Modul 1 Prinsip Dasar Komunikasi
Diklat Teknis Hubungan Masyarakat (Public Relations)
Eselon II
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat, standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja, kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan (SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan, perencanaan berkelanjutan dan sebagainya. Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor, perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung dalam anggota Technical Review Panel (TRP). Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer. Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelatihan di daerah masing-masing.
i
Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai sumber daya di daerahnya masing-masing. Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara berkelanjutan. Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan kebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik kepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.
ii
KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH
Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai. Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional. Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for Decentralization/ SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem, kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas (Capacity Building Action Plan/CBAP).
iii
Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS. Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri. Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspekaspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber. Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan. Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.
iv
DAFTAR ISI
Sambutan Deputy IV - LAN........................................................................................... i Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri ................................................iii Daftar Isi ........................................................................................................................ v BAB I
PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A. Deskripsi Singkat Modul.......................................................................... 1 B. Hasil Belajar............................................................................................. 1 C. Indikator Hasil Belajar ............................................................................. 1 D. Pokok Bahasan ......................................................................................... 1
BAB II
AKSIOMA DASAR KOMUNIKASI ........................................................ 2 A. Pembahasan.............................................................................................. 2 B. Rangkuman............................................................................................... 5
BAB III
HAKIKAT KOMUNIKASI MANUSIAWI A. Pembahasan.............................................................................................. 6 B. Rangkuman............................................................................................. 12
BAB IV
JENIS-JENIS KOMUNIKASI A. Pembahasan............................................................................................ 13 B. Rangkuman............................................................................................. 15
BAB V
KOMUNIKASI MASSA............................................................................ 16 A. Pembahasan............................................................................................ 16 B. Rangkuman............................................................................................. 20
Daftar Pustaka
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat Modul Modul ‘Prinsip Dasar Komunikasi’ ini membahas tentang aksioma dasar komunikasi, hakikat komunikasi manusiawi (human communications), jenis komunikasi, komunikasi dalam ranah privat dan ranah publik serta komunikasi massa yang menjadi dasar bagi komunikasi lembaga pemerintah daerah, yang memanfaatkan pendekatan hubungan masyarakat (public relations), kepada publik pemangku kepentingan (stakeholders). B. Hasil Belajar Setelah pelatihan, peserta latih diharapkan tahu dan memahami prinsip dasar komunikasi manusiawi yang menjadi dasar bagi komunikasi lembaga pemerintah daerah dalam memanfaatkan pendekatan hubungan masyarakat, kepada publik pemangku kepentingan. C. Indikator Hasil Belajar Setelah pelatihan, peserta latih diharapkan : 1. Mampu menjelaskan aksioma dasar komunikasi. 2. Mampu menjelaskan hakikat dasar komunikasi manusiawi. 3. Mampu menyebutkan jenis-jenis komunikasi. 4. Mampu membedakan komunikasi di ranah privat dan ranah publik. 5. Mampu menjelaskan fungsi komunikasi massa. D. Pokok Bahasan 1. 2. 3. 4.
Aksioma Dasar Komunikasi Hakikat Komunikasi Manusiawi Jenis Komunikasi Komunikasi Massa
1
BAB II AKSIOMA DASAR KOMUNIKASI
Setelah pelatihan modul ini, peserta latih diharapkan mampu menjelaskan aksioma dasar komunikasi sebagai dasar pijakan dalam melakukan komunikasi kepada publik.
A. Pembahasan Persoalan komunikasi yang paling menjadi perhatian adalah bagaimana komunikasi yang kita lakukan bisa efektif terhadap orang lain. Itu bisa berarti mencari dukungan, membina hubungan, mempengaruhi orang lain agar mau melakukan apa yang kita inginkan, menetapkan keputusan, meminta anggota masyarakat untuk melakukan program pemerintah, dan berbagai hubungan profesional lainnya. Sebelum kita membahas lebih jauh dan dalam berbagai hal tentang komunikasi ini, mari kita cermati terlebih dahulu mengapa komunikasi dapat berlangsung begitu rupa, diawali dengan membahas aksioma dasar komunikasinya. Istilah aksioma dipakai di sini untuk menunjukkan bahwa prinsip dasar ini merupakan hal yang hampir tak terbantahkan lagi kebenarannya. Aksioma dasar tersebut adalah: 1.
Segala yang kita lakukan adalah komunikasi Sangat tidak wajar jika kita berkomunikasi hanya karena ‘kita ingin berkomunikasi’, sehingga semua komunikasi memiliki tujuan, manfaat, dan secara sadar memiliki motivasi tertentu. Meski hal itu benar adanya, namun seringkali kita berkomunikasi tanpa kesadaran untuk melakukannya dan pada saat yang sama bahkan kita tak menginginkannya. Kapanpun kita terlibat dalam suatu situasi interaksi, kita pasti akan memberikan tanggapan. Bahkan, jika kita memilih untuk tidak menanggapi secara verbal atau kita memilih diam dan tak menggerakkan satu pun otot kita, maka itu pun sudah berarti sebuah tanggapan. Tanggapan tersebut, tentu saja, memiliki pesannya sendiri, juga dapat mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain, kita tidak dapat secara sukarela untuk berhenti bertingkah laku, karena perilaku tak memiliki lawan. Pada dasarnya, kita memperlihatkan banyak tanda (petunjuk) baik verbal maupun non-verbal sebagai bentuk komunikasi kita. Oleh karenanya, seberapa besar upaya kita, kita tak dapat untuk tidak berkomunikasi (we cannot not to communicate), karena seluruh perilaku kita adalah komunikasi dan memiliki nilai pesannya sendiri.
2
3
2.
Cara pesan disampaikan selalu mempengaruhi bagaimana pesan tersebut diterima Dalam berkomunikasi terdapat dua dimensi, yaitu dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi komunikasi berkaitan dengan tingkat data atau informasi dan menggambarkan perilaku yang diharapkan sebagai respon (tanggapan). Berlawanan dengan itu, dimensi hubungan komunikasi menunjukkan bagaimana pertukaran itu diterjemahkan, serta sinyal apa yang dipikirkan seseorang tentang orang lain. Misalnya kalimat, “Tutup Pintu!” Isi kalimat itu mengharapkan orang lain untuk melakukan suatu tindakan yaitu menutup pintu. Namun, kalimat tersebut bisa disampaikan dalam nada perintah, permohonan atau imbauan. Perbedaan cara menyampaikan itu akan menandakan hakikat hubungan antar peserta komunikasi. Berdasarkan caracara tersebut, kita memberikan petunjuk kepada orang lain tentang bagaimana kita memandang hubungan kita dengan orang tersebut.
3.
Komunikasi yang sebenarnya adalah pesan yang diterima, bukan yang diharapkan untuk diterima Siapapun bisa mendengar atau melihat pesan yang disampaikan oleh orang lain. Namun, persoalan dasarnya adalah apakah orang lain tersebut mengerti apa yang kita komunikasikan, sesuai dengan harapan kita. Di sini persoalan menjadi lebih rumit. Hanya pada pesan yang dimengerti itulah kita bisa menyebutnya sebagai komunikasi, bukan seberapa banyak kita melemparkan pesan.
4.
Cara kita memulai pesan seringkali menentukan hasil komunikasi Seringkali kita mengalami tanggapan yang tidak menyenangkan dari kawan komunikasi kita. Hal itu, seringkali, disebabkan oleh awal komunikasi yang kita lakukan. Pilihan kata dan nada suara pada awal komunikasi kita, dapat menyebabkan orang lain tersinggung dan menjaga jarak, bahkan menolak komunikasi kita. Sehingga keberhasilan komunikasi kita akan ditentukan oleh bagaimana kita memulainya.
5.
Komunikasi merupakan jalan dua arah, kita harus dapat memberi tidak hanya menerima. “Seorang pembicara yang baik (a good speaker) muncul dari seorang penyimak yang baik (a good listener).” Jika komunikasi kita ingin berhasil, maka kita tidak hanya menyampaikan komunikasi dengan jelas, namun kita juga harus menyimak komunikasi orang lain, sehingga komunikasi itu menjadi jelas. Pada akhirnya, pengertian dan kesepahaman akan didapat.
4 6.
Komunikasi adalah ‘tarian’ Komunikasi tidak hanya sekedar memberi dan menerima. Namun lebih dari itu, kita harus melakukannya bersama-sama. Suatu proses dua arah. Kita tidak bicara ‘kepada’ kawan bicara kita, namun kita bicara ‘dengan’ mereka. Oleh karenanya, tidak akan ada komunikasi yang sama. Karena pengalaman komunikasi kita dengan mereka akan berbeda setiap saat. Seperti sebuah tarian bersama, maka semua penari harus menyelaraskan gerakannya agar terlihat indah, tidak atas kemauan pribadinya sendiri.
Dari pemahaman mengenai kenyataan dalam berkomunikasi di atas, dapat dirumuskan hal-hal yang harus disadari oleh seorang komunikator, jika ingin melakukan komunikasi dengan baik. Seorang komunikator harus sadar bahwa: 1. Komunikasi sebenarnya tidak akan pernah terjadi, kecuali jika ada khalayak yang mau melihat atau mendengar apa yang kita sampaikan. 2.
Kita tidak hanya berkomunikasi semata-mata melalui serangkaian kata-kata, tetapi juga melalui seluruh penampilan kita (fisik bangunan, penampilan petugas, penampilan media, dan sebagainya).
3.
Berkomunikasilah kepada khalayak dalam pengalaman mereka, jika ingin mereka perhatikan.
4.
Jika proses komunikasi ini menemui kesulitan, itu menjadi pertanda bahwa strategi kitalah yang salah, bukan pikiran khalayak yang salah.
5.
Dan jika akhirnya kita gagal dalam proses komunikasi tersebut, maka bukan sekedar kata-kata yang harus diperbaiki, melainkan semua pikiran atau pertimbangan di balik kata-kata tersebut.
6.
Sebelum mulai berkomunikasi, kita harus mengetahui persis apa yang diharapkan khalayak dari proses komunikasi tersebut.
7.
Komunikasi kita akan semakin efektif jika melibatkan nilai dan aspirasi khalayak.
8.
Jika yang kita nyatakan berlawanan dengan keyakinan, aspirasi, serta motivasi khalayak, maka hampir bisa dipastikan bahwa komunikasi kita gagal sama sekali.
9.
Yang menjadi masalah bukan yang ada dalam pikiran kita, melainkan apa yang diterima dan diserap oleh khalayak.
5 B. Rangkuman Aksioma komunikasi adalah prinsip-prinsip dasar dari kegiatan komunikasi, yang hampir tak terbantahkan lagi kebenarannya. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, setiap petugas PR lembaga pemerintah akan menjadi waspada dan berhati-hati dalam setiap perilakunya. Karena pada dasarnya setiap perilakunya merupakan proses simbolik yang melibatkan pemberian makna oleh orang lain. Sehingga penting bagi setiap petugas PR lembaga pemerintahan untuk menjaga kualitas dan kemampuan komunikasi diri agar dapat menjaga kualitas citra lembaga.
BAB III HAKIKAT KOMUNIKASI MANUSIAWI
Setelah pelatihan modul ini, peserta latih diharapkan mampu menjelaskan hakikat dasar komunikasi manusiawi sehingga bisa melakukan komunikasi yang efektif dan efisien.
A. Pembahasan Dengan melihat aksioma dasar komunikasi pada modul sebelumnya, maka kita bisa menyatakan bahwa komunikasi manusia itu adalah proses simbolik yang melibatkan pemberian makna oleh masing-masing peserta komunikasi. Dengan cara pandang demikian, kita akan melihat implikasi yang terjadi dari proses komunikasi tersebut. 1.
Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan komunikasi Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kita sulit melakukan komunikasi, yaitu: a. Kurangnya informasi atau pengetahuan (tidak bisa menentukan dengan tepat fokus komunikasi). b. Tidak menjelaskan prioritas dengan gamblang (tidak bisa menjelaskan mana yang paling penting diantara sejumlah hal). c. Tidak menyimak (bukan hanya mendengar, tetapi juga meresapkannya dalam kesadaran diri serta melibatkan diri dalam proses komunikasi tersebut). d. Tidak memahami sepenuhnya dan tidak mengajukan pertanyaan. e. Dalam mengambil keputusan, terlalu menaruh prasangka (hanya berpikir berdasarkan apa yang baik bagi dirinya). f. Tidak memahami kebutuhan orang lain. g. Tidak memikirkannya dalam-dalam, terlalu cepat menarik kesimpulan. h. Kehilangan kesabaran, membiarkan diskusi berubah menjadi ajang debat kusir. i. Waktu yang singkat (tidak cukup waktu untuk mempertimbangkan dan memahami cara berpikir orang lain). j. Suasana hati yang buruk. Demikianlah, jika salah satu atau lebih faktor di atas terjadi dalam komunikasi kita, maka bisa dipastikan komunikasi kita akan menjadi berat dan sulit. Lebih jauh lagi, komunikasi kita berpotensi untuk gagal (communication breakdown). Sejumlah hal akan kita alami jika ini terjadi.
6
7
2.
Akibat Kegagalan Komunikasi Jika kegagalan komunikasi terjadi, maka ada sejumlah masalah yang akan muncul sebagai implikasinya, yaitu: a. Kegagalan berusaha. b. Kehilangan niat baik (kegagalan komunikasi terbawa dalam perasaan sehingga memunculkan kecurigaan). c. Menurunkan citra perusahaan/lembaga. d. Tidur berkurang (karena tegang dan dipikirkan terlalu dalam). e. Antusiasme berkurang (malas untuk melakukan komunikasi selanjutnya). f. Kesalahan, ketidakefektifan kerja. g. Produktifitas berkurang dan bermalas-malasan. h. Harga diri dan kepercayaan diri menurun. i. Frustrasi dan rasa permusuhan yang memuncak. j. Ketidaksukaan staf kepada pimpinan. k. Kreatifitas berkurang. l. Semangat kerja dan kekompakan tim berkurang. m. Ketidakhadiran dan apatisme atas pekerjaan.
3.
Saringan/filter dalam berkomunikasi Agar kesulitan komunikasi bisa dihindari, selain faktor yang bisa menyulitkan, maka kita harus mewaspadai sejumlah filter yang secara potensial bisa menghambat komunikasi tersebut, yaitu: a. Evaluasi yang terlalu dini (menilai tanpa bekal informasi yang cukup). b. Ada hal lain dalam benak anda (tidak berkonsentrasi dan cenderung membagi perhatian pada hal lain). c. Kecenderungan untuk cepat mengambil kesimpulan (keterburu-buruan sebelum semua informasi lengkap diterima dan ditelaah). d. Prasangka (munculnya stereotype/praduga yang bisa menyebabkan sikap diskriminatif). e. Pikiran anda mudah menerawang (sulit berkonsentrasi dan cenderung memanjakan imajinasi daripada memperhatikan komunikasi orang lain). f. Tidak perhatian (tidak memberikan kadar perhatian yang memadai untuk komunikasi yang sedang dihadapi). g. Asumsi-asumsi (kita adalah seperti yang kita pikirkan. Kita berpikir, bersikap dan berperilaku seperti apa yang ingin kita pikir, sikap dan perilakukan). h. Berada dalam situasi penuh tekanan/stress. i. Kemampuan mendengar yang lemah (tidak melulu melihat siapa yang berbicara, tetapi lebih menekankan pada apa yang dibicarakan). j. Memiliki rentang perhatian yang singkat. k. Gangguan pendengaran. l. Gagasan-gagasan yang tak dapat diubah (sulit merubah sikap dasar, yang bisa kita lakukan adalah mencoba mengarahkan sikap dasar pada sikap lain yang masih dalam jalurnya).
8 4.
Perbedaan antara apatis, empatik dan simpatik Dengan melihat pada saringan-saringan yang dihadapi, maka ada suatu sikap dasar dalam berkomunikasi yang penting untuk dikuasai yaitu sikap empatik. Sikap empatik ini, sering disebut dengan prinsip platina (platinum principle), untuk menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari sikap simpatik, yang sering disebut sebagai prinsip emas (golden principle). Sementara yang harus dihindari adalah sikap apatis. Berikut pengertiannya masing-masing: a. Apatis “Aku sama sekali tidak perduli” Kita tidak dapat berkomunikasi dalam waktu lama atau dengan sangat baik terhadap seseorang yang sama sekali tidak mempedulikan apapun yang kita katakan. b. Simpatik Kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan. c. Empatik Kita memperlakukan seseorang sebagaimana orang tersebut ingin diperlakukan. Sebagai contoh, misalnya si A, adalah seorang suami yang bekerja sepanjang siang dan malam. Ia keluar rumah pukul 06.00 pagi dan baru kembali ke rumah pukul 21.00 malam. Begitu setiap hari dilakukannya. Pada Selasa pagi, badannya agak meriang, hidungnya tersumbat, dan batuk kecil mulai sering terdengar. Jika si B adalah istri A, apa yang harus dilakukan B? Jika B apatis, tentu B akan acuh tak acuh saja dan membiarkan suaminya terbaring di tempat tidur. Jika B simpatik, B akan menyediakan sop hangat, lalu meminta A memakannya, tidak lama B membawakan obat flu, berikutnya menawarkan air hangat untuk mandi serta berbagai tawaran dan permintaan yang menurutnya ‘begitulah seharusnya’ orang yang sakit flu. Jika B empatik, maka B akan bertanya terlebih dahulu apa yang diinginkan A hari itu, dan B akan membiarkan pilihan A karena bisa jadi dengan kondisi A saat itu merupakan kesempatan yang mahal baginya untuk bisa beristirahat dan tidur seharian. Bagaimana? Jelas bagi Anda, kenapa sikap empatik lebih tinggi nilainya dari sikap simpatik? Sikap seperti inilah yang cocok diterapkan dalam komunikasi yang mengandung kesetaraan gender. Karena komunikasi seperti ini, menempatkan siapapun dalam perspektif harus kita pahami dengan informasi yang cukup, jika komunikasi kita ingin efektif, tak peduli apapun atribut sosialnya, termasuk perbedaan gender.
9 5.
Prinsip dasar konsep menang-menang (win-win solution) jika menghadapi konflik Sebelum menguraikan bagaimana melakukan konsep “menang-menang” jika menghadapi konflik, terlebih dahulu akan dikemukakan tiga cara pandang terhadap konflik, yaitu: a.
Cara Pandang Tradisional Dalam cara pandang ini, konflik adalah sesuatu yang buruk, merugikan dan menghancurkan. Oleh karena itu, sebaiknya dihindari.
b.
Cara Pandang Manusiawi Dalam cara pandang ini, konflik dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena pada dasarnya manusia itu berbeda. Jadi konflik tidak dihindari, tetapi dihadapi, namun jangan mengundang konflik. Dalam perspektif ini, setiap perbedaan berpotensi menjadi konflik. Perbedaan gender, perimbangan kekuasaan, dan anggaran pusat-daerah, kelas sosial, dan banyak perbedaan lainnya.
c.
Cara Pandang Interaksionis Cara pandang ini melihat konflik sebagai sesuatu yang bukan hanya wajar, namun baik dan perlu. Sehingga ketiadaan konflik justru meresahkan. Cara pandang seperti inilah yang relevan dengan konsep ‘manajemen konflik’, karena di dalamnya akan terdiri dari tidak hanya bagaimana menyelesaikan konflik, namun juga merekayasa konflik untuk tujuan menguatkan organisasi atau hubungan yang terjadi.
Dalam menghadapi konflik, ada beberapa cara yang biasanya dipilih, yaitu: a.
Menghindar Cara ini umumnya biasa berada dalam cara pandang tradisional.
b.
Mengalah (Akomodatif) Di sini kita memilih untuk mementingkan kepentingan orang lain dan meminimalkan kepentingan kita sendiri. Dengan begitu, yang terjadi adalah ‘kalah-menang,’ dimana kita adalah pihak yang kalah.
c.
Bersaing (Kompetitif) Di sini kita memilih untuk bersaing/berkompetisi dan berusaha untuk menjadi pemenang, yaitu menempatkan kepentingan kita sebagai yang utama, dan meminimalkan kepentingan orang lain. Dengan begitu yang terjadi adalah ‘menang-kalah,’ dimana kitalah yang menjadi pemenang.
10 d.
Berkompromi Di sini kita memilih untuk sama-sama mengalah dengan pihak lain yang berkonflik dengan kita. Dengan begitu yang terjadi adalah ‘kalah-kalah,’ dengan kedua belah pihak menjadi pihak yang kalah.
e.
Memecahkan Masalah (Problem Solving) Di sini kita memilih untuk sama-sama menempatkan kepentingan pihak lain sebagai pemenang. Dengan kata lain, kedua belah pihak bersepakat untuk ‘menang-menang.’
Agar prinsip menang-menang itu terwujud, maka perlu dilakukan cara-cara berikut ini: a. Saling menghargai, tidak bersifat ego-sentris, baik atas dasar kekuasaan, gender, atau pendidikan. b.
Mencari persamaan dasar, kepentingan apa yang bisa mempertemukan tujuan bersama.
c.
Menetapkan kepentingan, keinginan, dan kekhawatiran bersama.
d.
Jika perlu, definisikan kembali permasalahan atau hal yang tidak disepakati.
e.
Memusatkan perhatian pada suatu hasil yang dapat diterima semua pihak.
f.
Memberikan pilihan-pilihan dan tetap fleksibel atas kemungkinan untuk berubah.
g.
Biarkan pikiran Anda selalu terbuka, terutama atas alternatif-alternatif penyelesaian dari kedua belah pihak.
h.
Bersikap positif, tidak negatif.
i.
Bekerjasama menyelesaikan masalah.
j.
Hapus kata ‘tetapi’ dari kosa kata Anda. Orang lain pasti akan tidak nyaman jika Anda selalu menyatakan ‘tetapi’ atas pendapatnya.
k.
Jika pendekatan Anda tidak berhasil, gantilah. Jangan putus asa untuk mencoba argumentasi baru yang lebih meyakinkan.
l.
Tarik napas panjang. Barangkali itu akan membuat ketegangan Anda mengendur.
11 6.
Tingkah laku yang dapat mempengaruhi situasi komunikasi menjadi sulit atau tidak Dengan memperhatikan pembahasan sebelumnya, maka dalam berkomunikasi sebaiknya kita membuat situasi komunikasi menjadi menyenangkan bagi pihak lain yang berkomunikasi dengan kita. Kita berusaha agar tingkah laku kita dalam berkomunikasi, tidak membawa kita ke dalam situasi komunikasi yang menyulitkan. Berikut perbedaan antara tingkah laku yang menolong dan yang tidak menolong terhadap situasi komunikasi yang menyenangkan.
7.
a.
Tingkah laku menolong 1) Memusatkan pembicaraan hanya pada satu topik. 2) Bersabar. 3) Menjelaskan apa yang sedang didiskusikan dan mengapa. 4) Menyimak. 5) Menghormati pendapat orang lain. 6) Membuka segala keluhan dan permasalahan. 7) Ingin mencapai kesepakatan. 8) Memusatkan perhatian pada apa yang Anda setujui. 9) Memusatkan perhatian pada apa yang Anda berdua harapkan.
b.
Tingkah laku tidak menolong 1) Bertahan pada pendapat sendiri. 2) Tidak siap untuk mengakui bahwa orang lain memang benar. 3) Menginterupsi. 4) Semua orang bicara pada saat yang bersamaan. 5) Sasaran tidak jelas. 6) Berteriak, marah. 7) Terlalu cepat mengambil kesimpulan. 8) Memaksakan “cara penyelesaian” kita kepada orang lain. 9) Memusatkan diri hanya pada kepentingan sendiri.
Deadly sin dalam sebuah kegiatan komunikasi Jika kita coba rangkum dari apa yang telah kita perbincangkan tentang komunikasi ini, maka kita akan menemukan sejumlah hal yang benar-benar harus kita hindari agar komunikasi kita tidak mengarah kepada ketidakefektifan. Maka, bolehlah hal-hal yang harus kita hindari itu kita sebut sebagai ‘dosa mematikan’ (deadly sin) dalam sebuah kegiatan komunikasi. a. Mengevaluasi (menghakimi orang lain). b. Menghibur (yang malah membuat komunikasi menjadi tidak terfokus). c. ‘Coba-coba jadi Psikolog’ atau menjuluki, mudah memberikan penilaian terhadap orang lain. d. Memberikan pernyataan yang sarkastik atau menyindir. e. Mengajukan pertanyaan yang berlebihan. f. Mengatur dan ‘menuntun,’ mengarahkan perbincangan hanya ke arah yang kita inginkan. g. Mengancam atau memberikan tekanan berdasar kekuasaan yang dimiliki.
12 h. i. j. k.
Memberikan nasihat yang tidak diminta. Bersikap tersamar atau ambigu yang membuat orang lain bingung menetapkan komunikasinya. Tidak mau membagi informasi. Mengalihkan (memindahkan obyek pembicaraan karena tersudut).
B. Rangkuman Sikap dasar dalam berkomunikasi yang penting untuk dikuasai adalah sikap empatik. Sikap empatik ini, sering disebut dengan prinsip platina (platinum principle), untuk menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari sikap simpatik, yang sering disebut sebagai prinsip emas (golden principle). Sikap seperti inilah yang cocok diterapkan dalam komunikasi yang mengandung kesetaraan gender. Karena komunikasi seperti ini menempatkan siapapun dalam perspektif harus kita pahami dengan informasi yang cukup jika komunikasi kita ingin efektif, tidak peduli apapun atribut sosialnya, termasuk perbedaan gender. Sementara yang harus dihindari adalah sikap apatis. Dalam menghadapi konflik, ada beberapa cara yang biasanya dipilih, yaitu: menghindar, mengalah (akomodatif), bersaing (kompetitif), berkompromi, memecahkan masalah (problem solving). Agar prinsip menang-menang itu terwujud, maka perlu dilakukan cara-cara berikut ini: Saling menghargai, tidak bersifat ego-sentris, baik atas dasar kekuasaan, gender, atau pendidikan; Mencari persamaan dasar, kepentingan apa yang bisa mempertemukan tujuan bersama; Menetapkan kepentingan, keinginan, dan kekhawatiran bersama; Jika perlu, definisikan kembali permasalahan atau hal yang tidak disepakati; Memusatkan perhatian pada suatu hasil yang dapat diterima semua pihak; Memberikan pilihan-pilihan dan tetap fleksibel atas kemungkinan untuk berubah; Biarkan pikiran Anda selalu terbuka, terutama atas alternatifalternatif penyelesaian dari kedua belah pihak; Bersikap positif, tidak negatif; Bekerjasama menyelesaikan masalah; Hapus kata ‘tetapi’ dari kosa kata Anda. Orang lain pasti akan tidak nyaman jika Anda selalu menyatakan ‘tetapi’ atas pendapatnya; Jika pendekatan Anda tidak berhasil, gantilah. Jangan putus asa untuk mencoba argumentasi baru yang lebih meyakinkan; Tarik napas panjang. Barangkali itu akan membuat ketegangan Anda akan mengendur.
BAB IV JENIS-JENIS KOMUNIKASI
Setelah mengikuti pelatihan modul ini, peserta latih mampu menyebutkan jenis-jenis komunikasi sehingga dapat memilih komunikasi yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
A. Pembahasan Memahami cakupan dan ruang lingkup dunia komunikasi, dapat memberikan gambaran dan membuka wacana kita mengenai tindakan komunikasi yang dapat ditempuh, untuk mencapai tujuan kita. Jika ditinjau dari komponennya, lingkup komunikasi terdiri dari: 1. Komunikator 2. Pesan 3. Media 4. Komunikan 5. Efek Jika misalnya seorang petugas humas suatu propinsi melakukan jumpa pers, menjelaskan tentang rencana pilkada di daerahnya, maka: 1. Komunikator adalah petugas humas. 2. Pesan adalah informasi rencana pilkada. 3. Media adalah komunikasi langsung, tatap muka. 4. Komunikan adalah para jurnalis. 5. Efek adalah para wartawan mengerti tentang penyelenggaraan pilkada yang akan datang. Jika ditinjau dari bentuknya, maka komunikasi dapat terbagi menjadi: 1. Komunikasi personal, yang terdiri dari komunikasi interpersonal, dan komunikasi antar personal. 2. Komunikasi kelompok, yang terdiri dari komunikasi kelompok kecil dan kelompok besar. 3. Komunikasi massa, yang terdiri dari media cetak, radio siaran, dan televisi. Dalam contoh jumpa pers tadi, maka bentuk komunikasi yang dipakai adalah komunikasi kelompok.
13
14 Jika dilihat dari sifatnya, maka komunikasi dapat dibagi menjadi: 1. Komunikasi tatap muka. 2. Komunikasi bermedia. 3. Komunikasi verbal, yang terdiri dari lisan dan tulisan. 4. Komunikasi non verbal, yang terdiri dari isyarat badaniah dan gambar. Dilihat dari sifatnya, acara jumpa pers itu adalah komunikasi tatap muka. Jika dilihat dari metode yang digunakan, maka kegiatan komunikasi dapat dibagi menjadi: 1. Jurnalistik 2. Public Relations (hubungan masyarakat) 3. Advertising (periklanan) 4. Pameran 5. Publisitas 6. Propaganda 7. Perang Urat Syaraf 8. Penerangan Dilihat dari metodenya, maka acara jumpa pers itu adalah acara public relations (hubungan masyarakat). Jika dilihat dari teknik yang digunakan, maka komunikasi dapat terbagi ke dalam: 1. Komunikasi informatif 2. Komunikasi persuasif 3. Komunikasi instruktif 4. Hubungan Manusiawi Dilihat dari tekniknya, maka acara jumpa pers itu dikategorikan komunikasi informatif. Jika dilihat dari tujuannya, maka komunikasi memiliki beberapa kategori untuk: 1. Perubahan sikap 2. Perubahan pendapat 3. Perubahan perilaku 4. Perubahan sosial Dilihat dari tujuannya, acara itu untuk perubahan pendapat, dalam artian agar para jurnalis itu menjadi lebih tahu dibanding sebelumnya tentang penyelenggaraan pilkada di daerah tersebut.
15 Jika dilihat dari modelnya, maka komunikasi dapat dibagi kedalam: 1. Komunikasi satu tahap 2. Komunikasi dua tahap 3. Komunikasi multi tahap Sedangkan dilihat dari modelnya, maka yang terjadi adalah model komunikasi satu tahap, yaitu komunikasi tatap muka petugas humas dengan para jurnalis. Jika dilihat dari bidang-bidang yang melatar belakangi, maka komunikasi dapat dibagi menjadi: 1. Komunikasi sosial 2. Komunikasi manajemen 3. Komunikasi perusahaan 4. Komunikasi politik 5. Komunikasi interpersonal 6. Komunikasi antar budaya 7. Komunikasi pembangunan 8. Komunikasi lingkungan 9. Komunikasi tradisional 10. Komunikasi cyber Sementara dari bidang yang melatarbelakanginya, acara tersebut adalah perwujudan komunikasi politik. B. Rangkuman Terdapat sejumlah hal yang benar-benar harus kita hindari agar komunikasi kita tidak mengarah kepada ketidakefektifan. Hal-hal yang kita sebut sebagai ‘dosa mematikan’ (deadly sin) dalam sebuah kegiatan komunikasi itu adalah: Mengevaluasi; Menghibur; Coba-coba jadi Psikolog; Memberikan pernyataan yang sarkastik; Mengajukan pertanyaan yang berlebihan; Mengatur dan ‘menuntun;’ Mengancam atau memberikan tekanan; Memberikan nasihat yang tidak diminta; Bersikap tersamar atau ambigu; Tidak mau membagi informasi, dan; Mengalihkan.
BAB V KOMUNIKASI MASSA
Setelah pelatihan modul ini, peserta latih diharapkan mampu menjelaskan fungsi komunikasi massa dan membedakan komunikasi di ranah privat dan di ranah publik.
A. Pembahasan Pengertian Komunikasi Massa menurut Jallaludin Rakhmat adalah jenis/bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim, melalui media cetak maupun elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Suatu proses yang melukiskan bagaimana komunikator menggunakan teknologi media massa secara proporsional guna menyebarluaskan pengalamannya melampaui jarak untuk mempengaruhi khalayak dalam jumlah yang banyak. Sehingga jelas bahwa komunikasi massa memiliki komponen-komponen sebagai berikut: 1. Komunikator komunikasi massa. 2. Pesan komunikasi massa. 3. Media komunikasi massa. Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media yang memiliki ciri khas, kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak dan serentak (pers, radio, televisi dan film). 1.
Khalayak komunikasi massa.
2.
Filter/regulator komunikasi massa. Regulator adalah lembaga atau individu yang mewakili lembaga berwenang untuk memberi perhatian atau tekanan kepada media masa. Bedanya dengan filter, regulator berada di luar lembaga media massa. Filter utama yang dimiliki khalayak adalah indera yang dipengaruhi tiga kondisi: a. Budaya. b. psychological (frame of reference dan experience). c. physical/fisik (internal dan eksternal).
3.
Gatekeeper Gatekeepers dapat berupa seseorang atau kelompok yang dilalui oleh suatu pesan dari pengirim ke penerima. Fungsi utamanya adalah menyaring pesan
16
17 yang diterima seseorang dikomunikasikan. 4.
dan
menyeleksi
isi
pesan
yang
akan
Feedback. Umpan balik yang diberikan penerima pesan kepada penyampai pesan adalah feedback. Terdiri dari internal feedback, eksternal feedback, representatif feedback, kumulatif feedback, kuantitatif feedback, institusional feedback.
Setiap komponen di atas memiliki sifat-sifat yang berbeda dari jenis komunikasi lainnya. Karena itu, kita dapat melihat ciri-ciri khusus dalam komunikasi massa, yaitu: 1.
Komunikasi massa berlangsung satu arah Ini berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.
2.
Komunikator pada komunikasi massa melembaga Misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi, karena media yang digunakannya adalah suatu institusi, maka dalam menyebarkan pesan mereka bertindak atas nama lembaga. Berarti sejalan dengan kebijaksanaan (policy) surat kabar atau stasiun televisi yang diwakilinya.
3.
Pesan pada komunikasi massa bersifat umum Mereka tidak akan menyiarkan pesan yang tidak menyangkut kepentingan umum.
4.
Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Mereka memiliki kemampuan untuk menyebarkan pesan secara serempak dan diterima khalayak secara serempak pula.
5.
Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen Dalam keberadaannya, komunikan terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling kenal dan memiliki beragam perbedaan seperti lokasi, jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan sebagainya.
Jika dilihat dari sisi masyarakat, maka media massa memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan mereka. Yosehp R. Dominick, dalam bukunya Dynamics of Mass Communication menyebutkan fungsi komunikasi massa tersebut, terdiri dari: 1.
Pengawasan Hal ini mengacu pada peran berita dan informasi bagi masyarakat. Orangorang media, yakni para wartawan surat kabar dan majalah, reporter radio dan televisi, koresponden kantor berita, dan lain-lain berada dimana-mana di seluruh belahan bumi demi mengumpulkan informasi untuk masyarakat. Pengawasan yang diberikan dapat terbagi ke dalam dua bentuk pengawasan:
17
18 a.
Pengawasan peringatan Bentuk ini terjadi jika media menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman letusan gunung api, tsunami, gempa, kondisi ekonomi, inflasi, dan keamanan negara.
b.
Pengawasan instrumental Bentuk ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna untuk kehidupan sehari-hari. Berita tentang harga kebutuhan di pasar, produk anyar, dan pertunjukan/acara suatu wilayah adalah contoh-contoh dari pengawasan ini.
2.
Interpretasi Yang erat kaitannya dengan fungsi pengawasan adalah fungsi interpretasi. Di sini, media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai peristiwa tertentu. Karena itu di negara maju yang pers-nya sudah diakui keampuhannya dalam menjalani fungsi ini, sering dijuluki sebaga the watchdog. Anjing penjaga yang menggonggong apabila pemerintah/perusahaan/organisasi ingkar terhadap janji mereka pada masyarakat.
3.
Hubungan Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perorangan. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku seseorang, baik yang positif konstruktif maupun yang negatif destruktif, yang apabila diberitakan oleh media massa, maka segera seluruh masyarakat mengetahuinya. Jadi, orang-orang yang memiliki kesamaan, tetapi terpisah secara geografis dapat dihubungkan dengan media massa.
4.
Sosialisasi Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (values). Media massa menyajikan penggambaran masyarakat. Dan dengan membaca, mendengarkan, dan menonton, maka seseorang dapat mempelajari bagaimana perilaku dan nilainilai yang penting.
5.
Hiburan Fungsi ini memang jelas pada media televisi, film, dan rekaman suara. Namun media seperti surat kabar dan majalah, walaupun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, namun rubrik-rubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita pendek, atau bergambar.
18
19
Bahkan saat ini media massa sudah ada yang mengkhususkan fungsinya menyampaikan hal-hal yang dapat menghibur khalayaknya. Hal lain yang perlu dipahami dari komunikasi massa ini adalah pengertian ranah privat (private domain) dan ranah publik (public domain). Kedua hal ini umumnya sering disalahartikan. Orang beranggapan bahwa ranah privat berarti informasi-informasi yang sifatnya pribadi. Sehingga tidak harus atau tidak penting untuk menjadi milik masyarakat luas. Sedangkan ranah publik berarti informasi-informasi yang sifatnya harus diketahui publik. Sehingga kita tidak boleh menahan informasi tersebut, apapun alasannya. Pemahaman di atas salah. Karena pengertian ranah privat dan ranah publik sebenarnya tidak mengacu pada ‘sifat informasi’ yang dimiliki media massa. Namun kepada ‘sifat kepemilikan medium’ yang digunakan pengelola suatu media massa tersebut. Ranah privat mengacu kepada kepemilikan pribadi atas media massa. Dengan kata lain, media cetak merupakan ranah privat, karena pengelola media memproduksi dan memiliki sendiri koran/majalah tersebut sebagai medium mereka. Misalnya: pemilik Majalah Gatra adalah pemilik tidak hanya lembaga usahanya, tetapi juga fisik majalah tersebut sampai khalayak membelinya sehingga kepemilikan fisik menjadi berpindah tangan. Sedangkan ranah publik mengacu kepada kepemilikan publik. Dengan kata lain, media radio dan televisi merupakan ranah publik, karena pengelola media hanya memiliki isi siarannya. Namun udara atau frekuensi yang dipakai radio dan televisi sebagai medium penyiarannya adalah milik publik. Misalnya: pemilik Trans TV hanyalah memiliki lembaga usaha dan isi penyiaran, tetapi ferekuensi radio yang digunakan bukanlah miliknya, melainkan milik publik yang diwakili oleh pemerintah. Karena itulah ranah publik selalu menuntut pengelola siaran untuk menaati peraturan dan mendapatkan ijin terlebih dahulu-dari publik yang diwakilkan pemerintah, sebagai pemilik medium-untuk menggunakan ranah ini. Selain itu, pengelola siaran juga dituntut untuk mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat agar dapat merebut hati dan perhatian mereka. Hal ini harus dilakukan agar isi siaran yang telah mereka buat tidak terbuang sia-sia. Sementara pemerintah yang -diwakilkan lembaga tertentu- harus berperan sebagai wakil publik atau filter/regulator, untuk menyaring kepentingan pengelola media yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
19
20 B. Rangkuman Komunikasi massa adalah suatu proses yang melukiskan bagaimana komunikator menggunakan teknologi media massa secara proporsional guna menyebarluaskan pengalamannya melampaui jarak untuk mempengaruhi khalayak dalam jumlah yang banyak. Hal lain yang perlu dipahami dari komunikasi massa adalah pengertian ranah privat (private domain) dan ranah publik (public domain). Ranah privat mengacu kepada kepemilikan pribadi atas media massa. Dengan kata lain media cetak merupakan ranah privat, karena pengelola media memproduksi dan memiliki sendiri koran/majalah tersebut sebagai medium mereka. Sedangkan ranah publik mengacu kepada kepemilikan publik. Dengan kata lain, media radio dan televisi merupakan ranah publik, karena pengelola media hanya memiliki isi siarannya, namun udara atau frekuensi yang dipakai radio dan televisi sebagai medium penyiarannya adalah milik publik.
20
DAFTAR PUSTAKA
Booher, Dianna., Speak with Confidence: Prestasi Luar Biasa yang Informatif, Inspirasional dan Penuh Daya Bujuk., Jakarta: BIP, 2004 Gudykunst, William B and Joung Yun Kim., Communicating with Strangers: An Intercultural Communication Approach, 4th Ed., NY: McGraw Hill, 2003 Littlejohn, Stephen W., Theories of Human Communication. Eight edition, USA: Wads Morrth, 2005 Syuaib, M. Fauzie., Materi Pelatihan Penyuluhan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan., Jakarta: Pemda DKI, 2003 Uchjana, Onong., Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990 Vissalo, Wanda., Speaking with Confidence: A Guide for Public Speakers., Ohio: F&W publications, 1993
21
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.