PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN SKRIPSI Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Albert Basuki Sasongko NIM : 028114089
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN
SKRIPSI Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Albert Basuki Sasongko NIM : 028114089
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN
disusun oleh : Albert Basuki Sasongko NIM : 028114089
telah disetujui oleh :
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KERJASAMA APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MENURUT PERSEPSI APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG DALAM APOTEK JARINGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN Oleh:
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Another journey have been done, Another chapter has been closed, BUT Another challenge have awaken… Another paper have waited… By Albert Song ADISTYAWAN YOGA WICAKSONO * ADRIANUS ARINAWA YULIANTA * ARDHYAN PURWANTOKO, S. Farm. * Aria Sanjaya * Arry Hariadi, S. Farm. * BENNY SUGIENTORO, S. Farm. * Bernadetta Wenni Sukma W., S. Farm. * Candra, S. Farm. * Carla Kuntari * Christophorus Aditya N., S. Farm. * DANIEL SANTOSO HARSONO * Danu Kusuma * EDI SUGIANTO, S. Farm. * Emanuel Broto Hartanto, S. Farm. * EMA NILLAFITA PUTRI K., S. Farm. * Fanny Feryane Rahardjo * FERRY MAHARDIKA * GIAN WAHYUDI * GRACE NATALI, S. Farm. * Handoyo * Hendra Tri Pramono, S. Farm. * HERIBERTUS DWI HARTANTO * Herbudi Kurniawan * I Made Arya Sutama, S. Farm. * Karina Listyani Dewi, S. Farm. * Linda Rostiana Subastian, S. Farm. * MARDONI, S. Farm. * MARIA IVANA GUNAWAN, S. Farm. * Maria Vini Pertiwi, S. Farm. * Meilly Kurniaty, S. Farm. * Meta Anggarini, S. Farm. * Nadia Belinda Suwanto, S. Farm. * Purnama Dewi Yuli Astuti, S. Farm. * RICKA INDRIYANI WIJAYANTI, S. Farm. * RITA, S. Farm. * ROBBYONO, S. Farm. * Robby Wijaya, S. Farm. * STEFANUS HARDJANTO ARIO S. * Thomas Aquino Aditya W., S. Farm. * Tjun Liong, S. Farm. * Valentino Dhiyu Asmoro, S. Farm. * VICKY ARIESTYA CHANDRA * VIENNA GUNAWAN WIJAYA, S. Farm. * VINCENTIUS ANJAR T. * Wibowo Hadi Goutomo * YANUAR HIMAWAN * YOHANES PRABOWO, S. Farm. * Yuda Kristaman * YUSUF FIRMANTA *
“Anggaplah hidup sebagai impian, sulapan, pelembungan busa, pajangan, embun atau kilat. Maka hidup akan mengalir indah.” - Rattana Sutra 32
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Kerjasama Apotek Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Persepsi Apoteker Pengelola Apotek Yang Tergabung Dalam Apotek Jaringan Dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Kefarmasian” dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berhasil dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Drs. Sulasmono, Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia
membimbing, memberi kritik dan saran selama persiapan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini. 3. Bapak Edi Joko Santoso, S.Si., Apt. yang telah bersedia membantu, dan memberi kritik dan saran selama persiapan usulan penelitian hingga terselesaikannya daftar pertanyaan yang digunakan selama penelitian. 4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji yang bersedia untuk memberikan masukan yang berguna demi peningkatan hasil karya tulis ini.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang bersedia untuk memberikan masukan yang berguna demi peningkatan hasil karya tulis ini. 6. Apoteker Pengelola Apotek di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 7. Ketua ISFI Proponsi DIY beserta pengurus yang telah bersedia untuk membantu proses validasi dan reliabilitas pertanyaan, serta memberikan surat rekomendasi Apoteker Pengelola Apotek yang dapat dikunjungi. 8. Gubernur DIY c.q. BAPEDA DIY, untuk ijin yang diberikan dalam melakukan penelitian ini. 9. Walikota Yogyakarta c.q. Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, untuk ijin yang diberikan dalam melakukan penelitian ini. 10. Bupati Kabupaten Sleman c.q. BAPPEDA Kabupaten Sleman, untuk ijin yang diberikan dalam melakukan penelitian ini. 11. Bupati Kabupaten Bantul c.q. BAPPEDA Kabupaten Bantul, untuk ijin yang diberikan dalam melakukan penelitian ini 12. Papa, Mamaku, dan saudara-saudaraku atas doa dan semangat yang diberikan. 13. Ricka Indiryani Wijayanti, S.Farm. selaku kakak seperguruan yang banyak membantu dalam skripsi ini. 14. Rita, S. Farm. yang telah banyak membantu penulis dari segi emosi, moral, mental dan spiritual selama penyusunan skripsi ini. 15. Edi Sugianto S. Farm. yang telah banyak membantu penulis dari segi emosi, mental dan memacu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini secepatnya.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16. Edi Sugianto, S. Farm., Junaidi (a.k.a. A-Fu), Mardoni, S. Farm., Paskalis Handie, dan Yulius yang menemani penulis selama pengetikan, penyusunan skripsi ini, dan telah memberi tempat di kos selama penyusunan skripsi ini. 17. Adrianus Arinawa Y., Ema Nillafitaputri K., Heribertus Dwi H., Hendra Tri Pramono, Stefanus Hardjanto Ario S.; selaku saudara seperguruan yang telah bersama-sama saling membantu dalam menyusun skripsi. 18. Adrianus Arinawa Y., Adistyawan Yoga Wicaksono, Benny Sugientoro, S. Farm., Edi Sugianto, S. Farm., Ferry Mahardika, Florentina Dewi ’05, Hartono Kobero, Heribertus Dwi H., Junaidi (a.k.a. A-Fu), Mardoni, S. Farm., Ricka Indiryani Wijayanti, S.Farm., Rita, S. Farm., Stefanus Hardjanto Ario S., Susanto, Vicky Ariestya C., Yosephine; yang telah hadir dan membantu proses ujian terbuka dan tertutup penulis sehingga dapat berjalan lancar. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua kebaikan-kebaikan yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan. Yogyakarta, 29 Januari 2007
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Misi praktek farmasi menurut buku Standar Kompetensi Farmasis Indonesia adalah menyediakan obat dan alat-alat kesehatan lain dan memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk menggunakan obat maupun alat kesehatan dengan cara yang benar. Ide penelitian berasal dari pernyataan Ketua BPD – ISFI DKI Jakarta Azwar Daris yang berjudul Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010. Pernyataan yang menjadi topik penelitian adalah untuk Apoteker Pengelola Apotek diharapkan melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pada pasien. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif. Data diperoleh dari kuisioner yang diisi atau dijawab oleh Apoteker Pengelola Apotek yang apoteknya termasuk dalam suatu apotek jaringan di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebanyak 25 responden bersedia menjadi responden. Data dianalisis secara statistik deskriptif dalam bentuk persentase, jawaban yang sama dikelompokkan dan dihitung persentasenya serta ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel. Dari penelitian diperoleh 36 % responden mendefinisikan apotek jaringan sebagai apotek di mana segala sesuatunya terkoordinir dengan suatu sistem kinerja, visi, misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri khas yang menunjukkan identitas jaringannya. Mayoritas responden (76%) merasa tidak diperlukan peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Jawaban ini berhubungan dengan definisi apotek jaringan dimana apotek jaringan bukan bentuk apotek yang baru tetapi merupakan suatu sistem kerjasama atau bisnis. Sebanyak 92% responden yakin adanya hubungan antara apotek jaringan dengan peningkatan pelayanan kefarmasian.
Kata kunci: apotek jaringan, dan peningkatan pelayanan kefarmasian
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Pharmacy’s mission acording to Standar Kompetensi Farmasis Indonesia book’s is to provide drugs and other medical tools and give service to society for using drugs or medical tools with correct way. The idea of research comes from ISFI DKI Jakarta chairman Azwar Daris that announce a paper with the title Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010. A line that becomes research topic is for apoteker pengelola apotek was hoped to working together to the others pharmacies in society for increasing service to the patient. This research is observational studies through descriptive research as the main method. Data obtained from questionnaires filled or answered by apoteker pengelola apotek which his/her pharmacy is a part of networking pharmacy in Daerah Istimewa Yogyakarta, 25 respondents agree to become respondents. Data was analyzed descriptively, as percentage, and presented in diagrams and tables. From this research, it has been discovered that there were 36 % respondent that define networking pharmacy as a pharmacy where everything coordinated with same system, vision, mission, purpose and have uniqueness that show the identity of the network. Most respondent (76 %) feels didn’t need new regulations to rule networking pharmacy. This answer was connected with networking pharmacy definition where networking pharmacy was not a new model of pharmacy but a working together or business system. Most respondent (92%) sure there is connection between networking pharmacy with the pharmacy service increasing.
Key words: networking pharmacy, and pharmacy service increasing
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Hal. HALAMAN JUDUL……………..…………………………..……………...
ii
HALAMAN PERSETUJUAN...……………………………..……………...
iii
HALAMAN PENGESAHAN………..…………………………..….............
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..……………………………..……..............
v
PRAKATA………………………………………………..……………........
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………..…………………
ix
INTISARI………………………………………………..…………..............
x
ABSTRACT ...................................................................................................
xi
DAFTAR ISI…………………………………….…….…………….............
xii
DAFTAR TABEL………………………………..………………….............
xvi
DAFTAR GAMBAR……………………………….………………….........
xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………..………………….............
xviii
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang……………………………………………….……..........
1
1. Permasalahan………………………………………….………........
2
2. Keaslian penelitian.…………………………………………...........
4
3. Manfaat penelitian………………………….…………………........
4
B. Tujuan Penelitian………………………………………….………..........
4
1. Tujuan umum ………………………………………………………
4
2. Tujuan khusus ...................................................................................
5
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Apotek ............................................……………….……………..............
7
B. Apoteker ..............................................................….…………....……….
8
C. Apoteker Sebagai Profesi ..........................................................................
9
D. Kode Etik ...................................................................................................
13
E. Pelayanan Kefarmasian Menurut Peraturan Perundang-undangan ............
15
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ................................................
17
G. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia ...................................................
19
H. Kesalahan Pelayanan ………………………………………………….…
25
I. Keterangan Empiris ……………………………………………….………
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………..…………...
29
B. Definisi Operasional……………………………………..........................
30
C. Bahan Penelitian……………………………………………..…..............
30
D. Alat Pengumpulan Data……………………………………..…………...
31
E. Tatacara Pengumpulan Data………………………………….….............
31
F. Analisis Data……………….……………………………….....................
34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden .......................……………………...................
37
1. Kesediaan APA rekomendasi ISFI-DIY untuk menjadi responden..
37
2. Jenis kelamin responden ...................................................................
39
3. Pengalaman bekerja sebagai apoteker sebelum bergabung dengan
40
apotek jaringan .................................................................................
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Lama bekerja sebagai APA di apotek jaringan ................................ B.
41
Kerjasama Apotek di Propinsi DIY Menurut Persepsi APA Yang Tergabung Dalam Apotek Jaringan .........................................................
42
1. Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu apotek
42
jaringan ............................................................................................. 2. Definisi dari apotek jaringan.............................................................
44
3. Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan.
45
4. Persyaratan utama untuk dapat bergabung dalam jaringan ..............
47
5. Sanski-sanksi pada apotek jaringan ..................................................
49
6. Alasan untuk bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan ...
50
7. Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan .................................................................................
51
8. Kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan .................................
52
9. Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian .......................................................................................
54
10. Kelebihan apotek jaringan ................................................................
55
11. Kekurangan apotek jaringan .............................................................
56
12. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung .................
57
13. Bentuk apotek jaringan yang paling ideal atau paling diharapkan oleh para responden ..........................................................................
58
C. Masa Depan Apotek Jaringan ....................................................................
60
D. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dan Peraturan
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perundang-undangan Apotek ...................................................................
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan…………………………………………..…………..............
65
B. Saran……………………………………………….……………….........
68
DAFTAR PUSTAKA …………………………..……...……......................
69
LAMPIRAN ……………………………………………...……...................
72
BIOGRAFI PENULIS ……………………………….……...……….........
93
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Hal. Tabel I.
Alasan APA rekomendasi ISFI Yogyakarta menolak menjadi responden ................................................................................
38
Tabel II.
Definisi dari apotek jaringan ...................................................
44
Tabel III.
Alasan perlu dan tidak perlunya peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan...................................
46
Tabel IV.
Persyaratan utama tiap-tiap jaringan .......................................
48
Tabel V.
Sanksi tiap-tiap jaringan ..........................................................
49
Tabel VI.
Alasan bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan ....
50
Tabel VII.
Alasan
terjadinya
atau
tidak
terjadinya
peningkatan
pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan .........
52
Tabel VIII.
Jenis kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan ................
53
Tabel IX.
Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian ............................................................
54
Tabel X.
Kelebihan apotek jaringan .......................................................
56
Tabel XI.
Kekurangan apotek jaringan ....................................................
57
Tabel XII.
Alasan keidealan atau tidak idealnya jaringan ........................
58
Tabel XIII.
Bentuk apotek jaringan yang paling ideal ...............................
59
Tabel XIV.
Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dan Peraturan Perundang-undangan Apotek ..........
xvi
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Hal. Gambar 1.
Kesediaan
APA
rekomendasi
ISFI
untuk
menjadi
responden..................................................................................
37
Gambar 2.
Jenis kelamin responden ..........................................................
39
Gambar 3.
Pengalaman bekerja sebagai apoteker sebelum bergabung dengan apotek jaringan …........................................................
40
Gambar 4.
Lama bekerja sebagai APA di apotek jaringan .......................
41
Gambar 5.
Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu apotek jaringan ....................................................................................
42
Gambar 6.
Presentase kepemilikan apotek jaringan di DIY .....................
43
Gambar 7
Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan ....................................................................................
Gambar 8.
46
Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan ............................................................
51
Kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan ........................
53
Gambar 10. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung ........
57
Gambar 9.
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Hal. Lampiran 1.
Surat Rekomendasi ISFI DIY ……………..........……
72
Lampiran 2.
Surat Izin BAPEDA DIY …………………………….
75
Lampiran 3.
Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta .................
76
Lampiran 4.
Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Sleman ......................
77
Lampiran 5.
Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Bantul .......................
78
Lampiran 6.
Surat Keterangan Pergantian Pengurus dan Kegiatan WIPA ke KOPASFI .......................................................
Lampiran 7.
Surat Ajakan KOPASFI Kepada Seluruh Apotek di DIY Untuk Bergabung Dengan KOPASFI ....................
Lampiran 8.
79
81
Surat Pernyataan Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010 .....................................................
83
Lampiran 9.
Surat Pengantar Kuisioner Penelitian …………………
88
Lampiran 10.
Kusioner Penelitian ……………………………………
89
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Standar kompetensi farmasis Indonesia menyebutkan bahwa peran farmasis diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan harga yang wajar serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi. (Anonim, 2004b) Filosofi profesi farmasi menurut standar kompetensi farmasis Indonesia adalah “Pharmaceutical Care”, yang perlu diterjemahkan ke dalam misi, visi, dan seterusnya. Misi dari praktek farmasi adalah menyediakan obat dan alat-alat kesehatan lain dan memberikan pelayanan yang membantu orang atau masyarakat untuk menggunakan obat maupun alat kesehatan dengan cara yang benar. Pernyataan yang diberi judul peranan farmasis (Apoteker) menuju Indonesia sehat 2010 telah disebarluaskan di internet. Pernyataan sebanyak 4 lembar tersebut telah diperinci secara jelas, satu persatu perhatian utama atau fokus tiap-tiap apoteker di manapun dia bertugas. Apoteker Pengelola Apotek pada poin f, secara tertulis diharapkan: melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pada pasien (Daris, 2004).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Kode etik apoteker / farmasis Indonesia berdasarkan keputusan kongres nasional XVII ISFI nomor: 007/KONGRES XVII/ISFI/2005 pada tanggal 18 Juni 2005. Pada bab I pasal 5 mengingatkan kepada setiap apoteker / farmasis harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata. Pada bab III pasal 12 telah menganjurkan setiap apoteker / farmasis harus mempergunakan setiap waktu yang ada untuk meningkatkan kerjasama. (Anonim, 2005a) Apotek jaringan muncul sebagai suatu sistem kerjasama antar apotek yang mulai populer dewasa ini. Beberapa apotek jaringan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berdasarkan rekomendasi ISFI-DIY adalah K-24, JAPISFI, KIMIA FARMA, dan WIPA. Nama-nama jaringan tersebut merupakan contoh dari sekian banyak jaringan yang ada. Dari beberapa latar belakang yang telah disebutkan di atas; muncullah beberapa permasalahan yang dirasa menarik untuk diteliti dan ditelusuri lebih dalam oleh peneliti.
1. Permasalahan Pada penelitian ini timbul beberapa masalah yang akan diteliti; msalah-masalah tersebut antara lain: a. apakah para Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Propinsi DIY mengetahui bahwa apotek yang mereka kelola tergabung pada suatu jaringan? b. apakah definisi dari apotek jaringan menurut para APA? c. apakah diperlukan suatu peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
d. apakah ada peraturan atau persyaratan utama tertentu yang perlu dipenuhi untuk dapat bergabung dalam jaringan tersebut? e. apakah ada sanksi yang diberlakukan pada anggota jaringan tersebut? f. apakah yang membuat para APA tertarik untuk bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan? g. apakah dengan adanya apotek jaringan maka dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian? h. apakah dalam satu jaringan pernah dilakukan suatu kerjasama dalam berbagai hal? i. apakah bentuk kerjasama dalam satu jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian? j. apakah ada kelebihan yang terdapat dalam jaringan tersebut? k. apakah ada kekurangan yang terdapat dalam jaringan tersebut? l. apakah jaringan tersebut sudah cukup ideal bagi para APA di Propinsi DIY yang tergabung di apotek jaringan? m. bentuk apotek jaringan seperti apakah yang paling ideal atau yang diharapkan oleh para APA di propinsi DIY yang tergabung di apotek jaringan?
Perkembangan apotek yang semula berdiri sendiri lalu menjadi satu dibawah suatu jaringan atau sengaja berkumpul beberapa apotek untuk membentuk jaringan ini apakah juga diikuti dengan meningkatnya pelayanan kefarmasian pada pasien? apakah jaringan-jaringan ini tetap mengutamakan pelayanan kefarmasian yang mengacu ke pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
2. Keaslian penelitian Penelitian yang serupa atau sama dengan judul penelitian yang telah dibabarkan belum pernah dilakukan sebelumnya, begitu juga penelitian dengan topik penelitian yang sama juga belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian penyusun dapat memberikan jaminan kepada siapapun untuk keaslian penelitian ini.
3. Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan oleh peneliti adalah: a. mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap apotek jaringan yang ada di DIY, b. mengetahui bentuk apotek jaringan yang paling ideal atau yang paling diharapkan oleh para APA, dan c. dapat dikembangkan apotek jaringan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat bukan hanya sebagai konsumen semata tetapi juga sebagai pasien.
B. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kerjasama
apotek-apotek yang berada dalam satu jaringan dengan peningkatan pelayanan kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
2.
Tujuan khusus a. Mengetahui apabila Apoteker yang apoteknya tergabung dalam suatu jaringan di Propinsi DIY tergabung dalam suatu apotek jaringan. b. Mengetahui definisi dari apotek jaringan menurut para APA. c. Mengetahui perlu tidaknya suatu peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. d. Mengetahui peraturan atau persyaratan utama tertentu yang perlu dipenuhi untuk dapat bergabung dalam jaringan tersebut. e. Mengetahui sanksi-sanksi yang diberlakukan pada jaringan tersebut. f. Mengetahui yang membuat para APA tertarik untuk bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan. g. Mengetahui ada tidaknya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan. h. Mengetahui pernah atau tidak pernahnya apotek-apotek dalam satu jaringan melakukan kerjasama. i. Mengetahui
bentuk
kerjasama
dalam
satu
jaringan
yang
dapat
meningkatkan pelayanan kefarmasian. j. Mengetahui kelebihan yang terdapat dalam jaringan tersebut. k. Mengetahui kekurangan yang terdapat dalam jaringan tersebut. l. Mengetahui jaringan tersebut sudah cukup ideal atau tidak bagi para APA di propinsi DIY yang tergabung di apotek jaringan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
m. Mengetahui bentuk apotek jaringan yang paling ideal atau yang paling diharapkan oleh para APA di propinsi DIY yang tergabung di apotek jaringan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/ 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek; apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2004a). Menurut Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1965 tentang apotek disebutkan dalam pasal 1 bahwa apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Selanjutnya dalam pasal 2 disebutkan bahwa tugas dan fungsi apotek adalah: 1. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan; 2. sarana
farmasi
yang
melaksanakan
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat; 3. sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Anonim, 1992),
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
dengan demikian jelaslah bahwa apotek bukan sekedar tempat penjualan obat atau tempat untuk menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter, tapi juga merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan atau alat kesehatan termasuk penyerahan obat keras tanpa resep dokter oleh apoteker.
B. Apoteker Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/ 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek; apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a). Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain (Anonim, 2002). Asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. Asisten apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah pengawasan Apoteker (Anonim, 1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
C. Apoteker Sebagai Profesi Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, didalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut (Basuki,2001). Sebagai pekerjaan profesi terdapat hubungan khusus diantara sesama pelaku profesi yang diatur melalui praktek organisasi profesi serta mempunyai kode etik dan etika profesi, peraturan perundang-undangan, serta mengucapkan sumpah. Kode etik adalah aturan yang disusun oleh suatu kelompok profesi bagi kelompok itu sendiri sebagai pedoman perilaku dan panduan dalam bertindak sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan merugikan kelompok profesi tersebut. Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu boleh atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek profesinya. International Pharmaceutical Federation mengidentifikasikan profesi sebagai suatu kemauan individu apoteker untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat untuk melakukan praktek kefarmasian sesuai syarat legal minimum yang berlaku serta mematuhi standar profesi dan etika kefarmasian. Profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi 3. memberikan pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesiannya. 4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom 5. memiliki dan memberlakukan kode etik keprofesian 6. memiliki motivasi altruisik (tidak mementingkan diri sendiri, mendahulukan kepentingan orang lain) dalam memberikan pelayanan 7. proses pembelajaran seumur hidup 8. mendapatkan jasa profesi
(Anonim, 2004b)
Goode (1960) dalam buku Sociology For Pharmacists An Introduction yang ditulis oleh Harding, dkk (1993) merangkumkan ciri-ciri profesi dalam trait theory. 1. Profesi dapat menentukan standar pendidikan dan pelatihannya sendiri. 2. Calon profesi menjalani masa pendidikan yang intensif dan membutuhkan proses sosialisasi. 3. Pekerjaan keprofesian dikenal secara legal dengan adanya lisensi. 4. Anggota organisasi profesi harus memiliki lisensi dan mendapat pengakuan dari masyarakat. 5. Sebagian besar hukum yang mengatur profesi dibuat sendiri oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
6. Profesi dapat mengalami peningkatan pendapatan, kekuatan dan status, dan juga dapat meningkatkan permintaan terhadap pelajar yang memiliki kecakapan atau kemampuan yang tinggi. 7. Profesi biasanya relatif bebas dari evaluasi masyarakat. 8. Norma yang mengatur profesi dalam menjalankan pekerjaannya biasanya lebih mengikat daripada hukum yang berlaku. 9. Anggota profesi memiliki rasa pengertian yang kuat antar individu dan pekerjaannya dalam satu kelompok profesi. 10. Profesi memiliki kesamaan dengan pekerjaan yang seumur hidup.
Apoteker dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena menunjukkan beberapa ciri khusus seperti yang digambarkan dalam ciri-ciri profesi. 1. Monopoli pekerjaan (Monopoly of Practice). Monopoli pekerjaan yang dilakukan profesi dijamin dan dilindungi oleh negara. Dengan kata lain, seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan sebagai profesi tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan keprofesian. Sejak 1954, apoteker telah mempunyai monopoli ini dengan sedikit pengecualian, misalnya berinteraksi dengan dokter, legitimasi negara tentang monopoli selama peracikan dan pembuatan obat. Dewasa ini, apoteker telah memiliki monopoli hingga penyebaran obat.
2. Memiliki pengetahuan khusus dan pelatihan dalam jangka waktu yang lama (Specialised knowledge and lengthy training).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Untuk diterima menjadi profesi, seseorang harus menjalani pendidikan intensif. Masa pendidikan tersebut bervariasi dengan spesialisasi tinggi. Sedangakan untuk menjadi lulusan farmasi membutuhkan masa pendidikan tiga sampai empat tahun yang diikuti dengan satu tahun pendidikan profesi. Pada saat menempuh masa pendidikan, apoteker akan dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan khusus yang disesuaikan dengan tugasnya dalam mempersiapkan dan menerapkan penggunaan obat secara klinis.
3. Berorientasi pada pelayanan (Service Orientations). Pernyataan ini menandakan bahwa profesi harus bekerja sebaik-baiknya untuk memenuhi keinginan client. Profesi tidak diperbolehkan untuk memaksa client dengan
maksud
untuk
memenuhi
kebutuhannya
pribadi.
Apoteker
dipersiapkan untuk melakukan pelayanan kefarmasian termasuk di dalamnya menyediakan obat-obatan dan perlengkapannya, membantu terapi pada penyakit ringan, dan memberikan informasi tentang kesehatan.
4. Pengaturan diri (Self-regulation). Dewasa ini untuk mengatur pekerjaan, suatu profesi memantau atau mengawasinya sendiri. Organisasi profesi diperbolehkan untuk mengatur sistem pendidikan, memutuskan seseorang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota profesi dan memperkirakan seseorang yang berkompeten dalam menjalankan pekerjaannya (Harding,1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
D. Kode Etik Isi kode etik apoteker/farmasis Indonesia berdasarkan keputusan kongres nasional XVII ISFI nomor : 007/KONGRES XVII/ISFI/2005 pada tanggal 18 Juni 2005. KODE ETIK APOTEKER / FARMASIS INDONESIA MUKADIMAH Bahwasanya seorang Apoteker/Farmasis di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa Apoteker/Farmasis di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker/Farmasis. Menyadari akan hal tersebut Apoteker/Farmasis di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu: KODE ETIK APOTEKER / FARMASIS INDONESIA BAB I KEWAJIBAN UMUM Pasal 1 Sumpah/Janji Setiap Apoteker/Farmasis harus menjunjung tinggi, mengamalkan Sumpah Apoteker/Farmasis
menghayati
dan
Pasal 2 Setiap Apoteker/Farmasis harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia Pasal 3 Setiap Apoteker/Farmasis harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya Pasal 4 Setiap Apoteker/Farmasis harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertantangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
Pasal 6 Seorang Apoteker/Farmasis harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain Pasal 7 Seorang Apoteker/Farmasis harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya Pasal 8 Seorang Apoteker/Farmasis harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perunddang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. BAB II KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA Pasal 9 Seorang Apoteker/Farmasis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani BAB III KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT Pasal 10 Setiap Apoteker/Farmasis harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan Pasal 11 Sesama Apoteker/Farmasis harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik Pasal 12 Setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker/Farmasis di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya. BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAINNYA Pasal 13 Setiap Apoteker/Farmasis harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Pasal 14 Setiap Apoteker/Farmasis hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya (Anonim, 2005a). BAB V PENUTUP Pasal 15 Setiap Apoteker/Farmasis bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik Apoteker/Farmasis Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker/Farmasis baik dengan sengaja maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi kode etik Apoteker/Farmasis Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
E. Pelayanan Kefarmasian Menurut Peraturan Perundang-undangan Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, bab III pelayanan, disebutkan 3 hal yang harus dilakukan dalam pelayanan di Apotek: 1. Pelayanan resep. 1.1. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi: 1.1.1. persyaratan administratif: a. Nama, SIP dan alamat dokter. b. Tanggal penulisan resep. c. Tanda tangan /paraf dokter penulis resep. d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. e. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta. f. Cara pemakaian yang jelas. g. Informasi lainnya. 1.1.2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 1.1.3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan dengan dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 1.2. Penyiapan obat. 1.2.1. Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2. Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. 1.2.4. Penyerahan obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. 1.2.5. Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 1.2.6. Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya,sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau pengguna salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, astma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
1.2.7. Monitoring penggunaan obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, astma, dan penyakit kronis lainnya. 2. Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3. Pelayanan residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). (Anonim, 2004a)
F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, disebutkan pada bab I pendahuluan, bahwa pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmacutical care). Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (product oriented menjadi patient oriented). Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2004a). Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (Anonim, 2004a). Menurut World Health Organization (WHO) dan Council Of Europe Patient and Medication Safety, medication error adalah semua kegiatan yang dapat dicegah yang mungkin dapat menyebabkan atau menuju ke penggunaan medis yang tidak pantas atau penderitaan pasien yang didapatkan selama medikasi di bawah pengawasan profesional kesehatan; medication error juga bisa dikarenakan oleh profesional kesehatan; produk kesehatan; prosedur kerja; sistem-sistem yang tidak jelas, termasuk peresepan; komunikasi; label produk, kemasan produk, nama produk; peracikan obat; distribusi; jalur pemejanan; pendidikan; pengawasan; dan penggunaan (Anonim, 2005b) Standar pelayanan kefarmasian di apotek disusun sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, dan melindungi profesi dalam menjalankan praktek kefarmasian (Anonim, 2004a). Pengelolaan Apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 244/MENKES/SK/V/1990 (pasal 10) meliputi: a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi. Pelayanan informasi yang dimaksud meliputi: informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan serta pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya (Anonim, 1990).
G. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia Ruang lingkup pelayanan kefarmasian meliputi lingkup kegiatan, tanggung jawab, kewenangan, dan hak. Seluruh ruang lingkup pelayanan kefarmasian harus dilaksanakan dalam kerangka sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada masyarakat. Berikut disebutkan Standard Operating Procedurs farmasis di apotek: 1. Kompetensi A: asuhan kefarmasian a) Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal. Tujuan: 1) menjamin bahwa seluruh proses terapi obat pasien yang diberikan merupakan terapi yang tepat, efektif, aman dan nyaman bagi pasien. 2) mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat mengganggu tujuan terapi. 3) mencegah timbulnya masalah-masalah dalam terapi obat yang akan menurunkan kualitas hidup penderita di masa mendatang. 4) memecahkan masalah obat yang aktual maupun potensial. 5) mencapai tujuan terapi sesuai kondisi medis penderita dan sesuai keinginan penderita. 6) menjamin bahwa kemajuan terapi obat penderita mengarah ke tujuan terapi. 7) mengatasi masalah baru yang timbul dalam terapi obat dan mencegah timbulnya masalah lain di masa yang akan datang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
b) Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri Tujuan: 1) masyarakat mampu membuat keputusan dalam mengobati gejala penyakit yang ringan secara aman dan efektif. 2) tingginya kewaspadaan masyarakat terhadap faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengobatan mandiri. 3) masyarakat mampu mencegah, mengantisipasi dan mengambil tindakan jika terjadi masalah dalam pengobatan mandiri. 4) meningkatkan efisiensi biaya kesehatan masyarakat. c) Memberikan pelayanan informasi obat Tujuan: 1) tersedianya informasi obat yang memadai, terpercaya, relevan, jelas, pada saat diperlukan. 2) tersedianya sarana pelayanan informasi obat. 3) terpenuhinya kebutuhan penderita dan profesi kesehatan lain akan informasi obat. 4) peningkatan status kesehatan masyarakat dalam hubungannya dengan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan lain. d) Memberikan konsultasi obat Tujuan: 1) meningkatkan kepatuhan penderita terhadap regimen pengobatan. 2) mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan terapi obat. e) Melakukan monitoring efek samping obat Tujuan: 1) tersedianya informasi efek samping akibat penggunaan obat. 2) mencegah, meminimalkan dan mengatasi timbulnya efek samping obat. f) Melakukan evaluasi penggunaan obat Tujuan: 1) menjamin bahwa terapi obat sesuai dengan standar terapi baik lokal, regional, nasional maupun internasional. 2) membuat pedoman/kriteria penggunaan obat yang tepat. 3) meningkatkan tanggung jawab/akuntabilitas farmasis dalam proses penggunaan obat. 4) mengontrol biaya obat. 5) identifikasi masalah penggunaan obat yang spesifik.
2. Kompetensi B: akuntabilitas praktek farmasi a) Menjamin praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
Tujuan: tercapainya pengobatan yang rasional dari aspek farmasi berdasarkan bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung meningkatnya kualitas pelayanan. b) Merancang, melaksanakan, memonitor dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. Tujuan: tercapainya standar kerja yang bersifat dinamis yang mendukung profesionalisme farmasis. c) Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang diambil. Tujuan: terciptanya praktek kefarmasian yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral, etik, ilmiah dan profesional. d) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat. Tujuan: terhindarnya lingkungan dan umat manusia dari dampak buruk obat. e) Melakukan perbaikan mutu pelayanan secara terus-menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan “stakeholder”. Tujuan: terpenuhinya mutu terbaik pelayanan dan untuk memenuhi kepuasan stakeholder. 3. Kompetensi C: manajemen praktis farmasi a) Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Tujuan: 1) praktek kefarmasian yang dilakukan memiliki kekuatan hukum. 2) terlindunginya profesi farmasi apabila terjadi tuntutan hukum. 3) terciptanya bentuk praktek kefarmasian yang berpihak kepada pasien dan masyarakat. b) Merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi diatas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja (Plan of Action). Tujuan: 1) tercapainya tujuan praktek kerfarmasian berdasarkan falsafah asuhan kefarmasian yaitu meningkatkan dan menjaga kualitas hidup pasien melalui hasil pelayanan asuhan kefarmasian di apotek yang positif. 2) terbentuknya pola pikir farmasi yang stratejik dan mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
3) terselenggaranya praktek kefarmasian yang berbasis stratejik. c) Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi diatas adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan sistem jaminan mutu pelayanan. Tujuan: 1) tersusunnya daftar obat berdasarkan analisis farmakologi, farmakoepidemiologi dan farmakoekonomi sehingga dapat menjamin kualitas, ketersediaan, keamanan, dan efektifitas penggunaan obat. 2) terciptanya sistem pengadaan yang efisien sehingga dapat menjamin ketersediaan obat yang tepat, dalam jumlah cukup, dengan harga wajar, dan dengan standar kualitas yang telah dikenal dari sumber resmi dan dapat dipertanggungjawabkan. 3) terciptanya sistem penyimpanan dan pengamanan persediaan yang menjamin perpindahan obat dari sumber pemasok sampai ke pengguna dengan proses yang cost-effectiveness dan terpercaya, terhindar dari pemborosan, kerusakan, dan kehilangan, serta menjamin stabilitas / kualitas obat. 4) terciptanya sistem dispensing yang menjamin efektifitas penggunaan obat, dalam dosis dan jumlah yang sesuai dengan yang diresepkan, dengan intruksi yang jelas dan dalam bentuk kemasan yang menjaga potensi obat. 5) tersedianya data yang dapat menggambarkan pola penggunaan obat, memecahkan masalah-masalah penggunaan obat yang spesifik, dan memonitor penggunaan obat dari waktu ke waktu. 6) Terbentuknya sistem informasi yang menjamin bahwa setiap aktifitas kegiatan pengelolaan obat dilakukan secara bertanggung jawab dan menghasilkan keluaran sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. d) Merancang organisasi kerja yang meliputi: arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. Tujuan: 1) terciptanya gambaran yang jelas mengenai falsafah, visi, misi, isu-isu pengembangan, tujuan, kebijakan, program dan sasaran organisasi, serta penganggaran dan cara evaluasi kegiatan organisasi tempat dilaksanakannya praktek kefarmasian. 2) terbentuknya sistem pengelolaan sumber daya manusia yang efektif yang mendukung tujuan akhir organisasi. 3) tersedianya fasilitas yang memperlancar proses kegiatan dan mendukung jalannya organisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
4) terciptanya sistem akuntasi manajemen yang baik serta dapat digunakan dalam pengambilan keputusan manajemen dan menilai kinerja keuangan organisasi. 5) terbentuknya sistem informasi manajemen yang handal dan bisa dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan, penilaian kenerja organisasi, dan mampu mendeteksi permasalahan yang terjadi. e) Merancang, melaksanakan, memantau dan menyesuaikan struktur harga berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Tujuan: terciptanya struktur harga yang rasional dengan mempertimbangkan perubahan sosial, ekonomi dan politik baik regional, nasional maupun internasional meliputi kemampuan bayar untuk kepuasan konsumen, kemajuan institusi pemberi pelayanan, penghargaan terhadap profesi, pengembalian investasi dan prinsip-prinsip efisiensi dan aspek-aspek lain. f) Memonitor dan evaluasi penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen. Tujuan: digunakannya hasil evaluasi sebagai gambaran situasi untuk alat perumusan strategi dan pengambilan keputusan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan secara berkesinambungan. 4. Kompetensi D: komunikasi farmasi a) Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Tujuan: 1) tercipta komunikasi yang efektif dan etis dengan pasien dan atau dengan keluarganya sehingga tujuan terapi dapat tercapai. 2) terhindar dari kesalahpahaman komunikasi yang berakibat pada tidak tercapainya tujuan terapi dan ketidakpuasan konsumen serta turunnya citra profesi. b) Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat. Tujuan: 1) meningkatnya kualitas keputusan farmakoterapi yang tercermin dalam pola penulisan resep yang rasional dan evaluasi efektifitas pengobatan. 2) meningkatnya kemampuan perawat dalam memberikan obat kepada pasien secara tepat. 3) terciptanya profil farmasis yang profesional sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang ahli dalam bidang obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
c) Memantapkan hubungan dengan semua tingkat atau lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Tujuan: 1) terciptanya hubungan yang harmonis dengan semua tingkat manajemen dalam kerangka pencapaian visi dan misi bersama atau institusi. 2) tercapainya persepsi yang sama tentang visi, misi, tujuan asuhan kefarmasian dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan. d) Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Tujuan: tercipta suasana harmonis dalam hubungan kolegial antar farmasis sehingga terhindar dari pebuatan tercela dan tercapai kepuasan stakeholder secara optimal. 5. Kompetensi E: pendidikan dan pelatihan farmasi a) Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian Tujuan: tertanamnya rasa tanggung jawab dan kesadaran pada setiap diri farmasis untuk ikut mengembangkan pendidikan dan pelatihan bagi farmasis generasi mendatang. b) Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi teknisi di bidang farmasi, pekerja, dan juru resep dalam rangka peningkatan efiseinsi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan. Tujuan: meningkatnya kualitas sumber daya insan farmasi yang berkelanjutan dalam kerangka peningkatan kualitas pelayanan farmasi. c) Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas praktek kefarmasian. Tujuan: terciptanya farmasis yang berpikir kritis dan memiliki aksesibilitas tinggi terhadap perubahan di pelayanan kesehatan pada umumnya dan praktek kefarmasian pada khususnya, serta terhadap temuan-temuan baru di bidang pelayanan kesehatan termasuk praktek kefarmasian. d) Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Tujuan: 1) terbentuknya pasien dan masyarakat yang terdidik perihal kesehatan secara umum, dan khususnya terlatih dalam hal pengelolaan pengobatan untuk diri sendiri atau keluarganya. 2) terciptanya kerjasama yang kolegial dengan profesi kesehatan lain dalam berbagi informasi bidang kesehatan umum dan obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
6. Kompetensi F: penelitian dan pengembangan farmasi a) Melakukan penelitian dan pengembangan, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya. Tujuan: 1) tumbuhnya semangat, kreativitas dan inovasi untuk melakukan penelitian dan pengembangan sebagai upaya pengembangan dan perbaikan praktek kefarmasian. 2) terciptanya dan terlaksananya suatu sistem penelitian dan pengembangan obat yang sesuai dengan standar yang telah dikenal serta dapat dipresentasikan dan dipublikasikan secara ilmiah. b) Menggunakan hasil penelitian dan pengembangan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu praktek kefarmasian. Tujuan: terciptanya budaya untuk selalu menggunakan data dan hasil penelitian dan pengembangan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan dan peningkatan praktek kefarmasian. (Anonim, 2004b)
H. Kesalahan Pelayanan Menurut Elu (2005) kesalahan dari pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia hampir serupa dengan yang melanda Amerika Serikat. Perkembangan terakhir tentang persaingan pelayanan kesehatan yang tidak terkendali di Amerika Serikat dikemukakan oleh Michael Porter dan Elizabeth Olmsted Teisberg dalam Redefining Competition in Helath Care (Harvard Business Review, Juni 2004), dalam artikel tersebut disebutkan ada 8 kesalahan kompetisi pelayanan kesehatan, yaitu: 1. level persaingan; 2. sasaran; 3. bentuk persaingan; 4. wilayah pemasaran; 5. strategi dan struktur;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
6. informasi; 7. pemilik sarana; dan 8. motivasi karyawan. Sistem pelayanan kesehatan yang berbasis nilai akan berkembang atau menyusut, tergantung dari sumber daya manusianya dalam menjalankan fungsi profesionalnya. Sumber daya manusia yang dimaksudkan, tidak lain adalah farmasis atau apoteker. Peran farmasis yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah “seven stars pharmacist” meliputi: 1. care-giver. Farmasis sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, farmasis harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok, farmasis harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi. 2. decision-maker. Farmasis mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan, keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan ketrampilan farmasis perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. 3. comunicator. Farmasis mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
tersebut meliputi komunikasi verbal, nonverbal, mendengar dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan. 4. leader. Farmasis diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. 5. manager. Farmasis harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi farmasis mendatang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat. 6. life-long leaner. Farmasis harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan ketrampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek profesi. Farmasis juga harus mempelajari cara belajar yang efektif. 7. teacher. Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih famasis generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan ketrampilan. (Anonim,2004b) Hamel dan Prahalad (1998) mengemukakan bahwa kompetisi inti memiliki tiga kriteria untuk dapat berkembang, yaitu: 1. memberikan keuntungan riil bagi konsumen,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
2. sulit untuk ditiru, dan 3. dapat mengakses berbagai tekanan pasar. Pelayanan yang berbasis sistem nilai berpandangan bahwa kepuasan bagi konsumen berasal dari: 1. informasi yang diperoleh, bukan siasat penjualan, 2. hubungan antar subjek, bukan hanya transaksi, dan 3. kualitas, bukan banyaknya pilihan yang ditawarkan. (Knox & Makalan, 1998)
Elu (2005) mengemukakan bahwa pandangan konsumen masih dianggap sebagai pembeli produk jasa dan bukan sebagai salah satu penentu pasar sekaligus investor keuangan bagi perusahaan adalah suatu kesalahan terbesar dalam pelayanan kesehatan. Begitu juga dengan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan obat nasional (Konas) yang memuat syarat-syarat registrasi dan pengawasan harga, sehingga harga eceran tertinggi obat untuk tiap-tiap daerah atau bahkan tiap-tiap apotek sangat bervariatif dan dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan.
I. Keterangan Empiris Penelitian yang dilakukan pada dasarnya ingin mengetahui bentuk apotek jaringan yang dirasa paling ideal dan dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian oleh para APA yang tergabung dalam suatu apotek jaringan dan berada di propinsi DIY.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian dengan judul “Kerjasama Apotek Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Menurut Persepsi Apoteker Pengelola Apotek Yang Tergabung Dalam Apotek Jaringan Dalam Rangka Peningkatan Pelayanan Kefarmasian” ini termasuk jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non-analitik. Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. Arti luas observasi sebenarnya tidak terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengamatan tidak langsung misalnya melalui kuisioner dan test (Hadi,2004). Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi penelitian ini juga menyajikan data yang ada dilapangan. Penelitian survei biasanya termasuk dalam penelitian ini. Penelitian deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifatsifat populasi (Narbuko, 2005). Penelitian dengan sifat non-analitik terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ditekankan pada penggambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki (Nawawi, 1998).
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
B. Definisi Operasional Penelitian 1. Apotek yang dimaksud adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat di propinsi DIY yang masih aktif sampai saat ini dan tergabung dalam suatu apotek jaringan. 2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) yaitu adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA) dan yang mengelola apotek-apotek di propinsi DIY yang masih aktif sampai saat ini dan tergabung dalam suatu Apotek jaringan. 3. Apotek jaringan adalah gabungan apotek-apotek yang direkomendasikan oleh ISFI-DIY dalam surat ISFI-DIY No:42/ISFI-DIY/B/IV/06 (Lampiran 1). 4. Pelayanan kefarmasian adalah suatu bentuk pelayanan dan tanggungjawab langsung profesi apoteker kepada pasien di apotek untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 5. Pasien adalah semua masyarakat yang menggunakan jasa apoteker di apotekapotek di DIY.
C. Bahan Penelitian Bahan pada penelitian ini adalah data-data yang terkumpul dari hasil pengisian kuisioner yang dilakukan oleh seluruh APA di Propinsi DIY pada bulan Maret-Juni 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
D. Alat Pengumpul Data Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa kuisioner yang berisi tentang: 1. karakteristik responden 2. kerjasama apotek-apotek di Propinsi DIY menurut persepsi APA yang tergabung dalam Apotek jaringan. Pertanyaan tentang karakteristik responden berjumlah 4 pertanyaan. Pertanyaan mengenai kerjasama apotek-apotek di Propinsi DIY menurut persepsi APA yang tergabung dalam Apotek jaringan berjumlah 13 pertanyaan.
E. Tatacara Pengumpulan Data 1. Membuat angket atau kuisioner Kuisioner adalah usaha mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden (Nawawi, 1998). Kuisioner pada penelitian ini termasuk kuisioner langsung dan tipe isian-terbuka. Kuisioner langsung adalah kuisioner yang daftar pertanyaan dikirmkan langsung kepada responden untuk mengisi sesuai pendapat tiap-tiap responden. Kuisioner tipe isian-terbuka adalah kuisioner yang menyediakan kesempatan bagi responden untuk menjawab pertanyaan sebebas-bebasnya, tanpa disediakan pilihan-pilihan jawaban untuk tiap-tiap pertanyaan (Hadi, 2004). a. Penyusunan kuisioner Dalam membuat pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner penulis dibantu oleh dosen pembimbing. Kuisioner yang dibuat berisi 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
pertanyaan yang akan diserahkan kepada APA yang tergabung dalam suatu Apotek jaringan yang berada di Propinsi DIY untuk diisi.
b. Uji validitas isi Validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003b). Pada prakteknya tidak tersedia kriteria obyektif untuk mengecek validitas alat pengukur yang baru disusun untuk suatu riset. Dalam keadaan ini peneliti dapat bekerja-sama dengan orang-orang yang dipandang memiliki kompetensi untuk mengadakan penilaian terhadap obyek atau gejala yang hendak diteliti dan menggunakannya sebagai kriteria validasi (Hadi, 2004). Uji validitas isi dilakukan bersama dengan dosen pembimbing dan diujikan kepada 5 APA yang berada di luar sampel tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan responden dan bersedia untuk mengisi kuisioner. Uji ini dilakukan dengan melihat kesesuaian isi kuisioner dengan kawasan isi obyek yang diukur dengan berpedoman pada undang-undang, peraturan pemerintah, standar kompetensi farmasis Indonesia dan kode etik apoteker. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk melihat kesesuaian pertanyaan dengan tujuan yang akan dicapai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
c. Uji reliabilitas isi Reliabilitas adalah suatu istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Masri, 1989). Suatu pertanyaan (alat ukur) dikatakan tepat apabila pertanyaan tersebut mudah dimengerti dan terperinci. Suatu alat ukur dikatakan homogen apabila pertanyaan yang dibuat untuk mengukur suatu karakteristik mempunyai kaitan yang erat satu sama lain (Adi, 2004). Menurut Azwar (2003a), reliabilitas suatu kuisioner tidak perlu diuji lagi karena pertanyaan dalam angket atau kuisioner berupa pertanyaan langsung terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Data yang termaksud berupa fakta atau opini yang menyangkut diri responden. Reliabilitas hasil angket terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden akan menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Uji reliabilitas angket atau kuisioner ini dilakukan dengan mengadakan survei awal, yaitu dengan mengujikan kuisioner kepada 5 APA yang berada di luar sampel tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan responden dan bersedia untuk mengisi kuisioner.
2. Menentukan besarnya populasi Walpole (1988) mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan yang menjadi perhatian. Banyaknya pengamatan atau anggota suatu populasi disebut ukuran populasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh APA yang mengelola apotek-apotek, di mana Apotek tersebut tergabung dalam suatu Apotek Jaringan, berada di Propinsi DIY dan masih aktif sampai saat ini serta bersedia melakukan wawancara. Penentuan populasi selama penelitian dibantu oleh ISFI-DIY, di mana ISFI-DIY memberikan rekomendasi kepada peneliti nama-nama jaringan beserta APA-nya yang dapat bekerjasama dalam penelitian. Terdapat 4 jaringan yang direkomendasikan, dan 35 APA yang terbagi ke dalam 4 jaringan tersebut. Dari ke-35 APA yang direkomendasikan, hanya 25 APA yang bersedia mengisi kuisioner. Penelitian ini tidak memakai sampel, melainkan memakai seluruh populasi sebagai sampel penelitian.
3. Penyebaran angket atau kuisioner Cara yang dilakukan untuk menyebarkan angket atau kuisioner adalah secara langsung kepada APA yang merupakan responden dalam penelitian ini. Peneliti menjelaskan terlebih dahulu kepada APA maksud dari angket atau kuisioner dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalamnya. Peneliti juga memberikan dua pilihan pengisian angket kepada APA.; a. Mengisi kuisoner langsung di depan peneliti sambil wawancara, terdapat 3 APA yang memilih cara ini. Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan dan atau mencatat secara langsung informasi-informasi
atau
keterangan-keteranan
yang
diberikan.
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini bersifat terpimpin, yang berarti wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan dari daftar pertanyaan kuisioner sebagai pedoman untuk memimpin jalannya wawancara, selain itu wawancara dengan metode ini memungkinkan juga bagi pihak yang ditanya untuk mempelajari daftar isi pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu sehingga waktu wawancara berlangsung proses tanya-jawab dapat berjalan dengan lebih lancar (Narbuko,2005). b. Meninggalkan kuisoner kepada APA dan menjelaskan kepadanya semua pertanyaan dan memberikan batas waktu untuk mengisi kuisoner tersebut; terdapat 22 APA yang memilih cara ini.
4. Pengumpulan kuisioner Kuisioner sedapat mungkin dikumpulkan pada saat penyebaran kuisioner sehingga diharapkan jumlah kuisioner yang dikumpulkan sama dengan jumlah kuisioner yang dibagikan. Bila ada kemungkinan responden tidak dapat mengisi kuisioner yang diberikan maka kuisioner ditinggal selama beberapa hari kemudian diambil lagi pada hari yang sudah ditentukan. Waktu penyebaran hingga pengumpulan kuisioner dilakukan pada bulan Maret-Juni 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
5. Melakukan pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan pengelompokan jawaban dan perhitungan jumlah dari masing-masing jawaban kuisioner yang telah diisi oleh responden, kemudian dilakukan interpretasi data hasil penelitian dengan melihat persentase jawaban responden.
F. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif yaitu dengan persentase. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden Data responden yang didapatkan selama proses pengambilan data meliputi: kesediaan Apoteker Pengelola Apotek (APA) rekomendasi ISFI-DIY yang bersedia menjadi responden, jenis kelamin responden, pengalaman bekerja sebagai apoteker sebelum bergabung dengan apotek jaringan, lama bekerja sebagai APA di apotek jaringan.
1. Kesediaan APA rekomendasi ISFI-DIY untuk menjadi responden Terdapat 4 jaringan yang direkomendasikan oleh ISFI-DIY; yaitu JAPISFI, WIPA, Kimia Farma, dan K-24. Diketahui terdapat 35 APA yang masing-masing tergabung dalam salah satu dari ke-4 jaringan diatas. Dari 35 APA yang direkomendasikan ISFI-DIY hanya 25 APA yang bersedia menjadi responden dan 10 APA menolak, hasilnya dapat dilihat pada gambar 1. Kesediaan APA Rekomendasi ISFI-DIY Untuk Menjadi Responden
29% Bersedia Menolak
71%
Gambar 1. Kesediaan APA rekomendasi ISFI-DIY untuk menjadi responden
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Adapun alasan beberapa APA hasil rekomendasi ISFI DIY yang menolak menjadi responden dapat dilihat pada tabel 1. Tabel I. Alasan APA rekomendasi ISFI-DIY menolak menjadi responden Alasan Presentase 1. Tidak aktif di jaringan 40 % 2. Belum ada ijin dari pengelola jaringan 20 % 3. APA sudah lebih dari 2 bulan tidak ke Apotek 20 % 4. Dalam proses mengundurkan diri dari jaringan tersebut 10 % 5. Hanya memakai nama jaringan 10 % Data dari responden menunjukkan sebanyak 4 APA (40%) menyatakan bahwa mereka sudah tidak aktif lagi di jaringan di mana apotek mereka tergabung, sehingga mereka taku memberikan jawaban yang tidak benar mengenai jaringan tersebut. Dua APA (20%) yang sudah 2 bulan tidak pernah hadir ke apotek, hal ini diketahui peneliti setelah ditanyakan kepada orang yang diserahi untuk mengurus Apotek tersebut. Dua APA (20%) lainnya menolak menjadi responden dikarenakan belum ada ijin dari pengelola jaringan untuk menjadi responden sampai batas tanggal ijin penelitian dari Bapeda DIY sehingga mereka menolak utuk dijadikan responden. Satu APA (10%) menolak menjadi responden, dikarenakan sedang dalam proses mengundurkan diri dari jaringan, maka dia merasa bukan lagi bagian dari responden penelitian sehingga menolak mengisi kuisioner. Satu APA yang menolak menjadi responden dikarenakan hanya nama dan ciri apotek-nya saja yang sama dengan jaringan tersebut tetapi untuk pengelolaan dan lainnya dikelola tersendiri atau sama sekali tidak berhubungan dengan jaringan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
2. Jenis kelamin responden Dari penelitian terhadap 25 responden, diketahui bahwa sebanyak 44 % (11 orang) APA yang bersedia menjadi responden berjenis kelamin laki-laki, sementara sebnyak 56 % (14 orang) APA yang bersedia menjadi responden berjenis kelamin perempuan.
Jenis Kelamin Responden
44%
laki-laki perempuan
56%
Gambar 2. Jenis kelamin responden Dari data tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah APA yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di apotek jaringan di DIY hampir merata, bahkan condong lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Terdapat dugaan karena jam kerja di apotek yang tidak begitu terikat dan peluang pekerjaan yang lebih banyak dibandingkan dengan bidang industri dan bidang rumah sakit, sehingga lebih banyak perempuan yang memilih untuk bekerja sebagai APA daripada kerja di bidang industri dan bidang rumah sakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
3. Pengalaman bekerja sebagai Apoteker sebelum bergabung dengan Apotek Jaringan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui seluruh responden mempunyai pengalaman bekerja sebagai apoteker. Sebanyak 72 % (18 APA) mempunyai pengalaman sebagai apoteker lebih dari 4 tahun sebelum bergabung atau menjadi APA di Apoteknya saat ini, 28 % (7 APA) mempunyai pengalaman sebagai apoteker kurang dari 4 tahun. Dipilihnya 4 tahun sebagai patokan oleh peneliti, karena disesuaikan dengan salah satu jaringan yang mensyaratkan pengalaman bekerja sebagai apoteker minimal 4 tahun untuk dapat menjadi APA salah satu apotek di jaringan tersebut. Pengalaman bekerja sebagai Apoteker sebelum bergabung dengan Apotek Jaringan
28% < 4 tahun > 4 tahun 72%
Gambar 3. Pengalaman bekerja sebagai apoteker sebelum bergabung dengan apotek jaringan Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 72 % responden sudah memiliki minimal pengalaman sebagai apoteker selama 4 tahun sebelum responden menjadi APA di Apotek Jaringan tempat mereka bekerja saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
4. Lama bekerja sebagai APA di Apotek Jaringan Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak (6 APA) responden sudah bekerja lebih dari 6 tahun bekerja sebagai APA di apotek jaringan, sebanyak (12 APA) sudah bekerja antara 4-6 tahun sebagai sebagai APA di apotek jaringan dan sebanyak (7 APA) sudah bekerja kurang dari 4 tahun sebagai APA di Apotek Jaringan. Lama Bekerja Sebagai APA di Apotek Jaringan
24%
28% < 4 tahun 4-6 tahun > 6 tahun
48%
Gambar 4. Lama bekerja sebagai APA di Apotek Jaringan Dari data tersebut dapat dilihat sebanyak 48 % responden sudah memiliki pengalaman sebagai APA di apotek jaringan sebanyak 4-6 tahun, diduga kuat bahwa Apotek Jjaringan di DIY sudah layak dan dapat memberikan bantuan kepada para APA yang masih baru di bidang apotek jaringan dari pengalaman mereka. Pada waktu yang akan datang diharapkan jaringan-jaringan yang ada di DIY dapat berkembang seiring bertambahnya anggota dan terjadi pengurangan terhadap apotek yang tutup, dikarenakan APA-nya tidak memiliki pengalaman dan belum siap untuk menghadapai berbagai kendala di apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
B. Kerjasama Apotek di Propinsi DIY Menurut Persepsi APA Yang Tergabung Dalam Apotek Jaringan
1. Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu Apotek Jaringan Hasil 100 % menunjukkan seluruh responden menyadari sepenuhnya bahwa apotek yang dikelola merupakan anggota jaringan. Berikut pada gambar 5, diperlihatkan bentuk diagramnya:
Apotek Yang Responden Kelola Tergabung Dalam Suatu Apotek Jaringan
0%
Ya Tidak
100%
Gambar 5. Apotek yang responden kelola tergabung dalam suatu apotek jaringan Dari data tersebut dapat diketahui bahwa seluruh responden sadar betul bahwa apotek yang dikelolanya merupakan bagian dari suatu jaringan. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak ada responden yang tidak sesuai dengan definisi operasional penelitian, dimana pada definisi operasional penelitian disebutkan bahwa APA yang menjadi responden mengelola apotek-apotek di propinsi DIY dan masih aktif sampai saat ini serta tergabung ke dalam apotek jaringan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Pada gambar 6 di bawah ini ditunjukkan presentase kepemilikan apotek jaringan di DIY. 64 % apotek jaringan yang ada di DIY dimiliki oleh APA, sementara 36 % sisanya dimiliki oleh non-APA. Pada jaringan JAPISFI, semua anggotanya yang bersedia menjadi responden merupakan pemilik sarana apotek (PSA) sekaligus APA masing-masing apotek. Pada jaringan WIPA, memiliki PSA yang sama untuk semua anggotanya yang bersedia menjadi responden, dimana PSA-nya juga merupakan APA. Pada jaringan K-24 dan Kimia Farma, memiliki PSA yang non – APA; jaringan K-24 yang ada di DIY dimiliki oleh seorang dokter, sementara jaringan Kimia Farma merupakan milik negara.
Presentase Kepemilikan Apotek Jaringan di DIY
36%
64%
PSA = APA
PSA = Non - APA
Gambar 6. Presentase kepemilikan apotek jaringan di DIY
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
2. Definisi dari Apotek Jaringan Pada tabel II akan disajikan definisi dari apotek jaringan menurut para responden. Dapat dilihat bahwa 36 % responden mendefinisikan apotek jaringan sebagai apotek dimana segala sesuatunya terkoordinir dengan suatu sistem kinerja, visi, misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri khas yang menunjukkan identitas jaringannya. 24 % responden mendefinisikannya sebagai: salah satu bentuk bisnis apotek yang dikelola secara otonom dengan mekanisme kerja tertentu yang terikat, kolektif untuk mencapai tujuan profesionalisme apoteker, efisiensi apotek dan menambah keeratan hubungan antar apotek.
Tabel II. Definisi dari apotek jaringan Definisi Presentase 1. Apotek di mana segala sesuatunya terikat dengan suatu sistem kinerja, visi, misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri 36 % khas yang menunjukkan identitas jaringannya. 2. Salah satu bentuk bisnis apotek yang dikelola secara otonom dengan mekanisme kerja tertentu yang terikat, kolektif untuk mencapai tujuan profesionalisme apoteker, efisiensi apotek dan 24 % menambah keeratan hubungan antar apotek. 3. Suatu bentuk kebijakan manajemen dalam mengelola beberapa 12 % apotek. 4. Apotek yang saling kerjasama satu sama lain. 12 % 5. Kumpulan beberapa apotek yang mempunyai sistem, dan tujuan sama dimana pada pengelolaannya terdapat salah satu apotek 8% yang dijadikan koordinator. 6. Suatu bentuk kerjasama antar apotek yang efektif dan saling 8% menguntungkan. Sebagian besar jawaban sudah mengacu ke standar kompetensi farmasis Indonesia, kompetensi C: manajemen praktis farmasi poin (b) yang tertulis merancang, membuat, melakukan pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Penjabaran kompetensi di atas adalah dengan mendefinisikan falsafah asuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
kefarmasian, visi, misi, isu-isu pengembangan, penetapan strategi, kebijakan, program dan menerjemahkannya ke dalam rencana kerja (Plan of Action). Apotek jaringan yang didefinisikan oleh sebagian besar responden sudah sesuai dengan prinsip standar kompetensi farmasi Indonesia, dan apotek jaringan bukan bentuk apotek baru melainkan merupakan suatu sistem kerjasama atau bisnis antar apotek yang terorganisir menjadi satu kesatuan. Masyarakat sebagai konsumen dan pasien dari apotek jaringan hendaknya juga diberi pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang definisi dari apotek jaringan. Pada jangka pendek perlu juga diperhatikan harapan dari masyarakat terhadap adanya apotek jaringan, sehingga timbul suatu hubungan yang saling menguntungkan dari apotek jaringan ke masyarakat.
3. Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur Apotek Jaringan Apotek jaringan sampai saat ini belum ada peraturan tersendiri dalam hukum yang mengatur segala sesuatunya tentang apotek jaringan. Satu-satunya peraturan khusus yang ada sampai saat ini hanya dapat diambil dari peraturan tentang waralaba. Gambar 7 menunjukkan sebanyak 76 % responden menyatakan tidak perlu adanya peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan, sementara sisanya (24 % responden) menyatakan perlu adanya peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Pada gambar 7 akan dilihat pembagiannnya secara jelas, sementara untuk alasan-alasannya dapat dilihat selengkapnya pada tabel III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
Peraturan Tersendiri Dalam Hukum Untuk Mengatur Apotek Jaringan
24% Perlu Tidak Perlu
76%
Gambar 7. Peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan
Tabel III. Alasan perlu dan tidak perlunya peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan Jawaban Alasan Presentase 1. Perlu batasan pasti yang membedakan antara apotek jaringan dengan apotek biasa pada 66,67 % umumnya. Perlu 2. Untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang dan 16,67 % memerlukan peraturan perundang-undangan sebagai acuan atau perlindungan 3. Peraturan perundang-undangan tetap diperlukan 16,67 % sebagai acuan atau panduan untuk perkembangan selanjutnya 1. Apotek jaringan pada umumnya tidak jauh berbeda 47,37 % dengan apotek pada umumnya. 2. Peraturan perundang-undangan dan kode etik yang 42,11 % ada sudah banyak dan bagus, tidak perlu ditambah. Tidak Perlu 3. Peraturan perundang-undangan yang ada dan kode etik bila sudah dapat dilaksanakan dengan baik dan 10,53 % benar sudah cukup untuk memayungi dan melindungi apotek jaringan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Mayoritas responden (76%) merasa tidak diperlukan peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Jawaban ini berhubungan atau dapat dikatakan sesuai dengan definisi apotek jaringan dimana apotek jaringan bukan merupakan bentuk apotek yang baru tetapi merupakan suatu sistem kerjasama atau bisnis antar apotek yang terorganisir menjadi satu, sehingga peraturan perundang-undangan tentang Apotek, kode etik farmasis, dan standar kompetensi farmasis Indonesia yang ada sudah dirasa cukup oleh para responden untuk diterapkan pada apotek jaringan, dan tidak diperlukan lagi suatu peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan. Beberapa responden yang merasa tidak memerlukan peraturan tersendiri dalam hukum untuk mengatur apotek jaringan juga mengemukakan bahwa peraturan perundang-undangan dan kode etik yang ada sudah banyak dan bagus, tidak perlu ditambah..
4. Persyaratan utama untuk dapat bergabung dalam jaringan Persyaratan-persyaratan untuk dapat bergabung dalam jaringan yang disebutkan oleh responden pada tabel IV adalah persyaratan utama yang mutlak dipenuhi oleh apotek-apotek yang ingin bergabung ke dalam salah satu dari apotek jaringan-jaringan tersebut. Jumlah tiap-tiap persyaratan tidak sama, karena disesuaikan dengan jumlah jawaban responden dari tiap-tiap jaringan. Persyaratan-persyaratan tersebut dapat dilihat pada tabel IV, dan disajikan sesuai dengan jaringannya masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Tabel IV. Persyaratan utama tiap-tiap jaringan Persyaratan Utama 1. Lokasi apotek tersebut strategis atau masuk dalam rencana pengembangan wilayah Kimia Farma. 2.Standar kerja apoteker dan karyawan sesuai dengan standar Kimia Farma kerja Kimia Farma atau lebih baik. 3. Bersedia diambil alih secara manajemen dan dikelola oleh pihak Kimia Farma, serta memakai nama Kimia Farma untuk apoteknya. 1. Lokasi apotek tidak terlalu dekat dengan apotek-apotek anggota WIPA yang sudah ada. WIPA 2. Bersedia mengantar obat yang diminta oleh apotek lain dalam satu jaringan dengan surat pesanan dan bersedia menuruti aturan lainnya dalam jaringan. 1. Membeli brand name dengan harga yang sudah disepakati untuk jangka waktu 5 tahun. K-24 2. Mau bekerja keras dan wajib mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh pihak pusat. 1. APA merupakan Pemilik Sarana Apotek (P.S.A.) atau paling JAPISFI tidak memiliki hak untuk mengatur Apotek yang dijalankan secara penuh (minimal untuk mengatur tersedianya obat yang ada di apotek). 2. Mampu menjalankan praktek kefarmasian dengan benar. 3. Bersedia bekerjasama untuk menjunjung martabat profesi. Jaringan
Dapat dilihat 3 dari 4 jaringan memiliki orientasi untuk kepentingan bisnis bila ada apotek yang hendak bergabung terhadap jaringan tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan tugas dan fungsi apotek yang tertera pada Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1965; bahwa apotek bukan sekedar tempat penjualan obat atau tempat untuk menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter, tapi juga merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan atau alat kesehatan termasuk penyerahan obat keras tanpa resep dokter oleh apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
5. Sanksi-sanksi pada Apotek Jaringan Responden jaringan Kimia Farma mengatakan bahwa pada jaringan mereka terdapat 3 tahap sanksi; tahap pertama sanksi berupa peringatan atau teguran (maksimal 3 kali), tahap kedua sanksi berupa admisnistratif atau skorsing, dan tahap ketiga atau terakhir dimana merupakan sanksi terberat yaitu dipecat dari Kimia Farma. Responden jaringan WIPA mengatakan bahwa mereka tidak memiliki sanksi yang diberlakukan pada jaringan mereka, dikarenakan mereka merasa hukum dan undang-undang yang sudah ada tentang apotek sudah cukup. Responden jaringan K-24 mengatakan sanksi yang ada pada jaringan mereka berupa pencabutan hak penggunaan segala sesuatu yang berkaitan dengan nama PT. K-24. Responden jaringan JAPISFI mengatakan sanksi yang mereka berlakukan ada 2 tahap; tahap pertama berupa peringatan atau teguran maksimal 3 kali, dan tahap kedua berupa dikeluarkan dari keanggotaan jaringan JAPISFI. Bentuk-bentuk sanksi tiap jaringan tersebut dapat dilihat juga pada tabel V, dibawah ini.
Nama Jaringan Kimia Farma WIPA K-24 JAPISFI
Tabel V. Sanksi tiap-tiap jaringan Sanksi 1. Peringatan atau teguran (maksimal 3 kali). 2. Administratif atau skorsing. 3. Dipecat. Tidak ada Pencabutan hak penggunaan segala sesuatu yang berkaitan dengan nama PT. K-24 1. Peringatan atau teguran (maksimal 3 kali). 2. Dikeluarkan dari keanggotaan jaringan JAPISFI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
6. Alasan untuk bergabung atau bekerja pada suatu Apotek Jaringan Berdasarkan pengamatan sebelum penelitian yang dilakukan peneliti terlihat ada beberapa kegelisahan dan persepsi tentang Apotek Jaringan yang muncul dari beberapa APA yang tidak tergabung dengan Apotek Jaringan dengan adanya Apotek Jaringan. Kegelisahan tentang Apotek Jaringan juga sempat dikatakan oleh beberapa mahasiswa profesi Apoteker, disamping kegelisahankegelisahan tersebut terdapat beberapa alasan responden untuk bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan. Tabel VI menunjukkan bahwa para responden pada umumnya (40 %) bergabung dengan apotek jaringan untuk meningkatkan efisiensi, profesionalisme, posisi tawar-menawar (bargaining power), dan rasa sepenanggungan antar sesama profesi.
Tabel VI. Alasan bergabung atau bekerja pada suatu apotek jaringan Alasan Presentase 1. Untuk meningkatkan efisiensi, profesionalisme, posisi tawar40% menawar, dan rasa sepenanggungan. 2. Minim pengalaman dan pengetahuan di bidang apotek. 24% 3. Dimiliki oleh pemerintah. 16% 4. Tidak memerlukan modal dan pemikiran terlalu banyak untuk 12% membuka apotek. 5. Untuk meningkatkan citra profesi apoteker yang tidak bisa 8% dilakukan sendirian. Alasan-alasan tersebut sesuai pada buku standar kompetensi farmasis Indonesia, kompetensi D: komunikasi farmasi poin (d) yang tertulis memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan saling menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Secara tidak langsung apotek jaringan membuat komunikasi dan hubungan sesama farmasis menjadi lebih erat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
7. Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan Adanya Apotek Jaringan Sebanyak 88 % responden menyatakan yakin dengan adanya apotek jaringan maka akan terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian. Sementara sisanya (12 % responden) menyatakan tidak yakin dengan adanya apotek jaringan maka akan terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian. Hal ini dapat dilihat pada gambar 8.
Terjadinya Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Dengan Adanya Apotek Jaringan
12% Yakin Tidak Yakin
88%
Gambar 8. Terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan Dari responden yang yakin dengan adanya apotek jaringan maka akan terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian, sebanyak 56 % dari 88 % responden yang yakin menyatakan alasan keyakinan mereka dikarenakan jaringan mereka selalu mengadakan evaluasi minimal satu bulan satu kali untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di tiap-tiap apotek anggota jaringan. Sementara sisanya (36 % dari 88% responden yang yakin) menyatakan yakin akan terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan, dikarenakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
adanya Standard Operating Procedur (SOP), atau standar kerja jaringan di mana pelayanan kefarmasian merupakan salah satu hal yang diprioritaskan pada jaringan mereka. Untuk alasan selengkapnya dari tiap-tiap responden yang yakin ataupun tidak yakin dengan adanya apotek jaringan maka akan terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Alasan terjadinya atau tidak terjadinya peningkatan pelayanan kefarmasian dengan adanya apotek jaringan Jawaban Alasan Presentase 1. Jaringan selalu mengadakan evaluasi minimal satu bulan satu kali untuk meningkatkan pelayanan 56% kefarmasian di tiap-tiap apotek anggota jaringan. Yakin 2. Jaringan memiliki Standard Operating Procedur (SOP), atau standar kerja dimana pelayanan 36 % kefarmasian merupakan salah satu hal yang diprioritaskan. 1. Pelayanan kefarmasian tidak tergantung langsung 4% kepada apotek, melainkan kepada apoteker. Tidak Yakin 2. Apotek jaringan yang ada dan berkembang selama ini lebih untuk kepentingan apoteker-nya dari pada 4% pengembangan pelayanan kefarmasian.
8. Kerjasama Apotek-Apotek dalam satu jaringan Sebanyak 96 % responden menyatakan bahwa mereka pernah melakukan kerjasama antar apotek dalam jaringan mereka. Sementara sisanya (4%) belum pernah sama sekali melakukan kerjasama antar apotek dalam jaringan mereka, dikarenakan apotek tersebut baru saja bergabung ke dalam jaringan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada gambar 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Kerjasama Apotek-Apotek Dalam Satu Jaringan
4%
Pernah Belum Pernah
96%
Gambar 9. Kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan
Tabel VIII. Jenis kerjasama apotek-apotek dalam satu jaringan Jenis Kerjasama Apotek-Apotek Dalam Satu Jaringan Presentase 1. Pengadaan obat bersama 36,36% 2. Pertukaran pegawai 20,46% 3. Pengalihan resep 15,90% 4. Pembelian obat di apotek lain dalam satu jaringan 15,90% 5. Penitipan obat yang hampir kadaluarsa ke anggota jaringan 11,38% Pada tabel VIII, dapat dilihat bahwa jenis kerjasama terbanyak (36,36 % responden) yang pernah dilakukan oleh apotek-apotek dalam satu jaringan adalah pengadaan obat bersama. Elu (2005) dalam artikel pemikiran ulang pelayanan kesehatan mengemukakan besarnya variasi harga obat pada tiap-tiap apotek dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan. Dengan adanya pengadaan obat bersama dalam satu jaringan, maka variasi harga obat tiap-tiap apotek dapat dikurangi atau dengan kata lain harga obat tiap-tiap apotek menjadi sama, dikarenakan harga beli suatu obat dalam apotek-apotek satu jaringan sama, sehingga tiap-tiap apotek dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian terhadap konsumen daripada bersaing dengan harga obat untuk menarik konsumen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
9. Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian Sebanyak 32,5 % responden menyatakan bahwa kerjasama yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian adalah pertukaran informasi. Knox dan Makalan (1998) berpendapat bahwa kepuasan yang diperoleh oleh konsumen berasal dari informasi yang didapatnya tentang produk yang dibelinya bukan berasal dari harga obat yang murah. Hal ini berarti sebagian besar responden (32,5%) telah menyadari pentingnya informasi terbaru yang didapat dan diberikan kepada konsumen dalam peningkatkan pelayanan kefarmasian. Kode etik Apoteker / Farmasis Indonesia pada bab I pasal 7 juga mengemukakan bahwa setiap Apoteker / Farmasis harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya; ini berarti sebanyak 32,5 % responden juga telah melaksanakan kode etik tersebut. APA yang melakukan pertukaran informasi berarti juga telah menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Jenis kerjasama yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian selengkapnya dapat dilihat pada tabel IX dibawah ini.
Tabel IX. Kerjasama dalam jaringan yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian Jenis Kerjasama Presentase 1. Pertukaran informasi 32,5% 2. Standarisasi harga, distribusi obat, pelayanan di apotek 25% 3. Pelatihan dalam bidang “pharmaceutical care” 17,5% 4. Pengalihan resep 17,5% 5. Terhubung secara on line 7,5%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
Dua puluh lima persen responden menyatakan standarisasi harga, sistem distribusi obat, dan sistem pelayanan di apotek dapat meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian. Sementara 17,5 % responden menyatakan pelatihan dalam bidang “pharmaceutical care” dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian. Sebanyak 17,5 % responden lainnya menyatakan pengalihan resep dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian, hal ini mungkin terkait dengan jarak rumah konsumen ke apotek yang lebih dekat dalam satu jaringan.
10. Kelebihan Apotek Jaringan Pada tabel X, dapat dilihat kelebihan yang dimiliki oleh tiap-tiap jaringan yang bersedia menjadi responden. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan kelebihan mereka terutama terletak pada jaringan mereka yang sudah berskala nasional. Responden jaringan WIPA menyatakan kelebihan yang mereka miliki adalah sistem pengantaran dan pembelian obat yang jelas dalam satu jaringan. Responden jaringan K-24 menyatakan kelebihan jaringan mereka yang paling utama adalah adanya SOP yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian. Responden jaringan JAPISFI menyatakan kelebihan jaringan mereka adalah mengutamakan profesionalisme apoteker untuk setiap apotek yang dikelolanya; dalam artian tiap apoteker diberi kebebasan untuk mengembangkan apotek yang mereka kelola sebebas-bebasnya selama tidak melanggar peraturan yang berlaku. Kelebihan-kelebihan lainnya dari tiap-tiap jaringan dapat dilihat pada tabel X.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Tabel X. Kelebihan tiap-tiap apotek jaringan Kelebihan 1. Memiliki bidang-bidang yang berbeda-beda untuk tiap-tiap kepengurusan yang berbeda. Kimia Farma 2. Jangkauan pengembangan sudah sampai tahap nasional. 3. Selalu mengadakan pertemuan rutin wajib untuk tiap-tiap APA seminggu sekali 1. Memiliki pengantaran dan pembelian obat yang jelas dalam WIPA satu jaringan. 2. Dapat saling membagikan obat yang mau kadaluarsa. 1. Memiliki SOP yang bertujuan meningkatkan pelayanan K-24 kefarmasian. 2. Bisa melakukan pengadaan barang secara bersama-sama. 1. Memiliki 1 apotek sebagai koordinator. 2. Memiliki harga khusus untuk anggota jaringan. JAPISFI 3. Mengutamakan profesionalisme apoteker untuk setiap apotek yang dikelolanya
Nama Jaringan
11. Kekurangan Apotek Jaringan Pada tabel XI dapat dilihat kekurangan yang dimiliki oleh tiap-tiap jaringan yang bersedia menjadi responden. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan ketergantungannya kepada pusat dalam berbagai hal sebagai kekurangan dari jaringan Kimia Farma. Responden jaringan WIPA menyatakan kurangnya anggota jaringan dan daerah penyebaran anggotanya merupakan kekurangan utama dari jaringan tersebut. Responden jaringan K-24 menyatakan kurang profesionalnya sistem manajemen dan admisnistrasi dalam jaringan tersebut merupakan kekurangan utama dari jaringan K-24. Responden jaringan JAPISFI menyatakan bahwa anggapan atau tindakan sebagian anggotanya yang menganggap pekerjaan di apotek merupakan pekerjaan sampingan merupakan suatu kekurangan dari jaringan ini, karena hal tersebut juga mencerminkan tidak samanya visi dan misi oleh sebagian anggota. Kekurangan-kekurangan tiap-tiap jaringan yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel XI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
Nama Jaringan Kimia Farma WIPA
K-24
JAPISFI
Tabel XI. Kekurangan apotek jaringan Kekurangan 1. Semua kegiatan tergantung dari keputusan pusat. 2. Komunikasi antar bidang sangat kurang. 1. Anggota jaringan masih kurang, dilihat dari segi jumlah dan daerah yang ada. 2. Kekurangan tenaga untuk menjalankan sistem distribusi. 1. Pengurusan manajemen dan administrasi kurang profesional. 2. Semua kegiatan tergantung dari keputusan pusat. 3. Kesejahteraan karyawan kurang diperhatikan. 1. Apotek merupakan pekerjaan sampingan bagi sebagian besar anggota. 2. Visi dan misi yang tidak sama. 3. Modal yang dipunya tiap-tiap apotek sangat bervariasi. 4. AD-ART masih dalam penyusunan.
12. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung Sebanyak 56 % responden menyatakan bahwa jaringan tempat mereka bergabung belumlah ideal, sementara 44 % responden menyatakan bahwa jaringan tempat mereka bergabung sudah ideal bagi mereka. Hal tersebut dapat di gambarkan seperti gambar 10. Keidealan Jaringan Tempat Apotek Responden Bergabung
44% 56%
Sudah Ideal Belum Ideal
Gambar 10. Keidealan jaringan tempat apotek responden bergabung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Dari jawaban responden yang menyatakan bahwa jaringan tempat mereka bergabung sudah ideal; sebanyak 28 % dari total responden menyatakan bahwa mereka menganggap jaringan tersebut sudah ideal dikarenakan sudah terdapat pembagian tugas yang jelas untuk tiap-tiap bidangnya, termasuk di dalamnya pelayanan kefarmasian terhadap konsumen, sedangkan 24 % dari total responden menyatakan tidak adanya standarisasi dalam berbagai hal yang dapat digunakan untuk menyamakan tingkatan tiap-tiap apotek membuat jaringan tersebut tidak ideal. Alasan yang lain dari tiap-tiap responden baik yang merasa jaringannya sudah ideal maupun belum ideal dapat dilihat selengkapnya pada tabel XII di bawah ini.
Tabel XII. Alasan keidealan atau tidak idealnya jaringan Jawaban Alasan Presentase 1. Jika dilihat secara umum, dari segi pembagian 28 % Sudah Ideal tugas dan pelayanan kepada konsumen. 2. Dapat membimbing dan mengayomi anggota baru 16% 1. Tidak ada standarisasi dalam berbagai hal yang dapat digunakan untuk menyamakan tingkatan 24% tiap-tiap apotek Belum Ideal 2. Pharmaceutical Care yang diprioritaskan hanya 16% sekedar prioritas, tanpa pelaksanaan yang pasti. 3. Masih kekurangan anggota 8% 4. Banyak anggota yang tidak aktif. 8%
13. Bentuk Apotek Jaringan yang paling ideal atau paling diharapkan oleh para responden Responden dari jaringan Kimia Farma menyatakan bahwa bentuk jaringan yang ideal adalah jaringan yang memiliki manajemen profesional, jelas dan terbuka serta dapat memenuhi keinginan konsumen tiap-tiap daerah. Responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
jaringan WIPA menyatakan bahwa jaringan yang ideal adalah jaringan yang tersebar merata di DIY. Responden jaringan K-24 menyatakan bahwa jaringan yang ideal adalah jaringan yang memiliki program atau perencanaan jangka panjang dan jangka pendek serta memiliki SOP yang jelas dan dilaksanakan sepenuhnya. Responden jaringan JAPISFI menyatakan bahwa jaringan yang ideal adalah jaringan yang mampu membangun kesejahteraan anggota, di mana diaharapkan APA juga merupakan PSA dan juga membantu kesejahteraan masyarakat serta memiliki aturan dan pengelolaan yang baik dan jelas. Pada tabel XIII dapat dilihat selengkapnya bentuk jaringan ideal sesuai dengan jaringan masing-masing responden.
Tabel XIII. Bentuk apotek jaringan yang paling ideal Nama Jaringan Bentuk Apotek Jaringan 1. Memiliki manajemen yang profesional, jelas, dan terbuka. Kimia Farma 2. Tersebar lebih merata sampai tingkatan desa. 3. Dapat memenuhi keinginan konsumen tiap-tiap daerah. 1. Tersebar merata di tiap-tiap kabupaten / kota di DIY. WIPA 2. Dapat menguntungkan pihak apotek dan konsumen. 1. Memiliki program atau perencanaan jangka panjang dan jangka pendek. K-24 2. Memiliki SOP yang jelas dan dilaksanakan sepenuhnya. 3. Mampu meningkatkan SDM yang dimiliki. 1. APA juga merupakan PSA. 2. Mampu membangun kesejahteraan anggota dan masyarakat JAPISFI 3. Memiliki aturan dan pengelolaan yang baik dan jelas. 4. APA dapat bekerja penuh di apotek.
Tabel XIII secara tidak langsung telah memberi gambaran tentang bentuk Apotek Jaringan yang paling ideal di DIY menurut persepsi para responden penelitian. Apotek Jaringan saat ini tidak hanya ada di DIY, tetapi sudah ada di beberapa kota besar, bahkan akan terdapat banyak model dari Apotek Jaringan yang berbeda-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
beda untuk masing-masing daerah atau kota dan pada tiap-tiap kota tersebut juga akan dijumpai bentuk-bentuk Apotek Jaringan yang ideal lainnya menurut persepsi tiap-tiap anggotanya.
C. Masa Depan Apotek Jaringan Apotek Jaringan yang ada di DIY saat ini secara keseluruhan telah mempunyai dampak positif terhadap peningkatan pelayanan kefarmasian. Pada saat ini memang dampak Apotek Jaringan belum begitu terasa manfaatnya, dikarenakan beberapa Apotek Jaringan yang ada DIY saat ini masih berfokus utama kepada kesejahteraan anggotanya. Pada saat ini beberapa pengurus dan anggota dari jaringan JAPISFI bergabung dengan jaringan WIPA untuk membentuk jaringan baru yang bernama KOPASFI tehitung mulai 1 Oktober 2006. Hal ini merupakan suatu perkembangan positif bagi JAPISFI dan WIPA; dikarenakan jaringan JAPISFI setelah bencana gempa telah kehilangan apotek yang ditunjuk sebagai koordinator, dan penyusunan AD-ART yang sedang berlangsung tidak kunjung selesai, dan bagi jaringan WIPA sendiri dengan masuknya beberapa anggota baru dari jaringan JAPISFI juga membuat jaringan WIPA lebih berkembang dari segi jumlah anggota dan luas daerah cakupan jaringan yang selama ini menjadi masalah atau kekurangan utama jaringan WIPA, dan maka dari itu pula sejak tanggal tersebut jaringan WIPA telah berganti nama sebagai jaringan KOPASFI. Jaringan KOPASFI membuat dua macam surat yang diberikan kepada seluruh anggotanya dan beberapa Apotek di DIY (lampiran 6 dan lampiran 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Surat pertama (lampiran 6) berisi tentang keterangan pindahnya aktifitas jaringan WIPA ke KOPASFI terhitung sejak 1 Juni 2006. Sedangkan pada surat yang kedua (lampiran 7) KOPASFI menegaskan bahwa pada 1 Oktober 2006 Jaringan KOPASFI resmi berdiri dan mengajak semua apotek yang ada di DIY untuk bergabung ke jaringan KOPASFI. Surat tersebut juga mengajak para anggota dan apotek lainnya untuk melakukan oerder bersama. Pada surat tersebut dijelaskan pula mekanisme oerder bersama; seperti: komoditi, harga, sistem pembayaran, pengiriman, fasilitas lain, dan aturan-aturan lainnya yang diperlukan untuk ketertiban semua anggota jaringan dalam pemesanan. Apotek Jaringan merupakan suatu bentuk kerjasama apotek yang memberikan harapan dan masa depan yang bagus bagi para apotek kecil dan apotek-apotek baru. Apotek Jaringan dapat menjamin kelengkapan obat yang ada di tiap-tiap apotek anggotanya tanpa harus membeli semua obat yang ada, sehingga juga dapat meningkatkan pelayanan di apotek; dengan adanya pembelian obat bersama dalam satu jaringan juga akan membuat harga beli obat lebih murah dikarenakan pembelian obat dilakukan bersama-sama sehingga harga yang harus dibayarkan masyarakat juga akan lebih murah dan dapat membuat daya beli obat masyarakat lebih terjangkau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
D. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dan Peraturan Perundang-undangan Apotek Tabel XIV. Kesesuaian Standar Kompetensi Farmasis Indonesia di bidang Apotek dengan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia dan Peraturan Perundangundangan Apotek Kode Peraturan PerundangKompetensi (Kegiatan) Etik undangan 1. Kompetensi A : Asuhan Kefarmasian Memberikan pelayanan obat kepada Permenkes pasien atas permintaan dari dokter, √ No.922/MENKES/PER/1993; a. dokter gigi, atau dokter hewan baik Pasal 15 verbal maupun non verbal. Memberikan pelayanan kepada pasien Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; √ b. atau masyarakat yang ingin melakukan pengobatan mandiri. Bab III, 1.2.5 √ Permenkes c. Memberikan pelayanan informasi obat. No.922/MENKES/PER/1993; Pasal 15 Memberikan konsultasi obat. √ Kepmenkes d. No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab III, 1.2.6 √ Kepmenkes e. Melakukan monitoring efek samping obat. No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab III, 1.2.7 √ Permenkes f. Melakukan evaluasi penggunaan obat. No.26/MENKES/PER/1/1981; Pasal 4 2. Kompetensi B : Akuntabilitas Praktek Farmasi
a. Menjamin
praktek kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi.
b. Merancang, melaksanakan, memonitor
dan evaluasi dan mengembangkan standar kerja sesuai arahan pedoman yang berlaku. c. Bertanggungjawab terhadap setiap keputusan profesional yang ambil.
d. Melakukan kerjasama dengan pihak
lain yang terkait atau bertindak mandiri dalam mencegah kerusakan lingkungan akibat obat.
√ -----
√ -----
Permenkes No.922/MENKES/PER/1993; Pasal 12 Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Permenkes No.244/MENKES/SK/V/1990; Pasal 16 -----
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
e. Melakukan perbaikan mutu pelayanan
-----
-----
secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memenuhi kepuasan stakeholder.
3. Kompetensi C : Manajemen Praktis Farmasi
a. Merancang, b. c. d.
e.
f.
4.
a.
b.
c.
membuat, mengetahui, √ memahami, dan melaksanakan regulasi dibidang farmasi. Merancang, membuat, melakukan √ pengelolaan apotek yang efektif dan efisien. Merancang, membuat, melakukan √ pengelolaan obat di apotek yang efektif dan efisien. Merancang organisasi kerja yang ----meliputi; arah dan kerangka organisasi, sumber daya manusia, fasilitas, keuangan, termasuk sistem informasi manajemen. Merancang, melaksanakan, memantau, √ dan menyesuaikan struktur harga, berdasarkan kemampuan bayar dan kembalian modal serta imbalan jasa praktek kefarmasian. Memonitor dan evaluasi √ penyelenggaraan seluruh kegiatan operasional mencakup aspek manajemen maupun asuhan kefarmasian yang mengarah pada kepuasan konsumen Kompetensi D : Komunikasi Farmasi Memantapkan hubungan profesional √ antara apoteker dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Memantapkan hubungan profesional √ antara apoteker dengan pasien dan keluarganya dengan sepenuh hati dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Memantapkan hubungan profesional √ antara apoteker dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
Permenkes No.184/MENKES/PER/II/1995; Pasal 18 Permenkes No.26/MENKES/PER/1/1981; Bab III Permenkes No.26/MENKES/PER/1/1981; Pasal 3 Permenkes No.26/MENKES/PER/1/1981; Pasal 2 Kepmenkes No.280/MENKES/SK/V/1981; Pasal 24 Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004
Kepmenkes No.1027/MENKES/SK/IX/2004; Bab II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
d. Memantapkan hubungan dengan semua
e.
5. a. b.
c.
d.
6. a
b
√ ----tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian. Memantapkan hubungan dengan √ Kepmenkes sesama apoteker berdasarkan saling No.1027/MENKES/SK/IX/2004 menghormati dan mengakui kemampuan profesi demi tegaknya martabat profesi. Kompetensi E : Pendidikan dan Pelatihan Farmasi Memotivasi, mendidik, dan melatih √ Kepmenkes apoteker lain dan mahasiswa farmasi No.1027/MENKES/SK/IX/2004; dalam penerapan asuhan kefarmasian. Bab II Merencanakan dan melakukan aktivitas √ Kepmenkes pengembangan staf, bagi teknisi di No.1027/MENKES/SK/IX/2004; bidang farmasi, pekarya, dan juru resep Bab II dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan farmasi yang diberikan. Berpartisipasi aktif dalam pendidikan √ Kepmenkes dan pelatihan berkelanjutan untuk No.1027/MENKES/SK/IX/2004; meningkatkan kualitas diri dan kualitas Bab I praktek kefarmasian. Mengembangkan dan melaksanakan √ Kepmenkes program pendidikan dalam bidang No.1027/MENKES/SK/IX/2004; kesehatan umum, penyakit dan Bab II manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat. Kompetensi F : Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian Melakukan penelitian dan √ Kepmenkes pengembangan, mempresentasikan dan No.1027/MENKES/SK/IX/2004; mempublikasikan hasil penelitian dan Bab II pengembangan kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain. Menggunakan hasil penelitian dan √ Kepmenkes pengembangan sebagai dasar dalam No.1027/MENKES/SK/IX/2004; pengembilan keputusan dan Bab II peningkatan mutu praktek kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu responden pada umumnya mempunyai persepsi sebagai berikut: 1. Responden 100 % mengetahui bahwa apotek yang mereka kelola tergabung di suatu jaringan. 2. Responden sebanyak 36 % mendefinisikan apotek jaringan sebagai apotek dimana segala sesuatunya terkoordinir dengan suatu sistem kinerja, visi, misi, tujuan yang sama serta mempunyai suatu ciri khas yang menunjukkan identitas jaringannya. 3. Responden sebanyak 76 % menyatakan tidak perlu peraturan tersendiri dalam hukum untuk apotek jaringan. Alasan responden yaitu apotek jaringan tidak berbeda dengan apotek pada umumnya (36%). 4. Tiga dari empat jaringan yang menjadi responden memiliki orientasi untuk kepentingan bisnis bila ada apotek yang hendak bergabung terhadap jaringan tersebut. 5. Tiga dari empat jaringan yang menjadi responden memiliki sanksi yang diberlakukan bagi anggota jaringannya. 6. Responden sebanyak 40 % menyatakan alasan bergabung dengan apotek jaringan adalah untuk meningkatkan efisiensi, profesionalisme, posisi tawar-menawar, dan rasa sepenanggungan antar sesama profesi.
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
7. Responden sebanyak 88 % yakin adanya apotek jaringan maka akan terjadi peningkatan pelayanan kefarmasian. Alasan responden yaitu jaringan selalu mengadakan evaluasi minimal satu bulan satu kali untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian (56 %). 8. Responden sebanyak 96 % menyatakan pernah melakukan kerjasama antar apotek dalam satu jaringan. Jenis kerjasama yang pernah dilakukan oleh responden adalah pengadaan obat bersama (36,36%). 9. Responden sebanyak 32,5 % menyatakan bahwa kerjasama yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian adalah pertukaran informasi terbaru. 10. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan kelebihan mereka adalah jaringan mereka sudah berskala nasional. Responden jaringan WIPA menyatakan kelebihan mereka adalah sistem distribusi obat yang jelas. Responden jaringan K-24 menyatakan kelebihan jaringan mereka adalah adanya SOP yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian. Responden jaringan JAPISFI menyatakan kelebihan jaringan mereka adalah mengutamakan profesionalisme apoteker untuk setiap apotek. 11. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan ketergantungan kepada pusat dalam berbagai hal sebagai kekurangan dari jaringan Kimia Farma. Responden jaringan WIPA menyatakan kurangnya anggota jaringan dan daerah penyebaran sebagai kekurangan jaringan WIPA. Responden jaringan K-24 menyatakan kurang profesionalnya sistem manajemen dan admisnistrasi sebagai kekurangan jaringan K-24. Responden jaringan JAPISFI menyatakan tindakan sebagian anggotanya yang menganggap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
pekerjaan di apotek merupakan pekerjaan sampingan merupakan kekurangan jaringan JAPISFI. 12. Responden sebanyak 56 % menyatakan bahwa jaringan tempat mereka bergabung belumlah ideal. Alasan yang disebutkan responden yaitu tidak ada standarisasi dalam berbagai hal yang dapat digunakan untuk menyamakan tingkatan tiap-tiap apotek (24%). 13. Responden jaringan Kimia Farma menyatakan jaringan yang ideal adalah jaringan yang memiliki manajemen profesional, jelas dan terbuka serta dapat memenuhi keinginan konsumen tiap-tiap daerah. Responden jaringan WIPA menyatakan jaringan yang ideal adalah jaringan yang tersebar merata di DIY. Responden jaringan K-24 menyatakan bahwa jaringan yang ideal adalah jaringan yang memiliki program atau perencanaan jangka panjang dan jangka pendek serta memiliki SOP yang jelas dan dilaksanakan sepenuhnya. Responden jaringan JAPISFI menyatakan jaringan yang ideal adalah jaringan yang APAnya juga merupakan PSA. 14. Adanya kerjasama apotek dalam Apotek Jaringan yang ada di DIY saat ini secara keseluruhan telah mempunyai dampak positif terhadap peningkatan pelayanan kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
B. Saran Dari hasil penelitian disarankan agar: 1. dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai harapan dan pemahaman masyarakat terhadap apotek jaringan. 2. dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai persepsi APA yang tidak tergabung dalam suatu jaringan terhadap keberadaan apotek jaringan. 3. dilakukan penelitian lebih lanjut dengan topik penelitian yang sama tetapi daerah penelitian yang berbeda, misalnya DKI- Jakarta, Surabaya, dan lainlain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
DAFTAR PUSTAKA
Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta
Anief, M., 1996, Ilmu Meracik Obat – Teori dan Praktik, cetakan 6, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Anonim, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 244/MENKES/SK/V/1990 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Depkes RI, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/ 04/06/prn,20040406-13,id.html, diakses 8 Oktober 2006
Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/ 2002 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/ MENKES/PER/X/1992, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2004a, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/ 2004, tanggal 15 September 2004 – Himpunan Peraturan Perundangundangan Bidang Kesehatan 2001-2004, 1032-1041, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2004b, Standar Kompetensi Farmasis Indonesia, 1-19, 143-163, 165-185, Badan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta Anonim, 2005a, Kode Etik Apoteker / Farmasis Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XVII / 2005 Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Nomor: 007/KONGRES XVII/ISFI/ 2005, 35-39, ditetapkan di Kongres Nasional XVII ISFI di Denpasar, Bali pada 18 Juni 2005 Anonim, 2005b, Glossary of terms related to patient and medication safety, www. who.int/entity/patientsafety/highlights/COE_patient_and_medication_safet y_gl.pdf, diakses tanggal 8 Oktober 2006
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Azwar, S., 2003a, Penyusunan Skala Psikologi, 5-7, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Azwar, S., 2003b, Reliabilitas Dan Validitas, 4-8, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Basuki, Sulistyo, 2001, Kode Etik Dan Organisasi Profesi, http://www.consal.org.sg/webupload/forum/attachments/2270.doc Diakses tanggal 21 Juni 2005
Daris, A., 2004, Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010, http://www.yanfar.go.id/yanfar/detil.asp?m=4&s=2&i=265, akses tanggal 20 Mei 2006
Elu, B., 2005, Pemikiran Ulang Pelayanan Kesehatan, Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi, 567-569, 570, No. 09 Vol. XXXI, September
Hadi, 2004, Metodologi Research Jilid 2 edisi ke-2, 133, 151, 178-179 ANDI, Yogyakarta
Hamel, G., Prahald, C.K., Thomas, H., dan O’Neal, D., 1998, Strategic Flexibility Managing in a Turbulent Environment, John Wiley & Sons, England
Harding, G., Sarah Nettleton and Kevin Taylor, 1993, Sociology For Pharmacists An Introduction, 73-83, The Macmillan Press, LTD, London
Knox, S. dan Maklan, S., 1998, Competing on Value: Bridging the Gap Between Brand and Customer Value, Pitman Publishing, London, England
Masri, S. dan Sofian E., 1989, Metode Penelitian Survei, 152, 122-123, LP3ES, Jakarta
Narbuko, C., dan Achmadi, H. A., 2005, Metodologi Penelitian, 44, 83-84, Bumi Aksara, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Nawawi, H., 1998, Metode Penelitian Bidang Sosial, 31, 117,141, Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta
Walpole, R. E., 1988, Pengantar Statistika Edisi ke-3, 232 – 234, terj. Ir. Bambang Sumantri, PT. Gramedia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Rekomendasi ISFI DIY
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
KIMIA FARMA GROUP No. Nama Apotek
Alamat
01.
Kimia Farma 21
Jl. Malioboro 123, Yogyakarta
02.
Kimia Farma 20
Jl. Malioboro 179, Yogyakarta
03.
Kimia Farma 64
Jl. HOS Cokroaminoto,Yogyakarta
04.
Kimia Farma 70
Jl. Laksda Adisucipto, Sleman
05.
Kimia Farma 207
JL. Tamansiswa 152, Yogyakarta
06.
Kimia Farma 225
Jl. Godean Km. 5, Sleman
07.
Kimia Farma 275
Jl. Kaliurang Km. 6, Sleman
08.
Kimia Farma Sardjito
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
WIPA GROUP 01.
Apotek Wipa
Jl. Mantrigawen Lor 30, Yogyakarta
02.
Apotek Husada
Jl. Laksda Adisucipto, Sleman
03.
Apotek Mentari
Jl. Imogiri Barat 138, Bantul
K 24 GROUP 01.
Apotek K 24
Jl. Magelang 162, Yogyakarta
02.
Apotek K 24
Jl. Kaliurang Km 5 no. 94, Yogyakarta
03.
Apotek K 24
Jl. Gejayan 19, Yogyakarta
04.
Apotek K 24
Jl. Brigjend Katamso 117, Yogyakarta
JAPISFI 01.
Apotek Astuti
Jl. Kaliurang Km.6, Sleman
02.
Apotek UGM
Jl. Prof Dr. Sardjito 25, Yogyakarta
03.
Apotek Pandega
Jl. Kaliurang Km. 5,7 no. 16, Sleman
04.
Apotek Insaan Farma
Jl. Kapt. Haryadi 11 A, Sleman
05.
Apotek Buana Persada
Jl. Monjali 30, Sleman
06.
Apotek Widuri
Jl. HOS Cokroaminoto 45, Batnul
07.
Apotek Umi Eva
Jl. Godean Km 8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
08.
Apotek Sewon
Jl. Parangtritis Sewon, Bantul
09.
Apotek Prasojo
Jl. Juminahan 9, Yogyakarta
10.
Apotek Demangan
Jl. Munggur 73, Yogyakarta
11.
Apotek Klajuran
Jl. Godean Km.8 Sidokarto, Sleman
12.
Apotek Kedaton
Terminal Jombor, Sleman
13.
Apotek Wonokromo
Jl. Imogiri Timur Km 10, Plered-Bantul
14.
Apotek Rayhan Farma
Jl. Godean Km. 4 No.230, Kasihan-Bantul
15.
Apotek Az Zahra
Jl. Piyungan – Prambanan, Bantul
16.
Apotek Rachma Husada
Jl. Parangtritis Km. 11, Manding - Bantul
17.
Apotek Japisfi
Jl. Bantul Km. 5 Kweni, Bantul
18.
Apotek UII Farma
Jl. Kaliurang Km 14,5, Sleman
19.
Apotek UAD
Jl. Cendana no. 9 / Yogyakarta
20.
Apotek Gulon Sejahtera
Jl. Raya Gulon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
Lampiran 2. Surat Izin BAPEDA DIY
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Lampiran 3. Surat Izin Dinas Perizinan Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Lampiran 4. Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Lampiran 5. Surat Izin BAPPEDA Kabupaten Bantul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Lampiran 6. Surat Keterangan Pergantian Pengurus dan Kegiatan WIPA ke KOPASFI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Lampiran 7. Surat Ajakan KOPASFI Kepada Seluruh Apotek di DIY Untuk Bergabung Dengan KOPASFI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Lampiran 8. Surat Pernyataan Peranan Farmasis (Apoteker) Menuju Indonesia Sehat 2010 Senin, 8 November 2004
PERANAN FARMASIS ( APOTEKER ) MENUJU INDONESIA SEHAT 2010 Sehat adalah kondisi badan atau jiwa yang bebas dari penyakit. Sehat merupakan idaman setiap orang dan merupakan hak azasi setiap manusia. Indonesia sehat 2010 adalah visi dari Departemen Kesehatan RI yang ditetapkan pada tahun 1999, merupakan gambaran masyarakat Indonesia pada tahun 2010 yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai visi dilakukan gerakan yang namanya misi, yaitu : 1.
Menggerakan pembangunan yang berwawasan kesehatan
2.
Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3.
Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
4.
Memelihara
dan
meningkatkan
kesehatan
individu,
keluarga
masyarakat beserta lingkungannya Untuk mencapai visi dan melaksanakan misi dirumuskan : a.
SASARAN
b.
STRATEGI
c.
PROGRAM
d.
INDIKATOR
SASARAN Sasaran pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah : 1.
Perilaku hidup sehat
2.
Lingkungan sehat
3.
Upaya Kesehatan
4.
Manajemen Pembangunan Kesehatan
5.
Derajat Kesehatan
dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Diantara sasaran tersebut yang sangat relevan dengan peran farmasis adalah Upaya Kesehatan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan. Upaya Kesehatan , meningkatnya secara bermakna : 1.
Sarana kesehatan yang bermutu
2.
Jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
3.
Penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan
4.
Penggunaan obat secara rasional
5.
Pemanfaatan pelayanan promotif dan preventif
6.
Biaya kesehatan yang dikelola secara efisien
7.
Ketersediaan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan
Manajemen Pembangunan Kesehatan Meningkatnya secara bermakna ; 1. Sistem informasi pembangunan kesehatan 2. Kemampuan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pembangunan kesehatan 3. Kepemimpinan dan manajemen kesehatan 4. Peraturan perundang-undangan yang mendukung pembangunan kesehatan 5. Kerjasama lintas program dan sektor
Pada Manajemen Pembangunan Kesehatan peran farmasis (apoteker) lebih berhubungan dengan kepemimpinan dan manajemen kesehatan serta Peraturan Perundang-undangan yang mendukung pembangunan kesehatan.
Siapapun dan dimanapun orang / pimpinan organisasi profesi berbicara dalam masalah kefarmasian, intinya tidak lain adalah pelaksanaan “Pharmaceutical Care” (PC).
PC ada yang mengartikan “Asuhan Kefarmasian”, bisa juga “Perhatian Kefarmasian” atau “Kepedulian Kefarmasian”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Pharmaceutical Care adalah tanggungjawab farmako-terapi dari seorang farmasis untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.
PC diimplementasikan (dilaksanakan) dengan “ Good Pharmacy Practice “ (Cara Praktik di Apotek yang Baik) (CPAB).
Dalam pelaksanaan CPAB diperlukan : 1. Keterlibatan langsung farmasis (apoteker) dalam segala segi pelayanan kebutuhan pasien (obat-obatan dan alat kesehatan) 2. Aktifitas utama apotek adalah : •
Menyalurkan obat-obatan dan alat kesehatan dengan mutu yang terjamin.
•
Memberikan informasi obat yang tepat.
•
Monitoring efek dari obat / alat kesehatan tersebut
3. Kontribusi apoteker yang menyeluruh dalam penggunaan obat yang tepat dan peresepan yang rasional serta ekonomis 4. Setiap orang / petugas di apotek sudah diberitahu bahwa tugas setiap pelayanan apotek sangat penting dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Untuk itu diperlukan pelayanan yang profesional yaitu pelayanan yang : •
Dilaksanakan dengan kemampuan dan disiplin yang tinggi.
•
Mengamalkan kode etik dan standar profesi.
•
Taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Mencapai Indonesia Sehat 2010) semua apoteker dimanapun bertugas harus memiliki perhatian utama (focus) pada kesejahteraan / keselamatan pasien dan anggota masyarakat lainnya antara lain :
A. Kepada apoteker yang bekerja hanya sebagai apoteker pengelola apotek ( APA ) difokuskan perannya kepada :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
a. Menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang mutu dan keabsahannya terjamin. b. Melayani dan mengawasi peracikan dan penyerahan obat c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik dengan resep dokter maupun penjualan bebas d. Melaksanakan semua peraturan kefarmasian tentang apotek e. Tidak terlibat konspirasi penjualan obat keras ke dokter praktek, toko obat, dan sarana lainnya yang tidak berhak f.
Melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam rangka meningkatkan pelayanan pada pasien
B. Kepada apoteker yang bekerja di industri farmasi / marketing pabrik farmasi diminta perannya dalam : a. Mentaati peraturan tentang penyaluran sediaan farmasi utamanya obat keras b. Tidak
membuat
kebijakan
marketing
yang
merugikan
pasien
(konsumen) dengan membuat perjanjian tertentu yang meningkatkan harga obat yang dipikul pasien (konsumen)
C. Kepada apoteker pada dinas kesehatan Kab / Kotamadya / SudinKes Kotamadya diharapkan perannya : a. Meningkatkan pelaksanaan tugas pengaturan dan pembinaan pada sarana kefarmasian b. Menindak-lanjuti secara adil pelanggaran yang dilakukan oleh toko obat, apotek dan praktek profesi lainnya yang menyimpang dari peraturan yang berlaku
D. Kepada apoteker di Badan POM atau Balai POM provinsi diharapkan perannya : a. Melakukan pemeriksaan atas penyaluran obat-obatan dari industri dan jika ditemukan penyimpangan, segera melaporkannya pada Menteri Kesehatan untuk ditindak lanjuti b. Melakukan pembinaan dan peningkatan pada sarana pengawasan obat di daerah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
c. Meningkatkan pengawasan peredaran sediaan farmasi palsu dan tidak absah d. Melakukan desentralisasi pengawasan
E. Kepada apoteker yang berada pada Departemen Kesehatan / Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Komunitas diharapkan perannya : a. Menyiapkan peraturan yang mengharuskan keberadaan apoteker di apotek selama ada pelayanan kefarmasian demi meningkatkan pelayanan kepada pasien / masyarakat b. Menyiapkan peraturan yang mengharuskan adanya 2 apoteker jika apotek melayani masyarakat lebih dari 8 jam dan 3 apoteker jika apotek melayani masyarakat 24 jam c. Menyiapkan sanksi administratif pada sarana industri farmasi yang melakukan pelanggran peraturan menteri kesehatan atas laporan Badan POM / Balai POM d. Menyusun dan mengusulkan adanya Badan yang mengevaluasi dan mengendalikan harga obat nama dagang yang beredar di Indonesia demi melindungi masyarakat banyak dan agar Indonesia ini tidak lebih liberal dari negara liberal e. Menyiapkan
dan
menegaskan
kembali
peraturan
mengenai
pemisahan yang jelas tugas masing-masing profesi dalam lingkungan kesehatan
Jika semua apoteker berperan untuk meningkatkan pelayanannya dan mempunyai niat baik untuk memperbaiki situasi kefarmasian, maka harkat dan martabat apoteker bisa diraih kembali.
Azwar Daris, Ketua BPD – ISFI DKI Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Lampiran 9. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian Kepada Yth. Apoteker Pengelola Apotek di tempat Dengan hormat, Dalam rangka penyelesaian jenjang S1, saya Albert Basuki Sasongko, mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul ”KERJASAMA APOTEK-APOTEK DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DI MATA APOTEKER PENGELOLA APOTEK YANG TERGABUNG APOTEK JARINGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN KEFARMASIAN”. Sehubungan dengan hal tersebut, dan juga mempertimbangkan kesibukan Anda saya menawarkan 2 pilihan untuk mendapatkan informasi bagi penelitian saya; yaitu: 1. Melakukan wawancara langsung, dengan membuat janji terlebih dahulu. 2. Mengisi langsung daftar pertanyaan yang saya berikan dan memberikan nomor telepon dan waktu yang bisa dihubungi oleh saya jika dalam jawaban ada hal-hal yang kurang jelas bagi saya. Mohon kesediaannya untuk meluangkan waktu menjawab pertanyaan dalam daftar pertanyaan yang terlampir sesuai dengan pendapat/penilaian Anda. Jawaban yang diberikan tidak mendapat penilaian benar atau salah. Segala informasi yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya demi kepentingan ilmiah. Atas bantuan yang Apoteker Pengelola Apotek berikan, saya ucapkan terimakasih. Hormat saya,
Albert B. Sasongko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Lampiran 10. Kusioner Penelitian A. Karakteristik Responden 1. Kesediaan menjadi responden
:
2. Jenis kelamin
:
3. Pengalaman sebagai apoteker sebelum bergabung : dengan apotek jaringan 4. Pengalaman sebagai APA di apotek jaringan :
(a) Bersedia (b) Tidak Bersedia (a) Laki-laki (b) Perempuan (a) < 4 th (b) > 4 th (a) < 4th (b) 4-6 th (c) > 6 th
B. Daftar Pertanyaan 1. Apakah anda tahu bahwa apotek yang anda kelola merupakan suatu apotek jaringan? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 2. Apakah definisi dari apotek jaringan menurut anda? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 3. Menurut anda apakah apotek jaringan memerlukan suatu peraturan tersendiri dalam hukum? Mengapa? .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
.............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 4. Adakah aturan-aturan tertentu dari jaringan apotek anda ataukah persyaratan tertentu yang harus dipenuhi sebelum dapat bergabung? Bisakah diberikan syarat utamanya? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 5. Adakah sanksi yang diberlakukan dalam jaringan apotek anda? Berupa apa? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 6. Kenapa anda memutuskan untuk bergabung / bekerja dalam suatu apotek jaringan, terutama jaringan yang saat ini anda tergabung didalamnya? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
7. Apakah anda yakin dengan adanya apotek jaringan maka peningkatan pelayanan kefarmasian dapat tercapai? Mengapa? .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
.............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
8. Pernahkah anda melakukan kerjasama dengan apotek lainnya dalam satu jaringan? •
Jika pernah, bisakah disebutkan kerjasama seperti apa yang pernah dilakukan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
•
Jika belum pernah, bisakah dijelaskan kenapa? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
9. Kerjasama antar apotek (dalam satu jaringan) seperti apakah menurut anda yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 10. Menurut anda kelebihan apa yang terdapat dalam jaringan apotek yang anda ikuti?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
.............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 11. Menurut anda kekurangan apa yang terdapat dalam jaringan apotek yang anda ikuti? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 12. Apakah jaringan apotek yang anda ikuti ini sudah termasuk ideal bagi anda? Kenapa? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 13. Apotek jaringan seperti apakah yang menurut anda paling ideal atau yang paling anda harapkan? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
Penulis lahir 12 Juli 1984 di Yogyakarta. Ayah bernama Eddy Sugandhi, Ibu bernama Listyawati Gunawan, memiliki kakak laki-laki bernama Martin Basuki Sasongko, dan adik laki-laki bernama Steven Basuki Sasongko. Penulis menyelesaikan masa studinya di TK Tarakanita Yogyakarta, SD Tarakanita Yogyakarta, SLTP Stella Duce I Yogyakarta, SMU Kolese de Britto Sleman dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis mempunyai pengalaman dalam kepanitian Lomba Cerdas Cermat Bidang Kimia Tingkat SMA se-DIY (2004), Seminar Ilmiah Nasional Hasil Penelitian Farmasi (2004), Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (2004), Pharmacy Event Cup (2004), dan aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi pada tahun 2004 dan 2005. Prestasi tertinggi dalam bidang akademis yang pernah dicapai adalah sebagi salah satu peserta International Competitions for Junior High School 1997 (Science – Biology) yang diadakan oleh Universitas New South Wales, Australia.