LAPORAN KEMAJUAN PENGUATAN KLASTER INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN MALANG BAB I 1.1.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pewilayahan yang komprehensif untuk pengembangan dan pembangunan sektor strategis sangat diperlukan dalam pencapaian hasil pembangunan yang optimal di suatu wilayah, seperti wilayah Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah seringkali penataan ruang yang ada belum mampu mewadahi dan mengimbangi perkembangan sektor pembangunan strategis secara berkelanjutan. Oleh karena itu salah tujuan perencanaan kawasan ekonomi strategis di suatu wilayah, adalah memadukan penggunaan ruang dan segenap sumberdayanya secara fungsional untuk mendorong sektor strategis agar tercapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan mempunyai linkages positif dengan wilayah sekitarnya. Dalam konteks ini, kriteria “strategis” bukan hanya dari sudut pandang ekonomi produksi, melainkan juga dikaitkan dengan pertimbangan kelestarian fungsi ekologis/hidrologis. Perencanaan Kawasan Industri merupakan salah satu bentuk perencanaan ruang untuk sektor strategis yang diharapkan dapat mendorong percepatan peningkatan nilai tambah produksi dari sub-sektor kehutanan, subsektor pertanian, subsektor perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor tradisional lainnya yang didukung oleh sarana dan prasarana yang fungsional. Konsep yang paling sesuai untuk pelaksanaan pengembangan kawasan adalah dengan menggunakan pendekatan klaster industri. Yang dimaksud dengan klaster industri disini adalah kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis.Dimana hal ini dapat berdiri diri atau menyatu dengan Kawasan yang lebih luas, tergantung dari potensi produksi serta faktor jarak geografis dan faktor jarak aksesibilitas. Faktor jarak aksesibilitas sangat berperan dalam menentukan orientasi produktif dari suatu kawasan, terutama kawasan potensial yang jauh dari pusat pengembangannya. Pengembangan klaster industri dalam suatu wilayah harus didukung oleh komoditas unggulan dan komoditi penunjangnya, yang diusahakan dalam suatu Sentra Produksi (SPr) yang didukung oleh sentra pengolahan (SPg) dan sentra perdagangannya (SPd), mulai dari berskala kecil (mikro) hingga bersekala besar (makro) dan ekonomis. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat berlanjut, serta pemerataan kegiatan ekonomi wilayah. Dalam jangka pendek upaya ini diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya wilayah secara optimal dan lestari. Penguatan klaster agro industri (Kopi) di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi investasi (investasi produksi dan investasi konservasi) bagi pemerintah maupun swasta dalam mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan sentra-sentra produksi dari sektor agrokompleks dalam arti luas.
1.2.
Pokok Permasalahan
a.
Bahan Baku
b.
c.
d.
1.3.
Komposisi jenis tanaman kopi di Indonesia tidak seimbang, produksi kopi Robusta (93 persen) jauh lebih besar dari kopi Arabica (7 persen); sedangkan permintaan pasar dunia menyukai kopi Arabica.
Kurangnya pengetahuan penanganan pasca panen (cara tradisional), sehingga mutu biji kopi sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi rendah.
Produksi
Terbatasnya fasilitas produksi biji kopi (mesin/peralatan: pengering, pengupas dan sortasi), utamanya ditingkat usaha industri skala kecil dan menegah.
Terbatasnya penguasaan teknologi proses pada tahap roasting.
Penerapan GMP, HACCP dan ISO rendah, sehingga mutu produk rendah dan tidak konsisten.
Kurang adanya kemampuan melakukan inovasi dan diversifikasi produk sesuai dengan permintaan pasar domistik maupun internasional.
Pemasaran
Tingginya tarif bea masuk bahan penolong (kemasan 15 persen, gula 40 persen).
Rendahnya R & D inovasi dan diversifikasi produk kopi olahan sesuai permintaan pasar domistik dan internasional.
Terbatasnya akses pasar internasional, selama ini ekspor produk kopi olahan sebagian besar hanya ditujukan ke pasar tradisional seperti Uni Eropa, Jepang dan USA.
Adanya pemberlakuan diskriminasi tarif bea masuk di kawasan Uni Eropa terhadap komoditi kopi Indonesia (3,4 persen), sementara negara lain 0 persen.
Infrastruktur
Kurangnya dukungan infrastruktur ditingkat usaha budi daya tanaman kopi (jalan, alat angkut) dan industri pengolahan kopi (listrik, energi).
Belum optimalnya kegiatan forum komunikasi dan koordinasi antar stakeholders, utamanya yang mengarah ke pembentukan kerjasama kemitraan.
Metodologi Pelaksanaan
Pengembangan klaster agro industri (perkebunan kopi) di Kabupaten Malang dilakukan menggunakan pendekatan pengembangan klaster. Berikut ini akan diuraikan mengenai tahapan pelaksanaan kajian dan konsep pengembangan klaster.
1.3.1. Tahapan Kajian Pelaksanaan kajian dilakukan melalui tahapan kajian seperti diagram di bawah ini.
Inisiasi dan Koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Malang membahas tentang rencana pengembangan.penguatan klaster agro industri (perkebunan kopi) mengidentifikasi langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan mengumpulkan data tentang peraturan dan rencana penguatan klaster agro industri (perkebunan kopi)
Eksplorasi/ Analisis identifikasi potensi pengembangan klaster agro industri (perkebunan kopi) dan mengevaluasi kinerja perekonomian daerah
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Pemetaan klaster agro industri (perkebunan kopi) Analisis lingkungan klaster agro industri (perkebunan kopi)
1.3.2. Konsep Pengembangan Klaster Industri a.
Pengertian
Menurut Tatang A.Taufik (BPPT, 2005), klaster industri atau rumpun usaha dapat didefinisikan sebagai ”jaringan dari sehimpunan industri, lembaga penghasil teknologi, pembeli serta institusi penghubung, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai”. Sehimpunan industri yang dimaksud dalam definisi di atas terdiri dari industri inti yang menjadi fokus perhatian, industri pemasok, industri pendukung, serta industri terkait. Istilah inti, pemasok, pendukung, dan terkait menunjukkan peran pelaku di dalam klaster industri. Istilah-istilah tersebut tidak ada hubungannya dengan tingkat kepentingan pelaku. Pengertian istilah-istilah yang digunakan di dalam konsep klaster industri adalah sebagai berikut : 1.
2.
Industri Inti
Industri yang merupakan fokus perhatian dan biasanya dijadikan titik masuk kajian.
Industri yang unggul (berpotensi unggul).
Industri Pemasok
Industri yang memasok industri inti dengan produk khusus, yang antara lain terdiri dari Bahan baku utama, Bahan tambahan, Aksesori
3.
Pembeli
4.
Industri Pendukung
5.
Pasar yang menjadi konsumen produk industri inti, yang antara lain terdiri dari distributor, Pengecer, Pemakai langsung Industri yang menghasilkan barang atau jasa yang dapat mendukung industri inti, yang antara lain meliputi pembiayaan (Bank, Modal Ventura), Jasa (Angkutan, Bisnis Distribusi, Konsultan Bisnis), Infrastruktur (Jalan Raya, Telekomunikasi, Listrik), Peralatan (Permesinan, Alat Bantu), Pengemasan
Industri Terkait
Industri yang menggunakan infrastruktur yang sama dengan yang digunakan industri inti.
Industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama dengan yang digunakan industri inti (misalnya : bahan baku, tenaga ahli).
Industri terkait yang dimaksud disini tidak berhubungan bisnis secara langsung dengan industri inti. Industri terkait antara lain terdiri dari : Pesaing, Komplementer, Substitusi. 6.
Lembaga/Institusi Pendukung 1.
Lembaga yang memberikan dukungan peningkatan industri inti, yang antara lain terdiri dari Lembaga pemerintah, Asosiasi profesi, Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat.
Secara skematis, teori pendekatan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
b.
Strategi Pengembangan Klaster Industri
Pengalaman praktik pengembangan atau penguatan klaster industri negara lain maupun dalam konteks nasional cukup beragam. Beberapa pihak seperti EDA (Economic Development Agency – Amerika Serikat), EURADA (European Association of Development Agencies), prakarsa pengembangan klaster industri di Australia Selatan (Multifunction Polis/MFP dan Business Vision 2010), GTZ (Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit), KPEL (Kemitraan untuk Pengembangan Ekonomi Lokal – Bappenas), dan lainnya menyusun beberapa tahapan umum pengembangan/ penguatan klaster industri. Dokumen tersebut merupakan “panduan umum (guideline)” bagi upaya pengembangan/penguatan klaster industri. Sebagai kerangka umum, tahapan-tahapan tersebut tentu saja perlu disesuaikan dengan konteks masing-masing kasus. Demikian halnya dengan tahapan pengembangan klaster industri yang disampaikan dalam Panduan ini, yang pada dasarnya bersifat “generik,” tetap memerlukan penyesuaian dalam implementasi praktisnya. 1.3.4. Tahapan Umum Pengembangan Upaya dan proses pengembangan (perkuatan) klaster industri pada dasarnya terdiri atas 4 (empat) tahapan generik, yaitu: 1.
Aktivitas Awal Inisiatif Pengembangan (Perkuatan);
2.
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan (Perkuatan);
3.
Implementasi; dan
4.
Pemantauan, Evaluasi serta Perbaikan/Penyempurnaan.
Secara skematis, tahapan pengembangan klaster industri dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar.
Strategi Pengembangan / Penguatan Klaster industri
Tahapan proses tersebut sebenarnya lebih merupakan proses yang berkesinambungan, hingga batas tertentu “bertumpang-tindih (overlap)” satu dengan lainnya, dan bersifat iteratif. Detail tahapan dapat beragam dan berbeda dari suatu kasus ke kasus lain. 1.
Aktivitas Awal Inisiatif Atau Prakarsa Pengembangan
a.
Inisiasi artinya perlu ada concern & kepeloporan (diskusi wacana, presentasi, studi awal, dan lain-lain) untuk membangun minat dan partisipasi di antara konstituen, yang diperlukan untuk melaksanakan prakarsa.
b.
Eksplorasi/Analisis melalui kajian, pemetaan, diagnosis, diskusi dan lainlain, dengan tujuan antara lain
c.
d.
Mengevaluasi kinerja dan perkembangan perekonomian daerah;
Mengkaji Infrastruktur ekonomi;
Mengidentifikasi isu-isu urgen;
Menganalisis potensi tematik klaster industri, dan
Menganalisis potensi spesifik lokal dan lainnya yang mendukung kinerja klaster industri.
Pengembangan Tim Prakarsa untuk mempersiapkan agenda, meliputi :
Merekruit para pemimpin/pelopor dan pakar;
Mengidentifikasi prioritas dan bidang fokus;
Menganalisis prioritas;
Melibatkan partisipan untuk membangun konsensus;
Mengidentifikasi upaya (misalnya kebijakan/program) khusus yang dibutuhkan; dan
Merancang mekanisme tindak lanjut.
Konsensus Prakarsa adalah proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi awal tentang prakarsa klaster industri sesuai dengan peran masing-masing.
mendorong prakarsa lokal;
mendiskusikan kerangka tahapan pengembangan;
merancang instrumen kebijakan dan program;
menentukan prioritas program aksi;
membangun/memperkuat kelembagaan (organisasi, mekanisme, termasuk model resource sharing untuk aktivitas yang disepakati), dan
mendorong kesepakatan rencana tindak jangka pendek, termasuk jadwal pelaksanaannya, dan rencana tindak jangka menengah. Adanya kesepakatan rencana tindak jangka pendek dinilai penting untuk melakukan operasionalisasi secara realistis dan memelihara momentum kolaborasi.
2.
Penyusunan Kerangka Dan Agenda Pengembangan
a.
Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur Operasional, meliputi :
b.
c.
d.
Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi persoalan kelembagaan yang ada (diantisipasi akan muncul) eksekutif, legislatif, pelaku bisnis, LPSM, lembaga donor, dan pihak non pemerintah lain;
Menghimpun stakeholder “sisi permintaan” (misalnya seperti perusahaan dalam setiap klaster industri) dan stakeholder “sisi penawaran” (termasuk lembaga pendukung ekonomi, baik publik maupun swasta) dalam kelompok kerja untuk mengidentifikasi tantangan utama dan prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan bersama.
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan
Penyusunan Grand strategy;
Penyusunan kerangka dan instrumen kebijakan.
Perencanaan Aksi
Mengidentifikasi isu-isu urgen & spesifik;
Memberikan alternatif solusi dan prioritas rencana langkah pragmatis.
Konsensus Rencana Mengembangkan proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masing-masing.
3.
IMPLEMENTASI
”Pernyataan strategis” (strategic statement) biasanya memuat harapan/impian keadaan ideal yang dicita-citakan (visi) dan peran-peran atau agenda tugas penting yang masih umum (misi). Proses pragmatisasi perlu dilakukan agar kesemuanya dapat diimplementasikan secara lebih operasional. Penjabaran tujuan, capaian, dan cara/langkah-langkah pragmatis perlu dilakukan agar setiap pihak memahami dan dapat menjalankan peran kongkrit masing-masing. Ini juga penting agar setiap pihak melaksanakan sesuai dengan kompetensinya dan bahkan terusmenerus mengembangkannya. Prakarsa tertentu yang lebih bersifat segera sering memiliki nilai strategis terutama biasanya untuk mengawali terjadinya perubahan penting dan signifikan serta memelihara momentum proses perubahan tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah : a.
Mobilisasi sumberdaya dan pelaksanaan aktivitasnya;
b.
Mencapai milestone yang telah disepakati;
c.
Melakukan pengelolaan yang sinergis tentang
Penggalian atau penentuan sumberdaya manusia, sumberdaya dana dan sumberdaya lainnya;
Pengelolaan tugas, sumberdaya manusia dan hubungan diantaranya;
Pengelolaan keberterimaan, komitmen dan sinergi positip;
4.
Pengelolaan kesepakatan atau persetujuan;
Peningkatan kapasitas.
Pemantauan, Evaluasi Dan Proses Perbaikan
Sebagaimana disampaikan berulangkali, pengembangan sistem inovasi adalah proses pembelajaran, termasuk dalam proses kebijakannya. Karena itu, sebaiknya sistem pemantauan, evaluasi dan proses perbaikan dirancang sebagai bagian integral dari strategi dan kebijakan inovasi daerah. Hal ini juga perlu mengintegrasikan pembelajaran yang dapat diperoleh dari pihak lain, dengan berbagai cara (benchmarking, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pertukaran informasi dan praktik baik, dan lainnya). 1.4.
Lokus Kegiatan Agro Industri (Kopi)
1.5.
Fokus Kegiatan Kabupaten Malang
1.6.
Bentuk Kegiatan Difusi kebijakan teknologi
1.7.
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan No.
Bulan ke :
Kegiatan 1
1
Inisisasi & Koordinasi
2
Eksplorasi/ Analisis
3
Perumusan Strategi & Implikasi Kebijakan
4
Penyusunan Laporan
5
Monev
2
3
4
5
6
7
8
BAB II 2.1.
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN Pengelolaan Administrasi Manajerial
2.1.1. Perencanaan Anggaran No. Uraian 1 Gaji dan Upah 2 Bahan Habis Pakai 3 Perjalanan 4 Belanja Barang Non Operasional Lainnya Jumlah biaya tahun yang diusulkan
Jumlah (Rp) 98.560.000 11.170.000 71.520.000 68.750.000 250.000.000
2.1.2. Pengelolaan Anggaran Pengelolaan anggaran didasarkan pada Standar Biaya Umum Tahun Anggaran Tahun 2012.
Tabel Pengelolaan Anggaran Uraian 1. Gaji dan Upah 1 Perekayasa Madya 2 Perekayasa Madya 3 Peneliti Madya 4 Perekayasa Madya 5 Perekayasa Pertama SUB TOTAL 1 2. Perjalanan 1 Jkt-Malang 2 Jkt-Surabaya SUB TOTAL 2
1
2
1 2
Roundtable Discussion FGD
3
Fullboard Meeting
SUB TOTAL 4 Total Rencana Pencairan
2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 1.170.000 12.370.000
2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 1.170.000 12.370.000
24.630.000 -
-
- 24.630.000
8
9
2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 1.170.000 12.370.000
2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 1.170.000 12.370.000
2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 1.170.000 12.370.000
98.960.000
24.630.000
-
24.550.000 24.550.000
-
73.810.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
500.000
-
8.580.000
16.200.000
16.200.000 -
-
68.150.000
37.420.000
12.370.000
250.000.000
2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 1.170.000 12.370.000
10
TOTAL
7
24.630.000 -
3.500.000
Fotocopy dll Rapat Koordinasi
SUB TOTAL 3 4. Belanja Lain-lain
4
2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 1.170.000 1.170.000 - 12.370.000 12.370.000
3. Belanja Bahan 1 ATK 2 3
3
Nilai Pengajuan (Bulan ke) 5 6
2.580.000 500.000
500.000 -
4.000.000
-
500.000
3.080.000 23.750.000
-
-
23.750.000
16.200.000
12.000.000 28.200.000
- 16.370.000 12.370.000
40.080.000
36.620.000
53.700.000
41.070.000
-
2.1.3. Rancangan Pengelolaan Aset Tidak ada pembelian aset 2.2.
Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja
2.2.1. Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Pengembangan klaster agro industri (perkebunan kopi) di Kabupaten Malang dilakukan menggunakan pendekatan pengembangan klaster. Berikut ini akan diuraikan mengenai rencana tahapan pelaksanaan kajian dan konsep pengembangan klaster. KEGIATAN 1
Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Pengembangan Inisiasi Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster Eksplorasi/ Analisis Identifikasi Isu-isu strategis Identifikasi Klaster Kunci Konsensus Prakarsa
2
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Perencanaan Aksi Konsensus Rencana
2.2.2. Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja KEGIATAN 1
Indikator Pencapaian
Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Inisiasi
Tersosialisasikannya Penguatan SIDa
Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster
Terbentuknya Tim Prakarsa Di Kabupaten Malang
Eksplorasi/ Analisis
Teranalisisnya makroekonomi Kabupaten Malang
Identifikasi Isu-isu strategis
Teridentifikasinya isu-isu strategis
Identifikasi Klaster Kunci
Terpilihnya Klaster Kunci
Konsensus Prakarsa
Tersepakatinya Klaster Kunci
KEGIATAN 2
Indikator Pencapaian
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional
Terbentuknya lembaga Koloborasi
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan
Tersusunnya Penguatan Lingkungan Usaha
Perencanaan Aksi
Tersusunnya rencana tindak
Konsensus Rencana
Tersepakatinya rencana tindak
2.2.3. Perkembangan Pencapaian Target Kinerja KEGIATAN 1
2
Capaian
Aktivitas Inisiatif Awal / Inisiasi
Tersosialisasikannya Penguatan SIDa
√
Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster
Terbentuknya Tim Prakarsa Di Kabupaten Malang
√
Eksplorasi/ Analisis
Teranalisisnya makroekonomi Kabupaten Malang
√
Identifikasi Isu-isu strategis
Teridentifikasinya isu-isu strategis
√
Identifikasi Klaster Kunci
Terpilihnya Klaster Kunci
Konsensus Prakarsa
Tersepakatinya Klaster
X X
Penyusunan Kerangka Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional
Terbentuknya lembaga Koloborasi
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan
Tersusunnya Penguatan Lingkungan Usaha
X
Perencanaan Aksi
Tersusunnya rencana
Konsensus Rencana
Tersepakatinya rencana
X X
Keterangan : √ X
Indikator Pencapaian
= sudah dilakukan = belum dilakukan
X
2.3.
Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
2.3.1. Kerangka Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Kerangka sinergi koordinasi kelembagaan program didasarkan pada dokumendokumen sebagai berikut : 2.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Pusat tanggal 20 Juli 2011 Nomor 131/PKT/BPPT/07/2011 tentang Undangan dalam rangka Forum Koordinasi Penguatan Sistem Inovasi Daerah 2012 yang telah dilaksanakan di gedung BPPT Jakarta Pusat
3.
Rencana Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Malang dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur.
4.
Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Malang Tahun 2011.
2.3.2. Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
Tercapainya Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Malang dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur.
Tersusunnya Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Malang Tahun 2011.
2.3.3. Perkembangan Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program
Penyusunan Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Malang Tahun 2011 telah selesai.
Rencana Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Malang dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur telah selesai disusun dan akan segera direalisasikan sekitar bulan Juni 2012.
2.4.
Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
2.4.1. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Struktur Sistem Inovasi Nasional dibentuk dari keterkaitan berbagai sub sistem yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Secara garis besar terdapat 7 (tujuh) sub sistem yang terkait dalam Sistem Inovasi Nasional yakni : 1.
Sub Sistem Pendidikan Dan Litbang (Supply).
2.
Sub Sistem Industri (Supply-Demand).
3.
Sub Sistem Permintaan (Demand).
4.
Sub Sistem Intermediaries (Linkage).
5.
Sub Sistem Politik.
6.
Sub Sistem Kerangka Umum.
7.
Subsistem Supra Dan Infrastruktur Khusus.
Berdasarkan kerangka struktur sistem inovasi tersebut, maka dalam rangka mendukung transformasi ekonomi nasional yang diinginkan maka struktur Sistem Inovasi Daerah harus terbentuk dan berjalan sesuai tujuan. Untuk itu, maka setiap komponen dalam sistem inovasi diharapkan mampu berfungsi sesuai dengan peran startegisnya dalam sistem inovasi.
Gambar. Kondisi Struktur Sistem Inovasi Daerah Yang Diiginkan Dengan demikian, maka upaya membangun Sistem Inovasi Daerah dalam rangka mendukung visi pembangunan nasional membutuhkan kolaborasi yang kuat antar berbagai elemen (Pemerintah, DPR/DPRD, Industri/Swasta, Lembaga litbang dan Perguruan tinggi) dalam suatu kepemimpinan/ kelembagaan yang kuat. Penguatan Sistem Inovasi Daerah tidak dapat berlangsung secara optimal bila prasyarat dasar tersebut tidak dapat dipenuhi. 2.4.2. Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Strategi pemanfaatan hasil sistem inovasi di daerah adalah membangun dan merevitalisasi pilar-pilar sistem inovasi pada tataran daerah, industrial, dan jaringan inovasi serta mengembangkan contoh kisah sukses pengembangan sistem inovasi di daerah, dengan indikator sasaran seperti :
Terbentuknya kelembagaan penguatan sistem inovasi daerah;
Tersusunnya dokumen strategis penguatan sistem inovasi daerah;
Terbangunnya dukungan politik dalam penguatan sistem inovasi daerah melalui reformasi kebijakan terkait;
Terumuskannya fokus dan tema daerah;
Telaksananya pengembangan praktek baik (succes story) penguatan Sistem Inovasi Daerah.
priotas penguatan sistem inovasi
2.4.3. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa No 1.
2.
Sub Sistem Subsistem Litbang
Sub sistem Industri
3.
Sub Sistem Intermediaries
4.
Sub Sistem Demand
5.
Sub sistem Politik
Indikator Sasaran Ketersediaan pengetahuan/temuan baru sesuai kebutuhan sistem industri
Nilai tambah produk inovasi Tumbuhnya PPBT Teknoprenership
hasil atau
Berkembangnya Peran Lembaga Intermediasi Litbang-Industri Tumbuhnya pasar produk industri yang inovatif Ketersediaan Kebijakan yang mendukung Terhadap Penguatan Sistem Inovasi
6.
Sub sistem Infrastruktur khusus
7.
Sub sistem Kerangka Umun
Ketersediaan infrastruktur khusus pendukung inovasi
Ketersediaan ikilm yang kondusif bagi pengembangan inovasi
Varibel Terkait Kapasitas Inovatif Litbang Kualitas SDM Litbang Ketersediaan Anggaran Litbang Ketersediaan Infrastruktur Litbang Paten Kerjasama dengan Industri Kapasitas Inovatif Industri Besar, Sedang dan UMKM Kerjasama dengan Litbang Ketersediaan Anggaran Litbang Industri Paten Lembaga Intemediasi Kapasitas Intermadiasi Barrier To entry Pasar Domestik Pasar Internasional Kebijakan Pembiayaan Iptek Kebijakan Penguatan Pasar Produk Industri Lokal Kebijakan Insentif pajak bagi inovasi Regulasi penguatan sistem inovasi Tata kelola penguatan sistem inovasi Fasilitas HKI Pembiayaan Beresiko NSPM Dukungan Bisnis Budaya Inovasi Infrastruktur pendukung Kebijakan ekonomi Kebijakan pendidikan Kebijakan industri Kebijakan Investasi Kebijakan keuangan
2.4.4. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Berhubung kegiatan ini adalah kegiatan tahun pertama dan sedang berjalan maka monitoring perkembangan hasil litbangyasa belum dapat dimonitor. BAB III No 1
RENCANA TINDAK LANJUT Kegiatan
Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja
Rencana Tindak Lanjut 1. Identifikasi Klaster Kunci 2. Konsensus Prakarsa 3. Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional 4. Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan 5. Perencanaan Aksi
6. Konsensus Rencana 2
Koordinasi Kelembagaan – Program
3
Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
4
Pengembangan ke Depan
1. Menyusun dan melaksanakan Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Malang dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. 2. Menyusun dan melaksanakan Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Malang Tahun 2011. Memperkuat lembaga intermediasi Meningkatnya “Value Added Of Inovation” Daerah dan Nasional
BAB IV
PENUTUP
Perlu ditekankan kembali bahwa strategi penguatan Sistem Inovasi Daerah dapat dirumuskan, diperbaiki dan terlebih penting lagi diimplementasikan secara kongkrit hanya jika didukung oleh kepemimpinan yang tepat. Kejelasan dan ketegasan kepemimpinan yang visioner sebagai “keputusan politik” penting terutama menyangkut pemahaman dan komitmen/kesungguhan serta konsistensi bahwa kesejahteraan rakyat yang semakin tinggi dan adil hanya dapat diwujudkan melalui agenda peningkatan daya saing, terutama dengan penguatan sistem inovasi. Kepemimpinan juga akan sangat berkaitan dengan penetapan, pemaknaan dan implikasi visi yang jelas berkaitan dengan penguatan sistem inovasi nasional. Peningkatan daya saing umumnya dan penguatan Sistem Inovasi Daerah perlu menjadi agenda strategis dan menjadi suatu kesatuan agenda, tetapi bukanlah sekedar agenda satu instansi semata. Agenda tersebut harus dilakukan pada keseluruhan kelembagaan, dan potensi kolaborasi sinergis dengan pihak lain (misalnya lembaga nasional, daerah, perguruan tinggi, daerah lain, pihak internasional) sesuai potensi terbaik daerah. Untuk maksud tersebut, cakupan bidang kebijakan juga sebaiknya berfokus pada ”pemajuan pengetahuan/teknologi, inovasi dan daya saing daerah” bukan sekedar bidang iptek. Sementara itu, cakupan bidang isu sebaiknya berfokus pada tantangan di depan untuk pemajuan daerah, bukan sekedar persoalan yang dihadapi di masa lalu. Dengan situasi/kondisi daerah umumnya di Indonesia yang masih berada pada tahapan yang sangat awal dalam perkembangan sistem inovasi, maka sebaiknya prioritas diletakkan pada upaya menbangun landasan yang kuat bagi penguatan sistem inovasi daerah.