KAJIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN BALANGAN
Ali Wardhana, Ahmad Yunani Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat
This research is general intended to draw up and realize lapping over of document result of study about pre-eminent product area of Balangan capable to push economic growth; creating/giving employment; improving product competitiveness; and also at one blow expected able to open opportunity for investor for have the invesment. Type of this Research is deskriptif qualitative. This research use data of primary that is data and information obtained directly from resource person/selected responder. Data of Sekunder that is needed to strengthen and support information obtained from primary data. Analyse taken is descriptive analysis through tabulation traverse, avarage of other calculation and data through score of wight mount importance of each; every economic sector of according to aspect of target and ranking of sequence of importance in order to stipulating of pre-eminent commodity in Balangan. Pre-eminent commodity of Balangan is entire/all sector of is effort economics pertained renewable. Pre-eminent commodity of Balangan per sector/sub sector : sub of Sector of plantation is Rubber, industrial sector is wood is inclusive of meubel furniture; group of crop of paddy and palawija is crop of paddy and maize, sub of sector of agro-industry cover food is inclusive pastry; processing of dry fish and also the crisply, sector of service of commerce and tourism is restaurant inclusive of kuliner and workshop, sub of sector of ranch is livestock of race chicken, cow and duck, fishery sector and oceaninc is effort of fish and fish in karamba, group of fruits is duku, pampakin and cempedak and group of commodity of vegetable is pumpkin. Pre-eminent commodity of Balangan to pass by quickly sector/subsector is rubber, paddy, wood industry and meubel furniture, food inndustry is inclusive of palm sugar and pastry, race chicken, duku, restaurant.
Key Words : Pre-Eminent Commodity.
PENDAHULUAN Kehidupan masyarakatnya mulai berubah sesuai dengan dinamika kemajuan jaman dan pengaruh faktor eksternal, internal dan regional. Sebagai bagian dari masyarakat Kalimantan Selatan dan Bangsa Indonesia, warga Kabupaten Balangan berusaha maju mengatasi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada. Dalam usia yang baru enam tahun, pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Balangan sudah barang tentu belum sepenuhnya mampu memberikan kepuasan bagi semua lapisan masyarakat. Tetapi dengan tekad dan semangat yang tinggi, cita-cita menjadikan daerah Balangan sebagai kabupaten yang dinamis, berdaya saing tinggi dan sejahtera terus diperjuangkan melalui serangkaian upaya pembangunan. Pembangunan harus direncanankan dengan memperhatikan kondisi daerah dan lingkunganya (Widodo, 2006) Namun demikian, Kabupaten Balangan sejak dulu dikenal sebagai Kabupaten yang cukup straegis dan memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dari beraneka ragam baik sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti sumber daya mineral maupun sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Dengan letak yang strategis dan berkembang maka tidak berlebihan bila Balangan lebih dikenal sebagai daerah yang memiliki perkembangan sektor pertambangan yang sangat pesat terutama komoditas Batubara dan potensi sumber daya mineral yang masih melimpah dengan diiringi perkembangan sektor perdagangan barang dan jasa yang cukup pesat dan basis sektor pertanian yang cukup kuat. Kemampuan untuk bersaing dalam perdagangan barang (komoditas) dan jasa merupakan salah satu aspek penting sebagai kekuatan Balangan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Potensi komoditas potensial
yang dapat
dikembangkan menjadi komoditas unggulan daerah sesungguhnya cukup beragam meliputi sektor pertanian dan agro-industrinya, perikanan, industri kerajinan, industri makanan olahan sampai dengan komoditas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi bio-energi. Ciri pertumbuhan ekonomi adalah dengan adanya peningkatan pendapatan per kapita, produktivitas, perubahan struktur, arus modal dan ekspansi (Jhingan, 2000). Peluang yang paling dominan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja sehingga
mampu meningkatkan pendapatan dan mensejahterakan masyarakat Balangan adalah melalui pengembangan komoditas potensial tersebut menjadi komoditas unggulan daerah. Namun beberapa komoditas yang potensial dikembangkan dan diunggulkan masih mengalami beberapa kendala, antara lain : (a) Dari sisi produksi : jumlah, kualitas dan kontinuitas bahan baku; sumberdaya manusia, dan desain; (b) Dari sisi pemasaran : selera konsumen, pangsa pasar yang masih relatif kecil, promosi dan harga; (c) Dari sisi permodalan : keterbatasan modal dan akumulasi modal yang lambat; (d) Dari sisi penunjang : belum optimalnya koordinasi antar instansi dalam prioritas pengembangan komoditas atau produk dan/atau usaha yang potensial; informasi pasar yang masih sulit diakses. Khusus untuk produk potensial di bidang pertanian, produksi masih didominasi dalam bentuk primer,
sehingga sangat tidak responsif terhadap
perubahan eksternal, pangsa pasar terbatas, dan nilai jual rendah. Produk yang dijual dalam bentuk produk primer memang akan sulit memperoleh daya saing yang kuat. Dilihat dari sisi ekspor beberapa komoditas; kinerjanya sudah cukup baik namun lebih disebabkan oleh besarnya kontribusi sektor tambang. Pada tahun 2009; total ekspor non migas (khusus batubara) Balangan mencapai US $1.056.111.000,- dibanding dengan tahun 2008 sebesar $ 321.523.520,-meningkat 328 % (BPS, Kabupaten Balangan data diolah). Nilai ekspor tersebut justru disumbang oleh sektor tambang yang merupakan komoditas yang tidak bisa diperbaharui (non renewable). Pengembangan komoditas unggulan merupakan salah satu strategi pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kemajuan ekonomi suatu daerah (Sugiyanto, 2006)dalam Balitbangda, 2008. Oleh karenanya dalam konteks kegiatan pengembangan komoditas unggulan, diharapkan mampu menemukenali dan menggali potensi ekonomi di tingkat lokal dengan basis sumberdaya lokal (resource based economy). Selama ini tidak semua daerah di Indonesia sukses dalam mengembangkan komoditas unggulan di daerahnya.
Cerita sukses dalam hal
mengembangkan komoditas unggulan justru diperoleh dari negara Thailand melalui program one tambon one product (OTOP). Menurut Hendrayana (2003) dalam Balitbangda 2008; penentuan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan yang
berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan sekarang. Pengembangan komoditas unggulan guna memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja juga merupakan amanat RPJMD Balangan 2006 - 2010. pembangunan, termasuk diantaranya rencana pengembangan
Perlu perencanaan
potensi komoditas
yang
mempunyai daya saing tinggi dalam aktivitas perekonomian atau sebagai komoditas yang diunggulkan sehingga dapat dikembangkan secara optimal baik pada skala usaha kecil dan menengah (UKM) maupun pada skala usaha yang lebih besar.
Pada gilirannya, hal ini
diharapkan mampu menjadi kontributor penting bagi pendapatan masyarakat dan pendapatan regional daerah. Dalam kaitannya dengan rencana pengembangan komoditas unggulan daerah ini, maka langkah awal penting yang harus ditempuh adalah melakukan analisis pengembangan komoditas unggulan yang ada di daerah Kalimantan Selatan. Dampak ekspansi Cina terhadap negara-negara ASEAN berdampak positif dan negatif bagi Indonesia (Telisa, 2007), juga bagi Produk Unggulan di Kalimantan Selatan khususnya produk Kabupaten Balangan sehingga memerlukan pendekatan yang baik dalam produk yang berdaya saing.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriftif kualitatif. Penelitian ini menggunakan Data Primer yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari nara sumber / responden yang dipilih. Responden di tingkat Kabupaten juga meliputi Dinas teknis, Bappeda, Bagian Ekonomi dan unsur dari Kadin serta ditambah dengan para pelaku usaha serta masyarakat umum. Dasar pemilihan responden dari Dinas teknis, Bappeda, Bagian Ekonomi dan Kadin di Kabupaten ini juga sama yaitu didasarkan pada bidang tugasnya yang terkait erat dengan kebijakan pengembangan komoditas unggulan. Teknik pengambilan contoh responden juga dilakukan secara purposive (sengaja). Responden di Tingkat Kabupaten juga meliputi para pengambil kebijakan, pelaku usaha dan masyarakat umum. Alasan pemilihan pelaku usaha yang meliputi
petani, nelayan, pengrajin maupun pelaku usaha lainnya sebagai responden adalah bahwa para pelaku usaha merupakan pemangku kepentingan utama dalam pengembangan komoditas unggulan sehingga mengetahui berbagai faktor pendorong dan penghambat. Data sekunder yaitu data dan informasi yang diperoleh dari dokumen/publikasi laporan penelitian terdahulu yang dianggap relevan dan menunjang penelitian. Data sekunder meliputi data pendahuluan berupa daftar Komoditas potensial yang ada di setiap SKPD Kabupaten. Data ini diperoleh dari data Dinas/Instansi di tingkat Kabupaten dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan komoditas yang diunggulkan di Kabupaten Balangan.
Data sekunder lainnya yang
diperlukan untuk memperkuat dan mendukung informasi yang diperoleh dari data primer; yakni data dari publikasi BPS, SKPD Kabupaten, dokumen-dokumen program yang pernah dilakukan daerah, hasil penelitian maupun data dari kalangan perbankan. Tehnik analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif melalui tabulasi silang, rataan data dan perhitungan lainnya melalui skor terbobot tingkat kepentingan setiap sektor ekonomi menurut aspek tujuan dan ranking urutan kepentingan dalam rangka penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Balangan.
HASIL PENELITIAN Penetapan komoditas unggulan tiap sub sektor dan kelompok komoditas ditingkat Kabupaten Kabupaten Balangan ini menggunakan / memanfaatkan hasil proses agregasi unggulan yang diperoleh dari tiap
Kabupaten/Kota.
komoditas
Hasil penentuan komoditas unggulan
ditentukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan sebelumnya (telah dijelaskan pada bab Metode Penelitian). Selain itu penentuan kriteria tersebut juga dilandasi oleh tujuan serta bobot kepentingan setiap tujuan yang ingin dicapai dalam rangka pengembangan usaha. Untuk memperoleh keseragaman dan konsistensi dalam proses penetapan komoditas unggulan, maka bobot setiap tujuan dan bobot setiap kriteria yang digunakan pada semua Kabupaten/Kota adalah sama. Sehubungan dePngan itu maka proses penentuan bobot kepentingan tujuan dan kriteria tersebut dilakukan pada tingkat Kabupaten. Hasil perhitungan metode skor terbobot tingkat
kepentingan setiap sektor ekonomi menurut aspek tujuan dan ranking urutan kepentingan dalam rangka penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Balangan. Ranking komoditas unggulan per sub sektor dan per kelompok komoditas pada Sektor ekonomi di Kabupaten Balangan ini ternyata secara umum sejalan pula dengan hasil penelitian produk unggulan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang dilakukan oleh IPB dengan Bank Indonesia dan Analisis Pengembangan Komoditas Unggulan Kalsel oleh Balitbangda. Tanaman holtikultura adalah tanaman yang banyak mengandung serat, yang sangat berguna bagi manusia. Tanaman ini terdiri dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Pada tahun 2008, beberapa komoditi sayur menghasilkan produksi cukup besar antara lain kacang panjang sebesar 2.040 ton, serta labu dan ketimun masing-masing sebesar 1.140 ton dan 1.544 ton. Untuk tanaman buah-buahan, produksi terbesar adalah buah duku/langsat dengan total produksi 183.000 ton. Kemudian cempedak sebesar 10 011 ton yang dipanen dari 181.459 pohon. (BPS, Balangan 2009). Berdasar skor terbobot dan ranking masing-masing komoditas unggulan tiap sub sektor; dapat ditentukan komoditas unggulan sektor pertanian lintas sub sektor dengan urutan ranking seperti tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Ranking dan skor terbobot Komoditas unggulan lintas sektor Di Kabupaten Balangan Ranking
Komoditas
1 2
Karet Padi Kayu olahan dan meubel furniture (ukiran) Gula Aren Makanan olahan tmsk kue kering Ayam Ras Duku Rumah makan & Kulinernya Budidaya ikan Sungai Pengolahan ikan Kering
3 4 5 6 7 8 9 10
Skor TerbobotBayes Method
Sektor / Sub Sektor
0.057758726 Perkebunan 0.051225955 Tanaman pangan 0.048476958 Industri 0.03651651 Industri 0.03444829 Agro-industri 0.034436557 Peternakan 0.033414913 Buah-buahan Jasa, perdagangan dan 0.032707331 pariwisata 0.031191034 Perikanan 0.030886772 Agro-Industri
Ranking 11 12 13 14 15 16 17
Komoditas Sapi Kerupuk ikan Bata dan Batako Pampakin Sirop Kelapa dalam Budidaya ikan karamba
Skor TerbobotBayes Method
Sektor / Sub Sektor
0.029820004 0.029429563 0.029365173 0.028073502 0.026127003 0.025878871 0.025752747
Peternakan Agro-industri Industri Buah-buahan Industri Perkebunan Perikanan Jasa, perdagangan dan 18 Bengkel 0.025559831 pariwisata 19 Jagung 0.025237228 Tanaman pangan Sumber Data : BPS Kabupaten Balangan 2009 (diolah)
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Komoditas Unggulan Karet Karet merupakan komoditas perkebunan yang penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta tenaga kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non-migas, pemasok bahan baku karet dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayahwilayah pengembangan karet. Karet menghendaki lahan kering dengan iklim basah. Sentra produksi yang ada di Indonesia saat berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Secara biofisik, lahan yang sesuai dan masih ada peluang pengembangannya adalah di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan karet umumnya tersebar pada lahan datar sampai bergelombang, walaupun tanaman karet masih dapat dikembangkan pada lahan bergelombang-berbukit dengan lereng 15-30%. Sentra produksi karet ada hampir di seluruh kawasan Kabupaten Balangan terutam di Kecamatan Paringin, Awayan, Batu Mandi, Tebing Tinggi dan Halong. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet nasional adalah rendahnya produktivitas karet rakyat (+ 600-700 kg/ha/th), antara lain karena sebagian besar tanaman masih menggunakan
bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang baik, tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau tidak produktifl. Bibit karet unggul yang terjamin mutunya hanya tersedia di Balai Penelitian atau para penangkar benih binaan melalui sistem waralaba di sentra-sentra pembibitan yang juga masih sangat terbatas jumlahnya. Perkembangan industri perbenihan di sentra-sentra produksi karet cukup pesat sejalan dengan meningkatnya permintaan bahan tanam karet klon unggul oleh petani. Namun secara umum mutu bibit karet yang dihasilkan oleh para penangkar bibit masih sangat beragam. Selain itu, masalah lain yang dihadapi penangkar bibit adalah keterbatasan sumber entres yang terjamin kemurniannya dan keterbatasan jenis klon unggul baru yang dimiliki. Selain menghasilkan lateks; kayu karet yang ada saat ini baru sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk kayu olahan, papan partikel dan papan serat. Hal ini terjadi karena belum adanya pabrik pengolah kayu jang mengkhususkan mengolah kayu karet. Selain itu. Lokasi yang terpencar mengakibatkan pemanfaatan kayu karet untuk kayu olahan memerlukan biaya transportasi tingi sehingga
menjadi mahal. Dengan penataan kelembagaan yang lebih baik, kayu karet rakyat
merupakan potensi yang sangat besar dalam agribisnis karet. Secara spesifik, Permasalahan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Balangan hampir sama dengan permasalahan di kabupaten lainnya di Kalimantan Selatan yaitu : 1. Keterbatasan areal lahan pengembangan dan tumpang tindih lahan yang diakibatkan masih lemahnya penaatan terhadap RTRW serta belum sepenuhnya ada kepastian hukum di bidang pertanahan. 2. Banyaknya tanaman karet tua dan Peremajaan yang dilakukan oleh petani belum semuanya menggunakan klon baru dan terbaik 3. Rendahnya komitmen terhadap upaya peningkatan mutu hasil 4. Lokasi kebun karet rakyat masih sulit terjangkau transportasi kendaraan bermotor sehingga menghambat pemasaran 5. SDM dalam pengelolaan agribisnis karet masih relatif rendah 6. Masih sulitnya petani dalam mengakses modal
7. Masih belum banyaknya tersedia pasar lelang karet 8. Industri yang mengolah karet alam menjadi produk karet jadi masih sangat sedikit. Arah pengembangan agribisnis karet di Kabupaten Balangan ke depan dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal sebagai berikut : 1. Permintaan karet alam dunia ke depan akan semakin meningkat sejalan dengan kenaikan harga minyak, semakin mahalnya bahan baku karet sintetis, dan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan. 2. Produksi karet rakyat diperkirakan akan terus mengalami peningkatan yang di dorong semakin membaiknya harga karet alam dunia serta secara historis merupakan sentra karet sejak lama. 3. Selain produksi lateks, kayu karet juga potensial dalam kegiatan agribisnis karet. Berdasarkan hal diatas maka arah pengembangan perkebunan karet kedepan di Kabupaten Balangan adalah : 1. Konsisten mengacu pada revitalisasi perkebunan 2. Karet diarahkan menjadi usaha agribisnis yang berbasis lateks dan kayu yang berdaya saing tinggi, mensejahterakan, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Berdaya saing berarti bahwa agribisnis karet harus selalu berorientasi pada pasar, mengandalkan produktivitas dan nilai tambah melalui pemanfaatan modal (capital-driven), pemanfaatan inovasi teknologi (innovation-driven) dan kreativitas sumberdaya manusia (skil-driven). 3. Perluasan areal namun harus tetap sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten. 4. Peremajaan tanaman dengan klon baru. klon karet unggul dengan potensi produksi lateks lebih dari 3 ton / ha / tahun dan kayu karet yang nantinya dihasilkan 1 m3 / pohon 5. Pencegahan alih fungsi lahan-lahan perkebunan karet ke non pertanian 6. Membangun dan memperbaiki prasarana jalan yang membantu kelancaran transportasi guna memudahkan petani karet memasarkan hasil produksinya. 7. Pengembangan
sumberdaya manusia yang mampu mengelola dan menruskan usaha
pengembangan karet terutama anak-anak petani pengelola kebun karet
8. Perbaikan teknologi penyadapan dan pengolahan hasil 9. Akses permodalan melalui berbagai skim kredit termasuk pola syariah. Untuk ini perlu bantuan sertifikasi lahan petani secara massal untuk agunan 10. Pengembangan agribisnis hulu untuk perkebunan karet.
Agribisnis hulu ini mencakup
penyediaan sarana produksi termasuk bibit yang bersertifikasi. 11. Pendirian pasar lelang karet di wilayah sentra 12. Memfasilitasi kerjasama yg sinergi antara kelompok tani, pemerintah dan swasta (public private partnership) dalam pemasaran
2. Komoditas Unggulan Padi Noor dan Saragih (1993) melaporkan bahwa hasil padi dengan sistem pengelolaan air satu arah lebih tinggi dibanding dengan pengelolaan air dua arah. Perbaikan sistem pengelolaan air dari dua arah menjadi satu arah dapat meningkatkan hasil padi sebesar 40% pada musim kemarau dan antara 120 hingga 150% pada musim hujan. Bukti lain adalah penelitian Saragih et al., (2002) di Kabupaten Batola yang memperlihatkan bahwa perubahan sistem pengelolaan air dari satu arah menjadi dua arah dapat meningkatkan produksi padi varietas Margasari dari 2,55 ton GKG/ha menjadi 4,0 ton/ha. Selain padi sawah; usaha pengembangan tanaman padi juga dilakukan terhadap padi gogo atau padi ladang. Rata-rata produksi padi di Kabupaten Balangan adalah 37,53 kw/ha, yang tertinggi di Batu Mandi mencapai 39,31 kw/ha dan di Halong 38,09 kw/ha dan terendah di Juai 36,68 kw/ha. Sedangkan padi gogo yang terbesar juga di Halong yaitu 31,60 kw/ha dan terendah di Batu Mandi hanya 23,11 kw/ha. Strategi dan arah pengembangan tanaman padi di Kabupaten Balangan adalah: 1. Pencegahan alih fungsi lahan pertanian untuk padi terutama persawahan subur baik alih fungsi lahan ke sektor pertanian maupun non pertanian. Penaatan terhadap RTRW sangat diperlukan. 2. Memperluas kawasan sentra produksi; melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi
3. Mendorong petani memperbanyak penggunaan pupuk organik sbg subtitusi pupuk buatan. Perlu penetapan gerakan penggunaan pupuk organik di Kalsel 4. Pembangunan infrastruktur teknis seperti irigasi sederhana atau tata air mikro 5. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah maupun skim kredit lainnya kepada petani. 6. Peningkatan peran penyuluh baik dalam hal penerapan teknologi melalui kelompok tani maupun sebagai pendamping pembuatan proposal kredit, manajemen usaha maupun negosiator dll. Untuk itu perlu pelatihan bagi penyuluh dalam rangka peningkatan perannya tidak hanya sebagai penyuluh untuk menyampaikan teknologi pertanian tetapi lebih luas lagi yaitu sebagai pendamping petani. 7. Peningkatan peran serta wanita tani terutama untuk kemampuan pengambilan keputusan. 8. Pemanfaatan lahan ”tidur” namun potensial untuk padi terutama ladang melalui sistem pinjam pakai guna meningkatkan rasio lahan per kapita petani 9. Penerapan sistem tunda jual di kelompok tani sehingga petani dapat memperoleh harga jual yang lebih baik. Untuk itu perlu dana talangan guna memberdayakan kelompok tani sebagai penampung produk padi di kelompoknya. 10. Terus mempromosikan dan menjual produksi beras Kalsel jenis terbaik dalam bentuk kemasan guna perolehan nilai tambah pemasaran
3. Komoditas Unggulan Kayu Olahan dan Meubel Furniture Permintaan akan produk kehutanan sangat besar. Berdasarkan laporan Dephut (2000); kebutuhan produk kehutanan, seperti kayu lapis, kayu gergajian, bubur kayu, moulding, dan furniture akan terus
meningkat. Pada tahun 2010
kebutuhan konsumsi kayu berbasis panel
global diperkirakan mencapai 320,4 juta meter kubik atau naik 256% dari tahun 1990. Data Dinas Kehutanan Kalsel (2002) menunjukkan bahwa hasil
produksi kayu bulat dari kawasan
hutan produksi sebesar 405.078,83 m3/ tahun, atau sama dengan 16% dari kebutuhan bahan
baku industri keseluruhan Kalsel. Berdasarkan kapasitas terpasang industri primer yang ada (54 unit), diperoleh hasil kayu olahan sebesar 2.171.943 m3/th. Atau setara dengan kebutuhan bahan baku kayu bulat sebesar ± 4.300.000 m3/th. Untuk menutupi kekurangan sebesar 84 % dari bahan baku keseluruhan diperoleh dari Kalteng 59%; Kaltim 17 % dan Propinsi Lainnya 8%. Kayu olahan dan produk furniture sesungguhnya masih mampu menempati peringkat ketiga sebagai komoditas unggulan Kabupaten Balangan dalam sektor industri karena permintaan pasar untuk komoditas ini masih tinggi.
Daerah pemasaran produk ini mencapai kawasan
regional yaitu Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur serta propinsi lain di luar Kalimantan Selatan. Hanya saja kendala utama adalah penyediaan bahan baku. Untuk itu perlu dicarikan solusi agar usaha ini tetap eksis produksinya. Strategi dan arah kebijakan adalah : 1. Upaya ketersediaan bahan baku melalui rehabilitasi dan intensifikasi hutan-hutan produksi dengan jenis tanaman kayu yang cepat menghasilkan. 2. Fasilitasi kemitraan antara industri kecil meubel / furniture dengan pengusaha penghasil kayu bulat (HPH) dan instansi terkait untuk mendukung ketersediaan dan kontinuitas bahan baku kayu 3. Desain, proses produksi dan finishing guna peningkatan kualitas produksi sehingga nilai tambah lebih tinggi 4. Sosialisasi dan penggunaan jenis-jenis kayu non komersial dan kayu dari hutan tanaman serta dari hutan rakyat untuk dijadikan sumber bahan baku 5. Peningkatan SDM pengusaha untuk peningkatan mutu dan diversifikasi produk melalui pelatihan teknis, magang dan studi banding 6. Peningkatan kemampuan proses produksi (pengolahan), desain dan finishing 7. Fasilitasi pendirian sarana untuk proses pengawetan
dan pengeringan kayu (kiln ying)
sehingga kayu menjadi lebih awet dan mutu bahan baku dan produk lebih meningkat
8. Fasilitasi kemitraan dengan pengusaha luar daerah dalam rangka pengembangan pemasaran
4. Komoditas Unggulan Kerajinan Anyaman Daerah Kalimantan Selatan merupakan salah satu sentra kerajinan dengan produk yang beragam termasuk Kabupaten Balangan. Ragam produk kerajinan meliputi anyaman terutama dari rotan dan purun. Kendala utama dalam pengembangan produk ini adalah desain, pemasaran dan akses permodalan. Sentra untuk anyaman rotan dan purun meliputi Kecamatan Lampihong, Paringin dan Paringin Selatan. Strategi dan arah kebijakan : 1. Perbaikan desain, proses produksi dan finishing khususnya melalui magang 2. Akses permodalan termasuk alternatif penyertaan modal dari pemerintah kepada kelompokkelompok pengrajin yang sudah berkembang 3. Promosi dan kerjasama pemasaran dengan outlet di luar daerah. Promosi juga dilakukan melalui internet 4. Peningkatan mutu produk melalui teknologi pengawetan bahan baku 5. Pendirian pusat pelatihan khusus kerajinan di wilayah sentra dalam upaya pengembangan SDM di masa depan.
5. Komoditas Unggulan Makanan Olahan Makanan olahan merupakan salah satu produk yang menjadi komoditas unggulan Kalimantan Selatan termasuk Kabupaten Balangan. Bermacam-macam jenis makanan olahan di produksi setiap hari, namun pengembangan usahanya pada umumnya masih lambat kecuali usaha makanan olahan yang menghasilkan seperti gula aren, sirop, mandai tiwadak dan kerupuk. Hal ini disebabkan kelemahan dari proses produksi dan kemasan serta sistem pemasarannya. Sebagian besar proses produksi masih dilakukan secara manual sehingga tidak ekonomis. Selain itu, kebanyakan proses produksi masih menomorduakan faktor higienis dan cita rasa. Sebagian
besar produk makanan olahan di Balangan dikemas seadanya sehingga tidak menarik serta tidak sesuai dengan standar kemasan yang dianjurkan. Hanya ada beberapa produk makanan olehan yang pemasarannya sudah melingkupti tingkat regional. Produk makanan olahan berbasis bahan baku dan potensi lokal seperti Gula Aren karena banyaknya pohon enau, mandai tiwadak karena terbuat dari buah Cempedak yang banyak dihasilkan di Kabupaten Balangan, cempedak sebesar 10 011 ton yang dipanen dari 181 459 pohon (BPS, Balangan 2009). Daerah pemasaran sebagian besar berada di Provinsi Kalimantan Selatan, seperti daerah Banjarmasin dan daerah Banua Enam serta ke kawasan regional Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Pemasaran selain
menjangkau daerah Kalimantan Tengah seperti Kapuas dan Palangkaraya dan bahkan sampai ke pulau Jawa.
Untuk melayani penjualan diluar daerah ini tidak semuanya langsung dilakukan
oleh pengusaha, akan tetapi dilakukan oleh pedagang-pedagang perantara, biasanya mereka langsung membeli ke lokasi yang bersangkutan kemudian dibawa keluar daerah untuk dipasarkan ke konsumen maupun ke toko-toko. Strategi dan arah pengembangan adalah : 1. Perbaikan proses produksi dan kemasan 2. Pelatihan untuk kiat-kiat pemasaran 3. Promosi oleh Pemerintah Daerah bersama dengan Pengusaha 4. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah maupun skim kredit lainnya kepada pengusaha. Perlu peran pendamping (seperti halnya KKMB) untuk membantu mengakseskan ke perbankan. 5. Perlu dijaga kontinuitas ketersediaan bahan baku di pasar.
6. Komoditas Ungggulan Itik Usaha ternak itik alabio telah dilakukan sejak lama di Kalimantan Selatan dan mampu memberikan kontribusi yang memadai terhadap pendapatan keluarga. Usaha itik alabio menjadi
mata pencaharian utama bagi 46,81% peternak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Balangan Secara tradisional, itik alabio dipelihara di daerah rawa yang banyak terdapat di Kalimantan Selatan dengan sistem pemeliharaan yang disebut sistem lanting. Di daerah rawa itulah itik alabio memperoleh pakan berupa keong air sebagai sumber protein dan sagu atau dedak sebagai sumber kalori. Seiring perkembangan dunia peternakan, itik alabio sekarang sudah dikembangkan secara intensif. Tidak hanya di Hulu Sungai Utara saja, namun juga berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Selain itik Alabio, juga dikembangkan berbagai itik yang lain termasuk itik serati dan itik ratu yaitu persilangan itik alabio dengan itik Mojosari. Strategi dan arah pengembangan adalah : 1. Bekerjasama dengan Kab. HSU sebagai sentra pengembangan penetasan dan pembibitan serta dijadikan laboratorium lapangan untuk penelitian baik bagi lembaga penelitian peternakan Deptan maupun Perguruan Tinggi. 2. Perlunya pendampingan terhadap aktivitas usaha di sentra penetasan dan pembibitan maupun produksi yang tidak hanya pada aspek teknis (pakan, kesehatan itik) namun juga pendampingan mendapatkan kredit maupun manajamen usaha serta untuk negosiasi bila diperlukan.
Program sarjana peternakan untuk pendampingan peternakan dapat terus
ditingkatkan. 3. Perlunya alternatif penggunaan pakan lokal dengan tetap mengutamakan kualitas 4. Perlunya ketersediaan pakan buatan di pasar dengan harga wajar. Perlu pencegahan satu pelaku yang menguasai berbagai merk pakan. 5. Fasilitasi teknologi pengolahan daging itik untuk makanan khas daerah. 6. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah maupun skim kredit lainnya kepada peternak.
7. Komoditas Unggulan Buah-buahan
Luas areal tanaman buah-buahan secara keseluruhan pada tahun 2007 adalah 1.808,10 ha, dengan produksi buah mencapai 374.760,66 kw. Produk unggulan dari buah adalah tanaman Duku/Langsat dan Pampakin, Sukun serta Cempedak Banjar. Produksi terbesar dari buah Duku sebanyak 183.000 kw, Pampakin 93.250 kw, Sukun 87.525 kw dan Cempedak 1.620
kw.
Cempedak ini secara produksi memang tidak terlalu besar namun dari dulu Cempedak Batu Mandi sudah sangat terkenal sehingga perlu jadi unggulan. Duku/Langsat, Pampakin dan Cempedak adalah komoditas pertanian yang mempunyai peluang dalam pengembangan industri agrobisnis di Kalsel. Peluang investasinya berupa grading house, pengolahan hasil (sirop), pengembangan areal, ekspor buah segar dan cold storage. Strategi dan arah pengembangan adalah : 1. Memfasilitasi kerjasama yg sinergi antara kelompok tani, pemerintah dan swasta (public private partnership) dalam pemasaran keluar daerah pada saat puncak panen raya 2. Perlunya pengembangan industri pengolahan bahan baku dari buah oleh kelompok tani pada saat puncak panen raya 3. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah maupun skim kredit lainnya kepada pengusaha. Perlu peran pendamping (seperti halnya KKMB) untuk membantu mengakseskan ke perbankan. Sertifikasi lahan sangat diperlukan untuk bisa dijadikan agunan sebagai syarat mengakses kredit ke perbankan.
8. Komoditas Unggulan Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba Di Kabupaten Balangan; pemeliharaan ikan dalam keramba untuk pembesaran dilakukan dengan memanfaatkan air sungai Balanga.
Selain itu, kebutuhan bibit dapat dipenuhi dari sentra
pembibitan ikan yang merupakan pensuplai utama benih ikan berasal dari wilayah Kabupaten Banjar yaitu di daerah Mandiangin. Tujuan utama pengembangan budidaya ikan kolam
di
Balangan adalah untuk konsumsi masyarakat dalam rangka sumber penyediaan protein hewani asal ikan dan hanya bagian yang amat kecil yang digunakan untuk ikan hias.
Pada umumnya, pemeliharaan ikan dalam kolam (terutama untuk ikan Nila, ikan Mas dan Patin) menghendaki air dengan kualitas yang baik yaitu bersih; tidak terlalu keruh, dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan. Pada umumnya PH air yang optimal untuk pembesaran ikan kolam adalah 6,5 – 7,8 (relatif netral). Strategi dan arah pengembangan adalah : 1. Bekerjasama dengan sentra pembenihan ikan selain yang sudah ada di Mandiangin Kabupaten Banjar. 2. Perlunya pendampingan terhadap aktivitas usaha di sentra pembesaran ikan yang tidak hanya pada aspek teknis (pakan, kesehatan, kualitas air) namun juga pendampingan mendapatkan kredit maupun manajamen usaha serta untuk negosiasi bila diperlukan. Program sarjana perikanan untuk pendampingan usaha ini layak dipertimbangkan. 3. Perlunya alternatif penggunaan pakan buatan oleh pembudidaya dengan tetap mengutamakan kualitas. Perlu fasilitasi penggunaan teknologi madya untuk pengolahan pakan ini. 4. Perlunya ketersediaan pakan di pasar dengan harga wajar. Perlu pencegahan satu pelaku usaha yang menguasai berbagai merk pakan. 5. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah maupun skim kredit lainnya kepada pembudidaya ikan dalam kolam ini. . 6. Perlu pembentukan asosiasi pembudidaya ikan dan mengoptimalkan peran mereka guna mencegah terjadinya kekurangan pasokan di pasar maupun kelebihan penawaran.
10. Komoditas Unggulan Batu Bata dan Batako Pembuatan Batu Bata dan Batako cukup berkembang di Kabupaten Balangan terlihat dari perkembangan usaha yang semakin pesat. Kedua industri ini cukup banyak menyerap tenaga kerja yaitu mencapai 69 orang dengan unit usaha mencapai 17 buah. Retribusi dari industri
mencapai Rp.207.500.000,- pada tahun 2007. Tujuan utama pengembangan usaha ini untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan yang cukup besar karena Kabupaten Balangan masih dalam masa pembangunan dan pengembangan daerah sehingga membutuhkan banyak bahan bangunan. Disisi lain dengan langkanya bahan kayu sekarang trend masyarakat membangun rumah dengan bahan batu bata dan batako, serta didukung bahan baku tanah liat yang cukup melimpah. Strategi dan arah pengembangan adalah : 1. Perlunya pendampingan terhadap aktivitas usaha yang tidak hanya pada aspek teknis namun juga pendampingan mendapatkan kredit maupun manajamen usaha serta untuk negosiasi bila diperlukan. 2. Akses permodalan dan penyampaian informasi skema kredit seperti KUR; kredit pola syariah maupun skim kredit lainnya kepada pembudidaya ikan dalam kolam ini. . 3. Perlu pemasaran yang lebih intensif agar kegatan usaha semakin berkembangan. 4. Penetapan komoditas unggulan sangat penting dalam upaya menemukenali dan menggali potensi ekonomi di tingkat lokal serta mampu menumbuhkembangkan kegiatan usaha ekonomi produktif guna penciptaan lapangan kerja; pertumbuhan ekonomi dan memperkuat daya saing daerah. Oleh karena itu seyogyanya komoditas unggulan lintas sektor / sub sektor dituangkan dengan surat keputusan (SK) Bupati Kabupaten Balangan.
PENUTUP Komoditas unggulanKabupaten Balangan adalah seluruh sektor usaha ekonomi yang tergolong dapat diperbaharui (renewable). Berdasarkan aspek tujuan maka bobot terbesar adalah aspek penyediaan / penciptaan lapangan kerja (0,38); aspek pertumbuhan ekonomi (0,33) dan yang ketiga adalah aspek peningkatan daya saing produk (0,29). Skor terbobot terbesar sampai terkecil tiap sektor / sub sektor ekonomi menurut tingkat urutan kepentingan dalam rangka penetapan Komoditas unggulan adalah sub sektor Perkebunan (0.15588130), sektor industri (0.14430930), tanaman pangan (0.13546270), agro-industri (0.13063270), jasa, perdagangan
dan pariwisata; (0.10822870); peternakan (0.09195703), perikanan (0.08558705), buah-buahan (0.07750803) dan sayur-sayuran (0.07043327).
Komoditas
unggulan
daerah Kabupaten
Balangan per sektor / sub sektor : Sub sektor Perkebunan adalah Karet, Sektor industri adalah kayu olahan termasuk meubel furniture; industri kerajinan, Kelompok tanaman padi dan palawija adalah tanaman padi dan jagung, Sub sektor agro-industri meliputi makanan olahan termasuk kue kering dan; pengolahan ikan kering serta kerupuk, Sektor jasa perdagangan dan pariwisata adalah rumah makan termasuk kulinernya dan bengkel, Sub sektor peternakan adalah ternak Ayam Ras, Sapi dan Itik, Sektor perikanan dan kelautan adalah usaha budidaya ikan kolam dan budidaya ikan dalam karamba, Kelompok buah-buahan adalah Duku, Pampakin dan Cempedak dan Kelompok komoditas sayuran adalah Labu. Komoditas unggulan Kabupaten Balangan untuk lintas sektor/subsektor adalah Karet, Padi, Kayu olahan dan meubel furniture, Kerajinan, Makanan olahan termasuk gula aren dan kue kering, Ayam Ras, Duku, Rumah makan dan kulinernya dan Budidaya ikan kolam.
DAFTAR RUJUKAN Aris Ananta 2008; Suatu Wacana Paradigma Pembangunan Indonesia, Radar Banjar. Rabu 12 Maret, 2008. Argyris 1998, Empowerment: The Emperor new Clothes; Harvard Business Review. May- Jun, p. 98-105. Arifin, 2006; Kawasan Timur Indonesia: Memacu Daya Saing Keterkaitan Fungsional antar Wilayah; Masagena Press. Makassar. Balitbangda, 2008, Strategi Pengembangan Wilayah berbasis Komoditas Unggulan,. Balitbangda Banjarmasin Balitbangda, 2008, Pengembangan Komoditas Unggulan,. Balitbangda Banjarmasin Brata, Aloysius Gunadi, 2005, Indeks Pembangunan Manusia, [wbuj-brata-paper pdf] Hill, 2002; Ekonomi Indonesia; PT. Rajagrafindo Persada; Jakarta.
Human Development Report 2001. “Making new technologies work for human development,” New York: United Nations Development Program.
Jhingan, 2000, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT. Rajagrafindo, Jakarta Kerlinger, Fred N. 2000. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Leigh, Andrew & Justin Wolfers, 2006, Happiness and Human Development Index: Australia Is Not a Paradox, The Australia Economic Review Lucas, E.R. 1998. On the Mechanics of Economic Development. Journal of Monetary Economics. Vol. 22. Mankiw, N.G. D. Romr and D.N. Weil. 1992. A Contribution to the Empirics of Economic With. Quarterly. Journal of Economics, Vol. 107. Mantra, Ida Bagus, 2004. Filsafat Penelitian Dan Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar Yogyakarta Masri, Sinagrimbun, dan Sofian Effendi, 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Yogyakarta
Sadono Sukirno, 1985, Ekonomi Pembangunan, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta Tri Widodo, 2006, Perencanaan Pembangunan, UPP STIM YPKN Yogyakarta Todaro, Smith, 2006, Pembangunan Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta Telisa, Aulia Falianti, 2007, Dampak Perkembangan Cina Terhadap Negara-negara ASEAN, Jurnal Kebijakan Ekonomi Vol. 3 No.1