Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus. L.) KE DALAM RANSUM BABI INDUK MENYUSUI TERHADAP KONSUMSI BAHAN KERING, PROTEIN DAN KONDISI BOBOT BADAN (Effect of Coleus amboinicus. L. Flour in Pig Feed on Dry Matter and Protein Consumption and Body Condition of Sow) SAULAND SINAGA1, M. SILALAHI 2 dan BAMBANG K. 2
1 Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran, Jl. Raya Jatinangor Km 21, Bandung Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ,Jl. Hi. Z.A. Pagar Alam No. 1A Rajabasa, Bandar Lampung 35145
ABSTRACT This research was done in Cigugur village, Subdistrict of Cigugur, Kuningan, West Java in November 1 – Desember 16, 2010 with intention of studying the level of Coleus amboinicus L. flour in sow ration and its effect on dry matter and protein consumption, and body condition. Fifteen sows weighed around 125 – 150 kg were allocated into the the experiment done based on Complete Randomize Design with three treatments and repeated five times. The combination of treatment consisted of: R0 (Ration with 0% of Coleus amboinicus L flour); R1 (ration with 3% of Coleus amboinicus L. flour); R2 (ration with 5% of Coleus amboinicus L. flour). Based on the result of the research, it is concluded that giving Coleus amboinicus L. flour in the amount of 3% effectively increased dry matter consumption, protein consumption, and body condition. Key Words: Coleus amboinicus L. Flour, Roughage Consumption, Protein Consumption, Body Condition, Lactating Sow ABSTRAK Penelitian telah dilaksanakan di desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat pada Tanggal 1 November sampai 16 Desember 2010. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat penambahan tepung Bangun-bangun (Coleus amboinicus. L.) ke dalam ransum babi induk menyusui terhadap konsumsi bahan kering, protein, dan kondisi bobot badan. Lima belas ekor ternak babi induk dengan berat badan berkisar 125 – 150 kg ditempatkan ke dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ransum perlakuan dan diulang sebanyak 5 kali. Kombinasi ransum perlakuan terdiri atas: R0 (ransum yang mengandung 0% tepung Bangun-bangun), R1 (ransum yang mengandung 3% tepung Bangun-bangun), dan R2 (ransum yang mengandung 5% tepung Bangun-bangun). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung Bangun-bangun (Coleus amboinicus. L.) sebesar 3% dalam ransum, efektif meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, dan kondisi bobot badan babi induk Kata Kunci: Tepung Coleus amboinicus L., Konsumsi Bahan Kering, Konsumsi Protein, Kondisi Tubuh, Induk Babi Selama Laktasi
PENDAHULUAN Babi merupakan ternak yang bersifat prolifik (banyak anak per kelahiran), satu kali beranak bisa 6 – 12 ekor. Setiap induk bisa beranak 2,5 kali dalam setahun. Oleh karena itu babi induk harus mendapatkan ransum dengan kualitas baik, hal ini diperlukan untuk produksi air susu mengingat litter size-nya
660
yang sangat tinggi. Konsumsi air susu yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap bobot badan induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh. Penurunan bobot badan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya nutrisi induk selama sebelum dan sesudah beranak, musim beranak dan cara pemeliharaan (SIHOMBING, 1997).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Perlunya pemberian ransum dengan kualitas yang baik akan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi dari seekor ternak. Gizi yang terkandung dalam ransum Babi induk diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pada saat bunting maupun menyusui. Agar tersedia cadangan yang cukup pada waktu beranak dan mencegah kehilangan bobot badan yang berlebihan selama laktasi. Tubuh ternak cenderung memobilisasi cadangan lemak tubuh, manakala kebutuhan energi untuk proses fisiologis dalam tubuh tidak terpenuhi dari pakan. Kebutuhan ransum selama berlaktasi tergantung dari banyaknya anak yang disusukan, sebab semakin banyak anak akan semakin besar perangsang produksi susu induk. Upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan produksi susu salah satunya adalah pemberian tepung bangun-bangun dalam ransum. Bagun-bangun diketahui dapat meningkatkan konsumsi ransum, pertumbuhan bobot badan dan efisiensi penggunaan zat makanan pada ternak babi (DAMANIK et al., 2006). Bangun-bangun tidak hanya antibakteri alternatif, membantu pencernaan, meningkatkan nafsu makan, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan dan penampilan reproduksi. Menurut WENING (2007) daun Bangunbangun mempunyai tiga komponen penting, komponen pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat lactagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulasi produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Kedua adalah komponen gizi dan ketiga adalah komponen farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibacterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil. (KHAJARERN dan KHAJARERN, 2002). Produksi susu yang tinggi dapat ditandai dengan konsumsi ransum yang tinggi karena absorbsi nutrien yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Penambahan Tepung Bangunbangun ke dalam Ransum Babi Induk Menyusui terhadap Konsumsi Bahan Kering, Protein dan Kondisi Bobot Badan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tingkat penambahan tepung Bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) ke dalam ransum babi induk menyusui yang dapat meningkatkan
konsumsi bahan kering, protein memperbaiki kondisi bobot badan.
dan
MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November – Desember 2010 di Desa Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Digunakan 15 ekor ternak babi induk menyusui peranakan Landrace partus ke 1 – 2 dengan kisaran bobot badan adalah 120 – 150 kg. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum percobaan antara lain: tepung jagung, dedak padi, bungkil kelapa, tepung ikan, tepung tulang, minyak kelapa, premix dan tepung bangun-bangun (NRC, 1998). Kandungan nutrien dan energi metabolis bahan pakan yang di gunakan dalam penyusunan ransum dapat dilihat pada Tabel 1. Selanjutnya dari tabel kandungan nutrien dan energi metabolis (Tabel 1) dapat disusun ransum kontrol yang dicantumkan pada Tabel 2. Penambahan tepung Bangun-bangun pada setiap perlakuan ransum adalah sebagai berikut: R0 = 100% Ransum kontrol; R1 = 97% R0 ditambahkan 3% tepung Bangun-bangun dan R2 = 95% R0 ditambahkan 5% tepung Bangun-bangun. Peubah yang diamati konsumsi Ransum, konsumsi bahan kering, konsumsi protein dan penurunan bobot badan induk. Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan lima ulangan sehingga babi yang di gunakan sebanyak 15 ekor babi induk menyusui. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model matematik (STEEL dan TORRIE, 1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi bahan kering Data rataan konsumsi bahan kering ransum dari masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 terlihat bahwa rataan konsumsi bahan kering yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 3,629 sampai 3,705 kg/ekor/hari.
661
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 1. Kandungan nutrien dan energi metabolis bahan pakan penyusun ransum Bahan
EM
PK
SK
Ca
P
Tepung jagung
3420,00
10,50
2,00
0,21
0,31
Dedak padi
2980,00
12,00
9,00
0,04
1,04
Tepung ikan
2856,20
48,67
0,01
6,32
2,95
Bungkil kelapa
3698,00
16,25
19,92
0,05
0,60
Bungkil kedelai
2550,00
47,00
5,00
0,24
0,81
Tepung Bangun-bangun
342,28
26,43
22,43
0,15
0,00
Tepung tulang
0,00
1,04
0,00
5,16
0,14
Premix
0,00
0,00
0,00
0,13
0,11
EM: Energi metabolisme; PK: Protein kasar; SK: Serat kasar; Ca: Kalsium; P: fosfor Sumber: Hasil analisis laboratorium nutrisi dan makanan ternak IPB (2005) Tabel 2. Susunan ransum kontrol babi induk menyusui Bahan pakan
Persentase kandungan(%)
Tepung jagung
48,00
Dedak padi
35,00
Tepung ikan
4,50
Bungkil kedelai
4,00
Bungkil kelapa
5,00
Tepung tulang
3,00
Premix
0,50
Jumlah
100,00
Sumber: Hasil perhitungan
Rataan konsumsi bahan kering tertinggi diperoleh pada babi induk menyusui yang diberi ransum R2 (3,705 kg/ekor/hari), dan konsumsi bahan kering terendah diperoleh babi induk menyusui yang diberi ransum R0 (3,629 kg/ekor/hari). Hasil analisis statistik
menunjukkan pemberian tepung Bangunbangun dalam ransum babi induk menyusui berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi bahan kering pada perlakuan R0 (tanpa tepung Bangun-bangun) nyata lebih rendah (P < 0,05) dari R1 dan R2. Adapun pada perlakuan R1 dan R2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi bahan kering pada babi induk menyusui. Penggunaan tepung bangun-bangun sebesar 3% dalam ransum sudah efektif dalam meningkatkan konsumsi bahan kering ransum pada babi induk menyusui. Penambahan tepung daun bangun-bangun ke dalam ransum babi induk menyusui dapat meningkatkan konsumsi bahan kering. Hal ini disebabkan palatabilitas ransum meningkat, seperti yang dikemukakan oleh SILITONGA (1993) bahwa palatabilitas merupakan faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi bahan kering. Palatabilitas tergantung pada bau, rasa, warna dan tekstur dari bahan pakan penyusun ransum.
Tabel 3. Kandungan nutrien dan energi metabolis ransum perlakuan Zat-zat makanan dan energi
Ransum perlakuan R0
R1
R2
Kebutuhan menurut NRC, 1998
1.
Protein kasar (%)
14,15
14,74
14,77
13 – 15
2.
Kalsium (%)
0,77
0,70
0,73
0,75
3.
Fosfor (%)
0,62
0,66
0,62
0,60
4.
Energi metabolis (kkal/kg)
3363,27
3342,04
3343,51
3265,00
No.
Sumber: Hasil perhitungan berdasarkan tabel 2
662
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 4. Rataan nilai konsumsi bahan kering ransum perlakuan pada babi induk menyusui Ulangan
Perlakuan R0
R1
R2
.................(kg/ekor/hari)............ 1
3,646
3,689
3,707
2
3,655
3,621
3,651
3
3,586
3,680
3,700
4
3,625
3,705
3,729
5
3,631
3,708
3,737
Total
18,143
18,402
18,524
a
b
b
Rataan
3,629
3,680
3,705
Huruf yang sama pada baris yang sama signifikansi menunjukkan tidak berbeda nyata
Hasil analisis statistik menujukkan pemberian tepung bangun-bangun dalam ransum babi induk menyusui berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi protein pada perlakuan R0 (tanpa tepung Bangunbangun) nyata lebih rendah (P < 0,05) dari R1 dan R2. Adapun pada perlakuan R1 dan R2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi protein pada babi induk menyusui. Penggunaan tepung bangun-bangun sebesar 3% dalam ransum sudah efektif dalam meningkatkan konsumsi protein ransum pada babi induk menyusui. Tabel 5. Rataan nilai konsumsi protein ransum perlakuan pada babi induk menyusui Perlakuan Ulangan
R0
R1
R2
..........................kg/e/h...................
Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi protein Data rataan konsumsi protein ransum perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel ini terlihat bahwa rataan konsumsi protein yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 0,441 kg/ekor/hari sampai 0,508 kg/ekor/hari. Rataan konsumsi tertinggi diperoleh babi induk menyusui yang diberi ransum R2 (0,508 kg/ekor/hari) dan konsumsi protein terendah diperoleh pada babi induk menyusui yang diberi ransum R0 (0,441 kg/ekor/hari). Konsumsi protein bergantung pada umur, macam dan banyaknya makanan, kualitas dan kuantitas makanan. Protein dalam ransum yang dikonsumsi babi induk menyusui digunakan untuk menghasilkan metabolisme energi dan perbaikan jaringan tubuh yang rusak. Hal ini sesuai dengan pendapat TILMAN et al. (1991) yang menyatakan bahwa protein dalam ransum dibutuhkan untuk membangun, menjaga dan memelihara jaringan dan organ tubuh, menyediakan asam-asam amino makanan, menyediakan energi dan sumber lemak badan. Menurut MERCHEN dan TITGEMEYER (1992) penambahan bahan sumber protein ke dalam ransum akan meningkatkan jumlah asam amino di dalam digesta dan terbatasnya asam amino di dalam ransum akan membatasi penampilan ternak.
1
0,473
0,496
0,510
2
0,474
0,503
0,508
3
0,432
0,450
0,487
4
0,411
0,498
0,516
5
0,412
0,499
0,518
Total
2,203
2,446
2,538
a
b
0,508b
Rataan
0,441
0,489
Huruf yang sama pada baris yang sama signifikansi menunjukkan tidak berbeda nyata
Penambahan tepung bangun-bangun ke dalam ransum babi induk menyusui mampu meningkatkan konsumsi protein. Konsumsi bahan kering yang meningkat dapat meningkatkan pula konsumsi protein ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat SIHOMBING (1997) yang menyatakan bahwa konsumsi protein cenderung meningkat sejalan dengan konsumsi bahan kering. Pengaruh perlakuan terhadap kondisi bobot badan Kondisi bobot badan yang dimaksud adalah penurunan bobot badan babi induk menyusui yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 terlihat bahwa rataan penurunan bobot badan (kondisi bobot badan) babi induk menyusui berkisar antara 0,239 kg/ekor/hari
663
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 6. Rataan penurunan bobot badan (kondisi bobot badan) pada babi induk menyusui. Ulangan
Perlakuan (kg/ekor/hari) R0
R1
R2
1
0,423
0,398
0,183
2
0,482
0,411
0,282
3
0,416
0,174
0,133
4
0,502
0,315
0,269
5
0,580
0,470
0,327
Total
2,404
1,769
1,194
a
b
0,239b
Rataan
0,481
0,354
Huruf yang sama pada baris yang sama signifikansi menunjukkan tidak berbeda nyata
sampai 0,481 kg/ekor/hari. Rataan penurunan bobot badan terendah diperoleh pada babi induk menyusui yang diberi ransum R2 (0,239 kg/ekor/hari), dan penurunan bobot badan tertinggi diperoleh babi induk menyusui yang diberi ransum R0 (0,481 kg/ekor/hari). Hasil analisis statistik menujukkan pemberian tepung bangun-bangun dalam ransum babi induk menyusui berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap penurunan bobot badan (kondisi bobot badan) babi induk menyusui. Hal ini terlihat pada R0 nyata lebih tinggi (P < 0,05) dari R1 dan R2. Adapun pada perlakuan R1 dan R2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penurunan bobot badan pada babi induk menyusui. Penggunaan tepung bangun-bangun sebesar 3% dalam ransum sudah efektif menekan penurunan bobot badan pada babi induk menyusui. Penekanan nilai penurunan bobot badan disebabkan adanya senyawa sterol yang terkandung dalam bangun-bangun yang berkhasiat merangsang estrogen, karena beberapa tanaman yang mengandung sterol bersifat estrogenik GUNTER dan BOSSOW (1998). Lebih lanjut KAUFMANN (1991) menyatakan bahwa tanaman estrogenik adalah tanaman yang dapat menggertak produksi estrogen tubuh sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam darah, yang sesuai dengan pendapat TIURLAN et al. (2000) yang menyatakan, bahwa hormon estrogen dapat menyebabkan pertambahan sintesa dan sekresi hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan
664
menyebabkan pertumbuhan sel dalam badan yang berakibat menekan penurunan bobot badan pada babi induk menyusui. Ternak yang kekurangan zat makanan pada waktu laktasi, maka pengambilan zat makanan oleh anak yang sedang menyusu akan merusak badannya. PARAKKASI (1983), menyatakan bahwa ransum yang dikonsumsi induk akan digunakan untuk produksi air susu dan untuk pertumbuhan bobot badan induk itu sendiri. Ternyata penambahan tepung bangunbangun kedalam ransum babi induk menyusui mampu memperbaiki kondisi bobot badan dalam hal ini menekan penurunan bobot badan yang berlebihan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung bangun-bangun sebesar 3% dalam ransum babi induk menyusui efektif meningkatkan konsumsi bahan kering dan protein, serta memperbaiki kondisi bobot badan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa tepung bangun-bangun dapat digunakan sebagai feed supplement dalam ransum babi induk menyusui dan penggunaanya sebesar 3% guna meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, dan memperbaiki kondisi bobot badan. DAFTAR PUSTAKA DAMANIK, R., DAMANIK, M.L. WAHLGVIST and WATTANAPENPAIBON. 2006. Lasctogogue effects of Bangun – bangun, a Bataknese traditional cuisine. APJCN; 15(2): 267 – 274. GUNTER, KD. and BOSSOW H. 1998. The effect of etheric oil Origanum vulgaris (Ropadiar) in the feed ration of weaned pigs on their daily feed intake daily gains and food utilization. Proc. 15th Int. Pig. Vet. Soc. Congr., Birmingham, (abstract) KAUFMANN, W. 1981. The significance of using special protein in early lactation. In: Protein and Energy Supply for High Production of Milk and Meat. Pergamon Press, Oxford. KHAJARERN, J. and S. KHAJARERN. 2002. The efficacy of origanum essential oils in sow feed. Int. Pig. Topics. p 17.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
MERCHEN, N.R. and E.C. TITGEMEYER. 1992. Manipulation of amino acid supply to the growing ruminant. J. Anim. Sci. 70: 3238 – 3247.
TILMAN, A.D., HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO dan S. LEBDOSOEKODJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
PARAKKASI, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa, Bandung.
TIURLAN, F.H, IRMA, S, RIENOVIAR, DEDE dan A, MEITY, S. 2000. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid dan Alkaloid dari Herba Bangun – bangun (Coleus ambonicus Lour) dan Katuk (Suropus Andrigynus Merr). Laporan Penelitian. BBIA, Bogor.
SIHOMBING, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. SILITONGA, M. 1993. Efek Laktakogum Daun Jinten (Coleus amboinicus L.) pada Tikus Laktasi. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Cetakan kedua (Terjemahan). PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
WEANING, W. 2007. Penambahan Daun Bangunbangun (Coleus ambonicius Lour) dalam Ransum Pengaruhnya terhadap Sifat Reproduksi dan Produksi Air Susu Mencit Putih (Mus musculus albinus). Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
665