ROADMAP PENGUATAN SISTEM INOVASI DAERAH (SIDa) KABUPATEN SLEMAN
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2013
1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga penyusunan Road Map Penguatan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) dapat diselesaikan. Road Map Penguatan SIDa disusun berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Sistem Inovasi Daerah. Tujuannya adalah untuk menumbuh kembangkan suatu Sistem atau jaringan yang akan meningkatkan keunggulan komparatif daerah menuju keunggulan kompetitif yang mempunyai daya saing berbasis inovasi di daerah. Inovasi diarahkan pada 2 pilar yakni sektor pertanian inovatif dan pengembangan UMKM berbasis klaster sehingga di Sistem Inovasi Daerah Kabupaten Sleman disusun dengan tema “Industri Kreatif Pertanian Untuk Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja” Selanjutnya dokumen ini diharapkan akan menjadi pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, serta para stakeholder dalam upaya meningkatkan daya saing daerah melalui penguatan Sistem Inovasi Daerah yang berbasis komoditi unggulan daerah.
Sleman, Desember 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kepala,
drg. INTRIATI YUDATININGSIH, M.Kes
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………………………......
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………..
ii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………..
iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………….
iv
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………………………… A.
Latar Belakang …………………………………………………………..
B.
Landasan Hukum ……………………………………………………….
C.
Pengertian ……………………………………………………………….
D.
Visi dan Misi …………………………………………………………….
BAB II
KERANGKA UMUM ………………………………………………………….
BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN SLEMAN ……………………………..
BAB IV
BAB V
BAB VI
A.
Karakteristik Wilayah ......................................................................
B.
Produk Unggulan Daerah …………………………………………….
KONDISI SIDa SAAT INI ......................................................................... A.
Kekuatan SIDa Kabupaten Sleman …………………………………
B.
Kelemahan SIDa Kabupaten Sleman ……………………………….
C.
Tantangan dan Peluang SIDa Kabupaten Sleman .......................
KONDISI SIDa YANG AKAN DICAPAI …………………………………….. A.
Kebijakan Penguatan SIDa ……………………………………………
B.
Penataan Unsur SIDa ......................................................................
C.
Pengembangan SIDa …………………………………………………...
D.
Tim Koordinasi …………………………………………………………
E.
Pembinaan dan Pengawasan …………………………………………
F.
Pendanaan ………………………………………………………………
G.
Pelaporan ………………………………………………………………...
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGUATAN SIDa ..................... A.
Kebijakan Penguatan SIDa ……………………………………………
B.
Strategi Penguatan SIDa ………………………………………………
BAB VII FOKUS DAN PROGRAM PRIORITAS SIDa ………………………… A.
Klaster .........................................................................................
BAB VII RENCANA AKSI PENGUATAN SIDa …………………………………
3
A. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI PADI ……………….. B. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI SALAK PONDOH ... C. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI KAMBING PE …….. D. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI KAMBING PE ……..
4
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Luas Lahan Sawah Tahun 2007 – 2011 …………………………………
Tabel 3.2.
PDRB Kabupaten Sleman Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 9
7
2011………………………………………………………………………….. Tabel 4.1.
Prasarana Bangunan/Gedung Dinas Pertanian dan Kahutanan 10 Kabupaten Sleman Tahun 2010…………………………………………..
Tabel 6.1.
Prinsip dan Nilai Organisasi Untuk Mencapai
Visi dan Misi
Kabupaten Sleman………………………………….. …………………..... Tabel 7.1.
Luas Lahan Sawah di Kabupaten Sleman Tahun 2008 – 2011……….. 39
Tabel 7.2.
Luas,
Produksi
&
Produktivitas
Padi
Tahun
2008
– 40
2012………………. Tabel 7.3.
Luas Panen, Jumlah Tanaman & Produksi Salak per Kecamatan 44 Tahun 2012…………………………………………………………………..
Tabel 7.4.
Luas Panen, Jumlah Tanaman & Produksi Salak Pondoh per 45 Kecamatan Tahun 2012……………………………………………………
Tabel 7.5
Luas Panen, Jumlah Tanaman & Produksi Salak Gading per 46 Kecamatan Tahun 2012……………………………………………………
Tabel 7.6
Luas Panen, Jumlah Tanaman & Produksi Salak Lokal per 47 Kecamatan Tahun 2012……………………………………………………
Tabel 7.7
Luas Panen, Jumlah Tanaman & Produksi Salak Madu per 48 Kecamatan Tahun 2012……………………………………………………
Tabel 7.8
Populasi & Produksi Susu Kambing PE per Kecamatan Tahun 2010 – 53 2013………………………………………………………………………….. Daftar Nama Kelompok Budidaya Kambing PE ………………………...
54
Tabel 7.10 Populasi & Produksi Bambu Tahun 2012………………………………...
58
Tabel 7.9
Tabel 7.11 Rencana Pengembangan Bambu di Kabupaten Sleman………………. 59 Tabel 7.12 Kebutuhan, Harga, Jenis & Asal Bahan Baku Kerajinan Bambu di 60 Kabupaten Sleman…………………………………………………………. Tabel 7.13 Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Sleman………………………...
61
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Visi, Misi Sistem Inovasi Daerah Kabupaten Sleman………..
Gambar 4.1
Elemen Pendukung Sistem Inovasi Daerah (SIDa)…………..
Gambar 7.1
Hubungan Antar Pelaku dalam Klaster………………………... 36
Gambar 7.2
Klaster Padi……………………………………………………….
Gambar 7.3
Klaster Kambing PE……………………………………………... 70
5
65
6
BAB I PENDAHULUAN A
Latar Belakang Inovasi merupakan faktor penting dalam mendukung perkembangan ekonomi dan
daya saing daerah. Terjadinya pergeseran ekonomi berbasis industri menuju ekonomi berbasis pengetahuan menunjukkan bahwa pengetahuan dan inovasi merupakan faktor yang semakin menentukan dalam kemajuan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sleman selama 3 tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 perekonomian tumbuh 4,49% menguat menjadi 5,19% pada tahun 2011. Pada tahun 2012 kinerja sektor-sektor ekonomi mengalami pertumbuhan sebesar 5,20%. Struktur perekonomian daerah cenderung berubah dari sektor primer beralih ke sektor sekunder dan tersier. Pada tahun 2011 sektor primer sebesar 13,31% sektor sekunder sebesar 28,39% dan sektor tersier sebesar 58,30%. Pada tahun 2012 sektor primer sebesar 13,56%, sektor sekunder sebesar 28,64% dan sektor tersier sebesar 57,51% dan diperkirakan pada tahun 2013 sektor primer sebesar 13,42%, sektor sekunder sebesar 29,05% dan sektor tersier sebesar 57,50%. Empat lapangan usaha pendukung utama perekonomian di Kabupaten Sleman adalah perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa, industri pengolahan dan pertanian. Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian terus turun, permasalahan yang dihadapi adalah semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dan belum optimalnya penerapan inovasi di sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian perlu ditingkatkan melalui inovasi sehingga meningkatkan daya saing dan menyejahterakan petani mengingat penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 137.003 jiwa dan potensi lahan di Kabupaten Sleman mempunyai mikrobia spesifik dengan adanya gunung api Merapi.
Inovasi diarahkan pada 2 pilar yakni sektor pertanian inovatif dan pengembangan UMKM berbasis klaster sehingga di Sistem Inovasi Daerah Kabupaten Sleman disusun dengan tema “Industri Kreatif Pertanian Untuk Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja”
7
Strategi efektif guna membangun pola pikir untuk peningkatan pembangunan daya saing adalah melalui kolaborasi dengan membangun networking antara pemerintah (pusat/daerah), bisnis dan perguruan tinggi. Komponen tersebut kemudian melakukan evaluasi kerangka regulasi untuk mendorong kolaborasi bersama dalam pembuatan kebijakan insentif (Sistem maupun nominal) serta peningkatan jiwa kewirausahaan. Inovasi tidak dapat berjalan secara parsial, harus merupakan kolaborasi antar aktor yang saling berinteraksi dalam suatu sistem yang disebut sebagai sistem inovasi.
B
Landasan Hukum 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 2. Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Nomor 4548) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4497) 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kelitbangan di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. 5. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Riset dan Teknologi Nomor
3 Tahun 2012 dan Nomor 30 Tahun 2012 tentang Sistem Inovasi
Daerah. 6. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011 – 2015.
8
C
Pengertian 1. Inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, penerapan, pengkajian, perekayasaan, dan pengoperasian yang selanjutnya disebut kelitbangan yang bertujuan
mengembangkan
penerapan
praktis
nilai
dan
konteks
ilmu
pengetahuan yang baru atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada kedalam produk atau proses produksi; 2. Sistem Inovasi Daerah yang selanjutnya disingkat SIDa adalah keseluruhan proses dalam satu sistem untuk menumbuhkembangkan inovasi yang dilakukan antar institusi pemerintah, pemerintah daerah, lembaga kelitbangan, lembaga pendidikan, lembaga penunjang inovasi, dunia usaha, dan masyarakat di daerah; 3. Lembaga kelitbangan adalah institusi yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, penerapan, pengkajian, perekayasaan, dan pengoperasian yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai
dan konteks ilmu
pengetahuan yang baru atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. 4. Hak kekayaan intelektual yang selanjutnya disingkat HKI adalah kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir yang berguna untuk manusia. D
Visi dan Misi 1. Visi Wahana utama peningkatan daya saing dan kohesi sosial dalam mewujudkan masyarakat Sleman yang lebih sejahtera. 2. Misi 1) Membangun kondisi dasar/iklim
pengembangan yang
kondusif
sebagai
prasyarat bagi peningkatan upaya pengembangan/penguatan Sistem inovasi. 2) Membangun dan memperkuat kapasitas inovatif kelembagaan litbang dan meningkatkan kemampuan absorpsi Sistem pertanian 3) Membangun dan meningkatkan
keterkaitan antara lembaga litbang dan
pertanian 4) Membangun dan meningkatkan budaya inovasi. 5) Membangun dan meningkatkan koherensi kebijakan tingkat pusat dan daerah dalam suatu fokus atau tema spesifik/sektoral melalui penguatan klaster produk unggulan daerah. 6) Membangun dan meningkatkan kemampuan dalam menghadapi perkembangan global.
9
BAB II KERANGKA UMUM Hubungan Visi-Misi Pembangunan Jangka Menengah dan Strategi Penguatan Sistem Inovasi Daerah
Terwujudnya Masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, berdaya saing dan berkeadilan gender
VISI Inisiasi Strategis
SLEMAN SEMBADA Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas birokrasi dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat
Misi
Strategi
Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Meningkatkan kemandirian ekonomi, pemberdayaan ekonomi rakyat dan penanggulanga n kemiskinan.
Memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana, sumberdaya alam dan lingkungan hidup
Meningkat kan pemberdaya an dan peran perempuan di segala bidang.
PENGUATAN SISTEM INOVASI DAERAH Gambar 2.1 Visi Misi Sistem Inovasi Daerah Kabupaten Sleman
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2011 – 2015 menetapkan visi “Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing, dan berkeadilan gender pada tahun 2015. Misi : 1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas birokrasi dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. 3. Meningkatkan
kemandirian
ekonomi,
pemberdayaan
ekonomi
rakyat
dan
penanggulangan kemiskinan. 4. Memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana, sumberdaya alam dan lingkungan hidup 5. Meningkatkan pemberdayaan dan peran perempuan di segala bidang.
10
BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A
Karakteristik Wilayah 1. Luas dan Batas Wilayah administrasi Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha atau 574,82 km2 atau sekitar
18% dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang seluas 3.185,80 km2. Secara administratif, Kabupaten Sleman terdiri atas 17 wilayah kecamatan, 86 desa, dan 1.212 Padukuhan. Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah Cangkringan (4.799 ha), dan yang paling sempit adalah Berbah (2.299 ha). Kecamatan dengan padukuhan terbanyak adalah Tempel (98 padukuhan), sedangkan kecamatan dengan padukuhan paling sedikit adalah Turi (54 padukuhan). Kecamatan dengan Desa terbanyak adalah Tempel (8 desa), sedangkan Kecamatan dengan Desa paling sedikit adalah Depok (3 desa). 2. Letak dan kondisi Geografis Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 11012’57” sampai dengan 11032’48” Bujur Timur dan 732’28” sampai dengan 750’11” Lintang Selatan. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Topografi Keadaan tanah Kabupaten Sleman di bagian selatan relatif datar kecuali daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar lereng gunung Merapi relatif terjal. Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Ketinggian tanahnya dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu ketinggian <100 meter, 100-499 meter, 500-999 meter, dan >1.000 meter dpl.
11
Ketinggian <100 m dpl seluas 6.203 ha, atau 10,79% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, Gamping, Berbah, dan Prambanan. Ketinggian 100-499 m dpl seluas 43.246 ha, atau 75,32% dari luas wilayah, terdapat di 17 Kecamatan. Ketinggian 500-999 m dpl meliputi luas 6.538 ha, atau 11,38% dari luas wilayah, ditemui di Kecamatan Tempel, Turi, Pakem, dan Cangkringan. Ketinggian >1.000 m dpl seluas 1.495 ha, atau 2,60% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan.
4. Penggunaan Lahan Tata guna lahan di Kabupaten Sleman untuk sawah, tegalan, pekarangan dan lain-lain. Perkembangan penggunaan lahan selama 3 tahun terakhir menunjukkan luas lahan sawah turun, rata-rata per tahun sebesar 0,006%,. Tabel 3.1 Luas lahan sawah dari tahun 2007 s/d 2011 No.
Tahun
Luas (Ha)
1
2007
25.127
2
2008
25.003
3
2009
24.983
4
2010
24.890
5
2011
24.850
5. Demografi Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil penduduk pada tahun 2011, jumlah penduduk Sleman tercatat 1.126.888 jiwa, perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2011 bertambah 33.778 orang atau 2,99% yaitu dari 1.093.110 orang pada Tahun 2010 menjadi 1.126.888 orang pada akhir tahun 2011. Dan dari tahun 2011 bertambah 9.714 orang atau 0,85% yaitu dari 1.126.602 orang pada tahun 2011 menjadi 1.136.602 orang pada akhir tahun 2012. b Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sleman jika dilihat dari 3 tahun terakhir rata-rata sebesar 1,53%. Pertumbuhan ini relatif tinggi, hal ini antara lain disebabkan fungsi Kabupaten Sleman sebagai penyangga Kota Yogjakarta, sebagai daerah tujuan untuk melanjutkan pendidikan, dan daerah pengembangan pemukiman/perumahan.
12
Jumlah kepala keluarga mengalami kenaikan sebanyak 10.008 KK (1,314%) dari 303.301 KK pada tahun 2010 menjadi 315.445 KK pada tahun 2012. Rata-rata jumlah jiwa setiap rumah tangga sebanyak 3,29 jiwa per rumah tangga. 6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2011 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar Rp. 15.097.600 juta menjadi Rp.16.878.820 juta pada tahun 2012. Pada tahun 2013 diperkirakan sebesar Rp.18.291.962 juta. PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 (ADHK) sebesar Rp.6.704.100 juta pada tahun 2011, pada tahun 2012 sebesar Rp.7.052.595 juta dan pada tahun 2013 diperkirakan sebesar pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sleman cukup tinggi yaitu mencapai 5,19%. Tabel 3.2 PDRB Kabupaten Sleman Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2011 No
Sektor
Tahun 2010
2011
2012
1.
Pertanian
-0,31
-2,26
2,59
2.
Pertambangan dan Penggalian
15,24
14,35
3,93
3.
Industri Pengolahan
3,05
6,35
5,34
4.
Listrik, gas dan air bersih
4,82
4,28
3,82
5.
Bangunan
6,59
6,95
6,91
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
5,62
6,27
5,98
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
6,51
6,61
4,49
8.
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
5,98
6,88
5,83
9.
Jasa-jasa
5,58
6,64
5,07
PDRB
4,49
5,19
5,20
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2012
B.
Produk Unggulan Daerah Produk unggulan merupakan produk yang potensial untuk dikembangkan dalam
suatu wilayah dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia setempat, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah. Produk unggulan juga merupakan produk yang memiliki daya saing, berorientasi pasar dan
13
ramah lingkungan, sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang siap menghadapi persaingan global. Penetapan produk unggulan daerah dalam Sistem Inovasi Daerah (SIDa) diperlukan untuk dapat memberikan fokus dan prioritas yang jelas dalam pellaksanaan kegiatan dan pengembangan Sistem Inovasi Daerah. Berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 050.05/30 Bangda tanggal 7 Januari 1999 produk unggulan suatu daerah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Kandungan teknologi yang cukup menonjol baik industri kecil dan jasa 2. Mempunyai jangkauan pemasaran yang luas baik lokal, nasional maupun ekspor. 3. Mempunyai ciri khas daerah, inovatif dan melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat). 4. Mempunyai kandungan bahan baku lokal yang banyak dan stabil atau melalui pembudidayaan. 5. Ramah lingkungan 6. Dapat mempromosikan budaya lokal
Menurut Alkadri, dkk 2001 dalam Daryanto 2003 kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah suatu komoditas tergolong unggul atau tidak bagi suatu wilayah sebagai berikut : 1. Mampu
menjadi
penggerak
utama
(prime
mover)
pembangunan
perekonomian, 2. Mempunyai keterkaitan kedepan dan kebelakang kuat baik sesame komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, 3. Mampu bersaing dengan produk/komoditas sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam hal harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan, 4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku, 5. Memiliki status teknologi yang terus meningkat, 6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, 7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, 8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal,
14
9. Pengembangannya
harus
mendapatkan
berbagai
bentuk
dukungan
(keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif dan lain-lain), 10. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Dengan melihat kriteria tersebut, maka produk unggulan Kabupaten Sleman yang dipilih untuk penguatan SIDa meliputi : 1. Padi 2. Salak pondoh 3. Kambing PE 4. Budidaya bambu
15
BAB IV KONDISI SIDa SAAT INI Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya di tujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Sejalan dengan paradigma baru di era globalisasi, iptek menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Implikasi paradigma ini adalah terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya alam menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge Based Economy/KBE). Pada KBE, kekuatan bangsa diukur dari kemampuan iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing. Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing nasional yang telah terbukti berhasil dan telah di lakukan oleh banyak negara maju di dunia adalah dengan memperkuat sistem inovasi nasional. Sistem ini diharapkan akan mampu membangkitkan kreatifitas dan inovasi yang diperlukan, agar produk-produk sebuah negara dapat bersaing secara langsung dengan produk negara lain, baik di pasar domestik maupun internasional. Bagi suatu daerah, kemampuan inovasi merupakan faktor daya saing yang sangat penting, terutama dalam menghadapi beberapa kecenderungan sebagai berikut: a. Tekanan persaingan global yang terus meningkat ; b . Produk semakin kompleks dan memiliki siklus hidup yang semakin pendek karena cepatnya kemajuan teknologi dan perubahan tuntutan konsumen; dan c. Perubahan persaingan pasar yang semakin cepat dan kompleks.
Tujuan utama lainnya adalah untuk meningkatkan daya ungkit (leverage) peran iptek yang sesuai dan spesifik bagi daerah, serta meningkatkan kemampuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mengakses dan memanfaatkan iptek (dalam arti luas) dan hasil litbangyasa serta mengembangkannya.
Kabupaten Sleman memiliki berbagai fasilitas penelitian yang merupakan milik Pemerintah Daerah. Tabel 4.1 menyajikan berbagai fasilitas tersebut.
16
Tabel 4.1 Prasarana Bangunan/Gedung Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman Tahun 2010 No
Unit Kerja
Alamat
1
UPT BP3K I
Pandeyan, Sumberagung, Moyudan
2
UPT BP3K II
Brongkol, Sidomulyo, Godean
3
UPT BP3K III
Tegalweru, Margodadi, Seyegan
4
UPT BP3K IV
Temon, Pendowoharjo, Sleman
5
UPT BP3K V
Plembon, Harjobinangun, Pakem
6
UPT BP3K VI
Jl. Ngemplak Cangkringan, Pondok Klewonan, Bimomartani, Ngemplak
7
UPT BP3K VII
Pondok Kulon, Kalitirto, Berbah
8
UPT BP3K VIII
Rejodani, Madurejo, Prambanan
9
UPT Pasar Hewan dan Rumah
Mancasan, Ambarketawang, Gamping
Potong Hewan 10
UPT Yan Keswan
Jl. Dr Radjimin, Sucen, Triharjo, Sleman
11
UPT STA Sub Terminal Agribisnis
Jl. Magelang Km 18 Lumbungrejo, Tempel
Sleman 12
UPT Pengembangan Budidaya
Sempu, Pakembinangun, Pakem
Pemasaran Perikanan 13
Sekretariat Dinas
Jl. Dr Radjimin, Sucen, Triharjo, Sleman
14
Bidang Perikanan
Jl. Dr Radjimin, Sucen, Triharjo, Sleman
15
Bidang Peternakan
Jl. Dr Radjimin, Sucen, Triharjo, Sleman
16
Bidang TPH
Jl. Dr Radjimin, Sucen, Triharjo, Sleman
17
Bidang Hutbun
Jl. Dr Radjimin, Sucen, Triharjo, Sleman
18
Bidang Ketahanan Pangan dan
Jl. Dr Radjimin, Sucen, Triharjo, Sleman
Penyuluhan 19
Kebun Dinas Sawungan
Sawungan, Hargobinangun, Pakem
Selain prasarana bangunan/gedung tersebut masih ada prasarana pendukung lain yaitu : a. Balai benih ikan Moyudan, Godean, Berbah, Ngemplak yang sekarang dimasukkan dalam lembaga lembaga UPT Pengembangan Budidaya dan pemasaran perikanan Sempu, Pakembinangun, Pakem.
17
b. Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) sebanyak 9 unit (Prambanan, Ngemplak, Pakem, Turi, Tempel, Seyegan, Sleman, Ngalik dan Gamping) dengan koordinasi ada di UPT Pelayanan Kesehatan Hewan. c. Laboratorium Kesehatan Hewan sebanyak 2 unit (Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Laboratorium Type C). d. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sebanyak 2 unit (Mancasan dan Kentungan). e. Gudang obat sebanyak 1 unit . f.
Kebun plasma Nutfah ”Salak Nusantara” sebanyak 1 unit (Turi)
Permasalahan kegiatan penelitian dan pengembangan di Sleman antara lain : a. Hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan lembaga litbang dan perguruan tinggi belum tercatat dalam suatu Sistem database yang kontinu sehingga banyak hasil penelitian yang tidak diketahui oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dan belum dimanfaatkan secara optimal. b. Koordinasi
dan
sinergi
lembaga
penelitian
dalam
menghadirkan
dan
menerapkan ilmu pengetahun dan terknologi masih perlu ditingkatkaan. Hal ini bertujuan mengarahkan kegiatan penelitian bagi kepentingan agar produk yang dihasilkan lebih bermanfaat.
Apabila dilihat dari segi sumberdaya manusia, ada berbagai kegiatan lomba yang sudah dimenangkan oleh Kabupaten Sleman terkait komoditas padi, salak pondoh, kambing PE dan bambu, diantaranya adalah : a. Juara III tingkat Provinsi DIY Lomba Kambing PE Calon Induk Betina Tahun 2007 atas nama Marjo, Pirak Mertosutan, Sidoluhur (Kec. Godean) b. Juara III Evaluasi Peningkatan Mutu Intensifikasi Padi (PMI) tingkat Provinsi DIY Tahun 2008 atas nama kelompo tani Dadi Luwi Manunggal, Klangkapan Margoluwih (Kec. Seyegan) c. Juara II Evaluasi Peningkatan Mutu Intensifikasi Padi (PMI) tingkat Provinsi DIY Tahun 2009 atas nama kelompo tani Mulyo Dliring, Argomulyo (Kec. Cangkringan)
18
d. Petani Pengembang Perkebunan Berprestasi dalam rangka Penghargaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2009 atas nama H Madyo Wardoyo, KPTR Sidomakmur budidaya tanaman tebu, salak, kelapa, jagung, umb-umbian dan padi, Sariharjo (Kecamatan Ngaglik) e. Juara III Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kategori PTT Padi Tahun 2011 atas nama KT “Sumber Mulyo” Berjo Sumberharjo (Kec. Prambanan)
ELEMEN KUNCI SISTEM INOVASI Pembangunan SIDa terdiri atas beberapa pelaku mulai dari pemerintah daerah sampai dengan masyarakat. Kesluruhan pelaku tersebut akan terintegrasi dengan elemen utama adalah sumber daya, kelembagaan dan perkembangan jaringan.
Kelembagaan
SISTEM INOVASI DAERAH Sumber Daya
Jaringan
Gambar 4.1 Elemen Pendukung Sistem Inovasi Daerah (SIDa)
Pembangunan SIDa di Kabupaten Sleman sudah dilakukan hanya saja keseluruhan proses belum terSistem. Tingkat kematangan SIDa Kabupaten Sleman dilihat dengan menggunakan metode ANIS (Analysis of National Innovation Systems). Metode ANIS ini mengidentifikasi faktor-faktor penentu tingkat kematangan SIDa dan mengelompokkan menjadi 3 (tiga) level : 1. Level Makro yang terkait dengan kebijakan inovasi meliputi kebijakan inovasi nasional, kebijakan inovasi daerah, master plan, regulasi pro inovasi, kebijakan klaster, pendidikan dan pelatihan dan R & D foresight.
19
2. Level Messo yang terkait dengan dukungan kelembagaan dan program inovasi yaitu : a.
Kelembagaan inovasi dengan ruang lingkup pusat transfer teknologi, taman teknologi (technopark), penyedia layanan inovasi, inkubasi teknologi dan bisnis, klaster, program litbang terapan, pendanaan litbang bersama dan intermediasi serta lembaga promosi bisnis.
b.
Program pendukung inovasi dengan ruang lingkup pembiayaan science, technology & innovation, program litbang dasar, program litbang terapan, pendanaan
litbang
bersama,
intermediasi
teknologi,
dukungan
kewirausahaan, program pengembangan klaster, dan dukungan kerjasama internasional. 3.
Level Mikro yang terkait dengan kapasitas inovasi meliputi universitas, institusi riset dasar, institusi riset swasta, inovator, investor swasta, wirausahawan, UKM dan perusahaan besar.
Metode ANIS menilai tingkat kematangan SIDa pada setiap level yang dipengaruhi oleh sistem yang telah terjalin dan interaksi para aktor. Aktor pada level makro (kebijakan) adalah otoritas publik dan pembuat kebijakan yang menjalankan fungsi menetapkan dan mengatur kerangka kebijakan SIDa. Aktor pada level mikro adalah lembaga-lembaga pendukung inovasi dan program-program pemerintah yang terkait dengan inovasi. Aktor pada level mikro yaitu perusahaan, universitas, institusi kebijakan dan institusi riset. A.
Kekuatan SIDa Kabupaten Sleman Berdasarkan ANIS, kekuatan SIDa Kabupaten Sleman terdapat pada : 1. Level Makro a) Terdapat kebijakan inovasi nasional (berupa SINAS) b) Terdapat kebijakan pengembangan inovasi daerah c) Tersedia lembaga pendidikan dan pelatihan d) Suasana kerja yang demokratis dan dinamis e) Tingkat pendidikan SDM yang cukup memadai f)
Peran aktif dan dukungan pimpinan dalam pengembangan inovasi daerah
g) Tersedianya alokasi dana untuk pengembangan inovasi daerah h) Akses ke pemerintah pusat cukup mudah
20
2. Level Messo a) Tersedia penyedia layanan inovasi b) Telah ada lembaga promosi bisnis 3. Level Mikro a) terdapat berbagai universitas negeri maupun swasta sebagai lembaga pendidikan dan riset dasar dan terapan b) terdapat balai-balai penelitian dan pengembangan c) investor swasta d) tersedia banyak Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) Secara umum, kekuatan tersebut diarahkan untuk memanfaatkan peran aktif dukungan pimpinan dan jumlah aparatur pertanian untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya alam yang tersedia serta mengoptimalkan dukungan dana operasional untuk memenuhi peluang pasar dan kemampuan organisasi mengintegrasikan urusan pertanian,
perikanan,
kehutanan
dan
ketahanan
pangan
melalui
melalui
penganekaragaman pangan, peningkatan ketersediaan dan cadangan pangan serta memperlancar distribusi dan stabilitas harga untuk mencapai ketahanan pangan untuk memperkuat kelembagaan petani dan asosiasi pertanian, perikanan dan kehutanan B.
Kelemahan SIDa Kabupaten Sleman Berdasarkan ANIS, kelemahan SIDa Kabupaten Sleman terdapat pada : 1. Level Makro a) Belum tersedia master plan SIDa b) Belum terdapat kebijakan klaster c) Koordinasi, integrasi, sinergi
tugas dan fungsi antar pelaku SIDa di
Sleman masih lemah d) Tatalaksana organisasi belum tersedia e) Sistem database inovasi belum optimal 2. Level Messo, belum terdapat dan belum kuatnya a) Pusat transfer teknologi b) Inkubasi teknologi dan bisnis c) Lembaga dan program klaster d) Program litbang terapan e) Pendanaan litbang bersama f)
Intermediasi teknologi
21
g) Standar operasional prosedur (SOP) pelayanan dan komoditas h) Sarana dan prasarana i)
Pengelolaan Sistem informasi
3. Level Mikro a) lemahnya pelacakan inovasi di masyarakat b) kompetensi SDM belum optimal
Untuk mengatasi kelemahan yang ada maka diperlukan beberapa langkah perbaikan, diantaranya 1.
Memanfaatkan tersedianya teknologi tepat guna pertanian, perikanan, dan kehutanan untuk menyusun SOP pelayanan dan komoditas yang belum terpenuhi
2.
Mengoptimalkan partisipasi aktif pemerintah dan petani-peternak untuk memenuhi sarana dan prasarana yang belum memadai
3.
Memanfaatkan tersedianya kelembagaan petani, peternakan dan asosiasi pertanian, perikanan dan kehutanan untuk mengoptimalkan pengelolaan Sistem informasi pertanian, perikanan dan kehutanan
C.
Tantangan dan Peluang Pelaksanaan SIDa di Sleman menghadapi berbagai tantangan dan peluang,
diantaranya : 1.
Tantangan a
Level Makro 1) Daerah lain telah melaksanakan penguatan SIDa 2) Potensi sumberdaya alam yang melimpah tetapi belum memiliki nilai tambah yang signifikan 3) Kemampuan daya saing SDM pemerintah daerah lain semakin meningkat 4) Pengaruh dan dampak perkembangan teknologi yang semakin cepat dan sulit diprediksi
b
Level Messo 1) Kemampuan SDM litbang daerah lain semakin meningkat
c
Level Mikro 1)
Posisi tawar produk pertanian lemah
2) Tuntutan dan aspirasi masyarakat semakin meningkat dan beragam
22
2.
Peluang a
Level Makro 1) Tersedianya sumber daya alam yang memadai 2) Tersedianya teknologi tepat guna 3) Adanya Dewan Riset Daerah
b
Level Messo 1) Lembaga pendidikan dan kelitbangan cukup banyak 2) Terbukanya peluang kerjasama dengan pihak lain 3) Terbukanya peluang pasar 4) Meningkatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
c
Level Mikro 1) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses inovasi daerah 2) Meningkatnya kapasitas kelembagaan di tingkat basis sehingga dapat meningkatkan efektivitas proses pengembangan SIDa
23
BAB V KONDISI SIDa YANG AKAN DICAPAI Sistem inovasi daerah (SIDa) secara prinsip telah diatur oleh Peraturan Bersama Menristek dan Mendagri Republik Indonesia masing-masing Nomor 3 Tahun 2012 dan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Penguatan SIDa. Untuk menyiapkan dan atau memperkuat SIDa diperlukan konsep dasar yang jelas dan dapat diimplementasikan. SIDa adalah keseluruhan proses dalam
satu
sistem
untuk menumbuh
kembangkan inovasi yang dilakukan antar institusi pemerintah, pemerintah daerah, lembaga kelitbangan, lembaga pendidikan, lembaga penunjang inovasi, dunia usaha dan masyarakat di daerah. Penguatan SIDa diperlukan untuk mengefektifkan dan efisiensi pengelolaan inovasi dalam rangka eksistensi peningkatan ekonomi daerah. A
Kebijakan Penguatan SIDa Kebijakan nasional penguatan SIDa merupakan tanggung jawab Menteri Negara
Riset dan Teknologi berasama Menteri Dalam Negeri yang tercantum dalam rencana strategis (renstra) lima tahunan kementerian. Sedangkan di daerah, Gubernur menetapkan kebijakan penguatan SIDa di provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya sedangkan bupati/walikota menetapkan kebijakan penguatan SIDa di kabupaten/kota. Kebijakan penguatan SIDa tercantum dalam a. Roadmap penguatan SIDa b. RPJMD c. RKPD Kebijakan SIDa disusun oleh tim koordinasi. Gubernur dan Bupati/Walikota menugaskan tim koordinasi melakukan penyusunan roadmap penguatan SIDa yang meliputi : a. kondisi SIDa saat ini b. tantangan dan peluang SIDa c. kondisi SIDa yang akan dicapai d. arah kebijakan dan strategi penguatan SIDa e. fokus dan program prioritas SIDa f . rencana aksi penguatan SIDa
24
Roadmap penguatan SIDa mengakomodasi seluruh program dan kegiatan yang didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi, anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan lain-lain pendapatan yang sah dan tidak mengikat Tim koordinasi provinsi dan kabupaten/kota mengintegrasikan roadmap penguatan SIDa sebagaimana dimaksud di atas ke dalam dokumen RPJMD. Dalam hal peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota melakukan perubahan peraturan daerah yang mengatur tentang RPJMD. Perubahan peraturan daerah tersebut harus mengintegrasikan roadmap penguatan SIDa. Tim koordinasi provinsi dan kabupaten/kota mengintegrasikan rencana aksi penguatan SIDa tersebut ke dalam dokumen RKPD. Dalam hal dimana peraturan kepala daerah tentang RKPD sudah ditetapkan, kepala daerah melakukan perubahan kepala daerah
yang
mengatur
tentang
RKPD.
Perubahan
peraturan
tersebut
harus
mengintegrasikan rencana aksi penguatan SIDa. Menteri Negara Riset dan Teknologi bersama Menteri Dalam Negeri melakukan sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi kebijakan penguatan SIDa tingkat pusat. Gubernur melakukan sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi kebijakan penguatan SIDa di provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya. Kemudian, bupati/walikota melakukan sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi kebijakan penguatan SIDa di kabupaten/kota. Sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi kebijakan penguatan SIDa tersebut meliputi : 1. melakukan identifikasi dan inventarisasi kebijakan penguatan SIDa 2. melakukan analisis potensi sinergi kebijakan penguatan SIDa 3. memadukan kebijakan-kebijakan antar daerah dan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat untuk penguatan SIDa
B
Penataan Unsur SIDa Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Menteri Dalam Negeri melaksanakan
penataan unsur SIDa secara nasional. Gubernur melaksanakan penataan unsur SIDa di provinsi. Bupati/walikota melaksanakan penataan unsur SIDa di kabuapten/kota. Unsur SIDa sebagaiman dimaksud dalam peraturan bersama tersebut adalah :
25
1. Kelembagaan SIDa yang terdiri atas a. Lembaga/organisasi yang meliputi : 1) institusi pemerintah dimana penataannya dilakukan dengan cara mensinergikan program dan kegiatan kementerian dan lembaga dalam penguatan SIDa 2) pemerintah daerah dimana penataannya dilakukan dengan cara : a) membentuk badan penelitian dan pengembangan daerah b) meningkatkan kapasitas dan peran BPPD sebagai koordinator dalam penguatan SIDa 3) lembaga kelitbangan dimana penataannya dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas dan peran ilmu pengetahuan dan teknologi 4) lembaga pendidikan dimana penataannya dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan kelitbangan di lingkungan lembaga pendidikan sesuai kebutuhan daerah 5) lembaga penunjang inovasi dimana penataannya dilakukan dengan cara mensinergikan program dan kegiatan semua lembaga yang dapat menunjang penguatan SIDa 6) dunia usaha dimana penataannya dilakukan dengan cara memanfaatkan hasil kelitbangan yang menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomis dan meningkatkan kemitraan dengan lembaga/organisasi SIDa 7) organisasi kemasyarakatan di daerah dimana penataannya dilakukan dengan cara memberdayakan organisasi kemasyarakatan dan mensinergikan dengan penguatan SIDa b. Peraturan yang merupakan ketentuan yang mendukung terciptanya kondisi yang kondusif bagi penguatan SIDa dimana penataannya dilakukan dengan cara membuat peraturan baru, merubah peraturan dan mencabut peraturan terkait SIDa c. Norma/etika/budaya yang merupakan nilai-nilai profesionalisme dalam mendukung terciptanya kondisi yang kondusif bagi penguatan SIDa dimana penataannya dilakukan dengan cara mengembangkan profesionalisme dan menginternalisasikan nilai-nilai sosial bagi penguatan SIDa.
26
2. Jaringan SIDa yang merupakan interaksi antar lembaga/organsisasi dalam SIDa untuk mensinergikan kemampuan yang dimiliki masing-masing lembaga dalam satu tantai kegiatan. Penataan jaringan SIDa dilakukan dengan : a. Komunikasi intensif antara lembaga SIDa yang dilakukan melalui : 1) penyelenggaraan kelompok diskusi terbuka, seminar, lokakarya dan kegiatan sejenisnya 2) menjalin kerjasama kelitbangan antar lembaga/organisasi SIDa 3) forum komunikasi penelitian dan pengembangan daerah b. Mobilisasi sumber daya manusia yang dilakukan dengan : 1) kerjasama
kepakaran,
keahlian,
kompetensi,
keterampilan
SDM
untuk
penguatan SIDa antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah 2) kerjasama
kepakaran,
keahlian,
kompetensi,
keterampilan
SDM
untuk
kompetensi,
keterampilan
SDM
untuk
SDM
untuk
penguatan SIDa antar daerah 3) kerjasama
kepakaran,
keahlian,
penguatan SIDa antar kabupaten/kota dalam satu provinsi 4) kerjasama
kepakaran,
keahlian,
kompetensi,
keterampilan
penguatan SIDa antara lembaga pemerintahan dan lembaga non pemerintahan c. Optimalisasi pendayagunaan HKI, informasi, sarana dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan melalui 1) pemanfaatan HKI 2) pemanfaatan informasi SIDa 3) pemanfaatan sarana dan prasarana SIDa 3. Sumber daya SIDa yang terdiri atas : a. kepakaran, keahlian, kompetensi, keterampilan manusia dan pengorganisasiannya b. kekayaan intelektual dan informasi c. sarana dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi
Penataan sumber daya SIDa dilakukan untuk meningkatkan daya guna dan nilai guna sumber daya SIDa yang meliputi : a. pemanfaatan keahlian dan kepakaran yang sesuai dengan tematik dan atau spesifik sumber daya SIDa b. pengembangan kompetensi manusia dan pengorganisasiannya
27
c. pengembangan struktur dan strata keahlian jenjang karir d. peningkatan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan intelektual e. pemanfaatan data dan informasi f. pengembangan sarana dan prasarana ilmu penetahuan dan teknologi C
Pengembangan SIDa Menteri Riset
dan Teknlogi dam
Menteri Dalam
Negeri melaksanakan
pengembangan SIDa tingkat nasional. Gubernur melaksanakan pengembangan SIDa di provinsi
dan
kabupaten/kota
di
wilayahnya.
Bupati/walikota
melaksanakan
pengembangan SIDa di kabupaten/kota. Pengembangan SIDa tersebut didelegasikan kepada tim koordinasi yang meliputi kegiatan : a. Pembangunan komitmen dan konsensus unsur-unsur SIDa di daerah yang dilakukan melalui sosialisasi, fasilitasi dan alokasi sumber daya b. pemetaan potensi dan analisis SIDa yang dilakukan melalui : 1
identifikasi dan pengumpulan data
2
pemetaan
3
analisis faktor kebijakan, unsur SIDa, program dan kegiatan
c. melanjutkan penguatan SIDa yang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan penguatan SIDa. Hasil evaluasi pelaksanaan penguatan SIDa tersebut menjadi acuan untuk penyusunan RKPD tahun berikutnya. D
Tim Koordinasi Menteri Negara Riset dan Teknologi bersama Menteri Dalam Negeri membentuk
Tim Koordinasi Nasional Penguatan SIDa. Tim koordinasi nasional mempunyai tugas sebagai berikut : a. Menyusun dokumen Roadmap nasional penguatan SIDa b. Mengintegrasikan program SIDa dalam dokumen rencana strategis kementerian dan lembaga c. Melakukan sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi SIDa d. Melakukan penataan unsur SIDa secara nasional e. Melakukan pengembangan SIDa secara nasional f. Mempersiapkan rumusan kebijakan penguatan SIDa g. Mengordinasikan penyusunan program dan kegiatan penguatan SIDa secara nasional
28
h. Melakukan monitoring dan evaluasi i. Melaporkan hasil pelaksanaan penguatan SIDa Tim koordinasi nasional yang dimaksud terdiri dari Ketua I
: Deputi Bidang Jaringan Iptek Kemenristek
Ketua II
: Kepala BPP Kemendagri
Sekretaris I
: Asisten Deputi Jaringan Iptek Pusat dan Daerah Kemeristek
Sekretaris II
: Sekretaris BPP Kemendagri
Anggota
: Pejabat Struktural/Fungsional di lingkungan Kemenristek dan Kemendagri
Tim koordinasi nasional yang dimaksud ditetapkan dengn Keputusan Menteri Negara Ristek dan Teknologi Gubernur membentuk Tim Koordinasi Penguatan SIDa di tingkat provinsi Bupati/Walikota membentuk tim koordinasi penguatan SIDa di tingkat kabupaten/kota. Tim koordinasi yang dimaksud mempunyai tugas yaitu : a. Menyusun dokumen Roadmap penguatan SIDa b. Mengintegrasikan program SIDa dalam dokumen RPIMD c. Melakukan sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi SIDa d. Melakukan penataan unsur SIDa di daerah e. Melakukan pengembangan SIDa di daerah f. Mempersiapkan rumusan kebijakan penguatan SIDa di daerah g. Mengkoordinasikan penyusunan program dan kegiatan penguatan SIDa di daerah h. Melakukan monitoring dan evaluasi i. Melaporkan hasil pelaksanaan penguatan SIDa
Tim koordinasi sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas : Pengarah
: Kepala daerah
Penanggung jawab
: Sekretaris daerah
Ketua
: BAPPEDA
Sekretaris
: Bidang Pengendalian dan Evaluasi BAPPEDA Sleman
Anggota
: 1. Kepala Dinas/Badan/Kantor yang terkait 2. Lembaga/Organisasi lainnya yang kuat
Tim koordinasi tersebut ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah
29
Koordinasi dimaksud untuk memadukan SIDa dengan sistem inovasi nasional di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tim koordinasi nasional melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan tim koordinasi tingkat provinsi untuk penguatan SIDa paling sedikit empat kali dalam satu tahun atau sesuai kebutuhan. Tim koordinasi provinsi melakukan koordinasi dengan tim koordinasi tingkat kabupaten.kota untuk penguatan SIDa paling sedikit satu kali dalam satu tahun atau sesuai kebutuhan tim koordinasi kabupaten/kota melakukan koordinasi paling sedikit satu kali atau sesuai kebutuhan.
E
Pembinaan dan Pengawasan Menteri Dalam Negeri melalui kepala BPP Kemendagri melaksanakan pembinaan
dan pengawasan umum penguatan SIDa. Menteri Negara Riset dan Teknologi melalui Deputi Bidang Jaringan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis penguatan SIDa. Gubernur melaksanakan kabupaten/kota
pembinaan di
dan
wilayahnya.
pengawasan
penguatan
Bupati/Walikota
SIDa
melaksanakan
di
provinsi
dan
pembinaan
dan
pengawasan penguatan SIDa di kabupaten.kota. Pembinaan pengawasan SIDa sebagaimana dimaksud meliputi : a. Koordinasi penguatan SIDa b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan penguatan SIDa c. Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan penguatan SIDa d. Pendidikan dan pelatihan e. Melaksanakan kegiatn kelitbangan dalam rangka penguatan SIDa f. Perencanaan, pemanfaatan dan evaluasi pelaksanaan penguatan SIDa
Pengawasan penguatan SIDa sebagaimana dimaksud di atas meliputi : a.
Pengawasan secara berkala terhadap pelaksanaan penguatan SIDa antar susunan pemerintahan dan dilakukan oleh tim koordinasi nasional kepada tim koordinasi provinsi dan tim koordinasi provinsi kepada tim koordinasi kabupaten/kota dengan periode setiap 6 bulan dan setiap akhir tahun anggaran
b.
Pengawasan secara tentatif terhadap pelaksanaan penguatan SIDa antar susunan pemerintahan dilakukan oleh tim koordinasi nasional kepada tim koordinasi provinsi dan tim koordinasi provinsi kepada tim koordinasi kabupaten/kota pada waktu tertentu sesuai kebutuhan
30
F
Pendanaan Pendanaan penguatan SIDa bersumber dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
G
Pelaporan Gubernur melaporkan pelaksanaan penguatan SIDa provinsi kepada Menteri
Negara Riset dan Teknologi dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. Laporan tersebut disampaikan satu kali. Bupati/Walikota melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan penguatan SIDa kabupaten.kota kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi, Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. Kabupaten Sleman memiliki beberapa target yang akan dicapai dalam penguatan SIDa, antara lain : 1. Meningkatkan jejaring aktor SIDa Peningkatan jejaring aktor SIDa diharapkan dapat memacu peningkatan inovasi yang ada di Sleman. Jejaring pelaku yang perlu ditingkatkan adalah elemen lembaga penelitian dan masyarakat. Untuk itu, perlu diberikan insentif kepada inovator baik itu dana penelitian, kompetisi/hibah penelitian serta dana bagi inventor. Jejaring aktor juga perlu mengajak mitra untuk membantu UMKM baik itu untuk pendanaan, pelatihan, pembinaan dan pendampingan serta kegiatan penguatan SIDa lain. 2
Meningkatkan diseminasi Iptek Diseminasi Iptek
perlu terus
dilakukan dalam
rangka meningkatkan
produktivitas dan daya saing komoditas unggulan Sleman. 3
Meningkatkan implementasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing komoditas klaster Kabupaten Sleman.
31
BAB VI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGUATAN SIDa
Arah kebijakan dan strategi penguatan SIDa dalam review RPJMD Kabupaten Sleman masuk dalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai (core values) dan masuk dalam bidang fokus Agenda Riset Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2015. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai organisasi yang perlu dikembangkan untuk mencapai visi dan misi daerah Kabupaten Sleman sebagai berikut:
Tabel 6.1 Prinsip dan Nilai Organisasi Untuk Mencapai Visi dan Misi Kabupaten Sleman Demokrasi
:
Menjunjung tinggi kebebasan mengeluarkan pendapat dalam kehidupan masyarakat.
Partisipasi
:
Setiap warga memiliki hak yang sama dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
Transparansi
:
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga, dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
Akuntabilitas
:
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Desentralisasi
:
Penyerahan sebagian wewenang kabupaten kepada pemerintah di bawahnya.
Inovasi
:
adalah “proses” atau “hasil” pengembangan atau pemanfaatan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk, proses atau Sistem yang baru, yang memberikan nilai tambah. Persaingan global yang tinggi, adanya isu-isu penting seperti lingkungan, penurunan sumberdaya alam, meningkatnya jumlah penduduk dan masalah social, menuntut kualitas
manusia
yang
kompetitif
untuk
dapat
bersaing
memanfaatkan sumberdaya yang terbatas untuk pemenuhan kebutuhan sehingga diperlukan inovasi. Sehingga mengubah
32
keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif. Sistem
Inovasi
Daerah
(SIDa)
:
merupakan
sebuah
pola
pendekatan pembangunan daerah yang dilakukan secara Sistemik dan Sistematis. Melalui pembangunan SIDa ini, keseluruhan pelaku, lembaga, jaringan, kemitraan aksi, proses produksi dan kebijakan yang mempengaruhi arah perkembangan, kecepatan dan difusi inovasi serta proses pembelajaran dilaksanakan untuk mencapai
pembangunan
daerah.
Tiga
unsur
utama
yang
mendorong terbangunnya sistem inovasi yakni ABG (Akademisi, Bisbis dan Government). Pemerintah untuk dapat menciptakan dimensi “budaya”, termasuk iklim usaha dan insentif lainnya, dalam menghadapi dinamika politik dan tuntutan good governance dalam pengaturan dan pelayanan publik. Kelompok bisnis merupakan tumpuan perekonomian pada lini terdepan dalam menghadapi dinamika
pasar,
pendanaaan,
berkutat
persaingan
dengan dan
produksi,
ketenagakerjaan.
pemasaran, Akademisi
memaksimalkan dalam menghadapi dinamika perkembangan iptek, baik murni maupun terapan.
Agenda Riset Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011–2015 terdiri atas enam bidang fokus yakni : 1.
Pertanian dan ketahanan pangan
2.
Infrastruktur dan teknologi informasi
3.
Lingkungan dan kebencanaan
4.
Kesehatan dan obat
5.
Keamanan dan ketertiban
6.
Sosial kemasyarakatan
33
A Kebijakan Penguatan SIDa Kebijakan Penguatan SIDa sebagai berikut : 1
Meningkatkan kerjasama lembaga litbang dan perguruan tinggi dengan industri Kerjasama ini sebagai interaksi antara aktor sistem iptek dan sistem produksi sehingga dapat menjadi kunci kesuksesan dalam aktivitas inovasi. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan interaksi tersebut antara lain melalui forum komunikasi dan kerjasama antara ilmuwan, perekayasa, praktisi di industri, serta masyarakat, dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam merumuskan kebijakan iptek. Kerjasama ini perlu dijalin sebagai langkah peningkatan inovasi dimana litbang dan perguruan tinggi merupakan salah satu sumber inovasi namun memiliki keterbatasan dalam pendanaan. Peran industri adalah sebagai penyedia dan serta sebagai lembaga pemasaran hasil inovasi oleh litbang dan perguruan tinggi. Inovasi teknologi yang dihasilkan tidak hanya teknologi canggih, namun juga mampu menciptakan inovasi sederhana. Kerjasama ini di masa mendatang akan mendorong industrialisasi yang mendorong penguasaan iptek sebagai sumber penggerak kemajuan dan modal utama kemandirian Mengembangkan budaya inovasi dan kreativitas melalui pengembangan kawasan percontohan untuk kegiatan-kegiatan tertentu; Budaya inovasi dan kreativitas di masyarakat akan berkembang dalam waktu yang cukup panjang. Membangun budaya inovasi dan kreativitas di masyarakat dalarn bidang sosial ekonomi dalam rangka mencapai efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi. Salah satu langkah mempercepat pengembangan budaya inovasi maka perlu dilakukan pengembangan kawasan percontohan. Dalam kawasan tersebut akan dilakukan aktivitas yang melibatkan semua elemen pendukung inovasi. Di wilayah Sleman telah terdapat kawasan-kawasan sentra produksi untuk padi, salak, kambing PE dan bambu. Pengembangan kawasan tersebut merupakan pilot project yang didalamnya terdapat aktivitas produksi sampai dengan pengolahan dan terdapat pula upaya pengembangan jaringan pasar baik lokal, nasional maupun internasional.
34
Meningkatkan produktivitas litbang daerah untuk memenuhi kebutuhan pengembangan teknologi di sektor produksi dan meningkatkan daya saing produk daerah dan budaya inovasi B Strategi Penguatan SIDa Strategi penguatan SIDa Kabupaten Sleman dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1
Peningkatan inovasi daerah melalui research and development (R & D) dengan membentuk inkubator teknologi Upaya peningkatan R & D dilakukan dengan mensinergikan kinerja masyarakat, LSM, pemerintah lokal, instansi peneliti, universitas serta investor. Hal ini sangat memungkinkan untuk wilayah Sleman mengingat banyaknya instansi pendukung riset dan teknologi. Program-program inovasi umumnya saat ini ditangani oleh lembaga-lembaga inkubator bentukan perguruan tinggi dengan praktik usaha yang efektif dan efisien, termasuk teknis produksinya. Tujuan dari berdirinya inkubator teknologi adalah sebagai pusat inovasi dan pencetak wirausaha baru. Secara umum, fungsi inkubator teknologi adalah sebagai pusat inovasi. Komoditas yang telah ditetapkan sebagai sasaran pengembangan dikaji keunggulan dan kelemahannya serta diidentifikasi kedudukannya dalam rantai produk yang dibahas dalam forum lintas sektoral. Inkubator teknologi dapat menjadi wadah bagi inventor dari kalangan akademisi dan masyarakat untuk dapat mengusahakan teknologi/paket teknologi yang dimiliki untuk dimanfaatkan dalam kegiatan usaha secara luas. Bahkan di beberapa inkubator disediakan layanan pemrosesan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan dukungan keuangan atau akses ke pendanaan. Hal ini mendesak dibutuhkan di Kabupaten Sleman mengingat inovasi di Sleman yang cukup banyak. Hasil penelitian dapat berupa kearifan lokal melalui riset akan menjadi berkembang.
2
Peningkatan promosi produk inovasi Penyebarluasan informasi terhadap produk inovasi merupakan upaya yang sangat penting dalam menciptakan kesinambungan produksi dan pemasaran serta menjaga keseimbangan subsektor hulu samai hilir
35
3
Peningkatan keterlibatan dan dukungan masyarakat dalam penguatan SIDa Hal ini menjadi penting karena SIDa dibangun atas dasar partisipasi masyarakat agar dapat berjalan secara kontinu. Masyarakat perlu pula didukung dengan upaya peningkatan SDM melalui pelatihan dan pendidikan.
4
Pengembangan Bisnis Inovation Centre (BIC)/Business Technology Centre (BTC) Struktur
perekonomian
Sleman
salah
satunya
terbentuk
sebagai
sumbangan dari UMKM. UMKM mampu menyerap tenaga kerja cukup besar dan memberikan sumbangan PDRB Sleman cukup besar. Untuk pengembangan UMKM maka diperlukan program bimbingan terhadap UMKM, baik administrasi, manajemen dan teknis produksi serta pengembangan jaringan pasar sehingga produk-produk yang dihasilkan UMKM bisa diekspor. Hal ini perlu diwadahi dalam suatu wadah forum bisnis (BIC/BTC). Kegiatan yang dilaksanakan BIC/BTC antara lain temu bisnis, matching technology dan penyusunan database hasil riset. 5
Pemanfaatn teknologi informasi sebagai media sebaran inovasi Pemanfaatan teknologi informasi akan mempermudah penyebaran hasil inovasi. Beberapa teknologi informasi antara lain website. Webesite digunakan untuk berbagi informasi dari dan kepada warga desa serta untuk penyebaran hasil inovasi maupun untuk mempromosikan potensi komoditas unggulan di Sleman kepada masyarakat luar. Website tersebut merupakan bagian dari media informasi yang dibuat dan dikelola secara mandiri oleh masyarakat. Selain itu dapat pula memanfaatkan SMS. Teknologi ini digunakan untuk menyampaikan informasi dari instansi Pemkab kepada warga maupun sebaliknya secara cepat. Selain itu, teknologi ini juga digunakan untuk imbauan kewaspadaan kepada warga jika terjadi kondisi darurat.
36
BAB VII FOKUS DAN PROGRAM PRIORITAS SIDa A
Klaster Klaster dapat dipahami dengan berbagai pendekatan antara lain dapat
didefinisikan sebagai pusat kegiatan usaha pada sentra yang telah berkembang, ditandai oleh munculnya pengusaha-pengusaha yang lebih maju terjadi spesialisasi produksi pada masing-masing usaha tani dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung. Klaster tidak bisa terbentuk secara individual, akan tetapi harus dalam bentuk kelompok, asosiasi atau kooperasi lain yang mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan volume pasar yang besar, standar yang homogen serta pemenuhan permintaan dan penawaran yang kontinyu. Klaster terdiri dari kelompok pelaku usaha yang memiliki kompetensi yang berbeda namun berhubungan, berlokasi dalam wilayah tertentu, dimana melalui sebuah bentuk interaksi tertentu diantara mereka untuk meningkatkan daya saing, spesialisasi dan identitas pelaku usaha dalam perekonomian global. Dalam pertumbuhan dan pengembangan klaster ditemukan 4 karakteristik klaster yaitu : 1.
Adanya konsentrasi pelaku utama dalam suatu wilayah
2.
Adanya interaksi pelaku usaha
3.
Kombinasi sumberdaya dan kompetensi antar pelaku usaha yang berinteraksi
4.
Pembentukan dan interaksi antar pelaku usaha dalam institusi pendukung yang berfungsi membantu klaster secara keseluruhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penumbuhan klaster yaitu : 1.
Keberadaan kelompok tani/kelompok usaha
2.
Bentuk kerjasama di bidang produksi.
3.
Kerjasama di bidang pemasaran
4.
Produk yang dihasilkan dari kawasan sentra
5.
Perkembangan sentra produksi
6.
Dukungan keuangan dari lembaga penyedia keuangan, bank atau koperasi
7.
Dukungan kebijakan pengembangan sentra produksi
8.
Ketersediaan lahan
9.
Tingkat adopsi dan inovasi teknologi
10. Keahlian tenaga kerja 11. Potensi pasar.
37
Dalam operasionalnya penumbuhan klaster bagi pelaku usaha perlu didukung oleh pelatihan, penelitian dan identifikasi pasar, penyediaan logistik dan inovasi teknologi. Hal lain yang perlu dilakukan adalah kerjasama antar pelaku usaha yang dapat memberikan kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk yang dapat menjangkau segmen pasar yang lebih menguntungkan.
Industri Terkait Industri Pemasuk
Industri Inti
Pembeli
Industri Pendukung Lembaga Pendukung
Gambar 7.1 Hubungan Antar Pelaku dalam Klaster
Isu strategis pada urusan pertanian adalah masih cukup tingginya alih fungsi lahan, biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual, belum optimalnya manajemen agribisnis, dan akses pemodalan yang belum merata. Isu strategis pada urusan ketahanan pangan adalah belum optimalnya diversifikasi produk pangan lokal. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya kecenderungan bergesernya pola konsumsi masyarakat. Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan lokal cenderung menurun. Selain Itu di beberapa daerah di Kabupaten Sleman juga rawan terhadapbencana alam, khususnya dari erupsi Gunungapi Merapi. Permasalahan lainnya adalah masih banyaknya penggunaan bahan adiktif yang berpengaruh pada keamanan pangan. Identifikasi berbagai permasalahan bidang pertanian di Sleman telah dilakukan yang tertuang dalam Keputusan Bupati Sleman No 400/Kep.KDH/A/2012 tentang Agenda Riset Daerah Tahun 2011-2015. Berbagai permasalahan tersebut antara lain : 1 Menurunnya jumlah generasi muda yang tertarik di bidang pertanian 2. Belum tertatanya data pertanian
38
3. Program dan kegiatan pertanian belum berkelanjutan 4. Diversifikasi produk pangan lokal belum optimal; 5. Penggunaan bahan kimia berbahaya untuk bahan tambahan pangan masih banyak; 6. Penegakan hukum distribusi pangan masih belum optimal; 7. Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan lokal cenderung menurun; 8. Peranan penyuluh pertanian dalam mendampingi petani belum optimal; 9. Pengelolaan lumbung pangan lokal belum optimal. 10. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian masih cukup tinggi; 11. Sarana dan prasarana produksi pertanian sering tidak terjangkau oleh petani; 12. Serangan hama dan penyakit pertanian masih cukup tinggi; 13. Adanya perubahan iklim; 14. Harga hasil produksi pertanian tidak stabil; 15. Pengelolaan lahan tegalan belum optimal; 16. Kemampuan dalam pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil produk pertanian masih rendah; 17. Pengelolaan manajemen agribisnis belum optimal; 18. Jaringan informasi pasar produk pertanian belum optimal; 19. Kapasitas kelembagaan pertanian belum optimal; 20. Tata guna dan tata kelola air belum optimal; 21. Akses permodalan bagi petani belum merata. 22. Ancaman kerusakan hutan oleh bencana letusan Gunungapi merapi; 23. Fungsi kelembagaan kelompok tani kehutanan belum optimal; 24. Akses petani kehutanan terhadap sumber permodalan masih kurang; 25. Luas hutan rakyat semakin berkurang akibat dari kegiatan penambangan; 26. Luas lahan kritis masih cukup banyak; 27. Tata guna dan tata kelola air belum optimal; 28. Fungsi kelembagaan petani pembudidaya perikanan belum optimal; 29. Produksi ikan konsumsi belum mampu mencukupi kebutuhan konsumen; 30. Akses permodalan petani perikanan masih kurang; 31. Kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan ekoSistem perairan umum masih kurang
39
Pengembangan komoditas di Sleman tidak hanya melihat aspek budidaya namun juga dalam pengolahan. Hal ini sangat realistis dilaksanakan di Sleman mengingat jumlah UMKM cukup banyak di Sleman. Upaya pengembangan UMKM di Sleman telah tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan Industri UMKM Kabupaten Sleman merupakan dokumen acuan arah pengembangan sentra industri di Kabupaten Sleman tahun 20112015. Pengembangan sentra industri meliputi aspek sarana prasarana, modal, bahan baku, tenaga kerja, produksi dan pemasaran hasil produksi. Lingkup kajian meliputi 43 sentra industri yang dikelompokkan menjadi 7 jenis sentra industri yaitu: 1) sentra industri makanan dan minuman (terdiri dari sentra industri tahu, bakpia, roti), 2) sentra industri pakaian jadi (terdiri dari sentra industri konveksi/jahit), 3)
sentra industri kimia dan bahan bangunan (terdiri dari sentra industri pasir semen, genteng, batu bata),
4) sentra industri barang dari logam (terdiri dari sentra industri logam), 5) sentra industri kayu (tidak termasuk furniture) dan barang-barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya (terdiri dari sentra industri kerajinan bambu, anyaman tikar mendong, tenun ATBM), 6)
sentra industri furniture dan industri pengolahan lainnya (terdiri dari sentra industri mebel bambu dan mebel kayu),
7) sentra industri barang galian bukan logam (terdiri dari sentra kerajinan batu).
Berbagai masalah pertanian di Kabupaten Sleman membutuhkan penyelesaian secara sinergis baik dalam lingkup pemamngku kepentingan maupun di tingkat masyarakat.
Pemecahan
masalah
tersebut
didekati
salah
satunya
dengan
pengembangan inovasi pada komoditas unggulan di Kabupaten Sleman sehinggga Pemerintah Kabupaten Sleman memiliki fokus penguatan SIDa bidang pertanian pada 4 komoditas utama dan strategis yakni padi, salak, kambing PE dan bambu.
1. Padi (Oryza sativa) a) Gambaran Umum Beras merupakan komoditas prioritas nasional dimana kebutuhan pangan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Kabupaten Sleman merupakan penyangga pangan DIY terutama beras. Namun kondisi ini berkebalikan
40
dengan luas lahan sawah di Sleman yang mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai 2012. Tabel 7.1 Luas Lahan Sawah di Kabupaten Sleman Tahun 2008 – 2012 No
Tahun
Luas Lahan Sawah (Ha)
1.
2008
23.005,00
2.
2009
23.005,00
3.
2010
22.819,00
4.
2011
22.786,00
5.
2012
22.659,00
Sumber : D. Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Pengembangan padi di Sleman sudah cukup maju dengan diterapkannya sistem organik di beberapa kawasan. Selain itu, masih terdapat beberapa lokasi yang membudidayakan padi lokal, diantaranya beras hitam, rojolele, menthik wangi dan beras merah, merah putih. Salah satu pengembangan padi organik adalah di Tempel dengan luasan 3 ha. Namun secara umum belum terdapat database luasan lahan beras organik dan padi lokal tersebut.
b) Luas, produksi dan produktivitas Sentra produksi beras Sleman terdapat di Sleman Barat, diantaranya Kecamatan Mlati, Depok, Godean, Moyudan dan Minggir serta Seyegan. Produksi padi Sleman dari tahun 2008-2011 berfluktuasi. Hal ini disebabkan tingginya serangan hama tikus dan wereng yang menyebabkan gagal panen serfta turunnya produktivitas lahan. Serangan hama disebabkan pergiliran tanaman tidak berjalan di lokasi Sleman Barat karena ketersediaan air irigasi yang cukup sepanjang tahun. Tabel 7.2 Luas, Produksi dan Produktivitas Padi tahun 2008 – 2012 No
Indikator
Tahun 2008
1.
Luas (Ha)
2.
Produksi (Ton)
3.
Produktivitas (Ku/Ha/Th)
43.064 267.607 62,14
2009
2010
2011
44.037
44.398
40.641 45.832
268.075 264.317 60,87
59,53
2012
231.374 311.378 56,93
67,94
Sumber : BPS Provinsi DIY (2012)
41
c) Permasalahan Permasalahan pengembangan padi di Sleman terdapat di aspek hulu sampai hilir. Beberapa permasalahan tersebut antara lain : 1) Penurunan luas lahan sawah produktif Perkembangan jumlah penduduk yang cepat tidak hanya mendorong peningkatan kebutuhan pangan namun juga akan menimbulkan peningkatan
kebutuhan
ekonomi dan kebutuhan tempat tinggal. Hal ini memunculkan permasalahan laju konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Keuntungan usaha pertanian yang lebih kecil dari usaha non pertanian mendorong pemilik lahan sawah cenderung menjual lahan tersebut. 2) Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Serangan OPT di Sleman masih cukup tinggi sehingga menyebabkan kegagalan panen dan penurunan produksi. OPT yang sering menyerang tanaman padi antara lain tikus dan wereng. Hal ini disebabkan tidak dilaksanakannya pergiliran tanaman sehingga siklus hidup OPT tidak terputus. 3) Kondisi infrastruktur pendukung kurang memadai Kondisi infrastruktur pendukung budidaya padi seperti irigasi dan alsintan masih kurang memadai. Jaringan irigasi di beberaoa temoat di Sleman banyak yang rusak baik karena erupsi Merapi maupun karena kurangnya kesadaran untuk melakukan perawatan. Untuk alsintan, banyak kelompok tani/gapoktan yang telah memperoleh bantuan alsintan namun masih banyak pula kelompok yang belum memperoleh bantuan. 4) Keterampilan dan pengetahuan petani dan petugas UPTD masih kurang memadai Kondisi ini terlihat jelas dari tingkat produktivitas lahan yang belum optimal yang disebabkan baik karena serangan OPT maupun inovasi kegiatan budidaya yang masih rendah. Tingkat usia petani yang rata-rata sudah tua juga merupakan salah satu kendala dimana petani berusia lanjut cenderung lebih sulit untuk melakukan inovasi. 5) Kelembagaan kelompok tani masih lemah Sistem kelembagaan kelompok tani di Sleman masih lemah, baik dalam administrasi maupun koordinasi antar anggota.
42
6) Kesulitan petani dalam akses ke sumber permodalan Kondisi pertanian yang masih belum bankable membuat petani kesulitan dalam mengakses modal ke instansi permodalan. Petani tidak dapat menyusun administrasi
yang
selaras
dengan
peraturan
yang
ditetapakan
lembaga
permodalan 7) Harga produk padi masih rendah Petani padi selama ini diposisikan sebagai price taker sehingga lebih banyak merugi apalagi menghadapi pula rantai pemasaran yang panjang dan cenderung menyudutkan petani dalam posisi lemah. 8) Sistem informasi pertanian belum optimal Lemahnya sistem informasi pertanian menyebabkan banyak kegagalan dalam budidaya
dan
pemasaran.
Sistem
informasi
sangat
diperlukan
dalam
pembentukan harga pasar yang menguntungkan bagi produsen dan konsumen. 9) Kandungan bahan organik rendah Pemakaian pupuk kimia telah menyebabkan bahan organik tanah rendah. Untuk itu, diperlukan penambahan bahan organik tanah dengan pemakaian pupuk organik. 10) Biaya tenaga kerja mahal Salah satu penyebab usahatani padi kuarang feasible adalah masih tingginya komponen biaya, terutama biaya tenaga kerja. Hal ini dirasakan petani di Sleman dimana petani terkadang kesulitan mencari buruh dan ongkos tenaga kerja juga cukup mahal. 11) Harga pupuk organik mahal d) Upaya yang sudah dilakukan Teknologi budidaya tanaman padi sudah sangat maju karena adanya fokus pembangunan pertanian Indonesia adalah menciptakan ketahanan pangan. Budidaya padi di Sleman dilaksanakan dengan berbagai inovasi teknologi, diantaranya adalah Sekolah Lapangan Pengendalian Tanaman Terpadu (SLPTT) serta pengadaan alat mesin pertanian. Dalam kegiatan SLPTT, petani mendapat bantuan bibit varietas unggul, penggunaan pupuk organik dan pembinaan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) serta mitigasi bencana (penanganan kebanjiran dan kekeringan). Alat mesin pertanian yang diterima kelompok tani di Kabupaten Sleman antara lain handtracer, handtractor dan lain-lain.
43
Kegiatan pasca panen didukung dengan teknologi yang sudah cukup baik dimana terdapat Program Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP), pembangunan fasilitas penggilingan padi, pembangunan lumbung padi serta terdapat pelatihan teknologi pasca panen dan pengadaan alat pengolah hasil. Untuk akses permodalan, petani mendapat kemudahan akses dana bergulir melalui Gapoktan yakni dana PUAP. Namun untuk akses ke perbankan, petani masih mengalami kesulitan. Kegiatan pendampingan juga sudah dilakukan Dinas Pertanian meliputi manajemen organisasi kelompok, pengelolaan modal kelompok dan simpan pinjam, perencanaan usaha kelompok serta perencanaan pembentukan koperasi.
2. Salak Pondoh (Zalacca edulis Reinw var pondoh) a) Gambaran Umum Salak pondoh merupakan flora identitas Kabupaten Sleman. Hal tersebut didasari pertimbangan bahwa salak pondoh merupakan tanaman khas Kabupaten Sleman. Salak pondoh merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan hingga saat ini merupakan komoditas unggulan dari Kabupaten Sleman. Peran komoditas salak cukup dominan sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja terutama untuk wilayah sentra produksi salak. Kabupaten Sleman dengan luas wilayah 57.482 km2, memiliki bagian wilayah pada lereng Merapi bagian selatan dengan kondisi tanah, ketinggian dan agroklimat yang sangat cocok untuk pengembangan tanaman salak pondoh. Sleman ditetapkan sebagai Kawasan Pendampingan Intensif untuk komoditas Salak Pondoh mulai tahun 2009 Permintaan salak pondoh masih tinggi terutama pada hari-hari libur nasional maupun sekolah. Selain itu, peluang ekspor salak mengalami trend meningkat setelah sebagian kelompok melakukan registrasi kebun dengan menerapkan SOP/GAP guna mendapatkan sertifikasi PRIMA/ORGANIK. Pelepasan varietas salak pondoh Salak Pondoh pada tahun 1988, Salak Madu melalui SK Mentan No : 122/Kpts/LB.240/2/2004 tanggal
27
Pebruari
2004,
Salak
Gading
Ayu
melalui
SK
Mentan
No
:495/Kpts/TP.240/10/2000 tanggal 27 Oktober 2000, dan Salak Manggala melalui SK Mentan No : 123/Kpts/LB.240/2/2004 tanggal 27 Pebruari 2004.
44
b) Luas, produksi dan produktivitas Produksi tanaman buah-buahan di Kabupaten Sleman didominasi oleh salak pondoh. Populasi salak pondoh tahun 2012 mencapai 4.549.816 rumpun, dengan produksi salak pondoh mencapai 493.764 Kw. Komoditas ini dibudidayakan hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Sleman kecuali Depok dan Prambanan, namun sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Turi, Tempel, dan Pakem yang produksinya mencapai 97,19% dari total produksi Kabupaten Sleman. Menurut data Dinas Pertanian Sleman, jumlah kebun teregister saat ini ada 1.180 kebun dengan potensi ekspor 3.741 ton. Tanaman produktif, produksi dan produksi rata-rata untuk salak berbagai varietas per kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman tahun 2012 tersaji pada tabel 7.3. Tabel 7.3 Luas Panen, Jumlah Tanaman dan Produksi Salak per Kecamatan Tahun 2012 No
Kecamatan
(1)
(2)
Luas Panen
Jumlah
Produksi
(Ha)
(pohon/rumpun)
(Kw)
(3)
(4)
(5)
1.
Moyudan
0,56
1.117
95
2.
Minggir
1,04
1.915
117
3.
Seyegan
1,13
3.818
235
4.
Godean
0,60
1.195
74
5.
Gamping
0,76
837
46
6.
Mlati
0,90
1.663
110
7.
Depok
-
-
-
8.
Berbah
-
-
-
9.
Prambanan
-
-
-
10.
Kalasan
5,00
9.995
722
11.
Ngemplak
1,66
1.262
98
12.
Ngaglik
6,62
13.357
975
13.
Sleman
45,92
92.666
7.398
14.
Tempel
876,23
1.874.322
196.367
15.
Turi
1.329,56
2.936.424
299.319
16.
Pakem
143,04
313.837
29.645
17.
Cangkringan
24,95
49.890
4.579
Kab.Sleman
2.438
5.302.298
539.781
Ket : Sebagian Besar Tanaman Tua/Rusak Akibat Erupsi G. Merapi
45
Tabel 7.4 Luas Panen, Jumlah Tanaman dan Produksi Salak Pondoh per Kecamatan Tahun 2012 Luas Panen
Jumlah tanaman
Produksi
(Ha)
(pohon/rumpun)
(Kw)
(2)
(3)
(4)
(5)
1.
Moyudan
0,56
1.117
95
2.
Minggir
1,04
1.975
17
3.
Seyegan
1,13
2.025
35
4.
Godean
0,60
1.195
74
5.
Gamping
0,76
1.337
46
6.
Mlati
0,90
1.663
10
7.
Depok
-
-
-
8.
Berbah
-
25
-
9.
Prambanan
-
-
-
5,00
9.995
22
1,66
2.825
98
6,62
12.866
75
42,81
85.612
.817
865,61
1.855.449
95.949
1.106,28
2.453.704
55.893
133,07
289.498
28.053
24,95
49.890
4.579
2.190,98
4.769.176
493.764
No
Kecamatan
(1)
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kalasan Ngemplak Ngaglik Sleman Tempel Turi Pakem Cangkringan
Kab.Sleman
46
Tabel 7.5 Luas Panen, Jumlah Tanaman dan Produksi Salak Gading per Kecamatan Tahun 2012 Luas Panen
Jumlah tanaman
Produksi
(Ha)
(pohon/rumpun)
(Kw)
(3)
(4)
(5)
Moyudan
-
-
-
2.
Minggir
-
-
-
3.
Seyegan
-
-
-
4.
Godean
-
-
-
5.
Gamping
-
-
-
6.
Mlati
-
-
-
7.
Depok
-
-
-
8.
Berbah
-
-
-
9.
Prambanan
-
-
-
10.
Kalasan
-
-
-
11.
Ngemplak
-
-
-
12.
Ngaglik
-
-
-
13.
Sleman
-
-
-
14.
Tempel
1,91
3.941
379
15.
Turi
8,72
19.206
2.056
16.
Pakem
1,36
2.940
218
17.
Cangkringan
-
-
-
11,99
26.087
2.653
No
Kecamatan
(1)
(2)
1.
Kab.Sleman
47
Tabel 7.6 Luas Panen, Jumlah Tanaman dan Produksi Salak Lokal per Kecamatan Tahun 2012 No
Nama Kecamatan
(1)
(2)
Luas Panen
Jumlah tanaman
Produksi
(ha)
(pohon/rumpun)
(Kw)
(8)
(10)
(11)
1.
Moyudan
-
-
-
2.
Minggir
-
-
-
3.
Seyegan
-
-
-
4.
Godean
-
-
-
5.
Gamping
-
-
-
6.
Mlati
-
-
-
7.
Depok
-
-
-
8.
Berbah
-
-
-
9.
Prambanan
-
-
-
10.
Kalasan
-
-
-
11.
Ngemplak
-
-
-
12.
Ngaglik
-
-
-
13.
Sleman
3
6.360
581
14.
Tempel
0
464
39
15.
Turi
208
391.037
38.460
16.
Pakem
7
17.334
1.374
17.
Cangkringan
-
-
-
Kab.Sleman
219,03
415.195
40.454
48
Tabel 7.7 Luas Panen, Jumlah Tanaman dan Produksi Salak Madu per Kecamatan Tahun 2012 No
Nama Kecamatan
1)
(2)
Luas Panen
Jumlah tanaman
Produksi
(ha)
(pohon/rumpun)
(Kw)
(8)
(10)
(11)
1.
Moyudan
-
-
-
2.
Minggir
-
-
-
3.
Seyegan
-
-
-
4.
Godean
-
-
-
5.
Gamping
-
-
-
6.
Mlati
-
-
-
7.
Depok
-
-
-
8.
Berbah
-
-
-
9.
Prambanan
-
-
-
10.
Kalasan
-
-
-
11.
Ngemplak
-
-
-
12.
Ngaglik
-
-
-
13.
Sleman
-
-
-
14.
Tempel
8,50
49.713
1.562
15.
Turi
6,22
36.804
1.120
16.
Pakem
1,24
5.813
228
17.
Cangkringan
-
-
-
Kab.Sleman
15,97
92.330
2.910
c) Permasalahan Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan salak pondoh diantaranya adalah :
Kurangnya kemauan dan kemampuan sebagian anggota Kelompok Tani dalam pencatatan buku administrasi registrasi kebun
Anggota Kelompok Tani kurang konsisten dalam pencatatan
buku harian
setelah nomor registernya keluar
Kepemilikan lahan yang sempit dan terpencar sehingga seorang petani dapat memiliki lebih dari satu kebun dan paket pencatatan
49
Kurangnya kekompakan anggota assosiasi dalam menepati AD/ART yang telah disepakati, membuat sebagian anggota assosiasi tidak semangat dalam melakukan registrasi kebun salak
Salak yang teregister, bersertifikat Prima/ Organik belum mendapat harga yang layak, sehingga perlu diperluas melalui perluasan ekspor
Panen raya harga sangat rendah
Kelembagaan petani (asosiasi) yang masih labil
Terbatasnya sarana dan prasarana kebun yang dimiliki petani (sarung tangan, sabit, sepaiu booch, masker, chopper) serta saluran irigasi yang banyak kekurangan sumber air
d)
Terbatasnya lahan untuk pengembangan \
Kurangnya integrasi kebun dengan ternak
Kesadaran petani untuk memupuk masih rendah
Ketersediaan pupuk organik masih sedikit
Upaya yang sudah dilakukan Upaya yang telah dilakukan dalam pengembangan salak pondoh sudah sangat
banyak, baik di aspek budidaya maupun pengolahan. Pemerintah Sleman telah melepas beberapa varietas salak ke pasaran, diantaranya salak pondoh tahun 1988, salak madu (Sk Mentan No : 122/Kpts/LB.240/2/2004 tanggal 27 Pebruari 2004), salak gading ayu (SK Mentan No :495/Kpts/TP.240/10/2000 tanggal 27 Oktober 2000), salak manggala (SK Mentan No : 123/Kpts/LB.240/2/2004 tanggal 27 Pebruari 2004) dan salak biasa ( belum / tidak dirilis). Dalam aspek budidaya, salak pondoh telah tersertifikasi Global GAP dengan Kementerian Pertanian; sertifikasi prima dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Sleman, Dinas Pertanian DIY dan BKPP DIY, sertifikasi IGI dengan Balai Bisnis Yogyakarta, Disperindagkop DIY serta sedang dilakukan sosialisasi sertifikasi organik internasional dengan FAO. Salak pondoh juga telah mendapatkan sertifikasi hak kekayaan intelektual (HKI). Permohonan paten ini disetujui oleh Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM setelah diproses sekitar setengah tahun. Sertifikat HKI diberikan kepada Komunitas Perlindungan Indikasi Geografis Salak Pondoh Sleman (KPIG -SPS), yang selama ini konsisten membudidayakan tanaman tersebut. Dengan sertifikat ini, maka apabila ada pihak memproduksi salak pondoh untuk kepentingan bisnis harus mendapat izin dari Pemkab Sleman. Selain itu, setiap produk olahan yang menggunakan label salak pondoh maka bahan baku salaknya harus membeli dari petani Sleman.
50
Dalam pengolahan hasil, salak pondoh dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam olahan diantaranya seperti keripik salak (kapasitas 1,5 kw/bln), suwar-suwir salak, wajik salak, dodol salak, jenang salak, sirup salak dan selai salak. Pengolahan hasil terbaru adalah pembuatan kurma salak yang merupakan kerjasama Pemda Sleman dengan BPTP DIY. Di tingkat masyarakat, sudah terdapat beberapa kelompok yang mengolah salak, antara lain KWT Tumpang makmur (Dukuh Wonokerto, Kec. Turi), KWT Mekar Arum (Balong, Donokerto, Kec. Turi), KWT Lestari (Tunggul Arum, Wonokerto, Kec. Turi), Gapoktan Wono Mulyo (Projayan, Wonokerto, Kec. Turi), KWT. Sri Rejeki (Kembang Arum, Donokerto, Kec. Turi), KWT. Sedyo Mulyo (Sedogan, Lumbungrejo, Kec. Tempel), KWT Ngudi Rejeki (Kopen, Lumbungrejo, Kec. Tempel), KWT. Makmur (Gambiran, Pakembinangun, Kec. Pakem), KWT. Tawangrejo Asri (Tawangrejo, Purwobinangun, Kec. Pakem), KWT. Kumpul Makmur (Jamblangan, Pakembinangun, Kec. Pakem). Untuk pemasaran, penjualan salak pondoh telah sampai ke luar negeri yang merupakan kerjasama ekspor dengan PT. Agung Mustika Selaras, Escorindo, Alamanda Sejati Utama. Sedangkan secara kelembagaan, telah terdapat Asosiasi Salak Prima Sembada dan Paguyuban Mitra Turindo yang membantu pemasaran salak pondoh. Upaya diversifikasi pasar juga sedang dilakukan untuk wilayah Eropa dan Amerika.
3. Kambing PE a) Gambaran umum Kambing etawa adalah kambing yang didatangkan dari India yang juga disebut kambing jamnapari. Tinggi kambing jantan berkisar antara 90 – 127 cm dan yang betina hanya mencapai 92 cm. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kg, sedangkan yang betina hanya mencapai 64 kg. Keturunan silangan (hibrida) kambing etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai kambing “peranakan etawa” atau “PE”. Kambing PE berukuran hampir sama dengan etawa namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia. Sentra pengembangan kambing PE di Kabupaten Sleman di Kecamatan Turi. Nilai ekonomi dari beternak kambing PE antara lain : a.
Penghasil susu, Di Indonesia susu kambing dikonsumsi sebagai obat alternatif bukan sebagai pelengkap gizi. Umumnya orang mengonsumsi susu kambing untuk membantu pengobatan penyakit asma, tuberkolosis (TBC), eksim, membantu penyehatan kulit, mencegah penuaan dini dan mencegah osteoporosis. Pada masa laktasi kambing PE mampu menghasilkan 0,8 – 2,5 l susu per hari. Produksi susu kambing PE relatif tinggi dan berlebih jika hanya untuk mencukupi kebutuhan
51
anak sehingga dapat dimanfaatkan untuk manusia. Kandungan gizi susu kambing yaitu protein 3,7 %, lemak 4,1 %, gula 4,6 % dan mineral 0,80 %. b.
Penghasil daging Pejantan kambing PE banyak digunakan untuk memperbaiki kualitas kambing pedaging local. Hasil persilangan menghasilkan kambing dengan sosok badan lebih besar layaknya kambing PE sehingga menghasilkan daging lebih banyak.
c.
Penghasil pupuk dan kulit Kotoran kambing PE dapat digunakan sebagai pupuk organik sedangkan kulitnya sebagai bahan kerajinan kulit.
d.
Sebagai sumber pendapatan Pembuatan kandang dan biaya perawatan relatif sama bila dibandingkan dengan biaya memelihara kambing lokal. Terdapat banyak sekali potensi yang terdapat di dalam usaha peternakan kambing PE. Setidaknya ada 3 target tujuan yang bisa ditempuh; tujuan jangka pendek/harian yakni berupa susu kambing, tujuan jangka menengah/bulanan berupa pupuk kambing, tujuan jangka panjang/tahunan berupa daging dan bibit kambing.
Bobot badan Kambing PE jantan dewasa antara 65 – 90 kg dan yang betina antara 45 – 70 kg. Produksi susu bisa mencapai 1 – 3 liter/hari. Kambing PE juga sangat prospektif untuk usaha pembibitan. Harga anak kambing PE bisa 3 – 5 kali lipat harga anak kambing lokal. Kambing PE beranak pertama kali pada umur 16 – 18 bulan dan dalam waktu 2 tahun bisa beranak 3 kali jika diusahakan secara intensif dengan hasil anak kembar 2 – 3 ekor/induk. Populasi kambing PE di Kabupaten Sleman ± 4.579 ekor yang tersebar di 11 kecamatan se Kabupaten Sleman, sedangkan produksi rata-rata 0,5 – 2 liter dengan Sistem pemeliharaan secara tradisional. Bibit Kambing PE diperoleh dari peternak di kelompok sekitar Kabupaten Sleman yang mempunyai kambing bibit yang baik atau didatangkan dari Purworwjo, secara umum cirri-ciri bibit kambing PE yang baik adalah sebagai berikut : 1. Bibit Kambing PE yang baik
Sehat, tidak cacat fisik dengan nafsu makan besar dan aktif
Bulu bersih dan mengkilat
Dada lebar dan dalam, kaki kurus dan kuat
Berasal dari keturunan kembardan induk tidak sedarah
52
2. Bibit Kambing PE jantan yang baik
Postur tubuh tinggi besar dan gagah
Kaki panjang dan tumit tinggi
Alat kelamin normal dan nafsu sex besar
3. Bibit Kambing PE betina yang baik Bersifat keibuan dan pandai mengasuh anak Alat kelamin normal Mempunyai ambing yang simetris, kenyal dan tidak ada bekas luka
b) Jumlah populasi kambing PE Populasi kambing PE di Kabupaten Sleman dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 mengalami peningkatan. Hal ini juga terjadi pada produksi susu yang terus meningkat dari tahun 2010-2012. Pusat pengembangan kambing PE ada di Kecamatan Turi. Perkembangan kambing PE di Turi didukung kemudahan memperoleh hijauan pakan. Jumlah produksi susu kambing PE di Sleman cukup tinggi. Selain itu, peternak dari wilayah lain banyak yang memasarkan susu ke wilayah Sleman. Produksi olahan susu bubuk kambing PE di Sleman mencapai 6 kuintal per hari. Populasi dan produksi susu kambing PE dapat dilihat pada tabel 7.8.
53
Tabel 7.8 Populasi dan Produksi Susu Kambing PE di Sleman per Kecamatan Tahun 2010-2013 No
Kecamatan
Populasi (ekor) 2010
2011
2012
Produksi Susu (liter/tahun) 2013
2010
2011
2012
2013 Bulan
Bulan Juni 1
Sleman
2
Mlati
3
Gamping
4
Godean
5
Moyudan
6
Minggir
7
Seyegan
8
Tempel
9
Turi
10
Pakem
11
Cangkringan
12
47
47
59
51
54
58
73
39
Juni 644
662
1.328
210
1.733 161
175
197
126
5.482
6.356
8.245
324
1.954
2.055
2.162
2.001
11.412
14.255
21.256
2.037
26
43
114
1.733
271
418
626
650
Ngemplak
24
22
22
25
2.817
3.009
3.960
540
13
Ngaglik
29
29
24
14
Depok
44
41
43
39
818
858
756
252
15
Kalasan
16
Berbah
17
Prambanan
84
Jumlah
400
157
125
165
163
118
203
1.298
180
2.496
2.595
2.859
5.994
21.562
25.761
37.469
4.593
c) Permasalahan 1. Pengembangan usaha sangat lambat (skala usaha relative kecil rata-rata 2-4 ekor induk 2. Kualitas ternak bibit yang menurun (banyak bibit yang baik dijual karena tergiur harga yang tinggi) sehingga perlu ada standardisasi bibit unggul kambing PE. 3. Rendahnya produktivitas susu karena kualitas ransum, bibit dan tatalaksana pemeliharaan yang belum optimal (tradisional)
54
4. Produksi susu mentah tidak mampu mencukupi kebutuhan bahan baku untuk olahan susu 5. Manajemen dan teknologi yang diterapkan masih tradisional 6. Tingkat kreativitas dan inovasi peternakan masih rendah 7. Modal terbatas 8. SDM peternak banyak yang telah berusia lanjut 9. Lahan sebagai penyedia pakan masih terbatas sehingga pakan mengambil dari Jawa Tengah
d) Upaya yang sudah dilakukan Jumlah kelompok kambing PE di wilayah Sleman sudah cukup banyak dan tersebar hampir di seluruh kecamatan. Kelompok pembudidaya kambing PE paling banyak terdapat di Kecamatan Turi.
Tabel 7.9 Daftar Nama Kelompok Budidaya Kambing PE di Sleman No
Kecamatan
Alamat
1
Tempel
Septi, Jlegongan
2
Ngaglik
Klmp Turen, Sardonoharjo
3
Kalasan
Wantono, Bromonilan, Purwomartani
4
Seyegan
Adijaya, Barak Bram, Somokaton
5
Ngemplak
Bukori, Balong, Bimomartani Nardi, Balong, Bimomartani Nurahmadi, Balong, Bimomartani Sugiatno, Balong, Bimomartani Harsono, Balong, Bimomartani Edi, Wedomartani
6
Depok
Bumiku Hijau, Gandok, Condongcatur
Turi
Nganggring, Girikerto Kemirikebo, Girikerto Sukorejo, Girikerto
7
Babadan, Girikerto Pelem Jineman, Girikerto
55
Surodadi, Girikerto Gangggong, Bangunkerto 8
Sleman
Subali, Sanggrahan, Caturharjo Tugiyo, Majegan, Pandowoharjo
9
Gamping
Suratiman, Banyumeneng Sungkono, Nyamplung Budiono, Mejing Lor Budi, Mejing kidul Sarjono, Kronggahan Mintarmidzi Kronggahan
Susu kambing PE yang sudah diolah dan dilakukan oleh peternak/warga di Sleman meliputi susu bubuk, krupuk susu, dan dodol susu. Susu kambing dikombinasi dengan sejumlah hasil komoditi pertanian lainnya seperti pepaya, lidah buaya coklat, kopi, sereh, mengkudu dapat dijadikan berbagai produk kecantikan berupa sabun, susu padat dan cair, lulur dan handbody lotion berbahan dasar susu kambing. (belum dilakukan di Sleman). Kotoran dan urine kambing diolah menjadi pupuk organik dan biourine. (sebagian peternak Sleman sudah melakukan) salaha satunya kelompok Barak dengan LSM yakni pengolahan kompos urine. Olahan pupuk ini sangat diperlukan petani komoditas lain mengingat isu terkini adalah pertanian organik. Mengolah sisa pakan kambing menjadi formalin nabati atau Pyrolisa. (belum dilakukan di Sleman). Untuk memperoleh kambing PE kualitas unggulan, maka BPTP melakukan kerjasama tentang teknologi pengolahan susu, penerapan teknologi budidaya. Selain itu masih terdapat beberapa kegiatan antara lain kelompok Sukorejo bekerjasama dengan Fakultas Peternakan UGM dalam kegiatan recording, kelompok Nganggring bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan UGM melalui KKN dalam rangka pengembangan Desa Agrowisata. Dalam rangka penguatan modal maka ada bantuan dari Bank Pembangunan Daerah pada tahun 2012 sedangkan upaya pemasaran sampai ke luar negeri yakni Marlin Brother yang melakukan ekspor kambing ke Malaysia
56
4
Bambu (Bambusa sp)
a) Gambaran umum Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 species bambu. Di Indonesia ada 10 genus bambu, antara lain Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan Thyrsostachys. Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang yang tumbuh secara bertahap. Tanaman bambu mempunyai dua tipe pertumbuhan rumpun, yaitu simpodial (clump type) dan monopodial (running type). Pada tipe simpodial tunas baru keluar dari ujung rimpang. Sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul dan tumbuh membentuk rumpun. Bambu tipe simpodial tersebar di daerah tropik, seperti yang terdapat di Indonesia dan Malaysia sedangkan monopodial bisanya ditemukan di daerah sub tropis seperti di Jepang, Cina dan Korea. Bambu adalah tanaman sumber penghasil kayu dari hutan tropis. Bambu sudah dapat dipanen pada umur 3 – 5 tahun dan produksi biomassa sangat cepat dapat mencapai 20 – 30 ton per hektar per tahun. Penggunaan bambu untuk industri atau kerajinan dewasa ini semakin meningkat. Dengan demikian kebutuhan akan bambu juga semakin banyak. Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak hanya dapat sepenuhnya bergantung pada yang telah ada sekarang. Untuk itu
tanaman
bambu
perlu
dibudidayakan
secara
intensif,
yakni
dengan
cara
mengebunkannya, agar dapat menjamin ketersediaan bahan baku dan kontinuitas produksi. Beberapa jenis bambu memiliki keunggulan atau manfaat spesifik dengan harga yang jauh lebih tinggi antara lain bambu kuning, bambu gading, bambu cendani, bamboo cina dan bambu kepel. Pengembangan jenis-jenis tertentu tanaman bamboo dengan lokasi spesifik akan memudahkan
dalam
pengembangan
industri
kreatif
berbasis
bamboo
atau
pengembangannya menjadi kawasan “bambupolitan”.Adanya arboretum di Sleman dapat menjadi pusat pengembangan plasma nutfah bambu yang sekaligus mendukung gagasan “jogja seed center”. Arboretum menghasilkan bibit bamboo langka dan khusus untuk dikembangkan oleh kelompok tani,kelompok konservasi maupun industry pengolahan bambu.
57
Tanaman bambu dapat dimanfaatkan baik secara keseluruhan habitusnya atau per bagian-bagiannya seperti akar, tunas/rebung, batang, ranting maupun daunnya. 1. Bambu sebagai konservasi lahan Bambu mampu menyerap CO2 35% lebih baik dari tumbuhan lain, serta mampu menghasilkan O2 35% lebih baik dari tumbuhan lain. Sistem perakaran serabut mampu mencegah erosi, tanah longsor, menangkap 90% air hujan, rumpun bambu mencegah polusi suara, daun-daunnya dapat untuk pakan ternak dan menyuburkan tanah. 2. Bambu sebagai komoditas untuk perumahan, aneka konstruksi bangunan, kerajinan dan mebel. Kekuatan tensil/kekuatan tarik bamboo hingga 28.000 per inci, lebih kuat dari baja. Hal ini menjadikan bambu sangat cocok untuk berbagai konstruksi bangunan rumah tahan gempa maupun sebagai tulang beton alami dalam konstruksi jembatan dibuat aneka kerjinan dan mebel. Kondisi wilayah Sleman sangat cocok untuk wilayah budidaya bambu dengan ketersediaan lahan yang cukup luas untuk budidaya bambu. Wilayah Sleman juga didukung oleh wilayah sekitar seperti Kabupaten Kulon Progo, Bantul Purworejo dan Magelang yang juga merupakan penyuplai bahan baku bagi industri kerajinan bambu Sleman. Secara kelembagaan pendukung, sudah terdapat dukungan dari beberapa pihak penggiat bambu seperti LSM, APIKRI, UPT Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kehutanan. Untuk lembaga pengolahan sudah terdapat kegiatan asistensi dan pendampingan
Industri
Kecil
Menengah
(IKM)
bambu.
Keunggulan
lain
dari
pengembangan bambu adalah akses yang mudah dijangkau sampai ke lokasi sentra maelalui transportasi darat.
b)
Luas lahan dan Produksi Potensi bambu di Kabupaten Sleman saat ini adalah 94,8 ha yang mencapai
485.266 batang. Wilayah budidaya bambu di Sleman terdapat di Kecamatan Pakem, Ngemplak, Turi, Mingir, dan Cangkringan. Jenis bambu yang dibudidayakan di Sleman antara lain apus, wulung, legi, petung, ori dan tutul.
58
Tabel 7.10 Populasi dan Produksi Bambu di Kabupaten Sleman Tahun 2012 No
Kecamatan
Luas
Populasi
Produksi
(Ha)
(rumpun)
(btg)
Ket
1
Pakem
50
1525
181200
Komposisi :
2
Berbah
25
1160
61250
Petung : 20 %
3
Gamping
15
960
29150
Apus : 35 %
4
Cangkringan
70
1000
133550
Ampel : 30 %
5
Prambanan
30
1250
35250
Wulung : 5 %
6
Turi
40
1080
78750
Trutul, cendani,
7
Minggir
30
1160
35150
dan kuning : 15%
8
Moyudan
35
1220
33100
9
Seyegan
25
1675
26150
10
Tempel
35
1270
15150
11
Godean
25
1520
19500
12
Kalasan
30
1600
16750
13
Ngaglik
25
1215
14725
14
Ngemplak
33
1640
11200
15
Depok
10
400
5120
16
Sleman
25
830
12950
17
Mlati
25
1570
24600
Jumlah
528
21075
733545
Komoditas bambu merupakan komoditas potensial dikembangkan di Sleman dimana
pengembangan
Pembangunan
komoditas
Nasional.BAPPENAS,
ini
selaras
Kementerian
dengan
kebijakan
Perindustrian
dan
Kementerian Kementeria
Kehutanan dimana bambu akan dikelola dari aspek hulu sampai hilir. Dengan manfaat yang cukup banyak, pengembangan bambu terus ditingkatkan Kabupaten Sleman di beberapa lokasi (tabel 7.11).
59
Tabel 7.11 Rencana Pengembangan Bambu di Kabupaten Sleman No
Lokasi
Luas (Ha)
1
Kisik, Jombor, Sendangagung, Minggir
30
Lahan masyarakat
2
Turgo dan Kemiri, Purwobinangun, Pakem
20
Lahan masyarakat
3
Blok Konteng, Hargobinangun, Pakem
10
Kas desa
4
Sejati Dukuh/Pasar, Sumberarum, Moyudan
10
Lahan masyarakat
5
Kec. Cangkringan (Wukirharjo, Kepuharjo, Glagaharjo, Wukirsari)
80
Lahan masyarakat dan TKD
6
Tunggularum, Wonokerto, Turi
20
Lahan SG
7
Ngandong/Kemirikebo, Girikerto, Turi
20
Lahan masyarakat
8
Brajan, Sendangagung, Minggir
20
Lahan masyarakat
9
Bokoharjo
3
Lahan SG
20
Lahan masyarakat
10
Lahan masyarakat
10
11
Maju
Makmur,
Kopeng,
Kepuharjo,
Cangkringan Sumber Rejeki, kalitengah kidul, Glagaharjo, Cangkringan Jumlah
c)
Status Lahan
243
Permasalahan Permasalahan yang dihadapai dalam pengembangan bambu di Sleman yakni : 1) Kurangnya rumpun bambu dengan kualitas yang bagus dan lestari 2) Belum adanya data tentang indikasi lahan yang akan dikembangkan untuk perluasan bambu 3) Produktivitas pasokan bahan baku yang masih kurang Hal ini menyebabkan kontinuitas suplai bambu dari pedagang/pengepul bambu ke pengrajin membutuhkani waktu tunggu cukup lama yakni bambu dapat diterima pemesan/pengrajin 1 s/d 3 minggu.dari sejak pemesanan. 4) Kualitas produk yang kurang berdaya saing Hal ini banyak dialami pengrajin dimana kualitas bambu yang tidak sesuai dengan harapan, misalnya berkaitan dengan panjang, kelurusan, diameter dan bambu pecah. Selain itu apabila di pihak pengrajin menerima rombakan bambu dari pengepul, rata-rata kerusakan bambu sampai 16%. 5) Lemahnya kelembagaan masyarakat pengelola
60
Kebutuhan bambu bagi pengrajin di Sleman rata-rata 10,223 btg/bln, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 7.12 Kebutuhan, Harga, Jenis dan Asal Bahan Baku Kerajinan Bambu di Sleman
No 1
Jenis
Kebutuhan
Produksi
Bambu ±
Mebel Bambu
2
Gazebo
3
Gedek
4
Produk bambu lainnya Jumlah
d)
6,656
btg
± Harga (Rp)
Jenis
Asal Bahan
Bambu
Baku
99,840,000 Wulung, Tutul,
Kulon Progo,
Magelang, dan
600
btg
12,000,000 Apus,
2,117
btg
31,752,000
850
btg
11,250,000
10,223
btg
154,842,000
Petung
Klaten,
Purworejo
Upaya yang sudah dilakukan Dalam aktivitas budidaya, sudah tersedia fasilitas pengembangan budidaya
bambu seluas 100 ha. Secara kelembagaan, terdapat fasilitas forum, semiloka, talkshow, dialog multipihak, workshop untuk sosialisasi dan memperkuat eksistensi bambu serta fasilitas para pihak untuk membangun Gerakan Kebangkitan Bambu di DIY dengan terbentuknya GKBI. Bambu ditetapkan sebagai HHBK unggulan Kabupaten Sleman melalui SK Bupati dimana kebijakan tersebut masih dalam proses di Bagian Hukum Setda Kabupateb Sleman. Untuk pendanaan, melalui RKA Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan TA. 2014 telah dialokasikan anggaran untuk inventarisasi dan pengembangan kelembagaan bambu sebesar Rp. 119 juta dan anggaran untuk pengembangan hutan rakyat bambu sebanyak 15.000 batang sebesar Rp. 212 juta. Upaya yang lain yakni melalui BPDAS SOP pada TA. 2013 di Kabupaten Sleman akan dilaksanakan kegiatan pengembangan hutan rakyat bambu seluas 30 ha dengan anggaran Rp. 130 juta. Pengolahan hasil bambu di Sleman sudah sangat maju apabila dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya. Sudah ada beberapa IKM yang eksis di wilayah Sleman seperti Dusun Sendari (Tirtoadi, Kec. Mlati), Sumberagung (Kec. Minggir), Malangan (Kec. Moyudan) dan Margoagung (Kec. Seyegan). Jenis produksi dari bahan
61
baku bambu adalah sebagai berikut gazebo, mebel bamboo, lincak, kerei, gedek, keranjang, kap lampu, pithi, besek, tudung saji, tempat tisu, slintru, dll Tabel 7.13 Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Sleman No
Sentra
UU
TK
1
IK kerajinan bambu sumberagung
205
313
2
IK bambu Sumberarum Moyudan
41
64
3
IK anyaman bambu Nambongan Tlogoadi Mlati
124
248
4
IK kerajinan bambu Sendangtirto
16
35
5
IK kerajinan bambu Margomulyo
421
885
6
IK Kerajinan bambu Sendangmulyo Minggir
590
1,175
7
IK kerajinan bambu Sendangagung Minggir
146
346
8
IK kerajinan bambu Sendangarum
73
147
9
IK kerajinan bambu Sendangsari
47
97
10
IK Mebel bambu Sendari
20
111
Jumlah
1,683
3,421
Upaya pemasaran dilakukan melalui pameran hasil kerajinan bambu dan penyebarluasan informasi melalui media cetak dan website. Wilayah pemasaran sudah terbentuk dari pasar lokal maupun internaional dengan omzet yang cukup besar. Misalnya Dusun Sendari memiliki omzet penjualan Rp 50-75 juta per bulan hanya untuk pasar lokal dan Moyudan mencapai Rp 80-120 juta per bulan. Pemasaran produk dari dusun Sendari ini tidak hanya di dalam negeri saja, melainkan sudah menembus pasar ekspor. Kerajinan tersebut sudah banyak dikenal ke mancanegara,beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor produk dari tempat ini adalah Belanda, Amerika, Arab Saudi, Italia, Perancis, dan Jepang. Bahkan prosentase penjualan produk kerajinan tersebut lebih banyak ke luar negeri dibanding dalam negeri dengan perbandingan 90 % ke luar negeri dan 10% ke dalam negeri.
62
Setelah melakukan identifikasi potensi daerah Kabupaten Sleman dilanjutkan dengan fokus kegiatan antara lain dengan tema : 1
Pengembangan teknologi padi
2
Pengembangan industri berbahan baku salak pondoh
3
Pengembangan teknologi kambing PE
4
Pengembangan industri berbahan baku bambu
Strategi
dan
kebijakan
penguatan
SIDa
pertanian
berdasar
komoditas
unggulan/strategis meliputi : A. PADI 1
Strategi Arah kebijakan pertanian padi di Sleman diarahkan pada pengembangan
pertanian berkelanjutan dengan memaksimalkan penggunaan bahan organik serta berbasis pada peran aktif kelompok dalam pemecahan masalah. Untuk pengembangan padi diperlukan upaya perbaikan budidaya tanaman padi dalam rangka peningkatan produktivitas dan mutu hasil. Untuk harga, diperlukan kebijakan penjaminan harga panen dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani. 2
Kebijakan penguatan SIDa komoditas padi Dalam rangka pengembangan SIDa untuk klaster padi, maka Sleman perlu
melakukan beberapa program, diantaranya : a
Kebijakan anti konversi lahan atau kebijakan lahan abadi Laju konversi lahan di Sleman masih cukup tinggi karena kebutuhan perumahan di Sleman yang mulai naik. Secara umum, terdapat 16 Peraturan Pemerintah/Inpres/Kepres/Kemen yang mengatur atau mengurangi laju konversi lahan. Namun belum ada yang efektif. Penurunan luas lahan sawah menyebabkan penurunan produksi. Hal ini perlu segera diatasi dengan insentif untuk mencegah fragmentasi lahan yakni dengan pembebasan/pengurangan besaran nominal pajak lahan sawah.
b
Insentif untuk generasi muda/karang taruna dalam pertanian Upaya ini dilakukan dalam rangka mendorong peran serta generasi muda dalam pertanian sehingga regenaris pertanian dapat terus berjalan. Salah satu contoh insentif adalah dengan memberikan pinjaman tanah bengkok desa untuk kegiatan pertanian generasi muda
63
c
Mempersiapkan sarana prasarana untuk menunjang produksi, panen dan pasca panen Sarana prasarana penunjang produksi yang diperlukan untuk komoditas padi antara lain : 1) Budidaya a) bibit bersertifikat varietas unggul atau padi lokal b) saprodi (pupuk organik dan peralatan produksi) c) peralatan budidaya (hand tractor dll) d) penunjang, terutama perbaikan saluran irigasi sekunder dan tersier 2) Panen a) peralatan panen (tracer, dll) 3) Pasca panen a) lumbung pangan atau gudang penyimpanan 4) Regulasi peningkatan produksi (terkait sarana popduksi, bantuan SKPD teknis)
d
Penyuluhan dan pelatihan kelompok tani Materi kegiatan penyuluhan dan pelatihan tidak hanya berfokus pada aspek teknis budidaya namun harus mendorong kelompok tani memiliki manajemen kelembagaan yang kuat serta mampu mengelola pascapanen dan pemasaran. Pada jangka panjang, akan terbentuk jejaring antar kelompok tani yang dapat saling bertukar informasi dan inovasi sehingga dapat membantu perkembangan kelompok.
e
Pelatihan SDM penyuluh pertanian Peningkatan pengetahuan dan keterampilan penyuluhan perlu terus dilakukan karena penyuluha merupakan salah satu mediator penyampai inovasi terbaru kepada petani.
f
Penguatan permodalan Permodalan merupakan masalah utama dalam pengembangan pertanian karena akses sektor pertanian terhadap perbankan masih sulit. Untuk itu, Pemkab Sleman selain memberikan bantuan modal kepada petani juga memacu munculnya lembaga keuangan mikro penunjang pertanian ataupun koperasi pertanian,
64
g Jaminan harga Pemkab
Sleman
perlu
mengembangkan
koperasi
sebagai
solusi
kelembagaan yang mampu mengendalikan mata rantai perdagangan padi sehingga petani memperoleh harga yang layak. Hal ini perlu disusun dalam suatu Perda yang merupakan insentif pengembangan koperasi. h
Perbaikan informasi pasar Hal ini perlu dilakukan agar petani dapat memperoleh harga yang layak. Peran terminal agribisnis di Tempel perlu ditingkatkan agar memberikan informasi pasar dan mempromosikan hasil pertanian Kabupaten Sleman.
Gambar 7.2 Klaster Padi
B Salak pondoh 1
Strategi Pengembangan salak pondoh di Sleman sudah sangat baik, namun memerlukan
beberapa langkah perbaikan, baik dalam budidaya, perbaikan kelembagaan dan sarana prasarana, aturan sertifikasi kebun-organik serta peningkatan ekspor.
65
2
Kebijakan penguatan SIDa komoditas salak pondoh a
Pengembangan Kawasan 1) Penetapan daerah sentra, diantaranya salak pondoh di Kecamatan Tempel, Turi dan Pakem; salak madu di Wonokerto (Kecamatan Turi) dan Merdikorejo (Kecamatan Tempel); salak gading ayu di Donokerto (Kecamatan Turi); salak manggala di Kecamatan Turi dan Tempel serta salak lokal tersebar di daerah sentra dan dipelihara sebagai keragaman varietas 2) Penyusunan profil dan peta kawasan
b
Penataan Manajemen Rantai Pasok 1) Penyusunan rencana rantai pasokan khususnya untuk pasar ekspor melalui Asosiasi Salak Prima Sembada dan Paguyuban Petani Mitra Turindo 2) Sosialisasi dan penerapan GAP,GHP dan GMP
c
Penerapan GAP/SOP 1) Sosialisasi dan bimbingan penerapan SOP (salak pondoh dan salak madu) 2) Registrasi kebun (salak pondoh) 3) Sertifikasi diantaranya sertifikasi prima 3 dan sertifikasi organik
d
Fasilitasi Sarana Prasarana 1) Upaya kerjasama penyedia pupuk organik 2) Infrastruktur irigasi, jalan, grading and packaging house, STA, pasar 3) Permodalan 4) Fasilitasi alat pengolah hasil 5) Gudang penyimpanan salak skala besar
e
Pengembangan kelembagaan usaha 1) Penumbuhan dan penguatan kelompok tani 2) Pelatihan/SL, pertemuan rutin bulanan, pertemuan 3 bulanan 3) Pengembangan integrasi dengan peternakan sebagai penyuplai pupuk organik sekaligus menambah kesejahteraan petani 4) Penguatan asosiasi petani dengan temu usaha, pelatihan, pameran, pasar lelang dan pertemuan rutin
f
Peningkatan ekspor 1) Peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sesuai dengan pasar ekspor 2) Fasilitasi notifikasi ekspor 3) Fasilitasi pertemuan dengan eksportir 4) Fasilitasi packing house beserta peralatannya
66
C. Kambing PE 1. Strategi Strategi penguatan inovasi pengembangan kambing PE menyangkut semua aspek, baik dari teknis budidaya, perbaikan kualitas bibit, penguatan kelembagaan – permodalan dan sarana prasarana serta peningkatan upaya pengolahan hasil dan pemasaran 2. Kebijakan penguatan SIDa komoditas kambing PE a. Perbaikan teknis budidaya Cara budidaya yang baik akan meningkatkan produktivitas susu dan jumlah peranakan kambing PE. Menurut IPTEKDA LIPI, standar beternak kambing PE adalah 1) Pembuatan kandang Kandang yang sesuai untuk melakukan pemeliharaan kambing secara intensif sebaiknya dibuat menggunakan Sistem panggung dengan luas kandang yang ideal untuk seekor kambing adalah 1 m2. Kandang perlu diberi atap dan tutup samping agar kambing tidak dapat bebas berkeliaran. Setelah kandang selesai dibuat,
langkah
selanjutnya
yaitu
mensterilkannya
agar
bebas
kuman.
2) Pengadaan kambing Kambing yang akan dibudidayakan sebaiknya didatangkan dari peternakan yang sudah terpantau kesehatannya dan berkualitas baik. Pemilihan kambing dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut. a. Tidak terserang penyakit dan tidak cacat tubuh b. Berumur antara 1,5-2 tahun c. Memiliki garis punggung lurus d. Tumitnya tinggi e. Tubuhnya berpenampilan gagah dan lincah. Kambing kemudian diberikan vitamin selama 2 minggu untuk menghilangkan stres yang dialami selama dalam perjalanan. 3) Pemberian pakan Pakan yang diberikan dapat terdiri dari konsentrat dan dedak dengan perbandingan 1: 3 atau penggabungan beberapa bahan pakan dengan perbandingan dedak sebanyak 50%, bungkil kelapa 25%, tepung jagung 15%, bungkil kacang tanah 8%, garam dapur 1%, tepung tulang 0,5% dan kapur 0,5%
67
Sebagai pakan tambahan kepada kambing dapat diberikan rumput, seperti: rumput gajah, rumput setaria, rumput benggala, rumput raja dan rumput alam dan dedaunan, seperti daun lamtoro, daun turi, daun gamal, daun kacang dan daun kaliandra. Pakan tambahan itu dapat diberikan sebanyak 15 - 20% dari berat badan kambing. Untuk memacu pertumbuhan berat badan, dapat diberikan growth stimulant (GS) berupa Bio-N-Plus. Bahan ini mengandung premix vitamin dan premix mineral yang merupakan campuran dari berbagai vitamin dan mineral mikro yang digunakan dalam ransum pakan (sebesar 0,5%). 4) Pembuatan meter lingkar dada Meter lingkar dada dibuat untuk mengetahui berat badan kambing yang memakai rumus (X + 22) kuadrat/100. Sebagai contoh lingkar dada seekor kambing 40 cm = X, maka berat badan kambing tersebut adalah (40+22) kuadrat dibagi 100 sama dengan 38,44 kg.
Penguatan kelembagaan dan permodalan kelompok Kelembagaan manajemen
peternak
kelompok
kebanyakan
serta
adminisrasi.
masih
lemah
Pemerintah
dalam daerah
pengelolaan perlu
terus
mengupayakan penyuluhan dan pendampingan dalam rangka mendorong kelompok lebih maju. Permodalan kelompok juga perlu diteruskan melalui dana bergulir ataupun melalui sumber dana pemerintah pusat. c
Peningkatan sarana prasarana Sarana prasaran kepemilikan kelompok ternak masih sangat sedikit, baik iut sarana budidaya maupun pengolahan serta pemasaran. Untuk itu, diperlukan kebijakan agar dapat dilakukan penyediaan kandang kelompok ataupun pasar hewan sehingga kegiatan pengembangan kambing PE dapat tetap eksis.
d
Pelatihan dan pendampingan pengolahan hasil Pengolahan hasil susu kambing PE masih perlu terus ditingkatkan mengingat Sleman sebagai sentra pengembangan kambing PE nasional. Olahan produk akan meningkatkan nilai jual serta dapat mendorong peningkatan kesejahteraan peternak.
68
e Peningkatan akselerasi pemasaran produk Kebijakan penunjang pemasaran dilakukan untuk mengakselerasi penjualan produk. Penjualan produk olahan kambing PE selama ini masih lambat bahkan cenderung stagnan. Pemerintah daerah dapat membuat stan atau toko penjualan produk di wilayah-wilayah strategis serta mengikuti berbagai pameran.
Gambar 7.3 Klaster Kambing PE
69
f
Sertifikasi bibit ternak Menteri Pertanian menetapkan Lembaga Sertifikasi Produk Benih dan Bibit Ternak
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
75/Permentan/OT.140/11/2011 tanggal 30 November 2011, tentang Lembaga Sertifikasi Produk Bidang Pertanian yang berkedudukan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menjaga kualitas bibit ternak perlu terus dilakukan untuk menunjang kelangsungan peternak kambing PE di Sleman agar dapat memiliki ternak yang unggul sehingga dapat berpenghasilan yang lebih baik lagi (meningkat). Berikut tahapan-tahapan untuk memperoleh sertifikat Lembaga Sertifikasi Produk: 1.
Pihak swasta/pemerintah mengajukan permohonan ke LSPro
2.
LSPro melakukan audit kelengkapan dan kebenaran dokumen
3.
Perbaikan dan pelengkapan dokumen oleh pemohon (kalau ada)
4.
Pelaksanaan audit kecukupan oleh Auditor Eksternal
5.
Perbaikan dokumen kecukupan oleh pemohon (kalau ada)
6.
Pelaksanaan audit kesesuaian oleh Auditor Ekternal
7.
Perbaikan (apabila tidak sesuai) oleh pemohon
8.
Hasil audit dibahas dalam rapat Komisi Teknis
9.
Pengeluaran Rekomendasi oleh Komisi Teknis
10.
Apabila rekomendasi tidak memenuhi syarat akan dikembalikan ke pemohon untuk dilakukan perbaikan
11.
Apabila memenuhi syarat maka rekomendasi akan segera ditindaklanjuti oleh LSPro untuk diterbitkan sertifikat
12.
g
Sertifikat diserahkan ke pemohon
Penyediaan lahan pakan ternak Pemerintah Kabupaten Sleman perlu menyusun regulasi dimana per desa perlu menyediakan lahan pakan bagi peternak. Kebutuhan pakan ternak di Sleman cukup tinggi.
h
Integrasi dengan usaha perkebunan sebagai penyuplai bahan pakan sekaligus upaya meningkatkan kesejahteraan petani
70
D Bambu 1
Strategi Jaminan kesinambungan kuantitas dan kualitas produksi perlu terus dilakukan. Hal ini
sebaiknya disusun dalam suatu aturan tentang pemanfaatan lahan yang telah ada. Peningkatan kualitas dan diversifikasi produk olahan bambu sesuai dengan kebutuhan pasar. 2
Kebijakan penguatan SIDa komoditas bambu Upaya yang diperlukan dalam pengembangan bambu antara lain : a
Sosisalisasi pengembangan dan perluasan sentra dan klaster bambu baik di tingkat stakeholder provinsi maupun kabupaten serta di tingkat masyarakat dengan harapan meningkatkan luasan budidaya bambu sampai minimal 200 ha serta tersedia minimal 2 lokasi pilot project sentra dan klaster bambu. Kawasan budidaya ini perlu regulasi dimana lokasi penanaman tidak hanya di wilayah pinggiran sungai tetapi di lokasi lahan marjinal ataupun lahan produktif.
b Dialog dengan multipihak dalam rangka pemantapan pengembangan sentra bambu, serta kelembagaan taskforce/gugus kerja yang disusun secara berjenjang mulai pada level lokal, provinsi maupun nasional dan bertugas untuk mengawal penngembangan bambu, c
Penguatan
kelembagaan
kelompok
pengelola
bambu
ditinjau
dari
manajemen organisasi dan manajemen bisnis. Paket penguatan kelembagaan kelompok adalah fasilitasi untuk pelaksanaan perencanan partisipatif dengan prinsip PRA (participatory Rural Appraisal) dengan bentuk kegiatan P3D (Pengkajian Partisipatif Penghijauan Desa). Masyarakat akn lebih mandiri dan independen mengembangkan prakarsa untuk merencanakan kegiatan usahataninya. d Penguatan modal kelompok tani Penguatan
modal
dilakukan
agar
kelompok
tani
mampu
meningkatkan
produktivitas. Penguatan permodalan dapat dilakukan dengan berbagai program bidang kehutanan, diantaranya penguatan modal kehutanan dan perkebunan yang mulai digulirkan tahun 2002, bantuan sosial, kredit ketahanan pangan dan energi, kredit usaha mikro serta dana guliran program akselerasi peningkatan produksi dan produktivitas tebu (PMUK)
71
e
Penguatan kemampuan penyuluh Kemampuan penyuluh terus diupayakan untuk ditingkatkan agar dapat melayani secara baik. Upaya untuk pengembangan kemampuan dilakukan dengan mengirimkan penyuluh untuk mengikuti pelatihan teknis, disukusi, seminar workshop yang diselenggarakan lembaga penelitian bidang kehutanan.
f
Sentuhan riset dan teknologi untuk memingkatkan efisiensi, inovasi dan daya saing produk
g Penyusunan rencana sentra bambu yang dilengkapi dengan fasilitas updating data potensi bambu, penanaman budidaya bambu, pemantapan dan revitalisasi kelembagaan masyarakat pengelola industri kecil menengah dan training center untuk peningkatan kapasitas dan replikasi h Pengembangan bisnis center dengan diperkuat kemitraan yang berbasis jejaring yang teratur antara kelompk masyarakat, investor, industriawan, BUMN, sumber IPTEK unggulan dan fasilitator; dan didukung pemanfaatan teknologi budidaya dan berdaya saing tinggi serta permodalan dan pemasaran yang kuat. i
Dukungan kebijakan dalam
pengembangan bambu
yang jelas untuk
keseimbangan hulu dan hilir.
72
BAB VIII RENCANA AKSI PENGUATAN SIDa Rencana aksi SIDa langkah pertama yang perlu dilakukan adalah penguatan organisasi SIDa (pembentukan sekretariat SIDa dan dukungan pembiayaan). Organisasi SIDa ini perlu segera dibentuk dalam rangka mengurusi berbagai potensi inovasi Sleman serta berbagai permasalahan terkait SIDa Sleman. Organisasi ini bertugas menyusun dokumen Roadmap penguatan SIDa, mengintegrasikan program SIDa dalam dokumen rencana strategis kementerian dan lembaga, melakukan sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi
SIDa,
melakukan
penataan
unsur
SIDa
secara
nasional,
melakukan
pengembangan SIDa secara nasional, mempersiapkan rumusan kebijakan penguatan SIDa, mengordinasikan penyusunan program dan kegiatan penguatan SIDa secara nasional, melakukan monitoring dan evaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan penguatan SIDa. Sistem pendanaan SIDa ini juga perlu segera diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sehingga berbagai upaya pengembangan dapat segera berjalan. Selain itu, perlu diupayakan pembiayaan dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Rencana kedua adalah sosialisasi dan promosi SIDa. Hal ini perlu dilakukan dari tingkat instansi pemerintah, lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, LSM serta masyarakat dan pihak terkait lainnya. Sosialisasi menyangkut berbagai hal mengenai SIDa serta upaya yang akan dilakukan pemerintah kabupaten sehingga tiap pihak akan mampu mengetahui peran serta dan tanggung jawab serta terpacu untuk mensuskseskan inovasi di Sleman. Pengembangan
kebijakan
serta
berbagai
upaya
pengembangan
inovasi
komoditas sebagai berikut :
73
A. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI PADI KETERANGAN PROGRAM
A
B
C
KEGIATAN Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian
Perlindungan kawasan
Insentif untuk generasi muda/karang taruna dalam pertanian
Penyuluhan kewirausahaan agribisnis (on farm dan off faram) untuk karang taruna Penghargaan bagi kaum muda tani
JANGKA PENDEK (2014)
JANGKA MENENGAH (2014-2018) X
X
X
X
X
X
X
Sudah masuk RTRW (selama 20 tahun seluas 21.000 hektar akan dipertahankan tetapi belum ada PERDA turunan dari UU 41 Tahun 2009) dilaksanakan dengan insentif penguruangan pajak
JANGKA OUTPUT INSTITUSI PANJANG (2014-2034) X Kebijakan lahan 1. DPPD pertanian 2. Dinas P2K berkelanjutan 3. BAPPEDA 4. BPN 5. Dinas SDAEM 6. Dinas PUP 7. DIPENDA, 8. Bagian TAPEM
Peningkatan jumlah wirausaha muda dalam agribisnis padi Tumbuhnya budaya inovasi tingkat masyarakat
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5.
Dinas P2K Dinas Perindagkop Dinas Budpar Dinas.Nakersos Badan KBPMPP Dinas P2K Dinas Perindagkop Dinas Budpar Dinas Nakersos Badan KBPMPP
Mempersiapkan sarana prasarana untuk menunjang produksi, panen dan pasca panen
74
1) Pra budidaya
2) Budidaya
3) Panen
4) pasca panen
Fasilitasi jaringan irigasi, jalan usaha tani, dll
Sudah dilaksanakan
X
X
X
bibit bersertifikat varietas unggul atau padi lokal
Sudah dilaksanakan
X
X
X
Fasilitasi (pupuk peralatan
saprodi dan produksi)
Sudah dilaksanakan
X
X
peralatan (alsintan)
budidaya
Sudah dilaksanakan
X
X
X
Pelestarian plasma nutfah (padi lokal)
X
X
X
peralatan panen (tracer, dll) lumbung pangan atau gudang penyimpanan
X X
Tersedianya 1. Kementan jaringan irigasi, 2. Dias P2K JUT 3. SDAEM 4. Dinas PUP Penggunaan 1. Kementan bibit unggul atau 2. Kemenristek varietas lokal 3. BATAN 4. BPTP 5. Dinas P2K 6. BPSB 7. PT Tersedianya 1. Kementan pupuk di tingkat 2. Dinas P2K petani Tersedianya peralatan budidaya Tersedianya plasma nutfah padi lokal
1. Kementan 2. Dinas P2K
1. 2. 3. 4. 5. Tersedianya 1. peralatan panen 2. Tersedianya 1. lumbung 2. pangan atau gudang penyimpanan
Kementan BATAN BPTP Dinas P2K. PT Kementan Dinas P2K Kementan Dinas P2K
75
D Peningkatan produksi
E
F
Peningkatan kesuburan lahan pertanian
X
X
X
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Sekolah lapang
X
X
X
X
X
Pelatihan pembuatan pupuk organik
X
X
Pelatihan penangkaran benih
X
X
X
Penguatan manajemen kelompok
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Dinas P2K Dinas SDAEM KLH PT Dinas P2K BPTP PT
2. 3.
Dinas P2K BPTP PT Dinas P2K BPTP PT
1. 2. 3. 4. 5.
Kementan BPTP BPSP Dinas P2K PT
3.
Penyuluhan dan pelatihan kelompok Pelatihan tani administrasi kelompok Pelatihan SDM penyuluh pertanian
Lahan pertanian 1. subur 2. 3. 4. Kelompok 1. mampu 2. mengendalikan 3. OPT Petani yang ahli 1. dalam budidaya 2. Kelompok mampu membuat pupuk organik Kelompok mampu menangkar benih
1.
Kelompok memiliki manajemen yang baik Kelompok memiliki administrasi yang baik PPL dan PPL swadaya yang profesional
1. Dinas P2K 2. BPTP 3. PT 1. Dinas P2K 2. BPTP 3. PT 1. Dinas P2K 2. BPTP 3. PT
76
Jaminan akses kredit ke perbankan dan sumber dana lain
G
Penguatan permodalan
Pembentukan bank pertanian
X
Rintisan dari LKMA, LUEP belum berbadan hukum
I
Jaminan harga
Pengembangan Desa Wisata/agrowisata
X
X
Asuransi pertanian
H
X
X
X
Penguatan koperasi sebagai lembaga pemasaran
X
X
X
Kerjasama dengan BULOG dalam pembelian gabah Sistem resi gudang
X
X
X
X
X
X
X
X
Kelompok mampu mengakses dana perbankan
1. Kementan 2. Kemenkopi UKM ke 3. Dinas P2K 4. KP3M 5. Perindagko 6. Perbankan 1. Kementan 2. Kemenkop di UKM 3. Dinas P2K 1. Kementan 2. Dinas P2K di 3. Perbankan
dan
Terdapat perbankan dan pertanian Sleman Terdapat asuransi pertanian Sleman Terbnetuknya 1. Kementan koperasi di tiap 2. Kemenkop dan kecamatan UKM 3. Dinas P2K 4. Dinas Perindagkop BULOG 1. BULOG membeli gbah 2. Dinas P2K dari petani Terdapat resi Dinas P2K gudang atau asuransi pertanian di Sleman Terbentuknya 1. Dinas P2k desa 2. Dinas Budpar wisata/agrowisa ta
77
B. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI SALAK PONDOH
PROGRAM A
B.
Penataan Managemen Pasokan
OUTPUT
INSTITUSI
Muncul roadmap daerah sentra salak pondoh Tersusunnya profil dan peta kawasan Dokumen rantai pasokan salak pondoh Implementasi GAP,GHP dan GMP di tingkat petani
1. Bappeda Sleman 2. Dinas P2K 1. Bappeda Sleman 2. Dinas P2K Dinas P2K
X X
X
X
Sosialisasi dan bimbingan penerapan SOP (salak pondoh dan salak madu) Registrasi kebun (salak pondoh) Sertifikasi diantaranya sertifikasi prima 3 dan sertifikasi organik Upaya kerjasama penyedia pupuk organik dan kesuburan lahan
X
X
X
X
X
Kebun teregistrasi
Dinas P2K
X
X
X
Salak telah tersertifikasi
Dinas P2K
X
X
X
Tersedianya pupuk organik untuk budidaya salak
Infrastruktur irigasi, jalan, grading and packaging house, STA, pasar Permodalan
X
X
X
Tersedianya infrastruktur
X
X
X
Tersedianya dana untuk pengembangan usaha
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
Penerapan GAP/SOP
Fasilitasi Prasarana
JANGKA JANGKA MENENGAH PANJANG (2014-2018) (2014-2034)
Penetapan daerah sentra Penyusunan profil dan peta kawasan Penyusunan rencana rantai pasokan Sosialisasi dan penerapan Rantai GAP,GHP dan GMP
Pengembangan Kawasan
C.
D
KEGIATAN
JANGKA PENDEK (2014)
Sarana
X
Budidaya SOP
salak
sesuai
1. Dinas P2K 2. Dinas Perindagkop 3. Dinas Kesehatan 4. BPOM Dinas P2K
Dinas P2K BPTP KLH PT Kementan Kementerian PU Dinas PUP Kementan Kemenkop dan UKM Perbankan Swasta
78
E
F
Pengembangan kelembagaan usaha
Fasilitasi alat pengolah hasil Gudang penyimpanan salak segar dan oalahan skala besar Penumbuhan dan penguatan kelompok tani Pelatihan/SL, pertemuan rutin bulanan, pertemuan 3 bulanan Pengembangan integrasi dengan peternakan Penguatan asosiasi petani dengan temu usaha, pelatihan, pameran, pasar lelang dan pertemuan rutin Peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X X
X
X
X
Peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas sesuai dengan pasar ekspor Fasilitasi notifikasi ekspor
X
X
X
X
Fasilitasi pertemuan dengan eksportir
X
X
Fasilitasi pack ing house beserta peralatannya
X
X
X
Tersedianya fasilitas pengolah hasil Tersedianya gudang penyimpanan yang teregister Kelompok tani yang profesional Kelompok tani yang profesional
1. 2. 1. 2.
Kementan Dinas P2K Kementan Kemenristek
1. 2. 1. 2.
Dinas P2K PT Dinas P2K PT
Tersedianya pupuk organic Asosiasi petani yang profesional
1. 2. 1. 2. 3.
Dinas P2K PT Dinas P2K Dinas Perindagkop PT
1. 2. 3. 1. 2. 3.
DP2K Nakersos Peridangkop Kementan Kemendag Dinas P2K
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2.
Kementan Kemendag Kemkop dan UKM Dinas P2K Dinas Perindagkop Kementan Kemendag Dinas P2KP Kementan Kemenristek
Kontinuitas ekspor
Memiliki sertifikasi ekspor
Peningkatan ekspor
X
Terjadinya pertemuan rutin dengan ekportir Terdapat packing house
79
G
Pengembangan Desa Wisata/agrowisata
Inovasi pengemasan
X
X
X
Optimalisasi Jaringan logistik Regional DIY (transportasi, gudang, dll)
X
X
X
X
X
Terbentuknya wisata/agrowisata
desa
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 1. 2.
Kementan Kemenristek BPTP BATAN Dinas P2K PT Dinas P2K Hubkominfo DPUP Dinas P2K Dinas Budpar
80
C. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI KAMBING PE
PROGRAM
JANGKA PENDEK (2014)
KEGIATAN Pembuatan kandang
A
Perbaikan budidaya
Pemuliaan bibit kambing teknis PE Pemberian pakan Pengolahan ternak
B C
D
gizi
JANGKA MENENGAH (2014-2018)
JANGKA PANJANG (2014-2034)
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
pakan
Penguatan kelembagaan dan permodalan kelompok Peningkatan sarana prasarana Pelatihan dan pendampingan Peningkatan kuantitas dan pengolahan hasil kualitas susu Pengembangan jejaring pemasaran
X
Promosi komoditas primer Peningkatan olahan melalui akselerasi pemasaran dan BIC/BTC produk E Penyebarluasan informasi pasar X
INSTITUSI
Tersedianya kandang Dinas P2K ternak Bibit yang berkualitas 1. Kementan baik 2. Kemenristek 3. BPTP 4. Dinas P2K 5. PT Pakan yang berkualitas Dinas P2K Petani memberikan 1. BPTP pakan bergizi untuk 2. Dinas P2K ternak 3. PT Kelompok yang 1. Dinas P2K profesional 2. PT
X
X X
OUTPUT
X
Tersedianya sarana 1. Kementan prasarana 2. Dinas P2K Olahan hasil yang 1. BPTP berkualitas 2. Dinas P2K 3. PT Terbentuknya jaringan 1. Dinas P2K pemasaran yang efisien 2. Dinas Perindagkop 3. Bagian Perekonomian (Setda) Terbentuknya jaringan 1. Dinas P2K pemasaran yang efisien 2. Dinas Perindagkop 3. Bagian Perekonomian (Setda) Terbentuknya jaringan 1. Dinas P2K pemasaran yang efisien 2. Dinas Perindagkop 3. Bagian Perekonomian
81
(Setda) Fasilitasi sertifikasi MD
Produk susu tersertifikasi MD X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X X
X
Pembangunan pusatpusat etalase/eksibisi/promosi
Meningkatkan branding pemasaran bibit, susu segar dan produk turunan F G H I
Sertifikasi bibit ternak Penyediaan lahan pakan ternak Integrasi dengan usaha perkebunan Pengembangan Desa Wisata/agrowisata
X
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3.
BPOM Dinas Kesehatan Dinas P2K Dinas Peridnagkop Terbentuknya jaringan Dinas P2K pemasaran yang efisien Dinas Perindagkop Bagian Perekonomian (Setda) Peningkatan penjualan 1. Dinas P2K produk segar dan 2. Dinas Perindagkop turunan 3. Bagian Perekonomian (Setda) 4. BPTP 5. LIPI 6. PT Tersedianya bibit unggul 1. BPTP di tingkat peternak 2. Dinas P2K Tejaminnya kontinuitas Dinas P2K pakan ternak Terjaminnya kontiuitas Dinas P2K pakan ternak Terbentuknya desa 1. Dinas P2K wisata/agrowisata 2. Dinas Budpar
82
D. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INOVASI BAMBU
PROGRAM
A
B
KEGIATAN Kajian dan review kebijakan yang ada
Perumusan Kebijakan Pengembangan Bambu Penyusunan Road Map Pengembangan Bambu Di Sleman
Fasilitasi penyusunan regulasi insentif dan disinsentif Peningkatan Daya Identifikasi lahan-lahan yg berpotensi ditanami Saing Wilayah bambu di wilayah kecamatan yg menjadi sentra budidaya
JANGKA PENDEK (2014) X
JANGKA MENENGAH (2014-2018) X
X
OUTPUT
Dokumen hasil review kebijakan (peraturan, program, dan penganggaran terhadap pengembangan bambu
Dokumen Road Map Pengembangan Bambu
X
X
JANGKA PANJANG (2014-2034)
Peraturan yang mendukung pengembangan bambu Identifikasi luasan dan lokasi lahan yg berpotensi ditanami bambu
INSTANSI
1. Kemenhut 2. BAPPEDA 3. Bagian Perekonomian 4. Dinas P2K 5. Dinas Peridagkop 6. BPDAS SOP 7. D. Budpar 8. LSM 9. Balai Besar Batik 10. Perguruan Tinggi 1. Kemenhut 2. BAPPEDA 3. Bagian Perekonomian 4. Dinas P2K 5. Dinas Peridagkop 6. BPDAS SOP{ 7. D. Budpar 8. LSM 9. Balai Besar Batik 10. Perguruan Tinggi Dinas P2K
1. Kemenhut 2. Dinas P2K 3. BPDAS SOP
83
Penanaman bambu di wilayah kecamatan yg menjadi sentra budidaya bambu Penerapan teknologi Budidaya bambu
X
X
Peningkatan bambu
X
X
Teknologi budidaya bambu yang baik
Identifikasi Kebutuhan Spesifik Produk dan Bahan Baku Bambu Penerapan teknologi pasca panen ( pengawetan dan penyimpanan )
X
Data Kebutuhan Produk dan Bahan Baku Bambu X
Pelatihan , kursus
produksi
X
Kualitas meningkat
produk
X
Peningkatan SDM
X
X
Tersedianya dana usaha
Dana
X
X
Tersedianya akses dana bagi pengrajin dan pengusaha
Peningkatan kuantitas dan kualitas produk kerajinan bambu
X
X
Kerajinan bambu meningkat kuantitas dan kualitas
Fasilitasi akses permodalan
Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat
kualitas
1. Kemenhut 2. Dinas P2K 3. BPDAS SOP 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3.
Kemenhut Kemenristek Dinas P2K Dinas Perindagkop PT swasta Kemenhut Dinas P2K Dinas Perindagkop Kemenhut Kemenristek Dinas P2K Dinas Perindagkop Lingkungan Hidup PT LSM Dinas P2K Dinas Perindagkop PT Dinas P2K Dinas Perindagkop Perbankan Swasta Dinas P2K Dinas Perindagkop Perbankan Swasta Dinas P2K Dinas Perindagkop Dinas Budpar
84
4. PT Peningkatan Kelompok Bambu
C.
Peningkatan Pemasaran
SDM Pengrajin
X
X
SDM yang profesional
Peningkatan Kemitraan Usaha Berbasis Bambu
X
X
Sertifikasi Produk Olahan Bambu Fasilitasi Sertifikasi HKI ( Merek Dagang dan Hak Cipta - produk bambu)
X
X
Terjalin kemitraan antara petani-pengrajinpengusaha Olahan bambu yang berkualitas Produk olahan bambu tersertifikasi
Peningkatan Promosi melalui BIC/BTC
X
Temu usaha Desa wisata/Agrowisata
Peningkatan D. Kemitraan Usaha
E.
Penguatan Kelembagaan Task Force/ Gugus Kerja
X
X
Kemitraan dengan daerah lain penghasil bambu Kemitraan dengan IK Bambu , APIKRI , Perbankan , dll X
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2.
Dinas P2K Dinas Perindagkop Dinas Nakersos PT LSM Dinas P2K Dinas Perindagkop
Dinas Perindagkop 1. 2. 3. 4.
Kemenkum HAM Kemenristek Dinas P2K Bagian Perekonomian (Setda)
X
X
Penjualan meningkat
X
X
Terjalin kemitraan
X
X
Terbentuknya desa 1. Dinas P2K wisata/agrowisata 2. Dinas Budpar Penjualan meningkat Dinas Perindagkop
X
X
Penjualan meningkat
X
X
Gugus kerja profesional
1. Dinas P2K 2. Dinas Perindagkop 3. Bagian Perekonomian (Setda) Dinas Perindagkop
Dinas Perindagkop
yang Dinas P2K
85