LAPORAN KHUSUS | MENJALANKAN AMANAT MENGAWASI “YANG MULIA”
MAJALAH
MEDIA INFORMASI HUKUM DAN PERADILAN
EDISI MARET - APRIL 2013
STOP!
Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat Telp : 021 390 6215, Fax : 021 390 6215, PO BOX 2685 e-mail :
[email protected] website : www.komisiyudisial.go.id
MAJALAH KHUSUS KOMISI YUDISIAL TIDAK DIPERJUAL BELIKAN
PELECEHAN HAKIM DAN LEMBAGA PERADILAN
DAFTAR ISI EDISI MARET - APRIL 2013
LAPORAN KHUSUS MENJALANKAN AMANAT MENGAWASI “YANG MULIA” Pengawasan hakim merupakan manifestasi dari wewenang Komisi Yudisial untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Kewenangan tersebut dilaksanakan Komisi Yudisial melalui fungsi pengawasan, dimana Komisi Yudisial berfungsi sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap perilaku hakim.
25
03 LAPORAN UTAMA STOP! PELECEHAN HAKIM DAN LEMBAGA PERADILAN Komisi Yudisial sedang merancang sebuah beleid tentang tata cara advokasi hakim untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Program advokasi hakim dilakukan guna mengimplementasikan kewenangan baru yang diberikan Undang-Undang Komisi Yudisial.
18 | PERSPEKTIF Binsar Gultom Hakim Sudah Sejahtera
22
Feri Amsari Jubah Bolong Hakim
22 | POTRET
40 | LEBIH DEKAT
Pengadilan Agama Solok
Arif Hidayat
Terus Melaju dalam Keterbatasan
Seorang Hakim Konstitusi adalah Negarawan
40
43 | TEKNOLOGI
46 | KATA YUSTISIA
51 | SELINTAS
Community Komisi Yudisial
Wibawa Runtuh Karena Selingkuh
Ragam kegiatan internal maupun eksternal Komisi Yudisial. Sosialisasi, seminar, audiensi dan lain-lain.
Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi Kerja
48 | SUDUT HUKUM Putusan Pengadilan Perkara Pidana yang Menyatakan Bahwa Dakwaan JPU Tidak Diterima
58 | RELUNG Tenggelamnya Profesor yang Sombong
EDISI MARET - APRIL 2013
1
DARI REDAKSI
Menjaga Wibawa Pengadilan Pembina Anggota Komisi Yudisial Penanggung Jawab Andi Djalal Latief Redaktur Roejito Editor M. Yasin Titik Ariyati Winahyu Dewan Redaksi & Sekretariat Arif Budiman Adnan Faisal Panji A.J Day Afifi Arnis Duwita Festy Rahma Hery Sanjaya M. Ilham M. Purwadi Sri Djuwati Yuli Lestari Desain Grafis & Ilustrasi Ahmad Wahyudi Dinal Fedrian Widya Eka Putra Sirkulasi & Distribusi Biro Umum
Assalamualaikum. wr. wb
B
ulan maret ini kita semua kembali dikejutkan dengan satu peristiwa yang menyesakan dada. Oknum korps jubah hitam tertangkap KPK karena menerima suap berkaitan dengan kasus yang sedang ia tangani, ironisnya hakim tersebut menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan, sebuah jabatan yang seharusnya memberikan tauladan bagi yunior di bawahnya. Tercatat kejadian ini merupakan kali keenam oknum hakim ditangkap oleh KPK karena kasus yang sama, suap. Hal ini menegaskan kembali tugas utama Komisi Yudisial, dalam hal pengawasan hakim. Pengawasan eksternal perilaku hakim yang dilakukan Komisi Yudisial bersinergi dengan pengawasan internal yang dilakukan oleh Mahkamah Agung sama-sama menaruh perhatian yang besar kepada kalangan hakim. Komisi Yudisial tak sekadar mencari-cari kesalahan hakim. Undang-Undang Komisi Yudisial yang baru juga mengatur tentang advokasi kepada hakim, memberikan perspektif baru bagi Komisi Yudisial untuk lebih menjaga keluhuran
martabat dan perilaku hakim dari praktek-praktek pelecehan terhadap hakim dan lembaga peradilan yang sering dilakukan oleh masyarakat yang sering bertindak di luar batas. Bahkan ketika KY dan MA sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menegakkan kehormatan hakim namun jika budaya hukum masyarakat belum pulih benar dan masih gamang, tetap saja penegakan hukum dianggap kurang maksimal. Menjadi tugas kita semua untuk menciptakan budaya hukum yang benar kepada masyarakat. Terakhir mari kita jaga para “Yang Mulia” dengan tidak berinisiasi melakukan hal-hal yang bisa merusak kewibawaan mereka. Biarlah pengadilan menjadi tempat mencari kebenaran dan keadilan atas dasar fakta hukum, bukan mencari kemenangan atas dasar kapitalisme. Ingatlah kutipan Roscoe Pound; Law is a tool of social enginering: Hukum merupakan alat untuk membangun masyarakat. Mari kita bangun masyarakat dengan penegakan hukum yang profesional. Wassalam Selamat Membaca.
Alamat Redaksi: KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA, Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat, PO.BOX 2685, Telp: (021) 390 6215, Fax: (021) 390 6215 E-mail:
[email protected], Website: www.komisiyudisial.go.id
2
EDISI MARET - APRIL 2013
statik.tempo.co.id
LAPORAN UTAMA
Pengamanan sidang oleh aparat Kepolisian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
STOP! Pelecehan Hakim dan Lembaga Peradilan M Ray Leonard, Adnan Faisal Panji
Komisi Yudisial sedang merancang sebuah beleid tentang tata cara advokasi hakim untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Program advokasi hakim dilakukan guna mengimplementasikan kewenangan baru yang diberikan Undang-Undang Komisi Yudisial. Berharap bisa mengurangi pelecehan terhadap hakim dan lembaga peradilan. EDISI MARET - APRIL 2013
3
LAPORAN UTAMA
H
perhatian. Sebab, bukan kali ini pula menghadapi cobaan saat menjalankan tugas. Sewaktu bertugas di PN Kandangan, Kalimantan Selatan, pun ia dimusuhi aparat setempat karena memenangkan tukang becak dalam perkara tanah melawan bupati dan camat. “Saya berprinsip apa yang dianggap benar tetap menjadi kebenaran
www.pa-sidoarjo-net
akim Lilik Mulyadi masih ingat betul peristiwa yang terjadi pada 29 Maret enam tahun lalu. Ratusan buruh mencoba memaksa masuk ke ruangan hakim. Aparat kepolisian tak kuasa membendung desakan buruh. Lilik dan koleganya di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Sri Razziaty Ischaya, terpaksa mendobrak
Pengadilan Agama Sidoarjo tempat hakim pernah dibunuh.
memecahkan lubang ventilasi, merayap di bawah atap, lalu turun menggunakan tangga. Dibantu petugas, Lilik berhasil menyelamatkan diri, dan menggunakan taksi menuju gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Kisah ‘pelarian’ Lilik Mulyadi dari kemungkinan amukan massa menjadi salah satu kisah hakim inspiratif yang didokumentasikan Komisi Yudisial. Namun bukan keberhasilan meloloskan diri itu yang layak mendapat
4
EDISI MARET - APRIL 2013
meski orang lain berpendapat berbeda,” ujar Lilik. Kisah hakim yang kini bertugas sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Utara itu merupakan potret kecil betapa rentannya keamanan hakim saat menjalankan tugas, sekaligus menggambarkan betapa mengkhawatirkan pelecehan terhadap hakim dan peradilan. Dalam kasus ini, massa ‘marah’ hanya karena putusan sela yang dijatuhkan majelis. Padahal siapapun yang membawa perkaranya
ke pengadilan seharusnya paham bahwa putusan hakim harus dihormati, dan seluruh proses sidang diikuti dengan baik. “Putusan hakim itu harus dihormati,” kata H. Abbas Said, Komisioner Komisi Yudisial yang mengetuai bidang pencegahan dan pelayanan masyarakat. Secara normatif, semua hakim yang menyidangkan perkara berhak mendapatkan jaminan keamanan. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum tegas menyebutkan ‘hakim pengadilan diberikan jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya’. Jaminan keamanan itu diatur dengan ketentuan perundang-undangan. Faktanya, bukan hanya pengabaian terhadap putusan hakim dan minimnya pengamanan yang terjadi. Dalam praktik, proses persidangan tak lepas dari pelecehan dan penghinaan terhadap hakim dan lembaga peradilan. Berteriak-teriak dalam ruang sidang sudah menjadi pemandangan yang sering terjadi. Di PN Blitar, pada 25 April tahun lalu, pengunjung mengeluarkan kata-kata kasar di ruang sidang hanya karena hakim menskors sidang. Di PN Binjai, 26 Maret lalu, seorang pengunjung sidang mengejar-ngejar anggota majelis yang menuntut
pengembalian uang jaminan. Di PN Cibinong, seorang hakim malah menerima pesan singkat ancaman pembunuhan. Di Maluku Utara (2008), sebuah bom meledak di kediaman Ketua Pengadilan Tinggi, merusak mobil dinas dan dinding garasi. Daftar pelecehan terhadap hakim dan lembaga peradilan, lazim disebut contempt of court, bisa semakin panjang. Beragam tindakan yang dilakukan baik pihak yang terkait perkara maupun pengunjung. Puncak pelecehan terhadap hakim dan peradilan adalah pembunuhan Ahmad Taufik. Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo ini ditikam di ruang sidang saat menyidangkan perkara perceraian. Ironisnya, pelaku penikaman yang merenggut nyawa hakim Ahmad Taufik adalah seorang perwira menengah TNI-AL yang seharusnya paham hukum. Ironisnya lagi, bagaimana bisa pengunjung bisa membawa senjata tajam ke ruang sidang. Sebagai lembaga yang bertugas menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim, Komisi Yudisial sudah lama memprihatinkan kondisi itu. Berangkat dari keprihatinan itu pula DPR dan Pemerintah akhirnya memberi tugas baru kepada Komisi Yudisial dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU Komisi Yudisial). Pasal 20 mengatur bahwa Komisi Yudisial mempunyai tugas antara
Advokasi hakim
“Saya berprinsip apa yang dianggap benar tetap menjadi kebenaran meski orang lain berpendapat berbeda,” ujar Lilik.
lain ‘mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim’. Tugas ini tak bisa dilepaskan dalam kerangka besar wewenang KY menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Dalam skala yang lebih luas, perlindungan terhadap hakim tak melulu dilihat dari kesejahteraan berupa besarnya tunjangan, tetapi juga keamanan dan pembelaan yang proporsional. Prinsipnya, Komisi Yudisial bertugas melakukan tindakan tertentu agar kehormatan dan keluhuran martabat hakim tetap terjaga.“Agar betul-betul semua hakim yang menjalankan tugasnya merasa terayomi,” ucap H. Abbas Said.
Setelah diberikan tugas yuridis tersebut, KY sudah menyiapkan langkah-langkah penting. Salah satunya adalah menyiapkan beleid yang mengatur tata cara advokasi hakim. Rancangan peraturan itu kini masih terus digodok oleh komisioner. Selanjutnya, sebuah tim menyusun naskah akademis tentang advokasi hakim. Setidaknya, ada tiga maksud dan tujuan penyusunan naskah akademis ini. Pertama, memberikan kerangka pemikiran bagi rancangan Peraturan Komisi Yudisial tentang mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap siapapun yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, dan pemberian rehabilitasi terhadap hakim. Kedua, mengkaji
EDISI MARET - APRIL 2013
5
LAPORAN UTAMA KY untuk kemudian dibawa ke sidang pleno komisioner. Selama proses itu harus dijelaskan latar belakang filosofis, yuridis, dan sosiologis pembuatan beleid tentang tata cara advokasi hakim. Sebelum disahkan, dilakukan berbagai cara untuk mendapatkan masukan publik. Baru kemudian dituangkan dalam Peraturan Komisi Yudisial. Beleid ini dibutuhkan agar secara teknis
Proses penyusunan itu berada di bawah kendali Ketua Bidang Pencegahan Komisi Yudisial, H. Abbas Said, dibantu Bidang Litbang dan Sumber Daya Manusia. Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial Heru Purnomo, menjelaskan advokasi hakim adalah tindakan yang akan dilakukan KY dalam rangka melaksanakan tugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. “Advokasi di sini dalam konteks KY melaksanakan tugas,” jelasnya. Dalam konteks ini, termasuk upaya KY adalah mendorong lahirnya kebijakan negara yang memperkuat basis pengamanan terhadap hakim dan lingkungan peradilan. Pada tataran praktis, Heru Purnomo, menjelaskan advokasi itu kelak akan dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan seperti diseminasi, sosialisasi, kampanye kesadaran publik, dan lain-lain. “Advokasi ini sebenarnya tugas besar,” ucapnya. Sesuai dengan mekanisme yang berlaku di KY, naskah akademis itu akan dibahas tim lintas Bidang
6
EDISI MARET - APRIL 2013
baik langsung maupun tidak langsung terhadap hakim. “Karena tugas KY menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” ia memberi alasan. Contempt of court Upaya untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim ada di hampir
kabarnet.files.wordpress.com
dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada dalam rancangan itu. Ketiga, menjadi dokumen resmi yang menyatu dengan konsep rancangan Peraturan Komisi Yudisial untuk dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno Komisi Yudisial.
Kerusuhan Ampera di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat sidang kasus Blowfish.
jelas langkah-langkah yang akan dilakukan dalam rangka tindakan hukum dan atau tindakan lain untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Tindakan tegas terhadap pelaku pelecehan hakim dan lembaga peradilan memang dibutuhkan. Hakim Lilik Mulyadi, misalnya, berharap KY melakukan tindakan tegas bagi siapa saja yang melakukan intimidasi, ancaman
semua negara. Di negara-negara yang memiliki Komisi Yudisial, upaya serupa dilakukan dalam berbagai format dan cara. Yang paling umum adalah aturan tentang pelecehan terhadap peradilan (contempt of court). “Pada umumnya negara maju juga memiliki peraturan tentang contempt of court,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Dian Rositawati.
tribunnews.com
Indonesia’ di Jakarta, 25 Maret lalu.
Puluhan penggemar Raffi Ahmad melakukan aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, saat sidang perdana praperadilan.
Di Australia misalnya, contempt of court diatur dalam beberapa peraturan Federal Court dan pengadilan negara bagian, seperti Judiciary Act 1903 dan Federal Court of Australia Act 1976. Amerika Serikat malah punya sejarah yang lebih lama mengaturnya, lewat Contempt of Court Act 1831, dan sudah beberapa kali mengalami perubahan. Konsep contempt of court itu bisa dirujuk ke pengalaman Inggris, yang menghubungkan pelecehan terhadap pengadilan dengan penghinaan terhadap ratu/raja. Negara tetangga India juga punya Contempt of Court Act 1971. Pada umumnya dipahami contempt of court terdiri dari civil contempt dan criminal contempt.
Konsep yang pertama adalah bentuk-bentuk ketidakpatuhan terhadap putusan atau perintah pengadilan. Dengan kata lain, bentuknya adalah perlawanan terhadap penegakan hukum. Sedangkan yang kedua, adalah bentuk-bentuk perbuatan yang bertujuan mengganggu atau menghalangi peradilan yang seharusnya. Apapun bentuknya, pelecehan terhadap hakim dan peradilan tak dapat dibenarkan. Mantan Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung, Abdul Rahman Saleh, juga memandang pentingnya menyusun aturan contempt of court di Indonesia. “Tujuannya adalah menjaga kewibawaan hukum dan pengadilan,” ujar mantan Jaksa Agung itu di sela-sela diskusi yang dihadiri Komisi Yudisial, berjudul ‘Refleksi dan Arah Pembaruan Peradilan
Mahkamah Agung pun diketahui sudah lama berupaya mendorong lahirnya peraturan contempt of court, untuk memperkokoh aturan yang sudah ada. Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung pernah melakukan penelitian tentang masalah ini. Kehadiran aturan itu semakin penting karena aturan yang ada masih jarang dipergunakan. Pelakunya pun jarang diproses ke pengadilan. Dalam konteks, menurut Dian Rositawati, KY perlu melakukan berbagai langkah nyata, misalnya menjaga keamanan hakim. Meskipun tugas pokok KY bukan menjaga keamanan hakim, tetapi KY harus mendorong negara membuat kebijakan pengamanan maksimal terhadap hakim dan peradilan. Ia juga meminta agar KY dan MA bersinergi untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengadilan. “KY juga perlu mendorong peningkatan kepercayaan publik kepada pengadilan dengan strategi pengawasan yang didukung strategi komunikasi yang baik,” ujarnya. Hal-hal ini pula yang coba digagas Komisi Yudisial dalam rencana advokasi hakim. Bagaimanapun rencana ini akan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Sebelum rancangan beleid itu disahkan, KY akan menerima masukan dari berbagai pihak.
EDISI MARET - APRIL 2013
7
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
LAPORAN UTAMA
Siapkan Langkah Agar Bermarwah M Ray Leonard, Adnan Faisal Panji
Program advokasi hakim bukan pekerjaan mudah. Diperlukan usaha-usaha tertentu agar kewenangan mengambil langkah hukum bisa diimpelementasikan.
P
rogram advokasi hakim bukan pekerjaan mudah. Diperlukan usaha-usaha tertentu agar kewenangan mengambil langkah hukum bisa diimplementasikan. Sebuah riset kecil dilaksanakan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) untuk melihat proses peradilan. Hasilnya, sepanjang September 2005 hingga Februari 2011 terjadi setidaknya 30 kali penghinaan terhadap pengadilan. Sebagian besar penghinaan itu berupa aksi
8
EDISI MARET - APRIL 2013
kekerasan baik di dalam maupun di luar sidang. KRHN sampai pada kesimpulan, aksi penghinaan terhadap pengadilan sudah tahap mengkhawatirkan. Hasil riset ini menjadi salah satu dari banyaknya masukan yang diterima Komisi Yudisial (KY) dari masyarakat. Hasil ini sejalan dengan ‘curhat’ sejumlah hakim yang disampaikan dalam acara-acara yang digelar KY di berbagai wilayah. Para hakim bukan saja mengkhawatirkan keselamatan, tetapi juga nasib
mereka yang sering dituduh macam-macam tanpa bukti yang kuat. Pengaduan tentang hakim ke Komisi Yudisial telah membuat hakim merasa terpojokkan padahal seringkali tuduhan itu datang dari pihak yang tak mau kalah dalam berperkara. Laporan masyarakat, curhat hakim, dan pemantauan langsung membuat Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung menaruh perhatian besar pada upaya-upaya menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Sebuah tim Komisi Yudisial tengah
mempersiapkan rancangan peraturan tentang advokasi hakim, termasuk kemungkinan rehabilitasi nama baik hakim. Tetapi penyusunan rancangan peraturan itu, kata Heru Purnomo, Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY, adalah pekerjaan besar yang membutuhkan sumber daya. Apalagi kalau sudah pada tahap implementasi. Peraturan ini pada dasarnya akan menjadi pedoman bagi KY untuk menjalankan tugas yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, yakni ‘mengambil langkah hukum dan/ atau langkah lain terhadap orang perorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim’. Persoalannya, pembuat Undang-Undang tak memberikan rincian yang jelas mengenai tafsir, bentuk, dan mekanisme ‘tindakan hukum dan atau tindak lain’ yang harus dijalankan oleh Komisi Yudisial dalam rangka menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Satu hal yang pasti, upaya tersebut berkaitan dengan tindakan pelecehan atau penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) yang kualifikasinya bisa beragam (lihat tabel). Munculnya penghinaan terhadap pengadilan tak bisa dilepaskan dari banyak faktor. Psikolog yang banyak mengamati peradilan, Reza Indragiri Amriel, berpendapat penghinaan itu
muncul tak melulu berkaitan dengan putusan majelis hakim, tetapi juga tentang bagaimana sikap karakter dan tindak tanduk hakim dalam kehidupan sehari-hari. Ia malah melihat faktor insanilah yang paling menentukan. “Faktor insani ini yang paling menentukan derajat penghormatan publik terhadap hakim,” ujarnya. Bagi Reza, hakim pada dasarnya adalah anak kandung masyarakat. Kalau hakim dianggap busuk maka masyarakat juga busuk. Kondisi peradilan adalah potret kecil kehidupan masyarakat. Penghinaan terhadap pengadilan bisa jadi lantaran penegakan hukum yang tak berjalan sebagaimana mestinya. Kalaupun akan ada proses advokasi terhadap hakim, menurut Reza, masyarakat juga tak bisa dibiarkan. Jadi langkah yang harus dipersiapkan tak hanya menyangkut hakim, tetapi juga masyarakat. “Masyarakat pun perlu dibenahi,” ucap akademisi ini. Istilah
Cakupan
Jika tindakan penghinaan tak mendapatkan sanksi, perbuatan itu akan terus berulang, dan lambat laun mereduksi marwah pengadilan, khususnya hakim. Karena itu, pemangku kepentingan seperti KY dan Mahkamah Agung harus menyiapkan langkah pencegahan dan penindakan. Contoh konkritnya, kata Reza, mendorong polisi menindak pelaku penghinaan terhadap pengadilan. Rancangan Peraturan Komisi Yudisial tentang Advokasi Hakim disusun untuk memperjelas langkah-langkah yang bisa dilakukan dan lingkup diskresi yang dimiliki Komisi. Sebab, tugas ‘mengambil tindakan hukum dan atau tindakan lain’ bersinggungan pula dengan kewenangan Mahkamah Agung dan Kepolisian. Bahkan bersinggungan dengan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Salah satu yang ingin didorong Komisi Yudisial adalah lahirnya kebijakan negara yang memberikan jaminan keamanan AturanTerkait
Misbehaving in Court
Berperilaku tercela dan tidak pantas di pengadilan
Dalam ruang sidang, siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan (Ps. 218 ayat 1 KUHAP)15
Disobeying Court Orders
Tidak Menaati perintah pengadilan
Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya, dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, dan melanjutkan pemeriksaan perkara tanpa kehadiran terdakwa. Jika terdakwa terus bersikap demikian, putusan dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa (Ps. 176 KUHAP)
Scandalising the Court
Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan
Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan dalam menjalankan tugasnya wajib menjaga kemandirian peradilan (UU Kekuasaan Kehakiman)
Obstructing Justice
Menghalang-halangi jalannya penyelenggaraan peradilan
Barangsiapa yang tidak menuruti perintah hakim, atau menghalang-halangi tindakan hakim atau pejabat pengadilan bisa dipidana (Pasal 216 KUHP)
Subjudice Rule
Penghinaan terhadap pengadilan melalui publikasi
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
EDISI MARET - APRIL 2013
9
LAPORAN UTAMA
Salah satu kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2003 yang mengatur antara lain tata cara perlindungan terhadap hakim dalam perkara tindak pidana terorisme. Berdasarkan PP ini setiap hakim yang memeriksa perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan atau hartanya baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. Perlindungan itu diberikan baik atas permintaan maupun atas penilaian polisi. Itu baru satu aspek yang patut mendapat perhatian. Masih banyak aspek lain yang harus diperjelas dalam rangka menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Misalnya subjudice rule, yakni penghinaan terhadap pengadilan melalui publikasi. Cakupan ini mesti diperjelas dengan baik karena bersinggungan dengan tugas-tugas jurnalistik. Bagaimanapun, media menjadi mitra bagi Komisi Yudisial untuk melakukan edukasi publik agar menghormati hakim dan pengadilan. Karena itu pelecehan pengadilan melalui publikasi perlu diperjelas. Aspek lain adalah menyeimbangkan penindakan terhadap hakim dengan penghargaan terhadap
10
EDISI MARET - APRIL 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
kepada hakim, selain jaminan kesejahteraan.
Suasana sidang yang mendapat kawalan aparat keamanan.
pengadilan. Penegakan kode etik tetap harus dijalankan, tetapi proses penegakan itu tetap dilakukan dengan menjaga kewibawaan hakim. Karena itu, salah satu yang menjadi perhatian Komisi Yudisial dalam rangka advokasi adalah rehabilitasi nama baik hakim yang tak terbukti melakukan perbuatan tercela. Penegakan kode etik tak bisa dilakukan dengan mengabaikan keselamatan hakim. Menurut Lilik Mulyadi, Wakil Ketua PN Jakarta Utara, jika ada proses penegakan kode etik dan ancaman terhadap keamanan dan keselamatan hakim, maka KY seharusnya mendahulukan perlindungan si hakim dari gangguan keamanan. Dian Rositawati mengusulkan sebuah langkah sederhana yang harus dilakukan. Jika terjadi kasus pelecehan terhadap pengadilan, kata Direktur Eksekutif LeIP itu, KY dapat secara proaktif menyampaikan pendapat tegas guna melindungi kewibawaan
pengadilan. Pernyataan tegas KY adalah bentuk edukasi publik yang merupakan bagian dari advokasi hakim. Masukan-masukan semacam itulah yang kini digodok oleh tim untuk kemudian dituangkan ke dalam Peraturan Komisi Yudisial tentang Tata Cara Advokasi Hakim. Penyusunan beleid itu dilakukan di tengah desakan agar Indonesia memiliki sebuah RUU Contempt of Court. Desakan itu tentu tak lepas dari terus terjadinya pelecehan terhadap hakim dan pengadilan. Mulai dari sikap tak sopan dan berteriak-teriak di ruang sidang, hingga menghina hakim, merusak infrastruktur pengadilan, dan melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap hakim. Dan menjabarkan semua masalah itu ke dalam rencana aksi advokasi tak semudah membuka telapak tangan. “Itu sebuah pekerjaan besar yang mulia,” kata Heru Purnomo.
RUU Contempt of Court, Riwayatmu Dulu
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Dinal Fedrian
massa pendukung salah satu pihak berperkara yamng mebuat kegaduhan saat sidang.
Meskipun dirasakan sangat penting, RUU Contempt of Court tidak termasuk satu dari 70 RUU Prolegnas 2013. Sering menjadi isu keprihatinan dalam setiap Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Mahkamah Agung, pelecehan terhadap pengadilan tetap saja terjadi.
R
akernas tahun 2001 bahkan secara khusus menyebut pentingnya sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur larangan pelecehan terhadap pengadilan. Bahkan berlanjut ke Rakernas MA 2012 di Manado, Sulawesi Utara. Hampir semua komisi menghendaki rekomendasi aturan tentang penghinaan pengadilan. Sayang, harapan dan rekomendasi kalangan hakim itu belum jua terwujud. Dalam daftar Program
EDISI MARET - APRIL 2013
11
LAPORAN UTAMA Legislasi Nasional 2013, ada 70 RUU yang akan dibahas. RUU tentang Pelecehan Pengadilan tak masuk di dalamnya. Yang ada justru revisi Undang-Undang Mahkamah Agung, RUU KUHP dan RUU KUHAP. Ini berarti dalam waktu dekat RUU yang dimimpikan para hakim belum terealisasi. Harapan kini bertumpu pada revisi KUHP. Perlu tidaknya sebuah RUU Contempt of Court memang masih menjadi perdebatan. Pertama, perbedaan pada penekanan aspek keamanan, dan kedua karena ada peraturan perundang-undangan lain yang bisa dipakai untuk menjerat pelaku contempt of court. Selain itu, tidak mudah mendefinisikan pelecehan pengadilan ke dalam tindakan konkrit. Misalnya, peliputan oleh wartawan di ruang sidang, apakah termasuk pelecehan pengadilan atau bukan. “Saat ini masih ada perbedaan pendapat tentang perlu tidaknya RUU Contempt of Court,” kata Dian Rositawati, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP). Menilik ke belakang, aturan pelecehan terhadap pengadilan sebenarnya sudah tercantum dalam KUHP. Ia menjadi bagian dari penghinaan terhadap institusi atau pejabat tertentu yang sedang menjalankan tugas. Artinya bisa menggunakan Pasal 207, 212, 214, 217, 218, 220-224, dan Pasal 310 KUHP. Namun pasal-pasal itu tetap mengandung kelemahan
12
EDISI MARET - APRIL 2013
“Saat ini masih ada perbedaan pendapat tentang perlu tidaknya RUU Contempt of Court,” kata Dian Rositawati. sehingga dalam praktik jarang dipakai untuk kasus pelecehan terhadap hakim atau peradilan. Contempt of court kemudian disinggung dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Di sini disebutkan contempt of court diperlukan untuk menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Ditambahkan pula, Undang-Undang Contempt of Court itu mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan. Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sudah mengamanatkan bahwa setiap orang harus menghormati pengadilan. Pasal 281 tegas menyebutkan dalam ruang sidang, siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan. Jika pengunjung bersikap tidak sesuai martabat pengadilan dan tidak menaati tata tertib sidang, hakim memberi peringatan. Jika masih tetap melakukan, hakim
memerintahkan agar pengunjung dikeluarkan dari ruang sidang. Jika pelanggaran itu berupa pidana, ada kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya. Dalam kerangka pembangunan nasional, kehadiran RUU sejenis juga disebut dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000. Salah satu program nasional yang disebut dalam matriks kebijakan hukum adalah contempt of court. Masuknya masalah ini tak lepas dari kenyataan semakin bertambahnya orang yang melakukan pelecehan terhadap pengadilan. Atas dasar latar belakang itu pula, Rakernas Mahkamah Agung tahun 2001 mengamanatkan RUU Contempt of Court. Mahkamah Agung kemudian menindaklanjuti rekomendasi itu setahun kemudian, dengan cara membuat angket. Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung yang diberi tugas melakukan riset itu kemudian menyusun sebuah naskah akademis penelitian contempt of court. Nasib naskah akademis itu memang tak berlanjut ke dalam sebuah Undang-Undang. Hingga hampir sepuluh tahun kemudian, DPR dan Pemerintah memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk melakukan tindakan hukum atau tindakan lain terhadap orang, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
H. Abbas Said (Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Yudisial)
TUGAS KY MENJAGA KEHORMATAN HAKIM Adnan Faisal Panji Bagaimana KY harus menyikapi pelaksanaan putusan pengadilan? Langkah yang perlu diambil KY adalah kita melihat bahwa tugas KY yang paling utama adalah menegakkan kehormatan, keluhuran dan martabat hakim. Di sini bukan berarti bahwa hakim itu hanya diberikan sanksi tetapi juga produk dari putusannya itu harus dihormati, sepanjang putusannya itu sudah berkekuatan hukum tetap. Tidak boleh ada diskriminasi kalau dia penguasa atau siapapun, malah hakim sendiri pun harus menghormati putusan itu. Jadi tugas pokok yang utama itu berkaitan dengan penghormatan terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, entah di tingkat pertama, banding atau PK. Tapi akhir-akhir ini sesuai dengan laporan yang masuk, ada beberapa putusan badan peradilan tidak dilaksanakan. Dalam praktek, banyak hakim yang menjadi sasaran pelecehan terhadap peradilan. Apakah KY perlu melakukan advokasi? Saya kira tim tetap tidak perlu. Lihat situasi dan kondisinya saja nanti, apa perlu ada permasalahan yang memerlukan tim, kita tinggal bentuk saja timnya. Berkaitan dengan putusan, tentu KY sangat menghimbau, bahwa siapapun dia, dia harus mematuhi dan menghormati putusan, senang atau tidak senang sepanjang putusan itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Bagaimana seharusnya KY bersikap jika dalam menjalankan tugas hakim terancam, bahkan ada yang terbunuh di ruang sidang?
Tentu kalau sudah terjadi kasus, tim advokasi ini perlu turun tangan untuk memberikan bantuan, agar betul-betul semua hakim yang menjalankan tugasnya merasa terayomi. Maka sebenarnya seorang hakim setelah melihat situasi di dalam persidangan tidak memungkinkan, ya sedapat mungkin hakim itu mengambil tindakan seperti mengundurkan sidang. Begitu juga petugas keamanan, kalau memang tidak bisa memberikan jaminan kepada majelis akan bersidang, ya sedapat mungkin diinformasikan kepada majelis tersebut, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, demo di dalam sidang itu pelecehan sebenarnya, termasuk contempt of court. Seharusnya dari awal petugas keamanan memilah-milah. Kalau kira-kira massa pengunjung sukar dibendung meski sudah diperiksa, ya disampaikan saja, bahwa persidangan tidak perlu dilanjutkan hari ini karena tidak terjaga keamanannya. Apalagi kalau sampai mereka
EDISI MARET - APRIL 2013
13
LAPORAN UTAMA
“Hakim harus mawas diri sendiri dulu dari mulai tutur bahasa etika dengan sopan jika mau dihormati oleh orang lain”. pukul hakim pake toga, itu sungguh-sungguh memalukan. Berarti kewenangan advokasi bagi KY sangat penting? Ya penting sekali. Jangan hanya KY sedikit–sedikit memberikan sanksi kepada hakim yang melanggar kode etik dan sebagainya, tetapi juga bagaimana menegakkan keluhuran dan martabatnya agar setiap produk putusannya itu dihormati. Senang atau tidak senang, putusan hakim harus dihormati. Instrumen apa yang harus dikembangkan untuk menjalankan kewenangan advokasi hakim? Tentu ada, tentu ya tidak bisa kita bentuk permanen ya, setelah ada kasus kita ambil langkah-langkah dari KY ini kan membentuk tim ya untuk mempelajari kasus tersebut, sepanjang memang ada indikasi bahwa terjadi contempt of court, pelecehan dan sebagainya, tanpa diminta seharusnya KY sudah tampil ke depan untuk memberikan perlindungan untuk produk-produk putusan ataupun pengamanan.
14
EDISI MARET - APRIL 2013
Bagaimana hakim tahu perkara yang dia tangani menarik perhatian dan bakal terjadi masalah? Apa perlu meminta bantuan pengamanan? Saya kira kan sudah ada SOP-nya. Kalau perkara itu menarik perhatian, ketua pengadilan atau panitera meminta bantuan petugas keamanan (polisi), sedangkan kalau perkara biasa ya cukup dari petugas keamanan pengadilan. Jika terjadi contempt of court, apakah hakim harus mengadu ke KY atau bagaimana seharusnya? Bisa langsung ke polisi sebenarnya. KY justru melindungi tanpa adanya pengaduan. KY harus turun tangan untuk menjaga harkat dan martabat hakim jangan sampai dilecehkan. KY mengawasi perilaku hakim agar betul-betul sesuai dengan harkat dan martabatnya agar posisi dimanapun dia berada dia selalu mengikatkan diri pada kode etik yang disepakati MA dan KY. Berdasarkan pengalaman Anda selama ini sebagai hakim, apakah hakim sering mengeluhkan pelecehan terhadap hakim saat bertugas? Yang formal tidak ada, tapi para hakim dan sebagainya sering bertanya dan berkonsultasi kepada saya tentang KY. Apa saja sebenarnya yang masuk kategori contempt of court? Semua tindakan dalam persidangan yang tidak santun atau tidak sopan sudah ditulis
dalam peraturan sidang. Contohnya, pengunjung memaki-maki hakim, jaksa atau pembela yang karena tidak sependapat dengan hakim langsung keluar tanpa izin sudah termaksud pelecehan. Jadi intinya jika mau dihormati oleh orang, hakim harus menjaga kehormatan diri kita sendiri. Ada hakim yang tertidur di ruang sidang. Tanggapan Anda? Hakim harus mawas diri sendiri dulu dari mulai tutur bahasa etika dengan sopan jika mau dihormati oleh orang lain. Dan jika ada kasus kecil tanyakanlah dengan cara baik baik apa masalahnya. Jadi, contempt of court bisa juga terjadi karena hakim? Ya, bisa oleh semua yang ada di pengadilan. Termaksud hakim itu sendiri. Penegasan, yang harus melaporkan tuduhan pelecehan pengadilan siapa? Penegak hukumnya atau KY sendiri yang harus aktif? Ini adalah masalah tenggang rasa, jadi langsung dilaporkan ke polisi. Bukankah KY seharusnya langsung bertindak? Tanpa diminta pun KY sebenarnya sudah bisa melakukannya, namun KY mempertimbangkan banyak hal untuk melakukakan langkah tersebut, karena KY akan mempelajari lebih dalam mengenai bagaimana tindakan pelecehan terhadap institusi itu .
Reza Indragiri Amriel (Dosen Psikologi Forensik)
“Harus Diproses Hukum” Dinal Fedrian Dari sisi psikologis sebenarnya apa yang menjadi penyebab tindakan yang merendahkan kehormatan keluhuran martabat hakim? Ada survei yang dilakukan berulangkali di Amerika Serikat pada tahun jamak. Ada dua pertanyaan yang diajukan peneliti tentang performa hakim. Pertama, apakah menurut Anda hakim kita ini independen atau tidak, jawabannya dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa masyarakat Amerika menilai hakim mereka tidak independen. Hakim mereka sangat dipengaruhi faktor ideologis ketika membuat keputusan. Ini menjadi latar attitudinal model. Kedua, apakah Anda percaya kepada hakim? Semestinya dengan jawaban atas pertanyaan nomor 1 tadi seperti itu, jawaban nomor 2 saya duga tidak percaya atau kurang percaya. Tapi uniknya survei beruntun dengan pertanyaan nomor 2 justru menghasilkan jawaban ya, saya percaya terhadap hakim. Dari situ menjadi bertolak belakang. Dan ketika dia meninjau lebih jauh apa yang menyebabkan Anda tetap percaya kepada hakim, jawabannya sederhana, karena keadaan masyarakat di sana menilai hakim-hakim di sana punya sikap rendah hati. Jadi
dari media atau dari tetangga yang sudah pernah berperkara di pengadilan. Tapi ini menjadi penekanan betapa faktor-faktor insani yang tampaknya paling kritis, paling menentukan derajat penghormatan publik terhadap hakim sekaligus faktor yang sama pula yang menjadi unsur kritis terhadap runtuhnya kepercayaan publik terhadap hakim terhadap otoritas peradilan atau lebih ke arah sisi manusianya. Reza Indragiri Amriel yang ingin saya katakan ditinjau dari segi putusan, masyarakat di sana ragu akan kualitas putusan yang dihasilkan oleh hakim karena hakim tidak objektif tidak independen. Tapi ketika bicara hakim sebagai human beeing, sebagai manusia, masyarakat percaya dengan hakim. Ini mungkin juga sangat relevan untuk Indonesia. Apa yang menyebabkan kehormatan hakim begitu buruk di mata masyarakat. Bisa jadi tidak melulu berkaitan dengan putusan yang dihasilkan oleh hakim, tapi tentang bagaimana sikap karakter, tabi’at, tindak tanduk hakim dalam kehidupan sehari-hari yang bisa diamati oleh masyarakat, entah itu secara kontak langsung atau pihak lain
Ketika bicara tentang hakim kita bisa lihat dari empat prespektif. Hakim sebagai hakim (profesi), hakim sebagai individu atau sebagai manusia, hakim sebagai bagian dari masyarakat dan hakim sebagai ciptaan Tuhan. Dengan empat pemetaan seperti itu dan kembali kepada hasil penelitian di Amerika dan bagus juga dijadikan bahan bercermin di Indonesia. Penekan utamanya adalah hakim sebagai manusia bukan hakim manusia berprofesi tetapi manusia sebagai manusia. Di Indonesia, mungkin banyak asumsi kepercayaan kepada hakim rendah bukan karena ideologi tetapi karena ada anggapan hakim rentan terhadap proses jual beli perkara? Mungkin tidak melulu dengan jual beli perkara. Tetapi yang sudah EDISI MARET - APRIL 2013
15
LAPORAN UTAMA saya katakan tadi bagaimana tindak tanduk hakim, bagaimana sikap rendah hati hakim yang bisa diamati oleh masyarakat. Saya mau ambil contoh konkrit Bismar Siregar dan Ansyahrul. Kalau kita bisa cermati apa sih yang spektakuler dari Bismar Siregar? Cuma satu putusan dia yang sering jadi bahasan yaitu putusan yang terkait organ vital perempuan. Tapi putusan itu dianulir pada tingkat lebih tinggi. Jadi tidak ada yang spektakuler berkaitan dengan produk kognitif. Tapi kenapa nama Beliau tercatat lestari dalam berbagai macam buku sejarah peradilan di Indonesia? Karena Bismar terkenal sebagai seorang individu dengan karakter yang serba positif, jujur dan sebagainya. Begitu juga dengan Ansyahrul ketika dia dinobatkan oleh Tempo sebagai salah satu hakim terbaik bukan karena putusannya tapi karena kehidupannya yang sangat bersahaja, tidak punya rumah, serba hidup sederhana. Bila diibaratkan dengan piramida, bagai pucuk piramida itu berkaitan langsung dengan hardskill-nya si hakim. Lebih fundamental dan porsinya terbesar adalah yang berkaitan dengan softskill, sisi lunaknya, sisi insaninya. Kalau bagian bawahnya sudah tidak ada, pucuknya pasti runtuh. Sebaliknya, apabila pucuk tidak ada hardskill-nya, relatif biasa-biasa saja, tetapi hakim dalam kesehariannya menunjukkan perilaku yang sangat beradab maka dia sudah punya satu modal besar untuk
16
EDISI MARET - APRIL 2013
mendapatkan kepercayaan publik dan itu artinya satu modal besar untuk mengangkat reputasi atau nama baik lembaga peradilan atau otoritas peradilan. Ketika tingkat kesejahteraan hakim sudah meningkat apakah itu tidak akan menjadikan hakim sebagai manusia yang esklusif? Saya menulis polemik tentang peningkatan kesejahteraan hakim di majalah Gatra. Saya termasuk orang yang pro tentang peningkatan kesejahteraan hakim tapi jangan dikaitkan dengan kualitas putusannya. Karena kalau kita bangun sebuah kesimpulan bahwa kenaikan kesejahteraan hakim akan berpengaruh positif terhadap sebuah kualitas putusan itu artinya hakim terbeli, seolah-olah dia hanya mampu bisa berpikir hebat apabila duitnya banyak, dan itu jelek sekali kesimpulan seperti itu. Lagipula saya tidak berpikir kesejahteraan dalam hal ini uang merupakan bentuk reward yang semestinya paling dicari hakim. Bentuk reward yang harusnya paling dicari hakim menurut saya adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan diri mereka. Hakim seharusnya menjadi bagian dari komunitas pembelajar yang merasa dahaga untuk terus belajar dan menjadi kaya raya ketika proses belajarnya menunjukkan hasil nyata. Hasil nyatanya, pengetahuannya yang bertambah dan keterampilannya bertambah tajam bukan pada sisi uangnya. Saya tidak menihilkan uang tetapi
jangan kemudian itu seolah-olah dijadikan sebagai faktor utama baik buruknya kinerja hakim. Menaikkan kesejahteraan itu relatif sederhana, secara konseptual prinsipnya tambah uangnya. Tetapi pembenahan mindset tidak berlangsung secepat itu. Untuk meningkatkan performa hakim tidak cukup bersumbu pada aspek peningkatan kesejahteraan, tapi bagaimana transformasi mindset. Transformasi mindset para hakim berlangsung dalam dua lini, satu lewat jenjang formal, diklat, magang dan seterusnya dan lewat jenjang informal, proses belajar yang mereka dapatkan dalam kontak sehari-hari sesama kolega mereka. Saya sangat khawatir bahwa proses belajar secara informal ini jauh lebih berpengaruh daripada proses belajar secara formal. Akibatnya apa, individu hakim yang sudah ditempa sedemikian ‘ideal’ melalui diklat, bisa saja tidak berubah tabi’atnya, tidak bertambah tajam pengetahuannya. Langkah apa yang harus dilakukan untuk mencegah perbuatan merendahkan kehormatan, keluhuran martabat hakim? Ketika bicara tentang penegak hukum, hakim pada dasarnya anak kandung masyarakat. Artinya kalau kita menganggap hakim itu busuk berarti induknya pun busuk. Kebrobokan yang ada di otoritas peradilan, kebusukan tabi’at para hakim
adalah miniatur dari kebrobokan dan kebusukan yang juga hidup di tengah masyarakat. Secara ideal normatif memang butuh intervensi kepada kedua belah pihak secara simultan. Hakimnya dibenahi, masyarakatnya pun dibenahi. Tetapi secara realistis tetap ada yang harus memulai. Metafora tadi bahwa hakim anak kandung masyarakat itu harus digeser menjadi hakim adalah agen perubahan. Kenapa kita memakai metafora yang baru, karena hakim dianggap wakil Tuhan. Konsekuensinya apa? Dalam situasi separah apapun pada akhirnya harapan untuk terbenahi pertama kali itu ada pada hakim. Ketika hakim terbenahi akan menjadi role model bagi masyarakat untuk juga ikut mengalami pembenahan diri. Pada titik itulah kita akan melihat bahwa harmoni tercipta. Bagaimana seharusnya sikap hakim agar tidak direndahkan? Kunyah baik-baik, telan sehalus mungkin lalu biarkan menyerap di seluruh pori-pori seluruh poin pada kode etik dan PPH dan biarkan mengalir ke seluruh urat nadi urat syaraf. Tapi sekali lagi saya tetap berkeyakinan dengan gambaran piramida agenda terbesar bagi para hakim kita justru pembenahan perilaku mereka sehari-hari. Saya pernah bilang begini kepada cakim, untuk menjadi hakim tidak susah kita hanya butuh manusia. Tapi persoalannya baik sengaja maupun tidak,
lembaga tempat bapak/ibu bekerja sudah melakukan proses dehumanisasi dengan berbagai cara. Tuhan menjadikan manusia sebagai sebaik-baiknya makhluk. Tetapi dalam perjalanannya mengalami dehumanisasi, bahkan mengalami penyimpangan. Itu mengakibatkan akhirnya ketika sudah parah masyarakat tidak bisa membedakan antara hakim sebagai manusia dan hakim sebagai seorang berprofesi.
Tuhan menjadikan manusia sebagai sebaik-baiknya makhluk. Tetapi dalam perjalanannya mengalami dehumanisasi, bahkan mengalami penyimpangan. Contoh hakim yang ada di Sumatera Utara yang katanya suka berganti-ganti pasangan, yang cantik itu. Saya katakan ia hakim yang buruk, tapi berpengaruh tidak dengan keputusannya? Kalau tidak, berarti hak dia sebagai manusia berprofesi hakim menurut saya tidak bermasalah. Tapi sebagai manusia dan faktanya kita melihat hakim berdempet sebagai manusia dan sebagai manusia berprofesi, jadi kita tidak bisa lagi pisahkan dia suka berselingkuh tapi dia putusannya bagus dan pintar dan itu tidak bisa menjadi hakim. Apa yang perlu dilakukan KY untuk menempuh langkah
hukum atau langkah lain bagi pihak-pihak yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim? Kita menyikapi fenomena masyarakat semakin agresif menghina–hinakan hakim baik melalui lisan maupun tindakan harus ada proses hukum yang berjalan. Itu artinya entah itu MA, entah itu KY atau berdua mendorong polisi untuk menindak pihak-pihak yang melakukan pelecehan atau penyerangan terhadap para hakim. Jangan dianggap ini sebuah dinamika psikologis biasa, ini sudah merendahkan wakil Tuhan, sedangkan Tuhan sendiri memberikan sanksi. Tapi yang harus dilakukan proses hukumnya terlebih dahulu atau mengubah mindset supaya hakim berperilaku lebih bersahaja atau lebih baik? Menurut saya idealnya secara simultan. Tetapi kalau kita sudah berbicara sesuatu yang mempertaruhkan keselamatan jiwa, maka itu dulu intervensinya. Andaikan kita sepakat bahwa ancaman terhadap keselamatan jiwa para hakim itu sudah sangat kritis, maka itu yang didahulukan. Logika saja, bagaimana kemudian hakim akan bisa terhina kalau keselamatan jiwa mereka ada di ujung tanduk. Isu yang sangat mendasar hidup atau mati, cacat atau tidak. Dalam situasi sekritis itu, ketika harus memilih maka pilihlah tindakan penegakan hukumannya dulu.
EDISI MARET - APRIL 2013
17
PERSPEKTIF
Hakim Sudah Sejahtera! Binsar M. Gultom
Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Bengkulu, Dosen Fakultas Hukum dan Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Hazairin Bengkulu dan Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Bengkulu.
D
ari lubuk hati yang mendalam, penulis selaku hakim yang sudah pernah rotasi mulai dari Timor-Timur – Sumatera Utara hingga ke Bengkulu menyambut baik penetapan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim berada di bawah Mahkamah Agung (MA) tanggal 29 Oktober 2012. Dalam PP tersebut, telah diatur kedudukan dan hak hakim sebagai pejabat negara mulai dari gaji pokok hakim, tunjangan jabatan, jaminan perumahan negara, kesehatan, keamanan, perjalanan dinas/transportasi, kedudukan protokoler dan penghasilan pensiun secara signifikan sejajar dengan pejabat negara lain. Ini berarti harkat dan martabat serta keluhuran hakim Indonesia sudah dipulihkan menjadi lebih terhormat. Sehingga sang pengadil itu pantas dijuluki sebagai “Wakil Tuhan” di bumi dengan panggilan “Yang Mulia”. Kenaikan status dan hak hakim Indonesia menjadi pejabat negara merupakan investasi luar biasa
18
EDISI MARET - APRIL 2013
Mengapa harkat, martabat, keluhuran dan wibawa profesi hakim itu begitu signifikan untuk dihargai dan “dimuliakan”? Karena sesungguhnya hanya hakimlah sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam melaksanakan tugas pokoknya mengadili suatu perkara, dengan maksud agar putusan hakim menjadi adil bagi semua pihak. Binsar M. Gultom dalam penegakan hukum di Indonesia. Sekalipun penulis tidak bisa menjamin 100% dengan dinaikkannya gaji dan status hakim menjadi pejabat negara membuat hakim lebih jujur dalam bekerja, namun penulis percaya kepada Tuhan Allah, selain para hakim itu dapat konsentrasi melaksanakan tugas profesinya, juga akan meminimalisir terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) diberbagai aspek kehidupan, khususnya di lingkungan badan peradilan. Diharapkan tidak ada lagi alasan bagi para hakim termasuk penulis melakukan hal-hal yang merusak nama baik, harkat dan martabat/ keluhuran para hakim itu, baik di dalam kedinasan maupun di luar kedinasan.
Nah, bagaimana caranya supaya “harga diri” para hakim itu tidak mudah “tergadaikan” kepada siapapun dalam bentuk godaan apapun? Pesan penulis sekarang semakin dekat dan intimlah kepada Tuhan Allah dengan mengucap syukur. Jangan sampai ada kesan hanya hakim yang mau bertobat dan tidak terbiasa menerima suap lewat perkara dapat mensyukuri kenaikan gaji tersebut. Sementara bagi mereka yang sudah terbiasa memperjualbelikan putusan, maka kenaikan gaji tersebut merupakan hal yang biasa, karena kebiasaan mendapat uang tidak halal itu lebih besar dari pada kenaikan gaji hakim sekarang. Bagi mereka yang “belum siap” mental melakukan perubahan dalam hidupnya justru peningkatan kesejahteraan/
gaji merupakan tantangan besar. Mengapa? Karena bagi mereka yang tidak kuat “iman”, tidak biasa memegang uang besar, biasanya uang yang halal itu mudah disalahgunakan. Jika hal itu yang terjadi, maka merupakan awal kehancuran bagi hakim yang bersangkutan. Padahal tujuan pemerintah menaikkan status hakim sebagai pejabat negara bukan untuk menyiksa kehidupan, tetapi mensejahterakan para hakim dan keluarganya di dalam melaksanakan tugas kedinasan. Lewat kesejahteraan hakim ini, diharapkan profesionalitas hakim dalam membuat pertimbangan hukum dalam putusan hakim akan lebih berkualitas. Sebab mahkota seorang hakim ada dalam putusannya. Dengan demikian pencari keadilan pun akan percaya dengan apapun putusan hakim. Tidak seperti sekarang, jika putusan hakim dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntutan jaksa alias “ringan atau bebas” terhadap terdakwa, pastilah masyarakat berpendapat: “wah... putusan hakim itu pasti ada apa-apanya?” lalu mereka naik banding, kasasi bahkan peninjauan kembali ke MA, yang semuanya itu akan berdampak kepada penumpukan perkara di MA. Tetapi setelah “hakim sudah sejahtera” masih saja melakukan praktik KKN tersebut, berarti dia mau mencari penyakit sendiri, mencari sanksi hukum hingga pemecatan terhadap dirinya secara tidak hormat bahkan akan
diadili oleh dirinya sendiri sebagai hakim. Hukuman bagi mereka ini tentunya harus dua kali lipat beratnya dari terdakwa yang bukan hakim. Pesan Ketua MA M. Hatta Ali dalam Rakernas di Manado tahun 2012, yang meminta para hakim Indonesia meningkatkan kinerja dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta kode etik dan pedoman perilaku hakim, hemat penulis harus disikapi dengan serius dan dijalankan oleh para hakim Indonesia. Apabila masih ada perbuatan-perbuatan tercela dari hakim, Ketua MA meminta untuk bertindak dengan tegas terhadapnya. Nah, bagaimana cara terbaik untuk mengantisipasi terjadinya berbagai skandal praktik mafia peradilan tersebut di lingkungan badan peradilan? Hemat penulis seyogianya track record ketua pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding yang memiliki keberanian, kejujuran, berintegritas dan bermoral tinggi menjadi prioritas utama untuk diperhatikan oleh pimpinan MA. Jika dia hanya berani tetapi tidak jujur, tidak berintegritas dan tidak bermoral tinggi, maka kepemimpinannya akan cepat rontok di tengah jalan, karena dia hanya berpura-pura baik, tetapi palsu. Sebaliknya jika dia jujur sekalipun dia berintegritas, bermoral, tetapi tidak berani bertindak tegas dan tepat, maka sama saja reformasi peradilan
berjalan di tempat. Oleh karena itu seorang pemimpin yang benar harus memiliki sifat-sifat kejujuran dan keberanian. Dari contoh kepemimpinan pengadilan yang bersih dan berani ini, Insya Allah akan diikuti oleh pimpinan pengadilan seluruh Indonesia. Dengan demikian budaya praktik mafia peradilan di Indonesia akan tereliminasi dan stop!1 Tidak ada lagi pesan: “hati-hati”. Konotasi kalimat hati-hati di sini terkesan, boleh melakukan asal tidak ada yang mengetahui, alias “hati-hati” sama dengan jangan ada yang tahu, harus bisa bermain cantik. Akhirnya lembaga pengadilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan akan disegani dan berwibawa. Karena masyarakat pencari keadilan yang mencoba mempengaruhi para hakim Indonesia akan merasa segan dan takut. Jika mereka tetap nekat menghubungi hakim untuk mempengaruhi putusannya, tidak menutup kemungkinan mereka akan dilaporkan kepada pihak aparat keamanan untuk ditangkap dan ditahan serta diproses hukum di pengadilan. Semoga. 1 Tidak ada lagi pesan dari atasan: “hati-hati”. Konotasi kalimat “hati-hati” di sini terkesan boleh melakukan yang salah asal tidak ada yang mengetahui, alias “hatihati” sama dengan jangan ada yang tahu, harus bisa bermain cantik. Hemat penulis istilah kata “hati-hati” ini harus dihilangkan, tetapi katakan: STOP! melakukan perbuatan tercela itu. Oleh karena itu mari kita hargai dan syukuri kenaikan status jabatan hakim menjadi pejabat negara yang lebih mulia.
EDISI MARET - APRIL 2013
19
PERSPEKTIF
Jubah Bolong Hakim Feri Amsari
Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang
H
akim bukanlah pemburu sensasi. Itu sebabnya Hakim dinobatkan sebagai profesi mulia (officium nobile). Mantan hakim Mahkamah Konstitusi Mukhtie Fadjar menyebutnya sebagai profesi kesepian.
terkenal dan tampil di depan televisi dan media cetak di seluruh dunia. Namun para hakim agung tersebut malah memilih Juru Bicara Scotus untuk berbicara kepada publik dan media.
Itu sebabnya, ibarat seorang pertapa agung, sang hakim rela meninggalkan godaan popularitas dunia. Tak “genit” ikut serta dalam “gosip” publik. Acapkali ketika hakim ikut berkubang dengan pelbagai perkara, hakim lepas kendali dan lupa menjaga sikap sebagai hakim. Padahal, hakim berkewajiban menjaga tingkah lakunya agar menjadi suri tauladan. Sederhananya, mereka harus menjadi figur yang mampu melindungi kehormatan jubah hakim yang melekat di tubuhnya. Di jubah itu melekat keagungan, kemuliaan, kehormataan, ketinggian pengetahuan, sekaligus kesantunan.
Menjaga mulut menjadi hal penting bagi hakim. “Mulutmu-Harimaumu,” demikian pepatah lampau mewanti-wanti. Hakim sebagai figur yang menyandang kehormatan dalam jabatannya mestilah berhati-hati dalam bersikap. Untuk itu diperlukan jiwa negarawan.
Itu sebabnya, ketika banyak hakim mulai tergoda memasuki ruang-ruang yang membuat hakim terlibat dalam diskursus politik-hukum tak berkesudahan, seketika itu publik melihat bahwa hakim tak lagi berwibawa. Bahkan
20
EDISI MARET - APRIL 2013
Menjaga mulut
Feri Amsari seringkali hakim lepas kendali dengan ikut serta mengomentari substansi perkara. Penulis melihat ini sebagai tindakan yang tidak tepat, seperti membolongi jubah kehormatan hakim itu sendiri. Banyak contoh peristiwa besar yang memperlihatkan bagaimana hakim menjaga dirinya dengan tidak menampilkan diri ke permukaan ketika godaan untuk “memamerkan diri” itu terbuka besar. Dalam kasus perselisihan hasil Pemilu antara Bush versus Al Gore di Mahkamah Agung Amerika yang menghebohkan dunia, hakim agung di Scotus (Supreme Court of the United States) memiliki ruang untuk
Contoh diperlukannya jiwa negarawan bagi hakim termaktub dalam Pasal 24C ayat (5) UUD 1945 tentang syarat menjadi hakim konstitusi. Richard Davis dalam bukunya Electing Justice, Fixing the Supreme Court Nomination Process menuturkan tabiat “menjaga mulut” yang harusnya dimiliki seorang hakim (2005: 15). Ketika Presiden Amerika Woodrow Wilson mengangkat Louis Brandeis sebagai hakim Mahkamah Agung pada 1916, Brandeis mengucapkan kata-kata bersejarah, “I have not said anything and will not”.
Misdemenors Dalam buku Lawrence Baum, the Supreme Court (2001: 71), dituturkan mengenai banyak cara yang dapat menyebabkan seorang hakim berhenti/ diberhentikan dari jabatannya. Penyebab utamanya tentu saja adalah maut, umur, dan masalah kesehatan. Mekanisme pemberhentian paling jarang digunakan adalah impeachment (semacam MKH di Indonesia) yang dapat berujung pada pemberhentian jabatan hakim. Hakim agung di Amerika dapat dimakzulkan apabila terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, suap, tindak pidana berat, dan perbuatan tercela (misdemenors). Sejarah Amerika mencatat terdapat peristiwa terkait perbuatan tercela yang menyebabkan hakim diberhentikan atau mundur dari jabatan. Hakim Samuel Chaese merupakan satu-satunya hakim yang diberhentikan akibat partisipasinya dalam mendukung kampanye pencalonan presiden John Adams. Semenjak itu tak satu pun hakim pernah diberhentikan dari proses pelanggaran kode etik hakim.
Wolfson Foundation. Sepanjang 1987 hingga 1989 terdapat tiga kali upaya impeachment hakim di Amerika. Hal itu memperlihatkan pilihan pemberhentian hakim bisa saja terjadi jika terkait pelanggaran moral yang serious (serious misdeeds) bahkan dapat berupa perilaku yang menyimpang (corrupt behaviour). Penyebab utama timbulnya perbuatan tercela dan pelanggaran moral (seperti kasus hakim Daming Sanusi) tersebut tentu karena hakim cenderung tak tahan untuk ikut menikmati popularitas dan tidak menjaga “mulut”. Tak kuat untuk tidak ikut berkomentar dalam “gosip” penegakan hukum dan politik di tanah air. Acapkali publik dipertontonkan seorang hakim berapi-api mengomentari perkara. Lalu sang hakim berharap dapat menampung simpati agar namanya kian popular. Padahal sekali lagi, hakim adalah profesi kesepian. Orang-orang yang tak ingin menikmati sepi tentu tidak pantas menyandang pekerjaan hakim. Sudah saatnya para hakim meniru kebiasaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengaktifkan juru bicaranya. Hal itu penting sebelum para hakim terjerembab dengan mulut mereka sendiri. Peran KY
Namun terdapat pula hakim yang mengundurkan diri sebelum proses sidang pemberhentiannya. Abe Fortas mengundurkan diri dikarenakan dalam masa jabatannya terbukti menjadi konsultan sebuah lembaga
Komisi Yudisial (KY) sesungguhnya dirancang untuk menjadi penyeimbang melalui kewenangannya dalam mengontrol segala tingkah laku hakim. Sayang sebagai lembaga
penyeimbang yang ditugaskan mengawasi hakim, Komisi Yudisial sudah dihilangkan fungsinya bertahun-tahun yang lalu melalui beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan paling masyhur adalah putusan Nomor: 005/ PUU-IV/2006 yang memangkas kewenangan KY mengawasi hakim MK. Bahkan keterlibatan KY di dalam MKH juga dilibas MK dalam putusan Nomor: 49/ PUU-IX/2011. Meskipun para Pemohon (termasuk penulis) sama sekali tidak mengajukan penghapusan KY dalam MKH-MK. Putusan tersebut tentu saja mengakibatkan KY menjadi pincang. Tanpa KY, para hakim akan kehilangan kendali, bahkan lupa diri dalam menjaga kewibawaan yang melekat pada diri dan jubahnya. Kredo Lord Acton mengingatkan, kekuasaan cenderung menyimpang, dan kekuasaan yang absolut pasti dan pasti menyimpang (power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely). Pembatasan kewenangan KY itu tentu menjadi penyebab yang membuat banyak hakim seringkali kelewat batas mengomentari banyak hal. Seharusnya, ketimbang genit mengomentari proses penegakan hukum ataupun politik di ranah lain, saatnya para hakim memikirkan untuk menjahit kembali jubah kehormatan mereka yang bolong karena pelanggaran etika dan dugaan suap.
EDISI MARET - APRIL 2013
21
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ DINAL
POTRET
Pengadilan Agama Solok
Terus Melaju dalam Keterbatasan Patmoko, Heri Sanjaya
Dalam rangka mewujudkan tata kelola peradilan yang baik (good judicial governance), ketersediaan informasi dan data yang mudah diakses adalah sebuah keniscayaan. Pengadilan membutuhkan dan perlu menggunakan perangkat teknologi informasi untuk menyediakan informasi dan data tersebut, baik untuk kebutuhan internal maupun sebagai bagian dari pelayanan kepada pencari keadilan dan masyarakat. Penyediaan informasi dan data adalah bagian dari transparansi pengadilan yang sudah digagas Mahkamah Agung sejak 2007 lalu. 22
EDISI MARET - APRIL 2013
P
engadilan Agama (PA) Solok juga sadar betul pentingnya pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung kinerja seluruh aparatur peradilan. Untuk itulah PA Solok, Sumatera Barat, memanfaatkan media televisi sebagai sarana transparansi. Melalui media ini masyarakat dapat melihat berbagai informasi yang disajikan oleh PA Solok, seperti informasi jadwal sidang, informasi perkara dan
pengumuman terkait kegiatan yang dilakukan PA Solok. Namun pemanfaatan teknologi tak ada artinya tanpa dukungan ketersediaan data dan informasi, serta maintenance peralatan. Pengadilan harus menjamin informasi yang disajikan adalah yang termutakhir. Guna memutakhirkan (update) data dan pengelolaan konten, ditunjuk seorang admin khusus yang langsung dikoordinasi oleh Panitera PA. Kalau ada hal-hal baru atau ada masalah, petugas admin menyampaikan ke panitera, untuk selanjutnya diteruskan kepada ketua pengadilan. Kalau kendala teknologi itu tak bisa diatasi, diberitahukan ke PengadilanTinggi Agama (PTA). Sejak 2008, pengadilan ini juga telah menjadi percontohan dalam implementasi aplikasi SIADPA yang dikembangkan Mahkamah Agung. Dengan pelatihan secara berkelanjutan serta didorong oleh komitmen Ketua PA serta kerjasama yang kuat, PA Solok mendapat penghargaan dalam pengelolaan IT tingkat nasional dan penghargaan dari PTA Padang dalam pengelolaan dan implementasi SIADPA. Selain itu, PA Solok juga berhasil mendapat penghargaan dari Badilag dalam pengembangan website pengadilan yang berhasil menampilkan secara online jumlah perkara yang telah ditangani atau telah diputus. Berbagai prestasi di bidang IT itu dilakukan secara mandiri dan tanpa ada sumber daya manusia
yang khusus menangani IT. Menurut Pansek PA Solok, Armen, apa yang dilakukan PA Solok sampai menorehkan prestasi menjadi kebanggaan tersendiri. “Walaupun tidak mempunyai Sarjana Komputer (S.Kom) kita tetap berusaha sekuat tenaga secara otodidak untuk mengembangkan IT sebagai penunjang kinerja, “ ungkapnya.
Piagam Penghargaan Peringkat Pertama dalam bidang pengelolaan website untuk Pengadilan Tingkat Pertama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Padang dari Direktorat Jenderal Peradilan Agama.
Gedung PA Solok terdiri dari dua lantai dengan atap bagonjong khas Minangkabau dengan empat pilar di bagian depan gedung, seakan menjadi lengkap tempat para pencari keadilan (justice seekers) mencari perlindungan. Gedung baru ini diresmikan oleh Ketua MA Harifin A Tumpa secara bersamaan dengan 35 gedung baru pengadilan agama lainnya, pada tanggal 11 Januari 2012. Pembangunan gedung baru ini didasarkan pada letak gedung
lama yang kurang representatif karena terlalu jauh untuk diakses. Gedung lama juga kurang memadai untuk menampung aktivitas sehari-hari yang dilakukan PA Solok. Gedung yang terdiri dari dua lantai ini dibangun melalui dana APBN yang dilakukan dalam tiga tahap, tahap pertama dilakukan sejak tahun 2008 dan tahap kedua dilakukan pada tahun 2009. Karena berbagai pertimbangan proses pembangunan baru selesai diakhir tahun 2011. Lantai satu gedung ini diperuntukkan bagi ruang sidang dan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan lantai dua digunakan untuk ruang Ketua dan Wakil Ketua PA serta ruangan rapat untuk kebutuhan PA Solok. Kini PA Solok beralamat di Jalan Kapten Bahar Hamid, Laing - Kota Solok berdiri di atas lahan seluas 8.752 meter persegi. Kendala yang dihadapi PA Solok adalah dalam perawatan gedung, karena kurangnya tenaga cleaning service untuk merawat gedung. Sampai saat ini untuk membersihkan setiap sudut dan ruangan yang ada cuma dilakukan oleh satu orang. Untuk itu Wakil Ketua PA Solok berharap ke depannya ada penambahan tenaga untuk membantu bersih-bersih di PA Solok. Adanya beberapa ruangan yang kosong menjadi pemandangan yang kurang mengenakkan. Kekosongan ruangan tersebut dikarenakan belum adanya perabotan atau furniture di
EDISI MARET - APRIL 2013
23
POTRET yang dijadikan tempat tinggal. Sedangkan untuk hakim yang lain menyewa rumah dan beberapa tinggal di rumah masing-masing.
Karena posisi PA Solok yang bersebelahan dengan pemukiman warga, pengamanan fasilitas masih dirasa kurang karena belum adanya pagar yang membatasi PA Solok dengan pemukiman warga serta pagar yang mengelilingi gedung PA Solok. Karena belum ada pagar seringkali pekarangan yang dimasuki binatang peliharaan warga sekitar. “Karena belum ada pagar, kadang setelah lepas jam kerja di saat kantor ini kosong, halaman pekarangan sering masuk binatang peliharaan warga,” curhat Nurhaida yang merupakan hakim senior di PA Solok. Kondisi perkara dan hakim Di Pengadilan Agama Solok perkara yang dominan adalah perkara perceraian terutama cerai gugat, sedangkan urutan kedua adalah perkara cerai talak. Padatahun 2011 jumlah perkara yang ditangani sebanyak 444 perkara, sedangkan untuk tahun 2012 sebanyak 467 perkara. Melihat perbandingan antara jumlah perkara dengan jumlah hakim di PA Solok dirasa sudah cukup untuk menuntaskan perkara yang masuk. Dari 7 orang hakim yang ada di pengadilan ini, Ketua PA Solok membagi majelis hakim ke dalam 6 majelis. Dalam pembagian perkara telah disepakati hakim senior dapat 3 perkara, wakil ketua 2 perkara dan untuk ketua
24
EDISI MARET - APRIL 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ DINAL
ruangan tersebut, seperti ruangan rapat yang berada di samping ruangan Ketua PA.
Nizamuddin
ketua Pengadilan Agama Solok
PA kebagian 1 perkara. Menurut Nizamuddin, pembagian perkara dilakukan secara merata pada masing-masing hakim tanpa ada pemilihan dari tingkat kesulitan. “Pada hakikatnya semua perkara itu sama, jadi tidak ada perbedaan untuk masing-masing hakim,” ujar pria kelahiran Deli Serdang ini. Selain menangani perkara, hakim senior juga diberi tugas membantu Ketua sebagai hakim pengawas bidang di PA Solok. Minimnya sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang kinerja hakim masih sangat terasa, dimana belum ada rumah dinas resmi yang diperuntukkan khusus untuk hakim PA Solok. Gedung pengadilan yang lama untuk sementara dialih fungsikan menjadi tempat tinggal bagi Ketua PA, Wakil Ketua dan Hakim. Gedung yang semula merupakan perkantoran disekat-sekat menjadi beberapa ruangan kamar
Rumah dinas yang ditempati oleh Ketua dan Wakil Ketua PA sedikit memprihatinkan, kondisi ruangan yang pas-pasan dan tidak layak sebagai tempat tinggal menjadi miris ketika mereka yang berstatus sebagai pejabat negara menempati lokasi tersebut. Wilayah hukum PA Solok terdiri dari 6 kecamatan, dua di wilayah Kota Solok yaitu Kecamatan Tanjung Harapan, Kecamatan Lubuk Sikarah dan empat di wilayah Kabupaten Solok yaitu Kecamatan IX Koto Sungai Lasi, Kecamatan X Koto Diatas, Kecamatan X Koto Singkarak, Kecamatan Junjung Sirih. Untuk wilayah-wilayah yang sulit dijangkau PA Solok melakukan sidang keliling dimana masyarakat dikumpulkan di suatu tempat, biasanya dengan memanfaatkan gedung pemerintah yang terdekat dari wilayah yang sulit dijangkau. Untuk menunjang mobilitas dan operasional sehari-hari di PA Solok ada lima motor dan satu mobil dinas. Menurut Mawarlis luasnya wilayah hukum yang ditangani PA Solok sedikit menjadi kendala ketika fasilitas penunjang untuk operasional sangat terbatas. “Selama ini mobil yang ada dipakai secara bersama-sama untuk kegiatan sehari-hari pengadilan,”cerita Wakil Ketua PA Solok itu.
LAPORAN KHUSUS
Menjalankan Amanat Mengawasi “Yang Mulia” M. Purwadi
Pengawasan hakim merupakan manifestasi dari wewenang Komisi Yudisial untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Kewenangan tersebut dilaksanakan Komisi Yudisial melalui fungsi pengawasan, dimana Komisi Yudisial berfungsi sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap perilaku hakim.
S
edangkan pengawasan internal dilakukan Mahkamah Agung. Untuk mensinergikan pelaksanaan pengawasan eksternal dengan pengawasan internal, pada tahun 2012, Komisi Yudisial bersama Mahkamah Agung telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan,
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Demonstrasi yang mendukung penegakan hukum dan keadilan.
EDISI MARET - APRIL 2013
25
LAPORAN KHUSUS yaitu Peraturan Bersama tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; Peraturan Bersama tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama; dan Peraturan Bersama tentang Tata cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim. Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas eksternal terhadap perilaku hakim melakukan pengawasan dari dua sisi. Pertama, secara pasif, yakni berdasarkan laporan masyarakat. Kedua, secara aktif, yakni melalui berbagai kegiatan yang dilakukan Komisi Yudisial dalam bentuk pemantauan persidangan. Pelaksanaan pengawasan hakim selama 2012 yang dilakukan Komisi Yudisial dapat dilihat dari penanganan laporan masyarakat. Hal ini merupakan rangkaian kegiatan mulai dari menerima laporan, pendalaman laporan, sidang panel hasil pendalaman laporan, pemeriksaan para pihak dan saksi, sidang pleno hasil pemeriksaan, dan rekomendasi penjatuhan sanksi. Sejak 2005 – 2012, Komisi Yudisial telah menerima laporan masyarakat sebanyak 7.559 laporan. Dari laporan masyarakat yang masuk, sebanyak 3.756 laporan memenuhi syarat untuk diregistrasi. Khusus 2012, laporan yang diterima Komisi Yudisial sebanyak 1.520 laporan, dengan rincian: sebanyak 577 laporan teregistrasi dan 943 laporan
26
EDISI MARET - APRIL 2013
JUMLAH LAPORAN MASYARAKAT YANG TEREGISTRASI TAHUN 2012 No.
Bulan
Laporan Masyarakat
1
Januari
68
2
Februari
51
3
Maret
50
4
April
46
5
Mei
51
6
Juni
41
7
Juli
43
8
Agustus
26
9
September
38
10
Oktober
63
11
November
60
12
Desember
40
Jumlah masih dalam proses permintaan kelengkapan. Laporan masyarakat yang telah diregistrasi selanjutnya dilakukan pendalaman laporan melalui kegiatan anotasi, investigasi, dan pemantauan. Selanjutnya baru dibahas dalam Sidang Panel Pembahasan Anotasi atau disebut juga Sidang Panel I. Sidang Panel untuk menentukan apakah laporan masyarakat dapat ditindaklanjuti pada proses penanganan selanjutnya atau tidak. Pada Sidang Panel I 2012, Komisi Yudisial berhasil melakukan pembahasan terhadap hasil pendalaman laporan sebanyak 628 berkas (termasuk sejumlah
577 berkas klarifikasi tahun 2011 yang masih tertunda). Dari jumlah 628 berkas, Sidang Panel I memutuskan sebanyak 275 berkas dapat ditindaklanjuti dan sebanyak 353 berkas tidak dapat ditindaklanjuti. Berkas yang dinyatakan dapat ditindaklanjuti, selanjutnya diklarifikasi kepada pihak pelapor. Hasil klarifikasi dan pemeriksaan pelapor dilakukan pembahasan lebih lanjut dalam Sidang Panel Penanganan disebut juga Sidang Panel II (Sidang Penanganan). Selama 2012, Sidang Panel II telah menyelesaikan sebanyak 414 berkas hasil klarifikasi, dan menghasilkan sebanyak 135 berkas yang dapat ditindaklanjuti dan sebanyak 166 berkas tidak
PELAKSANAAN SIDANG PANEL PEMBAHASAN ANOTASI (PANEL I) TAHUN 2012
dapat ditindaklanjuti. Sidang Panel pembahasan Laporan Pemeriksaan Pelapor (LPP) dengan rincian sebanyak 76 berkas dapat ditindaklanjuti dan sebanyak 37 laporan tidak dapat ditindaklanjuti.
Hasil Sidang Pembahasan
Jumlah (Berkas)
No.
Bulan
1
Januari
17
42
59
2
Februari
36
33
69
3
Maret
33
33
66
4
April
32
38
70
5
Mei
27
53
80
6
Juni
24
26
50
7
Juli
21
31
52
8
Agustus
14
16
30
9
September
16
21
37
10
Oktober
20
19
39
11
November
13
11
24
12
Desember
22
30
52
275
353
628
Setelah proses klarifikasi rampung, Komisi Yudisial dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, saksi/ahli, dan terlapor. Sejak 2005 sampai 2012, Komisi Yudisial telah melakukan pemeriksaan sebanyak 1.598 orang. Sementara, khusus 2012, Komisi Yudisial telah melakukan pemeriksaan sebanyak 482 orang. Setelah proses pemeriksaan selesai, Komisi Yudisial
Tidak Ditindaklanjuti Ditindaklanjuti
Jumlah Total
PELAKSANAAN SIDANG PANEL PENANGANAN (PANEL II) TAHUN 2012 Panel No.
Bulan
Panel Klarifikasi
Panel LPP
DL
TDL
DL
TDL
Jumlah (Berkas)
1.
Januari
11
11
7
3
32
2.
Februari
17
11
1
1
30
3.
Maret
11
7
7
3
28
4.
April
16
10
5
1
32
5.
Mei
15
13
12
2
42
6.
Juni
10
25
6
1
42
7.
Juli
9
14
8
6
37
8.
Agustus
3
6
1
6
16
9.
September
3
18
5
3
29
10.
Oktober
11
6
1
2
20
11.
November
13
13
9
3
38
12.
Desember
16
32
14
6
68
135
166
76
37
414
Jumlah
menggelar sidang pleno. Sidang Pleno merupakan forum pengambilan keputusan untuk menentukan apakah hakim yang dilaporkan masyarakat terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atau tidak. Pelaksanaan sidang pleno harus dihadiri sekurang-kurangnya oleh lima orang komisioner. Selama 2012, Sidang Pleno telah memutuskan sebanyak 110 berkas, dengan rincian sebanyak 52 berkas dinyatakan terbukti adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, 31 berkas tidak terbukti melakukan pelanggaran, dan 27 berkas dinyatakan masih perlu pendalaman.
EDISI MARET - APRIL 2013
27
LAPORAN KHUSUS PEMERIKSAAN HAKIM, PELAPOR, SAKSI TAHUN 2012 Terperiksa Terlapor (Hakim)
Pelapor
Saksi
Jumlah (orang)
Januari
5
10
11
26
2.
Februari
8
7
5
20
3.
Maret
16
25
29
70
4.
April
16
14
26
56
5.
Mei
5
16
18
39
6.
Juni
36
3
12
51
7.
Juli
26
8
18
52
8.
Agustus
5
5
8
18
9.
September
18
16
42
76
10.
Oktober
15
4
14
33
11.
November
5
9
16
30
12.
Desember
5
2
4
11
160
119
203
482
No.
Bulan
1.
Jumlah
Tahap selanjutnya, Komisi Yudisial mengirimkan rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung untuk ditindaklanjuti. Rekomendasi sanksi berupa sanksi ringan dan sedang langsung ditindaklanjuti secara administrasi oleh Mahkamah Agung. Sedangkan rekomendasi sanksi berupa sanksi berat ditindaklanjuti melalui proses persidangan pada Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Namun, jika Mahkamah Agung tidak sependapat dengan sanksi yang direkomendasi Komisi Yudisial, maka dapat ditindaklanjuti melalui mekanisme pemeriksaan bersama antara dua lembaga tersebut. Perlu diketahui, sejak
28
EDISI MARET - APRIL 2013
2005 sampai 2012, Komisi Yudisial telah melakukan rekomendasi penjatuhan sanksi sebanyak 161 sanksi. Khusus 2012, periode 1 Januari 2012 sampai dengan 28 Desember 2012, sebanyak 27 hakim diusulkan dijatuhi sanksi karena terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Apabila dilihat berdasarkan jenis peradilan, dari semua hakim yang direkomendasikan penjatuhan sanksi ke Mahkamah Agung sebagaimana tersebut di atas berasal dari peradilan umum. Bicara penjatuhan sanksi hakim, tidak akan lepas dari Sidang
PELAKSANAAN SIDANG PLENO TAHUN 2012 Jenis Sidang No.
Pleno
Bulan Terbukti
Tidak Terbukti
Pendalaman
Jumlah (berkas)
1.
Januari
3
1
4
8
2.
Februari
6
0
2
8
3.
Maret
7
3
0
10
4.
April
3
1
9
13
5.
Mei
5
0
9
14
6.
Juni
3
5
2
10
7.
Juli
4
3
0
7
8.
Agustus
0
0
0
0
9.
September
5
8
0
13
10.
Oktober
0
0
0
0
11.
November
12
2
0
14
12.
Desember
4
8
1
13
52
31
27
110
Jumlah
TABEL REKOMENDASI PENJATUHAN SANKSI KE MAHKAMAH AGUNG TAHUN 2005 S.D 2012 No
Jenis Sanksi
Tahun 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
-
Jumlah
Sebelum Perubahan UU Nomor 22 Tahun 2004 1.
Teguran Tertulis
6
5
1
-
7
45
8
2.
Pemberhentian Sementara
2
5
7
1
6
16
5
3.
Pemberhentian
-
-
1
1
3
12
1
-
72 42 18
Sesudah Perubahan UU Nomor 22 Tahun 2004 (Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2011) 1.
Sanksi Ringan
-
-
-
-
-
-
-
19
19
2.
Sanksi Sedang
-
-
-
-
-
-
2
3
5
3.
Sanksi Berat
-
-
-
-
-
-
-
5
5
Jumlah Majelis Kehormatan Hakim (MKH). MKH merupakan forum pembelaan diri bagi hakim yang direkomendasikan Komisi Yudisial untuk dijatuhi sanksi berat. Sidang Majelis Kehormatan Hakim dilaksanakan berdasarkan Peraturan Bersama tentang Tata cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim yang dibentuk oleh Komisi Yudisial bersama dengan Mahkamah Agung. Keberadaan Majelis Kehormatan Hakim ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 22F ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial jo. Pasal 11A ayat (6) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 jo. Pasal 20 ayat (6) UU Nomor 49
161
HAKIM YANG DIREKOMENDASIKAN PENJATUHAN SANKSI MENURUT JENIS PERADILAN TAHUN 2012 No.
Jenis Peradilan
A.
Peradilan Umum 1.
Pengadilan Negeri
23
2.
Pengadilan Tinggi
4
B.
Peradilan Agama 1.
Pengadilan Agama
0
2.
Pengadilan Tinggi Agama
0
C.
Peradilan Tata Usaha Negara 1.
Pengadilan Tata Usaha Negara
0
2
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
0
D.
E.
Jumlah
Peradilan Khusus 1.
Pengadilan Tipikor
0
2.
Pengadilan Hubungan Industrial
0
Kasasi dan Peninjauan Kembali Jumlah
27
EDISI MARET - APRIL 2013
29
LAPORAN KHUSUS TABEL REKOMENDASI PENJATUHAN SANKSI KE MAHKAMAH AGUNG TAHUN 2012
No
Jenis Sanksi
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
A
Juni
Juli
Agt
Sept
Okt
Nov
Des
-
3
-
-
5
19
Sanksi Ringan Teguran tertulis
-
-
7
-
B
1
3
-
Sanksi Sedang Penurunan gaji sebesai 1 kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 tahun
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1
Hakim non palu paling lama 6 bulan
-
-
1
-
-
-
-
-
-
1
-
-
2
C
Sanksi Berat Pemberhentian tetap dengan hak pensiun
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
1
2
Pemberhentian tetap tidak dengan hormat
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
1
1
3
-
-
9
1
1
3
-
-
4
1
1
7
27
Jumlah
Tahun 2009, yang pada intinya menyatakan bahwa hakim yang akan diusulkan pemberhentian tetap diusulkan dan diberikan hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim. Adapun mengenai komposisi keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim berdasarkan ketentuan Pasal 22F ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial jo. Pasal 11A ayat (8) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 14 Tahun 1985
30
Mei
Jumlah (orang)
EDISI MARET - APRIL 2013
yaitu terdiri dari 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial dan 3 (tiga) orang hakim agung. Forum pembelaan diri hakim ini, lebih lanjut diatur oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dengan menerbitkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor: 129/KMA/SKB/IX/2009 – Nomor: 04/SKB/P.KY/IX/2009 tanggal 8 September 2009 tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.
Sejak diterbitkannya keputusan bersama tersebut pada 2009 sampai 2012, Majelis Kehormatan Hakim telah dibentuk sebanyak delapan belas kali, dimana dari jumlah tersebut, sebanyak sembilan orang hakim yang diajukan adalah atas rekomendasi dari Komisi Yudisial. Sedangkan sisanya sebanyak sembilan orang hakim adalah atas rekomendasi dari Mahkamah Agung. Selama 2012, Sidang Majelis Kehormatan Hakim telah dilaksanakan sebanyak 5 kali yang terdiri sebanyak tiga
PELAKSANAAN SIDANG MAJELIS KEHORMATAN HAKIM TAHUN 2012 No.
Penetapan Sidang
Hakim Terlapor
05/MKH/ XII/2011
HP, S.H., M.Hum (PN Saumlaki)
2.
01/MKH/ II/2012
Drs. A, M.H (PA Jakarta Selatan)
3.
02/MKH/ VII/2012
PS, S.H., M.H (PN Denpasar)
1.
4.
03/MKH/ VII/2012
ABS, S.H., M.H (PN Sleman)
5.
04/MKH/ XII/2012
H. AY, S.H., M.H. (Hakim Agung)
orang hakim yang diajukan atas rekomendasi Komisi Yudisial, sedangkan sisanya sebanyak dua orang hakim atas rekomendasi Mahkamah Agung. Berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan perilaku hakim, Komisi Yudisial juga mempunyai tugas melakukan pemantauan terhadap jalannya persidangan. Pelaksanaan pemantauan persidangan dilakukan baik berdasarkan permohonan masyarakat maupun inisiatif Komisi Yudisial. Pemantauan yang dilakukan berdasarkan inisiatif
Asal Rekomendasi
Tanggal Putusan
Putusan
4 Januari 2012
Dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Surabaya sebagai hakim non palu selama 1 tahun
MA
6 Maret 2012
Diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dari jabatan hakim dan Pegawai Negeri Sipil
KY
10 Juli 2012
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
10 Juli 2012
Dimutasikan ke PT Semarang sebagai hakim non palu selama 2 (dua) tahun dengan akibat hukum dikurangi tunjangan remunerasi sebesar 100% setiap bulan selama 2 (dua) tahun
KY
KY
11 Pemberhentian tidak Desember dengan hormat dari jabatan 2012 Hakim Agung.
MA
Komisi Yudisial dilakukan dengan mempertimbangkan urgensitas seperti kasus yang mendapatkan perhatian masyarakat. Pada 2012, Komisi Yudisial telah menerima permohonan pemantauan dari masyarakat
sebanyak 201 permohonan dengan rincian sebanyak 80 permohonan telah ditindaklanjuti dengan pemantauan, 88 laporan tidak dapat dilakukan pemantauan, dan 33 laporan masih dalam proses analisa pemantauan.
PELAKSANAAN PEMANTAUAN TAHUN 2012 Pemantauan Ditindak lanjuti
Tidak ditindaklanjuti
Dalam proses analisa
Jumlah
80
88
33
201
EDISI MARET - APRIL 2013
31
LAPORAN KHUSUS
Banyak Harapan Belum Terpuaskan M. Purwadi
Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjadi bukti nyata, terungkapnya perilaku hakim yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Selama 2012, sedikitnya lima hakim melakoni sidang etik tersebut.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Banyaknya perilaku hakim menyimpang bisa dilihat dari beberapa faktor. Pertama, dari mulai proses seleksi penerimaan calon hakim yang tidak objektif, promosi hakim yang tidak sesuai penempatan dan kompetensinya, persoalan kesejahteraan hakim, sistem yang buruk, sampai menyangkut persoalan moral hakim itu sendiri.
Komisi Yudisial menerima pengaduan dari Komnas Perlindungan Anak yang dipimpin oleh Seto Mulyadi (Kak Seto).
B
anyaknya hakim yang menjalani sidang kode etik pertanda, bahwa perilaku penegak hukum di dunia peradilan masih banyak penyimpangan.
32
EDISI MARET - APRIL 2013
Dampaknya sangat jelas, yakni merusak citra institusi hakim di tengah-tengah masyarakat. Padahal, lembaga tersebut merupakan tempat orang mencari keadilan.
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas internal dan eksternal harus mampu membenahi itu semua. Jika tidak, akan menjadi persoalan yang sangat serius bagi dunia peradilan di masa mendatang. Mengingat, jumlah hakim di seluruh Indonesia mencapai sekitar 8000 orang. Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengakui, pengawasan hakim secara eksternal dipandang belum maksimal. Masih banyak hakim yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dilihat secara kuantitatif, laporan masyarakat bisa dikatakan menurun. Fakta itu bisa terlihat
baik di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, termasuk hakim agung. Semua hakim, lanjut dia, akan dilakukan identifikasi secara menyeluruh. Bahkan, baik hakim yang profesional menjalankan tugas maupun hakim nakal, akan sama-sama mendapatkan pengawasan.
Agar pengawasan lebih maksimal, harus ada suporting dari lembaga peradilan tertinggi. Dengan begitu, pengawasan dipastikan lebih maksimal karena mensinergikan antara pengawasan internal dan eksternal. Tidak hanya dalam hal pengawasan, sinergi dua lembaga juga diyakini dapat terimplementasikan dalam hal lainnya. Misalnya, persoalan kesejahteraan hakim lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, pemerintah, melalui perjuangan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, berhasil memperjuangkan kenaikan gaji hakim. Saat ini, kesejahteraan hakim bisa dikatakan lebih terjamin. Selain kenaikan gaji yang signifikan, tunjangan-tunjangan hakim pun sangat memadai menunjang kehidupan pribadi dan keluarganya. Namun, kenaikan gaji bukan jaminan, hakim bisa menjaga independensi dan profesionalitasnya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Ternyata,
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
dari laporan masyarakat terhadap hakim nakal pada 2011 sebanyak 740 hakim. Sementara, pada 2012 terlihat menurun menjadi 577 laporan. Namun, secara kualitatif justru meningkat. Komisi Yudisial pada 2012, merekomendasikan jumlah pelanggaran ke Mahkamah Agung lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya. Atas dasar itulah, Suparman menilai, pengawasan hakim pada 2012 dikatakan belum maksimal.
Suparman Marzuki
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial
masih ada saja hakim yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik bahkan pidana. Suparman mencontohkan, hakim agung Ahmad Yamani yang diberhentikan secara tidak hormat, karena dianggap melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Selain itu, ada juga hakim Dainuri yang terbukti melakukan pencabulan dan sudah dipecat lewat sidang Majelis Kehormatan Hakim. “Kita akan mengintensifkan pemantauan dan pelatihan-pelatihan terhadap hakim. Tidak sedikit juga ketidakprofesionalan hakim karena kemampuan hakim yang rendah,” kata Suparman Marzuki. Saat ini, kata dia, lembaganya tengah melakukan profiling hakim. Tujuannya, untuk mengetahui rekam jejak dari tiap-tiap hakim yang bertugas
Dengan begitu akan diketahui, mana hakim yang benar-benar baik dan profesional, kurang baik, dan buruk atau sering menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi. “KY bukan lembaga yang hanya mencari-cari kesalahan hakim,” ungkapnya. Suparman melanjutkan, kultur budaya peradilan di Indonesia belum terbangun budaya permisif atau terbuka. Sehingga, belum tersentuh dengan ajakan-ajakan perbaikan ataupun sanksi yang tidak berefek jera. Semuanya terpulang pada atmosfer dunia peradilan yang masih mempertahankan budaya permisif. Menurut dia, harus ada pembenahan secara sistemik. Diantaranya dengan mengubah total sistem perekrutan wakil Tuhan yang dinilainya tidak objektif. Selama ini proses penerimaan hakim sangat longgar dan biasa. Padahal, tugas dan tanggung jawab mereka sangat besar dan berpengaruh bagi khalayak ramai. Idealnya, rekrutmen hakim harus diistimewakan dengan penyeleksian yang ketat dan transparan.
EDISI MARET - APRIL 2013
33
LAPORAN KHUSUS “Kita sama-sama melihat bahwa proses rekrutmen berlangsung longgar dan biasa. Bahkan, penerimaan calon hakim masih terdapat unsur-unsur praktik nepotisme dan itu sangat besar mempengaruhi kompetensi seorang hakim. Seharusnya proses rekrutmennya khusus, istimewa, dan objektif,” ujarnya. Berikutnya, sistem pelatihan hakim juga harus lebih dimaksimalkan. Termasuk dalam hal promosi dan mutasi, tidak boleh berdasarkan like and dislike. Saat ini sering ditemukan promosi hakim yang tidak sesuai penempatan dan kompetensinya. Akibatnya bisa menimbulkan kinerja yang tidak serius bagi seorang hakim, padahal tugas mereka itu menvonis seseorang. “Banyak hakim-hakim yang memiliki kompetensi yang baik tidak mendapatkan promosi jabatan, dan juga ada hakim yang sudah jelas melanggar kode etik malah dikasih jabatan, itu tidak adil, dan sangat mempengaruhi kinerja hakim,” jelasnya. Dia memaparkan, akibat mental buruk para hakim dalam memutus perkara ini, pada triwulan pertama 2013 saja, sudah ada satu hakim yang terkena sanksi pemecatan. Oleh karena itu, pihaknya menggagas penunjukan enam kota penghubung di Indonesia yang akan bertugas membantu KY mengawasi kinerja hakim. Keenam kota tersebut yakni Medan, Semarang, Surabaya,
34
EDISI MARET - APRIL 2013
Denpasar, Makassar, dan Samarinda. Selain itu, pihaknya juga menggandeng 61 perguruan tinggi se-Indonesia dalam rangka fungsi pengawasan tersebut. Regulasi mengenai kota penghubung ini, kata dia, sementara masih dalam penggodokan. Diperkirakan akhir Juni mendatang akan dirampungkan. Suparman menjamin, dengan penunjukan kota penghubung tersebut, akan menstimulus partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja hakim. Dia juga meminta masyarakat tidak perlu khawatir. Sebab, KY akan menjamin kerahasiaan identitas para pelapor atas kinerja hakim yang dinilai buruk. “Kalau mengandalkan KY, personelnya sangat sedikit. Perbandingannya, satu orang harus mengawasi 1.000 sampai 1.500 hakim. Tidak masuk akal,” katanya. Sementara, Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengungkapkan, pengawasan internal terhadap kinerja para hakim sudah benar. Bahkan, lembaga yang dipimpinnya, terus berupaya meningkatkan pengawasan hakim agar lebih maksimal. Hal itu terlihat dari jumlah sanksi disiplin bagi hakim pada 2012 meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Selama 2012, MA mencatat ada sekitar 73 hakim yang terkena sanksi disiplin dengan jenis sanksi yang bervariatif , yakni sanksi ringan, sedang, dan berat.
Sidang Majelis Kehormatan Hakim kasus Achmad Yamanie.
Jumlah sanksi disiplin pada 2012 itu meningkat jika dibandingkan pada 2011 yang hanya 53 hakim. “Adanya peningkatan ini karena kami telah melibatkan pimpinan pengadilan tingkat banding untuk proaktif melakukan pengawasan di wilayahnya masing-masing,” kata Hatta. Secara umum, Badan Pengawasan MA telah memberikan sanksi kepada 160 orang pegawai, paling banyak diberikan kepada hakim/hakim ad hoc sebayak 75 orang. Selain hakim, sanksi juga diberikan kepada panitera, panitera muda, panitera pengganti, pejabat struktural/fungsional, PNS atau staf, juru sita, dan juru sita pengganti. Ditambahkan Hatta, MA bertekad
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
salah satu tempat karaoke pada pertengahan Oktober 2012. Saat itu, hakim Pengadilan Negeri Bekasi tersebut langsung diciduk petugas BNN.
untuk meningkatkan pengawasan terhadap hakim. Salah satunya dengan mengambil tindakan tegas bagi hakim yang melakukan pelanggaran kode etik. Selama 2012 sampai Maret 2013, ada delapan hakim yang telah dijatuhi sanksi lewat sidang MKH. ”Kalau tidak salah ada delapan hakim yang telah di-MKH-kan, yang paling menarik kasus Ahmad Yamani yang telah diberhentikan dengan tidak hormat tanpa hak pensiun, sekalipun Yamani sudah mengabdi menjadi hakim selama 42 tahun. Ini pertama kali ada hakim agung dipecat dalam sejarah MA,” katanya. Selain kasus Yamani, ada juga hakim Puji Wijayanto yang terlibat kasus kepemilikan sabu-sabu. Hakim Puji ditangkap akibat mengadakan pesta sabu-sabu di
Kasus hakim Puji dan hakim agung Yamani, ternyata cukup membekas bagi Hatta Ali. Dia bahkan menyebut dua kasus itu adalah sebuah ‘tamparan keras’ di saat upaya pembenahan peradilan tengah gencar dilakukan. “Sekaligus menunjukkan keseriusan MA tanpa toleransi dalam menindak semua pelaku (hakim) yang melanggar amanat jabatan,” imbuhnya. Saat ini, antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sudah memiliki kesepahaman dalam hal pengawasan dan rekrutmen hakim. Diharapkan, peraturan bersama yang telah disepakati dua lembaga tersebut dapat menciptakan keserasian dan kesepahaman dalam segala peraturan yang ada. Penandatanganan ini juga menjadi gambaran dari komitmen dan sinergitas MA dan KY dalam menjaga martabat dan kehormatan hakim Keempat peraturan bersama tersebut adalah Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; Tata Cara Pemeriksaan Bersama; Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH); dan Seleksi Pengangkatan Hakim. Dikatakan Hatta, sembilan tahun terakhir
sejak Cetak Biru MA pada 2003, lembaganya telah berupaya agar peradilan bisa lebih dipercaya publik melalui keterbukaan, akuntabilitas, dan peningkatan pelayanan publik. Namun, semua itu seolah-olah runtuh akibat mencuatnya kasus Puji dan Yamani. “Sebagian dari kita bekerja keras, menjaga integritas, menunjukkan kinerja optimal, berjuang merengkuh kepercayaan publik. Tetapi, dengan dua peristiwa itu kepercayaan seolah bisa pupus dalam sekejap,” keluhnya. Untuk itu, Hatta meminta semua jajaran pengadilan tidak boleh menoleransi tindakan-tindakan tak terpuji yang bisa mencederai reputasi dan integritas badan peradilan. “Tidak boleh ada toleransi!” tegasnya. Sehingga, tidak ada alasan bagi hakim untuk melakukan pelanggaran etik karena terhimpit masalah kesejahteraan hidup. “Mulai saat ini tidak ada toleransi lagi jika ada pelanggaran kode etik, maka kita harus menghukum sanksi administratif sesuai kadar kesalahan,” lanjutnya. Namun, secara tidak langsung, Hatta mengungkapkan pengawasan hakim yang dilakukan selama ini sudah benar. “Kita berterimakasih dengan adanya peningkatan pengawasan,” ungkap mantan hakim Pengadilan Negeri Tangerang itu. Anggota Komisi III DPR, Taslim Chaniago, menilai pengawasan hakim baik dari internal maupun eksternal kurang
EDISI MARET - APRIL 2013
35
LAPORAN KHUSUS maksimal. Buktinya, masih banyak yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik, bahkan pidana. Hal ini menunjukan, perlu formulasi jitu dalam hal pengawasan. Merujuk pada data Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, selaku pengawas internal dan eksternal, justru pelanggaran hakim pada 2012 meningkat, dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, pada sidang etik MKH, sedikitnya lima hakim yang dikenakan sanksi. Tiga diantaranya diberhentikan dari jabatan hakim, yakni Abdurrahim dari Pengadilan Agama Jaksel, Putu Suika dari Pengadilan Negeri Denpasar, dan Ahmad Yamani dari hakim agung. Dari ketiganya, yang paling tragis adalah Yamani, karena diberhentikan tidak dengan hormat dan tanpa tunjangan uang pensiun. Taslim sependapat, siapapun hakim yang melanggar kode etik, bahkan ada yang melakukan tindak pidana harus diberi sanksi yang tegas agar bisa menimbulkan efek jera bagi yang lainnya. “Jika yang melakukan pelangaran kode etik harus ditindak, dan yang melakukan tindak pidana harus dipidanakan, jangan diberi sanksi kode etik saja,” ujarnya. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menyatakan MA selaku institusi yang menaungi para hakim, harus lebih gesit lagi dalam melakukan pengawasan internal. Mengingat dewasa
36
EDISI MARET - APRIL 2013
ini godaan untuk penegak hukum cukup banyak. “Dengan banyaknya kasus korupsi saat ini juga mempengaruhi mentalitas oknum hakim, sehingga dia bisa terjebak, karena godaannya tinggi,” tegasnya. Terkait kesejahteraan, Taslim berpendapat agar pemerintah meningkatkan lagi kesejahteraan para hakim. Menurutnya, saat ini gaji hakim sudah dinaikkan, akan tetapi hanya nominalnya saja. Artinya gajinya sekarang naik secara nominal, tapi kebutuhan hidup juga cukup besar, seperti menyekolahkan anak, dan sebagainya. Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakkir menyatakan pudarnya kompetensi hakim merupakan suatu gejala bahwa penegak hukum mengalami degradasi moral. Mahkamah Agung dituntut untuk tegas menindak para hakim yang terbukti melakukan pelanggaran. Jika ada yang melakukan tindak pidana harus dipecat, dan jangan diproses secara kode etik. Menurut Muzakkir, kesejahteraan tinggi tidak menjadi jaminan hakim bisa menjaga moral dan integritasnya. Apalagi, jika para hakim sudah tergerus moralnya dengan iming-iming materi, penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik. Keadilan hanya milik mereka yang memiliki uang. Sementara, pihak-pihak yang miskin harta, akan menjadi tumbal bobroknya moralitas hakim. “Moral dan integritas
adalah modal dasar menjadi penegak hukum, terutama hakim sebagai gerbang terakhir keadilan,” paparnya. Selama ini, rekrutmen calon hakim lebih mengedepankan emosional sehingga banyak hakim yang menerobos aturan. Padahal, yang paling utama harus diteliti dari calon hakim itu kecerdasan moral. “Saya menyarankan, ke depannya dalam rekrutmen hakim, terlebih dahulu harus dilihat rekam jejaknya dari masa dia kuliah, dan untuk promosi jabatan begitu juga,” ucapnya. Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) Donal Faris, mengungkapkan penyebab dari banyaknya hakim yang melanggar kode etik karena lemahnya pengawasan dari lembaga yang menaunginya atau MA. “Kita berkaca pada pembentukan pengadilan tipikor yang ada di setiap propinsi, namun untuk pengawasannya tidak dipikirkan,” jelasnya. Selain itu, dia berpendapat terkait fungsi KY yang juga merupakan pengawas hakim masih sering kontroversi dengan pihak MA sendiri. Seharusnya, MA dan KY bersatu untuk melakukan pengawasan hakim. Dengan begitu, pengawasan hakim akan lebih maksimal. “Pertemuan sih sering, kerjasama juga sering, bahkan ada empat peraturan bersama antara MA dan KY, salah satunya terkait pengawasan hakim. Tapi, tetap saja pengawasan masih kurang maksimal,” tegasnya.
Komisi Yudisial Optimalkan Penanganan Laporan Masyarakat M. Purwadi
Onni menjelaskan, saat ini lembaganya sudah mengesahkan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penanganan Laporan Masyarakat. Dalam peraturan tersebut, diatur secara lengkap tahapan-tahapan pelaporan dan batasan waktu yang diperlukan selama proses penanganan. Dia mencontohkan, jika ada masyarakat yang melaporkan hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, Komisi Yudisial akan secepatnya memverifikasi laporan tersebut. Dalam verifikasi itu, minimal
Banyaknya hakim nakal yang terungkap melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim tidak terlepas dari laporan masyarakat yang masuk ke Komisi Yudisial. Laporan ini menjadi pintu masuk menjerat para hakim yang tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan benar.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
K
epala Biro Pengawasan Perilaku Hakim Komisi Yudisial Onni Rosleini menyebutkan, selama 2012, lembaganya telah menerima sebanyak 1.520 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik para hakim dan aparat pengadilan lainnya. Perinciannya, sebanyak 577 laporan teregistrasi dan 943 laporan masih dalam proses permintaan kelengkapan. Mayoritas hakim yang dilaporkan cenderung melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Ruang Pengaduan Masyarakat di kantor Komisi Yudisial yang tidak dipungut biaya (gratis).
pelapor harus menyertakan identitas pribadi, nama dan tempat tugas terlapor, pokok laporan, serta bukti pendukung yang dapat menguatkan laporan. Tim verifikasi pun secepatnya melakukan kroscek terhadap laporan yang masuk. Dalam
jangka waktu maksimal tiga hari, tim verifikasi akan mengkonfirmasi pihak pelapor menyangkut lengkap tidaknya berkas laporan. Selanjutnya, pelapor memiliki batas waktu 30 hari untuk melengkapi berkas-berkas laporan, termasuk bukti pendukung.
EDISI MARET - APRIL 2013
37
LAPORAN KHUSUS “Laporan yang masuk ke KY, kadang-kadang kurang didukung bukti dan fakta, sehingga kita juga kesulitan. Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak semua hakim yang dilaporkan terbukti. KY juga harus hati-hati,” kata Onni. Onni menjelaskan, kalaupun pelapor tidak dapat memenuhi permintaan Komisi Yudisial dalam jangka waktu yang ditetapkan, yakni 30 hari, tim verifikasi dapat meminta data pendukung secara tertulis kepada badan peradilan dan/atau hakim. Mereka wajib memberikan data yang diminta oleh Komisi Yudisial. Jika dalam waktu 14 hari tidak merespon permintaan itu, Komisi Yudisial bisa meminta data dimaksud melalui pimpinan Mahkamah Agung. Namun, jika dalam waktu 30 hari tidak juga direspon, Komisi Yudisial menyatakan laporan tidak dapat diterima. “Berarti laporan itu hanya dikategorikan informasi,” paparnya. Beda halnya jika laporan dilengkapi dengan persyaratan yang ditentukan, maka laporan itu bisa ditindaklanjuti. Laporan masyarakat yang telah diregistrasi selanjutnya dilakukan pendalaman melalui kegiatan anotasi, investigasi, dan pemantauan. Selanjutnya baru dibahas dalam Sidang Panel Pembahasan Anotasi atau disebut juga Sidang Panel I. Sidang panel untuk menentukan apakah laporan masyarakat itu dapat ditindaklanjuti pada proses penanganan selanjutnya atau tidak. Dalam sidang ini,
38
EDISI MARET - APRIL 2013
dilakukan secara tertutup dan rahasia. Jika majelis panel memutuskan laporan diterima dan harus ditindaklanjuti, maka tim pemeriksa Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan dan klarifikasi kepada pihak terlapor, saksi, dan ahli. Pemeriksaan dilaksanakan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal Penetapan Sidang Panel. Terlapor, kata Onni, harus hadir ke Komisi Yudisial untuk memberikan klarifikasi. Jika pelapor tidak bersedia hadir atau tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi Yudisial
“Laporan yang masuk ke KY, kadang-kadang kurang didukung bukti dan fakta, sehingga kita juga kesulitan. Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak semua hakim yang dilaporkan terbukti. KY juga harus hati-hati,” sebanyak tiga kali tanpa alasan yang sah, sidang panel dapat menyatakan laporan gugur. Lain halnya dengan saksi, Komisi Yudisial memiliki kewenangan untuk memanggil paksa saksi jika tidak memenuhi panggilan selama tiga kali tanpa alasan yang sah. Sementara, untuk terlapor, jika tidak memenuhi panggilan sebanyak tiga kali tanpa alasan yang sah, terlapor dianggap tidak
menggunakan haknya untuk memberikan keterangan atau klarifikasi atas tudingan sang pelapor. “Jika terlapor tidak menggunakan haknya, Komisi Yudisial dapat mengambil keputusan atas laporan hanya berdasarkan data yang diperoleh Komisi Yudisial. Itu merugikan pihak terlapor,” paparnya. Dalam sidang pleno yang dihadiri paling sedikit lima anggota dan dipimpin ketua, memutuskan terlapor terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim atau tidak. Selanjutnya, jika dalam sidang pleno memutuskan menjatuhkan sanksi terhadap terlapor, maka Komisi Yudisial mengirimkan surat pemberitahuan usul penjatuhan sanksi kepada Mahkamah Agung dengan permintaan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim atau MKH. Dalam Peraturan Komisi Yudisial ini, kata Onni, juga disebutkan lembaganya dapat menghentikan penanganan laporan pada setiap tahapan. Syaratnya, terlapor tertangkap tangan, ditangkap, atau ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum karena melakukan tindak pidana dan telah diberhentikan sementara oleh Mahkamah Agung. Tidak hanya itu, Komisi Yudisial juga dapat memprioritaskan laporan masyarakat yang mendapatkan perhatian
Komisi Yudisial dalam menjalankan tugas dan kewenangannya juga selalu koordinasi dengan lembaga lain seperti MA, KPK, dan lembaga penegak hukum lainnya. Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim. Komisi Yudisial juga dapat meminta bantuan kepada aparat negara untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi yang tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan. Onni juga menambahkan, Komisi Yudisial dalam waktu dekat akan melakukan monitoring ke seluruh pengadilan di Indonesia. langkah ini dilakukan menyusul banyaknya hakim yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Tidak hanya itu, Komisi Yudisial juga akan melakukan monitoring putusan hakim agung. Dengan langkah itu, diharapkan bisa meminimalisir pelanggaran hakim, termasuk hakim agung. “KY dan MA sudah ada peraturan
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
masyarakat luas. Misalnya, tindak pidana terlapor berdasarkan bukti pendukung yang kuat di samping terlapor menangani tindak pidana serius. Selain itu, laporan mempunyai hubungan dengan proses penegakan hukum yang sedang ditangani aparat penegak hukum. Ataupun, laporan disampaikan oleh instansi pemerintah, aparat penegak hukum, atau satuan tugas yang dibentuk oleh presiden atau DPR.
Onni Rosleini
Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim Komisi Yudisial
bersama soal pengawasan hakim termasuk hakim MA,” jelasnya. Ketua Muda Pengawasan MA Timur Manurung menegaskan institusinya sudah melakukan pengawasan langsung terhadap hakim-hakim nakal baik di pusat maupun daerah. “Kami akan perketat pengawasan, terutama di daerah-daerah. Ini untuk mengingatkan kembali para hakim agar tidak bertindak macam-macam. Kami sudah menerima ratusan laporan. Sementara yang sudah dilakukan pembinaan baru sebagian kecil laporan. Jadi, masih banyak laporan pengaduan hakim ‘nakal’ yang belum dilakukan penindakan,” kata Timur di Gedung MA. Dalam upaya tersebut, MA mengaku sudah bekerja sama dengan Komisi Yudisial dalam menindaklanjuti laporan-laporan tersebut. Timur menegaskan,
pihaknya akan memperkuat hubungan dengan Komisi Yudisial terkait pengawasan hakim. Selain untuk menghilangkan kesan hubungan dengan KY selalu tidak harmonis, juga untuk menyatukan sejumlah laporan yang diterima dua lembaga tinggi tersebut untuk dilakukan pendidikan (pembinaan). “Kami dengan KY pada hakikatnya mitra kerja, jadi mudah-mudahan jangan seperti ada permusuhan gitulah. Yang penting, bagaimana peradilan itu supaya bersih dan berwibawa,” kata Mantan Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI tersebut. Menurut dia, dengan peningkatan kerjasama tersebut akan menghilangkan kesan adanya ketegangan yang mungkin selama ini kedengaran di luar. Dia mengungkapkan, peningkatan kerjasama tersebut di antaranya akan saling bagi informasi dalam mengawasi hakim. “Kami akan bagi informasi dan melakukan koordinasi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Supaya pemeriksaan itu lebih baik, jangan mau menang sendiri,” katanya. Sementara itu, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar mengatakan, pihaknya menyambut baik langkah MA. Dengan pengawasan itu, dia juga berharap stigma negatif terhadap para hakim akan berkurang. “Dan, kami (KY) siap bekerjasama untuk menindaklanjuti laporan-laporan itu. Karena hal itu merupakan bagian dari peran KY sebagai pengawas hakim,” ujarnya.
EDISI MARET - APRIL 2013
39
LEBIH DEKAT
T
erbukti ketika Kongres ke-5 Pancasila yang diadakan di UGM pada Juni 2012, Prof. Arif menyampaikan makalah tentang “Mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan hukum di Indonesia”. Karena menurutnya setiap produk hukum di Indonesia harusnya konsisten, koheren dan berkorespondensi dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Arif Hidayat
Seorang Hakim Konstitusi adalah Negarawan Arif Budiman
Prof. Arif yang ketika fit and proper test mencalonkan diri menjadi hakim di MK mengambil makalah dengan judul: “Prinsip Ultra Perita dalam Putusan MK Terkait Pengujian UU Terhadap UUD Negara RI Tahun 1945” ini ketika masih menjadi guru besar merupakan sosok yang aktif dan concern menyebarkan virus tentang kembali pada negara hukum Pancasila ke kalangan mahasiswa. 40
EDISI MARET - APRIL 2013
Prof. DR. Arief Hidayat, S.H., M.S. akhirnya terpilih sebagai hakim konstitusi periode 2013-2018 menggantikan Prof. Moh. Mahfud MD. Prof. Arief sudah resmi dilantik bersamaan dengan berakhirnya masa tugas Prof. Mahfud pada 1 April 2013 lalu. Dalam pemilihan yang dilakukan beberapa jam lalu oleh Komisi III DPR, Arief mengantongi 42 suara mengalahkan Sugianto yang mendapat lima suara dan Djafar Albram satu suara. Setelah lama menggeluti profesi dosen di dunia kampus, kini Prof. Arif Hidayat akan bergelut dengan kasus-kasus yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Ia menjadi seorang hakim yang mengandalkan sikap kenegarawanan dalam menjalankan tugas sehari-hari. Berikut perbincangan dengan Majalah Komisi Yudisial beberapa waktu lalu.
Sebenarnya sebelumnya saya pernah didorong untuk menjadi hakim konstitusi. Komposisi hakim di MK itu adalah tiga dari presiden, tiga orang dari DPR, dan tiga orang dari Mahkamah Agung (MA). Saya diusulkan dari Presiden. Waktu itu saya masih menjadi Dekan dan masih berlangsung selama 1,5 tahun. Pikiran saya waktu itu jika saya terima saya merasa meninggalkan Fakultas Hukum karena jabatan Dekan itu amanah. Sekarang setelah saya rasa cukup menjadi dekan, saya memutuskan untuk maju menjadi calon hakim konstitusi di MK. Bagaimana pandangan Anda tentang hakim dan hakim MK secara spesifik? Hakim MK itu sebetulnya seperti yang diamanatkan oleh UUD tentang hakim konstitusi, hakim MK itu berkedudukan sebagai the guardian of constitution, penjaga konstitusi jika saya bisa menambahkan hakim MK itu sebagai the guardian of ideology, yakni Pancasila. Karena sebagai penjaga konstitusi di dalamnya terdapat selain pasal-pasal juga terdapat pembukaan yang di dalamnya termaktub Pancasila. Dalam setiap Undang-Undang yang diujikan ke MK kita akan selalu melihat Undang-Undang tersebut apakah konsisten, koheren dan berkorespondensi dengan Pancasila dan UUD 1945.
HUMAS MK
Apa yang mendorong Anda untuk menjadi hakim konstitusi?
Pengambilan sumpah Arif Hidayat menjadi Hakim Konstitusi di Istana Negara.
Dari situ kemudian, seorang hakim konstitusi tidak boleh berpikir dari kacamata politis. Pertama-tama, ia harus berpikir dari kacamata filosofis. Lalu, kedua, berpikir secara ideologis dalam arti menjaga ideologi Pancasila. Dan ketiga memiliki kompetensi akademik ahli di bidang hukum. Tidak melulu hukum tentang konstitusi tetapi juga diikuti pemahaman hukum di bidang-bidang yang lain. Ini menunjukkan untuk menjadi hakim konstitusi dibutuhkan seorang negarawan, seorang yang berpikir komprehensif untuk kepentingan bangsa dan negara, berpikir untuk kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itulah sulitnya menjadi hakim konstitusi di MK. Kalau di MA para hakim agung menjaga hukum, sedangkan di MK para hakim menjaga konstitusi. Bagaimana hakim konstitusi menjaga independensi? Seorang hakim konstitusi harus berpikir untuk non partisan,
harus jauh dari hal semacam itu. Ketika menjadi hakim konstitusi ia harus melepaskan atribut yang melekat pada dirinya sebelum menjadi hakim konstitusi. Ketika dihadapkan pada satu persoalan yang misalnya menyeretnya pada konflik kepentingan, sekali lagi hakim konstitusi harus berpikir secara negarawan, yang mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, guna memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itulah dalam rangka menjaga martabat kenegarawanannya tersebut seorang hakim konstitusi hendaknya dalam setiap statementnya seharusnya adalah statement yang menyejukkan, yang mengarahkan pada persatuan bangsa dan negara. Sebaiknya dihindari statement yang tidak perlu dan mungkin malah bisa memperkeruh suasana persatuan dan kesatuan bangsa. Bagaimana Anda menanggapi idiom tentang hakim adalah “jabatan diam”?
EDISI MARET - APRIL 2013
41
LEBIH DEKAT Begini saya menyikapinya. Konsepsi yang menyatakan hakim harus diam sudah saatnya bergeser. Hakim, jika di menara gading seperti Brahmana, mungkin masih dibutuhkan untuk diam, tapi hakim juga memiliki fungsi untuk mendidik masyarakat. Tugas hakim bukan hanya memutus perkara. Dia membangun hukum di masyarakat. Menjadikan undang-undang itu living. Itu tugas hakim. Jadi, orang tidak takut kepada hukum, tapi harus (sukarela) menaati hukum. Hukum jangan dipaksakan sebagai ‘law is command’ atau perintah. Konsep itu sudah lewat. Hukum bukan sekadar perintah. Tapi hukum hidup ada di hati masyarakat. Prof. Tjip (almarhum Satjipto Rahardjo) sering bicara ini. Contoh hukum yang hidup di masyarakat, bila ada lampu merah, seandainya tak ada kendaraan sekalipun, dia tetap menunggu, karena hukum hidup di hatinya. Kalau masyarakat sedang resah karena ada persoalan-persoalan yang pelik, seorang hakim boleh memberikan statement yang mengarah pada mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Statement itu bermuara pada kesatuan, harus yang menyejukkan. Jadi konsep hakim hanya diam saya kira sudah bergeser. Tapi tidak setiap persoalan ia harus memberikan komentar. Contohnya masalah korupsi. Sebaiknya hal tersebut diserahkan kepada pihak yang berwenang, apalagi urusan-urusan politik. Pun
42
EDISI MARET - APRIL 2013
ketika menyidangkan sengketa Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi seorang hakim konstitusi seringkali memanggil ahli yang harus didengar keterangannya. Di sini hakim bukan hanya ahli soal hukum, namun ia juga harus berinteraksi dengan banyak pihak guna menunjang keilmuan hukumnya. Dengan arti kata seorang hakim yang hanya diam saya rasa akan kurang membantu dalam pelaksanaan tugasnya, apalagi seorang hakim konstitusi, dimana ia harus berwawasan luas. Kenapa Anda tidak tertarik menjadi hakim agung? Seorang hakim agung harus mempertanggungjawabkan keputusannya kepada Tuhan, itu amanah yang sangat berat, dan saya merasa tidak mampu mengemban itu, walaupun saya juga tahu bahwa ketika saya memutus satu sengketa Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi itu juga menyangkut
hajat hidup orang banyak. Tapi hakim agung berbeda. Itu tugas yang sangat berat. Prof. Arief Hidayat tercatat sebagai akademisi yang menggeluti bidang hukum tata negara, hukum dan politik, hukum dan perundang-undangan, hukum lingkungan, dan hukum perikanan. Arief punya sederet karier. Dia pernah menjabat Ketua Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi Fakultas Hukum UNDIP, dan Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan Fakultas Hukum UNDIP. Pria kelahiran Semarang, 3 Februari 1956 ini juga tercatat sebagai anggota Pusat Studi Hukum Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP.
Riwayat Hidup Singkat Nama : Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S. Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 3 Februari 1956 Jabatan Terakhir : Guru Besar-Ketua Program Magister ilmu Hukum Universitas Diponegoro Riwayat Pendidikan 1. SD, SMP, SMA di Semarang 2. S1-Fak Hukum UNDIP (1980) 3. S2-Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum UNAIR (1984) 4. S3-Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP (2006) Bidang Keahlian: Hukum Tata Negara, Hukum dan Politik, Hukum dan Perundang-undangan, Hukum Lingkungan, Hukum Perikanan
TEKNOLOGI
Community Komisi Yudisial
Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi Kerja Heri Sanjaya
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang begitu pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan budaya organisasi untuk menjalankan tugas sesuai visi dan misi yang diemban. Idealnya setiap organisasi tidak lagi dijalankan secara konvensional. Harus ada keinginan dan komitmen menyusun strategi untuk menerjemahkan tujuan organisasi. Apalagi setiap strategi tersebut harus diikuti dengan penerapan TI sebagai solusi dalam pemecahan masalah serta menjadikan pola kerja yang cepat dan kolektif.
S
eharusnya pengaplikasian TI dalam manajemen organisasi dapat menjadi motivasi bagi pegawai. Terutama dalam rangka pelayanan data dan informasi yang lebih produktif, transparan, tertib, cepat, akurat dan efisien dalam memperlancar dan mempermudah seluruh komponen organisasi sebagai perwujudan penyelenggaraan tugas dan fungsi masing-masing satuan kerja.
Berangkat dari pemikiran itu pula Komisi Yudisial berusaha memanfaatkan TI. Beragam aplikasi IT diarahkan untuk menunjang kinerja dan perkembangan organisasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pekerjaan dalam rangka menjalankan amanah Undang-Undang untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pencari keadilan.
EDISI MARET - APRIL 2013
43
TEKNOLOGI portal-kyri.com atau langsung klik pada link yang tersedia di website Komisi Yudisial www. komisiyudisial.go.id. Sebelum melakukan log in pastikan sudah mempunyai user access masing-masing. Pengguna akan mendapatkan user access sesuai dengan level dan jabatan masing-masing yang disesuaikan dengan struktur organisasi terbaru. Pada halaman utama pengguna disuguhi dengan pengantar dan manfaat dari aplikasi ini. Di menu Home pengguna dapat melihat seluruh agenda kegiatan Komisi Yudisial yang dilakukan oleh Pejabat dan Pimpinan Komisi Yudisial. Agenda yang disajikan adalah kegiatan selama satu minggu baik kegiatan internal ataupun ekternal. Selain agenda kegiatan, pada halaman ini juga ditampilkan berita-berita terbaru tentang Komisi Yudisial yang diadopsi dari website www. komisiyudisial.go.id. Dengan pemanfaatan teknologi ini dapat digunakan untuk mendukung operasi dan keputusan serta kebijakan organisasi baik secara internal maupun antar organisasi. Selain itu, dengan perubahan budaya kerja masing-masing pegawai dalam organisasi dapat terhubung dan bekerjasama dalam dunia maya sehingga memungkinkan munculnya pemikiran atau ide-ide cemerlang untuk pengembangan organisasi.
lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. Aplikasi ini diperuntukkan untuk seluruh pegawai di lingkungan Komisi Yudisial yang telah teregistrasi dan mempunyai user account untuk dapat mengakses halaman masing-masing. Dengan aplikasi ini berbagai kemudahan dengan sendirinya terpenuhi, mulai dari informasi personal pegawai sampai dengan forum diskusi yang dapat membahas berbagai topik yang telah ditentukan.
Community Komisi Yudisial adalah salah satu aplikasi intranet yang digunakan di
Untuk mengakses aplikasi tersebut dapat diakses melalui alamat http://community.
44
EDISI MARET - APRIL 2013
Selain menampilkan kegiatan-kegiatan dari pimpinan, pengguna juga bisa mengatur agenda masing-masing. Untuk melakukannya tinggal memilih menu Agenda pada bagian atas menu yang telah tersedia. Pada halaman ini pengguna dapat mengatur kegiatan yang akan dilakukan mulai dari jenis kegiatan, waktu sampai pemberi tugas dari kegiatan yang akan diatur. Yang menarik dari bagian ini adalah dimana setiap kegiatan yang akan dan telah diatur dapat dikontrol oleh atasan langsung
masing-masing pengguna. Selain mengontrol kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya, atasan langsung juga dapat melakukan approve (menyetujui atau tidak) kegiatan yang telah diatur. Melalui menu Berita, pengguna juga bisa membaca berbagai artikel terkait seputar Komisi Yudisial ataupun tulisan-tulisan ringan lainnya yang dapat menambah khasanah pengetahuan pengguna. Untuk memperlancar penyampaian informasi, pada halaman Pengumuman disediakan space khusus pengumuman atau imbauan baik seputar informasi Komisi Yudisial ataupun informasi lain yang mendukung tugas pegawai. Pada menu Organisasi akan terdapat struktur organisasi Komisi Yudisial sesuai dengan nomenklatur terbaru hasil restrukturisasi. Pada bagan struktur organisasi dapat terlihat jelas hierarki organisasi berdasarkan unit mulai dari level staf sampai level pimpinan. Untuk melihat detail profil pegawai tinggal memilih dan mengklik nama sesuai unit masing-masing. Struktur organisasi sangat penting bagi sebuah organisasi, dimana melalui struktur organisasi dapat memberikan informasi kepada seluruh pegawai yang menjadi anggotanya untuk mengetahui kegiatan atau pekerjaan yang harus ia kerjakan, berkonsultasi
atau bertanggung jawab kepada siapa, sehingga proses kerjasama menuju pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mewadahi kebutuhan pengguna dalam hal kebutuhan terhadap dokumen pendukung dalam rangka menunjang pekerjaan, pada community
dan membicarakan hal-hal yang baru atau diskusi ringan. Pada menu Forum ini pengguna dapat berpartisipasi dalam beragam topik diskusi yang telah disediakan. Forum yang ada di community ini memberi peluang kepada setiap pengguna untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman untuk mencurahkan unek-unek dan berdikusi dalam topik yang telah disediakan yang muaranya untuk kepentingan dan kebaikan organisasi di masa mendatang. Dalam Forum ini setiap pengguna dapat berkomentar dengan bebas tetapi tetap menjaga kesopanan dan kesantunan dalam berpendapat. Dengan demikian akan tercipta suatu suasana diskusi yang terstruktur dan sekaligus bisa saling mengenal satu dengan yang lain. Pada Community ini juga disediakan short cut untuk mengakses email internal Komisi Yudisial. Dengan mengklik menu Email pengguna akan langsung diarahkan ke halaman email Komisi Yudisial.
ini juga disediakan halaman khusus untuk meng-upload dan mengunduh beragam dokumen baik berupa peraturan atau dokumen lain yang relevan dengan tugas dan kewenangan Komisi Yudisial. Kelebihan pada aplikasi ini adalah adanya menu khusus tempat berdiskusi sesama pengguna untuk saling berbagi
Dengan beragam manfaat yang ada pada Community Komisi Yudisial ini diharapkan dapat menunjang peran dan tanggung jawab para pegawai yang bisa mengoptimalkan dan meningkatkan produktivitas kerja. Yang pasti masih ada beberapa fitur yang perlu dimaksimalkan untuk kesempurnaan aplikasi ini.
EDISI MARET - APRIL 2013
45
KATA YUSTISIA
Wibawa Runtuh Karena Selingkuh Festy Rahma H.
S
Hakim adalah profesi mulia (officium nobile). Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, serta kehidupan sehari-hari, hakim dituntut untuk selalu menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta etika dan perilaku hakim. Jika tak hati-hati bertindak, sanksi berat yang akan dipikul.
Adalah IF yang pertama mencium ‘aroma busuk’ perselingkuhan itu dan melaporkannya ke Komisi Yudisial (KY). IF tak lain adalah isteri FAP, polisi yang menjadi selingkuhan ADA. Setelah mengumpulkan informasi dan sempat melakukan penggerebekan, IF melaporkan polah sang hakim dan tercatat dalam register KY No. 0253/L/ KY/V/2011. KY bergerak menindaklanjuti laporan itu. Diperoleh informasi saat itu, ADA adalah hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Simalungun, Sumatera Utara.
46
EDISI MARET - APRIL 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
ebaik-baik menyimpan bangkai, akhirnya tercium juga. Peribahasa ini menggambarkan seseorang yang ingin menyembunyikan perilaku buruk dengan berbagai cara, tetapi akhirnya ketahuan juga. Itu pula yang terungkap ketika Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menggelar sidang pada awal tahun 2013 ini. Majelis bentukan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tersebut menyidangkan perkara seorang hakim berinisial ADA yang diduga melakukan perselingkuhan dengan seorang oknum polisi yang sudah beristeri.
Sidang majelis Kehormatan Hakim kasus hakim ADA.
Sidang Pleno KY akhirnya memutuskan ADA terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Hakim ADA dianggap melanggar butir 3.1.(1) dan 5.1.(1) KEPPH yang mengatur ‘Hakim wajib menghindari
tindakan tercela dan Hakim harus berperilaku tidak tercela’, serta butir 7.1 yang menegaskan ‘Hakim harus menjaga kewibawaan serta martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan’.
SidangTertutup Berbekal hasil sidang pleno, Komisi Yudisial mengusulkan kepada Mahkamah Agung (MA) agar dibentuk MKH. Setelah kedua belah pihak sepakat, sidang perdana MKH digelar pada 7 Februari lalu. Sidang dipimpin Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh. Ia didampingi anggota majelis Taufiqurrohman Syahuri, Jaja Ahmad Jayus, dan Ibrahim yang mewakili KY. Sedangkan anggota majelis dari MA adalah Abdul Gani Abdullah, Soltoni Mohdally, dan Julius. Sidang perdana terpaksa digelar tertutup lantaran persoalan yang akan diungkap dalam persidangan menyangkut kesusilaan. Guna kepentingan pembelaan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) menunjuk dua orang hakim agung untuk mendampingi ADA. Dalam pembelaan di depan MKH, ADA meminta untuk dibebaskan dari tuduhan dan memohon putusan seadil-adilnya. Dalam sidang tersebut, hakim ADA mengajukan saksi yang meringankan, yaitu ibu dari suami pelapor, Sutanti Setyoningsih. Menurut pengakuannya, tidak ada hubungan spesial antara anaknya dan hakim terlapor. Keduanya berteman biasa sejak kuliah. Ia pun menilai bahwa hakim ADA sebagai orang yang baik dan santun. Setelah mendengar pembelaan dari hakim terlapor dan kesaksian ibu dari suami pelapor, majelis hakim masih belum dapat memutuskan sehingga akhirnya menunda sidang MKH.
Alasannya, majelis hakim MKH masih membutuhkan keterangan tambahan dari para saksi. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, majelis hakim memanggil sejumlah saksi tambahan, yakni suami pelapor, saksi pelapor, ketua RT, dan kepala keamanan setempat di Banyu Anyar, Solo. Sesuai dengan aturan yang ditetapkan, maka waktu penundaan sidang paling lama adalah 14 hari. Tepat seminggu setelah sidang MKH pertama digelar, Kamis (14/2), sidang lanjutan MKH kembali digelar. Namun, dalam sidang kali ini hanya IF sebagai pelapor yang datang untuk memberikan keterangannya. Pelapor menerangkan bahwa pernah melakukan penggerebekan di rumahnya yang terletak di Banyu Anyar, Solo pada Minggu pagi, 3 Juli 2011. Kuat dugaan saat itu ADA dan FAP berada di dalam rumah. IF mengatakan ada saksi yang melihat hakim ADA melarikan diri keluar rumah menggunakan mobil. Waktu itu, IF berpapasan dengan mobil tersebut setelah selesai melapor kepada ketua RT setempat. Namun, dalam sidang MKH sebelumnya, ibu dari suami pelapor memberikan keterangan yang berbeda. Menurut saksi Sutanti, saat 3 Juli 2011 hakim ADA tidak datang ke rumah di Banyu Anyar, Solo. Saksi–saksi dan ketua RT juga tidak ikut datang ke rumah tersebut, termasuk menantu dan cucunya juga tidak ikut datang.
Diterima Sebagian Sidang MKH menganggap bahwa pembelaan hakim ADA tidak didasarkan pada bukti-bukti yang mendukung pembelaannya. Karenanya, majelis hakim berpendapat bahwa pembelaan diri hakim ADA diterima untuk sebagian. Meski diterima sebagian, hakim ADA tetap dinyatakan terbukti melanggar KEPPH berdasarkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor: 47/ KMA/SKB/IV/2009 - 02/SKB/P. KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim butir 3.1.(1), 5.1.(1), dan 7.1 jo. Pasal 7, Pasal 9 danPasal 11 Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P. KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Majelis akhirnya menjatuhkan sanksi kepada ADA dengan sanksi berat berupa hakim non palu selama dua tahun dan dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Medan. Apa yang diputuskan ini lebih ringan dibandingkan rekomendasi sanksi yang diajukan Komisi Yudisial ke Mahkamah Agung berupa pemberhentian tetap tidak dengan hormat. Selain ADA telah menjalani hukuman untuk kasus yang sama di PN Simalungun, majelis berpendapat cukup beralasan untuk memberikan kesempatan kepada ADA memperbaiki diri dan dibina oleh Mahkamah Agung.
EDISI MARET - APRIL 2013
47
SUDUT HUKUM
Putusan Pengadilan Perkara Pidana yang Menyatakan Bahwa Dakwaan JPU Tidak Diterima D
A.J. Day, S.H. Tenaga Ahli Komisi Yudisial
Pertanyaan:
alam diskusi-diskusi kelompok, kami dihadapkan dengan adanya putusan pengadilan dalam perkara pidana yang tidak menjatuhkan pidana terhadap terdakwa sebagaimana hasil penyelesaian suatu perkara melalui pengadilan pidana Putusan tersebut berbunyi: Dakwaan JPU dinyatakan tidak dapat diterima padahal dari fakta yang terurai dalam dakwaan jelas bahwa benar terdakwa telah melakukan apa yang didakwakan kepada terdakwa. Biasanya putusan berbunyi: 1. Menjatuhkan pidana 2. Membebaskan terdakwa 3. Melepaskan dari segala tuntutan hukum Pertanyaan kami adalah mengapa terdakwa tidak dijatuhi pidana padahal dari uraian dakwaan cukup banyak alat bukti yang mendukung?
48
EDISI MARET - APRIL 2013
Jawab: Adalah benar bahwa memang menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 191 putusan dapat: Ayat (1) Apabila dari hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dengan meyakinkan terdakwa diputus bebas. Ayat (2) Apabila perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Inilah yang disebut alasan penghapusan pidana (Strafuitsluitingsgrond). Pasal 193 (1) menyatakan jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana, sesuai dengan ketentuan jenis-jenis pidana yang ada dalam Pasal 10 KUHP. Dapat juga dijatuhi pidana menurut Pasal 14 a yaitu pidana bersyarat atau voorwaardelijk veroordeling. Syarat untuk menjatuhkan pidana bersyarat yang diatur Pasal 14 a tersebut adalah bahwa apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama 1 tahun atau kurang dan pidana dijatuhkan tidak usah dijalani, oleh terpidana kecuali di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain karena terpidana, masa percobaannya
belum selesai, sudah melakukan tindak pidana lagi, atau pun karena terpidana melanggar syarat khusus yang ditentukan oleh Hakim, syarat seperti yang ditentukan oleh hakim. Jadi mengenai putusan yang saudara pertanyakan yaitu putusan-putusan pengadilan yang menyatakan dakwaan yang didakwakan tidak dapat diterima, memang tidak disebut. Sesungguhnya hal tersebut ada kaitannya dengan kewenangan JPU untuk melimpahkan perkara yang diterimanya dari penyidik ke pengadilan yang berwewenang, yang disebut wewenang untuk melakukan penuntutan dengan permintaan supaya perkara diperiksa dan diputus oleh pengadilan. Ketiga putusan yang Saudara sebut diatur lalu dikenal dengan istilah: a. Straf opleggen (pemidanaan) b. Vrijspraak atau bebas c. Ontslag van alle rechtsvervolging (lepas dari segala tuntutan hukum) Kedua lembaga tersebut pada a dan b tergolong pada alasan penghapusan pidana atau strafuitsluitings gronden yang terbagi atas:
Pada alasan pembenar maka perbuatan pelaku yang dibenarkan seperti, misalnya karena dilakukannya tindak pidana untuk membela diri atau noodweer Pasal 49 ayat (1) KUHP. Pada alasan pemaaf maka kesalahannya yang terhapus, misalnya pelaku tidak dapat bertanggung jawab. Selain itu ada pula yang dikenal sebagai alasan penghapusan kewenangan dari JPU untuk melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan. Dengan kata lain benar atau ada terjadi suatu tindak pidana namun wewenang kejaksaan untuk melimpahkan dan menuntut perkara tersebut ke pengadilan untuk disidangkan hapus atau tidak ada lagi, yang disebut alasan penghapusan kewenangan menuntut dari JPU, atau vervolgingsuitsluitingsgronden. Selain putusan bebas, lepas dari tuntutan hukum, pemidanaan, tidak jarang hakim juga dalam putusan menyatakan dakwaan jaksa dinyatakan batal, yaitu apabila dakwaan JPU tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yaitu uraian yang cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, bersama tempus dan locus delictinya.
a. Alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond)
Untuk putusan yang demikian maka JPU dapat mengambil sikap:
b. Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgrond)
a. Memperbaiki dakwaan dan melimpahkannya kembali.
EDISI MARET - APRIL 2013
49
SUDUT HUKUM b. Mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi yang mungkin akan memakan waktu yang cukup lama. Jika JPU tetap melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan dan menuntut untuk disidangkan karena berdasarkan bukti-bukti atau lebih tepat alat-alat bukti yang ada menurut JPU dakwaannya akan terbukti. Namun agaknya lupa bahwa ada pembatasan-pembatasan kewenangan menuntutnya. Untuk hal-hal apa sajakah menghapuskan kewenangan JPU untuk menuntut suatu perkara?
tindak pidana pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan dengan percetakan. b. Enam tahun bagi kejahatan dengan ancaman, denda, kurungan atau penjara paling lama tiga tahun. c. Dua belas tahun bagi kejahatan dengan ancaman penjara lebih dari tiga tahun. d. Delapan belas tahun, bagi kejahatan dengan ancaman mati, penjara seumur hidup.
1. Apabila tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana pengaduan (klacht delict) yaitu tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan pihak yang dirugikan. Tanpa pengaduan dari yang dirugikan, yang oleh UU diberi hak untuk mengadu misalnya dalam Pasal 284 KUHP tentang perzinahan.
4. Perkara dan tersangkanya sudah meninggal dunia sesuai ketentuan Pasal 77 KUHP.
2. adanya nebis in idem seperti yang diatur dalam Pasal 76 KUHP artinya peristiwa yang merupakan tindak pidana pernah dituntut dan diputus dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
5. Dalam hal ditempuh apa yang disebut penyelesaian di luar proses pengadilan (afdoening buiten process) untuk perkara pelanggaran yang ancaman pidananya hanya denda, dengan pembayaran sukarela denda maksimum.
3. Perkara tersebut sudah kadaluwarsa (verjaring) artinya sudah melewati waktu yang ditentukan dalam UU yaitu Pasal 78 KUHP yaitu:
6. Oleh Prof. Van Bemmelen dalam bukunya Ons Strafrecht I ditambahkan pula ketentuan yang menyangkut Pasal 2 s.d. Pasal 8 KUHP (hal 96). Yang dimaksud ialah mengenai:
a. Satu tahun untuk semua
50
EDISI MARET - APRIL 2013
e. Apabila pelakunya pada saat melakukan tindak pidana belum berumur 18 tahun maka tenggang waktu dalam warsa dikurangi menjadi sepertiga.
a. Asas Teritorial yaitu bahwa hukum pidana Indonesia hanya berlaku di teritor Indonesia Pasal 2 KUHP. b. Asas Nasionalitas Pasif yaitu aturan hukum pidana Indonesia di dalam kapal Indonesia walaupun kendaraan air atau pesawat udara Indonesia tersebut berada di luar Indonesia ketentuan ini memperluas pengertian teritoir Indonesia (Pasal 3 KUHP). c. Asas Universalitas yaitu aturan pidana Indonesia berlaku atas siapa saja yang melakukan tindak pidana tertentu dimana saja misalnya pemalsuan uang dari negara mana saja, atau juga menyangkut kejahatan, kejahatan berat seperti kejahatan terhadap keamanan Negara yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 KUHP. 7. Perkara yang dituntut oleh JPU atas dasar aturan UU yang sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi dengan demikian, apabila JPU melakukan penuntutan untuk perkara-perkara tesebut maka putusannya adalah dakwaan jaksa tidak dapat diterima (Nirt ontvankelijk verklaard). Semoga dengan penjelasan ini dapat dijadikan bahan diskusi yang lebih komprehensif, yang utama apabila dalam grup diskusi Saudara juga dibicarakan tentang RUU KUHAP yang baru khususnya Pasal 52 RUU KUHAP.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ EKA
SELINTAS
Sosialisasi dan Penjaringan Calon Hakim Agung di Pengadilan Tinggi Denpasar.
Seleksi Calon Hakim Agung Periode I 2013
Dibutuhkan Tujuh Hakim Agung Berkualitas dan Berintegritas Komisi Yudisial kembali menggelar rangkaian Seleksi CHA untuk memenuhi kebutuhan tujuh hakim agung yang diminta MA. Pengisian kekosongan tersebut karena ada hakim agung yang memasuki masa purnabakti, meninggal dunia, pemberhentian, dan untuk melengkapi kekurangan hasil seleksi sebelumnya.
M
ahkamah Agung (MA) melalui surat Ketua MA Nomor 08/ KMA/HK.01/2013 tanggal 17 Januari 2013 telah secara resmi mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial (KY) perihal kekosongan jabatan hakim agung. Dalam surat tersebut, MA menyampaikan pengisian kekosongan jabatan hakim agung sebanyak tujuh orang dalam rangka penyelesaian perkara yang setiap tahun jumlahnya bertambah.
“Yang dibutuhkan ada tujuh orang, yaitu hakim agung pidana empat orang, perdata dua orang, dan tata usaha negara satu orang,” kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrohman Syahuri di Gedung Komisi Yudisial, Kamis (31/01). Untuk mendapatkan CHA potensial yang berkualitas dan berintegritas, KY melakukan sosialisasi dan penjaringan di empat kota, yaitu Denpasar,
Makassar, Yogyakarta, dan Semarang. Sejak pendaftaran menurut Juru Bicara KY ada hal baru berdasarkan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Yudisial Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung. Kali ini hakim karier tidak lagi diperkenankan mendaftar melalui jalur non karier. Selain itu, CHA yang telah ikut serta dua kali berturut-turut juga tidak diperkenankan mengikuti seleksi. Para calon hakim agung diharuskan menjalani beberapa tes dalam rangkaian seleksi yaitu persyaratan administratif, tes kualitas, tes kepribadian/ integritas, tes kesehatan dan ditutup dengan wawancara terbuka. (Dinal) EDISI MARET - APRIL 2013
51
SELINTAS
Pemeriksaan Hakim
Djoko Sarwoko Diperiksa KY
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ KUS
lain. Kalau di ruangan saya, itu tidak ada,” kata Djoko usai pemeriksaan. Djoko mengatakan, kehadirannya dalam pemeriksaan yang dilakukan KY merupakan bentuk kepedulian dirinya walaupun sudah tidak menjadi hakim agung.
Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh dan Djoko Sarwoko.
KY memeriksa mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam vonis Peninjauan Kembali (PK) kasus penyelundupan 30 kontainer Blackberry dengan terdakwa Jonny Abbas.
M
antan Ketua Muda Pidana MA tersebut diperiksa sebagai saksi lantaran statusnya saat ini tidak lagi menjabat sebagai hakim, meskipun dalam perkara PK tersebut Djoko duduk sebagai Ketua Majelis PK. Djoko datang ke kantor Komisi Yudisial pada Selasa, (26/3) pukul 12.00 WIB. Kemudian pukul 13.30 WIB pemeriksaan pun selesai. Dalam pernyataannya, Djoko
52
EDISI MARET - APRIL 2013
membantah menerima suap ketika memutus bebas Jonny Abbas dalam kasus penyelundupan 30 kontainer Blackberry. Lebih lanjut, Djoko mengaku tidak tahu jika dua anggota majelis hakim PK yang lain, yaitu Achmad Yamanie dan Andi Abu Ayyub Saleh tidak menerima suap dalam memutus perkara tersebut. “Kalau mengenai suap, saya tidak tahu apa yang terjadi di ruangan
Sementara itu Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh menyambut baik kesediaan Djoko Sarwoko untuk diperiksa. Menurut Imam, pemanggilan terhadap Djoko tidak terkait dengan putusan PK, melainkan mengenai soal adanya laporan dari masyarakat tentang dugaan adanya suap dalam perkara tersebut. Keterangan yang diperoleh dari Djoko akan dijadikan pintu masuk oleh KY dalam menjerat pihak lain. Menurut Imam keterangan yang diberikan Djoko terkait dengan pertimbangan adanya novum (bukti baru) dalam materi Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jonny Abbas. “Pak Djoko itu hanya melihat materi gugatan, berarti ada masalah. Itu yang jadi novumnya, jadi ada gugatan perdata dan hanya itu saja isinya. Dari pengakuan ini, tentu KY masih mencari upaya lain untuk menelusuri kasus ini. Tapi untuk saat ini saya belum bisa jelaskan yang berkaitan dengan pihak lain,” pungkasnya. (Kus/Festy)
Audiensi
Murid SD Pun Sadar Jadi Hakim Itu Berat
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ JAYA
Profesi hakim memang mempunyai beban tanggung jawab yang berat. Kesadaran itu bahkan muncul dari murid kelas IV SD yang kisaran umurnya 10 tahun. Ketika ditanyakan kepada mereka apakah bila sudah besar nanti mau menjadi hakim, spontan mereka menjawab tidak. Kunjungan SD Kenari 07 Pagi ke ruangan pengaduan kantor Komisi Yudisial.
“A
da yang pengen jadi hakim?” “Tidak, karena berat kerjanya. Karena korupsi merajalela. Indonesia kebanyakan penjahat, banyak maling,” kata Rifki seorang siswa kelas IV SD yang menjawab secara malu-malu. Sementara itu teman Rifki bernama Aurora mengaku tidak mau menjadi hakim karena harus memutuskan perkara menurut perilaku kejahatan di Indonesia yang beraneka ragam. Sehingga menurutnya tugas seorang hakim itu sulit karena harus menentukan hukuman untuk seorang penjahat.
“Karena perilaku kejahatannya kan berbeda-beda. Jadi hakim harus memutuskan hukumannya berapa tahun dan berapa hari penjaranya. Jadi susah jadi hakim itu,” timpal Aurora yang menjawab secara terbata-bata. Suasana seperti di atas terjadi saat sekitar 40an murid kelas IV SD Kenari 07 Pagi berkunjung ke Komisi Yudisial, Rabu (13/03) di ruang media kantor Komisi Yudisial. Para tunas bangsa ini datang didampingi oleh wakil kepala sekolah Memen dan guru kelas mereka Arief Hartanto serta perwakilan dari komite sekolah dan orang tua murid. Mereka
datang untuk mengetahui lebih jelas profil kelembagaan Komisi Yudisial. Rifki dan Aurora mungkin menjawab apa adanya soal beban berat profesi hakim. Teman-teman mereka pun mengungkapkan sifat-sifat yang harus dimiliki hakim dengan apa adanya. Ada yang bilang hakim itu harus bijaksana, ada juga yang bilang hakim itu harus jujur dan adil. Kepolosan ungkapan bocah-bocah berusia sekitar 10 tahun itu mungkin bisa dijadikan bahan introspeksi agar profesi hakim betul-betul dijaga kemuliaannya. (Dinal/Jaya/Kus)
EDISI MARET - APRIL 2013
53
SELINTAS
Kunjungan Kenegaraan
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ EKA
KY Terima Kunjungan Hoge Raad Der Nederlanden
Foto bersama Anggota Komisi Yudisial dengan Hoge Raad Der Nederlanden atau Mahkamah Agung Kerajaan Belanda di kantor Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial RI menerima kunjungan Hoge Raad Der Nederlanden atau Mahkamah Agung Kerajaan Belanda. Kunjungan ini dalam rangka bertukar pikiran terkait tugas dan fungsi masing-masing lembaga.
R
ombongan tersebut terdiri dari Presiden Hoge Raad Kerajaan Belanda Dr. G.J.M. Corstens, Wakil Presiden Hoge Raad Mr. J.A.C.A. Overgaauw, Hakim Agung Hoge Raad Mr. M.A. Loth, Panitera Hoge Raad Mr. J. Storm, Direktur Administrasi Perkara Hoge Raad Drs. A.R. Rotscheid, dan perwakilan MA RI serta pakar hukum Dr. Sebastian
54
EDISI MARET - APRIL 2013
Pompe di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta (20/3). Pada kesempatan itu, Ketua Komisi Yudisial menjelaskan tugas dan wewenang Komisi Yudisial yang diatur dalam Undang-Undang. “Komisi Yudisial lahir sebagai tuntutan reformasi dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim,” ucap Eman Suparman.
Sementara itu, Presiden Hoge Raad menyampaikan bahwa dalam rangka pengawasan hakim, sesuai dengan konstitusi yang berlaku hakim mengawasi dirinya sendiri. Sedangkan dalam proses rekrutmen hakim, di Belanda pengangkatan hakim dilakukan oleh badan khusus yang terdiri dari hakim dan pihak luar. Sebagai titik tolak komposisi yang ada tidak hanya dari karier tetapi juga dari non karier. “Komposisi itu tidak hanya hakim karir tetapi juga dari dunia ilmiah, yang sampai sekarang non karir lebih dari 50 persen,” ungkap Corstens. (Jaya)
Pembentukan Penghubung
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ELZA
KY Bakal Rekrut Penghubung di Daerah
Tenaga Ahli Komisi Yudisial Firmansyah saat menjadi narasumber pada sosialisasi pembentukan penghubung di Makassar.
Komisi Yudisial berencana membentuk penghubung di enam kota besar Indonesia yaitu Medan, Semarang, Surabaya, Samarinda, Makassar, dan Mataram.
J
uru Bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar mengatakan pembentukan penghubung itu untuk melaksanakan amanat UU KY No. 18 Tahun 2011, Pasal 3 ayat (2) tentang pengangkatan penghubung di daerah. “Pemilihan enam kota tersebut didasarkan pada jumlah laporan terbanyak yang diterima oleh KY,” kata Asep saat dihubungi, Kamis (14/3)
Selain itu, tutur Asep dipilihnya enam kota besar dari enam provinsi tersebut juga didasarkan kepada banyaknya kompleksitas kasus di pengadilannya dan regionalisasi wilayah dI Indonesia. Penghubung nanti akan berfungsi untuk membantu KY dalam penerimaan laporan, pemantauan, investigasi dan sosialisasi. Agar penghubung berjalan Komisi Yudisial bakal merekrut pegawai.
“Adapun rekrutmennya dilaksanakan secara terbuka melalui proses seleksi yang akan dlakukan oleh KY berdasarkan prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel,” imbuh Asep. Menurut Asep semua kantor penghubung di daerah tersebut berada langsung di bawah Sekretaris Jenderal KY yang anggarannya diambil dari APBN. “Penghubung rencananya hanya terdiri dari satu orang kepala dan tiga orang staf. Salah satunya staf administrasi,” pungkas Asep. (Kus/Nura)
EDISI MARET - APRIL 2013
55
SELINTAS
Pameran Hukum
Menanamkan Kesadaran Hukum Bagi Remaja
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
KY membuka konsultasi hukum kepada para siswa SMA di pameran kampung hukum bertemakan “Justice to School” yang diselenggarakan MA.
Stand Komisi Yudisial saat pameran kampung hukum di Balairung Mahkamah Agung.
M
ahkamah Agung (MA) menggelar pameran kampung hukum bertemakan “Justice to School” di Balairung Kantor MA, Rabu (13/03). Pameran ini diikuti 13 lembaga hukum diantaranya Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, Kepolisian, KPK dan PPATK. Berbeda dari biasanya, tahun ini yang menjadi sasaran utama pengunjung pameran adalah para siswa dan siswi sekolah
56
EDISI MARET - APRIL 2013
menengah atas (SMA). Dalam sambutan saat pembukaan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menyampaikan pameran kampung hukum kali ini bertujuan untuk lebih mendekatkan diri serta menumbuhkan kesadaran hukum kepada para siswa SMA. Komisi Yudisial pada pameran kali ini membuka konsultasi hukum kepada para siswa yang ingin menuntaskan rasa ingin tahunya terhadap istilah-istilah
hukum yang banyak mereka baca di surat kabar. Konsultasi hukum ini ternyata diminati, terbukti banyak siswa yang antri dan berkonsultasi dengan petugas penjaga stand Komisi Yudisial. Selain pameran, Mahkamah Agung juga menyelenggarakan lomba karya tulis dan fotografi dengan tema “Tidak Narkoba, Jangan Korupsi”. Peserta kedua lomba itu adalah siswa dan siswi SMA di Jakarta, Bogor, dan Depok. (Jim)
Penghargaan
Buletin Komisi Yudisial Raih Silver Winner InMA 2013 Buletin Komisi Yudisial edisi Mei - Juni 2012 dengan topik utama “Pendidikan Hukum Hulu SDM Hakim” memperoleh silver winner di ajang Inhouse Media Award (InMA) 2013 yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS).
I
nMA 2013 merupakan kompetisi halaman muka (cover) media cetak internal yang dikelola oleh lembaga maupun korporasi di Indonesia. Trofi tersebut diberikan oleh Ketua Umum SPS Pusat yang juga Menteri BUMN Dahlan Iskan di Manado, Jumat (8/2).
dm-idholland), Oscar Motuloh (Kepala/Kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara), dan Troy H.Y. Pantouw (Direktur Komunikasi Danone Aqua).
Dalam ajang ini Buletin Komisi Yudisial bersaing di kategori lembaga pemerintah/pemerintah daerah. Jumlah total peserta InMA tahun ini adalah 162 karya dari 54 lembaga atau korporasi. Dewan juri dalam ajang bergengsi ini terdiri dari para profesional yaitu Dian Anggraeni (Senior Partner DASA Strategic Communication), Ndang Sutisna (Executive Creative Director First Position), Ibnu Hamad (Dosen FISIP UI/Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendiknas), Richie Wirjan (Brand Consultant
Secara kualitas, menurut Dian, peserta InMA 2013 lebih baik dibanding penyelenggaraan yang pertama tahun 2012 lalu. “Media cetak internal semakin kreatif. Mayoritas media internal organisasi maupun korporasi sudah bisa memahami bagaimana berhubungan dengan pemangku kepentingan yang terkait,” ujar Dian. Walaupun begitu, Dian juga mencatat ada sebagian kecil media cetak internal yang belum bisa menciptakan
Cover Buletin Komisi Yudisial yang menjadi pemenang silver winner di ajang Inhouse Media Award (InMA) 2013 yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS).
sinergi sehingga kurang bisa memperlihatkan karakteristik organisasi. Sementara Ndang menuturkan kekurangan yang masih tampak dalam penyelenggaraan InMA tahun ini yaitu kualitas desain yang jomplang. “Sebagian media internal didesain oleh profesional, sedangkan sebagian lainnya dikerjakan oleh nonprofesional sehingga hasilnya tak maksimal,” cetusnya. (Dinal) EDISI MARET - APRIL 2013
57
RELUNG
Tenggelamnya Profesor yang Sombong perahu bertanya kepada sang profesor, ”Apakah profesor bisa berenang?” dengan ketakutan sang profesor menjawab, ”tidak”. “Berarti anda akan kehilangan 100 persen hidup anda,” kata si tukang perahu sambil melompat dan berenang menuju tepi sungai. Seperti sungai tersebut, kita hidup di zaman yang berubah dengan cepat dan evolusioner. Apakah arus sungai kehidupan akan lebih kencang dan semakin tidak dapat ditebak? Anda pasti berani bertaruh! ini baru sebuah permulaan.
A
lkisah ada seorang profesor yang ingin menyusuri sebuah sungai. Ia lalu memanggil seorang tukang perahu. Ketika perahu sudah bergerak menyusuri sungai, sang profesor ingin menunjukkan kepandaian dan pendidikannya yang tinggi. Ia lalu mulai menguji tukang perahu dengan berbagai pertanyaan. Sambil mengangkat sebuah batu yang diambilnya dari tepi sungai, sang profesor dengan arogan bertanya, “Apakah kamu pernah belajar Geologi?” Tidak. Jangankan mempelajarinya, arti kata itupun ia tidak tahu. ”Menurutku kamu akan kehilangan 25 persen hidupmu!” kata sang profesor. Si tukang
58
EDISI MARET - APRIL 2013
perahu tidak nyaman atas hinaan tersebut. Pada saat mereka semakin jauh menyusuri sungai, arus mulia semakin deras. Sang profesor mengambil selembar daun yang mengambang di sungai dan bertanya, ”Apakah kamu pernah belajar Botani?” dengan bingung si tukang perahu itu kembali menjawab “tidak”. Sang profesor menggelenggelengkan kepala dan berkata, ”ck ck ck. Berarti kamu akan kehilangan 50 persen hidupmu.” Ketika arus sungai semakin deras dan kuat, perahupun mulai bergoyang. Dan tiba-tiba perahu mereka membentur batu besar sehingga perahu bocor dan mulai tenggelam. Saat itulah tukang
Apakah Anda memiliki perangkat untuk berenang di sungai kehidupan yang berubah secara dinamis ini? Apakah Anda akan mampu mengikuti gelombang zaman yang baru ataukah terjebak pada arus bawah yang mematikan? Anda dan saya sama-sama tahu bahwa sukses akademik, pengetahuan, kepandaian bukanlah jaminan untuk sukses di zaman ekonomi baru ini. Orang yang tidak memiliki keahlian ”berenang” (para profesor, professional, ataupun orang biasa) akan terus dikendalikan oleh lingkungan eksternalnya dan diatur oleh ketakutan perubahan dan sesuatu yang tidak dapat diduga.
H A ! L T E I T RBL ISIAL TUERNASI YUD J MI . 1 APR KVOOL. 6 NO
3
1 0 2 IL
Dr. JAJA AHMAD JAYUS, S.H., M.HUM. Ketua Bidang SDM, Penelitian dan Pengembangan
H. ABBAS SAID, S.H., M.H. Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat
Dr. SUPARMAN MARZUKI, S.H., M.Si. Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi
PROF. Dr. H. EMAN SUPARMAN, S.H., M.H Ketua Komisi Yudisial
H. IMAM ANSHORI SALEH, S.H., M.HUM. Wakil Ketua Komisi Yudisial
Dr. TAUFIQURROHMAN SYAHURI, S.H., M.H. Ketua Bidang Rekruitmen Hakim
Dr. IBRAHIM, S.H., M.H., L.LM. Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga
DASAR HUKUM Pasal 24 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.
WEWENANG Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk Mendapatkan Persetujuan Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat, serta Perilaku Hakim Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Bersama-sama dengan Mahkamah Agung Menjaga dan Menegakkan Pelaksanaan KEPPH
TUGAS MENGUSULKAN PENGANGKATAN HAKIM AGUNG Komisi Yudisial Mempunyai Tugas : Melakukan Pendaftaran Calon Hakim Agung Melakukan Seleksi terhadap Calon Hakim Agung Menetapkan Calon Hakim Agung Mengajukan Calon Hakim Agung ke DPR
MENJAGA DAN MENEGAKKAN KEHORMATAN, KELUHURAN MARTABAT, SERTA PERILAKU HAKIM Komisi Yudisial Mempunyai Tugas : Melakukan Pemantauan dan Pengawasan terhadap Perilaku Hakim Menerima Laporan dari Masyarakat berkaitan dengan Pelanggaran KEPPH Melakukan Verifikasi, Klarifikasi, dan Investigasi terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran KEPPH Secara Tertutup Memutuskan Benar Tidaknya Laporan Dugaan Pelanggaran KEPPH Mengambil Langkah Hukum dan/atau Langkah Lain terhadap Orang Perseorangan, Kelompok Orang, atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim Mengupayakan Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Hakim Meminta Bantuan kepada Aparat Penegak Hukum untuk Melakukan Penyadapan dan Merekam Pembicaraan dalam hal Adanya Dugaan Pelanggaran KEPPH