PERAN PENEGAK HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN BOM IKAN OLEH NELAYAN DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG THE ROLE OF LAW ENFORCER ON FISH BOMB UTILIZATION BY FISHERMEN IN TELUK LAMPUNG Sandra Devita Kusumaningsari, Marsetio dan Yusnaldi Universitas Pertahanan (
[email protected])
Abstrak - Wilayah perairan Lampung memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang besar dengan produktifitas ekosistem yang tinggi. Mengingat potensi sumberdaya perikanan dan kelautan merupakan aset yang dapat menunjang perekonomian negara, maka wilayah perairan yang luas menjadi tanggung jawab besar dalam mengelola dan mengamankannya dari segala aktifitas pelanggaran di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran penegak hukum terhadap penggunaan bom ikan oleh nelayan di Perairan teluk Lampung ditinjau dari perspektif sosiologisnya, Peran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung serta koordinasi yang dilakukan antara DKP Provinsi Lampung, TNI AL dan Dit Polair Polda Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara sebagai sumber data primer dan pengumpulan dokumen, buku serta jurnal serta materi audio dan visual sebagai sumber data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2016 di Provinsi Lampung. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa pertama, ditinjau dari perspektif sosiologisnya, kegiatan penangkapan menggunakan bom ikan merupakan tradisi yang ilegal secara hukum dan tergolong tradisi yang disfungsional yang tetap dipertahankan sehingga dibutuhkan kearifan lokal untuk mencegah dan menghukum pelakunya; kedua, Peran DKP dalam penegakan hukum terhadap penggunaan bom ikan oleh nelayan adalah peranan nyata yang dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya seperti pembinaan, penyuluhan dan koordinasi; dan ketiga, koordinasi yang dilakukan oleh DKP Provinsi Lampung, TNI AL dan Dit Polair Polda Lampung sudah terjalin cukup baik dalam hal patroli pengawasan di perairan namun dibutuhkannya kepercayaan, kepemimpinan serta kolaborasi agar terwujud koordinasi yang baik antara penegak hukum. Kata Kunci : Peran; Penegakan Hukum; Bom Ikan; Teluk Lampung Abstract - Lampung waters have marine and fisheries resources are large with high ecosystem productivity. Given the potential for fisheries and marine resources is an asset that can support the country’s economy, the broad waters become liable to the management and safekeeping of all activities in the waters violations. This study aims to analyze the role of law enforcement against blast fishing by fishermen in the waters of The Gulf of Lampung in terms of sociological perspective, role of marine and Fisheries Agency of Lampung Province and coordination between DKP Lampung Province, Navy and Directorate of Polda Lampung Polair. The method used in this research is descriptive analysis with qualitative approach. Data collection techniques is made by observation and interview as the primary data source and collection of documents, books and journals as well as audio and visual material as a secondary data source. This research was conducted in November 2016 in the Province of Lampung. The results of this study found that the first, in terms in sociological perspective, fishing activity using fish bombs is a tradition that is legally and illegaly classified as
dysfunctional tradition that is maintained so that the local wisdom needed to prevent and punish perpetrators; second, the role of the DKP in law enforcement against blast fishing by fishermen is the Anacted Role performed in accordance with the duties and functions such as coaching., counseling and coordination; and third, coordination conducted by DKP Lampung Province, Navy, Directorate of Polda Lampung Polair already established quite well in terms of surveillance patrol in the waters, but the need for trust, leadership and collaboration in order to realize better coordination between law enforcement agencies. Keywords : Role, Law Enforcement, a Bomb Fish, The Gulf of Lampung
mengelola sumber daya yang terkandung
1. Pendahuluan
S
ecara geografis Provinsi Lampung
di
terletak pada kedudukan 103⁰
terintegrasi
40”(BT) - 105⁰ 50” (BT) Bujur
geografis
dalamnya.
Tanpa
yang
pengamatan
memadai,
Indonesia
yang
letak
strategis
Timur dan 3⁰ 45” (LS) - 6⁰ 45” (LS) Lintang
membuka peluang terjadinya pencurian
Selatan. Provinsi Lampung meliputi areal
dan pemanfaatan sumberdaya laut secara
daratan seluas 35.288,35 km2 termasuk
ilegal oleh pihak-pihak yang merugikan
132 pulau sekitarnya. Luas laut yang
negara apabila kemampuan pengawasan
meliputi jarak 12 mil laut dari garis pantai
terbatas. Masalah penangkapan ikan
yang merupakan kewenangan perairan
secara ilegal (illegal fishing), masih marak
laut Provinsi Lampung diperkirakan ±
terjadi di perairan Indonesia. Kemampuan
24.820
km
2
(Pemerintah
Provinsi
dalam
melakukan
pengawasan
dan
Lampung, 2007). Panjang garis pantai
pengendalian dinilai terbatas, karena
Provinsi
kemampuan
Lampung
1.105
km
yang
sarana
dan
prasarana
membentuk 4 wilayah pesisir, yaitu Pantai
pengawasan yang kita miliki belum cukup
Barat (210 km), Teluk Semangka (200 km),
mendukung
Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km)
pengawasan.
dan Pantai Timur (270 km).
untuk
tugas-tugas
Wilayah perairan Teluk Lampung
Wilayah perairan yang luas menjadi
yang luas mengharuskan pengelolaan
tanggung jawab besar dalam mengelola
terhadap sumberdaya ikan di perairan
dan
Untuk
Teluk Lampung harus diupayakan, hal ini
mengamankan laut yang begitu luas,
karena telah ada indikasi terjadinya “over
diperlukan kekuatan dan kemampuan
fishing” (tangkap lebih). Indikasi ini
dibidang
dan
terlihat di Pusat Pendaratan Ikan, yaitu
teknologi kelautan modern serta sumber
dengan semakin kecilnya ukuran dan
daya
volume hasil tangkapan ikan nelayan di
mengamankannya.
maritim
manusia
berupa
yang
alat
handal
untuk
sekitar Teluk Lampung (TARAM, 2007).
menyebabkan kasus-kasus pelanggaran
Masih terdapatnya armada perikanan
masih sering terjadi. Selama tahun 2011,
yang
Polair
menggunakan
bahan
peledak,
sudah
berhasil
mengungkap
seperti yang dilakukan beberapa nelayan
puluhan kasus penangkapan ikan dengan
bagan merupakan ancaman yang besar
bahan peledak (Bakar, 2012) Bahkan
terhadap kelestarian sumberdaya ikan
penangkapan ikan dengan menggunakan
terutama di kawasan Teluk Lampung
bom di perairan Lampung ini diduga
rusak 70 % (estimasi dari survei Manta tow
berkelompok dan terorganisasi. Selain itu,
dan LIT (dikutip dalam Renstra PWP
untuk peralatan yang digunakan seperti
Provinsi Lampung, 2000).
jenis bom ikan yang digunakan dari
Maraknya aksi penangkapan ikan
keterangan para pelaku didapat dari
dengan bom ikan ini menjadi peran DKP,
membeli di tengah laut dan juga ada yang
TNI AL dan Polair dalam pencegahan,
membuat sendiri (Taunuzi, 2015).
pengawasan
hukum
Tujuan
terhadap penggunaan bom ikan oleh
menganalisis
nelayan di perairan Teluk Lampung yang
terhadap penggunaan bom ikan oleh
menjadi wilayah pembinaan kemaritiman
nelayan, menganalisis peran DKP dalam
oleh
sosiologis
penegakan hukum terhadap penggunaan
penggunaan bom ikan oleh nelayan
bom ikan oleh nelayan dan menganalisis
sering
Teluk
koordinasi yang dilakukan oleh DKP
terkait
Provinsi Lampung, TNI AL dan Dit Polair
penegakan hukum di laut terhadap
Polda Lampung dalam penegakan hukum
penggunaan bom oleh nelayan kemudian
bagi pelaku pengeboman ikan oleh
penangkapan, penyidikan oleh Polair.
nelayan di Perairan Teluk Lampung.
DKP
dan
yang
dilakukan
Lampung.
Peran
penegakan
secara
di
perairan
TNI
AL
Tesis ini mengangkat peran DKP mulai dalam pencegahan dan pengawasan di laut yang berkoordinasi dengan TNI AL dan
Polair
terhadap
penanganan
penggunaan bom ikan oleh nelayan di perairan Teluk Lampung. Keterbatasan pengawasan terhadap luasnya perairan teluk pesisir Lampung
penelitian
ini
perspektif
adalah sosiologis
2. METODE PENELITIAN Metode
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptifanalisis
dengan
menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian dengan menggunakan didefinisikan
paradigma sebagai
kualitatif
sebagai
suatu
proses penelitian yang dilakukan untuk
Perikanan Provinsi Lampung, Direktur
memahami
manusia
Kepolisian Perairan Kepolisian Daerah
menciptakan
Lampung, Kasubdit Gakkum Pol Air Polda
gambaran menyeluruh dan kompleks
Lampung, Pjs. Perwira Staf Operasi Lanal
yang
Lampung, Ketua Yayasan Ekowisata CIKAL,
atau
masalah-masalah
sosial
dengan
disajikan
melaporkan
dengan
pandangan
kata-kata,
terinci
yang
Ketua Pokmaswas Kabupaten Pesawaran
diperoleh dari para sumber informasi,
Lampung, Ketua Pokmaswas Kabupaten
serta dilakukan dalam latar (setting) yang
Lampung
alamiah (Creswell, 2013). Pengumpulan
penelitian.
Selatan,
Nelayan
di
lokasi
data dilakukan dengan cara observasi di
Teknik analisis data yang digunakan
lapangan dan wawancara mendalam
dalam penelitian ini adalah analisis data
sebagai data primer dengan beberapa
kualitatif,
informan terkait penggunaan bom ikan
diberikan Miles & Huberman (dikutip
oleh nelayan. Sedangkan pengumpulan
dalam Herdiansyah, 2014) dimana teknik
data berupa dokumen, buku dan jurnal
analisis data model interaktif ini terdiri
sebagai data sekunder.
atas empat tahapan yang harus dilakukan.
Subjek penelitian merupakan pihak-
Tahapan
mengikuti
pertama
konsep
adalah
yang
tahap
pihak yang terlibat secara langsung
pengumpulan data, tahapan kedua adalah
sebagai pemberi informasi dan data. Data
tahap reduksi data, tahapan ketiga adalah
yang diperoleh dari subjek penelitian
tahap display data, dan tahapan keempat
kemudian
adalah
bentuk
didokumentasikan transkrip,
rekapitulasi
dalam data
tahap
penarikan
kesimpulan
dan/atau tahap verifikasi.
mentah atau catatan observasi lapangan.
Untuk menguji keabsahan data yang
Subjek penelitian dalam penelitian ini
didapat sehingga benar-benar sesuai
adalah
dengan tujuan dan maksud penelitian,
Kepala
UPTD
Pengembangan
Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran
maka
peneliti
menggunakan
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
triangulasi. Triangulasi data adalah teknik
Lampung, Kepala Seksi Pengawasan dan
pemeriksaan data yang memanfaatkan
Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan
sesuatu yang lain diluar data tersebut
Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan
untuk
Provinsi Lampung, Kepala Seksi Konservasi
sebagai
dan Tata Ruang Dinas Kelautan dan
Adapun triangulasi yang digunakan dalam
keperluan
pengecekan
pembanding
data
teknik
atau
tersebut.
penelitian ini adalah triangulasi dengan
peneliti
sumber
berarti
penegak hukum terhadap penggunaan
membandingkan dan mengecek derajat
bom ikan oleh nelayan di Perairan Teluk
balik kepercayaan suatu informasi yang
Lampung dengan menggunakan konsep
diperoleh melalui waktu dan alat yang
keamanan maritim, teori peran, teori
berbeda
efektivitas hukum, teori tradisi dan konsep
dan
metode,
dengan
yang
metode
kualitatif
(Moleong, 2012). Gambar 1
dalam
menganalisis
peran
pembangunan perikanan berkelanjutan. merupakan kerangka
pemikiran penelitian yang digunakan oleh
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dalamnya luas perairan pesisir 16.625,3
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Km2. Posisi perairan Lampung yang
Wilayah perairan Teluk Lampung meliputi
strategis karena sebagian besar terletak
luas wilayah 3.865 km2 dengan panjang
di
garis pantai 140 km, dan jumlah pulau-
tersebut kaya akan keanekaragaman
pulau kecil mencapai 51 buah. Perairan
hayati laut (Syetiawan, 2015). Sebagai
Teluk Lampung adalah sebuah teluk di
daerah yang memiliki wilayah perairan
perairan Selat Sunda yang terletak di
yang cukup luas, Lampung memiliki
selatan Lampung. Di teluk ini, bermuara 2
sumber daya perikanan laut yang cukup
sungai yang membelah kota Bandar
besar, terutama di sekitar Pantai Timur
Lampung. Teluk ini berada di antara Kota
(Laut
Bandar Lampung, Kabupaten Lampung
Lampung) dan Teluk Semangka, dan
Selatan
Pesawaran.
Pantai Barat. Terumbu karang di Provinsi
Pelabuhan Panjang juga terdapat di Teluk
Lampung tersebar di empat kabupaten
ini. Pulau Pasaran, Pulau Sabesi, Pulau
yaitu Lampung Barat, Lampung Selatan,
Sebuku, Pulau Legundi, Pulau Kelagian,
Lampung
Pulau Condong Laut, Pulau Tangkil, Pulau
Sedangkan padang lamun berada di
Tegal dan pulau kecil lainnya adalah
Lampung
gugusan kepulauan yang berada di Teluk
Pesawaran.
dan
Lampung.
Kabupaten
Wilayah
merupakan
pesisir
pertemuan
Lampung
antara
selat
Sunda
Jawa),
membuat
Selat
Timur,
Barat,
Menurut
kawasan
Sunda
dan
Pesawaran.
Tanggamus
Renstra
(Teluk
dan
Pengelolaan
dua
Wilayah Pesisir Lampung (2000), potensi
fenomena, yaitu Laut (Laut Jawa dan
terumbu karang sebagai objek wisata dan
Samudera Hindia) dan darat (Pegunungan
habitat ikan masih cukup besar, dengan
Bukit Barisan Selatan dan dataran rendah
penutupan lebih dari 50% di kawasan
alluvial di bagian timur propinsi ini)
Teluk Lampung. Penangkapan ikan di laut
(TARAM, 2007).
merupakan penting
Potensi Sumberdaya Laut Potensi
perikanan
di
Provinsi
Lampung cukup berlimpah dengan luasan perairan laut (12 mil) 24.820 Km2 (41,2% dari total luas keseluruhan) termasuk di
kegiatan
untuk
ekonomi
provinsi
ini,
yang karena
kontribusinya dalam penyediaan protein hewani. Produksi perikanan laut yang didaratkan di Teluk Lampung sekitar 51.000 ton/tahun, di Pantai Timur sekitar
43.000 ton/tahun dan di Pantai Barat
sebanyak-banyaknya dengan cara mudah,
sekitar
murah dan cepat, untuk pemenuhan
10.000
ton/tahun.
Fakta
ini
membuktikan bahwa perairan Lampung
kebutuhan
kaya dengan hasil perikanan dan ikan
resiko rusaknya sumber daya ikan di laut.
merupakan salah satu sumber mata
Adanya peningkatan permintaan ikan di
pencarian utama bagi masyarakat di
pasaran dimana para nelayan harus
Provinsi Lampung.
mampu
Penggunaan
Bom
Ikan
dalam
Penangkapan Kejahatan
bisa
terjadi
dimana
saja.
Namun, lokasi kejahatan paling aman terletak di tengah laut lepas. Lokasi tersebut jauh dari jangkauan saksi mata masyarakat dan aparat penegak hukum, nelayan di Perairan Teluk Lampung dalam melakukan aksi penangkapan ikan ilegal di laut seperti melakukan penangkapan ikan
dengan
menggunakan
bahan
peledak (bom ikan). Penangkapan ikan dengan bom merupakan masalah khusus di Teluk Lampung. Penggunaan bom dalam penangkapan ikan telah dimulai pada tahun 1975 setelah diperkenalkan oleh salah satu keluarga Bugis. Aktivitas penggunaan bom ikan tersebut membuat wilayah kerusakan di perairan Teluk Lampung, Pantai Barat dan Pantai Timur tersebar merata sekitar 200-an kilometer. Hal ini dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi dan faktor sosial. Dari faktor ekonomi,
untuk
menangkap
ikan
pokok
tanpa
memikirkan
memenuhinya
demi
mendapatkan pendapatan harian yang tidak menentu, kemudian adanya perakit dan ada pemasok bom sehingga ada nelayan yang memilih cara-cara praktis tapi merusak lingkungan karena tidak mampu membeli alat tangkap yang diperbolehkan. Sedangkan
dari
faktor
sosial
diketahui bahwa penggunaan bom ikan di Lampung mulai marak sejak era reformasi dan terus berlangsung sampai sekarang. Sehingga kebiasaan penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan ini bagi nelayan tertentu, sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dan bergantian dari generasi ke generasi di suatu keluarga nelayan. Mental dan kepribadian nelayan yang
terbentuk
adalah
lebih
suka
menangkap ikan dalam waktu singkat dan mendapatkan hasil yang banyak. Mereka menganggap bahwa populasi ikan masih banyak di lautan dan tidak akan habis, sehingga perbuatan merusak ini terus selalu dilakukan oleh nelayan pelaku pengeboman ikan tanpa memikirkan
dampaknya
di
lingkungan
laut
ekosistem habitat
masa yaitu
terumbu
dari
depan
ikan
merusaknya
karang dan
bagi
sebagai
mengganggu
bom
ikan.
Penangkapan
dengan
menggunakan bom ikan ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari, dilakukan
saat
pengawasan
aparat
sedang longgar 2.
keberlanjutan perikanan. Perlu waktu 10 tahun bagi terumbu
Luasnya perairan dan banyaknya
karang untuk pulih seperti sedia kala.
pulau-pulau di perairan Teluk Lampung
Setelah
serta
terumbu
karang
di
pantai
kurangnya
pengawasan
oleh
terdekat rusak, nelayan harus berlayar
penegak hukum, maka para nelayan
lebih jauh untuk menangkap ikan. Hal itu
memiliki ruang gerak yang bebas untuk
berarti menambah biaya bahan bakar,
melancarkan
logistik, dan waktu tempuh. Faktor risiko
dengan menggunakan bom ikan. Bahan
akibat cuaca buruk juga lebih tinggi dan
baku yang mudah diperoleh, proses
mengancam keselamatan nelayan1.
perakitan yang sederhana, dan jumlah
kegiatan
penangkapan
Para pelaku penangkapan dengan
tangkapan yang lebih banyak dalam
menggunakan bom ikan ini dapat merakit
waktu singkat, membuat masyarakat
bom ikan sendiri dengan memperoleh
nelayan
bahan-bahan dari penyalur yang ada di
penangkapan ikannya dengan bom.
pulau-pulau
alat
Ancaman resiko cacat dan kematian
Lampung. Nelayan pelaku pengeboman
yang mungkin terjadi bisa diabaikan,
ikan biasanya terdiri dari 2-3 orang untuk
pengalaman yang tinggi serta rendahnya
mencari ikan dengan perahu bagan
pengetahuan serta faktor kebutuhan
congkel atau kapal ketingting (perahu
ekonomi yang dialami oleh nelayan dapat
bermesin tempel) disertai bahan peledak
menjadi
pemicu
(bom ikan) siap ledak atau dalam bentuk
nelayan
menggunakan
kemasan
tersebut. Kondisi seperti ini apabila tetap
botol
perairan
melengkapi
Teluk
dilengkapi
sekitar
setempat
kratingdeng
sumbu,
dengan
detonator
yang
menyebabkan alat
tangkap
dan
dilakukan oleh nelayan, bisa berdampak
beberapa kantong potasium, belerang,
buruk bagi kelestarian dan keberlanjutan
asam sulfat sebagai campuran membuat
sumberdaya ikan.
1
2
Toga Mahaji, Wawancara Kepala UPTD Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran DKP Provinsi Lampung tanggal 22 November 2016
Toga Mahaji, Wawancara Kepala UPTD Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran DKP Provinsi Lampung tanggal 22 November 2016
Para pelaku tersebut merakit sendiri
lain (detonator, potasium (ampo), serbuk
bomnya, hal ini dilakukan agar tangkapan
korek api, botol kosong kratingdeng,
ikan lebih banyak. Untuk ukuran 1
kaleng cat brown). Mereka pakai sumbu
kilogram bom ikan bisa membuat 15 buah
buatan
bom ikan dengan ukuran sirup obat batuk
menggunkan benang jahit yang mirip
anak-anak. Bom ikan yang dikemas
sumbu buatan pabrik. Untuk penyulut
ukuran ini bisa menghasilkan daya ledak
sumbu
mencapai 2-3 meter persegi. Daya ledak
nyamuk bakar. Botol bekas minuman
bom ikan yang dikemas ukuran botol
berenergi yang berisi bahan peledak
minuman energi mencapai 3-5 meter
(serbuk ampo dan serbuk brown atau
persegi. Sedangkan, yang pakai botol
pengapian)
kecap
potongan
bisa
mencapai
7-10
meter
modifikasi
mereka
di
yang
menggunakan
tutup
sandal
dililit
obat
menggunakan
jepit.
Bom
ini
persegi3Dibawah ini merupakan gambar
merupakan high explosive (berdaya ledak
ikan hasil tangkapan dengan bom ikan
tinggi), jika meledak tidak hanya ikan
diperoleh Ikan jenis campuran sebanyak ±
yang mati namun terumbu karang juga
200 kg hasil penangkapan di Kapal KM
hancur
Omega Jaya 6 pada tanggal 29 Maret
gambar bahan perakit bom ikan yang
2016.
diperoleh Bahan pembuat bom ikan antara
4
. Berikut dibawah ini adalah
dari
kasus
penangkapan
tanggal 29 Maret 2016.
Gambar 2. Ikan Hasil Tangkapan dengan Bom Ikan (Sumber: DitPolair Polda Lampung, 2016)
3
Kombes Pol Rudi Hermanto, S.IK, Wawancara Direktur Polair Polda Lampung tanggal 23 November 2016
4
AKBP M. Fauzi., S.IK.,S.H., M.M, Wawancara Kasubdit Gakkum Polair Polda Lampung 23 November 2016
Gambar 3. Bahan Perakit Bom Ikan (Sumber: DitPolair Polda Lampung, 2016) Bahan peledak atau bom ikan tersebut berbahan dari racikan bom atau potasium yang telah dicampur dengan
membahas
dalam
tinjauan
aspek
sosiologi. Ditinjau dari perspektif sosiologi,
Cat Brown, satu kaleng kecil cat brown,
bahwa
satu buah pirek atau pipet kaca, empat
dengan menggunakan bahan peledak
buah tutup botol yang terbuat dari bahan
bom ikan di Perairan Teluk Lampung
sendal jepit berwarna biru dan putih,
merupakan hal yang sudah ada dan
botol kecil campuran sebanyak 15 (lima
dilakukan dari sejak lama yang akhirnya
belas) botol yang dimasukan di dalam
menjadi suatu tradisi turun temurun yang
bekas pelampung.
diperoleh
Penggunaan Bom Ikan Oleh Nelayan ditinjau dari Perspektif Sosiologis Sekarang ini keamanan maritim memiliki kajian atau cakupan yang sangat luas meliputi persoalan atau permasalahanpermasalahan
seperti
keamanan
ekonomi, politik, lingkungan, sosial dan penegakan hukum. Sejalan dengan itu Buzan (2009) menyatakan bahwa dalam analisa
studi
keamanan
perlunya
kegiatan
dari
penangkapan
keluarga
ikan
terdahulu.
Sebagaimana pendapat dari Max Weber (dikutip dalam Ritzer, 2005), bahwa tradisi merupakan bagian dari tindakan sosial. Max Weber mengklasifikasikan tindakan sosial kedalam 4 tipe yaitu traditional yaitu tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan
yang
telah
mendarah daging. Nelayan pelaku pengeboman ikan di Perairan Teluk Lampung menganggap bahwa dengan
keahlian
penangkapan
menggunakan
bom
ikan ikan
merupakan kegiatan yang dilakukan turun
menggunakan bahan peledak, selain itu
temurun. Kegiatan penangkapan ikan
merupakan kegiatan penangkapan yang
dengan menggunakan bom ikan ini
ilegal melanggar hukum. Sesuai dengan
merupakan tradisi yang ilegal secara
yang dikemukakan oleh Shils dalam
hukum. Sesuai dengan konsep tradisi
Sztompka (2010) bahwa tradisi yang
dalam ilmu sosiologi bahwa disisi lain
dipelihara bukan karena pilihan sadar
tradisi juga dapat berakibat disfungsional.
tetapi karena kebiasaan. Tradisi tersebut
Dalam
dipertahankan bukan karena dihargai
hal
ini,
disfungsional
tradisi
adalah
berakibat
bahwa
tradisi
mungkin dapat membahayakan karena
tetapi dinilai sebagai cara hidup yang tidak menyusahkan.
kadar khususnya karena tidak semua yang
Menurut Shils “Manusia tak mampu
berasal dari masa lalu bernilai baik.
hidup tanpa tradisi meski mereka sering
Disamping
tersebut
merasa tak puas terhadap tradisi mereka”
dipelihara bukan karena pilihan sadar
(Sztompka, 2010). Maka Shils menegaskan
tetapi karena kebiasaan semata dan juga
bahwa suatu tradisi memiliki fungsi bagi
dipertahankan bukan karena dihargai
masyarakat antara lain sebagai: pertama,
atau dipuja tetapi dinilai sebagai cara
tradisi
hidup
temurun. Tempatnya di dalam kesadaran,
itu
juga
yang
tradisi
tidak
menyusahkan
(Sztompka, 2010).
merupakan
kebijakan
turun
keyakinan norma dan nilai yang kita anut
Dipertahankannya
tradisi
kini serta di dalam benda yang diciptakan
dalam
di masa lalu. Dalam hal ini kegiatan
penangkapan ikan ini oleh nelayan di
penangkapan dengan menggunakan bom
Lampung
ikan
penggunaan
bom
ikan
dikarenakan
kondisi
di
Perairan
Teluk
Lampung
perekonomian mereka yang tergolong
merupakan tindakan yang sudah dari
masih dibawah. Mereka nelayan yang
dahulu dilakukan oleh para nelayan
menggunakan
dalam
pendahulunya namun tidak mengandung
penangkapan ikan beranggapan akan
norma dan nilai yang dapat dianut oleh
lebih mudah memperoleh ikan di laut
generasi selanjutnya serta tidak dapat
dengan
serta
dikatakan
yang
Kedua, tradisi memberikan legitimasi
banyak walaupun tanpa mereka sadari
terhadap pandangan hidup, keyakinan,
sangat
pranata, dan aturan yang sudah ada.
bom
cara
mendapatkan
yang hasil
besar
ikan
praktis tangkapan
resiko
dengan
sebagai
suatu
kebijakan.
Semuanya ini memerlukan pembenaran
ikan
agar dapat mengikat anggotanya. Bisa
mendapatkan hasil tangkapan yang lebih
dikatakan “selalu seperti itu” atau orang
banyak
yang
keyakinan
sehari-harinya. Namun, tindakan ini tidak
demikian” meski dengan resiko yakni
dapat dijadikan sebagai tempat pelarian
bahwa tindakan pengeboman ikan dalam
dari
hal ini di Perairan Teluk Lampung adalah
ketidakpuasan kehidupan modern karena
hal di masa lalu yang sama untuk
tindakan ini tidak menjamin kehidupan
dilakukan di masa sekarang dan dapat
yang lebih baik di masa depan. Tindakan
diterima. Ketiga, tradisi menyediakan
penggunaan
simbol
yang
penangkapan merupakan tindakan yang
loyalitas
melanggar hukum bahkan ada sanksi
primordial terhadap bangsa, komunitas
serta hukuman penjara apabila dilakukan.
selalu
mempunyai
identitas
meyakinkan,
kolektif
memperkuat
dan kelompok. Dimana dalam fungsi ini, tradisi memiliki peranan untuk mengikat anggotanya dalam bidang tertentu. Bila dikaitkan dengan fungsi ini, tindakan yang dilakukan oleh nelayan di Perairan Teluk Lampung tidak mencerminkan simbol identitas kolektif tetapi justru dapat memicu konflik keamanan seperti konflik antar nelayan pengguna bom ikan dengan yang tidak. Keempat, tradisi membantu menyediakan kekecewaan kehidupan
tempat dan modern.
mengesankan masa
pelarian, ketidakpuasan
Tradisi
yang
lalu yang
lebih
bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan
bila
masyarakat
berada
dalam krisis. Inilah yang menjadikan alasan nelayan dalam penggunaan bom
dalam
penangkapan
demi
memenuhi
keluhan,
untuk
kebutuhan
kekecewaan
bom
dan
ikan
dalam
Peran DKP dalam Penegakan Hukum Terhadap Penggunaan Bom Ikan Kegiatan mengeksploitasi sumber daya alam laut, sangatlah rentan akan rusaknya lingkungan laut yang mana hal ini dapat disebabkan oleh cara penangkapan yang merusak (destructive) atau tidak ramah lingkungan dan segala aktivitas lainnya yang merugikan belum lagi kondisi seperti ini akan menciptakan munculnya konflikkonflik sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi atau aturan yang mengatur yang dibuat oleh negara dalam hal ini pemerintah. Regulasi atau
aturan
menjadi
negara
hukum
tersebut
sebagai
telah
pranata
kehidupan sosial masyarakat atau sebagai suatu institusi yang berlangsung dalam
masyarakat,
menerima asupan-asupan
menggunakan bom ikan. Maka dari itu
(sengketa atau konflik) dari bidang
pendekatan sosiologis yang dilakukan
ekonomi, politik dan budaya (Rahardjo,
oleh
2014) yang terjadi dalam masyarakat,
Lampung untuk mencegah terjadinya
dengan
tersebut
penggunaan bom ikan oleh nelayan
mempunyai makna sebagai alat kontrol
adalah dengan menstrukturkan hal yang
sosial dalam kehidupan masyarakat.
tidak ada menjadi ada, misalnya membuat
kata
lain
hukum
Dinas
Kelautan
dan
Provinsi
Penelitian ini mengangkat peran
issue tentang apa yang akan terjadi jika
penegak hukum dalam hal ini peran Dinas
melakukan pengeboman ikan atau biasa
Kelautan
terhadap
disebut pamali, sehingga pengeboman
bom ikan oleh
ikan dapat diluruskan bahwa hal ini
nelayan di perairan Teluk Lampung. Peran
bukanlah merupakan suatu tradisi tetapi
Dinas Kelautan dan Perikanan tidak hanya
tindakan ini dapat dihilangkan dan tidak
pendekatan keamanan yang dilakukan
diteruskan.
dan
Perikanan
aktivitas penggunaan
tapi juga pendekatan secara sosiologis.
Menurut
Hess
(dikutip
dalam
Berdasarkan teori peran (Cohen, 2009),
Sundaya, 2011), penegakan hukum atau
dalam hal ini DKP sudah melakukan
law enforcement secara umum mengacu
peranan nyata (Anacted Role) yaitu
pada suatu sistem dimana anggota
dengan menjalankan peran sesuai dengan
masyarakat bertindak secara terorganisir
tugas pokok dan fungsinya serta peran
untuk
yang dianjurkan (Prescribed Role) yaitu
menemukan dan menghukum orang yang
cara yang diharapkan masyarakat dalam
melanggar
menjalankan
melalui
berlaku di masyarakat. Istilah penegakan
pembinaan, penyuluhan dan koordinasi
hukum mencakup satu kesatuan antara
yang
pengawasan,
peran
dilakukan
masyarakat
tertentu
antara
melalui
DKP
dan
pembentukan
kelompok pengawas masyarakat. Selain itu DKP memiliki peran untuk bisa menangani konflik yang terjadi yaitu konflik peranan (Role conflict) antara nelayan yang menggunakan bom ikan dalam penangkapan dengan yang tidak
mematuhi
aturan
hukum
dan
dengan
norma
penyelidikan
yang
hingga
penahanan pelanggar hukum. Koordinasi Penegak Hukum Untuk mengatasi aksi penggunaan bom ikan dalam penangkapan ikan di laut oleh nelayan, tidak dapat ditangani oleh satu instansi saja. Keterbatasan kemampuan
dan sarana prasarana yang dimiliki oleh
Kolaborasi
masing-masing
luasnya
merupakan kunci penting keberhasilan
perairan yang harus dijaga menjadi alasan
penegakan hukum salah satunya dalam
untuk menjalin koordinasi dan kerjasama
pemberantasan
dengan instansi penegak hukum lainnya.
bom ikan dalam penangkapan ikan oleh
Selama
nelayan di Lampung.
ini
instansi
upaya
dan
koordinasi
dan
(collaboration).
tindakan
Hal
ini
penggunaan
kerjasama antar instansi sudah terjalin
Kepercayaan adalah suatu perasaan
cukup baik. Terkait patroli gabungan, DKP
suatu orang dalam hal ini terhadap
berkoordinasi dengan Polair atau TNI
kemampuan orang lainnya yang didukung
Angkatan Laut karena DKP masih minim
oleh tindakan masa lalu mereka (Lopus,
pengalaman
2016). Membangun kepercayaan yang
di
lapangan
walaupun
memang ada kewenangan5.
dimaksud dalam hal ini adalah antara
Oleh karena itu, dalam upaya pencegahan
serta
pemberantasan
aktivitas illegal fishing ini, diperlukannya
instansi yang satu dengan yang lain yaitu DKP, TNI AL dan Polair. Pemimpin adalah navigator yang
keterlibatan antara berbagai pihak terkait
menggunakan
seperti instansi pemerintah dan aparat
memimpin suatu lembaga dengan sukses.
penegak
Pemimpin bertindak sebagai mentor dan
hukum
Pengawasan,
serta
masyarakat.
pengendalian
dan
memainkan
peta
peran
untuk
berjalan
penting
daam
penegakan hukum yang cepat dan tegas
mengembangkan personil, manajemen
oleh lembaga yang berwenang di perairan
lembaga dan mencapai tujuan serta
dalam
sasaran.
hal
ini
Dinas
Kelautan
dan
Kepemimpinan
adalah
hal
Perikanan (DKP), TNI AL, dan Polair
penting yang didapatkan bukan hanya
membutuhkan dukungan peralatan dan
dari sekedar pelatihan, kualifikasi atau
teknologi yang memadai, selain itu yang
pemungutan suara terbanyak (Crosby,
dibutuhkan
2008)
untuk
membangun kerja
sama serta koordinasi yang kuat antara
Kolaborasi bukan hal yang mudah.
dua atau lebih instansi adalah Kepercayan
Adanya signifikansi perebutan kekuasaan
(trust), Kepemimpinan (leadership) dan
dalam kolaborasi merupakan salah satu
5
Sukarsono, Wawancara Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung tanggal 24 November 2016
hambatan. sukses
Namun,
memiliki
Kolaborasi
tujuan
yang
yang sama,
desakan
kuat
sistem,
ditindaklanjuti
digunakan
penangkapan
lalu
dilakukan
perspektif untuk mendorong perubahan
hukum
Polair
untuk
yang bekerja konsisten bersama-sama
penyidikan.
(Trott, 2011). Dalam hal ini terbangunnya
dikatakan oleh Soekanto (2010), bahwa
kepercayaan, kepemimpinan yang baik
apabila seseorang melaksanakan hak dan
serta
kewajibannya
kekuatan
pada
bersama,
kolaborasi
diciptakan
seluruh dan
yang
antara
seharusnya
ketiga
lembaga
penegak hukum yang berbeda yaitu DKP, TNI AL dan Polair namun bertanggung jawab
untuk
memberikan
suatu
oleh
dengan
Sesuai
adanya proses
dilakukan
dengan
sesuai
yang
dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi Lampung dalam hal ini memiliki
pelayanan, penegakan yang sama dan
peran
yang
sangat
penting
dalam
prioritas publik yang sama yaitu demi
pengawasan sumberdaya kelautan dan
menjaga keamanan di perairan dari segala
perikanan serta pengendalian terhadap
tindak pelanggaran di laut.
segala bentuk aktivitas yang mengancam
Pembagian peran dan koordinasi
keamanan keberadaan sumberdaya ikan
yang dilakukan berjalan dengan cukup
serta ekosistem laut yang ada. Masalah
baik antara ketiga lembaga tersebut
penanganan tindakan penangkapan ikan
dengan
serta
dengan bom ikan ini merupakan masalah
masyarakat nelayan dan pesisir setempat
serius yang harus ditangani dengan cara
sebagai mata dan telinga ketiga instansi
yang benar, cepat dan tepat karena
penegak hukum tersebut dalam upaya
wilayah
pengawasan
merupakan
melibatkan
dan
peran
penanganan
kasus
perairan wilayah
Teluk yang
Lampung luas
dan
penggunaan bom ikan di Perairan Teluk
memiliki kaya akan sumber daya alam
Lampung
mengenai
sehingga harus dapat dikelola dengan
pelanggaran yang terjadi di Perairan Teluk
cara yang arif dan bijaksana sehingga
Lampung akan disampaikan oleh nelayan
tidak merusak ekosistem lingkungan laut
setempat kepada lembaga terkait, baik
yang ada.
ini.
Informasi
Dinas Kelautan dan Perikanan, Polair
Penegakkan
hukum
dapat
ataupun TNI AL yang sedang melakukan
diterapkan dalam persoalan penangkapan
patroli di lokasi yang sama dan terdekat.
ikan dengan menggunakan bom ikan,
Kemudian
demikian seperti yang dikatakan oleh
laporan
tersebut
Lawrence Meir Friedman bahwa berhasil atau
tidaknya
penegakan
Sehubungan dengan pengawasan
hukum
aparat penegak hukum terhadap tindakan
bergantung pada 3 (tiga) unsur, salah
pelanggaran hukum di laut salah satunya
satunya yaitu struktur hukum. Struktur
aktivitas pengeboman ikan, maka sesuai
hukum terdiri dari lembaga hukum yang
pasal 66 ayat (3) Undang-undang No.45
dimaksudkan untuk menjalankan semua
Tahun 2009 tentang perubahan atas
perangkat
Undang-undang
hukum
yang
ada.
No.31
Tahun
2004
Bagaimanapun juga hukum tidak dapat
tentang perikanan menyebutkan bahwa
berjalan atau ditegakkan bila tidak ada
aparat penegak hukum yang melakukan
aparat penegak hukum yang kredibilitas,
pengawasan perikanan adalah Penyidik
kompeten
dan
lemahnya
aparat
independen,
karena
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan
penegak
hukum
dalam hal ini PPNS Perikanan Dinas
mengakibatkan penegakan hukum tidak
Kelautan dan perikanan (DKP) Provinsi
berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Lampung, TNI AL dalam hal ini Lanal
Oleh karena itu, aparat penegak hukum
harus
pengawasan
mampu dan
memberikan
bertindak
tegas
Lampung dan Dit Polair Polda Lampung. Kewenangan dalam melaksanakan tugas penegakkan hukum dalam menangani
terhadap pelaku aktivitas penggunaan
masalah
bom ikan dalam penangkapan sesuai
penangkapan ikan dengan menggunakan
dengan substansi hukum yaitu aturan,
bom ikan menjadi tugas dari ketiga
norma dan pola perilaku nyata manusia
instansi tersebut.
yang
berada
tersebut.
dalam
Jadi
sistem
substansi
hukum hukum
di
perairan
khususnya
Ketiga aparat penegak hukum ini dalam
menjalankan
kewenangannya
menyangkut segala peraturan perundang-
dengan berupaya semaksimal mungkin
undangan yang berlaku yang memiliki
untuk
kekuatan mengikat dan menjadi pedoman
pencegahan,
bagi penegak hukum dalam rangka
penindakan
meminimalisir atau menghapus kegiatan
kejahatan di laut khususnya penggunaan
melanggar hukum atau illegal di wilayah
bom ikan dalam penangkapan ikan di
perairan Teluk Lampung.
Perairan
melakukan
baik
tindakan
pengawasan terhadap
Teluk
dan
segala
Lampung,
tindak
walaupun
faktanya penggunaan bom ikan dalam
penangkapan ini masih sangat marak
Perikanan
terjadi di Perairan Lampung. Dalam hal ini
melakukan patroli sewaktu-waktu dan
dapat dilihat bahwa budaya hukum atau
setiap saat jika ada laporan. Di dalam
kesadaran hukum yang dimiliki oleh
melaksanakan kegiatan patroli di perairan
masyarakat
Teluk
nelayan
pesisir masih
dan
masyarakat
DKP
Lampung,
Provinsi
Pihak
Lampung
DKP
selalu
rendah karena belum
melakukan koordinasi dengan Polisi Air
adanya kepatuhan nelayan dalam menaati
(Polair), Angkatan Laut dan Pemerintah
hukum yang berlaku.
Provinsi Lampung. Namun, bila dilihat dari
Kendala yang dihadapi oleh ketiga
perbandingan
jumlah
titik-titik
yang
instansi ini saat melakukan pengawasan
rawan pengeboman ikan dengan jumlah
di Perairan Teluk Lampung yaitu Pertama,
operasi
luasnya wilayah perairan yang harus
dilakukan,
dijaga atau diawasi tidak sebanding
sebanding karena masih banyak titik
dengan jumlah personil dan jumlah
rawan pengeboman ikan yang belum
operasi patroli yang dilakukan. Kaya akan
mendapatkan operasi pengawasan.
potensi sumberdaya laut menjadikan
patroli
pengawasan
yang
dikatakan
tidak
dapat
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
Perairan Teluk Lampung tidak lepas dari
Provinsi
campur tangan orang-orang yang akan
pengawasan laut hanya memiliki 1 unit
melakukan eksploitasi pemanfaatan dan
kapal patroli jenis speed rider ukuran 500
pengelolaan di wilayah ini, oleh sebab itu
PK dan personil PPNS yang terdiri dari 12
keberlanjutan di wilayah Perairan Teluk
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Lampung menjadi sangatlah utama untuk
dengan rincian 7 PPNS Daerah dan 5 PPNS
dijaga
Perikanan dengan personil yang baru
kondisnya
dan
dilestarikan
keberadaannya.
Lampung,
dalam
operasi
dilantik dan memiliki sertifikat sebanyak 3
Seperti yang telah dijelaskan di
orang dari 12 orang jumlah PPNS.
subbab sebelumya bahwa menanggapi
Dikarenakan jumlah personil yang berhak
adanya keluhan nelayan tentang aktivitas
melakukan pengawasan dan penyidikan
pengeboman ikan di wilayah perairan
masih sedikit dengan 1 unit kapal patroli
Teluk Lampung, Dinas Kelautan Perikanan
speedboat
yang
mengadakan patroli di perairan Teluk
melakukan
pengawasan
Lampung yang mana sudah menjadi
membuat
kegiatan rutin dilakukan setiap saat. PPNS
membantu dalam mendapatkan informasi
pos-pos
digunakan maka
pengawas
dalam DKP untuk
terkait aktivitas pengeboman ikan yang
Lanal Lampung. Danlanal berkoordinasi
dilakukan oleh nelayan dari masyarakat
dengan phak pemerintah daerah terkait,
atau pokmaswas.
untuk bersama-sama membangun daerah
Sedangkan TNI AL sesuai dengan yang
diamanatkan
dalam,
Undang-
pesisir yang kondusif serta berbuat sesuatu
yang
bermanfaat
bagi
undang Republik Indonesia Nomor 34
masyarakat sekitar dan hasil nyata yang
Tahun 2004 tentang TNI pada pasal 9
langsung dirasakan.
butir b, yaitu tugas Angkatan Laut adalah “menegakkan
hukum
dan
menjaga
Sementara untuk Dit Polair Polda Lampung
dalam
menunjang
operasi
keamanan di wilayah laut yurisdiksi
pengawasan laut memiliki 7 unit Kapal
nasional sesuai dengan ketentuan hukum
Type C2 (Panjang 15 m dan lebar 8 m), 14
nasional dan hukum internasional yang
unit Kapal Type C3 (Panjang 10 m dan
telah diratifikasi.” Keberadaan Pos AL
lebar 4 m) serta 10 unit Perahu Karet.
yang ada di sekitar perairan Lampung
Sedangkan Polisi Sat Polair Jajaran Polres
cukup memberikan efek rasa takut
Polda Lampung memiliki 2 unit Kapal Type
terhadap nelayan yang akan melakukan
C2 dan 3 unit Kapal Type C3 yang
aktivitas penangkapan ikan dengan bom
digunakan
untuk
ikan.
pengawasan
di
Pengawasan
yang
dilakukan
operasi
wilayah
patroli
pengawasan
terbatas karena jumlah personil dan
bagian timur, barat dan selatan. Jumlah
armada kapal patroli yang tidak dapat
personil tersebar di Satuan Polair Polres
mengawasi seluruh wilayah perairan,
Jajaran Polda Lampung sebanyak 38
namun personil yang ada akan tanggap
personil tersebar pada 5 satuan polisi
apabila mendengar suara dentuman bom
perairan di wilayah polda lampung.
dan langsung menuju lokasi ledakan. Dan
Jumlah sarana dan personil tersebut
Posal/Posmat yang perannya sebagai
masih belum memadai sehingga masih
perwakilan TNI AL khususnya Lanal
terbatasnya
Lampung yang langsung bersentuhan
pengawasan untuk mengamankan tindak
pada masyarakat dan pemerintah darah
kejahatan di laut apabila dibandingkan
setempat agar menjalankan fungsinya
dengan luasnya wilayah perairan yang
sebagai Pembina potensi maritim, sebagai
dijaga. Dari berbagai penjelasan diatas
fungsi bidang operasional dan intelijen
maka dapat diperoleh bahwa peranan
dalam
melakukan
merupakan
aspek
dinamis
berupa
pengawasan aparat, tetapi tidak mudah
tindakan atau perilaku yang dilaksanakan
untuk menangkap rantai nelayan pelaku
oleh orang lain atau badan atau lembaga
pengeboman ikan ini. Para nelayan pelaku
yang menempati atau mengaku suatu
pengeboman ini berkoordinasi dengan
posisi dalam sistem sosial.
nelayan lainnya untuk mengawasi dan
Kedua, vonis pidana yang dijatuhkan
memberikan
info
dari
pos-pos
kepada nelayan pelaku penggunaan bom
pengawasan apabila akan dilakukan nya
ikan dalam penangkapan ikan masih
patroli. Bahkan seringnya informasi yang
sangat ringan. Dalam menjatuhkan vonis,
bocor ke telinga nelayan mengenai
terkadang aparat masih memiliki rasa
pengawasan dan penangkapan yang akan
kasihan terhadap pelaku karena kondisi
dilakukan menjadi hambatan tersendiri,
kehidupan mereka yang masih dalam
ketika
kategori menengah kebawah, sehingga
pengeboman sudah tidak ada siapa-siapa
vonis yang dijatuhkan hanya beberapa
disana.
petugas
datang
ke
lokasi
bulan atau maksimal 2 tahun tergantung
Keempat, bahan baku dari bom ikan
peran dari masing-masing pelaku. Tidak
ini sangat mudah untuk didaptkan bahkan
dipungkiri bahwa dengan cara mudah dan
para pelaku ini dapat merakitnya sendiri.
singkat, hasil tangkapan yang diperoleh
Ukuran dari bom ikan ini pun disesuaikan
dari penangkapan ikan dengan bom ini
dengan kebutuhan mereka atau pesanan,
memperoleh hasil yang cukup melimpah
botol besar untuk yang daya ledaknya
sehingga
masih
lebih tinggi sedangkan semakin kecil
demi
ukuran botol yang digunakan makan
memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari
semakin kecil daya ledaknya tetapi tetap
tanpa peduli akan resiko yang akan
saja dapat berefek merusak lingkungan
mereka tanggung apabila tertangkap oleh
laut. Bahan-bahan kimia sebagai bahan
aparat penegak hukum atau bahaya
campuran pembuatan bom ikan ini dapat
terkena bom tersebut.
dibeli di toko kimia dengan mudah.
para
mempertahankan
nelayan cara
ini
Ketiga, para pelaku bisa dikatakan
Peran
serta
masyarakat
sudah sangat mahir dalam melakukan aksi
terselenggaranya
ini. Walaupun aparat sudah mengetahui
sangat
titik-titik yang menjadi daerah rawan
kesadaran yang sejati pada masyarakat
pengeboman
terhadap
dan
menjadi
daerah
penegakan
dalam
dibutuhkan.
hukum
hukum
Menumbuhkan
sangatlah
penting.
Menurut Soekanto (2010) bahwa tidak
compulsion. Cara ini sengaja menciptakan
setiap
yang
suatu situasi tertentu, sehingga warga
bertujuan supaya masyarakat menaati
tidak punya pilihan lain kecuali mematuhi
hukum, menghasilkan sebuah kepatuhan.
hukum. Memang dengan menggunakan
Ada kemungkinan bahwa kegiatan atau
cara ini, tercipta suatu situasi dimana
usaha tersebut justru menghasilkan sikap
warga masyarakat terpaksa melakukan
dan tindakan yang bertentangan dengan
atau tidak melakukan sesuatu (Soekanto,
tujuannya.
2010)
kegiatan
atau
Misalnya,
usaha
kalau
ketaatan
terhadap hukum dilakukan hanya dengan
Dalam
rangka
memaksimalkan
mengetengahkan sanksi-sanksi negatif
pengawasan dan penegakkan hukum
yang berwujud hukuman apabila hukum
dalam
dilanggar,
menghilangkan
maka
mungkin
warga
mengurangi
bahkan
aktivitas
pengeboman
masyarakat hanya taat saat ada petugas
ikan di Perairan Teluk Lampung, maka
saja. Cara coercive seperti ini yang akan
aparat penegak hukum melakukan upaya-
menghasilkan ketaatan yang semu di
upaya dengan melakukan operasi patroli
masyarakat,
gabungan
juga
akan
menimbulkan
antar
instansi,
melakukan
anggapan bahwa hukum dan penegak
penyuluhan dan pembinaan kepada para
hukum sebagai suatu yang menakutkan.
nelayan baik pelaku bom ikan maupun
Cara-cara lain yang dapat diterapkan
nelayan dan masyarakat pesisir lainnya,
adalah cara yang lunak (persuasion),
sosialisasi mengenai aturan hukum dan
dengan tujuan agar warga masyarakat
sanksi yang dikenai apabila melakukan
dapat
tindakan
mengetahui
dan
memahami
yang
melanggar
hukum, sehingga ada kesesuaian dengan
penggunaan
nilai
penangkapan ikan dan penggunaan alat
yang
dianut
oleh
masyarakat.
Caranya dengan melakukan penyuluhan dan
sosialisasi
sehingga
secara
berulang
menimbulkan
kali suatu
bom
ikan
seperti dalam
tangkap yang tidak ramah lingkungan. Aparat
hukum
selain
harus
memberikan sanksi yang tegas bagi yang
penghargaan tertentu terhadap hukum
melakukan
(cara
sebutan
melakukan pembinaan terhadap nelayan
agaknya
dan masyarakat pesisir agar aktivitas
menyudutkan warga masyarakat adalah
pengeboman ikan yang sudah secara
ini
pervasion).
dikenal Cara
dengan
lain
yang
pelanggaran
juga
harus
turun temurun dilakukan ini tidak lagi dilakukan
yaitu
pelatihan
dan
dengan
memberikan
pengetahuan
b. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung memiliki peranan
tentang
nyata dan peranan yang dianjurkan
pengembangan ekonomi produktif kreatif
dalam pelaksanaan tugas pokok dan
nelayan dan masyarakat desa pesisir
fungsinya salah satunya adalah dengan
melalui pengembangan hasil-hasil laut
mealkukan pembinaan, penyuluhan
dan pariwisata misalnya. Hal ini sebagai
serta koordinasi. Selain itu juga konflik
upaya yang dapat dilakukan oleh nelayan
peranan dalam penanganan konflik
apabila sedang musim paceklik dengan
antara nelayan yang menggunakan
melalui
paguyuban
bom ikan dengan yang tidak melalui
nelayan
sehingga
atau
kelompok
pengembangan
ekonomi kreatif ini dapat terus berjalan dan berkembang.
Dit Polair Polda Lampung sudah
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Penangkapan dengan menggunakan bom ikan merupakan tradisi yang ilegal secara hukum dan tergolong tradisi yang disfungsional atau kebiasaan yang tidak baik dari masa lalu yang
Perairan
patroli pengawasan dan upaya penegakan hukum di perairan namun
jumlah
ketersediaan
personil armada
serta tidak
sebanding dengan luas wilayah yang dijaga. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penggunaan bom
dan
pesisir
ikan oleh nelayan di Perairan Teluk
Lampung
belum
Lampung, maka peneliti memberikan
nelayan Teluk
terjalin cukup baik dalam hal
itu
dipertahankan.
masyarakat
c. Koordinasi yang dilakukan oleh DKP Provinsi Lampung, TNI AL dan
4. KESIMPULAN DAN SARAN
tetap
issue tentang pengeboman ikan
Selain
memiliki aturan yang dibuat oleh
saran antara lain yaitu:
masyarakat
untuk
a. Perlu pendekatan sosial ekonomi
melindungi sumberdaya alam dan laut
kepada masyarakat nelayan serta
yang dapat dijadikan kearifan lokal
program
untuk mencegah dan menghukum
pemecahan
pelaku pengeboman ikan.
melaksanakan
setempat
terpadu
sebagai
masalah
ini,
program
solusi dengan
berkaitan
dengan usaha penangkapan ikan
kesadaran bahwa penangkapan ikan
untuk pemenuhan ekonomi dengan
dengan menggunakan bahan peledak
tetap menjaga kelestarian ekosistem
adalah tradisi atau perilaku yang tidak
perairan. Program dari Pemerintah
baik
untuk meningkatkan taraf kehidupan
lingkungan
masyarakat pesisir (nelayan) dengan
mengganggu
mempermudah sistem penjualan ikan
sumberdaya
hasil tangkapan nelayan di tempat
Lampung.
pelelangan ikan, adanya perbaikan
c. Kunci
dan
merusak
penting
kelestarian
sehingga
akan
keberlanjutan laut
dari
di
Perairan
keberhasilan
mutu ikan yang dijual oleh nelayan
koordinasi antara dua instansi atau
agar
lebih adalah dengan menumbuhkan
siap
ekspor
sehingga
keuntungan nelayan jauh lebih besar
kepercayaan,
dengan
hasil
kepemimpinan serta kolaborasi yang
tangkapan bom untuk dapat dijual
baik. Ketiga hal tersebut dilakukan
(tidak laku ekspor), meningkatkan
demi terwujudnya koordinasi yang
ekonomi produktif kreatif masyarakat
baik diantara penegak hukum.
melarang
ikan
memiliki
jiwa
melalui hasil laut dan pengembangan pariwisata
terpadu
pembentukan
melalui
paguyuban
atau
kelompok nelayan sehingga dapat mewujudkan
terbentuknya
Desa
Maritim Terpadu. b. Diperlukannya
aturan
dari
masyarakat setempat sebagai suatu kearifan lokal untuk meminimalisir bahkan
menghilangkan
penggunaan
bom
ikan
tindakan dalam
penangkapan oleh nelayan dengan melakukan pendekatan yang dimulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah desa untuk memberikan
DAFTAR PUSTAKA Buzan, B. 1991. People, State, And Fear ; A Agenda For Internasional Security Studies In The Post Cold Era 2nd edition. London : Harvester Whatsheaf. Cohen, B. J. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Rineka Cipta. Jakarta. Creswell, J. W. 2013. Research Design: Pendekatan Kualitatif, kuantitatif, dan Mixed. Edisi Ketiga. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Crosby, C. F. 2008. A Leadership Guide For Combination Fire Departments. International Association of Fire Chiefs. Herdiansyah, H. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Cetakan Ketiga. Salemba
Humanika. Jakarta. ISBNN.978-6028555-25-8 Lopus, L. 2016. Building Organizations. BCW Blog.bcwinstitute.org
Trust in Institute.
Rahardjo, M. D. 2014. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa. Penerbit Mizan. Bandung Ritzer, G. 2005. Teori Sosial PostModern. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Soekanto, S. 2010. Sosiologi suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta. ISBN:979-421-009-9. Sundaya, Y. 2011. Analisis Keuntungan dan Peluang Penggunaan Alat Tangkap Legal dan Illegal di Kabupaten Indramayu. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sztompka, P. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Cetakan ke 5 Prenada. Jakarta. TARAM dan DKP Lampung. 2007. Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung. Provinsi Lampung. Taunuzi, I. 2015. Sat Polair, TNI AL dan DPKP Lampung Barat Tangkap Kapal Nelayan Pembom Ikan di Cagar Alam Laut Pesisir Barat. Dikutip melalui www.tribratanews.com diakses pada 28 Agustus 2016 pukul 19.20 WIB Trott, W., and Miles, E. 2011. Collaborative Working. Institute For Goverment. London. www.instituteforgoverment.org.uk Perundang-undangan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah
“Ordonnantie Tijdelijke Byzondere Strafbepelingen” (Stbl. 1948 No.17) dan undang-undang Republik Indonesia dahulu No.8 tahun 1948 Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, tentang senjata api dan bahan peledak.