PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI DALAM PENGUATAN SISTEM INOVASI DAERAH KABUPATEN MALANG Mochamad Rifqi Alian, Udisubakti Ciptomulyono Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 e-mail
[email protected] ;
[email protected] ABSTRAK Pada penelitian ini akan dilakukan Sistem inovasi menjadi sebuah pendekatan dalam melaksanakan pembangunan yang berorientasi pengetahuan. Salah satu poin strategis pelaksanaan sistem inovasi yakni melalui pengembangan klaster kunci. Pengembangan klaster agroindustri di wilayah kabupaten Malang mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta. Untuk menentukan arahan dalam pengembangan klaster, maka perlu ditentukan komoditas yang menjadi unggulan daerah. Dengan teridentifikasinya unggulan daerah, maka mempermudah stakeholder di daerah mengambil langkah kebijakan strategis sistem inovasi daerah dalam pemajuan daerah.penentuan dan pengembangan komoditas unggulan klaster agroindustri dalam penguatan sistem inovasi daerah (SIDa) kabupaten Malang. Dalam mengidentifikasi industri prioritas digunakan pendekatan location quotient dan hybrid MCDM (multi criteria decision making) dengan mengintegrasikan metode Dematel, ANP, dan Topsis. Hasil yang diperoleh, komoditas unggulan agroindustri kabupaten Malang adalah susu sapi (0,8482) dan tebu (0,8451). Sesuai arahan kebijakan SIDa kabupaten yang merujuk pada agrowisata dan industri kreatif, maka upaya penumbuhkembangan kedua komoditas tersebut melalui pembangunan sentra-sentra home industry produk-produk olahan alternatif seperti karamel, gula merah, keju, yoghurt, dodol, hingga tahu susu. Tema-tema riset yang diusulkan, difokuskan pada aspek produksi dan pemasaran untuk branding produk olahan melalui identifikasi rantai nilai komoditas. Kata kunci : ANP, komoditas unggulan, location quotient, multi criteria decision making, sistem inovasi daerah, Topsis
ABSTRACT Innovation system is a new approach in knowledge-based development. The growth of cluster industry is one of six strategic agendas of innovation system strength. Agroindustry cluster of Malang Regency is the potential sector where 50,46% of its inhabitant work on agricultural sector that becomes input provider of agroindustry sector. The growth of agroindustry cluster in Malang Regency has the important role as a investment opportunity for government and private sector to achieve the effectiveness, efficiency, and added-value given by production center. In order to determine the guidance in cluster strength, it needs to be determined commodity that becomes the priority of the region. The priority commodity of the region will ease stakeholder to take the strategic policy for region development. This research aims to determine and develop the priority commodity of agroindustry cluster to strengthen regional innovation system (SIDa) of Malang Regency. In order to identify the priority industry, location quotient and hybrid MCDM approach are proposed by integrating Dematel method, ANP and Topsis. The result of model concluded that priority commodity of Malang Regency agroindustry is milk cow (0,8482) and sugar cane (0,8451). Based on the policy of Malang innovation regional system that refers to agro-tourism and creative industry, the development of both commodity is developed by home industry center that produces alternative products, such as caramel, brown sugar, cheese, yoghurt, dodol, and milk tofu. The proposed research is focused to production and marketing aspect to the branding of processed-product. Keywords : ANP, location quotient, multi criteria decision making, priority commodity, regional innovation system, Topsis
1
1. Pendahuluan Sistem inovasi merupakan salah satu pendekatan pembangunan ekonomi dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berupaya memberikan nilai tambah (added value). Sistem inovasi adalah suatu kesatuan dari sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, hubungan, interaksi, dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi beserta difusinya (Taufik, 2005). Sistem inovasi yang berorientasi kewilayahan menjadi kunci sukses keberhasilan pengembangan riset dan aplikasinya. Dengan orientasi kewilayahan maka dapat ditentukan fokus pengembangan daerah. Pendekatan klaster industri dalam pembangunan ekonomi daerah dapat menjadi alat yang efektif bagi kebijakan pembangunan ekonomi daerah dan kebijakan teknologi terpadu. Penumbuhkembangan klaster industri menjadi salah satu dari enam Agenda Strategis Penguatan Sistem Inovasi. Bagi pelaku ekonomi khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pendekatan klaster industri membantu upaya yang lebih fokus bagi terjalinnya kemitraan yang saling menguntungkan dan pengembangan jaringan bisnis yang luas. Sementara itu, bagi pembuat kebijakan, pendekatan ini memungkinkan skala pengaruh dari kebijakan dan program serta cakupan dampak yang signifikan. Agroindustri kabupaten Malang merupakan sektor yang potensial dimana 50,46% penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian yang merupakan penyedia input sektor agroindustri (Abdillah dkk, 2010). Pengembangan klaster agroindustri di wilayah kabupaten Malang mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta dalam mencapai efektivitas, efisiensi, dan nilai tambah produk yang dihasilkan sentra-sentra produksi. Agroindustri merupakan sektor ekonomi yang meliputi semua industri, agen, dan institusi yang mengambil komoditas pertanian untuk diolah dan didistribusikan kepada konsumen dan berpusat pada sektor pertanian. Badan Pusat Statistik membagi komoditas pertanian (agraris) kedalam lima kategori sebagai berikut: Hasil pertanian tanaman pangan atau tanaman bahan makanan, termasuk
didalamnya adalah bahan pangan kaya karbohidrat, palawija, dan hortikultura. Hasil perkebunan, meliputi komoditas sayur-sayuran dan buah-buahan. Hasil kehutanan, meliputi produk kayu dan hasil hutan non-kayu seperti bambu, karet, dan damar. Hasil perikanan, meliputi pengolahan dan penyimpanan ikan dan hasil laut segar, pengalengan, serta hasil samping laut. Hasil peternakan, mencakup pengolahan daging segar, susu, telur, kulit, dan hasil samping lainnya. Untuk menentukan arahan dalam penguatan klaster, maka perlu ditentukan komoditas yang menjadi unggulan daerah. Dengan teridentifikasinya unggulan daerah, maka mempermudah stakeholder di daerah mengambil langkah kebijakan strategis dalam pemajuan daerah. Dalam mengidentifikasi industri prioritas digunakan pendekatan location quotient dan hybrid MCDM (multi criteria decision making) dengan melakukan perbandingan kriteria-kriteria pemilihan yang bersumber dari panduan pendekatan klaster dalam kerangka sistem inovasi daerah (SIDa). Metode location quotient (LQ) dapat melihat kepadatan sektor usaha tertentu pada suatu wilayah dibandingkan dengan sektor yang sama secara agregat. Dalam penelitian ini akan diidentifikasi apakah suatu komoditas di daerah amatan menghasilkan perbandingan produksi yang lebih baik secara agregat dengan komoditas yang sama secara regional. Penelitian ini pernah dilakukan oleh Hendayana (2003) dalam mengidentifikasi komoditas unggulan nasional. Metode ini banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran leading sector suatu kegiatan industri. Metode multi criteria decision making (MCDM), ditujukan untuk pengambilan keputusan yang mengandung kriteria obyektif majemuk, saling konfliktual, dan memiliki ukuran yang tidak bisa saling dibandingkan. MCDM dijadikan metode pilihan karena kemampuan metode ini dalam pengambilan keputusan atas satu pilihan jika proses pemilihan dilakukan oleh lebih dari satu orang
2
pengambilan keputusan (Artana, 2008). Hybrid MCDM digunakan dalam menghadapi permasalahan pengambilan keputusan yang kompleks, yang umumnya terdiri atas faktor kualitatif dan kuantitatif. Hybrid MCDM digunakan sebagai kombinasi dari beberapa metode dalam pengambilan keputusan. Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam mengevaluasi kriteria-kriteria pemilihan, seperti data envelopment analysis (DEA) (Wu, 2009), heuristic (He dkk, 2009), analytic hierarchy process (AHP) (Sevkli dkk, 2007), fuzzy goal programming (Kumar dkk, 2006), hingga analytic network process (Lin, 2009). Metode pemilihan kriteria ini seringkali dikombinasikan dengan metode lainnya seperti DEMATEL. Metode DEMATEL digunakan untuk mengetahui hubungan saling ketergantungan (relasi mutual) antar kriteria dan derajat ketergantungannya. Permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan dan menyusun pengembangan komoditas unggulan klaster agroindustri di kabupaten Malang untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis industri serta meningkatkan daya saing daerah. Tersusunnya urutan prioritas komoditas unggulan klaster agroindustri dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan program pembangunan. Selain itu, berdampak untuk mendorong sinergisitas dan memudahkan stakeholder (akademia, industri, dan pemerintah) dalam memfasilitasi dan membina industri di dalam klaster.
daerah amatan dan panduan pengembangan klaster industri dalam konteks sistem inovasi daerah. 2.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data Kegiatan pertama pada tahap ini dilakukan melalui penentuan komoditas atau industri prioritas obyek amatan. Identifikasi kandidat atau alternatif komoditas unggulan dilakukan dengan pendekatan LQ. Dari metode ini terpilih beberapa alternatif komoditas unggulan Selanjutnya, metode yang digunakan adalah hybrid MCDM yang merupakan integrasi dari metode DEMATEL, ANP, dan TOPSIS. Metode DEMATEL digunakan untuk membuat diagram keterkaitan antar kriteria. Metode ANP digunakan dalam pembobotan kriteria-kriteria pemilihan. Pembobotan kriteria pemilihan dilakukan oleh ahli (expert) di bidang sistem inovasi yang berasal dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kabupaten yang dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang mewakili pemerintah. Kombinasi DEMATEL dan ANP digunakan untuk menghasilkan analisis yang akurat dan presisi dengan mengintegrasikan hubungan bebas kedalam set kriteria. Selanjutnya, TOPSIS digunakan untuk membantu memilih alternatif paling ideal yakni komoditas industri yang menjadi unggulan. Software yang digunakan untuk membantu pengerjaan ini yaitu Super decision dan Ms. Excel. 2.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan interpretasi data terhadap data yang telah dikumpulan dan diolah sebelumnya. Luaran ini akan menjadi masukan bagi daerah untuk menerapkan peringkat komoditas agroindustri untuk dikembangkan. Analisis yang komprehensif akan disajikan terkait pemilihan prioritas unggulan dengan didukung data kuantitatif dan kualitatif. Selain itu, disusun pula analisis peningkatan nilai tambah untuk komoditas yang menjadi prioritas utama. Dalam tahapan ini, digunakan panduan pengembangan klaster industri yang dikeluarkan BPPT sehingga pengembangan klaster ini akan sesuai dengan arahan penguatan sistem inovasi daerah. Analisis ini akan menjadi panduan dan rekomendasi bagi akademia, industri, dan pemerintah dalam mengembangkan sebuah komoditas agroindustri menjadi klaster yang memiliki potensi daya saing terbaik.
2. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan-tahapan berikut: 2.1 Tahap persiapan Pada tahap ini dilakukan pencarian sumber-sumber kepustakaan atau referensi yang dibutuhkan dalam penelitian untuk memperkaya kajian dan memperkuat dasar teori. Penelitian ini membutuhkan literatur tentang konsep sistem inovasi, agenda strategis penguatan sistem inovasi daerah, konsep klaster industri, agroindustri, pengambilan keputusan multikriteria (Dematel, ANP, Topsis), dan review literatur terdahulu. Pada tahap persiapan observasi tidak dilakukan secara langsung ke lapangan, melainkan hanya mengkaji data statistik yang diperoleh dari badan pusat statistik (BPS) tentang kondisi
3
2.4 Penarikan Simpulan dan Rekomendasi Tahap ini merupakan tahap terakhir dari penelitian, yakni berupa pengambilan kesimpulan dan penyusunan beberapa saran yang dihasilkan selama proses penelitian.
3.2 Rencana Strategis Sistem Inovasi Daerah Pengembangan agroindustri termuat dalam tujuh fokus utama pembangunan kabupaten Malang 2005-2025 yakni mengembangkan perekonomian berbasis pertanian, pertambangan, kelautan, industri, perdagangan, dan pariwisata yang didukung infrastruktur yang memadai. Poin diatas menjadi bagian yang menunjukkan bahwa pertanian, kelautan, industri, dan perdagangan (yang terangkum dalam agroindustri) menjadi basis perekonomian di kabupaten Malang. Sementara itu, eksistensi pelaksanaan sistem inovasi daerah tertuang dalam dua poin misi Pembangunan Kabupaten Malang tahun 20102015 yaitu mewujudkan sumber daya manusia yang produktif dan berdaya saing, dan mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pertanian dan pemberdayaan masyarakat pedesaan. Untuk pilar agrowisata, Kabupaten Malang memiliki ikon-ikon promotif dalam slogan “Kabupaten Malang sebagai Bumi Agro-Wisata yang terkemuka di Jawa Timur” : Agro atau pertanian dalam arti luas meliputi komoditas beras, jagung, sayurmayur, gula, daging, susu, dan ikan. Wisata, dengan paket-paket unggulan wisata khas Malangan yaitu paket Singosari, paket Kawasan Menuju Bromo, paket Wisata Air Wendit dan paket Kanjuruhan (dalam rangka hari jadi kabupaten Malang). 3.3 Penentuan Komoditas Berpotensi Unggul dengan Location Quotient (LQ) Metode LQ dapat melihat kepadatan sektor usaha tertentu pada suatu wilayah dibandingkan dengan sektor yang sama secara agregat. Dalam prakteknya, pendekatan LQ meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi saja akan tetapi juga dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya (Hendayana, 2003). Pendekatan ini relevan dalam menentukan komoditas ditinjau dari segi penawaran yaitu produksi. Untuk komoditas berbasis lahan maka perhitungan didasarkan pada areal lahan, produksi, dan produktivitas. Sedangkan untuk komoditas non-lahan seperti perikanan tangkap dan peternakan dapat digunakan populasi atau produksi.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Bagian ini menyampaikan secara spesifik tahap pengumpulan data yang dibutuhkan dan pengolahan data untuk menemukan solusi penyelesaian penentuan dan pengembangan komoditas unggulan dari klaster agroindustri amatan. 3.1 Potensi Agroindustri Kabupaten Malang Kabupaten Malang secara geografis terletak antara 112017 bujur timur dan 122057 bujur timur serta 704 lintang selatan dan 8026 lintang selatan. Dengan luas sekitar 324.423 hektar dikelilingi oleh pegunungan yaitu pegunungan Tengger di timur, gunung Kelud di barat, serta gunung Arjuna dan Welirang di utara. Secara administrasi terbagi dalam 33 kecamatan. Kabupaten Malang sebagian besar wilayahnya lahan pertanian subur yang dilintasi sungai-sungai besar: Brantas, Konto, Lesti, Lahor, dan Metro. Disamping itu ada 3 bendungan besar: Sutami, Sengguruh, Selorejo. Kondisi demikian sangat mendukung dikembangkannya lahan pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Daerah utara dan timur banyak digunakan untuk perkebunan apel. Daerah pegunungan di barat banyak ditanami sayuran dan menjadi salah satu penghasil sayuran utama di Jawa Timur. Daerah selatan banyak ditanami tebu dan hortikultura seperti salak dan semangka. Gambar 3.1 adalah peta komoditas untuk agroindustri.
Gambar 3.1 Peta Komoditas Agroindustri
4
Metode LQ dapat dibedakan menjadi static LQ (SLQ) dan dynamic LQ (DLQ). SLQ menggunakan data beberapa tahun perhitungan. Persamaan yang digunakan: 𝑞𝑖
SLQ = 𝑄𝑖
𝑞𝑑
3.4 Penentuan Kriteria Pemilihan Komoditas Unggulan Identifikasi terhadap kriteria-kriteria yang berpengaruh terhadap pengembangan klaster pernah dilakukan oleh BPPT (2006) yang menyepakati tujuh kriteria yakni bahan baku, tenaga kerja, teknologi, jangkauan pasar, kekhasan produk, omset, dan keterkaitan huluhilir. Kriteria lainnya disampaikan Soekartawi (1993), yang mengidentifikasi faktor yang harus diperhatikan dalam mendukung pengembangan industri berbasis pertanian, yaitu aspek kebijakan, koordinasi lintas sektoral, teknologi, kelembagaan, dan sumber daya manusia. Sementara itu, disarikan dari pemerintah kabupaten Purworejo, terdapat beberapa kriteria penilaian dari produk unggulan yaitu, kandungan lokal, harga, jangkauan pasar, tenaga kerja, nilai tambah pengolahan, dan ramah lingkungan. Penelitian ini memilih kriteria pemilihan berdasarkan assesment daya tarik daya saing dan signifikansinya terhadap pengembangan agroindustri di kabupaten Malang. Berikut ini adalah kriteria-kriteria penilaian yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan klaster agroindustri dalam penelitian:
...........................(1)
𝑄𝑟
Keterangan: qi = produksi total komoditas i di daerah qd = produksi total subsektor di daerah Qi = produksi total komoditas i di wilayah referensi (propinsi) Qr = produksi total subsektor di wilayah referensi (propinsi) DLQ adalah modifikasi dari SLQ dengan mengakomodasikan faktor laju pertumbuhan luaran/produksi suatu industri dari waktu ke waktu. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: DLQ =
(1+𝑔 𝑖 ) (1+𝑔 𝑑 ) 𝑡 ...............(2) (1+𝐺𝑖 ) (1+𝐺𝑟 )
Keterangan: gi = laju pertumbuhan rata-rata produksi komoditas i di daerah gd = laju pertumbuhan rata-rata produksi subsektor di daerah Gi = laju pertumbuhan rata-rata produksi komoditas i di wilayah referensi Gr = laju pertumbuhan rata-rata produksi subsektor di wilayah referensi t = selisih tahun akhir dengan tahun awal Nilai SLQ dan DLQ yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa suatu komoditas di daerah tersebut memiliki tingkat produksi yang lebih baik dari rata-rata daerah lainnya dan dapat diistilahkan berswasembada. Komoditas inilah yang layak menjadi alternatif komoditas unggulan. Dari hasil LQ diperoleh delapan komoditas berpotensi unggul yang mewakili kelima subsektor agroindustri. Kedelapan komoditas ini berada pada tingkat swasembada pada saat ini (lihat tabel 3.1).
Tabel 3.2 Kriteria-kriteria Pemilihan
No. 1.
Komoditas Jagung Ubi kayu Tebu Salak Apel Sengon Sapi perah Ikan laut (tuna)
SLQ 0,95 2,50 1,149 6,46 5,47 12,57 5,33 15,415
5.
Ciri khas daerah
6.
Jenis produk olahan Kebutuhan modal
2. 3.
7.
Tabel 3.1 Perhitungan Potensi LQ Komoditas
No 1 2 3 4 5 6 7 8
4.
Kriteria Kualitas bahan baku Penyerapan tenaga kerja Kandungan teknologi Ukuran pasar
DLQ 1,42 0,98 1,237 2,44 1,74 1,46 0,77 1
8.
Ramah lingkungan
Keterangan Faktor daya saing, benefit Faktor daya tarik, benefit Faktor daya saing, benefit Faktor daya tarik, benefit Faktor daya saing, benefit Faktor daya tarik, benefit Faktor daya tarik, cost Faktor daya saing, benefit
3.5 Perhitungan Keterkaitan Antar Kriteria dengan DEMATEL DEMATEL diaplikasikan untuk menggambarkan hubungan keterkaitan antar kriteria dan menentukan kriteria utama yang mendominasi kriteria lainnya. Metode ini mendesain sebuah struktur sistem dengan
5
menggunakan pengetahuan dari ahli (Shih dkk, 2010). Penggunaan DEMATEL disebabkan oleh beberapa alasan antara lain: metode ini dapat memperlihatkan hubungan antar kriteria dengan grafik dan juga angka, tingkat kepentingan (bobot) dari kriteria tidak hanya ditentukan oleh kriteria yang berhubungan langsung (upstream atau downstream) namun keseluruhan kriteria. Langkah-langkah dalam DEMATEL dijelaskan sebagai berikut: 1. Membangun skala evaluasi Dengan menggunakan perbandingan berpasangan (pairwise-comparison) ditentukan hubungan pengaruh antar dua faktor. Hubungan pengaruh langsung yang digunakan bernilai integer dari 0-4 dengan keterangan sebagai berikut:
Beberapa kriteria dengan nilai D-R positif (horizontal) mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada kriteria lainnya dan diasumsikan sebagai prioritas utama, biasa disebut dispatcher. Sedangkan kriteria dengan nilai D-R negatif menerima pengaruh lebih besar dan diasumsikan sebagai prioritas terakhir biasanya disebut receiver. Untuk nilai D+R (vertikal) mengindikasikan hubungan antarkriteria, sehingga kriteria dengan D+R lebih besar memiliki hubungan yang lebih besar. Grafik diperoleh dengan menentukan nilai treshold. Nilai threshold sebesar 1,822 yang diperoleh dari rata-rata elemen matriks hubungan total (Horng dkk, 2012). Tabel 3.4 Matriks Hubungan Total Tc Kualitas Jenis Penyerapan Kandungan Ukuran Ciri khas Kebutuhan Ramah bahan produk TK teknologi pasar daerah modal lingkungan baku olahan
Tabel 3.3 Perbandingan Nilai antar Kriteria
Nilai 0 1 2 3 4
Kualitas bahan baku Penyerapan TK Kandungan teknologi Ukuran pasar Ciri khas daerah Jenis produk olahan Kebutuhan modal Ramah lingkungan
Definisi Tidak ada pengaruh Pengaruh rendah Pengaruh sedang Pengaruh tinggi Pengaruh sangat tinggi
Sumber: Vujanovic dkk (2012)
1,898
1,935
2,059
1,959
1,865
1,824
2,034
1,930
1,841
1,670
1,872
1,801
1,724
1,666
1,861
1,732
2,032
1,951
1,916
1,944
1,882
1,810
2,010
1,926
1,821
1,778
1,851
1,651
1,683
1,637
1,829
1,743
1,798
1,734
1,828
1,726
1,564
1,627
1,805
1,722
1,809
1,745
1,818
1,727
1,662
1,519
1,806
1,722
2,034
1,964
2,046
1,957
1,873
1,811
1,892
1,906
1,888
1,780
1,908
1,813
1,746
1,700
1,864
1,670
2.
Membangun matriks hubungan langsung Dari hasil penentuan nilai hubungan kriteria dibuat matriks hubungan langsung antar kriteria. Untuk jumah responden lebih dari satu digunakan nilai rata-rata. 𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑗 ⋮ ⋱ ⋮ Z= 𝑎𝑖1 𝑎𝑖2 ⋯ 𝑎𝑖𝑗 3. Membuat matriks hubungan yang dinormalisasi Matriks Z yang telah dibuat sebelumnya selanjutnya dinormalisasikan menjadi matriks X dengan persamaan berikut: X = k.Z ......................................(3) k = min
1 maxi
𝑛 𝑗 =1
𝑧 𝑖𝑗
, maxj
1 𝑛 𝑖=1
𝑧 𝑖𝑗
Gambar 3.2 NRM antar Kriteria Pemilihan
,
3.6 Perhitungan Bobot Kriteria ANP ANP merupakan suatu cara penilaian untuk mengukur skala rasio prioritas dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam keputusan. Metode ini merupakan pengembangan dari metode AHP (Analytical Hierarchy Process). ANP diperkenalkan oleh Saaty (1996) dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan ketergantungan dan umpan balik (feedback) antar kriteria dan alternatif di dunia nyata. ANP mampu menyelesaikan secara sistematis semua jenis ketergantungan antar kriteria. ANP
i,j = 1,2,...,n ............................(4) 4. Membangun matriks hubungan total Matriks X yang telah dibuat selanjutnya dibangun dalam matriks hubungan Tc Tc = X (I – X)-1 , .........................(5) 5. Mendapatkan kepentingan dan hubungan dengan menjumlahkan masing-masing baris kolom untuk memperoleh D dan R D = 𝑛𝑗=1 𝑡𝑖𝑗 n x 1 ........................(6) R = 𝑛𝑖=1 𝑡𝑖𝑗 i x m ..................(7) 6. Menyusun Network Relationship Map
6
menjadi metodologi yang mudah diaplikasikan untuk studi kualitatif yang beragam, seperti pengambilan keputusan, forecasting, evaluasi, mapping, penyusunan strategi, ataupun alokasi sumber daya. Keterkaitan pada metode ANP terdiri dari keterkaitan dalam satu set elemen (inner dependence) dan keterkaitan antar elemen (outer dependence). ANP seringkali dikombinasikan dengan DEMATEL atau lebih dikenal dengan DANP. Tujuannnya untuk mempermudah proses penilaian dan efisiensi waktu. Masukan dalam ANP adalah matriks hubungan total (Tc) yang diperoleh dari proses DEMATEL. 1. Membangun unweighted supermatriks W = (T𝑐∝ )l ...............................(8) ...............................(9) T𝑐∝ = k.Tc k = min
1 maxi
𝑛 𝑗 =1 𝑡 𝑖𝑗
, maxj
1 𝑛 𝑖=1 𝑡 𝑖𝑗
Nilai inkonsistensi, sebesar 0,0860, digunakan bantuan perangkat lunak Super Decision, menunjukkan bahwa penentuan bobot kriteria untuk masing-masing kriteria konsisten (dibawah 10%) dan dapat dipergunakan dalam proses selanjutnya. 3.7 Perangkingan Prioritas Komoditas Agroindustri dengan TOPSIS Diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang (1981) metode ini menggunakan sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal. Solusi ideal positif didefinisikan sebagai nilai terbaik yang dapat dicapai oleh kriteria, sebaliknya solusi ideal negatif adalah nilai terburuk yang dapat dicapai oleh setiap kriteria. Berdasarkan perbandingan jarak relatifnya, maka susunan prioritas alternatif bisa diketahui. TOPSIS tidak memiliki metode input yang spesifik dalam pengukuran alternatif, maka TOPSIS menggunakan input dari metode lain seperti DEMATEL (Baykazoglu dkk, 2012), fuzzy AHP (Yang dkk, 2008), ataupun ANP (Wu, 2010). Pada laporan ini TOPSIS digunakan sebagai komplementer integrasi metode DANP yang telah digunakan pada perhitungan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemilihan alternatif yaitu: 1. Membuat matriks penilaian alternatif dari kriteria-kriteria yang telah dibobotkan. Alternatif 𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑗 ⋮ ⋱ ⋮ (12) D = Kriteria 𝑎𝑖1 𝑎𝑖2 ⋯ 𝑎𝑖𝑗 2. Membuat matriks normalisasi Dα 3. Melakukan perkalian elemen matriks normalisasi dengan bobot kriteria 𝑑11 𝑑12 ⋯ 𝑑1𝑗 ∝ ⋮ ⋱ ⋮ ; 𝐷 = 𝑑𝑖1 𝑑𝑖2 ⋯ 𝑑𝑖𝑗 𝑤11 𝑊𝑔∝ = ⋮ 𝑤𝑛1 𝑑11 𝑊11 𝑑12 𝑊21 ⋯ 𝑑1𝑗 𝑊𝑛1 ∝ ∝ ⋮ ⋱ ⋮ 𝐷 𝑊𝑔 = 𝑑𝑖1 𝑊11 𝑑𝑖2 𝑊21 ⋯ 𝑑𝑖𝑗 𝑊𝑛1 𝑣11 𝑣12 ⋯ 𝑣1𝑗 ⋮ ⋱ ⋮ = (13) 𝑣𝑖1 𝑣𝑖2 ⋯ 𝑣𝑖𝑗 4. Menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Solusi ideal positif adalah
,
i,j = 1,2,...,n .........................(10) 2. Membuat matriks T𝐷∝ yang merupakan matriks normalisasi dari matriks TD. Matriks TD adalah matriks dimensi (set atau kumpulan kriteria). 3. Membuat matriks weighted supermatriks W = T𝐷∝ x W (perkalian elemen) .....(11) 4. Membuat matrik stabil (stable-matriks) dari weighted supermatriks dengan 𝛼 𝑔 menjadikan limit 𝑔𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡 → ∞ (𝑊 ) . Matriks ini merupakan matriks bobot untuk setiap kriteria. Hasil perhitungan bobot kriteria ANP seperti pada Tabel 4.11. Hasil yang diperoleh yaitu urutan bobot kriteria dari terbesar atau paling prioritas signifikan adalah kebutuhan modal, kandungan teknologi, kualitas bahan baku, ukuran pasar, penyerapan tenaga kerja, ramah lingkungan, ciri khas daerah, dan jenis produk olahan. Tabel 3.5 Hasil Perhitungan ANP
Kriteria
Bobot
Kualitas bahan baku Kandungan teknologi Ciri khas daerah Ramah lingkungan Penyerapan TK Ukuran pasar Jenis produk olahan Kebutuhan modal
0,1286 0,1302 0,1191 0,1221 0,1259 0,1260 0,1175 0,1306
7
5.
nilai terbaik dari seluruh alternatif untuk setiap kriteria. A+ = solusi ideal positif = {(max vij| j € J), (min vij| j € J’) i = 1,2,3,...,m = (v1+,v2+,v3+,...,vm+) A- = solusi ideal negatif = {(min vij| j € J), (max vij| j € J’) i = 1,2,3,...,m = (v1-,v2-,v3-,...,vm-) J = {j = 1,2,3,...,n benefit criteria} J’ = {j = 1,2,3,...,n cost criteria} Menghitung separasi, yakni jarak alternatif terhadap solusi ideal. Si+ = Si- =
6.
𝑛 + 2 𝑗 =1(𝑣𝑖𝑗 − 𝑣𝑗 ) 𝑛 − 2 𝑗 =1(𝑣𝑖𝑗 − 𝑣𝑗 )
4.1 Agroindustri Kabupaten Malang Komoditas agroindustri kabupaten Malang memiliki keberagaman komoditas yang tinggi. Untuk subsektor tanaman pangan, tingkat produksi berada pada kisaran angka 5% dari tingkat produksi propinsi Jawa Timur secara keseluruhan. Hampir ketujuh tanaman pangan utama dikembangkan di kabupaten Malang, meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Hanya komoditas kacang hijau yang baru dikembangkan dan tingkat produksinya belum direkap dalam statistik oleh BPS. Potensi komoditas perkebunan cenderung lebih fluktuatif dibandingkan tanaman pangan. Beberapa komoditas mengalami pertumbuhan negatif seperti kopi, cengkeh, dan teh. Sementara itu, komoditas tebu dan kapuk randu justru pertumbuhannya signifikan mencapai kisaran 40%. Secara keseluruhan prospek komoditas perkebunan rakyat relatif baik terhadap propinsi, dimana propinsi justru mengalami pertumbuhan negatif, sementara kabupaten Malang cukup positif dengan angka 7,18%. Untuk kelompok komoditas buahbuahan, potensi unggulan adalah apel, pisang, dan salak. Buah apel sangat identik dengan kabupaten Malang dan telah menjadi maskot flora. Ditinjau dari pertumbuhannya, maka beberapa komoditas buah memperlihatkan pertumbuhan relatif yang baik seperti semangka, jeruk, sukun, apel, salak, dan melinjo. Pada kelompok sayur-mayur, hasil perhitungan SLQ menunjukkan komoditas dengan potensi unggulan yaitu lobak, labu siam, bawang putih, buncis, tomat, dan wortel. Namun, dari segi pertumbuhannya dari tahun ke tahun sangat fluktuatif sehingga menunjukkan prospek yang rendah. Pada komoditas hasil hutan, pengelompokkan dibagi menjadi hasil butan berupa kayu, dan hasil hutan non kayu. Hasil kayu seperti jati, mahoni, pinus, sengon, jabon, dan sonokeling. Sementara hasil non kayu berupa getah pinus, terpentin, dan minyak kayu putih. Perhitungan LQ menghasilkan bahwa komoditas kayu sengon dominan apabila dibandingkan dengan komoditas lainnya. Untuk subsektor peternakan, pengelompokkan dibagi menjadi tiga kategori yakni ternak besar seperti kuda, sapi potong, sapi perah, dan kerbau, ternak kecil seperti babi, domba, dan kambing, serta ternak unggas
; i = 1,2,..,n ...(14) ; i = 1,2,..,m ...(15)
Menghitung kedekatan relatif terhadap solusi ideal dan membuat ranking prioritas untuk alternatif ke-x 𝑆− Cx = + 𝑖 – dengan 0 ≤ Cx ≤ 1 ; i=1,2,3 ...(16) 𝑆𝑖 + 𝑆𝑖
Berikut ini hasil perhitungan yang telah dilakukan sehingga menghasilkan nilai yang menunjukkan urutan prioritas komoditas unggulan agroindustri di kabupaten Malang. Urutan tertinggi sampai terendah yaitu: Tabel 3.6 Nilai Prioritas Komoditas Unggulan Klaster Agroindustri
Rank 1 2 3 4 5 6 7 8
Komoditas Susu sapi Tebu Ikan laut Jagung Apel Salak Ubi kayu Kayu sengon
Indeks 0,8482 0,8451 0,7748 0,7189 0,7043 0,6542 0,5074 0,2851
Dengan demikian nilai tertinggi ditempati oleh komoditas susu sapi dan tebu. Nilainya sangat berdekatan sehingga ditentukan bahwa keduanya adalah unggulan. Sementara itu, prioritas terakhir ditempati oleh kayu sengon yang hanya memiliki nilai 0,2851. 4. Analisis dan Pembahasan Fokus bahasan adalah potensi agroindustri daerah amatan, analisis komoditas unggulan klaster agroindustri, dan peningkatan nilai tambah komoditas terpilih.
8
meliputi ayam buras, ayam pedaging, ayam petelur, itik, dan entog. Dari hasil analisis potensi kewilayahan, komoditas dengan tingkat produksi relatif yang baik untuk saat ini yaitu sapi perah, babi, ayam pedaging, kambing, dan kuda. Sementara untuk pertumbuhannya, terdapat ayam buras, ayam petelur, dan entog yang cukup tinggi tingkat produksinya. Untuk komoditas dengan pertumbuhan yang baik maka perlu dipertahankan kondisi perawatannya seperti pemberian pakan. Sedangkan bagi ternak dengan tingkat produksi yang sudah baik maka diperlukan upaya pengawasan terhadap kesehatan ternak agar produksinya stabil. Selama ini, hewan ternak yang cukup dikenal di kabupaten Malang adalah sapi perah, sapi potong, ayam ras (petelur dan pedaging) dan kambing. Sapi perah lebih terpusat di kecamatan Pujon yang menjadi salah satu daerah pengembangan komoditas utama. Pada kelompok perikanan dan hasil laut, kabupaten Malang dikenal sebagai penghasil ikan laut tangkapan yang baik seperti ikan tuna dan cakalang. Sentra lokasinya berada di Sendangbiru, kecamatan Sumbermanjing. Hasil perhitungan LQ terhadap komoditas dari kelompok ini menunjukkan bahwa potensi ikan tuna sangat tinggi jika dibandingkan komoditas lain. Beberapa komoditas unggul lainnya juga termasuk dalam kelompok ikan laut seperti lemadang dan cakalang. Indeks DLQ tidak menjadi salah satu pertimbangan yang disebabkan oleh ketersediaan data di daerah yang kurang mencukupi. Oleh karena itu, dengan pertimbangan ahli, maka dalam penentuan alternatf komoditas unggulan diusulkan untuk komoditas ikan laut (tuna, lemadang, cakalang). 4.2 Penilaian Komoditas Unggulan Dalam penentuan komoditas unggulan pada penelitian ini digunakan delapan kriteria yang dapat dikelompokkan kedalam kategori daya tarik dan daya saing. Kedelapan kriteria diperoleh dari studi literatur dan diskusi dengan para pakar. Daya tarik mewakili potensi investasi atau peluang usaha, sementara daya saing menjadi nilai barang yang melekat pada sebuah komoditas. Kriteria daya tarik antara lain penyerapan tenaga kerja, ukuran pasar, jenis atau ragam produk olahan, dan kebutuhan modal. Sedangkan kategori daya saing terdiri atas kualitas bahan baku,
kandungan teknologi (pengolahan), ciri khas daerah, dan ramah lingkungan (pengolahan). Kriteria penyerapan tenaga kerja digunakan untuk merepresentasikan kontribusi komoditas terhadap pendapatan masyarakat. Ukuran pasar mewakili jangkauan distribusi pemasaran komoditas. Komoditas yang unggul memiliki jangkauan pasar yang luas yang menjadikannya semakin dikenal masyarakat. Jenis produk olahan menunjukkan variansi produk yang beredar. Kebutuhan modal adalah ukuran modal yang digunakan untuk membangun sebuah industri dari komoditas bersangkutan. Kriteria kualitas bahan baku menunjukkan tingkat perbandingan kualitas sebuah komoditas dengan komoditas sejenis dari daerah lain. Kandungan teknologi menunjukkan tingkat penggunaan teknologi berupa teknik, proses, alat, ataupun mesin yang dipergunakan. Ciri khas daerah adalah faktor yang mewakili ukuran keunikan atau identitas daerah. Semakin khas sebuah komoditas menjadikannya lebih mudah diingat dan unggul di pasar. Ramah lingkungan mewakili sebuah ukuran dampak terhadap lingkungan terutama terhadap dampak ekologi. Analisis keterkaitan terhadap delapan kriteria diatas tergambarkan dalam network relationship diagram. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas bahan baku, kebutuhan modal, dan kandungan teknologi menjadi kriteria yang lebih dominan dibandingkan kriteria lainnya. Dari kedelapan kriteria tidak terdapat sebuah kriteria yang benar-benar mendominasi kriteria lainnya yang terlihat dari nilai bobot tertinggi 0,1312 dan yang terendah 0,1185. Komoditas berpotensi unggul hasil perhitungan LQ, dinilai berdasarkan delapan kriteria diatas. Alternatif dengan kualitas bahan baku terbaik yakni jagung dengan nilai 0,0192 dan kualitas terendah adalah komoditas apel dengan 0,0128. Kualitas apel menurun seiring kerusakan lahan yang telah berusia lama.
9
Tebu (0,0178) menjadi komoditas dengan nilai penggunaan teknologi tertinggi. Pengolahan tebu dilakukan secara modern oleh kedua pabrik gula. Kayu sengon memiliki nilai terendah (0,0049), dimana dalam pemanfaatannya hanya peralatan pertukangan sederhana. Dari ciri khas daerah, apel masih menjadi identitas Malang dengan nilai 0,0163, jauh meninggalkan kayu sengin yang jarang terdengar dengan 0,0044. Kayu sengon (0,0160) memiliki nilai yang baik dari segi dampak lingkungan karena pengolahannya yang sederhana, sementara pengolahan industri ubi kayu menghasilkan limbah padat kulit ubi kayu dan limbah cair pencucian yang berbau busuk dan menyebabkan gatal (0,0046). Sapi perah (0,0164) menyerap tenaga kerja tertinggi dari peternak, KUD, hingga industri pengolahan susu. Kayu sengon dengan produksi yang masih rendah memiliki nilai tertendah untuk kriteria ini (0,0047). Untuk kriteria ukuran pasar nilai yang diperoleh merata dengan nilai tertinggi adalah tebu dan susu sapi (0,0165) dan terendah adalah kayu sengon (0,0118). Pada jenis produk olahan, susu sapi telah diolah menjadi susu segar kemasan, keju, hingga yoghurt. Nilai komoditas ini 0,0154. Kayu sengon hanya sebagai bahan bangunan. Koefisien nilainya hanya 0,0044. Kriteria kebutuhan adalah kriteria cost sehingga nilai terbaik adalah kayu sengon dengan nilai 0,0073. Sementara pengolahan apel menjadi sirup, manisan, dan keripik membutuhkan modal yang paling tinggi. Nilai untuk apel adalah 0,0179. Setelah penilaian terhadap masing-masing komoditas dilakukan, diperoleh hasil bahwa susu sapi sebagai komoditas unggulan. Namun nilai yang diperoleh sangat dekat dengan tebu. Maka ditetapkan bahwa komoditas unggulan dari klaster agroindustri di kabupaten Malang adalah susu sapi dan tebu. 4.3 Analisis Sensitivitas Pengujian sensitivitas dalam pengambilan keputusan multi kriteria dilakukan untuk mempelajari tingkat ketangguhan (stabilitas) dari pilihan. Hal ini untuk memahami konsekuensi yang timbul dari perubahan bobot kriteria (Vidal dkk, 2011). Pengujian yang biasa dilakukan adalah dengan trial and error, yakni mengubah nilai bobot dengan suatu nilai
dan melihat pengaruhnya terhadap hasil atau tujuan. Dari pengujian yang dilakukan, terlihat bahwa kriteria kebutuhan modal menjadi kriteria yang sangat sensitif. Terjadinya perubahan bobot mengakibatkan perubahan peringkat prioritas. Jika pada kriteria lainnya perubahan tidak signifikan, maka perubahan pada kebutuhan modal cukup memperlihatkan signifikansi perubahan peringkat. Untuk itu, rekomendasi yang dapat diberikan yaitu kemudahan pemodalan dan insentif bantuan untuk pengembangan komoditas hendaknya mendapat perhatian serius. 4.4 Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Unggulan dalam Kerangka SIDa Komoditas tebu merupakan tanaman perkebunan semusim dengan masa panen kurang dari satu tahun dengan rataan waktu panen 10 bulan. Varietas tebu yang dibudidayakan di kabupaten Malang adalah PS 881, PS 882, dan PS 861. Pengelolaan tebu dilakukan dengan menjalin mitra bersama pabrik gula yaitu PG Krebet Baru di Bululawang dan PG Kebon Agung di Pakisaji. Perkebunan tebu terdapat di seluruh daerah kabupaten Malang dengan sentra produksi utama berada di kecamatan Gondanglegi, Bululawang, dan Bantur. Tingkat rendemen hasil produksi dikategorikan baik dengan ratarata 8,54% pada musim giling 2012. Dalam upaya pengembangan komoditas tebu saat ini, belum terjalin kerjasama dengan pihak perguruan tinggi maupun litbang swasta. Upaya pengembangan saat ini hanya diawasi Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) bersama Balitas (Balai Pengkajian Tanaman Serat) yang berlokasi di Karangploso sehingga masih belum ada upaya intensif selain menjalankan sesuai skema yang telah ada. Bentuk pembinaan terhadap para petani tebu yakni berupa SL (sekolah lapang) dan bekerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan. Pengawasan pada tingkat kelompok tani dilakukan oleh UPTD (unit pelaksana teknis daerah) yang membantu koordinasi di lapangan. Dalam sistem inovasi daerah, interaksi yang diharapkan terwujud adalah “kondisi ideal” yang aktor utama dan lembaga pendukung seperti institusi perbankan dan informasi seperti Gambar 4.1.
10
Selanjutnya, dapat disusun rantai nilai komoditas. Analisis rantai nilai, seperti yang dikemukakan Porter (Gambar 4.3), digunakan untuk menganalisis bagaimana meningkatkan struktur biaya (produktivitas) dan nilai tambah (diferensiasi produk), yang terdiri dari aktivitas utama dan aktivitas pendukung.
Gambar 4.1 Aktor Inovasi Daerah Pengembangan Komoditas Tebu
Gambar diatas memperlihatkan integrasi antar kelembagaan, mulai dari pemerintah (BPPT, Balitbang, Bappeda, Distanbun), bisnis (retailer, jasa angkutan, perbankan, UMKM), dan akademia (perguruan tinggi, SMK, dan pusat penelitian gula). Keterkaitan aktor inovasi diatas merupakan komponen penting dari pelaksanaan SIDa. Pada penelitian ini hanya dibahas peran dari lembaga litbang khusunya perguruan tinggi melalui usulan tema-tema riset. Sebelum menentukan tema-tema riset yang dapat diusulkan, diperlukan penggambaran pohon industri komoditas.
Gambar 4.3 Rantai Nilai Porter
Berdasarkan identifikasi permasalahan eksisting, identifikasi pohon industri serta rantai nilai tebu, terdapat beberapa tema riset yang dibutuhkan untuk pengembangan tebu sebagai komoditas unggulan daerah. Riset yang diperlukan meliputi efisensi dan efektivitas proses bisnis, rekayasa teknologi, dan lingkungan. Tabel 4.1 Usulan Tema Riset Pengembangan Komoditas Tebu
Polimer
No
Pelarut Furfural
Furfury alkohol
Partikel board
Furniture
Bahan penolong Industri logam
Flavour
Ampas
1.
Bahan bakar Kertas koran Pulp selulosa
Kertas
Kertas tulis Security paper
Makanan ternak
Pucuk daun Gula
Tebu
2.
Bahan makanan Gula cair Makanan/ minuman Gula padat Asam asetat L-lysin
Aster asetat
Ethanol Bahan bakar
Nira
Molase
Asam glutamat
MSG
3.
Industri makanan/farmasi
Asam organik Bahan kimia Ragi roti Protein sel tunggal
4.
Makanan ternak
Semen Mansory semen Blotong Bahan cat
5.
Pupuk
Gambar 4.2 Pohon Industri Tebu (BPPT,2000)
Melalui pohon industri, dapat diketahui aliran pemanfaatan produk turunannya.
11
Tema Riset
Bidang Kajian
Aktivitas Utama Perancangan Standard Operational Procedure Manajemen Pengiriman Hasil Panen Industri Tebu ke Pabrik Analisis STP (Segmenting, Targeting, Positioning) Manajemen Home Industry Produk Olahan Tebu Desain Sistem Traceability Berbasis Proses Bisnis Manajemen pada Rantai Pasok di Industri Industri Jus Tebu Studi Kelayakan Lahan untuk Ekstensifikasi Lahan Pertanian Perkebunan Tebu Analisis Dampak Lingkungan Pemanfaatan Lingkungan Ampas Tebu sebagai Bahan Bakar Boiler
Tabel 4.1 Usulan Tema Riset (lanjutan)
No
Tema Riset
Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Tribuana. Sementara itu, dari kelembagaan di daerah terdapat Balai Besar Pelatihan Peternakan dan Balai Besar Inseminasi Buatan yang perlu dioptimalkan dalam pengembangan komoditas. Untuk program pendanaan dari pemerintah, telah terdapat beberapa jenis kredit yang dapat disalurkan bagi peternak seperti kredit usaha pembibitan sapi dan kredit ketahanan pangan dan energi. Pada Gambar 4.4 ini adalah komponen aktor inovasi daerah yang perlu dilibatkan dalam pengembangan komoditas sapi perah (susu sapi) sebagai unggulan daerah.
Bidang Kajian
Aktivitas Utama Efisiensi dan Efektifitas Pertanian Pola Pemupukan Tebu Aktivitas Pendukung 7. Perancangan Sistem Sistem Informasi Perkebunan Informasi Tebu berbasis Geografi 8. Pengukuran Komponen Manajemen Teknologi pada Industri Teknologi Pengolahan Tebu 9. Aplikasi Full Costing untuk Penentuan Harga Ekonomi Pokok Produk Olahan Tebu 10. Penerapan Manajemen Sumber Pengetahuan pada Unit Daya Usaha UMKM Manusia 11. Rancang Bangun Sistem Sistem Informasi Keuangan Informasi Pabrik Gula PTPN 6.
Sebagaimana halnya tebu, susu sapi sebagai produk unggulan daerah juga masih memiliki banyak celah potensi untuk dikembangkan. Sentra komoditas ini berada di kecamatan Pujon. Sapi perah yang diternakan adalah bibit impor dari Australia. Namun demikian, upaya terhadap peningkatan reproduksi hewan melalui inseminasi buatan telah dilakukan. Saat ini peternakan sapi perah mayoritas dibawahi oleh koperasi unit desa (KUD) selain kelompok peternak sapi perah (KPSP). Data yang dihimpun dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan menyebutkan terdapat 12 koperasi, 2 kelompok peternak dan satu perusahaan, PT Greenfield. Sebagian besar hasil produksi susu akan dikirimkan ke IPS (industri pengolahan susu) yaitu PT Indolakto dan PT Nestle Indonesia, yang selanjutnya diolah dan dikemas dalam berbagai varian produk. Hanya sebagian kecil yang diolah sendiri oleh beberapa KUD. Jenis produk olahan susu ini antara lain kemal (keju Malang), yoghurt, dan susu segar (pasteurisasi). Saat ini fokus utama adalah produksi susu pasteurisasi. Upaya kerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi telah mulai dirintis, sebagai contoh penelitian terhadap keju yang pernah dilakukan dari Universitas Brawijaya,
Gambar 4.4 Aktor Inovasi Daerah Pengembangan Komoditas Susu Sapi
Dalam pengembangan komoditas ini, diupayakan fokus pada home industry pengolahan alternatif susu seperti keju, susu pasteurisasi, yoghurt, dodol susu, nata de milkcow, karamel, tahu susu, noga, dan kerupuk susu. Sesuai konsep SIDa yang mengamanatkan adanya inovasi berkelanjutan, pada pengembangan produk-produk tersebut lebih memiliki keberlanjutan yang baik dan menguntung peternak sehingga tidak tergantung pada IPS. Susu sapi memiliki beragam produk olahan dengan manfaat masing-masing, disertakan pada Gambar 4.5. Sebagaimana komoditas tebu, diperlukan identifikasi rantai nilai susu sapi untuk proses penciptaan nilai yang berkelanjutan. Fungsi rantai nilai ini untuk penelitian dan pengembangan, desain produk, produksi, pemasaran dan penjualan, distribusi, layanan pelanggan. Dengan produksi mencapai 300.000 liter/hari, industri susu sapi utamanya yang dikelola swadaya oleh koperasi tentunya masih memiliki potensi
12
Tabel 4.2 Usulan Tema Riset Pengembangan Komoditas Susu Sapi (lanjutan)
untuk dikembangkan menjadi sebuah ikon dan unggulan. No
Susu evaporasi Susu pasteurisasi Susu UHT
7.
Butter milk
Susu Skim
Susu bubuk (skim)
Susu kental manis
Yoghurt Susu bubuk (whole)
Fermented milk Kefir Ice cream milk powder
Es krim
Tahu susu
Kerupuk susu
Konsentrat protein whey
Whey
Laktosa
Nata de milkcow
Konsentrat whey
Makanan/ farmasi
Gambar 4.5 Pohon Industri Susu Sapi
Yang dibutuhkan salah satunya adalah tematema riset yang dapat diusulkan yang menuntut keterlibatan lebih dari lembaga pendidikan tinggi sehingga berbagai penelitian baik oleh dosen atau mahasiswa lebih kontributif bagi pembangunan daerah.
Sesuai konsep SIDa, pengembangan kawasan agrowisata dan produk alternatif susu, dapat mendorong sisi inovatif usaha rumah tangga. Peningkatan kualitas produk tersebut dapat dilakukan dengan riset pada aspek produksi, rekayasa proses, pemasaran, hingga sistem informasi.
Tabel 4.2 Usulan Tema Riset Pengembangan Komoditas Susu Sapi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tema Riset Aktivitas Utama Studi Komunikasi Visual pada Kemasan Produk Susu Home Industry Pengembangan Formulasi Konsentrat Pakan Ternak untuk Peningkatan Kuantitas Susu Pengaruh Customer Relationship Management terhadap Loyalitas Pelanggan Produk Susu Perancangan Website dan Optimasi Media Online untuk Promosi Olahan Susu sebagai Oleh-oleh Khas Daerah Perancangan Model Distribusi Susu Sapi dari Peternak ke Industri Studi Kelayakan Pembangunan Kawasan Agropolitan Sapi
Bidang Kajian
Aktivitas Pendukung Rancang Bangun Alat Pengukur Keasaman Elektro Produk Susu Fermentasi 8. Studi Pembiayaan Usaha Home Industry Produk Olahan Susu (nata de Ekonomi milkcow, keju, dodol, karamel, tahu susu, yoghurt) 9. Perancangan Sistem Informasi Peternakan Sapi Sistem untuk Memonitor Produksi Informasi Susu 10. Produksi Antibiotik Alami dalam Penanggulangan Peternakan Penyakit Sapi Perah (Mastitis)
Mentega
Krim susu
Milk fatt
Susu sapi
Tema Riset
Bidang Kajian Desain Produk
5.
Simpulan Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu sistem inovasi daerah di kabupaten Malang diarahkan pada pengembangan agrowisata dan industri kreatif. Dari hasil perhitungan location quotient dan hybrid MCDM, komoditas unggulan klaster agroindustri kabupaten Malang adalah tebu dan susu sapi. Untuk rencana pengembangan unggulan tebu dan susu sapi difokuskan pada produk-produk alternatif berbasis home industry seperti karamel, gula merah, sari tebu, nata, dodol susu, susu segar, yoghurt, dan keju. Pengembangan dilakukan melalui integrasi aktor inovasi daerah terutama pemerintah dan lembaga litbang guna mengusulkan riset-riset inovasi teknologi. Saran yang diberikan adalah untuk pengukuran potensi kewilayahan sebaiknya digunakan data dengan rentang waktu tidak kurang lima tahun untuk menghindari fluktuasi data dalam periode singkat. Diperlukan penelitian lanjutan pemodelan sistem inovasi
Teknologi Pertanian
Manajemen
Sistem Informasi
Manajemen Industri Manajemen Industri
13
Baykasoglu, A., dkk. "Integrating Fuzzy DEMATEL and Fuzzy Hierarchical TOPSIS Methods for Truck Selection". Expert Systems with Applications (2012), http://dx.doi.org/10.1016/j.eswa.2012.05.04 6. Biro Kredit Bank Indonesia (2006), Kajian Pembiayaan dalam Rangka Pengembangan Klaster, Bank Indonesia. Buyukozkan, G. Dan Cifci, G., (2012), “A Novel Hybrid MCDM Approach Based on Fuzzy DEMATEL, Fuzzy ANP, and Fuzzy TOPSIS to Evaluate Green Suppliers”, Expert Systems with Applications, No. 39, hal. 3000-3012 Chen, Chen-Tung (2007), "Extensions of the TOPSIS for Group Decision-Making under Fuzzy Environment", Fuzzy Sets and Systems No. 114, hal 1-9. Chen, K dan Guan, G. (2011), "Mapping the Functionality of China's Regional Innovation Systems: A Structural Approach", China Economic Review, No. 22, hal. 11-27. Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur (2010), Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan,
diakses pada 25 Nopember 2012. Dinas Peternakan Jawa Timur (2012), Statistik Populasi Ternak, diakses pada 25 Nopember 2012 He, S., Chaudhry, S. S., Lei, Z., dan Baohua, W. (2009). "Stochastic Vendor Selection Problem: Chance-Constrained Model and Genetic Algorithms". Annals of Operations Research No. 168, hal. 169–179. Hendayana, Rahmat (2003), "Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional", Informatika Pertanian No. 12, hal. 1-17. Horng, J.S. dkk. (2012), "Creativity as a Critical Criterion for Future Restaurant Space Design: Developing a Novel". Int. J. Hospitality Manage, http://dx.doi.org/10.1016/j.ijhm. 2012.06.007 Hung, Shieh-Jieh (2011), "Activity-Based Divergent Supply Chain Planning for Competitive Advantage in The Risky Global Environment: A DEMATEL-ANP Fuzzy Goal Programming Approach", Expert Systems with Applications, No. 38, hal. 9053-9062. Kabak dkk. (2012), "A Fuzzy Hybrid MCDM Approach for Professional Selection",
daerah agar dapat menjelaskan lebih dalam peranan masing-masing aktor inovasi. Sedangkan rekomendasi yang diberikan adalah tema-tema riset pengembangan komoditas tebu dan susu sapi dapat difokuskan pada produksi dan pemasaran untuk branding produk. Selain itu, perlu peningkatan aspek maintenance data dalam integrasi kelembagaan SIDa. Saat ini masih ditemui ketidaksinkronan data antar lembaga pemerintah. Daftar Pustaka Abdillah, Fellan Fatih, dkk. (2010), "Pengembangan Sentra Agroindustri Kerajinan Mendong Kabupaten Malang dengan Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal", Jurnal Tata Kota dan Daerah, Vol. 2, No. 2, hal. 31-40. Artana, K.B. (2008), “Pengambilan Keputusan Kriteria Jamak (MCDM) untuk Pemilihan Lokasi Floating Storage and Regasification Unit (FRSU): Studi Kasus Supply LNG dari Ladang Tangguh ke Bali”, Jurnal Teknik Industri, Vol. 10, No. 2, hal. 97-111. Anujuprana, dkk. (2006), Manajemen Kelembagaan Pusat Pembelajaran Masyarakat Pemberdayaan Ekonomi Lokal, BPPT Press, Jakarta . Australia Centre for International Agricultural Research (2012). Membuat Rantai Nilai Lebih Berpihak pada Kaum Miskin: Buku Pegangan bagi Praktisi Analisis Rantai Nilai edisi Terjemahan, Tabros, Indonesia Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur (2010), Basis Data Pangan, diakses pada 25 Nopember 2011. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2000). Pohon Industri Inovasi Teknologi, BPPT, Jakarta Badan Pusat Statistik Jawa Timur (2007-2011), Jawa Timur dalam Angka, BPS Propinsi Jawa Timur, Surabaya. Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang (20072011), Kabupaten Malang dalam Angka, BPS Kabupaten Malang, Malang. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2012), Tanaman Pangan, diakses pada 26 Nopember 2012 Balitbang Malang (2012), Workshop Pra Roadmap Sistem Inovasi Daerah Kabupaten Malang, diakses pada 26 Nopember 2012.
14
Soekartawi (1993), Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil Pertanian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sulaeman, Atang dan Subagjo, Ignatius (2011), Panduan Umum Prakarsa Penguatan Sistem Inovasi Daerah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Press, Jakarta. Tarigan, Djoni (2008), Strategi Pengembangan Agroindustri Sutera Alam melalui Pendekatan Klaster, Disertasi Doktor, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Taufik, Tatang A (2005), Pengembangan Sistem Inovasi Daerah: Perspektif Kebijakan, BPPT Press, Jakarta. Tim BPPT (2012), Naskah Akademik Buku Putih Penguatan Sistem Inovasi Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Press, Jakarta. Vidal, L.A, dkk. (2011), "Using a Delphi Process and the Analytic Hierarchy Process (AHP) to Evaluate the Complexity of Projects", Expert Systems with Applications, No. 38, hal. 5388–5405. Vujanovic dkk. (2012), “Evaluation of Vehicle Fleet Maintenance Management Indicators by Application of DEMATEL and ANP”, Expert Systems with Applications, No. 39, hal. 10552-10563. Wang, Y.L. Dan Tzeng, G.H. (2012), "Brand Marketing for Creating Brand Value Based on A MCDM Model Combining DEMATEL with ANP and VIKOR Methods", Expert Systems with Applications, No. 39, hal. 5600-5615. World Economic Forum (2012) The Indonesia Competitiveness Report 2011 : Sustaining The Growth Momentum, World Economic Forum, Geneva. Wu, D. (2009), “Supplier Selection: A Hybrid Model Using DEA, Decision Tree and Neural Network”, Expert Systems with Applications, No. 36, hal. 9105–9112. Yang, J.L. (2008), "Vendor Selection by Integrated Fuzzy MCDM Techniques with Independent and Interdependent Relationships", Information Sciences, No. 178, hal. 4166– 4183.
Expert Systems with Application, No. 39, hal. 3516-3525. Kohar, Abdul dan Suherman, Agus (2004), Analisis Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap
15