ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGADAAN/ PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PASAR VII MARTUBUNG KECAMATAN MEDAN LABUHAN
TESIS Oleh :
ADLIN BUDHIAWAN 057005001 / HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGADAAN/ PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PASAR VII MARTUBUNG KECAMATAN MEDAN LABUHAN
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
ADLIN BUDHIAWAN 057005001 / HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Telah diuji pada Tanggal 15 November 2007
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: 1. Prof. Dr. Bismar Nasution. SH, MH
Anggota
: 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS 3. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 4. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
JURIDICAL ANALIZE OF SUPPLIYING/DEVELOPMENT OF RENT PLAIN APARTMENT OF MARTUBUNG PASAR VII SUB ISRICT MEDAN LABUHAN Adlin Budhiawan 1 Bismar Nasution 2 Muhammad Yamin 3 Tan Kamello3
ABSTRACT
The growth of city populations is the main problem for demand of houses improvement. The main problem which is faced by the develop countries, including Indonesia is the problem of population settlement especially in big cities. The obstacle which is faced is the limitation of cities areas. One of alternatives to solve the house demand in cities which is limit is that by developing the occupied model vertically such us apartment building. For the middle to low economic level people, the Government built the rent plain apartment of Martubung with rent system. In renting the apartment, in the Law Number 16 Year 1985, it is not found the certainty about it, so that the regulation which is used for it is the agreement between the parties according to Article of 1338 Civil Law. The research method is the normative legal study, the character of this research is explorative research, by using approach method of qualitative. The research located at Rent Plain Apartment of Martubung Sub District Medan Labuhan. Data resource was from secondary data from collecting it through document study of library research and field research, with data which was got through the interview from informants, According to research result, can be seen that the supplying/development of rent plain apartment of Martubung had been doing fit with Law Number 16 Year 1985 about Apartment. The certainty of rent apartment pratically there are two kinds of rent house agreement, they are according to Civil Code and Government Regulation Number 55 Year 1981 about Relation of House Rent. The rent agreement of Martubung apartment bent over the Government Regulation Number 55 Year 1981 about Relation of House Rent.
1
Student of Past Graduate Studies, Faculty of Law, University of North Sumatera Head of Past Graduate Studies, Faculty of Law, University of North Sumatera 3 Lecturer of Past Graduate Studies, Faculty of Law, University of North Sumatera 2
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
In protecting the lessee’s right from developer/organizer, so for the lessee, law protection can be got by him through consumer protection institution, that is Consumer Dispute Settlement Committe (BPSK). Beside the law protection also can be got from administration law instruments, private law, or criminal law.
Key Word : Supplying/Development Rent Plain Apartment of Martubung
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGADAAN/ PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA PASAR VII MARTUBUNG KECAMATAN MEDAN LABUHAN Adlin Budhiawan 4 Bismar Nasution 5 Muhammad Yamin 6 Tan Kamello3
ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk perkotaan merupakan permasalahan utama bagi peningkatan permintaan akan rumah. Permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah permasalahan pemukiman penduduk khususnya di kota-kota besar. Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya lahan perkotaan. Salah satu alternatif untuk memecahkan kebutuhan rumah di perkotaan yang terbatas adalah dengan mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun. Untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah, Pemerintah membangun rumah susun sederhana sewa Martubung dengan sistem sewa. Dalam pelaksanaan sewa menyewa rumah susun, di dalam UU No. 16 Tahun 1985 tidak ditemui ketentuan tentang itu, maka aturan yang mengikat pelaksanaan sewa menyewa yang dilakukan adalah perjanjian kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata. Penelitian tesis ini adalah penelitian hukum normatif, yang bersifat eksploratoris (explorative research), dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian berada di Rusunawa Martubung Kecamatan Medan Labuhan. Sumber data berasal dari data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan didukung wawancara dengan para informan yang berhubungan dengan judul tesis. Metode pengumpulan data adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa pengadaan/pembangunan rumah susun sederhana sewa Martubung sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Mengenai ketentuan sewa-menyewa untuk rumah susun, dalam praktik ada 2 (dua) macam bentuk sewa-menyewa rumah perjanjian sewa-menyewa berdasarkan ketentuan KUH Perdata dan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan. Perjanjian sewa-menyewa pada 4
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 6 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 5
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
rusunawa Martubung lebih tunduk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan. Dalam melindungi hak penyewa dari pengembang/pengelola, maka bagi penyewa perlindungan hukum dapat diperolehnya melalui lembaga perlindungan konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Selain itu juga perlindungan hukum dapat melalui instrumen hukum administrasi, hukum perdata maupun instrumen hukum pidana.
Kata Kunci : Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim
Tiada kata pembuka yang paling pantas dikemukakan selain mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik dan rahmat-Nya dengan memberikan kesehatan, kekuatan dan ketabahan sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Juga disampaikan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabatnya, para tabi’in dan pengikutnya sampai akhir zaman. Tesis ini diberi judul “Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/ Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan”. Tesis ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam meraih gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian tesis ini, Penulis telah banyak memperoleh dorongan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Asisten Direktur yang memberikan kesempatan dan kelancaran proses administrasi pendidikan. 3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan sekaligus Ketua Komisi Pembimbing yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi hari depan Penulis.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum dan sekaligus merupakan dosen penguji yang dengan sabar telah membantu dan mengarahkan penulis untuk kesempurnaan tesis ini. 5. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis dalam penyusunan tesis ini. 6. Bapak Dr. Budiman Ginting, SH, MS, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan demi memperkaya penulisan tesis ini. 7. Bapak Prof. Alvi Syahrin, SH, MS, yang telah memberikan kesempatan dan jalan bagi Penulis untuk melanjutkan studi pada Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 8. Seluruh Guru Besar beserta dosen/staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada Penulis. 9. Kepada pihak Perum Perumnas khususnya Bapak Oerip Sidik Tjipto Oesodo yang telah banyak membantu Penulis dalam penyusunan tesis ini. 10. Kepada rekan-rekan satu angkatan (Bang Faisal, Sangkot, Arif, Putri, Bibah, Lolo, Nunung, Nursiti, Kak Siti, Bu Mega, dan semuanya “Good Bless U”), beserta seluruh staf pegawai Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (bu Ganthi, kak Juli, Kak Fika, Kak Fitri, Bang Udin, Bang Herman, Kak Niar dan Kalian Semua “Thank U So May..”). 11. Kepada seluruh mujahidin-mujahidin dan kepada semuanya yang telah banyak membantu baik pada penyusunan tesis ini maupun yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian studi ini, yang tidak mungkin saya sebutkan satupersatu.
Secara khusus Penulis haturkan ucapan terima kasih yang tiada terhingga dan kasih sayang penulis persembahkan kepada Ayahanda Ir. Sariadi dan Ibunda Dra. Hj.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Yusriah, Nst yang berkat dukungan, motivasi, kesabaran dan doa yang merupakan rahmat bagi Penulis dalam menyelesaikan studi dan tugas akhir ini. Tidak lupa pula Penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga kakakku, Siti Ayuna Sari, SH, adinda Prastuti Sari yang telah banyak memberikan motivasi dan doa hingga Penulis dapat menyelesaikan studi Magister ini. Akhirnya Penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan penulis berdoa semoga segala dukungan yang telah diberikan kepada Penulis dapat menjadi amal dan ibadah. Amin Ya Rabbal Alamin.
Medan,
November 2007 Penulis,
Adlin Budhiawan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRACT ..................................................................................................
i
ABSTRAK ....................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI ……………………………………….……………………........
vii
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................
ix
PENDAHULUAN …………………………………………........
1
A. Latar Belakang ………………………………………………..
1
B. Rumusan Permasalahan ..……………………………………..
8
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………..
9
D. Manfat Penelitian …………………………………………….
9
E. Keaslian Penelitian …………………………………………...
10
F. Kerangka Teori dan Konsepsional …………………………...
10
G. Metode Penelitian …………………………………………….
33
H. Sistematika Penulisan ...............................................................
37
BAB I
BAB II
:
: PENGADAAN/PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA MARTUBUNG DILAKSANAKAN MENURUT KETENTUAN UU NO. 16 TAHUN 1985 ...........
37
A. Pengadaan Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung …….
37
B. Penyediaan Tanah untuk Rumah Susun ..................................
55
C. Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi Dalam Pembangunan Rumah Susun ..........................................................................
69
D. Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung ............
88
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
BAB III
:
E. Ketentuan-Ketentuan di Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung ...............................................................................
93
ANALISIS KETENTUAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN DILIHAT DARI KUH PERDATA .............................
96
A. Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah Menurut KUH Perdata .....
96
B. Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan SewaMenyewa Perumahan ..............................................................
115
C. Perjanjian Sewa-Menyewa di Rusunawa Martubung .............
120
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK PENYEWA DALAM PERJANJIAN SEWA-MENYEWA RUSUNAWA MARTUBUNG ...................................................
133
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
144
A. Kesimpulan .............................................................................
144
B. Saran .......................................................................................
145
DAFTAR PUSTAKA ………….……………………………………………...
146
BAB IV
BAB V
:
:
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR SINGKATAN
BPN BUMN DAS HGB HM HP HPL ILH Jo KB KDB KIM KLB KUH Perdata KUP Menpera Permendagri Perum Perumnas
: : : : : : : : : : : : : : : : : :
PP RT RTRW Rusun Rusuna Rusunawa RW SDM SIP SPS UU UUPA
: : : : : : : : : : : :
Badan Pertanahan Nasional Badan Usaha Milik Negara Daerah Aliran Sungai Hak Guna Bangunan Hak Milik Hak Pakai Hak Pengelolaan Ijin Layak Huni Junto Koefisien Bagian Bersama Koefisien Dasar Bangunan Kawasan Industri Medan Koefisien Lantai Bangunan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Kantor Urusan Perumahan Kementerian Perumahan Rakyat Peraturan Menteri Dalam Negeri Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional Peraturan Pemerintah Rukun Tetangga Rencana Tata Ruang Wilayah Rumah susun Rumah susun sederhana Rumah susun sederhana sewa Rukun Warga Sumber Daya Manusia Surat Izin Perumahan Surat Perjanjian Sewa Undang-undang Undang-undang Pokok Agraria
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang “Pertumbuhan penduduk perkotaan merupakan permasalahan utama bagi peningkatan permintaan akan rumah. Pada tahun 1900
+ 13,6 % dari jumlah
penduduk dunia bermukim di perkotaan. Pada tahun 1980-an angka tersebut meningkat menjadi + 41,3 %. Diperkirakan pada akhir abad ke 20 angka ini meningkat menjadi + 51 %”. 7 “Berdasarkan data dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia mencapai 4,2% pada periode tahun 1990-2000”. 8 Konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan penduduk tersebut adalah meningkatnya kebutuhan pelayanan akan prasarana dan sarana kota termasuk kebutuhan perumahan yang layak bagi penduduk. Permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah permasalahan pemukiman penduduk. Dalam hal ini kendala yang dihadapi adalah terbatasnya lahan perkotaan sehingga pemerintah dituntut untuk dapat memanfaatkan lahan secara efisien dengan meningkatkan intensitas penggunaannya. Tuntutan akan penggunaan lahan perkotaan cenderung semakin meningkat seiring diterapkannya otonomi daerah. Hal ini terjadi karena di satu sisi Pemerintah perlu memanfaatkan sumber daya lahan yang ada untuk meningkatkan pendapatan daerah, di sisi lain adanya tuntutan masyarakat yang 7
Hermayulis, “Pengadaan Rumah untuk Masyarakat di Perkotaan dan Keberadaan Rumah Susun di Indonesia”, http://www.alunand.com, diakses 1 Oktober 2007 8 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, “Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana”, http://www.pu.go.id.pdf, diakses 3 Maret 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
semakin kritis dalam mendapatkan pelayanan dan kenyamanan lingkungan termasuk sarana sosial, taman dan ruang terbuka hijau. Pengadaan perumahan di perkotaan dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan menghadapi banyak kendala. Menurut Bambang Panudju dalam bukunya yang berjudul ”Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah”, yang dikutip oleh R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, kendala-kendala tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Kendala Pembiayaan Hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuan ekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya pemerintah yang tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang perbaikan ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan infrastruktur, pendidikan, dan sebagainya. Anggaran pemerintah untuk pengadaan perumahan menempati prioritas yang rendah, dengan jumlah kecil. Selain itu pendapatan sebagian besar penduduk di negara-negara berkembang begitu rendah, sehingga setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh di bawah harga rumah yang termurah sekalipun. 2. Kendala Ketersediaan dan Harga Lahan Lahan untuk perumahan semakin sulit didapat dan semakin mahal, di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun kebutuhan lahan sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di negara-negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah memerlukan lahan untuk perumahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka.
3. Kendala Ketersediaan Prasarana untuk Perumahan Ketersediaan prasarana untuk perumahan seperti jaringan air minum, pembuangan air limbah, pembuangan sampah dan transportasi yang
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan. Kurangnya pengembangan prasarana, terutama jalan dan air merupakan salah satu penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan. 4. Kendala Bahan Bangunan dan Peraturan Bangunan Banyak negara berkembang belum mampu memproduksi bahan-bahan bangunan tertentu seperti semen, paku, seng gelombang, dan lain-lain. Barang-barang tersebut masih perlu diimpor dari luar negeri, sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Selain itu, banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di negara-negara berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, atau Amerika Serikat yang tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi masyarakat negara-negara berkembang. Kedua hal tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi atau oleh masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan. 9
Dalam Seminar Arsitektur yang diadakan di Yogyakarta, Soenarno berpendapat bahwa : Jumlah dan proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan yang semakin lama semakin bertambah, mengakibatkan ketersediaan lahan dan penataan ruang untuk perumahan dan permukiman dirasakan semakin berkurang. Semakin banyaknya jumlah penduduk kota mengakibatkan semakin menurunnya daya dukung prasarana dan sarana dasar (PSD) permukiman serta fasilitas kota lainnya, terlebih lagi dengan pola pertumbuhan kota yang tidak terkendali. Kondisi ini mengakibatkan harga tanah yang mahal sehingga penduduk perkotaan yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) semakin tidak mampu menjangkau harga rumah di perkotaan. Kemampuan ekonomi masyarakat perkotaan secara umum masih tergolong masyarakat berpendapatan rendah (MBR), yaitu sebesar 65% (enam puluh lima persen). 10
Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada ditambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di
9
R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, “Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan”, www.usu.ac.id , diakses 3 Maret 2005 10 Soenarno, Peran Pemerintah Dalam Mewujudkan Hunian Vertikal Yang Ideal Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Arsitektur Fakultas Teknik UGM, (Yogyakarta: 2004), hal. 4
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
perkotaan semakin meningkat, sementara itu ketersediaan lahan menjadi semakin langka, sebagaimana juga terjadi di kota Medan. Kelangkaan ini menyebabkan semakin mahalnya harga lahan di pusat kota, sehingga mendorong masyarakat berpenghasilan menengah bawah tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatkan biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat. Sedangkan sebagian masyarakat kota Medan tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekonomi, sehingga menyebabkan ketidakteraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru. Untuk mendekatkan kembali masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah ke pusat aktifitas kesehariannya dan mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan, maka direncanakan suatu pembangunan hunian secara vertikal, berupa Rumah Susun (Rusun). Dengan pembangunan rumah susun di pusat-pusat kota, dengan intensitas bangunan tinggi, diharapkan dapat mendorong pemanfaatan lahan dan penyediaan rumah yang lebih efisien dan efektif. Keberadaan rumah susun di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Menurut undang-undang ini pembangunan rumah susun ditujukan untuk masyarakat golongan ekonomi lemah dan sebagai tempat tinggal (Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 1985). Pembangunan rusun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rusun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah di kawasan perkotaan dengan penduduk di atas 1,5 juta jiwa, sehingga akan berdampak pada: 1. Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota;
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
2. Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan; 3. Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas perkotaan; 4. Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota; 5. Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah; 6. Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. 11 Pembangunan rumah susun dimaksudkan untuk menyediakan hunian yang layak bagi orang dan badan hukum. Oleh karena itu, perumahan tersebut harus memenuhi standar sebagai hunian yang memenuhi syarat baik dari segi kesehatan, kenyamanan dan keasrian dari rumah tersebut. Pembangunan rumah susun merupakan pemenuhan atas kebutuhan papan (tempat tinggal) khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 UU No. 16 Tahun 1985 yang menyatakan bahwa Rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pembangunannya dapat dilaksanakan/diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta swadaya masyarakat. Sejalan dengan ketentuan Pasal 5 di atas, rumah susun dapat dibangun di atas tanah milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah negara atau Hak Pengelolaan. Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah di atas tanah yang dikuasai dengan Hak Pengelolaan wajib menyelesaikan status Hak Guna
11
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, “Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana”, http://www.pu.go.id.pdf, diakses 3 Maret 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Bangunan di atas Hak Pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan. 12 Hak Pengelolaan merupakan hal yang tidak dikenal dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, 13 yang lahir dan berkembang sesuai dengan terjadinya perkembangan suatu daerah. 14 Secara yuridis formal pengaturan tentang Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Tanah, Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya. ”Rumah susun sederhana identik dengan kemiskinan sehingga walau bagaimanapun pengadaan rumah susun untuk golongan masyarakat ini selalu terbentur pada keterbatasan, baik pada dana yang dimiliki pemerintah maupun pada daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah yang serba kekurangan”. 15 Dalam upaya menyediakan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah di kota Medan, maka Pemerintah membangun rumah susun sederhana sewa Martubung dengan sistem sewa.
12
Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318, Pasal 7 ayat (1) dan (2) 13 Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960 14 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 148 15 Irwan Gunawan, ”Kiat Pembangunan Rumah Susun Sederhana di Kota Metropolitan”, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/14/Properti.htm, dipublikasikan 14 Oktober 2004, diakses 16 April 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Sewa-menyewa salah satu aspek penting dari dunia perumahan. Sewamenyewa menjadi penting sebab tidak semua warga mampu membeli rumah secara tunai, atau bahkan membeli rumah dengan cara kredit. Sebagian masyarakat hanya bisa menghuni rumah, melalui cara sewa. Instrumen sewa ini perlu dipahami benar, baik oleh penyewa maupun yang menyewakan rumah, karena pelaksanaannya memerlukan alas hukum yang tegas dan kuat. ”Lemahnya landasan hukum sewa, atau tidak konkretnya isi perjanjian sewa, selalu berujung pada perselisihan atau masalah hukum yang rumit di kemudian hari”. 16 Pengaturan tentang sewa menyewa rumah termasuk ke dalam pengaturan tentang sewa menyewa pada umumnya yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disingkat dengan KUH Perdata). Perjanjian sewa menyewa merupakan salah satu bentuk perwujudan dari adanya suatu perjanjian dua belah pihak atau lebih. Suatu perjanjian yang dibuat adalah sah dan akan mempunyai kekuatan hukum apabila memenuhi syarat-syarat syahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata bahwa syarat sahnya suatu perjanjian apabila terpenuhinya kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya hak tertentu, dan sebab suatu yang halal. Para pihak yang terikat kepada perjanjian sewa menyewa diikat oleh kesepakatan yang telah dicapai di dalam perjanjian sewa menyewa yang dibuat. Untuk sahnya suatu perjanjian sewa menyewa yang dibuat tentunya tidak terlepas
16
Didi Syamsuddin, “Jangan Pernah Remehkan Landasan Hukum Sewa-Menyewa”, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/19/ekonomi/jang31.htm, dipublikasikan tanggal 19 Nopember 2002, diakses tanggal 4 Juni 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
dari harus terpenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pelaksanaan sewa menyewa rumah susun, di dalam UU No. 16 Tahun 1985 tidak ditemui ketentuan tentang itu, maka aturan yang mengikat pelaksanaan sewa menyewa yang dilakukan adalah perjanjian kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata. Ketentuan yang berlaku untuk pelaksanaan sewamenyewa
adalah ketentuan umum yang berkaitan dengan sewa menyewa
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1548 sampai dengan 1600 KUH Perdata. B. Perumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut: 1. Apakah pengadaan/pembangunan rumah susun sederhana sewa Martubung sudah dilaksanakan menurut ketentuan UU No. 16 Tahun 1985 ? 2. Bagaimana ketentuan sewa-menyewa di rumah susun ? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak penyewa dalam perjanjian sewamenyewa di rusunawa Martubung ? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengadaan/pembangunan rumah susun sederhana sewa Martubung sudah dilaksanakan menurut ketentuan UU No. 16 Tahun 1985.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
2. Untuk menganalisis ketentuan sewa-menyewa rumah susun. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pihak penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa di rusunawa Martubung. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara
teoretis
perkembangan
hasil ilmu
penelitian
pengetahuan
ini
merupakan
hukum
khususnya
sumbangan bidang
bagi hukum
perumahan serta menambah khasanah perpustakaan. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan masyarakat, praktisi, peneliti, dosen dan mahasiswa tentang pengadaan rumah susun sederhana sewa, bentuk perjanjian sewa-menyewa rumah susun, dan bentuk perlindungan hukum penyewa atau konsumen perumahan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan / Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan”. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Pengertian dan Pengaturan Rumah Susun Meningkatnya arus urbanisasi yang terjadi secara terus menerus khususnya dari masyarakat yang berpenghasilan rendah, kesulitan dalam mendapatkan lahan perumahan yang murah di perkotaan, telah mendorong pembangunan rumah susun sebagai salah satu model penyediaan perumahan di kota-kota besar. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, salah satu alternatif untuk memecahkan kebutuhan rumah di perkotaan yang terbatas adalah dengan mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun. Untuk kelompok masyarakat berpendapatan tinggi rumah susun disediakan dalam bentuk rumah susun mewah (flat/kondominium) sedangkan untuk kelompok masyarakat berpendapatan menengah dan rendah adalah rumah susun sederhana (rusuna). Kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum negara Italia. Kondominium terdiri atas 2 (dua) suku kata ”con” yang berarti bersama-sama dan ”dominium” berarti pemilikan. Di negara Inggris dan Amerika menggunakan istilah Joint Property sedangkan di Singapura dan Australia mempergunakan Strata Title. Banyaknya istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat di Indonesia seperti apartemen, flat, kondominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingungkan awam. 17 Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun berbunyi: 17
Pepep Lukman Subaya, “Penerapan Prosedur Pembangunan dan Permukiman Yang Berwawasan Lingkungan Oleh Pengembang di Kotamadya Medan”, Tesis, (Medan : PSL PPs-USU, 1997), hal. 14
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Rusuna adalah: Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. 18 Sejalan dengan perubahan dan perkembangan keadaan, maka rumah susun juga mengalami perubahan pengertian seperti terjadi dalam praktik adalah: Suatu pemilikan bangunan yang terdiri atas bagian-bagian yang masingmasing merupakan satu kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah serta dimiliki secara individual berikut bagian-bagian lain dari bangunan itu dan tanah yang merupakan tempat berdirinya bangunan (gedung) itu yang karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara bersama-sama oleh pemilik bagian yang dimiliki secara individual tersebut. 19 Sebagai suatu bahan banding kajian tentang rumah susun dan menambah wawasan tentang hal itu, bagian yang berlapis-lapis (Strata Scheme), menurut hukum di negara bagian New South Wales di Australia sebagaimana disebutkan oleh Arie Sukanti H yang dikutip oleh Imam Kuswahyono yang menentukan sebagai berikut: A strata scheme is legally recognized arrangement whereby a building and the land upon which it is erected is subdivided into lots or lots and common property, the lots (or units as they are commonly called) having separate title, the transfer of which is not inherently restricted, the common property 18
http://www.pu.go.id/litbang/puskim/Advis-Teknik/Modul/Rusuna.pdf, Pengelolaan Rumah Susun Sederhana”, diakses 3 Maret 2007, hal. 4 19 Pepep Lukman Subaya, Op cit, hal. 6
”Perencanaan
dan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
being used by the occupiers of the lots but owned by a body corporate as an agent for the owners of the lots in specified proportions. The definitions is much wider in that it encompasses not only the manner of subdivision, but also the allocations of units entitlements among the lost and more importantly, the rights and the obligations that exist from time to time between the owners of the lots (or proprietors), other person who have an interest in a lot (e.g. mortgages), the occupiers of the lots and the body corporate. 20 (Secara bebas dapat diartikan: Suatu bangunan yang bertingkat menurut hukum dikenal pengaturan dengan mana suatu bangunan dan daratan atas mana bangunan tersebut terbagi-bagi kedalam bagian-bagian bangunan atau bagian-bagian dan milik umum, bagian-bagian tersebut (atau unit-unit sebagaimana lazimnya disebut) mempunyai hak yang terpisah, perpindahan yang sifatnya tidak terbatas, hak milik umum yang digunakan oleh orang yang bertempat tinggal di bagian-bagian bangunan tetapi dimiliki oleh sebuah badan hukum sebagai sebuah agen bagi pemilik dari bagian-bagian di bagian tertentu. Defenisi tersebut terlalu luas yang meliputi tidak hanya cabangnya, tetapi juga alokasi hak-hak dari unit-unit tersebut di antara yang hilang dan lebih penting lagi, hak-hak dan obligasi-obligasi yang tetap ada dari waktu ke waktu antara pemilik bagian bangunan (atau pemilik), orang lain yang mempunyai ketertarikan pada bagian-bagian bangunan (misalnya gadai), orang yang menempati bagian-bagian bangunan dan badan hukum).
Pembangunan rumah susun ditujukan untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian, pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Rumah susun apabila ditinjau dari sudut penggunaannya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan sebagai berikut:
20
Ibid, hal. 6-7
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
1. Rumah susun hunian yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal; 2. Rumah susun bukan hunian yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial. 3. Rumah susun campuran yaitu rumah susun yang sebagian berfungsi tempat tinggal dan sebagian berfungsi sebagai tempat usaha. Sejauh ini penyediaan rumah susun mewah dipercayakan kepada pihak swasta, sedangkan rumah susun sederhana disediakan oleh pemerintah melalui Perum Perumnas. Rusun mewah bisa dihuni dengan cara memiliki atau sewa. Pada awalnya rusuna dapat dihuni secara milik ataupun sewa, tetapi kemudian pemerintah menetapkan kebijakan bahwa rusuna di perkotaan hanya dapat dihuni dengan cara sewa sehingga disebut rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Rusunawa merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat disewa secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. 21 Dalam menyelenggarakan pembangunan rumah susun sederhana sewa di perkotaan, Pemerintah telah menyiapkan perangkat perundang-undangan sebagai berikut: 1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
21
http://www.pu.go.id/litbang/puskim/Advis-Teknik/Modul/Rusuna.pdf, ”Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana”, diakses 3 Maret 2007, hal. 4
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. 5. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh yang berada di atas tanah Negara. 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 8. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 9. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 10. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 11. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2006 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
12. Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 22 13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1336/KMK.04/89 tentang Pemberian Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan yang Terhutang atas Unit Hunian Rumah Susun yang dibangun/ditiadakan. 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rumah Susun. 15. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/92 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun. 16. Keputusan Menteri Perumahan dan Permukiman Nomor 10/KPTS/Mi 1999 tentang Kebijaksanaan dan Strategi Pembangunan Rumah Susun. 17. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian dan Pendataan Akte Pemisahan Rumah Susun. 18. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Akte Tanah serta Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun; 19. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Nomor ll Tahun 1991 tentang Rumah Susun di Kotamadya Medan;
22
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2006 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, (Jakarta, CV. Eko Jaya, 2006).
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
20. Keputusan
Walikotamadya
Kepala
Daerah
Tingkat
II
Medan
No.593.61/1097/SK/90 tentang Peraturan Pelaksanaan Rumah Susun di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan. Sebagai landasan hukum pembangunan rumah susun adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang dalam pertimbangannya menyebutkan : a. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan meningkatkan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, diperlukan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah. b. Bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia lahan tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai yang dibagi atas bagian-bagian bersama dan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat. Dari pertimbangan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut di atas dapat diketahui bahwa tujuan pembangunan rumah susun adalah diantaranya untuk pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan dan dalam rangka
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman di daerah-daerah berpenduduk padat tetapi hanya tersedia tanah yang terbatas. 2. Sejarah Pembangunan Rumah Susun di Indonesia 23 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, secara tegas menetapkan ketentuan-ketentuan pokok kebijaksanaan perumahan di Indonesia. Ketentuan-ketentuan pokok tersebut adalah: 1) Dalam Pelita III akan ditingkatkan pembangunan perumahan rakyat, khususnya rumah-rumah dengan harga yang dapat dijangkau oleh rakyat banyak. 2) Untuk program pembangunan perumahan perlu dikembangkan suatu sistem yang lebih terarah dan terpadu yang berkaitan dengan tata guna tanah perkotaan dan pedesaan, pembiayaan, perluasan kesempatan kerja, kesehatan lingkungan, produksi bahan bangunan lokal dan keserasian pembangunan daerah serta lingkungan pemukiman pada umumnya. 3) Suatu sistem dan lembaga pembiayaan yang lebih efektif dan dapat mendorong terhimpunnya modal untuk pembangunan perumahan seperti yang telah dimulai dalam Pelita II perlu lebih dikembangkan lagi sehingga memungkinkan pembangunan perumahan dalam jumlah yang besar dengan harga yang dapat dijangkau oleh rakyat banyak. 4) Penyuluhan mengenai teknik pembangunan perumahan serta pemugaran perumahan desa perlu ditingkatkan agar semakin banyak rakyat mendiami rumah yang sehat dalam lingkungan yang sehat pula.
23
Hermayulis, “Pengadaan Rumah untuk Masyarakat di Perkotaan dan Keberadaan Rumah Susun di Indonesia”, http://www.alunand.com, diakses 1 Oktober 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
5) Penyediaan air bersih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Keterbatasan tanah dan jarak yang harus ditempuh oleh seseorang untuk sampai ke tempat bekerja menyebabkan orang memilih alternatif yang lebih dapat mendukung kehidupannya. Penghasilan dari pekerjaan bagi golongan yang berpenghasilan rendah dan mendiami rumah di lingkungan yang tidak sehat, merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Keadaan ini menimbulkan kegelisahan, terutama bagi kalangan pemerhati lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. Keterbatasan luas tanah dan kemampuan masyarakat untuk memiliki tanah menyebabkan diperlukan intervensi teknologi untuk penyediaan rumah yang tidak membutuhkan tanah yang luas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk itu Indonesia memilih alternatif membangun rumah susun. Pada mulanya pembangunan rumah susun di Indonesia didasari oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1974 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1977 dan terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983. Semua peraturan tersebut, dirasakan tidak dapat memenuhi tuntutan tentang pengaturan yang seharusnya ada, karena ketiga ketentuan tersebut hanya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan tanah bersama sebagai tempat dimana rumah susun tersebut dibangun. Ketentuan tersebut tidak mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan: tanda bukti pemilikan bangunan unit satuan rumah susun; hubungan hukum antara unit satuan rumah susun dengan bagian atau benda
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
bersama; dan hubungan antara sesama penghuni rumah susun, hubungan antara penghuni dengan pengelola dan lain-lain sebagainya. Pengaturan secara khusus dan lebih rinci tentang keberadaan dan akibat hukum yang timbul dengan adanya pembangunan rumah susun sangat dibutuhkan, terutama pada rumah susun yang diselenggarakan dengan tujuan timbulnya hak milik individu atas unit-unit rumah susun. Status pemilik akan menimbulkan beberapa permasalahan hukum yang memerlukan pengaturan secara jelas terhadap hal-hal yang menyangkut subyek dan obyek hukum rumah susun tersebut. Pada tahun 1985 Indonesia memberlakukan UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Undang-undang ini memuat 3 (tiga) konsep yang dikembangkan dalam pembangunan rumah susun, yaitu: 1) Tata ruang dan pembangunan perkotaan. Konsep ini memperkenalkan “intervensi” teknologi untuk mengatasi permasalahan keterbatasan dan harga tanah yang tinggi dengan mewujudkan efektifitas dan efisiensi penggunaan tanah. Dengan demikian akan terwujud pendayagunaan tanah secara optimal dan dapat menampung serta mendukung kepadatan penduduk yang tinggi. 2) Pembangunan hukum. Pembangunan rumah susun menyebabkan timbulnya bentuk subyek dan obyek hukum baru. Subyek hukum baru adalah munculnya Perhimpunan Penghuni Rumah Susun sebagai subyek hukum, sedangkan dari obyek timbulnya hak kebendaan baru yaitu: satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara perseorangan dan pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah. Pada cara pemilikan rumah susun mulai diakui keberadaan lembaga fidusia.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
3) Pembangunan Ekonomi dan Kegiatan usaha. Pembangunan rumah susun memberikan kemungkinan bagi pengembang untuk menggunakan fasilitas kredit konstruksi dari perbankan. Bagi konsumen untuk memiliki rumah susun terbuka kesempatan untuk memanfaatkan fasilitas kredit dengan menggunakan lembaga hipotik dan fidusia. Bila dilihat dari ketersediaan tanah, maka upaya memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat melalui pembangunan rumah susun merupakan upaya yang strategis, namun hal ini belum memperlihatkan hasil seperti yang
diharapkan.
Kendala yang dihadapi dalam memasyarakatkan rumah susun atau menggiring masyarakat untuk
tinggal di rumah susun antara lain adalah kendala budaya
masyarakat. Masyarakat lebih menyukai rumah tidak susun bila dibandingkan dengan rumah susun, karena berbagai alasan, antara lain adalah karena kehidupan penduduk perkotaan Indonesia masih banyak yang bersifat semi pedesaan. Mereka lebih menyukai halaman, baik untuk bercocok tanam, memelihara ternak, atau untuk tempat bermain bagi anak-anak. Mereka juga masih senang berkumpul dengan kerabat dan teman-temannya, seperti mengadakan arisan dan berbagai upacara atau selamatan di rumah dan halaman merupakan tambahan ruangan
yang dapat
menampung sebagian kegiatan yang tidak tertampung di dalam rumah. Untuk itu mereka membutuhkan pekarangan atau halaman di luar rumah, yang tidak akan ditemui di rumah susun. Di samping itu juga disebabkan karena mereka lebih menyukai kebebasan. Mereka tidak suka terlalu terikat dengan berbagai peraturan yang diberlakukan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
untuk menjaga ketenteraman, kenyamanan, privacy dan kebersihan penghuni di lingkungan di rumah susun. Hal ini lain yang tidak kalah pentingnya yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat Indonesia terhadap rumah susun adalah karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka merubah-rubah bentuk rumah, seperti untuk menjadikan lebih besar. Hal ini tidak mungkin dilaksanakan di rumah susun. Suatu hal yang kiranya perlu dikaji dalam pemasyarakatan rumah susun, yang merupakan hal yang lebih prinsipil dan menyebabkan masyarakat kurang menyenangi rumah susun adalah latar belakang sejarah kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat agraris, dimana tanah bagi mereka merupakan faktor produksi utama, dan merupakan unsur yang harus ada dan dimiliki
dalam kehidupan mereka, sehingga suatu saat dapat
diwariskan kepada generasi pelanjut keturunannya. Sedangkan pada rumah susun mereka hanya akan memiliki
bangunan, dan mereka masih menyangsikan
keberadaan haknya atas bangunan tertentu. Mengantisipasi kesangsian masyarakat dan dalam rangka memasyarakatkan rumah susun, maka pemerintah memberlakukan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan diberlakukannya undang-undang
ini diharapkan dapat
memberikan jaminan hukum bagi pemilikan rumah susun, dan dapat mendorong minat masyarakat untuk menempati rumah susun. Dengan meningkatnya minat masyarakat untuk tinggal di rumah susun, maka permasalahan tanah terutama tanah pertanian yang semakin berkurang karena dialihgunakan menjadi bangunan rumah dapat ditekan. Sehingga akan dapat mengurangi kesangsian akan tidak
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
terpenuhinya
kebutuhan pangan masyarakat dengan laju pertumbuhan yang
demikian cepat. Adapun yang merupakan tujuan utama dilaksanakan pembangunan rumah susun sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1985 adalah: 1) Untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya. 2) Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperlihatkan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. Hubungan antara unit satuan rumah susun dengan tanah tempat bangunan rumah susun itu didirikan diatur dalam UU No. 16 Tahun 1985. Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 1985 menyatakan bahwa rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keterkaitan antara unit satuan rumah susun yang dimiliki secara individual dan terpisah dengan bagian atau benda yang secara struktural tidak terlepas dengan blok rumah susun, sehingga secara fungsional harus digunakan secara bersama oleh para penghuni dan karenanya tidak dapat dimiliki secara individual. Hubungan hukum antara subyek hak individu dengan hak bersama yang tidak dapat dipisahkan menunjukkan adanya hubungan yang tidak terpisahkan antara satu sama lainnya.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Subyek hukum tidak dapat memiliki salah satu diantaranya. Apabila dilakukan pelepasan hak individu secara otomatis hak bersamanya juga dilepaskan. 24 Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal yang terbagi dalam satuan-satuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuansatuan yang penggunaannya terpisah, ada bagian bersama dari bangunan tersebut, dan benda bersama, serta tanah bersama yang di atasnya didirikan rumah susun. Bangunan tersebut karena sifat dan fungsinya harus digunakan
dan dinikmati
bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal yang terbagi dalam satuansatuan yang masing-masing jelas batas-batasnya, ukuran dan luasnya, dan dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Selain satuan-satuan yang penggunaannya terpisah, ada ”bagian bersama” 25 dari bangunan tersebut, dan ”benda bersama” 26 , serta ”tanah bersama” 27 yang di atasnya didirikan rumah susun. Bangunan tersebut
24
Ridwan A. Halim, Op cit, hal. 272 Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318, Pasal 1 angka 4, Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. 26 Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318, Pasal 1angka 5, Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. 27 Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318, Pasal 1angka 6, Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. 25
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
karena sifat dan fungsinya harus digunakan dan dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perorangan dan terpisah, yang meliputi: 1) Hak atas bagian bersama untuk bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. 2) Hak atas benda-benda bersama yaitu benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. 3) Hak atas tanah bersama yaitu sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri tumah susun dan ditempatkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Semua hak-hak tersebut di datas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Hak-hak tersebut didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama. 3. Perjanjian Sewa Menyewa Dalam Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa “sewa-menyewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”. M. Yahya Harahap menyebutkan bahwa ”Sewa-menyewa (huur en verhuur) adalah ”persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak di sewa kepada pihak penyewa untuk "dinikmati" sepenuhnya (volledige genot)”. 28 Dari rumusan pengertian diatas dapat dilihat, bahwa sewa-menyewa merupakan: a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa. b. Pihak yang menyewa menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa untuk sepenuhnya dinikmati (volledige genot). c. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu. 29
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membuat perjanjian adalah sebagai berikut: a. Adanya kata sepakat, dalam arti bahwa perjanjian tersebut dibuat secara musyawarah oleh kedua belah pihak, tanpa adanya paksaan dari salah satu pihak; b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, yaitu bahwa yang membuat perjanjian tersebut sudah dewasa dan tidak dalam sakit ingatan; c. Suatu hal yang diperjanjikan harus jelas, yaitu rumah yang yang dijadikan obyek sewa-menyewa tersebut harus jelas lokasinya, bentuk, luasnya dan sebagainya; d. Perjanjian tersebut harus halal, yaitu isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kesusilaan.
28 29
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 220 Ibid
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Keempat unsur diatas digolongkan kedalam 2 dua bagian, yakni unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian atau syarat yang mesti melekat pada diri orang yang membuat perjanjian, biasa disebut unsur subyektif. Dan yang kedua unsur pokok yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian atau syarat yang harus terdapat pada obyek perjanjian, biasa disebut unsur obyektif. 30 Unsur subyektif ini mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dan pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan kausa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut harus sesuatu yang tidak terlarang atau diperkenankan menurut hukum. 31 Jika tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan baik dalam bentuk dibatalkan (jika tidak terpenuhinya salah satu unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif). Dalam hal tidak terpenuhinya syarat obyektif maka perjanjian tersebut ”batal demi hukum”, artinya dari semula perjanjian tidak ada dan tidak pernah ada suatu perikatan. Dengan demikian tiada dasar untuk saling menuntut di muka Hakim jika terjadi sengketa. Perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal yang tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu tidak dapat dilaksanakan karena tidak 30
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, I, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 93 31 Ibid, hal. 94
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
terang apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Lalu perjanjian yang isinya tidak halal, jelas bahwa perjanjian tersebut tidak boleh dilaksanakan karena melanggar hukum atau kesusilaan. Dalam hal suatu syarat subyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas. Jadi perjanjian yang telah dibuat masih bersifat mengikat sebelum tidak dibatalkan oleh Hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi. Dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa “Semua perjanjian (persetujuan) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini berarti bahwa perjanjian itu bersifat “mengikat” seperti halnya dengan suatu Undang-undang. Menurut J. Satrio : Kata-kata “secara sah” dalam pasal 1338 KUH Perdata berarti memenuhi semua syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian, sedangkan kata “berlaku sebagai undang-undang” berarti mengikat para pihak yang membuat perjanjan sebagaimana undang-undang mengikat orang terhadap siapa undang-undang berlaku. Dengan demikian para pihak, dengan membuat perjanjian, seakan-akan menetapkan undang-undang bagi mereka sendiri. 32 Konsekuensi yuridis dari Pasal 1338 ayat (1) ini diantaranya adalah “perjanjian yang telah disepakati dan disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka”, 33 dan “setiap orang
32
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 142 33 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, I, Op Cit, hal 59.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
yang memperjanjikan sesuatu mendapat jaminan bahwa apa yang ditetapkan dalam suatu perjanjian itu tidak akan dikurangi, atau larangan untuk mengurangi sedikit pun pengikatan suatu kontrak atau perjanjian”. 34 Sewa-menyewa seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensuil. Artinya, perjanjian tersebut sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. 35 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar "harga sewa". Jadi barang itu diserahkan tidak untuk dimiliki, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian penyerahan tadi hanya bersifat menyerahkan kekuasaan atas barang yang di sewa itu. Kalau seorang diserahi barang untuk dipakainya, tanpa kewajiban membayar sesuatu apa, maka yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-pakai. Jika si pemakai barang itu diwajibkan membayar maka bukan lagi pinjam-pakai yang terjadi, tetapi sewamenyewa. Disebutkannya "waktu tertentu" dalam uraian Pasal 1548 Kitab Undangundang Hukum Perdata menimbulkan pertanyaan tentang apakah maksudnya itu, sebab dalam sewa-menyewa tidak perlu disebutkan untuk berapa lama barang itu disewanya, asal sudah disetujui berapa harga sewanya untuk satu hari, satu bulan atau satu tahun. ”Ada yang menafsirkan bahwa maksudnya tidaklah lain adalah mengemukakan bahwa pembuat undang-undang memang memikirkan pada
34 35
R. Subekti, I, Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung : Alumni, 1981), hal.64. R. Subekti, II, Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT. Intermasa, 1976), hal. 87
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
perjanjian sewa-menyewa di mana waktu-sewa ditentukan (misalnya untuk sepuluh bulan, untuk lima tahun dan sebagainya)”. 36 Hal ini diatur dalam Pasal 1579 KUH Perdata, yang berbunyi: "Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya." Menurut Subekti bahwa : Pasal ini ditujukan juga hanya dapat dipakai terhadap perjanjian sewamenyewa dengan waktu tertentu. Dan juga sudah selayaknya bahwa seorang yang sudah menyewakan barangnya misalnya untuk sepuluh tahun, tidak boleh menghentikan sewanya kalau waktu tersebut belum lewat, dengan dalih bahwa ia hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan itu. Sebaliknya, kalau seorang menyewakan barangnya tanpa ditetapkannya suatu waktu tertentu, maka tentu ia berhak untuk menghentikan sewa itu setiap waktu manakala ia mengindahkan cara-cara dan jangka waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan tentang pengakhiran sewa menurut kebiasaan setempat. 37
Namun demikian peraturan tentang sewa-menyewa yang terkandung dalam bab ketujuh dari Buku III KUH Perdata berlaku untuk segala jenis sewa-menyewa, untuk semua jenis barang, baik yang tidak bergerak maupun yang bergerak, yang menggunakan waktu tertentu ataupun tidak menggunakan waktu tertentu, “karena waktu tertentu itu bukannya suatu ciri yang khas untuk perjanjian sewamenyewa”. 38 Menurut Subekti “Apabila dalam jual beli, harga harus berupa uang karena jika berupa barang bukan jual beli tetapi tukar-menukar, tetapi dalam sewa36
Ibid, hal 88 Ibid 38 Ibid 37
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
menyewa tidak menjadi halangan apabila harga sewa itu berupa barang atau jasa”. 39 Perbedaan pokok antara jual beli dengan sewa-menyewa menurut M. Yahya Harahap terletak pada masalah: a. Pada sewa-menyewa hak menikmati barang yang disewakan kepada si penyewa hanya terbatas pada “suatu jangka waktu tertentu” saja, sesuai dengan lamanya jangka waktu yang ditentukan dalam persetujuan; b. Pada jual-beli di samping hak pembeli untuk menikmati sepenuhnya tanpa jangka waktu tertentu, sekaligus terhadap barang yang dibeli telah terjadi penyerahan hak milik kepada pembeli; c. Tujuan pembayaran sejumlah uang dalam sewa-menyewa hanya sebagai “imbalan atas hak penikmatan” benda yang disewakan; d. Sedangkan pada jual beli, tujuan pembayaran harga barang oleh pembeli tidak lain untuk “pemilikan” barang yang dibeli. 40 Selanjutnya M. Yahya Harahap mengatakan: Maksud diadakannya sewa-menyewa adalah “penikmatan” atas suatu barang dengan jalan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu. Penikmatan inilah sebagai salah satu unsur yang ditekankan pada Pasal 1548 KUH Perdata. “Penikmatan” ini tidak terbatas sifatnya. Seluruh kenikmatan yang dapat diperoleh dari barang yang disewa harus “diperuntukkan” bagi si penyewa. Akan tetapi penikmatan atas seluruh barang yang disewakan tidak akan menimbulkan persoalan, jika si penyewa menguasai seluruh bahagian barang. Masalah penikmatan akan timbul apabila si penyewa hanya menyewa atas sebagian barang saja. Misalnya hanya menyewa bagian paviliun sebuah rumah. Maka dalam hal ini si penyewa hanya berhak menikmati bagian yang disewanya saja, sesuai dengan yang diidentifikasi dalam perjanjian sewa-menyewa. 41
Menurut Pasal 1553 KUH Perdata, dalam sewa-menyewa resiko terhadap barang yang disewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu pihak yang
39
Ibid M. Yahya Harahap, Op cit, hal. 221 41 Ibid 40
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
menyewakan. “Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan adanya suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak”. 42 Mengenai resiko dalam sewa-menyewa tidak ditegaskan dalam Pasal 1553 KUH Perdata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata yang menggunakan istilah “pertanggungan” yang berarti resiko. Akan tetapi peraturan mengenai resiko dalam sewa-menyewa dapat disimpulkan dari Pasal 1553 KUH Perdata yang menentukan bahwa ”Apabila barang yang disewakan itu musnah karena sesuatu hal yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewa gugur demi hukum”. “Dari kata “gugur demi hukum” dapat diartikan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut apapun dari pihak lainnya, yang berarti kerugian akibat musnahnya barang yang dipersewakan harus dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan”. 43 Selain ketentuan-ketentuan di atas, ketentuan-ketentuan lain dalam membahas tentang sewa-menyewa rumah adalah Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 yang menyatakan bahwa hubungan sewa menyewa ditimbulkan oleh : a. Adanya persetujuan antara pemilik dan penyewa; b. Adanya Surat Izin Perumahan (SIP) mengenai penggunaan perumahan yang masih dikuasai oleh Kepala Daerah.
42 43
R. Subekti, II, Op cit, hal. 56 Ibid, hal. 89
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah tersebut, maka dalam prakteknya terjadi 2 (dua) macam bentuk sewa-menyewa rumah yaitu sewa-menyewa rumah milik perseroangan dan sewa-menyewa rumah yang dikuasai oleh Kepala Daerah. Untuk sewa-menyewa rumah milik perseorangan dapat dilakukan dengan adanya persetujuan antara pemilik dengan penyewa sedangkan perumahan yang dikuasai oleh Kepala Daerah memerlukan adanya Surat Izin Perumahan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan Perumahan (KUP). G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yakni dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan asas-asas hukum serta mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penelitian hukum normatif menurut Ronald Dworkin disebut juga dengan “penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge trough judicial process)”. 44
44
Pendapat Ronald Dworkin, sebagaimana dikutip dari Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada Dialog Interaktif tentang
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Sedangkan sifat penelitian ini adalah penelitian yang bersifat 0 yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui. Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu analisis terhadap hukum dan peraturan yang berkaitan dengan pengadaan/pembangunan rumah susun sewa. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di lokasi Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. 3. Sumber Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan. Jadi, dalam penelitian ini adalah bahan dasar penelitian hukum normatif yang dari sudut kekuatan mengikatnya dibedakan atas tiga bagian yakni hukum primer, hukum sekunder dan hukum tertier, yaitu: a. Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primernya yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Februari 2003, hal. 1.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
tentang Perumahan dan Pemukiman, Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum tentang sewa-menyewa perumahan dan rumah susun, serta data dan arsip dari pihak Perum Perumnas. c. Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Disamping itu data juga dikumpulkan melalui wawancara dengan informan yang dipilih yaitu: 1. Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan 2. General Super Intendent PT. Pembangunan Perumahan 4. Alat Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan datanya adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian ini penelitian kepustakaan (library research) bertujuan untuk menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundangundangan, jurnal ilmiah, maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan penelitian lapangan (field research) dimaksudkan untuk mengadakan wawancara dengan informan yang berhubungan dengan materi
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
penelitian ini. Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan metode wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (depth interview) secara langsung kepada para informan yaitu Manager Bagian Produksi Perum Perumnas Regional I Medan, Staf Biro Hukum Perum Perumnas Regional I dan General Super Intendent PT. Pembangunan Perumahan. 5. Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 45 Analisis data dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokan, pengolahan dan dievaluasi sehingga diketahui validitasnya, lalu dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban kemudian diolah dengan menggunakan metode induktif dan deduktif dan terakhir dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat serta dapat dipresentasekan dalam bentuk deskriptif. H. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang diadakannya penelitian ini, kemudian rumusan permasalahan yaitu apakah pengadaan/pembangunan rumah susun 45
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 101.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
sederhana sewa Martubung sudah dilaksanakan menurut ketentuan UU No. 16 Tahun 1985, bagaimana ketentuan sewa-menyewa di rumah susun, dan bagaimana perlindungan hukum
terhadap pihak penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa rusunawa Martubung. Selanjutnya diikuti dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian. Kemudian diikuti dengan kerangka teori dan konsepsional yang terdiri dari pengertian rumah susun, pengaturan rumah susun, penyediaan tanah untuk rumah susun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun. Selanjutnya yang terakhir dari bab ini adalah metode penelitian yang terdiri dari spesifikasi penelitian, lokasi penelitian, sumber data, alat pengumpulan data dan analisis data. Bab II memberikan penjelasan pengadaan Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung, penyediaan tanah untuk rumah susun, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun, penghuni rumah susun sederhana sewa Martubung, dan ketentuan-ketentuan di rusunawa Martubung. Bab III memberikan analisis mengenai ketentuan perjanjian sewa-menyewa rumah dilihat dari sudut KUH Perdata yang terdiri dari perjanjian sewa-menyewa rumah menurut KUH Perdata, perjanjian sewa-menyewa rumah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan serta perjanjian sewa-menyewa di rusunawa Martubung. Bab IV memberikan penjelasan tentang perlindungan hukum terhadap pihak penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa di rusunawa Martubung. Bab V merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang merupakan topik
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
pembahasan dalam penelitian ini, dan saran yang merupakan sumbang saran penulis atas penelitian ini.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
BAB II PENGADAAN/PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA MARTUBUNG DILAKSANAKAN MENURUT KETENTUAN UU NO. 16 TAHUN 1985
A. Pengadaan Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung Berawal dari adanya perumahan yang kurang layak tinggal serta kekumuhan yang merajalela di sekitar wilayah perkotaan, maka proyek pembangunan rumah susun diprioritaskan untuk rakyat dengan ekonomi kecil. Oleh karena itu, biaya sewa serta fasilitas yang dipenuhipun mungkin dibuat sesederhana mungkin. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan suatu rusun dibangun untuk kalangan menengah ke atas, tentunya juga diimbangi dengan fasilitas-fasilitas yang representatif. Menurut Zulfi Syarief, Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Propinsi Sumatera Utara, terdapat beberapa hal yang menjadi latar belakang pembangunan rumah susun di Propinsi Sumatera Utara yaitu: a. Pesatnya tuntutan tempat tinggal di perkotaan akibat pertumbuhan penduduk perkotaan berdasarkan sensus penduduk 2000, relatif tinggi yaitu 4,2% per tahun (1990-2000) atau secara nasional bertambah 800.000 (delapan ratus ribu) rumah tangga baru yang membutuhkan rumah, sedangkan di Propinsi Sumatera Utara kurang lebih 30.000 (tiga puluh ribu) rumah tangga.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
b. Permintaan rumah existing (backlog) pada tahun 2000 secara nasional adalah sebesar 4.338.864 unit rumah, sedangkan di Propinsi Sumatera Utara kurang lebih 450.000 (empat ratus lima puluh ribu) unit rumah. c. Tingkat kepadatan penduduk di kota metro dan besar yang semakin meningkat (Mebidang, Pematang Siantar, Tanjung Balai, Sibolga, Padang Sidempuan dll). d. Semakin terbatasnya serta meningkatnya nilai lahan di perkotaan. e. Terdapat potensi pasar penghunian di kawasan pusat kota, kawasan transportasi, kawasan industri dan kawasan perguruan tinggi. f. Kemampuan ekonomi masyarakat perkotaan secara umum masih relatif rendah (berdasarkan hasil studi pasar perumahan/homi project kurang lebih 65% masyarakat perkotaan/kota berpenghasilan kurang dari Rp. 1,3 juta per bulan. g. Pembangunan sektor perumahan dan permukiman akan berdampak positif terhadap sektor ekonomi riil (± 200 jenis UKM akan bergerak). Pengadaan rumah susun di Indonesia untuk pertama kali dilakukan oleh Pemerintah diperuntukkan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, seperti yang diamanatkan di dalam Pasal 3 UU No. 16 tahun 1985, yang menyatakan bahwa: Pembangunan rumah susun bertujuan untuk: (1) a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya; b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. (2) Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1) huruf a.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Dana pembangunan rumah susun sederhana sewa Martubung ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, oleh karena itu pengadaan pembangunan rumah susun sederhana sewa ini tunduk kepada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Akan tetapi Keppres ini telah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu melalui : a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; b. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; c. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; d. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; e. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2006 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
f. Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 46 Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun penyedia barang/jasa. Dalam penjelasan umum Keppres No. 80 Tahun 2003, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan dilaksanakan secara swakelola adalah: a. Dilaksanakan sendiri secara langsung oleh instansi penanggung jawab anggaran; b. Institusi pemerintah penerima kuasa dari penanggung jawab anggaran, misalnya: perguruan tinggi negara atau lembaga penelitian/ilmiah pemerintah; c. Kelompok masyarakat penerima hibah dari penanggung jawab anggaran. Sesuai dengan Pasal 3 Keppres No. 80 Tahun 2003 bahwa pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Efisien, yaitu pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan; b. Efektif, yaitu pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan; c. Terbuka dan bersaing, yaitu pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia
46
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2006 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, (Jakarta, CV. Eko Jaya, 2006).
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan; d. Transparan, yaitu semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya; e. Adil/tidak diskriminatif, yaitu memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun; f. Akuntabel, yaitu harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa. Ruang lingkup berlakunya Keputusan Presiden ini adalah untuk : a. Pengadaan
barang/jasa
yang
pembiayaannya
sebagian
atau
seluruhnya
dibebankan pada APBN/APBD; b. Pengadaan
barang / jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari
pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan pengadaan barang / jasa dari pemberi pinjaman/hibah yang bersangkutan; c. Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan BI, BHMN, BUMN,
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan kepada APBN/APBD. Departemen / Kementerian / Lembaga / TNI/Polri / Pemerintah Daerah / BI / BHMN / BUMN / BUMD wajib menyediakan biaya administrasi proyek untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari APBN/APBD sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Keppres No. 80 Tahun 2003, yaitu : a. Honorarium
pengguna
barang/jasa,
panitia/pejabat
pengadaan,
bendaharawan, dan staf proyek; b. Pengumuman pengadaan barang/jasa; c. Penggandaan dokumen pengadaan barang/jasa dan/atau dokumen prakualifikasi; d. Administraai lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Dalam pengadaan barang/jasa, terdapat pengguna barang/jasa yaitu kepala kantor / satuan kerja / pemimpin proyek / pemimpin bagian proyek / pengguna anggaran Daerah / pejabat yang disamakan sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam lingkungan unit kerja / proyek tertentu. 47 Bertindak sebagai pengguna barang/jasa dalam pengadaan rumah susun sederhana sewa ini adalah Kementerian Perumahan Rakyat (Menpera). Tugas pokok pengguna barang/jasa dalam pengadaan barang/jasa ditentukan dalam Pasal 9 ayat (3) Keppres No. 80 Tahun 2003 yaitu :
47
Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 1 angka 2
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
a. Menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa; b. Mengangkat panitia/pejabat pengadaan barang/jasa; c. Menetapkan
paket-paket
peningkatan
penggunaan
pekerjaan produksi
disertai dalam
ketentuan
negeri
dan
mengenai peningkatan
pemberian kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, serta kelompok masyarakat; d. Menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS), jadwal, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang disusun panitia pengadaan; e. Menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan panitia/pejabat pengadaan sesuai kewenangannya; f. Menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyedia barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku; g. Menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa; h. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada pimpinan instansinya; i. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak; j. Menyerahkan aset hasil pengadaan barang/jasa dan aset lainnya kepada Menteri / Panglima TNI / Kepala Polri / Pemimpin Lembaga/ Gubernur / Bupati / Walikota / Dewan Gubernur BI / Pemimpin BHMN / Direksi BUMN/BUMD dengan berita acara penyerahan; k. Menandatangani
fakta
integritas
sebelum
pelaksanaan
pengadaan
barang/jasa dimulai.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Pengguna barang/jasa dilarang mengadakan ikatan perjanjian dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang akan
mengakibatkan
kegiatan/proyek
dilampauinya
yang
dibiayai
dari
batas
anggaran
APBN/APBD.
yang
tersedia
Pengguna
untuk
barang/jasa
bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan, dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya. Pelaksanaan
pengadaan
barang/jasa
pemerintah
dilakukan
dengan
menggunakan penyedia barang/jasa atau dengan cara swakelola. “Penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang/layanan jasa”. 48 Persyaratan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan adalah: a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan usaha/kegiatan sebagai penyedia barang/jasa; b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa; c. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana; d. Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak; e. Sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir; f. Dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir pernah memperoleh pekerjaan menyediakan barang/jasa baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengadaan sub kontrak, kecuali penyedia barang/jasa yang baru berdiri kurang dari 3 tahun; g. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan, dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan barang/jasa; h. Tidak masuk dalam daftar hitam; i. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan pos; j. Khusus untuk penyedia barang/jasa orang perseroangan persyaratannya
48
Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 1 angka 3
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
sama dengan di atas kecuali huruf f. 49
Terpenuhinya persyaratan penyedia barang / jasa dinilai melalui proses prakualifikasi
atau
pascakualifikasi
oleh
panitia 50 /pejabat
pengadaan. 51
Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan penawaran (Pasal 14 ayat (1) Keppres No. 80 Tahun 2003). Sedangkan pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa setelah memasukkan penawaran (Pasal 14 ayat (2) Keppres No. 80 Tahun 2003). Prakualifikasi wajib dilaksanakan untuk pengadaan jasa konsultan dan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang menggunakan metoda penunjukan langsung untuk pekerjaan kompleks, pelelangan terbatas dan pemilihan langsung. Proses kualifikasi secara umum meliputi pengumuman prakualifikasi, pengambilan dokumen prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi, evaluasi dokumen prakualifikasi, penetapan calon peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi,
dan
pengumuman
hasil
prakualifikasi.
Sedangkan
proses
49
Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 11 50 Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 1 angka 8 : Panitia Pengadaan adalah tim yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Dewan Gubernur BI/Pimpinan BHMN/Direksi BUMN/Direksi BUMD, untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa. 51 Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 1 angka 9 : Pejabat Pengadan adalah 1 (satu) orang yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Dewan Gubernur BI/Pimpinan BHMN/Direksi BUMN/Direksi BUMD untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
pascakualifikasi secara umum meliputi pemasukan dokumen kualifikasi bersamaan dengan dokumen penawaran dan terhadap peserta yang diusulkan untuk menjadi pemenang serta cadangan pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya. 52 Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, pada prinsipnya dilakukan melalui metoda pelelangan umum, yaitu metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. 53 Apabila pelelangan umum atau pelelangan terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan secara pemilihan langsung yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurangnya 3 (tiga) penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi. Dalam pemilihan secara langsung ini dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi dan jika memungkinkan melalui internet. Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat dipilih salah 1 (satu) dari 3 (tiga) metoda evaluasi penawaran berdasarkan jenis barang/jasa yang akan diadakan, dan metoda evaluasi penawaran tersebut harus dicantumkan dalam dokumen lelang yang meliputi :
52
Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 15 53 Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 17 ayat (1) dan (2)
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
a. Sistem gugur, yaitu evaluasi penilaian penawaran dengan cara memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa dengan urutan proses evaluasi dimulai dari penilaian persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan kewajaran harga, terhadap penyedia barang/jasa yang tidak lulus penilaian pada setiap tahapan dinyatakan gugur. b. Sistem nilai, yaitu evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai berdasarkan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudian membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya. c. Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis, yaitu evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai pada unsur-unsur teknis dan harga yang dinilai menurut umur ekonomis barang yang ditawarkan berdasarkan kriteria dan nilai yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudian nilai unsur-unsur tersebut dikonversikan ke dalam satuan mata uang tertentu, dan dibandingkan dengan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran peserta lainnya. 54
Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat dilihat dari ketentuan Pasal 20 Keppres No. 80 Tahun 2003 sebagai berikut: 1. Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pelelangan umum meliputi: a. Dengan prakualifikasi : (1) Pengumuman prakualifikasi; (2) Pengambilan dokumen prakualifikasi; (3) Pemasukan dokumen prakualifikasi; (4) Evaluasi dokumen prakualifikasi; (5) Penetapan hasil prakualifikasi; (6) Pengumuman hasil prakualifikasi; (7) Masa sanggah prakualifikasi; (8) Undangan kepada peserta yang lulus prakualifikasi; (9) Pengambilan dokumen lelang umum; (10) Penjelasan; (11) Penyusunan berita acara penjelasan dokumen perubahannya;
lelang
dan
54
Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 19
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
(12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Pemasukan penawaran; Pembukaan penawaran; Evaluasi penawaran; Penetapan pemenang; Pengumuman pemenang; Masa sanggah; Penunjukan pemenang; Penandatanganan kontrak;
b. Dengan pasca kualifikasi: (1) Pengumuman pelelangan umum; (2) pendaftaran untuk mengikuti pelelangan; (3) pengambilan dokumen lelang umum; (4) penjelasan; (5) penyusunan berita acara penjelasan dokumen perubahannya; (6) pemasukan penawaran; (7) pembukaan penawaran; (8) evaluasi penawaran termasuk evaluasi kualifikasi; (9) penetapan pemenang; (10) pengumuman pemenang; (11) masa sanggah; (12) penunjukan pemenang; (13) penandatanganan kontrak.
lelang
dan
2. Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pelelangan terbatas meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.
pemberitahuan dan konfirmasi kepada peserta terpilih; pengumuman pelelangan terbatas; pengambilan dokumen prakualifikasi; pemasukan dokumen prakualifikasi; evaluasi dokumen prakualifikasi; penetapan hasil prakualifikasi; pemberitahuan hasil prakualifikasi; masa sanggah prakualifikasi; undangan kepada peserta yang lulus prakualifikasi; penjelasan; penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya; pemasukan penawaran; pembukaan penawaran; evaluasi penawaran; penetapan pemenang;
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
p. q. r. s.
pengumuman pemenang; masa sanggah; penunjukan pemenang; penandatanganan kontrak.
3. Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda pemilihan langsung meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r.
pengumuman pemilihan langsung; pengambilan dokumen prakualifikasi; pemasukan dokumen prakualifikasi evaluasi dokumen prakualifikasi; penetapan hasil prakualifikasi; pemberitahuan hasil prakualifikasi; masa sanggah prakualifikasi; undangan pengambilan dokumen pemilihan langsung; penjelasan; penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya; pemasukan penawaran; pembukaan penawaran; evaluasi penawaran; penetapan pemenang; pemberitahuan penetapan pemenang; masa sanggah; penunjukan pemenang; penandatanganan kontrak.
4. Tata cara pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metoda penunjukan langsung meliputi : a. undangan kepada peserta terpilih; b. pengambilan dokumen prakualifikasi dan dokumen penunjukan langsung; c. pemasukan dokumen prakualifikasi, penilaian kualifikasi, penjelasan, dan pembuatan berita acara penjelasan; d. pemasukan penawaran; e. evaluasi penawaran; f. negosiasi baik teknis maupun biaya; g. penetapan/penunjukan penyedia barang/jasa; h. penandatanganan kontrak. Setelah
ditetapkan/ditunjuk
penyedia
barang/jasa,
maka
diadakan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
penandatanganan kontrak dimana kontrak tersebut sekurang-kurangnya memuat : a. para pihak yang menandatangani kontrak meliputi nama, jabatan, dan alamat; b. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang/jasa yang diperjanjikan; c. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian; d. nilai atau harga kontrak pekerjaan, serta syarat-syarat pembayaran; e. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci; f. tempat dan jangka waktu penyelesaian penyerahan dengan disertai jadwal waktu penyelesaian/penyerahan yang pasti serta syarat-syarat penyerahannya; g. jaminan tekni/hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan mengenai kelaikan; h. ketentuan mengenai cidera janji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya; i. ketentuan mengenai pemutusan kontrak secara sepihak; j. ketentuan mengenai keadaan memaksa; k. ketentuan mengenai kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan pekerjaan; l. ketentua mengenai perlindungan tenaga kerja; m. ketentuan mengenai bentuk dan tanggung jawab gangguan lingkungan; n. ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan. 55
Dalam pengadaan pembangunan rumah susun sederhana sewa Martubung ini, bertindak sebagai pengguna barang/jasa adalah Kementerian Perumahan Rakyat (Menpera), sedangkan penyedia barang/jasa adalah PT. Pembangunan Perumahan dan konsultan perencana dan pengawas adalah PT. Yodya Karya. Penentuan penyedia barang/jasa dan konsultan dilakukan secara lelang untuk umum. Sifat kontrak pengadaan rusunawa Martubung ini adalah lump sum unit price dan unit price. “Kontrak yang bersifat lump sum unit price (kontrak gabungan lump sum dan harga satuan) adalah kontrak yang merupakan gabungan lump sum dan
55
Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 29 ayat (1)
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
harga satuan dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan”. 56 Yang dimaksud dengan “kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa”. 57 Sedangkan kontrak dengan harga satuan (unit price) adalah : Kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. 58
Bertindak sebagai pengelola di rumah susun sederhana sewa Martubung ini adalah Perum Perumnas. Perum Perumnas sebagai BUMN telah ada sejak tahun 1974 dan melakukan aktifitasnya dengan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2004. Regional I sebagai unit usaha mempunyai jangkauan wilayah di Sumatera bagian utara meliputi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau. 59 Perum Perumnas pada hakikatnya adalah bersifat pengembang, tetapi perusahaan ini lebih memfokuskan kegiatannya pada pemukiman dan rumah-rumah
56
Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 30 ayat (4) 57 Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 30 ayat (2) 58 Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 2003, Pasal 30 ayat (3) 59 Perum Perumnas, Profil Perusahaan Perum Perumnas Regional I (Medan : Perum Perumnas, 2007), hal. 2
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
tingkat menengah ke bawah misalnya tipe 70, 45, 36. 60 Ada beberapa keuntungan apabila pemukiman dibangun oleh pengembang yang menurut Budi D. Sinulingga yaitu: 61 a. Rencana tapak dalam hal ini letak bangunan, intensitas pembangunan, lebar jalan, dapat disesuaikan dengan rencana tata kota dan standar yang ada karena rencana lingkungan pemukiman ini dibuat secara keseluruhan dan diperiksa serta diarahkan lebih dahulu oleh aparat pemerintah kota dan memperoleh persetujuan baru dapat dilaksanakan. b. Lahan untuk fasilitas umum dan sosial, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas perdagangan dan taman/ruang terbuka dapat sekaligus disediakan oleh para pengembang karena sudah merupakan ketentuan dalam standar perencanaan bahwa untuk luas tertentu lingkungan pemukiman harus memiliki fasilitas umum dan fasilitas sosial. c. Lingkungan pemukiman ini di samping tertata dengan baik juga memperhatikan estetika lingkungan dan bangunan karena para pengembang menyadari situasi persaingan sehingga mereka akan berupaya menciptakan lingkungan dengan estetika yang baik, sehingga memudahkan untuk pemasarannya. d. Oleh karena pembangunan lingkungan ini terorganisasi melalui pengembang maka semua bangunan akan mempunyai izin bangunan, sehingga hal ini akan meningkatkan pendapatan pemerintah kota, di samping akan turut menunjang pengadaan pemukiman dengan tata hunian yang tertib.
Sejak tahun 1974, penyediaan rumah ditugaskan kepada Perum Perumnas untuk membangun rumah bagi kebutuhan masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Sedangkan perusahaan pengembang sebagai
pendamping Perum
Perumnas dalam penyediaan rumah dibebani dengan persyaratan tipe rumah yang
60
Budi D. Sinulingga, Pembangunan Kota : Tinjauan Regional dan Lokal, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 211 61 Ibid, hal. 209-210
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
akan dibangun yaitu berdasarkan perbandingan 1 : 3 : 6, maksudnya membangun 1 (satu) rumah mewah : 3 (tiga) rumah sedang : 6 (enam) rumah sederhana. 62 Pihak Perum Perumnas menguasai tanah seluas ± 400 Ha (lebih kurang empat ratus hektar) untuk perumahan di Martubung ini. Perumahan yang didirikan terbagi atas 3 bagian, yaitu Perumahan Martubung I yaitu berupa rumah sederhana yang bersifat horizontal dengan hak milik, Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung II yaitu berupa rumah susun sederhana sewa yang diperuntukkan bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan Perumahan Martubung III, yaitu perumahan yang bersifat horizontal yang diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke atas. 63 Rumah susun sederhana sewa Martubung ini terletak di Jalan Rawe Pasar VII Martubung, Medan. Pembangunan rumah susun sederhana sewa Martubung ini dikelola oleh Perum Perumnas dengan dana pembangunannya berasal dari Kementerian Perumahan Rakyat (Menpera) 64 . Lokasi rumah susun sederhana sewa Martubung mempunyai luas lahan seluas ± 47 Ha (lebih kurang empat puluh tujuh hektar) dengan batas-batas sebelah utara dengan permukiman, sebelah timur dengan perumnas, sebelah selatan dengan lahan kosong dan sebelah barat dengan pemukiman penduduk. 65
62
Hermayulis, “Pengadaan Rumah untuk Masyarakat di Perkotaan dan Keberadaan Rumah Susun di Indonesia”, http://www.alunand.com, diakses 1 Oktober 2007 63 Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 2 Oktober 2007 64 Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 3 Juli 2007 65 PT. Pembangunan Perumahan, Juklak Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung Medan, (Medan : 2006)
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya
untuk
keperluan
bukan
hunian
yang
terutama
berguna
bagi
pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat, misalnya untuk tempat usaha, pertokoan, perkantoran, dan sebagainya. Bangunan rusunawa Martubung ini terdiri dari 2 gedung, yang masingmasing gedung terdiri dari 4 (empat) lantai. Tiap-tiap lantai di rumah susun sederhana sewa Martubung ini terdiri dari 2 (dua) blok yang masing-masing blok terdiri dari 16 (enam belas) unit. Luas 1 (satu) unit rumah di rumah susun sederhana sewa Martubung ini adalah 7 x 3 m dengan perincian 2 x 3 m untuk ruang dapur dan kamar mandi dan 5 x 3 untuk ruang serba guna. Masing-masing unit memiliki fasilitas listrik, air, dapur dan kamar mandi. Dengan ukuran demikian, rumah tersebut diperuntukkan bagi 4 (empat) orang per unit. 66 Jika dibandingkan dengan luas ruangan hunian di India, untuk tempat tinggal yang berukuran 30 m2 dapat
66
Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 3 Juli 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
dihuni oleh 8 (delapan) orang, maka luas hunian rumah susun sederhana sewa ini lebih baik dibandingkan di India. 67 B. Penyediaan Tanah untuk Rumah Susun Penyediaan tanah untuk rumah susun maksudnya adalah tanah tempat bangunan rumah susun itu didirikan. Mengenai penyediaan tanah ini, berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dinyatakan bahwa penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan dengan : a. Penggunaan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara; b. Konsolidasi tanah 68 oleh pemilik tanah; c. Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan konsolidasi tanah, Alvi Syahrin berpendapat bahwa: “Konsolidasi tanah tidak hanya merupakan kebijakan pertanahan tentang penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah, tetapi juga menyangkut kebijakan pertanahan mengenai penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan, artinya kedua kegiatan dilakukan secara bersamaan”. 69 Selanjutnya Alvi Syahrin menjelaskan bahwa : 67
Kehidupan di Flat: Suatu Corak Hidup Baru Bagi Masyarakat Indonesia di Perkotaan, Makalah pada Seminar “Hunian Liar di Perkotaan”, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), hal. 5 68 Menurut Pasal 1 Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991, “Konsolidasi tanah adalah kebijakan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat” 69 Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 39
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Dalam upaya penyediaan tanah, konsolidasi tanah diperkotaan merupakan salah satu alternatif kebijakan tanah perkotaan untuk menanggulangi masalah perkotaan, diantaranya mengenai permukiman yaitu sekitar ketidakjelasan dan ketidakteraturan penguasaan dan penggunaan tanah, sebab perkampungan di perkotaan (permukiman kumuh) mempunyai ciriciri : a. b. c. d.
Masyarakatnya heterogen dan umumnya berpenghasilan rendah; Rumah mempunyai fungsi sebagai tempat tinggal dan tempat berusaha; Kualitas lingkungan rendah; Bentuk dan batas pemilikan/penguasaan tanahnya kecil dan tidak teratur; e. Masyarakatnya berpenghasilan menengah ke bawah; f. Jalan-jalan yang ada di permukiman terlalu kecil (seadanya). 70 Penguasaan dan penggunaan tanah yang tidak teratur di permukiman kumuh biasanya berada di atas tanah negara, namun secara fisik telah dikuasai oleh para penduduk. Dalam tahap penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman, ada 4 (empat) tahap kegiatan yang harus dilakukan yaitu: a. Penetapan lokasi; b. Pembebasan tanah; c. Permohonan dan pemberian hak atas tanah; dan d. Pendaftaran hak atas tanah serta pemberian sertifikat. 71 Prosedur penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk pemukiman diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan. Menurut Peraturan Menteri tersebut, perusahaan pembangunan perumahan yang ingin memperoleh tanah untuk keperluan perusahaan terlebih dahulu harus mempunyai izin lokasi dan luas tanah. 70 71
Ibid, hal. 39-40 Ibid, hal. 40
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Mengenai penetapan lokasi dan luas tanah ini diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 sebagai berikut: 1) Izin lokasi untuk keperluan perusahaan yang luasnya tidak lebih dari 15 Ha (lima belas hektar) bagi Daerah Tingkat II yang telah mempunyai Rencana Induk Kota/Rencana Kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota. 2) Izin lokasi yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) ditetapkan oleh Gubernur. 3) Izin lokasi yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri. Untuk memperoleh penetapan lokasi dan luas tanah bagi perumahan, maka perusahaan harus membuat permohonan terlebih dahulu. Hal ini ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987, permohonan untuk memperoleh penetapan izin lokasi dan luas tanah yang luasnya tidak lebih dari 15 Ha (lima belas hektar), maka permohonan tersebut diajukan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Agraria. Untuk memperoleh penetapan izin lokasi dan luas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) maka diajukan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Agraria. Sedangkan penetapan izin lokasi dan luas tanah yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar), maka Gubernur wajib
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
mengajukan permohonan persetujuan kepada Menteri Dalam Negeri dilengkapi dengan pertimbangan dari Bupati/Walikota. Dalam mengajukan permohonan tersebut maka harus dilengkapi dengan : a. Akte Pendirian Perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman atau dari pejabat yang berwenang bagi Badan Hukum lainya, b. Nomor Pokok Wajib Pajak, c. Gambar Kasar/Sketsa tanah yang dibuat oleh pemohon, d. Keterangan tentang letak, luas dan jenis tanah (kebun/sawah) yang dimohon, e. Pernyataan bermaterai cukup tentang kesediaan untuk memberikan ganti rugi atau menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah yang terkena rencana proyek pembangunan atau mengikutsertakan pemilik tanah dalam bentuk penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, f. Uraian rencana proyek yang akan dibangun disertai dengan Analisis Dampak Lingkungan. 72 Berkenaan dengan permohonan izin lokasi dan luas tanah yang tidak lebih dari 200 hektar dan yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar), Gubernur wajib meminta pertimbangan dari Bupati/Walikota mengenai letak dan luas tanah yang dapat disediakan. Pertimbangan Bupati/Walikota tersebut disiapkan oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah Tingkat II setelah berkonsultasi dengan instansi teknis yang terkait. Berkenaan dengan permohonan persetujuan penetapan lokasi dan luas tanah yang tidak lebih dari 15 Ha (lima belas hektar), maka Ketua Badan
72
Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan, Pasal 4 ayat (4)
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II setelah berkonsultasi dengan instansi teknis terkait wajib memberikan pertimbangan kepada Bupati/Walikota. Permohonan penetapan izin dan luas tanah yang tidak lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) dan yang lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) diproses secara terkoordinasi oleh Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I cq Asisten Wilayah Daerah Tingkat I bidang Pemerintahan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Direktorat Agraria Propinsi. Selanjutnya untuk pemberian Surat Keputusan penetapan izin lokasi disiapkan oleh Kepala Direktorat Agraria Propinsi dan diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) bulan terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. Sedangkan untuk permohonan penetapan ijin lokasi dan luas tanah yang tidak lebih dari 15 (lima belas) hektar, diproses secara terkoordinasi oleh Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II dan Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya. Surat Keputusan pemberian penetapan izin lokasi dan luas tanahnya disiapkan oleh Kepala Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya dan telah dapat diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) bulan terhitung sejak diterimanya secara langsung. Dalam hal perusahaan yang memerlukan tanah 200 Ha (dua ratus hektar) atau lebih, sementara menunggu penetapan izin lokasi, Gubernur dapat memberikan ijin pencadangan tanah kepada yang bersangkutan. Izin tersebut diberikan dengan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. Jangka waktu berlakunya izin dimaksud adalah 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang lagi paling lama 6 (enam) bulan. Setelah mendapat izin lokasi dan luas tanah, Perusahaan Pembangunan Perumahan dapat melakukan pembelian tanah secara langsung atau melakukan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
pembebasan tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976. Ketentuan-ketentuan lain yang harus dipatuhi oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan sehubungan dengan penetapan izin lokasi dan luas tanah adalah : a.
Selama belum diberikan penetapan izin lokasi atau izin pencadangan tanah, Perusahaan
yang
bersangkutan
tidak
diperkenankan
untuk
melakukan
pembelian/pembebasan tanah baik secara fisik maupun yuridis. Pelanggaran terhadap ketentuan ini, maka kepada yang bersangkutan tidak akan diberikan ijin lokasi atau ijin pencadangan tanah. b.
Penyelesaian pembelian/pembebasan tanah diberikan secara bertahap selama 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun untuk setiap tahap jika terdapat alasan yang cukup kuat.
c.
Pembelian/pembebasan tanah dilakukan secara musyawarah.
d.
Apabila tidak tercapai kesepakatan ganti rugi, dapat ditempuh cara menyediakan
tempat
mengikutsertakannya
penampungan dalam
bentuk
bagi
pemilik
penataan
kembali
tanah
atau
penggunaan,
penguasaan dan pemilikan tanah. e.
Setelah dilakukan pembelian/pembebasan tanah Perusahaan Pembangunan Perurnahan
yang
bersangkutan
wajib
mengajukan
permohonan
pendaftaran/permohonan hak dalam waktu 6 (enam) bulan selambatlambatnya 1 (satu) tahun disertai syarat-syarat yang lengkap, kepada pejabat yang berwenang. f.
Setelah dilakukan pembelian/pembebasan tanah, Perusahaan berkewajiban:
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
1. Mematangkan tanah dan membangun rumah sesuai dengan rencana proyek yang telah disetujui oleh Pemerintah. 2. Menyediakan tanah untuk fasilitas sosial dan memelihara selama jangka waktu tertentu prasarana lingkungan dan utilitas umum yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan. 3.
Menyerahkan prasarana lingkungan dengan terarah untuk keperluan fasilitas sosial serta utilitas umum kepada Pemerintah Daerah Tingkat II.
4.
Atas dasar peruntukan dan penggunaan tanah yang telah ditetapkan, maka tanah-tanah yang telah dikuasai oleh Perusahaan dengan hak guna bangunan, wajib dipindahkan haknya berikut bangunan/rumah yang ada di atasnya kepada pihak lain, dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sesuai dengan peraturan perundang-undangan Agraria. Dalam hal penetapan lokasi untuk perumahan di Martubung ini, dengan
luas tanah 40 Ha (empat puluh hektar), pada awalnya tanah tanah tersebut dikelola oleh PTPN II yang mengelola tanah tersebut berdasarkan hak pakai. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, asal segala sesuatunya tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang pokok
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
agraria. 73 Jangka waktu Hak pakai adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. 74 Oleh karena pihak PTPN II tidak memperpanjang hak pakai atas tanah tersebut lagi, maka tanah tersebut menjadi tanah terlantar dan kemudian tanah tersebut digarap oleh masyarakat/penggarap. Setelah tanah tersebut digarap oleh masyarakat, pada akhirnya atas tanah-tanah tersebut ada yang sudah didaftarkan dan mempunyai SK Camat ataupun masih berupa tanah girik. 75 Tanah dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik. 76 Setelah mendapatkan lokasi untuk perumahan di Martubung ini, selanjutnya pihak Perum Perumnas melakukan pembebasan areal-areal tanah yang telah digarap oleh masyarakat tersebut. Ganti rugi pembebasan tanah ini dilakukan pihak Perum Perumnas pada tahun 1985, yaitu sebesar Rp. 20.000/m (dua puluh ribu per meter). 77 Dalam melakukan pembebasan tanah ini, pihak Perum Perumnas melakukan koordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah/Bapeda serta Dinas
73
Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960, Pasal 41 ayat (1) 74 Suardi, Hukum Agraria, (Jakarta : Iblam, 2005), hal. 47 75 Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 2 Oktober 2007 76 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1998, Pasal 3 77 Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 2 Oktober 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Tata Kota. Oleh karena itu site plan pembangunan rusunawa Martubung ini dapat disetujui oleh Pemerintah Daerah dan tidak ada masalah dengan pihak Dinas Tata Kota mengenai tata ruangnya sebab sebelumnya pihak Dinas Tata Kota juga ikut dalam hal pembebasan tanahnya. 78 Setelah melakukan pembebasan hak atas tanah, maka atas tanah tersebut diajukan permohonan pemberian hak atas tanah. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun ditentukan bahwa: "Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah yang berstatus hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), hak pakai atas tanah negara (HP) atau hak pengelolaan (HPL), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku". Dalam rangka penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan, landasan hukumnya adalah berupa penguasaan tanah dengan hak pengelolaan sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan jo. Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara. Selanjutnya mengenai tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah dan hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1974 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya yang kemudian dicabut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
78
Ibid
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan. Dalam hal permohonan pemberian hak atas tanah untuk perumahan di Martubung ini, maka diberikan Hak Pengelolaan yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. 79 Dalam hal ini Hak Pengelolaan dilimpahkan kepada pihak Perum Perumnas sebagai pengelolaa rusunawan Martubung. Permohonan Hak Pengelolaan diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, dengan memuat: 80 1. Keterangan mengenai permohonan, yaitu nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. Bukti pemilikan atau bukti perolehan tanah berupa sertifikat, penunjukan atau penyerahan dari Pemerintah, pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau bukti perolehan tanah lainnya; b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi, sebutkan tanggal dan nomornya); 79
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka 3 80 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 68 ayat (1) dan (2)
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian); d. Rencana penggunaan tanah; e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara). 3. Lain-lain: a. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon; b. Keterangan lain yang dianggap perlu. Permohonan Hak Pengelolaan tersebut dilampiri dengan: 81 1. Foto copy identitas pemohon atau surat keputusan pembentukannya atau akta pendirian perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; 2. rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang; 3. izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat isan pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; 4. bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa sertifikat, penunjukan atau penyerahan dari Pemerintah, pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenangm akta pelepasan bekas tanah milik adat atu bukti perolehan tanah lainnya; 5. surat persetujuan atau rekomendasi dari instansi terkait apabila diperlukan; 6. surat pernyataan atau bukti bahwa seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah. 81
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 69
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Keputusan pemberian atau penolakan pemberian Hak Pengelolaan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain. ”Pemberian hak pengelolaan dilaksanakan secara individual atau kolektif ataupun secara umum”. 82 ”Pemberian secara individual merupakan pemberian hak atas sebidang tanah kepada seseorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak”. 83 Sedangkan ”pemberian hak secara kolektif merupakan pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada seorang atau badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak”. 84 Hak pengelolaan merupakan hak atas tanah yang tidak dikenal dalm UUPA. ”Hak
Pengelolaan
ini
lahir
dan
berkembang
sesuai
dengan
terjadinya
perkembangan suatu daerah”. 85 Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kantor yang terdapat di kota-kota besar mempergunakan tanah dengan hak pengelolaan. Hak Pengelolaan tersebut hanya dapat diberikan kepada badan-badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 82
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan, Pasal 2 ayat (2). 83 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan, Pasal 6 ayat (1). 84 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan, Pasal 6 ayat (2). 85 Supriadi, Op cit, hal. 148
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Apabila rumah susun dibangun di atas tanah hak pengelolaan, maka penyelenggara pembangunan rumah susun wajib menyelesaikan secara tuntas hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut, dan status hak guna bangunan itu telah dapat diselesaikan sebelum rumah susun dijual. Mengenai pengadaan tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Untuk mendapatkan penetapan lokasi pembangunan, maka instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum kepada
Bupati/Walikotamadya
melalui
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat. Apabila tanah yang diperlukan terletak di 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kotamadya, maka permohonan tersebut diajukan kepada Gubernur melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan nasional Propinsi. Permohonan tersebut dilengkapi dengan keterangan mengenai: a. Lokasi tanah yang diperlukan; b. Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan; c. Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan; d. Uraian rencana proyek yang akan dibangun, disertai keterangan mengenai aspek pembiayaan, lamanya pelaksanaan pembangunan. 86 Apabila rencana penggunaan tanahnya sudah sesuai dengan dan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau perencanaan ruang 86
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 6 ayat (3)
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
wilayah atau kota, maka Bupati / Walikotamadya atau Gubernur memberikan persetujuan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang dipersiapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat. C. Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi Dalam Pembangunan Rumah Susun Perkembangan penataan kota di Indonesia, antara kota kecil/menengah dan besar, berbeda cukup tajam. Secara fisik, kota besar berkembang dengan sangat cepat. Sementara di sisi lain, kota kecil dan menengah, mengalami perkembangan yang sangat lambat. Ini dapat dilihat dari, misalnya, pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Rumah Susun dapat dikembangkan pada kawasan-kawasan perumahan yang direncanakan untuk kepadatan penduduk >200 jiwa/ha, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah atau dokumen rencana tata ruang kota lainnya, yaitu kawasankawasan:
a. pusat kegiatan kota b. kawasan dengan kondisi kepadatan penduduk sudah mendekati atau melebihi 200 jiwa/ha. c. kawasan-kawasan khusus yang karena kondisinya memerlukan rumah susun, seperti kawasan-kawasan industri, pendidikan dan campuran. 87 Tabel 1. Kebutuhan rumah susun berdasarkan kepadatan penduduk Klasifikasi Kawasan Kepadatan
Kepadatan Rendah < 150 jiwa/ha
Kepadatan Sedang 151-200 jiwa/ha
Kepadatan Tinggi 201-400
Sangat Padat > 400 jiwa/ha
87
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, “Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana”, http://www.pu.go.id.pdf, diakses 3 Maret 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
penduduk Kebutuhan Sebagai Rusun alternatif untuk kawasan tertentu
jiwa/ha Disyaratkan disyaratkan
Disarankan untuk pusatpusat kegiatan kota dan kawasan tertentu Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, “Perencanaan dan Pengalolaan Rumah Susun Sederhana”, http://www.pu.go.id.pdf, diakses 3 Maret 2007
Bangunan rusuna dan rusunawa yang banyak dikembangkan adalah bangunan bertingkat rendah yaitu antara 4-5 lantai dengan tangga sebagai sarana transportasi vertikal. Pada bangunan rusuna 8 - 10 lantai sarana transportasi vetikal sudah harus dilengkapi dengan lift. Sarana tambahan ini telah mengakibatkan perlu adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh penghuni. Besaran ruang satuan rusuna ditentukan berdasarkan standar kebutuhan ruang perorang yaitu 9 m2. Dasar pemikiran bahwa dalam satu keluarga muda rata-rata terdiri 4 anggota keluarga (orang tua ditambah 2 anak) maka kebutuhan ruang untuk setiap satuan rusuna adalah 36 m2. Hal penting lain yang harus dipertimbangkan dalam menentukan luas satuan rusuna adalah kemampuan membayar sewa per bulan dan biaya listrik per bulan yang digunakan untuk penerangan dalam satuan rusuna, bagian bersama dan menyediakan (supply) air bersih. Dengan memperhatikan kemampuan ekonomi calon penghuni yaitu mampu membayar maksimal sekitar 1/3 bagian dari pendapatan per bulan, maka luas satuan rusuna minimal adalah 21 m2. Ruang yang disediakan sekurang-kurangnya terdiri dari ruang serbaguna, kamar mandi/wc dan dapur . 88
88
Ibid
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun bahwa : Satuan rumah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggungjawabkan, dan memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya serta harus disusun, diatur, dan dikoordinasikan untuk dapat menwujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari untuk hubungan ke dalam maupun ke luar.
Dalam penjelasan umum dari Pasal 16 Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa satuan rumah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggungjawabkan, misalnya untuk hunian persyaratan sebagai tempat tinggal harus dipenuhi terhadap ukuran kamar tamu, kamar tidur, dapur, kamar mandi dan sebagainya serta letaknya terhadap bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan sebagainya untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran kehidupan sehari-hari para penghuni. Lokasi rumah susun sederhana sewa Martubung ini terbagi atas 4 (empat) lantai yang masing-masing lantai terdiri dari 2 (dua) blok, kecuali lantai dasar tidak terdapat blok-blok bagi tempat hunian karena diperuntukkan bagi kegiatan ekonomis. Sebagaimana disebutkan di atas, tiap-tiap unit rusunawa Martubung ini mempunyai luas 7 x 3 m atau 21 m2 yang terdiri dari kamar mandi, dapur dan ruang serba guna. Jika diperhatikan ketentuan Pasal 16 PP No. 4 Tahun 1988 serta dikaitkan dengan ketentuan dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah tersebut di atas, maka rusunawa Martubung sudah memenuhi standar ukuran hunian. Suatu pemukiman yang baik di tengah kota harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
a. lokasinya tidak terganggu oleh kegiatan lain seperti pabrik, yang umumnya memberikan dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lanilla. b. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, perdagangan. Akses ini dicapai dengan membuat jalan dan sarana transportasi pada pemukiman tersebut. c. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun. d. Mempunyai fasilitas penyediaan airu bersih, berupa jaringan distrubusi yang siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah. e. Dilengkapi dengan fasilitas pembuatan air kotor. f. Pemukiman diyani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar lingkungan pemukiman tetap nyaman. g. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala pemukiman. h. Dilayani jaringa listrik dan telepon.89 Dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan bahwa pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan administratif. Persyaratan teknis dan administratif sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undangundang Nomor 16 Tahun 1985, kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
89
Budi D. Sinulingga, Op cit, hal. 187-188
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam pembangunan rumah susun adalah : 1. Persyaratan teknis untuk ruangan Semua ruangan yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari, harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar dan pencahayaan dalam jumlah yang cukup. Apabila hubungan langsung maupun tidak langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak langsung secara alami, tidak mencukupi atau tidak memungkinkan, maka harus diusahakan adanya pertukaran udara dan pencahayaan buatan yang dapat terus-menerus selama ruangan tersebut digunakan. 90
2. Persyaratan untuk sruktur, komponen dan bahan-bahan bangunan Pembangunan rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan struktur, komponen dan bahan bangunan yang memenuhi persyaratan konstruksi dan standar yang berlaku. Struktur, komponen dan penggunaan bahan bangunan tersebut harus diperhitungkan kuat dan tahan terhadap: a. Beban mati; b. Beban gerak; c. Gempa, hujan, angin dan banjir; d. Kebakaran dalam jangka waktu yang diperhitungkan cukup untuk usaha pengamanan dan penyelamatan; 90
Andi Hamzah dkk, Dasar-dasar Hukum Perumahan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal. 28-29
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
e. Daya dukung tanah; f. Kemungkinan adanya beban tambahan,baik dari arah vertikal maupun horizontal; g. Gangguan perusak lainnya. 91 3. Kelengkapan rumah susun Rumah susun harus dilengkap dengan : a. Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan mengenai perpipaan dan perlengkapannya termasuk meter air, pengatur tekanan air, dan tangki air bersih di dalam rumah susun, baik untuk hunian maupun bukan hunian, harus aman dan kuat terhadap kemungkinan gangguan benturan dan pada bagianbagian tertentu harus terlindung. b. Jaringan
listrik
perlengkapannya,
yang
memenuhi
termasuk
meter
persyaratan
mengenai
kabel
dan
listrik
pembatas
arus
serta
dan
pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan. c. Jaringan gas yang memenuhi persyaratan beserta kelengkapannya termasuk meter gas, pengaturan arus serta pengamanan terhadap kemungkinan timbulnya hal-hal yang membahayakan. Penyediaan jaringan gas ini hanya dikhususkan bagi rumah susun untuk hunian. d. Saluran pembuangan air hujan hanya yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas pemasangan.
91
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 13
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
e. Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas pemasangan. f. Saluran dan/atau tempat pembuangan sampah yang memenuhi persyaratan terhadap kebersihan, kesehatan dan kemudahan. g. Tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya. h. Alat transportasi yang berupa tangga, lift atau eskalator sesuai dengan tingkat keperluan dan persyaratan yang berlaku. i. Pintu dan tangga darurat kebakaran. Pintu rumah susun harus tahan terhadap api sampai jangka waktu tertentu untuk memungkinkan usaha penyelamatan sesuai dengan peruntukkannya terutama untuk hunian, pertokoan, industri dan sebagainya.
j. Tempat jemuran Tempat jemuran harus memenuhi persyaratan kemudahan penggunaan, keamanan dan kebersihan dan pandangan. k. Alat pemadam kebakaran. Di dalam upaya menanggulangi pencegahan kebakaran, untuk rumah susun yang berkualitas menengah keatas diwajibkan untuk memasang alat pencegah kebakaran tingkat awal (sprinklers). Dan untuk semua rumah susun masing-masing harus disediakan alat pemadam kebakaran atau hydrant. l. Penangkal petir. m. Alat/sistem alarm
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Untuk semua rumah susun harus disediakan alat/sistem alarm dengan cara manual atau otomotis. Sedangkan untuk rumah susun yang bukan hunian dapat diperlengkapi dengan sistem panggilan dan pembukaan pintu dan peralatan-peralatan lainnya. n. Pintu kedap asap pada jarak jauh tertentu. o. Generator listrik untuk rumah susun yang menggunakan lift. 92 Bagian-bagian dari kelengkapan rumah susun yang merupakan hak bersama harus ditempatkan dan dilindungi untuk menjamin fungsinya sebagai bagian bersama.
4. Satuan rumah susun Syarat teknis yang harus dipenuhi untuk satuan-satuan rumah susun adalah sebagai berikut: a. Satuan rumah susun harus mempunyai ukuran standar yang dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan penggunaannya serta harus diatur dan dikoordinasikan untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, baik untuk hubungan keluar maupun kedalam. 93
92
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 14. 93 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 14.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Misalnya untuk hunian persyaratan untuk tempat tinggal harus dipenuhi terhadap ukuran kamar tamu, kamar tidur, dapur, kamar mandi dan sebagainya, dan untuk pertokoan aturan tata letaknya harus menjamin adanya keserasian, kenikmatan dan kelancaran hubungan keluar maupun kedalam untuk para pemilik maupun pengunjung. 94 b. Satuan rumah susun untuk hunian disamping harus memenuhi ukuran standar seperti tersebut diatas juga harus dapat memenuhi kebutuhan seharihari seperti tidur, makan, mencuci, menjemur, memasak, dan sebagainya. 95 5. Bagian bersama dan benda bersama Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tunggu, lift harus mempunyai ukuran yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan seharihari baik sesama penghuni maupun pihak-pihak lain. Untuk benda-benda milik bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang memenuhi persyaratan yang diatur dan dikoordinasikan sehingga dapat memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan bagi para penghuni maupun pihak-pihak lain. 96 6. Lokasi rumah susun Dalam memilih lokasi untuk pembangunan rumah susun, maka lokasi tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 97
94
Andi Hamzah dkk, Op cit, hal. 33 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 18. 96 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 20 dan 21. 97 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 22 ayat (1). 95
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
a. Lokasi rumah susun harus sesuai dengan peruntukkan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah. b. Lokasi harus memungkinkan berfungsinya dengan baik saluran-saluran pembuangan dalam lingkungan kesistem jaringan pembuangan air hujan dan jaringan air limbah kota. Namun demikian jika tidak ada pilihan lain maka pembuangan saluran-saluran pembuangan dimaksud dapat dilakukan melalui tanah milik orang lain, untuk itu harus mendapat petunjuk dan izin dari instansi pemerintah yang berwenang, memenuhi persyaratan yang ditentukan dan disetujui oleh pemilik tanah. c. Lokasi rumah susun harus mudah dicapai angkutan yang diperlukan baik langsung maupun tidak langsung pada waktu pembangunan, penghunian perkembangan dimasa mendatang. d. Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan jaringan air bersih dan listrik. Apabila lokasi rumah susun belum dapat dijangkau oleh pelayanan air bersih, maka penyelenggara pembangunan wajib menyediakan secara tersendiri sarana tersebut. 7. Kepadatan dan tata letak bangunan Kepadatan bangunan dalam lingkungan harus dapat mencapai optimasi daya guna dan hasil guna tanah, dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan lingkungan sekitarnya. Sedangkan untuk tata letak harus menunjang kelancaran kegiatan sehari-hari dan memperhatikan penetapan batas pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan, pencahayaan, pertukaran udara serta pencegahan dan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
pengamanan terhadap bahaya yang mengancam keselamatan penghuni, bangunan dan lingkungannya.98 Dalam mengatur kepadatan (intensitas) bangunan diperlukan perbandingan yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan/persil, tidak melebihi dari 0.4; b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah, tidak kurang dari 1,5; c. Koefisien Bagian Bersama (KB) adalah perbandingan Bagian Bersama dengan dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2. 99 8. Prasarana lingkungan Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana sebagai berikut:100 a. Prasarana
lingkungan
yang
berfungsi
sebagai
penghubung
untuk
keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni seperti jalan setapak, jalan kendaraan dan tempat parkir. b. Prasarana lingkungan dan utilitas umum yang meliputi: (1) Jaringan distribusi air bersih, gas, dan listrik dengan segala kelengkapannya seperti tangki air, pompa air, tangki gas dan gardugardu listrik. (2) Saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan air hujan dari rumah susun ke sistem jaringan pembuangan air kota. 98
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 23 dan Pasal 24. 99 Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, “Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana”, http://www.pu.go.id.pdf, diakses 3 Maret 2007 100 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 2 dan Pasal 2.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
(3) Saluran
pembuangan
air
limbah
dan/atau
septik
yang
menghubungkan pembuangan air limbah dari rumah susun ke sistem jaringan air limbah kota. (4) Tempat pembuangan sampah yang fungsinya adalah sebagai tempat pengumpul sampah dari rumah susun untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan sampah kota, dengan mempertimbangkan faktor kemudahan pengangkutan, kesehatan, kebersihan dan keindahan. kran-kran air untuk mencegah dan pengamanan terhadap bahaya kebakaran yang dapat menj angkau semua tempat dalam lingkungan dengan kapasitas air yang cukup untuk pemadam kebakaran. (5) Tempat parkir kendaraan dan/atau penyimpanan barang. (6) Jaringan telepon dan alat komunikasi sesuai dengan keperluan. 9. Fasilitas lingkungan Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan : a. Ruangan atau bangunan untuk tempat berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat bermain anak-anak dan kontak sosial lainnya. b. Ruangan atau bangunan untuk kebutuhan seharihari seperti untuk kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lain-lainnya. 101 Di lokasi rumah susun sederhana sewa Martubung ini, lantai satunya bukan untuk hunian akan tetapi diperuntukkan khusus fasilitas-fasilitas umum dan sosial seperti taman, sarana olah raga, tempat parkir, kantor kepala perhimpunan penghuni, 101
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 27 dan Pasal 28.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
aula dan sebagainya. Lantai satu ini merupakan bagian bersama, 102 oleh karena itu penghuni rumah susun sewa sederhana Martubung ini berkewajiban menjaga kebersihan dan memelihara bagian bersama ini. Di rumah susun sederhana sewa Martubung ini ada bagian yang dikhususkan bagi penyandang cacat, yaitu di lantai 2 (dua). Oleh karena bagian ini dikhususkan bagi penyandang cacat maka dibuat fasilitas umum khusus bagi penyandang cacat tersebut, misalnya jalan ke lantai 2 yang khusus bagi orang yang memakai kursi roda. Hal ini sangat jarang dijumpai di rumah susun lain. Selanjutnya di lantai 3 dan 4 diperuntukkan bagi penghuni yang tidak cacat. Untuk menciptakan suatu lingkungan pemukiman yang baik maka diperlukan infrasturktur pemukiman dan fasilitas umum pemukiman. Yang dimaksud infrasturktur pemukiman adalah jalan lokal, saluran drainase, pengadaan air bersih, pembuangan air kotor. Sedangkan fasilitas umum atau disebut juga fasilitas umum dan fasilitas sosial pemukiman adalah fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas perbelanjaan dan pasar, fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum, fasilitas peribadatan, fasilitas rekreasi dan kebudayaan, fasilitas olah raga dan lapangan terbuka. 103 Drainase merupakan sarana yang melekat dengan lingkungan pemukiman, yang gunanya untuk menjaga agar air tidak tergenang oleh hujan atau air bersih. Drainase bagi rumah susun merupakan bagian terpenting, oleh karena jika drainase 102
Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun menyebutkan pengertian Bagian Bersama, adalah berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift, selasar harus mempaunyai ukuran yang memenuhi syarat dan diatur serta dikoordinasikan untuk dapat membrikan kemudahan bagi penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun pihak-pihak lain dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan dan keterpaduan. 103 Budi D. Sinulingga, Op cit, hal. 225
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
tidak baik maka akan mengganggu penghuni-penghuni lain. Drainase di rusunawa Martubung yaitu berupa saluran utama yaitu saluran yang dibuat dari masingmasing unit hunian untuk kemudian diarahkan ke saluran pengumpul beserta penampangnya. Pengadaan air bersih di rusunawa Martubung ini berasal dari sumur bor. Untuk mendistribusikannya, maka disediakan tangki air yang kemudian dari tangki air tersebut air didistribusikan ke rumah-rumah di rusunawa Martubung ini. Selain itu juga terdapat saluran air kotor dan juga pembuangan sampah. Pembuangan sampah di rusunawa Martubung berupa terowongan dimana para penghuni rusunawa ini hanya membungkus sampah di kantong plastik, lalu memasukkan ke dalam terowongan. Kemudian di lantai dasar sudah ada bak penampungan sampah tertutup. 104 Ruang terbuka hijau di rusunawa Martubung juga disediakan. ”Ruang terbuka hijau daalam perencanaan kota adalah bagian-bagian dari ruang kota yang sama sekali tidak mempunyai bangunan, seperti lapangan permainan, taman-taman kota, ruang terbuka yang berfungsi sebagai zone pembatas (buffer zone) pada kawasan industri maupun kawasan preumahan yang terdapat sepanjang jalan terutama jalan arteri dan kolektor dan juga pada sungai yang mengalir pada kota”. 105 Di rusunawa Martubung ruang terbuka hijau adalah berupa taman-taman serta area bermain dan olah raga.
104
Wawancara dengan Sariadi, General Super Intendent PT. Pembangunan Perumahan, tanggal 4
Juli 2007 105
Ibid, hal. 114
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Sarana ibadah juga terdapat di rusunawa Martubung ini berupa mesjid yang dikelola oleh penghuni rusunawa ini, demikian juga dengan sarana perparkirannya. Selain itu juga disediakan aula yang merupakan ruang serba guna yang dapat dipergunakan sebagai tempat pertemuan ataupun kegiatan-kegiatan lainnya dari para penghuni rusunawa ini nantinya. Masing-masing lantai di rusunawa ini dihubungkan oleh tangga yang harus dijaga
oleh
tiap-tiap
penghuni
rusunawa.
Ada
juga
alat
pemadam
kebakaran/hydrant di tiap-tiap blok sehingga memudahkan untuk pemadaman api, serta dipasang juga alat penangkal petir. Selain persyaratn teknis, persyaratan administratif juga harus dipenuhi dalam membangun rumah susun sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1998 tentang Rumah Susun, yaitu rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan
oleh
Pemerintah
Daerah.
Perizinan
dimaksud
diajukan
oleh
penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah yang dilengkapi dengan : a) Sertifikat hak atas tanah. b) Fatwa peruntukan tanah (advies planning) yaitu suatu keterangan yang memuat lokasi yang dimaksud terhadap lingkungan sekitarnya beserta penjelasan peruntukan tanah dengan perincian mengenai kepadatan dan garis sempadan bangunan. c) Rencana tapak (site plan) yaitu rencana tata letak bangunan.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
d) Gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukan dengan jelas batasan vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun. e) Gambar rencana struktur beserta perhitungannya. f) Gambar rencana yang menunjukan dengan jelas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. g) Gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya. Di samping itu penyelenggara pembangunan rumah susun wajib pula membuat pertelaan dalam bentuk gambar tentang : a. Batas satuan yang dapat dipergunakan secara terpisah untuk perseorangan; b. Batas dan uraian atas bagian bersama dan benda bersama yang menjadi haknya masing-masing satuan; c. Batas dan uraian tanah bersama serta besarnya bagian yang menjadi haknya masing-masing. 106 Pertelaan tersebut harus dimintakan pengesahan kepada Pemerintah Daerah. “Pertelaan ini gunanya adalah untuk pelengkap dalam pembuatan akta pemisahan hak atas satuan rumah susun”. 107 Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988, mewajibkan kepada penyelenggara pembangunan rumah susun untuk memisahkan rumah susun atas satuansatuan yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pemisahan tersebut dilakukan dengan membuat akta pemisahan. 106
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372, Pasal 31. 107 Andi Hamzah dkk, Op Cit, hal. 37
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Tata cara pembuatan dan pengisian akta pemisahan rumah susun diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989. Tata cara pembuatan dan pengisian akta tersebut adalah sebagai berikut : a.
Akta pemisahan dibuat dan diisi sendiri oleh penyelenggara pembangunan rumah susun.
b.
Akta pemisahan rumah susun berisikan : 1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan akta pemisahan. 2) Nama lengkap pembuat/penandatangan akta pemisahan yang dilengkapi dengan jabatan dan tempat kerja (kantor) yang bersangkutan. 3) Nama badan hukum/Instansi penyelenggara pembangunan rumah susun. 4) Status tanah dimana rumah susun didirikan. 5) Sistem pembangunan rumah susun, apakah dilaksanakan secara mandiri atau terpadu. 6) Penggunaan/pemanfaatan rumah susun, untuk hunian atau bukan hunian. 7) Jumlah blok rumah susun dalam kesatuan sistem pembangunan yang dilaksanakan pada tanah bersama. 8) Uraian tiap blok rumah susun, misalnya blok 1 terdiri dari 10 (sepuluh) lantai. Lantai 1 terdiri dari 15 (lima belas) satuan rumah susun, lantai 2 (dua) terdiri dari 10 (sepuluh) satuan rumah susun dan sebagainya. 9) Status tanah bersama, nomor hak dan nomor surat ukur serta batasbatas tanah.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
10) Perbandingan proporsional antara satuan rumah susun terhadap hak atas bagian, benda dan tanah bersama. 11) Tempat/kota dimana akta pemisahan tersebut dibuat dan tanggal penandatanganannya. 12) Jabatan si penandatangan akta pemisahan. 13) Tanda tangan pembuat akta pemisah dan nama terangnya. 14) Tempat, tanggal, bulan dan tahun serta Instansi yang mengesahkan akta pemisah. c. Setelah akta tersebut dibuat, penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan isi akta tersebut kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya setem pat atau kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, apabila pembangunan rumah susun terletak di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. d. Akta pemisahan setelah disahkan harus didaftarkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Pertanahan setempat dengan dilampiri : 1) Sertifikat hak atas tanah. 2) Ijin layak huni. 3) Warkah-warkah lainnya yang diperlukan. e. Akta pemisahan beserta berkas-berkas lampirannya dipergunakan sebagai dasar untuk penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun. Satuan rumah susun dapat dihuni setelah mendapat ijin kelayakan untuk dihuni. Permohonan ijin layak huni harus diajukan oleh penyelenggara pembangunan rumah susun kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah akan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
memberikan ijin layak huni setelah diadakan pemeriksaan dan apabila pelaksanaan pembangunan rumah susun dari segi arsitektur, konstruksi, instalasi dan perlengkapan bangunan lainnya telah benar-benar sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang ditentukan dalam Ijin Mendirikan Bangunan. D. Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung Menurut UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, pembangunan rumah susun ditujukan untuk masyarakat golongan ekonomi lemah dan sebagai tempat tinggal, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1). Pembangunan rumah susun sederhana sewa ini ditujukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah serta buruh/karyawan. Untuk menentukan bisa tidaknya seseorang menyewa di rusunawa Martubung ini, dilihat dari jumlah penghasilan/gajinya perbulan. Dalam hal ini digunakan ketentuan bahwa mampu membayar minimal 1/3 bagian dari pendapatan per bulan, sehigga 2/3 bagian dari penghasilannya dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya pendapatannya Rp. 300.000 per bulan. Uang sewanya Rp. 100.000 sebulan. 1/3 dari Rp. 300.000 = Rp. 100.000, dan sisanya Rp. 200.000 dapat digunakan untuk biaya hidupnya. Sehingga orang tersebut dapat menyewa di rusunawa Martubung. Rumah susun berbeda dengan rumah-rumah yang dikenal atau dihuni selama ini dimana rumah susun dimiliki hanyalah berupa ruang yaitu batas dinding sebelah dalam di atas bangunan milik bersama, di atas benda dan tanah milik bersama. 108
108
Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, (Medan: USU Press, 2006), hal. 117
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bagian, benda bersama, dan tanah bersama karena kesemuanya merupakan kebutuhan fungsional yang saling melengkapi. Satuan rumah susun yang merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan orang banyak. Penggunaan dan pengelolaannya harus diatur dan dilakukan oleh suatu perhimpunan penghuni yang diberi wewenang dan tanggung jawab. Oleh karena itu penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni, yang mempunyai tugas dan wewenang mengelola dan memelihara rumah susun beserta lingkungannya, dan menetapkan peratuanperaturan mengenai tertib penghunian. Terjadinya booming apartemen di penghujung tahun 1990-an menyebabkan timbulnya tuntutan dibukanya kemungkinan kepada orang asing untuk memiliki rumah di Indonesia. Jika semula menurut UUPA, kepada orang asing dan itupun hanya kepada perwakilan asing dapat mempunyai bangunan di Indonesia di atas tanah Hak Pakai. Di samping itu tuntutan dari orang asing yang melakukan aktifitas kerja dan bisnis di Indonesia, dengan dalih globalisasi menuntut Indonesia memberi kesempatan kepada orang asing untuk memiliki rumah di Indonesia. 109 Untuk menentukan apakah orang asing dapat diperbolehkan memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia, hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2)
109
Hermayulis, “Pengadaan Rumah untuk Masyarakat di Perkotaan dan Keberadaan Rumah Susun di Indonesia”, http://www.alunand.com, diakses 1 Oktober 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah
Tempat
Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, bahwa: Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.
Dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996, dalam penjelasan umumnya dikatakan bahwa: Orang asing harus berkedudukan di Indonesia dewasa ini dan untuk masamasa akan datang perlu diperjelas dan dijabarkan lebih lanjut. Secara konkret, tidak perlu harus diartikan sama dengan kediaman atau domisili menurut pengertian hukum. Dalam Penjelasan atas Pasal 1 PP No. 41 Tahun 1996, disebutkan bahwa yang dimaskud dengan orang dalam PP tersebut adalah orang perorangan. Pemilikan tersebut tetap dibatasi pada satu buah rumah. Tujuan pembatasan ini adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar bagi penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di Indonesia. Sedangkan ketentuan orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional dimaksudkan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing tersebut tidak boleh dilihat semata-mata dari kepentingan orang asing yang bersangkutan, tetapi lebih dari itu kehadirannya di Indonesia harus memberikan manfaat atau kontribusi terhadap pembangunan nasional.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Sejalan dengan ketentuan Pasal 1 PP No. 41 Tahun 1996, Menteri Agraria/Kepala
Badan
Pertanahan
Nasional
mengeluarkan
kebijakan
dan
menindaklanjuti tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Dalam Pasal 1 Permen Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa: Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tempat tinggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah negara. Orang asing adalah orang asing yang memiliki kepentingan ekonomi Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia. Ketentuan Peraturan Menteri Agraria/Kepala badan Pertanahan Nasional tersebut disusul oleh Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-2871 tanggal 8 Oktober 1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Dalam poin 2 surat edaran tersebut ditentukan orang asing yang dapat mempunyai rumah di Indonesia sebagai berikut: Orang asing yang dapat memiliki rumah di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya memberi manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan investasinya untuk memiliki rumah tenpat tinggal atau hunian di Indonesia. Orang asing ini dari segi kehadirannya di Indonesia dibagi dalam 2 golongan, yaitu (a) orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk Indonesia), dan (b) orang
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan hanya sewaktuwaktu berada di Indonesia. Untuk memiliki rumah tempat tinggal oleh warga negara asing di Indonesia, maka terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari pemerintah. Hal ini diatur dalam Pasal 2 PP No. 41 Tahun 1996 yang menyatakan: “Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing adalah (a) Hak Pakai atas tanah negara; (b) yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah negara”. Sejalan dengan ketentuan Pasal 2 PP No. 41 Tahun 1996, maka dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dinyatakan bahwa: Pemilikan rumah dan cara perolehan hak atas tanah oleh orang asing dapat dilakukan dengan: (a) membeli atau membangun rumah di atas tanah dengan Hak Pakai atas tanah negara atau Hak Pakai atas tanah milik; (b) membeli satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atastanah negara; (c) membeli atau membangun rumah di atas tanah hak Milik atau Hak Sewa untuk bangunan atas dasar perjanjian tertulis dengan pemilik hak atas tanah yang bersangkutan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1996 di atas, walaupun orang asing dapat memiliki rumah tempat tinggal, tetapi tidak termasuk rumah sederhana. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, bahwa: Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun yang dapat dibeli oleh orang asing dengan hak atas tanah, adalah rumah atau satuan rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana. Oleh karena itu, perolehan hak atas tanah dan/atau rumah atau Hak Milik atas satuan rumah susun, pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik, dan pemberian Hak Sewa untuk bangunan dilakukan menurut tata
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
cara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk perbuatan hukum yang bersangkutan.
Di rusunawa Martubung ini, boleh saja warga negara asing menyewa, asalkan orang asing tersebut mau mentaati peraturan-peraturan di rusunawa Martubung sebagaimana ditentukan oleh pihak pengelola. Hanya saja tidak ada orang asing yang mau menyewa di rusunawa karena rusunawa identik dengan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Umumnya orang asing tinggal di apartemen atau flat. E. Ketentuan-Ketentuan di Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung Di setiap lokasi rusunawa mempunyai Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang menjadi perwakilan dari manajemen pemerintah dan kependudukan. Setiap penghuni harus mendaftarkan diri sebagai penghuni dan harus taat kepada aturan kependudukan pemerintahan setempat. RT dan RW dapat diminta bantuan oleh asisten lokasi selain untuk menyelesaikan administrasi kependudukan juga dapat membantu pemberitahuan dari asisten lokasi. RT dan RW tidak memiliki kewenangan untuk memproses permohonan baik untuk penghunian maupun pemeliharaan dan perbaikan. Setiap RT dan RW mempunyai jam kerja yang ditentukan oleh yang bersangkutan. 110 Setiap penghuni diwajibkan mentaati peraturan yang berlaku sebagai berikut: a. Menempati sendiri unit hunian (bukan orang lain) b. Membayar jaminan sewa sebanyak 3 (tiga) kali masa sewa 110
Perum Perumnas, Buku Panduan Penghuni Rusunawa, (Perum Perumnas, Medan, 2007), hal.
4
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
c. Membayar sewa setiap bulan sesuai dengan Surat Perjanjian Sewa (SPS). Apabila terjadi keterlambatan pembayaran sewa akan dikenakan denda sesuai dengan aturan yang berlaku. d. Memelihara fisik bangunan dan kebersihan lingkungan. e. Menjaga dari bahaya kebakaran dan kebocoran pipa air di lingkungan luar dan dalam unit hunian apabila terjadi maka semua akibat ditanggung yang bersangkutan. Selain itu juga setiap penghuni dilarang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Menyewakan kembali/menjual unit hunian kepada pihak lain; b. Menggunakan unit hunian sebagai warung/tempat usaha; c. Merubah, menambah, mengurangi unit hunian dalam bentuk apapun; d. Menggunakan ruang publik seperti jalan lingkungan, tempat parkir utama, halaman depan/belakang lantai dasar, selasar, ruang bawah tangga dan fasilitas umum lainnya untuk kepentingan pribadi seperti memagar, membuat garasi, kegiatan usaha, gudang dan fungsi lainnya; e. Membuat keributan dengan suara mesin mobil/motor yang dapat menggangu penghuni lainnya; f. Memelihara hewan seperti anjing, kucing, burung dara di lingkungan rusunawa yang dapat menyebabkan tercemarnya bulu dan kotoran di sepanjang ruang publik yang menggangu penghuni lainnya; g. Melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menggangu keamanan, ketertiban dan kesusilaan;
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
h. Melakukan kegiatan atau perbuatan yang dilarang undang-undang yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika; i. Melakukan tindakan merusak atau pencemaran terhadap fasilitas bersama yang ada di lingkungan komplek rusunawa; j. Mencoret-coret dinding atau menmpelkan berbagai macan iklan tanpa izin k. Membuat keributan dengan getaran atau suara yang menyebabkan tetangga sebelah atau tetangga atas dan bawah menjadi tertanggu. Getaran dapat disebabkan oleh alat musik, alat dapur, tv, radio dan sebagainya. Apabila penghuni melanggar peraturan dan hal-hal yang dilarang di atas maka pihak pengelola berhak membatalkan hak sewa atas satuan unit hunian di rusunawa Martubung.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
BAB III ANALISIS KETENTUAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN
Mengenai perjanjian sewa-menyewa rumah susun tidak ada diatur secara khusus, akan tetapi dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan. Dalam pelaksanaan sewa menyewa rumah susun, di dalam UU No. 16 Tahun 1985 tidak ditemui ketentuannya, maka aturan yang mengikat pelaksanaan sewa menyewa yang dilakukan adalah perjanjian kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata. Ketentuan yang berlaku untuk pelaksanaan sewa-menyewa adalah ketentuan umum yang berkaitan dengan sewa menyewa sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1548 sampai dengan 1600 KUH Perdata. Selain itu juga berlaku ketentuan sewa-menyewa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan. A. Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah Menurut KUH Perdata Hukum Perjanjian diatur dalam Buku III BW (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) sebagai bagian dari BW yang terdiri dari IV Buku. Dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian didefenisikan sebagai: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Dari isi pasal tersebut ditegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Hal ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dar satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Dalam Pasal 1233 KUH Perdata dinyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan karena persetujuan, baik karena undang-undang”. Ditegaskan bahwa setiap kewajiban perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-pihak yang terkait dalam perikatan yang secara sengaja dibuat oleh mereka, ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian berarti “perikatan adalah hubungan hukum antara dua atau lebih orang (pihak) dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut”. 111 Dari rumusan pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa suatu perikatan sekurangnya membawa serta di dalamnya empat unsur, yaitu: 1. Bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum; 2. Hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau lebih orang (pihak); 3. Hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan;
111
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, II. Perikatan Pada Umumnya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 17
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
4. Hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam perikatan. Menurut Yahya Harahap, perjanjian atau Oveerenskomt mengandung pengertian “suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”. 112 Sedangkan menurut R. Subekti, perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. 113 Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian menerbitkan perikatan. Adapun yang dimaksud dengan “perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu”. 114 A. Ridwan Halim mengatakan bahwa perikatan adalah “suatu hubungan antara suatu pihak dengan pihak lain dalam lalulintas hukum yang mengatur hak/kewajiban timbal-balik antar mereka yang berkenaan dengan barang atau jasa” 115 R. Subekti mengartikan perikatan sebagai “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
112
M.Yahya Harahap, Op cit, hal. 6 R. Subekti, II, Op cit, hal. 1 114 Ibid 115 A. Ridwan Halim, Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984), 113
hal 145.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu”. 116 Sedangkan menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja “perikatan adalah kewajiban pada salah satu pihak dalam huungan hukum perikatan tersebut”. 117 Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan perikatan, perjanjian adalah sumber perikatan di samping sumbersumber lain (undang-undang). Walaupun bukan yang dominan, namun pada umumnya perikatan yang lahir dari perjanjian paling banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya untuik kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. 118 Jika disimak pengertian perjanjian sewa-menyewa diatas, maka “perjanjian sewa-menyewa perumahan adalah suatu perjanjian/kontrak yang dibuat oleh pemilik rumah dengan penyewa rumah, baik secara lisan maupun secara tertulis, untuk pengggunaan suatu rumah dalam waktu dan dengan pembayaran sewa yang disepakati oleh kedua pihak”. 119
116
R. Subekti, II, Op cit, hal. 1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, II, Op cit, hal. 17 118 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti, Cetakan ke-25, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), Pasal 1548 119 Andi Hamzah, Op cit, hal. 54 117
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Dalam sewa menyewa harus ada barang yang disewakan, penyewa, pemberi sewa, imbalan dan kesepakatan antara pemilik barang dan yang menyewa barang. 120 Penyewa dalam mengembalikan barang atau aset yang disewa harus mengembalikan barang secara utuh seperti pertama kali dipinjam tanpa berkurang maupun bertambah, kecuali ada kesepatan lain yang disepakati saat sebelum barang berpindah tangan. 1. Subjek hukum perjanjian sewa-menyewa Menurut Pasal 1315 KUH Perdata, pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian melainkan untuk dirinya sendiri. “Asas ini dikenal sebagai asas kepribadian suatu perjanjian”. 121 Menurut Subekti: 122 Suatu perikatan hukum yang diterbitkan oleh suatu perjanjian mempunyai 2 (dua) sudut, yaitu sudut kewajiban (obligation) yang dibebankan pada salah satu pihak dan sudut hak-hak atau manfaat yang diperoleh oleh pihak yang lainnya, yaitu hak-hak untuk menuntut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu. Perkataan “mengikatkan diri” (zich verbinden) ditujukan pada sudut kewajiban, sedangkan kata “minta ditetapkannya suatu janji” (bedingen) ditujukan pada sudut hak-hak yang diperoleh dari perjanjian itu. Menurut ketentuan Pasal 1548 KUH Perdata Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sewa-menyewa merupakan persetujuan antara dua pihak. Salah satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan kemanfaatan dari suatu benda dalam
120
http://organisasi.org, “Pengertian dan Penjelasan Sewa Menyewa Dari Sisi Islam Definisi, Hukum, dan Contoh Kegiatan Sewa Menyewa Dasar”, dipublikasikan 2006, diakses tanggal 12 Juli 2007 121 Subekti, II, Op cit, hal. 28 122 Ibid
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
jangka waktu tertentu yang menjadi hak pihak lain setelah dengan membayar harga dari hak yang diperolehnya itu. Dalam hal sewa menyewa perumahan, sewa-menyewa rumah diartikan sebagai suatu perjanjian (kontrak) yang dibuat oleh pemilik dengan penyewa rumah, baik secara lisan maupun secara tertulis, untuk penggunaan suatu rumah dalam waktu dan dengan pembayaran sewa yang disepakati oleh kedua pihak. Dengan demikian, sewa-menyewa perumahan ialah suatu perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh pemilik dengan penyewa rumah, baik secara lisan maupun secara tertulis, untuk penggunaan suatu rumah dalam waktu dan dengan pembayaran sewa yang disepakati kedua belah pihak. 2. Objek perjanjian sewa-menyewa Dalam Pasal 1549 KUH Perdata ditentukan bahwa objek yang dapat dipersewakan adalah segala benda bergerak dan tidak bergerak. Menurut Pitlo sebagaimana dikutip oleh Basrah bahwa “hak-hak juga dapat dipersewakan, baik itu hak perorangan (persoonlijk) maupun hak-hak kebendaan (zakelijk). Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa hanya barang-barang bertubuh saja yang dapat disewakan. 123 Benda-benda yang disewakan dapat sebagian atau seutuhnya. Contoh menyewa benda sebagian adalah dinding sebuah gedung yang dilekatkan gambar reklame barang dagangan. Pihak yang mempunyai gedung dapat memperjanjikan akan menerima imbalan berupa uang dalam jangka waktu tertentu sebagai harga
123
Basrah, Op cit, hal. 6-7
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
sewa dinding gedungnya untuk tempat reklame tersebut. Sedangkan contoh sewa benda yang seutuhnya adalah menyewa mobil, rumah dan sebagainya. 3. Hak dan Kewajiban Pembangunan dan pembinaan bidang hukum diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang, sehingga dapat diciptakan ketertiban dan kepastian hukum untuk memperlancar pembangunan. Kesadaran hukum dalam masyarakat perlu lebih ditingkatkan sehingga masyarakat menghayati hak dan kewajibannya. Adapun hak, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh penghuni satuan rumah susun adalah : a. Setiap penghuni berhak : 1) Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib; 2) Mendapat perlindungan sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; 3) Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan penghuni. b. Setiap penghuni berkewajiban : 1) Mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; 2) Membayar iuran untuk membiayai pengelolaan bagian bersama, serta premi asuransi kebakaran; 3) Memelihara rumah susun dan lingkungannya term asuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
c. Penghuni dilarang : 1) Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan ketertiban dan keselamatan terhadap penghuni lainnya, bangunan dan lingkungannya; 2) Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun yang dimiliki, tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni. Menurut Didi Syamsuddin bahwa: “Kewajiban pemilik rumah sewa ialah (1) menjamin rumah tersebut layak dihuni/disewa, dan (2) menjamin rumah tidak di dalam sengketa. Hak pemilik rumah sewa ialah, menerima uang sewa sesuai kesepakatan awal. Kewajiban penyewa adalah (1) membayar uang sewa, (2) menjaga dan memelihara keutuhan layak huni dari rumah sewa tersebut, (3) mengosongkan rumah tersebut setelah jangka waktu sewa berakhir dalam keadaan baik kecuali diperpanjang sesuai kesepakatan bersama dengan pemilik rumah, (4) tidak dapat memindahkan hak sewa tersebut kepada pihak lain kecuali mendapat persetujuan dari pemilik rumah. 124
Sesuai dengan kewajiban yang timbul kepada pihak yang menyewakan berdasarkan Pasal 1548, bahwa pihak yang menyewakan mengikatkan dirinya untuk: a) Menyerahkan benda yang disewakan kepada pihak penyewa; Mengenai kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewakan kepada pihak penyewa, sesuai Pasal 1551 KUH Perdata bahwa “Yang menyewakan harus menyerahkan barang yang disewakan “dalam keadaan yang sebaik-baiknya”. Penyerahan benda pada perjanjian sewa-menyewa adalah penyerahan nyata (feitelijk levering). Menurut M. Yahya Harahap bahwa: Dalam sewa-menyewa, pihak yang menyewakan hanya wajib melakukan penyerahan nyata. Kepadanya tidak dapat dituntut penyerahan yuridis 124
Syamsuddin, Didi. “Jangan Pernah Remehkan Landasan Hukum Sewa-Menyewa” http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/19/ekonomi/jang31.htm, dipublikasikan tanggal 19 Nopember 2002, diakses tanggal 4 Juni 2007
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
(yuridsche levering) karena sesuai dengan kedudukan penyewa atas barang yang disewakan, ia bukan berkedudukan sebagai pemilik sehingga tidak perlu adanya penyerahan yuridis. 125 b) Merawat benda yang disewakan itu sehingga penyewa dapat memakai benda sesuai dengan maksudnya; Pihak yang menyewakan wajib memelihara dan melakukan perbaikan selama perjanjian sewa-menywa masih berjalan, sehingga barang yang disewa tetap dapat dipakai dan dipergunakansesuai dengan kehendak pihak penyewa. Selama perjanjian sewa-menyewa masih berlangsung, pemeliharaan dan perbaikan menjadi kewajiban pihak yang menyewakan. Oleh karenanya yang bukan tanggungan si penyewa dibebankan “menjadi rekening” pihak yang menyewakan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perbaikan kecil sebagai akibat kerusakan pemakaian normal atas barang yang disewakan, dibebankan kepada pihak penyewa. Sedangkan perbaikan dan pemeliharaan berat adalah menjadi kewajiban pihak yang menyewakan. 126 c) Selama berlangsung sewa-menyewa, pihak yang menyewa dapat dengan aman dan tenteram menikmati benda yang disewanya. 127 4. Jangka waktu sewa Pasal 1548 KUH Perdata menentukan bahwa : Sewa-menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.
Kalimat “selama waktu tertentu” dalam Pasal 1548 menunjukkan bahwa kekuasaan menikmati atas objek sewa-menyewa hanyalah dalam waktu yang telah
125
M. Yahya harahap, Op cit, hal. 223 Ibid 127 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti, Cetakan ke-25, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), Pasal 1550 126
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
ditentukan kedua belas pihak pada waktu membuat persetujuan dan akan berakhir setelah lampuanya waktu tersebut. 128 Jika pihak-pihak tidak menentukan waktu tertentu, salah satu pihak bebas untuk menghentikan sewa-menyewa dengan memperhatikan tenggang waktu penghentian menurut adat kebiasaan. Dalam sewa-menyewa tanah peringatan penghentian tersebut harus paling sedikit 1 (satu) tahun sebelum pengosongan dan mengosongkan rumah kediaman yang disewa, disesuaikan dengan kebaisaan setempat. 129 Pihak yang menyewakan (verhuurder) tidak menyerahkan milik atas benda
hanya
kemanfaatannya
saja,
suatu
hak
yang
bersifat
pribadi
(persoonlijkrecht). 5. Sanksi-Sanksi Ketentuan dalam Buku III KUH Perdata bersifat aanvullend, dimana pihakpihak di dalam perikatan sewa-menyewa dapat membuat peraturan lain selain yang tertera di atas. Misalnya dengan menjanjikan bahwa perbuatan sewa-menyewa dilakukan dengan syarat yang sebaliknya dari yang ditentukan dalam Pasal 1550 KUH Perdata. Misalnya dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, rumah yang disewakan tersebut tidak terawat akan tetapi pihak yang menyewa tidak keberatan memperbaikinya sehingga menjadi bagus kembali. Selain itu juga dapat dibuat perjanjian sewa tersebut dengan memperluas perjanjian dari apa yang ditentukan oleh Pasal 1550 KUH Perdata tersebut. Misalnya
128
Basrah, Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Tentang Sewa-Menyewa dan Pembahasan Kasus, (Medan : FH USU, 1978), hal. 1 129 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti, Cetakan ke-25, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), Pasal 1578
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
pihak yang menyewa bersedia untuk membayar tagihan yang berkenaan dengan benda yang disewanya. Dalam Pasal 1552 KUH Perdata disebutkan bahwa pihak yang menyewakan harus menyerahkan benda tanpa adanya cacat tersembunyi. ”Cacat yang dimaksud adalah cacat yang menghalangi penyewa menggunakan benda yang disewanya. Jika cacat tersebut mendatangkan kerugian kepada penyewa, pihak yang menyewakan berkewajiban membayar ganti rugi”. 130 Jika benda yang disewakan itu musnah selama waktu sewa karena suatu hal yang tidak dapat dihindari (overmacht), maka perikatan sewa-menyewa tersebut batal demi hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1553 KUH Perdata. Hanya saja pihak penyewa tidak berhak atas ganti rugi baik benda tersebut musnah secara keseluruhan maupun sebagian saja. Apabila benda musnah sebagian, maka penyewa dapat meneruskan sewa atas sebagian benda dengan pengurangan pembayaran sewa ataupun ia dapat meminta pembatalan pembayaran perjanjian sewa-menyewa. Hal ini sesuai dengan sifat perjanjian sewa-menyewa yang timbal balik yang jika salah satu pihak menerima prestasi yang berkurang maka berkuranglah kewajibannya dalam perjanjian tersebut dan sama sekali ia tidak mendapatkan manfaat lagi dari benda pihak yang menyewakan. Dengan demikian demi hukum gugurlah perjanjian tersebut. Benda yang disewa tidak boleh dirubah wujudnya maupun keadaannya, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1554 KUH Perdata. Akan tetapi jika perbaikan perubahan tersebut terpaksa dilakukan (dringende reparatie) sebelum sewamenyewa berakhir, penyewa harus merelakan walaupun karena perubahan itu ia 130
Basrah, Op cit, hal. 11-12
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
mendapat kesukaran dan kehilangan sebagian dari benda yang disewanya. Jika perbaikan tersebut berjalan lebih dari 40 (empat puluh) hari, maka penyewa berhak atas pengurangan uang sewa sebanding dengan pengurangan kemanfaatan yang didapatnya dari benda yang disewanya. Bahkan penyewa dapat memutuskan perjanjian sewa-menyewa tersebut jika ia tidak lagi dapat menikmati benda yang disewanya itu. Memutuskan perjanjian sewa-menyewa ini hanya dapat dilakukan jika keadaan rumah yang disewa tidak layak lagi untuk ditempati. 131 Pihak yang menyewakan tidak bertanggungjawab terhadap pengurangan kemanfaatan yang diperoleh penyewa, jika hal ini ditimbulkan oleh pihak ketiga walaupun menurut Pasal 1550 ayat (3) pihak yang menyewakan berkewajiban memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa-menyewa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1556 KUH Perdata. Apabila pengurangan kemanfaatan tersebut dikarenakan gangguan oleh pihak ketiga yang terjadi setelah penyerahan benda yang disewakan, maka pihak penyewa tidak bertanggungjawab atas hal tersebut. Misalnya anak tetangga penyewa tersebut melempar kaca jendela rumah yang disewa. Dalam hal ini pihak yang menyewakan tidak berkewajiban menindak anak tersebut sehingga pihak penyewa tidak lagi diganggu, akan tetapi penyewalah yang berkewajiban menindak anak yang memecahkan kaca jendelanya itu sesuai dengan ketentuan Pasal 1365
131
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti, Cetakan ke-25, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), Pasal 1555 KUH Perdata
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
KUH Perdata. 132 Demikian juga pihak yang menyewakan dapat menuntut ganti rugi jika perbuatan anak tersebut telah mengakibatkan rusaknya kaca jendela rumah yang disewakannya itu. ”Tidak dapat dituntutnya pihak yang menyewakan untuk memberikan kenikmatan atas benda yang disewakan selama berlangsungnya disebut “trouble de fait” (gangguan atas “dasar kenyataan”). 133 Akan tetapi sebaliknya apabila si penyewa diganggu kenikmatannya disebabkan suatu tuntutan hukum yang berhubungan dengan hak milik atas benda yang disewanya maka penyewa berhak menuntut pengurangan harga sewa asalkan gangguan itu telah diberitahukan sebelumnya secara sah kepada pemilik benda tersebut. 134 Misalnya atas rumah yang disewakan tersebut terjadi penuntutan di pengadilan mengenai hak kepemilikannya oleh pihak lain, maka penyewa dapat meminta pengurangan harga sewa rumah apabila telah ada pemberitahuan dari pengadilan kepada pemilik rumah akan gugatan tersebut. Jika kemudian si penyewa digugat untuk mengosongkan rumah tersebut oleh pihak yang menggugat tersebut, maka penyewa dapat memberitahukan hal tersebut kepada pihak yang menyewakan dan berhak dibebaskan dari uang sewa. Hal ini disebut dengan trouble de droit (gangguan atas dasar hak). 135 6. Wanprestasi
132
Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. 133 Basrah, Op cit, hal. 16, lihat juga M. Yahya Harahap, Op cit, hal. 227 134 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti, Cetakan ke-25, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), Pasal 1557 135 Basrah, Op cit, hal. 17, lihat juga M. Yahya harahap, Op cit, hal. 227
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, “Wanprestasi adalah suatu istilah yang menunjuk pada ketiadalaksanaan prestasi oleh debitor”. 136 Bentuk wanprestasi ini dapat terwujud dalam beberapa bentuk, yaitu: a. Debitor sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya; b. Debitor tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/ melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya; c. Debitor tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya; d. Debitor melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitor untuk tidak mau
melaksanakannya
maupun
karena
kelalaian
debitor
untuk
tidak
melaksanakannya. Wanprestasi dalam sewa-menyewa dapat membatalkan perjanjian sewamenyewa yang telah disepakati para pihak, jika penyewa tanpa izin pihak yang menyewakan melakukan: 1. menyewakan lagi benda tersebut kepada pihak lain 2. menyerahkan benda yang disewakan kepada pihak lain untuk melanjutkan sewa atas benda tersebut. 137 Akan tetapi dalam Pasal 1559 ayat (2) menentukan bahwa jika yang diperjanjikan adalalah rumah maka pihak penyewa atas tanggungjawabnya sendiri dapat menyewakan sebagian dari tempat yang disewanya. Misalnya pada rumah
136
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, II, Op cit, hal. 70, lihat juga R. Subekti , II, Op cit, hal.
43 137
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti, Cetakan ke-25, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), Pasal 1559 ayat (1)
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
sewa bagi mahasiswa dimana mahasiswa menyewa kamar dari seorang penyewa rumah. Sehubungan dengan hal ini maka hak penyewa kedua (onderhuurder) yaitu mahasiswa beralaskan hak penyewa pertama atau merupakan penyertaan (assesoort, accessoir) dari perjanjian sewa-menyewa yang utama. 138 Jika sewa-menyewa yang pertama batal karena wanpretasi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1559 KUH Perdata, maka batal pulalah perjanjian penyertaannya. Penyewa kedua dapat menuntut ganti rugi dari penyewa utama akan tetapi ia tidak dapat meminta ganti kerugian kepada pihak yang menyewakan. Pihak yang menyewakan hanya mempunyai hubungan hukum dengan penyewa utama. Namun apabila pihak penyewa utama mempunyai hutang pada pihak yang menyewakan, maka hutang tersebut dapat ditagih kepada penyewa kedua, misalnya dari uang sewa yang akan dibayar penyewa kedua kepada penyewa utama tersebut. Hanya saja pihak penyewa tidak dapat menuntut penyewa kedua melebihi jumlah yang harus dibayarkannya kepada penyewa utama. Kewajiban penyewa ditentukan dalam Pasal 1560 KUH Perdata sebagai berikut: 1. memakai barang yang disewanya dengan baik sesuai dengan tujuan perjanjian sewa-menyewa, atau jika ada perjanjian mengenai itu, menurut tujuan yang dipersangkakan berhubung dengan keadaan; 2. membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan. Apabila penyewa menggunakan rumah yang disewakan tidak sesuai dengan tujuan awal dari disewanya rumah tersebut sehingga mengakibatkan kerugian pada 138
Basrah, Op cit, hal. 19
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
pihak yang menyewakan maka pihak yang menyewakan dapat memintakan pembatalan sewanya. Ada kalanya dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, perabotan rumah juga ikut disewakan. Dalam perjanjian sewa-menyewa jenis ini maka dalam perjanjiannya dibuat juga pertelaan mengenai barang-barang apa saja yang ikut serta disewakan dan keadaan barang tersebut sehingga pihak penyewa diwajibkan mengembalikan perabotan tersebut sesuai keadaan perabotan itu ketika diterimanya, kecuali perabotan tersebut musnah akibat hal-hal yang tidak dapat dihindari (overmacht), misalnya terjadi kebakaran di rumah yang disewakan tersebut sehingga perabotannya musnah terbakar. Dalam Pasal 1565 KUH Perdata ditentukan bahwa kebakaran yang dikarenakan overmacht sehingga perabotan rumah yang disewakan tersebut menjadi musnah, mengakibatkan bebasnya pihak penyewa untuk membayar ganti rugi kepada pemilik rumah. Jika pemilik rumah hendak menuntut penyewa maka ia harus membuktikan kesalahan penyewa yang telah mengakibatkan kebakaran. Tanggung jawab penyewa atas rumah yang disewanya tidak terbatas hanya pada perbuatannya sendiri saja, tetapi juga pada penguin lain di rumah tersebut atau pihak ketiga yang menyewa rumah tersebut (onderhuurder). Sesuai dengan hubungan hukum yang ada hanyalah antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa, maka kerusakan dan kerugian yang timbul atas rumah tersebut menjadi tanggung jawab pihak penyewa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1566 KUH Perdata yang menegaskan bahwa kewajiban penyewa adalah merawat rumah yang disewanya dengan baik.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
7. Berakhirnya sewa-menyewa rumah Perikatan sewa-menyewa berakhir setelah tiba waktu sebagaimana yang diperjanjikan dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut. Sewa-menyewa tidak dapat dilanjutkan secara diam-diam (stilzwijgend). Jika hendak melanjutkan sewamenyewa rumah tersebut maka harus dibuat secara tegas dalam sebuah perjanjian sewa-menyewa rumah yang baru. Apabila setelah waktu sewa habis dan pihak yang menyewakan rumah telah memberitahukan/memperingati pihak penyewa, akan tetapi pihak penyewa tetap tinggal di rumah tersebut, maka ia dapat dinyatakan telah memakai rumah tersebut secara melawan hukum. Perjanjian sewa-menyewa yang tertulis tersebut, berakhir setelah tiba saat yang disetujui dalam surat perjanjian. Penyewa yang meneruskan sewanya atau menyambung sewa setelah saat habisnya sewa, dapat dianggap melanjutkan sewamenyewa dalam bentuk lisan. Sewa-menyewa dengan perjanjian lisan dimulai pada saat perjanjian tertulis berakhir. Dalam hubungan sewa-menyewa, ada suatu lembaga yang disebut huur optie (memilih sewa). Misalnya dalam perjanjian sewa-menyewa ditentukan bahwa penyewa akan menyewa rumah untuk 1 (satu) tahun dan mungkin meneruskan 1 (satu) tahun lagi. Jika penyewa hendak menyambung setahun lagi, ia harus memberitahukan kepada pihak yang menyewakan, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum perjanjian sewa-menyewa yang pertama berakhir. Waktu 3 (tiga) bulan itulah yang disebut huur optie. 139
139
Ibid, hal. 27
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Secara umum undang-undang memberi beberapa ketentuan tentang berakhirnya sewa-menyewa yaitu sebagai berikut: a. Berakhir sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis (Pasal 1576) Dalam perjanjian sewa-menyewa yang masa berakhirnya telah sitentukan secara tertulis, sewa-menyewa dengan sendirinya berakhir sesuai “batas waktu” yang telah ditentukan para pihak. Jadi, jika lamanya sewa-menyewa sudah ditentukan dalam perjanjian secara tertulis, maka perjanjian sewa berakhir tepat pada saat yang telah ditetapkan. Pemutusan sewa dalam hal ini tidak perlu lagi diakhiri dengan surat lain. Apabila perjanjian ditentukan tanpa tertulis, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1571 KUH Perdata, maka berakhirnya sewa “tidak disudahi” sesaat setelah lewatnya batas waktu yang ditentukan, melainkan setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak, yang menyatakan kehendaknya untuk mengakhiri sewa-menyewa. Pemberitahuan pengakhiran sewa tersebut harus memperhatikan jangka waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. Apabila pada perjanjian sewa secara tertulis, dan masa sewa yang ditentukan telah berakhir, akan tetapi penyewa masih tetap tinggal di rumah yang disewakan dan pihak yang menyewakan membiarkan saja hal tersebut, maka dalam hal ini telah “menerbitkan persewaan baru” secara diam-diam. Akibatnya persewaan baru tersebut takluk dan diatur sesuai dengan ketetuan sewa-menyewa secara lisan (Pasal 1573 KUH Perdata). Dengan demikian telah terjadi sewa-menyewa baru secara diam-diam yang didasarkan pada “anggapan” (vermoeden) yang menganggap bahwa kedua pihak masih bersedia melanjutkan sewa-menyewa. b. Sewa-menyewa yang berakhir dalam watu tertentu yang diperjanjikan secara lisan Perjanjian sewa-menyewa rumah dalam jangka waktu tertentu yang dibuat secara lisan, tidak berakhir tepat pada waktu yang diperjanjikan. Perjanjian tersebut berakhir setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak tentang kehendak untuk mengakhiri sewa-menyewa rumah tersebut dengan memperhatikan jangka waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. Jadi dalam penghentian sewa-menyewa dengan lisan, pengakhiran sewa harus memperhatikan jangka waktu penghentian (opzeggingstermijn) sesuai dengan kebiasaan setempat. c. Pengakhiran sewa-menyewa baik tertulis maupun dengan lisan yang tidak menentukan batas waktu berakhirnya, maka penghentian dan berakhirnya berjalan sampai saat yang “dianggap pantas” oleh kedua pihak dengan berpedoman pada kepatutan dan kebiasaan setempat. d. Ketentuan khusus pengakhiran sewa 1) Pasal 1579 KUH Perdata menentukan bahwa “Pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa atas alasan mau dipakai sendiri rumah yang disewakan, kecuali hal ini telah ditentukan lebih dahulu dalam
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
perjanjian”. Dari ketentuan pasal tersebut, hal ini berarti pihak yang menyewakan mempunyai hak untuk mengakhiri sewa-menyewa atas alasan untuk dipakai sendiri, asalkan hak ini telah ditentukan lebih dahulu dalam perjanjian. Akan tetapi jika ketentuan seperti ini tidak disebut dalam perjanjian, maka pihak yang menyewakan tidak dapat mempergunakan alasan tersebut. 2) Pasal 1575 KUH Perdata menentukan bahwa “Perjanjian sewa-menyewa tidak hapus atau tidak berhenti dengan meninggalnya salah satu pihak. Meninggalnya pihak yang menyewakan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian dapat dilanjutkan oleh masingmasing ahli warisnya. 3) Pasal 1585 KUH Perdata menentukan bahwa “Sewa-menyewa perabot rumah yang akan dipakai pada sebuah rumah atau pada sebuah toko, bengkel maupun dalam suatu ruangan, harus dianggap berlaku untuk jangka waktu sesuai lamanya dengan perjanjian sewa-menyewa atas rumah, toko, bengkel dan ruangan itu sendiri”. 4) Pasal 1586 KUH Perdata menentukan “Sewa-menyewa kamar beserta perabotnya jika sewanya dihitung pertahun, perbulan, atau perhari, harus dianggap berjalan untuk satu tahun, satu bulan, satu minggu dan satu hari. Jika tidak nyata harga sewa apakah untuk tahunan. Bulanan, mingguan atau harian, harga sewa harus dipandang sudah diperjanjikan sesuai kelaziman setempat. 140 Penyewa yang akan mengosongkan rumah yang disewanya berhak untuk mengangkat ataupun membongkar segala sesuatu yang telah diciptakannya pada rumah yang disewanya tersebut. Akan tetapi ia harus menjaga agar pembongkaran dan pengangkatan tersebut tidak merusak benda yang disewanya. B. Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan. Jika dalam Hukum Perdata Barat sebagaimana tercantum dalam Bab VII Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatur hubungan sewa-
140
M.Yahya Harahap, Op cit, hal. 238-241
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
menyewa hanya berlaku terhadap golongan tertentu saja, maka peraturan sewamenyewa ini berlaku untuk setiap warga negara Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Perumahan ialah bangunan atau bagiannya termasuk halaman dan jalan keluar masuk yang dianggap perlu yang dipergunakan oleh seseorang, perusahaan, atau badan-badan lain untuk tempat tinggal dan atau keperluan lain; 2. Hak sewa adalah setiap hak yang timbul dengan nama atau dalam bentuk apa pun yang bertujuan untuk memperoleh hak mempergunakan suatu perumahan dengan membayar harga sewa; 3. Harga sewa ialah suatu penggantian dalam bentuk apa pun yang dibayarkan atas penggunaan suatu perumahan. 141 Dalam hubungan sewa-menyewa menurut Peraturan Pemerintah ini pada umumnya berlaku hukum tentang sewa-menyewa sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan ini. Menurut Pasal 4 ayat (2) PP No. 55 Tahun 1981 ini, hubungan sewa-menyewa perumahan ditimbulkan oleh : a. Adanya persetujuan antara pemilik dan penyewa; b. Adanya Surat Izin Perumahan (SIP) mengenai penggunaan perumahan yang masih dikuasai oleh Kepada Daerah. Penyewa dapat menyewakan sebagian dari rumahnya kepada pihak ketiga hanya hanya dengan izin pemilik rumah dan selama masih dalam waktu sewa, 141
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 Tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3208, Pasal 1 huruf b
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981. Demikian pula dengan persetujuan penyewa pihak yang menyewakan diperkenankan membangun perumahan baru di atas pekarangan perumahan yang disewakan, akan tetapi jika yang menyewakan itu bukan pemilik pekarangan, maka diperlukan izin dari pemilik pekarangan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981. Harga sewa ditetapkan oleh Kepala KUP, yang dalam penetapan harga sewanya memperhatikan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981. Dalam menetapkan harga sewa terhadap rumah-rumah yang digunakan oleh perwakilan badan atau perusahaan asing apabila melebihi 4% (empat persen) Kepala Kantor Urusan Perumahan melalui bupati/walikota dengan sepengetahuan Gubernur, terlebih dahulu harus memintakan persetujuan Menteri Sosial. Permintaan persetujuan tersebut diajukan secara tertulis dengan tembusan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Kepala Kantor Urusan Perumahan dapat menetapkan harga sewa atas permintaan pemilik atau penghuni yang sah dan beritikad baik. Pasal 7 PP No. 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan yang menyebutkan bahwa “Kepala Daerah tingkat I mengadakan penetapan harga sewa tertinggi setahun sebanyak-banyaknya 40% (empat puluh persen) dari harga bangunan”. Ketentuan ini berpedoman pada daftar lampiran PP tersebut yaitu sebagai berikut : A. Persentasi Perbandingan Harga Sewa-Menyewa Perumahan dengan Luas dan Umur Bangunan yang Sama
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Golongan menurut konstruksi perlengkapan dan letak bangunan
I. I-A II II-A III III-A IV IV-A V
Rumah Tinggal
Toko
Gudang
Bengkel
Pabrik/ bioskop
Kantor
Sekolah
Hotel/ Losmen
1 100% 95% 95% 90% 50% 45% 45% 40% 20%
2 135% 125% 125% 115% 70% 60% 60% 50% 27%
3 100% 95% 95% 90% 50% 45% 45% 40% 20%
4 130% 120% 120% 110% 65% 55% 55% 50% 26%
5 150% 140% 140% 130% 70% 65% 65% 55% 24%
6 120% 115% 115% 110% 60% 55% 55% 50% 24%
7 110% 105% 105% 100% 55% 50% 50% 45% 22%
8 130% 120% 120% 110% 65% 55% 55% 50% 26%
Golongan I
: Bangunan permanen yang mempunyai aliran listrik dab saluran air minum Golongan II : Bangunan permanen tanpa aliran listrik dan saluran air minum Golongan III : Bangunan semipermanen yang mempunyai aliran listrik dan saluran air minum Golongan IV : Bangunan semipermanen tanpa aliran listrik dan saluran air minum Golongan V : Bangunan nonpermanen (darurat) dengan perlengkapan seadanya. Golongan I, II, III, dan IV terletak di pinggir jalan besar di bagian-bagian terbaik dalam kota/daerah. Golongan I-A, II-A, III-A, IV-A, dan V mengenai bangunanya sama dengan golongan masing-masing tersebut di atas dan perbedaannya adalah pada letaknya yaitu tidak di pinggir jalan besar tetapi masih di bagian-bagian yang baik dalam kota/daerah. Bangunan permanen yaitu yang konstruksinya dari dinding tembok, kerangka beton tulang, lantai tegel teraso atau dapat disamakan dengan itu, atap genteng kodok/sirap, langitan eternit, semua bahannya mempunyai kualitas baik, bengunannya lengkap dengan dapur, kamar mandi dan WC, serta mempunyai perlengkapan listrik dan saluran air minum/sumur. Bangunan semipermanen yaitu yang konstruksinya dari sebagian tembok sebagian papan atau keseluruhannya dinding papan, kerangka kayu, lantai semen, tegel/biasa, langitan bambu, atap genteng, bangunannya lengkap dengan dapur, kamar mandi dan C dan mempunyai perlengkapan untuk penerangan listrik dan saluran air sumur/sumur, serta pelaksanaan pembangunan yang baik.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Bangunan nonpermanen yaitu yang konstruksinya darurat dengan dinding/kerangka dari bambu, lantai semen/tanah, atap genetng daun dan perlengkapan atas pelaksanaan seadanya.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan bahwa penghentian hubungan sewa-menyewa dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan kesepakatan tersebut wajib didaftarkan di KUP setempat. Penghentian hubungan sewa-menyewa tanpa adanya kesepakatan kedua belah pihak hanya dapat dilakukan dengan putusan Pengadilan Negeri. 142 Jika dalam waktu sewa-menyewa rumah yang disewakan musnah karena suatu hal yang di luar kemampuan penyewa dan yang menyewakan, maka perjanjian sewa-menyewa di antara mereka batal demi hukum. Apabila rumah yang disewakan tersebut hanya sebagian saja yang musnah, maka penyewa dapat memilih apakah ia meminta pengurangan harga sewa atau memutuskan hubungan sewa-menyewa tersebut. Akan tetapi jika musnahnya rumah tersebut baik seluruhnya maupun sebagian dikarenakan kesalahan/kelalaian penyewa, maka kerugian dibebankan kepada penyewa tersebut. 143 Dari segi KUH Perdata perjanjian sewa-menyewa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1981 ini, dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama yaitu “perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata tetapi terdapat di
142
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 1981 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 Tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3208, Pasal 10 143 Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 1981 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 Tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3208, Pasal 13
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
dalam masyarakat”. 144 Lahirnya perjanjian ini dalam praktek didasarkan pada asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi. C. Perjanjian Sewa-Menyewa di Rusunawa Martubung a. Isi Perjanjian Sewa-Menyewa Rusunawa Martubung
PERJANJIAN SEWA-MENYEWA RUMAH SUSUN SEDEHANA SEWA Nomor Reg. U. Sewa / Cab. Mdn / ……/ SPS / …… / 2007
Pada hari ini, hari ……………… tanggal ………………… Bulan ……………. Tahun Dua Ribu Tujuh ( …. - ….. - 2007) Kami yang bertanda tangan di bawah ini: 1. PERUMNAS CAB. I REGIONAL SUMUT Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PERUM PERUMNAS yang berkedudukan di Medan selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. 2. ............................................... Tempat / Tgl. Lahir Pekerjaan Alamat No. KTP
: : : :
................................................ ................................................ ................................................ ................................................
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama penyewa, yang selanjutya disebut PIHAK KEDUA. Kedua belah pihak sepakat dan setuju untuk mengadakan perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Sederhana Sewa yang berada di lokasi PERUM PERUMNAS Martubung dengan ketentuan sebagai berikut:
PASAL 1 KETENTUAN UMUM
144
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 67
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
1. PIHAK KEDUA sanggup dan mematuhi peraturan yang dikeluarkan PERUM PERUMNAS tentang Rumah Susun Sederhana Sewa. 2. Kedua belah pihak di samping mematuhi peraturan bersama juga harus mentaati Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Daerah (PERDA) tentang Rumah Susun Sewa. 3. PIHAK PERTAMA dengan ini setuju menyewakan kepada PIHAK KEDUA 1 (satu) unit Rumah Susun Sederhana Sewa type F21 yang terletak pada Blok : .......... Lantai ........... Nomor ......... 4. PIHAK KEDUA setuju bahwa satuan Rumah Susun Sederhana Sewa yang disewa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dipergunakan untuk unit hunian dan tidak diperbolehkan merubah / menambah bangunan dalam bentuk apapun. 5. PIHAK KEDUA setuju bahwa satuan Rumah Susun Sederhana Sewa yang disewakan sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat 3 perjanjian ini ditempati oleh maksimal 4 (empat) orang. 6. Dalam hal perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Sederhana Sewa ini dilakukan oleh PIHAK KEDUA sebagai hunian lebih dari 1 (satu) orang yang kesemuanya mempunyai status sebagai karyawan dari PIHAK KEDUA, maka PIHAK KEDUA bertanggungjawab sepenuhnya atas keberadaan para karyawannya yang tinggal pada Rumah Susun Sederhana Sewa tersebut.
PASAL 2 BIAYA SEWA 1. PIHAK KEDUA berkewajiban membayar sewa rumah sebagaimana dimaksud pada pasal 1 kepada PIHAK PERTAMA sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per bulan yang harus dibayar dimuka saat penyewa akan masuk dan untuk bulan berikutnya dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berjalan serta menyewahkan uang jaminan sebesar 1 (satu) bulan sewa atau Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) saat perjanjian ini ditandatangani. 2. Apabila PIHAK KEDUA terlambat membayar sesuai waktu yang telah ditetapkan, maka atas keterlambatan tersebut PIHAK KEDUA akan dikenakan denda sebesar 1½ % dari sewa perbulan atau Rp. 2.250,- setiap bulan keterlambatan untuk masing-masing unit. 3. Besarnya biaya sewa dapat ditinjau kembali pada saat akan melakukan perpanjangan sewa. 4. Ketentuan tarif sewa dapat ditinjau kembali pada saat akan melakukan perpanjangan sewa. 5. Apabila PIHAK KEDUA akan mengundurkan diri, supaya memberitahukan terlebih dahulu kepada PIHAK PERTAMA waktu dan tanggal akan meninggalkan tempat tinggal yang disewa. Apabila mengundurkan diri sebelum tanggal 10 bulan berjalan maka PIHAK KEDUA tidak akan dikenakan biaya sewa bulan berjalan, namun apabila di atas tanggal 10 bulan berjalan PIHAK
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
KEDUA akan dikenakan biaya sewa 1 (satu) bulan sewa penuh sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah). 6. Besarnya tarif sewa ditinjau kembali pada setiap 6 (enam) bulan. PASAL 3 UANG JAMINAN PIHAK KEDUA wajib membayar uang jaminan yang jumlahnya 1 (satu) bulan sewa atau sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap unit yang dijadikan jaminan sebagai dana cadangan untuk pembayaran air dan listrik atau sewa rumah serta biaya-biaya lainnya yang menjadi beban PIHAK KEDUA apabila PIHAK KEDUA akan mengakhiri masa sewa pada Rumah Sewa Martubung Medan, dan apabila PIHAK KEDUA telah memenuhi semua atau seluruh kewajiban maka uang jaminan dapat diambil kembali secara utuh.
PASAL 4 JANGKA WAKTU SEWA DAN BERAKHIRNYA PERJANJIAN SEWA 1. Kedua belah pihak setuju bahwa sewa-menyewa rumah sebagaimana dimaskud pada pasal 1 perjanjian ini selama 12 (dua belas) bulan terhitung mulai hari ini atau sejak Surat Perjanjian Sewa-Menyewa ini ditandatangani dan karenanya akan berakhir pada tanggal ............................................. 2008. 2. PIHAK KEDUA mengundurkan diri atau pindah ke tempat lain sebelum berakhirnya masa perjanjian ini. 3. PIHAK KEDUA tidak membayar sewa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 perjanjian ini. 4. PIHAK KEDUA tidak mematuhi segala kewajibannya pada pasal 6. 5. Apabila jangka watu sewa berakhir, PIHAK KEDUA wajib menyerahkan Rumah Susun Sederhana Sewa yang disewa dalam keadaan kosong kepada PIHAK PERTAMA paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya waktu sewa, dan bila ada kerusakan/kehilangan fasilitas yang dipergunakan merupakan tanggung jawab PIHAK KEDUA. 6. Setuju bahwa setelah berakhirnya jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud ayat 1 pada pasal ini dapat diperpanjang kembali sesuai ketentuan yang ditetapkan PERUM PERUMNAS.
PASAL 5 HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA PIHAK PERTAMA selama jangka waktu perjanjian ini berlangsung, berhak dan berkewajiban :
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
1. Mengasuransikan rumah yang disewakan kepada PIHAK KEDUA terhadap bahaya kebakaran pada asuransi yang ditunjuk oleh PIHAK PERTAMA 2. Menyediakan fasilitas listrik sebesar 450 Watt per unit rumah 3. Menyediakan fasilitas air bersih dan gas yang merupakan satu kesatuan dari rumah yang disewa. 4. Mengelola komplek perumahan rumah susun sederhana sewa. 5. Memperbaiki phisik lingkungan serta peraturan pengelolaan guna meningkatkan kemampuan pengelolaan komplek perumahan rumah susun sederhana sewa dengan lebih baik. 6. Melakukan pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan, secara teratur ataupun mendadak atas : a. Saluran air hujan, air limbah, water tank, dan septik tank b. Dinding luar, saluran listrik penerangan umum 7. Menjaga keamanan lingkungan, bekerja sama dengan aparat keamanan setempat 8. Mewujudkan lingkungan pemukiman yang bersih, asri dan indah 9. Memungut uang sewa beserta iuran-iuran seperti pemeliharaan, keamanan dan lain-lain 10. Melaksanakan pemutusan atas listrik, air bersih apabila PIHAK KEDUA menunggak salah satu atau lebih kewajiban untuk membayar sewa rumah, pemakaian listrik, dan air bersih ataupun melanggar peraturan lainnya.
PASAL 6 HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK KEDUA
PIHAK KEDUA setuju bahwa selama jangka waktu perjanjian ini berlangsung, berhak dan wajib : 1. Menempati satuan rumah susun sederhana sewa yang dimaksud untuk keperluan tempat tinggal sebagaimana yang dimaskud pada Pasal 1 surat perjanjian ini. 2. Berhak untuk menggunakan fasilitas umum dalam komplek perumahan rumah susun sederhana sewa. 3. Berhak mengawasi serta melaporkan kepada Manager pengelola atas tingkah laku petugas dari PIHAK PERTAMA yang kurang baik. 4. Membayar sewa dan segala iuran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5. Membayar rekening listrik, dan air sesuai dengan ketentuan yang berlaku 6. Membuang sampah rumah tangga setiap hari harus dilakukan pembuangannya di tempat yang telah disediakan dengan cara menggunakan pembungkus (plastik atau sejenisnya).
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
7.
8.
Wajib melapor diri bagi warga yang baru menempati rumah susun sederhana sewa kepada pengurus warga (Ketua RT/RW) setempat sebgai data kependudukan. Wajib melaporkan apabila kedatangan tamu yang akan menginap kepada Ketua RT/RW atau petugas Satpam jaga dalam waktu 1 x 24 jam.
PASAL 7 KEADAAN DI LUAR KEMAMPUAN (FORCE MAJEUR) Apabila unit rumah yang diewa seluruhnya atau sebagian daripadanya hancur atau rusak karena bencana alam (force majeur) sehingga rumah tidak dapat ditempati lagi, maka perjanjian ini menjadi batal dengan sendirinya dan uang sewa yang telah dibatalkan Pihak Kedua kepada Pihak Pertama tidak dapat dikembalikan, dan Pihak Kedua tidak akan mengadakan tuntutan dalam bentuk apapun kepada Pihak Pertama.
PASAL 8 SANKSI-SANKSI 1. Pihak Kedua setuju apabila Pihak Kedua melanggar Pasal 4 dan Pasal 6 maka seketika perjanjian sewa-menyewa ini menjadi batal demi hukum dan Pihak Kedua bersedia memberi penggantian kerugian kepada Pihak Pertama sebesar jaminan sewa. 2. Keterlambatan pembayaran sewa rumah unit hunian, rekening listrik dan air bersih sampai melewati tanggal 20 bulan berjalan dan apabila sampai akhir bulan belum dapat melunasi tanpa alasan akan dilakukan pemutusan aliran listrik dan air. 3. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak penandatanganan Surat Perjanjian Sewa-Menyewa ini, apabila Pihak Kedua tidak atau belum menempati unit hunian yang menjadi hakanya tanpa alasan yang jelas atau pemberitahuan kepada Pihak Pertama, maka Pihak Pertama secara sepihak dapat membatalkan Surat Perjanjian Sewa Menyewa ini dan uang sewa serta jaminan sewa yang telah disetorkan dan diterima Pihak Pertama tidak dapat diambil kembali dan untuk selanjutnya menjadi milik Pihak Pertama. 4. Apabila Pihak Kedua mengundurkan diri, maka uang jaminan sewa akan dikembalikan, dan apabila Pihak Kedua masih mempunyai kewajiban-kewajiban pembayaran yang belum terselsaikan maka uang jaminan sewa dapat diperhitungkan sebagai pelunasan dan sisanya dapat diambil kembali. 5. Pihak Kedua harus segera meninggalkan satuan rumah susun sewa tersebut dengan barang-barang miliknya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah Surat Perjanjian Sewa-Menyewa ini berakhir dan menyerahkan seluruh fasilitas yang dipergunakan selama dalam masa sewa dengan jumlah dan kondisi sesuai dengan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
keadaan semula kepada Pihak Pertama (sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Satuan Rumah Susun Sewa Martubung). 6. Apabila Pihak Kedua melanggar Pasal 6 perjanjian ini, maka perjanjian sewamenyewa ini menjadi batal demi hukum dan semua kerugian yang timbul akibat pembatalan sewa-menyewa ini sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab Pihak Kedua.
PASAL 9 DOMISILI Apabila dalam perjanjian ini terjadi perselisihan dan tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah, kedua belah pihak setuju memilih domisli / kedudukan hukum yang tetap kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan.
PASAL 10 PERSELISIHAN
1. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian ini terjadi perselisihan, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah dan mufakat dan apabila tidak tercapai musyawarah dan mufakat akan diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku di Indonesia. 2. Kedua belah pihak sepakat mengesampingkan seluruh hak berdasarkan Pasal 1556 KUH Perdata, Pasal 1266 KUH Perdata dan Pasal 1267 KUH Perdata dalam rangka pembatalan secara sepihak oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Sederhana Sewa ini. PENUTUP 1. Perjanjian Sewa Menyewa ini dianggap sah apabila telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. 2. Segala sesuatu yang belum diatur atau tidak diatur dalam perjanjian ini akan diselesaikan secara musyawarah oleh KEDUA BELAH PIHAK. Demikianlah Surat Perjanjian Sewa Menyewa ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) diantaranya bermaterai cukup dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
b. Analisis Terhadap Perjanjian Sewa-Menyewa Rusunawa Martubung 1. Biaya Sewa Besarnya biaya sewa rumah sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per bulan yang harus dibayar dimuka saat penyewa akan masuk dan untuk bulan berikutnya dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berjalan. Keterlambatan pembayaran dikenakan denda sesuai dengan ketentuan pada perjanjian yang disepakati bersama. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa Besarnya biaya sewa dapat ditinjau kembali pada saat akan melakukan perpanjangan sewa. Ketentuan tarif sewa dapat ditinjau kembali pada saat akan melakukan perpanjangan sewa. Besarnya tarif sewa ditinjau kembali pada setiap 6 (enam) bulan. Hal ini berindikasi bahwa pihak pengembang dapat saja menaikkan harga sewa sewaktuwaktu tanpa adanya persetujuan dengan penyewa. Dalam hal ini penyewa berada dalam posisi yang lemah dimana semua ketentuan di rusunawa tersebut termasuk harga sewanya ditetapkan oleh pihak pengembang secara sepihak. Menurut Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, kenaikan harga sewa ini tidak dapat dielakkan oleh akrena biaya operasional yang harus ditanggung
oleh
pihak
Perum
Perumnas
cenderung
meningkat
sehingga
mengakibatkan dinaikkannya biaya sewa rumah tersebut. Namun demikian kenaikan harga sewa juga diikuti dengan perbaikan-perbaikan fasilitas di rusunawa tersebut. Setiap keterlambatan pembayaran sewa akan dikenakan denda sesuai peraturan yang berlaku. Apabila penghuni tidak membayar sewa selama 3 (tiga) bulan maka pihak Perum Perumnas akan mengambil tindakan pemutusan hubungan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
kontrak penghunian. Penghuni harus meninggalkan unit hunian beserta seluruh barang-barang yang ada di dalamnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari. Pembayaran uang jaminan ini dilakukan dengan tujuan sebagai jaminan apabila suatu saat penghuni tidak membayar uang sewanya maka pihak Perum Perumnas akan menggunakan uang jaminan tersebut untuk membayar uang sewa yang belum dibayarkan. Selain itu juga uang jaminan ini dimaksudkan agar apabila ada penghuni yang beritikad tidak baik dengan meninggalkan rumah huniannya secara diam-diam, maka uang jaminan tersebut tidak dikembalikan sebagai pembayaran atas kerugian pihak Perum Perumnas. 145 Dalam ketentuan ini penghuni membayar uang jaminan sebagai jaminan bagi pihak Perum Perumnas apabila penghuni beritikad buruk. 2. Jangka Waktu Sewa Berdasarkan perjanjian sewa-menyewa di rusunawa Martubung ini, jangka waktu sewa yang diperjanjikan adalah selama 12 (dua belas bulan) atau satu tahun dan perjanjian ini dapat diperpanjang apabila jangka waktu sewa berakhr. “Penghuni diberi kesempatan menempati unit hunian paling lama 3 (tiga) tahun. Apabila dalam jangka waktu tiga tahun masih berminat dan memenuhi syarat untuk tinggal di rusunawa maka yang bersangkutan harus pindah lokasi/blok di lingkungan rusunawa yang sama”. 146 Jika menurut penilaian Perum Perumnas penghuni dinilai lebih memenuhi syarat untuk tinggal di unit hunian yang lebih baik sesuai dengan
145
Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 3 Juli 2007 146 Perum Perumnas, I, Op cit, hal. 8
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
kemampuan keuangan maka yang bersangkutan, tidak diperkenankan untuk memperpanjang masa hunian di rusunawan. Penghuni dapat pindah ke rusunawa dengan kondisi dan fasilitas yang lebih baik sesuai dengan kemampuan keuangan, dan kepada penghuni yang pindah diberi jangka waktu 6 (enam) bulan. Apabila penghuni beserta keluarga akan meninggalkan tempat/bepergian untuk jangka waktu yang lama lebih dari 6 (enam) bulan, maka ia harus melaporkan ke kantor lokasi untuk meminta surat izin meninggalkan tempat. Apabila penghuni pergi tanpa izin dari asisten lokasi maka dianggap “pergi tanpa pemberitahuan” dan kepenghuniannya dibatalkan. Selama yang bersangkutan pergi maka seluruh kewajibannya tetap harus dibayar. Jika dilihat dari ketentuan di atas, ketentuan ini merugikan pihak penghuni. Pihak penghuni diwajibkan untuk membayar kewajibannya selama ia meninggalkan unit hunian, sedangkan unit huniannya telah dibatalkan. Kewajibannya tersebut seharusnya dapat dibayarkan melalui uang jaminan yang dibayar penghuni kepada Perum Perumnas, dan apabila masih terdapat kekurangan maka penghuni hanya menambah jumlah kekurangannya saja. Dalam ketentuan ini tidak dijelaskan bagaimana uang jaminan yang dibayarkan penghuni tersebut apabila izin penghuniannya dibatalkan. Apabila akan mengakhiri masa kontrak, penyewa bertanggung jawab atas kerusakan-kerusakan di dalam unit hunnian yang diakibatkan oleh penyewa. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1564 KUH Perdata yang menyatakan bahwa ”Penyewa bertanggungjawab untuk segala kerusakan yang diterbitkan pada barang
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
yang disewa selama waktu sewa, kecuali jika ia membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi di luar salahnya”. Penyewa wajib mengembalikan rumah dalam keadaan baik. Sebelum mengakhiri sewanya, penyewa harus menyelesaikan administrasi penghunian kepada pengelola. Penyewa harus menyelesaikan tagihan-tagihan listrik, air bersih, gas dan sebagainya yang menjadi kewajiban penyewa. Apabila penyewa belum mengembalikan kunci maka yang bersangkutan masih dikenakan kewajiban membayar sewa. Setelah menyelesaikan seluruh adminstrasi penghunian, maka penyewa dapat mengambil uang jaminan setelah dihitung dengan kewajibankewajiban lain apabila ada. 147 3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dilihat dari isi perjanjian sewa-menyewa ini, perjanjian ini banyak memberatkan pihak penyewa. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan sanksi yang diberikan kepada penyewa. Pihak penyewa dibebani beberapa sanksi yang harus ditanggungnya apabila melanggar ketentuan-ketentuan rusunawa ataupun melanggar isi perjanjian. Akan tetapi dari isi perjanjian ini dapat dilihat bahwa tanggung jawab pihak pengembang tidak disebutkan secara rinci. Misalnya bagaimana tanggung jawab pengembang apabila terdapat cacat terhadap bangunan yang disewakan misalnya ada kebocoran-kebocoran, apakah hak penyewa atas cacat bangunan tersebut. Dalam ketentuan Pasal 1552 KUH Perdata ditentukan bahwa pihak yang menyewakan harus menanggung terhadap semua cacat dari barang yang disewakan, yang merintangi pemakaian barang itu walaupun pihak
147
Ibid, hal. 6
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
yang menyewakan itu sendiri tidak mengetahuinya pada waktu dibuatnya perjanjian sewa. Jika cacat itu mengakibatkan suatu kerugian bagi penyewa, maka kepadanya diwajibkan memberikan ganti rugi. Dalam perjanjian sewa-menyewa ini tidak ada ketentuan ganti rugi apa yang dapat diperoleh penyewa atas cacat bangunan yang disewakan itu. Sebaiknya dalam perjanjian ini hak-hak penyewa juga harus ditegaskan. Dalam perjanjian sewa-menyewa ini dapat dikatakan penghuni tidak diberikan jaminan apapun. Misalnya bagaimana apabila terjadi kebakaran di unit hunian lain dan akhirnya merembet ke unit huniannya, apakah penghuni memperoleh ganti rugi atau penggantian unit hunian, atau apakah penghuni memperoleh jaminan keselamatan di tempat hunian tersebut. Seharusnya pihak Perum Perumnas juga mengatur jaminan-jaminan apa saja
yang dapat diperoleh pihak penghuni jika
bertempat tinggal di rusunawa Martubung tersebut.Karena hal ini juga merupakan salah satu hak penyewa, untuk mendapatkan kenikmatan atas barang yang disewanya. Pihak penghuni harus melaporkan apabila ada penambahan/pengurangan penghuni ke kantor lokasi. Anggota keluarga yang tercatat dapat menggantikan penghunian bila penghuni asli meninggal dunia, dengan mengajukan permohonan ke pihak perum Perumnas. Apabila ditemukan pengganti adalah bukan anggota keluarga dan tidak terdaftar, maka yang bersangkutan harus keluar dan tidak berhak menjadi penghuni rusunawa. Ketentuan ini merugikan pihak ketiga yang menempati rumah tersebut. Pihak Perum Perumnas tidak dapat secara serta merta mengeluarkan pihak ketiga tersebut,
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
karena pihak ketiga tersebut hanya mempunyai hubungan hukum dengan penyewa utama. Pihak Perum Perumnas harus menyelesaikan persoalan tersebut kepada pihak penyewa utama terlebih dahulu. Jika penyewa utama tidak berada di unit hunian tersebut pihak Perum Perumnas dapat menghubungi alamat atau kantor dimana ia bekerja. Pihak Perum Perumnas harus membatalkan perjanjian sewa-menyewanya dengan penyewa pertama dahulu, dan dengan batalnya perjanjian sewa-menyewa pertama, maka perjanjian sewa-menyewa kedua juga menjadi batal karena sifatnya yang asesoir, barulah pihak dapat meninggalkan unit huniannya. Jika sewa-menyewa yang pertama batal karena wanpretasi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1559 KUH Perdata, maka batal pulalah perjanjian penyertaannya 4. Force Majeur Dalam Pasal 1553 KUH Perdata dinyatakan bahwa dalam sewa-menyewa resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan. Resiko dalam hal ini diartikan sebagai “Kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek suatu perjanjian”. 148 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1553 KUH Perdata di atas maka apabila barang yang disewakan menjadi musnak karena terjadi suatu peristiwa yang di luar kesalahan salah satu pihak (force majeur) maka perjanjian gugur demi hukum. Maka ketentuan Pasal 7dari perjanjian sewa-menyewa ini sudah sesuai dengan ketentuan di
148
R. Subekti, II, Op cit, hal. 89
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
dalam KUH Perdata yaitu masing-masing pihak tidak dapat menuntut apapun dari piak lainnya karena hal ini berarti kerugian akibat musnahnya barang yang disewakan harus dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK PENYEWA DALAM PERJANJIAN SEWA-MENYEWA RUSUNAWA MARTUBUNG
Pihak penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa perumahan mempunyai kedudukan yang lemah karena perjanjian tersebut dibuat secara sepihak dalam bentuk perjanjian baku (standard contract). Oleh karena itu kepentingan pihak pengembang lebih dominan jika dibandingkan dengan kepentingan penyewa (konsumen perumahan). Untuk kepraktisan dari segi hubungan hukum antara pengembang dengan penyewa, pada umumnya pengembang sebagai pihak yang kedudukannya lebih kuat, menciptakan formulir-formulir standar yang mengikat (standard form contracts). Dalam praktek perlindungan konsumen, formulir-formulir itu disebut sebagai kontrak standar. Penggunaan istilah kontrak dalam hal ini bukanlah istilah “kontrak rumah” sehari-hari yang digunakan masyarakat awam, yang membedakannya dengan “sewa rumah”. Kontrak di sini dirumuskan sebagai berikut : “Suatu kontrak dibuat dimana para pihak memberikan persetujuannya atau dimana mereka diminta persetujuannya dan hukum mengakui hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian”. 149 Sedangkan standar di sini memiliki pengertian baku. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kontrak standar adalah perjanjian atau persetujuan 149
Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangann, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 6
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
yang dibuat para pihak mengenai suatu hal yang telah ditentukan secara baku (standar) serta dituangkan secara tertulis. 150 Kontrak standar yang diciptakan pihak pengembang sering memuat klausulaklausula pengecualian (exemption clause), misalnya meniadakan tanggung jawab pengembang
dalam
hal
terlambat
menyerahkan
bangunan,
membebaskan
pengembang dari tuntutan atas kondisi/kualitas bangunan yang melampaui batas seratus hari sejak serah terima bangunan fisik rumah atau satuan rumah susun, sebaliknya bila konsumen terlambat membayar angsuran dikenakan penalti atau denda. 151 Hondius sebagaimana dikutip oleh Yusuf Sofie, berpendapat bahwa pembuat kontrak standar itu sebagai “pembuat undang-undang swasta” atau “hakim swasta”, sehingga adanya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheiden), karena pihak lain berada keseluruhannya di bawah kemurahan hati pengusaha yang muncul sebagai “hakim swasta”. 152 Oleh karena perjanjian sewa-menyewa tersebut dibuat oleh pihak pengembang, maka subyektifitas pengembang sangat mempengaruhi di dalam memasukkan kepentingan-kepentingannya di dalam perjanjian tersebut. sebaliknya sulit bagi konsumen untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingannya walaupun sudah ada UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman ataupun UU
150
Ibid Henny Saida Flora, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perumahan, Jurnal Compendium, Vol. I Juni 2005, (Medan : Magister Kenotariatan, USU, 2005), hal. 8 152 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 75 151
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, namun kepentingan konsumen tidak terlindungi. Sejumlah ketidakadilan pun dijumpai dalam klausula-klausula perjanjian sewa-menyewa, pertama akibat keterlambatan pembayaran yang dialami konsumen. Klausula-klausula dalam perjanjian menentukan bahwa konsumen harus membayar denda yang tinggi, bahkan menghadapi pembatalan perjanjian dengan tanpa pengembalian sebagian atau keseluruhan uang muka yang sudah dibayarkan. Dalam hubungan ini, bila pengembang yang terlambat menyelesaikan atau menyerahkan bangunan, akibat yang dialaminya hanya sebatas denda, atau bahkan akibat yang dialami pengembang tidak diatur sama sekali dalam perjanjian tersebut dan kerugian-kerugian akibat keterlambatan itu juga tidak diperhitungkan. Selanjutnya, pembatasan tanggung jawab pengembang atas klaim atau tuntutan
konsumen.
Dalam
praktek
penerapannya
dilakukannya
dengan
mencantumkan klausula-klausula perjanjian yang pada intinya menetapkan suatu tenggang waktu untuk mengajukan klaim atas kondisi/mutu bangunan atau hal-hal lain yang dijanjikan pengembang. Biasanya dalam perjanjian dicantumkan klausula bahwa konsumen dapat mengajukan klaim kepada pengembang dalam waktu 90 hari atau 100 hari setelah serah terima bangunan, termasuk dalam hal ini masalah cacat tersembunyi. Lewat dari waktu yang ditentukan secara sepihak itu, klaim atas apa pun tidak dilayani. Pembatasan ini tidak adil bagi konsumen karena waktu 90 hari atau 100 hari hanya cukup untuk meneliti kondisi atau kualitas bangunan yang terlihat kasat mata, sedangkan untuk mengetahui cacat-cacat tersembunyi pada bangunan seperti konstruksi bangunan, penggunaan semen yang tidak sesuai dengan
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
perbandingan, dan sebagainya tidak cukup dalam waktu itu.
Klaim konsumen
tentang hal itu tidak dilayani pengembang setelah melampaui jangka waktu tersebut, ini sama saja mengabaikan hak konsumen untuk mendapat barang/jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya. Dalam keadaan ini pihak pengembang menggunakan kedudukannya itu untuk membebankan kewajiban yang berat kepada pihak yang lainnya
(konsumen),
sedangkan
ia
sedapat
mungkin
membatasi
atau
mengesampingkan tanggung jawabnya termasuk dalam hal-hal adanya cacat tersembunyi pada obyek perjanjian. 153 Pasal 1493 KUH Perdata memang memungkinkan untuk mengurangi kewajiban salah satu atau kedua belah pihak dengan menentukan sebagai berikut: “Kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-persetujuan istimewa, memperluas, atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini, bahkan mereka itu diperbolehkan mengadakan persetujuan bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung suatu apapun”. Ketentuan ini sering digunakan untuk memojokkan konsumen secara hukum, padahal pasal berikutnya (Pasal 1494 KUH Perdata) menegaskan bahwa: “meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung suatu apapun namun ia tetap bertanggung jawab tentang apa yang berupa akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan olehnya, segala persetujuan yang bertentangan dengan hal ini adalah batal”. Dengan melihat ketentuan ini bahwa sebenarnya pengembang dalam menciptakan kontrak standar tidak akan sewenang-wenang dalam memasukkan 153
Henny Saida Flora, Op cit, hal. 8
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
kepentingan-kepentingannya, sebaliknya dengan merujuk pada asas kebebasan berkontrak dan konsumen dapat meminta perbaikan atau perubahan klausulaklausula dalam perjanjian tersebut. Dilihat dari isi perjanjian sewa-menyewa rumah susun sederhana sewa Martubung ini, ketentuan-ketentuannya lebih banyak menguntungkan pihak pengembang. Ketentuan-ketentuan perjanjian sewa-menyewa lebih banyak mengatur tentang kewajiban-kewajiban pihak penyewa, dan sanksi-sanksi bagi pihak penyewa. Sedangkan dalam perjanjian tersebut tidak disebutkan hak-hak dari penyewa yang dapat dituntut kepada pengembang/pengelola, dan juga tidak disebutkan apa yang menjadi kewajiban pengembang/pengelola terhadap pihak penyewa. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) perjanjian sewa-menyewa rusunawa Martubung menentukan bahwa keterlambatan pembayaran sewa rumah unit hunian, rekening listrik dan air bersih sampai melewati tanggal 20 (dua puluh) bulan berjalan dan apabila sampai akhir bulan belum dapat melunasi tanpa alasan akan dilakukan pemutusan aliran listrik dan air. Isi pasal ini menentukan kewajiban penyewa dan sanksi terhadapnya jika ia wanprestasi, akan tetapi dalam perjanjian ini tidak ditentukan apa kewajiban pihak pengembang/pengelola apabila terjadi kerusakan-kerusakan pada instalasi listrik dan air tersebut, dan apa hak penyewa apabila akibat kerusakan instalasi listrik tersebut ada barang-barang penyewa yang rusak, misalnya alat-alat elektronik. Kepada siapa penyewa menuntut ganti kerugian, tidak ada dicantumkan. Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat (3) bahwa dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak penandatanganan Surat Perjanjian Sewa-Menyewa ini, apabila Pihak Kedua
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
tidak atau belum menempati unit hunian yang menjadi haknya tanpa alasan yang jelas atau pemberitahuan kepada Pihak Pertama, maka Pihak Pertama secara sepihak dapat membatalkan Surat Perjanjian Sewa Menyewa ini dan uang sewa serta jaminan sewa yang telah disetorkan dan diterima Pihak Pertama tidak dapat diambil kembali dan untuk selanjutnya menjadi milik Pihak Pertama. Ketentuan ini lebih menguntungkan pihak pengembang, dan sangat merugikan pihak penyewa. Uang jaminan yang disetorkan adalah sejumlah 1 (satu) bulan masa sewa yang berarti Rp. 150.000,- Menurut kebiasaan apabila pihak penyewa tidak jadi menyewa barang/tempat semula, maka hanya uang mukanya saja yang tidak dapat dituntut kembali, sedangkan jaminannya dapat dikembalikan. Dalam tidak dapat dikembalikannya uang jaminan ini oleh pihak Perum Perumnas sebagai pengembang/pengelola, hal ini adalah bertentangan dengan peruntukan rusunawa Martubung yaitu bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, uang sangat berharga bagi kehidupan mereka. Seharusnya pihak pengembang/pengelola memperhitungkan terlebih dahulu biaya-biaya yang dikeluarkan selama 1 (satu) bulan tersebut seperti biaya listrik air, iuran kebersihan dan sebagainya, dan kemudian diperhitungkan dari uang jaminan tersebut dan sisanya dapat dikembalikan kepada pihak penyewa. Dalam perjanjian sewa-menyewa ini tidak dijumpai klausul yang menentukan bahwa pihak penyewa dapat mengklaim atas kondisi/mutu bangunan rusunawa. Seharusnya dalam perjanjian ini diperjanjikan mengenai klaim atas kondisi/mutu bangunan, karena hal ini merupakan salah satu hak dari penyewa sebagai konsumen.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat (2) disebutkan: “Konsumen adalah setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu: a. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety); b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed); c. Hak untuk memilih (the right to choose); d. Hak untuk didengar (the right to be heard). 154 Sementara itu, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hak konsumen ini diatur dalam Pasal 4 sebagai berikut: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan yang dijanjikan; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
154
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT. Grasindo, 2000), hal. 9-10
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Dari sembilan butir hak konsumen di atas maka masalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya
untuk
menjamin
bahwa
suatu
barang
dan/atau
jasa
dalam
penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan konsumen penggunaannya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan/atau jasa yang dihendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi. Sebagai konsekuensi dari hak konsumen maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 155 yaitu: 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. 5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan. 155
Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
6. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 7. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, pihak penyewa rumah sebagai pihak yang lemah yang dalam hal ini adalah konsumen, untuk memperoleh perlindungan hukum maka ia dapat menggunakan lembaga perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen adalah upaya yang terorganisir yang didalamnya terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab
untuk
meningkatkan
hak-hak
konsumen.
Dalam
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa perlindungan konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen”. 156 Jika terjadi sengketa perumahan maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara damai ataupun melalui lembaga atau instansi yang berwenang. Penyelesaian sengketa secara damai dimaksudkan penyelesaian sengketa antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa/pendamping bagi masing-masing pihak, melalui cara-cara damai. Perundingan secara musyawarah dan atau mufakat antara para pihak yang bersangkutan. Penyelesaian sengketa dengan ini disebut pula dengan penyelesaian secara kekeluargaan.
156
Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999Pasal 1 butir 1
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Penyelesaian sengketa secara damai ini, sebenarnya bentuk penyelesaian yang mudah, murah dan relatif lebih cepat, sementara itu berdasarkan UndangUndang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, penyelesaian sengketa konsumen ini dapat pula diselesaikan secara sukarela (melalui pengadilan atau di luar pengadilan) sesuai pilihan para pihak yang bersengketa. 157 Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang dialami konsumen. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka diperlukan adanya jaminan tertulis dari pihak (pelaku usaha) bahwa perilaku yang merugikan konsumen ini tidak akan terulang kembali. Setiap konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi barang/jasa yang tidak memenuhi aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dalam melindungi kepentingan konsumen perumahan, selain intrumen hukum administrasi dan hukum perdata sebenarnya masih ada instrumen hukum pidana. Namun penggunaan instrumen hukum pidana ini belum optimal. Sementara potensi terjadinya tindakan kejahatan di bidang perumahan cukup tinggi. 158
157 158
Shidarta, Op cit, hal.143. Henny Saida Flora, Op cit, hal. 10
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari uraian-uraian di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengadaan/pembangunan
rumah
susun
sederhana
sewa
Martubung
sudah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Hal ini dapat dilihat dari mulai proses pengadaan rusunawa Martubung, penyediaan lahan serta pembangunan rumah susun sederhana sewa tersebut yang memenuhi syarat-syarat pembangunan rumah susun sebagaimana ditentukan dalam UU No. 16 Tahun 1985. 2. Mengenai ketentuan sewa-menyewa untuk rumah susun, dalam praktik ada 2 (dua) macam bentuk sewa-menyewa rumah, yakni perjanjian sewa-menyewa berdasarkan ketentuan KUH Perdata dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan
Sewa-Menyewa
Perumahan.
Perjanjian
sewa-menyewa
pada
rusunawa Martubung lebih merujuk kepada ketentuan dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan. 3. Dalam melindungi hak penyewa dari pengembang/pengelola, maka bagi penyewa perlindungan hukum dapat diperolehnya melalui lembaga perlindungan konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). Hal ini dikarenakan
penyewa merupakan konsumen yang harus dilindungi hak-haknya dari pihak pengembang/pengelola (sebagai produsen). Selain itu juga perlindungan
hukum
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
dapat melalui instrumen hukum administrasi, hukum perdata maupun instrumen hukum pidana. B. Saran Dilihat dari hasil penelitian di atas, terjadi dualisme dalam hukum perjanjian sewa-menyewa perumahan yaitu yang diatur dalam KUH Perdata dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan. Untuk itu disarankan agar dibuat satu peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan sewa-menyewa perumahan sehingga ada unifikasi hukum dalam bidang sewa-menyewa perumahan sehingga tercipta kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak. Disarankan agar perjanjian sewa-menyewa rusunawa Martubung ini ditentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pihak pengembang/pengelola dan pihak penyewa, sehingga perjanjian tersebut tidak hanya menentukan kewajiban-kewajiban penyewa
semata
akan
tetapi
juga
kewajiban
dan
tanggung
jawab
pihak
pengembang/pengelola.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR KEPUSTAKAAN A. Buku-Buku
Adiwinata, Saleh. Hukum Adat. Bandung : Alumni. 1981. Badrulzaman, Mariam Darus dkk. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2001. Basrah. Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Tentang Sewa-Menyewa dan Pembahasan Kasus. Medan : FH USU. 1978. Basuki, Sunario. “Masalah Hukum Pembangunan Rumah Susun”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, No. 12, 1994. Flora, Henny Saida. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perumahan, Jurnal Compendium. Vol. I Juni 2005. Medan : Magister Kenotariatan, USU. 2005. Halim, A. Ridwan. Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1984. Hamzah, Andi., Suandra, I Wayan., Manalu, B.A. Dasar-dasar Hukum Perumahan, Jakarta : Rineka Cipta, 2006. Harahap, M. Yahya. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni, 1986. .II. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993. Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Jakarta : Djambatan. 2006. Kuswahyono, Imam Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman. Malang : Bayu Media. 2004. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2002. Muhammad, Abdul Kadir. Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangann. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1991. Mukti, Affan. Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria. Medan: USU Press. 2006.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan. I. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta. P.T RajaGrafindo Persada. 2004. .II. Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. Perum Perumnas. Buku Panduan Penghuni Rusunawa. Medan :Perum Perumnas. 2007. . Profil Perusahaan Perum Perumnas Regional I. Medan: Perum Perumnas. 2007 PT. Pembangunan Perumahan. Juklak Rumah Susun Sederhana Sewa Martubung Medan. Medan : 2006. Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2001. Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo. 2000. Soenarno, “Peran Pemerintah Dalam Mewujudkan Hunian Vertikal Yang Ideal Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah”, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Arsitektur Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta : Fakultas Teknik UGM. 2004. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986. Shofie,Yusuf. Perlindungan Konsume., Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2000. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Perdata, Hukum Perutangan. Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 1980. Subaya, Pepep Lukman. “Penerapan Prosedur Pembangunan dan Permukiman Yang Berwawasan Lingkungan Oleh Pengembang di Kotamadya Medan”, Tesis. Medan : PSL PPs-USU. 1997. Subekti, R. I. Pembinaan Hukum Nasional. Bandung : Alumni. 1981. . II. Hukum Perjanjian, Jakarta : PT. Intermasa, 1976. Supriadi. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. 2007 Syahrin, Alvi. Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan. Medan : Pustaka Bangsa Press. 2003.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti, Cetakan ke-25. Jakarta: Pradnya Paramita. 1992. Indonesia, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 1985, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318. Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2006 tentang Perubahan Kelima Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1988, Tambahan Lembaran Negara 3372. Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 Tentang Hubungan SewaMenyewa Perumahan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3208. Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun1963 tentang Penunjukan BadanBadan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan. Indonesia, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan. Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang KetentuanKetentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-2871 tanggal 8 Oktober 1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing. C. Internet Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, “Perencanaan dan Pengalolaan Rumah Susun Sederhana”, http://www.pu.go.id.pdf, diakses 3 Maret 2007. Gunawan, Irwan. ”Kiat Pembangunan Rumah Susun Sederhana di Kota Metropolitan”, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/14/ Properti.htm, dipublikasikan 14 Oktober 2004, diakses 16 April 2007. Hermayulis. “Pengadaan Rumah untuk Masyarakat di Perkotaan dan Keberadaan Rumah Susun di Indonesia”. http://www.alunand.com, diakses tanggal 1 Oktober 2007 http://www.pu.go.id/litbang/puskim/Advis-Teknik/Modul/Rusuna.pdf, ”Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana”, diakses 3 Maret 2007.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.
http://organisasi.org, “Pengertian dan Penjelasan Sewa Menyewa Dari Sisi Islam Definisi, Hukum, dan Contoh Kegiatan Sewa Menyewa Dasar”, dipublikasikan 2006, diakses tanggal 12 Juli 2007. http://www.semarang.go.id, Standar Pelayanan Minimal Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Semarang, di akses tanggal 8 Juli 2007 http://dinasperumahan.jakarta.go.id/index.php?option=com_content&task= section&id=5&Itemid=36, “Pengosongan Rumah”, dipublikasikan tanggal 14 Oktober 2005, diakses tanggal 14 Agustus 2007 Pusat Data dan Informasi Publik, ”Penanganan Rumah Susun Sederhana Sewa BelumOptimal”, http://www.kimpraswil.go.id/index.asp/link=humas/news/2003/ppwl7031.htm l dipublikasikan 11 Juli 2003, diakses 16 April 2007. Suryani, R. Lisa., dan Amy Marisa, Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Masalah Permukiman di Perkotaan, www.usu.ac.id, diakses 3 Maret 2005. Syamsuddin, Didi. “Jangan Pernah Remehkan Landasan Hukum Sewa-Menyewa” http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/19/ekonomi/jang31.htm, dipublikasikan tanggal 19 Nopember 2002, diakses tanggal 4 Juni 2007.
Adlin Budhiawan : Analisis Yuridis Mengenai Pengadaan/Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pasar VII Martubung Kecamatan Medan Labuhan. USU e-Repository © 2008.