LAPORAN KHUSUS | AGAR HAKIM LEBIH BERGIGI
MAJALAH
MEDIA INFORMASI HUKUM DAN PERADILAN
Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat Telp : 021 390 6215, Fax : 021 390 6215, PO BOX 2685 e-mail :
[email protected] website : www.komisiyudisial.go.id
MAJALAH KHUSUS KOMISI YUDISIAL TIDAK DIPERJUAL BELIKAN
EDISI MEI - JUNI 2013
Urgensi Penghubung KY
DAFTAR ISI EDISI MEI - JUNI 2013
LAPORAN KHUSUS AGAR HAKIM LEBIH BERGIGI Salah satu persoalan yang muncul dalam hal penegakan hukum di Indonesia sebelum memasuki orde reformasi adalah kekuasaan kehakiman yang belum mandiri secara penuh. Kekuasaan kehakiman yang meliputi elemen hakim dan peradilan masih dianggap cukup mudah diintervensi oleh kepentingan kekuasaan dan kepentingan pihak di luar kekuasaan kehakiman.
25
03 LAPORAN UTAMA URGENSI PENGHUBUNG KY Komisi Yudisial tengah melakukan seleksi terhadap para calon penghubung di berbagai daerah. Serangkaian proses seleksi digelar untuk mendapatkan kandidat yang layak dan memenuhi syarat.
17 | PERSPEKTIF M. Syamsudin Mengenali Tipologi Perilaku Hakim dalam Memutuskan Perkara
22
Reza Indragiri Amriel Hukuman Mati: Problem Integritas atau Kognisi Hakim PK?
22 | POTRET
33 | LEBIH DEKAT
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Muzayyin Mahbub
Dari Serambi Masjid menuju IT Minded
41 | RESENSI TAFSIR “LIAR” HAKIM MK
Peletak Dasar Birokrasi Komisi Yudisial
33
43 | TEKNOLOGI
46 | SUDUT HUKUM
49 | SELINTAS
SI-GATUN (Sistem Informasi Gaji dan Tunjangan)
Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia
Ragam kegiatan internal maupun eksternal Komisi Yudisial. Sosialisasi, seminar, audiensi dan lain-lain.
Transparansi dan Akuntabilitas Kinerja
57 | RELUNG Toothpaste From Heaven
EDISI MEI - JUNI 2013
1
DARI REDAKSI
Mengukuhkan Intelektualitas Pembina Anggota Komisi Yudisial Penanggung Jawab Andi Djalal Latief Redaktur Roejito Editor Titik Ariyati Winahyu M. Yasin Dewan Redaksi & Sekretariat Arif Budiman Adnan Faisal Panji A.J Day Afifi Arnis Duwita Festy Rahma Hery Sanjaya M. Ilham M. Purwadi Sri Djuwati Yuli Lestari Desain Grafis & Ilustrasi Ahmad Wahyudi Dinal Fedrian Widya Eka Putra Sirkulasi & Distribusi Biro Umum
Assalamualaikum. wr. wb
S
eorang hakim diharapkan memiliki kompetensi yang cakap, salah satu usaha yang tidak henti dilakukan adalah peningkatan kompetensi, baik itu soft competency (kompetensi lunak) dan hard competency. Hard competency (kompetensi keras) lebih mudah dipelajari karena terkait dengan materi teknis yudisial, tetapi soft competency berada pada lubuk hati yang paling dalam, mulai dari perilaku, moral sampai dengan track record seseorang. Apabila seorang hakim memiliki nilai hard competency 40, sedangkan nilai soft competency 60, kemungkinan dia akan bisa menjadi hakim yang baik. Tapi, bila hard competency 80 dan nilai soft competency 20, kemungkinan seorang menjadi hakim yang baik sedikit jauh dari harapan. Tapi apa rahasianya agar para hakim bisa mencapai soft competency dan hard competency yang seimbang dan setara? Pertama terus mengasah kemampuan dan memperdalam keilmuan mereka. Sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, yaitu Komisi Yudisial memiliki kewenangan untuk
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Kedua frasa kapasitas dan kesejahteraan, merupakan variable yang saling berkait kalau dianalisa dari sisi hubungan kinerja dengan kebutuhan dalam kehidupan. Peningkatan kapasitas hakim seyogianya bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat ketika mereka mengakses keadilan, rasa aman dan nyaman itu akan lebih lengkap jika kemudahan juga turut dalam postulat tersebut, pelaksanaan seleksi penghubung di 6 (enam) kota di Indonesia setidaknya memberikan mereka kemudahan untuk mendapatkan pelayanan, informasi dan advokasi hukum. Tidak sebatas itu, kisah menarik tentang sistem IT dan pencapaian sebuah pengadilan agama di sudut selatan Jakarta juga bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat akan perspektif mereka tentang pelayanan publik terpadu. Terakhir yang selalu kami sajikan di tiap edisi adalah cerita inspiratif yang akan menggugah kesadaran betapa beruntungnya kita. Wassalam Selamat Membaca.
Alamat Redaksi: KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA, Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat, PO.BOX 2685, Telp: (021) 390 6215, Fax: (021) 390 6215 E-mail:
[email protected], Website: www.komisiyudisial.go.id
2
EDISI MEI - JUNI 2013
LAPORAN UTAMA
MEDAN SAMARINDA
MAKASSAR
JAKARTA
SEMARANG SURABAYA MATARAM
Urgensi Penghubung KY M. Purwadi
Banyak masyarakat hingga saat ini masih kesulitan melaporkan adanya ketidakberesan dalam praktik peradilan di Indonesia. Kesulitan itu rata-rata terjadi di sejumlah daerah yang jauh dari pusat dan belum memiliki akses untuk melaporkan ketidakadilan. Untuk meminimalisir persoalan akses ini, Komisi Yudisial tengah melakukan seleksi terhadap para calon penghubung di berbagai daerah. EDISI MEI - JUNI 2013
3
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
LAPORAN UTAMA
Rapat koordinasi penghubung di kantor Komisi Yudisial, Jakarta.
S
erangkaian proses seleksi digelar untuk mendapatkan kandidat yang layak dan memenuhi syarat. Saringan ketat ini dilakukan agar penghubung yang terpilih benar-benar bisa membawa misi dan visi Komisi Yudisial hingga ke daerah. Keberadaan penghubung (liaison officer) di daerah untuk memudahkan pemantauan hakim-hakim di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT). Pembentukan penghubung KY ini berlandaskan pada Pasal 3 UU No. 18/2011 Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. UU ini memang memberi hak kepada Komisi Yudisial untuk ‘mengangkat penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan’. Hak ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2).
4
EDISI MEI - JUNI 2013
Pasal ini harus dibaca dalam konteks kedudukan dan menjalankan tugas. Dalam pasal itu disebutkan, “ (2) Komisi Yudisial dapat mengangkat penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja penghubung Komisi Yudisial di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Komisi Yudisial.” Dalam konteks kedudukan, pada dasarnya Komisi Yudisial hanya ada di ibukota negara, tetapi Undang-Undang memberi ruang pembentukan penghubung didaerah. Penghubung KY selanjutnya disebut penghubung adalah unit pembantu pelaksana tugas di daerah. Dalam koteks fungsi dan tugas, pembentukan penghubung
KY dimaksudkan untuk mempermudah akses ke daerah-daerah, terutama melayani dan menindaklanjuti laporan masyarakat. Ini ada kaitannya dengan Pasal 20 UU Komisi Yudisial. Tahap awal, lembaga pengawas hakim ini baru sanggup membuka kantor di enam kota besar, yakni Medan, Surabaya, Semarang, Mataram, Makassar, dan Samarinda. Pemilihan daerah tersebut didasarkan pada jumlah laporan yang masuk ke Komisi Yudisial, jumlah dan kompleksitas perkara di pengadilan setempat, serta berdasarkan regionalisasi. Kedepannya, KY pun akan mempertimbangkan kota lainnya untuk dibuka kembali sebagai penghubung pada tahun berikutnya. Namun, semuanya kembali merujuk ketersediaan
anggaran. “Pada tahap awal Komisi Yudisial sudah fokus pada sekitar 17 provinsi, semua persiapan di daerah dilakukan secara serentak hingga akhir 2012,” kata Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh. Pembukaan penghubung KY, mempermudah laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim yang mungkin terjadi. Selain itu, pembentukkan penghubung KY di enam kota itu dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan hakim di setiap daerah.
agung. Artinya, keberadaan penghubung KY ini akan meminimalisir pelanggaranpelanggaran di lembaga peradilan. Tindak-tanduk hakim akan lebih terpantau meskipun berada di lokasi terpencil sekalipun. “Mereka yang akan melakukan pelanggaran kode etik akan berfikir ulang karena ada tim pemantau di wilayahnya,” terangnya. Dalam satu kunjungan kerja di Riau, Suparman menceritakan pernah menerima pengaduan
Namun demikian, akibat tidak adanya akses untuk mengadukan hal tersebut, praktik tersebut dibiarkan begitu saja. Kemungkinan besar, praktik seperti itu juga terjadi di sejumlah daerah. Karenanya, penghubung KY itu nantinya akan mempunyai tugas antara lain menerima laporan masyarakat dan melakukan pemantauan persidangan. Diharapkan penghubung KY ini bisa ada di seluruh ibu kota provinsi di Indonesia. “Sebab penghubung KY juga mengadakan sosialiasi
Menurut Suparman, keberadaan penghubung KY, dinilai cukup efektif untuk menjadi perpanjangan tangan lembaga pengawas hakim dalam menerima laporan masyarakat. Selain itu, tim penghubung juga melakukan pemantauan persidangan serta mengadakan sosialisasi kode etik dan kelembagaan. Peran lainnya, mencari info awal rekam jejak para calon hakim
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ DINAL
Kedepannya, jika masyarakat menemukan dugaan pelanggaran dalam peradilan, pelapor cukup datang ke kota yang terdekat dengan wilayahnya. Tak perlu ke Jakarta. “Praktik mafia peradilan di daerah masih sering terjadi. Namun masyarakat tidak tahu harus mengadu ke mana. Ini salah satu solusi dengan membentuk penghubung KY,” kata Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Suparman Marzuki saat ditemui di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, baru-baru ini. Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh.
dari masyarakat, terkait praktik pungutan liar oleh Pengadilan Negeri Raha, Sulawesi Tenggara, terhadap calon anggota legislatif yang ingin membuat surat keterangan bebas berperkara. Secara tegas, pengadilan dilarang melakukan pengutan liar kepada pihak-pihak yang berperkara. Anehnya, pungutan seperti itu justru dilegalkan.
kode etik dan kelembagaan KY,” ungkapnya. Dalam pembentukan penghubung KY ini, Komisioner tengah melakukan penyeleksian calon tim penghubung dari Mei hingga Juni 2013. Seleksinya sendiri untuk memilih seorang koordinator dan tiga asisten koordinator pada masing-masing
EDISI MEI - JUNI 2013
5
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
LAPORAN UTAMA
Rapat koordinasi pembentukan kantor penghubung Komisi Yudisial.
daerah. Komisi Yudisial sudah membuka pendaftaran calon tim penghubung di daerah pada tanggal 1 Mei hingga 10 Mei 2013. Para calon yang sudah mendaftar akan menjalani tahapan seleksi yang meliputi seleksi administrasi, uji kompetensi, profile assessment, dan wawancara oleh panitia seleksi oleh Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. Sampai ditutupnya masa pendaftaran, Komisi Yudisial berhasil menjaring 578 orang yang siap menjadi calon penghubung untuk membantu tugas pengawasan, yakni menerima laporan dan memantau kinerja hakim hingga pelosok Indonesia. Berikut rincian jumlah calon pendaftar dalam proses seleksi tim penghubung dan daerahnya.
6
EDISI MEI - JUNI 2013
Dari Medan sebanyak 77 orang (12 koordinator dan 65 asisten koordinator), Semarang 141 orang (19 koordinator dan 122 asisten koordinator), Surabaya 103 orang (14 koordinator dan 89 asisten koordinator), Mataram 71 orang (9 koordinator dan 62 asisten koordinator), Samarinda 40 orang (8 koordinator dan 32 asisten koordinator), dan Makassar 57 orang (11 koordinator dan 46 asisten koordinator). Sementara, daerah lainnya (daerah yang sebenarnya tidak akan dibuka penghubung KY) 89 orang.
calon dan Samarinda sebanyak 32 calon.
Dari 578 calon yang mendaftar, hanya 296 peserta yang lolos dalam tahap seleksi administrasi. Perinciannya, Medan sebanyak 44 calon, Mataram sebanyak 38 calon, Makassar sebanyak 34 calon, Surabaya sebanyak 72 calon Semarang sebanyak 76
Dari hasil wawancara, para kandidat kembali mengerucut menjadi 72 orang. Selanjutnya, dari jumlah itu, KY akan memilih 24 kandidat yang terbaik dan berintegritas untuk ditempatkan di penghubung KY yang tersebar di enam kota.
Selanjutnya, Komisi Yudisial pun melakukan tes wawancara dan kualitas pada 22-24 Mei 2013 untuk memilih seorang koordinator dan tiga asisten koordinator pada masing-masing daerah. Seleksi wawancara dan kualitas dilakukan oleh tim gabungan dari tenaga ahli Komisi Yudisial dan akademisi setempat. Selanjutnya, tinggal menentukan 1 koordinator dan 3 asisten koordinator pada masing-masing wilayah.
Penghubung Kepanjangan Tangan KY
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ TAUFIK
M. Purwadi
Sosialisasi dan prakondisi pembentukan penghubung Komisi Yudisial.
Keberadaan Penghubung KY di sejumlah daerah sangat penting karena untuk mengakomodir laporan masyarakat yang selama ini terkendala akses. Selama ini, perpanjangan tangan Komisi Yudisial sangat terbatas karena hanya mengandalkan jejaring dan laporan langsung masyarakat.
J
umlah dan peran mereka pun sangat terbatas karena hanya sebatas rekan kerja dan tidak ada ikatan kelembagaan. Sementara, keberadaan hakim di setiap wilayah atau daerah cukup banyak. Artinya, Komisi Yudisial yang hanya berkantor di Jakarta, membutuhkan perpanjangan tangan yang bisa
EDISI MEI - JUNI 2013
7
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ IKHSAN
LAPORAN UTAMA
Wawancara calon penghubung oleh tenaga ahli KY di Medan.
mengakomodasi tupoksinya di sejumlah daerah. Seperti mengakomodir laporan masyarakat, melakukan pemantauan sidang di wilayahnya masing-masing, mensosialisasikan kode etik dan perilaku hakim, dan banyak tugas lainnya. “Kalau di daerah sudah ada Penghubung KY, maka sebagian tugas KY bisa diwakilkan ke Penghubung KY,” kata Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar. Asep mengakui, selama ini lembaganya menjalin hubungan dengan sejumlah stake holder di daerah, seperti universitas, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga lainnya yang
8
EDISI MEI - JUNI 2013
“Penghubung sebagai organ yang memiliki anggaran dana stabil dan berada langsung dalam struktur lembaga”
disebut jejaring. Mereka selama ini membantu kelancaran program Komisi Yudisial di sejumlah daerah. Menurut Asep, peran jejaring tetap bergerak meskipun lembaganya sudah membentuk Penghubung KY di enam kota. Diakuinya, antara jejaring dan
Penghubung tidak ada tumpang tindih dalam menjalankan fungsinya. Penghubung sebagai organ yang memiliki anggaran dana stabil dan berada langsung dalam struktur lembaga. Sementara jejaring merupakan rekan kerja yang dibangun atas dasar kesepakatan untuk saling membantu. Ada tiga hal yang akan terbantu dengan dibentuknya Penghubung KY. Pertama, penerimaan laporan masyarakat, khususnya di enam kota tersebut akan lebih maksimal. Kedua, KY bisa merespon permintaan masyarakat untuk melakukan pemantauan persidangan. Selama ini, permintaan banyak yang terabaikan karena
keterbatasan SDM. Ketiga, Penghubung bisa memberikan info awal terkait rekam jejak calon hakim agung. Oleh karena itu dalam proses perekrutan calon Penghubung Komisi Yudisial, kualitas dan integritas menjadi syarat utama kelulusan. Mengingat, tupoksi yang harus dipikul bisa dikatakan sangat berat.
“Kualitas dan integritas menjadi syarat utama kelulusan. Mengingat tupoksi yang harus dipikul bisa dikatakan sangat berat”
keluhuran martabat serta perilaku hakim”.
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menilai, jaringan yang ada sekarang, dirasa tidak cukup untuk mencapai efektifitas peran KY dalam melakukan tupoksinya. Peran lembaga ini tidak hanya sebatas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Namun, ada tugas-tugas lain yang tidak kalah penting.
Dari ketentuan tersebut, dapat dielaborasi peran KY menjaga kehormatan hakim, menjaga keluhuran martabat hakim, menjaga perilaku hakim, menegakkan kehormatan hakim,
Misalnya, melakukan pemantauan dan pengawasan, menerima laporan dari masyarakat, melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap dugaan
Penghubung Kuatkan Peran KY
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ JAYA
Peranan Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas hakim cukup signifikan. Berdasarkan Pasal 24 B UUD 1945 dari segi kewenangan yang kedua menentukan bahwa “Komisi Yudisial mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
menegakkan keluhuran martabat hakim, dan menegakkan perilaku hakim.
Pelaksanaan seleksi tertulis calon penghubung Komisi Yudisial di Semarang.
EDISI MEI - JUNI 2013
9
LAPORAN UTAMA laporan penyimpangan hakim. Termasuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc. Keberadaan Penghubung KY diharapkan dapat memperluas ruang lingkup pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial. Termasuk dapat memperpendek jarak antara masyarakat yang ingin melaporkan permasalahannya ke lembaga yang berkantor di Kramat Raya tersebut. Artinya, keberadaan Penghubung KY justru dimaksudkan untuk memperkuat peran Komisi Yudisial dalam menjalankan tupoksinya. Sekaligus penguatan terhadap struktural organisasi lembaga tersebut.
Keberadaan Penghubung KY, kata Yahdil, juga tidak bisa dikatakan sebagai pemborosan anggaran dan tumpang tindihnya tugas antara tim Penghubung dan jejaring yang selama ini berperan sebagai kepanjangan tangan Komisi Yudisial. Menurutnya, peran keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Penghubung KY sebagai organ dan jejaring sebagai rekan kerja. Dengan kata lain, keduanya tidak akan tumpang tindih, tapi justru bersinergi dalam menjalankan tupoksinya. “Kita harapkan kerja Komisi Yudisial menjadi efektif dan maksimal dengan adanya kantor Penghubung,“ kata Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Keberadaan Penghubung KY di enam kota ini juga dinilai positif bagi masyarakat yang berlokasi jauh dari pusat. Mereka tidak kesulitan jika ingin melaporkan adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim. Selama ini, masyarakat kesulitan jika ingin melaporkan dugaan pelanggaran kode etik. Tidak bisa dipungkiri, laporan terbesar dugaan pelanggaran hakim nakal berasal dari masyarakat. Bahkan, mayoritas hakim yang menjalani sidang etik Majelis Kehormatan hakim berasal dari PN dan PT yang berlokasi di daerah. Anggota Komisi III DPR lainnya, Syarifuddin Suding justru
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Ibrahim dan Ketua Bidang SDM dan Litbang Jaja Ahmad Jayus saat rapat koordinasi penghubung Komisi Yudisial.
10
EDISI MEI - JUNI 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ WAWAN
Wawancara calon penghubung oleh tenaga ahli KY di Mataram
berpandangan lain. Langkah KY membentuk Penghubung KY dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran negara. Saat ini, pemerintah sedang galak-galaknya melakukan penghematan. Tetapi, KY justru membuka Penghubung KY yang notabenenya sudah ada jejaring di setiap daerah. Keberadaan Penghubung KY di enam kota tidak akan efektif untuk melakukan pemantauan hakim-hakim bermasalah.
keberadaan hakim bermasalah. Salah satu caranya dengan meminta kepada konsituenya di daerah untuk melaporkan para hakim nakal di sejumlah daerah.
Apalagi, keberadaan hakim jumlahnya ribuan dan tersebar di setiap daerah seluruh indonesia. “Saya kira tidak efektif,” jelas Suding. Guna mengantisipasi kekurangan SDM tersebut, komisinya juga ikut mengawasi
Artinya, pembentukan Penghubung KY sudah harus ada kepastian misinya, sehingga tidak terkesan tergesa-gesa dan justru dianggap hanya pemborosan uang negara. Selain itu, saat pembentukan
Pakar hukum pidana UI Indrianto Seno Adji berpandangan, sebaiknya ide membuka Penghubung KY diselaraskan dengan kehendak adanya kerja sama jejaring. Sehingga, tidak menimbulkan tumpang tindih tupoksi.
“Pakar hukum pidana UI Indrianto Seno Adji berpandangan, sebaiknya ide membuka kantor penghubung diselaraskan dengan kehendak adanya kerja sama jejaring”
EDISI MEI - JUNI 2013
11
LAPORAN UTAMA
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ IKHSAN
“Jejaring hanya bisa membantu, tapi tetap saja jejaring itu bukan representasi KY,” kata Arsil
Proses wawancara calon penghubung oleh tenaga ahli KY di Medan.
Penghubung KY, KY harus paham hasil akhir yang akan dicapai KY itu apa. Dengan begitu, terkesan tidak hanya sekadar watch dog big kinerja hakimnya. Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil menilai, keberadaan Penghubung KY sangat penting untuk mempermudah fungsi-fungsi Komisi Yudisial dalam mengakses kepada masyarakat yang akan melaporkan pelanggaran perilaku hakim. Mengingat, keberadaan jejaring KY di daerah, pada dasarnya tidak bisa mewakili keberadaan lembaga pengawas hakim di daerah. “Jejaring hanya bisa membantu, tapi tetap saja jejaring itu bukan representasi KY,” kata Arsil.
12
EDISI MEI - JUNI 2013
KY juga disarankan untuk melakukan evaluasi atas pengaduan-pengaduan yang selama ini masuk. Sudah sejauh mana pengaduan yang selama ini masuk, apakah sudah sejalan dengan fungsi dan kewenangan Komisi Yudisial. Sehingga kedepannya, dapat terukur seberapa besar kebutuhannya untuk membentuk Penghubung KY, beban SDM, anggaran yang diutuhkan, dan lain-lain. Selain itu, Komisi Yudisial juga harus memperhatikan soal strategi sosialisasi dan kampanye seperti apa yang harus dijalankan agar masyarakat sendiri dapat tahu hal-hal apa saja yang bisa dilaporkan ke lembaga pengawas hakim tersebut. Senada juga diungkapkan Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Choky Risda Ramadhan. Pembentukan Penghubung
KY sesuai amanat Pasal 3 UU No. 18/2011 tentang Komisi Yudisial. Sehingga, lembaga ini harus menjalankan amanat UU tersebut. Sementara, keberadaan jejaring di daerah tidak mengikat karena sifatnya hanya rekan kerja. “Jejaring di enam kota tersebut, bisa diambil alih oleh Penghubung KY, bahkan bisa dihapuskan,” jelasnya. Menurut Choky, peran Penghubung KY secara umum sama dengan jejaring, yakni melakukan tracking hakim, menerima pengaduan masyarakat, melakukan pemantauan persidangan, dan lain-lain. Menyinggung soal biaya, jelas lebih besar karena harus mengelola kantor dan kebutuhan lainnya. Beda halnya dengan jejaring, tidak membutuhkan dana besar karena tidak perlu menyediakan kantor.
Ibrahim (Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Komisi Yudisial)
Komisi Yudisial Butuh Penghubung Arif Budiman
Perubahan UU No. 22 Tahun 2004 merupakan keharusan dalam melanjutkan Proses Reformasi keadilan, kita tidak mau kehilangan momentum dan kembali pada masa lalu dimana lingkungan peradilan tidak dapat menjadi tempat terakhir untuk mencari keadilan di muka bumi, yang punya kuasa kebal hukum dan yang lemah menjadi bulan-bulanan penegak hukum.
P
elibatan masyarakat dalam pengawasan hakim menjadi penting jika Komisi Yudisial bisa direpresentasikan sebagai ujung tombak masyarakat dalam proses reformasi peradilan. Secara Institusional kelembagaan Komisi Yudisial mempunyai kelemahan dalam menjalankan tugasnya untuk pengawasan hakim di seluruh negeri ini karena keterbatasan sumber daya dan kantor perwakilan,
di sisi lain kelemahan itu tidak bisa serta merta ditanggulangi dengan pengangkatan pegawai baru dan pembentukan kantor perwakilan di daerah. Oleh karena itu Komisi Yudisial bisa mengangkat Penghubung di daerah sesuai kebutuhan sebagai solusinya sesuai UU No. 18 Tahun 2011. Berdasarkan UU di atas, maka untuk merespon terhadap
EDISI MEI - JUNI 2013
13
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ARAN
LAPORAN UTAMA
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Komisi Yudisial Ibrahim menyaksikan pelaksanaan seleksi tertulis calon penghubung Komisi Yudisial di Surabaya.
permasalahan pengawasan hakim di daerah-daerah yang masih sulit dijangkau, Komisi Yudisial mengeluarkan peraturan Komisi Yudisial No. 01 Tahun 2012 tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Penghubung Komisi Yudisial di daerah, sehingga di tiap daerah keberadaan Komisi Yudisial akan terus menerus mendapat dukungan dari masyarakat baik perorangan, organisasi masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat, sehingga dengan pengawasan yang memadai dari masyarakat ini penting untuk menghindari Judicial Corruption. Untuk mengetahui mengapa kantor Penghubung menjadi
14
EDISI MEI - JUNI 2013
satu tools yang strategis bagi Komisi Yudisial di masa yang akan datang, berikut petikan wawancara dengan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga, Apa urgensi Penghubung bagi KY? Jadi memang berdasarkan pengalaman Komisi Yudisial Jilid I, banyaknya komplain masyarakat ke Komisi Yudisial tentang perilaku hakim dan hal-hal lainnya, mendorong kita untuk membentuk perwakilan di daerah, awalnya kita menginginkan adanya kantor perwakilan, namun seiring dengan lahirnya UU No. 18 Tahun 2011, maka nomenklatur yang disetujui di DPR adalah Penghubung, bukan perwakilan.
Filosofinya adalah mendekatkan Komisi Yudisial kepada masyarakat, dalam rangka acces to justice, seperti kita ketahui, keberadaan Komisi Yudisial yang hanya ada di Jakarta sedikit menyulitkan ketika ada komplain-komplain masyarakat tentang perilaku hakim,. Keterbatasan jarak menyulitkan kita ketika ada komplain dari masyarakat yang sedikit terpencil misalnya, padahal segenap masyarakat berhak atas keadilan, dan itu sama rata, baik yang ada di pusat maupun yang ada di daerah. Jadi Penghubung lebih merupakan kepanjangan tangan Komisi Yudisial di daerah untuk membantu fungsi-fungsi Komisi Yudisial.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ARAN
“Jadi penghubung lebih merupakan kepanjangan tangan Komisi Yudisial di daerah untuk membantu fungsi-fungsi Komisi Yudisial”
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Komisi Yudisial memberikan arahan pada peserta seleksi calon penghubung Komisi Yudisial.
Penghubung seperti apa yang diharapkan Komisi Yudisial? Idealnya kita memiliki Penghubung yang secara personil cukup memadai jadi dengan begitu tugas-tugas Komisi Yudisial di daerah bisa dicover oleh Penghubung, Namun untuk pertama kali kita hanya akan mengakomodir sesuai dengan rancangan awal saja, karena semua masih terkendala budget yang belum maksimal. At least setidaknya kita sudah memiliki Penghubung dahulu, itu yang paling penting, masalah tentang personil nanti sambil berjalan akan kita alokasikan sesuai kebutuhan.
Apakah Komisi Yudisial memiliki role model tentang Penghubung? Sebenarnya kita tidak mengacu pada model tertentu, kita akan membentuk model kita sendiri, dan di luar negeri sendiri sedikit berbeda dengan di negara kita, di sana hakim-hakim sudah mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang sangat cukup, sehingga komplain-komplain masyarakat sangat sedikit, sehingga di sana dirasa tidak diperlukan untuk mendirikan Penghubung seperti yang ada di Indonesia, secara geografispun sangat berbeda, kita adalah negara kepulauan yang sangat kompleks baik daerah dan masyarakatnya.
Dan yang tidak boleh kita lupa di negara-negara maju, masyarakat sudah sangat aware dengan teknologi, jadi jika ada komplain, tentang hakim, atau apa mereka sudah bisa komplain secara online, jadi itu sangat dimudahkan. Saya juga berharap ke depan sistem IT kita juga memadai, karena itu akan sangat memudahkan ketika ada komplain-komplain dari masyarakat yang letaknya cukup jauh, mereka tidak perlu datang ke Jakarta, cukup lewat internet saja. Sebenarnya berapa besar gap antara SDM yang ada di Komisi Yudisial, dengan jumlah pengaduan yang masuk? Kalau kita lihat dan cermati, jumlah laporan masyarakat yang masuk tiap tahun ke Komisi Yudisial mencapai ribuan dengan SDM yang tersedia, khususnya di Biro Waskim, dirasakan sangat kurang memadai baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, namun secara kualitas kita terus adakan peningkatan SDM untuk menunjang tugas-tugas KY.
EDISI MEI - JUNI 2013
15
LAPORAN UTAMA Apa pertimbangan pemilihan ke 6 (enam) kota untuk dijadikan sebagai Penghubung? Waktu itu memang banyak terjadi perdebatan di Komisi Yudisial untuk 6 (enam) kota pertama yang akan didirikan Penghubung, namun setelah kita kaji dan kita ranking, keenam kota tersebut adalah daerah dengan jumlah pengaduan yang paling banyak juga merupakan daerah dengan kompleksitas pengaduan paling banyak juga, jadi selain pengaduannya, kita juga melihat kompleksitas jenis aduan yang dilaporkan masyarakat di tiap kota tersebut merupakan salah satu pertimbangan mengapa kita memilih kota-kota tersebut. Apakah nantinya akan dibentuk di tiap propinsi? Jika nanti ke depan memang kebutuhan kita menghendaki seperti itu, tidak menutup kemungkinan kita akan buka kantor Penghubung di tiap propinsi, dan hal yang tidak boleh kita lupakan adalah, Penghubung memang diamanatkan di UU No. 18 Tahun 2011, jadi bagi kita wajib menjalankan amanat undang-undang, tentunya harus didukung dengan infrastruktur yang memadai pula. 6 (enam) kota itu (Medan, Makassar, Semarang, Surabaya, Samarinda, Mataram) menjadi pilot project dan kita akan lihat nanti bagaimana keenam kota tersebut, untuk selanjutnya nanti akan menjadi rintisan bagi kota-kota selanjutnya.
16
EDISI MEI - JUNI 2013
Bagaimana hubungan kerja antara Penghubung dan Komisi Yudisial?
Apakah KY akan melakukan kajian terhadap Penghubung pada institusi lain, untuk memaksimalkan peran Penghubung? Kita akan melakukan itu, tidak masalah bagi kita melakukan itu, saya kira kita perlu melihat best practises yang sudah ada bahkan kalau perlu kita bekerja sama, dengan begitu kita bisa membangun sinergitas ke depan dengan lembaga-lembaga yang terlebih dahulu memiliki Penghubung. Kapan Penghubung akan dilaunching?
Hubungan kerja antara Penghubung dengan Komisi Yudisial adalah hierarkis, tapi hubungan kepegawaian para pegawainya adalah outsourcing, karena mereka kita kontrak untuk jangka waktu tertentu dan bukan PNS. Apa target Komisi Yudisial dengan adanya Penghubung di 6 kota ini? Targetnya adalah masyarakat teradvokasi dengan baik, dan memberikan acces to justice kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Rencananya pertengahan Juni kita akan serentak melaunching ke 6 (enam) Penghubung kita.
JUMLAH PELAMAR MENURUT WILAYAH DAN KLASIFIKASI
No.
Wilayah
1.
Klasifikasi
Jumlah
KO
AK
Medan
12
65
77
2.
Semarang
19
122
141
3.
Surabaya
14
89
103
4.
Mataram
9
62
71
5.
Samarinda
8
32
40
6.
Makasar
11
46
57
7.
Lainnya
16
73
89
TOTAL
89
489
578
Keterangan: KO : Koordinator AK : Asisten Koordinator Lainnya : Melamar tidak sesuai peruntukkan kota
PERSPEKTIF
Mengenali Tipologi Perilaku Hakim dalam Memutuskan Perkara Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H. Dosen Tetap Fakultas Hukum UII Yogyakarta
D
alam pandangan sosiolegal, proses memutuskan suatu perkara oleh hakim di pengadilan sesungguhnya bukanlah semata-mata urusan teknis yuridis dan prosedural semata-mata, akan tetapi juga melibatkan orientasi nilai-nilai yang dianut oleh hakim. Dalam proses menjatuhkan suatu putusan, terjadi proses berpikir, menimbang-nimbang, dan dialog sang hakim dengan nilai-nilai yang bersemayam di dalam alam kejiwaannya. Oleh karena itu sangat tepat apa yang dikatakan oleh Ronald Beiner bahwa putusan hakim itu tidak hanya penerapan aturan, tetapi merupakan ”mental activity that is not bound to rules”. Dalam memutuskan perkara, sang hakim akan dipengaruhi oleh pilihan nilai-nilai yang bersemayam di alam kejiwaannya. Perwujudan pada pilihan nilai-nilai tersebut dalam praktik sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang meliputi: pengetahuan, tingkat kepentingan, kebutuhan hidup, lingkungan dan kebiasan serta karakter pribadi hakim. Faktor-faktor tersebut akan sangat menentukan arah hakim dalam memutuskan perkara.
adanya beberapa faktor yang ikut mempengaruhi putusan hakim, seperti kepentingan dan kebutuhan hidup yang bersifat material/finansial, dinamika dari lingkungan organisasi, tekanan dari luar, pengaruh sifat pribadi, dan pengaruh keadaan masa lalu atau kebiasaan lama. Demikian pula lingkungan yang beraroma koruptif juga ikut mewarnai proses hakim dalam proses pengambilan putusan. Dalam praktik terkadang terjadi pergeseran pilihan atas nilai-nilai. Nilai-nilai ideal atau objektif hukum seperti keadilan, kebenaran, dan kejujuran yang menjadi sandaran moralitas hakim dalam memutuskan perkara, dalam praktik dapat saja bergeser ke nilai-nilai instrumental atau pragmatis dan subjektif. Pergeseran tersebut dapat saja terjadi karena adanya dorongan pada kepentingankepentingan tertentu (nafsu) yang mengalahkan nilai-nilai ideal atau objektif hukum tersebut. Hal ini berarti bahwa dalam menangani perkara, hakim tidak dapat steril dari kepentingankepentingan di luar nilai-nilai ideal atau objektif hukum. Kondisi faktual menunjukkan
Secara normatif, hakim diberikan kebebasan oleh hukum untuk mengadili sesuai dengan keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Hakim bebas memutuskan perkara berdasarkan pikiran dan hati nuraninya dan juga bebas dari campur tangan pihak ekstra yudisial. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang dibolehkan oleh undang undang. Namun demikian, yang terjadi di dalam praktik ketentuan normatif tersebut tidak sepenuhnya menunjukkan hal yang senyatanya. Pada tataran praktik, terdapat sebagian kalangan hakim yang EDISI MEI - JUNI 2013
17
PERSPEKTIF tidak sepenuhnya menjalankan fungsinya secara otentik untuk mewujudkan tujuan ideal atau objektif hukum. Fungsi penegakan hukum yang semestinya diarahkan untuk mencapai tujuan ideal atau objektif hukum yakni ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dalam proses perjalanannya mengalami distorsi, disfungsi dan bahkan mal-fungsi yang dilakukan oleh penegak hukum sendiri, termasuk dalam hal ini hakim. Dari perspektif ini hakim dalam menangani suatu perkara yang diajukan kepadanya tidak dapat lepas dari pilihan nilai-nilai yang dianut dan diyakininya, yang ada di dalam benak kepala hakim tersebut yang itu pula mempengaruhi sikap dan perilakunya untuk menentukan salah tidaknya seseorang (terdakwa/tergugat) dan menentukan pula vonis yang layak dijatuhkan kepada terdakwa/ tergugat. Pilihan terhadap nilai-nilai itu pula yang sangat menentukan kualitas output dari putusan hakim. Dalam praktik terekam bahwa aktivitas hakim dalam menangani suatu perkara, banyak sekali godaannya terutama godaan yang bersifat material. Dalam konteks seperti ini, penanganan suatu perkara oleh hakim dapat saja dimaknai sebagai sumber komoditi untuk mendapatkan keuntungan secara material. Singkat kata, aktivitas hakim dalam memutuskan perkara sangat rentan dengan praktik-praktik koruptif, seperti
18
EDISI MEI - JUNI 2013
TIPOLOGI PERILAKU HAKIM DALAM MENANGANI PERKARA Dasar Klasifikasi
Tipologi Hakim
Positivistik
Undang-undang sebagai acuan dan sumber satu-satunya kebenaran dalam menangani perkara Diskresi hakim untuk melakukan penemuan hukum kurang mendapatkan tempat Hakim menjadi corong undang-undang Hakim menitikberatkan pada dimensi keadilan prosedural dengan titik tekan kepastian hukum Menerapkan logika deduktif dalam mendapatkan kebenaran
NonPositivistik
Undang-undang bukan sebagai acuan dan sumber satu-satunya kebenaran dalam menangani perkara Diskresi hakim untuk melakukan penemuan hukum mendapatkan tempat yang memadai Hakim bukan menjadi corong undang-undang tapi pembuat hukum Menitikberatkan pada dimensi keadilan subtantif Menerapkan logika induktif dalam mendapatkan kebenaran hukum
Idealis
Sangat dipengaruhi oleh orientasi pada nilai-nilai ideal atau obyektif hukum dalam menangani perkara
Pragmatis
Sangat dipengaruhi oleh orientasi pada situasi yang menguntungkan dalam menangani perkara
Materialis
Sangat dipengaruhi oleh orientasi pada nilai-nilai kebendaan atau materi dalam menangani perkara
Paradigma berpikir yang diikuti hakim
Orientasi Nilai yang dianut hakim
Karakteristik Perilaku Hakim
Sumber : M. Syamsudin 2012
praktik suap menyuap. Bukti empiriknya seperti kasus-kasus berikut ini. Ibrahim, Hakim PTUN Jakarta, pada 30 Maret 2010 menerima suap Rp300 juta saat menangani perkara tanah; Syarifudin, Hakim PN Jakarta Pusat, 21 Juni 2011, menerima suap Rp200 juta di rumahnya terkait perkara pailit PT SCI; Imas Dianasari, Hakim Ad-Hoc Hubungan Industrial Bandung, 30 Juni 2011 menerima suap Rp352 juta dalam menangani sengketa perusahaan dengan karyawan; Kartini Marpaung, Hakim Ad-Hoc Pengadilan Tipikor Semarang, 17 Agustus 2012 menerima suap Rp150 juta di pelataran PN Semarang; Heru Kusbandono, Hakim Ad-Hoc Pengadilan Tipikor Pontianak, tertangkap mengambil suap di depan BCA Semarang,
dan pada 21 Maret 2013, Setyabudi Tejocahyono, hakim dan Wakil PN Bandung tertangkap tangan oleh KPK ketika menerima suap di kantornya (Jawa Pos, 21 Maret 2013). Merespon keadaan ini terdapat beberapa tipologi perilaku hakim yang dapat diajukan, yaitu: Pertama, hakim yang memang rakus dan aktif menawarkan penyelesaian perkara dengan meminta imbalan materi. Hakim ini dapat dikategorikan sebagai hakim materialis. Kedua, hakim yang selalu mengikuti arah angin, mana yang paling menguntungkan untuk kepentingan dirinya. Jika diberi hadiah atau suap oleh pihak-pihak yang berkepentingan jika memungkinkan diterima, kalau tidak diam saja. Golongan
ini yang banyak jumlahnya. Hakim ini dapat dikategorikan sebagai hakim pragmatis. Ketiga, hakim yang lurus dan selalu berpegang pada nilai-nilai ideal dan obyektif hukum serta menolak dengan tegas segala pemberian atau suap dari pihak-pihak tertentu. Akan tetapi golongan ketiga ini sangat sedikit jumlahnya. Hakim ini dapat dikategorikan sebagai hakim idealis. Kondisi tipologi perilaku hakim sebagaimana telah diuraikan tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang pernah saya lakukan, yang menemukan adanya klasifikasi tipologi perilaku hakim dalam menangani perkara dengan karakteristik-karakteristik tertentu sebagaimana digambarkan pada tabel di atas. Senada dengan hasil penelitian tersebut, sangat tepat apa yang digambarkan oleh almarhum Prof. Satjipto Rahardjo bahwa dalam memutuskan perkara terdapat dua tipologi hakim, pertama, sebelum mengambil putusan sang hakim terlebih dahulu hanya berdialog dengan undang-undang semata. Setelah ditemukan dasar hukumnya dalam perundang-undangan, kemudian diterapkan ke dalam kasus-kasus konkrit. Dalam menerapkan undang-undang sang hakim tidak mempersoalkan apakah rumusan undang-undang masih relevan dan sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat. Hakim sudah merasa cukup apabila rumusan dalam undang-undang sesuai dengan kasus yang ditanganinya. Boleh dikatakan bahwa sang hakim di sini berperan sebagai terompet undang-undang
semata. Prosedur yang demikian diikuti oleh hakim-hakim yang mengikuti pandangan positivis. Kedua, dalam pengambilan putusan, sang hakim terlebih dahulu berdialog dengan nuraninya. Dia bertanya pada hati nuraninya tentang ketepatan dari putusan yang akan diambilnya. Setelah berdialog dengan hati nuraninya, kemudian ia baru mencari dasar hukumnya dalam perundang-undangan. Setelah ditemukan dasar hukumnya, baru sang hakim mengambil putusan. Namun putusan yang diterapkan bukan menurut bunyi undang-undang semata, melainkan disesuaikan dengan rasa keadilan dalam masyarakat. Prosedur seperti ini diikuti oleh hakim-hakim yang berpandangan idealis (baca: progresif) Perlu Orientasi yang Benar Dalam menangani perkara, hakim akan selalu bergumul dan berdialog dengan sistem nilai yang bersemayam di alam kejiwaan dan mentalitasnya. Hakim akan memilih nilai-nilai apa yang dipentingkan dan yang diutamakan terhadap suatu perkara yang dihadapkan kepadanya. Para hakim itu selalu bergumul dan berdialog dengan nilai-nilai pada waktu menangani suatu perkara. Jika hakim menyimpangi nilai-nilai yang dianut, maka ia boleh jadi akan merasa bersalah, berdosa, tidak enak tidur, dan perasaan-perasaan yang menghantuinya. Hal ini tentunya akan berlaku bagi hakim yang mempunyai kepekaan
moral dan hati nurani. Akan tetapi jika hakim tersebut sudah tidak mempunyai kepekaan moral dan hati nurani, maka yang boleh jadi yang diikuti adalah dorongan nafsu dan kepentingan yang menguntungkan dirinya. Oleh karena aktivitas hakim dalam menangani suatu perkara di pengadilan tidak dapat lepas dari dan dipengaruhi oleh orientasi nilai-nilai tertentu, maka diperlukan orientasi yang benar bagi hakim dalam memilih nilai-nilai tersebut. Hakim harus tetap konsisten (istiqomah) dengan nilai-nilai ideal dan objektif hukum dan tidak boleh dengan mudah tergoda oleh nilai-nilai instrumental dan pragmatik yang bersifat material. Oleh karena itu tipologi hakim idealis dan progresif harus menjadi pilihan orientasi hakim dalam menangani perkara. Nabi Muhamad SAW jauh-jauh sebelumnya sudah mengingatkan tentang profil hakim dalam menangani perkara dalam sebuah hadits sebagai berikut: ”Ada tiga golongan hakim, satu golongan masuk surga dan dua lainnya masuk neraka; hakim yang mengetahui kebenaran dan memutus perkara berdasarkan kebenaran maka ia masuk surga; hakim yang mengetahui kebenaran akan tetapi memutus perkara tidak berdasarkan kebenaran maka ia masuk neraka; hakim yang tidak mengetahui kebenaran dan ia memutuskan perkara tanpa mengetahui kebenaran, maka ia masuk neraka.
EDISI MEI - JUNI 2013
19
PERSPEKTIF
Hukuman Mati: Problem Integritas atau Kognisi Hakim PK? Reza Indragiri Amriel
Konsultan UNODC Bidang Psikologi Yudisial, Penerima Asian Public Intellectuals Fellowship
D
i semua negara selalu ada penegak hukum yg ‘terbeli’. Tak terkecuali hakim. Apalagi ketika menyangkut kejahatan terorganisasi, berbagai sindikat atau mafia niscaya bergerilya memengaruhi integritas penegak hukum. Bisa dengan ancaman dan kekerasan, bisa pula dengan iming-iming uang. Syakwasangka itu pula yang berkelebat di kepala banyak kalangan, terutama mereka yang bersikap negatif terhadap para hakim peninjauan kembali (PK) yang telah menganulir vonis hukuman mati atas sejumlah produsen narkoba. Pada beberapa bulan terakhir ini, terungkap kejanggalan pada putusan-putusan PK terkait dijatuhkannya maupun dianulirnya hukuman mati bagi pengedar narkoba. Pada satu sisi, saya setuju bahwa orang-orang yang terlibat dalam sindikat jual beli narkoba layak dijatuhi hukuman mati. Bahkan lebih lugas lagi, saya tidak sependapat dengan kebijakan perbedaan perlakuan antara terhadap pengguna dan pengedar narkoba. Setidaknya untuk saat
20
EDISI MEI - JUNI 2013
yang menganulir hukuman mati langsung dinilai sebagai pertanda bahwa ada problem integritas pada diri para hakim PK.
ini, perbedaan ganjaran, yakni rehabilitasi bagi pengguna dan pidana bagi pengedar, dapat mengirim pesan keliru ke masyarakat bahwa hingga derajat tertentu seolah masih ada toleransi terhadap orang-orang yang terlibat dalam dunia hitam narkoba. Di sisi lain, apabila dikaitkan dengan putusan hakim PK yang membatalkan vonis hukuman mati, saya tidak akan serta-merta ikut menyimpulkan bahwa majelis hakim PK telah terbeli. Sama halnya, saya tidak berspekulasi bahwa ada tekanan eksternal yang mengintervensi putusan hakim. Dengan kata lain, terlalu dini dan terlalu simplistis jika putusan
Alih-alih, putusan-putusan yang membatalkan hukuman mati tersebut bisa jadi lebih terjelaskan melalui attitudinal model. Model yang berada di bawah payung legal realism itu merupakan tandingan legal formalism. Keduanya menyajikan perspektif berbeda satu sama lain tentang perilaku hakim saat membuat putusan yudisial. Legal formalism menjelaskan, sesuai hukum acara, sebelum menghasilkan suatu putusan, hakim (harus) terlebih dahulu memperhatikan semua hal yang berhubungan dengan perkara yang ia/mereka sidangkan. Kemudian, hakim memilah mana aspek yang relevan (sehingga dipertimbangkan) dan mana aspek yang tidak relevan (sehingga dikesampingkan). Legal formalism menyajikan gambaran ideal normatif tentang perilaku yudisial hakim. Perspektif tersebut digugat, setelah banyak riset menunjukkan
kerja hakim tidak sesempurna itu. Muncullah legal realism yang mencoba menggambarkan perilaku hakim secara lebih realistis. Legal realism berteori bahwa, karena terkendala oleh berbagai faktor, maka dalam membuat putusan hakim justru lebih sering memakai pendekatan potong kompas (heuristic, mental shortcut). Attitudinal model adalah salah satu bentuk heuristic tersebut. Artinya, saat menyidangkan perkara, hakim lebih berpatokan pada ideologi atau referensi nilai pribadi yang dianutnya sebagai acuan saat menilai baik buruknya, benar salahnya, atau tepat kelirunya segala sesuatu. Proses mental sedemikian rupa menunjukkan bahwa, pertama, tidak tertutup kemungkinan hakim sudah memiliki sikap ataupun simpulan tertentu bahkan sebelum ia melakukan cermatan seksama terhadap hal-hal yang tengah ia sidangkan (subjective presumption). Argumen-argumen yang hakim berikan tak lebih sebagai formalitas belaka. Kedua, saat bekerja, hakim ternyata tidak melulu berusaha menghasilkan putusan setepat dan seadil mungkin atas perkara yang ia sidangkan. Sebaliknya, hakim membuat putusan dengan didorong oleh misi melestarikan ideologi pribadinya. Jadi bukan kepentingan para pihak yang bersengketa yang menjadi fokus kerja hakim, melainkan agenda pribadinya yang berada pada prioritas utama.
Itulah kesan yang saya tangkap saat hakim PK mengatakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan ‘ideologi’nya yang kontra terhadap jenis hukuman yang satu itu. Putusan berlatar ideologis tersebut lalu ditopang dengan dalil UUD dan UU Hak Asasi Manusia (HAM). Membayangkan attitudinal model di lingkungan Mahkamah Agung Amerika Serikat, penolakan terhadap hukuman mati biasanya ditunjukkan oleh hakim-hakim yang ‘berafiliasi’ dengan Partai Demokrat. Anggaplah bahwa hukuman mati bertentangan dengan UUD dan UU HAM, sehingga hakim merasa patut menganulirnya. Pertanyaannya, mengapa--misalnya--hakim mengganti hukuman mati tersebut dengan sanksi penjara seumur hidup? Mengapa pula tidak 15 belas atau--tambah sepertiga--20 tahun? Untuk menakar penalaran hakim, pertimbangan-pertimbangan hakim perlu dicek. Jika putusan hakim tidak diimbangi pertimbangan-pertimbangan substantif, dan ‘nyaris’ semata-mata pertimbangan ideologis bahwa ia menolak hukuman yang melanggar HAM, maka kian kuat dugaan bahwa hakim bersangkutan memang mempraktikkan attitudinal model. Perlu diperiksa pula putusan-putusan yang dihasilkan oleh hakim yang sama pada kasus-kasus serupa (narkoba) di waktu lampau. Jika terlihat keajegan, yakni tidak ada vonis berupa hukuman mati, maka semakin utuh simpulan mengenai
kuatnya pengaruh ideologi atau referensi nilai pribadi terhadap proses pengambilan putusan hakim. Sebaliknya, apabila pada satu kasus hakim menjatuhkan hukuman mati sedangkan pada kasus lain hakim menolak hukuman mati, maka dalil-dalil HAM dan prokehidupan sangat mungkin hanya selubung atas sesuatu yang mencurigakan. Dari sisi psikologis, perilaku yudisial hakim yang terjelaskan lewat attitudinal model pada dasarnya adalah manusiawi. Namun dari sisi hukum, terdapat ruang untuk mempermasalahkan hakim yang menganulir hukuman mati tersebut. Mengapa? Karena bisa saja hakim tersebut dianggap melakukan kesalahan penerapan hukum, sebagai akibat pendekatan jalan pintas saat menyidangkan perkara. Kesalahan tersebut adalah, alih-alih memperhatikan semua hal agar dapat dipertimbangkan lebih lanjut, hakim langsung secara intuitif menerapkan referensi ideologis pribadinya sebagai “mesin pengolah” perkara. Putusan hakim PK memang tidak dapat diganggu gugat. Tapi penelusuran terhadap proses kognitif hakim saat menghasilkan putusan yang menganulir hukuman mati, tetap patut dilakukan. Tujuannya--paling tidak--adalah untuk memastikan faktor esensial yang bekerja di balik putusan PK yang membatalkan hukuman mati: integritas yang tergadaikan ataukah dinamika kognitif hakim yang menyimpang.
EDISI MEI - JUNI 2013
21
POTRET
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ARIF
Dari Serambi Masjid menuju IT Minded
Arif Budiman
Ragunan – Siapa sangka Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan yang dikenal lantaran banyak menyidangkan kasus perceraian para selebritas tanah air, banyak public figure yang berperkara di PA Jakarta Selatan. Terakhir tercatat PA Jakarta Selatan menyidangkan perkara biduanita dangdut Camelia Malik yang sepakat bercerai dengan suaminya Aktor Hary Capri, ternyata dahulu sempat berkantor di serambi masjid pada kurun waktu 1967-1979. Hal ini terjadi lantaran ketiadaan gedung untuk menampung para personil pengadilan kala itu. 22
EDISI MEI - JUNI 2013
M
egah, begitulah kesan yang tampak dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Ketika pertama kali kita melihat bangunan PA Jaksel. Gedung berlantai dua yang diresmikan tahun 2010 oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial, Ahmad Kamil, ini disebut-sebut telah memenuhi standar gedung pengadilan yang modern, canggih dan nyaman buat masyarakat pencari keadilan. PA Jakarta Selatan memang pengadilan yang besar, tetapi
yang besar sesungguhnya bukan hanya gedungnya. Jumlah perkara dan orang-orang yang berperkara pun tergolong besar.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ARIF
Pengadilan yang kini beralamat di Jl. Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan tercatat pada periode Desember 2012 pernah menembus angka 3000 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan, mungkin kita bertanya-tanya mengapa angka 3000 bisa disebut sebagai fantastis mengingat wilayah kerja pengadilan yang berada di Ibukota.
jadwal sidang, hingga sisa panjar biaya perkara.
Yasardin
Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan
diselesaikan dengan baik. Angka 3000 untuk sebagian PA di wilayah Jawa Barat, PA di wilayah Jawa Timur dan PA di wilayah Jawa Tengah itu belum seberapa apabila dibandingkan dengan penerimaan perkara di tempat mereka, namun bagi Pengadilan Agama Jakarta Selatan angka itu cukup besar. “Untuk wilayah DKI Jakarta, jumlah tersebut memang yang paling besar, urutan kedua ditempati PA Jakarta Timur,” imbuh Drs. H. Yasardin, SH., MH Ketua PA Jakarta Selatan. Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak pernah menerima perkara sebanyak itu dan untuk tahun 2012 angka 3000 tersebut memang terlampaui, karena dari register sampai akhir Desember 2012 tercatat Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menerima 3029 gugatan perkara, meskipun perkara yang diterima cukup banyak daripada biasanya, dengan kekuatan 18 majelis hakim yang memeriksa dan menangani perkara tentu semuanya dapat
Wilayah hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup seluruh wilayah Kota Jakarta Selatan yang meliputi 10 (sepuluh) Kecamatan dengan 65 (enam puluh lima) Kelurahan, mulai dari Kecamatan Kebayoran lama hingga Cilandak. Sebagai pengadilan yang besar, PA Jakarta Selatan dituntut mampu memberikan pelayanan terbaik kepada publik yang berada di wilayah hukumnya. Karena itulah berbagai inovasi tengah dikembangkan di pengadilan yang terletak hanya beberapa ratus meter dari kebun binatang Ragunan ini. Salah satu inovasi PA Jakarta Selatan adalah sistem informasi berbasis SMS bernama Call Center atau SMS Gateway. Para pihak yang berperkara bisa mendapatkan layanan SMS berisi informasi mengenai banyak hal, dari nomor perkara, identitas para pihak, susunan majelis hakim,
Selain itu sejak bulan Februari 2013 PA Jakarta Selatan juga memberikan solusi kreatif bagi masyarakat pencari keadilan yang mungkin ingin sedikit lebih praktis dalam mendaftarkan gugatan perkaranya, saat ini PA Jakarta Selatan membuka pendaftaran perkara secara online. “Cukup menggunakan internet, masyarakat sudah bisa mendaftarkan perkaranya,” ucap Ketua PA Jakarta Selatan Yasardin, saat meluncurkan program ini medio Februari 2011 lalu. Acara launching itu digelar sederhana, di Gedung PA Jakarta Selatan, Jalan R Harsono, Ragunan, dengan dihadiri Ketua PTA Jakarta dan jajarannya, serta para pimpinan PA sewilayah Jakarta. Yasardin juga mengklaim bahwa PA Jakarta Selatan adalah satu-satunya pengadilan di Indonesia yang telah memiliki fasilitas pendaftaran online. “Saya terinspirasi ketika melakukan short course di Australia, di sana segala sesuatunya selalu mengedepankan teknologi terkini, baik itu di bidang pemerintahan, maupun pendidikan, lalu saya bertekad, kenapa tidak saya terapkan di tempat saya bekerja, dan Alhamdulillah itu berjalan hingga sekarang,” jelas Yasardin. Fasilitas pendaftaran perkara secara online tersebut tersedia di situs resmi PA Jakarta Selatan.
EDISI MEI - JUNI 2013
23
POTRET
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ARIF
secara otomatis ke e-mail admin, maka komunikasi selanjutnya dilakukan menggunakan surat elektronik.
Loket pembayaran pendaftaran perkara PA Jakarta Selatan.
Di situ ada banner yang bila diklik akan menampilkan menu pendaftaran tanpa tatap muka. Langkah demi langkah untuk bisa berperkara secara online tersedia di situ. Demikian juga formulir pendaftaran. Selain itu, terdapat pula gugatan yang sudah terdaftar dan contoh format gugatan. Kunci utama untuk memanfaatkan fasilitas ini adalah mengisi formulir pendaftaran online. Data yang harus diisikan di formulir itu adalah tanggal daftar, biodata penggugat/pemohon, alamat lengkap penggugat/ pemohon, biodata tergugat/ termohon, alamat lengkap tergugat/termohon, dan lampiran surat gugatan beserta lampiran surat kuasa bila memakai kuasa hukum. Di antara data yang wajib diisi adalah alamat e-mail, di bagian biodata penggugat/pemohon, sebab setelah formulir itu terkirim
24
EDISI MEI - JUNI 2013
Yang perlu diperhatikan masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas ini, berkas gugatan/permohonan harus diketik sendiri, ditandatangani, lalu dilampirkan dalam format Pdf. Untuk memudahkan masyarakat, PA Jakarta Selatan menyediakan contoh format gugatan/permohonan. Pendaftaran perkara secara online hanya dilayani pada hari dan jam kerja. Bila pendaftaran dilakukan di luar hari kerja, maka pihak PA Jakarta Selatan akan memprosesnya pada hari kerja berikutnya. Sistem manajemen perkara yang ada di PA Jakarta Selatan ini tidak kurang membuat kagum Ketua MA Sudan yang pernah berkunjung ke Indonesia pada Februari 2011 lalu. Ia (Ketua MA Sudan) dengan jelas mengagumi sistem IT yang ada di PA Jakarta Selatan seraya menambahkan bahwa di negara-negara Arab beliau belum pernah melihat pengadilan seperti ini (PA Jaksel,red). Selain membuat kagum pihak luar, tak kurang sistem online dan IT terpadu di PA Jakarta selatan diganjar oleh Badilag sebagai pelayanan terpadu terbaik tingkat pengadilan agama se-Jakarta pada tahun 2011 dan 2012 serta mendapatkan peringkat ke-5 se Indonesia pada tahun 2012.
Mengganjar pegawai dengan “Role Model” Ada hal yang cukup menarik jika kita tengok dari budaya organisasi di PA Jakarta Selatan, yakni role model. Role model adalah sebuah ajang penghargaan bagi pegawai berprestasi di PA Jakarta Selatan, penghargaan itu diberikan setiap 6 (enam) bulan kepada jajaran pegawai di PA. Para pegawai diberikan penghargaan berdasarkan kinerja mereka selama kurun waktu 6 bulan tersebut. Parameter seperti absensi, ketepatan waktu dan kemampuan menyelesaikan tugas merupakan poin-poin yang dinilai. “Tim penilai terdiri dari para hakim dan jajaran kepaniteraan yang sudah ditunjuk, bagi mereka yang mendapatkan penghargaan role model akan mendapat piagam sertifikat,” jelas Yasardin. Sertifikat itu nanti bisa dijadikan sebagai kredit poin yang akan ditujukan ke Badilag dan MA. “Jadi ketika ada sebuah promosi di Badilag maupun MA, pegawai yang pernah mendapat penghargaan role model akan direkomendasikan terlebih dahulu,” ungkapnya.
LAPORAN KHUSUS
Agar Hakim Lebih Bergigi Arif Budiman
Salah satu paket perubahan yang dikehendaki masyarakat Indonesia pada akhir masa orde baru adalah adanya reformasi di bidang hukum. Proses penegakan hukum sejak zaman orde baru belum banyak memuaskan masyarakat sebagai pencari keadilan.
S
alah satu persoalan yang muncul dalam hal penegakan hukum di Indonesia sebelum memasuki orde reformasi adalah kekuasaan kehakiman yang belum mandiri secara penuh. Kekuasaan kehakiman yang meliputi elemen hakim dan peradilan masih dianggap cukup mudah diintervensi oleh kepentingan kekuasaan dan kepentingan pihak di luar kekuasaan kehakiman. Akibatnya berbagai macam putusan pengadilan sering menjadi kontroversi, janggal dan tidak memuaskan para pencari keadilan. Pada tahun 2011, UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial RI mengalami perubahan menjadi UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial. Dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011, tugas Komisi Yudisial juga termasuk
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Tentunya sesuai amanat Undang-undang tersebut EDISI MEI - JUNI 2013
25
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ EMRY
LAPORAN KHUSUS
Pembekalan untuk peningkatan kapasitas hakim.
kewajiban KY adalah agar hakim di seluruh Indonesia hidup secara sejahtera dan mempunyai kualitas SDM yang mumpuni. Komisi Yudisial (KY) menilai independensi serta akuntabilitas peradilan sudah lebih baik dibanding masa sebelumnya. Karena, sudah tidak ada campur tangan dari kekuasaan dan di dalam administrasi peradilan dengan adanya konsep satu atap. “Tapi memang harus diakui, bahwa pembenahan peradilan masih perlu terus dilakukan. Terutama dalam manajemen SDM (Sumber Daya Manusia) dan peningkatan kapasitas hakim,
26
EDISI MEI - JUNI 2013
serta pengawasan secara lebih melekat,” seperti dijelaskan Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar. Secara normatif yuridis konstitusi, posisi hakim selaku aparatur negara cukup istimewa dan terhormat. Sebagai pejabat negara , secara yuridis hakim disejajarkan dengan para menteri, anggota DPR, gubernur, bupati. Menurut UU No. 48 Tahun 2009 disebutkan hakim sebagai pejabat negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, maka merujuk
ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 43 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa pejabat negara adalah Pimpinan dan Anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar negara 1945 dan pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undangundang, maka dapat disimpulkan bahwa secara normatif merujuk pada amandemen konstitusi, UU Kekuasaan Kehakiman serta peraturan perundangan di bidang kepegawaian kedudukan/status kepegawaian hakim pengadilan di bawah Mahkamah Agung adalah sebagai pejabat negara .
Sering terdengar dan dibaca melalui media kondisi kesejahteraan hakim yang memprihatinkan. Hakim harus mengontrak rumah karena tidak adanya rumah dinas, hakim harus naik motor atau naik perahu
ke kantor karena tidak adanya kendaraan dinas. Hakim mengalami intimidasi fisik dan non fisik akibat lemahnya sekuriti yang melekat sebagai pejabat negara. Selain faktor infrastruktur, faktor kualitas hakim beserta putusannya juga memengaruhi pandangan masyarakat kepada hakim yang kurang memosisikan sebagai pejabat negara. Setidaknya ada 4 empat faktor yang mengakibatkan posisi hakim belum cukup vital dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
“Memang harus diakui, bahwa pembenahan peradilan masih perlu terus dilakukan. Terutama dalam manajemen SDM (Sumber Daya Manusia) dan peningkatan kapasitas hakim, serta pengawasan secara lebih melekat”
Namun secara sosiologis posisi hakim sesungguhnya tidak menggambarkan sebagai seorang pejabat negara. Terkecuali hakim agung dan hakim konstitusi yang memang menduduki posisi pejabat tinggi negara, maka nasib para hakim yang ada di pengadilan tingkat pertama dan banding sungguh memprihatinkan.
Lokakarya untuk peningkatan kapasitas hakim.
EDISI MEI - JUNI 2013
27
LAPORAN KHUSUS Pertama, pola rekrutmen calon hakim yang tidak selektif dan belum didasarkan pada norma-norma profesionalisme atau kemampuan pribadi hakim yang bersangkutan, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penyimpanganpenyimpangan dalam proses peradilan yang melahirkan putusan hakim yang kurang mencerminkan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menempatkan Mahkamah Agung sebagai puncak peradilan mempunyai fungsi, yaitu: peradilan atau mengadili (justitiele), pengawasan (toeziende), mengatur (regelende), nasihat (advieserende) dan administratif (administratieve).
Keempat, pola pengawasan terhadap perilaku hakim yang belum berjalan secara integratif. Dalam hal ini Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung belum mendapatkan pola yang strategis untuk mengawasi hakim.
Dengan UU Kekuasaan Kehakiman tersebut, Mahkamah Agung memiliki tanggung jawab dalam hal pembinaan Sumber Daya Manusia di lingkungan MA khususnya hakim. Pembinaan hakim menjadi penting mengingat melalui putusan hakimlah masyarakat atau khususnya justisiabel akan menilai kekuasaan kehakiman.
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU No. 4 Tahun 2004 jo. UU
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ WIRA
Kedua, sistem pembinaan hakim. Dalam menjalankan profesi sebagai penegak hukum yang profesional, hakim belum mendapatkan banyak pembinaan yang dapat meningkatkan kapasitas dan integritas sebagai hakim yang merdeka dan profesional.
Ketiga, persoalan penggajian hakim. Meskipun secara normatif hakim berstatus sebagai pejabat negara, namun ada kerancuan dalam penggajian profesi hakim karena hakim tidak digaji dan tidak dilengkapi sarana dan pra sarana sebagaimana layaknya pejabat negara. Kondisi ini memicu kerawanan terhadap independensi hakim.
Suasana sidang pengadilan negeri, hakim harus selalu meningkatkan keilmuannya agar terciptanya peradilan yang agung dan berwibawa.
28
EDISI MEI - JUNI 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ JAYA
Eman Suparman
Takdir Rahmadi
Asep Rahmat Fajar
Hakim haruslah dibina agar mempunyai keahlian, kecakapan dan keterampilan yang memadai, serta moral yang baik. Oleh karena itu, untuk perekrutan SDM hakim baru haruslah benar-benar direncanakan dan disaring secara ketat.
Perundang-undangan telah secara tegas memberikan kewenangan kepada KY untuk mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan
“Permasalahan yang ada terkait apakah sudah sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku, ataukah hakim sudah bersikap profesional sesuai kode etik dan pedoman perilaku hakim. Kemudian tolok ukur atau parameter apa yang obyektif sehingga dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan.
Ketua Komisi Yudisial
“Hal ini penting, terutama jika dikaitkan dengan berbagai peristiwa kontroversial akhir-akhir ini, baik dalam hal integritas hakim, kualitas putusan maupun promosi hakim yang dianggap tidak tepat,” kata Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman. Seorang hakim dituntut untuk mengetahui dan memahami segala hal atau perkara yang menjadi kompetensinya sesuai dengan adagium “ius curia novit”, artinya hakim dianggap tahu akan hukumnya sehingga hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih hukumannya tidak atau kurang jelas.
Hakim Agung
“Seorang hakim dituntut untuk mengetahui dan memahami segala hal atau perkara yang menjadi kompetensinya sesuai dengan adagium ius curia novit” hakim, namun aturan yang ada tersebut masih menyisakan permasalahan. Permasalahan itu terkait bagaimana kualitas SDM, hakim misalnya, di tingkat pengadilan negeri, maupun pengadilan tinggi dalam menangani suatu perkara.
Juru Bicara Komisi Yudisial
Dalam salah satu statementnya ketika membuka pelatihan khusus hakim peradilan lingkungan, yang diselenggarakan MA bekerja sama dengan ICEL, Hakim Agung Prof Dr. Takdir Rahmadi menyatakan secara khusus yang terkait dengan parameter seleksi dan penempatan para hakim serta berbagai inisiatif pengembangan kapasitas hakim termasuk di dalamnya mengenai mekanisme pengawasan dan evaluasi. Pada kesempatan yang lain saat memberikan sambutan pada
EDISI MEI - JUNI 2013
29
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ WEP
LAPORAN KHUSUS
Disukusi kode etik dan pedoman perilaku hakim adalah satu upaya peningkatan kapasitas hakim.
pelatihan tematik di kalangan hakim militer, Ketua Muda Peradilan Militer Mahkamah Agung Imron Anwari yang mewakili Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali memberikan apresiasi yang positif untuk pelatihan tersebut. “Kegiatan ini merupakan kelanjutan kerjasama yang baik dalam rangka sinergi antara MA dengan KY,” ujar Imron.
dalam menjaga dan menegakkan kehormatan hakim.
Pelatihan tematik dapat dijadikan selain sebagai wadah berbagi pengalaman dan curah pendapat antara para hakim, baik itu dari kalangan umum, agama dan militer. Juga diharapkan dapat menampung masukan atas masalah-masalah yang dihadapi para hakim di berbagai lingkungan peradilan, sehingga dapat ditemukan solusi yang baik
Seiring dengan perkembangan masyarakat bentuk-bentuk kejahatan dan atau perbuatan pidana berkembang sebagai dampak dari masalah sosial yang dipengaruhi interaksi struktur politik, ekonomi, sosial dan ideologi masyarakat.
30
EDISI MEI - JUNI 2013
Ditambahkan Imron bahwa mengingat kompleksitas permasalahan hukum yang terus berkembang, dibutuhkan pemutakhiran keilmuan para hakim, “Hal ini penting untuk menjaga kualitas putusan para hakim.” ungkapnya.
Bentuk-bentuk kejahatan baru dan atau perbuatan-perbuatan
yang kemudian dikriminalkan dapat dikualifikasikan sebagai hukum pidana khusus. Hukum pidana khusus yang berkembang dewasa ini diantaranya adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana lingkungan, tindak pidana narkotika, kejahatan korporasi, kejahatan perbankan, tindak pidana pencucian uang dan lain-lain. “Dewasa ini perkembangan Ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi, berdampak besar terhadap bidang hukum, perkembangan tersebut harus senantiasa di update oleh aparat penegak hukum, sehingga dapat profesional dalam menangani setiap perkara yang timbul,” jelas Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ FAJAR
Ketua Bidang SDM dan Litbang Jaja Ahmad Jayus dan Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim Heru Purnomo foto bersama dengan hakim agama seusai acara pelatihan tematik untuk meningkatkan kapasitas hakim.
Imam menambahkan dengan berkembangnya motif-motif kejahatan saat ini, para hakim sangat membutuhkan upgrading ilmu pengetahuan baik itu hukum, maupun ilmu-ilmu lain yang menunjangnya. Hal ini dirasakan penting untuk senantiasa menjaga kualitas putusan hakim. Putusan hakim yang berkualitas menjadi penting, karena ini merupakan “mahkota” nya hakim. Lewat putusan yang berkualitas dan berasaskan keadilan tanpa pandang bulu, dapat diketahui sampai sejauh mana keprofesionalan seorang hakim. Budaya eksaminasi putusan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial ataupun masyarakat umum harus kembali digalakkan hal ini berguna untuk
“Putusan hakim yang berkualitas dan berasaskan keadilan tanpa pandang bulu, dapat diketahui sampai sejauh mana keprofesionalan seorang hakim” mendukung dan melengkapi sistem pengawasan eksternal yang akan dilakukan oleh Komisi Yudisial. Apabila kualitas putusan hakim dieksaminasi dengan benar dan berkala, dan hasil eksaminasi tersebut dijadikan salah satu dasar bagi promosi atau mutasinya, maka motivasi hakim untuk menambah kompetensinya
(melalui berbagai program diklat yang ada) akan meningkat dengan sendirinya. Sebab hakim dituntut untuk selalu menghasilkan putusan serta menjalankan fungsi lainnya secara berkualitas. Kebutuhan untuk menambah pengetahuan hakim didorong dari fakta bahwa berdasarkan hasil penelitian putusan hakim tahun 2012 yang dilakukan Komisi Yudisial RI bersama jejaring universitas, pemenuhan aspek hukum materiil dalam sebuah putusan hanya mencapai 32 % sementara selebihnya tidak. Tercatat sejak tahun 2012 hingga 2013 Komisi Yudisial lewat Biro Rekrutmen dan Seleksi calon hakim telah melaksanakan peningkatan kapasitas hakim melalui pelatihan tematik yang EDISI MEI - JUNI 2013
31
LAPORAN KHUSUS
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ EMRY
melibatkan hakim di lingkungan peradilan tinggi, umum, agama dan militer.
Pelatihan tematik untuk meningkatkan kapasitas hakim di lingkungan peradilan militer.
omisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus sinkron dalam melaksanakan berbagai macam pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas hakim. “Hal ini perlu dilakukan, karena Mahkamah Agung telah melakukan need assesment tentang kebutuhan pelatihan apa yang dibutuhkan hakim-hakim di Indonesia, need assesment yang dilakukan oleh MA itu sendiri merupakan kerjasama MA dengan Perguruan tinggi dan Lembaga Donor,” ungkap Hakim Agung Supandi. Dalam need assesment tersebut dapat diketahui tingkat keterampilan dan kecakapan apa yang paling dibutuhkan oleh para hakim saat ini. Diketahui bahwa need assesment tersebut menggali unsur-unsur kecerdasan intelegensia (IQ), kecerdasan emosi (EQ) dan
32
EDISI MEI - JUNI 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ EMRY
KY dan MA harus sinkron K
Supandi
Hakim Agung
juga kecerdasan spiritual (SQ) dari ketiga unsur tersebut, diharapkan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan bisa merangsang dan menumbuhkembangkan gabungan ketiga kecerdasan tersebut pada diri hakim. Di samping itu tambah Supandi, manajemen dan administrasi yang ada di pengadilan saat ini harus berhijrah dari kebiasaan
Komisi Yudisial menyadari bahwa pelatihan-pelatihan tematik yang diselenggarakan, masih jauh dari mengakomodir kebutuhan para hakim di seluruh Indonesia akan peningkatan aspek pendidikan. Namun setidaknya, usaha yang kontinu dan berkesinambungan bisa memberikan manfaat yang positif bagi perkembangan keilmuan para hakim dari segala ranah peradilan.
hard copy menuju ke soft copy. “ Kita musti menyongsong era peradilan modern yang semuanya Fully Authomatic Computerized System (FACS), ketika era itu bisa kita wujudkan, Insya Allah masyarakat akan mendapati peradilan kita yang profesional, akuntabel, transparan serta efektif dan efisien, sehingga itu dapat dijadikan sebagai sarana terciptanya peradilan yang bersih dan berwibawa,” ungkap beliau. Terakhir Supandi berpesan bahwa antara KY dan MA harus senantiasa berkoordinasi dan mensinkronkan semua program-program yang berkaitan dengan apakah itu peningkatan kapasitas hakim ataupun peningkatan kesejahteraan hakim, karena antara KY dan MA sama-sama berjuang untuk kepentingan hakim.
LEBIH DEKAT
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ EMRY
Muzayyin Mahbub
Peletak Dasar Birokrasi Komisi Yudisial Joko Susilo, Dinal Fedrian
Sejarah kelembagaan Komisi Yudisial tidak bisa dilepaskan dari peran Muzayyin Mahbub. Pria kelahiran 5 Juni 1953 asal Ketanggungan, Brebes, Jawa Tengah ini adalah peletak dasar birokrasi di Komisi Yudisial. Beliau adalah Sekretaris Jenderal KY pertama sejak awal berdiri tahun 2005 hingga mengundurkan diri pada April 2013.
P
utra keempat dari pasangan Mahbub Aziz dan Maskunah ini membangun KY dari nol - belum punya karyawan dan kantor masih menyewa hingga akhirnya KY bisa memiliki gedung sendiri. Kiprah Muzayyin sebagai birokrat sebelumnya dirintis selama puluhan tahun di Departemen Penerangan yang sekarang disebut Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam berbagai kesempatan ia sering menyebut dirinya sebagai orang “bejo” terkait kehidupan kariernya. Sebelum menjadi Sekjen KY Muzayyin harus mengalami momen pahit dalam kariernya. Ketika Indonesia dipimpin oleh (alm) Gus Dur Depatemen Penerangan dibubarkan. Sejak saat itu berbagai perkembangan terjadi hingga akhirnya Departemen Penerangan menjadi Lembaga Informasi Negara (LIN).
EDISI MEI - JUNI 2013
33
LEBIH DEKAT dibahas bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara. Alhasil terbentuklah struktur organisasi kesekjenan KY perdana yang terdiri dari Biro Umum, Biro Seleksi dan Penghargaan, Biro Pengawasan Hakim serta Pusat Data dan Layanan Informasi.
Peleburan ini menyebabkan jabatan eselon I yang digenggam Muzayyin lepas. Sebagai manusia biasa ia pasti kecewa tapi ia berusaha tegar dan mengambil kesempatan yang ada. Kehilangan jabatan tidak membuatnya gengsi untuk mengikuti pelatihan menjadi widia iswara. Nasib “bejo” pun datang menghampiri. Pada 12 Agustus 2005, Muzayyin ditawari menjadi sekjen Komisi Yudisial melalui Sekjen Mahkamah Konstutusi Janedri M Gafar. Tawaran ini muncul setelah adanya pertemuan antara komisioner Komisi Yudisial (2005-2010) dengan Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu Jimly Asshiddiqie. Dari pertemuan itulah, Jimly Asshiddiqie merekomendasikan Muzayyin sebagai sekjen Komisi Yudisial. Pada waktu itu, kurun waktu Agustus 2005, Komisi Yudisial baru berdiri dan terdiri dari tujuh komisioner, yakni Irawady Joenoes, Zaenal Arifin, Busyro Muqoddas, Tahir Saimima , Mustafa Abdullah, Chatamarrasjid
34
EDISI MEI - JUNI 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ DINAL
Saat LIN berdiri Muzayyin yang merupakan salah satu pemrakarsanya ditunjuk sebagai Kepala Biro Umum. Selanjutnya ia ditunjuk menjadi Deputi Antar Lembaga yang merupakan pejabat Eselon I. Namun perkembangan terus terjadi, Departemen Penerangan kembali dihidupkan dan bermetamorfosis menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika. LIN kemudian dilebur ke dalam kementerian tersebut, kala itu menterinya adalah Sofyan Djalil. Muzayyin Mahbub saat menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK.
dan Soekotjo Soeparto. Saat itu karyawan cuman dua orang dan kantor masih menumpang di Kementerian Hukum dan HAM. Komisi Yudisial juga belum memiliki anggaran, sehingga dirinya harus memakai uang pribadi untuk kegiatan operasional dan bahkan kebutuhan para komisioner hingga akhirnya Komisi Yudisial menerima anggaran sekitar Rp7 miliar. Pada 28 Oktober 2005 ia resmi dilantik menjadi Sekjen KY oleh Ketua KY Busyro Muqoddas. Saat ia dilantik kantor KY sudah pindah, walaupun masih menyewa, yaitu di Gedung ITC Jalan Abdul Muis, Jakarta. Setelah dilantik dirinya kemudian melakukan rekruitmen karyawan honorer berjumlah sekitar 30 orang dengan melibatkan pihak ketiga yaitu PT Reka Makarya. Baru di awal 2006,Muzayyin menyusun struktur organisasi sekretariat jenderal KY dan
Dari awal Muzayyin punya komitmen bahwa Komisi Yudisial harus memiliki budaya sendiri, yakni dengan menggabungkan kultur birokrasi, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat. Budaya birokrasi adalah ketaatan pada keteraturan, disiplin dalam bekerja. Budaya akademisi adalah sikap kritis dalam menyikapi setiap perkembangan. Budaya LSM adalah suasana egaliter dalam bekerja. Muzayyin berharap budaya egaliter memang ditanamkan dalam budaya kerja di Komisi Yudisial agar cair dalam berhubungan antara atasan dan para stafnya. Sebagai lembaga baru di tahun 2006, KY harus merekrut pegawai dari berbagai instansi yang memiliki budaya berbeda-beda. Hal itu diakui Muzayyin sebagai tantangan awal yang lain bagi dirinya dalam membangun sekretariat jenderal KY. “Saya menyadari bahwa merekrut pegawai dari beberapa instansi bukan perkara mudah. Orang dari instansi lain pasti memiliki budaya kerja yang terbentuk dan melekat pada dirinya. Mereka berkumpul di Komisi Yudisial, mereka pasti bekerja dengan budayanya masing-masing. Itu menjadi tantangan berat di awal-awal
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ DINAL
Muzayyin Mahbub saat mengikuti rapat kerja dengan DPR.
mengelola sumber daya manusia yang berasal dari beberapa instansi,” ungkapnya. Namun dalam membangun budaya organisasi KY Muzayyin sangat dibantu oleh Busyro yang memang menginginkan juga percampuran tiga sub kultur tadi di tubuh KY. Dengan bantuan Busyro, pelan-pelan budaya organisasi KY yang terdiri dari unsur budaya birokrat, akademisi, dan LSM mulai terbentuk. Pengakuan pun muncul. Pengakuan tentang sikap egaliter Muzayyin disampaikan oleh Kepala Biro Umum KY Andi Djalal Latief. Andi merasa Muzayyin tidak menunjukkan bahwa dirinya sebagai atasannya saat bepergian. “Beliau tidak menempatkan diri sebagai pimpinan banget, tetapi menganggap sebagai mitra,” ungkap Andi. Bagi Andi Muzayyin bias menjadi teladan karena menciptakan budaya yang
kondusif dan bisa menyatukan berbagai budaya dari berbagai instansi dan lebih egaliter seperti budaya LSM. “Itu tidak mudah, apalagi bagi orang-orang yang lama yang sangat kental dengan budaya birokrasi,” kata Andi Djalal. Hal yang sama juga dirasakan Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Roejito. “Pak Muzayyin sangat pro aktif dan dekat dengan bawahannya. Sangat jarang gaya kepemimpinan seperti itu,” tuturnya.
Berhadapan dengan KPK Masa-masa awal KY yang cukup sulit karena keterbatasan SDM dan fasilitas perlahan mulai memudar. Pada 2007 KY sudah memiliki SDM walaupun memang masih terbatas dan telah mulai mapan menempati kantor di Jalan Abdul Muis beserta fasilitas yang ada di sana. Berbagai peraturan pun telah disusun sebagai pedoman teknis pelaksanaan tugas dan
kewenangan yang dimiliki. Peraturan yang berhasil disusun adalah Peraturan Komisi Yudisial tentang Kode Etik Anggota Komisi Yudisial, Peraturan Komisi Yudisial tentang Dewan Kehormatan Komisi Yudisial, Peraturan Komisi Yudisial tentang Pembagian Tugas Ketua, Wakil Ketua dan Koordinasi Bidang, Peraturan Komisi Yudisial tentang Tata Cara Pengawasan Hakim, Peraturan Komisi Yudisial tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung, juga Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. Ketika sedang membangun fondasi Komisi Yudisial sebagai lembaga negara, muncul badai terkait kasus pengadaan tanah untuk kantor KY, dimana salah satu komisioner, Irawady Joenoes ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Cerita iniberawal ketika Komisi Yudisial mendapat anggaran untuk pengadaan tanah yang akan digunakan pembangunan gedung pada 2007 senilai Rp60 miliar. Mekanisme pengadaan barang di Komisi Yudisial memang berbeda dengan di kementerian. Di Komisi Yudisial pengguna dan pengelola anggaran milik negara adalah sekjen. Tetapi tentu, sebagai sekjen saya tidak ingin menggunakan otoritas ini tanpa konsultasi dengan komisioner. Singkat cerita KY membeli tanah seluas 5.780 meter persegi milik PT Persada Sembada dengan direkturnya Freddy Santoso berlokasi di Jalan Kramat Raya,
EDISI MEI - JUNI 2013
35
LEBIH DEKAT
Ternyata ada yang melapor bahwa ada pemberian uang terima kasih dari Pak Freddy ke Pak Irawady. Tetapi dalam kasus ini Muzayyin mengaku tidak pernah melapor ke KPK. Kasus ini membuat berat badan Muzayyin turun enam kilogram. Namun dia yakin tidak bersalah dalam kasus tersebut. Ia hanya merasa takut dipersalahkan karena memberi kesempatan Irawady dan Freddy bertemu. “Saya takut disalahkan karena memberi kesempatan pemberian uang, itu yang bikin stress,” ucap Muzayyin. Dengan modal pengalaman kasus tersebut, membuat dirinya sangat berhati-hati dalam proses pembangunan gedung Komisi Yudisial yang diresmikan pada 2009. Ia bahkan mengaku sampai-sampai tidak mau diajak bertemu kontraktor untuk sekadar makan siang. Gedung kantor KY
36
EDISI MEI - JUNI 2013
akhirnya selesai dan diresmikan pada 2009. Biaya pembangunan gedung enam lantai ini sebesar Rp84.080.261.905. Konsep gedung cukup sederhana karena pengaruh dominan dari Busyro Muqoddas yang sederhana tercermin dalam pembangunan
Sebagai sekjen, Muzayyin sering menjadi tempat mengadu dan mengeluh para komisioner. Mau tak mau ia pun harus berperan menjadi penampung keluhan para komisioner. Ia berusaha netral dalam kondisi itu agar gesekan individu yang terjadi di antara
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ARAN
Jakarta Pusat. Harga tanah tersebut Rp8.164.081 per meter atau totalnya Rp47.188.388.180. Harga tersebut di bawah NJOP. Tiba-tiba setelah pengadaan tanah ini terlaksana ada kabar Pak Irawady ditangkap KPK di rumah kakak iparnya, Jenderal (purn) Soemitro di Jalan Panglima Polim III nomor 138 Jakarta Selatan pada 26 September 2007. Dalam penangkapan ini juga diamankan uang pemberian dari Freddy Santoso Rp600 juta dan 30.000 dolar AS. “Mendengar itu rasanya saya seperti disambar geledek dan hampir tidak percaya,” aku Muzayyin.
Muzayyin Mahbub menjadi pembicara dalam sosialisasi kelembagaan Komisi Yudisial di Pondok Pesantren Buntet, Cirebon.
gedung ini. “Mungkin jika dibanding dengan gedung Mahkamah Konstitusi hanya sepertiganya saja,” ujar Muzayyin.
Tempat curhat Muzayyin mengakui memimpin sebuah lembaga yang memiliki pimpinan bersifat kolektif, yakni tujuh komisioner, merupakan tugas yang cukup berat. Berbeda dengan kementerian yang hanya memiliki satu pimpinan, yaitu menteri. Dengan melayani tujuh orang berarti harus mengakomodir kemauan dan karakter masing-masing pimpinan tersebut.
komisioner tidak terlalu jauh terjadi. Ia juga mengambil tanggung jawab jika ada salah satu staf oleh komisioner dianggap melakukan kesalahan. Selanjutnya staf yang bersangkutan ia berikan pengarahan tentang apa yang sebaiknya harus dilakukan. “Saya tidak akan memarahi staf tersebut, karena tidak ada gunanya untuk melakukan hal tersebut,” ujarnya.
Beberapa pengakuan Andi Djalal mengungkapkan bahwa selama menjabat sekjen sejak 2005 banyak yang
awal kami tidak tahu mengelola dana hibah dari Asia Foundation, tetapi setelah tahu cara pengelolaannya maka selanjutnya dapat WTP terus dari 2007 hingga 2012,” urai Muzayyin.
muncul karena sejak kecil gemar membaca, baik koran, majalah dan berbagai buku-buku, terutama bacaan terkait politik. Kesenangannya membaca referensi politik telah membuat Muzayyin kecil sudah mengenal berbagai tokoh politik tahun 60-an terutama tokoh-tokoh NU, seperti Idham Chalid, Subhan ZE, serta Muhammad Zamroni. Mereka merupakan tokoh idola Muzayyin. Sebagai aktivis ia pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Umum PMII cabang Yogyakarta masa waktu 1977 hingga 1979.
Muzayyin yang waktu kecil dipanggil dengan nama “bogrem” ini, oleh orang tuanya sebenarnya tidak dipersiapkan sebagai seorang pegawai negeri atau
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ADNAN
ditorehkan oleh Muzayyin. Dia menilai prestasi yang paling menonjol adalah mengangkat derajat KY setara dengan lembaga negara lainnya. “Komisi Yudisial ini walaupun dalam UUD 1945 merupakan lembaga negara, tetapi di depan DPR dulu hanya setingkat lembaga independen, seperti KPK, Komnas HAM, KPU. Dengan turut andilnya beliau dalam mengawal UU Protokol
Muzayyin Mahbub sedang membagi-bagikan tahu kepada pegawai KY saat acara capacity building di Sukabumi.
pada 2009, maka derajat Komisi Yudisal diakui sebagai lembaga negara,” kata Andi. Dalam bidang laporan keuangan, Komisi Yudisial juga telah mendapatkan penilaian Wajar tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan pemeriksaan keuangan (BPK) setiap tahunnya. Hanya pada awal laporan keuangan disusun, yakni tahun 2006 mendapatkan penilaian Wajar Dengan pengecualian (WDP) karena adanya dana hibah yang dikelola sendiri. “Memang dari
birokrat. Kiai Mahbub merupakan seorang kiai yang cukup dikenal di Kecamatan Ketanggungan. Ia menginginkan semua anaknya memperdalam ilmu agama sehingga menjadi penerusnya. Pendidikan sarjana ia tempuh di IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta dengan mengambil jurusan Ilmu Perbandingan Agama pada 1972 dan selesai pada 1979. Selama kuliah di Yogyakarta ini Muzayyin menjadi seorang aktivis kampus. Ia memang bercita-cita menjadi seorang politikus. Cita-cita ini
Selepas kuliah dan menikah Muzayyin hidup bersama dengan istri di rumah mertuanya di Jakarta. Hal ini memacunya untuk mencari pekerjaan mapan guna menghidupi keluarga. Pekerjaan pertama yang dijalani di ibukota adalah seorang wartawan, yakni di Majalah Risalah Islam yang punya afiliasi dengan NU. Namun profesi wartawan ini hanya dijalani selama enam bulan saja dan awal 1980 Muzayyin masuk menjadi pegawai negeri di Departemen Penerangan. Sekarang ia tengah merintis cita-cita masa kecilnya menjadi politikus. Muzayyin mengundurkan diri sebagai Sekjen KY pada 1 April 2013, kurang dua bulan dari waktu pensiun yang sebenarnya. Ia bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan dan menjadi calon legislatif DPR RI untuk daerah pemilihan Jawa Tengah IX yang meliputi tanah kelahirannya Brebes dan juga Tegal.
EDISI MEI - JUNI 2013
37
KOMPARASI
Harmonisnya Hubungan antara Komisi Yudisial dengan Eksekutif (Raja) dan Mahkamah Agung di Thailand Ikhsan Azhar
wanista.com
Indonesia dengan KY di negara lain. Informasi-informasi itu yang nantinya diharapkan bisa diadopsi dan diadaptasi oleh KY di Indonesia. Untuk mempermudah proses perbandingan tersebut, maka hal-hal yang sebaiknya diperbandingkan antara KY Indonesia dengan KY di negara lain adalah, pengaturan KY di dalam konstitusi, kewenangan yang diberikan konstitusi, dan hubungan KY dengan yang terkait dengan keberadaan KY. Komisi Yudisial di Thailand
Bhumibol Adulyadej Raja Thailand
S
alah satu cara yang bisa digunakan untuk memperbaiki lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY) adalah dengan melakukan pendekatan perbandingan
38
EDISI MEI - JUNI 2013
(comparative approach). Dengan membandingkan antara KY di Indonesia dan KY di negara lain, maka akan diperoleh informasi-informasi mengenai persamaan dan perbedaan KY
Thailand merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang juga mempunyai lembaga seperti Komisi Yudisial. Dengan alasan itulah, maka tulisan ini sengaja mengambil contoh KY di Thailand untuk diperbandingkan dengan KY di Indonesia.
Diharapkan dengan adanya kesamaan berada dalam rumpun Asia Tenggara, KY Indonesia bisa banyak memperoleh informasi dan mempelajari hal-hal yang nantinya bisa diadopsi dan diadaptasi di Indonesia. 1. Pengaturan di dalam Konstitusi Ada baiknya sebelum menjelaskan keberadaan KY, maka terlebih dahulu akan dijelaskan tentang eksistensi kekuasaan kehakiman, karena sebagaimana pada umumnya bahwa KY di semua negara diadakan dalam rangka membantu kelancaran fungsi utama dari kekuasaan kehakiman guna penegakan hukum sebagai wujud dari fungsi yustisial kekuasaan kehakiman. Di dalam Konstitusi Kerajaan Thailand tahun 2007 “Constitusian of The Kingdom of Thailand,B.E. 2550 (2007)” tidak disebutkan adanya istilah kekuasan kehakiman, tetapi yang ada hanya istilah “Pengadilan” yang diatur dalam Bab X mengenai Pengadilan, terdiri dari 4 (empat) bagian, dan 32 pasal mulai dari Pasal 197 sampai dengan Pasal 228. Berdasarkan Bab X khususnya Pasal 200 Konstitusi Kerajaan Thailand B.E. 2550 (2007) dijelaskan mengenai 4 (empat) badan peradilan yang ada di Thailand, yaitu 1) Constitutional Court (Mahkamah Konstitusi), 2) Judicial Court (Lembaga Peradilan), 3) Administrative
Court (Peradilan Administrasi), dan 4) Military Court (Peradilan Militer). Selain mengatur keempat badan peradilan tersebut, bab pengadilan juga mengatur mengenai kelembagaan lain yaitu Judicial Commission of The Court dan Judicial Commission of Administrative of Court (JCAC). Judicial Commission of The Court diatur di dalam bagian 2 mengenai lembaga peradilan (umum), khususnya Pasal 218 sampai dengan 222 dan Judicial Commission of Administrative of Court (JCAC) diatur di dalam bagian 3 mengenai peradilan administrasi khususnya Pasal 223 sampai dengan Pasal 227 Konstitusi Kerajaan Thailand tahun 2007. Meskipun terletak dalam Bab Pengadilan, namun kedua lembaga KY di Thailand itu tidak memiliki kewenangan yustisial yaitu dalam rangka penegakan hukum. Namun dalam rangka efektivitas penegakan hukum, kedua lembaga KY itu memiliki kewenangan yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman. Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa KY lembaga peradilan (judicial commission of the court) merupakan lembaga lain yang melekat dengan lembaga peradilan (umum) itu sendiri, sedangkan KY peradilan administrasi (JCAC) merupakan bagian dari pengadilan administrasi itu sendiri.
2. Tugas dan Wewenang a. Komisi Yudisial Lembaga Pengadilan (Umum); Kewenangan KY lembaga pengadilan (umum) diatur dalam Pasal 220 Konstitusi Kerajaan Thailand. Berikut 2 (dua) kewenangan yang diatur dalam pasal tersebut: 1. Memberikan persetujuan pengangkatan dan pemindahan hakim sebelum diusulkan kepada Raja; 2. Memberikan persetujuan atas promosi, kenaikan gaji, hukuman administrasi kepada hakim. b. Komisi Yudisial Pengadilan Administrasi; Kewenangan KY Pengadilan Administrasi diatur dalam Pasal 224 dan 227 Konstitusi Kerajaan Thailand tahun 2007 yang pada intinya sebagai berikut: 1. Memberikan persetujuan atas pengangkatan dan pemindahan seorang hakim administrasi sebelum diusulkan kepada Raja; 2. Penunjukan tersebut harus dilakukan dalam jumlah tidak kurang dari sepertiga dari jumlah hakim dari Mahkamah Agung Administrasi dan harus disetujui oleh Komisi Pengadilan Administrative sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan oleh Senat sebelum
EDISI MEI - JUNI 2013
39
KOMPARASI diusulkan kepada Raja; 3. Memberikan persetujuan atas promosi, kenaikan gaji, hukuman administrasi kepada hakim; 4. Bahkan Komisi Yudisial memiliki kewenangan memberikan persetujuan atas penunjukan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung. 3. Hubungan Komisi Yudisial dengan Lembaga Lainnya KY lembaga pengadilan (umum) dan KY Pengadilan Administrasi memiliki hubungan erat dengan beberapa lembaga negara di Thailand, seperti eksekutif dan yudikatif. Bentuk hubungan kerja sama dengan lembaga eksekutif dapat kita lihat di dalam proses pengangkatan dan pemindahan hakim, termasuk hakim administrasi. Proses pengangkatan dan pemidahan hakim tidak boleh dilakukan oleh Raja sebagai pemangku jabatan yang merepresentasikan lembaga eksekutif jika belum ada usulan dari kedua lembaga KY tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa proses pengangkatan dan pemindahan hakim baru bisa dilakukan jika kedua lembaga KY itu bekerja sama. Di samping dengan lembaga eksekutif, kedua lembaga KY tersebut juga memiliki hubungan dengan lembaga yudikatif. Bentuk hubungan kerjasama lembaga itu dapat kita lihat dalam hal melakukan promosi,
40
EDISI MEI - JUNI 2013
kenaikan gaji, hukuman hakim pengadilan administrasi. Hubungan relasi ini diatur dalam Pasal 220 Konstitusi Kerajaan Thailand tahun 2007 (khusus untuk KY Lembaga Pengadilan “umum”)1 dan Pasal 224 Konstitusi Kerajaan Thailand untuk KY Pengadilan Administrasi.2 Tidak hanya itu, KY Pengadilan Administrasi juga diberikan kewenangan memberikan persetujuan atas penunjukan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung. Dengan adanya pengaturan mengenai pemberian persetujuan pengangkatan, pemindahan, promosi, kenaikan gaji, dan hukuman administrasi kepada hakim oleh kedua lembaga KY di Thailand di konstitusi negara Thailand, maka sangat jelas terlihat bahwa membangun hubungan yang harmonis antara KY dengan lembaga eksekutif maupun yudikatif bisa dilakukan dengan membuat peraturan yang isinya lembaga-lembaga itu melakukan kewenangan secara bersama-sama. 1 Pasal 220 Konstitusi Kerajaan Thailand tahun 2007 menyatakan “The appointment and removal from office of a judge of a Court of Justice must be approved by the Judicial Commission of the Courts of Justice before they are tendered to the King.The promotion, increase salaries and punishment of judges of the Courts of Justice must be approved by the Judicial Commission of the Courts of Justice”.
2 Pasal 224 KonstitusiKerajaan Thailand tahun 2007 mengatur “The appointment and removal from office of an administrative judge must be approved by the Judicial Commission of the Administrative Courts as provided by law before they are tendered to the King...The promotion, increase of salaries and punishment of administrative judges must be approved by the Judicial Commission of the Administrative Courts as provided by law.
Bentuk kerjasama inilah yang nantinya bisa membuat terciptanya proses peradilan yang diinginkan di dalam setiap negara. Dari berbagai perspektif itu, maka sebenarnya UUD 1945 sebagai konstitusi (hukum dasar) telah mengatur hal-hal penting mengenai semua lembaga negara khususnya tentang kewenangannya. Persoalannya adalah bila yang diamanatkan oleh konstitusi itu tidak dilaksanakan dengan baik. Dan bisa saja konstitusi tidak secara jelas merumuskan ketentuan mengenai kewenangan sebuah lembaga negara. UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis (written constitution) atau sebagai hukum yang tertinggi (Grundgesetz) yang mempunyai kekuatan mengikat melebihi UU biasa, dengan segala keterbatasannya telah mengatur fungsi-fungsi serta pembatasan kekuasaan dari semua lembaga negara, khususnya KY, MA, dan MK. Jika berpegang pada asas legalitas dan gagasan konstitusional maka semua ketentuan yang dirumuskan dalam UUD 1945 tidak dapat dihindari walaupun ketentuan tersebut dianggap tidak sempurna. Seperti yang dikatakan Lunshof (1989: 7) ”asas legalitas adalah asas yang dipakai untuk menjamin asas-asas lainnya, antara lain asas pembatasan kekuasaan pemerintah dan HAM”.
RESENSI
TAFSIR “LIAR” HAKIM MK Afifi
P
erubahan konstitusi tidak hanya sebatas dengan jalan melakukan perubahan formal oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dalam beberapa putusannya, Mahkamah Konstitusi telah memberikan makna baru yang mengubah dari makna asli sesuai UUD 1945. Itulah intisari dari buku Feri Amsari yang berjudul “Perubahan UUD 1945; Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi.” Penyusunan undang-undang baik dari sisi cara pembentukannya maupun materiil hasil penyusunan undang-undang tersebut dapat kerap menimbulkan masalah. Oleh karenanya, proses dan tata cara pembentukan undang-undang membutuhkan kamar lain dalam internal kekuasaan legislatif, juga membutuhkan checks and balances dengan kekuasaan eksekutif agar tidak terjadi monopoli dalam proses penyusunan undang-undang di satu kamar kekuasaan legislatif tertentu. Dari perspektif hubungan undang-undang secara vertikal dengan konstitusi, diupayakan adanya pengujian undang-undang baik dari sisi formil maupun materiil terhadap
Judul Penulis Jumlah Halaman Penerbit
: Perubahan UUD 1945; Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi : Feri Amsari : xxv + 267 : PT Rajagrafindo Persada
konstitusi. Hal ini penting untuk menilai konstitusionalitas suatu undang-undang untuk mencegah kecurigaan adanya kesewenang-wenangan penyusun undang-undang dalam menyusun suatu undang-undang. Untuk itulah dibutuhkan mekanisme judicial review sebagai mekanisme yudisial dalam pengujian undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Mahkamah Konstitusi yang dilahirkan dari rahim reformasi melalui amandemen UUD 1945 telah menjadi lembaga yang sukses mengawal konstitusi. Setidaknya itulah yang dicitrakan masyarakat kepada Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan. Di tengah kekacauan dunia peradilan dengan melihat praktik koruptifnya hakim dan tidak independennya lembaga peradian di bawah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi tampil secara percaya diri untuk membangun lembaga
peradilan yang independen dan bertanggung jawab. Hal ini bisa diukur dari putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat. Sekalipun acap kali membuat putusan yang menabrak pagar asas ultra petita, Mahkamah Konstitusi dengan putusannya yang seringkali kontroversi mampu memberikan solusi atas permasalahan yang membelenggu keadilan masyarakat dan tidak produktif atas dasar kemanfaatan. Salah satu karakter khas Mahkamah Konstitusi yang mendobrak kelaziman penafsiran konstitusi khususnya dalam perkara pengujian undang-undang adalah menafsirkan makna undang-undang yang keluar dari makna orisinal dalam teks konstitusi (baca: UUD 1945). Gaya penafsiran Mahkamah Konstitusi inilah yang kadang melahirkan beberapa putusan yang kontroversi, yang menyebabkan publik sering terhanyut dalam ‘kecerdasan’ Mahkamah Konstitusi ini.
EDISI MEI - JUNI 2013
41
RESENSI Liar Namun Inspiratif Feri Amsari melalui hasil penelitian tesisnya yang dibukukan memberikan pemikiran bahwa Mahkamah Konstitusi melalui putusannya telah melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Maksudnya, penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap undang-undang telah keluar dari makna asli dalam UUD 1945 sehingga menimbulkan makna baru dari konteks aslinya. Dosen Universitas Andalas tersebut menegaskan bahwa perubahan konstitusi tidak hanya sebatas melalui amandemen formal terhadap konstitusi tapi juga berlaku secara informal melalui penafsiran hakim (Mahkamah Konstitusi) dalam pengujian undang-undang yang menghasilkan penafsiran yang sesungguhnya telah mengubah makna asli konstitusi. Dengan mengkaji 3 (tiga) putusan Mahkamah Konstitusi, Feri Amsari meneguhkan pendapatnya bahwa perubahan UUD 1945 dapat dilakukan melalui judicial interpretation (penafsiran hakim). Pertama, Putusan 008/PUU-II/2004 terkait syarat Presiden dan Wakil Presiden telah mengubah makna Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yaitu “mampu secara rohani dan jasamani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden...” menjadi “harus dalam kondisi sehat secara rohani dan jasmani”; kedua, Putusan 005/PUU-IV/2006 yang mengamputasi fungsi
42
EDISI MEI - JUNI 2013
Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim telah mengubah makna “hakim” dalam Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 25 UUD 1945 menjadi “hakim selain Hakim Agung, Hakim Konstitusi, dan Hakim Ad-Hoc; ketiga, Putusan 2/PUU-/2007 terkait pidana mati telah mengubah Pasal 28A dan 28I UUD 1945 mengenai hak hidup dengan menambahkan Pasal 28J UUD 1945 menyangkut pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain. Sekalipun putusan Mahkamah Konstitusi tampak liar dalam konteks perubahan konstitusi, namun mengandung nilai kemanfaatan bagi generasi mendatang bangsa Indonesia, selain tentunya menjunjung nilai keadilan dan kepastian hukum. Dengan mengutip pendapat Wheare, lelaki kelahiran 2 Oktober 1980 tersebut teguh pada pendiriannya bahwa makna konstitusi yang ganda menjadi bermanfaat apabila ditafsirkan sesuai kebutuhan dan keinginan bangsa pada saat itu. Keliaran hakim Mahkamah Konstitusi tersebut dalam memaknai baru teks UUD 1945 melalui penafsiran konstitusi dalam pengujian UUD 1945 telah menjadi inspirasi baru bagi dunia peradilan di Indonesia. Sebagaimana pendapat Saldi Isra dalam pengantar buku ini
bahwa hakim tidak hanya memposisikan dirinya sebagai corong undang-undang saja, tetapi juga menjadikan UUD 1945 sebagai the living constitution. Artinya, hakim Mahkamah Konstitusi berani liar untuk keluar dari pakem lazimnya hakim sebagai corong undang-undang di negara yang menerapkan sistem hukum Eropa Kontinental seperti halnya Indonesia. Keliaran hakim Mahkamah Konstitusi itulah yang menginspirasi hakim-hakim pada Mahkamah Agung. Hakim-hakim seharusnya tidak hanya berkutat pada kacamata kuda dalam menafsirkan undang-undang, namun harus mampu mewujudkan keadilan yang substansial dalam kerangka hukum progresif. Inilah tantangan para hakim dalam menerapkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan secara proporsional.
TEKNOLOGI
SI-GATUN (Sistem Informasi Gaji dan Tunjangan)
Transparansi dan Akuntabiltas Kinerja Heri Sanjaya
Perkembangan informasi, telekomunikasi dan teknologi yang semakin pesat menjadi tuntutan untuk setiap lembaga menghasilkan informasi yang dapat diserap langsung oleh pengguna baik secara internal ataupun eksternal dalam rangka mendorong terciptanya akuntabilitas dan efektifitas kerja.
K
ebutuhan akan suatu informasi menjadi suatu kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Boleh dibilang hampir seluruh bagian dunia ini tidak terlepas dari kebutuhan informasi. Sehingga kebutuhan informasi tersebut semakin membuat ketergantungan dari setiap pengguna informasi. Dengan makin cepat perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi telah memotivasi terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan teknologi informasi dan telekomunikassi EDISI MEI - JUNI 2013
43
TEKNOLOGI
“SI-GATUN ini adalah salah satu aplikasi yang ada di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. Aplikasi ini diperuntukkan untuk seluruh pegawai di lingkungan Komisi Yudisial yang telah teregistrasi”.
baru serta perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan teknologi informasi dan telekomunikasi. Seiring dengan majunya teknologi saat ini, membuat semakin banyaknya program-program atau tool yang dapat memudahkan setiap pengguna dalam memperoleh informasi secara cepat dan up to date. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari banyaknya bidang pekerjaan yang sudah menggunakan sistem terkomputerisasi untuk melaksanakan berbagai macam pekerjaan secara cepat dengan ketelitian yang tinggi. Semakin banyak bidang pekerjaan yang menggunakan sistem komputerisasi diharapkan dapat meminimalkan kesalahan
44
EDISI MEI - JUNI 2013
yang dibuat oleh manusia sehingga mengurangi kerugian yang besar. Berawal dari itu muncul keinginan untuk membuat sebuah aplikasi yang dapat mewadahi kebutuhan pegawai dalam mengakses hak yang diberikan, dalam hal ini gaji, uang makan ataupun tunjangan yang diberikan atas kompensasi pegawai sebagai ganti kontribusi mereka terhadap organisasi/ instansi. Ide pembentukan Sistem Informasi Gaji dan Tunjangan (SI-GATUN) ini berawal dari belum terkomputerisasi dengan rapi pengelolaan keuangan. Dimana data yang ada masih berbentuk arsip kertas yang dibagikan kepada masing-masing pegawai. Dari segi penyimpanan belum ada database yang dapat
menyimpan ataupun merekap setiap informasi yang dihasilkan oleh bagian keuangan. Dengan adanya aplikasi ini dapat meminimalisir semua keluhan kesalahan perhitungan dalam sistem gaji dan tunjangan serta kendala-kendala akan sulitnya memperoleh informasi mengenai gaji dan tunjangan. Selain itu, dari segi arsip keamanannya terjamin, karena database dapat dibackup kembali sehingga data yang lama diperbaharui dengan data yang baru. SI-GATUN ini adalah salah satu aplikasi yang ada di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. Aplikasi ini diperuntukkan untuk seluruh pegawai di lingkungan Komisi Yudisial yang telah teregistrasi. Untuk mengakses aplikasi
ini setiap pegawai diberikan user account khusus untuk dapat mengakses halaman masing-masing. Dengan aplikasi ini berbagai kemudahan dengan sendirinya terpenuhi, baik informasi kompensasi yang diterima sampai personal masing-masing pegawai. Untuk mengakses aplikasi tersebut dapat diakses melalui alamat http://sigatun.komisiyudisial. go.id. Sebelum melakukan log in pastikan sudah mempunyai user access masing-masing. Pengguna akan mendapatkan user access masing-masing yang telah diberikan oleh bagian terkait. Setelah melakuan log in, pengguna akan disuguhi dengan informasi personal masing-masing pegawai mulai dari nama, pangkat/ golongan sampai rekening dan NPWP masing-masing. Pada bagian ini ditujukan sebagai bahan koreksian terhadap informasi yang diberikan terkait data-data pribadi, sehingga ketika ada kesalahan dapat menginformasikan secara langsung ke bagian berwenang dalam mengupdate data-data tersebut. Pada halaman gaji pegawai dapat melihat secara detail informasi gaji secara total yang diterima berupa rincian detail penerimaan mulai dari gaji pokok ataupun tunjangan-tunjangan lain yang berhak diterima masing-masing pegawai. Di halaman ini juga dapat terlihat rincian potongan pada masing-masing pegawai.
Untuk melihat tunjangan pegawai dapat melihat di menu tunjangan, pada menu ini pegawai dapat melihat secara detail total tunjangan yang diterima sesuai dengan kompensasi masing-masing pegawai sesuai level dan tingkatan dalam struktur organisasi. Pada bagian ini juga pegawai dapat melihat rekap kehadiran mulai dari sakit sampai dengan ketidakhadiran baik sakit atau
makan kita dapat melihat rincian uang makan yang diterima masing-masing pegawai sesuai kehadiran yang direkap pada bagian kepegawaian. Dalam rangka mengoptimalkan dan meningkatkan produktivitas kerja, aplikasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh setiap pegawai untuk menunjang peran dan tanggung jawab dalam meningkatkan kinerja. Dari beberapa fitur yang ada, masih
keterangan lain. Rekap kehadiran ini nantinya akan dikalikan dengan nilai tunjangan pada masing-masing pegawai. Pada rincian pemotongan akan terlihat secara rinci detail potongan pada masing-masing pegawai.
jauh dari kesempurnaan dan perlu perbaikan di sana sini.
Selain gaji dan tunjangan pada aplikasi ini juga disediakan informasi tentang uang makan yang didapat pegawai setiap bulannya. Melalui menu uang
Sebaiknya di perlukan admin khusus untuk mengelola informasi dan pemeliharaan sistem ini, yang diberi tanggung jawab menangani dengan sebaiknya serta diperlukan petunjuk dan pelatihan pengoperasian agar nantinya aplikasi ini dapat beroperasi secara maksimal dan optimal.
EDISI MEI - JUNI 2013
45
SUDUT HUKUM
Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia
A.J. Day, S.H. Tenaga Ahli Komisi Yudisial
kepada Polisi maupun Jaksa, agar kemenakan saya tesebut tidak usah dibawa ke pengadilan untuk diadili, namun Polisi dan Jaksa menolaknya. Mengapa pengadilan menjatuhkan hukuman bagi kemenakan saya padahal sudah ada perdamaian antara keluarga. Selain itu kami dengar dalam ceramah bahwa anak di bawah 18 tahun tidak akan dijatuhi hukuman, jika sudah ada perdamaian. Inilah pertanyaan kami. Harap nama dan alamat kami tidak disebut. Jawaban : Pertanyaan :
K
emenakan saya yang baru berumur 16 tahun ketika diadili di PN dan dijatuhi pidana karena didakwa oleh Jaksa telah memperkosa dan turut membunuh teman perempuan sekelasnya pada hal semuannya dilakukan atas suruhan pamannya. Memang benar kemenakan saya tersebut yang membawa temannya tersebut ke tempat pamannya menunggu, dan atas suruhan pamannya kemenakan saya telah memperkosa temannya tersebut, namun yang
46
EDISI MEI - JUNI 2013
membunuh temannya itu adalah pamannya. Kami telah mendengar di beberapa ceramah bahwa seseorang anak yang melakukan kejahatan menurut UU yang baru, tidak akan dibawa ke pengadilan tetapi cukup diselesaikan secara kekeluargaan antara keluarga korban dan keluarga pelaku. Kami telah menyampaikan, kepada Polisi bahwa antara keluarga kami/pelaku dengan keluarga korban sudah berdamai dengan bantuan sejumlah tokoh masyarakat. Kami telah memohon
Pertanyan saudara adalah berkaitan dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang benar telah disahkan pada tanggal 1 September 2012. UU tersebut memang memungkinkan adanya penyelesaian suatu perkara pidana yang pelakunya adalah anak yang belum berusia 18 tahun. Hal ini yang disebut Diversi dan berkaitan erat dengan keadilan Restorative Justice atau Keadilan Restorative. Secara singkat dapat kami jelaskan kepada saudara tentang mengenai kedua lembaga tersebut. Definisi Diversi
menurut UU tersebut adalah penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana di luar proses pengadilan, sedangkan keadilan Restorative adalah penyelesaian perkara pidana anak dengan melibatkan pelaku, korban dan melibatkan keluarga pelaku/korban, dan pihak yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan (restore : memulihkan). Intisari dari Diversi yaitu penyelesaian perkara pidana yang menyangkut anak yang belum berusia 18 tahun tidak melalui cara formal yaitu tidak melalui pengadilan. Sering Diversi ini dirumuskan sebagai an alternative to adjudication in criminal case atau seperti yang di USA yang dirumuskan an alternative to adjudication by which the defendant agrees to conditions set by proscuter (such as to undergo of counseling for drug rehabilitation) in ex chance for withdrawal of charge (alternatif dari ajudikasi dalam kasus pidana atau dimana terdakwa setuju dengan syarat yang ditetapkan oleh Penuntut Umum seperti mengikuti konseling untuk rehabilitasi narkoba) sebagai pengganti dari penghentian. Menurut Instrumen Internasional tentang UN Standar Minimum Rules For The Administration Of Juvenile Justice yang dikenal sebagai Beijing Rules yang telah diadopsi oleh Resolusi sidang umum 40/33 Tahun 1981.
Maka dalam butir 11.1 tentang Diversion dinyatakan, hendaknya diberi pertimbangan yang cukup/memadai berkaitan pelaku-pelaku pidana anak, untuk tidak ditempuh penyelesaian melalui cara formal oleh otoritas yang kompeten dalam butir 14.1 dan 14.2 ditentukan apabila tidak di diversi maka proses seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan terbaik bagi pelaku anak, (the best interest of the child). Hal tentang kepentingan terbaik bagi anak, dalam Convention On The Right Of The Child (CRC) yang telah diadopsi oleh sidang umum PBB November 1989 dan diratifikasi oleh Pemerintahan RI dengan Kepres No. 36 Tahun 1990, dengan beberapa Reservasi, namun kemudian Reservasi tersebut telah dicabut Tahun 2005, sudah dipertegas sebagai salah satu asas paling utama dalam Convention On The Right Of The Child (CRC) yaitu: dalam art 3 yang dinyatakan in all action concerning children wether undertaken by public or social welfare instuitions, courts of law administrative or legislative bodies, the best interest of the child shall be a primary consideration (dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh institusi public atau privat kesejahteraan sosial, kesejahteraan umum, atau sosial, pengadilan, atau otoritas administratif dan badan legislative, kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama). Ketentuan kepentingan terbaik bagi anak
telah dimasukkan sebagai salah satu asas dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, namun disayangkan bahwa Undang-Undang ini hanya mengatur isi dalam ketentuannya, perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana. Walaupun dalam Pasal 64 telah dibedakan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dalam: a. Anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Seluruh ketentuan pidana dalam UU tesebut hanya menyangkut ABH selaku korban suatu tindak pidana. Seharusnya UU ini juga mengatur bagaimana perlindungan terhadap ABH, pelaku tindak pidana yang disebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum . Tentang anak pelaku tindak pidana telah diatur dalam UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Baik dalam UU No. 3 Tahun 1997 maupun UU No. 23 Tahun 2002, tentang Diversi maupun keadilan Restorative sama sekali tidak disinggung. Sehingga atas dasar tersebut dalam keputusan bersama pada tanggal 23 Desember 2009 Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Mensos dan Men PPdanPA telah menggaris agar keadilan Restorative diterapkan dalam penanganan ABH, namun Diversi tidak disinggung karena hal tersebut memerlukan landasan hukum berdasarkan UU dan itu baru dituangkan dalam dalam UU No. 11 Tahun 2012.
EDISI MEI - JUNI 2013
47
SUDUT HUKUM Kembali pada persoalan yang saudara tanyakan mengapa kemenakan anda tetap diajukan ke pengadilan adalah karena UU No. 12 Tahun 2012 yang mengatur tentang Diversi tersebut. Dalam ketentuan penutupnya pada butir 8 menyatakan bahwa UU ini mulai berlaku 2 tahun sejak diundang, jadi pada bulan September 2014. Terhadap kemenakan saudara masih diberlakukan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang sama sekali tidak mengatur tentang Diversi maupun keadilan Restorative. Tentu lalu timbul pertanyaan, mengapa keadilan Restorative yang juga tidak diatur dalam UU dapat diperlakukan sesuai keputusan bersama tersebut? Hal ini disebabkan karena keadilan Restorative intinya adalah memulihkan kembali hubungan antara pelaku dan korban tindak pidana beserta keluarganya masing-masing namun tetap saja prosesnya harus melalui pengadilan. Tentu walaupun melalui proses formal yaitu pengadilan, terhadap pelaku yang sudah dipulihkan hubungannya dengan korban maupun keluarga masing-masing dan tentunya juga tokoh-tokoh masyarakat, akan diterapkan pidana yang lebih ringan atau tidak dijatuhi pidana seperti yang diatur dalam Pasal 23 yang antara lain pidana pengawasan terhadap anak pelaku yang disebut sebagai anak nakal dan menetapkan anak tersebut di bawah pengawasan. Selain itu Pasal 24 juga menyebut tentang dapat dijatuhi tindakan
48
EDISI MEI - JUNI 2013
pidana pemerkosaan dan pembunuhan atau setidaknya turut melakukan pembunuhan yang menurut ketentuan Pasal 338 KUHP (pembunuhan) dan Pasal 285 KUHP/Perkosaan masing-masing ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara dan 12 tahun penjara. Karena yang didakwakan oleh JPU tersebut, kemenakan sudara telah melakukan 2 kejahatan yang dalam istilah hukum disebut berbarengan atau concursus realis, maka seharusnya kemenakan saudara dapat dipidana 15 tahun untuk pembunuhan dan 12 tahun untuk pemerkosaan.
atau yang dalam sistem lama disebut maatregel. a. Mengembalikan pada Orang Tua atau Orang Tua Asuh, dengan tetap di bawah pengawasan bimbingan pembimbing kemasyarakatan dan b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan dan pembinaan atau latihan kerja di LP, apabila Hakim menilai Orang Tua atau Walinya atau Orang Tua Asuh tidak dapat tidak memberikan pendidikan dan pembinaan yang lebih baik. c. Menyerakan kepada Depsos atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Untuk pembinaan dan latihan kerja, menyerahkannya kepada Orsosmas, seperti Pesantren, Panti Asuhan atau Lembaga Sosial lainnya, dengan memperhatikan agama anak yang bersangkutan.
Perlu kami jelaskan juga walaupun UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak sudah berlaku, terhadap anak anda juga tidak dapat dilakukan Diversi karena Diversi menurut UU tersebut hanya dapat dilakukan terhadap anak yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tahun. Anak saudara telah didakwa oleh JPU telah melakukan tindak
Menurut ketentuan hukum yang berlaku kemenakan saudara hanya dapat dijatuhi pidana selama 20 tahun yaitu ancaman tertinggi dari pembunuhan yaitu 15 tahun ditambah 1/3 jadi 20 tahun penjara. Sistem pemidanaan ini yang disebut Stelsel Absorbsi yang dipertajam verscherpte absorptie stelsel.
Sesungguhnya langkah yang telah ditempuh untuk mendamaikan pihak-pihak yang terkait adalah langkah yang tepat, namun hal tersebut tidak dapat menyampingkan proses formal yang harus ditempuh yaitu melalui proses persidangan di pengadilan, dalam UU yang lama maupun UU yang baru.
Semoga penjelasan ini dapat memuaskan saudara dan tentunya keluarga kedua belah pihak.
SELINTAS
Seleksi Calon Sekjen KY
secara eksplisit menyebutkan alasan pengunduran diri, yaitu ada rencana untuk maju sebagai Calon Legislatif DPR RI pada Pemilu 2014 mendatang.
Keterbukaan Mencari Sekjen KY Baru
“Proses pencalonan dimulai pada 9 April 2013. Seseorang yang diajukan dalam DCS, maka harus memenuhi syarat sebagai anggota partai. Sebagai PNS, saya tidak diperkenankan untuk menjadi anggota partai,” terang Muzayyin.
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ KUS
Sejak pengunduran diri Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial (KY) Muzayyin Mahbub diterima Komisioner KY, proses seleksi mencari Sekretaris Jenderal baru dilakukan secara terbuka.
Wawancara terbuka seleksi calon Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial oleh seluruh Anggota Komisi Yudisial.
M
uzayyin Mahbub secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial. Surat pengunduran diri yang diajukan kepada Ketua Komisi Yudisial Eman Surpaman tertanggal 26 Maret 2013 sudah disetujui Komisioner KY. Selain mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekjen, Muzayyin juga mengajukan pensiun yang dipercepat. “Pada 26 Maret 2013 lalu, saya memang mengajukan
permohonan kepada Pimpinan dan Anggota KY untuk mengundurkan diri per 1 April 2013 dari jabatan Sekjen. Saya juga mengajukan pensiun dini pada 1 April 2013, yang seharusnya 1 Juni 2013,” kata lulusan Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta ini di hadapan komisioner, pejabat struktural serta jajaran pegawai KY, Senin (1/4) di kantor Komisi Yudisial, Jakarta. Pria asal Brebes ini menjelaskan, di dalam surat yang diajukan kepada para Komisioner KY bahwa dirinya
Selanjutnya untuk mendapatkan Sekjen definitif, proses seleksi dilakukan secara terbuka dimulai dengan wawancara terbuka calon Sekjen sejak Selasa (14/5) hingga Rabu (15/5), sebanyak lima orang calon yang berasal dari dua eksternal dan tiga internal KY menjalani wawancara dengan para komisioner di auditorium kantor KY. Kelima calon tersebut adalah Sekjen Komnas HAM Masduki Ahmad, Kepala Biro Umum Sekretariat Wakil Presiden Dadang Kamal Anshori, Kepala Biro Umum KY Andi Djalal Latief, Kepala Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY Heru Purnomo, serta Kepala Biro Perencanaan dan Kepatuhan Internal KY Danang Wijayanto. Selanjutnya akan dipilih tiga orang untuk diserahkan kepada Kementerian Sekretaris Negara untuk ditentukan oleh tim penilai akhir yang dibentuk pemerintah Kemudian dipilih satu nama yang akan ditetapkan oleh Presiden. (Kus/Festy)
EDISI MEI - JUNI 2013
49
SELINTAS
Pemangkasan Anggaran TA 2014
Komisi Yudisial menyesalkan rencana pemangkasan anggaran operasional untuk tahun 2014 sebesar Rp 18 miliar oleh pemerintah. Pasalnya, pemangkasan itu akan berdampak langsung bagi kinerja KY dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.
U
ndang – Undang mengamanatkan kewenangan kepada Komisi Yudisial, seperti seleksi hakim agung dan hakim ad hoc di MA, pengawasan, pemantauan, peningkatan kapasitas dan advokasi kepada hakim yang direndahkan martabatnya. “Apabila nanti benar-benar terjadi pemotongan anggaran, tentunya KY sangat menyesalkan. Karena pemotongan anggaran tersebut sudah pasti akan menjadikan KY sulit untuk bekerja optimal,” kata Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar, Jumat (12/4) di Gedung
50
EDISI MEI - JUNI 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ KUS
Dikhawatirkan Berdampak pada Kinerja KY
Asep Rahmat Fajar Juru Bicara Komisi Yudisial
Komisi Yudisial. Menurut Asep, berdasarkan Pagu Indikatif yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk tahun 2014 nanti, anggaran KY berkurang sekitar Rp 18 miliar apabila dibandingkan dengan anggaran tahun 2013, yaitu dari Rp 91 miliar menjadi hanya Rp 73 miliar. Asep menambahkan, alasan pemerintah memangkas anggaran KY untuk kepentingan biaya pemilu. Padahal apabila bicara pelaksanaan pemilu, KY pun sebenarnya mempunyai kaitan yang sangat erat yaitu mengawasi hakim yang menangani tindak pidana dan sengketa pemilu.
“Untuk merespon situasi yang berkembang ini, KY akan secepatnya berkoordinasi secara langsung baik dengan pemerintah maupun DPR. Harapannya anggaran KY untuk 2014 nanti tetap diberikan sesuai dengan rencana awal agar semua tugas dan wewenang yang dimiliki KY dapat dijalankan secara maksimal,” tegasnya. Hal senada diungkapkan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi. Menurut Fajri Pemotongan anggaran terhadap KY berpotensi menghambat kinerja lembaga pengawas hakim tersebut. Dirinya menilai pemotongan anggaran seharusnya didasarkan kepada evaluasi penggunaan anggaran selama ini tidak semata-mata penentuan kebijakan oleh Pemerintah. “Perlu diingat kewenangan KY sebenarnya banyak berfokus kepada pengawasan kode etik hakim. Selain itu, dalam UU No. 18 Tahun 2011, kewenangan KY itu baru saja ditambah, terutama dalam membantu Mahkamah Agung dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hakim, meningkatkan kapasitas hakim,” katanya. (Kus/Titik)
Penandatanganan Mou
Komisi Yudisial (KY) melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Penandatanganan MoU ini dilakukan untuk kerjasama di bidang pengawasan hakim, pelayanan publik, serta perlindungan saksi dan korban.
P
enandatanganan MoU ini langsung dilakukan oleh Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman dengan Ketua Ombudsman Danang Girindrawardanan dan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai pada Selasa, (28/5) di Auditorium Komisi Yudisial, Jakarta. Eman Suparman dalam sambutannya mengatakan penandatanganan MoU dengan Ombudsman dan LPSK ini bertujuan untuk memperluas dan mengembangkan kerja
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ KUS
Wujudkan Peradilan Bersih, KY Gandeng LPSK dan Ombudsman
Penandatanganan MoU antara Komisi Yudisial dengan Ombudsman Republik Indonesia.
sama dalam rangka menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim demi terwujudnya peradilan bersih. Selain itu, MoU ini juga bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang prima secara efektif, efisien, serta perlindungan kepada pelapor, saksi dan korban sesuai dengan kewenangan masing-masing lembaga sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. “Ruang lingkup dari kerjasama ini meliputi pertukaran informasi
dan data penanganan kasus yang mendukung kewenangan masing-masing lembaga, pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama. Tujuannya, untuk meningkatkan sumber daya masing-masing lembaga, sosialisasi kelembagaan tentang, tugas, fungsi, kewenangan, dan kesepahaman ini sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masing-masing lembaga kepada masyarakat,” kata Eman. (Festy/ Kus) EDISI MEI - JUNI 2013
51
SELINTAS
Seleksi Penghubung
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ ARAN
Lulus Tes Tertulis, Calon Penghubung Diwawancara
Wawancara calon penghubung oleh tenaga ahli KY Hermansyah.
Pembentukan penghubung juga merupakan wujud komitmen KY untuk mendekatkan diri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
S
etelah terjaring melalui seleksi tertulis pada hari Rabu (22/5) calon penghubung Komisi Yudisial menjalani tes wawancara secara serempak pada hari Jumat (24/5). Tes dilaksanakan di enam kota yang akan menjadi penghubung KY pertama kali yaitu Surabaya, Makassar, Medan, Mataram, Semarang, dan Samarinda. Tes wawancara adalah rangkaian
52
EDISI MEI - JUNI 2013
terakhir proses seleksi calon penghubung KY. Pelaksanaan tes wawancara di Surabaya berlokasi di gedung Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair). Peserta yang terjaring dari hasil tes tertulis ini telah mengerucut menjadi 3 orang untuk calon koordinator penghubung dan 9 orang untuk calon asisten koordinator penghubung. Penguji untuk tes wawancara
berasal dari tenaga ahli KY dan dosen FH Unair, masing-masing satu orang. Untuk wawancara di Surabaya tenaga ahli KY yang terlibat adalah Hermansyah sementara dari FH Unair diwakili oleh M Syaiful Aris. Seperti diberitakan sebelumnya, pembentukan penghubung KY di enam kota ini didasarkan jumlah terbesar laporan masyarakat dari masing-masing daerah tersebut yang masuk ke KY. Pembentukan penghubung juga merupakan wujud komitmen KY untuk mendekatkan diri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. (Aran/Dinal)
Reformasi Birokrasi
Reformasi Birokrasi Komisi Yudisial Bukan Kejar Remunerasi
K
epala Biro Perencanaan dan Kepatuhan Internal Komisi Yudisial Danang Wijayanto mengatakan hal itu pada workshop bertajuk Reformasi, Remunerasi dan Tata Kelola Keuangan Negara di Hotel Bumi Senyiur, Samarinda, Rabu (8/5).
Proses reformasi birokrasi bagi institusi pemerintah merupakan agenda prioritas nasional. Komisi Yudisial (KY) sebagai salah satu lembaga negara juga telah berkomitmen menerapkan reformasi birokrasi tetapi bukan dengan tujuan semata-mata mengejar remunerasi.
“Reformasi birokrasi jangan dipikir sebagai remunerasi saja namun harus ada perubahan budaya kerja dahulu baru dapat remunerasi. Fokus dalam reformasi birokrasi KY adalah mendefinisikan kembali peran pimpinan sebagai contoh yang baik sehingga budaya organisasi bisa berubah,” tegas Danang. Sampai saat ini KY telah melakukan beberapa langkah dalam penerapan reformasi birokrasi. Dalam aspek sistem manajemen aparatur misalnya telah dilakukan tes secara
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ DINAL
Menurut Danang reformasi birokrasi yang dilakukan bertujuan membentuk SDM KY yang profesional, amanah, berintegritas, dan memberikan hak-hak kepada masyarakat dengan tetap memperhatikan unsur-unsur yang bersifat kerahasiaan negara.
Kepala Biro Perencanaan dan Kepatuhan Internal Danang Wijayanto saat mengikuti workshop bertajuk Reformasi, Remunerasi dan Tata Kelola Keuangan Negara di Hotel Bumi Senyiur, Samarinda.
terbuka dalam pengisian jabatan struktural, lalu aspek peningkatan kualitas pelayanan publik. Pada aspek ini KY telah menetapkan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penanganan Laporan Masyarakat dan membuka layanan konsultasi masyarakat tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Danang menambahkan, quick win yang ditetapkan dalam reformasi birokrasi di KY adalah kepastian laporan masyarakat agar dapat ditindaklanjuti atau tidak maksimal dalam tujuh hari. Lalu akses informasi laporan masyarakat berbasis TI dan komunikasi sehingga lebih efisien dan efektif. (Dinal)
EDISI MEI - JUNI 2013
53
SELINTAS
Seleksi Calon Hakim Agung 2013
Menjadi seorang hakim merupakan pilihan yang tidak mudah, karena untuk memberikan keadilan bagi masyarakat bukanlah hal yang mudah, selain itu segala keputusan yang dibuat oleh seorang hakim akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
H
akim harus menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat, tidak hanya saat menjalankan tugas, melainkan juga dalam kehidupan sehari-hari, dimana etika dan perilaku hakim harus benar-benar dijaga. Demikian yang disampaikan Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman di hadapan 35 peserta Seleksi Calon Hakim Agung (SCHA) Tahap III di Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, Bogor, Rabu (24/3). “Menjadi seorang hakim merupakan pilihan yang tidak mudah, karena untuk memberikan keadilan bagi
54
EDISI MEI - JUNI 2013
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ EMRY
Menjadi Hakim Bukan Pilihan Mudah
Ketua KY Eman Suparman memberikan sambutan sebelum pelaksanaan Seleksi Calon Hakim Agung (SCHA) Tahap III di Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, Bogor.
masyarakat bukanlah hal yang mudah, selain itu segala keputusan yang dibuat oleh seorang hakim akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT,” ujar Eman Suparman ketika memberikan sambutan sebelum pelaksanaan profile assessment SCHA. Dalam SCHA Tahap III ini Eman menekankan kepada peserta bahwa Komisi Yudisial tidak menargetkan berapa orang yang selanjutnya akan lolos. Pasalnya Komisi Yudisial berkomitmen pada faktor integritas moral dan kapasitas keilmuan yang tinggi. Sebagaimana sudah diumumkan pada (9/4) 2013, Komisi Yudisial
menyatakan 35 peserta lolos pada seleksi kualitas CHA periode I tahun 2013. CHA yang lulus seleksi kualitas didominasi hakim karier dengan jumlah 25 orang, sisanya sebanyak 10 orang berasal dari non karier. Sementara komposisi peserta yang lolos seleksi kualitas berdasarkan keahlian yaitu bidang perdata 16 orang, bidang pidana 13 orang dan bidang tata usaha negara 6 orang. SCHA Tahap III meliputi proses pemeriksaan kesehatan, profile assessment dan pembekalan yang dilaksanakan selama tiga hari mulai Senin (22/4) dan berakhir pada Jumat (26/4). (Emry)
Diskusi KEPPH
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ WEP
KY Imbau Para Hakim Amalkan KEPPH
Pelaksanaan Diskusi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Pengadilan Tinggi Kendari.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Yudisial (KY) tidak melakukan buruk sangka, juga tidak berbaik sangka terhadap para hakim. Komisi Yudisial juga tidak pernah mencari-cari kesalahan para hakim, melainkan memberikan advokasi kepada para hakim dari perbuatan orang atau kelompok yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
H
al tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman di hadapan 65 orang hakim se-provinsi Bangka Belitung dalam Diskusi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Pengadilan Tinggi Bangka Belitung, Kamis (25/4). “Komisi Yudisial adalah pamannya para hakim. Sesuai dengan falsafah Minang, anak dipangku, keponakan dibimbing. Maka hal itu jugalah yang dilakukan oleh Komisi Yudisial,” EDISI MEI - JUNI 2013
55
MAJALAH KOMISI YUDISIAL/ WEP
SELINTAS
Para Hakim sedang melakukan diskusi kelompok pemecahan kasus saat pelaksanaan Diskusi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Pengadilan Tinggi Kendari.
tambah Guru Besar Universitas Padjadjaran ini. Eman melanjutkan, KY akan terus berusaha mendorong pemerintah agar memberikan hak-hak hakim sebagai pejabat negara. KY tidak akan bertindak bila itu memasuki ranah teknis yudisial, tetapi akan menindak apabila ada hakim yang terbukti melanggar etika. Walaupun sering juga dalam pleno ditemukan urusan etika bersinggungan dengan teknis yudisial. Apabila itu terjadi, maka KY akan mengirimi Mahkamah Agung (MA) surat untuk menindaklanjuti hal tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, Eman mengharapkan apabila
56
EDISI MEI - JUNI 2013
hakim selalu berpedoman pada 10 poin dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dan Hukum Acara. Untuk itu KY berwenang memberikan pencegahan terhadap para hakim agar tidak melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dalam kesempatan itu, hadir pula Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat Abbas Said. Ia berharap, agar jangan ada lagi hakim yang melanggar kode etik karena akan membuat malu keluarga dari hakim yang bersangkutan. Apabila ada pihak yang berperkara datang untuk menggoda hakim, hendaknya ditolak. “Pikirkanlah keluarga
apabila tergoda oleh iming-iming dari pihak berperkara tersebut,” tegas Abbas. Pada dasarnya, 10 poin Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang telah dibuat KY bersama dengan MA adalah untuk melindungi kehormatan hakim. Sehingga, KEPPH tersebut hendaknya dapat diamalkan. “Barang siapa yang berbuat baik akan mendapat kebaikan. Dan barangsiapa yang berbuat keburukan, maka akan menerima hasil dari keburukannya pula. KEPPH harus diamalkan, bukan hanya dihafalkan. Hindarilah apa-apa yang dapat membuat fitnah,” ungkap Abbas. (WEP)
RELUNG
Toothpaste From Heaven itu merasa sendirian, bahkan lebih dari itu : tidak berharga! Tertutup bayangan hitam yang kian membesar dan menelan dirinya itu, tiba-tiba saja pikiran nakal dan iseng muncul. Bagaimana jika ia meminta odol pada TUHAN? Berdoa untuk sebuah kesembuhan sudah berkali-kali kita dengar mendapatkan jawaban dari-NYA . Meminta dibukakan jalan keluar dari setumpuk permasalahanpun bukan suatu yang asing bagi kita. Begitu pula dengan doa-doa kepada orang tua yang telah berpulang, terdengar sangat gagah untuk diucapkan. Tetapi meminta odol kepada Sang Pencipta jutaan bintang gemintang dan ribuan galaksi, tentunya harus dipikirkan berulang-ulang kali sebelum diutarakan. Sesuatu yang sepele dan mungkin tidak pada tempatnya. Tetapi apa daya, tidak punya odol untuk esok hari –entah sampai berapa harimenjengkelkan hatinya amat sangat. Amat tidak penting bagi orang lain, tetapi sangat penting bagi dirinya.
K
isah nyata dari seseorang yang dalam episode hidupnya sempat ia lewati dalam penjara. Bermula dari hal yang sepele. Lelaki itu kehabisan odol di penjara. Malam itu adalah malam terakhir bagi odol di atas sikat giginya. Tidak ada sedikitpun odol yang tersisa untuk esok hari. Dan ini jelas-jelas sangat menyebalkan. Istri yang telat berkunjung, anak-anak yang melupakannya dan diabaikan oleh para sahabat, muncul menjadi kambing hitam yang sangat menjengkelkan. Sekonyong-konyong lelaki
Maka dengan tekad bulat dan hati yang dikuat-kuatkan dari rasa malu, lelaki itu memutuskan untuk mengucapkan doa yang ia sendiri anggap gila itu. Ia berdiri ragu-ragu di pojok ruangan sel penjara, dalam temaram cahaya, sehingga tidak akan ada orang yang mengamati apa yang ia lakukan. Kemudian dengan cepat, bibirnya berbisik: “TUHAN, Kau mengetahuinya aku sangat membutuhkan benda itu”. Doa selesai. Wajah lelaki itu tampak memerah. Terlalu malu bibirnya mengucapkan kata amin. Dan peristiwa itu berlalu demikian cepat, hingga lebih mirip dengan seseorang yang berludah di tempat tersembunyi. Tetapi walaupun demikian ia tidak
EDISI MEI - JUNI 2013
57
RELUNG dapat begitu saja melupakan insiden tersebut. Sore hari diucapkan, permintaan itu menggelisahkannya hingga malam menjelang tidur. Akhirnya, lelaki itu –walau dengan bersusah payah- mampu melupakan doa sekaligus odolnya itu. Tepat tengah malam, ia terjaga oleh sebuah keributan besar di kamar selnya. “Saya tidak bersalah Pak!!!”, teriak seorang lelaki gemuk dengan buntalan tas besar di pundak, dipaksa petugas masuk ke kamarnya,” Demi TUHAN Pak!!! Saya tidak salah!!! Tolong Pak… Saya jangan dimasukin ke sini Paaaaaaaaak..!!!” Sejenak ruangan penjara itu gaduh oleh teriakan ketakutan dari ‘tamu baru’ itu. “Diam!!”, bentak sang petugas, ”Semua orang yang masuk ke ruangan penjara selalu meneriakkan hal yang sama!! Jangan harap kami bisa tertipu!!!!” “Tapi Pak…Sssa..”
Pagi harinya, lelaki penghuni penjara itu terbangun karena kaget. Kali ini karena bunyi tiang besi yang sengaja dibunyikan oleh petugas. Ia terbangun dan menemukan dirinya berada sendirian dalam sel penjara. Lho mana Si Gemuk, pikirnya. Apa tadi malam aku bemimpi? Ah masa iya, mimpi itu begitu nyata?? Aku yakin ia di sini tadi malam. “Dia bilang itu buat kamu!!”, kata petugas sambil menunjuk ke buntalan tas di pojok ruangan. Lelaki itu segera menoleh dan segera menemukan benda yang dimaksudkan oleh petugas. Serta merta ia tahu bahwa dirinya tidak sedang bermimpi. “Sekarang dia dimana Pak?”, tanyanya heran. “Ooh..dia sudah kami bebaskan, dini hari tadi… biasa salah tangkap!”, jawab petugas itu enteng, ”saking senangnya orang itu bilang tas dan segala isinya itu buat kamu”. Petugas pun ngeloyor pergi.
Brrrraaaaang!!!! Pintu kamar itu pun dikunci dengan kasar. Petugas itu meninggalkan lelaki gemuk dan buntalan besarnya itu yang masih menangis ketakutan. Karena iba, lelaki penghuni penjara itupun menghampiri teman barunya. Menghibur sebisanya dan menenangkan hati lelaki gemuk itu. Akhirnya tangisan mereda, dan karena lelah dan rasa kantuk mereka berdua pun kembali tertidur pulas.
58
EDISI MEI - JUNI 2013
Lelaki itu masih ternganga beberapa saat, lalu segera berlari ke pojok ruangan sekedar ingin memeriksa tas yang ditinggalkan Si Gemuk untuknya.Tiba-tiba saja lututnya terasa lemas. Tak sanggup ia berdiri. “Ya.. TUHAAANNN!!!!”, laki-laki itu mengerang. Ia tersungkur di pojok ruangan, dengan tangan gemetar dan wajah basah oleh air mata. Lelaki itu bersujud di sana, dalam kegelapan sambil menangis tersedu-sedu. Di
sampingnya tergeletak tas yang tampak terbuka dan beberapa isinya berhamburan keluar. Dan tampaklah lima kotak odol, sebuah sikat gigi baru, dua buah sabun mandi, tiga botol sampo, dan beberapa helai pakaian sehari-hari. Kisah tersebut sungguh-sunguh kisah nyata. Sungguh-sungguh pernah terjadi. Dan aku mendengarnya langsung dari orang yang mengalami hal itu. Semoga semua ini dapat menjadi tambahan bekal ketika kita meneruskan berjalan menempuh kehidupan kita masing-masing. Jadi suatu ketika, saat kita merasa jalan di hadapan kita seolah terputus. Sementara harapan seakan menguap diganti deru ketakutan, kebimbangan dan putus asa. Pada saat seperti itu ada baiknya kita mengingat sungguh-sungguh bahkan odol pun akan dikirimkan oleh Surga bagi siapapun yang membutuhkannya. Apalagi jika kita meminta sesuatu yang mulia. Sesuatu yang memuliakan harkat manusia dan IA yang menciptakan mereka. Seperti kata seorang bijak dalam sebuah buku: “Seandainya saja engkau mengetahui betapa dirimu dicintai-NYA, hatimu akan berpesta pora setiap saat”. *** Abuna, betapa aku bersyukur TUHAN membuat kau pernah mengalami itu *** what a wonderfull world. (Disarikan dari berbagai sumber)