STRATEGI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR EKOWISATA KABUPATEN BANYUWANGI BERBASIS SPASIAL
Azka Zaka Pratama, I Ketut Gunarta Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak Wisata merupakan salah satu dari tiga keunggulan Kabupaten Banyuwangi selain perikanan dan UMKM. Oleh karena itu, Kabupaten Banyuwangi tengah gencar membangun daerahnya sebagai destinasi wisata. Secara spesifik, daerah wisata Kabupaten Banyuwangi sudah mulai dikembangkan sebagai destinasi ekowisata dimana pada pengembangan ekowisata memiliki pertimbangan-pertimbangan yang berbeda dengan jenis wisata lainnya. Namun, sebagai kabupaten tingkat menengah, Banyuwangi masih terkendala masalah infrastruktur baik yang terkait dengan jaringan yang menghubungkan kawasan-kawasan wisata potensial maupun sarana dan prasarana pada kawasan wisata itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mendukung program pengembangan daerah Kabupaten Banyuwangi dengan merumuskan Strategi Pengembangan Infrastruktur Ekowisata yang berfokus pada Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dengan pendekatan spasial melalui metode GIS dan analisis spasial. Sebagai pendukung, juga dilakukan identifikasi kondisi infrastruktur lokasi ekowisata potensial. Dengan demikian diharapkan penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah setempat dalam membangun infrastruktur di lokasi ekowisata daerah tersebut. Kata kunci: Wisata, Ekowisata, Infrastruktur, Analisis Spasial, Strategi Pengembangan Infrastruktur. Abstract Tourism is one of the three leading eminences of Banyuwangi district besides fisheries and Small & Medium Enterprises. Therefore, Banyuwangi has now been heavily developing Banyuwangi region as a tourist destination. Specifically, Banyuwangi tourist areas are already being developed as ecotourism destinations where the tourism development have different considerations with other tourist types. However, as a mid-level district, Banyuwangi is still constrained by infrastructure problems that are related to the network that connects potential tourist areas as well as facilities and infrastructure in the tourist area itself. This study aims to support the development programs to formulate Banyuwangi’s Infrastructure Development Strategy which focuses on Ecotourism and Travel Attractions Objects (ODTW) with a spatial approach through GIS and spatial analysis methods. Additionally, it will also identify the condition of potential ecotourism objects. It is hoped that this study could be a recommendation to the local government in building infrastructure in the area of ecotourism locations of Banyuwangi. Keywords: Tourism, Ecotourism, Infrastructure, Spatial Analysis, Infrastructure Development Strategy.
1
menentukan strategi pengembangan infrastruktkur ekowisata Secara umum penelitian ini dapat dibagi menjadi beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain studi literatur dan studi lapangan, pengumpulan data-data yang diperlukan untuk pengerjaan penelitian, penentuan lokasi ekowisata potensial, identifikasi kondisi infrastruktur lokasi potensial ekowisata Kabupaten Banyuwangi, perumusan strategi pengembangan infrastruktur, hingga simpulan dan saran.
1. Pendahuluan Perkembangan pembangunan pariwisata Kabupaten Banyuwangi bila ditinjau berdasarkan jumlah obyek wisata serta akomodasi penunjangnya, dapat dikategorikan daerah tujuan wisata yang sedang berkembang. Salah satu objek wisata Kabupaten Banyuwangi, yaitu pantai plengkung atau yang lebih dikenal dengan G-Land, bahkan sudah lebih dikenal oleh masyarakat mancanegara karena keindahan pantai dan ombaknya yang cocok digunakan untuk berselancar. Tidak hanya pantai, destinasi wisata di Kabupaten Banyuwangi memang sangat variatif mulai dari pantai, pegunungan, bahkan perkebunan dan desa wisata. Menurut data Bappeda [1], Banyuwangi bahkan memiliki lebih dari 50 objek wisata yang terbagi dalam tiga wilayah. Tidak hanya itu, budaya khas Banyuwangi yang beraneka ragam juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Banyuwangi. Sebagai kabupaten yang memiliki cukup banyak objek wisata, pemerintah setempat sadar akan besarnya potensi pengembangan pariwisatanya. Kajian seputar pengembangan wisata juga telah mulai dilakukan melalui Badan Perencanaan Pengembangan Daerah (Bappeda) setempat. Namun sebagai kabupaten tingkat menengah, Kabupaten Banyuwangi memang tidak dapat dikategorikan sebagai daerah modern. Pembangunan di Kabupaten Banyuwangi memang tidak bisa disamakan dengan kota-kota besar yang ada di Indonesia. Padahal untuk mendukung pengembangan wisata di daerah tersebut, diperlukan infrastruktur yang memadai. Tidak hanya infrastruktur transportasi, namun infrastruktur lain seperti infrastruktur komunikasi, infrastruktur energi, bahkan infrastruktur pemerintah dan sosial juga harus disiapkan agar pengembangan berjalan selaras. Oleh karena itu, sebagai daerah yang ingin mengembangkan potensi daerahnya, Kabupaten Banyuwangi perlu merumuskan strategi pengembangan infrastruktur wisata khususnya ekowisata untuk mendukung pengembangan daerahnya. Dengan dilakukannya perumusan strategi tersebut, diharapkan pengembangan ekowisata Kabupaten Banyuwangi dapat berjalan secara berkelanjutan.
A. Tahap Studi Literatur dan Studi Lapangan Tahapan pertama dalam proses penelitian ini adalah tahap studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur dilakukan untuk memperdalam konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, seperti konsep ekowisata dan metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian ini. Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data-data seputar kondisi eksisting yang ada di lapangan. Kegiatan tersebut antara lain diskusi bersama pemerintah setempat, survey lokasi objek penelitian, hingga pengambilan data-data primer dan sekunder yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang ada pada penelitian ini. B. Tahap Pengumpulan Data Pada proses pengumpulan data, terdapat beberapa data primer dan sekunder dengan jenis data kualitatif dan kuantitatif.. Pada data primer data-data yang diperlukan antara lain data preferensi wisatawan, dimana data tersebut diambil berdasarkan studi litaratur, forum diskusi, dan kuesioner online kepada wisatawan untuk menentukan kriteria yang sesuai dengan preferensi wisatawan. Yang kedua adalah data pembobotan AHP untuk menentukan bobot masing-masing kriteria pemilihan lokasi ekowisata yang datanya diambil dari perwakilan wisatawan. Kemudian juga dikumpulkan data-data kuesioner tingkat kepuasan dan kepentingan wisatawan untuk mengidentifikasi kondisi infrastruktur. Dan data primer terakhir adalah data hubungan antara kriteria dan respon teknis untuk membantu perumusan strategi pengembangan. Sedangkan untuk data sekunder data-data yang diambil antara lain data tentang lokasi ekowisata potensial, kondisi infrastruktur, data statistik Kabupaten Banyuwangi, data kepemerintahan, dan beberapa data lain yang diambil dari Bappeda Banyuwangi.
2. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan infrastruktur ekowisata Kabupaten Banyuwangi. Dalam penelitian ini digunakan Geographical Information System (GIS) untuk menentukan lokasi ekowisata potensial di Kabupaten Banyuwangi dan beberaoa metode lain seperti QFD dan PUGH untuk
C. Tahap Penentuan Lokasi Ekowista Potensial Penentuan lokasi ekowisata potensial Kabupaten Banyuwangi dilakukan dengan menggunakan GIS & analisis spasial. Dalam
2
proses analisis spasial, dilakukan proses overlay berdasarkan masing-masing kriteria wisatawan yang ditentukan sebelumnya.
saran untuk pengembangan penelitian sejenis selanjutnya jika ada. 3. Hasil Penelitian Ekowisata merupakan jenis wisata yang lebih kompleks dibandingkan jenis wisata biasa dan dibutuhkan penanganan khusus dalam pengembangannya. Sebuah lokasi ekowisata yang baik harus berpandangan sebagai berikut [3]. 1. Memiliki fokus kawasan alami yang dapat memastikan pengunjung memiliki kesempatan untuk secara pribadi menikmati alam secara langsung. 2. Memberikan interpretasi atau layanan pendidikan yang dapat memberikan kesempatan pada pengunjung untuk menikmati alam dengan cara-cara yang mengarah pada pemahaman yang lebih besar, apresiasi dan kenikmatan alam. 3. Merepresentasikan cara terbaik dalam praktek keberlanjutan ekologis. 4. Berkontribusi terhadap konservasi daerah alam dan warisan budaya. 5. Memberikan kontribusi yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat. 6. Menghormati dan peka terhadap budaya lokal yang ada di daerah tersebut. 7. Secara konsisten memenuhi harapan konsumen. 8. Dipasarkan dan dipromosikan dengan cara jujur dan akurat sehingga harapan yang realistis akan terbentuk. Berdasarkan spektrumnya, terdapat 2 jenis ekowisata yakni hard ecotourism & soft ecotourism [4]. Hard ecotourism merupakan jenis ekowisata dengan ciri wisatawannya memiliki komitmen yang tinggi terhadap permasalahan dan isu lingkungan dan sangat suportif dalam hal keberlanjutan lingkungan wisatawan hard ecotourism memiliki preferensi terhadap hal-hal yang menantang fisik dan mental mereka dalam sebuah wisata alam liar, sehingga kunjungan dalam hard ecotourism biasanya mengambil waktu yang cukup lama. Sebaliknya, soft ecotourism memiliki anggapan yang cukup moderat dalam komitmennya terhadap lingkungan. Wisatawan soft ecotourism biasanya cukup puas dengan satu aktivitas ekowisata yang digabung dalam suatu rencana wisata (itinerary). Mereka juga biasanya masih mengharapkan layanan-layanan dari penyedia jasa wisata seperti penginapan dan restoran yang bagus, kunjungan-kunjungan ke tempat oleh-oleh, dan biasanya mereka juga lebih bergantung pada travel agent maupun operator tur mereka. Tipe soft ecotourism ini, merupakan jenis ekowisata yang sedang berkembang pesat karena semua orang dapat mencobanya. Berbeda dengan hard ecotourism, yang biasanya dilakukan untuk kepentingan observasi alam.
Gambar 1. Ilustrasi overlay pada ArcGIS [2] D. Tahap Identifikasi Kondisi Infrastruktur Ekowisata Identifikasi kondisi infrastruktur ekowisata dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada wisatawan. Kuesioner ini adalah mengenai tingkat kepuasan wisatawan terhadap kondisi eksisting infrastruktur ekowisata dan tingkat kepentingan kriteria infrastruktur menurut wisatawan.. Dengan melibatkan wisatawan diharapkan data-data dapat menjadi inputan voice of customer atau keinginan wisatawan yang nantinya digunakan untuk merumuskan strategi pengembang infrastruktur ekowisata. E. Tahap Perumusan Strategi Pengembangan Ekowisata Perumusan strategi pengembangan ekowisata dilakukan berdasarkan hasil kuesioner kepuasan dan kepentingan wisatawan. Adapun metode yang digunakan dalam tahapan ini adalah Quality Function Deployment (QFD) dengan menyusun kerangkan House of Quality (HOQ) dari kriteria dan respon teknisnya. Kemudian ditentukan respon teknis mana yang diprioritaskan dalam pengembangan infrastruktur ekowisata. Langkah selanjutnya yaitu merumuskan konsep ide dari hasil QFD sebelumnya sebagai respon pengembangan strategi yang dapat dilakukan. Konsep ide tersebut disusun menjadi beberapa konsep untuk nantinya dibandingkan satu sama lain dengan menggunakan metode PUGH untuk mendapatkan strategi yang efektif dan efisien. F. Tahap Penyusunan Kesimpulan dan Saran Langkah terakhir dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini adalah menyusun kesimpulan dari tujuan-tujuan dilakukannya penelitian ini. Selain itu, juga diberikan saran-
3
Perbaikan & pengaspalan jalan
Penambahan tour guide
Penambahan jalan alternatif
Perluasan lapangan parkir
Perbaikan dan penambahan toilet umum
Perbaikan ecolodge
Penambahan restoran/tempat makan
Penambahan jangkauan BTS
Penambahan jumlah ecolodge
terendah. 3 kriteria dengan nilai terendah antara lain jangkauan sistem telekomunikasi dan kondisi akomodasi lain dengan nilai rata-rata kepuasan sebesar 2.56, serta kondisi jalan penghubung yang nilainya sebesar 2.36. Hal ini terjadi karena Meru betiri merupakan taman nasional dan jauh dari pusat keramaian sehingga pembangunan infrastruktur seperti telekomunikasi, listrik, air, dsb tidak terlalu diprioritaskan untuk dikembangkan hingga saat ini. Sedangkan untuk kondisi akomodasi lain perlu diperbaiki karena memang sebagian besar akomodasi yang ada di lokasi wisata Kabupaten Banyuwangi kurang lengkap dan kurang terawat. Kondisi jalan penghubung menjadi kriteria dengan nilai kepuasan terkecil karena memang kondisi jalan kebanyakan tidak terawat. Jalan berlubang, tidak beraspal, dan susah dilalui merupakan beberapa alasan yang membuat wisatawan kurang puas dan belum ada tindakan berarti dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut hingga saat ini. Sehingga hal tersebut dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengembangkan infrastrukur ekowisata. Pada proses perumusan strategi, digunakan House of Quality (HOQ) yang merupakan bagian dari QFD. HOQ digunakan karena dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menentukan prioritas respon teknis. Dengan demikian, hasil dari HOQ dapat membantu decision maker untuk menentukan suatu keputusan. Dalam penyusunannya pada penelitian ini, diperlukan data-data tentang keinginan wisatawan sebagai voice of customer dan respon teknis untuk mengatasi adanya keinginan wisatawan tersebut. Adapun data voice of customer menggunakan data atribut infrastruktur ekowista yang valid yakni sebanyak 8 buah. Kemudian disusun respon teknis dari atribut valid tersebut. Dari hasil pengolahan data, dihasilkan 10 respon teknis. Regulasi perlindungan daerah hutan
Hasil studi literatur tersebut dan literatur tentang ekowisata lain nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam menyusun kriteria dalam pemilihan lokasi ekowisata potensial Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan hasil studi literatur, forum diskusi, dan kuesioner diketahui bahwa terdapat 7 kriteria pemilihan lokasi ekowisata potensial Kabupaten Banyuwangi sehingga setelah dilakukan proses pengolahan data, diketahui bahwa lokasi ekowisata potensial Kabupaten Banyuwangi terletak pada kawasan TN Meru betiri seperti yang digambarkan oleh gambar 2. Terpilihnya TN. Meru betiri disebabkan karena lokasi tersebut sudah memiliki beberapa infrastruktur eksisting yang cukup baik sesuai kriteria wisatawan antara lain karena memiliki jumlah daya tarik wisata yang cukup variatif, kealamian yang masih terjaga karena merupakan lokasi konservasi, akses, infrastruktur, dan akomodasi yang cukup baik, serta lokasi tersebut sudah memiliki fasilitas kesehatan yang cukup baik untuk mengantisipasi keamanan dan keselamatan wisatawan.
∆
∆
Technical Requirements
Gambar 2. Hasil lokasi ekowisata potensial Kabupaten Banyuwangi berdasarkan analisis spasial dengan GIS
Kondisi alam lokasi ekowisata (A1) Keberadaan satwa liar (A2) Kondisi ekosistem (B1) Kondisi infrastruktur telekomunikasi (C1) Customer Jumlah & kondisi ecolodge (D1) Requirement Jumlah & kondisi akomodasi lain (Tempat makan, lapangan parkir, toilet umum, dll) (D2) Kemudahan akses (D3)
Hasil tersebut, dapat menjadi rekomendasi pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk memfokuskan pengembangan ekowisatanya di daerah tersebut. Pada identifikasi kondisi infrastruktur, jika ditinjau dari segi kriteria, diketahui beberapa kriteria dengan nilai kepuasan
● ● ●
ο
∆
●
∆
●
●
∆
∆
∆
ο
ο
●
●
●
ο
∆
Kondisi jalan penghubung (D4)
●
∆
ο
ο
●
●
ο
●
Total
29
12
15
12
14
10
10
12
14
22
Score Rank
3.71 1
1.46 8
1.83 3
1.47 7
ο
1.80 4
1.29 9
1.29 9
1.52 6
1.72 5
2.77 2
Gambar 3. Penentuan prioritas dengan HOQ
4
Strategi Pengembangan Infrastruktur Ekowisata Perbaikan dan pengaspalan jalan menuju lokasi ekowisata Pengembangan usaha lokal Pembinaan ekowisata Pembukaan daya tarik ekowisata baru Pembinaan aktivitas warung dan penjaja makan Pembukaan homestay rumah penduduk Pelestarian budaya lokal Gambar 4. Strategi pengembangan infrastruktur ekowisata Kabupaten Banywuangi
Setelah penentuan respon teknis, dilakukan analisis hubungan antara keinginan wisatawan dengan respon teknis yang telah disusun. Adapun dalam analisis hubungan digunakan beberapa simbol yang menyatakan apakah hubungan tersebut kuat, sedang, ataupun berhubungan lemah. Selain analisis hubungan antara keinginan wisatawan dengan respon teknis, juga dilakukan analisis hubungan antar respon teknis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui respon teknis mana yang memiliki hubungan positif/negatif dengan respon teknis lain. Pada proses selanjutnya yaitu proses penghitungan score. Adapun proses perhitungan score diperlukan data tingkat kepentingan hasil kuesioner yang disebarkan ke wisatawan. Dari hasil score diketahui nilai masing-masing respon teknis dari yang terbesar hingga terkecil. Nilai terbesar berarti respon teknis tersebut memiliki tingkat kepentingan dan hubungan dengan dengan keinginan wisatawan yang cukup tinggi. Sehingga hal tersebut dapat menjadi dasar bagi proses perumusan strategi selanjutnya dalam menentukan prioritas yang akan dikembangkan. Hasil dari HOQ keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3. Dari penyusunan HOQ diketahui 4 besar respon teknis dengan score terbesar. Respon teknis tersebut antara lain regulasi perlingdungan daerah hutan, perbaikan & pengaspalan jalan, penambahan jumlah ecolodge, dan penambahan jumlah restoran/tempat makan.. Keempat respon teknis ini digunakan sebagai dasar penentuan konsep ide strategi dengan metode FAST & PUGH. Metode FAST digunakan untuk menentukan alternatif ide dari respon teknis terpilih sehingga dapat disusun sebuah alternatif konsep ide. Sedangkan metode PUGH digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif konsep ide sehingga didapatkan alternatif konsep ide terbaik. Ada 4 alternatif konsep ide yang disusun dalam penelitian ini. Yang pertama adalah penambahan ecolodge baru. Alternatif konsep ini ide akan dijadikan base line. Alternatif kedua yakni penambahan restoran/tempat makan bagi wisatawan. Desain alternatif konsep ketiga adalah implementasi model social forestry. Sedangkan alternatif keempat adalah implementasi model desa wisata. Dari hasil metode PUGH, alternatif ide keempat yakni implementasi model desa wisata memiliki nilai positif terbanyak dibandingkan alternatif konsep ide lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa alternatif ide keempat merupakan strategi pengembangan infrastruktur ekowisata yang tepat dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Adapun terdapat 7 strategi yang dijabarkan berdasarkan alternatif konsep ide terpilih. Strategi tersebut dijabarkan pada gambar 4.
4. Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan yang didapat dari penelitian mengenai strategi pengembangan infrastruktur ekowisata Kabupaten Banyuwangi berbasis spasial ini. 1. Berdasarkan analisis spasial dengan menggunakan software GIS, teridentifikasi wilayah potensial ekowisata Kabupaten Banyuwangi berada pada sebagian wilayah di TN. Meru betiri yang berada di Kecamatan Pesanggaran dengan batas lintang dan bujur yang ditentukan. Maka nantinya pengembangan ekowisata dan infrastrukturnya dapat difokuskan di batas-batas tersebut. 2. Analisis kondisi infrastruktur dengan menggunakan model HOQ menunjukkan bahwa kondisi jalan penghubung, sistem telekomunikasi, dan kondisi akomodasi lain berdasarkan nilai IR merupakan 3 besar infrastruktur yang masih kurang baik karena kepuasan yang dirasakan wisatawan belum mampu mencapai target yang ditetapkan. Sedangkan berdasarkan overall importance-nya atribut kondisi ekosistem, keberadaan satwa liar, dan kondisi alam lokasi ekowisata merupakan 3 besar infrastruktur yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam pengembangannya. 3. Penggunaan metode FAST menunjukkan bahwa terdapat 4 alternatif konsep strategi pengembangan penambahan ecolodge baru, penambahan restoran/tempat makan, model social forestry, dan model desa wiata. Dari analisis menggunakan metode PUGH, diketahui bahwa strategi yang paling tepat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi adalah implementasi model desa wisata, karena memberi manfaat yang lebih banyak dibandingkan dengan alternatif lainnya.
5
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dan memberi dukungan terhadap kelancaran penyelesaian penelitian ini. Serta khususnya kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses didalamnya. DAFTAR PUSTAKA [1] Bappeda Banyuwangi, 2012. Taman nasional Meru Betiri. Banyuwangi: Arsip kelembagaan. [2] Bunruamkaew, K., 2012. Site suitability evaluation for ecotourism using GIS & AHP: A case study of Surat Thani Province, Thailand. A dissertation submitted to the graduate school of life and enviromental sciences, University of Tsukuba. [3] Crabtree, et al. (2002). 8 Postulates of Ecotourism. Retrieved 17 oktober 2013. from http://blogs.ubc.ca/jaynespooner/2012/04/04/h istory/. [4] Weaver, D. (2006). Sustainable Tourism. Oxford: Butterworth-Heinemann.
6
7