Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 199?
PERILAKU HARGA PENAWARAN TERNAK SAPI BAKALAN/POTONG DI PASAR HEWAN LOKAL A. SUPARYANTo, P. SITEPU, K. DIWYANTo dan N. SUPRIYATNA Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221 Ciawi - Bogor
ABSTRAK Penelitian lapang ini merupakan rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan potensi feeder stock di daerah sumber bibit dan bakalan di Propinsi Jawa Tengah yang dilaksanakan pada awal bulan Maret 1996. Pemilihan lokasi pasar hewan diambil secara purposive sampling, sehingga terpilih pasar hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang . Teknik penggalian data dilakukan dengan dua pendekatan yaitu (1) teknik pengamatan dan (2) melalui wawancara singkat tak berstruktur terhadap penjual dan pembeli . Sedangkan informasi non teknik digali dari informan kunci . Hasil yang didapat menunjukkan bahwa banyaknya ternak sapi yanag dipasarkan sebesar 864 ekor dengan bangsa ternak PO sebesar 88,8% dan sisanya 11,2% adalah bangsa sapi FH. Ternak kerbau yang dipasarkaan sebanyak 35 ekor. Komposisi ternak menurut status fisiologis menunjukkan bahwa mayoritas ternak yang dipasarkan terdiri dari status anak dan bakalan jantan . Perilaku penimbangan ternak hanya dilakukan pada ternak sapi yang hanya 8,2% dari jumlah sapi yang dipasarkan, sedangkan ternak kerbau tidak dilakukan . Hasil pengamatan terhadap perilaku penawaran harga yang dikaitkan dengan perilaku penimbangan bobot badan menunjukkan bahwa salah satu kelemahan dari penggunaan standar harga per kilogram bobot badan hidup adalah komposisi pertulangan ternak yang dipwarkan . Pada kondisi bobot sama ternak sapi dengan pertulangan kecil akan mendapatkan harga penawaran yang relatif tinggi dibanding dengan sapi yang pertulangannya besar. Untuk ternak status anak dan bakalan cenderung memberikan harga yang lebih tinggi bila kondisi ternak terlihat relatif kurus tapi sehat dengan sistem pertulangan yang relatif besar dan diikuti dengan elastisitas kelenturaan kulit yang tinggi . Harga yang dipwarkan oleh penjual maupun pembeh secara statistik sangat nyata (p<0,001) dibentuk oleh varibel bobot badan, dan pada taraf nyata (p<0,65) terhadap jenis kelamin . Besarnya nilai hubungan yang dinyatakan dengan R' adalah 0,8817 (Y,) dan R'- = 0,9052 (YA Kata kunci : Sapi bakalan, penawaran, harga PENDAHULUAN Rentang waktu seperempat abad Pembangunan Jangka PaRiang Pertama, sektor pertanian lebih banyak bersifat menunjang industrialisasi dalam beberapa segi tertentu dan cenderung secara statistik tidak menunjukkan ada hubungan keeratan yang kuat diantara keduanya (sektor penanian dengan industri) . Padahal sebagaimana diketahui bahwa tujuan pembangunan pertanian yang diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah untuk menyediakan bahan baku industri . dengan kata lain bahwa proses industrialisasi tidak bersifat resource based yang jelas jelas memiliki keunggulan komparatif (RAHARDio, 1996). Gambaran ke depan menunjukkan bahwa pada awal abad ke-21, tatanan kehidupan diperkirakan akan berubah cepat dan mendasar. lnteraksi sektor pertanian dengan perekonomian global semakin kuat. Terlebih pada scat tahun 2020 nanti merupakan tahun akan dimulainya perdagangan bebas . Oleh sebab itu selunfi komoditas pertanian yang di dalamnya terkandung 729
SeminarNasional Peternakon dan Veteriner 1997
produk hasil peternakan hams mampu berkompetitif dengan produk-produk pertanian dari negara lain (HUTABARAT, 1996) . Lebih lanjut BASRI (1996), mengingatkan bahwa pasar dosmetik (lokal) pada saatnya nanti akan semakin tak terpisahkan dengan pasar internasional . Dengan demikian tantangan yang dihadapi peternak kini dan pads saatnya nanti adalah rnengisi pasar lokal secara terintegrasi tanpa harus berlindung di dalarn sisteni proteksi yang tidak mendewasakan diri . Dengan cara demikian diharapkan akan rnemperkuat dasar pijak peternak dari goncangan harga. Sementara menurut KOTLER (1989), teori memalianii perilaki membeli (buying behaviour) dari pasar sasaran adalah penting. Karena, kepuasan atau ketidak puasan pembeli akan mempengaruhi perilaku berikutnya . Sebagaimana biasanya bagi pengguna akltir yang merasa peas akan cendenmg mengatakan sesuatu yang serba baik tentang produk _yang dibelinya kepada pihak lain . r
SOEDJANA dan PRIYANTI (1992) mengemukakan bahwa peningkatan penjualan ternak yang' cendenmg terjadi pada awal musim tanam (hujan) menyebabkan harga jual ternak menjadi murah. Sedangkan saat pembelian yang umumnya terjadi selepas panen raya, peternak membeli ternak bakalan dengan harga tinggi . Hal ini memaksa peternak untuk tetap terperangkap di dalam lingkaran di mana menjual dengan harga rendah dan membeli dengan harga tinggi . Pada kondisi yang demikian inilah munculnya dilema bahwa pedagang sapi merupakan sosok yang masih dianggap sebagai pihak yang menyebabkan harga komoditas pertanian/ peternakan di tingkat petani tetap saja rendah, dan harga di tingkat pengguna tetap tinggi serta cenderung memperbesar marjin pentasaran (HADI, 1990) . Padahal menurut KAsRVNO et al. (1989) mengatakan bahwa produksi yang berasal dari usahaternak sapi mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi, baik untuk konsumsi lokal mamtin untuk tujuan ekspor . MATERI DAN METODE Survey pasar ini merupakan bagian dari penelitian yang berkaitan dengan potensi feeder stock di daerah sumber bibit. Kegiatannya dilakukan di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang pada awal bulan Maret 1996 . Teknik pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa daya tampung pasarnva adalah di atas rataan daya tampung dari seluruh pasar hewan yang ada di Jawa Tengah dan memiliki fasilitas yang dibutuhkan dalam kegiatan pasar seperti : timbangan ternak, tempat menambatkan ternak yang dipasarkan dan tersedianya tempat untuk turun-naikkan ternak, baik dari-maupun ke atas kendaraan. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan dua _cara pendekatan, yang pertama adalah dengan teknik pengamatan . Cara ini memiliki beberapa keuntungan dalam mengeksploitasi data lapangan . Menurut GUBA dan LINCOLN (1981) yang disitir MALEONG (1989) menjelaskan bahwa teknik pengamatan niemungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Pendekatan kedua adalah dengan teknik wawancara singkat dan terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan keterbatasan waktu bagi penjual maupun pembeh . Sebagaimana dimaklutni bahwa pelaku utama kegiatan pasar (penjual dan pembeli) sangat disibukkan dengan pencapaian target. Oleh karena itu pada scat proses jual-beli berlangsung kedua belah pihak cenderung tidak menunjukkan sifat interesnya dengan kegiatan-kegiatan yang dirasa tidak perlu.
73 0
Seminar Naslonal Peternakan don Veterlner /997
Guna menunjukkan komposisi ternak yang dipasarkan maka status fisiologis ternak dari bangsa PO dibagi ke dalam 4 kelompok vaitu induk, anak, bakalan jantan . bakalan betina dan potong . Sedang untuk ternak lain seperti kerbau dan sapi FH tidak dilakukan pengelompokan . Hal ini dikarenakan jumlah ternak tersebut yang dipasarkan hanya sebagai minoritas . Parameter yang diamati meliputi : bobot badan, jenis kelamin . bangsa ternak dan harga penawaran dari penjual maupun pembeli . Bobot badan diperolell dari penimbangan ternak yang dilakukan sendiri atas permintaan calon pembeli . Jumlah ternak yang tertimbang sebanyak 71 ekor. Setiap persoalan pemasaran selalu melibatkan sekumpulan peubah . KOTLER (1989) mengatakan bahwa analisis regresi menipakan teknik membentuk suatu persamaan yang dapat digunakan sebagai petunjuk kontribusi peubali bebas dari variasi yang terjadi pada peubah tidak bebas . Oleh karena itu analisis data yang digunakan dalam pembahasan ini adalah persamaan regresi berganda sesuai petunjuk SUDJANA (1985) maupun KOTLER (1989) . Gambaran perilaku harga dapat dijelaskan dengan mengungkapkan hasil analisis statistik, dimana peubah tak bebas vang diuji dibedakan ke dalam harga penawaran dari penjual (Y,) dan harga penawaran ditingkat pembeli (Y Z). Adapun peubah bebas (X,) yang diduga secara statistik mempunyai pengaruh terhadap perilaku harga yang dalam hal ini adalah peubah tak bebas (Yj dan Y2) adalah bobot badan, jenis kelamin (sea) dan bangsa sapi . Mengingat peubah jenis kelamin dan bangsa sapi mempunyai sifat data yang kualitatif maka perlu diubah ke bentuk kuantitatif Umuk itu digunakan peubali boneka agar hasil analisisnya -dapat menjelaskan pengaruh yang dapat mencenninkan kondisi yang sesungguhnya. Peubah yang dimaksud adalah peuabali jenis kelamin (D,) untuk jenis kelamin jantan dan bangsa sapi O~2) untuk bangsa sapi PO. Untuk lebih jelasnya penggunaan peubali boneka dijabarkan kedalam uraian di bawah ini 1.
D, = 1 bila pengamatan berada dalam kelompok jenis kelamin jantan dan D, = 0 apabila pengamatan berada diluar kelompok jantan, artinya pengamatan tersebut adalah untuk ternak betina.
2.
D 2 = 1 bila pengamatan berada dalam kelompok bangsa ternak PO dan D Z = 0 apabila pengamatan berada diluar kelompok PO, artinya pengamatan tersebut adalah untuk bangsa FH. Persamaan matematisnya dapat dituliskan sebagai berikut Y,
= Po + 0,
Y2 = 00
+ Rt
X + a2D, + 03D2 + s (untuk perilaku harga ditingkat penjual) X + 02D, + P3Dz + c (untuk perilaku harga di tingkat pembeli)
Dalam analisis data ini dipergunakan alat bantu dengan program aplikasi statistik SAS (SAS Institute Inc ., 1987).
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku penimbangan ternak Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hampir sennia jenis ternak yang dipasarkan di pasar hewan Ambarawa ada baik untuk ternak unggas seperti ayam burns, angsa, bebek bahkan kalkun maupun untuk ternak ruminansia (kerbau, sapi, kambing dan domba). Masing-masing jenis ternak menempati lokasi yang berbeda meskipun masih saling berdekatan . Kegiatan penelitian ini hanya terfokus pada pemasaran ternak ruminansia besar sebagai kebutuhan akan bibit, bakalan maupun potong . Jumlah ternak yang dipasarkan pada saat pengamatan menunjukkan bahwa ternak sapi merupakan jenis ternak yang paling dominan yaitu 96,1% (864 ekor) sedangkan ternak kerbau hanya 3,9% (35 ekor) . Bangsa sapi yang terjual pada dasarnya terdiri dari bangsa .PO daan FH, namun decnikian sapi PO masih mendominasi komposisi bangsa vaitu sebesar 88,8% dari total ternak sapi yang ada . Komposisi status fisiologis ternak sapi bangsa PO yang dipasarkan ditunjukkan dengan tingginya persentase pada status anak dan bakalan jantan . Dua kelompok terbesar tersebut masingmasing persentasenya adalah 43,3% (anak) dan 27,71%, (bakalan jantan) . Komposisi terkecil terdapat pada ternak dengan status fisiologis potong yang hanya sebesar 4,9%. Kondisi ini dapat dimengerti karena pasar hewan Ambarawa bukan merupakan pasar akhir untuk kebutuhan ternak potong. Maksudnya bahwa ternak yang dipasarkan dari pasar hewan ini lianya sebagai pendukung dari pasar-pasar hewan lainnya dalam memenuhi kebutuhan ternak potong, khusunya untuk ke luar propinsi seperti Jawa Barat clan DKI . Justru sebaliknya kebutuhan akan ternak yang masih berstatus anak dan bakalan terfhat cukup ramai clan diikuti pula dengan tingginya permintaan . Keadaan ini dapat dimengerti karena proses produksi pemeliitaman kedua status fisiologis ternak di atas lebili menyentuh kepada dinamika ekonomi pcndapatan peternak di pedesaan . Sistem jual-beli ternak masih diwarnai dengan sistem konvensional yaitu dengan menaksir bobot badan dilihat dari performan ternak yang dipwarkan. Sedangkan untuk menunukkan kurus gemuknya ternak cukup dengan melakukan palpasi pada bagian kulit luar di sekitar bagian dada dengan cara menarik-narik . Apabila elastisitas tarik dari kulit masih terlihat longgar maka ternak tersebut digolongkan ke dalam ternak kurus, sehingga cenderung digunakan sebagai ternak bakalan . Dari jenis ternak besar yang ada, hanya ternak sapi yang ditimbang oleh penjual . Keinginan penimbangan bisa bersifat individu yaitu datang dari penjual atau pembeli, namun ada juga yang datang dari kesepakatan berdua . Kejadian untuk ternak kerbau tidak ada yang ditimbang. Hal ini diduga bahwa ternak kerbau cenderung kurang jinak dibanding ternak sapi, sehingga akan mengalami kesulitan apabila dipasarkan untuk melakukan penimbangan . Hanya sebagian kecil yaitu 8,2% dari total sapi yang dipasarkan, oleh pihak si penjual dan pembeli melakukan kesepakatan untuk menimbang ternaknya agar diketahui secara tepat kondisi sebenarnya bobot badan yang ada sehingga gambaran tentang perilaku harga lebili realistis . Besar nya persentase sapi FH yang ditimbang hanya 21,1% dengan kisaran bobot mulai dari 260 sampai 510 kg, sedangkan besarnya persentase sapi PO yang ditimbang sebanyak 78,9% dengan kisaran bobot dari 200 kg sampai dengan 415 kg. Bobot tertinggi yang dicapai oleh sapi FH terjadi pada ternak betina induk, dimana peternak sudah memandang perlu untuk menjualnya baik dikarenakan oleh tingkat produktivitas susu yang sudah menurun atau umur ternak yang sudah tun. 732
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Tabel 1. Keadaan bobot badan ternak yang tertimbang menurut kelompok jenis kelamin clan bangsa sapi Bobot Badan (kg)
Bangsa Sapi PO FH
Standar Deviasi
Jantan
Betina
Jantan
Betina
279
375
53
51
280
339
56
83
Dari gambaran perilaku penimbangan ternak di atas maka dipandang perlu untuk menggalakan pemasyarakatan penmbangan sebelum ternak dipasarkan. Mengingat fasilitas penimbangan clan-tata letak tirnbangan sudah mendekati kesempurnaan . Dan yang perlu dilakukan dipertimbangan dari tindak -.lanjut pemasyarakat penimbangan ternak adalah pemberian label ternak yang tertempel dibadan dengan memberikan gambaran detail kondisi ternak tersebut diantaranya : bangsa ternak ; jenis kelamin, umur dan bobot badan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan suasana yang lebih konduksif terhadap fluktuasi harga akibat permainan para peclagang perantara (calo) . Perilaku harga penawaran Hasil pengamatan terhadap perilaku penawaran harp antara penjual dengan pembeli, masih cenderung berdasar pada performan ternak yang dipwarkan . Taksiran harga berdasarkan keadaan bobot badan belum digunakan sepenuhnya oleh kedua belah pihak. Hal ini terjadi karena masih labilnya keadaan bobot badan terhadap persentase karkas . Salah satu kelemahan dari labilnya penggunaan standar harga per kilogram bobot Badan hidup adalah komposisi pertulangan yang dimiliki oleh ternak yang dipwarkan. Pada kondisi bobot badan yang sama, ternak sapi yang memiliki sistem pertulangannya relatif kecil akan mendapatkan harga penawaran yang relatif tinggi dibanding dengan ternak sapi yang memiliki sistem pertulangan tubuhnya besar . Kondisi ini dimaksudkan untuk ternak berstatus fisiologis potong . Berbeda dengan penilaian di atas, maka untuk ternak anak clan bakalan perilaku penawaran harga cenderung memberikan harga yang lebih tinggi bila kondisi ternak terlihat relatif kurus tapi sehat dengan sistem pertulangan yang relatif besar dan diikuti dengan elastisitas kelenturan kulit yang tinggi . Pada kondisi yang demikian diharapkan ternak dapat mencapai pertumbuhan yang cepat apabila sistem manajemen pemberian pakan yang baik dapat dilakukan . Penawaran harga induk cenderung berlaku sesuai dengan kondisi ternak yang ada, dimana ternak dengan kondisi yang relatif gemuk, sehat clan memiliki performan eksterior yang baik sebagai bibit akan mendapatkan penawaran harga yang tinggi dibanding dengan ternak yang relatif lebih kurus atau bentuk eksterior yang kurang disukai pembeh .
Gambaran perilaku harga per satuan ekor ternak menunjukkan bahwa rentang selisih harga terendah dari penawaran harga baik ditingkat penjual maupun pembeli tedadi pada ternak sapi PO betina, sedangkan rentang selisih terbesar ada pada penawaran harp sapi PO jantan. Sempitnya rentang selisih pada sapi PO betina diduga diakibatkan oleh relatifnya keseragaman status fisiologis ternak yang dipasarkan yaitu induk. Berbeda dengan tingginya rentang selisih harp pads ternak sapi PO jantan, diduga diakibatkan oleh majemuknya status fisiologis ternak yang dipasarkan yaitu anak, bakalan dan potong . 733 .
Seminar Nosional Peternakan don Veteriner 1997
1,800
1,500
1,100
1,300
1,200
1,100
1,000
Gambar 1. Keadaan harga penawaran per ekor di tingkat penjual dan pembeli menurut kelompok jenis kelamin dan bangsa sapi (Rp 000) Hasil wawancara tentang keadaan harga scat dilakukan penelitian menunjukkan bahwa perilaku penawaran harga cendenmg tinggi . lnformasi ini dikuatkan pula hasil wawancara dengan beberapa informan kunci yang menjelaskan bahwa posisi harga penawaran ternak ditingkat peternak cendenmg memberikan perilaku yang tinggi . Sennta ini sebagai dampak dari tingginya harga airtk atau bakalan yang diberikan oleh para pedagang perantara . Keadaan ini sesuai dengan pendapat SOEDJANA dan PRIYANTI (1992) bahwa peternak cenderung mendapatkan perilaku harga pembelian yang tinggi . Atas dasar harga pembelian yang tinggi yang diterima peternak, maka pada saat menjual kembali setelah mengalami proses pembesaran, peternak memberikan nilai jual yang tinggi pula . Rataan perilaku harga menunt keadaan bobot badan hidup ternak sapi yang dipasarkan menuniukkan bahAva penawaran ditingkat penjual masili di atas nilai empat ribu rupiah per kilogram bobot badan hidup. kecuali untuk Silpi FH betina hanya Rp 3 .529,- per kg bobot badan . Sedangkan perilaku harga ditingkat pembeli hanya memberikan angka rupiall di baNvah empat ribu, dengan kisaran antara Rp 3 .193,- sampal dengan Rp 3 .956,- per kg bobot badan (Gambar 2). Dari pengamatan Gambar 2, terlihat adanya kecenderungan perilaku penawaran harga yang lebih tinggi pada ternak jantan dibanding ternak betina, baik ditingkat penjual maupun ditingkat pembeli . Keadaan ini diduga bahwa pada ternak potong, persentas karkas yang dihasilkan dari ternak jantan relatif lebih tinggi dibanding ternak betina, sedangkan bagi status ternak bakalan kelamin jantan memiliki sifat pertumbuhan yang lebih cepat dibanding dengan betina (BERG dan BurrERFIELF, 1976).
734
SeminarNasional Peternakan don Veieriner 1997
A& Penjual .
Pembeli
Gambar 2. Keadaan harga penawaran per kg bobot badan di tingkat penjual dan pembeli menunit
kelompok jenis kelamin clan bangsa sapi (Rp)
Huhun-an keeratan
Besarnya nilai bubungan keeratan yang dinyatakan dengan R- adalah 0,8817 untuk persamaan pertama - (Y I) dengan penawaran harga ditingkat penjual clan R- = 0,9052 untuk persamaan kedua (Y2) dengan penawaran harga ditingkat pembeli . Hasil tersebut menggambarkan bahwa terdapat liubungan keeratan yang nyata (p<0,00 ;) antara peubali tak bebas dengan peubah bebasnya . Hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga yang ditawarkan oleh penjual maupun penawaran ditingkat pembeli secara statistik sangat nyata (p<0,001) dibentuk oleh peubah bobot badan dan pada taraf nyata (p<0,05) dipengaruhi oleh jenis kelamin . Hasil ini sessuai dengan pendapat SOEDJANA clan PRIYANTI (1992) bahwa efek gabungan antara bobot badan dan jenis kelamin (khususnya jantan) menunjukkan kontribusi yang nyata terliadap harga jual. Sedangkan untuk peubah bangsa sapi yang dipasarkan secara statistik tidak menunjukkan penganih yang nyata (p>0,05) terhadap perilaku liarga yang ditawarkan. Pada liasil persamaan pertama (Tabel 2), Dmana perilaku harga yang ditawarkan oleh penjual akan meningkat sebesar 3,135 poin selaras dengan penambalian setiap situ kilogram bobot badan hidup ternak sapi yang ditawarkan, sedangkan ditingkat pembeli penibahan perilaku harga sebesar 2,994 poin untuk setiap penamballan per kilogram bobot badan. Penambalian secara kumalatif ini akin diperbesar lagi dengan jenis kelamin sapi jantan yang dipasarkan. Dimana setiap penawaran seekor jantan akanmemperbesar nilai perilaku harga ditingkat penjual sebesar 156 poin clan di tingkat pembeli sebesar 148 poin. Demikian sebaliknya apabila jenis kelamin ternak betina yang ditawarkan akan menuninkan perilaku harga penawarannya . 735
Seminar Nasional Peternakon don Vetenner 1997
Tabel 2. Estimasi parameter peubah bebas terhadap peubah tak bebas harga penawaran di tingkat penjual (Y,) Peubah Intersep Boneka sex (D1) Boneka bangsa (D2) Bobot badan (X) R2 = 0,8817 Raj= 0,8564
DB
Estimasi Parameter
Standar Error
Prob. > T
-1 1 1 1
156,589 156,205 -0,981 3,135
164,739 :59,899 79,911 0,427
0,3580 0,0207 0,9904 0,0001
Tabel 3. Estimasi parameter peubah bebas terhadap peubah tak bebas harga penawaran di tingkat pembeli (Y:) Peubah Intersep Boneka sex (1) 1) Boneka bangsa (D2) Bobot badan (X) R2 = 0,9052 Raj= 0,8849
DB 1 1 1 1
Estimasi Parameter 99,269 148,721 7,904 2,997
Standar Error
Prob > T
99,705 50,094 66,830 0,357
0,4831 0,0102 0,9075 0,0001
Bangsa ternak meskipun tidak menunjukkan penganh yang nyata terhadap harga yang ditawarkan oleh penjual, nanum terdapat kecendenngan baliwa semakin banyaknya bangsa sapi FH yang ditawarkan akan menununkan tingkat penawaran harga. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil kesimpulan menunjukkan bahwa perilaku penimbangan temak masih terbatas penggunaannya sebagai alat kontrol dalam perilaku penawaran harga baik untuk kepentingan penjual maupun pembeli, perilaku harga yang kuat masih dipasarkan pada poly prediksi menurut performan ternak yang dipasarkan. Rentang selisih harga penawaran terendah terjadi padi sapi PO betina dan rentang selisih tersempit terjadi pada sapi PO jantan . Rataan harga per kg bobot badan hidup, temak jantan memiliki rataan penawaran harga yang lebih tinggi dibanding dengan temak betina. Efek gabungan peubah bobot badan dan jenis kelamin memberikan kontribusi yang nyata terhadap perilaku harga yang ditawarkan baik ditingkat penjual maupun ditingkat pembeli . Atas dasar pembahasan di atas maka perlu dipertimbangan untuk memasyarakatkan sistem penimbangan temak meskipun perilaku harga tidak dipenganhi olehnya, namun penggunaan fasilitas pasar yang ada secara optimal disertai dengan pembelian label informasi seperti umur, jenis kelamin, bangsa dan bobot badan disetiap ternak yang dipasarkan diharapkan akan menciptakan perilaku harga yang lebih realistis yaitu adanya rentang selisih harga ditingkat penjual dengan pembeli yang lebih sempit . 736
Seminar Nasional Peternakan dan Vereriner 1997 DAFTAR PUSTAKA BASRI,
F.H . 1996 . Sub sektor peternakan menghadapi era globalisasi dan penrbahan pola konsumsi masyarakat . Makalah Seminar Nasional "Kiat Usaha Peternakan" . Fakultas Peternakan . Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto .
BERG,
R.T . and R.M . BUTTERFJELD. 1976 . New Concepts of Cattle Growth . Fisrt Published. Sydney University Press, Australia 1990 . Analysis of marketing margin behaviour using econometric model. The case of groundnut in East Java . Jurnal Agro Ekonomi . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. p.26-40 .
HADI, P.U .
B . 1996 . Sektor pertanian dalam perspektif perubahan stntktur ekonomi dan globalisasi pasar. Makalah Seminar Nasional "lndustrialisasi, Rekayasa Sosial, dan Peranatntya dalam Pembangunan Pertanian" . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
HUTABARAT,
P. SIMATUPANG, I.W . RUSASTRA, A. DJATIHARTI dan B. IRAWAN . 1959 . Government policies and economic analysis of the livestock commodity system . Jurnal Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor. p .1-36 .
KASRYNO, F.,
P. 1989 . Manajemen Pemasaran. Analisis, perencanaan dan pengendalian . Jilid 1 . Edisi kelima. Alih Bahasa J. Wasana (1989) . Penerbit Erlangga . Jakarta.
KOTLER,
M.D . 1996 . Peranan pemerintall dalam pemacuan industrialisasi pertanian. Makalah Seminar Nasional "Industrialisasi, Rekayasa Sosial, dan Peranamrya dalam Pembangunan Pertanian" . Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
RAHARDJo,
SAS INSTITUTE INC.
Cary, NC .
1987 . SAS/STA T Guide for Personal Computer, Version 6 Edition. SAS Institute Inc.,
T.D . dan A. PRIYANTI . 1992 . Analisis beberapa faktor yang berpenganih kepada harga jual ternak domba di tingkat petani di Kabupaten Bogor, Jawa Barat . Dalam Presiding Seminar Optimalisasi Sumberdaya dalam Pembangunan Peternakan Menuju Swa-Sembada Protein Hewani . Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan (ISPI) Cabang Bogor.
SOEDJANA,
SUDJANA.
1985 . Disain dan Analisis Eksperimen . Edisi kedua. Penerbit Tarsito. Bandung .
TANYA-JAWAB Atien Priyanti : Bagaimana margin pentasaran mulai dari produsen ke konsumen ? Uji regresi yang digunakan, mengapa variabel jenis kelamin dan baugsa ternak saja yang digunakan ? Agus Suparyanto : Untuk menghitung margin dari produsen ke konsumen ntengalaini kesulitan, karena survei yang dilakukan hanya di pasar saja dan tidak ditelusuri sampai di produsen atau konsumen akhir. Masing-masing diuji tersendiri, dan yang paling memiliki pengaruh nyata adalah jenis kelamin, sedang variabel lain diabaikan.