perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETEKSI MAN NAJEMEN LABA DEN NGAN MEN NGGUNAK KAN VALUAT TION ALLO OWANCE ACCOUNT A ((VAA): P PENGGUN NAAN ANAL LISIS PLS (Studi Emp piris pada Perusahaan P Manufaktu ur yang Men nyediakan Cadangan C Penilaian Aktiva Pajjak Tangguh han yang Terdaftar di BEI pad da Tahun 20007-2009)
Skripsi Diajukan n Untuk Melengkapi Tu ugas-Tugas dan Memen nuhi Syaratt-Syarat Untuk Mencapai M G Gelar Sarjan na Ekonomii Jurusan Akuntansi Fa akultas Ekonom mi Universittas Sebelas Maret Suraakarta
Oleh : RIRIN SEPTYA LIESTI L NIM M. F03060669
FAKULTAS EKO ONOMI UNIVERSITA AS SEBEL LAS MAR RET SUR RAKART TA 2011
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
DETEKSI MANAJEMEN LABA DENGAN MENGGUNAKAN VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA): PENGGUNAAN ANALISIS PLS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2007-2009)
Surakarta, 30 November 2011 Disetujui dan diterima oleh Pembimbing
Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., BKP NIP. 196112311988031006
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Desember 2011
Tim Penguji Skripsi: 1. Prof. Dr. Hj. Rahmawati, M.Si.,Ak
Ketua
(.…………...)
NIP. 196804011993032001 2. Dra. Sri Murni, M.Si.,Ak.
Sekretaris
(…………….)
NIP. 197103301995122001 3. Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., BKP Pembimbing/Anggota (…………….)
NIP. 196112311988031006
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu (QS. Al-Isra’: 66)
Do’a adalah nyanyian hati Yang selalu dapat membuka jalan terang Ke dalam singgasana Tuhan Meskipun terhimpit di dalam tangisan pintu jiwa (Khalil Gibran)
“Waktu tidak akan pernah kembali, maka gunakan waktu dengan sebaikbaiknya. Kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan hari ini, jangan menunggu sampai esok hari, karena belum tentu masih ada kesempatan untuk melakukannya” (Penulis)
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini aku persembahkan kepada: Ayah dan ibu tercinta yang selalu mendukung dan selalu mendoakan Ririn, doa kalian sangat berarti dalam setiap langkah hidupku, terimakasih; Adik-adikku tersayang Robi dan Anggi, sangat membahagiakan memiliki kalian dalam hidup kakak, terimakasih untuk doanya; Nenekku tercinta yang sudah merawatku dari aku kecil, terimakasih untuk kesabaran, doa, dan motivasinya; Almamaterku tercinta
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pertama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deteksi Manajemen Laba dengan Menggunakan Valuation Allowance Account (VAA): Penggunaan Analisis PLS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2007-2009)”. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, semangat, serta pemikiran baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa saran, kritik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Wisnu Untoro, M.S. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Santoso Tri. H., Msi., Ak. Selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., BKP. selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik dan lancar. 4. Agus Widodo, SE, Msi, Ak., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan dan arahan selama menempuh kuliah.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak-Ibu Dosen serta guru TK, SD, SMP dan SMA, terimakasih telah membekaliku dengan segala ilmu pengetahuan yag diberikan. 6. Ibu dan Ayah: untuk ibu dan ayahku tercinta, terimakasih untuk semua usaha, kasih sayang, bimbingan, kesabaran, doa yang selalu kalian panjatkan kepada Allah SWT untuk anakmu ini. Sungguh sangat beruntung dan bahagia menjadi bagian dari hidup kalian. Maaf, Ririn sering membuat kalian cemas, kecewa, dan maaf belum bisa membuat kalian bangga terhadap Ririn. Ririn sangat sayang ibu dan ayah. 7. Adik-adikku Robi dan Anggi: terimakasih untuk dukungan dan doanya. Maaf, jika selama ini belum bisa menjadi kakak yang terbaik buat kalian. Kakak sayang sama kalian. 8. Nenekku tersayang: terimakasih nek, selama ini sudah marawat Ririn dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Ririn sudah banyak merepotkan nenek. Terimakasih untuk semua, nenekku sayang. 9. Keluarga besar, baik dari keluarga ayah atau ibu, terimakasih sudah mendoakan dan selalu mendukung Ririn. 10. Buat sahabat-sahabatku Rina, Yeny, Nicky, Ragil, Danik, Ratri, Ika, Ayu, Dina, terimakasih ya dah jadi sahabat yang baik selama ini. Begitu banyak hal yang sudah kita lakukan bersama-sama, sangat menyenangkan bisa menjadi bagian dari persahabatan kalian. 11. Buat keluarga baruku di Solo, temen-temen kost Mela, Tina, Monic, Martina, Yuli, Sita, dan semua temen kost ‘komersil’ yang menghijau, terimakasih dah
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jadi teman dan keluarga yang baik bagiku. Pasti akan sangat merindukan kebersamaan kita yang sangat menyenangkan di kost tercinta. 12. Buat Rizal, makasih dukungan dan doanya, makasih juga bukunya ya. 13. Teman-teman akuntansi angkatan 2006, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Surakarta, Oktober 2011
Penulis
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI ………………………………………………………...........
ii
ABSTRACT ………………………………………………………............
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………......................
iv
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………................
v
HALAMAN MOTTO …………………………………………….............
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………............
vii
KATA PENGANTAR …………………………………………….............
viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………...........
xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………...........
xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..............
xv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………
xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan…………………………...........
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………
6
C. Tujuan Penelitian …………………………………………….
6
D. Manfaat Penelitian …………………………………………...
7
E. Sistematika penulisan…………………………………………
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori………..……………….......................................
9
1. Teori Agensi……..…………………………….....................
9
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Teori Akuntansi Positif…………………..…………………
11
3. Manajemen Laba……………………………………………
16
4. PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan……….
19
5. Pajak Tangguhan....................................................................
21
6. Valuation Allowance Account (VAA).....................................
23
B. Tinjauan Penelitian Sebelumnya..................................................
28
C. Kerangka Pemikiran.....................................................................
32
D. Pengembangan Hipotesis.............................................................
33
BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain penelitian………..............................................................
36
B. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel..................
36
C. Sumber Data..............................................................................
37
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel........................
38
E. Metode Analisis Data.................................................................
45
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengumpulan Data….........................................................
48
B. Hasil Analisis…………...............................................................
49
1. Regresi Pertama.....................................................................
49
2. Regresi Kedua…....................................................................
52
C. Pembahasan …………….............................................................
55
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan...................................................................................
58
B. Implikasi…..................................................................................
60
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Keterbatasan dan Saran................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xiii
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL TABEL
Halaman
IV. 1
Kriteria Pengambilan Sampel..........................................
48
IV. 2
Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values)…………..
50
IV. 3
R-Square……………………………………………......
51
IV. 4
Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values)..................
54
IV. 5
R-Square……………………………………………......
55
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 2.1
Halaman Faktor-Faktor
Penentu
VAA
Aktiva
Pajak
Tangguhan……………………………………………
25
2.2
Kerangka Pemikiran………………………………….
32
3.1
Earning Targets............................................................
44
4.1
Output Parameter Koefisien Regresi………………...
49
4.2
Output Parameter Koefisien Regresi………………...
53
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Perusahaan Sampel Lampiran 2. Keseluruhan Data Diskala dengan Saham yang Beredar Lampiran 3. Hasil Algoritma PLS Regresi Pertama Lampiran 4. Gambar Output Bootstrapping Regresi Pertama Lampiran 5. Data Regresi Kedua Lampiran 6. Hasil Algoritma PLS regresi Kedua Lampiran 7. Gambar Output Bootstrapping Regresi Kedua
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETEKSI MANAJEMEN LABA DENGAN MENGGUNAKAN VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA): PENGGUNAAN ANALISIS PLS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2007-2009) Ririn Septya Liesti F0306069 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan Valuation Allowance Account (VAA) dalam melakukan manajemen laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. Dalam penelitian ini manajemen laba diukur dengan menggunakan discretionary accrual model yang dikembangkan oleh Frank dan Rego. Sampel yang digunakan dalam peneltian ini sebanyak 30 perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini dilakukan untuk periode 2007-2009. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu www.idx.co.id. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari laporan keuangan perusahaan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda yang dilakukan dengan menggunakan software PLS (Partial Least Square). Hasil penelitian menemukan bukti bahwa manajer menggunakan perubahan VAA untuk melakukan manajemen laba berupa earning bath dan income smoothing dengan tujuan meningkatkan laba ketika laba perusahaan mengalami penurunan. Kata kunci: manajemen laba, Valuation Allowance Account, earning bath, income smoothing.
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DETECTION EARNING MANAGEMENT BY USING THE VALUATION ALLOWANCE ACCOUNT (VAA): USING PLS ANALYSIS (Empirical Study on Manufacturing Companies that set aside Valuation Allowance Account Registered on the Indonesian Stock Exchange in the Year of 2007-2009) Ririn Septya Liesti F0306069 ABSTRACT The objective of this research is to determine the use of the Valuation Allowance Account (VAA) in conducting the earnings management in manufacturing companies in Indonesia that set aside valuation allowance account. In this research of earnings management is measured using discretionary accrual model developed by Frank and Rego. The sample used in this research as many as 30 manufacturing companies that set aside valuation allowance account listed in Indonesian Stock Exchange (BEI). This research was conducted for the period 2007-2009. Type of data used in this research is secondary data. The secondary data used were obtained from the website Indonesian Stock Exchange (BEI), i.e., www.idx.co.id. The data analyzed in this research are compiled from company financial statements. The data are analyzed with multiple linear regressions by using PLS (Partial Least Square) software. This research finds evidence that managers use the valuation allowance account for earning management purpose, namely earning bath and income smoothing to increase income when the income decrease. Key words: earning management, Valuation Allowance Account, earning bath, income smoothing.
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, yang merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Penyusunan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang bersangkutan pada periode tertentu. Informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan dalam mengambil keputusan. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan seharusnya memberikan gambaran kinerja ekonomi dan keuangan perusahaan yang sebenarnya (Deviana, 2009). Laporan keuangan dapat digunakan oleh pihak internal maupun eksternal dalam menilai kinerja manajemen perusahaan. Kinerja manajemen perusahaan tersebut tercermin pada laba yang terkandung dalam laporan laba rugi. Oleh karena itu proses penyusunan laporan keuangan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Dalam menyiapkan laporan keuangan, manajemen membutuhkan penilaian dan perkiraan (judgement and estimation). Hal ini memberikan manajemen fleksibilitas dalam menyusun laporan keuangannya. Fleksibilitas penyusunan
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
laporan keuangan diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 Par, 19-20 tentang penyajian laporan keuangan tentang pendekatan akrual (Acrrual basis). Manajemen dapat memberikan kebijakan dalam penyusunan laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu. Pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik itu disebut dengan manajemen laba (Scott, 2000:296). Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk mencapai tujuan tertentu. Standar akuntansi memberikan berbagai pilihan kebijakan akuntansi sehingga pencatatan transaksi yang sama dapat dilakukan dengan cara berbeda-beda tergantung judgement manajemen dalam menentukan metode dan estimasi yang tepat untuk perusahaannya (Yulianti, 2004). Ma’ruf (2006) dalam penelitiannya
menyebutkan
manajemen laba adalah
campur tangan
manajemen dalam proses pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (manajer). Manajemen laba diukur dengan menggunakan proksi Discretionary Accrual (DA). Sedangkan yang dimaksud Discretionary Accrual adalah komponen akrual yang berada dalam kebijakan manajer, artinya manajer memberi intervensinya dalam proses pelaporan akuntansi. Healy dan Wahlen (1999) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen laba dilakukan manajer dengan menggunakan penilaian tertentu dalam pelaporan keuangan dan menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
terjadi. Perusahaan dapat mempercepat pengakuan pendapatan dan menunda pengakuan beban-beban tertentu dengan tanpa melanggar aturan-aturan akuntansi yang berlaku (Kellog and Kellog; Mulford and Comiskey dalam Rangan, 1998). Ada beberapa alasan mengapa besarnya VAA dapat digunakan sebagai instrument manajemen laba, seperti yang dikemukakan oleh Miller dan Skinner (1998) berikut: “… (1) there are no well-established formulae or clear guidelines for determining the appropriate level of the allowance; (2) The appropriate level of allowance depends on manager’s expectations about future earnings, sometimes decades into the future; (3) For many firms this provision is large enough to allow managers to make material adjustments to accounting earnings (changes in the allowance have a dollar-for-dollar effect on bottom-line earnings).” Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frank and Rego (2006) juga disebutkan bahwa Valuation Allowance Account merupakan akun yang ideal digunakan untuk mendeteksi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan, dimana dalam SFAS No. 109 dinyatakan bahwa terdapat kebijaksanaan yang mengijinkan manajer untuk melaporkan aktiva pajak tangguhan yang lebih akurat berdasar informasi pribadi manajemen. Dengan diberlakukannya PSAK No. 46 maka manajer memiliki kebebasan dalam menentukan kebijakan akuntansi yang akan digunakan dalam pertimbangan menentukan besarnya cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. Hal ini memperkuat adanya indikasi terjadi manajemen laba melalui cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Penelitian mengenai manajemen laba dengan menggunakan VAA sudah banyak dilakukan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Visvanathan (1998) yang menguji apakah perubahan VAA berubah secara sistematis mengikuti pola insentif manajemen laba. Dalam penelitian tersebut peneliti menemukan bukti bahwa bahwa perubahan VAA lebih konsisten dengan insentif earning big bath. Bauman (2000) tidak menemukan bukti bahwa perubahan VAA digunakan untuk melakukan manajemen laba, tetapi perubahan VAA yang dilakukan perusahaan konsisten atau sesuai dengan ketentuan SFAS 109. Frank dan Rego (2003) melakukan penelitian terhadap seluruh perusahaan manufaktur di Amerika dari tahun 1993-2001, yaitu sebanyak 238 sampel perusahaan. Dalam penelitian mereka, Frank dan Rego menemukan bahwa perusahaan menggunakan VAA untuk menaikkan laba, untuk memperhalus penurunan laba, dan untuk mencapai target laba tertentu, khususnya mencapai analyst forecast. Frank dan Rego (2006) menganalisis praktek manajemen laba dengan menggunakan Valuation Allowance Account (VAA) dengan data perusahaan dari tahun 1993-2002 yaitu sebanyak 394 perusahaan yang ada di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perusahaan menggunakan VAA untuk melakukan manajemen laba. Frank dan Rego menemukan bahwa VAA digunakan oleh manajer untuk mencapai prediksi analisis laba, tetapi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
tidak menemukan bukti bahwa VAA digunakan manajer untuk menghasilkan laba yang positif dan meningkatkan laba. Karena inkonsistensi dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait penggunaan VAA dalam praktek manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar dalam BEI. Dalam penelitian ini menggunakan data perusahaan industri manufaktur dari tahun 2007-2009 yang terdaftar di BEI. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Frank dan Rego (2006) yang dilakukan pada perusahaan di Amerika Serikat. Frank dan Rego menganalisis tindakan manajemen laba yang dideteksi dengan menggunakan perubahan diskresioner VAA, yang dipengaruhi oleh tiga target laba yaitu melaporkan peningkatan laba, melaporkan laba positif, dan mencapai ramalan para analis (analyst forecast). Dalam penelitian ini hanya menggunakan dua target laba yaitu melaporkan peningkatan laba dan melaporkan laba positif, karena terbatasnya data ramalan para analis (analyst forecast) di Indonesia. Sampel penelitian ini yaitu perusahaan manufaktur yang menyediakan VAA atau cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. Pemilihan pada sektor industri manufaktur dikarenakan pada alasan bahwa industri manufaktur merupakan kelompok emiten terbesar dibandingkan kelompok industri yang lain dan berdasarkan penelitian yang dilakukan Kiswara (1999) manajemen laba lebih banyak terdeteksi pada sektor industri manufaktur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Atas paparan di atas, maka peneliti mengajukan judul “Deteksi Manajemen Laba dengan Menggunakan Valuation Allowance Account (VAA): Penggunaan Analisis PLS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Menyediakan Cadangan Penilaian Aktiva Pajak Tangguhan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2007-2009)”.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah apakah diskresioner perubahan VAA digunakan perusahaan dalam melakukan aktivitas manajemen laba untuk mencapai target laba yaitu meningkatkan laba dan melaporkan laba positif?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai penggunaan diskresioner perubahan VAA terhadap aktivitas manajemen laba dan hubungannya dengan target laba perusahaan (meningkatkan laba dan melaporkan laba positif) pada perusahaan manufaktur di Indonesia yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Manajemen perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan dan memberikan gambaran mengenai pengaruh perubahan VAA terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sehingga dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang tepat. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian terdahulu mengenai manajemen laba dengan menggunakan Valuation Allowance Account (VAA) terkait perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan terdiri dari lima bab yang diuraikan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
BAB II
Tinjauan Pustaka Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian ini dan kerangka pemikiran
BAB III
Metode Penelitian Bab ini membahas proses pemilihan sampel, pencarian data, dan metodologi yang digunakan.
BAB IV
Analisis Data dan Pembahasan Bab ini membahas mengenai pengolahan data, hasil dari analisis data serta pembahasannya.
BAB V
Penutup Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari hasil analisis data, keterbatasan, dan saran bagi peneliti selanjutnya.
Daftar Pustaka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Teori agensi merupakan teori utama dalam penelitian ini. Selanjutnya teori agensi dijadikan pijakan dari teori positif (positive accounting
theory).
Teori
akuntansi
positif
menggambarkan
dan
memprediksikan apa yang akan dilakukan dan apa yang tidak dilakukan oleh manajer secara khusus (Watts dan Zimmerman, 1986). Sesuai perkembangan teori agensi, kajian pada teori akuntansi positif juga mulai melebar bukan hanya pada perspektif ekonomi tetapi sudah bergesar pada perspektif non ekonomi. Sehubungan dengan itu, selain kajian berbasis ekonomi, penelitian akuntansi positif juga sudah mulai mengkaji dalam perspektif nilai (Mukhlasin, 2007). 1. Teori Agensi Perusahaan digambarkan sebagai sebuah entitas legal yang berjalan sebagai sebuah nexus untuk seperangkat kontrak yang komplek di antara individu-individu yang berbeda (Jensen, 1983). Hubungan agensi didefinisikan sebagai kontrak antara satu orang atau lebih (principle) menggunakan orang lain (agent) untuk menyelenggarakan beberapa tugas demi kepentingannya yang meliputi pendelegasian beberapa otoritas pengambilan keputusan oleh agen. Namun demikian, hubungan antara agen dan principle sering menimbulkan permasalahan agensi. Problem
commit9to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
agensi timbul karena ada perbedaan tujuan antara agent dengan principle (Jensen dan Meckling, 1976). Premis
teori
agensi
meliputi
agen
yang
mementingkan
kepentingan sendiri, menghindari resiko, bertindak rasional, moral hazard (selalu mengharapkan hasil yang lebih besar dengan usaha yang sedikit), dan memproyeksikan diri mempunyai kapabilitas dan keahlian diri yang lebih tinggi dibandingkan yang sesungguhnya. Selian itu, baik principle maupun agen diasumsikan bertindak rasional dan berupaya untuk memaksimalkan utilitasnya, oleh karena itu, masing-masing pihak akan senantiasa bertindak untuk kepentingannya sendiri (Hefzi, 1998). Secara garis besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua yaitu positive agency research dan principle agent research. Positive agency research fokusnya adalah mengidentifikasi situasi dimana agen dan principal
mempunyai
tujuan
yang
bertentangan
dan
mekanisme
pengandalian yang terbatas hanya menjaga perilaku self serving agen. Secara eksklusif, kelompok ini hanya memperhatikan konflik tujuan antara pemilik (stockholder) dengan manajer. Sementara itu principle agent research
mengungkapkan
bahwa
hubungan
agent-priciple
dapat
diaplikasikan secara lebih luas, misalnya untuk menggambarkan hubungan pekerja dengan pemberi kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan auditee, penjual dengan pembeli (Ekanayake, 2004). Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa perbedaan kepentingan antara agen dan principal menimbulkan konflik kepentingan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
antara manajer-shareholder dan manajer-bondholder. Baik principal maupun agen secara rasional sama-sama bertindak untuk kepentingannya sendiri
dan
berupaya
untuk
memaksimalkan
utilitasnya
sendiri.
Sehubungan dengan itu, maka harus diyakini bahwa tidak selamanya manajer akan bertindak untuk kepentingan terbaik principal.
2. Teori Akuntansi Positif Istilah teori akuntansi positif menunjuk kepada sebuah teori yang mencoba untuk membuat prediksi yang bagus dari kejadian dunia nyata. Teori akuntansi positif berkaitan dengan memprediksi tindakan seperti pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer perusahaan dan bagaimana respon manajer terhadap standar akuntansi baru yang diusulkan (Scott, 2003). Teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan fenomena akuntansi yang diamati berdasarkan pada alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Dengan kata lain, teori akuntansi dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam teori akuntansi positif didasarkan pada proses kontrak atau hubungan keagenan antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal, dan institusi pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1990).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Deegan (2004) menyatakan bahwa teori akuntansi positif menjelaskan bagaimana keuangan dapat digunakan untuk meminimalisasi biaya keagenan dari setiap pihak yang terlibat dalam kontrak yang masingmasing pihak mengutamakan kepentingannya. Selanjutnya Degaan (2004) juga menyatakan bahwa kunci untuk menjelaskan pilihan metode akuntansi oleh manajer berasal dari teori agensi. Teori agensi memberi penjelasan penting mengapa memilih metode akuntansi tertentu, oleh karena itu teori agensi sangat penting dalam pengembangan teori akuntansi positif. Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa perilaku oportunistik manajer dapat diprediksikan dengan Positive Accounting Theory ke dalam tiga bentuk hipotesis, yaitu: a. The Bonus Plan Hypothesis Pada dasarnya tidak ada teori yang menjelaskan susunan pola kompensasi manajemen. Akan tetapi, ada dua tipe dasar rencana kompensasi untuk menghargai kinerja manajemen yang diukur dengan bilangan akuntansi (biasanya laba) yaitu rencana bonus dan rencana kinerja (kinerja saham dan rencana kinerja unit). Jika rencana bonus memberikan dorongan kepada manajer untuk memaksimalkan nilai perusahaan, maka indeks kinerja dari perhitungan bonus harus berhubungan dengan dampak tindakan manajer terhadap nilai perusahaan. Jika faktor lain dianggap cateris paribus, maka semakin besar korelasi antara laba dengan dampak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
tindakan manajer terhadap nilai perusahaan, semakin mungkin digunakannya rencana bonus berdasarkan laba untuk memberikan penghargaan kepada manajer. Lebih banyak penelitian empiris yang mengkaji dampak rencana bonus terhadap pilihan manajer atas prosedur akuntansi daripada dampak dari rencana kinerja terhadap pilihan manajer atas prosedur akuntansi. Parameter rencana bonus menetapkan bahwa bonus diberikan sepanjang tahun, dan jika bonus dapat diberikan, maka jumlah maksimumnya adalah fungsi linier positif dan laba periode berjalan. Hasil tersebut memberikan petunjuk kepada peneliti bahwa kompensasi manajer berdasarkan rencana bonus meningkat sejalan dengan peningkatan laba periode berjalan. Berdasarkan asumsi tersebut, peningkatan nilai sekarang atas laba perusahaan pada periode berjalan akan meningkatkan nilai sekarang dari kompensasi manajer. Hal tersebut dapat diringkas ke dalam hipotesis berikut: Bonus Plans Hypothesis. Jika semua hal sama (cateris paribus), maka manajer sebuah perusahaan yang mempunyai rencana pemberian bonus akan lebih mungkin untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode yang akan datang ke dalam periode sekarang. b. The Debt Covenant Hypothesis Dalam hipotesis ini diasumsikan bahwa jika semua hal sama (cateris paribus), semakin dekat manajer untuk melanggar accounting-based
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
debt covenant, maka semakin memungkinkan manajer memilih prosedur akuntansi yang dapat menggeser penghasilan periode yang akan datang ke dalam periode sekarang. Alasannya adalah kenaikan laba bersih yang dilaporkan akan mengurangi kemungkinan kegagalan teknis. Sebagian besar perjanjian hutang berisi persyaratan yang harus dipenuhi oleh peminjam selama jangka waktu perjanjian. Sebagai contoh, perusahaan kreditur mensyaratkan untuk memelihara level debt-to–equity tertentu, cakupan hutang, modal kerja, dan ekuitas pemegang saham. Jika perjanjian tersebut dilanggar, maka perjanjian hutang dapat menjatuhkan denda, seperti kendala pada deviden atau peminjam tambahan. Jelas bahwa kemungkinan adanya pelanggaran perjanjian merupakan batasan bagi maanjer untuk menjalankan perusahaan.
Untuk
mencegah,
atau
paling
tidak
menunda
pelanggaran tersebut, manajer mungkin menerapkan kebijakan akuntansi untuk menaikkan laba masa kini. Demikian pula hipotesis perjanjian hutang memprediksi bahwa manajer perusahaan dengan rasio hutang tarhadap ekuitas yang tinggi akan memilih kebijakan akuntansi yang kurang konservatif dibandingkan manajer perusahaan dengan rasio yang rendah, dan akan lebih mungkin untuk menentang standar baru yang membatasi kemampuan mereka untuk melakukannya dan atau yang dapat meningkatkan pendapatan volatilitas. Hipotesis biaya politik juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
memprediksi bahwa manajer dari perusahaan yang lebih besar akan memilih kebijakan akuntansi yang lebih konservatif daripada manajer dari perusahaan yang lebih kecil, dan kemungkinan kecil menolak standar baru yang dapat melaporkan laba bersih yang lebih rendah. c. The Politycal Cost Hypothesis Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa jika semua hal sama (cateris paribus), maka perusahaan yang menghadapi biaya politis tinggi akan semakin memungkinkan manajer untuk memilih kebijakan prosedur akuntansi yang menunda penghasilan sekarang untuk dilaporkan pada periode berikutnya. Hipotesis biaya politik memperkenalkan dimensi politik dalam pemilihan kebijakan akuntansi. Sebagai contoh, biaya politik dapat dikenakan bagi perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi, yang mungkin menarik perhatian media konsumen. Perusahaan yang sangat besar mungkin ditampilkan dengan standar kinerja yang lebih tinggi, misalnya dengan mematuhi tanggung jawab sosial, hanya karena mereka merasa menjadi lebih besar, maka biaya politiknya akan diperbesar. Tiga hipotesis di atas menunjukkan bahwa teori akuntansi positif mengaku adanya tiga hubungan keagenan: (1) antara menejemen dengan pemilik, (2) antara manajemen dengan kreditor, (3) antara manajemen dengan pemerintah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
3. Manajemen Laba (Earning Management) Manajemen perusahaan bertanggung jawab kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan yang berbeda atas kegiatan bisnis perusahaan sehingga masing-masing pihak dengan wewenang yang dimiliki akan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan pribadinya. Salah satu contoh kewenangan akuntan untuk meratakan labanya adalah dengan manajemen laba (Hasan. A, et al., 2009). Menurut Scott (2000) manajemen laba adalah suatu tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalisasi kesejahteraan pihak manajemen dan atau nilai pasar perusahaan. Sedangkan menurut Ma’ruf (2006) manajemen laba dianggap sebagai suatu proses mengambil langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik di dalam maupun luar batas General Accepted Accounting Principle (GAAP). Menurut Sugiri (1998:1-8) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu: a. Definisi Sempit Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya laba.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
b. Definisi Luas Manajemen laba merupakan tindakan menajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana
manajer
bertanggung
jawab,
tanpa
mengakibatkan
peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut. Utari (2007) menyebutkan bahwa terdapat tiga hal yang penting dalam manajemen laba, yaitu (1) adanya tujuan tertentu yang dilakukan secara sengaja oleh manajemen, (2) dilakukan oleh manajemen dengan kewenangan
yang
kebijakan/metode
dimilikinya,
akuntansi
yang
(3)
adanya
diperkenankan
pilihan-pilihan menurut
standar
akuntansi berlaku. Ketiga hal dalam upaya manajemen laba tersebut menghasilkan jumlah laba tertentu yang dilaporkan oleh perusahaan. Beberapa motivasi atau insentif yang melandasi timbulnya manajemen laba dikemukakan Scott (2000), antara lain sebagai berikut. a. Bonus Manajemen perusahaan mempunyai insentif untuk melakukan manajemen laba secara oportunitis untuk memaksimalkan bonus yang akan diterimanya. b. Klausul hutang (debt convenant) Pelanggaran terhadap klausul hutang dapat menimbulkan biaya besar bagi perusahaan. Karena itu perusahaan mempunyai insentif untuk melakukan manajemen laba untuk menghindari pelanggaran tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
c. Politis Perusahaan-perusahaan besar dan perusahaan dalam industri strategis (seperti minyak dan gas bumi) secara politis lebih mendapat perhatian publik dan regulator. Hal ini menyebabkan peningkatan regulasi atau masalah yang berdampak terhadap profitabilitas perusahaan. Karena itu perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai insentif untuk melakukan manajemen laba. d. Pergantian direksi Direksi yang akan ganti dapat mempunyai insentif melakukan manajemen laba untuk
memaksimumkan bonus yang akan
diterimanya pada saat pergantian direksi. Manajemen laba juga dapat dilakukan oleh direksi untuk menghindari mereka diberhentikan dari posisi direksi. e. Penawaran perdana (Initial Public Offering, IPO) Manajemen perusahaan yang melakukan penawaran perdana mempunyai insentif melakukan manajemen laba dengan harapan dapat meningkatkan harga sahamnya di pasar. f. Pengkomunikasian Informasi Manajemen laba dapat juga dilakukan untuk mengkomunikasikan informasi pribadi mengenai prospek laba masa depan perusahaan kepada investor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Sedangkan pola manajemen laba yang biasa dilakukan menurut Scott (2003) yaitu: a. Taking a Bath Manajer mencoba mengalihkan expected future cost ke masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa mendatang.
Biasanya
dilakukan
bila
perusahaan
mengadakan
restrukturisasi atau reorganisasi. b. Income Minimization Manajer mencoba memindahkan beban ke masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba di masa mendatang. c. Income Maximization Manajer mencoba meningkatkan laba masa kini dengan memindahkan beban ke masa mendatang. Biasanya dilakukan manajer dalam rangka memperoleh bonus tahunan. d. Income smoothing Tindakan dimana manajer memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba rendah.
4. PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan Akuntansi pajak penghasilan telah diperkenalkan di Indonesia sejak 1 Januari 1995, sebagaimana diatur dalam PSAK N0. 16, par 77. Namun sejak diterbitkannya PSAK No. 46 (1997), telah terjadi perubahan orientasi dari pendekatan sebelumnya yang bersifat “income statement
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
approach” ke pendekatan baru yang bersifat “balance sheet approach”. PSAK No. 46 ini diterbitkan tahun 1997 dan baru berlaku efektif di Indonesia mulai tanggal 1 Januari 1999 bagi perusahaan publik, dan mulai tanggal 1 Januari 2001 bagi perusahaan lainnya. Masalah utama perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan adalah bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode mendatang untuk hal-hal berikut, (PSAK No. 46, par 1): a. Pemulihan nilai tercatat aktiva yang diakui pada neraca perusahaan atau pelunasan nilai tercatat kewajiban yang diakui pada neraca perusahaan, dan b. Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain pada periode berjalan yang diakui pada laporan keuangan perusahaan. Pengakuan aktiva atau kewajiban pada laporan keuangan mengindikasikan bahwa perusahaan akan dapat memulihkan nilai tercatat aktiva atau akan melunasi nilai tercatat kewajiban tersebut. Jika kemungkinan besar pemulihan aktiva atau pelunasan kewajiban tersebut akan mengakibatkan future tax effect bagi perusahaan, maka perusahaan harus mengakui kewajiban pajak tangguhan atau aktiva pajak tangguhan dengan beberapa pengecualian (Rakhmawati, 2011). Realisasi aktiva pajak tangguhan (Deferred Tax Asset atau DTA) atau penyelesaian kewajiban pajak tangguhan (Deferred Tax Liability atau DTL) akan terjadi di masa depan. Apabila besar kemungkinannya aktiva
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
pajak tangguhan tidak dapat direalisasi sepenuhnya maka nilainya harus diturunkan melalui akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan (Valuation Allowance Account atau VAA). Selanjutnya, apabila pada periode berikutnya terdapat bukti positif yang menambah tingkat keyakinan terhadap realisasi aktiva pajak tangguhan, maka jumlah tersebut dapat dipulihkan kembali melalui perubahan atas akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan atau VAA tersebut. Oleh karena itu, review secara periodik terhadap aktiva pajak tangguhan harus dilakukan untuk mengevaluasi probabilitas realisasinya (Tanusdjaja, 2006).
5. Pajak Tangguhan (Deferred Tax) Pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (payable) atau terpulihkan (recovable) pada tahun mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer dan sisa kompensasi kerugian. Pajak tangguhan dapat dibedakan menjadi Aktiva Pajak Tangguhan (deferred tax assets) dan Kewajiban Pajak Tangguhan (deferred tax liabilities) (Utari, 2007). Menurut PSAK No.46, aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recovable) pada tahun mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Di sisi lain, terdapat kewajiban pajak tangguhan yang merupakan jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk tahun mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Utari (2007) disebutkan perbedaan temporer yang muncul karena adanya perbedaan jumlah tercatat aktiva atau kewajiban dengan Dasar Pengenaan Pajak (selanjutnya disingkat DPP) atas aktiva atau kewajiban tersebut. Perbedaan temporer tersebut dapat berupa: a. Perbedaan Temporer Kena Pajak (taxable temporary differences) yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam perhitungan laba fiskal tahun mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. Perbedaan temporer kena pajak dapat timbul akibat 2 hal: 1) Biaya yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada suatu tahun lebih kecil daripada biaya yang diakui dalam laporan keuangan fiskal. 2) Penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada suatu tahun lebih besar daripada penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan fiskal. (Perbedaan ini tidak dimungkinkan oleh peraturan pajak Indonesia yang juga menganut akrual basis). b. Perbedaan
Temporer
yang
boleh
Dikurangkan
(Deductible
temporary differences) yaitu perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam perhitungan laba fiskal tahun mendatang pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban dilunasi. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dapat timbul akibat 2 hal:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
1) Biaya yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada suatu tahun lebih besar daripada biaya yang diakui dalam laporan keuangan fiskal. 2) Penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan akuntansi pada suatu tahun lebih kecil daripada penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan fiskal. Pendekatan yang digunakan dalam akuntansi pajak penghasilan di Indonesia adalah pendekatan asset liability method (balance sheet approach) yang diatur dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 46. Selain pengakuan kewajiban pajak masa kini (current tax liability), pendekatan ini mengatur pengakuan efek pajak masa depan (future tax effect) yang timbul dari perbedaan laba rugi fiskal dengan laba rugi akuntansi (Yulianti, 2004). Perbedaan yang terjadi dalam penghitungan laba akuntansi (komersial) dengan penghitungan laba fiskal disebabkan laba fiskal didasarkan pada undang-undang perpajakan, sementara laba akuntansi didasarkan pada standar akuntansi. Dalam penerapannya, undang-undang pajak memberikan batasan yang lebih ketat dalam prinsip dan asumsi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan (Yulianti, 2004).
6. Valuation Allowance Account (VAA) Valuation Allowance Account atau cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan adalah jumlah taksiran yang digunakan untuk dugaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
manajemen atas bagian dari Deferred Tax Assets yang tidak dapat direalisasi berdasarkan prinsip “more likely than not”, bisa juga diartikan penyisihan untuk mengurangi nilai Deferred Tax Assets (Tanusdjaja, 2006). Penelitian oleh Miller dan Skinner (1998), Visvanathan (1999), Bauman, Bauman & Halsey (2001) dan Burgstahler, Elliot, Hanlon (2002) menggunakan Valuation Allowance Account (VAA) sebagai alat pendeteksi manajemen laba. Berdasarkan standar akuntansi yang digunakan di Amerika Serikat, perusahaan harus melakukan penyesuaian terhadap nilai aktiva pajak tangguhan secara berkala. Efek dari penyesuaian yang dilakukan akan dibebankan kepada akun penyisihan yang disebut Valuation Allowance Account (VAA). Penyesuaian yang dilakukan didasarkan pada penilaian (diskresi) manajemen. Karenanya Valuation Allowance Account (VAA) dianggap dapat dijadikan pengukur manajemen laba. Sebagaimana terlihat dalam gambar 2.1, terdapat empat sumber penghasilan kena pajak masa depan yang dapat merealisasikan aktiva pajak tangguhan. Keempat sumber ini wajib dipertimbangkan oleh manajemen ketika memutuskan perlunya pembentukan akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan (Valuation Allowance Account) ini. Keempat sumber penghasilan kena pajak masa depan ini adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Pertimbangan bukti positif dan bukti negatif
Diasumsikan data awal: DTA Rp 3.600 juta dan DTL Rp 2.500 juta
Apakah ada masalah kelangsungan usaha (going concern)?
ya
tidak ya
Sumber 1: Apakah penghasilan kena pajak dari sumber masa lalu masih dianggap cukup untuk dapat merealisasikan DTA (Rp 3.600 juta) tidak
ya
Sumber2: Apakah penghasilan kena pajak masa depan yang diharapkan dari pembalikan TTD (DTL Rp 2.500 juta) masih dianggap cukup untuk dapat merealisasikan DTA? tidak
ya
Sumber3: Apakah strategi perpajakan perusahaan atas penghasilan kena pajak masa depan dianggap cukup memadai untuk merealisasikan DTA Rp 3.600 juta? tidak
ya
Sumber4: apakah penghasilan kena pajak masa datang yang berasal dari sumber Pendapatan masa depan masih cukup untuk merealisasikan DTA Rp 3.600 juta?
VAA tidak diperlukan (Bukti negatif)
tidak
VAA diperlukan (Bukti positif)
Sumber: penjabaran SFAS No. 109, dimodifikasi dari Eaton & William (1998) dalam Tanusdjaja (2006). Gambar 2.1 Faktor-Faktor Penentu VAA Aktiva Pajak Tangguhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
a. Penghasilan yang berasal dari pendapatan masa sebelumnya (Income in previous carryback years) Sumber ini dapat dinilai paling objektif, karena tidak menggunakan asumsi laba masa depan, tapi menggunakan transaksi masa lalu yang masih belum terpenuhi, dan masih berlanjut sampai periode kini. Bukti positif atau bukti negatif atas eksistensi sumber ini akan menentukan perlu atau tidaknya pembentukan VAA, sehingga akan berdampak pada penurunan (peningkatan) jumlah VAA aktiva pajak tangguhan. b. Pembalikan kemudian terhadap pos-pos perbedaan temporer kena pajak (future reversal of taxable temporary differences). Sumber ini sangat tergantung pada laba masa depan, tetapi masih dianggap cukup objektif karena berbasis perbedaan temporer yang telah ada pada masa sebelumnya. Contohnya adalah berbagai akrual pendapatan, seperti pendapatan diterima di muka dan pendapatan yang masih harus diterima. Bukti positif (negatif) atas eksistensi sumber ini, berdampak pada penurunan (peningkatan) nilai VAA aktiva pajak tangguhan. c. Potensi penghasilan kena pajak masa depan (future taxable income) Sumber ini dapat dianggap subjektif karena berdasarkan justifikasi manajemen terhadap berbagai asumsi seperti: kondisi ekonomi dan persaingan dalam menyusun proyeksi kinerja laba masa depan. Contoh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
kontrak penjualan dengan penyerahan kemudian. Bukti positif (negatif) atas eksistensi ini, berdampak pada penurunan (peningkatan) nilai VAA. d. Strategi perencanaan perpajakan perusahaan (tax planning strategies) Sumber
ini
juga
memerlukan
banyak
pertimbangan
subjektif
manajemen dalam strukturisasi transaksi yang dapat menimbulkan efisiensi perpajakan, sehingga dapat menciptakan laba kena pajak masa depan untuk merealisasikan aktiva pajak tangguhan tersebut. Contoh tindakan korporasi untuk penggabungan usaha dan akuisisi yang dapat menimbulkan efisiensi perpajakan, pengaturan transaksi usaha yang dapat menimbulkan penghematan pajak, namun tetap dalam koridor peraturan pajak. Bilamana strategi perpajakan dapat mencegah terjadinya saldo rugi fiskal yang kadaluarsa dan atau kredit pajak yang kadaluarsa, berarti sebagai bukti positif, dapat direalisasikannya aktiva pajak tangguhan, sehingga tidak diperlukan (penurunan) VAA aktiva pajak tangguhan. Namun dalam PSAK No. 46 tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan maupun bukti-bukti yang mendukung atau menghindari pembentukan cadangan penilaian tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
B. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya: 1. Miller dan Skinner (1998) melakukan penelitian dengan sampel sebanyak 200 perusahaan industri besar selama periode 3 tahun. Mereka menemukan bahwa tidak ada hubungan di antara perubahan VAA aktiva pajak tangguhan dan perubahan rasio nilai buku ekuitas terhadap hutang (proksi dari perataan laba). Dalam penelitiannya, Miller dan Skinner memasukkan dua variabel manajemen laba dengan tujuan untuk menentukan apakah perusahaan mencatat VAA sesuai dengan panduan yang tercantum dalam standar akuntansi pajak penghasilan. Miller dan Skinner menguji hipotesis hutang (leverage) dan perataan laba (income smoothing). Menurut hipotesis hutang, manajer dari perusahaan yang memiliki tingkat hutang tinggi cenderung memilih VAA yang lebih kecil dibandingkan dengan manajer dari perusahaan yang rendah tingkat hutangnya agar dapat menghindari pelanggaran klausul hutang. Sedangkan pada hipotesis perataan laba menyatakan bahwa manajer akan menurunkan nilai VAA dalam tahun-tahun terjadinya penurunan sementara kinerja laba dan meningkatkan VAA ketika kinerja laba sangat tinggi. Dengan demikian perubahan VAA tidak berdampak pada perbaikan laba. Penemuan mereka tidak mendukung kedua hipotesis tersebut karena beragamnya insentif manajemen laba dari perusahaan sampel dan juga data perubahan nilai VAA hanya tersedia untuk dua tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
2. Visvanathan (1998) melakukan penelitian untuk menguji apakah perubahan VAA berubah secara sistematis mengikuti pola insentif manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di Standard & Poor’s (S&P) 500 index dari periode 1992-1994. Dalam penelitian tersebut menguji hipotesis hutang dan perataan laba dan hipotesis rencana bonus. Berdasar hipotesis rencana bonus, manajer akan menurunkan laba ketika laba tersebut di bawah batas terendah atau di atas batas teratas dari rencana bonus. Visvanathan tidak menemukan bukti bahwa perubahan VAA berhubungan dengan eksistensi program bonus, rasio ekuitas terhadap hutang (proksi perjanjian hutang), dan perubahan laba (proksi perataan laba). Hubungan antara perubahan nilai VAA dengan perubahan laba tahun berjalan sebelum VAA adalah negatif dan signifikan. Jika manajer menggunakan VAA untuk perataan laba, seharusnya hubungan tersebut menjadi positif. Selain itu, hubungan tersebut ternyata menjadi lebih kuat ketika leverage tinggi. Meskipun demikian, hasil dari penelitian tersebut lebih konsisten dengan insentif earning big bath bagi manajer ketika membentuk VAA secara berlebihan pada masa kinerja memburuk. Tindakan ini dimaksudkan supaya kinerja masa depan terlihat lebih baik. 3. Bauman et al (2000) Mereka menguji penggunaaan VAA sebagai alat untuk melakukan manajemen laba pada sampel sebanyak 62 perusahaan yang terdaftar di Fortune 500 tahun 1997, dengan kurun waktu tiga tahun, 1995-1997. Penelitiannya
menggunakan
pendekatan
commit to user
kontekstual
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
mengidentifikasikan earnings targets yang hendak dicapai perusahaan dengan manajemen laba, earnings targets tersebut antara lain: untuk menghindari
kerugian,
menghindari
penurunan
laba,
menghindari
kesalahan ramalan laba oleh analis (analyst forecast), dan untuk tujuan taking a bath. Mereka tidak menggunakan perubahan bersih VAA sebagai proksi dari efek laba perubahan VAA, melainkan menggunakan jumlah yang dilaporkan pada rekonsiliasi ETR (effective tax rate) kerena pengukuran ini dinilai lebih baik. Hasil dari penelitiannya tidak menemukan bukti tindakan earning management, perubahan VAA yang dilakukan oleh perusahaan konsisten pada ketentuan SFAS 109. 4. Schrand dan Wong (2003) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan publik, sektor perbankan karena disinyalir bank-bank memiliki aktiva pajak tangguhan yang besar dan sebagai konsekuensinya, akun VAA juga berpotensi sangat besar. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa bank-bank menggunakan VAA untuk memperhalus nilai laba ke rata-rata laba selama tiga tahun terakhir dan untuk rata-rata konsensus ramalan para analis (analyst forecast). 5. Phillips dkk (2004) menguji apakah perubahan pada delapan komponen kewajiban pajak tangguhan bersih (net-DTL) dapat digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang mengelola laba guna menghindari penurunan laba. Phillips dkk memperluas penelitian yang ada dengan mengungkapkan informasi rinci tentang akun yang berdampak pada net-DTL untuk memprediksi kegiatan manajemen laba. Dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
konteks manajemen laba untuk menghindari kerugian, temuannya menunjukkan bahwa komponen akrual pendapatan dan beban signifikan, sedangkan komponen diskrisioner VAA digunakan untuk menaikkan laba. 6. Frank dan Rego (2004) melakukan penelitian terhadap perusahaan publik sektor manufaktur dalam periode 1993-2001. Mereka berfokus pada tiga target laba (yaitu untuk melaporkan laba positif, untuk melaporkan kenaikan laba, dan untuk mencapai ramalan para analis). Mereka menemukan bukti bahwa aktivitas manajemen laba menggunakan VAA untuk perataan laba, menghindari pelaporan yang merugi atau penurunan laba, dan untuk mencapai ramalan para analis. Kemudian mereka melakukan penelitian lagi tentang manajemen laba dengan menggunakan VAA pada tahun 2006 dengan menggunakan sampel perusahaan sebanyak 394 perusahaan yang ada di Amerika Serikat selama tahun 1993-2002. Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa perusahaan menggunakan VAA untuk melakukan manajemen laba, yaitu untuk mencapai analyst forecast, tetapi tidak menemukan bukti bahwa VAA digunakan untuk menghasilkan laba yang positif dan meningkatklan laba. 7. Hendang Tanusdjaja (2006) melakukan penelitian terhadap perusahaan publik selama tahun 2000-2003 yaitu sebanyak 163 sampel perusahaan. Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa perubahan VAA dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi atau mendeteksi terjadinya aktivitas manajemen laba untuk memperkecil pelaporan kerugian bagi perusahaan. Tetapi tidak menemukan bukti bahwa perubahan VAA dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
digunakan untuk mendeteksi aktivitas manajemen laba untuk memperkecil penurunan laba.
C. Kerangka Pemikiran Pada bagian ini dijelaskan dan digambarkan kerangka pemikiran penelitian. Kerangka pemikiran penelitian menunjukkan pengaruh variabel independen target laba, yaitu melaporkan peningkatan laba dan melaporkan laba positif terhadap diskresioner perubahan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan (D∆VAA). Variabel Independen
Variabel Dependen
Peningkatan laba peningkatan laba Diskresioner perubahan VAA (D∆VAA) Laba positif
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Peningkatan laba dalam penelitian ini diproksikan dengan premanaged change in earnings pershare (PM∆EPS), yaitu perubahan laba per lembar saham sebelum perubahan diskresioner VAA. Sedangkan laba positif dalam penelitian ini diproksikan dengan premanaged earnings pershare (PMEPS), yaitu laba per lembar saham sebelum perubahan diskresioner VAA (Frank dan Rego, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Berdasar perilaku manajemen laba, perusahaan dengan premanaged earning jauh di bawah target laba (PMEPS<>T, PM∆EPS>>T) akan meningkatkan VAA untuk meratakan laba dan melakukan cookie jar reserve (Frank dan Rego, 2006).
D. Pengembangan Hipotesis Hubungan Valuation Allowance Account (VAA) dengan Aktivitas Manajemen Laba Salah satu komponen penting dari beban (manfaat) pajak penghasilan yang berdampak terhadap laba adalah perubahan akun VA aktiva pajak tangguhan atau VAA. Oleh karena adanya kriteria “more likely than not”, manajer berpeluang melakukan aktivitas manajemen laba (Tanusdjaja, 2006). Rakhmawati (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa karena tidak adanya panduan ataupun rumus pasti untuk menentukan besarnya cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan, maka manajer memiliki kebebasan dalam penentuan besarnya cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan.
Hal
ini
juga
mengindikasikan
bahwa
manajer
dapat
mempengaruhi besarnya laba operasi periode berjalan dengan bebas pula.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Dengan diberlakukannya PSAK No. 46 maka manajer memiliki kebebasan dalam menentukan kebijakan akuntansi yang akan digunakan dalam pertimbangan menentukan besarnya cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. Hal ini memperkuat adanya indikasi terjadi manajemen laba melalui cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa besarnya cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan dapat menjadi instrument manajemen laba, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Burgstahler dan Dichev (1997) melakukan analisis terhadap terpatahnya distribusi laba dan menganggap terpatahnya distribusi ini disebabkan oleh kebaradaan manajemen laba yang dilakukan perusahaan untuk 2 tujuan, yaitu manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian dan manajemen laba untuk menghindari penurunan laba. Temuan mereka memberi petunjuk bahwa perusahaan dengan kerugian kecil mempunyai insentif menurunkan akun VAA aktiva pajak tangguhan atau VAA untuk melaporkan laba positif. Frank dan Rego (2006) meneliti praktek manajemen laba dengan menggunakan VAA dan menemukan bukti bahwa perusahaan menggunakan VAA untuk melakukan manajemen laba untuk mencapai analyst forecast. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh (Hayn, 1995, Burgstahler dan Dichev, 1997, Dechow, Richardson dan Irem Tua, 2003) menunjukkan adanya usaha dari manajemen untuk menghindari penurunan laba ataupun menghindari kerugian dengan cara manajemen laba. Perusahaan yang mengalami kerugian atau penurunan laba akan sebisa mungkin menggeser
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
pendapatannya untuk mencapai laba ataupun perubahan laba yang positif. Usaha manajemen laba yang dilakukan perusahaan-perusahaan ini memang akan menyebabkan pergeseran dari pelaporan laba (perubahan laba) negatif menjadi positif tetapi dalam jumlah yang terbatas, hanya untuk melewati earnings threshold. Dengan demikian walaupun perusahaan-perusahaan tersebut melaporkan laba atau perubahan laba positif, tetapi dalam nilai yang kecil. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini akan berfokus pada tiga aktivitas manajemen laba (mencapai target laba, perataan laba, dan earning bath) pada dua target laba yaitu meningkatkan laba dan melaporkan laba positif. Sehingga peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut. H1a :
Premanaged ∆EPS jauh di bawah target laba berpengaruh terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA)
H1b :
Premanaged ∆EPS di bawah target laba berpengaruh negatif terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H1c :
Premanaged ∆EPS di atas target laba berpengaruh positif terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H2a :
Premanaged EPS jauh di bawah target laba berpengaruh terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H2b :
Premanaged EPS di bawah target laba berpengaruh negatif terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
H2c :
Premanaged EPS di atas target laba berpengaruh positif terhadap diskresioner perubahan VAA (D∆VAA).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi empiris yang bertujuan untuk memperoleh bukti terkait apakah VAA berpengaruh signifikan terhadap aktivitas manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar di BEI. Data penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan yang dapat didownload dari website www.idx.co.id dan dari ICMD. B. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006: 121). Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2009 yang dipublikasikan melalui website www.idx.co.id. Sampel merupakan sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan mempelajari sampel, penelitian mampu menarik kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi peneltian (Sekaran, 2006: 123). Sampel dari penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu
commit36to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
berdasarkan kebijakan dari peneliti. Pertimbangan atau kriteria yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan manufaktur yang menyisihkan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia dan mempublikasikan laporan keuangannya dari tahun 2007-2009 2. Perusahaan menerapkan periode pelaporan akuntansi 01 Januari - 31 Desember 3. Perusahaan memiliki pengungkapan rinci pajak tangguhan dan komponennya pada laporan keuangan auditan. 4. Perusahaan memiliki akun cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan dengan selisih tidak sama dengan nol antara periode berjalan dengan periode sebelumnya.
C. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada (Sekaran, 2006: 60). Sumber data dari penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2009 yang dipublikasikan melalui website www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ini menggunakan dua tahapan analisis. Tahap pertama dilakukan untuk mengetahui apakah manajemen melakukan discretionary dalam menentukan besarnya perubahan pada Valuation Allowance Account. Tahap kedua dilakukan untuk mengetahui apakah discretionary tersebut termotivasi oleh dua target laba yaitu melaporkan peningkatan laba dan melaporkan laba positif. 1. Manajemen Laba (Earning Management) Variabel dependen dalam panelitian ini adalah manajemen laba (earning management) yang diukur dengan discretionary change in VAA (D∆VAA). VAA diperoleh dari pengungkapan dalam catatan pajak penghasilan dalam laporan keuangan auditan perusahaan. ∆VAA diperoleh dengan mengurangi nilai VAA tahun t dengan t-1. Variabel VAA ini diskala dengan jumlah saham yang beredar pada tahun t. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanusdjaja (2006) pemisahan ∆VAA menjadi komponen ∆VAA nondiskresioner (∆NDVAA) dan ∆VAA diskresioner (∆DVAA) dilakukan dengan model yang dikembangkan oleh Frank and Rego (2006). Perubahan VAAt dalam penelitian ini dinyatakan dalam persamaan berikut. ∆VAAit = ∆DVAAit + ∆NDVAAit ………………………………… (1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Untuk mengukur bagian nondiskresioner dari perubahan VAAt, penelitian ini menggunakan model regresi (tahap pertama) sebagai berikut: ∆VAAit = β1∆DTAit + β2∆DTLit + β3∆HEPSit + β4∆EPSit + β5∆FEPSit + β6HEPSit + β7∆MTBit +εit ……………………………………………(2) Keterangan: ∆VAAit
= Perubahan VAA aktiva pajak tangguhan perusahaan i pada tahun t, diskala dengan jumlah saham yang beredar (CSO) pada tahun t.
∆DTAit
= Perubahan aktiva pajak tangguhan perusahaan i pada tahun t, diskala dengan jumlah saham yang beredar (CSO) pada tahun t.
∆DTLit
= Perubahan kewajiban pajak tangguhan perusahaan i pada tahun t, diskala dengan jumlah saham yang beredar (CSO) pada tahun t.
∆HEPSit
= [(Pretax incomet-1/ CSOt-1) – (pretax Incomet-2/CSOt-2)]
∆EPSit
= [(Pretax incomet/ CSOt) – (pretax Incomet-1/CSOt-1)]
∆FEPSit
= [(Pretax incomet+1/ CSOt+1) – (pretax Incomet/CSOt)]
HEPSit
= [(Pretax incomet-1/CSOt-1)+(pretax Incomet-2/CSOt2)/2]
∆MTBit
= [Market Value of Equityt (MVEt)/ Book Value Equityt (BVEt)] – [MVEt-1/ BVEt-1].
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Perubahan nondiskresioner dari VAA (∆NDVAAt) merupakan fitted value dari persamaan (2) di atas, sedangkan perubahan diskresioner dari VAA (D∆VAAt) adalah nilai residunya. Dengan menggunakan nilai residu dari persamaan (2) atau regresi tahap pertama sebagai proksi D∆VAA, peneliti mengesitimasi persamaan (3) untuk menguji hubungan VAA dengan perilaku manajemen laba, yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini. D∆VAAit = β1PMEPS<<Tit + β2PMEPS<Tit + β3PMEPS>>Tit + β4PM∆EPS<<Tit + β5PM∆EPS<<Tit + β6PM∆EPS>>Tit +
εit………………………………………………………….(3) Keterangan: D∆VAAit = perubahan diskresioner VAA perusahaan i pada tahun t. PMEPS<
= Variabel dummy yang bernilai 1 jika PMEPS lebih besar dari -0.05 dan kurang dari 0, dan bernilai 0 jika tidak.
PMEPS>>T = Variabel dummy yang bernilai 1 jika PMEPS lebih dari 0.05, dan bernilai 0 jika tidak. PM∆EPS<
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
PM∆EPS>T = Variabel dummy yang bernilai 1 jika PM∆EPS lebih dari 0.05, dan bernilai 0 jika tidak.
β
= koefisien regresi
εit
= koefisien Error Rumus untuk menghitung non discretionary perubahan VAA di
atas dibuat berdasarkan ketentuan yang terdapat pada SFAS 109. Standar tersebut mewajibkan pembentukan VAA untuk mengurangi aktiva pajak tangguhan yang kemungkinan besar tidak dapat direalisasi. Oleh karena itu, karena jumlah aktiva pajak tangguhan menjadi dasar penentuan jumlah VAA. Jadi jika aktiva pajak tangguhan meningkat (∆DTA), maka VAA juga meningkat (β1 > 0). Variabel yang lain dalam persamaan (2) digunakan untuk mengukur sumber pajak penghasilan kena pajak dimana manajer harus menentukan dalam mengevaluasi kemungkinan realisasi dari aktiva pajak tangguhan (DTA). Sumber tersebut termasuk pembalikan masa depan dari kewajiban pajak tangguhan atau Deferred Tax Liability (DTL), penghasilan kena pajak tahun sebelumnya, strategi perencanaan pajak, dan penghasilan kena pajak yang diharapkan pada tahun berikutnya. Peningkatan dari sumber-sumber tersebut pada penghasilan kena pajak seharusnya dapat memberikan informasi bagi manajer bahwa aktiva pajak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
tangguhan (DTA) kemungkinan besar dapat direalisasi di masa depan, sehingga manajer akan menurunkan nilai VAA. Sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan (Frank dan Rego 2006), peneliti mengontrol pembalikan masa depan kewajiban pajak tangguhan dengan memasukkan perubahan kini kewajiban pajak tangguhan (∆DTL). Jika kewajiban pajak tangguhan meningkat diprediksi perusahaan akan menurunkan nilai VAA (β2<0). Peneliti mengontrol perubahan penghasilan kena pajak tahun sebelumnya dengan memasukkan perubahan laba sebelum pajak dari t-2 ke t-1 (∆HEPS). Jika perubahan sejarah laba (historical earnings) positif, maka diprediksi nilai VAA akan turun (β3<0). Penelitian ini juga memasukkan perubahan kini laba sebelum pajak dari t-1 ke t (∆EPS). Pengukuran ini bisa menjadi proksi untuk perubahan lainnya dalam sejarah laba (historical earnings) atau perubahan harapan manajer untuk penghasilan kena pajak masa depan (β4<0). Sama seperti penelitian sebelumnya (Frank dan Rego 2006), peneliti juga memasukkan perubahan laba sebelum pajak dari t ke t+1 (∆FEPS) sebagai proksi harapan manajer tentang penghasilan kena pajak masa depan. ∆EPS dan ∆FEPS merupakan ukuran profitabilitas masa depan dengan cara yang berbeda. ∆FEPS mengasumsikan bahwa manajer memiliki tinjauan masa depan yang sempurna, sedangkan ∆EPS mengasumsikan bahwa manajer tidak memiliki wawasan tentang harapan masa depan dengan informasi publik yang tersedia saat ini. Peningkatan harapan penghasilan kena pajak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
masa depan seharusnya menjadi pertimbangan bagi manajer untuk mengurangi nilai VAA (β4<0, β5<0). Sejarah laba yang kuat dan/ atau apresiasi yang signifikan dari nilai aktiva bersih yang melebihi basis pajak merupakan bukti positif bahwa perusahaan tidak membutuhkan VAA. Sama seperti penelitian sebelumnya (Frank dan Rego 2006), dalam penelitian ini memasukkan rata-rata sejarah laba atau historical earnings (HEPS) sebagi proksi untuk sejarah laba perusahaan, dan perubahan market-to-book ratio (∆MTB) sebagai proksi perubahan nilai aktiva bersih perusahaan. Jika pengukuran tersebut meningkat, diprediksi nilai VAA akan turun, konsisten dengan bukti positif dari penghasilan kena pajak masa depan (β6<0, β7<0). Dalam penelitian ini ∆VAA, ∆DTA, ∆DTL, ∆HEPS, ∆EPS, ∆FEPS, dan HEPS diskala dengan jumlah saham biasa yang beredar. 2. Earning Targets Variabel independen dalam penelitian ini adalah earning targets perusahaan, yaitu: a. Melaporkan Peningkatan Laba Peningkatan laba diproksikan dengan premanaged change in earnings pershare (PM∆EPS), yaitu perubahan laba per lembar saham sebelum diskresioner perubahan pada VAA, yang dihitung dengan rumus: PM∆EPSit
= [(NIit – NIit-1)/CSOit + D∆VAAit]
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
b. Melaporkan Laba Positif
Laba positif diproksikan dengan premanaged earnings per share (PMEPS), yaitu laba per lembar saham sebelum diskresioner perubahan pada VAA, dihitung dengan rumus: PMEPSit
= [(NIit / CSOit) + D∆VAAit]
Keterangan: NIit
= laba bersih perusahaan i pada tahun t
CSOit
= jumlah saham beredar perusahaan i pada tahun t
D∆VAAit = perubahan diskresioner VAA perusahaan pada tahun t Peneliti mengklasifikasikan premanaged earnings menjadi tiga seperti gambar 3.1. Klasifikasi ini berdasar penelitian yang dilakukan Frank dan Rego (2006).
Gambar 3. 1 Premanaged Earning Target pada Dua Target Laba
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
E. Metode Analisis Data Dalam pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian, penulis melakukan regresi berganda dengan menggunakan analisis Partial Least Square (PLS). Analisis regresi Partial Least Square didesain khusus untuk mengatasi masalah-masalah dalam regresi berganda seperti jmlah pengamatan terbatas, banyaknya data yang hilang (missing), dan korelasi antar variabel independen tinggi. Secara teknis, regresi PLS bertujuan menghasilkan model yang mentransformasikan seperangkat variabel eksplanatori yang saling berkorelasi menjadi seperangkat variabel baru yang tidak saling berkorelasi (Tenenhaus, 1998 dalam Ghozali, 2008). Pemilihan metode PLS didasarkan pada pertimbangan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian kecil yaitu hanya 30 sampel perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. PLS adalah sebuah alat analisa yang memungkinkan peneliti untuk mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. Orientasi analisis PLS bergeser dari menguji model kausalitas atau teori ke component based predictive model. Variabel laten didefinisikan sebagai jumlah dari indikatornya. Algoritma PLS adalah ingin mendapatkan the best weight estimate untuk setiap blok indikator dari setiap variabel laten. Karena lebih menitikberatkan pada data dan dengan prosedur estimasi terbatas, maka mispesifikasi model tidak begitu berpengaruh terhadap estimasi parameter. Selain itu, PLS mempunyai kelebihan yaitu mampu mengestimasi model yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
besar dan komplek dengan ratusan variabel laten dan ribuan indikator (Ghozali, 2008). Untuk tujuan prediksi, pendekatan PLS lebih cocok. Apabila suatu penelitian berada dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan memiliki dukungan teori yang rendah, maka analisis SEM dengan menggunakan PLS lebih sesuai diterapkan. Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dikategorikan menjadi tiga. Kategori pertama adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan varibel laten dan antar variabel laten dan blok indikatornya. Kategori ketiga adalah berkaitan dengan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, sedangkan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta) (Ghozali, 2008). 1. Model Pengukuran atau Outer Model Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi, maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (cronbach alpha) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Hal ini berbeda dengan indikator refleksif yang menggunakan tiga kriteria untuk menilai outer model, yaitu convergent validity, composite reliability, dan discriminant validity. Karena konstruk formatif pada dasarnya merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
hubungan regresi dari indikator ke konstruk, maka cara menilainya adalah dengan melihat nilai koefisien regresi dan signifikansi dari koefisien regresi tersebut (Ghozali, 2008). 2. Model Struktural atau Inner Model Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan Rsquare untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural (Ghozali, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data Data pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu www.idx.co.id. Dalam pengambilan sampel, peneliti menetapkan kriteria seperti dalam tabel di bawah ini: Tabel IV. 1. Kriteria Pengambilan Sampel Keterangan
Jumlah
Perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2007-2009 Perusahaan non manufaktur Perusahaan manufaktur
1205 654 551
Daftar perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1. Berdasarkan tabel IV.1 di atas, dari 551 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, hanya ada 36 perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan untuk periode 2007-2009. Kemudian dihilangkannya enam sampel yang memiliki ∆VAA sama dengan nol sehingga dihasilkan sampel akhir sebanyak 30 perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan untuk periode pengamatan 2007-2009.
commit48to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
B. Hasil Analisis Software SmartPLS didesain untuk analisis dengan variabel laten dengan indikator-indikator yang mengukur variabel laten tersebut. Sedangkan dalam analisis regresi, variabel yang dianalisis bukan variabel laten tetapi variabel yang bersifat observe. Jadi cara mengatasinya adalah dengan membuat variabel laten dengan satu indikator yang bersifat formatif (yang berarti variabel laten sekarang menjadi variabel observed) (Ghozali, 2008). 1. Regresi pertama
Sumber: Data Output PLS Gambar 4.1 Output Parameter Koefisien Regresi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa besarnya koefisien parameter variabel ∆DTA ke variabel ∆VAA adalah 0.699, dari variabel ∆DTL ke ∆VAA adalah 0.188, dari variabel ∆HEPS ke ∆VAA adalah -0.228, dari variabel ∆EPS ke ∆VAA -1.101, dari variabel ∆FEPS ke ∆VAA -1.143, dari HEPS ke ∆VAA adalah -0.627, sedangkan dari ∆MTB ke ∆VAA adalah 0.090. Tabel IV.2 Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values)
Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
DeltaDTA -> DeltaVAA
0.699
0.653
0.202
0.202
3.458*
DeltaDTL -> DeltaVAA
0.188
0.173
0.137
0.137
1.372
DeltaEPS -> DeltaVAA
-1.101
-1.052
0.205
0.205
5.378*
DeltaFEPS -> DeltaVAA
-1.143
-1.120
0.170
0.170
6.712*
DeltaHEPS -> DeltaVAA
-0.228
-0.197
0.081
0.081
2.800*
DeltaMTB -> DeltaVAA
0.090
0.088
0.030
0.030
3.050*
HEPS -> DeltaVAA
-0.627
-0.600
0.090
0.090
6.935*
* = Signifikan pada 5% Sumber: Hasil analisis PLS
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Hasil signifikansi dari koefisien parameter pada masing-masing variabel dapat dihitung dengan prosedur bootstrapping. Pada tabel IV.2 menyediakan besarnya koefisien parameter beserta tingkat signifikansi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen ∆VAA. Dari tabel IV.2 dapat dilihat bahwa masing-masing variabel memiliki nilai t-statistik di atas nilai t-tabel 1.96 (signifikan pada alpha 5%), kecuali untuk variabel ∆DTL yang memiliki nilai t-tabel 1.372, di bawah nilai t-tabel 1.96. Untuk mengetahui tingkat goodness-fit pada model penelitian, dapat ditentukan dengan nilai R-square pada hasil analisis regresi. Tabel IV.3 R Square Overview DeltaDTA DeltaDTL DeltaEPS DeltaFEPS DeltaHEPS DeltaMTB DeltaVAA HEPS Sumber: Hasil Output PLS
R Square 0 0 0 0 0 0 0.7801 0
Pada tabel IV.3 dapat dilihat bahwa nilai R-square pada regresi pertama yaitu 0.7801. Hal ini berarti model regresi memiliki tingkat goodness-fit yang baik, dimana semua variabel independen (∆DTA, ∆DTL, ∆HEPS, ∆EPS, ∆FEPS, HEPS, dan ∆MTB) dapat menjelaskan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
variabel dependen ∆VAA sebesar 78.01%. sedangkan 21,99% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
2. Regresi kedua Dari hasil regresi pertama, didapatkan nilai residual variabel ∆VAA yang digunakan sebagai variabel dependen D∆VAA sebagai proksi manajemen laba pada regresi kedua. Setelah diperoleh nilai diskresioner
perubahan
VAA
(D∆VAA),
selanjutnya
adalah
mengestimasi perubahan diskresioner VAA dengan variabel insentif manajemen laba. Dari enam variabel insentif manajemen laba (PMEPS<>T, PM∆EPS<>T), ternyata variabel PMEPS>T ke D∆VAA adalah -0.086, sedangkan dari variabel PM∆EPS>>T ke D∆VAA adalah 0.352. Nilai koefisien parameter masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen D∆VAA dapat dilihat pada gambar 4.2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Sumber: Data Output PLS Gambar 4.2 Output Parameter Koefisien Regresi Hasil signifikansi dari koefisien parameter pada masing-masing variabel dapat dihitung dengan prosedur bootstrapping. Pada tabel IV.4 menyediakan besarnya koefisien parameter beserta tingkat signifikansi dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen D∆VAA.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Tabel IV.4 Path Coefficient (Mean, STDEV, T-Values) Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) Original Sample (O) PMEPS< 0.041 DdeltaVAA PMEPS>>T -> -0.086 DdeltaVAA PMdeltaEPS< 0.119 DdeltaVAA PMdeltaEPS>>T -> 0.352 DdeltaVAA
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
0.030
0.132
0.132
0.314
-0.067
0.118
0.118
0.735
0.126
0.053
0.053
2.240*
0.346
0.144
0.144
2.452*
* = Signifikan pada 5% Sumber: Hasil analisis PLS Tabel IV.4 menunjukkan bahwa variabel PMEPS<>T memiliki nilai koefisien -0.086, tidak berpengaruh sigifikan terhadap D∆VAA, karena memiliki t-statistik 0.735, dibawah nilai t-tabel 1.96. Variabel PM∆EPS<>T memiliki nilai koefisien 0.352 dengan nilai t-statistik 2.452, di atas nilai t-tabel 1.96. Hal ini berarti variabel PM∆EPS>>T berpengaruh positif signifikan terhadap variabel D∆VAA.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Untuk mengetahui tingkat goodness-fit pada model regresi kedua, dapat ditentukan dengan nilai R-square pada hasil analisis yang disajikan pada tabel IV.5. Tabel IV.5 R Square Overview DdeltaVAA PMEPS<>T PMdeltaEPS<>T Sumber: Hasil Outpur PLS
R Square 0.0371 0 0 0 0
Pada tabel IV.5 dapat dilihat bahwa nilai R-square variabel dependen D∆VAA adalah 0.0371. Berarti kombinasi variabel independen (PMEPS<
PMEPS>>T,
PM∆EPS<
PM∆EPS>>T)
dapat
menjelaskan variabel dependen D∆VAA sebesar 3.71%. sedangkan sisanya sebesar 96.29% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian.
C. Pembahasan Dari hasil regresi pertama yang telah dilakukan untuk mengestimasi variabel dependen ∆VAA dengan variabel independen (∆DTA, ∆DTL, ∆HEPS, ∆EPS, ∆FEPS, HEPS, dan ∆MTB), diperoleh hasil bahwa variabel ∆DTA berpengaruh positif signifikan terhadap ∆VAA, dengan nilai koefisien 0.699 dan t-statistik 3.458. Hal ini sesuai dengan prediksi bahwa ketika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
perusahaan memiliki peningkatan (penurunan) pada DTA (deferred tax asset), maka nilai VAA juga akan mengalami peningkatan (penurunan). Perubahan kewajiban pajak tangguhan (∆DTL) tidak berpengaruh terhadap ∆VAA karena memiliki nilai t-statistik 1.372, di bawah nilai t-tabel 1.96. Variabel ∆MTB berpengaruh signifikan terhadap ∆VAA, karena memiliki nilai t-statistik 3.050, di atas nilai t-tabel 1.96. ∆HEPS, ∆EPS, ∆FEPS, dan HEPS berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan VAA (∆VAA). Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien parameter masing-masing variabel negatif, dan memiliki t-statistik di atas nilai t-tabel 1.96. Dengan menggunakan nilai residu pada regresi tahap pertama yang digunakan sebagai nilai dari diskresioner perubahan VAA (D∆VAA) untuk proksi manajemen laba, kemudian dilakukan regresi tahap kedua. Dari regresi tahap kedua, diperoleh hasil bahwa variabel PM∆EPS<>T berpengaruh positif dan signifikan terhadap D∆VAA, karena masing-masing variabel memiliki nilai t-statistik di atas nilai t-tabel 1.96, sehingga H1a dan H1c diterima. Artinya perusahaan menggunakan perubahan VAA untuk melakukan manajemen laba berupa earning bath dan income smoothing untuk melaporkan peningkatan laba. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Visvanathan (1998) dan Frank dan Rego (2004). Variabel PMEPS<>T tidak berpengaruh signifikan terhadap D∆VAA, karena memiliki nilai t-statistik di bawah nilai-tabel 1.96. dengan hasil tersebut, berarti hipotesis H2a dan H2c ditolak. Hal ini berarti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
perusahaan tidak menggunakan VAA untuk melakukan manajemen laba berupa earning bath dan income smoothing untuk melaporkan laba positif. Penelitian ini konsisten dengan penelitian penelitian Frank dan Rego (2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini meneliti penggunaan VAA dalam melakukan manajemen laba pada perusahaan manufaktur di Indonesia yang menyediakan cadangan penilaian aktiva pajak tangguhan. Dalam penelitian ini manajemen laba diukur
dengan
menggunakan
discretionary
accrual
model
yang
dikembangkan oleh Frank dan Rego. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 perusahaan manufaktur yang menyediakan cadangan penilaian akiva pajak tangguhan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2007-2009. Pengujian
hipotesis
dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan analisis PLS (Partial Least Square). Analisis regresi dilakukan dua tahap, tahap pertama dilakukan untuk memperoleh nilai residu variabel ∆VAA yang digunakan sebagai nilai perubahan diskresioner VAA (D∆VAA). Regresi tahap kedua dilakukan untuk mengestimasi persamaan D∆VAA dengan variabel insentif manajemen laba. Pada regresi tahap pertama, diperoleh hasil bahwa variabel independen ∆DTA, ∆HEPS, ∆EPS, ∆FEPS, HEPS, dan ∆MTB berpengaruh signifikan terhadap ∆VAA. Sedangkan pada regresi tahap kedua diperoleh hasil bahwa variabel independen PMEPS<>T tidak berpengaruh
commit58to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
terhadap D∆VAA. Yang berarti perusahaan tidak menggunakan perubahan VAA untuk melakukan manajemen laba untuk melaporkan laba positif. Penelitian ini mendukung penelitian Frank dan Rego (2006). Variabel independen PM∆EPS<>T berpengaruh positif signifikan terhadap D∆VAA, yang berarti bahwa ketika perusahaan memiliki perubahan premanaged earning di atas target laba, manajer akan melakukan income smoothing yaitu dengan meningkatkan VAA agar dapat menurunkan laba ketika laba perusahaan tiba-tiba meningkat drastis. Begitu pula sebaliknya, manajer akan menurunkan VAA untuk meningkatkan laba pada periode dimana laba perusahaan mengalami penurunan secara drastis. Dengan begitu, maka perubahan laba dari satu periode ke periode berikutnya tidak terlalu fluktuatif. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Schrand dan Wong (2003) serta penelitian Frank dan Rego (2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
B. Implikasi Implikasi yang dapat dikaji dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa VAA dapat digunakan sebagai sarana manajemen laba bagi manajemen perusahaan yaitu melakukan earning bath dan income smoothing untuk meningkatkan laba ketika laba perusahaan mengalami penurunan. Seharusnya tiap-tiap perusahaan bisa menggunakan peluang manajemen laba tersebut secara optimal, sehingga manajemen dapat melaporkan laba yang baik pada tiap periode dan tidak terlalu fluktuatif dari satu periode ke periode berikutnya. Dengan begitu, investor akan lebih tertarik untuk melakukan investasi, karena investor melihat masa depan yang baik dari perusahaan yang terlihat dari laba yang dilaporkan manajemen tiap periode. 2. Bagi investor, hal ini bisa menjadi pemikiran ketika akan melakukan investasi pada perusahaan, untuk lebih cermat dalam memilih perusahaan mana yang akan menjadi pilihan investasinya, tidak hanya melihat laba yang dilaporkan tiap periodenya, karena laba yang dilaporkan perusahaan belum tentu mencerminkan laba yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena adanya manajemen laba yang dilakukan manajemen perusahaan, salah satunya dengan menggunakan akun VAA sebagai sarana untuk mengatur laba perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
C. Keterbatasan dan Saran 1. Periode penelitian hanya tiga tahun, yaitu tahun 2007-2009, dimana periode pengamatan yang pendek dalam banyak hal akan mempengaruhi besaran manajemen laba. Penelitian yang akan datang sebaiknya menggunakan periode tahun yang lebih panjang untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih valid 2. Jumlah sampel dalam penelitian ini kecil, yaitu hanya 30 perusahaan sampel. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah sampel dengan memperbarui sampel yang digunakan. 3. Model estimasi manajemen laba yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu yaitu rumus yang dikembangkan oleh Frank dan Rego, sedangkan masih terdapat model pengukuran lain yang mungkin akan memberikan hasil yang berbeda dalam penilaian manajemen laba, seperti model jones, model Dechow. Untuk penelitian-penelitian yang akan datang hendaknya menggunakan lebih dari satu model pengukuran manajemen laba yang diharapkan akan mampu memberikan perbandingan hasil. 4. Sampel penelitian hanya terbatas pada perusahaan manufaktur, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi pada jenis industri lain. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada semua sektor industri, agar hasil yang didapatkan dapat mewakili semua sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
DAFTAR PUSTAKA Bauman, C., M. Bauman, and R. Halsey. 2000. “Do firm use the deferred tax asset valuation allowance to manage earning?” Working Paper, University of Wisconsin-Milwakee and University of Illinois at Chicago. Bauman, C., M. Bauman, and R. Halsey. 2001. “Do firm use the deferred tax asset valuation allowance to manage earning?” The Journal of American Taxation Association 23 (Supplement): 27-48. Burgstahler, D., dan I. Dichev. 1997. “Earning management to avoid earnings decreases and losses”. Journal of Accounting and Economics 24: 99126. Dechow, P.M., Scott A. Richardson dan Irem Tua. 2003. “Why are earnings Kinky? An examination of the earnings management explanation”. Review of Accounting Studies, June-Sept. 2003 (8): 355-381. Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. McGraw-Hill Australia. Deviana, Birgita, S.P. 2009. “Kemampuan beban pajak tangguhan dan beban pajak kini dalam deteksi manajemen laba pada saat seasoned equity offerings”. Diakses tanggal 21 Oktober 2010. Eaton, Tim V., dan Jan B. Williams. 1998. “Valuing deferred tax assets under SFAS 109”. Management Accounting 79, 9 (Mar): 46-50. Ekanayake, S. 2004. “Agency Theory, National Culture and Management Control Systems”. Journal of American Academy of Business, Mar, 4, ½, ABI/Inform Global, page: 49. Frank, Mary Margaret and Rego, Sonja Alhoft. 2003. “Do managers use the valuation allowance account to manage earnings around certain earning targets?” The Journal of the American Taxation Association (April). Frank, Mary Margaret and Rego, Sonja Alhoft. 2004. “Do managers use the valuation allowance account to manage earnings around certain earning targets?” Working Paper No. 03-09. Frank, Mary Margaret and Rego, Sonja Alhoft. 2006. “Do managers use the valuation allowance account to manage earnings around certain earning targets?” The Journal of the American Taxation Association 28: 43-65.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Ghozali, Imam. 2008. “Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square”. Edisi Kedua. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hayn, C. 1995. “The information content of losses”. Journal of Accounting and Economics 20 (September): 125-153. Healy, P. and J. Wehlen. 1999. A Review of the earning management literature and its implications for standard setting. Accounting Horizons 13: 365:383. Hefzi, H. 1998. Economic incentive of management for in-substance defesasance of debt: an empirical investigation. Phd Desertation Arizona State University. Jensen, M.C. 1983. “Organization theory and methodology”. Accounting Review, Vol LVIII, No 2: page 319-339. Jensen, M.C. dan WH Meckling. 1976. “Theory of the firm: managerial behavior, agency costs and ownership structure”. Journal of Financial Economics. Oktober, page: 305-360. Ma’ruf, Muhammad. 2006. “Analisis faktor yang mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan go public di Bursa Efek Jakarta”. Skripsi mahasiswa UII. Miller, Gregory S. and Skinner, Douglas J. 1998. “Determinants of the Valuation Allowance for Deferred Tax Assets Under SFAS No. 109”. The Accounting Review, Vol 73, No 2: page 213-233. Mukhlasin. 2007. “Determinan ekonomi pemilihan kebijakan akuntansi: analisis single motive dan multiple motive (Studi pada perusahaan manufaktur)”. UNDIP. Phillips, J., M. Pincus, Rego, Sonja Olhoft. 2003. “Earning management: New evidence based on deferred tax expense”. The Accounting Review 78 (2): page 491-521. Phillips, J., M. Pincus, Rego, Sonja Olhoft, and Wan, Huishan. 2004. “Decomposing changes in deferred tax assets and liabilities to isolate earning management activities”. The journal of the American Taxation Association 26: 43-66.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Rakhmawati, Yeli Rosi. 2011. “Determinan besaran penyisihan aktiva pajak tangguhan sebagai instrument manajemen laba”. Skripsi Mahasiswa UNDIP. Scott, W.R. 2000. “Financial Accounting Theory”. Prentice Hall Inc, New Jersey. Scott, W.R. 2003. “Financial Accounting Theory”. Third Edition, University of Waterloo. Scrand, Chaterine dan M.H. Franco Wong. 2003. “Earning management using the valuation allowance for deferred tax assets under SFAS 109”. Contemporary Accounting Research, vol. 20. No.3: 579-611. Sekaran, Uma. 2000. “Research Methods for Business: A Skill Building Approach 3rd edition”. New York: John Wiley and Sons, Inc. Sugiri, S., “Earning management: Teori, Model, dan Bukti Empiris”, Telaah, Hal 1-18, 1998. Tanusdjaja, Endang. 2006. “Hubungan pajak tangguhan dengan harga saham, profitabilitas masa depan dan aktivitas manajemen laba: studi empiris pada perusahaan publik Bursa Efek Jakarta”. UI. Depok. Utari, Dewi. 2007. “Analisis hubungan beban pajak tangguhan dengan manajemen laba”. FE UI. Depok Visvanathan, Gnanakumar. 1998. “Deferred Tax Valuation Allowances and Earnings Management”. Journal of Financial Statemen Analysis 3 (4): 6-10. Watts, R L. dan Zimmerman, J. L. 1986. Positive Accounting Theory. PrenticeHall International Edition. Yulianti. 2004. “Kemampuan beban pajak tangguhan dalam mendeteksi manajemen laba”. UI. Depok.
commit to user