STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
Disusun oleh: SUYATI 1105057
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
iii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsiku ini untuk:
v Almamaterku Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang v Ayaha dan Ibu tercinta H. Syamsuri dan Almarhumah Hj. Srigati yang senatiasa tulus mencurahkan kasih sayang, doa dan dukungan bagi penulis. v Kakak dan adik tercinta ( kak Yatno, kak Yanto, dek Tian) yang selalu memberikan semangat bagi penulis. v Teman-teman seperjuangan angkatan 2005 jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari penerbit maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 21 Juni 2010 Tanda Tangan
SUYATI NIM:1105057
v
MOTTO
¨bÎ) 4 ß`|¡ômr& }‘Ïd ÓÉL©9$$Î/ Oßgø9ω»y_ur ( ÏpuZ|¡ptø:$# ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ y7În/u‘ È@‹Î6y™ 4’n<Î) í÷Š$# ÇÊËÎÈ tûïωtGôgßJø9$$Î/ ÞOn=ôãr& uqèdur ( ¾Ï&Î#‹Î6y™ `tã ¨@|Ê `yJÎ/ ÞOn=ôãr& uqèd y7-/u‘ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125)
vi
ABSTRAKSI Suyati (1105057): “STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang)” Fakultas Dakwah Jurusan MD IAIN Walisongo Semarang 2010. Sebagai lembaga dakwah, pesantren juga memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan sumber daya yang ada, baik fisik maupun non fisik. Sumber daya pesantren seperti ustadz, santri, sistem pendidikan, organisasi pondok pesantren, sarana prasarana dan lain sebagai, harus dapat berfungsi secara optimal dalam mendukung pelaksanaan dakwah. Diharapkan dari sumber daya pesantren yang ada, terjadi hubungan simbiosis mutualisme, dimana setiap komponen saling menguntungkan satu sama lain. Dalam artian melalui strategi dakwah yang baik, akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya pesantren. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih menekankan analisisnya dalam proses penyimpulan deduktif dan induktif, serta analisisnya terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dan menggunakan logika ilmiah. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasio. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah 1) Strategi dakwah yang dilakukan pesantren Raudlatut Tholibin Rembang sebagai upaya untuk pengembangan sumber daya yang dimilikinya adalah dengan dakwah bil lisan, bil hal dan dakwah konstruktif yaitu dengan beberapa cara: a) Mendirikan lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Diniyah (Madin), b) Mengadakan pengajian untuk masyarakat, c) Menyediakan KBIH Al-Ibriz bagi masyarakat, d) Menyediakan koperasi Al-Ibriz bagi santri dan masyarakat sekitar, e) Bekerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta. 2) Implementasi strategi dakwah tersebut dalam pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dilakukan mulai dari tahap pendirian sampai pada partisipasinya dalam membantu masyarakat. Strategi dakwah yang dilakukan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang lebih menitip beratkan pada aksi riil melalui kegiatan sosial kemasyarakatan. 3) Faktor pendukung penerapan strategi dakwah dalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah dukungan pengasuh yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat, SDM yang dimiliki cukup memadai, sistem pendidikan yang diterapkan sangat menunjang untuk mencetak kader-kader dakwah, minat santri dan dukungan masyarakat yang cukup besar dan Sarana dan prasarana yang ada cukup memadai. Sedangkan faktor penghambat penerapan strategi dakwah di pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya: pengelolaan atau manajemennya kurang diperhatikan secara serius dan masih bersifat konvensional, belum adanya lembaga pendidikan formal (ilmu umum), kurang berkembangnya budaya demokrasi dan disiplin dan belum maksimalnya pendidikan keterampilan. Faktorfaktor tersebut sedikit banyak menghambat proses dakwah dalam rangka pengembangan pondok pesantren.
vii
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang maha pengasih, penyayang, dan pemurah karena hanya dengan rahmat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang)” Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan juga melimpah kepada umat Islam seluruhnya. Sadar sepenuhnya kemampuan dan keterbatasan penulis, untuk memenuhi amanah studi dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak baik moril maupun materiil sehingga selesainya penulisan skripsi ini. Oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M. A., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Drs. H. Anasom, M. Hum Selaku pembimbing I Dan Bapak H. Adib Fathoni, S.Ag. M.Si Selaku pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini. 5. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang yang telah memberikan izin dan membantu dalam penelitian. Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang pasti akan membalas amal baik kita di dunia maupun di akhirat.
viii
Penulis menyadari masih memiliki kekurangan, oleh karena itu, kritik serta saran apapun, tentu akan kami nantikan. Semoga karya ini bias bermanfaat dan berguna bagi kita serta bagi ilmu pengetahuan.
Semarang, Penulis
ix
Juni 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... v HALAMAN MOTTO................................................................................... vi ABSTRAKSI ................................................................................................ vii HALAMAN KATA PENGANTAR.............................................................. viii HALAMAN DAFTAR ISI............................................................................ x BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 6 1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian................................................. 6 1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................. 6 1.3.2 Manfaat Penelitian ........................................................... 7 1.4 Telaah Pustaka.......................................................................... 7 1.5 Metode Penelitian ..................................................................... 9 1.5.1. Jenis Penelitian ................................................................. 9 1.5.2. Sumber Data dan Jenis Data.............................................. 10 1.5.3. Metode Pengumpulan Data ............................................... 11 1.5.4. Metode Analisis Data........................................................ 12 1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... 15
BAB II STRATEGI
DAKWAH
DALAM
PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA ........................................................ 17 2.1.Strategi Dakwah ....................................................................... 17 2.1.1 Pengertian Strategi Dakwah ............................................. 17 2.1.2.
Langkah-langkah Perencanaan Strategi Dakwah........... 18
x
2.2 Pengembangan Sumber Daya Pesantren.................................... 29 2.2.1 Pengertian Pengembangan Sumber Daya Pesantren......... 29 2.2.2 Konsep Pengembangan Lembaga (Organisasi) ................ 32 2.2.3 Macam-macam Sumber Daya Pesantren.......................... 34 2.2.4 Teknik-teknik Pengembangan Lembaga ........................... 38 2.2.5 Proses Pengembangan Organisasi (Pondok Pesantren) .... 39 BAB III STRATEGI
DAKWAH
PENGEMBANGAN PONDOK
DALAM
SUMBER
PESANTREN
RANGKA
DAYA PESANTREN ROUDLATUT
DI
THOLIBIN
REMBANG ................................................................................... 42 3.1 Sejarah Pondok Pesantre Roudlatut Tholibin Rembang............ 42 3.1.1 Fase Awal .................................................................... 42 3.1.2 Fase Kedua .................................................................. 45 3.1.3 Kondisi Kontemporer................................................... 47 3.2 Strategi Dakwah Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang .................................................................................. 49 3.2.1 Mendirikan Lembaga pendidikan Raudlatul Atfal dan Madrasah Diniyah (Madin) ........................................... 49 3.2.2 Mengadakan Pengajian Untuk Masyarakat .................... 51 3.2.3 Mendirikan KBIH Al-Ibriz............................................ 53 3.2.4 Mendirikan Koperasi Al-Ibriz ....................................... 54 3.2.5 Bekerjasama Dengan Instansi Pemerintah Maupun Swasta........................................................................... 57 3.3 Pengembangan Sumber Daya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang .................................................................... 60 3.3.1 Perkembangan Sumber Daya Manusia ......................... 61 3.3.2 Perkembangan
Sumber
Daya
Material
(Sarana
Prasarana) .................................................................... 63 3.3.3 Perkembangan Sumber Daya Teknologi Informasi........ 64 3.3.4 Perkembangan Sumber Daya Kelembagaan .................. 65 3.3.5 Perkembangan Jaringan dengan Pihak Luar .................. 68
xi
BAB IV ANALISIS TENTANG STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA PESANTREN
PENGEMBANGAN DI
PONDOK
SUMBER
PESANTREN
DAYA
RODLATUT
THOLIBIN REMBANG ................................................................ 69 4.1 Analisis Strategi Dakwah dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang .................................................................... 69 4.2 Analisis
Implementasi
Strategi
Dakwah
dalam
Pengembangan Sumber Daya Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang ................................................................................. 71 4.2.1 Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumber Daya Pesantren Melalui Strategi Dakwah Bil Lisan, Bil Hal dan Dakwah Konstruktif ........................... 71 4.2.2 Indikasi Keberhasilan Lembaga Pondok pesantren Raudlatut Tholibin ........................................................... 83 4.3.Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumber Daya Pesantren.................................... 89 4.3.1 FaktorPendukung ............................................................ 89 4.3.2 Faktor Penghambat .......................................................... 90 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 92 5.2 Saran-saran............................................................................... 93 5.3 Penutup .................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA PENULIS
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik dan diberi sebutan berbagai macam. Hasbullah, (1999:138) menyebut pesantren sebagai "Bapak" Pendidikan Islam di Indonesia yang didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman dan apabila dilacak kembali sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran adanya kewajiban da’wah Islamiyah, sekaligus mencetak kader-leader ulama’ dan da’i. Dalam kenyataan, hampir seluruh daerah atau pelosok di Indonesia terdapat ulama’ ataupun da’i yang dihasilkan oleh pesantren. Mereka mempunyai peranan penting dalam membina masyarakat khususnya dalam pelaksanaan ajaran agama. Pesantren juga mengandung makna ”Indigenous” artinya lembaga pendidikan asli Indonesia (Madjid, 1997: 3), yang apabila dipelajari lebih jauh di masa lampau ternyata pondok pesantren merupakan bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia sebab lembaga pendidikan dengan pola kyai, murid dan asrama telah dikenal dalam kisah dan cerita rakyat Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Pondok pesantren merupakan lembaga dakwah yang mempunyai fungsi
mengemban
tugas
agama
dan
risalah
nubuwwah.
Dalam
mengembangkan amanat ini, pondok pesantren mempunyai pola tersendiri,
sebab ia harus berhadapan dengan berbagai tantangan zaman yang berubah sebagai tanda kehidupan yang dinamis. Dinamika pondok pesantren tidak sama dengan lembaga-lembaga lain. Ia bukanlah lembaga pendidikan yang bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa saja, melainkan juga sebagai suatu lembaga tempat penggodokan calon-calon pemimpin umat. Hal ini yang tidak dimiliki oleh lembagalembaga lain selain pondok pesantren. Pesantren dalam proses perkembangannya disebut sebagai lembaga keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan dan mengajarkan ilmu agama Islam. Dengan segala dinamikanya pesantren di pandang sebagai lembaga yang merupakan pusat dari perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan dakwah Islam (Mas’ud, 2002: 39). Sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, keberadaan pondok pesantren telah membudaya dikalangan sebagian besar bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Sebagaimana diketahui bahwa hampir setiap daerah yang mayoritas penduduknya pemeluk Islam didapati pondok pesantren. Lembaga pendidikan ini menyelenggarakan pengajian atau pembinaan agama kepada masyarakat disekelilingnya. Bahkan banyak santri yang datang dari luar daerah karena karisma kyai atau karena keahlian kyai terhadap satu cabang ilmu agama Islam, atau lebih. Selain itu, banyak juga santri yang datang karena tertarik oleh kelebihan spiritual yang, dimiliki kyai. Hal-hal diatas menjadi penyebab pondok pesantren dikunjungi ratusan bahkan ribuan santri, dan mereka ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
xiv
Meskipun dengan kondisi fisik yang sederhana, namun ternyata pesantren mampu menciptakan tata kehidupan tersendiri yang unik, terpisah dan berbeda dari kebiasaan umum. Bahkan lingkungan dan tata kehidupan masyarakat sekitar pesantren memiliki tata nilai kehidupan yang positif (Wahyutomo, 1999:65). Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang komplit, praktis dan sederhana. Hal ini disebabkan karena lembaga ini digunakan sebagai tempat untuk penampungan para santri dengan segala kelengkapannya. Disamping itu di lingkungan pesantren ini terdapat suatu langgar atau masjid yang digunakan sebagai tempat pendidikan dan pembinaan pelajar/santri ataupun praktek-praktek ibadah serta kemasyarakatan pada umumnya, bahkan di lembaga ini dibentuk organisasi untuk mengurus segala macam kebutuhan masyarakat pesantren. Sebagai lembaga dakwah, pesantren juga memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan sumber daya yang ada, baik fisik maupun non fisik. K.H. Sahal Mahfudz mengemukakan bahwa kalau pesantren ingin berhasil dalam melakukan pengembangan masyarakat yang salah satu dimensinya adalah pengembangan semua sumber daya, maka pesantren harus melengkapi dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola sumber daya yang ada di lingkungannya, disamping syarat lain yang diperlukan untuk berhasilnya pengembangan masyarakat (Masyhud dan Khusnurdilo, 2004:19). Sumber daya pesantren seperti ustadz, santri, sistem pendidikan, organisasi pondok pesantren, sarana prasarana dan lain sebagai, harus dapat
xv
berfungsi secara optimal dalam mendukung pelaksanaan dakwah. Diharapkan dari sumber daya pesantren yang ada, terjadi hubungan simbiosis mutualisme, dimana setiap komponen saling menguntungkan satu sama lain. Dalam artian melalui strategi dakwah yang baik, akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya pesantren. Menurut Dhofier (1982: 44) pondok pesantren memiliki 5 elemen utama yang sekaligus menjadi sumber daya pesantren itu sendiri yaitu: 1) Kyai, merupakan elemen yang paling esensial dalam pesantren, bahkan seringkali ia merupakan pendiri pesantren itu, karenanya sudah sewajarnyalah pertumbuhan, maju atau mundurnya pesantren tergantung daripadanya. 2) Santri, adalah orang-orang yang belajar mendalami ilmu-ilmu agama Islam di pesantren. Santri merupakan salah satu komponen yang berperan dalam mengembangan pondok pesantren. Kualitas santri dapat menjadi tolok ukur kemajuan pesantren. 3) Pondok dan sarana pendukung, sebagai tempat tinggal santri, pondok dan kelengkapan sarana prasarana memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan pondok pesantren. Pondok pesantren yang berkembang biasanya memiliki sarana dan prasarana lengkap yang dapat mendukung proses belajar mengajar di pondok pesantren. 3) Masjid, kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan Islam. Oleh karena itu, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai tempat pembelajaran, diskusi dan kegiatan sosial lainnya. Sehingga keberadaan masjid ini juga berpengaruh terhadap perkembangan pondok
xvi
pesantren. 5) Sistem pembelajaran pondok pesantren, salah satu ciri utama pondok pesantren adalah pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Namun saat ini pondok pesantren juga mulai mengadopsi sistem pembelajaran umum. Sistem pembelajaran ini sangat menentukan kualitas santri. Oleh karena itu, sistem pembelajaran pondok pesantren yang bagus akan berimbas pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ada di pondok pesantren seperti kyai, ustadz, dan santri. Dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan di pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang diketahui bahwa pondok pesantren tersebut memiliki program pengembangan sumber daya pesantren, baik itu fisik maupun non fisik. Pengembangan fisik lebih pada perbaikan sarana dan prasarana, sedangkan pengembangan non fisik terfokus pada pemberdayaan sumber daya manusia. Strategi dakwah yang dilakukan dalam pengembangan sumber daya pesantren yang berbentuk fisik di antaranya dengan membentuk pendidikan sekolah seperti Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Tsanawiyah. Dengan lembaga pendidikan tersebut, guru sekaligus sebagai dai telah melakukan dakwah Islam. Sedangkan dalam mengembangkan sumber daya manusia, strategi dakwah yang dilakukan adalah dengan melakukan kerja sama dengan institusi pemerintah seperti Depag, misalnya dalam kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAK). Melalui kegiatan ini esensinya pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan syiar Islam.
xvii
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan
judul:
“STRATEGI
DAKWAH
DALAM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang? 2. Bagaimana implementasi strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang? 3. Apa faktor pendukung dan penghambat penerapan strategi dakwah dalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
xviii
a. Untuk mengetahui strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. b. Untuk
mengetahui
pengembangan
implementasi
sumber
daya
strategi
pesantren
dakwah
Raudlatut
dalam Tholibin
Rembang. c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan strategi dakwah dalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. 1.3.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : a. Secara teoritis, yaitu untuk menambah khasanah kepustakaan fakultas dakwah khususnya jurusan manajemen dakwah, dengan harapan dapat dijadikan salah satu bahan studi banding oleh peneliti lainnya. b. Secara praktis yaitu agar dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat, khususnya ketika peneliti berdakwah di tengah-tengah masyarakat dalam hubungannya dengan aspek strategi dakwah.
1.4. Telaah Pustaka Tinjauan pustaka merupakan informasi dasar atau rujukan yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Pencantuman tinjauan pustaka bertujuan untuk menghindari terjadinya plagiat, kesamaan dan pengulangan penelitian. Adapun beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut:
xix
Pertama, skripsi yang disusun oleh Tuningsih tahun 2007 yang berjudul
Manajemen
Dakwah
Al-Irsyad
dan
Peranannya
dalam
Pengembangan Dakwah di Kota Tegal Tahun 2004-2006. Dalam skripsinya peneliti mendeskripsikan bahwa manajemen dakwah Al-Irsyad telah ikut berperan mengembangkan aktifitas dakwah di kota Tegal. Di antara indikasinya adalah dengan maraknya kegiatan-kegiatan keagamaan di kota Tegal. Kedua, skripsi yang disusun oleh Roisul Huda tahun 2008 yang berjudul Manajemen Dakwah Pesantren Analisis terhadap Pengembangan Kualitas Kader Dakwah Islam di Ponpes Sirojul Tholibin Desa Brabo Kec. Tanggungharji Kab. Grobogan. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa manajemen dakwah yang baik dapat berimplikasi terhadap peningkatan kualitas kader dakwah Islam. Esensinya seorang dai harus mampu melakukan manajemen dakwah yang baik, supaya proses pelaksanaan dakwah dapat berjalan dengan baik pula. Oleh karena itu manajemen dakwah yang dilakukan di Ponpes Sirojul Tholibin Desa Brabo Kec. Tanggungharji Kab. Grobogan berimplikasi terhadap kualitas dai. Ketiga, skripsi Sumartini tahun 2008 yang berjudul Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Santri di Pondok Pesantren alHikmah 2 Sirampog Brebes pada Tahun 2005-2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi pengembangan sumber daya manusia pada santri di Pondok Pesantren al-Hikmah 2 Sirampog Brebes meliputi beberapa aspek yaitu pengkajian agama atau pengkajian kitab, pendidikan
xx
formal, pendidikan kejuruan atau ketrampilan dan kegiatan sosial. Strategi tersebut sangatlah penting untuk meningkatkan pemahaman santri di pondok pesantren dan mengembangkan kemampuan berpikir yang pada akhirnya meningkatkan aktifitas dan kreativitas santri. Relevansi antara penelitian di atas dengan penelitian yang penulis angkat adalah berkaitan dengan usaha yang dilakukan pondok pesantren dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Adapun titik bedanya terletak pada : pertama, usaha dan gerakan yang diaplikasikan dalam strategi dakwah pada pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Kedua, fokus penelitian lebih luas yaitu tentang pengembangan sumber daya pesantren, yang meliputi sumber daya fisik dan non fisik.
1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Jenis Penelitian Sesuai rumusan masalah yang ada, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih menekankan analisisnya dalam proses penyimpulan deduktif dan induktif, serta analisisnya terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 1997: 5). Dalam konteks penelitian ini, peneliti dalam memperoleh data tidak diwujudkan dalam bentuk angka, namun data itu diperoleh dalam bentuk penjelasan dan berbagai uraian yang berbentuk lisan maupun tulisan.
xxi
1.5.2. Sumber Data dan Jenis Data Sumber data dalam penelitian adalah subjek mana data dapat diperoleh (Arikunto, 1993: 114). Berdasarkan sumbernya, sumber data dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Sumber Data Primer Sumber data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada obyek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 1997: 5). Adapun sumber data primer dalam penelitan ini adalah informasi langsung dari K.H. Musthofa Bisri sebagai pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Di samping itu, untuk mendapatkan pengetahuan secara komprehensip tentang strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren penulis juga akan mewawancarai beberapa pihak, di antaranya adalah pengurus pondok, santri, alumni dan lain sebagainya. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari obyek penelitiannya (Azwar, 1997: 5). Dalam penelitian ini, sumber data sekundernya adalah data-data tambahan yang diambil dari buku-buku, hasil-hasil pemikiran para ahli yang
xxii
mengkaji tentang strategi dakwah Islam, pengembangan sumber daya pondok pesantren, lembaga dakwah, dan lain-lain yang ada relevansinya dengan penelitian yang penulis kaji. 1.5.3. Metode Pengumpulan data Dalam pengumpulan data ini penulis akan menggunakan metode yang sesuai dengan jenis data yang akan dihimpun. Metode yang akan digunakan meliputi : a. Metode Observasi Metode observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Marzuki, 2003: 58). Metode ini digunakan dengan cara mencatat dan mengamati secara langsung gejala-gejala yang ada kaitannya dengan pokok masalah yang ditemukan di lapangan. Metode observasi ini digunakan untuk mengambil data dan informasi tentang strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren pondok pesantren
Raudlatut
Tholibin
Rembang.
Adapun
obyek
observasinya adalah strategi dakwah pondok pesantren dan upaya pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang yang dilakukan oleh pengasuh, pengurus, dan santri. b. Metode Wawancara Metode wawancara yaitu suatu metode pengumpulan data dengan jalan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang yang berwenang tentang suatu masalah (Arikunto, 1993:
xxiii
104). Dengan kata lain wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan
data
atau
memperoleh
informasi
dengan
menanyakan secara langsung atau dialog kepada objek. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis wawancara bebas terpimpin, artinya pewawancara berjalan dengan bebas tetapi masih terpenuhi komparabilitas dan reliabilitas persoalan-persoalan yang ada dalam penelitian ini. Metode ini digunakan untuk mewawancarai pengasuh, pengurus dan santri guna memperoleh data tentang strategi dakwah yang dilakukan di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang serta upaya pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang melalui strategi dakwah tersebut. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip, buku-buku, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2000: 181). Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang ada pada Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. 1.5.4. Metode Analisis Data Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menyusun data-data tersebut kemudian melakukan analisis. Metode analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu
xxiv
pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap objek yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain guna memperoleh kejelasan mengenai halnya (Sudarto, 1997: 59). Mattew B. Miles dan Michel Huberman menyatakan bahwa analisis data kualitatif dilakukan dengan tiga tahap yaitu: 1.
Reduksi data Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian yaitu Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Reduksi data dilakukan sebelum pengumpulan data, selama pengumpulan data dan sesudah pengumpulan data. Reduksi data sebelum pengumpulan data dilakukan ketika peneliti telah memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan pengumpulan data yang akan diperolehnya. Reduksi data selama pengumpulan data adalah dengan cara membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan membuat memo. Reduksi data dilanjutkan terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
xxv
2.
Penyajian Data Penyajian data adalah penyampaian informasi berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari informan, catatan pengamatan pada waktu
mengamati
aplikasi
dari
strategi
dakwah
dalam
pengembangan sumber daya di Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Penyampaian informasi ini disusun secara sistematis, runtut, mudah dibaca dan dipahami. Penyajian data disampaikan dalam bentuk narasi, matrik, grafik atau bagan. 3.
Menarik Kesimpulan/Verifikasi Sedangkan menarik simpulan/verifikasi adalah peninjauan ulang catatan-catatan lapangan dengan tukar pikiran untuk mengembangkan kesepakatan inter subyektif atau upaya yang luas untuk menempatkan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Atau secara singkat yaitu memunculkan makna-makna dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya yang merupakan validitasnya dalam penelitian ini (Sugiyono, 2009: 91-99). Dua model analisis data tersebut di atas dipakai dalam penelitian ini, disesuaikan dengan jenis dan karakteristik data yang diperoleh di lapangan.
xxvi
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan sistematika penulisan skripsi. Penulisan skripsi ini meliputi lima bab, yang sebelumnya didahului dengan bagian halaman judul skripsi, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, kata pengantar, dan daftar isi. Kemudian dilanjutkan dengan : Bab Pertama : pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Bab kedua, yang berisi landasan teori yang memuat tentang strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren. sub pertama mengenai strategi dakwah meliputi pengertian strategi dakwah, langkah-langkah
perencanaan strategi dakwah,. sub kedua mengenai pengembangan sumber daya pesantren meliputi pengertian pengembangan sumber daya pesantren, konsep pengembangan lembaga (organisasi), macam-macam sumber daya pesantren, teknik-teknik pengembangan lembaga,
dan
proses pengembangan organisasi (pondok pesantren). Bab Ketiga, yang memuat penyajian data yang meliputi strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren di pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Sub pertama mengenai sejarah Pondok
Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Sub bab kedua membahas tentang strategi dakwah Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Dan
xxvii
sub bab ketiga tentang pengembangan sumber daya Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang. Bab Keempat, merupakan bab analisis data yang meiputi analisis tentang strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren di pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Sub bab pertama berisi tentang analisis strategi dakwah dalam rangka pengembangan sumber
daya pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Sub bab kedua membahas tentang analisis implementasi strategi dakwah dalam
pengembangan sumber daya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Dan sub bab ketiga tentang faktor pendukung dan penghambat penerapan strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren. Bab Kelima, penutup. Dalam bab ini akan penulis paparkan kesimpulan dari pembahasan skripsi ini yang dilengkapi rekomendasi dan saran-saran, serta kata penutup.
xxviii
BAB II STRATEGI DAKWAH Dalam PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN
2.1.Strategi Dakwah 2.1.1. Pengertian Strategi Dakwah Hasibuan (2001: 102) berpendapat bahwa strategi merupakan jenis rencana untuk menentukan tindakan-tindakan di masa yang akan datang dengan memperhitungkan kelebihan dan kelemahan, dari dalam maupun dari luar, selain itu juga memperhatikan faktor-faktor lain semisal, ekonomi, sosial, psikologis, sosio-kultural, hukum ekologis, giografis dan menganalisis dengan cermat rencana pihak-pihak lain sebagai bahan merencanakan strategi dan mewujudkannya dalam tindakan. Sedangkan istilah dakwah dapat dipahami sebagai seruan, ajakan atau panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami berdasarkan ajaran Islam yang hakiki (Pimay, 2006: 7). Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa strategi dakwah adalah berbagai metode, siasat, atau taktik yang dipergunakan dalam aktifitas dakwah (Syukir, 1983: 32). Seorang dai atau mubaligh dalam menentukan strategi dakwah sangat memerlukan pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi. Tanpa metode yang pas, maka materi dakwah tidak akan dapat diterima oleh publik secara baik. Metode-metode dakwah yang biasa digunakan adalah metode ceramah, tanya jawab, debat (mujadalah), percakapan
xxix
antar
pribadi,
demonstrasi,
metode
dakwah
Rasulullah
SAW,
pendidikan agama dan metode silaturrahmi (kunjungan rumah). Disamping metodologi, aspek penting lainnya dalam kegiatan dakwah adalah media. Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya (Syukir, 1983: 163). Beberapa media dakwah yang biasa digukanan adalah lembaga-lembaga pendidikan formal, lingkungan keluarga, organisasi-organisasi Islam, hari-hari besar Islam, media massa, dan seni budaya.
2.1.2. Langkah-langkah Perencanaan Strategi Dakwah Pembahasan terhadap proses perencanaan strategi dakwah meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Perkiraan dan perhitungan masa depan. 2. Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Penetapan tindakan-tindakan dakwah dan prioritas pelaksanaannya. 4. Penetapan metode. 5. Penetapan dan penjadwalan waktu. 6. Penempatan lokasi (tempat). 7. Penetapan biaya, fasilitas dan faktor-faktor yang diperlukan (Shaleh, 1986: 54-55). Dengan memperhatikan dan memperhitungkan semua faktor di atas, rencana strategis sangatlah perlu karena melihat fenomena dakwah Islam sangatlah kompleks. Agar misi dakwah dapat berhasil dan berjalan dengan rencana yang diinginkan maka rencana strategis harus
xxx
disusun berdasarkan sekala urutan prioritas tindakan dengan penyelesian secara bertahap. Tahapan-tahapan pelaksanaan yang ditetapkan dalam urutan prioritas, harus saling berkaitan, saling menunjang, dan tidak dipisah satu sama lainnya (Hasibuan, 2001: 103). Untuk mencapai strategi yang tepat harus memperhatikan delapan langkah proses perencanaan strategi yaitu: 1. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis 2. Memperjelas mandat organisasi 3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi 4. Menilai lingkungan eksternal 5. Menilai lingkungan internal 6. Mengidentifikasi Isu strategis yang dihadapi organisasi 7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu 8. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan (Bryson, 2001: 55–70) Untuk lebih jelasnya, tiap langkah perencanaan strategis tersebut dapat penulis paparkan sebagai berikut: 1. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis. Tujuan langkah pertama adalah menegosiasikan kesepakatan dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision makers) atau pembentukan opini (opini leaders) internal (dan mungkin eksternal) tentang seluruh upaya perencanaan strategi dan langkah perencanaan yang terpenting. Dukungan dan komitmen mereka merupakan hal yang sangat penting jika perencanaan strategi ingin berhasil. Juga, melibatkan orang-orang penting pembuat keputusan di luar organisasi biasanya merupakan implementasinya akan melibatkan banyak kelompok dan organisasi (Bryson, 2001: 55).
xxxi
Jelasnya, beberapa orang atau kelompok harus memulai suatu proses. Salah satu tugas pemrakarsa adalah menetapkan secara tepat siapa saja yang tergolong orang-orang penting pembuat keputusan. Tugas berikutnya adalah menetapkan orang, kelompok, unit atau organisasi manakah yang harus dilibatkan dalam upaya perencanaan. Kesepakatan awal akan dinegosiasikan dengan setidak-tidaknya beberapa dari pembuat keputusan, kelompok, unit atau organisasi. 2. Memperjelas mandat organisasi. Mandat formal dan informal yang ditempatkan pada organisasi
adalah
Sesungguhnya,
“keharusan”
mengherankan
yang
bagaimana
dihadapi
organisasi.
organisasi
tertentu
mengetahui dengan tepat apa yang harus dikerjakan dan tidak dikerjakan sebagai tugas mereka. Beberapa anggota organisasi misalnya, pernah membaca legislasi yang relevan, peraturan, piagam, pasal-pasal dan perjanjian yang menguraikan mandat formal organisasi. Maka, mungkin tidaklah mengherankan bila banyak organisasi melakukan satu atau sekaligus dua kekeliruan yang mendasar. Mereka percaya bahwa mereka dibatasi secara lebih ketat
dalam
tindakan
mereka
daripada
diri
mereka;
atau
menganggap bahwa jika mereka tidak dikatakan dengan eksplisit untuk mengerjakan sesuatu, mereka tidak diizinkan mengerjakan hal itu (Bryson, 2001: 56).
xxxii
3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. Misi organisasi, yang berkaitan erat dengan mandatnya, menyediakan
raison
de’etre-nya,
pembenaran
sosial
bagi
keberadaannya. Bagi perusahaan, lembaga pemerintahan atau organisasi, hal ini berarti organisasi harus berusaha memenuhi kebutuhan sosial dan politik yang dapat diidentifikasi. Melihat dengan sudut pandang ini, organisasi harus dianggap sebagai alat menuju akhir, bukan akhir di dalam dan dari organisasi itu sendiri. Komunitas juga tidak seharusnya dipandang sebagai akhir dalam komunitas itu sendiri, tetapi mesti mempertegas keberadaannya yang didasarkan pada bagaimana sebaiknya mereka memenuhi kebutuhan sosial dan politik stakeholder-nya yang beragam, termasuk kebutuhan stakeholder itu terhadap “perasaan komunitas”. Namun, menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas keberadaan organisasi. Memperjelas maksud dapat
mengurangi
banyak sekali konflik yang tidak perlu dalam suatu organisasi dan dapat membantu menyalurkan diskusi dan aktivitas secara produktif. Kesepakatan
tentang
maksud-maksud
berarti
menetapkan
gelanggang di mana organisasi akan berkompetisi dan, setidaktidaknya dalam uraian yang lebih luas, merencanakan jalan masa depan. Lagi pula, misi yang penting dan dapat dibenarkan secara sosial merupakan sumber ilham bagi stakeholder kunci, terutama para pegawai. Bahkan, diragukan bahwa organisasi pernah mencapai
xxxiii
kebesaran atau kesempurnaan tanpa konsensus dasar di antara stakeholder kunci tentang misi yang mengilhaminya (Bryson, 2001: 57). 4. Menilai lingkungan eksternal. Tim perencanaan harus mengeksplorasi lingkungan di luar organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi. Sebenarnya, faktor “di dalam” merupakan faktor yang dikontrol oleh organisasi dan faktor “di luar” adalah faktor yang tidak dikontrol oleh organisasi. Peluang dan ancaman dapat
diketahui
dengan
memantau
pelbagai
kekuatan
dan
kecenderungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi (PESTs). PESTs merupakan akronim yang tepat bagi kekuatan dan kecenderungan ini, karena organisasi biasanya harus berubah sebagai jawaban terhadap kekuatan maupun kecenderungan itu dan perubahan boleh jadi sangat menyakitkan. Sayangnya, semua organisasi juga seringkali hanya memfokus kepada aspek yang negatif dan mengancam dari perubahan itu, dan tidak memfokus kepada peluang yang dimunculkan oleh perubahan tersebut. Anggota badan pengurus dalam suatu organisasi, terutama jika mereka dipilih, seringkali lebih baik dalam mengidentifikasi dan menilai ancaman dan peluang eksternal ketimbang para pegawai organisasi hal ini sebagian saja karena dewan pengurus (governing board) bertanggung jawab untuk mengaitkan suatu organisasi
xxxiv
dengan lingkungan eksternalnya dan juga sebaliknya. Sayangnya, dewan pengurus
ataupun pegawai biasanya tidak melakukan
pekerjaan yang sistematik atau efektif dalam mengamati lingkungan eksternal. Akibatnya sebagian besar organisasi bagaikan kapal yang berusaha melayari perairan berbahaya tanpa memanfaatkan indera pengawas manusia atau radar dan peralatan sonar. Karena hal ini, baik pegawai maupun anggota dewan pengurus harus mengandalkan proses penilaian eksternal yang relatif formal. Teknologi penilaian eksternal agak sederhana, mendorong organisasi ––secara
murah, pragmatis dan
efektif–– untuk
mengawasi apa yang terjadi dalam dunia yang lebih besar yang mungkin mempunyai
pengaruh atas organisasi dan pencapaian
misinya (Bryson, 2001: 58–59). 5. Menilai lingkungan internal. Untuk mengenali kekuasaan dan kelemahan internal, organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi sekarang (process) dan kinerja (outputs). Karena sebagian besar organisasi biasanya mempunyai banyak informasi tentang inputs organisasi, seperti gaji, pasokan, bangunan fisik dan personalia yang sama dengan personalia purna waktu (full-time equivalent). Mereka cenderung memiliki gagasan yang kurang jelas mengenai strategi mereka sekarang, seluruhnya atau menurut fungsinya. Biasanya
xxxv
mereka dapat sedikit mengatakan, jika segala hal, tentang outputs, apalagi pengaruh outputs tersebut kepada para masyarakat. Ketiadaan relatif mengenai informasi kinerja menimbulkan masalah baik kepada organisasi maupun kepada stakeholder-nya. Stakeholder akan menilai manfaat suatu organisasi sesuai dengan kriteria
yang
hendak
digunakan
stakeholder––bukan
yang
diperlukan organisasi. Terutama bagi stakeholder eksternal, kriteria ini biasanya berkaitan dengan kinerja. Jika organisasi tidak dapat menunjukkan keefektifannya terhadap kriteria stakeholder, maka tanpa memperhatikan setiap manfaat inheren dari organisasi, stakeholder mungkin menarik dukungan mereka (Bryson, 2001: 64). 6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. Lima unsur pertama dari proses secara bersama-sama melahirkan unsur keenam, identifikasi isu strategis–– persoalan kebijakan penting yang mempengaruhi mandat, misi dan nilai-nilai, tingkat dan campuran produk atau pelayanan, klien atau manajemen organisasi. Perencanaan strategis memfokus kepada tercapainya “percampuran” yang terbaik antara organisasi dan lingkungannya. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat dan lingkungan eksternalnya dapat dipikirkan sebagai perencanaan dari luar ke dalam (the outside in). Perhatian kepada misi dan nilai-nilai maupun lingkungan internal dapat dianggap sebagai perencanaan dari dalam
xxxvi
ke luar (the inside out). Secara khas, perencanaan itu merupakan masalah yang sangat penting bahwa isu-isu strategis dihadapi dengan
cara
terbaik
dan
efektif
jika
organisasi
ingin
mempertahankan kelangsungan hidup dan berhasil baik. Organisasi yang tidak menanggapi isu strategis dapat menghadapi akibat yang tidak diingini dari ancaman, peluang yang lenyap atau keduanya. Dalam pernyataan isu strategis harus mengandung tiga unsur, Pertama, isu harus disajikan dengan ringkas, lebih baik dalam satu paragraf. Isu tersebut harus dibingkai sebagai pertanyaan bahwa organisasi dapat mengerjakan sesuatu. Jika organisasi tidak dapat melakukan sesuatu pun tentang hal itu, maka hal tersebut bukan suatu isu ––setidaknya bagi organisasi. Kedua, faktor yang menyebabkan sesuatu isu menjadi persoalan kebijakan yang penting harus didaftar. Khususnya, faktor mandat, misi, nilai-nilai atau kekuatan kelemahan internal, serta peluang dan ancaman eksternal apakah yang menjadikan hal ini suatu isu strategis? Mendaftar faktor ini akan bermanfaat dalam langkah selanjutnya, pengembangan strategi. Setiap strategi yang efektif akan dibangun di atas kekuatan dan mengambil keuntungan dari peluang sambil meminimalkan atau mengatasi kelemahan dan ancaman. Dengan demikian pembingkaian isu strategi menjadi sangat penting karena pembingkaian itu akan memuat dasar bagi pemecahan isu-isu.
xxxvii
Ketiga, tim perencanaan harus menegaskan konsekuensi kegagalan menghadapi isu. Tinjauan terhadap konsekuensi akan menguak pertimbangan mengenai bagaimana isu-isu yang beragam itu bersifat strategis, atau penting. Oleh karenanya langkah identifikasi isu strategis benar-benar penting untuk kelangsungan, keberhasilan dan keefektifan organisasi (Bryson, 2001: 56–67). 7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu. Strategi diidentifikasikan sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang menegaskan bagaimana organisasi harus mengerjakan hal itu. Strategi dapat berbeda-beda karena tingkat, fungsi dan kerangka waktu. Selanjutnya, tim perencanaan harus merinci hambatan mencapai
alternatif,
impian
atau
visi
tersebut,
dan
tidak
memfokuskan secara langsung kepada prestasinya. Dalam hal ini, suatu fokus tentang hambatan bukanlah ciri khas kebanyakan proses strategis. Tetapi melakukan hal demikian merupakan satu cara untuk menjamin bahwa strategi apapun yang dikembangkan akan menghadapi kesulitan implementasi secara langsung dan tidak serampangan. Strategi yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria. Strategi yang efektif secara teknis harus dapat bekerja, secara politik dapat diterima oleh para stakeholder kunci, dan harus sesuai dengan
xxxviii
filosofi dan nilai organisasi. Strategi yang efektif harus menjadi etika, moral dan hukum organisasi. Juga, strategi yang efektif harus menghadapi isu strategis yang mesti diselesaikan (Bryson, 2001: 68). 8. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan. Langkah terakhir dalam proses perencanaan, organisasi mengembangkan
deskripsi
mengenai
bagaimana
seharusnya
organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya dan mencapai seluruh potensinya. Deskripsi ini merupakan “visi keberhasilan” organisasi. Visi keberhasilan harus singkat –tidak lebih dari beberapa halaman– dan memberi ilham. Orang-orang diilhami oleh visi yang jelas dan kuat yang disampaikan dengan penuh keyakinan. Visi yang jelas dan kuat yang disampaikan dengan penuh keyakinan. Visi yang memberikan ilham, seperti pidato “Saya Mempunyai Impian”-nya. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Visi itu memfokus kepada masa depan yang lebih baik, mendorong harapan dan impian, menarik nilai-nilai umum, menyatakan hasil yang positif, menekankan kekuatan kelompok yang bersatu, menggunakan bahasa gambar, rekaan dan metafora, dan mengkomunikasikan entusiasme dan kegembiraan. Lebih lanjut, bagi kebanyakan organisasi, pengembangan visi keberhasilan bukan diperlukan untuk menghasilkan kemajuan yang dapat dilihat dalam kinerja. Akan tetapi harus menunjukkan kemajuan yang substansial
xxxix
dalam keefektifan jika mereka benar-benar mengenali dan memecahkan beberapa isu strategis dengan memuaskan (Bryson, 2001: 69–70). Mengiringi delapan langkah di atas adalah tindakan, hasil dan evaluasi ––ketiganya ini juga harus muncul dalam tiap-tiap langkah dalam proses itu. Selanjutnya, sementara proses disajikan dengan cara berurutan dan linear, sebetulnya proses itu berjalan secara berulang karena pelbagai unsur dalam proses di atas jalan mereka untuk merumuskan strategi yang efektif. Perencanaan strategi adalah inovasi manajemen yang dapat bertahan lama karena, tidak seperti banyak inovasi mutakhir lainnya, perencanaan strategi menerima dan dibangun di atas sifat pembuatan keputusan. Memunculkan dan memecahkan isu-isu penting adalah inti pembuatan keputusan, sebagaimana hal itu merupakan inti perencanaan strategis. Perencanaan strategi berupaya memperbaiki bentuk pembuatan keputusan yang paling buruk, namun, menjamin
bahwa isu-isu
dimunculkan dan dipecahkan dalam cara-cara yang menguntungkan organisasi dan stakeholder sebagai kuncinya. Berpijak dari delapan langkah perencanaan strategis tersebut, maka sebuah organisasi dalam hal ini pondok pesantren hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
xl
1. Strength (kekuatan) Yaitu harus memperhitungkan kekuatan yang dimiliki baik internal maupun eksternal. Dan secara bersinggungan dengan manusia, dananya, beberapa kegiatan yang dimiliki. 2. Weakness (kelemahan) Yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan misalnya kualitas manusianya, dananya, dan sebagainya 3. Opportunity (peluang) Yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos 4. Threats (ancaman) Yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar (Rafi’udin dan Djaliel, 1997: 76-77). Melalui analisis SWOT tersebut suatu pondok pesantren akan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga mampu menyusun strategi dakwah dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan pondok pesantren.
2.2.Pengembangan Sumber Daya Pesantren 2.2.1. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Pesantren Suatu organisasi, badan hukum, atau perusahaan yang tujuannya ekonomis, keagamaan, politis, pendidikan, rekreatif, disebut lembaga. Sedangkan istilah pengembangan lembaga
juga
bisa diartikan
sebagaimana konsep pengembangan organisasi. Istilah pengembangan organisasi (lembaga) telah dipergunakan pada banyak teknik perilaku dan teknik yang digunakan untuk mendekati konflik dan perubahan dalam organisasi. Pengembangan organisasi adalah upaya yang berencana, mencakup keseluruhan orang
xli
dan dikelola dari atas untuk meningkatkan efektivitas dan kesehatan organisasi melewati intervensi terencana atas proses yang terjadi dalam organisasi dengan memanfaatkan pengetahuan yang berasal dari ilmu perilaku (Gibson, 1997: 353). Warner
Bruke
(Clark
University)
mendefinisikan
Pengembangan Organisasi sebagai suatu proses perubahan dalam budaya organisasi melalui penggunaan teknologi, riset dan teori ilmiah keperilakuan. Berbeda dengan Warner, Edgar Schein mengartikan PO sebagai seluruh kegiatan yang disusun oleh para manajer, karyawan dan lain-lain yang diarahkan menuju pembuatan dan penjagaan “kesehatan organisasi sebagai suatu sistem total” (Handoko, 1995:337). Sedangkan sumber daya itu sendiri terdiri dari sumber daya material khususnya berupa sarana prasarana, sumber daya finansial dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program atau proyek, sumber daya manusia, sumber daya teknologi dan sumber daya informasi. Jadi, pengembangan sumber daya pesantren adalah proses yang berencana, dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur, sistem, dan perilaku organisasi pondok pesantren, guna meningkatkan efektivitas
dan
kesehatan
lembaga
pesantren
tersebut
dalam
memecahkan masalah dan pencapaian sasaran (tujuan) berkaitan dengan sumber daya yang dimilikinya. Dilihat dari historis fenomenologis, pondok pesantren telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat
xlii
dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia (Dewan Redaksi, 1993: 99). Seperti komunitas lainnya, pondok pesantren terbangun karena adanya ikatan–ikatan sosial keagamaan di antara anggotanya. Dalam proses perkembangannya pesantren masih tetap
disebut
suatu
lembaga
keagamaan
yang
mengajarkan,
mengembangkan dan mengajarkan ilmu agama Islam. Dengan segala dinamikanya pesantren dipandang sebagai lembaga yang merupakan pusat dari perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan dakwah Islam. Menurut Hasbullah tujuan terbentuknya pesantren dapat dibedakan menjadi dua macam: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah membimbing manusia menuju kepribadian muslim, mengarahkan masyarakat melalui ilmu dan amal. Sedangkan tujuan khusus, untuk mempersiapkan santri menjadi alim ilmu agama, bermanfaat bagi diri dan lingkungannya (Hasbullah, 1985: 24-25). Pada intinya
keberadaan
pondok
pesantren
memiliki
tujuan
untuk
mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Untuk dapat mengembangkan sumber daya pesantren yang bermanfaat bagi masyarakat, maka pondok pesantren perlu memiliki modal sosial. Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian–bagian paling kecil dalam
xliii
masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun dalam kelompok masyarakat yang besar seperti pondok pesantren.
2.2.2. Konsep Pengembangan Lembaga (Organisasi) Sebagai konsep formal Pengembangan Organisasi adalah baru, dan “istilah Pengembangan Organisasi sendiri masih didefinisikan secara tidak konsisten, terutama sebagai label berbagai kegiatan”. Pengembangan organisasi berhubungan dengan suatu strategi, sistem, proses-proses guna menimbulkan perubahan organisatoris sesuai dengan rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi yang berubah yang dihadapi oleh organisasi modern, dan yang berupaya untuk menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan mereka (Winardi, 1994: 210). Pengembangan Organisasi adalah suatu usaha jangka panjang untuk
memperbaiki
pembaharuan
proses-proses
organisasi,
terutama
pemecahan melalui
masalah
manajemen
dan
budaya
organisasi yang lebih efektif dan kolaboratif – dengan tekanan khusus pada budaya tim-tim kerja formal – dengan bantuan pengantar perubahan, katalisator, dan penggunaan teori dan teknologi ilmiah keperilakuan terapan, mencakup riset kegiatan (Winardi, 1994: 210). Jadi, pengembangan lembaga pesantren bertujuan untuk mengubah semua elemen dari kultur lembaga yang ada, yang mencakup misalnya keyakinan, sikap, nilai-nilai, struktur-struktur dan sebagainya
xliv
guna
memungkinkan
lembaga
tersebut
menghadapi perubahan-
perubahan teknologikal dan perubahan-perubahan
lainnya yang
berlangsung dengan cepat, yang terjadi di dalam lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan tanpa menghilangkan ciri khasnya dan tidak menghilangkan hal-hal yang baik di dalamnya. Sasaran dan tujuan pengembangan organisasi tergantung pada diagnosis kebutuhan-kebutuhan sesuatu organisasi, karena upaya pengembangan organisasi berkaitan dengan metode-metode merangsang perubahan yang terpusat pada klien. Menurut Gibson (1997: 353), ada tiga sub sasaran pengembangan organisasi: 1. Perubahan Sikap 2. Modifikasi Perilaku 3. Menginduksi Perubahan Dalam Struktur dan Kebijakan Tujuan PO pada hakekatnya adalah untuk mengubah seluruh iklim organisatoris di mana para manajer bertugas. Sedangkan tujuan normatif PO adalah: 1. Perbaikan dalam kompetensi antar pribadi 2. Perubahan dalam sistem-sistem nilai demikian rupa, hingga faktor-faktor manusia dan perasaan-perasaan dapat dianggap sah; 3. Pengembangan pemahaman antar kelompok dan intra kelompok guna mengurangi ketegangan-ketegangan (misalnya kapasitas dari kelompok-kelompok fungsional untuk bekerja efektif); 4. Pengembangan metode-metode lebih baik dalam hal penyelesaian konflik dibandingkan dengan metode-metode birokratik yang biasanya dilaksanakan; 5. Pengembangan sebuah sistem organik dan bukan sebuah sistem mekanikal. (Gibson, 1997: 353)
xlv
2.2.3. Macam-macam Sumber Daya Pesantren Institusi pesantren memiliki beberapa potensi atau sumber daya yang bisa digali. Jika dimanfaatkan dengan baik, maka lembaga ini bisa menjadi rahmat bagi masyarakat sekitarnya. Ada beberapa potensi positif yang dimiliki pesantren pada umumnya, yaitu: 1. Potensi Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan kyai sebagai pemimpin yang kharismatik dan para santrinya yang berakhlak baik, mereka berpotensi sebagai agen penggerak pemberdayaan masyarakat desa. Namun, kharisma seorang kyai bila sangat diandalkan bagi perkembangan sebuah lembaga, maka pada suatu saat akan berbalik menjadi potensi yang sangat negatif. 2. Potensi Sumber Daya Alam (SDA), yaitu lahan luas yang dimiliki oleh pesantren, dapat dimanfaatkan oleh para pengelola pesantren untuk mengembangan pertanian. SDA ini juga penting sebagai lahan percontohan bagi masyarakat sekitar yang ingin belajar di pesantren. 3. Potensi Teknologi yang dimiliki pesantren sebagai tempat untuk berkembangnya dan mengaplikasikan teknologi serta meyebarluaskannya ke masyarakat sekitar. 4. Potensi Kelembagaan. Keberadaan pesantren yang menyebar di hampir setiap desa di Indonesia, sangat berpotensi untuk mengembangkan perekonomian masyarakat pedesaan. 5. Potensi Jaringan Antar Pondok Pesantren, dengan mengembangkan silaturrahmi dan ukhuwah islamiyyah. Potensi ini bisa dijadikan sebagai dasar membangun suatu jaringan informasi dan jaringan pemasaran di antara lembagalembaga itu sendiri (Depag RI, 2003: 14). Pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat yang sangat diharapkan bisa mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan antara lain dalam bidang sumber daya manusia, ekonomi dan teknologi, baik untuk peningkatan kualitas pondok pesantren itu sendiri maupun untuk peningkatan
kualitas
kehidupan
masyarakat.
Pengembangan-
pengembangan pondok pesantren juga diharapkan bisa menjadikan
xlvi
santri memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Abdullah, 2008: 79). Parameter pengembangan sumber daya pesantren tersebut dilakukan melalui tiga hal, yaitu: 1. Kepercayaan Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif serta hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah dipercaya masyarakat karena telah berjuang demi kemaslahatan umat. Salah satu misi pondok pesantren adalah menyebarkan ajaran yang humanis
religius.
menjunjung
tinggi
Humanisme nilai
dan
adalah
paham
kedudukan
filsafat
yang
manusia
serta
menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu. Dengan kata lain, humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek (Tjaya, http://www. kompas.com/kompas-cetak/0402/04/Bentara/824931.htm). Dengan misi mengajarkan ajaran agama yang humanis, pondok pesantren akan lebih mudah menanamkan kepercayaan kepada masyarakat.
xlvii
2. Norma Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilainilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma yang dianut oleh pondok pesantren adalah norma agama. Ajaran agama ini menjadi modal utama bagi pondok pesantren dalam menjalin hubungan dengan pihak luar. Ajaran Islam merupakan kesempurnaan sikap cinta kepada manusia, binatang, tanaman atau tumbuhan, benda-benda mati, bumi dan surga, sebagai abdi Allah dan ketaatan pada hukumhukum alam. Al-Qur’an mengingatkan setiap orang yang beriman untuk bertingkah laku yang baik dalam setiap rakaat shalat. Bahwa segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari sini dapat diketahui bahwa Tuhan
menyayangi
makhluk-Nya,
manusia
yang
diberi
kesempurnaan di dalam hidupnya seperti akal, supaya digunakan untuk membantu dan menyayangi sesama. Dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 dijelaskan:
ô`ÏB (#q‘ÒxÿR]w É=ù=s)ø9$# xá‹Î=xî $ˆàsù |MYä. öqs9ur ( öNßgs9 |MZÏ9 «!$# z`ÏiB 7pyJômu‘ $yJÎ6sù ö@©.uqtGsù |MøBz•tã #sŒÎ*sù ( Í•öDF{$# ’Îû öNèdö‘Ír$x©ur öNçlm; ö•ÏÿøótGó™$#ur öNåk÷]tã ß#ôã$$sù ( y7Ï9öqym ÇÊÎÒÈ tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# •=Ïtä† ©!$# ¨bÎ) 4 «!$# ’n?tã
xlviii
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. Dengan landasan agama, segala sesuatu yang dilakukan pondok pesantren bukan didasarkan pada tendensi materi melainkan untuk beribadah dan mencapai ridha Allah. Dasar agama yang kuat ini juga merupakan modal dalam membina hubungan baik internal maupun eksternal yang membutuhkan kejujuran dan keterbukaan. 3. Jaringan Kemampuan pondok pesantren dalam membangun jaringan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan pondok pesantren itu sendiri. Perkembangan pondok pesantren dapat dilihat dari sejauhmana institusi supra struktur pondok pesantren seperti Pemda, Kandepag, Kanwil, Departemen Agama Pusat dalam memperhatikan pondok pesantren. Perhatian bukan hanya sekedar kunjungan tetapi juga bantuan baik materiil maupun immaterial (Nurhadi, 2007: 61). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Pondok pesantren perlu membangun jaringan-jaringan yang kokoh supaya dapat meningkatkan sumber
xlix
daya yang ada, dengan cara membangun relasi kedalam maupun keluar pesantren yang kuat, baik bersifat formal maupun informal. Kemampuan
pondok
pesantren
untuk
bekerjasama
dan
menumbuhkan kepercayaan baik di antara anggota–anggotanya maupun dengan pihak luar merupakan kekuatan yang besar. Jika pondok pesantren dan masyarakat saling bekerjasama dan saling percaya yang didasarkan kepada nilai–nilai universal yang ada, maka tidak akan ada sikap saling curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya sehingga ketimpangan–ketimpangan antara kelompok yang miskin dengan yang kaya akan bisa diminimalkan. Di pihak lain komunitas pesantren yang kuat dan mempunyai modal yang layak dipercaya akan memudahkan jaringan kerjasama dengan pihak luar. Perluasan jaringan ini dapat berpengaruh pada pengembangan pondok pesantren baik fisik (misalnya kelengkapan sarana dan prasarana) maupun non fisik (seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia; kyai, ustadz dan santri). 2.2.4. Teknik-teknik Pengembangan Lembaga Pada
dasarnya,
teknik-teknik
pengembangan
organisasi
mencakup tindakan-tindakan mempersatukan kelompok-kelompok atau pasangan-pasangan kelompok guna mempelajari interaksi mereka sendiri,
aktivitas-aktivitas
mereka
dan
sentimen-sentimen
serta
hubungan-hubungan mereka dengan efektivitas organisatoris (Winardi, 1994: 216). Para manajer mempunyai banyak teknik dan pendekatan intervensi yang tersedia, di mana teknik-teknik ini diklasifikasikan
l
menurut kelompok sasaran. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan oraganisasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan Organisasi (PO) untuk perseorangan. Latihan Sensitifitas adalah teknik “PO” pertama dan cukup meluas penggunaannya. Dalam kelompok “latihan”, kira-kira sepuluh peserta diarahkan oleh seorang pemimpin yang terlatih untuk meningkatkan sensitifitas dan ketrampilan penanganan hubungan-hubungan antar pribadi. 2. Pengembangan Organisasi untuk dua atau tiga orang. Analisa transaksional memusatkan perhatiannya pada gaya dan isi komunikasi (transaksi atau berita) antara orang-orang. Ini mengajarkan orang-orang untuk mengirim berita yang jelas dan bertanggung jawab serta memberikan tanggapan yang wajar dan beralasan. 3. Pengembangan Organisasi untuk tim atau kelompok. Dalam konsultasi proses, seorang konsultan bekerja dengan para anggota organisasi untuk membantu mereka memahami dinamika hubungan-hubungan pekerjaan dalam berbagai situasi kelompok merubah cara-cara mereka bekerja sama dan mengembangkan berbagai ketrampilan diagnostik dan pemecahan masalah yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang lebih efektif. 4. Pengembangan Organisasi untuk hubungan-hubungan antar kelompok. Untuk memungkinkan organisasi menilai kesehatannya sendiri dan untuk menetapkan rencana-rencana kegiatan bagi perbaikan, pertemuan (rapat) konfrontasi dapat digunakan. Ini merupakan pertemuan satu-hari yang diikuti semua manajer organisasi dimana mereka membahas berbagai masalah, menganalisa sebab-sebab yang mendasarinya, dan merencanakan kegiatan-kegiatan perbaikan. 5. Pengembangan Organisasi untuk organisasi keseluruhan. Teknik survai umpan balik dapat digunakan untuk memperbaiki oprasi-oprasi organisasi keseluruhan. Ini meliputi pengarahan sikap dan survey-survey lainnya serta pelaporan hasil-hasil secara sistematik kepada para anggota organisasi. Para anggota kemudian menentukan kegiatan-kegiatan apa perlu diambil untuk memecahkan masalah dan memanfaatkan kesempatan yang tidak terliput dalam survai (Winardi, 1994: 216). 2.2.5. Proses Pengembangan Organisasi (Pondok Pesantren) Pengembangan
organisasi
merupakan
sebuah
pendekatan
situasional atau kontingensi, guna memperbaiki efektivitas sesuatu
li
organisasi, termasuk dalam pondok pesantren. Pengembangan lembaga pendidikan pesantren menjadi suatu proses yang berkelanjutan – direncanakan, dan yang bersifat sistematik, kemudian dipusatkan pada persoalan perubahan – yang bertujuan agar lembaga tersebut menjadi lebih
efektif,
dan
tentunya
pengembangan
itu
dengan
tanpa
menghilangkan ciri khasnya. Termasuk di dalam pengembangan organisasi adalah berbagai jenis perilaku manajerial seperti coaching, pelatihan, mentoring, dan konsultasi ketrampilan
tentang
karir
seseorang
yang
dan
dirancang
untuk
meningkatkan
memudahkan penyesuaian
terhadap
pekerjaannya serta pengembangan karirnya. French dan Bell seperti dikutip Yuki (1994: 125) telah mengidentifikasikan sekumpulan kondisi yang diperlukan bagi sukses program pengembangan organisasi (lembaga), yang secara ringkas dapat diperinci sebagai berikut: 1. Pengenalan oleh manajer atau lainnya, bahwa organisasi mempunyai berbagai masalah 2. Penggunaan tenaga ahli dari luar organisasi sebagai konsultan 3. Dukungan dan keterlibatan para manajer tingkat atas 4. Keterlibatan para pemimpin kelompok kerja 5. Pencapaian sukses awal dengan usaha PO 6. Pendidikan bagi para anggota organisasi tentang PO 7. Pengahargaan terhadap kekuatan-kekuatan para manajer 8. Keterlibatan para manajer departemen personalia 9. Pengembangan sumber daya PO internal 10. Manajemen efektif program PO 11. Pengukuran hasil-hasil pengembangan organisasi.
lii
Lappit dan Schmidt seperti dikutip Wahjosumidjo (2001: 71) mengemukakan bahwa proses pengembangan organisasi dapat digambarkan melalui enam tahap, yaitu: 1) Terciptanya organisasi baru (creating a new organization); 2) Hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a viable system); 3) Memperoleh stabilitas (gaining stability); 4) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gaining reputation and developing puide); 5) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving uniqueness and adaptability); 6) Membantu masyarakat (contributing to society). Enam tahap proses pengembangan organisasi tersebut dapat diimplementasikan pada pondok pesantren. Melalui enam tahap perkembangan tersebut, pondok pesantren dapat berkembang secara optimal.
liii
BAB III STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUT THOLIBIN REMBANG
3.1.Sejarah Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin Rembang 3.1.1 Fase Awal Berdiri pada tahun 1945, pasca masa pendudukan Jepang, pesantren ini semula lebih dikenal dengan nama Pesantren Rembang. Pada awal masa berdirinya menempati lokasi Jl. Mulyo no. 3 Rembang saja namun seiring dengan perkembangan waktu dan berkembangnya jumlah santri, pesantren ini mengalami perluasan sampai keadaan seperti sekarang. Tanah yang semula menjadi lokasi pesantren ini adalah tanah milik H. Zaenal Mustofa, ayah dari KH. Bisri Mustofa pendiri Pesantren Rembang. Kegiatan belajar mengajar sempat terhenti beberapa waktu akibat ketidakstabilan kondisi waktu itu yang mengharuskan KH. Bisri Mustofa harus mengungsi dan berpindah-pindah tempat sampai tahun 1949. Pesantren ini oleh banyak orang disebut-sebut sebagai kelanjutan dari Pesantren Kasingan yang bubar akibat pendudukan Jepang pada tahun 1943. Pesantren Kasingan pada masa hidup KH. Cholil Kasingan adalah pesantren yang memiliki jumlah santri ratusan orang dan terkenal sebagai pesantren tahassus ‘ilmu ’alat. Santri-santri dari berbagai daerah belajar di
liv
sini untuk menuntut ilmu-ilmu alat sebagai ilmu yang dijadikan keahlian khusus macam nahwu (sintaksis Arab), shorof (morfologi Arab), balaghoh (stilistika). Atas usul beberapa santri senior dan mengingat kondisi pada waktu itu pada tahun 1955, Pesantren Rembang diberi nama Raudlatuth Tholibin dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan nama Taman Pelajar Islam. Motto pesantren ini adalah ta’allama al-‘ilm wa ‘allamahu al-naas (kurang lebih berarti: mempelajari ilmu dan mengajarkannya pada masyarakat). Metode pengajaran yang dikembangkan oleh pesantren ini pada awal berdirinya adalah murni salaf (ortodoks). Pengajaran dilakukan dengan cara bandongan (kuliah umum) dan sorogan (privat). Keduanya diampu langsung oleh KH. Bisri Mustofa sendiri. Ketika jumlah santri meningkat dan kesibukan KH. Bisri Mustofa bertambah maka beberapa santri senior yang telah dirasa siap, baik secara keilmuan maupun mental, membantu menyimak sorogan. Pengajian bandongan terjadwal dalam sehari semalam pada masa KH. Bisri Mustofa meliputi pengajian kitab Alfiyyah dan Fath al-Mu’in sehabis maghrib, Tafsir Jalalain setelah jama’ah shubuh, Jam’ul Jawami’ dan …. Pada waktu Dhuha, selain itu KH. Bisri Mustofa melanjutkan tradisi KH. Cholil Kasingan mengadakan pengajian umum untuk masyarakat kampung sekitar pesantren tiap hari Selasa dan Jum’at pagi.
lv
1967, tiga tahun setelah putra sulung KH. Bisri Mustofa, yakni KH. M. Cholil Bisri pulang dari menuntut ilmu, KH. Cholil Bisri mengusulkan kepada ayahnya untuk mengembangkan sistem pengajaran model madrasi dengan kurikulum yang mengacu kepada kurikulum madrasah Mu’allimin Mu’allimat Makkah di samping pengajian bandongan dan sorogan. Usul ini disepakati oleh K.Bisri sehingga didirikanlah Madrasah Raudlatuth Tholibin yang terdiri dari dua jenjang yakni I’dad (kelas persiapan) waktu tempuh 3 tahun dan dilanjutkan dengan Tsanawi (kelas lanjutan) waktu tempuh 2 tahun. Pengajarnya adalah kyai-kyai di sekitar Rembang dan santri-santri senior. 1970, putra kedua beliau yakni KH. A.Mustofa Bisri, sepulang dari menuntut ilmu didesak oleh santri-santri senior untuk membuka kursus percakapan bahasa Arab. Desakan ini dikarenakan KH. Bisri Mustofa dalam banyak kesempatan hanya berkenan ngobrol dengan santri senior dengan menggunakan bahasa Arab. Dengan ijin KH. Bisri Mustofa kursus ini didirikan dengan standar kelulusan ‘kemampuan pidato dalam bahasa Arab’. Pada tahun ini pula didirikan Perguruan Tinggi Raudlatuth Tholibin Fakultas Da’wah, namun karena tidak mendapatkan ijin dari pemerintah maka Perguruan Tinggi ini terpaksa ditutup setelah berjalan selama 2 tahun. 1983, mengembangkan
putra
ketiga
beliau
pelatihan menulis
yakni
KH.
M.
Adib
Bisri
dalam bahasa Indonesia dan
menterjemahkan kitab dalam bahasa Indonesia bagi para santri. Ini
lvi
terinspirasi oleh produktifitas kepenulisan KH. Bisri Mustofa dan KH. Misbah Mustofa baik dalam bahasa Indonesia, Jawa maupun dalam bahasa Arab. Pada saat yang sama kemampuan kepenulisan rata-rata santri dalam bahasa Indonesia sangatlah minim. Selain itu pada tahun itu juga didirikan Perpustakaan Pesantren sebagai sarana pendokumentasian dan sumber rujukan literer bagi para santri. 3.1.2 Fase Kedua Sepeninggal KH. Bisri Mustofa, 1977, pengajaran di pesantren diampu oleh ketiga putra beliau. Madrasah tetap berjalan. Pengajian bandongan Alfiyah dan satu judul kitab fiqh yang berganti-ganti sehabis Maghrib diampu oleh KH. Cholil Bisri untuk santri-santri senior serta KH. M. Adib Bisri untuk santri-santri yunior, Tafsir Jalalain setelah Shubuh diampu oleh KH. Mustofa Bisri untuk semua santri, waktu Dhuha KH. Cholil Bisri mengajar Syarah Fath al-Muin dan Jam’ul Jawami’ untuk santri senior. Pengajian hari Selasa diampu oleh KH. Cholil Bisri dengan membacakan Ihya’ Ulumuddin. Pengajian Jum’at diampu oleh KH. Mustofa Bisri dengan membacakan Tafsir Al-Ibriz. Pada saat inilah mulai diterima santri putri. Sekitar akhir tahun 1989, KH. M. Adib Bisri mendirikan Madrasah
Lil-Banat.
Madrasah
ini
khusus
untuk
santri
putri.
Kurikulumnya disusun oleh ketiga bersaudara putra KH. Bisri Mustofa. Madrasah Lil Banat ini memulai kegiatan belajar mengajarnya sejak pukul 14.30 dan selesai jam 16.30. Madrasah khusus putri ini terbagi menjadi
lvii
I’dad (kelas persiapan) 2 tingkatan dan Tsanawiy (lanjutan) 4 tingkatan. Pengajarnya adalah santri-santri senior. Pada perkembangannya kemudian, mengingat jumlah santri yang semakin banyak, beberapa santri senior yang dianggap sudah cukup mumpuni diminta untuk membantu mengajar bandongan bagi para santri pemula. Pengajian setelah Shubuh diampu oleh KH. Cholil Bisri karena kesibukan KH. Mustofa Bisri. KH. Mustofa Bisri kemudian diminta mengajar khusus santri-santri yang sudah mengajar di Madrasah Raudlatuth Tholibin setiap selesai pengajian Ba’da Maghrib. Sepeninggal KH. M. Adib Bisri, 1994, pengajian ba’da Maghrib untuk santri yunior dilanjutkan oleh putra KH. Cholil Bisri yaitu KH. Yahya C. Staquf. Madrasah tetap seperti semasa KH. Bisri Mustofa yaitu dimulai sejak pukul 10.00 sampai dengan pukul 13.00. Kurikulumnya mengacu pada Madrasah Mu’allimin Mu’allimat pada masa KH. Cholil bersekolah di
sana,
dengan
beberapa
tambahan
yang
disesuaikan
dengan
perkembangan masyarakat secara tambal sulam misalnya pernah ditambahkan materi sosiologi untuk Tsanawiyah, materi bahasa Indonesia untuk i’dad, materi bahasa Inggris untuk Tsanawiyah dan lain sebagainya. Pada tahun 2003, atas prakarsa Bisri Adib Hattani putra KH. M. Adib Bisri, dengan seijin KH. Cholil Bisri dan KH. Mustofa Bisri, diadakanlah madrasah yang masuk sore hari untuk santri-santri putra yang menempuh ‘sekolah umum’ pada pagi hari. Madrasah sore ini terdiri dari 5 tingkatan yaitu 2 tingkat I’dad dan 3 tingkat Tsanawiy. Kurikulumnya merupakan
lviii
perpaduan dari Madrasah Diniyah Nawawiyah (terkenal dengan nama Madrasah Tasikagung) dan Madrasah Raudlatuth Tholibin Pagi. Kelas 3 Tsanawiyah sore beban pelajarannya setara dengan kelas 1 Madrasah Tsanawiyah pagi. 3.1.3 Kondisi Kontemporer Pada tahun 2004, KH. Cholil Bisri meninggal dunia. Beberapa pengajian yang semula diampu oleh beliau sekarang diampu oleh santrisantri tua. KH. Makin Shoimuri melanjutkan pengajian bandongan ba’da Maghrib dan waktu Dluha. KH. Syarofuddin melanjutkan pengajian bandongan ba’da Shubuh selain membantu mengajar santri yunior selepas Maghrib. Pengajian bandongan santri yunior ba’da Maghrib diampu oleh beberapa orang santri senior yang dianggap sudah mumpuni. Santri senior yang sudah mengajar di madrasah dibimbing oleh KH. Mustofa Bisri dengan pengajian setiap malam selepas Isya’. Kecuali ‘santri pengajar madrasah’ semua santri mulai jam 21.00-23.00 diwajibkan berkumpul di aula-aula untuk nderes (istilah untuk mengulang pelajaran yang sudah diterima) bersama-sama. Hari Selasa dan Jum’at semua pengajian bandongan diliburkan. Malam Selasa seluruh santri diwajibkan untuk mengikuti munfarijahan dan latihan pidato selepas maghrib. Malam Jum’at selepas maghrib semua santri diwajibkan mengikuti keplok, yaitu membaca hapalan seribu bait Alfiyyah bersama-sama diiringi tepuk tangan. Setelah acara tersebut,
lix
sekitar pukul 22.00-23.00 diadakan musyawarah kitab yang diikuti oleh seluruh santri. Pengajian untuk umum setiap hari Selasa yang semula diampu oleh KH. Cholil Bisri sekarang dilanjutkan oleh putra beliau yaitu KH. Yahya C. Staquf yang khusus diminta pulang dari Jakarta untuk membantu mengurusi pesantren. Pengajian hari Jum’at diampu oleh KH. Mustofa Bisri. Apabila keduanya berhalangan mengajar pada hari-hari tersebut maka KH. Syarofuddin diminta untuk menggantikan mengajar. Santri yang berjumlah sekitar 700 orang membuat manajemen pengelolaan pun semakin kompleks. Untuk persoalan harian santri dibentuk satu kepengurusan yang terdiri atas santri-santri senior yang sudah magang mengajar. Kepengurusan ini dikoordinatori oleh seorang ketua yang dipilih oleh semua santri setiap dua tahun sekali. Santri-santri pengajar pengajian bandongan menjadi pengawas bagi berlangsungnya proses kepengurusan selama dua tahun sebagai dewan penasehat. Kesemuanya di bawah bimbingan langsung KH. Mustofa Bisri dan KH. Yahya C. Staquf yang menggantikan kedudukan ayahnya. Para santri yang mengikuti Pengajian Selasa dan Jum’at pagi biasa disebut dengan nama Jama’ah Seloso-Jemuah pun memiliki kepengurusan tersendiri yang mengurusi bantuan-bantuan kepada anggota jama’ah, ziarah-ziarah, peringatan hari-hari besar Islam dan lain sebagainya yang terkait langsung dengan masyarakat.
lx
3.2. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang Strategi dakwah yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang tidak hanya dakwah bi lisan, tetapi juga difokuskan pada pengembangan masyarakat sekaligus sebagai dakwah bi al-hal. Pada hakekatnya untuk mencegah masyarakat melakukan kemungkaran harus dulu memahami berbagai persoalan yang mereka hadapi dengan memberikan solusi. Disinilah sebenarnya nilai dibalik ajakan amar ma ruf, yaitu semangat “solusi” dengan memberikan alternatif pemecahan dari persoalan yang dihadapi baru mencegah yang buruk, bukan langsung melakukan pencegahan dengan membabi buta melalui berbagai pelarangan dengan dalil agama namun sebaliknya masyarakat mesti diajak untuk bangkit dengan menawarkan solusi dari berbagai masalah yang mereka hadapi, karena anjuran yang paling efektif adalah berbentuk “tauladan” dan langkah nyata melalui berbagai program riil yang menyentuh kehidupan masyarakat secara langsung. Strategi dakwah yang dilakukan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah: 3.2.1. Mendirikan Lembaga Pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Diniyah (Madin) Pondok
Pesantren
Raudlatut
Tholibin
Rembang
mengembangkan model–model alternatif layanan pendidikan yang efisien dan relevan bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung, baik karena persoalan ketidakmampuan biaya, persoalan konflik sosial politik, maupun minimnya kesempatan untuk mengenyam pendidikan
lxi
agama. Sebagai bentuk kepedulian pondok pesantren Raudlatut Tholibin terhadap pendidikan agama yang dimulai sejak dini bagi masyarakat, maka didirikanlah Raudlatul Atfal dan Madrasah Diniyah. Dua lembaga ini didirikan untuk kalangan santri maupun masyarakat sekitar. Pendirian
RA
dilatarbelakangi
oleh
pemikiran
bahwa
pendidikan agama harus diberikan kepada anak sejak dini. Dengan memberikan bekal agama sejak dini, maka anak akan mempunyai dasar agama yang kuat dan nantinya dapat menjadi pegangan hidup saat dewasa
kelak.
Sedangkan
Madrasah
Diniyah
didirikan
untuk
mengakomodir keinginan masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam. Madrasah Diniyah in dibuka pada sore hari. Oleh karena itu, biasanya anak-anak yang masuk ke Madrasah Diniyah Raudlatul Atfal adalah mereka yang sudah mendapatkan pendidikan setingkat sekolah dasar. Madrasah Diniyah pada tahun ajaran 2009/2010 memiliki 161 siswa, dengan rincian kelas I = 33 siswa, kelas II = 30 siswa, kelas III = 24 siswa, kelas IV = 24 siswa, kelas V = 27 siswa dan kelas VI = 23 siswa. Sedangkan jumlah siswa RA sebanyak 70 orang. RA dan Madin ini juga didukung oleh tenaga pendidik yang kompeten dalam bidang agama yang terdiri dari 15 orang guru Madin dan 7 orang guru RA. Melalui lembaga pendidikan tersebut, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang juga memberikan beasiswa kepada keluarga miskin dan kepada siswa yang berprestasi dan bagi siswa yang
lxii
secara sosial ekonomis tidak beruntung dengan memperhatikan prinsip pemberdayaan, kesempatan, pemerataan dan keadilan. Didirikannya RA, Madin dan pemberian beasiswa bagi siswa tersebut juga merupakan bentuk dakwah bil hal. Dengan kurikulum yang seratus persen agama, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar melalui lembaga pendidikan tersebut. 3.2.2. Mengadakan Pengajian untuk Masyarakat Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang secara rutin mengadakan pengajian bagi masyarakat umum. Pengajian tersebut dilaksanakan setiap hari Selasa dan Jumat. Pada hari Selasa diadakan pengajian kitab Irsyadul Ibad sedangkan pada hari Jum’at pengajian tafsir al-Qur’an (al-Ibriz) dan tasawuf. Pengajian ini diikuti sekitar 100 orang jamaah yang terdiri dari masyarakat sekitar pondok. Sebagai pondok pesantren yang tetap memegang teguh ciri pondok salaf, maka pengajian kitab klasik menjadi bagian yang tak terpisahkan. Kajian utama dalam pondok pesantren ini adalah nahwu sharaf. Dijadikannya materi nahwu dan sharaf sebagai kajian utama dimaksudkan untuk memberi pengetahuan secara mendalam kepada santri tentang metode mengkaji kitab. Namun esensinya, penekanan pada pengkajian kitab-kitab klasik ini dimaksudkan supaya santri mampu menyerap ilmu pengetahuan di dalamnya. Jadi tidak sekedar mampu membaca, tapi
lxiii
juga
mengkaji
dan
mengamalkan
isinya.
Orientasinya
adalah
terbentuknya santri-santri yang memiliki ilmu agama yang mendalam dan nantinya mampu mengamalkan ilmunya pada masyarakat luas. Dengan memegang teguh ciri pondok salaf, pondok pesantren Raudlatut Tholibin mampu menarik simpati dan partisipasi masyarakat khususnya dalam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh pihak pondok. Setiap hari Selasa dan Jum’at pagi, pondok ini mengadakan pengajian yang dibuka bagi masyarakat. Materi yang disampaikan dalam pengajian tersebut adalah kajian kitab kuning dan tafsir al-Ibriz. Strategi dakwah melalui pendidikan pondok salaf ini mampu memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pondok pesantren, khususnya dalam menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa pondok pesantren Raudlatut Tholibin konsisten memegang teguh tradisi pondok klasik dan melakukan amar ma ruf nahi munkar. 3.2.3. Mendirikan KBIH Al-Ibriz Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang menyediakan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang diberi nama KBIH AlIbriz. KBIH Al-Ibriz ini memberikan pelayanan dan bimbingan praktek ibadah haji bagi masyarakat. Didirikannya KBIH al-Ibriz ini bukan semata-mata dilandasi faktor ekonomi, namun lebih pada komitmen pondok pesantren untuk mengabdikan ilmu kepada masyarakat. Pada awal berdirinya KBIH Al-Ibriz, jumlah jamaah haji yang mengikuti bimbingan haji hanya sekitar 30 jamaah. Akan tetapi dari
lxiv
tahun ke tahun jumlah jamaah haji bimbingan KBIH Al-Ibriz semakin bertambah. Bahkan pada tahun 2009 KBIH Al-Ibriz memberangkatkan sebanyak 107 orang, dengan rincian; 103 jamaah bimbingan KBIH AlIbriz, 2 pembina dan 2 pendamping. Keberadaan KBIH al-Ibriz ini juga sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi dengan masyarakat luas sekaligus sebagai media dakwah. KBIH ini diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Dan tidak dipungkiri masih banyak masyarakat yang belum memahami tata cara ibadah haji. Melalui KBIH al-Ibriz orang-orang yang menunaikan ibadah haji dibimbing mulai dari awal hingga prosesi ibadah haji selesai. Disini ada nuansa dakwah yang kental, KBIH al-Ibriz bisa menjadi media yang jitu untuk berdakwa, khususnya yang berkaitan dengan ibadah haji dan ibadah lainnya. Melaksanakan haji adalah salah satu rukun Islam. Agar dapat melaksanakannya dengan baik dan benar, tentu saja harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai haji tersebut. Setiap orang yang ingin menunaikan ibadah haji harus mengetahui dasar-dasar hukum Islam yang telah disyariatkan. Dengan mengajarkan syariat Islam, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan dakwah kepada masyarkat luas. 3.2.4. Mendirikan Koperasi Al-Ibriz Untuk menunjang perkembangan kegiatan pondok pesantren dan masyarakat luas yang sudah solid dan mapan, Pondok Pesantren
lxv
Raudlatut Tholibin Rembang mendirikan koperasi Al-Ibriz. Koperasi ini ini merupakan wujud peran serta pesantren dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil pedesaan yang berbasis kerakyatan. Misalnya masyarakat bisa menitipkan hasil pertanian atau produk pangan lainnya di koperasi ini dan mendapatkan keuntungan dari penjualan tersebut. Dengan
cara
tersebut
akan
memungkinkan
masyarakat
dapat
memobilisasikan sumber-sumber yang ada secara produktif bagi kepentingan peningkatan penghasilan mereka. Koperasi Al-Ibriz dipilih sebagai alternatif kegiatan karena memiliki aspek ekonomi dan sosial, seperti membina kebersamaan dan gotong-royong, serta aspek keorganisasian sebagai entry point pengembangan kegiatan berikutnya. Modal nyata yang utama digali dari dana investasi Koperasi Al-Ibriz dalam kurun waktu 3 tahun terakhir diketahui kurang lebih sebesar 30 juta rupiah. Untuk penambahan modal tersebut dengan cara pemberian semacam saham dari pihak Ndalem sebesar 50 % dari total modal yang masuk. Sebagai wujud nyata dari implementasi ide dan gagasan besar pesantren yang dicurahkan dalam kehidupan sosial ekonomi melalui berbagai kegiatan kemasyarakatan, keberadaan Koperasi Al-Ibriz memiliki arti penting dan strategis bagi segenap santri, karena dengan keberadaannya santri bisa secara langsung dan konkret ikut serta belajar dan berkarya dalam memanifestasikan segenap nilai dan ajaran yang telah difahami dan diyakininya dengan ikut serta dalam kegiatan sosial
lxvi
ekonomi. Dalam konteks ini koperasi Al-Ibriz diandaikan sebagai laboratorium sosial ekonomi bagi santri sehingga mereka diharapkan nantinya tidak gagap dan mampu secara akseleratif menyesuaikan diri ketika telah terjun langsung dalam proses pergulatan sosial ekonomi yang sangat ketat dan menuntut berbagai kemampuan baik membaca dan memahami situasi lalu memprakarsai berbagai kegiatan dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan masyarakat di berbagai bidang ekonomi. Koperasi Al-Ibriz sebagai laborat sosial ekonomi bagi para santri mempunyai peran yang signifikan didalam mengasah nalar komunal dan interprenership para santri, melalui berbagai program dan aktifitas yang dilakukan Koperasi Al-Ibriz, santri baik secara langsung ataupun tidak telah mendapat pendidikan dan referensi yang cukup untuk bekal kehidupannya yang akan datang melalui keterlibatan mereka dalam proses kegiatan ekonomi koperasi. Santri sudah sejak dini dihadapkan pada pengetahuan bahwa sebagai mahluk sosial manusia wajib
melakukan
berbagai
aktifitas
yang
dimaksudkan
untuk
memberdayakan potensi diri dan membantu orang lain. Dalam tradisi santri ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diajarkan dan digunakan untuk kemaslahatan orang banyak, karena ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah. Ajaran dan keyakinan ini dengan melalui berbagai kegiatan dan pendidikan yang diberlakukan di pesantren secara pelan namun pasti telah menjadi nalar para santri,
lxvii
sehingga mereka akan menyadari sepenuhnya selain sebagai hamba ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban untuk beribadah mereka juga memilki status sebagai khalifatullah yang bertanggung jawab atas kelestarian dan kemakmuran kehidupan di bumi ini yaitu dengan melakukan kerja-kerja sosial ekonomi. 3.2.5. Bekerjasama dengan Instansi Pemerintah Maupun Swasta Sebagai bentuk perluasan jaringan dan ruang lingkup dakwah, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang perlu melakukan kerjasama dengan pihak luar. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, maka dalam aplikasinya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan berbagai usaha untuk menjalin kerjasama dengan organisasi atau instansi lain baik itu pemerintah maupun swasta. Berbagai kegiatan yang telah dilakukan antara lain: 1. Kerjasama dengan Kementerian Agama Kerjasama antara Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dengan Kementerian Agama diimplementasikan dalam bentuk kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAK) dan pengembangan perpustakaan pondok yang juga diperuntukkan
bagi
umum.
Kegiatan
PMTAK
tersebut
diperuntukkan bagi anak-anak sekolah dasar yang ada di kabupaten Rembang,
sedangkan
pengembangan
perpustakaan
pondok
pesantren tidak hanya diperuntukkan bagi santri tetapi juga bagi masyarakat luas. Kegiatan tersebut disamping sebagai wujud
lxviii
keperdulian sosial juga mengandung unsur dakwah. Kegiatan membantu sesama dan membangun infrastruktur untuk umum merupakan bentuk-bentuk dakwah kontruktif. Kegiatan ini bermuara pada niat untuk membangun solidaritas sosial (ukhuwah islamiyah) yang menjadi tonggak berdirinya bangunan peradaban sebuah bangsa dan komunitas umat. 2. Kerjasama dengan Kementerian IPTEK Untuk mewujudkan lembaga pendidikan pondok pesantren yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang mengadakan kerjasama dengan Kementerian IPTEK. Kerjasama ini dalam bentuk sosialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna bagi santri dan masyarakat umum. Meskipun Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang merupakan pondok salaf, namun selalu open minded terhadap perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pondok ini juga memberikan pelatihan komputer, bahasa inggris, dan menjahit. Disamping itu Kementerian IPTEK juga memberikan bantuan berupa disalinasi air (penjernihan air) yang diperuntukan bagi santri dan masyarakat luas. Melalui kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan dakwah bil hal. Hal ini sesuai dengan perintah agama, yaitu tolong menolong dalam kebaikan. 3. Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional
lxix
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang melakukan kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional dalam bentuk pengadaan Warung Informasi Teknologi (Warintek). Kerjasama ini juga melibatkan masyarakat luas. Kemendiknas dan pihak pondok melakukan pelatihan teknologi tepat guna. Pondok pesantren sebagai pihak tuan rumah menjadi mediator kegiatan tersebut. Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat menengah ke bawah yang belum mampu menggunakan teknologi tersebut. Warintek ini juga bisa digunakan sebagai ajang untuk menjalin jaringan antar pesantren dan menjadi media dakwah. Melalui Warintek tersebut, masyarakat luas dapat mengakses informasi keagamaan dengan lebih mudah. 4. Kerjasama dengan Sampoerna Foundation Kerjamasama
Pondok
Pesantren
Raudlatut
Tholibin
Rembang dengan Sampoerna Foundation dalam bentuk pemberian bantuan komputer dan pelatihan komputer bagi santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren. Melalui pelatihan komputer ini, masyarakat yang awam teknologi menjadi melek teknologi. Paling tidak mereka
telah menguasai dasar-dasar pengoperasian
komputer. Disamping pelatihan komputer pihak Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang beserta Sampoerna Foundation juga memberikan bantuan berupa sumbangan sembako bagi warga yang kurang mampu yang berada di sekitar pondok pesantren.
lxx
3.3.Pengembangan Sumber Daya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang Pada prinsipnya, perubahan atau pengembangan pondok pesantren berusaha untuk mencapai prestasi baru yang lebih baik namun sama sekali tidak meninggalkan dan merusak nilai-nilai atau keyakinan inti yang telah dianut. Hal ini bertujuan agar pondok pesantren tidak kehilangan ciri khas dan nilai-nilai yang telah dipegang selama ini dan juga untuk menghindarkan terjadinya pergeseran arah. Upaya pengembangan pondok pesantren dapat dikatakan sebagai upaya transformasi pondok pesantren agar tetap
survive dan semakin
berkembang ke arah yang lebih baik. Upaya transformasi ini dilakukan dengan landasan kaidah yang menunjukkan bahwa pondok pesantren memang berupaya terus untuk meningkatkan eksistensinya dengan melakukan berbagai pengembangan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Upaya pengembangan tersebut diarahkan kepada penambahan dan perubahan beberapa komponen, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Beberapa komponen yang dikembangkan dalam pondok pesantren adalah: 3.3.1. Perkembangan Sumber Daya Manusia Mekanisme kerja Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang diatur oleh yayasan. Pondok ini memiliki pengasuh pesantren. Di bawah pengasuh terdapat kepala-kepala madrasah, dewan guru (ustad/ustadzah) dan pegawai. Pengasuh pesantren berperan sebagai
lxxi
penanggung jawab umum, yang membawahi kepala-kepala sekolah, dewan guru (ustad/ustadzah), pegawai dan seluruh santri. Pengurus pondok pesantren setiap bulan melakukan pertemuan sekali untuk mengevaluasi hasil kerja, melakukan perbaikan, memecahkan kasus dan berbagai persoalan. Dari hasil wawancara dengan Bisri Adib Chattani yang biasa disebut dengan Gus Adib, selaku pengasuh yang mengurusi masalah jejaring sosial dengan pihak luar, diketahui bahwa secara kuantitatif sumber daya manusia di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dapat dipetakan sebagai berikut: a. Pengasuh
5 orang
b. Kepala RA
1 orang
c. Kepala Madin
1 orang
d. Dewan guru (ustad/ustadzah) 42 orang e. Pegawai
15 orang
f. Santri
700 orang
g. Siswa RA
70 orang
h. Siswa Madin
161 orang
Keunggulan SDM yang ingin dicapai pondok pesantren adalah terwujudnya generasi muda yang berkualitas tidak hanya pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik. Melihat tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa dan upaya dalam penguasaan sains-teknologi untuk turut memelihara momentum pembangunan,
lxxii
muncul pemikiran dan gagasan untuk mengembangkan pondok pesantren sebagai wahana untuk menanamkan apresiasi, dan bahkan bibit-bibit
keahlian
dalam
bidang
sains-teknologi.
Selain
itu,
pengembangan pesantren kearah ini tidak hanya akan menciptakan interaksi dan integrasi keilmuan yang lebih intens dan lebih padu antara ilmu-ilmu agama dengan sains-teknologi. Dalam kerangka ini, SDM yang dihasilkan pondok pesantren tidak hanya mempunyai perspektif keilmuan yang lebih integratif dan komprehensif antara bidang ilmuilmu agama dan ilmu-ilmu keduniaan tetapi juga memiliki kemampuan teoritis dan praktis tertentu yang diperlukan dalam masa modern seperti sekarang ini. Untuk
mewujudkan tujuan
tersebut,
Pondok Pesantren
Raudlatut Tholibin Rembang memberikan bekal, baik ilmu agama, ketrampilan maupun teknologi. Untuk bekal ilmu agama setiap santri diajarkan untuk menguasai ilmu agama secara komprehensif, dilatih untuk menjadi guru dan diberi bekal ketrampilan pidato. Disamping ilmu agama, para santri juga dibekali ketrampilan seperti komputer dan menjahit. Kemudian untuk mengantisipasi perkembangan global dan penguasaan bahasa asing, maka para santri juga dibekali dengan ketrampilan bahasa Inggris dan bahasa Arab.
3.3.2. Perkembangan Sumber Daya Material (Sarana Prasarana)
lxxiii
Perkembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang dimilikinya. Pesantren ini memiliki sarana gedung yang cukup representatif baik untuk ruang belajar, tidur, kamar mandi, perpustakaan, aula pertemuan dan olah raga, masjid, dapur dan sebagainya. Masjid yang berada di komplek pondok juga dilengkapi fasilitas pendukung seperti komputer dan mesin jahit. Dan yang menarik adalah kebersihan pondok pesantren kelihatan sangat terjamin. Hal ini berbeda dengan citra pondok pesantren tradisional selama ini yang diidentikkan dengan penyakit kulit karena kejorokannya. Hal yang juga menarik adalah bahwa ribuan alumni lulusan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin ini terserap oleh kebutuhan masyarakat modern yang haus secara spiritual. Mereka menjadi mubaligh di berbagai penjuru di Indonesia dan beberapa negara di luar negeri. Menurut Bisri Adib Chattani perkembangan sumber daya material Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dapat di jabarkan sebagai berikut: 1. Sarana Bangunan a. Masjid 1 buah b. Perpustakaan 2 buah c. Gedung pertemuan 1 buah d. Rumah Kyai 4 buah
lxxiv
e. Asrama santri 2 buah, yang terdiri dari enam kamar putra dan empat kamar putri. f. Ruang tamu 2 buah g. Ruang Pertemuan 1 buah h. Aula 2 buah i.
Kantor sekretariat pondok pesantren 2 buah
j.
Ruang ustadz 2 buah
k. Bangunan kelas 12 buah l.
Kantin dan dapur 2 buah
m. Mushola 1 buah 2. Sarana Pendukung a.
Komputer
b.
Mesin jahit
c.
Tenis Meja
d.
Meja belajar
e.
Alat-alat perkantoran
f.
Alat keterampilan, kesenian, olah raga dan sebagainya.
3.3.3. Perkembangan Sumber Daya Teknologi Informasi Dalam menghadapi era globalisasi dan informasi pondok pesantren perlu meningkatkan peranannya. Dua aspek penting dalam pengembangan pesantren yang berhubungan dengan teknologi informasi adalah infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Selain kedua aspek tersebut, tentunya masih banyak aspek lain diantaranya finansial.
lxxv
Namun, lemahnya infrastruktur dan kelangkaan SDM merupakan penyebab utama lambannya pengembangan teknologi informasi di sebuah lembaga. Adapun
infrastruktur
dalam
teknologi
informasi
dan
komunikasi yang berkembang di Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang sampai saat ini antara lain: jaringan listrik, jaringan telpon, gedung sekolah, sarana untuk belajar dan kegiatan lainnya, dan masih ada gedung kosong yang memungkinkan sekali dijadikan ruang komputer dan dipasangi internet. Dengan kondisi perekonomian yang baik dan fasilitas publik yang relatif lengkap, maka soal akses teknologi komunikasi bukan yang sulit bagi Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. 3.3.4. Perkembangan Sumber Daya Kelembagaan Salah satu sumber daya kelembagaan adalah sumber daya finansial. Salah satu faktor yang menentukan keberlangsungan pesantren adalah masalah pendanaan. Begitu juga dengan Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang, pendanaan termasuk faktor utama yang mendukung perkembangan pondok pesantren. Menurut Bisri Adib Chattani sumber pendapatan pondok pesantren ini di antaranya adalah: 1. Jariyah santri Setiap santri pondok pesantren Raudlatut Tholibin diberi beban biaya pendidikan (jariyah) yang besarnya tidak ditentukan.
lxxvi
Setiap santri diperbolehkan menyerahkan jariyah sesuai dengan kemampuannya. 2. Sumbangan dari masyarakat Salah satu bentuk kepercayaan masyarakat kepada pondok pesantren Raudlatut Tholibin adalah partisipasi masyarakat dalam bidang pendanaan. Pondok pesantren Raudlatut Tholibin sering mendapatkan bantuan finansial baik yang berasal dari orang tua santri maupun dari masyarakat yang merasa terbantu oleh pondok. 3. Keluarga pondok pesantren. Pondok pesantren Raudlatut Tholibin secara historisnya merupakan lembaga pendidikan yang dikelola oleh keluarga besar KH. Bisri Mustofa. Sebagai wujud tanggung jawab terhadap perkembangan pesantren, keluarga pondok menyisihkan sebagian pendaptannya untuk pembangunan pondok. 4. Koperasi Pondok
pesantren
Raudlatut
Tholibin
Rembang
mengarahkan para santrinya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan vocational dalam usaha koperasi. Bahkan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang memiliki beberapa unit usaha sebagai wahana pembelajaran ketrampilan seperti komputer dan menjahit. Melalui kegiatan ketrampilan ini minat kewirausahaan para santri dibangkitkan, untuk kemudian diarahkan menuju pengembangan
lxxvii
pengelolaan usaha-usaha ekonomi bila sang santri kembali ke masyarakat. 5. KBIH Al-Ibriz KBIH Al-Ibriz juga memberikan kontribusi finansial bagi pondok pesantren Raudlatut Tholibin. Keuntungan finansial yang didapat dari jasa bimbingan haji dimasukkan ke dalam kas pondok pesantren dan digunakan untuk pengembangan pondok pesantren. 6. Bantuan dari pemerintah Pondok pesantren Raudlatut Tholibin sering mendapat bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Dalam i Disamping sumber daya finansial, yang termasuk dalam sumber daya kelembagaan (pondok pesantren) adalah lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Pondok pesantren Raudlatut Tholibin seperti RA dan Madin. Kedua lembaga pendidikan ini merupakan potensi pesantren yang dapat digunakan sebagai salah satu strategi dakwah melalui pendidikan agama.
3.3.5. Perkembangan Jaringan dengan Pihak Luar Salah satu potensi yang dipunyai pondok pesantren Raudlatut Tholibin adalah adanya relasi yang cukup kuat dengan pihak luar, baik
lxxviii
hubungan antar pesantren, hubungan dengan instansi pemerintah, maupun hubungan dengan pihak swasta. Melalui hubungan ini pondok pesantren memiliki jaringan yang cukup luas, sehingga memiliki efek positif bagi pengembangan pondok pesantren, baik fisik maupun non fisik. Misalnya hubungan yang dilakukan pondok pesantren dengan Sampoerna Foundation, sehingga pihak perusahaan memberikan bantuan komputer. Melalui bantuan ini, secara fisik pondok pesantren dapat melengkapi sarana dan prasarana pondok. Sedangkan secara non fisik, bantuan ini dapat meningkatkan ketrampilan santri dalam mengoperasikan komputer.
lxxix
BAB IV ANALISIS TENTANG STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUT THOLIBIN REMBANG
4.1.Analisis Strategi Dakwah dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Pengembangan organisasi (lembaga) berhubungan dengan suatu strategi, sistem, proses-proses guna menimbulkan perubahan organisatoris sesuai dengan rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi yang berubah yang dihadapi oleh organisasi salaf, dan yang berupaya untuk menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan mereka (Winardi, 1994: 210). Oleh karenannya definisi pengembangan lembaga pendidikan pesantren hampir sama dengan konsep tersebut, yaitu proses yang berencana, dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur, sistem, dan perilaku organisasi, guna meningkatkan efektivitas dan kesehatan lembaga pesantren tersebut dalam memecahkan masalah dan pencapaian sasaran (tujuan) secara menyeluruh agar tercipta suatu kesempurnaan ataupun kematangan. Namun demikian aplikasi pengembangan lembaga di pesantren Raudlatut Tholibin tidak jauh berbeda dengan konsep tersebut di atas, hanya saja kesan yang sering muncul bahwa pengembangan lembaga identik dengan pengembangan yang bersifat fisik saja (mengarah pada sasaran fisik dan
lxxx
kongkrit). Padahal sasaran pengembangan lembaga seharusnya tidak hanya mengarah kepada bentuk fisiknya saja akan tetapi lebih dari itu; meliputi pengembangan fisik maupun nonfisik. Sasaran dan tujuan demikian tergantung pada diagnosis kebutuhankebutuhan sesuatu organisasi, karena upaya pengembangan lembaga berkaitan dengan metode-metode merangsang perubahan yang terpusat pada klien. Begitu halnya dengan pengembangan suatu lembaga pesantren akan berbeda dengan pengembangan lembaga-lembaga (organisasi) lain, seperti halnya perusahaan. Menurut hemat penulis, pengembangan pesantren pada hakekatnya sama dengan konsep pengembangan lembaga-lembaga yang lain, namun yang membedakan adalah kesiapan dari pesantren itu sendiri. Sebagai lembaga dakwah,
pesantren
bisa
menggunakan
potensi
yang
ada
untuk
mengembangkan pesantren. Secara bertahap, aktifitas dakwah di pesantren memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pondok pesantren. Aktifitas dakwah tidak hanya dipahami sebagai mauidhoh khasanah semata, tapi esensinya lebih luas dari itu. Segala sesuatu yang diupayakan pondok pesantren untuk mengaplikasikan dan menyiarkan ajaran Islam pada umat, maka itu bisa dinilai sebagai aktifitas dakwah. Dakwah konstruksi atau infrastruktur merupakan bagian dari dakwah bil hal. Dakwah ini biasanya digunakan untuk meningkatkan dan paling tidak mempertahankan keimanan seseorang yang menjadi objek dakwah terhadap aqidah yang benar. Dakwah Konstruksi adalah usaha dakwah yang
lxxxi
dimanifestasikan dengan pembangunan prasarana vital, perumahan, jembatan, masjid, madrasah, taman bacaan, perpustakaan, gedung pertemuan, menara azan dan lain sebagainya. Dakwah konstruktif juga bisa dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang memiliki tendensi ibadah. Melalui strategi dakwah seperti ini, maka pondok pesantren akan mudah mendapat kepercayaan dan simpati masyarakat, sehingga kedepannya bisa bermanfaat bagi pengembangan pondok pesantren. 4.2.Analisis Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumber Daya Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang 4.2.1 Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumberdaya Pesantren Melalui Strategi Dakwah Bil Lisan, Bil Hal dan Dakwah Konstruktif Pada bab III telah dijelaskan beberapa strategi dakwah yang digunakan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dalam rangka pengembangan pesantren. Strategi dakwah ini memiliki potensi untuk mengembangkan sumber daya yang dipunyai oleh pondok pesantren baik sumber daya yang berbentuk fisik maupun non fisik. Implementasi strategi dakwah dalam rangka pengembangan sumber daya pondok pesantren Raudlatut Tholibin adalah sebagai berikut: a. Strategi dakwah melalui lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Diniyah (Madin) Melalui strategi dakwah ini, sumber daya pesantren yang berkembang di antaranya adalah sumber daya kelembagaan. Strategi
lxxxii
ini memberikan kontribusi bagi pengembangan lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Pada awal pendirian, RA dan Madin ini belum ada, tetapi setelah melihat kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama, maka didirikanlah lembaga pendidikan dasar yang mengkhususkan pada materi-materi agama. Langkah ini merupakan salah satu strategi dakwah melalui pendidikan. Interaksi antara peserta didik dan ustadz bisa dinilai sebagai aktifitas dakwah, karena di dalam proses pembelajaran ada upaya menanamkan nilai-nilai agama kepada
peserta
didik,
sehingga
peserta
didik
mampu
mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. b. Strategi dakwah melalui pengajian untuk masyarakat Pengajian yang dilakukan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sumbangan
Rembang penting
untuk
masyarakat
bagi
pengembangan
umum pondok
memberikan pesantren,
khususnya dalam memperluas jaringan sosial. Forum ini juga bisa dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antara pihak pesantren dengan masyarakat umum. Hubungan ini juga mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang, sebagai lembaga dakwah yang konsisten melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Disamping itu, strategi ini juga dapat mengembangan potensi sumber daya manusia (SDM), khususnya Kyai, Ustadz dan santri.
lxxxiii
Sebagai lembaga dakwah, pondok pesantren harus menyiapkan sumber daya manusia yang handal di bidang agama. Dengan adanya pengajian untuk masyarakat umum, baik Kyai, Ustadz maupun santri dapat meningkatkan pengetahuannya di bidang agama. c. Strategi dakwah melalui KBIH Al-Ibriz Dirikannya KBIH Al-Ibriz juga memberikan kontribusi positif bagi pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang, khususnya di bidang kelembagaan. Ada beberapa keuntungan yang didapat Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dengan adanya KBIH Al-Ibriz ini, di antaranya: 1) Keuntungan finansial KBIH
Al-Ibriz
berpotensi
untuk
mengembangkan
perekonomian masyarakat, karena dengan adanya KBIH Al-Ibrzi ini banyak masyarakat sekitar yang mendirikan usaha seperti warung makan, toko oleh-oleh, suvenir dan lain sebagainya. Disamping itu keuntungan finansial dari bimbingan ibadah haji ini dimasukkan ke kas pondok pesantren dan digunakan untuk kebutuhan pondok pesantren. 2) Membangun kepercayaan masyarakat KBIH Al-Ibriz sebagai lembaga swadaya yang bergerak dalam bidang bimbingan haji memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Calon jamaah haji dapat menimba ilmu sebanyak-banyaknya tentang tata cara
lxxxiv
ibadah haji. Sehingga terbangun kepercayaan di kalangan masyarakat terhadap kompetensi pondok pesantren dalam membimbing pelaksanaan ibadah haji. d. Strategi dakwah melalui koperasi Al-Ibriz Didirikannya koperasi Al-Ibriz juga memiliki motif dakwah, khususnya di bidang muamalah. Melalui kegaitan ekonomi, santri diperkenalkan dengan kegiatan ekonomi berbasis syari’ah, sehingga nantinya santri diharapkan mampu berwirausaha dengan dasar nilainilai Islam. Koperasi Al-Ibriz merupakan usaha Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin pada bidang perekonomian. Koperasi ini memberikan keuntungan finansial bagi pondok pesantren dan para santri. Setiap tahunnya santri menerima Sisa Hasil Usaha (SHU) dari setiap bidang usaha yang dipunyai oleh pondok pesantren seperti toko kelontong, warung makan, rental komputer, dan menjahit. Kelebihan dari SHU tersebut dimasukkan ke kas pondok pesantren dan digunakan untuk pengembangan pondok pesantren. e. Strategi dakwah melalui kerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta Salah satu strategi dakwah di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin adalah dengan membangun relasi yang luas. Hubungan yang harmonis dengan pihak luar baik instansi pemerintah maupun swasta dapat memberikan kontribusi yang positif, baik fisik maupun
lxxxv
non fisik. Pengembangan fisik diperoleh dari bantuan-bantuan sarana dan prasarana seperti pengembangan perpustakaan pondok pesantren, bantuan komputer, disalinasi air (penjernihan air) dan pengadaan Warung Informasi Teknologi (Warintek). Sedangkan pengembangan non fisik atau pengembangan sumber daya manusia di
antaranya
adalah
memberikan
ketrampilan
komputer,
pengetahuan tentang teknologi tepat guna bagi santri dan menumbuhkan kemampuan komunikasi bagi para santri. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengembangan lembaga pesantren, maka kita harus tahu juga bagaimana tahap perkembangannya dan apa saja indikatornya. Berikut penjelasan mengenai tahap-tahap perkembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin melalui strategi dakwahnya dan indikator keberhasilan dalam pengembangan lembaga: a. Tahap-tahap Perkembangan Lembaga Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Ada enam (6) tahap perkembangan lembaga pendidikan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Lappit dan Schmidt seperti dikutip Wahjosumidjo (2001: 71) bahwa siklus kehidupan organisasi digambarkan melalui enam tahap perkembangan, yaitu: 7) Terciptanya organisasi baru (creating a new organization); 8) Hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a viable system);
lxxxvi
9) Memperoleh stabilitas (gaining stability); 10) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gaining reputation and developing puide); 11) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving uniqueness and adaptability); 12) Membantu masyarakat (contributing to society). Berdasarkan keenam tahap perkembangan tersebut di atas, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin termasuk pesantren yang telah memiliki indikasi perkembangan dalam rangka mencapai keberhasilan pondok. Tahap pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin yang didasarkan pada strategi dakwahnya adalah sebagai berikut: 1) Tahap pendirian dengan membentuk sistem pesantren salaf Dalam tahap pendirian ini, pesantren berusaha merancang AD/ART,
membentuk
Yayasan
atau
menyusun
struktur
kepengurusan. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
berusaha
agar
memperbaharui sistem pendidikan
pesantren namun tetap memegang teguh ciri salafnya, yang merupakan sistem pendidikan yang konsisten mengutamakan ilmuilmu agama. Pesantren Raudlatut Tholibin memiliki banyak sekali bentuk organisasi yang ada di dalamnya, seperti organisasi yang menangani KBIH, koperasi, madrasah, OSIS, dan perkumpulan
lxxxvii
alumni.,
yang
kesemuanya
itu
selalu
didasarkan
pada
pengembangan pesantren dengan penanaman nilai-nilai dakwah di dalamnya. Melaui organisasi-organisasi tersebut, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin melakukan dakwah. Niat awal pendirian pondok pesantren ini adalah amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin tetap konsisten memegang sistem pondok salaf dan mengajarkan ilmu-ilmu agama. Melalui sistem pondok salaf ini juga, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin
mendapatkan
kepercayaan
dari
masyarakat
luas.
Indikasinya dapat dilihat dari banyak santri yang masuk ke Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin. 2) Menerima dan memasukkan hal-hal baru Evektifitas dan efisiensi pesantren menuntut kita untuk menerapkan pelbagai rekayasa dan rekadaya yang didasari oleh ilmu pengetahuan teoritik dan praktis sesuai dengan sasaran yang digarap. Oleh karena itu diperlukan sitem dan metode yang menarik. Orientasi pondok pesantren dalam zaman teknologi masa kini dan masa depan perlu diubah pula. Sudah seharusnya pesantren Raudlatut Tholibin hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang
(surviving as a
viable system), dimana berbagai konsep baru, pruduk baru, dan segala hal yang dianggap baru selalu diterima dengan tanpa
lxxxviii
menghilangkan karakteristiknya sebagai pondok pesantren salaf, misalnya dengan memasukkan kursus bahasa asing, kursus komputer dan menjahit. Hal ini sesuai dengan konsep yang sering ditawarkan: ”Mempertahankan hal-hal lama yang baik dan menerima hal-hal baru yang lebih baik”. Oleh karena pondok pesantren Raudlatut Tholibin selalu terbuka untuk menerima masukan-masukan yang bersifat inovatif, maka sudah barang tentu mereka berusaha mencari hal-hal baru dan memahami apa yang dibutuhkan masyarakat pada masa yang akan datang. Dengan demikian corak pesantren Raudlatut Tholibin bersifat
inovatif,
bukan
melestarikan
apa
yang
ada/jelek
(maintenance), konservatif, pasif serta dogmatis. Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin selalu berkembang, baik secara fisik (gedung yang selalu bertambah, fasilitas yang lengkap, pendanaan yang cukup dengan berbagai unit usahanya, siswa /santri yang selalu bertambah, dan lain sebagainya) maupun perkembangan yang berbentuk nonfisik (seperti kualitas santri, guru, dan karyawan meningkat, motifasi kerja tinggi, solidaritas dan kerja sama terjalin dengan baik, adanya peningkatan kualitas manajemen
dan
lain sebagainya). Semua
itu
diantaranya
merupakan hasil dari strategi dakwah yang diterapkan di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin yang mengedepankan aspek sosial kemasyarakatan dalam berdakwah.
lxxxix
3) Memperoleh stabilitas (gainning stability) Indikasi stabilitas Pondok Pesantren adalah kemapanannya dalam hal pengelolaan santri, karyawan, dan SDM lain, penyusunan kurikulum, serta kemapanannya dalam mengelola dana dengan membuat unit usaha secara mandiri. Oleh karena itu pengelolaan pesantren secara menyeluruh harus dilakukan secara profesional. Contoh yang dapat dilihat yaitu dalam pengelolaan santri misalnya, stabilitas input santri Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sejak tahun 2003/2004 hingga tahun 2009/2010 ini secara kuantitas dan kualitas teratur dan tidak menghawatirkan. Contoh lain juga dapat dilihat dari kemapanan manajemen yang selama ini diterapkan, dimana mereka sudah mengenal planning, organizing, actuating, dan controling / evaluating. Aktifitas dakwah yang dilakukan secara konsisten juga terlihat stabil, dalam artian terjadi peningkatan secara signifikan. Strategi dakwah yang dikembangkan di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin menggunakan beberapa media yaitu: melalui lembaga pendidikan formal seperti RA dan Madin, kegiatan keagamaan, kegiatan kemasyarakatan dan menjalin relasi dengan pihak luar yang juga memiliki misi dakwah. 4) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gainning reputation and developing puide)
xc
Dengan umur yang relatif tidak muda lagi, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sudah mendapatkan legitimasi dari masyarakat bahwa ia adalah pesantren yang maju dan berkualitas (favorit / elit) yang mampu meraih prestasi dan mampu menyaingi berbagai pesantren maupun madrasah yang ada di daerah Kabupaten Rembang. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya prestasi yang pernah diraih, baik prestasi nilai ujian nasional madrasah, prestasi dari berbagai macam perlombaan, pelatihan, dan lain-lain. Dalam bidang akademik misalnya, untuk MTs Raudlatut Tholibin meraih peringkat 10 besar sekabupaten Rembang. Dari tahun ke tahun alumni pondok pesantren Raudlatut Tholibin selalu lulus dengan prestasi yang memuaskan, sehingga pimpinan pesantren merespon prestasi yang telah diperoleh tersebut dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat mendukung dan memotivasi santri, contohnya seperti: a) Memberikan Piagam Penghargaan bagi Rangking I, II dan III serta mengumumkannya pada setiap akhir periode (pembagian Raport). b) Memberikan beasiswa bagi santri kelas III MTs. (rangking I / II / III).
xci
c) Mengangkat santri berprestasi dan solid terhadap almamater untuk ikut mengajar (pengabdian) di pesantren Raudlatut Tholibin. Dalam bidang dakwah, pondok pesantren Raudlatut Tholibin sudah memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat. Salah satu faktor penting yang mendongkrak popularitas pondok pesantren adalah figur KH. Mustofa Bisri yang selain sebagai pengasuh pondok pesantren juga seorang penulis, seniman, dan dai yang handal. Dan hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi pondok pesantren. Disamping itu, sistem dakwah konstruktif dengan pendekatan sosial kemasyarakat mendapat respon positif dari masyarakat. 5) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving uniqueness and adaptability) Keunikan pesantren Raudlatut Tholibin dapat dilihat dari berbagai segi, baik model pesantrennya, perkembangan fisiknya, prestasi
santrinya,
prestasi
guru
dan
kyainya,
serta
perkembangannya secara komprehensip mampu membuat banyak orang kagum, terpesona dan tertarik untuk mengetahui apa rahasia yang ada di balik itu semua. Kemampuan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin untuk beradaptasi dengan masyarakat sekitar melalui strategi dakwah konstruktif merupakan salah satu faktor keberhasilan yang selama
xcii
ini ia peroleh. Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin selama ini mampu menampung berbagai aspirasi masyarakat. Misalnya kebutuhan masyarakat Rembang akan ilmu pesantren (agama) yang diberikan sejak dini diakomodir dengan mendirikan RA dan Madin. Di sisi lain Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga menampung dan mengembangkan bakat minat santrinya, baik bidang seni, ketrampilan maupun keorganisasian. Dengan demikian, keunikan Pesantren Raudlatut Tholibin merupakan model salaf dengan pendekatan teknologi yang selama ini diterapkan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sangat prospektif untuk dikembangkan di Kabupaten Rembang. 6) Membantu masyarakat (contributing to society) Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin hingga saat ini sudah mampu
memberikan kontribusi yang sangat
besar dalam
mencerdaskan kehidupan masyarakat, yang merupakan agent of change (agen perubahan) kultur maupun peradaban masyarakat Muslim melalui strategi dakwahnya konstruktif. Tujuan dakwah itu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekeliling khususnya dan masyarakat Muslim Indonesia umumnya, baik kesejahteraan lahiriah maupun bathiniah. Out came
Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sudah
dianggap baik, hal ini terbukti dengan banyak alumni yang
xciii
mengajar di berbagai madrasah maupun sekolah-sekolah, bahkan banyak juga yang menjadi tokoh masyarakat, dan lain-lain. Adapun bantuan pesantren terhadap masyarakat sekitar yang selama ini diberikan sangatlah banyak, baik materiil maupun spirituil. Hal ini bisa dilihat dengan adanya jadwal ceramah agama (pengajian), pengajian akhirussanah, kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, kesempatan menjual barang/jajan di kopontren, bantuan madrasah, dan lain-lain. 4.2.2 Indikasi Keberhasilan Lembaga Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Ukuran keberhasilan pengembangan suatu lembaga sangatlah relatif dan tergantung dari sejauh mana tujuan dan sasaran pengembangan yang direncanakan itu telah mereka capai.
Untuk mendapatkan suatu
keberhasilan dalam pengembangan pesantren melalui strategi dakwah konstruktif, maka harus difahami mengenai dasar pengembangan manajemen berdasarkan Islam yang meliputi tujuh sasaran akhir yang hendak dicapai, yaitu sebagai berikut: a.
Sikap mandiri yang berdasarkan keyakinan akan kemampuan diri (self-confedence) yang mendalam dan istiqomah yang tumbuh karena penalaran dan penghayatan intelektual dari pengenalan akan Allah (bertauhid). Keyakinan akan menimbulkan rasa tanggung jawab, amanah, dan keikhlasan dalam mengembangkan tugas dakwah yang dipikulkan kepadanya.
xciv
b.
Kebebasan berkomunikasi secara merata dan terbuka antara da’i dan mad’u tanpa dibatasi oleh pangkat dan kedudukan.
c.
Pengendalian pada kebijaksanaan musyawarah dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul antara warga pesantren.
d.
Pembinaan
pengaruh
hendaklah
didasarkan
pada
keandalan
(kompetensi) ilmu pengetahuan teknis, bukan sekali-kali pada kekuasaan dan kedudukan (egoisme) seseorang. e.
Terciptanya
suasana
yang
memberikan
peluang,
bahkan
menggalakkan ekspresi pribadi; juga untuk berkembangnya tingkah laku yang berorientasi pada tugas. Dengan kata lain, perlu ditumbuhkan suasana pribadi yang egaliter, bertakwah kepada Allah dan berdakwah dengan keikhlasan hati. f.
Kesediaan dan kemampuan untuk menyelesaikan setiap konflik yang senantiasa ada di antara warga pesantren, secara rasional dan dewasa.
g.
Kemampuan untuk menyalurkan setiap konflik menjadi suatu persaingan yang sehat dan positif, berdasarkan asas musabaqah lil khairat (Machendrawaty dan Syafei, 2001: 143). Dari tujuh dasar pengembangan manajemen tersebut di atas, maka
sangat relevan sekali jika dasar ini dijadikan sebagai pijakan dalam pengembangan pesantren melalui strategi dakwah yang jitu. Oleh karenanya, jika kita mampu menerapkan tujuh dasar tersebut maka sudah barang tentu keberhasilan pengembangan pesantren akan didapatkan.
xcv
Raudlatut Tholibin sebagai salah satu lembaga yang memegang teguh sistem salafi namun tidak menutup diri dengan perkembangan zaman.
Pondok
pesantren
Raudlatut
Tholibin
mengembangkan diri dan sudah terlihat
konsisten
untuk
adanya indikasi dalam
menerapkan tujuh dasar pengembangan manajemen tersebut di atas. Hal ini dilakukan secara periodik dan bertahap, sebab segala sesuatu tidak mungkin berubah secara mendadak (spontanitas). Namun demikian masih banyak kekurangan-kekurangan yang di alami oleh pesantren Raudlatut Tholibin, kebebasan berkomunikasi misalnya, seharusnya dilakukan secara terbuka dan merata tanpa dibatasi pangkat dan kedudukan, akan tetapi yang sering terjadi di pesantren adalah sebaliknya. Di Raudlatut Tholibin sedikit demi sedikit sudah menerapkan hal tersebut, namun ada kalanya terdapat hambatan-hambatan seperti rasa takut dengan kyai, sanksi, terasa kurang etis, dan lain-lain. Ada beberapa indikasi pokok yang dapat dipakai sebagai kriteria keberhasilan pesantren Raudlatut Tholibin, yaitu: 1. Tercapainya tujuan Pesantren. Tujuan pesantren Raudlatut Tholibin secara garis besar sebagaimana tercantum dalam
misi pesantren yaitu meningkatkan
lembaga pendidikan pondok pesantren yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Namun untuk mengetahui apakah suatu tujuan lembaga pesantren sudah tercapai secara maksimal atau belum, maka jawabannya adalah relatif, namun secara umum
xcvi
besar-kecilnya keberhasilan itu dapat dilihat dari indikator-indikator yang ada. Keberhasilan pesantren Raudlatut Tholibin dalam mencapai tujuan dapat diketahui diantaranya dengan mengetahui keadaan santri baik yang masih berada di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin maupun mereka yang sudah alumni (yang sudah terjun ke masyarakat) dan yang meneruskan ke jenjang pendidikan berikutnya. Santri pondok pesantren Raudlatut Tholibin diberi bekal ilmu agama yang diintegrasikan dengan ketrampilan teknologi informasi. Secara kualitatif, baik santri maupun alumni bisa dikatakan memiliki kompetensi sesuai harapan dan tujuan pondok pesantren Raudlatut Tholibin yaitu memiliki wawasan ilmu dan teknologi informasi. 2. Pesantren mampu memenuhi dan memanfaatkan segala sumber yang ada secara maksimal.(SDM, SDA, Unit Usaha, dll.) Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Raudlatut Tholibin meliputi Kyai, Guru, karyawan dan Santri, telah dapat dipenuhi dengan baik dan dikelola secara profesional. Hal ini terlihat dengan peningkatan
gaji
guru,
pelatihan,
pendidikan,
pengembangan
kurikulum, pendanaan, sarana pendidikan dan lain-lain. Sedangkan Sumber Daya Alam (SDA) yang selama ini pesantren miliki cukup memuaskan dan dapat dikelola dengan baik, seperti pengadaan sumber air bersih, tambak, dan lain lain.
xcvii
Unit Usaha dari berbagai macam bentuk telah dikembangkan oleh pesantren baik warung serba ada, kantin, dapur umum, warung telkom, klinik kesehatan, tailor, warung informasi dan lain-lain. Adapun hasil dari unit usaha itu semua dapat digunakan untuk pembangunan gedung dan pemenuhan sarana-prasarana pesantren yang ada. 3. Mitra kerja (masyarakat) merasa puas. Dengan berbagai kebijakan pimpinan pesantren dan hasil kinerja seluruh komponen lembaga pesantren Raudlatut Tholibin hingga mencapai keberhasilan yang memuaskan ini, tentunya seluruh masyarakat dan unsur yang ada di dalam maupun di luar pesantren Raudlatut Tholibin dapat menikmati hasilnya dengan antusias dan bangga. Menyusul adanya usaha-usaha lembaga untuk merubah dan mengembangkan segala kekurangan yang ada di dalam pesantren, baik manajemen dan administrasinya maupun usaha menciptakan rasa harmonis dan bekerjasama di lingkungan pesantren dengan berbagai pendekatan. Pendekaan tersebut melalui strategi dakwah konstruktif dengan mengedepankan aspek sosial kemasyarakatan. 4. Terdapat kesepakatan antara warga pesantren dari berbagai tingkatan terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan. Dengan berbagai teknik dan pendekatan dalam memberikan informasi, penjelasan dan petunjuk pelaksanaan, pimpinan pesantren beserta stafnya mampu membuat seluruh anggota (unsur SDM)
xcviii
pesantren mau mendukung dan sepakat atas segala kebijakan yang sedang maupun yang akan dilaksanakan. Hal ini dapat dilakukan dengan lancar karena kapandaian pemimpin dalam menjalankan tugasnya, seperti halnya jika ada seorang atau beberapa orang yang kurang sepakat atas suatu kebijakan, maka ia dipanggil untuk mengungkapkan isi hatinya di hadapan pimpinan secara pribadi sehingga ia bisa memahami maksud dan tujuan yang telah disepakati bersama dan harus segera dilaksanakan. 5. Pesantren memberikan
pelayanan
yang paling
baik
terhadap
kepentingan masyarakat. Dengan berbagai masukan dan saran dari seluruh masyarakat pesantren Raudlatut Tholibin mampu memberikan pelayanan yang sangat memuaskan, hal ini diakui oleh beberapa wali santri yang telah dikonfirmasi oleh penulis. Selama ini orang tua santri merasakan bahwa pesantren Raudlatut Tholibin ini selalu memberikan yang terbaik buat santri. Selain biaya yang murah, ternyata fasilitasnya pun lumayan lengkap dibanding dengan sekolah-sekolah lain yang ada di Rembang. Baik berupa gedung madrasah, ruang pertemuan, masjid, fasilitas telepon, air bersih yang melimpah, lapangan sepak bola, dan lain-lain. dan itu semua mampu memberikan manfaat bagi semua masyarakat sekitar dan bahkan masyarakat luar daerah.
xcix
4.3. Faktor
Pendukung
dan
Penghambat
Strategi
Dakwah
dalam
Pengembangan Sumber Daya Pesantren 4.3.1 Faktor Pendukung Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah : 1. Mempunyai pemimpin yang cukup potensial dan kharismatis sehingga memudahkan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang untuk berkembang dan membangun jaringan. Di samping itu, peran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga dakwah dapat lebih mudah untuk direalisasikan, karena didukung oleh sumberdaya yang memadai. 2. SDM yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang cukup memadai. Hal ini disebabkan karena SDM yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin tidak hanya didukung oleh SDM yang berasal dari keluarga pengasuh yang ahli dalam bidang agama, namun juga di dukung oleh SDM luar, baik dari unsur masyarakat sekitar maupun masyarakat umum yang cukup mumpuni. 3. Sistem pendidikan yang diterapkan sangat menunjang untuk mencetak kader-kader dakwah yang mengutamakan akhlakul karimah dan kepedulian terhadap realitas dan kondisi masyarakat. Di samping itu, pembekalan keterampilan yang diberikan kepada para santri dapat ikut menunjang aktivitas dakwah yang akan
c
dilaksanakan di masa yang akan datang, sehingga para santri siap untuk mengemban misi dakwah sekaligus mampu bersikap mandiri. 4. Minat santri dan dukungan masyarakat yang cukup besar. Kondisi ini tentu saja sangat mendukung upaya pengembangan dan pemberdayaan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang, khususnya sebagai lembaga pendidikan dan sebagai lembaga dakwah. Di samping itu, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga diharapkan mampu berperan sebagai media solusi yang dihadapi oleh umat mausia, terutama para santri dan masyarakat. 5. Sarana dan prasarana yang ada cukup memadai, sehingga mampu menunjang proses pendidikan dan upaya pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin dalam konteksnya sebagai lembaga dakwah. 4.3.2 Faktor Penghambat 1. Pondok
Pesantren Raudlatut
Tholibin
Rembang
seringkali
dipahami sebagai lembaga tradisional sehingga pengelolaan atau manajemennya kurang diperhatikan secara serius dan bersifat konvensional. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap pola manajerial yang diterapkan, sehingga perlu dibenahi dan dikembangkan kearah manajemen secara profesional. 2. Belum adanya lembaga pendidikan formal (ilmu umum) di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang sehingga para santri dan
ci
alumninya sangat kurang menguasai disiplin ilmu umum. Padahal untuk melaksanakan aktivitas dakwah pada masa sekarang dan utamanya di masa yang akan datang dibutuhkan keterampilan dan keahlian, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang umum. Oleh karena itu, ke depan harus ada inisiatif dan usaha untuk mengembangkan sistem pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin, baik yang berkaitan dengan ilmu agama maupun disiplin ilmu pengetahuan umum. 3. Kurang berkembangnya budaya demokrasi dan disiplin sehingga para santri dan alumni Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang kurang dapat mengimbangi perkembangan dunia luar. Jika dibiarkan, kondisi ini akan menghambat aktivitas dakwah yang dilaksanakan, terutama aktivitas dakwah di masa yang akan datang. 4. Belum maksimalnya pendidikan keterampilan yang diberikan karena masih terbatas hanya pada beberapa bidang, sehingga untuk bidang-bidang yang lain belum tergarap. Oleh karena itu, ke depan harus dipikirkan usaha untuk menciptakan keterampilan santri dalam berbagai bidang agar dapat
lebih fleksibel dalam
melaksanakan dakwah dan mampu mengikuti perkembangan zaman.
cii
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari uraian pembahasan mengenai "STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)", dapat penulis ambil kesimpulan sebagaimana berikut: 1. Strategi dakwah yang dilakukan pesantren Raudlatut Tholibin Rembang sebagai upaya untuk pengembangan sumber daya yang dimilikinya adalah dengan dakwah bil lisan, dakwah bil hal dan dakwah konstruktif yaitu dengan beberapa cara: a. Mendirikan lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Diniyah (Madin) b. Mengadakan pengajian untuk masyarakat c. Menyediakan KBIH Al-Ibriz bagi masyarakat d. Menyediakan koperasi Al-Ibriz bagi santri dan masyarakat sekitar e. Bekerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta 2. Implementasi strategi dakwah tersebut dalam pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dilakukan mulai dari tahap pendirian sampai pada partisipasinya dalam membantu masyarakat. Strategi dakwah yang dilakukan pesantren Raudlatut Tholibin Rembang tersebut merupakan dakwah bil hal. Dakwah ini lebih menitip beratkan pada aksi riil melalui kegiatan sosial kemasyarakatan.
ciii
3. Faktor pendukung penerapan strategi dakwah dalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah dukungan pengasuh yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat, SDM yang dimiliki cukup memadai, sistem pendidikan yang diterapkan sangat menunjang untuk mencetak kader-kader dakwah, minat santri dan dukungan masyarakat yang cukup besar dan Sarana dan prasarana yang ada cukup memadai. Sedangkan faktor penghambat penerapan strategi dakwah di pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya: pengelolaan atau manajemennya kurang diperhatikan secara serius dan masih bersifat konvensional, belum adanya lembaga pendidikan formal (ilmu umum), kurang berkembangnya budaya demokrasi dan disiplin dan belum maksimalnya pendidikan keterampilan. Faktor-faktor tersebut sedikit banyak menghambat proses dakwah dalam rangka pengembangan pondok pesantren.
5.2 Saran-Saran Suatu keyakinan dan keimanan yang paling fundamental dari fungsi agama adalah pembebasan diri, baik pembebasan diri dari kebodohan, kekufuran maupun kefakiran. Ini karena agama terkait dengan hubungan yang sangat transenden dan pribadi antara manusia sebagai individu yang otonom dengan Tuhan secara langsung. Kalau kemudian dari fungsi pembebasan diri ini muncul kesadaran tentang pembebasan sosial, maka
civ
inilah yang
seharusnya. Tetapi pada prinsipnya, agama jelas merupakan hak dan otonomi individu dimana ia hanya diyakini dan dihayati oleh pribadi yang bersangkutan yang orang lain tidak tahu dan tidak boleh melakukan intervensi. Artinya Islam adalah agama penyelamat dan agama pembebas bagi umat manusia dari ketertindasan. Oleh karena itu, pondok pesantren sebagai lembaga dakwah harus mampu menjadi agent of change bagi masyarakat dalam menghindarkan kekufuran, mengentaskan masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan. Dalam artinya dakwah yang dilakukan di pondok pesantren tidak hanya bil lisan tapi juga bil hal melalui strategi dakwah konstruktif dengan mengedepankan aspek pengembangan sosial kemasyarakatan.
5.3 Penutup Mengakhiri
skripsi
ini,
penulis
memanjadkan
puji
syukur
Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak terutama kepada pembimbing yang dengan penuh keikhlasan dan kesadaran telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari keterbatasan dan kemampuan yang ada pada penulis, maka saran dan kritik sangat diharapkan dari berbagai pihak demi perbaikan dan kesempurna. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terimakasih.
cv
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2008. Agama, Pendidikan Islam dan Tanggung Jawab Sosial Pesantren. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Saefudin. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bryson, John M.. 2001. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Cet. IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI). Dewan Redaksi. 1993. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Dhofier, Zamakhsari. 1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Kyai. Jakarta: LP3ES. Mas’ud, Abdurrahman, dkk. 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar. Gibson, James L. (et.al). 1997. Organisasi; Perilaku Struktur dan Proses. Alih Bahasa: Nunuk Adiarni. Jakarta: Binarupa Aksara. Hasbullah. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. ______. 1999. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Jakarta: PT Bumi Aksara. Machendrawaty, Nanih dan Agus Ahmad Syafei, 2001, Pengembangan Masyarakat Islam; Dari Tradisi, Strategi, Sampai Tradisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Madjid, Nurcholis. 1997. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina. Margono. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta : Prasetya Widi Pratama.
cvi
Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo. 2004. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka. Nurhadi, Agus. 2007. Mengelola Modal Sosial untuk Pengembangan Madrasah. Semarang; Abshor. Pimay, Awaludin. 2006. Metodologi Dakwah. Semarang: RaSAIL. Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung:Pustaka Setia. Shaleh, Abd. Rosyad. 1986. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Sudarto. 1997. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Surahmat, Winarno. 1970. Dasar dan Tehnik Research : Pengantar Metode Ilmiah. Bandung : Tasiro. Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al Ikhlas. Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI. 2003. Pola Pemberdayaan Masyarakat melalui Pondok Pesantren. Jakarta: Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Depag RI. Tjaya, Thomas Hidya. “Mencari Orientasi Pendidikan (Sebuah Perspektif Historis)”, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/04/Bentara/ 824931.htm Wahjosumidjo, 2001, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wahyutomo. 1999. Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan. Jakarta: Guna Insani Press. Winardi, 1994, Manajemen Konflik; Konflik Perubahan dan Pengembangan, Bandung: Mandar Maju. Yuki, Gary. A.. 1994. Kepemimpinan dalam Organisasi. Penterjemah: Jusuf Udaya, Jakarta: Prenhallindo.
cvii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Suyati
Tempat/Tgl. Lahir : Rembang, 18 Oktober 1986 Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Ronggolawe RT. 2 RW. 3 Pasar Banggi Rembang
Pendidikan
:
1. Sekolah Dasar Negeri 01 Pasar Banggi
lulus tahun 1999
2. Madrasah Tsanawiyah Negeri Lasem
lulus tahun 2001
3. Madrasah Aliyah Al-Muayyad Solo
lulus tahun 2004
4. Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
lulus tahun 2010
Demikian daftar riwayat hidup ini kami buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 21 Juni 2010 Penulis
SUYATI 1105057
cviii