SALAM REDAKSI TAMU DARI SUARA ‘AISYIYAH
SAJIAN UTAMA Dakwah penuh empati, sering lebih efektif ketimbang langkah dakwah yang mengandung hawa permusuhan dan kekerasan. Mengapa demikian?
TANYA JAWAB AGAMA Bagaimana hukum hewan sembelihan yang diniatkan untuk selamatan?
DIALOG Prof DR Komaruddin Hidayat mengatakan, Islam itu tegas tapi harus bersikap santun dan cerdas. Apa maksudnya?
Assalamu’alaikum wr. wb. Pembaca yang terhormat, beberapa waktu yang lalu, Suara Muhamamdiyah mendapat kehormatan menerima tamu dari pimpinan Suara ‘Aisyiyah yang baru. Anggota pimpinan yang baru saja mendapat SK dari PP ‘Aisyiyah untuk mengelola majalah tertua kedua di Indonesia setelah Suara Muhamamdiyah ini, hadir di kantor Suara Muhammadiyah untuk berbagi pengalaman. Rombongan yang dipimpin oleh Ibu Shoimah Kastolani ini menanyakan banyak hal tentang bagaimana upaya mengembangkan majalah, majalah resmi Persyarikatan seperti Suara Muhammadiyah. Dengan apa adanya anggota Redaksi yang dipimpin oleh Redaksi Pelaksana menjawab pertanyaan yang diajukan oleh para tamu. Pimpinan Perusahaan Suara Muhammadiyah yang hadir, dengan penuh semangat mempromosikan percetakan Muhammadiyah yang baru saja dipimpinnya. Suasananya pun menjadi hangat dan penuh keramahan. Kedua pihak dapat saling belajar. Itulah makna penting silaturahim pagi itu. Semua mendapat manfaat dari pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu. Demikianlah, sampai jumpa edisi mendatang. Wassalamu’alaikum wr. wb. REDAKSI
KALAM Bagaimana sesungguhnya akhlak manusia utama dalam bermasyarakat?
MENU 04 TAJUK RENCANA 07 SAJIAN UTAMA 12 BINGKAI 17 TANYA JAWAB AGAMA 21 TAFSIR AL-QUR’AN 23 HADITS 24 DIALOG 27 PEDOMAN 31 KHUTBAH 35 DINAMIKA PERSYARIKATAN 39 LAZIS 43 KALAM 44 HUMANIORA 46 SAKINAH 50 WAWASAN 56 SOHIFAH
SUARA SUARAMUHAMMADIYAH MUHAMMADIYAH11 09/ /97 97| |11- -15 15JUNI MEI 2012
3
TAJUK RENCANA
MENYIKAPI PERBEDAAN DENGAN KEARIFAN
P
erkembangan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia yang berubah dinamis semakin ditandai oleh hadirnya berbagai macam paham, aliran, pandangan, dan sikap hidup dari yang moderat hingga serba ekstrem. Demikian pula dalam pandangan-pandangan keagamaan, termasuk di lingkungan umat Islam. Pemikiran-pemikiran yang serba ekstrem (ghuluw) bahkan mewarnai dinamika perkembangan paham dan aliran di kalangan umat Islam, dari yang ultra-konservatif hingga ultraliberal, yang satu sama lain tidak jarang saling berhadap-hadapan secara ekstrem pula. Masing-masing tentu memiliki dalil atau argumentasi sendiri yang dipahami sepenuh keyakinan. Sejauh tetap dalam koridor dua sumber utama ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah yang maqbulah, serta bingkai ijtihad yang memang dibenarkan dalam manhaj pemikiran Islam, tentu diharapkan keragaman paham dan aliran itu menjadi khazanah kekayaan umat Islam untuk maju dan berkembang. Jika ternyata menyimpang, bias, dan jauh dari kebenaran yang otentik dari koridor Islam diharapkan pula untuk saling berjiwa besar memperbarui atau mengoreksi diri. Lebih-lebih dalam pemikiran, sejak pertumbuhan Islam terutama pasca Salafus Shalih, selalu terjadi keragaman sehingga melahirkan berbagai macam mazhab dan golongan. Karenanya itu yang diperlukan dalam menghadapi keragaman pemikiran Islam dan aliran itu sungguh diperlukan kearifan untuk menyikapinya dari semua pihak, lebih-lebih dari mereka yang saling berseteru paham secara berhadap-hadapan. Kearifan itu melambangkan kecerdasan dan kedewasaan yang ditunjukkan oleh sikap saling memahami, tasamuh (toleransi), dan mengayomi dalam perbedaan. Alangkah baik pula untuk saling bermuhasabah atau mengoreksi kelemahan pemikiran masing-masing. Karena setiap pemikiran biasanya tidaklah absolut benar maupun absolut salah seratus persen. Dalam pemikiran yang diyakini benar, terkandung celah kesalahan. Sebaliknya dalam pemikiran yang dipandang salah, tidak jarang terkandung celah kebenaran. Sungguh tidak arif dan tidak menunjukkan akhlak Islami yang utama manakala dalam menghadapi perbedaan itu dikedepankan kekerasan. Kekerasan bahkan dapat mencoreng keutamaan dan keelokan Islam sebagai agama yang mengajarkan damai, adil, ihsan, dan serba kebaikan yang utama. Sepanas apa pun kepala, hati harus tetap dingin. Ketika tidak setuju dengan pandangan pihak lain, diutamakan mengedepankan dialog atau adu pemikiran secara damai sebagaimana diajarkan Islam dalam bermujadalah, yakni bermujadalah bi-latiy hiya ahsan, selain dengan al-hikmah dan al-mauihdah al-hasanat (An-Nahl: 125). Tatakrama atau sopan-santun berdialog dan berargumentasi pun sungguh elok manakala dikedepankan ucapan-ucapan dan kalimat-kalimat yang luhur, baik lisan maupun tulisan. Kalimat setan-menyetankan dan sesat-menyesatkan menjadi kurang bijak dan kian menambah panas dalam menghadapi perbedaan paham dan pemikiran. Sikap kasar, keras, dan panas kepala hanya akan memicu atau membenarkan tindakan-tindakan kekerasan. Sebaliknya sikap terlalu yakin diri tanpa muhasabah, juga hanya akan menunjukkan arogansi atau sikap congkak, yakni suka menolak kebenaran dari orang karena dianggap lawan dan menyepelekan orang lain karena dipandang lebih bawah atau lebih bodoh. Akhirnya lahirlah kekerasan versus kekerasan dalam berbagai macam bentuk, dari kata-kata dan tulisan hingga sikap dan tindakan. Semoga umat lebih-lebih para tokoh dan cerdik-pandai di kalangan umat Islam di negeri ini semakin menunjukkan kematangan atau kedewasaan yang kian arif dalam menyikapi banyak hal, termasuk perbedaan paham dan pemikiran. Para pemimpin dan ulama bahkan akan menjadi suri teladan yang baik atau uswah hasanah yang akan diikuti umat manakala memelopori kearifan dalam menyikapi situasi yang paling tidak menyenangkan sekalipun. Paham yang menyimpang dari sumber utama ajaran Islam dan ranah ijtihad tentu harus diluruskan lewat cara-cara yang ihsan, bukan dengan kekerasan. Di situlah makna keutamaan kearifan dan keteladanan. HNs PENASIHAT AHLI: H Din Syamsuddin, HM Amien Rais. PEMIMPIN UMUM: H Ahmad Syafii Maarif. WAKIL PEMIMPIN UMUM: HA Rosyad Sholeh. PEMIMPIN REDAKSI: H Haedar Nashir. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: HM Muchlas Abror. PEMIMPIN PERUSAHAAN: Didik Sujarwo. DEWAN REDAKSI: HA Munir Mulkhan, Sjafri Sairin, HM Sukriyanto AR, Yusuf A Hasan, Immawan Wahyudi, M Izzul Muslimin. REDAKSI PELAKSANA: Mustofa W Hasyim. STAF REDAKSI: Amru HM, Asep Purnama Bahtiar, Deni, Ahmad Mu'arif. SEKRETARIS REDAKSI: Isngadi Marwah. TATA LETAK/ARTISTIK: Dwi Agus M., Amin Mubarok, Elly Djamila. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN: Zuly Qodir. ARSIP & DOK: H Aulia Muhammad, A Nafian, EDITOR BAHASA: Imron Nasri, Ichwan Abror . IKLAN/PEMASARAN: Deni Asy’ari.
SM 11-2012 COVER: Amin Mubarok
ALAMAT REDAKSI/TATAUSAHA: Jalan KH Ahmad Dahlan 43 Yogyakarta 55122 Telp. (0274) 376955 Fax. (0274)411306 SMS: 081904181912 E-mail:
[email protected] Web: www.suara-muhammadiyah.com Terbit 2 kali sebulan. Harga langganan/eceran 1 nomor Rp. 12.500,- +ongkos kirim untuk: - Sumatera dan Bali Rp.500,- Kalimantan dan Sulawesi Rp.1.500 ,- NTT, NTB, Maluku dan Indonesia Timur Rp.2.500,Berlangganan sekurang-kurangnya 3 bulan (6 nomor) bayar di muka. "SM" menerima sumbangan tulisan dari para pembaca. Panjang tulisan 3-7 hal A4, diketik dua spasi penulis harus mencantumkan alamat lengkap, no. telp., dan no. rekening. Semua naskah masuk menjadi milik Suara Muhammadiyah dan tidak akan dikembalikan.
WARTAWAN "SUARA MUHAMMADIYAH"
Melaksanakan Dakwah Islamiyah Amar Makruf Nahi Munkar. Dirintis KHA. Dahlan sejak tahun 1915 PENERBIT: Yayasan Badan Penerbit Pers "Suara Muhammadiyah" SIUPP: SK. Menpen RI No. 200/SK/Menpen/SIUPP/D.2/1986, tanggal 26 Juni 1986, Anggota SPS No. 1/1915/14/D/ 2002 // ISSN: 0215-7381
BANKERS: BNI Trikora Rek. No. 0030436020 BRI Katamso Rek. No. 0245.01.000264.30.7 BRI Cik Ditiro Rek. No. 0029.01.000537.30.6 Giro Pos Rek. No. 550 000200 1 Bank Niaga Syariah Rek. No. 520-01-00185-00-4 BPD Rek. No. 001.111.000798 BNI Syariah Rek. No. 009.2196765 Bank Muamalat Rek. No. 531.0000515 Shar-E Rek. 902 69924 99 an. Drs. H Mulyadi Mandiri Syariah Rek. No. 7033456737 an. Suara Muhammadiyah Dicetak: Cahaya Timur Offset Telp. (0274) 376730, 380372
TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER
SUARA PEMBACA KEMBALI KE SEKOLAH MUHAMMADIYAH “Nduk Ibu tahu teman-teman kamu semua masuk negeri. Kamu pun bisa kok. NEM (Nilai Ebtanas Murni) mu tinggi. Tapi, tolonglah... bantu Bapak dan Ibu, masuklah sekolah Muhammadiyah. Gak apa-apa ya Nduk?” Itu kata-kata dari orangtua Hanum Salsabila Rais (Amien Rais) yang tertulis dalam bukunya “Menapak jejak Amien Rais (2010: 25). Sebagaimana gadis seusianya kata-kata orangtuanya belum sepenuhnya dia mengerti. Yang dia pikirkan adalah sebuah kebanggaan bagi orangtua ketika dia diterima di sekolah negeri. Tapi luar biasa apa yang dilakukan oleh Amien Rais dan istrinya. Sebagai orang tokoh Muhammadiyah memberikan contoh untuk para anggota dan simpatisan Muhammadiyah lainnya. Apa jadinya sekolah Muhammadiyah jika tidak dipercaya orang Muhammadiyah sendiri. Selama ini ada yang mungkin berfikir bahwa maju mundurnya sekolah Muhammadiyah diserahkan sepenuhnya ke manajemen di sekolah. Tanpa keterlibatan dari pengurus yayasan. Kalau dalam bahasa bapak kiai dakwah itu terbagi menjadi dua, yaitu dakwah bil hal (dengan perbuatan ) dan dakwah bil lisan (dengan lisan). Masih menurut bapak Kiai, masyarakat akan lebih mudah menerima dakwah yang sifatnya perbuatan dibanding sebatas lisan saja. Mungkin badingannya bisa dua kalil bahkan lebih. Beberapa pengurus Muhammadiyah memang sangat membantu dalam proses sosialisasi Muhammadiyah dan ke masyarakatan, mereka melakukan itu. Sayangnya masih banyak dari mereka yang melakukan sebatas dakwah bi lisan.
Sedangkan dakwah bil hal hanya bertolak belakang. Ada di antara mereka yang lebih nyaman menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah negeri. Mungkin tidak salah kalau ini sama pentingnya dakwah bil hal kepada masyarakat di sekitar untuk lebih mempercayai sekolah negeri dibandingkan sekolah Muhammadiyah. Melaksanakan sekolah Muhamma-
Akan terasa indah jika kader-kader Muhammadiyah bersama-sama membesarkan amal usahanya dengan dakwah bil hal. Di antara yang mungkin dilakukan adalah dengan menyekolahkan putraputriny di sekolah Muhammadiyah dan meminimalisir kebijakan dari sekolah negeri (yang dipercayakan kepada anggota Muhammadiyah) yang akan merugikan sekolah Muhammadiyah. Faozi Latif SH.I Alumni DPD IMM Jawa Barat Guru SMK Muh Karangpucung, Cilacap, Jateng.
TENTANG SIMPOSIUM KALENDER
diyah untuk bersaing dengan sekolah negeri, akan menjadi beban yang bertambah berat tanpa dakwah bil hal dari anggota dan pengurus Persyarikatan. Di sisi lain beberapa kader terbaik Muhammadiyah yang bertugas (menjadi kepala sekolah) di sekolah negeri seakan menjadi pesaing dari sekolah Muhammadiyah yang ada di sekitarnya. Hal itu mungkin dengan melakukan serangkaian kebijakan yang merugikan sekolah swasta (Muhammadiyah) yang ada. Di antara yang mungkin terjadi adalah menambah rombel dan siswa, yang berimbas penurunan sekolah Muhammadiyah secara kuantitatif.
Muhammadiyah telah mengadakan Simposium Internasional tentang Penyatuan Kalender Islam Internasional. Sehubungan dengan itu perlu langkah dan sosialisasi intensif. Terutama tentang pentingnya penggunaan hisab sebagai satu-satunya cara untuk mewujudkannya. Kami menyarankan PP Muhammadiyah dapat membiayai Majelis Tarjih bersama dengan SM Studi Banding ke Arab Saudi menjalin kerja sama dengan kalender Ummul Qura, dan di sana ikut serta melakukan pengkajian langsung di lapangan dalam proses penentuan Awal Ramadlan dan Hari Raya 1433 H, serta sembari dapat menyosialisasikan Kalender Hijriyah Muhammadiyah dengan Pemerintah Arab Saudi. Hasil kerja sama ini disajikan dalam penerbitan SM dan televisi. Demikian semoga ada manfaatnya, atas perhatian kami ucapkan terima kasih. Ir H Ispandi Noor Jamaah Masjid Istiqamah Kandangan, Kalimantan Selatan.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
5
SAJIAN UTAMA
MENJADI MUSLIM EMPATI
Menjalankan Akhlakul Karimah Dalam Kehidupan Kalau kamu bingung di suatu daerah, bertanyalah pada seorang pandu, kalau tidak ada, bertanyalah pada seorang pelajar. Mereka akan pasti membantu. Nasihat itu tampaknya cocok dan biasa dikerjakan pada era tahun 1940-an. Namun, kalau sekarang kita bingung jangan pernah dekati seorang pelajar, karena bisa-bisa mereka sedang tawuran.
K
alimat di atas boleh jadi sekedar guyonan yang disebabkan seringnya aksi tawuran antar pelajar. Pelajar yang dahulu pernah menjadi solusi suatu masalah telah terdegradasi menjadi sumber masalah. Demikian pula dengan kaum Muslim. Idealnya, saat melihat ada rombongan kaum santri yang memakai seragam resminya (koko putih, berjubah, berpeci, atau malah bersorban) hati siapapun akan tenteram. Masalah yang sedang kita hadapi akan dapat terpecahkan oleh pertolongan mereka. Paling tidak kita tidak akan merasa sendiri. Bukankah seorang Muslim (apalagi yang memakai “pakaian resmi” kemusliman) diharuskan menjadi penolong siapapun dan makhluk apapun yang tengah menghadapi kesulitan? Konon ada seorang pelacur yang diampuni seluruh dosanya karena rela memberi minum seekor anjing yang kehausan. Nabi Muhammad saw pernah bersabda, innama buistu liutammamima makarimal akhlak. Bahwasanya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak. Kalau kita cermati, dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang berbicara tentang akhlak melebihi ayat yang berbicara tentang ibadah maupun akidah. Ini berarti Islam sangat menaruh perhatian pada reformasi akhlak manusia. Namun, Islam sebagai agama yang mengutamakan perbaikan akhlak ini saat ini cenderung tidak popular. Sekelompok kecil umat Islam yang bersuara keras telah mengubah segalanya. Citra Islam yang penuh empati rusak
6
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
oleh kegarangan kelompok ini dalam menegakkan syari’ah Islam. Cara-cara yang ditempuh kelompok kecil ini sering kali mengabaikan etika akhlak yang islami. Semua sudah tahu untuk merusak, membakar, dan menyerbu suatu tempat yang sekalipun sudah diketahui sebagai sarang maksiat ada aturannya di negeri ini. Apalagi menyerbu tempat diskusi ataupun tempat pengajian kelompok dan organisasi Islam lain. Namun masih saja ada sekelompok kecil umat Islam yang menonjolkan atribut ke-Islamannya terkesan sangat suka bertindak di luar koridor hukum. Kiat sering mendengar sekelompok Islam tertentu senang membubarkan diskusi kelompk Islam lain. Namun kita juga sering mendengar kelompok Islam yang mengklaim diri sebagai kelompok toleran juga terus merestui bahkan menyuruh warganya membubarkan pengajian juga membakar pesantren kelompok Islam yang lain juga. Sering juga kita temui para mubaligh yang berceramah dengan nada tinggi, materi yang disampikan juga sarat dengan muatan provokasi bahkan menghasut serta membakar emosi jamaah. Maksudnya mungkin untuk menunjukkan penuhnya semangat. Namun, yang terdengar malah seperti orang yang sedang marah-marah. Parahnya, ini terjadi di sembarang pengajian. Di pengajian pimpinan yang pendengarnya terbatas serta terseleksi mungkin masih bisa dimengerti. Namun kalau juga disampaikan di arena pengajian umum yang jamaahnya sangat beragam pasti akan menyisakan masalah di kemudian hari. Apakah Islam tidak bisa disyiarkan dengan penuh kesantunan, dengan nada yang lembut dan menyenangkan hati? Mengapa kita harus selalu tampil garang padahal nabi menyuruh kita agar selalu berlaku lembut, bukankah sekedar meninggikan nada suara saja kita dilarang oleh Al-Qur’an? Sungguh suatu bencana apabila ada sekelompok santri berjalan semua toko dan rumah warga yang bakal dilalui mengunci pintu karena ketakutan. Sungguh suatu bencana apabila ada warga masyarakat yang malah berlari ketakutan ketika didekati orang-orang yang memakai baju ke-Islaman. Dan ini sudah terjadi di berbagai belahan negeri dengan jumlah kaum muslim terbesar di dunia ini. Bahan dan tulisan: isma
SAJIAN UTAMA
KEGARANGAN HANYA
MERUSAK CITRA ISLAM “Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai” (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
K
endati Islam mengajarkan hidup bersih, namun beberapa puluh tahun yang lalu, Islam sering diidentikkan dengan kekumuhan. Masjid yang kotor penuh puntung rokok, kamar kecil masjid yang jorok, santri yang gudigen (penyakit kulit yang terjadi karena kurang menjaga kebersihan), mukena kusam dan apek, sarung yang kumal dan berbau, sorban yang tidak jelas warna dan motifnya adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan gaya hidup umat Islam masa itu. Ini sungguh merupakan suatu ironi yang nyata karena pada saat itu hampir semua umat Islam hafal pada mahfudhad annadhafatu minal iman ataupun annadhafatu sathrul iman. Kebersihan itu bagian dari keimanan. Namun, seorang Kiai pasti kumuh dan berbau, seorang santri pasti jorok dan tubuhnya penuh gudig. Zaman telah berganti, saat ini kendati masih ada beberapa kelompok umat Islam yang belum bisa meninggalkan budaya kekumuhan itu, mayoritas umat Islam Indonesia sudah berhasil menjalankan gaya hidup yang bersih dan rapi sesuai ajaran Nabi Muhammad. Karena Allah itu indah sangat menyukai keindahan. Islam adalah agama yang mengajarkan semua hal yang baik. Ketika budaya Arab jahiliyah dan budaya bangsa lain yang sewaktu dengan zaman itu penuh dengan budaya kekerasan dan kegarangan, Islam datang dengan penuh kelembutan. Kalau budaya pada masa itu suami boleh memukuli istri yang bersalah seperti layaknya petinju yang meng-
hajar lawannya, Islam mengatur hal itu. Kalau sudah sangat terpaksa suami tetap boleh memukul istrinya tetapi tidak boleh di wajah dan juga tidak boleh sampai meninggalkan bekas. Walau begitu dalam banyak riwayat juga disebutkan kalau Nabi Muhammad sangat tidak senang melihat praktik pemukulan suami pada istrinya, Nabi pasti menegurnya. Di samping itu juga tidak pernah ada satu riwayat pun yang menyebutkan Nabi pernah memukul istri atau anaknya. Kepada budak yang jelas telah melakukan kesalahan Nabi juga tidak memukulnya. Di dalam Al-Qur’an juga disebut agar manusia senantiasa berlaku lemah lembut kepada sesamanya. Namun, saat ini satu ironi juga kembali terjadi. Saat ini Islam lebih dikenal sebagai biang keonaran akrab dengan budaya yang penuh dengan kegarangan. Setidaknya kesan itu akan muncul manakala kita mencermati pemberitaan di media massa yang ada di Indonesia. Puluhan lasykar Islam dari berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia seakan silih berganti tampil dalam pemberitaan tentang kekerasan dan bentuk pamer otot yang lain. Belum lagi berita tentang penggerebegan teroris yang lagi-lagi juga selalu dikaitkan dengan Islam. Hampir anggota lasykar yang terlibat aksi selalu mengatakan bahwa yang dilakukan adalah bentuk nahyi munkar, memberantas kemaksiatan, atau menegakkan hukum Allah yang sedang diinjak-injak kelompok lain. Sebuah tujuan yang mulia memang. Namun, banyak pula anggota masya-
rakat yang justru merasa tidak nyaman. Bahkan ketakutan pada aksi kaum yang mengaku “ansharu syari’ah” ini. Mungkin semua itu karena ulah media yang sekedar mengejar rating dan oplag tanpa memerhatikan dampak ikutannya. Jika kita memperhatikan, memang banyak berita di media massa, “membantu” pencitraan Islam yang bernada negatif. Islam ditampakkan sebagai sebuah agama yang garang, pro kekerasan, dan hanya mau menang sendiri. Mungkin, citra ini benar adanya pada beberapa kelompok kecil Islam yang melakukan tindakan dan penyikapan dengan model ini. Sayangnya, citra yang dibangun itu cenderung berlebihan, berorientasi pasar, dan menggelapkan wajah Islam yang lain; wajah Islam yang ramah, damai, dan toleran kepada yang lain. Secara tidak langsung media “membantu” sekelompok kecil umat Islam yang suka me-minhumkan orang lain dengan cara menyakitkan seperti memukul fisik dan mengkafirkan sesamanya ini. Media memang tidak membantu dengan pernyataan tertulis yang berisi dukungan sikap. Tapi, media “membantu” memasarkan sikap dan perilaku kelompok tersebut. Inilah yang mendorong merebaknya hal tersebut di seluruh wilayah RI. Seperti halnya kasus pembunuhan dengan mutilasi yang juga ditiru di mana-mana. Puluhan tahun silam, jumlah santri dan kiai yang jorok dan kumuh sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah umat Islam secara keseluruhan, namun
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
7
SAJIAN UTAMA kaum santri yang jorok dan kumuh itu sukses mewakili citra Islam di percaturan sosial masyarakat Indonesia. Demikian juga dengan kelompokkelompok Islam yang selalu tampil garang pada masa sekarang. Kelompok-kelompok kecil ini menurut Mantan Ketua MPR, Hidayat Nurwahid telah sukses merusak citra Islam. Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena ulah segelintir teroris rusaklah citra Islam se Indonesia. Hidayat Nur Wahid mengungkapkan bahwa aksi teroris yang terjadi selama ini bukan saja merugikan kemanusiaan secara universal, juga merugikan Islam. Agama Islam yang selama ini selalu mengajarkan kasih sayang dan toleransi juga menjadi korban aksi teroris. “Korban terbesar dari aksi teroris sebenarnya ialah Islam. Sebab, aksi teroris selama ini telanjur melekat kepada kaum Muslim. Dan citra agama Islam ikut hancur karena teroris,” Dalam catatan sejarah kegarangan dan kekerasan tidak pernah dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Berbeda dengan kelembutan dan kasih sayang. Kesabaran dan kasih sayang nabi Muhammad ketika menghadapi perlawanan kaum Quraisy setidaknya menggambarkan hal ini. Ketika pasukan Islam berhasil menaklukkan Makkah, semua orang kafir Makkah merasa akan dihancurkan dan dibantai tanpa sisa sebagai balasan tindakan mereka ketika menindas Nabi Muhammad dan para pengikutnya. Namun ketika Nabi mengumumkan bahwa hari itu adalah hari pengampunan dan menjadikan kota Makkah sebagai kota yang penuh kedamaian, kaum kafir Makkah dan para pimpinannya yang selama ini bersikeras menantang Nabi menyatakan ketaklukkanya secara sukarela. Kasih sayang Nabi Muhammad yang secara suka rela memaafkan kaum penentang utama ini secara tidak langsung telah menunjukkan betapa mulianya ajaran Islam yang diwartakan 8
oleh Nabi Muhammad kepada seluruh alam. Oleh karena itu, secara berbondong-bondong mereka menyatakan diri masuk Islam. Apa yang dilakukan Nabi Muhammad ini berbeda dengan perlakuan masyarakat terhadap kelompok Islam tertentu yang selama ini akrab dengan berita kekerasan di seluruh kota di Indonesia. Karena citranya telah terlanjur lekat sebagai kelompok Islam yang garang dan suka merusak serta menyerbu, kelompok Islam ini akhirnya ditolak di mana-mana. Bahkan berulang kali ada saja warga masyarakat yang mengusulkan dan menginginkan pembubaran kelompok ini. Menurut Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, DR. Hamim Ilyas, agama Islam pada dasarnya dapat dikatakan sebagai ajaran cinta. Tidak ada ruang kekejaman, kegarangan, dan kekerasan di dalam Islam. Memang di dalam AlQur’an ada disebut Allah pernah mengazab dan memusnahkan suatu kaum. Namun, azab Allah itu bukan karena kemarahan tetapi karena cinta, agar semua kehidupan bisa kembali suci dan seimbang. Dalam satu ceramahnya pada pengajian ramadlan PP Muhammadiyah, DR Hamim Ilyas memperkenalkan tauhid rahmatiyah. Tauhid cinta. Allah itu Maha Rahmat. Cinta Allah itu meliputi segala yang ada di dunia. Allah menentukan syari’ah, menghukum, mengatur manusia dan semuanya itu karena Allah mencintai kita semua. Oleh karena itu, Islam tidak sepantasnya berwajah garang dalam kehidupan. Seorang Muslim harus memancarkan jiwa welas asih kepada sesama. Siapa pun yang dekat dengan seorang Muslim harus merasa nyaman dan terlindungi. Apa yang diungkapkan Hamim Ilyas ini juga diungkapkan oleh Sukendar seorang kuli bangunan yang sekarang tinggal di Bantul yang bercerita tentang daerah asalnya yang tidak dia sebut, ”Saya itu sejak kecil
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
Islam dan lahir dalam keluarga Islam, namun saya merasa sangat iri dengan perilaku pendeta agama lain. Mereka itu kalau bertutur kata sangat lembut dan menyenangkan yang diajak bicara, mereka juga sangat rajin membantu kesusahan sesama tanpa membeda-bedakan. Beda dengan Kiai Islam yang sukanya hanya melarang ini dan itu. Apalagi sekarang, semakin kacau saja keadaannya. Kelompok preman memakai baju Muslim senang membuat kerusuhan di mana-mana. Jujur saja mas, meskipun saya Muslim yang tiap hari shalat, kalau lihat sekelompok orang berbaju Islam sedang konvoi di jalan, saya merasa miris, dan pasti menghindar daripada mendapat masalah.” Apa yang diungkapkan Sukendar boleh jadi juga dirasakan oleh umat Islam yang lain. Islam tidak pernah merestui umatnya melakukan kekerasan secara sembarangan, namun tiap hari selalu saja ada berita sekelompk umat Islam yang rajin melakukan kekerasan. Ada yang menyerbu dan membubarkan diskusi yang diangapnya menjadi forum untuk membenarkan hal yang dianggapnya salah dalam agama namun ada juga kelompok Islam lain yang melarang dan membubarkan pengajian yang dianggapnya menyalahkan hal yang dianggapnya benar dalam agama. Kalau kita selalu menampilkan wajah yang selalu garang dan cenderung suka menyelesaikan suatu masalah dengan kekerasan dapat dipastikan apa yang diharapkan RA Kartini di atas akan sangat sulit diwujudkan. Kalau dulu umat Islam pernah dicap sebagai kaum kumuh dan jorok jangan sampai sekarang dicap sebagai kaum garang yang suka memukul orang. Tetapi harus menjadi kaum yang membuat senang siapa pun yang dijumpainya, karena agama Islam adalah agama yang patut disukai oleh semua makhluk.• isma
Kelembutan Bisa Menaklukkan Hati Suatu hari terdengar suara adzan di sebuah kampung. Suara yang dilantunkan oleh seorang lelaki itu terdengar tidak bagus, apalagi diperkeras lewat pengeras suara yang kualitasnya buruk. Lagu adzan yang dipakai juga sangat tidak terkendali. Orang-orang kampung yang mendengar suara adzan yang buruk itu sebenarnya sudah lama protes kepada takmir. Mereka merasa tidak nyaman dengan suara adzan yang fals, lagu yang buruk dan pengeras suara yang asal keras itu. Tetapi, protes mereka tidak diindahkan oleh pengurus takmir.
P
ada saat suara adzan yang disuarakan tanpa keindahan sama sekali terdengar ini, di kampung ini baru kedatangan tamu orang luar. Dua orang. Seorang ayah dan anak gadisnya. Sang ayah bersedih. Sebab anak gadisnya mau masuk Islam. Siang itu sang gadis mengajak ayahnya untuk melihat kehidupan lelaki kampung yang dicintainya, dan yang akan dimintai untuk menuntunnya masuk Islam. Mereka baru akan masuk kampung itu. Mendengar suara dari pengeras suara masjid yang tidak mengenakkan telinga itu, sang gadis bertanya kepada ayahnya, ”Itu suara apa Yah?” “O, itu suara adzan.” “Adzan itu apa, Yah?” “Itu ajakan orang Islam untuk sembahyang.” “Tapi, kok buruk sekali dan suaranya menyakitkan telinga ya, Yah.” “Saya kurang tahu, memang begitulah keadaannya.” “Wah, kalau begitu saya tidak jadi masuk Islam ya, Yah. Orang mau mengajak bersembahyang saja suaranya menyakitkan telinga. Apalagi kalau mereka mengajak yang lain.” Tentu sang ayah gembira. “Silakan
kalau begitu. Mari pulang. Tidak usah berkunjung ke pacarmu.” Demikian kisah betapa kurang pasnya kita dalam berdakwah, sehingga menyebabkan orang luar tidak jadi masuk Islam. Adzan adalah ujung tombak dakwah kita. Ketika tidak digarap dengan baik, tidak digarap dengan indah dan tidak digarap dengan benar, bisa menyebabkan kegagalan dakwah itu sendiri. Kisah ini sering diulang-ulang disampaikan oleh Emha Ainun Nadjib dalam pengajian-pengajiannya di beberapa tempat. Kisah ini boleh jadi ada boleh jadi tidak ada. Tetapi intinya menunjukkan bahwa berdakwah tanpa peduli kepada perasaan orang lain, tanpa empati, tidak akan efektif untuk mengajak orang lain untuk mendekati dan masuk Islam. Kisah di atas bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Mesir. Ada seorang pastor Inggris yang selama 40 tahun menjalankan missi keagamaannya di negerinya. Suatu hari ia berlibur ke Mesir dan bergaul dengan orang-orang Muslim yang lembut hati dan ramah. Ia dengarkan suara adzan yang indah dan sangat menyentuh hati. Ia berbicara kepada orang Mesir tentang Islam. Dan kesimpulannya, Islam itu indah sekali.
Menurutnya, ajaran Islam sebenarnya sangat indah. “Tak benar Islam mengajarkan kekerasan. Jika Anda menyelami ajaran Islam, Anda akan menemukan ajaran agama ini benar-benar sangat indah, sangat lembut, dan manis,” katanya sebagaimana pernah dikutip oleh koran Republika. Pernah juga ada wisatawan Jepang berkunjung ke kampung Muslim. Ia berjalan menyusuri gang kampung, ngobrol, mengagumi keindahan arsitek di zaman kejayaan kerajaan Islam, yang kebetulan kampung itu pernah menjadi ibukota kerajaan Islam itu. Mereka mengagumi keramahan dan ketenangan suasana kampung yang ketika waktu shalat tiba terdengar suara adzan bersahut-sahutan dari berbagai penjuru. Musholla dan masjid yang cukup banyak pun melantunkan keindahan ajaran Islam ke udara. Kemudian malamnya mereka diajak makan malam yang halal dan thoyib, juga sangat lezat. Makanan tradisional yang resepnya peninggalan nenek moyang warga kampung itu. Lalu, mereka disuguhi musik tradisional yang lembut. Apa komentar salah seorang wisatawan yang kebetulan adalah dosen arsitek itu? “Kami merasa betulbetul seperti di surga,” katanya.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
9
SAJIAN UTAMA yang demikian sudah menjadi alat dakwah yang ampuh ketimbang ceramah keagamaan yang disampaikan secara berapiapi. Kiai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, juga meneladankan kepada kita tentang perlunya berlaku lembut, penuh simpati dan empati kepada siapa pun. Di dalam kompleks rumah Kiai, yang sekarang dijadkan museum, ada gambar berupa barang antik mirip tempat minum. Itu ternyata tempat air. Diriwayatkan, ketika Kiai Haji Ahmad Dahlan menerima tamu, beliau selalu membasuh tangan tamu dan kaki tamu dengan air sejuk dari tempat itu sebagai penghormatan beliau kepada para tamu. Kemudian dengan ramah dan lembuit tamu itu diajak ke ruang tamu untuk ngobrol. Lalu ketika waktu makan tiba, tamu itu diajak makan bersama, dan ketika waktu shalat tiba, tamu itu dipersilakan untuk membuka almari pakaian. Di almari itu tersedia busana muslim, sarung dan peci yang berbau harum. “Silakan dipakai untuk shalat,” kata Kiai. Ketika ada tamu iseng dan ingin menguji keikhlasan Kiai, ”Boleh kan baju dan sarung ini saya bawa pulang?” “Silakan, silakan, pakaian ini memang saya siapkan untuk sampeyan.” Dengan kelembutan dan keramahan perilaku Kiai Ahmad Dahlan yang demikian, banyak tamu, yang di antaranya adalah para ulama, yang kemudian menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Muhammadiyah. Di antaranya adalah Kiai Mas Mansur dan Buya AR Sutan Mansur. Kiai Haji Abdul Kahar Muzakkir, tokoh Muhamamdiyah yang termasuk pendiri Republik Indonesia, juga dikenal sangat lembut dan menghormati para tamu. Tidak peduli siapa tamu itu. Anak-anak, remaja, orang tua, orang kampung, saudara, orang luar yang tidak dia kenal sekalipun. Sebagai ikhtiar untuk menghormati tamu, ketika suatu hari istri beliau pas tidak di rumah, Kiai Abdul Kahar ini memasakkan sendiri suguhan untuk tamu-tamunya. Keahlian Mbah Dulkahar, demikian beliau disebut, adalah mendengarkan 10
orang lain berbicara dengan penuh simpati dan empati, dan keahlian mengisahkan pengalaman beliau selama bersilaturahmi dengan para tokoh Islam dan para tokoh llain di berbagai negara di dunia. Ketika waktu Lebaran tiba, rumahnya selalu penuh dengan tamu. Biasanya kalau waktu itu beliau baru dari luar negri, meluncurlah kisah yang unik, segar, dan mengharukan dari mulut beliau. Suasana Lebaran pun menjadi sangat berbeda. Kelembutan dan keramahan, dan perilaku penuh empati dan simpati yang demikian juga ditunjukkan oleh KH Ahmad Azhar Basyir, MA. Sebagai dosen Fakultas Filsafat UGM beliau banyak menerima tamu. Termasuk di antaranya adalah para wartawan. Ada seorang wartawan muda yang sangat terkesan dengan keramahan beliau. Sebagai seorang wartawan muda yang masih grogi kalau berhadapan dengan tokoh dia merasa nyaman dengan cara Pak Azhar memperlakukan dirinya. Justru wartawan itu yang dituntun untuk memahami masalah yang ingin ditanyakan. Wartawan itu dapat langsung mengenal ajaran Islam dan paham Muhammadiyah yang penuh kelembutan dan kesederhanaan beliau dalam berbicara dan berpendapat. Untuk menyampaikan pikirannya yang sangat maju pun Pak Azhar berhati-hati dan tidak meledakledak. Kelembutan dan keramahan identik dengan kemuliaan hidup. Mereka yang memilikinya akan selalu dikenang siapa saja yang pernah berjumpa dengannya. Kalau para pemimpin, termasuk para pemimpin agama, para muballigh, para da’i, para penggerak organisasi mau dan mampu meneladani Nabi dan para ulama terdahulu, barangkali suasana kehidupan sosial dan kehidupan keagamaan nasional kita akan dipenuhi dengan ketenteraman dan ketenangan. Ada kisah menyentuh, seorang ulama sedang menerima para tamu yang juga ulama terkenal. Pada waktu mereka tengah dengan hangat membicarakan kehidupan beragama dan perkembangan pondok pesantrennya, tiba-tiba datang
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
anak perempuan kecil yang wajahnya sedih di dekatnya. Ulama tadi langsung meningalkan tamu-tamunya yang terhormat untuk menyapa anak kecil tadi. Dengan ramah anak itu diajaknya berbicara lalu diajak masuk rumah dan diserahkan kepada istrinya untuk diajak makan pagi setelah wajah, tangan dan kakinya dibersihkan. “Siapa anak kecil tadi Kiai?” tanya seorang tamunya. “Dia anak yatim. Anak seorang kerabat saya yang beberapa bulan lalu meninggal.” Anak yatim kecil tadi, ketika dewasa selalu teringat pengalaman hidupnya yang iindah dan menenteramkan ketika ketemu Kiai besar itu. “Begitulah cara beragama yang benar, Nak,” katanya. Juga ada seorang kiai besar di Muntilan. Ketika malam larut, hujan deras lagi, ada tamu dua wartawan muda datang, dia pun menyambutnya dengan ramah. Suguhan kopi panas dan penganan hangat membuat tamunya nyaman. Apalagi kemudian dari mulutnya keluar kisah-kisah segar, lucu, dan kata-kata bernas. Ketika menjawab pertanyaan wartawan, wajahnya selalu berseri. Tidak menampakkan keletihan atau keengganannya menerima tamu di larut malam. Dengan kelembutan hati, para tokoh agama kita mudah menaklukkan hati siapa saja. Termasuk menaklukkan hati para ’musuh politiknya’. Banyak tokoh Islam misalnya, di tahun enampuluhan, dapat menaklukkan hati orang-orang komunis, dan mereka mau kembali kepada ajaran Islam karena mereka diperlakukan dengan lemah lembut. Ada anak muda yang memprotes dan bertanya, ”Mbah, mereka kan musuh kita, kenapa harus diperlakukan dengan lembut dan ramah. Kan mereka sudah berlaku kasar kepada kita, kenapa tidak kita hajar saja?” Apa jawaban tokoh agama yang berusia sepuh itu? “Nak, mereka juga manusia seperti kita. Sudah selayaknya mereka kita perlakukan sebagai manusia,” katanya membuat anak muda itu terharu dan mengakui kebenaran tindakan tokoh tua tadi. Bahan dan tulisan: tof
SAJIAN UTAMA BANYAK YANG ALAMI DISORIENTASI NILAI Drs Iman Chaerul Umam, MA. Sutradara film-film dakwah, Mantan Ketua Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah.
S
ekarang banyak manusia yang mengalami disorientasi nilai. Mereka salah dalam memegang motto hidupnya. Kemanusiaan mereka dikalahkan oleh nafsu akan benda-benda duniawi. Gejala menipisnya nilai kemanusiaan inilah yang sekarang kita hadapi. Para juru dakwah harus memahami hal ini, dan dapat mengembalikan manusia agar memiliki orientasi nilai yang benar. Lantas apa rujukannya? Kita perlu mengingat dan mengembangkan motto hidup sebagaimana pernah disampaikan oleh sahabat Nabi terpercaya dan jujur. Yaitu Umar bin Khattab. Dia pernah berkata begini, ”Jadikan dunia di tanganmu, bukan di hatimu.” Apa maksudnya? Pada saat ini banyak orang yang ’menuhankan’ harta benda. Harta adalah segala-galanya bagi mereka. Mereka merasa berkuasa atas dunia dan biasanya untuk memuaskan nafsu duniawi. Dari sanalah muncul kejahatan-kejahatan yang disebabkan oleh banyaknya harta yang dimiliki. Misalnya menyuruh membunuh orang lain, menyuap, dan semacamnya. Semua itu lantaran harta bersarang di hatinya. Kondisinya tentu berbeda jika harta tersebut ada di dalam genggamannya, maka hati nuranilah yang akan mengendalikan harta itu dimanfaatkan untuk kepentingan manusia lain. Mereka yang mengendalikan harta dan mampu menjaga hati nuraninya biasanya memiliki empati kepada orang lain. Mereka memiliki empati kepada penderitaan orang lain dan mereka ingin memanfaatkan hartanya untuk menolong orang lain yang menderita.
KEMBALI KEPADA HAKIKAT DAKWAH M Habib Chirzin, aktivis perdamaian internasional, Mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah.
K
ehidupan damai seperti yang kita cita-citakan sepertinya masih jauh. Sebab kita sering melihat bagaimana untuk menciptakan kedamaian orang justru mempergunakan kekerasan. Itulah yang terjadi di tengah kehidupan global atau dalam pergaulan kita secara nasional atau lokal. Banyak yang mempergunakan kekerasan sebagai alat untuik memecahkan masalah. Padahal kita semua tahu, kekerasan tidak dapat untuk memecahkan masalah. Kekerasan akan justru menimbulkan masalah baru, baik menimpa korban kekerasan maupun menimpa pelaku kekerasan itu sendiri. Juga dalam berdakwah, untuk menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar, kita melihat, kadang karena saking bersemangatnya, menjadi melupakan cara-cara yang ma’ruf, kadang melupakan cara yang penuh empati dan rasa kemanusiaan.
Melihat kenyataan seperti ini, saya berpendapat, inilah saatnya bagi kita untuk melihat apa hakikat dakwah itu sendiri. Hakikat dakwah adalah memanusiakan manusia sesuai dengan keluhuran hakikat keberadaannya sebagai ciptaan Allah. Yaitu posisinya sebagai ahsani taqwim. Maka dakwah yang afdhol adalah dengan perilaku dan keteladanan akhlaqul karimah. Yaitu dengan memuliakan sesama. Termasuk dengan melayani sesama dalam memenuhi kebutuhan pokoknya di bidang kesehatan dan kesejahteraannya. Oleh karena sekarang ini kemunkaran dan proses dehumanisasi bersifat struktural maka perlu kegiatan dakwah yang bersifat policy advocacy yang sistemik. Sudah saatnya dakwah diarahkan untuk membangun masyarakat ilmu dan membina peradaban. Untuk Muhammadiyah, apa yang dilakukan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) yang mendasarkan langkahnya pada makna dan spirit Al-Ma’un sudah tepat dan perlu kita dukung pengembangannya. Apalagi sasaran MPM adalah kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan dan nyaris terlupakan oleh para elit kita sendiri.
DAKWAH DENGAN EMPATI, PELUANGNYA BANYAK Tafsir, Sekretaris PWM Jawa Tengah, Pemegang Maarif Award.
P
eluang dakwah dengan sentuhan empati kemanusiaan untuk zaman seperti sekarang ini sesungguhnya selalu tersedia. Misalnya, penanganan kaum pinggiran seperti anak jalanan, menyediakan tempat usaha kepada pedagang kaki lima yang menganggur, menyantuni penderita AIDS dan narkoba dan sebagainya. Mengapa semua ini perlu dilakukan? Dakwah kepada kaum marjinal adalah perwujudan konkret penghargaan Islam atas nilai-nilai kemanusiaan. Islam ini diturunkan oleh Allah SwT ke bumi sebagai solusi atas masalah kemanusiaan yang muncul di dalam kehidupan manusia itu sendiri. Dalam bahasa Nabi, Islam diturunkan dan para Nabi diutus ke dunia adalah sebagai rahmatan lil’alamin. Sasarannya adalah ’alamin, semua isi alam semesta, bukan terbatas secara eksklusif kepada umat Islam saja. Jadi, langkah dakwah yang kita pilih untuk zaman ini adalah langkah dakwah yang solutif. Dakwah yang memecahkan masalah, bukan langkah dakwah yang justru menimbulkan masalah baru. Sebab masalah yang ada dan terus bermunculan ini rasarasanya semakin lama justru semakin banyak jumlahnya dan semakin meningkat kualitasnya. Dengan dakwah penuh empati, ada peluang bagi kita untuk mengurangi jumlah masalah yang hadir di tengah kehidupan aktual kita sekarang. Untuk menghilangkan semua masalah sungguh tidak mungkin, tetapi untuk mengurangi jumlah masalah itu tetap selalu mungkin. Di situlah letak peluang kita sebagai pelaku dakwah. Bahan dan tulisan: tof
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
11
BINGKAI
BERDAKWAH DENGAN EMPATI DR H HAEDAR NASHIR, MSI
Empati merupakan konsep psikologi yang menunjuk pada keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasikan dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Kalau dalam kehidupan sehari-hari ada pernyataan, rasakan apa yang orang lain rasakan, jangan paksakan apa yang kita rasakan. Jika kaki Anda sakit diinjak orang, maka jangan menginjak kaki orang lain. Berposisi dan berperan seperti posisi dan peran orang lain itulah yang disebut empati.
B
erdakwah dengan empati artinya mengajak orang lain pada kebaikan, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dengan sesuai alam pikiran dan keadaan pihak yang diajak. Jika masyarakat atau umat yang didakwahi kelompok miskin, dhu’afa, dan mustadh’afin maka pahamilah dan berdakwahlah dengan memahami cara berpikir, kondisi, dan masalah yang mereka hadapi. Akan berbeda dengan berdakwah di kalangan kelas menengah dan kalangan atas yang kehidupannya serba bercukupan. Namun kepada masyarakat mana pun berdakwah, maka pendekatan yang empati menjadi sangat penting. Pada dasarnya siapa pun orang atau kelompok orang ingin diperlakukan dengan baik. Mereka yang berada di jalan salah sekalipun, manusia itu tetaplah manusia, yang ingin diperlakukan dengan sikap yang baik, dihargai, dan diselami keberadaannya. Di sinilah pentingnya berdakwah dengan empati, tanpa harus kehilangan prinsip kebenaran ajaran Islam yang didakwahkan. Berdakwah tanpa harus mengacungkan telunjuk dengan nada garang dan marah. Lebih-lebih dengan bahasa serta tindakan yang vulgar dan kasar. Islam Rahmatan Lil-‘alamin Islam adalah agama wahyu yang sempurna dan paripurna. Menurut Tarjih Muhammadiyah, Ad-Din al-Islami: huwa maa syara’ahu Allah ‘ala lisani anbiyaaihi min al-awamir wa alnawahi wa al-isryadati li-al-shalah al-ibadi dunya-hum wa ukhrahum. Agama Islam ialah apa-apa yang telah disyariatkan Allah melalui perantaraan Nabi-nabi-Nya berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk-Nya untuk kebaikan hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat). Islam memiliki
12
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
landasan yang kokoh, karena sebagai agama yang diturunkan Tuhan (al-fitrah al-munajalah), kompatibel atau cocok sekali dengan hakikat dan potensi dasar manusia yang dianugerahi Allah fitrah beragama (al-fitrah al-maqbulah). Sehingga agama ini disebut sebagai agama fitrah atau agama hanif sebagaimana firman Allah yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Ar-Rum: 30). Islam sebagai agama fitrah memiliki misi yang utama, yakni menjadi rahmat bagi kehidupan alam semesta. Firman Allah dalam Al-Qur’an menyatakan, Wa ma arsalna-ka illa rahmatan lil’alamin, artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (Al-Anbiya: 107). Sebagai agama rahmat, Islam tidak hanya untuk manusia, tetapi memberi manfaat bagi kehidupan di alam raya seperti hewan, tumbuhan, lingkungan, dan lain-lain dalam relasi saling terkait antara hubungan dengan Tuhan (habluminallah), hubungan dengan sesama manusia (habluminannas), dan hubungan dengan semesta alam (hablumin al-’alam). Islam sebagai agama mengatur seluruh aspek kehidupan. Tetapi ada aspek-aspek kehidupan yang secara rinci diatur, ada yang sifatnya mujmal atau umum, dan bahkan ada yang diberikan keleluasaan manusia untuk mengaturnya. Hadits Nabi: “Antum a’lamu bi umuri dunyakum”. Al-muradu bi-amri aldunya...antum a’alum bi umuri dunyakum...huwa al-umuru’llati lam yub’ats li-ajliha al-anbiyaau” (yakni perkara-perkara/ urusan-urusan/pekerjaan-pekerjaan yang diserahkan
BINGKAI sepenuhnya kepada kebijakan-kebijakan manusia). Dalam hal ini terutama masalah-masalah mu’amalah-duniawiyyah, alashlu fil asyaaa (al-mu’amalat) al-ibahah, hatta yaquma addali ‘ala at-tahrim. Termasuk dalam hal bagaimana mengurus masyarakat, bangsa, dan negara. Islam hanya mengatur prinsip-prinsipnya atau isyarat-isyarat dalam bentuk al-isryadat. Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin berkomitmen untuk membangun tatanan kehidupan yang adil (Al-A’raf: 29), makmur (Hud: 61), sejahtera (An-Nisa: 19), persaudaraan (Al-Hujarat: 10), saling tolong menolong (Al-Maidah: 2), kebaikan (AlQashas: 77), terbangunnya hubungan baik pemimpin dan warga (An-Nisa: 57-58), terjaminnya keselamatan umum (At-Taubah: 128), Hidup berdampingan dengan baik dan damai (Al-Imran: 101, 104; dan Al-Qashas: 77), tidak adanya kedlaliman (AlFurqan: 19), tidak ada kerusakan atau fasad fi al-ardl (Al-Baqarah: 11), dan terciptanya hal-hal yang utama lainnya (Ali Imran: 110), sehingga secara keseluruhan terwujud “baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur” sebagaimana firman Allah SwT, yang artinya: “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan) “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun” (Saba’: 15). Dakwah Kasih Sayang Berdakwah harus mempertimbangkan fitrah manusia. Berdakwah yang berlawanan dengan fitrah tidak akan meresap dan kemungkinan besar ditolak. Berdakwah meniscayakan penyebarluasan Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin untuk seluruh lapisan dan lingkungan masyarakat. Prinsip dakwah yang bersifat empati sesungguhnya merujuk pada ayat dakwah yang sangat populer sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (An-Nahl: 125). Itulah berdakwah ala ‘uqulihim, sesuai dengan alam pikiran dan keadaan masyarakat yang didakwahi, baik secara lisan dan tulisan (dakwah bi lisan al-maqal) maupun melalui perbuatan dan tindakan nyata (dakwah bi lisan al-hal). Dakwah empati antara lain menanamkan jiwa dan dilandasi sikap kasih sayang terhadap umat atau siapa pun yang
didakwahi. Berdakwah dengan kasih sayang pantulan dari sifat rahman dan rahim yang dianugerahkan Allah dalam fitrah manusia. Rasulullah mempraktikkan dan meneladankan bagaimana berdakwah dengan penuh kasih sayang terhadap sesama. Ketika kemenangan Makkah (fathu Makkah) terjadi, banyak kaum kafir Quraisy ketakutan dibalas atas segala kekejaman terhadap Nabi dan umat Islam. Namun Nabi justru mendeklarasikan Makkah sebagai kota yang aman, damai, dan penuh kasih sayang, bukan politik pembalasan. Akhirnya banyak yang masuk Islam. Manurut Fathullah Gulen, “Sikap kasih sayang kepada umat yang diperankan oleh pribadi Rasulullah saw telah menjadikan dakwah beliau dapat diterima orang banyak dalam kurun waktu yang sungguh singkat” (Gulen, 2011: 318). Kekerasan, intimidasi, sikap kasar, dan kekejaman kafir Quraisy dihadapinya dengan sabar dan kasih sayang, sehingga lumat dan berbuah keberhasilan. Nabi sampai berdoa: “Ya Allah, berilah ampun apa yang telah dilakukan oleh umatku terhadap diriku, karena mereka tidak mengerti” (HR Bukhari). Nabi akhir zaman itu memang dikenal memiliki sikap welas asih alias kasih sayang, sehingga di tangannya Islam menjadi agama cinta kasih. Karena itu menjadi jauh panggang dari api dan qudwah Rasulullah manakala berdakwah baik lisan dan tulisan maupun sikap dan tindakan menampilkan kekerasan, kasar, vulgar, otoriter, dan meminjam istilah Bung Karno memakai “palu godam”. Apalagi manakala berdakwah dengan sikap angker, galak, dan keras itu menjadi kebanggan sebagai cerminan dari sikap nahi-munkar sebagaimana selama ini sering menjadi konstruksi baku para pelaku dakwah. Lebih kurang tepat bahkan hambar manakala sikap serba keras dan galak itu tidak disertai keteladanan dan konsistensi antara kata dan tindakan. Sikap tegas memang diperlukan dalam berdakwah amarma’ruf dan nahi-munkar, tetapi harus disertai kearifan, rasa hormat, santun, dan tidak identik dengan serba kasar dan vulgar. Para pelaku dakwah dan pemimpin agama apapun karakter dan kecenderungannya, tetap perlu menjunjung tinggi sikap empati dalam berdakwah kepada kalangan mana pun. Sikap empati dan simpati bahkan dapat mengundang rasa hormat. Meskipun umat yang didakwahi boleh jadi belum serta merta tertarik dengan seruan-seruan dakwah Islam yang dilaksanakan. Tugas mulia para pendakwah ialah mengajak, menyeru, dan menyampaikan pesan-pesan Ilahi plus menampilkan keteladanan. Selebihnya merupakan wilayah hidayah Allah. SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
13
TANYA JAWAB AGAMA
HUKUM HEWAN SEMBELIHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK SELAMATAN Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Hewan sembelihan yang digunakan untuk selamatan 3 hari, 7 hari dan lainlain, halal atau haram? Terimakasih. Edi, PCM Geyer (disidangkan pada hari Jum’at, 7 Jumadilawal 1433 H / 30 Maret 2012) Jawaban: Wa ‘alaikumus-salam wr. wb. Terima kasih kami ucapkan atas pertanyaan saudara. Pada dasarnya, memakan daging sembelihan itu dibolehkan (mubah), karena segala sesuatu yang ada di bumi ini boleh untuk dimakan dan boleh untuk digunakan selama tidak ada dalil Al-Qur’an atau Al-Hadits yang melarangnya, sebagaimana kaidah usuliyah:
Artinya: “Asalnya sesuatu itu mubah/ boleh.” Adapun yang saudara tanyakan itu mengenai memakan daging sembelihan yang digunakan untuk selamatan 3 hari, 7 hari dan lain-lain. Sedangkan upacara selamatan tiga hari, lima hari, tujuh hari, dan seterusnya itu adalah sisa-sisa pengaruh budaya animisme, dinamisme, serta peninggalan ajaran Hindu yang sudah begitu mengakar dalam masyarakat. Tahlilan atau selamatan merupakan budaya agama Hindu, hal ini dibuktikan dengan ungkapan syukur pendeta dalam sebuah acara berikut ini: “Tahun 2006 silam bertempat di Lumajang, Jawa Timur, diselenggarakan kongres Asia para penganut agama Hindu. Salah satu poin penting yang diangkat
adalah ungkapan syukur yang cukup mendalam kepada Tuhan mereka, karena bermanfaatnya salah satu ajaran agama mereka yakni peringatan kematian pada hari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 40, 100, 1000 dan hari matinya tiap tahun yang disebut geblake dalam istilah Jawa, untuk kemaslahatan manusia yang terbukti dengan diamalkannya ajaran tersebut oleh sebagian umat Islam.” Selain itu, karena hal semacam ini ada hubungan dengan ibadah, maka kita harus kembali kepada tuntunan Islam. Dan terkadang upacara semacam itu harus mengeluarkan biaya yang besar, yang kadang-kadang harus meminjam uang kepada tetangga atau saudaranya, sehingga selamatan ini akan semakin memberatkan pihak keluarga si mayit. Muhammadiyah pernah menetapkan hukum tahlilan ini dalam fatwa tarjih yang dimuat pada Majalah Suara Muhammadiyah No. 11 tahun 2003, bahwa upacara yang dikaitkan dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari atau seratus hari dan sebagainya, sebagaimana dilakukan oleh pemeluk agama Hindu, ditambah lagi harus mengeluarkan biaya besar, sehingga terkesan tabzir (berbuat mubazir) itu dilarang, karena tidak ada dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw yang menjelaskan kebolehannya. Senada dengan itu, pada fatwa tarjih yang dimuat dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 24 tahun 2005, bahwa setelah jenazah selesai dimakamkan, tuntunan Rasulullah saw yang ada adalah tentang pemberian tanda dengan batu atau benda lain yang tahan lama, berdoa kepada Allah memohon kebaikan kepada kedua orangtua yang sudah meninggal dan ziarah kubur. Selain
itu tidak ditemukan tuntunan dari Nabi saw di dalam Hadits-Hadits yang maqbul. Pada masa Rasulullah saw pun perbuatan semacam itu dilarang. Pernah beberapa orang Muslim yang berasal dari Yahudi, yaitu Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, minta izin kepada Nabi saw untuk memperingati dan beribadah pada hari Sabtu, sebagaimana dilakukan mereka ketika masih beragama Yahudi. Tetapi Nabi Muhammad saw tidak memberikan izin, dan kemudian turunlah ayat:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah [2]: 208) Dalam syari’at Islam, ketika ada orang yang meninggal dunia, seharusnya kita bertakziyah/melayat dan mendatangi keluarga yang terkena musibah kematian dengan membawa bantuan/makanan seperlunya sebagai wujud bela sungkawa. Hal ini seperti yang pernah diajarkan Nabi saw ketika Ja’far bin Abi Thalib syahid dalam medan perang, Nabi saw menyuruh kepada para sahabat untuk menyiapkan makanan bagi keluarga Ja’far, bukan datang ke rumah keluarga Ja’far untuk makan dan minum, seperti sabda Nabi saw:
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
14
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
TANYA JAWAB AGAMA butkan:
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Ja’far, ia berkata: Ketika kabar kematian Ja’far tiba, Rasulullah saw bersabda: ‘Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang suatu urusan yang menyibukkan mereka’.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi) Selain itu, makan hidangan yang berasal dari upacara selamatan 3 hari, 7 hari, hal ini termasuk dari nihayah (ratapan), sebagaimana dalil-dalil berikut ini: 1. Haditst mauquf atau atsar yang sahih:
Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Jarir bin Abdullah al-Bajaly dia berkata: Kami (para sahabat) menganggap kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit serta menghidangkan makanan merupakan bagian dari nihayah (meratapi mayit).” (HR. Ibnu Majah) 2. Dalam kitab Mushannif Ibnu Abi Syaibah hal 291 dengan susunan sanad yang sahih disebutkan:
Artinya: “Diriwayatkan dari Thalhah ia berkata: Jarir mendatangi Umar. Umar berkata: Apakah kamu sekalian suka meratapi mayit? Jarir menjawab: Tidak. Umar berkata: Apakah di antara wanitawanita kalian semua suka berkumpul di rumah keluarga mayit dan memakan hidangannya? Jarir menjawab: Ya. Umar berkata: Hal itu sama dengan nihayah (meratap)”. 3. Dalam atsar lain yang juga sahih menyebutkan:
Artinya: “Diceritakan oleh Waki’ bin Jarrah dari Sufyan, dari Hilal bin Khabbab, dari Abi al-Bakhtari, ia berkata: Makanan atas mayit itu termasuk perbuatan jahiliyah dan niyahah (ratapan) itu termasuk perbuatan jahiliyah. Dalam kaidah usuliyah juga dise-
Artinya: “Hukum sarana itu menyesuaikan maksud atau tujuannya.” Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya, bisa jadi daging sembelihan tersebut halal secara zatnya, karena tetap disembelih dengan menyebut nama Allah, namun karena maksud atau tujuan dari penyembelihan tersebut adalah untuk dihidangkan pada upacara selamatan tiga hari, tujuh hari, dan seterusnya, maka penyembelihan tersebut tidak dapat dibenarkan, sehingga daging hewan yang disembelih pun tidak boleh dimakan. Penyembelihan dan menghidangkan daging hewan sembelihan untuk upacara selamatan tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena tuntunan Nabi saw justru menganjurkan kita membawa makanan pada keluarga yang berduka, bukan sebaliknya, yaitu makan-makan di rumah keluarga yang berduka. Bahkan hal tersebut juga termasuk dalam kategori niyahah (ratapan) yang dilarang. Oleh karena itu, sebagai langkah untuk ihtiyat (berhati-hati), lebih baik memakan daging dari hewan yang disembelih untuk acara selamatan itu tidak dilakukan. Wallahu a’lam bish-shawab. putmpi*)
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
15
DIRASAH ISLAMIYAH
MODEL PEMIKIRAN UMAT ISLAM:
TAJDIDIAH PROF DR AL YASA‘ ABUBAKAR
S
ecara harfiah tajdid berarti pembaruan. Istilah ini tidak asing dalam khazanah pemikiran Islam, karena sebuah Hadits menyatakan bawa setiap seratus tahun akan lahir ulama pembaharu (mujaddid) di kalangan umat Islam. Pembaruan dalam Islam mempunyai dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Pertama memperbaiki pemahaman yang ada apabila dianggap menyimpang dari pemahaman yang lempang. Kedua memperbaiki pemahaman yang ada ketika terjadi perubahan adat, agar pemahaman tersebut tetap sesuai dengan keperluan nyata masyarakat. Dengan demikian pemikiran tajdidiah mempunyai dua ciri, selalu berporos pada Al-Qur’an dan selalu mempertimbangkan perubahan adat dan keperluan masyarakat setempat. Pengubahan dan perbaikan ini dilakukan dengan dua cara. Pertama memilih dan mencampur pendapat yang dianggap relevan dari berbagai mazhab yang ada dan lantas mengamalkannya. Cara ini dilakukan oleh banyak pembaharu masa lalu, seperti Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qayyim di kalangan Hanabilah, Izz al-Din bin Abd al-Salam dan Al-Sayuthi di kalangan Syafi‘iyah. Para pembaharu kelompok ini masih berada dalam lingkungan mazhab. Kedua dengan melakukan pemikiran ulang dan berusaha mencari sesuatu yang baru, walaupun harus keluar dari ketentuan yang ada di dalam mazhab. Tokoh paling menonjol yang menempuh cara ini adalah Al-Syathibi dari kalangan Malikiah. Penganjur tajdidiah menganggap ketentuan yang ada di dalam fiqih —secara umum— sudah tidak memuaskan, karena itu perlu disusun fiqih baru dengan cara menafsirkan ulang ketentuan yang ada 16
dalam Al-Qur’an dan sunnah (syari‘ah). Adagium yang sering digunakan untuk mendukung kegiatan tajdid adalah: almuhafazhah ‘ala-l qadim-ish shalih wa-l akhdzu bi-l jadid-il ashlah (mempertahankan hasil pemikiran masa lalu yang masih relevan namun berupaya menghasilkan pemikiran baru yang lebih baik). Para pembaru masa sekarang, cenderung mendorong agar para ulama memikirkan ulang seluruh ajaran agama (menafsirkan ulang Al-Qur’an dan sunnah) dalam upaya lebih menyesuaikannya dengan keperluan masa kini. Anjuran ini mereka lakukan karena adanya keyakinan bahwa perubahan adat atau budaya sekarang ini relatif sudah mendasar, karena adanya kemajuan ilmu dan teknologi, yang melahirkan era industri dan sekarang ini sedang beralih ke era informasi dan bio teknologi. Karena perubahan yang mendasar ini, hasil pemikiran masa lalu seperti ditemukan dalam fiqih yang masih kita pakai sekarang (bahkan sampai batas tertentu pada ilmu kalam), tidak mampu lagi memenuhi keperluan masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu, pengikut pola tajdidiah berupaya menafsirkan nash (ajaran Islam) sebagai sebuah sistem yang padu, yang bukan sekedar himpunan dari ketentuan atas berbagai masalah secara juz’iyah. Untuk itu sebelum memikirkan hukum atas sesuatu masalah berdasarkan Al-Qur’an atau Hadits, harus ditentukan terlebih dahulu apa prinsip yang dapat dipetik dari ayat Al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip-prinsip ini harus dijaga dan dijadikan sebagai pedoman dan pemandu dalam berijtihad, sehingga hukum atas kasus atau definisi dari kasus yang akan dipikirkan atau diijtihadkan tersebut tetap
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
berada di dalam lingkup nilai dan prinsip yang Islami, bukan merupakan pendapat yang liar atau semena-mena, apalagi menyimpang dari semangat Al-Qur’an. Untuk ini penganjur pola tajdidi berupaya memanfaatkan secara maksimal hasil yang dicapai oleh berbagai cabang ilmu pengetahuan modern, termasuk logika. Hasil dan capaian ilmu pengetahuan modern tersebut akan digunakan dalam upaya merumuskan prinsip-prinsip sebagai hasil pemikiran tingkat pertama, serta dalam penentuan hukum atas sesuatu kasus dan atau merumuskan definisi dari sesuatu perbuatan sebagai pemikiran tingkat kedua. Menurut pengikut pola tajdidi, pola salafi dan mazhabi dianggap tidak mampu memecahkan berbagai kebutuhan masa kini, karena masalah yang muncul sekarang tidak ada dalam budaya masa lalu. Dengan demikian ada tiga ciri utama pemikiran tajdidi, pertama tidak terikat bahkan berusaha keluar dari ketentuan yang ada, baik ketentuan dalam pola salafi ataupun mazhabi. Kedua, berupaya memanfaatkan hasil dan capaian ilmu pengetahuan dalam upaya menghasilkan aturan fiqih baru tersebut. Ketiga berupaya melakukan panafsiran bertingkat, menentukan terlebih dahulu prinsip-prinsip dari ayat Al-Qur’an dan sunnah, dan baru setelah itu menyusun ketentuan fiqihnya. Sekiranya dikritisi, maka pemikiran (manhaj) tajdidi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, pola tajdidi diharapkan mampu menjadikan ajaran Islam (fiqih) lebih sesuai dengan keperluan umat Islam masa kini. Dengan pemahaman Islam yang berpola tajdidi umat Islam tidak akan teralienasi dari lingkungannya, dan sebaliknya akan
DIRASAH ISLAMIYAH menjadikan mereka tidak bingung dan gamang ketika harus bersaing dan atau bersanding dalam berbagai aspek kehidupan sebagai hasil pemikiran modern (yang sekuler), terutama menghadapi kegiatan bisnis (perdagangan global) masyarakat dunia sekarang. Dengan menggunakan pola tajdidi, umat Islam diharapkan akan mempunyai jawaban yang lebih memuaskan atas berbagai kegiatan bisnis yang ada sekarang, baik ketika kegiatan itu ditolak ataupun ketika kegiatan itu diterima. Seperti telah disebutkan untuk dapat memberikan jawaban yang lebih memuaskan, maka pemanfaatan capaian ilmu hukum serta ilmu ekonomi “modern” dan ilmu-ilmu lainnya dalam penyusunan fiqih baru tersebut, merupakan keniscayaan yang tidak dapat diabaikan. Kekurangannya, pola ini tidak mempunyai preseden dari masa lalu, sehingga cenderung akan dicurigai dan bahkan ditolak oleh sebagian umat Islam karena dianggap tersusupi dan tercemar oleh budaya asing yang menjadi musuh Islam. Lebih dari itu pengikut pola tajdidi belum berhasil mewujudkan sebuah pola atau model pemikiran yang padu seperti yang mereka harapkan dan upayakan. Dengan kata lain, walaupun hasrat untuk mengikuti pola tajdidi sudah disampaikan oleh Afghani, Abduh dan Ameer Ali sejak satu abad yang lalu, dan sekarang ini disuarakan oleh lebih banyak ulama pembaharu seperti Fazlurrahman, Abed alJabiri, Khaled Aboe el Fadhl, dan yang lainnya, bentuk kongkrit dari pola tajdidi dan hasil pemikirannya masih belum lahir. Sampai sekarang para ulama pengusung pola tajdidi masih dalam tingkat mencari, menyusun, menyempurnakan dan memperbaiki berbagai gagasan yang sudah ada. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama, pola tajdidi yang ilmiah, sistematis dan menyeluruh seperti yang selama ini diharapkan, akan dapat dihasilkan oleh para pemikir muslim yang serius dan peduli untuk itu. Dengan uraian di atas akan terlihat bahwa salafi tidak sama dengan tajdidi. Kalau tajdidi berupaya memahami dan
menafsirkan Al-Qur’an untuk memenuhi kebutuhan masa kini dengan cara memanfaatkan hasil dan capaian ilmu pengetahuan modern, maka salafi mengacu ke masa lalu, ke zaman Nabi dan para Sahabat, dan tidak mau memanfaatkan hasil dan capaian ilmu pengetahuan modern. Pola Salafi, pada biasanya akan berusaha menyederhanakan masalah, tidak merasa perlu berpikir komprehensif apalagi melahirkan sebuah sistem yang padu; dan juga merasa tidak perlu terhadap ilmu pengetahuan modern, malah sebaliknya ada yang sampai ke tingkat menolak dan memusuhinya. Pada masa lalu upaya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah untuk meluruskan pemikiran yang dianggap sudah menyimpang, dapat dianggap sebagai tajdidi, karena perubahan adat dan budaya — sejak masa Sahabat sampai ke masa penjajahan Barat atas dunia Islam boleh dikatakan hampir tidak terjadi. Tetapi pada masa sekarang kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah tanpa mempertimbangkan adat yang berubah dan lebih dari itu tanpa memanfaatkan hasil ilmu pengetahuan dianggap sebagai berpikir salafi bukan lagi tajdidi. Muhammadiyah, seperti terlihat pada awal tulisan ini kemungkinan sekali belum membedakan secara tajam antara salafi dan tajdidi. Jangan-jangan apa yang selama ini dianggap tajdidi sebetulnya adalah
salafi; apa yang kita anggap sebagai berkemajuan, berorientasi ke masa depan, sebetulnya adalah kemunduran, karena masih berorientasi ke masa lalu. Kegiatan berpikir yang kita lakukan masih berorientasi kepada bagaimana Rasulullah dan Sahabat mengajarkan dan mengamalkannya pada abad ke tujuh Hijriah. Belum mempertimbangkan keperluan nyata masyarakat Muslim masa sekarang, dan juga belum mempertimbangkan kemajuan dan hasil ilmu pengetahuan serta teknologi yang telah melahirkan zaman industri dan zaman informasi. Semoga tulisan ini ada manfaatnya, dan semoga Allah memberi kelapangan kepada penulis, sehingga dapat melanjutkan dengan contoh-contoh tentang berpikir salafi, mazhabi dan tajdidi dalam beberapa kasus yang sekarang ini sedang hangat diperdebatkan di kalangan Muhammadiyah khususnya dan kaum Muslimin umumnya. Kepada Allah kita berserah diri, kepada Allah kita persembahkan bakti dan kepada Nya pula kita mohon hidayah dan petunjuk. Amin, wallah a‘lam bi al-shawab. _____________________ Prof DR Al Yasa‘ Abubakar adalah Ketua PW Muhammadiyah Aceh dan seharihari bertugas sebagai Direktur Program Pasca Sarjana IAIN Ar Raniry dan Guru Besar Ushul Fiqih pada Fakultas Syari‘ah IAIN Ar Raniry.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
17
Laki-laki Buruk dan Laki-laki Baik dalam Al-Qur’an (2) PROF DR H MUHAMMAD CHIRZIN, MAg
Abu Lahab Penghalang Dakwah Nabi Muhammad saw Abu Lahab adalah gelar salah seorang paman Nabi Muhammad saw yang bernama Abdul ‘Uzza. Ia tokoh terkemuka kaum musyrik Makkah dan pedagang yang piawai dan sukses. Al-Qur’an menggunakan gelar dan bukan nama sebenarnya mengisyaratkan bahwa perilaku dan kasus serupa bisa terulang kapan dan di mana saja. Suatu ketika Rasulullah saw mendaki bukit Shafa di Makkah berseru mengingatkan akan adanya bahaya yang mengancam. Maka berkumpullah penduduk Makkah, termasuk Abu Lahab. Nabi pun memulai dakwahnya, “Seandainya aku beritakan ada musuh yang menyerang di pagi atau sore hari, apakah kamu mempercayaiku?” Mereka menjawab, “Kami tidak pernah mengetahui kamu berbohong.” Nabi pun menjelaskan bahwa ia utusan Allah dan menjelaskan ancaman hari akhir jika mereka mengabaikan tuntunan Allah. Mendengar itu Abu Lahab interupsi, “Binasalah engkau Muhammad! Apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?” Maka Allah menurunkan surat Al-Lahab berikut,
yang dipintal! (Al-Lahab [111]: 1-5) Abu Lahab terkutuk hingga akhir zaman; mungkin hari ini atau hari esok kita termasuk yang mengutuknya dengan membaca surat Al-Lahab itu dalam shalat. Zulkarnain Sang Penakluk Para Nabi adalah orang-orang yang baik sebagai teladan umat manusia sepanjang masa. Selain mereka, Allah juga membangkitkan manusia-manusia utama di tengah-tengah lingkungannya untuk menjadi suri teladan juga. Di antara mereka adalah Zulkarnain sang penakluk dan Luqman yang bijaksana. Zulkarnain secara harfiah adalah “orang yang bertanduk dua,” raja dengan dua tanduk, atau penguasa timur dan barat, atau penguasa dua zaman. Al-Qur’an tidak memberikan informasi tentang zaman kapan dan di mana ia hidup. Pandangan yang umum menyamakan Zulkarnain dengan Iskandar Agung (Alexander the Great). Zulkarnain adalah raja yang sangat perkasa. Tuhan mengaruniai dia kekuatan dan kemampuan serta kekayaan dalam menjalankan pekerjaannya yang besar itu. Kekuasaannya terbentang dari Timur ke Barat dan atas bangsa-bangsa dari berbagai peradaban. Dia adil dan berpihak pada kebenaran serta tidak serakah, suka melindungi yang lemah dan menghukum setiap orang yang melakukan pelanggaran. Allah SwT berfirman tentang Zulkarnain sebagai berikut.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab! Binasa dia! Tak berguna baginya harta dan segala yang diusahakannya! Akan segera dibakar dia dalam api yang menyala-nyala! Istrinya akan membawa kayu bahan bakar. Di lehernya tali sabut 18
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
Mereka bertanya kepadamu tentang Zulkarnain. Katakanlah, “Akan kuceritakan kepada kamu sesuatu tentang dia.” Sungguh, Kami telah mengukuhkan kekuasaannya di muka bumi, dan Kami berikan kemampuan dan kekayaan kepadanya untuk segalanya. Maka ia pun menempuh suatu jalan. Sehingga bila sudah sampai ke tempat matahari terbenam, dilihatnya matahari terbenam dalam mata air bercampur lumpur, dan di dekatnya ada suatu kaum. Kami berfirman, “Hai Zulkarnain! Kau boleh menjatuhkan hukuman atau memperlakukan mereka dengan baik.” Dia berkata, “Barang siapa berlaku zalim kan kami hukum dia; kemudian akan dikembalikan kepada Tuhannya; maka Dia akan menghukumnya dengan hukuman yang keras. Tetapi barang siapa beriman dan berbuat amal kebaikan, ia akan mendapat balasan yang baik; dan dengan perintah Kami segala sesuatu akan Kami permudah baginya.” (Al-Kahfi [18]: 83-88) Al-Qur’an menarasikan bahwa Zulkarnain menempuh jalan lain hingga sampai ke tempat matahari terbit, yakni perjalanan ke timur. Ia menjumpai masyarakat primitif. Rakyatnya hidup seder-
hana, dan mereka tidak memerlukan atap di atas kepala mereka, juga tidak memerlukan pakaian untuk melindungi dari matahari. Kemudian Zulkarnain menempuh jalan lain sampai ke suatu tempat antara dua gunung. Di balik gunung itu terdapat kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka pun mengadukan kepada Zulkarnain perihal Ya’juj dan Ma’juj yang membuat kerusakan di bumi dan mereka memintanya membuatkan dinding pemisah. Berkat rahmat Allah Zulkarnain membuat dinding pemisah dengan bongkah-bongkah besi antara kedua tepi gunung yang curam dan menuangkan di atasnya cairan tembaga, sehingga Ya’juj dan Ma’juj tidak dapat mendaki dan tidak mampu melubanginya (AlKahfi [18]: 89-98). Luqman yang Bijaksana Luqman yang arif diabadikan namanya sebagai nama surat Al-Qur’an. Sedikit sekali yang diketahui mengenai kehidupannya. Biasanya ia dikaitkan dengan sosok yang berumur panjang. Dia contoh kebijaksanaan yang lengkap. Dia berasal dari kelas masyarakat bawah, sebagai seorang tukang kayu dan ia menolak kekuasaan duniawi. Allah menganugerahi Luqman hikmah kearifan dan kebijaksanaan.
Kami telah menganugerahkan hikmah kepada Luqman, “Bersyukurlah kamu kepada Allah.” Dan barang siapa bersyukur tak lain ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa ingkar, maka Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (Luqman [31]: 12) Pendidikan pertama yang dipesankan Luqman kepada anaknya ialah tauhid, mengesakan Allah SwT dan tidak menyekutukan-Nya.
Ingatlah ketika Luqman berkata kepada putranya sambil ia memberi pelajaran, “Hai anakku! Janganlah persekutukan Allah; mempersekutukan Allah sungguh suatu kejahatan besar.” (Luqman [31]: 13) Pelajaran berikutnya dari Luqman ialah mengenalkan Allah, bahwa Ia Maha Lembut dan Maha Tahu; mendirikan shalat, menyuruh orang berbuat baik dan melarang perbuatan buruk, serta tabah dan sabar atas segala peristiwa yang menimpa.
Lukman berkata, “Hai anakku! Kalaulah itu hanya sebesar biji sawi dan tersembunyi di dalam batu, atau di langit atau di bumi, Allah akan mengeluarkannya. Sungguh Allah Maha Lembut, Maha Tahu. Hai anakku! Dirikan shalat; suruh orang berbuat baik dan cegah perbuatan munkar; sabar dan tabahlah atas segala yang menimpa dirimu, sebab, itulah soal yang penting. (Luqman [31]: 16-17) Pesan Luqman berikutnya ialah wanti-wanti supaya tidak sombong dan membanggakan diri; sederhana dalam berjalan dan bersuara.
sederhanakanlah dalam berjalan dan rendahkan suaramu; sebab suara yang terburuk ialah suara keledai.” (Luqman [31]: 18-19) Di segala zaman dan di setiap tempat ada manusia-manusia buruk dan pada waktu yang sama ada manusia-manusia yang baik. Manusia yang beriman senantiasa berorientasi pada kebaikan, sedangkan orang-orang munafik berorientasi pada yang sebaliknya. Hal itu tercantum dalam surat At-Taubah ayat 6768 serta 70-71 yang artinya: Orang-orang munafik, laki-laki dan perempuan, mempunyai saling pengertian satu dengan yang lain, mereka menganjurkan yang munkar dan melarang yang makruf; dan mereka menggenggam tangan (kikir). Mereka telah melupakan kepada Allah, dan Dia pun melupakan mereka. Golongan orang munafik, mereka itulah yang fasik. Allah menjanjikan kepada orang munafik, laki-laki dan perempuan, dan kepada orang kafir api jahanam; mereka di sana selama-lamanya. Cukuplah itu bagi mereka, dan untuk mereka azab yang kekal. (At-Taubah [9]: 67-68). Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, saling menjadi pelindung satu sama lain; menganjurkan yang makruf dan melarang yang munkar; mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan mendapat rahmat Allah. Allah Mahaperkasa, Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang beriman, laki-laki dan perempuan, taman-taman surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka tinggal di sana selamanya, kediaman yang indah di taman-taman bahagia yang abadi, dan keridlaan Allah yang lebih besar. Itulah kemenangan yang gemilang. (At-Taubah [9]: 71-72).
“Dan janganlah kamu menggembungkan pipimu dari orang, dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
19
HAD I T S
Pendidikan Seumur Hidup dalam Perspektif Hadits (2) RUSLAN FARIADI, SAg, MS.I
2. Hadits-Hadits Khusus Tentang Pendidikan Seumur Hidup
“Dari Qabishah bin al-Mukhariq berkata; saya mendatangi Rasulullah saw, lalu ia bersabda kepadaku: Wahai Qabishah, ada apa gerangan denganmu? Saya menjawab, Umurku telah renta dan tulangku telah mulai rapuh, maka saya mendatangi engkau agar engkau mengajariku sesuatu yang yang bermanfaat sesuai dengan kehendak Allah SwT. Rasulullah saw bersabda: Wahai Qabishah, tidaklah engkau berjalan di sebuah batu atau pohon atau genangan air kecuali ia memohonkan ampunan bagimu…” (H.R. Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad-nya, Juz. 24, Hadits nomor. 19692, halaman. 68)
“Dari Ibnu Abbas ra berkata; Rasu20
lullah saw bersabda: Barangsiapa yang tiba ajalnya dan dia dalam keadaan menuntut ilmu, (maka) ia akan bertemu dengan Allah dan tidak ada jarak antara dirinya dengan para Nabi kecuali derajat kenabian”. Hadits ini terdapat dalam kitab Mu’jam al-Ausath li al-Thabrâni, bab. Ya’, halaman. 306., juga dalam kitab karya alImam al-Hâfizd Zakiyuddin Abdul ‘Azhîm bin Abdil Qawy al-Mundziri, al-Targhîb wa al-Tarhîb min al-Hadîts al-Syarîf, Juz. 1, Kitab al-’Ilmi, nomor. 11, halaman. 96. Dan juga dalam karya ‘Alauddin al-Muttqy bin Hisamuddin al-Hindy, Kanz al-’Ummâl fi Sinîn al-Aqwâl wa al-Af’âl, juz. 10, nomor 28832, halaman 160-162.
“Dari Amru bin Katsir, dari al-Hasan berkata; Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang meninggal dan dia dalam keadaan menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, (maka) derajatnya sama dengan derajat para nabi di surga”. (H.R. al-Darimy dalam Sunan al-Darimi, Hadits nomor. 362) Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh imam al-Darimy dari Hasan bin Abi al-Hasan Yassar dalam kitab al-Muqaddimah, bab fadl al-‘ilm wa al-‘Alim, nomor 357. Para rawi yang terdapat dalam sanad Hadits tersebut seluruhnya bermasalah, bahkan imam al-Bukhari memvonisnya sebagai maudhu’ (palsu). Begitu pula hal-
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
nya dengan sifat sanad Hadits tersebut tidak muttashil (tidak bersambung) karena al-Hasan bukan generasi sahabat yang meriwayatkan matan Hadits tersebut dari Nabi saw. Otentitas dan Validitas Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa Hadits-Hadits umum tentang anjuran dan perintah menuntut ilmu di atas memiliki validitas yang beragam, ada yang termasuk Hadits shahih, hasan, dan dha’if (lemah). Namun, di sisi lain harus diakui bahwa Hadits-Hadits tersebut memiliki beberapa jalur periwayatan yang antara satu jalur dengan jalur lainnya dapat saling menguatkan. Terlebih lagi HaditsHadits dha’if tersebut di luar konteks ibadah mahdah dan selaras (tidak bertentangan) dengan ajaran Islam pada umumnya. Adapun Hadits-Hadits pada kelompok kedua, sejauh penelitian penulis tidak ada satu pun Hadits yang secara otentitas dan validitas dapat dipertanggungjawabkan sebagai Hadits nabi saw. Karena dari aspek rawi yang terdapat dalam sanad Hadits-Hadits tersebut memiliki kecacatan yang sangat serius. Begitu pula dengan sifat sanadnya terdapat keterputusan transmisi (periwayatan) yang berpengaruh pada otentitas Haditsnya. Namun, perlu difahami, bahwa Hadits-Hadits dha’if tersebut sama sekali tidak dapat menafikan eksistensi HaditsHadits lain yang jelas keshahihannya sebagai argumentasi perintah menuntut ilmu tanpa dibatasi usia, ruang dan waktu. Terlebih lagi, Hadits-Hadits yang dikemukakan dalam penelitian ini merupakan refresentasi (sample) dari
DI ANTARA KITA sekian banyak Hadits-Hadits lain tentang perintah menuntut ilmu. Masih banyak Hadits-Hadits lain yang berbicara tentang persoalan yang sama. Oleh sebab itu, tidak ada seorangpun dari para ulama’ yang membantah tentang kewajiban menuntut ilmu sepanjangan hayat (life long education). Kontekstualisasi Makna Hadits Meyakini dan memosisikan Hadits Nabi secara struktural sebagai sumber syari’at Islam kedua, berarti juga meyakininya sebagai sumber berbagai aspek kehidupan, baik ibadah, muamalah, pendidikan, dan persoalan-persoalan lainnya. Sebab, diyakini bahwa Hadits di samping memiliki fungsi sebagai the first interpreter (almubayyin wa al-mufassir al-awwal), juga memiliki kewenangan menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Konsep Hadits tentang kewajiban menuntut ilmu sepanjang hayat memiliki implikasi yang sangat besar dan kuat terhadap tujuan pendidikan Islam. Oleh sebab itu, mengaplikasikan konsep tersebut merupakan langkah yang sangat tepat dan ideal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam secara maksimal. Dari Hadits-Hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada istilah “tua” untuk belajar (never old to learn). Sebab, Nabi Muhammad saw sekalipun
HAD I T S telah mencapai puncak kecemerlangannya, beliau tetap diperintahkan untuk selalu memohon (berdoa) sambil berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Seseorang tidak boleh merasa cukup dengan kemampuan yang dimiliki: “masih banyak yang belum diketahui”. Sebagaimana tersirat dalam ungkapan Imam alGhazali (1058-1111 M): Kulllamâ izdâda ‘ilmi izdâda jahli, setiap kali bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku. Oleh sebab itu, ajaran pendidikan seumur hidup seharusnya dapat menggugah perhatian umat Islam dan memprakarsainya menjadi word program. Betapa banyak reward yang diberikan oleh Islam — sebagai upaya penyadaran umat untuk rajin menuntut ilmu. Islam memberikan keistimewaan kepada orang yang berilmu (Az-Zumar [39]: 9), diberikan derajat yang tinggi (Al-Mujadalah [58]: 11), dipermudah jalan menuju surga, kedudukannya sama dengan orang berjuang fî sabilillah, lebih istimewa dari ahli ibadah, menjadi amal yang tidak terputus (‘amal jâriyah), dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu merupakan pelita yang dapat menerangi jalan menuju Allah SwT. Tanpa ilmu, dapat dipastikan ibadah yang dilakukan seseorang nilainya rendah dan boleh jadi tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Ikhtitam Adanya pendidikan seumur hidup, merupakan angin segar jika diamati dari beberapa aspek (ideologis, ekonomis, sosiologis, politis, teknologis, psikologis dan pedagogis), serta asas yang melekat (inheren) pada gagasan tersebut, seperti dapat meningkatkan kualitas hidup, pengintegrasian sekolah dengan kehidupan di lingkungan masyarakat, dan lain sebagainya. Hanya saja angin segar pendidikan seumur hidup akan menjadi angin surga (utopia) dalam bidang pendidikan, jika hanya sebatas konsep tanpa implementasi. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan seumur hidup (life long education) seharusnya menjadi semakin mendalam dengan adanya sejumlah ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang mendasarinya. Persoalannya adalah, bagaimana menjabarkan dan mengimplementasikan spirit AlQur’an dan Hadits tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari. Sebab, pendidikan seumur hidup merupakan sebuah keniscayaan yang harus direalisasikan, karena sesuai dengan semangat dan perintah agama Islam, di samping karena pertimbanganpertimbangan lainnya. Wallahu A’lam. Guru Pelajaran Hadits-Ilmu Hadits Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
21
KHAZANAH
RESENSI KITAB-KITAB TAFSIR (III) (Al-Jawahir Al-Hisan dan Ad-Durr Al-Mansur) SA’AD ABDUL WAHID 1 . Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir AlQur’an a. Biografi Singkat Penulis Nama lengkap penulis tafsir al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an ialah: Abu Zaid Abd ar-Rahman ibnu Muhammad ibnu Makhluf as-Sa’labiy, al-Jazairiy, alMagribiy, al-Malikiy. Sebagian ulama memanggilnya sebagai: Imam yang alim, yang mengamalkan ilmunya, zahid. tidak suka macammacam, shalih dan ma’rifat tentang Allah, jauh dari cinta keduniaan, hamba Allah yang terpilih. Ibnu Salamah al-Bakriy berkomentar: Ia adalah orang yang shalih, zahid ‘alim, wali Allah yang besar. Sebagian besar ulama lain berkomentar: Ia adalah seorang ulama yang gigih mencari ilmu, sehingga harus pergi ke manca negara; Ia meninggalkan alJazair, untuk mencari ilmu, kemudian ke Tunis, lalu ke Mesir, kemudian kembali lagi ke Tunis, seakan-akan ia adalah lambang kebangkitan ilmu Hadits. (az-Zahabiy, 1976,1: 247). As-Sa’labiy, adalah seorang imam dan pengarang, ia meninggalkan karya ilmiah yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat, antara lain ialah: Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir Al-Qur’an, Kitab az-Zahab al-Ibriz fi Cara’ib Al-Qur’an al-’Azk, Tuhfah al-Ikhwan fi I’rabi Ba‘di Ayati Al-Qur’an, Jami’ al-Ummahat fiAhkam al- ‘Ibadat dan lain-lainnya, yang sangat manfaat bagi orang banyak. Ia wafat pada tahun 876 H dan dimakamkan di kota al-Jazair. Semoga Allah SwT melimpahkan rahmat-Nya. b. Metode dan Nilai Tafsirnya Menurut az-Zahabiy, tafsir ini merupakan ringkasan dari Tafsir ibni ‘Atiyyah, dengan beberapa tambahan yang diambil 22
dari kitab-kitab tafsir sebelumnya. Tafsir ini telah dicetak dalam 4 juz, dan metode yang dipergunakan dalam menafsirkan Al-Qur’an, adalah metode Ijmaliy. Adapun nilai tafsirnya dapat dilihat dalam muqaddimahnya yang ringkasnya sebagai berikut: “Al-Hamdulillah telah dapat saya kumpulkan dalam mukhtasar (ringkasan) ini segala apa yang dapat membahagiakan kita di dunia dan akhirat. Dan telah saya kumpulkan pula apa yang termuat dalam tafsir Ibni ‘Atiyyah, dan kutambah sejumlah faidah dari berbagai kitab para imam yang berjumlah hampir seratus kitab. Semuanya saya nukilkan lengkap dengan lafal asli, bukan diambil dari maknanya saja, sebab saya khawatir menyimpang dari aslinya. Di samping mengambil dari tafsir Ibni ‘Atiyyah, saya juga mengambil dari Tafsir at-Tabariy dan dari Muhammad ibnu ‘Abd Allah ibnu Ahmad al-Lakhmiy. Insya Allah tafsir ini penuh dengan mutiara sunnah yang sahihah dan hasan, yang berasal dari Sayyidina Muhammad saw. Karena itulah kitab ini saya beri judul: “al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir Al-Qur’an”. Tafsir as-Sa’labiy juga menggunakan kisah-kisah israiliyyat, tetapi kemudian ia jelaskan bahwa kisah tersebut tidak sahih. Misalnya ketika menafsirkan ayat 20, surat An-Naml: “Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: ‘’Mengapa aku tidak melihat hudhud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?” Setelah selesai menjelaskannya, as-Sa’labiy berkata: Allah-lah yang lebih mengetahui apakah berita itu sahih atau tidak. Dari penjelasan tersebut, maka dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa Tafsir
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
as-Salabiy merupakan kitab yang berfaedah yang sangat baik dijadikan sebagai rujukan. 2. Ad-Durr al-Mansur fi at-Tafsir alMa’sur a. Biografi Singkat Penulis Nama lengkap penulis Tafsir ad-Dwr al-Mansur fi at-Tafsir al-Ma’sur, ialah: alHafiz Jalal ad-Din Abu al-Fadl ‘Abd arRahman ibnu Abi Bakr ibnu Muhammad as-Siyutiy, asy-Syafi’iy. Dilahirkan pada bulan Rajab, tahun 849 H. Ketika ayahnya wafat, ia baru berumur 5 tahun 7 bulan. Kemudian diasuh oleh jamaah ulama, antara lain ialah: Al-Kamal ibnu al-Himam, dan ia sudah mengkhatamkan Al-Qur’an ketika masih berumur 8 tahun, dan hafal sejumlah Hadits, dan sangat tekun belajar kepada guru-gurunya yang berjumlah 41 orang. Menurut muridnya, ad-Daqudiy, karya ilmiyahnya lebih dari 500 buah, dan telah tersebar ke berbagai negara, baik di Timur maupun di Barat. la adalah orang yang paling luas ilmunya pada masanya, terutama dalam bidang ilmu Hadits dan cabang-cabangnya, dan cara istinbat hukum. Ia pernah mengatakan, bahwa ia telah hafal sebanyak 200.000 Hadits. Setelah berumur 40 tahun, ia mulai menyendiri untuk beribadah, dan meninggalkan semua kegiatan yang bersifat keduniaan dan tinggal di rumahnya hingga wafat. As-Siyutiy juga mempunyai sejumlah syair, dan sebagian besar dalam bidang ilmu dan hukum syar’iy. Ia wafat pada waktu subuh malam Jum’at, pada bulan Jumada al-Ula tahun 911 H. Semoga Allah meridlainya. b. Metode dan Nilai Tafsir as-Siyutiy
KHAZANAH Dalam muqaddimah Tafsir ad-DurrlMansur, as-Siyutiy menjelaskan sebagai berikut: “Setelah saya menyusun kitab Turjuman Al-Qur’an, yaitu tafsir yang disandarkan kepada Rasulullah saw, dan al-Hamdulillah telah selesai dicetak dalam beberapa jilid, tafsir tersebut saya tulis lengkap dengan sanadnya. Kemudian saya ingin meringkas dengan hanya menulis matannya saja, tidak dilengkapi dengan sanadnya. Kemudian ringkasan tersebut saya beri judul: Ad-Durr al-Mansur fi at- Tafsir al-Ma ‘sur.” Dari pernyataan tersebut, maka jelaslah bahwa tafsir ad-Durr al-Mansur fiat~Tafsir al-Ma’sur, merupakan ringkasan dari Turjuman Al-Qur’an, dengan
membuang sanadnya, agar tidak menjemukan. Dari penjelasan tersebut, maka jelaslah bahwa metode yang dipergunakannya adalah metode ijmaliy, dikombinasi dengan tahliliy, karena tafsirnya dimulai dari awal hingga akhir sesuai dengan tertib ‘usmaniy. Karya ilmiyah as-Siyutiy yang sempat dicetak dan telah beredar, antara lain ialah: Turjuman Al-Qur’an (empat jilid), Majma’ al-Bahrain wa Matla’ al-Badrain, al-ltqan fl Ulum Al-Qur’an, Lubab an-Nuqui fi Asbab an-Nuzul, Tafsir eil-Jalalain dan Tafsir yang sedang dibahas. Adapun nilai tafsir ad-Durr al-Mansur, dapat dilihat dari penilaian para ulama
tafsir sebagai berikut: 1) As-Siyutiy, pengarang tafsir ad-Durr al-Mansur, mengatakan, bahwa tafsirnya hanyalah menghimpun dan menukil dari tafsir-tafsir yang dinilai lurus seperti tafsir Ibni Jarir dan sebagainya. (as-Siyutiy, tt, II: 190). 2) Az-Zahabiy mengatakan: kitab adDurr al-Mansur adalah satu-satunya kitab yang meringkas tafsir al-Ma’sur dari kitab-kitab tafsir yang bernilai tinggi, tidak mencampurnya dengan ra’yu, sebagaimana dilakukan oleh mufassir lainnya. Dari penjelasan tersebut, rnaka jelaslah bahwa Tafsir as-Siyutiy merupakan tafsir yang bebas dari ra’yu.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
23
DIALOG
PROF DR H KOMARUDDIN HIDAYAT
ISLAM ITU TEGAS, TAPI SANTUN DAN CERDAS Prilaku radikal dan cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh sebagian kecil umat Islam, telah mencoreng wajah Islam sebagai agama rahmat. Islam yang mudah bergaul, mudah menerima perbedaan, dan penuh sikap simpati, kesantunan serta kebijaksanaan, terkotori oleh cara-cara sebagian umat Islam dalam menerima perbedaan paham dan tradisi.
F
enomena apa sesungguhnya yang terjadi dalam diri umat Islam? Adakah ajaran Islam seperti demikian, dan betulkah mereka yang berperilaku radikal menjalankan ajaran Islam dengan benar? Apa pula yang mesti menjadi agenda umat Islam ke depan agar Islam kembali hadir sebagai rahmat bagi semua isi alam ini? Lebih lanjut, berikut petikan wawancara Deni al Asy’ari, MA dari SM dengan Prof DR H Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Cendikiawan Muslim Indonesia beberapa hari yang lalu di Jakarta. Belakangan ini, sering bermunculan perilaku kekerasan yang mengatasnamakan agama (Islam) terhadap kelompok yang berbeda paham di Tanah Air. Gejala apa sesungguhnya yang terjadi dari fenomena ini? Membicarakan ekspresi keagamaan di Indonesia, maka di sana terdapat berbagai ragam variable, sehingga tidak bisa hanya dengan membahas satu dimensi saja. Setidaknya, perlu adanya pembacaan secara histroris maupun antropologis. Dalam konteks historis maupun antropologis, perkembangan Islam di Indonesia memiliki sifat yang sangat unik dan khas. Di mana dalam sejarah Nusantara yang begitu banyak pulaunya
24
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
dan jauh dari Arabia serta terhalang dari benua Hindia yang beragama Hindu, Indonesia bisa menjadi kantong umat Islam terbesar di dunia. Dari segi ini saja, sudah menimbulkan sebuah kajian. Mengapa Nusantara ini menjadi kantong umat Islam terbesar di dunia. Di antara jawabannya yang bisa kita berikan adalah, pertama, Islam ke Nusantara dibawa oleh para saudagar, dan ciri saudagar itu adalah ramah, senang berkawan, mencari pelanggan baru, pendeknya saudagar itu inklusif. Kemudian karakter saudagar ini bertemu dan dihayati oleh para da’i. Sehingga seorang pendakwah Islam itu memiliki kemiripan dengan karakter pedagang. Kalau pedagang menawarkan dagangannya, dan da’i menawarkan ceramah atau ajarannya. Oleh karenanya, dakwah pada saat itu, sangat mudah diterima. Kedua, muatan dakwah yang disampaikan lebih banyak bernuansa tasawuf dan sufistik, yang menekankan olah batin, rasa, akhlak, kelembutan, tidak kemarahan, persuasi. Sifat-sifat yang dikedepankan ini, tidak menimbulkan goncangan dengan Hindu maupun Budha yang telah kuat di Nusantara ini. Islam pun bisa dengan mudah diterima dengan baik, dengan warna kultural dan juga dengan warna tasawuf sebagaimana karakter seorang saudagar. Kemudian, kota-kota pantai menjadi pusat
DIALOG perdagangan dan sekaligus pusat penyebaran Islam dengan medium bahasa melayu, dan bahasa melayu ini cocok dengan Islam, kerena sifatnya yang egaliter, demokratis, terbuka, serta kosmopolit. Sisi lain untuk melihat Islam, bahwa ajaran Islam dalam sejarahnya tumbuh dipengaruhi oleh budaya dan politik dimana dia berkembang. Semua agama besar dunia mengalami suatu perkembangan ketika dia keluar dari tempat kelahirannya. Kristen menjadi besar ketika keluar dari tempat kelahiranya, begitu juga dengan Yahudi. Nah hal yang sama juga terjadi bagi Islam, agama Islam menjadi besar ketika dia berkembang ke Mesir, Irak, Iran, Indonesia, Amerika dll. Apa yang berkembang, tentu saja ekspresi-ekspresi peradabannya. Kalau ajarannya yang baku, dari dulu tidak pernah berubah, seperti shalat, puasa, dan haji dari dulu sama, makanya kalau kita membanggakan masa lalu Islam, sebenarnya yang kita banggakan itu bukan jumlah shalatnya, hajinya, tapi yang dibanggakan itu aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek keilmuannya. Oleh karena itu ketika Islam keluar, mau tidak mau, dia harus berakulturasi, dia harus memperkaya dan menerima budaya setempat. Jadi dalam istilah standar, jika dalam Islam itu terdapat aspek akidah, aspek syariah, dan aspek ihsan (akhlak). Maka agenda yang utama dan belum selesai adalah berbuat ihsan. Yaitu bagaimana akhlaknya, baik secara individual, komunial, struktural, kultural, maupun sosial sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, sekarang ini bagaimana umat Islam bisa menjalankan karakter ihsan itu dalam etika publik, politik, dan birokrasi. Sehingga umat Islam Indonesia sebagai penduduk mayoritas bertanggung jawab dalam membangun etika dan akhlak ekonomi, lingkungan maupun sosial. Namun, kenapa perilaku radikal dan aksi-aksi kekerasan itu masih dominan terjadi di kalangan umat Islam? Karena memori sebagai agama gerakan bagi umat Islam masih menonjol, sebagaimana yang diketahui, bahwa sebelum Indonesia merdeka, ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah (1912) dan NU (1926) sudah aktif melakukan berbagai gerakan keagamaan. Memang harus diakui, bahwa dua ormas Islam ini merupakan ormas terbesar yang memiliki kontribusi gerakan yang besar. Hanya saja, bagi umat Islam sekarang, yang menonjol dan dilihat aspek gerakan ini saja. Akan jauh lebih baik, jika memori tradisi gerakan ini dikembangkan menjadi skill manajerial untuk memenej Negara, jadi jangan sekedar melakukan protes saja. Memang ini perlu, tapi kalau kita ingin mengisi Negara, maka dibutuhkan skill dalam mengelola Negara. Sekarang pertanyaannya, dengan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia saat ini, apakah umat Islam siap untuk mengelolanya, ternyata kita lihat belum siap, akhirnya modal asing yang menguasai. Sekarang hal yang seperti ini sudah berlangsung. Misalnya saja, siapa yang menguasai BUMN, siapa yang menguasai APBN dan siapa yang menguasai sumber daya
alam kita? Orang lain semua. Padahal, kalau potensi umat Islam ini dikelola, keuntungannya sangat besar. Kenapa ini tidak dilakukan? karena kesadaran umat Islam untuk membangun negara modern dan keterampilan masih rendah. Akhirnya yang terjadi kita marah-marah dan protes yang kemudian membuat orang tidak simpatik. Tadi Bapak menyebutkan Islam itu ada aspek akidah, syari’ah, dan ihsan (akhlak). Apakah perilaku kurang simpatik dan radikal beberapa kelompok Islam ini karena mereka terjebak pada syariah mainded? Saya termasuk orang yang ragu apakah mereka yang berperilaku radikal dan anarkhis dalam keberagamaan ini, memiliki pemahaman syariat yang dalam. Kemudian, apakah secara ekonomi mereka ini mandiri. Makanya saya masih bertanya-tanya, apakah orang-orang yang radikal itu, betul-betul memahami dan menyebarkan Islam atau hanya untuk mencari pekerjaan. Sebab dengan cara radikal itu, apa yang mereka perjuangkan dan apa yang mereka berikan pada umat nggak jelas?. Padahal Hindu, Budha dan berbagai paham agama lain yang ada di Nusantara ini, takluk dengan Islam karena kehalusan budi pekerti dan akhlak umat Islam saat itu. Saya yakin, jika disurvei, gerakan-gerakan radikal itu apakah membawa simpatik atau sebaliknya. Jawabannya orang Islam tidak akan simpati! Artinya, mereka ini justru tidak memahami dan tidak mengetahui ajaran Islam sesungguhnya? Saya tidak tahu, itu bisa ditanyakan sama mereka, tapi bagi saya apakah gerakan radikal, anarkhis begitu sejalan dengan ajaran-ajaran Islam. Memang dalam Islam itu terdapat ajaran yang keras dan tegas. Tapi, tegas di sini bukan berarti menghilangkan kesantunan dan keadilan. Nabi Ibrahim itu tegas, tapi santun dan cerdas. Lihat sejarah Nabi Ibrahim dalam AlQur’an, ia disebut sebagai bapak para Nabi. Dan beliau sangat cerdas dan santun, misalnya saja ketika umatnya menyembah bintang, bulan, matahari, ia ikutin, namun ketika semua yang disembah hilang? Akhirnya mentok, dan kemudian ia berpikir, berarti yang harus kita sembah adalah yang membuat bintang, bulan dan matahari, sehingga orangorang mengikuti semua. Jadi beliau berpikir bil hikmah, artinya dengan cara berpikir filosofis. Namun kalau rakyatnya bodoh, kita beri arahan yang penuh dengan sikap bijak atau yang disebut Mau’idzah. Jika rakyat pintar dengan mujadallah. Jadi dalam Islam itu, cara dakwah ada tiga macam. Jika berhadapan dengan rakyat yang masih bodoh, maka kita berdakwah dengan cara mau’idzah, kalau pintar maka bisa dengan cara berdebat atau mujadallah, tapi kalau rakyatnya semakin tinggi, dakwahnya melalui filosofical atau kontemplasi bil hikmah. Jadi dakwah Ibrahim ini sangat santun sekali. Namun untuk persoalan tauhid, memang beliau tegas, bahkan patung-patung dihancurin. Jadi singkatnya, Islam itu tegas, tapi harus santun dan cerdas. SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
25
DIALOG Bukankah Islam juga memiliki ajaran amar ma’ruf dan nahi munkar? Bisakah konsep ini menjadi pendorong gerakan radikal tersebut? Pertanyaannya sekarang, sudah berapa banyak mereka berbuat dan mengajak yang ma’ruf? Ma’ruf itu harus dibedakan dengan khair, dan begitu juga munkar harus dibedakan dengan syar. Kalau khair itu maknanya kebaikan universal, sedangkan syar itu maknanya kejahatan. Jadi, ma’ruf itu ada unsur lokal wisdomnya, dan munkar itu sesuatu yang ditolak. Oleh karena itu Islam itu menggerakkan ma’ruf dengan bijaksana sesuai local wisdom. Bagaimana agar umat Islam mampu mengubah sikapnya untuk menjadi Muslim yang simpatik? Indonesia itu rumah kita, jadi rumah kita itu di sini, dan umat Islam adalah penduduk paling banyak. Maka rumah ini mari dijaga, untuk menjaganya mari kita perkuat Negara ini dengan diisi oleh orang-orang baik, seperti politisinya, birokrasinya dan pemerintahnya. Jadi kalau ingin memperbaiki kondisi umat Islam, isilah kehidupan bernegara ini dengan baik. Apakah umat Islam harus masuk struktur kekuasaan Negara? Iya! Tapi harus dengan orang baik dan konsep yang baik. Masa kita mau menjadi pemberontak terus. Dan yang dilawan juga umat Islam sendiri. Coba kita lihat apakah ada pendidikan yang tanpa APBN. Mana bisa maju umat Islam, jika APBN tidak jalan, sementara yang menguasai APBN itu adalah Negara. Makanya kalau ingin menguasai, maka masuklah ke dalam.
Lantas agenda apa yang mesti diutamakan oleh umat Islam untuk menjadikan kehadirannya rahmat bagi yang lain? Begini ya, kalau soal akidah kita sudah selesai. Jadi kita ini yang kurang ihsan, dan produk ihsan ini mesti kita tunjukkan dengan akhlak, pengetahuan dan peradaban, dan ini harus menjadi prioritas. Kalau orang sudah pegang rukun Islam yang lima, ya mereka itu sudah Islam. Tapi apakah sudah cukup Islam itu seperti demikian, menurut saya belum. Makanya perlu ditumbuhkan ihsan-nya. Karena wajah Islam itu pada ihsan. Kalau kita bangga pada masa lalu karena bangga dengan peradabannya, dan peradaban itu produk ihsannya. Jadi 26
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
bagaimana dengan ber-Islam ini kita bisa melahirkan hadlarah atau peradaban. Namun sekarang ini, kita lebih suka menonjolkan qabilah dan ghanimahnya. Sehingga agenda besar untuk membangun hadlarah tidak pernah tercapai. Bagaimana dengan peran serta tugas Muhammadiyah dan NU ke depan? Muhammadiyah dan NU itu telah berjasa besar pada bangsa ini, coba kalau tidak ada dua ormas ini. pertama, pemerintah tidak akan bisa membiayai sekolah. Kedua, kalau tidak ada dua ormas ini, radikalisme akan semakin kuat dan pemerintah tidak akan bisa menghadapi. Oleh karenanya, mestinya Muhammadiyah dan NU ini, mari bersama-sama kita jaga independensinya sebagai kekuatan masyarakat sipil, dan jangan dikotori sebagai kekuatan politik. Politisi maupun kader dua ormas ini jangan tukar menukar posisi dengan
politik. Karena ini asset bangsa, tempat menjaga moral dan pengawal Pancasila. Maka pemerintah harus merawat dan menjaga dua ormas ini. Misalnya dengan memberikan bantuan untuk mendirikan sekolah yang bagus. Makanya seabad Muhammadiyah ini, seharusnya pemerintah memberikan sumbangan sebagai bentuk terimakasihnya pada Muhammadiyah, namun ini justru tidak dilakukan. Pendeknya, dua ormas ini harus dijaga, dan jangan dirusak, baik oleh orang dalam maupun oleh orang luar, karena dua ormas ini adalah pilar kultural Islam.• (d)
P
E
D
O
M
A
N
MADRASAH MMY PROF A MALIK FADJAR
“Didiklah dan persiapkanlah generasimu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu, mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu” (Ali bin Abi Thalib)
S
abtu, 9 Rabiul Akhir 1433 H/3 Maret 2012, saya diundang oleh Badan Pembina (BP) Madrasah Mu’alliminMu’allimat Yogyakarta (Madrasah MMY) untuk menjadi pemateri penguatan ideologi Muhammadiyah. Materinya seputar “Peran Guru dalam Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah.” Ketua BP DR H Tasman Hamami, MA. dalam pengantarnya mengatakan bahwa, Madrasah MMY adalah merupakan “sekolah kader” yang mempunyai “visi menjadi institusi pendidikan Muhammadiyah tingkat dasar dan menengah yang unggul dan mampu menghasilkan kader ulama, pemimpin dan pendidik yang membawa misi gerakan Muhammadiyah.” Ini berarti bahwa Madrasah MMY bukanlah sekadar seperti madrasah setingkat MTs (SMP) dan MA/MAK (SMA/SMK) sebagaimana yang dimaksud dalam SKB Tiga Menteri tentang Madrasah maupun dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2002, pasal 17 dan 18. Tetapi sekaligus sebagai “model” pendidikan kader Persyarikatan. Artinya, selain memiliki “kesederajatan” secara kelembagaan dan akademik dengan sekolah-sekolah umum maupun kejuruan yang setingkat, dan mempunyai akses ke jenjang pendidikan tinggi, lulusan Madrasah MMY diharapkan akan menjadi kader “penggerak” (driving force) Muhammadiyah dalam gerak melintasi zaman. Menurut penuturan Amir Hamzah Wirjosukarto, dalam bukunya Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, UP. Ken Mutia, Singosari-Malang, 1968, h.117-120, ada dua model pembaruan pendidikan yang ditempuh Muhammadiyah. Pertama, mengikuti sistem sekolah pemerintah (Belanda) yang sudah ada dengan menambah roh dan pengajaran agama, seperti terlihat dari pendirian H.I.S. met de Quran, Schakelschool Muhammadiyah, MULO dan HIK Muhammadiyah. Kedua, mendirikan perguruan sendiri yang tipikal (khas) yang mutu, sifat dan cara-cara mengajarnya mempunyai cara tersendiri. Kehadiran Madrasah MMY, adalah tipikal yang dirintis oleh KH Ahmad Dahlan. Bermula dari langgar/surau, dengan sebutan Al-Qismul Arqa. Kemudian menjadi Pondok Muhammadiyah, Hoogere Muhammadiyah School, Kweekschool Islam, Kweekschool Muhammadiyah, dan terakhir diabadikan dengan sebutan Madrasah MMY. Sepanjang yang saya ketahui, Madrasah MMY dalam per-
jalanan panjang mulai dari masa perintisan sampai dasawarsa 60-an punya peran dan kontribusi besar bagi perkembangan dan gerak Muhammadiyah di daerah-daerah wilayah Nusantara. Lulusan atau pun tamatan Madrasah MMY banyak berperan sebagai mubaligh-mubalighat, ustadz-ustadzah, guru dan aktivis pergerakan, termasuk pergerakan politik. Tetapi, “tempo doeloe, bukan kini, dan bukan pula mendatang.” Perkembangan zaman yang disertai berbagai kemajuan dan perubahan, menjadikan pendidikan semakin tidak sederhana. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem informasi dan komunikasi, serta derasnya arus globalisasi yang merambah seluruh aspek kehidupan, menuntut kesiapan tersendiri. Pesan Kholifah Ali bin Abi Thalib tersebut di atas merupakan isyarat yang harus terus menerus dicermati dan diperhatikan jajaran dunia pendidikan. Apa yang dikatakan pakar masa depan Alvin Toffler, bahwa “pendidikan harus mengacu pada perubahan masa depan,” perlu terus dikritisi dan diperhatikan. Tema Hari Guru se-Dunia 2010, mengisyaratkan bahwa, untuk membenahi kembali pendidikan mulailah dari jajaran guru-gurunya (“Recovery begins with teachers”). Ini betul dan saya meyakininya. Berdasarkan pengalaman maupun pengamatan, faktor guru merupakan faktor utama. Dan sejarah pendidikan Muhammadiyah dengan jelas menunjukkan bagaimana KH Ahmad Dahlan mencari guru dan menyelenggarakan pendidikan guru di masa-masa merintis dan meretas gerakan pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Sampai-sampai Kiai, konon merelakan harta kekayaannya untuk dilelang guna memenuhi kebutuhan guru. Menyadari akan peran guru sebagaimana digambarkan di atas, maka untuk penguatan kembali pendidikan Muhammadiyah perlu dilakukan pembenahan guru secara terus menerus di semua jenjang dan jenisnya. Lebih khusus lagi untuk guruguru Madrasah MMY yang merupakan salah satu institusi pendidikan kader. Dan, pembenahan itu bukan hanya sebatas sebagai “pengajar” pada bidang studinya, tetapi terutama pada kesadaran serta tanggung jawabnya sebagai guru pembawa visi dan misi pergerakan. Ini berarti guru-guru/tenaga kependidikan di lembaga pendidikan Muhammadiyah selain memiliki kompetensi harus pula berjiwa dan berwawasan pergerakan. Begitu juga pimpinannya, selain amanah dan penuh dedikatif, perlu memiliki kemampuan berkomunikasi ke dalam maupun ke luar. Tidak hanya asyik dengan dirinya sendiri. Prof A Malik Fadjar, Mantan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Nasional RI. SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
27
DI ANTARA KITA Biro Kemahasiswaan UMP: “Mahasiswa adalah Partner Kita, Kepuasan Mahasiswa Merupakan Prioritas Utama” UNTUK memberikan pelayanan yang lebih baik, cepat dan efisien di bidang kemahasiswaan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) membentuk Biro Kemahasiswaan yang merupakan inisiasi dari Wakil Rektor III, Anjar Nugroho S Ag, MS.I. Dengan meningkatnya jumlah mahasiswa yang semakin kompleks , Anjar menimbang memerlukan satuan tugas pelayanan yang solid, kompak dan handal “Agar dapat menyelesaiAgung Miftahudin, SE, MSi kan berbagai permasalahan kemahasiswaan seperti kesejahteraan, prestasi, tata krama serta ketertiban dapat tertangani dengan baik,” jelasnya. Ada beberapa hal yang menjadi fokus pelayanan Biro Kemahasiswaan yaitu pengajuan kegiatan intra kurikuler maupun ekstrakurikuler, prestasi kemahasiswaan baik akademik maupun non akademik, peningkatan kesejahteraan mahasiswa dengan program beasiswa yang diambil dari beberapa sumber penyedia beasiswa dan teroptimalisasinya peran Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan resources yang menganut asas the right man in the right place. Dengan adanya Surat Keputusan Rektor tahun 2011, Biro Kemahasiswaan UMP memiliki beberapa unit pelayanan bidang kemahasiswaan yaitu, CDC (Career Development Center) merupakan lembaga yang menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kecakapan mahasiswa dalam mempersiapkan karir serta kewirausahaan, SAC (Student Advisory Center) merupakan lembaga yang memberikan pendampingan dan bimbingan bagi mahasiswa yang memiliki permasalaahn studi dan akademik, STC (Student Training Center) merupakan lembaga yang memiliki tugas untuk merancang dan
melaksanakan berbagai program pelatihan, SSC (Student Scientific Center) merupakan lembaga yang bertugas memberikan program pelatihan dalam bidang penalaran dan AC (Alumni Center) merupakan lembaga yang memfasilitasi para alumni dengan universitas sehingga terjadi sinergitas dalam rangka pengembangan universitas. Agung Miftahudin, SE, MSi selaku Kepala Biro Kemahasiswaan mengatakan “Mahasiswa adalah partner bagi kita, kepuasan mahasiswa merupakan prioritas utama. Jadi kita sangat fokus baik dalam hal, koordinasi penyuratan, kegiatan kemahasiswaan, penyaluran bakat mahasiswa ataupun kesejahteraan mahasiswa (beasiswa),” katanya. Di bawah kepemimpinannya, Biro Kemahasiswaan UMP berhasil menelurkan mahasiswa berprestasi yang meningkat tiap tahunnya. Tidak hanya itu, UMP berhasil mendapatkan kepercayaan dari Badan Pembina Seni Mahasiswa Indonesia untuk menggelar Pekan Seni Mahasiswa Daerah Jawa Tengah (PEKSIMIDA) dengan seleksi vokal tunggal pop, dangdut, keroncong dan seriosa. Agung juga menambahkan “Prestasi kita di sisi mahasiswanya juga cukup signifikan, dalam beberapa ajang kita berhasil meraih juara, di PEKSIMIDA kemarin, mahasiswa kita (Gancar Asa Negara) akn mewakili Jawa Tengah dalam ajang PEKSIMINAS di Mataram. Belum lagi di ajang lain, seperti juara lomba debat Provinsi, debat bahasa Inggris, mapres (mahasiswa berprestasi), Duta GenRe Banyumas dan sebagainya,” imbuhnya. Agung juga berpesan agar para orang tua memahami “Belajar di UMP itu penuh dengan kenyamanan, kita sangat peduli dengan mahasiswa. Perguruan Tinggi Swasta pun bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi mahasiswanya,” ungkapnya. Agung juga menjelaskan bahwa keberadaan UMP bukan lagi menjadi second choice bagi masyarakat, “UMP sudah membuktikan diri dari segi pelayanan kemahasiswaannya bisa menjadi yang terbaik dan terpercaya dengan menelurkan mahasiswa yang tidak pernah sepi akan prestasi, UMP bisa menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat yang ingin menguliahkan putra putrinya di sini,” tandasnya mantap. Harapannya, melalui Biro Kemahasiswaan akan terselenggara proses pelayanan pada mahasiswa secara lebih baik dan efisien. (Pra/Hum/adv)
LPPM UMP : Mengembangkan Penelitian yang Berbasis Kearifan Lokal UNTUK mendukung kinerja Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) sebagai salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang berorientasi pada upaya pengembangan kualitas intelektual civitas akademikanya menuju visi UMP yang Unggul, Modern, dan Islami keberadaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) sangatlah penting. LPPM UMP merupakan unsur utama pelaksana di lingkungan Universitas yang mengkoordinasi, memantau dan menilai pelaksanaan kegiatan penelitian yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian serta ikut mengusahakan dan mengendalikan administrasi sumber daya yang diperlukan dalam rangka pengabdian kepada masyarakat. LPPM UMP memiliki visi untuk menjadi pusat pengembangan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang unggul, modern, dan Islami. Sedangkan misinya melingkupi 3 hal yaitu menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang mendukung terwujudnya pengembangan pendidikan dan kehidupan berbudaya Islami yang modern, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sebagai ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada melalui pengembangan metodemetode pendidikan yang unggul dan mengembangkan sumber daya menuju masyarakat madani berkearifan lokal. LPPM UMP memiliki 2 tujuan utama yaitu bidang penelitian dan pengabdian pada masyarakat Di bidang penelitian fokus utamanya adalah menciptakan iklim pengembangan intelektual para dosen untuk mengeksplorasi
28
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
Sekretaris LPPM SUWARSITO, SPi., MSi.
DI ANTARA KITA dan mengembangkan bidang penelitian dalam upaya mencapai visi UMP: Unggul, Modern, dan Islami. Adapun di bidang pengabdian masyarakat, konsentrasi utamanya adalah menciptakan iklim pengembangan implementasi bidang ilmu di masyarakat melalui kegiatan pengabdian untuk mencapai visi UMP: Unggul, Modern, dan Islami. Demi tercapainya tujuan tersebut, LPPM UMP memiliki strategi yaitu menyelenggarakan kegiatan penelitian yang bersifat multidisipliner, menyelenggarakan kegiatan penelitian yang disinergikan dengan kegiatan pengabdian, pengembangan ilmu dan juga kemanfaatannya bagi masyarakat, dan pengembangan pendidikan berbasiskan ilmu pengetahuan. Di bawah kepemimpinan Prof DR H Tukiran, MM selaku Ketua LPPM UMP berhasil mengadakan penelitian yang bermanfaat bagi institusi dan masyarakat sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi luar seperti pemerintah ataupun swasta. Ketua LPPM UMP yang diwakili oleh Sekretaris LPPM UMP, Suwarsito, SPi., MSi mengatakan “Kita telah menjalin kerjasama dengan pihak luar seperti PT Pertamina dan PT Holcim dalam hal penelitian yang mengarah pada konsep Corporate Social Responsibility (CSR). Ini menunjukkan bahwa kita berperan aktif dalam permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat,” jelasnya. Suwarsito juga menjelaskan LLP memiliki rencana induk penelitian universitas yaitu mengembangkan penelitian yang berbasis kearifan lokal. Suwarsito menekankan “Hasil dari penelitian inilah yang nantinya akan digunakan sebagai rekomendasi bagi pengambil kebijakan (Pemerintah Daerah) dari setiap permasalahan yang ada,” katanya. LPPM UMP juga senantiasa akan menelurkan penelitian dalam tiap tahunnya yang melibatkan mahasiswa secara langsung. LPPM UMP aktif dalam memberdayakan warga Muhammadiyah, hal ini terbukti dengan diselenggarakannya pelatihan, pendampingan dan pemberian modal usaha pada unit amal usaha Muhammadiyah, seperti yang dilakukan di kelompok “melethek srengenge-Jatilawang”, LPPM UMP berperan aktif dalam budi daya ternak dan pertanian terpadu dan juga program kemitraan di desa Keramat-Banyumas melalui bantuan ternak kambing. Masih menurut Suwarsito, “Kegiatan semacam itu yang akan dilakukan untuk menjawab setiap permasalahan masyarakat. Ini merupakan bentuk tanggung jawab sosial lembaga kepada masyarakat,” tandasnya. (Pra/Hum/adv)
LPPI UMP : “Ciptakan Pusat Kajian ke-Islaman yang Kaffah, Kehambaan dan Kekhalifahan” UNIVERSITAS Muhammadiyah Purwokerto (UMP) sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah yang bergerak di bidang pendidikan tinggi memiliki tujuan Menyiapkan peserta didik menjadi sarjana Muslim yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional kependidikan serta beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur H Mintaraga Eman Surya, Lc., MA yang diridlai Allah SwT dan mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian dalam rangka mewujudkan Islam serta meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Pada konteks inilah Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMP dibentuk untuk menjadi institusi yang berkonsentrasi mengelola kurikulum dan pengajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, menjadi pusat pengkajian keagamaaan dan institusi yang berupaya menciptakan miliu Islami di lingkungan UMP maupun masyarakat sekitar. Keberadaan LPPU sangat penting, LPPI mengambil peran sebagai unsur pelaksana akademik yang melaksanakan penyelenggaraan pendidikan Al-Islam, Kemuhammadiyahan dan bahasa Arab serta mengembangkannya guna menciptakan insan akademik yang Islami. LPPI UMP memiliki Visi menjadi lembaga profesional yang mampu memberdayakan tiga kerangka usaha; Pengkajian, pembinaan dan pengamalan Islam dan ke-Muhammadiyahan di lingkungan Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan masyarakat sekitar. Adapun misi dari
LPPI UMP adalah menyelenggarakan Pengkajian dan pengajaran AlIslam dan ke-Muhammadiyahan yang berwawasan kemajuan, melakukan pembinaan dan Islamisasi lingkungan kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dalam pelaksanaannya, tujuan dan orientasi dari semua kegiatan yang diselenggarakan LPPI mencakup 4 hal yaitu tegaknya akidah Islam yang murni-bersih dari kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi beragama menurut Islam, tegaknya nilai-nilai akhlaqul karimah dan ibadah, baik dalam arti sempit maupun luas dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan sunnah shahihah serta teladan Nabi saw sebagaimana paham Muhammadiyah, berkembangnya pemikiran keagamaan (Islamic studies) yang berwawasan kemajuan, dinamis dan responsif terhadap perkembangan modernitas, dengan berlandaskan pada Al-Qur’an-Sunnah dan melestarikan dan mentransformasikan nilai-nilai Muhammadiyah ke dalam pribadi civitas akademika, sehingga tak putus dari ide dasar dan semangat tajdidiyah para pendahulu. H Mintaraga Eman Surya, Lc., MA selaku Ketua LPPI UMP mengatakan “LPPI akan selalu berusaha menjadi dan menciptakan pusat kajian keIslaman yang kaffah selaras dengan tugas kehambaan (Abdullah) dan kekhalifahan,” tandasnya. masih menurutnya, LPPI akan senantiasa bergerak dalam pengamalan nilai-nilai Islam yang menjadi pola pikir, sikap dan perilaku segenap civitas akademika UMP. Aplikasi nyata peran LPPI dalam UMP adalah dengan menerapkan sistem pembiasaan amalan yaumiyah “Seperti shalat berjamaah, ada spot suara di tiap ruangan yang mengingatkan waktu shalat tiba, gerbang masuk ditutup ketika waktu shalat, finger print di masjid untuk shalat jamaah, kultum tematik dhuhur, pemasangan baliho adab belajar mengajar di tiap kelas, adab dosen dan pegawai di tiap ruang dan sebagainya,” jelasnya. Ringkasnya, kegiatan LPPI meliputi kegiatan Bidang Akademik, Bidang Pembinaan dan Pengamalan Islam dan Kemuhammadiyahan, Bidang Pengkajian, Pengembangan dan Penerbitan serta berkoordinasi dengan Badan Ta’mir Masjid KH Ahmad Dahlan UMP dalam hal Pembinaan Ke-Masjid-an. Mintaraga juga mengungkapkan, “LPPI senantiasa melaksanakan peran dan fungsinya dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar dalam perbaikan masyarakat dan bangsa. LPPI merupakan ruh dari jasad UMP dan spirit bagi civitas akademika,” jelasnya. (Pra/ Hum/adv)
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
29
30
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
MILAD MUHAMMADIYAH PDM LINGGA KEPRI. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau belum lama ini menyelenggarakan serangkaian kegiatan, dalam rangka memeringati Milad Muhammadiyah ke-102 H/ 99 M dengan tema, “Muhammadiyah Membangun Karakter Utama untuk Kemandirian dan Kemajuan Bangsa”. Acara yang dilaksanakan di Gedung Nasional Dabo Singkep ini, dihadiri Wakil Bupati Lingga, Abu Hasim, DPRD Lingga, PWM Kepulauan Riau, PDM Lingga, Ortom, Orma Islam, pemuka agama dan tokoh masyarakat. Dalam kesempatan ini juga, dilaksanakan pelantikan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Lingga, periode 2010-2015 yang diketuai H Ali Thamrin. Ketua pelaksana Milad, Rustam mengungkapkan bahwa, dalam peringatan milad Muhammadiyah ini, sebelumnya diadakan serangkaian kegiatan lomba untuk tingkat Taman Kanak-kanak berupa lomba hafalan ayat-ayat pendek, gerakan sholat dan lomba mewarnai kaligrafi. Sedangkan Wakil Bupati Lingga, Abu Hasim dalam sambutannya pada saat penyerahan hadiah para pemenang lomba yang digelar oleh TK Aisyiyah Singkep, mengatakan bahwa, dalam rangka membangun karakter generasi penerus, pendidikan akhlak dan pembelajaran praktik beribadah merupakan hal utama. Dan bersifat fundamental dan perlu ditanamkan sejak usia dini atau masa kanak-kanak. Lebih lanjut Abu Hasim mengtakan, “Pendidikan agama pada usia dini sebagai bekal dan protek menghadapi pengaruh lingkungan, dan perkembangan teknologi. Karena pengawasan dan bimbingan keluarga dan orang tua sering terabaikan,” ujar beliau. Abu Hasim berharap agar keberadaan Muhammadiyah, sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, dapat berperan dan membantu percepatan pembangunan dan pembinaan karakter umat di Kabupaten Lingga dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Ardi Lingga
BTM KESESI BERKEMBANG PESAT PEKALONGAN. Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) Kesesi belum lama ini mengadakan rapat anggota tahunan yang keempat. Bertempat di gedung SMP Muhammadiyah Kesesi. Rapat yang diikuti sekitar 90 anggota ini, dihadiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Pekalongan, Pimpinan BTM Jawa Tengah ddan Dinas Koperasi dan Perindustrian. BTM Kesesi berdiri tahun 2008 dengan modal awal 150 juta. Pada tahun keempat ini telah mengantongi saham sebesar 3 milyar. Menurut Pimpinan BTM Jawa Tengah, BTM Kesesi ini termasuk sehat dan menduduki peringkat terbaik keempat dari 22 BTM seJawa Tengah. Keberadaan BTM ini sangat membantu kegiatan Muhammadiyah. Baik tingkat Cabang maupun Ranting. Sisa hasil usaha tahun keempat ini, sebesar 20 persen sekitar 19 juta masuk ke kas PCM Kesesi. Selain itu, dapat memberikan insentif dana pendidikan guru dan ustadz baik SD, SMP, PAUD, TK dan TPQ. Selain itu, kehadiran BTM ini bisa menyemangati para Pimpinan Muhammadiyah, bahwa Muhammadiyah sangat kompeten pada bidang ekonomi, dalam rangka mensejahterakan umat Islam pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya. Tahun ini Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kesesi akan membangun gedung dakwah Muhammadiyah berlantai dua.
Gedung ini nantinya akan digunakan untuk kantor BTM dan kantor PCM serta Gedung Dakwah. Pembangunan gedung ini akan menghabiskan dana sekitar 600 juta rupiah. Moh Abdul Qodir
OLIMPIADE PELAJAR MUHAMMADIYAH NGAWI NGAWI. Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Ngawi, beberapa waktu yang lalu telah mengadakan Olimpiade Pelajar Muhammadiyah (OPM). Ketua Majelis Dikdasmen PDM Ngawi, Drs Salimoel Amien mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari dan bertempat di kompleks Muhammadiyah, Jln Ahmad Dahlan 26, Ngawi, Jawa Timur. Beliau juga berharap. Semoga kegiatan pertama yang dilaksanakan Majelis Dikdasmen PDM Ngawi ini, akan terus menjadi motivasi untuk mempererat hubungan silaturahmi dan OPM bisa terus diadakan setiap tahun. Kegiatan ini diikuti lebih kurang 980 pelajar Muhammadiyah dari berbagai daerah di Kabupaten Ngawi. Adapun perlombaan yang diadakan, dari cabang olah raga adalah: Bela diri Tapak Suci, bulu tangkis, catur, tenis meja, dan futsal. Dari cabang seni, meliputi: lomba paduan suara, baca puisi, majalah dinding, pidato dua bahasa. Dari cabang pendidikan, meliputi: olimpiade matematika, IPA, ISMUBA, lomba PTK untuk para guru. Laila Hidayati SUARAMUHAMMADIYAH MUHAMMADIYAH06 11/ /97 97| |16 1 - 31 15 MARET JUNI 2012 SUARA 2012
35
AKTIVITAS AMAL USAHA Ekskul jurnalis SMA Muhammadiyah Kebumen dengan didukung oleh Majelis Dikdasmen dan Majelis Pustaka PDM Kebumen, belum lama ini menyelenggarakan kegiatan pelatihan jurnalis untuk siswa-siswi SMP, SMA, SMK dan MA se-Kabupaten Kebumen. Kegiatan ini dibuka oleh M Syahri Nurwahab dari Majelis Pustaka dan Informasi mewakili PDM Kebumen. Dalam sambutannya beliau mengatakan bahwa, dunia jurnalistik adalah dunia yang kompleks. Jika ditekuni bisa menghasilkan banyak hal, termasuk materi. Kegiatan yang mengambil tema, “Menulis, Memunculkan Ide dan Modernisasi Pemikiran” ini adalah yang ketiga kalinya yang diselenggarakan oleh Ekskul Jurnalis SMA Muhammadiyah Kebumen. Dan diikuti sekitar 70 peserta dari 10 sekolah tingkat SMP maupun SMA/SMK/dan MA. Lembaga Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat dan Penerbitan (LPPMP) Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA) belum lama ini mengadakan pelatihan dengan tema, “Manajemen Riset dan Strategi Memenangkan Kompetisi Penelitian Dikti untuk Dosen/Peneliti Muda” diikuti oleh kalangan pengajar, dan peneliti internal UNMUHA. Kerjasama dengan Pemerintah Aceh. Rektor Unmuha, Drs Muharrir Asy’ari, Lc., MAg, menyambut baik kegiatan ini. “Penelitian merupakan unsur yang esensial bagi denyut nadi universitas. Unmuha memiliki komitmen yang tinggi dalam menggalakkan kegiatan penelitian dengan menyediakan sejumlah dana pembiayaan dari universitas setiap tahunnya”, tutut Muharrir dalam sambutannya. SD Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta belum lama ini mengadakan sarasehan pendidikan dengan menampilkan pembicara Prof Makoto Nakano, guru besar Tottori University Jepang. Sarasehan yang diikuti sekitar 100 orang Kepala Seko-
lah SD, SMP, SMA dan SMK se-Kota Yogyakarta ini, dibuka oleh Ketua Majelis Dikdasmen PDM Kota Yogyakarta. im
PELANTIKAN PCM DAN PCA PATROL INDRAMAYU. Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah Patrol, Indramayu belum lama ini telah dilantik oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah Indramayu. Pelantikan ini dihadiri oleh aparat Pemerintah, MUI, serta warga dan simpatisan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Ketua PCM Patrol H Hasan Bisri, dalam sambutannya mengatakan bahwa, Muhammadiyah di Kecamatan Patrol jumlahnya tidak banyak. Namun, kita harus tetap optimis untuk selalu mengadakan kegiatan-kegiatan dan peningkatan dalam amal usaha yang berada di bawah naungan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Sementara itu, Ketua PDM Indramayu Drs Abdul Rojak Muslim, Msi dalam acara pelantikan itu mengatakan bahwa, Muhammadiyah Patrol terbukti telah melahirkan kader-kader terbaik ke tingkat daerah. Sekarang Ketua PDM juga berasal dari Muhammadiyah Patrol. “Muhammadiyah harus sejalan dengan organisasi-organisasi Islam lainnya. Mereka adalah saudara-saudara kita. Dengan bersatu, maka tidak akan ada gerakan-gerakan yang menyimpang dari akidah dan meresahkan masyarakat. Yang akan merongrong NKRI”, ujar Abdul Rojak Muslim. Demikian juga Aisyiyah Patrol, mempunyai peranan yang sangat penting dalam menegakkan pilar kehidupan berumah tangga. Dengan mengadakan pengajian rutin. Peran yang sudah dilakukan Aisyiyah Patrol, diantaranya membantu kaum dhu’afa, dengan memberikan santunan kepada fakir miskin dan wanita jompo, sekitar daerah Patrol. Nur Aisah
PELANTIKAN PCM DAN PRM SE-CABANG LAREN LAMONGAN LAMONGAN. Pimpinan Cabang Muhammadiyah Laren, Lamongan periode 2010-2015 yang terdiri dari, K As’ad AB (Ketua), Masroin Assafani, SPdI., Drs Ahmad Umar, Drs Malikan Dian Saputra, MPd., K Mudzakkir, Koniran, SPdI, KH M Syamsi, KH Abdul Aziz Yusuf, H Sumarlan Sunyono, telah dilantik oleh Sekretaris PDM Lamongan, Drs Shodikin, MPd. Pelantikan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelantikan Pimpinan Ranting Muhammadiyah se-Cabang Laren, bertempat di eks Gedung SD Negeri Laren Lamongan. Hadir dalam kesempatan ini anggota Muspika Kecamatan Laren, perwakilan Majelis Wakil Cabang NU Kecamatan Laren, Kepala Desa se-Kecamatan Laren, Pimpinan Cabang Aisyiyah Laren dan PRA seCabang Laren, serta guru-guru dilingkungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PCM Laren. Pelantikan PCM Laren, dilaksanakan oleh Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan, diteruskan dengan pelantikan PRM se-Cabang Laren oleh Ketua PCM Laren, K As’ad AB. Memberikan sambutan dalam pelantikan ini adalah, Ketua PCM, PDM Lamongan dan Kapolsek Laren. Sedangkan tausiyah disampaikan Wakil Ketua PWM Jawa Timur, DR H Saad Ibrahim, MA. Maslahul Falah 36
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
KOPERASI BTM RASAU JAYA DAPAT PENGHARGAAN Salah satu amal usaha Muhammadiyah yang bergerak di bidang keuangan Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM) yang bernaung di bawah Koperasi Simpan Pinjam Syariah Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat mendapat Penghargaan Menakertrans RI yang diserahkan langsung oleh Drs HA Muhaimin Iskandar MSi diterima Prakinto Spd I, MPd Manajer BTM Rasau Jaya. KSPS BTM Rasau Jaya yang berbadan Hukum No: 87/BH/X/4/2003 dalam laporan Pertanggungjawaban Pengurus tahun 2011 memiliki anggota berjumlah 373 orang. Modal yang dimiliki terdiri kekayaan bersih Rp 815.403.085.(termasuk SHU tahun berjalan sebesar Rp 161.223.900.) dan Kwajiban berjumlah Rp 3.254.905.203. sehingga jumlah seluruh modal hingga 31 Desember 2011 mencapai Rp 4.070.308.288,09. Saat pelaksanaan RAT 26 Februari 2012, ditetapkan Pengurus dan Badan Pengawas periode 2012-2015 dan Program Kerja KSPS BTM Rasau Jaya. Ketua H Komari BA, Wakil Mujiono MPd Sekretaris Drs Nurhadi, Wakil H Alijasa Murni, Bendahara Miftahul Huda Amd. Badan Pengawas KSPS BTM Rasau Jaya Ketua H Soehandi SH dengan anggota HG Mujiono A Ma dan Mas’udi Ismail SPd I. Sejak tahun 2003 hingga 2011 aktifitas KSPS BTM Rasau Jaya terus meningkat dan berkembang usahanya. Dibuktikan beberapa kali memperoleh penghargaan dari Bupati Kepala Daerah Kabupaten Kubu Raya 2 kali, yaitu sebagai Koperasi Berkwalitas tahun 2009 dan sebagai Koperasi Berprestasi I tahun 2011. Oleh Gubernur Kepala Daerah Kalimantan Barat dipilih sebagai Koperasi Berprestasi Tingkat Provinsi se Kalimantan Barat. Keanggotaan KSPS BTM Rasau Jaya sebagian besar diikuti 373 warga transmigrasi petani, pedagang, dll. Pada pembukaan Forum Komunikasi Bidang P2MKTR Wilayah Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur 18 April 2012 di Makassar, KSPS BMT Rasau Jaya menerima Penghargaan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai Koperasi/Balai Usaha Mandiri Terpadu Transmigrasi berkembang mendukung Usaha Kecil dan Menengah. H Alijasa Murni
PELATIHAN KADER TARJIH MAKASSAR. Belum lama lalu, Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Sulsel mengadakan Pelatihan Tarjih Kader Regional Sulawesi yang berlangsusng di Pusat Dakwah Muhammadiyah Jalan Perintis Kemerdekaan 28 Makassar. Pelatihan yang diikuti oleh 72 orang dengan 12 nara sumber, menurut Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, DR H Kasim Salenda SH, M, Th I, bertujuan untuk menyiapkan kader Tarjih Muhammadiyah dalam memberi pemahaman dan keterampilan metodologi ijtihad dan istimbath hukum bagi kader tarjih. Serta memfasilitasi ketersediaan kader ulama di regional Sulawesi. Dikatakan, materi sajian dalam pelatihan masing-masing meliputi paham agama dalam Muhammadiyah, konsep kelembagaan dan manhaj Tarjih Muhammadiyah, ilmu Al Quran, dan Metodologi Tarfsir Al Quran, ilmu Hadits dan Metode Penentuan Status hadits. Serta materi metode ijtihad dan istimbath dalam hukum Islam dan sejumlah materi lainnya yang terkait bidang keulamaan. hus
STIKES JUARA DEBAT BAHASA INGGRIS BANJARMASIN. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Banjarmasin berhasil menyabet juara pertama pada final National University English Debating Championship South Kalimantan Provincial Selection yang digelar di Kampus Stikes Muhammadiyah Banjarmasin, belum lama lalu. Tim Stikes Muhammadiyah diwakili oleh Rizkan Nafarin dan Khairunisa, sejak awal per tandingan telah menunjukkan keunggulannya dan akhirnya menyisihkan lawan-lawannya. Juara kedua diraih oleh tim dari Uniska dan ketiga Stikes Husada Borneo dan Stikes Suaka Insan. Menurut Panitia A Kailani, juara pertama dan kedua mewakili Kalsel dalam lomba debat tingkat regional yang meliputi provinsi Kalsel, Kalteng, Kaltim dan Kalbar. Kegiatan lomba debat yang banyak menyerap penonton khususnya kalangan mahasiswa bidang kesehatan ini diselenggarakan bersama Kopertis XI Wilayah Kalimantan. Saroso Sundoro SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
37
PDM POLEWAL MAMASA GELAR SAFARI DAKWAH POLEWALI MANDAR. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Polewali Mamasa di bawah kepemimpinan H Abdul Hafid Malla melakukan Safari Dakwah di sejumlah PCM guna pembinaan umat. Ketua PDM, H Abdul Hafid Malla, mengemukakan, sejak diluncurkan program pembinaan umat sudah 2 cabang yang menjadi tuan rumah penyelenggara. Kegiatan terakhir dilakukan di Gedung Dakwah Muhammadiyah Polmas Jalan Masjid Takmir Kelurahan Sidodadi Kecamatan Wonomulyo. Sebelumnya, PCM Matakali menjadi tuan rumah di Desa Barumbung, Kecamatan Matakali dengan penceramah Ustadz H Ahmad Tawalla. 5 PCM yang ada di PDM Polewali Mamasa, 4 di antaranya berada di Kabupaten Polewali Mandar dan 1 PCM di Mamasa, yaitu PCM Mambi. Menurut Ketua PDM Polmas, H Abdul Hafid Malla kegiatan Safari Dakwah “Matahari” terlaksana berkat kerja sama dengan PDM Polmas dan PDA Polmas. Kegiatan selanjutnya dijadwalkan berlangsung di Masjid Usman Bin Affan Kelurahan Wasattan, Kecamatan Polewali dan di PCM Kebunsari. PCM Mambi berada di wilayah pegunungan sehingga medannya sangat sulit untuk menggelar kegiatan. Musa A Rio UNISMUH MAKASSAR KERJA SAMA PANGDAM VII MAKASSAR. Pangdam VII Wirabuana, Mayjen Muhammad Nizam dan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, DR H Irwan Akib M Pd menandatangani Piagam Kerja sama tentang kelembagaan pengembangan SDM di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, acara tersebut berlangsung di Auditorium Unismuh Makassar Jalan Sultan Alauddin 259 Makassar belum lama lalu. Hadir dan turut menyaksikan acara tersebut al Ketua BPH Ir HM Syaiful Saleh M Si, HM Yunus Kadir, WK Ketua PWM Sulsel. Mayjen Muh Nizam mengatakan, kerja sama akan melahirkan kekuatan besar antara tentara dan mahasiswa sehingga tidak ada jarak yang memisahkan dalam membangun masyarakat. Sementara Rektor Irwan Akib, mengharapkan, program kerja sama dapat memberikan penyatuan kekuatan ilmu pengetahuan dan kekuatan TNI sehingga aktualisasi ilmu pengetahuan dapat memberikan sikap yang jelas. Karena itu tentara dapat saja melakukan penelitian, dan pengabdian masyarakat terkait dengan kemanunggalan antara tentara dan rakyat. am DISKUSI MUBALIGH SULSEL MAKASSAR. Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Drs H KH Muh Alwi Uddin, M Ag membuka Diskusi Serial Majelis Tabligh dengan tema “Manhaj Dakwah Abad ke-2 Muhammadiyah Berkhidmat pada Syariat”, yang berlangsung di Aula Kedokteran Jalan Sultan Alauddin 259 Makasar, beberapa waktu lalu. Hadir dalam acara tersebut Rektor Unmuh Makassar DR H Irwan Akib MPd, dan menampilkan nara sumber KH Dja38
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
maluddin Amien, Prof DR H Arifuddin Ahmad MAg dan Drs KH Muh Alwi Uddin MAg. KH Djamaluddin Amien, berpendapat Islam tidak pernah gagal dengan tantangan dakwah, tapi justru Islam menjadi besar kerena tantangan dakwah. Apalagi dengan jaman jahiliyah modern ini, gerakan dakwah Muhammadiyah harus lebih maju dengan laju perdepatan era global. Seorang mubaligh harus selalu dibutuhkan berbagai macammacam kemampuan dalam menghadapi masyarakat yang beraneka ragam. Namun hujjahnya tetap Al Quran dan tetap mencontoh Rasulnya. Sementara itu, Drs MuhAlwi Uddin, mengatakan, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah harus lebih berhatihati dengan banyaknya paham-paham yang berkembang di masyarakat, baik melalui media dan kehidupan nyata. “Jalan dakwah Persyarikatan Muhammadiyah sudah dilalui dengan pendekatan iman dan amal salih,” katanya. Karena itu pendekatan sosial, ekonomi, dan pendidikan merupakan jalan dakwah yang tidak mudah dilalui. Namun memasuki abad ke-2, Muhammadiyah memiliki watak obyek dakwah yang sudah harus berubah seiring perubahan dan kemajuan peradaban. hus
PCM KABILA SEMAKIN BERKEMBANG GORONTALO. Perkembangan waktu yang melaju pesat seiring dengan pertumbuhan gerak dinamika kehidupan, peran Muhammadiyah semakin tertantang untuk menunjukkan peran strategisnya dalam membina masyarakat dengan segala kebutuhannya. Terutama dalam pengembangan amal ibadah dan penguatan akidah keimanan Islam. Demikian halnya dengan PCM Kabila yang terus bergerak maju dalam berdakwah di Gorontalo. Jaringan organisasi terus dibebani untuk menunjang gerakan revitalisasi Muhammadiyah di masyarakat. PCM Kabila termasuk sebuah Pimpinan Cabang Muhammadiyah yang produktif membangun jaringan organisasi, tidak kurang ada sekitar 11 Pimpinan Ranting Muhammadiyah berdiri di seluruh pelosok kecamatan. Sebut saja ada PRM Pauwo yang mengambil sekretariat di Masjid Al Fath Jalan Kabila Suwawa Km 5, PRM Ulunuta di Jalan Kabila Suwawa Kelurahan Pauwo, PRM Tanggilingo di Masjid Muttaqien Jalan Kabila, PRM Mautong di Jalan Tapa Suwawa Km 18 dan PRM Bongoime di Masjid Al Khairat Komplek MTsM Km 8 Desa Bongime. Jaringan juga berkembang di pelosok lain, seperti PRM Tumbihe di Jalan Kabila Suwawa Km 4, PRM Padeng di Masjid Al Mukhlisin Pauwo, PRM Dutohe di Km 7 Datuhe, PRM Tamboo di Km 15 Depan SD Negeri II Desa Tamboo, PRM Toto Utara di Masjid AL Mubin Km 9 Desa Toto, PRM Toto Selatan di Jalan Sawah Besar 78 Desa Pauwo. Kegiatan pengajian menjadi gerakan rutin penggalangan jamaah untuk syiar Islam. Selain itu kegiatan-kegiatan peringatan hari –hari besar Islam dan berperan dalam membina masyarakat di pedesaan. am
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
39
B I N A
A K I D A H
TAHSIIN AL-IIMAAN (MEMPERBAIKI IMAN) DR MOHAMMAD DAMAMI, MAg
I
man atau keyakinan penuh dan mendalam itu adalah urusan hati (qalbun). Sebagaimana telah diketahui, istilah “qalbun” itu terambil dari kata “qalaba” yang berarti “membalik”. Karena itu qalbun atau hati tersebut memiliki potensi untuk terbolak-balik. Kadang-kadang senang, kadang-kadang berbalik menjadi sedih, kadang-kadang menerima, namun tidak jarang berbalik menjadi menolak, dan sebagainya. Demikian penjelasan DR M Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (1997: 305). Karena hati cenderung membolak-balik seperti itu, maka tidak salah kalau Ibnu Taimiyah, seperti dikutip oleh HAMKA, dalam bukunya yang berjudul Pelajaran Agama Islam, mengatakan bahwa “iman ialah akidah dan amal; sebab itu dia bisa bertambah dan juga bisa berkurang” (1987: 393). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iman itu cenderung tidak stabil. Karena itu perlu perawatan yang relatif terencana dan terukur. Kalau ditelusuri lebih mendalam tentang sebab-sebab naik turunnya kualitas iman ini, menurut hasil amatan penulis sekurang-kurangnya, berpangkal pada kemungkinan ketidakstabilan seseorang dalam mengelola kesadaran “aku (ego)-nya. “Aku” atau “ego” inilah yang mendapat sorotan sangat tajam dalam Al-Qur’an. Dalam pengalaman hidup sehari-hari, kita mungkin pernah bertemu orang-orang yang berwatak egoistis (yakni orang yang bersikap senantiasa mementingkan kepentingan diri sendiri) atau orang yang bersikap egosentris (yakni orang yang menjadikan dirinya sebagai pusat segala-galanya, baik dalam berpendapat maupun dalam bertindak). Orang-orang yang berwatak egoistis dan bersikap egosentris ini adalah orangorang yang meletakkan aku-nya, ego-nya pada tingkatan yang berlebih-lebihan. 40
Orang-orang tersebut boleh dikatakan “pemuja” dirinya sendiri. Dalam Al-Qur’an, orang semacam ini mudah jatuh menjadi manusia yang cenderung sombong yang pada akhirnya mengancam kesucian keimanannya. Al-Qur’an mencontohkan orang yang rusak iman akibat memuja diri sendiri ini adalah sebagaimana manusia yang bernama Fir’aun. Dia merasa besar, kuasa, dan kuat, yang karena itu berani menantang Allah SwT, Tuhan yang diimani Nabi Musa as. Ada juga “aku” (ego) yang diposisikan sebaliknya, yaitu justru dijatuhkan martabatnya oleh si manusia itu sendiri. Ini digambarkan dalam Al-Qur’an yang disitir dalam surat Quraisy, “Falya’buduu rabba haadza’l-bait” = Maka hendaklah mereka orangorang Quraisy itu beribadah kepada Tuhan Yang Membina rumah ini (baitullah, Kakbah” (Quraisy [106]: 3). Kenapa begitu? Sebab, suku Quraisy telah menjatuhkan martabatnya sendiri, “aku” mereka sendiri, di bawah makhluk yang sebenarnya jauh lebih rendah daripada mereka, yaitu berhala-berhala yang hanya terbuat dari batu yang jumlahnya menurut catatan para sejarawan tidak kurang dari 360 buah dan dimasukkan serta disimpan dalam bangunan Kakbah. Bagaimana mungkin “aku” manusia yang begitu mulia hanya dikalahkan di depan patung-patung batu yang dicari sendiri dan ditatah sendiri? Bagaimana mungkin seorang sosok manusia bisa sampai mau dan begitu khidmat bersimpuh di depan seonggok batu yang diam seribu bahasa dan bisa pecah jika dipukul? Kalau hal semacam ini terus-terusan dipakai dalam keyakinannya, maka pelan-pelan, tapi pasti, maka manusia-manusia yang berkeyakinan seperti itu akan membunuh habis kemampuan-kemampuan yang dimilikinya untuk meraih kemajuan dan kesejahteraan hidupnya. Energi pikirannya tidak akan mampu terfungsionalisasikan secara semestinya.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
Apalagi secara, maksimal. Mereka akan hidup dengan orientasi pandangan ke “belakang” dan tidak akan peka terhadap orientasi hidup ke “masa depan”. Karena itu, agar “aku” atau “ego” orang-orang Quraisy menjadi berjalan di atas rel yang benar, yaitu tidak ditambah-tambah secara berlebih-lebihan yang menyebabkan egoistis dan egosentris, serta sebaliknya juga tidak dikurang-kurangi sampai seperti lebih rendah daripada kedudukan batu berhala. Maka Allah SwT memerintahkan agar kalau ingin “meng-hamba-kan” diri maka lebih tepat adalah di hadapan Allah SwT (falya’ bu-duu rabba haadza-‘l-bait) berupa amalan yang disebut ibadah. Dengan demikian, ibadah adalah cara yang konkret untuk meluruskan kembali dalam memaknai arti “aku” (ego) bagi setiap orang yang beriman. Kesadaran “aku” (ego) tidak mengapa kalau ingin dirasakan dan dinikmati, asal tetap dalam koridor “merasa dirinya hamba hanya di hadapan Allah SwT” yaitu dengan menghayati benar-benar makna dan tujuan beribadah kepada Allah SwT. Tahsiin al-iimaan (memperbaiki iman) pada hakikatnya dapat dilakuan secara teknis dengan cara melatih dan membiasakan untuk memperdalam perasaan selaku “hamba” (‘abdun) di hadapan Allah SwT dengan melaksanakan segala kewajiban ibadah yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw secara benar dan proporsional. Dalam tahsiin al-iiman tersebut tidak membesar-besarkan “aku” (ego) hingga menjadi egoistis dan egosentris yang bisa menjurus kepada tingkah laku syirik sebagaimana tingkah laku Fir’aun, juga tidak akan merendahkan martabat “aku” (ego) hingga menjadi pemuja batu-batu berhala yang sia-sia dan justru akan menurunkan kadar fungsi energi pikiran yang sangat berguna untuk mengubah nasib yang sebenar-benarnya. Wallaahu a’lam bishshawaab.
B I N A
A K H L A K
Lima Hal Penting dalam Berdoa DRS MUHSIN HARIYANTO, MAg
M
ari kita simak pernyataan Imam al-Ghazali —misalnya— dalam karya monumentalnya Ihya’ ‘Ulûmiddîn telah memaparkan lima hal penting yang harus diimplementasikan oleh siapa pun ketika berdoa kepada Allah. Pertama, berdoalah pada waktuwaktu yang mulia. Menurut Imam al-Ghazali, seseorang yang berdoa hendaklah bisa memilih dan memanfaatkan waktuwaktu mulia seperti pada hari Arafah, harihari pada bulan Ramadlan, hari Jum’at, pada waktu sahur dan yang tak kalah mulianya adalah: “sepertiga malam terakhir, ketika kita bertafakkur dan berdzikir di sela-sela qiyâmul lail kita”. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Setiap sepertiga malam yang terakhir Allah SwT turun ke langit dunia dan berkata: Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Ku-kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku maka akan Ku-berikan. Dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Ku-ampuni.” (HR al-BukahriMuslim dari Abu Hurairah) Imam al-Ghazali juga menyebut waktu-waktu yang lebih spesifik sebagaimana sabda Rasulullah saw ,“Tidak ditolak doa antara adzan dan iqamah” (HR Abu Daud, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi dari Anas bin Malik ra), dan sabda beliau yang lain: “Kedekatan antara hamba dengan Rabbnya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah doa didalamnya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah ra) Kedua, tidak meninggikan suara ketika berdoa. Dikisahkan, ketika Rasulullah saw mendengar suatu kaum yang meninggikan suaranya saat berdoa, beliau pun segera menegurnya dengan sabdanya: “Hai manusia, rendahkanlah suara kalian ketika berdoa, sebab kalian tidak menyeru Dzat Yang Tuli dan Buta, kalian hanyalah menyeru kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Menurut Imam al-Ghazali pernyataan Rasulullah saw di atas memberikan sinyal bahwa dalam berdoa hendaklah kita tidak meninggikan suara, dengan seolaholah menganggap Allah itu tidak mendengar bisikan-bisikan kita dalam berdoa. Sebab Allah, Tuhan yang kita selalu mohon, ada di dekat kita, dan selalu mendengar apa pun yang kita mohonkan meskipun dalam bisikan hati kita sekali pun. Bahkan Allah pun berfirman: “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah arRahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya (maksudnya: janganlah membaca ayat Al-Qur’an dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekadar dapat didengar oleh makmum) dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Al-Isra’ [17]: 110). Yang dimaksud kata “shalat” dalam ayat ini – menurut para mufassir– adalah “doa”, sebagaimana penjelasan Nabi saw yang telah diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah ra. Ketiga, bersikap rendah hati, khusyu’ dan disertai dengan sikap khauf dan raja’. Imam al-Ghazali menyatakan bahwa setiap orang yang berdoa hendaklah menghayati setiap lafal doanya, dengan penuh ketundukan dan kerendahan hati serta penuh pengharapan, dan selalu berusaha agar pikiran dan hatinya benar-benar terlibat (hadir) pada saat berdoa. Sebagaimana peringatan Allah dalam firman-Nya: “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik. Dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (Al-Anbiyâ’ [21]: 90). De-
mikian juga dalam firmanNya yang lain: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (Al-A’raf [7]: 55-56) Keempat, mengawali aktivitas berdoa dengan dzikrullah dan shalawat. Termasuk bagian dari ‘adab’ —menurut Imam al-Ghazali— dalam berdoa: “Tidak langsung memulainya dengan sebuah permohonan. Akan tetapi terlebih dahulu dibuka dengan dzikrullah (bisa berupa ucapan hamdalah dan shalawat pendek atas Nabi Muhammad saw.” Kelima, bersikap optimis ketika berdoa. Setiap orang yang berdoa —menurut Imam al-Ghazali— harus selalu yakin bahwa setiap doanya akan terkabulkan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tidaklah seseorang yang berdoa kepada Allah kecuali akan dikabulkan untuknya. Baik akan disegerakan di dunia atau dijadikan tabungan di akhirat atau akan menghapus dosa-dosanya sesuai dengan doa yang ia lantunkan, selama ia tidak berdoa untuk kemaksiatan atau memutus tali silaturrahim atau terburuburu.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia terburu-buru? Beliau bersabda: “Ia berkata, aku telah berdoa akan tetapi Rabb-ku tidak juga mengabulkan untukku.” (HR at-Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Drs Muhsin Hariyanto, MAg, Dosen Tetap FAI-UM Yogyakarta dan Dosen Luar Biasa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
41
B I N A
J A M A A H
Merukunkan Jamaah Masjid, musholla dan surau dibangun pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat dalam hal beribadah kepada Allah SwT. Pada saat yang sama, masjid, musholla dan surau juga diharapkan menjadi pusat pendidikan keagamaan dan pendidikan sosial bagi warga masyarakat yang menjadi jamaahnya.
S
elain itu, diharapkan masjid, musholla dan surau menjadi pusat kebajikan yang setiap detiknya kebajikan itu memancar ke tengah-tengah masyarakat. Salah satu kegiatan bernilai kebajikan adalah ikut memecahkan masalah-masalah sosial (juga masalah ekonomi, budaya, spiritual) yang membebani warga masyarakat. Pada fungsi lain, idealnya, masjid, musholla dan surau sangat dihadapkan dapat menjadi pusat ukhuwah dan pusat kerukunan hidup warga masyarakat di sekitarnya. Diharapkan, dengan hadirnya masjid, musholla atau surau maka masyarakat di sekitarnya semakin rukun dan semakin meningkat rasa persaudaraannya. Melihat aneka macam atau multi fungsi, mulitperan, multitugas dan
42
pemenuhan multiharapan di atas, maka posisi takmir masjid, musholla, dan surau adalah sangat terhormat, sekaligus tanggungjawabnya sangat besar. Ada baiknya dilakukan pemetaan atas dinamika di masyarakat dan penyadaran posisi masjid, musholla atau surau itu. Pertama, jika masjid, musholla atau surau itu dibangun di tengah masyarakat yang homogen atau masyarakat yang sepaham dalam hal paham keagamaaannya, seragam dalam hal orientasi keagamaannya dan seragam dalam hal pelaksanaan teknis peribadatan dan relatif seragam dalam penguasaan ilmu keagamaannya maka tugas dan tanggungjawab takmir menjadi relatif ringan. Tugasnya adalah memelihara kondisi dan situasi yang sudah relatif harmonis rukun itu. Kedua, jika masjid, musholla atau surau itu dibangun di tengah masyarakat yang tidak homogen. Misalnya, masyarakatnya terbagi dalam dua pemegang dua paham keagamaan, dua orientasi keagamaan, dua cara teknis peribadatan Islamnya dan dua sumber ilmu keagamaannya, maka tugas dan tanggunjawab takmir mulai lebih berat. Takmir diharapkan mampu berkomunikasi dengan para tokoh dan para panutan dari dua pemeluk paham keagamaan itu. Diperlukan kecerdikan, agar warga masyarakat yang berbeda itu tetap mau datang ke masjid dan mengakui masjid itu masjidnya. Tentang bagaimana caranya, bergantung pada kedewasaan beragama takmir dan kedewasaan bergama para tokoh dan panutan yang berbeda paham keagamaan itu. Ketiga, masalahnya menjadi makin rumit jika masjid, musholla, atau surau
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
itu dibangun di tengah masyarakat yang memiliki multipaham keagamaan, multi orientasi keagamaan, multiteknis peribadatan dan multisumber ilmu keagamaannya. Dinamika kehidupan masyarakat berdasar perbedaan aspirasi keagamaan, meski semua mengaku sama-sama Islam, ini yang perlu dicermati dan dipahami. Yang diperlukan oleh takmir bukan saja kecerdikan, tetapi juga kecerdasan, kerendahan hati dan keberanian untuk memutuskan tindakannya yang diharapkan berimplikasi pada tetap utuh dan rukunnya jamaah masjid. Sebagai orang Muhammadiyah, apalagi pimpinan Muhammadiyah, yang usia Muhammadiyahnya telah lebih dari seratus tahun, maka diharapkan selalu memegang kearifan, keterbukaan dan kejelasan sikap takmir dalam mengambil keputusan tindakan di lingkungan masjid dan sekitarnya. Keempat, yang lebih rumit lagi jika jamaah masjid, musholla atau surau itu betul-betul heterogen atau amat beragam latar belakang ekonominya, beragam latar belakang pendidikannya, aliran politiknya, beragam kedewasaan keberagamaan dan beragam kedewasaan pergaulan sosialnya. Takmir, dalam memutuskan tindakan atau dalam melaksanakan kegiatannya, perlu betul-betul menerapkan kebijakan kepemimpinan kolektif dan kolegial, tetapi tetap terarah secara jelas. Cita-cita sosial masyarakat yang mengarah pada tebentuknya masyarakat Muslim yang penuh suasana ukhuwah sekaligus produktif dalam amal dan kebajikan menjadi pegangan penting. Mustofa W Hasyim
K KALAM A L A M
Akhlak Mulia Bermasyarakat M MUCHLAS ABROR
R
ASULULLAH Muhammad saw mendeklarasikan bahwa beliau diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak mulia. Karena itu dapat kita pahami bahwa Islam adalah risalah akhlak. Akhlak yang menjadi inti risalah kerasulan beliau merasuk ke dalam semua eksistensi Islam dan semua ajarannya, sampai kepada akidah, ibadah, dan muamalah, serta masuk ke dalam politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Akhlak Islam bersifat kompleks, menyeluruh, dan utuh. Islam mengajarkan, menanamkan, membimbing, dan mendidik umat manusia berakhlak mulia lagi terpuji kepada Allah, sesama manusia, bahkan kepada semua makhluk. Selagi dan semasa hayat, Rasulullah saw selalu bekerja keras untuk mendakwahkan al-akhlaaqul kariimah (akhlak mulia) atau al-akhlaaqul mahmuudah (akhlak terpuji) kepada umat manusia. Beliau tidak merasa lelah menyeru dan mengajak manusia untuk berakhlak mulia lagi terpuji di tengah masyarakat dengan memberikan keteladanan, baik langsung maupun tidak langsung. Begitu penting kedudukan akhlak sehingga beliau sering menyatakan, bahwa Islam itu hakikatnya adalah kebagusan akhlak. Siapa yang berakhlak mulia lagi terpuji di dunia ini akan memberatkan timbangan kebagusannya di kemudian hari. “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya,” demikian beliau menegaskan. Dengan demikian, orang yang yang paling baik Islamnya tentulah pula yang paling baik akhlaknya. Islam apabila diibaratkan sebagai sebuah gedung, maka akhlak adalah tiangnya. Tanpa tiang, maka sebuah bangunan atau gedung tidak akan dapat tegak kokoh berdiri. Karena itu, setiap Muslim wajib menegakkan akhlak, sebagai tiang, agar Islam sebagai sebuah gedung tetap berdiri dengan tegak dan kokoh. Ini berarti siapa yang menegakkan akhlak sama halnya dengan menegakkan Islam. Sebaliknya, siapa yang merobohkannya sama arti dan maknanya dengan menghancurkan Islam itu sendiri. Semoga kita, sebagai kaum Muslimin, jangan menjadi perusak dan penghancur Islam, tetapi menjadi penegaknya. Kita mestilah mau membaca dan belajar pada sejarah. Bangun dan jatuh, jaya dan hancur, sejahtera dan rusaknya suatu bangsa, umat, masyarakat, dan pribadi seseorang tergantung kepada akhlaknya. Jika mereka berakhlak baik, maka bangun, jaya, dan sejahteralah mereka lahir batin. Tetapi jika sebaliknya, maka mereka akan jatuh, hancur, dan menderita sengsara. Benarlah apa yang dikatakan oleh Syauqi Beyk, seorang pujangga Mesir, yang menyatakan, “Sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka berakhlak mulia. Tetapi apabila akhlak baiknya telah hilang, maka binasalah bangsa itu.” Dalam kolom yang terbatas ini, akan saya singgung tentang akhlak dalam kehidupan bermasyarakat. Kita hidup di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk dalam suku, budaya, agama, dan lain sebagainya. Kemajemukan itu tidak menjadi penghalang bagi kita untuk membangun dan menjalin komunikasi secara baik. Apabila terjadi gesekan cepat selesaikan dalam musyawarah bersama dengan bijak, lapang dada, dan jiwa besar. Dalam hidup bermasyarakat tentu kita mempunyai tetangga.
Bahkan tetangga paling dekat dengan kita daripada dengan saudara-saudara kita yang kebetulan rumah mereka berjauhan dengan kita. Karena itu, para tetangga kitalah yang pertama kali memberi pertolongan kepada keluarga kita. Misal, kalau ada anggota keluarga kita yang meninggal. Mereka pulalah yang secara langsung atau tidak langsung yang dapat kita beri amanah untuk turut menjaga, mengawasi, mengamankan keselamatan rumah dan keluarga. Misal, kalau kita bepergian. Di samping dapat diharapkan memberikan bantuan, pertolongan dalam beberapa hal yang kita perlukan. Karena itu, kita harus hidup berdampingan dalam suasana sejuk dan damai dengan mereka. Saling bersilaturrahim, berkunjung, dan bertamu secara baik. Saling menjaga rasa aman dan tidak menyakiti lahir batin antara satu sama lain. Kita pun dalam hidup bermasyarakat berteman, berkawan, dan bersahabat dalam arti luas. Teman, kawan, dan sahabat kita ada yang hanya sepergaulan, sebaya, di samping dengan yang lebih tua dan lebih muda. Mereka semua harus dihargai, yang tua dihormati dan yang muda disayangi. Tetapi ada juga teman, kawan, dan sahabat kita yang sesekolah atau sekuliah, sekantor atau sepekerjaan, seprofesi, sehobbi, seorganisasi atau separtai bahkan sampai lintas organisasi atau partai, dan lain sebagainya. Dalam menjalin pertemanan, persekawanan, dan persahabatan itu hendaklah kita mengedepankan keluhuran akhlak. Kejujuran, dapat dipercaya, tidak dusta, menepati janji, keramahan bukan kekerasan dan seterusnya. Kita mestilah tampil dengan akhlak mulia lagi terpuji. Sehingga kehadiran kita bukan hanya menggenapkan tetapi dapat membawa keharuman, kemanfaatan, dan kemajuan. Dalam masyarakat, kita menyaksikan dengan jelas ada kaum yang lemah. Kita tidak boleh menutup mata atau hanya melihat dengan mata sebelah terhadap keberadaan kaum itu. Keberadaan kaum yang lemah di negeri ini adalah nyata. Jika tidak ada kaum yang lemah, maka tentulah tidak akan pernah ada sebutan kaum yang kuat. Kita tidak boleh menafikan peran mereka. Mereka telah membantu dan menaikkan orang-orang lain sampai ke tingkat posisi yang disebut kaum yang kuat dalam arti luas. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya kamu mendapat kemenangan dan rizqi lantaran bantuan dari orang-orang yang lemah di antara kamu” (HR. Abu Dawud). Nah, mereka, yang kini menjadi kaum yang kuat, mestilah memiliki solidaritas sosial yang tinggi untuk peduli membantu kaum yang lemah. Mereka secara sadar hendaklah ringan hati menolong sesamanya yang belum berhasil dengan tindakan nyata. Kelemahan dari kaum yang lemah itu beragam. Di antara mereka ada yang lemah ekonomi, lemah ilmu, lemah fisik, lemah rohani, lemah iman, lemah kasih sayang, dan lain sebagainya. Karena itu, bantu dan tolonglah mereka sesuai keperluan dan kebutuhan masing-masing. Mari kita hiasi diri dan kehidupan kita di masyarakat dengan akhlak mulia. “Ya Allah, berikan aku petunjuk kepada akhlak yang paling baik. Tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya kecuali Engkau”. SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
43
HUMANIORA
Puisi puisi Jumari HS TANGIS JANDA Seorang janda menangis sedih Melihat anaknya ditangkap polisi Dituduh sebagai pencuri roti Dengan hukuman enam puluh hari Janda itu menangis tak henti-henti Di sel, anak itu menyesali diri Wajahnya memar, membayangkan nasib Yang begitu ironi Sampai dia lupa ibu membesu’, yang membawakan Masakan airmatanya sendiri Lalu, keduanya saling berpelukan Meratap dan saling meratap perih “ Jangan ulangi lagi perbuatan itu “ bisik ibunya “ Aku lapar, Bu “ keluh anaknya sambil menahan perutnya yang sakit Wajah janda itu tertunduk memandangi payudaranya Yang sudah kehabisan air susu Yang sudah kehilangan makna Janda itu pun kembali pulang Dengan hati yang sedih dan gamang Di perjalanan matanya pedas, melihat demo besar-besaran Menuntut Bank Century yang aktornya belum juga tertemukan Janda itu menggigil pilu pada negerinya Yang kehilangan keadilan! Kudus, 2012
MEMASAK REMBULAN Malam itu Aku memasak rembulan Dengan embun di dalam dada Aroma cahaya pun terasa Mengantarkan rinduku Ke doa-doa Malam itu Benar-benar purnama Sampai mataku menemukan Negeri sunyi Yang penuh tanda tanya 44
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
Malam itu Aku memanggil-manggil diri sendiri Dengan bahasa gerimis Dan rintiknya melukis puisi Di dinding hati Malam itu, Tuhan Aku memasak rembulan Dengan ayat-ayatMu Aku tergetar, larut dalam percumbuan.
GELISAH ANAK Di belukar batu zaman Seorang ayah membelai anaknya Sambil memperlihatkan dada dan keringatnya Yang mengaduh dibakar peradaban “ anakku, engkau harus menjadi manusia “ bisiknya Anak itu begitu erat memegang dan menciumi jari-jari ayahnya Tak mampu menahan tetes airmata, matanya menerawang jauh Menemukan berjuta-juta wajah manusia Kehilangan jiwa
HUMANIORA Aku temukan airmata air menetes Kehilangan hutan, kehilangan jiwa
Anak itu pun tiba-tiba demam Dia menjerit-jerit ketakutan Kepalanya pening dan kesakitan Ayahnya kebingungan Lalu, menidurkannya di jantungnya Bermimpi bayang-bayang. Kudus, Maret 2012
BURUNG ITU MENERBANGKANKU Burung itu mengajakku terbang dengan sayapnya Menyinggahi ranting-ranting yang rapuh, memperlihatkan musim perih Dan tangis sunyi ditinggal hutan, didera riuhnya mal-mal dan swalayan Aku pun termangu gelisah sambil menggendong beban Bahkan anak-anak menjerit di dalam dada Terbangnya burung itu semakin langka di mataku Yang mengepak cuma asap dan debu bertaburan di sepanjang jalan Tak peduli perjalanan semakin sulit menemu sajak atau nyanyian cinta Yang mengidungkan keringat nelayan atau petani bahkan doa-doa Aku senantiasa terbang dalam sayap burung itu Terbang dan terbang dalam gelisah yang mengaburkan kebenaran Dan sulit memasuki ruang jiwaku sendiri yang telah di penuhi bayang-bayang : waktu seperti menyaretku ke lembah ngeri! Tiba-tiba, burung itu kehilangan sayapnya Lalu tengkurap di tengah kota sambil meratap-ratap di antara lalu-lalang kendaraan Yang melindas zaman, dan aku gemetar dalam bisingnya kecemasan Kudus, Januari 2012
MENJELANG TAHUN BARU Jarak sunyi semakin jauh di mataku Begitu pun tahun yang luruh Telah menyisakan segala aroma angin Sampai sayapku terengah dan bulu-bulunya rontok Menghayati tanah telah membatu Aku pilu dalam kereta waktu Melihat pohon-pohon tak lagi rimbun Suara burung pun sangat asing
Begitu pun sungai, Entah kemana arus dan beningnya Di sini, pelayaranku merana kehilangan muara Sampah dan lumpur yang tersisa Mengelamkan cinta Jarak sunyi semakin jauh Begitu pun tahun luruh Hatiku pecah menggemuruh Kelam! Kudus, Desember 2011
MEMBACA DAUN JATUH Di bongkahan batu zaman, kubaca daun jatuh terlentang Sendunya menusuk mataku yang melihat cuaca pilu Aku terpaku lalu linglung, merasakan angin semakin menderu Dan pohon-pohon terasa bertumbangan di dadaku Daun yang jatuh itu, tiba-tiba menjelma puisi di jiwaku Warnanya telah menguning kecoklatan dan nampak merintih Suaranya sembilu, sebagaimana hatiku menyulam cahaya yang mendebu Aku tergagap di tengah kota, kehilangan diri sendiri Membaca daun jatuh Senja membersit bayang-bayang perih di mata. Kudus, Nop 2011.
JUMARI HS. Lahir di Kudus,24 Nopember 1965. Karya penyair otodidak dimuat di berbagai media masa daerah dan nasional, juga dimuat di berbagai antologi puisi. Ia juga sering diundang membaca puisi dan diskusi di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Di antaranya Yogyakarta, Blitar, Semarang, Solo, Jakarta, Tangerang, Banten, Purwokerto, Tegal, Jepara, Ngawi, Aceh, Tanjung Pinang, Palembang, Brunei Darusalam dan tanggal 1-5 Juni diundang untuk membacakan puisi-puisinya di University Hankuk Seoul Korea Selatan bersama 9 penyair Indonesia lainnya. Ia ikut menggeliatkan sastra buruh di Indonesia, Pernah menjadi ketua Keluarga Penulis Kudus, Pernah menjadi ketua komite Sastra Dewan Kesenian Kudus, Sekarang menjabat Koordinator Forum Apresiasi Sastra dan Budaya Kudus (FASbUK), Sebagai Wartawan majalah Serapo Kalimantan (Biro Jateng) dan ketua Teater Djarum.
Rubrik Humaniora ini dipersembahkan oleh
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
45
K E L U A R G A
S A K I N A H
Ingin Kembali Kepada Keluarga Assalamu’alakum wr. wb. Ibu Emmy yth., saya seorang bapak (31 tahun) dari dua orang putri (3 tahun dan 15 bulan). Saya seorang wiraswasta dan istri saya seorang PNS. Sebelum ada masalah, kami tinggal bersama ibu saya yang sudah manula di rumah ibu saya. Perjalanan pernikahan saya penuh liku. Saya merasa selama ini istri saya kurang bisa mengerti saya dan kurang perhatian pada saya, terutama setelah punya anak dan dia diterima sebagai PNS. Pagi hari ia menyiapkan segala sesuatu untuk diri dan anakanaknya. Kemudian mengantar anak-anak ke sekolah dan baby daycare sekalian pergi ke kantor. Kadang saya yang mengantar si sulung ke sekolah. Sedang saya lebih sering dibantu ibu dalam menyiapkan segala sesuatu untuk saya. Sepulang saya kerja, sampai rumah biasanya waktu isya’ istri sudah tidur bersama anak-anak. Saya sudah sering bilang pada istri untuk tidak membiasakan anak tidur terlalu sore. Tapi, ini kurang digubris oleh istri. Kondisi ini hampir setiap hari saya alami sampai pada suatu saat ada teman wanita saya yang memberi perhatian pada saya. Kami pun menjalin hubungan. Perselingkuhan kami diketahui oleh istri saya, Ia marah dan tanpa sepengetahuan saya Ia sudah minta ijin untuk menempati rumah dinas. Iapun pergi dari rumah bersama anak-anak tanpa sepengetahuan saya. Di sana, ia tinggal dengan ditemani bapak dan ibunya. Kini, istri mengajukan gugat cerai dengan dukungan keluarganya. Ia tidak mau memaafkan saya meski saya sudah katakan betul-betul bertobat dan ingin kembali pada Ia dan anakanak. Yang membuat stress berat selama dia pindah saya tidak boleh bertemu dengan anak-anak. Belum lagi, bila saya melihat ibu saya yang sudah tua kangen pada cucunya, saya tidak tega. Menurut Ibu adakah peluang bagi saya untuk bisa kembali bersatu lagi dengan istri dan anak-anak? Ingin rasanya saya merayakan ulang tahun pernikahan kelima bersama-sama bulan depan. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Atas jawaban Ibu kami ucapkan jazakumullah. W, di kota M Wa’allaikum salam wr wb. Bapak W yth, usia lima tahun pernikahan bisa disebut masa krisis. Masing-masing individu yaitu suami dan istri berada dalam kondisi penuh kejutan. Masing-masing terkejut melihat sifat asli pasangan yang mungkin tak dikira sebelumnya. Banyak masalah muncul dari dalam kehidupan rumah tangga sulit untuk menunjuk siapa yang salah karena masing-masing mempunyai andil terhadap munculnya masalah. Dalam bangunan sebuah keluarga yang kokoh membutuhkan komitmen trust and love bila komitmen
sudah diabaikan bahkan dirusak maka trust and love akan terkikis dan lama-lama hilang. Seperti yang Bapak alami, komitmen untuk menjadikan keluarga yang kokoh dan menjadikan hubungan yang kuat dengan istri dan anak-anak telah Bapak rusak yaitu dengan perselingkuhan yang Bapak lakukan, apa pun alasannya tetaplah tidak bisa dibenarkan. Hal inilah yang membuat kepercayaan dan cinta dari istri hilang. Yang membuat pertanyaan dari saya dimana peran Bapak di dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga. Bila saya cermati cerita Bapak, Bapak kurang berperan atau ada kesan Bapak dan istri jalan sendiri-sendiri. Dan ini menjadi potensi terjadinya ledakan-ledakan serius. Alhamdulillah, Bapak sudah bertobat, hendaknya tobat yang Bapak jalani adalah taubatan nashuha, yaitu kembali kepada Allah dengan mohon ampunan-Nya, tidak mengulanginya dan mengikutinya dengan perbuatan baik. Yang sebaiknya Bapak lakukan pertama kali tentunya memperbaiki hubungan baik kepada Tuhan dengan memperbagus ibadah wajib dan memperbanyak ibadah sunah. Jadikan amalan sunah sebagai amalan yang ajeg dan menyenangkan. Yang perlu dimengerti oleh Bapak adalah pertobatan Bapak dan harapan diterima oleh istri adalah dua hal yang berbeda. Bila Bapak telah bersungguh-sungguh bertobat, maka insya Allah tobat Bapak akan diterima. Sedang pernyataan kedua, menyangkut hati orang lain (istri bapak) yang tidak mudah kita mengubahnya apalagi memaksanya untuk menerima Bapak kecuali seijin Allah. Memang tidak mudah mengobati hati yang luka. Butuh waktu yang mungkin berlipat-lipat daripada selama Bapak melakukan perselingkuhan. Oleh karena itu, lebih baik Bapak fokus pada diri Bapak dengan memperbaiki kualitas diri, sembari membuktikan pada istri dan keluarganya, bahwa Bapak bersungguh-sungguh bertobat dan berubah menjadi lebih baik. Hal inilah yang perlu disabari, karena pasti banyak godaan dan cobaan. Mohonlah kekuatan pada Allah. Kita juga tidak tahu kapan Allah akan menjawab doa kita. Bisa cepat bisa pula lama, dan belum tentu yang Allah berikan itu sesuai dengan keinginan kita. Bisa jadi ada perempuan lain yang lebih baik untuk Bapak. Yang perlu dijaga, keyakinan Bapak pada Allah dan mau menerima segala ketetapan Allah termasuk bila Bapak harus bercerai. Sebetulnya, permasalahan yang terjadi antara suami dan istri tidak ada hubungannya dengan anak-anak, karena tidak ada bekas anak. Maka cobalah bicara baik-baik dengan istri, untuk diberi kesempatan bertemu dengan mereka. Semoga istri Bapak terbuka hatinya untuk hal ini. Amin.
Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, S.Psi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya.
46
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
47
HADLARAH
BAIT AL-HIKMAH, SAKSI PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM AKHMAD FAKHRUR ROUZI, MPD.I
Kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan mengalami perkembangan pada Bani Abbasiyyah, mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid (736-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kedua penguasa tersebut menekankan pada pengembangan dan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, ketimbang perluasan wilayah seperti di masa Bani Umayyah.
I
nilah pokok perbedaan antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayah. Khalifah Harun Ar-Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dan lembaga farmasi pun didirikan. Di samping itu, sarana kesejahteraan umum diperhatikan, pemandian-pemandian umum juga dibangun, begitu juga jalanjalan umum. Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani Abbasiyah salah satunya adalah Bait al-Hikmah. Bait al-Hikmah Pendirian lembaga Bait al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan dilakukan oleh Khalifah Al-Ma’mun. Dalam lembaga pendidikan tersebut merupakan wujud keinginan mengulang (meniru) lembaga “hebat” yang didirikan oleh orang-orang Kristen Neotorians, yakni Gondeshapur yang salah satu tokohnya Gorgius Gabriel. Dan itu menjadikan Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.(Solikin, 2005:115)
48
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
Lembaga pendidikan terdiri atas dua tempat, pertama: Maktab dan Masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan. Kedua: tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi ke luar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang yang ahli pada bidangnya masing-masing. Gerakan terjemahan yang berlangsung pada tiga fase. Pertama, pada masa Khalifah Al-Manshur hingga Harun AlRasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karyakarya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa Khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah buku filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.(Solikin, 2005:120) Bait al-Hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya lembagalembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing, terutama ilmu pengetahuan orang Greek dan falsafah mereka ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitabkitab berbahasa asing ke dalam bahasa Arab, dan telah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, di antaranya Khawarizmi sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai ahli bidang ilmu ukur dan manthiq. Kemudian Kerajaan Fatimiyah di Mesir meniru pula kerajaan Abbasiyah, maka mereka ini pun mendirikan Darul Ilmi, seperti lembaga Bagdad abad ke IV. Di sana dipelajari ilmu falaq, ilmuilmu orang Yunani, di samping mempelajari ilmu-ilmu Islam. Menurut keterangan dari Al-Maqrizi bahwa Darul Hikmah di Mesir pada tahun 395 H dan di situlah berkumpul para fuqaha’, dan kesitu pulalah di bawa kitab dari istana-istana untuk dibaca dan dipelajari oleh orang-orang yang berkeinginan untuk memperoleh ilmu pengetahuannya. Di situlah berkumpul ahli nahwu, ahli bahasa dan dokter-dokter dengan mendapat pelayanan dari pelayan-pelayan yang bekerja di situ.(Syalabi. 1993:332)
HADLARAH Dalam Dar al-Hikmah ini semua lapisan orang diperbolehkan masuk ke dalam gedung untuk membaca buku-buku yang ada di sana. Bahkan, orang-orang yang ingin menyalin dan menulis telah disediakan kertas, pena dan tinta. Lembaga ini merupakan perpustakaan-perpustakaan yang dipelihara oleh sebagian besar para ulama yang mempunyai keahlian dalam berbagai ilmu pengetahuan yang mengajar serta memberi penjelasanpenjelasan kepada orang-orang yang mengunjungi perpustakaan tersebut. Lembaga ini adalah mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian, di sana belajar segolongan pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam dan pikiran yang bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan lembaga ini merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini. Lembaga pendidikan tersebut didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang yang memegang pimpinan dan pemerintahan, dan jumlahnya pun sangat kecil dan usianya pun pendek, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain, dan juga lembaga tersebut tidak begitu meluas ke negeri-negeri Islam yang lain. Ia terbatas dalam berbagai negeri saja, seperti Persia, Iraq dan Mesir saja. Motif berdirinya lembaga ini adalah untuk menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik Yunani, Persia, Mesir dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, khususnya umat Islam, dengan disertai transfer ilmu-ilmu kuno. Dengan berdirinya lembaga ini kegiatan pentransferan ilmu pengetahuan lebih intensif. Yaitu dengan cara Khalifah mengirimkan sastrawan, sejarawan dan ilmuwanilmuwan terbaiknya untuk ekspedisi di kawasan-kawasan kuno. Menurut DR Oumar Faroukh, faktor yang mendorong umat Islam melakukan kegiatan in adalah: (1) Suasana keinginan antara Arab dengan yang lainnya, (2) Keinginan untuk menguasai ilmu yang belum dimiliki, (3) Legitimasi dan dorongan ayat-ayat Al-Qur’an untuk menguasai ilmu pengetahuan, (4) Bahwa kemajuan ilmu pengetahuan merupakan suatu konsekuensi dari peningkatan kemakmuran dan kemajuan ekonomi (Fahmi,1979). Pesatnya perkembangan lembaga Bait al-Hikmah mendorong lembaga ini memperluas peranannya, bukan hanya sebagai lembaga penerjemahan saja, tetapi juga meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) Sebagai pusat dokumentasi dan pelayanan informasi keilmuan bagi masyarakat, melalui banyaknya perpustakaan umum di kota, (2) Sebagai pusat dan forum pengembangan keilmuan, (3) Sebagai pusat kegiatan perencanaan dan koordinasi pelaksanaan pendidikan. Setelah meluasnya peran lembaga tersebut, lembaga ini juga membawa dampak positif secara makro bagi masyarakat luas. Di antaranya: (1) Ditemukannya jalur “benang merah” yang menjelaskan rentangan sejarah perkembangan peradaban umat manusia sejak kurun waktu yang sangat tua, dan diperoleh kembali kekayaan warisan peradaban kuno yang bernilai tinggi
dari Yunani, India, Persia dan lainnya, (2) Semakin tumbuh suburnya kondisi sosial yang favourable bagi perkembangan ilmu pengetahuan, (3) Terjadinya integrasi sosial yang kian intensif dan berkurangnya sikap primordialisme. Sumbangsih Baitul Hikmah Sumbangsih terbesar yang diberikan oleh Bait al-Hikmah adalah dengan bermunculannya ilmuwan-ilmuwan Muslim yang ilmunya sampai hari ini masih punya bargaining power dalam dunia pendidikan modern. Pertama, perkembangan Ilmu Naqli. Ilmu Naqli adalah ilmu yang bersumber dari Naqli (Al-Qur’an dan Hadits), yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Ilmu-ilmu itu di antaranya: (1) Ilmu tafsir Al-Qur’an sebagai sumber utama dari agama Islam. Oleh karena itu, semua perilaku ummat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan Al-Qur’an, di antaranya: Ibnu Jair At-Thabary, Ibnu Athiyah AlAndalusi (481-546 H), As-Suda (W. 127 H), Abu Bakar Asma (wafat 240 H), dan Abu Muslim Muhammad bin Nashar alIsfahni (wafat 322 H). (2) Ilmu Kalam. Di antara pelopor dan ahli ilmu kalam yang terbesar adalah: Washil ibn Atha’, Abu Hasan Al-Asyari,Imam Ghazali, dan Abu Husain Al-Allaf. (3) Ilmu Tasawuf. Ilmu ini adalah salah satu ilmu yang tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Para ahli tasawuf antara lain adalah: Al-Qusyairy (W 465 H), Syahabuddari (W. 632 H), dan Imam Ghazali (W. 502 H). (4) Ilmu bahasa. Di antara ulama-ulama yang termasyhur sebagai ahli bahasa adalah: Sibawaihi (W. 153 H), Muaz Al-Harro (W. 187 H), Al-Kasai (W. 190 H), dan Abu Usman Al-Maziny (W. 249 H). (5) Ilmu Fiqih. Zaman Abbasiyah yang merupakan zaman keemasan (tamadun) Islam telah melahirkan ahli-ahli hukum (fuqoha) yang tersohor dalam sejarah Islam dengan kitab-kitab fiqih (hukum). Kedua, perkembangan Ilmu Aqli. Ilmu Aqli adalah ilmu yang didasarkan kepada rasio, ilmu yang tergabung ilmu ini kebanyakan di kenal umat Islam berasal dari terjemahan asing. Ilmu-ilmu tersebut antara lain: Kedokteran dan Filsafat. Para tokoh yang terkenal sebagai dokter Islam antara lain: Al-Razi (865-925 M) dan Ibnu Sina. Para tokoh yang dikenal sebagai filosof Islam antara lain: Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusyd. Latar belakang berdirinya Bait al-Hikmah merupakan sebuah representasi Khalifah ar-Rasyid dan penerusnya terhadap ilmu pengetahuan. Sehingga dengan berdirinya Bait al-Hikmah ini, peradaban Islam bisa berkembang begitu pesat, serta dapat melahirkan tokoh-tokoh ilmuwan Muslim yang memiliki peran cukup dominan dalam kancah perkembangan ilmu pengetahuan pada saat itu. ______________________________________ Akhmad Fakhrur Rouzi, MPd.I, Guru SMP ‘Aisyiyah Muhammadiyah 3 Malang, Sekretaris Umum Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Malang. SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
49
WAWASAN
Mendamba Pemimpin dengan Tiga Prasyarat ASEP IMADUDDIN AR
Ada kontras yang menjulang, bagaikan langit dan bumi melihat perilaku elit pemimpin negeri hari ini dengan mereka yang pernah menorehkan tinta emas di masa lalu. Bukan hendak menoleh kembali ke masa silam, seraya menuduh terjebak ke dalam kubangan bernama romantisme sejarah. Melainkan hendak melihat kembali kenangan-kenangan hebat di putaran zaman yang telah lalu dan dipersandingkan dengan keadaan masa kini yang bagi sebagian pihak telah diisi rasa pesimisme akibat perjalanan bangsa yang semakin tak karuan dan centang-perenang.
M
asa lampau gemilang yang telah menjadi catatan sejarah biasanya membawa energi lebih untuk menata kembali bangsa yang sedang tergopoh- gopoh menuju citacitanya. Reformasi yang digadang-gadang membawa rakyat pada kesejahteraan setelah dibungkam puluhan tahun, malah membelok pada “kesejahteraan” yang masih dicari-cari, dengan korupsi sebagai biang keladi. Pelakunya tentu saja para elite yang pernah dipilih rakyat dan dipercaya menjadi pemimpinnya. Anehnya, ia malah mengkhianati rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi. Alhasil, riuhlah panggung politik dan demokrasi dengan sumpah serapah terhada para pemimpinnya. Saya kira kurang tepat jika memakai kata “pemimpin”, mungkin akan lebih elok jika memakai kata “penguasa” saja. Karena mereka yang berbuat lancung terhadap yang dipimpinnya bukanlah pemimpin sejati dalam arti yang sebenarnya. Mereka lebih pantas disebut penguasa yang hanya mendahulukan kebutuhan perutnya ketimbang kepentingan masyarakat yang lebih luas. Padahal, 50
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
Haji Agus Salim, mantan diplomat senior yang disebut Soekarno sebagai the grand old man pernah berujar, “Leiden is Lijden”, memimpin adalah menderita dalam arti yang denotatif. Rakyat yang Utama Agus Salim tak hanya pandai berucap kata kosong makna. Ia buktikan perkataannya selaras dengan perbuatannya. Hasilnya, Haji Agus Salim memang “orang tua hebat” yang disegani kawan dan lawan. Misalnya, politik tak mesti dihadapi dengan alis mengkerut nan serius, bisa juga dihadapi dengan santai sembari berkelakar (ingat saling sindirnya beliau pada satu kesempatan berbalas pidato sambutan dengan Muso, salah satu pemimpin PKI yang disegani). Yang lebih hebat, tentulah pilihannya untuk hidup menderita dalam arti yang sebenarnya. Tak hanya Salim, nyaris seluruh pemimpin di sezamannya menapaki jalan derita terjal dalam membawa Indonesia menyeberangi jembatan emas bernama kemerdekaan. Tercatatlah nama nama yang tak asing lagi: Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Sjahrir, Natsir, IJ Kasimo, Sjafruddin Prawiranegara, Ki Bagus Hadikoesomo, Soedirman, dan lain lain. Mereka dengan kesadaran yang tak dibuat-buat rela menyingkirkan hawa nafsu pribadi dalam berkuasa. Suatu sikap yang amat langka untuk disaksikan pada hari ini. Indonesia pada kurun puluhan tahun yang silam sarat dengan stok pemimpin yang mempunyai keteladanan dan kewibawaan. Bukan keteladanan dan kewibawaan yang dicaricari demi pencitraan bagi kepentingan kelompoknya, melainkan terpatri melekat tak dibuat-buat. Mereka percaya bahwa pemimpin yang baik adalah perdana menerima bala dan yang terakhir mendapat bahagia serta rakyat di tempat paling utama. Rakyatlah sejatinya pemilik sah kedaulatan negeri ini, bukan para penguasa lalim yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Bung Karno, salah satu pemimpin cemerlang yang pernah dimiliki negeri ini dengan tepat mempersonifikasikan dirinya sebagai “penyambung lidah rakyat”. Bung Karno benar bahwa sejatinya pemimpin memang mestinya menjadi juru bicara siapa yang dipimpinnya. Apa yang mereka inginkan dan seperti apa kepentingan yang lebih luas untuk dilaksanakan. Tiga Prasyarat Tak mudah sebenarnya menjadi pemimpin di negeri yang
WAWASAN tengah —meminjam istilah Buya Syafii Ma’arif— kusut masai ini. Hukum yang tajam ke bawah, amuk sosial yang kerap kali terjadi, biaya pendidikan yang makin melambung tak terjangkau orang miskin, dan seabrek pekerjaan rumah lainnya. Obor optimisme nyatanya harus tetap dinyalakan agar bangsa ini tak tersesat ke lorong yang lebih gelap. Aristoteles, sang filsuf dari tanah Yunani pernah melontarkan tiga konsepsi mengenai prasyarat menjadi seorang pemimpin yang baik. Syarat mutlak yang sepertinya mesti dipunyai oleh mereka yang ingin membawa bahtera bangsa ini ke arah yang lebih baik, kalau tak bisa dipenuhi, alangkah eloknya jika mereka sadar diri dan berbaris di pinggiran saja. Sebab, menjadi pemimpin bukan ajang coba-coba, ia adalah sebentuk pertanggungjawaban yang tak hanya berimplikasi duniawi. Kepemimpinan juga bersinggungan dengan aspek teologi: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin kelak akan bertanggungjawab atas kepemimpinannya,” begitu sabda suci baginda Nabi Muhammad saw. Pemimpin yang baik, kata Aristoteles, wajib memiliki apa yang disebut sebagai ethos. Sebentuk kekuatan moralitas
individual yang berfungsi untuk melakukan pendekatan secara personal maupun massal. Moralitas yang teruji adalah amunisi ampuh, sedangkan cacat moral adalah bumerang manakala sang calon pemimpin berkhutbah tentang sesuatu yang suci sementara dirinya dituding alpa. Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya. Yang kedua, menurut Aristoteles adalah pathos. Suatu kemampuan tersembunyi dalam menggerakkan secara emosional, sehingga orang menjadi patuh melakukan perintahnya. Saya kira Soekarno adalah prototipe ideal pemimpin yang sanggup berbicara lewat emosi. Pidato-pidatonya menyihir, dari rakyat jelata hingga yang berstrata. Yang terakhir menurut Aristoteles adalah kapasitas logos. Kemampuan menjelaskan secara logis dan rasional suatu kebijakan sehingga dapat dicerna melalui akal intelektual. Bilakah kita menemukan pemimpin seperti ini? _______________________ Asep Imaduddin AR, alumnus jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia. Sekretaris PCM Subang Jawa Barat.
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
51
52
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
KOLOM
PENDIDIKAN M UHA MM ADIY AH MUHA UHAMM MMADIY ADIYAH Dari Kuantitas Menuju Kualitas MARPUJI ALI
P
ersyarikatan Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta, sejak awal menitik beratkan perhatiannya kepada program mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan umat dan bangsa. Program tersebut diaktualisasikan dalam bentuk pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial, yang dikenal dengan istilah Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Di antara ketiga program tersebut, bidang pendidikan merupakan Amal Usaha Muhammadiyah yang mengalami kemajuan secara nyata (signifikan). Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di bidang pendidikan ini sangat mudah dilihat kiprahnya di seluruh penjuru Tanah Air, tidak hanya di daerah perkotaan, akan tetapi tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Bahkan di daerah pegunungan. Dalam laporan Muktamar Muhammadiyah ke 46 di Yogyakarta, jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT) adalah sebagai berikut : TK/Bustanul Ahfal: 4.623, PAUD: 6.723, SD/MI : 2.257, SMP/MTs: 1.748, SMA/ MA: 747, SMK: 399, Mu’allimin/ Mu’allimat: 7, Pondok Pesantren: 101, Madrasah Diniyah: 347, Sekolah Luar Biasa: 15, dan PT: 172. Sungguh, angka ini merupakan jumlah yang sangat besar. Pilihan di bidang pendidikan jelas sangat strategis dan visioner. Karena melalui pendidikan dan pembelajaran, calon-calon pemimpin masa depan ditempa dan diasuh secara konsisten, sehingga pada saatnya nanti siap mengambil peran yang tepat bagi pembangunan bangsa. Sebagaimana dalam pandangan Muhammadiyah, pendidikan juga untuk mempersiapkan calon pemimpin dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan khalifatullah di muka bumi. Dengan posisi pendidikan yang sangat strategis tersebut, segenap jajaran Persyarikatan harus benar-benar serius dalam mengelola bidang pendidikan ini. Mengapa, kuantitas lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah hanya akan menjadi beban apabila kualitas pendidikannya rendah. Akan menjadi beban Persyarikatan, karena tidak mampu mengoptimalkan amanah yang diterima dari masyarakat. Dalam suasana memperingati Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) 2012 sekarang ini, merupakan momentum yang paling tepat untuk mengevaluasi dan
merevitalisasi pendidikan Muhammadiyah. Khususnya meningkatkan proses dan hasilnya yang benar-benar menuju kepada perbaikan kualitas. Tanpa ini, maka tinggal menunggu waktu bahwa pendidikan Muhammadiyah akan ditinggalkan masyarakat. Jika masyarakat sudah tidak percaya lagi, akibatnya tidak akan ada calon peserta didik yang datang mendaftarkan putra-putri mereka ke sekolah-sekolah Muhammadiyah, atau paling tidak minat pendaftarannya berangsurangsur akan terus berkurang. Masyarakat terdidik adalah cermin masyarakat. Oleh karena itu, pengelola pendidikan Muhammadiyah harus lihai membawa arah perkembangan dan gairah perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Dengan demikian, laju perkembangan pendidikan Muhammadiyah akan senantiasa bergandengan/maju seirama dengan perubahan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, setidaknya diperlukan tiga langkah inovasi pendidikan dalam Muhammadiyah: 1) Inisiasi atau prakarsa. Yaitu melakukan inovasi pada aspek pengelola dan pemangku kepentingan yang ditunjukkan dengan adanya visi bersama dan langkah-langkah yang akan ditempuh secara praktis; 2) Implementasi. Yaitu mempraktikkan visi bersama itu secara praktis di lapangan dengan tetap mempertimbangkan fleksibilitas; 3) Evaluasi. Yaitu melihat kembali inisiasi dan implementasi yang sudah dijalankan, dengan mencermati berbagai hambatan, tantangan, dan masalah yang muncul untuk dicarikan jalan keluarnya. Dari pengamatan di lapangan, bisa dipastikan sementara bahwa hampir tidak terlihat lembaga pendidikan Muhammadiyah yang telah melakukan inovasi, mengalami kegagalan. Adapun yang menjadi masalah adalah “keberanian berinovasi —sekolah dan Dikdasmen, PT dan DIKTI Muhammadiyah— masih rendah, sehingga hampir-hampir tidak ada peningkatan signifikan ke arah perubahan yang lebih progresif”. Sering juga sayup-sayup terdengar suara “begini saja sudah dapat berjalan, mau cari apa lagi?”. Selanjutnya, kapan dan dari mana harus memulai? Jawabnya, ya sekarang ini juga harus berani memulai, dari hal-hal yang sederhana, ditekuni secara cerdas, teliti, hati-hati, insya-Allah pasti mendapatkan hasil. Nashum minallah wa fathun qariib.• SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
53
DI ANTARA KITA Workshop Pengembangan Perpustakaan Digital dan Musyawarah Nasional III
MUHAMMADIYAH DALAM DUNIA DIGITAL
P
erpustakaan sebagaimana yang ada dan berkembang sekarang telah dipergunakan sebagai pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan, rekreasi, pelestarian khasanah budaya bangsa serta berbagai jasa lainnya. Peran dan tujuan dari perpustakaan adalah sebagai wahana untuk mencerdaskan bangsa supaya tercapai masyarakat yang terdidik. Keberadaan perpustakaan dapat diartikan juga sebagai pemenuhan kebutuhan yang diakui masyarakat dan kebutuhan ini menentukan bentuk, tujuan, fungsi, program, dan jasa perpustakaan. Dalam mengoptimalkan peran tersebut, pengorganisasian informasi perlu dilakukan untuk memudahkan pengguna perpustakaan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan tepat. Sejalan dengan perkembangan zaman, kebutuhan informasi bagi masyarakat berubah-ubah baik dari segi keragaman isi maupun aksesnya. Efisiensi dan efektivitas menjadi pertimbangan utama pengguna dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka. Oleh karena itu, perpustakaan harus bertransformasi atau menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Perpustakaan harus mampu memberikan nilai tambah pada informasi melalui streamlining, ekspansi, dan inovasi. Selain mempermudah dan memperluas akses, perpustakaan hendaknya mampu melakukan manajemen pengetahuan secara maksimal dan diharapkan lebih memfokuskan diri sebagai community information intermediary, yaitu institusi yang dapat memahami dan berempati terhadap komunitas pengguna, memiliki pemahaman yang mendalam terhadap dunia informasi dan organisasinya serta dengan aktif selalu mengembangkan dan meningkatkan mekanisme yang menghubungkan keduanya. Pemberdayaan perpustakaan dan pustakawan dalam paradigma baru harus disesuaikan dan ditingkatkan seiring dengan perubahan tuntutan pengguna, yaitu akses informasi secara lebih luas, cepat, dan tepat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology) telah membawa perubahan dalam berbagai sektor, termasuk dunia perpustakaan. Pemakai perpustakaan sekarang sudah menuntut jenis-jenis layanan lain, seperti layanan informasi terbaru (current awareness services), layanan informasi terseleksi (selective dissemination of information), layanan penelusuran secara online, layanan penelusuran dengan CD-ROM, dan lain-lain. Selain tuntutan terhadap jumlah layanan yang makin banyak, mutu layanan pun dituntut lebih baik. Dalam rangka peningkatan mutu dan 54
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
jumlah layanan inilah, peran teknologi informasi dan komunikasi sangat dibutuhkan. Dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, kita dapat melakukan layanan yang cepat dengan jangkauan layanan yang lebih luas serta mutu yang lebih baik. Penerapan layanan sistem informasi manajemen (SIM) perpustakaan dan perpustakaan digital (digital library), menjadi suatu keharusan. Layanan yang ditawarkan tidak dibatasi oleh ruang, jarak, dan waktu. Bagi lembaga pendidikan, perpustakaan merupakan sarana untuk memelihara dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar-mengajar. Perpustakaan yang terorganisasi secara baik dan sistematis, secara langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan kemudahan bagi proses belajar-mengajar di sekolah atau perguruan tinggi tempat perpustakaan tersebut berada. Hal ini, terkait dengan kemajuan bidang dan dengan adanya perbaikan metode belajar-mengajar yang dirasakan tidak bisa dipisahkan dari masalah penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan. Inilah yang menjadikan keberadaan perpustakaan bagi lembaga pendidikan menjadi sangat penting bukan hanya untuk menunjang proses belajar-mengajar namun juga menjadi salah satu indikator performa sebuah lembaga pendidikan. Usia Muhammadiyah telah memasuki satu abad. Secara realitas tidak diragukan lagi peran dan kiprahnya dalam ikut menyukseskan pembangunan bangsa ini, terutama dalam bidang pendidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam rentang perjalanan Muhammadiyah yang sangat panjang ini, tentu telah banyak tersebar dokumen, data, dan informasi yang dimiliki oleh Muhammadiyah yang memerlukan untuk segera dibenahi. Jika tidak, persoalan baru akan muncul, yakni Muhammadiyah hanya tinggal nama. Hal ini, menjadikan keprihatinan kita semua, untuk segera melestarikan aset budaya bangsa ini, melalui Muhammadiyah Digital Library Network (MDLN). Melalui MDLN, perjalanan kebesaran, perkembangan, dan kemajuan Muhammadiyah akan lebih dapat dilihat dan dirasakan secara lebih luas dan cepat dibelahan dunia yang terasa semakin sempit tanpa jarak. Sebagai implementasi dari semua itu, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan kegiatan pertemuan nasional perpustakaan PTM. Agenda besar ini menjadi pembicaraan dalam Workshop dan Musyawarah Nasional (Munas), dengan mengusung tema “Peran Muhammadiyah dalam Pelestarian Aset Budaya Bangsa melalui Digital Library Network” pada tanggal 27–29 April 2012, di Universitas Prof DR HAMKA Jakarta. im
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
55
SOHIFAH
BUYA SYAFII, GILAD ATZMON, DAN MASALAH ISRAEL-PALESTINA DR IBNU BURDAH, MA.
Sungguh mengejutkan, Buya Syafii panggilan untuk Ahmad Syafi’i Maarif, salah satu pemikir terdepan dalam masalah ke-Islaman moderat dan kebangsaan di Tanah Air saat ini, tertarik dengan pemikiran Gilad Atzmon yang dikenal memiliki pandangan radikal. Salah satu pandangan Atzmon adalah solusi satu negara untuk permasalahan Israel-Palestina. Menurutnya, konflik Israel-Palestina bersumber pada watak dasar dari gerakan Zionisme yang rasis, diskriminatif, dan pongah. Watak dasar itu bersifat permanen dan tidak akan mengalami perubahan yang berarti untuk selamanya.
O
leh karena itu, solusi satu-satunya bagi konflik itu, menurut Atzmon, adalah berdirinya negara Palestina yang berdaulat dan enyahnya orang-orang Zionis dari seluruh bumi Palestina baik yang dicaplok pada tahun 1948 ataupun yang diduduki pada tahun 1967, maupun wilayahwilayah yang direbut secara lebih halus melalui pengembangan wilayah dan pemukiman sejak 1967 hingga sekarang. Lebih keras lagi, Aztmon menyatakan jika perlu orang-orang Zionis itu diusir ke planet lain agar tidak merusak peradaban dan kemanusiaan. Menurut hemat penulis, pandangan Atzmon amat mengerikan jika benar-benar diyakini banyak orang dan dilaksanakan. Pandangan itu bahkan lebih keras daripada kredo faksi-faksi 56
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
pejuang Palestina yang disebut sebagai garis paling keras sekalipun. Sepengetahuan penulis, tidak ada satu pun pemikir atau pejuang Palestina yang mengeluarkan pernyataan sekeras Atzmon. Lalu mengapa Buya Syafii yang dikenal sebagai pemikir moderat justru tertarik dengan sosok dan pandangan Atzmon? Komitmen Kemanusiaan Sebenarnya tidaklah sulit bagi siapa pun apalagi bagi Buya Syafii untuk memberikan bantahan terhadap pandangan Atzmon. Sebagai contoh, apakah melakukan “pengusiran” seperti yang dibayangkan itu, kendati amat jauh dari kenyataan, tidak justru menimbulkan bencana kemanusiaan yang lebih besar daripada bencana nakbah 1948 dan naksah 1967, ataupun “Holocaust” Nazi, dan pogrom Tsar Moronov? Mengapa tragedi kemanusiaan yang menyayat dan telah berulang itu harus diulang kembali dengan tragedi kemanusiaan yang lebih mengerikan? Itulah kesan cepat penulis membaca pemberitaan yang massif di Tanah Air mengenai buku Buya Syafii. Namun setelah penulis membaca sedikit demi sedikit buku terbaru Buya Syafii Gilad Atzmon: Catatan Kritikal tentang Palestina dan Masa Depan Zionisme yang dibedah pertama kali di Kantor PP Muhammadiyah dan memperoleh publikasi massif, tampak jelas ada hal-hal yang amat mendalam dan penting yang hendak dikemukakan Buya yaitu penegasan terhadap komitmen kemanusiaan dalam masalah IsraelPalestina. Masalah penderitaan Palestina dan perjuangannya untuk menjadi negara yang merdeka dan berdaulat bukanlah semata persoalan dua etnis atau bangsa yang berbeda, bukan pula hanya persoalan bangsa-bangsa Arab atau umat Islam. Namun ia merupakan persoalan kemanusiaan yang menuntut tanggung jawab semua orang. Bukan hanya orang Palestina, orang Arab, atau orang Islam, namun juga orang-orang Yahudi (jews/al-yahuud). Inilah nampaknya yang hendak dikemukakan Buya Syafii dengan menampilkan seorang Yahudi, bekas warga negara Israel, yang menyuarakan perjuangan Palestina, Gilad Atzmon. Penulis tidak percaya bahwa Buya Syafii memiliki pandangan serupa dengan Atzmon mengenai masalah IsraelPalestina dan solusinya betapun dalam buku itu sangat terasa
SOHIFAH Buya begitu hanyut dalam narasi “Atzmon”. Buya Syafii mungkin perlu juga memberikan catatan kritikal terhadap pandangan Atzmon itu sebagaimana judul buku tersebut seperti; apakah penyebaran gagasan seradikal itu dapat membantu perjuangan Palestina ataukah justru sebaliknya, menimbulkan efek karambol yang kontra produktif. Namun beliau nampaknya tidak menyediakan ruang khusus untuk itu sekalipun beberapa pernyataan Buya sudah menyebut pandangan Atzmon sebagai “radikal”, “tidak lazim/ menantang arus”, dan “mimpi Agresi Israel menyebabkan kesengsaraan bagi bangsa Palestina. Mereka terpaksa mengungsi. di siang bolong”. Hal itu barangkali dikarenakan besarnya keinginan beliau untuk Hongaria, hingga puncaknya di Jerman. Elemen terbesar yang menyampaikan pesan utama kepada semua orang bahwa membentuk masyarakat Israel sesungguhnya adalah orangmasalah Palestina adalah masalah kemanusiaan terpenting saat orang Yahudi yang terpaksa beremigrasi dari Eropa. Sebagian besar orang-orang ini adalah bukan Zionis. Kehadiran mereka ini. di Palestina adalah karena keterpaksaan, meski demikian hal itu sangat berarti bagi gerakan Zionime yang “haus dukungan”. Penjelasan Yang Lebih Baik Karena itu, tidaklah janggal apabila hingga saat ini banyak Hal penting lain yang hendak disampaikan Buya, menurut penafsiran penulis, adalah kita, bangsa Indonesia dan sebagian kelompok warga Israel yang tidak menerima bahkan mengutuk besar umat Islam, memerlukan penjelasan dan pemahaman negara Israel dan tetap tinggal di Israel seperti Neturei Karta, yang lebih baik dan memadai mengenai Zionisme, Israel, dan Satmar Hasidism, Edah Haredit, dan sebagainya. Ada juga yang Yahudi. Salah satu kesalahan elementer namun diyakini secara menolak Zionisme dan negara Israel secara “pasif” seperti luas adalah pandangan monolitik tentang tiga entitas itu. Buya kelompok Haredim yang merupakan kelompok agama Yahudi menegaskan bahwa Zionis itu sama sekali berbeda dengan terbesar di Israel. Mereka misalnya menolak memberi hormat agama atau etnis Yahudi. Yahudi adalah agama yang harus kepada bendera Israel, menolak merayakan hari berdirinya dihormati sedangkan Zionisme adalah gerakan politik yang rasis Israel 14 Mei, dan menolak wajib militer. Jadi, orang Zionis sesungguhnya adalah minoritas di Israel. dan anti kemanusiaan. Namun karena mereka adalah orang yang berkuasa, dan Pada titik ini, penulis menyetujui sebagian pendapat Buya namun sekaligus memberikan tambahan dan catatan pada bagian Zionisme menjadi ideologi negara, maka ideologi itu pun terus yang lain. Orang Yahudi itu belum tentu orang Israel (warga “dipaksakan” kepada rakyatnya melalui berbagai instrumen negara), dan orang Israel itu belum tentu Zionis. Banyak sekali negara termasuk ke Yeshivot-Yeshivot (semacam pesantren) catatan yang menunjukkan bahwa gerakan Zionis itu hingga sekitar di Israel. Dan orang/aktivis Zionis sendiri sesungguhnya juga dua dekade setelah dicetuskan di Basel tetap minim pengikut dan beragam mulai yang sangat asimilatif dengan Palestina (seperti tidak ada tanda-tanda gerakan itu akan mencapai tujuannya yaitu Zionis Marxis), Zionis internasional, Prakmatis hingga Zionis mendirikan negara Israel di Palestina. Bahkan, gerakan itu Bencana. Keragaman itu mencerminkan strategi dalam menghadapi penolakan dari sebagian besar aliran dalam Agama mewujudkan tujuan dan pandangan mereka terhadap Palestina. Yahudi. Mereka memandang gerakan itu sebagai bid’ah Kelompok yang terakhir itulah sesungguhnya yang dekat dengan (penyimpangan agama) dan menciptakan berhala baru. Karena gambaran Buya Syafii di dalam bukunya tentang Atzmon. itu, aksi gerakan itu di Palestina, jika dibaca dari catatan tokoh- Wallahu a’lam. _______________________________ tokoh mereka, hanya seperti main-main belaka. Faktor terpenting dari keberhasilan gerakan itu untuk menarik orang-orang Yahudi datang ke Palestina kemudian adalah tragedi kemanusiaan yang terjadi di Eropa mulai di Rusia, Polandia,
DR Ibnu burdah, MA., Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam, Dosen Fakultas Adab dan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
57
LAHIR: Meisya Mutiara Sutanto, anak pertama pasangan Bagus Harisusanto dan Siti Muthiah, 2 Mei 2012, di Pangkalanbun, Sumatera Utara.
JALAN PINGGIR Mantan Presiden Megawati mengatakan, korupsi masih menjadi persoalan bangsa Indonesia. Bisa jadi akan menjadi hal yang biasa. *** Mantan Wakil Presiden, M Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang peka. Betul! Bukan pemimpin yang suka mengeluh.
Dwitya Nadya Fatmawati, SPd binti Ir Mulyono, MP dengan Syafruddin Badrus Salam, SKom bin H Syamsudin, BA., 8 April 2012, di Simo, Boyolali, Jawa Tengah.
MENIKAH: Nita Krisnawati, Amd, KL binti Sukirno dengan Novesta Tisnadi, SPd.I bin H Sukarjan SP, SPd, 7 April 2012, di Bogoran, Trirenggo, Bantul, Yogyakarta. Noor Chairani, SPd binti HM Hasyim Abdullah, MSi dengan Muhammad Rofiq Muzakkir, Lc., MA bin Drs H Muzakkir Muid, 29 April 2012, di Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Lismawati, SPd.I binti Abdul Kanan dengan Muhammad Anwar Nugroho, SH bin Mohammad Hannat, SPd, 1 Mei 2012, di Tirtorahayu, Galur, Kulonprogo, Yogyakarta. Musniar Nasruddin, SH dengan Dirland Multasim, SKom, 9 Mei 2012, di Mamuju, Sulawesi Barat. Cahyani Rahmitrasari, SSos binti Sugeng Subinarto dengan Ardella Putra Purama, SSi bin Margono, 17 Mei 2012, di Yogyakarta.
MENINGGAL: Sulaiman, SPd (57 tahun), 20 April 2012, di Gondang, Candi, Ampel, Boyolali, Jawa Tengah. M Amrullah Abdulkarim, 7 Mei 2012, di Hambuku Tengah, Alabio. Drs H Mur Kadari (66 tahun), 9 Mei 2012, di Yogyakarta. Ibu Kemi Pirmohartono (70 tahun), 12 Mei 2012, di Moyudan, Sleman, Yogyakarta.
58
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
*** Penggunaan pengantar bahasa Inggris di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), dinilai mengancam keberadaan bahasa Indonesia. RSBI memang banyak menimbulkan masalah, kok. *** Ulama diminta paham tentang ekonomi. Setuju! Biar tahu mana yang betul-betul halal dan haram. *** Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, naskah Kraton Yogyakarta yang dicuri Inggris dan Belanda sangat banyak. Pantesan pakaian kerajaan kedua negara itu, hampir sama dengan pakaian Kraton Yogyakarta. *** Pemekaran daerah, baik tingkat kabupaten maupun provinsi dikhawatirkan bisa mengancam kesatuan bangsa. Yang jelas, mengancam karier politik. *** Menjelang Pemilu legislatif tahun 2014, partai politik sudah menyatakan membuka peluang untuk kalangan artis. Senayan, akan semakin semarak. Sebagai arena pentas dan kontes. *** Pemborosan anggaran terjadi lewat perjalanan dinas. Kalau kunjungan kerja, pemborosan anggaran enggak? *** Bung Santri
TELAAH PUSTAKA
MUHAMMADIYAH BUKAN WAHHABI Judul buku
:
Penulis Tebal Cetakan Penerbit
: : : :
S
Muhammadiyah dan Wahhabisme, Mengurai Titik Temu dan Titik Seteru Achmad Jaenuri dkk 140+XII halaman Pertama, Mei 2012 Suara Muhammadiyah
eorang lelaki mengenakan kain sorban menutupi mukanya dengan sorot mata tajam. Sedikit ilustrasi bercak merah dengan warna dasar putih menjadi pilihan untuk cover sebuah buku yang cukup menantang dengan judul: Muhammadiyah dan Wahhabisme. Sub judulnya: Mengurai Titik Temu dan Titik Seteru. Buku seukuran 14 X 21 cm ini merupakan hasil dari seminar dengan tema “Kupas Tuntas Gerakan Wahhabi” yang diselanggarakan oleh majalah Suara Muhammadiyah bekerjasama dengan Universitas Ahmad Dahlan pada tanggal 10 Desember 2011. Ada apakah dengan Wahhabi? Bagaimana pula dengan Muhammadiyah? Pembicaraan tentang Wahhabi mulai marak pasca peristiwa pemboman WTC, 11 September 2001. Hasil investigasi CIA menyebutkan, 15 dari 19 pelakunya warga negara Arab Saudi dan diduga pengikut “Al-Qaeda” pimpinan Osamah bin Laden, yang dianggap pengikut setia Wahhabi. Dengan demikian, Wahhabi dalam posisi tertuduh sebagai paham keagamaan yang menginspirasi terorisme. Belakangan, wacana ini bergulir kembali setelah pemerintah menerapkan kebijakan meredam radikalisme kelompok-kelompok agama atau ormas yang disinyalir sebagai biang terorisme di tanah air. Kali ini, yang dibidik adalah Muhammadiyah karena dianggap sejalan dengan Wahhabisme. Tentu saja pembidiknya adalah
kelompok-kelompok agama yang tidak sejalan dengan paham keagamaan organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini. Sebenarnya, tuduhan semacam ini bukan hal baru. Sejak awal berdiri, Muhammadiyah ternyata sudah pernah dituduh Wahhabis. Akan tetapi, para tokoh Muhammadiyah generasi awal sudah berhasil membantah tuduhan tersebut. Kini, setelah berhasil melintasi usia satu abad, Muhammadiyah kembali menjadi objek tuduhan tak beralasan tersebut. Seakan-akan sejarah berulang kembali, tuduhan bahwa “Muhammadiyah itu Wahhabis” kembali dilayangkan oleh kelompok-kelompok tertentu yang ahistoris dan tidak memahami hakekat gerakan Muhammadiyah. Para tokoh Muhammadiyah tidak tinggal diam menghadapi tuduhan tanpa argumentasi yang jelas tersebut. Seminar pada 10 Desember 2011 berhasil menghadirkan para pembicara: Prof DR Achmad Jainuri (Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo), KH Ayat Dimyati (Ketua Umum PWM Jawa Barat), Drs Tafsir MAg. (Ketua PWM Jawa Tengah), Prof Dr Thohir Luth, MA. (Ketua Umum PWM Jawa Timur), DR Haedar Nashir, MSi. (Ketua PP Muhammadiyah), dan Prof DR Yunahar Ilyas, Lc, MAg. (Ketua PP Muhammadiyah). Kumpulan makalah dari para pembicara tersebut kemudian berhasil dihimpun menjadi sebuah buku seperti yang telah hadir di hadapan pembaca ini. Buku ini diterbitkan untuk mengingatkan dan sekaligus menyadarkan para penuduh yang sebenarnya tidak memahami duduk persoalan ini. Buku ini diharapkan dapat menyadarkan ‘para penuduh’ bahwa ternyata Muhammadiyah bukan Wahhabi. Muarif, anggota Majelis Pustaka Dan Informasi PWM DIY
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 1 - 15 JUNI 2012
61
I B R A H
Hifdz Al-Lisan
S
uatu kali seorang lelaki mencaci-maki Abu Dzar Al-Ghifari. Sahabat Nabi yang dikenal zuhud itu tak membalas, dia bahkan berkata: “Hai, engkai jangan habiskan waktu untuk mencaci-makiku. Berilah tempat untuk damai. Aku tidak akan melindungi orang yang menentang Allah dengan caci-maki selain dengan cara menaati-Nya, yakni tidak membalas caci-maki”. Abu Dzar memang dikenal ahl-shufah, orang yang hidup sederhana, menjauhi dunia, dan menjunjungtinggi budi baik terhadap sesama. Banyak perilakunya, yang membalas keburukan dengan kebaikan, setidak-tidaknya tidak membalas dengan keburukan. Imam Syafii bersikap serupa. Seperti dikisahkan Al-Jundi, salah satu tokoh imam Mazhab tersebut suatu saat dicaci-maki orang yang tidak menyukainya. Apa kata Imam Syafii? “Jika engkau benar semoga Allah mengampuni diriku, dan jika engkau salah semoga Allah mengampunimu”, ujar Imam yang dikenal berilmu luas dan arif itu. Seperti para imam Mazhab yang lain, Maliki, Hanbali, dan Hanafi semuanya berjiwa besar ketika menghadapi perbedaan dan ketidaksukaan orang pada pandangan-pandangannya. Satu sama lain saling bertasamuh dengan ilmu dan hikmah, bukan dengan emosi dan hawa nafsu. Di antara kebaikan pada sahabat Nabi, Tabi-in, Tabi’in-tabi’in, dan para imam serta ulama terdahulu maupun para mushsinin yang berakhlak mulia ialah kebaikannya dalam bertutur kata. Tutur kata bukan sekadar ujaran yang keluar dari lisan, tetapi merupakan pantulan dari hati atau jiwa dan sikap yang bersih sebagai buah dari ihsan. Kalaupun mereka tidak suka pada sesuatu atau tidak sependapat atas sesuatu dari orang lain, ditunjukkan dengan cara bermujadalah dengan baik. Dari kelaziman yang baik itulah lahir tradisi atau kebiaasaan yang baik dalam bertutur kata, yang kemudian dikenal dengan “hifdz al-lisan”, menjaga tutur kata. Semua perilaku ihsan, khusus dalam menjaga lisan, tidak lain bersumber dari meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad. Nabi akhir zaman itu 62
SUARA MUHAMMADIYAH 11 / 97 | 11 - 25 RAJAB 1433 H
bahkan dinobatkan Allah dengan predikat “uswah hasanah”, contoh teladan yang baik. Akhlak Nabi adalah akhlak yang agung, “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS Al-Qalam: 4). Ketika ada sebagian orang berteriak-teriak memanggil Nabi di belakang kamarnya, Allah kemudian menurunkan Surat Al-Hujarat. Ketika menghadapi hal buruk pun, Nabi membalasnya dengan kebaikan, sampai banyak orang kafir kemudian beriman karena kemuliaan akhlak Nabi. Nabi mengajarkan umatnya untuk bertutur kata yang baik dan apabila tidak bisa maka sebaiknya diam. Nabi mengingatkan, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik, atau (apabila tidak bisa berkata yang lebih baik) hendaklah diam” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Di lain hadis beliau bersabda: “Orang Islam itu ialah orangorang selamat terhadap sesama muslim lainnya, yakni selamat dari (gangguan omongan) lidahnya dan (dari akibat perbuatan) tangannya” (HR Bukhari dan Muslim). Allah bahkan mememerintahkan umatnya untuk menolak kejahatan dengan cara-cara yang lebih baik (QS Fushilat: 34). Sungguh, menjaga perkataan (hifz al-lisan) menjadi mutiara berharga bagi setiap muslim. Tutur kata yang lembut, sopan, dan sarat kebaikan merupakan bagian dari akhlak utama. Sebaliknya ujaran-ujaran yang kasar, vulgar, dan tidak senonoh merupakan perangai yang tidak terpuji, yang tidak baik keluar dari lisan umat beriman. Jangankan terhadap sesama muslim dan umat beriman, bahkan terhadap mereka yang tak beriman sekalipun sungguh mulia manakala menunjukkan tutur kata dan perangai yang terpuji sehingga mengundang simpati. Siapa tahu mereka yang tak beriman kemudian tergerak hatinya untuk menjadi hamba Allah yang beriman karena tutur kata dan perilaku yang terpuji dari mereka yang beriman sebagaimana diteladankan Nabi akhir zaman. Apalagi hifdz al-lisan dan perangai baik terhadap sesama muslim. A. Nuha