OPTIMASI CAMPURAN ASAM SITRAT–ASAM TARTRAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Lucia Esti Purwandari NIM : 038114061
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
OPTIMASI CAMPURAN ASAM SITRAT–ASAM TARTRAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Lucia Esti Purwandari NIM : 038114061
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dunia ini penuh dengan kebaikan.......... Hal-hal kecil yang mendatangkan kesenangan.......... Namun Kristus memenuhi hidup kita dengan sukacita, Yang melampaui segala harta dunia Tuhan, kiranya aku menjadi cahaya gemilang, Dalam segala perkataan dan perbuatan, Kasih-Mu yang terpancar melalui hidupku, Kiranya menuntun seseorang kepada-Mu (Sper)
Kupersembahkan karya kecil ini untuk : Tuhan Yesus Kristus Juru Selamatku Bapak‐ibu tercinta sebagai rasa hormat dan baktiku….. Adikku Anggara dan Sinta Teman‐teman angkatan 2003 Sahabat‐sahabatku untuk segala dukungannya Almamaterku
v
PRAKATA
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan penyertaan yang dilimpahkan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm) pada program studi ilmu farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Agatha Busi Susiana Lestari, S.Si., Apt., yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan arahan kepada penulis. 5. Ibu Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
vi
6. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 7. Bapak Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. Si., Apt., selaku dosen yang telah memberikan arahan, saran, dan bantuan kurkumin baku hasil sintesis. 8. Bapak Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen yang telah meluangkan waktu untuk memberi pengarahan dan saran kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini. 9. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen yang telah meluangkan waktu untuk memberi pengarahan dan saran kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini. 10. Bapak Musrifin, Mas Agung, Bapak Iswandi, Bapak Sukiran, Mas Ottok, Mas Wagiran, dan Mas Andri, selaku laboran yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung. 11. Rekan-rekan kelompok effervescent (Tyas Ayu Puspita dan Made Dwi Rantiasih ), atas kerja sama dan kebersamaannya mulai dari awal penelitian sampai akhir penyusunan skripsi ini. Nunuk yang telah banyak memberikan bantuan selama penelitian berlangsung. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin. Namun, penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun,
vii
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Harapan penulis skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
viii
ix
INTISARI
Temulawak termasuk jenis temu-temuan yang mempunyai banyak khasiat. Granul effervescent dipilih sebagai alternatif bentuk sediaan karena dapat memberikan sensasi yang menyegarkan, nyaman, mudah digunakan, dan penyiapan larutan dengan dosis obat yang tepat dapat dilakukan dalam waktu seketika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah granul effervescent yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan uji sifat fisik granul effervescent yang berlaku, mengetahui efek yang paling dominan dalam menentukan masingmasing sifat fisik granul effervescent, dan mencari komposisi optimum yang dapat menghasilkan granul effervescent yang baik. Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode desain faktorial, dengan 2 faktor dan 2 level. Sifat fisik granul effervescent yang diuji untuk melihat faktor yang paling dominan adalah kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. Uji sifat fisik tersebut digunakan untuk menentukan area komposisi optimum formula granul effervescent yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa granul effervescent yang dihasilkan memenuhi persyaratan uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. Natrium bikarbonat berpengaruh dominan terhadap semua sifat fisik granul effervescent. Pada level yang diteliti diperoleh area komposisi optimum campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan granul effervescent dengan sifat fisik yang dikehendaki. Kata kunci : asam sitrat, asam tartrat, natrium bikarbonat, granul effervescent, ekstrak rimpang temulawak, metode desain faktorial
x
ABSTRACT
Turmeric was claimed of having many indications. Effervescent granules were chosen as the alternative of dosage form because effervescent granules gave the fresh sensation, comfortable, easy to use, and preparation of liquid with accurate dosage could be done as soon as possible. This research was aimed to find out whether effervescent granules which was produced could fulfill the requirement of valid effervescent granules’ physical properties test, to know the most dominant effect in defining each of effervescent granules’ physical properties, and to find out the optimum composition which could produce good effervescent granules. This research was done according to factorial design method, with two factors and two levels. The effervescent granules’ physical properties that are tested to find out the most dominant factors are flow rate, moisture content, and dissolution time. These physical properties tests were used to get to know the most optimum composition area of granules formula produced. The result of this research showed that effervescent granules which were produced had fulfilled the test requirement of flow rate, moisture content, and dissolution time. sodium bicarbonate had a dominant effect toward the entire physical properties of effervescent granules. At this researched level, the optimum composition of combination between citric acid-tartaric acid and sodium bicarbonate which was produced a certain physical properties of effervescent granules was found.
Keywords: citric acid, tartaric acid, sodium bicarbonate, effervescent granules, turmeric extract, factorial design method.
xi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................
v
PRAKATA……………………………………………………………………..
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………….
ix
INTISARI………………………………………………………………………
x
ABSTRACT……………………………………………………………………. xi DAFTAR ISI…………………………………………………………………… xii DAFTAR TABEL………………………………………………………………xvii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xix DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………. xx BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang......……………………………………………………… 1 1. Permasalahan...…………………………………………………....... 4 2. Keaslian penelitian..…………………………………………….......
4
3. Manfaat penelitian.............................................................................. 5 B. Tujuan Penelitian……………………………………………………….. 5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Temulawak 1. Nama ………..…………………………………………………….... 7
xii
2. Morfologi…………………………………………………………...
7
3. Kandungan kimia…………………………………………………...
8
4. Sifat dan khasiat…………………………………………………….
8
B. Kurkumin……………………………………………………………….. 9 C. Ekstrak………………………………………………………………….. 10 D. Maserasi………………………………………………………………… 11 E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri………………………… 12 F. Granul Effervescent…………………………………………………….. 14 G. Metode Pembuatan Granul Effervescent 1. Metode kering……………………………………………………… 16 2. Metode basah………………………………………………………. 16 H. Bahan Tambahan pada Pembuatan Granul Effervescent 1. Sumber asam………………………………………………………. 18 2. Sumber karbonat…………………………………………………… 19 3. Bahan pengisi………………………………………………………. 19 4. Bahan pengikat……………………………………………….........
19
I. Pemerian Bahan 1. Asam sitrat……………………………………………………........ 19 2. Asam tartrat………………………………………………………... 20 3. Natrium bikarbonat………………………………………………… 20 4. Laktosa…………………………………………………………….. 20 5. Aspartam…………………………………………………………… 21 6. Polivinil pirolidon (PVP)………………………………………….. 22
xiii
J. Sifat Fisik Granul Effervescent 1. Sifat alir…………………………………………………………….. 23 2. Kandungan lembab granul……………………………………......... 24 3. Waktu larut……………………………………………………......... 25 K. Desain Faktorial………………………………………………………… 25 L. Landasan Teori………………………………………………………….. 28 M. Hipotesis………………………………………………………………… 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………… 30 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian…………………………………………………… 30 2. Definisi operasional………………………………………………….. 31 C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian……………………………………………………… 33 2. Alat penelitian………………………………………………………... 34 D. Skema Jalannya Penelitian……………………………………………… 35 E. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan rimpang temulawak…………………………………. 36 2. Determinasi tanaman dan rimpang temulawak…………………...... 36 3. Pembuatan simplisia dan pembuatan serbuk simplisia rimpang temulawak………………………………………………………...... 36 4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan pelarut etanol 96%.............................................................................. 37
xiv
5. Standarisasi ekstrak rimpang temulawak………………………....... 38 6. Perhitungan dosis………………………………………………....... 41 7. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat…………………………………………….. 41 8. Optimasi
formula granul
effervescen t ekstrak
rimpang
temulawak………………………………………………………….. 41 9. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi basah....... 42 10. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak……. 43 11. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi…………………………………………………………… 43 12. Analisis hasil……………………………………………………….. 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Temulawak……………………………… 45 B. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Serbuk Temulawak……................ 45 C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak……………………….. 46 D. Penetapan Kadar Kurkumin 1. Pembuatan kurva baku kurkumin…...……………………………… 48 2. Penetapan recovery dan koefisien variasi………………………….. 49 3. Penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak menggunakan KLT densitometri ………………............ 49 E. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak 1. Pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak………........ 50 2. Hasil uji daya lekat……………………………………………........ 51
xv
3. Hasil uji viskositas………………………………………………….. 52 4. Hasil uji kandungan lembab………………………………………… 53 5. Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)……………………......... 53 F. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent………………………... 57 G. Hasil Uji Sifat Fisik Granul Effervescent 1. Kecepatan alir…………………………………………………......... 60 2. Kandungan Lembab………………………………………………… 63 3. Waktu larut……………………………………………………......... 66 H. Contour Plot Sifat Fisik Granul………………………………………… 69 I. Penentuan Area Formula Granul Effervescent Optimum......................... 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………... 75 B. Saran……………………………………………………………………. 75 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 76 LAMPIRAN……………………………………………………………………. 80 BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………………..105
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I
Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level....………………………………………………… 26
Tabel II
Level rendah dan level tinggi formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak………………………………….. 41
Tabel III
Formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak…… 42
Tabel IV
Hubungan
antara
kadar
kurkumin baku
dengan area
kromatogram……………..……………………………… Tabel V
48
Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak………………………………….. 50
Tabel VI
Hasil uji deteksi bercak kurkumin baku, kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak, dan demetoksikurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak secara KLT..……..................................... 56
Tabel VII
Hasil pengukuran uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak………….………………………………. 60
Tabel VIII
Hasil
perhitungan efek sifat
fisik granul
berdasarkan
desain faktorial……………………………………….....……. 60 Tabel IX
Hubungan antara kadar kurkumin baku
dengan
area
kromatogram………...……………………………………….. 81 Tabel X
Hasil recovery 0,12 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XI
Hasil recovery 0,14 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XII
Hasil recovery 0,18 µg/µl………………………..…………… 82
xvii
Tabel XIII
Hasil recovery 0,23 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XIV
Hasil recovery 0,35 µg/µl………………………..…………… 82
Tabel XV
Kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak.... 83
Tabel XVI
Hasil uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak…………...... 85
Tabel XVII
Hasil uji viskositas ekstrak rimpang temulawak……………... 85
Tabel XVIII
Hasil penimbangan ekstrak dalam uji kandungan lembab…… 85
Tabel XIX
Hasil uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak…… 86
Tabel XX
Hasil uji kecepatan alir granul effervescent………………….. 92
Tabel XXI
Hasil uji kandungan lembab granul effervescent…………….. 92
Tabel XXII
Hasil uji waktu larut granul effervescent…………………….. 92
Tabel XXIII
Respon kecepatan alir granul effervescent…………………… 93
Tabel XXIV
Respon kandungan lembab granul effervescent……………… 96
Tabel XXV
Respon waktu larut granul effervescent………………………. 97
Tabel XXVI
Pengaruh asam terhadap kecepatan alir………………………. 98
Tabel XXVII
Pengaruh basa terhadap kecepatan alir……………………….. 98
Tabel XXVIII
Pengaruh asam terhadap kandungan lembab…………………. 98
Tabel XXIX
Pengaruh basa terhadap kandungan lembab.…………………. 98
Tabel XXX
Pengaruh asam terhadap waktu larut…………………………. 99
Tabel XXXI
Pengaruh basa terhadap waktu larut….………………………. 99
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Struktur kurkumin……………………………………………….... 9
Gambar 2
Struktur demetoksikurkumin……………………………………..
Gambar 3
Skema jalannya penelitian………………………………………… 35
Gambar 4
Kurva hubungan antara kadar kurkumin standar dengan area
9
kromatogram……………………………………………………… 48 Gambar 5
Foto hasil KLT pada UV 254 nm…………………………………. 54
Gambar 6
Foto hasil KLT pada UV 365 nm…………………………………. 55
Gambar 7
Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap kecepatan alir granul effervescent……………………………………………. 61
Gambar 8
Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap kandungan lembab granul effervescent………………………………………... 64
Gambar 9
Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap waktu larut granul effervescent………………………………………...
67
Gambar 10 Contour plot kecepatan alir granul effervescent………………….. 70 Gambar 11 Contour plot kandungan lembab granul effervescent…………….. 71 Gambar 12 Contour plot waktu larut granul effervescent…………………...... 72 Gambar 13 Contour plot super imposed granul effervescent ekstrak rimpang temulawak………………………………………………………… 74 Gambar 14 Kromatogram kurva baku…………………………………………. 84 Gambar 15 Kromatogram sampel…………………………………………….. 86 Gambar 16 Foto tanaman temulawak………………………………………… 100
xix
Gambar 17 Foto rimpang temulawak………………………………………… 101 Gambar 18 Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan
dalam
penelitian…………………………………………………………. 102 Gambar 19 Foto granul dan larutan granul effervescent formula 1………….. 103 Gambar 20 Foto granul dan larutan granul effervescent formula a………….. 103 Gambar 21 Foto granul dan larutan granul effervescent formula b………….. 104 Gambar 22 Foto granul dan larutan granul effervescent formula ab………… 104
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat pengesahan determinasi tanaman temulawak…………… 80
Lampiran 2
Hubungan
antara kadar
kurkumin baku
dengan
area
kromatogram untuk pembuatan kurva baku……………………. 81 Lampiran 3
Hasil recovery………………………………………………….. 82
Lampiran 4
Hasil penetapan kadar kurkumin dalam sampel……………….. 83
Lampiran 5
Perhitungan dosis ekstrak rimpang temulawak………………... 84
Lampiran 6
Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak………………............................................. 85
Lampiran 7
Perhitungan nilai Rf kurkumin baku, kurkumin dalam sampel ekstrak,
dan
demetoksikurkumin
dalam sampel
ekstrak
berdasarkan hasil KLT…………………………………………. 87 Lampiran 8
Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat………………………………………… 88
Lampiran 9
Hasil uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent …………………………………………….. 92
Lampiran 10 Perhitungan desain faktorial uji sifat fisik granul effervescent.... 93 Lampiran 11 Hasil perhitungan nilai kecuraman kurva (slope) berdasarkan perhitungan regresi linier………………………………………. 98 Lampiran 12 Foto tanaman temulawak………………………………………. 100 Lampiran 13 Foto rimpang temulawak………………………………………. 101
xxi
Lampiran 14 Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent………………………………… 102 Lampiran 15 Foto granul dan larutan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak…………………………………………………….. 103
xxii
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional dan merupakan tanaman asli Indonesia (Dalimarta, 2003). Banyak khasiat dari rimpang temulawak, misalnya sebagai obat batu empedu, mengobati radang kronis kandung empedu, mengobati gangguan fungsi hati, dan penambah nafsu makan. Penggunaan temulawak sebagai obat tradisional mempunyai kelemahan, antara lain kurang tepat dosis dan mempunyai keterbatasan dalam hal bentuk sediaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan formulasi untuk menghasilkan bentuk sediaan yang sesuai yang dapat diterima oleh masyarakat. Granul effervescent dipilih sebagai alternatif bentuk sediaan yang sesuai karena dapat memberikan sensasi yang menyegarkan, nyaman, mudah digunakan, dan penyiapan larutan dengan dosis obat yang tepat dapat dilakukan dalam waktu seketika. Granul effervescent merupakan granul yang mengandung campuran asam dan basa, yang bila ditambah dengan air, asam dan basanya akan bereaksi menghasilkan karbondioksida. Dengan demikian, obat yang diberikan dalam bentuk sediaan granul effervescent akan memberikan sensasi yang menyegarkan yang disebabkan oleh pelepasan karbondioksida (Ansel, 1989). Telah dilakukan suatu penelitian oleh Sari (2006) tentang optimasi formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dengan kombinasi asam
1
2
sitrat dan asam tartrat aplikasi metode desain faktorial. Dalam penelitian tersebut diuji sifat fisik granul effervescent yang dibuat dengan kombinasi asam (asam sitrat dan asam tartrat). Basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat. Namun, penelitian tersebut tidak membahas pengaruh natrium bikarbonat dalam menentukan sifat fisik granul effervescent yang dibuat. Berdasarkan penelitian tersebut, dilakukan penelitian lanjutan dengan meneliti kombinasi asam dan basa yang digunakan sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Basa (natrium bikarbonat) mempunyai peranan penting dalam memformulasi suatu sediaan effervescent karena natrium bikarbonat merupakan sumber karbondioksida utama (sebesar 52% CO2) yang menentukan sistem effervescent yang dihasilkan. Sifat natrium bikarbonat yang tidak higroskopis akan mencegah terjadinya penyerapan lembab yang berlebih, dimana lembab yang terkandung dalam natrium bikarbonat adalah kurang dari 1% pada suhu kamar. Dalam formulasi granul effervescent ini, pemilihan kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat sesuai dengan formulasi garam effervescent resmi yang masih ada (Ansel, 1989). Sediaan effervescent biasanya diolah dari kombinasi asam sitrat dan asam tartrat dan tidak dari asam tunggalnya, karena penggunaan asam tunggal akan menimbulkan kesukaran. Jika hanya digunakan asam sitrat saja, maka akan menghasilkan campuran yang lekat dan sukar menjadi granul. Jika hanya asam tartrat sebagai asam tunggal, maka granul effervescent yang dihasilkan akan mudah menggumpal dan akan menghasilkan reaksi effervescent yang prematur (Ansel, 1989). Asam tartrat lebih mudah larut
3
daripada asam sitrat. Asam sitrat mempunyai kekuatan asam yang tinggi, sifat alir bagus, tidak begitu higroskopis dibandingkan dengan asam tartrat, dan relatif murah. Kandungan lembab diminimalkan dengan tetap menjaga kondisi percobaan, yaitu dilakukan pada ruangan dengan kelembaban relatif antara 5053%.
Dengan demikian, penggunaan kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan
natrium bikarbonat sangat penting dalam pembuatan granul effervescent. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat untuk menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode desain faktorial. Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mengetahui efek asam sitrat-asam tartrat, efek natrium bikarbonat, atau efek interaksi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat yang dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent. Efek-efek tersebut dilihat untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan dalam menentukan perubahan respon, kombinasi asam sitrat-asam tartrat, natrium bikarbonat, atau interaksi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat. Juga dapat diketahui area komposisi optimum asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat berdasarkan contour plot super imposed, dimana area tersebut diprediksi sebagai formula optimum granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dengan kombinasi asam sitrat–asam tartrat dan natrium bikarbonat, terbatas pada level yang diteliti.
4
1. Permasalahan a. Apakah granul effervescent yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent yang baik? b. Efek manakah yang paling dominan, efek campuran asam sitrat-asam tartrat, efek natrium bikarbonat, atau efek interaksi, dalam menentukan kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent yang baik? c. Apakah campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat dengan komposisi tertentu dapat menghasilkan area yang optimum untuk pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak? 2. Keaslian penelitian Beberapa penelitian mengenai sediaan effervescent ekstrak rimpang temulawak yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. optimasi formula tablet effervescent ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat : aplikasi metode desain faktorial (Wulandari, 2006). 2. optimasi
formula
granul
effervescent
ekstrak
temulawak
(Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) dengan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat aplikasi metode : desain faktorial (Sari, 2006). 3. optimasi campuran asam tartrat dan asam fumarat sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara granulasi basah : aplikasi desain faktorial (Chrystyani, 2005).
5
4. optimasi natrium sitrat dan asam fumarat dalam pembuatan granul effervescent ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara granulasi basah (Natalia, 2006). Sejauh pustaka yang telah ditelusuri peneliti, penelitian mengenai optimasi campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat sebagai eksipien dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) secara granulasi basah dengan metode desain faktorial belum pernah dilakukan. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Dari penelitian ini diharapkan ada manfaat teoritis yang dicapai yaitu memperkaya pengetahuan ilmu kefarmasian, khususnya mengenai penggunaan campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat serta pengaruhnya terhadap sifat fisik granul effervescent. b. Manfaat praktis Manfaat praktis yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu menghasilkan suatu sediaan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang berkhasiat, mudah digunakan, praktis, dan dapat diterima oleh masyarakat.
B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui apakah granul effervescent yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent yang baik.
6
2. Mengetahui apakah efek campuran asam sitrat-asam tartrat, efek natrium bikarbonat, atau efek interaksi yang dominan dalam menentukan kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent yang baik. 3. Mengetahui ada tidaknya area komposisi optimum campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat yang dapat menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Temulawak 1. Nama a. Nama tanaman : Curcuma xanthorrhiza Roxb. b. Sinonim : C. zerumbed majus Rumph. c. Nama daerah : Sumatera : temulawak. Jawa : koneng gede, temu raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel, temulawak. Madura : temulobak. Bali : Tommo. Sulawesi Selatan : tommon. Ternate : karbanga d. Nama simplisia : Curcumae Rhizoma (rimpang temulawak) (Dalimarta, 2003). 2. Morfologi Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun berbatang semu yang dapat mencapai ketinggian 2–2,5 m. Tiap rumpunnya terdiri atas beberapa tanaman dan tiap tanaman memiliki 2–9 helai daun. Daun tanaman temulawak berbentuk panjang dan agak lebar. Lamina daun dan seluruh ibu tulang daun bergaris hitam. Panjang daun sekitar 50–55 cm, lebarnya 18 cm, dan tiap helai daun melekat pada tangkai daun yang posisinya menutupi secara teratur (Anonim, 1979 b). Perbungaan bentuk bulir, daun pelindung bentuk corong, kelopak berwarna putih, mahkota bentuk tabung warna putih kekuningan, benang sari kuning muda, kepala sari putih, putik kuning keputihan. Buah kotak warna putih kekuningan (Soedibyo, 1998).
7
8
Rimpang temulawak dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang induk (empu) bentuknya jorong atau gelendong, berwarna kuning tua atau coklat kemerahan, bagian dalam berwarna jingga coklat. Rimpang cabang keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil, tumbuh ke arah samping, bentuknya bermacam-macam, warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak, membentuk umbi yang kecil. Rimpang temulawak termasuk yang paling besar di antara semua rimpang marga Curcuma. Rimpangnya dipanen jika bagian-bagian tanaman yang ada di atas tanah sudah mulai kering dan mati. Biasanya sekitar 9 – 24 bulan (Dalimarta, 2003). 3. Kandungan kimia Kandungan kimia dari temulawak antara lain : minyak atsiri, kurkumin, zat pati, dan xantorhizol (Soedibyo, 1998). Fraksi kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak toksik, terdiri dari kurkumin yang mempunyai aktivitas antiradang dan demetoksikurkumin (Dalimarta , 2003). Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar antara 1,6%-2,22% dihitung berdasarkan berat kering (Rukmana, 1994). 4. Sifat dan khasiat Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas. Rimpang temulawak digunakan untuk pengobatan dan mengatasi : hepatitis, sakit kuning (jaundice), radang ginjal, radang kronis kandung empedu (kolesistitis kronik), meningkatkan aliran empedu ke saluran cerna, perut kembung, tidak nafsu makan (anoreksia), demam, pegal linu, rematik, memulihkan kesehatan setelah melahirkan, sembelit, diare, batu empedu (kolelitiasis), kolesterol darah tinggi
9
(hiperkolesterolemia), haid tidak lancar, flek hitam di muka, jerawat, wasir, dan produksi ASI sedikit (Dalimarta, 2003).
B. Kurkumin Fraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak terdiri dari kurkumin dan desmetoksikurkumin (Dalimarta, 2003). Fraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak yang mempunyai aktivitas farmakologi utama adalah kurkumin. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar antara 1,6-2,22% dihitung berdasarkan berat kering. Kurkumin mempunyai khasiat yaitu meningkatkan sekresi empedu, menghilangkan nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol darah, antibakteri, mencegah perlemakan sel hati, antihepatotoksik, dan antioksidan (Rukmana, 1994). Struktur kurkuminoid (Stahl, 1985) yaitu :
HO
C H
C H
C
H2 C
O
C
C H
C H
OH
O
H3CO
OCH3
Gambar 1. Struktur kurkumin
HO
C H
C H
C O
H2 C
C
C H
C H
OH
O
H
OCH3
Gambar 2. Struktur demetoksikurkumin Nama kimia dari kurkumin adalah 1,7-bis (4-hidroksi-3-metoksifenil)1,6-heptadiene-3,5-dione dengan rumus molekul C21H20O6 dan mempunyai bobot
10
molekul 368,4. Dalam bentuk murni, kurkumin berwarna orange kekuningan dan berbentuk hablur. Kurkumin bersifat tidak larut dalam air, eter, tetapi relatif lebih mudah larut dalam pelarut organik seperti etanol, methanol, asam asetat glasial. Kurkumin sangat peka terhadap cahaya, baik dalam bentuk padatan maupun larutan.
Degradasinya akan berjalan lebih cepat di bawah sinar ultraviolet
(Tonnesen dan Karisen, 1985). Kelarutan kurkumin dalam air adalah 0,1 mg/ml (Anonim, 2006). Kurkumin yang mempunyai titik lebur 184oC– 185oC diisolasi pertama kali pada tahun 1815. Kurkumin tersebut tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan aseton. Pada tahun 1910, kurkumin tersedia dalam bentuk kristalin (Majeed, Badmaev, Shivakumar, dan Rajendran, 1995).
C. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Sebagai cairan penyari, digunakan air, eter, atau campuran etanol dan air (Anonim, 1979 a). Pada ekstrak tumbuhan (umumnya konsentrasi etanolnya berbeda-beda), jika bahan pengekstraksinya diuapkan sebagian atau seluruhnya, maka diperoleh ekstrak yang dikelompokkan menurut sifat-sifatnya menjadi : 1. ekstrak encer (extractum tenue). Sediaan seperti itu memiliki konsistensi madu dan dapat dituang.
11
2. ekstrak kental (extractum spissum). Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Sediaan obat ini pada umumnya juga tidak sesuai lagi dengan persyaratan masa kini. Tingginya kandungan air menyebabkan suatu instabilitas sediaan obat (kontaminasi bakteri) dan bahkan instabilitas bahan aktifnya (penguraian secara kimia). Selain itu, ekstrak kental sulit untuk ditakar (penimbangan dan sebagainya) . 3. ekstrak kering (extractum siccum). Ekstrak ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan terbentuk suatu produk yang memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%. 4. ekstrak cair (extractum fluidum). Merupakan suatu ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sebanding dengan dua (kadang – kadang lebih) bagian ekstrak cair (Voigt, 1994).
D. Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan dengan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan terdesak keluar. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, atau campuran air dan etanol (Anonim, 1986). Maserasi merupakan proses yang paling tepat dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam cairan penyari sampai meresap dan
12
melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989). Dilihat dari sisi teknologi farmasinya, maserasi merupakan pilihan metode ekstraksi yang tepat, karena proses operasional metode ini mudah dilakukan dan bisa menghasilkan ekstrak secara maksimal. Proses maserasi tidak membutuhkan operator khusus karena metode ini bisa dikerjakan oleh kebanyakan orang berdasarkan prosedur kerja yang ada. Proses yang dilakukan dalam maserasi bisa dikontrol dengan menyamakan kondisi semua percobaan. Secara ekonomis, maserasi merupakan metode ekstraksi yang membutuhkan biaya lebih murah daripada metode ekstraksi yang lain. Dengan demikian, proses ekstraksi yang dilakukan akan lebih terstandar karena proses maserasi dapat dikontrol dengan mudah (Ansel, 1989).
E. Kromatografi Lapis Tipis Densitometri Ada dua cara dasar untuk melakukan KLT kuantitatif. Pada cara pertama, senyawa yang akan ditetapkan kadarnya diukur langsung pada lapisan. Pada cara kedua, senyawa diambil dari lapisan dan diukur, biasanya secara spektrofotometri. KLT densitometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif dengan cara kerja yang sederhana dan cepat (Gritter, Bobit, dan Scwarting, 1991). Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode ini dilakukan dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT, dan dibandingkan dengan kerapatan bercak senyawa standar yang dielusi bersama-sama (Hardjono, 1985).
13
KLT densitometri juga digunakan untuk pemisahan kurkumin dari turunan demetoksinya. KLT densitometri mengandung zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng, yang disebut sebagai fase diam. Fase geraknya berupa medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam. Harga Rf diidentifikasikan sebagai perbandingan perambatan suatu zat terhadap jarak perambatan (Anonim, 1995). Kurkumin dapat ditetapkan kadarnya dengan teknik KLT densitometri pada 265 nm, namun sensitivitasnya hanya 0,4 μg. Pada penetapan kadar kurkumin dalam kunyit oleh Martono (1996), diperoleh bahwa metode KLT densitometri mampu menghitung kadar sampai 0,009 μg. Metode analisis ini cukup valid karena dapat menghasilkan nilai recovery mendekati 100% dengan koefisien variasi kurang dari 5%, serta limit of determination sebesar 0,009 μg (Martono, 1996). Ada dua cara penetapan kadar dengan alat densitometer. Pertama, setiap kali penetapan ditotolkan sediaan baku dari senyawa yang bersangkutan dan dielusi bersama dalam satu lempeng, kemudian luas daerah di bawah kurva (AUC) sampel dibandingkan dengan harga AUC zat baku. Yang kedua, dengan membuat kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC. Kurva baku diperoleh dengan membuat totolan zat baku pada pelat KLT dengan bermacammacam konsentrasi (minimal tiga macam konsentrasi). Bercak yang diperoleh dicari AUCnya dengan alat densitometer (Supardjan, 1987).
14
F. Granul Effervescent Granul effervescent merupakan granul atau serbuk kasar sampai kasar sekali dan mengandung unsur obat dalam campuran kering, biasanya terdiri dari campuran natrium bikarbonat, asam sitrat, dan asam tartrat yang bila ditambahkan dengan air, asam dan basanya akan bereaksi membebaskan karbondioksida (CO2) sehingga menghasilkan buih. Granul effervescent sangat cocok untuk produk dengan rasa yang pahit dan asin karena akan menutupi rasa tersebut (Ansel, 1989). Granul effervescent dimaksudkan terlarut dalam air sebelum diberikan kepada pasien (Allen, 2002). Kelembaban relatif dalam pembuatan granul effervescent sangat penting karena penyerapan lembab dapat mempengaruhi terjadinya reaksi effervescent. Kelembaban relatif untuk pembuatan granul effervescent yaitu 25% pada temperatur 25oC atau kurang. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah terserapnya uap air dari udara oleh bahan kimia sehingga menimbulkan reaksi effervescent yang prematur (Mohrle, 1980). Granul effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi asam sitrat dan asam tartrat daripada hanya dengan menggunakan satu macam asam saja, karena penggunaan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran. Apabila asam tartrat digunakan sebagai asam tunggal, maka granul yang dihasilkan akan mudah kehilangan kekuatannya dan akan mudah menggumpal, sedangkan jika asam sitrat saja akan menghasilkan campuran yang lekat dan sukar untuk digranul (Ansel, 1989).
15
Keuntungan granul effervescent sebagai suatu bentuk sediaan adalah nyaman dan mudah dilakukan, penyiapan larutan dengan dosis obat yang tepat yang dapat dilakukan dalam waktu yang seketika. Granul effervescent dapat menghasilkan rasa yang enak karena adanya karbonat yang dapat membantu memperbaiki rasa beberapa obat tertentu. Pembuatan bentuk sediaan granul effervescent dapat mengatasi kesulitan yang ditemui pada sediaan tablet effervescent, dimana adanya kandungan lembab selama proses pentabletan dapat menyebabkan terjadinya reaksi effervescent dini sehingga tablet tidak stabil secara kimia (Lindberg, Engfors, dan Ericsson, 1992). Kerugian dari granul effervescent adalah kesulitan untuk menjaga kualitas granul effervescent karena pada saat penyimpanan memerlukan pengemasan secara khusus di dalam kantong lembaran aluminium kedap udara (Lachman dan Lieberman, 1989). Harga granul effervescent relatif mahal karena mahalnya eksipien yang digunakan dan diperlukannya fasilitas produksi yang khusus (Lindberg dkk., 1992).
G. Metode Pembuatan Granul Effervescent Ada dua macam metode pengolahan granul effervescent yaitu metode kering dan metode basah. Langkah awal yang dilakukan yaitu menentukan formula yang tepat untuk sediaan yang akan menghasilkan pembuihan yang efektif dan penggunaan asam–basa yang tersedia secara efisien, granul yang stabil, dan produk yang rasanya nyaman serta manjur (Ansel, 1989).
16
1. Metode kering Metode kering dilakukan dengan cara granulasi kering. Granulasi kering disempurnakan dengan menggunakan peralatan khusus yang disebut roller compactor. Prosedur granulasi kering yang lain adalah slugging dimana slugs akan dikempa dengan menggunakan alat pengempa tablet. Kedua prosedur tersebut digunakan untuk bahan-bahan yang tidak bisa dibuat dengan metode granulasi basah. Metode ini akan meningkatkan kerapatan (Mohrle, 1980). Cara ini membutuhkan lebih sedikit waktu sehingga lebih ekonomis daripada granulasi basah. Campuran serbuk dialirkan ke dalam cetakan tablet yang besar kemudian dikempa. Massa kompak ini disebut sebagai slugs. Slugs dihancurkan dengan dilewatkan pada sebuah kassa untuk menghasilkan bentuk granul dengan sifat alir yang lebih seragam daripada bentuk campuran serbuk masing-masing (Rubinstein, 1994). 2. Metode basah Metode basah pada pembuatan granul effervescent dilakukan dengan cara granulasi basah. Granulasi basah meliputi pencampuran bahan-bahan kering dengan granulating fluid untuk menghasilkan massa granul. Granulasi basah dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pemanasan, dengan cairan nonreaktif, dan dengan cairan reaktif. a. Dengan pemanasan.
Metode klasik dalam granulasi effervescent meliputi
pelepasan air dari formulasi bahan hidrat pada temperatur rendah untuk membentuk massa granul. Bahan yang sering digunakan untuk tujuan ini adalah asam sitrat. Jika jumlah air yang ada dalam asam sitrat maksimal, maka persentase
17
kandungan air dalam asam sitrat adalah 8,5 % (Mohrle, 1980). Sumber asam, karbonat, dan bahan aktif dicampur dan dipanaskan hingga seluruh komponen di dalamnya melepaskan air yang dimilikinya dan granul dapat terbentuk. Pengadukan yang berulang-ulang diperlukan untuk menghasilkan keseragaman komponen dalam formulasi. Kemudian granul diayak dengan cepat dan dikeringkan dengan hati-hati (Wolfram, Tritthart, Psikerning, Andre, Kolb, dan Gottfried, 1999). b. Dengan
cairan
nonreaktif.
Granulating
fluid
secara
perlahan-lahan
ditambahkan ke dalam campuran komponen formula hingga granulating fluid tersebut terdistribusi merata. Bahan pengikat larut alkohol seperti PVP dilarutkan ke dalam granulating fluid kemudian ditambahkan ke dalam campuran komponen. Massa yang terbentuk dikeringkan dalam oven. Setelah granul kering, diayak untuk mendapatkan ukuran partikel yang diperlukan (Mohrle, 1980). c. Dengan cairan reaktif.
Granulating fluid yang sering digunakan dalam
metode ini adalah air. Proses ini sulit dikendalikan saat massa granul yang terbentuk harus cepat dikeringkan untuk menghentikan reaksi effervescent yang terjadi. Bahan-bahan yang dipilih harus dengan cepat melepaskan air yang telah diserap. Setelah formulasi lengkap, granul langsung dapat dihasilkan (Mohrle, 1980).
H. Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Granul Effervescent Pemilihan bahan tambahan dalam pembuatan granul effervescent lebih sulit dibandingkan dengan pemilihan bahan tambahan dalam pembuatan granul
18
konvensional. Kesulitan ini terkait dengan adanya kandungan lembab dalam granul effervescent. Granul effervescent mudah hancur karena sumber asam dan sumber karbonat akan bereaksi menghasilkan gas karbondioksida dengan adanya air. Keberadaan air sangat mempengaruhi reaksi effervescent yang terjadi. Jika penyerapan air terjadi setelah proses pembuatan granul, akan menyebabkan granul menjadi tidak stabil. Bahan penyusun granul dipilih dalam bentuk anhidrat yang sedikit atau tidak menyerap air dan bentuk hidrat yang stabil. Sifat lain yang penting dalam pembuatan granul adalah kelarutan. Jika bahan penyusun granul yang digunakan tidak larut, reaksi effervescent tidak akan terjadi dan granul akan sulit hancur (Mohrle, 1980). Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent antara lain : 1. sumber asam Sumber asam yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent tersedia dari tiga sumber, yaitu food acid, anhidrida asam, dan garam asam. Food acid paling banyak digunakan. Food acid tersedia di alam dan digunakan untuk bahan tambahan makanan yang dapat dikonsumsi. Yang termasuk food acid yaitu asam sitrat, asam tartrat, asam fumarat, asam malat, asam adipat, dan asam suksinat. Bentuk anhidrat dari food acid dapat digunakan dalam produk effervescent. Ketika bercampur dengan air, asam anhidrat terhidrolisis menjadi bentuk asamnya yang akan bereaksi dengan sumber karbonat menghasilkan reaksi effervescent (Mohrle, 1980).
19
2. sumber karbonat Sumber karbonat digunakan sebagai bahan penghancur dan sebagai sumber gas karbondioksida pada produk effervescent. Sumber karbonat yang biasa digunakan dalam produk effervescent adalah natrium bikarbonat (NaHCO3) dan natrium karbonat (Na2CO3) (Mohrle, 1980). 3. bahan pengisi Pada pembuatan sediaan obat dalam jumlah yang sangat kecil, diperlukan bahan pengisi untuk memungkinkan suatu formulasi, karena bahan pengisi ini menjamin granul mempunyai ukuran dan massa yang dibutuhkan (Voigt, 1994). 4. bahan pengikat Bahan pengikat merupakan suatu bahan yang dapat mengikat bahanbahan lain menjadi satu. Bahan pengikat diperlukan untuk membantu menghasilkan suatu granul. Bahan pengikat yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent harus bersifat larut dalam air. Contoh bahan pengikat larut air yaitu polyvinylpyrrolidone atau polyvinylpyrrolidone-poly (vinyl acetat)copolymer (Lindberg dkk., 1992).
I. Pemerian Bahan 1. Asam sitrat Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis
20
tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering (Anonim, 1995). Asam sitrat tersedia dalam bentuk anhidrat atau monohidrat. Dalam penelitian ini digunakan asam sitrat anhidrat sebagai sumber asam. Asam sitrat sangat mudah larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Lindberg dkk., 1992). 2. Asam tartrat Pemerian : hablur, tidak berwarna atau serbuk hablur halus sampai granul, warna putih; tidak berbau; rasa asam dan stabil di udara (Anonim, 1995). Asam tartrat sangat mudah larut dalam air, yaitu larut dalam kurang dari satu bagian air dan dalam 2,5 bagian alkohol (Lindberg dkk., 1992). 3. Natrium bikarbonat Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian: serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan. Kelarutan : larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995). Ukuran partikel bervariasi dari serbuk sampai granul. Natrium bikarbonat bersifat tidak higroskopis dan pada temperatur ruangan mempunyai kandungan lembab kurang dari 1% (Lindberg, 1992). 4. Laktosa Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam bentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air (hidrat). Pemerian : serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara
21
tetapi mudah menyerap bau. Kelarutan : mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995). 5. Aspartam Aspartam mempunyai rasa manis yang intensif. Aspartam stabil ketika kering. Aspartam akan terdegradasi dengan pemanasan yang lama. Hal ini dapat diatasi dengan pemanasan menggunakan temperatur tinggi dan waktu yang singkat, kemudian dilakukan pendinginan dengan cepat (Allen, 2002). Aspartam termasuk golongan tiga pemanis yang paling banyak digunakan dalam industri makanan dan obat, selain sukrosa dan sakarin. Aspartam merupakan pemanis yang dihasilkan dari sintesis kimia. Keunggulannya dibandingkan sukrosa dan sakarin adalah rasa yang timbul sesudah dicoba, yaitu tidak menimbulkan rasa pahit (Ansel, 1989). Berdasarkan keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia nomor : HK. 00.05.5.1.4547 tentang persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan, aspartam masih dapat digunakan sebagai bahan pemanis buatan. Aspartam masih dapat digunakan karena aspartam masih dinyatakan aman sebagai bahan pemanis buatan untuk ditambahkan ke dalam bahan pangan. Pada sediaan yang menggunakan aspartam sebagai pemanis buatan harus diberi label peringatan fenilketonuria (Anonim, 2004). Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
nomor
722/Menkes/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, aspartam merupakan
22
pemanis buatan yang dapat digunakan tiap hari/kg BB atau termasuk ADI (Acceptable Daily Intake). Dosis yang masih dapat digunakan adalah 0-40 mg/kg BB. Dengan demikian, untuk orang yang mempunyai berat badan 50 kg dapat mengkonsumsi aspartam dengan dosis maksimal 2000 mg/hari (Anonim, 1994). 6. Polivinil pirolidon (PVP) Polivinil pirolidon merupakan bahan pengikat yang paling efektif untuk granul effervescent. Bahan ini biasanya ditambahkan ke dalam serbuk untuk digranul, kemudian dibasahi dengan granulating fluid, atau dengan larutan berair, alkohol atau hidroalkoholik granulating fluid (Mohrle, 1980). Polivinil pirolidon mudah larut dalam air, dapat meningkatkan kelarutan bahan obat dalam air dan tidak meninggalkan residu. Polivinil pirolidon dalam larutan dengan konsentrasi 0,5–3% dapat sekaligus meningkatkan kelarutan granul (Voigt, 1994). Polivinil pirolidon atau povidon adalah hasil polimerisasi 1-vinilpirolid2-on. Dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n, bobot molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000. Berupa serbuk putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, higroskopik. Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) dan dalam kloroform P. Kelarutannya tergantung dari bobot molekul ratarata. Praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).
J. Sifat Fisik Granul Effervescent Pemeriksaan terhadap sifat fisik granul penting untuk dilakukan, sebab akan menentukan kualitas granul yang dihasilkan. Pemeriksaan sifat fisik granul yang dilakukan yaitu sifat alir, kandungan lembab granul, dan waktu larut granul.
23
1. Sifat alir Sifat alir suatu bahan dihasilkan dari beberapa gaya, antara lain gaya gesekan, tegangan permukaan, mekanik, elektrostatik, dan Van der Waals. Sifat alir granul sangat penting untuk memastikan pencampuran granul yang efisien. Ada tiga macam uji yang dapat digunakan untuk penentuan sifat alir, yaitu uji kecepatan alir, sudut diam, dan pengetapan (Banker dan Anderson, 1986). a. Kecepatan alir. Ditimbang 100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong yang ujung tangkainya tertutup. Tutup pada ujung tangkai dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu alirnya dicatat mulai dari saat tutup dibuka sampai seluruh granul habis keluar. Granul dikatakan mengalir baik apabila waktu yang diperlukan oleh 100 gram granul untuk keluar dari corong tidak lebih lama dari 10 detik (Guyot, cit., Fudholi, 1983). b. Sudut diam. Ditimbang 100 gram granul kemudian dimasukkan ke dalam alat penguji sudut diam berupa tabung kaca yang tengahnya dilengkapi dengan suatu lingkaran, sementara lubang bagian bawah ditutup. Setelah permukaan tabung terisi rata oleh granul, tutup bagian bawah dibuka dan granul dibiarkan keluar sampai berhenti. Tinggi kerucut yang terbentuk dicatat. Sudut diam granul dihitung dengan rumus : Tg β = h / r β = sudut diam, h = tinggi kerucut, dan r = jari-jari kerucut Granul dikatakan mengalir baik jika sudut diamnya berkisar antara 25o-45o (Wadke, Serajuddin, dan Jacobson, 1980).
24
c. Pengetapan. Pengetapan menunjukkan penurunan volume sejumlah granul atau serbuk akibat hentakan dan getaran. Vo − Vt Vo Vo = volume awal, Vt = volume setelah pengetapan
Indeks pengetapan (T) =
Kriteria sifat alir dan indeks pengetapan % Indeks pengetapan 5 – 15 12 – 16 18 – 21 23 – 28 28 – 35 35 – 38 >40
Deskripsi sifat alir Excellent (free flowing granules) Good (free flowing powdered granules) Fair (powdered granules) Poor (very fluid powdered) Poor (fluid cohesive powdered) Very poor (fluid cohesive powdered) Extremely poor (cohesive powdered)
2. Kandungan lembab granul Bahan-bahan obat menunjukkan kecenderungan menyerap lembab. Kandungan air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia sediaan padat. Keseimbangan kandungan air dapat mempengaruhi aliran, kekerasan granul, serta stabilitas obat. Kandungan lembab granul effervescent perlu diketahui untuk melihat apakah terjadi reaksi effervescent yang prematur, sehingga dapat mengakibatkan jumlah gas karbondioksida yang dihasilkan berkurang, sehingga berpengaruh pada kenyamanan orang yang mengkonsumsi sediaan effervescent. Selain itu, kandungan lembab granul effervescent perlu diketahui karena kandungan lembab akan mempengaruhi sifat alir granul effervescent yang dihasilkan (Wadke dkk., 1980). Persyaratan kandungan lembab granul effervescent yaitu 0,4–0,7% (Dash, 2000).
25
3. Waktu larut Waktu larut sediaan effervescent merupakan salah satu karakteristik yang penting. Salah satu keunggulan dari sediaan effervescent adalah memiliki waktu larut yang cepat, yaitu kurang dari 120 detik (Mohrle, 1980). Granul effervescent membentuk larutan yang jernih dengan residu dari bahan-bahan yang tidak terlarut terbentuk seminimal mungkin (Lindberg dkk., 1992).
K. Desain Faktorial Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental yang dilakukan dengan meneliti efek dari suatu variabel eksperimental dengan menjaga variabel lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan. Signifikan ini berarti adanya perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada respon (Bolton, 1990). Desain faktorial ini mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, efek, dan respon. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti meliputi level rendah dan level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1990)
26
Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1990). Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor (misal sifat alir dan viskositas) yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon. Desain faktorial dalam suatu percobaan dengan dua faktor memberikan pertanyaan sebagai berikut : a. Apakah faktor I memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon? b. Apakah faktor II memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon? c. Apakah interaksi faktor I dan faktor II memiliki pengaruh signifikan terhadap suatu respon ? (Bolton, 1990). Notasi formula desain faktorial dengan dua faktor dan dua level : Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Formula 1 a b ab
Keterangan : -
= level rendah
+
= level tinggi
Faktor I + +
Faktor II + +
Interaksi + +
27
formula 1
= faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah
formula a
= faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah
formula b
= faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi
formula ab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level tinggi Optimasi campuran dua bahan (dua faktor) dengan dua level desain faktorial (two level faktorial design) dilakukan berdasarkan rumus : Y = b0 + b1 (A) + b2 (B), b12 (A)(B), di mana : Y
= respon hasil yang diamati
b0, b1, b2, dan b12 = koefisien yang dihitung dari data hasil percobaan A dan B
= level bagian A dan B yang nilainya dari –1 sampai +1
(Bolton, 1990). Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Perhitungan efek : Efek faktor I =
Efek faktor II =
Efek interaksi =
(a + ab ) − (b + 1) 2
(ab + b ) − (a + 1) 2
(1 + ab ) − (a + b ) 2
Adanya interaksi dapat dilihat dari grafik hubungan respon dan level. Jika grafik menunjukkan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika grafik menunjukkan garis yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam menentukan respon (Bolton, 1990).
28
L. Landasan Teori Temulawak telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu bahan baku obat tradisional.
Kurkumin yang terkandung dalam temulawak mempunyai
banyak
Granul
khasiat.
effervescent
merupakan
salah
satu
hasil
dari
pengembangan formulasi. Granul effervescent mengandung komponen asam dan basa sehingga akan bereaksi melepaskan karbondioksida ketika terjadi kontak dengan air. Kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat digunakan sebagai eksipien pada pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Reaksi effervescent yang menghasilkan sensasi menyegarkan sangat dipengaruhi oleh basa yang digunakan. Natrium bikarbonat merupakan sumber karbondioksida utama (sebesar 52% CO2) yang menentukan sistem effervescent yang dihasilkan. Asam sitrat–asam tartrat perlu dikombinasikan karena penggunaan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran pada pembuatan granul effervescent. Jika hanya digunakan asam sitrat saja, maka akan menghasilkan campuran yang lekat dan sukar menjadi granul. Jika hanya asam tartrat sebagai asam tunggal, maka granul effervescent yang dihasilkan akan mudah menggumpal dan akan menghasilkan reaksi effervescent yang prematur (Ansel, 1989). Dengan demikian, penggunaan kombinasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat sangat penting dalam pembuatan granul effervescent dan perlu dilakukan optimasi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat untuk menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan.
29
Untuk memprediksi formula optimum granul effervescent dapat digunakan metode desain faktorial. Dengan desain faktorial dapat didesain percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon. Dengan desain faktorial dapat diketahui area komposisi optimum berdasarkan contour plot super imposed, terbatas pada level yang diteliti.
M. Hipotesis Diduga antara asam sitrat-asam tartrat, natrium bikarbonat, dan interaksinya terdapat faktor dominan yang menentukan sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak yang memenuhi persyaratan. Pada komposisi tertentu, campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat diduga dapat menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian menggunakan aplikasi desain faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian a. Variabel bebas 1) Level campuran asam sitrat-asam tartrat Level rendah campuran asam sitrat-asam tartrat : 500 mg (asam sitrat 316 mg, asam tartrat 184 mg) Level tinggi campuran asam sitrat-asam tartrat : 800 mg (asam sitrat 505 mg, asam tartrat 295 mg) 2) Level natrium bikarbonat Level rendah natrium bikarbonat : 585 mg Level tinggi natrium bikarbonat : 936 mg b. Variabel tergantung : sifat fisik granul, meliputi : kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. c. Variabel pengacau terkendali, meliputi : kelembaban relatif ruangan, suhu ruangan, dan sifat fisik ekstrak.
30
31
d. Variabel pengacau tak terkendali : kondisi penyimpanan bahan yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent. 2. Definisi operasional a. Granul effervescent ekstrak rimpang temulawak adalah suatu bentuk sediaan padat yang tersusun atas serbuk kasar sampai kasar sekali, mengandung ekstrak rimpang temulawak sebagai bahan obat dengan kombinasi asam sitratasam tartrat sebagai sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa. Sumber asam dan sumber basa akan bereaksi membebaskan karbondioksida dengan adanya air. b. Ekstrak rimpang temulawak adalah sediaan kental yang dibuat dengan menyari rimpang temulawak menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode maserasi, kemudian dilakukan proses penguapan etanol. c. Eksipien adalah bahan tambahan pada pembuatan granul effervescent ekstrak temulawak. Eksipien yang digunakan pada penelitian ini yaitu : asam sitratasam tartrat sebagai sumber asam, natrium bikarbonat sebagai sumber basa, laktosa sebagai bahan pengisi dan pengering, PVP sebagai bahan pengikat, dan aspartam sebagai pemanis. d. Sifat fisik granul effervescent adalah parameter yang menentukan baik tidaknya granul yang dibuat, meliputi kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. e. Kecepatan alir adalah kecepatan yang diperlukan granul effervescent dengan bobot 100 gram untuk mengalir melewati corong Hopper. Kandungan lembab adalah jumlah lembab yang terkandung dalam granul effervescent. Waktu larut
32
adalah waktu yang diperlukan oleh granul effervescent untuk larut dalam 200 ml air dengan pengadukan ringan sebanyak 20 kali. f. Desain faktorial adalah suatu desain yang dapat digunakan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan dan mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon. g. Level dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi asam sitratasam tartrat yaitu 500 mg dan 800 mg, serta level rendah dan level tinggi natrium bikarbonat yaitu 585 dan 936 mg. h. Respon adalah hasil percobaan yang perubahannya dapat diamati secara kuantitatif. Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisik granul (kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut) i. Efek adalah perubahan pengaruh faktor terhadap respon karena adanya variasi level yang dapat dihitung secara matematis dengan metode desain faktorial dengan menghitung selisih antara rata-rata respon level tinggi dan rata-rata respon level rendah. Efek pada penelitian ini adalah efek asam sitrat–asam tartrat, efek natrium bikarbonat, dan efek interaksi. j. Formula optimum granul effervescent adalah komposisi asam sitrat–asam tartrat dan natrium bikarbonat yang dapat menghasilkan sifat fisik granul effervescent yang memenuhi persyaratan, yaitu kecepatan alir granul lebih dari 10 gram/detik, waktu larut granul 60-120 menit dengan disertai pengadukan sebanyak 20 kali, dan kandungan lembab granul 0,4-0,7%.
33
k. Contour plot sifat fisik granul effervescent adalah grafik yang memuat nilai respon sifat fisik granul effervescent berdasarkan persamaan desain faktorial. l. Contour plot super imposed adalah gabungan dari masing-masing contour plot sifat fisik granul effervescent yang digunakan untuk menentukan area komposisi optimum.
C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan penelitian a. Bahan pembuatan ekstrak temulawak Rimpang temulawak yang diperoleh dari Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta dengan umur 2 tahun, etanol 96 % (kualitas teknis), aquadest, dan heksan (kualitas teknis). b. Bahan pembuatan granul effervescent Ekstrak rimpang temulawak, asam sitrat (kualitas farmasetis), asam tartrat (kualitas farmasetis), natrium bikarbonat (kualitas farmasetis), laktosa (kualitas farmasetis),
aspartam
(kualitas
farmasetis),
polivinil
pirolidon
(kualitas
farmasetis), dan etanol 70 % (kualitas teknis). c. Bahan untuk analisis KLT Densitometri Etanol (pro analisis), kloroform (pro analisis), aquadest, kurkumin baku hasil sintesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, TLC Aluminium sheets precoated silica gel 60 F254 (20 x 20 cm) tebal 0,2 mm (E. Merck)
34
2. Alat penelitian Neraca analitik (Metler Toledo 603002), mesin penyerbuk (Cross Brath Mill Merk Retch Mitamura Riken Yoga, Jerman), alat untuk maserasi (bejana Stainless), waterbath (Memmert), Termometer (Celcius), stopwatch (Alba Sport Timer), seperangkat alat Kromatografi Lapis Tipis Densitometer : Dual Wavelength Chromatoscanner Shimadzu CS-930 digabungkan dengan data recorder Shimadzu DR-2, Direct Reading Microbalance Shimadzu Type LM-20 (Readibility 0,01 mg), pipet Gilson, seperangkat alat uji daya lekat, oven (Memmert), alat pengukur waktu alir granul (berupa corong dan tutupnya), dehumidifier (AOSIS D125), pengayak granul (Laboratory Sieve Mesh 12, 14, 16), viscotester (TipeVT-04 E), alat-alat gelas (Pyrex) : Erlenmeyer, Bekker glass, gelas ukur, cawan Petri, batang pengaduk.
35
D. Skema Jalannya Penelitian Pengumpulan bahan dan determinasi tanaman temulawak Pembuatan simplisia dan pembuatan serbuk simplisia rimpang temulawak Pembuatan ekstrak rimpang temulawak Pengujian ekstrak rimpang temulawak yang meliputi organoleptis, viskositas, kandungan lembab, daya lekat, dan KLT-Densitometri Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak secara granulasi basah
Pembuatan granul asam
Pembuatan granul basa
Keringkan dalam oven (45oC, 3 hari)
Keringkan dalam oven (45oC, 3 hari)
Campur granul asam dan granul basa Uji sifat fisik granul yang meliputi waktu larut, kandungan lembab, dan kecepatan alir Analisis data Kesimpulan
Gambar 3. Skema jalannya penelitian
36
E. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan rimpang temulawak Simplisia rimpang temulawak diperoleh dari Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta sebanyak 200 kilogram. 2. Determinasi tanaman dan rimpang temulawak Determinasi
tanaman
temulawak
dilakukan
di
Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi dilakukan berdasarkan acuan buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia (Dalimarta, 2003). Hasil determinasi digunakan untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb. 3. Pembuatan
simplisia
dan
pembuatan
serbuk
simplisia
rimpang
temulawak a. Sortasi basah. Rimpang temulawak dipisahkan dari bahan-bahan pencemar seperti tanah dan rimpang lain selain temulawak. b. Pencucian. Dilakukan pencucian rimpang temulawak pada air mengalir, sambil disikat untuk menghilangkan tanah yang masih menempel. c. Perajangan.
Sebelum dipotong, rimpang temulawak terlebih dahulu
dibersihkan kulitnya, selanjutnya rimpang dipotong dengan ketebalan kurang lebih 3 mm dengan arah melintang. d. Pengeringan. Rimpang yang sudah dipotong dijemur di bawah sinar matahari dan ditutup dengan kain hitam. Untuk memaksimalkan pengeringan, setelah agak kering, simplisia tersebut kembali dikeringkan dalam oven dengan suhu kurang lebih 50oC.
37
e. Sortasi kering. Simplisia yang sudah cukup kering dipilih kembali untuk memisahkan simplisia dari bahan-bahan asing yang mungkin mencemari dan untuk memilih simplisia temulawak yang bagus (tidak ditumbuhi kapang). f. Penyerbukan. Setelah simplisia cukup kering, yang ditandai dengan mudah patah atau hancur saat diremas, simplisia tersebut diserbuk dengan menggunakan mesin penyerbuk. Selanjutnya serbuk diayak dengan pengayak no. 8/24. g. Penyimpanan. Simplisia yang sudah diserbuk kemudian ditempatkan dalam wadah plastik yang diluarnya ditutup dengan alumunium foil agar tidak ditembus cahaya, serta diberi silica gel sebagai pengering dan pengawet. 4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan pelarut etanol 96% Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk ditimbang sebanyak 12 kg dimaserasi dengan 60 liter etanol 96% selama 4 hari. Setelah 4 hari, maserat yang dihasilkan disaring dengan menggunakan kain penyaring. Pada maserat ditambahkan etanol 96% hingga volume ekstrak sama seperti volume awal (ditambah etanol 96% ad 60 liter). Maserat didiamkan selama 2 hari dan didekantasi untuk memisahkan amilum. Kemudian dilakukan purifikasi dengan corong pisah menggunakan pelarut heksan. Jumlah heksan yang digunakan sama dengan banyaknya maserat hasil dekantasi. Lapisan bawah (bagian etanol) yang mengandung ekstrak rimpang temulawak diambil, sedangkan lapisan atas (bagian heksan) dibuang. Maserat yang dihasilkan diuapkan di atas Waterbath pada suhu 50-60oC hingga berat ekstrak tinggal 1/9 dari berat serbuk yang diekstrak. Ekstrak yang diperoleh
38
kemudian ditimbang, lalu ditempatkan di dalam wadah gelap dan disimpan di tempat sejuk. 5. Standarisasi ekstrak rimpang temulawak a. Pemeriksaan organoleptis. Pemeriksaan organoleptis meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi ekstrak. b. Kandungan lembab. Ekstrak rimpang temulawak ditimbang sebanyak 10 gram, dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam, kemudian ditimbang. Masukkan kembali ke dalam oven dan tiap 1 jam ditimbang sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). Kandungan lembab ditentukan dengan rumus : MC =
bobot awal ekstrak − bobot akhir ekstrak bobot akhir ekstrak
x 100 %
c. Uji viskositas. Uji dilakukan dengan menggunakan viscotester Tipe VT-04 E. Viscotester dipasang pada statip. Ekstrak dimasukkan ke dalam bejana stainless steel dan dipilih rotor yang sesuai dengan konsistensi ekstrak. Rotor dipasang pada alat uji dan diatur hingga rotor tercelup ke dalam ekstrak lalu alat uji dihidupkan. Ketika rotor mulai jalan, indikator viskositas akan menunjukkan nilai viskositas dari sampel yang diuji. Pembacaan viskositas sesuai dengan standar kalibrasi, dimana untuk tipe VT-04 digunakan satuan dPa.S. Skala yang ditunjukkan oleh jarum rotor dicatat sesuai dengan nomor yang dipakai. d. Uji daya lekat. Uji dilakukan dengan menggunakan dua gelas objek. Gelas objek ditandai seluas 2,5 x 2,5 cm kemudian ditentukan titik tengahnya. Kurang
39
lebih 50 mg ekstrak diletakkan pada titik tengah tersebut kemudian ditutup dengan gelas objek lain dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang sudah saling melekat dipasang pada alat uji dengan diberi beban 80 gram. Dicatat waktu yang digunakan hingga kedua gelas objek terpisah. e. Uji kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis. 25 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 ml etanol (pro analisis), kemudian ditotolkan sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254. Jarak pengembangan 6,5 cm. Silica gel 60 F254 digunakan sebagai fase diam, sedangkan fase geraknya adalah campuran kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Deteksi bercak dilakukan dengan menggunakan sinar ultraviolet pada λ 254 nm dan 365 nm. Kemudian dihitung nilai Rf dengan rumus : Rf =
jarak peramba tan bercak (cm) jarak pengembangan bercak (cm)
f. Uji kuantitatif ekstrak rimpang temulawak. 1) Pembuatan kurva baku kurkumin Dibuat larutan induk kurkumin dengan menimbang 25,0 mg kurkumin baku hasil sintesis, larutkan dalam etanol (pro analisis) ad 25,0 ml. Kemudian dibuat seri larutan baku dengan mengencerkan larutan induk hingga diperoleh larutan yang mengandung kurkumin 0,12; 0,14; 0,18; 0,23; dan 0,35 µg/µl (masing-masing sebanyak 4 kali). Semua seri larutan baku harus terlindung dari cahaya. Seri larutan baku ditotolkan sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254 kemudian segera dikembangkan dalam bejana yang telah dijenuhi dengan campuran
40
kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5 cm. Segera keluarkan lempeng silika gel, dikeringkan dan secepatnya discanning dengan densitometer pada λ 420 nm. Kemudian dihitung persamaan garis regresi linier untuk digunakan sebagai persamaan garis regresi kurva baku. Pada 3 replikasi yang lain dihitung kadar kurkumin (yang diperoleh kembali) dengan menggunakan persamaan garis regresi kurva baku. Selanjutnya dihitung nilai perolehan kembali dan koefisien variasinya. 2) Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak Penetapan kadar kurkumin dilakukan dengan melarutkan 25,0 mg sampel dalam 5,0 ml etanol (pro analisis). Kadar kurkumin dalam ekstrak dihitung berdasarkan kromatogram yang memiliki nilai Rf sama dengan Rf kurkumin baku menggunakan persamaan regresi kurva baku. Sampel ditotolkan sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254, kemudian segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan campuran kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5 cm. Segera keluarkan lempeng silica gel, dikeringkan dan secepatnya discanning dengan densitometer pada λ 420 nm. Dilakukan perhitungan kadar kurkumin dalam sampel berdasarkan persamaan regresi kurva baku yang telah diperoleh.
41
6. Perhitungan dosis Dosis kurkumin dalam ekstrak temulawak sebagai perangsang penciutan kandung empedu pada penelitian efek kurkumin pada kandung empedu manusia adalah 20 mg (Lelo, Rasyid, Zain-Hamid, 1998). Berdasarkan hasil KLT densitometri, kadar kurkumin rata-rata yang terkandung dalam ekstrak rimpang temulawak adalah sebesar 6,11 ± 0,39%. Jika dosis tiap formula granul effervescent 1 x minum sebesar 20 mg, maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah: 20mg x100mg = 327,33mg ≈ 327 mg 6,11mg 7. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat Tabel II. Level rendah dan level tinggi formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak Formula 1 a b ab
Asam sitrat (mg) 316 505 316 505
Asam tartrat (mg) 184 295 184 295
Natrium bikarbonat (mg) 585 585 936 936
8. Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dibuat dalam empat formula dengan variasi sumber asam (asam sitrat-asam tartrat) dan sumber basa (natrium bikarbonat).
42
Tabel III. Formula granul effervescent ekstrak temulawak Bahan Ekstrak temulawak Asam tartrat Asam sitrat Natrium bikarbonat Laktosa Polivinil pirolidon 3 % Aspartam
1 327 mg 184 mg 316 mg 585 mg 884 mg 10 mg 100 mg
Formula a b 327 mg 327 mg 295 mg 184 mg 505 mg 316 mg 585 mg 936 mg 884 mg 884 mg 10 mg 10 mg 100 mg 100 mg
ab 327 mg 295 mg 505 mg 936 mg 884 mg 10 mg 100 mg
9. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi basah Timbang
bahan-bahan
sesuai
dengan
formula
masing-masing.
Penimbangan bahan dilakukan untuk 100 kemasan granul. Dilakukan pembuatan granul effervescent pada kelembaban relatif (Rh) antara 50-53%. Buat larutan PVP 3%
yang dilarutkan dalam etanol 70%. Buat granul asam, dengan
mencampurkan asam sitrat dan asam tartrat, kemudian tambahkan laktosa dan aspartam, aduk secara merata. Tambahkan ekstrak rimpang temulawak ke dalam campuran asam dan campur secara merata. Tambahkan PVP 3% sedikit demi sedikit dan secukupnya sampai terbentuk massa yang dapat digranul. Keringkan dalam oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Granul asam diayak dengan ayakan no. mesh 16. Buat granul basa dengan mencampur natrium bikarbonat dengan PVP 3% sedikit demi sedikit sampai terbentuk massa yang dapat digranul. Keringkan dalam oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Granul basa diayak dengan ayakan no. mesh 16. Campur granul asam dengan granul basa. Kemudian lakukan uji sifat fisik granul.
43
10. Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak a. Sifat alir Uji sifat alir granul effervescent dilakukan dengan uji kecepatan alir. Ditimbang 100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong yang ujung tangkainya tertutup. Tutup pada ujung tangkai dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu alirnya dicatat mulai dari saat tutup dibuka sampai seluruh granul habis keluar (Guyot, cit., Fudholi, 1983). b. Kandungan lembab granul Lima gram granul diletakkan pada cawan petri dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC, yang sebelumnya telah dipanaskan selama 15 menit. Bobot granul mula-mula dan sesudah pemanasan dihitung (Ansel, 1989). Granul dipanaskan sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). MC =
bobot awal granul − bobot akhir granul bobot akhir granul
x 100 %
c. Waktu larut Masukkan granul sesuai bobot granul pada tiap formula ke dalam gelas yang berisi 200 ml air. Catat waktu yang diperlukan granul untuk larut dalam air dengan stopwatch (Mohrle, 1980). 11. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi Respon untuk semua kombinasi dapat diprediksi dengan persamaan desain faktorial, Y = b0 + b1 (A) + b2 (B), b12 (A)(B), di mana : Y
= respon hasil percobaan yang diamati
a
= level faktor I : asam sitrat–asam tartrat
44
b
= level faktor II : natrium bikarbonat
ab
= level faktor I (asam sitrat–asam tartrat) dikalikan level faktor II (natrium bikarbonat)
b0, b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan 12. Analisis hasil Data
kuantitatif
yang
diperoleh
dianalisis
secara
matematis
menggunakan persamaan desain faktorial. Dari persamaan desain faktorial ini akan dibuat contour plot sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Dari masing-masing contour plot disatukan menjadi contour plot super imposed untuk mengetahui area komposisi optimum asam sitrat–asam tartrat dan natrium bikarbonat, terbatas pada level yang diteliti.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman Temulawak Penelitian tentang pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ini diawali dengan melakukan determinasi tanaman dan rimpang temulawak yang akan digunakan sebagai sumber zat aktif dalam sediaan granul effervescent. Determinasi tanaman dan rimpang temulawak dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi dilakukan berdasarkan kunci determinasi. Determinasi dilakukan dengan menggunakan acuan buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia (Dalimarta, 2003). Tujuan determinasi adalah untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb. Hasil determinasi menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar-benar temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
B. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Serbuk Rimpang Temulawak Rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Samigaluh, Kulonprogo pada bulan Oktober 2005. Rimpang yang digunakan ini kurang lebih berumur 2 tahun. Langkah awal dalam pembuatan serbuk rimpang temulawak adalah melakukan pencucian terhadap rimpang temulawak yang akan diserbuk. Pencucian dilakukan di bawah air mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan
45
46
semua kotoran yang masih melekat. Rimpang kemudian dikupas dan diiris tipistipis kurang lebih setebal 2,5 mm lalu dikeringkan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan lembab yang ada dalam rimpang temulawak. Hal ini akan mencegah terjadinya pembusukan rimpang oleh cendawan, sehingga kualitas simplisia tidak menurun dan tidak rusak. Setelah simplisia kering yang ditandai dengan mudahnya simplisia untuk dipatahkan, selanjutnya dilakukan penyerbukan. Serbuk yang dihasilkan diayak dengan ayakan no. 8/24. Pembuatan serbuk bertujuan untuk memperluas kontak antara permukaan serbuk simplisia dengan cairan penyari yang akan digunakan dalam proses ekstraksi. Dari hasil pembuatan serbuk diperoleh bahwa kurang lebih 180 kg rimpang dapat menghasilkan kurang lebih 15 kg serbuk.
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak Ekstraksi serbuk rimpang temulawak dilakukan dengan metode maserasi. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96%. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan dengan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan terdesak keluar. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96%. Penggunaan etanol sebagai pelarut akan bisa menyari kurkumin, karena kurkumin bersifat larut dalam
47
etanol. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, karena maserasi dapat mengekstrak bahan dalam jumlah yang besar, sehingga ekstraksi dapat dilakukan sekaligus. Selain itu, maserasi juga dapat digunakan untuk menstandarisasi ekstrak, terkait dengan banyaknya kurkumin yang dapat tersari, sehingga ekstrak yang dihasilkan juga reprodusibel. Dengan demikian, ekstraksi dengan proses yang sama akan dapat mengekstrak kurkumin dengan jumlah yang kurang lebih sama. Maserasi dilakukan selama 4x24 jam pada suhu kamar (27oC). Serbuk yang telah terekstrak disaring dengan menggunakan kain untuk memisahkan ekstrak dari ampasnya. Ekstrak cair yang dihasilkan didiamkan selama 2 hari, kemudian didekantasi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghilangkan amilum yang terkandung dalam ekstrak. Kemudian dilakukan purifikasi dengan ekstraksi pelarut menggunakan pelarut heksan. Heksan merupakan pelarut nonpolar, sehingga semua komponen nonpolar yang terkandung dalam ekstrak akan masuk ke dalam fase heksan, sedangkan kurkumin akan lebih banyak masuk ke dalam fase etanol. Tujuan purifikasi adalah untuk menghilangkan senyawa-senyawa nonpolar seperti oleoresin yang tidak dikehendaki dalam pembuatan ekstrak ini. Ekstrak yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan penguapan di atas waterbath. Pemekatan dilakukan sampai bobot akhir ekstrak tinggal 1/9 dari bobot awal serbuk. Dari ekstraksi yang dilakukan diperoleh bahwa kurang lebih 12 kg serbuk dapat menghasilkan kurang lebih 600 gram ekstrak.
48
D. Penetapan Kadar Kurkumin 1. Pembuatan kurva baku kurkumin Kurva hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku disajikan dalam gambar dan tabel berikut :
Area Kromatogram x 105
1.3 1.1 0.9 Y = 4,1110X -0,2369
0.7 0.5 0.3 0.1 0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
Kadar kurkumin (µg/µl)
Gambar 4. Kurva hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram
Tabel IV. Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram Kadar kurkumin (µg/µl)
Area (x 105)
0,12
0,27107
0,14
0,32107
0,18
0,50799
0,23
0,70440
0,35
1,20423
49
Dari hasil analisis hubungan antara kadar kurkumin vs kromatogram dengan persamaan korelasi, diperoleh persamaan garis regresi untuk kurva baku, yaitu Y= 4,1110X - 0,2369 dengan nilai koefisien korelasi r = 0,9995. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh memenuhi persyaratan data linieritas, yaitu lebih dari 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003). Dengan demikian, kurva baku yang dihasilkan tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk perhitungan penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak. 2. Penetapan recovery dan koefisien variasi Hasil perhitungan recovery menunjukkan bahwa perolehan kembali kurkumin pada kadar 0,12 µg/µl sebesar 98,67% dengan koefisien variasi sebesar 0,34%, pada kadar 0,14 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 101,38% dengan koefisien variasi sebesar 0,35%, pada kadar 0,18 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 99,65% dengan koefisien variasi sebesar 1,62%, pada kadar 0,23 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 99,48% dengan koefisien variasi sebesar 0,74%, pada kadar 0,35 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 100,94% dengan koefisien variasi sebesar 0,96% . Hasil yang diperoleh tersebut masuk dalam rentang nilai perolehan kembali yaitu pada rentang 98-102% dan nilai koefisien variasi yang kurang dari 2% (Mulja dan Hanwar, 2003). 3. Penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak menggunakan KLT densitometri Metode analisis kurkumin yang terkandung dalam sampel ekstrak rimpang temulawak dilakukan secara KLT densitometri. Teknik pengukuran
50
dengan KLT densitometri didasarkan pada refleksi, dimana sinar yang datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya sinar yang direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut sebagai photomultiplier yang akan diteruskan ke pencatat atau recorder untuk diubah menjadi puncak atau kromatogram. Luas puncak atau tinggi puncak sesuai dengan konsentrasi senyawa pada noda yang diukur kerapatannya (Mintarsih, 1990). Hasil uji penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak menunjukkan bahwa kadar rata-rata kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak yang dihasilkan adalah sebesar 6,11% dengan nilai SD sebesar 0,39.
E. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak Tabel V. Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak Uji ekstrak
Nilai ( X ± SD)
Daya lekat (detik)
0,34 ± 0,01
Viskositas (dPa.S)
1,68 ± 0,06
Kandungan lembab (%)
32,88 ± 7,56
Standarisasi ekstrak rimpang temulawak dilakukan agar ekstrak yang dihasilkan menjadi terstandar, baik prosedur uji maupun kualitas bahan yang digunakan. Hasil standarisasi ekstrak yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak Pemeriksaan awal yang dilakukan dalam standarisasi ekstrak rimpang temulawak adalah pemeriksaan organoleptis. Pemeriksaan yang dilakukan
51
meliputi konsistensi ekstrak, bau, warna, dan rasa ekstrak. Hasil sari pemeriksaan organoleptis ekstrak adalah sebagai berikut : Konsistensi
: agak kental
Warna
: coklat kehitaman
Bau
: khas aromatis
Rasa
: pahit
2. Hasil uji daya lekat Daya lekat ekstrak rimpang temulawak diketahui dengan menghitung waktu rata-rata yang dibutuhkan ekstrak untuk melepaskan kedua object glass yang saling berlekatan. Uji daya lekat dilakukan dengan tujuan agar ekstrak rimpang temulawak yang dihasilkan mempunyai kualitas yang sepadan untuk digunakan sehingga kualitas granul effervescent yang dihasilkan juga sepadan. Uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak merupakan hasil dari kemampuan ekstrak untuk melekat. Semakin besar waktu lekat ekstrak, maka akan semakin tinggi pula daya lekatnya. Dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, daya lekat mempengaruhi daya ikat granul yang dihasilkan. Ekstrak dengan daya lekat yang besar akan menghasilkan granul dengan daya ikat yang besar juga. Kelengketan ekstrak rimpang temulawak pada formulasi berperan sebagai pengikat. Dari data yang diperoleh, hasil uji daya lekat ekstrak temulawak sebesar 0,34±0,01 detik, dihitung dari waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan object glass.
52
3. Hasil uji viskositas Uji viskositas ekstrak dilakukan dengan menggunakan viscotester tipe VT-04 E. Dari data yang diperoleh, hasil uji viskositas ekstrak temulawak sebesar 1,68 ± 0,06 dPa.S terhitung dari nilai yang ditunjukkan oleh jarum pada viscotester. Uji daya lekat perlu dilakukan dengan tujuan sebagai standarisasi ekstrak rimpang temulawak yang dibuat. Sifat fisik ekstrak yang berbeda akan menghasilkan granul dengan sifat fisik yang berbeda pula. Dengan standarisasi ekstrak ini diharapkan jika menggunakan ekstrak dengan standar yang sama maka granul effervescent yang dihasilkan kurang lebih juga sama. Viskositas suatu cairan
menunjukkan
kecepatan
mengalirnya
cairan.
Viskositas
ekstrak
mencerminkan kekentalan ekstrak rimpang temulawak yang dibuat. Semakin kental suatu cairan, semakin besar gaya yang diperlukan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Martin, 1993). Dalam pembuatan granul effervescent ekstrak temulawak, viskositas akan mempengaruhi pencampuran bahan-bahan saat granulasi. Viskositas ekstrak yang terlalu tinggi akan mempersulit proses granulasi. Hal ini terjadi karena ekstrak yang terlalu kental akan semakin sulit untuk bercampur homogen dengan bahan-bahan yang lain. Viscotester tipe VT-04E bekerja dengan berdasarkan prinsip hambatan pemutaran rotor oleh ekstrak yang diuji. Semakin kental ekstrak yang dihasilkan, semakin besar pula daya hambat ekstrak terhadap permutaran rotor. Bentuk dan ukuran rotor disesuaikan dengan ekstrak yang dihasilkan sehingga rotor tetap dapat berputar dalam ekstrak yang diuji. Dalam penelitian ini digunakan rotor nomor 3.
53
4. Hasil uji kandungan lembab Uji
kandungan
lembab
ekstrak
rimpang
temulawak
dilakukan
menggunakan oven sebagai alat pemanas dengan cara menimbang ekstrak sebelum dan setelah pemanasan. Pemanasan dilakukan pada suhu 105oC. Selisih antara dua penimbangan berat ekstrak sesudah pemanasan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). Berkurangnya berat ekstrak dianggap sebagai hilangnya pelarut yang ada dalam ekstrak akibat pemanasan. Dengan demikian akan diketahui persentase kandungan lembab yang ada dalam ekstrak dengan membandingkan selisih berat ekstrak sebelum dan setelah pemanasan terhadap berat akhir ekstrak. Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak yang dipanaskan selama 14 jam mempunyai kandungan lembab rata-rata sebesar 32,88±7,56 %. Pada saat melakukan uji, selisih berat dua kali penimbangan selalu konstan, bahkan lebih besar, padahal uji sudah dilakukan selama berhari-hari. Hal ini mungkin disebabkan karena sudah terjadi penguraian ekstrak, dimana ekstrak yang berasal dari bahan tumbuhan mengandung komponen karbon yang dapat mengalami penguraian menjadi H2O dan CO2 dengan adanya pemanasan (Voigt, 1994). Adanya H2O dari hasil penguraian akan meningkatkan kandungan lembab ekstrak. Hal inilah yang menyebabkan penurunan selisih dua kali penimbangan terus-menerus konstan. Uji dihentikan pada saat selisih dua kali penimbangan berat ekstrak mendekati 0,25% yaitu pada jam ke-14. 5. Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Fase diam
: Silica gel 60 F254
Fase gerak
: kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04)
54
Standar
: kurkumin baku hasil sintesis
Jarak pengembangan : 6,5 cm Deteksi bercak dilakukan pada UV 254 nm dan UV 365 nm untuk memastikan bahwa bercak yang dimaksud adalah bercak tunggal kurkumin. Dari deteksi yang dilakukan diketahui bahwa bercak yang dihasilkan adalah bercak tunggal kurkumin karena memiliki warna bercak yang sama dengan warna bercak kurkumin baku. Hasil deteksi bercak kurkumin baku , kurkumin dan demetoksi kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak dapat dilihat dalam gambar 5, 6, dan tabel VI.
S1 S2 S3 X1
X2
X3
S4 S5 S6
Gambar 5. Foto hasil KLT pada UV 254 nm Keterangan gambar : S1 : baku kurkumin dengan kadar 0,12 µg/µl S2 : baku kurkumin dengan kadar 0,14 µg/µl
55
S3 : baku kurkumin dengan kadar 0,18 µg/µl S4 : baku kurkumin dengan kadar 0,23 µg/µl S5 : baku kurkumin dengan kadar 0,35 µg/µl X1 : sampel 1 X2 : sampel 2 X3 : sampel 3
2
2
2
1
1
1
S1 S2 S3 X1
X2
X3
S4 S5 S6
Gambar 6. Foto hasil KLT pada UV 365 nm Keterangan gambar : 1
: bercak demetoksikurkumin
2
: bercak kurkumin
S1 : baku kurkumin dengan kadar 0,12 µg/µl S2 : baku kurkumin dengan kadar 0,14 µg/µl S3 : baku kurkumin dengan kadar 0,18 µg/µl
56
S4 : baku kurkumin dengan kadar 0,23 µg/µl S5 : baku kurkumin dengan kadar 0,35 µg/µl X1 : sampel 1 X2 : sampel 2 X3 : sampel 3
Tabel VI. Hasil uji deteksi bercak kurkumin baku, kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak, dan demetoksikurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak secara KLT Bercak
Rf
Visual
Kurkumin baku
0,54
Kuning
Kurkumin
0,54
Kuning
Demetoksikurkumin
0,39
Kuning
Deteksi UV 254nm Coklat kekuningan Coklat kekuningan Coklat kekuningan
Deteksi UV365nm Kuning kehijauan Kuning kehijauan Kuning kehijauan
Uji kualitatif kurkumin bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak temulawak yang digunakan sebagai bahan aktif pembuatan granul mengandung kurkumin. Dalam pembuatan granul effervescent ini, kurkumin merupakan bahan aktif yang berkhasiat sebagai perangsang penciutan kandung empedu. Dari hasil uji KLT densitometri diperoleh dua bercak. Pada bercak pertama, dari hasil pengamatan secara visual, dengan deteksi UV 254 nm, dan dengan deteksi UV 365 nm, dihasilkan bahwa antara bercak kurkumin baku dan bercak ekstrak rimpang temulawak mempunyai harga Rf dan warna bercak yang sama, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak rimpang temulawak yang dibuat ini mengandung kurkumin. Bercak lain yang terdapat dalam ekstrak rimpang temulawak yang
57
mempunyai harga Rf lebih rendah daripada Rf kurkumin baku dan mempunyai warna yang sama dengan kurkumin baku diduga merupakan bercak turunan kurkumin yang lain, yaitu demetoksikurkumin.
F. Formulasi dan Pembuatan Granul Effervescent Setelah diperoleh ekstrak rimpang temulawak, maka langkah selanjutnya adalah melakukan formulasi untuk mendapatkan formula granul effervescent. Studi formulasi suatu sediaan obat mempunyai cakupan yang cukup luas, meliputi pemilihan bahan-bahan baik dari bahan aktif sampai bahan tambahan lainnya, bentuk sediaan, cara produksi, pemilihan alat produksi, lingkungan, serta packagingnya. Kondisi bahan baku yang berbeda, seperti ekstrak kental, ekstrak kering akan mempengaruhi komposisi formulasinya.
Dalam formulasi ini
digunakan bahan baku ekstrak rimpang temulawak yang mempunyai konsistensi agak kental, dengan bentuk sediaan granul effervescent. Sediaan effervescent penggunaannya praktis, mudah, dan menyenangkan dibandingkan dengan bentuk sediaan yang lain. Penggunaan sediaan granul effervescent ini dapat disiapkan dalam waktu yang seketika dengan dosis yang tepat, sehingga bentuk sediaan ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bentuk sediaan obat dari bahan alam. Formula yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan variasi jumlah sumber asam dan basa yang digunakan. Granul effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi asam, misalnya asam sitrat dan asam tartrat, karena penggunaan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran (Ansel, 1989). Sumber asam
58
yang digunakan adalah campuran asam sitrat dan asam tartrat, sedangkan sumber basa yang digunakan adalah natrium bikarbonat. Natrium bikarbonat merupakan bagian terbesar sumber karbonat dengan kelarutan yang sangat baik di dalam air, tidak higroskopis, serta tersedia secara komersil mulai dari bentuk bubuk sampai granul (Ansel, 1989). Penggunaan asam dan basa dalam formulasi sediaan effevescent sangat penting, karena dengan penambahan air pada bahan-bahan asam akan menyebabkan asam-asam tersebut terhidrolisis kemudian akan melepaskan asam yang dalam proses selanjutnya akan bereaksi dengan bahan karbonat dan terbentuk gas CO2, sehingga terjadi reaksi effervescent. Adapun reaksi antara asam sitrat maupun asam tartrat dengan natrium bikarbonat adalah sebagai berikut : Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam sitrat : 3NaHCO natrium bikarbonat
+
H3C6H5O7 → Na3C6H5O7 + 3H20 + 3CO2 asam sitrat
Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam tartrat : 2NaHCO3 natrium bikarbonat
+ H2C4H4O6
→ Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
asam tartrat
Jumlah campuran asam yang digunakan dalam formulasi ini dihitung dari perbandingan optimum antara asam sitrat dan asam tartrat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2006). Terlebih dahulu ditetapkan bobot granul yang akan dibuat. Persentase asam dalam suatu tablet effevescent adalah 25-40% digunakan untuk menghitung jumlah level asam. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa level rendah campuran asam yang digunakan adalah 500 mg
59
(184 mg asam tartrat dan 316 mg asam sitrat). Level tinggi campuran asam yang digunakan adalah 800 mg (295 mg asam tartrat dan 505 mg asam sitrat). Perhitungan level basa dilakukan berdasarkan perhitungan secara stoikhiometri. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa level rendah basa yang digunakan adalah 585 mg, sedangkan level tinggi basa yang digunakan adalah 936 mg. Setelah penentuan level campuran asam dan basa selesai, maka dilanjutkan dengan pembuatan granul effervescent. Pembuatan granul asam dan granul basa dipisah agar tidak terjadi reaksi effervescent yang prematur. Pada granul asam mengandung ekstrak temulawak yang ditambah dengan sumber asam (asam sitrat dan asam tartrat), PVP sebagai bahan pengikat, aspartam sebagai bahan pemanis, dan laktosa sebagai bahan pengisi, sedangkan pada granul basa hanya mengandung natrium bikarbonat yang ditambah dengan PVP sebagai bahan pengikat. Semua proses yang dilakukan, baik formulasi maupun uji sifat fisik granul effervescent dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban relatif antara 5053% dengan tujuan untuk menghindari pengaruh kelembaban terhadap reaksi asam dan basanya.
G. Hasil Uji Sifat Fisik Granul Effervescent Setelah dilakukan pembuatan granul effervescent, dilanjutkan dengan uji sifat fisik granul effervescent yang meliputi uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. Hasil uji yang diperoleh adalah sebagai berikut :
60
Tabel VII. Hasil pengukuran uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak Sifat fisik granul
F(1)
F(a)
F(b)
F(ab)
Kecepatan alir (g/dt)
64,89±1,39
65,09±0,96
65,10±1,34
65,39±1,38
Kandungan lembab (%)
0,69±0,06
0,67±0,12
0,66±0,08
0,64±0,14
Waktu larut (detik)
97,96±1,26
119,09±0,54 94,90±2,60
84,64±2,73
Hasil
yang
telah
diperoleh
tersebut
kemudian
diolah
dengan
menggunakan aplikasi desain faktorial. Dari perhitungan besarnya masing-masing efek, diperoleh hasil seperti yang tertera pada tabel VIII :
Tabel VIII. Hasil perhitungan efek berdasarkan desain faktorial Sifat fisik granul
Efek A
Efek B
Efek interaksi
Kecepatan alir
0,24
0,25
0,04
Kandungan lembab
|-0,02|
|-0,03|
1,99x10-3
Waktu larut
5,43
|-18,76|
|-15,70|
Keterangan : Efek A
: efek campuran asam sitrat-asam tartrat
Efek B
: efek natrium bikarbonat
Efek interaksi : efek interaksi antara campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat 1. Kecepatan alir Pengukuran sifat alir pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung kecepatan alir granul effervescent yang dibuat. Pengukuran kecepatan alir merupakan metode penentuan sifat alir secara langsung dengan menggunakan
61
corong ukur dan stopwatch. Pengukuran dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk mengalir keluar dari corong pengukur waktu alir. Kecepatan alir granul yang baik diperlukan untuk memberikan kemudahan pada saat pengepakan (packaging). Berdasarkan acuan Guyot dalam Fudholi (1983), waktu alir untuk 100 gram granul sebaiknya tidak melebihi 10 detik. Dengan kata lain bahwa granul yang baik mempunyai kecepatan alir tidak kurang dari 10 gram/detik. Berdasarkan data pada tabel VII, keempat formula granul yang dihasilkan mempunyai kecepatan alir lebih dari 10 gram/detik. Dengan demikian, granul effervescent ekstrak temulawak yang dihasilkan dalam penelitian ini memenuhi syarat kecepatan alir granul yang baik. Untuk melihat hubungan antara pengaruh peningkatan level campuran asam (asam sitrat-asam tartrat) dan level basa terhadap kecepatan alir granul effervescent, dapat dilihat dalam grafik berikut :
65.5
Kecepatan alir (g/detik)
Kecepa tan a lir (g /detik)
Pengaruh asam terhadap kecepatan alir
65.4 65.3 65.2 65.1 65 64.9 64.8 500
550
600
650
700
750
Asam (mg) level rendah basa level tinggi basa
a
800
Pengaruh basa terhadap kecepatan alir 65.5 65.4 65.3 65.2 65.1 65
`
64.9 64.8 585
635
685
735
785
835
885
935
Basa (m g) level rendah asam level tiggi asam
b
Gambar 7. Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap kecepatan alir granul effervescent Peningkatan kecepatan alir pada penggunaan basa level tinggi lebih tajam dibandingkan pada penggunaan basa level rendah. Dengan meningkatnya
62
level campuran asam, perubahan kecepatan alir granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan basa level tinggi daripada penggunaan basa level rendah. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7a bahwa pada penggunaan basa level tinggi menghasilkan kurva perubahan kecepatan alir yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan basa level rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope) pada basa level tinggi (9,5556 x 10-4) lebih besar daripada slope pada basa level rendah (6,6667 x 10-4). Peningkatan kecepatan alir granul effervescent pada penggunaan campuran asam level tinggi lebih tajam dibandingkan pada penggunaan campuran asam level rendah. Dengan meningkatnya level basa, perubahan kecepatan alir granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan campuran asam level tinggi daripada penggunaan campuran asam level rendah. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7b bahwa pada penggunaan campuran asam level tinggi menghasilkan kurva perubahan kecepatan alir yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan campuran asam level rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope) pada asam level tinggi (8,4520 x 10-4) lebih besar daripada slope pada asam level rendah (5,9829 x 10-4). Gambar 7a dan 7b memperlihatkan kurva yang tidak sejajar pada masing-masing grafik. Hal ini menunjukkan bahwa antara campuran asam dan basa terjadi interaksi dalam menentukan kecepatan alir granul effervescent. Kedua fenomena yang tersirat dalam gambar 7a dan 7b dapat dijelaskan melalui perhitungan desain faktorial. Hasil perhitungan desain faktorial kecepatan alir granul menunjukkan bahwa besarnya efek campuran asam adalah 0,24, efek
63
basa adalah 0,25, dan efek interaksinya 0,04. Dapat dilihat bahwa campuran asam, basa, dan interaksi campuran asam dan basa masing-masing memiliki efek meningkatkan kecepatan alir granul effervescent, namun efek basa lebih besar dibandingkan dengan efek campuran asam maupun efek interaksinya. Dengan demikian diprediksi bahwa basa lebih dominan dalam menentukan kecepatan alir granul effevescent. Hal ini disebabkan karena penggunaan natrium bikarbonat akan mempengaruhi kerapuhan granul yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, semakin banyak jumlah natrium bikarbonat yang digunakan akan menghasilkan granul effervescent yang semakin tidak rapuh. Semakin tidak rapuh granul yang dihasilkan, maka granul tersebut akan semakin tahan terhadap goncangan mekanis sehingga fine partikel yang dihasilkan akan semakin sedikit. Dengan kata lain, granul akan semakin mudah mempertahankan ukuran granul yang dihasilkan sehingga kecepatan alir yang diperoleh juga akan semakin baik. 2. Kandungan lembab Pada penelitian ini dilakukan uji kandungan lembab untuk mengetahui kandungan lembab pada granul effervescent kering. Kandungan lembab dalam granul dapat mempengaruhi sifat alir dan stabilitas granul selama penyimpanan. Kandungan lembab granul yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi effervescent yang prematur sehingga granul menjadi tidak stabil. Kandungan lembab granul yang terlalu rendah dapat menyebabkan granul menjadi rapuh, sedangkan kandungan granul yang terlalu tinggi dapat menyebabkan granul sulit mengalir dan tidak stabil selama penyimpanan (Voigt, 1994). Granul effervescent yang baik memiliki kandungan lembab 0,4-0,7% (Dash, 2000). Pengukuran
64
kandungan lembab pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC. Hasil pengukuran kandungan lembab granul effervescent dapat dilihat dalam tabel VII. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa keempat formula granul yang dihasilkan memiliki kandungan lembab 0,4-0,7%. Dengan demikian, keempat formula granul memenuhi syarat kandungan lembab granul yang baik, terbatas pada level yang diteliti. Untuk melihat hubungan antara pengaruh peningkatan level campuran asam (asam sitrat-asam tartrat) dan level basa terhadap kandungan granul effervescent, dapat dilihat dalam grafik berikut :
0.7 0.69 0.68 0.67 0.66 0.65 0.64 0.63 500
Pengaruh basa terhadap kandungan lembab 0.7 K a ndung an lembab
K andungan lembab
Pengaruh asam terhadap kandungan lembab
550
600
650
700
750
800
Asam (mg)
level rendah basa
level tinggi basa
0.69 0.68 0.67 0.66 0.65 0.64 0.63 585
635
685
735
785
835
885
935
Basa (mg) level rendah asam level tinggi asam
a b Gambar 8. Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap kandungan lembab granul effervescent
Dengan meningkatnya level campuran asam, perubahan kandungan lembab granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan basa level rendah daripada penggunaan basa level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 8a bahwa pada penggunaan basa level rendah menghasilkan kurva perubahan kandungan lembab yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan basa level
65
tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope) pada basa level rendah (-7,8667 x 10-5) lebih besar daripada slope pada basa level tinggi (-6,5389 x 10-5). Dengan meningkatnya level basa, perubahan kandungan lembab granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan campuran asam level rendah daripada penggunaan campuran asam level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 8b bahwa pada penggunaan campuran asam level rendah menghasilkan kurva perubahan kandungan lembab yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan campuran asam level tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope) pada asam level rendah (-9,5204 x 10-5) lebih besar daripada slope pada asam level tinggi (-8,3856 x 10-5). Gambar 8a dan 8b memperlihatkan kurva yang tidak sejajar pada masing-masing grafik. Hal ini menunjukkan bahwa antara campuran asam dan basa terjadi interaksi dalam menentukan kandungan lembab granul effervescent. Kedua fenomena yang tersirat dalam gambar 8a dan 8b dapat dijelaskan melalui perhitungan desain faktorial. Hasil perhitungan desain faktorial kandungan lembab granul menunjukkan bahwa besarnya efek campuran asam adalah |-0,02|, efek basa adalah |-0,03|, dan efek interaksi campuran asam dan basa adalah 1,19x10-3. Dapat dilihat bahwa campuran asam, basa, masing-masing memiliki efek menurunkan kandungan lembab granul effervescent, sedangkan interaksi campuran asam dan basa memiliki efek meningkatkan kandungan lembab granul effervescent. Efek basa lebih besar dibandingkan dengan efek campuran asam maupun efek interaksinya. Dengan demikian diprediksi bahwa basa lebih dominan dalam menentukan kandungan lembab granul effevescent.
66
Sumber asam dan basa yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam dan basa anhidrat. Tipe anhidrat dapat meminimalkan kandungan lembab granul effervescent yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa granul effervescent yang dihasilkan memiliki kandungan lembab. Hal ini mungkin terjadi karena selama penyimpanan terjadi penyerapan lembab oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent. Kemampuan natrium bikarbonat dalam menyerap lembab selama penyimpanan lebih kecil daripada campuran asam, sehingga lembab yang terkandung dalam natrium bikarbonat lebih sedikit daripada lembab yang terkandung dalam campuran asam. Dengan demikian, semakin banyak jumlah natrium bikarbonat yang digunakan dalam pembuatan granul efferverscent akan semakin menurunkan kandungan lembab granul effervescent yang dihasilkan. 3. Waktu larut Pengamatan
waktu
larut
granul effervescent
dilakukan
dengan
melarutkan sejumlah granul sesuai dengan bobot masing-masing formula ke dalam 200 ml air. Waktu larut granul effervescent menggambarkan cepat atau lambatnya granul efferverscent larut di dalam air. Proses larutnya granul effervescent diawali dengan adanya penetrasi air ke dalam granul effervescent. Bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian in adalah PVP 3% (Polivinil Pirolidon). PVP mempunyai sifat hidrofilik yang akan mempermudah terjadinya penetrasi air ke dalam granul effervescent, sehingga akan mempercepat larutnya granul effervescent di dalam air.
67
Adanya penetrasi air ke dalam granul effervescent akan menyebabkan terjadinya reaksi antara asam dan basa yang melepaskan CO2 yang lama-kelamaan akan menyebabkan granul menjadi hancur, dan akhirnya terlarut. Menurut Mohrle (1980), waktu larut granul effervescent yang baik adalah kurang dari 120 detik dan membentuk larutan yang jernih, sehingga residu yang tidak terlarut dalam air harus seminimal mungkin. Hasil uji waktu larut granul effervescent dapat dilihat dalam tabel VII. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa hasil uji waktu larut dari keempat formula granul effervescent telah memenuhi syarat waktu larut granul effervescent yang baik, yaitu kurang dari 120 detik, dengan menghasilkan larutan yang berwarna kuning. Untuk melihat hubungan antara pengaruh peningkatan level campuran asam dan level basa terhadap perubahan waktu larut granul effervescent, dapat dilihat dalam grafik berikut : Pengaruh basa terhadap waktu larut
120 115 110 105 100 95 90 85 80
Waktu larut
Waktu larut
Pengaruh asam terhadap waktu larut
500
550
600
650
700
750
Asam (m g) level rendah basa level tinggi basa
800
120 115 110 105 100 95 90 85 80 585
635
685
735
785
835
885
935
Basa (mg)
level rendah asam
level tinggi asam
a b Gambar 9. Pengaruh level campuran asam (a) dan basa (b) terhadap waktu larut granul effervescent
68
Dengan meningkatnya level campuran asam, perubahan waktu larut granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan basa level rendah daripada penggunaan basa level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gamba 9a bahwa pada penggunaan basa level rendah menghasilkan kurva perubahan waktu larut yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan basa level tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope) pada basa level rendah (0,0704) lebih besar daripada slope pada basa level tinggi (-0,0342). Dengan meningkatnya level basa, perubahan waktu larut granul effervescent lebih dipengaruhi oleh penggunaan campuran asam level tinggi daripada penggunaan campuran asam level tinggi. Hal ini dapat dilihat pada gambar 9b bahwa pada penggunaan campuran asam level tinggi menghasilkan kurva perubahan waktu larut yang lebih curam dibandingkan pada penggunaan campuran asam level rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kecuraman (slope) pada asam level tinggi (-0,0982) lebih besar daripada slope pada asam level rendah (-8,7085 x 10-3). Gambar 9a dan 9b memperlihatkan kurva yang tidak sejajar pada masing-masing grafik. Hal ini menunjukkan bahwa antara campuran asam dan basa terjadi interaksi dalam menentukan waktu larut granul effervescent. Kedua fenomena yang tersirat dalam gambar 9a dan 9b dapat dijelaskan melalui perhitungan desain faktorial. Hasil perhitungan desain faktorial waktu larut granul menunjukkan bahwa besarnya efek campuran asam adalah 5,43, efek basa adalah |-18,76|, dan efek interaksi campuran asam dan basa adalah |-15,70|. Dapat dilihat bahwa campuran asam memiliki efek memperlama waktu larut
69
granul effervescent, sedangkan basa dan interaksi campuran asam dan basa masing-masing memiliki efek mempersingkat waktu larut granul effervescent. Efek basa lebih besar dibandingkan dengan efek campuran asam maupun efek interaksinya. Dengan demikian diprediksi bahwa basa lebih dominan dalam menentukan waktu larut granul effevescent. Semakin banyak jumlah natrium bikarbonat yang digunakan, kandungan lembab granul effervescent yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini akan mempengaruhi waktu larut granul effervescent yang dihasilkan. Saat granul dimasukkan ke dalam air, semakin rendah kandungan lembab granul, maka akan semakin mudah untuk menarik air yang ada di sekitarnya sehingga granul akan mudah pecah dan akhirnya terlarut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah basa yang digunakan, maka waktu larut granul yang dihasilkan juga akan semakin cepat.
H. Contour Plot Sifat Fisik Granul Dari masing-masing uji sifat fisik granul yang dilakukan akan diperoleh persamaan berdasarkan desain faktorial. Persamaan desain faktorial tersebut digunakan untuk membuat contour plot masing-masing sifat fisik granul, kemudian dipilih kurva yang dikehendaki dan dibuat grafik super imposed dalam suatu contour plot. Area formula granul yang optimum ditentukan berdasarkan grafik super imposed dari gabungan sifat fisik granul. Dari hasil pengujian kecepatan alir granul effervescent diperoleh suatu persamaan berdasarkan desain faktorial, yaitu Y = 64,4457 + 0,0002 (A) + 0,0002 (B) + 8,2305 x 10-7 (A)(B), dimana Y adalah kecepatan alir (gram/detik), A
70
adalah level campuran asam (asam sitrat-asam tartrat), dan B adalah level basa. Berdasarkan persamaan desain faktorial tersebut dibuat suatu contour plot.
Kecepatan alir 935
Basa (mg)
885 835 785 735 685 635 585 500
550
600
650
700
750
800
Asam (mg) 64,9 g/dt
65 g/dt
65,1 g/dt
65,2 g/dt
65,3 g/dt
Gambar 10. Contour plot kecepatan alir granul effervescent
Dari contour plot di atas dapat ditentukan komposisi campuran asam dan basa yang diinginkan untuk menghasilkan kecepatan alir granul effervescent tertentu. Karena nilai dari kecepatan alir yang dihasilkan memenuhi syarat kecepatan alir granul effervescent yang baik menurut Guyot (1983) yaitu tidak kurang dari 10 gram/detik, maka dari contour plot dapat ditentukan komposisi campuran asam dan basa yang diinginkan untuk menghasilkan kecepatan alir granul effervescent tertentu, terbatas pada level yang diteliti. Semua area dipilih sebagai area optimum untuk menghasilkan kecepatan alir seperti yang dikehendaki, sehingga diperoleh area yang cukup luas yang memenuhi syarat kecepatan alir granul yang baik pada level yang diteliti.
71
Dari hasil pengujian kandungan lembab granul effevescent diperoleh suatu persamaan berdasarkan desain faktorial, yaitu Y = 0,7998 - 0,0001 (A) 0,0001 (B) + 3,7828 x 10-8 (A)(B), dimana Y adalah kandungan lembab granul effervescent (%), A adalah level campuran asam (asam sitrat-asam tartrat), dan B adalah level basa. Berdasarkan persamaan desain faktorial tersebut dapat dibuat suatu contour plot. Dari contour plot di bawah ini dapat ditentukan komposisi campuran asam (asam sitrat-asam tartrat) dan basa yang diinginkan untuk menghasilkan kandungan lembab granul effervescent tertentu, terbatas pada level yang diteliti.
Kandungan lembab 935
Basa (mg)
885 835 785 735 685 635 585 500
550
600
650
700
750
800
Asam (mg) 0,645 % 0,675 %
0,655 % 0,685 %
0,665 % 0,69 %
Gambar 11. Contour plot kandungan lembab granul effervescent
Berdasarkan kurva di atas, ternyata semuanya memenuhi persyaratan kandungan lembab granul effervescent yang baik menurut Dash (2000) yaitu 0,40,7%. Oleh karena itu semua area dipilih sebagai area yang optimum untuk menghasilkan kandungan lembab granul effervescent seperti yang diinginkan,
72
sehingga diperoleh area yang cukup luas yang memenuhi syarat kandungan lembab granul yang baik pada level yang diteliti. Dari hasil perhitungan desain faktorial waktu larut granul effervescent diperoleh persamaan Y = -19,3870+0,2449 (A)+0,1404 (B)-0,0003 (A)(B), dimana Y adalah waktu larut granul effevescent (detik), A adalah level campuran asam (asm sitrat-asam tartrat), dan B adalah level basa. Berdasarkan persamaan tersebut dibuat suatu contour plot waktu larut granul effervescent.
Waktu larut 935
Basa (mg)
885 835 785 735 685 635 585 500
550 85 dtk 100 dtk
600
650 Asam (mg) 90 dtk 110 dtk
700
750
800
95 dtk 115 dtk
Gambar 12. Contour plot waktu larut granul effervescent
Dengan contour plot tersebut dapat ditentukan area komposisi optimum granul effervescent untuk memperoleh respon waktu larut granul seperti yang dikehendaki, terbatas pada level yang diteliti. Waktu larut granul effervescent yang dikehendaki adalah kurang dari 120 detik (Mohrle, 1980). Oleh karena itu semua area dipilih sebagai area yang optimum untuk menghasilkan waktu larut
73
granul effervescent seperti yang diinginkan, sehingga diperoleh area yang cukup luas yang memenuhi syarat waktu larut granul yang baik pada level yang diteliti
I. Penentuan Area Formula Granul Effervescent Optimum Dari contour plot masing-masing uji sifat fisik granul yang sudah ditentukan area optimumnya, dibuat suatu contour plot super imposed dengan menggabungkan area optimum dari masing-masing contour plot uji sifat fisik granul effervescent, kemudian ditentukan area komposisi optimum campuran asam (asam sitrat-asam tartrat) dan basa (natrium bikarbonat) sebagai formula otimum granul effervescent, terbatas pada level yang diteliti. Formula optimum granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dapat diprediksi dengan mencari area komposisi optimum untuk seluruh uji sifat fisik granul effervescent yang dilakukan. Kurva area optimum uji sifat fisik granul effervescent yang telah dipilih digabungkan dalam suatu contour plot super imposed. Pada level yang diteliti ditemukan area komposisi optimum campuran asam (asam sitrat-asam tartrat) dan basa (natrium bikarbonat) untuk semua uji sifat fisik granul effervescent.
74
935
Basa (mg)
885 835 785 735 685 635 585 500
550
600
650
700
750
800
Asam (mg) kecepatan alir (65,1 g/dt) waktu larut (90 dtk)
kandungan lembab (0,645 %) kecepatan alir (65 g/dt)
kandungan lembab (0,685 %)
Gambar 13. Contour plot super imposed granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
Dari hasil contour plot super imposed tersebut dapat ditemukan area yang diprediksi sebagai area komposisi optimum granul effervescent ekstrak rimpang temulawak pada level yang diteliti.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. granul effervescent dari setiap formula yang dihasilkan memenuhi syarat uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut. 2. natrium bikarbonat diprediksi berpengaruh dominan terhadap semua uji sifat fisik yang dilakukan dalam penelitian ini. 3. pada level yang diteliti, diperoleh area komposisi optimum campuran asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan granul effervescent dengan sifat fisik yang dikehendaki.
B. Saran Meninjau penelitian yang telah dilakukan disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan untuk membuat tablet effervescent ekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan komposisi optimum hasil penelitian ini.
75
76
DAFTAR PUSTAKA Afifah, E., 2003, Khasiat dan Manfaat Temulawak : Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit, 1-3, 12-13, Agromedia Pustaka, Jakarta Allen, V.L., 2002, The Art, Science and Technology of Pharmaceutical Compounding, 2nd Ed, 99-101, American Pharmaceutical Assosiation, Washington D.C Anonim, 1979a, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6-9, 782, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1979b, Materia Medika Indonesia, Edisi III, 63-67, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1986, Sediaan Galenika, 5-20, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1994, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 4-6, 48, 53, 488, 515, 601, 771, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2004, Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/Kep.Ka.B POM-Pemanis, Diakses pada 17 April 2006 Anonim, 2006, Product Information Curcumin, http://www.caymanchem.com, Diakses pada 19 September 2006 Ansel, H.C., 1989, Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, 147-148, 214, 244-245, 249, 255, 261-264, Indonesia University Press, Jakarta Banker, G.S., and Anderson, N.R., 1986, Tablet, in Lacman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, L., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Jilid II, Ed. III, 463-737, Universitas Indonesia Press, Jakarta Bolton, S., 1990, Pharmaceutical Statistics, Practical and Clinical Application, 2nd Ed., 308-337, Marcel Dekker , Inc., New York
77
Chrystyani, N.B., 2005, Optimasi Campuran Asam Tartrat dan Asam Fumarat Sebagai Eksipien Pada Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah : Aplikasi Desain Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Dalimarta, S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, 182-185, Trubus Agriwidya, Jakarta Dash, K.A., 2000, Evaluation of Quick Disintegrating Calcium Carbonate Tablets, http://www.pharmscitech.com, Diakses pada 03 Maret 2006 Fassihi and Kanfer, 1986, Effect of Compressibility and Powder Flow Properties on Tablet Weight Variation in Drug Development and Industrial Pharmacy, 12th , Marcel Dekker, Afrika Fudholi, A., 1983, Metode Formulasi dalam Kompresi Direk, Medika no. 7, 586593 Gritter, R.J., Bobit, J.M., dan Scwarting, A.G., 1991, Pengantar Kromatografi, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi II, 147-154, Institut Teknologi Bandung, Bandung Hardjono, S., 1985, Kromatografi, 32-34, Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Lachman, L., dan Lieberman, H.A., 1989, The Teory and Practice of Industrial Pharmacy, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Jilid II, Edisi III, 3-5, 43-54, 141-143, 158-166, 643-644, 648-658, 673-732, Universitas Indonesia Press, Jakarta Lelo, A., Rasyid, A., Misra, Hamid, Z., 1998, Efek Kurkumin pada Kandung Empedu Manusia : Dalam Bentuk Sediaan Tablet, Kapsul, dan Bubuk, Majalah Kedokteran UNIBRAW, vol. XIV, No. 3, 131-132 Lindberg, N., Engfors, H., Ericsson, T., 1992, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Effervescent Pharmaceutical in Swarbricck, J., Boylan, J.C., Vol 5, 45-71, Marcel Dekker, Inc., New York Majeed, M., Badmaev, V., Shivakumar, U., Rajendran, R., 1995, Curcuminoid Antioxidant Phytonutriens, Nutriscience Publisher Inc., Piscataway, New Jersey Martin, Alfred, 1993, Farmasi Fisik, edisi III, Jilid II, Edisi III, 1077-1193, Universitas Indonesia Press, Jakarta
78
Martono, S., 1996, Penentuan Kadar Kurkumin Secara Kromatografi Lapis TipisDensitometri, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mintarsih, E.R.R., 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kinnina Dalam Akar, Batang, dan Daun Chinchona succirubra Pavon et Klotzch Dari Daerah Kaliurang Secara Spektrodensitometri (TLC-Scanner), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Mohrle, R., 1980, Effervescent Tablet, in Lieberman, H.A., Lachman, L., (eds), Pharmaceutical Dosage Form, Tablet, Vol. I, 284-362, Penerbit Warner Lambert Company, Morris Pliains, New Jersey Mulja, M., dan Hanwar, D., 2003, Prinsip-Prinsip Cara Berlaboratorium Yang Baik, Majalah Farmasi Airlangga, III, 2, 31-36 Natalia, L., 2006, Optimasi Natrium Sitrat dan Asam Fumarat Dalam Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Secara Granulasi Basah, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Rubinstein, M.H., 1994, Tablet in Aulton, Michael E., Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, 304-308, ELBS with Curchill Livingtone, Hongkong Rukmana, R., 1994, Temulawak Tanaman Rempah dan Obat , 16, Kanisius, Yogyakarta Sari, Y.P., 2006, Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam Tartrat Aplikasi Metode : Desain Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Soedibyo, B.B.A., Mooryati, 1998, Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan, 368-370, Balai Pustaka, Jakarta Stahl, 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan oleh Patmawinata, K., dan Sudiro, I., 2-17, 190-195, Institut Tekhnologi Bandung, Bandung Supardjan, A.M., 1987, Pemisahan Tetrasiklin dan Hasil Uraiannya dalam Sediaan Tetrasiklin Secara KLT Densitometri, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian, Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
79
Tonnesen, H.H., dan Karisen, J., 1985, Studies of Curcumin and Curcuminoid V. Alkaline, Degradation of Curcumin, 132-134, 180, Z. Lebensm Unters Forsch, Departemen of Galenical Pharmacy, Norway Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, 10-11, 165-167, 172, 177,199-202, 219-224, 579-580, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Wadke, D.A., Serajuddin, A.T.M., and Jacobson, H., 1980, Preformulation Testing, in Lieberman, H.A., Lachman, L., and Schawtz, J.B., Pharmaceutical Dosage Form : Tablet, Vol I, 2nd Ed., 53-57, Marcel Dekker, Inc., New York Wehling and Fred, 2004, Effervescent Composition Including Stevia, http:// www.Pharmcast.com, Diakses pada 16 April 2006 Wolfram, Tritthart, Psikerning, Maria Andre, Kolb, Gottfried, 1999, Effervescent Formulation, http://www.Pharmacast.com.patents, Diakses pada 03 Maret 2006 Wulandari, F., 2006, Optimasi Formula Tablet Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Dengan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam Tartrat : Aplikasi Metode Desain Faktorial, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
80
81
LAMPIRAN Lampiran 2. Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku.
Gambar 14. Kromatogram kurva baku
Tabel IX. Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram Kadar kurkumin (µg/µl)
Area (x 105)
0,12
0,27107
0,14
0,32107
A= -0,2369
0,18
0,50799
B = 4,1110
0,23
0,70440
r = 0,9995
0,35
1,20423
Persamaan garis regresi Y = 4,1110x - 0,2369
82
Lampiran 3. Hasil recovery Tabel X. Hasil recovery 0,12 µg/µl X AUC Kadar CV Recovery Replikasi SD Kadar 5 (10 ) (µg/µl) (%) (%) (µg/µl) 1 0,25323 0,1192 99,33 2 0,25030 0,1185 0,1188 0,0004 0,34 98,75 3 0,25113 0,1187 98,92 Tabel XI. Hasil recovery 0,14 µg/µl X AUC Kadar CV Recovery Replikasi SD Kadar 5 (10 ) (µg/µl) (%) (%) (µg/µl) 1 0,34572 0,1417 101,21 2 0,34675 0,1420 0,1421 0,0005 0,35 101,43 3 0,34986 0,1427 101,93 Tabel XII. Hasil recovery 0,18 µg/µl X AUC Kadar CV Recovery Replikasi SD Kadar (105) (µg/µl) (%) (%) (µg/µl) 1 0,50084 0,1795 99,72 2 0,51193 0,1822 0,1794 0,0029 1,62 101,22 3 0,48841 0,1764 98,00 Tabel XIII. Hasil recovery 0,23 µg/µl X AUC Kadar CV Recovery Replikasi SD Kadar 5 (10 ) (µg/µl) (%) (%) (µg/µl) 1 0,71065 0,2305 100,22 2 0,70359 0,2288 0,2288 0,0017 0,74 99,48 3 0,69668 0,2271 99,74 Tabel XIV. Hasil recovery 0,35 µg/µl X AUC Kadar CV Recovery Replikasi SD Kadar 5 (10 ) (µg/µl) (%) (%) (µg/µl) 1 1,21533 0,3533 100,94 2 1,22949 0,3567 0,3533 0,0034 0,96 101,91 3 1,20151 0,3499 99,97
X Recovery (%)
98,67
X Recovery (%)
101,38
X Recovery (%)
99,65
X Recovery (%)
99,48
X Recovery (%)
100,94
83
Lampiran 4. Hasil penetapan kadar kurkumin dalam sampel (etanol 96% : aquadest = 100 : 0) Tabel XV. Kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak AUC (105)
Kadar (%)
1
1,13544
6,23
2
1,04244
6,04
3
1,04803
5,98
4
0,98238
5,50
5
1,09248
6,22
6
1,16177
6,69
Sampel
X
(%)
6,11
SD
CV (%)
0,39
6,38
Gambar 15. Kromatogram sampel
84
Lampiran 5. Perhitungan dosis ekstrak rimpang temulawak Khasiat yang diharapkan dalam sediaan temulawak ini adalah sebagai penciutan volume kandung empedu (kolestiasis). Zat aktif yang berperan dalam temulawak adalah senyawa kurkumin. Untuk mengetahui berapa banyak ekstrak rimpang temulawak yang harus dittimbang, maka perlu untuk mengetahui kadar kurkumin yang terdapat dalam ekstrak yang digunakan. Berdasarkan hasil KLT-densitometri didapatkan kadar rata-rata kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak sebesar 6,11 ± 0,39 %. Dalam 40 gram serbuk rimpang temulawak menjadi 4,4 gram ekstrak rimpang temulawak (1/9 berat serbuk mula-mula), sehingga kadar kurkumin dalam rimpang kering temulawak sebesar:
6,11gram kurkumin 0,68% . 900 gram serbuk
Dosis tiap tablet effervescent 1 x minum sebesar 20 mg untuk penciutan volume kandung empedu (Lelo,A., Rasyid,A., Zain-Hamid,R., 1998). Dari hasil tersebut, maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah: 20mg x100mg 327,33mg ≈ 327 mg 6,11mg
85
Lampiran 6. Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak Tabel XVI. Hasil uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak Pengulangan uji 1 2 3 4 5 6 X SD
Daya lekat (detik) 0,34 0,35 0,34 0,35 0,34 0,32 0,34 0,01
Tabel XVII. Hasil uji viskositas ekstrak rimpang temulawak Pengulangan uji 1 2 3 4 5 6 X SD
Viskositas (dPa.S) 1,75 1,70 1,60 1,60 1,70 1,70 1,68 0,06
Tabel XVIII. Hasil penimbangan ekstrak dalam uji kandungan lembab Bobot cawan (g) Bobot cawan + ekstrak (g) Bobot awal ekstrak (g) Bobot cawan + ekstrak setelah 5 jam 1 jam (g) 2 jam (g) 3 jam (g) 4 jam (g)
1 84,3736
2 3 4 85,4820 76,4438 87,1474
5 96,2843
6 89,8713
94,4387
95,5178 86,4774 97,1568
10,.2993
99,8983
10,0651
10,0358 10,0336 10,0094
10,0150
10,0270
92,2311
93,9559 85,1770
NA
NA
NA
91,9894 91,8426 91,6044 91,5218
Oven 93,7800 85,0150 93,7316 84,9606 93,5560 84,7600 93,4804 84,6592
NA NA NA NA
NA NA NA NA
NA NA NA NA
86
5 jam (g) 6 jam (g) 7 jam (g) 8 jam (g) 9 jam (g) Bobot akhir ekstrak (g)
91,4527 91,3528 91,2880 91,2281 91,1986
93,4076 93,3212 93,2639 93,1907 93,1683
84,5980 NA NA NA 84,4858 NA NA NA 84,4305 NA NA NA 84,3698 NA NA NA 84,3429 94,6349 104,1386 97,5226
6,8250
7,6863
7,8991
7,4875
7,8543
7,6513
Keterangan : NA = Not Available Kandungan lembab (MC) ekstrak ditentukan dengan rumus : MC =
bobot awal ekstrak bobot akhir ekstrak bobot akhir ekstrak
x 100 %
Tabel XIX. Hasil uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak Pengulangan uji 1 2 3 4 5 6
Bobot awal (g) 10,0651 10,0358 10,0336 10,0094 10,0150 10,0270 X SD
Bobot akhir (g) 6,8250 7,6863 7,8991 7,4875 7,8543 7,6513
Kandungan lembab (%) 47,4740 30,5674 27,0221 33,6815 27,5098 31,0496 32,8841 7,5562
87
Lampiran 7. Perhitungan nilai Rf kurkumin baku , kurkumin dalam sampel ekstrak, dan demetoksikurkumin dalam sampel ekstrak berdasarkan hasil KLT 1. Contoh perhitungan Rf kurkumin baku Rf standar 1 =
3,5 cm = 0,54 6,5 cm
2. Contoh perhitungan Rf kurkumin dalam sampel ekstrak Rf sampel 1 =
3,5 cm = 0,54 6,5 cm
3. Contoh perhitungan Rf demetoksikurkumin dalam sampel ekstrak Rf sampel 1 =
2,6 cm = 0,40 6,5 cm
88
Lampiran 8. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat Berdasarkan penelitian Sari (2006) dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang berjudul Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan Kombinasi Asam Sitrat dan Asam Tartrat Aplikasi Metode : Desain Faktorial, diperoleh perbandingan asam sitrat dan asam tartrat yang dapat menghasilkan area optimum tanpa memperhitungkan hasil uji kandungan lembab granul effervescent. Kompoisi optimum dicapai dengan perbandingan asam sitrat : asam tartrat = 480 : 280. Berdasarkan perbandingan optimum asam sitrat dan asam tartrat tersebut, dapat dihitung level rendah dan level tinggi asam sitrat dan asam tartrat berdasarkan persentase standar sumber asam yang digunakan dalam suatu sediaan effervescent. Level natrium bikarbonat ditentukan berdasarkan reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam sitrat dan asam tartrat dengan perhitungan stoikhiometri. Persentase standar untuk penggunaan asam dalam suatu sediaan effervescent adalah 25-40% dari bobot tablet (Wehling and Fred, 2004). Nilai 25% asam digunakan sebagai level rendah dan nilai 40% asam digunakan sebagai level tinggi. Bobot granul yang ingin dicapai adalah 2000 mg. 1. Perhitungan level rendah dan level tinggi campuran asam (asam sitrat dan asam tartrat) a. Level rendah untuk campuran asam Jumlah asam yang digunakan = 25% x 2000 mg = 500 mg
89
Asam sitrat =
480 mg x 500 mg = 315,789 mg ≈ 316 mg 760 mg 280 mg x 500 mg = 184,211 mg ≈ 184 mg 760 mg
Asam tartrat =
Jumlah level rendah campuran asam sitrat-asam tartrat = jumlah level rendah (asam sitrat + asam tartrat) = (316 + 184) mg = 500 mg b. Level tinggi untuk campuran asam Jumlah asam yang digunakan = 40% x 2000 mg = 800 mg Asam sitrat =
480 mg x 800 mg = 505,263 mg ≈ 505 mg 760 mg
Asam tartrat =
280 mg x 800 mg = 294,737 mg ≈ 295 mg 760 mg
Jumlah level tinggi campuran asam sitrat-asam tartrat = jumlah level tinggi (asam sitrat + asam tartrat) = (505 + 295) mg = 800 mg 2) Perhitungan Level Rendah dan Level Tinggi Natrium Bikarbonat Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam sitrat : 3NaHCO3 + H3C6H5O7 Na3C6H5O7 + 3H20 + 3CO2 Reaksi antara natrium bikarbonat dengan asam tartrat : 2NaHCO3 + H2C4H4O6 Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2
90
a. Level rendah natrium bikarbonat (untuk campuran asam level rendah)
Level rendah natrium bikarbonat untuk 315,789 mg asam sitrat mol asam sitrat = 1/3 mol natrium bikarbonat mg berat asam sitrat mg berat natrium bikarbonat = 1/3 x BM asam sitrat BM natrium bikarbonat
315,789 = 1/3 x 210,14 84,01 X = 378,739 mg Level rendah natrium bikarbonat untuk 184,211 mg asam tartrat mol asam tartrat = ½ mol natrium bikarbonat mg berat asam tartrat mg berat natrium bikarbonat =½ x BM asam tartrat BM natrium bikarbonat
184,211 =½x 150,09 84,01
X = 206,217 mg Jumlah natrium bikarbonat level rendah = 378,739 + 206,217 mg = 584,956mg ≈ 585 mg b. Level tinggi natrium bikarbonat (untuk campuran asam level tinggi)
Level tinggi natrium bikarbonat untuk 505,263 mg asam sitrat mol asam sitrat = 1/3 mol natrium bikarbonat mg berat asam sitrat mg berat natrium bikarbonat = 1/3 x BM asam sitrat BM natrium bikarbonat
91
505,263 = 1/3 x 210,14 84,01
X = 605,984 mg Level tinggi natrium bikarbonat untuk 294,737 mg asam tartrat mol asam tartrat = ½ mol natrium bikarbonat mg berat asam tartrat mg berat natrium bikarbonat =½x BM asam tartrat BM natrium bikarbonat
294,737 =½x 150,09 84,01
X = 329,947 mg Jumlah natrium bikarbonat level tinggi = 605,984 mg + 329,947 mg = 935,931 mg ≈ 936 mg
92
Lampiran 9. Hasil uji kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent Tabel XX. Hasil uji kecepatan alir granul effervescent (gram/detik) Pengulangan uji 1 2 3 4 5 6 X SD
Formula 1 66,67 64,10 64,10 66,67 64,10 63,69 64,89 1,39
Formula a 64,10 65,36 64,10 66,67 64,94 65,36 65,09 0,96
Formula b 65,36 64,10 63,69 66,67 64,10 66,67 65,10 1,34
Formula ab 62,89 65,36 66,67 66,67 65,36 65,36 65,39 1,38
Tabel XXI. Hasil uji kandungan lembab granul effervescent (%) Pengulangan uji 1 2 3 4 5 6 X SD
Formula 1 0,6077 0,7131 0,7271 0,6454 0,7805 0,6887 0,6938 0,0613
Formula a 0,5618 0,7126 0,5676 0,7033 0,8656 0,6100 0,6702 0,1157
Formula b 0,7249 0,5889 0,6653 0,7333 0,7059 0,5437 0,6603 0,0778
Formula ab 0,5954 0,5539 0,5179 0,5469 0,7697 0,8605 0,6407 0,1403
Tabel XXII. Hasil uji waktu larut granul (detik) Pengulangan uji 1 2 3 4 5 6 X SD
Formula 1 97,81 99,25 96,50 97,51 97,00 99,68 97,96 1,26
Formula a 119,32 119,57 118,66 119,60 119,15 118,25 119,09 0,54
Formula b 90,89 96,00 97,84 94,15 93,38 97,15 94,90 2,60
Formula ab 90,00 83,97 83,50 83,87 84,31 82,17 84,64 2,73
93
Lampiran 10. Perhitungan desain faktorial uji sifat fisik granul effervescent Rumusan yang berlaku dalam metode desain faktorial yaitu : Y = b0 + b1 (A) + b2 (B) + b12 (A)(B) Keterangan : Y
= respon hasil percobaan atau hasil uji dari sifat fisik yang diamati
a
= level campuran asam sitrat dan asam tartrat (500 mg dan 800 mg)
b
= level natrium bikarbonat (585 mg dan 936 mg)
ab
= level campuran asam sitrat dan asam tartrat dikalikan level natrium bikarbonat
b0, b1, b2, b12
= koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan dengan cara
eliminasi dan substitusi
Contoh perhitungan desain faktorial uji sifat fisik granul Kecepatan alir granul effervescent Tabel XXIII. Respon kecepatan alir granul effevescent Formula 1 a b ab
Asam + +
Basa + +
Interaksi + +
Respon (g/detik) 64,89 65,09 65,10 65,39
Keterangan : Asam : - = level rendah asam (500), + = level tinggi asam (800) Basa
: - = level rendah basa (585), + = level tinggi basa (936)
94
Efek asam = =
a ab b 1 2
65,09 65,39 65,10 64,89
2 130,47 129,99 = 2 0,48 = 2 = 0,24
Efek basa = =
ab b a 1 2
65,39 65,10 65,09 64,89
2 130,48 129,98 = 2 0,50 = 2 = 0,25
Efek interaksi = =
1 ab a b 2
64,89 65,39 65,09 65,10
2 130,27 130,19 = 2 0,08 = 2 = 0,04
Y = b0 + b1 (A) + b2 (B) + b12 (A)(B) (1) 64,89
= bo + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12
(a) 65,09
= b0 + 800 b1 + 585 b2 + 468000 b12
(b) 65,10
= b0 + 500 b1 + 936 b2 + 468000 b12
(ab) 65,39
= b0 + 800 b1 + 936 b2 + 748800 b12
95
Eliminasi (1) dan (a) 64,89 65,09 -0,20
= b0 + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12 = b0 + 800 b1 + 585 b2 + 468000 b12 _ = -300 b1 – 175500 b12 ……….(I)
Eliminasi (b) dan (ab) 65,10 65,39 -0,29
= b0 + 500 b1 + 936 b2 + 468000 b12 = b0 + 800 b1 + 936 b2 + 748800 b12 _ = -300 b1 – 280800 b12 ………(II)
Eliminasi (I) dan (II) -0,20 -0,29 0,09 b12
= -300 b1 – 175500 b12 = -300 b1 – 280800 b12 _ = 105300 b12 = 8,2305 x 10-7
Substitusi b12 ke (I) -0,2 -0,2 -0,2 -300 b1 b1
= -300 b1 – 175500 b12 = -300 b1 – 175500 (8,2305 x 10-7) = -300 b1 – 0,1444 = -0,0556 = 0,0001
Eliminasi (1) dan (b) 64,89 65,10 -0,21
= b0 + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12 = b0 + 500 b1 + 936 b2 + 468000 b12 _ = -351 b2 – 175500 b12 ……….(III)
Eliminasi (a) dan (ab) 65,09 65,39 -0,30
= b0 + 800 b1 + 585 b2 + 468000 b12 = b0 + 800 b1 + 936 b2 + 748800 b12 _ = -351 b2 – 280800 b12 ……….(IV)
Substitusi b12 ke (III) -0,21 -0,21 -0,21
= -351 b2 – 175500 b12 = -351 b2 – 175500 (8,2305 x 10-7) = -351 b2 – 0,1444
96
-351 b2 b2
= -0,0656 = 0,0001
Subsitusi b1, b2, b12 ke (1) 64,89 64,89
= b0 + 500 b1 + 585 b2 + 292500 b12 = b0 + 500 (0,0001) + 585 (0,0001) + 292500 (8,2305 x 10-7) = b0 + 0,0926 + 0,1093 + 0,2407 = b0 + 0,4426 = 64,4457
64,89 64,89 b0
Y = b0 + b1(A) + b2 (B) + b12 (A)(B) Persamaan desain faktorial untuk kecepatan alir granul : Y = 64,4457 + 0,0001 (A) + 0,0001 (B) + 8,2305 x 10-7 (A)(B) Kandungan lembab granul effervescent Tabel XXIV. Respon kandungan lembab granul effervescent Formula 1 a b ab Keterangan :
Asam + +
Basa + +
Interaksi + +
Respon (%) 0,6938 0,6702 0,6603 0,6407
Asam : - = level rendah asam (500), + = level tinggi asam (800) Basa
: - = level rendah basa (585), + = level tinggi basa (936)
Persamaan desain faktorial untuk kandungan lembab granul : Y = 0,7998 - 0,0001 (A) - 0,0001 (B) + 3,7828 x 10-8 (A)(B)
97
Waktu larut granul effervescent Tabel XXV. Respon waktu larut granul effervescent Formula 1 a b ab
Asam + +
Basa + +
Interaksi + +
Respon (detik) 97,96 119,10 94,90 84,64
Keterangan : Asam : - = level rendah asam (500), + = level tinggi asam (800) Basa
: - = level rendah basa (585), + = level tinggi basa (936)
Persamaan desain faktorial untuk kandungan lembab granul : Y = -19,3870 + 0,2449 (A) + 0,1404 (B) - 0,0003 (A)(B)
98
Lampiran 11. Hasil perhitungan nilai kecuraman kurva (slope) berdasarkan perhitungan regresi linier Tabel XXVI. Pengaruh asam terhadap kecepatan alir Asam 500 800
LR basa (585) 64,89 65,09 A = 64,555 b = 6,6667 x 10-4 r = 0,9999
LT basa (936) 65,10 65,39 A = 64,6206 b = 9,5556 x 10-4 r = 0,9999
Tabel XXVII. Pengaruh basa terhadap kecepatan alir Basa 585 936
LR asam (500) 64,89 65,10 A = 64,5383 b = 5,9829 x 10-4 r = 0,9999
LT asam (800) 65,09 65,39 A = 64,5939 b = 8,4520 x 10-4 r = 0,9999
Tabel XXVIII. Pengaruh asam terhadap kandungan lembab Asam 500 800
LR basa (585) 0,6938 0,6702 A = 0,7331 b = -7,8667 x 10-5 r = -1
LT basa (936) 0,6603 0,6407 A = 0,6930 b = -6,5389 x 10-5 r = -0,9999
Tabel XXIX. Pengaruh basa terhadap kandungan lembab Basa 585 936
LR asam (500) 0,6938 0,6603 A = 0,7494 b = -9,5204 x 10-5 r = -0,9999
LT asam (800) 0,6702 0,6407 A = 0,7192 b = -8,3856 x 10-5 r = -0,9999
99
Tabel XXX. Pengaruh asam terhadap waktu larut Asam 500 800
LR basa (585) 97,9583 119,0916667 A = 62,7361 b = 0,0704 r = 0,9999
LT basa (936) 94,9017 84,6367 A = 112,01 b = -0,0342 r = -1
Tabel XXXI. Pengaruh basa terhadap waktu larut Basa 585 936
LR asam (500) 97,9583 94,9017 A = 103,0528 b = -8,7085 x 10-3 r = -1
LT asam (800) 119,0917 84,6367 A = 176,5167 b = -0,0982 r = -0,9999
100
Lampiran 12. Foto tanaman temulawak
Gambar 16. Foto tanaman temulawak
101
Lampiran 13. Foto rimpang temulawak
Gambar 17. Foto rimpang temulawak
102
Lampiran 14. Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent
Gambar 18. Foto ekstrak rimpang temulawak yang digunakan dalam pembuatan granul effervescent
103
Lampiran 15. Gambar granul dan larutan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak
Gambar 19. Foto granul dan larutan granul effervescent formula 1
Gambar 20. Foto granul dan larutan granul effervescent formula a
104
Gambar 21. Foto granul dan larutan granul effervescent formula b
Gambar 22. Foto granul dan larutan granul effervescent formula ab
105
BIOGRAFI PENULIS
Lucia Esti Purwandari pada
lahir di Sleman
tanggal 18 November 1984, adalah putri
pertama dari 3 bersaudara, pasangan Antonius Suparjo
dan
Barbara
Sunarni. Penulis skripsi
berjudul “Optimasi Campuran Asam Sitrat–Asam Tartrat
dan
Eksipien Ekstrak
Natrium
Bikarbonat
Sebagai
Dalam Pembuatan Granul Effervescent Rimpang
xanthorrhiza
Roxb.)
Temulawak Secara
(Curcuma
Granulasi
Basah
Dengan Metode Desain Faktorial” ini pernah menempuh pendidikan di TK Kanisius Klepu pada tahun 1990 dan melanjutkan pendidikan di SD Kanisius Klepu pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1997, kemudian di SLTP Pangudi Luhur Moyudan hingga tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMU Pangudi Luhur Van Lith pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003. Setelah menempuh pendidikan SMU, penulis melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, penulis memperoleh pengalaman sebagai : 1. Asisten Praktikum Farmasetika Dasar pada tahun 2004-2005, 2005-2006 2. Asisten Praktikum Farmasi Fisika pada tahun 2005-2006 3. Asisten Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Liquid Semisolid pada tahun 2005-2006 4. Asisten Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Solid pada tahun 2004-2005 5. Asisten Praktikum Farmakologi Dasar pada tahun 2004-2005 6. Asisten Praktikum Toksikologi Dasar pada tahun 2005-2006