Lembaga Kajian & Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP adalah organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang pembaruan
LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI
peradilan dan anti korupsi. Semenjak berdirinya di tahun 2000, LeIP telah melakukan berbagai upaya melalui advokasi kebijakan berbasis riset guna
UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN
mendorong pembaruan sistem peradilan. LeIP juga aktif dalam merumuskan konsep-konsep pembaruan peradilan yang dapat
Segera Hadir....
dijadikan arahan strategis untuk memperjuangkan peradilan Indonesia yang dicita-citakan di masa depan. LeIP
Konsep Ideal
meyakini bahwa peradilan yang
Pengadilan Indonesia
independen, akuntabel, mudah diakses,
Menciptakan Kesatuan Hukum & Meningkatkan Akses Masyarakat pada Keadilan
kompeten dan berintegritas hanya dapat dicapai bila masyarakat memiliki pemahaman pentingnya pembaruan
A Concept on the Ideal
peradilan dan bersama-sama berusaha
Indonesian Judiciary
mendorong pembaruan peradilan.
DAFTAR ISI
Creating Unity of Law and Improving Access to Justice
Pentingkah Pembatasan Perkara? Sudah Saatnya Mahkamah Agung Menerapkan Sistem Kamar Pengadilan Acara Cepat:
Solusi Alternatif Akses pada Keadilan Kasasi Demi Kepentingan Hukum, Penunjang Fungsi Mahkamah Agung yang Terlupakan
Untuk mendapatkan informasi mengenai LeIP silahkan hubungi: Lembaga Kajian & Advokasi untuk Independensi Peradilan Puri Imperium Office Plaza UG 11-12 Jl. Kuningan Madya Kavling 5-6 Kuningan Jakarta Telpon: 021 8302088 atau Fax: 021 83701810 Www.leip.or.id
Terbitan ini merupakan kerjasama antara Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP dengan dukungan dari National Legal Refom Program (NLRP). Materi terbitan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab LeIP.
LeIP
National Legal Reform Program
Konsep Ideal Pengadilan Indonesia Proses reformasi peradilan telah berjalan selama sepuluh tahun dengan berbagai keberhasilan antara lain perbaikan sistem informasi, penyatuan atap, peningkatan gaji dan remunerasi dan seterusnya namun hingga persoalan utama peradilan tetap tidak terpecahkan. Akar permasalahan yang melingkupi Mahkamah Agung adalah tingginya tumpukan perkara yang berdampak pada menurunnya kualitas dan inkonsistensi putusan. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan sebagai lembaga penyelesaian sengketa dapat dilihat ditandai dengan rendahnya jumlah perkara yang masuk pada pengadilan tingkat pertama. Untuk itu reformasi peradilan harus ditujukan pada upaya mengembalikan fungsi MA sebagai pengadilan tertinggi dalam menjaga kesatuan hukum, dan revitalisasi fungsi pengadilan untuk menyediakan pengadilan yang terjangkau bagi masyarakat. Agar MA dapat menjalankan fungsinya menjaga kesatuan hukum maka perlu dilakukan upaya sistematis untuk menekan jumlah perkara yang masuk ke tingkat kasasi melalui pembatasan perkara kasasi. Selain itu MA perlu membentuk sistem kamar untuk memastikan terjaganya kualitas dan konsistensi putusan sehingga fungsi menjaga kesatuan hukum dapat berjalan efektif. Andaikata lahir suatu putusan pengadilan mengandung kesalahan penerapan hukum, dan para pihak tidak mengajukan upaya hukum maka instrumen Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH) harus direvitalisasi kembali sehingga memungkinkan MA untuk dapat melakukan koreksi atas putusan tersebut. Untuk efisiensi dalam pengelolaan perkara maka direkomendasikan agar pengadilan militer menjadi puncak pengadilan tersendiri yang terpisah dari pengadilan biasa. Selain itu juga direkomendasikan untuk melakukan penyederhanaan proses pada perkara Tata Usaha Negara (TUN) sehingga dampak putusan TUN dapat berlaku efektif. Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat pada pengadilan maka perlu dibentuk Pengadilan Acara Cepat atau small claim court yang memiliki proses sederhana dan memiliki kemudahan akses secara fisik, biaya rendah, informalitas proses dan kapasitas untuk mengelola hubungan antara pihak yang bersengketa. Upaya lain yang ditawarkan untuk meningkatkan akses keadilan adalah melalui desentralisasi pengelolaan sumber daya manusia khususnya hakim dimana rekrutmen hakim dilaksanakan di tingkat regional dan sistem mutasi terbatas secara regional.
LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN
Pentingkah Pembatasan Perkara?
dasar kekhilafan hakim di tingkat
dilakukan hingga kini, sementara akar
Fakta ini secara tidak langsung me-
kasasi maka kemungkinan terjadi
penyebab menga-lirnya perkara ke MA
nunjukkan bahwa mayoritas perkara
inkonsistensi pun makin tinggi.
tak pernah benar-benar diselesaikan.
yang masuk ke pengadilan tingkat ban-
S i n g k a t nya , a r u s p e r k a ra d a n
Pada tahun 2004, dalam Undang-
ding hampir pasti dimintakan upaya
tunggakan yang demikian besar telah
Undang (UU) Mahkamah Agung No 5
eberapa waktu terakhir isu
hu-kum ke MA. Inilah salah satu alasan
berdampak pada semakin terdegra-
Tahun 2004 Pasal 45A diatur mengenai
pembatasan perkara kasasi
me-ngapa para hakim kadang-kadang
dasinya fungsi utama MA sebagai
pembatasan perkara. Namun, keten-
kembali menjadi perbincangan
de-ngan sinis menyebut pengadilan
penjaga kesatuan hukum.
tuan pembatasan perkara tersebut
hangat . Ketua Mahkamah
tinggi sebagai “kotak pos”belaka.
Pada saat ini bisa dikatakan bahwa
tidak punya dampak yang signifikan
Beban per-kara yang berlebihan dari
hampir tak ada opsi lain untuk menga-
untuk menekan arus perkara masuk ke
berbagai jenis kasus mulai dari yang
tasi tunggakan (dan dengan demikian
MA, karena jenis perkara yang dibatasi
kompleks hingga yang sederhana telah
memperbaiki kualitas dan konsistensi
melalui UU tersebut jumlahnya sangat
mengurangi ruang gerak MA untuk
putusan) kecuali dengan cara mengu-
sedikit, belum lagi ditambah ketidak-
memeriksa kasus-kasus penting yang
rangi jumlah perkara yang diperiksa
disiplinan pengadilan mematuhi keten-
relevan dengan fungsi menjaga
oleh MA secara signifikan.
tuan UU. Berefleksi pada penyebab
kesatuan penerapan hukum. MA
Perketat Persyaratan Kasasi
terbukanya keran perkara ke tingkat
tahunnya yaitu sejumlah 12.000.
B
Agung (MA) dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) bersama-sama mengamini pentingnya pembatasan perkara kasasi, meski belum terlalu jelas model pembatasan perkara seperti apa yang dinilai tepat. Sedangkan pendapat yang kontra terhadap pembatasan perkara
menjadi lebih berorientasi pada
Upaya mengatasi menggunungnya
kasasi, maka upaya pembatasan
Foto oleh TEMPO
penuntasan tunggakan sehingga kua-
perkara di MA pertama kali dilakukan
perkara idealnya harus dilakukan
Permasalahan tunggakan perkara
kan MA dalam memutus perkara telah
litas putusan pun menurun. Inkonsis-
melalui upaya pengikisan perkara dan
d e n ga n ke m - b a l i m e m p e r ke t a t
yang hendak dituntaskan melalui
bergeser dari masalah judex jurist ke
tensi putusan bukan hanya terjadi pada
penambahan jumlah Hakim Agung di
persyaratan kasasi, serta memahami
pembatasan perkara menjadi perma-
masalah judex factie. MA lebih memilih
pengadilan tingkat bawah, bahkan MA
masa Ketua MA Mudjono awal tahun
kembali fungsi dari kasasi itu sendiri.
salahan klasik, bahkan sejak tahun
untuk memastikan penyelesaian per-
sendiri kerap mengeluarkan putusan
delapan puluhan. Meski sudah menge-
MA dengan jumlah perkara yang lebih
1960an. Bila kita berefleksi pada perja-
masalahan hukum melalui perkara
yang saling bertentangan untuk perma-
rahkan segala daya untuk mengikis
proporsional akan mampu berkon-
lananan sejarah, maka terlihat bahwa
individual dibandingkan dengan men-
salahan yang serupa. Dalam konteks
perkara, prestasi MA segera dilibas
sentrasi pada masalah hukum yang
MA melalui penafsiran atas UU secara
jaga kesatuan penerapan hukum secara
PK, para Hakim Agung dapat saling
oleh arus perkara yang kian deras.
penting, dan dengan demikian dapat
gradual telah menurunkan dan menghi-
nasional demi meningkatkan kepastian
memba-talkan putusan dari Hakim
Ekses yang timbul justru semakin
leluasa menga-wasi putusan
langkan hambatan-hambatan prosedu-
dan keadilan bagi orang banyak.
Agung lain-nya dengan alasan telah
membesar-nya organisasi MA, sebagai
pengadilan tingkat bawah de-ngan
Sistem yang longgar itu menim-
terjadi kekhilafan. Dengan makin
konsekuensi penambahan Hakim
berbasis pada preseden putusan-
untuk memperkuat kontrol MA atas
bulkan mentalitas apabila seseorang
meningkatnya arus perkara PK atas
Agung. Pendekatan semacam ini masih
putusan MA sebelumnya. Upaya
pengadilan tingkat bawah yang kuali-
kalah di pengadilan negeri, maka ia
kasasi berargumentasi bahwa pembatasan perkara berpotensi menghalangi akses pada keadilan dan hak untuk banding (right to appeal). Lalu, apakah arti penting pembatasan perkara sesungguhnya bagi pelaksanaan fungsi MA sebagai pengadilan tertinggi? Apakah mengatasi tunggakan perkara sungguh penting
ral yang menahan arus perkara ke MA
Sistem yang longgar menimbulkan mentalitas
tasnya dinilai lemah. Akibatnya hingga
akan mengajukan banding, kasasi,
apabila Seseorang
saat ini hampir setiap perkara bisa di-
bahkan sampai Peninjauan Kembali
mintakan kasasi ke MA sehingga me-
kalah di Pengadilan Negeri, ia akan mengajukan banding, kasasi, bahkan sampai Peninjauan Kembali (PK)
sehingga pembatasan perkara menjadi solusi utama ataukah langkah ini justru akan menutup kesempatan para pihak
mompa arus perkara ke tingkat kasasi. Pengadilan kasasi bertujuan menjamin terciptanya kesatuan penerapan
(PK). Hal inilah yang menyebabkan
2500
meli-batkan peran penting pengadilan
menjadi masalah institusional utama di
ban-ding untuk menjadi peng-adilan
24826 21541
membanjir-nya perkara yang kini
22165
tingkat akhir bagi sebagian besar
Di tahun1980an saat permasa-
2000
berbeda dari pengadilan tingkat bawah.
lahan tunggakan perkara mulai tercium
Melalui fungsi ini MA sebagai penga-
publik, tunggakan perkara telah
dilan tingkat akhir berwenang untuk
mencapai 10.000 perkara. Jumlah ini
memeriksa dan mengawasi apakah pe-
terus meningkat tiap tahunnya. Lima
nerapan hukum dari putusan pengadi-
tahun terakhir arus perkara ke MA
lan bawahan sudah tepat (judex jurist)
kurang lebih 10.000 perkara per tahun
sehingga menghindarkan terjadinya
atau hampir sama dengan jumlah rata-
inkonsistensi.
rata perkara yang diputus pengadilan
1500
perkara. Namun, ini juga berarti
20820 Sisa Perkara Tahun Sebelumnya
MA.
hukum, suatu fungsi yang membuatnya
Namun dalam kenyataannya, pija-
tersebut hanya dapat dilakukan dengan
3000
12025
10827
12540
Perkara Masuk
mampu menghasilkan putusanputusan yang berkepastian dan
14366 1000 9516
Total Perkara yang ditangani
11338 8280
500
berkeadilan. Permasalahannya kemudian, perkara seperti apa yang seharusnya dibatasi untuk naik ke tingkat kasasi? Di banyak negara, pembatasan kasasi pada perkara pidana dilakukan
0
berdasarkan besaran ancaman huku-
2006
2007
2008
2009
Sumber: Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2006, 2007, 2008, 2009
1
tingkat banding sehingga menjadi pengadilan yang terpercaya dan
14366
banding seluruh Indonesia per
untuk menuntut keadilan?
peningkatan kapasitas pengadilan
man. Untuk perkara pidana dengan ancaman hukuman ringan termasuk
2
LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN TEMPO/ WAHYU SETIAWAN
Undang (UU) No. 13/ 1965 tentang
denda, atau pelanggaran dapat diper-
umumnya bersifat mendesak dan
Sedangkan fungsi pengadilan
timbangkan untuk final di tingkat
memerlukan penanga-nan yang cepat.
kasasi seharusnya dikembalikan pada
Mahkamah Agung. UU ini meng-
banding.
Hal ini bukan saja untuk men-jamin
khitahnya, yaitu untuk menjaga
usulkan revisi struktur formal MA, yang
Sedangkan untuk perkara perdata
kepastian hukum bagi para pihak tetapi
kesatuan hukum. Bila pengadilan
akarnya diwujudkan kembali ke dalam
dengan nilai gugatan tertentu dapat
juga untuk membatasi meluasnya
kasasi terus menerus berusaha
empat bidang peradilan (Per-adilan
dibatasi upaya hukumnya hingga
konflik keluarga. Selain itu, alasan PK
menjalankan fungsi yang tak berbeda
Umum, Militer, Agama dan Tata Usaha
tingkat banding, hal ini berlaku di
atas dasar kekhilafan hakim di tingkat
dengan pengadilan banding atas dalih
Negara/TUN).
Jerman, Belanda dan Jepang. Bahkan
kasasi perlu ditinjau kembali, sehingga
keadilan individu, maka justru keadilan
beberapa perkara perdata sangat
PK tidak menjadi upaya hukum
sederhana seharusnya dapat diselesai-
keempat yang berdampak buruk
kan ditingkat pertama melalui proses
terhadap inkonsistensi putusan.
Meski tidak disebutkan secara eksplisit, namun bagian Penjelasan
bagi orang banyak telah dilanggar. Pembatasan perkara dengan
Umum UU tersebut menyebutkan
demikian menjadi suatu keharusan bila
dengan tegas salah satu ciri dari sistem
Beberapa pertanyaan muncul,
kita menginginkan kembalinya kewiba-
kamar, yaitu setiap Ketua Muda memi-
Di banyak negara seperti Jepang,
khususnya mengenai potensi pelang-
waan pengadilan. Namun, untuk
liki beberapa hakim agung sebagai
Australia, Amerika, dan Afrika Selatan,
garan hak dan akses para pihak
memastikan pembatasan perkara
hakim anggota. Sayangnya, belum
jenis pengadilan ini diinstitusionalkan
terhadap keadilan yang dibatasi dalam
dapat berjalan efektif tanpa melanggar
secara khusus dalam bentuk small
pembatasan perkara kasasi. Dalam hal
hak warga Negara, maka diperlukan
claim court yang memiliki prosedur
para pihak tidak puas terhadap putusan
kajian mendalam untuk menentukan
seder-hana sehingga mudah diakses
Hakim tingkat pertama, maka ia dapat
kriteria dan jenis perkara yang dapat
oleh masyarakat.
mengajukan banding ke pengadilan
berakhir di pengadilan tingkat pertama
Selain itu, perkara-perkara di
banding yang berfungsi memberikan
maupun di pengadilan tingkat banding.
bidang hukum keluarga, seperti
jaminan untuk banding (right to
perceraian dan waris, dapat dipertim-
appeal). Hak para pihak dengan
bangkan sebagai perkara yang diputus
demikian tidak terlanggar karena
final di tingkat banding, karena pada
kesempatan banding telah diberikan.
pengadilan dengan cara cepat.
Para hakim agung Mahkamah Agung (MA) dalam pemilihan Ketua MA di Gedung MA, Jakarta, Kamis, 15 Januari 2009. Dalam pemilihan tersebut Harifin A. Tumpa terpilih menjadi Ketua MA yang baru menggantikan Bagir Manan.(Foto oleh TEMPO)
sempat dilaksanakan, UU No. 13/ 1965 ini dicabut di tahun 1969 melalui UU No. 6/1969 tentang Pernyataan Tidak
rangi variasi perkara yang dite-rima
yang hanya akan mengadili perkara
Berlakunya Berbagai Undang-Undang
hakim, karena perkara telah
sesuai keahlian di kamarnya masing-
dan Peraturan Pemerintah Pengganti
terklasifikasi sesuai dengan kom-
masing.
Undang-Undang.
petensi hakim. Dengan demikian,
Hal ini berbeda dengan Mahkamah
Kebutuhan akan adanya spesia-
hakim akan memutus perkara yang
Agung di negara-negara Common Law
lisasi melalui sistem Kamar kembali
sejenis sesuai keahliannya secara
seperti Amerika Serikat, Inggris,
menguat pada awal tahun delapan-
terus menerus, dan pada akhirnya
Australia, serta negara-negara bekas
puluhan. Dalam Rapat Kerja dengan
menciptakan standardisasi;
jajahan Inggris. Mahkamah Agung di
Komisi III DPR tahun 1982, ketua MA
3. Memudahkan pengawasan putu-
negara-negara tersebut hanya terdiri
saat itu mengusulkan agar di MA
Sudah Saatnya Mahkamah Agung Menerapkan Sistem Kamar
san dalam rangka menjaga kesa-
dari satu Kamar yang menangani semua
dimunculkan jabatan Ketua Muda
tuan hukum, karena putusan telah
jenis perkara.
untuk bidang-bidang hukum tertentu.
DIAN ROSITA Artikel ini pernah dimuat di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 5-11 Juli 2010
alah satu penyebab rendah-
S
nya peran MA dalam menjaga kesatuan
nya tingkat kepercayaan
hukum. Putusan MA bukan hanya ber-
masyarakat terhadap peng-
pengaruh kepada para pihak yang ber-
disesuaikan dengan banyak perkara.
adilan berkaitan erat dengan kualitas
perkara, namun secara tidak langsung
Kamar-kamar ini bukan badan-badan
dan konsistensi putusan, sehingga
juga menimbulkan dampak yang luas,
peradilan yang terpisah, melainkan
membuka peluang bagi para pihak
karena akan menjadi referensi bagi di
tetap dalam satu badan peradilan.
untuk terus melakukan upaya hukum
pengadilan tingkat bawah maupun di
karena sulitnya mencari standar
MA sendiri, dalam menangani perkara
putusan sejenis sebagai acuan. Kondisi
serupa di masa mendatang. Dalam
ini membuka peluang bagi pihak yang
konteks inilah sistem kamar menjadi
berkepentingan untuk memenangkan
penting. Sistem kamar merupakan
perkara. Lebih runyam lagi bila praktek suap dan kolusi ikut ambil bagian. Sejatinya, Mahkamah Agung (MA) memiliki fungsi kasasi yang bila dijabarkan akan mengarah pada penting-
bidang keahliannya. Dalam satu kamar bisa terdapat satu atau lebih majelis,
Secara singkat, tujuan penerapan sistem kamar adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan keahlian hakim
terklasifikasi sesuai keahlian da-
Sistem Kamar sebenarnya bukan
Usulan ini kemudian diterima oleh DPR
lam kamar. Sistem Kamar yang
hal yang baru di Indonesia, mengingat
dan dikongkritkan dalam UU No.
konsisten akan berdampak positif
sistem peradilan kita merupakan wari-
14/1985 tentang Mahkamah Agung.
dalam jangka panjang terhadap
san dari Belanda yang sejak lama telah
Namun, berbeda dengan UU
upaya menjaga kesatuan hukum.
menerapkan sistem kamar. Namun,
No.13/1965, dalam UU UU No.
Bila kepastian hukum dapat diwu-
sejak kekuasaan Hooggerechtshof
14/1985 tidak dijelaskan lebih jauh
judkan, maka pengajuan kasasi
(Pengadilan Banding) diserahkan ke-
mengenai jabatan Ketua Muda terse-
dapat menurun, dan arus per-
pada MA di tahun 1950, sistem kamar
but, baik penjelasan mengenai latar
mohonan kasasi yang tidak bera-
yang ada dalam Hooggerechtshof
belakang lahirnya jabatan ‘baru’ itu,
lasan dapat ditekan.
tersebut dihapuskan untuk sementara
maupun peran dan fungsinya di MA.
Sejarah Sistem Kamar di Indonesia
dalam memeriksa dan memutus
Sistem Kamar pada umumnya
perkara, karena hakim hanya me-
diterapkan di negara-negara Civil Law,
penge-lompokan hakim-hakim yang
mutus perkara yang sesuai dengan
seperti Belanda, Jerman, dan negara-
memiliki keahlian atau spesialisasi
kompetensi dan keahliannya;
waktu, mengingat sangat sedikitnya
Seiring perjalanan waktu, sistem
jumlah hakim agung yang ada pada saat
pembagian perkara di MA ternyata
itu, yaitu berjumlah lima orang.
justru semakin jauh dari sistem Kamar
Keinginan untuk kembali me-
yang diharapkan. Hakim-hakim agung
negara Eropa Kontinental lainnya.
nerapkan sistem Kamar kembali me-
tidak dikelompokkan di bawah
hukum yang sama atau sejenis, dan
2. Meningkatkan produktivitas pe-
Mahkamah Agung di negara-negara
nguat pada pertengahan tahun enam-
koordinasi Ketua Muda bidang per-
hakim-hakim tersebut hanya akan
meriksaan perkara. Spesialisasi da-
tersebut terdiri dari beberapa Kamar
puluhan. Cikal bakal untuk kembali ke
kara, namun dikelompokkan ke dalam
(Chamber), di mana setiap Kamar ter-
sistem Kamar terlihat dari munculnya
tim-tim, dimana setiap tim akan terdiri
diri dari beberapa orang hakim agung
jabatan Ketua Muda dalam Undang-
dari beberapa orang hakim agung, dan
mengadili perkara yang sesuai dengan
lam sistem kamar akan mengu-
3
4
LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN
majelis hakim agung dibentuk ber-
Sistem tersebut secara tidak lang-
sub Kamar sesuai dengan kebutuhan.
dasarkan hakim agung yang ada dalam
sung sebenarnya telah membuat fungsi
Seluruh hakim agung yang ada,
tim-tim tersebut.
dari Ketua Muda bidang perkara men-
termasuk Ketua dan Wakil Ketua MA
Pembagian tim ini sekilas memang
jadi tidak jelas. Misalnya, apa fungsi Ke-
harus duduk dalam salah satu kamar
terkesan serupa dengan sistem Kamar,
tua Muda Pidana jika masih dimung-
sebagai anggota kamar sesuai dengan
namun sebenarnya tidak demikian.
kinkan perkara pidana diperiksa oleh
keahliannya. Jumlah hakim agung
Sebab, pembentukan tim tidak dida-
majelis hakim yang tidak berada di
dalam setiap Kamar tentunya akan
sarkan pada pembagian bidang
bawah koordinasinya?
berbeda sesuai dengan komposisi
perkara yang dibawahi oleh Ketua
Hal ini juga berdampak langsung
jumlah perkara yang ada di MA. Dengan
Muda, melainkan didasarkan pada
pada kemampuan MA dalam menjaga
demikian, seluruh Hakim Agung akan
berapa banyak unsur pimpinan yang
konsistensi putusan. Tentu sangat sulit
‘terbagi habis’ sesuai dengan keah-
ada, yang kemudian akan menjadi
menjaga konsistensi atas suatu pene-
liannya dalam kamarkamar yang ada
Ketua Tim.
rapan hukum apabila suatu jenis per-
Di setiap Kamar, perkara tidak
kara diperiksa oleh beberapa ‘Kamar’
diperiksa oleh seluruh anggota Kamar,
sekaligus.
namun tetap diperiksa berdasarkan
Sistem Kamar merupakan
Kondisi tersebut semakin diper-
sistem majelis yang terdiri dari tiga
pengelompokan hakim-hakim
buruk dengan ketiadaan yurispru-
hingga lima orang hakim agung sesuai
densi tetap yang berakibat peluang
ketentuan UU. Namun, untuk menjaga
yang memiliki keahlian
untuk saling berbeda pendapat dian-
konsistensi pertimbangan hukum, ada
di bidanghukum yang sama.
tara majelis hakim agung dalam per-
baiknya MA mengikuti sistem yang
kara sejenis semakin terbuka. Lebih
berlaku di Belanda, dimana setiap
Hakim-hakim tersebut hanya
jauh lagi, masalah kualitas putusan juga
majelis memaparkan pertimbangan
akan mengadili perkara
menjadi isu serius, mengingat sangat
hukum atas masing-masing putusan-
mungkin suatu perkara diputus oleh
nya dalam rapat Kamar yang dihadiri
yang sesuai dengan bidang
majelis hakim agung yang tidak
oleh seluruh anggota Kamar setiap
keahlian di kelompoknya.
memiliki latar belakang kompetensi
minggunya.
yang tepat.
Dengan demikian, setiap anggota Kamar dapat mengetahui bagaimana pertimbangan hukum atas suatu masalah hukum tertentu yang akan diputus oleh masing-masing majelis. Hal ini akan memudahkannya saat menghadapi perkara serupa serta menghindari terja-dinya inkonsistensi putusan.
Revitalisasi Sistem Kamar Masalahanya adalah, tidak semua
Untuk mengoptimalkan sistem
unsur pimpinan, seperti Ketua MA,
kamar, diperlukan restrukturisasi
para Wakil Ketua MA, Ketua Muda Pe-
sistem maupun cara pandang di MA.
ngawasan dan Ketua Muda Pembinaan,
Pertama adalah dengan merombak
adalah Ketua Muda yang membawahi
sistem pembagian hakim agung dan
bidang perkara. Masalah berikutnya,
distribusi perkara berdasarkan tim
seorang hakim agung juga dapat men-
menjadi pembagian hakim agung dan
jadi anggota di dua tim sekaligus, dan
distribusi perkara berdasarkan bidang
pembagian tim tidak sesuai dengan ke-
per-kara.
ahlian yang dimilikinya. Celakanya lagi,
Secara umum bidang perkara
perbedaan mendasar sistem pemba-
terdiri dari lima bidang, yaitu pidana,
gian perkara saat ini dengan sistem Ka-
perdata, agama, TUN, dan militer.
mar yang sesungguhnya adalah keselu-
Khusus untuk pidana maupun perdata,
ruhan tim yang ada pada dasarnya da-
mengingat jumlah perkara tersebut di
pat memeriksa semua jenis perkara
MA sangat besar, yakni mencapai
yang diterima MA, mulai dari perdata,
sekitar 80% dari total perkara yang
pidana, agama, tata usaha negara, mau-
masuk setiap tahunnya, masing-
pun militer.
masing dapat dibagi menjadi beberapa
Hal lain yang cukup penting terkait dengan penerapan sistem Kamar ini adalah implikasinya terhadap rekrutmen hakim agung. Bila sistem ini diterapkan, rekrutmen dan seleksi calon hakim agung tidak hanya berdasarkan pada masalah karier atau non-karier semata, namun juga berdasarkan pada kebutuhan akan keahlian hukum tertentu sesuai dengan masingmasing Kamar. (Arsil) Artikel ini pernah dimuat di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 12-18 Juli 2010
5
Pengadilan Acara Cepat:
Solusi Alternatif Akses pada Keadilan
P
engadilan hingga saat ini masih belum dapat melepaskan diri dari permasa-
lahan rendahnya kepercayaan publik terhadap integritas pengadilan. Selain terlihat dari pemberitaan dan berbagai survei tentang persepsi publik, indikator obyektif lain yang dapat dilihat adalah rendahnya perkara yang masuk ke pengadilan tingkat pertama. Berdasarkan data Laporan Tahunan MA tahun 2007 hingga 2009, pengadilan tingkat pertama rata-rata menerima 3,5 juta perkara per tahun. Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2009 menyebutkan bahwa pada tahun 2009 dari 3.546.854 perkara yang diterima pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia, 3.015.511 di antaranya merupakan perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas. Meskipun terdapat data yang berbeda mengenai jumlah perkara lalu lintas yang akurat, namun secara umum data lima tahun terakhir memperlihatkan bahwa kurang lebih 90% perkara yang ditangani pengadilan adalah perkara lalu lintas. Hal ini menunjukkan bahwa perkara sengketa substansial yang masuk ke pengadilan jumlahnya sangat kecil apalagi jika dibandingkan dengan jumlah total penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 213 juta pada tahun 2010. Bandingkan dengan India misalnya, yang jumlah perkara pertahunnya mencapai 40 juta perkara. Rendahnya perkara yang masuk ke pengadilan bukan berarti masyarakat Indonesia cinta damai atau memilih musyawarah melalui lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Paparan statistik di atas justru memperlihatkan bahwa pengadilan belum menjadi pilihan bagi masyarakat un-
Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia pernah memiliki pengadilan desa atau pengadilan adat dengan menggunakan hakim tunggal yang disebut juga sebagai hakim perdamaian. (Foto oleh TEMPO)
tuk menyelesaikan sengketanya. Salah satu faktor penyebabnya antara lain adalah karena biaya berperkara yang tinggi. Biaya berperkara ini meliputi biaya pengacara, biaya tranportasi, dan termasuk biaya calo perkara dan suap yang hingga kini belum berhasil dibasmi. Selain itu, waktu berperkara yang lama dan bahkan bertahun-tahun menyebabkan sulitnya memprediksi biaya yang harus ditanggung para pencari keadilan. Pada akhir proses, jika seseorang memenangkan suatu perkara bukan berarti ia tidak mengalami kerugian apapun karena proses yang panjang tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Beberapa putusan kasasi yang diteliti memperlihatkan bahwa pokok sengketa seringkali sangat kecil nilainya. Sebagai contoh adalah perkara gugatan perdata mengenai sengketa dua buah pohon mangga atau sengketa mengenai uang muka pembelian tanah sebesar Rp 50 juta. Jumlah dan nilai ini
sungguh tidak sepadan dengan tenaga, waktu maupun biaya yang harus dikeluarkan para pihak hingga sampai ke tingkat kasasi. Selain itu, prosedur yang kompleks, formulir dan dokumen yang rumit, ruang sidang yang mengintimidasi serta arogansi hakim dan pengacara sering-kali membuat masyarakat berusaha menghindari penyelesaian sengketa di pengadilan. Kondisi ini diperburuk dengan ketidakpercayaan terhadap lembaga peradilan yang dinilai memiliki integ-ritas rendah, rawan korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebuah sistem peradilan yang responsif berperan penting dalam mengurangi ketegangan sosial. Jika sistem peradilan gagal memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka masyarakat akan memilih mekanisme penyelesaian konflik lain. Semakin kecil peran lembaga peradilan dalam menyelesaikan sengketa masyarakat, dalam konteks ketiadaan alter-
6
LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN
natif penyelesaian sengketa lain yang efektif, maka akan terjadi peningkatan kasus kekerasan dan main hakim sendiri yang berujung pada meningkatnya konflik sosial. Pengadilan dengan demikian memainkan peran penting sebagai instrumen utama negara dalam melakukan kontrol sosial dan menciptakan rasa aman di masyarakat.
Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia pernah memiliki pengadilan desa atau pengadilan adat dengan menggunakan hakim tunggal yang disebut juga sebagai hakim perdamaian. Pengadilan jenis ini memang mengutamakan upaya perdamaian sehingga pengadilan tidak hanya berperan dalam menyelesaikan sengketa, namun lebih jauh dari itu menjaga relasi sosial antara para pihak dalam masyarakat. Dalam upaya reformasi peradilan, maka pengadilan bukan hanya harus independen dan berintegritas, namun juga harus mampu memberikan layanan berkeadilan kepada semua lapisan masyarakat. Untuk itu, pengadilan terutama di tingkat pertama, harus didesain agar mampu melayani kepentingan masyarakat, yang ditandai dengan proses berbiaya rendah, sederhana, dan waktu penyelesaian
perkara yang cepat. Dibanyak negara, konsep pengadilan kecil yang ramah masyarakat sudah banyak diadopsi, antara lain di Jepang dengan sebutan summary court, dan di beberapa negara bagian Amerika dan Australia, yang disebut sebagai small claim court. Filipina baru-baru ini juga mengadopsi konsep small claim court sebagai bagian dari upaya reformasi
peradilan. Pengadilan acara cepat seperti small claim court atau summary court pada umumnya merupakan struktur pengadilan terpisah yang berada di bawah yurisdiski pengadilan tingkat pertama. Pada pengadilan acara cepat ini berbagai kasus sederhana akan diperiksa secara cepat dengan proses pembuktian yang sederhana. Perkara-perkara yang memerlukan pembuktian yang kompleks tidak dapat diperiksa oleh pengadilan ini dan harus melalui jalur pengadilan biasa. Perkara perdata dengan nilai gugatan yang relatif kecil seharusnya dapat diselesaikan melalui proses pengadilan dengan acara cepat dengan konsep small claim court. Untuk perkara yang nilai ekonominya kecil dan tidak memerlukan proses administrasi perkaradan pembuktian yang kompleks, maka dapat
digunakan proses tanya jawab yang tidak terlalu menitikberatkan pada kelengkapan dokumen. Perkara jenis ini juga dapat diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal. Penggunaan hakim tunggal bermanfaat dalam dua hal: pertama, dari segi proses akan mempercepat proses pengambilan keputusan; kedua, dengan mekanisme pengambilan putusannya yang lebih informal, membantu para pihak yang memiliki hambatan psikologis dan hukum untuk merasa lebih “nyaman”dalam proses persidangan. Dalam hal para pihak tidak puas dengan putusan hakim tunggal, ia dapat mengajukan banding atau minta diperiksa kembali oleh hakim majelis pada pengadilan yang sama. Perkara jenis ini diharapkan dapat selesai di tingkat pertama. Penyederhanaan proses berperkara diharapkan dapat mengurangi biaya negara maupun biaya para pihak dalam menyelesaikan perkara. Dengan proses yang sederhana diharapkan pencari keadilan dapat mewakili dirinya sendiri di pengadilan sehingga biaya
"Penggunaan hakim tunggal bermanfaat dalam dua hal: pertama, dari segi proses akan mempercepat proses pengambilan keputusan; kedua, dengan mekanisme pengambilan putusannya yang lebih informal, membantu para pihak yang memiliki hambatan psikologis dan hukum untuk merasa lebih “nyaman”dalam proses persidangan
kasus pencurian semang-ka, kasus pencurian kakao dan seba-gainya. Beberapa jenis perkara pida-na dengan ancaman hukuman ringan da-pat diupayakan untuk diselesaikan melalui pengadilan acara cepat dengan mempertimbangkan perspektif restorative justice. Dengan perspektif itu negara mengurangi perannya untuk terlibat dalam penyelesaian perkara pidana dan proses penyelesaian lebih difokuskan pada pemulihan hubungan dua pihak melalui kompensasi atau penggantian kerugian atas kerusakan yang ditimbulkan. Upaya untuk mengefektifkan hukuman denda sebagai salah satu alternatif pemidanaan dalam perkara pidana ringan juga merupakan alternatif solusi yang menarik. Selain penyederhanaan proses berperkara, kemudahan untuk mengakses pengadilan secara fisik juga perlu diperhatikan. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan menempatkan pengadilan acara cepat ini di tengah-tengah masyarakat sehingga mudah diakses dan dapat diterima oleh masyarakat sebagai pilihan untuk menyelesaikan sengketa. Tantangan membangun pengadilan di masa datang adalah menciptakan forum penyelesaian sengketa yang dapat diakses bukan hanya secara ekonomis namun juga secara fisik dan psikologis. Dimana masyarakat merasa nyaman dan percaya diri menggunakan forum tersebut. Dengan demikian reformasi peradilan bukan hanya bicara tentang penguatan mekanisme yang sudah ada, namun juga membangun mekanisme layanan keadilan sesuai prinsip cepat, sederhana, dan berbiaya murah bagi masyarakat.
berperkara dapat ditekan. Yang tak kalah penting, pengadilan acara cepat seperti ini bisa menjadi solusi alternatif bagi berbagai perkara pidana kecil yang banyak disorot akhir-akhir ini. Misalnya
7
Kasasi Demi Kepentingan Hukum, Penunjang Fungsi Mahkamah Agung yang Terlupakan
Dian Rosita Dan Dimas Prasidi) Artikel ini pernah dimuat di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 19-25 Juli 2010
Foto oleh TEMPO
ungsi menjaga kesatuan hukum
fungsi menjaga kesatuan hukum, yaitu
tidak bisa dibebankan hanya
Kasasi Demi Kepentingan Hukum
pada Mahkamah Agung sebagai
(KDKH). Wewenang untuk mengguna-
pengadilan tertinggi dalam ling-
kan instrumen ini hanya dimiliki oleh
kungannya. Sebab Mahkamah Agung
Jaksa Agung , baik dalam perkara-
hanya dapat menjaga kesatuan hukum
perkara pidana , perdata maupun Tata
dari putusan-putusan pengadilan yang
Usaha Negara (TUN).
F
berada dibawahnya sepanjang para
Secara ringkas KDKH adalah upaya
pihak yang bersengketa mengajukan
hukum yang diberikan oleh UU kepada
upaya hukum kasasi atas putusan
Jaksa Agung untuk meluruskan putu-
tersebut. Andaikata lahir suatu putusan
san Pengadilan Tingkat Pertama
pengadilan mengandung kesalahan
maupun Banding yang telah berke-
penerapan hukum, dan para pihak tidak
kuatan hukum tetap (inkracht) yang
mengajukan upaya hukum maka MA
mengandung kesalahan penerapan
tidak dapat melakukan koreksi atas
hukum atau pertanyaan hukum
kesalahan tersebut. Jika demikian hal
(question of law) yang penting bagi
yang terjadi, maka diperlukan suatu
perkembangan hukum, yang apabila
sistem yang berfungsi menjaga
diputus oleh MA dapat menjadi suatu
kesatuan hukum.
yurisprudensi (putusan-putusan
Dalam konteks ini sebenarnya
Hakim terdahulu yang telah berke-
sistem hukum Indonesia telah menye-
kuatan hukum tetap dan diikuti oleh
diakan instrumen hukum yang ber-
para hakim atau badan peradilan lain
fungsi membantu MA menjalankan
dalam memutus perkara atau kasus
8
LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN
yang sama”) baru. Namun berbeda
Dalam bidang perdata maupun TUN
tahunnya, hampir 30 persen dari perkara
ini sebenarnya tidak dimiliki oleh Ke-
telah menggabungkan dua institusi
Untuk mengefektifkan instrumen ini
dengan kasasi biasa, KDKH pada dasar-
instrumen hukum KDKH tidak pernah
tersebut merupakan perkara kasasi atas
jaksaan sebagai lembaga penuntutan,
yang dalam sistem hukum Belanda
diperlukan perubahan struktural dalam
nya hanya untuk kepentingan hukum
digunakan oleh Jaksa Agung. Padahal
putusan bebas yang sebenarnya menurut
melainkan dimiliki oleh Parket bij de
memiliki fungsi yang berbedake dalam
sistem peradilan Indonesia, setidaknya
semata, bukan untuk kepentingan dari
telah menjadi rahasia umum bahwa
KUHAP tidak dapat diajukan kasasi. Hal
Hoge Raad (Kejaksaan pada MA). Lem-
satu institusi Kejaksaan Agung. Indikasi
dengan memindahkan kewenangan
para pihak yang bersengketa, sehingga
sangat banyak putusan perdata
ini sebenarnya merupakan konsekuensi
baga ini berwenang untuk memberikan
lain yang menunjukkan hal ini misalnya
atas instrumen ini kepada institusi di
tidak mengikat bagi para pihak yang
maupun Tata Usaha Negara yang telah
dari “terobosan hukum” yang dilakukan
pendapat hukum kepada MA dalam
terlihat juga dalam UU MA khususnya
luar Kejaksaan Agung atau merombak
bersengketa.
inkracht di tingkat Pertama atau Ban-
oleh Kejaksaan dan MA beserta Menteri
setiap perkara kasasi, meng-ajukan
Pasal 44 ayat (2), yang menyebutkan
struktur Kejaksaan Agung itu sendiri.
KDKH merupakan warisan sistem
ding yang mengandung kesalahan
Kehakiman pada masa Orde Baru yang
cassatie in het belang der wet (Kasasi
bahwa Jaksa Agung dalam jabatannya
Di sisi lain, jika instrumen ini diang-
hukum Belanda yang tetap dianut, atau
penerapan hukum. Jika dibiarkan
membolehkan permohonan kasasi yang
Demi Kepentingan Hukum) serta
dapat memberikan pendapat hukum
gap tidak diperlukan lagi, maka hal
setidaknya selalu dicantumkan dalam
tentunya kondisi ini dapat merusak
diajukan Kejaksaan atas putusan bebas.
menjadi ‘penuntut’ dalam kasus dugaan
dalam perkara kasasi pidana, yang
tersebut harus diikuti dengan peruba-
peraturan perundang-undangan yang
kesatuan penerapan hukum dan sangat
Padahal, pada saat itu seharusnya yang
berbeda dengan pendapat hukum
han struktural dan konseptual terhadap
mengatur hukum acara. Bahkan, di
berdampak pada kewibawaan hukum
dilakukan oleh Jaksa Agung adalah
(memori/kontra memori kasasi) dari
fungsi dari Mahkamah Agung itu
masa awal kemerdekaan RI, KDKH
maupun kekuasaan kehakiman itu
mengajukan KDKH., sehingga koreksi
Jaksa Penuntut Umum yang diatur
sendiri. Apakah MA tetap akan diper-
diatur dalam UUD RIS 1949.
sendiri.
atas kesalahan putusan majelis tingkat
dalam KUHAP. Kewenangan Jaksa
tahankan sebagai institusi yang ber-
Mengapa KDKH tidak efektif?
banding saat itu tetap dapat dilakukan
Agung ini serupa dengan kewenangan
fungsi untuk menjaga kesatuan hukum
Advice yang dimiliki oleh Procureur-
dan melakukan pengembangan hukum,
Dalam sejarahnya instrumen hu-
Pertanyaan ini sepertinya sangat ja-
tanpa harus menimbulkan ekses seperti
oleh Jaksa Agung. Tercatat jumlah
rang menjadi wacana hukum di Indo-
yang terjadi saat ini. Dengan demikian
permohonan KDKH tak lebih dari 10
nesia mengingat evaluasi atas ketidak-
permohonan umumnya dalam perkara
efektifan ini mungkin tidak pernah
pidana, dan paling banyak dimohonkan
dilakukan. Di sisi lain, meski nyaris ti-
sebelum tahun 1970an. Instrumen
dak pernah digunakan lagi pada kenya-
hukum ini terakhir digunakan pada
taannya instrumen ini tetap diperta-
tahun 1989 atas putusan Praperadilan
hankan Seakan dibiarkan antara ada
kum ini hanya beberapa kali digunakan
yang mengabulkan Praperadilan atas
dan tiada, hidup segan mati tak hendak.
penyitaan. KDKH yang diajukan oleh
Semisal dalam UU MA yaitu UU No. 5
Jaksa Agung pada saat itu bertujuan
Tahun 2004 dan UU No. 3 Tahun 2009,
untuk mengkoreksi putusan tersebut
ketentuan yang mengatur kewenangan
serta memperjelas status penyitaan
Jaksa Agung untuk mengajukan KDKH
dalam lingkup Praperadilan. Sebab
khususnya untuk perkara perdata dan
menurut KUHAP ganti rugi atas penyi-
TUN tidak dihapuskan. Bahkan dalam
taan yang tidak sah termasuk lingkup
RUU KUHAP instrumen hukum ini juga
Praperadilan, namun sah tidaknya
tetap dipertahankan keberadaannya.
Sistem hukum Indonesia sebenarnya sudah menyediakan instrumen yang berfungsi membantu MA dalam menjalankan fungsi menjaga kesatuan hukum. Sayangnya, instrumen tersebut tidak efektif lantaran masalah struktural dan konseptual.
"Berdasarkan data Laporan Tahunan MA tahun 2007 hingga 2009, pengadilan tingkat pertama rata-rata menerima 3,5 juta perkara per tahun. Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2009 menyebutkan bahwa pada tahun 2009 dari 3.546.854 perkara yang diterima pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia, 3.015.51 di antaranya merupakan perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas.”
Generaal dan Advocat-Generaal pada Hoge Raad. Lagi-lagi, serupa dengan KDKH, kewenangan memberikan pendapat hukum ini nyatanya juga tidak berjalan efektif. Masih perlukah KDKH? Pertanyaan ini tentunya sangatlah
pelanggaran berat oleh hakim yang
fungsi penuntutan sebagaimana dimiliki oleh Kejaksaan Agung, dengan pengecualian khusus untuk kejahatan berat yang dilakukan oleh Keluarga Kerajaan atau pejabat negara yang penun-
hukum yang diberikan oleh UU kepada Jaksa Agung untuk meluruskan putusan Pengadilan
dilematis. Secara konseptual instrumen
Tingkat Pertama maupun Banding
hukum ini tetap diperlukan, karena
yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang mengandung
dapat berakibat pada pemberhentian jabatan. Lembaga ini tidak memiliki
"Secara ringkas KDKH adalah upaya
kesalahan penerapan hukum atau
"Sistem Kamar sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, mengingat sistem peradilan kita merupakan warisan dari Belanda yang sejak lama telah menerapkan sistem kamar. Namun, sejak kekuasaan Hooggerechtshof (Pengadilan Banding) diserahkan kepada MA di tahun 1950, sistem kamar yang ada dalam Hooggerechtshof tersebut dihapuskan"
pertanyaan hukum (question of law)”
atau fungsi lainnya. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk
penyitaan itu sendiri tidak disebutkan
Keberadaan instrumen hukum ini
sebagai lingkup dari Praperadilan. Oleh
sebenarnya sangat penting, setidaknya
jika selanjutnya terdapat putusan-
tutannya dilakukan hanya di hadapan
MA permohonan KDKH tersebut
dengan konsep MA sebagai peradilan
putusan bebas yang diduga bermasalah,
MA. Sekilas memang terkesan bahwa
dikabulkan dan MA membatalkan putu-
Kasasi yang berlaku saat ini. Sebab,
maka Kejaksaan Agung akan sangat
lembaga yang dipimpin oleh seorang
san Praperadilan tersebut. MA juga
fungsi kasasi itu sendiri adalah untuk
selektif menentukan putusan yang perlu
Procureur Generaal (secara gramatikal
sekaligus mempertegas bahwa sah
menjaga kesatuan serta perkembangan
dimohonkan KDKH, karena permohonan
artinya Jaksa Agung) dan berang-
tidaknya penyitaan tidak termasuk
hukum, khususnya melalui kasus-
KDKH semata-mata untuk kepentingan
gotakan Advocat Generaal tersebut
hanya menyangkut internal birokrasi di
dalam lingkup Praperadilan. Meski de-
kasus konret. Jika dioptimalkan instru-
hukum dan bukan untuk penghukuman.
serupa dengan Kejaksaan Agung di
Mahkamah Agung, perilaku hakim dan
mikian putusan MA tersebut tidak
men ini juga dapat berdampak pada
Jika dikaji secara mendalam, problem
membatalkan akibat hukum dari putu-
berkurangnya arus perkara yang
ketidakefektifan KDKH sebenarnya
san Praperadilan itu sendiri, melainkan
masuk ke MA.
sangat mendalam dan struktural, tidak
hanya menjadi preseden terhadap per-
Dalam perkara pidana yang jum-
semata permasalahan kehendak atau
mohonan serupa di masa yang akan
lahnya mencapai 40 persen dari total
political will baik dari Kejaksaan atau MA.
datang.
perkara yang masuk ke MA setiap
Di negara asalnya, instrumen hukum
9
Indonesia. Namun sesungguhnya sa-
merupakan instrumen penting yang
ngat berbeda, sebab lembaga ini tidak
dapat menopang fungsi MA dalam
berwenang melakukan penuntutan pi-
men-jaga kesatuan hukum dan
dana pada umumnya, karena hal itu
melakukan perkembangan hukum.
menjadi kewenangan Jaksa yang berada
D i s i s i l a i n , d a l a m p ra k t e k nya
dibawah Menteri Kehakiman.
instrumen ini hampir tidak pernah
Dengan kata lain sebenarnya UU
mencari solusi atas permasalahan tersebut, namun lebih untuk menggambarkan bahwa problem MA atau dunia peradilan kita yang ada saat ini sebenarnya sangatlah mendasar. Tidak
lain sebagainya, namun sistem hukum dan struktur kekuasaan kehakiman itu sendiri secara keseluruhan. Arsil & Yura Pratama Artikel ini pernah dimuat di Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 26 Juli – 1 Agustus 2010
dipergunakan.
10