Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGGUNAAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN KOPRA DALAM PAKAN PENGUAT SAPI BETINA BERBASIS LIMBAH SINGKONG UNTUK PENCAPAIAN BOBOT BADAN ESTRUS PERTAMA > 225 KG PADA UMUR 15 BULAN (Use of Palm Kernel Cake and Copra Meal on Concentrate Base on Cassava by Product to Get Body Weight of First Oestrus > 225 kg at 15 Months of Age) UUM UMIYASIH dan R. ANTARI Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2, Grati, Pasuruan 57184
ABSTRACT The difficulty in providing high quality feed is due to high prices of concentrate and not enough forage planting areas. Exploration of new feed resources such as palm oil by product for ruminant rations need to be done. The objective of this study was to get efficient feed ration that contains palm oil and cassava by prouct as feed for heifer to reach body weight of first estrus > 225 kg at the age of 15 months. Twenty heifers with body weight (BW) 115.60 to 122.50 kg, were given feed containing palm kernel cake (PKC) and cassava by product, grouped into four treatments and four replications. Feed was given 3.5% BW on the dry matter (DM) basis, consisting of 30% of rice straw as basal diet and 70% concentrate feed, for seven months based on Completely Randomized Design (CRD); data analysis using ANOVA. The parameters observed were:consumption of feed nutrients, feed conversion ratio, digestibility, ADG, and feed economic value. The observation of DM and TDN consumption showed no significant differences (P > 0.05), while CP consumption was significantly different (P < 0.05), the highest at P2 and the the lowest at P4 were 0.36 and 0.32 kg/head/day, respectively. Feeding of different concentrate feed had a significantly different effect on the digestibility of crude protein (P < 0.05), the highest and the lowest in P4 and P3 were 84.69 and 71.71% respectively, but DM digestibility and TDN showed no significant differences (P > 0.05). The analysis of variance showed that different feed concentrate did not cause differences in ADG and FCR significantly between treatments (P > 0.05). The Results of economic analysis on all treatments economically profitable but only P3 and P4 are applicable to get the targeted productivity. It was concluded that the palm kernel cake 12 – 18% in the concentrate that contains 30% of cassava by product could be apply to get the body weigh of first estrus at age of 15 months and economically profitable. Key Words: Cattle, Feed, Palm Oil, Estrus ABSTRAK Kesulitan penyediaan pakan berkualitas pada sapi potong antara lain dikarenakan mahalnya harga konsentrat dan areal tanam hijauan yang semakin sempit, oleh sebab itu penggalian sumber pakan baru asal biomas lokal-potensial sebagai ransum perlu terus dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi pakan yang efisien, mengandung limbah kelapa sawit dan singkong dalam pakan penguat sapi potong untuk target bobot badan estrus pertama > 225 kg pada umur 15 bulan. Dalam penelitian ini digunakan 20 ekor sapi betina lepas sapih dengan BB 115,60 – 122,50 kg, dikelompokkan menjadi empat perlakuan pakan penguat yang berbeda dengan lima kali ulangan. Pakan diberikan 3,5% BB berdasarkan BK, terdiri atas 30% pakan hijauan berupa jerami padi dan 70% pakan penguat. Penelitian dilakukan selama tujuh bulan menggunakan RAL dengan analisis data menggunakan ANOVA. Parameter yang diamati adalah konsumsi nutrisi pakan, KP, kecernaan, PBBH, dan nilai ekonomis ransum. Hasil pengamatan terhadap konsumsi BK dan TDN menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05); sedangkan konsumsi PK berbeda nyata (P < 0,05) tertinggi pada P2 dan terendah pada P4 masing-masing sebesar 0,36 dan 0,32 kg/ekor/hari. Pemberian pakan penguat yang berbeda berpengaruh secara nyata terhadap kecernaan PK (P < 0,05), tertinggi pada P4 dan terendah pada P3 masing-masing sebesar 84,69 dan 71,71%; namun kecernaan BK dan TDN menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05). Hasil analisis variansi menunjukkan
192
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
bahwa pakan penguat yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan PBBH dan KP yang nyata antarperlakuan (P > 0,05). Hasil analisis ekonomi terhadap semua pakan perlakuan secara ekonomis menguntungkan, namun hanya P3 dan P4 yang layak untuk diterapkan karena mampu mencapai performans produktivitas yang ditargetkan. Disimpulkan bahwa BIS sebanyak 12 – 18% dalam pakan penguat yang mengadung 30% singkong afkir mampu menghasilkan target BB estrus pertama pada umur 15 bulan dan secara ekonomis menguntungkan. Kata Kunci: Sapi, Pakan, Sawit, Estrus
PENDAHULUAN Produktivitas ternak dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah pakan. Kesulitan penyediaan pakan berkualitas oleh peternak selain disebabkan semakin mahalnya harga konsentrat/penguat, juga semakin berkurangnya areal untuk penanaman hijauan. Penggalian sumber pakan baru berupa biomas lokal dan/atau pakan asal limbah pertanian menjadi sangat penting karena pakan merupakan salah satu biaya terbesar pada usaha pemeliharaan sapi potong (ARTHUR et al., 2001; WANG et al., 2006). Pada usaha peternakan rakyat, pakan sapi potong pada umumnya berupa limbah pertanian antara lain jerami padi, jerami jagung atau pucuk tebu yang mempunyai kandungan dan kecernaan nutrisi rendah (SOEHARSONO et al., 2001). Namun saat ini penggunaan beberapa limbah pertanian yang lain dan agro industrinya seperti onggok dan mollases (tetes) sebagai pakan ternak juga bersaing dengan permintaan bahan-bahan tersebut sebagai bahan dasar pembuatan etanol. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan pakan ternak yang berasal dari limbah-limbah tersebut menjadi berkurang sehingga menambah sulitnya penyediaan pakan oleh peternak. Hal yang sama terjadi di Amerika Utara pada beberapa tahun terakhir dimana terdapat persaingan penggunaan jagung sebagai pakan ternak dengan penggunaan jagung sebagai bahan dasar pembuatan etanol. Oleh sebab itu upaya peningkatan efisiensi pakan menjadi prioritas utama yang harus dilakukan untuk mengurangi biaya produksi dan efisiensi sistem produksi secara keseluruhan (NKRUMAH et al., 2006). Sementara itu masih tersedia bahan baku/biomas lokal asal limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri lain yang belum termanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak; dimana sebagian besar digunakan
sebagai bahan bakar, bahan baku industri maupun kompos. Umumnya bahan pakan yang berasal dari limbah-limbah tersebut memiliki kandungan nutrisi yang rendah, namun ada beberapa di antaranya memiliki potensi yang cukup besar yaitu limbah kelapa sawit dan singkong. Pemanfaatan limbah kelapa sawit belum maksimal khususnya sebagai bahan dasar ransum ternak ruminansia (NOEL, 2003). Sebagian besar produk samping tersebut mengandung serat kasar cukup tinggi kecuali bungkil inti sawit (BIS). Oleh karena itu bila diberikan secara tunggal dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan ternak kekurangan pasokan nutrisi. Sedangkan limbah singkong seperti onggok maupun gaplek telah banyak dicobakan sebagai pakan ternak ruminansia (sapi, kambing, domba), unggas dan babi. Limbah singkong lain yang jumlahnya cukup potensial adalah singkong afkir yang merupakan produk samping pengolahan singkong menjadi tapioka, gaplek maupun snack, terdiri dari kulit maupun bonggol dalam bentuk mash. Meskipun kandungan proteinnya rendah namun singkong afkir merupakan pakan sumber karbohidrat mudah larut yang cukup murah; dengan demikian apabila dikombinasikan dengan BIS yang mengandung protein cukup tinggi dalam susunan ransum yang seimbang, diharapkan tidak hanya menjadi pakan berkualitas yang memenuhi persyaratan kecukupan nutrisi tetapi juga ekonomis sehingga dapat memberikan keuntungan bagi peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pakan efisien yang mengandung limbah kelapa sawit berupa BIS sebagai subtitusi bungkil kopra (BKp) dalam pakan penguat berbasis singkong afkir pada sapi potong untuk target bobot badan estrus pertama > 225 kg pada umur 15 bulan.
193
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
MATERI DAN METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Digunakan 20 ekor sapi betina lepas sapih berumur 9 – 1 bulan dengan kisaran bobot badan (BB) 115,60 – 1 2,50 kg sebagai materi penelitian. Pakan yang diujikan adalah pakan penguat untuk pembesaran mengandung limbah sawit berupa BIS dikombinasikan dengan BKp dan singkong atau gaplek afkir. Materi dikelompokkan menjadi empat perlakuan pakan penguat yang berbeda Tabel 1. Pakan diberikan secara kontinyu sebanyak 3,5% berat badan berdasarkan BK, terdiri dari 30% pakan hijauan berupa jerami padi dan 70% pakan penguat dengan target pencapaian BB estrus pertama > 225 kg pada umur sekitar 15 bulan atau target pertambahan bobot badan harian (PBBH) > 0,5 kg/ekor/hari. Penelitian dilakukan selama 7 bulan, didahului dengan tahap prelium selama 14 hari dilanjutkan dengan tahap koleksi data. Parameter yang diamati adalah konsumsi nutrisi pakan meliputi konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energi/total digestible nutrient (TDN), konversi pakan (KP), kecernaan, PBBH dan nilai ekonomis ransum. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisis data teknis menggunakan ANOVA dan nilai ekonomis ransum menggunakan RC ratio.
Hasil analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan menunjukkan bahwa kadar PK singkong afkir dan BIS lebih rendah jika dibandingkan dengan BKp demikian juga kandungan TDN dan kadar SK yang lebih tinggi. Kandungan nutrisi tersebut digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakuan pakan yang diujikan selama penelitian dengan cara mengatur level/kombinasi yang berbeda dan saling melengkapi antara BKp dan BIS. Secara rinci hasil analisis kandungan nutrisi bahan pakan dan pakan penguat yang digunakan dalam penelitian Tabel 2 Limbah singkong memiliki keterbatasan karena kandungan proteinnya rendah (WANAPAT, 2008; THANG et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh KHAMPA dan WANAPAT (2006) menyimpulkan bahwa gaplek dapat digunakan sebagai sumber energi dalam pakan konsentrat sebesar 2% BB (dengan menggunakan 80% gaplek di dalam konsentrat). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa konsentrat dengan proporsi gaplek yang tinggi ditambah dengan urea dapat meningkatkan efisiensi fermentasi rumen dan sintesis protein mikrobial. tinggi ditambah dengan urea dapat meningkatkan efisiensi fermentasi rumen dan sintesis protein mikrobial.
Tabel 1. Komposisi pakan penguat pada masing-masing perlakuan (%) Bahan pakan
Perlakuan P1
P2
P3
P4
Gaplek afkir
30
30
30
30
Dedak padi PK 2
42
42
42
42
Bungkil kopra
18
12
6
0
Bungkil inti sawit
0
6
12
18
Garam dapur
1
1
1
1
Kapur
1
1
1
1
Molases
7
7
7
7
Urea
1
1
1
1
100
100
100
100
Jumlah
194
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 2. Kandungan nutrisi bahan pakan dan pakan penguat Bahan pakan
% BK
Gaplek afkir
90,55
Dedak padi PK 2 Bungkil kopra
PK
LK
SK
TDN
-----------------------------% BK---------------------------5,22
1,76
17,91
64,75
90,82
9,25
7,42
15,58
62,65
88,47
23,74
3,59
16,16
68,02
BIS
94,00
14,52
13,89
21,54
69,32
Jerami padi
92,86
4,58
0,92
31,47
40,15
Pakan penguat P1
89,33
9,40
4,05
12,45
67,59
Pakan penguat P2
89,69
8,90
4,52
13,61
67,40
Pakan penguat P3
89,84
7,01
4,24
12,28
66,48
Pakan penguat P4
90,06
7,00
4,85
14,31
66,50
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Loka Penelitian Sapi Potong (2009)
serta konsumsi TDN pada P3 dan P4 telah memenuhi standandar kebutuhan. Konsumsi PK berbeda nyata (P < 0,05); terendah dicapai pada P4 dibandingkan dengan P1, P3 maupun P2. Sapi potong yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan serat kasar tinggi, konsumsinya akan terbatas. Hal ini terkait dengan cepat penuhnya rumen sehingga aliran menuju saluran pencernaan berikutnya menjadi lebih lambat. Jika aliran ke saluran berikutnya meningkat maka intake pakan juga akan semakin meningkat.
Konsumsi pakan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsumsi nutrisi pakan masing-masing perlakuan tertera dalam Tabel 3. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa konsumsi BK dan TDN menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05) pada masing-masing perlakuan. Konsumsi BK berkisar antara 3,68 – 4,14 kg/ekor/hari sedangkan konsumsi TDN antara 2,40 – 2,77 kg/ekor/hari. Konsumsi BK pada P2, P3 dan P4
Tabel 3. Konsumsi pakan dan standar kebutuhan nutrisi masing-masing perlakuan Uraian
Perlakuan P1
P2
P3
P4
Kebutuhan
3,90
3,90
3,90
3,90
Konsumsi
3,68
3,93
4,14
3,97
Selisih
-0,22
0,03
0,24
0,07
0,49
0,49
0,49
0,49
b
0,36
b
0,35
0,32a
BK (kg/ekor/hari)
PK (kg/ekor/hari) Kebutuhan
ab
Konsumsi
0,34
Selisih
-0,15
-0,13
-0,14
-0,17
Kebutuhan
2,70
2,70
2,70
2,70
Konsumsi
2,40
2,67
2,71
2,77
Selisih
-0,30
-0,03
0,01
0,07
TDN (kg/ekor/hari)
a,b
superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P ≤ 0,05)
195
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Kecernaan
PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN (PBBH)
Hasil pengamatan terhadap kecernaan nutrisi (BK, PK dan TDN) pakan pada masingmasing perlakuan tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Kecernaan nutrisi pakan Perlakuan
BK
PK
TDN
-------------------%----------------79,05
80,59ab
97,40
P2
78,27
80,28
ab
99,40
P3
69,93
71,71 a
93,39
78,59
b
99,03
P1
P4
84,69
superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P ≤ 0,05)
Perlakuan pemberian pakan penguat yang berbeda berpengaruh secara nyata (P ≤ 0,05) terhadap nilai kecernaan PK pakan. Kecernaan BK maupun TDN menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05). Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi nilai kecernaan suatu bahan pakan adalah daya cerna semu protein kasar, lemak, komposisi ransum, perlakuan sebelum diberikan ke ternak, faktor hewan, dan jumlah ransum yang diberikan (TILLMAN et al., 1998). Nitrogen dan karbohidrat/energi merupakan dua hal penting yang diduga mempengaruhi degradasi pakan, pertumbuhan mikrobia dan laju keluarnya fraksi pakan dari dalam rumen (SEM et al., 2003; BAUMANN et al., 2004). Pemberian pakan penguat pada sapi potong dikombinasikan dengan pakan sumber serat memberikan respon kecernaan pakan yang lebih baik dibandingkan jika menggunakan hijauan sebagai pakan tunggal. Penelitian yang dilakukan pada sapi jantan muda oleh WALS et al. (2008) menggunakan konsentrat dikombinasikan dengan tanaman barley dan jerami gandum sebagai pakan tunggal memberikan kecernaan protein yang lebih tinggi. Silase jagung dikombinasikan dengan konsentrat memberikan kecernaan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan jika menggunakan tanaman gandum atau pucuk gandum.
196
Program pemberian pakan pada sapi calon induk atau betina lepas sapih perlu memperhatikan banyak hal di antaranya adalah dicapainya bobot badan optimal saat menjelang kawin pertama. Hal ini disebabkan karena faktor kecepatan pertumbuhan lebih menentukan umur saat pubertas dibandingkan dengan faktor umur itu sendiri (MUGERWA, 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBBH sapi betina muda lepas sapih pada masing-masing perlakuan tertera dalam Tabel 5. Tabel 5. Pertambahan berat badan harian pada masing-masing perlakuan Perlakuan
Rataan PBBH (kg)
KP (%)
P1
0,45
8,18
P2
0,42
9,33
P3
0,58
7,14
P4
0,59
6,73
KP: Konversi pakan; PBBH: Pertambahan bobot badan harian
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa pakan penguat yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan PBBH yang nyata diantara perlakuan (P > 0,05). Dari capaian PBBH diketahui bahwa perlakuan pakan P3 dan P4 telah melampaui target yang ditentukan. Hasil penimbangan berat badan menunjukkan bahwa dari 20 ekor ternak yang digunakan sebagai materi penelitian sebanyak 12 ekor telah mencapai berat badan > 225 kg dan lima ekor diantaranya telah menunjukkan tanda-tanda estrus. Penambahan bobot badan harian yang dicapai pada P3 sebesar 0,58 kg/ekor/hari dan P4 sebesar 0,59 kg/ekor/hari maka selama 210 hari telah dicapai BB ratarata 240,81 kg dan 242,91 kg; telah melampaui BB estrus pertama yang ditargetkan. Sapi pada masa pertumbuhan seperti fase lepas sapih mengalami beberapa keadaan yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
spesifik. Secara matematis masa pertumbuhan ternak digambarkan hampir sebagai garis lurus, karena pertambahan bobot badan relatif konstan. Pertambahan bobot badan meningkat sejalan dengan peningkatan umur sampai mendekati pubertas, setelah pubertas pertambahan bobot badan menurun dan pertumbuhan akan berhenti bila sapi telah dewasa. Perbedaan pertumbuhan ini sangat dipengaruh oleh faktor pakan. MAQUIVAR et al. (2006) melaporkan bahwa sapi dara siap kawin yang diberi suplementasi 5,5% PK sebesar 1% BB berdasarkan BK di padang penggembalaan menunjukkan capaian PBBH lebih tinggi 0,270 ± 0,26 vs kontrol sebesar − 0,06 ± 0,25 kg. Dengan persentase kejadian estrus yang berbeda nyata (P < 0,05) sebesar 100% vs kontrol sebesar 73,2%; dengan panjang waktu estrus lebih tinggi 17,53 ± 7,28 vs kontrol 17,09 ± 5,25. Pemberian level protein yang lebih tinggi (13%) meningkatkan capaian PBBH yang lebih tinggi sebesar 0,9 ± 0,40 kg vs kontrol 0,610 ± 1,52 kg dengan kejadian estrus lebih tinggi 95,4% vs kontrol 91,3%. Selanjutnya DISKIN et al. (2003) menyatakan bahwa nutrisi pakan mempengaruhi pertumbuhan folikel di ovarium, kematangan dan kapasitas untuk ovulasi dari folikel; cukup bervariasi tergantung dari individu. Hasil analisis variansi menunjukkan tidak terdapat perbedaan KP diantara perlakuan pakan yang berbeda (P > 0,05). Salah satu ukuran dari efisiensi pakan adalah rasio
konversi pakan, dinyatakan sebagai konsumsi ransum dibagi dengan berat badan (CASTERN et al., 2003). Untuk ternak yang telah dewasa dengan berat badan yang lebih besar memerlukan kebutuhan hidup pokok yang lebih besar dan ternak dengan KP yang sama bisa memberikan PBBH yang sangat berbeda dan konsumsi yang berbeda pula. GIBB dan MCALLISTER (1999) menyatakan bahwa peningkatan efisiensi pakan sebesar 5% memberikan pengaruh empat kali lipat lebih besar dari 5% peningkatan PBBH. Oleh karena itu, peningkatan efisiensi pakan juga meningkatkan kemungkinan bagi peternak untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. ANALISIS EKONOMI Analisis ekonomi penggunaan pakan penguat yang berbeda pada masing-masing perlakuan Tabel 6. Keuntungan/hari tertinggi dicapai pada P4 dan menurun berturut-turut pada P3, P2 dan P1; secara keseluruhan semua pakan perlakuan menunjukkan RC ratio > 1 atau secara ekonomi menguntungkan. Namun demikian hanya perlakuan pakan P3 dan P4 yang layak untuk diterapkan karena mampu menghasilkan performan produktivitas yang ditargetkan. Dengan demikian diharapkan akan dapat menghasilkan anak pertama pada umur < 27 bulan.
Tabel 6. Analisis ekonomi penggunaan pakan penguat pada masing-masing perlakuan Harga (Rp)
Uraian P1
P2
P3
P4
Input/hari Jerami padi
571,73
539,47
558,67
536,53
Pakan penguat
8.087,46
7.437,62
7.586,25
7.133,78
Total input
8.659,19
7.977,08
8.144,92
7.670,32
10.125,00
9.450,00
13.050,00
13.275,00
1.465,81
1.472,92
4.905,08
5.604,68
1,17
1,18
1,60
1,73
Output Harga PBBH Keuntungan/hari RC
Harga jerami padi Rp. 200/kg; Pakan Penguat P1 Rp. 1.199/kg; Pakan penguat P2 Rp. 1.175/kg; Pakan Penguat P3 Rp. 1.151/kg; Pakan Penguat P4 Rp. 1.127/kg; Bobot hidup sapi Rp. 22.500/kg
197
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
ARANDA et al. (2001) menyatakan bahwa penggunaan pakan yang efisien, cukup kuantitas maupun kualitasnya akan mendatangkan keuntungan bagi peternak. Kualitas pakan yang lebih baik akan menghasilkan PBBH yang lebih tinggi sehingga capaian bobot badan untuk estrus pertama dapat segera dipenuhi; secara ekonomis lebih menguntungkan karena waktu terjadinya estrus semakin cepat dan ternak siap bereproduksi.
HARDIANTO, R., D.E. WAHYONO, C. ANOM, SUYAMTO, G. KARTONO dan S.R. SOEMARSONO. 2002. Kajian teknologi pakan lengkap (Complete feed) sebagai peluang agribisnis bernilai komersial di pedesaan. Makalah Seminar dan Ekspose Teknologi Spesifik Lokasi. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
KESIMPULAN
MAQUIVAR M., C.S. GALINA , A. VERDUZCO, J. GALINDO, R. MOLINA, S. ESTRADA and M.G. MENDOZA. 2006. Reproductive response in supplemented heifers in the humid tropics of Costa Rica. Anim. Reproduction Sci. (93): 16 – 23.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa BIS sebanyak 12 – 18% dikombinasikan dengan bungkil kopra 0 – 6% dalam pakan penguat berbasis singkong afkir untuk sapi betina lepas sapih mampu menghasilkan target BB estrus pertama pada umur 15 bulan dan secara ekonomis menguntungkan. DAFTAR PUSTAKA ARANDA, I.E., M.G.D. MENDOZA, B.J. GARC´IA and P.F. CASTREJ´ON. 2001. Growth of heifers grazing stargrass complemented with a sugar cane, urea and a protein supplement. Livest. Prod. Sci. 71: 201 – 206. ARTHUR, P.F., J.A. ARTHUR, D.J. JOHNSTON, R.M. HERD, E.C. RICHARDSON and P.F. PARNELL. 2001. Genetic and phenotypic variance and covariance components for feed intake, feed efficiency, and other postweaning traits in Angus cattle. J. Anim. Sci. 79: 2805 – 2811. DISKIN, M.G., D.R. MACKEY, J.F. ROCHE and J.M. SREENAN. 2003. Effects of nutrition and metabolic status on circulating hormones and ovarian follicle development in cattle. Anim. Reprod. Sci. 78: 345 – 370. GIBB, D.J. and T.A. MCALLISTER. 1999. The impact of feed intake and feeding behavior of cattle on feedlot and feedbunk management. Proc. 20th Western Nutr. Conf., Calgary, Alberta, pp. 101 – 116. HARDIANTO, R. dan SUHARYONO. 2002. Kajian pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri bahan baku pakan ternak di kabupaten Tulungagung. Laporan Hasil Studi Kerjasama BPTP Jawa Timur dengan Bappeda Kabupaten Tulungagung.
198
KHAMPA, S., WANAPAT, M., 2006. Supplementation of urea level and malate in concentrate containing high cassava chip on rumen ecology and milk production in lactating cows. Pak. J. Nutr. 5. 530 – 535.
MATHIUS I-W. dan SINURAT. 2001. Pemanfaatan pakan ternak inkonvensional untuk pakan ternak. Wartazoa 11(2): 20 – 31. MATHIUS I-W., D. SITOMPUL, B.P. MANURUNG dan AZMI. 2004. Produk samping tanaman dan pengolahan kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong: suatu tinjauan. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT Agricinal. hlm. 120 – 128. MATHIUS, I-W. 2008. Pengembangan sapi potong berbasis industri kelapa sawit. Pengembangan Inovasi Pertanian I (2), 2008: 206 – 224. MUGERWA, M.E. 1989. A review of reproductive performance of female Bos indicus (Zebu) cattle. Monograph No.6. International Livestock Centre for Africa, Adis Ababa. NKRUMAH, J.D., E.K. OKINE, G.W. MATHISON, K. SCHMID, C. LI, J.A. BASARAB M.A. PRICE, Z. WANG and S.S. MOORE. 2006. Relationships of feedlot feed efficiency, performance, and feeding behavior with metabolic rate, methane production, and energy partitioning in beef cattle. J. Anim. Sci. 84: 145 – 153. NOEL, J.M. 2003. Processing and by-product. Burotrop Bull. 19: 8. SOEDJANA, T.D. 1993. Ekonomi pemeliharaan ternak ruminansia kecil. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta. SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
SUHARJA. 2008. Seberapa penting bungkil sawit dalam pakan. http://feedindonesia.net/?p=21. (13 Februari 2009).
WANAPAT, M. 2008. Potential uses of local feed resources for ruminants. Trop. Anim. Health Prod. doi:10.1007/s11250 – 008 – 9270 - y.
THANG, C.M., I. LEDIN, J. Bertilsson. 2009. Effect of feeding cassava and/or stylosanthes foliage on the performance of crossbred growing cattle. Trop. Anim. Health Prod. doi:10.1007/s11250 – 009 – 9378 - 8.
WANAPAT, M. and S. KHAMPA. 2007. Effect of levels of supplementation of concentrate containing high levels of cassava chip on rumen ecology, microbial N supply and digestibility of nutrients in beef cattle. AsianAust. J. Anim. Sci. 20: 75 – 81.
Tillman, A.D., H. Hartadi. S. Reksohadiprodjo. S. Prawirokusumo. S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press, Yogyakarta. WALSH, K., P. O’KIELY, A.P. MOLONEY and T.M. Boland. 2008. Intake, digestibility, rumen fermentation and performance of beef cattle fed diets based on whole-crop wheat or barley harvested at two cutting heights relative to maize silage or ad libitum concentrates. Anim. Feed Sci. and Technol. 144: 257 – 278.
WANG, Z., J.D. NKRUMAH, C. LI, J.A. BASARAB, L.A. GOONEWARDENE, E.K. OKINE, D.H. CREWS JR. and S.S. MOORE. 2006. Test duration for growth, feed intake, and efficiency in beef cattle using the GrowSafe System. J. Anim. Sci. 84: 2289 – 2298.
199