PENGARUH LATIHAN WAKTU REAKSI TERHADAP KEMAMPUAN LARI 60 meter PADA SISWA KELAS IV SDN 1 BULILA KEC.TELAGA KAB. GORONTALO BUDIARTO RAHMAN AHBABUNA NIM: 832408010 JURUSAN PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
ABSTRAK
Budiarto R. Ahababuna Nim : 832408010. Pengaruh Latihan Waktu Reaksi Terhadap Kemampuan Lari 60m Pada Siswa Kelas IV SDN 1 Bulila Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. ini merupakan penelitian ekperimen yang populasinya seluruh siswa SDN 1 Bulila dari populasi, diambil 22 orang siswa sebagai sampel. X1 dan X2 sedangkan bahasa Hipotesis Terdapat Pengaruh Latihan Waktu Reaksi Terhadap Kemampuan Lari 60m Pada Siswa Kelas IV di SDN 1 Bulila. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tobservasi = 21,36 dari table nilai t atau ttabel pada alfa α = 0.05; dk = n-1 (22-1 = 21) diperoleh harga ttabel = 1.721. dengan demikian tobservasi lebih besar dari pada ttabel, criteria penguji menyatakan bahwa tolak Ho jika tobservasi (to) > (tt), Oleh karena itu Hipotesis alternative Ha dapat di terima atau terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m. Sehingga hipotesis Ho yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m, ditolak dan menerima hipotesis Ha yang menyatakan; diterima atau terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m. Kata Kunci : Terdapat Pengaruh Latihan Waktu Reaksi Terhadap Kemampuan Lari 60 meter.
PENDAHULUAN Kegiatan olahraga merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga kesehatan dan mencapai kebugaran jasmani yang tinggi, olehnya itu usaha untuk memasyarakatkan olahraga harus dimulai sejak usia dini, dan sangat tepat jika usaha ini dimulai dari pembelajaran pendidikan jasmani disetiap jenjang pendidikan. Melalui program pendidikan jasmani yang teratur, terencana, terarah, dan terbimbing, diharapkan dapat dicapai tujuan yang meliputi pembentukan dan pembinaan bagi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Pendidikan Jasmani menuju pada keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir dan batin dan diberikan di setiap jenis sekolah. Pendidikan jasmani merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan pembelajaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Dalam pendidikan jasmani juga bertujuan untuk menanamkan pengetahuan dan kemampuan dasar cabang-cabang olahraga yang ada selain itu juga turut diperhitungkan hasil capaian tingkat keberhasilan, seperti halnya pengetahuan dan kemampuan dasar dalam cabang atletik. Salah satu cabang olahraga yang ada dalam kurikulum pendidikan untuk semua sekolah khsususnya pendidikan jasmani adalah olahraga atletik. Dalam pembelajaran olahraga atletik ini siswa dibelajarkan dan dilatih agar memiliki kemampuan dan kecerdasan sehingga dapat melaksanakan aktivitas dan dapat menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik. Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga, hal ini dikarenakan bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan pada cabang olahraga yang lain berkaitan erat dengan gerakan-gerakan yang ada pada cabang olahraga atletik. Olahraga atletik adalah olahraga yang cukup mudah kita lakukan dan kita kembangkan apabila kita mempelajarinya dengan tekun, baik dari teorinya maupun dengan prakteknya. Dalam olahraga atletik yang termasuk di dalamnya adalah nomor lari, lompat, lempar dan jalan. Pada jenjang sekolah dasar khususnya mata pelajaran pendidikan jasmani kemampuan siswa perlu dikembangkan terutama pada cabang olahraga atletik. Salah
satu nomor yang diperlombakan dan dikembangkan pada cabang olahraga atletik yaitu nomor lari. Nomor lari dalam atletik terbagi dari beberapa seperti lari jarak pendek, menengah dan jarak jauh. Nomor lari sering diperlombakan pada kegiatan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional yang disingkat O2SN baik tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas. Banyak pendapat yang ditemui dilapangan dalam hal peningkatan prestasi olahraga yang sering kali menjadi suatu perdebatan khususnya pencapaian hasil terbaik untuk meningkatkan prestasi olahraga, sering ada yang mengatakan bahwa kemampuan fisik kurang, bentuk latihan yang digunakan tidak sesuai dan lain sebagainya. Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunnya prestasi cabang olahraga atletik, hal ini dapat dilihat dengan hasil capaian prestasi atlet atletik. Tingkat prestasi olahraga dapat meningkat jika sarana dan prasarana olahraga menunjang dalam artian lengkap alat-alat olahraga baik dari segi alat latihannya serta alat ukur tingkat kebugaran jasmani atlet. Banyak orang yang ingin menciptakan seorang atlet namun mereka tidak mengetahui dan memahami dengan benar bentuk latihan apa sebenarnya dan harus diberikan agar nantinya seorang atlet bisa berprestasi. Menyikapi permasalahan di atas maka seorang atlet harus diberikan bentuk latihan yang sistematis, tersusun dan terarah yang dituangkan dalam bentuk program latihan. Dalam peningkatan kemampuan lari 60 meter khusus siswa ini banyak faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu melatih seluruh komponen fisik atlet dengan sebaik-baiknya. Salah satu komponen fisik yang harus dilatih yaitu waktu reaksi. Latihan waktu reaksi ini berguna untuk menciptakan suatu kemampuan kecepatan, kelincahan dan ketepatan seorang atlet dalam melakukan suatu gerakan dalam olahraga khususnya lari. Dalam pelaksanaannya latihan waktu reaksi ini sangat membutuhkan konsentrasi yang tinggi baik konsentrasi dalam penglihatan dan pendengaran. Dengan melihat bahwa latihan reaksi sangatlah berperan dalam melakukan suatu gerakan olahraga maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian eksperimen dengan tujuan melihat apakah latihan waktu reaksi dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kemampuan lari 60 meter pada cabang olahraga atletik. Sesuai dengan pengamatan pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Bulila Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo dalam cabang atletik mereka belum bisa memaksimalkan kecepatan yang dimiliki khususnya pada lari 60 meter. Hal ini
mungkin disebabkan oleh berbagai macam faktor yang kurang mendukung serta ketidak tepatannya latihan yang diberikan. Sehingganya dalam pembuatan program latihan harus disesuaikan dengan kemampuan atlet serta melihat kekurang mampuan dalam lari 60 meter serta perlu mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, untuk itulah diperlukan upaya-upaya pembinaan prestasi tingkat Sekolah Dasar dalam cabang atletik khususnya lari. Berkaitan dengan upaya pembinaan tersebut, perlu dipikirkan bentuk-bentuk latihan yang dapat dilakukan yang sangat penting yaitu meningkatkan kemampuan tersebut dengan latihan kondisi fisik antara lain latihan waktu reaksi. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul yaitu "Pengaruh Latihan Waktu Reaksi Terhadap Kemampuan Lari 60 Meter Pada Siswa Kelas IV di SD Negeri 1 Bulila Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo”. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Kurangnya sarana dan prasarana olahraga, Ketidak tepatannya dalam menerapkan bentuk latihan, Kurangnya menerapkan pelatihan kondisi
fisik dengan
baik dan
benar,
Belum
maksimalnya
atlet
dalam
memaksimalkan kemampuan lari jarak 60 m, Masih kurangnya penerepan latihan reaksi dalam peningkatan kemampuan lari 60 meter. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut “Apakah terdapat Pengaruh Latihan Waktu Reaksi Terhadap Kemampuan Lari 60 Meter Pada Siswa Kelas IV di SD Negeri 1 Bulila Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo ". Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan mendapatkan gambaran tentang pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60 meter siswa kelas IV di SD Negeri 1 Bulila Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. 1.1 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi guru Penjas dalam mengembangkan program latihan reaksi untuk meningkatkan prestasi siswa dalam cabang olahraga altletik. 2. Hasil penelitian ini di harapkan akan dapat membantu siswa untuk dapat
meningkatkan kemampuannya dalam melakukan lari 60 meter agar mencapai kecepatan maupun hasil yang lebih optimal. 3. Dari hasil penelitian ini merupakan suatu tambahan ilmu pengetahuan bagi pembina, pelatihan serta guru pendidikan jasmani dalam upaya penyempurnaan latihan fisik dalam rangka pembentukan atlet atletik. KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HlPOTESIS Istilah “atletik” berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu Athlon yang berarti “berlomba” atau “Bertanding”. Istilah atletik ini juga kita jumpai dalam berbagai bahasa antara lain dalam bahasa Inggris “athletic” dalam bahasa Perancis “ateletique” dalam bahasa Belanda “atletiek” dan bahasa Jerman “atheletik” (Soegito, 1993 :18 ). Kalau kita mengatakan perlombaan atletik, pengertiannya adalah meliputi perlombaan jalan capat, lari, lompat dan lempar, yang dalam bahasa Inggris digunakan istilah “track and field”. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti perlombaan yang dilakukan dilintasan (track) bersifat perlombaan dan dilapangan (field). Istilah “athletic” dalam bahasa Inggris dan “atletik” dalam bahasa Jerman mempunyai pengertian yang luas, meliputi berbagai cabang olahraga yang bersifat perlombaan atau pertandingan, termasuk renang, bola basket, tenis, sepak bola, senam dan lain-lain. (Muhajir, 2007 : 35). Atletik merupakan jenis olahraga meliputi berbagai macam perlombaan dengan kealihan yang berbeda. Pada umumnya nomor-nomor yang diperlombakan telah diatur dalam peraturan perlombaan atletik sehingga jarak yang akan ditempuh dalam nomor jalan dan lari, berat alat yang digunakan dalam nomor lempar berbeda antara wanita dan pria. Cabang atletik dilaksanakan di semua negara, karena nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya, memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan kondisi fisik sering pula menjadi dasar pokok untuk pengembangan / peningkatan prestasi yang optimal bagi cabang olahraga lain
bahkan dapat
diperhitungkan sebagai suatu ukuran kemajuan suatu bangsa, (Komsim, 2005 : 3 ). Dari uraian pendapat diatas maka atletik merupakan salah satu cabang olahraga perlombaan meliputi nomor-nomor jalan, lari, lompat dan lempar, yang dapat dilakukan di lintasan maupun dilapangan, disamping itu atletik merupakan dasar pokok pengembangan/peningkatan prestasi yang optimal bagi cabang olahraga
lain, karena melalui gerakan-gerakan atletik yang terprogram sangat efektif untuk meningkatkan kodisi fisik seseorang. Pengertian Latihan Berbicara tentang ”latihan atletik”, maka yang dimaksud dengan latihan adalah yang lazim disebut dengan istilah dalam bahasa Inggris ”Exsesansi”. Dalam kamus Bahasa Indonesia latihan adalah pelajaran untuk membiasakan atau memperoleh suatu kecakapan, misalnya; gerak badan, menulis, olahraga dan sebagainya (Poewadarminta dalam Basuki, 2000: 13). Dalam olahraga, latihan atau training dapat diartikan sebagai suatu proses penyesuaian tubuh terhadap tuntutan kerja yang lebih berat dalam mempersiapkan diri menghadapi situasi pertandingan dan meningkatkan keterampilan, skill atlit untuk nomor-nomor tertentu atau cabang olahraga tertentu (Basuki, 2000: 13) mengatakan bahwa fungsi utama dari latihan adalah agar tubuh mampu menggerakkan tenaga untuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan latihan-latihan, organ-organ vital seperti; otot-otot, jantung, paru-paru serta pusat susunan syaraf akan mengalami perkembangan sehingga prestasi akan meningkat. Latihan menurut Harsono (1988: 100) adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja. Selanjutnya Bompa (1994: 3) memberi batasan bahwa latihan adalah aktivitas olahraga yang sistematis dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu proses secara sistematis yang mengarah kepada fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai pembentukan perindividual secara keseluruhan dalam meningkatkan keterampilan gerak untuk berprestasi. Selanjutnya Hamidsyah (1995: 89) mengatakan bahwa didalam olahraga prestasi, bentuk-bentuk aktivitas semacam itu belum dapat dikategorikan sebagai suatu latihan. Sebenarnya bila yang dimaksudkan dengan pengertian latihan seharunya mempunyai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan menggunakan metode-metode serta pola dan menggunakan prinsip-prinsip latihan yang mempunyai pengaruh terhadap tubuh. Jadi pengertian dari latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan (Hamidsyah, 1995 : 89)
Selain pengertian di atas, maka dalam melakukan latihan pasti mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai. Dengan pemberian latihan yang sistematis berarti latihan-latihan disusun secara terencana dan teratur dengan pola, strategi dan metode latihan yang dimulai dari gerakan yang mudah kemudian meningkat ke gerakangerakan yang lebih sukar dan kompleks. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara continew dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan serta dapat dilakukan dengan usahausaha untuk mempertahankan kesegaran jasmani, kekuatan, kelenturan, kelincahan serta daya tahan tubuh akan dapat dicapai. Tujuan Latihan Tujuan dari latihan atau training adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin (Harsono, 1992 : 15). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan oleh pelatih adalah sebagai berikut: 1) Latihan Fisik Latihan ini khusus ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi fisik atlet, yang mencakup komponen-komponen fisik antara lain: kekuatan otot, daya tahan, kelenturan (fleksibilitas), stamina, kecepatan, power, stamina otot, aligitas, koordinasi, keseimbangan, dan lain-lain. 2) Latihan Teknik Latihan untuk memahirkan teknik-teknik gerakan, misalnya teknik start jongkok, berdiri, duduk, baring, tengkurap,. Latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik dan neoromuskular. 3) Latihan Taktik Latihan untuk menumbuhkan perkembangan interpretive atau daya tafsir pada atlet, pola-pola permainan, strategi, taktik pertahanan dan penyerangan, sehingga hampir tidak mungkin regu lawan akan dapat mengacaukan regu kita dengan suatu bentuk serangan atau pertahanan yang kita tidak kenal. 4) Latihan Mental Perkembangan mental tidak kurang pentingnya dari perkembangan ketiga faktor tersebut di atas. Meski bagaimana pun sempurna perkembangan fisik, teknik, dan
taktik seorang atlit, prestasi puncak tak mungkin tercapai jika mental tidak juga berkembang. Sebab, setiap pertandingan bukan hanya merupakan a battle of the body, akan tetapi juga a battle of the mind, bahkan 70% adalah masalah mental dan hanya 30% masalah lainnya. Latihan mental lebih menekankan pada perkembangan matirasi (kedewasaan) atlit serta perkembangan emosional-impulsif, misalnya semangat bertanding, sikap pantang menyerah, percaya diri, sportivitas, kematangan juara, keseimbangan emosi meskipun berada dalam situasi stress dan anxiet, dan sebagainya. Keempat aspek di atas harus dibina secara serempak dan tak satu pun boleh diabaikan. Keempat aspek harus dilatih dengan cara dan metode yang benar agar setiap aspek dapat berkembang semaksimal mungkin sehingga prestasi yang dicapai juga bisa maksimal. Untuk mencapai tujuan utama dalam latihan, yaitu memperbaiki prestasi, tingkat trampil maupun unjuk kerja dari si atlet,diarahkan oleh pelatihnya untuk mencapai tujuan umum latihan. Tujuan yang dikemukakan dibawah ini dinyatakan dengan istilah yang lebih umum dengan harapan pembaca akan dapat memahami konsep secara keseluruhan sebagaimana dicapai (Bompa, 1994: 5) sebagai berikut: 1) Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh. Tujuan ini mencakup hal yang sangat penting, karena perkembangan fisik pada suatu tingkat yang tinggi merupakan dasar-dasar latihan. 2) Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan di dalam praktek olahraga. Pemenuhan tujuan ini akan diakibatkan oleh pengembangan kekuatan absolut dan relatif, masa otot dan elastisitasnya, perkembangan kekuatan khusus (power atau daya tahan otot) yang disesuaikan dengan tuntutan olahraganya, memperbaiki waktu gerakan dan reaksi dengan perkembangan selanjutnya terhadap koordinasi dan fleksibilitas. 3) Untuk memoles dan menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih melalui suatu upaya teknis, sekarang harus mengembangkan kapasitas penampilan lebih lanjut dengan teknik yang tepat secara keseluruhan, kesempurnaan teknik yang dituntut yang didasarkan atas suatu penampilan yang rasional dan ekonomis. 4) Memperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat diperoleh dari belajar taktik secara optimal maupun variasinya sesuai dengan kemampuan atlet, menyempurnakan strategi menjadi satu modal berdasarkan pertimbangan lawan berikutnya.
5) Menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi serta disiplin untuk tingkah laku. 6) Menjamin dan mengamalkan persiapan tim secara optimal. 7) Untuk mempertahankan kesehatan atlet. Realitas tujuan ini menuntut tes kesehatan yang teratur, tepat antara intensitas latihan dengan kapasitas usaha individual. 8) Untuk mencegah cedera melalui pengamatan terhadap penyebab dan juga meningkatkan fleksibilitas di atas tingkat tuntutan untuk melaksanakan gerakan yang penting. 9) Untuk menambah pengetahuan setiap atlet dengan sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan dan perencanaan gizi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka penulis dapat menyimpulan bahwa tujuan latihan pada dasarnya adalah untuk mempertahankan kesegaran jasmani, kekuatan otot, kelenturan otot, maupun kelincahan serta daya tahan tubuh sehingga seorang atlit mampu melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Prinsip-Prinsip Latihan Prinsip-prinsip latihan yang akan dikemukakan di sini adalah prinsip-prinsip dasar yang perlu diketahui serta diterapkan dalam setiap latihan cabang olahraga. Dengan mengetahui prinsip-prinsip latihan tersebut diharapkan prestasi seorang atlit akan cepat meningkat. Tanpa mengetahui hal ini seorang atlit/pelatih tidak mungkin dapat berhasil dalam latihannya. Seluruh program latihan sebaiknya menerapkan prinsip-prinsip latihan (Bompa, 1994: 29) sebagai berikut : 1. Prinsip beban-lebih (overload) Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada penbebanan latihan yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan oleh atlit. Atlit harus selalu berusaha berlatihan dengan beban yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsangan. Kalau beban latihan terlalu ringan (di bawah ambang rangsangan), walaupun latihan sampai lelah, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai. 2. Prinsip perkembangan multilateral
Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan pada atlit-atlit muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar dengan demikian mereka memiliki dasar-dasar yang lebih kokoh untuk menunjang keterampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut, pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlit dengan program latihan yang menjurus kepada perkembangan spesialisasi yang sempit pada masa terlampau dini. 3. Prinsip intesitas latihan Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah munkgin apabila atlit dilatih atau berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, di mana pelatih secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan (repetition), serta kadar intensitas dari repetisi tersebut. 4. Prinsip kuasa latihan Berlatih secara intensif saja belumlah cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis napas dan tenaga, akan tetapi isi latihannya tidak bermutu. Latihan yang berkualitas adalah: a. Apabila latihan dan dril-dril yang diberikan memang benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan atlit; b. Apabila koreksi-koreksi yang tepat dan konstruktif sering diberikan; c. Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail gerakan, dan setiap kesalahan segera diperbaiki; d. Apabila prinsip-prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun mental. 5. Prinsip berpikir positif Banyak atlit yang tidak mau atau tidak berani melakukan latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangnya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk memikul beban yang berat dari pada yang kita perkirakan. Pada biasanya atlit masalahnya terletak pada kata hatinya, bisikan kalbunya (inner speaking-nya). 6. Variasi dalam latihan Latihan yang dilakukan dengan biasanya banyak menuntut waktu, pikiran, dan tenaga. Karena itu bukan mustahil kalau latihan yang intensif dan terus-menerus kadang-kadang bisa menimbulkan rasa bosan (boredom) pada atlit. Kalau rasa bosan sudah berkecamuk pada atlit, maka gairah dan motivasinya untuk berlatih biasanya
menurun atau bahkan hilang sama sekali. Jelas bahwa keadaan demikian dapat menyebabkan penurunan prestasinya. 7. Prinsip individualisasi Setiap orang mempunyai perbedaan individu masing-masing. Demikian pula, setiap atlet berbeda dalam kemampuan, potensi, semangat, dan karakteristik belajarnya. Oleh karena setiap individu berbeda dalam segi fisik maupun mental, maka setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap suatu beban latihan yang diberikan oleh pelatih. 8. Penetapan sasaran (Goal setting) Beberapa alasan mengapa penetapan sasaran sangat penting bagi atlit adalah: a. Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber untuk kegiatan serta dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih; b. Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah kosentrasi, usaha, motivasi, dan semangat berlatih; c. Atlit dapat mengatur rencana kegiatannya, siasat, serta usaha-usaha untuk mencapai sasaran tersebut; d. Atlit secara mental terikat dan merasa wajib untuk mencapai sasaran tersebut; e. Mendidik sifat positif; f. Merupakan umpan balik bagi atlit maupun pelatih; g. Kalau sasaran berhasil dicapai, atlit akan memperoleh suatu kebanggaan tersendiri sehingga sukses tersebut akan mendorongnya untuk mecapai sasaran yang lebih tinggi. 9. Prinsip perbaikan kesalahan Kalau atlit selalu melakukan kesalahan gerak, maka pada waktu memperbaiki kesalahan tersebut, pelatih harus menekankan pada penyebab terjadinya kesalahan. Pelatih harus berusaha untuk secara cermat mencari dan menemukan sebab-sebab timbulnya kesalahan. Karena itu ada prinsip yang mengatakan coach couses, not symptoms. Maksudnya ialah. Latihlah sebab-sebab terjadinya kesalahan, bukan gejalanya. Hakikat Latihan Waktu Reaksi Waktu reaksi adalah interval waktu antara presentasi stimulus dan awal dari respon otot terhadap rangsangan itu. Faktor utama yang mempengaruhi respon adalah jumlah rangsangan yang mungkin, masing-masing memerlukan respons sendiri, yang dipresentasikan. Jika hanya ada satu respon yang mungkin (waktu reaksi sederhana)
hanya akan memakan waktu yang singkat untuk bereaksi. Jika ada tanggapan beberapa kemungkinan (pilihan waktu reaksi) maka akan memakan waktu lebih lama untuk menentukan respon untuk melakukan. http://www.brianmac.co.uk/reaction.htm. Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan respon terhadap stimulus, yaitu jarak antara mulai diberikannya stimulus sampai terjadinya permulaan respon. Contoh : pada pelari sprint, jarak waktu antara letusan pistol pada saat start hingga pergerakan awal si pelari disebut waktu reaksi. Waktu reaksi adalah sesuatu yang sulit untuk melatih, meskipun orang olahraga dapat dianggap memiliki waktu reaksi yang lebih baik dengan meningkatkan antisipasi mereka pemain lain dan dengan membuat pilihan yang lebih baik. http://www.topendsports.com/fitness/top-sport-reaction-time.htm Waktu reaksi adalah jarak waktu antara pemberian stimulus kepada seseorang sampai terjadinya reaksi otot pertama kali atau terjadinya gerakan yang pertama kali. Waktu reaksi adalah kemampuan untuk merespon dengan cepat dengan postur tubuh yang tepat dan kontrol terhadap rangsangan seperti suara atau penglihatan. Dalam banyak kasus, kecepatan lebih penting daripada kecepatan lurus ke depan. http://sportsfitnesshut.blogspot.com Waktu reaksi mempunyai 5 komponen menurut http://www.higher-fastersports.com yaitu : 1. Munculnya stimulus pada tingat reseptor yaitu suatu struktur khusus yang sangat peka terhadap jenis-jenis rangsang tertentu. 2. Perambatan (propagation) stimulus ke susunan saraf pusat. 3. Pengiriman stimulus melalui jalur saraf dan produksi sinyal efektor yang bergerak memberi reaksi terhadap impuls yang tiba melewati neuron efferent yakni yang membawa impuls dari susunan saraf pusat. 4. Pengiriman sinyal oleh susunan saraf pusat ke otot. 5. Perangsangan/stimulus otot untuk melakukan kerja mekanis. Waktu reaksi harus dibedakan dengan waktu refleks. Waktu reaksi dapat dilatih hingga terjadi otomasi, sedangkan waktu refleks tidak. Waktu reaksi adalah respon terhadap tanda yang disadari sedangkan waktu refleks adalah reaksi terhadap respon yang tidak disadari terhadap stimulus. Adapun jenis-jenis waktu reaksi yaitu: 1. Waktu reaksi sederhana
Suatu respon sadar terhadap signal yang nyata/jelas dan dilakukan secara mendadak (misalnya bunyi tembakan pistol untuk memulai sprint). 2. Waktu reaksi kompleks Suatu respon sadar terhadap beberapa stimulus dan seseorang harus menentukan pilihannya (misalnya pada seseorang yang harus memencet tombol merah saat lampu merah menyala, tombol hijau saat lampu hijau menyala).
Cara Meningkatkan Waktu Reaksi Meningkatkan waktu reaksi sederhana diantaranya: a) Reaksi berulang-ulang Berdasarkan atas kesiapan individu terhadap datangnya stimulus, baik visual maupun
pendengaran
atau
perubahan
kondisi
dalam
melaksanakan
suatu
keterampilan. Contohnya pada pengulangan start dengan jarak waktu yang berbeda antara siap dan aba-aba start. Perubahan jarak waktu yang dilakukan oleh pelatih akan menyebabkan reaksi yang berbeda-beda. b) Metode analitis Lebih diarahkan pada pelaksanaan keterampilan atau elemen teknik untuk mencapai kondisi yang lebih ringan (lebih mudah). c) Metode sensomotor Waktu reaksi seseorang pada jarak yang sangat kecil (micro interval). Setiap latihan seharusnya dapat dibedakan ke dalam tiga fase: Fase 1 : Aba-aba dari pelatih, atlit akan melakukan start dengan kecepatan maksimum pada jarak yang pendek (5m). Setelah pengulangan, pelatih memberitahu atlit kecepatannya. Fase 2 : Aba-aba dari pelatih, atlit akan melakukan start dengan kecepatan maksimum tetapi atlit memperkirakan waktu reaksinya sebelum pelatih memberitahu waktu sebenarnya. Atlit belajar mengetahui waktu reaksinya. Fase 3 : Atlit melakukan start dengan waktu reaksi yang ditentukan. Waktu reaksi berhubungan erat dengan konsentrasi atlit. Bila konsentrasi atlit tertuju pada gerakan yang akan dilakukan pada aba-aba start, maka waktu reaksinya memendek. Waktu reaksi juga memendek beberapa detik bila otot dalam keadaan siap.
METODE PENELITIAN Tempat penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Bulila Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo pada siswa kelas IV. Waktu Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 2 bulan yaitu dari bulan April sampai bulan Mei, dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Persiapan fasilitas lari 60 meter
2.
Pengusunan program latihan dan jadwal latihan
3.
Pelaksanaan program latihan
4.
Pengambilan data hasil kemampuan lari 60 meter
5.
Pelaporan hasil penelitian.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode eksperimen lapangan. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti one grup desain pre test dan post test dengan desain atau rancangan sebagai berikut: Pre test X1
Treatment T
Post test X2
Keterangan: X1
= Pre test/tes awal
T
= Perlakuan
X2
= Post test/tes akhir
T
= Perlakuan
Definisi Operasional Variabel Yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai variabel bebas (X) adalah Latihan waktu rekasi yang merupakan suatu bentuk latihan yang membutuhkan konsentrasi penglihatan dan pendengan serta perasa yang cukup tinggi yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan posisi berdiri, jongkok, duduk, tengkurap dan baring. Latihan reaksi diberikan secara terprogram serta menitikberatkan pada peningkatan kondisi fisik dan diberikan
secara berulang-ulang, yang dapat dilihat dari waktu yang ditermpuh selama melakukan lari dengan jarak 60 meter. Sebagai variabel terikat (Y) adalah Kecepatan lari 60 meter yang merupakan kemampuan lari dengan kecepatan maksimal mulai dari garis finis. Yang dapat diukur dengan test keterampilan atletik dalam bentuk satuan detik. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik tes. Langkahlangkah pelaksanaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Testi mengambil posisi yang telah ditemukan oleh peneliti. 2. Setelah aba-aba “Ya” testi lari dengan kecepatan penuh sampai melewati garis finish. 3. Pengambilan waktu yaitu pada saat testi melakukan start sampai melewati garis finish. 4. Data yang dicatat adalah waktu tempuh yang dicapai oleh siswa selama melakukan lari 60 meter dalam bentuk satuan detik. Teknik Analisis Data Pengujian Normalitas Data Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Melalui pengujian normalitas data dapat ditentukan pula statistik uji yang dapat digunakan dalam rangka penggujian hipotesis. Untuk pengujian normalitas data dapat dilakukan rumus sebagai berikut: Untuk Zi digunakan rumus “ Untuk mendapatkan F(Zi) Dilihat pada daftar distribusi normal baku. Untuk mendapatkan S(Zi) digunakan rumus Pengujian Homogenitas Data Pengujian homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian berasal dari populasi dengan varians yang homogen. Untuk kepentingan ini maka dirasa perlu untuk melakukan pengujian terhadap dua
varians untuk dua
populasi. Dalam pengujian homogenitas varians populasi terdapat beberapa metode yang telah ditemukan untuk dapat digunakan, tetapi hanya dapat diuraikan metode perhitungan yang diberi nama uji Bartlett. Adapun rumus yang digunakan adalah :
F= Pengujian Hipotesis Statistik Uji T Untuk menguji hipotesis digunakan rumus statistik uji T sebagai berikut: Md
t
X
2
(Arikunto, 2006:306) d
N ( N 1)
Keterangan: Md = Mean dari perbedaan pre-test dengan post-test Xd = Deviasi masing-masing subjek (d-Md) d
= Jumlah kuadrat deviasi
= Subjek pada sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang di lapangan tepatnya di SDN 1 Bulila tentang pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60 m pada siswa kelas IV. Maka dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang telah dilaksanakan di lapangan yang berhubungan dengan pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m baik dari rata-rata hasil capaian sebelum dilakukan tindakan maupun capaian rata-rata setelah dilakukan tindakan atau yang dinamakan hasil pre test dan hasil post test. Dari hasil penelitian di lapangan, maka diperoleh data dimana terjadi peningkatan kemampuan lari 60 m dalam olahraga atletik sebelum dilakukan tindakan dan setelah dilakukan tindakan dengan menerapkan latihan waktu reaksi. Adapun data hasil penelitian berikut ini merupakan rangkuman hasil penelitian di lapangan tepatnya di SDN 1 Bulila Tabel Rangkuman Hasil Pre Test dan Post Test Tentang Pengaruh Latihan Waktu Reaksi Terhadap Kemampuan Lari 60m Di SDN 1 Bulila Metode Latihan Latihan Waktu Reaksi
Pre Test
Post Test
Selisih Rata-Rata
Skor tertinggi= 12,96
Skor tertinggi=09,98
245,32–
Skor terendah= 10,47
Skor terendah= 08,22
204,16=
Rata-rata= 11,15
Rata-rata= 9,28
51,63
Standar deviasi= 1,01
Standar deviasi= 0,56
Varians= 1,04
Varians= 0,31
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil capaian setelah dilakukan tindakan berupa latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada hasil selisih rata-rata di mana data yang diperoleh sebelum (pre test) pelaksanaan tindakan berupa latihan waktu reaksi sebesar 152,9 sedangkan setelah tindakan (pos test) meningkat sebesar 191,3. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada hasil penelitian di bawah ini. Hasil Penelitian Dari hasil pengujian diperoleh data kemampuan pada lari jarak pendek 60m pre-test dan post-test. Hasil sebagaimana pada tabel I. TABEL I DATA HASIL PENELITIAN PRE TEST DAN POST TES NO
X1
X2
GAIN (D)
1
11,22
09,85
1,37
2
11,03
09,31
1,72
3
11,50
09,57
1,93
4
10,66
08,47
2,19
5
10,53
08,85
1,68
6
10,34
08,47
1,87
7
12,00
09,55
2,45
8
12,55
09,58
2,97
9
11,31
09,12
2,19
10
10,47
08,22
2,25
11
12,00
09,59
2,41
12
10,97
08,22
2,75
13
11,59
09,56
2,03
14
10,55
08,59
1,96
15
11,25
09,26
1,99
16
11,91
09,66
2,25
17
12,88
09,50
3,38
18
12,09
09,58
2,51
19
12,15
09,60
2,55
20
12,90
09,66
3,24
21
12,93
09,97
2,96
22
12,96
09,98
2,98
JUMLAH
∑ 245,32
∑ 204,16
∑ 51,63
Pengujian Persyaratan Analisis Pengujian Normalitas Sebelum kita masuk pada pengujian selanjutnya, maka kita perlu mengetahui apakah kita akan mengggunakan statistik non paramettrik atau statistic parametrik, oleh karena itu perlu adanya pengujian normalitas data dari sampel yang diambil dengan menggunakan Uji Liliefors. Data yang akan dianalisis adalah data dari pre-test dan hasil dari analisis ini, berlaku untuk populasi dimana sampel berasal. Langkahlangkahnya sebagai berikut : a. Langkah pertama : Menentukan Hipotesis Pengujuian Ho : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Ha : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. b. Langkah kedua : Menentukan kriteria pengujian Terima : Ho jika ≤ Lt Tolak : Ho jika > Lt Pada taraf nyata α = 0.05 ; 20 c. Langkah ketiga : Menghitung Zi, F(Zi), S(Zi), dari latihan waktu reaksi serta menyusun dalam tabel pengujian normalitas. Sebelum itu perlu diketahui nilai rata-rata dari data pre-test (X1) dan posttest (X2) serta mengetahui
standar deviasi data pre-test, rumus-rumus yang
digunakan yaitu : Rumus rata-rata
:
Keterangan
:
= Rata-rata (mean)
:
= jumlah harga X
:n
= jumlah sampel
Rumus standar deviasi : “ Keterangan
: Sd
= Standar Deviasi
: (X- )²
= Kuadrat antara hasil pengurangan harag X dan rata-rata X.
: n-1
= Jumlah sampel dikurangi 1
Perhitungan nilai rata-rata pre-test ( ). Diketahui
:
245,32
n
= 22
Jadi
11,15 Riduwan, Dasar-dasar statistika cetakan III, Alfa Beta, Bandung, 2003. Hal.. 102. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung, 2002, Hal. 143. Setelah diketahui nilai rata-rata pre-test, maka dilanjutkan dengan perhitungan standar deviasi. Untuk mempermudah perhitungan, data pre-test perlu dimasukan pada tabel. Perhitungan standar deviasi data pre-test (Sd1) Diketahui
:
11,15 TABEL II
PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI DATA PRE-TEST (
)
(
)²
NO
X1
1
11,22
0,07
0.0049
2
11,03
-0,12
0,0144
3
11,50
0,35
0,1225
4
10,66
-0,49
0,2401
5
10,53
-0,62
0,3844
6
10,34
-0,81
0,6561
7
12,00
0,85
0,7225
8
12,55
1,4
1,96
9
11,31
0,16
0,0256
10
10,47
-0,68
0,4624
11
12,00
0,85
0,7225
12
10,97
-0,18
0,0324
13
11,59
0,44
0,1936
14
10,55
-0,6
0,36
15
11,25
0,1
0,01
16
11,91
0,76
0,5776
17
12,88
1,73
2,9929
18
12,09
0,94
0,8836
19
12,15
1
1
20
12,90
1,75
3,0625
21
12,93
1,78
3,1684
22
12,96
1,81
3,2761
JUMLAH
245,32
Setelah diketahui
20,8725
maka dimasukan dalam rumus berikut ini
= = = = = 1.01
TABEL III PERHITUNGAN UJI NORMALITAS DATA TABEL PENGUJIAN NORMALITAS DATA NO
X1
Zi
F(Zi)
S(Zi)
(F(zi)-(S(zi))
1
10,34
-0.80
0.2119
0.0455
0.1664
2
10,47
-0,67
0.2514
0.0909
0.1605
3
10,53 -0.61
0.2709
0.1364
0.1345
4
10,55 -0.59
0.2776
0.1818
0.0958
5
10,66 -0.49
0.3121
0.2273
0.0848
6
10,97 -0.18
0.4286
0.2727
0.1559
7
11,03
-0.12
0.4522
0.3182
0.134
8
11,22
0.07
0.5279
0.3636
0.1643
9
11.25 0.10
0.5398
0.4091
0.1307
10
11,31
0.16
0.5636
0.4545
0.1091
11
11,5
0.35
0.6368
0.5
0.1368
12
11,59
0.44
0.6700
0.5455
0.1245
13
11,91
0.75
0.7734
0.5909
0.1825
14
12
0.84
0.7995
0.6591
0.1404
15
12
0.84
0.7995
0.6591
0.1404
16
12,09
0.93
0.8238
0.7273
0.0965
17
12,15
0.99
0.8389
0.7727
0.0662
18
12,55
1.39
0.9177
0.8182
0.0995
19
12,88
1.71
0.9564
0.8636
0.0928
20
12,9
1.73
0.9582
0.9091
0.0491
21
12,93
1.76
0.9608
0.9545
0.0063
22
12,96
1.79
0.9633
1
-.0367
Keterangan : Untuk Zi digunakan rumus “ Untuk mendapatkan F(Zi) Dilihat pada daftar distribusi normal baku. Untuk mendapatkan S(Zi) digunakan rumus Dari perhitungan pada tabel III diperoleh nilai selisih yang tertinggi atau L observasi (Lo) yaitu 0.1825. Berdasakan tabel nilai kritis LUji Liliefors pada α = 0.01 ; n = 22, ditemukan L tabel atau (Lt) yaitu 0.200 jadi L observasi (Lo) lebih kecil daripada Lt. Kriteria pengujian menyatakan bahwa jika Lo ≤ Lt, maka Ho diterima. Dengan demikian pengujian normalitas ini dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga pengujian selanjutnya digunakan uji t. Pengujian Persyaratan Analisis Data yang akan dianalisis adalah data dari post-tes dan hasil dari analisis ini, berlaku untuk populasi dimana sampel berasal. Langkah-langkahnya sebagai berikut : a. Langkah pertama : Menentukan Hipotesis Pengujuian Ho : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Ha : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. b. Langkah kedua : Menentukan kriteria pengujian
Terima : Ho jika ≤ Lt Tolak : Ho jika > Lt Pada taraf nyata α = 0.05 ; 22 c. Langkah ketiga : Menghitung Zi, F (Zi), S(Zi), dari latihan waktu reaksi serta menyusun dalam tabel pengujian normalitas. Sebelum itu perlu diketahui nilai rata-rata dari data post tes (X1) dan post tes (X2) serta mengetahui
standar deviasi data pre-test, rumus-rumus yang
digunakan yaitu : Rumus rata-rata
:
Keterangan
:
= Rata-rata (mean)
:
= jumlah harga X
:n
= jumlah sampel
Rumus standar deviasi : “ Keterangan
: Sd
= Standar Deviasi
: (X- )²
= Kuadrat antara hasil pengurangan harag X dan rata-rata X.
: n-1
= Jumlah sampel dikurangi 1
Perhitungan nilai rata-rata post tes ( ). Diketahui
: n
9,28 = 22
Jadi
9,28 Setelah diketahui nilai rata-rata post tes, maka dilanjutkan dengan perhitungan standar deviasi. Untuk mempermudah perhitungan, data post tes perlu dimasukan pada tabel.
TABEL II PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI DATA POST TES NO
X2
1
09.85
0.57
0.3249
2
09.31
0.03
0.0009
3
09.57
0.29
0.0841
4
08.47
-0.81
0.6561
5
08.85
-0.43
0.1849
6
08.47
-0.81
0.6561
7
09.55
0.27
0.0729
8
09.58
0,3
0.09
9
09.12
-0.16
0.0256
10
08.22
-1.06
1.1236
11
09.59
0.31
0.0961
12
08.22
-1.06
1.1236
13
09.56
0.28
0.0784
14
08.59
-0.69
0.4761
15
09.26
-0.02
0.0004
16
09.66
0.38
0.1444
17
09.50
0.22
0.0484
18
09.58
0.3
0.09
19
09.60
0.32
0.1024
20
09.66
0.38
0.1444
21
09.97
0.69
0.4761
22
09.98
0,7
0.49
JUMLAH
204,16
Setelah diketahui = = =
(
)
(
)²
6,4894
maka dimasukan dalam rumus berikut ini
= = 0,56 Pengujian Homogenitas Varians Pengujian kesamaan varians dari latihan waktu reaksi. Untuk menguji homogenitas atau kesamaan varians dari populasi yang diambil menjadi sampel penelitian pada latihan digunakaan rumuss sebagai berkut: F= Pengujian kesamaan varians atau pengujian homogenitas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: F= F= F = 3.47 Hasil pengujian kesamaan varians. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh F observasi (Fo) yaitu 1.86. Dari tabel distribusi F atau (Ft) pada α = 0.05 ; jadi (Fo) lebih kecil dari pada (Ft)= 2.05, berdasarkan kriteria pengujian jika Fo ≤ Ft, maka Ho diterima. Dengan demikian kesimpulan pengujian ini memiliki kesamaan atau homogen. Analisis Pengujian Penelitian Berdasarkan pengujian persyaratan analisis data yang menggunakan Uji normalitas data, dengan tehnik Uji Liliefors dan Uji homoggenitas dengan tehnik Uji varians diperoleh bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribbusi normal dan memiliki kesamaan varians atau homogenitas, dengan pengujian selanjutnya menggunakan rumus Uji t. Dari perumusan hipotesis pertama, menyatakan bahwa terdapat
pengaruh
latihan waktu reaksi terhadap kemampuan pada lari jarak pendek 60 meter dan untuk membuktikan hal tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Langkah pertama : Rumusan pengujian hipotesis Ho :
d = 0 : Tidak terdapat
pengaruh latihan waktu reaksi terhadap
kemampuan lari 60 meter. Ha :
d > 0 : Terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan
lari 60 meter. langkah kedua : Menentukan kriteria pengujian
Terima Ho jika to ≤ tt (α = 0.05 ; pada n-1) Tolak Ho jika to > tt (α = 0.05 ; pada n-1) b. Langkah ketiga : Menentukan statistik Uji t Untuk menguji hipotesis dan pos-test pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60 meter yang ada pada tabel 1 serta dengan menggunakan rumus uji t pasangan observasi, maka dapat diajukan dengan tehnik uji berikut ini. Subjek
D
1
1,37
-0.98
0.96
2
1,72
-0.63
0.40
3
1,93
-0.42
0.18
4
2,19
-0.16
0.03
5
1,68
-0.67
0.45
6
1,87
-0.48
0.23
7
2,45
0.1
0.01
8
2,97
0.62
0.38
9
2,19
-0.16
0.03
10
2,25
-0.1
0.01
11
2,41
0.06
0.00
12
2,75
0.4
0.16
13
2,03
-0.32
0.10
14
1,96
-0.39
0.15
15
1,99
-0.36
0.13
16
2,25
-0.1
0.01
17
3,38
1.03
1.06
18
2,51
0.16
0.03
19
2,55
0.2
0.04
20
3,24
0.89
0.79
21
2,96
0.61
0.37
22
2,98
0.63
0.40
∑ 51,63
Jadi dapat dihitung :
d
5.92
t= t= t= t= t = 21.36
Kriteria pengujian : Berdasarakan hasil perhitungan diperoleh t observas.i .= 21.36 dari tabel nilai t atau t tabel pada alfa α = 0.05; dk = n-1 (20-1 =19) diperoleh harga t tebel
=
1.721. dengan demikian t observasi lebih besar dari pada t tabel , kriteria pengujian menyatakan bahwa tolak Ho jika t observasi (to) > (tt), oleh karena itu Hipotesis alternative Ha dapat diterima atau terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap lari 60 meter.
Ho
HA -21.36
HA -11.721
0
1.721
21.36
GAMBAR 1 : Kurva Penerimaan Dan Penolakan Hipotesis
Pembahasan Atletik merupakan induk dari seluruh cabang olahraga. Atletik sering dikenal dengan istilah 3L yaitu lari, lompat dan lempar. Atletik merupakan olahraga yang banyak digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa baik tua maupun muda dan
bisa untuk siapa saja dalam mengembangkan minat dan bakat atau potensi yang ada dengan tidak mengeluarkan biaya besar. Atletik terdiri dari nomor jalan, lari, lompat dan lempar. Salah satu nomor dalam atletik yang dibahas dalam penelitian ini yaitu nomor lari yang lebih difokuskan pada lari jarak pendek dengan melihat kemampuan dalam melakukan waktu reaksi. Kemampuan melakukan waktu reaksi pada lari 60m ini membutuhkan latihan-latihan yang tidak mudah dan secepat mungkin. Tetapi memiliki beberapa tahapan pelatihan yang telah disusun dalam program latihan yang sitematis dan terencana dengan baik. Dalam usaha untuk meningkatkan waktu reaksi
pada lari 60m sangat
diperlukan bentuk-bentuk pelatihan untuk menunjang waktu reaksi tersebut. Salah satunya adalah dengan menerapkan bentuk latihan waktun reaksi.. Penelitian dengan metode eksperimen ini dimaksud untuk mengukur dan memperoleh gambaran tentang pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m . Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dianalisis dengan pengujian statistik, menunjukan bahwa adanya peningkatan latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m secara signifikan setelah dilakukannya eksperimen atau latihan kecepatan reaksi. Hal ini ini dapat dilihat pada peningkatan rata-rata pengaruh latihan latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m yaitu, sebelum diberikan latihan waktu reaksi rata-rata teknik bermain yang diperoleh adalah 11,15 dan sesudah diberikan latihan waktu reaksi memperoleh nilai rata-rata 9,28. Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa penerapan latihan waktu reaksi selama 2 bulan, memberikan pengaruh terhadap kemampuan lari 60m pada lari jarak pendek. Berdasarakan hasil perhitungan diperoleh t observasi .= 21,36 dari tabel nilai t atau t tabel pada alfa α = 0.05; dk = n-1 (22-1 =21) diperoleh harga t tebel = 1.721. dengan demikian t observasi lebih besar dari pada t tebel , criteria pengujian menyatakan bahwa tolak Ho jika t observasi (to) > (tt), oleh karena itu Hipotesis alternative Ha dapat diterima atau terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m. Sehingga hipotesis H0 yang menyakan bahwa tidak terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m, ditolak dan menerima hipotesis HA yang menyatakan; diterima atau terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada BAB sebelumnya, maka hasil penelitian yang dilakukan selama 8 minggu dapat disimpulkan bahwa Terdapat pengaruh latihan waktu reaksi terhadap kemampuan lari 60m pada siswa kelas IV di SDN 1 Bulila Kab. Gorontalo. Latihan kecepatan reaksi memberikan dampak yang signifikan terhadap kemampuan lari 60m pada siswa kelas IV di SDN 1 Bulila Kab.Gorontalo. Saran Sehubungan dengan hasil penelitian yang dikemukakan diatas, maka peneliti dapat memberikan saran-saran yang kiranya dapat dijadikan pedoman bagi para peneliti dan siswa yang ada di SDN 1 Bulila Kab.Gorontalo sebagai berikut: 4.1.2 Dalam rangka memacu atlet atletik guna meningkatkan kemampuan lari 60m , maka sangat efektif diterapkannya latihan waktu reaksi. 4.1.3 Dalam
merencanakan program latihan, hendaknya dikaji dengan benar
bentuk-bentuk latihan yang akan digunakan, sebab prinsip latihan Waktu reaksi berbeda dengan melatih komponen lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta. Bahagia, Yoyo. 2006. Pembelajaran Atletik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Basuki, 2000. Atletik (Sejarah, Teknikdan Meiodik). Jakarta: Dikdasrnen. Basuki, Sunarya. 1976. Altetik (Latihan dan Penyelenggaraan Perlombaan). PT. Pertja Offset: Jakarta. Bompa. 1994. Teori dan Metodologi of Training Kudah Hunt, Publishing Company. Cart, Gerry A. 2003. Atletik (untuk Sekolah). PT. Raja Grafindo: Jakarta Hamidsyah. 1995. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Depdikbud. http://www.brianmac.co.uk/reaction.htm http://sportsfitnesshut.blogspot.com/2008/01/html. http://www.higher-faster-sports.com/reactiontime.html. http://www.topendsports.com/fitness/top-sport-reaction-time.htm Harsono.1992. Prinsip-prinsip Pelatihan. FPOK: Bandung Widya, Mochamad Djumidar. A. 2004. Belajar Berlatih (Gerakan-gerakan dasar Atletik dalam Bermain).PT. Rajagrafindo Persada:Jakarta. Komsim. 2005, Atletik 1, Semarang, Universitas Negeri Semarang. Muhajir,2007. Bugar Jasmaniku, Pendidkan Jasmani olahraga dan kesehatan. Jakarta: Erlangga. Soegito. 1993, Pendidikan Atletik, Jakarta Universitas terbuka Debdikbud.