkan putra-putrinya ke pesantren. Seperti fenomena yang selama ini terjadi puncak pendaftaran santri/peserta didik baru di lembaga pendidikan yang dikelola pesantren adalah setelah adanya pengumuman seleksi peserta didik baru di lembaga pendidikan negeri, baik tingkat SLTA maupun tingkat SLTP bahkan tingkat Perguruan Tinggi. b) Adanya anggapan masyarakat bahwa pesantren merupakan kawasan kumuh, sehingga dengan anggapan ini menyebabkan masyarakat mengurungkan niatnya yang hendak mendaftarkan putra/putrinya ke pesantren. Sebagai orang tua tentu saja mereka menghendaki tempat belajar yang bersih dan
9
sehat bagi putra/putrinya, apalagi pesantren lebih dari sekedar tempat belajar, karena selain menjadi tempat belajar, pesantren juga menjadi tempat mukim, yakni tempat tinggal sementara santri/peserta didik yang menempuh belajar di pesantren. Sementara itu, di pesantren sendiri sampai saat ini masih ada mitos yang beredar di kalangan santri, entah sengaja atau tidak disebarkan bahwa jika santri belum mengidap penyakit “gudiken” yaitu penyakit gatal-gatal di kulit yang disebabkan kurang terjaminnya kebersihan diri dan lingkungan santri, maka belum akan mendapatkan keberkahan dan kurang afdlol (utama) menjadi santri. Dengan mitos ini pula semakin mengukuhkan anggapan masyarakat bahwa pesantren memang sangat identik dengan areal pemukiman kumuh. Sedangkan kesederhanaan dan kebersahajaan kehidupan di pesantren seakan mendukung anggapan tersebut, yakni keterbatasan fasilitas, mulai dari kamar seukuran 4X3 dihuni oleh 20-30 santri yang multi fungsi sebagai tempat tidur, tempat istirahat, tempat makan, tempat belajar dan sebagainya. Kemudian juga kamar mandi/toilet yang idealnya dipakai oleh 5-10 santri namun pada kenyataannya di pesantren sebuah fasilitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) ironisnya bisa dipakai oleh 35-40 santri. Hal inilah yang menjadi penyabab budaya antri di pesantren tidak kunjung berkesudahan. Hal ini pula yang juga menyebabkan pesantren seperti mengamini anggapan masyarakat di atas. Pihak pengelola pesantren sendiri sebenarnya telah mengupayakan penambahan fasilitas untuk mencukupi kebutuhan santri tersebut, namun pesantren sebagai lembaga pendidikan swasta yang mandiri tersebut, tidak pernah membatasi jumlah santri/peserta didik yang masuk. Sehingga terjadi lonjakan santri melebihi kapasitas fasilitas yang tersedia di pesantren. b. Faktor internal untuk pengembangan pesantren di kabupaten Banyuwangi dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Kekuatan adalah segala keunggulan yang dimiliki oleh pesantren di Kabupaten Banyuwangi antara lain; a) Pesantren telah mengakar di masyarakat, seperti halnya pesantren di Indonesia secara umum, pesantren di Kabupaten Banyuwangi adalah lembaga pendidikan Islam yang keberadaannya jauh lebih dulu dibanding lembaga pendidikan non pesantren yang didirikan oleh pemerintah maupun swasta. Pada proses pendirian pesantren andil masyarakat juga sangat besar, meskipun kyai (sebagai pengasuh pesantren) berperan menjadi tokoh sentralnya. Pada perkembangannya, pesantren juga selalu melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar pesantren. Hal ini ditengarai karena pesantren memerankan dirinya sebagai lembaga sosial kemasyarakatan, meskipun peranannya lebih ke arah pembinaan bidang keagamaan. Hal ini tampak pada kegiatan keagamaan pesantren yang dilakukan di lingkungan masyarakat, seperti: pembinaan tata cara bersuci, tata cara beribadah sholat, zakat, puasa dan sebagainya. Di lingkungan pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi kegiatan ini diwujudkan dengan bentuk pembinaan kelompok pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu sekitar pesantren secara terpisah bersifat rutin dan berkala. b) “The High Moral” adalah istilah yang diberikan masyarakat dan melekat kuat pada pesantren. Selama ini, meskipun secara kualitas pendidikan pesantren masih disangsikan oleh sebagian masyarakat dalam persaingan dunia pendidikan, akan tetapi dalam hal pendidikan moral, pesantren masih dianggap sebagai juaranya. Sehingga seringkali alasan masyarakat mendaftarkan putra/putrinya ke pesantren, baik sebagai santri/peserta didik
10
2)
baru maupun mutasi dari lembaga pendidikan lain yang non pesantren adalah untuk pembinaan akhlak. Hal ini didukung oleh fenomena di masyarakat dewasa ini akibat pergaulan bebas, kesibukan orangtua kerja di luar rumah yang menyebabkan terbatasnya pendampingan kepada putra/putrinya, pengaruh media cetak maupun media elektronik tanpa ada penyaringan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran atau pendidikan dan pada akhirnya menjadi faktor dekadensi moral yang kemudian menguntungkan pesantren, karena masih dipercaya sebagai tempat pembinaan moral atau dikenal juga dengan “bengkel moral”. c) Kyai sebagai figur teladan, konsep ini juga berlaku di pesantren-pesantren Kabupaten Banyuwangi. Keadaan ini pula yang memberikan pengaruh sangat besar pada pembangunan stabilitas dan peningkatan eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan. Ukuran perkembangan moral santri bermula dari teladan yang diberikan oleh kyai dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, perintah kyai dalam kehidupan pesantren adalah hal yang diagungkan sebagai bentuk kepatuhan santri dengan harapan mendapatkan keberkahan dari kyai notabene-nya “Sang Maha Guru pesantren”. Sehingga sangat lumrah jika kemudian aturan-aturan kehidupan di pesantren secara tertulis maupun tidak tertulis bersumber dari perkataan dan perbuatan kyai yang dijadikan dasar hukum moralitas santri. Sebagai figur teladan, peran kyai pada kehidupan pesantren maupun dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar pesantren juga sangat besar, apalagi kemudian teladan tersebut menjadi poin plus kharismatik yang dimiliki kyai, sehingga kyai kian tersohor tidak hanya pada lingkup santri tetapi juga di kalangan masyarakat. Hal ini terbukti pada kecenderungan masyarakat memilih suatu pesantren sebagai tempat pendidikan putra/putrinya adalah karena kyainya kharismatik atau karena kelebihan-kelebihan lain kyai tersebut masyhur di masyarakat sampai menjadi daya tarik kuat masyarakat memilih pesantren yang dipimpin kyai tersebut. Kelemahan adalah segala keterbatasan yang dimiliki oleh pesantren di Kabupaten Banyuwangi antara lain; a) Kelemahan manajemen, dari 5 pesantren yang diteliti dalam penelitian ini manajemen yang diterapkan adalah masih berupa manajemen tradisional, dimana segala kebijakan pesantren masih bermuara pada perkataan dan persetujuan kyai sepuh yang menjadi pengasuh utama pesantren. Hal inilah yang kemudian menghambat profesionalisme kinerja ustadz/ustadzah dan pegawai yang membantu kyai dalam meningkatkan kualitas layanan pendidikan pesantren. b) Kepemilikan Sumber Daya Insani yang rendah, pada perkembangannya dampak yang diperoleh tidak hanya kualitas pelayanan pendidikan yang rendah akan tetapi juga kurang maksimalnya pemanfaatan Sumber Daya Alam pesantren sebagai aset yang seharusnya mampu dioptimalkan pengelolaannya secara profesional, sehingga bernilai profit dan mampu mensejahterakan pesantren bahkan mampu meningkatkan eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. c) Inklusif, pemahaman berlebihan pada istilah pesantren salaf, menyebabkan pengelola pesantren kurang membuka diri dengan dunia luar pesantren. Akibatnya pesantren tidak mampu menjalin koordinasi bahkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait baik pemerintah maupun swasta yang sebenarnya memberikan pengaruh positif dalam mendukung upaya pesantren untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang dikelolanya.
11
8. KESIMPULAN Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Faktor eksternal dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Peluang atau kesempatan diantaranya; adanya kepercayaan masyarakat kepada pesantren dan adanya perhatian dari pihak pemerintah dan swasta 2) Ancaman diantaranya; adanya anggapan masyarakat bahwa pesantren dengan lembaga pendidikan yang diselenggarakannya merupakan the second choice dan pesantren merupakan kawasan kumuh. b. Faktor internal dalam hal ini dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Kekuatan antara lain; pesantren telah mengakar di masyarakat dan predikat “The High Moral” yang dimiliki oleh pesantren, serta kyai sebagai figur teladan. 2) Kelemahan antara lain; penerapan manajemen yang kurang profesional, Sumber Daya Insani yang rendah dan pengelolaan Sumber Daya Alam pesantren yang kurang optimal, serta sikap inklusif pengelola pesantren. c. Strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan pesantren di Kabupaten Banyuwangi 1) Strategi pengembangan lembaga pendidikan Islam ada 2, yaitu: a) Konsisten, dengan peluang dan kekuatan yang dimiliki oleh pesantren berupa kepercayaan dari masyarakat sebagai lembaga pendidikan berbasis pendidikan moral, sekaligus adanya kyai sebagai tokoh sentral pesantren dengan kharisma serta kelebihan lain yang dimiliki mampu menjadi daya tarik masyarakat untuk mendaftarkan putra-putrinya belajar di pesantren, maka sudah seharusnya pesantren berupaya sedemikian rupa mewujudkan asumsi masyarakat, bahwa pesantren layak menyandang predikat The High Moral. Adapun caranya dengan mempertahankan sistem pendidikan yang telah diselenggarakannya selama ini yakni pendidikan berbasis keagamaan melalui madrasah diniyah yang disebut sebagai ruhnya pesantren. Hal inilah yang selaras dengan konsep almuhafadhotu ‘alaa al-qodiimi as-shoolih (mempertahankan sitem lama yang baik). b) Adaptif, untuk bersaing dengan lembaga pendidikan non pesantren baik yang dibina oleh pemerintah maupun swasta, maka pesantren melalui lembaga pendidikan Islam yang dikelolanya harus mau membuka diri dengan cara transformasi pendidikan, misalnya dengan sistem pendidikan yang berbasis IT yang memungkinkan lembaga pendidikan Islam tersebut mampu menerapkan variasi metode pembelajaran dengan media visual maupun audio visual dan pada akhirnya bisa menciptakan suasanan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Kondisi inilah yang sebenarnya selaras dengan konsep wa al-akhdu bi al-jadiid al-ashlah (mengambil sistem baru yang lebih baik). 2) Strategi pembaruan manajemen pesantren Selama ini pesantren sangat kental dengan manajemen tradisionalnya. Hal ini tampak pada struktur kepemimpinan pesantren serta personalia pengelolanya yang cenderung atas restu dari kyai sepuh yang menjadi pengasuh utama pesantren. Keadaan ini membawa dampak diantaranya: pengambilan keputusan/kebijakan, penentuan ustadz/ustadzahnya, termasuk kinerjanya hanya berorientasi pada pengabdian, sehingga berakibat pada peningkatan kinerja yang rendah. Oleh karena itu untuk memperbarui manajemen pesantren harus ada wacana baru yang berupa penerapan manajemen profesional, diantaranya rekuitment pegawai harus melalui tes kemampuan, kepemilikin latar belakang pendidikan yang mendukung dengan ketrampilannya selain tingkat kepatuhan kepada kyai (mengikuti aturan pesantren).
12
Dengan demikian akan terbangun kualitas pelayanan pendidikan yang baik sehingga bisa meningkatkan mutu lembaga pendidikan Islam di pesantren. 3) Strategi peningkatan sumber daya pesantren ada 2, yaitu: a) Peningkatan Sumber Daya Insani, diantaranya dengan memberikan pembinaan mendatangkan tim ahli sesuai dengan bidang yang dibutuhkan, mengadakan pelatihan yang mendukung pada peningkatan kreatifitas sumber daya insani bahkan bisa dengan memberikan rekomendasi beasiswa untuk melanjutkan pendidikan melalui kerjasama dengan pihak pemerintah maupun swasta. b) Peningkatan Sumber Daya Alam, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mandiri sudah seharusnya mampu mengoptimalkan aset yang dimilikinya agar bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatan eksistensinya. Diantara cara yang bisa ditempuh adalah mengembangkan Koperasi Pesantren melalui berbagai unit usahanya (berupa jasa pelayanan, baik untuk santri maupun masyarakat) dalam rangka memenuhi operasional penyelenggaran pendidikan pesantren. Adapun pengelolaan Koperasi Pesantren tersebut harus dengan manajemen profesional dan berbadan hukum secara resmi agar perkembangannya tidak mendapat hambatan, baik hambatan yang datang dari pemerintah maupun swasta. d. Kebijakan yang direkomendasikan kepada pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi terkait strategi pengembangan pesantren 1) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi: memberikan perhatian yang sama antara lembaga pendidikan binaan pemerintah dengan lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah naungan pesantren (baik yang ada di dalam maupun di luar lokasi pesantren), karena kontribusi yang diberikan kepada pemerintah dan masyarakat pada umumnya berupa out put atau lulusan itu sama dalam hal peningkatan IQ. Bahkan lembaga pendidikan Islam pesantren memberikan kontribusi tambahan berupa peningkatan EQ dan SQ sekaligus. Perhatian pemerintah tersebut bisa dengan pemberian alokasi dana pengembangan pendidikan dan rehab gedung pendidikan yang selama ini banyak diterimakan pada lembaga pendidikan negeri yang jadi binaan pemerintah. 2) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi:mengirim guru bantu ke lembaga pendidikan Islam pesantren sebagai upaya nyata bantuan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya pendidik di pesantren, sehingga akan mampu mewujudkan tujuan dari lembaga pendidikan Islam pesantren bersaing dengan pendidikan non pesantren. 3) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi:memudahkan pengurusan ijin operasional penyelenggaraan pendidikan umum di pesantren, termasuk pengurusan ijin membuka jurusan dan program studi baru yang banyak diminati dan dibutuhkan masyarakat, karena hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik pesantren bagi masyarakat untuk mempercayakan pendidikan putra-putrinya di lembaga pendidikan pesantren. 4) Dinas Pendidikan dan Kemenag Banyuwangi: memberikan bantuan operasional pendidikan dan bantuan fasilitas pendidikan, sehingga seluruh pendidikan yang dikelola pesantren mampu menciptakan kualitas pendidikan yang baik, khususnya bagi peserta didik dan umumnya kepada masyarakat luas, termasuk berkontribusi pada pemerintah dalam upaya pengentasan masyarakat dari kebodohan. 5) Pemerintah mengadakan kerjasama dengan pesantren, melalui lintas kedinasan dalam bentuk kegiatan profesional, pelatihan keterampilan dan penyaluran bantuan, diantaranya adalah: a) Dinas Pendidikan: mengadakan pembinaan tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan yang profesional sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan di pesantren
13
b) Kemenag Banyuwangi: memberikan pembimbingan tenaga pendidik keagamaan yang bisa menseimbangkan penerapan kurikulum pendidikan agama dan umum, termasuk muatan lokal yang berbasis pesantren, sehingga mampu memberikan lulusan yang menguasai pendidikan agama dan umum sekaligus serta dapat memahami dan mengaktualisasikan ajaran-ajaran pesantren dengan sangat baik pada kehidupan bermasyarakat c) Dinas Kesehatan: melakukan penyuluhan kesehatan dalam bentuk kegiatan pelatihan maupun sosialisasi dan kunjungan ke pesantren secara berkala yang berorientasi pada penyelenggaraan kehidupan dan lingkungan yang bersih dan sehat, selain itu juga bisa memberikan bantuan tenaga kesehatan sebagai petugas yang menjadi pelayan kesehatan santri di Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) di masing-masing pesantren d) Dinas Pengairan: memberikan bantuan penyaluran air bersih dan sosialisasi hemat air melalui penggunaan pancuran/shower di kamar mandi/toilet, sehingga air yang tersedia bisa digunakan secara efektif dan efisien. Karena selama ini pesantren masih banyak yang menggunakan penampungan air dalam bak mandi permanen yang mengakibatkan santri leluasa menggunakannya dan sangat sulit untuk berhemat air, selain hal ini juga menjadi pemicu penularan bibit-bibit penyakit, sebab air digunakan secara bersama-sama e) Dinas Pemuda dan Olah Raga: megikutsertakan santri pada pembinaan kegiatan pemuda dan olahraga, misalnya: melalui kegiatan perlombaan, baik tingkat lokal maupun nasional f) Disperindagtam: mengadakan pembinaan usaha pesantren dalam bidang peningkatan ekonomi (bisa juga dengan memberikan bantuan tunai maupun pinjaman), melalui koperasi pesantren dengan ragam usaha pelayanan, baik kepada santri maupun masyarakat yang diharapkan labanya bisa untuk mecukupi kebutuhan operasional pesantren, khususnya kegiatan pendidikan yang dikelola g) Dinas Pertanian: melakukan pembinaan pemanfaatan lahan, bisa denga memberikan bantuan dana maupun mengirim tenaga penyuluh pertanian, hal ini karena mayoritas pesantren lokasinya berada di daerah pedesaan, diantaranya dengan pengolahan lahan untuk bertani dan berkebun yang hasilnya untuk menopang kebutuhan pesantren 9. DAFTAR PUSTAKA A’la, Abdul. 2006. Pembaharuan Pesantren. Yogyakarta : Pustaka Pesantren (‘eLKIS) Masyhud,Sulthon &Ridlo. 2005. Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka. Qomar, Mujamil. 2007. Manajemen Pendidikan Islam- strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan. Penerbit : Erlangga Sihombing, Umberto. 2000. Manajemen Strategi, Jakarta: Mahkota. Syam, Nur,2005. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Bebasis Pesantren, Yogyakarta : Pustaka Pesantren. Suwendi, RA. 2004. Sejarah&Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta:Gravindo Persada Tholkhah, Imam dan Barizi, Ahmad. 2004. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Yuli, Diyah Sugiarti. 2012. Strategi Pengembangan Pondok Pesantren Dalam Membangun Peradaban Muslim Di Indonesia. Skripsi Zaini, Hefni. 2013. Strategi Pengembangan Pendidikan lifeskill Pondok Pesantren di Madura. Skripsi