Success Story
Hasil Kajian Beberapa Komoditas Unggulan Provinsi Aceh Oleh Basri A. Bakar T. Iskandar
Disampaikan pada Raker Badan Litbang Pertanian Di Jakarta, 2 – 4 Desember 2010
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nanggroe Aceh Darussalam 2011
Executive Summary Selama kurun waktu 2006 – 2009, BPTP sudah berkiprah dalam melakukan tugas dan fungsinya di Provinsi Aceh berupa pengkajian/ penelitian dan diseminasi hasil pertanian, termasuk di dalamnya program strategis seperti program Pengembangan Usaha Agribsinis Perdesaan (PUAP), Program Swasembada Daging Sapi (PSDS), SL-PTT Padi Sawah, Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) dan lain-lain. Secara umum, kegiatan tersebut memberikan dampak positip bagi masyarakat melalui penyebaran adopsi teknologi dan peningkatan pendapatan. Namun demikian ada juga program yang dampaknya terbatas, karena kurang mendapat sokongan dan dukungan dari pihak/ lembaga terkait baik pemerintah daerah maupun swasta. Di antara kegiatan tersebut, ada yang dianggap berhasil, karena kehadiran BPTP telah memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan sektor pertanian di daerah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meskipun dalam hal-hal tertentu sulit diukur, namun secara kasat mata, beberapa rakitan teknologi dan pendampingan yang dilakukan, telah membawa dampak positip bagi arah kebijakan daerah untuk masa mendatang. Salah satu indikator keberhasilan kinerja BPTP adalah jika pemerinatah daerah secara intensif memanfaatkan BPTP untuk mendukung pelaksanaan pembangunan pertanian daerah. Untuk itu program penelitian dan pengkajian yang dilakukan harus selaras dengan kebutuhan stakeholders dan praktisi agribisnis termasuk petani. Selain itu kerjasama dengan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/ kota menjadi hal yang penting dan terus diupayakan. Tujuan penulisan Success Story ini adalah menjadi bahan lesson learning untuk disebarluaskan dari hasil kegiatan pengkajian dan diseminasi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh selama kurun waktu 2006-2009 serta menjadi acuan dalam pengembangan teknologi pertanian spesifik lokasi di Provinsi Aceh.
2
1.
PENGEMBANGAN KOPI ARABIKA DATARAN TINGGI GAYO I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia. Sejak jaman Hindia Belanda sampai saat ini, Indonesia menjadi negara produsen kopi terbesar ke empat setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam. Bagi masyarakat Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kopi identik dengan kehidupan, karena sebagian besar penduduk di dua wilayah dataran tinggi ini menggantungkan hidupnya dari komoditas kopi dengan luas areal mencapai 86.270 ha.
Sekitar 85 % dari luas lahan tersebut ditanami
dengan Kopi Arabika, sedangkan sisanya ditanami Kopi Robusta. Sayangnya sejak konflik GAM – RI yang berkepanjangan melanda Provinsi NAD (terutama periode 1998 – 2004), produksi kopi
terus menurun. Kebanyakan petani membiarkan kebun
mereka tanpa rawatan, sehingga hampir 37% (31,45 ha) rusak atau tidak produktif. Akibatnya produktivitas kopi menurun pada tingkat 400 – 500 kg/ ha, padahal produktivitas kopi Arabika dalam bentuk beras (green coffee) dapat mencapai 2.000 kg/ ha/ tahun. Sejak penandatangan MoU antara GAM dan RI pada 15 Agustus 2005, Aceh mulai kondusif, sehingga petani mulai bergairah kembali mengurus tanaman kopi dengan melakukan rehabilitasi kebun dengan cara peremajaan dan pemupukan. Melalui kerjasama dengan berbagai pihak, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian melakukan pembinaan dan pengkajian. Salah satunya kerjasama dengan Aceh Partnerships for Economic Development (APED) UNDP dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember melakukan penelitian terhadap beberapa varietas kopi yang ada di dataran tinggi Gayo. Perkebunan kopi yang terdapat di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah merupakan perkebunan kopi rakyat.
Pada tahun 1990, teknologi
budidaya kopi
3
Arabika Organik mulai diterapkan para petani kopi di Aceh Tengah, kemudian sejak tahun 1992 kopi Arabika Organik telah diekspor ke beberapa negara seperti Eropa, Amerika dan Jepang melalui Perusahaan Daerah (PD) Geunap Mupakat (Gayo Mountain Coffee). Juga beberapa perusahaan lain yang ikut serta sebagai eksportir kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah masing-masing Forestrade (Gayo Highland Coffee) dan KUD Entan Pase (Gayo Bandar Kopi). Kopi Arabika merupakan salah satu komoditi unggulan daerah NAD yang memberikan kontribusi nyata bagi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan petani. Dalam acara Duek Pakat pada bulan September 2003 di Takengon Kabupaten Aceh Tengah yang dihadiri oleh Wakil Presiden dan para Menteri Kabinet Gotong Royong, juga menetapkan Kopi Arabika sebagai satu komoditi unggulan daerah.
4
1.2. Permasalahan Pengembangan Kopi a. Produktivitas masih rendah (rata-rata 460 - 700 kg/ha/ th) atau masih di bawah potensi normal, padahal produktivitas kopi Arabika dapat mencapai 2.000 kg/ha/th. Rendahnya produktivitas Kopi Arabika dataran tinggi Gayo ini disebabkan : •
Konflik GAM – RI di Aceh mengakibatkan petani tidak merawat kebun kopi yang
yang ada seperti pemangkasan, pembersihan kebun dan
pemupukan. Banyak tanaman kopi usia tua dan peremajaan sulit dilakukan karena keterbatasan
modal.
Bila
ditargetkan
secara
ekstensifikasi
dengan
produktivitas target tersebut hanya dapat dipenuhi dengan perluasan areal seluas 100.000 – 120.000 ha (Karim. AB, Yardha, Tahun 2000). •
Tingginya intensitas serangan penyakit karat daun dan busuk akar karena kurangnya
perawatan.
b. Areal rusak pada sentra kopi Aceh mencapai 46,6 %, belum termasuk tanaman menghasilkan yang kurang produktif c. Beragamnya jenis kopi Arabika yang dikembangkan oleh petani di dataran tinggi Gayo. d. Kurang atau tidak tersedianya bibit kopi Arabika Gayo dari klon yang unggul kompetitif, serta paket budidaya dan pasca panen belum diterapkan oleh petani secara tepat. e. Industri hilir yang kurang berkembang, sehingga ekspor umumnya dalam bentuk produk primer. f. Tidak tersedianya lagi pendanaan khusus untuk sektor perkebunan seperti Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor (PRPTE).
5
II. KEBUN PERCOBAAN KOPI GAYO - BPTP NAD 2.1. Sejarah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NAD meiliki 3 Kebun Percobaan (KP) yaitu Kebun KP Lampineung Banda Aceh, KP Paya Gajah Aceh Timur dan KP Gayo Kabupaten Bener Meriah. Khusus KP Gayo Pondok Gajah dengan fokus tanaman kopi berlokasi sekitar 5 km dari Redelong ibukota kabupaten. Luas Kebun Percobaan Gayo Pondok Gajah sekitar 15 hektar. Kehadiran KP Gayo, diharapkan dapat menjadi motor penggerak dalam pengembangan teknologi kopi rakyat di dataran tinggi Gayo. Sejarah Kebun Percobaan Kopi Gayo ini berawal dari Proyek IDAP (1978 – 1986) yaitu kerjasama Pemerintah Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda dengan pertimbangan bahwa sebagian besar kehidupan masyarakat Aceh Tengah bergantung pada hasil tanaman kopi, namun sistem pengelolaannya masih sangat sederhana dengan produktivitas rata-rata 400 kg kopi / ha/ th. Setelah proyek tersebut berakhir, maka sejak tahun 1986 kegiatan pembinaan dilanjutkan oleh Proyek PPW/ LTA-77. Di samping kegiatan pengolahan kopi, proyek ini juga membentuk unit penyuluhan dan unit agronomi yang mengemban misi sosial dalam pengembangan kopi rakyat di Aceh Tengah. Sejak 20 Januari 1987, proyek ini memisahkan diri dengan nama PD Geunap Mupakat. Sejak itu pula, unit Agronomi dan Penyuluhan berubah nama menjadi Agro Research yang bertugas melakukan penelitian dan pengembangan Kopi Arabika di Aceh Tengah. Selanjutnya
dengan
selesainya
pembangunan
gedung
perkantoran,
laboratorium, perumahan dan fasilitas lainnya, pada tanggal 3 Maret 1992, Agro Research tersebut diganti nama menjadi Balai Penelitian Kopi (BPK) Gayo yang diresmikan oleh Menteri Pertanian Prof Dr Syarifuddin Baharsyah. Pada saat itu juga ditandatangani MoU antara Pemerintah Daerah Aceh dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember melalui SK No. 074/285 dan No. 01/SPK/APP/II/1992.
Namun
kerjasama tersebut berakhir seiring keluarnya SK Mentan No. 789/Kpts/OT/12/1994 tanggal 13 Desember 1994 yang menyebutkan seluruh aset BPK Gayo dikelola oleh
6
Departemen Pertanian. BPK Gayo dalam hal ini menjadi salah satu Instalasi BPTP NAD dengan nama Kebun Percobaan Gayo (KP-Gayo).
2.2. Peran Kebun Percobaan Gayo Kebun Percobaan Gayo yang secara struktur berada di bawah BPTP NAD merupakan kebun kopi yang menyimpan koleksi plasma nutfah kopi Arabika dataran tinggi Gayo. Pada saat ini plasma nutfah kopi di KP-Gayo terdiri atas enam klon tanaman penaung kopi yang tahan kutu loncat dan 46 varietas kopi yang didatangkan dari Brazil, Amerika Serikat, Thailand, Queendsland, India, Papua Nugini, Puslit Kopi dan Kakao Jember serta dari Aceh Tengah sendiri. (Tabel 1). Tabel 1. Plasma Nutfah Kopi Arabika di Kebun Percobaan Gayo No
Ex
Varietas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Thailand Thailand Thailand Queensland Queensland Queensland Queensland Queensland PNG PNG PNG PNG Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil
CH.306 P.88 H.528 C-41 C-47 C-48 C-49 C-50 NG.7468 NG.7361 NG.7359 NG.7364 C.1669-20(Cova 285) C.1669-33(Cova-1) C.3020-2(Cova- 76) C.3011-1(Cova- 141) C.1669-3(Cova- 496) C.2967-8(Cova- 1) C.2969-1(Cova- 31) C.3540-4(Cova 1996) C.3548-3(Cova 1911) C.3551-3(Cova 1667) C.166933(Cova2998)
Jumlah (btg) 2.652 8.792 1.962 3.529 4.083 3.579 669 4.770 1.490 553 964 529 15 20 47 40 28 40 47 83 68 70 58 40
Lokasi Lap. I Lap. II Lap. I Lap. I Lap. I Lap. I Lap. I Lap. II Lap. II Lap. II Lap. II PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM PDGM
7
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Brazil Brazil Brazil Brazil Brazil India India Indonesia Indonesia Ind (Jember) Ind (Jember) Ind (Jember) Ind (Jember) Ind (Jember) Ind (Jember) Ind (Jember)
C.3009-3(Cova 183) C.2967-4(Cova 118) Caturra Red Caturra Ylw CIFC.519-3 CIFC.520-3 Covery SLN 9 C.T.T C. Jaluk BP.415 A BP. 425 A BP. 426 A BP. 427 A BP. 428 A BP. 429 A
43 *) *) *) *) 227 230 75 2.191 *) *) *) *) *) *) *)
PDGM Lap. IV Lap. IV Lap. IV Lap. IV PDGM PDGM Lap. I Lap.II, Lap.Induk Lap. IV Lap. IV Lap. IV Lap. IV Lap. IV Lap. IV
Dalam rangka meningkatkan produksi kopi di kedua kabupaten tersebut, perlu melakukan langkah-langkah sbb: 1.
Memfungsikan kembali atau merenovasi KP Gayo sebagai Kebun Induk Bibit dalam pengembangan atau penyediaan bibit kopi Arabika rakyat serta menjadikan KP Gayo sebagai pusat penelitian kopi arabika Aceh yang harus mendapat dukungan Pemda NAD dan Pemda Kabupaten.
2.
Melakukan penelitian atau transformasi paket teknologi budidaya/ pasca panen kopi Arabika Gayo yang spesifik.
3.
Meningkatkan/ memperbanyak usaha peremajaan tanaman Kopi Arabika Gayo oleh petani.
4.
Melakukan koordinasi dengan Pemda, NGO dan Forum Kopi
5.
Meningkatkan kerjasama dengan Puslit Kopi dan Kakao Jember
Tabel 3.
Perkembangan Areal Produksi Tanaman Kopi Perkebunan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah (2004 – 2008) Luas Areal (ha)
Tahun
TBM
TM
TR
Jumlah (ha)
Prod (ton)
Rata-rata Produktivitas (kg/ha)
Jumlah Petani (KK)
2004
6.503 43.670 22.382
72.555
27.448
601,5
57.330
2005
6.674 43.096 29.504
79.274
28.930
653,0
57.401
8
2006
8.075 50.592 27.316
85.983
35.597
699,0
67.417
2007
5.906 57.542 22.472
85.921
40.571
699,0
67.417
86.270
41.076
695,0
65.477
2008 7.402
58.484 20.383
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Prov. NAD, 2008
Tabel 4. Realisasi Ekspor Kopi Aceh 2002-2008 Tahun
Arabika Volume (kg)
Robusta Nilai (US $)
Volume (kg)
Nilai (US $)
2002
10.768.720
21.059.237
64.200
45.409,45
2003
9.386.700
17.841.889
5.160
4.880,32
2004
6.619.200
13.168.312
50.700
50.700,00
2005
3.651.990
10.368.258
64.500
126.350,00
2006
6.797.620
16.890.579
258.000
601.150,00
2007
6.038.435
18.064.022
-
-
2008
7.435.8
26.609.432
-
-
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan UKM Prov. NAD, 2008
Tabel 5. Realisasi Ekspor Kopi Arabika oleh Eksportir di Kabupaten Bener Meriah Negara Tujuan (ton) Tahun
Amerika Serikat
Jepang
Eropa
Jumlah
2004
7.080
497
1.268
8.845
2005
9.040
560
1.989
11.598
2006
14.650
875
2.123
17.648
Sumber : Aceh Dalam Angka, 2007
9
III. FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN DAN PROSPEK KOPI ARABIKA 3.1. Pengkajian dalam jangka panjang BPTP NAD
telah melaksanakan pengkajian jangka panjang mengenai Kopi
Arabika, yang dimulai sejak tahun 1996 tentang Sistem Usaha Pertanian Kopi Organik Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Aceh Tengah. Pengkajian ini bejalan selama 5 tahun, bertujuan untuk mengatasi permasalahan dan membantu pengembangan sistem usaha pertanian kopi arabika organik melalui perbaikan teknologi budidaya petani ke arah usaha agribisnis, berkelanjutan dengan memperlihatkan kaedah konservasi dan kelestarian lingkungan. Produksi kopi Arabika di Aceh Tengah saat itu rata-rata 600 kg/ha/th dengan kadar kotoran di atas 12%. Introduksi paket teknologi pada pengkajian lapang dilakukan pada unit pengkajian khusus (UPK) 50 ha, melibatkan 50 petani kooperator yang memeiliki kopi Arabika berumur lebih 3 tahun atau sudah berproduksi. Sebagai pembanding adalah petani non kooperator pada unit hamparan pengkajian 450 ha. Parameter yang diamati meliputi keragaan agronomi, sosial ekonomi, kelembagaan, sarana dan prasarana pendukung. Hasil pengkajian (1999) menujukkan bahwa introduksi paket teknologi dapat meningkatkan produksi kopi Arabika organik dalam bentuk geondong merah hingga 67 % lebih tinggi dari yang diperoleh petani non kooerator yang hanya 9,38 ton/ ha/ tahun. Produksi pada tahun 2000 masih terjadi kenaikan yakni 14,52 ton/ha/tahun pada petani kooperator, sementara petani non kooperator hanya 9,95 ton/ha/tahun. Selanjutnya pada tahn 21 bila disetai dengan pebaikan manajemen sahatani oganik, ternyata intodksi paket teknologi tersebut dapat menaikkan produksi 16,5% (17,4 ton/ ha/tahun) lebih tinggi dibanding tahun 2000. Berdasarkan hasil pengkajian tesebut, paket teknologi yang diadopsi dapat dikatakan memberikan dampak yang positip tehadap penambahan pendapatan dan kesejahteraan petani serta sesuai dan layak untuk dikembangkan di dataran tinggi Gayo. Hal ini didukung oleh potensi lahan yang sesai, sarana dan prasarana yang 10
memadai, pangsa pasar/ ekspor yang baik. Pendukung lainnya adalah sahatani kopi oganik diminati oleh petani kopi dan mempunyai keunggulan komparatif dengan nilai DRC 0,14. 3.2. Uji Varietas dan Citarasa Tim Peneliti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam dalam kurun waktu setahun terakhir telah melakukan penelitian untuk mendapatkan varietas kopi Arabika di dataran tinggi Gayo yang bercitarasa tinggi yang disenangi oleh konsumen luar negeri sebagai pangsa ekspor terbesar kopi Gayo. Tiga varietas kopi arabika yang mempunyai citra rasa tinggi tersebut yaitu varietas PB 88, Borbor, dan Timtim. Penelitan tersebut meupakan kerjasama BPTP NAD dengan Aceh Partnerships for Economic Development (APED, UNDP), Puslit dan Forum Kopi Aceh. Penelitian
dimulai sejak tahun
2007 dengan metode
observasi dan
pengambilan sample sembilan varietas kopi Arabika yang ditanam oleh petani di dataran tinggi Gayo, yakni Bergendal (varietas local, typical), S 288 (hasil seleksi di India), Bor-bor (hasil seleksi petani), S 795 (seleksi India, diperbaiki oleh PPKKI), Timtim (hasil seleksi KP-Gayo), C 50 (Catimor type, introduksi dari Australia), Catimor Jaluk (hasil seleksi petani), P 88 (catimor type, introduksi dari Thailand) dan BP 542 A (hasil seleksi PPKKI). Test citarasa baik dalam negeri maupun luar negeri (Jepang, USA dan Australia) telah menemukan tiga varietas kopi Arabika Gayo mempunyai citarasa tinggi yakni Timtim (pada ketinggian 1.250 m dpl), P 88 (1.400 m dpl), dan Borbor (1.520 m dpl). Keunggulan tiga varietas kopi tersebut dilihat dari beberapa indikator yaitu fragrance (bau bubuk kopi), aroma (bau kopi setelah diseduh dengan air panas), body (kekentalan), flavor (rasa) dan rasa di mulut dan kerongkongan setelah minum kopi (after taste). Tiga varietas kopi tersebut akan mampu merebut pangsa pasar terbesar penikmat kopi di manca negara. Hal tersebut terindikasi, dimana akhir-akhir ini pasar kopi spesialti tumbuh pesat, khususnya di negara-negara konsumen utama.
11
3.3. Faktor Internal dan eksternal a. Faktor Geografis dan iklim Topografi wilayah Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah sebagian besar merupakan daerah pegunungan dengan kemiringan antara 0 – 45 %, dengan ketinggian antara 100 – 2.500 m dpl. Daerah ini memiliki iklim tipe tropis dengan curah hujan 1.000 – 2.500 mm/ th dan hari hujan antara 143 – 178 hari/ tahun, dengan temperatur udara berkisar antara 18 – 32 oC dan kelembaban udara antara 30 – 86 %. b. Faktor Teknis Faktor teknis meliputi teknologi pembibitan dan budidaya kopi yang mudah diadopsi oleh petani. Dalam upaya pengembangan kopi Arabika, BPTP NAD sejak 1996 telah melakukan serangkaian pengujian dan pengkajian kopi baik budidaya, uji varietas maupun cita rasa. Melalui kerjasama BPTP
NAD dengan Aceh
Partnership Economic Development (APED) dan Forum Kopi telah mengeluarkan Buku Panduan Budidaya Kopi Arabika untuk petani. c. Faktor Non Teknis Meliputi kebijakan pemerintah daerah yang mendukung pengembangan kopi Arabika, sosialisasi, penyuluhan, nilai ekonomis, sosial, budaya dsb. Tahun 2008 misalnya,
Pemerintah
mengeluarkan
SK
Kabupaten
tentang
Aceh
Tengah
pengembangan
kopi
dan
Bener
Arabika
Meriah dan
telah
melarang
pengembangan kopi Robusta. Demikian pula, pada tanggal 27 Januari 2009, Gubernur Aceh telah mengeluarkan SK Pembentukan Tim Persiapan Pelepasan Varietas Kopi Gayo oleh Menteri Pertanian. 3.4. Prospek Kopi Arabika Gayo 1. Kopi
Arabika
dataran
tinggi
Gayo
berpeluang
untuk
mendapatkan
perlindungan Indikasi Geografis. Hal ini bisa dilihat dari reputasi kopi Gayo yang sudah terkenal baik di pasar domestik maupun pasar internasonal.
12
2. Beberapa kawasan di Aceh Tengah, petani sudah menanam kopi Arabika organik, bahkan telah mendapat sertifikat dari SKAL (Asosiasi Pertanian Organik Belanda) yang berada di bawah pembinaan BPTP NAD. 3. Kopi Gayo memiliki cita rasa yang khas, seperti hasil uji cita rasa yang dilakukan oleh salah seorang cupper Christopher Davidson. Ia menyatakan bahwa kopi Gayo memiliki keunikan tersendiri yang tidak terdapat pada jenis kopi lainnya. Keunikan kopi Gayo ini dikenal dengan istilah “heavy body and light acidity” yakni sensasi rasa keras saat kopi diteguk dan aroma yang menggugah semangat. 4. Faktor geografis dataran tinggi Gayo dan pengetahuan tradisional masyarakat dalammengolah kopi menjadi peluang yang sangat besar untuk mendapatkan setifikat IG. 3.4. Bor-bor Juara Tiga Nasional Uji Fisik dan Cita Rasa Dalam Kontes
Kopi Spesialti yang digelar Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia
(AEKI) kerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Indonesia yang berlangsung Oktober 2008 di Jakarta, Kopi Borbor keluar sebagai Juara Ketiga. Kontes tersebut diikuti puluhan kopi jenis Arabika Spesialti Indonesia dengan parameter yang digunakan uji fisik dan citarasa. Untuk melayani permintaan para petani, saat ini Kebun Percobaan (KP) Gayo yang berada di bawah BPTP NAD bekerjasama dengan NGO Mamamia dan BRR sedang melakukan pembibitan Kopi sebanyak 400.000 bibit terdiri dari varietas Timtim dan Ateng Super. Kerjasama ini sudah berlangsung enam bulan lalu, dan sekarang siap disalurkan kepada petani. Tahun 2009, KP Gayo merencanakan melakukan pembibitan varietas Borbor yang menjadi andalan petani saat ini. Program pengembangan bibit kopi arabika terus berjalan di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, hal ini terlihat dari terus diupayakannya kerjasama oleh berbagai pihak dengan Kebun Percobaan Gayo (KP Gayo). Saat ini tengah berjalan
13
kerjasama antara NGO Belanda, MAMAMIA dengan KP Gayo dalam upaya pengembangan bibit kopi arabika sebanyak 200.000 batang. Kesepakatan ini telah dimulai sejak bulan Nopember 2007, dimana MAMAMIA meminta KP Gayo untuk menjadi penyedia bibit kopi Arabika yang benar-benar bermutu sesuai dengan persyaratan teknis untuk diserahkan kepada para petani korban konflik di daerah ini. Program ini memang bertujuan untuk memberdayakan kembali kebun-kebun kopi milik petani yang telah lama mereka tinggal akibat dampak konflik yang berkepanjangan.
3.5. Pelepasan Varietas Setelah melalui pengkajian yang mendalam disertai persyaratan yang ditetapkan, BPTP Aceh bekerjasama dengan APED-UNDP dan Puslit Kopi Kakao Jember, telah menemukan 3 (tiga) varietas unggul kopi yang adaptif yakni Bor-bor, Tim Tim dan P-88. Ketiga varietas tersebut telah dijadikan sebagai varietas unggul yang wajib dikembangkan oleh pemerintah daerah dan petani. Hal ini didasarkan pada pertimbangan cita rasa dan diminati oleh pasar luar negeri. Untuk mendapatkan legalitas dalam pengembangan bibit kopi unggul, ketiga varietas tersebut akan diusulkan sebagai unggulan kopi nasional melalui seminar pelepasan varietas yang dilaksanakan pada 30 November 2010 di Direktorat Jenderal Perkenbunan Kementerian Jakarta.
3.6. Dukungan yang Diharapkan Dukungan yang diharapkan dalam upaya pengembangan Kopi Arabika di masa mendatang adalah : -
Dukungan Puslit Kopi dan Kakao Jember dalam bentuk kerjasama pengkajian teknologi adaptif.
14
-
Dukungan Pemda NAD, Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah untuk pembentukan KP Gayo menjadi pusat Penelitian kopi Arabika di Aceh.
-
Dukungan Perbankan untuk modal kegiatan peremajaan
-
Dukungan lembaga penyuluhan
-
Dukungan infra struktur seperti akses jalan dan palabuhan ekspor
-
Dukungan kebijakan ekspor
15
Lampiran 1. Pengkajian Kopi yang dilakukan BPTP NAD No. Judul Pengkajian 1 Pengkajian SUP Kopi Organik Berwawasan Lingkungan 2 Pengkajian SUP Kopi Organik Berwawasan Agribisnis 3 Pengkajian Usaha Pertanian Kopi Organik Berbasis Ekoregional lahan kering 4 Pengkajian Sistem Usahatani Kopi Orgaik Berwawasan Lingkungan di Dataran Tinggi Gayo 5 Pengkajian Sistem Usahatani Kopi Organik Spesifik Lokasi di Provinsi NAD 6 Uji fisik dan citarasa Beberapa Varietas Arabika Dataran Tinggi Gayo 7 Pengkajian Perbaikan Budidaya Kopi Arabika (Kopi Gayo) Spesifik Lokasi melalui Teknologi Pembibitan Varietas Kopi Bor-Bor dan P-88 dengan Kapasitas 20.000 Bibit Meningkatkan 20% Produktivitas Kopi gayo Spesifik Lokasi
Tahun 1996 1997 1998 - 2001 2006 2007 2007 - 2008 2009
Lampiran 2. Kerjasama dengan Unsyiah No
Judul Pengkajian
Tahun
1.
Pengembangan Kopi Arabika di Aceh Tengah: Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan Pengembangan Kopi Arabika Organik di Aceh Tengah: Potensi Ketersediaan Pupuk Organik dari Bahan Baku Lokal Analisis Margin Tataniaga Kopi Arabika Organik di Aceh Tengah Daerah Istimewa Aceh Metode Pelaksanaan karakterisasi Wilayah untuk Pengkajian Kopi Organik di Aceh Tengah Analisis Keunggulan Komparatif Usahatani Kopi Arabika Organik di Daerah Istimewa Aceh (1999) Pengaruh Kompos Kulit Kopi terhadap Perbaikan Komposisi Hara dan Produksi tanaman Kopi Dewasa pada Tanah Berkapur Burni Bius Aceh Tengah Kajian Kesuburan Tanah Andosol Kebun Kopi Arabika di Aceh Tengah (Syarat Dasar pengembangan Kopi Arabika)
1998
2. 3. 4. 5. 6. 7.
1999 1999 1999 1999 2001 2001
16
2. Pengembangan Kedelai Kipas Merah Kedelai merupakan komoditi unggulan di Provinsi Aceh di samping padi sawah. Daerah sentra produksi kedelai terdapat di Kabupaten Bireuen, Pidie, Aceh Tamiang, Aceh Utara dan Aceh Timur. Petani menanam kedelai di lahan sawah dan di lahan kering. Pada lahan sawah kedelai ditanam setelah panen padi sawah pada bulan Maret dan panen pada bulan Juni. Pada lahan kering kedelai ditanam sepanjang tahun.
Sejak tahun 1997 terjadi peningkatan rata-rata produktivitas kedelai di Aceh dari 1,2 ton/ha menjadi 1,5 ton /ha di tingkat petani. Di tingkat penelitian yang dilakukan oleh BPTP NAD produktivitas dapat dicapai 2,0 – 2,5 ton/ha
dengan
adanya varietas unggul baru yang dikembangkan oleh BPTP NAD seperti : Burangrang, Kaba, Tanggamus dan Ijen. Sejak konflik melanda Provinsi Aceh dari tahun 1998 sampai 2005 produksi kedelai di Aceh menurun drastis, karena petani banyak tidak menanam kedelai terutama di gunung/ lahan kering. Setelah terciptanya perdamaian di Provinsi Aceh pada tahun 2005, petani mulai menanam kedelai baik di lahan kering maupun di sawah setelah panen padi rendengan. Dalam upaya pengembangan dan peningkatan produktivitas kedelai di Provinsi Aceh, BPTP Aceh telah melakukan pengkajian-pengkajian di lapangan terutama pada
17
daerah sentra produksi kedelai dengan menerapkan teknologi PTT yang meliputi (1) menggunakan varietas unggul baru (seperti Anjasmoro, Kipas merah, Grobogan, Panderman dan Burangrang), (2) benih bermutu dan berlabel, (3) populasi tanaman, (4) pembuatan saluran drainase, (5) pengendalian OPT, (6) pemupukan berimbang, (7) perlakuan benih dengan rhizobium, (8) pemberian pupuk organik. Dari hasil pengkajian diperoleh bahwa varietas Kipas Merah dan Anjasmoro cocok dikembangkan di Provinsi Aceh dengan hasil dapat mencapai 3 ton/ha bila ditanam pada bulan Maret, panen bulan Juni. Penanaman pada bulan Juli, panen bulan Oktober hasilnya lebih rendah (1,6 – 2,0 ton/ha) baik di lahan kering maupun di lahan sawah.
18
3. Penangkaran Benih Kentang Bermutu Kentang merupakan komoditas yang sangat prospektif dan potensial untuk dikembangkan di Provinsi Aceh. Saat ini kentang menjadi bahan industri bahan makanan olahan berupa keripik kentang dan chip, makanan setengah jadi berupa pati kentang, tepung, kentang kering, kentang beku dan kentang kaleng serta bahan industri non makanan yakni pengolahan wol, kain sutera dan pembuat cat. Kebutuhan masyarakat terhadap kentang tampaknya akan terus meningkat. Menurut analisis Bank Dunia, proyeksi peningkatan permintaan sayuran 2010 – 2015 rata-rata 3,6% - 5% per tahun. Kentang sangat berperan dalam diversifikasi menu dan sangat fleksibel untuk diolah menjadi berbagai jenis makanan siap saji (fast food). Pada tahun 2008 luas pertanaman kentang di Provinsi Aceh tercatat 1.230 ha, dengan produksi mencapai 170.460 ton, sehingga diperkirakan kebutuhan bibit kentang untuk areal seluas tersebut mencapai 1.845 ton, dengan asumsi jumlah kebutuhan benih 1,5 ton/ha. Pengkajian
ini
merupakan
kegiatan
lapangan
(On-Farm
Research),
dilaksanakan dengan mengutamakan unsur partisipatif dan kemitraan antara peneliti/ pengkaji, penyuluh lapangan, petani dan pengguna lainnya. Dalam pelaksanaannya tentunya melibatkan instansi terkait antara lain : Dinas Pertanian Kabupaten Bener Meriah, BPP Kecamatan, Aparat Desa dan lain-lain. Pengkajian dilaksanakan di Desa Delung Asli Kecamatan
Bukit Kabupaten
Bener Meriah (2008) dan Desa Wih Ilang Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah (2009) dengan ketinggian 1.611 m dpl serta titik koordinat N 04 0.29”.557’ dan E 960.47”.165’. Luas lahan di desa ini ± 1.500 ha dengan jenis tanah umumnya podsolid. Jumlah petani kooperator 3 (tiga) orang masing-masing lokasi dengan luas lahan masing-masing petani kooperator 0,20 ha dengan jumlah bibit masing-masing sebanyak 250 kg varietas Granola bersertifikat G-4 dan 1 (satu) lokasi berada pada Kebun Percobaan Pondok Gajah Kabupaten Bener Meriah. Pada lokasi petani (3 lokasi) bertujuan untuk produksi dengan teknologi pemupukan yang berbasis pupuk organik limbah kulit kopi dan berbagai dosis pupuk anorganik.
19
Bibit kentang di pasaran umumnya berasal dari Berastagi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Pengalengan Jawa Barat. Oleh karena itu potensi kentang di Provinsi Aceh dihadapkan pada dua pilihan, yakni menggunakan bibit yang berasal dari tanaman petani sendiri dengan harga lebih murah tetapi membutuhkan input lebih tinggi karena tanaman lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit lebih tinggi, atau menggunakan bibit berasal dari penangkar dengan harga lebih mahal, akan tetapi lebih tahan terhadap hama dan penyakit, serta produksi lebih tinggi. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembinaan/ pelatihan dan kegiatan penangkaran di lapangan, dilaksanakan dengan mengutamakan unsur partisipatif dan kemitraan antara pengkaji, penyuluh lapangan dan petani koperator. Dalam pelaksanaannya melibatkan instansi terkait, Dinas Pertanian Kabupaten, Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten, BPP Kecamatan dan Aparat desa lainnya.
20
Tabel 1. Deskripsi perakitan Teknologi introduksi pada pemberdayaan kelompok tani sebagai penangkar benih kentang. Komponen No Uraian Teknologi 1 Lahan Tegalan 2 Pengolahan tanah 2 kali traktor dan 1 kali pacul/ratakan 3 Bedengan Lebar 50 cm, panjang tergantung lahan, tinggi 60 cm untuk lahan sawah, 30 cm untuk lahan tegalan. 4 Varietas Granola, Margahayu dari Balai Penelitian Sayuran. 5 Asal bibit Kultur jaringan/penangkar G3=Granola 6 Ukuran bibit 30 – 40 gram/knol/umbi 7 Cara tanam Tanpa lobang (musim Hujan) 8 Jarak tanam 50 cm x 30 cm 9 Bokasi Limbah kopi 300 gram/rumpun, diberikan saat tanam 3 perlakuan Paket A Tanpa Penambahan Pupuk (kontrol) Paket B penambahan Urea 2 kg/ ton kompos Paket C Penambahan NPK 2 kg/ton kompos 10
11
Pemeliharaan Pembubunan Fungisida - Antracol, Dithane - M45 Velimex, Ridomil MZ Insektisida - Curacron, Marshal, Padan, Confidor,dll Citowet (perekat) Perlakuan tanaman
12
Panen
13
Pasca panen
14
Penyimpanan benih
Dilakukan saat pemupukan ke 2/penyiangan Dosis anjuran, disemprot mulai umur 3 minggu setelah tanaman, dengan interval 7 hari sekali
Disemprot mulai umur 3 minggu setelah tanam dengan interval waktu 7 hari sekali
Umur 80 hari setelah tanam daun dipangkas agar cepat kering bertujuan terhindar dari hama/penyakit dan umbinya cepat matang Umur 100 hari setelah tanam/disesuaikan dengan kondisi lapangan Setelah panen dibiarkan beberapa hari di ruangan agar tanah yang melekat pada umbi kering dan jatuh Dibuat rak dengan ventilasi udara baik/dengan perlakuan
Pembuatan Pupuk Organik Proses pembuatan pupuk kompos dilakukan 1 – 2 bulan sebelum pemakaian. pupuk organik limbah kulit kopi dan pupuk kandang abu sekam padi difermentasi dengan menggunakan EM-4.
21
Tabel 2. Tanggap Berbagai Komposisi Pupuk Kompos Paket Pemupukan
A = Kompos + 2 kg Urea B = Kompos + 2 kg NPK C = Kompos + 0 kg pupuk
Jumlah umbi 11,80 13,60 12,43
Jumlah umbi konsumsi 1,17 1,56 1,57
Jumlah umbi bibit 10,63 11,04 10,86
Pada tabel di atas terlihat bahwa perimbangan antara pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik sudah cukup baik dalam menekan jumlah umbi konsumsi per rumpun, hal ini sangat penting karena tujuan kegiatan adalah untuk menghasilkan bibit kentang bermutu. Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik tanah, dapat digunakan sebagai sumber kimia di dalam tanah yang sangat penting artinya dalam memberikan tingkat kesuburan tanah. Pemberian pupuk organik dapat dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi dan juga harus dianggap sebagai sumber Nitrogen dan hingga tingkat tertentu sebagai sumber P dan K. Demikian juga tambahan pupuk anorganik berupa pupuk Urea, ZA, SP-36, KCl dan NPK juga cukup membantu dalam upaya memperkaya pupuk organik dalam hal kandungan unsur hara terutama unsur makro.
22
Tabel 3. Dosis, waktu dan cara pemberian pupuk pengkajian kentang tahun 2009 Jenis pupuk
Dosi s/ha (kg)
Dosis pupuk per tanaman ( gram) Saat tanam
Susulan 35 hst
55 hst
Total/ tanaman (gram)
Cara pemberian
Paket A 10.000
500.0
ZA
150
2.0
2.0
Urea
100
1.3
SP - 36
200
KCL
300
Kompos
-
-
500.0
tabur/melingkar
2.0
6.0
tabur/melingkar
1.3
1.3
4.0
tabur/melingkar
8.0
-
-
8.0
tabur/melingkar
6.0
-
6.0
12.0
tabur/melingkar
tabur/melingkar
Paket B 10.000
500.0
-
-
500.0
NPK
250
5.0
-
5.0
10.0
(NK)
250
5.0
-
5.0
10.0
tabur/melingkar
Kompos
tabur/melingkar
Paket C Kompos NPK Cair
10.000
500.0
-
-
500.0
tabur/melingkar
407
2.5
5.0
5.0
16.3
100 ml/tanaman
(1 kg/40 ltr air)
(1kg/20 ltr air)
(1kg/20 ltr air)
Bahan baku pupuk organik adalah bahan-bahan yang tersedia di lokasi pengkajian. Bahan baku kompos adalah : limbah kulit kopi, pupuk kandang, abu sekam padi difermentasi dengan menggunakan EM-4.
Komposisi pupuk kompos
limbah kulit kopi adalah sebagai berikut :
23
Tabel 4. Komposisi Pupuk Kompos Limbah Kopi pada Pengkajian kentang. Bahan
Komposisi / ton kompos (%)
Kebutuhan/ ha(10 ton) kompos (kg)
Limbah kulit kopi
50
5.000
Pupuk kandang
20
2.000
Abu sekam padi/kopi
30
3.000
Gula merah
1 kg/ton
10
EM - 4
1 kg/ton
10
Ket
Produktivitas Meningkat Produktivitas merupakan hasil akhir dari sebuah kegiatan pengkajian dilapangan. Produksi per hektar masing-masing paket terlihat bahwa pemberian kombinasi pupuk organik dan anorganik yang menghasilkan produksi tertinggi adalah paket B (pupuk kompos 10.000 kg/ha + NPK 250 kg/ha + NK 250 kg/ha) yaitu 31,81 ton/ha yang diikuti oleh paket C (pupuk kompos 10.000 kg/ha + NPK yang dicairkan sebanyak 407 kg/ha) sebanyak 28,55 ton/ha dan tidak berbeda secara nyata pada taraf 0,05 %, tetapi berbeda nyata dengan Paket A (pupuk kompos 10.000 kg/ha + ZA 150 kg/ha +Urea 100 kg/ha + SP-36 200 kg/ha + KCl 300 kg/ha) yaitu 24,30 ton/ha.
Tabel 5. Tanggapan Berbagai Komposisi Pupuk Terhadap Produktivias Kentang per Hektar.
24
Paket
Paket A
Paket B Paket C
Jenis Pupuk
Dosis/ ha (kg)
Kompos ZA Urea SP-36 KCl Kompos NPK NK
10.000 150 100 200 300 10.000 250 250
Kompos
10.000
NPK Cair
Produksi/ha(ton)
24,30
31,81 28,55
407
3. Inovasi Penggunaan Benih Padi Berkualitas pada Lahan Sawah Irigasi Provinsi Aceh merupakan daerah agraris dan juga merupakan salah satu daerah lumbung pangan yang mendukung program pemerintah di bidang peningkatan persediaan beras nasional. Upaya peningkatan persediaan beras nasional tidak terlepas dari upaya peningkatan produktivitas padi pada daerah sentra produksi. Bagi sebagian masyarakat umum ketergantungan terhadap beras adalah merupakan suatu hal yang tidak dapat tergantikan dengan komoditi, hal ini karena beras merupakan merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyrakat di Indonesia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh merupakan salah satu UPT Badan Litbang Pertanian yang mempunyai tupoksi melakukan pengkajian dan diseminasi
hasil
teknologi
pertanian,
khususnya
terhadap
upaya
perbaikan
produktivitas komoditi padi di Aceh. Biasanya padi akan tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila benih yang digunakan berasal dari benih yang berkualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan benih berkualitas dapat meningkatkan produksi padi mencapai 20 %, apabila faktor lain dalam keadaan normal. Sejak tahun 2007, BPTP Aceh telah memperkenalkan beberapa varietas unggul padi pada beberapa wilayah di Provinsi Aceh di antaranya Aceh Utara, Pidie Jaya, Pidie, Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan. Pengenalan beberapa varietas
25
unggul padi ini dilakukan melalui kegiatan demplot PTT padi sawah dan kegiatan perbanyakan benih/ bibit mendukung kegiatan SL-PTT.
Inovasi Teknologi Penerapan inovasi teknologi penggunaan benih berkualitas pada beberapa kabupaten di Provinsi Aceh telah membawa perubahan terhadap peningkatan produktivitas padi, perilaku petani serta tambahan pendapatan usahatani, sehingga sampai dengan tahun 2010 luas areal pembinaan ini telah mencapai 27 ha. Adapun inovasi teknologi yang diterapkan adalah penggunaan benih berkualitas
dan penanaman sistem legowo. Penerapan sistem legowo awalnya
mendapat tantangan yang cukup berat dari anggota kelompok tani, karena sistem ini dianggap tidak efisien dan banyak memakan tempat, sehingga populasi tanaman menjadi berkurang, Padahal tidak demikian, karena
sistem ini dapat menambah
jumlah populasi per satuan luasnya.
Tahun 2007 Kegiatan demplot PTT tahun 2007 dilakukan pada tiga kabupaten yaitu Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh Utara, Kecamatan Ulim Pidie Jaya dan Kecamatan Manggeng dan Tangan-Tangan Aceh Barat Daya. Varietas yang di kembangkan adalah Hipa-3, Hipa-4, Rokan, Ciherang, Cigeulis, Ciapus, Batang Gadis dan Mekongga. Sebelumnya varietas ini tidak dikenal di kalangan petani, tetapi setelah adanya kegiatan SL-PTT ini petani telah mengenal adanya beberapa varietas baru dan karakteristiknya. Dari beberapa varietas yang diperkenalkan, hasil yang tertinggi dijumpai pada varietas Maro dengan rata-rata produksi mencapai 7,84 t/ha, diperoleh pada lokasi Kabupaten Aceh Barat Daya.
Tahun 2008 Pengembangan benih berkualitas pada tahun 2008 dilakukan melalui kegiatan perbanyakan benih/ bibit. Kegiatan ini dilakukan pada tiga kabupaten yaitu; Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar seluas 10 ha (42 petani), Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie, seluas 8 ha (38 petani) dan Kecamatan Manggeng, Tangan-
26
Tangan dan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, seluas 3 ha (30 petani). Adapun jenis varietas yang dikembangkan adalah Krueng Aceh, Ciherang dan Mira-1. Hasil unbinan dari ketiga jenis varietas yang dikembangkan ini terlihat bahwa Varietas Ciherang menujukkan hasil yang tertinggi yaitu mencapai 7,8 t/ha.
Tahun 2009 Pengembangan benih berkualitas pada tahun 2009 juga dilakukan melalui kegiatan perbanyakan benih/ bibit. Kegiatan ini dilakukan pada tiga kabupaten yaitu; Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya, seluas 10 ha (39 petani), Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie seluas 8 ha (48 petani) dan Kecamatan Manggeng, TanganTangan dan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, seluas 5 ha (37 petani). Adapun jenis varietas yang dikembangkan adalah Krueng Aceh, Ciherang dan Mira-1. Dari ke tiga jenis varietas yang dikembangkan ini terlihat bahwa Varietas Ciherang menujukkan hasil yang tertinggi yaitu mencapai 7,8 t/ha, hasil ini diperoleh berdasarkan hasil ubinan.
Dampak Inovasi Teknologi Inovasi teknologi yang diterapkan selalu menghasilkan dampakbaik negatif maupun positif. Biasanya dampak ini terlihat pada musim tanam berikutnya, karena pihak BPTP tidak lagi memberikan bantuan saprodi, sehingga dapat dinilai apakah petani masih mau mengikuti teknologi yang kita anjurkan atau ditinggalkan. Dari hasil pemantauan tim monitoring dan evaluasi bahwa dampak teknologi, yang banyak dilanjutkan oleh petani adalah tentang penggunaan varietas berkualitas. Hal ini terlihat bahwa petani akan melanjutkan penanaman benih tersebut pada musim tanam berikutnya dengan jumlah petani yang semakin banyak. Sebagai salah satu contoh kegiatan perbanyakan benih/ bibit di lokasi Kaupaten Aceh Barat Daya mulai tahun 2008 dan 2009 luas pembinaan 8 ha dengan jumlah petani 37 orang, maka untuk tahun 2010 ini luas kegiatan ini telah mencapai 30 ha dengan jumlah petani mencapai 95 orang.
27