SIKAP PUSTAKAWAN TERHADAP PEMUSTAKA DOWN SYNDROME DI PERPUSTAKAAN SLBN 02 JAKARTA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP)
Oleh Dewi Riani NIM : 1111025100014
oleh Yusra NIM : 1111025100013
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
SIKAP PUSTAKAWAN TERHADAP PEMUSTAKA DOWN SYNDROME DI PERPUSTAKAAN SLBN 02 JAKARTA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (S.IP)
oleh Yusra NIM : 1111025100013
di bawah Bimbingan
Dr. Ida Farida, MLIS NIP. 19700407200032003 z
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Yusra
NIM
: 1111025100013
Jurusan
: Ilmu Perpustakaan
Skripsi tersebut telah diperbaiki sesuai saran dan komentar Tim Penguji sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) pada Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 April 2016 Tanda tangan Tanggal 1. Ketua Sidang
2. Sekretaris Sidang
3. Pembimbing
4. Penguji I
5. Penguji II
Pungki Purnomo, MLIS NIP.19641215 199903 1 005
………
……
Mukmin Suprayogi, M.Si NIP.19620301 199903 1 001
………
……
Dr. Ida Farida, MLIS NIP.19700407 20003 2 003
………
……
Parhan Hidayat, M.HUM NIP. 19748062 120110 1 004 ………
……
Siti Maryam, M.HUM NIP. 19700705 199803 2 002 ………
……
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Yusra
NIM
: 1111025100013
Jurusan
: Ilmu Perpustakaan
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Sikap Pustakawan” Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undangundang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 13 April 2016
Yusra
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta” telah diujikan dalam sidang skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 13 April 2016 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan (S.IP).
Jakarta,……… Sidang Munaqasyah Ketua Sidang
Sekretaris
Pungki Purnomo, MLIS NIP. 19641215 199903 1 005
`
Mukmin Suprayogi, M.SI NIP.19620301 1999031001
Pembimbing
Dr. Ida Farida, MLIS NIP. 19700407200032003 Penguji I
Penguji II
ABSTRAK Yusra (1111025100013). Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. Di bawah bimbingan Dr. Ida Farida, M.LIS. Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016. Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui bagaimana sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen sikap kognitif, afektif, dan kecendrungan berprilaku. Lokasi penelitian dilakukan di SLBN 02 Jakarta Lenteng Agung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Temuan dari hasil penelitian ini adalah sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen kognitif, pustakawan mengetahui ilmu tentang perpustakaan, down syndrome, dan psikologi down syndrome. Sikap pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen afektif adalah pustakawan senang menambah pegetahuan dalam bidang perpustakaan, down syndrome, dan psikologi down syndrome dengan cara membaca buku, jurnal dan ikut pelatihan., dan sikap pustakawan di perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen kecendrungan berprilaku dengan aktifnya pustakawan mengikuti pelatihan dan selalu melakukan pendampingan kepada pemustaka down syndrome. Untuk menguatkan hasil penelitian peneliti mencatumkan hasil skor dari kuesioner yang disebarkan kepada pustakawan. Adapun skor rata-rata yang didapat adalah 4,42. Skor ini berada pada skala interval titik 4,24-5,04. Hasil ini berdasarkan sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen sikap, yaitu komponen kognitif adalah 4,2 (baik), komponen afektif adalah 4,54 (sangat baik), dan komponen kecendrungan berprilaku adalah 4,52 (sangat baik). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah sangat baik sekali.
Kata Kunci: sikap pustakawan, pemustaka down syndrome, Perpustakaan SLBN 02 Jakarta
ABSTRACT
Yusra (1111025100013). Attitudes of Librarians Towards Down Syndrome User Library in the Library SLBN 02 Jakarta. Under the guidance of Dr. Ida Farida, M.LIS. Library Science Program, Faculty of Adab and Humanities Syarif Hidayutallah State Islamic University in Jakarta. 2016. This study aimed to understand the attitude of librarians towards down syndrome user library in the library of SLBN 02 Jakarta based on component of cognitive, affective and behaviour. The study was conducted at the library of SLBN 02 Jakarta Lenteng Agung. This is a descriptive reasearch using combines quantitative and qualitative approaches. The result of analysis is the attitudes of librarians towards down syndrome user library at SLBN 02 Jakarta library based on cognitive component, the librarians were keen to add their knowledge on achieving study and library related matters, down syndrome and psychology of persons with down syndrome. Then, based on affective component is the librarians were keen to add their knowledge on achieving study and library related matters, down syndrome and psychology of persons with down syndrome through reading books, journals, and attended training. Moreover attitudes of librarians towards down syndrome user library at SLBN 02 Jakarta based on behaviour component, the librarians tended to be actively in training and coaching the library visitors with down syndrome. The results of the qualitative study were supported by the result of the quantitative study with mean was 4.42 (mean falls in the interval between 4.24 –5.04). This result of the survey questionnaire showed that librarians attitude towards library visitors from the cognitive component was ‘good’ (4.2), from the affective component was ‘very good’ (4.54) and from the behaviour component was ‘very good’ (4.52).Furthermore, it can be concluded that the attitudes of librarians towards down syndrome user library at SLBN 02 Jakarta is very good. Keywords: Librarians’ Attitudes, Down Syndrome user library, SLBN 02 Jakarta Library
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirabbil ‘Alamiin, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. Selanjutnya, penulis pun menyadari bahwa selesainya skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 2. Bapak Pungki Purnomo, MLIS, selaku Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan. 3. Bapak Mukmin Suprayogi, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi. 4. Ibu Dr. Ida Farida, MLIS, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan pengarahan, ilmu, dan bimbingannya kepada penulis, dalam membantu menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Parhan Hidayat, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh jajaran Wakil Dekan dan para pegawai FAH UIN Jakarta.
7. Ibu Yeni, Spd, selaku wakil kepala sekolah SLBN 02 yang telah memberikan izin untuk tempat penelitan ini, meluangkan waktunya dan memberikan arahan, informasi, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Ibu Sri Yati selaku kepala perpustakaan SLBN 02 yang telah memberikan izin untuk menjadikan perpustakaan sebagai tempat penelitan ini, meluangkan waktunya dan memberikan arahan, informasi, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Bapak dan ibu-ibu pustakawan perpustakaan SLBN 02 Jakarta yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi kepada penulis. 10. Bapak Saidun Derani, selaku dosen ilmu perpustakaan yang telah bersedia untuk meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya dalam membantu penulisan skripsi ini. 11. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang sangat berharga. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat. 12. Ayah, ibu dan nenekku tercinta, yang tidak henti-hentinya selalu memberikan dukungan, baik berupa moril maupun materil dan selalu memberikan kasih sayangnya serta selalu mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Adikku tersayang, Mursida, Rahma Wati, Nur Aini, dan Nur yang telah memberikan dukungan dan doanya. 14. Kak Mahdiah Hanim yang telah memberikan dukungan dan doanya. 15. Ibu Happy selaku ibu kosanku, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.
16. Sahabatku, Reni Puspita, Dini Amelia Witriani, Wilda Eka Saputri, Risqa Auliyani, Dewi Hana Pertiwi, Bagja Azfiz Nugraha, Septian Eko Suciyanto, Rizulmi, Haikal Elhusaini, Arik Suprapti dan teman kosanku, Terima kasih telah memberikan dukungan dan semangatnya kepada penulis. 17. Kak Agista dan kak Ilut, selaku alumni UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah memberikan dukungan dan bersedia meminjamkan buku-buku yang dimilikinya tentang sikap pustakawan kepada penulis. 18. Teman-teman seperjuangan Ilmu Perpustakaan dan Informasi angkatan tahun 2011, khususnya IPI A 2011. Semoga kita semua dapat menjadi orang-orang yang berguna bagi nusa, bangsa, maupun agama. Aamiin Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih terdapat beberapa kekurangan, baik dari segi isi maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas dan melipatgandakan segala kebaikan dari semua pihak tersebut dengan memberikan rahmat dan ridhanya serta semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya kepada Jurusan Ilmu Perpustakaan. Aamiin Wassalamualaikum Wr. Wb. Jakarta, 12 Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ABSTRAK ...........................................................................................................
i
ABSTRACT .........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E.
BAB II
Latar Belakang ........................................................................ 1 Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 8 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 9 Definisi Istilah ......................................................................... 10 Sistematika Penulisan ............................................................. 12
TINJAUAN LITERATUR A. Sikap Pustakawan 1. Pengertian Sikap Pustakawan .......................................... 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap Pustakawan ...................................... 3. Komponen Sikap ............................................................... 4. Ciri-Ciri Sikap ................................................................... 5. Macam-Macam Sikap ....................................................... 6. Pembentukan dan Perubahan Sikap .................................. 7. Pengukuran Sikap .............................................................
14 16 17 18 18 19 22
B. Pemustaka Down Syndrome 1. Pengertian Pemustaka ....................................................... 24 2. Pengertian Down Syndrome ............................................. 25 3. Karakteristik Individu Penyandang Down Syndrome....... 27 C. Layanan Perpustakaan untuk Anak Down Syndrome ............. 33 D. Penelitian Terdahulu ............................................................... 34
BAB III
METODE PENELITIAN A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L.
BAB IV
Jenis dan Pendekatan Penelitian kualitatif .............................. Sumber Data ............................................................................ Informan .................................................................................. Teknik Pengolahan Data ......................................................... Teknik Analisis Data ............................................................... Jenis dan Pendekatan Penelitian Kuantitatif ........................... Sumber Data ............................................................................ Populasi dan Sampel ............................................................... Subjek dan Objek Penelitian ................................................... Teknik Pengumpulan Data ...................................................... Teknik Pengolahan Data ......................................................... Jadwal Penelitian.....................................................................
37 39 40 41 43 45 47 48 48 49 50 53
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Perpustakaan SLBN 02 Jakarta 1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ............................................................................... 2. Visi dan Misi ..................................................................... 3. Personalia .......................................................................... 4. Struktur Organisasi ........................................................... 5. Koleksi .............................................................................. 6. Sarana dan Prasarana......................................................... 7. Program Kerja Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ................ 8. Keanggotaan ...................................................................... 9. Kewajiban Anggota ........................................................... 10. Sanksi-Sanksi .................................................................... 11. Jumlah dan Lama Peminjaman ......................................... 12. Layanan ............................................................................. 13. Jam Layanan......................................................................
B. Hasil Penelitian Kualitatif 1. Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Berdasarkan Komponen Sikap Kognitif ......... 2. Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Berdasarkan Komponen Sikap Afektif ........... 3. Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Berdasarkan Komponen Kecendrungan Berprilaku.......................................................................... C. Pembahasan ............................................................................. D. Hasil Penelitian Kuantitatif
54 55 56 57 57 58 59 61 61 61 62 63 63
63 78
86 89
1. Penyebaran Kuesioner......................................................... 2. Keadaan Umum Responden ................................................ 3. Jenis Kelamin Responden ................................................... E. Analisis Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka................... Down Syndromre 1. Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Berdasarkan Komponen Sikap Kognitif .......... 2. Sikap pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Berdasarkan Komponen Sikap Afektif ........... 3. Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Berdasarkan Komponen Kecendrungan Berprilaku.......................................................................... F. Rekapitulasi Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ............... Bab V
96 97 98 98
98 111
125 138
Penutup A. Kesimpulan ............................................................................. 140 B. Saran ........................................................................................ 146
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 148 LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA PENULIS
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penyebaran Kuesioner..............................................................................98 Tabel 2 Jenis kelamin Responden ..........................................................................99 Tabel 3 Pustakawan Mengetahui Ilmu Psikologi Anak Down Syndrome ...........100 Tabel.4 Pustakawan Mengetahui Undang-Undang yang Mengatur Pendidikan Anak Down Syndrome ...........................................................................101 Tabel 5 Pustakawan Memiliki Pengetahuan tentang Perpustakaan .....................102 Tabel 6 Pustakawan Mengetahui Cara Melayani Pemustaka Down Syndrome ................................................................................................103 Tabel 7 Pustakawan Mengetahui Koleksi yang Dibutuhkan Pemustaka Down Syndrome ......................................................................................104 Tabel 8 Pustakawan Mengetahui Kebutuhan Informasi Pemustaka Down Syndrome ......................................................................................105 Tabel 9 Pustakawan Mengetahui Buku yang Paling Diminati Pemustaka Down Syndrome ......................................................................................106 Tabel 10 Pustakawan Mengetahui Buku Pelajaran Bergambar Sangat Diminati Pemustaka Down Syndrome .................................................................107 Tabel 11 Pustakawan Mengetahui Kegiatan Sambil Bermain adalah Hal yang Paling Disukai Anak Down Syndrome ..................................108 Tabel 12 Pustakawan Mengetahui Perilaku Pemustaka Down Syndrome...........109
Tabel 13 Penafsiran Sikap Pustakawan dari Segi Komponen Kognitif ...............111 Tabel 14 Pustakawan Suka Menambah Wawasan Mengenai Psikologi Anak Down Syndrome ..................................................................................113 Tabel 15 Pustakawan Suka Menambah Wawasan dalam Perundang-Undangan yang Mengatur Pendidikan Anak Down Syndrome .............................114 Tabel 16 Pustakawan Suka Meningkatkan Pengetahuan dalam Bidang Perpustakaan ..........................................................................................115 Tabel 17 Pustakawan Senang Bisa Memberikan Pelayanan Informasi kepada Anak Down Syndrome ..............................................................116 Tabel 18 Pustakawan Suka Membantu Mengambilkan Buku yang Dibutuhkan Pemustaka Down Syndrome Dirak ........................................................117 Tabel 19 Pustakawan Suka Membantu Memberikan Informasi yang Dibutuhkan Pemustaka Down Syndrome ..............................................119 Tabel 20 Pustakawan Suka Menjadi Fasilitator dalam Kegiatan Belajar Anak Down Syndrome ....................................................................................120 Tabel 21 Pustakawan Sering Memberikan Kegiatan Belajar Sambil Bermain untuk Pemustaka Down Syndrome ........................................................121 Tabel 22 Pustakawan Senang Memberikan Pelayanan Sesuai dengan Tingkat Kemampuan Pemustaka Down Syndrome ...............................122 Tabel 23 Pustakawan Selalu Berempati kepada Pemustaka Down Syndrome ....123 Tabel 24 Penafisran Sikap Pustakawan Berdasarkan Komponen Afektif ...........125 Tabel 25 Pustakawan Sering Membaca Buku Psikologis tentang Anak Down Syndrome ....................................................................................126
Tabel 26 Pustakawan Menjadikan Undang-Undang sebagai Pedoman dalam Berinteraksi dengan Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan ......128 Tabel 27 Pustakawan Sering Ikut Pelatihan dalam Bidang Perpustakaan ...........129 Tabel 28 Pustakawan Selalu Memberikan Informasi yang Dibutuhkan Pemustaka Down Syndrome................................................................130 Tabel 29 Pustakawan Selalu Memberikan Pengarahan tentang Perpustakaan kepada Anak Down Syndrome ............................................................131 Tabel 30 Pustakawan Selalu Memberikan Dampingan kepada Pemustaka untuk Menemukan Buku yang Dibutuhkan ...........................................132 Tabel 31 Pustakawan Sering Membantu Pemustaka dalam Memahami Buku Pelajaran Bergambar ..................................................................133 Tabel 32 Pustakawan Suka Memberikan Penjelasan untuk Meningkatkan Pemahaman Mengenai Isi Buku untuk Anak Down Syndrome ..........134 Tabel 33 Pustakawan Selalu Memberikan Semangat Belajar kepada Pemustaka Down Syndrome ..................................................................................135 Tabel 34 Pustakawan Selalu Mengawasi Kegiatan yang Dilakukan Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan ..........................................................136 Tabel 35 Penafsiran Sikap Pustakawan Berdasarkan Komponen Kecendrungan Berprilaku ............................................................................................138 Tabel 36 Rekapitulasi Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta .......................................................139
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Angket
Lampiran 2
Kisi-Kisi Instrumen dan Kode Kategori Penelitian
Lampiran 3
Dokumentasi Perpustakaan SLBN 02 Jakarta
BIODATA PENULIS Nama lengkap penulis adalah Yusra. Penulis dilahirkan di Padang Panjang pada tanggal 17 Januari 1993. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Nama orang tua penulis yaitu Sabri dan Marina.Saat ini, penulis tinggal di koskosan Jakarta sedangkan orang tua di Padang Panjang. Alamat tempat tinggal penulis Andalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah datar, Sumatera Barat. Penulis memiliki hobi membaca dan menulis. Cita-cita penulis ialah ingin menjadi seorang Dosen.
Pada tahun 1999, penulis mulai menempuh pendidikannya di SDN 10 Andaleh Sumatera Barat dan lulus pada tahun 2005. Kemudian, penulis melanjutkan kembali pendidikannya di SMP Negeri 03 Padang Panjang dan lulus pada tahun 2008. Setelah menamatkan pendidikan di tingkat SMP, penulis melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi yaitu di MA Negeri 01 Padang Panjang. Kemudian, padatahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil program studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Selama menempuh pendidikan, baik di SD, SMP, maupun MAN penulis mendapatkan beberapa prestasi di bidangaka demik, diantaranya: 1. Peringkat 1 dari kelas satu sampai enam SD 2. Juara 11 cerdas cermat setingkat kota Padang Panjang 3. Juara 1 pidato bahasa minang se SMP dan sederajat di kota Padang Panjang 4. Juara 111 lomba pidato berbahasa inggris setingkat SMP dan sederajat 5. Peringkat 111 dari kelas satu sampai kelas tiga SMP 6. Juara11LombaAkuntansi se kota Padang Panjang (Tahun 2007) 7. Juara1 Lomba Akuntasi se tingkat MAN di kota Padang Panjang 8. PesertaOlimpiadeGeografi se tingkat SMA dan sederajat 9. Peringkat 1 Kelas X.2 Semester GanjilTahunAjaran 2009-2010. 10. Peringkat 1 Kelas XI IPS 2Semester GenapTahunAjaran 2009-2010. 11. Peringkat 1 Kelas XII IPS 1Semester GenapTahunAjaran 2010-2011. 12. Menjadi utusan mahasiswa aktif organisasi dan berprestasi ke MAN 1 Medan pada tahun 2009 13. Peserta debat cerdas cermat MPR-RI “4 pilar” di Jakarta tahun 2010 14. Delegasi african UnionNTUMUN di Singapore pada tahun 2015 Selain mendapatkan beberapa prestasi di bidang akademik, penulis juga aktif pada kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi. Adapun kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi yang pernah diikuti, diantaranya: 1. OSISdi SMP danMAN 2. ROHIS (Rohani Islam), di SMP danMAN 3. PKS (patroli keamanan sekolah) di MAN 4. UKS (Unit kesehatan sekolah) di SMP dan MAN 5. Aktif di sanggar tari minangkabau nagari Andaleh Sumatera Barat
6. Karang Taruna Remaja Masjid Andaleh kecamatan Batipuh kabupaten tanah datar sumatera barat 7. IRMA (Ikatan Remaja Masjid Almubarak), Andaleh, sumatera barat 8. Assalam (assosiasi pelajar islam sumbar) 9. FORMAT (forum muslimat) di SUMBAR 10. Anggota Himpunan mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan UIN Jakarta 11. LDK (Lembaga dakwah kampus) UIN Jakarta 12. KAMMI (Kesatuan Aksi mahasiswa muslim indonesia) UIN Jakarta 13. Pengusaha kampus wilayah ciputat 14. FIQ (forum insan Quran) UIN Jakarta 15. PSU (pos solidaritas umat) masih bagian dari LDK UIN Jakarta 16. Relawan ACT (Aksi cepat tanggap) wilayah ciputat 17. Anggota MUN (model united nation)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perpustakaan SLBN merupakan perpustakaan sekolah yang berada di sekolah luar biasa. Perpustakaan sekolah merupakan salah satu sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga, semestinya setiap sekolah harus memiliki perpustakaan yang memadai agar tugas pokok perpustakaan dalam menunjang proses pendidikan tersebut dapat berlangsung dengan baik. Untuk itu, setiap perpustakaan sekolah harus menyediakan berbagai macam jenis koleksi dan bahan bacaan yang sesuai dengan kurikulum sekolah dan perkembangan ilmu pengetahuan.1 Menurut Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 23 tentang
Perpustakaan
Sekolah/Madrasah
dinyatakan
bahwa
sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan. Perpustakaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan tenaga pendidik.2
1
NS, Sutarno. Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta : Samitra Media Utama, 2004), h.37. 2 Republik Indonesia, Undang-Undang RI No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2007), h.15
1
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 32 ayat 1 bahwa Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena fisik, mental, sosial dan atau memiliki potensial kecerdasan serta bakat istimewa.3 Oleh karena itu diadakanlah ruang khusus untuk perpustakaan. Ruang perpustakaan ini dilengkapi dengan buku-buku yang relevan dengan kebutuhan sekolah secara
umum.
Dengan
diadakannya
perpustakaan
ini
dapat
meminimalisasikan hambatan belajar dan memenuhi kebutuhan belajar dengan beberapa pendekatan, metode dan teknik yang bersifat khusus sesuai dengan jenis dan derajat kelainan yang dialami oleh masing-masing pemustaka Hal diatas menunjukkan bahwa dengan adanya keberadaan perpustakaan di sekolah luar biasa, perpustakaan diharapkan mampu menjadi elemen penting dalam keberhasilan proses pendidikan dan sebagai pusat kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan seperti apa yang telah tercantum dalam kurikulum sekolah. Namun, pada kenyataannya keberadaan perpustakaan sekolah luar biasa belum dapat dioptimalkan secara maksimal. Kondisi perpustakaan sekolah luar biasa yang ada pada saat ini masih sangat memperihatinkan, baik dilihat dari kondisi ruangan, sarana dan prasarana serta koleksi bahan-bahan pustaka yang tersedia. Kelengkapan koleksi bahan pustaka 3
KEMENAG RI, UU No. 20 tahun 2003. (Jakarta: KEMENAG RI, 2003) diakses pada 4 Maret 2015 dari kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf
2
yang tersedia di perpustakaan sekolah sebagian besar sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kurikulum yang berlaku.4 Selain itu, juga masih banyak sekolah luar biasa yang tidak memiliki perpustakaan terutama untuk sekolah yang berada di daerah pelosok. Menurut data Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di Indonesia ada sekitar 1600 an sekolah luar biasa dari berbagai tingkatan dan kategori yang tersebar di Indonesia , namun ironisnya hampir 70% dari jumlah sekolah luar biasa tersebut dikelola secara mandiri oleh masyarakat sementara 30% lagi adalah sekolah luar biasa negeri. Sekolah luar biasa yang memiliki perpustakaan yang memadai hanya 10%. 5 Jumlah ini masih sangat jauh ratio perbandingannya agar dapat menampung anak berkebutuhan khusus di dunia pendidikan formal. Masih dibutuhkan ratusan sekolah luar biasa dengan dilengkapi fasilitas ruang perpustakaan yang memadai. Hal tersebut sangat menyedihkan karena perpustakaan yang seharusnya menjadi jantungnya sekolah belum tersedia dengan baik. Setelah melalui survei peneliti tertarik untuk meneliti perpustakaan sekolah luar biasa karena perpustakaan ini adalah perpustakaan yang luar biasa melebihi dengan perpustakaan sekolah formal. Perpustakaan ini 4
Rusliyadi, Tri. “Peranan Perpustakaan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa”. Jurnal nasional of University Negeri Islam Sunan Kalijaga. Jogyakarta, Vol. 1, No. 2, Desember 2005 Diakses 15 Januari 2015 dari http://digilib.uinsuka.ac.id/8403/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA. pdf 5 KEMENDIKBUD, “Kondisi Perpustakaan Sekolah Luar Biasa Saat ini” diakses pada tanggal 17 April 2016 pukul 09.00 dari googleweblight.com/?lite_url=http://www.kemdikbud.go.id/&e1=At0htew4&lc=id-ID&s=1&m,
3
sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan berfikir, berimajinasi dan meningkatkan saraf motorik anak berkebutuhan khusus. Perpustakaan sekolah luar biasa ini dibutuhkan pustakawan yang mampu untuk meyediakan dan memberikan pelayanan terbaik nya kepada pemustaka yang berkebutuhan khusus yang sering disebut down syndrome. Pustakawan harus melayani setiap pemustaka yang datang ke perpustakaan.
Pemustaka
adalah
orang
yang
wajib
dilayani
di
perpustakaan. Siapa saja yang datang ke perpustakaan baik dia dalam keadaan apapun harus dilayani. Karena memang tugas pustakawan memberikan pelayanan terbaik kepada semua orang. Pelayanan yang diberikan harus secara menyeluruh tidak memandang siapa pemustakanya. Sikap pustakawan menjadi penunjang penting seseorang untuk berkunjung ke perpustakaan. Hal yang pertama kali diperhatikan oleh orang ketika berkunjung ke perpustakaan adalah sikap dan prilaku pustakawan. Ketika pustakawannya bersikap tidak baik dan ramah orang tidak akan mau berkunjung lagi ke perpustakaan itu. Walaupun banyak informasi yang terdapat di perpustakaan tersebut. Sikap pustakawan sungguh memberikan pengaruh yang sangat besar karena memang fungsi perpustakaan itu sendiri untuk memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pustakawan sungguh sangat berperan penting bukan hanya di perpustakaan umum, sekolah dan khusus saja. Tetapi pustakawan juga dibutuhkan di perpustakaan sekolah luar biasa. Dimana pustakawan tidak hanya dituntut kemampuan dia dalam berbagai keahlian dalam bidang perpustakaan tetapi
4
juga kemampuannya untuk menguasai dan memuaskan pemustaka down syndrome tersebut. Peneliti sangat tertarik untuk mengkaji perpustakaan sekolah luar biasa ini. Karena dengan adanya penelitian ini merubah paradigma kita semua. Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa perpustakaan luar biasa tidak perlu adanya. Tetapi kenyataan yang saya temukan dilapangan setelah empat kali survei yaitu pada tanggal 10 November 2014, 5 Desember 2014, 5 Januari 2015 dan 15 Januari 2015 perpustakaan luar biasa sangat diperlukan dan mempunyai peran yang besar terhadap pemustaka down syndrome. Hal lainnya yang membuat peneliti sangat tertarik adalah dari sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome. Pustakawan di SLBN 02 Jakarta melayani pemustaka down syndrome dengan senang hati, tulus dan ikhlas. Ketika ada pemustaka down syndrome yang rusuh datang ke perpustakan sehingga memporak-porandakan perpustakaan, pustakawan nya dengan baik dan senyuman yang ramah menegur dan menenangkan pemustaka. Mereka pun sabar untuk merapikan koleksi perpustakaannya kembali. Hal diatas terjadi karena pustakawan di perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini sudah menerapkan pemberian pelayanan perpustakaan dengan melibatkan hati. Maksud dari melibatkan hati menurut ibu Rahma Yenti kepala Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah layanan yang tidak hanya memberikan apa yang diinginkan pemustaka, tetapi juga memberikan semua kebutuhan pemustaka dengan sempurna. Sehingga pemustaka
5
merasa diperhatikan, disayangi, dan dihargai. Hal terpenting Sekolah luar biasa di Jakarta yang mempunyai perpustakaan yang unggul hanya di perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini. Dimana perpustakaan ini sangat luar biasa mampu melayani pemustaka down syndrome tersebut dengan baik. Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini merupakan sekolah setingkat sekolah dasar dari kelas satu sampai enam berdiri tanggal 1 April 1979. Pada awal mulanya sekolah ini belum mempunyai gedung sehingga menumpang di SLBN 01 Jakarta di Lebak bulus. Namun sekitar 1 tahun kemudian mendirikan gedung sendiri yang beralamat di jalan Lenteng Agung no. 1, Jagakarsa Jakarta. Dahulu sekolah ini memiliki 9 kelas dan hanya berlantai 1. Namun secara bertahap melakukan pembangunan sehingga sekolah ini berkembang menjadi lantai 2 dan memiliki 12 kelas dengan sarana laboratorium, perpustakaan, aula mushola, dan lain-lain. Tahun 2008 SLBN 02 telah berkembang sebagai sekolah bertaraf nasional, dan mempunyai dua lokasi gedung yaitu yang terletak di wilayah jalan Medis srengseng sawah Jakarta dan Lenteng agung. SLBN 02 Jakarta ini memiliki 40 orang guru, 5 orang guru pustakawan karena mereka merangkap menjadi guru di SLBN 02 Jakarta. Jabatan fungsional pustakawan sudah diatur berdasarkan keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002, Pasal 21 dan Pasal 22, Bab VIII.6
6
KEPMENPAN 2002 No. 132-Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 36 tahun 2001 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya diakses dari www.menpan.go.id/jdih/permenkepmen/kepmenpan-rb/file/3058-kepmenpan2002-no-132&ei
6
Sekolah ini memiliki 200 orang siswa down syndrome. Pengertian down syndrome (dalam istilah medis disebut trismoni 21), adalah suatu kondisi dimana bahan genetik tambahan menyebabkan keterlambatan dalam cara seorang anak berkembang, baik secara mental dan fisik. Fitur fisik dan masalah medis yang terkait dengan down syndrome dapat bervariasi dari satu anak dengan anak lainnya. Beberapa anak down syndrome membutuhkan banyak perhatian medis, ada juga yang menjalani kehidupan yang sehat. Penyakit down syndrome ini tidak dapat dicegah, namun down syndrome dapat dideteksi sebelum anak lahir atau pada masa prenatal (masih dalam kandungan). Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri-cirinya yang unik, contohnya tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia, Amerika dan Eropa. Down syndrome juga biasa disebut mongolisme.7 Perpustakaan sekolah luar biasa ini bukan hanya sebatas perpustakaan yang menyediakan koleksi secara khusus saja. Seperti bukubuku bergambar, puzzle, alat mewarnai dan menggambar, buku pelajaran, globe, buku-buku puisi, buku berhuruf braile dan mainan asah otak. Tetapi juga sebagai rumah eksperimen bagi anak berkebutuhan khusus tersebut. Tujuan diadakannya perpustakaan ini adalah untuk mewadahi anak down
7
Wiranto. “Perancangan Animasi untuk Meningkatkan Skills pada Anak Down Syndrome”. artikel diakses senin 12 Februari 2015 dari http://digilib.its.ac.id/.../ITS-Undergraduate-157593405100009-chapter1 pdf
7
syndrome dalam bermain dan belajar. Sehingga mereka gemar membaca dan tidak mau kalah dengan anak nomal lainnya. Berdasarkan hal di atas, peneliti memutuskan untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi, kemudian hasil penelitian tersebut akan dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terfokus pada masalah, maka pembahasan penelitian ini dibatasi pada sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen sikap kognitif, afektif, dan kecendrungan berprilaku.
2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang serta pembatasan masalah diatas, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut bagaimana sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen sikap kognitif, afektif, dan kecendrungan berprilaku?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Agar sasaran dalam penelitian ini jelas dan sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen sikap kognitif, afektif, dan kecendrungan berprilaku. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi perpustakaan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan motivasi kepada peneliti untuk memberikan saran dan masukan yang bermanfaat
kepada
pihak-pihak
yang
terkait
dengan
Perpustakaan Sekolah Luar Biasa Negeri 02 Jakarta. Dengan adanya saran dan masukan dari peneliti, diharapkan pihak perpustakaan dapat menjadikan saran dan masukan tersebut untuk dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi terhadap layanan perpustakaan kepada pemustaka down syndrome ini. b. Bagi peneliti Penelitian
ini
bermanfaat
bagi
peneliti
untuk
meningkatkan pemahaman dan menambah khazanah ilmu pengetahuan. Sasaran dalam penelitian ini jelas dan sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
9
untuk mengetahui sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen
sikap
kognitif,
afektif,
dan
kecendrungan
berprilaku.
D. Definisi Istilah Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Sikap Secara umum sikap bisa di definisikan sebagai perasaan, pikiran,dan kecenderungan seseorang yang bersifat permanen mengenai lingkungan sekitarnya. Sikap juga bisa dimaknai sebagai suatu keadaan dalam diri manusia yang menggerakkannya untuk berbuat dalam aktivitas sosial dengan perasaan tertentu, juga dalam menanggapi objek situasi atau kondisi disekitarnya. Sikap menurut para ahli, menurut Sarnoff sikap adalah kesediaan untuk bereaksi secara positif atau negatif terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmojo sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu objek. Menurut Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan yang mendukung dan memihak.8
8
Hana, Maryamtussalamah. “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLB C Yayasan Karya Bakti Garut.” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa, UPI Bandung, 2013, h.20.
10
2.
Pustakawan Pustakawan dalam konteks penelitian ini adalah guru yang bekerja di perpustakaan. Dalam istilah perpustakaan disebut dengan guru pustakawan. Pengertian guru pustakawan adalah seorang yang memiliki
kemampuan
dalam
bidang
ilmu
pendidikan
dan
perpustakaan sekolah yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran.9 3.
Sikap Pustakawan Sikap pustakawan adalah perasaan, pikiran dan tingkah laku pustakawan dalam menghadapi pemustaka di perpustakaan.
4.
Pemustaka down syndrome Pengguna perpustakaan, pengunjung perpustakaan dan anggota perpustakaan yang mempunyai kelainan genetik yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental .
5.
Perpustakaan SLBN 02 Jakarta Perpustakaan Sekolah Luar Biasa Negeri 02 Jakarta adalah sebuah perpustakaan yang berada di sekolah, dikelola oleh sekolah, dan berfungsi untuk kegiatan belajar mengajar, penelitian yang sederhana, menyediakan bahan bacaan guna menambah ilmu pengetahuan, sekaligus tempat berekreasi yang sehat, di sela-sela kegiatan rutin dalam belajar.10
9
Sri Rohyati Zulaikha. “Mengusung Kembali Peran Teacher-Librarin dan Pemberdayaan Perpustakaan Madrasah”. Artikel diakses senin 19 April 2016 pukul 08.00 dari http://digilib.uinsuka.ac.id/.../SRI%20R0HYANTI%20ZULAIKHA%20MEN 10 Hana, Maryamtussalamah. “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLB C Yayasan Karya Bakti Garut.” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa, UPI Bandung, 2013, h.47.
11
E. Sistematika Penulisan Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab disertai dengan sub bab masing-masing. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang pokok-pokok pikiran yang terdiri dari latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi istilah, dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN LITERATUR Bab ini peneliti akan membahas kerangka teoritis tentang pengertian
sikap
pustakawan,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi terbentuknya sikap, komponen sikap, ciriciri
sikap,
macam-macam
sikap,pembentukan
dan
perubahan sikap, pengukuran sikap, pengertian pemustaka down syndrome, karakter individu penyandang down syndrome, pendidikan bagi anak down syndrome, layanan perpustakaan untuk pemustaka down syndrome, dan penelitian terdahulu. BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini peneliti akan membahas tentang pendekatan penelitian, lokasi dan subjek penelitian, metode penelitian, prosedur penelitian, instrumen pengumpulan data, teknik
12
pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik analisis data. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang profil objek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, yang berisi tentang penjelasan profil objek penelitian, diantaranya: sejarah berdirinya Perpustakaan SLBN 02 Jakarta, visi dan misi, personalia, struktur organisasi, koleksi, sarana dan prasarana, program kerja perpustakaan, keanggotaan, kewajiban anggota, sanksi-sanksi, jumlah dan lama peminjaman, layanan, jam layanan dan hasil penelitian serta pembahasan yang berisi sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta
berdasarkan dari hasil
penelitian kualitatif dan kuantitatif. BAB V
PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari keseluruhan pokok bahasan dan saran-saran yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian.
13
BAB II TINJAUAN LITERATUR
A. Sikap Pustakawan 1. Pengertian Sikap Pustakawan Sarnoff ahli psikologi mengartikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi secara positif atau secara negatif terhadap obyek-obyek tertentu.11 Menurut Walgito sikap memiliki tiga komponen dasar yaitu komponen kognitif (beliefs), komponen afektif (feelings), dan komponen konatif (behavior tendencies)12. Sikap menurut Mar’at merupakan proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya13. Menurut Nuryanti sikap adalah cara seseorang menerima atau menolak sesuatu yang didasarkan pada cara dia memberikan penilaian terhadap objek tertentu yang berguna ataupun tidak bagi dirinya14. Kartono berpendapat
sikap adalah suatu kecenderungan
memberi respon baik positif maupun negatif terhadap orang-orang, benda, ataupun situasi tertentu15. Sikap seseorang dapat timbul sebagai hasil dari respon terhadap suatu objek sikap. Apabila objek sikap 11
Sarlito wirawan sarwono. Teori-Teori Psikologi Sosial. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), h.159. 12 Uno B. Hamzah. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008)h. 20 13 Mar’at. Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya.( Jakarta: Ghalia Indonesia,1984), h.48 14 Saifuddin Azwar. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. (Yogyakarta: Liberty,1988), h.52 15 Kartini Kartono. Psikologi social untuk Managemen. (Jakarta: Rajawali, 1991), h.45
14
tersebut tidak disukai, maka akan direspon secara negatif dan individu akan menjauhi objek sikap. Sedangkan objek sikap tersebut apabila disenangi maka akan direspon positif, dan individu akan mendekati objek sikap. Menurut Azwar karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang paling berinteraksi satu sama lain, kemudian berinteraksi pula dengan faktorfaktor lingkungan dalam menentukan perilaku.16 Faktor lingkungan memiliki
kekuatan
besar
dalam
menentukan
perilaku.
Sikap
mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Secara umum sikap bisa di definisikan sebagai perasaan, pikiran,dan
kecenderungan
seseorang
yang
bersifat
permanen
mengenai lingkungan sekitarnya. Sikap juga bisa dimaknai sebagai suatu keadaan dalam diri manusia yang menggerakkannya untuk berbuat dalam aktivitas sosial dengan perasaan tertentu, juga dalam menanggapi objek situasi atau kondisi disekitarnya. Sikap pustakawan adalah perasaan, pikiran dan tingkah laku pustakawan dalam mengahadapi pemustaka di perpustakaan. Sikap berfungsi untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan oleh motifmotif tertentu. Fungsi ini dapat dilakukan dalam kesadaran yang penuh dan bisa pula berupa bagian dari suatu proses yang tidak disadari. 16
Uno B. Hamzah. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008) ,h. 20
15
Dengan demikian tidak semua sikap merupakan tolak ukur untuk melihat motif-motif tidak disadari yang mendasarinya.
2. Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Terbentuknya
Sikap
Pustakawan Sikap pustakawan dipengaruhi oleh 2 faktor diantaranya adalah: a. Faktor internal yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri. b. Faktor eksternal yaitu faktor pembentukan sikap yang ditentukan oleh faktor-faktor dari luar diri seseorang tersebut. Faktor-faktor dari luar seperti: 1. Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap. 2. Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap. 3. Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung suatu sikap tersebut. 4. Media
komunikasi
yang
digunakan
dalam
menyampaikan sikap. 5. Situasi pada saat sikap itu dibentuk. respon-respon nyata lainnya, sikap berfungsi untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan oleh motifmotif tertentu.17
17
Muhibin Syah. Psikologi Belajar. (Jakarta : Logos, 1999) ,h. 10
16
3. Komponen Sikap Menurut Walgito (2002: 111) komponen sikap meliputi : a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal - hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap. b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif. c. Komponen
konatif
(komponen
perilaku,
atau
action
component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Dilihat dari uraian di atas, sikap mengandung tiga komponen yaitu komponen kognitif yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan atau keyakinan, komponen afektif yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak yang menunjukkan arah sikap, dan komponen konatif
17
yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.18
4. Ciri-ciri Sikap a. Sikap tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Seperti lapar, haus kebutuhan akan istirahat, dan lain-lain penggerak kegiatan manusia menjadi pembawaan baginya dan yang terdapat padanya sejak ia dilahirkan. b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap. c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga tertuju pada objek-objek. d. Sikap itu berlangsung lama atau sebentar. e. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi19.
5. Macam-macam Sikap Sikap terbagi menjadi dua macam yaitu: a. Sikap sosial Sikap
sosial
adalah
sikap
yang
dimiliki
oleh
sekelompok orang atau masyarakat. Sikap ini dinyatakan dengan melakukan kegiatan yang sama dan berulang-ulang 18
Wirawan Sarwono Sarlito. Teori-Teori Psikologi Sosial. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),h.5 19
Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Andi Offset,2002), h. 56
18
terhadap
objek
sosial20.
Atttitude
sosial
menyebabkan
terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulangulang terhadap suatu objek sosial, dan biasanya attitude sosial dinyatakan tidak hanya oleh seseorang, tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau semasyarakat. b. Attitude individual Attitude individual dimiliki oleh seorang demi seorang saja, misalnya kesukaan terhadap binatang-binatang tertentu. Attitude individual berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial. Attitude individual terdiri atas kesukaan dan ketidaksukaaan pribadi atas objek, orang, binatang, dan hal-hal tertentu. Attitude mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. 21
6. Pembentukan dan perubahan sikap a. Pembentukan Sikap Menurut Sarwono sikap dapat dipelajari melalui orang lain dalam kontak sosial, misalnya melihat sikap guru, orang tua,
kawan
sebaya,
dan
lain-lain.
Menurut
Wilowo
Pembentukan sikap sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang 20
Wibowo Istiqomah. Psikologi Sosial. (Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud, 1991),h.20 21 Wirawan Sarwono Sarlito. Teori-Teori Psikologi Sosial. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.7
19
mempengaruhi pembentukan sikap itu sendiri. Faktor ini dapat meliputi : “Pengalaman pribadi, pendidikan kebudayaan, pergaulan, media massa, institusi atau lembaga pendidikan atau agama, emosi dari dalam diri individu, jenis kelamin, umur. pendapatan dan lingkungan dimana individu itu berada22. Sedangkan menurut Kartono sikap seseorang secara umum dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern yang termasuk faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri, yang meliputi pengamatan, daya tangkap, motivasi, nilai yang dimiliki, pengetahuan dan perasaan. Adapun yang dimaksud faktor ekstern menurut Wibowo merupakan faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi sifat, isi, pemakaian, penganut, pengelola dan cara yang ditampilkan oleh suatu objek, juga meliputi aspek orang yang melakukan komunikasi atau yang menyampaikan pesan, atau aspek pesan itu sendiri, aspek saluran pesan, dan penerima pesan23. b. Perubahan sikap Menurut Wibowo perubahan sikap sama dengan pengukuran terhadap gejala psikologi lainnya, serta merupakan pengukuran tidak langsung dan sulit dilakukan, karena sikap
22
Saifuddin Azwar. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. (Yogyakarta: Liberty,1988), h.67 23 Kartini Kartono. Psikologi social Untuk Managemen. (Jakarta: Rajawali, 1991), h.56
20
merupakan konsep abstrak. Menurut Walgito cara mengukur sikap yaitu : a) Secara langsung, yaitu subyek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan
langsung
yang
tidak
berstruktur
dan
langsung yang bestruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur
misalnya
mengukur
sikap
dengan
wawancara bebas, dengan pengamatan langsung. Sedangkan cara langsung yang berstruktur, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung diberikan kepada subjek yang teliti. Cara pengukuran secara langsung tidak berstruktur, yaitu dengan pengukuran sikap model likert. b) Secara tidak langsung, pengukuran sikap menggunakan alat-alat tes, baik yang proyektif maupun yang nonproyektif. Menurut Mar’at mengukur sikap seseorang terhadap suatu obyek terdapat beberapa cara antara lain wawancara, observasi, dan pernyataan sikap. Dalam penelitian ini salah satu cara untuk mengukur sikap
21
adalah dengan menggunakan cara langsung yang berstruktur
karena
pustakawan
dengan
pengukuran
sikap
menggunakan
kepada
pertanyaan-
pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung diberikan kepada subjek yang teliti atau pemustaka24.
7. Pengukuran Sikap Pengukuran sikap sering dibedakan antara dimensi pengetahuan atau kognitif, perasaan atau afektif, dan kecenderungan perilaku atau konatif. Peneliti harus menentukan bahwa orang yang diteliti mempunyai sikap positif atau negatif terhadap obyek. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Tidak langsung bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan (verbal). Untuk mengukur sikap secara langsung menggunakan skala: a. Skala Thurstone Percaya bahwa sikap dapat diukur dengan skala pendapat. Mula-mula usaha mengukur sikap ini terdiri atas sejumlah daftar pertanyaan yang diduga berhubungan dengan sikap.
24
Mar’at. Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h.30
22
b. Skala Likert Menggunakan sejumlah pertanyaan untuk mengukur sikap yang
berdasarkan
pada
rata-rata
jawaban.
Dalam
pertanyaannya, likert menggambarkan pandangan yang ekstrem pada masalahnya. Kemudian dibagikan kepada responden. c. Skala Borgadus Secara kuantitatif mengukur tingkatan jarak seseorang yang diharapkan
untuk
memelihara hubungan orang dengan
kelompok-kelompok lain. Responden diminta untuk mengisi atau menjawab pertanyaan satu atau semua dari 7 pertanyaan untuk melihat jarak sosial terhadap kelompok etnik group lainnya. d. Skala Perbedaan Semantik Meminta responden untuk menentukan sikapnya terhadap objek sikap, pada ukuran yang sangat berbeda dengan ukuran terdahulu. Oleh sebab itu dalam membuat pernyataan sikap harus secara jelas membedakan bulir positif dan negatif dan tidak memasukkan bulir netral dalam susunan pernyataan. Skala Likert merupakan salah satu skala favorit atau sering digunakan dalam pengukuran sikap. Skala Likert menggunakan kategori jawaban berkisar sangat setuju hingga sangat tidak setuju. Peneliti dapat menggunakan 5 kategori tingkat persetujuan
23
(sangat setuju, setuju, raguragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju). Selain itu peneliti dapat menggunakan 7 kategori namun ada pula peneliti yang memakai empat atau enam kategori jawaban dengan alasan menghindari kategori tengah. Karena pada variabel sikap harus ditentukan apakah responden bersikap positif atau negatif oleh sebab itu biasanya digunakan skala dengan kategori jawaban genap. Berapa pun kategori jawaban yang dipilih oleh peneliti tidak menjadi masalah. Namun hal yang harus diingat bahwa semakin sedikit kategori jawaban yang diberikan maka akan mengurangi penyebaran skor (varian berkurang) sehingga akan mengurangi pula reliabilitas jawaban. B. Pemustaka Down Syndrome 1. Pengertian Pemustaka Pengertian pemustaka menurut Sutarno Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 pasal 1 ayat 9 adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan.25 User berbagai macam jenisnya, ada mahasiswa, guru, dosen, dan masyarakat pada umumnya bergantung jenis perpustakaan yang ada. Menurut Sutarno NS pemakai
25
Shihabudin Qalyubi. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. (Yogyakarta: Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2007),h. 58
24
perpustakaan adalah kelompok orang dalam masyarakat yang secara intensif mengunjungi dan memakai layanan dan fasilitas perpustakaan.
2. Pengertian Down Syndrome Down
Syndrome
adalah
suatu
kondisi
keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. John longdon down adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kalinya menemukan kumpulan gejala down syndrome pada tahun 1866.26 Sumbangan down yang terbesar adalah kemampuannya untuk mengenali karakter fisik yang spesifik dan deskripsinya yang jelas tentang keadaan ini, yang secara keseluruhan berbeda dengan keadaan anak normal. Karena matanya yang khas seperti bangsa Mongol maka dulu disebut sebagai Mongoloid. Kemudian pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan istilah down syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama27. Gejala-gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi dari yang tidak tampak sama sekali,
26
Ignasius Tri Sunarna. “Persepsi Masyarakat Terhadap Perpustakaan Sekolah Luar Biasa 01 di Yogyakarta”. Skripsi S1 Jurusan Anak Luar Biasa, Universitas Diponegoro, 2014 27
Sjarif Hidajat, Herry Garna, Ponpon S Idjradinata, Achmad Surjono. “Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi Penuh Trisomi 21.” Jurnal sari pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 97 - 104
25
tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita down syndrome adalah adanya keterbelakangan fisik dan mental pada anak. Down syndrome termasuk syndroma konginetal karena sindroma ini sudah sejak lahir. Hal ini disebabkan adanya kelebihan jumlah kromosom pada sel tubuh anak penyandang down syndrome28. Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu diantara 700 kelahiran hidup. Di Indonesia, terdapat 300 ribu kasus down syndrome. Dari data statistik yang diperoleh, dulu kemungkinan anak terkena down syndrome 1700 dan saat ini 1:1100 dari kelahiran hidup29. Hal itu terjadi karena adanya tingkat dan pengetahuan yang lebih tinggi sehingga kasus down syndrome kian jarang. Anak-anak yang terkena down syndrome sejak lahir sudah dapat diketahui dari wajahnya. Anak dengan down syndrome itu sendiri adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan memiliki kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Tubuh manusia yang terdiri dari banyak sel dan setiap sel mengandung 46 kromosom. Kromosom akan menentukan penampilan fisik, ciri-ciri, karakter, sifat dan bakat manusia karena dalam kromosom terdapat
28
NATIONAL DOWN SYNDROME SOCIETY. “NDSS About Down Syndrome”. Diaksese dari www. n d s s . o r g 29 Sjarif Hidajat, Herry Garna, Ponpon S Idjradinata, Achmad Surjono. “Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi Penuh Trisomi 21.” Jurnal sari pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 97 - 104
26
unsur-unsur keturunan. Dalam setiap sel terdapat 23 kromosom dari ibu dan 23 kromosom dari ayah. Seorang dengan down syndrome memiliki kelebihan jumlah kromosom nomer 21 sehingga ada 47 kromosom dalam setiap sel tubuhnya. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dan kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf pusat30. Down syndrome dapat terjadi pada semua ras, dikatakan demikian karena angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak begitu berarti. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.
3. Krakteristik individu anak penyandang down syndrome a. Karakteristik fisik Individu penyandang down syndrome memiliki sejumlah karakteristik fisik yang serupa satu dengan lainnya dan mudah dikenali. Karakteristik-karakteristik fisik khusus dari penyandang down syndrome, antara lain: 1. Wajah yang terlihat bulat dari depan tetapi jika dilihat dari samping wajah cenderung memiliki profil datar. 30
Roger H reeves, Dkk, “A Mouse Model For Down Syndrome Exhibits Learning and Behaviour Deficits”. artikel diakses pada 17 Maret 2016 dari nature Publishing Group http://www.nature.com/naturegenetics
27
2. Kepala bagian belakang sedikit rata, hal ini dikenali sebagai brachycephaly. 3. Mata dari hampir semua penyandang down syndrome miring sedikit keatas. Sering kali ada lipatan kecil pada kulit secara vertikal antara sudut dalam mata dan jembatan hidung disebut lipatan epicanthic atau epicanthus. Hal ini sering terlihat pada bayi yang normal, tetapi lipatan ini nantinya akan menjadi kurang menonjol dan mungkin menghilang. Mata mungkin memiliki bintik putih atau kuning terang disekitar pinggir selaput pelangi bagian bewarna atau field ini mungkin juga ada pada anak normal, seringkali menghilang dikemudian hari jika selaput pelangi menjadi coklat atau berwarna gelap. 4. Hidung yang kecil dan memiliki jembatan tulang nasal yang rendah. 5. Telinga yang kecil, khususnya bagian kuping telinga pada lingkaran atas dari kuping telinga terlipat terlalu rendah. 6. Rongga mulut yang lebih kecil dari rata-rata dan lidah yang sedikit besar. Hal ini membuat sebagian anak mempunyai kebiasaan untuk menjulurkan lidahnya. 7. Gigi yang kecil dan memiliki bentuk dan posisi yang abnormal.
Biasanya
pergantian
dibandingkan dengan anak normal. 8. Rambut yang lemas dan lurus.
28
giginya
terlambat
jika
9. Leher yang pendek dan lebar. Bayi penyandang down syndrome yang baru lahir mungkin memilki kulit berlebihan (banyak lipatannya) pada bagian belakang leher, tetapi hal ini biasanya berkurang sewaktu mereka lakukan pertumbuhan. 10. Tangan cenderung kecil dan lebar dengan jari-jari yang pendek. Jari kelingking biasanya pendek dan hanya memiliki satu sendi, bukan dua seperti biasanya. 11. Telapak tangan hanya memiliki satu garis lengkung horisontal atau bila ada dua garis, keduanya mungkin memanjang melintasi tangan. 12. Kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang lebar antara ibu jari dan telunjuk. 13. Kulit tubuh biasanya mengering. 14. Tonus yang rendah (hipotonia). 15. Ukuran tubuh anak penyandang down syndrome biasanya mempunyai berat badan yang sulit naik pada masa bayi/prasekolah. Hal ini disebabkan karena gangguan makan yang terjadi pada anak yang disertai dengan kelainan kongenital yang lain tetapi, setelah masa sekolah atau pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas (kegemukkan). 16. Kecepatan pertumbuhan fisik anak down syndrome lebih rendah bila dibaandingkan dengan anak normal. Perlu dilakukan pemantauan pertumbuhannya secara berkelanjutan
29
pada anak ini, karena sering disertai juga adanya hiporoid. Sehingga kalau pertumbuhannya kurang dari yang diharapkan, sebaiknya diperiksa kadar hormon tiroidnya. 17. Kualitas suara yang rendah, keterlambatan dalam bicara dan sulit untuk mengucapkan artikulasi. 18. Pertahanan tubuh relatif lemah, 30 sampai 40 persen anak penyandang down syndrome memiliki kelainan jantung, biasanya menderita lubang pada dinding yang memisahkan ruang utama jantung sebelah kiri dan kanan. Akibat pertahanan tubuh yang relatif lemah itu, banyak diantara penyandang down syndrome yang meninggal pada usia muda. Tetapi jika mereka telah mencapai usia lima tahun, biasanya mereka dapat terus hidup smapai 40 tahun seperti anak-anak lainnya. Anak penyandang down syndrome memiliki enam dan tujuh ciri ini dan
ketidakcakapan
intelektual
dalam
derajat
tertentu
merupakan ciri yang hampir selalu ada.31 b. Karakteristik Kognitif Dua karakter yang menonjol dari penyandang down syndrome adalah penampilan fisik dan mudah dikenali dan kemampuan kognitif yang terbatas sama hanya dengan perkembangan sensori motor. Perkembangan kognitif atau
31
Roger H reeves, Dkk, “A Mouse Model For Down Syndrome Exhibits Learning and Behaviour Deficits”. artikel diakses pada 17 Maret 2016 dari nature Publishing Group http://www.nature.com/naturegenetics
30
mental anak mulai menunjukkan penurunan yang relatif pada usia satu atau dua dan diikuti oleh penurunan yang lebih lambat pada usia tiga atau empat tahun dan setelah itu relatif mendatar, penurunan intelektual dari keterlambatan dalam bahasa dan menalar. Kemampuan
dan
perkembangan
mental
pada
penyandang down syndrome bervariasi. Sebagian besar penyandang
down
syndrome
termasuk
dalam
kategori
keterbelakangan mental. Keterbelakangan mental yang dimiliki oleh penyandang down syndrome bukan hanya mempengaruhi aspek intelektualnya saja, tetapi juga mempengaruhi aspek tingkah laku dan juga periode perkembangan dari individu tersebut. Anak penyandang down syndrome mengalami kesulitan untuk menguasai 4 bidang yang berhubungan dengan kognisi, yaitu: 1. Perhatian Perhatian merupakan faktor penting di dalam proses belajar. Seorang anak harus mampu memusatkan perhatian pada sebuah tugas sebelum ia dapat memepelajari tugas tersebut. 2. Ingatan Individu memproses stimulus yang datang pada berbagai tingkat analisis. Kesulitan yang diambil oleh
31
individu dengan keterbelakangan mental yaitu saat harus mengerjakan tugas yang melibatkan proses ingatan yang lebih mendalam atau rumit. Pada tingkat yang diangkat, individu
yang
memproses
stimulus
dalam
bentuk
perseptual, sedangkan pada tingkat yang lebih dalam, individu memproses stimulus dalam bentuk semantik. 3. Bahasa Individu dengan keterbelakangan mental sering memiliki kesulitan bahasa dan biasanya kemampuan bahasa mereka lebih rendah daripada bahasa yang seharusnya mereka miliki pada usia mental tertentu. Kesulitan yang umumnya terjadi adalah kesulitan dalam artikulasi, suara dan
gagap.
Selain
itu,
individu
kurang
mampu
menggunakan bahasa yang abstrak dan kompleks. 4. Prestasi akademis Terdapat hubungan kuat antara intelegensi dan prestasi sehingga anak dengan keterbelakangan mental akan tertinggal dari teman-temannya yang lain pada semua area. Mereka juga cenderung menjadi underachievers, yaitu meraih prestasi yang lebih rendah dari yang seharusnya dapat mereka capai sesuai dengan usia mental mereka.
32
c. Karakteristik Sosial dan Ekonomi Pada umumnya anak penyandang down syndrome lebih sering tertawa, ramah dan mudah diatur daripada anak-anak dengan keterbelakangan mental lainnya. Mereka cepat melekat dengan orang lain dan jika diperlakukan dengan baik, mereka adalah orang yang penuh kasih sayang dan kelembutan, tetapi terkadang mereka juga memiliki sifat keras kepala. Anak penyandang down syndrome yang memiliki keterbatasan intelektual belum tentu memiliki adaptasi sosial yang buruk. Perkembangan sosial mereka tidak tergantung pada kemampuan abstraksi dan integrasi, tetapi tergantung pada keahlian hidup sehari-hari sehinggga adaptasi sosial mereka lebih baik daripada perkembangan kognitifnya.
C. Layanan Perpustakaan untuk Anak Down Syndrome Anak-anak yang menderita cacat mental mengalami kesulitan ingatan dalam jangka pendek atau jangka panjangnya. Sehingga pustakawan harus melayani pemustaka dengan baik dan sesuai dengan yang dibutuhkan pemustaka. Ketika pemustaka diberikan materi maka mereka akan susah menangkap hal itu sehingga diadakanlah kegiatan sambil bermian. Bermain adalah aktivitas terbesar anak-anak khususnya down syndrome, dalam bermain anak mempelajari berbagai hal yang dapat membantu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan dengan cara
33
yang menyenangkan. Bermain dapat dipergunakan untuk melatih kemampuan kerjasama anak-anak down syndrome. Dengan bermain anak dapat belajar banyak hal. Oleh karena itu SLBN 02 Jakarta mengadakan kegiatan sambil bermain di perpustakaan. Bermain dapat menumbuhkan kemampuan kerjasama yaitu meliputi kemampuan berbagi, bergiliran, mengikuti aturan dan aktifitas kelompok. Pustakawan SLBN 02 Jakarta sering melakukan permainan warna karena warna ini memberikan pengaruh besar terhadap kondisi fisik, emosi, dan mental anak down syndrome. Koleksi di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini disediakan dengan banyak warna yang cerah. Sehingga menjadi daya tarik pemustaka datang ke perpustakaan. Di perpustakaan juga sering diadakan permainan menggambar dan mewarnai. Dengan permainan ini dapat meluapkan emosi dan keinginan yang terpendam dalam anak down syndrome. Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki beragam anak dengan kekurangan yang berbeda-beda. Sehingga cara pelayanan nya pun berbeda. Anak dengan down syndrome harus diberikan perhatian khusus. Karena mereka cendrung aktif. Sedangkan yang lain tidak.
D. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang sebelumnya pernah dilakukan dan yang relevan dengan judul penelitian ini diantaranya diambil dari tiga buah skripsi. Skripsi yang pertama berjudul “Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Belajar di SLBN A Kota Bandung (Studi
34
Deskriptif di SLBN A Bandung)” yang disusun oleh Eri Merdaina, Program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia Bandung tahun 2013.32 Tujuan Penelitian ini secara umum untuk memperoleh gambaran mengenai pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar di SLBN A kota Bandung. Tujuan khususnya adalah : (1) Mengetahui pengelolaan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar di SLBN A kota Bandung ; (2) Mengetahui pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar di SLBN A kota Bandung ; (3) Mengetahui kendala atau kesulitan yang dialami sekolah dalam pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar ; (4) Mengetahui
upaya
yang
dilakukan
sekolah
dalam
pemanfaatan
perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar di SLBN A kota Bandung. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitik. Skripsi kedua berjudul “Sikap Pustakawan terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakan SLB C Yayasan Karya Bakti Garut” yang disusun oleh Hana Maryamstussalamah , Program Pendidikan Anak Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2013.33 Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di perpustakaan SLB C 32
yayasan karya bakti Garut; (2)
Eri, Merdaina. “Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber Belajar di SLBN A Bandung.” Skripsi S1 program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa, UPI Bandung, 2013. 33 Hana, Maryamtussalamah. “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di perpustakaan SLB C Yayasan Karya Bakti Garut.” Skripsi S1 Program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa, UPI Bandung, 2013
35
Mengetahui gambaran pemustaka down syndrome di perpustakaan SLB C yayasan karya bakti Garut ; (3) Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pustakawan dalam melayani pemustaka down syndrome. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyebaran angket/kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasional dengan pendekatan survey. Skripsi
ketiga
berjudul
“Pelaksanaan
Bimbingan
dalam
Menumbuhkan Kemandirian Anak yang Mengalami Down Syndrome di SLB-C Yayasan Khrisna Murti Jakarta Selatan” yang disusun oleh Marwa Sopa Indah, Program Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009.34 Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui bimbingan dalam menumbuhkan kemandirian anak yang mengalami down syndrome; (2) Mengetahui metode yang digunakan pembimbing dalam melaksanakan bimbingan menumbuhkan kemandirian anak yang mengalami down syndrome ; (3) mengetahui faktor penghambat dan pendukung bimbingan dalam menumbuhkan kemandirian anak yang mengalami down syndrome. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dan observasi.
34
Marwa, Sopa Indah. “Pelaksanaan Bimbingan dalam Menumbuhkan Kemandirian Anak yang Mengalami Down Syndrome di SLB-C Yayasan Khrisna Murti Jakarta Selatan” Skripai S1 Program Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009
36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif. Metode deskriptif disebut juga dengan penelitian mendalam. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menjelaskan sesuatu seperti apa adanya35.Penelitian deskriptif ini mengkaji pola hubungan korelasional antara beberapa variabel.36 Penelitian deskriptif ini penulis lakukan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta . Sedangkan, pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan campuran terdiri dari kualitatif dan kuantitatif, dengan alasan penulis ingin berhadapan langsung dengan informan supaya bisa mendapatkan informasi lebih banyak, lebih memahami makna, dan memahami situasi sosial secara mendalam. Inilah penjelasan dari kedua metode yang digunakan dalam penelitian:
35
Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi mahasiswa dan peneliti pemula. (Jakarta : STIA-LAN Press, 1999). h.60 36 Dr. Prasetya Irawan, M.Sc. Logika dan Prosedur Penelitian : Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula. (Jakarta : STIA-LAN, 1999), h.60-61.
37
Metode Penelitian Kualitatif Metode penelitian dalam penelitian kualitatif cenderung bersifat deskriptif, naturalistik, dan berhubungan dengan”sifat data” yang murni kualitatif37. Menurut Kirk Strauss dan Corbin dalam Creswell yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah jenis pendekatan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau kuantifikasi.38 Menurut David Williams penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.39 Denzin dan Lincoln berpendapat
bahwa
penelitian
kualitatif
adalah
penelitian
yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.40 Pendekatan kualitatif tidak mengenal populasi dan sampel. Pendekatan kualitatif cenderung bersifat deskriptif, naturalistik, dan berhubungan dengan “sifat data” yang murni kualitatif. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, 37
Irawan, Prasetya . Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi mahasiswa dan peneliti pemula, Jakarta : STIA-LAN Press, 1999), h 77-78 38 Pupu Saeful Rahmat. “Penelitian Kualitatif,” jurnal EEQUILIBRIUM. Vol.5, No.9 (2009), h. 2. 39 Lexy J. Moleong. “Metode Penelitian Kualitatif” Edisi Revisi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.5 40 Lexy J. Moleong. “Metode Penelitian Kualitatif” Edisi Revisi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.5
38
kelompok, masyarakat, dan organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.41
B. Sumber Data 1. Data Primer Data primer ialah data yang diambil langsung dengan tanpa perantara, dari sumbernya. Sumber ini dapat berupa benda-benda, situs atau manusia. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil observasi dan wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap berkompeten dalam memberikan informasi yang relevan. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari kepala perpustakaan, dan guru yang merangkap menjadi pustakawan.
2. Data Sekunder Data Sekunder ialah data yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya. Data sekunder biasanya diambil dari dokumen-dokumen seperti laporan, karya tulis orang lain, koran, majalah dan lain sebagainya42.
41
Rahmat. “Penelitian Kualitatif,” h.3. Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi mahasiswa dan peneliti pemula, Jakarta : STIA-LAN Press, 1999), h 87. 42
39
C. Informan Informan adalah orang yang diwawancarai dan dijadikan sebagai narasumber untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Berikut ini beberapa informan beserta kriteria yang dimiliki, diantaranya : 1. Kepala Perpustakaan SLBN 02 Jakarta Kepala Perpustakaan SLBN 02 Jakarta bernama Sriyati, S.Pd. Latar belakang pendidikan informan bukan dari lulusan Ilmu Perpustakaan melainkan, pendidikan luar biasa. Selain menjadi kepala perpustakaan, informan
juga menjadi guru di SLBN 02 ini. Alasan peneliti
menjadikannya sebagai informan karena, informan tersebut yang mengetahui segala hal yang berkaitan tentang perpustakaan SLBN 02 Jakarta dan informan juga sudah menjabat menjadi kepala perpustakaan sejak perpustakaan tersebut didirikan. 2. Guru pustakawan Guru adalah orang yang berperan sebagai orang tua siswa dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di sekolah. Melalui guru, dapat diketahui karakter siswa SLBN 02 Jakarta ini. Sehingga, akan didapatkan data mengenai masing-masing siswa secara lengkap. Peneliti mengambil 4 orang guru pustakawan SLBN 02 Jakarta ini untuk dijadikan informan. Guru pustakawan tersebut bernama ibu Mardiyah, Rahma Yeni, bapak Wilowo dan ibu Dina Fadilah. Latar belakang pendidikan ketiga guru pustakawan adalah pendidikan luar biasa. Alasan peneliti menjadikannya sebagai informan karena, keempat guru pustakawan ini termasuk guru
40
pustakawan yang luar biasa yang setia melayani pemustaka down syndrome dengan senang hati. Alasan lain peneliti memilih ibu Dina Fadhilllah, S.Pd untuk dijadikan informan, karena informan telah lama mengajar di SLBN 02 sebagai guru anak-anak down syndrome ini selama 10 tahun. Informan termasuk salah satu guru yang sangat disenangi oleh para siswa SLBN 02 Jakarta. Terkait gaya pembelajaran yang telah informan berikan serta berkat informan juga siswa SLBN 02 Jakarta ini menjadi lebih semangat dan bisa mengikuti anak-anak normal.
D. Teknik Pengolahan Data Data-data yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif yang bertujuan untuk mengemukakan permasalahan dan menemukan solusi disertai dengan teori-teori yang mendukung. Data-data yang diperoleh dikumpulkan melalui: 1. Observasi Observasi adalah cara atau metode penghimpunan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.43
43
Lexy J. Moleong. “Metode Penelitian Kualitatif” Edisi Revisi. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.185
41
2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan “terwawancara” (interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu44. Dimana informasi terdapat dalam benak dan fikiran responden, jadi sering kali sumber informasinya bersifat subjektif. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai kepala perpustakaan, dan guru yang merangkap menjadi pustakawan SLBN 02 Jakarta. 3. Dokumentasi Dalam dokumentasi menyimpan banyak sekali fakta dan data yang tersimpan, dimana sebagian besarnya ialah berupa surat-surat, catatan harian, laporan, foto, cendramata dan lain-lain45. Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang terdapat di perpustakaan yang berupa laporan tahunan, buku kunjungan, dan foto- foto perpustakaan yang peneliti ambil sendiri setelah meminta izin dari pihak perpustakaan dengan tujuan sebagai arsip yang sewaktu-waktu diperlukan dalam penyusunan proposal penelitian ini. 4. Studi Pustaka Studi Pustaka adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
44
Lexy J. Moleong. “Metode Penelitian Kualitatif” Edisi Revisi. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.186 45 Pupu Syaeful Rahmat. “Penelitian Kualitatif” EQUILIBRIUM, Jurnal Vol. 5 No.9 Januari-Juni 2009 : h.7
42
mengolah bahan penelitian.46 Penelitian jenis ini merupakan riset yang memfokuskan diri untuk menganalisis atau menafsirkan bahan tertulis berdasarkan konteksnya.47 Dalam kegiatan ini, penulis mengumpulkan data melalui kegiatan membaca berbagai macam sumber referensi atau literatur-literatur yang relevan dengan tema yang dibahas. Adapun sumber-sumber yang dimaksud dapat diperoleh dari buku, jurnal, artikel, surat kabar, skripsi, prosiding dan dengan menelusur melalui media elektronik.
E. Teknik Analisis Data Setelah melakukan teknik pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah menganalis data. Analisis data adalah proses menyusun, mengkategorikan data, mencari pola atau tema dengan maksud untuk memahami maknanya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif. Data-data dari hasil observasi, wawancara, maupun dari dokumen-dokumen yang peneliti peroleh, akan diteliti dan dianalisis terlebih dahulu, kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif yang bertujuan untuk mengemukakan permasalahan dan menemukan solusi terhadap permasalahan yang terjadi disertai dengan alasan-alasan yang mendukung.
46
Mestika Zed. Metode Penelitian Kepustakaan. (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 3. 47 Adnan Mahdi dan Mujahidin. Panduan Penelitian Praktis Untuk Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi. (Bandung : CV ALFABETA, 2014), h.126.
43
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap data-data non angka seperti hasil wawancara atau catatan laporan bacaan dari buku-buku, artikel, dan juga termasuk non tulisan, seperti foto, gambar, atau film. Data-data dari hasil observasi, wawancara, maupun dari dokumen-dokumen yang peneliti peroleh, akan diteliti dan dianalisis terlebih dahulu, kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif yang bertujuan untuk mengemukakan permasalahan dan menemukan solusi terhadap permasalahan yang terjadi disertai dengan alasan-alasan yang mendukung. Adapun teknik analisis data yang dilakukan, diantaranya: 1. Reduksi Data Pada tahap ini, dilakukan pemilihan tentang relevan tidaknya antara data dengan tujuan penelitian. Data-data yang peneliti peroleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi tidak semuanya peneliti gunakan. Akan tetapi, data tersebut dipilah-pilah lagi yang relevan dengan tema penelitian. 2. Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi, tahap selanjutnya adalah penyajian data. Pada tahap ini data yang telah dipilah-pilah diorganisasikan dalam kategori tertentu dalam bentuk matriks (display data) agar memperoleh gambaran secara utuh. Adapun dalam penelitian ini, penulis menyajikan data dalam bentuk teks yang bersifat naratif.
44
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Data Kegiatan ini dimaksudkan untuk mecari makna data yang dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan, atau perbedaan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang terkandung dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang terkandung dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut. Sedangkan verifikasi dimaksudkan agar penilaian tentang kesesuaian data dengan maksud yang terkandung dalam konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut lebih tepat dan obyektif.48
F. Metode Penelitian Kuantitatif Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dengan alasan peneliti ingin berhadapan langsung dengan informan supaya bisa mendapatkan informasi lebih banyak, lebih memahami makna, dan memahami situasi sosial secara mendalam. Inilah penjelasan dari metode yang digunakan dalam penelitian: Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Kuantitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap angka, baik angka yang merupakan representasi dari suatu kuantita (kuantitas murni) 48
Tjuju Soendari. “Penelitian Kualitatif.” Artikel diunduh pada 1 Maret 2015 dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA.
45
maupun angka yang merupakan hasil dari konversi data kulitatif (yakni data kulitatif yang dikuantifikasikan)49 .Penelitian kuantitatif ini mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan presentase, ratarata, cikuadrat, dan perhitungan statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas. Dari beberapa pengertian penelitian kuantitatif tersebut, terdapat beberapa poin penting yaitu: poin pertama adalah menjelaskan fenomena dan gejala, poin kedua adalah data numerik atau data dalam bentuk angkaangka, poin ketiga adalah penggunaan statistik dalam melakukan analisisnya.50 Metode kuantitatif yang digunakan untuk mengukur sikap menggunakan skala likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert (1932). Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel dijabarkan menurut urutan variabel –sub variabel –indikator –deskriptor. Dan deskriptor ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat butir instrumen berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata –kata. Standar untuk skala likert adalah 1 samapai 5, yaitu:
49
Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar teori dan panduan praktis,h.92 50 Uhar Suharsaputra. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. (Bandung : Refika Aditama, 2014), h. 50
46
Pernyataan positif Sangat baik sekali (SBS) Sangat baik (SB) Sedang (S) Buruk (B) Buruk sekali (BS)
5 4 3 2 1
Pernyataan negatif Sangat baik sekali (SBS) Sangat baik (SB) Sedang (S) Buruk (B) Buruk sekali (BS)
1 2 3 4 5
Item-item Likert menyediakan respon dengan kategori yang berjenjang. Biasanya banyaknya jenjang adalah lima, yaitu : sangat baik sekali, sangat baik, sedang, buruk dan buruk sekali. Setiap kategori respon, selanjutnya diberi skor. Untuk item positif, skor terbesar adalah 5, skor terendah adalah 1 dan sebaliknya jika item negatif.51
G. Sumber Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian. Data primer dalam penelitian ini di peroleh dari kuesioner dan observasi. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya. Data sekunder ini di peroleh dari dokumen (laporan, karya tulis orang lain, koran, majalah).52
51
STKIP YPM Bangko. Skala Pengukuran. (STKIP YPM Bangko: Bangko) Prasetya Irawan. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis .(Jakarta: STIA-LAN,1999), h.86 52
47
H. Populasi dan Sampel Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu jelas dan lengkap yang akan diteliti sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi.53 Populasi dalam penelitian ini adalah guru pustakawan SLBN 02 Jakarta. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan cara purposive sampling. Teknik ini digunakan dengan cara memilih anggota sampel secara khusus berdasarkan tujuan suatu penelitian.54 Jadi untuk sampel, peneliti mengambil guru pustakawan Perpustakaan SLBN 02 Jakarta, yang jumlah keseluruhan guru pustakawan berjumlah 5 orang.
I. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah orang yang ingin kita ketahui prilaku dan sifatnya atau sumber tempat memperoleh informasi. Sedangkan objek penelitian adalah informasi apa saja yang ingin kita ketahui dari orang yang menjadi subjek tersebut. Subjek dalam penelitian ini adalah guru pustakawan SLBN 02 Jakarta, sedangkan objek penelitiannya adalah sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. 53
M. Iqbal Hasan. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya . (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),h.58 54 Husaini Usman. Metodologi penelitian social. (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 47
48
J. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui cara dan tahapan sebagai berikut: a. Studi kepustakaan adalah membaca buku-buku dan literatur relevan yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai bahan acuan. b. Observasi adalah mengadakan pengamatan dan penelitian langsung terhadap lokasi yang hendak diteliti.55 Observasi ini dilakukan secara berulang agar mendapatkan informasi yang relevan.
Tujuan
dari
observasi
ini
adalah
untuk
mendiskripsikan keadaan yang dipelajari dan aktifitas-aktifitas yang tengah berlangsung. Kemudian hasil observasi tersebut dicatat menjadi suatu catatan observasi yang berisi deskripsi hal-hal yang diamati secara lengkap dengan keterangan tanggal dan waktu. c. Kuesioner yaitu penyebaran angket berupa pertanyaanpertanyaan untuk mendapatkan data yang objektif dimana responden yang dimaksud adalah gur pustakawan Perpustakaan SLBN 02 Jakarta.
55
Prasetya Irawan.Logika dan Prosedur Penelitian. (Jakarta: STIA- LAN Press, 1999), h. 63.
49
K. Teknik Pengolahan Data Setelah semua data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga data siap untuk dianalisa dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Data yang diperoleh melalui beberapa tahapan, yaitu: a. Penyuntingan Data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan dan observasi, dipilih dan disortir, sehingga hanya data-data yang relevan dan diperlukan saja yang dipakai. Untuk data yang diperoleh dari kuesioner diperiksa kembali kelengkapan jawaban atas setiap pertanyaan. Hal ini dilakukan untuk melihat kelayakan data sehingga diketahui data tersebut dapat diperoleh dan diolah dan dianalisa lebih lanjut. b. Tabulasi Tabulasi adalah menyusun data ke dalam tabel. Dengan cara mengorganisir data mentah dengan menyitir berapa banyak jawaban untuk setiap masing-masing pertanyaan. Kemudian hasil jawaban dari yang terbesar sampai terkecil dituangkan ke dalam tabel-tabel. Pentabulasian digunakan untuk mempermudah melakukan perhitungan distribusi frekuensi bagi data umum mengenai jawaban responden. Melalui pentabulasian ini maka akan didapat
informasi
mengenai
50
prosentase,
frekuensi,.
Perhitungan prosentase dilakukan secara manual dengan rumus: P=F X100 N
Keterangan: P : Presentasi F : Frekuensi yang diambil’ N: Banyaknya individu (Number of case) Parameter yang digunakan untuk menafsirkan nilai prosentase, adalah sebagai berikut:56 0%
= tidak satupun
1-25 % = sebagian kecil 26-49 % = hampir setengahnya 50 %
= setengahnya
51-75% = sebagian besar 76-99% = hampir seluruhnya 100%
= seluruhnya
Untuk menentukan skala interval skor sikap adalah dengan membagi selisih antara skor tertinggi dengan skor terendah dengan banyak skala. Berikut ini rumusan dari skala interval: 56
Hermawan Warsito. Pengantar Metodologi Penelitian: Buku Panduan Mahasiswa. (Jakarta:Gramedia, 1992), h. 10.
51
{ a(m-n) : b}
Keterangan: a= jumlah atribut m= skor tertinggi n= skor terendah b= jumlah skala penilaian yang ingin dibentuk/ ditetapkan Jika skala penilaian yang ditetapkan berjumlah 5, dimana skor terendah adalah satu dan skor tertinggi adalah lima, maka skala interval skor sikap dapat dihitung sebagai berikut {1 (51) : 5}, jadi jarak setiap titik adalah 0,8 sehingga dapat diperoleh penilaian sebagai berikut: a. sangat baik sekali 4,24-5,04 b. sangat baik 3,43-4,23 c. sedang
2,62-3,42
d. buruk
1,81-2,61
e. buruk sekali 1,00-1,80 Penggunaan skala interval pada skor sikap di atas dalam penerapaannya pada analisis data adalah sebagai berikut: misalnya untuk hasil perhitungan skor Rata-rata sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta yang ditetapkan adalah 3,45. Maka dapat disimpulkan 3,45
52
diartikan sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome adalah sangat bagus karena berada pada titik 3,43-4,23.
L. Jadwal Penelitian Tabel 1 Jadwal Penelitian No. 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7.
Jenis Kegiatan
FebruariDesember
Penyerahan Proposal Skripsi dan Dosen Pembimbing Pelaksanaan Bimbingan Skrispi Pengumpulan Literatur Mengenai Skripsi Observasi dan Wawancara Pengolahan Data dan Analisis Data Penyerahan Laporan Skripsi Sidang Skripsi
53
Tahun 2015-2016 Januari Februari Maret April
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Perpustakaan SLBN 02 Jakarta 1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan SLBN 02 Jakarta Sejarah berdirinya Sekolah Luar Biasa Negeri 02 Jakarta adalah dilatarbelakangi oleh rasa kemanusiaan dengan menyelenggarakan sekolah
yang
memperhatikan
akan
nasib
anak-anak
cacat.
Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdiri tanggal 1 April 1979. Pada awal mulanya sekolah ini belum mempunyai gedung sehingga menumpang di SLBN 01 Jakarta di Lebak bulus. Namun sekitar 1 tahun kemudian mendirikan gedung sendiri yang beralamat di jalan Lenteng Agung no. 1, Jagakarsa Jakarta. Dahulu sekolah ini memiliki 9 kelas dan hanya berlantai 1. Namun secara bertahap melakukan pembangunan sehingga sekolah ini berkembang menjadi lantai 2 dan memiliki 12 kelas dengan sarana laboratorium, perpustakaan, aula mushola, dan lain-lain. Tahun 2008 SLBN 02 telah berkembang sebagai sekolah bertaraf nasional, dan mempunyai dua lokasi gedung yaitu yang terletak di wilayah jalan Medis Srengseng Sawah Jakarta dan Lenteng Agung. SLBN 02 Jakarta ini memiliki 40 orang guru, 4 guru pustakawan, 1 kepala perpustakaan. Sekolah ini memiliki 200 orang siswa down syndrome dan keterbatasan fisik lainnys. Pada saat bersamaan dibentuklah perpustakaan sebagai penunjang kegiatan
54
belajar mengajar. Dimana perpustakaan berfungsi sebagai tempat hiburan buat anak-anak SLBN. Di perpustakaan mereka bisa mengespresikan apa yang mereka rasakan dan dapat menambah ilmu mereka. Di perpustakaan juga anak-anak bisa mendapatkan ilmu yang tidak didapatkan di kelas. Pertimbangan utama dibentuk perpustakaan adalah untuk mempermudah memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih luas.
2. Visi dan Misi Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki visi dan misi. Adapun visi dan misi Perpustakaan SLBN 02 Jakarta, diantaranya: a. Visi Visi dari Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan. Mempertinggi budi pekerti dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air sehingga dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa berdasarkan sistem pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
55
b. Misi Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki misi, diantaranya: 1) Mengembangkan minat kemampuan dan kebiasaan membaca khususnya serta mendayagunakan budaya tulisan dalam segala sektor kehidupan. 2) Mengembangkan kemampuan mencari dan mengolah serta memanfaatkan informasi. 3) Mendidik siswa agar dapat memelihara dan memanfaatkan bahan pustaka secara tepat dan berhasil guna. 4) Meletakkan dasar-dasar kearah balajar mandiri. 5) Memupuk dan mengembangkan minat dan bakat siswa dalam segala aspek. 6) Menumbuhkan penghargaan siswa terhadap pengalaman imajinatif. 7) Mengembangkan kemampuan siswa untuk
memecahkan
masalah yang dihadapi atas tanggung jawab dan usaha sendiri.
3. Personalia Pengertian personalia, personel atau kepegawaiaan secara keseluruhan adalah orang-orang yang berkerja pada suatu organisasi. Perpustakaan SLBN 02 Jakarta juga mempunyai personalia, terdiri dari:
56
a. Kepala sekolah. b. Koordinator. c. Guru pustakawan. d. Tata usaha.
4. Struktur Organisasi Dalam hal pengorganisasian, Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki struktur organisasi sebagai berikut: Kepala sekolah
: Daliman
Koordinator
: Sri Yati
Pustakawan
: guru-guru SLBN 02 Jakarta
Tata Usaha
: Yeni
5. Koleksi Koleksi adalah unsur yang sangat penting untuk memperoleh suatu informasi yang dibutuhkan.
Selain itu, koleksi juga dapat
dijadikan sebagai daya tarik utama untuk menarik minat dan perhatian pengunjung/pemustaka agar mau datang ke perpustakaan. Agar pemustaka down syndrome tertarik untuk datang ke Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini menyediakan berbagai macam koleksi. Hingga saat ini, Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki koleksi buku kurang lebih sebanyak 2.500 judul buku, yang terdiri dari 75% buku-buku fiksi dan sisanya 35% untuk buku-buku nonfiksi. Bahan bacaan yang
57
disediakan Perpustakaan SLBN 02 sangat bervariatif, mulai dari bukubuku pengetahuan, buku braille, buku anak berkebutuhan khusus, buku cerita, hingga terbitan berkala serta koleksi referensi, seperti kamus dan ensiklopedia. Pengolahan koleksi yang ada di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini menggunakan sistem DDC versi 19. Koleksi buku di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini diperoleh dari sumbangan dari orang tua murid, murid, sumbangan dari departemen pendidikan, KOMNAS HAM dan ada juga yang dibeli. Koleksi yang dapat dipinjam untuk dibawa pulang adalah buku-buku yang disiapkan pada rak buku. Buku referensi, majalah surat kabar, dan tugas penelitian tidak boleh dipinjam untuk dibawa pulang. Koleksi referensi dapat di foto copy dengan syarat meninggalkan kartu identitas peminjaman ini berlaku hanya satu hari jam kerja. 6. Sarana dan Prasarana Berikut ini beberapa sarana yang terdapat di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta, sebagai berikut:
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tabel 2 Sarana Perpustakaan SLBN 02 Jakarta Nama Barang Jumlah Meja belajar 8 Buah Kursi belajar 13 Buah Komputer 5 Buah Papan pengumuman 3 Buah Globe 4 Buah Lukisan dinding 2 Buah Gambar pelajaran dinding 2 Buah Karpet 1 Buah
58
7. Program kerja Perpustakaan SLBN 02 Jakarta Kegiatan yang dilakukan: a. Menginventarisasi
alat-alat/kebutuhan
perpustakaan
dalam pemakaian 1 tahun. b. Mengindukkan buku hasil pembelian dan sumbangan. c. Menentukan nomor klasifikasi umum. d. Menentukan nomor klasifikasi koleksi referensi. e. Pembuatan label buku, kantong buku, kartu buku. f. Pembuatan kartu deskripsi sekaligus pengetikan kartu katalog. g. Melakukan penyampulan dan perawatan bahan pustaka. h. Pembuatan
statistik
pengunjung
harian,bulanan,
tahunan. i. Pembuatan statistik buku yang dipinjam harian,bulanan, tahunan. j. Memberikan
informasi
kepada
siswa
tentang
penambahan buku perpustakaan. k. Pembelian buku perpustakaan. l. Penataan kembali buku paket dan buku koleksi umum sesuai dengan judul buku. m. Peminjaman buku paket. n. Peminjaman buku koleksi sistem kartu/penunjang. o. Pengindukan koran dan majalah.
59
p. Evaluasi kerja perpustaskaan: koleksi,staf,dana dan ruang. q. Kerja sama antara guru dan perpustakaan untuk memilih bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan. r. Merekap daftar peminjam untuk guru dan siswa yang terlambat mengembalikan buku. s. Melakukan bimbingan kepada siswa baik layanan referensi atau layanan lainnya. t. Membuat rencana anggaran pendapatan dan belanja perpustakaan. u. Promosi jasa perpustakaan termasuk pemberian hadiah kepada siswa yang berkualitas. v. Program penghijauan perpustakaan serta memelihara dan keindahan kerapian ruang. w. Pengetikan kartu anggota perpustakaan. x. Pengembalian buku paket dari siswa. y. Pemberian surat bebas pinjam kepada siswa yang telah mengembalikan buku. z. Pengembangan dan perencanaan gedung perpustakaan. aa. Pemberian buku kenangan ke sekolah untuk siswa yang telah lulus.
60
8. Keanggotaan a. Setiap anggota perpustakaan adalah siswa, guru serta karyawan sekolah. b. Kartu anggota dapat diperoleh dengan mengisi formulir dan meyerahkan pas foto 3x4 sebanyak 2 lembar. c. Peminjam buku bahan pustaka hanya dapat dilayani dengan menggunakan kartu anggota d. Kartu anggota tidak dapat dipinjamkan/dipergunakan orang lain.
9. Kewajiban anggota a. Mematuhi segala tata tertib peraturan yang telah ditentukan. b. Menjaga kesopanan ketertiban dan ketenangan dalam ruang perpustakaan. c. Memelihara kebersihan, kerapian koleksi perpustakaan maupun ruang perpustakaan. d. Mengembalikan buku bahan pustaka yang telah dipinjam sesuai dengan ketentuan yang ditentukan.
10. Sanksi-sanksi a. Keterlambatan mengembalikan buku pemustaka dibebani denda Rp. 500 perhari kecuali bagi anggota yang melapor untuk diperpanjang batas waktu peminjaman.
61
b. Menghilangkan atau merusakkan buku harus mengganti buku yang sama sejenis atau sesuai dengan harga buku. Pustakawan memberikan wewenang kepada orang tua untuk mengganti buku yang hilang. c. Anggota perpustakaan dapat dikeluarkan dari keanggotaan apabila: -
Tidak mentaati tata tertib peraturan yang ditentukan.
-
Terlambat mengembalikan buku lebih dari 1 bulan
-
Habis jangka waktu peminjaman
-
Pindah ke sekolah lain
11. Jumlah dan lama peminjaman a. Bagi siswa Dapat meminjam sebanyak-banyaknya satu buku untuk jangka waktu selama 1 minggu (7 hari). b. Bagi staf pengajar atau guru Dapat meminjam sebanyak-banyaknya 4 buku untuk satu jangka peminjaman selama satu semester. c. Bagi karyawan Sebanyak-banyaknya 2 buku untuk satu jangka peminjaman satu bulan.
62
12. Layanan Untuk layanan, Perpustakaan SLBN 02 Jakarta menyediakan layanan baca di tempat dan juga bermain sambil belajar. Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini mempunyai 5 orang pustakawan yang siap melayani dan memberikan pendampingan yang lebih intensif bagi pemustaka yang berkunjung.
Fungsi perpustakaan adalah sebagai
tempat bermain, rekreasi serta meningkatkan daya imajinasi anak-anak down syndrome. Setiap pengunjung perpustakaan diwajibkan mengisi buku tamu atau daftar hadir. Pengunjung perpustakaan harus meninggalkan jaket, tas, buku, dan topi pada rak yang telah disediakan. Jika pemustaka kehilangan maka bukan tanggung jawab pustakawan.
13. Jam Layanan Perpustakaan SLBN 02 Jakarta dibuka setiap hari kerja. -
Senin-Kamis: pukul 07.00-15.00 WIB
-
Jumat: pukul 07.00-13.00 WIB
-
Sabtu: pukul 07.00-14.00 WIB
-
Hari libur perpustakaan tutup
B. Hasil Penelitian Kualitatif Pada bab ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta yang diperoleh melalui
63
metode wawancara. Adapun hasil penelitian yang diperoleh, sebagai berikut: 1.
Sikap pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen kognitif a. Pengertian Pemustaka Down Syndrome Pemustaka down syndrome adalah pemustaka yang mengalami gangguan pada perkembangan yang dibawa sejak lahir. Mereka sangat mudah dikenali karena memiliki ciri fisik yang khas dan sangat menonjol. Mereka juga mempunyai keterbatasan baik secara fisik maupun mental. Down syndrome ini sudah ditemukan pertama kali oleh Dr longdon down pada tahun 1866 dari Inggris. Tetapi penemuannya ini baru ditemukan pada awal tahun enam puluhan ditemukan diagnosisnya dari pemeriksaan kromosom.57 Dahulu orang menyebutnya dengan Mongoloid karena memiliki gejala klinik yang khas, yaitu wajahnya seperti bangsa Mongol dengan mata sipit membujur ke atas. Down syndrome ini merupakan kelainan yang disebabkan oleh abnormalitas pada kromosom, yang sebagian besar karena adanya penambahan jumlah kromosom pada kromosom ke
57
Lance Keith Curry, et all. “LIBRARIES - Attitude Towards the Visitors Down Syndrome Librarian at Incredible Library Washington DC” artikel diakses pada 15 Januari 2015 dari LIBRARIES - attitudde librarian (sikap pustakawan).pdf.
64
2158. Abnormalitas ini menyebabkan penyandangnya memiliki penampilan fisik yang khas, yang berbeda dengan anak normal. Magunsong pada tahun 1998 menyebutkan bahwa penyandangpenyandang down syndrome mengalami kelainan badaniah yang sama dan penampilan wajah yang mirip59. Wajah mereka lebih rata dari anak-anak normal dengan mata sipit. Karakteristik lain dari anak down syndrome meliputi bentuk tubuh yang pendek, kepala yang kecil dan bulat, mata yang sipit dengan lipatan kulit di sisi dalam mata, bentuk mulut yang kecil, hidung yang pesek, lidah yang menjulur, rambut yang tipis dan lurus, jari tangan dan kaki yang pendek, serta badan yang lemah. Penyandang down
syndrome disertai juga
dengan
gangguan-gangguan pada kesehatan fisiknya, seperti gangguan pada pendengaran, penglihatan, pencernaan, kelainan jantung, gangguan pada tulang, obesitas, dan disfungsi pada tiroid. Selain itu dalam perkembangannya terdapat juga keterbatasan mental dan sosial. Mereka mengalami kesulitan untuk berbicara dengan tepat sehingga menghambat dalam berhubungan 58
Sjarif Hidajat, Herry Garna, Ponpon S Idjradinata, Achmad Surjono. “Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi Penuh Trisomi 21,” Jurnal sari pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 97 - 104 59 Dhofirul Fadhil Dzil Ikrom Al Hazmi, Ketut Tirtayasa, Muhammad Irfan. “Kombinasi Neuro Developmental Treatmen dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome”, Sport and Fitness Journal, Volume 2, No. 1 : 56 – 71, Maret 2014
65
dengan orang lain. Down syndrome ini sama seperti anak yang mengalami keterbelakangan mental, anak down syndrome mengalami masalah di setiap tahap perkembangannya, salah satunya adalah masalah pada kemampuan adaptifnya. Keterbelangan mental tersebut membuat anak tidak dapat sepenuhnya mandiri dan membutuhkan dukungan yang berkepanjangan dan terus menerus dari keluarga atau insatansiinstansi tertentu. Angka kejadian down syndrome meningkat jelas pada wanita yang melahirkan anak setelah berusia 35 tahun ke atas. Usia ayah juga beresiko meningkatkan kelahiran down syndrome, khususnya usia di atas 50 tahun. Hal ini dapat diketahui melalui analisis DNA yang menunjukkan bahwa 5 % kasus down syndrome disebabkan oleh penambahan kromosom dari ayah sedang selebihnya dari ibu 60. Anak down syndrome berdasarkan pada aspek kepribadian menyebutkan bahwa stereotipe dari anak down syndrome adalah bersahabat, suka bergaul, dan terbuka. Artinya mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan secara baik meskipun keterbelakangan mental membatasi keterampilan sosialnya. Wenar juga menyebutkan hasil dari penelitian lain yang menunjukkan adanya variasi pada steteotipe kepribadian dari anak-anak.
Kepribadian
60
anak
down
syndrome
sangat
Roger H Reeves, Dkk. “A Mouse Model For Down Syndrome Exhibits Learning and Behaviour Deficits” artikel diakses pada 17 Maret 2016 dari nature Publishing Group http://www.nature.com/naturegenetics
66
bervariasi. Menurut ibu Sriyati anak down syndrome memiliki beberapa ciri fisik yang mirip, namun mereka tidak sama persis karena ada faktor keturunan dari orang tua dan keluarga masing-masing. Anak-anak down syndrome membutuhkan bimbingan seperti anak normal lainnya atau bahkan lebih. Perkembangan mereka dalam berbagai aspek memerlukan waktu, dan mereka akan menjalaninya bertahap, sesuai dengan kemampuan mereka. “Pemustaka down syndrome adalah pemustaka yang mengalami kekurangan baik secara fisik dan mental dari mereka lahir”. Ry61 “Pemustaka down syndrome itu merupakan anak yang mengalami keterbelakangan mental dan disertai dengan gangguan-gangguan lain seperti kurangnya pendengaran, penglihatan, pengucapan, dan daya tangkap terhadap pelajaran yang kurang”. Df62 “Pemustaka down syndrome adalah mereka yang mempunyai ciri fisik yang sama”. Mr63 Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwa ketiganya mengatakan
bahwa
pemustaka
down
syndrome
adalah
pemustaka yang mengalami kekurangan baik dari segi fisik dan mental. b. Jenis down syndrome Ada 3 variasi genetik yang menjadi penyebab down syndrome, yaitu: 1. Trisomi 21
61
Wawancara dengan Rahma Yeni, Jakarta, 19 Agustus 2015. Wawancara dengan Dini Fadilah, Jakarta, 19 Agustus 2015. 63 Wawancara dengan Mardiah, Jakarta, 19 Agustus 2015. 62
67
Keadaan itu disebabkan oleh adanya ekstrakromosom 21 dalam semua hal individu. Hal itu terjadi karena salah satu orang tua memberikan dua kromosom 21 melalui sel telur atau sel sperma, bukannya satu seperti biasa. Ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi (95%) pada anak-anak down syndrome yang lahir dari ibu dengan berbagai usia. 2. Translokasi Down syndrome juga dapat terjadi ketika bagian dari kromosom 21 melekat (translokasi) ke kromosom lain, sebelum atau pada saat pembuahan. Anak-anak dengan sindrom down translokasi memiliki dua salinan kromosom 21 yang biasa, tetapi mereka juga memiliki bahan tambahan dari kromosom 21 melekat pada kromosom translokasi. Variasi penyebab sindrom down ini sangat jarang terjadi. 3. Mosaic syndrom down Merupakan bentuk yang jarang dari sindrom down, anak-anak memiliki beberapa sel dengan tambahan salinan kromosom 21. Variasi ini terdiri dari sel normal dan sel abnormal yang disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal setelah pembuahan.64
64
Sjarif Hidajat, Herry Garna, Ponpon S Idjradinata, Achmad Surjono. “Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi Penuh Trisomi 21.” Jurnal sari pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 97 - 104
68
“Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini memiliki jenis down syndrome trisomi 21. Karena sangat jelas terlihat dengan bentuk fisik dengan wajah yang sama.”Sy65 Di perpustakaan ini anak-anaknya mengalami jenis down syndrome trisomi. Tidak ada yang mengalami jenis translokasi dan mosaic sindrome down.” Wl66 Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pemustaka down syndrome yang berada di SLBN 02 Jakarta ini mengalami jenis down syndrome trisomi. c. Kebutuhan informasi pemustaka down syndrome Down syndrome memiliki keterbatasan dalam kemampuan kognitif mereka dengan kemampuan kognitif yang terbatas, maka akan mempengaruhi akademik mereka. Anak dengan down syndrome ini biasanya mengalami kesulitan dengan halhal yang berhubungan dengan belajar karena kemampuan, dan memory yang lambat dibandingkan dengan anak normal. Masalah ini dapat berasal dari lemahnya kemampuan persepsi dan menilai suatu ingatan yang sudah disimpan dengan keadaan saat ini. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dalam mengunakan ingatan jangka pendek yang lemah pada anak down syndrome. Namun demikian anak-anak dengan down syndrome memiliki visual processing skills yang lebih baik. Oleh sebab itu diyakini gambar merupakan metode bagus untuk mengajarkan anak down syndrome belajar, berbicara,
65 66
Wawancara dengan Sriyati, Jakarta, 20 Agustus 2015. Wawancara dengan Wilowo, Jakarta, 20 Agustus 2015.
69
dan berinteraksi. Jenis koleksi yang ada di perpustakaan adalah buku pelajaran yang didukung dengan gambar. Daya ingat jangka pendek dengan down syndrome ini menurut penelitian dapat ditingkatkan melalui pelatihan yang disebut sebagai memory skiil training. Pelatihan ini menggunakan organisasi programme.
Yaitu
bertujuan
mengajarkan
anak
untuk
mengkategorisasikan dan mengelompokkan sebagai jalan untuk membantu dan mengingat sesuatu. Pelatihan ini menggunakan gambar-gambar yang memudahkan anak down syndrome untuk mengingatnya. Program memory skill training dapat meningkatkan daya ingat jangka pendek anak down syndrome. Program ini dilakukan dengan jangka waktu yang lebih lama dan dilakukan secara berkelanjutan. “Kebutuhan informasi pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini adalah buku pelajaran yang didukung dengan gambar. Sehingga mereka mudah memahami isi bacaan”. Ry “Sebenarnya kebutuhan informasi pemustaka down syndrome tidak banyak. Mereka hanya menyukai buku bergambar dan permainan-permainan asah otak.” Df “Kebutuhan informasi pemustaka down syndrome adalah buku-buku bergambar yang menarik”. Wl Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa kebutuhan informasi pemustaka down syndrome itu terkait dengan buku pelajaran yang didukung dengan gambar yang menarik. Sehingga mereka dengan mudah menangkap informasi yang ada di dalam buku yang mereka inginkan.
70
d. Prilaku pencarian informasi pemustaka down syndrome Pencarian informasi merupakan suatu kegiatan manusia untuk
memenuhi
kebutuhan
informasinya.
Seseorang
melakukan pencarian informasi karena memang sedang membutuhkan informasi tersebut. Kegiatan pencarian informasi seseorang didorong oleh keadaan dimana seseorang tersebut memiliki pengetahuan yang kurang sehingga berkeinginan untuk menambah referensi informasi mengenai sesuatu yang sedang dibutuhkan. Delapan tahapan pencarian informasi, yaitu: 1. Starting Merupakan titik awal
pencarian informasi
atau
pengenalan awal terhadap rujukan. 2. Chaining Diidentifikasikan sebagai hal penting pada pola pencarian
informasi.
Kegiatan
ini
ditandai
dengan
mengikuti mata rantai atau mengaitkan daftar literatur yang ada pada rujuan inti. Chaining dapat dilakukan dengan dua cara yaitu backward chaining (merupakan cara tradisional yakni mengikuti daftar pustaka yang ada pada rujuan inti), forward chaining (mencari rujukan lain berdasarkan subjek atau nama pengarang dari rujukan inti yang telah ada
71
dengan mengaitkan ke depan. Cara ini dilakukan dengan menggunakan sarana bibliografi. 3. Browsing Merupakan tahap kegiatan yang ditandai dengan kegiatan pencarian informasi dengan cara penelusuran semi terstruktur karena telah mengarah pada bidang yang diamati. Browsing dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui abstrak hasil penelitian, daftar isi jurnal, jajaran buku di perpustakaan atau toko buku, bahkan juga buku-buku yang di pajang pada pameran atau seminar. 4. Differentiating Merupakan kegiatan membedakan sumber informasi untuk menyaring informasi berdasarkan sifat kualitas rujukan. Identifikasi sumber-sumber informasi terutama ditekankan pada subjek-subjek yang dipilih dari selanjutnya akan mengambil bahan-bahan dan topik yang diminati. 5. Monitoring Merupakan kegiatan yang ditandai dengan kegiatan memantau perkembangan yang terjadi terutama dalam bidang yang diminati dengan cara mengikuti sumber secara teratur.
72
6. Extracting Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini terutama diperlukan pada saat harus membuat tinjauan literatur. Sumber informasi yang digunakan pada extracting ini adalah jurnal-jurnal yang sudah standar, catalog penerbit, bibliografi subjek, abstrak dan indeks. 7. Verifying Ditandai dengan kegiatan pengecekan atau penilaian apakah informasi yang didapat telah sesuai atau tepat dengan yang diinginkan. Ini sering digunakan oleh peneliti bidang fisika dan kimia. Karena melalui tahapan ini dapat melakukan pengujian untuk memastikan seandainya ada kesalahan-kesalahan pada informasi yang diperoleh. 8. Ending Merupakan tahapan akhir dari pola pencarian informasi biasanya dilakukan bersamaan dengan berakhirnya suatu kegiatan penelitian.67 Prilaku pencarian informasi ini merupakan sistem temu kembali informasi serta keputusan memilih buku yang paling relevan diantara beberapa sederetan buku di rak perpustakaan. Prilaku pencarian informasi di SLBN 02 Jakarta ini adalah biasanya pemustaka langsung datang ke 67
Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1991),h.
50
73
rak dan mengambil buku yang mereka inginkan. Dan juga sering pustakawan yang mengambilkan buku yang mereka inginkan. “Prilaku pencarian informasi anak down syndrome itu beragam ada yang langsung datang ke rak dan mengacakngacak buku sampai menemukan buku yang mereka inginkan, ada juga yang menyuruh pustakawan mencarikan buku yang bergambar.”Ry “Prilaku pencarian informasi pemustaka down syndrome kebanyakan langsung datang ke rak. Dan ada juga yang bermain-main saja. Dan bahkan ada yang merebut buku temannya, sehingga banyak anak yang mengamuk dan menangis, tugas pustakawan yang melerai dan mendamaikan mereka.” Sy “Prilaku pemustaka down syndrome itu dalam pencarian informasi lebih banyak langsung datang ke rak, dan juga meminta dicarikan ke pustakawan. “Wl Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa prilaku pencarian informasi pemustaka down syndrome adalah langsung datang ke rak, dan ada juga yang mengajak pustakawan untuk membantu dia mencarikan buku yang menarik. Guru sekolah luar biasa sering menginstruksikan anak-anak untuk datang ke perpustakaan. Di perpustakaan guru dan pustakawan bekerjasama untuk melayani anak down syndrome. Sehingga pemustaka down syndrome diberikan jadwal masing-masing untuk berkunjung ke perpustakaan. Sehingga kegiatan di perpustakaan berjalan dengan baik dan tertib.
74
Pelayanan Pemustaka Down Syndrome a. Cara melayani pemustaka down syndrome Ketika pemustaka down syndrome datang ke perpustakaan maka pustakawan harus tekankan keunikan dan nilai dari semua anak daripada perbedaan mereka. Jadi tidak membedabedakan anak. Hindari penekanan ketidakmampuan dengan mengenyampingkan pencapaian masing-masing. Pikirkan cara anak yang tidak berkemampuan dapat melakukan sesuatu sendiri atau untuk anak yang lain. Berikan lingkungan dimana anak yang bermasalah ikut serta dalam kegiatan dengan anak yang tidak bermasalah dan cara-caranya yang bermanfaat satu sama lainnya. Pustakawan harus berempati dengan pemustaka down syndrome. Pustakawan harus sabar membimbing dan menjaga anak down syndrome. Ajak anak down syndrome untuk terbuka dengan pustakawan. Sehingga dia bisa berintraksi dengan baik di lingkungan perpustakaan maupun di rumah nya. “Saya melayani pemustaka down syndrome sama seperti memperlakukan anak sendiri, sabar dalam mengurusnya, serta berempati terhadap mereka. Karena mereka sangat peka terhadap kebaikan orang. Ketika orang baik ke “mereka, mereka juga akan patuh kepada orang tersebut.” Ry “Saya melayani pemustaka down syndrome dengan baik, ramah, santun, dan meberikan pendekatan dari hati kepada anak down syndrome”. Sy “Saya melayani pemustaka down syndrome sama, tidak membeda-bedakan mereka dan bersikap lemah lembut kepada mereka”. Df
75
Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pustakawan melayani pemustaka down syndrome dengan baik, ramah, santun, lemah lembut, ikut berempati dan tidak membedabedakan mereka. b. Sarana
yang
disediakan
untuk
penelusuran
informasi
pemustaka down syndrome Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini menggunakan komputer dan katalog manual sebagai sarana penelusuran informasi. Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini terdapat 5 unit komputer. Tetapi sarana itu jarang digunakan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. Kebanyakan pemustaka langsung datang ke rak dan mengambil buku yang mereka inginkan. Pustakawan sering mengajarkan dan membimbing pemustaka untuk menggunakan katalog. Tetapi dengan keterbatasan kemampuan pemustaka down syndrome. Maka sarana komputer dan katalog jarang digunakan. Di perpustakaan akan memberikan warna di bagian punggung buku. Karena anak penderita down syndrome lebih menyukai warna yang cerah dan gambar.
76
“Sarana yang disediakan untuk penelusuran informasi di perpustakaan sudah lumayan banyak, tetapi karena keterbatasan mereka. Mereka sesuka hati saja melakukan kegiatan yang mereka inginkan.”Ry “Sarana untuk penelusuran informasi di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini tidak digunakan oleh pemustaka. Seperti katalog mereka tidak menggunakannya, mereka langsung datang aja ke rak mencari buku yang mereka inginkan.” Sy “Sarana penelusuran informasi yang disediakan oleh perpustakaan ada komputer untuk melihat katalog online, dan juga ada katalog manual. Tetapi pemustaka tidak pernah menggunakannya”. Wl Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas sarana yang disediakan Perpustakaan SLBN 02 Jakarta sudah ada seperti katalog online dan katalog manual. Namun sayangnya pemustaka down syndrome tidak menggunakannya. Karena mereka langsung datang ke rak dan mengambil buku yang mereka inginkan. Pustakawan selalu membimbing mereka untuk menggunakan sarana penelusuran informasi tersebut. Tetapi karena kekurangan pemustaka maka apa yang mereka pelajari tidak di aplikasikan. c. Kegiatan bagi penyandang down syndrome di perpustakaan Kegiatan di perpustakaan sangat penting adanya. Karena dengan adanya kegiatan maka akan adanya interaksi aktif antara pustakawan dan pemustaka. Kegiatan ini juga dapat meningkatkan
minat
pemustaka
untuk
berkunjung
ke
perpustakaan. Kegiatan juga dapat meningkatkan kreativitas pemustaka down syndrome.
77
“Perpustakaan SLBN 02 Jakarta mengadakan banyak kegiatan. Diantaranya lomba menggambar, mewarnai, kegiatan bermain sambil belajar dengan menggunakan puzzle, story telling, kegiatan membacakan buku bergambar sesuai dengan imajinasi anak down syndrome. Dengan adanya berbagai kegiatan ini membuat mereka sangat senang untuk datang ke perpustakaan.” Ry “Kegiatan di perpustakaan ini banyak ada kegiatan perlombaan seperti lomba menggambar, mewarnai, kegiatan membaca buku bergambar dan masih banyak lainnya.” Sy “Perpustakaan SLBN 02 Jakarta mempunyai banyak kegiatan diantaranya diadakan perlombaan menggambar, mewarnai, kegiatan bermain sambil belajar dengan menggunakan puzzle, dan story telling yang disampaikan oleh pustakawan.” Wl Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa Perpustakaan SLBN 02 Jakarta mengadakan banyak kegiatan. Seperti perlombaan, story telling, dan kegiatan belajar sambil bermain dengan menggunakan puzzle. 2. Sikap pustakawan berdasarkan sikap afektif terhadap down syndrome Pengetahuan tambahan mengenai down syndrome a. Pustakawan senang menambah pengetahuan dalam bidang perpustakaan Untuk
menambah
pengetahuan
dalam
bidang
perpustakaan pustakawan dianjurkan untuk memperbanyak membaca buku tentang perpustakaan. Ada kebijakan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta kepada pustakawan untuk meresume apa saja yang telah mereka baca. Serta pustakawan
78
dianjurkan untuk sering mengikuti pelatihan dan training untuk menambah pengetahuan tentang perpustakaan. “Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini mewajibkan pustakawan menambah pengetahuan dalam bidang perpustakaan. Saya sendiri membaca buku 8 jam per hari untuk menambah pengetahuan dan juga sering mengikuti pelatihan dimana saja. Asal bermanfaat saya akan mengikuti proses nya dengan senang hati.” Ry “Saya sering membaca buku dan mengikuti pelatihan untuk menambah pengetahuan di bidang perpustakaan. Saya tidak akan pernah merasa puas dengan satu ilmu yang di dapat tetapi akan terus mencari dan mencari sampai maut memisahkan.” Sy “Untuk menambah pengetahuan dalam bidang perpustakaan, saya tidak akan pernah bosan untuk membaca buku dan mengikuti pelatihan. Karena memang jiwa saya di bidang perpustakaan. saya menikmatinya.” Wl Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini selalu senang menambah pengetahuan mereka dengan membaca buku maupun mengikuti pelatihan-pelatihan. b. Pustakawan senang menambah pengetahuan dalam bidang down syndrome Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini kebanyakan pustakawannya berasal dari lulusan Sekolah Luar Biasa. Jadi mereka sudah mempunyai basic tentang bidang down syndrome. Sehingga mereka bisa saling berbagi ilmu pengetahuan dengan sesama pustakawan yang ada di SLBN 02 Jakarta.
79
“Kalau boleh sombong nih, kebanyakan pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta sudah ahli dalam bidang down syndrome karena mereka kebanyakan lulusan Sarjana Sekolah Luar Biasa. Tetapi walaupun demikian pustakawan selalu menambah pengetahuan dalam bidang down syndrome” Ry “Pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta selalu berusaha menambah pengetahuan dalam bidang down syndrome. Baik dengan cara sharing dengan sesama pustakawan, membaca buku, jurnal dan mengikuti pelatihan.” Wl “Saya memang lulusan sekolah luar biasa dan sudah mempunyai basic dalam bidang down syndrome ini. Tapi saya selalu berusaha untuk menambah pengetahuan dengan membaca buku, mengikuti training, dan membaca jurnal. Sehingga pelajaran yang dipelajari di bangku kuliah bisa diaplikasikan dengan baik.” Wl Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pustakawan walaupun banyak dari lulusan sekolah luar biasa tetapi tetap terus senang menambah pengetahuan dalam bidang down syndrome. Dengan cara membaca buku, jurnal, sharing dengan sesama pustakawan dan mengikuti pelatihan. c. Pustakawan senang menambah pengetahuan dalam psikologi anak down syndrome Pengetahuan tentang psikologi anak down syndrome ini sangat penting di pelajari oleh pustakawan. Karena ini adalah ilmu dasar untuk mengenali lebih dalam pemustaka down syndrome dan dengan adanya ilmu ini maka pustakawan akan mudah untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pemustaka down syndrome.
80
“Untuk menambah pengetahuan dalam psikologi anak down syndrome maka saya memperbanyak membaca buku, jurnal, dan mengikuti pelatihan dan training-training”. Ry “Saya sering membaca buku dan mengikuti training untuk menambah pengetahuan psikologi anak down syndrome” Sy “Saya sangat menyukai anak down syndrome sehingga saya akan terus mempelajari psikologi anak down syndrome dimanapun dan kapanpun.” Wl Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pustakawan senang untuk menambah pengetahuan psikologi anak down syndrome dengan membaca buku, jurnal, sharing dengan orang yang ahli dalam bidang psikologi down syndrome dan mengikuti training.
Pelayanan yang Diberikan Pustakawan Terhadap Down Syndrome a. Pelayanan langsung terhadap penderita down syndrome Pelayanan di perpustakaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas dalam memberikan jasa layanan kepada pengunjung perpustakaan tanpa membedakan status sosial, ekonomi, kepercayaan maupun status sosialnya. Layanan yang digunakan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah layanan langsung. Hal ini
berarti
pustakawan
pemustaka.
81
berhubungan
langsung
dengan
“Bentuk pelayanan langsung di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah langsung membantu mengambilkan apa yang dibutuhkan pemustaka di rak. Dan juga setia mendampingi pemustaka selama berada di perpustakaan”. Ry Saya selalu membantu pemustaka untuk mengambilkan buku apa yang dia inginkan di rak. Saya juga sering merekomendasikan buku yang menarik kepada mereka.” Sy Saya terus memantau pemustaka down syndrome dan selalu berusaha memberikan bantuan kepada pemustaka down syndrome secara langsung. Karena ketika saya bisa membantu pemustaka down syndrome, ada rasa kepuasan tersendiri buat saya. Wl Dari hasil wawancara pustakawan melakukan pelayanan langsung dengan memberikan bantuan kepada pemustaka down syndrome secara langsung. Contohnya mengambilkan buku di rak, serta memberikan pendampingan selama di perpustakaan kepada pemustaka down syndrome. b. Yang dilakukan pustakawan ketika menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar Pustakawan adalah komponen yang sangat penting di perpustakaan. ketika tidak ada pustakawan maka kegiatan di perpustakaan tidak akan berjalan dengan baik. Pustakawan sering menjadi fasilitator pemustaka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
82
“Yang saya lakukan ketika menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar adalah berusaha untuk bisa menjadi teman pemustaka. Memulai pendekatan dengan hati ke hati. Ketika pemustaka down syndrome membutuhkan sesuatu maka saya siap membantu. Saya sering menggunakan buku bergambar untuk menyampaikan kandungan isi buku yang pemustaka baca. Saya pun juga melakukan kegiatan belajar sambil bermain, seperti main puzzle aatau main tebak-tebakkan. Sehingga pemustaka senang dan lebih bisa memahami isi buku yang mereka inginkan” Ry “Saya berusaha untuk menjadi perantara pemustaka untuk bisa memahami isi buku yang dia baca. Saya membacakan kembali buku yang dia baca dengan bahasa yang mudah dia pahami.” Sy Saya menggunakan buku bergambar dan puzzle sebagai sarana untuk memudahkan pemustaka memahami isi bacaan. Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan pemustaka menggunakan buku bergambar dan puzzle untuk menjadi fasilitator pemustaka down syndrome. c. Kegiatan yang dilakukan untuk menunjang pembelajaran pemustaka down syndrome Kegiatan sangat penting adanya di perpustakaan. Karena jika tidak ada kegiatan di perpustakan maka pemustaka akan merasa jenuh dan bosan di pepustakaan. Kegiatan ini juga membantu untuk menunjang pembelajaran pemustaka down syndrome. “Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta sering melakukan kegiatan diantaranya diadakannya lomba mengambar, mewarnai, menulis, story telling, bercerita isi buku maka itu hal yang menunjang pembelajaran pemustaka down syndrome.” Sy “Perpustakaan SLBN 02 Jakarta mempunyai banyak kegiatan diantaranya bedah buku, lomba menggambar, mewarnai, dan menceritakan kembali isi buku dengan bahasa sendiri.”Ry “Kegiatan bermain sambil belajar adalah hal yang paling disukai pemustaka down syndrome.”Wl
83
Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan, kegiatan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berjalan seperti lomba mewarnai, menggambar, menceritakan kembali isi buku dengan bahasa sendiri, pokoknya kegiatan bermain sambil belajar ini sangat disukai pemustaka down syndrome.
Sikap dalam Melayani Pemustaka Down Syndrome a. Sikap
yang
dilakukan
pustakawan
dalam
memberikan
pelayanan kepada pemustaka down syndrome Pemustaka down syndrome merupakan orang yang berbeda dengan manusia normal lainnya. Melayani nya pun juga berbeda. Pemberian pelayanan ini sangat berpengaruh kepada psikologis anak. Anak down syndrome membutuhkan banyak perhatian, kasih sayang, dan hati yang tulus dari pustakawan. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome adalah sikap yang baik dan positif. Sikap pustakawan
diantaranya
pemustaka.
84
belaku
lemah
lembut
kepada
“Saya mendekati pemustaka dengan lemah lembut, saya berusaha memberikan pemahaman tentang perpustakaan secara terus menerus. Ketika mereka bingung maka saya akan berusaha membimbing dia agar tidak bingung lagi.” Ry “Saya memberikan kasih sayang yang tulus, ketika mereka menginginkan sesuatu langsung saya wujudkan semampu nya. Dan ketika mereka bersalah tidak langsung emosi, tetapi berikan peringatan terlebih dahulu.” Sy “Sikap saya ketika memberikan pelayanan kepada pemustaka down syndrome adalah berusaha untuk berempati kepada mereka.” Wl Dari hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap pustakawan dalam melayani perpustakaan bukan hanya bersikap lemah lembut saja tetapi ikut berempati kepada mereka juga. b. Sikap yang harus dimiliki pustakawan dalam melayani pemustaka down syndrome Pustakawan adalah cerminan dari kualitas perpustakaan. Ketika pustakawannya baik maka perpustakaannya pun juga akan baik. Pustakawan harus memiliki sikap- sikap seperti di bawah ini:sabar,
ramah,
sopan,
menahan
emosi,
mengayomi,
mempunyai jiwa kasih sayang, berempati kepada pemustaka, dan sikap tidak membeda-bedakan anak.
85
“Saya sendiri belum sempurna, namanya manusia tidak luput dari kesalahan, tetapi saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pemustaka down syndrome. Saya berusaha untuk sabar, ramah, berjiwa besar dan tidak emosi. Ketika saya merasakan kesal, saya akan berusaha menenangkan diri sendiri.” Ry “Saya sering berlaku sopan, ramah, berbicara lemah lembut, selalu memberikan pendampingan ekstra semampu saya. Agar pemustaka merasa puas dan senag di perpustakaan” Sy “Saya selalu memberlakukan mereka dengan baik. Saya menganggap mereka seperti anak saya sendiri.” Wl Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan berlaku sopan santun, ramah, berempati, tidak kasar, sabar terhadap pemustaka down syndrome. c. Cara pustakawan memberikan semangat kepada pemustaka down syndrome Anak down syndrome tidak bisa diberikan ilmu secara cepat. Mereka harus dibimbing, diarahkan, dan diberikan contoh
terlebih
dahulu.
Mereka
memang
mempunyai
keterbatasan dalam mengingat dan memahami sesuatu. “Untuk memberikan motivasi biasanya saya membacakan cerita yang menarik dan memotivasi. Sehingga mereka senang dan tidak sedih dengan keadaan mereka. Dan juga saya sering memberikan contoh kepada mereka tentang orang-orang down syndrome yang semangat sehingga menghasilkan karya. Setelah mendengarkan cerita tersebut biasanya mereka sangat senang sekali dan mempunyai motivasi untuk belajar kembali.” Ry “Saya memberikan hadiah bagi pemustaka yang rajin dan patuh. Sehingga mereka semangat untuk datang ke perpustakaan. Dengan hal itu juga mereka tertib ketika berada di perpustakaan”. Df “Saya memotivasi pemustaka dengan melalui story telling. Karena biasanya anak-anak akan senang jika dikasih dongeng apalagi di dukung dengan alat peraga yang lucu.” Sy
86
Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas pustakawan memotivasi pemustaka dengan memberikan story telling dan hadiah kepada pemustaka. 3. Sikap pustakawan berdasarkan komponen prilaku down syndrome a. Buku yang pustakawan baca untuk meningkatkan kemampuan mengenai down syndrome Buku adalah sumber ilmu. Sehingga ada istilah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Dengan membaca buku kita jadi lebih tahu dan mengerti. “Buku yang sering saya baca adalah yang berkaitan dengan psikologi, mengenal lebih dalam anak down syndrome, buku perpustakaan, dan buku pelayanan di perpustakaan.” Ry Saya sering membaca kamus lengkap psikologi, yang dikarang oleh Chaplin, J.P. yang telah dialih bahasakan oleh Kartono Kartini pada tahun 1999. Buku kesehatan mental 2 yang dikarang oleh Yustinus Semiun pada tahun 2006 dan juga buku tentang perpustakaan” Sy Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan harus banyak membaca agar ilmu pengetahuannya bertambah. Buku yang harus dibaca yaitu berkaitan dengan psikologi anak down syndrome, perpustakaan, dan cara melayani pemustaka down syndrome. b. Pelatihan yang telah diikuti oleh pustakawan Pelatihan ini sangat bagus di ikuti oleh pustakawan karena pelatihan ini bertujuan untuk memantapkan lagi ilmu yang sudah di punyai oleh pustakawan.
87
“Pustakawan sering melakukan pelatihan tentang cara menangani anak down syndrome, pelatihan cara pendekatan anak down syndrome, pelatihan cara mengelola perpustakaan dengan baik dan menarik di perpustakaan nasional dan juga sering juga diadakan pelatihan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta.” Ry Saya sering mengikuti pelatihan di Perpustakaan Nasional Indonesia, juga pernah di Universitas Indonesia, dan di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta di Lebak Bulus.” Sy Saya baru sekali mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional. Saya mendapatkan banyak ilmu baik dari segi perpustakaan maupun tentang melayani pemustaka down syndrome.” Wl Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahawa pustakawan SLBN 02 Jakarta, sudah berpengalaman mengikuti berbagai pelatihan. Pelatihan yang sudah mereka ikuti, mereka aplikasikan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. c. Cara memahami pemahaman mengenai perpustakaan Peran
pustakawan
juga
dalam
hal
memberikan
pemahaman mengenai perpustakaan kepada pemustaka down syndrome. Pemustaka down syndrome harus diberikan pemahaman agar mereka berlaku tertib di perpustakaan dan senang ke perpustakaan.
88
“Cara memberikan pemahaman mengenai perpustakaan adalah dengan pendekatan personal. Biasanya pustakawan dengan cara mendekati satu persatu, setelah melakukan pendekatan personal, mulai dengan memahami mereka tentang perpustakaan secara pelan-pelan dan dengan bahasa yang menarik. Sehingga pemustaka down syndrome mudah memahami nya dan merasa senang berkunjung ke perpustakaan.” Sy “Saya memberikan pemahaman kepada pemustaka dengan cara mendekati mereka satu per satu. Dan saya sering membawakan hadiah untuk mereka. Sehingga mereka senang dan mau mendengarkan saya dalam memberikan pemahaman.” Ry “Saya sering memberikan permainan dulu untuk mereka, setelah mereka merasa senang, baru saya berusaha mendekati mereka dengan cara berkomunikasi dari hati ke hati. Karena ketika disampaikan dengan hati, biasanya lebih melekat dan mudah dipahami oleh pemustaka. “Wl Dari hasil wawancara diatas dapat diambil kesimpulan cara pustakawan memberikan pemahaman tentang perpustakaan banyak macamnya. Dilakukan secara dari hati-ke hati, mendekati mereka satu per satu, dan dengan cara memberikan games untuk menyenangkan hati mereka, setelah mereka senang baru mulai berikan pemahaman. Sehingga lebih membekas di kepala mereka. d. Pedoman yang digunakan dalam interaksi dengan down syndrome Pedoman ini sangat penting karena dengan adanya pedoman maka pustakawan akan melakukan pekerjaannya dengan teratur dan tidak sembarangan. Dan juga dengan adanya pedoman segala sesuatunya akan lebih terstruktur.
89
“Pedoman yang saya gunakan adalah Undang-Undang Republik Indonesia dan buku tentang down syndrome dan perpustakaan.” Ry Saya menggunakan pedoman undang-undang dan peraturan yang telah berlaku di perpustakaan ini”. Sy “Pedoman yang saya gunakan adalah aturan yang ada di perpustakaan dan Undang-Undang Republik Indonesia.” Wl Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan menggunakan undang-undang, buku dan aturan di perpustakaan sebagai pedoman untuk berinteraksi dengan pemustaka down syndrome.
C. Pembahasan 1. Sikap pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen kognitif Sebelum masuk ke pembahasan lebih dalam pustakawan harus mengetahui terlebih dahulu pengertian pemustaka down syndrome.
Down
syndrome
adalah
suatu
kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. John longdon down adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kalinya menemukan kumpulan gejala down syndrome pada tahun
1866.
Sumbangan
down
yang
terbesar
adalah
kemampuannya untuk mengenali karakter fisik yang spesifik
90
dan deskripsinya yang jelas tentang keadaan ini, yang secara keseluruhan berbeda dengan keadaan
anak normal. Karena
matanya yang khas seperti bangsa Mongol maka dulu disebut sebagai Mongoloid. Kemudian pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan istilah down syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Gejala-gejala atau tandatanda yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita down syndrome adalah adanya keterbelakangan fisik dan mental pada anak. Down syndrome termasuk syndroma konginetal karena sindroma ini sudah sejak lahir. Hal ini disebabkan adanya kelebihan jumlah kromosom pada sel tubuh anak penyandang down syndrome. Pemustaka down syndrome ini memiliki 3 jenis yaitu 1. Trisomi 21 2. Translokasi 3. Mosaic sindrom down. Di
Perpustakaan
SLBN
02
Jakarta
kebanyakan
pemustakanya mengalami jenis trisomi 21. Keadaan itu disebabkan oleh adanya ekstrakromosom 21 dalam semua hal
91
individu. Hal itu terjadi karena salah satu orang tua memberikan dua kromosom 21 melalui sel telur atau sel sperma, bukannya satu seperti biasa. Ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi (95%) pada anak-anak down syndrome yang lahir dari ibu dengan berbagai usia. Pemustaka down syndrome ini memiliki kebutuhan informasi yang berkaitan dengan buku pelajaran yang didukung dengan gambar yang menarik. Sehingga mereka dengan mudah menangkap informasi yang ada di dalam buku yang mereka inginkan. Dalam memenuhi kebutuhan nya itu maka prilaku pencarian informasi pemustaka down syndrome biasanya langsung datang ke rak, dan ada juga yang mengajak pustakawan untuk membantu dia mencarikan buku yang menarik. Hal ini mereka lakukan karena keterbatasan yang mereka miliki. Sehingga mereka tidak bisa melakukan apa-apa kecuali dengan bimbingan yang ekstra. Cara melayani pemustaka down syndrome dengan baik, ramah, santun, lemah lembut, ikut berempati dan tidak membeda-bedakan mereka. Pemustaka down syndrome sangat sensitif. Ketika mereka dimarahi dan di bentak. Mereka akan mengamuk dan menangis. Perpustakaaan juga menyediakan sarana penelusuran informasi diantaranya katalog online dan katalog manual. Namun sayang nya pemustaka down syndrome
92
tidak menggunakannya. Karena mereka langsung datang ke rak dan
mengambil
buku
yang
mereka
inginkan.
Karena
keterbatasan mereka, ketika dikasih bimbingan tetap saja susah untuk memahaminya. Agar Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berfungsi dengan baik
maka
perpustakaan
mengadakan
kegiatan
bagi
penyandang down syndrome seperti perlombaan melukis, mewarnai, story telling oleh pustakawan, dan kegiatan belajar sambil bermain dengan menggunakan puzzle. Untuk memenuhi kebutuhan pemustaka, maka pustakawan hendaknya selalu berupaya memberikan layanan yang terbaik. Pustakawan harus memiliki kompetensi, yaitu memiliki ilmu pengetahuan tentang perpustakaan yang memadai, keterampilan, sikap yang baik dalam memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kemampuan pustakawan dalam bidang psikologi anak down syndrome dan juga tentang perpustakaan. Sehingga dengan adanya basic tersebut maka kegiatan di perpustakaan akan berjalan dengan baik dan menyenangkan.
93
2. Sikap pustakawan berdasarkan komponen afektif terhadap pemustaka down syndrome Pustakawan
sangat
diharapkan
untuk
senang
menambah pengetahuan dalam bidang perpustakaan dengan cara membaca buku maupun mengikuti pelatihan-pelatihan. Bukan itu saja pustakawan juga harus senang menambah pengetahuan dalam bidang down syndrome dengan cara membaca buku, jurnal, sharing dengan para ahli dan mengikuti pelatihan. Satu lagi pustakawan juga harus senang menambah pengetahuan dalam psikologi anak down syndrome dengan membaca buku, jurnal, ikut pelatihan yang berkaitan dengan psikologi anak down syndrome. Ketiga itu merupakan komponen penting yang harus dimiliki pustakawan dalam melayani pemustaka down syndrome di perpustakaan. Pelayanan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini menggunakan pelayanan langsung terhadap penderita down syndrome. Maksudnya pustakawan memberikan bantuan kepada pemustaka down syndrome secara langsung. Contohnya mengambilkan buku di rak, serta memberikan pendampingan selama di perpustakaan kepada pemustaka down syndrome. Pustakawan menjadi fasilitator bagi pemustaka down syndrome dalam memahami informasi
94
yang mereka inginkan. Pustakawan menggunakan sarana buku bergambar dan puzzle untuk menjelaskan isi buku yang diinginkan pemustaka. Agar perpustakaan semakin di sukai pemustaka maka harus diadakan kegiatan. Kegiatan yang dilakukan diantaranya diadakan lomba menggambar, mewarnai, menulis, story telling, bercerita isi buku maka itu hal yang menunjang pembelajaran pemustaka down syndrome. Agar
kegiatan
berjalan
dengan
baik,
maka
pustakawan harus bersikap lemah lembut dan ikut berempati kepada pemustaka down syndrome. Karena melayani pemustaka down syndrome memang harus lebih ekstra daripada pemustaka biasa. Pustakawan harus memiliki sikap-sikap sabar, ramah, sopan, menahan emosi, mengayomi, mempunyai jiwa kasih sayang, berempati kepada pemustaka dan sikap tidak membeda-bedakan anak. Karena dengan adanya sikap diatas maka kegiatan yang ada di perpustakaan akan berjalan dengan baik. pemustaka down syndrome butuh motivasi dan semangat dari semua kalangan. Terutama pustakawan ketika dia berkunjung ke perpustakaan. Pemustaka down syndrome kerap kali sensitif karena dengan kondisi mereka yang menyedihkan. Oleh karena itu, pustakawan harus memberikan motivasi dengan
95
memberikan story telling dan hadiah kepada pemustaka. Dengan adanya hal tersebut pemustaka semakin semangat.
3. Sikap pustakawan berdasarkan komponen prilaku down syndrome Pustakawan harus banyak membaca agar ilmu pengetahuannya bertambah. Ketika pustakawan memiliki banyak ilmu maka prilaku mereka kepada pemustaka down syndrome akan baik. Buku yang harus dibaca yaitu berkaitan
dengan
perpustakaan,
dan
psikologi cara
anak
melayani
down
syndrome,
pemustaka
down
syndrome. Selain membaca buku pustakawan harus mengikuti
pelatihan.
Pelatihan
ini
berguna
untuk
memantapkan ilmu yang sudah dipunyai pustakawan. Pelatihan yang harus diikuti oleh pemustaka down syndrome adalah cara menangani anak down syndrome, pelatihan cara pendekatan anak down syndrome, pelatihan cara mengelola perpustakaan dengan baik dan menarik di Perpustakaan Nasional dan dimanapun itu. Pustakawan harus memiliki pemahaman mengenai pustakawan. Cara memberikan pemahaman mengenai perpustakaan
adalah
dengan
pendekatan
personal.
Pustakawan akan mendekati pemustaka satu per satu,
96
setelah
dekat
dengan
mereka,
maka
memberikan
pemahaman tentang perpustakaannya akan mudah sehingga pemustaka down syndrome mudah memahaminya dan merasa senang berkunjung ke perpustakaan. Pedoman yang digunakan untuk berinteraksi dengan down syndrome adalah Undang-Undang Republik Indonesia dan buku tentang down syndrome di perpustakaan.
D. Hasil Penelitian Kuantitatif Hasil wawancara tentang sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome dikuatkan lagi dengan penyebaran kuesioner kepada pustakawan yang ada di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. Dalam melakukan analisis pernyataan sikap dengan menggunakan skala likert, setiap butir pernyataan telah tersedia pilihan jawaban. Setiap jawaban diberi skor seperti yang tertera pada metode penelitian. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada 5 orang guru pustakawan yang ada di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. Untuk memudahkan pengolahan dan analisis mengenai pernyataan sikap responden terhadap sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome telah dibuat menjadi beberapa sub-bab, yaitu: pertama memuat informasi identitas responden, komponen sikap kognitif, afektif, kecendrungan berprilaku, dan hasil wawancara dengan guru pustakawan. Penyajian hasil penelitian dipaparkan ke dalam bentuk tabulasi,
97
yang dilengkapi dengan pembahasannya. Dari hasil pengumpulan data selama penelitian berlangsung adalah sebagai berikut: 1. Penyebaran kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan pada hari Kamis 24 September 2015 di SLBN 02 Jakarta. Penyebaran kuesioner atas izin dari kepala sekolah SLBN 02 Jakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik porpusive sampling, teknik ini digunakan dengan cara memilih anggota sampel secara khusus berdasarkan tujuan suatu penelitian. Kuesioner yang disebar berjumlah 5 lembar dan tidak ada hambatan sama sekali dalam penyebarannya. 2. Keadaan umum responden Responden dari penelitan ini adalah guru pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. Jumlah keseluruhan responden adalah 5 orang. Analisis identitas responden yang akan penulis analisa meliputi penyebaran kuesioner, jenis kelamin responden, dan tingkatan kelas responden. a. Penyebaran kuesioner Tabel dibawah ini menunjukkan jumlah kuesioner yang disebarkan dan yang diolah. Tabel 1. Penyebaran Kuesioner Kuesioner Jumlah Presentase Disebarkan 5 100% Tidak kembali 0 0% Jumlah yang diolah 5 100%
98
Hasil pada tabel satu menunjukkan bahwa dari 5 kuesioner yang disebarkan kepada pustakawan SLBN 02 Jakarta yang dijadikan sampel penelitian, kuesioner yang kembali sebanyak 5 (100%). Seluruh kuesioner yang kembali tersebut setelah di seleksi keseluruhannya memenuhi syarat untuk diolah pada tahap berikutnya. b. Jenis kelamin responden Tabel di bawah ini menunjukkan jenis kelamin responden. Tabel 2. Jenis Kelamin Responden Pernyataan Frekuensi Prosentasi Laki-laki
1
20%
Perempuan 4
80%
Jumlah
100%
5
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 5 orang responden, yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1 orang (20%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang responden (80%). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden yang lebih banyak adalah perempuan.
99
D. Analisis Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Berikut ini adalah analisa data mengenai sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. 1. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen sikap kognitif Untuk mengetahui sejauh mana sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di SLBN 02 Jakarta, maka penulis menggunakan beberapa pernyataan untuk mengetahui seberapa besar peranan komponen sikap kognitif dalam mengatur sikap pustakawan. Adapun pernyataan tersebut adalah sebagai berikut: a. Pustakawan mengetahui ilmu psikologi anak down syndrome Tabel 3. Pustakawan Mengetahui Ilmu Psikologi Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 2 40 10 sekali Sangat baik 4 3 60 12 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 22 Skor rataX= 22/5= rata 4,4 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 3 orang (60%) responden menyatakan pustakawan mengetahui ilmu psikologi anak down syndrome sangat baik. Ada 2 orang (20%) reponden yang menyatakan pustakawan mengetahui ilmu psikologi anak down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan 100
mengetahui ilmu psikologi anak down syndrome buruk dan buruk sekali. Hasil penelitian pustakawan mengetahui ilmu psikologi anak down syndrome dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan adalah 4,4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,43-4,23, yang menunjukkan pustakawan mengetahui ilmu psikologi anak down syndrome sangat baik. b. Pustakawan
mengetahui
undang-undang
yang
mengatur
pendidikan anak down syndrome Tabel 4. Pustakawan Mengetahui Undang-Undang yang Mengatur Pendidikan Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 2 40 10 sekali Sangat Baik 4 3 60 12 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 22 Skor rataX= 22/5= rata 4,4
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 3 orang (60%) responden menyatakan pustakawan mengetahui undang-undang yang mengatur anak down syndrome sangat baik. Ada 2 orang reponden (40%) yang menyatakan pustakawan mengetahui undang-undang yang mengatur anak
101
down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan mengetahui undangundang yang mengatur anak down syndrome sedang, buruk dan buruk sekali. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 5 diatas adalah 4,4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval 3,43-4,23, yang menunjukkan pustakawan mengetahui undangundang yang mengatur anak down syndrome sangat baik. c. Pustakawan memiliki pengetahuan tentang perpustakaan Tabel 5. Pustakawan Memiliki Pengetahuan Tentang Perpustakaan Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 0 0 0 sekali Sangat baik 4 5 100 20 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 20 Skor rataX= 20/5= rata 4 Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden menyatakan pustakawan memiliki pengetahuan tentang perpustakaan sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan memiliki pengetahuan tentang perpustakaan sangat baik sekali, sedang, buruk dan buruk sekali. 102
Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 6 diatas adalah 4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval 3,43-4,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan memiliki pengetahuan tentang perpustakaan sangat baik. d. Pustakawan mengetahui cara melayani pemustaka down syndrome di perpustakaan Tabel 6. Pustakawan Mengetahui Cara Melayani Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik sekali 5 0 0 0 Sangat baik 4 5 100 20 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 20 Skor rataX= 20/5= rata 4
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden menyatakan pustakawan mengetahui cara melayani pemustaka down syndrome di perpustakaan sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan mengetahui cara melayani pemustaka down syndrome di perpustakaan sangat baik sekali, sedang, buruk dan buruk sekali. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 7 diatas 103
adalah 4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval 3,43-4,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan mengetahui cara melayani pemustaka down syndrome di perpustakaan sangat baik. e. Pustakawan mengetahui koleksi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome Tabel 7. Pustakawan Mengetahui Koleksi yang Dibutuhkan Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 0 0 0 sekali Sangat baik 4 5 100 20 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 20 Skor rata-rata X= 20/5= 4
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden menyatakan pustakawan mengetahui koleksi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan mengetahui koleksi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome sangat baik sekali, sedang, buruk dan buruk sekali. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 8 diatas adalah 4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan
104
menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval 3,43-4,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan mengetahui koleksi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome sangat baik. f. Pustakawan mengetahui kebutuhan informasi pemustaka down syndrome Tabel 8. Pustakawan Mengetahui Kebutuhan Informasi Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 0 0 0 sekali Sangat baik 4 3 60 12 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 2 40 4 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 16 Skor rataX= 16/5= rata 3,2 Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 3 orang (60%) pustakawan yang menyatakan pustakawan mengetahui kebutuhan informasi pemustaka down syndrome sangat baik . Ada 2 orang (40%) yang menyatakan pustakawan mengetahui kebutuhan informasi pemustaka down syndrome buruk. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan mengetahui kebutuhan informasi pemustaka down syndrome sangat baik sekali, sedang, dan buruk sekali. . Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 9 diatas
105
adalah 3,2. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval 2,62-3,42, yang menunjukkan bahwa pustakawan mengetahui kebutuhan informasi pemustaka down syndrome sedang. g. Pustakawan mengetahui buku yang paling diminati pemustaka down syndrome Tabel 9. Pustakawan Mengetahui Buku yang Paling Diminati Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 0 0 0 sekali Sangat baik 4 5 100 20 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 20 Skor rata-rata X= 20/5= 4 Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden menyatakan pustakawan mengetahui buku yang paling diminati pemustaka down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan mengetahui buku yang paling diminati pemustaka down syndrome sangat baik sekali, sedang, buruk dan buruk sekali. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 10 diatas adalah 4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval
106
3,43-4,23, yang menunjukkan pustakawan mengetahui buku yang paling diminati pemustaka down syndrome sangat baik. h. Pustakawan mengetahui buku pelajaran bergambar sangat diminati pemustaka down syndrome Tabel 10. Pustakawan Mengetahui Buku Pelajaran Bergambar Sangat Diminati Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rataX= 24/5= rata 4,8 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan mengetahui buku pelajaran bergambar sangat diminati pemustaka down syndrome sangat baik sekali. Ada 1 orang reponden (20%) yang menyatakan pustakawan mengetahui buku pelajaran bergambar sangat diminati pemustaka down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan mengetahui buku pelajaran bergambar sangat diminati pemustaka down syndrome sedang, buruk dan sangat buruk sekali. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 11 diatas
107
adalah 4,8. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval 3,43-4,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan mengetahui buku pelajaran bergambar sangat diminati pemustaka down syndrome sangat baik. i. Pustakawan mengetahui kegiatan sambil bermain adalah hal yang paling disukai anak down syndrome Tabel 11. Pustakawan Mengetahui Kegiatan Sambil Bermain Adalah Hal yang Paling Disukai Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rataX= 24/5= rata 4,8
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan sangat baik sekali pustakawan mengetahui kegiatan sambil bermain adalah hal yang paling disukai anak down syndrome. Ada 1 orang reponden (20%) yang menyatakan sangat baik pustakawan mengetahui kegiatan sambil bermain adalah hal yang paling disukai anak down syndrome. Serta tidak satupun responden yang menyatakan sedang, buruk dan buruk sekali pustakawan
108
mengetahui kegiatan sambil bermain adalah hal yang paling disukai anak down syndrome. Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai skor rata-rata pada tabel 12 diatas adalah 4,8. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert, skor ini berada pada skala interval 3,43-4,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan mengetahui kegiatan sambil bermain adalah hal yang paling disukai anak down syndrome adalah sangat baik. j. Pustakawan mengetahui prilaku pemustaka down syndrome Tabel 12. Pustakawan Mengetahui Prilaku Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 2 40 10 sekali Sangat baik 4 3 60 12 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 22 Skor rataX= 22/5= rata 4,4
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 3 orang (60%) responden menyatakan pustakawan mengetahui prilaku pemustaka down syndrome sangat baik. Ada 2 orang (20%) reponden yang menyatakan pustakawan mengetahui prilaku pemustaka down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan
109
mengetahui prilaku pemustaka down syndrome sedang, buruk dan sangat buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan mengetahui prilaku pemustaka down syndrome sangat baik.
110
k. Penafsiran sikap pustakawan dari segi komponen kognitif Tabel 13. Penafsiran Sikap Pustakawan Dari Segi Komponen Kognitif No Pernyataan Jawaban Skor (rata-rata) 1. Saya mengetahui ilmu Sangat Baik 4,4 psikologi anak down syndrome 2 Saya mengetahui Sangat Baik 4,4 undang-undang yang mengatur pendidikan anak down syndrome 3 Saya memiliki Sangat Baik 4 pengetahuan tentang perpustakaan 4 Saya mengetahui cara Sangat Baik 4 melayani pemustaka down syndrome diperpustakaan 5. Saya mengetahui Sangat Baik 4 koleksi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome 6 Saya mengetahui Sedang 3,2 kebutuhan informasi pemustaka anak down syndrome 7 Sayamengetahui buku Sangat Baik 4 yang paling diminati pemustaka down syndrome 8. Saya mengetahui Sangat Baik 4,8 bahwa buku pelajaran bergambar sangat diminati pemustaka down syndrome 9. Saya mengetahui Sangat Baik 4,8 kegiatan belajar sambil bermain adalah hal yang paling disukai anak down syndrome 10 Saya mengetahui Sangat Baik 4,4 prilaku pemustaka down syndrome {: 42:10= 4,2 (SB) 111
Berdasarkan tabel dibelakang dapat diketahui hasil skor akhir rata-rata dari rekapitulasi tentang komponen sikap kognitif pustakawan SLBN 02 Jakarta yaitu 4,2. Skor ini berada
pada
titik
3,43-4,23.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan bahwa sikap kognitif pustakawan SLBN 02 Jakarta adalah sangat baik. Karena pustakawan merasakan bahwa pengetahuan itu sangat dibutuhkan dalam sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome.
2. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen sikap afektif Untuk mengetahui sejauh mana sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di SLBN 02 Jakarta, maka penulis menggunakan beberapa pernyataan untuk mengetahui seberapa besar peranan komponen sikap afektif dalam mengatur sikap pustakawan. Adapun pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
112
a. Pustakawan suka menambah wawasan mengenai psikologis anak down syndrome Tabel 14. Pustakawan Suka Menambah Wawasan Mengenai Psikologis Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 2 80 10 sekali Sangat baik 4 2 80 8 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 1 20 2 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 20 Skor rataX= 20/5= rata 4
Tabel diatas menunjukkan bahwa 2 orang (40%) responden menyatakan pustakawan suka menambah wawasan mengenai psikologis anak down syndrome sangat baik. Ada 2 orang (40%) responden yang menyatakan pustakawan suka menambah
wawasan
mengenai
psikologis
anak
down
syndrome sangat baik sekali. 1 orang (20%) responden yang menyatakan buruk serta tidak satupun responden yang menyatakan sedang, dan buruk sekali terhadap pustakawan suka menambah wawasan mengenai psikologis anak down syndrome. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,43-
113
4,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan suka menambah wawasan mengenai psikologis anak down syndrome sangat baik. b. Pustakawan suka menambah wawasan dalam perundangundangan yang mengatur pendidikan anak down syndrome Tabel 15. Pustakawan Suka Menambah Wawasan dalam Perundang-Undangan yang Mengatur Pendidikan Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 0 0 0 sekali Sangat baik 4 4 80 16 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 1 20 2 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 18 Skor rataX= 18/5= rata 3,6 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang
(80%)
menambah
responden
wawasan
menyatakan
dalam
pustakawan
suka
perundang-undangan
yang
mengatur pendidikan anak down syndrome dalam menangani pemustaka down syndrome sangat baik. Ada 1 orang reponden (20%) yang menyatakan pustakawan suka menambah wawasan dalam perundang-undangan yang mengatur pendidikan anak down syndrome dalam menangani pemustaka down syndrome buruk. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan suka menambah wawasan dalam perundangundangan yang mengatur pendidikan anak down syndrome
114
dalam menangani pemustaka down syndrome sangat baik sekali, sedang dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 3,6. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 2,623,42, yang menunjukkan bahwa pustakawan suka menambah wawasan
dalam
perundang-undangan
yang
mengatur
pendidikan anak down syndrome dalam menangani pemstaka down syndrome sangat baik. c. Pustakawan suka meningkatkan pengetahuan dalam bidang perpustakaan Tabel 16. Pustakawan Suka Meningkatkan Pengetahuan dalam Bidang Perpustakaan Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 0 0 0 sekali Sangat baik 4 5 100 20 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 20 Skor rataX= 20/5= rata 4
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden
menyatakan
pustakawan
suka
meningkatkan
pengetahuan dalam bidang perpustakaan dalam menangani pemustaka down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun
115
responden yang menyatakan pustakawan suka meningkatkan pengetahuan dalam bidang perpustakaan dalam menangani pemustaka down syndrome sangat baik sekali, sedang, buruk dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23,
yang
menunjukkan
bahwa
pustakawan
suka
meningkatkan pengetahuan dalam bidang perpustakaan dalam menangani pemustaka down syndrome sangat baik. d. Pustakawan senang bisa memberikan pelayanan informasi kepada anak down syndrome Tabel 17. Pustakawan Senang Bisa Memberikan Pelayanan Informasi kepada Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rataX= 24/5= rata 4,8
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan senang bisa memberikan pelayanan informasi kepada anak down syndrome
116
sangat baik sekali. Ada 1 orang reponden (20%) yang menyatakan pustakawan senang bisa memberikan pelayanan informasi kepada anak down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan senang bisa memberikan pelayanan informasi kepada anak down syndrome sedang, buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,8. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan senang bisa memberikan pelayanan informasi kepada anak down syndrome sangat baik. e. Pustakawan suka membantu mengambilkan buku yang dibutuhkan pemustaka down syndrome di rak Tabel 18. Pustakawan Suka Membantu Mengambilkan Buku yang Dibutuhkan Pemustaka Down Syndrome di Rak Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 2 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rataX= 24/5= rata 4,8
117
Tabel dibelakang menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan suka membantu mengambilkan buku yang dibutuhkan pemustaka down syndrome di rak sangat baik sekali. Ada 1 orang reponden (20%) yang menyatakan pustakawan suka membantu mengambilkan buku yang dibutuhkan pemustaka down syndrome di rak sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan suka membantu mengambilkan buku yang dibutuhkan pemustaka down syndrome di rak sedang, buruk, dan sangat buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,8. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan suka membantu mengambilkan buku yang dibutuhkan pemustaka down syndrome di rak sangat baik.
118
f. Pustakawan suka membantu memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka anak down syndrome Tabel 19. Pustakawan Suka Membantu Memberikan Informasi yang Dibutuhkan Pemustaka Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rata-rata X= 24/5= 4,8
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang
(80%)
responden
menyatakan
pustakawan
suka
membantu memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka anak down syndrome sangat baik sekali. Ada 1 orang reponden (20%)
yang
menyatakan
pustakawan
suka
membantu
memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka anak down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan suka memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka anak down syndrome , sedang ,buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,8. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,43-
119
4,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan suka membantu memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka anak down syndrome sangat baik. g. Pustakawan suka menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar anak down syndrome Tabel 20. Pustakawan Suka Menjadi Fasilitator dalam Kegiatan Belajar Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rataX= 24/5= rata 4,8 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan suka menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar anak down syndrome sangat baik sekali. Ada 1 orang reponden (20%) yang menyatakan pustakawan suka menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar anak down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan suka menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar anak down syndrome , sedang, buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,8. Skor ini
120
didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan suka menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar anak down syndrome sangat baik. h. Pustakawan sering memberikan kegiatan belajar sambil bermain untuk pemustaka down syndrome Tabel 21. Pustakawan Sering Memberikan Kegiatan Belajar Sambil Bermain untuk Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rata-rata X= 24/5= 4,8
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan sering memberikan kegiatan belajar sambil bermain untuk pemustaka down syndrome sangat baik sekali. Ada 1 orang reponden (20%) yang menyatakan pustakawan sering memberikan kegiatan belajar sambil bermain untuk pemustaka down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan sering memberikan kegiatan belajar
121
sambil
bermain
untuk
pemustaka
down
syndrome
sedang,buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,8. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan pustakawan sering memberikan kegiatan belajar sambil bermain untuk pemustaka down syndrome sangat baik sekali. i. Pustakawan senang memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat kemampuan pemustaka down syndrome Tabel 22. Pustakawan Senang Memberikan Pelayanan Sesuai dengan Tingkat Kemampuan Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rata-rata X= 24/5= 4,8 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan senang memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat kemampuan pemustaka down syndrome sangat baik sekali. Ada 1 orang reponden
(20%)
yang
122
menyatakan
pustakawan
senang
memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat kemampuan pemustaka down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan senang memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat kemampuan pemustaka down syndrome sedang, buruk, dan buruk sekali. . Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,8. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23,
yang
menunjukkan
bahwa
pustakawan
senang
memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat kemampuan pemustaka down syndrome sangat baik. j. Pustakawan
selalu
berempati
kepada
pemustaka
down
syndrome Tabel 23. Pustakawan Selalu Berempati kepada Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 5 100 25 sekali Sangat baik 4 0 0 0 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 25 Skor rata-rata X= 25/5= 5 Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden menyatakan pustakawan selalu berempati kepada pemustaka down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak 123
satupun responden yang menyatakan pustakawan selalu berempati kepada pemustaka down syndrome sangat baik, sedang, buruk dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 5. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 4,245,04, yang menunjukkan bahwa pustakawan selalu berempati kepada pemustaka down syndrome sangat baik sekali.
124
k. Penafsiran sikap pustakawan berdasarkan komponen afektif Tabel 24. Penafsiran Sikap Pustakawan Berdasarkan Komponen Afektif No Pernyataan Jawaban Skor (ratarata) 1. Saya suka menambah Sangat Baik 4 wawasan saya mengenai psikologis anak down syndrome 2 Saya suka menambah Sedang 3,6 wawasan dalam perundangundangan yang mengatur pendidikan anak down syndrome 3 Saya suka meningkatkan Sangat Baik 4 pengetahuan dalam bidang perpustakaan 4 Saya senang bisa memberikan Sangat Baik 4,8 pelayanan informasi kepada anak down syndrome 5. Saya suka membantu Sangat Baik 4,8 mengambilkan buku yang dibutuhkan pemustaka anak down syndrome di rak 6 Saya suka membantu Sangat Baik 4,8 memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka anak down syndrome 7 Saya suka menjadi fasilitator Sangat Baik 4,8 dalam kegiatan belajar anak down syndrome 8. Saya sering memberikan Sangat Baik 4,8 kegiatan belajar sambil bermain untuk pemustaka down syndrome 9. Saya senang bisa memberikan Sangat Baik 4,8 pelayanan sesuai dengan tingkat kemampuan pemustaka down syndrome 10 Saya selalu berempati kepada Sangat Baik 5 pemustaka down syndrome Sekali {: 45,4:10= 4,54 (SBS)
125
Berdasarkan tabel dibelakang dapat diketahui hasil skor akhir rata-rata dari rekapitulasi tentang komponen sikap afektif pustakawan SLBN 02 Jakarta yaitu 4,54. Skor ini berada pada titik 4,24-5,04. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap afektif pustakawan SLBN 02 Jakarta adalah sangat baik sekali. Karena pustakawan merasakan bahwa sikap afektif itu sangat dibutuhkan dalam sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome. 3. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen kecendrungan berprilaku Untuk mengetahui sejauh mana sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di SLBN 02 Jakarta, maka penulis menggunakan beberapa pernyataan untuk mengetahui seberapa besar peranan komponen sikap kecendrungan berprilaku dalam mengatur sikap pustakawan. Adapun pernyataan tersebut adalah sebagai berikut: a. Pustakawan sering membaca buku psikologis tentang anak down syndrome Tabel 25. Pustakawan Sering Membaca Buku Psikologis tentang Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 2 40 10 sekali Sangat baik 4 3 60 12 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 22 Skor rataX= 22/5= rata 4,4 126
Tabel dibelakang menunjukkan bahwa sebagian besar 3 orang (60%) responden menyatakan pustakawan sering membaca buku psikologis tentang anak down syndrome sangat baik. Ada 2 orang (20%) reponden yang menyatakan pustakawan sering membaca buku psikologis tentang anak down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan sering membaca buku psikologis tentang anak down syndrome sedang, buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan sering membaca buku psikologis tentang anak down syndrome sangat baik.
127
b. Pustakawan menjadikan Undang-Undang sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan pemustaka down syndrome di perpustakaan Tabel 26. Pustakawan Menjadikan Undang-Undang Sebagai Pedoman dalam Berinteraksi dengan Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik sekali 5 0 0 0 Sangat baik 4 5 100 20 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 20 Skor rataX= 20/5= rata 4 Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden menyatakan pustakawan menjadikan undang-undang sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan pemustaka down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan menjadikan undang-undang sebagai pedoman
dalam
berinteraksi
dengan
pemustaka
down
syndrome sangat baik sekali, sedang, buruk dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan menjadikan undang-undang sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan pemustaka down syndrome sangat baik . 128
c. Pustakawan sering ikut pelatihan dalam bidang perpustakaan Tabel 27. Pustakawan Sering Ikut Pelatihan dalam Bidang Perpustakaan Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik sekali 5 1 20 5 Sangat baik 4 0 0 0 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 4 80 8 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 13 Skor rataX= 13/5= rata 2,6 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan sering ikut pelatihan dalam bidang perpustakaan buruk. Ada 1 orang (20%) reponden yang menyatakan pustakawan sering ikut pelatihan dalam bidang perpustakaan sangat baik sekali dalam menangani pemustaka down syndrome. Serta tidak satupun responden yang menyatakan sangat baik, sedang, buruk, dan buruk sekali pustakawan sering ikut pelatihan dalam bidang perpustakaan dalam menangani pemustaka down syndrome. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 2,6. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 1,802,61, yang menunjukkan bahwa sedang terhadap pustakawan sering ikut pelatihan dalam bidang perpustakaan dalam menangani pemustaka down syndrome.
129
d. Pustakawan selalu memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome Tabel 28. Pustakawan Selalu Memberikan Informasi yang Dibutuhkan Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik sekali 5 2 40 10 Sangat baik 4 3 60 12 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 22 Skor rataX= 22/5= rata 4,4 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 3 orang (60%) responden menyatakan pustakawan selalu memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome sangat baik. Ada 2 orang (40%) reponden yang menyatakan pustakawan selalu memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan selalu memberikan informasi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome sedang, buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,4. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan selalu memberikan
130
informasi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome sangat baik. e. Pustakawan
selalu
memberikan
pengarahan
tentang
perpustakaan kepada anak down syndrome Tabel 29. Pustakawan Selalu Memberikan Pengarahan tentang Perpustakaan kepada Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 4 80 20 sekali Sangat baik 4 1 20 4 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 24 Skor rata-rata X= 24/5= 4,8
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar 4 orang (80%) responden menyatakan pustakawan selalu memberikan pengarahan tentang perpustakaan kepada anak down syndrome sangat baik sekali . Ada 1 orang (20%) reponden yang menyatakan pustakawan selalu memberikan pengarahan tentang perpustakaan kepada anak down syndrome sangat baik. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan
selalu
memberikan
pengarahan
tentang
perpustakaan kepada anak down syndrome sedang, buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 4,8. Skor ini
131
didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 3,434,23, yang menunjukkan bahwa pustakawan selalu memberikan pengarahan tentang perpustakaan kepada anak down syndrome sangat baik. f. Pustakawan selalu memberikan dampingan kepada pemustaka untuk menemukan buku yang dibutuhkan Tabel 30. Pustakawan Selalu Memberikan Dampingan kepada Pemustaka untuk Menemukan Buku yang Dibutuhkan Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 5 100 25 sekali Sangat baik 4 0 0 0 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 25 Skor rataX= 25/5= rata 5
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden
menyatakan
pustakawan
selalu
memberikan
dampingan kepada pemustaka untuk menemukan buku yang dibutuhkan sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan selalu memberikan dampingan kepada pemustaka untuk menemukan buku yang dibutuhkan sangat baik, sedang, buruk, dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 5. Skor ini
132
didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 4,245,04, yang menunjukkan bahwa pustakawan selalu memberikan dampingan kepada pemustaka untuk menemukan buku yang dibutuhkan sangat baik sekali. g. Pustakawan sering membantu pemustaka dalam memahami buku pelajaran bergambar Tabel 31. Pustakawan Sering Membantu Pemustaka dalam Memahami Buku Pelajaran Bergambar Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 5 100 25 sekali Sangat baik 4 0 0 0 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 25 Skor rata-rata X= 25/5= 5
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden
menyatakan
pustakawan
sering
membantu
pemustaka dalam memahami buku pelajaran bergambar sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan sering membantu pemustaka dalam memahami buku pelajaran bergambar sangat baik, sedang, buruk dan buruk sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 5. Skor ini
133
didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 4,245,04, yang menunjukkan bahwa pustakawan sering membantu pemustaka dalam memahami buku pelajaran bergambar sangat baik sekali. h. Pustakawan suka memberikan penjelasan untuk meningkatkan pemahaman mengenai isi buku untuk anak down syndrome Tabel 32. Pustakawan Suka Memberikan Penjelasan untuk Meningkatkan Pemahaman Mengenai Isi Buku untuk Anak Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 5 100 25 sekali Sangat baik 4 0 0 0 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 25 Skor rata-rata X= 25/5= 5
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden
menyatakan
pustakawan
suka
memberikan
penjelasan untuk meningkatkan pemahaman mengenai isi buku untuk anak down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak satupun
responden
yang menyatakan
pustakawan suka
memberikan penjelasan untuk meningkatkan pemahaman mengenai isi buku untuk anak down syndrome sangat baik, sedang, buruk, dan buruk sekali.
134
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 5. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 4,245,04, yang menunjukkan bahwa pustakawan suka memberikan penjelasan untuk meningkatkan pemahaman mengenai isi buku untuk anak down syndrome sangat baik sekali. i. Pustakawan selalu memberikan semangat belajar kepada pemustaka down syndrome Tabel 33. Pustakawan Selalu Memberikan Semangat Belajar kepada Pemustaka Down Syndrome Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik 5 5 100 25 sekali Sangat baik 4 0 0 0 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 25 Skor rataX= 25/5= rata 5
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden
menyatakan
pustakawan
selalu
memberikan
semangat belajar kepada pemustaka down syndrome sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan selalu memberikan semangat belajar kepada pemustaka down syndrome sangat baik, sedang, buruk dan buruk sekali.
135
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 5. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 4,245,04, yang menunjukkan bahwa pustakawan selalu memberikan semangat belajar kepada pemustaka down syndrome sangat baik sekali. j. Pustakawan selalu mengawasi kegiatan yang dilakukan pemustaka down syndrome di perpustakaan Tabel 34. Pustakawan Selalu Mengawasi Kegiatan yang Dilakukan Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan Jawaban Bobot nilai F P S Sangat baik sekali 5 5 100 25 Sangat baik 4 0 0 0 Sedang 3 0 0 0 Buruk 2 0 0 0 Buruk sekali 1 0 0 0 Jumlah 5 100% 25 Skor rataX= 25/5= rata 5
Tabel diatas menunjukkan bahwa 5 orang (100%) responden menyatakan pustakawan selalu mengawasi kegiatan yang dilakukan pemustaka down syndrome di perpustakaan sangat baik sekali. Serta tidak satupun responden yang menyatakan pustakawan selalu mengawasi kegiatan yang dilakukan pemustaka down syndrome di perpustakaan sangat baik, sedang, buruk dan buruk sekali.
136
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir skor rata-rata sikap yang ditunjukkan diatas adalah 5. Skor ini didapatkan dari olahan data dengan menggunakan skala likert. Skor ini berada pada skor skala interval skala interval 4,245,04, yang menunjukkan bahwa pustakawan selalu mengawasi kegiatan yang dilakukan pemustaka down syndrome di perpustakaan sangat baik sekali.
137
k. Penafsiran
sikap
pustakawan
berdasarkan
komponen
kecendrungan berprilaku Tabel 35. Penafsiran Sikap Pustakawan Berdasarkan Komponen Kecendrungan Berprilaku No Pernyataan Jawaban Skor (ratarata) 1. Saya sering membaca buku Sangat Baik 4,4 psikologis tentang anakdown syndrome 2 Saya menjadikan undang-undang Sangat Baik 4 sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan pemustaka down syndrome di perpustakaan 3 Saya sering ikut pelatihan dalam Buruk 2,6 bidang perpustakaan 4 Saya selalu memberikan Sangat Baik 4,4 informasi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome 5. Saya selalu memberikan Sangat Baik 4,8 pengarahan tentang perpustakaan kepada anak down syndrome 6 Saya selalu memberikan Sangat Baik 5 dampingan kepada pemustaka Sekali untuk menemukan buku yang dibutuhkan 7 Saya sering membantu Sangat Baik 5 pemustaka dalam memahami Sekali buku pelajaran bergambar 8. Saya suka memberikan Sangat Baik 5 penjelasan untuk meningkatkan Sekali pemahaman mengenai isi buku untuk anak down syndrome 9. Saya selalu memberikan Sangat Baik 5 semangat belajar kepada Sekali pemustaka down syndrome 10 Saya selalu mengawasi kegiatan Sangat Baik 5 yang dilakukan pemustaka down Sekali syndrome di perpustakaan {: 45,2:10= 4,52 (SBS)
138
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hasil skor akhir rata-rata dari rekapitulasi tentang komponen sikap kecendrungan berprilaku pustakawan SLBN 02 Jakarta yaitu 4,52. Skor ini berada pada titik 4,24-5,04. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap pustakawan dilihat dari komponen sikap kecendrungan berprilaku pustakawan SLBN 02 Jakarta adalah sangat baik sekali. Karena pustakawan merasakan bahwa komponen kecendrungan berperilaku itu sangat dibutuhkan dalam sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome. 4. Rekapitulasi sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta Tabel 36. Rekapitulasi Sikap Pustakawan terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta No. Pernyataan Jawaban (Skor) rata-rata 1 Sikap pustakawan terhadap Sangat Baik 4,2 pemustaka down syndrome berdasarkan komponen sikap kognitif 2 Sikap pustakawan terhadap Sangat Baik 4,54 pemustaka down syndrome Sekali berdasarkan komponen sikap afektif 3 Sikap pustakawan terhadap Sangat Baik 4,52 pemustaka down syndrome Sekali berdasarkan komponen kecendrungan berprilaku {= 13,26:3= 4,42 (sangat baik sekali) Tabel diatas merupakan hasil olahan data mengenai sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN
139
02 Jakarta. Dari tabel ini diatas dapat diketahui hasil skor rata-rata sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen sikap kognitif adalah 4,2 (sangat baik) hal ini karena menurut responden pengetahuan itu sangat dibutuhkan dalam sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome. Sedangkan untuk sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen sikap afektif mendapatkan skor rata-rata 4,54 (sangat baik sekali) sikap pustakawan dalam komponen sikap afektif sudah cukup baik. Dan sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen kecendrungan berprilaku mendapatkan skor rata-rata 4,52 (sangat baik sekali). Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui hasil skor rata-rata keseluruhan variabel yaitu 4,42. Skor ini berada pada titik 4,24-5,04, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah sangat baik sekali.
140
BAB V PENUTUP
Pada bab ini, peneliti akan mengemukakan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut. Selain kesimpulan peneliti pun akan memberikan saran untuk kemanjuan sekolah SLBN 02 Jakarta nantinya. A. Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penlitian yang peneliti lakukan mengenai sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a.
Sikap pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen kognitif Pustakawan memiliki ilmu tentang down syndrome dan jenis pemustaka down syndrome
yaitu suatu kondisi keterbelakangan
perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Pemustaka down syndrome memiliki ciri fisik yang sama. Pemustaka down syndrome ini memiliki tiga jenis yaitu trisomi 21, translokasi, dan mosaic sindrome. Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta kebanyakan pemustakanya mengalami jenis trisomi 21 Keadaan itu disebabkan oleh adanya 141
ekstrakromosom 21 dalam semua hal individu. Hal itu terjadi karena salah satu orang tua memberikan dua kromosom 21 melalui sel telur atau sel sperma, bukannya satu seperti biasa. Pemustaka down syndrome ini memiliki kebutuhan informasi yang berkaitan dengan buku pelajaran yang didukung dengan gambar yang menarik. Dalam memenuhi kebutuhannya itu maka prilaku pencarian informasi pemustaka down syndrome biasanya langsung datang ke rak, dan ada juga yang mengajak pustakawan untuk membantu dia mencarikan buku yang menarik. Setelah pustakawan memahami tentang down syndrome maka pustakawan dapat melayani pemustaka down syndrome dengan baik,ramah, santun, lemah lembut, ikut berempati dan tidak membedabedakan mereka. Sarana penelusuran informasi diantaranya katalog online dan katalog manual. Tetapi tidak dipergunakan oleh pemustaka. Kegiatan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta seperti perlombaan melukis, mewarnai, story telling, oleh pustakawan dan kegiatan belajar sambil bermain dengan menggunakan puzzle. b. Sikap pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen afektif Pustakawan selalu suka membaca buku, jurnal, mengikuti pelatihan, dan bertanya kepada ahlinya untuk mengetahui ilmu dalam bidang perpustakaan, ilmu tentang down syndrome, dan ilmu psikologi down syndrome. Ketiga ilmu itu digunakan oleh pustakawan untuk
142
melayani pemustaka. Pelayanan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini menggunakan pelayanan langsung terhadap penderita down syndrome. Pustakawan juga sering menjadi fasilitator bagi pemustaka down syndrome dalam memahami informasi yang mereka inginkan. c. Sikap pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen kecendrungan berprilaku Pustakawan melakukan pendekatan personal untuk memberikan pemahaman mengenai perpustakaan kepada pemustaka. Pustakawan menggunakan pedoman Undang-Undang Republik Indonesia dan buku tentang down syndrome di perpustakaan. Hasil penelitian kualitatif diatas dikuatkan dengan hasil penelitian kuantitatif yaitu penulis mengelompokkan kesimpulan bahwa sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah sangat baik sekali atau positif. Hal tersebut dapat dilihat dari 3 kelompok besar komponen sikap, yaitu sikap pustakawan terhadap pemustaka dilihat dari komponen kognitif, sikap pustakawan terhadap pemustaka dilihat dari komponen afektif, sikap pustakawan terhadap pemustaka dilihat dari komponen kecendrungan berprilaku. Kesimpulan yang dapat diambil dari 3 komponen sikap tersebut sebagai berikut:
143
1. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen kognitif Sikap pustakawan dengan komponen kognitif ini sudah sangat baik. Terlihat dari hasil wawancara dengan pustakawan yang ada di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. Dan juga terlihat dari antusiasnya para pemustaka yang datang ke perpustakaan. Untuk menguatkan hasil wawancara maka peneliti juga melakukan penafsiran sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome dengan menyebarkan kuesioner. Pada kuesioner komponen kognitif ini terdiri dari sepuluh aspek yang dijadikan pengukuran nilai sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome. Secara umum sikap pustakawan jika diukur dengan komponen kognitif adalah 4,2 (sangat baik). Secara keseluruhan dari sepuluh aspek pengukuran sikap yang penulis ajukan hanya satu aspek yang mendapat nilai sikap sedang yaitu aspek kebutuhan informasi pemustaka anak down syndrome dengan skor 3,2 (sedang). Selebihnya mendapatkan nilai sikap sangat baik dengan skor yang berbeda-beda. Ada tiga komponen dengan skor 4,4 (sangat baik) yaitu ilmu psikologi anak down syndrome, undang-undang yang mengatur pendidikan anak down syndrome, prilaku pemustaka down syndrome. Dua komponen dengan skor 4,8 yaitu buku pelajaran bergambar sangat diminati pemustaka down syndrome, kegiatan belajar sambil bermain adalah hal yang paling disukai anak down syndrome.
144
Kebanyakan komponen dangan skor 4 yaitu pengetahuan tentang perpustakaan,
cara
melayani
pemustaka
down
syndrome
diperpustakaan, koleksi yang dibutuhkan pemustaka down syndrome, buku yang paling diminati pemustaka down syndrome. Dengan kondisi tersebut diatas diharapkan pustakawan dapat mempertahankan dan lebih meningkatkan pengetahuan sehingga dapat maksimal melayani pemustaka down syndrome.
2. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome berdasarkan komponen afektif Dari hasil wawancara sikap pustakawan dengan komponen afektif di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini sudah sangat baik. Hal ini dapat terlihat dari senangnya pemustaka menerima informasi yang diberikan oleh pustakawan. Peneliti menguatkan hasil wawancara tersebut dengan melakukan penyebaran kuesioner. Pada kuesioner tersebut penafsiran sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di perpustakaan terdiri dari sepuluh aspek yang dijadikan sebagai penafsiran pengukuran sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome dengan komponen afektif. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome dengan komponen afektif ini adalah (sangat baik sekali) dengan skor 4,54. Tetapi dari sepuluh aspek tersebut ada satu aspek yang mengatakan sedang dengan skor 3,6 yaitu pustakawan suka menambah wawasan
145
dalam perundang-undangan yang mengatur pendidikan anak down syndrome. Penafsiran sikap yang sedang ini disebabkan karena tidak semua pustakawan mengetahui undang-undang yang mengatur pendidikan anak down syndrome.
3. Sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome dengan kecendrungan berprilaku Dari hasil wawancara sikap pustakawan berdasarkan komponen kecendrungan berprilaku di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini sudah sangat baik. Hal ini dapat terlihat dari hasil wawancara. Peneliti menguatkan hasil wawancara tersebut dengan melakukan penyebaran kuesioner. Pada kuesioner tersebut Penafsiran untuk sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome dengan kecendrungan berprilaku penulis mengajukan sepuluh aspek yang dijadikan sebagai penafsiran pengukuran, hasil untuk sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome dengan kecendrungan berprilaku dengan skor 4,52 (sangat baik sekali). Tetapi dari sepuluh aspek yang dinilai tersebut terdapat satu aspek yang mengatakan buruk dengan skor 2,6 yaitu pustakawan sering ikut pelatihan dalam bidang perpustakaan. Hal ini berarti pustakawan harus lebih sering lagi mengikuti pelatihan dalam bidang perpustakaan. Agar pelayanan yang diberikan kepada pemustaka lebih maksimal.
146
4. Hasil skor rata-rata keseluruhan dari tiga variabel diatas yaitu 4,42 (sangat baik sekali). Dengan demikian sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah sangat baik sekali. Dengan kondisi tersebut diharapkan pustakawan dapat mempertahankan dan lebih meningkatkan lagi sikap nya terhadap pemustaka down syndrome.
B. Saran Berikut ini ada beberapa saran yang dapat disampaikan oleh penulis, diantaranya:
1. Pustakawan harus meningkatkan lagi pengetahuan terhadap kebutuhan informasi pemustaka anak down syndrome. Karena hal inilah yang sangat penting. Jika pustakawan tidak mengetahui kebutuhan informasi pemustaka down syndrme maka cara bersikap terhadap pemustaka down syndrome tidak akan maksimal. Pustakawan harus benar-benar memahami dan mengetahui kebutuhan informasi pemustaka down syndrome ini karena jika pustakawan tidak mengetahuinya dapat mengakibatkan pemustaka mengamuk dan memporak-porandakan perpustakaan. Dan pustakawan lakukanlah pendekatan dari hati ke hati terhadap pemustaka down syndrome agar mereka merasa di sayang dan dimengerti.
147
2. Pustakawan seharusnya menambah wawasan dalam perundangundangan yang mengatur pendidikan anak down syndrome. Karena pekerjaan pustakawan di SLBN ini tidak semudah yang difikirkan. Dan pendirian Perpustakaan SLBN 02 ini juga sudah diatur oleh undang-undang. Tugas sebagai pustakawan di SLBN 02 Jakarta ini adalah tugas mulia yang diembankan kepada orang yang luar biasa. Dengan mengetahui undang-undangnya maka pustakawan akan semakin semangat dan bangga dalam melakukan pekerjaannya.
3. Pustakawan seharusnya sering mengikuti pelatihan. Karena dengan mengikuti pelatihan maka akan memberikan skill dan kemampuan yang lebih dalam bersikap kepada pemustaka down syndrome. Pelatihan ini berguna untuk menambah wawasan pustakawan karena di pelatihan ini lah didapatkannya ilmu yang tidak bisa didapat dimanapun. Akan terlihat jelas kemampuan pustakawan yang sering melakukan pelatihan dengan yang tidak. Karena yang sering ikut pelatihan akan dengan mudah untuk melakukan pekerjaannya.
148
DAFTAR PUSTAKA
Aa Kokasih. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Layanan Prima di Perpustakaan.” Artikel Pustakawan Perpustakaan Universitas Negeri Malang Dokumen Fisik DUPAK 2009 diakses pada 18 Maret dari http://library.um.ac.id/images/stories/../faktor2x%20layanan%20prima.pdf Awangga Suryaputra N. Desain Proposal Penelitian: Panduan Tepat dan Lengkap Membuat Proposal Penelitian. Yogyakarta: Pyramid Publisher, 2007. Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset,2002. Dhofirul Fadhil Dzil Ikrom Al Hazmi, Ketut Tirtayasa, Muhammad Irfan. “Kombinasi Neuro Developmental Treatmen dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome”, Sport and Fitness Journal, Hana Maryatussalamah. “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down syndrome di Perpustakaan SLB C Yayasan Karya Bakti Garut”. Skripsi S1 Jurusan Sekolah Anak Luar Biasa, UPI Bandung, 2013. Hari Santoso. “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka di Perpustakaan”. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa Malang, vol.1, No.1 (Juni 2005) h. 50-57 Husaini Usman. Metodologi penelitian sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2000 Ignasius Tri Sunarna. “Persepsi Masyarakat Terhadap Perpustakaan Sekolah Luar Biasa 01 di Yogyakarta”. Skripsi S1 Jurusan Anak Luar Biasa, Universitas Diponegoro, 2014 Irwan Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula. Jakarta: STIA-LAN Press, 1999. Kartini Kartono. Psikologi social untuk Managemen. Jakarta: Rajawali, 1991. Kemendikbud. Rancangan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Standar Nasional Program Pendidikan Luar biasa Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2013.
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
149
Mar’at. Sikap Manusia: Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia,1984. Merdaina Eri. “Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Belajar di SLBN A Bandung”. Skripsi SI Program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa, UPI Bandung, 2013. Moleong, Lexy J. “Metode Penelitian Kualitatif”. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Muhibin Syah. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos, 1999. NATIONAL DOWN SYNDROME SOCIETY. Syndrome”. Diaksese dari www. n d s s . o r g
“NDSS
About
Down
Reeves Roger H, Dkk. “A Mouse Model For Down Syndrome Exhibits Learning and Behaviour Deficits”. Artikel diakses pada 17 Maret 2016 dari nature Publishing Group http://www.nature.com/naturegenetics Republik Indonesia, Undang-Undang RI No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2007.
Rofiah Kusniati. “Kajian Informasi dan Perpustakaan”. Jurnal Pustakaloka,vol. 1, no.1. STAIN Ponorogo, (Januari 2009) h. 50-51 Saifuddin Azwar. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Liberty,1988.
Yogyakarta:
Sarwono Sarlito Wirawan. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Shaleh A.R. Ibnu Ahmad. Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Hidakarya Agung, 1999. Sjarif Hidajat, Herry Garna, Ponpon S Idjradinata, Achmad Surjono. “Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi Penuh Trisomi 21.” Jurnal Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 97 – 104 Soedibyo Noerhayati. Pengelolaan Perpustakaan Jilid 1. Bandung: Penerbit Alumni, 1987. Soelaiman Joesoef. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 1992. STKIP YPM Bangko, Skala Pengukuran STKIP YPM Bangko, (STKIP YPM Bangko: Bangko)
150
Sutarno NS. Manajemen Perpustakaan Sekolah: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Samitra Media Utama, 2004. Sutarno. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003. Syah, Muhibin. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos, 1999 Tri Rusliyadi. “Peranan Perpustakaan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa”. Jurnal Nasional of University Negeri Islam Sunan Kalijaga, vol 1, no. 1. Jogyakarta (Januari 2015) h.2-3 Trimo Soejono. Pedoman Pelaksanaan Perpustakaan. Bandung: Remaja Karya, 1985. Uhar Suharsaputra. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama, 2014 Uno B. Hamzah. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008. Volume 2, No. 1 : 56 – 71, Maret 2014 Wibowo Istiqomah. Psikologi Sosial. (Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud, 1991),h.20 Wiranto. “Perancangan Animasi untuk Meningkatkan Skills pada Anak Down Syndrome”. Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Anak Luar Biasa Jakarta, vol.1, No.1 (Februari 2015) h. 34-35
151