PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
UJI EFEK ANTIINFLAMASI DAN ANALGESIK JUS BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) PADA MENCIT PUTIH BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Dewi Susanti NIM: 068114126
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
UJI EFEK ANTIINFLAMASI DAN ANALGESIK JUS BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) PADA MENCIT PUTIH BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Dewi Susanti NIM: 068114126
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN Tuhanku,, Engkau yang selalu berbicara padaku ketika aku kesepian Memberikanku dukungan ketika aku dirundung kecemasan Mendengarkan suaraku saat aku jatuh Engkau yang sudi menjadi penghiburan bagiku dalam perjalanan, Tempat berteduh di waktu hujan, Tempat bernaung di kala panas, Tongkat penuntun dalam kelelahan, Dan penolong dalam bahaya Engkau yang membuatku berhasil Mencapai tujuanku, Sekarang, dan juga nanti Pada akhir hidupku
Tulisan ini saya persembahkan untuk: Tuhan Yesus, walaupun karya ini terlalu kecil untuk sebuah ungkapan syukur, Mama dan Papa, yang telah melahirkan, mendidik, dan mengasihi saya selalu, Kakak saya tercinta Yuli Suprihatini, yang tidak pernah berhenti menyayangi dan mengajari saya arti berjuang yang sesungguhnya, Ayis Suti Wibowo dan Anjar Murtiningsih, kakak kandung sekaligus pengganti orangtua bagi saya Dan Almamater saya, Universitas Sanata Dharma
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA Rasa syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, sebab atas segala anugerah dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Efek Antiinflamasi dan Analgesik Jus Buah Belimbing (Averhoa carambola L.) Pada Mencit Putih Betina Galur Swiss”, dengan baik. Dari awal proses penyusunan proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai pada tahap penulisan skripsi, banyak hambatan dan kedala yang terjadi. Namun, berkat adanya dukungan, doa, bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, semua bisa terselaikan dengan baik. Sehingga pada kesempatan ini, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rita Suhadi, MSi., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukkan, dan saran selama penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan, saran, dan kritik yang membangun, serta berbagai referensi buku dan jurnal. 4. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan, saran, dan kritik yang membangun. 5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., yang banyak memberikan bimbingan dan arahan.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Mama, Papa, dan Ci Yuli di Surga, yang selalu menjadi motivasi penulis untuk memberikan yang terbaik. 7. Kakak saya, Ayis Suti Wibowo, atas kasih sayang, pengorbanan, motivasi yang selalu menguatkan, dan selalu ada baik dalam keadaan bahagia maupun di saat paling buruk dalam hidup penulis. 8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi yang telah berbagi pengetahuan. 9. Fakultas Teknik Mekatronika Universitas Sanata Dharma yang telah bersedia memberikan pinjaman alat berupa Jangka Sorong untuk penelitian ini. 10. Mas Parjiman, Mas Heru, dan Mas Kayat, selaku laboran yang banyak membantu proses penelitian. 11. Keluarga saya terkasih di Purworejo, Bulek Sutarni, Lek Madi, Budhe Legiem, Bayu, Bela, Erlin, Mas Ripto. Juga seluruh keluarga di Jakarta, Bogor, Bandung, love you all! 12. Keluarga Purnomo, Om Cipto, Tante Yana, Ci Yoana, Kak Ino, Ezer, Edo. Serta keluarga Meilina D. Pattikawa dan Patrick Gunawan Hartono, atas segala ketulusan hati menjadikan penulis selayaknya keluarga. 13. Rekan penelitian ini, Tanti, Jeffry, dan Ricky, Gun, Felix, untuk tenaga, waktu, dan pikiran yang secara tulus diberikan. 14. Sahabat saya, Regina Citra Dewanti, untuk setiap penghiburan dan uluran bantuan, beserta segenap keluarga, Budhe Yeni, Pakdhe Rm. Priyono, Pakdhe
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
In, Dek Adrian, Mbak Indira, Dek Ardo, Mbak Nunung, Bu Yeti untuk kehangatan sebuah keluarga. 15. Keluarga Su (baik), Cita, Krisna, Ginji, dan Fea, atas persahabatan yang unik dan indah. 16. Para sahabat, Della, Esti, Helen, Mike, Devita, Rere, Lita, Grace, Wiwit, Ciput, Henny, Riri, Jati, Sammy, atas dukungan dan semangat yang diberikan. Ryan, atas pinjaman blender-nya. Dan seluruh teman-teman angkatan 2006. 17. Reynold Steve McWhiter and all his family there, thanks for the love and care you gave to me. 18. Semua teman dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya, atas segala kebaikan dan jasa yang telah diberikan. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis selalu terbuka untuk saran, masukkan, dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga karya ini bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan serta bagi masyarakat luas.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Buah belimbing (Arverrhoa carambola L.) dikenal karena bentuk bintangya yang unik dan dapat digunakan sebagai obat tradisional. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran khasiat jus buah belimbing sebagai obat antiinflamasi dan analgesik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subyek uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Obyek uji dalam penelitian ini adalah jus buah belimbing yang terbagi dalam 3 peringkat dosis, yaitu 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB. Penelitian pertama merupakan penelitian daya antiinflamasi dengan menggunakan karagenin sebagai penginduksi edema pada telapak kaki mencit dan diklofenak 4,48 mg/kg BB sebagai kontol positifnya. Penelitian kedua merupakan penelitian daya analgesik mengunakan metode geliat, dengan asam asetat sebagai pengiduksi geliat dan parasetamol 91 mg/kg BB sebagai kontrol positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus buah belimbing dosis 3,34 dan 6,67 g/kg BB terbukti memiliki efek antiinflamasi dan analgesik. Daya antiinflamasi jus buah belimbing dosis 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB berturut-turut adalah 22,91%; 54,58%; dan 36,06%; sedangkan daya analgetikanya sebesar 3,24%; 70,27%; dan 56,76%. Dosis optimal jus buah belimbing yang berkhasiat sebagai antiinflamasi maupun analgesik yaitu dosis 3,34 g/kg BB. Kata kunci: jus buah belimbing, daya antiinflamasi, daya analgesik
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Starfruit (Averrhoa carambola L.) is known for its uniqueness star shape and can be used as traditional medicine. This study aims to prove that starfruit juice really has anti-inflammatory and analgesic effect. This is a pure experimental research with one-way pattern, random and complete research design. The subject of this study was Swiss white female mice which ranging age are 2-3 months and its weight between 20-30 g. The object of this study was star fruit juice which doses are divided into 3 groups, 1,67; 3,34; and 6,67 g/kg BW. The anti-inflammatory test using carrageenininduced edema in hind paw of the mice assay and diclofenac 4,48 mg/kg BW as positive control was performed first. Then the study continued with analgesic assay using writhing test, acetic acid as the writhing inducer and acetaminophen 91 mg/kg BW as the positive control. The result shows that the star fruit juice at the dose 3,34 and 6,67 g/kg BW has anti-inflammatory and analgesic effect. The anti-inflammatory potency of the star fruit juice at the dose 1,67; 3,34; and 6,67 g/kg BW were 22,91%; 54,58% and 36,06%; the analgesic potency were 3,24%; 70,27%; and 56,76%, respectively. The optimal dose of star fruit juice to get both anti-inflammatory and analgesic effect is 3,34 g/kg BW.
Key words: star fruit juice, anti-inflammatory potency, analgesic potency
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... …iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………….iv HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………………...v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………….vi PRAKATA…………………………………………………………………………..vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………………..x INTISARI…………………………………………………………………………….xi ABSTRACT………………………………………………………………………....xii DAFTAR ISI………………………………………………………………………..xiii DAFTAR GAMBAR................................................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………...xx BAB I PENGANTAR……………………………………………………………...…1 A. Latar Belakang....................................................................................................... 1 1. Perumusan masalah ......................................................................................... 4 2. Keaslian penelitian .......................................................................................... 4 3. Manfaat penelitian........................................................................................... 7 B. Tujuan Penelitian................................................................................................... 7 1. Tujuan umum .................................................................................................. 7
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Tujuan khusus.................................................................................................. 7 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA………………………………………………..9 A. Belimbing .............................................................................................................. 9 1. Sistematika ...................................................................................................... 9 2. Kandungan kimia ............................................................................................ 9 3. Kegunaan......................................................................................................... 9 4. Morfologi tanaman ........................................................................................ 10 B. Flavonoid............................................................................................................. 10 C. Peradangan .......................................................................................................... 11 1. Pengertian peradangan .................................................................................. 11 2. Terjadinya radang.......................................................................................... 12 3. Tanda-tanda peradangan................................................................................ 16 D. Nyeri .................................................................................................................... 18 1. Pengertian nyeri............................................................................................. 18 2. Terjadinya nyeri ............................................................................................ 19 3. Jenis nyeri...................................................................................................... 22 E.
Antiinflamasi ....................................................................................................... 23
F.
Diklofenak ........................................................................................................... 24
G. Analgetika............................................................................................................ 25 H. Parasetamol.......................................................................................................... 27 xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
I.
Metode Pengujian Daya Antiinflamasi ............................................................... 28
J.
Metode Pengujian Daya Analgetika.................................................................... 30
K. Landasan Teori .................................................................................................... 37 L.
Hipotesis .............................................................................................................. 38
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………….39 A. Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................................... 39 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................................................... 39 1. Variabel utama .............................................................................................. 39 2. Variabel Pengacau ......................................................................................... 39 3. Definisi Operasional...................................................................................... 40 C. Bahan Penelitian.................................................................................................. 41 D. Alat Penelitian ..................................................................................................... 42 E.
Tata Cara Penelitian ............................................................................................ 42 1. Penelitian efek antiinflamasi ......................................................................... 42 2. Penelitian efek analgesik ............................................................................... 48
F.
Tata Cara Analisis Hasil...................................................................................... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………...55 A. Determinasi Tanaman.......................................................................................... 55 B. Penelitian Efek dan Daya Antiinflamasi ............................................................. 55 1. Uji Pendahuluan ............................................................................................ 55
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Efek dan Daya Antiinflamasi Jus Buah Belimbing....................................... 62 C. Penelitian Efek dan Daya Analgesik Jus Buah Belimbing.................................. 75 1. Uji Pendahuluan ............................................................................................ 75 2. Efek dan Daya Analgesik Jus Buah Belimbing............................................. 81 D. Perbandingan Hasil Uji Daya Antiinflamasi dan Analgesik ............................... 89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………...93 A. Kesimpulan.......................................................................................................... 93 B. Saran .................................................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 94 LAMPIRAN………………………………………………………………………... 97 BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………………..137
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel I.
Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok rentang waktu pengukuran edema pada kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% .......................... 57
Tabel II.
Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak .................. 59
Tabel III.
Ringkasan hasil uji Scheffe kelompok antar waktu pemberian dosis efektif diklofenak ................................................................................... 61
Tabel IV.
Rata-rata diameter edema yang terjadi pada masing-masing kelompok perlakuan…............................................................................................ 64
Tabel V.
Ringkasan hasil uji Scheffe % daya antiinflamasi.................................. 68
Tabel VI.
Persentase potensi relatif kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif............................................................................ 70
Tabel VII.
Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak ................... 76
Tabel VIII.
Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak .................. 79
Tabel IX.
Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok rentang waktu pemberian asam asetat ...................................................................................................... 81
Tabel X.
Rata-rata jumlah geliat dan %proteksi geliat yang terjadi pada kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok perlakuan .................................. 83
Tabel XI.
Hasil analisis uji Scheffe persentase penghambatan geliat..................... 85
Tabel XII.
Rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol positif.................... 86
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Struktur katekin...................................................................................... 10
Gambar 2.
Diagram ringkas dari pembentukkan mediator inflamasi yang berasal dari fosfolipid dengan garis besar aksinya dan tempat aksi obat antiinflamasi…....................................................................................... 13
Gambar 3.
Terjadinya nyeri; penghantaran impuls; lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen dalam bagan sederhana ..................................... 21
Gambar 4.
Struktur diklofenak ................................................................................ 24
Gambar 5.
Bagan kemungkinan pengaruh macam-macam obat terhadap nyeri (menurut Keldel) .................................................................................... 26
Gambar 6.
Struktur parasetamol .............................................................................. 27
Gambar 7.
Data edema yang terjadi pada kaki mencit pada rentang waktu tertentu setelah injeksi karagenin 1% subplantar ................................................ 56
Gambar 8. Data hasil orientasi dosis efektif diklofenak ............................................. 58 Gambar 9.
Data hasil orientasi wakt efektif diklofenak .......................................... 60
Gambar 10. Diagram batang rata-rata % daya antiinflamasi kelompok perlakuan terhadap kontrol karagenin .................................................................... 66 Gambar 11. Diagram batang % potensi relative kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif.......................................................... 70 Gambar 12. Serangan radikal hidroksil pada karbon 15 dari asam arakidonat........... 72
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 13. Pembentukan prostaglandin melalui adisi karbon 9 dan 11 oleh radikal superoksid .............................................................................................. 72 Gambar 14. Reaksi penangkapan radikal hidroksil oleh katekin................................ 73 Gambar 15. Hasil penetapan dosis efektif asam asetat ............................................... 76 Gambar 16. Hasil orientasi dosis efektif parasetamol ................................................ 78 Gambar 17. Hasil orientasi selang waktu pemberian asam asetat .............................. 80 Gambar 18. Diagram rata-rata % perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif ..................................................................................................... 86 Gambar 19. Grafik profil geliat kelompok perlakuan jus buah belimbing dan parasetamol ............................................................................................ 88 Gambar 20. Diagram batang daya antiinflamasi dan analgesik pada jus buah belimbing ............................................................................................... 90
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi buah belimbing ....................................... 97 Lampiran 2. Gambar alat blender yang digunakan untuk membuat jusBelimbing, buah belimbing yang sesuai criteria pemilihan dan jus buah belimbing konsentrasi 20% ..................................................................................... 98 Lampiran 3. Gambar mencit yang menggeliat sesuai dengan definisi operasional.... 98 Lampiran 4. Gambar cara pengukuran edema dengan jangka sorong ........................ 99 Lampiran 5. Skema kerja uji efek antiinflamasi ....................................................... 100 Lampiran 6. Skema kerja uji efek analgesik ............................................................. 101 Lampiran 7. Data penetapan rentang waktu pengukuran edema dan analisis statistiknya ........................................................................................... 102 Lampiran 8. Data Penetapan Dosis Efektif Diklofenak dan Analisis Statistiknya... 105 Lampiran 9. Data Penetapan Waktu Pemberian Dosis Efektif Diklofenak dan Analisis Statistiknya........................................................................................... 108 Lampiran 10. Perhitungan penetapan peringkat dosis jus buah belimbing pada kelompok perlakuan ............................................................................. 111 Lampiran 11. Data diameter edema pada uji efek antiinflamasi jus buah belimbing112 Lampiran 12. Data % daya antiinflamasi dan analisis statistiknya........................... 115 Lampiran 13. Rata-rata % daya antiinflamasi dan potensi relatif kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif ......................................... 118
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 14. Data penetapan dosis asam asetat dan analisis statistiknya................ 119 Lampiran 15. Data penetapan dosis efektif parasetamol dan analisis statistiknya ... 121 Lampiran 16. Data penetapan rentang waktu pemberian rangsang geliat ................ 124 Lampiran 17. Data jumlah geliat pada uji efek analgesik beserta analisis statistiknya……………………………………………………………127 Lampiran 18. Data % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada uji analgesik dan analisis statistiknya........................................................................ 130 Lampiran 19. Data % perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif (parasetamol 91 mg/kg BB) dan analisis statistiknya .......................... 133
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Peradangan merupakan reaksi kompleks dalam jaringan yang melibatkan respon pembuluh darah dan leukosit. Peradangan mungkin menjadi berbahaya dalam beberapa situasi. Mekanisme peradangan untuk menghancurkan penginvasi dan jaringan nekrosis memiliki kemampuan intrinsik untuk merusak jaringan normal. Ketika peradangan tidak tepat sasaran dan merusak jaringan itu sendiri atau peradangan tidak terkontrol dengan baik, maka hal ini bisa menjadi penyebab kerusakan dan penyakit (Kumar, Abbas, Fausto, dan Aster, 2010). Manifestasi klinis dan patologi dari respon peradangan disebabkan oleh beberapa reaksi. Fenomena vaskuler pada peradangan akut ditandai dengan adanya peningkatan aliran darah menuju daerah yang terluka, akibat dari dilatasi arteriola dan pembukaan kapiler karena induksi mediator seperti histamin. Meningkatnya permeabilitas vaskuler mengakibatkan akumulasi cairan protein ekstraseluler yang menimbulkan eksudat. Protein plasma keluar dari pembuluh darah, sebagian besar melewati cell junction interendotelial vena yang melebar. Kemerahan (rubor), panas (kalor), dan bengkak (tumor) pada peradangan disebabkan karena meningkatnya aliran darah dan edema. Leukosit yang tersirkulasi, yang didominasi neutrofil, bermigrasi ke daerah yang terluka. Leukosit yang teraktivasi akan melepaskan metabolit toksik dan enzim protease, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Ketika terjadi kerusakan jaringan, dan adanya pelepasan prostaglandin, neuropeptida, dan sitokin, salah satu simpton lokal peradangan adalah nyeri (dolor) (Kumar dkk., 2010). Nyeri merupakan pengalaman subyektif, yang sulit untuk dideskripsikan secara pasti, meskipun kita semua tahu apa yang dimaksud dengan nyeri (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2007). Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya. Pada beberapa penyakit, misalnya pada tumor ganas dalam fase akhir, meringankan nyeri kadang-kadang merupakan satu-satunya tindakan yang berharga (Mutschler, 1986). Secara umum, pengatasan peradangan dan nyeri dapat dijelaskan sebagai berikut:
penghambatan
pembentukkan
prostaglandin,
yaitu
suatu
mediator
peradangan dan nyeri. Penghambatan bisa dilakukan dengan berbagai cara: (i) penghambatan
pembentukan
asam
arakidonat
oleh
obat-obat
steroid,
(ii)
penghambatan enzim siklooksigenase (COX) oleh obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS), dan (iii) penghambatan radikal bebas oleh senyawa antioksidan (Rang dkk., 2007). Dengan dihambatnya prostaglandin, maka perdangan dapat diatasi. Sedangkan rasa nyeri juga berkurang karena reseptor nyeri tidak tersensibilitasi oleh prostaglandin (Mutschler, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Beberapa senyawa alam yang terdapat dalam tumbuhan memiliki aktivitas sebagai penghambat radikal bebas atau secara luas dikenal sebagai senyawa antioksidan. Salah satu tanaman yang memiliki kandungan senyawa antioksidan adalah belimbing (Averrhoa carambola L.) yang merupakan suku oksalidaceae. Buah belimbing, memiliki kandungan polifenol dan asam askorbat yang diketahui sebagai antioksidan (Wakte, Patil, Patil, dan Phatak, 2007). Hal ini dikuatkan dengan hasil penelitian (Sari, 2008) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol 96% buah belimbing (Averrhoa carambola L.) memiliki aktivitas antioksidan yang ditunjukkan oleh nilai IC50 sebesar 28,82 ± 0,04 µg/mL, sehingga digolongkan sebagai antioksidan kuat, karena nilai IC50 kurang dari 200 µg/mL. Selain itu, sebelumnya juga pernah dilakukan pengujian beberapa efek farmakologi buah Averrhoa carambola Linn pada hewan percobaan, yang salah satunya menunjukkan adanya efek analgesik sari buah pada dosis 2,5; 5; dan 10 ml/kg BB (Rianti, Padmawinata, dan Andreanus, 1978). Berdasarkan pada uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ada tidaknya efek antiinflamasi dan analgesik pada jus buah belimbing manis. Dalam penelitian ini digunakan jus, bukan sari, karena di masyarakat jus lebih terjangkau dibandingkan sari, karena dalam pembuatan sari dibutuhkan alat juice extractor, yang cukup mahal. Untuk menguji efek antiinflamasi digunakan metode rangsang edema, karena metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok untuk skrining sebaik untuk evaluasi mendalam. Sedangkan untuk menguji efek analgesik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
digunakan metode geliat, karena metode ini dapat mendeteksi baik analgesik sentral maupun perifer. Metode ini juga telah banyak digunakan dan direkomendasikan sebagai suatu metode skrining yang cukup sederhana (Vogel, 2002). 1. Perumusan masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Apakah jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) mempunyai efek antiinflamasi dan atau analgesik? b. Seberapa besar daya antiinflamasi dan atau analgesik jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.)? 2. Keaslian penelitian Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti dan sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang efek antiinflamasi dan analgesik jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu: a. Pengujian Beberapa Efek Farmakologi Buah Averrhoa carambola Linn pada hewan percobaan (Rianti dkk., 1978), dan disimpulkan bahwa sari buah Averrhoa carambola Linn memiliki efek analgesik pada dosis 5, 10, dan 20 ml/kg BB, efek diuretik dan hipoglikemik pada dosis 5 dan 10 ml/kg BB. Sari buah 2,5; 5; dan 10 ml/kg BB tidak menunjukkan efek antipiretik pada tikus, sedangkan ekstrak kloroform pada dosis 40 mg/kg BB (setara dengan 25,4 g
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
buah segar) hanya menunjukkan efek hipoglikemik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah pada penelitian ini digunakan sari buah belimbing, sedangkan penulis menggunakan jus buah. Selain itu, dosis yang digunakan penulis juga tidak sama dengan penelitian sebelumnya. b. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol 96% Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) (Sari, 2008), dan disimpulkan bahwa ekstrak etanol 96% buah belimbing memiliki aktivitas antioksidan yang ditunjukkan oleh nilai IC50 sebesar 28,82 ± 0,04 µg/mL, sehingga digolongkan sebagai antioksidan kuat, karena nilai IC50 kurang dari 200 µg/mL. Kandungan senyawa yang bertanggung jawab sebagai antioksidan adalah polifenol dan vitamin C. c. Antioxidant and Antimicrobial Activities of Averrhoa carrambola L. Fruit (Wakte dkk., 2007), dan disimpulkan bahwa daya antioksidan ekstrak Averrhoa carambola L. bergantung pada konsentrasi dan tingkat kematangan buah. Nilai IC50 muda, setengah masak, dan masak secara berurutan 300, 250, dan 250 µg/mL. d. Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn) (Sukadana, 2009), dan disimpulkan bahwa isolat flavonoid fraksi FB dari ekstrak kental air buah belimbing manis diduga adalah katekin dengan kemungkinan terdapat gugus hidroksil pada C-3, C-7,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dan C-4’. Identifikasi dengan spektrofotometer inframerah diduga bahwa isolat flavonoid mengandung gugus OH, C-H aromatik, C-H alifatik, C=C aromatik, C-O alkohol dan tidak adanya gugus C=O. Dan fraksi tersebut diduga dapat menghambat bakteri gram positif dan gram negatif mulai dari konsentrasi 500 ppm dan 100 ppm. e. Anti-inflammatory and Bactericidal Properties of Selected Indigenous Medical
plants
Used
for
Dysuria
(Sripanidkulchai,
Tattawasart,
Laupattarakasem and Wongpanich, 2002), dan disimpulkan bahwa pemberian secara intraperitoneal ekstrak air akar Carica papaya (10 g/kg BB, p.o.), Ananas comosus (20 g/kg BB, i.p.), dan tangkai pohon Averrhoa carambola (20 g/kg BB, i.p.) pada jam pertama setelah induksi karagenin, memberikan efek antiinflamasi yang setara dengan asam asetilsalisilat (ASA) 300 mg/kg BB sebagai kontrol positif. Namun, setelah jam kedua dan ketiga, ekstrakekstrak tersebut menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang lebih kuat daripada ASA. Untuk aktivitas antibakteri, Staphylococcus aureus paling sensitif terhadap ekstrak A. carambola dengan kadar bunuh minimum (KBM) 15,62 mg/ml atau kurang, ekstrak C. rotundus dan I. cylindrica menghambat E. coli, Ps. aeruginosa, dan S. aureus dengan KBM 62,5 mg/mL. C. papaya dan A. comosus tidak menunjukkan aktivitas antibakteri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
3. Manfaat penelitian Dengan adanya penelitian tentang daya antiinflamasi dan analgesik jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut: a. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi terutama dalam bidang ilmu kefarmasian mengenai khasiat buah belimbing (Averrhoa carambola L.) sebagai antiinflamasi dan analgesik. b. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam penyediaan obat tradisional sebagai alternatif dalam mengurangi peradangan dan rasa nyeri. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi mengenai khasiat jus buah belimbing terutama yang digunakan sebagai antiinflamasi dan pengurang rasa nyeri. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi dengan metode Langford, Holmes, dan Emele (1972) dan atau analgesik dengan metode geliat pada jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
b. Mengetahui besarnya daya antiinflamasi dan atau analgesik pada masingmasing dosis jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) yang digunakan dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Belimbing 1. Sistematika Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi : Gymnospermae Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Geranilases
Famili
: Oxalidaceae
Genus
: Averrhoa
Spesies
: Averrhoa carambola L. (Lawrence, 1951)
2. Kandungan kimia Buah belimbing mengandung asam oksalat (0,03% dari berat buah segar), vitamin C (0,05% dari berat buah segar), monopolisakarida, karotenoid (Heber, 2007), serta katekin (Sukadana, 2009). 3. Kegunaan Buah belimbing digunakan untuk mengobati diare, mual, dehidrasi, hemoroid, demam, dan nyeri hati (Heber, 2007). Efek analgesik ditunjukkan pada sari buah belimbing pada dosis 5, 10, dan 20 ml/kg BB, efek diuretik dan hipoglikemik pada dosis 5 dan 10 ml/kg BB (Rianti dkk., 1978). Selain itu, Sari (2008) menyatakan ekstrak etanol 96% buah belimbing memiliki efek antioksidan.
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
4. Morfologi tanaman Merupakan tanaman berbatang kayu yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5 meter. Bentuk daunnya berubah-ubah dan memiliki panjang 10-12 cm. bunganya berwarna keunguan, yang tumbuh pada cabang tanaman. Bentuk bunga radial dan strukturnya bersusun lima. Buahnya merupakan buah berair, panjangnya mendekati 10 cm, dan tersusun dari lima sisi dan bentuknya menyerupai bintang jika diiris secara melintang. Jika masak akan berwarna kuning tua (Heber, 2007).
B. Flavonoid OH OH HO
O
OH OH
Gambar 1. Struktur katekin (Strobel, Allard, Perez-Acle, Calderon, Aldunate, dan Leighton, 2005) Flavonoid adalah grup komponen polifenol yang terdapat di dalam buah dan sayuran. Familinya terbagi menjadi monomerik flavanol, flavanon, antosianindin, flavon, dan flavonol (Watson, 2001). Lebih dari 4000 flavonoid telah teridentifikasi di dalam berbagai buah, sayuran, dan minuman. Flavonoid menjadi menarik akhirakhir ini karena berbagai potensi efeknya yang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Flavonoid telah dilaporkan memiliki aktivitas antiviral, anti alergi, antiplatelet, antiinflamasi, antitumor, dan antioksidan (Buhler dan Miranda, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Flavonoid dikenal sebagai kelator transisi logam; sebagian besar uji inhibisi lipid peroksidasi mengukur kombinasi aktivitas pengkelat transisi logam (biasanya besi) dan penangkapan radikal bebas. Flavonoid memiliki elemen struktur kimia yang mungkin bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan. Penelitian terkini oleh Dr. Van Acker dan koleganya di Belanda menunjukkan bahwa flavonoid dapat menggantikan vitamin E sebagai chain-breaking anti-oxidant di dalam membran mikrosomal liver. Peran flavonoid sebagai antioksidan dalam sistem pertahanan tubuh bisa didapatkan dengan komsumsi flavonoid 50-800 mg perhari. Kapasitas flavonoid sebagai antioksidan bergantung pada struktur molekulnya. Posisi dari gugus hidroksil dan rantai lain dalam stuktur kimia flavonoid penting untuk aktivitas antioksidan dan penangkapan radikal bebas (Watson, 2001; Buhler and Miranda, 2000).
C. Peradangan 1. Pengertian peradangan Peradangan merupakan suatu mekanisme respon pertahanan tubuh yang fundamental, dirancang untuk membebaskan diri dari penyebab awal kerusakan pada sel (misalnya mikrobia, racun) dan akibatnya (seperti nekrosis sel dan jaringan). Tanpa peradangan, infeksi akan berlangsung tanpa terdeteksi, kerusakan tidak akan sembuh, dan kerusakan jaringan mungkin akan bertahan sehingga sangat menyakitkan (Kumar dkk., 2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2. Terjadinya radang Inflamasi akut merupakan respon cepat tubuh dengan mengirim leukosit dan protein plasma, seperti antibodi, menuju ke daerah infeksi atau kerusakan jaringan. Inflamasi akut memiliki 3 komponen utama: (1) perubahan dalam kemampuan vaskuler yang menyebabkan meningkatnya kecepatan alir darah, (2) perubahan struktural dalam mikrovaskuler yang memungkinkan protein plasma dan leukosit dari sirkulasi mikro, terakumulasi di daerah yang rusak, dan terkaktivasinya kedua komponen tersebut berfungsi untuk mengeliminiasi agen penyebab kerusakan (Kumar dkk., 2010). Beberapa sel dan mediator-mediator terlibat dalam respon alami (merupakan variasi sistem pertahanan tubuh) yang interaksinya sangat kompleks. Lebih detailnya berhubungan dengan kejadian vaskuler dan peran sel serta mediator-mediator dalam tubuh. Kejadian vaskuler merupakan awal dilatasi pada arteriola kecil yang mengakibatkan peningkatan aliran darah, yang diikuti dengan penurunan kemudian berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas vena pos kapiler, dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi disebabkan oleh adanya beberapa mediator (histamin, prostaglandin (PG) E2 dan I2, dan sebagainya) yang dilepaskan karena adanya interaksi antara jaringan dan mikroorganisme. Beberapa pelepasan dari mediator tersebut (seperti histamin, platelet-activating factor (PAF) dan sitokin oleh interaksi (TRL-PAMP) juga bertanggung jawab atas fase alami peningkatan permeabilitas vaskuler. Sistem kinin merupakan salah satu penghasil enzim; yang dihasilkan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin, yang berhubungan dengan kejadian seluler. Sel yang terkait dengan inflamasi, beberapa (sel endotelial vaskuler, sel mast, dan makrofag jaringan) normalnya berada di jaringan ketika platelet dan leukosit meningkatkan akses ke area inflamasi (Rang dkk., 2007).
Gambar 2. Diagram ringkas dari pembentukkan mediator inflamasi yang berasal dari fosfolipid dengan garis besar aksinya dan tempat aksi obat antiinflamasi (Rang dkk., 2007). Eicosanoid merupakan senyawa de novo dari fosfolipid. Eicosanoid yang utama adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses esterifikasi fosfolipid. Eicosanoid berperan dalam pengontrolan berbagai proses fisiologis dan sebagian besar merupakan mediator serta modulator penting dari reaksi inflamasi (gambar 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Langkah awal dan batas kecepatan sintesis eicosanoid bergantung pada pembebasan asam arakidonat, baik dengan satu tahap (dengan bantuan fosfolipase A2) maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, diasilgliserol). Tetapi, fosfolipase A2 (PLA2) memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan asam arakidonat intraseluler (gambar 2). Berbagai stimulan dapat membebaskan asam arakidonat, tergantung pada tipe sel. Kerusakan sel umumnya juga memicu proses pembebasan asam arakidonat. Asam arakidonat dimetabolisme melalui beberapa cara (gambar 2), yaitu: 1. oleh enzim siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dari dua bentuk, COX-1 dan COX-2. Enzim ini mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan. 2. oleh lipoksigenase yang mengawali sintesis leukotrien, lipoksin dan komponen lain (Rang dkk., 2007). Radikal bebas oksigen akan terlepas secara ekstraseluler dari leukosit setelah adanya pemaparan mikrobia, kemotaksin, dan kompleks imun, atau mengikuti tantangan fagositik. Produksi radikal bebas oksigen bergantung pada aktivasi sistem oksidasi NADPH. Anion superoksida, hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil, merupakan spesies utama yang diproduksi oleh sel, dan anion superoksida dapat berinteraksi dengan NO untuk membentuk spesies nitrogen reaktif (Kumar dkk., 2010). Seperti yang telah diketahui bahwa aktivasi fagosit melepaskan berbagai macam komponen, termasuk eicosanoid dan enzim proteolitik. Diawali dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
penelitian oleh Babior pada tahun 1987, menunjukkan bahwa neutrofil yang teraktivasi juga memproduksi radikal oksigen superoksida (O. ). Superoksida dapat menghasilkan hidrogen peroksida dengan serangkaian reaksi (1): 2O. + 2H+ → H2O2 + O2
(1)
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa O. dan H2O2 juga dihasilkan pada
aktivasi sel fagosit lain, meliputi monosit, makrofag, dan eusinofil. H2O2 dapat dengan mudah terpenetrasi ke membran sel, sedangkan O. tidak bisa. Kemudian
dengan adanya keberadaan ion dari transisi logam yang sesuai (biasanya besi), H2O2 dapat berinteraksi dengan reduksi ion besi sehingga membentuk spesies oksidasi tinggi, yang paling penting adalah radikal hidroksil (.OH) yang menuju peroksidasi lipid. Fe2+ + H2O2 → kompleks intermediet → Fe3+ + .OH + OH-
(2)
Reaksi (2) dapat terjadi secara ekstraseluler jika medium di sekitar fagosit yang teraktivasi mengandung ion besi. Derivat fagosit O. dimungkinkan berperan dalam mengatur ion besi ke dalam bentuk reduksi: Fe3+ + O. → kompleks intermediet → Fe2+ + O2
(3)
Ion besi dihasilkan dari pendesakan hem pada hemoglobin oleh H2O2
kemudian O. akan mereduksi ferritin menjadi besi. Karena itulah pendarahan di daerah inflamasi akan meningkatkan produksi radikal bebas dan memperparah
kerusakan jaringan. Reaksi (2) dapat terjadi secara intraseluler, ketika H2O2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
terpenetrasi ke dalam sel
dan bereaksi dengan ion besi untuk membentuk .OH
(Halliwell, Hoult, and Blake, 1988). 3. Tanda-tanda peradangan Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cidera atau kematian sel. Tanda-tanda pokok peradangan menurut Price dan Wilson (1995), mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan fungsio laesa (perubahan fungsi). a. Rubor Rubor atau kemerahan, biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Pada waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai darah pada daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapilerkapiler yang sebelumnya kosong atau terisi sebagian saja, meregang dengan cepat sehingga menjadi terisi penuh dengan darah. Keadaan tersebut dinamakan hyperimia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin. b. Kalor Kalor atau panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya, panas merupakan sifat reaksi peradangan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37oC, yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 37oC) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang mengalami peradangan, lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerahdaerah perdangan yang terjadi pada organ dalam, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu 37oC, dan hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan. c. Tumor Segi
paling
mencolok
dari
peradangan
akut
mungkin
adalah
pembengkakan lokal. Pembengkakan ditimbulkan oleh adanya migrasi cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada awal peradangan, sebagian besar isi dari eksudat adalah cairan plasma, tetapi kemudian sel-sel darah putih akan meninggalkan aliran darah kemudian tertimbun sebagai bagian dari eksudat. d. Dolor Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan disebabkan oleh beberapa hal. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung nosiseptor. Hal yang sama, yaitu pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang nosiseptor.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit. e. Fungsio laesa Fungsio laesa adalah salah satu reaksi peradangan yang terlihat mudah untuk dimengerti, mengapa bagian yang bengkak terasa nyeri dan berfungsi secara abnormal. Namun, sebetulnya tidak diketahui secara mendalam bagaimana mekanisme terganggunya fungsi jaringan oleh adanya peradangan (Price dan Wilson, 1995).
D. Nyeri 1. Pengertian nyeri Nyeri merupakan pengalaman subyektif, yang sulit untuk dideskripsikan secara pasti, meskipun kita semua tahu apa yang dimaksud dengan nyeri. Secara khusus, nyeri merujuk pada sebuah respon yang ditujukan pada kejadian yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, seperti luka, inflamasi atau kanker, tetapi nyeri yang hebat dapat muncul tersendiri oleh sebab yang tidak pasti (misal: neuralgia trigeminal), atau tetap bertahan lama setelah sembuhnya luka. Nyeri juga dapat muncul sebagai akibat dari adanya kerusakan otak atau saraf (misal: pasca stroke atau infeksi herpes) (Rang dkk., 2007). Macam-macam kondisi nyeri belakangan ini, tidak secara langsung berhubungan dengan kerusakan jaringan (penyebab umum), dan penyebab utama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
kecacatan dan stress; secara umum hal itu memiliki respon yang kurang baik terhadap obat analgesik konvensional dibanding dengan menghilangkan penyebab langsung. Pada kasus ini, kita perlu memikirkan itilah nyeri dalam konteks kelainan fungsi saraf, dibandingkan pada schizophrenia atau epilepsi, lebih dari sekedar respon normal terhadap luka pada jaringan. Namun demikian, diperlukan pembedaan dua komponen, salah satu atau keduanya yang terlibat dalam keadaan nyeri patologis: (i) saraf aferen nosiseptot perifer, yang teraktivasi oleh rangsang noksius; (ii) mekanisme sentral oleh adanya input aferen yang menghasilkan sensasi nyeri (Rang dkk., 2007). 2. Terjadinya nyeri Menurut Raja dkk., 1999; Cesare & McNaughton, 1997; Julius & Basbaum, 2001 (cit., Rang dkk., 2007), pada kondisi normal, nyeri dihubungkan pada aktivitas elektrik dalam diameter kecil pada serat utama aferen saraf perifer. Saraf ini memiliki sensor ujung di jaringan perifer dan dapat teraktivasi oleh berbagai macam rangsang (mekanik, termal, kimia). Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan zat nyeri (mediator nyeri). Yang termasuk ‘zat nyeri’ yang potensinya kecil adalah ion hidrogen. Pada penurunan nilai pH di bawah 6 selalu terjadi nyeri yang meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Demikian pula berbagai neurotransmitter dapat bekerja sebagai zat nyeri pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
kerusakan jaringan. Histamin pada konsentrasi relatif tinggi (10-8g/L) terbukti sebagai zat nyeri. Asetilkolin pada konsentrasi rendah mensensibilisasi reseptor nyeri terhadap zat nyeri lain, sehingga senyawa ini bersama-sama dengan senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendiri tidak berkhasiat, dapat menimbulkan nyeri. Pada konsentrasi tinggi, asetilkolin bekerja sebagai zat nyeri yang berdiri sendiri. Serotonin merupakan senyawa yang menimbulkan nyeri yang paling efektif dari kelompok transmitter. Sebagai kelompok senyawa penting lain dalam hubungan ini adalah kinin, khususnya bradikinin, yang termasuk senyawa penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin, yang dibentuk lebih banyak dalam peristiwa nyeri, mensensibilisasi reseptor nyeri dan di samping itu menjadi penentu dalam nyeri yang lama (Mutschler, 1986). Selain prostaglandin, ada juga substantsi P yang bekerja meningkatkan sensitivitas ujung-ujung serabut saraf nyeri tetapi tidak secara langung merangsangnya (Guyton, 1986). Pembentukan prostaglandin dapat dilihat pada gambar 2. Reseptor rasa nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya merupakan ujung saraf bebas. Reseptor ini tersebar luas pada permukaan superfisial kulit dan juga di jaringan dalam tertentu, misalnya poriosteum, dinding arteri, permukaan sendi, dan falks serta tentorium tempurung kepala. Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai jenis rangsangan (Guyton, 1986). Penghantaran nyeri dimulai dari adanya potensial aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri, diteruskan melalui serabut aferen ke dalam akar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dorsal sumsum tulang belakang. Pada tempat kontak awal ini bertemu tidak hanya serabut aferen, yang impulsnya tumpang tindih, tetapi di sini juga terjadi refleks somatik dan vegetatif awal (misalnya menarik tangan pada waktu tangan tersentuh benda panas, terbentuknya eritema lokal) melalui interneuron. Disamping itu pada tempat ini juga terjadi pengaruh terhadap serabut aferen melaui sistem penghambatan nyeri menurun. Di bawah ini merupakan bagan proses terjadinya nyeri (gambar 3): Rasa nyeri
Lokalisasi nyeri Reaksi Pertahan terkoordinasi
Korteks Sistem limbik Otak kecil Thalamus opticus
Formatio reticularis
Sumsum tulang
Reaksi vegetatif
Refleks pertahanan
Reseptor nyeri
Pembebasan zat mediator Rangsang nyeri Impuls penghantaran nyeri yang meningkat Reaksi nyeri Inhibisi nyeri endogen
Gambar 3.Terjadinya nyeri; penghantaran impuls; lokalisasi dan rasa nyeri serta inhibisi nyeri endogen dalam bagan sederhana (dimodifikasi menurut Hackenthal) (Mutschler, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
3. Jenis nyeri a. Nyeri somatik Nyeri somatik dibagi menjadi nyeri permukaan dan nyeri dalam: 1) Nyeri permukaan Disebut nyeri permukaan apabila rangsang bertempat dalam kulit. Mempunyai karakter ringan, dapat dilokalisasi dengan baik dan hilang cepat setelah berakhirnya rangsang. 2) Nyeri dalam Disebut nyeri dalam apabila rasa nyeri berasal dari kulit, otot, persendian, tulang atau dari jaringan ikat. Nyeri dalam juga dirasakan sebagai tekanan, sukar dilokalisasi dan kebanyakan menyebar ke sekitarnya. Nyeri dalam seringkali diikuti oleh reaksi vegetatif seperti tidak bergairah, mual, berkeringat, dan penurunan tekanan darah. b. Nyeri viseral (dalaman) Nyeri ini disebut juga nyeri perut karena sifat menekannya dan reaksi vegetatif yang menyertainya. Nyeri ini terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
E. Antiinflamasi Obat-obat AINS merupakan obat modern yang paling luas penggunaannya. Obat AINS meliputi berbagai kelas terapi yang berbeda. Sebagian besar obat-obat tersebut memiliki tiga efek, yaitu: 1. efek antiinflamasi: memodifikasi reaksi inflamasi 2. efek analgesik: mengurangi nyeri berat jangka pendek 3. efek antipiretik: menurunkan kenaikan temperatur Secara umum, berbagai efek tersebut berhubungan dengan aksi primer dari obat, yaitu menghambat siklooksigenase arakidonat sehingga produksi prostaglandin dan tromboksan juga terhambat. Meskipun demikian masing-masing obat memiliki mekanisme aksi yang berbeda-beda (Rang dkk., 2007). Aksi utama dari AINS adalah menghambat metabolisme asam arakidonat oleh COX, seperti yang dikemukanan oleh Vine pada 1971. Baik inhibitor COX-1 maupun COX-2 hanya menghambat reaksi utama siklooksigenase. Penghambatan COX-1 bersifat instan dan reversibel, sedangkan penghambatan COX-2 time dependent, efek meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. AINS juga memiliki aksi lain selain penghambatan COX, yaitu menghambat radikal oksigen reaktif, yang dimungkinkan berperan dalam aktivitasnya sebagai antiinflamasi. Radikal oksigen reaktif yang diproduksi oleh neutrofil dan makrofag, pada beberapa kondisi mengakibatkan kerusakan jaringan, dan AINS yang mempunyai aktivitas penghambatan radikal oksigen yang kuat, sama efektifnya dengan AINS yang memiliki aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
penghambatan COX (misalnya sulindac), dalam mengurangi kerusakan jaringan (Rang dkk., 2007). Obat antiinflamasi dapat mempengaruhi kerusakan oksidan dengan berbagai cara, yaitu: (1) menghambat langsung oksidan reaktif seperti radikal hidroksil (.OH) dan asam hipoklorid (HOCl), (2) menghambat produksi oksidan (O. ) oleh neutrofil, monosit, dan makrofag sehingga mengurangi pembentukan H2O2 yang mengakibatka .
OH ikut terhambat (Halliwell dkk., 1988). Obat AINS juga efektif melawan nyeri yang berhubungan dengan inflamasi
atau kerusakan jaringan karena dapat mengurangi produksi prostaglandin yang berfungsi mensensitisasi nosiseptor inflamasi seperti bradikinin (Rang dkk., 2007).
F. Diklofenak CH2CO2H
Cl
Cl
Gambar 4. Struktur diklofenak (Dollery, 1999) Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat yang menyerupai flurbiprofen dan meclofenamate. Obat ini (gambar 4) adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailabitas asam arakidonat. Obat ini memiliki sifat-sifat antiiflamasi, analgesik, dan antipiretik yang biasa. Obat-obat itu cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
antara 30-70% karena metabolisme lintas pertama. Obat ini memiliki waktu-paruh 12 jam. Seperti flurbiprofen, ia menumpuk di dalam cairan sinovial, dengan waktuparuh 2-6 jam dalam kompartemen ini. Metabolisme berlangsung dengan CYP3A4 dan CYP2C9 menjadi metabolit tidak aktif. Klirens empedu bisa mencapai 30% dari klirens total (Shearn, 2002). Diklofenak merupakan obat AINS yang poten. Diklofenak menghambat aktivitas siklooksigenase sehingga produksi prostaglandin di jaringan berkurang. Diklofenak digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis dan ostheoarthritis. Pada mencit, kadar diklofenak tertinggi ditemukan pada hati, empedu, dan ginjal (Dollery, 1999).
G. Analgetika Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping, analgetika dibedakan dalam dua kelompok, yaitu: analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika, ‘Kelompok Opiat’) dan analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik. Berikut ini merupakan kemungkinan-kemungkinan mekanisme aksi dari obat-obat tersebut, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
1. mencegah sensibilasi reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis prostagladin dengan analgetika yang bekerja di perifer, 2. mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan memakai anestetika permukaan atau anestetika infiltrasi, 3. menghambat penerusan rangsang dalam serabut sensorik dengan anestetika konduksi, 4. meringankan nyeri atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam sistem saraf pusat dengan analgetika yang bekerja pada pusat atau obat narkosis, 5. mempengaruhi
pengalaman
nyeri
dengan
psikofarmaka
(trankuilansia,
neuroleptika, antidepresiva) (Mutschler, 1986). Psikofarmaka
Otak
Anestetika, Analgetika yang bekerja sentral
Sumsum Tulang Saraf Reseptor nyeri
Anestetika konduksi
Anestetika permukaan Analgesik yang bekerja perifer Gambar 5. Bagan kemungkinan pengaruh macam-macam obat terhadap nyeri (menurut Keldel) (Mutschler, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
H. Parasetamol
HO
NHCOCH3
Gambar 6. Struktur parasetamol (Anonim, 1995) Parasetamol memiliki pemerian berupa serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dan berasa sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih, dalam natrium hidroksida 1 N, dan mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995). Asetaminofen atau parasetamol adalah metabolit aktif dari fenasetin yang bertanggung jawab akan efek analgesiknya. Parasetamol diberikan secara oral dan penyerapannya dipengaruhi oleh tingkat pengosongan perut (Shearn, 2002). Parasetamol tidak memiliki efek antiinflamasi yang signifikan, tetapi digunakan secara luas sebagai analgesik ringan untuk nyeri yang tidak disertai peradangan. Parasetamol diabsorbsi dengan baik secara peroral dan tidak menyebabkan iritasi lambung (Neal, 1997). Mekanisme kerja parasetamol sebagai analgseik yaitu menghambat sintesis prostaglandin. Keunggulan parasetamol yaitu memiliki selektivitas jaringan yang lebih tinggi dibanding aspirin dan AINS, namun penyebabnya belum diketahui (Dollery, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
I. Metode Pengujian Daya Antiinflamasi Efek antiinflamasi dapat diukur dengan menggunakan cara in vitro maupun in vivo. Secara umum, metode pengujian obat antiinflamasi terbagi menurut lama terjadinya edema yaitu inflamasi akut, subakut, dan kronik. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur daya antiinflamasi adalah sebagai berikut: 1. Metode in vitro Metode ini digunakan untuk mengetahui peran dan pengaruh substansisubstansi fisiologis yang terlibat dalam proses inflamasi. Substansi-substansi tersebut antara lain: histamin, serotonin, bradikinin, substansi P, dan lain-lain. Beberapa contoh percobaan in vitro adalah: pengikatan reseptor 3H-Bradikinin, substansi P dan golongan takikinin, karakterisasi agonis dan antagonis neurokinin, pengukuran kemotaksis leukosit polimorfonuklear (Vogel, 2002). 2. Metode in vivo a. Uji permeabilitas vaskuler Uji ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas penghambatan obat melawan peningkatan permeabilitas vaskuler yang diinduksi oleh subtansi flogistik.
Mediator-mediator
inflamasi
dilepaskan
setelah
sel
mast
terstimulasi. Kejadian tersebut memicu dilatasi arteriola dan vena serta peningkatan permeabilitas vaskuler, sehingga terjadi edema. Obat yang dapat menstabilkan membran dapat mengurangi permeabilitas kapiler. Permeabilitas vaskuler dapat dipicu dengan ijeksi komponen degranulasi sel mast secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
intrakutan. Kenaikan permeabilitas dapat diamati dengan menginjeksikan pewarna Evan’s blue pada kulit yang diinduksi (Vogel, 2002). b. Uji granuloma Hewan uji yang berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi dengan 10-25 mL udara secara subkutan pada bagian punggungnya, kemudian 0,50 mL minyak Croton dan karagenin sebagai iritan ditambahkan untuk mencegah udara keluar. Obat yang akan diuji mulai diberikan setiap hari secara peroral setelah pembentukan kantong edema. Pada hari kedua setelah pembentukan kantung edema, udara dikeluarkan. Untuk uji aktivitas lokal, obat yang diuji diinjeksikan pada kantong udara pada saat bersamaan dengan iritan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya. Uji ini lebih responsif untuk uji obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Vogel, 2002). Persen inhibisi granuloma dihitung dengan membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (Khanna dan Sharma, 2001). c. Edema pada kaki Prinsip utama dalam metode edema pada kaki ini berdasarkan pada kemampuan senyawa uji dalam menghambat peradangan pada kaki hewan uji yang telah diinjeksi dengan agen flogistik. Tikus jantan dengan berat badan antara 100-150 g dipuasakan semalam, dan untuk menghindari dehidrasi, tikus tetap diberi minum. Tiga puluh menit setelah diberikan senyawa uji,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
tikus diinjeksi dengan 0,05 ml larutan karagenin 1% secara subkutan pada telapak kaki kirinya. Besar edema diukur sesaat setelah injeksi, dan pada jam ke 3, 6 dan 24 jam setelah injeksi. d. Uji eritema UV Hewan uji marmot, 16 jam sebelum perlakuan dicukur pada bagian punggungnya, kemudian diolesi barium sulfida. Dua puluh menit kemudian dibersihkan dengan air hangat. Pada hari berikutnya, zat uji mulai diberikan secara peroral (10 mL/kg), 30 menit sebelum pemaparan UV. Setelah dilakukan pemaparan UV selama 30 menit, dilakukan pengamatan terjadinya eritema. Kelemahan metode ini adalah subyektivitas dalam menghitung jumlah eritema, administrasi zat uji kortikosteroid secara sistemik kurang efektif dibandingkan secara topikal, dan uji ini tidak dapat digunakan untuk mengukur durasi efek antiinflamasi (Vogel, 2002).
J. Metode Pengujian Daya Analgetika Metode-metode pengujian aktivitas analgetika dilakukan dengan menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara mekanik, termik, elektrik dan secara kimia. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Anonim, 1991). Pengujian daya analgesik dapat menggunakan berbagi metode. Metode pengujian daya analgesik berdasarkan pada jenis analgesik yang terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan analgesik narkotika dan analgesik non narkotika. Pengujian daya analgesik menurut Turner (1965) tersebut, yaitu: 1. Golongan analgesik narkotika a. metode jepit ekor Sekelompok tikus diinjeksi dengan senyawa uji pada dosis tertentu secara subkutan atau intravena. Tiga puluh menit kemudian, jepit dipasang pada pangkal ekor mencit yang dilapisi karet tipis selama 30 detik. Tikus yang tidak diberi analgesik akan berusaha terus untuk melepaskan diri dari kekangan tersebut dengan cara menggigit jepitan, tetapi tikus yang diberi analgesik akan mengabaikan kekangan tersebut (karena rasa sakit tidak begitu dirasakannya). Respon positif adanya daya analgesik dapat dicatat jika tidak ada usaha dari tikus untuk melepaskan diri dari jepitan (selama 15 detik). Metode ini lebih baik daripada uji dengan menggunakan lempeng panas, karena rangsang yang diberikan tidak bersifat merusak (pada lempeng panas, panas yang diberikan bersifat merusak).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
b. metode rangsang panas Sebagian besar uji respon dari rangsang panas dilakukan dengan penempatan hewan uji di atas permukaan panas atau pencelupan ekor hewan uji ke dalam air panas. Metode lempeng panas menggunakan hewan uji mencit yang sudah diberi larutan uji secara subkutan atau peroral, yang dijatuhkan perlahan-lahan ke atas lempeng panas yang terdiri dari silinder penahan. Kisaran suhu lempeng panas berkisar antara 50oC sampai 55oC, dilengkapi dengan penangas tembaga yang berisi campuran yang sebanding dengan campuran aseton dan etil format yang mendidih. Waktu reaksi diambil sebagai perpanjangan jarak waktu dari saat mencit menyentuh lempeng panas sampai ketika mencit menjilati kaki belakangnya atau melompat-lompat keluar dari silinder. Semua tanda kegelisahan lain seperti menendang-nendang atau berputar-putar selanjutnya diabaikan. Metode ini hanya berguna untuk mendeteksi analgesik golongan narkotika dan tidak sesuai untuk menguji analgesik golongan non-narkotik. c. metode pengukuran tekanan Alat yang digunakan dalam metode ini adalah sebuah alat untuk mengukur tekanan yang diberikan pada tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari dua syringe yang dihubungkan antar ujung-ujungnya yang rata-rata bersifat elastis, fleksibel, dan terdapat pipa plastik yang diisi dengan sebuah cairan. Sisi pipa dihubungkan dengan manometer. Syringe yang pertama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
diletakkan pada posisi vertikal dengan ujung menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap syringe. Ketika tekanan diberikan pada penghisap dari syringe yang kedua, tekanan ini akan berhubungan dengan sistem hidrolik pada syringe yang pertama lalu dengan ekor tkus. Penurunan tekanan yang sama pada syringe yang kedua selanjutnya akan meningkatkan tekanan pada ekor tikus. Manometer dibaca ketika tikus memberikan respon yaitu respon tikus yang pertama yaitu meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit) tanda kesakitan. d. metode potensi petidin Metode ini tidak selalu sesuai untuk uji penapisan analgesik karena membutuhkan jumlah hewan uji yang relatif banyak, akan tetapi metode ini dapat digunakan untuk memperluas hasil dari uji penapisan. Semua substansi yang diperkirakan memiliki aktivitas analgesik maupun sedatif dapat diuji dengan metode ini. Tiap kelompok mencit yang terdiri dari 20 ekor mencit, setengah kelompok dibagi menjadi 3 bagian dan diberikan petidin dengan dosis 2, 4, dan 8 mg/kg BB. Setengah yang lain diberi petidin dengan senyawa uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen analgesik dihitung dengan bantuan metode rangsang panas. e. metode antagonis nalorfin Uji analgesik dengan metode ini dibuat untuk menunjukan aksi dari obat-obatan seperti morfin. Nalorfin memiliki kemampuan untuk meniadakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
sebagian besar aksi morfin. Hewan uji yang biasa digunakan dalam metode ini adalah mencit, tikus, dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik (pirinitramida) kemudian segera diikuti dengan pemberian morfin (5-10 mg/kg BB) secara intravena. Efek toksik dapat dilawan dalam waktu satu menit dengan pemberian injeksi nalorfin 1,25 mg/kg BB secara intravena. Berdasarkan teori, nalorfin dapat menggeser ikatan morfin dengan reseptornya sehingga akan meniadakan efek dari morfin. Nalorfin pada dosis 5 mg/kg mampu membalikkan 10 mg/kg morfin. Pada kenyataannya, seluruh obat yang berpotensi sebagai analgesik narkotik dapat dilawan dengan nalorfin. f. metode kejang oksitosin Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari posterior yang dapat menyebabkan kontraksi uterin, sehingga menimbulkan kejang pada tikus. Respon kejang meliputi kontraksi abdominal, peregangan tubuh dan tungkai serta lengan bagian belakang, dan puntiran badan pada pinggang dengan putaran kaki belakang ke arah dalam. Respon ini dapat dicegah dengan terlebih dahulu diberikan morfin dan senyawa uji, sehingga ED
50
lebih kecil daripada yang dihasilkan dari prosedur yang menggunakan
panas pancaran. Selain, morfin senyawa analgesik yang bisa diuji dengan metode ini adalah heroin, metadon, kodein, dan meperidina. Uji ini kemudian dianggap lebih sensitif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
g. metode pencelupan pada air panas Pada metode ini tikus disuntik secara intraperitoneal dengan senyawa uji, kemudian ekor tikus dicelupkan ke dalam air panas (suhu 58oC). Respon tikus terlihat dari hentakan ekornya yang menghindari air panas. Munculnya reaksi yang khas yaitu sentakan ekor yang keras, dicatat waktunya. Uji ini diulang kembali setiap 30 menit setelah menit ke 15 penyuntikan. Jika mencit tetap tidak beraksi dalam waktu 6 detik, mencit diangkat dari penangas.
2. Golongan analgesik non narkotika a. metode geliat Dalam variasi lain metode geliat menurut Witkin dkk., 1961 (cit., Turner, 1965), mencit jantan dengan berat badan 18-22 g, diberi rangsang secara intraperitoneal dengan injeksi 300 mg/kg larutan asam asetat 3%. Senyawa yang diuji diberikan secara peroral kepada 6 mencit, 15 menit sebelum pemberian asam asetat. Setiap hewan uji kemudian ditempatkan pada kotak kaca dan diamati jumlah geliat yang terjadi selama waktu pengamatan 20 menit. Kelompok kontrol diberi larutan salin. Untuk hasil yang akurat, 5 hewan uji dalam satu kelompok digunakan untuk tiap titik dalam kurva peringkat dosis vs respon. Dua puluh lima menit setelah pemberian asam asetat, hewan uji kontrol memberikan rata-rata geliat total 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Daya analgesik dihitung dengan persamaan menurut Handershot dan Forsaith (1959) sebagai berikut: % daya analgesik= 100-(P/K x 100%) Keterangan: P: jumlah geliat mencit pada kelompok perlakuan K: rata-rata jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol b. meotode rektodolorimetri Pada metode ini tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan alas tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa gulungan. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Ujung yang lainnya lagi dihubungkan pada ekor hewan uji. Sebuah amperemeter yang peka terhadap adanya perubahan tengangan sebesar 0,1 volt selanjutnya dihubungkan dengan konduktor yang berada di gulungan bagian atas. Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan terikan tikus adalah 1-2 volt. c. metode podolorimeter Metode ini menggunanakan aliran listrik untuk mengukur besarnya daya analgesik. Alas kandang mencit yang terbuat dari kepingan metal yang dapat mengalirkan listrik. Seekor mencit diletakkan pada kandang tersebut yang kemudian dialiri listrik. Respon yang terjadi ditandai dengan teriakan mencit tersebut. Pengukuran dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
K. Landasan Teori Neutrofil dan makrofag jika terlepas dari endotelium, maka akan segera bermigrasi ke daerah kemotaksin. Di sana neutrofil dan makrofag akan memproduksi eicosanoid, enzim proteolitik, radikal oksigen superoksida dan H2O2. H2O2 lebih lanjut dapat berinteraksi dengan ion besi (Fe2+), menghasilkan radikal hidroksil (.OH) yang reaktif sekali menuju peroksidasi lipid (Halliwell dkk., 1988). .OH dapat menyerang asam arakidonat sehingga terbentuk senyawa baru yang kemudian dapat diserang oleh O. , sehingga terbentuklah prostaglandin yang menyebabkan
peradangan (Fessenden dan Fessenden, 1982). Selain menyebabkan peradangan, prostaglandin yang terlepas dapat mensensitisasi reseptor nyeri (nosiseptor) sehingga akan timbul rasa nyeri. Pendekatan dari penelitian ini adalah adanya kandungan antioksidan dalam buah belimbing, yaitu katekin (Sukadana, 2009) pada buah belimbing mampu menangkap radikal O. dan .OH, sehingga kedua radikal tersebut tidak menyerang asam arakidonat. Dengan begitu maka pembentukkan prostaglandin menjadi terhambat Terhambatnya prostagladin membuat peradangan dapat diatasi. Rasa nyeri yang merupakan manifestasi klinis dari peradangan juga akan berkurang. Hal itulah yang mendasari dugaan sementara bahwa jus buah belimbing dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi dan analgesik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Untuk menguji efek antiinflamasi digunakan metode edema pada kaki, karena metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok untuk skrining sebaik untuk evaluasi mendalam (Vogel, 2002). Sedang untuk menguji ada tidaknya efek analgesik, dalam penelitian ini digunakan metode geliat. Metode ini digunakan karena sensitif, sederhana, dan repsodusibel untuk skrining analgesik lemah (Turner, 1965). Selain itu, metode ini dapat mendeteksi baik analgesik sentral maupun perifer. Metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan bisa dierkomendasikan sebagai metode skrining yang sederhana (Vogel, 2002).
L. Hipotesis Jus buah belimbing (Averrrhoa carambola L.) memiliki efek antiinflamasi dan analgesik yang ditunjukkan terhadap mencit putih betina galur Swiss.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian uji efek analgesik dan antiinflamasi jus buah belimbing ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama Variabel utama dalam penelitian ini yaitu: a. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis jus buah belimbing. b. Variabel tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah besar edema pada kaki hewan uji dan jumlah geliat yang dihasilkan setelah perlakuan dengan jus buah belimbing. 2. Variabel Pengacau a. Variabel pengacau terkendali Pada
penelitian
ini
terdapat
variabel
pengacau
yang
harus
dikendalikan, yaitu: hewan uji mencit putih betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram, kondisi subyek uji sehat, asal buah belimbing dari supermarket Superindo (Belimbing Bali) dengan kriteria pemilihan
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
seperti yang terurai pada pengumpulan bahan, jalur pemberian jus dilakukan secara peroral, jalur pemberian rangsang nyeri secara intraperitoneal, jalur pemberian rangsang inflamasi secara subplantar. b. Variabel pengacau tidak terkendali Pada penelitian ini, variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan adalah keadaan patologis dari mencit, kemampuan tubuh mencit untuk mengabsorbsi jus buah belimbing, dan kemampuan mencit untuk beradaptasi dengan peradangan maupun rasa nyeri. 3. Definisi Operasional a. Jus buah belimbing adalah jus dengan konsentrasi 20% yang diperoleh dengan cara mencampurkan 50 ml aquadest dan 10 gram buah belimbing segar yang dipotong melintang dengan ketebalan ± 1 cm kemudian dijus dengan menggunakan blender merk Philips. b. Uji daya antiinflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai hewan uji yang dibuat radang telapak kaki kirinya, sedangkan telapak kaki kanan hanya ditusuk dengan jarum injeksi. Pengukuran diameter kedua kaki belakang mencit dilakukan dengan menggunakan jangka sorong (Digital Caliper Mitutoyo), kemudian dibandingkan dengan perlakuan peroral jus buah belimbing. c. Uji daya analgesik adalah uji dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai hewan uji yang diberi rangsang kimia secara intraperitoneal kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
diamati jumlah geliat mencit dan dibandingkan dengan perlakuan peroral jus buah belimbing. d. Geliat didefinisikan sebagai sebuah perenggangan, tarikan ke satu sisi, penarikan satu kaki belakang ke arah belakang, peregangan abdomen, dan penarikan kepala dan kaki secara ekstrim ke arah belakang (opistotonus), seingga dengan begitu bagian perut mencit menyentuh alas (Turner, 1965)
C. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Untuk uji efek antiinflamasi a. Buah belimbing (Averrhoa carambola L.) yang diperoleh dari supermarket Superindo (Belimbing Bali) yang dibeli pada periode September 2009 Februari 2010. b. Larutan kalium diklofenak 3% sebagai kontrol positif c. Larutan karagenin 1% sebagai zat penginduksi edema d. Aquadest sebagai kontrol negatif 2. Untuk uji efek analgesik a. Buah belimbing (Averrhoa carambola L.) yang diperoleh dari supermarket Superindo (Belimbing Bali) b. Suspensi parasetamol dalam CMC Na 1% sebagai kontrol positif uji c. Asam asetat 1%, sebagai zat penginduksi nyeri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
d. Larutan CMC Na 1%, sebagai kontrol negatif
D. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Neraca analitik (Mettler Toledo) 2. Spuit peroral dan injeksi 1 mL (Terumo) 3. Stopwatch 4. Alat-alat gelas: gelas beker, gelas ukur, pengaduk, pipet tetes 5. Jangka sorong (Digital Caliper) Mitutoyo 0-2 mm grad. 0,01 mm 6. Kotak kaca tempat pengamatan 7. Blender merk Phillips
E. Tata Cara Penelitian 1. Penelitian efek antiinflamasi a. Pengumpulan bahan penelitian Bahan uji yang berupa buah belimbing yang diperoleh dari supermarket Superindo (Belimbing Bali), dengan kriteria pemilihan sebagai berikut: (1) berwarna kuning kecoklatan; (2) berdiameter tengah ± 5,5 cm; (3) memiliki panjang ± 14 cm; dan (4) memiliki berat ± 250 gram. Bahan kimia yang digunakan, yaitu: Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.), etanol, dan aquadest, diperoleh dari Laboratorium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; NaCl 0,9% (Otsuka) dan tablet Cataflam D50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium diklofenak 50 mg. b. Pembuatan larutan kaium diklofenak 0,2% Larutan diklofenak dibuat dengan cara menimbang dengan seksama bahan yang setara dengan 200 mg serbuk diklofenak kemudian dilarutkan dalam sedikit aquadest. Setelah itu, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambah aquadest hingga tanda batas 100 mL, kemudian digojog. c. Pembuatan larutan karagenin 1% Larutan karagenin 1% dibuat dengan cara menimbang dengan seksama 0,10 gram serbuk karagenin kemudian dilarutkan dalam sedikit aquadest. Setelah itu, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ditambah aquadest hingga tanda batas 10 mL, kemudian digojog. d. Seleksi hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, yang berumur 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram. Semua hewan uji sebelum diberi perlakuan, diadaptasikan terlebih dahulu selama satu minggu dengan kondisi yang sama, yaitu dipelihara dengan kondisi dan perlakuan yang sama meliputi kandang, pakan dan minum. Sehari sebelum pengujian, hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 18-24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
jam dengan cara tidak diberi makan, tetapi tetap diberikan minum. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi variasi akibat adanya asupan makanan. e. Penetapan kriteria peradangan Respon yang diamati pada uji efek antiinflamasi ini berupa besar peradangan. Kriteria peradangan perlu ditetapkan untuk mendapatkan keterulangan hasil. Peradangan pada kaki hewan uji diukur menggunakan jangka sorong (Digital Caliper) Mitutoyo 0-2 mm grad. 0,01 mm; dengan cara mengukur diameter peradangan pada telapak kaki hewan uji. f. Penetapan rentang waktu pengukuran edema setelah injeksi subplantar karagenin 1% Pada penetapan ini digunakan 12 ekor mencit betina, yang terbagi dalam 4 kelompok. Masing-masing mencit diinjeksi dengan karagenin 1% dengan dosis 25 mg/kg BB pada kaki belakang sebelah kiri secara subplantar, sedangkan kaki belakang sebelah kanan hanya ditusuk menggunakan jarum injeksi sebagai pembanding. Kemudian mencit dikorbankan pada jam ke 1, 2, 3, dan 4 setelah injeksi karagenin 1%. Berdasarkan hasil yang diperoleh akan dipilih rentang waktu yang menghasilkan edema maksimal. g. Penetapan dosis efektif diklofenak Dosis kalium diklofenak dipilih berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Djunarko dan Donatus, 2003) yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
menggunakan natrium diklofenak. Menurut penelitian, dosis natrium diklofenak untuk tikus dengan berat badan 250 gram adalah 40 mg/kgBB. Dosis natrium diklofenak untuk tikus dengan berat badan 200 gram adalah: 200 g × 40 mg/kg BB = 32 mg/kg BB 250 g
Dari tikus dengan berat badan 200 gram kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat badan 20 gram, perhitungannya sebagai berikut: 32 mg/kg BB × 0,14 = 4,48 mg/kg BB
Dari hasil perhitungan tersebut kemudian dibuat variasi dosis dengan menurunkan dan menaikkan dosis sebesar satu seperempat kali dosis terhitung. Dosis yang digunakan sebagai dosis penetapan adalah 3,36; 4,48, dan 5,6 mg/kg BB. Dari hasil penetapan diketahui bahwa dosis yang paling efektif untuk mengurangi peradangan adalah pada dosis 4,48 mg/kg BB. h. Penetapan waktu pemberian dosis efektif diklofenak Dalam penetapan ini dilakukan digunakan 12 ekor yang terbagi dalam 4 kelompok. Kelompok I, II, III, dan IV secara berturut-turut diberikan injeksi p.o. diklofenak 15, 30, 45, dan 60 menit sebelum injeksi karagenin 1% secara subplantar. Tiga jam setelah injeksi karagenin, dilakukan pengukuran edema. Waktu efektif pemberian diklofenak merupakan rentang waktu antara sesaat setelah pemberian diklofenak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
sampai saat injeksi karagenin, yang mampu menurunkan edema secara berarti. i. Penentuan dosis jus buah belimbing Dalam penelitian ini, jus buah belimbing dibuat dalam tiga peringkat dosis yaitu, 1,67; 3,34; 6,67 g/kg BB. Hal ini didasarkan pada hasil penetapan konsentrasi terpekat jus yang masih dapat dihisap dan dikeluarkan dengan lancar oleh spuit injeksi peroral. Penetapan awal dimulai dengan konsentrasi 100%, kemudian secara bertahap diturunkan hingga didapatkan konsentrasi optimal, yaitu 20% (0,2 g/mL). Selanjutnya dilakukan perhitungan dosis jus buah belimbing yang diuraikan sebagai berikut: D × BB = C × V Keterangan: D = dosis (mg/kg) BB = berat badan (g) C = konsentrasi (g/ml) V = volume D= D=
C×V BB
0,2 g/mL × 1mL 30g
D = 6,67 × 10
mg/kg BB
D = 6,67 g/kg BB → Dosis III
Peringkat dosis dalam penelitian: Dosis III : 6,67 g/kg BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Dosis II Dosis I
: × 6,67 g/kg = 3,34 g/kg BB : × 3,34 g/kg = 1,67 g/kg BB
j. Uji efek antiinflamasi
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 ekor mencit yang dibagi secara acak menjadi 6 kelompok, sebagai berikut: Kelompok I
: kontrol negatif (karagenin 1%)
Kelompok II
: kontrol negatif (aquadest)
Kelompok III
: kontrol positif (diklofenak secara peroral dengan dosis 4,48 mg/kg BB
Kelompok IV
: perlakuan jus belimbing dengan dosis 1,67 g/kg BB
Kelompok V
: perlakuan jus belimbing dengan dosis 3,34 g/kg BB
Kelompok VI
: perlakuan jus belimbing dengan dosis 6,67 g/kg BB
Setelah hewan uji dikelompokkan dan diberi perlakuan secara peroral, 15 menit kemudian diinjeksi dengan larutan karagenin 1% secara subplantar pada kaki kiri, sementara kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin. Tiga jam kemudian, masing-masing kaki mencit diukur diameter telapak kakinya dengan menggunakan jangka sorong. k. Perhitungan % daya antiinflamasi Metode Langford dkk. (1972) yang telah dimodifikasi digunakan untuk mengetahui efek anti inflamasi, yang dihitung dalam persen (%) efek anti inflamasi dengan rumus sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
% daya Antiin lamasi =
U−D × 100% U
Keterangan : U = nilai rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan) D = nilai rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan) l. Perhitungan potensi relatif antiinflamasi terhadap kontrol positif Potensi relatif =
daya antiin lamasi sediaan uji x 100% daya antiin lamasi diklofenak
2. Penelitian efek analgesik a. Pengumpulan bahan penelitian Bahan uji yang berupa buah belimbing yang diperoleh dari supermarket Superindo (Belimbing Bali), dengan kriteria pemilihan sebagai berikut: (1) berwarna kuning kecoklatan; (2) berdiameter tengah ± 5,5 cm; (3) memiliki panjang ± 14 cm; dan (4) memiliki berat ± 250 gram. Bahan kimia yang digunakan, yaitu: CMC Na (Dai-Ichi Seiyaku Co.,Ltd), etanol, aquadest, parasetamol (Brataco Chemika) dan asam asetat diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
b. Pembuatan asam asetat 1% Larutan asam asetat dibuat dengan cara pengenceran dari larutan asam asetat glasial 100% v/v dengan volume pengambilan dihitung dengan menggunakan rumus: volume1 x konsentrasi1 = volume2 x konsentrasi2 Sebanyak 0,25 mL asam asetat glasial 100% diencerkan dengan aquadest hingga volume 25,00 mL menggunakan labu ukur 25 mL. c. Pembuatan larutan CMC Na 1% Larutan CMC Na 1% dibuat dengan cara menimbang dengan seksama 1 gram serbuk CMC Na kemudian ditaburkan di atas permukaan air panas sedikit demi sedikit sehingga seluruhnya menutupi bagian atas permukaan air secara merata, lalu biarkan mengembang semalam. Pada hari berikutnya, larutan yang terbentuk diaduk kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahkan aquadest hingga tanda batas 100 mL, kemudian gojog. d. Pembuatan suspensi parasetamol 0,3% dalam CMC Na 1% Parasetamol yang akan digunakan sebagai kotrol positif dibuat dengan
menimbang
secara
seksama
sejumlah
parasetamol
dan
disuspensikan dalam larutan CMC Na 1 % sesuai dengan volume yang akan dibuat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
e. Seleksi hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih betina galur Swiss, yang berumur 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram. Semua hewan uji sebelum diberi perlakuan, diadaptasikan terlebih dahulu selama satu minggu dengan kondisi yang sama, yaitu dipelihara dengan kondisi dan perlakuan yang sama meliputi kandang, pakan dan minum. Dan sebelum hari pengujian, hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 18-24 jam dengan cara tidak diberi makan, tetapi tetap diberikan minum. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi variasi akibat adanya asupan makanan. f. Penetapan dosis asam asetat Penetapan dosis asetat dilakukan dengan tujuan untuk menentukan dosis yang menghasilkan jumlah geliat yang tidak terlalu sedikit sehingga sampel tidak dapat mengukur analgetik yang lemah, subyek uji masih dapat memberikan respon, namun juga tidak terlalu banyak sehingga memudahkan dalam pengamatan. Untuk penetapan ini digunakan empat dosis, yaitu 25; 50; 75; dan 100 mg/kg BB. g. Penetapan dosis parasetamol Dalam penelitian ini, parasetamol digunakan sebagai kontrol positif. Dosis parasetamol dalam sekali pemberian, yaitu 325-600 mg (Lacy, Amstrong, Goldman, Lance, 2006). Diasumsikan bahwa dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
parasetamol yang lazim digunakan pada orang dewasa (50 kg) adalah 0,5 gram. Kemudian dosis tersebut dikonversikan ke mencit 20 g, dengan perhitungan sebagai berikut: Dosis untuk manusia 70 kg Dosis =
× 0,5 g = 0,7 g/70 kg BB manusia
Konversi dosis ke mencit 20 g
Dosis =0,7g × 0,0026 = 1,82 × 10
g/20g BB mencit
Maka dosis parasetamol yang digunakan adalah: × (1,82 × 10
g/20g) = 0,091 g/kg BB = 91,00 mg/kg BB.
Kemudian dibuat 3 peringkat dosis untuk ditetapkan manakah yang paling efektif dalam menghambat rasa nyeri, yaitu 68,25; 91,00; 113,75 mg/kg BB. Dari hasil penetapan diketahui bahwa dosis 91,00 mg/kg BB secara signifikan dapat menghambat rasa nyeri dibandingkan 2 dosis lainnya sehingga dosis 91,00 mg/kg BB yang kemudian dipakai dalam penelitian. h. Penetapan rentang waktu pemberian rangsang geliat Penetapan waktu pemberian rangsang nyeri diperlukan untuk mengetahui rentang waktu yang paling efektif antara waktu pemberian obat atau senyawa uji dengan waktu penyuntikan asam asetat secara intraperitoneal pada hewan uji. Rentang waktu yang diujikan adalah 5, 10, dan 15 menit. Sebanyak 9 ekor hewan uji, yang telah dipuasakan 1824 jam dibagi ke dalam 3 kelompok. Hewan uji diberikan parasetamol 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
mg/kg secara peroral 5, 10, dan 15 menit sebelum dilakukan injeksi dengan asam asetat yang diperoleh dari penetapan sebelumnya, yaitu 25 mg/kg BB. i. Uji efek analgesik Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 ekor mencit yang dibagi menjadi 5 kelompok secara acak, sebagai berikut: Kelompok I
: kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB)
Kelompok II
: kontrol positif (suspensi parasetamol secara peroral dengan dosis 91 mg/kg BB)
Kelompok III
: perlakuan jus belimbing dengan dosis 1,67 g/kg BB
Kelompok IV
: perlakuan jus belimbing dengan dosis 3,34 g/kg BB
Kelompok V
: perlakuan jus belimbing dengan dosis 6,67 g/kg BB
Setelah hewan uji dikelompokkan dan diberi perlakuan secara peroral, 15 menit kemudian diinjeksi dengan larutan asam asetat 1% secara intraperitoneal. Segera setelah itu, diamati geliat yang muncul tiap 5 menit selama total waktu pengamatan 60 menit. j. Perhitungan % proteksi geliat Besarnya penghambatan jumlah geliat dihitung dengan persamaan Handerson dan Forsaith yaitu : % proteksi geliat = 100% −
P × 100% K
Keterangan : P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian obat yang ditetapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
K = jumlah kumulatif geliat hewan uji kontrol k. Perhitungan %perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif P − Kp %perubahan penghambatan rangsang = × 100% Kp Keterangan : P = % daya analgesik pada tiap kelompok perlakuan K = rata-rata % daya analgesik pada kelompok kontrol positif
F. Tata Cara Analisis Hasil Hasil olahan data yang berupa % daya antiinflamasi dan % daya analgesik selanjutnya akan diuji secara statistik untuk mengetahui apakah besar daya antiinflamasi dan antiinflamasi jus buah belimbing tersebut berbeda bermakna atau tidak jika dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif. Langkah awal dalam analisis adalah dengan melakukan uji statistik non parametris dengan metode Kolmogorov-Smirnov dimana akan diketahui apakah data yang didapat terdistribusi normal atau tidak. Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%. ANOVA digunakan karena dalam penelitian ini dikehendaki perbandingan rata-rata lebih dari dua kelompok, sehingga akan lebih efektif dibanding menggunakan uji T (Student’s test). ANOVA adalah anonim dari analisis varian yang merupakan terjemahan dari analysis of variance. ANOVA merupakan metode analisis komparatif (perbandingan) lebih dari dua rata-rata. Tujuan dari uji ANOVA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
satu arah adalah untuk membandingkan lebih dari dua rata-rata. Sedangkan gunanya untuk mengetahui apakah ada beda bermakna antar kelompok satu dengan lainnya. Dikatakan berbeda bermakna jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 (p ≤ 0,05). Jika p > 0,05 maka dikatakan berbeda tidak bermakna. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat letak perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p ≤ 0,05). Apabila hasil ANOVA secara statistika berbeda tidak bermakna (p > 0,05), maka uji lanjutan tidak perlu dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Pada penelitian ini digunakan jus buah yang didapatkan dari buah belimbing yang dipotong melintang kemudian ditambahkan air dan di jus menggunakan blender merk Phillips. Buah belimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dideterminasi untuk memastikan bahwa yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah benar-benar buah belimbing (Averrhoa carambola L.). Determinasi dilakukan oleh bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan, diketahui bahwa sampel yang digunakan dalam pembuatan jus buah belimbing adalah benar-benar bagian dari tumbuhan belimbing (Averrhoa carambola L.).
B. Penelitian Efek dan Daya Antiinflamasi 1. Uji Pendahuluan Uji pendahuluan atau orientasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi metode. Sehingga nantinya hasil penelitian yang didapat mampu memberi gambaran yang sebenarnya tentang kemampuan sekaligus besar daya antiinflamasi dan atau daya analgesik pada jus buah belimbing (JBB) yang diujikan pada mencit putih betina.
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
a. Orientasi rentang waktu pengukuran edema setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar Tujuan dari orientasi ini adalah untuk mengetahui waktu yang optimum untuk dilakukannya pengukuran edema setelah injeksi karagenin 1%. Alasan pemilihan karagenin sebagai zat penginduksi edema, antara lain: karagenin merupakan salah satu iritan yang sering digunakan dalam prediksi efektivitas potensial terapeutik dari obat-obat antiinflamasi dan dalam penggunaannya tidak membutuhkan perlakuan khusus. Hasil orientasi waktu pengukuran edema pada kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% subplantar dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Data edema yang terjadi pada kaki mencit pada rentang waktu tertentu setelah injeksi karagenin 1% subplantar : standard error
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Data hasil orientasi tersebut kemudian dianalisis statistik nonparametrik dengan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data tersebut. Dari analisis Kolmogorov-Smirnov dapat diketahui bahwa data orientasi waktu pengukuran edema setelah injeksi karagenin 1% memiliki distribusi normal. Selanjutnya dilakukan analisis statistik parametrik dengan menggunakan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%. Dari hasil analisis variansi terdapat beda bermakna dengan nilai probabilitas 0,000 (p ≤ 0,05) antar kelompok perlakuan yaitu beda rentang waktu pengukuran edema. Selanjutnya data diuji dengan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui letak perbedaan antar kelompok perlakuan. Tabel I. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok rentang waktu pengukuran edema pada kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% Kelompok perlakuan 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam
1 jam
2 jam 3 jam btb
btb bb btb
bb btb
bb bb
4 jam btb btb bb
bb
Keterangan: bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) pengukuran edema dilakukan dengan variansi jam ke 1, 2, 3, dan 4 setelah injeksi karagenin 1% subplantar Dari uji Scheffe (tabel I) dapat diketahui bahwa pengukuran edema yang dilakukan 3 jam setelah injeksi karagenin berbeda bermakna terhadap kelompok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
perlakuan 1, 2, dan 4 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa edema yang terjadi setelah rentang waktu 3 jam secara bermakna lebih besar dibandingkan dengan ketiga kelimpok perlakuan lainnya. Oleh karena itu, pada langkah penelitian selanjutnya akan digunakan rentang waktu pengukuran edema 3 jam setelah dilakukan injeksi karagenin 1%. b. Orientasi dosis efektif kalium diklofenak Kalium diklofenak merupakan kontrol positif dalam penelitian ini, yang dayanya akan dibandingkan dengan jus buah belimbing yang efeknya sebagai antiinflamasi belum diketahui. Diklofenak dipilih sebagai kontrol positif untuk mewakili obat antiinflamasi non steroid (AINS). Tujuan dari orientasi dosis efektif diklofenak adalah untuk menentukkan dosis diklofenak yang paling efektif sebagai antiinflamasi bagi mencit dalam penelitian ini.
Gambar 8. Data hasil orientasi dosis efektif diklofenak : standard error
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Data bobot edema kemudian dianalsis dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis statistik, diketahui bahwa antar kelompok perlakuan berbeda bermakna, hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas 0,001 (p ≤ 0,05). Sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji Scheffe. Tabel II. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak Kelompok perlakuan 1 2 3 Keterangan: bb Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1
bb bb
2
3
bb
bb bb
bb
: berbeda bermakna (p ≤ 0,05) : Dosis diklofenak 3,36 mg/kg BB : Dosis diklofenak 4,48 mg/kg BB : Dosis diklofenak 5,60 mg/kg BB
Dari hasil uji Scheffe pada tabel II dapat diketahui bahwa antar semua kelompok berbeda bermakna. Pada gambar 8, dapat dilihat bahwa pada dosis 4,48 mg/kg BB, rata-rata edema yang terjadi pada kaki mencit, ukurannya paling kecil jika dibanding dengan rata-rata edema pada dosis 3,36 mg/kg BB dan 5,6 mg/kg BB. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, maka untuk langkah penelitian selanjutnya digunakan dosis diklofenak 4,48 mg/kg BB sebagai dosis efektif untuk kontrol positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
c. Orientasi waktu pemberian dosis efektif diklofenak Penentuan waktu pemberian dosis efektif diklofenak sebelum diinjeksi karagenin 1% subplantar dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh waktu efektif diklofenak mulai memberikan efek menghambat edema yang terjadi oleh adanya induksi karagenin 1%.
Gambar 9. Data hasil orientasi wakt efektif diklofenak Keterangan: Pemberian diklofenak 15, 30, 45, dan 60 menit sebelum injeksi karagenin 1% : standard error Dari diagram pada gambar 9 dapat dilihat bahwa pada menit ke 15, ratarata edema yang terjadi pada kaki mencit, memiliki ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan rata-rata edema yang terjadi pada 3 kelompok perlakuan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tabel III. Ringkasan hasil uji Scheffe kelompok antar waktu pemberian dosis efektif diklofenak Kelompok perlakuan 1 2 3 4 Keterangan: bb btb Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
1
2 bb
bb bb bb
btb btb
3 bb btb
4 Bb Btb Btb
btb
: berbeda bermakna : berbeda tidak bermakna : pemberian diklofenak 15 menit sebelum injeksi karagenin 1% : pemberian diklofenak 30 menit sebelum injeksi karagenin 1% : pemberian diklofenak 45 menit sebelum injeksi karagenin 1% : pemberian diklofenak 60 menit sebelum injeksi karagenin 1%
Dari uji Scheffe (tabel III) dapat diketahui bahwa rata-rata edema yang terjadi pada kelompok perlakuan 1 berbeda bermakna dengan ketiga kelompok perlakuan lainnya. Hal ini menegaskan bahwa pemberian dosis efektif diklofenak 15 menit sebelum injeksi karagenin 1% subplantar paling optimal dalam menghambat terjadinya edema dibanding ketiga kelompok perlakuan lainnya. Oleh karena itu, pada langkah penelitian selanjutnya digunakan waktu pemberian dosis efektif diklofenak 15 menit sebelum injeksi karagenin 1% subplantar. d. Penentuan dosis jus buah belimbing Penetapan dosis JBB dilakukan berdasarkan pada pembuatan konsentrasi terpekat JBB yang masih bisa diambil dan diinjeksikan secara lancar menggunkan spuit injeksi peroral 1 mL. Pembuatan JBB dimulai dari konsentrasi tinggi ke rendah, secara berturut-turut, yaitu 100%; 50%; 25%; 22,5%; dan 20%. Pada konsentrasi 100% dan 50%, jus sama sekali tidak dapat diambil dengan spuit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
injeksi peroral. Pada konsentrasi 25% dan 22,5%, jus secara perlahan dapat diambil dengan spuit namun tidak bisa diinjeksikan karena masih terdapat serat buah yang cukup banyak. Pada konsentrasi 20%, dengan lancar jus dapat diambil dan diinjeksikan keluar spuit injeksi peroral. Dari orientasi di atas, maka dalam penelitian ini ditetapkan menggunakan konsentrasi 20%. Setelah ditetapkan konsentrasi yang akan dipakai dalam penelitian, maka selanjutnya dilakukan penetapan dosis. Dosis tertinggi dihitung dari persamaan dosis x berat badan = konsentrasi x volume pemberian, kemudian dari dosis III (6,67 g/kg BB) dibuat peringkat dosis II (3,34 g/kg BB) dan dosis I (1,67 g/kg BB). Perhitungan dapat dilihat pada lamiran 10.
2. Efek dan Daya Antiinflamasi Jus Buah Belimbing Penelitian uji daya antiinflamasi JBB pada mencit betina ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sekaligus besarnya kemampuan JBB dengan dosis 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB sebagai antiinflamasi. Daya antiinflamasi ditandai dengan penurunan diameter kaki mencit setelah diinjeksi karagenin 1% secara subplantar setelah 15 menit sebelumnya mencit diberi JBB secara peroral. Besarnya daya antiinflamasi dapat dilihat berdasarkan hasil persen daya antiinflamasi yang dihitung berdasarkan metode Langford dkk. (1972). Pada penelitian ini digunakan subyek uji mencit putih betina galur Swiss, usia 2-3 bulan dengan range berat badan 20-30 g. Untuk bahan penginduksi edema,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
digunakan karagenin 1% karena telah secara luas digunakan untuk memprediksi efektivitas potensial terapetik dari obat-obat antiinflamasi, baik dari golongan steroid maupun nonsteroid. Selain itu, karagenin 1% tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada kaki mencit. Aquadest dipilih sebagai kontrol negatif karena merupakan pelarut dalam pembuatan JBB maupun larutan diklofenak. Tujuan dari adanya kontrol negatif ini untuk mengetahui apakah aquadest mempunyai pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasi pada JBB dan diklofenak atau tidak, juga sebagai pembanding aktivitas antiinflamasi. Pengukuran edema dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, yaitu dengan mengukur diameter edema yang terjadi pada telapak kaki mencit. Penggunaan jangka sorong memiliki kelebihan dibandingkan metode pengukuran dengan potong kaki. Kelebihannya yaitu hewan uji tidak perlu dibunuh untuk pengukuran edema dan kesalahan daerah pemotongan (yang seharusnya tepat dilakukan di sendi torsocrural) dapat dihindari, sehingga data yang diperoleh lebih valid. Selain itu, metode pengukuran dengan jangka sorong dapat dipergunakan untuk mengukur edema yang terjadi dari waktu ke waktu. Sehingga, dapat dilihat profil kerja obat dalam menekan inflamasi dari waktu ke waktu. Akan tetapi metode pengukuran dengan jangka sorong juga memiliki kelemahan, yaitu cara penyuntikan berpengaruh pada luas daerah edema. Apabila penyuntikan dilakukan dari arah jari kaki menuju ke arah telapak kaki, maka edema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
tidak hanya terjadi pada telapak kaki, tetapi dapat meluas ke daerah tungkai kaki. Untuk memininmalkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penyuntikan karagenin dilakukan dari arah pergelangan telapak kaki menuju ke arah jari kaki. Sehingga diharapkan edema dapat terpusat di telapak kaki saja. Data yang diperoleh berupa diameter edema pada kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% dikurangi dengan diameter kaki mencit yang 15 menit sebelumnya diberikan perlakuan. Kemudian data tersebut digunakan untuk mencari persentase daya antiinflamasi dengan menggunakan rumus Langford dkk. (1972) yang dimodifikasi. Setelah diperoleh data persentase efek antiinflamasi, selanjutnya dicari persentase potensi relatif dari JBB terhadap kontrol positif, yaitu diklofenak. Data uji efek antiinflamasi dapat dilihat pada tabel IV: Tabel IV. Rata-rata diameter edema yang terjadi pada masing-masing kelompok perlakuan Kelompok perlakuan
Rata-rata diameter edema (mm) ± SE
karagenin 25 mg/kg BB aquadest 25 mg/kg BB diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB Dosis I (1,67g/kg BB) JBB Dosis II (3,34 g/kg BB) JBB Dosis III (6,67 g/kg BB) Keterangan JBB : Jus Buah Belimbing Bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
1,00 ± 0,08 0,96 ± 0,06btb 0,27 ± 0,03bb 0,76 ± 0,07btb 0,46 ± 0,03bb 0,63 ± 0,03bb
Berdasarkan data rata-rata diameter edema, dapat diketahui bahwa diameter edema terbesar terjadi pada kelompok perlakuan yang hanya diberi injeksi karagenin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
25 mg/kg BB (1,00 mm), sedangkan untuk diameter edema terkecil terjadi pada kelompok diklofenak 4,48 mg/kg BB sebagai kontrol positif. Kelompok aquadest yang berperan sebagai kontrol negatif ternyata bisa sedikit mengurangi diameter edema walaupun tidak bermakna, yaitu mengurangi diameter edema sebesar 0,04 mm. Pada kelompok pemberian JBB, dapat diketahui bahwa diameter edema yang terjadi pada dosis 3,34 g/kg BB (0,46 mm) dan 6,67 g/kg BB (0,63 mm) berbeda bermakna dengan kelompok kontrol karagenin (1,00 mm). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua dosis tersebut memiliki efek antiinflamasi, namun kedua dosis tersebut belum menghasilkan diameter edema yang lebih kecil daripada kelompok kontrol positif diklofenak 4,48 mg/kg BB (0,27 mm). Sedangkan JBB pada dosis I (1,67 g/kg BB), hasilnya berbeda tidak bermakna dengan kontrol karagenin atau dapat dikatakan bahwa dosis I tidak berefek antiinflamasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan % daya antiinflamasi untuk mengetahui seberapa besar tiap-tiap perlakuan mampu untuk mencegah terjadinya inflamasi. Besarnya daya antiinflamasi pada masing-masing perlakuan tersaji dalam diagram batang pada gambar 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gambar 10. Diagram batang rata-rata % daya antiinflamasi kelompok perlakuan terhadap kontrol karagenin Keterangan: JBB : Jus buah belimbing : standard error Berdasarkan gambar diagram di atas, terlihat bahwa kontrol aquadest dan diklofenak menunjukkan daya antiinflamasi yang berbeda, secara beturut-turut, 4,58% dan 71,12%. Hal ini berarti bahwa aquadest tidak memiliki kemampuan menurunan inflamasi, sedangkan diklofenak memiliki kemampuan yang besar untuk menurunkan inflamasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Jika dibandingkan dengan kelompok aquadest, semua peringkat dosis JBB memiliki rata-rata % daya antiiinflamasi yang lebih besar. Artinya, aquadest hanya memliki kemampuan yang sangat kecil untuk menghambat edema yang ditimbulkan oleh karagenin 25 mg/kg BB sebagai zat penginduksi inflamasi. Hal tersebut tidak sebanding dengan kemampuan JBB. Namun, apabila kelompok perlakuan JBB dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (diklofenak 4,48 mg/kg BB), rata-rata % daya antiinflamasi pada dosis 1,67 g/kg BB (22,91%) dan 6,67 g/kg BB (36,06%) jauh di bawah rata-rata % daya antiinflamasi diklofenak (71,12%). Hanya kelompok perlakuan JBB dosis 3,34 g/kg BB yang memiliki % daya antiinflamasi yang mendekati % daya antiinflamasi diklofenak. Diklofenak mempunyai % daya antiinflamasi yang paling besar, artinya kemampuannya dalam menurunkan inflamasi lebih besar dibandingkan JBB. Diklofenak merupakan AINS dengan menkanisme utama menghambat kerja enzim siklooksigenase sehingga dapat mengurangi bioavailabitas asam arakidonat (Shearn, 2002). Kelompok perlakuan JBB pada semua peringkat dosis memiliki rata-rata % daya antiinflamasi yang lebih kecil dibandingkan diklofenak, artinya JBB dapat mengurangi inflamasi atau menghambat inflamasi meskipun kemampuannya masih lebih kecil dibanding diklofenak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Jika antar kelompok perlakuan JBB dibandingkan, secara berturut-turut ratarata % daya antiinflamasi dosis 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB adalah 22,91%; 54,58%; dan 36,06%. Dosis 3,34 g/kg BB mempunyai kemampuan meurunkan radang yang lebih besar dibanding dengan dosis 6,67 g./kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan dosis belum tentu menaikkan daya antiinflamasi. Selanjutnya dilakukan analisis statistik menggunakan ANOVA satu arah dengan taraf keppercayaan 95% untuk mengetahui apakah antar kelompok perlakuan ada beda yang bermakna. Dari hasil uji ANOVA diketahui bahwa antar kelompok perlakan terdapat perbedaan bermakna yang diketahui dari nilai probabilitasnya 0,000 (p ≤ 0,05). Sehingga untuk mengetahui lebih lanjut di antara kelompok perlakuan mana yang berbeda bermakna, dilakukan analasis statistik dengan uji Scheffe. Tabel V. Ringkasan hasil uji Scheffe % daya antiinflamasi Kelompok Perlakuan I II III IV V VI Keterangan: bb btb Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok VI
I
btb bb btb bb bb
II
III
IV
V
VI
btb
bb bb
btb btb bb
bb bb btb bb
bb bb bb btb btb
bb btb bb bb
bb btb bb
bb btb
btb
: berbeda bermakna (p ≤ 0,05) : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : karagenin 25 mg/kg BB : kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB) : kontrol positif (diklofenak 4,48 mg/kg BB) : JBB dosis 1,67 g/kg BB : JBB dosis 3,34 g/kg BB : JBB dosis 6,67 g/kg BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Hasil uji Scheffe menunjukkan bahwa ada beda bermakna antara kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan JBB dosis 3,34 dan 6,67 g/kg BB. Hal tersebut menunjukkan bahwa JBB pada dosis tersebut memiliki efek antiinflamasi. Sedangkan JBB pada dosis 1,67 g/kg BB berbeda tidak bermakna dengan kontrol aquadest, artinya pada dosis tersebut JBB tidak mempunyai efek antiinflamasi. Jika dibandingkan dengan kontrol positif, JBB dosis 3,34 g/kg BB berbeda tidak bermakna. Artinya bahwa pada dosis tersebut, sudah dicapai daya antiinflamasi yang setara dengan diklofenak 4,48 mg/kg BB. Sedangkan JBB dosis 6,67 g/kg BB berbeda bermakna dengan diklofenak 4,48 mg/kg BB. Artinya, meskipun dosis 6,67 g/kg BB dapat dinyatakan memiliki efek antiinflamasi namun dayanya belum sebanding dengan kontrol positif. Tetapi yang menarik di sini adalah, daya JBB dosis 6,67 g/kg BB berbeda tidak bermakna dengan JBB dosis 3,34 g/kg BB (yang setara dengan daya kontrol positif), padahal daya dosis 6,67g/kg BB berbeda bermakna dengan daya kontrol positif. Artinya, JBB dosis 3,34 g/kg BB memiliki daya antiinflamasi tepat di tengah-tengah JBB dosis 6,67 g/kg BB dan diklofenak 4,48 mg/kg BB. Untuk memperjelas perbandingan daya antiinflamasi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol positif, maka dilakukan perhitungan potensi relatif. Hasil perhitungan potensi relatif dapat dilihat pada tabel VI dan gambar 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Tabel VI. Persentase potensi relatif kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif Kelompok perlakuan karagenin 25 mg/kg BB aquadest 25 mg/kg BB diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB dosis I (1,67g/kg BB) JBB dosis II (3,34 g/kg BB) JBB dosis III (6,67 g/kg BB)
%potensi relatif 6,44 100,00 32,21 76,75 50,7
Gambar 11. Diagram batang % potensi relative kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif Keterangan: Kelompok 1 : karagenin 25 mg/kg BB Kelompok 2 : kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB) Kelompok 3 : kontrol positif (diklofenak 4,48 mg/kg BB) Kelompok 4 : JBB dosis 1,67 g/kg BB Kelompok 5 : JBB dosis 3,34 g/kg BB Kelompok 6 : JBB dosis 6,67 g/kg BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Dari tabel VI dan gambar 11 dapat dilihat dengan jelas bagaimana perbandingan daya antiinflamasi tiap-tiap kelompok perlakuan terhadap kontrol positif. Kontrol positif diasumsikan memiliki daya antiinflamasi 100%, sehingga jika daya antiinflamasi kelompok perlakuan semakin besar, maka potensi relatifnya akan semakin mendekati 100%. Kelompok perlakuan yang memiliki potensi relatif paling rendah ditunjukkan oleh dosis 1,67 g/kg BB (6,44%), sedangkan kelompok perlakuan yang potensi relatifnya paling tinggi yaitu dosis 3,34 g/kg BB (76,75%). Artinya, JBB pada dosis 3,34 g/kg BB memiliki daya antiinflamasi yang paling mendekati daya antiinflamasi diklofenak 4,48 mg/kg BB. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari ketiga peringkat dosis pada kelompok perlakuan, yang paling berpotensi sebagai antiinflamasi adalah dosis 3,34 g/kg BB. Peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya karena aktivasi neutrofil dan makrofag yang dapat memproduksi radikal superoksid yang mampu membangkitkan H2O2 secara enzimatis dengan SOD sebagai katalis. Lebih lanjut H2O2 dapat berinteraksi dengan ion besi (Fe2+), menghasilkan radikal radikal hidroksil (.OH) yang reaktif sekali menuju ke peroksidasi lipid (Halliwel, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
CO2H
CO2H
-H
alilik rangkap
asam arakidonat
OH CO2H H HO
Gambar 12. Serangan radikal hidroksil pada karbon 15 dari asam arakidonat (Fessenden dan Fessenden, 1982) O CO2H OH H
H
OH
PGE2 O CO2H
O O
O O
H
CO2H
H
H
HO
H OH
OH
H CO2H
H OH H
H
OH
PGF2
Gambar 13. Pembentukan prostaglandin melalui adisi karbon 9 dan 11 oleh radikal superoksid (Fessenden dan Fessenden, 1982) Kemungkinan mekanisme JBB sebagai antiinflamasi bergantung pada kemampuannya sebagai antioksidan, karena adanya katekin (Sukadana, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Antioksidan bisa berperan sebagai obat antiinflamasi dengan beberapa cara, yaitu: (1) menghambat produksi oksidan (O. ) oleh neutrofil, monosit, dan makrofag.
Penghambatan produksi oksidan (O. ) akan mengurangi pembentukan H2O2 yang mengakibatkan produksi .OH ikut terhambat, (2) menghambat langsung oksidan reaktif seperti radikal hidroksil (.OH) (Halliwell dkk., 1988). Berikut ini merupakan contoh reaksi penangkapan radikal hidroksil oleh katekin: OH
OH OH
OH
H O
O
OH O
O
H2O
OH OH OH OH Katekin (2R,3S)-3,4-dihydro-2-(3,4-dihydroxyphenyl)-2H-chromene-3,5,7-triol
OH OH OH OH O O
O
O
OH OH OH OH
Gambar 14. Reaksi penangkapan radikal hidroksil oleh katekin Penghambatan pembentukan dan penangkapan radikal hidroksil berakibat pada penghambatan proses peroksidasi lipid. Dengan penghambatan peroksidasi lipid, maka biosintesis prostaglandin juga terhambat, sehingga peradangan dapat teratasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Kandungan lain, dalam jus buah belimbing yang diduga memliki aktivitas sebagai antioksidan yaitu vitamin C (asam L-askorbat). Asam askorbat atau askorbat merupakan antioksidan karena memiliki potensi yang tinggi untuk mereduksi. Hal tersebut disebabkan karena keberadaan ikatan rangkap karbon-karbon, yang siap mendonorkan satu atau dua hidrogen dan elektron kepada oksidan, termasuk radikal bebas oksigen, peroksida, dan superoksida. Setiap langkah oksidasi askorbat bersifat reversibel. Bentuk askorbat yang setengah teroksidasi disebut radikal bebas (mono)askorbat, yang dapat menjadi penerima atau pendonor electron. Kehilangan elektron untuk kedua kalinya akan menghasilkan asam dehidroaskorbat, meskipun begitu dia bukanlah asam (May, 1998). Namun, perlu diketahui bahwa vitamin C memiliki aktivitas yang bagus sebagai antioksidan saat berada pada fase air (karena harus didahului dengan pelepasan H+), sedangkan aktivitasnya akan jauh berkurang di membran lipid (Haenen, 1989). Dengan demikian, meskipun vitamin C memiliki aktivitas sebagai antioksidan tetapi mungkin hanya sedikit sekali berperan dalam menghambat peroksidasi lipid di membrane lipid sel pada jaringan yang mengalami inflamasi. Kandungan vitamin C dalam buah belimbing, yaitu 0,05% dari berat buah segar. Kemungkinan kandungan vitamin C yang terlalu sedikit dalam JBB belum cukup mampu untuk menghambat proses inflamasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
C. Penelitian Efek dan Daya Analgesik Jus Buah Belimbing 1. Uji Pendahuluan a. Penetapan dosis asam asetat Tujuan dari orientasi ini adalah untuk mengetahui dosis efektif asam asetat yang mampu menimbulkan geliat yang tidak terlalu sedikit ataupun terlalu banyak. Geliat yang terlalu sedikit tidak akan mampu mengukur zat dengan efek analgesik yang lemah, sedangkan geliat yang terlalu banyak akan menyulitkan dalam pengamatan, sehingga harus dipilih dosis yang dapat menimbulkan geliat tidak terlalu banyak, tetapi masih mampu mengukur sampel yang memberikan efek analgesik yang lemah. Penggunaan asam asetat sebagai zat penginduksi nyeri dalam penelitian ini karena asam asetat dapat mengiritasi jaringan lokal dengan menurunkan pH jaringan akibat pelepasan ion H+. Pada penurunan pH di bawah 6 selalu menimbulkan nyeri, yang akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ion H+.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Gambar 15. Hasil penetapan dosis efektif asam asetat : standard error Data jumlah geliat kemudian dianalsis dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%. Dari uji ANOVA diketahui probabilitasnya 0,000 (p ≤ 0,05), yang berarti ada perbedaan bermakna di antara kelompok perlakuan. Maka selanjutnya dilakukan uji Scheffe. Tabel VII. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak Kelompok perlakuan 1 2 3 4 Keterangan: bb Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4
1
bb bb bb
2
3
4
bb
bb bb
bb bb bb
bb bb
: berbeda bermakna (p ≤ 0,05) : Dosis asam asetat 25 mg/kg BB : Dosis asam asetat 50 mg/kg BB : Dosis asam asetat 75 mg/kg BB : Dosis asam asetat 100 mg/kg BB
bb
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Dari hasil uji Scheffe pada tabel VII dapat diketahui bahwa antar semua kelompok perlakuan berbeda bermakna. Pada gambar 16, dapat dilihat bahwa dosis 25 mg/kg BB sudah dapat menimbulkan rata-rata geliat sebanyak 25. Semakin meningkatnya dosis asam asetat, diikuti juga dengan kenaikan jumlah rata-rata geliat pada mencit. Hal tersebut disebabkan karena peningkatan dosis akan menyebabkan peningkatan konsentrasi ion H+ yang akan semakin menurunkan pH jaringan sehingga iritasi semakin meningkat dan rasa nyeri pun juga meningkat. Jumlah rata-rata geliat 25 sudah cukup banyak untuk digunakan dalam langkah uji analgesik selanjutnya. b. Penetapan dosis parasetamol Pada penelitian ini digunakan parasetamol sebagai kontrol positif, karena parasetamol digunakan secara luas sebagai anlagesik ringan hingga sedang. Keuntungan parasetamol adalah mudah diabsorbsi secara peroral dan tidak menyebabkan iritasi lambung (Neal, 1997), sehingga tidak akan menyebabkan kekacauan data geliat pada hewan uji. Selain itu, parasetamol merupakan analgesik nonnarkotik, sehingga sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode geliat yang termasuk uji analgasik golongan non narkotik. Tujuan dari penetepan dosis parasetamol adalah untuk mengetahui dosis yang cukup poten dalam menghambat nyeri yang ditimbulkan oleh injeksi asam asetat secara intraperitoneal. Dosis parasetamol yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
diorientasi terdiri dari 3 peringkat dosis, yaitu 68,26; 91; dan 113,75 mg/kg BB. Dosis 91 mg/kg BB sebagai dosis tengah merupakan dosis konversi dari dosis 500 mg/50 kg BB manusia, sedangkan dosis rendah (68,26 mg/kg BB) dan dosis tinggi (113,75 mg/kg BB) merupakan dosis 25% di bawah dan di atas dosis tengah. Hasil orientasi dosis efektif parasetamol dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16. Hasil orientasi dosis efektif parasetamol : standard error
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Tabel VIII. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok dosis diklofenak Kelompok perlakuan 1 2 3 Keterangan: bb btb Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
1
bb bb
2
3
bb
bb btb
btb
: berbeda bermakna (p ≤ 0,05) : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : Dosis parasetamol 68,26 mg/kg BB : Dosis parasetamol 91 mg/kg BB : Dosis parasetamol 113,75 mg/kg BB
Dari uji Scheffe pada tabel VIII dapat diketahui bahwa antar kelompok peringkat dosis parasetamol, ada perbedaan bermakna. Pada kelompok dosis 1, rata-rata geliat yang dihasilkan adalah 15,33. Jumlah tersebut berbeda bermakna dengan rata-rata jumlah geliat pada dosis 91 mg/kg BB, yaitu 8 geliat. Parasetamol dosis 91 mg/kg BB menunjukkan jumlah rata-rata geliat yang berbeda tidak bermakna dengan dosis 113,75 mg/kg BB ( 9,33 geliat), sehingga untuk langkah uji selanjutnya digunakan parasetamol dosis 91 mg/kg BB. c. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat Penetapan selang waktu pemberian asam asetat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan kontrol positif untuk memberikan efek analgesik secara optimal. Efek analgesik yang optimal ditunjukkan dari jumlah geliat yang paling sedikit pada selang waktu tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Orientasi ini menggunakan parasetamol dengan dosis 91 mg/kg BB dan asam asetat dosis 25 mg/kg BB, sesuai dengan hasil orientasi dosis efektif asam asetat dan parasetamol sebelumnya. Asam asetat diberikan secara intraperitoneal pada menit ke 5, 10, dan 15 menit setelah pemberian parasetamol secara peroral. Jumlah kumulatif dari masing-masing kelompok waktu kemudian dibandingkan untuk menentukan waktu yang paling efektif.
Gambar 17. Hasil orientasi selang waktu pemberian asam asetat Keterangan: Injeksi parasetamol dilakukan 5, 10, dan 15 menit setelah injeksi asam asetat : standard error
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Tabel IX. Hasil analisis uji Scheffe antar kelompok rentang waktu pemberian asam asetat Kelompok 1 2 3 perlakuan 1 2 3 Keterangan: bb btb Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
bb bb bb
bb bb
bb
: berbeda bermakna (p ≤ 0,05) : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : rentang waktu 5 menit : rentang waktu 10 menit : rentang waktu 15 menit
Dari uji Scheffe dapat diketahui bahwa antar kelompok rentang waktu pemberian asam asetat, semuanya berbeda bermakna. Pada kelompok 1, 2, dan 3, rata-rata geliat yang dihasilkan secara berturut-turut adalah 35; 28,67; dan 15,33. Jumlah geliat paling sedikit ditunjukkan pada kelompok 3, maka untuk langkah penelitian selanjutnya digunakan rentang waktu pemberian asam asetat 15 menit.
2. Efek dan Daya Analgesik Jus Buah Belimbing Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek analgesik pada JBB dan seberapa besar daya analgesik yang dimiliki oleh JBB. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode geliat. Menurut Turner (1965) metode ini digunakan karena sensitif, sederhana, dan reprodusibel untuk skrining analgesik lemah. Selain itu, metode ini dapat mendeteksi baik analgesik pusat maupun perifer (Vogel, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Dalam penelitian ini, digunakan subyek uji mencit putih betina, karena jenis kelamin betina lebih responsif terhadap nyeri dibandingkan yang berjenis kelamin jantan. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu hewan uji dipuasakan selama ± 24 jam, dengan tujuan untuk meminimalkan pengaruh makanan pada hasil pengujian. Pengujian efek analgesik dilakukan dengan berdasar pada hasil uji pendahuluan. Sebagai kontrol negatif digunakan aquadest 25 mg/kg BB dan sebagai kontrol positif digunakan parasetamol 91 mg/kg BB. Masing-masing kelompok perlakuan diberikan JBB secara peroral dengan dosis 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB. Pengujian dilakukan dengan menggunakan penginduksi geliat, yaitu asam asetat dosis 25 mg/kg BB. Keberadaan asam asetat akan menyebabkan nyeri karena pembebasan ion H+ sehingga terjadi penurunan pH jaringan yang menyebabkan iritasi pada jaringan. Adanya geliat menunjukan bahwa mencit mengalami nyeri. Geliat diamati setiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif geliat kemudian diubah ke dalam % proteksi geliat dengan persamaan Handersoth-Forsaith dan juga dihitung % perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif. Kemudian masin-masing diuji secara statistik. Data geliat hasil uji efek analgesik dapat dilihat pada tabel X berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Tabel X. Rata-rata jumlah geliat dan %proteksi geliat yang terjadi pada kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok perlakuan Rata-rata Kelompok perlakuan Rata-rata geliat±SE %proteksi geliat ± SE kontrol (-) 37,00 ± 1,00 0,00 ± 2,02 bb kontrol (+) 9,40 ± 0,75 74,38 ± 2,02bb JBB dosis I (1,67g/kg BB) 35,80 ± 2,06btb 3,24 ± 5,57btb JBB dosis II (3,34 g/kg BB) 11,00 ± 0,71bb 70,27 ± 1,91bb JBB dosis III (6,67 g/kg BB) 16,00 ± 0,71bb 56,76 ± 1,91bb Keterangan: bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) SE : standard error Kontrol (-) : Aquadest 25 mg/kg BB Kontrol (+) : Parasetamol 91 mg/kg BB JBB : Jus buah belimbing Dari data yang diperoleh terlihat bahwa kelompok mencit yang diberi aquadest menunjukkan jumlah rata-rata geliat yang paling banyak dibandingkan dengan kelompok lain, yaitu rata-rata sebanyak 37 geliat. Sementara itu, pada kelompok mencit yang diberi parasetamol 91 mg/kg BB dan JBB ternyata mengalami menurunan jumlah geliat yang bermakna dibanding pada kelompok kontrol negatif. Kelompok kontrol postif, JBB dosis II dan III menunjukkan jumlah rata-rata geliat yang berbeda bermakna dengan jumlah geliat rata-rata pada kelompok negatif. Artinya, kontrol positif, JBB dosis II dan III dapat dinyatakan memiliki efek analgesik. Sedangkan JBB dosis I menunjukkan jumlah rata-rata geliat yang berbeda tidak bermakna dengan kontrol negatif, sehingga JBB dosis I dinyatakan tidak memiliki efek analgesik. Berdasarkan respon nyeri yang ditunjukkan mencit dengan menggeliat, maka suatu zat dapat dikatakan memiliki daya analgesik jika mampu menghambat lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
dari 70% geliat pada kontrol negatif, apabila kurang dari 70% maka dikatakan memiliki aktivitas minimal (Vogel, 2002). Sedangkan menurut Anonim (1991), suatu zat dikatakan mempunyai efek analgesik apabila dapat menyebabkan penurunan jumlah geliat sebesar 50% dari jumlah geliat pada kontrol negatif. Dari data pada tabel X terlihat bahwa terjadi penghambatan rangsang nyeri pada kelompok perlakuan JBB pada dosis 3,34 g/kg BB dan 6,67g/kg BB. Tetapi daya analgesik pada dosis 6,67 g/kg BB lebih kecil dibanding pada dosis 3,34 g/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 3,34 g/kg BB daya analgesiknya paling besar dibandingkan semua kelompok perlakuan JBB. Berdasarkan ketentuan Anonim (1991), maka pada dosis 3,34 dan 6,67 g/kg BB yang menghasilkan persen penghambatan nyeri sebesar 70,27% dan 56,76% memenuhi syarat untuk dikatakan memiliki aktivitas analgetika, karena dapat menghambat lebih dari 50% geliat pada kelompok kontrol. Tetapi berdasarkan Vogel (2002), hanya kelompok perlakuan JBB dosis 3,34 g/kg BB yang dapat dinyatakan memiliki kemampuan sebagai analgetika (>70%), sedangkan dosis 6,67 g/kg BB dikatakan memiliki aktivitas analgetika lemah (<70%). Selanjutnya untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna yang terjadi diantara kelompok perlakuan tersebut berbeda bermakna atau tidak, maka dilakukan uji statistik dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95%. Dari uji ANOVA didapatkan nilai probabilitas 0,000 (p ≤ 0,05 ), sehingga dilanjutkan dengan uji Scheffe.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Tabel XI. Hasil analisis uji Scheffe persentase penghambatan geliat Kelompok perlakuan I II III IV V Keterangan: bb btb Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V
I
bb btb bb bb
II
III
IV
V
bb
btb bb
bb btb bb
bb bb bb btb
bb btb bb
bb bb
btb
: berbeda bermakna (p ≤ 0,05) : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) : kontrol negatif (aquadest 25 mg/kg BB) : kontrol positif (parasetamol 91 mg/kg BB) : JBB dosis 1,67 g/kg BB : JBB dosis 3,34 g/kg BB : JBB dosis 6,67 g/kg BB
Berdasarkan hasil uji Scheffe pada tabel XI diketahui bahwa dari tiga peringkat dosis kelompok perlakuan JBB, hanya dosis 1,67 g/kg BB yang berbeda tidak bermakna dengan kontrol negatif. Artinya, pada dosis tersebut JBB tidak memiliki efek sebagai analgetika. Apabila kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, hanya JBB dosis 3,34 g/kg BB yang memiliki daya analgesik yang berbeda tidak bermakna. Artinya, pada dosis 3,34 g/kg BB, kemampuan JBB dalam menekan nyeri setara dengan parasetamol 91 mg/kg BB. Sedangkan JBB dosis 6,67 g/kg BB, hanya bisa dikatakan memiliki efek sebagai analgetika tetapi dayanya belum setara dengan parasetamol 91 mg/kg BB. Perbandingan daya penghambatan geliat antara kelompok kontrol positif dengan kelompok perlakuan JBB dilakukan untuk mengetahui efektivitas JBB terhadap parasetamol sebagai kontrol positif dalam kemampuannya menekan nyeri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Perbandingan ini disebut dengan % perubahan daya analgesik yang dapat dilihat pada tabel XII dan gambar 18: Tabel XII. Rata-rata % penghambatan geliat terhadap kontrol positif Rata-rata %perubahan Kelompok perlakuan penghambatan geliat±SE kontrol (-)
-100,00 ± 8,11 bb
kontrol (+)
0,00 ± 2,71
JBB dosis I (1,67g/kg BB)
-95,65 ±7,46 bb
JBB dosis II (3,34 g/kg BB)
-5,80 ± 2,56 btb
JBB dosis III (6,67 g/kg BB) -23,91 ± 2,56 bb Keterangan: bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) SE : standard error Kontrol (-) : aquadest 25 mg/kg BB Kontrol (+) : parasetamol 91 mg/kg BB JBB : jus buah belimbing
Gambar 18. Diagram rata-rata % perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif : standard error
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Dari data pada tabel XII dan gambar 18 dapat dilihat bahwa kontrol negatif memiliki
kemampuan
penghambatan
yang kurang hingga 100% daripada
penghambatan yang dihasilkan oleh kontrol positif. Artinya, pada kontrol negatif tidak terjadi penghambatan rangsang nyeri atau tidak menghasilkan efek analgesik. Sedangkan pada kelompok perlakuan JBB dosis I (-95,65%), dosis II (-0,80%), dan dosis III (-23,91%). Tanda negatif (-) menunjukkan perbandingan terhadap kontrol positif yaitu nilai minus jika dibandingkan dengan kontrol positif. Nilai % perubahan penghambatan geliat akan semakin mendekati 0,00% apabila kemampuan zat uji semakin
mendekati
kemampuan
penghambatan
nyeri oleh
kontrol
positif
(parasetamol 91 mg/kg BB). Dari hasil perhitungan persentase penghambatan jumlah geliat pada ketiga peringkat dosis yang diujikan, maka dosis yang dipilih yaitu dosis 3,34 g/kg BB karena menghasilkan penghambatan geliat terbesar dibandingkan dengan dosis lainnya. Alasan lainnya, bahwa pada dosis 3,34 g/kg BB terjadi penurunan jumlah rata-rata geliat lebih dari 70% dibanding jumlah rata-rata geliat pada kontrol negatif sehingga sudah memenuhi syarat analgesik menurut Vogel (2002). Kemampuan JBB dalam penghambat rasa nyeri terkait dengan aktivitasnya sebagai agen antiinflamasi. Kandungan katekin dalam JBB mampu menangkap radikal superoksid dan juga radikal hidroksil yang dihasilkan neutrofil, sehingga peroksidasi lipid terhambat (gambar 14). Dengan penghambatan peroksidasi lipid, maka biosintesis prostaglandin juga terhambat, sehingga inflamasi dapat dihambat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Akibatnya mediator-mediator inflamasi tidak dikeluarkan, dan tidak terjadi rangsang nyeri.
3. Perbandingan profil parasetamol dengan jus buah belimbing Dari hasil penelitian diketahui bahwa baik parasetamol maupun JBB memiliki efek analgesik yang ditunjukkan dengan persen penghambatan geliat. Berikut merupakan grafik profil rata-rata geliat yang terjadi pada perlakuan JBB dan parscetamol dari waktu ke waktu:
Profil geliat kelompok perlakuan 9 8 rata-ratageliat
7 6 5
Parasetamol 91 mg/kg BB
4
JBB 1,67 g/kg BB
3
JBB 3,34 g/kg BB
2
JBB 6,67 g/kg BB
1 0 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 waktu (menit)
Gambar 19. Grafik profil geliat kelompok perlakuan jus buah belimbing dan parasetamol Keterangan: JBB : Jus buah belimbing, angka yang mengikuti merupakan dosisnya Pada gambar 19 dapat dilihat bahwa JBB memiliki profil yang mirip dalam menghambat nyeri yang ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah rata-rata geliat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
pada mencit. Parasetamol dan JBB dosis 3,34 g/kg BB mulai menunjukkan aksi penghambatan nyeri pada menit ke-15, sedangkan JBB dosis 1,67 pada menit ke-20 dan 6,67 g/kg BB baru menunjukkan penghambatan nyeri pada menit ke-25. Dapat dikatakan bahwa katekin yang terdapat dalam buah belimbing mempunyai mekanisme aksi yang mirip dengan parasetamol, namun jalur yang dihambat berbeda. Meskipun memiliki jalur penghambatan yang berbeda, namun penurunan jumlah rata-rata geliat secara drastis sama-sama terjadi pada menit ke 25, kecuali kelompok perlakuan JBB dosis 1,67 g/kg BB. Hal tersebut mungkin terjadi karena kandungan katekin pada dosis tersebut sedikit sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk mengurangi nyeri.
D. Perbandingan Hasil Uji Daya Antiinflamasi dan Analgesik Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa JBB mempunyai daya antiinflamasi dan analgesik. Kedua penelitian tersebut memakai peringkat dosis yang sama, yaitu 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB. Daya antiinflamasi pada dosis tersebut secara berturut-turut sebesar 22,91%; 54,58%; dan 36,06%. Sedangkan %penghambatan rangsang nyeri pada dosis yang sama berturut-turut sebesar 3,24%; 70,27%; dan 56,76%. Untuk membandingkannya dengan jelas dapat dilihat pada gambar 21.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Gambar 20. Diagram batang daya antiinflamasi dan analgesik pada jus buah belimbing : standard error Dari gambar 20 terlihat adanya pola yang sama antara JBB sabagai agen antiinflamasi dan analgetika pada tiap-tiap dosis, yaitu daya paling besar dihasilkan pada dosis 3,34 g/kg BB. Sebagai analgetika JBB menghasilkan daya yang lebih besar dibanding sebagai antiinflamasi, kecuali pada dosis 1,67 g/kg BB. Pada dosis 1,67 g/kg BB daya antiinflamasi yang dihasilkan lebih besar daripada daya analgesiknya, perbedaannya sebesar 19,67%. Pada dosis 3,34 dan 6,67 g/kg BB, daya antiinflamasi yang dihasilkan lebih rendah daripada daya analgesik yang dihasilkan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
perbedaannya secara berturut-turut sebesar 15,69% dan 20,70%. Tetapi keseluruhan hasil menunjukkan bahwa persen daya antiinflamasi berhubungan dengan persen penghambatan nyeri, semakin besar persen daya antiinflamasinya, semakin besar pula daya analgesiknya. Dari hasil uji efek dan daya antiinflamasi, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, diketahui bahwa JBB pada dosis 3,34 dan 6,67 g/kg BB memiliki efek antiinflamasi tetapi hanya pada dosis 3,34 g/kg BB yang dayanya berbeda tidak bermakna dengan kontrol diklofenak 4,48 mg/kg BB. Demikian pula pada hasil uji efek dan daya analgesik, diketahui bahwa kedua dosis tersebut memiliki efek analgesik. Tetapi menurut Vogel (2002), dosis 3,34 g/kg BB lebih dipilih karena daya analgesiknya lebih dari 70%. Selain itu jika dibandingkan dengan kontrol positif, dosis 3,34 g/kg BB berbeda tidak bermakna, sedangkan dosis 6,64 g/kg BB berbeda bermakna. Sehingga pada penelitian ini dosis yang dipilih tetap adalah dosis 3,34 g/kg BB. Untuk penggunaan JBB pada manusia perlu dillakukan perhitungan konversi dosis ke manusia dengan mengacu pada dosis yang dipilih yaitu 3,34 g/kg BB. Perhitungan konversi dosis dari mencit ke manusia 70 kg adalah sebagai berikut: Dosis JBB
= 3,34 g/kg BB mencit = 3,34 mg/g BB mencit
Dosis pada mencit 20 gram
= 3,34 mg/g x 20 gram = 66,8 mg/20 gram
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Konversi dosis ke manusia 70kg Dosis pada manusia (70kg) = 66,8 mg/20 gram x 387,9 = 25.911,72 mg/70 kg BB = 25.91172 g/70 kg BB Untuk manusia 50kg = 25,91172 g ×
kg = 18,51 g
Jadi, dosis JBB sebagai antiinflamasi dan analgetika untuk manusia Indonesia sebesar 18,51 g/50kg BB. Untuk buah belimbing Bali ukuran sedang 18,51 gram setara dengan 1/4 bagian belimbing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji efek antiinflamasi dan analgesik pada jus buah belimbing (Averrhoa carambola L.) dapat disimpulkan bahwa: 1. Jus buah belimbing pada dosis 3,34 dan 6,67 g/kg BB memiliki efek antiinflamasi dan anlagesik. 2. Daya antiinflamasi jus buah belimbing berturut-turut dari dosis 1,67; 3,34; dan 6,67 g/kg BB adalah 22,91%; 54,58%; dan 36,06%. Dan daya analgesiknya adalah 3,24%; 70,27%; dan 56,76%. Sedangkan jus belimbing yang mempunyai khasiat antiinflamasi dan analgesik yang setara dengan kontrol positifnya yaitu dosis 3,34 g/kg BB. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang sama tetapi dengan jarak variansi dosis yang lebih berdekatan supaya dapat dilihat profil aktivitas antiinflamasi dan analgesik secara lebih detail. 2. Perlu dilakukan identifikasi dan penetapan katekin pada jus buah belimbing. 3. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh frekuensi dan lama pemberian JBB dengan melihat onset dan durasi terjadinya efek antiinflamasi dan analgesik.
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1991, Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 3, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedika, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 649, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Buhler, D.R., dan Miranda, C., 2000, Antioxidant Activities of Flavonoid, http://lpi.oregonstate.edu/f-w00/flavonoid.html, diakses tanggal 3 Maret 2010 Dollery, C., 1999, Therapeutic Drugs, Volume 1 (A-H), 2nd edition, Churchill Livingstone, United Kingdom Djunarko, I. dan Donatus, I.A., 2003, Pengaruh Perasan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Daya Antiradang Diklofenak pada Mencit Jantan, Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 1, 10-17 Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1982, Organic Chemistry, 3rd edition, 416-417, diterjemahkan oleh Pudjaatmaka, A.H., Penerbit Erlangga, Jakarta Guyton, A.C., 1986, Textbook of Medical Physiology, 7th edition, bagian I, diterjemahkan oleh Tengadi, K.A., Mawi, M., Rahardja B., dan Tandean R., Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta Haenen, G.R.M.M., 1989, Thiols in Oxidative Stress, Dissertation, Vrije Universiteit, Netherland Halliwell, B., Hoult, J.R., and Blake, D.R., 1988, Oxidant, Inflammation, and Antiinflammatory Drugs, FASEB J., 2 (13), 2867-2873 Heber, D., 2007, PDR for Herbal Medicines, 4th edition, 154-155, Thomson Healthcare Inc., Montana, USA Khanna, N. and Sarma, S.B., 2001, Antiinflammatory and Analgesic Effect of Herbal Preparation: Septilin, Indian J. Med. Sci., 55 (4), 195-202 Kumar, V., Abbas, K.A., Fauston, N., and Aster, J.C., 2010, Robin & Cotran Pathologic Basic of Disease, 8th edition, 44-70, Saunders Elsevier Inc., Philadelphia, USA Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th edition, Lexi-Comp Inc., USA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Langford, F.D., Holmes, P.A., and Emele, J.F., 1972, Objective Method for Evaluation of Analgesic/Anti-Inflammatory Activity, J.Pharm.Sci. 61 (1), 7577 Lawrence, G.H.M., 1951, Taxonomy of Vascular Plants, Macmillan Publishing Co., INC, New York May, J.M., 1998, Ascorbate Function and Metabolism in the Human Erythrocite, http://www.bioscience.org/1998/v3/d/may/3.htm, diakses tanggal 13 April 2010 Mutschler, E., 1986, Arzneimittelwirkungen, 5th edition, diterjemahkan oleh Widianto, M.B. dan Rianti, A.S., 177-193, Penerbit ITB, Bandung Neal, M.J., 1997, Medical Pharmacology at Glance, 3rd edition, 70, Blackwell Science Ltd, London Price, S.A. dan Wilson, L.M., 1995, Clinical Concept of Disease Processes, 4th edition, 37, diterjemahkan oleh Anugerah, P., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., dan Moore R.J., 2007, Pharmacology, 5th edition, 217-260, 562, Churchill Livingstone, USA Rianti, A., Padmawinata, K., dan Andreanuss A. S., 1978, Pengujian Beberapa Efek Farmakologi Buah Averrhoa carambola Linn pada Hewan Percobaan, Abstrak Skripsi, Sekolah Farmasi ITB, Bandung Sari, M., 2008, Daya Antioksidan Ekstrak Etanol 96% Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan metode 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), Abstrak Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Shearn, M.A., 2002, “Obat Antiinflamasi Nonsteroid; Analgesik Nonopiat; Obat yang Digunakan pada Gout”, dalam Katzung, B.G., Basic and Clinical Pharmacology, Buku 2, Edisi 8, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 476, Penerbit Salemba Medika, Jakarta Sripanidkulchai, B., Tattawasart, U., Laupattarakasem, P., and Wongpanich, V., 2002, Anti-inflammatory and Bactericidal Properties of Selected Indigenous Medical plants Used for Dysuria, Thai J. Pharm. Sci., 26, 33-38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Strobel, P., Allard C., Perez-Acle T., Calderon R., Aldunate R., and Leighton F., 2005, Myricetin, Quercetin, and Catechin Gallate inhibit glucose uptake in Isolated Red Adipocytes, Biochem J., 386,471-478 Sukadana, I.M., 2009, Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn), Jurnal Kimia 3 (2), 109-116 Turner, R.A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, 100-107, Academic Press, New York Vogel, H.G., 2002, Drug Discovery and Evaluation, 669-691, 716, 725, 751-761, Springer, Germany Wakte, S., Patil, D., Patil, A., and Phatak, A., 2007, Antioxidant and Antimicrobial Activities of Averrhoa carrambola L. Fruit, Departement of Botany (Herbal Science), Birla College, India Watson, R.R., 2001, Vegetables, Fruit, and Herbs in Health Promotion, 7-8, CRC Press, London
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi buah belimbing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Lampiran 2. Gambar alat blender yang digunakan untuk membuat jus belimbing, buah belimbing yang sesuai kriteria pemilihan dan jus buah belimbing konsentrasi 20%
Lampiran 3. Gambar mencit yang menggeliat sesuai dengan definisi operasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 4. Gambar cara pengukuran edema dengan jangka sorong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
Lampiran 5. Skema kerja uji efek antiinflamasi 30 mencit dibagi dalam 6 kelompok
Kontrol (-)
Kontrol pelarut
Diberi karagenin 1%
Diberi Aquadest
Kontrol
Dosis I
Diberi diklofenak 4,48mg/kg
15 menit Injeksi subplantar karagenin 1% 3 jam Besar edema diukur dengan jangka
Dosis II
Diberi jus buah
Dosis III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
Lampiran 6. Skema kerja uji efek analgesik 25 mencit dibagi dalam 5 kelompok
Kontrol (-)
Diberi Aquadest
Kontrol
Dosis I
Diberi parasetamol 91 mg/kg BB
Dosis II
Diberi jus buah
15 menit Injeksi intraperitoneal asam asetat 1% Geliat diamati setiap 5 menit selama 60
Dosis III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 7. Data penetapan rentang waktu pengukuran edema dan analisis statistiknya
Replikasi
Kaki kiri I Kaki kanan edema Kaki kiri II Kaki kanan edema Kaki kiri III Kaki kanan edema Rata- rata edema
edema pada kaki mencit (mg) setelah injeksi karagenin 1% subplantar pada rentang waktu pengukuran 1 jam
2 jam
3 jam
4 jam
329,0 206,0 123,0 324,2 199,4 124,8 323,0 200,2 122,8 123,5
312,5 193,8 118,7 306,0 186,8 119,2 289,6 189,2 100,4 112,8
359,0 204,7 154,3 380,2 224,7 155,5 334,7 184,9 149,8 153,2
288,9 168,7 120,2 275,1 168,8 106,3 291,6 180,2 111,4 112,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
NPar Tests Descriptive Statistics
Edema
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
12
125,5333
18,20446
100,40
155,50
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Edema N a,,b Normal Parameters Most Extreme Differences
12 125,5333 18,20446 ,266 ,266 -,159 ,922 ,363
Mean Std, Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp, Sig, (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway Descriptives Edema 95% Confidence Interval for Mean N 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam Total
Mean 3 3 3 3 12
123,5333 112,7667 153,2000 112,6333 125,5333
Std. Deviation 1,10151 10,71276 3,00500 7,03160 18,20446
Std. Error ,63596 6,18502 1,73494 4,05969 5,25518
Lower Bound
Upper Bound
120,7970 86,1547 145,7352 95,1659 113,9668
126,2696 139,3787 160,6648 130,1008 137,0999
Minimum 122,80 100,40 149,80 106,30 100,40
Maximum 124,80 119,20 155,50 120,20 155,50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
ANOVA Edema Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
3296,527 348,900
3 8
Total
3645,427
11
1098,842 43,612
F 25,196
Sig. ,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Edema Scheffe (I)
(J)
95% Confidence Interval
waktu_p waktu_p engukur engukur Mean Difference an
an
1 jam
2 jam
10,76667
5,39212
,331
-8,0661
29,5994
3 jam
-29,66667
*
5,39212
,004
-48,4994
-10,8339
4 jam
10,90000
5,39212
,322
-7,9328
29,7328
1 jam
-10,76667
5,39212
,331
-29,5994
8,0661
3 jam
-40,43333
*
5,39212
,001
-59,2661
-21,6006
4 jam
,13333
5,39212
1,000
-18,6994
18,9661
1 jam
29,66667
*
5,39212
,004
10,8339
48,4994
2 jam
40,43333
*
5,39212
,001
21,6006
59,2661
4 jam
*
40,56667
5,39212
,001
21,7339
59,3994
1 jam
-10,90000
5,39212
,322
-29,7328
7,9328
2 jam
-,13333
5,39212
1,000
-18,9661
18,6994
3 jam
-40,56667
*
5,39212
,001
-59,3994
-21,7339
2 jam
3 jam
4 jam
(I-J)
Std. Error
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Homogeneous Subsets Edema Scheffe
a
Subset for alpha = 0,05 waktu_pengukuran
N
1
2
4 jam
3
112,6333
2 jam
3
112,7667
1 jam
3
123,5333
3 jam
3
Sig.
153,2000 ,322
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 8. Data Penetapan Dosis Efektif Diklofenak dan Analisis Statistiknya
Replikasi Kaki kiri I Kaki kanan edema Kaki kiri II Kaki kanan edema Kaki kiri III Kaki kanan edema Rata- rata edema
edema pada kaki mencit (mg) setelah Pemberian diklofenak dosis 3,36mg/kg BB
4,48mg/kg BB
5,6mg/kg BB
268,4 192,8 75,6 277,2 195,6 81,6 258,6 185,0 73,6 76,9
258,6 199,6 59,0 252,8 195,8 57,0 261,5 199,7 61,8 59,3
265,7 194,4 71,3 252,4 184,2 68,2 268,7 199,7 69,0 69,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
NPar Tests Descriptive Statistics N
Mean
EDEMA
9
Std. Deviation
68,5667
Minimum
8,08981
Maximum
57,00
81,60
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test EDEMA_DOS N a,,b Normal Parameters
9 68,5667 8,08981 ,149 ,132 -,149 ,446 ,989
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp, Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway Descriptives EDEMA_DOS 95% Confidence Interval for Mean N 3,36mg/kg BB 4,48mg/kg BB 5,6mg/kg BB Total
Mean 3 3 3 9
76,9333 59,2667 69,5000 68,5667
Std. Deviation Std. Error 4,16333 2,41109 1,60935 8,08981
2,40370 1,39204 ,92916 2,69660
Lower Bound 66,5910 53,2772 65,5022 62,3483
Upper Bound 87,2756 65,2561 73,4978 74,7850
Min.
Max.
73,60 57,00 68,20 57,00
81,60 61,80 71,30 81,60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
ANOVA EDEMA_DOS Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
472,087 51,473
2 6
Total
523,560
8
236,043 8,579
F 27,514
Sig. ,001
Post Hoc Tests Multiple Comparisons EDEMA_DOS Scheffe (I) DOSIS 3,36mg/kg BB 4,48mg/kg BB 5,6mg/kg BB
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
(J) DOSIS
Std. Error
17,66667
2,39150
,001
9,9965
25,3368
7,43333
2,39150
,056
-,2368
15,1035
*
3,36mg/kg BB
-17,66667
2,39150
,001
-25,3368
-9,9965
5,6mg/kg BB
-10,23333
*
2,39150
,015
-17,9035
-2,5632
3,36mg/kg BB
-7,43333
2,39150
,056
-15,1035
,2368
4,48mg/kg BB
10,23333
*
2,39150
,015
2,5632
17,9035
EDEMA_DOS a
Subset for alpha = 0,05 N
1
2
4,48mg/kg BB
3
5,6mg/kg BB
3
69,5000
3,36mg/kg BB
3
76,9333
Sig.
Upper Bound
5,6mg/kg BB
Homogeneous Subsets
DOSIS
Lower Bound
4,48mg/kg BB
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Scheffe
Sig.
*
59,2667
1,000
,056
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Lampiran 9. Data Penetapan Waktu Pemberian Dosis Efektif Diklofenak dan Analisis Statistiknya edema pada kaki mencit (mg) setelah Pemberian diklofenak dosis 4,48mg/kg BB
Replikasi Kaki kiri I Kaki kanan edema Kaki kiri II Kaki kanan edema Kaki kiri III Kaki kanan edema Rata- rata edema
15 menit
30 menit
45 menit
60 menit
251,7 199,6 52,1 259,2 195,8 63,4 253,7 199,7 54,0 56,5
242,7 164,8 77,9 218,5 144,0 74,5 249,7 175,0 74,7 75,7
246,4 174,2 72,2 235,7 167,9 67,8 254,9 184,2 70,7 70,2
253,8 187,7 66,1 250,7 183,7 67,0 228,9 157,1 71,8 68,3
NPar Tests Descriptive Statistics N edema1
Mean 12
Std. Deviation
67,6833
Minimum
7,96547
52,10
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test edema1 N a,,b Normal Parameters Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp, Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
12 67,6833 7,96547 ,171 ,124 -,171 ,593 ,873
Maximum 77,90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Oneway Descriptives edema1 95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std.
Std.
Lower
Upper
Deviation
Error
Bound
Bound
Minimum
Maximum
15 menit
3 56,5000
6,05062 3,49333
41,4694
71,5306
52,10
63,40
30 menit
3 75,7000
1,90788 1,10151
70,9606
80,4394
74,50
77,90
45 menit
3 70,2333
2,23681 1,29142
64,6768
75,7899
67,80
72,20
60 menit
3 68,3000
3,06431 1,76918
60,6878
75,9122
66,10
71,80
Total
12 67,6833
7,96547 2,29943
62,6223
72,7444
52,10
77,90
ANOVA edema1 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
588,650 109,287
3 8
Total
697,937
11
196,217 13,661
F 14,363
Sig. ,001
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Post Hoc Tests Multiple Comparisons edema1 Scheffe 95% Confidence Interval
(I) (J) Mean waktu_pem waktu_pem Difference berian berian (I-J) 15 menit
30 menit 45 menit
30 menit
45 menit
60 menit
Std. Error
Sig.
3,01782
,002
-29,7402
-8,6598
*
3,01782
,013
-24,2735
-3,1932
*
-13,73333
60 menit
-11,80000
3,01782
,029
-22,3402
-1,2598
15 menit
19,20000
*
3,01782
,002
8,6598
29,7402
45 menit
5,46667
3,01782
,406
-5,0735
16,0068
60 menit
7,40000
3,01782
,192
-3,1402
17,9402
15 menit
13,73333
*
3,01782
,013
3,1932
24,2735
30 menit
-5,46667
3,01782
,406
-16,0068
5,0735
60 menit
1,93333
3,01782
,935
-8,6068
12,4735
15 menit
11,80000
*
3,01782
,029
1,2598
22,3402
30 menit
-7,40000
3,01782
,192
-17,9402
3,1402
45 menit
-1,93333
3,01782
,935
-12,4735
8,6068
Homogeneous Subsets edema1 a
waktu_pemb erian_diklofe nak
Subset for alpha = 0,05 N
1
2
15 menit
3
60 menit
3
68,3000
45 menit
3
70,2333
30 menit
3
75,7000
Sig.
Upper Bound
*
-19,20000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Scheffe
Lower Bound
56,5000
1,000
,192
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Lampiran 10. Perhitungan penetapan peringkat dosis jus buah belimbing pada kelompok perlakuan Dasar penetapan peringkat
Bobot tertinggi mencit = 30 g
Konsentrasi jus buah belimbing yang dapat disedot dan diinjeksikan keluar lewat spuit peroral = 20 % atau 0,2 g/ml
Pemberian cairan secara per oral maksimal 1ml
Dengan dasar tersebut maka ditetapkan dosis tertinggi jus buah belimbing D × BB = C × V
Keterangan: D BB C V
: dosis (mg/kg) : berat badan hewan uji (g) : konsentrasi (g/ml) : volume (ml)
C×V BB 0,2g/mL × 1mL D= 30g D = 6,67 × 10 mg/kg BB = , / BB → Dosis III D=
Peringkat dosis dalam penelitian: Dosis III : 6,67 g/kg BB Dosis II : × , / = , Dosis I
: × ,
/
= ,
/ /
BB BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
Lampiran 11. Data diameter edema pada uji efek antiinflamasi jus buah belimbing beserta hasil analisis statistiknya Diameter edema (mm) pada Replikasi Karagenin Aquadest Diklofenak Belimbing Belimbing Belimbing 25mg/KG BB 25mg/Kg BB 4,48mg/Kg BB Dosis I Dosis II Dosis III Kaki kiri 3,27 3,33 2,96 2,65 2,78 3,03 I Kaki kanan 2,09 2,22 2,64 1,96 2,31 2,36 Diameter edema 1,18 1,11 0,32 0,69 0,47 0,67 Kaki kiri 3,05 2,90 2,71 3,09 2,88 3,31 II Kaki kanan 2,25 2,10 2,32 2,25 2,43 2,63 Diamaeter edema 0,8 0,80 0,39 0,84 0,45 0,68 Kaki kiri 3,09 2,86 2,72 2,8 3,06 2,94 III Kaki kanan 2,1 1,98 2,48 2,27 2,53 2,26 Diameter edema 0,99 0,88 0,24 0,53 0,53 0,68 Kaki kiri 3,22 3,13 2,5 3,29 3,03 3,09 IV Kaki kanan 2,01 2,22 2,21 2,36 2,57 2,56 Diameter edema 1,21 0,91 0,29 0,93 0,46 0,53 Kaki kiri 3,46 3,21 3,04 3,31 3,19 3,2 V Kaki kanan 2,62 2,12 2,83 2,43 2,82 2,55 Diameter edema 0,84 1,09 0,21 0,88 0,37 0,65 Rata- rata 1,00±0,08 0,96± 0,06 0,27±0,03 0,76±0,07 0,46±0,03 0,63±0,03 diameter edema±SE Keterangan: JBB : Jus buah belimbing Kontrol postif : Diklofenak 4,48 mg/kg BB Kontrol negatif : Karagenin 25 mg/kg BB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
NPar Tests Descriptive Statistics N Edema
Mean 30
Std. Deviation
,6873
Minimum
,28431
Maximum
,21
1,21
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Edema N a,,b Normal Parameters
30 ,6873 ,28431 ,110 ,110 -,087 ,602 ,861
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway Descriptives Edema 95% Confidence Interval for Mean N karagenin 25 mg/kg BB aquadest 25 mg/kg BB
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
5 1,0040 5 ,9580
,18849 ,13590
,08430 ,06078
,7700 ,7893
1,2380 1,1267
,80 ,80
1,21 1,11
diklofenak 4,48 mg/kg BB
5
,2900
,07036
,03146
,2026
,3774
,21
,39
JBB dosis 1,67 g/kg BB
5
,7740
,16319
,07298
,5714
,9766
,53
,93
JBB dosis 3,34 mg/kg BB
5
,4560
,05727
,02561
,3849
,5271
,37
,53
JBB dosis 6,67 mg/kg BB Total
5 30
,6420 ,6873
,06380 ,28431
,02853 ,05191
,5628 ,5812
,7212 ,7935
,53 ,21
,68 1,21
ANOVA Edema Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
1,972 ,372
5 24
Total
2,344
29
,394 ,015
F 25,470
Sig. ,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Edema Scheffe
(I) Perlakuan karagenin 25 mg/kg BB
aquadest 25 mg/kg BB
(J) Perlakuan aquadest 25 mg/kg BB
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
,04600
,07871
,996
-,2389
,3309
diklofenak 4,48 mg/kg BB
,71400
*
,07871
,000
,4291
,9989
JBB dosis 1,67 g/kg BB
,23000
,07871
,171
-,0549
,5149
JBB dosis 3,34 mg/kg BB
,54800
*
,07871
,000
,2631
,8329
JBB dosis 6,67 mg/kg BB
,36200
*
,07871
,007
,0771
,6469
karagenin 25 mg/kg BB
-,04600
,07871
,996
-,3309
,2389
diklofenak 4,48 mg/kg BB
,66800
*
,07871
,000
,3831
,9529
JBB dosis 1,67 g/kg BB
,18400
,07871
,390
-,1009
,4689
JBB dosis 3,34 mg/kg BB
,50200
*
,07871
,000
,2171
,7869
JBB dosis 6,67 mg/kg BB
,31600
*
,07871
,023
,0311
,6009
diklofenak 4,48 mg/kg BB karagenin 25 mg/kg BB
-,71400
*
,07871
,000
-,9989
-,4291
aquadest 25 mg/kg BB
-,66800
*
,07871
,000
-,9529
-,3831
JBB dosis 1,67 g/kg BB
-,48400
*
,07871
,000
-,7689
-,1991
JBB dosis 3,34 mg/kg BB
-,16600
,07871
,503
-,4509
,1189
JBB dosis 6,67 mg/kg BB
-,35200
*
,07871
,009
-,6369
-,0671
karagenin 25 mg/kg BB
-,23000
,07871
,171
-,5149
,0549
aquadest 25 mg/kg BB
-,18400
,07871
,390
-,4689
,1009
JBB dosis 1,67 g/kg BB
diklofenak 4,48 mg/kg BB
,48400
*
,07871
,000
,1991
,7689
JBB dosis 3,34 mg/kg BB
,31800
*
,07871
,022
,0331
,6029
,13200
,07871
,728
-,1529
,4169
JBB dosis 3,34 mg/kg BB karagenin 25 mg/kg BB
JBB dosis 6,67 mg/kg BB
-,54800
*
,07871
,000
-,8329
-,2631
aquadest 25 mg/kg BB
-,50200
*
,07871
,000
-,7869
-,2171
,16600
,07871
,503
-,1189
,4509
*
,07871
,022
-,6029
-,0331
diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB dosis 1,67 g/kg BB JBB dosis 6,67 mg/kg BB
-,31800
-,18600
,07871
,378
-,4709
,0989
JBB dosis 6,67 mg/kg BB karagenin 25 mg/kg BB
-,36200
*
,07871
,007
-,6469
-,0771
aquadest 25 mg/kg BB
-,31600
*
,07871
,023
-,6009
-,0311
diklofenak 4,48 mg/kg BB
,35200
*
,07871
,009
,0671
,6369
JBB dosis 1,67 g/kg BB
-,13200
,07871
,728
-,4169
,1529
,18600
,07871
,378
-,0989
,4709
JBB dosis 3,34 mg/kg BB *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Homogeneous Subsets Edema Scheffe
a
Subset for alpha = 0,05 Perlakuan
N
1
2
3
4
diklofenak 4,48 mg/kg BB
5
,2900
JBB dosis 3,34 mg/kg BB
5
,4560
JBB dosis 6,67 mg/kg BB
5
JBB dosis 1,67 g/kg BB
5
aquadest 25 mg/kg BB
5
,9580
karagenin 25 mg/kg BB
5
1,0040
Sig,
,4560 ,6420
,6420 ,7740
,503
,378
,7740
,728
,171
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Lampiran 12. Data % daya antiinflamasi dan analisis statistiknya Kelompok Perlakuan Karagenin Aquadest Diklofenak JBB I JBB II JBB III Replikasi 25 mg/kg 25 mg/kg 4,48 mg/kg (1,67 g/kg (3,34 g/kg (6,67 g/kg BB BB BB BB) BB) BB) -17,53 -10,56 68,13 31,27 53,19 33,27 I 20,32 20,32 61,16 16,33 55,18 32,27 II 1,39 12,35 76,10 47,21 47,21 32,27 III -20,52 9,36 71,12 7,37 54,18 47,21 IV 16,33 -8,57 79,08 12,35 63,15 35,26 V Rata0,00±8,40 4,58±6,05 71,12±3,13 22,91±7,27 54,58±2,55 36,06±2,84 rata±SE
NPar Tests Descriptive Statistics N Daya_Antiinflamasi
Mean 30
31,5400
Std. Deviation 28,31949
Minimum -20,52
Maximum 79,08
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Daya_Antiinflamasi N a,,b Normal Parameters
30 31,5400 28,31949 ,110 ,087 -,110 ,602 ,861
Mean Std, Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway Descriptives Daya_Antiinflamasi 95% Confidence Interval for Mean N Karagenin 25 mg/kg BB Aquadest 25 mg/kg BB Diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB dosis 1,67 g/kg BB JBB dosis 3,34 g/kg BB JBB dosis 6,67 g/kg BB Total
5 5 5 5 5 5 30
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
-,0020 4,5800 71,1180 22,9060 54,5820 36,0560 31,5400
18,77415 13,53801 7,00542 16,25332 5,70556 6,35364 28,31949
8,39605 6,05438 3,13292 7,26870 2,55161 2,84143 5,17041
-23,3132 -12,2297 62,4196 2,7248 47,4976 28,1669 20,9653
23,3092 21,3897 79,8164 43,0872 61,6664 43,9451 42,1147
Minimum Maximum -20,52 -10,56 61,16 7,37 47,21 32,27 -20,52
20,32 20,32 79,08 47,21 63,15 47,21 79,08
ANOVA Daya_Antiinflamasi Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
19570,157 3687,659
5 24
Total
23257,816
29
3914,031 153,652
F 25,473
Sig. ,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Daya_Antiinflamasi Scheffe
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Karagenin 25 mg/kg Aquadest 25 mg/kg BB BB Diklofenak 4,48 mg/kg BB
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-4,58200
7,83971
,996
-32,9605
23,7965
*
-71,12000
7,83971
,000
-99,4985
-42,7415
JBB dosis 1,67 g/kg BB
-22,90800
7,83971
,171
-51,2865
5,4705
JBB dosis 3,34 g/kg BB
-54,58400
*
7,83971
,000
-82,9625
-26,2055
JBB dosis 6,67 g/kg BB
-36,05800
*
7,83971
,007
-64,4365
-7,6795
mg/kg Karagenin 25 mg/kg BB
4,58200
7,83971
,996
-23,7965
32,9605
Diklofenak 4,48 mg/kg BB
*
-66,53800
7,83971
,000
-94,9165
-38,1595
JBB dosis 1,67 g/kg BB
-18,32600
7,83971
,390
-46,7045
10,0525
JBB dosis 3,34 g/kg BB
*
-50,00200
7,83971
,000
-78,3805
-21,6235
JBB dosis 6,67 g/kg BB
-31,47600
*
7,83971
,023
-59,8545
-3,0975
*
7,83971
,000
42,7415
99,4985
*
7,83971
,000
38,1595
94,9165
JBB dosis 1,67 g/kg BB
*
48,21200
7,83971
,000
19,8335
76,5905
JBB dosis 3,34 g/kg BB
16,53600
7,83971
,503
-11,8425
44,9145
JBB dosis 6,67 g/kg BB
*
35,06200
7,83971
,009
6,6835
63,4405
JBB dosis 1,67 g/kg Karagenin 25 mg/kg BB BB Aquadest 25 mg/kg BB
22,90800
7,83971
,171
-5,4705
51,2865
18,32600
7,83971
,390
-10,0525
46,7045
*
Aquadest 25 BB
Diklofenak 4,48 mg/kg Karagenin 25 mg/kg BB BB Aquadest 25 mg/kg BB
71,12000 66,53800
Diklofenak 4,48 mg/kg BB
-48,21200
7,83971
,000
-76,5905
-19,8335
JBB dosis 3,34 g/kg BB
-31,67600
*
7,83971
,022
-60,0545
-3,2975
JBB dosis 6,67 g/kg BB
-13,15000
7,83971
,727
-41,5285
15,2285
JBB dosis 3,34 g/kg Karagenin 25 mg/kg BB BB Aquadest 25 mg/kg BB
54,58400
*
7,83971
,000
26,2055
82,9625
*
50,00200
7,83971
,000
21,6235
78,3805
Diklofenak 4,48 mg/kg BB
-16,53600
7,83971
,503
-44,9145
11,8425
JBB dosis 1,67 g/kg BB
31,67600
*
7,83971
,022
3,2975
60,0545
JBB dosis 6,67 g/kg BB
18,52600
7,83971
,378
-9,8525
46,9045
JBB dosis 6,67 g/kg Karagenin 25 mg/kg BB BB Aquadest 25 mg/kg BB
36,05800
*
7,83971
,007
7,6795
64,4365
*
7,83971
,023
3,0975
59,8545
*
-35,06200
7,83971
,009
-63,4405
-6,6835
JBB dosis 1,67 g/kg BB
13,15000
7,83971
,727
-15,2285
41,5285
JBB dosis 3,34 g/kg BB
-18,52600
7,83971
,378
-46,9045
9,8525
Diklofenak 4,48 mg/kg BB
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
31,47600
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Homogeneous Subsets Daya_Antiinflamasi Scheffe
a
Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
Karagenin 25 mg/kg BB
5
-,0020
Aquadest 25 mg/kg BB
5
4,5800
JBB dosis 1,67 g/kg BB
5
22,9060
JBB dosis 6,67 g/kg BB
5
JBB dosis 3,34 g/kg BB
5
Diklofenak 4,48 mg/kg BB
5
Sig.
3
4
22,9060 36,0560
36,0560 54,5820
54,5820 71,1180
,171
,727
,378
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Lampiran 13. Rata-rata % daya antiinflamasi dan potensi relatif kelompok perlakuan terhadap diklofenak sebagai kontrol positif Kelompok Perlakuan Karagenin 25 mg/kg BB Aquadest 25 mg/kg BB Diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB I (1,67 g/kg BB) JBB II (3,34 g/kg BB) JBB III (6,67 g/kg BB)
% daya antiinflamasi 0,00±8,40 4,58±6,05 71,12±3,13 22,91±7,27 54,58±2,55 36,06±2,84
%potensi relatif 6,44 100,00 32,21 76,75 50,70
,503
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 14. Data penetapan dosis asam asetat dan analisis statistiknya Menit Dosis 25 Dosis 50 Dosis 75 Dosis 100 mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB I II III I II III I II III I II III 5 0 0 2 0 0 0 0 1 0 2 1 1 10 0 2 7 1 9 3 9 14 9 7 14 17 15 6 5 4 7 8 8 11 13 12 18 12 15 20 10 9 7 8 4 6 11 11 11 9 8 4 25 2 6 2 9 5 4 8 7 6 11 5 5 30 1 1 1 1 7 7 4 3 4 2 5 8 35 2 1 2 1 1 2 2 2 2 8 7 8 40 1 2 0 2 1 1 1 2 0 4 4 4 45 0 0 2 2 1 0 1 0 2 4 3 5 50 1 1 0 2 1 2 1 0 1 5 5 4 55 0 0 0 0 0 0 1 0 1 5 4 4 60 0 0 0 0 0 1 0 0 0 4 2 1 23 27 25 33 37 34 49 53 47 78 71 76
NPar Tests Descriptive Statistics N VAR00002
Mean 12
Std. Deviation
46,1667
19,76146
Minimum 23,00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test VAR00002 N a,,b Normal Parameters Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Mean Std, Deviation Absolute Positive Negative
12 46,1667 19,76146 ,179 ,179 -,146 ,619 ,838
Maximum 78,00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Oneway Descriptives VAR00002 95% Confidence Interval for Mean N dosis 25 mg/kg BB dosis 50 mg/kg BB dosis 75 mg/kg BB dosis 100 mg/kg BB Total
Mean
3 3 3 3 12
25,3333 34,6667 49,6667 75,0000 46,1667
Std. Deviation
Std. Error
2,51661 2,08167 3,05505 3,60555 19,76146
1,45297 1,20185 1,76383 2,08167 5,70464
Lower Bound
Upper Bound
19,0817 29,4955 42,0775 66,0433 33,6108
31,5849 39,8378 57,2558 83,9567 58,7225
Minimum Maximum 23,00 33,00 47,00 71,00 23,00
28,00 37,00 53,00 78,00 78,00
ANOVA VAR00002 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
4229,667 66,000
3 8
Total
4295,667
11
1409,889 8,250
F
Sig.
170,896
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons VAR00002 Scheffe
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan
dosis 25 mg/kg BB
dosis 50 mg/kg BB dosis 75 mg/kg BB
dosis 50 mg/kg BB
Upper Bound
2,34521
,027
-17,5243
-1,1424
2,34521
,000
-32,5243
-16,1424
*
2,34521
,000
-57,8576
-41,4757
*
2,34521
,027
1,1424
17,5243
*
2,34521
,002
-23,1910
-6,8090
*
2,34521
,000
-48,5243
-32,1424
*
2,34521
,000
16,1424
32,5243
*
2,34521
,002
6,8090
23,1910
*
2,34521
,000
-33,5243
-17,1424
*
2,34521
,000
41,4757
57,8576
*
2,34521
,000
32,1424
48,5243
*
2,34521
,000
17,1424
33,5243
-24,33333 9,33333
-15,00000
dosis 100 mg/kg BB
-40,33333
dosis 25 mg/kg BB
24,33333 15,00000
dosis 100 mg/kg BB
-25,33333
dosis 25 mg/kg BB
49,66667
dosis 75 mg/kg BB
Lower Bound
*
-49,66667
dosis 50 mg/kg BB
Sig.
*
dosis 25 mg/kg BB
dosis 50 mg/kg BB dosis 100 mg/kg BB
-9,33333
dosis 100 mg/kg BB dosis 75 mg/kg BB dosis 75 mg/kg BB
Mean Difference (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval
40,33333 25,33333
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Homogeneous Subsets VAR00002 Scheffe
a
Subset for alpha = 0.05 VAR00001
N
1
dosis 25 mg/kg BB
3
dosis 50 mg/kg BB
3
dosis 75 mg/kg BB
3
dosis 100 mg/kg BB
3
Sig.
2
3
4
25,3333 34,6667 49,6667 75,0000 1,000
1,000
1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Lampiran 15. Data penetapan dosis efektif parasetamol dan analisis statistiknya Menit
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Dosis 68,26 mg/kgBB I II III 0 0 1 5 5 8 4 3 3 0 0 2 1 2 3 3 3 0 0 0 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 15 17
Dosis 91 mg/kgBB I II III 0 0 0 0 1 1 3 1 2 3 2 1 0 1 1 0 1 0 2 0 1 0 0 0 1 0 1 2 2 2 0 0 0 0 0 0 10 8 6
Dosis 113,75 mg/kgBB I II III 0 0 0 3 0 0 2 3 2 2 2 2 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 2 1 0 0 2 0 1 0 0 0 0 0 11 10 7
NPar Tests Descriptive Statistics N geliat_mencit
Mean 9
10,8889
Std. Deviation 3,75648
Minimum 6,00
Maximum 17,00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test geliat_mencit N a,,b Normal Parameters
9 10,8889 3,75648 ,155 ,155 -,130 ,465 ,982
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway Descriptives geliat_mencit 95% Confidence Interval for Mean N dosis 68,26 mg/kgBB dosis 91 mg/kgBB dosis 113,75 mg/kgBB Total
Mean
Std. Deviation
3 15,3333 3 8,0000 3 9,3333 9 10,8889
Std. Error
Lower Bound
1,52753 ,88192 11,5388 2,00000 1,15470 3,0317 2,08167 1,20185 4,1622 3,75648 1,25216 8,0014
Upper Bound
Minimum Maximum
19,1279 12,9683 14,5045 13,7764
14,00 6,00 7,00 6,00
17,00 10,00 11,00 17,00
ANOVA geliat_mencit Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
91,556 21,333
2 6
Total
112,889
8
45,778 3,556
F 12,875
Sig. ,007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Post Hoc Tests Multiple Comparisons geliat_mencit Scheffe
(I) dosis_parasetamol dosis 68,26 mg/kgBB
Mean Difference (J) dosis_parasetamol (I-J) Std. Error
95% Confidence Interval Sig.
*
1,53960
,009
2,3954
12,2712
6,00000
*
1,53960
,023
1,0621
10,9379
-7,33333
*
1,53960
,009
-12,2712
-2,3954
dosis 113,75 mg/kgBB
-1,33333
1,53960
,702
-6,2712
3,6046
dosis 68,26 mg/kgBB
-6,00000
*
1,53960
,023
-10,9379
-1,0621
1,33333
1,53960
,702
-3,6046
6,2712
dosis 113,75 mg/kgBB dosis 68,26 mg/kgBB
dosis 113,75 mg/kgBB
dosis 91 mg/kgBB
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets geliat_mencit a
penetapan_dosis_paraseta mol
Subset for alpha = 0.05 N
1
2
dosis 91 mg/kgBB
3
8,0000
dosis 113,75 mg/kgBB
3
9,3333
dosis 68,26 mg/kgBB
3
Sig.
Upper Bound
7,33333
dosis 91 mg/kgBB
dosis 91 mg/kgBB
Scheffe
Lower Bound
15,3333 ,702
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
1,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Lampiran 16. Data penetapan rentang waktu pemberian rangsang geliat dan analisis statis Menit Waktu pemberian Waktu pemberian Waktu pemberian 5 menit 10 menit 15 menit I II III I II III I II III 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10
4
4
8
0
0
1
0
0
2
15
5
7
3
0
2
0
2
2
4
20
8
5
1
2
7
2
2
3
4
25
6
3
8
5
4
5
1
3
3
30
2
3
4
5
3
4
4
1
1
35
2
2
4
3
3
1
0
1
0
40
2
3
2
4
3
5
2
0
1
45
3
1
2
3
3
3
3
3
0
50
3
3
1
2
3
1
2
1
0
55
1
2
2
4
3
2
1
0
0
60
1
0
0
0
3
3
0
0
0
37
33
35
28
31
27
17
14
15
NPar Tests Descriptive Statistics N geliat2
Mean 9
Std. Deviation
26,3333
8,84590
Minimum
Maximum
14,00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test geliat2 N a,,b Normal Parameters Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp, Sig, (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway
Mean Std, Deviation Absolute Positive Negative
9 26,3333 8,84590 ,197 ,188 -,197 ,590 ,877
37,00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Descriptives geliat2 95% Confidence Interval for Mean N 5 menit 10 menit 15 menit Total
Mean 3 3 3 9
35,0000 28,6667 15,3333 26,3333
Std. Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
2,00000 2,08167 1,52753 8,84590
1,15470 1,20185 ,88192 2,94863
30,0317 23,4955 11,5388 19,5338
39,9683 33,8378 19,1279 33,1329
33,00 27,00 14,00 14,00
37,00 31,00 17,00 37,00
ANOVA geliat2 Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
604,667 21,333
2 6
Total
626.000
8
F
302,333 3,556
Sig.
85,031
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons geliat2 Scheffe (I) perlakuan 5 menit 10 menit 15 menit
(J) perlakuan 10 menit
Mean Difference (I-J) 6,33333
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*
1,53960
,018
*
1,53960
*
1,53960
*
1,53960
,000
8,3954
18,2712
*
1,53960
,000
-24,6046
-14,7288
*
1,53960
,000
-18,2712
-8,3954
15 menit
19,66667
5 menit
-6,33333
15 menit
13,33333
5 menit
-19,66667
10 menit
-13,33333
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
1,3954
11,2712
,000
14,7288
24,6046
,018
-11,2712
-1,3954
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Homogeneous Subsets geliat2 Scheffe
a
perlakuan_s elang_pemb erian
Subset for alpha = 0.05 N
1
15 menit
3
10 menit
3
5 menit
3
Sig.
2
3
15,3333 28,6667 35,0000 1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
1,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
Lampiran 17. Data jumlah geliat pada uji efek analgesik beserta analisis statistiknya
Menit 0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 25-30 30-35 35-40 40-45 45-50 50-55 55-60 Total ratarata±SE
Aquadest 25mg/kg I 0 9 10 4 4 1 4 3 1 0 0 0 36
II 0 7 9 5 4 1 1 1 0 2 3 1 34
III 0 7 6 3 6 3 5 1 4 2 0 3 40
IV 0 6 4 11 1 1 4 3 3 1 2 2 38
37,00±1,00
V 0 7 6 0 4 3 4 1 2 3 4 3 37
I 0 2 2 2 0 0 1 0 0 1 0 0 8
Parasetamol 91 mg/kg BB II III IV 0 0 0 4 2 4 3 2 2 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 12 8 9 9,40±0,75
JBB I (1.67 g/kg) V 0 2 2 3 0 1 0 0 1 0 0 1 10
I 0 3 5 3 4 1 3 4 2 2 3 1 31
II 0 5 4 4 5 2 1 5 3 4 2 0 35
III 0 5 7 7 1 1 0 2 4 3 2 1 33
IV 0 6 14 11 5 1 1 0 1 1 2 1 43
35,80±2,06
JBB II (3.34 g/kg) V 1 4 11 5 7 4 0 1 3 0 1 0 37
I 0 2 1 3 1 1 0 0 1 0 0 0 9
II 1 3 2 2 1 1 0 0 1 0 0 0 11
III 1 3 3 1 0 0 1 1 0 0 0 0 10
IV 0 2 1 3 0 1 2 0 1 0 0 2 12
11,00±0,71
V 0 5 3 2 0 1 1 0 1 0 0 0 13
JBB III (6.67 g/kg) I 0 1 7 4 1 2 1 0 1 0 0 0 17
II 0 1 2 4 1 2 1 1 0 1 0 1 14
III 0 2 2 7 3 1 2 0 1 0 0 0 18
IV 0 0 4 5 2 1 1 0 1 1 0 0 15
16,00±2,51
V 0 5 1 2 1 1 2 1 0 2 1 0 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
NPar Tests Descriptive Statistics N
Mean
geliat
25
Std. Deviation
21,8400
Minimum
12,56874
Maximum
8,00
43,00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test geliat N a,,b Normal Parameters
25 21,8400 12,56874 ,220 ,220 -,173 1,100 ,178
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Descriptives geliat
95% Confidence Interval for Mean N Aquadest 25 mg/kg BB diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB (1,67 mg/kg BB) JBB (3,34 mg/kg BB) JBB (6,67 g/kg BB) Total
5 5 5 5 5 25
Mean
Std. Deviation
Std. Error
37,0000 2,23607 1,00000 9,4000 1,67332 ,74833 35,8000 4,60435 2,05913 11,0000 1,58114 ,70711 16,0000 1,58114 ,70711 21,8400 12,56874 2,51375
Lower Bound 34,2236 7,3223 30,0829 9,0368 14,0368 16,6519
Upper Bound
Min.
39,7764 11,4777 41,5171 12,9632 17,9632 27,0281
Max.
34,00 8,00 31,00 9,00 14,00 8,00
40,00 12,00 43,00 13,00 18,00 43,00
Oneway ANOVA geliat Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
3655,360 136,000
4 20
Total
3791,360
24
913,840 6,800
F 134,388
Sig. ,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Post Hoc Tests Multiple Comparisons geliat Scheffe
(I) Perlakuan Aquadest BB
(J) Perlakuan
25 mg/kg diklofenak 4,48 mg/kg BB
Mean Difference (I-J) *
27,60000
JBB (1,67 mg/kg BB)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
1,64924
,000
22,0158
33,1842
1,20000 1,64924
,969
-4,3842
6,7842
*
1,64924
,000
20,4158
31,5842
*
1,64924
,000
15,4158
26,5842
- 1,64924 * 27,60000
,000
-33,1842
-22,0158
- 1,64924 26,40000*
,000
-31,9842
-20,8158
JBB (3,34 mg/kg BB)
-1,60000 1,64924
JBB (6,67 g/kg BB)
-6,60000
JBB (3,34 mg/kg BB)
26,00000
JBB (6,67 g/kg BB)
21,00000
diklofenak 4,48 mg/kg Aquadest 25 mg/kg BB BB JBB (1,67 mg/kg BB)
JBB (1,67 mg/kg BB) Aquadest 25 mg/kg BB
,915
-7,1842
3,9842
1,64924
,015
-12,1842
-1,0158
-1,20000 1,64924
,969
-6,7842
4,3842
*
*
1,64924
,000
20,8158
31,9842
*
1,64924
,000
19,2158
30,3842
*
diklofenak 4,48 mg/kg BB
26,40000
JBB (3,34 mg/kg BB)
24,80000
JBB (6,67 g/kg BB) JBB (3,34 mg/kg BB) Aquadest 25 mg/kg BB
19,80000
1,64924
,000
14,2158
25,3842
- 1,64924 * 26,00000
,000
-31,5842
-20,4158
1,60000 1,64924
,915
-3,9842
7,1842
- 1,64924 * 24,80000
,000
-30,3842
-19,2158
-5,00000 1,64924
,095
-10,5842
,5842
- 1,64924 * 21,00000
,000
-26,5842
-15,4158
*
1,64924
,015
1,0158
12,1842
- 1,64924 * 19,80000
,000
-25,3842
-14,2158
5,00000 1,64924
,095
-,5842
10,5842
diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB (1,67 mg/kg BB) JBB (6,67 g/kg BB) JBB (6,67 g/kg BB)
95% Confidence Interval
Aquadest 25 mg/kg BB diklofenak 4,48 mg/kg BB JBB (1,67 mg/kg BB)
6,60000
JBB (3,34 mg/kg BB) *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Homogeneous Subsets geliat Scheffe
a
Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
3
diklofenak 4,48 mg/kg BB
5
9,4000
JBB (3,34 mg/kg BB)
5
11,0000
JBB (6,67 g/kg BB)
5
JBB (1,67 mg/kg BB)
5
35,8000
Aquadest 25 mg/kg BB
5
37,0000
Sig.
11,0000 16,0000
,915
,095
,969
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Lampiran 18. Data % penghambatan geliat terhadap kontrol negatif pada uji analgesik dan analisis statistiknya Replikasi I II III IV V Ratarata±SE
Aquadest 25 mg/kg BB 2,70 8,11 -8,11 -2,70 0,00
Parasetamol 91 mg/kg BB 78,38 67,57 78,38 75,68 72,97
0,00±2,70
74,59±2,02
16,22 5,41 10,81 -16,22 0,00
JBB II (3,34 g/kg) 75,68 70,27 72,97 67,57 64,86
3,24±5,57
70,27±1,91
JBB I (1,67 g/kg)
JBB III (6,67 g/kg) 54,05 62,16 51,35 59,46 56,76 56,76±1,91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
NPar Tests Descriptive Statistics N persen_hambat_geliat
Mean 25
Std. Deviation
40,9732
Minimum
33,96981
-16,22
Maximum 78,38
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test persen_hambat_ge liat N a,,b Normal Parameters
25 40,9732 33,96981 ,220 ,173 -,220 1,100 ,178
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway Descriptives persen_hambat_geliat 95% Confidence Interval for Mean N aquadest 25 mg/kg BB Parasetamol 91 mg/kg BB JBB I (1,67 g/kg BB) JBB II (3,34 g/kg BB) JBB III (6,67 g/kg BB) Total
Mean
Std. Deviation
5 5
,0000 74,5960
6,04409 4,52275
5 5 5 25
3,2440 70,2700 56,7560 40,9732
12,44672 4,27540 4,27382 33,96981
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min.
Max.
2,70300 -7,5047 2,02263 68,9803
7,5047 80,2117
-8,11 67,57
8,11 78,38
5,56634 1,91202 1,91131 6,79396
18,6986 75,5786 62,0626 54,9952
-16,22 64,86 51,35 -16,22
16,22 75,68 62,16 78,38
-12,2106 64,9614 51,4494 26,9512
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
ANOVA persen_hambat_geliat Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
26700,938 993,807
4 20
Total
27694,745
24
F
6675,234 49,690
Sig.
134,337
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons persen_hambat_geliat Scheffe
(I) Perlakuan aquadest 25 BB
(J) Perlakuan
mg/kg Parasetamol 91 mg/kg BB JBB I (1,67 g/kg BB) JBB II (3,34 g/kg BB) JBB III (6,67 g/kg BB)
Parasetamol mg/kg BB
91 aquadest 25 mg/kg BB JBB I (1,67 g/kg BB) JBB II (3,34 g/kg BB) JBB III (6,67 g/kg BB)
JBB I (1,67 g/kg BB)
aquadest 25 mg/kg BB
95% Confidence Interval
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
4,45827
,000
-89,6912
-59,5008
-3,24400 4,45827
,969
-18,3392
11,8512
*
-74,59600
*
4,45827
,000
-85,3652
-55,1748
*
4,45827
,000
-71,8512
-41,6608
*
4,45827
,000
59,5008
89,6912
*
4,45827
,000
56,2568
86,4472
4,32600 4,45827
,915
-10,7692
19,4212
-70,27000 -56,75600 74,59600 71,35200
*
17,84000
4,45827
,015
2,7448
32,9352
3,24400 4,45827
,969
-11,8512
18,3392
*
4,45827
,000
-86,4472
-56,2568
*
4,45827
,000
-82,1212
-51,9308
*
4,45827
,000
-68,6072
-38,4168
*
4,45827
,000
55,1748
85,3652
-4,32600 4,45827
,915
-19,4212
10,7692
Parasetamol 91 mg/kg BB
-71,35200
JBB II (3,34 g/kg BB)
-67,02600
JBB III (6,67 g/kg BB) JBB II (3,34 g/kg BB) aquadest 25 mg/kg BB Parasetamol 91 mg/kg BB
-53,51200 70,27000
*
JBB I (1,67 g/kg BB)
67,02600
4,45827
,000
51,9308
82,1212
JBB III (6,67 g/kg BB)
13,51400 4,45827
,095
-1,5812
28,6092
JBB III (6,67 g/kg BB) aquadest 25 mg/kg BB Parasetamol 91 mg/kg BB
*
4,45827
,000
41,6608
71,8512
*
4,45827
,015
-32,9352
-2,7448
*
56,75600 -17,84000
JBB I (1,67 g/kg BB)
53,51200
4,45827
,000
38,4168
68,6072
JBB II (3,34 g/kg BB)
-13,51400 4,45827
,095
-28,6092
1,5812
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Homogeneous Subsets persen_hambat_geliat Scheffe
a
Subset for alpha = 0,05 Perlakuan
N
1
2
3
aquadest 25 mg/kg BB
5
,0000
JBB I (1,67 g/kg BB)
5
3,2440
JBB III (6,67 g/kg BB)
5
56,7560
JBB II (3,34 g/kg BB)
5
70,2700
Parasetamol 91 mg/kg BB
5
70,2700 74,5960
Sig.
,969
,095
,915
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
Lampiran 19. Data % perubahan penghambatan geliat terhadap kontrol positif (parasetamol 91 mg/kg BB) dan analisis statistiknya Replikasi I II III IV V Ratarata±SE
Aquadest 25 mg/kg BB
Parasetamol 91 mg/kg BB
-96,38 -89,13 -110,87 -103,62 -100,00 -100,00±8,11
5,07 -9,42 5,07 1,45 -2,17
JBB I (1.67 g/kg) -78,26 -92,75 -85,51 -121,74 -100,00
JBB II (3.34 g/kg) 1,45 -5,80 -2,17 -9,42 -13,04
JBB III (6.67 g/kg) -27,54 -16,67 -31,16 -20,29 -23,91
0,00±2,71
-95,65±7,46
-5,80±2,56
-23,91±2,56
NPar Tests Descriptive Statistics N persen_proteksi_thd_KP
Mean 25
-45,0704
Std. Deviation 45,53661
Minimum -121,74
Maximum 5,07
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test persen_proteksi_th d_KP N a,,b Normal Parameters
25 -45,0704 45,53661 ,220 ,173 -,220 1,100 ,178
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp, Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Oneway Descriptives persen_proteksi_thd_KP 95% Confidence Interval for Mean N Aquadest 25 mg/kg BB Parasetamol 91 mg/kg BB JBB I (1,67 g/kg BB) JBB II (3,34 g/kg BB) JBB III (6,67 g/kg BB Total
5 5 5 5 5 25
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Min.
-99,9900 8,10689 3,62551 -110,0560 -89,9240 -110,87 ,0000 6,06130 2,71070 -7,5261 7,5261 -9,42 -95,6520 16,68272 7,46074 -116,3663 -74,9377 -121,74 -5,7960 5,72847 2,56185 -12,9088 1,3168 -13,04 -23,9140 5,72847 2,56185 -31,0268 -16,8012 -31,16 -45,0704 45,53661 9,10732 -63,8670 -26,2738 -121,74
Max. -89,13 5,07 -78,26 1,45 -16,67 5,07
ANOVA persen_proteksi_thd_KP Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
47980,367 1785,619
4 20
Total
49765,986
24
11995,092 89,281
F 134,352
Sig. ,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Post Hoc Tests Multiple Comparisons persen_proteksi_thd_KP Scheffe
(I) Perlakuan Aquadest 25 mg/kg BB
Parasetamol 91 mg/kg BB
(J) Perlakuan Parasetamol 91 mg/kg BB JBB I (1,67 g/kg BB)
Mean Difference (I-J)
Std. Error *
-99,99000
Aquadest 25 mg/kg BB
,000 -114,4281
-73,9599
,000
-96,3101
-55,8419
*
5,97598
,000
79,7559
120,2241
*
5,97598
,000
75,4179
115,8861
5,79600 5,97598
,915
-14,4381
26,0301
99,99000 95,65200
*
23,91400
5,97598
,015
3,6799
44,1481
4,33800 5,97598
,969
-15,8961
24,5721
*
5,97598
,000 -115,8861
-75,4179
*
5,97598
,000 -110,0901
-69,6219
*
5,97598
,000
-91,9721
-51,5039
*
5,97598
,000
73,9599
114,4281
-5,79600 5,97598
,915
-26,0301
14,4381
-95,65200
JBB II (3,34 g/kg BB)
-89,85600
JBB III (6,67 g/kg BB Parasetamol 91 mg/kg BB
,969
-79,7559
5,97598
Parasetamol 91 mg/kg BB
JBB II (3,34 g/kg BB) Aquadest 25 mg/kg BB
,000 -120,2241
Upper Bound
5,97598
*
-76,07600
JBB III (6,67 g/kg BB
Lower Bound
15,8961
-94,19400
JBB I (1,67 g/kg BB)
Sig.
-24,5721
*
JBB III (6,67 g/kg BB Aquadest 25 mg/kg BB
5,97598
-4,33800 5,97598
JBB II (3,34 g/kg BB)
JBB II (3,34 g/kg BB) JBB I (1,67 g/kg BB)
95% Confidence Interval
-71,73800 94,19400
*
JBB I (1,67 g/kg BB)
89,85600
5,97598
,000
69,6219
110,0901
JBB III (6,67 g/kg BB
18,11800 5,97598
,095
-2,1161
38,3521 96,3101
JBB III (6,67 g/kg BB Aquadest 25 mg/kg BB Parasetamol 91 mg/kg BB
*
5,97598
,000
55,8419
*
5,97598
*
76,07600
,015
-44,1481
-3,6799
JBB I (1,67 g/kg BB)
71,73800
5,97598
,000
51,5039
91,9721
JBB II (3,34 g/kg BB)
-18,11800 5,97598
,095
-38,3521
2,1161
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
-23,91400
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Homogeneous Subsets persen_proteksi_thd_KP Scheffe
a
Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
3
Aquadest 25 mg/kg BB
5
-99,9900
JBB I (1,67 g/kg BB)
5
-95,6520
JBB III (6,67 g/kg BB
5
-23,9140
JBB II (3,34 g/kg BB)
5
-5,7960
Parasetamol 91 mg/kg BB
5
Sig.
-5,7960 ,0000
,969
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.
,095
,915
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Dewi Susanti, lahir di Yogyakarta pada tanggal 27 Juni 1988 dari pasangan Joni Kristanto dan Jumarni sebagai anak terakhir dari empat bersaudara. Penulis pernah menempuh pendidikan di TK Indriyasana Utama
(1992-1994),
SD
Negeri
Rejowinangun
II
Yogyakarta (1994-2001), SLTP N 9 Yogyakarta (20012003), SMA N 8 Yogyakarta (2003-2006). Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan lulus pada tahun 2010. Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan mahasiswa, seperti menjadi anggota divisi Litbang-DPMF, mengikuti The 8th Asia Pasific Pharmaceutical Symposium, sebagai peserta PIMNAS XXII, dan aktif dalam kepanitiaan berbagai acara Fakultas. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah praktikum, seperti Spektroskopi (2008), Farmakologi Dasar (2009 & 2010) Toksikologi Dasar (2009), Patologi Klinik (2009), Perbekalan Steril (2010), dan Biofarmasetika (2010).